KAJIAN PENGEMBANGAN INDIKATOR KINERJA LOGISTIK INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN PENGEMBANGAN INDIKATOR KINERJA LOGISTIK INDONESIA"

Transkripsi

1 KAJIAN PENGEMBANGAN INDIKATOR KINERJA LOGISTIK INDONESIA PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2013

2 RINGKASAN EKSEKUTIF Terjadinya disparitas harga antar daerah menjadi salah satu indikasi masih adanya permasalahan logistik, baik itu dalam distribusi antar pulau bahan pangan pokok maupun barang strategis. Permasalahan timbul ketika tingkat disparitas harga antar daerah cenderung meningkat, karena hal tersebut mengindikasikan bahwa mekanisme pasar tidak berjalan, sehingga potensi konsumen surplusnya tidak dapat dinikmati dengan maksimal. Kemungkinan terjadinya hal itu disebabkan adanya faktor-faktor yang mendistorsi pasar, misalnya struktur pasar yang tidak kompetitif, proses distribusi barang yang tidak kompetitif dan lain-lain. Pada pasar yang stuktur pasarnya dan proses distribusinya kompetitif, seiring dengan berjalannya waktu akan ada peralihan dari kondisi disparitas harga yang tinggi menuju konvergensi harga pada selang harga yang wajar (penurunan disparitas harga). Dalam konteks Indonesia, konvergensi tersebut belum terlihat paling tidak dalam empat tahun terakhir. Pada tahun , perkembangan tingkat disparitas harga belum menunjukan pola penurunan persisten, dimana pada tahun tertentu mengalami menurun, sedangkan pada tahun yang lain mengalami kenaikan. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan penurunan disparitas harga belum membuahkan hasil yang optimal. Dalam menyikapi hal tersebut Kementerian Perdagangan (2012) telah melakukan studi awal analisis mengenai biaya distribusi beras di beberapa rute distribusi beras. Hasil dari studi awal tersebut adalah: (i) Biaya shipping freight dan biaya pelabuhan memberikan kontribusi terbesar dari total biaya distribusi; (ii) Besarnya biaya shipping freight tidak berbanding lurus dengan jaraknya; (iii) Terdapat bottleneck pengiriman barang antar pulau khususnya di Indonesia Bagian Timur; dan (iv) Tingginya biaya distribusi antar pulau akan mempengaruhi harga akhir yang diterima konsumen, khususnya pengiriman ke/dari wilayah Indonesia Timur. Mengingat keterbatasan survei singkat tersebut, maka perlu dilanjutkan kajian yang lebih mendalam dengan responden yang lebih besar dan cakupan koridor yang lebih luas agar mendapatkan hasil yang lebih akurat dan relevan. Sebagai bagian dari inisiatif ini, Kementerian Perdagangan melanjutkan Kajian Kinerja Logistik Antar Pulau dengan fokus untuk menjawab pertanyaan: Apa yang menjadi faktor determinan terjadinya bottleneck sistem logistik antar pulau? Permasalahan penyebab tingginya biaya pengiriman antar pulau, terutama untuk pengiriman barang ke Sorong antara lain adalah kualitas infrastruktur dan fasilitas pelabuhan yang tidak memadai, frekuensi keberangkatan kapal yang rendah, muatan angkutan balik yang kosong (empty backhaul problem). Kualitas infrastruktur dan fasilitas pelabuhan yang tidak memadai berdampak pada kinerja pelabuhan yang rendah dan kepada tingginya waktu tunggu kapal (vessel waiting Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia i

3 time) yang pada akhirnya menyebabkan tingginya biaya pengiriman barang antar pulau. Frekuensi keberangkatan kapal yang rendah terutama untuk kapal yang ditujukan ke Sorong atau Indonesia timur lainnya. Ada hubungan yang terbalik antara frekuensi keberangkatan kapal dengan biaya pengiriman (sea freight costs). Dengan frekuensi yang lebih besar, biaya pengiriman dapan lebih rendah dan sebaliknya. Tentunya frekuensi yang lebih banyak dipengaruhi oleh volume pengiriman barang (demand pengiriman barang). Secara umum, rute dengan frekuensi yang tinggi memiliki harga yang daya saing lebih baik. Ini terbukti dengan kasus Surabaya - Banjarmasin, Surabaya - Samarinda, Surabaya - Belawan, Surabaya - Makassar dan Makassar - Surabaya. Tingginya volume perdagangan, atau sejalan dengan prinsip ship follow the trade. Makassar dan Medan yang memiliki volume perdagangan yang cukup tinggi, mendorong tingginya frekuensi perjalanan untuk rute tersebut. Sebaliknya, kota dengan perekonomian yang lebih lambat pertumbuhannya, seperti Sorong atau Ambon akan memiliki frekuensi perjalanan yang rendah. Lokasi pelabuhan yang merupakan hub ports umumnya memiliki frekuensi perjalanan lebih tinggi. Kota seperti Makassar merupakan lokasi transit bagi perdagangan lainnya di daerah timur Indonesia, seperti menuju wilayah Papua, Ambon dan sekitarnya, atau kota lainnya di pulau Sulawesi; Banjarmasin merupakan hub bagi kota lainnya di Kalimantan melalui jalur darat. Oleh sebab itu tingginya potensi hinterland bagi pelabuhan-pelabuhan hub tersebut mendorong tingginya frekuensi perjalanan menuju kota-kota tersebut. Muatan angkutan balik yang kosong (empty backhaul problem). Rute dengan biaya sea-freight mahal dengan tujuan Sorong, Ternate, atau Bitung memiliki gap sea-freight tariff yang cukup besar untuk arus baliknya. Hal ini disebabkan oleh adanya empty backhaul atau kosongnya muatan pada arus balik. Perusahaan shipping umumnya akan menurunkan biaya angkut hingga sangat rendah hingga hanya 1/3 dari tarif inbound saat mengangkut barang pada rute arus balik tersebut. Dengan demikian, dapat diduga tingginya biaya sea-freight ke kota tujuan Sorong, Ternate atau Bitung karena turut memperhitungkan adanya potensi backhaul ini. Adanya masalah backhaul juga turut berkontribusi pada waktu loading/unloading yang lebih lama, sebagaimana yang terjadi di pelabuhan Bitung. Proses loading/unloading yang seharusnya bisa dicapai 1 hari, tapi secara efektif mencapai 2 hari. Hal ini ditujukan untuk memberi kesempatan masuknya muatan untuk diangkut dari Bitung. Faktor kepadatan lalu lintas menjadi masalah utama hampir di semua lokasi. Hal ini disebabkan lebar badan jalan kurang memadai mengingat jalan juga dipakai oleh mobil pribadi. Untuk itu perlu: Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia ii

4 1. Pembangunan dan perbaikan sarana dan prasarana infrastruktur terutama akses jalan ke pelabuhan. 2. Perencanaan jalur transportasi baik barang dan manusia dengan mempertimbangan pertumbuhan penduduk dan ekonomi. 3. Peningkatan ketertiban dan kesadaran pengguna sarana transportasi dan infrastruktur terhadap aturan-aturan transportasi dan aturan lain seperti beban muatan. Dalam perdagangan antar pulau biaya sea freight merupakan komponen terbesar. Salah satu yang menjadi faktor tingginya biaya sea freight adalah kecilnya volume barang yang diangkut. Untuk kasus Sorong, ketidakseimbangan volume barang antara inbound turut memperbesar biaya sea freight. Selain itu, infrastruktur pelabuhan dapat mempengaruhi produktivitas bongkar muat di pelabuhan yang berdampak pada lamanya waktu tunggu di pelabuhan dan biayanya. Untuk itu perlu : 1. Pengembangan ekonomi sesuai dengan koridor ekonomi yang dirancang dalam MP3EI segera diimplementasikan. 2. Menciptakan iklim daya saing di industri pelayaran domestik dengan penambahan jumlah operator. 3. Memperbaiki infrastruktur pelabuhan dengan meningkatkan investasi di pelabuhan. Sebagai contoh melihat ulang daftar negatif investasi yang terkait dengan investasi terminal operator pelabuhan. 4. Meningkatkan produktivitas di pelabuhan terutama kinerja dari tenaga kerja bongkar muat. 5. Mengevaluasi peraturan daerah khususnya yang melarang beroperasinya truk kontainer di luar pelabuhan di kota Sorong. 6. Mengurangi kepadatan dan dwelling time di pelabuhan. Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia iii

5 KATA PENGANTAR Puji syukur dan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan berkat, kasih dan rahmat-nya sehingga Tim Peneliti Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri dapat menyelesaikan Laporan Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia tepat pada waktunya. Kajian ini dilatarbelakangi bahwa bahan pangan pokok dan strategis memegang peranan penting dalam aspek ekonomi, sosial, bahkan politik. Terjadinya disparitas harga antar daerah menjadi salah satu indikasi masih adanya permasalahan logistik, baik itu dalam distribusi antar pulau bahan pangan pokok maupun barang strategis. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian mendalam mengenai kinerja logistik antar pulau dengan fokus untuk menjawab pertanyaan: apa yang menjadi faktor determinan terjadinya bottleneck sistem logistik antar pulau? Demikian, semoga hasil kajian ini dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan dapat menjadi informasi yang berguna bagi pengambil kebijakan. Hasil kajian ini tentunya belum sempurna, maka dari itu sumbang dan saran dari pembaca kami harapkan dan untuk semua itu disampaikan terima kasih. Jakarta, Desember 2013 Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia iv

6 DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i iv v vii viii BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan Kajian Keluaran Kajian Manfaat Kajian Ruang Lingkup Kajian Sistematika Laporan Kajian... 8 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Logistik Konsep Biaya dan Waktu Distribusi Pada Survei Perrgerakan Kontainer Produksi dan Distribusi Komoditas Semen Produksi dan Distribusi Komoditas Beras Konsep Rantai Pasok (Supply Chain) BAB III. METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran Metode Analisis Jenis Data, Sumber dan Metode Pengumpulan Data Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia v

7 Data dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data Teknik Penarikan Sampling BAB IV. ANALISIS KINERJA LOGISTIK ANTAR PULAU KOMODITI BERAS DAN SEMEN 4.1. Hasil Survei dan Analisis di Kota Asal Analisis Rantai Pasok Antar Pulau di Kota Surabaya Analisis Rantai Pasok Antar Pulau di Kota Makassar Analisis Biaya dan Waktu Distribusi Antar Pulau dangan Kapal Laut Hasil Survei dan Analisis di Kota Tujuan Perdagangan Beras dan Semen Antar Pulau Menuju Ke Medan Perdagangan Beras dan Semen Antar Pulau Menuju Ke Manado Perdagangan Beras dan Semen Antar Pulau Menuju ke Sorong Perdagangan Beras dan Semen Antar Pulau Menuju ke Banjarmasin BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 5.1. Kesimpulan Rekomendasi Kebijakan DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia vi

8 DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Tingkat Disparitas Harga Antar Daerah Tahun (dalam%)... 2 Tabel 1.2. Distribusi Semen Antar Provinsi Dari Beberapa Produsen Utama... 6 Tabel 2.1. Kapasitas Terpasang Pada Industri Semen di Indonesia Tabel 2.2. Luas Panen, Produkstivitas dan Produksi Padi Tahun Tabel 3.1. Data dan Sumber Data : Gudang Petani/Pabrik ke Pelabuhan dan Pelabuhan Ke Gudang (Biaya Truk) Tabel 3.2. Pelabuhan ke Pelabuhan Tabel 3.3. Komposisi Responden Survei Tabel 4.1. Harga Beras Berdasarkan Proses Produksinya Tabel 4.2. Harga Beras Berdasarkan Proses Produksinya Tabel 4.3. Biaya Perizinan Operasional Perusahaan Ekspedisi (Tahunan) Tabel 4.4. Infrastruktur dan Produktifitas Pelabuhan Tabel 4.5. Rata-rata Harga Beli dan Jual Beras dari Distributor kepada Agen/Ritel Tabel 4.6. Harga Jual Semen Serta Margin di Tingkat Pedagang Tabel 4.7. Harga Jual di Tingkat Distributor dan Ritel di Kota Manado Tabel 4.8. Harga Jual Semen Serta Margin di Tingkat Pedagang Tabel 4.9. Komponen Rata-rata Biaya Distribusi dari Pelabuhan Hingga ke Gudang Tabel Harga Beli/Jual Beras per kg di Tingkat Distributor dan Ritel Tabel Harga Semen Serta Margin Keuntungan Ritel di Sorong Tabel Harga Jual di Tingkat Distributor dan Ritel Tabel Harga Beli/Jual Beras di Tingkat Distributor Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia vii

9 DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1. Sebaran Harga Semen Antar Daerah Bulan Januari Gambar 1.2. Sebaran Harga Semen Antar Daerah Tahun 2009 dan Gambar 1.3. Peta Distribusi Komoditi Beras... 5 Gambar 1.4. Proses Supply Chain dalam Studi... 7 Gambar 1.5. Ruang Lingkup Studi... 7 Gambar 1.6. Batasan Supply Chain di Kajian... 8 Gambar 2.1. Biaya Pengiriman Antar Pulau Gambar 2.2. Perkiraan Biaya Pengiriman Kontainer (TEU) Mempergunakan Kapal Antar Pulau Gambar 2.3. Biaya Total Pengiriman Kontainer Antar Pulau (Surabaya-Makassar) Gambar 2.4. Estimasi Biaya Distribusi Sapi dari Sumbawa-Jakarta Gambar 2.5. Arus Kontainer dari/ke Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta (2011) Gambar 2.6. Arus Kontainer dari/ke Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta (2011) Gambar 2.7. Perbandingan Antara Kapasitas dan Kebutuhan Semen (Termasuk Pendatang/Investor Baru), Gambar 2.8. Alur Distribusi Semen di Indonesia Gambar 2.9. Pemasaran Beras di Level Petani Pemilik Lahan Gambar Pemasaran Beras di Level Petani Penggarap Gambar Pola Distribusi Beras Nasional Gambar Skema Lima Komponen Rantai Pasok Gambar 3.1. Kerangka Pemikiran Gambar 3.2. Cakupan Analisis dengan Pendekatan Supply Chain Gambar 4.1. Alur Rantai Pasok Perdagangan Beras di Surabaya Gambar 4.2. Biaya Truk dari Perusahaan Penggilingan Beras ke Pedagang Beras di Surabaya dan Sekitarnya Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia viii

10 Gambar 4.3. Biaya Trucking/kg dari Lokasi Sumber Beras/Semen ke Pelabuhan Gambar 4.4. Biaya Trucking/kg/km dari Lokasi Sumber Beras/Semen ke Pelabuhan Gambar 4.5. Komposisi Waktu Distribusi dari Gudang Pedagang Hingga ke Pelabuhan Gambar 4.6. Waktu yang dibutuhkan untuk Pengiriman dari Gudang Pedagang sampai ke Pelabuhan Tanjung Perak (Jam) Gambar 4.7. Waktu Jarak Tempuh Truk di Jalan dari Gudang Pedagang Hingga ke Pelabuhan Gambar 4.8. Hasil Survei Persepsi Pedagang Beras di Surabaya Tentang Hambatan Usaha Gambar 4.9. Hasil Survei Persepsi Pedagang Semen di Surabaya Tentang Hambatan Usaha Gambar Hasil Survei Persepsi Perusahaan Ekspedisi di Surabaya Tentang Hambatan Usaha Gambar Alur Rantai Pasok Perdagangan Beras di Makassar Gambar Alur Rantai Pasok Perdagangan Semen di Makassar Gambar Biaya Truk dari Perusahaan Penggilingan Beras ke Pedagang Beras di Makassar dan sekitarnya Gambar Biaya Trucking/kg dari Lokasi Sumber Beras/Semen ke Pelabuhan Gambar Biaya Trucking/kg/km dari Lokasi Sumber Beras/Semen ke Pelabuhan Gambar Komponen Rata-rata Biaya Distribusi dari Gudang Hingga Ke Pelabuhan Gambar Komponen waktu Distribusi dari Gudang Pedagang Hingga Ke Pelabuhan (jam) Gambar Waktu dan Jarak Tempuh Truk di Jalan dari Gudang Pedagang Hingga Ke Pelabuhan Gambar Hasil Survei Persepsi Perusahaan Ekspedisi di Makassar tentang Hambatan Usahanya Gambar Hasil Survei Persepsi Perusahaan Pedagang Beras di Makassar tentang Hambatan Usahanya Gambar Distribusi Angkutan Laut yang akan Diteliti Dalam Studi Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia ix

11 Gambar Biaya Pengiriman Barang Antar Pulau yang Berasal dari Surabaya Gambar Biaya Pengiriman Barang Antar Pulau yang Berasal dari Makassar Gambar Perbandingan Biaya per Km Gambar Frekuensi Perjalanan Kapal Peti Kemas dengan Biaya Pengiriman Gambar Volume Perdagangan yang Tidak Seimbang Menyebabkan Muatan Balik yang Kosong Gambar Biaya Truking/kg dari Pelabuhan ke Gudang Pembeli Gambar Biaya Truking/kg/km dari Pelabuhan ke Gudang Pembeli Gambar Komponen Rata-rata Biaya Distribusi dari Pelabuhan Hingga ke Gudang Gambar Komposisi Waktu Distribusi dari Pelabuhan Hingga ke Gudang Pembeli Gambar Waktu dan Jarak Tempuh Truk di Jalan Pelabuhan Hingga ke Gudang Pembeli Gambar Hasil Survei Persepsi Perusahaan Ekspedisi di Medan tentang Hambatan Usahanya Gambar Hasil Survei Persepsi Perusahaan Pedagang Beras di Medan tentang Hambatan Usahanya Gambar Hasil Survei Persepsi Perusahaan Pedagang Semen di Medan tentang Hambatan Usahanya Gambar Biaya Trucking/kg dari Pelabuhan ke Gudang Pembeli Gambar Biaya Trucking/kg/km dari Pelabuhan ke Gudang Pembeli Gambar Komponen Rata-rata Biaya Distribusi dari Pelabuhan Hingga ke Gudang Gambar Komposisi Waktu Distribusi dari Pelabuhan Hingga ke Gudang Pembeli Gambar Waktu dan Jarak Tempuh Truk di Jalan Pelabuhan Hingga ke Gudang Pembeli Gambar Hasil Survei Persepsi Perusahaan Ekspedisi di Manado tentang Hambatan Usahanya Gambar Biaya Trucking/kg dari Pelabuhan ke Gudang Pembeli Gambar Biaya Trucking/kg/km dari Pelabuhan ke Gudang Pembeli Gambar Komponen Rata-rata Biaya Distribusi dari Pelabuhan Hingga ke Gudang Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia x

12 Gambar Komposisi Waktu Distribusi dari Pelabuhan Hingga ke Gudang Pembeli Gambar Hasil Survei Persepsi Perusahaan Ekspedisi di Sorong tentang Hambatan Usahanya Gambar Komponen Rata-rata Biaya Distribusi dari Pelabuhan Hingga ke Gudang Gambar Komposisi Waktu Distribusi dari Pelabuhan Hingga ke Gudang Pembeli Gambar Hasil Survei Persepsi Perusahaan Ekspedisi di Banjarmasin tentang Hambatan Usahanya Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia xi

13 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini, dimana perekonomian dunia tengah dilanda kelesuan sejak krisis menimpa Amerika dan Eropa, Indonesia justru mencatat pertumbuhan ekonomi yang positif di level 5%- 6% yang mengantarkan Indonesia dalam kelompok negara middle income dengan pendapatan per kapita mencapai US$ 3 Ribu (Kementerian Komunikasi dan Informatika, 2012). Selanjutnya, Indonesia tidak ingin masuk dalam Middle Income Trap yang salah satunya disebabkan oleh pembangunan infrastruktur yang lambat (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2012), sehingga pada tahun 2014, pemerintah menargetkan pembangunan infrastruktur bisa menurunkan biaya logistik menjadi 10% dari biaya produksi, dimana saat ini porsinya masih 14,08% ( 1. Kebutuhan untuk meningkatkan konektivitas dan integrasi pasar nasional telah diakui oleh Pemerintah Indonesia sebagai kebijakan prioritas, seperti yang dinyatakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah , Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 15-tahunan (MP3EI ), dan Cetak Biru Sistem Logistik Nasional (SISLOGNAS). Terjadinya disparitas harga antar daerah menjadi salah satu indikasi masih adanya permasalahan logistik, baik itu dalam distribusi antar pulau bahan pangan pokok maupun barang strategis. Permasalahan timbul ketika tingkat disparitas harga antar daerah cenderung meningkat, karena hal tersebut mengindikasikan bahwa mekanisme pasar tidak berjalan, sehingga potensi konsumen surplusnya tidak dapat dinikmati dengan maksimal. Kemungkinan terjadinya hal itu disebabkan adanya faktor-faktor yang mendistorsi pasar, misalnya struktur pasar yang tidak kompetitif, proses distribusi barang yang tidak kompetitif dan lain-lain. Pada pasar yang stuktur pasarnya dan proses distribusinya kompetitif, seiring dengan berjalannya waktu akan ada peralihan dari kondisi disparitas harga yang tinggi menuju konvergensi harga pada selang harga yang wajar (penurunan disparitas harga). Dalam konteks Indonesia, konvergensi tersebut belum terlihat paling tidak dalam empat tahun terakhir. Pada tahun , perkembangan tingkat disparitas harga belum menunjukan pola penurunan persisten, dimana pada tahun tertentu mengalami menurun, sedangkan pada tahun yang lain mengalami kenaikan. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan penurunan disparitas harga belum membuahkan hasil yang optimal. 1 Diakses pada tanggal 25 Januari Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 1

14 Tabel 1.1. Tingkat Disparitas Harga Antar Daerah Tahun (dalam %) No. Komoditi Tahun Beras 11,83 12,42 11,23 9,20 2 Gula 5,57 5,91 6,22 5,03 3 Kedelai 42,25 17,59 24,17 25,12 4 Terigu 8,79 10,49 10,22 10,02 5 Minyak Goreng Curah 12,88 9,65 11,22 11,56 6 Jagung 22,10 21,69 22,75 23,31 7 Susu Bubuk 7,16 7,92 5,24 6,25 8 Daging Ayam 12,72 11,46 12,98 15,97 9 Daging Sapi 13,56 13,15 12,08 13,48 10 Telur Ayam 16,32 15,71 13,10 13,27 Sumber: Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri ( ),diolah Terjadinya disparitas harga antar daerah tidak hanya pada bahan pangan pokok, tetapi pada barang-barang lainnya yang dianggap memiliki nilai strategis seperti semen. Sebagai ilustrasi, pada bulan Januari 2013, tingkat disparitas harga semen antar daerah mencapai 14,6%. Jika melihat bahwa semen sebagai barang industri, maka dianggap kurang wajar jika tingkat disparitasnya mencapai angka tersebut. Barang-barang industri lainnya seperti gula, dan susu bubuk, pada bulan yang sama tingkat disparitas harga antar daerahnya hanya 8,6% dan 8%. Secara umum, daerah yang mengalami disparitas harga dari tahun ke tahun tidak banyak mengalami perubahan. Misalnya untuk beras, pada tahun 2009 daerah yang harganya jauh di atas harga rata-ratanya adalah Sumatera Barat serta Kalimantan Barat, dan dalam 3 tahun kemudian daerah tersebut masih menjadi daerah yang mengalami disparitas harga beras tinggi. Gambar 1.1 Sebaran Harga Semen Antar Daerah Bulan Januari 2013 Sumber: Asosiasi Semen Indonesia (2013), diolah Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 2

