HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Iklim terhadap Produktivitas Lahan Kering

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Iklim terhadap Produktivitas Lahan Kering"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Iklim terhadap Produktivitas Lahan Kering Iklim merupakan salah satu faktor pembentuk tanah yang penting dan secara langsung mempengaruhi proses pelapukan bahan induk dan pembentukan tanah. Unsur-unsur iklim yang penting dalam proses pembentukan tanah dan berpengaruh terhadap produktivitas lahan adalah curah hujan dan suhu. Curah hujan dan suhu ditetapkan sebagai parameter penentu kualitas lahan ketersediaan air dan suhu yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman pertanian (FAO, 1983; CSR/FAO, 1983; Sys et al., 1993; Djaenudin et al., 2003). Kedua unsur iklim tersebut digunakan juga untuk penetapan rejim kelembapan dan rejim suhu tanah dalam klasifikasi tanah menurut Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1999). Iklim di semua lokasi penelitian termasuk ke dalam tipe iklim Afa dan tipe hujan A, kecuali Gunung Sindur termasuk ke dalam tipe hujan B yang relatif lebih kering (Schmidt dan Ferguson, 1951). Walaupun terjadi musim kemarau pada bulan-bulan Juni sampai Agustus, namun curah hujan rata-rata bulanan masih di atas 100 mm/bulan. Berdasarkan hasil penelitian Pramudya (2002) bahwa bila curah hujan rata-rata bulanan di atas 100 mm, maka sangat kecil sekali peluang terjadinya tanaman kekeringan atau kekurangan air. Hal ini sejalan dengan hasil kajian FAO (1980) yang melaporkan bahwa lamanya periode pertumbuhan (length of growing period) di daerah Bogor adalah hari per tahun, berarti hampir sepanjang tahun tanaman pangan seperti jagung dan kacang tanah dapat diusahakan di lahan kering di daerah Bogor. Neraca air (Gambar 5) yang diperhitungkan dari stasiun Cimanggu, Bogor dengan program CropWat (Clarke, 1998) menunjukkan bahwa besarnya curah hujan bulanan di semua bulan dalam setahun masih di atas besarnya keh ilangan air melalui evapotranspirasi (ET 0 ). Sepanjang tahun tidak terjadi defisit air. Kebutuhan air untuk tanaman jagung (ET j = 0,8 x ET 0 ) dan kacang tanah (ET k = 0,75 x ET 0 ) yang diperhitungkan menurut Doorenbos dan Pruitt (1984), menunjukkan bahwa selama pertumbuhannya tanaman cukup tersedia air dan

2 Curah hujan, ET dan ET Jagung (mm) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Curah hujan, ET dan ET Kc Tanah (mm) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des (a) Curah Hujan ET ET Jagung Curah Hujan ET ET Kacang Tanah Curah hujan, ET dan ET Jagung (mm) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Curah hujan, ET dan ET Kc Tanah (mm) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des (b) Curah Hujan ET ET Jagung Curah Hujan ET ET Kacang Tanah Curah hujan, ET dan ET Jagung (mm) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Curah hujan, ET dan ET Kc Tanah (mm) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des (c) Curah Hujan ET ET Jagung Curah Hujan ET ET Kacang Tanah Curah hujan, ET dan ET Jagung (mm) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Curah hujan, ET dan ET Kc Tanah (mm) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des (d) Curah Hujan ET ET Jagung Curah Hujan ET ET Kacang Tanah Gambar 5. Neraca air untuk tanaman jagung dan kacang tanah di Cimanggu (a), Gunung Sindur (b), Jasinga (c) dan Jonggol (d). 36

3 tidak akan mengalami kekurangan air atau kekeringan. Dalam Taksonomi Tanah, kondisi kelembaban tanah yang sangat basah seperti ini termasuk ke dalam rejim kelembaban tanah perudic (Soil Survey Staff, 1999). Neraca air di lokasi penelitian lainnya bila diasumsikan bahwa data iklim lainnya dianggap sama dengan Cimanggu kecuali curah hujan dan suhu udara, maka besarnya kebutuhan air yang diperhitungkan untuk tanaman jagung dan kacang tanah (Kc x ET 0 ) tampak sedikit bervariasi di setiap lokasi penelitian. Di Cimanggu dan Jasinga, besarnya evapotranspirasi acuan tidak melebihi curah hujan bulanan, sedangkan di Gunung Sindur dan Jonggol evapotranspirasi acuan pada bulan-bulan Juni- September melebihi besarnya curah hujan bulanan. Namun demikian besarnya kebutuhan air untuk tanaman jagung dan kacang tanah di semua lokasi masih di bawah curah hujan bulanan. Tanah-tanah disini, selain di Cimanggu, tergolong mempunyai rejim kelembaban tanah udic (Soil Survey Staff, 1999), dimana tanah tidak akan mengalami kekeringan selama 90 hari kumulatif. Berdasarkan neraca air dan perhitungan kebutuhan air untuk tanaman jagung dan kacang tanah serta waktu tanam yang dilakukan oleh petani di lokasi penelitian umumnya pada awal musim hujan (Oktober-Pebruari) seperti pada percobaan ini, maka faktor ketersediaan air di semua lokasi penelitian tidak menjadi pembatas terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung dan kacang tanah. Suhu udara rata-rata bulanan di Cimanggu, Bogor berkisar dari 25,6 sampai 27,5 o C dengan suhu rata-rata tahunan 26,7 o C. Suhu udara di lokasi penelitian lainnya diduga dengan rumus Braak (dalam Mohr et al., 1972) berkisar dari 27,3 27,5 o C. Kisaran suhu udara antara 25 o C sampai 27 o C seperti di semua lokasi penelitian tergolong sesuai untuk tanaman jagung (Djaenudin et al., 2003; CSR/FAO, 1983; Sys et al., 1993). Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa ditinjau dari faktor iklim dalam kaitannya sebagai kualitas lahan ketersediaan air dan suhu udara untuk evaluasi kesesuaian lahan, tergolong sesuai dan tidak merupakan faktor pembatas terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung dan kacang tanah. 37

4 Karakteristik Tanah pada Berbagai Bahan Induk dan Perkembangan Tanah Karakteristik tanah yang dipengaruhi oleh bahan induk dan perkembangan tanah serta digunakan dalam klasifikasi tanah dan penetapan kualitas lahan untuk evaluasi kesesuaian lahan meliputi sifat-sifat morfologi, mineralogi, fisika dan kimia tanah. Uraian sifat morfologi profil tanah dari masing-masing lokasi penelitian serta data-data mineralogi, sifat fisik dan kimia tanah diberikan pada Lampiran 4 sampai dengan 8. Komposisi Mineral dan Bahan Induk. Komposisi mineral pasir dapat menjelaskan asal batuan induk tanah, cadangan mineral atau jumlah mineral dapat lapuk dalam tanah yang berhubungan dengan potensi kesuburan alami tanah, perkembangan dan klasifikasi tanah. Sedangkan komposisi mineral liat sebagai partikel koloid tanah yang aktif dalam tanah lebih banyak berperan dalam menentukan sifat-sifat fisik dan kimia tanahnya, antara lain: sifat mengembang dan mengerut, kemudahan pengolahan tanah, retensi dan ketersediaan hara. Berdasarkan pada komposisi mineral pasir (Gambar 6), tanah Cimanggu (B1) tersusun dari gelas volkan, andesin, labradorit, hornb lende, augit, hiperstin, kuarsa dan opak (Lampiran 5) menunjukkan asal bahan induk tanah dari bahan volkanik bersifat intermedier (andesitik). Tanah dari Gunung Sindur (B2) yang berkembang dari bahan yang sama dengan tanah Cimanggu (Effendi, 1986), memiliki mineral dapat lapuk sangat sedikit (3%) dibanding tanah Cimanggu (38%) dan mineral resisten terutama opak dan kuarsa sangat tinggi (83%). Perbedaan komposisi mineral pasir tersebut menunjukkan perbedaan tingkat pelapukan tanah, dimana tanah Gunung Sindur telah terlapuk lanjut dibanding tanah Cimanggu. Komposisi mineral pasir dari tanah Cikopomayak (B3), Tegalwangi (B4), Jasinga dan tanah-tanah dari Jonggol (B5, B6 dan B7) didominasi oleh mineral resisten (70-94%), seperti kuarsa dan opak serta sedikit sampai sangat sedikit sekali mineral dapat lapuk dalam tanah (<10%). Komposisi mineral pasir tersebut menunjukkan asal bahan induk tanah dari batuan sedimen yang terbentuk pada masa Miosen Tengah (Van Bemmelen, 1949). Ditemukannya mineral-mineral lainnya terutama di tanah lapisan atas seperti gelas volkan, 38

5 B-5 B-6 B-7 Gambar 6. Difraktogram Liat dari Tanah Berbahan Induk Batuan Sedimen Basa (B-5, B-6, B-7) 40

6 oligoklas, andesin, labradorit, sanidin, hornblende dan hiperstin diduga berasal dari penambahan bahan volkanik yang lebih muda bersifat masam sampai intermedier (tufa dasitik atau tufa Banten dan andesitik) dari daerah di sekitarnya (Buurman et al., 1976). Ditinjau dari komposisi mineral pasirnya, tanah volkanik kecuali yang terlapuk lanjut memiliki cadangan mineral lebih baik daripada tanahtanah dari batuan sedimen. Komposisi mineral liat dari tanah Cimanggu (Gambar 7) didominasi oleh haloisit (puncak 7,2 dan 10 Å).dan tanah Gunung Sindur oleh kaolinit (7,1 Å) seperti juga telah ditemukan oleh Subardja dan Buurman (1980) pada toposekuen Latosol Bogor-Jakarta. Dari penelitian tersebut, telah diidentifikasi juga mineralmineral opak yang terdiri dari ilmenit dan magnetit yang merupakan mineral besi oksida dan magnesium oksida yang berasal dari hasil pelapukan mineral-mineral feromagnesian (augit, hiperstin, hornblende). Haloisit dan kaolinit yang terbentuk diduga berasal dari hasil pelapukan mineral-mineral feldspar (Hardjowigeno, 1993). Komposisi mineral liat dari tanah Cikopomayak didominasi oleh kaolinit (68%) dan vermikulit-montmorilonit (22%), sedangkan tanah dari Tegalwangi didominasi oleh montmorilonit (78%) dengan sedikit kaolinit (22%). Tanah-tanah dari Jonggol (B5, B6 dan B7) didominasi oleh montmorilonit (67-87 %) dengan sedikit kaolinit (16-33%). Pada difraktogram liat (Gambar 8), montmorilonit dicirikan oleh puncak 17 Å atau lebih tinggi, sedangkan vermikulit dicirikan oleh puncak 14 Å pada perlakuan penjenuhan liat dengan Mg-glycerol (Grim, 1968; Carroll, 1970). Hasil yang sama telah ditemukan juga oleh Dai dan Driessen (1973) pada tanah-tanah merah dari tufa dasitik di sekitar Serang. Tipe liat 2:1 (montmorilonit) yang sekarang ada dalam tanah diduga berasal dari bahan induk tanah yang terbentuk secara geogenesis (Hardjosoesastro dan Dai, 1983). Sejalan dengan perubahan lingkungan dalam tanah yang menjadi sangat masam, montmorilonit menjadi kurang stabil dan rusak, kemudian kaolinit terbentuk dan sebagian struktur liat hancur menyumbangkan aluminium yang tinggi (Grim, 1968). Ditinjau dari komposisi mineral liatnya, tanah Cikopomayak telah mengalami pelapukan lebih intensif daripada tanah Tegalwangi. Demikian juga halnya dengan tanah Jonggol-B7 lebih berkembang dibanding tanah-tanah 40

