III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 III. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dan pembahasan menyajikan empat topik bahasan, yaitu: 1) Komposisi Mineral dan Sifat-Sifat Tanah Sawah, 2) Karakteristik Lahan Pengontrol Produksi Cisokan, 3) Upaya Optimalisasi Tanah Sawah, dan 4) Kriteria Kesesuaian Lahan Padi Sawah untuk TPL Cisokan di Sentra Produksi Beras Solok Komposisi Mineral dan Sifat-Sifat Tanah Sawah Komposisi Mineral Mineral merupakan unsur utama penyusun tanah dan berperan penting dalam menentukan sifat-sifat tanah. Berikut disajikan komposisi mineral pasir dan mineral liat yang terbentuk. Komposisi Mineral Pasir Hasil analisis komposisi mineral pasir pedon-pedon yang diteliti disajikan pada Tabel 3. Terlihat bahwa komposisi mineral pasir terdiri atas gelas volkan, feldspar jenis plagioklas (labradorit), feromagnesia jenis amfibol (hornblende) dan piroksin (augit dan hiperstin), opak dan sedikit kuarsa. Komposisi mineral pasir demikian menunjukkan bahwa pedon-pedon mengandung bahan volkanik andesitik. Pada tabel tersebut terlihat bahwa gelas volkan, feldspar (labradorit), piroksin (hiperstin) dan opak dijumpai dalam jumlah dominan. Opak dominan pada pedon-pedon di daerah volkanik (PV1, PV2 dan PV3), kandungan opak berkurang seiring bertambahnya jarak ke daerah pengendapan (Gambar 4). Feldspar (labradorit) dan piroksin (hiperstin) dominan pada pedon-pedon di Dataran Aluvial (PA1, PA2 dan PA3), sedangkan pada pedon-pedon di Dataran Lakustrin (PD1, PD2 dan PD3) didominasi oleh gelas volkan dan feldspar (labradorit). Adanya feldspar tersebut menurut Subardja dan Buurman (1980) akan mempengaruhi produktivitas tanah sawah karena tanah mempunyai cadangan hara Ca dan K yang tinggi, sehingga kesuburan tanah tetap terjaga.

2 20 Tabel 3 Komposisi mineral fraksi pasir pedon-pedon yang diteliti Pewakil Kedalaman Simbol Jenis dan komposisi mineral (%) (cm) Horizon Op Ku Lm Gv La Sa Ho Au Hi PV Apg Sp Bwg Bwg Sp Bwg Bw Sp 1 3 Sp BC Sp PV Apg Bwg Bw BC Sp 1 Sp Sp Sp C Sp Sp Sp Sp Sp Sp PV Apg /23 Apg / Bg Sp BC >90 3C Sp PA Apg Sp Bg Bg Sp >52 3Cg Sp PA Apg Bg Sp Bg Cg Sp PA Apg Sp Bg Sp Bg Cg 10 Sp Sp Cg 11 sp Sp 5 16 PD Apg Sp Bg Sp Sp Cg Sp Cg Sp Cg Sp Sp 1 7 PD Apg Bg Sp Cg Sp Cg Sp Sp Sp 1 PD Apg Bg Sp Bg Sp 2 Sp Cg 3 Sp Sp Cg Sp Keterangan: Op = Opak, Ku = Kuarsa (Kuarsa keruh + Kuarsa bening), Lm = Lapukan mineral, Gv = Gelas volkanik, La = Labradorit, Sa = Sanidin, Ho = Hornblende (Hornblende hijau+ Hornblende coklat), Au = Augit, Hi = Hiperstin, dan Sp=Sporadis.

3 21 Mohr dan van Baren (1960) mengemukakan opak dan hiperstin mempunyai specific gravity > 2.9, sedangkan feldspar (labradorit) mempunyai specific gravity < 2.9. Karena perbedaan specific gravity tersebut, kemungkinan opak sulit ditranslokasikan dibandingkan feldspar. Sementara tingginya hiperstin pada pedon-pedon di Dataran Aluvial mengindikasikan hiperstin mempunyai specific gravity yang lebih rendah dari opak. Kandungan labradorit lebih tinggi pada pedon-pedon di Dataran Aluvial, sebaliknya gelas volkan lebih tinggi pada pedon-pedon di Dataran Lakustrin. Berdasarkan posisi pengendapan, Dataran Aluvial merupakan daerah pengendapan pertama bahan volkanik, bahan-bahan yang belum sempat diendapkan terus terbawa air dan diendapkan ke tempat yang lebih jauh (Dataran Lakustrin). Specific gravity gelas volkan lebih rendah, sehingga lebih mudah ditranslokasikan dibandingkan feldspar. Peneliti lain menyebutkan (Hunter, 1988) bahwa keberadaan gelas volkan di dalam tanah sebagian besar merupakan endapan angin (aeolian) ketika aktivitas gunung api (erupsi) terjadi. Gambar 4 menyajikan penyebaran opak dan hiperstin, sedangkan Gambar 5 menyajikan penyebaran gelas volkan dan feldspar. Jumlah (%) G. Talang Volkanik-- --Aluvial-- --Lakustrin Jarak (Km) Opak Hiperstin Gambar 4 Penyebaran opak dan hiperstin pada pedon-pedon yang diteliti. Adanya kesamaan komposisi mineral pasir pada pedon-pedon yang diteliti menunjukkan tanah sawah yang terbentuk di Dataran Aluvial dan Lakustrin lebih banyak dipengaruhi oleh bahan volkanik Gunung Talang. Penambahan bahan baru di atas bahan tanah yang sudah ada merupakan ciri utama tanah-tanah yang berkembang dari aluvium. Hal ini terbukti dari asosiasi mineral yang disajikan

4 22 pada Tabel 4. Perhitungan asosiasi mineral yang dikemukakan Baak (1948 dalam Mohr dan van Baren, 1960) menunjukkan bahwa pedon-pedon mempunyai asosiasi mineral yang tidak sama di dalam penampangnya. Pedon PA1 mempunyai asosiasi tunggal mineral piroksin yang didominasi oleh hiperstin sampai kedalaman 30 cm, pada kedalaman cm terdapat asosiasi tunggal mineral piroksin (hiperstin-augit) dan pada kedalaman > 52 cm kembali hiperstin mendominasi asosiasi tunggal mineral piroksin. Hal ini mengindikasikan sampai kedalaman > 52 cm telah terjadi tiga kali pengendapan bahan pada pedon PA Volkanik-- --Aluvial-- --Lakustrin-- Jumlah (%) Opak Gelas volkan Hiperstin Labradorit 0 G. Talang Jarak (Km) Gambar 5 Penyebaran gelas volkan dan feldspar pada pedon-pedon yang diteliti. Pada pedon PD2 terdapat asosiasi tunggal mineral piroksin sampai kedalaman 48 cm, kemudian asosiasi mineral piroksin-amfibol (hornblende) sampai kedalaman 100 cm dan pada kedalaman > 100 cm kembali dijumpai asosiasi tunggal mineral piroksin. Hal ini mengindikasikan bahwa sampai pada kedalaman > 100 cm telah terjadi tiga kali pengendapan bahan volkanik. Penambahan bahan baru ternyata tidak saja terjadi pada pedon-pedon yang terbentuk di daerah dataran, akan tetapi juga di daerah volkanik. Pedon PV2 yang berada di lereng tengah volkanik bagian bawah mempunyai asosiasi tunggal mineral piroksin (hiperstin) sampai kedalaman 25 cm, pada kedalaman > 25 cm terdapat asosiasi mineral piroksin-amfibol. Pada pedon PV3 terdapat asosiasi mineral tunggal piroksin (hiperstin) sampai kedalaman 20/23 cm. Pada kedalaman 20/23-90 cm terdapat asosiasi mineral piroksin-amfibol dan pada kedalaman > 90 cm kembali terdapat asosiasi mineral tunggal piroksin yang didominasi oleh hiperstin. Hal ini mengindikasikan bahwa sampai pada kedalaman 100 cm telah

5 23 terjadi dua hingga tiga kali pengendapan bahan. Hasil penelitian Suryani dan Prasetyo (2002) di daerah volkanik Gunung Talamau, Sumatera Barat juga menemukan hal yang sama bahwa penambahan bahan baru dapat disebabkan oleh aktivitas gunung berapi berupa pengendapan bahan-bahan hasil erupsi di atas bahan atau tanah yang sudah ada. Tabel 4 Komposisi mineral fraksi berat beberapa pedon yang diteliti Pewakil Kedalaman (cm) Simbol Jenis dan komposisi mineral (%) Horizon Op Zi Hh Hc Au Hi PV Apg Pi Bwg 78 Sp Pi Asosiasi mineral Bw Pi-Am BC Pi-Am C Pi-Am PV Apg1 40 Sp Pi 10-20/23 Apg Pi 20/ Bg 64 Sp Pi-Am BC 58 Sp Pi-Am >90 3C Pi PA Apg 29 Sp Pi Bg 36 Sp Pi Bg 49 Sp Pi (Hi-Au) >52 3Cg Pi PD Apg 25 Sp Pi Bg 42 Sp Pi Cg Pi-Am Cg 33 Sp Pi Keterangan: Op = Opak, Zi = Zirkon, Hh = Hornblende hijau, Hc = Hornblende coklat, Au = Augit, Hi = Hiperstin, dan Sp=Sporadis. Komposisi Mineral Liat Mineral liat merupakan hasil pelapukan secara kimia mineral primer atau hasil pembentukan baru (neoformation) di dalam tanah (Allen dan Hajek, 1989). Eswaran (1979); Delvaux et al. (1989) mengemukakan bahwa pelapukan bahan volkanik di daerah tropis menghasilkan alofan, haloisit, smektit, kaolinit, goetit dan gibsit. Di antara mineral liat tersebut alofan dan haloisit merupakan fraksi liat dominan. Menurut Wada (1989), haloisit terbentuk dari alofan, namun banyak peneliti mengungkapkan haloisit terbentuk langsung dari abu volkanik (Parfitt et al., 1983; Parfitt et al., 1984; Singleton et al., 1989).

