BAB III DEKLINASI MAGNETIK KOTA SALATIGA. Sebelum membahas permasalahan kiranya penting sekali mengenal Kota

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III DEKLINASI MAGNETIK KOTA SALATIGA. Sebelum membahas permasalahan kiranya penting sekali mengenal Kota"

Transkripsi

1 BAB III DEKLINASI MAGNETIK KOTA SALATIGA A. Gambaran umum Kota Salatiga Sebelum membahas permasalahan kiranya penting sekali mengenal Kota Salatiga sebagai tempat penelitian dilakukan. Mengenal tempat penelitian berarti membuat gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat, sehingga peneliti dapat menata pondasi terhadap tindakan serta keputusan dalam penelitiannya (Nazir, 1988: 27). 1. Sosio Historis Kota Salatiga Sartono Kartodirjo menyatakan bahwa studi sejarah tidak terbatas pada pengkajian informatif, tetapi juga melacak pelbagai struktur masyarakat, pola kelakuan, kecenderungan proses dan lain-lain. Semuanya menuntut alat analisa tajam dan mampu mengekstrapolasikan fakta, unsur, pola, dan sebagainya. Keadaan inilah yang menyebabkan lahirnya reapproachement atau proses saling mendekati antara ilmu sejarah dengan ilmu sosial (Kartodirjo, 1993: 120). Proses saling mendekati antara ilmu sejarah dengan ilmu sosial, yang disebut dengan sejarah sosial, memiliki pembahasan yang sangat panjang. Agar pembahasan tersebut tidak lepas dari substansi penelitian ini peneliti hanya membatasi tiga pembahasan, yaitu, sejarah umum Kota Salatiga, jumlah penduduk, dan kondisi keagamaan. a. Sejarah Kota Salatiga Salatiga telah dikenal menjadi daerah pemukiman sejak sebelum ditetapkan sebagai daerah administratif oleh Belanda. Ada empat versi asal 39

2 40 usul Kota Salatiga. Pertama, asal usul Salatiga bersumber pada cerita rakyat tentang perjalanan Ki Ageng Pandanaran dalam mencari wahyu. Kedua, asal usul Salatiga bersumber pada Babad Demak dalam Asmaradhana tentang pertemuan Ki Ageng Pandanaran dengan Sunan Kalijaga. Ketiga, keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda tanggal 25 Juni 1917 nomor 1, staatsblads 1917 no. 266 yang berisi mengenai penjelasan tanggal 1 Juli 1917 tentang pendirian Stads Gemeente Solotigo. Keempat, bersumber pada prasasti plumpungan yang menjelaskan bahwa Salatiga dahulu merupakan daerah perdikan bernama Hampra (Baehaqi, 2002: 182). Prasasti Plumpungan menjadi dasar penetapan Kota Salatiga. Prasasti adalah cikal bakal lahirnya Salatiga. Prasasti ini tertulis dalam batu besar berjenis andesit berukuran panjang 170cm, lebar 160cm dengan garis lingkar 5 meter yang selanjutnya disebut Prasasti Plumpungan. Berdasarkan prasasti ini yang ditemukan di Dukuh Plumpungan, Desa Kauman Kidul, Kecamatan Sidorejo, maka Salatiga sudah ada sejak tahun 750 Masehi. Pada waktu itu Salatiga merupakan perdikan. Perdikan artinya suatu daerah dalam wilayah kerajaan tertentu yang dibebaskan dari segala kewajiban pajak atau upeti karena memiliki kekhususan tertentu (Supangkat, 2007: 4). Prasasti Plumpungan memuat ketetapan hukum, yaitu suatu ketetapan status tanah perdikan atau swantantra bagi Desa Hampra. Penetapan ketentuan Prasasti Plumpungan ini merupakan peristiwa yang sangat penting, khususnya bagi masyarakat di daerah Hampra. Penetapan prasasti merupakan titik tolak berdirinya daerah Hampra yang secara resmi sebagai daerah perdikan atau swantantra. Desa Hampra tempat prasasti itu berada, kini

3 41 masuk wilayah administrasi Kota Salatiga. Dengan demikian daerah Hampra yang diberi status sebagai daerah perdikan yang bebas pajak pada zaman pembuatan prasasti itu adalah daerah Salatiga sekarang ini (Supangkat, 2007: 4). Pada masa kolonial, Salatiga tercatat sebagai tempat ditandatanganinya perjanjian antara Pangeran Sambernyawa atau Raden Mas Said, yang kelak menjadi KGPAA Mangkunegara I, dengan VOC. Perjanjian tersebut terkenal dengan sebutan perjanjian Salatiga. Isi perjanjian ini adalah membagi Keraton Surakarta ke dalam dua bagian. Pertama, daerah Kasunan yang diperintah Pakubuwono III. Kedua, daerah Mangkunegaran, yang diberikan kepada Raden Mas Said (Swantoro, 2002: 300). Pada zaman penjajahan, Belanda telah cukup jelas memberi batas dan status Kota Salatiga. Berdasarkan Staatsblad 1917 No. 266 Mulai 1 Juli 1917 didirikan Stadsgemeente Salatiga yang daerahnya terdiri dari 8 desa. Karena dukungan faktor geografik, udara sejuk dan letak yang sangat strategis, maka Salatiga cukup dikenal keindahannya di masa penjajahan Belanda. Belanda bahkan memberi julukan Solotigo Schoonste Stad Van Mindden Java, yang artinya Kota Salatiga yang terindah di Jawa Tengah (Baehaqi, 2002: 177). Penetapan suatu daerah menjadi gemeente, yang salah satu faktornya adalah terdapat minimal 10% orang kulit putih yang bertempat tinggal di daerah tersebut, menyebabkan jumlah kaum kulit putih termasuk banyak. Orang kulit putih bukan semata-mata orang Belanda, orang-orang Eropa non Belanda dan bangsa lain, termasuk etnis Cina juga disejajarkan dengan orang Belanda. Pada tahun 1905 menjelang ditetapkannya Salatiga sebagai

4 42 gemeente dari orang penduduk Salatiga, jumlah orang kulit putih di Salatiga meningkat menjadi jiwa. Jika diprosentase, jumlah ini lebih dari 17% dari jumlah populasi sehingga memperbolehkan Salatiga dijadikan gemeente (Supangkat, 2007: 5). Untuk melihat pertumbuhan Salatiga secara global dapat digunakan periodesasi perkembangan masyarakat Salatiga dalam empat fase. Pertama, masa kolonial Belanda dan pendudukan Jepang. Kedua, masa awal Kemerdekaan, melewati peristiwa 1965, dan berpuncak pada tahun Ketiga, masa antara tahun 1971 sampai kira-kira tahun Keempat, masa di antara tahun 1990 sampai tahun 2000 (Baehaqi, 2002: 177). Keempat fase pertumbuhan tersebut ditandai oleh peristiwa dan kecenderungan umum yang berkembang di dalam kemasyarakatan beserta implikasi kemasyarakatannya. Pada masa pertama ditandai oleh kebijakan Hindia Belanda yang menetapkan Salatiga menjadi kota peristirahatan dengan sektor pertanian dan perkebunan sebagai aktifitas ekonomi utama. Masa kedua ditandai oleh proses nasionalisasi aset Hindia Belanda dan swasta asing, terutama diperuntukkan bagi pengadaan tangsi-tangsi militer dan perkantoran daerah, termasuk aset perkebunan dan pertanian yang ada (Baehaqi, 2002: 189). Masa ketiga ditandai oleh suasana semakin mencairnya ketegangan antara agama dan negara, munculnya kaukus-kaukus dialog antar tokoh masyarakat secara mandiri bersamaan dengan semangat reorientasi hubungan politik, agama, dan pendidikan, juga penemuan penguatan identitas bersama. Penemuan penguatan identitas bersama yang diwujudkan dengan Kota,

5 43 disebabkan situasi internal maupun eksternal berupa konflik horizontal di banyak tempat yang mampu menjadi pengalaman anti klimaks bagi kalangan elit tokoh masyarakat Salatiga (Baehaqi, 2002: 189). Pada tahun 1987 konflik di Salatiga datang dan terjadi dengan diiringi latar hubungan antara agama, terutama Islam, dan Negara, terutama sistem politik orde baru yang bersifat menguasai. Hubungan antara Islam-Kristen sedang diwarnai gencarnya isu kristenisasi, kecenderungan pola kegiatan sosial, hubungan politik agama, pendidikan dalam bentuk beasiswa, serta pembagian mie dan beras (Baehaqi, 2002: 195). b. Jumlah penduduk Pada akhir tahun 2012 jumlah penduduk di Kota Salatiga berjumlah orang sebagaimana tercantum dalam laporan Sistem Informasi Profil Daerah semester II (Bappeda Salatiga, 2013: 3). Jumlah penduduk penting untuk diketahui, karena dengan mengetahui jumlah penduduk maka akan diketahui pula asumsi pertumbuhan sekaligus penyebaran ke lahan-lahan baru. Penyebaran ke lahan-lahan baru menuntut pembangunan masjid, surau, gereja, dan tempat peribadatan lain. c. Kondisi keagamaan Jumlah penduduk agama Islam sampai denagn akhir tahun 2012 adalah orang, jumlah penduduk beragama Katolik orang, jumlah penduduk beragama Kristen orang, jumlah penduduk beragama Budha 898 orang, jumlah penduduk beragama Hindu 100 orang, dan jumlah penganut kepercayaan yang lain 9 orang (Bappeda Salatiga, 2013: 3). Pada tahun 2012 jumlah masjid 200, jumlah surau 293 (Bappeda Salatiga, 2013: 3).