7 Gambar 7. Distribusi Sifat Kimia Tanah : % liat, ph, C-organik, P-total, K-total, dan P-tersedia pada Penampang Tanah di Lokasi Penelitian 53

8 Gambar 8. Distribusi Sifat Kimia Tanah : K-dd, Ca-dd, Mg-dd, KTK liat dan Kejenuhan Basa Pada Penampang Tanah di Lokasi Penelitian 56

9 Jonggol lainnya (B5 dan B6), ditandai oleh peningkatan jumlah kaolinit dan penurunan jumlah montmorilonit di dalam tanah. Dari komposisi mineral liatnya, tanah dari batuan sedimen basa mengandung liat montmorilonit lebih tinggi dan memberikan peranan yang sangat besar terhadap lingkungan kimia tanah yang lebih baik daripada tanah lainnya, terutama sumbangannya terhadap KTK tanah dan ketersediaan hara (terutama kation-kation basa) bagi tanaman. Perkembangan dan Klasifikasi Tanah: Tabel 7 menyajikan ringkasan sifat-sifat morfologi dan kimia tanah dari profil tanah di masing-masing lokasi yang dapat digunakan untuk menetapkan tingkat perkembangan dan klasifikasi tanah menurut Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1999). Uraian deskripsi profil tanah secara lengkap disajikan pada Lampiran 4. Tanah Cimanggu (B1) terbentuk dari bahan volkanik intermedier, mempunyai drainase agak terhambat dan permeabilitas agak lambat. Tanah pernah digunakan sebagai lahan sawah beririgasi yang ditanami padi 2x setahun berlangsung cukup lama. Kedalaman efektif tanah sangat dalam (> 120 cm). Lapisan atas tanah (Ap) tipis setebal 13 cm, berwarna coklat gelap kemerahan (5YR3/3), tekstur liat, struktur cukup, gumpal halus, konsistensi gembur, perakaran halus banyak. Reaksi tanah masam (ph 4,7), kadar C-organik tanah rendah (1,61%) dan kejenuhan basa (KB) rendah. Sifat tanah lapisan atas menurut Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1999) tidak memenuhi kriteria epipedon molik, umbrik atau epipedon lainnya kecuali okrik. Horison bawah bertekstur liat, struktur cukup gumpal sedang, agak teguh, karatan Mn dan besi mulai kedalaman 37 cm sampai 120 cm. Kapasitas tukar kation (KTK) liat di atas 16 cmol(+)/kg liat dan jumlah mineral dapat lapuk lebih dari 10%. Terdapat kenaikan liat total, namun tidak didukung oleh kenaikan nilai rasio liat halus/liat total sebesar 1,2x serta tidak dijumpai selaput liat yang memenuhi kriteria horison argilik. Ciri-ciri horison bawah ini memenuhi kriteria sebagai horison kambik (Bw). Pada kedalaman 25 sampai 100 cm dari permukaan tanah mempunyai kandungan liat cukup tinggi, 72-81%, kejenuhan basa 51-55% atau kurang dari 60%. Liat didominasi oleh haloisit. Rejim kelembaban tanah tergolong perudik (tidak pernah kekeringan sepanjang tahun) dan rejim suhu tanah isohipertermik. Tanah ini mempunyai susunan horison Ap-Bw-BC, diklasifikasikan sebagai Latosol Coklat Kemerahan (Soepraptohardjo, 1961) atau 43

10 Tabel 7. Sifat Morfologi, Kimia dan Mineralogi Tanah di Lokasi Penelitian 44

11 Tabel 7. (Lanjutan) 45

12 menurut Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1999) pada tingkat famili sebagai Oxyaquic Dystrudepts, very fine, halloysitic, isohyperthermic. Tanah dari Gunung Sindur (B2) berkembang dari bahan induk yang sama dengan tanah Cimanggu, namun telah terlapuk lanjut yang ditandai oleh kandungan mineral dapat lapuk di dalam tanah sangat sedikit (< 10%). Solum tanah sangat tebal dan kedalaman efektif tanah sangat dalam, lebih dari 120 cm. Mempunyai sifat morfologi hampir homogin di seluruh penampang tanah, drainase baik dan permeabilitas sedang. Penggunaan tanah sebagai tegalan untuk tanaman umbi-umbian (singkong, ubi jalar) dan kacang-kacangan (kacang tanah, kacang panjang). Lapisan atas tanah (Ap) tipis, setebal 12 cm, berwarna merah gelap (2,5YR3/6), tekstur liat, perkembangan struktur tanah cukup, gumpal halus sampai remah, konsistensi gembur, pori mikro banyak, perakaran halus banyak, reaksi tanah sangat masam (ph 4,4), kandungan C-organik rendah (1,46%) dan kejenuhan basa sedang (52%). Menurut Taksonomi Tanah, ciri tanah lapisan tanah termasuk epipedon okrik (Soil Survey Staff, 1999). Horison bawah tanah ( cm) homogin, batas horison baur, berwarna merah (2,5YR4/6), tekstur liat, tidak ada kenaikan liat secara nyata, struktur tanah cukup, gumpal halus, gembur, pori mikro banyak sampai sedang (porus), reaksi tanah sangat masam, bahan organik sangat rendah dan menurun secara teratur, kejenuhan basa di seluruh horison di atas 35%, mineral dapat lapuk sangat rendah (0-2%) dan liat didominasi oleh kaolinit. KTK liat < 16 cmol(+)/kg liat dan KTK Efektif liat < 12 cmol(+)/kg liat. Horisan bawah tanah memenuhi kriteria sebagai horison oksik. Rejim kelembaban tanah termasuk udik dan rejim suhu tanah isohipertermik. Tanah mempunyai susunan horison Ap-Bo-BC, diklasifikasikan sebagai Latosol Merah menurut klasifikasi Soepraptohardjo (1961) atau menurut Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1999) pada tingkat famili sebagai Typic Eutrudox, very fine, kaolinitic, isohyperthermic. Berdasarkan pada komposisi mineral dan horison bawah pencirinya, tanah Gunung Sindur telah terlapuk lanjut dan lebih berkembang dibanding tanah Cimanggu. Tanah dari Cikopomayak (B3) dan Tegalwangi, Jasinga (B4) berkembang dari batuan sedimen masam (batu pasir/batu liat bertufa dasitik), pada lahan tegalan diteras datar pada bekas perkebunan karet swasta dari perbukitan 46

13 angkatan/lipatan dengan bentuk wilayah bergelombang sampai berbukit. Kedalaman efektif tanah dalam (> 100 cm), drainase baik dan permeabilitas sedang. Tanah lapisan atas dari Cikopomayak (B-3) agak tebal (22 cm), berwarna coklat gelap kemerahan (5YR3/3-3/4), tekstur liat, struktur tanah cukup gumpal halus sampai sangat halus, gembur, perakaran halus banyak, pori mikro banyak, reaksi tanah sangat masam (ph 4,3), C-organik rendah (1,41%), kejenuhan basa sangat rendah (<20%). Ciri lapisan atas tanah tidak memenuhi kriteria epipedon lainnya selain okrik. Horison bawah tanah ( cm), berwarna coklat kemerahan (5YR4/3-4/4) sampai merah kekuningan (5YR4/6). Tekstur liat, struktur gumpal sampai gumpal bersudut sedang, agak teguh. Tampak ada kenaikan liat dan selaput liat tipis pada kedalaman cm. KTK liat cmol(+)/kg liat dan kejenuhan basa sangat rendah (8-11%). Kandungan C-organik sangat rendah dan menurun secara teratur. Kandungan mineral dapat lapuk sangat rendah (1-4%) dan mineral liat didominasi oleh campuran kaolinit dan vermikulitmontmorilonit. Ciri horison bawah tanah memenuhi kriteria sebagai horison argilik. Rejim kelembaban tanah tergolong udik dan rejim suhu tanah isohipertermik. Tanah ini memiliki susunan horison Ap-Bt-BC, diklasifikasikan sebagai Podsolik Merah Kekuningan menurut klasifikasi Soepraptohardjo (1961), atau menurut Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1999) pada tingkat famili sebagai Typic Hapludults, very fine, mixed, semiactive, isohyperthermic. Tanah lapisan atas dari Tegalwangi, Jasinga (B4) agak tebal (21 cm) berwarna coklat kemerahan (5YR4/3), tekstur liat, struktur gumpal halus, gembur, pori mikro banyak, perakaran halus banyak. Reaksi tanah sangat masam (ph 4,1), kandungan C-organik tergolong sedang (2,65%) dan kejenuhan basa rendah. Ciri tanah lapisan atas ini tidak memenuhi kriteria epipedon lainnya kecuali okrik. Horison bawah tanah ( cm) berwarna merah kekuningan (5YR4/4-4/6), tekstur liat, struktur gumpal sedang, gembur, batas horison jelas rata. Kandungan liat sangat tinggi (84-92%). Kenaikan liat total dan selaput liat tipis jelas terlihat mulai kedalaman 21 cm, memenuhi kriteria horison argilik. Kandungan C-organik 16,31 kg/m3. KTK liat cukup tinggi (35-46 cmol(+)/kg liat), kejenuhan basa tergolong rendah sampai sangat rendah (5-31%). Mineral dapat lapuk sangat rendah (2-9%) dan liat didominasi oleh montmorilonit (79%) dengan sedikit 47