6 24 Pada pedon-pedon di daerah volkanik Gunung Talang, X-Ray Difractometer mendeteksi mineral haloisit (haloisit hidrat dan metahaloisit), smektit dan kaolinit. Haloisit terbentuk pada pedon PV1 dan PV2, sedangkan smektit dan kaolinit dijumpai pada tanah lapisan atas pedon PV3. PV1 PV2 PV3 10.7Å 7.46Å 4.86Å 4.46Å 4.06Å 3.62Å 4.18Å 4.44Å 10.14Å 7.36Å 4.83Å 4.03Å 3.56Å 15.50Å 10.01Å 18.03Å 7.20Å 5.31Å 4.46Å 4.06Å 3.59Å Mg 2+ Mg Å Mg 2+ Mg 2+ Glycerol Mg 2+ Glycerol Mg 2+ Glycerol 13.37Å K + K Å K + K C K C K C [ 2θ] [ 2θ] [ 2θ] Gambar 6 X-Ray Difractogram lapisan atas pedon-pedon yang berkembang di daerah volkanik. Pada Gambar 6 terlihat pedon PV1 dan PV2 mempunyai komposisi mineral liat sama, yaitu haloisit hidrat dan metahaloisit masing-masing dalam jumlah sedang. Haloisit hidrat ditunjukkan oleh puncak difraksi Å dan Å pada perlakuan Mg 2+ serta 11.57Å pada perlakuan Mg 2+ Glycerol. Metahaloisit ditunjukkan oleh puncak difraksi Å dan Å pada perlakuan Mg 2+. Menurut Dixon (1989); Allen dan Hajek (1989) adanya mineral liat haloisit merupakan indikasi bahwa tanah masih tergolong muda. Beberapa studi meyakini bahwa haloisit merupakan bentuk awal dari sistem pelapukan aktivitas larutan silika tinggi sebelum akhirnya ditransformasi ke bentuk yang lebih stabil (McIntosh, 1979; Singleton et al., 1989). Selain haloisit, juga terdapat gibsit dalam jumlah sedikit yang ditunjukkan oleh puncak difraksi Å dan goetit pada pedon PV2 dalam jumlah sangat sedikit (4.18Å).

7 25 Berbeda dengan pedon PV1 dan PV2, pada lapisan atas pedon PV3 X-Ray Difractometer mendeteksi mineral smektit dan kaolinit dalam jumlah sedang serta illit dalam jumlah sedikit. Smektit terdeteksi pada puncak 15.50Å pada perlakuan Mg 2+, 18.03Å perlakuan Mg 2+ Glycerol, 13.37Å perlakuan K + dan 10.01Å perlakuan K C. Kaolinit ditunjukkan oleh puncak difraksi 7.20Å, 4.46Å dan 3.59Å pada perlakuan Mg 2+, Mg 2+ Glycerol dan K +. Sementara illit ditunjukkan oleh puncak difraksi pada 10.01Å pada perlakuan Mg 2+, Mg 2+ Glycerol dan K C. Selain mineral liat, pada pedon-pedon PV dijumpai kristobalit dalam jumlah sedikit hingga sedang pada puncak difraksi Å. Pada lapisan bawah pedon PV3 (Lampiran 1) dijumpai mineral haloisit hidrat dan metahaloisit dalam jumlah sedang, demikian juga dengan kristobalit. Komposisi mineral liat lapisan bawah pedon PV3 tersebut sama dengan komposisi mineral liat lapisan atas pedon PV1 dan PV2. Adanya smektit pada lapisan atas pedon PV3 menunjukkan bahwa pada pedon tersebut telah terjadi akumulasi basabasa. Akumulasi basa-basa, terutama Ca dan Mg pada lingkungan kaya Si membentuk smektit (Borchardt, 1989). Berdasarkan pengamatan lapang, pedon PV3 berada pada lereng bawah volkanik, sehingga akumulasi basa-basa dari lereng atas dan lereng tengah volkanik sangat dimungkinkan. Komposisi mineral liat pada pedon-pedon yang berkembang di Dataran Aluvial disajikan pada Gambar 7. Pada gambar tersebut terlihat mineral liat kaolinit mendominasi pedon PA1. Selain kaolinit, X-Ray Difractometer mengidentifikasi mineral liat smektit dalam jumlah sedikit, sebaliknya dengan pedon PA2 mineral liat smektit dijumpai dalam jumlah banyak. Selain smektit terdapat metahaloisit dan haloisit hidrat masing-masing dalam jumlah sedang dan sedikit. Pada pedon PA3 teridentifikasi adanya mineral liat smektit dan metahaloisit dalam jumlah yang sama (sedang) dan mineral liat haloisit hidrat dalam jumlah sedikit. Selain mineral liat, dijumpai feldspar (labradorit) dalam jumlah sedikit. Pada pedon-pedon PA, mineral liat kaolinit ditunjukkan oleh puncak difraksi Å, Å dan Å pada perlakuan Mg 2+, Mg 2+ Glycerol dan K +. Smektit terlihat pada puncak difraksi Å pada perlakuan Mg 2+, Å pada perlakuan Mg 2+ Glycerol, Å pada

8 26 perlakuan K + dan Å pada perlakuan K C. Haloisit hidrat terdeteksi pada puncak difraksi 10.01Å dan metahaloisit pada 7.22Å, 4.42Å 3.56Å dengan perlakuan Mg 2+. Sedangkan feldspar (labradorit) dijumpai pada puncak 4.04Å dan 3.20Å dengan perlakuan Mg 2+. Masih pada Gambar 7, ketiga pedon PA tersebut memperlihatkan komposisi mineral liat berbeda, meski pedon-pedon tersebut mempunyai komposisi dan jumlah mineral pasir penyusun relatif sama (Tabel 3). Adanya perbedaan komposisi mineral liat tersebut kemungkinan disebabkan perbedaan posisi pedon-pedon tersebut di Dataran Aluvial. Pedon PA1 dan PA3 berada pada bentuk wilayah yang agak cembung, namun pedon PA1 lebih dekat ke sungai. Sementara pedon PA2 berada di antara pedon PA1 dan PA3 pada bentuk wilayah yang lebih cekung. PA1 PA2 PA3 4.04Å 15.50Å 17.04Å 7.16Å 4.45Å 3.58Å 3.20Å 4.04Å 4.42Å 10.01Å 7.26Å 3.55Å 18.03Å 3.20Å 15.50Å 10.01Å 7.22Å 4.42Å 4.04Å 3.56Å 3.20Å 17.42Å Mg 2+ Mg 2+ Mg Å Mg 2+ Glycerol 12.71Å Mg 2+ Glycerol 13.22Å 10.21Å K + K C 10.07Å K + K C 13.03Å 10.07Å Mg 2+ Glycerol K + K C [ 2θ] [ 2θ] [ 2θ] Gambar 7 X-Ray Difractogram lapisan atas pedon-pedon yang berkembang di Dataran Aluvial. Berbeda dengan Dataran Aluvial, di Dataran Lakustrin (Gambar 8) pedonpedon mempunyai komposisi mineral liat yang sama. Pada X-Ray Difractogram tampak komposisi mineral liat yang lebih seragam. Mineral smektit dijumpai dalam jumlah banyak dan kaolinit dalam jumlah sedang serta illit dalam jumlah sedikit. Pada fraksi liatnya terdapat feldspar (labradorit) dalam jumlah sedikit.

9 27 Mineral liat smektit ditunjukkan oleh puncak difraksi Å pada perlakuan Mg 2+, Å pada perlakuan Mg 2+ Glycerol, Å pada perlakuan K + dan Å pada perlakuan K C. Kaolinit ditunjukkan oleh puncak Å dan Å pada perlakuan Mg 2+, Mg 2+ Glycerol, K + dan hilang pada perlakuan K C. Illit terdeteksi pada Å dan 5.02Å pada semua perlakuan. Sedangkan feldspar (labradorit) dijumpai pada puncak Å dan 3.20Å. PD1 PD2 PD Å 15.66Å 15.82Å 3.57Å 7.16Å 17.62Å 3.60Å 10.27Å 4.06Å 7.19Å 18.63Å 3.21Å 7.22Å 4.06Å 3.56Å 3.20Å 10.01Å 4.03Å 3.20Å 10.01Å 5.02Å Mg Å Mg 2+ Mg Å Mg 2+ Glycerol Mg 2+ Glycerol 13.03Å 12.71Å Mg 2+ Glycerol K Å 1027Å K + K C 10.01Å K + K C K C [ 2θ] [ 2θ] [ 2θ] Gambar 8 X-Ray Difractogram lapisan atas pedon-pedon yang berkembang di Dataran Lakustrin. Jika pedon-pedon di daerah dataran dibandingkan, mineral liat smektit lebih banyak terbentuk pada pedon-pedon yang berkembang di Dataran Lakustrin. Menurut Borchardt (1989) keberadaan smektit di dalam tanah terjadi melalui tiga cara. Pertama, pembentukan dari larutan, kedua melalui transformasi mika, dan ketiga melalui pengendapan smektit. Lebih lanjut Borchardt (1989) menjelaskan bahwa pembentukan dari larutan merupakan sumber utama smektit di dalam tanah. Adanya mineral liat smektit pada tanah-tanah sawah Sentra Produksi Beras Solok kemungkinan terbentuk dari larutan. Hal ini didukung oleh data mineral pasir (Tabel 3) yang menunjukkan bahwa jumlah mineral penyusun relatif sama,

