BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dunia. Di alam gipsum merupakan massa yang padat dan biasanya berwarna abu-abu,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dunia. Di alam gipsum merupakan massa yang padat dan biasanya berwarna abu-abu,"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gipsum Gipsum merupakan mineral alami yang ditambang dari berbagai belahan dunia. Di alam gipsum merupakan massa yang padat dan biasanya berwarna abu-abu, putih susu kekuningan dan biasa ditemukan dalam bentuk senyawa. Mineral gipsum mempunyai nilai komersial yang penting sebagai plaster of paris. Nama plaster of paris diberikan pada produk ini karena produk ini pertama kali diperoleh dari pembakaran gipsum yang ditambang di dekat Paris, Perancis. Namun saat ini gipsum dapat ditambang di berbagai belahan dunia (Craig, 2002). Secara kimiawi, produk gipsum yang dihasilkan untuk tujuan kedokteran gigi adalah kalsium sulfat dihidrat. murni dengan rumus kimia CaSO 4 2H 2 O, yang dipanaskan pada suhu tertentu. sehingga terbentuk kalsium sulfat hemihidrat (CaSO 4 ½ H 2 O) Produk gipsum pada bidang kedokteran gigi dapat digunakan untuk membuat model dari rongga mulut serta struktur maksilofasial dan sebagai piranti penting untuk pekerjaan laboratorium kedokteran gigi pada pembuatan gigi tiruan. Gipsum telah digunakan sebagai bahan untuk pembuatan model gigi tiruan sejak tahun Alasan utama penggunaan gipsum pada bidang kedokteran gigi yaitu karena gipsum merupakan bahan yang mudah dimodifikasi secara kemis dan fisis untuk tujuan yang berbeda (Anusavice, 2013). 9

2 2.1.1 Proses Pembentukan Gipsum Kalsinasi merupakan proses pemanasan gipsum untuk mendehidrasinya sehingga membentuk kalsium sulfat hemihidrat. Proses kalsinasi dapat melalui proses basah dan kering. Proses kalsinasi yang berbeda akan menghasilkan tipe gipsum yang berbeda dan menentukan kekuatan suatu bahan gipsum. Perbedaan dalam tipe-tipe gipsum berhubungan dengan jumlah air yang dihilangkan dimana akan menghasilkan tipe gipsum dan ukuran partikel bahan gipsum yang berbeda (Combe, 1986; Scheller dkk., 2010). Mineral gipsum yang dipanaskan diketel terbuka pada suhu C akan menghasilkan plaster dimana produk hemihidrat yang dibentuk adalah β-kalsium sulfat hemihidrat, memiliki bentuk partikel yang tidak teratur dan porus. Proses kalsinasi ini menghasilkan gipsum tipe I dan tipe II (Hatrick dkk., 2011; Combe 1986). Apabila gipsum dipanaskan diautoklaf di bawah tekanan uap air pada suhu sekitar C akan membentuk hidrokal yaitu α kalsium sulfat hemihidrat dimana bentuk partikelnya lebih teratur dan lebih padat dari pada plaster, sehingga produk yang dihasilkan lebih kuat dan lebih keras dibanding β-kalsium sulfat hemihidrat. Proses kalsinasi ini menghasilkan gipsum tipe III. Gipsum tipe IV dan V memiliki kekuatan tinggi. Gipsum tipe IV dipanaskan dalam air dengan asam organik atau garam dalam autoklaf dengan suhu C. Gipsum tipe IV merupakan α kalsium sulfat hemihidrat yang sering disebut dengan kristakal. Gipsum tipe V yang sering disebut dengan densit dihasilkan dari memanaskan mineral gipsum dalam larutan kalsium klorida 30 % kemudian dicuci dengan air panas C dan dihancurkan sampai tingkat kehalusan yang diinginkan. Gipsum tipe IV memiliki 10

3 kandungan garam yang lebih banyak dari pada gipsum tipe V untuk mengurangi ekspansi pengerasannya sehingga disebut High strength, low expansion dental stone (Combe, 1986; Powers dkk., 2008) (Tabel 1). Tabel 2.1 Hidrasi Kalsium Sulfat (Combe,1986; Hatrick, 2011; Power, 2008) Bahan tambang Produk samping proses kimia Gipsum, kalsium sulfat dihidrat, CaSO 4 2H 2 O Dipanaskan di ketel terbuka, 120 o C Dipanaskan di autoklaf di bawah tekanan uap, o C Dipanaskan dalam air dengan asam organik atau garam didalam autoklaf, 140 o C Dipanaskan di larutan kalsium klorida atau magnesium klorida yang mendidih Kalsium sulfat hemihidrat terkalsinasi (kadang disebut sebagai β- hemihidrat), (CaSO 4 ) 2.H 2 O Kalsium sulfat hemihidrat autoklaf (kadang disebut sebagai hidrokal atau α-hemihidrat), (CaSO 4 ) 2.H 2 O Pemanasan < 200 o C Kalsium sulfat hemihidrat autoklaf (kadang disebut sebagai kristakal/ α-hemihidrat), (CaSO 4 ) 2.H 2 O Kalsium sulfat hemihidrat (kadang disebut sebagai densit), (CaSO 4 ) 2.H 2 O Kalsium sulfat hexagonal (kadang disebut sebagai soluble anhydrite, CaSO 4 ) Pemanasan > 200 o C Kalsium sulfat ortorombik (kadang disebut sebagai insoluble anhydrite, CaSO 4 ) 11

4 2.1.2 Pengerasan Produk Gipsum Reaksi pengerasan gipsum merupakan reaksi terbalik dari pembentukan gipsum. Produk dari reaksi tersebut adalah gipsum, dan panas yang terjadi dalam reaksi eksotermik setara dengan panas yang digunakan sebelumnya saat pembentukan (Annusavice, 2003; Powers, 2008). CaSO 4. 1/2H 2 O / 2 H 2 O CaSO 4. 2H 2 O + Panas Reaksi hemihidrat dapat terjadi ketika hemihidrat diaduk dengan air, akan terbentuk suspansi cair yang dapat dimanipulasi. Hemihidrat akan melarut sampai terbentuk larutan jenuh, ketika larutan hemihidrat amat jenuh dengan dihidrat, terjadilah pengendapan pada dihidrat. Pelarutan hemihidrat dan pengendapan dihidrat terjadi baik dalam bentuk kristal baru untuk pertumbuhan lebih lanjut. Reaksi akan terus berlanjut sampai tidak ada lagi dihidrat yang mengendap dan telah terbentuk suatu bentuk dari dihidrat yang sempurna. Perbandingan air dan bubuk hemihidrat akan mempengaruhi pertumbuhan kristal gipsum, bila perbandingan air dan bubuk yang digunakan lebih rendah maka kristal menjadi lebih lebar dan pertumbuhan kristal-kristal tersebut menjadi kuat dan padat. (Annusavice,2003; Craig, 2009; Power, 2008) Klasifikasi Gipsum Menurut spesifikasi ADA No. 25, produk gipsum dapat diklasifikasikan menjadi lima tipe yaitu (Hatrick dkk.,2011; McCabe dkk., 2008): 12

5 1. Impression Plaster (Tipe I) Gipsum tipe I sering juga disebut soluble plaster, memiliki kalsium sulfat hemihidrat terkalsinasi sebagai bahan utamanya dan ditambahkan kalsium sulfat, borax dan bahan pewarna. Gipsum ini digunakan untuk mencetak daerah edentulus, tetapi setelah berkembangnya bahan cetak yang tidak terlalu kaku seperti hidrokoloid dan elastomer, tipe ini jarang digunakan untuk mencetak (Hatrick dkk., 2011; O Brien, 2002). 2. Model Plaster (Tipe II) Gipsum tipe II terdiri dari kalsium sulfat terkalsinasi/ β-hemihidrat sebagai bahan utamanya dan zat tambahan untuk mengontrol setting time. Metode pembentukan gipsum tipe II ini dilakukan dengan pemanasan dalam ketel terbuka pada suhu C. Bentuk kristal gipsum tipe II menyerupai spoons dan tidak teratur. β- hemihidrat terdiri dari partikel kristal ortorombik yang lebih besar dan tidak beraturan dengan lubang-lubang kapiler sehingga reaksi pengerasan partikel β-hemihidrat menyerap lebih banyak air bila dibandingkan dengan α-hemihidrat. Gipsum tipe II digunakan terutama untuk pengisian kuvet dalam pembuatan gigi tiruan dimana ekspansi pengerasan tidak begitu penting dan kekuatan yang dibutuhkan cukup, sesuai batasan yang disebutkan dalam spesifikasi. Gipsum tipe II juga dapat digunakan untuk membuat model studi dan penanaman model di artikulator. Gipsum tipe II ini mempunyai kekuatan kompresi lebih rendah dari gipsum tipe III yaitu 9 MPa. (Anusavice, 2003; Chandra dkk, 2000; Scheller dkk, 2010). 13