14 kaolinit (21%). Solum tanah sangat tebal (142 cm) dengan susunan horison Ap- Bt-C. Rejim kelembaban tanah termasuk udik dan rejim suhu tanah isohipertermik. Tanah ini diklasifikasikan sebagai Podsolik Merah Kekuningan menurut klasifikasi Soepraptohardjo (1961) atau menurut Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1999) pada tingkat famili sebagai Typic Haplohumults, very fine, smectitic, isohyperthermic. Ditinjau dari komposisi mineral liat dan muatan koloidnya (KTK liat), tanah Cikopomayak tampak lebih berkembang daripada tanah Tegalwangi. Tanah-tan ah dari Singasari, Jonggol (B5, B6 dan B7) berkembang dari batuan sedimen basa (batu gamping), umumnya telah mengalami perataan atau penterasan sederhana. Penggunaan lahan umumnya tegalan yang ditanami serealia, umbi-umbian dan kacang-kacangan, kecuali Singasari B-6 merupakan sawah tadah hujan yang ditanami padi sekali setahun. Tanah Singasari B-5 relatif dangkal (< 50 cm), drainase sedang dan permeabilitas agak lambat. Lapisan atas tanah agak tebal (19 cm) berwarna coklat gelap (7,5YR3/2), tekstur liat, struktur cukup gumpal halus, agak teguh, perakaran halus dan pori halus banyak. Reaksi tanah netral (ph 6,8), kejenuhan basa tinggi (94%), C-organik rendah (1,46%). Ciri lapisan tanah atas ini memenuhi syarat sebagai epipedon molik. Horison bawah tanah telah berkembang membentuk horison B-alterasi (Bw) setebal 27 cm (19-46 cm) berwarna coklat (7,5YR4/4), tekstur liat, struktur cukup sampai lemah, gumpal bersudut sedang, teguh, perakaran halus sedikit sampai sedang, pori mikro sedikit, reaksi tanah netral sampai alkalis (ph 7,2-7,9), kejenuhan basa pada seluruh horison tergolong sangat tinggi (93-100%). Mineral dapat lapuk sedikit (10-11%) dan liat didominasi oleh montmorilonit (84-87%) dengan sedikit kaolinit (13-16%). Ciri horison bawah memenuhi kriteria horison kambik. Kandungan liat tinggi (65-79%). Rejim kelembaban tanah udik dan rejim suhu tanah isohipertermik. Tanah ini mempunyai susunan horison Ap -Bw-BC-C, diklasifikasikan menurut klasifikasi Soepraptohardjo (1961) sebagai Brown Forest Soil dan. menurut Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1999) pada tingkat famili sebagai Lithic Hapludolls, very fine, smectitic, isohyperthermic. Tanah Singasari B6 lebih berkembang dari pada Singasari B5, solum agak tebal (80 cm) dan kedalaman efektif tanah dalam. Drainase tanah agak terhambat 48

15 dan permeabilitas agak lambat. Tanah lapisan atas tipis (12 cm) berwarna coklat kemerahan (5YR4/4), tekstur liat, struktur cukup gumpal bersudut halus sampai sedang, agak teguh, perakaran halus banyak dan pori mikro banyak. Reaksi tanah masam (ph 5,3), kandungan C-organik rendah (1,06%) dan kejenuhan basa sangat tinggi (100%). Ciri tanah lapisan atas termasuk epipedon okrik. Horison bawah (12-80 cm) berwarna coklat gelap kemerahan (5YR3/4) sampai coklat terang kemerahan (5YR6/4), tekstur liat, tidak ada kenaikan liat, karatan Mn berwarna hitam (5YR2,5/1) sedikit sampai banyak pada seluruh horison bawah. Pada kedalaman cm, warna tanah coklat terang kemerahan (5YR6/4) bercampur dengan kelabu (5YR6/1) dan putih pink (5YR8/2) menunjukkan horison peralihan ke bahan induk (BC). Reaksi tanah agak masam (ph 5,6-6,5), kandungan C- organik sangat rendah dan menurun secara teratur, KTK liat cmol(+)/kg liat dan kejenuhan basa sangat tinggi (100%) di seluruh horison. Mineral pasir dapat lapuk 3-4% dan liat didominasi oleh montmorilonit (73%) dan kaolinit (27%). Horison bawah tanah memenuhi kriteria horison kambik (Bw). Rejim kelembaban tanah termasuk udik dan rejim suhu tanah isohipertermik. Tanah ini mempunyai susunan horison Ap-Bw-BC-C, diklasifikasikan sebelumnya oleh Soepraptohardjo (1961) sebagai Mediteran Coklat Kemerahan. Tanah ini menurut Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1999) pada tingkat famili sebagai Aquic Eutrudepts, fine, smectitic, isohyperthermic. Tanah Singasari B7 lebih berkembang lagi daripada tanah B5 dan B6. Solum cukup tebal (73 cm) dan kedalaman efektif tanah dalam (>100 cm). Drainase tanah sedang dan permeabilitas agak lambat. Tanah lapisan atas (Ap) tipis setebal 15 cm, berwarna coklat kemerahan (5YR4/4), tekstur liat, struktur cukup gumpal halus, gembur, perakaran halus dan pori mikro banyak. Reaksi tanah masam (ph 4,9), kandungan C-organik sangat rendah (0,91%), kejenuhan basa tinggi (74%). Ciri tanah lapisan atas termasuk epipedon okrik. Horison bawah (15-73 cm) berwarna coklat terang kemerahan (5YR6/4-6/3), tekstur liat, struktur cukup sampai lemah, gumpal bersudut sedang sampai kasar, agak teguh. Pada kedalaman cm merupakan horison peralihan ke bahan induk (BC), berwarna campuran coklat terang kemerahan (5YR6/3) dan kelabu pink (5YR6/2), 49

16 terdapat karatan Mn berwarna hitam (5YR2,5/1) bintik kecil sedikit. Kenaikan liat dan selaput liat tipis terdapat pada kedalaman cm, memenuhi kriteria horison argilik (Bt). KTK liat cmol(+)/kg liat dan kejenuhan basa %. Mineral dapat lapuk sangat sedikit (1-2%), liat didominasi oleh montmorilonit (69-80%) dan kaolinit (20-31%). Rejim kelembaban tanah termasuk udik dan rejim suhu tanah isohipertermik. Tanah ini mempunyai susunan horison lengkap Ap-Bt-BC-C, diklasifikasikan menurut Soepraptohardjo (1961) sebagai Mediteran Coklat Kemerahan atau menurut Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1999) pada tingkat famili sebagai Typic Hapludalfs, fine, smectitic, isohyperthermic. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat disusun sekuen perkembangan tanah berdasarkan bahan induk, susunan horison dan klasifikasi tanahnya sebagaimana disajikan pada Tabel 8. Pada kelompok bahan induk volkanik intermedier, tanah Gunung Sindur (B2: Eutrudox) telah terlapuk lanjut dan lebih berkembang daripada tanah Cimanggu (B1: Dystrudepts). Sedangkan pada kelompok batuan sedimen masam, tanah dari Cikopomayak (B3: Hapludults) lebih berkembang dari tanah Tegalwangi (B4: Haplohumults). Tanah dari Singasari, Jonggol yang berasal dari batuan sedimen basa, perkembangannya mengikuti sekuen tanah: Hapludolls (B5) Eutrudepts (B6) Hapludalfs (B7). Tabel 8. Klasifikasi dan Perkembangan Tanah di Lokasi Penelitian Bahan Induk dan Perkembangan Tanah Kode Susunan Horison penciri lokasi horison Bahan volkanik intermedier (Andesitik) Soepraptohardjo (1961) Klasifikasi Tanah Taksonomi Tanah (1999) B1 Ap-Bw-C Okrik/Kambik Latosol Coklat Oxyaquic Dystrudepts Kemerahan B2 Ap-Bo-C Okrik/Oksik Latosol Merah Typic Eutrudox Batuan sedimen masam (bat uliat/batupasir bertufa dasitik) B3 Ap-Bt-C Okrik/Argilik Podsolik Merah Typic Hapludults B4 Ap-Bt-C Okrik/Argilik Kekuningan Typic Haplohumults Batuan sedimen basa (batu gamping) B5 Ap-Bw-C-R Molik/Kambik Brown Forest Soil Lithic Hapludolls B6 Ap-Bw-C Okrik/Kambik Mediteran Coklat Aquic Eutrudepts B7 Ap-Bt-C Okrik/Argilik Kemerahan Typic Hapludalfs 50

17 Sifat Fisik Tanah. Sifat-sifat fisik tanah yang berhubungan dengan tanaman dan kualitas lahan meliputi kedalaman efektif, tekstur, struktur, drainase, bobot isi (bulk density), ruang pori, kadar air dan air tersedia disajikan pada Lampiran 6 dan 7. Kedalaman efektif adalah kedalaman tanah yang dapat ditembus oleh akar tanaman (Hardjowigeno, 1995). Pengamatan kedalaman efektif di lapangan meliputi penyeb aran dan banyaknya perakaran halus maupun kasar serta dalamnya akar-akar tersebut dapat menembus tanah. Kedalaman efektif tanah dari bahan volkanik dan tanah-tanah dari batuan sedimen masam Jasinga tergolong sangat dalam (>120 cm), sedangkan tanah-tanah dari Jonggol yang berkembang dari batu gamping tergolong dangkal (< 50 cm) sampai dalam ( cm). Berdasarkan kedalaman efektif, tanah-tanah di semua lokasi penelitian tergolong sesuai untuk tanaman jagung dan kacang tanah. Walaupun terdapat tanah yang dangkal di Jonggol (B5), namun kedalamannya masih lebih dari 40 cm yang tergolong sesuai untuk tanaman jagung dan kacang tanah (Wood dan Dent, 1983; Djaenudin et al., 2003). Tekstur tanah menggambarkan kasar atau halusnya tanah. Berdasarkan atas perbandingan banyaknya pasir (2 mm 50 um), debu (50 um 2 um) dan liat (< 2 um) maka tekstur tanah dapat dikelompokkan ke dalam 14 kelas, mulai dari kelas tekstur pasir (terkasar) sampai kelas tekstur liat (terhalus). Tanah-tanah di semua lokasi penelitian tergolong ke dalam kelas tekstur liat, dengan kandungan liat total berkisar dari 41% sampai 93%. Tanah-tanah bertekstur liat mempunyai luas permukaan yang besar sehingga kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi. Semakin tinggi kadar liat akan mempunyai kemampuan yang lebih besar dan lebih aktif dalam reaksi kimia tanah (Hardjowigeno, 1995). Terkait dengan tekstur adalah konsistensi tanah yang merupakan kekuatan daya tahan tanah terhadap gaya yang akan mengubah bentuk, misalnya pencangkulan, pembajakan dan sebagainya. Tanah yang mempunyai konsistensi baik umumnya mudah diolah dan tidak melekat pada alat pengolah tanah. Konsistensi tanah di lapisan olah (0-20 cm) sampai kedalaman 50 cm pada beberapa lokasi penelitian yaitu di Cimanggu, Gunung Sindur, dan Jasinga termasuk gembur (lembab) yang tergolong mudah diolah, sedangkan tanah-tanah di lokasi penelitian Jonggol (B5, 51