15 Secara umum, daerah yang mengalami disparitas harga dari tahun ke tahun tidak banyak mengalami perubahan. Misalnya untuk beras, pada tahun 2009 daerah yang harganya jauh di atas harga rata-ratanya adalah Sumatera Barat serta Kalimantan Barat, dan dalam 3 tahun kemudian daerah tersebut masih menjadi daerah yang mengalami disparitas harga beras tinggi. Gambar 1.2 Sebaran Harga Beras Antar Daerah Tahun 2009 dan 2012 (a) Tahun 2009 (b) Tahun 2012 Sumber: Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (2009 & 2012), diolah Dalam menyikapi hal tersebut Kementerian Perdagangan (2012) telah melakukan studi awal analisis mengenai biaya distribusi beras di beberapa rute distribusi beras. Hasil dari studi awal tersebut adalah: (i) Biaya shipping freight dan biaya pelabuhan memberikan kontribusi terbesar dari total biaya distribusi; (ii) Besarnya biaya shipping freight tidak berbanding lurus dengan jaraknya; (iii) Terdapat bottleneck pengiriman barang antar pulau khususnya di Indonesia Bagian Timur; dan (iv) Tingginya biaya distribusi antar pulau akan mempengaruhi harga akhir yang diterima konsumen, khususnya pengiriman ke/dari wilayah Indonesia Timur. Hasil studi di atas diperoleh dari responden yang jumlahnya terbatas (1-2 orang responden). Mengingat keterbatasan survei singkat tersebut, maka perlu dilanjutkan kajian yang lebih mendalam dengan responden yang lebih besar dan cakupan koridor yang lebih luas agar mendapatkan hasil yang lebih akurat dan relevan. Sebagai bagian dari inisiatif ini, Kementerian Perdagangan melanjutkan Kajian Kinerja Logistik Antar Pulau dengan fokus untuk menjawab pertanyaan: Apa yang menjadi faktor determinan terjadinya bottleneck sistem logistik antar pulau? 1.2. Tujuan Kajian Tujuan dari kajian ini adalah untuk: a. Menganalisis kinerja logistik perdagangan antar pulau untuk komoditas beras dan produk semen. Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 3

16 b. Mengetahui persentase biaya logistik terhadap terhadap harga jual produk. c. Mengidentifikasi bottleneck 2 menyangkut aspek logistik yang muncul pada rantai pasok yang diteliti. d. Merumuskan kebijakan dalam mengatasi bottleneck Keluaran Kajian Keluaran yang diharapkan dari kajian ini adalah: a. Biaya logistik komoditas beras dan produk semen antar pulau pada rute terpilih (Rp/TEU/km dan jumlah hari distribusi). b. Persentase biaya logistik terhadap terhadap harga jual produk. c. Bottleneck yang mempengaruhi kinerja sistem logistik komoditas/produk dan rute terpilih. d. Rekomendasi kebijakan untuk mengatasi bottleneck diatas Manfaat Kajian a. Studi ini menjadi langkah awal pengembangan indikator kinerja logistik Indonesia untuk dapat mengukur kinerja logistik Indonesia. b. Dengan diketahuinya kinerja logistik untuk rute terpilih serta permasalahan yang ada, dapat dikembangkan rekomendasi kebijakan untuk mengatasi bottleneck (debottlenecking) pada rantai pasok Ruang Lingkup Kajian Analisis dalam kajian ini mencakup 3 dimensi, yaitu: a. Barang yang diangkut. Studi terbatas dengan jenis komoditas beras dan semen yang dikemas dengan kontainer (containers cargo). 1) Pertimbangan pemilihan komoditas/produk adalah merupakan komoditas bahan pokok (beras) dan barang strategis (semen) yang juga merupakan komoditas yang banyak diperdagangkan atau didistribusikan antar pulau. Pemilihan kedua komoditas ini juga berusaha untuk mengurangi kompleksitas dalam pengerjaan survei. 2) Pertimbangan pemilihan kemasan berupa kontainer mengingat tren distribusi beralih dari yang bersifat curah (bulk) ke kontainer (kontainer) karena bersifat lebih aman dan praktis. Selain itu pengukuran biaya dan waktu distribusi per-satuan unit kontainer dapat lebih mudah untuk diperbandingkan. Ukuran kontainer yang akan diteliti adalah 20 twenty-foot equivalent unit (TEU) atau kontainer 20 feet. 2 Bottleneck adalah kondisi yang menghambat kinerja sistem yang disebabkan keterbatasan dari kapasitas Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 4

17 b. Rantai pasok dan/atau koridor. Pendekatan rantai pasok yang dimaksud adalah mengikuti perpindahan barang/komoditas dalam proses rantai pasok dari pedagang besar sampai ke distributor yang berada di pulau yang berbeda. Analisis akan dilakukan di setiap segmen atau tahapan dari rantai pasok tersebut. Sementara itu ruang lingkup koridor yang dimaksud adalah rantai pasok yang dianalisis pada rute-rute terpilih antar pulau. Penentuan lokasi survei didasarkan pada kota-kota penghasil komoditi beras atau produk semen serta beberapa kota yang diketahui menerima pasokan beras dan semen dari kota lain yang memiliki akses pelabuhan. Pada tahap awal, studi ini mengacu kepada hasil studi Kementerian Perdagangan di tahun Dari hasil studi tersebut diketahui kota-kota yang menjadi asal komoditi beras untuk dikirimkan antar pulau antara lain: Surabaya, Makasar, dan Jakarta. Sementara itu untuk produk semen, beberapa kota asal pengiriman antar pulau kurang lebih sama, yaitu Jakarta, Surabaya, Makassar. Dari informasi ini ditentukan kota yang akan disurvei dan diidentifikasi sebagai kota asal barang, yaitu Surabaya dan Makassar. Penentuan asal kota juga sesuai dengan karakteristik pelabuhan di kota tersebut, dimana merupakan pelabuhan-pelabuhan utama di Indonesia. Gambar 1.3 Peta Distribusi Komoditi Beras Pontianak Balikpapa Jakarta Surabay Samarind Makassar Ternate Nabire Paniai Maluku Merauke Sumber: Pusat Litbang Perdagangan Dalam Negeri (2006) Sementara itu, untuk kota yang akan disurvei sebagai kota tujuan barang dipilih berdasarkan beberapa kriteria sebagai berikut: 1) Kota yang berada di pulau yang berbeda dari kota asal, mengingat fokus penelitian adalah perdagangan antar pulau. 2) Kota yang dapat mewakili wilayah Indonesia, baik bagian barat, tengah, maupun timur. 3) Kota yang memiliki porsi penerimaan semen/beras antar pulau yang relatif lebih besar dibanding kota-kota lainnya. 4) Kota yang memiliki pelabuhan selain pelabuhan utama. Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 5

18 Tabel 1.2. Distribusi Semen Antar Provinsi Dari Beberapa Produsen Utama NO. DAERAH TUJUAN PT. Indocement Tunggal Perkasa PT. Holchim Indo ASAL PT. Semen Gresik PT. Semen Tonasa PT. Semen Bosowa Mksr 1. D.I. Aceh Ton % 2. Sumut 460, , , , Sumbar 42, , Riau - 171, , , Kepulauan Riau 171, , , , Jambi 16,796 49, , , Sumsel 201, , , , Bangka - Belitung 196, , , , Bengkulu 46,552 93, , Lampung 397, , , , TOTAL SUMATERA 1,532,817 1,464, ,335 3,317, Kalbar 360, , ,891 45,400 92, , Kalsel 313, , , ,570 40, , Kalteng 81,956 85, ,018 21,719 2, , Kaltim 356,827 78, , , ,725 1,315, TOTAL KALIMANTAN 1,112, , , , ,777 3,694, Sultera 55,350 2, , , , Sulsel 165,184 30,867-1,093, ,947 1,813, Sulbar 27, ,661 15, , Sulteng 77, ,045 71, , Sulut 192,940 12, ,308 50, , Gorontalo 57, ,813 69, , TOTAL SULAWESI 575,371 46,038-2,227, ,304 3,717, Maluku 45,208-23, ,802 75, , Maluku Utara ,271 47, , Papua Barat ,616 15,628 42,124 61, Papua 146,939 11, , ,075 71, , TOTAL IND. TIMUR 192,147 12, , , ,043 1,099, TOTAL INDONESIA 16,005,277 7,781,971 10,328,516 4,083,087 2,753,004 40,951, Sumber: Asosiasi Semen Indonesia (2013), diolah Tabel di atas adalah gambaran distribusi semen dari beberapa produsen semen utama di Indonesia ke beberapa kota tujuan. Kota yang diberi warna menunjukkan kota yang dipilih menjadi kota yang akan disurvei sebagai kota tujuan distribusi. Dari data yang ada serta kriteria pemilihan kota yang akan disurvei, pada tahap ini ditentukan kota yang akan disurvei sebagai kota tujuan distribusi adalah Medan dan Surabaya (wilayah Indonesia Barat), Banjarmasin (Wilayah Indonesia Tengah), Makassar, Manado dan Sorong (Wilayah Indonesia Timur). c. Kinerja Distribusi 1) Ruang lingkup kinerja dari distribusi yang dimaksud adalah waktu, biaya serta kualitas pelayanan logistik. Jumlah 2) Akan diidentifikasi pula bottleneck yang muncul dalam rantai pasok yang diteliti. Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 6

19 Gambar 1.4. Proses Supply Chain dalam Studi Gambar 1.5. Ruang Lingkup Studi Petani Transportasi darat Pengumpul Transportasi darat Gudang penjual Transportasi darat Pelabuhan di kota asal Transportasi laut Pelabuhan di kota tujuan darat Gudang Pembeli Sementara itu tahapan proses distribusi berdasarkan rantai pasok sebagaimana yang disebutkan pada poin 2 di atas dapat dijelaskan pada Gambar 1.7. Rantai pasok akan dibatasi pada infrastruktur pelabuhan dan infrastruktur jalan yang menghubungkan 2 kota di pulau yang berbeda. Moda transportasi juga dibatasi pada truk dengan menggunakan infrastruktur jalan serta kapal laut untuk mengangkut kontainer. Proses distribusi dari rantai pasok juga dibatasi mulai dari gudang di kota asal sebelum diangkut ke pelabuhan hingga ke pengecer di kota tujuan. Secara umum pemangku kepentingan yang terlibat dalam rangkaian rantai pasok yang diteliti dimulai dari penjual di kota asal hingga pembeli (pengecer) di kota tujuan (Gambar 1.6). Namun demikian, hal ini tidak bersifat baku, dimana dimungkinkan rangkaian rantai pasok langsung ditangani produsen yang khusus memiliki divisi distribusi antar pulau, sebagaimana yang berlaku pada produk semen. Sehingga pada prinsipnya cakupan rantai pasok pada studi ini adalah proses distribusi yang menggunakan kombinasi 2 moda transportasi, yaitu transportasi darat dan transportasi laut. Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 7

20 Gambar 1.6. Batasan Supply Chain di Kajian 1.6. Sistematika Laporan Kajian Laporan kajian rencananya akan disusun dalam enam bab, yaitu: Bab 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang 1.2. Tujuan Kajian 1.3. Keluaran Kajian 1.4. Manfaat Kajian 1.5. Ruang Lingkup Kajian 1.6. Sistematika Laporan Kajian Bab 2. Tinjauan Pustaka 2.1. Kinerja Logistik 2.2. Pergerakan Kontainer 2.3. Produksi dan Distribusi Beras 2.4. Produksi dan Distribusi Semen 2.5. Penelitian Terdahulu Bab 3. Metodologi 3.1. Kerangka Pemikiran 3.2. Metode Analisis 3.3. Data dan Sumber Data Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 8

21 Bab 4. Analisis Kinerja Logistik Antar Pulau Komoditi Beras 4.1. Hasil Survei dan Analisis di Kota Asal 4.2. Hasil Survei dan Analisis di Kota Tujuan Bab 5. Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan 5.1. Kesimpulan 5.2. Rekomendasi Kebijakan Daftar Pustaka Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 9

22 1. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Logistik Kinerja logistik dapat mempengaruhi daya saing perdagangan suatu negara. Data berdasarkan Doing Business (2013) menunjukkan bahwa di Laos memerlukan waktu rata-rata 44 hari untuk melakukan export satu kontainer ukuran TEU (Container 20 feet). Sedangkan di Singapura hanya membutuhkan waktu 5 hari. Dalam hal biaya untuk ekspor, di Laos membutuhkan biaya US $1,880 sedangkan di Malaysia hanya membutuhkan sekitar US $450. Sedangkan di Indonesia untuk melakukan ekspor satu kontainer membutuhkan waktu kurang lebih 17 hari dan biaya sekitar US $644. Ukuran kinerja logistik dapat dilihat berdasarkan biaya dan waktu pengiriman barang. Dari hasil penelitian, diketahui biaya transportasi dan logistik sangat mempengaruhi perdagangan dan pergerakan barang antar daerah (Hausman, Lee, dan Subramanian, 2005). Kinerja logistik yang buruk dapat mempengaruhi daya saing barang atau produk dan mempengaruhi biaya logistik dan waktu distribusi dari produk itu. Untuk Indonesia sebagai negara kepulauan, ketersediaan data kinerja logistik khususnya yang terkait dengan distribusi antar pulau menjadi sangat penting karena dapat mengetahui permasalahan logistik (bottleneck logistics) dalam pengiriman barang antar pulau dan membandingkan indikator daya saing perdagangan antar pulau, khususnya biaya dan waktu antar rute-rute tertentu. Pada bulan Oktober 2012, Kementerian Perdagangan dan Bank Dunia bekerja sama dalam melakukan survei untuk menganalisis mengenai Kinerja Pelabuhan terkait dengan distribusi komoditi beras ke beberapa kota di Indonesia. Dalam survei tersebut diperoleh pula informasi mengenai biaya logistik dalam mengangkut beras antar pulau, khususnya rute yang melalui pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya dan pelabuhan Makassar di kota Makassar Konsep Biaya dan Waktu Distribusi Pada Survei Proses distribusi barang secara umum adalah proses perpindahan barang mulai dari produsen/petani hingga sampai ke konsumen akhir. Jika distribusi dilakukan antar pulau maka membutuhkan multi-moda transportasi, seperti truk atau kereta api dan kapal laut. Analisis yang dilakukan pada survei terbatas pada aktivitas distribusi mulai dari gudang petani atau pedagang beras/pangan pokok di kota asal hingga ke gudang di kota tujuan sebagaimana yang digambarkan pada gambar di bawah ini. Satuan unit kuantitas barang yang didistribusikan adalah per TEU (twenty feet equivalent unit) atau per kontainer berukuran 20 kaki. Selain itu, biaya distribusi yang dikeluarkan dihitung per km jarak tempuh barang yang didistribusikan. Gambar 2.1 menjelaskan bahwa setiap komponen yang dilalui oleh pergerakan barang tersebut terkait dengan aktor yang berbeda dan setiap aktor menjawab pertanyaan survei mengenai biaya, waktu dan permasalahan yang ada terkait dengan isu logistik. Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 10

23 Gambar 2.1. Biaya Pengiriman Antar Pulau Trucking costs Port Charges Sea Freight Charges Port Charges Trucking costs Origin Warehouse Origin Port Destination Port Destination Warehouse Warehouse-toport costs Door-to-door costs Port-to-port costs Port-to- Warehouse costs Sumber: Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP (2012) Selain biaya, kinerja logistik juga dapat diukur dengan mempergunakan indikator waktu. Waktu pengiriman adalah waktu pergerakan barang mulai dari gudang penjual sampai dengan gudang pembeli. Termasuk didalamnya adalah waktu angkut dari gudang pengirim sampai pelabuhan, waktu bongkar muat di pelabuhan, waktu angkut dengan kapal dari pelabuhan asal sampai pelabuhan tujuan, waktu bongkar di pelabuhan tujuan, dan waktu angkut dari pelabuhan tujuan sampai gudang pembeli. a. Biaya Logistik Antar Pulau 1. Hasil Survei Beras Dari survei awal telah diperoleh beberapa temuan. Sebagai contoh, pedagang beras di Makassar membutuhkan biaya lebih dari Rp ,- untuk mengirim satu kontainer dari Makassar ke Sorong. Contoh lain adalah pengiriman beras satu kontainer dari Makassar ke Bitung membutuhkan biaya Rp ,- (Gambar 2.2). Sehingga, dampak dari biaya logistik yang tinggi dapat mempengaruhi harga akhir dari beras yang akan dijual ke kota tujuan seperti Bitung dan Sorong. Dampak inilah yang akhirnya menciptakan disparitas harga yang tinggi antar daerah di Indonesia. Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 11

24 Gambar 2.2. Perkiraan Biaya Pengiriman Kontainer (TEU) Mempergunakan Kapal Antar Pulau Sumber: Kementerian Perdagangan (2012) Estimasi berdasarkan skema Container Yard (CY)-to-CY (container terminal). Biaya termasuk THC di pelabuhan lokasi asal dan tujuan. Biaya lainnya di pelabuhan adalah: B/L, dokumen karantina, Lift-on/lift-off, dll. Selain biaya seafreight, kinerja logistik antar pulau dapat diukur melalui biaya keseluruhan pengiriman door-to-door atau warehouse-to-warehouse. Biaya ini adalah biaya angkut dari gudang pengirim sampai pelabuhan, biaya di pelabuhan (Terminal Handling Charges (THC), warehouse, container shifting, pekerja pelabuhan, Bill of Lading (B/L)), biaya angkut dengan kapal dari pelabuhan asal ke pelabuhan tujuan, biaya di pelabuhan tujuan dan biaya angkut dari pelabuhan ke gudang pembeli.termasuk didalam komponen biaya pengiriman adalah biaya yang tidak tidak resmi (illegal fees) yang mungkin dikenakan kepada freight forwarder maupun juga shipping liners. Gambar 2.3. menjelaskan total biaya pengiriman antar pulau. Hasil survei menunjukkan bahwa biaya truk dari Surabaya menuju pelabuhan (Rp ,-) hampir sama besarnya dengan biaya pengiriman kapal dari Surabaya dengan tujuan Makassar (Rp ,-). Biaya pelabuhan di Surabaya (Rp ,-) merupakan komponen biaya yang terbesar. Biaya truk di Surabaya adalah dua kali lebih besar dari biaya truk di Makassar. Biaya pengiriman per km menjadi sekitar Rp 6.300,-/km untuk rute Surabaya-Makassar. Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 12

25 Gambar 2.3. Biaya Total Pengiriman Kontainer Antar Pulau (Surabaya Makassar) Rp (,000) 3,000 Rp (,000) 7,000 2,500 2,520 6,000 2,000 Cost of Segment 5,000 1,500 1,200 1,500 Accumulated cost 4,000 3,000 1, , ,000 0 Truck Warehouse to SBY Port (20km) THC & other SBY Shipping freight cost THC and other MKS Truck Port to Warehouse in MKS (20km) 0 Sumber: Kementerian Perdagangan (2012) 2. Hasil Survei Daging Sapi Biaya logistik untuk rantai pasok komoditi sapi potong telah dilakukan survei oleh Kementerian Perdagangan pada tahun Survei tersebut dilakukan untuk mencari fakta tentang jenis dan kuantitas aliran sapi potong, asal, tujuan, waktu pengiriman, fasilitas pengiriman, penguatan kelembagaan, regulasi, dan hal terkait lainnya. Survei dilakukan di 3 lokasi yaitu Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan dengan batasan yaitu aliran dari peternak sampai dengan rumah potong hewan di sentra konsumen. Hasil survei menunjukkan bahwa ketiga wilayah mempunyai pola pasokan dan permintaan berdasarkan dari kebutuhan end user. Jumlah permintaan pada waktu tertentu seperti pada hari raya Lebaran dan tahun baru mengalami peningkatan yang signifikan sedangkan pada waktu tertentu yaitu pada waktu kenaikan anak sekolah atau bulan Juni-Juli mengalami penurunan. Pola pengangkutan dilakukan dengan jalur darat dan mempergunakan moda transportasi sewaan, hal ini dikarenakan keterbatasan pemilikan truk pengangkut yang dimiliki pedagang sapi. Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 13

26 Gambar 2.4. Estimasi Biaya Distribusi Sapi dari Sumbawa Jakarta Sumber: Kementerian Perdagangan (2012) Jika dilihat dari aspek biaya logistik, biaya logistik dalam rantai pasok sapi potong mencakup biaya sewa truk (termasuk supir), biaya BBM, biaya retribusi, biaya parkir, dan biaya pungutan liar. Jumlah dan jenis pungutan liar berbeda-beda untuk masing-masing wilayah. Jumlah pungutan liar di Jawa Timur hanya 1 dengan jumlah Rp Rp , sedangkan di Sulawesi Selatan, diidentifikasikan sebanyak 3 retribusi dengan nilai keseluruhan Rp dan 10 pungutan liar dengan nilai keseluruhan Rp Di Nusa Tenggara, biaya yang dikeluarkan dihitung per ekor sapi (dengan nilai Rp 5.000/sapi atau Rp /sapi) tergantung lokasi pasar tersebut. Gambar 2.4 menjelaskan bahwa biaya transportasi merupakan komponen terbesar dalam keseluruhan biaya distribusi komoditi sapi dari Sumbawa-Jakarta yang menyebabkan inefisiensi dalam biaya logistik antara pulau. Hal yang dapat dilakukan dalam pengurangan biaya logistik adalah mengurangi pungutan retribusi yang diterapkan baik resmi maupun tidak resmi Pergerakan Kontainer Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Drewry Maritime Research (2012), diperkirakan pergerakan kontainer dunia akan meningkat sebesar 4,9% pada tahun Berdasarkan survei yang dilakukan Kemendag dalam studi pengukuran kinerja logistik antar pulau diperoleh informasi bahwa tren penggunaan kontainer untuk pengiriman barang antar pulau juga semakin meningkat. Hal ini juga terjadi pada distribusi komoditas beras dan semen yang hampir sebagian besar mempergunakan kontainer dalam pengiriman antar pulau. 3 Kontainer Market Review and Forecast Q , Drewry Maritime Research Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 14

27 Kontainer merupakan alat transportasi multi-moda yang dapat mempercepat proses bongkar muat. Adapun keuntungan dari penggunaan kontainer adalah: a. Mempercepat proses bongkar muat di pelabuhan. b. Banyak dipergunakan untuk pengiriman barang internasional. c. Tidak ada barang yang terbuang. Sementara jika menggunakan curah kering (dry bulk) biasa akan ada volume yang terbuang dalam proses bongkar muat. Berdasarkan wawancara dengan freight forwarder, curah kering biasanya akan berkurang sekitar 3-5%. d. Tidak terpengaruh oleh cuaca dalam proses bongkar muat. Pada tahun 2011 total pergerakan kontainer antar pulau mencapai 5,8 juta TEU 4 dengan total 104 rute domestik dimana 82 rute atau sekitar 79% adalah rute domestik antara pelabuhan luar Jawa dan pelabuhan di pulau Jawa, 18 rute antara pelabuhan di luar Jawa (17%), 4 rute (4%) intra pelabuhan di Pulau Jawa. Setengah dari pergerakan kontainer antar pulau berasal dari dan ke Tanjung Priok di Jakarta atau Tanjung Perak di Surabaya. Karena sebagian besar produksi dan konsumsi terletak di Pulau Jawa. Tanjung Perak menangani sebagian besar gerakan kontainer domestik di Indonesia, yaitu 1,49 Juta TEU (2011) sedikit lebih besar dari Tanjung Priok (1,46 Juta TEU). Namun, dalam hal distribusi kargo, kedua pelabuhan memiliki pola distribusi yang berbeda. Tanjung Priok kebanyakan melayani pergerakan kontainer di koridor barat-indonesia (Sumatra dan Kalimantan) dan Tanjung Perak melayani untuk timur- Indonesia koridor (Makassar, Ambon dan kota-kota di Papua). Gambar 2.4. menggambarkan aliran kontainer rata-rata perbulan yang datang/keluar dari pelabuhan Tanjung Priok. Pelabuhan Belawan di Medan, Sumatera Utara merupakan salah satu mitra perdagangan yang tertinggi, diikuti oleh Banjarmasin dan Pontianak. Sedangkan untuk Tanjung Perak di Surabaya, pelabuhan Makassar merupakan mitra perdagangan utama diikuti oleh Ambon dan Banjarmasin (Gambar 2.5 dan Gambar 2.6). 4 Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) (2012) Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 15

