BAB I PENGANTAR. interaksi dengan lingkungan yang menghasilkan budaya. Salah satu bentuk budaya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENGANTAR. interaksi dengan lingkungan yang menghasilkan budaya. Salah satu bentuk budaya"

Transkripsi

1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Kenyataan bahwa manusia membutuhkan pangan sebagai kebutuhan dasar adalah sesuatu yang tidak dapat diingkari. Hal ini terjadi sejak masa prasejarah hingga kini. Pemenuhan kebutuhan pangan ini menuntut manusia untuk melakukan interaksi dengan lingkungan yang menghasilkan budaya. Salah satu bentuk budaya yang dihasilkan adalah sistem subsistensi yang merupakan upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, terutama kebutuhan pangan. Interaksi dengan lingkungan dilakukan untuk mendapatkan sumber pangan baik yang berasal dari sumber hewani maupun nabati. Salah satu cara untuk mengetahui tindakan subsistensi manusia pada masa prasejarah adalah dengan melakukan studi arkeobotani untuk memahami upaya manusia dalam memanfaatkan sumberdaya tumbuhan. Arkeobotani merupakan studi yang mempelajari sisa-sisa tumbahan dalam konteks arkeologi (Denham, 2009: 1). Penelitian berbasis arkeobotani memiliki peran cukup signifikan untuk memahami budaya manusia masa lalu, karena sebagian besar penelitian arkeologi menunjukkan bahwa tumbuhan merupakan unsur penting dalam pola diet manusia sejak masa

2 prasejarah (Jones, 2005: 394). Bukti-bukti lain menunjukkan bahwa pemanfaatan tumbuhan selain untuk makanan juga digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan pakaian, obat-obatan, tempat tinggal dan pembuatan alat. Arkeobotani juga dapat digunakan untuk mengungkap cara pemanfaatan tumbuhan, pengolahan tumbuhan, sejarah vegetasi, dan penyebaran tumbuhan yang diakibatkan oleh migrasi manusia (Denham, 2009: 1), (Butzer, 1982: 186), dan (Hather, 1992: 77). Dalam penelitian arkeologi, studi arkeobotani banyak dilakukan pada situssitus hunian. Hal ini karena, pada situs hunian dimungkinkan tersimpan banyak data yang terkait dengan aktivitas kehidupan sehari-hari yang salah satunya menunjukkan pemanfaatan sumberdaya hayati tumbuhan oleh manusia masa lalu. Berbicara mengenai hunian prasejarah, tidak lepas dari keberadaan gua dan ceruk alam sebagai lokasi awal manusia bertempat tinggal. Gua dan ceruk alam sebagai hasil bentukan alam, dimanfaatkan oleh manusia untuk pertama kali sebagai hunian pada kala Plestosen akhir hingga awal Holosen. Namun tidak semua gua dapat dimanfaatkan sebagai hunian oleh manusia, sebab ada beberapa kriteria mengenai layak- tidaknya suatu gua dijadikan tempat hunian, antara lain memiliki ruang yang cukup luas, cukup sinar matahari, sirkulasi udara baik, tidak lembab, serta dekat dengan sumberdaya alam pendukungnya, yaitu air dan sumber makanan, baik tumbuhan maupun binatang (Soebroto, 1995: 133). Namun pada kenyataannya, tidak semuan temuan temuan situs hunian berada pada kondisi ideal. Beberapa gua yang

3 terletak pada lingkungan yang jauh dari sumberdaya makanan dan air juga digunakan sebagai hunian. Penerapan studi arkeobotani pada situs-situs hunian gua akan sangat bermanfaat dalam upaya memahami proses kehidupan manusia penghuninya di masa lalu. Hal ini terjadi karena data yang tersimpan dalam gua dapat merepresentasikan sisa-sisa aktivitas manusia masa lalu secara lebih valid, mengingat proses pembentukan datanya lebih terhindar dari proses transportasi dan transformasi dibandingkan dengan pembentukan data pada hunian alam terbuka. Beberapa penelitian yang berbasis arkeobotani telah dilakukan di situs- situs hunian gua masa prasejarah di Indonesia di antaranya di Gua Harimau (Sumatera selatan), Gua Kidang (Jawa Tengah), Song Bentar (DIY), dan Leang Bua (Flores). Penelitian tersebut telah menghasilkan pemahaman tentang kondisi lingkungan gua pada masa prasejarah. Selain itu studi arkeobotani yang telah dilakukan juga mampu mengungkap bagaimana manusia melakukan pemanfaatan tumbuhan seperti yang dilakukan di Situs Song Towo (Jawa Tengah), Song Terus (DIY), Song Blendrong (DIY) (Octina, 2013., Primawan, 2011., Marniati, 2007., Idrus, 2015., Lentfer, Salah satu wilayah yang cukup menarik dengan data arkeobotani dan memiliki potensi untuk diteliti dengan studi arkeobotani adalah Wallacea. Wallacea merupakan wilayah biogeografis yang mencakup sekelompok pulau di wilayah Indonesia bagia tengah. Wilayah ini terpisah dari Benua Asia dan Australia oleh selat yang dalam. Pulau-pulau tersebut meliputi Sulawesi, Lombok, Sumbawa, Flores,

4 Banda, Timor, Halmahera, Buru, Seram serta banyak pulau-pulau kecil di antaranya (lihat gambar 1.1). Letak dan karakteristik pulau-pulau di wilayah ini sangat khas yang menjadikan lokasi ini menarik untuk diteliti dari berbagai cabang ilmu termasuk Arkeologi. Penelitian Arkeologi di wilayah Wallacea selalu menarik untuk dilakukan mengingat keletakan wilayah ini berada di antara daratan yang besar yaitu Paparan Sunda yang berada di sebelah barat dan Paparan Sahul yang ada di sebelah timur, sehingga memungkinkan wilayah ini sebagai stepping stone baik oleh manusia maupun binatang untuk bermigrasi dari Paparan Sunda ke Paparan Sahul atau sebaliknya (Tanudirjo, 2001: 1). Wilayah Wallacea menyimpan jawaban atas tematema migrasi, karena kedua paparan tersebut memiliki kekhasan baik flora, fauna, maupun budaya. Selain tema tentang migrasi, Wallacea juga dapat digunakan untuk memahami proses kontak dan difusi budaya serta kemampuan teknologi terutama teknologi maritim manusia pada masa lalu. Sejauh ini telah banyak dilakukan penelitian arkeologi di wilayah Wallacea. Penelitian-penelitain yang dilakukan sebagian besar mengangkat tema tentang migrasi dan perdagangan sejak masa prasejarah hingga masa Klasik, dan Islam kolonial (Bellwood, 2015) (O Connor, 2010) (Ririmase, 2006) (Tanudirjo, 2001). Pendekatan yang dilakukan untuk mengungkap tema tersebut pun beraneka ragam mulai dari linguistik, DNA, hingga etnoarkeologi (Bellwood, 2015: 87-95), (Cox, 2015: ) (Sudarmadi, 2014)

5 Wilayah Wallacea yang berada di bagian tenggara memiliki pulau-pulau kecil yang berada dalam lokasi yang saling berdekatan. Pulau-pulau tersebut adalah Pulau Babar, Pulau Lakor, Pulau Moa, Pulau Leti, Pulau Sermatang, dan Pulau Kisar yang memiliki kesamaan geologi dan geomorfologi. Pulau-pulau tersebut terbentuk pada masa kuarter yang tersusun oleh lapisan terumbu karang terungkit (Monk, Fretes dan Lilley, 2000: 252). Karakteristik pulau-pulau yang tersusun oleh lapisan terumbu karang ini memiliki keterbatasan sumberdaya air tawar dan umumnya memiliki suplai air atau keseimbangan hidrologi yang minim serta menjadi faktor pembatas bagi populasi binatang, tumbuhan dan manusia. Salah satu pulau yang berada di wilayah itu adalah Kisar yang terletak di sebelah utara pulau Timor. Kisar merupakan pulau kecil yang secara administratif berada di Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Provinsi Maluku. Secara astronomis pulau ini terletak pada 6 8 Lintang setatan dan Bujur Timur dengan luas wilayah km2. Pulau Kisar memiliki daerah yang bertopografi rendah dengan sedikit perbukitan, dengan keadaan daerah yang cukup gersang (Major,et al, 2013).