18 B6 dan B7) mempunyai konsistensi agak teguh sampai teguh yang relatif lebih sulit diolah dan mudah melekat pada cangkul ketika mengolah tanah. Kadar liat tanah yang tinggi (> 60%), disertai oleh dominasi liat tipe 2:1 (montmorilonit) dan konsistensi tanah yang teguh seperti pada tanah-tanah dari Jonggol, selain berpengaruh terhadap pengolahan tanah juga akan sangat mempengaruhi perkembangan akar tanaman dan pembentukan polong pada kacang tanah. Struktur tanah merupakan gumpalan kecil dari butir-butir tanah yang terjadi karena butir-butir pasir, debu dan liat terikat satu sama lain oleh suatu perekat dari bahan organik, oksida-oksida besi dan bahan lainnya. Struktur tanah dibedakan berdasarkan bentuk, ukuran dan kemantapan atau tingkat perkembangannya. Hampir di semua lokasi penelitian mempunyai struktur tanah cukup kuat, remah sampai gumpal halus di lapisan atas (0-20 cm) dan gumpal halus sampai sedang di lapisan bawah ( cm), kecuali tanah -tanah dari Jonggol mempunyai struktur tanah gumpal bersudut halus di lapisan atas dan gumpal bersudut sedang sampai kasar di lapisan bawah dengan perkembangan cukup kuat.sampai lemah. Tanah dengan struktur mantap, remah sampai gumpal memiliki tata udara yang baik, pori-pori tanah banyak terbentuk dan tanah mudah diolah, sedangkan pada struktur tanah gumpal bersudut memiliki pori-pori lebih sedikit atau tata udara kurang baik, tanah agak sulit diolah dan melekat ketika dicangkul (Hardjowigeno, 1995). Drainase tanah menunjukkan mudah tidaknya air hilang dari tanah, dapat dibedakan atas kelas drainase terhambat (tergenang) sampai kelas drainase sangat cepat, dimana air sangat cepat hilang dari tanah. Di lapang kelas drainase ditentukan dengan melihat adanya gejala-gejala reduksi-oksidasi atau pengaruh air dalam penampang tanah, seperti adanya warna kelabu atau becak-becak karatan. Kelas drainase tanah-tanah di lokasi penelitian sedikit bervariasi dari agak terhambat (B1 dan B6), sedang (B5, B7) sampai baik (B2, B3, B4). Tanah yang berdrainase agak terhambat ditandai oleh banyaknya karatan Mn dan Fe dalam penampang tanah mulai kedalaman 12 cm dari permukaan tanah. Kondisi seperti ini tampaknya berhubungan dengan penggunaan tanah saat sekarang atau di masa lampau. Pada B6, saat ini digunakan sebagai sawah tadah hujan yang ditanami padi satu tahun sekali pada musim hujan. Dalam penampang tanahnya dijumpai 52

19 sedikit warna kelabu pada kedalaman cm selain juga dijumpai banyak karatan dan konkresi Mn berwarna hitam. Karatan Mn ditemukan sampai kedalaman 80 cm dan jumlahnya menurun semakin sedikit ke lapisan bawah tanah. Tanah Cimanggu (B1) pernah disawahkan cukup lama pada 20 tahun lalu, memperlihatkan drainase yang relatif lebih baik daripada B6 (Jonggol), ditandai oleh jumlah karatan Mn dan Fe lebih sedikit dalam penampang tanah dan tanpa warna kelabu. Pada tanah-tanah yang berdrainase baik tidak dijumpai karatan, tanah dalam keadaan oksidasi berwarna coklat kemerahan sampai merah homogin di seluruh penampang. Keadaan drainase tanah dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Dalam prakteknya, petani menanam jagung dan kacang tanah dalam bedengan-bedengan dimana lapisan atas tanah diolah dengan baik dan di antara bedengan dipisahkan oleh saluran drainase, sehingga kondisi drainase tanah lapisan atas menjadi lebih baik dan karenanya faktor drainase menjadi kurang berpengaruh terhadap tanaman. Bobot isi (bulk density) merupakan petunjuk kepadatan tanah. Semakin padat tanah maka semakin tinggi bobot isinya yang berarti makin sulit meneruskan air, makin sedikit ruang pori dan makin sulit tanah ditembus akar tanaman. Akar tanaman dapat berkembang bebas dan menembus lapisan-lapisan tanah jika bobot isi tanah berkisar antara 1,0 1,5 g/cc. Bobot isi tanah lebih besar dari 1,5 g/cc, tanah terlalu padat dan menghambat perkembangan akar tanaman dan laju infiltrasi air. Bobot isi tanah lapisan atas (0-10 cm) di lokasi penelitian berkisar dari 0,90 1,28 g/cc dan di lapisan bawah (20-30 cm) berkisar dari 0,86 1,35 g/cc. Bobot isi terendah pada tanah Podsolik Tegalwangi, Jasinga (B4) sebesar 0,89 0,90 g/cc dan tertinggi pada tanah Mediteran Jonggol (B6 dan B7) sebesar 1,22 1,28 g/cc pada lapisan atas dan 1, g/cc di lapisan bawah. Secara umum tanah-tanah di lokasi penelitian mempunyai bobot isi dalam kisaran yang kurang dari 1,5 g/cc sehingga tanah tidak cukup padat dan tidak menghambat perkembangan akar tanaman. Sangat erat terkait dengan bobot isi adalah pori-pori tanah. Semakin tinggi bobot isi cenderung semakin sedikit kandungan pori total atau sebaliknya semakin rendah bobot isi maka semakin tinggi pori total tanah, seperti ditunjukkan pada tanah Podsolik Jasinga (B4) yang mempunyai BD 0,89-0,90 g/cc dan ruang pori total: 69-71% dibanding dengan 53

20 tanah Mediteran Jonggol (B7), mempunyai BD 1,22-1,35 g/cc dan ruang pori total 49-54%. Tanah di lokasi penelitian umumnya memiliki ruang pori total lebih dari 50% dari massa tanah yang dapat diisi air dan udara, menunjukkan bahwa tanah cukup porus. Tanah-tanah yang memiliki ruang pori total lebih tinggi (B4: 69-71%) cenderung lebih mudah melepas air sehingga tanaman mudah kekeringan (Hardjowigeno, 1995). Namun demikian mengingat percobaan lapang dilakukan pada musim hujan (Oktober-Pebruari) dengan jumlah curah hujan relatif tinggi dan merata selama pertumbuhan tanaman maka gejala kekeringan atau kekurangan air dari pertanaman jagung dan kacang tanah tidak tampak di lapangan. Pori drainase cepat atau disebut juga pori aerasi umumnya sedang sampai rendah (6,7-14,4%) baik di lapisan atas tanah maupun di lapisan bawahnya, kecuali tanah Gunung Sindur mempunyai pori drainase cepat tergolong tinggi (16,0-19,4%). Ini berarti bahwa tanah-tanah di lokasi penelitian umumnya mempunyai aerasi atau ketersediaan oksigen tergolong sedang sampai rendah. Namun demikian faktor aerasi telah dapat diatasi oleh petani dengan pengolahan tanah yang baik ketika akan menanam. Pori drainase lambat yang berfungsi sebagai tempat lewat air lebih umumnya terdapat dalam jumlah sedikit terutama pada lapisan tanah bawah (< 5%), yang berarti bahwa sarana untuk pergerakan air secara perlahan-lahan ke lapisan bawah tergolong rendah. Pori air tersedia umumnya tergolong sedang (10,3-13,9 %) kecuali pada lapisan atas tanah Gunung Sindur (B2) dan Cikopomayak (B3) tergolong relatif rendah (9,1-9,9%). Ini berarti bahwa tanah -tanah di lokasi penelitian umumnya mempunyai daya menahan atau menyediakan air tergolong sedang dimana tanaman akan cukup memperoleh air, kecuali di Gunung Sindur dan Cikopomayak ketersediaan air pada musim kemarau (Juni-Agustus) akan menjadi pembatas pertumbuhan tanaman. Permeabilitas tanah umumnya rendah sampai agak rendah terutama di lapisan bawah tanah (0,37-1,54 cm/jam), sedangkan di lapisan atas tanah Gunung Sindur, Cikopomayak, Tegalwangi dan sebagian tanah Jonggol (B-7) tergolong sedang (2,76-4,68%). Ini berarti bahwa tanah-tanah di lokasi penelitian umumnya mempunyai permeabilitas atau daya melewatkan air dalam penampang tanah tergolong agak lambat sampai lambat. Pengolahan tanah, pembuatan bedeng 54