6 44 Pembangunan masjid-masjid baru menuntut pengukuran arah kiblat secara akurat. Pada bagian inilah penggunaan kompas sebagai penunjuk arah perlu dipahami dengan baik. 2. Geografis Astronomis Kota Salatiga Geografi merupakan ilmu pengetahuan yang mencitrakan, menerangkan sifat-sifat Bumi, menganalisis gejala-gejala alam dan penduduk, serta mempelajari corak yang khas mengenai kehidupan dan berusaha mencari fungsi dari unsur-unsur Bumi dalam ruang dan waktu (Utoyo, 2007: 3). Bisa dilihat bahwa obyek kajian geografi tidak hanya terbatas pada sifat-sifat Bumi, tetapi juga mencakup gejala alam maupun penduduk. Adapun astronomi adalah bidang ilmu yang mempelajari secara ilmiah tentang angkasa dan isinya. Astronomi sangat berbeda dengan astrologi yang sama sekali tidak memiliki dasar ilmiah dan menganjurkan kepercayaan bahwa benda-benda langit dapat mempengaruhi kehidupan manusia (Kerrod, 2005: 7). Agar penelitian ini tidak keluar dari ruang lingkup kajian maka harus ada pembatasan. Pembatasan tersebut adalah pembahasan mengenai geografik astronomis disini meliputi tiga hal, yaitu: letak Salatiga secara geografik astronomis, penggunaan lahan, dan keadaan iklim. a. Letak geografik astronomis Sisi astronomi disini akan membahas letak Kota Salatiga dari Bujur Timur (BT) dan Lintang Selatan (LS). Kota Salatiga terletak di antara dan Lintang Selatan dan di antara ,81 dan ,64

7 45 Bujur Timur (Bappeda Salatiga, 2012: 1). Secara Geomorfologi, Salatiga berada pada cekungan, kaki gunung Merbabu di antara gunung-gunung kecil antara lain Gajah Mungkur, telomoyo dan Payung Rong yang membuat hawa Kota Salatiga cukup sejuk (Bappeda Salatiga, 2012: 4). Dengan kondisi seperti ini kota Salatiga sangat strategis untuk pariwisata dan berpotensi sebagai kota transit (Bappeda Salatiga, 2009: 2). Pada awalnya Kotamadya Salatiga hanya terdiri dari satu kecamatan saja, yaitu Kecamatan Salatiga. Seiring dengan adanya pemekaran wilayah, Kota Salatiga mendapatkan beberapa tambahan daerah yang berasal dari Kabupaten Semarang. Hingga sekarang, secara administratif Kota Salatiga terdiri dari 4 Kecamatan dan 22 Kelurahan. Kecamatan dan Kelurahan tersebut meliputi: 1. Kecamatan Sidorejo, terdiri dari 6 kelurahan: Blotongan, Sidorejo Lor, Salatiga, Bugel, Kauman Kidul, dan Pulutan. 2. Kecamatan Tingkir, terdiri dari 6 kelurahan: Kutowinangun, Gendongan, Sidorejo Kidul, Kalibening, Tingkir Lor, dan Tingkir Tengah. 3. Kecamatan Argomulyo, terdiri dari 6 kelurahan: Noborejo, Ledok, Tegalrejo, Kumpulrejo, Randuacir, dan Cebongan. 4. Kecamatan Sidomukti, terdiri dari 4 kelurahan: Kecandran, Dukuh, Mangunsari, dan Kalicacing (Bappeda Salatiga, 2012: 3)

8 46 Wilayah Kota Salatiga dikelilingi oleh wilayah Kabupaten Semarang. Batas-batas Kota Salatiga adalah sebagai berikut (Bappeda Salatiga, 2012: 4): Sebelah utara: Kecamatan Pabelan: Desa Pabelan dan Desa Pejaten. Kecamatan Tuntang: Desa Kesongo dan Desa Watuagung. Sebelah Selatan: Kecamatan Getasan: Desa Sumogawe, Desa Samirono dan Desa Jetak. Kecamatan Tengaran: Desa Pateman dan Desa Karang Duren. Sebelah Timur: Kecamatan Pabelan: Desa Ujung-ujung, Desa Sukaharjo dan Desa Glawan. Kecamatan Tengaran: Desa Bener, Desa Tegal Waton dan Desa Nyamat. Sebelah Barat: Kecamatan Tuntang: Desa Candirejo, Desa Jombor, Desa Sraten dan Desa Gendongan. Kecamatan Getasan: Desa Polobogo. Berjarak 53 km dari Solo dan 100 km dari Yogyakarta, serta dilalui oleh jalan Arteri Primer (jalan nasional) Semarang-Solo, Salatiga menjadi perlintasan dua kota besar di Jawa Tengah (Semarang dan Solo) serta perlintasan dari Jawa Timur (jalur tengah) ke Semarang dan Jawa Barat sehingga transportasi darat melalui Salatiga cukup ramai (Bappeda Salatiga, 2009: 2).

9 47 b. Penggunaan lahan. Pada tahun 2012 luas wilayah kota Salatiga tercatat sebesar 5.678,110 hektar atau km². Luas yang ada, terdiri dari 798,932 hektar (14, 07 %) lahan sawah; 4.680,195 hektar atau (82,43 %) merupakan lahan kering dan 198,983 hektar (3,50 %) adalah lahan lainnya (Bappeda Salatiga, 2013: 1). Menurut pemanfaatannya, sebagian besar lahan sawah digunakan sebagai lahan sawah berpengairan teknis (44,26 %), lainnya berpengairan setengah teknis, sederhana, tadah hujan, dan lain-lain. Lahan kering yang dipakai untuk tegal/kebun sebesar 95,92 % dari total bukan lahan sawah (Bappeda Salatiga, 2012: 1). c. Keadaan iklim. Keadaan iklim di suatu tempat dipengaruhi oleh keadaan iklim, keadaan topografi, dan perputaran / pertemuan arus udara. Jumlah curah hujan yang beragam sangat bergantung pada bulan dan letak stasiun pengamatan. Berdasarkan letak geografik wilayah, maka Kota Salatiga beriklim tropis. Suhu udara Kota Salatiga terendah pada bulan Juli sekitar C dan tertinggi pada bulan Oktober C, sedangkan suhu udara tahunan ratarata C (Bappeda Salatiga, 2012: 2). B. Deklinasi Magnetik Kota Salatiga Pada Bab I telah disampaikan bahwa untuk mengetahui deklinasi magnetik Kota Salatiga, penulis akan mengambil beberapa sumber data. Sumber data yang dimaksud adalah software kalkulator deklinasi magnetik dan medan magnet Bumi model WMM dan IGRF. Dua software ini yang menjadi sumber data deklinasi magnetik harian maupun tahunan untuk Kota

10 48 Salatiga. Disamping itu, penulis juga akan mencantumkan data deklinasi magnetik yang dikeluarkan magnetic-declination.com sebagai perbandingan data. 1. Data deklinasi magnetik Kota Salatiga a. World Magnetic Model (WMM) Sebagaimana telah djelaskan pada Bab II, World Magnetic Model (WMM) merupakan produk gabungan yang dikembangkan bersama oleh National Geophysical Data Center (NGDC) dan British Geological Survey (BGS). WMM diperbarui setiap 5 tahun sekali. Saat ini versi terbaru kalkulator dari WMM adalah WMM2010 yang berlaku hingga 31 Desember Untuk mendapatkan angka deklinasi magnetik di suatu lokasi menggunakan kalkulator WMM2010, ada dua website yang bisa dipilih. Pertama, melalui website milik BGS dengan alamat Kedua, melalui website milik NGDC dengan alamat Untuk sementara ini, kalkulator online WMM yang tersedia adalah single point calculator untuk menghitung medan magnet yang salah satu komponennya adalah deklinasi magnetik. Rencananya kalkulator online WMM khusus untuk menghitung grid (grid calculator) dan kalkulator online WMM khusus untuk deklinasi magnetik (declination calculator) akan segera dirilis sebagaimana dinyatakan dalam situs resmi BGS. Untuk mendapatkan angka deklinasi magnetik pada sebuah lokasi menggunakan kalkulator WMM2010 melalui