6 3. Dental Stone (Tipe III) Gipsum tipe III dihasilkan dari gipsum yang dipanaskan pada suhu C dibawah tekanan atmosfer sehingga mengalami dehidrasi dan kandungan airnya akan berkurang. Gipsum ini terdiri dari hidrokal/ α-hemihidrat dan zat tambahan untuk mengontrol setting time, serta zat pewarna untuk membedakannya dengan bahan dari plaster yang umumnya berwarna putih, namun perlu diketahui bahwa pemberian warna pada gipsum tidak menentukan kualitas gipsum. α- hemihidrat terdiri dari partikel yang lebih kecil dan teratur dalam bentuk batang atau prisma dan bersifat tidak porus sehingga membutuhkan air yang lebih sedikit ketika dicampur bila dibandingkan dengan β-hemihidrat. Gipsum tipe III memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan gipsum tipe II sehingga gipsum ini ideal digunakan untuk membuat model kerja yang memerlukan kekuatan dan ketahanan abrasif yang tinggi seperti pada model gigi tiruan dan model ortodonsi. Kekuatan kompresi gipsum tipe III adalah 20,7 MPa (3000 psi) sampai 34,5 MPa (5000 psi). Setting time gipsum tipe III berkisar antara 12 ± 4 menit dengan setting ekspansi antara 0,00 hingga 0,20% (Anusavice, 2003; Hatrick, 2011; Mc Cabe dkk., 2008). 4. Dental Stone, High-Strength (Tipe IV) Gipsum tipe IV merupakan kristal α-hemihidrat yang memiliki bentuk partikel kuboidal dengan daerah permukaan yang lebih kecil sehingga partikelnya paling padat dan halus bila dibandingkan dengan β-hemihidrat dan hidrokal. Pada pencampuran gipsum tipe IV ini penggunaan air lebih sedikit dibandingkan dengan gipsum tipe III sehingga kekerasan gipsum ini lebih besar dari gipsum tipe III. Gipsum tipe IV sering dikenal sebagai die stone sebab gipsum tipe IV ini sangat 14

7 cocok digunakan untuk membuat pola malam dari suatu restorasi, umumnya digunakan sebagai dai pada inlay, mahkota dan jembatan gigi tiruan. Diperlukan permukaan yang keras dan tahan abrasi karena preparasi kavitas diisi dengan malam dan diukir menggunakan instrumen tajam hingga selaras dengan tepi-tepi dai (Anusavice, 2003; Hatrick dkk., 2011). 5. Dental Stone, High Strength, High Expansion (Tipe V) Gipsum tipe V merupakan gipsum yang memiliki ekspansi yang lebih besar yaitu sekitar 0,1%-0,3% yang digunakan sebagai dai untuk mengimbangi pengerutan casting logam pada saat pendinginan setelah pemanasan pada suhu tinggi (Anusavice, 2003; Noort, 2007). Proses pembuatan gipsum tipe IV dan V adalah sama, yang membedakannya adalah pada gipsum tipe IV dilakukan penambahan garam tambahan untuk mengurangi setting ekspansinya. Setting ekspansi gipsum sekitar 0,1% - 0,3% untuk mengkompensasi pengerutan casting yang lebih besar pada pemadatan logam campur. Partikel gipsum tipe V sangat halus dan memiliki rasio air bubuk yang lebih rendah sehingga dihasilkan kekuatan kompresi gipsum yang lebih tinggi (Chandra dkk., 2000) Karakteristik Gipsum Karakteristik gipsum meliputi: a. Setting time Setting time adalah waktu yang diperlukan gipsum untuk menjadi keras dan dihitung sejak gipsum berkontak dengan air. Setting time dibagi dalam dua tahap sebagai berikut (Hatrick dkk., 2011; Annusavice, 2003; Manapalil, 1998). 15

8 1. Initial setting time Setelah pengadukan selama 1 menit, waktu kerja mulai dihitung. Pada masa ini, adonan gipsum dituang ke dalam cetakan dengan bantuan vibrator mekanis. Ketika viskositas dari adonan meningkat, daya alir akan berkurang dan gipsum akan kehilangan tampilan mengkilatnya (loss of gloss). Loss of gloss tersebut menandakan bahwa gipsum sudah mencapai setting awalnya. Pada saat setting awal dicapai, bahan gipsum tidak boleh dikeluarkan dari cetakan. Selain itu, pada reaksi pengerasan ini terdapat reaksi eksoterm. 2. Final setting time Ketika gipsum dapat dikeluarkan dari cetakan menandakan bahwa gipsum tersebut telah mencapai final set. Akan tetapi pada masa ini, gipsum tersebut memiliki kekerasan dan ketahanan terhadap abrasi yang minimal. Pada reaksi pengerasan akhir ini, reaksi kemis yang terjadi telah selesai dan model akan menjadi dingin ketika disentuh. b. Rasio air dan bubuk Rasio air-bubuk harus diperhatikan ketika melakukan pencampuran gipsum sebab diperlukan daya alir yang cukup untuk menghasilkan detail permukaan yang akurat. Rasio air bubuk tiap jenis gipsum berbeda-beda tergantung pada ukuran dan bentuk dari kristal kalsium sulfat hemihidratnya. Gipsum tipe II membutuhkan lebih banyak air pada pengadukan dikarenakan bentuk partikel gipsum tipe II tidak beraturan dan lebih poreus. Gipsum tipe III membutuhkan lebih sedikit air daripada gipsum tipe II namun gipsum tipe III membutuhkan lebih banyak air dari pada gipsum tipe IV. Jika air yang ditambahkan terlalu banyak, adonan menjadi lebih tipis 16

9 dan lebih mudah dituang ke dalam mold tetapi setting time akan lebih panjang dan gipsum cenderung lebih lemah. c. Kekuatan kompresi Kekuatan gipsum merupakan kemampuan bahan untuk menahan fraktur. Kekuatan kompresi gipsum merupakan faktor penting dalam menentukan kekerasan dan daya tahan abrasi gipsum. Kekuatan kompresi dipengaruhi oleh kecepatan pengadukan, rasio air dan bubuk yang digunakan, retarder dan akselerator, suhu dan kelembaban udara. Semakin sedikit air yang digunakan maka semakin besar kekuatan kompresi yang dihasilkan. Kekuatan kompresi gipsum tipe III berkisar antara 20,7 34,5 MPa (Powers dkk., 2009; Anusavice, 2003). d. Setting ekspansi Setting ekspansi terjadi pada semua jenis gipsum. Plaster memiliki setting ekspansi yang paling besar yaitu 0,30% sedangkan high-strength stone memiliki setting ekspansi yang paling rendah yakni 0,10%. Setting ekspansi merupakan hasil dari pertumbuhan kristal-kristal gipsum ketika mereka bergabung. Setting ekspansi harus dikontrol agar tetap minimum terutama ketika gipsum tersebut akan digunakan untuk membuat pola malam sebuah restorasi. Apabila setting ekspansi yang terjadi berlebihan maka akan menghasilkan sebuah restorasi yang oversized. Settting ekspansi hanya terjadi ketika gipsum dalam proses pengerasan (Hatrick dkk., 2011). Setting ekspansi berbanding terbalik dengan rasio air dan bubuk, peningkatan setting ekspansi saat rasio air dan bubuk rendah dikaitkan dengan peningkatan tubrukan antar kristal diantara sejumlah besar kristal yang terbentuk. Dengan kata lain semakin besar jumlah air yang digunakan, semakin sedikit inti persatuan volume, sehingga ekspansi 17

10 akan berkurang. Ekspansi gipsum ini dapat dijelaskan dengan teori kristalografi yaitu dasar teori yang menjelaskan tentang perkembangan, pertumbuhan, bentuk dan struktur dari kristal. Berdasarkan teori ini dapat disimpulkan bahwa gipsum akan mulai terdorong keluar saat kristal gipsum mulai terbentuk (Duke dkk., cit Michalakis dkk., 2012). e. Perubahan dimensi Perubahan dimensi dipengaruhi oleh setting ekspansi dari gipsum. Setting ekspansi yang terjadi pada proses pengerasan gipsum disebabkan oleh adanya dorongan ke luar oleh pertumbuhan kristal dihidrat. Semakin tinggi atau besar ekspansi pengerasan maka keakuratan dimensi semakin rendah. Normal toleransi setting ekspansi untuk gipsum tipe III adalah 0,08% sampai dengan 0,1% dipengaruhi oleh kecepatan pengadukan, rasio air dan bubuk yang digunakan, retarder dan akselerator, suhu dan kelembaban udara (Anusavice, 2003; Powers dkk., 2008). Tabel 2.2 Karakteristik Gipsum (Annusavice, 2003; Chandra, 2000). Tipe Gipsum I. Impression Plaster Rasio Air Bubuk (ml/gr) Setting Time (menit) Setting Ekspansi (%) Kekuatan Kompresi Kg/cm 2 0,40-0,75 4 ± 1 0,00-0,15 40 ± ±290 II. Model Plaster 0,45-0,50 12 ± 4 0,00-0,30 min III. Dental Stone 0,28-0,30 12 ± 4 0,00-0,20 min IV. Die Stone: High Strength 0,22-0,30 12 ± 4 0,00-0,10 min Psi V. Die Stone: High Strength, High Expansion 0,18-0,22 12 ± 4 0,10-0,30 min

