5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "5 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 31 Gambar 15 Buruan Sari Asih Beragam hewan ternak, unggas serta sarang belasan jenis burung liar terdapat di SAU. Anak-anak dapat belajar mengenali alam sekitar dengan beragam jenis hewan dan burung liar serta bermain permainan tradisional ala SAU. Buruan Sari Asih (Gambar 15) menjadi salah satu tempat alternatif bagi pengunjung yang ingin menikmati suasana kampung Sunda. SAU juga memberi kesempatan bagi pengunjung untuk melihat proses pembuatan Angklung tersebut secara keseluruhan. Gambar 16 Fasilitas yang ada : (a) Saung, Tempat Alternatif untuk Berkumpul Bersama Keluarga, dan (b) Pusat Produksi Angklung 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Program Wisata di Saung Angklung Udjo Sejak didirikan pada tahun 1966 oleh Udjo Ngalagena, Saung Angklung Udjo berpinsip harus mengenalkan angklung kepada semua orang (Syafiii 2009). Inovasi yang dilakukan oleh Udjo yaitu memproduksi angklung untuk dijual sebagai souvenir, mengadakan pelatihan memainkan angklung serta pertunjukan

2 32 kesenian. Hal ini didasari sebagai bentuk pendidikan dini kepada anak-anak terhadap musik angklung. Ciri khas paket kunjungan di Saung Angklung Udjo adalah bamboo afternoon (Gambar 17). Program wisata ini khusus dirancang untuk keperluan wisatawan mancanegara yang memiliki kesempatan/waktu yang singkat. Dinamakan Bamboo Afternoon atau bambu petang karena dipentaskan setiap sore. Rangkaian acara ini meliputi: 1. Pemberian cinderamata (kalung angklung), sinopsis pertunjukan dan segelas minuman jahe kepada pengunjung yang baru datang. 2. Demontrasi wayang golek yaitu boneka kayu yang dipakaikan kostum menyerupai manusia. Hal ini karena pertunjukan wayang golek sesungguhnya berdurasi 7 jam. Demonstrasi hanya menampilkan bagaimana wayang golek berbicara, menari dan berkelahi di pertempuran. Hal yang menarik pada pertunjukan di Saung Angklung Udjo ketika papan penutup kaki Dalang di buka menjelang berakhirnya sandiwara wayang, Hal ini bertujuan agar penonton dapat melihat gerak kaki Dalang dalam memainkan wayang. 3. Helaran merupakan arak-arakan upacara tradisional dengan memainkan angklung yang dilakukan ketika khitanan ataupun panen padi. Angklung yang digunakan merupakan angklung dengan nada salendro/pentatonik, berupa nada asli angklung yang terdiri dari nada da, mi, na, ti, la, da. 4. Tari Tradisional Tari Topeng. Penyajian tari topeng di pertunjukan merupakan cuplikan dari pola tarian klasik topeng Kandaga, sebuah rangkaian tari topeng gaya parahyangan yang menceritakan ratu Kencana Wungu yang dikejar oleh prabu Menakjingga. Tari kedua adalah tari merak, merupakan pengejawantahan burung merak dengan keindahan bulunya. 5. Calung. Permainan calung merupakan permainan bambu. 6. Arumba. Arumba merupakan singkatan dari alunan rumpun bambu. Band dengan alat musik bambu alat musik tradisonal dengan nada diatonik yang diciptakan oleh Udjo Ngalagena. 7. Angklung mini Pertunjukan angklung yang dilakukan oleh anak-anak usia 2 hingga 13 tahun dengan menggunakan angklung yang berukuran kecil. Gambar 17 Beberapa rangkaian acara : (a) Wayang Golek, dan (b) Helaran (Pertunjukan Bambu Petang 2012)

3 33 Profil Pengunjung Motivasi Kunjungan Motivasi pengunjung menjadi informasi penting dalam perencanaan interpretasi. Dalam rangka mengetahui motivasi, persepsi, dan aktivitas pengunjung di Saung Angklung Udjo, maka dilakukan wawancara semi terstruktur dengan pengunjung. Umumnya pengunjung cukup antusias dan bersedia berpartisipasi dalam wawancara. Sayangnya waktu yang dimiliki sangat minim untuk menjawab seluruh pertanyaan yang diberikan. 7 Orang 13 Orang 30 Orang Gambar 18 Motivasi pengunjung ke SAU Berdasarkan hasil wawancara dengan pengunjung seperti yang terlihat pada Gambar 18 di atas dapat diketahui bahwa 60% pengunjung bertujuan untuk melihat pertunjukan angklung, 26% bertujuan mempelajari angklung dan 11% memperkenalkan kesenian angklung kepada keluarga, khususnya putra putrinya. Salah satu responden mengatakan kunjungan ke Saung Angklung Udjo sebagai bentuk pendidikan dini bagi generasi muda. Keinginan berkunjung didasari untuk mengenal angklung dan tertarik dengan angklung sejak angklung dinobatkan menjadi bagian dari warisan dunia. Program Wisata yang dipilih Pengunjung Terdapat tiga paket kunjungan di Saung Angklung Udjo yaitu pertunjukan bambu dan kesenian sunda, program setengah hari di Saung Angklung Udjo, dan mengenal alam di Saung Angklung Ujo. Pertunjukan bambu dan kesenian sunda menjadi program wisata yang dipilih oleh 43 orang sedangkan 7 orang memilih mengenal alam di Saung Angklung Udjo. (Gambar 19). 7 Orang 43 Orang Gambar 19 Program wisata yang dipilih pengunjung

4 34 Pemahaman Pengunjung terhadap Proses Pembuatan Angklung Gambar 20 menunjukkan bahwa dari 50 orang responden, sebanyak 34% responden sudah mengetahui proses pembuatan angklung. Pengetahuan tersebut diperoleh dari kunjungan ke Saung Angklung Udjo sebelumnya sedangkan 66% belum mengetahui proses pembuatan angklung. 17 Orang 33 Orang Gambar 20 Pemahaman pengunjung terhadap proses pembuatan Angklung Pemahaman Pengunjung terhadap Jenis Bambu sebagai Bahan Baku Angklung Dari 50 responden yang diwawancarai terkait jenis bambu sebagai bahan baku angklung, sebanyak 33 orang mengetahui bahwa bambu merupakan bahan baku angklung namun tidak mengenal jenis bambu yang digunakan. Sedangkan 17 responden menjawab bambu yang digunakan sebagai bahan baku angklung adalah awi wulung/bambu hitam (G. atrovioleacea). Gambar 21 di bawah ini menunjukkan pemahaman pengunjung terhadap jenis bambu sebagai bahan baku Angklung. 17 Orang 33 Orang Gambar 21 Pemahaman pengunjung terhadap jenis bambu sebagai bahan baku Angklung Pemahaman Pengunjung mengenai Konservasi Bambu Hasil wawancara kepada pengunjung mengenai konservasi Bambu dapat dilihat pada Gambar 22. Dari 50 orang responden, 90% menyatakan perlunya pelestarian bambu, salah satunya melalui penanaman bambu secara massal. Sedangkan 10% upaya pelestarian bambu belum diperlukan karena jumlah bambu masih cukup besar. Mereka menganggap bambu mudah didapatkan dan tumbuh liar dimanapun. Dari upaya konservasi yang telah dilakukan sebesar 66% pengunjung mengaku terlibat dalam upaya konservasi lingkungan berupa gerakan

