5 UMPAN 5.1 Pendahuluan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "5 UMPAN 5.1 Pendahuluan"

Transkripsi

1 5 UMPAN 5.1 Pendahuluan Umpan merupakan salah satu faktor yang sangat besar pengaruhnya pada keberhasilan dalam usaha penangkapan, baik masalah jenis umpan, sifat, dan cara pemasangannya (Sadhori 1985). Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa umpan merupakan salah satu bentuk rangsangan (stimulus) yang bersifat fisika dan kimia yang dapat memberikan respons bagi ikan-ikan tertentu pada proses penangkapan ikan. Berdasarkan sifat fisika, umpan merupakan bentuk perangsang yang dapat dideteksi oleh organ penglihatan ikan, sedangkan berdasarkan sifat kimia jika umpan sebagai bentuk perangsang untuk dapat dideteksi oleh organ penciuman ikan. Umpan dapat dibedakan berdasarkan kondisinya sebagai umpan hidup (live bait) dan umpan mati (dead bait), sedangkan berdasarkan asalnya dibedakan sebagai umpan alami dan umpan buatan. Umpan alami (natural bait) adalah jenis umpan murni yang berasal dari alam yang dalam penggunaannya umpan tersebut dapat dalam bentuk utuh atau dipotong-potong. Hal yang harus diperhatikan pada penggunaan umpan mati adalah bahwa semua umpan mati harus dalam keadaan segar tidak boleh basi (Wiryawan 1993). Penggunaan kesegaran umpan mati sangat mempengaruhi kandungan protein yang di dalamnya terdapat asam amino yang bertanggung jawab sebagai atraktor aroma. Semakin lama perendaman umpan akan menurunkan kemampuan umpan sebagai atraktor aroma. Umpan buatan (artificial bait) adalah umpan yang dibuat dari berbagai macam bahan makanan ikan dalam bentuk pelet. Tujuan pembuatan umpan buatan (artificial bait) dalam penangkapan ikan dengan bubu ini adalah sebagai attractant (penarik) agar ikan-ikan dapat dengan cepat masuk dan terperangkap ke dalam bubu. Umumnya umpan buatan diproduksi oleh skala industri penangkapan yang digunakan pada alat tangkap tuna longline, pancing, dan perangkap (trap) (Januma et al. 2003). Lebih lanjut dijelaskan bahwa tujuan pembuatan umpan buatan sebagai pengganti atau alternatif penggunaan umpan alami, dengan

2 75 memanfaatkan hasil sampingan industri perikanan yang merupakan perbaikan selektivitas hasil tangkapan terutama pada perikanan tuna longline. Menurut Zarochman (1994), syarat-syarat umpan mati yang biasanya digunakan pada alat tangkap yang bersifat pasif seperti bubu adalah: (1) Umpan yang digunakan dalam keadaan segar (2) Tidak mudah rusak dan tidak terlalu lembek (3) Berupa potongan daging atau bentuk utuh (4) Memiliki bau dan warna yang disukai oleh ikan-ikan sasaran Pemilihan umpan biasanya disesuaikan dengan kebiasaan makan ikan yang menjadi sasaran penangkapan (Bambang 2000). Umumnya ikan yang aktif di malam hari (nocturnal) akan menyukai umpan hidup yang memiliki bau yang kuat (Baskoro dan Efendy 2005). Hal ini mengindikasikan bahwa bervariasinya jenis umpan yang digunakan nelayan sebagai gambaran bahwa setiap ikan memiliki kecenderungan memakan jenis makanan yang berbeda sesuai dengan kebiasaan di habitat alaminya. King (1991) menjelaskan bahwa umpan pada bubu dan perangkap digunakan untuk menangkap ikan dan crustacea. Prinsipnya adalah ikan tertarik oleh umpan, lalu masuk ke dalam bubu melalui mulut bubu dan sulit untuk melarikan diri. Umpan dengan menggunakan ikan cucut dan kakap dapat menghasilkan tangkapan yang banyak (Wudianto et al. 1993). Bubu yang menggunakan umpan dari ikan yang dipotong-potong, hasil tangkapannya lebih baik dibandingkan dengan menggunakan umpan buatan (pelet). Akan tetapi, tidak semua jenis ikan akan merespons jenis umpan yang sama, masing-masing spesies memiliki pilihan jenis umpan yang berbeda, seperti misalnya pinfish (Lagodon rhomboides) memperlihatkan respons yang besar terhadap umpan dari udang dan pigfish (Orthopristis chrysopterus) (Yamamoto 1982). Menurut Monintja et al. (1992), umpan yang digunakan dalam pengoperasian jaring keranjang untuk menangkap ikan-ikan karang adalah terasi. Hal-hal yang berhubungan dengan umpan sebagai atraktor dalam penangkapan ikan ditentukan oleh kandungan kimia umpan yang digunakan. Kandungan kimia tersebut erat kaitannya sebagai perangsang bau pada ikan, yang meliputi kandungan proksimat, asam amino, asam lemak, dan amoniak.

3 76 Umpan yang mengandung asam amino diidentifikasi dapat menjadi stimulus dan atraktor makan pada ikan dan crustacea, dan hampir semua studi mengenai rangsangan kimia untuk tingkah laku makan menunjukkan bahwa rangsangan makan pada ikan dan crustacea akan hilang seiring dengan hilangnya kandungan asam amino pada umpan (makanan) (Engas dan Lokkeborg 1994). Lebih lanjut menurut pendapat Sola dan Tongiorgi (1998), berdasarkan hasil beberapa analisis elektrofisiologi bahwa asam amino merupakan atraktan (stimuli) yang efektif untuk organ penciuman dan rasa pada ikan. Menurut pendapat Hansen dan Reutter (2004) bahwa ikan predator (buas) yang makan makananmakanan tidak hidup (umpan) menggunakan sistem pencium mereka untuk dapat merangsang makan dan dapat membeda-bedakan stimuli asam amino. Asam amino yang sangat efektif sebagai stimulus pada sistem penciuman ikan atlantik salmon adalah L-glutamina dan L-alanina (Caprio 1982). Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa efektivitas relatif stimulus organ penciuman dari kandungan asam amino sebanyak 10-4 M adalah L-alanina, L-glutamina, L- sisteina, dan L-metionina. Kandungan L-alanina terdapat pada jaringan organisme cacing, moluska, crustacea, dan ikan teleostei. Untuk L-arginina, terdapat pada jaringan organisme moluska dan crustacea. Pengetahuan yang mendasari bahwa untuk ikan catfish, reseptor penciuman sangat besar responsnya terhadap kandungan sisteina dan metionina; dan pada reseptor rasa sangat besar responsnya terhadap kandungan alanina dan arginina masih belum diketahui. Nukleosida, nukleotida dan 3 jenis asam amino aromatik (fenilalanina, triptofan dan tirosina) dan histidina diidentifikasi sebagai stimulan makanan (Lokkeborg 1990) Berdasarkan hasil penelitian Yacoob et al. (2004) terhadap respons ikan cod atlantik stadia juvenile pada kandungan asam amino umpan menunjukkan bahwa asam amino leusina, metionina, asparagina, glutamina, alanina, dan treonina berperan sebagai perangsang penciuman yang tinggi dibandingkan prolina, fenilalanina, dan triptofan. Pada kelompok ikan air tawar, seperti ikan raibow trout (Oncorhynchus mykiss), asam amino yang berperan sebagai perangsang bau adalah sisteina, arginina dan glutamina (Hara 2006). Potensi laju pelarutan atau pelepasan kandungan asam amino umpan akan mengalami penurunan seiring dengan lamanya waktu perendaman antara 2 hingga