11 2.2 Kekuatan Kompresi Kekuatan kompresi ialah kekuatan yang diukur dengan cara memecahkan spesimen dengan alat uji tekan. Kekuatan kompresi dikalkulasikan dari kegagalan spesimen menahan beban dibagi dengan cross-sectional area beban dan hasilnya dinyatakan dalam megapascals (MPa). Menurut spesifikasi ADA, spesimen mencapai kekuatan kompresi minimum satu jam setelah mengeras. Pengerasan maksimum dicapai pada satu hari (24 jam) setelah pengadukan (Annusavice 2003; Powers, 2008; Craig, 2000). Hasan dkk., (2005) menyatakan bahwa proses pengeringan untuk mencapai kekuatan kering yaitu selama tujuh hari, namun tidak ada perbedaan kekuatan kompresi setelah pengeringan selama 24 jam dan 7 hari. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan kompresi antara lain (Annusavice, 2003, Hatrick dkk., 2011; Vyas dkk.,2008). a. Waktu dan kecepatan pengadukan Kecepatan dan waktu pengadukan mempengaruhi kekuatan kompresi gipsum. Peningkatan waktu pengadukan akan meningkatkan kekuatan kompresi gipsum. Namun, bila pengadukan lebih dari 1 menit akan mengakibatkan kristal-kristal gipsum yang telah terbentuk menjadi pecah dan jalinan kristal yang terbentuk pada hasil akhir akan lebih sedikit. Apabila pengadukan dilakukan menggunakan spatula, maka sebaiknya dilanjutkan dengan penggunaan vibrator untuk mencegah terjebaknya udara selama pengadukan yang dapat mengakibatkan porus sehingga kekuatan kompresi menurun dan model yang dihasilkan menjadi tidak akurat. Pengadukan harus dilakukan dengan cepat dan secara periodik spatula menyapu seluruh gipsum di dalam mangkuk pengaduk untuk menjamin pembasahan seluruh 19

12 bubuk serta mencegah endapan atau gumpalan. Pengadukan harus terus berlangsung sampai diperoleh adonan yang halus. Kebiasaan menambahkan air dan bubuk berulang-ulang untuk mencapai konsistensi yang tepat harus dihindari karena hal ini dapat mengakibatkan ketidakseragaman pengerasan massa adukan sehingga menghasilkan kekuatan yang rendah dan distorsi. Metode yang dianjurkan ialah menambahkan air yang telah diukur kemudian masukkan bubuk yang telah ditimbang secara perlahan dan aduk dengan spatula selama kurang lebih 15 detik, diikuti pengadukan dengan vacuum mixer selama detik. b. Rasio air dan bubuk Kekuatan kompresi dipengaruhi oleh perbandingan air dan bubuk yang digunakan. Penambahan air yang digunakan akan menghasilkan adukan yang halus dan memerlukan waktu yang lebih lama untuk mengeras serta mengurangi kekuatan gipsum. Sedangkan, pengurangan jumlah air yang digunakan akan menyulitkan manipulasi gipsum sehingga sangat dianjurkan untuk mengikuti rasio air dan bubuk yang sesuai dengan petunjuk pabrik. Faktor yang paling mempengaruhi rasio air dan bubuk adalah ukuran partikel dan porositas gipsum. Semakin porus partikel kristal gipsum, semakin banyak air yang dibutuhkan untuk mengubah partikel hemihidrat ke dihidrat. Porositas menyebabkan kohesi antara air dengan gipsum menjadi rendah, akibatnya kekutan kompresi rendah (Zeki dan Aljubouri, 2009). Partikel gipsum yang lebih besar, tidak beraturan dan porus seperti plaster membutuhkan air yang lebih banyak ketika dicampur dan dihidrat yang dihasilkan akan memiliki rongga udara yang lebih banyak sehingga kekuatan produk plaster lebih lemah dibandingkan 20

13 dengan produk stone. ADA merekomendasikan ukuran gipsum yaitu 0,045 mm sampai 0,250 mm. c. Penambahan akselerator dan retarder Retarder merupakan suatu bahan kimia yang ditambahkan pada gipsum untuk menambah setting time. Beberapa contoh retarder ialah boraks, asetat, potasium sitrat, NaCl >2%, Na 2 SO 4 >3,4%, sodium sitrat, dll. Akselerator merupakan suatu bahan kimia yang ditambahkan pada gipsum untuk mengurangi setting time. Beberapa contoh akselerator ialah K 2 SO 4, NaCl 2%, Na 2 SO 4 3,4%, tera alba 1% dan lain-lain. Penambahan bahan retarder dan akselerator dapat mengurangi kekuatan basah maupun kekuatan kering gipsum sehingga kekuatan kompresi menurun. Hal ini disebabkan oleh penambahan bahan kimia tersebut mempengaruhi kemurnian dan mengurangi kohesi antar-kristal. d. Suhu dan kelembaban udara Penyimpanan model pada temperatur antara 90 o C 100 o C akan mengakibatkan pengerutan yang disebabkan oleh kristalisasi air yang keluar dan mengubah dihidrat menjadi hemihidrat kembali sehingga kekuatan kompresi gipsum akan berkurang. Yosi KE, Arianto, Hartono S (1998) dalam penelitian mereka menyatakan bahwa suhu dan kelembaban ruang yang lebih tinggi menurunkan kekuatan kompresi gipsum tipe III secara signifikan pada gipsum tipe III. 2.3 Perubahan Dimensi Perubahan dimensi biasanya dinyatakan sebagai persentase dari panjang semula atau volume. Perubahan dimensi dipengaruhi oleh setting ekspansi dan 21

14 ekspansi higroskopis. Ekspansi massa gipsum dapat dideteksi selama perubahan dari partikel hemihidrat menjadi partikel dihidrat. Setting ekspansi dapat dijelaskan berdasarkan mekanisme kristalisasi. Proses kristalisasi digambarkan sebagai suatu pertumbuhan kristal kristal dihidrat dari nukleus yang saling berikatan satu dengan yang lainnya. Bila proses ini terjadi pada ribuan kristal kristal selama pertumbuhan, suatu tekanan atau dorongan keluar dapat terjadi dan menghasilkan ekspansi massa keseluruhan sehingga gipsum mengalami perubahan dimensi. Tumbukan atau gerakan dari kristal kristal ini menyebabkan terbentuknya mikroporus. Volume eksternal hasil reaksi gipsum yang lebih besar daripada volume kristalin menyebabkan terbentuknya porus. Oleh karena itu, struktur gipsum yang telah mengeras terdiri dari kristal kristal yang saling terkait, di antaranya adalah mikroporus dan porus yang mengandung air berlebih. Air tersebut diperlukan ketika pengadukan. Namun, ketika mengering, kelebihan air tersebut menghilang dan ruangan kosong meningkat (Annusavice 2003). Agar dapat menghasilkan model atau dai yang akurat, setting ekspansi dari dental gipsum harus tetap dikendalikan. Beberapa faktor yang mempengaruhi setting ekspansi pada dental gipsum adalah: (Annusavice, 2003;Alberto dkk., 2011; Manapallil, 1998; Michalakis dk.k, 2009): a. Rasio Air Bubuk Semakin tinggi rasio air bubuk maka akan semakin sedikit nukleus kristalisasi per unit volume sehingga ruangan antar nukleus lebih besar pada keadaan tersebut. Akibatnya, pertumbuhan internal kristal kristal dihidrat akan semakin sedikit, demikian juga dengan dorongan keluar dari kristal kristal tersebut. Hal itulah yang menyebabkan semakin tinggi rasio air bubuk, maka semakin rendah nilai setting 22

15 ekspansinya. Sebaliknya, penurunan rasio air bubuk meningkatkan setting ekspansi dengan cara meningkatkan jumlah nukleus kristalisasi dari partikel dihidrat. Selain menyebabkan setting ekspansi yang tinggi, penurunan rasio air bubuk juga menyebabkan lebih banyak panas yang dilepaskan. b. Waktu dan kecepatan pengadukan Sebagian kristal gipsum terbentuk langsung ketika gipsum berkontak dengan air. Begitu pengadukan dimulai, pembentukan kristal ini meningkat. Pada saat yang sama, kristal-kristal tersebut diputuskan oleh spatula dan didistribusikan merata dalam adukan dengan hasil pembentukan lebih banyak nukleus kristalisasi. Dalam jangka limitnya, semakin lama waktu pengadukan, maka akan meningkatkan jumlah nukleus kristalisasi dari partikel dihidrat. Akibatnya, jalinan ikatan kristalin yang terbentuk akan semakin banyak, pertumbuhan internal dan dorongan keluar dari kristal-kristal dihidrat meningkat. Hal inilah yang menyebabkan setting ekspansi gipsum meningkat sejalan dengan semakin lamanya waktu pengadukan untuk batasan waktu tertentu. c. Penambahan Akselerator atau Retarder Penambahan bahan kimia dalam bentuk akselerator atau retarder, yang biasanya ditambahkan oleh pabrik untuk mengatur setting time, juga mempunyai efek untuk menurunkan nilai setting ekspansi dengan cara mengubah bentuk kristal dihidrat yang terbentuk. Oleh karena itu, akselerator atau retarder disebut juga sebagai antiexpantion agent. Bahan kimia yang biasanya digunakan sebagai akselerator adalah potassium sulfat, sedangkan yang digunakan sebagai retarder adalah boraks. 23

16 d. Suhu dan kelembaban udara Menurut Michalakis (2009) kelembaban udara dan lama penyimpanan sangat mempengaruhi terjadinya ekspansi pada gipsum. Hal ini dikarenakan adanya pertumbuhan kristal yang berlangsung terus menerus selama material gipsum yang telah mengeras dibiarkan diudara. Pertumbuhan kristal ini diakibatkan oleh masuknya uap air ke dalam mikroporeus yang mengakibatkan menurunnya tegangan permukaan sehingga kristal dapat tumbuh bebas. Pada saat seluruh hemihidrat telah berubah menjadi dihidrat maka air yang terdapat pada gipsum akan menguap dan jumlah air akan berkurang sehingga akan terjadi pengerutan pada gipsum. 2.4 Struktur Mikroskopis Gipsum Struktur mikroskopis gipsum adalah susunan yang terkecil dari gipsum yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) (Bardella dkk., 2006). SEM adalah suatu tipe mikroskop elektron yang menggambarkan permukaan sampel melalui proses pindai dengan menggunakan pancaran energi yang tinggi dari elektron dalam suatu pola raster. Elektron akan berinteraksi dengan atom-atom yang akan membuat sampel menghasilkan sinyal dan memberikan informasi mengenai permukaan topografi sampel, komposisi dan sifatsifat lainnya seperti konduktifitas listrik (Hani dkk., 2008). SEM dapat memberikan gambaran bentuk, ukuran dan jarak dari gipsum. Gipsum tipe II merupakan agresi fibros yang memiliki struktur mikroskopis dengan kristal yang halus dengan pori kapiler, bentuk kristal tidak teratur dan berporus jarak antar kristal lebih renggang (Gambar 2.1). 24