28 Gambar 2.5. Arus Kontainer dari/ke Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta (2011) Gambar 2.6. Arus Kontainer Dari/Ke Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya (2011) 2.3. Produksi dan Distribusi Komoditas Semen Perkembangan kapasitas terpasang industri semen di Indonesia baik untuk clinker maupun semen, terhitung sejak tahun 2012 telah mengalami beberapa perubahan dengan dilakukannya pembangunan atau perluasan dari pabrik-pabrik existing sebagai upaya dalam meningkatkan kemampuan pasok semen terutama untuk memenuhi kebutuhan pasar semen di dalam negeri yang diperkirakan akan terus mengalami peningkatan hingga tahun 2016 mendatang. Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 16

29 Tabel 2.1. Kapasitas Terpasang Pada Industri Semen di Indonesia Nama Perusahaan * 2014* 2015* Clinker Semen Clinker Semen Clinker Semen Clinker Semen Lafarge Padang Baturaja Indocement Holcim Gresik Tonasa Bosowa Kupang Total Sumber: Asosiasi Semen Indonesia (2013); * forecast. Selain dari pabrik-pabrik yang sudah ada sekarang ini, industri semen nasional juga akan mendapatkan tambahan kapasitas terpasang dari pabrik-pabrik pendatang/investor baru sebesar ± 6 juta ton. dimana pabrik-pabrik tersebut diperkirakan akan selesai dan siap beroperasi pada tahun 2015 atau Dengan demikian, jumlah total kepasitas produksi semen di Indonesia pada tahun 2016 diperkirakan akan mencapai ± 85 juta ton dan kebutuhan semen di dalam negeri adalah sebesar ± 73 juta ton. Pada tahun 2012, terdapat 2 (dua) pabrikan yang telah selesai pembangunan pabrik barunya adalah: a. PT Semen Gresik di Tuban dengan kapasitas tambahannya sebesar 2,5 juta ton, mulai resmi beroperasi pada bulan Juni Saat ini pabrik tersebut telah mampu beroperasi meskipun masih ada beberapa kendala dari sisi teknis yang secara bertahap masih terus dilakukan perbaikan-perbaikan agar operasional pabrik bisa berjalan secara optimal. Selain itu PT Semen Gresik juga tahun ini sedang melakukan pembangunan pabrik baru lainnya yang berlokasi di Rembang Jawa Tengah. yang diperkirakan akan selesai pada tahun 2016 mendatang. b. PT Semen Tonasa di Pangkep sedang membangun pabrik dengan kapasitas tambahannya sebesar 2,5 juta ton. Pabrik baru telah mulai melakukan uji coba operasi pada bulan Oktober, diharapkan hingga akhir tahun ini sudah dapat berjalan dengan normal. Dengan beroperasinya 2 pabrik tersebut, maka penambahan kapasitas terpasang tahun ini adalah sebesar 5 juta ton. Total kapasitas terpasang semen nasional tahun 2012 adalah sebesar 60,5 juta ton. Jumlah tersebut masih ditambah dengan beroperasinya 2 unit grinding Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 17

30 plant yang masing-masing kapasitasnya 1,5 juta ton/tahun yang dimiliki oleh Semen Gresik dan Semen Bosowa Maros. Jumlah tersebut akan mampu untuk memenuhi kebutuhan semen di dalam negeri yang tahun ini sekitar 55 juta ton dan diperkirakan pada tahun 2013 sebesar 60 juta ton. Selain kedua pabrik tersebut diatas, beberapa pabrikan lain yang pada tahun 2012 sedang melakukan penambahan pabrik baru ataupun perluasan pabrik yang ada antara lain adalah : a. PT Holcim Indonesia, membangun pabrik baru di Tuban Jawa Timur dengan kapasitas 1,7 juta ton. Pabrik tersebut diperkirakan akan berproduksi pada akhir tahun b. PT Semen Bosowa Maros, membangun pabrik baru di Maros dengan kapasitas 2,5 juta ton, yang diperkirakan akan selesai pada tahun c. PT Semen Padang, Tahun 2013 ini akan mulai membangun pabrik baru yang berlokasi di Indarung dengan kapasitas 2,5 juta ton. d. PT Indocement Tunggal Prakarsa juga berencana membangun pabrik baru yang diperkirakan selesai pada tahun Gambar 2.7. Perbandingan Antara Kapasitas Dan Kebutuhan Semen (Termasuk Pendatang/Investor Baru), Sumber: Kementerian Perindustrian (2013); merupakan forecast Grafik tersebut menyimpulkan bahwa hingga periode lima tahun ke depan kebutuhan semen diperkirakan akan terus mengalami peningkatan yang diakibatkan oleh tingginya tingkat pembangunan pada sektor properti dan perumahan baik yang dibangun di kota-kota besar maupun perumahan mewah di daerah-daerah serta diiringi pula dengan pembangunan infrastruktur yang dicanangkan oleh pemerintah. Namun demikian, peningkatan tersebut masih dapat dipenuhi oleh kapasitas terpasang yang ada, baik dari pabrikan existing maupun dari produsen/investor baru di industri semen. Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 18

31 Jalur distribusi semen di Indonesia menjadi hal yang sangat memegang peranan dalam kelancaran pasokan mulai dari pabrik hingga diterima oleh pengguna di tingkat eceran. Gambaran secara umum jalur distribusi yang ada pada produsen semen di Indonesia ada 4 (empat) jenis, dari saluran yang terpendek hingga saluran yang memiliki jalur cukup panjang, yaitu: a. Pabrik Konsumen b. Pabrik Distributor Konsumen c. Pabrik Distributor Sub Distributor Konsumen d. Pabrik Distributor Sub Distributor Pengecer Konsumen Mengingat sifat semen yang bulky, maka cara pengangkutan juga sangatlah penting diperhatikan, karena pengangkutan semen yang baik dan efisien akan sangat mempengaruhi harga jual pada akhirnya. Pada umumnya moda transportasi untuk mengangkut semen menggunakan angkutan laut dengan kapal dan angkutan darat menggunakan truk atau kereta api. Angkutan dengan kapal laut lebih sering digunakan untuk mendistribusikan semen dari pabrik ke pasar yang lokasinya berada jauh dari pabrik (penjualan antar pulau/negara). Dengan angkutan kapal, semen akan lebih efisien jika dikirimkan dalam bentuk curah. Biasanya pabrikan semen melakukan pengiriman ini dengan tujuan packing plant yang berada jauh dari pabrik, untuk kemudian dikantongi dalam bag sebelum dijual ke pasar, atau langsung dipasarkan ke proyek-proyek yang membutuhkan semen curah. Angkutan semen dengan truk atau kereta api digunakan untuk pendistribusian semen yang lokasi pasarnya tidak jauh dari pabrikan atau masih dalam wilayah satu pulau. Semen yang diangkut bisa dalam bentuk curah maupun bag dan biasanya tarif angkutan darat jauh lebih murah daripada angkutan laut. Dari beberapa pabrikan yang berada di pulau Jawa ini, semen didistribusikan ke wilayah-wilayah seluruh Indonesia dengan menggunakan pelayaran nasional dan pelayaran rakyat. Pengangkutan semen dengan menggunakan pelayaran nasional umumnya khusus, dimana semen diangkut tidak bercampur dengan komoditas pangan, namun untuk pelayaran rakyat mengingat jumlah semen yang diangkut umumnya dalam tonase yang kecil, pengangkutan semen ini dicampur dengan komoditi lainnya, meskipun diberi batas antara barang makanan dan barang-barang yang termasuk kategori berbahaya, seperti semen atau pupuk. Khusus untuk memenuhi kebutuhan Indonesia Timur, persebaran semen dimulai dari 2 (dua) pelabuhan besar yaitu di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dan Pelabuhan Makasar, selain Pelabuhan di Tuban milik Semen Gresik sendiri. Di kedua pelabuhan besar ini terdapat 3 (tiga) produsen semen nasional yang dominan melayani kebutuhan semen di wilayah Indonesia Timur, yaitu PT. Semen Gresik dan PT. Semen Tonasa serta Semen Bosowa. Pada tahun 2005, rata-rata jumlah semen yang dikirim dari pelabuhan Makassar ke luar wilayah Makassar berkisar dari jumlah sekitar 69,1 ribu ton hingga ton setiap bulan. Jumlah tersebut memang hanya sekitar 20% dari total produksi kedua pabrik yang ada di Makassar, yaitu PT Semen Tonasa dan PT. Semen Bosowa. Pada tahun 2005, kedua pabrik tersebut memproduksi semen masing-masing sebesar 3,3 juta ton dan 1,6 juta ton. Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 19

32 Pendistribusian semen dari Pelabuhan Makassar mengikuti pembagian pemasaran dari PT. Semen Tonasa dan PT. Semen Bosowa. PT. Semen Tonasa membagi 3 (tiga) wilayah pemasarannya, yaitu wilayah I mencakup daerah Bali, Nusa Tenggara dan sebagian Jawa; Wilayah II mencakup daerah Kalimantan, Sulteng, Sulut, Gorontalo dan Samarinda, dan wilayah III mencakup daerah SulSel dan Barat, Sulteng, Sultra Papua dan Maluku. PT. Semen Bosowa membagi wilayah pemasarannya menjadi 3 Wilayah yaitu wilayah I mencakup daerah SulSel dan Barat; wilayah II mencakup daerah Kalimantan, Bali dan Nusa Tenggara dan wilayah III mencakup daerah Maluku dan Papua. Pengangkutan semen antar pulau umumnya sudah menggunakan kontainer, dengan ukuran kontainer bervariasi antara 10 dan 20. Masing-masing sak semen pun sudah dimasukkan kedalam jumbo dengan ukuran 1 ton dan 2 ton. Dengan sistem pengangkutan seperti ini sangat berpengaruh kepada lama bongkar muat semen tersebut di pelabuhan angkut maupun pelabuhan tujuan. Oleh karena itu, sistem pengangkutan semen dengan menggunakan kontainer dan sistem jumbo hanya untuk tujuan pelabuhan yang memiliki fasilitas memadai atau kapal yg bersangkutan memiliki fasilitas tersebut. Pengangkutan semen antar pulau umumnya dilayani oleh pelayaran nasional, sedangkan pendistribusian semen ke daerah pedalaman di Indonesia Timur umumnya dilakukan oleh pelayaran rakyat dan pesawat terbang. Gambar 2.8. Alur Distribusi Semen di Indonesia Sumber: Pusat Litbang Perdagangan Dalam Negeri (2006) 2.4. Produksi dan Distribusi Komoditas Beras Beras yang dikonsumsi penduduk Indonesia umumnya merupakan hasil produksi dari Pulau Jawa. Sampai sekarang Pulau Jawa masih menjadi lumbung beras nasional dengan memasok persen dari produksi beras nasional. Produksi beras tertinggi terdapat di Provinsi Jawa Barat, diikuti Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Dari tahun ke tahun produksi padi terus tumbuh. Pertumbuhan tersebut disumbang oleh perluasan lahan dan peningkatan produktivitas. Meskipun perkembangannya naik-turun, luas lahan dan produktivitas terus meningkat. Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 20

33 Tabel 2.2. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Tahun Uraian Luas Panen (ha) - Jawa - Luar Jawa - Indonesia Tahun Produktivitas (kw/ha) - Jawa - Luar Jawa - Indonesia Produksi (ton) - Jawa - Luar Jawa - Indonesia 52,53 40,27 46, Sumber : BPS (2012), diolah 53,72 41,21 47, ,33 42,49 48, ,64 43,04 49, ,81 41,35 50, ,94 41,57 50, Pelaku distribusi beras merupakan bentuk kelembagaan yang paling potensial dalam pembentukan harga ditingkat konsumen. Jalur distribusi yang kompleks (panjang) akan menjadikan harga yang terbentuk menjadi kurang efisien bilamana setiap rantai-rantai pemasarannya kurang berfungsi secara efektif. Gambar 2.9 menjelaskan distribusi pemasaran beras dari tingkat petani sampai pedagang besar dan eceran pada kategori petani pemilik lahan dan petani penggarap. Gambar 2.9. Pemasaran Beras di Level Petani Pemilik Lahan Petani Petani Pengumpul Beras Pasar Induk (Bandar) Penggilingan ( Heler ) Beras Beli Langsung Pengecer Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 21

34 Pola distribusi pemasaran beras di setiap daerah atau tempat akan mempunyai karakteristik tersendiri. Salah satu pola pemasaran beras pada tingkat petani pemilik lahan sebagai berikut : a. Memiliki rantai pemasaran yang relatif lebih pendek. b. Petani pemilik lahan yang sekaligus sebagai petani pengumpul dan juga petani penggiling akan lebih mudah menentukan harga untuk memasarkan ke tingkat pedagang besar yang ada di pasar induk. Pemasaran beras ke pasar induk dapat dilakukan melalui pasar Induk Cipinang Jakarta atau pasar induk setempat atau pun langsung dipasarkan pedagang lainnya. Gambar Pemasaran Beras di Level Petani Penggarap Pasar Induk Gabah Kering Gabah Kering Beras Petani Petani Penggilingan Pengumpul (Bandar) ( Heler) Gabah Basah Gabah Basah Pedagang Besar Beras Pedagang Pengecer Distribusi pemasaran beras di tingkat petani penggarap relatif berbeda dengan pemasaran di tingkat petani pemilik lahan dengan pola sebagai berikut: a. Pemasaran di tingkat petani penggarap dihadapkan pada beberapa jenis lembaga pemasaran karena penjualan didasarkan pada rantai yang menawarkan harga lebih tinggi. b. Perbedaan harga gabah di tingkat petani terjadi ketika negosiasi harga dilakukan berdasarkan perbedaan tempat. Kedua gambar di atas menunjukkan bahwa distribusi pemasaran beras relatif efisien di tingkat petani pemilik lahan dibandingkan petani penggarap. Hal ini dapat dianalisis bahwa asimetrik informasi mengenai harga akan lebih besar terjadi pada tingkat petani penggarap. Perbedaan jalur distribusi beras dari petani sampai pedagang eceran dan tingkat petani pemilik lahan dengan petani penggarap lebih dikarenakan sistem langganan. Petani pemilik lahan sudah mempunyai langganan dalam menjual beras, sehingga rantai dari gabah ke beras tidak ada margin dimana rantai dari petani ke pengumpul ke penggilingan terintegrasi sehingga margin biaya akibat rantai pemasaran relatif kecil. Tidak demikian dengan petani penggarap, karena keterbatasan modal yang mereka miliki, sistem penjualan pun lebih bersifat bebas (harga yang lebih tinggi akan terlebih dahulu dijual), sehingga tidak ada pembeli yang bersifat langganan. Perbedaan pasar yang terjadi, tidak mempengaruhi pada harga di pasar. Dalam penjelasan distribusi beras yang lebih kompleks, maka dapat dijelaskan dalam Gambar Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 22

35 Gambar Pola Distribusi Beras Nasional Sumber : Bulog (2010) Seperti yang disebutkan sebelumnya, beberapa provinsi di Indonesia merupakan sentra produsen beras, bahkan mengalami surplus. Dengan adanya surplus beras tersebut berpeluang untuk terjadi distribusi tidak hanya di dalam wilayah provinsi, bahkan sampai ke provinsi lain, terutama yang kekurangan beras (wilayah defisit). Secara nasional tampak bahwa tujuan utama pemasaran beras di Indonesia adalah DKI. Jakarta. Hal ini karena jumlah penduduk Jakarta yang relatif besar sementara produksi berasnya paling kecil. Dengan demikian beras didatangkan terutama dari Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta sebagian dari Sumatera Selatan, Lampung dan Kalimantan Selatan. Karena pasar beras yang besar di DKI Jakarta menyebabkan terbentuknya pedagangpedagang besar yang terutama bergerak di Pasar Induk Cipinang, Jakarta dan diduga pasar tersebut menjadi pasar acuan harga bagi sebagian pasar-pasar lain di Indonesia. Pedagang besar tersebut mendistribusikan beras yang masuk ke Jakarta untuk pasar-pasar yang ada di wilayah DKI Jakarta serta mendistribusikan ke daerah lain, seperti Pontianak. Untuk distribusi beras di Pulau Sumatera terjadi antar provinsi, sebagai wilayah pemasok antara lain Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, maupun Lampung. Sumatera Selatan dan Lampung selain mendistribusikan beras ke provinsi lain di Sumatera, juga memasok ke DKI Jakarta dan Jawa Barat. Di Pulau Jawa, selain DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Tengah, maka Jawa Timur memiliki peranan penting dalam mensuplai beras ke berbagai daerah di Indonesia. Jawa Timur memasok beras ke DKI Jakarta, Pontianak, Samarinda, Makassar, Bali, NTB, NTT, atau Maluku. Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 23

36 2.5. Konsep Rantai Pasok (Supply Chain) Rantai Pasok (Supply Chain) adalah serangkaian aktivitas yang terdiri dari forecasting (perkiraan) dan planning (perencanaan), pengadaan dan purchasing (pembelian), manufacturing (produksi) dan assembly (perangkaian), warehousing and distribution, shipping and transportation, returns (kembalian), inventory management (manajemen sediaan) dan order management (manajemen instruksi pembelian). Pujawan (2005) menjelaskan bahwa rantai pasok adalah jaringan pelaku usaha yang secara bersamaan bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Pelaku-pelaku usaha tersebut biasanya termasuk supplier, pabrik, distributor, toko atau ritel serta pelaku usaha pendukung seperti perusahaan jasa logistik. Kinerja dari suatu rantai pasok dapat diukur dengan menggunakan 5 (lima) parameter (Schroeder, 2007, p197), yaitu: a. Pengiriman (on time-delivery) Pengiriman adalah persentase pengiriman tepat waktu yang sesuai dengan permintaan konsumen. Pesanan yang tidak sampai secara utuh dan pengiriman yang terlambat tidak termasuk dalam on time-delivery. b. Kualitas Indikator pengukuran kualitas adalah tingkat kepuasan pelanggan yang dapat diukur dengan menggunakan variabel kualitatif seperti tidak setuju, setuju, agak setuju atau lain sebagainya. Pengukuran yang serupa misalnya berupa kesetiaan pelanggan yaitu berapa banyak pelanggan yang datang kembali untuk membeli produk setelah membelinya minimal satu kali. c. Waktu Waktu dalam hal ini adalah lamanya suatu siklus bisnis berlangsung. d. Fleksibilitas Fleksibilitas merupakan waktu yang diperlukan untuk mengubah volume produksi atau campuran produksi dalam persentase tertentu. Hal ini dikarenakan permintaan yang tidak selalu sama, fleksibel diperlukan agar produsen dapat mengimbangi permintaan dari konsumen. e. Biaya Biaya tidak hanya dalam bentuk uang, tetapi juga waktu yang harus dikeluarkan untuk memproduksi sesuatu. Terdapat dua perhitungan biaya, yaitu besarnya biaya yang diperlukan untuk memproduksi suatu barang dan mengukur efisiensi atau produktivitas. Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 24

37 Terdapat lima komponen dalam rantai pasok, yaitu terdiri dari produksi, persediaan, lokasi, transportasi dan informasi. Kelima komponen tersebut saling berinteraksi satu sama lain dan tidak selalu berbalikan dalam satu komponen akan berpengaruh positif terhadap komponen lainnya. Lima komponen rantai pasok tersebut dapat dijelaskan pada Gambar Gambar 2.12 Skema Lima Komponen Rantai Pasok Logistik adalah bagian dari rantai pasok (supply chain) yang menangani arus barang, arus informasi dan arus uang melalui proses pengadaan (procurement), penyimpanan (warehousing), transportasi (transportation), distribusi (distribution), dan pelayanan pengantaran (delivery services) sesuai dengan jenis, kualitas, jumlah, waktu dan tempat yang dikehendaki konsumen, secara aman, efektif dan efisien, mulai dari titik asal (point of origin) sampai dengan titik tujuan (point of destination). Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 25

38 2. BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran dari kajian ini adalah aktivitas logistik dari rantai pasok komoditi/produk antar pulau yang merupakan bagian dari proses distribusi barang akan mempengaruhi harga komoditi/produk akhir yang akan ditanggung oleh konsumen. Secara lebih spesifik, kerangka pemikiran kajian ini dinyatakan pada Gambar 3.1. Gambar 3.1. Kerangka Pemikiran Input Proses Produksi Output Proses Distribusi Konsumen Akhir Produsen / Petani Kualitas dan ketersediaan infrastruktur Fasilitas pelabuhan Ketersediaan moda transportasi Biaya distribusi (trucking, bongkar muat, biaya tdk resmi dll) Waktu distribusi Dalam proses produksi, input akan diproses oleh petani atau produsen menjadi produk (output). Setelah itu, proses produksi akan dilanjutkan dengan proses distribusi produk hingga ke konsumen akhir. Setiap tahapan proses ini akan menentukan harga produk yang akan ditanggung oleh konsumen akhir. Studi ini terkait khususnya dalam proses distribusi barang, dimana ukuran yang menentukan kinerja proses distribusi adalah biaya dan waktu distribusi. Biaya distribusi antara lain terdiri dari biaya trucking, biaya bongkar muat, baik di gudang maupun pelabuhan, biaya angkutan laut, hingga biaya tidak resmi yang muncul di sepanjang proses distribusi. Lebih jauh, biaya maupun waktu selama proses distribusi sebenarnya merefleksikan kondisi dan efisiensi dari berbagai kegiatan dan fasilitas yang digunakan dalam proses distribusi, seperti ketersediaan dan kualitas infrastruktur, fasilitas pelabuhan, ketersediaan moda transportasi, kualitas sumber daya manusia, hingga aspek soft infrastructure. Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 26

39 3.2. Metode Analisis Kajian ini menggunakan pendekatan analisis deskriptif dengan mengkombinasikan data kuantitatif dan kualitatif yang diperoleh berdasarkan hasil survei. Untuk mempertajam dan memperkaya analisis mengenai kinerja pelabuhan, akan digunakan pula data sekunder mengenai kinerja serta data/informasi yang berkaitan dengan kepelabuhanan. Biaya distribusi antar pulau per km dapat dihitung dengan formula sebagai berikut: a. Petani/pabrik ke pelabuhan Farm/factory to port) b. Pelabuhan ke pelabuhan (Port to port) Port Charges Origin (Rp) + Sea Freight (Rp) + Port Charges Destination (Rp) Port to Port Costs (Rp/km) = Distance Port to Port (km) c. Petani/pabrik ke pasar (Door-to-door) Door to Door Costs Trucking Costs O & D (Rp) + Sea Freight (Rp) + Port Charges O & D (Rp) (Rp/km) = Distance Door to Door (km) Tiga formula di atas sekaligus menunjukkan bentuk kesepakatan mengenai cakupan layanan pengangkutan (terms of shipping) antara pemilik barang dengan penyedia jasa angkutan, khususnya freight forwarder. Skema door-to-door menunjukkan biaya total pengantaran barang dari petani atau pabrik hingga sampai ke pasar. Untuk mengetahui adanya bottleneck yang muncul sepanjang proses pengangkutan, penting kiranya untuk membagi tahapan dari proses pengangkutan door-to-door atas beberapa komponen, seperti biaya angkutan jalur darat dengan menggunakan truk, biaya yang khusus dikeluarkan di pelabuhan, serta biaya penggunaan kapal laut. Dengan demikian, dapat diketahui pula biaya distribusi perkm untuk setiap moda transportasi yang digunakan. Sementara itu dalam hal waktu distribusi antar pulau, dapat dihitung waktu total pengiriman door-to-door serta waktu pengiriman di setiap tahapan, sebagaimana yang dinyatakan pada formula berikut: Total waktu pengiriman (door-to-door) = waktu angkut dari gudang penjual ke pelabuhan; + waktu bongkar muat di pelabuhan, termasuk waktu tunggu; + waktu berlayar; + waktu bongkar muat di pelabuhan tujuan termasuk waktu tunggu; + waktu angkut dari pelabuhan ke gudang pembeli. Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 27