4 77 24 jam (Lokkeborg 1990). Selanjutnya dijelaskan pula bahwa penurunan laju pelepasan antara umpan mackerel (natural bait) dan umpan buatan (artificial bait) berkisar 36% dan 31% pada satu jam pertama, selanjutnya pada lama perendaman 4 jam kemudian terjadi penurunan menjadi 20% dan 27% dan setelah 24 jam menjadi 4% dan 9%. Perbandingan presentase kandungan asam amino pada umpan segar dibandingkan umpan yang telah mengalami perendaman selama 2 jam akan mengalami penurunan sebesar 87% dan 84% setelah perendaman 4 jam, pada perendaman 24 jam penurunannya menjadi 45% (Lookkeborg 1994). Penelitian mengenai analisis kandungan kimia dari berbagai jenis umpan, baik umpan alami dan buatan untuk operasi pangkapan masih belum banyak diketahui dan belum memberikan informasi yang jelas. Penelitian ini menganalisis ketahanan fisik umpan alami dan kandungan kimia pada umpan alami dan umpan buatan yang digunakan sebagai atraktor pada penangkapan ikan kerapu. 5.2 Metode Penelitian Waktu dan tempat penelitian Penelitian mengenai pembuatan formulasi umpan buatan dilakukan pada Laboratorium Bio-Kimia, Departemen Teknologi Hasil Perairan, FPIK-IPB. Pembuatan formulasi umpan buatan (dalam bentuk pasta) berdasarkan hasil analisis kimia yang dilakukan pada umpan alami. Analisis kimia umpan, baik umpan alami dan umpan buatan, dilakukan pada Laboratorium Pascapanen, Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian, Cimanggu- Bogor. Analisis ketahanan umpan selama perendaman pada air laut dilakukan pada Laboratorium Biologi dan Keanekaragaman Hayati Laut, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK-IPB. Penelitian dilakukan pada bulan Juni Agustus Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis deskriptif terhadap umpan. Umpan terdiri atas umpan alami (ikan juwi, udang krosok, dan gonad bulu babi) dan umpan buatan (umpan A, umpan B, umpan C, umpan D, dan umpan K).

5 78 Berdasarkan hasil analisis kimia yang dilakukan pada umpan alami, kemudian dibuat formulasi umpan buatan yang dibuat dalam bentuk pasta. Pembuatan formulasi umpan buatan dan analisis ketahanan umpan alami selama perendaman pada air laut dilakukan pada Laboratorium Biologi dan Keanekaragaman Hayati Laut, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, FPIK-IPB. Analisis kimia umpan, baik umpan alami dan umpan buatan dilakukan pada Laboratorium Pascapanen, Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian, Cimanggu-Bogor Pembuatan umpan buatan (1) Alat dan bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam membuat formulasi umpan buatan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Alat dan bahan membuat umpan buatan No Alat dan bahan Kegunaan 1 Timbangan digital type BL-220H Menimbang bahan-bahan untuk membuat umpan 2 Wadah plastik volume 1 kg Tempat mencampur bahan dalam pembuatan umpan 3 Baki penjemur berukuran 27cm x 21cm x 5cm Tempat menjemur umpan yang telah menjadi pasta 4 Kertas label Labelling masing-masing umpan buatan 5 Tepung ikan Bahan pembuat umpan 6 Minyak ikan Bahan pembuat umpan 7 Tepung tapioka Bahan pembuat umpan 8 Tepung terigu Bahan pembuat umpan 9 Air tawar Bahan pembuat umpan

6 79 (2) Prosedur pembuatan umpan buatan Formulasi umpan yang dibuat terdiri dari umpan A, umpan B, umpan C, umpan D, dan umpan K. Sebagai perbedaan adalah minyak ikan dengan perbandingan: 1) Umpan A minyak ikan 5%, dengan komposisi 100 g: Minyak ikan = 5 g Tepung ikan = 1 5 x 95 g = 19 g Tepung terigu = 1 5 x 95 g = 19 g Tepung tapioka = 3 5 x 95 g = 57 g 2) Umpan B minyak ikan 15%, dengan komposisi 100 g: Minyak ikan = 15 g Tepung ikan = 1 5 x 85 g = 17 g Tepung terigu = 1 5 x 85 g = 17 g Tepung tapioka = 3 5 x 85 g = 51 g 3) Umpan C minyak ikan 25%, dengan komposisi 100 g: Minyak ikan = 25 g Tepung ikan = 1 5 x 75 g = 15 g Tepung terigu = 1 5 x 75 g = 15 g Tepung tapioka = 3 5 x 75 g = 45 g 4) Umpan D minyak ikan 35%, dengan komposisi 100 g: Minyak ikan = 35 g

7 80 Tepung ikan = 1 5 x 65 g = 13 g Tepung terigu = 1 5 x 65 g = 13 g Tepung tapioka = 3 5 x 65 g = 39 g 5) Umpan K minyak ikan 0% (kontrol), dengan komposisi 100 g: Minyak ikan = 0 g Tepung ikan = 0 g 2 Tepung terigu = x 100 g = 40 g 5 Tepung tapioka = 3 5 x 100 g = 60 g Prosedur pembuatan formulasi umpan buatan sebagai berikut: 1) Bahan pembuat umpan dihitung sesuai bobot yang diperlukan (untuk pembuatan 100 g umpan jumlah bahan yang dibutuhkan disesuaikan dengan formulasi yang diinginkan). 2) Bahan-bahan yang memiliki bobot terkecil seperti tepung ikan dan tepung terigu dicampurkan terlebih dahulu dalam wadah hingga merata, kemudian pencampuran tepung tapioka sampai rata, dilanjutkan dengan minyak ikan. 3) Setelah adonan merata, untuk menjadi pasta ditambahkan air tawar sesuai dengan kebutuhan secara perlahan-lahan. 4) Untuk bentuk kering, umpan yang telah jadi dikeringkan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari hingga kandungan kadar air menjadi 20% Analisis data (1) Ketahanan umpan alami selama perendaman Umpan alami terdiri atas ikan juwi (Anodontostoma chacunda), udang krosok (Metapenaeopsis palmensis) dan gonad bulu babi (Diadema setosum). Uji ketahanan umpan bertujuan untuk mengetahui tingkat ketahanan masing-masing

8 81 umpan di dalam air laut dengan melihat perubahan yang terjadi pada bentuk dan tekstur daging umpan hingga warnanya pudar dan tekstur daging mulai hancur. Uji ketahanan gonad bulu babi tidak dilakukan karena bahan ini cepat memudar ketika diambil dari cangkang bulu babi dan diletakkan di air. Tahapan uji ketahanan umpan adalah sebagai berikut: 1) Menyiapkan akuarium yang telah diisi air laut kemudian digunakan aerator agar timbul arus (kondisi akuarium diumpamakan sama dengan kondisi laut). 2) Memasukkan umpan ke dalam akuarium sampai terlihat tekstur daging umpan sudah pudar/tidak kompak. Selama proses perendaman selalu mengamati perubahan tekstur daging umpan dari mulai di masukkan sampai pudar. 3) Dihitung waktu yang dibutuhkan dari umpan mulai dimasukkan sampai tekstur daging pudar. (2) Analisis kandungan kimia umpan Analisis yang dilakukan selanjutnya adalah analisis kimia umpan untuk mengetahui kandungan kimia dari masing-masing umpan. Analisis kimia yang dianalisis adalah analisis proksimat, analisis asam amino, dan analisis asam lemak. 1) Analisa proksimat (A.O.A.C. 2000) Analisis proksimat meliputi analisis kadar air, protein, dan lemak. 2) Analisis asam amino Sebelum dilakukan analisis asam amino, terlebih dahulu perlu diketahui kadar protein sampel. Metode yang digunakan untuk analisis tersebut menggunakan metode Kjehdal (A.O.A.C. 2000). Analisis asam amino menggunakan metode HPLC dengan pereaksi ortoftaldehida (OPA) untuk membentuk senyawa yang berfluoresensi. Senyawa tersebut dapat dideteksi oleh detektor fluoresensi. 3) Analisis asam lemak Metode ekstraksi lemak menggunakan metode Soxhlet, sedangkan analisis asam lemak melalui tahapan metilasi (A.O.A.C. 2000) dan penyuntikan dengan GC

9 Hasil Ketahanan umpan alami selama perendaman Pengujian ketahanan umpan alami dilakukan dalam skala laboratorium. Umpan direndam dengan air laut pada gelas ukur volume 500 ml yang diberi aerator agar terjadi arus. Pengujian tersebut dilakukan sebanyak 5 kali ulangan. Hasil dari uji ketahanan umpan ditampilkan pada Tabel 9 berikut : Tabel 9 Ketahanan umpan di dalam air laut. Jenis umpan Ketahanan umpan (jam) Ikan juwi 36 Udang krosok 36 Umpan buatan 20 Pada Tabel 9 menunjukkan bahwa jenis umpan ikan juwi dan udang samasama memiliki ketahanan tekstur daging yang mulai memudar mulai waktu 36 jam dengan kondisi terendam pada air laut yang beraerator. Artinya, kekompakan tekstur kedua jenis umpan tersebut akan hancur mulai waktu 36 jam setelah perendaman. Pada umpan buatan, ketahanan umpan dalam air lebih pendek waktunya dibandingkan dengan umpan alami (ikan dan udang). Hal ini membuktikan bahwa ketahanan tiap jenis umpan berbeda Kandungan kimia umpan (1) Umpan alami (natural bait) Besarnya kandungan proksimat umpan alami (ikan, udang, dan gonad bulu babi), meliputi kandungan air, protein, dan lemak dapat dilihat pada Gambar 32. Kandungan asam amino umpan alami yang terdiri atas 17 unsur dapat dilihat pada Gambar 33.