6 Gambar Posisi Pulau Kisar (tanda panah) di antara Pulau-pulau lain di wilayah Wallacea. Sumber gambar: http: hmgf.fmipa.ugm.ac.id. Survei yang dilakukan oleh tim penelitian kerjasama antara Jurusan Arkeologi UGM, ANU (Australian National University) dan Balai Arkeologi Ambon pada bulan Mei 2015 telah menemukan potensi arkeologi pada gua-gua di sepanjang perbukitan kapur di wilayah pesisir Pulau Kisar yang mengindikasikan adanya pemanfaatan gua sebagai hunian dan situs ceremonial. Bukti-bukti dari aktivitas tersebut adalah temuan lukisan dinding gua dan cap tangan yang tersebar di hampir seluruh wilayah pesisir Pulau Kisar. Survei ini kemudian ditindaklanjuti dengan penelitian mendalam yang bertujuan untuk mengungkap bagaimana pemanfaatan pulau-pulau di wilayah Wallacea khususnya untuk mengetahui bagaimana teknologi yang dikembangkan oleh manusia sebagai bentuk adaptasi terhadap lingkungan Wallacea yang unik. Penelitian lanjutan ini berupa ekskavasi pada bulan Oktober

7 2015 di Gua Here Sorot Entapa yang berada di sebelah selatan Pulau Kisar serta Gua Kuil Eu Lapa yang berada di sebelah utara Pulau Kisar. Ekskavasi yang dilakukan telah menghasilkan data berupa akumulasi temuan cangkang kerang, fragmen tulang binatang, sisa tumbuhan yang berupa biji dan arang, fragmen oker, gerabah, artefak kerang, dan alat batu (serpih). Selain temuan artefak dan ekofak, juga ditemukan fitur sisa pembakaran berupa lapisan abu dan arang kompak disertai dengan konsentrasi cangkang kerang dan cangkang kepiting. Gambar Lokasi Gua Here Sorot Entapa dan Kuil Eu Lapa di Pulau Kisar. Sumber gambar:

8 Gambar Kotak ekskavasi di Gua Here Sorot Entapa, Wosi (kiri) dan Gua Kuil Eu Lapa, Purpura (kanan). Dokumentasi Tim 2015 Hasil survei di Pulau Kisar dan ekskavasi terutama di Gua Here Sorot Entapa di antaranya adalah: 1). Berdasarkan kuantitas dan kualitas temuan hasil ekskavasi terutama di Gua Here Sorot Entapa menunjukkan kondisi stratigrafi yang masih asli (tidak teraduk) dan memiliki kecenderungan dominasi temuan artefak dan ekofak pada layer tertentu. 2). Temuan makrobotani ditemukan terpola, yaitu terdapat temuan biji-bijian pada layer tertentu dan tidak ditemukan pada layer berikutnya. 3). Kondisi lingkungan Pulau Kisar saat ini merupakan wilayah yang kering dan gersang, dengan sumber air yang terbatas namun memiliki temuan gua-gua hunian yang cukup banyak. Sejauh ini penelitian Arkeologi di Pulau Kisar belum pernah dilakukan apalagi penelitian dengan pendekatan arkeobotani. Olehkarena itu, penelitian dengan studi arkeobotani sangat penting untuk dilakukan guna mendapatkan pemahaman

9 mengenai kehidupan manusia masa lalu yang terjadi di wilayah Wallacea terutama bagian tenggara secara lebih komprehensif Rumusan Masalah Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka pertanyaan penelitian yang ingin dijawab adalah: 1. Bagaimana potensi sumberdaya tumbuhan Pulau Kisar dan perubahannya pada masa hunian gua berlangsung? 2. Jenis-jenis tumbuhan apa saja yang dimanfaatkan oleh manusia penghuni gua di Pulau Kisar dan bagaimana teknik pemanfaatannya? 3. Bagaimana pola pemanfaatan tumbuhan di Pulau Kisar, dalam konteks wilayah Wallacea bagian tenggara? 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejarah vegetasi yang ada di Pulau Kisar dalam rangka mengetahui bagaimana kondisi sumberdaya tumbuhan yang dimiliki pulau ini dari waktu ke waktu. Tujuan selanjutnya adalah ingin mengungkap bagaimana manusia melakukan pemanfaatan sumberdaya botani pada masa hunian ceruk alam. Pemanfaatan yang dimaksud disini lebih ditujukan pada pemanfaatan sebagai bahan pangan. Tujuan lebih besarnya adalah memberikan sebuah model pola pemanfaatan sumberdaya botani di pulau-pulau kecil wilayah Wallacea bagian tenggara. Selain itu basis analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi

10 arkeobotani yang diharapkan akan lebih berkembang pada penelitian-penelitian berikutnya. Karena sejauh ini analisis bioarkeologi yang banyak dilakukan dalam ilmu arkeologi adalah zooarkeologi Tinjauan Pustaka Penelitian yang secara khusus membahas tentang potensi arkeologi masa prasejarah di Pulau Kisar sejauh ini belum pernah dilakukan apalagi yang berkaitan dengan studi arkeobotani.. Namun penelitian di wilayah Wallacea bagian tenggara telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Sementara penelitian dengan tema dan pendekatan studi arkeobotani juga telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Penelitian Arkeologi yang mengambil lokasi di wilayah Wallacea telah banyak dilakukan terutama oleh para peneliti dari Australia seperti O Connor, ( ), Morwood, (2006), Lape (2011). Secara garis besar penelitian yang mereka lakukan bertujuan untuk mencari bukti awal okupasi wilayah Wallacea sebagai jembatan migrasi ke benua Australia. Sue O Connor dalam penelitiannya di Gua Lene Hara, bagian utara Pulau Timor tahun 2010 berhasil menemukan bukti adanya okupasi gua yang terjadi sejak masa Plestosen. Pertanggalan yang diperoleh dengan metode AMS dating dengan menggunakan sampel kerang, menunjukkan angka ±450 Cal BP (O Connor, 2010). Temuan ini memiliki implikasi yang cukup besar dalam menjelaskan jalur migrasi manusia ke wilayah Paparan Sahul terutama ke Australia. Seperti diyakini

11 oleh beberapa ahli bahwa Wallacea merupakan batu loncatan dari paparan Sunda menuju Paparan Sahul, hal ini membuka peluang untuk mendapatkan bukti-bukti hunian dari masa Plestosen Akhir pada pulau-pulau yang berada di sekitar pulau Timor di antaranya adalah Pulau Kisar. Penelitian lain dilakukan oleh Carro, dkk tahun 2015 di Pulau Alor. Penelitian ini berhasil menemukan bukti bahwa Alor sebagai bagian dari Wilayah Wallacea telah dihuni oleh manusia sejak Pleistosen Akhir. Subsistensi awal yang dilakukan adalah mengeksploitasi sumberdaya laut dengan melakukan pemancingan ikan dan berbagai metode untuk memperoleh ikan yang hidup di karang serta ikan yang hidup di laut dalam. Pola subsistensi ini kemudian berdampak pada pengembangan teknologi penangkapan ikan yang dibuktikan dengan adanya temuan artefak mata pancing berbahan cangkang kerang. Perbandingan situs hunian awal di Alor ini menunjukkan kemiripan dengan situs-situs di Pulau Timor (Carro, et al, 2015). Berdasarkan keletakannya, kondisi semacam ini juga sangat mungkin terjadi di Pulau Kisar. Mahirta, pada penelitiannya di Pulau Rote dan Sawu wilayah Nusa Tenggara Timur tahun 2006 berhasil menemukan bukti hunian manusia pada BP yaitu di Pulau Rote. Selain itu penghuni Pulau Rote juga menunjukkan adanya pengembangan teknologi alat batu yang banyak ditemukan pada masa Plestosen (Mahirta dan Indriati, 2006: 53). Sama halnya dengan Alor, temuan situs hunian awal di Pulau Rote, terutama di Situs Pia Hudale juga menunjukkan adanya pengaruh level