40 3.3. Jenis Data, Sumber dan Metode Pengumpulan Data Data dan Sumber Data Data yang digunakan dalam melakukan analisis studi adalah: a. Data sekunder yang diperoleh dari publikasi instansi tertentu, khususnya Kementerian Perhubungan, Pelindo, dan Kementerian Perdagangan; b. Data primer atau informasi persepsi yang diperoleh dari hasil survei. Tabel 3.1. menyajikan daftar data/informasi yang diperlukan dalam studi ini beserta dengan sumber datanya. Daftar data/informasi yang diperlukan dikelompokkan berdasarkan tahapan dalam rantai pasok (supply chain), yaitu dimulai dari gudang ke pelabuhan, pelabuhan ke pelabuhan, dan pelabuhan ke gudang. Daftar data/informasi ini juga dapat menggambarkan pertanyaan atau kuesioner yang akan digunakan dalam survei di lapangan. Tabel 3.1. Data dan Sumber Data: Gudang Petani/Pabrik ke Pelabuhan dan Pelabuhan ke Gudang (Biaya Truk) No Jenis Data Keterangan Sumber Data 1 Rute pengangkutan antar pulau Kemana saja beras/semen diangkut antar pulau. Kota tujuan pengangkutan tidak terbatas pada kota yang akan disurvei. Informasi ini bermanfaat untuk mengetahui pola distribusi beras/semen antar pulau. 2 Jarak a. Jarak antara gudang penjual pelabuhan b. Jarak antara pelabuhan tujuan gudang pembeli Survei Pedagang Survei Freight Forwarder (FF) dan hasil penelitian ITS 3 Biaya angkut dengan truk 4 Biaya angkut dengan kapal laut Biaya yang dikenakan perusahaan trucking kepada pemilik barang sesuai dengan jaraknya, termasuk biaya muat ke truk di gudang. Biaya sea freight yang dibayar oleh pemilik barang/perusahaan freight forwarder kepada perusahaan pelayaran sesuai dengan rute/jarak tempuh, termasuk biaya yang muncul karena adanya waktu tunggu kapal Survei Pedagang, FF Survei FF, shipping liners Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 28

41 No Jenis Data Keterangan Sumber Data 5 Seluruh biaya logistik yang dikenakan di pelabuhan 6 Seluruh biaya tidak resmi yang timbul selama proses pengangkutan barang 7 Waktu yang dibutuhkan selama proses pengangkutan barang 8 Permasalahan yang ada di tiap tahapan dan persepsi mengenai pelaksanaan pengangkutan barang 9 Kondisi musim/cuaca, periode hari raya, dll Biaya yang harus di bayar oleh perusahaan freight forwarder selama barang berada di pelabuhan, termasuk biaya tenaga kerja, tips, dokumen, asuransi, dll Pungutan yang muncul selama proses pengangkutan, baik di jalan, saat di pelabuhan dll. a. Waktu angkut dengan truk b. Waktu bongkar muat di gudang c. Waktu tunggu (delay) gudang dan di lokasi lain yang mempengaruhi proses pengiriman barang Bottleneck selama proses pengangkutan barang, kualitas dan ketersediaan infrastruktur, kualitas SDM, kualitas sistem dan prosedur, dll Sejauh mana dampak cuaca, musim, periode hari raya, dll mempengaruhi pelaksanaan distribusi barang. Apakah sampai mempengaruhi harga dan waktu? 10 Harga beli Harga yang diterima oleh pedagang baik di kota asal barang maupun di kota tujuan 11 Harga jual Harga yang ditetapkan oleh petani/produsen dan harga yang diterima oleh konsumen akhir Survei FF, Shipping liners Survei Pedagang, FF, shipping liners Survei pedagang, FF, shipping liners Survei pedagang, FF,shipping liners Survei shipping liner, FF Survei pedagang Survei pedagang, Pembeli 12 Persentase biaya logistik terhadap biaya produksi Indikator ini untuk mengetahui porsi biaya logistik terhadap total biaya produksi Survei pedagang Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 29

42 Tabel 3.2. Pelabuhan ke Pelabuhan No Jenis Data Keterangan Sumber Data 1 Tarif jasa-jasa kepelabuhanan 2 Indikator Pelabuhan 3 Rute pengangkutan antar pulau Tarif bongkar muat, lift on/off, container storage, container shifting,bill-of-lading, manifest fees,dll. Waiting time, berthing time, turnaround time, dll Kemana saja beras/semen diangkut antar pulau. Kota tujuan pengangkutan tidak terbatas pada kota yang akan disurvei. Informasi ini bermanfaat untuk mengetahui pola distribusi beras/semen antar pulau. 4 Jarak Jarak antara pelabuhan asal pelabuhan tujuan Kemenhub, Pelindo Kemenhub Survei pedagang, FF Survei dan hasil penelitian ITS 5 Biaya angkut dengan kapal laut 6 Metode penanganan proses pengiriman, termasuk biaya pengiriman (CIF/FOB) 7 Seluruh biaya logistik yang dikenakan di pelabuhan 8 Seluruh biaya tidak resmi yang timbul selama proses pengangkutan barang Biaya sea freight yang dikenakan perusahaan pelayaran kepada pemilik barang/perusahaan freight forwarder sesuai dengan rute/jarak tempuh, termasuk biaya yang muncul karena adanya waktu tunggu kapal Perjanjian antara penjual dan pembeli mengenai siapa yang akan menangani proses pengiriman barang, termasuk yang mengurus pembayaran pengiriman barang Biaya yang harus di bayar oleh perusahaan pelayaran selama barang berada di pelabuhan, termasuk biaya tenaga kerja, tips, dokumen, asuransi, dll Pungutan yang muncul selama proses pengangkutan, baik di jalan, pelabuhan dll. Survei pedagang, FF dan shipping liners Survei Pedagang, FF, pembeli Survei shipping liners, FF Survei Pedagang, Freight forwarder Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 30

43 No Jenis Data Keterangan Sumber Data 9 Waktu yang dibutuhkan selama proses pengangkutan barang a. Waktu angkut dengan kapal b. Waktu bongkar muat di pelabuhan c. Waktu tunggu (delay) di pelabuhan atau sekitar pelabuhan yang mempengaruhi proses pengiriman barang 10 Permasalahan Bottleneck selama proses yang ada di tiap pengangkutan barang, kualitas tahapan dan dan ketersediaan infrastruktur, persepsi mengenai kualitas SDM, kualitas sistem dan pelaksanaan prosedur, dll pengangkutan barang 11 Kondisi musim/cuaca, periode hari raya, dll 12 Marjin keuntungan perusahaan (trucking/freight forwarding dan shipping line) 13 Persentase biaya logistik terhadap harga komoditi/produk 14 Data tambahan lainnya Sejauh mana dampak cuaca, musim, periode hari raya, dll mempengaruhi pelaksanaan distribusi barang. Apakah sampai mempengaruhi harga dan waktu? Info mengenai marjin keuntungan berupa % terhadap total biaya produksi Indikator ini untuk mengetahui porsi biaya logistik terhadap total biaya produksi Ukuran kapal, frekuensi perjalanan kapal per-rute dalam seminggu, term of shipping Survei FF, shipping liners Survei pedagang, FF, shipping liners Survei pedagang, FF, shipping liners Survei FF, shipping liners Survei pedagang Survei shipping liners, FF Metode Pengumpulan Data Survei pada kajian ini menggunakan pendekatan supply chain (rantai pasok). Artinya, survei ini berusaha menangkap kesinambungan proses distribusi barang dalam satu rangkaian rantai pasok yang akan diteliti. Dengan demikian, rantai pasok yang disurvei dimulai dari petani/pabrik, dilanjutkan ke pelabuhan asal, pelabuhan tujuan, hingga ke pasar, sebagaimana yang digambarkan pada Gambar 3.2. Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 31

44 Gambar 3.2. Cakupan Analisis dengan Pendekatan Supply Chain Metode yang digunakan dalam survei adalah metode wawancara mendalam (in-depth interview) dengan menggunakan kuesioner yang terstruktur. Wawancara dilakukan terutama kepada responden yang mengetahui kondisi teknis di lapangan. Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan sebagian pertanyaan perlu ditujukan kepada pihak manajeman perusahaan (perusahaan pedagang/freight forwarder/pelayaran). Survei akan dilakukan ke beberapa kelompok responden. Terdapat beberapa pertanyaan khusus yang diberikan kepada kelompok responden tertentu. Selain itu, terdapat beberapa pertanyaan yang ditanyakan kepada semua kelompok responden. Hal ini bertujuan untuk mengkonfirmasi jawaban yang diperoleh dari satu kelompok responden dengan kelompok responden lainnya. Sebagai contoh, kepada pedagang akan ditanyakan biaya yang harus dibayar untuk biaya transportasi dari gudang pedagang ke pelabuhan. Pada kelompok responden yang berbeda, survei akan menanyakan hal yang sama kepada perusahaan pengangkutan (trucking) mengenai biaya tersebut. Hal ini ditujukan untuk mengkonfirmasi data dan informasi yang lebih akurat. Hal yang sama juga diterapkan kepada perusahaan pelayaran dan perusahaan freight forwarder untuk mengetahui data biaya pengiriman barang melalui angkutan laut. Berapakah biaya yang dibayar freight forwarder kepada perusahaan pelayaran untuk mengirim barang? Sebaliknya, berapa biaya yang ditetapkan perusahaan pelayaran kepada freight forwarder atas jasa yang diberikan. Data yang akan dicari melalui survei adalah data primer maupun data yang bersifat persepsi. Setelah divalidasi, akan dilakukan proses coding dan input data data. Data survei yang telah diinput kemudian akan ditabulasi dan dilakukan peringkasan data secara statistik untuk dapat dilakukan analisis. Khusus untuk data kuantitatif yang diperoleh dari survei kepada responden seperti biaya angkut, biaya pelabuhan, biaya sea freight, waktu pengurusan data yang diharapkan adalah per-pengiriman (shipment) yang dilakukan oleh responden. Diharapkan responden dapat memberikan data shipment paling sedikit 3 shipment terakhir. Manfaat pengumpulan data perpengiriman ini adalah dapat memperoleh data riil di tingkat implementasi sesuai dengan waktu pelaksanaan pengiriman serta dapat memperbanyak jumlah unit sampel dari tiap responden. Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 32

45 Teknik Penarikan Sampling a. Responden Secara umum terdapat 5 kelompok responden dari kegiatan survei studi ini, yaitu petani, penjual, perusahaan trucking/freight forwarder, perusahaan pelayaran, serta pembeli. Survei akan dilaksanakan di beberapa kota yang dipilih menjadi kota asal barang serta beberapa kota yang diperkirakan menjadi kota tujuan. Di kota asal barang, responden yang akan disurvei adalah petani, penjual, perusahaan trucking/freight forwarder dan perusahaan pelayaran. Sementara itu, di kota tujuan, responden yang akan disurvei adalah pembeli dan perusahaan trucking/freight forwarder untuk menangkap biaya pengangkutan dari pelabuhan ke gudang pembeli. Jumlah responden per-kelompok responden di tiap kota adalah 10, kecuali 5 responden untuk perusahaan pelayaran mengingat relative terbatasnya pemain di bidang industri pelayaran. b. Lokasi Survei Lokasi survei kajian ini adalah: 1) Jakarta, Surabaya dan Makassar, sebagai daerah origin distribusi beras dan semen. 2) Medan, Balikpapan, Manado dan Sorong sebagai daerah destinasi distribusi beras dan semen. Berdasarkan beberapa pertimbangan, maka responden dan lokasi survei secara bersamasama disajikan pada Tabel 3.3. Tabel 3.3. Komposisi Responden Survei Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 33

46 c. Penarikan Sampel Responden Proses penarikan sampel responde dilakukan dengan metode purposive sampling, mengingat perlunya memperoleh responden pedagang beras yang melakukan perdagangan antar pulau. Disamping itu, mengingat pendekatan survei ini adalah supply chain maka setelah memperoleh responden pedagang, tahap selanjutnya adalah mencari responden perusahaan trucking/freight forwarding, dilanjutkan dengan perusahaan pelayaran, hingga pembeli. Secara lebih detil, tahapan survei ini sebagai berikut: 1) Pengumpulan data/informasi mengenai pedagang beras dan semen antar pulau. Informasi mengenai pedagang beras ini akan diperoleh dari Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) atau Asosiasi Logistik dan Freight Forwarder Indonesia (ALFI). Pedagang beras yang menjadi target sampel khususnya pedagang besar yang melakukan perdagangan antar pulau dari Jakarta, Surabaya dan Makassar. 2) Melakukan studi literatur terhadap proses supply chain distribusi beras maupun semen, khususnya antar pulau. Mengingat supply chain tiap produk/komoditi maupun tiap daerah berbeda, diperlukan studi literatur mengenai proses supply chain yang menyangkut beras maupun semen. Finalisasi rute dan kota tujuan yang akan disurvei akan dilakukan pada tahap ini. 3) Melakukan pre-test terhadap kuesioner yang telah disusun. Setelah dilakukan penyusunan daftar calon responden serta memfinalisasi kuesioner survei, akan dilakukan pre-test terhadap kuesioner tersebut. Pre-test akan dilakukan kepada pedagang beras maupun semen yang berlokasi di Jakarta. Pre-test akan dilakukan kepada masing-masing jenis responden, mulai dari penjual hingga pembeli. Pre-test juga dapat dilakukan kepada perwakilan dari asosiasi, yaitu Perpadi (beras), ASI (semen), ALFI (freight forwarder), maupun INSA (pelayaran). 4) Survei lapangan Kegiatan survei lapangan akan dilakukan bertahap, sesuai dengan kelompok responden. a) Responden: pedagang Setelah dilakukan penyempurnaan kuesioner atas hasil pre-test, selanjutnya akan dilakukan survei lapangan. Dari rantai pasok, survei dilakukan pertama kali untuk para pedagang. Dalam wawancara kepada pedagang juga akan diperoleh informasi mengenai perusahaan trucking atau freight forwarder yang digunakan pedagang tersebut. Perusahaan freight forwarder ini yang kemudian menjadi target responden untuk kelompok freight forwarder. b) Responden: perusahaan trucking/freight forwarder Informasi perusahaan trucking/freight forwarder yang menjadi rekanan pedagang akan dijadikan sebagai target responden selanjutnya. Mengingat data yang akan dikumpulkan adalah data per-shipment maka dapat dimungkinkan akan diperoleh lebih dari 1 freight forwarderdari 1 orang responden pedagang. Hal ini justru bermanfaat untuk kegiatan survei, mengingat Indonesia dapat memiliki beberapa target responden freight Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 34

47 forwarder. Dari daftar responden yang diperoleh dari pedagang, akan dipilih 10 freight forwarder di setiap kota, baik di kota asal maupun di kota tujuan. Sebaliknya, jika informasi dari pedagang tidak mencapai 10 freight forwarder, maka target responden freight forwarder akan diperoleh dari daftar anggota ALFI. c) Responden:perusahaan pelayaran Dari survei kepada freight forwarderakan diperoleh pula daftar perusahaan pelayaran yang menjadi rekanan mereka. Langkah selanjutnya akan melakukan wawancara kepada perusahaan pelayaran tersebut. d) Responden: perusahaan freight forwarder di kota tujuan Sesuai dengan skema pengiriman (term of shipping), jika antara pedagang dan dan perusahaan freight forwarder memiliki term of shipping selain door-to-door, hal ini memungkinkan untuk memiliki pihak freight forwarder yang berbeda di kota tujuan. Untuk itu perlu untuk dilakukan survei kepada pihak freight forwarder di kota tujuan. Informasi mengenai freight forwarder di kota tujuan ini dapat diperoleh dari daftar anggota ALFI. Intinya, survei kepada freight forwarder di kota tujuan bermaksud menggali informasi mengenai biaya logistik mulai dari barang tiba di pelabuhan hingga sampai ke gudang pembeli. Waktu pelaksanaan survei kepada kelompok freight forwarder di kota tujuan ini tidak perlu menunggu pelaksanaan survei kepada pedagang di kota asal. e) Responden: pembeli di kota tujuan Setelah melakukan wawancara kepada freight forwarder di kota tujuan, diharapkan dapat diperoleh info mengenai pembeli produk/komoditi di kota tujuan tersebut. Informasi mengenai pembeli ini yang kemudian menjadi target responden kelompok pembeli di kota tujuan. Selain dari freight forwarder, informasi mengenai pembeli juga dapat diperoleh dari penjual. 5) Proses pengkodean, validasi data, entry kuesioner, tabulasi Setelah serangkaian proses survei lapangan, akan dilakukan proses pengkodean, validasi data yang telah terkumpul, melakukan input data kuesioner, hingga tabulasi hasil input data. 6) Pengolahan data dan analisis Setelah diperoleh data lengkap, selanjutnya dapat dilakukan pengolahan data dan analisis hasil survei. Proses analisis akan dilanjutkan hingga penyusunan rekomendasi kebijakan. Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 35

48 3. BAB IV ANALISIS KINERJA LOGISTIK ANTAR PULAU KOMODITI BERAS DAN SEMEN Survei dilakukan di kota-kota yang diteliti meliputi Surabaya dan Makassar sebagai kota asal, dan Medan, Manado, Banjarmasin, dan Sorong sebagai kota tujuan. Analisis dilakukan per-kota, yang mencakup mengenai biaya, waktu, persepsi responden mengenai hambatan usaha, serta harga 5. Pemaparan diawali dengan pembahasan daerah asal, kemudian dilanjutkan dengan daerah tujuan Hasil Survei dan Analisis di Kota Asal Analisis Rantai Pasok Antar Pulau di Kota Surabaya Bagian ini akan menjelaskan hasil survei ke kota asal beras dan semen untuk diperdagangkan antar pulau. Dengan demikian, analisis hasil survei akan dijelaskan berturutturut untuk kota: Surabaya dan Makassar. Analisis mengenai biaya dan waktu menggambarkan proses distribusi untuk kedua komoditi sekaligus, yaitu beras dan semen. Dengan demikian, analisis waktu, biaya dan persepsi tidak dilakukan per-komoditi yang diteliti. a. Rantai Pasok Perdagangan Beras Alur Rantai Pasok Beras yang Berasal Dari Surabaya Pedagang beras di Surabaya umumnya mendapat beras yang berasal dari sentra produksi: Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, Jember, Lamongan, Kudus dan Kediri. Dari hasil survei didapat umumnya penggiling beras berada satu kota dengan petani di sentra produksi beras. Secara garis besar alur rantai pasok perdagangan beras di Surabaya adalah sebagai berikut. Gambar 4.1. Alur Rantai Pasok Perdagangan Beras di Surabaya Petani (Gresik, Lamongan, dll) Pengumpul Penggilingan (Gresik, lamongan, dll) Pedagang (Surabaya) Distributor dan pengecer Distributor beras di kota lain Pengecer di pulau lain Bulog Sumber: Disarikan dari hasil survei Penggilingan menerima dari petani sudah dalam bentuk beras 5 Analisis mengenai indikator biaya, waktu dan persepsi menggambarkan karakteristik kedua komoditi yang diteliti secara bersama-sama, bukan terpisah berdasarkan komoditi. Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 36

49 Dari hasil survei terhadap penggiling ditemukan bahwa lebih dari 70% dari pedagang secara aktif mencari beras dengan berhubungan langsung dengan penggiling atau ke petani langsung. Pedagang beras yang berfungsi sebagai pembeli beras antar pulau umumnya berhubungan langsung dengan perusahaan penggilingan beras di kota asal atau berhubungan dengan pedagang beras di kota asal. Pergerakan Harga Beras di Sepanjang Rantai Pasok Umumnya perusahaan penggilingan beras menerima pasokan beras dalam 2 (dua) bentuk, yaitu dalam bentuk gabah dan dalam bentuk pecah kulit. Beras pecah kulit adalah gabah yang telah dikeringkan dan dipecah dari kulitnya hingga bentuknya berubah menjadi beras. Setelah menjadi beras pecah kulit, umumnya beras akan diproses pemutihan, pengayakan, penyortiran hingga menjadi beras sesuai dengan kualitas yang diinginkan. Terakhir, beras akan dikemas untuk dijual kepada pedagang. Beberapa petani melakukan proses awal hingga menghasilkan beras pecah kulit. Selanjutnya beras pecah kulit akan diproses lebih lanjut oleh perusahaan penggiling beras hingga menghasilkan beras yang siap dikonsumsi. Namun demikian, terdapat perusahaan penggiling yang melakukan semua proses mulai dari gabah, beras pecah kulit, hingga menjadi beras siap konsumsi. Survei berusaha menangkap tahapan pergerakan harga, mulai dari harga gabah, pecah kulit, hingga harga jual beras di tingkat pedagang, sebagaimana yang dinyatakan pada tabel berikut ini. Tabel 4.1. Harga Beras Berdasarkan Proses Produksinya Pelaku Harga Jual per kg (Rp) Produk Petani Beras pecah kulit Penggilingan beras Beras siap konsumsi Pedagang Beras siap konsumsi Sumber: Hasil Survei Keterangan Jika petani menjual dalam bentuk gabah, maka harganya berkisar antara Rp Rp Dari beras pecah kulit, umumnya beras akan melalui proses pemutihan, pengayakan, penyortiran hingga menjadi beras sesuai dengan kualitas yang diinginkan Dari Perusahaan penggiling beras dapat menjual langsung kepada pedagang beras, termasuk pedagang di pulau yang berbeda Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 37

50 b. Rantai Pasok Perdagangan Semen Pergerakan Harga Semen di Sepanjang Rantai Pasok Berdasarkan survei kepada pedagang semen di kota Surabaya, ditemui merek semen yang dijual adalah merek Holcim dan semen Gresik, masing-masing memiliki harga jual ratarata per kg-nya adalah Rp 1.275,- dan Rp 1.325,-. Diketahui pula bahwa harga beli semen yang diterima pedagang adalah rata-rata sebesar Rp ,-/sak (40 kg) atau sekitar Rp 890,-/kg. Dengan demikian diketahui pula bahwa peritel mengambil margin keuntungan untuk masingmasing merek sekitar Rp 350,- hingga Rp 500,-/kg. c. Biaya Distribusi Dari hasil survei diketahui bahwa para penggiling beras memasarkan berasnya, baik di daerah Surabaya dan sekitarnya serta ke kota lain di pulau lainnya, antara lain ke Surabaya, ke kecamatan Sidoarjo, ke Gedongan, atau ke Tuban. Gambar di bawah ini menggambarkan biaya truk yang mengangkut beras dari Sidoarjo dan Surabaya ke beberapa lokasi di Surabaya dan sekitarnya. Gambar 4.2. Biaya Truk dari Perusahaan Penggilingan Beras ke Pedagang Beras di Surabaya dan Sekitarnya Sumber: Hasil survei Terlihat bahwa banyaknya muatan yang diangkut jumlahnya kurang dari 8 ton, mengingat daerah tujuan pemasaran hanya berada di daerah Surabaya dan sekitarnya. Dengan demikian, biaya truk per kg hanya berkisar antara Rp 10,-/kg (Sidoarjo Gedongan) hingga Rp 167,-/kg (di dalam kota Surabaya). Menarik untuk diperhatikan bahwa biaya angkut di dalam kota Surabaya lebih mahal dibandingkan ke kota/kabupaten lainnya, seperti Tuban atau di dalam kabupaten Sidoarjo. Hal ini menunjukkan kemungkinan adanya bottleneck untuk melakukan distribusi di kota Surabaya itu sendiri, seperti masalah kepadatan lalu lintas yang mendorong tingginya harga. Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 38