10 28 tetapi mineral liat yang terbentuk berbeda (pedon-pedon PA), sebaliknya mineral liat sama tetapi jumlah mineral penyusun sedikit berbeda (pedon-pedon PD dan PV3). Pelapukan mineral-mineral di lereng volkanik dalam lingkungan berdrainase baik, melepaskan kation basa ke dalam larutan tanah yang kemudian mengalami pencucian dan terakumulasi di daerah bawah yang lebih datar pada drainase terhambat. Akumulasi kation basa terutama Ca 2+ dan Mg 2+, pada ph tinggi dan lingkungan kaya Si membentuk smektit (Borchardt, 1989). Pada kondisi ph tinggi tersebut, menurut van Wambeke (1992) kaolinit dan haloisit tidak mungkin terbentuk. Dixon (1989) menyatakan bahwa kaolinit dan haloisit merupakan hasil pelapukan pada lingkungan masam. Hal ini berarti keberadaan kaolinit dan haloisit juga merupakan hasil translokasi dari daerah volkanik. Pada pedon-pedon PD dan PV3, selain pembentukan melalui larutan, adanya illit bersama smektit merupakan bagian dari proses transformasi illit smektit, prosesnya sebagai berikut: -K + kation dapat tukar terhidrasi Illit (mika) vermikulit + smektit + K + (tidak stabil) Dalam proses depotassication ini, Dataran Lakustrin dan lereng bawah volkanik menyediakan lingkungan yang sesuai untuk transformasi illit-smektit. Menurut Borchardt (1989); Fanning et al. (1989) pembentukan smektit dari illit terjadi karena lingkungan rendah K + dan Al 3+, namun Ca 2+ dan Mg 2+ tinggi dalam larutan tanah, ph tanah tinggi dan drainase terhambat, serta adanya kondisi basah dan kering. Hal yang sama dilaporkan Kaaya et al. (2010) dari Dataran Wami- Makata di Distrik Morogoro, Tanzania bahwa mika hidrous (illit) dan kaolinit diangkut dari lereng atas dan tengah volkanik, kemudian diendapkan di daerah lebih rendah, selanjutnya illit mengalami transformasi menjadi smektit. X-Ray Difractogram pedon-pedon yang diteliti selengkapnya disajikan pada Lampiran Sifat-Sifat Tanah Sawah Sifat-sifat tanah dibedakan atas sifat morfologi, fisika dan kimia. Berikut disajikan sifat-sifat tanah yang terbentuk beserta klasifikasinya menurut Soil Survey Staff (2010) di Sentra Produksi Beras Solok.

11 29 Sifat Morfologi Hasil pengamatan sifat morfologi di lapang menunjukkan bahwa pedonpedon yang berkembang di Dataran Lakustrin (PD1, PD2 dan PD3) berwarna lebih kelabu (kelabu hingga kelabu kebiruan), terutama pada kedalaman > 50 cm dibandingkan dengan pedon-pedon yang berkembang di Dataran Aluvial (PA1, PA2 dan PA3), sedangkan pedon-pedon di daerah volkanik (PV1, PV2 dan PV3) berwarna kecoklatan (Gambar 9). Selain itu pada kedalaman tersebut (> 50 cm) dijumpai lapisan pasir yang berselang-seling dengan lapisan debu. Gambar 9 Kenampakan pedon yang berkembang di daerah volkanik PV1), Dataran Aluvial (PA3) dan Dataran Lakustrin (PD1). Warna kelabu pada kedalaman > 50 cm mengindikasikan bahwa tanahtanah sawah yang terbentuk di Dataran Lakustrin telah jenuh dalam waktu yang sangat lama, sehingga tanah mengalami reduksi kuat. Adanya sisa-sisa binatang danau (kerang danau) dalam penampang menambah bukti bahwa bahan yang ditranslokasikan dari hulu (daerah volkanik) oleh Batang Sumani diendapkan ke dasar Danau Singkarak, kemudian muncul ke permukaan karena penurunan permukaan air danau. Dominasi mineral liat smektit pada tanah-tanah di Dataran Lakustrin, dalam kondisi lembab tanah menjadi teguh, serta keras dan retak-retak bila kering. Berbeda dengan tanah-tanah yang terbentuk di Dataran Aluvial, warna kelabu pada kedalaman > 50 cm disebabkan muka air tanah yang dangkal (< 100 cm), sehingga tanah-tanah pada lapisan bawah selalu jenuh air. Pada permukaan tanah, dalam kondisi kering juga dijumpai retakan-retakan, namun tidak selebar dan

12 30 sedalam retakan yang dijumpai pada tanah sawah di Dataran Lakustrin. Hal ini kemungkinann karena mineral smektit tidak dominan pada tanah sawah di Dataran Aluvial. Pada pedon-pedon di daerah volkanik, pengaruh penggenangan akibat penyawahan hanya terlihat sampai kedalaman 50 cm, ditunjukkan oleh kroma yang lebih rendah dibandingkan lapisan bawah (> 50 cm), disamping karatan Fe dan nodul Mn sebagai bukti adanya proses reduksi-oksidasi. Menurut Arabia (2008) nodul Mn dan Fe merupakan ciri hidromorfik dan proses oksidasi-reduksi dominan pada tanah volkanik yang disawahkan. Lebih lengkapnya sifat morfologi tanah dari pedon-pedon yang diteliti disajikan pada Lampiran 2. Sifat Fisika dan Kimia Tanah Sifat fisika dan kimia pedon-pedon yang diteliti disajikan pada Tabel 5 dan sifat fisika dan kimia contoh tanah komposit lapisan olah (0-20 cm) disajikan pada Lampiran 3. Berikut diuraikan masing-masing sifat fisika dan kimia tanah sawah Sentra Produksi Beras Solok. Tekstur Pada Tabel 5 terlihat bahwa kelas tekstur tergolong halus hingga agak halus, kecuali kedalaman > 50 cm yang tergolong agak kasar pada pedon-pedon yang berkembang di Dataran Aluvial dan Lakustrin. Meski demikian, hasil analisis statistik lapisan olah (0-20 cm) yang disajikan pada Tabel 6 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata (taraf 5%) pada rata-rata kandungan debu dan liatnya. Tanah-tanah sawah di Dataran Aluvial (endapan sungai) mempunyai ratarata kandungan debu lebih tinggi dan berbeda nyata dengan tanah sawah di daerah volkanik (bahan induk volkanik) dan Dataran Lakustrin (endapan danau). Sebaliknya dengan kandungan liat, tanah sawah dari endapan danau dan bahan induk volkanik mempunyai rata-rata kandungan liat lebih tinggi dan berbeda nyata (taraf 5%) dengan tanah sawah dari endapan sungai.

13 Tabel 5 Sifat fisik dan kimia tanah pedon-pedon yang diteliti Pedon pewakil Batas horizon Simbol horizon Tekstur ph Bahan organik HCl 25% Olsen Bray I Nilai tukar kation (NH 4 OAc 1 N, ph7 KB Pasir Debu Liat C N P 2 O 5 K 2 O P 2 O 5 Ca Mg K Na Jumlah KTKs KTKc H 2 O KCl C/N (%) (%) (mg/kg) (me/100 g) (%) PV Apg Bwg Bwg Bwg > Bw > BC >100 PV Apg Bwg Bw > BC > C >100 PV Apg > /23 Apg >100 20/ Bg > BC > C >100 PA Apg > Bg > Bg > Cg >100 PA Apg Bg > Bg > Cg >100

14 Tabel 5 (Lanjutan) Pedon pewakil Batas horizon Simbol horizon Tekstur ph Bahan organik HCl 25% Olsen Bray I Nilai tukar kation (NH 4OAc 1 N, ph7 KB Pasir Debu Liat C N P 2O 5 K 2O P 2O 5 Ca Mg K Na Jumlah KTKs KTKc H 2O KCl C/N (%) (%) (mg/kg) (me/100 g) (%) PA Apg Bg > Bg > Cg > Cg >100 PD Apg , Bg Cg Cg Cg PD Apg Bg > Cg > Cg >100 PD Apg Bg > Bg > Cg > Cg >100 Keterangan: KTKs=Kapasitas Tukar Kation tanah, KTKc=Kapasitas Tukar Kation liat. Pedon PV berada di daerah volkanik, PA di Dataran Aluvial dan PD di Dataran Lakustrin.

15 33 Tingginya kandungan debu pada tanah sawah di Dataran Aluvial diduga disebabkan energi selektif air, dimana bahan-bahan yang lebih kasar akan diendapkan terlebih dahulu, sedangkan bahan-bahan yang halus diendapkan pada tempat yang lebih jauh. Dataran Aluvial yang terbentuk akibat aktivitas sungai merupakan daerah pengendapan pertama bahan volkanik dari Gunung Talang, sedangkan Danau Singkarak yang berperan aktif dalam pembentukan Dataran Lakustrin merupakan daerah pengendapan berikutnya (terakhir). Tabel 6 Rata-rata kandungan debu dan liat lapisan olah (0-20 cm) Bahan induk Rata-rata kandungan debu (%) Bahan induk Rata-rata kandungan liat (%) Endapan sungai a Endapan danau a Bahan induk volkanik b Bahan induk volkanik ab Endapan danau b Endapan sungai b Huruf yang sama memberikan pengaruh tidak nyata pada taraf 5% menurut DMRT. ph H 2 O dan KCl ph H 2 O berkisar antara (Tabel 5). ph H 2 O tanah sawah dari endapan danau lebih tinggi dibandingkan tanah sawah dari bahan induk volkanik maupun endapan sungai. Hasil analisis statistik lapisan olah (0-20 cm) bahwa ph H 2 O tanah sawah dari endapan danau berbeda nyata (taraf 5%) dengan tanah sawah dari endapan sungai dan bahan induk volkanik. Demikian juga dengan ratarata ph KCl, tapi rata-rata ph KCl tanah sawah dari endapan sungai lebih tinggi dan berbeda nyata (taraf 5%) dengan tanah sawah dari bahan induk volkanik. Hasil analisis statitistik ph H 2 O dan KCl lapisan olah disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Rata-rata ph H 2 O dan ph KCl lapisan olah (0-20 cm) Bahan induk Rata-rata ph H 2 O Bahan induk Rata-rata ph KCl Endapan danau 5.90 a Endapan danau 5.15 a Endapan sungai 5.66 b Endapan sungai 4.96 b Bahan induk volkanik 5.51 b Bahan induk volkanik 4.68 c Huruf yang sama memberikan pengaruh tidak nyata pada taraf 5% menurut DMRT.