12 air laut pada subsistensi manusia wilayah Nusa Tenggara ( Timor, Sawu dan Rote) yang menimbulkan pola subsistensi yang sama yaitu eksploitasi kerang laut, perburuan spesies tikus besar, kelelawar buah dan kura-kura (Mahirta et. al., 2004: 390). Sementara penelitian yang menggunakan studi arkeobotani di antaranya dilakukan di wilayah tropis telah menunjukkan bahwa sumber makanan pokok yang paling sering dieksploitasi manusia untuk memperoleh kebutuhan karbohidrat lebih banyak berasal dari akar dan umbi-umbian daripada sereal padi-padian dan kacangkacangan (Barrau 1958; 1961; Harris 1976; Hawkes 1989 dalam Hather, 1992:70). Jenis umbi-umbian tersebut adalah ubi (Dioscorea spp.), umbi (Colocasea esculenta dan anggota lain dari Araceae), ubi jalar (Ipomoea batatas) dan ubi kayu atau singkong (Manihot esculenta) yang merupakan sumber makanan pokok terbesar pada sistem agraria di wilayah tropis. Selain itu jenis umbi-umbian ini juga merupakan komponen penting sejak manusia belum mengenal bercocok tanam (berburu dan meramu) (Hather, 1992:70). Penelitian mengenai subsisten arkeobotani di wilayah Wallacea bagian tenggara pernah dilakukan oleh Nuno Vasco Oliveira yaitu di Pulau Timor. Oliveira melakukan analisis makrobotani dengan metode ayak basah atau wet seaving pada sedimen hasil ekskavasi yang dilakukan di situs-situs hunian gua di wilayah Pantai utara Pulau Timor bagian tengah. Oliveira juga menggunakan data mikrobotani guna melengkapi data makrobotani untuk memahami bagaimana proses subsisten

13 arkeobotani di wilayah Pulau Timor. Tujuan dari penelitiannya adalah untuk memahami bagaimana pemanfaatan sumberdaya lingkungan serta asal-usul pertanian di Pulau Timor (Oliveira, 2008). Hasi penelitiannya berhasil mengungkap bukti-bukti keberadaan tumbuhan dalam situs hunian gua. Selain itu Oliveira berpendapat bahwa sumber pangan yang dikenal oleh sebagian besar masyarakat Timor saat ini adalah jenis jagung (Zea mays) dan ubi kayu (Manihot esculenta). Kedua tanaman tersebut berasal dari daerah tropis Amerika dan diperkenalkan setelah abad XVI, oleh bangsa Portugis. Jenis tumbuhan pangan lain seperti buah-buahan dan kacang-kacangan (seperti Canarium sp., Artocarpus sp., Sukun, dan Pandanus sp.), serta umbi-umbian (Dioscoreaceae, Araceae, dan Colocasia esculenta), juga dikenal luas dan mungkin telah digunakan sejak awal-atau Mid-Holocene. Sementara jenis tanaman padi yang berasal dari Asia diperkenalkan ke Timor pada 4000 tahun BP bersamaan dengan diperkenalkannya teknologi pembuatan gerabah oleh para penutur bahasa Austronesia (Oliveira, 2008). Denham (2003) banyak melakukan studi arkeobotani di wilayah New Guinea, di antaranya yang dilakukan di Situs Kuk Swamp. Penelitiannya berhasil menemukan bukti adanya perubahan lanskap cukup signifikan pada awal Holosen hingga BP yang diakibatkan oleh aktivitas budidaya tumbuhan pisang yang cukup intensif. Bukti ini sekaligus mengkonfirmasi bahwa budidaya tumbuhan pisang telah berkembang sebelum adanya pengaruh pengetahuan bercocok tanam dari wilayah Asia Tenggara (Denham, et al, 2003: 192).

14 Lentfer (2009) melakukan koleksi tumbuhan yang ada di wilayah Wallacea bagian tenggara yaitu dari Nusa Tenggara dan Flores. Tujuan dari penelitiannya adalah membuat data sampel referensi starch yang ada di wilayah Indonesia Timur untuk diaplikasikan pada penelitian arkeologi terutama untuk mengungkap lingkungan pada masa lalu. Penelitian yang dilakukannnya telah menghasilkan 121 famili tumbuhan di antaranya adalah Musa (pisang-pisangan), Palmae (palempaleman), Dioscoreaceae (umbi-umbuan manis) dan Aracae ( talas talasan) (Lantfer, 2009). Hasil penelitian Lentfer ini penting untuk memahami bagaimana kondisi potensi sumberdaya botani di wilayah Wallacea. Bukti-bukti pemanfaatan tumbuhan di wilayah Sulawesi tepatnya di situs sepanjang sungai Karama, Sulawesi Barat diungkap oleh Anggraeni. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui eksploitasi vegetasi pada pemukiman prasejarah di sepanjang sungai tersebut dengan menggunakan data artefaktual dan analisis phytolith. Hasil penelitian ini dapat menunjukkan jenis dan prosentase vegetasi yang dieksploitasi. Temuan yang menarik dalam penelitian ini adalah adanya bukti keberadaan padi yang memiliki implikasi terhadap informasi tentang awal dikenalnya padi di wilayah Sulawesi (Anggraeni, 2011: 560). Sementara penelitian dengan menggunakan analisis mikrobotani untuk mengungkap pola adaptasi dan pemanfaatan sumberdaya botani oleh manusia prasejarah dilakukan beberapa mahasiswa dengan menggunakan sampel residu yang

15 terdapat pada artefak maupun sedimen hasil ekskavasi (Marniati, 2007)., (Primawan, 2011)., dan (Octina, 2013)., (Muasomah, 2011)., (Idrus, 2015) Keaslian Penelitian Penelitian Arkeobotani yang dilakukan di wilayah Wallacea sejauh ini belum mengungkap data dari pulau-pulau kecil di Wallacea bagian tenggara. Berbeda dengan penelitian yang pernah dilakukan terdahulu dengan menggunakan pendekatan yang sama, penelitian ini mencoba untuk memahami atau mengetahui potensi sumberdaya tumbuhan dari waktu ke waktu serta jenis tumbuhan yang dimanfaatkan oleh manusia pada masa hunian gua di Pulau Kisar. Metode yang digunakan berupa perpaduan antara analisis makrobotani dan mikrobotani untuk memperoleh informasi yang lebih komprehensif berkaitan dengan sejarah vegetasi serta pemanfaatannya oleh manusia penghuni gua di Pulau Kisar sebagai awal dari okupasi di pulau tersebut Kerangka Pikir Pendekatan lingkungan untuk mengungkap daya dukung lingkungan merupakan salah satu cara untuk memahami bagaimana proses budaya yang terjadi dalam suatu wilayah dan alasan mengapa wilayah tersebut dipilih sebagai tempat hunian. Tumbuhan sebagai salah satu bagian dari lingkungan akan memiliki peran dalam pembentukan budaya suatu masyarakat. Pendekatan ini dilakukan dengan mengenali sumber-sumber energi (makanan) yang ada di sekitaranya. Lingkungan alam merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan merupakan