10 Nilai (mgr/gr) Nilai (mg/gr) Air Lemak Protein Gambar 32 Kandungan proksimat umpan alami B.Babi Udang Ikan As. Aspartat As. Glutamat Serina Glisina Histidina Arginina Treonina Alanina Prolina asam amino Tirosina Valina Metionina Sisteina Isoleusina Leusina Fenilalanina Lisina Gambar 33 Kandungan asam amino umpan alami (natural bait) B.Babi Udang Ikan Gambar 32 menunjukkan bahwa kandungan air tertinggi terdapat pada umpan udang, yaitu sebanyak 777,9 mg/g diikuti oleh umpan ikan juwi sebanyak 741,7 mg/g dan umpan gonad bulu babi sebanyak 731,4 mg/g. Kandungan lemak tertinggi terdapat pada umpan gonad bulu babi, yaitu sebanyak 67,6 mg/g, sedangkan pada umpan ikan dan udang berturut-turut 15,6 mg/g dan 8,4 mg/g. Kandungan protein tertinggi terdapat pada umpan ikan, yaitu sebanyak 171,4

11 Nilai (mgr/gr) 84 mg/g diikuti oleh umpan udang sebanyak 138,2 mg/g, dan umpan gonad bulu babi sebanyak 83,2 mg/g. Jenis asam amino yang dianggap sebagai atraktan pada organ penciuman ikan antara lain arginina, alanina, metionina, dan lisina. Kandungan arginina tertinggi terdapat pada umpan ikan dengan nilai 4,33 mg/g, dan nilai terendah pada umpan udang sebesar 0,14 mg/g. Kandungan alanina tertinggi terdapat pada umpan ikan dengan nilai 30,48 mg/g, nilai terendah terdapat pada umpan gonad bulu babi sebesar 0,13 mg/g. Kandungan metionina tertinggi terdapat pada umpan ikan dengan nilai 5,62 mg/g, nilai terendah terdapat pada umpan gonad bulu babi sebesar 0,07 mg/g. Kandungan lisina tertinggi terdapat pada umpan ikan dengan nilai 20,68 mg/g, nilai terendah terdapat pada umpan gonad bulu babi sebesar 0,06 mg/g B.Babi 20 Udang 15 Ikan Laurat Miristat Palmitat Stearat Oleat Linoleat Linlenat asam lemak Gambar 34 Kandungan asam lemak umpan alami (natural bait) Kandungan asam lemak umpan alami disajikan pada Gambar 34. Komponen lemak terbesar yang terdapat pada umpan alami antara lain miristat, palmitat, oleat, dan linoleat. Kandungan miristat tertinggi terdapat pada umpan gonad bulu babi, yaitu sebanyak 34,51 mg/g sedangkan yang terendah adalah pada umpan udang sebanyak 0,04 mg/g. Kandungan palmitat tertinggi terdapat pada umpan gonad bulu babi, yaitu sebanyak 22,48 mg/g, sedangkan yang terendah terdapat pada umpan udang, yaitu sebanyak 3,82 mg/g. Kandungan oleat tertinggi terdapat pada umpan ikan, yaitu sebanyak 6,27 mg/g, sedangkan yang terendah

12 Nilai (mg/gr) 85 pada umpan udang, yaitu sebanyak 0,84 mg/g. Kandungan linoleat tertinggi tertinggi pada umpan ikan, yaitu sebanyak 5,11 mg/g, sedangkan yang terendah pada umpan udang, yaitu sebanyak 0,78 mg/g. (2) Umpan buatan (artificial bait) Pemilihan komposisi bahan formulasi didasarkan pada respons kimiawi ikan terhadap kondisi lingkungan maupun proses mencari makan. Pemilihan minyak ikan dan tepung ikan sebagai bahan penyusun utama umpan buatan ini dikarenakan minyak ikan mengandung komposisi kimiawi berupa asam lemak yang merupakan bahan perespons utama dalam proses penciuman ikan (Fujaya 2004). Tepung ikan merupakan pengeringan dari ikan segar yang dihilangkan kandungan air, sehingga kandungan asam amino merupakan kandungan utama. Pembuatan formulasi umpan buatan didasarkan pada hasil analisis kimia yang dilakukan pada umpan alami. Umpan buatan diformulasikan dalam bentuk pasta. Dari hasil formulasi umpan buatan yang dihasilkan kemudian dianalisis kembali komposisi kimianya. Hasil analisis kimia umpan buatan disajikan pada Gambar 35, 36, dan Umpan A Umpan B Umpan C Umpan D Umpan K 50 0 Lemak Protein Air Gambar 35 Analisis proksimat umpan buatan (artificial bait) Gambar 35 menunjukkan bahwa kandungan protein tertinggi terdapat pada umpan A, yaitu sebanyak 152,9 mg/g diikuti oleh umpan B sebanyak 135,7 mg/g;

13 Nilai (mgr/gr) 86 umpan C sebanyak 134,4 mg/g; dan umpan D sebanyak 92,5 mg/g. Umpan kontrol (K) memiliki nilai kadar protein terendah, yaitu sebanyak 40,3 mg/g. Kandungan lemak tertinggi terdapat pada umpan D, yaitu sebanyak 331,8 mg/g, sedangkan pada umpan A, B, C, dan K berturut-turut 54,3 mg/g; 231,9 mg/g; 283,9 mg/g, dan 2,2 mg/g. Kandungan air tertinggi terdapat pada umpan K, yaitu sebanyak 399,6 mg/g. Hal ini disebabkan karena umpan ini tidak menggunakan minyak ikan dan tepung ikan tetapi hanya menggunakan air sebagai pencampurnya. Kandungan asam amino (arginina) tertinggi terdapat pada umpan D, yaitu sebanyak 0,45 mg/g; kandungan lisina tertinggi juga terdapat pada umpan D, yaitu sebanyak 0,53 mg/g. Kandungan arginina dan lisina dianggap sebagai atraktan pada organ penciuman ikan. Kandungan asam amino yang terdapat pada umpan buatan disajikan pada Gambar As. Aspartat As. Glutamat Serina Glisina Histidina Arginina Treonina Alanina Prolina asam amino Tirosina Valina Metionina Sisteina Isoleusina Leusina Fenilalanina Lisina Gambar 36 Kandungan asam amino pada umpan buatan (artificial bait) umpan A umpan B umpan C umpan D umpan K Komponen asam lemak terbesar yang terdapat pada umpan buatan antara lain palmitat, dan oleat. Kandungan palmitat tertinggi terdapat pada umpan D, yaitu sebanyak 141,54 mg/g, sedangkan yang terendah adalah pada umpan kontrol. Kandungan oleat tertinggi terdapat pada umpan D, yaitu sebanyak 60,32 mg/g,