16 34 Tingginya ph H 2 O pada tanah sawah dari endapan sungai dan endapan danau disebabkan tingginya ion OH - yang dihasilkan saat pelapukan mineralmineral primer di daerah volkanik yang tercuci dan mengendap bersama-sama dengan bahan lainnya di daerah yang lebih datar. Pada tanah sawah dari endapan danau, ion OH - kemungkinan juga dihasilkan pada pelapukan kerang-kerang danau, hal ini terlihat lebih tingginya ph H 2 O pada tanah sawah dari endapan danau dibandingkan tanah sawah dari endapan sungai yang tidak memiliki sisasisa binatang danau di dalam penampang tanahnya. ph KCl (kecuali lapisan atas pedon PV2, PA2 dan PA3) berkisar antara (Tabel 5). Menurut Rasmussen et al. (2007), ini mengindikasikan jumlah Al 3+ dan H + yang dapat dipertukarkan sedikit. Delta ph [ ph = ph(kcl) ph(h 2 O)] berkisar antara -0.7 sampai -1.5 menunjukkan semua permukaan koloid didominasi oleh muatan negatif (Tan, 1992). Berdasarkan analisis, muatan negatif tertinggi dijumpai pada tanah sawah dari endapan sungai, kemudian diikuti oleh tanah sawah dari bahan induk volkanik, selanjutnya tanah sawah dari endapan sungai. Tingginya muatan negatif pada tanah sawah dari endapan danau menunjukkan bahwa kemampuan mengikat dan mempertukarkan kation pada tanah tersebut lebih tinggi dibandingkan tanah sawah dari bahan induk volkanik maupun endapan sungai. Kemampuan mengikat dan mempertukarkan kation sangat tergantung pada tipe mineral liat. Hasil analisis sebelumnya menunjukkan bahwa tanah sawah yang terbentuk dari endapan danau didominasi oleh mineral liat smektit. Menurut Allen dan Hajek (1989) smektit mempunyai muatan negatif yang menyebabkan mineral liat mempunyai kapasitas tukar kation tinggi. Sementara tanah sawah dari bahan induk volkanik didominasi oleh haloisit dan tanah sawah dari endapan sungai mempunyai mineral liat campuran smektit, haloisit dan kaolinit. Haloisit dan kaolinit mempunyai kapasitas tukar kation yang lebih rendah dari smektit. C organik dan N total Kandungan C organik dan N total lebih tinggi pada lapisan atas (Tabel 5). Usahatani padi sawah di Sentra Produksi Beras Solok dilakukan 2-3 kali setahun. Sementara penggunaan pupuk kimia untuk memacu peningkatan hasil sangat

17 35 jarang diikuti oleh bahan organik karena jerami padi sebagai sumber bahan organik yang murah dan mudah didapat sering dibakar bahkan dibuang ke luar areal persawahan guna mempercepat proses penyiapan lahan untuk musim tanam berikutnya. Hasil penelitian Sudarsono (1991) menunjukkan ternyata pembakaran jerami tidak menurunkan kadar C organik tanah, namun membenamkannya dapat meningkatkan kadar C organik, N total dan nisbah C/N. Tingginya kandungan C organik tersebut dijelaskan Sudarsono (1996) disebabkan C organik berada dalam kesetimbangan dengan lingkungannya. Hasil analisis contoh tanah di laboratorium menunjukkan kandungan C organik lapisan olah tanah sawah Sentra Produksi Beras Solok berkisar antara %. Dari nilai tersebut, 90% di antaranya mempunyai C organik > 2%. Menurut Simarmata dan Yuwariah (2008) kandungan C organik demikian mengindikasikan sebagian besar tanah sawah Sentra Produksi Beras Solok masih dalam kondisi baik. Hal yang sama juga terjadi pada kandungan N total yang berkisar antara % dan lebih dari 90% mempunyai N total > 0.20%. Berdasarkan kriteria yang dikemukakan Neue (1985) dan Smith et al. (1987) tanah sawah Sentra Produksi Beras Solok mempunyai N total yang optimum ( %) untuk pertumbuhan tanaman, bahkan di beberapa tanah melebihi batas optimum. Analisis statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata (taraf 5%) antara rata-rata kandungan C organik tanah sawah dari bahan induk volkanik dengan tanah sawah dari endapan sungai dan endapan danau, demikian juga dengan rata-rata N total. P 2 O 5 Potensial dan P 2 O 5 tersedia Kandungan P 2 O 5 terekstrak HCl 25% (P 2 O 5 potensial) dan P 2 O 5 terekstrak Olsen dan Bray I (P 2 O 5 tersedia) juga lebih tinggi pada tanah lapisan atas, terutama pada tanah-tanah sawah yang terbentuk dari endapan danau (Tabel 5). Selain tindakan pengelolaan yang diberikan petani, tingginya kandungan kedua bentuk P ini diduga berasal dari daerah volkanik yang mengendap bersama-sama dengan bahan-bahan endapan lainnya.

18 36 Hasil analisis contoh tanah lapisan olah menunjukkan bahwa kandungan P 2 O 5 potensial berkisar antara mg/kg. P 2 O 5 tersedia antara mg/kg. Kedua bentuk P tersebut tergolong sangat rendah hingga sangat tinggi (Staf Pusat Penelitian Tanah, 1983). Hasil analisis statistik yang disajikan pada Tabel 8 menunjukkan bahwa rata-rata kandungan P 2 O 5 potensial dan P 2 O 5 tersedia pada tanah sawah dari endapan danau lebih tinggi (masing-masing mg/kg dan mg/kg) dan berbeda nyata (taraf 5%) dengan tanah sawah dari endapan sungai (masing-masing mg/kg dan mg/kg) dan bahan induk volkanik (masing-masing mg/kg dan mg/kg). Tabel 8 Rata-rata P 2 O 5 potensial dan P 2 O 5 tersedia lapisan olah (0-20 cm) Bahan induk Rata-rata P 2 O 5 potensial (mg/kg) Bahan induk Rata-rata P 2 O 5 tersedia (mg/kg) Endapan danau a Endapan danau a Endapan sungai b Endapan sungai b Bahan induk volkanik b Bahan induk volkanik b Huruf yang sama memberikan pengaruh tidak nyata pada taraf 5% menurut DMRT. Pengekstrak HCl 25% mampu melarutkan semua bentuk P tanah baik yang cepat, sedang, maupun yang lambat tersedia. Sementara pengekstrak Olsen dan Bray I hanya mampu melarutkan bentuk P tanah yang cepat dan sedang tersedia. Ca-P, Fe-P, dan Al-P merupakan bentuk P yang cepat tersedia, sedangkan organik-p dan residu-p merupakan bentuk P yang sedang hingga lambat tersedia. Nursyamsi dan Setyorini (2009) melakukan penelitian tentang fraksionasi P pada tiga jenis tanah, yaitu Inceptisols, Vertisols dan Alfisols. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 23-28% dari bentuk P yang cepat tersedia bagi tanaman (bentuk Ca-P, Fe-P, dan Al-P), sisanya merupakan bentuk yang sedang hingga lambat tersedia karena diterjerap oleh koloid liat dan organik (organik-p dan residu-p). Menurut Widjaja-Adhi dan Sudjadi (1987), bentuk P tersebut merupakan P cadangan yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan bentuk-bentuk P cepat tersedia di dalam tanah.

19 37 K 2 O Potensial dan K dd Sama halnya dengan P 2 O 5 potensial, umumnya K 2 O tereksrak HCl 25% (K 2 O potensial) lebih tinggi pada tanah sawah dari endapan danau. Tingginya kandungan K 2 O ini diduga berasal dari daerah volkanik yang mengendap bersama-sama dengan bahan lainnya. Selain itu, kehadiran mika hidrous (illit) ikut menambah kandungan K 2 O potensial tanah tersebut. Menurut Fanning (1989) transformasi hidrous mika (illit) menjadi smektit akan melepaskan K + yang berada pada pinggiran mika yang terekspose. K 2 O potensial cukup tinggi lainnya dijumpai pada tanah sawah dari bahan induk volkanik. Tingginya K 2 O potensial ini diduga berasal dari pelapukan mineral sanidin yang juga lebih tinggi pada tanah sawah tersebut (Tabel 3). Pelapukan sanidin akan membebaskan K + ke dalam larutan tanah (Huang, 1989). Selanjutnya bentuk K tersebut akan berada dalam reaksi kesetimbangan dengan K dd dan K tdd (Brady dan Weil (1999), bila konsentrasi K dalam larutan tanah meningkat, maka K segera dijerap oleh tanah menjadi bentuk tidak tersedia (biasanya sementara). Hasil analisis contoh tanah komposit lapisan olah menunjukkan bahwa K 2 O potensial berkisar antara mg/kg dan K dd antara me/100 g. Kedua bentuk K tersebut tergolong sangat rendah hingga tinggi (Staf Pusat Penelitian Tanah, 1983). Hasil analisis statistik terhadap kedua bentuk K tersebut disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Rata-rata K 2 O potensial dan K dd lapisan olah (0-20 cm) Bahan induk Rata-rata K 2 O potensial (mg/kg) Bahan induk Rata-rata K dd (me/100 g) Endapan danau a Bahan induk volkanik 0.36 a Bahan induk volkanik ab Endapan danau 0.31 a Endapan sungai b Endapan sungai 0.29 a Huruf yang sama memberikan pengaruh tidak nyata pada taraf 5% menurut DMRT. Pada Tabel 9 terlihat bahwa rata-rata K 2 O potensial tanah sawah dari endapan danau lebih tinggi dan berbeda nyata (taraf 5%) dengan tanah sawah dari endapan sungai. Namun tidak terdapat perbedaan yang nyata (taraf 5%) terhadap K dd yang dihasilkan oleh tanah sawah dengan K 2 O potensial tinggi (tanah sawah