51 Sementara itu distribusi beras maupun semen antara pulau dilakukan dengan menggunakan truk container dari lokasi penggilingan beras atau distributor semen di Jombang, Gresik, Mojokerto, Pasuruan, Banyuwangi dan Kediri seperti yang dinyatakan pada gambar di atas. Terlihat bahwa biaya angkut per kg berkisar antara Rp 50,-/kg hingga Rp 225,-/kg, dimana tariff biaya angkut/kg sejalan dengan jaraknya. Sebagai contoh, rute Banyuwangi-pelabuhan Tanjung Perak memiliki tarif tertinggi, mengingat jarak tempuhnya juga paling jauh. Namun demikian, rute ini tidak menunjukkan adanya bottleneck yang signifikan, mengingat dari sisi biaya angkut/kg/km justru menunjukkan biaya angkut yang relatif rendah. Rute lainnya seperti Jombang, Gresik, Mojokerto, dan Pasuruan justru menunjukkan biaya angkut/kg/km yang relatif lebih tinggi. Gambar 4.3. Biaya Trucking/kg dari Lokasi Sumber Beras/Semen ke Pelabuhan Gambar 4.4. Biaya Trucking/kg/km dari Lokasi Sumber Beras/Semen ke Pelabuhan Sumber: Hasil survei Sumber: Hasil survei Selain biaya per kg dan per-km, dianalisis juga biaya komponen biaya distribusi dengan menggunakan truk. Biaya dikelompokkan menjadi biaya bongkar muat di pelabuhan, biaya truk dari pelabuhan ke gudang pembeli, serta biaya-biaya lainnya yang diperlukan selama proses tersebut, seperti biaya administrasi, biaya pungutan, perizinan dan biaya lainnya. Dari hasil ini juga menarik untuk diperhatikan adalah perijinan baik ditingkat daerah atau pusat menjadi hal yang perlu diperhatikan. Gambar 4.5. menunjukkan komponen biaya pengiriman dari gudang pedagang sampai ke Pelabuhan Tanjung Perak. Walaupun biaya pengiriman dengan truk merupakan komponen biaya yang tertinggi akan tetapi biaya perijinan dan pungutan yaitu sebesar Rp ,- merupakan komponen biaya yang bisa dikurangi. Biaya perijinan dan pungutan yang dimaksud adalah perijinan dari Organda, polisi dan Pemda. Biaya THC di Tanjung Perak sebesar Rp ,- sedangkan biaya administrasi sebesar Rp ,-. Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 39

52 Gambar 4.5. Komposisi Waktu Distribusi dari Gudang Pedagang Hingga ke Pelabuhan Sumber: Hasil survei d. Waktu Distribusi Gambar 4.6. memberikan paparan mengenai waktu yang dibutuhkan untuk pengiriman beras/semen dari gudang yang terletak di berbagai daerah di luar Surabaya menuju Tanjung Perak. Menarik untuk diteliti lebih lanjut adalah waktu tunggu kapal, diluar kegiatan bongkar muat rata-rata bisa mencapai 53 jam, atau lebih dari 2 hari. Gambar 4.6. Waktu yang dibutuhkan untuk Pengiriman dari Gudang Pedagang sampai ke Pelabuhan Tanjung Perak (Jam) Sumber: Hasil survei Lebih jauh, gambaran mengenai proses distribusi barang dengan menggunakan truk digambarkan pada gambar 4.7. di bawah ini. Terlihat bahwa lama perjalanan dari gudang pembeli ke pelabuhan proporsional terhadap jaraknya. Jarak tempuh yang lebih jauh membutuhkan waktu perjalanan yang juga lebih lama. Sementara itu Pelabuhan Tanjung Perak Gresik dengan jarak sekitar 30 km membutuhkan waktu angkut sekitar 3 jam. Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 40

53 Gambar 4.7. Waktu dan Jarak Tempuh Truk di Jalan dari Gudang Pedagang Hingga ke Pelabuhan Sumber: Hasil survei e. Persepsi Mengenai Hambatan Usaha Dari hasil survei terhadap pedagang beras antar pulau, ditemukan bahwa kepadatan lalu lintas menjadi kendala utama dalam kegiatan usaha mereka, khususnya pengiriman beras. Gambar 4.8. menjelaskan hasil survei terhadap pedagang beras di sekitar Surabaya mengenai faktorfaktor hambatan usaha, khususnya pengiriman beras. Nilai yang semakin besar (skala 1 5) menyatakan hambatan yang besar. Sebagai contoh, kepadatan di jalan raya merupakan hambatan yang signifikan dalam pengiriman barang, bagi pedagang beras. Gambar 4.8. Hasil Survei Persepsi Pedagang Beras di Surabaya Tentang Hambatan Usaha Sumber: Hasil survei Dari hasil survei yang perlu diperhatikan adalah kualitas freight forwarder dan perusahaan truk lebih baik dibandingkan dengan kualitas infrastruktur. Dari hasil ini, membuktikan bahwa peranan pihak swasta, khususnya perusahaan logistik telah berperan dengan baik. Infrastruktur baik jalanan ditingkat kota, kabupaten, provinsi menjadi kendala dalam proses pengiriman. Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 41

54 Gambar 4.9. Hasil Survei Persepsi Pedagang Semen di Surabaya Tentang Hambatan Usaha Sumber: Hasil survei Pedagang semen juga menganggap kepadatan di jalan menjadi penghambat usaha mereka, khususnya dalam distribusi barang. Yang juga dianggap sebagai penghambat adalah perijinan baik di tingkat pusat dan daerah serta kualitas infrastruktur di jalan provinsi. Gambar Hasil Survei Persepsi Perusahaan Ekspedisi di Surabaya Tentang Hambatan Usaha Sumber: Hasil survei Sementara itu, persepsi mengenai hambatan usaha bagi perusahaan ekspedisi, tidak jauh berbeda dengan para pedagang semen di Surabaya. Yang dianggap sebagai hambatan dalam kegiatan usaha mereka berturut-turut adalah: perijinan di tingkat pemerintah daerah, perijinan di tingkat daerah, kepadatan di jalan serta kualitas infrastruktur jalan provinsi. Sebagai kesimpulan, dari ketiga kelompok responden menyatakan bahwa kepadatan di jalan serta kualitas jalan provinsi menjadi hambatan. Kedua faktor ini dapat terkait dimana kondisi infrastruktur yang kurang baik dapat menyebabkan terjadinya kepadatan di jalan. Selanjutnya yang menjadi penghambat adalah kualitas perijinan, baik di tingkat daerah maupun pusat. Dengan demikian, faktor-faktor tersebut yang potensial untuk diperbaiki dalam menghilangkan hambatan usaha dalam melakukan proses distribusi barang. Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 42

55 Analisis Rantai Pasok Antar Pulau di Kota Makassar a. Rantai Pasok Perdagangan Beras Alur Rantai Pasok Beras yang Berasal dari Makassar Terdapat beberapa sentra produksi beras di Sulawesi Selatan, seperti Sidrap dan Maros. Survei yang dilakukan pada studi ini dilakukan di Sidrap dan sekitarnya. Berdasarkan hasil survei, daerah asal beras antara lain: Wajo, Bone, Sidrap, Palopo, Barru, Pinrang, Soppeng, serta Maros. Alur rantai pasok produksi beras umumnya dimulai dari petani, dilanjutkan kepada petani pengumpul atau langsung kepada perusahaan penggilingan beras, hingga ke pedagang yang ada di kota yang sama maupun kota lain, baik di Sulawesi maupun pulau lainnya, seperti yang digambarkan pada bagan di bawah ini. Gambar Alur Rantai Pasok Perdagangan Beras di Makassar Pengecer di kota lain, pulau yang sama Petani Pengumpul Penggilingan Bulog Sumber: Disarikan dari hasil survei Penggilingan menerima dari pengumpul/petani berupa gabah Distributor di pulau lain Distributor di Makassar Pengecer di pulau lain Distributor /Pengecer di pulau lain Umumnya perusahaan penggiling mencari secara aktif pasokan gabah, baik langsung ke para petani atau melalui petani pengumpul. Namun demikian, ada sebagian kecil perusahaan penggiling beras yang menerima dari petani di sekitarnya. Pergerakan Harga Beras di Sepanjang Rantai Pasok Berikut ini adalah harga beras yang dicatat berdasarkan hasil survei kepada perusahaan penggiling dan pedagang beras di Makassar. Proses yang dilakukan oleh perusahaan penggilingan beras pada dasarnya sama dengan yang telah dipaparkan di laporan bagian Surabaya, yaitu mulai dari gabah, pecah kulit, hingga menjadi beras siap konsumsi. Jika perusahaan Penggiling Beras membeli gabah dari petani, maka harga rata-ratanya adalah sebesar Rp Gabah tersebut kemudian diproses lebih lanjut sehingga menghasilkan beras yang siap dikonsumsi. Berdasarkan informasi dari responden, umumnya dari 1 kg gabah akan dihasilkan beras 1/2 kg. Beras jadi yang telah diproduksi penggiling padi ini kemudian dijual kepada pedagang beras di Makassar dan sekitarnya, dimana harga jual sudah termasuk ongkos kirim. Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 43

56 Tabel 4.2. Harga Beras berdasarkan Proses Produksinya Pelaku Harga Jual per kg (Rp) Produk Petani 6,377 Beras pecah kulit Perusahaan 6,721 Beras siap Penggiling konsumsi Beras Pedagang 7,500 Beras siap konsumsi Sumber: Hasil survei. Catatan: Jenis beras adalah kualitas menengah Keterangan Jika petani menjual dalam bentuk gabah, maka harganya sekitar Rp Dari beras pecah kulit, umumnya beras akan melalui proses pemutihan, pengayakan, penyortiran hingga menjadi beras sesuai dengan kualitas yang diinginkan Dari Perusahaan penggiling beras dapat menjual langsung kepada pedagang beras, termasuk pedagang di pulau yang berbeda b. Rantai Pasok Perdagangan Semen Alur Rantai Pasok Semen yang Berasal Dari Makassar Survei untuk mengetahui distribusi beras di Makassar dilakukan ke salah satu produsen semen di Makassar, yaitu semen Bosowa. Semen Bosowa memiliki daerah pemasaran di luar Makassar, antara Kalimantan Timur (Balikpapan), Jawa Timur (Surabaya), kota lainnya di Sulawesi seperti Manado, Palu, dan Kendari, NTB dan NTT, serta Papua Barat, Jayapura dan Sorong. Komposisi pemasaran hasil produksi PT. Bosowa adalah sebanyak 25% untuk konsumsi pasar di Sulawesi Selatan, sementara 75% sisanya untuk kota dan pulau lainnya. Dari produk yang dipasarkan ke pulau lain, sekitar 25% menggunakan container. Alur rantai pasok produksi semen PT. Bosowa dinyatakan pada diagram berikut ini. Gambar Alur Rantai Pasok Semen di Makassar Distributor di Kalimantan Ritel Produsen PT. Bosowa di Makassar Distributor di NTB, NTT Distributor di Papua Ritel Ritel Distributor semen Bosowa adalah entitas yang berbeda dgn produsen Distributor di Manado, Palu, Kendari Ritel Sumber: Disarikan dari hasil survei Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 44

57 Dalam memasarkan produknya di kota/pulau lain, PT. Bosowa memiliki distributordistributor di kota-kota tujuan. Selanjutnya, distributor-distributor tersebut yang akan mengatur jasa ekspedisi dalam mengurus angkutan semen dari Makassar ke lokasi distributor. Dengan demikian, PT. Bosowa tidak mengatur teknis pelaksanaan pengangkutan distribusi semen tersebut. Pergerakan Harga Semen di Sepanjang Rantai Pasok Dalam penentuan harga, PT. Semen Bosowa turut menentukan harga yang beredar di pasar, khususnya harga di tingkat distributor. Harga semen per sak di tingkat pabrik di Makassar adalah Rp ,-. Sementara itu harga di tingkat distributor per sak adalah sebesar Rp ,-. Selanjutnya, harga di tingkat toko per sak-nya mencapai Rp ,- hingga Rp ,-. Harga-harga patokan ini ditentukan oleh pihak PT. Bosowa, agar tidak mencapai perbedaan harga yang terlalu tinggi di tingkat ritel. Hal ini juga mencegah pihak ritel mengambil margin keuntungan yang terlalu tinggi. Khusus untuk Sorong, harga jual tidak bisa disamakan dengan kota lainnya. Harga ritel di Sorong dapat mencapai sekitar Rp ,- hingga Rp ,-/sak. c. Biaya Distribusi Berdasarkan alur rantai pasok yang digambarkan di atas, studi ini mengidentifikasi biaya distribusi beras, dimulai dari perusahaan penggilingan beras atau distributor semen hingga ke pelabuhan untuk kemudian diangkut ke pulau lainnya. Studi tidak mempertimbangkan distribusi beras dari petani ke penggiling, mengingat jarak yang umumnya relatif pendek. Setelah dilakukan proses produksi di perusahaan penggiling beras, yaitu dari gabah hingga menjadi beras, beras siap dikirim ke pedagang beras. Sekitar 80% perusahaan penggilingan beras memiliki truk sendiri untuk mengangkut beras hasil produksinya yang dipasarkan di kota/kecamatan lainnya di Sulawesi Selatan. Sisanya akan menggunakan jasa perusahaan trucking. Umumnya, biaya kirim sudah termasuk ke dalam harga jual beras. Ongkos kirim berkisar antara Rp 50,-/kg Rp 115,-/kg beras, tergantung kepada jaraknya. Umumnya truk yang digunakan berkapasitas 5-10 ton. Namun demikian, jika jumlah muatan besar, dimungkinkan untuk menggunakan truk container. Gambar di bawah ini menggambarkan biaya angkut truk dari perusahaan Penggiling di daerah sumber-sumber beras ke kota/kecamatan lain di Sulawesi Selatan. Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 45

58 Gambar Biaya truk dari Perusahaan Penggilingan Beras ke Pedagang Beras di Makassar dan sekitarnya Sumber: Hasil survei Dari gambar di atas terlihat bahwa rute yang cukup jauh, seperti Sidrap-Makassar, Sidrap- Pare-pare atau Sidrap-Tator memiliki biaya angkut yang lebih tinggi. Sementara itu, untuk jarak yang relatif dekat, seperti di dalam kecamatan Sidrap atau dari Maros ke Makassar, umumnya berat muatannya relatif lebih kecil, dimana biaya angkutnya adalah sebesar Rp 50,-/kg. Sementara itu, distribusi beras antar pulau umumnya dimulai dari daerah kecamatan sumber beras, kemudian diangkut ke pelabuhan di kota Makassar. Truk yang digunakan umumnya adalah truk container berukuran 20 feet, yang kemudian langsung dimuat ke atas kapal laut. Gambar di bawah ini menunjukkan biaya angkut per kg serta jarak dari sumber asal beras maupun distributor semen ke pelabuhan Makassar untuk diangkut antar pulau. Mengingat jumlah muatan dengan menggunakan container lebih besar dari truk kecil, maka biaya angkut per kg relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan biaya dengan truk kecil. Dapat diperhatikan pula bahwa untuk daerah sumber komoditi di kecamatan seperti Wajo, Pankajene, Paucino, dan Joli yang relative jauh (sekitar km) menuju pelabuhan Makassar memiliki biaya angkut per kg yang lebih tinggi dibandingkan dengan rute lainnya. Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 46

59 Gambar Biaya Trucking/kg dari Lokasi Sumber Beras/Semen ke Pelabuhan Gambar Biaya Trucking/kg/km darilokasi Sumber Beras/Semen ke Pelabuhan Sumber: Hasil survei Sumber: Hasil survei Yang cukup menarik dianalisis lebih lanjut adalah, rute dengan jarak terjauh tidak serta merta memiliki biaya angkut/kg/km yang paling tinggi. Sebagaimana yang digambarkan pada Gambar 4.15., terlihat bahwa biaya/kg/km yang tertinggi justru yang berasal dari Maros, yang jaraknya hanya sekitar 50 km ke pelabuhan Makassar, disusul dengan Pangkep dengan jarak yang kurang lebih sama (50 km). Biaya angkut ini sekaligus dapat menunjukkan adanya bottleneck yang mungkin terjadi pada rute tersebut, mengingat biaya per-unitnya menjadi lebih tinggi. Berdasarkan hasil wawancara dengan perusahaan ekspedisi, akses jalan dengan rute Maros Makassar memang relatif kecil, sehingga sering terjadi kemacetan yang cukup parah. Dalam proses distribusi mulai dari gudang pedagang atau gudang penggiling beras hingga ke pelabuhan, terdapat komponen-komponen biaya-biaya lain, selain biaya truk itu sendiri. Rata-rata komponen biaya distribusi yang diperoleh dari hasil survei dinyatakan pada gambar berikut ini. Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 47

60 Gambar Komponen Rata-rata Biaya Distribusi dari Gudang Hingga ke Pelabuhan Sumber: Hasil survei Dari hasil survei diketahui bahwa komponen biaya distribusi terbesar adalah biaya trucking, dari gudang pedagang/penggiling ke pelabuhan. Untuk rata-rata jarak sebesar 159 km, biaya truk rata-rata adalah sebesar Rp ,-. Komponen biaya lainnya adalah biaya di pelabuhan (THC) sebesar satu juta rupiah, disusul oleh biaya administrasi sebesar Rp ,-. Yang cukup menarik, biaya perizinan dan pungutan per-proses pengiriman dianggap sangat kecil, atau hanya sebesar kurang lebih Rp 5000,- untuk setiap pengiriman. Namun demikian, perusahaan ekspedisi perlu untuk membayar biaya perizinan tahunan seperti izin lintas antar kabupaten atau izin pelabuhan seperti yang dinyatakan pada tabel di bawah ini. Tabel 4.3. Biaya perizinan operasional perusahaan ekspedisi (tahunan) Jenis Perizinan Biaya (Rp) Keterangan Izin lintas antar kabupaten 100,000 per-tahun/per-mobil Izin Pelabuhan 85,000 per-tahun Sumber: Hasil survei d. Waktu Distribusi Waktu distribusi juga dapat menggambarkan kelancaran proses distribusi barang. Secara rata-rata, dibutuhkan waktu sekitar 2 hari di pelabuhan sebelum kapal dapat diberangkatkan. Ini juga terkait dengan waktu closing kapal, untuk kemudian dilakukan proses bongkar muat barang ke kapal. Proses bongkar muatnya sendiri memakan waktu sekitar 1 hari. Sementara itu, rata-rata lama perjalanan di jalan memakan waktu rata-rata 12.3 jam, yang tentunya akan tergantung kepada jarak tempuhnya. Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 48

61 Gambar Komposisi waktu Distribusi dari Gudang Pedagang Hingga ke Pelabuhan (jam) Sumber: Hasil survei Menarik jika ditinjau lebih lanjut mengenai waktu perjalanan truk dengan menggunakan infrastruktur jalan, sebagaimana digambarkan pada gambar di bawah ini. Lokasi gudang yang berjarak terjauh, yaitu Wajo (250 km) hanya membutuhkan waktu 5 jam perjalanan. Sementara itu, Maros yang berjarak hanya sekitar 30 km membutuhkan waktu perjalanan sekitar 2 jam. Gambaran ini juga dapat menunjukkan kemungkinan adanya hambatan dalam hal infrastruktur yang terjadi di rute-rute Pangkajene, Pacino, Toli yang memiliki waktu tempuh perjalanan yang cukup lama, atau Maros dan Pangkep yang secara jarak relatif pendek, namun membutuhkan waktu perjalanan yang lebih lama. Gambar Waktu dan Jarak Tempuh Truk di Jalan dari Gudang Pedagang Hingga ke Pelabuhan Sumber: Hasil survei Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 49

62 e. Persepsi Mengenai Hambatan Usaha Persepsi para responden mengenai hambatan-hambatan usaha mereka cukup sejalan dengan indikator biaya dan waktu yang telah dijelaskan di atas. Bagi ekspedisi, yang dianggap paling menjadi hambatan adalah kepadatan di jalan, disusul dengan kepadatan di pelabuhan. Yang cukup menarik, perizinan dianggap tidak terlalu signifikan sebagai hambatan usaha. Selanjutnya, pungutan bahkan dianggap sama sekali tidak menjadi hambatan. Gambar Hasil Survei Persepsi Perusahaan Ekspedisi di Makassar tentang Hambatan Usahanya Sumber: Hasil survei Tidak jauh berbeda dengan perusahaan ekspedisi, pedagang beras di Makassar juga menganggap bahwa faktor kepadatan di jalan dan kualitas infrastruktur, khususnya di jalan provinsi yang dianggap paling menghambat usahanya. Namun demikian, jika ditinjau dari besarnya skor hambatan, persepsi para pedagang terhadap iklim berusaha usaha di Makassar cukup positif. Skor hambatan usaha terbesar hanya 2.4 (skor 5 paling menghambat). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa walau hambatan dalam usaha dapat mereka temui, namun tingkatnya masih cukup rendah. Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 50

63 Gambar Hasil Survei Persepsi Perusahaan Pedagang Beras di Makassar tentang Hambatan Usahanya Sumber: Hasil survei Analisis Biaya Dan Waktu Distribusi Antar Pulau dengan Kapal Laut Pada bagian ini akan dijelaskan hasil survei mengenai distirbusi dengan angkutan laut dari pelabuhan asal, yaitu pelabuhan Tanjung Perak (Surabaya) dan pelabuhan Makassar (Makassar) menuju pelabuhan-pelabuhan di kota tujuan, yaitu Medan, Manado, Banjarmasin, dan Sorong. Jalur angkutan laut yang akan diteliti adalah Surabaya Makassar, Surabaya Manado, Surabya Banjarmasin, Surabaya Medan, Surabaya Sorong, Makassar Manado, dan Makassar Sorong. Gambar Distribusi Angkutan Laut yang akan Diteliti Dalam Studi Sumber: Tim Kajian Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 51

64 Berdasarkan hasil survei, di Surabaya, sebagian besar ekspedisi menyediakan jasa pengiriman antar pulau dan trucking. Ekspedisi di Surabaya melakukan seluruh pengiriman antar pulau yang berasal dari kota Surabaya. Sedangkan di Makassar, hanya setengah dari ekspedisi yang memiliki jasa pengangkutan barang antar pulau. Ini menyebabkan hanya sebagian kecil (30%) jasa pengiriman antar pulau dari Makassar dapat ditangani oleh ekspedisi yang berasal dari Makassar. Ini menandakan bahwa, terjadi perbedaan jumlah penyedia jasa angkutan antar pulau antar Surabaya dan Makassar. Dimana, di Surabaya pengguna jasa mempunyai lebih banyak pilihan perusahaan pengangkutan antar pulau. Hampir keseluruhan perjanjian pengiriman barang antar pulau yang berasal dari Surabaya mempergunakan gudang penjual sampai pelabuhan tujuan (di kota pembeli). Dari hasil survei, gambar dibawah menjelaskan perbedaan biaya pengiriman antar pulau (sudah termasuk biayabiaya di pelabuhan asal dan tujuan). Gambar Biaya Pengiriman Barang Antar Pulau yang Berasal dari Surabaya Sumber: Hasil survei Gambar 4.22 Biaya Pengiriman Barang Antar Pulau yang Berasal dari Makassar Sumber: Hasil survei Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 52