14 Nilai (mgr/gr) 87 sedangkan yang terendah terdapat pada umpan K. Kandungan lemak umpan buatan disajikan pada Gambar umpan A umpan B umpan C umpan D umpan K 0 Laurat Miristat Palmitat Stearat Oleat Linoleat Linolenat asam lemak Gambar 37 Kandungan asam lemak umpan buatan (artificial bait) 5.4 Pembahasan Ketahanan umpan alami selama perendaman Kemampuan umpan sebagai atraktor penangkapan akan semakin berkurang seiring dengan lamanya waktu perendaman. Hal tersebut disebabkan karena tekstur umpan yang mengalami penurunan. Akibatnya respons ikan terhadap umpan semakin lama pula dan umpan akan semakin hancur serta kehilangan aromanya. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan pada kerapu macan menunjukkan bahwa waktu respons makan ikan kerapu macan mengalami penurunan ketika umpan direndam hingga 12 jam, yaitu sebesar 93% pada umpan ikan juwi dan 82% pada umpan ikan teri. Menurut Lokkeborg (1996) umpan yang efektif digunakan pada operasi penangkapan adalah umpan yang direndam selama 60 menit agar aroma yang terkandung di dalam tubuh ikan larut dalam air. Hal serupa dikemukakan pula oleh Gervibeita et al. (1997) bahwa terjadi penurunan hasil tangkapan torsk (Brosme brosme) pada alat tangkap pancing dengan menggunakan umpan mackerel dengan lama waktu perendaman lebih 24

15 88 jam karena pelepasan atraktan pada umpan akan mengalami penurunan, yang berarti akan sangat berpengaruh pada efisiensi penangkapan Kandungan kimia umpan Tester (1953) diacu dalam Syandri (1988) mengatakan bahwa kebiasaan makan ikan dapat dipengaruhi oleh bau-bau yang dikeluarkan dari tetesan daging yang mengandung substansi-substansi kimia sehingga merangsang ikan untuk makan. Ikan memiliki kepekaan yang berbeda terhadap berbagai bentuk makanannya. Ada ikan yang tertarik pada bau umpan yang menyengat dan ada pula ikan yang tertarik pada umpan yang memiliki bentuk yang menarik baginya. Biasanya jenis ikan yang aktif di malam hari (nocturnal) akan menyukai umpan hidup yang memiliki bau yang kuat (Baskoro dan Efendy 2006). Bau yang dikeluarkan umpan berasal dari kandungan kimia di dalam umpan tersebut. Kandungan kimia umpan merupakan komponen yang dapat merangsang respons makan pada ikan (Fujaya 2004). Chemical sense sangat penting untuk mencari posisi/letak makanan ketika ikan telah dekat dengan sumber makanan (Lokkeborg 1998). Kandungan kimia yang diujikan pada masing-masing umpan alami meliputi kandungan air, lemak, dan protein serta asam amino, dan asam lemak. (1) Umpan alami Air berfungsi sebagai bahan yang dapat mendispersikan berbagai senyawa yang ada dalam suatu bahan, dan beberapa bahan tersebut malah berfungsi sebagai pelarut (Winarno 1992). Pada umpan, kandungan air akan berpengaruh pada distribusi bau dalam air. Semakin banyak kandungan air dalam umpan akan mempercepat distribusi bau di dalam air. Kandungan air menyebabkan umpan mengalami degradasi autolisis protein dan lemak. Protein dan lemak mengeluarkan aroma amis yang disukai oleh ikan. Aroma ini akan menyebar pada media air dan ditangkap oleh indra penciuman ikan. Udang mempunyai kandungan air yang paling besar di antara umpan ikan dan

16 89 gonad bulu babi. Kandungan protein tertinggi pada umpan ikan sedangkan kandungan lemak tertinggi terdapat pada gonad bulu babi. Asam amino dan minyak ikan merupakan kandungan kimia umpan yang dapat merangsang organ penciuman ikan (Fujaya 2004, Djarijah 1998). Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan uji kandungan asam amino pada umpan alami. Kandungan asam amino yang direspons oleh penciuman ikan sekaligus sebagai perangsang nafsu makan antara lain alanina, arginina, glutamina, metionina, lisina dan prolina. Kandungan alanina tertinggi terdapat pada umpan ikan, demikian pula kandungan arginina, metionina, dan lisina yang dianggap sebagai atraktan organ penciuman ikan dengan nilai tertinggi juga terdapat pada umpan ikan. Kandungan asam amino merupakan isyarat (cue) dalam mencari makan (food search) baik yang dapat merangsang organ penciuman (olfactory) maupun organ rasa (gustatory) (Nikonov dan Caprio 2001). Komponen kimia dalam umpan yang telah diidentifikasi sebagai perangsang nafsu makan (olfaction dan gustation) adalah asam amino bebas dan nukleotida, L-alanina, glisina, dan L-prolina (Fujaya 2004). Selanjutnya Clark (1985) menjelaskan bahwa asam amino yang dapat merangsang penciuman ikan adalah taurina, asam glutamat, alanina, glisina, prolina, dan asam aspartat. Menurut Takaoka et al. (1987) diacu dalam Jones (1992) stimulan kimia yang dapat mempengaruhi makan pada ikan marbled rockfish (Sebasticus marmoratus) adalah alanina, metionina, serina, dan prolina, dan inosin. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yacoob et al. (2004); Hara (2006); Yamashita et al. (2006), dan Nikonov dan Caprio (2007) bahwa komponen kimia pada asam amino yang merupakan stimulan pada organ olfactory ikan adalah alanina, arginina, metionina, dan leusina; prolina dan glutamina merupakan asam amino yang merangsang organ rasa (gustatory) pada ikan. Rantai kimia pada kandungan asam lemak apabila terpotong akan berpengaruh pada pembentukan komponen yang bertanggung jawab atas bau. Dari kandungan asam lemak miristat dan palmitat umpan gonad bulu babi memiliki kandungan yang paling tinggi dibandingkan umpan ikan dan udang. Berdasarkan hasil penelitian di Samudera Pasifik, umpan yang mengandung

17 90 lebih banyak lemak menghasilkan tangkapan yang lebih baik dibandingkan dengan umpan dengan kandungan lemak yang kurang (King 1986 diacu dalam Rahardjo dan Linting 1993). Menurut Ketaren (1986), jenis asam lemak palmitat terdapat dalam sebagian besar lemak hewani dengan titik cair 64 C, sedangkan miristat, umumnya terdapat pada lemak ikan hiu.. (2) Umpan buatan Asam amino merupakan kandungan kimia umpan yang dapat merangsang organ penciuman ikan (Fujaya 2004). Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan analisis kandungan asam amino pada umpan buatan. Komposisi asam amino umpan buatan terdiri atas 17 jenis asam amino. Sama halnya seperti pada umpan alami, asam amino pada umpan buatan, yang merupakan bagian dari protein yang dapat merangsang organ penciuman ikan dan sekaligus sebagai perangsang nafsu makan, antara lain alanina, glisina, prolina, valina, lisina, fenilalanina, histidina, dan triptofan. Tujuan pembuatan umpan buatan dalam penangkapan ikan dengan bubu ini adalah sebagai attractant (penarik) agar ikan-ikan dapat dengan cepat masuk dan terperangkap ke dalam bubu. Pemilihan komposisi bahan formulasi didasarkan pada respons kimiawi ikan terhadap kondisi lingkungan maupun proses mencari makan. Pemilihan minyak ikan dan tepung ikan sebagai bahan penyusun utama umpan buatan ini dikarenakan minyak ikan mengandung komposisi kimiawi berupa asam amino dan asam lemak yang merupakan bahan perangsang utama dalam proses penciuman ikan. Kandungan minyak yang dimasukkan sebagai salah satu bahan dalam pembuatan umpan tiruan apabila bercampur dengan air akan berpengaruh sebagai atraktan ikan (Anonim 2008). Komponen kimia dalam umpan yang telah diidentifikasi sebagai perangsang nafsu makan (olfaction dan gustation) adalah asam amino bebas dan nukleotida, L-alanina, glisina, dan L-prolina. Selanjutnya Clark (1985), juga menjelaskan bahwa asam amino yang dapat dirangsang oleh penciuman ikan adalah taurina, glutamina, alanina, glisina, prolina dan aspartat.