5 penanaman pohon di lingkungan tempat tinggalnya sedangkan 34% responden menjawab belum pernah melakukan upaya konservasi lingkungan. Namun dari seluruh responden, belum ada satupun yang terlibat dalam upaya pelestarian bambu Orang 45 Orang Gambar 22 Pemahaman pengunjung mengenai konservasi Bambu Kesediaan Pengunjung Terlibat dalam Program Konservasi Bambu di SAU Kebutuhan program atau fasilitas yang memperkenalkan bambu sebagai bagian penting dari alat musik angklung disampaikan oleh 80% responden atau sebanyak 40 orang. Keingintahuan dan ketertarikan pengunjung untuk mengenal bambu sebagai bahan baku angklung didasari bahwa upaya pelestarian bambu berarti juga melestarikan angklung. Proses Pengolahan Bambu Menjadi Angklung Pengadaan Bahan Baku Saung Angklung Udjo memproduksi angklung dengan menggunakan bahan baku berupa jenis bambu Hitam (G. atroviolacea), sebagai bahan tabung, Bambu Temen (G. atter) sebagai tabung dasar dan bambu Tali (G. apus) untuk bahan kerangka (jejer dan palang gantung). Hal ini diperkuat oleh penelitian dari Rifai (1994) yang menyatakan bahwa kondisi lingkungan dan habitat akan mempengaruhi dari tipe dan distribusi ikatan vaskuler buluh bambu. Berdasarkan penelitian, rumpun bambu yang tumbuh di Jawa Tengah memiliki garis tengah buluh lebih besar sehingga lebih cocok untuk kebutuhan perabotan dibandingkan sebagai bahan tabung angklung. Tipe dan distribusi ikatan vaskuler mempengaruhi penghantaran getaran yang berdampak pada kualitas suara yang dihasilkan (Nuriyatin 2000). Kualitas suara yang dihasilkan dari masing-masing jenis bambu dipengaruhi oleh sifat mekanik akustik bambu. Melalui pori-pori, bagian dari energi akustik yang masuk kedalam bambu diserap oleh massanya. Massa mengubah energi akustik menjadi energi termal atau lebih dikenal dengan absorp sound. Berdasarkan wawancara dengan pengelola Saung Angklung Udjo ada dua persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan Angklung dengan kualitas suara yang baik, yaitu persyaratan fisik meliputi tinggi ruas bambu minimal 8-51 cm, diameter bambu minimal 1,5-4,5 cm serta ketebalan bambu minimal 3,3 mm - 1,5 cm. bambu harus cukup tua dan kering sehingga kadar air rendah serta volume serat padat dan kompak. Hal tersebut mendukung proses perambatan getaran sehingga relatif bersifat konstan.

6 36 Permintaan angklung dari dalam negeri maupun mancanegara terus bertambah. Hal ini berdampak terhadap permintaan bahan baku yang tinggi. Kurangnya suplai bahan baku dengan spesifikasi dan kualifikasi yang sesuai sebagai angklung di sekitar Saung Angklung Udjo mengakibatkan pengadaan bahan baku dipenuhi dari luar Bandung (Garut, Sukabumi, Subang dan Kuningan). Pengadaan bambu masih mengandalkan pengambilan dari alam sehingga berdampak pada semakin sedikitnya habitat bambu liar. Berdasarkan wawancara dengan pengelola, Saung Angklung Udjo melakukan kerja sama dengan mitra penyedia bahan baku. Mitra atau dikenal dengan vendor memiliki tanggung jawab berupa pemanenan, pengeringan, penyimpanan hingga distribusi ke Saung Angklung Udjo. Pemesanan/pembelian bahan baku dilakukan secara berkala menurut periode produksi dengan memperhatikan kualitas bahan baku, proses pasca pemanenan (sebelum melakukan kerja sama, pihak pengelola melakukan survei lokasi). Lokasi milik mitra harus memenuhi syarat terkait pemanenan hingga penyimpanan. Beberapa syarat terjadinya kerja sama adalah pihak mitra memiliki lahan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan bambu dalam satu kali masa panen, yaitu kurang lebih batang. Pengetahuan akan pemilihan bambu yang cocok sebagai bahan baku angklung merupakan pengetahuan yang wajib dimiliki oleh pengelola khususnya staff Produksi. Karakteristik bambu yang digunakan sebagai bahan baku angklung sangat spesifik. Pemilihan bambu dilakukan berdasarkan usia bambu yang tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda. Bambu yang paling cocok untuk angklung berusia 3-4 tahun. Jika dibawah 3 tahun, serat belum kompak dan rapat sehingga suara yang dihasilkan tidak maksimal. Nada yang dicapai tidak mampu melengking dan kencang. Apabila bambu yang dipanen lebih dari usia 4 tahun, akan mempengaruhi kualitas nada yang dihasilkan. Pengolahan Bahan Baku Pemanenan Selama ini bambu yang dipanen (Gambar 23) merupakan hasil dari pengambilan secara langsung di alam. Petani tidak melakukan penanaman/ budidaya bambu. Sejauh ini bambu yang digunakan sebagai bahan baku angklung diambil dari lokasi di Jampang Kulon, Sukabumi, Cianjur hingga Kuningan. Waktu pemanenan bambu antara bulan Juli-Oktober, ketika musim kemarau sehingga bambu yang dihasilkan lebih kering dan tidak dimakan organisme perusak. Sebelum melakukan kontrak kerja sama, pengelola melakukan survey terhadap cara pemanenan bambu yang dilakukan oleh calon mitra. Bambu yang baik adalah bambu yang dipanen pada pukul wib hingga pukul wib. Hal didasarkan pada waktu fotosintesis bambu sehingga meminimalisasi serangan serangga bubuk kering. Hama tersebut dapat menyebabkan munculnya bubuk putih di dalam ruas sehingga berpengaruh terhadap kualitas suara dari bambu tersebut. Apabila calon mitra tidak melakukan pemanenan dengan aturan standar dari Pihak Saung Angklung Udjo, maka Pengelola melakukan pelatihan dan pengenalan metode pemanenan yang tepat terhadap calon mitra.