21 tanaman dan saluran drainase secara tradisional oleh petani serta bertanam di awal musim hujan dimungkinkan dapat memperbaiki aerasi atau ketersediaan udara dan tercukupinya kebutuhan air buat tanaman. Dari uraian di atas tampak bahwa ditinjau dari sifat-sifat fisik tanah di lokasi penelitian yang berkaitan dengan kualitas lahan ketersediaan udara (oksigen), ketersediaan air, media perakaran dan penyiapan lahan atau pengolahan tanah tidak merupakan faktor pembatas yang serius untuk tanaman jagung dan kacang tanah, namun masih dapat diatasi sendiri oleh petani dari kebiasaannya mengelola lahan dan tanamannya. Sifat Kimia Tanah. Sifat kimia tanah yang berkaitan dengan kualitas lahan ketersediaan hara, retensi hara dan unsur bersifat racun (toksik) terdiri dari reaksi tanah (ph), C-organik, N, P dan K, kation basa dapat tukar, kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan basa (KB), Al-dd dan atau kejenuhan aluminium (KAl). Distribusi beberapa sifat kimia tanah pada penampang tanah di lokasi penelitian disajikan pada Gambar 9 dan 10. Reaksi tanah dari tanah-tanah di lokasi penelitian cukup bervariasi mulai dari sangat masam sampai agak alkalis, tampak ada hubungan dengan asal bahan induk dan perkembangan tanahnya. Tanah dari bahan volkan umumnya masam (B1) dan meningkat kemasamannya pada tanah yang telah berkembang lanjut (B2). Tanah dari batuan sedimen masam umumnya tergolong sangat masam (B3 dan B4). Sedangkan tanah -tanah dari batuan sedimen basa tergolong netral sampai agak alkalis (B5) dan meningkat kemasaman tanahnya menjadi masam sampai agak masam sejalan dengan perkembangan tanahnya (B6, B7). Perbedaan reaksi tanah di beberapa lokasi penelitian terkait erat dengan reaksi-reaksi kimia yang terjadi dalam tanah berhubungan dengan kelarutan dan ketersediaan unsur-unsur hara dalam tanah baik bersifat toksik ataupun tidak terhadap tanaman. Bila dibandingkan dengan nilai ph-kcl, terlihat bahwa nilai ph-kcl di semua lokasi penelitian lebih kecil dari ph-h 2 O yang berarti bahwa muatan koloid liat tanah di semua lokasi penelitian masih bermuatan negatif. Jumlah muatan negatif pada tanah yang berasal dari batuan sedimen basa Jonggol umumnya lebih tinggi. Hal ini berhubungan dengan kandungan mineral liat tipe 2:1 (montmorilonit) di lokasi tersebut cukup tinggi. 55

22 Gambar 9. Distribusi Sifat Kimia Tanah: ph, C-organik, P-total, K-total dan P-tersedia pada Penampang Tanah di Lokasi Penelitian 56

23 Kandungan C-organik tan ah umumnya rendah sampai sangat rendah (< 2%) di lapisan atas (0-20 cm), kecuali tanah dari Tegalwangi, Jasinga (B4) mempunyai C-organik lebih tinggi (2,6%). Hal ini diduga karena di lokasi penelitian tersebut merupakan lahan bukaan baru dari bekas kebun karet swasta. Kandungan C-organik di lapisan bawah menurun teratur mengikuti kedalaman tanah. Kandungan C-organik yang relatif tinggi memberikan kontribusi terhadap perbaikan sifat fisik dan kimia tanah. Kandungan N-total tanah di seluruh lokasi penelitian umumnya tergolong rendah sampai sangat rendah (< 0,2 %), kecuali tanah di Tegalwangi (B4: Haplohumults) relatif lebih baik sejalan dengan kandungan C-organiknya. Kandungan P-total tanah (P 2 O 5 -HCl 25%) sangat bervariasi dari sangat rendah (B7) sampai sangat tinggi (B1) di lapisan atas (0-20 cm) dan umumnya tergolong rendah di lapisan bawah, kecuali pada tanah Cimanggu (B1) masih sangat tinggi (> 60 mg/100 g tanah). Hal ini tampak berkaitan dengan intensitas penggunaan lahan. Tanah -tanah yang sering diberakan seperti di lokasi B7 dan B5 (Jonggol) umumnya mengandung P-total rendah, sedangkan kandungan P-total yang tinggi pada tanah Cimanggu (B1) diduga akibat dari pemberian pupuk P yang sangat intensif dalam jumlah cukup tinggi (> 200 kg TSP/ha/musim). Kandungan P-total umumnya menurun ke lapisan bawah. Kandungan P-tersedia tampak mengikuti pola kandungan P-totalnya. Pada tanah yang sering diberakan atau diberi sedikit P (< 50 kg TSP/ha/musim) umumnya mengandung P-tersedia tergolong rendah (< 10 ppm), seperti pada B2 (Gunung Sindur), B3 (Cikopomayak, Jasinga), B5 dan B7 (Jonggol), sedangkan pada B1, B4 dan B6 yang pernah dipupuk P secara intensif dan dalam dosis tinggi mengandung P- tersedia di lapisan atas relatif tinggi. Kondisi kandungan P-total dan P-tersedia dalam tanah yang cukup bervariasi akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman, khususnya pada jagung dan kacang tanah. Kandungan K-total tanah (K 2 O-HCl 25%) di semua lokasi penelitian umumnya tergolong rendah sampai sangat rendah (< 20 mg/100 g tanah). Kandungan K-total dari tanah-tanah Cimanggu (B1) dan Jonggol (B6) yang mendapat pemupukan K intensif mengandung K-total relatif lebih baik. Walaupun demikian kandungan K-dd di semua lokasi penelitian umumnya tergolong rendah 57

24 Gambar 10. Distribusi Sifat Kimia Tanah: K-dd, Ca-dd, Mg-dd, KTK tanah, Al-dd dan Kejenuhan Basa pada Penampang Tanah di Lokasi Penelitian 58

25 (< 0,3 me/100 g tanah). Keadaan ini mengindikasikan bahwa untuk memperoleh produktivitas lahan yang lebih baik, sangat diperlukan pemupukan K sesuai kebutuhan tanaman. Kandungan Ca-dd tanah tampaknya berhubungan dengan asal bahan induk tanahnya. Kandungan Ca-dd dari tanah-tanah volkan (B2) dan batuan sedimen masam (B3, B4), umumnya tergolong rendah dan menurun dengan kedalaman tanah, sedangkan kandungan Ca-dd dari tanah yang berkembang dari batuan sedimen basa (Jonggol) tergolong sedang (B7) sampai sangat tinggi (B5) di lapisan atas tanah dan meningkat dengan kedalaman tanah. Kandungan Ca-dd tanah Cimanggu relatif lebih baik dari tanah Jasinga (B3, B4) dan Gunung Sindur (B2). Kandungan Mg-dd dari tanah sedimen masam Jasinga umumnya tergolong rendah (B3 dan B4) dan menurun menurut kedalaman tanah, sedangkan tanah dari bahan volkanik (B1, B2) dan batuan sedimen basa Jonggol (B5, B6 dan B7) tergolong sedang sampai tinggi di lapisan atas dan menurun menurut kedalaman tanah. Pada umumnya tanah dari batuan sedimen basa mengandung Mg-dd lebih tinggi dibanding dengan tanah lainnya. Kandungan Mg-dd yang cukup tinggi pada tanah Cimanggu (B1) dan meningkat jumlahnya dengan kedalaman tanah, diduga selain berasal dari pemupukan Mg (dolomit) karena tanah sering ditanami kedelai juga kemungkinan berasal dari hasil pelapukan mineral feromagnesian (hiperstin, hornblende) yang cukup tinggi di tanah tersebut. Kejenuhan basa (KB) tanah cukup bervariasi, dari sangat rendah (< 20%, seperti pada B3) sampai sangat tinggi (> 80%, seperti pada B6) di lapisan atas tanah. Kejenuhan basa dari tanah sedimen masam menurun dengan kedalaman, sedangkan kejenuhan basa dari tanah-tanah volkan dan batuan sedimen basa umumnya meningkat dengan kedalaman. Hal ini diduga berkaitan dengan asal bahan induk tanahnya. Kejenuhan basa dari tanah volkanik tergolong sedang dan tanah-tanah dari batuan sedimen basa umumnya tinggi sampai sangat tinggi (KB mencapai 100%). Kapasitas tukar kation tanah (KTK-tanah) agak bervariasi, mulai dari rendah (< 16 cmol(+)/kg tanah, seperti pada B2) sampai sangat tinggi (> 40 cmol(+)/kg tanah, seperti pada B5). Hal ini sangat terkait dengan asal bahan induk tanah dan kandungan jenis dan jumlah mineral liat dalam tanah. Tanah-tanah dari 59

26 batuan sedimen basa dengan kandungan tipe liat 2:1 (montmorilonit) tinggi menunjukkan KTK-tanah tinggi sedangkan KTK-tanah dari bahan volkanik yang didominasi oleh tipe liat 1:1 (kaolinit) tergolong rendah. Pengaruh kandungan bahan organik tanah (C -organik) terhadap KTK-tanah pada hampir semua lokasi penelitian tampak tidak begitu nyata kecuali pada lokasi B5 karena kandungan C- organik di lapisan atas tanah relatif tinggi (epipedon molik) baru terlihat kontribusinya terhadap KTK-tanah. KTK-tanah berhubungan erat dengan KTKliat yang besarnya sangat ditentukan oleh jenis dan jumlah tipe liat di dalam fraksi liat tanah. Kandungan KTK-liat yang sangat rendah (< 16 cmol(+)/kg liat) terdapat pada tanah Gunung Sindur (B2), sedang tanah-tanah dari Cimanggu (B1) dan Cikopomayak, Jasinga (B3) tergolong sedang (24-40 cmol(+)/kg liat). KTKliat dari tanah -tanah yang berkembang dari batuan sedimen basa (Jonggol) umumnya tergolong tinggi (38-65 cmol(+)/kg liat), hal ini tampak adanya hubungan erat antara KTK-liat dengan kandungan montmorilonit yang tinggi di dalam tanah. Keadaan KTK-tanah dan KTK-liat akan berpengaruh terhadap kualitas lahan ketersediaan dan retensi hara di dalam tanah yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hara bagi tanaman. Kandungan Al-dd sangat dipengaruhi oleh ph tanah. Meningkatnya Al-dd dalam tanah-tanah dari batuan sedimen masam (B3 dan B4) diduga berasal dari kerusakan struktur mineral liat (montmorilonit) yang disebabkan oleh perubahan lingkungan yang sangat masam (ph< 4,5) menghasilkan Al-dd cukup tinggi (7,3-9,4 me/100 g tanah). Sedangkan kandungan Al-dd tanah dari bahan volkanik tergolong rendah (< 2 me/100 g tanah). Kandungan Al-dd dari tanah sedimen basa kecuali pada B7, sangat rendah sekali bahkan mencapai 0 me/100 g tanah. Kejenuhan aluminium (KAl) tanah dari batuan sedimen masam umumnya tergolong sangat tinggi (> 60%), sedangkan tanah dari batuan sedimen basa, kecuali lapisan atas tanah B7 termasuk sangat rendah (< 10%). Kejenuhan aluminium dari tanah volkanik termasuk rendah (B1) dan meningkat sampai sedang sejalan dengan tingkat perkembangan tanahnya (B2). Kandungan Al-dd atau kejenuhan Al yang tinggi dalam tanah dapat bersifat toksik bagi pertumbuhan tanaman dan berpengaruh terhadap produksi beberapa jenis tanaman pangan lahan kering (FAO, 1983). 60