20 38 dari endapan danau) dengan tanah sawah dengan K 2 O potensial rendah (tanah sawah dari endapan sungai). Hal ini diduga tingginya Ca dan Mg yang menempati kompleks jerapan tanah sawah dari endapan danau. Sesuai dengan pendapat Ritchey (1979) yang menjelaskan bahwa Ca 2+ dan Mg 2+ mempunyai kemampuan bersaing secara efektif dengan K dalam kompleks jerapan, sehingga sangat sedikit kompleks jerapan yang dapat ditempati oleh K, akibatnya K terekstrak NH 4 OAc (K dd ) rendah. Basa-basa Tanah Hasil analisis kejenuhan Ca dan Mg yang disajikan pada Tabel 10 menunjukkan bahwa tanah sawah dari endapan danau mempunyai rata-rata kejenuhan Ca lebih tinggi (75.47%), kemudian diikuti oleh tanah sawah dari endapan sungai (67.27%). Tanah sawah dari bahan induk volkanik mempunyai kejenuhan Ca sebesar 57.11%. Semua kejenuhan Ca tersebut berbeda nyata (taraf 5%) satu sama lain. Terhadap kejenuhan Mg, rata-rata kejenuhan Mg tertinggi dijumpai pada tanah sawah dari endapan sungai sebesar 21.81% dan berbeda nyata (taraf 5%) dengan tanah sawah dari endapan danau (17.39%) dan tanah sawah dari bahan induk volkanik (17.31%). McLean (1977 dalam Kasno et al., 2005) menyatakan bahwa kejenuhan Ca, Mg dan K yang dikehendaki tanaman adalah 65, 10 dan 5%. Berdasarkan kriteria tersebut, rata-rata kejenuhan Ca pada tanah sawah dari endapan sungai dan endapan danau melebihi batas yang ditetapkan, bahkan rata-rata kejenuhan Mg pada semua bahan induk. Pengaruhnya terhadap kejenuhan K, tingginya kejenuhan Ca dan Mg menyebabkan ketersediaan K rendah. Hasil analisis menunjukkan kejenuhan K < 5% di semua bahan induk. Meski demikian, rata-rata kejenuhan K tertinggi dijumpai pada tanah dari bahan induk volkanik yang berbeda nyata (taraf 5%) dengan tanah sawah dari endapan danau. Tanah sawah dari endapan sungai mempunyai kejenuhan K tidak berbeda nyata (taraf 5%) dengan tanah sawah dari endapan danau maupun bahan induk volkanik. Berdasarkan analisis tersebut, selain kadarnya di dalam tanah (K 2 O potensial), kejenuhan K dipengaruhi oleh keberadaan kation lain, seperti Ca dan Mg.

21 39 Tabel 10 Rata-rata Kejenuhan Ca, Mg dan K lapisan olah (0-20 cm) Bahan induk Rata-rata kej. Ca (%) Bahan induk Rata-rata kej. Mg (%) Bahan induk Rata-rata kej. K (%) Endapan danau a Endapan sungai a B.induk volkanik 2.12 a Endapan sungai b Endapan danau b Endapan sungai 1.88 ab B.induk volkanik c B.induk volkanik b Endapan danau 1.41 b Huruf yang sama memberikan pengaruh tidak nyata pada taraf 5% menurut DMRT. Tingginya kejenuhan Ca dan Mg pada tanah sawah dari endapan sungai dan endapan danau sangat dimungkinkan karena tanah-tanah tersebut berkembang dari endapan bahan volkanik maupun hasil pelapukannya. Ca yang berasal dari pelapukan feldspar (labradorit) melepaskan basa tersebut ke dalam larutan tanah, di daerah berlereng mengalami pencucian dan terakumulasi di daerah bawah yang lebih datar, dimana tanah-tanah tersebut berkembang. Dahlgren et al. (1993) mengemukakan bahwa labradorit adalah mineral terbanyak dalam kelompok plagioklas feldspar dengan kadar Ca dan Na seimbang, yaitu Ab 50 An 50, dimana Ab adalah mineral plagioklas feldspar dengan kadar Na 100%, yaitu albit (NaSi 3 AlO 8 ) dan An adalah mineral plagioklas feldspar dengan kadar Ca 100%, yaitu anortit (CaSi 2 Al 2 O 8 ). Menurut Huang (1989) plagioklas feldspar yang dijumpai di kerak bumi mencapai 290 g/kg atau 29% dan umumnya terdapat pada batuan dengan kadar silika relatif rendah serta batuan beku luar dengan reaksi intermedier hingga alkali, yaitu dari golongan andesit-basalt. Sementara Mg kemungkinan berasal dari pelapukan mineral-mineral feromagnesia. Hiperstin dan augit adalah kelompok mineral piroksin dengan struktur Si-tetrahedral inosilikat rantai tunggal (single chain inosilicate) sedangkan hornblende adalah kelompok amfibol inosilikat rantai ganda (doublechain inosilicate). Piroksin dan amfibol merupakan mineral feromagnesia. Tingkat stabilitas hiperstin lebih rendah dari hornblende, sehingga dalam proses hancuran iklim hiperstin akan terurai lebih dulu dan melepaskan kation-kation basa yang dikandungnya (Huang, 1989).

22 40 Bila diteliti lebih jauh pengaruh kejenuhan Ca dan Mg terhadap kejenuhan K yang dinyatakan sebagai rasio Ca/K dan Mg/K di masing-masing bahan induk menunjukkan bahwa tanah sawah dari endapan danau mempunyai rata-rata rasio Ca/K paling tinggi dan berbeda nyata (taraf 5%) dengan tanah sawah dari endapan sungai dan bahan induk volkanik. Rata-rata rasio Ca/K pada tanah sawah dari endapan danau sebesar 85.46, tanah sawah dari endapan sungai sebesar 56.87, sedangkan tanah sawah dari bahan induk volkanik sebesar Rata-rata rasio Ca/K tersebut 3-7 kali lebih tinggi dari kriteria yang ditetapkan McLean (1977 dalam Kasno et al., 2005) sebesar 13 (65/5). Rata-rata rasio Mg/K tertinggi terdapat pada tanah sawah dari endapan sungai sebesar 19.27, kemudian diikuti oleh tanah sawah dari endapan danau sebesar Tanah sawah dari bahan induk volkanik mempunyai rata-rata rasio Mg/K terendah sebesar dan berbeda nyata (taraf 5%) dengan kedua bahan induk sebelumnya. Jika rasio-rasio tersebut dibandingkan dengan kriteria yang dikemukakan McLean (1977 dalam Kasno et al., 2005) sebesar 2 (10/5), rasio tersebut 6-10 kali lebih tinggi. Hasil analisis statistik disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Rata-rata rasio Ca/K dan Mg/K lapisan olah (0-20 cm) Bahan induk Rata-rata rasioca/k Bahan induk Rata-rata rasio Mg/K Endapan danau a Endapan sungai a Endapan sungai b Endapan danau a Bahan induk volkanik b Bahan induk volkanik b Huruf yang sama memberikan pengaruh tidak nyata pada taraf 5% menurut DMRT. Selain Ca dan Mg, Na merupakan basa yang cukup tinggi dijumpai pada pedon-pedon yang berkembang dari endapan. Pada tanah sawah dari endapan sungai rata-rata kandungan Na dd mencapai 0.47 me/100 g dan pada tanah sawah dari endapan danau rata-rata kandungan Na dd 0.44 me/100 g. Tanah sawah dari bahan induk volkanik mempunyai rata-rata kandungan Na dd 0.30 me/100 g. Tingginya kandungan basa-basa Ca, Mg dan Na pada tanah-tanah sawah dari endapan menyebabkan kejenuhan basa (KB) pada tanah tersebut juga tinggi. Berdasarkan analisis, sekitar 70-80% nilai KB disumbangkan oleh Ca. Basa Mg menyumbang sebesar 18-24% dan sisanya sekitar 2-6% disumbangkan oleh Na dan K. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa KB pada tanah sawah dari

23 41 endapan sungai dan endapan danau berbeda nyata (taraf 5%) dengan tanah sawah dari bahan induk volkanik. Dalam hal ini KB tanah sawah dari endapan sungai dan endapan danau lebih tinggi, sebaliknya dengan tanah sawah dari bahan induk volkanik. Pencucian yang terjadi menyebabkan basa-basa berkurang akibatnya KB menjadi rendah. Hasil analisis KB disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Rata-rata KB lapisan olah (0-20 cm) Bahan induk Rata-rata KB (%) Endapan danau Endapan sungai Bahan induk volkanik a a b Huruf yang sama memberikan pengaruh tidak nyata pada taraf 5% menurut DMRT. KTK Liat dan KTK Tanah Tabel 13 menyajikan hasil analisis statistik contoh tanah komposit lapisan olah terhadap kapasitas tukar kation (KTK), baik KTK liat maupun KTK tanah. Pada tabel tersebut terlihat bahwa rata-rata KTK liat tanah sawah dari endapan danau lebih tinggi dan berbeda nyata (taraf 5%) dengan rata-rata KTK liat tanah sawah dari bahan induk volkanik dan endapan sungai. Tanah sawah dari endapan danau didominasi oleh mineral liat smektit. Menurut Allen dan Hajek (1989) smektit mempunyai muatan negatif yang menyebabkan mineral liat ini mempunyai KTK lebih tinggi. Tabel 13 Rata-rata KTK liat dan KTK tanah lapisan olah (0-20 cm) Bahan induk Rata-rata KTK liat (me/100 g liat) Bahan induk Rata-rata KTK tanah (me/100 g tanah) Endapan danau a Endapan danau a Bahan induk volkanik b Bahan induk volkanik b Endapan sungai b Endapan sungai b Huruf yang sama memberikan pengaruh tidak nyata pada taraf 5% menurut DMRT. Berbeda dengan tanah sawah dari bahan induk volkanik yang didominasi oleh mineral liat haloisit, baik metahaloisit maupun haloisit hidrat. Sedangkan pada tanah sawah dari endapan sungai dijumpai campuran mineral liat kaolinit, smektit dan haloisit dalam jumlah yang bervariasi tergantung posisinya. Hal yang sama juga terlihat pada KTK tanahnya. Tanah sawah dari endapan danau