7 37 Gambar 23 Bambu yang baru dipanen Pengawetan dan Pengeringan Bambu mudah diserang oleh mikroorganisme. Tahap selanjutnya adalah pengawetan (Gambar 24). Usaha pengawetan bambu secara tradisional sudah dikenal oleh masyarakat pedesaan. Pengawetan dilakukan dengan merendam bambu di dalam air mengalir, air tergenang, lumpur atau melalui metode pengasapan. Gambar 24 Ilustrasi pengawetan dan pengeringan bambu dengan metode pengasapan (Membuat angklung 2012) Selain itu juga dapat dilakukan dengan diangin-anginkan di tempat yang teduh atau disimpan dalam gudang hingga 3-4 bulan. Tahap selanjutnya adalah pemilihan bambu yang utuh tanpa adanya hama. Saat ini pengawetan sudah menggunakan bahan kimia antara lain boraks, campuran kapur barus dengan minyak tanah dan berkembang dengan menggunakan boron dan pestisida pengawet kayu. Bambu yang sudah dikeringkan kemudian direndam selama kurang lebih seminggu (Gambar 25). Hal ini untuk menghilangkan hama-hama yang masih

8 38 terdapat di dalam ruas. Bambu juga diasapi dan disemprot dengan obat pembasmi hama. Namun hal ini membutuhkan waktu dan bambu menjadi tidak aman bagi manusia. Karena obat pembasmi hama terbukti menyebabkan efek samping gatalgatal. Bambu yang sudah dikeringkan kemudian dikirim ke Bandung, tepatnya di lokasi Saung Angklung Udjo. Sesampai di lokasi, bambu yang rusak selama perjalanan akan dijadikan sebagai bahan baku souvenir dan perabotan. Sedangkan bambu yang masih baik, akan didistribusikan kepada mitra pembuat Angklung. Saung Angklung Udjo memiliki tiga mitra dalam pembuatan angklung. Mitra pertama pembuat tabung, penyetelan nada pada tabung resonansi angklung dan merakit, mitra kedua membuat rangka. Gambar 25 Proses pengawetan bambu dengan metode perendaman Proses pengeringan dibutuhkan untuk menjaga stabilitas dimensi bambu, perbaikan warna permukaan, serta pelindung terhadap serangan jamur dan bubuk basah. Pengeringan bambu dilakukan dengan cara pengasapan ataupun tungku (Gambar 26). Pengeringan yang terlalu cepat mengakibatkan bambu mudah pecah namun pengeringan yang terlalu lambat akan berakibat pada warna bambu yang suram, bulukan dan menjadi gelap. Kekuatan bambu juga akan bertambah seiring keringnya bambu. Pengeringan bambu harus dilaksanakan secara hati-hati, karena apabila dilakukan terlalu cepat (suhu tinggi dengan kelembaban rendah) atau suhu dan kelembaban yang terlalu berfluktuasi akan mengakibatkan bambu menjadi pecah, kulit mengelupas, dan kerusakan lainnya. Sebaliknya bila kondisi pengeringan yang terlalu lambat akan menyebabkan bambu menjadi lama mengering, bulukan dan warnanya tidak cerah atau menjadi gelap.

9 39 Gambar 26 Pengeringan Bambu secara vertikal Pembuatan Kerangka Angklung Kriteria bambu yang memenuhi syarat memiliki ruas sepanjang mungkin, diameter bambu tidak lebih dari 6 cm, ringan dan memiliki serat yang padat. Bambu yang sudah dikeringkan kemudian diseleksi untuk diolah lebih lanjut menjadi angklung (Gambar 27). Selanjutnya bambu dipotong menjadi bakalan sesuai dengan ukuran tabung, rangka atau tiang. Gambar 27 Bakalan Angklung

10 40 Bakalan ini kemudian diolah menjadi nada sora, yaitu menyesuaikan panjang tabung dan tinggi lubang. Pekerjaan ini membutuhkan keterampilan dan keahlian tersendiri, sehingga dapat dihasilkan bunyi yang nyaring dengan cara dipukul dan ditiup. Bambu Hitam dan Bambu Tali untuk tabung suara dan tabung dasar sedangkan untuk bambu Gombong dan bambutemen untuk tiang rangka angklung (Gambar 28). Gambar 28 Tabung Angklung Perakitan Tahap perakitan (Gambar 29) merupakan tahap dimana tabung bambu dan kerangka diikat dengan rotan. Pekerjaan ini tidak terlalu susah namun juga membutuhkan kecepatan dan ketelitian. Bagi pekerja yang sudah terbiasa menggabungkan tabung dan kerangka dengan rotan hanya membutuhkan waktu sekitar 10 menit. Umumnya pekerjaan ini dilakukan oleh mitra pembuat tabung. Mitra pembuat tabung akan mengambil kerangka dari mitra lain untuk dirakit menjadi angklung. Gambar 29 Proses perakitan angklung

11 Penyeteman/ Penyetelan Nada Saung Angklung Udjo menerapkan prinsip bahwa konsumen yang membeli angklung tidak hanya membeli alat musik bambu melainkan membeli suara. Oleh karena itu penyeteman menjadi proses yang sangat diperhatikan dalam pembuatan angklung. Setiap angklung yang diproduksi merupakan sebuah totalitas mutu Saung Angklung Udjo. Setelah bambu dipilih, bambu tersebut baru dapat digunakan sebagai bahan pembuatan angklung. Pembuatan angklung yang paling penting adalah membentuk nada dasar dari tabung bambu. Suara bambu ada dua yaitu suara kayu bambu ketika beradu dengan benda lain dan suara yang dihasilkan ketika tabung ditiup. Alat penyeteman/penyesuaian nada yang digunakan untuk menentukan nada dasar adalah Berrina. Kemudian setelah dihasilkan nada dasar dilakukan finishing dengan penyeteman dengan Autochromatic Tuner (Gambar 30 dan Gambar 31). Dahulu penyeteman angklung hanya menggunakan botol-botol yang diisi air dan diberi tanda pada bagian luarnya, saat ini penyeteman selain menggunakan suling, gamelan, dan juga telah menggunakan alat elektronik yaitu Autochromatic Tuner. Proses akhir rangka dan tabung diikat dengan tali rotan. 41 Gambar 30 Angklung yang telah distem Pengecekan dan Pengemasan Tahap pengecekan merupakan tahap terakhir sebelum angklung dikemas. Pengecekan atau lebih dikenal quality control merupakan mekanisme pemeriksaan kerangka, suara angklung setelah distem. Selanjutnya dilakukan