65 Dari dua gambar diatas dapat dilihat bahwa, biaya pelabuhan sudah cukup stabil dengan rata-rata sekitar Rp ,-. Akan tetapi, perbedaan terbesar terjadi di biaya pengiriman (sea freight costs). Untuk Surabaya, biaya tertinggi adalah pengiriman barang menuju Sorong, disusul oleh Surabaya menuju Manado. Untuk Makassar, biaya tertinggi adalah pengiriman barang menuju Sorong. Jika dilihat dari biaya pengiriman per Km, yang dapat dipergunakan untuk menganalisis perbandingan antara rute. Terlihat bahwa, Surabaya Banjarmasin merupakan yang terbesar, disusul oleh Surabaya Sorong dan Makassar Sorong. Akan tetapi, setelah melakukan analisis lebih lanjut, diketahui bahwa permasalahan di rute Surabaya Banjarmasin dikarenakan jarak (480 Km) yang memang relatif lebih dekat dibandingkan rute yang lain. Bisa dijadikan pertimbangan untuk melakukan pengurangan biaya dengan mempergunakan kapal tipe RoRo. Gambar Perbandingan Biaya per Km Sumber: Hasil survei Dari hasil analisis terdapat permasalahan yang sama dalam penyebab tingginya biaya pengiriman antar pulau, terutama untuk pengiriman barang ke Sorong, yaitu antara lain adalah : 1. Kualitas infrastruktur dan fasilitas pelabuhan yang tidak memadai. Yang tentunya berdampak kinerja pelabuhan yang rendah dan kepada tingginya waktu tunggu kapal (vessel waiting time) yang pada akhirnya menyebabkan tingginya biaya pengiriman barang antar pulau. Di pelabuhan Sorong waktu tunggu kapal (vessel waiting time) memakan waktu sampai 3 hari dan loading/unloading barang memakan waktu 8 hari. Tabel berikut memberikan informasi mengenai kualitas infrastruktur yang rendah. Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 53

66 Name of Port Tabel 4.4. Infrastruktur dan Produktivitas Pelabuhan Number Berths Length (m) Time for loading/unloading (day) - survey result* Makassar 5 1, Container Terminal 1 Bitung 10 1, Container Terminal 2 Banjarmasin 5 1, Container Terminal 3 Sorong none 9 Conventional 8 Sumber: Pelindo, diolah Shore Gantry Productivity of Cargo Handling (Box/Crane/Ho Type of Terminal 2. Frekuensi keberangkatan kapal yang rendah. Terutama untuk kapal yang ditujukan ke Sorong atau Indonesia timur lainnya. Gambar berikut menunjukkan bahwa ada hubungan yang terbalik antara frekuensi keberangkatan kapal dengan biaya pengiriman (sea freight costs). Dengan frekuensi yang lebih besar, biaya pengiriman dapan lebih rendah dan sebaliknya. Tentunya frekuensi yang lebih banyak dipengaruhi oleh volume pengiriman barang (demand pengiriman barang). Secara umum, rute dengan frekuensi yang tinggi memiliki harga yang daya saing lebih baik. Ini terbukti dengan kasus Surabaya-Banjarmasin, Surabaya-Samarinda, Surabaya- Belawan, Surabaya-Makassar dan Makassar-Surabaya. Alasannya adalah : - Tingginya volume perdagangan, atau sejalan dengan prinsip ship follow the trade. Makassar dan Medan yang memiliki volume perdagangan yang cukup tinggi, mendorong tingginya frekuensi perjalanan untuk rute tersebut. Sebaliknya, kota dengan perekonomian yang lebih lambat pertumbuhannya, seperti Sorong atau Ambon akan memiliki frekuensi perjalanan yang rendah. Gambar Frekuensi Perjalanan Kapal Peti Kemas dengan Biaya Pengiriman Sumber: Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS Surabaya 2011) Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 54

67 - Lokasi pelabuhan yang merupakan hub ports umumnya memiliki frekuensi perjalanan lebih tinggi. Kota seperti Makassar merupakan lokasi transit bagi perdagangan lainnya di daerah timur Indonesia, seperti menuju wilayah Papua, Ambon dan sekitarnya, atau kota lainnya di pulau Sulawesi; Banjarmasin merupakan hub bagi kota lainnya di Kalimantan melalui jalur darat. Oleh sebab itu, tingginya potensi hinterland bagi pelabuhan-pelabuhan hub tersebut mendorong tingginya frekuensi perjalanan menuju kota-kota tersebut. 3. Muatan angkutan balik yang kosong (empty backhaul problem). Rute dengan biaya sea-freight mahal dengan tujuan Sorong, Ternate, atau Bitung memiliki gap sea-freight tariff yang cukup besar untuk arus baliknya. Grafik di bawah ini menunjukkan bagaimana besarnya perbedaan tarif antara Jakarta-Sorong dengan Sorong-Jakarta, atau Surabaya- Sorong dengan Sorong-Jakarta. Gambar Volume Perdagangan yang Tidak Seimbang Menyebabkan Muatan Balik yang Kosong Sumber: Hasil Survei Hal ini disebabkan oleh adanya empty backhaul atau kosongnya muatan pada arus balik. Perusahaan shipping umumnya akan menurunkan biaya angkut hingga sangat rendah hingga hanya 1/3 dari tarif inbound saat mengangkut barang pada rute arus balik tersebut. Dengan demikian, dapat diduga tingginya biaya sea-freight ke kota tujuan Sorong, Ternate atau Bitung karena turut memperhitungkan adanya potensi backhaul ini. Adanya masalah backhaul ini juga turut berkontribusi pada waktu loading/unloading yang lebih lama, sebagaimana yang terjadi di pelabuhan Bitung. Proses loading/unloading yang seharusnya bisa dicapai 1 hari, tapi secara efektif mencapai 2 hari. Hal ini ditujukan untuk memberi kesempatan masuknya muatan untuk diangkut dari Bitung. Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 55

68 4.2. Hasil Survei dan Analisis di Kota Tujuan Pada bagian ini akan dijelaskan hasil survei yang dilakukan ke kota-kota tujuan perdagangan antar pulau, yaitu Medan, Manado, Banjarmasin, dan Sorong. Analisis hasil survei mengenai kota tujuan diasumsikan dimulai dari proses bongkar muat di pelabuhan hingga proses distribusi dari pelabuhan ke gudang pembeli. Sebagaimana di kota asal, analisis meliputi biaya distribusi, waktu distribusi, serta persepsi dari para responden mengenai hambatan usaha mereka terkait dengan proses distribusi antar pulau. Proses distribusi yang dimaksud terkait dengan komoditi beras dan semen Perdagangan Beras Dan Semen Antar Pulau Menuju Ke Medan a. Pergerakan Harga Beras di Sepanjang Rantai Pasok Dari hasil survei diketahui bahwa 75% responden distributor beras memperoleh berasnya dari pedagang antar pulau di Pasar Induk Cipinang Jakarta, sementara sisanya memperoleh beras masing-masing dari pedagang di Surabaya dan Solo. Untuk proses pengirimannya, yang mengatur serta menanggung biaya distribusi adalah penjual antar pulau yang berlokasi di tempat asal beras. Dengan demikian, harga yang diterima oleh para pedagang di Medan di lokasi gudang mereka sudah termasuk dengan ongkos kirimnya. Namun demikian, distributor memperhitungkan biaya simpan yaitu sebesar Rp 10,-/kg. Rata-rata harga beli dan jual beras dari distributor kepada agen/ritel adalah sebagai berikut: Tabel 4.5 Rata-rata Harga Beli dan Jual Beras dari Distributor kepada Agen/Ritel Harga Distributor Selisih Harga Beras Harga Beli Distributor Harga Jual Distributor Harga Jual Ritel Jual vs Beli Distributor Jual Ritel vs Jual Distributor Kualitas Rendah 8, , , Kualitas Menengah 8, , , Kualitas Premium 10, , , Selisih harga sebagaimana yang ditunjukan pada tabel di atas dapat menggambarkan margin, biaya transportasi, biaya operasional lainnya. Terlihat bahwa selisih harga antara harga jual di tingkat ritel dan distributor lebih besar dibandingkan dengan selisih harga Antara harga jual dan harga beli di tingkat distributor. Hal yang mendasarinya antara lain karena biaya operasional lebih besar, misalnya sewa lokasi, pegawai yang lebih banyak, biaya transportasi dari distributor ke peritel tersebut, termasuk margin. Yang cukup menarik adalah khusus untuk beras kualitas premium, selisih harga antara harga ritel dengan harga distributor lebih kecil dibanding dengan selisih harga antara harga jual dan harga beli di tingkat distributor. Salah satu faktornya adalah harga jual di tingkat distributor yang sudah cukup ditinggi, sehingga peritel tidak dapat mengambil margin yang terlalu besar untuk beras jenis ini. Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 56

69 b. Pergerakan Harga Semen di Sepanjang Rantai Pasok Mengingat di kota lain sekitar kota Medan terdapat beberapa produsen semen, yaitu di Sumatera Barat, maka mayoritas sumber semen terutama berasal dari daerah Sumatera Barat. Sebagaimana yang diperoleh dari hasil survei, responden distributor semen memperoleh semen dari Padang, khususnya Indarung serta Jakarta. Sekitar 75% dari responden memperoleh pasokan semen dari Padang (Indarung), dimana sisanya dari Jakarta. Rata-rata harga jual semen di kota Medan dinyatakan pada tabel berikut. Tabel 4.6. Harga Jual Semen Serta Margin di Tingkat Pedagang Merek Harga/sak Harga/kg Margin/kg Holcim 44, Merah Putih 45, Padang 47, Tiga Roda 44, Andalas 48, Rata-rata 45, Keterangan: 1 sak = 50 kg Rata-rata harga semen di kota Medan adalah sebesar Rp ,-/sak atau Rp 919.5,-/kg. Sementara itu, dari hasil survei kepada pedagang semen diketahui bahwa rata-rata mereka mengambil margin keuntungan bersih hanya sebesar Rp 100,-/kg, atau Rp 5000,-/sak semen. Sebanyak 75% responden penjual semen menyatakan bahwa mereka tidak mengeluarkan biaya simpan di gudang. Namun demikian, terdapat responden sisanya yang menyatakan bahwa biaya simpan semen di gudang berkisar Antara Rp 250,-/sak hingga Rp 500,-/sak. Selain biaya simpan, umumnya pedagang akan mengeluarkan biaya angkut dari lokasi toko pedagang ke lokasi konsumen. c. Biaya Distribusi Dalam perdagangan beras dan semen antar pulau, setelah diangkut dengan kapal container, barang diangkut kemudian ke pembeli dengan menggunakan truk container. Dari hasil survei, diketahui bahwa jarak antara pelabuhan dengan gudang pembeli tidak memiliki variasi yang tinggi, yaitu berkisar antara 20 km hingga 40 km. Biaya truk untuk rute-rute tersebut juga relatif rendah, yaitu hanya berkisar antara Rp 25,-/kg hingga Rp 65,-/kg. Menurut responden di Medan, tidak ada perbedaan dalam hal biaya angkutan dengan menggunakan truk antara komoditi beras maupun semen. Berikut ini adalah biaya trucking dari pelabuhan Belawan di Medan ke berbagai wilayah di Medan dan sekitarnya. Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 57

70 Gambar Biaya Trucking/kg dari Pelabuhan ke Gudang Pembeli Gambar 4.27 Biaya Trucking/kg/km dari Pelabuhan ke Gudang Pembeli Sumber: Hasil survei Sumber: Hasil survei Untuk melihat kemungkinan adanya bottleneck yang terjadi dalam jalur distribusi dalam kota, dapat digunakan indikator berupa biaya trucking/kg/km. Dapat terlihat bahwa dibandingkan dengan rute yang ada, rute dari pelabuhan Belawan ke daerah Kayu Putih memiliki biaya trucking per kg per-km yang tertinggi (Gambar 4.27.). Gambar 4.28 Komponen Rata-rata Biaya Distribusi dari Pelabuhan Hingga ke Gudang Sumber: Hasil Survei Sementara itu ditinjau dari komponen biaya angkut, komponen biaya administrasi dan biaya lain memakan porsi yang cukup besar, yaitu keduanya secara bersama-sama mencapai sekitar 40% dari total biaya angkut. Khusus untuk biaya lainnya, umumnya mencakup biaya jaminan container serta biaya buruh. Relatif terhadap total biaya, dapat terlihat bahwa biaya trucking sendiri tidak terlalu besar, dimana porsinya hanya sekitar 30% dari total biaya angkut. Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 58

71 d. Waktu Distribusi Gambaran mengenai waktu distribusi barang mulai dari tiba di pelabuhan hingga sampai ke gudang pembeli dinyatakan pada gambar di bawah ini. Waktu distribusi di kota tujuan dimulai dari saat kapal tiba di pelabuhan hingga barang sampai ke gudang pembeli, atau dibagi menjadi waktu tunggu kapal di pelabuhan, waktu bongkar container dari kapal, dan lamanya perjalanan dari pelabuhan hingga ke gudang pembeli. Gambar Komposisi Waktu Distribusi dari Pelabuhan Hingga ke Gudang Pembeli Sumber: Hasil Survei Dapat terlihat bahwa dari ketiga tahapan tersebut, waktu tunggu kapal di pelabuhan diluar dari kegiatan bongkar muat memakan waktu terbesar, yaitu rata-rata 5 hari. Proses bongkar dari kapal juga relatif memakan waktu yang lama, yaitu rata-rata selama 2.7 hari. Dengan demikian, waktu perjalanan barang dari pelabuhan ke gudang pembeli relatif lebih cepat, yaitu hanya sekitar 1-2 jam saja. Gambar Waktu dan Jarak Tempuh Truk di Jalan dari Pelabuhan ke Gudang Pembeli Sumber: Hasil Survei Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 59

72 Ditinjau dari waktu perjalanan truk dari pelabuhan ke gudang pembeli, terlihat bahwa tidak terdapat adanya bottleneck yang berarti. Lama perjalanan cenderung seragam, kecuali rute pelabuhan ke daerah Titi Papan, dimana jarak 25 km ditempuh dalam waktu 2 jam. Terlihat pula bahwa rute pelabuhan menuju daerah Batang Kuis dan Tanjung Morawa cukup efisien, dimana walau jaraknya cukup jauh (40 km) namun bisa ditempuh sekitar 1 jam. Hal ini disebabkan karena tersedia akses jalan tol yang menuju ke kedua lokasi tersebut. e. Persepsi Mengenai Hambatan Usaha Persepsi dari responden mengenai hambatan usaha yang mempengaruhi aktivitas distribusi antar pulau dinyatakan pada 2 gambar di bawah ini. Persepsi yang diberikan responden dikonversi menjadi angka dengan skala 0-5, dimana 0 berarti tidak ada hambatan, sementara 5 berarti sangat menghambat. Gambar Hasil Survei Persepsi Perusahaan Ekspedisi di Medan tentang Hambatan Usahanya Sumber: Hasil Survei Dari gambar di atas terlihat bahwa secara umum responden perusahaan ekspedisi tidak terlalu menghambat kegiatan usahanya. Konversi persepsi semua berada pada skala 0 hingga kurang dari 2,5. Yang dirasakan responden sebagai hambatan usaha secara berturut-turut adalah kualitas SDM, kepadatan di jalan dan kualitas truk. Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 60

73 Gambar Hasil Survei Persepsi Perusahaan Pedagang Beras di Medan tentang Hambatan Usahanya Sumber: Hasil Survei Responden pedagang beras secara umum menganggap tidak ada hambatan usaha yang signifikan dalam aktivitas perdagangan antar pulaunya. Di antara faktor-faktor yang ada, kepadatan di jalan yang memiliki skor tertinggi, walau nilai skornya dapat diartikan adanya sedikit hambatan. Dari sini dapat disimpulkan bahwa sejauh ini dari faktor-faktor terkait logistik yang diidentifikasi, tidak terdapat hambatan yang sangat mempengaruhi aktivitas distribusi yang responden lakukan. Gambar Hasil Survei Persepsi Perusahaan Pedagang Semen di Medan tentang Hambatan Usahanya Sumber: Hasil Survei Persepsi pedagang semen tentang beberapa faktor yang menghambat usahanya tidak jauh berbeda dengan persepsi pedagang beras. Dari berbagai faktor yang ada, kepadatan di jalan yang menjadi faktor yang memiliki skor paling tinggi, disusul oleh kualitas infrastruktur baik di jalan provinsi, jalan kabupaten dan jalan kota. Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 61

74 Perdagangan Beras dan Semen Antar Pulau Menuju Ke Manado a. Pergerakan Harga Beras di Sepanjang Rantai Pasok Manado menerima pasokan beras, baik dari kota Surabaya maupun Makassar. Setelah distributor beras menerima pasokan beras, umumnya distributor akan mendistribusikannya ke toko-toko yang berlokasi di sekitar kota Manado. Dalam melakukan distribusi ke toko-toko, umumnya distributor menggunakan truk milik sendiri yang kapasitas muatannya sebanyak 5 ton. Berdasarkan hasil survei kepada responden, dalam melakukan kegiatan distribusi, margin keuntungan yang diambil oleh distributor tersebut adalah 6 hingga 8% dari harga jualnya. Berikut ini adalah perkembangan harga beras di tingkat distributor dan ritel di kota Manado yang dicatat dari hasil survei. Tabel 4.7. Harga jual di tingkat Distributor dan Ritel di kota Manado Harga Jual Ritel Selisih Harga Ritel vs Distributor Harga Jual Distributor Kualitas Rendah n.a 8,625.0 n.a Kualitas Menengah 9, , Kualitas Premium 11, , ,166.7 Dapat diamati pada table di atas, peritel di Manado memiliki kemungkinan menerima margin yang lebih tinggi untuk beras jenis premium, dimana selisih harga antara harga di tingkat distributor dan harga di tingkat ritel adalah sebesar lebih dari Rp 2000,-/kg. Sementara selisih harga yang sama untuk jenis beras kualitas menengah hanya kurang dari Rp 200,-/kg. Dengan demikian, seorang peritel akan menerima margin keuntungan secara tidak langsung dari subsidi silang antara beras kualitas premium dengan kualitas menengah. b. Pergerakan Harga Semen di Sepanjang Rantai Pasok Manado menerima pasokan semen antara lain semen Tonasa, Bosowa dan Tiga Roda. Khusus untuk semen Tiga Roda, terdapat cabang perusahaan tersebut di kota Manado, untuk mendistribusikan produk semen dalam memenuhi kebutuhan semen di kota Manado dan sekitarnya. Dari total semen Tiga Roda yang dikirim antar pulau ke Manado, 90% menggunakan kapal kargo, dan hanya 10% yang menggunakan container. Dari hasil wawancara dengan perwakilan PT. Semen Tiga Roda, diketahui bahwa harga Semen di gudang Rp ,- dan harga di pelabuhan Rp ,-. Sementara harga di tingkat ritel umumnya ditambah dengan profit seribu hingga tiga ribu rupiah. Biaya kirim semen ke kota sebesar Rp 1000,-/kg 1500,-/kg, dengan jarak 30 km (p.p). Jumlah semen yang didistribusikan perbulan adalah berkisar antara ton/bulan ton/bulan. Sementara itu, hasil survei mengenai harga semen dan perkiraan margin di tingkat ritel di kota Manado adalah sebagai berikut. Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 62

75 Tabel 4.8. Harga jual semen serta margin di tingkat pedagang Merek Rp/kg Margin (Rp/kg) Tonasa Bosowa Tiga Roda Dari berbagai merek semen yang berhasil disurvei di lapangan, umumnya harga jual semen tidak jauh berbeda. Diantara tiga merek semen, semen Tiga Roda memiliki harga yang relative lebih tinggi. Namun demikian, margin keuntungan yang diambil peritel umumnya sama, yaitu sebesar Rp 100,-/kg. Jika satu sak semen memiliki berat 50 kg, maka peritel akan menerima margin sebesar Rp 5000,-/sak semen. c. Biaya Distribusi Berikut ini akan diuraikan mengenai biaya distribusi beras dan semen yang berasal dari kota dan pulau lain, yang kemudian masuk ke kota Manado melalui pelabuhan. Menurut responden, terdapat perbedaan antara biaya mengangkut beras dan semen. Biaya mengangkut semen umumnya lebih mahal, yaitu 10-20% lebih mahal dibandingkan mengangkut beras. Terdapat alasan-alasan yang mendasari perbedaan ini, antara lain: (i) berat jenis semen lebih berat dibanding beras; (ii) terkait dengan no (i), maka biaya buruh untuk mengangkut semen lebih mahal; (iii) biaya angkut semen dihitung per sak, sementara beras dihitung beras nettonya. Berikut ini adalah pengangkutan beras dengan menggunakan truk. Gambar Biaya Trucking/kg dari Pelabuhan ke Gudang Pembeli Gambar 4.34 Biaya Trucking/kg/km dari Pelabuhan ke Gudang Pembeli Sumber: Hasil survei Sumber: Hasil survei Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 63

76 Terlihat bahwa biaya truk, khususnya pada rute pelabuhan Bitung ke kota/kabupaten sekitarnya, tidak menunjukkan proporsional tertentu antara jarak dan biaya per kg-nya. Rute Pelabuhan Bitung menuju ke Kabupaten/kota Kaidatan dan Likupang menunjukkan bahwa jarak yang lebih rendah tidak serta merta diikuti dengan tarif truk angkut yang lebih rendah. Di kotakota tersebut, walau jarak antara kedua lokasi tersebut relatif dekat, yaitu hanya sekitar km, biaya truk per kg nya cukup tinggi (Rp 100,-/kg). Berbeda halnya dengan daerah Warisa, dengan jarak tempuh mencapai lebih dari 475 km, biaya truknya hanya sebesar Rp 41,-/kg. Namun demikian, kemungkinan terjadinya bottleneck adalah di Bitung, dimana biaya truk per/kg/km yang tertinggi, lebih besar dibanding rute lainnya, yaitu mencapai sekitar Rp 16 per kg per-km. Biaya truk untuk rute lainnya hanya sekitar Rp 2 per kg per-km. Menurut informasi dari responden, jalan di area Bitung dan sekitarnya cukup sempit. Hal ini yang mungkin memberikan kontribusi adanya bottleneck pada rute Bitung dan sekitarnya. Tabel 4.9. Komponen Rata-rata Biaya Distribusi dari Pelabuhan Hingga ke Gudang Komponen Biaya Rp % Biaya THC Manado 1,067, Biaya Administrasi 548, Biaya lainnya 139, Biaya trucking dari pelabuhan ke gudang pembeli 1,189, Biaya perijinan 45, Biaya keamanan 144, Biaya pungutan 85, Biaya gudang di pelabuhan 116, Total 3,335, Sumber: Hasil Survei Gambar Komponen Rata-rata Biaya Distribusi dari Pelabuhan Hingga ke Gudang Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 64

77 Ditinjau dari komponen biayanya, porsi biaya trucking dari pelabuhan ke gudang pembeli menempati porsi terbesar, yaitu sekitar 35% dari total biaya, atau sebesar Rp ,- untuk jarak tempuh sekitar 160 km dari pelabuhan. Komponen THC di pelabuhan Belawan adalah sebesar Rp ,- atau sebesar 32% dari total biaya. Yang menarik, komponen biaya lainnya cukup tinggi, mencapai total 29% yaitu berupa biaya administrasi, biaya perizinan, biaya keamanan, biaya pungutan, biaya lainnya, serta biaya gudang. Komponen ini dibayar oleh perusahaan ekspedisi, yang tentunya akan dibebankan kepada pengguna jasa sebagai konsumen akhir. d. Waktu Distribusi Waktu distribusi merupakan salah satu indikator kinerja logistik antar pulau. Sebagaimana biaya distribusi, waktu distribusi dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu waktu bongkar muat di pelabuhan, waktu tunggu kapal sebelum berlayar (diluar aktivitas bongkar muat), serta lama perjalanan dari pelabuhan ke gudang pembeli. Gambar Komposisi Waktu Distribusi dari Pelabuhan Hingga ke Gudang Pembeli Sumber: Hasil Survei Dari ketiga aktivitas di atas, waktu bongkar muat di pelabuhan tercatat mencapai waktu terlama, yaitu 78.7 jam atau sekitar 3 hari. Sementara itu waktu bongkar muatnya saja juga turut memberikan kontribusi pada lamanya waktu distribusi, yaitu lebih dari 24 jam. Dengan demikian, waktu distribusi dengan menggunakan truk menempati porsi terkecil, yaitu selama 9.3 jam, untuk jarak rata-rata sebesar 9.3 km. Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 65