24 42 mempunyai KTK tanah lebih tinggi dan berbeda nyata (taraf 5%) dengan tanah sawah dari bahan induk volkanik dan endapan sungai. Hasil analisis sidik ragam sifat-sifat tanah yang dianalisis disajikan pada Lampiran 4. Klasifikasi Tanah Berdasarkan proses pembentukan landform Dataran Lakustrin, dapat diketahui bahwa bahan yang diendapkan pada pedon PD1, PD2 dan PD3 telah jenuh air dalam waktu lama, sehingga tanah mengalami reduksi kuat yang dicirikan oleh warna kelabu hingga kelabu kebiruan. Pedon-pedon di lokasi ini, pada tingkat Great Grup diklasifikasikan sebagai Endoaquepts. Selain tereduksi, pedon-pedon memperlihatkan adanya penambahan bahan baru yang terlihat jelas pada perubahan tekstur di lapang. Hal yang sama terlihat pada asosiasi mineralnya (Tabel 4). Analisis tekstur serta karbon organik di laboratorium juga memperlihatkan hal yang sama (Tabel 5). Adanya stratifikasi tekstur dan karbon organik tersebut, maka pada tingkat Sub Group tanah diklasifikasikan sebagai Fluvaquentic Endoaquepts. Pada pedon lain dimana stratifikasi karbon organik tidak terlihat jelas, maka tanah diklasifikasikan sebagai Typic Endoaquepts. Di Dataran Aluvial, muka air tanah yang dangkal (< 100 cm) telah menyebabkan tanah-tanah di lapisan bawah mengalami jenuh air dalam waktu lama, sehingga berwarna lebih kelabu. Pada tingkat Great Grup pedon PA1, PA2 dan PA3 diklasifikasikan sebagai Endoaquepts. Adanya penambahan bahan baru yang terlihat pada asosiasi mineral, perubahan tekstur dan karbon organik, maka pada tingkat Sub Grup tanah diklasifikasikan sebagai Fluvaquentic Endoaquepts dan pada pedon lain dimana penambahan bahan baru tidak terlihat jelas pada perubahan karbon organiknya, maka tanah diklasifikasikan sebagai Typic Endoaquepts. Di daerah volkanik, pengaruh penggenangan akibat penyawahan hanya terlihat sampai kedalaman 50 cm, hal ini ditunjukkan oleh kroma yang lebih rendah pada lapisan atas dibandingkan lapisan bawah (> 50 cm), disamping itu terdapat karatan Fe dan nodul Mn sebagai bukti adanya proses reduksi-oksidasi, sehingga pada tingkat Great Grup tanah diklasifikasikan sebagai Epiaquepts. Adanya penambahan bahan baru terlihat pada asosiasi mineral (Tabel 4), namun

25 43 tidak terlihat jelas pada perubahan kandungan karbon organik maupun teksturnya (Tabel 5), pada tingkat Sub Group tanah diklasifikasikan sebagai Typic Epiaquepts Karakteristik Lahan Pengontrol Produksi Cisokan Sentra Produksi Beras Solok merupakan sawah beririgasi teknis dengan luas ha (Balai Penelitian Tanah, 2006). Sawah-sawah tersebut berada pada ketinggian m d.p.l. yang menempati lereng tengah volkanik Gunung Talang, Dataran Aluvial Batang Sumani hingga Dataran Lakustrin Danau Singkarak dengan bentuk wilayah berbukit hingga datar sampai agak cekung. Di daerah-daerah berlereng, terutama daerah volkanik sawah-sawah diteras dengan lebar m, sehingga mempunyai lereng mikro datar. Dengan kondisi lereng demikian pengolahan tanah dapat dilakukan secara mekanisasi, sama halnya dengan daerah dataran. Meski demikian pada kondisi-kondisi tertentu tenaga manusia tetap diperlukan. Curah hujan rata-rata tahunan berkisar antara mm (Tabel 14). Curah hujan terendah tercatat di stasiun Lembang Jaya dan tertinggi di stasiun Sukarami. Menurut Oldeman et al. (1978) Sentra Produksi Beras Solok tergolong ke dalam zona B1 dan A yang dicirikan oleh bulan basah (curah hujan > 200 mm/bulan) masing-masing 7-8 dan 10 bulan berturut-turut dan tanpa bulan kering (curah hujan < 100 mm/bulan). Suhu udara rata-rata tahunan 27.4 C dengan ratarata minimum 23.3 C dan rata-rata maksimum 31.4 C. Analisis neraca air menunjukkan bahwa surplus air (curah hujan > evapotranspirasi potensial, ET o 100) terjadi selama 12 bulan, sehingga masa tanam (Length of Growing Period) dapat dilakukan sepanjang tahun. Kecukupan air dari curah hujan dan air irigasi menjadikan sawah dapat dilakukan 3 kali setahun. Cisokan adalah salah satu varietas padi sawah unggulan yang diusahakan petani-petani Sentra Produksi Beras Solok. Selain Cisokan terdapat varietas padi sawah unggulan lainnya, seperti Anak Daro dan Caredek. Ketiga varietas padi sawah tersebut dijuluki sebagai Bareh Solok. Setiap varietas memerlukan persyaratan tumbuh masing-masing. Berdasarkan umur, Cisokan tergolong varietas padi sawah berumur pendek (3-4 bulan), sedangkan Anak Daro dan

26 44 Caredek tergolong varietas berumur panjang (5-6 bulan). Perbedaan umur tanam menyebabkan teknologi pengelolaan lahan berbeda. Tabel 14 Karakteristik curah hujan Sentra Produksi Beras Solok Stasiun Curah hujan bulanan (mm) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jumlah (mm) BB BK ZA S. Bakar A Bukit Sundi B1 Lb. Jaya B1 G. Talang B1 Sukarami A Keterangan: BB = bulan basah (curah hujan>200 mm/bulan), BK = bulan kering (curah hujan<100/bulan), ZA = Zona groklimat (Oldeman et al., 1978). Cisokan adalah salah satu varietas padi sawah unggulan yang diusahakan petani-petani Sentra Produksi Beras Solok. Selain Cisokan terdapat varietas padi sawah unggulan lainnya, seperti Anak Daro dan Caredek. Ketiga varietas padi sawah tersebut dijuluki sebagai Bareh Solok. Setiap varietas memerlukan persyaratan tumbuh masing-masing. Berdasarkan umur, Cisokan tergolong varietas padi sawah berumur pendek (3-4 bulan), sedangkan Anak Daro dan Caredek tergolong varietas berumur panjang (5-6 bulan). Perbedaan umur tanam menyebabkan teknologi pengelolaan lahan berbeda. Berdasarkan pengamatan lapang dan analisis data iklim menunjukkan bahwa karakteristik lingkungan tumbuh telah dikelola sedemikian rupa, sehingga menciptakan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman padi sawah. Berdasarkan hal tersebut, maka kajian ditekankan pada karakteristik media tumbuh (tanah) untuk mengetahui tindakan pengelolaan yang perlu dilakukan untuk mengoptimalkan produksi Cisokan. Pada Sub Bab sebelumnya telah dibahas karakteristik tanah sawah di masing-masing bahan induk. Terlihat bahwa masing-masing bahan induk menghasilkan tanah dengan karakteristik berbeda. Hal ini sesuai dengan pendapat Buol et al. (1980) bahwa masing-masing tanah memiliki ciri dan karakteristik tergantung bahan induk pembentuknya. Selanjutnya terhadap karakteristik tanah yang terbentuk diuji pengaruhnya terhadap produksi Cisokan untuk mengetahui karakteristik-karakteristik tanah penentu atau karakteristik tanah pengontrol produksi Cisokan di masing-masing bahan induk.

4.1. Bahan Induk Tanah, Komposisi Mineral dan Sifat-Sifat Tanah Sawah

4.1. Bahan Induk Tanah, Komposisi Mineral dan Sifat-Sifat Tanah Sawah IV. PEMBAHASAN UMUM Solok dikenal sebagai Sentra Produksi Beras. Beras yang dihasilkan Sentra Produksi, di samping mensuplai kebutuhan pangan masyarakat Sumatera Barat, juga masyarakat di luar Sumatera

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan paling mendasar dari suatu bangsa. Banyak negara dengan sumber ekonomi cukup memadai, tetapi mengalami kehancuran karena tidak mampu memenuhi

Lebih terperinci

Mineral Composition and Soil Properties Derived from Tephra Deposit Talang Mount on Aluvial Plain at Solok Rice Production Centre, West Sumatra

Mineral Composition and Soil Properties Derived from Tephra Deposit Talang Mount on Aluvial Plain at Solok Rice Production Centre, West Sumatra Komposisi Mineral dan Sifat-Sifat Tanah yang Berkembang dari Deposit Tephra Gunung Talang pada Dataran Aluvial di Sentra Produksi Beras Solok, Sumatera Barat Mineral Composition and Soil Properties Derived

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sifat-sifat Tanah. Sifat Morfologi dan Fisika Tanah. Sifat morfologi dan fisika tanah masing-masing horison pada pedon pewakil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sifat-sifat Tanah. Sifat Morfologi dan Fisika Tanah. Sifat morfologi dan fisika tanah masing-masing horison pada pedon pewakil HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat-sifat Tanah Sifat Morfologi dan Fisika Tanah Pedon Berbahan Induk Batuliat Sifat morfologi dan fisika tanah masing-masing horison pada pedon pewakil berbahan induk batuliat disajikan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Tanah Sawah di Pulau Jawa Hasil analisis pendahuluan sifat-sifat kimia tanah sawah di Pulau Jawa disajikan pada Tabel 3. Status sifat kimia tanah yang diteliti

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode tertentu di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off dan

Lebih terperinci

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah Kimia Tanah 23 BAB 3 KIMIA TANAH Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah A. Sifat Fisik Tanah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN

IV. HASIL PENELITIAN IV. HASIL PENELITIAN Karakterisasi Tanah Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa tanah Ultisol memiliki tekstur lempung dan bersifat masam (Tabel 2). Selisih antara ph H,O dan ph KC1 adalah 0,4; berarti

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Tanah Tujuan survey dan pemetaan tanah adalah mengklasifikasikan dan memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu satuan peta tanah yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi 4.1.1. Kakteristik Ultisol Gunung Sindur Hasil analisis pendahuluan sifat-sifat kimia tanah disajikan pada tabel.1.