18 91 Umpan buatan D (komposisi minyak ikan (35%), tepung ikan (13%) dan tepung terigu dan tepung tapioka (52%) memiliki kandungan lemak tertinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin banyak minyak ikan, maka semakin tinggi jumlah lemak yang dihasilkan. Sebagaimana pendapat Djarijah (1998), pemberian minyak ikan dalam pembuatan pakan ikan berfungsi sebagai atraktan (bahan penyedap aroma). Berdasarkan keterangan tersebut dapat diketahui bahwa secara langsung maupun tidak langsung ikan akan merespons semua makanan yang dianggap memiliki kandungan asam lemak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Umpan buatan (artificial bait) sebagai bahan uji komposisi kimia dibuat dalam bentuk kering dengan kadar air 20%. Kadar air tertinggi terdapat pada umpan D (378,2 mg/g). Semakin banyak kandungan air dalam umpan akan mempercepat proses dispersi dan distribusi bau dalam air. Umpan yang digunakan pada uji coba lapangan dibuat dalam bentuk pasta, sehingga ikan dapat cepat merespons bau yang ditimbulkan. Kandungan air yang cukup tinggi membantu dalam proses dispersi zat kimia, sehingga ikan akan dapat dengan cepat memberikan respons terhadap umpan. Asam amino yang terkandung dalam umpan buatan sebagian merupakan komponen perangsang utama dalam proses penciuman ikan. Menurut Sutterlin dan Sutterlin (1971), reseptor penciuman pada ikan memiliki respons tertinggi terhadap asam amino yang merupakan bagian dalam rangkaian protein. Perbandingan lemak dan protein antara umpan alami dan umpan buatan menunjukkan bahwa umpan buatan memiliki kandungan lemak dan protein lebih banyak. Perbedaan ini dimungkinkan karena umpan buatan merupakan hasil pengolahan ikan dengan tingkat konsentrasi kandungan lemak dan protein yang tinggi dari bahan yang terpisah. Namun perbedaan yang cukup besar terjadi pada kandungan asam amino (alanina dan lisina), dimana umpan alami memiliki jumlah kandungan alanina dan lisina yang lebih banyak. Antarspesies ikan memiliki kepekaan asam amino yang relatif berbeda pada jenis-jenis makanan/umpan (Hara 1993). Pada kebanyakan spesies, kombinasi kandungan asam amino (prolina, betaina, glisina dan alanina) diidentifikasikan sebagai kandungan yang efektif untuk stimulan makanan. L-prolina merupakan

19 92 jenis asam amino yang utama untuk organ rasa (gustatory) pada ikan salmon yang merupakan faktor penting dalam makan (Hara 1993). Kapasitas stimulan/perangsang makan ikan pada kandungan asam amino lebih efektif apabila dalam bentuk suatu campuran dari unsur-unsur pokok dibandingkan satu atau beberapa unsur asam amino saja ( Lokkeborg 1990). Ikan menggunakan penciumannya (olfaction) untuk tingkah laku dalam membedakan bau (odorants) dan menggunakan asam amino dan nucleotides sebagai isyarat makan (Nikonov dan Caprio 2001). Hal tersebut dibuktikan dengan dilakukannya tes pada bagian olfactory bulb pada ikan catfish untuk mendeteksi sensitivitas organ tersebut terhadap bile salt, nucleotides, dan asam amino yang menunjukkan bahwa signal terbanyak diterima oleh olfactory bulb adalah asam amino. Kandungan asam lemak palmitat yang tinggi pada umpan buatan D disebabkan kandungan minyak ikan pada formulasi umpan D tertinggi dibandingkan umpan buatan lainnya, sebagaimana pendapat Ketaren (1986), bahwa jenis asam lemak palmitat sebagian besar terdapat pada sumber minyak hewani. Diduga dengan kandungan palmitat yang tinggi ditambah dengan adanya campuran air pada umpan D maka akan terjadi peristiwa hidrolisis yang menimbulkan suatu senyawa aromatik yang dapat berfungsi sebagai atraktan pada organ penciuman ikan. 5.5 Kesimpulan Ketahanan tekstur umpan udang dan ikan pada perendaman air laut beraerator adalah selama 36 jam. Kandungan air pada ketiga umpan alami, yaitu umpan gonad bulu babi, udang, dan ikan lebih tinggi dibandingkan pada umpan buatan. Kandungan protein tertinggi baik pada umpan alami maupun umpan buatan terdapat pada umpan ikan. Kandungan asam amino yang dianggap dapat dideteksi oleh indera penciuman kerapu (alanina, arginina, metionina, dan lisina) pada umpan alami yang tertinggi adalah umpan ikan, sedangkan pada umpan buatan adalah kandungan arginina, metionina, leusina dan lisina terdapat pada formulasi umpan D.

20 93 Kandungan asam lemak yang dianggap dapat direspons kerapu pada jenis umpan alami, yaitu miristat dan palmitat yang terdapat pada umpan gonad bulu babi, oleat dan linoleat terdapat pada umpan ikan. Pada umpan buatan, kandungan palmitat dan oleat terdapat pada formulasi umpan D.

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Bubu ( Traps

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Bubu ( Traps 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Bubu (Traps) Bubu merupakan alat penangkapan ikan yang pasif (pasif gear). Alat tangkap ini memanfaatkan tingkah laku ikan yang mencari tempat persembunyian maupun

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Kondisi bak penelitian Kondisi bak yang digunakan selama penelitian dikontrol, sehingga keadaannya mendekati habitat asli ikan kerapu macan di alam. Menurut

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Sarana, Bahan dan Alat Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Sarana, Bahan dan Alat Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama enam bulan dari bulan September 2009 sampai Pebruari 2010. Penelitian ini dilakukan pada dua tempat, untuk respons tingkah laku

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Berpikir, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat dan Waktu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dapat dikonsumsi secara cepat (Ratnaningsih, 1999). Salah satu makanan

I. PENDAHULUAN. dapat dikonsumsi secara cepat (Ratnaningsih, 1999). Salah satu makanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini, masyarakat lebih memilih makanan yang praktis, ekonomis, dan cepat tersedia untuk dikonsumsi. Makanan siap saji atau yang lebih dikenal dengan fast food adalah

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN UMPAN TERHADAP POLA TINGKAH LAKU MAKAN IKAN KERAPU MACAN (Ephinephelus fuscoguttatus) 1

PENGARUH PERBEDAAN UMPAN TERHADAP POLA TINGKAH LAKU MAKAN IKAN KERAPU MACAN (Ephinephelus fuscoguttatus) 1 PENGARUH PERBEDAAN UMPAN TERHADAP POLA TINGKAH LAKU MAKAN IKAN KERAPU MACAN (Ephinephelus fuscoguttatus) 1 (Effect of Bait on Feeding Behavior Pattern of Grouper (Ephinephelus fuscoguttatus)) ABSTRAK Aristi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis ikan yang hidup di daerah terumbu karang dan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia digolongkan menjadi dua, yaitu ikan hias (ornamental fish) dan ikan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Persiapan sebelum tahapan kuantitasi DNA dengan RT-PCR. a. Penempatan larutan di dalam well sebelum DNA dikuantitasi dengan RT- PCR

Lampiran 1 Persiapan sebelum tahapan kuantitasi DNA dengan RT-PCR. a. Penempatan larutan di dalam well sebelum DNA dikuantitasi dengan RT- PCR 55 Lampiran 1 Persiapan sebelum tahapan kuantitasi DNA dengan RT-PCR. a. Penempatan larutan di dalam well sebelum DNA dikuantitasi dengan RT- PCR Keterangan : Std 1 Std 1 1A EC Std 2 Std 2 1 B Std 3 Std

Lebih terperinci

RESPON PENCIUMAN IKAN KERAPU MACAN (Ephinephelus fuscoguttatus) TERHADAP UMPAN : PENGUJIAN SKALA LABORATORIUM. Deka Berkah Sejati SKRIPSI

RESPON PENCIUMAN IKAN KERAPU MACAN (Ephinephelus fuscoguttatus) TERHADAP UMPAN : PENGUJIAN SKALA LABORATORIUM. Deka Berkah Sejati SKRIPSI RESPON PENCIUMAN IKAN KERAPU MACAN (Ephinephelus fuscoguttatus) TERHADAP UMPAN : PENGUJIAN SKALA LABORATORIUM Deka Berkah Sejati SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