16 salah satu faktor penentu atas berkembangnya suatu budaya. Pendekatan lingkungan dipelopori oleh Julian Steward, yang menekankan bahwa lingkungan merupakan bagian penting pada pembentukan cultural ecology (Steward, 1995:30-31). Renfrew and Bahn menyebutkan bahwa landscape as a set of economic resource or site catchment (Renfrew and Bahn, 2013: 118). Keberadaan lanskap atau lingkungan sangat mempengaruhi subsistensi masyarakatnya atau dengan kata lain lokasi situs arkeologi yang ditemukan akan tergantung pula pada sumberdaya apa yang dimiliki oleh lingkungan tertentu. Lingkungan akan menjadi faktor yang penting dalam daya dukung suatu hunian atau suatu aktivitas. Salah satu data bioarkeologi yang dapat digunakan untuk memahami hal tersebut adalah data botani. Dalam bidang ilmu arkeologi, temuan botani dapat digunakan sebagai bukti adanya aktivitas manusia dimasa lalu di suatu tempat (Hather, 1994: 61). Lebih lanjut, Hather juga menyatakan bahwa: Such identification alone provide evidence for the temporal and geographical distribution of plant, but not for past subsistence strategies. Such strategies can only be investigated direcly when all the major component are identifiable on the archaeological record. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan digunakan analisis multiproksi yang bersifat saling mengkonfirmasi dan menguatkan, yaitu penggunaan data makrobotani, phytolith dan starch untuk mengetahui sejarah vegetasi serta janis-jenis sumberdaya tumbuhan yang dimanfaatkan oleh penghuni gua Pulau Kisar di masa lalu. Analisis mikrobotani selain berasal dari data primer, juga akan digunakan data sekunder

17 berupa analisis pollen yang pernah dilakukan oleh beberapa peneliti pada wilayah sekitar Pulau Kisar. Data sekunder ini digunakan dengan tujuan untuk melakukan perbandingan dengan data primer yang sifatnya akan saling mengkonfirmasi. Analisis phytolith dilakukan untuk mengetahui kondisi lingkungan Pulau Kisar serta untuk mengetahui pemanfaatan tumbuhan oleh manusia masa lalu. Pemanfaatan tumbuhan dalam hal ini berkaitan dengan pemenuhan sumberdaya makanan. Analisis phytolith dipilih karena sesuai sifatnya phytolith merupakan silika tumbuhan yang terbentuk bersamaan waktunya dengan proses pembusukan unsur organik dari tumbuhan tersebut. Oleh karena itu, phytolith dapat mencerminkan perubahan lingkungan mikro dan kegiatan budaya yang berhubungan dengan pemilihan dan pemanfaatan tumbuhan. Phytolith merupakan mikrofosil terbaik untuk mempelajari tumbuhan yang dimanfatkan dan dibudidayakan (Qinhua, 1997: 59), (Piperno, 2006:21). Selain itu sifat phytolith yang merupakan material anorganik akan membuatnya lebih tahan terhadap proses dekomposisi yang disebabkan oleh faktor cuaca, serta pemanasan. Berdasarkan sifat tersebut maka phytolith akan banyak ditemukan dalam lapisan abu dan tungku perapian (Butzer, 1982: 177), karena phytolith memiliki unsur anorganik yang dapat terpreservasi dalam konsisi panas atau pembakaran.

18 Analisis starch dilakukan untuk mengetahui adanya pemanfaatan tumbuhan yang berasal dari umbi-umbian. Starch merupakan butiran berukuran mikroskopis yang merupakan mekanisme penyimpanan energi tumbuhan. butiran ini terbentuk oleh organ-organ khusus yang berupa plastida yang muncul dalam sel-sel individu. Starch dapat ditemukan pada akar-akar, umbi-umbian dan biji-bijian (Loy, 1994) Metode Penelitian a. Pengumpulan Data Jenis data yang akan digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data primer berupa data makrobotani dan mikrobotani hasil ekskavasi serta pengamatan lingkungan di lapangan. Data makrobotani merupakan hasil dari proses pengayakan dengan metode wet sieving atau ayak basah yaitu dengan pengayakan material tanah hasil ekskavasi dengan penyaring dan penyiraman air pada material tanah di atas penyaring berdiameter 1 mm. Proses ini menghasilkan temuan berupa material botani yang berukuran kecil dan tidak dapat teramati langsung dalam proses ekskavasi. Sementara data mikrobotani diperoleh dengan pengambilan sampel sedimen berdasarkan layer serta sampel residu yang diperoleh dari artefak batu dan gerabah yang ditemukan pada ekskavasi. Jenis mikrobotani yang ingin dicari adalah phytolith dan starch. Data pertanggalan diperoleh dari sampel arang dan kerang yang diambil berdasarkan layer dan spit. Data sekunder diperoleh dengan studi pustaka dari hasilhasil penelitian terdahulu yang berupa data pollen untuk menggambarkan bagaimana vegetasi Pulau Kisar dan sekitarnya dari waktu ke waktu. Selain itu studi pustaka

19 juga akan dilakukan untuk memperoleh data mengenai penelitian arkeologi di situssitus hunian gua di sekitar Wallacea bagian tenggara sebagai pembanding dari data yang ditemukan di Pulau Kisar. b. Identifikasi dan Analisis Data Identifikasi dan analisis data makrobotani dilakukan pada temuan biji untuk mengetahui jenis tumbuhan. Identifikasi dilakukan di laboratorium Fakultas Biologi UGM dengan bantuan tenaga ahli struktur tumbuhan atas. Sementara analisis mikrobotani berupa phytolith dan starch akan dilakukan dengan metode yang mengacu pada protokol yang disusun oleh Dolores R. Piperno yang dikombinasikan dengan protokol yang dilakukan oleh Anggraeni (lihat lampiran 1 dan 2). Penggunakan protokol Piperno bertujuan untuk menghasilkan dua mikrofosil, yaitu pengambilan sampel phytolith dan starch dalam satu proses preparasi idengan penggunaan berat jenis yang berbeda sesuai dengan ukuran butir starch dan phytolith. Sementara proses ekstraksi phytolith secara teknis mengikuti protokol yang dilakukan oleh (Anggraeni, 2012). Sampel mikrobotani dari residu diambil dengan menggunakan pipet, microtic dan aquades dan langsung dipreparat. Sebagai panduan untuk melakukan identifikasi dan analisis akan digunakan referensi yang disusun oleh kedua penulis tersebut, serta ditambah dengan referensi yang disusun oleh (Rovner, 1983) (Qinhua, 1997), (Houyuan, 1993), (Bremond, et.al, 2008) dan beberapa referensi lain.

20 c. Interpretasi Proses interpretasi dilakukan setelah identifikasi dan analisis. Pada tahap ini akan dilakukan intergrasikan hasil analisis dari berbagai data yang digunakan. Hasil analisis phytolith dari sampel sedimen akan diintegrasikan dengan analisis pollen yang diperoleh dari studi pustaka serta analisis pertanggalan. Integrasi ketiga analisis tersebut dilakukan untuk menjawab pertanyaan pertama yaitu tentang kondisi sumberdaya tumbuhan di Pulau Kisar dan sekitarnya dari waktu ke waktu. Pertanyaan kedua akan dijawab dengan melakukan integrasi analisis phytolith dan starch (baik yang diperoleh dari sampel sedimen maupun residu) dengan analisis pertanggalan, sedangkan untuk mengetahui bagaimana pola pemanfaatan tumbuhan akan dilakukan integrasi dengan analisis artefak dan ekofak yang ditemukan di gua tersebut.

DAFTAR PUSTAKA. Bahn, C. R Archaeology The Key Consepts. New York: Routledge.