12 42 pengemasan angklung dengan menggunakan kardus sebelum angklung dikirim ke tempat tujuan. Pengemasan dilakukan ketika angklung telah mengalami masa uji lulus yang ditunjukkan dengan tidak adanya hama yang terdapat pada angklung. Gambar 31 Finishing tabung Angklung Upaya Konservasi Bambu sebagai Bahan Baku Angklung Saung Angklung Udjo sebagai pihak yang mengembangkan angklung membutuhkan sumber daya bambu jangka panjang memiliki kewajiban untuk mengelola bambu secara alam maupun melalui penanaman bambu.semakin langkanya jenis bambu untuk angklung merupakan kendala yang dihadapi Saung Angklung Udjo. Menurut Pengelola, jumlah bambu yang sesuai untuk bahan baku angklung akan habis dalam waktu 10 tahun mendatang khususnya bambu Hitam sebagai bahan baku utama tabung angklung. Permintaan yang tinggi terhadap jenis bambu Hitam menjadikan bambu Hitam lebih banyak dicari oleh mitra petani. Kebutuhan bambu yang terus meningkat mengakibatkan permintaan bambu tidak dapat dipenuhi dari wilayah Bandung, melainkan harus mencari bambu Hitam hingga ke Sukabumi dan Kuningan. Permintaan bambu yang tinggi tidak disertai dengan budidaya bambu yang intensif sehingga berdampak terhadap keberadaan dan kebutuhan bambu jangka panjang. Len Muller (1996a, 1998b) dalam Wong (2004) menyampaikan the possible roleof selection in maintaining useful bamboo clones. Konservasi spesies bambu menjadi perhatian banyak pihak. Tidak adanya manajemen bambu yang baik membuat proses pemanenan bambu di hutan dilakukan dengan cara menebang habis seluruh tanaman, praktek ini sangat tidak ekologis dan merupakan pemborosan karena banyak batang bambu yang semestinya dapat dimanfaatkan. Upaya mendorong program pengelolaan bambu dengan menjamin keseimbangan antara pelestarian keanekaragaman hayati bambu dan pemanfaatannya melalui pelestarian bambu secara in-situ dan ex-situ dilakukan melalui kegiatan penanaman di hutan bambu alam yang masih ada dan pembuatan kebun koleksi untuk mempertahankan keberadaan berbagai jenis bambu baik yang endemik maupun yang eksotik dengan semua sumber genetiknya.

13 Kesadaran berkonservasi timbul dari terpenuhinya stimulus alamiah (karakteristik bambu sebagai bahan baku angklung, habitat, sifat fisik yang dimiliki oleh bambu sebagai bahan baku angklung) dan stimulus manfaat dari bambu sebagai bahan baku angklung. Stimulus manfaat dari bambu berupa produk angklung sebagai alat kesenian tradisional (nilai sosial budaya) yang dijual sebagai cinderamata (nilai ekonomi). Jenis bambu yang digunakan sebagai tabung angklung berpengaruh terhadap harga angklung. Harga seperangkat angklung di SAU berkisar antara Rp hingga Rp Harga tersebut tergantung pada jenis bambu yang digunakan. Angklung berbahan dasar bambu Hitam memiliki harga yang lebih tinggi dibanding angklung dengan bahan baku bambu Tali. Pemahaman bahwa semakin sulitnya mencari bahan baku bambu Hitam berpengaruh pada kesadaran masyarakat (pengguna) untuk melakukan konservasi dengan cara penanaman jenis bambu sebagai bahan baku angklung untuk menjaga ketersediaan bahan baku serta melakukan upaya pengelolaan pemanenan dengan menggunakan metode yang meminimalisasi kerusakan lingkungan. Pengelolaan bambu yang memperhatikan konservasi bamboo dilakukan untuk menjaga ketersediaan sumber daya bambu jangka panjang melalui budidaya dan pengelolaan bambu yang tepat. Salah satu pengelolaan yang perlu dilakukan yaitu yaitu pemanenan bambu dengan metode tebang habis diganti dengan metode tebang pilih. Kualitas bambu yang dipanen dengan metode tebang pilih juga lebih baik dibanding metode tebang habis. Pada metode tebang habis, semua batang bambu ditebang baik yang tua maupun yang muda, sehingga kualitas batang bambu yang diperoleh bercampur antara bambu tua dan muda. Selain itu metode ini juga menimbulkan pengaruh terhadap sistem perebungan bambu, sehingga kelangsungan tanaman bambu terganggu, karena sistem perebungan bambu dipengaruhi juga oleh batang bambu yang ditinggalkan. Pada beberapa jenis tanaman bambu metode tebang habis menyebabkan rumpun menjadi kering dan mati, tetapi pada jenis yang lain masih mampu menumbuhkan rebungnya tetapi dengan diameter rebung tidak besar dan jumlahnya tidak banyak. Metode tebang pilih pada tanaman bambu adalah menebang batang-batang bambu berdasarkan umur tumbuhnya. Metode ini dikembangkan dengan dasar pemikiran adanya hubungan batang bambu yang ditinggalkan dengan kelangsungan sistem perebungan bambu. Manfaat bambu yang beragam perlu diimbangi dengan perlindungan akan keberadaan bambu baik dari segi jenis, lahan/tempat penanaman (in situ dan ex situ), produk, hingga pengrajin. Data-data peneliti terkait sebaran dan potensi bambu khususnya jenis bambu sebagai bahan baku angklung perlu disampaikan kepada mitra dan pengelola sebagai pengguna dan pihak yang berinteraksi langsung dengan tanaman bambu. Pengelolaan bambu sebagai upaya pemanfaatan yang berkelanjutan perlu disebarluaskan dan disampaikan kepada masyarakat. Upaya konservasi bambu perlu dimasyarakatkan sehingga kegiatan penanaman bambu menjadi icon seperti layaknya kegiatan penanaman pohon. 43

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Sejarah Saung Angklung Udjo (SAU) Di tahun 50-an, ada sebuah keluarga yang menempati kawasan Jalan Padasuka Bandung, bapak Udjo Ngalagena (alm) dan istri ibu Uum Sumiati

Lebih terperinci

7 CONTOH PROGRAM INTERPRETASI: MENGENAL BAMBU SEBAGAI BAHAN BAKU ANGKLUNG

7 CONTOH PROGRAM INTERPRETASI: MENGENAL BAMBU SEBAGAI BAHAN BAKU ANGKLUNG 49 Teknik Interpretasi Untuk menyampaikan pesan yang berupa materi interpretasi berbasis konservasi sumber daya bambu kepada pengunjung dengan baik, maka diperlukan teknik interpretasi. Sesuai dengan penjelasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pembelajaran musik bisa didapat melalui jalur formal, non formal

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pembelajaran musik bisa didapat melalui jalur formal, non formal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran pada hakekatnya merupakan suatu proses berlangsungnya interaksi antara guru dan siswa dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Dalam pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angklung adalah salah satu alat musik yang tumbuh dan berkembang di

BAB I PENDAHULUAN. Angklung adalah salah satu alat musik yang tumbuh dan berkembang di BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Angklung adalah salah satu alat musik yang tumbuh dan berkembang di kalangan masyarakat Sunda. Alat musik ini terbuat dari bahan baku tanaman bambu. Namun tidak semua

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1. Keunikan Kawasan Gunung Merapi Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena adanya interaksi yang kuat antar berbagai komponen di dalamnya,

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi 21 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Saung Angklung Udjo, Jalan Padasuka 116, Bandung. Waktu penelitian dilakukan selama empat bulan yaitu mulai bulan Februari-Mei 2012.