27 Berdasarkan pada distribusi sifat kimia tanah di lokasi penelitian (Gambar 9 dan 10), tampak bahwa aktivitas biologi dan proses pelapukan tanah terjadi sangat intensif di lapisan atas tanah pada kedalaman 0-20 cm. Berpijak dari keadaan tersebut, maka penetapan sifat-sifat tanah yang diperlukan dalam evaluasi kesesuaian lahan khususnya untuk tanaman pangan lahan kering seperti jagung dan kacang tanah yang memiliki perakaran relatif dangkal, digunakan data analisis tanah dari contoh tanah lapisan atas atau komposit (0-20 cm). Pengaruh Lereng dan Konservasi Tanah terhadap Bahaya Erosi Sebagai sumberdaya alam untuk pertanian, tanah mempunyai dua fungsi utama yaitu: (1) sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan, dan (2) sebagai media tempat akar tumbuhan berjangkar dan air tanah tersimpan serta tempat unsurunsur hara dan air ditambahkan. Hilangnya atau menurunnya fungsi tanah tersebut menyebabkan kerusakan atau degradasi tanah (Arsyad, 1989). Kerusakan tanah terjadi terutama disebabkan oleh erosi yang berkaitan dengan kondisi lereng, pengelolaan tanah dan tanaman. Kerusakan tanah akibat erosi yang berlebihan dapat mengakibatkan penurunan sifat-sifat fisik dan kimia tanah, seperti kehilangan unsur hara dan bahan organik, menurunnya kapasitas infiltrasi dan kemampuan tanah menahan air, meningkatnya kepadatan tanah dan ketahanan penetrasi dan akhirnya menyebabkan memburuknya pertumbuhan tanaman dan menurunnya produktivitas lahan. Lokasi penelitian terletak pada dataran volkan atau kipas aluvium (B1 dan B2), di daerah perbukitan angkatan/lipatan dari batuan sedimen masam (B3 dan B4) dan batuan sedimen basa (B5, B6 dan B7) yang telah diteras atau diratakan sehingga membentuk permukaan tanah yang datar dengan lereng kurang dari 2%. Tanah umumnya dikelola dengan baik. Atas dasar kemiringan lahan yang relatif datar akibat tindakan konservasi yang telah dilakukan petani di semua lokasi penelitian, tampaknya erosi yang terjadi sangat rendah dan tidak membahayakan terhadap penggunaan lahan yang ada. Pendugaan erosi yang terjadi di lokasi penelitian dengan menggunakan persamaan USLE (Wischmeier dan Smith, 1978) dan erosi yang diperbolehkan menurut Hammer (dalam Arsyad, 61

28 1989) disajikan pada Tabel 9. Perhitungan cara pendugaan erosi selengkapnya diberikan pada Lampiran 10. Tabel 9. Pendugaan Bahaya Erosi dan Erosi yang Diperbolehkan di Lokasi Penelitian Kode Klasifikasi Besarnya Erosi (ton/ha/th) Indeks Bahaya Erosi Lokasi Tanah A ku A ju T (1) (2) Kelas (1) B1 Oxyaquic Dystrudept 6,14 6,58 33,00 0,18 0,20 SR B2 Typic Eutrudox 1,58 1,69 35,28 0,04 0,04 SR B3 Typic Hapludult 5,76 6,17 24,61 0,23 0,25 SR B4 Typic Haplohumult 2,76 2,96 31,95 0,08 0,09 SR B5 Lithic Hapludoll 5,17 5,54 11,96 0,43 0,46 SR B6 Aquic Eutrudept 7,76 8,31 25,80 0,30 0,32 SR B7 Typic Hapludalf 8,70 9,32 20,99 0,41 0,44 SR Keterangan: Indeks Bahaya Erosi (IBE) = A/T, ditetapkan menurut Hammer dalam Arsyad (1989) Nilai IBE < 0,5: kelas bahaya erosi sangat rendah (SR) A ku : Erosi pada tanaman kacang tanah-ubi kayu, A ju : Erosi pada tanaman jagung-ubi kayu (2) Dari Tabel 9 tampak bahwa perkiraan erosi yang terjadi (A) bila lahan ditanami berturut-turut: kacang tanah -ubi kayu (A ku ) dan atau jagung-ubi kayu (A ju ) selama setahun adalah sebesar 1,58 9,32 ton/ha/tahun, masih jauh di bawah erosi yang diperbolehkan (T), yaitu sebesar ton/ha/tahun. Nilai indeks bahaya erosi (A/T) yang diperhitungkan pada kedua macam tutupan lahan di semua lokasi penelitian adalah kurang dari 0,5 yang berarti bahwa semua lokasi penelitian mempunyai kelas bahaya erosi yang tergolong sangat rendah. Oleh karena itu, faktor lereng atau faktor bahaya erosi dalam evaluasi kesesuaian lahan tidak diperlukan karena dianggap tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung dan kacang tanah. Agar dapat diekstrapolasi ke daerah lain, maka besarnya lereng yang masih bisa ditanami jagung dan kacang tanah pada setiap jenis tanah dengan berasumsi bah wa besarnya erosi yang terjadi masih tergolong rendah atau E < T adalah sebagai berikut: Oxyaquic Dystrudepts lereng < 3%, Typic Eutrudox lereng < 8%, Typic Hapludults lereng < 3%, Typic Haplohumults lereng < 5%, dan pada tanah -tanah dari batu gamping (Lithic Hapludolls, Aquic Eutrudepts, dan Typic Hapludalfs) lereng < 2%. 62

29 Tipe Penggunaan Lahan dan Produktivitas Lahan Kering Tipe Penggunaan Lahan Tipe penggunaan lahan (TPL) merupakan jenis-jenis penggunaan lahan yang diuraikan lebih detil, menyangkut pengelolaan, masukan yang diperlukan dan keluaran yang diharapkan secara spesifik (FAO, 1976; Djaenudin et al., 2003). Tipe penggunaan lahan yang umum di lahan kering selain komoditas jagung dan kacang tanah juga ditanam umbi-umbian, terutama ubi kayu, masingmasing terbagi dalam 2 tingkat pengelolaan berdasarkan input yang diberikan kepada lahan usahatani, yaitu tanpa atau sangat sedikit sekali input yang diberikan (input rendah) dan input sedang. Uraian masing-masing TPL untuk jagung dan kacang tanah yang diidentifikasi berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut: TPL 1: Tanaman jagung dan ubi kayu, input rendah Tipe penggunaan lahan ini memproduksi biji jagung kering 1-2 ton/ha dan ton/ha umbi segar ubi kayu untuk bahan pangan dan atau pakan ternak. Jagung ditanam selama 3-4 bulan ( hari) dan ubi kayu selama 8-9 bulan secara bergiliran di lahan kering tadah hujan (tegalan) datar atau diteras. Jagung ditanam di awal musim penghujan (Oktober-Nopember) dan setelah dipanen dilanjutkan oleh tanaman ubi kayu. Luas lahan umumnya sempit 0,1-0,3 ha. Sebagian besar hasil usahatani dikonsumsi sendiri (50-75%) dan hanya sedikit (25%) yang dijual. Modal usaha kecil, jumlah tenaga kerja sedikit berasal dari dalam keluarga. Pengolahan tanah menggunakan alat tangan (cangkul, garpu, kored, dll.). Ditanam varietas lokal dan atau varietas unggul (a.l. Bisma, Pioner), kebutuhan bibit (biji) jagung 40 kg/ha. Jarak tanam bervariasi cm x cm. Jagung ditanam dalam bedengan-bedengan berukuran 3-4 m x m dan setelah tanaman berumur 1 bulan dibumbun. Ubi kayu dari bibit lokal ditanam setelah jagung dalam guludan dengan jarak tanam 1,0 x 0,8 m. Pupuk dan insektisida pemberantas hama tidak atau sedikit sekali diberikan. Sebagian petani menggunakan pupuk kandang kotoran ayam kg/ha, diberikan saat menanam jagung. Pada tanaman ubi kayu tidak diberikan lagi pupuk kandang. 63

30 Penyiangan dilakukan 1-2 kali, yaitu saat tanaman jagung berumur 1 bulan dan atau 2 bulan. Lokasi kebun umumnya relatif jauh dengan jalan desa (>500 m). Sebagian hasil dijual melalui tengkulak. Pendapatan keuntungan bersih tergolong rendah. TPL 2: Tanaman jagung dan ubi kayu, input sedang Tipe penggunaan lahan ini memproduksi biji jagung kering 2-3 ton/ha (kadar air 14%) dan ton/ha umbi segar ubi kayu untuk bahan pangan dan atau pakan ternak. Diusahakan satu kali tanam setahun secara bergiliran di lahan kering tadah hujan (tegalan) datar atau diteras. Jagung ditanam pada awal musim hujan (Oktober-Nopember) selama 3-4 bulan. Setelah panen dilanjutkan dengan tanaman ubi kayu selama 8-9 bulan. Luas lahan usahatani 0,3-0,8 ha, lebih luas dari lahan pada TPL 1. Sebagian besar hasil dijual (>75%) dan sedikit yang dikonsumsi (<25%). Modal usahatani sedang, jumlah tenaga kerja tergolong sedang berasal dari dalam keluarga dan luar keluarga (25-50%). Pengolahan tanah menggunakan alat tangan (cangkul, garpu, kored, dll.). Ditanam jagung varitas unggul (Bisma, Pioner, dll.). Kebutuhan bibit biji jagung kering sebanyak 40 kg/ha. Jarak tanam agak bervariasi cm x cm. Ubi kayu ditanam setelah jagung dalam guludan dengan jarak tanam umumnya 1,0 x 0,8 m atau tanaman/ha dan tidak diberikan pupuk. Pemupukan untuk jagung diberikan dengan dosis : kg/ha urea, kg/ha SP-36, kg KCl dan kg bahan organik (bokasi, pupuk kandang kotoran ayam). Penyemprotan hama dan penyakit tanamam 1-2 kali, biasa dilakukan saat ada serangan. Penyiangan dilakukan 2-3 kali yaitu saat tanaman berumur 2 minggu, 4 minggu dan atau 6-8 minggu. Jagung ditanam dalam bedengan-bedengan berukuran 3-4 m x 10 m dan setelah berumur 1 bulan dibumbun. Lokasi kebun umumnya dekat dengan jalan desa dan hasil mudah dijual melalui tengkulak. Pendapatan keuntungan bersih tergolong rendah sampai sedang. TPL 3: Tanaman kacang tanah dan ubi kayu, input rendah Tipe penggunaan lahan ini memproduksi polong kacang tanah kering 0,6-1,2 ton/ha dan ton/ha umbi segar ubi kayu untuk bahan pangan, sebagian 64