11 49 user harus memilih Data & Services ketika sudah masuk ke situs tersebut. Berikutnya tampilan yang muncul sebagaimana gambar di bawah ini: Gambar 3.1 situs resmi BGS (British Geological Survey) untuk kemagnetan Bumi Sumber: Setelah memasuki tampilan di atas muncul tampilan-tampilan lain di sebelah kiri tengah dan sebelah atas. Tampilan sebelah kiri tengah adalah Data, Models & Compass Variaton, Space Weather, dan Directional Drilling. Sedangkan tampilan atas meliputi Home, Research, Operations, Data & Services dan Education. Selanjutnya, klik Models & Compass Variation di sebelah kiri tengah. Di dalam layanan tersebut yang dipilih adalah World Magnetic Model. Kemudian muncullah tampilan seperti ini:

12 50 Gambar 3.2 World Magnetic Model 2010 Calculator Sumber: Pada kolom Geodetic Coordinates diisi dengan koordinat geodetik lokasi yang diinginkan dalam derajat (degrees), menit (minutes), dan detik (seconds). Nilai positif berlaku untuk Lintang Utara dan Bujur Timur. Untuk Lintang Selatan dan Bujur Barat, nilai yang dimasukkan diberi tanda minus (-). Nilai lintang dan bujur bisa juga dimasukkan dalam bentuk desimal, sehingga yang perlu diisi hanya kolom degree. Dari penelusuran penulis terhadap beberapa buku falak seperti karya Muhyiddin Khazin dan Susiknan Azhari, data Lintang dan Bujur Kota Salatiga adalah 7 20 LS dan BT. Data tersebut menurut keterangan dalam buku adalah mengacu pada Atlas Der Gehele Arde, oleh PR. Bos JF. Niermeyer, yang diterbitkan oleh JB. Walters Groningen, Jakarta, Adapun jika menggunakan Google Map, untuk Salatiga yang didapatkan untuk lintang dan bujur Salatiga yaitu dan atau dan

13 51 Mengenai data ketinggian (altitude), jika tidak didapatkan tidak perlu diisi atau diisi 0 apalagi jika yang dicari hanya deklinasi magnetik. Data altitude diperlukan untuk mengetahui komponen medan magnet yang lain. Bagian penting lain yang harus diisi adalah kolom date yang harus diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun yang dikehendaki untuk dilakukan perhitungan. Selanjutnya, untuk melihat hasil perhitungan, klik show result on map, maka akan muncul hasilnya pada peta seperti di bawah ini: Gambar 3.3 hasil penghitungan komponen medan magnet Bumi dengan WMM2010 Sumber: Keterangan mengenai huruf-huruf atau kalimat yang tercantum di dalam kotak pada gambar di atas adalah berikut ini: Comp: Component/Komponen D I X Y : Declination/deklinasi : Inclination/Inklinasi : north Intensity/intensitas utara : East Intensity/intensitas timur

14 52 H Z F MF SV : Horizontal Intensity/intensitas horizontal : Vertical Intensity/intensitas vertikal : Total Intensity/intensitas total : Main Field/medan utama : Secular Variation/variasi sekuler Dari gambar di atas bisa dilihat bahwa deklinasi magnetik Kota Salatiga dengan Lintang ( ) dan Bujur ( ) untuk tanggal 20 Juni 2013 sebesar atau b. International Geomagnetic Reference Field (IGRF). Pada Bab II telah disampaikan bahwa IGRF adalah serangkaian model matematika dari medan utama Bumi dan tingkat perubahan yang terjadi secara tahunan. Program tersebut dikeluarkan oleh The International Association of Geomagnetikm and Aeronomy (IAGA). The International Association of Geomagnetikm and Aeronomy (IAGA) adalah asosiasi internasional yang bergerak di bidang geomagnetik dan aeronomi. IAGA adalah salah satu delapan asosiasi internasional yang tergabung dalam International Union of Geodesy and Geophysic (IUGG). IAGA adalah organisasi non pemerintah yang dananya berasal dari Negaranegara anggota. IAGA memiliki sejarah panjang yang asal usulnya bisa dilacak pada the Commission for Terrestrial Magnetikm and Atmospheric Electricity. Komisi ini merupakan bagian dari Organisasi Meteorologi Internasional yang didirikan pada tahun 1873 ( akses 15 Juni 2013).

15 53 Untuk mengetahui deklinasi magnetik menggunakan model IGRF dapat diketahui melalui situs setelah masuk pada situs tersebut, akan muncul gambar berikut: Gambar 3.4 situs resmi NGDC (National Geophysical Data Center) Sumber: Di sebelah kiri beberapa tampilannya adalah About Geomagnetikm, Calculators, Download Data, Models & Software, Frequently Asked Qustions dan What's New? yang memuat berita terbaru. Pada bagian utama (tengah) pada tulisan online calculators pilih declination untuk menghitung data deklinasi magnetik suatu lokasi. Tampilan yang akan muncul adalah seperti di bawah ini:

16 54 Gambar 3.5 Kalkulator deklinasi magnetik model IGRF11 Sumber: Selanjutnya masukkan nilai koordinat tempat pada kolom latitude untuk lintang. Angka yang dimasukkan jika dalam derajat menit dan detik, caranya dengan memberi spasi di belakang angka-angkanya sebagai ganti simbol derajat, menit, dan detik (lihat gambar 3.5). Demikian pula untuk kolom longitude (bujur) cara memasukkan angka dalam derajat, menit dan detik sama seperti pada kolom latitude. Nilai yang dimasukkan bisa juga diganti dalam bentuk desimal. User harus memperhatikan huruf S untuk lintang Selatan dan N untuk lintang Utara yang terletak di samping kolom latitude, sedangkan di samping kolom longitude, huruf W untuk bujur barat dan huruf E untuk bujur timur. Ini artinya, semua angka yang dimasukkan dalam kolom latitude dan longitude dipositifkan.

17 55 Selanjutnya tanggal yang diinginkan untuk dihitung deklinasi magnetiknya diisi, maka akan muncul nilai deklinasi magnetik dari hasil perhitungan kalkulator deklinasi model IGRF11 seperti berikut ini: Gambar 3.6 Hasil penghitungan kalkulator deklinasi magnetik model IGRF11 Sumber: Dari gambar di atas, tertulis declination 1 7' 14"E changing 1.1' W per year yang artinya deklinasi magnetik Kota Salatiga pada tanggal yang ditentukan (20 Juni 2013) sebesar 1 7' 14" ke arah timur dengan perubahan rata-rata 1.1 menit ke Barat tiap tahun. Hasil ini jika didesimalkan nilainya adalah Ketika input data yang dimasukkan adalah desimal yaitu menggunakan nilai lintang dan bujur nilai deklinasi yang muncul adalah 1.12 yang merupakan pembulatan dari Angka hasil pembulatan 1.12 ini jika dihitung dengan kalkulator sama dengan 1 7' 12" yang artinya ada selisih 2 detik dengan hasil yang tercantum dalam pencarian deklinasi dalam satuan derajat, menit, dan detik. Adanya

18 56 pembulatan yang dilakukan hanya sampai dua angka dibelakang koma sehingga menimbulkan selisih dalam satuan detik ini mengindikasikan bahwa akurasi untuk deklinasi magnetik hingga detik bukanlah hal utama. Dengan kata lain, akurasi untuk deklinasi magnetik dianggap cukup sampai hitungan menit. c. Peta Isomagnetik Epoch BMKG Gambar 3.7 Peto iso-magnetik Indonesia epoch 2010 Sumber: bmkg.go.id Peta iso-magnetik yang dikeluarkan Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) bisa diakses melalui situs resmi BMKG yaitu hanya saja peta kemagnetan Bumi yang diunggah dalam situ tersebut hampir tidak bisa dibaca karena sangat samar bahkan jika diperbesar sekalipun. Beberapa buku yang memuat peta deklinasi magnetik pun didapati gambarnya sama buramnya dengan yang diunggah di situs BMKG. Alhasil, pengguna harus menanyakan langsung ke BMKG jika ingin mengetahui deklinasi magnetik untuk suatu tempat.