Lebih terperinci

STUDI ORGANOLOGI INSTRUMEN ANGKLUNG DIATONIS BUATAN HANDIMAN DIRATMASASMITA

STUDI ORGANOLOGI INSTRUMEN ANGKLUNG DIATONIS BUATAN HANDIMAN DIRATMASASMITA STUDI ORGANOLOGI INSTRUMEN ANGKLUNG DIATONIS BUATAN HANDIMAN DIRATMASASMITA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Seni Musik Agustika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bambu tergolong keluarga Graminiae (rumput-rumputan) disebut juga Giant Grass

I. PENDAHULUAN. Bambu tergolong keluarga Graminiae (rumput-rumputan) disebut juga Giant Grass 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bambu tergolong keluarga Graminiae (rumput-rumputan) disebut juga Giant Grass (rumput raksasa), berumpun dan terdiri dari sejumlah batang (buluh) yang tumbuh secara bertahap,

Lebih terperinci

Potensi Tanaman Bambu di Tasikmalaya

Potensi Tanaman Bambu di Tasikmalaya Potensi Tanaman Bambu di Tasikmalaya Pendahuluan Bambu adalah salah satu jenis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang potensial untuk mensubstitusi kayu bagi industri berbasis bahan baku kayu. Dengan adanya

Lebih terperinci

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa Apakah mulsa itu? Mulsa adalah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang disebar di permukaan tanah. Mulsa berguna untuk melindungi permukaan tanah dari terpaan hujan, erosi, dan menjaga kelembaban,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Di Sunda atau Tanah Pasundan yang penuh dengan budaya dan tradisi, mulai dari sistem pernikahan, musik tradisional, wayang kulit, wayang golek, permainan tradisional

Lebih terperinci

Kerangka Materi, Narasi, dan Hasil Produk

Kerangka Materi, Narasi, dan Hasil Produk LAMPIRAN Kerangka Materi, Narasi, dan Hasil Produk 85 KERANGKA MATERI VIDEO PEMBELAJARAN MUSIK TRADISIONAL NUSANTARA Materi Pengertian Musik Tradisional Nusantara Lagu Tradisional Nusantara Penggolongan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Surapati No.92 Bandung. Rumah Angklung Bandung adalah tempat pembuatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Surapati No.92 Bandung. Rumah Angklung Bandung adalah tempat pembuatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Angklung Bandung yang berlokasi di Jl Surapati No.92 Bandung. Rumah Angklung Bandung adalah tempat pembuatan

Lebih terperinci

Kebudayaan Suku Sunda. Oleh : Muhammad Rizaldi Nuraulia ( )

Kebudayaan Suku Sunda. Oleh : Muhammad Rizaldi Nuraulia ( ) Kebudayaan Suku Sunda Oleh : Muhammad Rizaldi Nuraulia (270110140158) Latar Belakang Masyarakat indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang memiliki keanekaragaman di dalam berbagai aspek kehidupan.

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan. Negara Indonesia selain terkenal dengan Negara kepulauan, juga terkenal dengan keindahan alam dan kekayaan hutan.

BAB 1. Pendahuluan. Negara Indonesia selain terkenal dengan Negara kepulauan, juga terkenal dengan keindahan alam dan kekayaan hutan. BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia selain terkenal dengan Negara kepulauan, juga terkenal dengan keindahan alam dan kekayaan hutan. (www.wikipedia.com) Terjaganya hutan dan area terbuka

Lebih terperinci

6 PERENCANAAN INTERPRETASI BERBASIS KONSERVASI BAMBU SEBAGAI BAHAN BAKU ANGKLUNG

6 PERENCANAAN INTERPRETASI BERBASIS KONSERVASI BAMBU SEBAGAI BAHAN BAKU ANGKLUNG 44 6 PERENCANAAN INTERPRETASI BERBASIS KONSERVASI BAMBU SEBAGAI BAHAN BAKU ANGKLUNG Seperti yang disampaikan oleh Muscardo (1998) peran interpretasi dalam mendukung kegiatan wisata meliputi meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jawa Barat dikenal sebagai Kota Parahyangan/Tatar Sunda, yang berarti tempat para Rahyang/Hyang bersemayam. Menurut cerita cerita masyarakat kuno, Tatar Parahyangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Sejarah Perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Sejarah Perusahaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Sejarah Perusahaan Saung Angklung Udjo adalah sanggar seni sebagai tempat pertunjukan seni, laboratorium pendidikan dan latihan kesenian untuk mendidik para pelatih dan pemain dalam

Lebih terperinci

Alat Musik Bambu Asli Indonesia Yang Hampir Punah

Alat Musik Bambu Asli Indonesia Yang Hampir Punah Alat Musik Bambu Asli Indonesia Yang Hampir Punah Bambu merupakan tanaman yang ditemui di Indonesia, dimana terdapat sekitar 60 spesies bambu dari sekitar 1000 spesies bambu di dunia. Indonesia sendiri

Lebih terperinci

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi I. Keanekaragaman hayati UU No. 5, 1990 Pasal 21 PP No. 68, 1998 UU No. 41, 1999 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pengawetan keanekaragaman hayati serta ekosistemnya melalui Cagar Alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesenian dan Pariwisata merupakan dua kegiatan yang saling memiliki keterkaitan yang sangat kuat. Dalam konteks pariwisata telah menjadi atraksi atau daya tarik wisata

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BAMBU DI INDONESIA. RIDWANTI BATUBARA, S. HUT Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara

PEMANFAATAN BAMBU DI INDONESIA. RIDWANTI BATUBARA, S. HUT Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara PEMANFAATAN BAMBU DI INDONESIA RIDWANTI BATUBARA, S. HUT Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Dalam kehidupan masyarakat pedesaan di Indonesia bambu memegang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 71 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005 MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 71

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor penyumbang devisa negara serta

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor penyumbang devisa negara serta I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor penyumbang devisa negara serta penggerak ekonomi masyarakat. Pada tahun 2010, pariwisata internasional tumbuh sebesar 7% dari 119