17 Gambar 2.1. Partikel bubuk plaster of paris (β hemihidrat) Pembesaran 400 kali Gipsum tipe III memiliki struktur mikroskopis dengan bentuk kristal berupa prisma yang beraturan dan jarak antara kristal lebih rapat (Gambar 2.1). Jarak antara kristal gipsum yang rapat akan meningkatkan kekuatan kompresi. Gambar 2.2 Partikel bubuk gipsum tipe III ( α hemihidrat ) Pembesaran 400 kal 2.5 Manipulasi Gipsum Manipulasi yang tepat dari bahan gipsum dapat mempengaruhi kinerja dari gipsum. Manipulasi dapat dibagi menjadi beberapa fase yaitu pengukuran bubuk dan air, pengadukan, penuangan, dan desinfeksi (Power, 2006). 25

18 Setiap bahan gipsum memiliki rasio air bubuk yang dianjurkan. Rasio air bubuk mempengaruhi konsistensi campuran, kekuatan material, setting time dan setting expansi. Oleh karena itu, proporsi air dan bubuk yang benar sangat penting. Jumlah air dapat diukur dengan menggunakan silinder pengukur volume sedangkan bubuk diukur dengan satuan massa dan bukan berdasarkan volume. Tindakan mencampur bubuk dan air bersama-sama disebut pengadukan. Pengadukan bahan gipsum dapat dilakukan dengan tangan atau mekanis. Bahan plaster biasanya diaduk dengan tangan dalam mangkuk karet fleksibel. Bahan stone dapat diaduk secara mekanis atau dengan tangan, namun bahan dental stone highstrength hampir selalu dengan metode pengadukan mekanis. Saat gipsum diaduk dengan tangan, bubuk dan air diaduk menggunakan spatula dengan kecepatan sekitar 2 putaran per detik selama sekitar 1 menit. Jika gipsum dicampur dengan mixer, operator harus mengaduk bubuk dan air dengan tangan selama beberapa detik untuk memastikan bahwa pengadukan mekanik akan bekerja secara efektif. Terlepas dari metode yang digunakan untuk mencampur bahan, vibrator hampir selalu digunakan untuk membantu menghilangkan gelembung yang terbentuk selama pencampuran. Biasanya, campuran tersebut digetarkan selama 10 sampai 15 detik untuk memaksa gelembung ke atas campuran. Getaran juga digunakan untuk memudahkan memindahkan gipsum ke bahan cetak atau wadah lainnya. Ada beberapa metode umum untuk menuangkan model atau cor. Metode pertama, lembaran lilin lunak yang disebut boxing wax dilekatkan di pinggir cetakan kira-kira 1 cm di luar sisi jaringan hasil cetakan untuk memberikan dasar pada model. Metode kedua dimulai dengan menuangkan gipsum pada gigi dan permukaan 26

19 jaringan lunak hasil cetakan. Cetakan yang telah diisi kemudian dibuatkan basis modelnya dengan cara menempatkan cetakan pada tumpukan campuran gipsum yang diletakkan di atas permukaan nonabsorbent seperti kaca. Metode ketiga untuk menuangkan model ini mirip dengan metode kedua tetapi menggunakan wadah yang disebut rubber base untuk membentuk dasar cetakan. Model dan dai dapat didesinfeksi dengan semprotan iodophor sesuai instruksi pabrik atau dengan cara merendamnya dalam larutan natrium hipoklorit 5% dengan pengenceran 1:10 selama 30 menit. Model yang telah didesinfeksi harus diperiksa dengan cermat untuk melihat kerusakan permukaan, karena tidak semua desinfektan kompatibel dengan produk gipsum. Tabel 2.3 Efek beberapa variabel pada proses manipulasi terhadap karakteristik gipsum (Annusavice 1997; Power, 2006) Karakteristik Gipsum Variabel Setting Time Kekentalan Setting Ekspansi Kekuatan Kompresi Memperbesar rasio Meningkat Meningkat Menurun Menurun air/bubuk Meningkatkan Menurun Menurun Meningkat Tidak ada kecepatan pengadukan efek Meningkatkan temperatur air yang akan Menurun Menurun Meningkat Tidak ada efek dicampur dari 23 0 hingga 30 0 C 27

20 2.6 Model Untuk Pembuatan Gigi Tiruan Model untuk pembuatan gigi tiruan merupakan replika yang mencakup jaringan keras dan lunak dari permukaan rongga mulut. Model ini digunakan sebagai media untuk menentukan diagnosis, menjelaskan rencana perawatan dan proses perawatan kepada pasien, serta media pembuatan gigi tiruan (Hatrick dkk., 2011) Model Studi Model studi merupakan salah satu jenis dari model gigi tiruan. Model studi disebut juga dengan model diagnostik digunakan oleh dokter gigi untuk mengamati dan mempelajari keadaan rongga mulut pasien. Umumnya model studi terbuat dari dental plaster atau gipsum tipe II (Hatrick dkk., 2011; Powers, 2008) Kegunaan studi model adalah sebagai berikut (Noort, 2007) a. Memperlihatkan gambaran tiga dimensi dari keadaan jaringan keras dan lunak rongga mulut. b. Sebagai media pembelajaran tentang relasi oklusal dari lengkung rahang. c. Sebagai media pembelajaran tentang ukuran gigi, letak dan bentuk serta hubungan rahang. d. Sebagai media perbandingan antara keadaan sebelum dan sesudah dilakukan perawatan. e. Sebagai media komunikasi kepada pasien. f. Sebagai media rekaman legal mengenai lengkung rahang pasien untuk keperluan asuransi, gugatan hukum dan forensik. 28

21 2.6.2 Model Kerja Model kerja merupakan replika dari struktur rongga mulut yang digunakan sebagai media pembuatan gigi tiruan. Model kerja umumnya terbuat dari dental stone atau gipsum tipe III yang memiliki kekuatan yang cukup untuk menahan tekanan selama prosedur laboratoris (Hatrick dkk., 2011). Sifat-sifat ideal model kerja adalah sebagai berikut (Sorratur, 2002) a. Model harus kuat dan keras. b. Stabilitas dimensi harus dipertahankan selama dan setelah proses pengerasan. c. Tidak melengkung atau mengalami distorsi. d. Tidak pecah atau rusak selama proses laboratoris atau proses pengukiran malam. e. Cocok dengan semua jenis bahan cetak. f. Resisten terhadap abrasi dan fraktur. 2.7 Gipsum Daur Ulang Daur ulang merupakan suatu proses pengelolaan limbah sehingga dapat digunakan kembali untuk fungsi yang sama maupun fungsi yang lain. Penumpukan limbah yang tidak diolah akan menyebabkan berbagai polusi baik polusi udara, air, tanah dan juga polusi lain yang akan menjadi sarang penyakit. Sama halnya dengan limbah gipsum yang sangat banyak ini sesuai ketentuan akan dibuang di TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Hal tersebut akan menyebabkan masalah pencemaran lingkungan sebab limbah tersebut tidak dapat dengan mudah diuraikan. Abidoye LK 29

22 dan RA Bello (2010) menyatakan bahwa kalsium sulfat dihidrat bisa menyebabkan ancaman polusi yang besar bila terus menerus meningkat jumlahnya. Limbah gipsum ini tidak mudah terurai sehingga dapat mencemari lingkungan. Limbah gipsum dapat menghasilkan gas H2S dan SO 2 yang berbahaya terhadap lingkungan, selain itu limbah gipsum yang dibuang begitu saja lama kelamaan dapat menyebabkan air disekitar pembuangan limbah bersifat alkali karena kandungan Ca dalam gipsum. Air yang tercemar limbah ini bila dikonsumsi terus menerus oleh tubuh dapat menyebabkan alkalosis metabolik dan penumpukan kalsium pada ginjal (Sumansutra, 2014) Mekanisme Mekanisme atau pengelolaan yaitu proses mengolah limbah menjadi bahan yang siap pakai. Pada penelitian Ibrahim RM dkk (1995) serta Abidoye LK dan Bello RA (2010), proses pengelolaan dilakukan dengan cara memanaskan limbah gipsum. Berdasarkan penelitian tersebut, dinyatakan bahwa gipsum tersebut dapat didaur ulang dan menunjukkan keadaan mikrostruktural jarum kristal yang mirip dengan gipsum komersial, tetapi terdapat molekul air yang terperangkap pada kisi kristal sehingga dapat mengakibatkan menurunnya kekuatan kompresi dari gipsum (Ibrahim dkk., 1995; Abidoye dkk., 2010). Gipsum umumnya didapatkan dari batuan mineral gipsum alam. Gipsum adalah bentuk dihidrat dari kalsium sulfat (CaSO 4 2H 2 O), ketika dipanaskan pada suhu <200 o C, akan kehilangan 1,5 g mol dari 2 g mol H 2 O dan dikonversikan 30