19 57 Informasi dari BMKG menyatakan tidak ada nilai deklinasi magnetik yang dicantumkan untuk Kota Salatiga di buku Epoch yang dikeluarkan BMKG. Buku Epoch merupakan buku yang memuat peta isomagnetik yang meliputi beberapa komponen medan magnet Bumi yang salah satunya adalah deklinasi magnetik. Buku ini dilengkapi dengan peta isomagnetik beserta penjelasannya, namun buku ini tidak disebarluaskan pada masyarakat umum (Noor Efendi, wawancara, 11 Juni 2013). Khafid mengatakan bahwa nilai deklinasi magnetik Kota Salatiga bisa didapatkan dengan melihat kota terdekat dari Salatiga yang dicantumkan nilai deklinasi magnetiknya pada peta deklinasi magnetik untuk kemudian diinterpolasi. Setelah diinterpolasi, nilai deklinasi magnetik yang didapatkan masih harus dikoreksi dengan annual change yang dicantumkan pada peta deklinasi. Langkah interpolasi dan koreksi nilai data deklinasi magnetik seperti ini pun masih membawa kemungkinan kesalahan data yang didapatkan (wawancara, 22 Juni 2013). Menurut staf BMKG bagian kemagnetan Bumi, Noor Efendi, untuk titik lokasi pengukuran kemagnetan Bumi terdekat dari Salatiga adalah Semarang tepatnya di Bandara Ahmad Yani. Deklinasi magnetik untuk Semarang Epoch adalah 1 15 dengan annual change sebesar 1 30 (wawancara, 11 Juni 2013). Sekalipun sudah didapatkan nilai deklinasi magnetik untuk Kota terdekat dari Salatiga yaitu Semarang yang bisa dijadikan acuan, namun interpolasi sebagaimana yang dijelaskan Khafid tidak bisa diaplikasikan jika tidak terdapat peta deklinasi magnetik yang jelas bisa dibaca. Untuk itu peneliti

20 58 tidak memasukkan BMKG sebagai sumber data deklinasi magnetik untuk Kota Salatiga. d. magnetic-declination.com Situs magnetic-declination.com adalah situs yang memberikan informasi mengenai deklinasi di sebuah tempat. Situs tersebut dibawah kendali National Geophysical Data Center (NGDC). Nilai deklinasi magnetik yang diberikan mengacu pada WMM2010, sedangkan peta yang digunakan adalah Google map. Untuk mengetahui deklinasi suatu tempat melalui situs tersebut, pertama kali yang dilakukan adalah menulis nama kota yang berada di samping kiri setelah masuk ke situs tersebut sebagaimana gambar di bawah ini Gambar 3.8 Pencarian deklinasi magnetik Kota Salatiga melalui magnetic declination.com Sumber: magnetic-declination.com

21 59 Kemudian gambar yang muncul akan menunjukkan posisi kota yang dimaksud pada peta beserta koordinatnya sekaligus tentunya yang penting adalah nilai deklinasi magnetik di Kota tersebut sebagaimana di bawah ini Gambar 3.9 Hasil yang ditunjukkan magnetic-declination.com sumber: magnetic declination.com Dari gambar di atas bisa dilihat bahwa deklinasi magnetik Kota Salatiga adalah 1 9' Timur. Deklinasi tersebut positif. Utara magnet berada di timur utara geografik. 2. Perubahan deklinasi magnetik Kota Salatiga Untuk menggambarkan perubahan deklinasi magnetik Kota Salatiga dilakukan dengan melihat perubahan tahunan (annual change/secular variation) data deklinasi magnetik dari WMM dan IGRF selama kurun waktu 1 Januari 2010 sampai 1 Januari Cara yang digunakan sama dengan yang sudah dijelaskan sebelumnya. Berikut ini gambar hasil penghitungan deklinasi WMM2010 untuk komponen medan magnet Bumi Kota Salatiga per tanggal 1 Januari pada tahun 2010 hingga 2014:

22 60 Gambar 3.10 Hasil penghitungan kalkulator model WMM2010 Sumber: Dari gambar di atas bisa dilihat bahwa nilai D (deklinasi magnetik) Kota Salatiga pada 1 Januari 2010 sebesar dengan nilai SV (variasi sekuler) sebesar Gambar 3.11 Hasil penghitungan kalkulator model WMM2010 Sumber:

23 61 Gambar di atas menunjukkan bahwa nilai D (deklinasi magnetik) Kota Salatiga tanggal 1 Januari 2011 sebesar dengan nilai SV (variasi sekuler) sebesar Gambar 3.12 Hasil penghitungan kalkulator model WMM2010 Sumber: Gambar di atas menunjukkan bahwa nilai D (deklinasi magnetik) Kota Salatiga pada tanggal 1 Januari 2012 sebesar dengan nilai SV (variasi sekuler) sebesar Gambar 3.13 Hasil penghitungan kalkulator model WMM2010 Sumber:

24 62 Dari gambar di atas bisa dilihat bahwa nilai deklinasi magnetik Kota Salatiga tanggal 1 Januari 2013 sebesar dengan nilai SV (variasi sekuler) sebesar Gambar 3.14 Hasil penghitungan kalkulator model WMM2010 Sumber: Gambar di atas menunjukkan bahwa nilai deklinasi magnetik Kota Salatiga 1 Januari 2014 sebesar dengan nilai SV (variasi sekuler) sebesar Nilai deklinasi magnetik dan variasi sekulernya untuk Kota Salatiga kurun waktu versi WMM2010 sebagaimana telah dipaparkan di atas dapat dibuat tabel seperti di bawah ini agar lebih mudah dipahami.

25 63 No Tahun Deklinasi Variasi Sekuler = / tahun = /tahun = /tahun = /tahun = /tahun Tabel 3.1 nilai deklinasi magnetik dan variasi sekuler Adapun jika menggunakan kalkulator declination model IGRF11, nilai deklinasi magnetik untuk Kota Salatiga per 1 Januari mulai tahun 2010 hingga 2014 dapat dilihat pada gambar-gambar berikut ini: Gambar 3.15 Hasil perhitungan deklinasi magnetik dengan kalkulkaltor deklinasi magnetik model IGRF11 Sumber: Dari gambar di atas bisa dilihat bahwa nilai deklinasi magnetik Kota Salatiga pada 1 Januari 2010 sebesar 1 11' 2" E (timur) dengan perubahan (changing) 1.1' tiap tahun.

26 64 Gambar 3.16 Hasil perhitungan deklinasi magnetik dengan kalkulkaltor deklinasi magnetik model IGRF11 Sumber: Dari gambar di atas bisa dilihat bahwa nilai deklinasi magnetik Kota Salatiga tanggal 1 Januari 2011 sebesar 1 9' 55" E (timur) dengan perubahan (changing) 1.1' tiap tahun. Gambar 3.17 Hasil perhitungan deklinasi magnetik dengan kalkulkaltor deklinasi magnetik model IGRF11 Sumber: Gambar di atas menunjukkan bahwa nilai deklinasi magnetik Kota Salatiga 1 Januari 2012 sebesar 1 8' 49" E (timur) dengan perubahan (changing) 1.1' tiap tahun.

27 65 Gambar 3.18 Hasil perhitungan deklinasi magnetik dengan kalkulkaltor deklinasi magnetik model IGRF11 Sumber: dari gambar di atas bisa dilihat bahwa nilai deklinasi magnetik Kota Salatiga tanggal 1 Januari 2013 sebesar 1º 7' 42" E (timur) dengan perubahan (changing) 1.1' tiap tahun. Gambar 3.19 Sumber: Dari gambar di atas bisa dilihat bahwa nilai deklinasi magnetik Kota Salatiga tanggal 1 Januari 2014 sebesar 1º 6' 36" E (timur) dengan perubahan (changing) 1.1' tiap tahun.

28 66 Nilai deklinasi magnetik dan variasi sekulernya untuk Kota Salatiga kurun waktu versi IGRF11 sebagaimana telah dipaparkan di atas dapat dibuat tabel seperti di bawah ini agar lebih mudah dipahami. No Tahun Deklinasi Variasi Sekuler ' 2" = º 9' 55" = ' 49" = º 7' 42" = º 6' 36" = ' ke Barat (-1.1') /tahun 1.1' ke Barat (-1.1') /tahun 1.1' ke Barat (-1.1') /tahun 1.1' ke Barat (-1.1') /tahun 1.1' ke Barat (-1.1') /tahun Tabel 3.2 nilai deklinasi magnetik dan perubahan tahunan Cara lain yang lebih praktis untuk menghitung deklinasi magnetik dalam kurun waktu beberapa tahun adalah dengan kalkulator medan magnet (magnetic fields calculator) yang ada pada situs NGDC. Karena perhitungan yang dilakukan adalah untuk mengetahui nilai-nilai medan magnet yang salah satu komponennya adalah deklinasi magnetik, maka data yang dimasukkan adalah Lintang, Bujur, ketinggian dan rentang waktu. Kalkulator tersebut juga menyediakan penghitungan model WMM dan IGRF. Berikut ini gambar perhitungan nilai medan magnet menggunakan WMM versi WMM 2010

29 67 Gambar 3.20 hasil perhitungan magnetic field calculator model WMM2010 Sumber: Dari gambar di atas bisa dilihat nilai deklinasi yang ditulis dengan Declination selama lima tahun. Nilai tersebut selama selama kurun waktu lima tahun terus mengalami penurunan. Penurunan ini bisa dilihat pada perubahan nilai deklinasi pada tahun 2010 ke tahun 2011, kemudian tahun 2011 ke tahun 2012, dan seterusnya. Adapun penghitungan dengan model IGRF dapat dilihat melalui IGRF 11 sebagaimana gambar di bawah ini