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pariwisata telah menjadi sektor industri yang sangat pesat dewasa ini, pariwisata sangat berpengaruh besar di dunia sebagai salah satu penyumbang atau membantu

Lebih terperinci

STUDIO TUGAS AKHIR DOSEN PEMBIMBING : Dr. ANDI HARAPAN S., S.T., M.T. BAB I PENDAHULUAN

STUDIO TUGAS AKHIR DOSEN PEMBIMBING : Dr. ANDI HARAPAN S., S.T., M.T. BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan provinsi yang sangat potensial dari segi sumber daya alam, sumber daya manusia, hingga keseniannya. Kesenian Jawa Barat sangat beraneka ragam,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya Sunda merupakan budaya yang berpengaruh bagi perkembangan budaya Indonesia. Sunda sedikit banyak memiliki pengaruh pada perkembangan budaya di Indonesia, terutama

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1. Lokasi dan Letak Geografis Taman Rekreasi Kampoeng Wisata Cinangneng terletak di Desa Cihideung Udik Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Lokasi ini berjarak 11 km dari Kota

Lebih terperinci

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli BAB V Pembangunan di Kabupaten Bangli Oleh: Dinas Pertanian, Perkebunan dan Perhutanan Kabupaten Bangli. Dewasa ini, permintaan kayu semakin meningkat, sementara kemampuan produksi kayu dari kawasan hutan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bambu merupakan tanaman dari famili rerumputan (Graminae) yang banyak dijumpai dalam kehidupan manusia, termasuk di Indonesia. Secara tradisional bambu dimanfaatkan untuk

Lebih terperinci

Kata Kunci : Udjo Ngalagena, model pembelajaran, Angklung Sunda Kreasi.

Kata Kunci : Udjo Ngalagena, model pembelajaran, Angklung Sunda Kreasi. Kata Kunci : Udjo Ngalagena, model pembelajaran, Angklung Sunda Kreasi. Udjo Ngalagena dilahirkan di Bandung Jawa Barat pada tanggal 5 Maret 1929 dari pasangan bapak Mas Wiranta dan ibu Nyi Mas Imi Sarmi.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM UKM. Pulau Pasaran SKALA 1:

4 KEADAAN UMUM UKM. Pulau Pasaran SKALA 1: 29 4 KEADAAN UMUM UKM 4.1 Lokasi dan Keadaan Umum Pengolah Unit Pengolahan ikan teri nasi setengah kering berlokasi di Pulau Pasaran, Lingkungan 2, Kelurahan Kota Karang, Kecamatan Teluk Betung Barat,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi bambu dalam menopang keberlanjutan hutan dinilai ekonomis di masa depan. Hutan sebagai sumber utama penghasil kayu dari waktu ke waktu kondisinya sudah sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia terdiri dari banyak suku yang tersebar dari Sabang sampai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia terdiri dari banyak suku yang tersebar dari Sabang sampai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terdiri dari banyak suku yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, dengan banyak suku dan budaya yang berbeda menjadikan Indonesia sebagai bangsa

Lebih terperinci

Pemanfaatan Limbah Kayu Kelapa dari CV. UNIQUE Furniture Cibarusah Kab. Bekasi Sebagai Wadah Alat Tulis Modular

Pemanfaatan Limbah Kayu Kelapa dari CV. UNIQUE Furniture Cibarusah Kab. Bekasi Sebagai Wadah Alat Tulis Modular Pemanfaatan Limbah Kayu Kelapa dari CV. UNIQUE Furniture Cibarusah Kab. Bekasi Sebagai Wadah Alat Tulis Modular Iyus Susila 1,*, Fakhri Huseini 1 1 Institut Teknologi dan Sains Bandung, Deltamas, Bekasi

Lebih terperinci

BAB. Keseimbangan Lingkungan

BAB. Keseimbangan Lingkungan BAB 3 Keseimbangan Lingkungan Pada hari minggu, Dimas dan keluarganya pergi menjenguk neneknya. Rumah nenek Dimas berada di Desa Jangkurang. Mereka membawa perbekalan secukupnya. Ketika tiba di tempat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha no. 10 Bandung, Indonesia, Bale Angklung Bandung Jl. Surapati no. 95, Bandung, Jawa Barat, Indonesia

Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha no. 10 Bandung, Indonesia, Bale Angklung Bandung Jl. Surapati no. 95, Bandung, Jawa Barat, Indonesia Pengujian Karakteristik dan Kualitas Bambu Temen Hitam (Gigantochloa Atroviolacea Widjaja) Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Kuningan sebagai Bahan Baku Angklung Eko Mursito Budi 1a), Estiyanti Ekawati

Lebih terperinci

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Garut merupakan sebuah kabupaten yang berada di Jawa Barat. Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Garut merupakan sebuah kabupaten yang berada di Jawa Barat. Kabupaten BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Garut merupakan sebuah kabupaten yang berada di Jawa Barat. Kabupaten Garut pada saat ini sedang berkembang pesat dari berbagai aspek, baik dalam perekonomian maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu tanaman yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu tanaman yang 2 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu tanaman yang mempunyai banyak kegunaan antara lain sebagai ramuan, rempah - rempah, bahan minyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga.

I. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan bertujuan untuk perbaikan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pendapatan masyarakat dengan memperhatikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang memiliki lahan pertanian cukup luas dengan hasil pertanian yang melimpah. Pisang merupakan salah

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS BAMBU DENGAN STABILISASI DIMENSI. The Increasing of Bamboo Quality Using Dimensional Stabilization

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS BAMBU DENGAN STABILISASI DIMENSI. The Increasing of Bamboo Quality Using Dimensional Stabilization UPAYA PENINGKATAN KUALITAS BAMBU DENGAN STABILISASI DIMENSI The Increasing of Bamboo Quality Using Dimensional Stabilization Karti Rahayu Kusumaningsih Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Stiper Yogyakarta

Lebih terperinci

Persyaratan Lahan. Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang

Persyaratan Lahan. Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang PRODUKSI BENIH PADI Persyaratan Lahan Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang ditanam sama, jika lahan bekas varietas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tingkat produksi budidaya tanaman yang mantap sangat menentukan

Lebih terperinci

24 Media Bina Ilmiah ISSN No

24 Media Bina Ilmiah ISSN No 24 Media Bina Ilmiah ISSN No. 1978-3787 SIFAT FISIKA EMPAT JENIS BAMBU LOKAL DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT oleh Febriana Tri Wulandari Prodi Kehutanan Faperta UNRAM Abstrak : Bambu dikenal oleh masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bambu merupakan keluarga rumput, dan memiliki sebutan pula sebagai