Respons Makan Ikan Kerapu Macan (Ephinephelus fuscoguttatus) Terhadap Perbedaan Jenis dan Lama Waktu Perendaman Umpan

Respons Makan Ikan Kerapu Macan (Ephinephelus fuscoguttatus) Terhadap Perbedaan Jenis dan Lama Waktu Perendaman Umpan ISSN 0853-7291 Respons Makan Ikan Kerapu Macan (Ephinephelus fuscoguttatus) Terhadap Perbedaan Jenis dan Lama Waktu Perendaman Umpan Aristi Dian Purnama Fitri Jurusan Perikanan, Fak. PIK Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA RANCANGAN KONSTRUKSI AFA (AMINO ACID FISH AGGREGATION) UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR DI INDONESIA BIDANG KEGIATAN PKM-KC

Lebih terperinci

7 EFEKTIVITAS PENANGKAPAN IKAN KERAPU TERHADAP UMPAN

7 EFEKTIVITAS PENANGKAPAN IKAN KERAPU TERHADAP UMPAN 7 EFEKTIVITAS PENANGKAPAN IKAN KERAPU TERHADAP UMPAN 7.1 Pendahuluan Bubu merupakan alat tangkap yang bersifat pasif. Secara umum, menangkap ikan dengan bubu adalah agar ikan berkeinginan masuk ke dalam

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Bubu Lipat

5 PEMBAHASAN 5.1 Bubu Lipat 5 PEMBAHASAN 5.1 Bubu Lipat Bubu lipat modifikasi pintu samping dan bubu lipat pintu atas dengan penambahan pintu jebakan bentuk kisi-kisi merupakan desain dan konstruksi yang pertama kali dibuat. Cacing

Lebih terperinci

Metode Menarik Perhatian Ikan (Fish Attraction) Muhammad Arif Rahman, S.Pi

Metode Menarik Perhatian Ikan (Fish Attraction) Muhammad Arif Rahman, S.Pi Metode Menarik Perhatian Ikan (Fish Attraction) Muhammad Arif Rahman, S.Pi Prinsip dari metode ini adalah mengumpulkan ikan dalam ruang lingkup suatu alat tangkap. Dalam menarik perhatian ikan, digunakan

Lebih terperinci

RESPONS PENGLIHATAN DAN PENCIUMAN IKAN KERAPU TERHADAP UMPAN TERKAIT DENGAN EFEKTIVITAS PENANGKAPAN ARISTI DIAN PURNAMA FITRI

RESPONS PENGLIHATAN DAN PENCIUMAN IKAN KERAPU TERHADAP UMPAN TERKAIT DENGAN EFEKTIVITAS PENANGKAPAN ARISTI DIAN PURNAMA FITRI RESPONS PENGLIHATAN DAN PENCIUMAN IKAN KERAPU TERHADAP UMPAN TERKAIT DENGAN EFEKTIVITAS PENANGKAPAN ARISTI DIAN PURNAMA FITRI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

Lebih terperinci

J3L PROGRAM KEAHLIAN ANALISIS KIMIA PROGAM DIPLOMA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

J3L PROGRAM KEAHLIAN ANALISIS KIMIA PROGAM DIPLOMA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR Laporan Praktikum ari/ tanggal : Selasa, 24 September 2013 Biokimia Waktu : 13.00-14.40 WIB PJP : Puspa Julistia Puspita, S. Si, M. Sc. Asisten : Resti Siti Muthmainah, S. Si. Lusianawati, S. Si. PRTEIN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50 hari di Balai Benih Ikan (BBI) Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Pembuatan pakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging di Indonesia setiap tahunnya terus meningkat. Hal ini

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging di Indonesia setiap tahunnya terus meningkat. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan daging di Indonesia setiap tahunnya terus meningkat. Hal ini disebabkan oleh bertambahnya jumlah penduduk yang diikuti dengan meningkatnya taraf

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Klasifikasi Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus)

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Klasifikasi Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Klasifikasi Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) Ikan kerapu (Epinephelus sp) atau dikenal dengan nama dagang groupers merupakan salah satu komoditas perikanan

Lebih terperinci

Laporan Penentuan Kadar Asam Amino Dalam Sampel

Laporan Penentuan Kadar Asam Amino Dalam Sampel Laporan Penentuan Kadar Asam Amino Dalam Sampel I. Judul Percobaan : Penentuan Kadar Asam Amino Dalam Sampel II. Mulai Percobaan : Senin/14 Oktober 2012 Selesai Percobaan : Senin/14 Oktober 2012 III. Tujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Jumlah tangkapan; struktur ukuran; jenis umpan; ikan demersal dan rawai dasar

ABSTRAK. Kata kunci: Jumlah tangkapan; struktur ukuran; jenis umpan; ikan demersal dan rawai dasar RESPON IKAN DEMERSAL DENGAN JENIS UMPAN BERBEDA TERHADAP HASIL TANGKAPAN PADA PERIKANAN RAWAI DASAR Wayan Kantun 1), Harianti 1) dan Sahrul Harijo 2) 1) Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan (STITEK) Balik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

KOMPOSISI ASAM AMINO DAGING AYAM KAMPUNG, BROILER DAN PRODUK OLAHANNYA SKRIPSI FEBRY AJRONAH PANE

KOMPOSISI ASAM AMINO DAGING AYAM KAMPUNG, BROILER DAN PRODUK OLAHANNYA SKRIPSI FEBRY AJRONAH PANE KOMPOSISI ASAM AMINO DAGING AYAM KAMPUNG, BROILER DAN PRODUK OLAHANNYA SKRIPSI FEBRY AJRONAH PANE PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN FEBRY

Lebih terperinci

6 TINGKAH LAKU IKAN KERAPU TERHADAP UMPAN

6 TINGKAH LAKU IKAN KERAPU TERHADAP UMPAN 6 TINGKAH LAKU IKAN KERAPU TERHADAP UMPAN 6.1 Pendahuluan Tingkah laku ikan diartikan sebagai perubahan-perubahan ikan dalam kedudukan, tempat, arah, maupun sifat lahiriah suatu makhluk hidup yang mengakibatkan

Lebih terperinci

PROFIL ASAM AMINO YANG TERDISTRIBUSI KE DALAM KOLOM AIR LAUT PADA IKAN KEMBUNG (Rastrelliger kanagurta) SEBAGAI UMPAN (SKALA LABORATORIUM)

PROFIL ASAM AMINO YANG TERDISTRIBUSI KE DALAM KOLOM AIR LAUT PADA IKAN KEMBUNG (Rastrelliger kanagurta) SEBAGAI UMPAN (SKALA LABORATORIUM) PROFIL ASAM AMINO YANG TERDISTRIBUSI KE DALAM KOLOM AIR LAUT PADA IKAN KEMBUNG (Rastrelliger kanagurta) SEBAGAI UMPAN (SKALA LABORATORIUM) The Profile of Amino Acids That Are Distributed Into The Water

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu yang baru keluar dari kelenjar mamae melalui proses pemerahan merupakan suatu sumber bahan pangan yang murni, segar, higienis, bergizi, serta mengandung sejumlah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terasi Terasi atau belacan adalah salah satu produk awetan yang berasal dari ikan dan udang rebon segar yang telah diolah melalui proses pemeraman atau fermentasi, disertai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia PENGARUH PEMANASAN TERHADAP PROFIL ASAM LEMAK TAK JENUH MINYAK BEKATUL Oleh: Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia Email:

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. energi dan pembentukan jaringan adipose. Lemak merupakan sumber energi

I. PENDAHULUAN. energi dan pembentukan jaringan adipose. Lemak merupakan sumber energi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Lemak memiliki beberapa fungsi dalam tubuh, yaitu sebagai sumber energi dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Bobot Mutlak dan Laju Pertumbuhan Bobot Harian Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi

Lebih terperinci

PENGUJIAN UMPAN BUATAN (ARGININ DAN LEUSIN) TERHADAP IKAN KERAPU MACAN PADA SKALA LABORATORIUM DIAN INDRAWATIE

PENGUJIAN UMPAN BUATAN (ARGININ DAN LEUSIN) TERHADAP IKAN KERAPU MACAN PADA SKALA LABORATORIUM DIAN INDRAWATIE PENGUJIAN UMPAN BUATAN (ARGININ DAN LEUSIN) TERHADAP IKAN KERAPU MACAN PADA SKALA LABORATORIUM DIAN INDRAWATIE MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.1 April 2009 ISSN : LIMBAH IKAN SEBAGAI ALTERNATIF UMPAN BUATAN UNTUK ALAT TANGKAP PANCING TONDA

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.1 April 2009 ISSN : LIMBAH IKAN SEBAGAI ALTERNATIF UMPAN BUATAN UNTUK ALAT TANGKAP PANCING TONDA LIMBAH IKAN SEBAGAI ALTERNATIF UMPAN BUATAN UNTUK ALAT TANGKAP PANCING TONDA Indah Wahyuni Abida Firman Farid Muhsoni Aries Dwi Siswanto Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo E-mail:

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga PENDAHULUAN Latar Belakang Produksi udang di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya menyatakan, pencapaian produksi udang nasional

Lebih terperinci

Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Asam Sianida (HCN) Kulit Ubi Kayu Sebagai Pakan Alternatif. Oleh : Sri Purwanti *)

Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Asam Sianida (HCN) Kulit Ubi Kayu Sebagai Pakan Alternatif. Oleh : Sri Purwanti *) Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Asam Sianida (HCN) Kulit Ubi Kayu Sebagai Pakan Alternatif Oleh : Sri Purwanti *) Pendahuluan Pangan produk peternakan terutama daging, telur dan susu merupakan komoditas

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Pembuatan tepung cangkang kepiting dan pelet dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi Ternak dan Makanan Ruminansia, Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kelangsungan hidup saja, tetapi seberapa besar kandungan gizi

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kelangsungan hidup saja, tetapi seberapa besar kandungan gizi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan bahan pangan bagi manusia bukan hanya sekedar untuk mempertahankan kelangsungan hidup saja, tetapi seberapa besar kandungan gizi bahan makanan yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

TINGKAH LAKU MAKAN IKAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) TERHADAP PERBEDAAN UMPAN (SKALA LABORATORIUM)

TINGKAH LAKU MAKAN IKAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) TERHADAP PERBEDAAN UMPAN (SKALA LABORATORIUM) TINGKAH LAKU MAKAN IKAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) TERHADAP PERBEDAAN UMPAN (SKALA LABORATORIUM) Tiger Krapu Fish s Eating Behaviour Toward the Bait Difference (Laboratory Scale) Aristi Dian

Lebih terperinci

PEMANFAATAN FILTRAT TAOGE UNTUK MEREDUKSI KADAR UREA IKAN CUCUT (Carcharinus sp)

PEMANFAATAN FILTRAT TAOGE UNTUK MEREDUKSI KADAR UREA IKAN CUCUT (Carcharinus sp) PEMANFAATAN FILTRAT TAOGE UNTUK MEREDUKSI KADAR UREA IKAN CUCUT (Carcharinus sp) Anna C.Erungan 1, Winarti Zahiruddin 1 dan Diaseniari 2 Abstrak Ikan cucut merupakan ikan yang potensi produksinya cukup

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan mulai

BAB I PENDAHULUAN. oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mi merupakan produk pangan yang banyak dikonsumsi dan disukai oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan mulai anak-anak hingga orang dewasa. Mi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Penangkapan Ikan. Ayodhyoa (1981) mengatakan bahwa penangkapan ikan adalah suatu usaha

II. TINJAUAN PUSTAKA Penangkapan Ikan. Ayodhyoa (1981) mengatakan bahwa penangkapan ikan adalah suatu usaha II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penangkapan Ikan Ayodhyoa (1981) mengatakan bahwa penangkapan ikan adalah suatu usaha manusia untuk menghasilkan ikan dan organisme lainnya di perairan, keberhasilan usaha penangkapan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Proksimat Fillet Gurami Komponen penting dari komposisi kimia ikan adalah protein dan lemak. Ikan gurami mengandung 75-80% protein dan 6-9% lemak (basis kering) (Tabel 3).

Lebih terperinci

Natallo Bugar dan Hermansyah, Uji Sensoris Pada Pembuatan Mie Basah Dengan Penambahan Surimi

Natallo Bugar dan Hermansyah, Uji Sensoris Pada Pembuatan Mie Basah Dengan Penambahan Surimi UJI SENSORIS PADA PEMBUATAN MIE BASAH DENGAN PENAMBAHAN SURIMI DAGING IKAN TOMAN (Channa micropeltes) NATALLO BUGAR DAN HERMANSYAH Dosen pada Program Studi Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

RESPONS PENGLIHATAN DAN PENCIUMAN IKAN KERAPU TERHADAP UMPAN TERKAIT DENGAN EFEKTIVITAS PENANGKAPAN ARISTI DIAN PURNAMA FITRI

RESPONS PENGLIHATAN DAN PENCIUMAN IKAN KERAPU TERHADAP UMPAN TERKAIT DENGAN EFEKTIVITAS PENANGKAPAN ARISTI DIAN PURNAMA FITRI RESPONS PENGLIHATAN DAN PENCIUMAN IKAN KERAPU TERHADAP UMPAN TERKAIT DENGAN EFEKTIVITAS PENANGKAPAN ARISTI DIAN PURNAMA FITRI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung, Laboratorium

Lebih terperinci

0,00% 0,25% 0,50% 0,75% 1,00% Perlakuan Daun Kayu Manis

0,00% 0,25% 0,50% 0,75% 1,00% Perlakuan Daun Kayu Manis Biomassa (gram) 250 200 150 100 50 226,45 209,82 212,90 211,08 210,93 74,96 79,07 73,83 74,82 79,61 Biomassa Awal Biomassa Akhir 0 0,00% 0,25% 0,50% 0,75% 1,00% Perlakuan Daun Kayu Tabel 3 pengamatan selama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fisik Gelatin Pengujian fisik gelatin meliputi rendemen, kekuatan gel dan viskositas. Pengujian fisik bertujuan untuk mengetahui nilai dari rendemen, kekuatan

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan Bahan-bahan yang digunakan yaitu Sargassum polycystum, akuades KOH 2%, KOH 10%, NaOH 0,5%, HCl 0,5%, HCl 5%,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Patin Siam Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah, karena memiliki harga jual yang

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan

5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan 50 5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan bubu di Kecamatan Mempawah Hilir, Kabupaten Pontianak ditujukan untuk menangkap ikan kakap merah (Lutjanus sanguineus),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie adalah produk pasta atau ekstruksi yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia (Teknologi Pangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging yang dicetak, dimasak dan dibekukan serta terbuat dari campuran daging giling yang diberi bahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian dan Tempat dan Waktu Penelitian. Kg/Kap/Thn, sampai tahun 2013 mencapai angka 35 kg/kap/thn.

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian dan Tempat dan Waktu Penelitian. Kg/Kap/Thn, sampai tahun 2013 mencapai angka 35 kg/kap/thn. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Penelitian, Hipotesis Penelitian dan Tempat dan Waktu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih ikan mas (Cyprinus carpio) tergolong ikan ekonomis penting karena ikan ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hingga kini masih belum dapat dipenuhi oleh produsen

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 14 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai September 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Percobaan Makanan, dan Laboratorium

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 26 Agustus 2015 di Laboratorium Produksi dan

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 26 Agustus 2015 di Laboratorium Produksi dan III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 26 Agustus 2015 di Laboratorium Produksi dan Reproduksi Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tidak ada sama sekali. Saat produksi ikan melimpah, belum seluruhnya

I. PENDAHULUAN. tidak ada sama sekali. Saat produksi ikan melimpah, belum seluruhnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produksi komoditas perikanan tangkap sangat dipengaruhi oleh keadaan musim. Jumlah produksi di suatu saat tinggi, di saat lain rendah atau tidak ada sama sekali. Saat produksi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kesadaran dan pengetahuan masyarakat semakin meningkat tentang. manfaat ikan sebagai bahan makanan dan kesehatan menyebabkan tingkat