DAFTAR PUSTAKA. Bahn, C. R Archaeology The Key Consepts. New York: Routledge. DAFTAR PUSTAKA Anggraeni. 2011. "Eksploitasi Vegetasi di Pemukiman Prasejarah Lembah Sungai Karama Sulawesi Barat Berdasarkan Bukti Artefaktual dan Phytolith". Arkeologi Untuk Publik. : 560-577. Jakarta:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Hubungan antara manusia dengan alam yang ada di sekitarnya merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Hubungan antara manusia dengan alam yang ada di sekitarnya merupakan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Hubungan antara manusia dengan alam yang ada di sekitarnya merupakan hubungan yang sangat erat dan saling berakibat sejak awal kemunculan manusia. Kehidupan

Lebih terperinci

POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA II

POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA II K-13 Geografi K e l a s XI POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami batas wilayah. 2. Memahami laut dangkal,

Lebih terperinci

PRASEJARAH INDONESIA

PRASEJARAH INDONESIA Tradisi Penguburan Jaman Prasejarah Di Liang Bua dan Gua Harimau E. Wahyu Saptomo Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Jakarta PRASEJARAH INDONESIA Prasejarah Indonesia dapat dibagi dua yaitu: - Prasejarah

Lebih terperinci

POLA OKUPASI GUA KIDANG: HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA Penelitian ini telah memasuki tahap ke delapan, yang dilakukan sejak tahun 2005.

POLA OKUPASI GUA KIDANG: HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA Penelitian ini telah memasuki tahap ke delapan, yang dilakukan sejak tahun 2005. POLA OKUPASI GUA KIDANG: HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA 2014 Indah Asikin Nurani Penelitian ini telah memasuki tahap ke delapan, yang dilakukan sejak tahun 2005. A. Hasil Penelitian Sampai Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan lingkungan fisik tempat hidupnya (Moran, 1982: 3-4). Kartawinata dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan lingkungan fisik tempat hidupnya (Moran, 1982: 3-4). Kartawinata dan BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Penelitian Ekosistem adalah struktur dan fungsi hubungan antara makhluk hidup dengan lingkungan fisik tempat hidupnya (Moran, 1982: 3-4). Kartawinata dan Husamah mengungkapkan,

Lebih terperinci

JEJAK AUSTRONESIA DI SITUS GUA GEDE, PULAU NUSA PENIDA, BALI Austronesian Traces at Gede Cave, Nusa Penida Island, Bali.

JEJAK AUSTRONESIA DI SITUS GUA GEDE, PULAU NUSA PENIDA, BALI Austronesian Traces at Gede Cave, Nusa Penida Island, Bali. JEJAK AUSTRONESIA DI SITUS GUA GEDE, PULAU NUSA PENIDA, BALI Austronesian Traces at Gede Cave, Nusa Penida Island, Bali Balai Arkeologi Bali Jl. Raya Sesetan No. 80 Denpasar 80223 Email: ati.rati@kemdikbud.go.id

Lebih terperinci

BAB III ZAMAN PRASEJARAH

BAB III ZAMAN PRASEJARAH 79 BAB III ZAMAN PRASEJARAH Berdasarkan geologi, terjadinya bumi sampai sekarang dibagi ke dalam empat zaman. Zaman-zaman tersebut merupakan periodisasi atau pembabakan prasejarah yang terdiri dari: A.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kawasan karst pada saat ini telah menjadi objek penelitian arkeologi yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kawasan karst pada saat ini telah menjadi objek penelitian arkeologi yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kawasan karst pada saat ini telah menjadi objek penelitian arkeologi yang menarik, karena kawasan karst menjadi bukti berlangsungnya kehidupan pada jaman prasejarah.

Lebih terperinci

JEJAK MIGRASI PENGHUNI PULAU MISOOL MASA PRASEJARAH

JEJAK MIGRASI PENGHUNI PULAU MISOOL MASA PRASEJARAH JEJAK MIGRASI PENGHUNI PULAU MISOOL MASA PRASEJARAH Klementin Fairyo (Balai Arkeologi Jayapura) Abstrack Humans and the environment are interrelated and inseparable. Environment provides everything and

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.2

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.2 SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.2 1. Berdasarkan teori geologi modern, Indonesia terbentuk dari pertemuan beberapa lempeng benua yaitu... Lempeng Eurasia,

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Alat tulang merupakan salah satu jenis produk teknologi manusia. Alat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Alat tulang merupakan salah satu jenis produk teknologi manusia. Alat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Alat tulang merupakan salah satu jenis produk teknologi manusia. Alat tulang digunakan sebagai alat bantu dalam suatu pekerjaan. Alat tulang telah dikenal manusia sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeksplor kekayaan alam Indonesia. kehendak Allah SWT yang tidak ada henti-hentinya memberikan keindahan

BAB I PENDAHULUAN. mengeksplor kekayaan alam Indonesia. kehendak Allah SWT yang tidak ada henti-hentinya memberikan keindahan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berada dalam sebuah negara yang memiliki kekayaan sumber daya alamnya yang melimpah sudah seharusnya menjadikan suatu hal yang membanggakan dan patut untuk disyukuri,

Lebih terperinci

RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN

RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN SEJARAH PENEMUAN SITUS Keberadaan temuan arkeologis di kawasan Cindai Alus pertama diketahui dari informasi

Lebih terperinci

POLA OKUPASI GUA KIDANG, HUNIAN MASA PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA. Indah Asikin Nurani

POLA OKUPASI GUA KIDANG, HUNIAN MASA PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA. Indah Asikin Nurani POLA OKUPASI GUA KIDANG, HUNIAN MASA PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA A. Hasil Penelitian Selama Enam Tahap Indah Asikin Nurani Hasil penelitian sampai pada tahap keenam (2012), dapat disimpulkan beberapa

Lebih terperinci

Biogeografi Daluga Untuk Prospek Ketahanan Pangan Nasional

Biogeografi Daluga Untuk Prospek Ketahanan Pangan Nasional Biogeografi Daluga Untuk Prospek Ketahanan Pangan Nasional Johny S. Tasirin dan Semuel P. Ratag Seminar Nasional Pertanian Pengembangan Sumber Daya Pertanian Untuk Menunjang Kemandirian Pangan Dies Natalis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

Tipe Hunian Gua dan Ceruk Arkeologis Masa Prasejarah di Kecamatan Tanjungsari, Gunungkidul (Sebuah Analisis Pendahuluan)

Tipe Hunian Gua dan Ceruk Arkeologis Masa Prasejarah di Kecamatan Tanjungsari, Gunungkidul (Sebuah Analisis Pendahuluan) Tipe Hunian Gua dan Ceruk Arkeologis Masa Prasejarah di Kecamatan Tanjungsari, Gunungkidul (Sebuah Analisis Pendahuluan) Taufiqurrahman Setiawan The prehistoric hunter and gatherers have two type of cave

Lebih terperinci

AssAlAmu AlAyku m wr.wb

AssAlAmu AlAyku m wr.wb AssAlAmu AlAyku m wr.wb BIOMA Bioma adalah wilayah yang memiliki kondisi iklim tertentu dan batas-batas yang sebagian besar dikendalikan di daratan oleh iklim dan yang dibedakan oleh dominasi tertentu,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia BAB V PENUTUP Manusia prasejarah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dalam hal ini makanan, telah mengembangkan teknologi pembuatan alat batu. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan mereka untuk dapat bertahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia termasuk Negara Kepulauan yang memiliki rangkaian pegunungan dengan jumlah gunung berapi yang cukup tinggi, yaitu sekitar 240 gunung. Diantaranya, sekitar 70

Lebih terperinci

STRATEGI ADAPTASI PENGUSUNG HOABINHIAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN MAKANAN

STRATEGI ADAPTASI PENGUSUNG HOABINHIAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN MAKANAN STRATEGI ADAPTASI PENGUSUNG HOABINHIAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN MAKANAN Ketut Wiradnyana Balai Arkeologi Medan Abstract The presence of hoabinh site either in lowland or highland is characterized that