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bambu merupakan keluarga rumput, dan memiliki sebutan pula sebagai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bambu merupakan keluarga rumput, dan memiliki sebutan pula sebagai rumput raksasa The Giant Grass. Sebagai sebuah tanaman tumbuh tercepat di dunia, bambu pun memiliki

Lebih terperinci

III. PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT SECARA UMUM

III. PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT SECARA UMUM III. PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT SECARA UMUM Penanganan dan Pengelolaan Saat Panen Mengingat produk tanaman obat dapat berasal dari hasil budidaya dan dari hasil eksplorasi alam maka penanganan

Lebih terperinci

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN Perbaikan mutu benih (fisik, fisiologis, dan mutu genetik) untuk menghasilkan benih bermutu tinggi tetap dilakukan selama penanganan pasca panen. Menjaga mutu fisik dan

Lebih terperinci

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI Oleh : Ir. Nur Asni, MS Peneliti Madya Kelompok Peneliti dan Pengkaji Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha penggemukan. Penggemukan sapi potong umumnya banyak terdapat di daerah dataran tinggi dengan persediaan

Lebih terperinci

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan. salah satu diantaranya adalah kepentingan ekologis.

I. PENDAHULUAN. di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan. salah satu diantaranya adalah kepentingan ekologis. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman jenis satwa liar yang tinggi,dan tersebar di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

8. PEMBAHASAN UMUM DAN REKOMENDASI Pembahasan Umum

8. PEMBAHASAN UMUM DAN REKOMENDASI Pembahasan Umum 8. PEMBAHASAN UMUM DAN REKOMENDASI 8.1. Pembahasan Umum Penggunaan bambu sebagai bahan bangunan bukan merupakan hal yang baru, tetapi pemanfaatannya pada umumnya hanya dilakukan berdasarkan pengalaman

Lebih terperinci

MATERI BAHAN BANGUNAN BAMBU

MATERI BAHAN BANGUNAN BAMBU MATERI BAHAN BANGUNAN BAMBU Bambu adalah tanaman jenis rumput-rumputan dengan rongga dan ruas di batangnya. Bambu memiliki banyak tipe. Bambu termasuk tanaman dengan laju pertumbuhan tercepat didunia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Anak-Anak Menunggu Tampil (kharistya.wordpress.com, 2008)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Anak-Anak Menunggu Tampil (kharistya.wordpress.com, 2008) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Saung Angklung Udjo Berbekal cinta kasih dan cita-cita ingin melestarikan kesenian khas daerah Jawa Barat, alam dan lingkungan sekitarnya, Udjo Ngalagena (Alm.) bersama istrinya

Lebih terperinci

Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat

Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat Syarat Tumbuh Tanaman Jahe 1. Iklim Curah hujan relatif tinggi, 2.500-4.000 mm/tahun. Memerlukan sinar matahari 2,5-7 bulan. (Penanaman di tempat yang terbuka shg

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan papan yang terbuat dari bahan berlignoselulosa yang dibuat dalam bentuk partikel dengan menggunakan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN BUAH LADA

PENGOLAHAN BUAH LADA PENGOLAHAN BUAH LADA Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama I. PENDAHULUAN Lada memiliki nama latin Piper nigrum dan merupakan family Piperaceae. Lada disebut juga sebagai raja dalam kelompok rempah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. kayu jati sebagai bahan bangunan seperti kuda-kuda dan kusen, perabot rumah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. kayu jati sebagai bahan bangunan seperti kuda-kuda dan kusen, perabot rumah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu jati merupakan salah satu jenis kayu yang diminati dan paling banyak dipakai oleh masyarakat, khususnya di Indonesia. Selain memiliki sifat yang awet dan kuat,

Lebih terperinci

FUNGSI KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA ALAM SECARA BIJAK* Oleh : IMRAN SL TOBING**

FUNGSI KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA ALAM SECARA BIJAK* Oleh : IMRAN SL TOBING** FUNGSI KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA ALAM SECARA BIJAK* Pendahuluan Oleh : IMRAN SL TOBING** Ujung Kulon merupakan kebanggaan kita; tidak hanya kebanggaan masyarakat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki Indeks Keanekaragaman Hayati(Biodiversity Index) tertinggi dengan 17% spesies burung dari total burung di dunia (Paine 1997). Sekitar 1598 spesies burung ada

Lebih terperinci

Sumber Pustaka Hilman. Y. A. Hidayat, dan Suwandi Budidaya Bawang Putih Di Dataran Tinggi. Puslitbang Hortikultura. Jakarta.

Sumber Pustaka Hilman. Y. A. Hidayat, dan Suwandi Budidaya Bawang Putih Di Dataran Tinggi. Puslitbang Hortikultura. Jakarta. PANEN BAWANG PUTIH Tujuan : Setelah berlatih peserta terampil dalam menentukan umur panen untuk benih bawang putih serta ciri-ciri tanaman bawang putih siap untuk dipanen 1. Siapkan tanaman bawang putih

Lebih terperinci

Hubungan Sumber Daya Alam dengan Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat

Hubungan Sumber Daya Alam dengan Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat Hubungan Sumber Daya Alam dengan Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat A. Hubungan Sumber Daya Alam dengan Lingkungan Sunber daya alam berupa kumpulan beraneka ragam makhluk hidup maupun benda tak hidup

Lebih terperinci

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I. K e l a s. Kurikulum 2013

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I. K e l a s. Kurikulum 2013 Kurikulum 2013 Geografi K e l a s XI KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami kegiatan pertanian

Lebih terperinci

BAB 2 BAMBU LAMINASI

BAB 2 BAMBU LAMINASI BAB 2 BAMBU LAMINASI 2.1 Pengertian Bambu Laminasi Bambu Laminasi adalah balok/papan yang terdiri dari susunan bilah bambu yang melintang dengan diikat oleh perekat tertentu. Pada tahun 1942 bambu laminasi

Lebih terperinci

DIKTAT PENGERINGAN KAYU. Oleh: Efrida Basri

DIKTAT PENGERINGAN KAYU. Oleh: Efrida Basri 1 DIKTAT PENGERINGAN KAYU Oleh: Efrida Basri I. Konsep Dasar Pengeringan Kayu Pengeringan kayu adalah suatu proses pengeluaran air dari dalam kayu hingga mencapai kadar air yang seimbang dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman kebudayaan seperti kesenian, suku bangsa, makanan, rumah adat, dan lain-lain. Dengan berbagai keanekaragaman tersebut diharapkan Indonesia

Lebih terperinci

BAB III OBJEK PENELITIAN. Sumiati, Saung Angklung Udjo merupakan sanggat seni sebagai tempat