PENDAHULUAN. Kesadaran dan pengetahuan masyarakat semakin meningkat tentang. manfaat ikan sebagai bahan makanan dan kesehatan menyebabkan tingkat PENDAHULUAN Latar Belakang Kesadaran dan pengetahuan masyarakat semakin meningkat tentang manfaat ikan sebagai bahan makanan dan kesehatan menyebabkan tingkat konsumsi ikan juga meningkat. Sebagai bahan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 Alat Penelitian Alat yang digunakan untuk membuat asap cair disebut juga alat pirolisator yang terdiri dari pembakar bunsen, 2 buah kaleng berukuran besar dan yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Turi (Sesbania grandiflora) merupakan tanaman asli Indonesia, yang termasuk kedalam jenis kacang-kacangan. Kacang turi merupakan jenis kacang-kacangan dari pohon turi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Maksud Penelitian, (5) Manfaat Penelitian, (6) Kerangka Pemikiran,

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus II. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2013 di Laboratorium Budidaya Perikanan Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Komoditi hortikultura merupakan produk yang berpeluang, baik untuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Komoditi hortikultura merupakan produk yang berpeluang, baik untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komoditi hortikultura merupakan produk yang berpeluang, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik maupun internasional. Permintaan yang tinggi baik pasar di dalam maupun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Teknik Ekstraksi Protein Serisin HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ekstraksi protein serisin dari kokon dipengaruhi oleh teknik degumming dan isolasi protein yang dilakukan. Oleh karena itu perlu adanya kajian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Pakan Uji Pakan yang digunakan adalah pelet kering berbasis sumber protein nabati yang berjenis tenggelam dengan campuran crude enzim dari rumen domba. Pakan uji yang diberikan

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan rucah merupakan ikan-ikan kecil dengan ukuran maksimum 10 cm yang ikut

I. PENDAHULUAN. Ikan rucah merupakan ikan-ikan kecil dengan ukuran maksimum 10 cm yang ikut I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan rucah merupakan ikan-ikan kecil dengan ukuran maksimum 10 cm yang ikut tertangkap saat panen raya/ penangkapan ikan (Murtijo, 1997). Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai Latar Belakang (1.1.), Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai Latar Belakang (1.1.), Identifikasi 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai Latar Belakang (1.1.), Identifikasi Masalah (1.2.), Maksud dan Tujuan Penelitian (1.3.), Manfaat Penelitian (1.4.), Kerangka Pemikiran (1.5.), Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN A2B2 (37;11) A2B1 (37;9) A1B2 (33;11) Tepung ikan

3 METODE PENELITIAN A2B2 (37;11) A2B1 (37;9) A1B2 (33;11) Tepung ikan 17 3 METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Stasiun Lapang Pusat Studi Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (PSIK IPB) Ancol Jakarta Utara pada bulan Juli Oktober

Lebih terperinci

Lampiran 1 Form uji organoleptik. Tabel 1 Form uji organoleptik formula filler nugget

Lampiran 1 Form uji organoleptik. Tabel 1 Form uji organoleptik formula filler nugget Lampiran 1 Form uji organoleptik Tabel 1 Form uji organoleptik formula filler nugget Tanggal : Nama Panelis : Jenis Contoh : Nugget Ikan Instruksi : Nyatakan penilaian anda dan berikan skor (skala 1-9)

Lebih terperinci

Asam amino dan Protein

Asam amino dan Protein Asam amino dan Protein Protein berasal dari kata Yunani Proteios yang artinya pertama. Protein adalah poliamida dan hidrolisis protein menghasilkan asam- asam amino. ' suatu protein 2, + kalor 22 + 22

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Nopember 2012 sampai Januari 2013. Lokasi penelitian di Laboratorium Riset dan Laboratorium Kimia Analitik

Lebih terperinci

RESPONS PENCIUMAN IKAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) TERHADAP UMPAN BUATAN MOCHAMMAD RIYANTO

RESPONS PENCIUMAN IKAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) TERHADAP UMPAN BUATAN MOCHAMMAD RIYANTO RESPONS PENCIUMAN IKAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) TERHADAP UMPAN BUATAN MOCHAMMAD RIYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 RESPONS PENCIUMAN IKAN KERAPU MACAN (Epinephelus

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jenis Hasil Tangkapan Hasil tangkapan pancing ulur selama penelitian terdiri dari 11 famili, 12 genus dengan total 14 jenis ikan yang tertangkap (Lampiran 6). Sebanyak 6

Lebih terperinci

ANALISIS PERBEDAAN JENIS UMPAN DAN LAMA WAKTU PERENDAMAN PADA ALAT TANGKAP BUBU TERHADAP HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DI PERAIRAN SURADADI TEGAL

ANALISIS PERBEDAAN JENIS UMPAN DAN LAMA WAKTU PERENDAMAN PADA ALAT TANGKAP BUBU TERHADAP HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DI PERAIRAN SURADADI TEGAL ANALISIS PERBEDAAN JENIS UMPAN DAN LAMA WAKTU PERENDAMAN PADA ALAT TANGKAP BUBU TERHADAP HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DI PERAIRAN SURADADI TEGAL Rizqi Laily Catur Putri *), Aristi Dian Purnama Fitri, dan Taufik

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. : Nilai pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j : Rata-rata umum : Pengaruh perlakuan ke-i. τ i

METODE PENELITIAN. : Nilai pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j : Rata-rata umum : Pengaruh perlakuan ke-i. τ i 13 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lab. KESDA provinsi DKI Jakarta (analisis kandungan senyawa aktif, Pimpinella alpina), Lab. Percobaan Babakan FPIK (pemeliharaan

Lebih terperinci

ISOLASI BAHAN ALAM. 2. Isolasi Secara Kimia

ISOLASI BAHAN ALAM. 2. Isolasi Secara Kimia ISOLASI BAHAN ALAM Bahan kimia yang berasal dari tumbuhan atau hewan disebut bahan alam. Banyak bahan alam yang berguna seperti untuk pewarna, pemanis, pengawet, bahan obat dan pewangi. Kegunaan dari bahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian adalah penelitian eksperimen di bidang Teknologi Pangan. B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat pembuatan cake rumput laut dan mutu organoleptik

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. bio.unsoed.ac.id

METODE PENELITIAN. bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih lobster air tawar yang merupakan hasil pemijahan dari satu set induk yang diperoleh dari tempat penjualan induk bersertifikat,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hanya bisa didapatkan dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari (Rasyid, 2003;

I. PENDAHULUAN. hanya bisa didapatkan dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari (Rasyid, 2003; I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asam lemak omega 3 termasuk dalam kelompok asam lemak essensial. Asam lemak ini disebut essensial karena tidak dapat dihasilkan oleh tubuh dan hanya bisa didapatkan dari

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-November 2011. Pemeliharaan ternak prapemotongan dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian Kandungan Nutrisi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Pakan Penelitian Kandungan nutrisi pakan tergantung pada bahan pakan yang digunakan dalam pakan tersebut. Kandungan nutrisi pakan penelitian dari analisis proksimat

Lebih terperinci

The Influence of Bait Difference and Operating Time of Set Bottom Longline To Catch Product of Lutjanus spp in Waters of Jepara.

The Influence of Bait Difference and Operating Time of Set Bottom Longline To Catch Product of Lutjanus spp in Waters of Jepara. Pengaruh Perbedaan Umpan dan Waktu Pengoperasian Pancing Perawai (Set Bottom Longline) terhadap Hasil Tangkapan Ikan Kakap Merah (Lutjanus spp) di Sekitar Perairan Jepara The Influence of Bait Difference

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2012, di Balai

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2012, di Balai III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2012, di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Januari 2012 di Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang untuk proses pembuatan silase daun singkong,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang Bobot ikan (g) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam satu periode waktu tertentu. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepiting bakau merupakan salah satu hasil perikanan pantai yang banyak disenangi masyarakat karena rasa dagingnya yang enak, terutama daging kepiting yang sedang bertelur,

Lebih terperinci

Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu

Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu Oleh: Ibnu Sahidhir Kementerian Kelautan dan Perikanan Ditjen Perikanan Budidaya Balai Budidaya Air Payau Ujung Batee 2011 Biologi Benih Kerapu Pemakan daging Pendiam,

Lebih terperinci