23 menjadi kalsium sulfat hemihidrat (CaSO 4 ½ H 2 O) atau kadang ditulis (CaSO 4 ) 2 H 2 O (Powers dkk., 2009). 2CaSO 4.2H 2 O + pemanasan Kalsium sulfat dihidrat (CaSO 4 ) 2.H 2 O + 3H 2 O Kalsium sulfat hemihirat Air Ketika kalsium sulfat hemihidrat dicampur dengan air, reaksi sebaliknya akan terjadi sehingga kalsium sulfat hemihidrat dikonversikan kembali ke kalsium sulfat dihidrat. Oleh sebab itu, dehidrasi sebagian dari mineral gipsum dan rehidrasi kalsium sulfat hemihidrat bersifat reversibel. Reaksi pengerasan gipsum yang umumnya terjadi sebagai berikut (Powers dkk., 2009). CaSO 4 ½ H 2 O + 1½H 2 O CaSO 4 2H 2 O kal/g mol Kalsium sulfat hemihidrat Air Kalsium sulfat dihidrat Reaksi pengerasan yang terjadi bersifat eksotermis. Jika 1 g mol kalsium sulfat hemihidrat direaksikan dengan 1,5 g mol air maka 1 g mol kalsium sulfat dihidrat akan terbentuk dan 3900 kalori dalam bentuk panas akan dilepaskan (Powers dkk., 2009) Syarat Beberapa persyaratan dalam proses daur ulang: 1. Limbah gipsum yang didaur ulang berasal dari tipe gipsum yang sama Tipe limbah gipsum perlu diperhatikan sebab proses pembentukan setiap tipe gipsum berbeda. Selain itu, manipulasi gipsum yang dijadikan limbah juga berbeda, seperti rasio air bubuk untuk setiap tipe gipsum berbeda, sehingga limbah gipsum 31

24 yang didaur ulang sebaiknya berasal dari tipe gipsum yang sama sebab dapat mempengaruhi kekuatan kompresi gipsum daur ulang (Combe, 1986). 2. Pemurnian limbah Limbah yang akan di daur ulang harus sejenis, sehingga perlu dilakukan proses pemisahan dan pengelompokan. Tahapan berikutnya adalah pemurnian yaitu untuk mendapatkan bahan/elemen semurni mungkin, baik melalui proses fisik, kimia, biologi, atau termal (Abidoye, 2010) Faktor yang Mempengaruhi Beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan kompresi gipsum daur ulang: 1. Proses daur ulang yang dilakukan harus sesuai dengan proses pembentukan gipsum Perbedaan proses pemanasan akan menghasilkan hemihidrat yang berbeda. Gipsum dapat didaur ulang dengan memanaskan kembali gipsum sesuai dengan proses pembentukannya. Limbah gipsum tipe III dapat menjadi gipsum tipe III daur ulang dengan memanaskannya kembali dalam autoklaf dengan suhu C. 2. Suhu dan lama penyimpanan limbah Lama penyimpanan dan keadaan lingkungan penyimpanan (suhu dan kelembaban) dapat mempengaruhi jumlah kandungan air dalam limbah gipsum Penyimpanan limbah pada temperatur di atas temperatur ruangan akan mengakibatkan pengerutan yang disebabkan oleh kristalisasi air keluar dan mengubah dihidrat menjadi hemihidrat kembali Selain itu, limbah gipsum yang disimpan lebih lama akan memiliki kandungan air yang semakin kecil. Kandungan air yang semakin 32

25 tinggi akan menurunkan kekuatan kompresi gipsum (Abidoye dkk., 2010; Annusavice 2003; Hatrick, 2011) 33

26 2.8 Landasan Teori Mineral Gipsum (CaSO 4. 2H 2 O) Kalsinasi Kering Gipsum komersial (CaSO 4. 1 / 2 H2O) Basah Gipsum komersial (CaSO 4. 1 / 2 H2O) Klasifikasi ADA no. 25 Kekuatan Kompresi Tipe I Tipe II Tipe III Tipe IV Tipe V Karakteristik Perubahan Dimensi Setting Ekspansi w/p Ratio Struktur mikroskopis Setting Time Fungsi Model kerja (CaSO 4. 2H 2 O) Limbah Daur ulang Pencemaran lingkungan gas H2S dan SO 2 berbahaya bagi lingkungan Kandungan Ca air disekitar limbah bersifat alkali alkalosis metabolik Sisa molekul air terperangkap dalam kisi kristal Pertumbuhan kristal renggang Kekuatan kompresi << Mengatasi kelemahan Dipengaruhi oleh: Waktu dan kecepatan pengadukan Aselerator dan Retarder w/p Ratio Suhu dan tekananan atmosfer Faktor yang mempengaruhi Struktur mikroskopis 1 Kekuatan Kompresi Mekanisme Gipsum daur ulang (CaSO 4. 1 / 2 H2O) Perubahan Dimensi Syarat Kelemahan Karakteristik Setting Ekspansi w/p Ratio Penambahan gipsum komersial (CaSO 4. 1 / 2 H2O) Pertumbuhan kristal padat Setting Time Kekuatan kompresi >>

27 2.9 Kerangka Konsep reversibel MINERAL GIPSUM (CaSO 4. 2H2O) dehi drasi GIPSUM TIPE III KOMERSIAL (CaSO 4. 1 / 2 H2O) Struktur Mikroskopis hidr asi MODEL KERJA (CaSO 4. 2H2O) daur ulang dehi drasi GIPSUM TIPE III DAUR ULANG MURNI dehi. (CaSO 1 drasi 4 / 2 H2O) Sisa Molekul Air Terperangkap Dalam Kisi Kristal Struktur Mikroskopis GIPSUM TIPE III DAUR ULANG MURNI+10%, 20%, 30% GIPSUM TIPE III KOMERSIAL Penambahan Gipsum Komersial Merangsang Pertumbuhan Kristal Bentuk Kristal Teratur, Padat dan Tidak Porus Bereaksi Dengan Molekul Air Kristal Dihidrat Mulai Tumbuh dan Jarak Antar Kristal Menjadi Padat Bentuk Kristal Tidak Beraturan dan Sedikit Renggang Lebih Banyak Ruang Pertumbuhan Bereaksi Dengan Molekul Air Kristal Dihidrat Tumbuh Lebih Bebas Jarak Antara Kristal Besar Kekuatan Kompresi Menurun Struktur Mikroskopis Bentuk Kristal Sedikit Lebih Beraturan Bereaksi Dengan Molekul Air Pertumbuhan Kristal Menjadi Padat Jarak Antara Kristal Lebih Dekat Kekuatan Kompresi Meningkat Kekuatan Kompresi Jarak Antara Kristal Besar Dorongan Antara Kristal Mengecil Jarak Antara Kristal Lebih Dekat Kristal Saling Mendorong 2 Ekspansi Gipsum Ekspansi Perubahan Dimensi < Perubahan Dimensi >

28 2.10 Hipotesis Penelitian 1. Ada perbedaan struktur mikroskopis gipsum tipe III komersial dengan gipsum tipe III daur ulang murni dan gipsum tipe III daur ulang dengan penambahan 10%, 20%, 30% gipsum tipe III komersial 2. Ada perbedaan kekuatan kompresi gipsum tipe III komersial dengan gipsum tipe III daur ulang murni dan gipsum tipe III daur ulang dengan penambahan 10%, 20%, 30% gipsum tipe III komersial 3. Ada perbedaan perubahan dimensi gipsum tipe III komersial dengan gipsum tipe III daur ulang murni dan gipsum tipe III daur ulang dengan penambahan 10%, 20%, 30% gipsum tipe III komersial 4. Ada korelasi antara kekuatan kompresi dan perubahan dimensi gipsum tipe III komersial dengan gipsum tipe III daur ulang murni dan gipsum tipe III daur ulang dengan penambahan 10%, 20%, 30% gipsum tipe III komersial 36

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 21 Gipsum Gipsum merupakan mineral alami yang telah digunakan sebagai model gigitiruan sejak 1756 20 Gipsum yang dihasilkan untuk tujuan kedokteran gigi adalah kalsium sulfat dihidrat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 21 Gipsum Gipsum merupakan mineral yang ditambang dari berbagai belahan dunia Selain itu, gipsum juga merupakan produk samping dari berbagai proses kimia Di alam, gipsum merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gipsum Gipsum merupakan mineral yang berasal dari alam yang telah dikenal selama berabad-abad. Gipsum terbentuk secara alamiah dari hasil penguapan air di pedalaman perairan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. model gigitiruan dilakukan dengan cara menuangkan gips ke dalam cetakan rongga

BAB 1 PENDAHULUAN. model gigitiruan dilakukan dengan cara menuangkan gips ke dalam cetakan rongga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Model gigitiruan merupakan replika dari permukaan rongga mulut. Pembuatan model gigitiruan dilakukan dengan cara menuangkan gips ke dalam cetakan rongga mulut dan dibiarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencetakan rahang merupakan tahap awal dalam perawatan prostodontik yang bertujuan untuk mendapatkan replika dari jaringan keras dan jaringan lunak rongga mulut. Cetakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gipsum merupakan mineral yang didapatkan dari proses penambangan di berbagai belahan dunia. Gipsum merupakan produk dari beberapa proses kimia dan sering digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembuatan Model Salah satu tahap dalam pembuatan gigitiruan yaitu pembuatan model gigitiruan yang terbagi menjadi model studi dan model kerja. Pencetakan anatomis dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam bidang kedokteran gigi semakin beragam dan pesat. Terdapat berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam bidang kedokteran gigi semakin beragam dan pesat. Terdapat berbagai jenis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berjalannya waktu, perkembangan dan kemajuan teknologi serta bahan dalam bidang kedokteran gigi semakin beragam dan pesat. Terdapat berbagai jenis bahan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Model Untuk Pembuatan Gigitiruan Model gigitiruan merupakan replika jaringan keras dan jaringan lunak rongga mulut pasien yang digunakan sebagai media untuk menentukan diagnosis,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Model gigitiruan merupakan replika dari permukaan rongga mulut, yaitu