78 Gambar Waktu dan Jarak Tempuh Truk di Jalan dari Pelabuhan ke Gudang Pembeli Sumber: Hasil Survei Lebih jauh, jarak dan waktu tempuh truk dapat memberikan indikasi ada tidaknya bottleneck di sepanjang rantai pasok terkait. Seperti yang terlihat di gambar di atas, rute pelabuhan Bitung Warisa, Bitung Kotamobagu yang memiliki jarak yang cukup jauh, yaitu mencapai berturut-turut 475 km dan 285 km mencatat waktu distribusi dengan truk sekitar 3 hari saja. Sementara itu rute Pelabuhan Bitung Gorontalo dengan jarak sekitar 300 km membutuhkan waktu tempuh selama 2 hari. e. Persepsi Mengenai Hambatan Usaha Berikut ini disajikan persepsi responden mengenai hambatan usaha, khususnya dalam melaksanakan distribusi beras dan semen. Gambar Hasil Survei Persepsi Perusahaan Ekspedisi di Manado tentang Hambatan Usahanya Sumber: Hasil Survei Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 66

79 Tidak jauh berbeda dengan daerah survei lainnya, yang dianggap menjadi hambatan usaha terkait aktivitas distribusi barang adalah kepadatan di jalan, disusul oleh kualitas infrastruktur di jalan kabupaten dan jalan provinsi. Kepadatan di pelabuhan juga dirasakan menjadi hambatan bagi responden di Manado. Hal lainnya adalah kualitas infrastruktur di jalan kota serta kualitas SDM. Yang cukup menarik, walau terdapat biaya perizinan dalam komponen biaya angkut, perizinan tidak terlalu dianggap sebagai hambatan bagi para responden Perdagangan Beras dan Semen Antar Pulau Menuju Ke Sorong a. Pergerakan Harga Beras Di Sepanjang Rantai Pasok Hasil survei menunjukkan bahwa sumber beras antar pulau di Sorong berasal dari Surabaya. Mengenai proses pengiriman beras antar pulau, yang mengatur serta menanggung biaya distribusi adalah penjual antar pulau yang lokasinya berada di tempat asal beras hingga sampai ke pelabuhan. Sehingga, pedagang beras di Sorong sebagai pembeli beras antar pulau perlu menanggung biaya trucking dari pelabuhan Sorong ke gudang mereka. Berikut ini adalah harga beras baik di tingkat distributor maupun ritel. Tabel Harga Beli/Jual Beras per kg di tingkat Distributor dan Ritel Beras Harga Distributor Harga Beli Distributor Harga Jual Distributor Harga Ritel Jual vs Beli Distributor Selisih Harga Ritel vs Distributor Kualitas Menengah 9,550 9,740 9, Kualitas Premium 10,700 11,000 13, ,400 Dari hasil survei terlihat bahwa terjadi perbedaan yang signifikan antara selisih harga ritel dan distributor untuk beras kualitas premium dan kualitas menengah. Peritel diperkirakan mengambil margin keuntungan yang sangat tinggi untuk beras kualitas premium, mengingat jumlah konsumen yang mampu membeli beras jenis ini relative kecil. Sementara itu, dibandingkan dengan peritel, distributor diperkirakan hanya mengambil margin keuntungan yang lebih kecil untuk beras jenis ini. b. Pergerakan Harga Semen Di Sepanjang Rantai Pasok Dari hasil survei diketahui bahwa semen yang diperdagangkan antar pulau ke kota Sorong terutama berasal dari kota Makassar, yaitu merek Bosowa dan Tonasa. Namun demikian, diakui pula oleh responden bahwa pasar Sorong juga dipenuhi oleh pasokan semen dari Surabaya. Harga semen di tingkat ritel adalah sebagai berikut : Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 67

80 Tabel Harga Semen serta Margin Keuntungan Ritel di Sorong Harga/sak Harga/kg Margin/kg Bosowa 83,000 1, Tonasa 87,000 1, Rata-rata 85,000 1, Jika dibandingkan dengan harga semen di Medan, diketahui bahwa harga semen di Sorong hampir mencapai dua kali lipatnya, yaitu rata-rata Rp ,-/sak. Hal ini menunjukan adanya kontribusi biaya transportasi yang tinggi dari lokasi asal semen menuju ke kota Sorong. Namun demikian, walaupun harga jual yang tinggi, margin keuntungan yang diambil oleh peritel di Sorong juga relative sama, yaitu hanya sebesar Rp 100,-/kg atau Rp 8.500,-/saknya. Margin keuntungan bagi peritel relatif terbatas, mengingat harga tetap dikontrol oleh pihak produsen, sebagaimana informasi yang diperoleh dari responden perusahaan Bosowa di Makassar. c. Biaya Distribusi Berbeda dengan kota lainnya, di kota Sorong berlaku peraturan dimana container dilarang dibawa keluar area pelabuhan. Dengan demikian, container akan dibuka dan dibongkar area pelabuhan, dipindahkan isinya ke dalam truk, untuk kemudian diangkut ke gudang pemilik barang. Tentu saja truk yang digunakan memiliki kapasitas muatan yang lebih kecil. Dengan demikian, umumnya diperlukan 4 kali perjalanan untuk dapat mengangkut semua isi container berukuran 20 feet. Kapasitas muatan truk adalah sekitar 5 ton. Konsekuensinya, waktu yang diperlukan untuk mengangkut semua isi container 20 feet tersebut menjadi empat kali lipat waktu normal untuk satu kali perjalanan. Selain itu, terdapat adanya aktivitas tambahan berupa membongkar container dan memindahkan isinya ke dalam truk berukuran lebih kecil tersebut. Aktivitas ini tentunya akan menambah biaya distribusi. Gambar Biaya Trucking/kg dari Pelabuhan ke Gudang Pembeli Gambar Biaya Trucking/kg/km dari Pelabuhan ke Gudang Pembeli Sumber: Hasil survei Sumber: Hasil Survei Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 68

81 Dapat diperhatikan bahwa jarak rata-rata pelabuhan dengan lokasi gudang relatif pendek, yaitu hanya berkisar antara 5 hingga 7 km. Jika ditinjau dalam hal biaya truk per kg, biaya truk relatif tidak terlalu mahal, yaitu hanya sebesar Rp per kg. Namun demikian, jika diperhatikan biaya per kg dan per-km, maka biaya truk relatif tinggi, yaitu sebesar Rp 5-6 per kg per-km. Untuk melihat kemungkinan adanya bottleneck yang terjadi dalam jalur distribusi dalam kota, dapat digunakan indikator berupa biaya trucking/kg/km. Secara umum, tidak terdapat perbedaan biaya trucking/kg/km yang signifikan untuk wilayah tujuan akhir Sorong dan sekitarnya serta Sorong Barat. Dengan demikian, kondisi infrastruktur maupun kepadatan jalan di antara kedua area tersebut relatif sama. Gambar 4.39 Komponen Rata-Rata Biaya Distribusi dari Pelabuhan Hingga ke Gudang Sumber: Hasil Survei Komponen biaya angkut mulai dari barang tiba di pelabuhan hingga sampai ke gudang pembeli terdiri dari: biaya THC, biaya bongkar dari container ke truk, biaya trucking dan biaya lain-lain (Gambar 4.42.). Dapat diamati bahwa terdapat biaya bongkar dari container ke truk yang mencapai rata-rata sebesar Rp ,-. Hal ini terkait dengan adanya aturan dari pemerintah daerah kota Sorong yang melarang beroperasinya truk container keluar pelabuhan. Dengan demikian aktivitas bongkar dari container yang umumnya di kota lain dilakukan di gudang tujuan, perlu dilakukan di pelabuhan dan ini menimbulkan adanya biaya ekstra. Biaya bongkar ini mencapai lebih dari 2 kali lipat biaya trucking dari pelabuhan ke gudang. Selain itu, sebagaimana telah di sampaikan di atas biaya trucking ini terdiri dari 4 rit perjalanan, sehingga memakan waktu yang lebih lama. Biaya lainnya mencakup biaya untuk karantina tumbuhan, khusus untuk beras. Selain itu, khusus untuk semen, terdapat biaya tambahan (tuslag) sebesar 20% dari biaya mengangkut barang normal lainnya, mengingat semen dikategorikan sebagai bahan mengganggu. Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 69

82 d. Waktu Distribusi Gambaran mengenai waktu distribusi barang mulai dari tiba di pelabuhan hingga sampai ke gudang pembeli dinyatakan pada gambar di bawah ini. Waktu distribusi di kota tujuan dimulai dari saat kapal tiba di pelabuhan hingga barang sampai ke gudang pembeli, atau dibagi menjadi waktu tunggu kapal di pelabuhan, waktu bongkar container dari kapal, dan lamanya perjalanan dari pelabuhan hingga ke gudang pembeli. Gambar Komposisi Waktu Distribusi dari Pelabuhan Hingga ke Gudang Pembeli Sumber: Hasil Survei Dari ketiga tahapan distribusi, terlihat bahwa proses bongkar dari kapal memakan waktu terbesar, yaitu rata-rata 15,75 jam. Sementara itu lama perjalanan rata-rata dari pelabuhan ke gudang mencapai sekitar 4 jam, dengan jarak rata-rata sebesar 6,3 km. Hal ini sudah turut memperhitungkan 4 kali perjalanan pulang-pergi, mengingat muatan per-perjalanan hanya sebesar 5 ton saja. Sementara itu berdasarkan informasi responden, waktu tunggu kapal di luar waktu bongkar-muat hanya mencapai 1 jam 45 menit saja. e. Persepsi Mengenai Hambatan Usaha Gambaran mengenai persepsi responden terhadap kegiatan usaha, terutama dalam melakukan distribusi barang dinyatakan pada grafik berikut ini. Gambar Hasil Survei Persepsi Perusahaan Ekspedisi di Sorong tentang Hambatan Usahanya Sumber: Hasil Survei Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 70

83 Walau tingkat hambatan yang dinyatakan oleh responden tidak terlalu besar, namun demikian, hasil persepsi dapat menunjukkan kecenderungan dari suatu faktor terhadap faktor lainnya. Sebagaimana yang dinyatakan pada grafik di atas, kualitas SDM dianggap sebagai faktor yang relatif memberikan hambatan bagi usaha dibandingkan dengan faktor lainnya. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara mendalam dengan responden, dimana masalah etos kerja yang rendah dari para tenaga kerja, khususnya tenaga kerja lokal cukup menjadi kendala. Hal berikutnya yang menjadi masalah adalah kualitas infrastruktur jalan provinsi dan kepadatan di pelabuhan. Mengingat terbatasnya dermaga bagi kapal untuk melakukan sandar serta adanya aturan untuk melarang truk container menggunakan akses jalan menimbulkan potensi adanya kepadatan di pelabuhan Perdagangan Beras dan Semen Antar Pulau Menuju ke Banjarmasin a. Pergerakan Harga Beras di Sepanjang Rantai Pasok Distributor beras di Banjarmasin umumnya menerima pasokan beras dari Surabaya/ Jakarta. Selanjutnya mereka akan mendistribusikannya ke toko-toko/agen yang berlokasi di sekitar kota Banjarmasin hingga ke Kab. Hulu Sungai Tengah, atau bahkan Palangkaraya. Rata-rata harga beli dan jual beras dari distributor kepada agen/ritel adalah sebagai berikut: Tabel Harga Beli/Jual di tingkat Distributor dan Ritel Harga Distributor Selisih Harga Beras Harga Beli Distributor Harga Jual Distributor Jual vs Harga Beli Kualitas Menengah 8, , Kualitas Premium 9, , Dalam melakukan distribusi ke toko-toko, umumnya distributor menggunakan truk milik sendiri dan mengenakan biaya antar kecuali diambil sendiri. Margin keuntungan distributor yang diperoleh adalah antara Rp 150,-/kg Rp 200,-/kg (lihat tabel di atas). Biaya pengiriman dari pelabuhan-gudang sebesar Rp ,- untuk 3 truk yang kapasitasnya setara dengan 1 kontainer. Penjualan ke retailer biasanya diambil langsung oleh retailer yang bersangkutan. Namun demikian, jika diantar oleh distributor akan dikenakan biaya Rp ,-/truk untuk jarak dekat dan Rp ,-/truk Rp ,-/truk untuk jarak jauh. b. Pergerakan Harga Semen di Sepanjang Rantai Pasok Salah satu produk semen yang dikirim ke Banjarmasin adalah Semen Gresik. Dari total Semen Gresik yang dikirim antar pulau ke Banjarmasin, 90% menggunakan kapal kargo, dan hanya 10% yang menggunakan container. Biaya tambahan jika pengiriman menggunakan kontainer adalah sebesar Rp /ton atau Rp per container 20 feet. Biaya ini ditanggung oleh distributor yang berdampak kepada naiknya harga semen. Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 71

84 Tabel 4.13 Harga Jual/beli di tingkat distributor Rp/sak Keterangan Harga beli distributor (di gudang) Harga Jual distributor (di gudang distributor) Harga Jual distributor (di lokasi konsumen) Jarak 15 km Harga Jual distributor (di lokasi konsumen) Jarak > 15 km Sementara itu, harga di tingkat ritel umumnya ditambah dengan profit sebesar Rp 6.000,- hingga Rp ,- dari harga jual konsumen, tergantung kepada kuantitas yang dibeli dan jarak/lokasi konsumen. c. Biaya Distribusi Biaya angkut beras maupun semen yang tiba di pelabuhan Banjarmasin untuk kemudian didistribusikan ke kota Banjarmasin maupun sekitarnya memiliki komponen biaya antara lain biaya THC di pelabuhan Banjarmasin, biaya truk, biaya administrasi dan biaya perijinan sebagaimana yang dinyatakan pada gambar berikut ini. Gambar 4.42 Komponen Rata-Rata Biaya Distribusi dari Pelabuhan hingga ke Gudang Sumber: Hasil survei Sementara itu ditinjau dari komponen biaya angkut, komponen biaya truk memakan porsi yang cukup besar, yaitu mencapai hampir sebesar 40% dari total biaya angkut, atau sebesar Rp untuk jarak sejauh rata-rata 33 km. Khusus untuk biaya administrasi, terdiri dari biaya DO serta biaya di pelabuhan. Sementara itu terdapat biaya perijinan yang porsinya hanya kurang dari 5% dari total biaya angkut. Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 72

85 d. Waktu Distribusi Gambaran mengenai waktu distribusi barang mulai dari tiba di pelabuhan hingga sampai ke gudang pembeli dinyatakan pada gambar di bawah ini. Waktu distribusi di kota tujuan dimulai dari saat kapal tiba di pelabuhan hingga barang sampai ke gudang pembeli, atau dibagi menjadi waktu tunggu kapal di pelabuhan, waktu bongkar container dari kapal, dan lamanya perjalanan dari pelabuhan hingga ke gudang pembeli. Gambar Komposisi waktu Distribusi dari Pelabuhan hingga ke Gudang Pembeli Sumber: Hasil survei Dari aktivitas yang dilakukan mulai dari kapal tiba hingga barang sampai di gudang pembeli, proses bongkar di pelabuhan memakan waktu yang paling lama, yaitu 4 hari. Hal ini merupakan contoh dari kapal dengan kualitas baik seperti kapal Kamandalu berkapasitas 2500 ton. Untuk jenis kapal yang kualitasnya kurang baik atau cukup tua dapat memakan waktu bongkar hingga 2 minggu, jika mengandalkan crane kapal. Waktu tunggu kapal cukup normal, yaitu selama 1 hari saja, dan waktu di perjalanan juga cukup singkat, yaitu 2 jam untuk rata-rata jarak sebesar 33 km. e. Persepsi Mengenai Hambatan Usaha Persepsi dari responden mengenai hambatan usaha yang mempengaruhi aktivitas distribusi antar pulau dinyatakan pada 2 gambar di bawah ini. Persepsi yang diberikan responden dikonversi menjadi angka dengan skala 0-5, dimana 0 berarti tidak ada hambatan, sementara 5 berarti sangat menghambat. Kajian Pengembangan Indikator Kinerja Logistik Indonesia 73

Pembenahan Pasokan Daging Sapi Melalui Sistem Logistik Nasional Senin, 10 Juni 2013

Pembenahan Pasokan Daging Sapi Melalui Sistem Logistik Nasional Senin, 10 Juni 2013 Pembenahan Pasokan Daging Sapi Melalui Sistem Logistik Nasional Senin, 10 Juni 2013 Indonesia memiliki potensi sapi potong yang cukup besar. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) hasil Sensus Pertanian

Lebih terperinci

ANALISIS RANTAI PASOK SEMEN DI PAPUA BARAT

ANALISIS RANTAI PASOK SEMEN DI PAPUA BARAT ANALISIS RANTAI PASOK SEMEN DI PAPUA BARAT Yandra Rahadian Perdana Jurusan Teknik Industri, Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga Jl. Marsda Adisucipto No. 1 Yogyakarta yrperdana@gmail.com Abstrak

Lebih terperinci

DAN. Oleh: Nyak Ilham Edi Basuno. Tjetjep Nurasa

DAN. Oleh: Nyak Ilham Edi Basuno. Tjetjep Nurasa LAPORAN AKHIR TA. 2013 KAJIAN EFISIENSI MODA TRANSPORTASI TERNAK DAN DAGING SAPI DALAM MENDUKUNG PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI Oleh: Nyak Ilham Edi Basuno Bambang Winarso Amar K. Zakaria Tjetjep Nurasa

Lebih terperinci

Model Pengangkutan Crude Palm Oil

Model Pengangkutan Crude Palm Oil TUGAS AKHIR Model Pengangkutan Crude Palm Oil (CPO) Untuk Domestik Oleh : Wahyu Aryawan 4105 100 013 Dosen Pembimbing : Ir. Setijoprajudo, M.SE. Bidang Studi Transportasi Laut dan Logistik Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Pesawat Polonia

Pesawat Polonia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara maritim sekaligus negara kepulauan terbesar di dunia, tidak bisa dibantah bahwa pelabuhan menjadi cukup penting dalam membantu peningkatan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN LINGKUNGAN MARITIM KESELAMATAN DAN KEAMANAN PELAYARAN ANGKUTAN DI PERAIRAN KEPELABUHANAN PP NO 10/2010 JO PP NO 22/2011 PP NO 21/2010

PERLINDUNGAN LINGKUNGAN MARITIM KESELAMATAN DAN KEAMANAN PELAYARAN ANGKUTAN DI PERAIRAN KEPELABUHANAN PP NO 10/2010 JO PP NO 22/2011 PP NO 21/2010 Sosialisasi Rencana Induk Pelabuhan Nasional I Hotel, Batam 26 Januari 2012 ANGKUTAN DI PERAIRAN KEPELABUHANAN KESELAMATAN DAN KEAMANAN PELAYARAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN MARITIM PP NO 10/2010 JO PP NO

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PERGUDANGAN DI INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI KEMENTERIAN PERDAGANGAN

KEBIJAKAN PERGUDANGAN DI INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI KEMENTERIAN PERDAGANGAN Disampaikan pada Policy Dialogue Series dengan Tema Pengembangan Subsektor Jasa Pergudangan Dalam Meningkatkan Daya Saing Sektor Jasa Logistik di Indonesia Jakarta, 22 September 2015 KEBIJAKAN PERGUDANGAN

Lebih terperinci

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN 185 VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN Ketersediaan produk perikanan secara berkelanjutan sangat diperlukan dalam usaha mendukung ketahanan pangan. Ketersediaan yang dimaksud adalah kondisi tersedianya

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. KESIMPULAN Dari hasil analisis, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Dengan mempertimbangkan pelabuhan-pelabuhan terluar pada setiap pintu akses keluar

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN Jakarta, 26 Januari 2017 Penyediaan pasokan air melalui irigasi dan waduk, pembangunan embung atau kantong air. Target 2017, sebesar 30 ribu embung Fokus

Lebih terperinci

TOPIK BAHASAN POTRET KINERJA LOGISTIK INDONESIA KEBIJAKAN UMUM TRANSPORTASI LAUT ARMADA TRANSPORTASI LAUT LALU LINTAS ANGKUTAN LAUT

TOPIK BAHASAN POTRET KINERJA LOGISTIK INDONESIA KEBIJAKAN UMUM TRANSPORTASI LAUT ARMADA TRANSPORTASI LAUT LALU LINTAS ANGKUTAN LAUT DUKUNGAN KEBIJAKAN DALAM MENGOPTIMALKAN KAPASITAS, KUALITAS DAN DAYA SAING INDUSTRI PELAYARAN NIAGA DAN PELAYARAN RAKYAT SERTA INFRASTRUKTUR PENDUKUNGNYA DALAM MEWUJUDKAN KONEKTIVITAS NASIONAL DAN NORMALISASI

Lebih terperinci

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA. No Nama UPT Lokasi Eselon Kedudukan Wilayah Kerja. Bandung II.b DITJEN BINA LATTAS

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA. No Nama UPT Lokasi Eselon Kedudukan Wilayah Kerja. Bandung II.b DITJEN BINA LATTAS 5 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR PER.07/MEN/IV/2011

Lebih terperinci

C I N I A. Analisis Perbandingan antar Moda Distribusi Sapi : Studi Kasus Nusa Tenggara Timur - Jakarta

C I N I A. Analisis Perbandingan antar Moda Distribusi Sapi : Studi Kasus Nusa Tenggara Timur - Jakarta C I N I A The 2 nd Conference on Innovation and Industrial Applications (CINIA 2016) Analisis Perbandingan antar Moda Distribusi Sapi : Studi Kasus Nusa Tenggara Timur - Jakarta Tri Achmadi, Silvia Dewi

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Persentase konsumsi pangan di Indonesia

Gambar 1.1 Persentase konsumsi pangan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan sebagian besar hasil bumi merupakan hasil pertanian dan perkebunan. Hasil bumi tersebut merupakan salah satu faktor penting

Lebih terperinci

BOKS 1 PENELITIAN PERSISTENSI INFLASI SULAWESI TENGGARA

BOKS 1 PENELITIAN PERSISTENSI INFLASI SULAWESI TENGGARA 1 PENELITIAN PERSISTENSI INFLASI SULAWESI TENGGARA 1. Overview Inflasi Inflasi adalah kecenderungan naiknya harga-harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus (Korteweg, 1973; Auckley, 1978, Boediono,

Lebih terperinci

MODEL PENGAMBILAN KEPUTUSAN PERENCANAAN SANDARAN KAPAL INTEGRASI DENGAN LAYANAN KERETA API BARANG. (STUDI KASUS: PT.TERMINAL TELUK LAMONG SURABAYA)

MODEL PENGAMBILAN KEPUTUSAN PERENCANAAN SANDARAN KAPAL INTEGRASI DENGAN LAYANAN KERETA API BARANG. (STUDI KASUS: PT.TERMINAL TELUK LAMONG SURABAYA) MODEL PENGAMBILAN KEPUTUSAN PERENCANAAN SANDARAN KAPAL INTEGRASI DENGAN LAYANAN KERETA API BARANG. (STUDI KASUS: PT.TERMINAL TELUK LAMONG SURABAYA) Ivan Akhmad 1) dan Ahmad Rusdiansyah 2) 1) Program Studi

Lebih terperinci

BAB 1 BAB 1 PENDAHULUAN

BAB 1 BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 1.1 Latar Belakang Sistem transportasi merupakan salah satu bagian penting bagi suatu pembangunan negara. Transportasi menjadi salah satu sektor pendukung kemajuan sistem logistik

Lebih terperinci

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung MP3EI Koridor Sulawesi KATA PENGANTAR. Final Report

