BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Penelitian Hasil dan pembahasan penelitian akan diawali dengan gambaran umum tentang wilayah administratif Kota Salatiga, Dinas Petanian dan Perikanan Kota Salatiga, dan gambararan umum responden di tiga kecamatan Wilayah Kota Salatiga Kota Salatiga memiliki wilayah administratif dengan luas hektar (56,78 km 2 ), dengan ketinggian antara mdpl. Keseluruhan wilayahnya berbatasan dengan wilayah administratif Kabupaten Semarang. Dari luas administratif yang ada, 799 hektar (14,07%) merupakan lahan sawah, hektar (82,43%) merupakan lahan kering dan 199 hektar (3,5%) adalah lahan lainya. Menurut penggunaanya, sebagian besar lahan sawah digunakan untuk lahan sawah berpengairan teknis (46,49%), sedangkan lainya berpengairan setengah teknis, sederhana, tadah hujan, dan lain lain. Lahan kering dipakai nuntuk tegal/kebun sebesar 35,15% dari total bukan lahan sawah. Secara administratif Kota Salatiga terbagi menjadi 4 kecamatan dan 22 kelurahan. Kecamatan dan Kelurahan tersebut meliputi: 1. Kecamatan Sidorejo, terdiri dari 6 kelurahan : Blotongan, Sidorejo Lor, Salatiga, Bugel, Kauman Kidul, dan Pulutan. 2. Kecamatan Tingkir, terdiri dari 6 kelurahan : Kutowinangun, Gendongan, Sidorejo Kidul, Kalibening, Tingkir Lor, dan Tingkir Tengah. 3. Kecamatan Argomulyo, terdiri dari 6 kelurahan : Noborejo, Ledok, Tegalrejo, Kumpulrejo, Randuacir, dan Cebongan. 4. Kecamatan Sidomukti, terdiri dari 4 kelurahan : Kecandran, Dukuh, Mangunsari, dan Kalicacing. Dari keempat kecamatan yang ada, Kecamatan Argomulyo memiliki lahan sawah yang paling sedikit, yaitu sebesar 29,91 ha. Sedangkan kecamatan yang lain yaitu Kecamatan Sidorejo memiliki 388,75 ha lahan sawah, Kecamatan Tingkir memiliki 315,77 ha lahan sawah dan Kecamatan Sidomukti memiliki 64,50 ha lahan 14

2 sawah. Hal ini sinergi dengan fakta dalam data Kecamatan Argomulyo dalam Angka, bahwa memang kecamatan ini tidak mengutamakan padi sebagai komoditas yang dibudidayakan. Namun, lebih berkonsetrasi pada tanaman holtikultura, dan ternak. Bahkan data per kecamatan yang didapat dari Kecamatan Argomulyo, Tingkir, Sidomukti dan Sidorejo dalam angka menunjukkan bahwa luas areal panen padi sawah di Argomulyo paling sedikit yaitu 12 ha, kecamatan Tingkir 613ha, Kecamatan Sidomukti 72 ha, dan Kecamtan Sidorejo 605 ha. Melihat fakta tersebut, Pemerintah Kota Salatiga memilih 3 kecamatan yang dikonsentrasikan untuk usaha tani padi. Wilayah tersebut ialah kecamatan Sidorejo, Sidomukti dan Tingkir. Sedangkan untuk kecamatan Argomulyo, dikonsentrasikan untuk palawija Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Salatiga Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Salatiga merupakan perpanjangan tangan dari Pemerintah Kota Salatiga dalam melaksanakan kewenangan di bidang pertanian. Kewenangan yang dimaksud antara lain perumusan kebijakan teknis di bidang pertanian, penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang pertanian, serta pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang pertanian meliputi perternakan, tanaman pangan dan perikanan. Dalam melaksanakan kewenanganya, Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Salatiga menggunakan berbagai cara agar kebijakan maupun program yang ada benar benar berasal dari aspirasi petani, untuk kemudian dapat diaplikasikan dan dimanfaatkan oleh petani. Antara lain dengan pembentukan Balai Penyuluh di tiap kecamatan, dan juga penggunaan sumber sumber informasi lainnya. 1. Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Dalam melaksanakan tugasnya, Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Salatiga membentuk Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) di tiap kecamatan. Yaitu BPP Sidorejo, BPP Sidomukti, BPP Tingkir, dan BPP Argomulyo. Pembentukan BPP tersebut bertujuan agar Dinas dapat lebih mudah untuk menyerap aspirasi, memberikan solusi dan menerapkan kebijakan secara optimal. Melihat dari potensi wilayah yang dimiliki oleh empat kecamatan di Salatiga, terdapat tiga BPP yang dikonsentrasikan oleh Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Salatiga untuk menangani komoditas padi. BPP yang dimaksud antara laian BPP Sidorejo, BPP Sidomukti dan 15

3 BPP Tingkir. Masing masing BPP memiliki tugas dan tanggung jawab masing masing, yang pada intinya untuk mewujudkan visi dari Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Salatiga, yaitu Terwujudnya petani Kota Salatiga yang mandiri, berorientasi agribisnis dan ramah lingkungan. 2. Program Kerja Dalam rangka pencapaian visinya, Dinas Pertanian dan Pertanian menjaring aspirasi dari petani yang diwakili oleh ketua kelompok tani maupun ketua gabungan kelompok tani serta pihak pihak pemangku kepentingan lainya. Penjaringan aspirasi tersebut dinamakan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang). Selain itu, setiap tahunnya Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Salatiga melalui BPP setempat membuat programa penyuluhan yang pada perencanaanya melibatkan petani di wilayah tersebut, dan juga mempertimbangkan potensi serta perkembangan usaha tani di daerah tersebut. Selama programa dibuat, akan dicantumkan kondisi dari kegiatan usaha tani di kecamatan tersebut beserta dengan target target yang diharapkan. Target yang dimaksud meliputi target secara teknis bududaya, target sosial, dan target ekonomi. Melalui media musrenbang dan pembuatan programa penyuluhan media ini, diharapkan kebijakan yang diambil oleh Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Salatiga sudah melingkupi aspirasi petani dan kemudian dapat dilaksanakan bersama Gambaran Umum Responden Responden diambil di tiga Kecamatan di Salatiga, yang masing masing diwakili oleh satu wilayah kelurahan dan tiap kelurahan diwakili oleh satu kelompok tani. Kecamatan Tingkir diwakili kelompok tani Marsudi Tani (Kutowinangun), Kecamatan Sidorejo diwakili kelompok tani Ngudi Raharjo (Kauman Kidul), Kecamatan Sidomukti diwakili kelompok tani Tani Agung (Dukuh). Dalam keanggotaannya, kelompok tani Marsudi Tani terdapat 40 anggota yang mengolah 76 ha wilayah persawahan. Kelompok tani Ngudi Raharjo memiliki 60 anggota yang mengolah 56 ha wilayah persawahan. Kelompok tani Tani Agung memiliki 50 anggota yang mengolah 20 ha wilayah persawahan. Data petani tersebut dapat dilihat pada gambar 2. 16