BAB III OBJEK PENELITIAN. Sumiati, Saung Angklung Udjo merupakan sanggat seni sebagai tempat BAB III OBJEK PENELITIAN 3.1 Sejarah Saung Angklung Udjo Bandung Saung Angklung Udjo Bandung didirikan pada tahun 1966 oleh Udjo Ngalagena (Alm) yang akrab dengan panggilan Mang Udjo dan istrinya, Uum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang dilindungi melalui Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati

Lebih terperinci

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 Wahyu Asrining Cahyowati, A.Md (PBT Terampil Pelaksana) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya I. Pendahuluan Tanaman kakao merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan bahasa yang bermacam-macam dari sabang sampai merauke. Budaya lokal pada sisi

BAB I PENDAHULUAN. dan bahasa yang bermacam-macam dari sabang sampai merauke. Budaya lokal pada sisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki beragam suku, kesenian, budaya, dan bahasa yang bermacam-macam dari sabang sampai merauke. Budaya lokal pada sisi lain

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

AGROFORESTRI TEMBESU (Fagraea fragrans) BERBASIS KELAPA SAWIT DI KABUPATEN MUARO JAMBI

AGROFORESTRI TEMBESU (Fagraea fragrans) BERBASIS KELAPA SAWIT DI KABUPATEN MUARO JAMBI AGROFORESTRI TEMBESU (Fagraea fragrans) BERBASIS KELAPA SAWIT DI KABUPATEN MUARO JAMBI Nursanti, Fazriyas, Albayudi, Cory Wulan Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Jambi email: nursanti@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tumbuhan dan satwa adalah bagian dari sumber daya

Lebih terperinci

Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani

Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani Oleh: Ir. Nur Asni, MS PENDAHULUAN Tanaman kopi (Coffea.sp) merupakan salah satu komoditas perkebunan andalan sebagai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditemui hal-hal

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditemui hal-hal BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditemui hal-hal berkenaan dengan bentuk, simbol serta sekilas tentang pertunjukan dari topeng Bangbarongan Ujungberung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jadikan sumber pendapatan baik bagi negara ataupun masyarakat. Kayu dapat

BAB I PENDAHULUAN. jadikan sumber pendapatan baik bagi negara ataupun masyarakat. Kayu dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu merupakan hasil sumber daya yang berasal dari hutan yang dapat di jadikan sumber pendapatan baik bagi negara ataupun masyarakat. Kayu dapat dijadikan bahan baku

Lebih terperinci

2014 TARI WAYANG HIHID DI SANGGAR ETNIKA DAYA SORA KOTA BOGOR

2014 TARI WAYANG HIHID DI SANGGAR ETNIKA DAYA SORA KOTA BOGOR 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Penelitian Bentuk kesenian yang lahir dan aktivitas masyarakat suatu daerah tidak akan lepas dari kebiasaan hidup masyarakat daerah tersebut, sehingga seni yang dilahirkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Terminologi Pasca Panen Padi. A. Kualitas Fisik Gabah

II. TINJAUAN PUSTAKA Terminologi Pasca Panen Padi. A. Kualitas Fisik Gabah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terminologi Pasca Panen Padi Kegiatan pascapanen padi perontokan, pengangkutan, pengeringan, penggilingan, penyimpanan dan pengemasan (Patiwiri, 2006). Padi biasanya dipanen pada

Lebih terperinci

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi perekonomian nasional, termasuk didalamnya agribisnis. Kesepakatankesepakatan GATT, WTO,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Buah labu kuning atau buah waluh (Jawa Tengah), labu parang (Jawa Barat),

TINJAUAN PUSTAKA. Buah labu kuning atau buah waluh (Jawa Tengah), labu parang (Jawa Barat), 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buah Waluh Buah labu kuning atau buah waluh (Jawa Tengah), labu parang (Jawa Barat), pumpkin (Inggris) merupakan jenis buah sayur-sayuran yang berwarna kuning dan berbentuk lonjong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah keanekaragaman organisme yang menunjukkan keseluruhan atau totalitas variasi gen, jenis, dan ekosistem pada suatu daerah,

Lebih terperinci

VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL

VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL 6.1 Aspek Pasar Aspek pasar merupakan aspek yang sangat penting dalam keberlangsungan suatu usaha. Aspek pasar antara lain mengkaji potensi pasar baik dari sisi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kampung Adat Dukuh Desa Ciroyom, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Waktu penelitian dilaksanakan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Bali secara umum memiliki peran di dalam keberlangsungan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Bali secara umum memiliki peran di dalam keberlangsungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Bali secara umum memiliki peran di dalam keberlangsungan serta pengembangan suatu kesenian apapun jenis dan bentuk kesenian tersebut. Hal itu disebabkan karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan industri pariwisata saat ini terbilang sangat cepat. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya jumlah wisatawan yang melakukan perjalanan wisata.

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 3586 (Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 12) UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

OLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO PROSES PENGOLAHAN BIJI KOPI

OLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO PROSES PENGOLAHAN BIJI KOPI OLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO PROSES PENGOLAHAN BIJI KOPI Secangkir kopi dihasilkan melalui proses yang sangat panjang. Mulai dari teknik budidaya, pengolahan pasca panen hingga ke penyajian akhir. Hanya

Lebih terperinci

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG Oleh : Sugeng Prayogo BP3KK Srengat Penen dan Pasca Panen merupakan kegiatan yang menentukan terhadap kualitas dan kuantitas produksi, kesalahan dalam penanganan panen dan pasca

Lebih terperinci

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLaihan soal 10.3

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLaihan soal 10.3 SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLaihan soal 10.3 1. Meningkatnya permukiman kumuh dapat menyebabkan masalah berikut, kecuali... Menurunnya kualitas kesehatan manusia Meningkatnya

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang 1. BAB I PENDAHULUAN Musik merupakan bagian dari kebutuhan manusia. Musik disusun oleh nada, kombinasi dan hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi suara yang memiliki kesatuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. substitusinya sebagaimana bahan bakar minyak. Selain itu, kekhawatiran global

I. PENDAHULUAN. substitusinya sebagaimana bahan bakar minyak. Selain itu, kekhawatiran global I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Populasi manusia yang meningkat mengakibatkan peningkatan kebutuhan manusia yang tidak terbatas namun kondisi sumberdaya alam terbatas. Berdasarkan hal tersebut, ketidakseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang, rumusan masalah yang mendasari penelitian yang dilakukan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

KARYA ILMIAH STMIK AMIKOM YOGYAKARTA KARYA ILMIAH BUDIDAYA JAMUR TIRAM Disusun oleh: Nama : JASMADI Nim : Kelas : S1 TI-2A STMIK AMIKOM YOGYAKARTA JL. Ring road utara, condongcatur, sleman yogyakarta ABSTRAK Budidaya jamur tiram memiliki

Lebih terperinci