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup populer di dunia. Gambar cadas merupakan suatu karya manusia

BAB I PENDAHULUAN. cukup populer di dunia. Gambar cadas merupakan suatu karya manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Gambar cadas merupakan salah satu tinggalan arkeologi yang cukup populer di dunia. Gambar cadas merupakan suatu karya manusia yang memiliki pola tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah

Lebih terperinci

GEOMORFOLOGI BALI DAN NUSA TENGGARA

GEOMORFOLOGI BALI DAN NUSA TENGGARA GEOMORFOLOGI BALI DAN NUSA TENGGARA PULAU BALI 1. Letak Geografis, Batas Administrasi, dan Luas Wilayah Secara geografis Provinsi Bali terletak pada 8 3'40" - 8 50'48" Lintang Selatan dan 114 25'53" -

Lebih terperinci

PENGANTAR GEOGRAFI Oleh: Djunijanto, S.Pd

PENGANTAR GEOGRAFI Oleh: Djunijanto, S.Pd PENGANTAR GEOGRAFI Oleh: Djunijanto, S.Pd SMA N 3 UNGGULAN TENGGARONG PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA 2009 GEOGRAFI Pengetahuan mengenai persamaan dan perbedaan gejala alam dan kehidupan dimuka

Lebih terperinci

STRATEGI SUBSISTENSI DI SITUS GUA GEDE NUSA PENIDA PADA MASA PRASEJARAH Subsistence strategies in Gua Gede Site Nusa Penida in Prehistory Period

STRATEGI SUBSISTENSI DI SITUS GUA GEDE NUSA PENIDA PADA MASA PRASEJARAH Subsistence strategies in Gua Gede Site Nusa Penida in Prehistory Period STRATEGI SUBSISTENSI DI SITUS GUA GEDE NUSA PENIDA PADA MASA PRASEJARAH Subsistence strategies in Gua Gede Site Nusa Penida in Prehistory Period Balai Arkeologi Denpasar Jl. Raya Sesetan No.80, Denpasar

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 09 Juli 2016 s/d 13 Juli 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 09 Juli 2016

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 09 Juli 2016 s/d 13 Juli 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 09 Juli 2016 PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 09 Juli 2016 s/d 13 Juli 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 09 Juli 2016 Sabtu, 9 Juli 2016 SELAT MAKASSAR BAGIAN SELATAN, PERAIRAN

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA (GPW 0101) ACARA V: PEMAHAMAN FENOMENA BIOSFER

LAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA (GPW 0101) ACARA V: PEMAHAMAN FENOMENA BIOSFER LAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA (GPW 0101) ACARA V: PEMAHAMAN FENOMENA BIOSFER Disusun oleh : Nama NIM : Mohammad Farhan Arfiansyah : 13/346668/GE/07490 Hari, tanggal : Rabu, 4 November 2014

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan merupakan komoditi tanaman pangan kedua setelah padi. Akhir-akhir ini

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan merupakan komoditi tanaman pangan kedua setelah padi. Akhir-akhir ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung memiliki kebutuhan yang cukup penting bagi kehidupan manusia dan merupakan komoditi tanaman pangan kedua setelah padi. Akhir-akhir ini tanaman jagung semakin meningkat

Lebih terperinci

Kata kunci: Liang Bua, Homo floresiensis, subsistensi, Papagomys

Kata kunci: Liang Bua, Homo floresiensis, subsistensi, Papagomys ANALISIS TEMUAN TULANG TIKUS SEBAGAI STRATEGI SUBSISTENSI MANUSIA PURBA LIANG BUA, FLORES BARAT, NUSA TENGGARA TIMUR ABSTRAK Situs Liang Bua merupakan situs gua hunian yang penting bagi perkembangan sejarah

Lebih terperinci

Identifikasi Jejak Hunian di Situs Song Agung: Kajian Awal atas Hasil Ekskavasi Bulan Maret 2002

Identifikasi Jejak Hunian di Situs Song Agung: Kajian Awal atas Hasil Ekskavasi Bulan Maret 2002 Identifikasi Jejak Hunian di Situs Song Agung: Kajian Awal atas Hasil Ekskavasi Bulan Maret 00 Oleh: J. A. Sonjaya a. Latar Belakang Pada tanggal -3 Maret 00 telah dilakukan ekskavasi di situs Song Agung,

Lebih terperinci

STRATEGI SUBSISTENSI DAN PEMILIHAN LOKASI HUNIAN PRASEJARAH DI SITUS YOMOKHO SENTANI

STRATEGI SUBSISTENSI DAN PEMILIHAN LOKASI HUNIAN PRASEJARAH DI SITUS YOMOKHO SENTANI STRATEGI SUBSISTENSI DAN PEMILIHAN LOKASI HUNIAN PRASEJARAH DI SITUS YOMOKHO SENTANI Hari Suroto (Balai Arkeologi Jayapura, mbah_tho@yahoo.com) Abstract Research in the area of Lake Sentani done in Yomokho

Lebih terperinci

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

BENTUK DAN FUNGSI GERABAH KAWASAN DANAU SENTANI

BENTUK DAN FUNGSI GERABAH KAWASAN DANAU SENTANI BENTUK DAN FUNGSI GERABAH KAWASAN DANAU SENTANI Hari Suroto (Balai Arkeologi Jayapura) Abstract Based on the research done, earthenware is found in Sentani Lake. The earthenware which is found in pieces,

Lebih terperinci

2 KONDISI UMUM 2.1 Letak dan Luas 2.2 Kondisi Fisik Geologi dan Tanah

2 KONDISI UMUM 2.1 Letak dan Luas 2.2 Kondisi Fisik Geologi dan Tanah 2 KONDISI UMUM 2.1 Letak dan Luas Taman Nasional Manupeu Tanahdaru (TNMT) secara geografi terletak di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur pada 119º27-119º55 BT dan 09º29`-09º54` LS sedangkan secara administratif

Lebih terperinci

PENDALAMAN MATERI LETAK (ASTRONOMIS DAN GEOGRAFIS) SERTA DAMPAKNYA BAGI KEHIDUPAN SOSIAL; EKONOMI; IKLIM DAN MUSIM

PENDALAMAN MATERI LETAK (ASTRONOMIS DAN GEOGRAFIS) SERTA DAMPAKNYA BAGI KEHIDUPAN SOSIAL; EKONOMI; IKLIM DAN MUSIM MODUL ONLINE 21.2 DAMPAK LETAK GEOGRAFIS, LETAK ASTRONOMIS DAN LETAK GEOLOGI INDONESIA PENDALAMAN MATERI LETAK (ASTRONOMIS DAN GEOGRAFIS) SERTA DAMPAKNYA BAGI KEHIDUPAN SOSIAL; EKONOMI; IKLIM DAN MUSIM

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terdiri dari pulau-pulau yang memiliki penduduk yang beraneka ragam, dengan latar

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMANFAATAN LAHAN MARGINAL KAWASAN PESISIR

TEKNOLOGI PEMANFAATAN LAHAN MARGINAL KAWASAN PESISIR TEKNOLOGI PEMANFAATAN LAHAN MARGINAL KAWASAN PESISIR Oleh : Sunarto Gunadi *) Abstrak Lahan pesisir sesuai dengan ciri-cirinya adalah sebagai tanah pasiran, dimana dapat dikategorikan tanah regosal seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai dari sumber daya alam yang diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui. Dengan potensi tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Bryophyta (Giulietti et al., 2005). Sedangkan di Indonesia sekitar

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Bryophyta (Giulietti et al., 2005). Sedangkan di Indonesia sekitar 14 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, setelah Brazil (Anonimus, 2009). Brazil merupakan salah satu negara dengan flora

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya/Papua. Dari 168 juta hektar lahan