30 68 Gambar 3.21 hasil perhitungan magnetic field calculator model IGRF11 Sumber: Nilai deklinasi yang ditunjukkan IGRF sebagaimana gambar di atas memiliki angka yang berbeda dengan nilai yang ditunjukkan WMM. Namun di satu sisi ada kesamaan yang ditunjukkan keduanya. Kesamaan tersebut adalah angka deklinasi yang ditunjukkan dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Penurunan tersebut bisa dilihat pada perubahan angka dari tahun 2010 ke tahun 2011, kemudian dari tahun 2011 ke tahun 2012, dan seterusnya. Dari data deklinasi magnetik yang telah dijelaskan, nilai deklinasi magnetik (decination) maupun perubahan deklinasi magnetik dari tahun ke

31 69 tahun /annual change (ac) atau disebut juga dengan variasi sekuler/secular variation (sv) untuk Kota Salatiga yang bersumber dari WMM dan IGRF tampak menunjukkan perbedaan. Selisih nilai deklinasi magnetik maupun selisih antara versi IGRF11 dan WMM2010 selama kurun waktu untuk Kota Salatiga adalah sebagaimana dalam tabel berikut: Tahun Perbedaan Perbedaan Perubahan Deklinasi antara Deklinasi (SV/AC) antara IGRF11 dan IGRF11 dan WMM2010 WMM Tabel 3.3 Perhitungan selisih nilai antara data WMM dan IGRF Dari tabel di atas, jika diakumulasi, maka perbedaan perubahan nilai deklinasi magnetik untuk Kota Salatiga antara IGRF dan WMM selama kurun waktu 5 tahun adalah sebesar dibulatkan menjadi 2 50 dan selisih perubahan rata-rata tahunan atau yang disebut variasi sekuler sebesar 42.7 dibulatkan menjadi 42. Angka ini sesuai dengan selisih annual change/secular variation yang dicantumkan pada masing-masing software di mana IGRF tiap tahun mulai 2010 hingga 2014 mencantumkan annual change untuk Salatiga 1.1 ke Barat (-1.1 ) dan WMM mencantumkan secular variation sebesar Perbedaan yang ditimbulkan ini, menurut Khafid, adalah hal yang wajar karena satu lembaga dengan lembaga lain dalam melakukan input data program ke model software yang mereka produksi sangat mungkin ada

32 70 perbedaan sehingga output datanya juga juga berbeda (wawancara, 22 Juni2 2013). Perlu diperhatikan bahwa kalkulator deklinasi magnetik model IGRF akurat hingga 30 menit busur. Pengguna harus memperhatikan bahwa beberapa faktor lingkungan dapat menyebabkan kekacauan medan magnet. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan yang tertulis di situs online kalkulator NGDC tersebut (gambar 3.5) yang berbunyi result are typically accurate to 30 minutes of arc. User should be aware that several environmental factors can cause disturbances in the magnetic field. Penting juga untuk mengenali bahwa WMM mempunyai keterbatasan sebagaimana disebutkan dalam situsnya. Grafik yang dihasilkan dari model WMM mencirikan hanya bagian panjang-panjang gelombang medan magnet internal Bumi, yang terutama dihasilkan dalam cairan inti luar Bumi. Bagian dari medan geomagnetik yang dihasilkan oleh kerak dan lapisan atas Bumi maupun yang dihasilkan oleh ionosfer dan magnetosfer, sebagian besar tidak terwakili dalam WMM tersebut. Akibatnya, sensor magnetik seperti kompas atau magnetometer dapat mengamati anomali magnetik spasial dan temporal ketika dirujuk ke WMM tersebut. Secara khusus, beberapa anomali lokal, regional, dan temporal deklinasi magnetik dapat melebihi 10 derajat. Anomali sebesar ini tidak umum, tetapi mereka memang ada. Anomali deklinasi dari urutan 3 atau 4 derajat bukanlah hal yang tidak biasa tapi biasanya jumlahnya sedikit ( akses 15 Juni 2013).

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG BATAS DAERAH KOTA SALATIGA DENGAN KABUPATEN SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1992 TENTANG PERUBAHAN BATAS WILAYAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SALATIGA DAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II SEMARANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SALATIGA. KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SALATIGA NOMOR 71 /Kpts/KPU-Kota /2016

KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SALATIGA. KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SALATIGA NOMOR 71 /Kpts/KPU-Kota /2016 SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SALATIGA KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SALATIGA MOR 71 /Kpts/KPU-Kota-012-329537/2016 TENTANG DAFTAR PEMILIH SEMENTARA PADA PEMILIHAN WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SALATIGA. KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SALATIGA NOMOR 96 /Kpts/KPU-Kota /2016

KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SALATIGA. KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SALATIGA NOMOR 96 /Kpts/KPU-Kota /2016 SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SALATIGA KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SALATIGA MOR 96 /Kpts/KPU-Kota-012-329537/2016 TENTANG DAFTAR PEMILIH TETAP PADA PEMILIHAN WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA SALATIGA

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Dalam bab ini akan dibahas sepintas tentang beberapa item dari kondisi fisik wilayah Kota Salatiga sebagai pengetahuan umum tentang tempat dimana komunitas punk

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA TAHUN 2012 NOMOR 1

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA TAHUN 2012 NOMOR 1 LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA TAHUN 2012 NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA SALATIGA TAHUN 2011-2016 PEMERINTAH KOTA

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA. 110º.27'.56,81" sampai dengan 110º.32'.4,64" Bujur Timur dan 007º.17'

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA. 110º.27'.56,81 sampai dengan 110º.32'.4,64 Bujur Timur dan 007º.17' BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 3.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 3.1.1 Letak Geografis Dilihat secara astronomi Kota Salatiga terletak di antara 110º.27'.56,81" sampai dengan 110º.32'.4,64" Bujur

Lebih terperinci

BAB IV PEREMPUAN PEMANDU KARAOKE

BAB IV PEREMPUAN PEMANDU KARAOKE BAB IV PEREMPUAN PEMANDU KARAOKE Bab empat akan lebih dibahas mengenai asal usul Sarirejo dan aktor yang ada di dalam Sarirejo. Sarirejo sendiri bagi warga kota Salatiga dan sekitarnya lebih di kenal dengan

Lebih terperinci

BAB IV AKUISISI DAN PENGOLAHAN DATA LAPANGAN

BAB IV AKUISISI DAN PENGOLAHAN DATA LAPANGAN BAB IV AKUISISI DAN PENGOLAHAN DATA LAPANGAN Penelitian ini dilakukan berdasarkan pada diagram alir survei mineral (bijih besi) pada tahap pendahuluan pada Gambar IV.1 yang meliputi ; Akuisisi data Geologi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 28 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif analitik, yang bertujuan untuk mengetahui gambaran struktur geologi Dasar Laut

Lebih terperinci

BAB II KONDISI UMUM KEMISKINAN KOTA SALATIGA

BAB II KONDISI UMUM KEMISKINAN KOTA SALATIGA 5.68 7.80 11.06 10.04 10.81 12.90 BAB II KONDISI UMUM KEMISKINAN KOTA SALATIGA 2.1. Tingkat Kemiskinan Persentase penduduk miskin Salatiga pada tahun 2011 sebesar 7,80% berada di bawah rata-rata capaian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode dan Desain Penelitian Data geomagnet yang dihasilkan dari proses akusisi data di lapangan merupakan data magnetik bumi yang dipengaruhi oleh banyak hal. Setidaknya

Lebih terperinci

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN. Pendapatan Asli Daerah di Kota Salatiga tahun dan apakah jumlah

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN. Pendapatan Asli Daerah di Kota Salatiga tahun dan apakah jumlah BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN Bab ini akan membahas tentang hasil penelitian yang telah diperoleh sekaligus pembahasannya. Hasil penelitian ini menjawab masalah penelitian pada bab I yaitu apakah pengeluaran

Lebih terperinci

DATA PENCAIRAN DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) KOTA SALATIGA PENCAIRAN TRIWULAN 1 PERIODE JANUARI-MARET TAHUN 2017

DATA PENCAIRAN DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) KOTA SALATIGA PENCAIRAN TRIWULAN 1 PERIODE JANUARI-MARET TAHUN 2017 SD NO NAMA SEKOLAH KECAMATAN NAMA REKENING (BUKAN NAMA PRIBADI) NOMOR REKENING NAMA BANK 1 SD NEGERI TEGALREJO 04 Kec. Argomulyo SD NEGERI TEGALREJO 04 2033062195 Bank Jateng 185 29.600.000 2 SD NEGERI

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 29 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SALATIGA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG PENOMORAN NASKAH DINAS

BERITA DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 29 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SALATIGA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG PENOMORAN NASKAH DINAS BERITA DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 29 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SALATIGA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG PENOMORAN NASKAH DINAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SALATIGA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Kabupaten Magelang merupakan salah satu kabupaten yang berada di provinsi Jawa Tengah yang berbatasan dengan beberapa kota dan kabupaten seperti Kabupaten