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terletak di 7 lokasi lahan kering di daerah Kabupaten dan Kota Bogor yang terbagi ke dalam tiga kelompok berdasarkan perbedaan

Lebih terperinci

Pengaruh Kualitas Lahan terhadap Produktivitas Jagung pada Tanah Volkanik dan Batuan Sedimen di Daerah Bogor

Pengaruh Kualitas Lahan terhadap Produktivitas Jagung pada Tanah Volkanik dan Batuan Sedimen di Daerah Bogor Pengaruh Kualitas Lahan terhadap Produktivitas Jagung pada Tanah Volkanik dan Batuan Sedimen di Daerah Bogor The influence of Land Quality to Productivity of Maize on Volcanic and Sedimentary Rock Derived

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun. Berdasarkan iklimnya, lahan kering

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sifat-sifat Tanah. Sifat Morfologi dan Fisika Tanah. Sifat morfologi dan fisika tanah masing-masing horison pada pedon pewakil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sifat-sifat Tanah. Sifat Morfologi dan Fisika Tanah. Sifat morfologi dan fisika tanah masing-masing horison pada pedon pewakil HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat-sifat Tanah Sifat Morfologi dan Fisika Tanah Pedon Berbahan Induk Batuliat Sifat morfologi dan fisika tanah masing-masing horison pada pedon pewakil berbahan induk batuliat disajikan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis dan Iklim Daerah aliran sungai (DAS) Siulak di hulu DAS Merao mempunyai luas 4296.18 ha, secara geografis terletak antara 101 0 11 50-101 0 15 44 BT dan

Lebih terperinci

Pengaruh Kualitas Lahan terhadap Produktivitas Jagung pada Tanah Volkanik dan Batuan Sedimen di Daerah Bogor

Pengaruh Kualitas Lahan terhadap Produktivitas Jagung pada Tanah Volkanik dan Batuan Sedimen di Daerah Bogor Pengaruh Kualitas Lahan terhadap Produktivitas Jagung pada Tanah Volkanik dan Batuan Sedimen di Daerah Bogor The influence of Land Quality on Productivity of Maize in Soils Derived from Volcanic and Sedimentary

Lebih terperinci

KLASIFIKASI TANAH INDONESIA

KLASIFIKASI TANAH INDONESIA Klasifikasi Tanah Indonesia KLASIFIKASI TANAH INDONESIA (Dudal dan Supraptoharjo 1957, 1961 dan Pusat Penelitian Tanah (PPT) Bogor 1982) Sistem klasifikasi tanah yang dibuat oleh Pusat Penelitian Tanah

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Profil

Lampiran 1. Deskripsi Profil Lampiran 1. Deskripsi Profil A. Profil pertama Lokasi : Desa Sinaman kecamatan Barus Jahe Kabupaten Tanah Karo Simbol : P1 Koordinat : 03 0 03 36,4 LU dan 98 0 33 24,3 BT Kemiringan : 5 % Fisiografi :

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara

Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara Data curah hujan (mm) Tahun 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Jan 237 131 163 79 152 162 208

Lebih terperinci

Lampiran 1 : Data suhu udara di daerah Kebun Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ( 0 C)

Lampiran 1 : Data suhu udara di daerah Kebun Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ( 0 C) Lampiran 1 : Data suhu udara di daerah Kebun Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ( 0 C) Bln/Thn 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Total Rataan Jan 25.9 23.3 24.0 24.4 24.7

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan TINJAUAN PUSTAKA Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan akan menjadi busuk dalam 2-5 hari apabila tanpa mendapat perlakuan pasca panen yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena 17 TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Ultisol Kandungan hara pada tanah Ultisol umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi

Lebih terperinci

4.1. Bahan Induk Tanah, Komposisi Mineral dan Sifat-Sifat Tanah Sawah

4.1. Bahan Induk Tanah, Komposisi Mineral dan Sifat-Sifat Tanah Sawah IV. PEMBAHASAN UMUM Solok dikenal sebagai Sentra Produksi Beras. Beras yang dihasilkan Sentra Produksi, di samping mensuplai kebutuhan pangan masyarakat Sumatera Barat, juga masyarakat di luar Sumatera

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah Ananas comosus (L) Merr. Tanaman ini berasal dari benua Amerika, tepatnya negara Brazil.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 2.1 Survei Tanah BAB II TINJAUAN PUSTAKA Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mempelajari lingkungan alam dan potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu dokumentasi

Lebih terperinci

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah Kimia Tanah 23 BAB 3 KIMIA TANAH Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah A. Sifat Fisik Tanah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisik Tanah 5.1.1. Bobot Isi dan Porositas Total Penambahan bahan organik rumput signal pada lahan Kathryn belum menunjukkan pengaruh baik terhadap bobot isi (Tabel

Lebih terperinci

GELISOLS. Pustaka Soil Survey Staff Soil Taxonomy, 2 nd edition. USDA, NRCS. Washington. 869 hal.

GELISOLS. Pustaka Soil Survey Staff Soil Taxonomy, 2 nd edition. USDA, NRCS. Washington. 869 hal. GELISOLS Gelisols adalah tanah-tanah pada daerah yang sangat dingin. Terdapat permafrost (lapisan bahan membeku permanen terletak diatas solum tanah) sampai kedalaman 2 meter dari permukaan tanah. Penyebaran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

Morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di

Morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Tanah Morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di lapang. Pengamatan sebaiknya dilakukan pada profil tanah yang baru dibuat. Pengamatan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah. lingkungan berhubungan dengan kondisi fisiografi wilayah.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah. lingkungan berhubungan dengan kondisi fisiografi wilayah. V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor selain faktor internal dari tanaman itu sendiri yaitu berupa hormon

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merr) Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. Susunan morfologi kedelai terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun LAMPIRAN Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun 20002009 Bln Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des THN 2000 47 99 147 114 65 19 56 64 220 32 225

Lebih terperinci

Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7.

Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7. Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7. Konsistensi Warna merupakan petunjuk untuk beberapa sifat

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Sifat Kimia Tanah di Wilayah Studi Penambangan PT Kaltim Prima Coal

Tabel Lampiran 1. Sifat Kimia Tanah di Wilayah Studi Penambangan PT Kaltim Prima Coal LAMPIRAN 45 46 Tabel Lampiran 1. Sifat Kimia Tanah di Wilayah Studi Penambangan PT Kaltim Prima Coal No Sifat Kimia Tanah Nilai Keterangan 1 ph (H 2 O) 4,59 Masam 2 Bahan Organik C-Organik (%) 1,22 Rendah

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Salak BM Periode Tahun

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Salak BM Periode Tahun LMPIRN Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Salak BM Periode Tahun 20012010 Bln Jan Feb Mar pr Mei Jun Jul gs Sep Okt Nov Des THN 2001 226 168 277 200 103 117 258 223 532 283 369

Lebih terperinci

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor sub pertanian tanaman pangan merupakan salah satu faktor pertanian yang sangat penting di Indonesia terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan, peningkatan gizi masyarakat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode tertentu di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol Tanah Latosol adalah tipe tanah yang terbentuk melalui proses latosolisasi. Proses latosolisasi memiliki tiga proses utama, yaitu (1) pelapukan intensif yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Organik (Effluent Sapi) Pemakaian pupuk buatan (anorganik) yang berlebihan dan dilakukan secara terus menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Terdapat 11 profil tanah yang diamati dari lahan reklamasi berumur 0, 5, 9, 13 tahun dan lahan hutan. Pada lahan reklamasi berumur 0 tahun dan lahan hutan, masingmasing hanya dibuat

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan uraian dan pembahasan terdahulu dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Perbedaan tekstur tanah dan elevasi, tidak menyebabkan perbedaan morfologi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Lahan adalah lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi dimana faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaan lahannya (Hardjowigeno et

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah

I. PENDAHULUAN. induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisol merupakan salah satu jenis tanah masam yang terbentuk dari bahan bahan induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol 18 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol Ultisol merupakan tanah-tanah yang mempunyai horizon argilik atau kandik dengan nilai kejenuhan basa rendah. Kejenuhan basa (jumlah kation basa) pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Karakteristik Tanah di Lahan Percobaan Berdasarkan kriteria Staf Pusat Penelitian Tanah (1983), karakteristik Latosol Dramaga yang digunakan dalam percobaan disajikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia, yaitu dalam penyediaan

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH

SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH III. SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH Sifat morfologi tanah adalah sifat sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di lapang. Sebagian dari sifat morfologi tanah merupakan sifat fisik dari tanah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu TINJAUAN PUSTAKA Survei Tanah Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mempelajari lingkungan alam dan potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu dokumentasi utama sebagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah Ultisol termasuk bagian terluas dari lahan kering yang ada di Indonesia yaitu 45.794.000 ha atau sekitar 25 % dari total luas daratan Indonesia (Subagyo, dkk, 2000). Namun

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun LAMPIRAN Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun 20002009 Bln Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des THN 2000 47 99 147 114 65 19 56 64 220 32 225