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya/Papua. Dari 168 juta hektar lahan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Luas daratan Indonesia seluruhnya adalah 2000 juta hektar. Sekitar 168 juta hektar atau 81% tersebar di empat pulau besar selain di pulau Jawa, yaitu Sumatera, Kalimantan,

Lebih terperinci

KARTU SOAL ULANGAN HARIAN

KARTU SOAL ULANGAN HARIAN KARTU SOAL ULANGAN HARIAN Sekolah : SMPN 4 Wates Nama Penyusun : Nurul Khaerotun N Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Semester : VII / 1 (Gasal) Tahun Ajar : 2016 / 2017 N O Standar Kompetensi Kompetensi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA MALUKU (Paparan Dinas Pariwisata Provinsi Maluku)

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA MALUKU (Paparan Dinas Pariwisata Provinsi Maluku) KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA MALUKU (Paparan Dinas Pariwisata Provinsi Maluku) GAMBARAN UMUM Propinsi Maluku merupakan daerah kepulauan dengan luas wilayah 714.480 km 2 terdiri atas 92,4 % Lautan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijangkau dan berada dekat dengan tempat tinggalnya (Sharer and Ashmore,

BAB I PENDAHULUAN. dijangkau dan berada dekat dengan tempat tinggalnya (Sharer and Ashmore, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perilaku konsumsi suatu komunitas ditunjukkan dengan adanya eksploitasi manusia terhadap sumber daya alam di sekitarnya (Waselkov, 1987: 90). Eksploitasi dilakukan

Lebih terperinci

MATERI KULIAH BIOLOGI FAK.PERTANIAN UPN V JATIM Dr. Ir.K.Srie Marhaeni J,M.Si

MATERI KULIAH BIOLOGI FAK.PERTANIAN UPN V JATIM Dr. Ir.K.Srie Marhaeni J,M.Si MATERI KULIAH BIOLOGI FAK.PERTANIAN UPN V JATIM Dr. Ir.K.Srie Marhaeni J,M.Si Apa yang dimaksud biodiversitas? Keanekaragaman hayati (biodiversitas) adalah : keanekaragaman organisme yang menunjukkan keseluruhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Ubi Kayu Ubi kayu atau singkong merupakan salah satu sumber karbohidrat yang berasal dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu berasal dari

Lebih terperinci

JEJAK BUDAYA PENUTUR AUSTRONESIA PADA SITUS KAMPUNG FORIR, FAKFAK (The Last Vestiges of The Austronesian Culture in Kampung Forir Site, Fakfak)

JEJAK BUDAYA PENUTUR AUSTRONESIA PADA SITUS KAMPUNG FORIR, FAKFAK (The Last Vestiges of The Austronesian Culture in Kampung Forir Site, Fakfak) JEJAK BUDAYA PENUTUR AUSTRONESIA PADA SITUS KAMPUNG FORIR, FAKFAK (The Last Vestiges of The Austronesian Culture in Kampung Forir Site, Fakfak) Sri Chiirullia Sukandar Balai Arkeologi Jayapura, Jalan Isele,

Lebih terperinci

LINGKUNGAN KEHIDUPAN DI MUKA BUMI

LINGKUNGAN KEHIDUPAN DI MUKA BUMI LINGKUNGAN KEHIDUPAN DI MUKA BUMI Indonesia terdiri atas pulau-pulau sehingga disebut negara kepulauan. Jumlah pulau yang lebih dari 17.000 buah itu menandakan bahwa Indonesia merupakan suatu wilayah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing yang sangat strategis, yang terletak di tengah-tengah jalur perdagangan yang menghubungkan antara

Lebih terperinci

Gambar 1. Diagram TS

Gambar 1. Diagram TS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air 4.1.1 Diagram TS Massa Air di Selat Lombok diketahui berasal dari Samudra Pasifik. Hal ini dibuktikan dengan diagram TS di 5 titik stasiun

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut dan hampir sepertiga penduduknya mendiami daerah pesisir pantai yang menggantungkan hidupnya dari

Lebih terperinci

Beberapa fakta dari letak astronomis Indonesia:

Beberapa fakta dari letak astronomis Indonesia: Pengaruh Letak Geografis Terhadap Kondisi Alam dan Flora Fauna di Indonesia Garis Lintang: adalah garis yang membelah muka bumi menjadi 2 belahan sama besar yaitu Belahan Bumi Utara dan Belahan Bumi Selatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau dengan garis pantai sepanjang km, merupakan

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau dengan garis pantai sepanjang km, merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km, merupakan garis pantai terpanjang

Lebih terperinci

MACAM-MACAM LETAK GEOGRAFI.

MACAM-MACAM LETAK GEOGRAFI. MACAM-MACAM LETAK GEOGRAFI. Macam-macam Letak Geografi Untuk mengetahui dengan baik keadaan geografis suatu tempat atau daerah, terlebih dahulu perlu kita ketahui letak tempat atau daerah tersebut di permukaan

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN TANAH DAN PERSEBARAN JENIS TANAH. A.Pembentukan Tanah

PEMBENTUKAN TANAH DAN PERSEBARAN JENIS TANAH. A.Pembentukan Tanah PEMBENTUKAN TANAH DAN PERSEBARAN JENIS TANAH A.Pembentukan Tanah Pada mulanya, permukaan bumi tidaklah berupa tanah seperti sekarang ini. Permukaan bumi di awal terbentuknya hanyalah berupa batuan-batuan

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 18 Maret 2016 s/d 23 Maret 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 18 Maret 2016

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 18 Maret 2016 s/d 23 Maret 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 18 Maret 2016 PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 18 Maret 2016 s/d 23 Maret 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 18 Maret 2016 Jumat, 18 Maret 2016 SELATAN PULAU JAWA, PERAIRAN SELATAN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise Peta sebaran SPL dan salinitas berdasarkan cruise track Indomix selengkapnya disajikan pada Gambar 6. 3A 2A

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laut ini, salah satunya ialah digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan.

BAB I PENDAHULUAN. laut ini, salah satunya ialah digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan laut di Indonesia mengandung sumberdaya kelautan dan perikanan yang siap diolah dan dimanfaatkan semaksimal mungkin, sehingga sejumlah besar rakyat Indonesia

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 14 Maret 2016 s/d 19 Maret 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 14 Maret 2016

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 14 Maret 2016 s/d 19 Maret 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 14 Maret 2016 PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 14 Maret 2016 s/d 19 Maret 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 14 Maret 2016 Senin, 14 Maret 2016 SELATAN PULAU JAWA, PERAIRAN SELATAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak Geografis dan Astronomis Indonesia Serta Pengaruhnya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak Geografis dan Astronomis Indonesia Serta Pengaruhnya BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum 1. Letak Geografis dan Astronomis Indonesia Serta Pengaruhnya Letak geografi Indonesia dan letak astronomis Indonesia adalah posisi negara Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam di sekitarnya. Pemanfaatan ini dilakukan sebagai upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. alam di sekitarnya. Pemanfaatan ini dilakukan sebagai upaya untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak dulu manusia memiliki kecenderungan untuk memanfaatkan hasil alam di sekitarnya. Pemanfaatan ini dilakukan sebagai upaya untuk mempertahankan hidup mereka.