Lebih terperinci

Bab III TAHAPAN PRA PRODUKSI

Bab III TAHAPAN PRA PRODUKSI Bab III TAHAPAN PRA PRODUKSI 3.1 Lokasi Produksi Salatiga. Lokasi yang akan menjadi bahan untuk produksi tugas akhir ini adalah kota 3.2 Sumber Informasi Sumber informasi yang peneliti pilih dalam pembuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Salatiga merupakan kota kecil yang berada di lereng gunung Merbabu.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Salatiga merupakan kota kecil yang berada di lereng gunung Merbabu. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salatiga merupakan kota kecil yang berada di lereng gunung Merbabu. Letaknya yang di kelilingi oleh pegunungan selalu memberikan suasana yang sejuk. Secara astronomis

Lebih terperinci

Analisis dan Perancangan Tata Ruang Kota Bagian Fasilitas Kesehatan Kota Salatiga dengan Memanfaatkan Sistem Informasi Geografi Berbasis Web

Analisis dan Perancangan Tata Ruang Kota Bagian Fasilitas Kesehatan Kota Salatiga dengan Memanfaatkan Sistem Informasi Geografi Berbasis Web Analisis dan Perancangan Tata Ruang Kota Bagian Fasilitas Kesehatan Kota Salatiga dengan Memanfaatkan Sistem Informasi Geografi Berbasis Web Artikel Ilmiah Peneliti: Indra Septy (682009072) Charitas Fibriani,

Lebih terperinci

Teori Dasar GAYA MAGNETIK. Jika dua buah benda atau kutub magnetik terpisah pada jarak r dan muatannya masing-masing m 1. dan m 2

Teori Dasar GAYA MAGNETIK. Jika dua buah benda atau kutub magnetik terpisah pada jarak r dan muatannya masing-masing m 1. dan m 2 GEOMAGNETIK Metoda magnetik merupakan metoda pengolahan data potensial untuk memperoleh gambaran bawah permukaan bumi atau berdasarkan karakteristik magnetiknya. Metode ini didasarkan pada pengukuran intensitas

Lebih terperinci

Secara umum teknik pengukuran magnetik ini pada setiap stasiun dapat dijelaskan sebagai berikut :

Secara umum teknik pengukuran magnetik ini pada setiap stasiun dapat dijelaskan sebagai berikut : GEOMAGNET AKUSISI DATA Secara umum teknik pengukuran magnetik ini pada setiap stasiun dapat dijelaskan sebagai berikut : Menentukan posisi setiap lokasi pengukuran (lintang dan bujur), dan diplotkan pada

Lebih terperinci

Kota Salatiga terletak antara Lintang Selatan dan antara , ,64 Bujur Timur.

Kota Salatiga terletak antara Lintang Selatan dan antara , ,64 Bujur Timur. BAB 2 GAMBARAN UMUM WILAYAH BUKU PUTIH SANITASI Gambaran Umum Wilayah menjelaskan kondisi umum Kota Salatiga yang mencakup: kondisi fisik, kependudukan, administratif, keuangan dan perekonomian daerah,

Lebih terperinci

BUKU PUTIH SANITASI KOTA SALATIGA 2012

BUKU PUTIH SANITASI KOTA SALATIGA 2012 Daftar Isi Bab 1: Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1.2 Landasan Gerak 1.3 Maksud dan Tujuan 1.4 Metodologi 1.5 Dasar Hukum dan Kaitannya dengan Dokumen Perencanaan Lain Bab 2: Gambaran Umum Wilayah 2.1 Geografis,

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG (APBD) KOTA SALATIGA

LAMPIRAN 1 PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG (APBD) KOTA SALATIGA LAMPIRAN 1 PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG (APBD) KOTA SALATIGA PETUNJUK PENGISIAN Untuk menjawab berilah tanda silang (x) pada pilihan yang tersedia dan mohon untuk diberi alasan secara tertulis. Data Informan

Lebih terperinci

PENGARUH DEKLINASI MAGNETIK PADA KOMPAS TERHADAP PENENTUAN UTARA SEJATI (TRUE NORTH) DI KOTA SALATIGA

PENGARUH DEKLINASI MAGNETIK PADA KOMPAS TERHADAP PENENTUAN UTARA SEJATI (TRUE NORTH) DI KOTA SALATIGA PENGARUH DEKLINASI MAGNETIK PADA KOMPAS TERHADAP PENENTUAN UTARA SEJATI (TRUE NORTH) DI KOTA SALATIGA I. Pendahuluan Ilmu falak merupakan ilmu yang sangat penting dalam kehidupan kita. Dengan ilmu falak

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 41 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung 1. Keadaan Umum Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi di Republik Indonesia dengan areal daratan seluas 35.288 km2. Provinsi

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 21 TAHUN 2016 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN WALIKOTA SALATIGA NOMOR 21 TAHUN 2016

BERITA DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 21 TAHUN 2016 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN WALIKOTA SALATIGA NOMOR 21 TAHUN 2016 SALINAN BERITA DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 21 TAHUN 2016 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN WALIKOTA SALATIGA NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN BARANG MILIK DAERAH, PEMASANGAN ALAT PERAGA KAMPANYE,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM TENTANG DANAU RAWA PENING

BAB IV GAMBARAN UMUM TENTANG DANAU RAWA PENING BAB IV GAMBARAN UMUM TENTANG DANAU RAWA PENING Pada bagian ini, penulis ingin memaparkan mengenai kondisi danau Rawa Pening secara umum baik mengenai lokasi geografis, kondisi alam atau kondisi topografi,

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN Metode penelitian merupakan cara kerja memahami bagaimana suatu penelitian dilakukan, yaitu dengan alat apa dan prosedur bagaimana suatu penelitian dilakukan (Wasito, 1995

Lebih terperinci

SAMBUTAN WALIKOTA SALATIGA

SAMBUTAN WALIKOTA SALATIGA i ii iii SAMBUTAN WALIKOTA SALATIGA Assalaamu alakum Wr. Wb; Teriring rasa syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, saya menyambut baik dengan diterbitkannya Buku oleh Bappeda Kota Salatiga. Informasi maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepertiga wilayah Indonesia berada di atas permukaan laut yakni belasan

BAB I PENDAHULUAN. Sepertiga wilayah Indonesia berada di atas permukaan laut yakni belasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepertiga wilayah Indonesia berada di atas permukaan laut yakni belasan ribu pulau besar dan kecil. Dengan begitu cukup sedikit potensi lahan bisa termanfaatkan karena

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN LOKASI

BAB IV GAMBARAN LOKASI BAB IV GAMBARAN LOKASI 4.1 Tinjauan Umum Kota Banjar Baru A. Lokasi Kota Banjarbaru sesuai dengan Undang-Undang No. 9 Tahun 1999 memiliki wilayah seluas ±371,38 Km2 atau hanya 0,88% dari luas wilayah Provinsi

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kota Yogyakarta 4.1.1 Sejarah dan Perkembangan Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta terletak di Pulau Jawa, 500 km ke arah selatan dari DKI Jakarta, Ibukota Negara

Lebih terperinci

A. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta

A. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta A. Peta Dalam kehidupan sehari-hari kamu tentu membutuhkan peta, misalnya saja mencari daerah yang terkena bencana alam setelah kamu mendengar beritanya di televisi, sewaktu mudik untuk memudahkan rute

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KETAHANAN PANGAN KOTA SALATIGA MENGGUNAKAN METODE WEIGHTED PRODUCT BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

ANALISIS TINGKAT KETAHANAN PANGAN KOTA SALATIGA MENGGUNAKAN METODE WEIGHTED PRODUCT BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFI ANALISIS TINGKAT KETAHANAN PANGAN KOTA SALATIGA MENGGUNAKAN METODE WEIGHTED PRODUCT BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFI Charitas Fibriani 1 1 Program Studi Sistem Informasi, Fakultas Teknologi Informasi,

Lebih terperinci

BAB I KONDISI FISIK. Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah PETA ADMINISTRASI

BAB I KONDISI FISIK. Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah PETA ADMINISTRASI BAB I KONDISI FISIK A. GEOGRAFI Kabupaten Lombok Tengah dengan Kota Praya sebagai pusat pemerintahannya merupakan salah satu dari 10 (sepuluh) Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara

Lebih terperinci

Peta Topografi. Legenda peta antara lain berisi tentang : a. Judul Peta

Peta Topografi. Legenda peta antara lain berisi tentang : a. Judul Peta Pendahuluan Sebagai orang yang mengaku dekat dengan alam, pengetahuan peta dan kompas serta cara penggunaannya mutlak dan harus dimiliki. Perjalanan ke tempat-tempat yang jauh dan tidak dikenal akan lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu falak merupakan ilmu yang sangat penting dalam kehidupan kita.