TINJAUAN PUSTAKA. Model gigitiruan merupakan replika dari permukaan rongga mulut, yaitu BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Model Gigitiruan Model gigitiruan merupakan replika dari permukaan rongga mulut, yaitu mencakup beberapa gigi, jaringan lunak dan lengkung edentulus. 1,17 Proses perawatan dengan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I Topik : Setting Time Gipsum Tipe II Berdasarkan W : P Ratio Grup : B - 3A Tgl. Praktikum : 5 April 2012 Pembimbing : Devi Rianti, drg., M.Kes Penyusun : 1. Ratih Ayu Maheswari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dokter gigi sering merekomendasikan pembuatan gigitiruan sebagian lepasan, gigitiruan cekat, gigitiruan penuh, atau implan untuk kasus kehilangan gigi dalam perawatan

Lebih terperinci

Manipulasi Bahan Cetak Alginat

Manipulasi Bahan Cetak Alginat Manipulasi Bahan Cetak Alginat A. Cara Mencampur Tuangkan bubuk alginate dan campurkan dengan air menjadi satu ke dalam mangkuk karet (bowl). Ikuti petunjuk penggunaan dari pabrik. Aduk menggunakan spatula

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berdasarkan pada cara bahan tersebut mengeras. Istilah ireversibel menunjukkan bahwa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berdasarkan pada cara bahan tersebut mengeras. Istilah ireversibel menunjukkan bahwa BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bahan cetak dapat dikelompokkan sebagai reversibel atau ireversibel, berdasarkan pada cara bahan tersebut mengeras. Istilah ireversibel menunjukkan bahwa reaksi kimia telah terjadi;

Lebih terperinci

PENGARUH METODE PENGERINGAN DENGAN TEMPERATUR RUANG DAN MICROWAVE

PENGARUH METODE PENGERINGAN DENGAN TEMPERATUR RUANG DAN MICROWAVE PENGARUH METODE PENGERINGAN DENGAN TEMPERATUR RUANG DAN MICROWAVE TERHADAP KEKUATAN KOMPRESI DAN PERUBAHAN DIMENSI GIPS TIPE IV MODEL KERJA GIGI TIRUAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bahan cetak dapat dikelompokkan sebagai reversible atau ireversible, berdasarkan pada cara bahan tersebut mengeras. Istilah ireversible menunjukkan bahwa reaksi kimia telah terjadi,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I : SETTING TIME BAHAN CETAK ALGINAT BERDASARKAN VARIASI SUHU AIR (REVISI)

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I : SETTING TIME BAHAN CETAK ALGINAT BERDASARKAN VARIASI SUHU AIR (REVISI) LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I Topik Kelompok : SETTING TIME BAHAN CETAK ALGINAT BERDASARKAN VARIASI SUHU AIR (REVISI) : B5b Tgl. Praktikum : 11 Maret 2014 Pembimbing : Titien Hary Agustantina, drg.,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pencetakan merupakan proses untuk mendapatkan suatu cetakan yang tepat dari gigi dan jaringan mulut, sedangkan hasil cetakan merupakan negative reproduction dari jaringan mulut tersebut.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. rumput laut tertentu yang bernama Brown Algae bisa menghasilkan suatu ekstrak lendir,

BAB 1 PENDAHULUAN. rumput laut tertentu yang bernama Brown Algae bisa menghasilkan suatu ekstrak lendir, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir abad ke-19, seorang ahli kimia dari Skotlandia memperhatikan bahwa rumput laut tertentu yang bernama Brown Algae bisa menghasilkan suatu ekstrak lendir,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL II

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL II REVISI LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL II Topik : Bahan Tanam Gypsum Bonded Kelompok : C12 Tgl. Praktikum : Selasa, 27 Oktober 2015 Pembimbing : Soebagio, drg.,m.kes PENYUSUN: NO. NAMA NIM 1. FARID MARZUQI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jaringan lunak dalam rongga mulut secara detail. Menurut Craig dkk (2004)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jaringan lunak dalam rongga mulut secara detail. Menurut Craig dkk (2004) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DASAR TEORI 1.Bahan Cetak a. Pengertian Bahan Cetak Bahan cetak digunakan untuk menghasilkan replika bentuk gigi dan jaringan lunak dalam rongga mulut secara detail. Menurut

Lebih terperinci

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT DI SUSUN OLEH : NAMA : IMENG NIM : ACC 109 011 KELOMPOK : 2 ( DUA ) HARI / TANGGAL : SABTU, 28 MEI 2011

Lebih terperinci

Cara uji sifat kekekalan agregat dengan cara perendaman menggunakan larutan natrium sulfat atau magnesium sulfat

Cara uji sifat kekekalan agregat dengan cara perendaman menggunakan larutan natrium sulfat atau magnesium sulfat Standar Nasional Indonesia Cara uji sifat kekekalan agregat dengan cara perendaman menggunakan larutan natrium sulfat atau magnesium sulfat ICS 91.100.15 Badan Standardisasi Nasional Daftar Isi Daftar

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I. : Recovery from Deformation Material Cetak Alginat

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I. : Recovery from Deformation Material Cetak Alginat BARU LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I Topik Kelompok : Recovery from Deformation Material Cetak Alginat : A3a Tgl.Praktikum : 26 Mei 2014 Pembimbing : Devi Rianti, drg., M.Kes. Penyusun : 1. Pramadita

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I : Recovery From Deformation Material Cetak Alginat

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I : Recovery From Deformation Material Cetak Alginat LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I Topik : Recovery From Deformation Material Cetak Alginat Group : A5b Tgl, Praktikum : 08 Mei 2012 Pembimbing : Prof. Dr. Anita Yuliati, drg., MKes Penyusun: No. Nama NIM

Lebih terperinci

PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT

PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT I. Tujuan Percobaan ini yaitu: PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT Adapun tujuan yang ingin dicapai praktikan setelah melakukan percobaan 1. Memisahkan dua garam berdasarkan kelarutannya pada suhu tertentu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh rasio w/p terhadap

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh rasio w/p terhadap BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh rasio w/p terhadap setting time bahan cetak alginate dengan penambahan pati garut (Maranta

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Bahan Cetak Elastomer Bahan cetak elastomer merupakan bahan cetak elastik yang menyerupai karet. Bahan ini dikelompokkan sebagai karet sintetik. Suatu pengerasan elastomer

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN KEPADATAN BERAT ISI TANAH DI LAPANGAN DENGAN BALON KARET

METODE PENGUJIAN KEPADATAN BERAT ISI TANAH DI LAPANGAN DENGAN BALON KARET METODE PENGUJIAN KEPADATAN BERAT ISI TANAH DI LAPANGAN DENGAN BALON KARET SNI 19-6413-2000 1. Ruang Lingkup 1.1 Metode ini mencakup penentuan kepadatan dan berat isi tanah hasil pemadatan di lapangan atau

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian 11 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Beton Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian direkatkan dengan semen Portland yang direaksikan dengan

Lebih terperinci

Ajeng Rahmasari NIM 12/330087/TK/

Ajeng Rahmasari NIM 12/330087/TK/ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dengan jumlah penduduk 254,9 juta orang dan akan terus meningkat setiap saatnya. Seiring dengan pertumbuhan penduduk, kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. lunak dan merupakan tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Berbagai macam bahan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. lunak dan merupakan tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Berbagai macam bahan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Basis Gigitiruan 2.1.1 Pengertian Basis gigitiruan adalah bagian dari gigitiruan yang bersandar pada jaringan lunak dan merupakan tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Berbagai

Lebih terperinci

III.METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung pada bulan Februari Mei

III.METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung pada bulan Februari Mei 17 III.METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung pada bulan Februari Mei 2012. Adapun tempat pelaksanaan penelitian ini

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC merek

III. METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC merek 25 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC merek Holcim, didapatkan dari toko bahan bangunan

Lebih terperinci

MATERI DAN PERUBAHANNYA. Kimia Kesehatan Kelas X semester 1

MATERI DAN PERUBAHANNYA. Kimia Kesehatan Kelas X semester 1 MATERI DAN PERUBAHANNYA Kimia Kelas X semester 1 SKKD STANDAR KOMPETENSI Memahami konsep penulisan lambang unsur dan persamaan reaksi. KOMPETENSI DASAR Mengelompokkan sifat materi Mengelompokkan perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sifat beton itu. Departemen Pekerjaan Umum 1989-(SNI ). Batako terdiri dari beberapa jenis batako:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sifat beton itu. Departemen Pekerjaan Umum 1989-(SNI ). Batako terdiri dari beberapa jenis batako: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Batako Batako atau juga disebut bata beton ialah suatu jenis unsur bangunan berbentuk bata yang dibuat dari campuran bahan perekat hidrolis atau sejenisnya, air dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton menggunakan kapur alam dan menggunakan pasir laut pada campuran beton

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 22 BAB 5 HASIL PENELITIAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kebocoran mikro pada tumpatan GIC Fuji IX, GIC Fuji II, dan GIC Fuji II LC. Kebocoran mikro tersebut dapat terdeteksi dengan terlihatnya

Lebih terperinci

LAPORAN KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI LIMBAH ALUMUNIUM FOIL