4 Gambar 2. Gambaran Umum Responden Sumber : Data Primer, 2014 Usia responden di wilayah Salatiga berkisar antara tahun. Dari segi usia, terdapat jarak yang cukup jauh (45 tahun) antara responden yang usianya relatif muda hingga responden yang sudah tua. Jika diambil rata-rata, diperoleh bahwa ratarata responden berumur 53 tahun dengan sebaran 40% di rentang usia tahun. Rentang usia tersebut menunjukan bahwa pemuda di Salatiga tidak tertarik untuk berprofesi sebagai petani. Pemuda diwilayah Tingkir lebih memilih untuk menjadi buruh, maupun bekerja di bengkel, sedangkan pemuda diwilayah Sidorejo dan Sidomukti, lebih tertarik ke ternak. Sedangkan jika melihat tingkat pendidikan, dari 30 responden, terdapat 10 responden merupaka lulusan SD, 9 responden lulusan SMP, dan 11 responden lulusan SMA. Jika dikaitkan dengan konsep adopsi inovasi, proses transfer knowledge akan terkendala masalah penalaran. Terlebih jika melihat pengalaman bertani dimana terdapat 53% responden yang memiliki pengalaman bertani lebih dari 15 tahun, hal ini akan tentu akan berdampak pada cepat lambatnya proses transfer knowledge. 4.2 Ketersediaan Informasi Selain memperoleh akses dari kelompok tani, responden memiliki beberapa alternatif media yang dapat digunakan untuk mencari informasi usaha tani. Antara lain dari Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Salatiga serta lembaga swasta dan non pemerintahan lainya Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Salatiga Setelah proses penjaringan aspirasi yang menghasilkan kebijakan dan program kerja, dari segi teknis Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Salatiga juga 17

5 mendampingi petani dalam proses budidaya. Kegiatan pendampingan tersebut antara lain penyuluhan dan pendampingan dari radio serta pamflet. 1. Penyuluhan Dari 30 responden, penyuluhan dikenal oleh seluruh responden. Karena kegiatan penyuluhan sudah dikoordinasikan BPP dengan kelompok tani setempat, dan dilaksanakan secara periodik (satu bulan sekali). Dalam pelaksanaanya BPP tiap Kecamatan berperan sebagai pemberi materi sedangkan kelompok tani ataupun gabungan kelompok tani setempat sebagai penyediaan tempat dan konsumsi. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menyerap aspirasi petani dari segi teknis budidaya, sosial ekonomi, kebijakan serta unuk mensosialisasikan program program pemerintah yang sifatnya insidental. Selain kegiatan penyuluhan, terdapat variasi kegiatan antara lain demonstrasi plot (demplot), deminstrasi bibit unggul (dembul), sekolah lapang pengolahan tani terpadu (SLPTT), dan sekolah lapang pengendalian hama terpadu (SLPHT). a) Demonstrasi Plot (Demplot) dan Demonstrasi Bibit Unggul (Dembul) Pada prinsipnya, kegiatan ini adalah kegiatan uji coba suatu teknologi yang sifatnya baru. Teknologi yang dimaksud dapat berupa teknologi dalam hal jenis (bibit, pupuk, pestisida, dll) maupun teknologi perlakuan (cara pengolahan lahan, pembibitan, cara tanam, cara pemakaian pestisida, cara pemupukan, dll). Teknis dalam kegiatan ini, BPP akan menentukan lokasi demplot atau dembul dengan bekerjasama dengan petani yang akan menjadi sasaran adopsi teknologi. Hal ini dimaksudkan agar petani dapat melihat langsung efek dari teknologi yang diterapkan. Dari 30 responden, demplot dan dembul dikenal oleh seluruh responden. Bahkan 20 petani menyatakan bahwa mereka juga memperhatikan proses dari awal hingga akhir. b) Sekolah Lapang Pengolahan Tani Terpadu (SLPTT) dan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) Dari 30 responden, SLPTT dan SLPHT dikenal oleh seluruh petani. SLPTT dan SLPHT merupakan program dari pemerintah pusat. Kegiatan ini tidak hanya dikerjakan oleh BPP tiap kecamatan saja, namun juga melibatkan seluruh divisi dari Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Salatiga. Karena didalam teknisnya, penyuluh akan memantau petani dari awal proses budidaya hingga panen. Kegiatan diadakan tiap 2 minggu sekali selama 12 kali pertemuan untuk membahas kondisi lapangan. 18

6 Baik kondisi tanaman maupun kondisi diluar budidaya. Dengan adanya pendampingan secara rutin, diharapkan akan didapat hasil yang sesuai dengan target. 2. Siaran Radio Siaran radio eksklusif dari Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Salatiga, memanfaatkan waktu yang memang disediakan oleh pihak Radio Suara Salatiga. Dalam jadwalnya, kegiatan ini rutin dilaksanakan pada hari Senin pukul WIB. Informasi didalamnya berisi mengenai teknik teknik budidaya, teknik mengatasi organisme pengganggu tanaman, informasi mengenai kebijakan yang berkaitan dunia pertanian, serta informasi kegiatan kegiatan yang dilaksanakan oleh dinas pertanian. Namun dari 30 responden, siaran radio hanya dikenal oleh 1 responden. Sedangkan responden yang lain menyatakan bahwa tidak mengetahui ada siaran radio dari Dinas Pertanian dan Perikanan. 3. Flayer/Pamflet Berisi informasi mengenai teknis penggunaan suatu kegiatan dari dinas, kebijakan, atau petunjuk teknis suatu produk atau teknik budidaya. Ditujukan bagi pembaca agar mengerti tujuan serta cara penggunaan (teknis) di lapangan. Dari 30 responden, flayer/pamflet dikenal oleh seluruh responden. Namun, flayer/pamflet hanya disimpan dan dibaca oleh 13 responden. Sedangkan 17 responden lainya menyatakan bahwa mereka hanya menerima pamflet tersebut kemudian tidak membaca lagi Lembaga Swasta dan Non Pemerintah lainnya Selain memperoleh akses dari Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Salatiga, responden memiliki beberapa alternatif sumber swasta dan non penerintah antara lain penyuluh swasta dan swadaya, toko pertanian, tengkulak, serta media cetak dan elektronik. 1. Penyuluh Swasta Dan Swadaya Keberadaan penyuluh swasta dan swadaya tidak terlalu dikenal oleh petani di Kota Salatiga. Penyuluh swadaya tidak pernah memberikan penyuluhan kepada kelompok tani secara mandiri. Penyuluh swadaya selalu bekerja sama dengan penyuluh PNS jika memberikan penyuluhan ke petani. Sedangkan untuk penyuluh swasta, hanya kelompok tani di Kecamatan Tingkir dan Sidorejo yang pernah dikunjungi. Total pertemuan dari penyuluh swasta diperkirakan hanya 3-4 kali selama kelompok tani 19

7 tebentuk. Bentuk penyuluh swadaya yang pernah mengunjungi kedua kecamatan tersebut ialah perusahaan yang bergerak di bidang pertanian. Dari 20 responden yang pernah mendapatkan penyuluhan, penyuluh swadaya terkendala masalah orientasi bisnis. Akibatnya, penyuluh swadaya hanya menarik bagi 5 orang petani. Mereka berpendapat bahwa penyuluhan dari pihak swasta dapat menambah pengetahuan mereka. Namun, kelima petani tersebut menyatakan bahwa mereka terkendala di dalam proses aplikasi karena tidak adanya pendampingan dari penyuluh swasta. 2. Toko Pertanian Di wilayah Salatiga, secara umum terdapat 5 toko pertanian yang menyediakan saprodi bagi petani. Toko tersebut dibagi sesuai dengan kecamatan yang ada. Hal ini bertujuan untuk memudahkan akses petani dan mencegah penumpukan petani ketika membeli saprodi. Toko tersebut akan bekerjasama dengan Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Salatiga dalam menyediakan saprodi, terkhusus yang berhubungan dengan subsidi saprodi. Dalam konteks sumber informasi, toko pertanian melalui penjaga tersebut akan berinteraksi langsung dengan petani dalam proses jual beli. Kemudian petani menanyakan saran pedagang untuk suatu produk saprodi (kelebihan dan kekuranganya). Informasi yang disampaikan oleh pedagang tersebut akan menjadi pertimbangan petani untuk memutuskan produk mana yang dipakai. Jika dilihat dari sisi pedagang, proses memberikan saran ke petani tidak dilakukan dengan sembarangan. Pedagang tersebut mencoba sendiri membuktikan kualitas produk baru, atau mengumpulkan bukti berupa pendapat petani yang pernah menggunakan produk tersebut. Dari 30 responden, toko pertanian dikenal oleh seluruh responden. Sebanyak 23 petani mengaku sering datang ke toko pertanian untuk membeli saprodi maupun untuk sekedar berbincang bincang dengan pedagang di toko tersebut. Sedangkan 7 lainya mengaku jarang mengakses sumber tersebut walaupun mengerti lokasinya. Hal ini disebabkan karena ketujuh petani tersebut mengandalkan kelompok tani untuk membeli saprodi. Sedangkan dari 23 petani yang ada, 20 petani mengatakan bahwa ketika mereka datang ke toko pertanian, mereka juga ingin mengetahui hal hal baru berkaitan dengan saprodi. 3. Tengkulak Dari 30 petani, tengkulak dikenal oleh seluruh responden. Namun hanya 18 responden mengatakan bahwa mereka memiliki kedekatan dengan tengkulak, Hal ini 20