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu falak merupakan ilmu yang sangat penting dalam kehidupan kita. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu falak merupakan ilmu yang sangat penting dalam kehidupan kita. Dengan ilmu falak seseorang dapat menentukan arah kiblat di suatu tempat di permukaan bumi. Dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6 3.3.5 Persamaan Hubungan RTH dengan Suhu Udara Penjelasan secara ilmiah mengenai laju pemanasan/pendinginan suhu udara akibat pengurangan atau penambahan RTH adalah mengikuti hukum pendinginan Newton,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk menghasilkan variasi medan magnet bumi yang berhubungan dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk menghasilkan variasi medan magnet bumi yang berhubungan dengan BAB III METODOLOGI PENELITIAN Untuk menghasilkan variasi medan magnet bumi yang berhubungan dengan variasi kerentanan magnet batuan, dilakukan pemisahan atau koreksi terhadap medan magnet bumi utama, dan

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. yang terdiri dari kata Land dan Reform. Land artinya tanah, sedangkan

BAB II PEMBAHASAN. yang terdiri dari kata Land dan Reform. Land artinya tanah, sedangkan 9 BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka a. Landreform Undang-Undang No. 56 Prp Tahun 1960 merupakan Undang-Undang landefrom di Indoneisa. Landreform berasal dari kata-kata dalam bahasa Inggris yang terdiri

Lebih terperinci

Pelatihan Tracking dan Dasar-Dasar Penggunan GPS PUSAT DATA DAN STATISTIK PENDIDIKAN - KEBUDAYAAN KEMENDIKBUD

Pelatihan Tracking dan Dasar-Dasar Penggunan GPS PUSAT DATA DAN STATISTIK PENDIDIKAN - KEBUDAYAAN KEMENDIKBUD Pelatihan Tracking dan Dasar-Dasar Penggunan GPS PUSAT DATA DAN STATISTIK PENDIDIKAN - KEBUDAYAAN KEMENDIKBUD GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Slide 2 Merupakan salah satu sistem yang akan membantu untuk

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Jaringan jalan merupakan salah satu prasarana untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Berlangsungnya kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perbandingan Data Elevasi 1. DEM dan Kontur BIG Perbandingan antara data elevasi DEM dan Kontur BIG disajikan dalam perbandingan 100 titik tinjauan elevasi yang tersebar merata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN menjadikan kota Saumlaki semakin berkembang dengan pesat.

BAB I PENDAHULUAN menjadikan kota Saumlaki semakin berkembang dengan pesat. 16 BAB I PENDAHULUAN 2.1 Latar Belakang Kota Saumlaki, terletak di Propinsi Maluku, Indonesia. Saumlaki dahulu adalah kota kecamatan dalam wilayah Kabupeten Maluku Tenggara, yang kemudian melalui pemekaran

Lebih terperinci

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH P erpustakaan Anak di Yogyakarta BAB 3 TINJAUAN WILAYAH 3.1. Tinjauan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil dan Pembahasan Survei Dari survei lokasi yang dilakukan diperoleh posisi dan data berbagai informasi kantor pelayanan umum yang terdiri dari empat Kantor Kecamatan,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO 4. 1. Kondisi Geografis 4.1.1. Batas Administrasi Desa Polobogo termasuk dalam wilayah administrasi kecamatan Getasan, kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Wilayah

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN 3.1. Tinjauan Umum Kota Yogyakarta Sleman Provinsi Derah Istimewa Yogyakarta berada di tengah pulau Jawa bagian selatan dengan jumlah penduduk 3.264.942 jiwa,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN LOKASI

BAB III TINJAUAN LOKASI BAB III TINJAUAN LOKASI 3.1. Tinjauan Kabupaten Jepara 3.1.1. Tinjauan Kabupaten Jepara Posisi geografis Kabupaten Jepara merupakan daerah paling ujung sebelah utara dari provinsi Jawa Tengah, yaitu pada

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Penelitian Hasil dan pembahasan penelitian akan diawali dengan gambaran umum tentang wilayah administratif Kota Salatiga, Dinas Petanian dan Perikanan Kota

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KAWASAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN KAWASAN WILAYAH BAB III TINJAUAN KAWASAN WILAYAH 3.1 Gambaran Umum Kabupaten Klaten 3.1.1 Ruang lingkup Kabupaten Klaten Gambar 3.1 : Lokasi Kab. Klaten Sumber : http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/1/14/lo cator_kabupaten_klaten.gif

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang. 1.2 Wilayah cakupan SSK

1.1 Latar Belakang. 1.2 Wilayah cakupan SSK Bab 1: Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Sektor sanitasi merupakan salah satu sektor pelayanan publik yang mempunyai kaitan erat dengan kesehatan masyarakat. Rendahnya kualitas sanitasi menjadi salah satu

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1. TINJAUAN UMUM DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Pembagian wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara administratif yaitu sebagai berikut. a. Kota Yogyakarta b. Kabupaten Sleman

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN SAADOEDDIN DJAMBEK TENTANG ARAH KIBLAT. A. Penentuan Arah Kiblat Pemikiran Saadoeddin Djambek

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN SAADOEDDIN DJAMBEK TENTANG ARAH KIBLAT. A. Penentuan Arah Kiblat Pemikiran Saadoeddin Djambek BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN SAADOEDDIN DJAMBEK TENTANG ARAH KIBLAT A. Penentuan Arah Kiblat Pemikiran Saadoeddin Djambek Sebagian ahli Falak menyatakan bahwa arah kiblat adalah jarak terdekat, berupa garis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alur Penelitian Pengambilan Data Koreksi Variasi Harian Koreksi IGRF Anomali magnet Total Pemisahan Anomali Magnet Total Anomali Regional menggunakan Metode Trend Surface

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah provinsi di Indonesia, yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

MACAM-MACAM LETAK GEOGRAFI.

MACAM-MACAM LETAK GEOGRAFI. MACAM-MACAM LETAK GEOGRAFI. Macam-macam Letak Geografi Untuk mengetahui dengan baik keadaan geografis suatu tempat atau daerah, terlebih dahulu perlu kita ketahui letak tempat atau daerah tersebut di permukaan

Lebih terperinci

Kelompok 3 : Ahmad Imam Darmanata Pamungkas Firmansyah Saleh Ryan Isra Yuriski Tomy Dwi Hartanto

Kelompok 3 : Ahmad Imam Darmanata Pamungkas Firmansyah Saleh Ryan Isra Yuriski Tomy Dwi Hartanto Kelompok 3 : Ahmad Imam Darmanata Pamungkas Firmansyah Saleh Ryan Isra Yuriski Tomy Dwi Hartanto 115060405111005 115060407111033 115060407111025 115060407111005 Sejarah Perkembangan Metode Magnetik Sejarah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada zaman pemerintahan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada zaman pemerintahan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Sejarah Berdirinya Kelurahan Karangrejo Karangrejo adalah salah satu Kelurahan di Kecamatan Metro Utara Kota Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM Potensi Daerah Kota Salatiga

4. GAMBARAN UMUM Potensi Daerah Kota Salatiga 4. GAMBARAN UMUM Potensi Daerah Kota Salatiga Kota Salatiga terletak di tengah-tengah wilayah Kabupaten Semarang, berjarak ± 47 Km dari Ibukota Provinsi Jawa Tengah yakni Kota Semarang kearah selatan.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG HARI JADI KABUPATEN SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG HARI JADI KABUPATEN SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, BUPATI SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG HARI JADI KABUPATEN SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan catatan dan

Lebih terperinci

Pengolahan awal metode magnetik

Pengolahan awal metode magnetik Modul 10 Pengolahan awal metode magnetik 1. Dasar Teori Tujuan praktikum kali ini adalah untuk melakukan pengolahan data magnetik, dengan menggunakan data lapangan sampai mendapatkan anomali medan magnet

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

Pelatihan Tracking dan Dasar-Dasar Penggunan GPS PUSAT DATA, STATISTIK PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KEMENDIKBUD

Pelatihan Tracking dan Dasar-Dasar Penggunan GPS PUSAT DATA, STATISTIK PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KEMENDIKBUD Pelatihan Tracking dan Dasar-Dasar Penggunan GPS PUSAT DATA, STATISTIK PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KEMENDIKBUD GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Slide 2 Merupakan salah satu sistem yang akan membantu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang terletak LS dan BT, dengan. sebelah selatan : Kabupaten Semarang

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang terletak LS dan BT, dengan. sebelah selatan : Kabupaten Semarang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Semarang terletak 6 55-7 6 LS dan 110 15-110 31 BT, dengan batas-batas wilayah administrasi sebagai berikut : sebelah utara : Laut Jawa sebelah selatan : Kabupaten

Lebih terperinci

1. Gambaran permukaan bumi di atas suatu media gambar biasa disebut... a. atlas c. globe b. peta d. skala

1. Gambaran permukaan bumi di atas suatu media gambar biasa disebut... a. atlas c. globe b. peta d. skala 1. Gambaran permukaan bumi di atas suatu media gambar biasa disebut... a. atlas c. globe b. peta d. skala 2. Berikut ini ciri-ciri peta, kecuali... a. Berjudul c. bermata angin b. berskala d. bersampul

Lebih terperinci

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok IV. KONDISI UMUM 4.1 Lokasi Administratif Kecamatan Beji Secara geografis Kecamatan Beji terletak pada koordinat 6 21 13-6 24 00 Lintang Selatan dan 106 47 40-106 50 30 Bujur Timur. Kecamatan Beji memiliki

Lebih terperinci

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Mengacu kepada Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Akhir Masa Jabatan 2007 2012 PemProv DKI Jakarta. Provinsi DKI Jakarta

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI KOTA SURAKARTA

BAB II DESKRIPSI KOTA SURAKARTA BAB II DESKRIPSI KOTA SURAKARTA A. Kondisi Geografi Surakarta merupakan salah satu kota di Jawa Tengah yang menunjang kota-kota besar seperti Semarang maupun Yogyakarta. Letaknya yang strategis dan berpotensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Perwilayahan adalah usaha untuk membagi bagi permukaan bumi atau bagian permukaan bumi tertentu untuk tujuan yang tertentu pula (Hadi Sabari Yunus, 1977).