Lebih terperinci

Klasifikasi Dan Pemetaan Famili Tanah Berdasarkan Sistem Taksonomi Tanah di Desa Penatih Dangin Puri Kecamatan Denpasar Timur

Klasifikasi Dan Pemetaan Famili Tanah Berdasarkan Sistem Taksonomi Tanah di Desa Penatih Dangin Puri Kecamatan Denpasar Timur Klasifikasi Dan Pemetaan Famili Tanah Berdasarkan Sistem Taksonomi Tanah di Desa Penatih Dangin Puri Kecamatan Denpasar Timur IDA AYU SRI MAS ARY SUSANTHI I MADE MEGA *) KETUT SARDIANA Program Studi Agroekoteknologi,

Lebih terperinci

Tipe struktur. Tabel Lampiran 2. Kode permeabilitas profil tanah

Tipe struktur. Tabel Lampiran 2. Kode permeabilitas profil tanah Tabel Lampiran 1. Penilaian struktur tanah Tipe struktur Kode Granular sangat halus (very fine granular) 1 Granular halus (fine granular) 2 Granular sedang dan kasar (medium, coarse granular) 3 Gumpal,

Lebih terperinci

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB VI. PERSIAPAN LAHAN Rizka Novi Sesanti KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI

II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI 2.1. Iklim Ubi kayu tumbuh optimal pada ketinggian tempat 10 700 m dpl, curah hujan 760 1.015 mm/tahun, suhu udara 18 35 o C, kelembaban udara 60 65%, lama penyinaran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Inceptisol

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Inceptisol TINJAUAN PUSTAKA Tanah Inceptisol Tanah Inceptisol (inceptum = mulai berkembang) berdasarkan Keys to Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2003) menunjukkan bahwa tanah ini mempunyai horizon penciri berupa

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK LAHAN UNTUK PERTANAMAN PADI GOGO

KARAKTERISTIK LAHAN UNTUK PERTANAMAN PADI GOGO KARAKTERISTIK LAHAN UNTUK PERTANAMAN PADI GOGO Padi sebagai tanaman pokok nasional dan merupakan tanaman utama yang dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat Indonesia dan produksinya dengan berbagai upaya

Lebih terperinci

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam ANNY MULYANI Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : SINAR TANI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan nasional, pengembangan pertanian di lahan kering mempunyai harapan besar untuk mewujudkan pertanian yang tangguh di Indonesia, mengingat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Analisis Tanah Awal Karakteristik Latosol Cimulang yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabel 2 dengan kriteria ditentukan menurut acuan Pusat Peneltian Tanah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993)

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993) TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Evaluasi Lahan Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaman lahan jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei serta

Lebih terperinci

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd TANAH / PEDOSFER OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd 1.Definisi Tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral organic, air, udara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 22 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Proses Geomorfik Proses geomorfik secara bersamaan peranannya berupa iklim mengubah bahan induk dibawah pengaruh topografi dalam kurun waktu tertentu menghasilkan suatu lahan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Kelapa sawit

Lampiran 1. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Kelapa sawit Lampiran 1. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Kelapa sawit Persyaratan penggunaan lahan/ karakteristik lahan Temperatur (tc) Temperatur rerata ( C) 25-28 22 25 28 32 Kelas keesuaian lahan S1 S2 S3 N Ketersedian

Lebih terperinci

Seiring dengan bertambahnya penduduk dan meningkatnya kesejahteraan. penduduk, kebutuhan akan pangan dan sayuran segar juga terus meningkat.

Seiring dengan bertambahnya penduduk dan meningkatnya kesejahteraan. penduduk, kebutuhan akan pangan dan sayuran segar juga terus meningkat. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan bertambahnya penduduk dan meningkatnya kesejahteraan penduduk, kebutuhan akan pangan dan sayuran segar juga terus meningkat. Untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Karakteristik Lahan Kesesuaian Tanaman Karet

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Karakteristik Lahan Kesesuaian Tanaman Karet 57 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Karakteristik Lahan Kesesuaian Tanaman Karet Sektor pekebunan dan pertanian menjadi salah satu pilihan mata pencarian masyarakat yang bermukim

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia Latosol Darmaga Latosol (Inceptisol) merupakan salah satu macam tanah pada lahan kering yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung tepatnya pada koordinat 7 19 20.87-7

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun LAMPIRAN Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun 19982007 Bln Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des THN 1998 77 72 117 106 68 30 30 227 58 76 58 63

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Sawah. tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Sawah. tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau TINJAUAN PUSTAKA Tanah Sawah Lahan sawah adalah lahan yang dikelola sedemikian rupa untuk budidaya tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau sebagian dari masa pertumbuhan padi.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

DESKRIPSI DAN KLASIFIKASI JENIS TANAH DI WILAYAH SAGALAHERANG, SUBANG

DESKRIPSI DAN KLASIFIKASI JENIS TANAH DI WILAYAH SAGALAHERANG, SUBANG DESKRIPSI DAN KLASIFIKASI JENIS TANAH DI WILAYAH SAGALAHERANG, SUBANG Asep Mulyono 1, Dedi Mulyadi 2, dan Rizka Maria 2 1 UPT Loka Uji Teknik Penambangan dan Mitigasi Bencana Liwa LIPI E-mail: asep.mulyono@lipi.go.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat menyebabkan kebutuhan pangan juga akan meningkat, namun tidak diiringi dengan peningkatan produktivitas tanah. Hal tersebut

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT TANAH PARANITA ASNUR

SIFAT-SIFAT TANAH PARANITA ASNUR SIFAT-SIFAT TANAH PARANITA ASNUR SIFAT FISIKA TANAH Batas- Batas Horison Batas horison satu dengan lainnya dapat terlihat jelas/baur Pengamatan taah di lapangan ketajaman peralihan horisonhorison dibedakan

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya LEMBAR KERJA SISWA KELOMPOK :. Nama Anggota / No. Abs 1. ALFINA ROSYIDA (01\8.6) 2.. 3. 4. 1. Diskusikan tabel berikut dengan anggota kelompok masing-masing! Petunjuk : a. Isilah kolom dibawah ini dengan

Lebih terperinci

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG Rossi Prabowo 1*,Renan Subantoro 1 1 Jurusan Agrobisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Wahid Hasyim Semarang

Lebih terperinci

TANAH. Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah. Hubungan tanah dan organisme :

TANAH. Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah. Hubungan tanah dan organisme : TANAH Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah Hubungan tanah dan organisme : Bagian atas lapisan kerak bumi yang mengalami penghawaan dan dipengaruhi oleh tumbuhan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Parangtritis, Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, DIY mulai

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Parangtritis, Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, DIY mulai IV. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian evaluasi kesesuaian lahan ini dilakukan di lahan pasir pantai Parangtritis, Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, DIY

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada kemiringan lahan 15 %. Tanah Latosol Darmaga/Typic Dystrudepts (Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm) dipilih sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L. 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) Tanaman jagung merupakan tanaman asli benua Amerika yang termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Rumput Afrika (Pennisetum purpureum Schumach cv Afrika) Rumput yang sudah sangat popular di Indonesia saat ini mempunyai berbagai

TINJAUAN PUSTAKA Rumput Afrika (Pennisetum purpureum Schumach cv Afrika) Rumput yang sudah sangat popular di Indonesia saat ini mempunyai berbagai TINJAUAN PUSTAKA Rumput Afrika (Pennisetum purpureum Schumach cv Afrika) Rumput yang sudah sangat popular di Indonesia saat ini mempunyai berbagai nama antara lain: Elephant grass, Napier grass, Uganda

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian dan Letak Geografis Lokasi penelitian dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara VIII. PT. Perkebunan Nusantara VIII, Perkebunan Cikasungka bagian Cimulang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 V. HASIL DAN PEMBAHASAN Ubi jalar yang ditanam di Desa Cilembu Kabupaten Sumedang yang sering dinamai Ubi Cilembu ini memiliki rasa yang manis seperti madu dan memiliki ukuran umbi lebih besar dari

Lebih terperinci

TUJUAN PEMBELAJARAN : Survei Tanah dan Evaluasi Lahan

TUJUAN PEMBELAJARAN : Survei Tanah dan Evaluasi Lahan Survei Tanah dan Evaluasi Lahan INTERPRETASI DATA SURVEI TANAH INTERPRETASI DATA TANAH TUJUAN PEMBELAJARAN : 1. Memahami tujuan, prinsip dan cara 2 Interpretasi Data Tanah 2. Mengenal dan bisa membedakan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2017 sampai Maret 2017 di Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Laboratorium

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mengalihkan air. Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian

II. TINJAUAN PUSTAKA. mengalihkan air. Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Drainase Menurut Suripin (2004), drainase adalah mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air. Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang

Lebih terperinci

geografi Kelas X PEDOSFER II KTSP & K-13 Super "Solusi Quipper" F. JENIS TANAH DI INDONESIA

geografi Kelas X PEDOSFER II KTSP & K-13 Super Solusi Quipper F. JENIS TANAH DI INDONESIA KTSP & K-13 Kelas X geografi PEDOSFER II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini kamu diharapkan memiliki kemampuan untuk memahami jenis tanah dan sifat fisik tanah di Indonesia. F. JENIS TANAH

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN V HSIL DN PEMHSN 5.1 Sebaran entuk Lahan erdasarkan pengamatan di lokasi penelitian dan pengkelasan lereng berdasarkan peta kontur, bentuk lahan di lokasi penelitian sangat bervariasi. entuk lahan diklasifikasikan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Metode Penelitian. diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala yang ada dan mencari

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Metode Penelitian. diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala yang ada dan mencari III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Kecamatan Anak Tuha, Kabupaten Lampung Tengah dan Laboraturium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU Ubi kayu diperbanyak dengan menggunakan stek batang. Alasan dipergunakan bahan tanam dari perbanyakan vegetatif (stek) adalah selain karena lebih mudah, juga lebih ekonomis bila

Lebih terperinci

IV. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Analisis terhadap sampel tanah dilakukan di Laboratorium Tanah Fakultas

IV. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Analisis terhadap sampel tanah dilakukan di Laboratorium Tanah Fakultas IV. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian telah dilaksanakan di 4 (empat) desa di Kecamatan Windusari yaitu Desa Balesari, Desa Kembangkunig, Desa Windusari dan Desa Genito. Analisis terhadap

Lebih terperinci