Lebih terperinci

Tema I Potensi dan Upaya Indonesia Menjadi Negara Maju

Tema I Potensi dan Upaya Indonesia Menjadi Negara Maju Tema I Potensi dan Upaya Indonesia Menjadi Negara Maju Peta Konsep Potensi lokasi Potensi Sumber Daya Alam Potensi Sumber Daya Manusia Potensi Sumber Daya Manusia Upaya Pemanfaatan Potensi lokasi, Sumber

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 05 September 2016 s/d 09 September 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 05 September 2016 s/d 09 September 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 05 September 2016 s/d 09 September 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 05 September 2016 Senin, 5 September 2016 LAUT CINA SELATAN,

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 12 Agustus 2016 s/d 16 Agustus 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 12 Agustus 2016 s/d 16 Agustus 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 12 Agustus 2016 s/d 16 Agustus 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 12 Agustus 2016 Jumat, 12 Agustus 2016 PERAIRAN LHOKSEUMAWE, LAUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoae batatas L) atau ketela rambat atau sweet potato atau dalam bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoae batatas L) atau ketela rambat atau sweet potato atau dalam bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ubi jalar (Ipomoae batatas L) atau ketela rambat atau sweet potato atau dalam bahasa lokal disebut Erom berasal dari Benua Amerika. Para akhli botani dan pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bercocok tanam. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang

I. PENDAHULUAN. bercocok tanam. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor penting bagi perekonomian Indonesia. Hal ini dikarenakan kondisi alam dan luas areal lahan pertanian yang memadai untuk bercocok tanam.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan dapat diberi batasan sesuai dengan sudut pandang masing-masing pakar. Misalnya dari sisi ekologi dan biologi, bahwa hutan adalah komunitas hidup yang terdiri dari

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Timor memiliki avifauna yang unik (Noske & Saleh 1996), dan tingkat endemisme burung tertinggi dibandingkan dengan beberapa pulau besar lain di Nusa Tenggara (Pulau

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 02 Februari 2017 s/d 06 Februari 2017 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 02 Februari 2017 s/d 06 Februari 2017 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 02 Februari 2017 s/d 06 Februari 2017 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 02 Februari 2017 Kamis, 2 Februari 2017 KEP.MENTAWAI, LAUT NATUNA,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Geografi Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Lampung. Kabupaten Lampung Selatan terletak di ujung selatan Pulau Sumatera

Lebih terperinci

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah negara bahari dan negara kepulauan terbesar di dunia dengan keanekaragaman hayati laut terbesar (mega marine biodiversity) (Polunin, 1983).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan zat yang paling banyak terdapat dalam protoplasma dan merupakan zat yang sangat esensial bagi kehidupan, karena itu dapat disebut kehidupan adalah

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. lainnya tidak selalu sama. Bentukan khas pada bentang alam ini disebabkan

1 BAB I PENDAHULUAN. lainnya tidak selalu sama. Bentukan khas pada bentang alam ini disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Bentang alam karst merupakan suatu bentang alam yang memiliki bentukan yang sangat unik dan khas. Bentang alam karst suatu daerah dengan daerah yang lainnya

Lebih terperinci

Taufiqurrahman Setiawan (Balai Arkeologi Medan) Abstract

Taufiqurrahman Setiawan (Balai Arkeologi Medan) Abstract LOYANG 1 MENDALI SITUS HUNIAN PRASEJARAH DI PEDALAMAN ACEH Asumsi Awal Terhadap Hasil Penelitian Gua-gua di Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Taufiqurrahman Setiawan (Balai Arkeologi

Lebih terperinci

FLORA DAN FAUNA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

FLORA DAN FAUNA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FLORA DAN FAUNA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Indentitas Flora dan Fauna Indonesia Indonesia merupakan negara yang memiliki

Lebih terperinci

C. Potensi Sumber Daya Alam & Kemarintiman Indonesia

C. Potensi Sumber Daya Alam & Kemarintiman Indonesia C. Potensi Sumber Daya Alam & Kemarintiman Indonesia Indonesia dikenal sebagai negara dengan potensi sumber daya alam yang sangat besar. Indonesia juga dikenal sebagai negara maritim dengan potensi kekayaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis PENDAHULUAN Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang memiliki peranan penting dalam pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis kondisi dan keberadaannya. Beberapa

Lebih terperinci

KARAKTER CURAH HUJAN DI INDONESIA. Tukidi Jurusan Geografi FIS UNNES. Abstrak PENDAHULUAN

KARAKTER CURAH HUJAN DI INDONESIA. Tukidi Jurusan Geografi FIS UNNES. Abstrak PENDAHULUAN KARAKTER CURAH HUJAN DI INDONESIA Tukidi Jurusan Geografi FIS UNNES Abstrak Kondisi fisiografis wilayah Indonesia dan sekitarnya, seperti posisi lintang, ketinggian, pola angin (angin pasat dan monsun),

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 31 Juli 2016 s/d 04 Agustus 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 31 Juli 2016

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 31 Juli 2016 s/d 04 Agustus 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 31 Juli 2016 PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 31 Juli 2016 s/d 04 Agustus 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 31 Juli 2016 Minggu, 31 Juli 2016 LAUT ANDAMAN, PERAIRAN ACEH, PERAIRAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selat Lembeh merupakan suatu kawasan khas yang terletak di wilayah Indonesia bagian timur tepatnya di Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara dengan berbagai potensi sumberdaya

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 13 Agustus 2016 s/d 17 Agustus 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 13 Agustus 2016 s/d 17 Agustus 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 13 Agustus 2016 s/d 17 Agustus 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 13 Agustus 2016 Sabtu, 13 Agustus 2016 Teluk Thailand, Laut Cina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang terletak di pertemuan tiga lempeng aktif (triple junction) yang saling

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang terletak di pertemuan tiga lempeng aktif (triple junction) yang saling BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia memiliki tatanan tektonik yang kompleks, hal ini karena wilayah Indonesia yang terletak di pertemuan tiga lempeng aktif (triple junction) yang saling bertumbukan,

Lebih terperinci

BAB I. penting dari kondisi geografis Indonesia sebagai wilayah kepulauan adalah

BAB I. penting dari kondisi geografis Indonesia sebagai wilayah kepulauan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekitar 75% dari luas wilayah nasional berupa lautan. Salah satu bagian penting dari kondisi geografis Indonesia sebagai wilayah kepulauan adalah wilayah pantai, dan

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 25 Juli 2016 s/d 29 Juli 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 25 Juli 2016

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 25 Juli 2016 s/d 29 Juli 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 25 Juli 2016 PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 25 Juli 2016 s/d 29 Juli 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 25 Juli 2016 Senin, 25 Juli 2016 SELAT MALAKA BAGIAN UTARA, SELAT MAKASSAR

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia negara kaya beragam pangan. Negara kepulauan terbesar di dunia, dengan luas wilayah seluruhnya 5.193.252 km², yang terdiri dari daratan dan lautan. Indonesia

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1. TINJAUAN UMUM DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Pembagian wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara administratif yaitu sebagai berikut. a. Kota Yogyakarta b. Kabupaten Sleman

Lebih terperinci

PENTARIKHAN BARU SITUS HOABINHIAN DAN BERBAGAI KEMUNGKINANNYA

PENTARIKHAN BARU SITUS HOABINHIAN DAN BERBAGAI KEMUNGKINANNYA PENTARIKHAN BARU SITUS HOABINHIAN DAN BERBAGAI KEMUNGKINANNYA Ketut Wiradnyana Balai Arkeologi Medan Abstract The dating often carried out through the approach on the basis of morphology and technology

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global merupakan salah satu isu di dunia saat ini. Masalah pemanasan global ini bahkan telah menjadi agenda utama Perserikatan Bangsabangsa (PBB). Kontributor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi pertukaran materi

Lebih terperinci

PERTEMUAN XIV: EKOSISTEM DAN BIOLOGI KONSERVASI. Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011

PERTEMUAN XIV: EKOSISTEM DAN BIOLOGI KONSERVASI. Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011 PERTEMUAN XIV: EKOSISTEM DAN BIOLOGI KONSERVASI Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011 1 EKOSISTEM Topik Bahasan: Aliran energi dan siklus materi Struktur trofik (trophic level) Rantai makanan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau utama dan ribuan pulau kecil disekelilingnya. Dengan 17.508 pulau, Indonesia menjadi negara

Lebih terperinci