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Propinsi Lampung merupakan salah satu propinsi yang terdapat di Pulau

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Propinsi Lampung merupakan salah satu propinsi yang terdapat di Pulau IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kondisi Wilayah Propinsi Lampung 1. Geografi Propinsi Lampung merupakan salah satu propinsi yang terdapat di Pulau Sumatera dengan luas wilayah 35.288,35 Km 2. Propinsi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI JALUR SESAR MINOR GRINDULU BERDASARKAN DATA ANOMALI MEDAN MAGNET

IDENTIFIKASI JALUR SESAR MINOR GRINDULU BERDASARKAN DATA ANOMALI MEDAN MAGNET Identifikasi Jalur Sesar Minor Grindulu (Aryo Seno Nurrohman) 116 IDENTIFIKASI JALUR SESAR MINOR GRINDULU BERDASARKAN DATA ANOMALI MEDAN MAGNET IDENTIFICATION OF GRINDULU MINOR FAULT LINES BASED ON MAGNETIC

Lebih terperinci

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBLE

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBLE CORPORATE SOCIAL RESPONSIBLE LAPORAN PENENTUAN ARAH KIBLAT MASJID SYUHADA PERUMAHAN BEJI PERMAI, DEPOK PT. Mahakarya Geo Survey DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 DAFTAR GAMBAR... 2 DAFTAR TABEL... 2 1. PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Magelang secara Geografis terletak pada posisi Lintang

IV. GAMBARAN UMUM. Magelang secara Geografis terletak pada posisi Lintang IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Lokasi dan Geografi Kota Magelang Kota Magelang merupakan salah satu kota di Provinsi Jawa Tengah. Kota Magelang secara Geografis terletak pada posisi 7 0 26 18 7 0 30 9 Lintang

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN POLA DEKLINASI PADA GEMPA BUMI SIGNIFIKAN (M 7.0) WILAYAH SUMATERA

ANALISIS PERUBAHAN POLA DEKLINASI PADA GEMPA BUMI SIGNIFIKAN (M 7.0) WILAYAH SUMATERA DOI: doi.org/10.21009/03.snf2017.02.epa.16 ANALISIS PERUBAHAN POLA DEKLINASI PADA GEMPA BUMI SIGNIFIKAN (M 7.0) WILAYAH SUMATERA Indah Fajerianti 1,a), Sigit Eko Kurniawan 1,b) 1 Sekolah Tinggi Meteorologi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SALATIGA

PEMERINTAH KOTA SALATIGA PEMERINTAH KOTA SALATIGA PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SALATIGA TAHUN 2010-2030 WALIKOTA SALATIGA PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR TAHUN 2011

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN LOKASI Studio Foto Sewa di Kota Yogyakarta

BAB III TINJAUAN LOKASI Studio Foto Sewa di Kota Yogyakarta BAB III TINJAUAN LOKASI Studio Foto Sewa di Kota Yogyakarta Studio foto sewa di Kota Yogyakarta merupakan wadah bagi fotograferfotografer baik hobi maupun freelance untuk berkarya dan bekerja dalam bentuk

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 26 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Kota Yogyakarta (Daerah Istimewa Yogyakarta 4.1.1 Letak Geografis dan Administrasi Secara geografis DI. Yogyakarta terletak antara 7º 30' - 8º 15' lintang selatan dan

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN CIBIRU 2015 ISSN / ISBN : - No. Publikasi : 3273.1545 Katalog BPS : 9213.3273.110 Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : vi + 12 halaman Naskah: Priatna Nugraha Badan

Lebih terperinci

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH Oleh : Sri Harjanti W, 0606071834 PENDAHULUAN Daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu kesatuan wilayah tata air dan ekosistem yang di dalamnya

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

BAB I GEOGRAFI. Kabupaten Tegal Dalam Angka

BAB I GEOGRAFI. Kabupaten Tegal Dalam Angka BAB I GEOGRAFI A. LETAK GEOGRAFI Kabupaten Tegal merupakan salah satu daerah kabupaten di Propinsi Jawa Tengah dengan Ibukota Slawi. Terletak antara 108 57'6 s/d 109 21'30 Bujur Timur dan 6 50'41" s/d

Lebih terperinci

BAB IV PROFIL KELURAHAN KUMPULREJO

BAB IV PROFIL KELURAHAN KUMPULREJO BAB IV PROFIL KELURAHAN KUMPULREJO Dalam bab ini akan di jabarkan mengenai gambaran umum Kelurahan Kumpulrejo Kota Salatiga dan gambaran perempuan miskin yang ada di Kelurahan Kumpulrejo. 4.1 Gambaran

Lebih terperinci

03/10/2012 SISTEM INFORMASI SUMBERDAYA LAHAN

03/10/2012 SISTEM INFORMASI SUMBERDAYA LAHAN SISTEM INFORMASI SUMBERDAYA LAHAN BAB II: PENGANTAR PEMBUATAN PETA Sumber: Yuwono Dwi Priyo Ariyanto Soil Physic and Conservation Laboratory Faculty of Agriculture Sebelas Maret University Phone: +618156708076

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gambar 1-3 Gambar 1. Geger Pecinan Tahun 1742 Gambar 2. Boemi Hangoes Tahun 1948 Gambar 3.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gambar 1-3 Gambar 1. Geger Pecinan Tahun 1742 Gambar 2. Boemi Hangoes Tahun 1948 Gambar 3. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Solo telah banyak mengalami bencana ruang kota dalam sejarah perkembangannya. Setidaknya ada tiga peristiwa tragedi besar yang tercatat dalam sejarah kotanya

Lebih terperinci

LP3A SEKOLAH TINGGI TEKNIK ARSITEKTUR DI YOGYAKARTA BAB III TINJAUAN LOKASI

LP3A SEKOLAH TINGGI TEKNIK ARSITEKTUR DI YOGYAKARTA BAB III TINJAUAN LOKASI BAB III TINJAUAN LOKASI 3.1 Tinjauan Kota Yogyakarta Gambar 3.1 Peta Kota Yogyakarta Sumber: google.com, diakses tanggal 17 Mei 2014 Daerah Istimewa Yogyakarta atau biasa kita menyebutnya DIY merupakan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN LOKASI. 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek

BAB III TINJAUAN LOKASI. 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek BAB III TINJAUAN LOKASI 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek 3.1.1 Kondisi Administratif Kabupaten Kulon Progo Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu kabupaten dari

Lebih terperinci

BAB II PENENTUAN UTARA SEJATI. disebut utara, tetapi bisa juga menyebutnya dengan istilah arah utara. Mencari

BAB II PENENTUAN UTARA SEJATI. disebut utara, tetapi bisa juga menyebutnya dengan istilah arah utara. Mencari BAB II PENENTUAN UTARA SEJATI A. Utara Sejati 1. Pengertian utara sejati Arah ke Kutub Utara dari titik mana pun yang ada di permukaan Bumi disebut utara, tetapi bisa juga menyebutnya dengan istilah arah

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH

KARAKTERISTIK WILAYAH III. KARAKTERISTIK WILAYAH A. Karakteristik Wilayah Studi 1. Letak Geografis Kecamatan Playen terletak pada posisi astronomi antara 7 o.53.00-8 o.00.00 Lintang Selatan dan 110 o.26.30-110 o.35.30 Bujur

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Bab 2 Tinjauan Pustaka Bab 2 Tinjauan Pustaka Tujuan dari penelitian ini adalah memperkenalkan kepada khalayak ramai tentang batik Salatiga, dengan menggunakan sarana buku. Untuk itu penting bagi peneliti memahami dengan baik

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1 Kondisi Administratif Gambar 3.1. Peta Daerah Istimewa Yogyakarta dan Sekitarnya Sumber : www.jogjakota.go.id Daerah Istimewa Yogyakarta terletak antara 7 30' - 8 15' lintang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan suatu cara atau strategi menyeluruh untuk memperoleh data yang di perlukan (Soehartono, 1999:9). Untuk itu dalam bab ini akan dijelaskan mengenai proses

Lebih terperinci