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan uraian dan pembahasan terdahulu dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Perbedaan tekstur tanah dan elevasi, tidak menyebabkan perbedaan morfologi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Inceptisol Indramayu Inceptisol Indramayu memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan persentase pasir, debu, liat masing-masing 38%,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisikokimia Andisol Lembang Data sifat fisikokimia tanah Andisol Lembang disajikan pada Tabel 1. Status hara dinilai berdasarkan kriteria yang dipublikasikan oleh

Lebih terperinci

GELISOLS. Pustaka Soil Survey Staff Soil Taxonomy, 2 nd edition. USDA, NRCS. Washington. 869 hal.

GELISOLS. Pustaka Soil Survey Staff Soil Taxonomy, 2 nd edition. USDA, NRCS. Washington. 869 hal. GELISOLS Gelisols adalah tanah-tanah pada daerah yang sangat dingin. Terdapat permafrost (lapisan bahan membeku permanen terletak diatas solum tanah) sampai kedalaman 2 meter dari permukaan tanah. Penyebaran

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian

Lebih terperinci

IV. HASIL 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Tabel 2 No Analisis Metode Hasil Status Hara

IV. HASIL 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Tabel 2 No Analisis Metode Hasil Status Hara IV. HASIL 4.. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Data fisikokimia tanah awal percobaan disajikan pada Tabel 2. Andisol Lembang termasuk tanah yang tergolong agak masam yaitu

Lebih terperinci

JERAPAN Na +, NH 4 +, DAN Fe 3+ PADA TANAH-TANAH YANG DIDOMINASI MINERAL LIAT SMEKTIT. Rasional

JERAPAN Na +, NH 4 +, DAN Fe 3+ PADA TANAH-TANAH YANG DIDOMINASI MINERAL LIAT SMEKTIT. Rasional JERAPAN Na +, NH 4 +, DAN Fe 3+ PADA TANAH-TANAH YANG DIDOMINASI MINERAL LIAT SMEKTIT Rasional Sejumlah kation dapat membebaskan K yang terfiksasi pada tanah-tanah yang banyak mengandung mineral liat tipe

Lebih terperinci

KORELASI ANTARA SIFAT-SIFAT TANAH DENGAN KETERSEDIAAN K TANAH PADA TANAH-TANAH YANG DIDOMINASI MINERAL LIAT SMEKTIT. Rasional

KORELASI ANTARA SIFAT-SIFAT TANAH DENGAN KETERSEDIAAN K TANAH PADA TANAH-TANAH YANG DIDOMINASI MINERAL LIAT SMEKTIT. Rasional KORELASI ANTARA SIFAT-SIFAT TANAH DENGAN KETERSEDIAAN K TANAH PADA TANAH-TANAH YANG DIDOMINASI MINERAL LIAT SMEKTIT Rasional Sebelum pengelolaan K tanah dilakukan, karakteristik tanah yang berpengaruh

Lebih terperinci

IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH

IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH Komponen kimia tanah berperan terbesar dalam menentukan sifat dan ciri tanah umumnya dan kesuburan tanah pada khususnya. Bahan aktif dari tanah yang berperan dalam menjerap

Lebih terperinci

Citra LANDSAT Semarang

Citra LANDSAT Semarang Batuan/Mineral Citra LANDSAT Semarang Indonesia 5 s/d 7 km 163 m + 2 km QUARRY BARAT LAUT Tidak ditambang (untuk green belt) muka airtanah 163 m batas bawah penambangan (10 m dpl) 75-100 m dpl Keterangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2011 SIFAT KIMIA TANAH IV. SIFAT KIMIA TANAH 5.1 Koloid Tanah Koloid tanah adalah partikel atau zarah tanah

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN OPTIMALISASI TANAH SAWAH DI SENTRA PRODUKSI BERAS SOLOK, SUMATERA BARAT ERNA SURYANI

KARAKTERISTIK DAN OPTIMALISASI TANAH SAWAH DI SENTRA PRODUKSI BERAS SOLOK, SUMATERA BARAT ERNA SURYANI KARAKTERISTIK DAN OPTIMALISASI TANAH SAWAH DI SENTRA PRODUKSI BERAS SOLOK, SUMATERA BARAT ERNA SURYANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisik Tanah 5.1.1. Bobot Isi dan Porositas Total Penambahan bahan organik rumput signal pada lahan Kathryn belum menunjukkan pengaruh baik terhadap bobot isi (Tabel

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis dan Iklim Daerah aliran sungai (DAS) Siulak di hulu DAS Merao mempunyai luas 4296.18 ha, secara geografis terletak antara 101 0 11 50-101 0 15 44 BT dan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1. Tempat dan Waktu Penelitian terdiri atas penelitian lapang dan laboratorium. Penelitian lapang dilakukan di Sentra Produksi Beras Solok, secara administrasi termasuk ke dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi Desa Panapalan, Kecamatan Tengah Ilir terdiri dari 5 desa dengan luas 221,44 Km 2 dengan berbagai ketinggian yang berbeda dan di desa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Awal Tanah Gambut Hasil analisis tanah gambut sebelum percobaan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis didapatkan bahwa tanah gambut dalam dari Kumpeh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. setelah N dan P. Umumnya K diserap tanaman dalam bentuk K larut (soluble K) yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. setelah N dan P. Umumnya K diserap tanaman dalam bentuk K larut (soluble K) yang PENDAHULUAN Latar Belakang Kalium merupakan hara makro yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak setelah N dan P. Umumnya K diserap tanaman dalam bentuk K larut (soluble K) yang berada dalam reaksi keseimbangan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Karakteristik Tanah Awal Podsolik Jasinga Hasil analisis kimia dan fisik Podsolik Jasinga disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan kriteria PPT (1983), Podsolik Jasinga

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terletak di 7 lokasi lahan kering di daerah Kabupaten dan Kota Bogor yang terbagi ke dalam tiga kelompok berdasarkan perbedaan

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2009 SIFAT KIMIA TANAH IV. SIFAT KIMIA TANAH 5.1 Koloid Tanah Koloid tanah adalah partikel atau zarah tanah

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH RAWA PASANG SURUT DI KARANG AGUNG ULU SUMATERA SELATAN. E. DEWI YULIANA Fakultas MIPA, Universitas Hindu Indonesia

KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH RAWA PASANG SURUT DI KARANG AGUNG ULU SUMATERA SELATAN. E. DEWI YULIANA Fakultas MIPA, Universitas Hindu Indonesia KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH RAWA PASANG SURUT DI KARANG AGUNG ULU SUMATERA SELATAN E. DEWI YULIANA Fakultas MIPA, Universitas Hindu Indonesia ABSTRACT This study is aimed at identifyimg the characteristics

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

Latar Belakang. Kalium merupakan salah satu hara makro setelah N dan P yang diserap

Latar Belakang. Kalium merupakan salah satu hara makro setelah N dan P yang diserap I. PENDAHULUAN Latar Belakang Kalium merupakan salah satu hara makro setelah N dan P yang diserap tanaman dalam jumlah banyak. Pada tanaman jagung hara Kdiserap lebih banyak daripada hara N dan P. Lei

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun LAMPIRAN Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun 20002009 Bln Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des THN 2000 47 99 147 114 65 19 56 64 220 32 225

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara

Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara Data curah hujan (mm) Tahun 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Jan 237 131 163 79 152 162 208

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Kalium Terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi Sawah 2.2. Fraksi-fraksi Kalium dalam Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Kalium Terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi Sawah 2.2. Fraksi-fraksi Kalium dalam Tanah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Kalium Terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi Sawah Peranan utama kalium (K) dalam tanaman adalah sebagai aktivator berbagai enzim (Soepardi 1983). K merupakan satu-satunya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Mucuna Bracteata DC.

TINJAUAN PUSTAKA Mucuna Bracteata DC. 3 TINJAUAN PUSTAKA Mucuna Bracteata DC. Tanaman M. bracteata merupakan salah satu tanaman kacang-kacangan yang pertama kali ditemukan di areal hutan Negara bagian Tripura, India Utara, dan telah ditanam

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun LAMPIRAN Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun 20002009 Bln Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des THN 2000 47 99 147 114 65 19 56 64 220 32 225

Lebih terperinci

Lampiran 1 : Data suhu udara di daerah Kebun Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ( 0 C)

Lampiran 1 : Data suhu udara di daerah Kebun Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ( 0 C) Lampiran 1 : Data suhu udara di daerah Kebun Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ( 0 C) Bln/Thn 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Total Rataan Jan 25.9 23.3 24.0 24.4 24.7

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Inceptisol

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Inceptisol TINJAUAN PUSTAKA Tanah Inceptisol Tanah Inceptisol (inceptum = mulai berkembang) berdasarkan Keys to Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2003) menunjukkan bahwa tanah ini mempunyai horizon penciri berupa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Kimia Abu Terbang PLTU Suralaya Abu terbang segar yang baru diambil dari ESP (Electrostatic Precipitator) memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena 17 TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Ultisol Kandungan hara pada tanah Ultisol umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sifat Umum Tanah Masam

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sifat Umum Tanah Masam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat Umum Tanah Masam Tanah tanah masam di Indonesia sebagian besar termasuk ke dalam ordo ksisol dan Ultisol. Tanah tanah masam biasa dijumpai di daerah iklim basah. Dalam keadaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia Latosol Darmaga Latosol (Inceptisol) merupakan salah satu macam tanah pada lahan kering yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian.