LAPORAN KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI LIMBAH ALUMUNIUM FOIL LAPORAN KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI LIMBAH ALUMUNIUM FOIL KELOMPOK : 3 NAMA NIM APRIANSYAH 06111010020 FERI SETIAWAN 06111010018 ZULKANDRI 06111010019 AMALIAH AGUSTINA 06111010021 BERLY DWIKARYANI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian yang sudah pernah dilakukan dan dapat di jadikan literatur untuk penyusunan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Ishaq Maulana

Lebih terperinci

Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan

Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan konsekuensi meningkatnya luas permukaan. Ukuran partikel atau

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA ABSTRAK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA ABSTRAK LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA 1113016200027 ABSTRAK Larutan yang terdiri dari dua bahan atau lebih disebut campuran. Pemisahan kimia

Lebih terperinci

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON Air merupakan salah satu bahan pokok dalam proses pembuatan beton, peranan air sebagai bahan untuk membuat beton dapat menentukan mutu campuran beton. 4.1 Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA. direkatkan oleh bahan ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA. direkatkan oleh bahan ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan BAB I I TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Beton adalah suatu komposit dari beberapa bahan batu-batuan yang direkatkan oleh bahan ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan kasar) dan ditambah dengan

Lebih terperinci

Optimalisasi Variasi Komposisi Batu Kapur Lhoknga Aceh Besar sebagai Bahan Baku Material Dental Gipsum

Optimalisasi Variasi Komposisi Batu Kapur Lhoknga Aceh Besar sebagai Bahan Baku Material Dental Gipsum JURNAL Teori dan Aplikasi Fisika Vol. 04, No.01, Januari Tahun 2016 Optimalisasi Variasi Komposisi Batu Kapur Lhoknga Aceh Besar sebagai Bahan Baku Material Dental Gipsum Zulfalina, Nazaria, & Irhamni

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. cetakan negatif dari jaringan rongga mulut. Hasil cetakan digunakan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. cetakan negatif dari jaringan rongga mulut. Hasil cetakan digunakan untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan cetak dalam bidang kedokteran gigi digunakan untuk mendapatkan cetakan negatif dari jaringan rongga mulut. Hasil cetakan digunakan untuk membuat model studi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggalian dan penambangan menyebabkan berkurangnya sumber daya alam bahan penyusun beton terutama bahan agregat halus dan agregat kasar. Untuk mengantisipasi hal tersebut

Lebih terperinci

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen portland komposit

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen portland komposit III. METODE PENELITIAN A. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen portland komposit merek Holcim, didapatkan dari toko bahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Tinjauan Umum Pelaksanaan penelitian ini dimulai dari tahap perencanaan, teknis pelaksanaan, dan pada tahap analisa hasil, tidak terlepas dari peraturan-peraturan maupun referensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman sekarang, manusia tidak dapat lepas dari bahan-bahan kimia, hampir disemua aspek kehidupan manusia dapat ditemukan bahan-bahan kimia. Mulai dari aspek kesehatan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I Topik : Setting Time Bahan Cetak Alginat berdasarkan Variasi Suhu Air Kelompok : A6a Tgl. Praktikum : 17 Maret 2014 Pembimbing : Asti Meizarini, drg,ms Penyusun : 1. Tiara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Alginat merupakan bahan cetak hidrokolloid yang paling banyak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Alginat merupakan bahan cetak hidrokolloid yang paling banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alginat merupakan bahan cetak hidrokolloid yang paling banyak digunakan selama beberapa tahun terakhir. Bahan cetak ini memiliki kelebihan antara lain mudah pada manipulasi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di

BAB III METODE PENELITIAN. Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di 26 BAB III METODE PENELITIAN Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di Laboratorium Bahan dan Konstruksi Fakultas Teknik Universitas Lampung. Benda uji dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mortar Menurut SNI 03-6825-2002 mortar didefinisikan sebagai campuran material yang terdiri dari agregat halus (pasir), bahan perekat (tanah liat, kapur, semen portland) dan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Penjelasan Metodelogi Penelitian Dalam proses pengerjaan pembuatan campuran beton ada beberapa tahap yang perlu di perhatikan adalah : 1. Tahap persiapan Sebelum melakukan penuangan

Lebih terperinci

KIMIA DASAR TEKNIK INDUSTRI UPNVYK C H R I S N A O C V A T I K A ( ) R I N I T H E R E S I A ( )

KIMIA DASAR TEKNIK INDUSTRI UPNVYK C H R I S N A O C V A T I K A ( ) R I N I T H E R E S I A ( ) KIMIA DASAR TEKNIK INDUSTRI UPNVYK C H R I S N A O C V A T I K A ( 1 2 2 1 5 0 1 1 3 ) R I N I T H E R E S I A ( 1 2 2 1 5 0 1 1 2 ) Menetukan Sistem Periodik Sifat-Sifat Periodik Unsur Sifat periodik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

PENGARUH PERSENTASE PEREKAT TERHADAP KARAKTERISTIK PELLET KAYU DARI KAYU SISA GERGAJIAN

PENGARUH PERSENTASE PEREKAT TERHADAP KARAKTERISTIK PELLET KAYU DARI KAYU SISA GERGAJIAN PENGARUH PERSENTASE PEREKAT TERHADAP KARAKTERISTIK PELLET KAYU DARI KAYU SISA GERGAJIAN Junaidi, Ariefin 2, Indra Mawardi 2 Mahasiswa Prodi D-IV Teknik Mesin Produksi Dan Perawatan 2 Dosen Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mulai menggunakan secara intensif bahan cetakan tersebut (Nallamuthu et al.,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mulai menggunakan secara intensif bahan cetakan tersebut (Nallamuthu et al., BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alginat adalah bahan visco-elastis dengan konsistensi seperti karet. Bahan cetak alginat diperkenalkan pada tahun 1940. Sejak tahun itu, dokter gigi sudah mulai menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cetak non elastik setelah mengeras akan bersifat kaku dan cenderung patah jika diberi

BAB I PENDAHULUAN. cetak non elastik setelah mengeras akan bersifat kaku dan cenderung patah jika diberi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan cetak dalam kedokteran gigi digunakan untuk mendapatkan reproduksi negatif dari gigi dan jaringan sekitarnya, kemudian akan diisi dengan bahan pengisi untuk mendapatkan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I. : Setting Time Bahan Cetak Alginat Berdasarkan Variasi Suhu Air

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I. : Setting Time Bahan Cetak Alginat Berdasarkan Variasi Suhu Air LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I Topik Kelompok : Setting Time Bahan Cetak Alginat Berdasarkan Variasi Suhu Air : A5a Tgl. Praktikum : 5 Maret 2103 Pembimbing : Asti Meizarini, drg., MS. Penyusun : No

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. portland atau semen hidrolik yang lain, dan air, kadang-kadang dengan bahan tambahan

BAB I PENDAHULUAN. portland atau semen hidrolik yang lain, dan air, kadang-kadang dengan bahan tambahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beton adalah batuan yang terjadi sebagai hasil pengerasan suatu campuran tertentu. Beton merupakan satu kesatuan yang homogen. Beton didapatkan dengan cara mencampur

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL II

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL II REVISI LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL II Topik : SEMEN SENG FOSFAT Kelompok : B10 Tgl. Praktikum : 12 November 2014 Pembimbing : Titien Hary Agustantina, drg., M.Kes No. Nama NIM 1 ZULFA F PRANADWISTA

Lebih terperinci

Deskripsi SEMEN CEPAT GEOPOLIMER DAN METODA PEMBUATANNYA

Deskripsi SEMEN CEPAT GEOPOLIMER DAN METODA PEMBUATANNYA 1 Deskripsi SEMEN CEPAT GEOPOLIMER DAN METODA PEMBUATANNYA Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan komposisi bahan, metode pembuatan dan produk semen cepat (rapid-set high-strength) geopolimer.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Baja Baja adalah salah satu dari bahan konstruksi yang paling penting. Sifatsifatnya yang terutama penting dalam penggunaan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi, dibandingkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Agregat Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1. Tabel 5.1 Hasil pengujian agregat kasar dan halus No Jenis Pengujian Satuan Hasil Spesifikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perak Nitrat Perak nitrat merupakan senyawa anorganik tidak berwarna, tidak berbau, kristal transparan dengan rumus kimia AgNO 3 dan mudah larut dalam alkohol, aseton dan air.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan bagi masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Selain membawa dampak positif, rumah sakit juga membawa dampak negatif yaitu menghasilkan

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU KIMIA FISIK. Subtitle

PENGANTAR ILMU KIMIA FISIK. Subtitle PENGANTAR ILMU KIMIA FISIK Subtitle PENGERTIAN ZAT DAN SIFAT-SIFAT FISIK ZAT Add your first bullet point here Add your second bullet point here Add your third bullet point here PENGERTIAN ZAT Zat adalah

Lebih terperinci

Sifat Kimiawi Beton Semen Portland (PC) Air Agregat bahan tambah peristiwa kimia PC dengan air hidrasi pasta semen

Sifat Kimiawi Beton Semen Portland (PC) Air Agregat bahan tambah peristiwa kimia PC dengan air hidrasi pasta semen Sifat Kimiawi Menurut SK-SNI-T15-1991-03, Beton dibuat dengan mencampur (PC), Air dan Agregat, dengan atau tanpa bahan tambah (admixture) dalam perbandingan tertentu. Bahan tambah (admixture) dapat berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Semakin meningkatnya suatu proses produksi dapat berpengaruh juga akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Semakin meningkatnya suatu proses produksi dapat berpengaruh juga akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin meningkatnya suatu proses produksi dapat berpengaruh juga akan meningkatnya jumlah limbah yang dihasilkan, salah satunya yaitu limbah kaca. Penggunaan limbah