8 disebabkan karena proses jual beli yang sudah berlangsung selama bertahun tahun. Sedangkan 12 lainya mengatakan bahwa mereka mengenal adanya tengkulak, namun untuk berbisnis, mereka lebih mengarah pada kelompok tani. Alasanya harga yang didapat dari kelompok tani lebih tinggi, berkisar antara Rp ,- hingga Rp ,-. Sebagai sumber informasi, tengkulak lebih spesifik pada penentuan harga panen. 4. Media Cetak Dan Elektronik Akses dari media cetak dan elektronik didapat dari beberapa media, antara lain surat kabar, radio, televisi, telepon genggam dan akses internet. Dari 30 responden, didapat variasi kepemilikan dan juga variasi jumlah kepemilikan media cetak dan elektronik tersebut. Variasi tersebut dapat dilihat gambar 3. Gambar 3. Kepemilikan Media Cetak dan Elektronik Sumber : Data Primer, 2014 Kepemilikan media cetak dan elektronik masih bisa dikatakan rendah. Dari 5 media cetak dan elektronik, hanya 2 media yang dimiliki lebih dari 50% petani (televisi 100% dan telepon genggam 90%). Sedangkan kepemilikan surat kabar tidak terlalu tinggi. Prosentase yang hanya 26% menunjukan petani tidak terbiasa untuk membeli surat kabar. Kepemilikan radio dan internet juga masih dibawah 50%. Prosentase ini tentu akan berpengaruh pada keberhasilan Dinas Pertanian dan Perikanan yang menggunakan radio sebagai sumber informasi. Dilain sisi, akses internet yang sudah dimiliki oleh 13 petani tidak diperoleh dari akses pemerintah (program internet kecamatan) namun dari modem (8 petani) yang kemudian dikoneksikan ke perangkat dan dari telepon genggam (5 petani). Sedangkan media komputer juga tidak dimiliki lagi oleh petani. Dari delapan petani yang memiliki laptop, mereka memang sengaja membeli laptop daripada komputer oleh karena mempertimbangkan kemudahan mobilitas. 21

9 4.3 Efektifitas Sumber Informasi bagi Petani Dari beberapa sumber informasi yang dikenal oleh responden, terdapat variasi petani dalam memilih sumber informasi tersebut. Variasi tersebut terdapat pada tiap informasi usaha tani. Seperti pada tabel 2. Tabel 2. Penggunaan Sumber Informasi menurut kegiatan Usaha Tani Sumber Informasi Kegiatan Usaha Tani Kelompok Toko Media Cetak Penyuluh Tengkulak Tani Pertanian Dan Elektronik Pembibitan Pengolahan lahan Penanaman Pemeliharaan Pengendalian Hama dan Penyakit Panen Ketersediaan Saprodi Harga Jual Kebijakan Pemerintah Sumber : Data Primer, 2014 Melihat data diatas, maka dapat diketahui bahwa terdapat variasi sumber informasi yang digunakan oleh responden untuk memperoleh suatu informasi usaha tani. Berdasarkan banyaknya informasi usaha tani dan jumlah responden yang memilih, kelompok tani adalah sumber informasi yang paling efektif bagi petani. Diikuti oleh penyuluh, toko pertanian, tengkulak kemudian media cetak dan elektronik. Berikut merupakan penjabaran tiap sumber informasi : 1. Kelompok Tani Dari 30 responden, kelompok tani dipilih oleh seluruh responden untuk mendapatkan seluruh informasi usaha tani yang dibutuhkan. Proses musyawarah pada kelompok tani dimulai dari pemilihan bibit, penyemaian, penanaman, pemilihan pupuk, dan pemilihan pestisida secara keseluruhan dimusyawarakan dengan tujuan pelaksanaan dilapangan dapat mencapai keseragaman. Sedangkan untuk ketersediaan saprodi, kelompok tani membuat Rancangan Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) dimana keseluruhan kebutuhan pupuk dari kelompok tani tersebut diakumulasi untuk kemudian diajukan kepada Dinas Pertanian. Dengan adanya RDKK ini, maka petani dapat memperoleh pupuk subsidi. Begitu juga ketika panen, kelompok mengadakan musyawarah untuk menentukan harga panen jika. Ini ditujukan agar harga tidak dimainkan oleh tengkulak. Dan berkaitan dengan kebijakan pemerintah, kelompok tani merupakan sarana publikasi kebijakan yang 22

10 akan maupun sudah dilakukan, yang didalamya akan terjadi diskusi dua arah antara petani dan pemerintah. 2. Penyuluh Dari 9 informasi usaha tani yang diamati, penyuluh dipilih oleh seluruh petani untuk memperoleh 6 aspek informasi usaha tani. Antara lain pembibitan, pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, pengendalian hama dan penyakit, serta kebijakan pemerintah. Jika dilihat lebih dalam lagi, 5 dari 6 informasi usaha tani yang dipilih, merupakan informasi yang berkaitan dengan budidaya. Hal ini berbanding lurus dengan fakta bahwa penyuluh mengenalkan kegiatan Demplot, Dembul, SLPTT, dan SLPHT yang kesemuanya merupakan program yang berkonsentrasi pada proses budidaya. Selain itu, penyuluh juga dipilih responden untuk memperoleh informasi usaha tani yang berkaitan kebijakan. Hal ini didukung adanya pertemuan rutin yang juga menjadi sarana publikasi kebijakan pemerintah. Sedangkan informasi seperti panen, ketersediaan saprodi dan harga, sumber informasi selain penyuluh lebih dipilih oleh petani. 3. Toko Pertanian Didalam interaksi yang dibangun antara petani dan toko pertanian, terdapat tukar menukar informasi. Hal ini berdampak bagi toko pertanian dalam menjual produk, dan petani dalam membeli suatu produk. Dari 30 responden, toko pertanian dipilih 23 petani untuk memperoleh informasi mengenai ketersediaan saprodi. Serta dipilih 17 petani untuk memperoleh informasi mengenai penanggulangan hama dan penyakit. Sedangkan beberapa toko pertanian tidak dipilih sebagian petani untuk memperoleh informasi usaha tani antara lain karena frekuensi kunjungan ke toko pertanian yang tidak terlalu sering, dan didukung karena kelompok tani sudah keperluan saprodi. Dilihat dari segi prosentase yang besarnya antara 77% dan 57%, toko pertanian efektif dan efisen untuk memperoleh informasi mengenai ketersediaan saprodi serta penanggulangan hama dan penyakit. 4. Tengkulak Dari 30 responden, tengkulak dipilih 18 petani untuk memperoleh mengenai harga jual. Petani yang memilih tengkulak karena telah terbiasa menjual produknya ke tengkulak tersebut dalam waktu yang lama. Sedangkan tengkulak tidak menjadi 23