Lebih terperinci

Tanah Ultisol di Indonesia menempati areal yang cukup luas, yaitu sekitar. 42,3 juta ha (Sri Adiningsih et a/, 1997; Rochayati et a/, 1997).

Tanah Ultisol di Indonesia menempati areal yang cukup luas, yaitu sekitar. 42,3 juta ha (Sri Adiningsih et a/, 1997; Rochayati et a/, 1997). 11. TINJAUAN PUSTAKA Ciri Tanah Ultisol dan Vertisol Tanah Ultisol di Indonesia menempati areal yang cukup luas, yaitu sekitar 42,3 juta ha (Sri Adiningsih et a/, 1997; Rochayati et a/, 1997). Tanah ini

Lebih terperinci

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 09: Sifat Kimia (2)- Mineral Liat & Bahan Organik Tanah

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 09: Sifat Kimia (2)- Mineral Liat & Bahan Organik Tanah Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 09: Sifat Kimia (2)- Mineral Liat & Bahan Organik Tanah Mineral Liat Liat dan bahan organik di dalam tanah memiliki kisi yang bermuatan negatif

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Di Sumatra Utara areal pertanaman jagung sebagian besar di tanah Inceptisol yang tersebar luas dan berdasarkan data dari Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Sumatera Utara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian dan Terhadap Sifat sifat Kimia Tanah Penelitian ini mengevaluasi pengaruh pemberian amelioran bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan hara tanah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Lahan 4. 1. 1. Sifat Kimia Tanah yang digunakan Tanah pada lahan penelitian termasuk jenis tanah Latosol pada sistem PPT sedangkan pada sistem Taksonomi, Tanah tersebut

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar wilayahnya didominasi oleh tanah yang miskin akan unsur hara, salah satunya adalah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Karakteristik Tanah di Lahan Percobaan Berdasarkan kriteria Staf Pusat Penelitian Tanah (1983), karakteristik Latosol Dramaga yang digunakan dalam percobaan disajikan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Kelapa sawit

Lampiran 1. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Kelapa sawit Lampiran 1. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Kelapa sawit Persyaratan penggunaan lahan/ karakteristik lahan Temperatur (tc) Temperatur rerata ( C) 25-28 22 25 28 32 Kelas keesuaian lahan S1 S2 S3 N Ketersedian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga dan komposisi kimia pupuk organik yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Iklim terhadap Produktivitas Lahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Iklim terhadap Produktivitas Lahan Kering HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Iklim terhadap Produktivitas Lahan Kering Iklim merupakan salah satu faktor pembentuk tanah yang penting dan secara langsung mempengaruhi proses pelapukan bahan induk dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. P tersedia adalah P tanah yang dapat larut dalam air dan asam sitrat. Bentuk P

II. TINJAUAN PUSTAKA. P tersedia adalah P tanah yang dapat larut dalam air dan asam sitrat. Bentuk P II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Metode Penetapan P Tersedia P tersedia adalah P tanah yang dapat larut dalam air dan asam sitrat. Bentuk P dalam tanah dapat dibedakan berdasarkan kelarutan dan ketersediaannya

Lebih terperinci

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh TINJAUAN PUSTAKA Penggenangan Tanah Penggenangan lahan kering dalam rangka pengembangan tanah sawah akan menyebabkan serangkaian perubahan kimia dan elektrokimia yang mempengaruhi kapasitas tanah dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tingkat Perkembangan Tanah. daerah tropika: 1. Tahap awal bahan induk yang tidak terkikis; 2. Tahap yuwana

TINJAUAN PUSTAKA. Tingkat Perkembangan Tanah. daerah tropika: 1. Tahap awal bahan induk yang tidak terkikis; 2. Tahap yuwana TINJAUAN PUSTAKA Tingkat Perkembangan Tanah Mohr dan Van Baren mengenal 5 tahap dalam perkembangan tanah di daerah tropika: 1. Tahap awal bahan induk yang tidak terkikis; 2. Tahap yuwana pengikisan telah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus dan Neraca Nitrogen (N) Menurut Hanafiah (2005 :275) menjelaskan bahwa siklus N dimulai dari fiksasi N 2 -atmosfir secara fisik/kimiawi yang meyuplai tanah bersama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut

TINJAUAN PUSTAKA. kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut 29 TINJAUAN PUSTAKA Sumber-Sumber K Tanah Sumber hara kalium di dalam tanah adalah berasal dari kerak bumi. Kadar kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut mengandung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian 8 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan contoh tanah dilaksanakan di petak percobaan Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA) Lembang, Jawa Barat. Sementara analisis tanah

Lebih terperinci

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd TANAH / PEDOSFER OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd 1.Definisi Tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral organic, air, udara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Analisis Tanah Awal Karakteristik Latosol Cimulang yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabel 2 dengan kriteria ditentukan menurut acuan Pusat Peneltian Tanah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah Ananas comosus (L) Merr. Tanaman ini berasal dari benua Amerika, tepatnya negara Brazil.

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Organik Tanah Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa tumbuhan dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Bahan demikian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah. lingkungan berhubungan dengan kondisi fisiografi wilayah.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah. lingkungan berhubungan dengan kondisi fisiografi wilayah. V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor selain faktor internal dari tanaman itu sendiri yaitu berupa hormon

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Sawah. tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Sawah. tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau TINJAUAN PUSTAKA Tanah Sawah Lahan sawah adalah lahan yang dikelola sedemikian rupa untuk budidaya tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau sebagian dari masa pertumbuhan padi.

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah

Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah LAMPIRAN 62 63 Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah Jenis Analisa Satuan Hasil Kriteria ph H 2 O (1:2,5) - 6,2 Agak masam ph KCl (1:2,5) - 5,1 - C-Organik % 1,25 Rendah N-Total % 0,14 Rendah C/N - 12 Sedang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

TANAH. Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah. Hubungan tanah dan organisme :

TANAH. Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah. Hubungan tanah dan organisme : TANAH Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah Hubungan tanah dan organisme : Bagian atas lapisan kerak bumi yang mengalami penghawaan dan dipengaruhi oleh tumbuhan

Lebih terperinci

IV. POTENSI SUMBER ENERGI TERBARUKAN

IV. POTENSI SUMBER ENERGI TERBARUKAN IV. POTENSI SUMBER ENERGI TERBARUKAN 4.1. Angin Potensi sumberdaya alam di wilayah Kecamatan Nusa Penida yang merupakan daerah kepulauan yang terletak di pantai selatan Nusa Tenggara terutama adalah kecepatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur terhadap Sifat Kimia Tanah Pengaplikasian Electric furnace slag (EF) slag pada tanah gambut yang berasal dari Jambi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

DASAR ILMU TA AH Ba B b 5 : : S i S fa f t t K i K mia T a T nah

DASAR ILMU TA AH Ba B b 5 : : S i S fa f t t K i K mia T a T nah DASAR ILMU TA AH Bab 5: Sifat Kimia Tanah ph tanah Pertukaran Ion Kejenuhan Basa Sifat Kimia Tanah Hampir semua sifat kimia tanah terkait dengan koloid tanah Koloid Tanah Partikel mineral atau organik

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Organik Tanah Bahan organik tanah merupakan bagian dari fraksi organik yang telah mengalami degradasi dan dekomposisi, baik sebagian atau keseluruhan menjadi satu dengan

Lebih terperinci

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN SAWAH DI PROVINSI BENGKULU

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN SAWAH DI PROVINSI BENGKULU ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN SAWAH DI PROVINSI BENGKULU Nurmegawati dan Eddy Makruf Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jalan Irian Km. 6,5 Kelurahan Semarang Kota

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara 4.1.1 Kondisi Geografis Propinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) terletak di Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi, terletak di bagian selatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dikenali lagi dan kandungan mineralnya tinggi disebut tanah bergambut (Noor, 2001).

TINJAUAN PUSTAKA. dikenali lagi dan kandungan mineralnya tinggi disebut tanah bergambut (Noor, 2001). TINJAUAN PUSTAKA Lahan Gambut Gambut diartikan sebagai material atau bahan organik yang tertimbun secara alami dalam keadaan basah berlebihan, bersifat tidak mampat dan tidak atau hanya sedikit mengalami

Lebih terperinci

SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH

SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH 4. Phosphor (P) Unsur Fosfor (P) dlm tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan & mineral 2 di dlm tanah. Fosfor paling mudah diserap oleh tanaman pd ph

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merr) Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. Susunan morfologi kedelai terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM SERTA REKOMENDASI. Pembahasan. 8). Sementara itu pada Vertisol hanya kadar liat yang sangat nyata berkorelasi positip,

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM SERTA REKOMENDASI. Pembahasan. 8). Sementara itu pada Vertisol hanya kadar liat yang sangat nyata berkorelasi positip, PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM SERTA REKOMENDASI Pembahasan Uji korelasi menunjukkan bahwa kadar liat dan C-organik nyata sampai sangat nyata berkorelasi positip dengan KTK tanah pada Inceptisol (Tabel

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Hasil Analisis Tanah yang digunakan dalam Penelitian Hasil analisis karakteristik tanah yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabel 5. Dari hasil analisis

Lebih terperinci

DESKRIPSI TEBU VARIETAS KIDANG KENCANA (NAMA ASAL PA 198)

DESKRIPSI TEBU VARIETAS KIDANG KENCANA (NAMA ASAL PA 198) Lampiran 1. Deskripsi Varietas Kidang Kencana Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 334/Kpts/SR.120/3/2008 Tanggal : 28 Maret 2008 Tentang Pelepasan Tebu Varietas PA 198 DESKRIPSI TEBU VARIETAS KIDANG KENCANA

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun LAMPIRAN Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun 19982007 Bln Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des THN 1998 77 72 117 106 68 30 30 227 58 76 58 63

Lebih terperinci