Lebih terperinci

ANALISIS GRAVIMET RI. Dosen : Dr. Tutus Gusdinar Kelompok Keilmuan Farmakokimia SEKOLAH FARMASI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

ANALISIS GRAVIMET RI. Dosen : Dr. Tutus Gusdinar Kelompok Keilmuan Farmakokimia SEKOLAH FARMASI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG ANALISIS GRAVIMET RI Dosen : Dr. Tutus Gusdinar Kelompok Keilmuan Farmakokimia SEKOLAH FARMASI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG Hal yang harus diperhatikan dalam analisis Analisis gravimetri adalah analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah dalam proses pencampuran dan manipulasi, alat yang digunakan minimal,

BAB I PENDAHULUAN. mudah dalam proses pencampuran dan manipulasi, alat yang digunakan minimal, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alginat merupakan salah satu bahan yang paling sering digunakan pada praktek kedokteran gigi karena alginat memiliki banyak manfaat, antara lain : mudah dalam

Lebih terperinci

Hubungan koefisien dalam persamaan reaksi dengan hitungan

Hubungan koefisien dalam persamaan reaksi dengan hitungan STOIKIOMETRI Pengertian Stoikiometri adalah ilmu yang mempelajari dan menghitung hubungan kuantitatif dari reaktan dan produk dalam reaksi kimia (persamaan kimia) Stoikiometri adalah hitungan kimia Hubungan

Lebih terperinci

Cara uji kadar air total agregat dengan pengeringan

Cara uji kadar air total agregat dengan pengeringan Standar Nasional Indonesia Cara uji kadar air total agregat dengan pengeringan ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian

Lebih terperinci

BARtl TINJAUAN PUSTAKA. Teknologi beton terns berkembang seiring dengan tuntutan kebutuhan

BARtl TINJAUAN PUSTAKA. Teknologi beton terns berkembang seiring dengan tuntutan kebutuhan BARtl TINJAUAN PUSTAKA Teknologi beton terns berkembang seiring dengan tuntutan kebutuhan konstruksi yang semakin meningkat. Salah satu hal yang penting dan perju mendapat perhatian dalam teknologi pembuatan

Lebih terperinci

BAGAIMANA HUBUNGAN ANTARA SIFAT BAHAN KIMIA SEHARI-HARI DENGAN STRUKTUR PARTIKEL PENYUSUNNYA? Kegiatan 2.1. Terdiri dari

BAGAIMANA HUBUNGAN ANTARA SIFAT BAHAN KIMIA SEHARI-HARI DENGAN STRUKTUR PARTIKEL PENYUSUNNYA? Kegiatan 2.1. Terdiri dari Setelah mempelajari dan memahami konsep atom, ion, dan molekul, kini saatnya mempelajari ketiganya dalam bahan kimia sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak pernah dapat melihat atom, ion,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. berpori di Indonesia, maka referensi yang digunakan lebih banyak diperoleh dari hasil

BAB 3 METODOLOGI. berpori di Indonesia, maka referensi yang digunakan lebih banyak diperoleh dari hasil BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian Dikarenakan belum adanya buku peraturan dan penetapan standard untuk beton berpori di Indonesia, maka referensi yang digunakan lebih banyak diperoleh dari hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. campuran tertentu. Beton merupakan satu kesatuan yang homogen. Beton

BAB I PENDAHULUAN. campuran tertentu. Beton merupakan satu kesatuan yang homogen. Beton BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beton adalah batuan buatan yang terjadi sebagai hasil pengerasan suatu campuran tertentu. Beton merupakan satu kesatuan yang homogen. Beton didapatkan dengan cara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. cetak dapat melunak dengan pemanasan dan memadat dengan pendinginan karena

BAB 1 PENDAHULUAN. cetak dapat melunak dengan pemanasan dan memadat dengan pendinginan karena BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemakaian bahan cetak di kedokteran gigi digunakan untuk mendapatkan cetakan negatif dari rongga mulut. Hasil dari cetakan akan digunakan dalam pembuatan model studi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Beton merupakan suatu bahan bangunan yang bahan penyusunnya terdiri dari bahan semen hidrolik (Portland Cement), air, agregar kasar, agregat halus, dan bahan tambah.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung. Untuk keperluan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Pembuatan Gula Pabrik gula adalah suatu pabrik yang berperan mengubah bahan baku tebu menjadi kristal produk yang memenuhi syarat. Di dalam proses kristalisasi dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Beton merupakan bahan bangunan yang dihasilkan dari campuran atas semen Portland, pasir, kerikil dan air. Beton ini biasanya di dalam praktek dipasang bersama-sama

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini adalah semen PCC merk

III. METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini adalah semen PCC merk 51 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini adalah semen PCC merk Holcim, didapatkan dari toko bahan bangunan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. yang dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai. Mulai. Tinjauan Pustaka. Pengujian Bahan/Semen

BAB 3 METODOLOGI. yang dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai. Mulai. Tinjauan Pustaka. Pengujian Bahan/Semen BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian Bagan alir penelitian atau penjelasan secara umum tentang urutan kegiatan yang dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

Lebih terperinci

Spesifikasi abu terbang dan pozolan lainnya untuk digunakan dengan kapur

Spesifikasi abu terbang dan pozolan lainnya untuk digunakan dengan kapur SNI 06-6867-2002 Standar Nasional Indonesia Spesifikasi abu terbang dan pozolan lainnya untuk digunakan dengan kapur ICS 91.100.10 Badan Standardisasi Nasional SNI 06-6867-2002 Daftar isi Daftar isi...i

Lebih terperinci

BAB IV PENGEMBANGAN MATERIAL PENYUSUN BLOK REM KOMPOSIT

BAB IV PENGEMBANGAN MATERIAL PENYUSUN BLOK REM KOMPOSIT BAB IV PENGEMBANGAN MATERIAL PENYUSUN BLOK REM KOMPOSIT IV.1 Pemilihan Material Penyusun Dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, didapatkan kesimpulan bahwa material penyusun dari rem komposit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Mortar Mortar didefinisikan sebagai campuran material yang terdiri dari agregat halus (pasir), bahan perekat (tanah liat, kapur, semen portland) dan air dengan komposisi tertentu

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN KUAT TEKAN CAMPURAN BERASPAL

METODE PENGUJIAN KUAT TEKAN CAMPURAN BERASPAL METODE PENGUJIAN KUAT TEKAN CAMPURAN BERASPAL SNI 03-6758-2002 BAB I DESKRIPSI 1.1 Ruang Lingkup Metode pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan kuat tekan campuran aspal panas yang digunakan untuk lapis

Lebih terperinci

PABRIK KALSIUM SULFAT ANHIDRAT DARI GYPSUM ROCK DENGAN PROSES KALSINASI

PABRIK KALSIUM SULFAT ANHIDRAT DARI GYPSUM ROCK DENGAN PROSES KALSINASI PABRIK KALSIUM SULFAT ANHIDRAT DARI GYPSUM ROCK DENGAN PROSES KALSINASI PRA RENCANA PABRIK Oleh : TIARA PRICYLIA. W NPM : 0931010052 PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah pencemaran belakangan ini sangat menarik perhatian masyarakat banyak.perkembangan industri yang demikian cepat merupakan salah satu penyebab turunnya kualitas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin Semen ionomer kaca telah digunakan secara luas dibidang kedokteran gigi. Sejak diperkenalkan oleh Wilson dan Kent pada tahun 1971. Ionomer

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beton banyak digunakan secara luas sebagai bahan kontruksi. Hal ini dikarenakan beton memiliki beberapa kelebihan yang tidak dimiliki oleh bahan yang lain, diantaranya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Adapun cara ilmiah yang dimaksud adalah

Lebih terperinci

Jurnal Teknik Sipil No. 1 Vol. 1, Agustus 2014

Jurnal Teknik Sipil No. 1 Vol. 1, Agustus 2014 JURNAL PENGARUH PENAMBAHAN MATERIAL HALUS BUKIT PASOLO SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN PASIR TERHADAP KUAT TEKAN BETON dipersiapkan dan disusun oleh PRATIWI DUMBI NIM: 5114 08 051 Jurnal ini telah disetujui

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. a. Motor diesel 4 langkah satu silinder. digunakan adalah sebagai berikut: : Motor Diesel, 1 silinder

III. METODOLOGI PENELITIAN. a. Motor diesel 4 langkah satu silinder. digunakan adalah sebagai berikut: : Motor Diesel, 1 silinder III. METODOLOGI PENELITIAN A. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat penelitian a. Motor diesel 4 langkah satu silinder Dalam penelitian ini, mesin yang digunakan untuk pengujian adalah motor disel 4-langkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai negara berkembang memiliki stabilitas ekonomi yang cenderung naik turun. Oleh karena itu, kini Pemerintah Indonesia sedang giat dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Modal utama yang harus dimiliki seorang dokter gigi dalam menjalankan praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan restorasi yang sesuai

Lebih terperinci

METODA GRAVIMETRI. Imam Santosa, MT.

METODA GRAVIMETRI. Imam Santosa, MT. METODA GRAVIMETRI Imam Santosa, MT. METODA GRAVIMETRI PRINSIP : Analat direaksikan dengan suatu pereaksi sehingga terbentuk senyawa yang mengendap; endapan murni ditimbang dan dari berat endapan didapat

Lebih terperinci