11 pilihan 12 petani yang lain untuk mencari informasi mengenai harga jual disebabkan harga jual diperoleh dari harga dari koperasi kelompok tani. 5. Media cetak dan elektronik Kepemilikan televisi dan telepon genggam yang tinggi serta variasi kepemilikan antara 2 4 media informasi tiap petani ternyata tidak terlalu mempengaruhi petani dalam memilih media cetak maupun elektronik untuk memperoleh informasi usaha tani. Media cetak dan elektronik hanya dipilih 8 petani untuk mecari 4 informasi usaha tani. Prosentase yang berkisar 27% untuk informasi harga jual dan 7% untuk informasi pembibitan dan informasi pemeliharaan, tentu masih bisa ditingkatkan lagi. Terlebih jika melihat radio yang dipilih Dinas Pertanian dan Perikanan untuk menyalurkan informasi usaha tani. Petani beralasan faktor keterbatasan waktu, dan penguasaan teknologi menjaadi kendala utama. Sosialisai dari Dinas terkait mengenai penggunaan media cetak dan elektronik, juga dianggap belum maksimal oleh petani. 4.4 Analisis Kriteria Pemilihan Sumber Informasi Sumber informasi dipilih petani dengan kriteria yang bervariasi. Antara lain mudah dipahami (comprehensibility), bermanfaat, akurat, keandalan (realibility), tepat waktu, ketersediaan (availability), relevansi dan konsisten. 1. Kelompok Tani Gambar 4. Grafik Kriteria Pemilihan Kelompok Tani Sumber : Data Primer, 2014 Untuk sumber informasi melalui kelompok tani, kriteria ketersedian dan relevansi serta kriteria mudah dipahami (comprehensibility) yang dianggap petani sebagai keunggulan sumber informasi ini. Dari segi ketersediaan (availability), kelompok tani merupakan media yang memiliki kemudahan dalam hal ketersediaan. Adanya jadwal rutin pertemuan 24

12 kelompok tani ditanggapi baik oleh petani. Dari segi relevansi, petani berpendapat sumber ini relevan dalam memberi informasi. Informasi yang diberikan sesuai dengan kebutuhan maupun permasalahan mereka. Dari kriteria mudah dipahami (comprehensibility), kesamaan latar belakang budaya juga pendidikan membuat materi pertemuan rutin mudah dipahami. Namun, kelompok tani juga dianggap beberapa responden tidak terlalu jelas dalam menyampaikan informasi, terutama dalam masalah budidaya dan kebijakan. Sehingga terkadang masih perlu bertanya kembali ke pengurus maupun ke penyuluh. Dari segi keandalan (reliability), kedekatan antar anggota kelompok, menyebabkan petani berpendapat sumber ini dapat diandalkan. Namun, karena sering terjadi salah persepsi oleh anggota kelompok tani terhadap suatu informasi, kelompok tani belum dianggap handal oleh beberapa petani. Dari segi konsistensi, faktor keberlanjutan suatu informasi juga menjadi pertimbangan petani dalam memilih dan mempercayai sumber informasi. Pendampingan lebih disukai ketimbang sumber yang menuntut kemandirian petani untuk mempraktekan informasi yang didapat. Dari segi manfaat, terdapat responden yang berpendapat bahwa kedua sumber tersebut hanya bermanfaat secara pengetahuan, tapi jarang secara teknis. Sehingga manfaat nyata belum tentu bisa dirasakan. Dari kriteria akurasi, petani menganggap bahwa kelompok tani memiliki akurasi yang baik karena ada bukti nyata pelaksanaanya. namun hasil akhir dari suatu teknolohi baru terkadang tidak sesuai harapan awal. Dari segi ketepatan waktu, jadwal rutin pertemuan kelompok tani membuat sumber informasi ini dianggap petani tepat waktu. Namun, karena pertemuan rutin juga yang membuat kedua sumber ini tidak tepat waktu terutama ketika petani membutuhkan reaksi yang cepat. 2. Penyuluh Sumber : Data Primer, 2014 Gambar 5. Grafik Kriteria Pemilihan Penyuluh 25

13 Untuk sumber informasi melalui penyuluh, kriteria ketersediaan (availability), relevansi dan mudah dipahami (comprehensibility) menjadi kriteria yang dianggap petani sebagai keunggulan sumber informasi ini. Dari segi ketersediaan (availability), penyuluh dianggap sumber yang memiliki kemudahan dalam hal ketersediaan. Adanya jadwal rutin ditanggapi baik oleh petani. Dari segi relevansi, penyuluh dianggap petani relevan dengan permasalahan mereka. Namun beberapa petani berpendapat penyuluh lebih mengutamakan agenda ataupun programnya. Dari segi mudah dipahami (comprehensibility), penyuluh yang dinilai petani memiliki tata bahasa yang mudah dipahami, adanya diskusi dua arah, juga kemasan materi yang sesuai kemampuan penalaran petani, menjadi alasan mengapa informasi dari penyuluh dikatakan petani mudah dipahami. Dari segi keandalan (reliability), penyuluh dinilai petani dapat diandalkan. Rasa percaya terhadap penyuluh sebagai pihak yang berkompeten menjadi alasan petani mengandalkan sumber informasi ini. Namun image pemerintah yang terkadang mengambil keuntungan berupa anggaran, menyebabkan beberapa petani cukup antipati terhadap penyuluh. Dari segi konsistensi, faktor keberlanjutan suatu informasi dalam bentuk pendampingan lebih disukai ketimbang sumber yang menuntut kemandirian petani untuk mempraktekan informasi yang didapat. Dari segi manfaat, responden berpendapat bahwa apa yang disampaikan penyuluh dapat bermaafaat untuk mengatasi kendala teknis terutama yang berkaitan dengan proses budidaya. Namun penyuluh juga dianggap beberapa responden tidak memberikan manfaat, terutama secara aplikasi yang dinilai tidak optimal jika tidak ada pendampingan ataupun jika belum ada teman sesama petani yang telah mencoba. Dari segi akurasi, penyuluh dipilih karena akurasi informasi yang mereka percayai. Adanya hasil yang nyata menjadi salah satu kriteria agar informasi dapat diterima petani. Penyuluhan yang dimodifikasi dalam bentuk demplot, dembul, SLPTT dan SLPHT menjadi faktor pendukung. Sedangkan responden yang menganggap bahwa akurasi dari penyuluhan masih kurang, disebabkan karena penyuluh sering hanya memberikan saran teoritis. Responden menyarankan kegiatan SLPTT dan SLPHT menjadi kegiatan penyuluhan itu sendiri. agar menambah akurasi informasi yang dibawa penyuluh. 26

14 Dari segi ketepatan waktu, jadwal rutin penyuluhan membuat sumber informasi ini dianggap petani tepat waktu. Namun, karena pertemuan rutin juga yang membuat kedua sumber ini tidak tepat waktu terutama ketika petani membutuhkan reaksi yang cepat. 3. Toko Pertanian Gambar 6. Grafik Kriteria Pemilihan Toko Pertanian Sumber : Data Primer, 2014 Untuk sumber informasi melalui toko pertanian, kriteria mudah dipahami (comprehensibility), bermanfaat, serta keandalan (realibility) menjadi kriteria yang dianggap petani sebagai keunggulan sumber informasi ini. Dari segi mudah dipahami (comprehensibility), responden berpendapat bahwa informasi mengenai ketersediaan saprodi cukup jelas. Bahkan terkadang lebih teknis dari penjelasan penyuluh. Begitu pula mengenai informasi teknis cara penggunaan saprodi yang mudah dipahami. Dari segi manfaat, selain dianggap bermanfaat oleh mayoritas responden, terdapat responden yang berpendapat bahwa kedua sumber tersebut hanya bermanfaat secara pengetahuan, tapi jarang secara teknis. Sehingga manfaat nyata belum tentu bisa dirasakan. Dari segi keandalan (reliability), toko pertanian dianggap mayoritas petani bahwa sumber ini dapat diandalakan. Oleh karena pengetahuan dari saprodi yang sudah cukup detail juga kemampuan menjelaskan produk dengan baik. Namun, toko pertanian juga dianggap beberapa petani bahwa pedagang memiliki tujuan bisnis. Sehingga, terkadang mengarahkan ke produk yang menguntungkan toko pertanian. Dari segi relevansi, toko pertanian dianggap petani memberikan informasi yang relevan karena petani sendiri yang menanyakan permasalahanya ke toko pertanian. Namun sumber informasi ini juga terkadang dianggap menjawab pertanyaan mereka dengan mengarahkan ke suatu produk, yang bertujuan agar petani membeli produk tersebut. Dari segi ketersediaan (availability), bagi petani yang 27

15 aktif mencari informasi, sumber informasi toko pertanian lebih disukai karena dapat diakses sesuai kebutuhan. Dari segi akurasi, hasil dari informasi dari toko pertanian, dinilai responden baik. Namun, responden lainnya beranggapan jika hasil dari penggunaan saprodi tidak seperti informasi yang didapat. Dari segi tepat waktu, toko pertanian dianggap 5 responden berpendapat bahwa informasi yang didapat tepat waktu. Yakni ketika mereka ingin membeli saprodi, mereka juga mendapatkan informasi yang dibutuhkan berkaitan dengan saprodi tersebut. Dari kriteria konsistensi, toko pertanian dianggap memiliki informasi yang sifatnya dinamis. Perubahan informasi yang cepat, membuat petani bingung. Seperti pada toko pertanian yang jika ada produk baru, maka toko pertanian akan mengarahkan pada produk tersebut. 4. Tengkulak Gambar 7. Grafik Kriteria Pemilihan Tengkulak Sumber : Data Primer, 2014 Untuk sumber informasi melalui tengkulak, kriteria mudah dipahami (comprehensibility), tepat waktu, serta ketersediaan (availability) menjadi kriteria yang dianggap petani sebagai keunggulan sumber informasi ini. Dari kriteria mudah dipahami (comprehensibility), responden berpendapat bahwa informasi harga yang didapat, mudah untuk dipahami. Dari informasi harga tersebut, petani dapat membandingkan harga di tengkulak lain maupun harga di kelompok tani. Dari segi ketepatan waktu, tengkulak dianggap petani tepat waktu. Sebab selalu ada ketika petani membutuhkan informasi harga untuk menjual hasil panennya. Dari segi ketersediaan (availability) tengkulak dianggap petani sebagai sumber informasi yang memiliki kemudahan dalam hal ketersediaan. Adanya kunjungan tengkulak ketika musim panen ditanggapi baik oleh petani. Dari segi keandalan (reliability), tengkulak dianggap mayoritas petani dapat diandalkan sebab adanya kedekatan personal. Namun, tengkulak dianggap petani 28

16 memiliki orientasi bisnis. Sehingga masih perlu kroscek informasi harga yang didapat dari tengkulak. Dari segi relevansi, tengkulak dianggap mayoritas petani informasi harga yang diberikan sudah sesuai dengan kebutuhan mereka. Namun, orientasi bisinis yang dibawa membuat sumber ini dianggap beberapa responden kurang relevan terhadap kondisi di lapangan. Dari segi manfaat, terdapat responden yang berpendapat bahwa harga dari tengkulak sudah diketahui oleh mereka, sebelum tengkulak tersebut memberi informasi mengenai harga jual. Sehingga manfaat yang dirasakan tidak terlalu terasa. Dari segi akurasi, informasi yang dibawa oleh tengkulak dianggap petani perlu di kroscek kembali ke pohak lainnya. Hal ini berhubungan dengan orientasi bisnis yang dibawa oleh tengkulak. Dari segi konsistensi, perubahan informasi yang cepat, membuat petani bingung. informasi harga yang fluktuatif membuat petani menganggap sumber ini kurang konsisten. 5. Media Cetak dan Elektronik Gambar 8. Grafik Kriteria Pemilihan Media Cetak dan Elektronik Sumber : Data Primer, 2014 Untuk sumber informasi melalui media cetak dan elektronik, kriteria bermanfaat, tepat waktu serta relevansi menjadi kriteria yang dianggap petani sebagai keunggulan sumber informasi ini. Dari segi manfaat, sumber informasi ini dianggap memberikan pengetahuan yang sangat beragam untuk kemudian memberikan inspirasi dalam hal inovasi di dunia pertanian. Dari segi ketepatan waktu, untuk media cetak dan elektronik, dianggap tepat waktu. Karena dapat diakses kapanpun. Dari segi relevansi, untuk media cetak dan elektronik, dianggap petani relevan karena responden sendiri yang mencari informasi sesuai kebutuhan mereka. Dari segi ketersediaan (availability), meskipun dianggap mayoritas petani dapat diakses kapanpun dimanapun, faktor dalm akses yang memerlukan biaya lebih menjadi faktor yang dianggap beberapa petani sebagai penghambat. Dari segi 29

17 mudah dipahami (comprehensibility), tidak adanya interaksi dua arah antara petani dan informan, menyebabkan media cetak dan elektronik sulit dipahami oleh petani. Dari segi akurasi, media cetak dan elektronik hanya dipilih 3 responden dalam hal akurasi. Sedangkan responden lainya berpendapat bahwa siapapun dapat berpendapat di media cetak dan elektronik. Oleh karena itu perlu informasi tambahan dari sumber informasi yang lain. Dari kriteria keandalan (reliability), media cetak dan elektronik, dianggap 3 petani bisa diandalakan, sebab mereka juga mendapatkan informasi dari sumber yang informasinya mereka percayai. Seperti dari pemerintah, dan petani yang sukses. Namun, sumber ini juga dianggap petani kurang dapat diandalkan. Karena informasi yang diberikan bersifat normatif saja bukan secara teknis. Dari kriteria konsistensi, media cetak dan elektronik dianggap memiliki informasi yang sifatnya dinamis. Perubahan informasi yang cepat, membuat petani bingung. 6. Kriteria Pemilihan Sumber Informasi bagi Petani di Salatiga Gambar 9. Grafik Kriteria Pemilihan Kelompok Tani Sumber : Data Primer, 2014 Secara umum, sumber informasi dipilih mayoritas petani karena mempertimbangan 3 kriteria. Antara lain kriteria mudah dipahami (comprehensibility), relevansi, serta kriteria ketersediaan (availability). Dari ketiga kriteria ini, dapat dikatakan bahwa petani mengutamakan sumber informasi yang informasinya mudah dipahami (comprehensibility). Kriteria ini membuat petani mengerti maksud dan tujuan dari informasi tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan bentuk pesan yang sesuai dengan keadaan petani. Baik dalam segi bahasa, maupun 30

18 penalaran. Kriteria relevansi berarti memiliki kesesuaian informasi dengan permasalahan yang sedang dihadapi oleh petani tersebut. Kriteria ini dianggap petani sebagai kriteria yang penting untuk menentukan suatu sumber informasi. Oleh karena itu dibutuhkan kepekaan dari komunikator mengenai permasalahan petani dilapangan sebelum memberikan informasi melalui sumber informasi. Kriteria ketersediaan (availability) berati kemudahan akses dari petani ke sumber informasi tersebut. Dengan ada kendala keterbatasan dari segi petani, sumber informasi dituntut untuk semakin mudah diakses dari segi biaya, tenaga dan waktu. Ketiga kriteria ini yang perlu diprioritaskan oleh komunikator ketika akan memilih sumber informasi. Perlu juga ada perbaikan untuk kriteria yang lain sesuai dengan prioritas kriteria yang dipertimbangkan oleh petani. Dengan adanya perbaikan yang mempertimbangkan kriteria kriteria tersebut, diharapkan akan makin banyak sumber informasi yang efektif bagi petani serta ada variasi penggunaan sumber informasi yang lebih beragam. 31

KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SALATIGA. KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SALATIGA NOMOR 96 /Kpts/KPU-Kota /2016

KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SALATIGA. KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SALATIGA NOMOR 96 /Kpts/KPU-Kota /2016 SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SALATIGA KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SALATIGA MOR 96 /Kpts/KPU-Kota-012-329537/2016 TENTANG DAFTAR PEMILIH TETAP PADA PEMILIHAN WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA SALATIGA

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SALATIGA. KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SALATIGA NOMOR 71 /Kpts/KPU-Kota /2016

KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SALATIGA. KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SALATIGA NOMOR 71 /Kpts/KPU-Kota /2016 SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SALATIGA KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SALATIGA MOR 71 /Kpts/KPU-Kota-012-329537/2016 TENTANG DAFTAR PEMILIH SEMENTARA PADA PEMILIHAN WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG (APBD) KOTA SALATIGA

LAMPIRAN 1 PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG (APBD) KOTA SALATIGA LAMPIRAN 1 PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG (APBD) KOTA SALATIGA PETUNJUK PENGISIAN Untuk menjawab berilah tanda silang (x) pada pilihan yang tersedia dan mohon untuk diberi alasan secara tertulis. Data Informan

Lebih terperinci

BAB II KONDISI UMUM KEMISKINAN KOTA SALATIGA

BAB II KONDISI UMUM KEMISKINAN KOTA SALATIGA 5.68 7.80 11.06 10.04 10.81 12.90 BAB II KONDISI UMUM KEMISKINAN KOTA SALATIGA 2.1. Tingkat Kemiskinan Persentase penduduk miskin Salatiga pada tahun 2011 sebesar 7,80% berada di bawah rata-rata capaian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Komunikasi Dalam bukunya, Effendy (2007) mengutip perkataan Lasswell bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi adalah dengan menjelaskan pertanyaan : who says what in

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1992 TENTANG PERUBAHAN BATAS WILAYAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SALATIGA DAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II SEMARANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN Metode penelitian merupakan cara kerja memahami bagaimana suatu penelitian dilakukan, yaitu dengan alat apa dan prosedur bagaimana suatu penelitian dilakukan (Wasito, 1995

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 29 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SALATIGA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG PENOMORAN NASKAH DINAS

BERITA DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 29 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SALATIGA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG PENOMORAN NASKAH DINAS BERITA DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 29 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SALATIGA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG PENOMORAN NASKAH DINAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SALATIGA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang. 1.2 Wilayah cakupan SSK

1.1 Latar Belakang. 1.2 Wilayah cakupan SSK Bab 1: Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Sektor sanitasi merupakan salah satu sektor pelayanan publik yang mempunyai kaitan erat dengan kesehatan masyarakat. Rendahnya kualitas sanitasi menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Karakteristik Individu 6.1.1. Umur BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN Responden yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 30 orang dan berada pada rentang usia 40 sampai 67 tahun. Sebaran responden hampir

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan pembangunan di Indonesia telah sejak lama mengedepankan peningkatan sektor pertanian. Demikian pula visi pembangunan pertanian tahun 2005 2009 didasarkan pada tujuan pembangunan

Lebih terperinci

DATA PENCAIRAN DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) KOTA SALATIGA PENCAIRAN TRIWULAN 1 PERIODE JANUARI-MARET TAHUN 2017

DATA PENCAIRAN DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) KOTA SALATIGA PENCAIRAN TRIWULAN 1 PERIODE JANUARI-MARET TAHUN 2017 SD NO NAMA SEKOLAH KECAMATAN NAMA REKENING (BUKAN NAMA PRIBADI) NOMOR REKENING NAMA BANK 1 SD NEGERI TEGALREJO 04 Kec. Argomulyo SD NEGERI TEGALREJO 04 2033062195 Bank Jateng 185 29.600.000 2 SD NEGERI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian yang sempat menjadi isu utama pembangunan bangsa di Era Orde Baru kini menjadi sedikit terpinggirkan sebagai dampak perkembangan teknologi industri. Lahan-lahan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 21 TAHUN 2016 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN WALIKOTA SALATIGA NOMOR 21 TAHUN 2016

BERITA DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 21 TAHUN 2016 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN WALIKOTA SALATIGA NOMOR 21 TAHUN 2016 SALINAN BERITA DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 21 TAHUN 2016 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN WALIKOTA SALATIGA NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN BARANG MILIK DAERAH, PEMASANGAN ALAT PERAGA KAMPANYE,

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5.1.Karakteristik Responden Penelitian ini dilakukan pada keseluruhan masyarakat Salatiga, dengan mengambil sampel berdasarkan ketentuan pengambilan sampel minimum media yaitu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penyuluhan pertanian mempunyai peranan strategis dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia (petani) sebagai pelaku utama usahatani. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Demografi Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor Desa Citeko merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Cisarua. Desa Citeko memiliki potensi lahan

Lebih terperinci

Analisis dan Perancangan Tata Ruang Kota Bagian Fasilitas Kesehatan Kota Salatiga dengan Memanfaatkan Sistem Informasi Geografi Berbasis Web

Analisis dan Perancangan Tata Ruang Kota Bagian Fasilitas Kesehatan Kota Salatiga dengan Memanfaatkan Sistem Informasi Geografi Berbasis Web Analisis dan Perancangan Tata Ruang Kota Bagian Fasilitas Kesehatan Kota Salatiga dengan Memanfaatkan Sistem Informasi Geografi Berbasis Web Artikel Ilmiah Peneliti: Indra Septy (682009072) Charitas Fibriani,

Lebih terperinci

PROGRAM DAN KEGIATAN. implementasi strategi organisasi. Program kerja operasional merupakan proses

PROGRAM DAN KEGIATAN. implementasi strategi organisasi. Program kerja operasional merupakan proses PROGRAM DAN KEGIATAN. A. Program Kegiatan Lokalitas Kewenangan SKPD. Program kerja operasional pada dasarnya merupakan upaya untuk implementasi strategi organisasi. Program kerja operasional merupakan

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. 1. Peranan Forum Lembaga Komunikasi Masyarakat (FLKM) di Kecamatan

BAB IV PENUTUP. 1. Peranan Forum Lembaga Komunikasi Masyarakat (FLKM) di Kecamatan BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa peranan Forum Lembaga Komunikasi Masyarakat (FLKM) di Kecamatan Argomulyo dan Forum Lembaga Komunikasi Masyarakat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 27 PENDAHULUAN Latar Belakang Paradigma baru pembangunan Indonesia lebih diorientasikan pada sektor pertanian sebagai sumber utama pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kapasitas lokal. Salah satu fokus

Lebih terperinci

BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 14 MARET 2012

BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 14 MARET 2012 BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 14 MARET 2012 Salah satu target 4 (empat) sukses pembangunan pertanian adalah swasembada dan swasembada berkelanjutan; Untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2011 DI KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB III LAPORAN PENELITIAN

BAB III LAPORAN PENELITIAN BAB III LAPORAN PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Berdirinya Gapoktan Kelompok Tani Bangkit Jaya adalah kelompok tani yang berada di Desa Subik Kecamatan Abung Tengah Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 1149 TAHUN 2014 TENTANG ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN GARUT TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN KAPASITAS BP3K

PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN KAPASITAS BP3K PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN KAPASITAS BP3K PUSAT PENYULUHAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 ii KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT,

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 82/Permentan/OT.140/8/2013 TANGGAL : 19 Agustus 2013 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut:

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: 1. Usahatani padi organik masih sangat sedikit dilakukan oleh petani, dimana usia petani padi organik 51

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber matapencaharian dari mayoritas penduduknya, sehingga sebagian besar penduduknya menggantungkan

Lebih terperinci

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG BUPATI MALANG, BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN MALANG TAHUN ANGGARAN 2013 BUPATI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi 4.1.1 Keadaan Geografis Desa Oluhuta Utara merupakan salah satu Desa yang berada di Kecamatan Kabila, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Luas

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH 67 BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH Bab ini akan membahas keefektifan Program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan (Proksi Mantap) dalam mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT Ir. Mewa Ariani, MS Pendahuluan 1. Upaya pencapaian swasembada pangan sudah menjadi salah satu

Lebih terperinci

Renja BP4K Kabupaten Blitar Tahun

Renja BP4K Kabupaten Blitar Tahun 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN R encana kerja (RENJA) SKPD Tahun 2015 berfungsi sebagai dokumen perencanaan tahunan, yang penyusunan dengan memperhatikan seluruh aspirasi pemangku kepentingan pembangunan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Profil Kelompok Tani Di Kelurahan Ngestiharjo Wates Kulon Progo

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Profil Kelompok Tani Di Kelurahan Ngestiharjo Wates Kulon Progo V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Kelompok Tani Di Kelurahan Ngestiharjo Wates Kulon Progo 1. Kelompok Tani Ngesti Utomo I Kelompok Tani Ngesti Utomo I berdiri pada tahun 1998, yang berlokasi di Dusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berubahnya orientasi usahatani dapat dimaklumi karena tujuan untuk meningkatkan pendapatan merupakan konsekuensi dari semakin meningkatnya kebutuhan usahatani dan kebutuhan

Lebih terperinci

Semakin tinggi tingkat pendidikan petani akan semakin mudah bagi petani tersebut menyerap suatu inovasi atau teknologi, yang mana para anggotanya terd

Semakin tinggi tingkat pendidikan petani akan semakin mudah bagi petani tersebut menyerap suatu inovasi atau teknologi, yang mana para anggotanya terd BAB IPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menjadikan sektor pertanian yang iiandal dalam menghadapi segala perubahan dan tantangan, perlu pembenahan berbagai aspek, salah satunya adalah faktor kualitas sumber

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Koordinasi Antara Kelompok Tani dan BPD dalam Penyediaan Pupuk Distribusi pupuk didesa Fajar Baru ini masih kurang, dan sulit untuk didapat. Untuk mendapatkan pupuk petani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian disektor pertanian. Pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian, hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan di Indonesia. Salah satu tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan di Indonesia. Salah satu tujuan pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting dalam proses pembangunan di Indonesia. Salah satu tujuan pembangunan pertanian adalah peningkatan

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN MADIUN TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 98 BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bagian ini akan dikemukakan hasil temuan studi yang menjadi dasar untuk menyimpulkan keefektifan Proksi Mantap mencapai tujuan dan sasarannya. Selanjutnya dikemukakan

Lebih terperinci

KAJIAN POLA PENDAMPINGAN PROGRAM SL-PTT DI KABUPATEN LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN

KAJIAN POLA PENDAMPINGAN PROGRAM SL-PTT DI KABUPATEN LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013 KAJIAN POLA PENDAMPINGAN PROGRAM SL-PTT DI KABUPATEN LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN Sahardi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan ABSTRAK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah kerusakan tanaman yang disebabkan gangguan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) baik hama, penyakit maupun gulma menjadi bagian dari budidaya pertanian sejak manusia

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM Potensi Daerah Kota Salatiga

4. GAMBARAN UMUM Potensi Daerah Kota Salatiga 4. GAMBARAN UMUM Potensi Daerah Kota Salatiga Kota Salatiga terletak di tengah-tengah wilayah Kabupaten Semarang, berjarak ± 47 Km dari Ibukota Provinsi Jawa Tengah yakni Kota Semarang kearah selatan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendapatan rumahtangga petani adalah pendapatan yang diterima oleh rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga petani dapat berasal dari

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG BATAS DAERAH KOTA SALATIGA DENGAN KABUPATEN SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2011

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2011 GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN

Lebih terperinci

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik KONSEP GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 73 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah kepada masyarakat. Masyarakat sebagai pengguna jasa penyuluhan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah kepada masyarakat. Masyarakat sebagai pengguna jasa penyuluhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyuluhan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat. Masyarakat sebagai pengguna jasa penyuluhan dalam hal ini adalah petani.

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH TAHUN 2017 KABUPATEN BLITAR. RKPD: DINAS PERTANIAN DAN PANGAN hal 1 dari 10

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH TAHUN 2017 KABUPATEN BLITAR. RKPD: DINAS PERTANIAN DAN PANGAN hal 1 dari 10 RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH TAHUN 2017 KABUPATEN BLITAR 1.02.03.3.03.1 Urusan Pemerintahan Bidang Pangan 1.02.03.3.03.1.11 Program Peningkatan Ketahanan Pangan 1.02.03.3.03.1.11.24 Peningkatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Agenda revitalisasi pembangunan pertanian, perikanan dan kehutanan pertanian yang dicanangkan pada tahun 2005 merupakan salah satu langkah mewujudkan tujuan pembangunan yaitu

Lebih terperinci

VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan.

VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan. VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan. Terutama dalam hal luas lahan dan jumlah penanaman masih

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan suatu cara atau strategi menyeluruh untuk memperoleh data yang di perlukan (Soehartono, 1999:9). Untuk itu dalam bab ini akan dijelaskan mengenai proses

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KETAHANAN PANGAN KOTA SALATIGA MENGGUNAKAN METODE WEIGHTED PRODUCT BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

ANALISIS TINGKAT KETAHANAN PANGAN KOTA SALATIGA MENGGUNAKAN METODE WEIGHTED PRODUCT BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFI ANALISIS TINGKAT KETAHANAN PANGAN KOTA SALATIGA MENGGUNAKAN METODE WEIGHTED PRODUCT BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFI Charitas Fibriani 1 1 Program Studi Sistem Informasi, Fakultas Teknologi Informasi,

Lebih terperinci

RENCANA AKSI TAHUN 2017 DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN

RENCANA AKSI TAHUN 2017 DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN Meningkatkan Ketersediaan Beras 10.036 Ton, Jagung 463 Ketersediaan utama Ketahanan Ton, Kedelai 6.806 Ton, Daging Ketersediaan, Utama (Food Availability) (food availability) (/Perkebuna n) 24.547 Ton,

Lebih terperinci

BAB V KETERDEDAHAN, PENILAIAN RESPONDEN TERHADAP PROGRAM SIARAN RADIO, DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB V KETERDEDAHAN, PENILAIAN RESPONDEN TERHADAP PROGRAM SIARAN RADIO, DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA BAB V KETERDEDAHAN, PENILAIAN RESPONDEN TERHADAP PROGRAM SIARAN RADIO, DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 5.1 Karakteristik Responden Karakteristik responden merupakan faktor yang diduga mempengaruhi

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TAPIN TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03//Permentan/OT.140/1/2011 TANGGAL : 31 Januari 2011 PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang sangat beragam yang menjadi andalan perekonomian nasional. Kondisi agroklimat di Indonesia sangat

Lebih terperinci

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan

Lebih terperinci

Renstra BKP5K Tahun

Renstra BKP5K Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN Revitalisasi Bidang Ketahanan Pangan, Pertanian, Perikanan dan Kehutanan merupakan bagian dari pembangunan ekonomi yang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan, kesejahteraan, taraf

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 SERI E.4 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 SERI E.4 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 SERI E.4 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN, PENYALURAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SUB SEKTOR

Lebih terperinci

VII DIMENSI KUALITAS PELAYANAN, KEPUASAN, DAN LOYALITAS KONSUMEN RESTORAN MIRA SARI

VII DIMENSI KUALITAS PELAYANAN, KEPUASAN, DAN LOYALITAS KONSUMEN RESTORAN MIRA SARI VII DIMENSI KUALITAS PELAYANAN, KEPUASAN, DAN LOYALITAS KONSUMEN RESTORAN MIRA SARI Penilaian terhadap berbagai atribut di Restoran Mira Sari secara tidak langsung dapat mengukur menganai kepuasan dan

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN PATI TAHUN ANGGARAN 2016

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor andalan perekonomian di Propinsi Lampung adalah pertanian. Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Lampung

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN 2014

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PERATURAN BUPATI HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH

Lebih terperinci

BUDIDAYA PEPAYA BERBASIS RAMAH LINGKUNGAN DENGAN TEKNOLOGI KOMPOS AKTIF. (Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Jambi) 2

BUDIDAYA PEPAYA BERBASIS RAMAH LINGKUNGAN DENGAN TEKNOLOGI KOMPOS AKTIF. (Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Jambi) 2 BUDIDAYA PEPAYA BERBASIS RAMAH LINGKUNGAN DENGAN TEKNOLOGI KOMPOS AKTIF 1 M. Syarif, 2 Wiwaha Anas Sumadja dan 1 H. Nasution 1 (Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Jambi) 2 (Staf Pengajar Fakultas

Lebih terperinci

PEDOMAN SISTEM KERJA LATIHAN DAN KUNJUNGAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN SISTEM KERJA LATIHAN DAN KUNJUNGAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 82/Permentan/OT.140/8/2013 TANGGAL : 19 Agustus 2013 PEDOMAN SISTEM KERJA LATIHAN DAN KUNJUNGAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pendekatan pembangunan

Lebih terperinci

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR,

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR, PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Kajian Kinerja dan Dampak Program Strategis Departemen Pertanian

Kajian Kinerja dan Dampak Program Strategis Departemen Pertanian Kajian Kinerja dan Dampak Program Strategis Departemen Pertanian PENDAHULUAN 1. Dalam upaya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dan masyarakat di perdesaan, Departemen Pertanian memfokuskan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN SEMARANG TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Lahirnya Kelembagaan Lahirnya kelembagaan diawali dari kesamaan karakteristik dan tujuan masing-masing orang dalam kelompok tersebut. Kesamaan kepentingan menyebabkan adanya

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Petani Hutan Rakyat 5.1.1. Karakteristik Petani Hutan Rakyat Karakteristik petani hutan rakyat merupakan suatu karakter atau ciri-ciri yang terdapat pada responden.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pengaturan Pola Tanam dan Tertib Tanam (P2T3) pola tanam bergilir, yaitu menanam tanaman secara bergilir beberapa jenis

TINJAUAN PUSTAKA. Pengaturan Pola Tanam dan Tertib Tanam (P2T3) pola tanam bergilir, yaitu menanam tanaman secara bergilir beberapa jenis TINJAUAN PUSTAKA Pengaturan Pola Tanam dan Tertib Tanam (P2T3) Pola tanam adalah pengaturan penggunaan lahan pertanaman dalam kurun waktu tertentu, tanaman dalam satu areal dapat diatur menurut jenisnya.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERAN PENYULUH DAN ADOPSI TEKNOLOGI OLEH PETANI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN TASIKMALAYA

HUBUNGAN ANTARA PERAN PENYULUH DAN ADOPSI TEKNOLOGI OLEH PETANI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN TASIKMALAYA HUBUNGAN ANTARA PERAN PENYULUH DAN ADOPSI TEKNOLOGI OLEH PETANI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN TASIKMALAYA Oleh: Tri Ratna Saridewi 1 dan Amelia Nani Siregar 2 1 Dosen Sekolah Tinggi Penyuluhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai PENDAHULUAN Latar Belakang Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai aspek teknik budidaya rumput laut dan aspek manajerial usaha tani rumput laut. teknik manajemen usahatani.

Lebih terperinci

BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014 BUPATI SERUYAN, Menimbang

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA

VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA 6.1 Motif Dasar Kemitraan dan Peran Pelaku Kemitraan Lembaga Petanian Sehat Dompet Dhuafa Replubika

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG 1 BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SITUBONDO TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan. Kesimpulan berikut ini secara rinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan. Kesimpulan berikut ini secara rinci V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan. Kesimpulan berikut ini secara rinci menjabarkan secara rinci situasi dan kondisi poktan sebagai

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU Jl. Let. Jend. S. Pa[ PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA BENGKULU

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. Gambar Peta Provinsi Banten

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. Gambar Peta Provinsi Banten LAMPIRAN 141 Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian Gambar Peta Provinsi Banten 142 Lampiran 2. Kuesioner penelitian PERSEPSI PENYULUH PERTANIAN LAPANG TENTANG PERANNYA DALAM PENYULUHANPERTANIAN PADI DI PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. material untuk sebagian masih diukur antara lain, melalui GNP (Gross National Product)

BAB I PENDAHULUAN. material untuk sebagian masih diukur antara lain, melalui GNP (Gross National Product) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah pembangunan yang sering kita pakai merupakan salah satu istilah yang relatif masih baru. Secara relatif masih muda, belum begitu lama kita pakai dan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Petunjuk teknis ini disusun untuk menjadi salah satu acuan bagi seluruh pihak yang akan melaksanakan kegiatan tersebut.

KATA PENGANTAR. Petunjuk teknis ini disusun untuk menjadi salah satu acuan bagi seluruh pihak yang akan melaksanakan kegiatan tersebut. KATA PENGANTAR Kekayaan sumber-sumber pangan lokal di Indonesia sangat beragam diantaranya yang berasal dari tanaman biji-bijian seperti gandum, sorgum, hotong dan jewawut bila dikembangkan dapat menjadi

Lebih terperinci

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG 1 BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 78 TAHUN 2001 SERI D.75 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 78 TAHUN 2001 SERI D.75 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 78 TAHUN 2001 SERI D.75 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN KABUPATEN SUMEDANG SEKRETARIAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan kontribusi sektor pertanian terhadap

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan kontribusi sektor pertanian terhadap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sumber daya manusia pertanian, termasuk pembangunan kelembagaan penyuluhan dan peningkatan kegiatan penyuluhan pertanian, adalah faktor yang memberikan kontribusi

Lebih terperinci

WALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA

WALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA WALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN WALIKOTA TEBING TINGGI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KOTA TEBING

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi 45 III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi Berdasarkan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, secara operasional dapat diuraikan tentang definisi operasional,

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TANAH BUMBU

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 41 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Wilayah Penelitian Kecamatan Gandus terletak di Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan. Kecamatan Gandus merupakan salah satu kawasan agropolitan di mana

Lebih terperinci

BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SALINAN BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (RENJA - SKPD) TAHUN ANGGARAN 2016

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (RENJA - SKPD) TAHUN ANGGARAN 2016 PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (RENJA SKPD) TAHUN ANGGARAN 06 Organisasi / SKPD :..0. BADAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN Halaman dari 8.. KETAHANAN PANGAN

Lebih terperinci