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung MP3EI Koridor Sulawesi KATA PENGANTAR. Final Report KATA PENGANTAR Dengan mengucap rasa syukur Alhamdulillah Laporan Akhir () kegiatan Pekerjaan Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Inspirasi yang mendasari dilakukannya penelitian ini adalah adanya

BAB I PENDAHULUAN. Inspirasi yang mendasari dilakukannya penelitian ini adalah adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Inspirasi yang mendasari dilakukannya penelitian ini adalah adanya perubahan signifikan pada pasar semen di Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun. Perubahan komposisi

Lebih terperinci

Yukki Nugrahawan Hanafi Ketua Umum DPP ALFI/ILFA

Yukki Nugrahawan Hanafi Ketua Umum DPP ALFI/ILFA FGD PERAN DAN FUNGSI PELABUHAN PATIMBAN DALAM KONSEP HUB AND SPOKE Yukki Nugrahawan Hanafi Ketua Umum DPP ALFI/ILFA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN RI Jakarta, 24 NOPEMBER 2016 INDONESIAN LOGISTICS AND FORWARDERS

Lebih terperinci

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA BAB I PENDAHULUAN Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena berkah kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber

Lebih terperinci

Boks.2 PRODUKSI DAN DISTRIBUSI BERAS DI PROVINSI JAMBI

Boks.2 PRODUKSI DAN DISTRIBUSI BERAS DI PROVINSI JAMBI Boks.2 PRODUKSI DAN DISTRIBUSI BERAS DI PROVINSI JAMBI Latar Belakang Produksi beras di Jambi mencapai 628.828 ton pada tahun 2010. Produksi beras dari tahun ke tahun memang menunjukkan peningkatan dalam

Lebih terperinci

STUDI PENGGUNAAN PACKING PLANT PADA DISTRIBUSI SEMEN DI KALIMANTAN MENGGUNAKAN METODE TRANSSHIPMENT: STUDI KASUS PT. SEMEN GRESIK

STUDI PENGGUNAAN PACKING PLANT PADA DISTRIBUSI SEMEN DI KALIMANTAN MENGGUNAKAN METODE TRANSSHIPMENT: STUDI KASUS PT. SEMEN GRESIK STUDI PENGGUNAAN PACKING PLANT PADA DISTRIBUSI SEMEN DI KALIMANTAN MENGGUNAKAN METODE TRANSSHIPMENT: STUDI KASUS PT SEMEN GRESIK Ikhyandini GA dan Nadjadji Anwar Bidang Keahlian Manajemen Proyek Program

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Kondisi Geografis Negara Indonesia Penulis menyajikan gambaran umum yang meliputi kondisi Geografis, kondisi ekonomi di 33 provinsi Indonesia. Sumber : Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA 2012, No.659 6 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR PER.07/MEN/IV/2011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut memiliki peranan yang cukup penting bila dihubungkan dengan masalah penyerapan

Lebih terperinci

Boks 2. Ketahanan Pangan dan Tata Niaga Beras di Sulawesi Tengah

Boks 2. Ketahanan Pangan dan Tata Niaga Beras di Sulawesi Tengah Boks 2. Ketahanan Pangan dan Tata Niaga Beras di Sulawesi Tengah Pertanian merupakan sumber utama mata pencaharian penduduk Sulawesi Tengah dengan padi, kakao, kelapa, cengkeh dan ikan laut sebagai komoditi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen dan pengekspor terbesar minyak kelapa sawit di dunia. Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian

Lebih terperinci

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI SEMEN DI INDONESIA

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI SEMEN DI INDONESIA 2017 LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI SEMEN DI INDONESIA DAFTAR ISI BAB I PROSPEK INDUSTRI SEMEN 1 1.1. BERITA DAN ISU TERBARU 2 1.2. PELUANG INDUSTRI SEMEN 3 Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, 2010-2017

Lebih terperinci

KAJIAN PENINGKATAN KINERJA PERDAGANGAN ANTAR PULAU DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KOMODITAS PERTANIAN. Reni Kustiari

KAJIAN PENINGKATAN KINERJA PERDAGANGAN ANTAR PULAU DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KOMODITAS PERTANIAN. Reni Kustiari KAJIAN PENINGKATAN KINERJA PERDAGANGAN ANTAR PULAU DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KOMODITAS PERTANIAN PENDAHULUAN Reni Kustiari 1. Perbedaan sumber daya alam membentuk keunikan komoditas di masingmasing

Lebih terperinci

BAB VI 6 ANALISIS KEBIJAKAN

BAB VI 6 ANALISIS KEBIJAKAN BAB VI 6 ANALISIS KEBIJAKAN 6.1 Umum Pada bab analisis dapat diketahui bahwa sebetulnya dari segi harga angkutan barang yang melalui TPKB Gedebage membutuhkan biaya lebih kecil daripada melalui jalan raya.

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI JULI 2016

RELEASE NOTE INFLASI JULI 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI JULI 2016 Inflasi Lebaran 2016 Cukup Terkendali INFLASI IHK Mtm

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar dan satu-satunya yang dua per tiga atau 63 persen wilayah tutorialnya berupa parairan. Indonesia juga memiliki

Lebih terperinci

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 1 I. Aspek Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2009 2013 Komoditas

Lebih terperinci

PATRANS CARGO PATRANS CARGO

PATRANS CARGO PATRANS CARGO FREIGHT FORWADING, LAND TRUCKING, AIR CARGO SERVICE PT. PELITA ABADI TRANS Profil PT. PELITA ABADI TRANS didirikan pada tanggal, 20 April 2012 dengan nama PT. PELITA ABADI TRANS sesuai dengan akte notaris

Lebih terperinci

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG 67 VI. PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG Harga komoditas pertanian pada umumnya sangat mudah berubah karena perubahan penawaran dan permintaan dari waktu ke waktu. Demikian pula yang terjadi pada

Lebih terperinci

Sistem konektivitas pelabuhan perikanan untuk menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri pengolahan ikan

Sistem konektivitas pelabuhan perikanan untuk menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri pengolahan ikan Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Sistem konektivitas pelabuhan perikanan untuk menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri pengolahan ikan Iin Solihin 1, Sugeng Hari Wisudo 1, Joko Susanto 2 1 Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur industri dan perekonomian dunia saat ini telah berubah secara signifikan seiring terjadinya percepatan globalisasi ekonomi, di mana kegiatan produksi dan operasi

Lebih terperinci

MODEL PENENTUAN UKURAN KAPAL OPTIMUM KORIDOR PENDULUM NUSANTARA

MODEL PENENTUAN UKURAN KAPAL OPTIMUM KORIDOR PENDULUM NUSANTARA MODEL PENENTUAN UKURAN KAPAL OPTIMUM KORIDOR PENDULUM NUSANTARA Hasan Iqbal Nur 1) dan Tri Achmadi 2) 1) Program Studi Teknik Transportasi Kelautan Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi merupakan urat nadi berkembangnya perekonomian suatu wilayah dan negara. Transportasi penumpang dan barang yang efisien haruslah menjadi prioritas pembangunan.

Lebih terperinci

Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV)

Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Laporan Publik Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV) PENGEMBANGAN USAHA DAN DAYA SAING PENYEDIA JASA LOGISTIK NASIONAL Jakarta, 15 Juni 2017

Lebih terperinci

SURVEI HARGA PROPERTI RESIDENSIAL

SURVEI HARGA PROPERTI RESIDENSIAL SURVEI HARGA PROPERTI RESIDENSIAL Triwulan IV - 2016 Harga Properti Residensial pada Triwulan IV-2016 Meningkat Indeks Harga Properti Residensial pada triwulan IV-2016 tumbuh sebesar 0,37% (qtq), sedikit

Lebih terperinci

Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV)

Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Laporan Publik Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV) PENGEMBANGAN USAHA DAN DAYA SAING PENYEDIA JASA LOGISTIK NASIONAL Jakarta, 15 Juni 2017

Lebih terperinci

PENGANGKUTAN BARANG DI JALUR PANTURA

PENGANGKUTAN BARANG DI JALUR PANTURA PENGANGKUTAN BARANG DI JALUR PANTURA Oleh: Imran Rasyid, dkk Penulis Kementerian Perhubungan Republik Indonesia Jalan utama di Pulau Jawa yang lebih dikenal dengan nama Jalur Pantura (Jalur Pantai Utara)

Lebih terperinci

Analisis Pemindahan Moda Angkutan Barang di Jalan Raya Pantura Pulau Jawa (Studi kasus: Koridor Surabaya Jakarta)

Analisis Pemindahan Moda Angkutan Barang di Jalan Raya Pantura Pulau Jawa (Studi kasus: Koridor Surabaya Jakarta) JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) E-17 Analisis Pemindahan Moda Angkutan Barang di Jalan Raya Pantura Pulau Jawa (Studi kasus: Koridor Surabaya Jakarta) Ardyah

Lebih terperinci

PAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012

PAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012 No Kode PAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012 Nama Satuan Kerja Pagu Dipa 1 4497035 DIREKTORAT BINA PROGRAM 68,891,505.00 2 4498620 PELAKSANAAN JALAN NASIONAL WILAYAH I PROVINSI JATENG 422,599,333.00

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan, yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar maupun kecil. Kondisi tersebut menyebabkan sektor transportasi memiliki peranan yang

Lebih terperinci

SISTEM TRANSPORTASI DALAM MENDUKUNG EFISIENSI DISTRIBUSI

SISTEM TRANSPORTASI DALAM MENDUKUNG EFISIENSI DISTRIBUSI SISTEM TRANSPORTASI DALAM MENDUKUNG EFISIENSI DISTRIBUSI 0 OUTLINE PENDAHULUAN KONSEP INTEGRASI TRANSPORTASI NASIONAL SISTEM LOGISTIK INDONESIA SAAT INI 1 KONSEP INTEGRASI TRANSPORTASI NASIONAL 2 Terintegrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sumber daya alam atau biasa disingkat SDA adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar hidup lebih sejahtera yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan untuk sarana transportasi umum dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Dalam hal ini, transportasi memegang peranan penting dalam memberikan jasa layanan

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRODUKSI PANGAN INDONESIA 65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif dan efisien dan tidak terjadi inefisiensi. Semakin baik dan cepat

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif dan efisien dan tidak terjadi inefisiensi. Semakin baik dan cepat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi berperan penting dalam pembangunan berbagai sektor industri di Indonesia, khususnya menciptakan sistem distribusi yang berjalan secara efektif dan efisien

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2016

RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2016 Tekanan Inflasi di Bulan Oktober 2016 Cukup Terkendali

Lebih terperinci

ii

ii WP/7/2016 i ii 1 2 3 4 5 6 7 No Jenis Barang dan Jasa Rata2 2002-2015 1 BERAS 4.38 2 DAGING AYAM RAS 1.37 3 MINYAK GORENG 1.16 4 DAGING SAPI 0.82 5 TELUR AYAM RAS 0.72 6 JERUK 0.51 7 CABAI MERAH 0.48 8

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2016

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2016 Inflasi 2016 Cukup Rendah dan Berada dalam Batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan jasa angkutan laut semakin lama semakin meningkat, baik

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan jasa angkutan laut semakin lama semakin meningkat, baik BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebutuhan akan jasa angkutan laut semakin lama semakin meningkat, baik jumlahnya maupun macamnya. Usaha-usaha dalam pembangunan sarana angkutan laut yang dilakukan sampai

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN BONGKAR BARANG

PERKEMBANGAN BONGKAR BARANG TON PERSEN BAB 1 Sementara itu tumbuhnya kegiatan impor luar negeri sedikit diredam oleh melambatnya kinerja impor antar pulau. Indikator dimaksud ditunjukkan oleh volume bongkar di beberapa pelabuhan

Lebih terperinci

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian POKOK-POKOK MASTER PLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) TAHUN

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian POKOK-POKOK MASTER PLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) TAHUN Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian POKOK-POKOK MASTER PLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) TAHUN 2011-2025 Disampaikan Pada acara: RAKERNAS KEMENTERIAN KUKM Jakarta,

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan Secara umum kinerja produksi ternak sapi dan kerbau di berbagai daerah relatif masih rendah. Potensi ternak sapi dan kerbau lokal masih dapat ditingkatkan

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Ekonomi Indonesia Nanda Nurridzki

Tinjauan Kebijakan Ekonomi Indonesia Nanda Nurridzki Tinjauan Kebijakan Ekonomi Indonesia KonektiVitas, Pelabuhan dan Jasa Logistik Nanda Nurridzki Publikasi Ikhtisar Kebijakan Singkat ini merupakan hasil dari Aktivitas Kebijakan Ekonomi di Indonesia yang

Lebih terperinci

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung MP3EI Koridor Sulawesi KATA PENGANTAR

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung MP3EI Koridor Sulawesi KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas selesainya executive summary ini. Pelabuhan sebagai inlet dan outlet kegiatan perdagangan di Indonesia dari tahun ke tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah kemajuan yang diharapkan oleh setiap negara. Pembangunan adalah perubahan yang terjadi pada semua struktur ekonomi dan sosial. Selain itu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan produk peternakan terus meningkat sebagai konsekuensi. adanya peningkatan jumlah penduduk, bertambahnya proporsi penduduk

I. PENDAHULUAN. Permintaan produk peternakan terus meningkat sebagai konsekuensi. adanya peningkatan jumlah penduduk, bertambahnya proporsi penduduk 13 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan produk peternakan terus meningkat sebagai konsekuensi adanya peningkatan jumlah penduduk, bertambahnya proporsi penduduk perkotaan, pendidikan dan pengetahuan

Lebih terperinci

Jakarta, 7 Februari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian PPN/BAPPENAS

Jakarta, 7 Februari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian PPN/BAPPENAS Jakarta, 7 Februari 2011 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian PPN/BAPPENAS Direktif Presiden tentang Penyusunan Masterplan Visi Indonesia 2025 Kedudukan Masterplan dalam Kerangka

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam dalam bidang pertanian merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia dan perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian merupakan aset

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 241 juta dengan ditandai oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang meningkat dan stabilitas ekonomi yang

Lebih terperinci

BAB I 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jawa Barat adalah Provinsi di Indonesia yang memiliki komoditas cukup besar. Terutama di bidang tekstil dan garment. Sehingga diperlukan suatu system transportasi

Lebih terperinci

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1 Penurunan Harga Pangan dan Komoditas Energi Dorong Deflasi IHK Bulan Februari Indeks Harga Konsumen (IHK) bulan Februari 2016 mengalami deflasi. Deflasi IHK pada bulan ini mencapai -0,09% (mtm). Realisasi

Lebih terperinci

Boks 2. PENELUSURAN SUMBER PEMBENTUKAN INFLASI DI KOTA JAMBI: SUATU ANALISIS SISI TATA NIAGA DAN KOMODITAS

Boks 2. PENELUSURAN SUMBER PEMBENTUKAN INFLASI DI KOTA JAMBI: SUATU ANALISIS SISI TATA NIAGA DAN KOMODITAS Boks 2. PENELUSURAN SUMBER PEMBENTUKAN INFLASI DI KOTA JAMBI: SUATU ANALISIS SISI TATA NIAGA DAN KOMODITAS Inflasi adalah kecenderungan (trend) atau gerakan naiknya tingkat harga umum yang berlangsung

Lebih terperinci

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun Pada tahun anggaran 2012, Badan Litbang Perhubungan telah menyelesaikan 368 studi yang terdiri dari 103 studi besar, 20 studi sedang dan 243 studi kecil. Perkembangan jumlah studi dari tahun 2008 sampai

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI NOVEMBER 2016

RELEASE NOTE INFLASI NOVEMBER 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI NOVEMBER 2016 Inflasi Bulan November 2016 Didorong Harga Pangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitan Berdasarkan lingkup kegiatan dan permasalahan-permasalahan dalam penjelasan Kerangka Acuan Kerja (KAK), penelitian ini tidak termasuk kategori

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam pendahuluan ini akan dijelaskan mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, serta manfaat penelitian yang dapat diperoleh. 1.1 Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau mencapai 17.508 pulau dengan bentangan laut yang sangat panjang yaitu 94.166 kilometer merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar dengan biaya rendah merupakan keungggulannya. selayaknya memiliki keunggulan di sektor maritim. Salah satu bagian penting

BAB I PENDAHULUAN. besar dengan biaya rendah merupakan keungggulannya. selayaknya memiliki keunggulan di sektor maritim. Salah satu bagian penting BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelayaran memiliki peran penting dalam perdagangan antar negara saat ini. Kemampuan kapal-kapal besar yang mampu mengangkut barang dalam jumlah besar dengan biaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di negara Indonesia, jasa kepelabuhanan merupakan hal strategis untuk kebutuhan logistik berbagai industri dan perpindahan masyarakat dari satu tempat ke tempat

Lebih terperinci

PERAN PELABUHAN CIREBON DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN INDUSTRI DI KABUPATEN CIREBON (Studi Kasus: Industri Meubel Rotan di Kabupaten Cirebon)

PERAN PELABUHAN CIREBON DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN INDUSTRI DI KABUPATEN CIREBON (Studi Kasus: Industri Meubel Rotan di Kabupaten Cirebon) PERAN PELABUHAN CIREBON DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN INDUSTRI DI KABUPATEN CIREBON (Studi Kasus: Industri Meubel Rotan di Kabupaten Cirebon) TUGAS AKHIR Oleh : RINA MERIANA L2D 305 139 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN

INDEKS TENDENSI KONSUMEN No. 10/02/91 Th. VI, 6 Februari 2012 INDEKS TENDENSI KONSUMEN A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan ekonomi terkini yang dihasilkan Badan Pusat Statistik melalui

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017 RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017 TPI dan Pokjanas TPID INFLASI IHK Inflasi 2017 Terkendali Dan Berada Pada Sasaran Inflasi Inflasi IHK sampai dengan Desember 2017 terkendali dan masuk dalam kisaran sasaran

Lebih terperinci

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *)

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Oleh : Dr. Ir. Sumarjo Gatot Irianto, MS, DAA Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian *) Disampaikan

Lebih terperinci

RINGKASAN HASIL PENELITIAN KOMODITAS-KOMODITAS PENYUMBANG INFLASI PALEMBANG DAN PROSES PEMBENTUKAN HARGANYA

RINGKASAN HASIL PENELITIAN KOMODITAS-KOMODITAS PENYUMBANG INFLASI PALEMBANG DAN PROSES PEMBENTUKAN HARGANYA Suplemen 3 RINGKASAN HASIL PENELITIAN KOMODITAS-KOMODITAS PENYUMBANG INFLASI PALEMBANG DAN PROSES PEMBENTUKAN HARGANYA Bank Indonesia Palembang bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2016

RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2016 Penurunan Harga BBM dan Panen Raya Dorong Deflasi Bulan

Lebih terperinci

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor), Babi Aceh 0.20 0.20 0.10 0.10 - - - - 0.30 0.30 0.30 3.30 4.19 4.07 4.14 Sumatera Utara 787.20 807.40 828.00 849.20 871.00 809.70 822.80 758.50 733.90 734.00 660.70 749.40 866.21 978.72 989.12 Sumatera

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. pelabuhan pelabuhan hub disertai feeder dari Sumatera hingga ke Papua dengan

1 BAB I PENDAHULUAN. pelabuhan pelabuhan hub disertai feeder dari Sumatera hingga ke Papua dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan luas wilayah perairan 6.315.222 km 2, panjang garis pantai 99.093 km 2, serta 13.466 pulau yang bernama dan berkoordinat

Lebih terperinci

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 Disampaikan pada: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN NASIONAL Jakarta, 30 Mei 2017 CAPAIAN INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN PERKEBUNAN NO.

Lebih terperinci

Ir. Dicky Gumilang, MSc. Manajemen Rantai Pasokan

Ir. Dicky Gumilang, MSc. Manajemen Rantai Pasokan Ir. Dicky Gumilang, MSc. Manajemen Rantai Pasokan Transportasi memindahkan produk dari satu tempat ke tempat lain yang membuat suatu rantai pasokan menjalankan pengiriman barang dari hulu ke hilir (pelanggan).

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2016

RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2016 Inflasi Ramadhan 2016 Cukup Terkendali INFLASI IHK Mtm

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI JANUARI 2017

RELEASE NOTE INFLASI JANUARI 2017 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI JANUARI 2017 Inflasi Bulan Januari 2017 Meningkat, Namun Masih

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Hasil penelitian yang telah diperoleh dan simpulan merupakan jawaban. dari perumusan masalah yang ada sebagai berikut:

BAB V PENUTUP. Hasil penelitian yang telah diperoleh dan simpulan merupakan jawaban. dari perumusan masalah yang ada sebagai berikut: BAB V PENUTUP Hasil penelitian yang telah diperoleh dan simpulan merupakan jawaban dari perumusan masalah yang ada sebagai berikut: 5.1. Simpulan 5.1.1. Hasil analisis menunjukkan bahwa dapat didentifikasi

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2016

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2016 Koreksi Harga Paska Idul Fitri Dorong Deflasi Agustus

Lebih terperinci

STUDI KASUS RANTAI PASOK SAPI POTONG DI INDONESIA

STUDI KASUS RANTAI PASOK SAPI POTONG DI INDONESIA STUDI KASUS RANTAI PASOK SAPI POTONG DI INDONESIA 1 FENOMENA PERMASALAHAN Harga daging sapi mahal Fluktuasi harga daging sapi Peternak kurang bergairah karena harga pakan mahal? Biaya pengiriman sapi potong

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI FEBRUARI 2017

RELEASE NOTE INFLASI FEBRUARI 2017 RELEASE NOTE INFLASI FEBRUARI 217 TPI dan Pokjanas TPID INFLASI IHK Inflasi Bulan Februari 217 Terkendali Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat,23% (mtm) di bulan Februari. Inflasi di bulan ini

Lebih terperinci

PERDAGANGAN KOMODITAS STRATEGIS 2015

PERDAGANGAN KOMODITAS STRATEGIS 2015 BPS PROVINSI SUMATRA SELATAN No. 13/02/16/Th.XVIII, 05 Februari 2016 PERDAGANGAN KOMODITAS STRATEGIS 2015 DI SUMATRA SELATAN, MARJIN PERDAGANGAN DAN PENGANGKUTAN BERAS 15,24 PERSEN, CABAI MERAH 24,48 PERSEN,

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR MODEL PERENCANAAN PENGANGKUTAN DAN DISTRIBUSI SEMEN DI WILAYAH INDONESIA TIMUR. Oleh : Windra Iswidodo ( )

SIDANG TUGAS AKHIR MODEL PERENCANAAN PENGANGKUTAN DAN DISTRIBUSI SEMEN DI WILAYAH INDONESIA TIMUR. Oleh : Windra Iswidodo ( ) SIDANG TUGAS AKHIR MODEL PERENCANAAN PENGANGKUTAN DAN DISTRIBUSI SEMEN DI WILAYAH INDONESIA TIMUR Oleh : Windra Iswidodo (4107 100 015) Pembimbing : I G. N. Sumanta Buana, S.T., M.Eng. LATAR BELAKANG Pengembangan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang dua per tiga wilayahnya adalah perairan dan terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persinggahan rute perdagangan dunia.

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2017 sebesar 5,1%. Kondisi ini

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2017 sebesar 5,1%. Kondisi ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi ekonomi Indonesia yang belum membaik sejak tahun 2013, dan kondisi ekonomi global yang juga mengalami perlambatan menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai negara kepaulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau mencapai 17.508 pulau dan dengan bentangan laut yang sangat panjang yaitu 94.166

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN DAN PENYIMPANAN BARANG KEBUTUHAN POKOK DAN BARANG PENTING

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN DAN PENYIMPANAN BARANG KEBUTUHAN POKOK DAN BARANG PENTING PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN DAN PENYIMPANAN BARANG KEBUTUHAN POKOK DAN BARANG PENTING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci