IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Kondisi umum perairan lokasi penelitian Perairan pulau Semak Daun terletak di sebelah utara pulau Panggang dan Pulau Karya, dan di sebelah selatan pulau Karang Bongkok. Pulau ini memiliki daratan seluas 0,5 ha yang dikelilingi karang penghalang (barier reef) sehingga terbentuk perairan dangkal terlindung (perairan karang dalam/gosong) seluas 315 ha (PKSPL 2009). Perairan ini memiliki karakteristik hidroseanografi sebagai berikut : Tipe pasut di perairan ini tergolong pasut campuran dominan tunggal, yaitu mengalami satu kali pasang dan satu kali surut selama 24 jam. Arah arus dominan menuju barat daya, yang berarti jika laut sedang pasang, maka arus akan mengalir ke barat daya, dan ketika surut akan menuju timur laut. Secara umum pola arah perambatan gelombang di lokasi Sea Farming mengikuti arah perambatan gelombang di Laut Jawa dan dipengaruhi oleh angin musim. Pada musim barat, gelombang akan merambat dari arah utara ke selatan dengan tinggi gelombang mencapai 0,5 m, sedangkan pada musim timur arah gelombang merabat dari timur ke barat dengan tinggi gelombang menacapai 0,6 m (SEAWATCH BPPT 2000 dalam PKSPL 2009). Suhu di area Sea Farming berkisar 29,6 0 C hingga 30,4 0 C. Suhu di perairan ini mempunyai pola harian yang nyata, dimana suhu merambat secara perlahan untuk mencapai nilai maksimum dan menurun secara perlahan untuk mencapai nilai minimum. Salinitas perairan berada diantara 32,53 psu hingga 33, 1 psu. Kisaran kandungan O 2 di area Sea Farming tidak terlalu besar, yaitu antara hingga mg/l. Selain itu, perairan di area Balai Sea Farming memiliki karakteristik kualitas air sebagai berikut: 1. Parameter Fisika Perairan terdiri dari kekeruhan, kecerahan air (kedalaman Secchi) dan kandungan partikel tersuspensi. Kandungan TSS di lokasi balai masih berada di bawah baku mutu yang tersedia (< 20 mg/l), berarti kegiatan di KJA Balai Sea Farming tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai TSS di lokasi perairan. Untuk parameter fisik lainnya seperti kekeruhan dan kecerahan air (kedalaman Secchi) masih menunjukkan nilai di bawah batas maksimal baku mutu untuk kekeruhan batas dalam baku mutu yaitu 5 m, sedangkan kekeruhan standar baku mutunya < 5 NTU. 2 Parameter Kimia Perairan terkait parameter kelarutan oksigen,

2 kandungan bahan organik dan nutrient dan parameter kontaminan seperti logam. Kandungan oksigen terlarut di lokasi KJA masih dalam nilai sangat baik dan berada di atas baku mutu (diatas 5 mg/l). Nilai BOD5 masih sangat jauh di bawah baku mutu yang diperkenankan yaitu 20 mg/l. Rendahnya parameter ini mengindikasikan masih rendahnya kandungan beban bahan organik yang harus diuraikan oleh bakteri secara biologis di perairan dan kolom air khususnya. Kandungan minyak lemak di lokasi ini menunjukkan nilai yang sangat rendah dibawah detection limit: < 1 mg/ L, berarti aktifitas manusia hanya memberikan sedikit sumbangan kandungan minyak lemak di kawasan ini. Berbeda dengan KJA perairan pulau Semak Daun, KJA perairan pulau Karang Congkak memiliki karakteristik kualitas air sebagai berikut : 1. Parameter fisik yaitu suhu berkisar antara C, kecerahan masih berada dalam batas baku mutu kedalaman sechi yaitu 3 5 m, kandungan padatan tersuspensi (TSS) berada di bawah baku mutu yang tersedia (< 20 mg/l), sedangkan untuk kekeruhan masih dibawah batas maksimal baku mutu yaitu 5 NTU. 2. Parameter kimia terdiri dari kandungan oksigen terlarut masih sangat baik dan berada diatas baku mutu 5 mg/l ( mg/l), salinitas 34 psu dengan standar baku mutu antara psu, kandungan amoniak dalam nilai yang rendah dan aman di bawah baku mutu, kandungan nitrat berada jauh melebihi kandungan maksimal yang diperbolehkan dalam baku mutu yaitu 0,008 mg/l (diduga terkait dengan peran oksigen dalam proses nitrifikasi dan denitrifikasi), dan kandungan logam berat yang diukur meliputi Pb, Cu, Cd dan Hg menunjukkan telah terjadi kecenderungan peningkatan nilai-nilai kandungan logam-logam di perairan. Tingginya nilai kandungan logam di lokasi diduga disebabkan oleh pengaruh massa air dari Teluk Jakarta yang masuk ke lokasi terbawa oleh arus musim. Pada saat musim timur khususnya, massa air Teluk Jakarta masuk ke kawasan ini, karena tidak dijumpai aktifitas manusia di kawasan pulau-pulau di Kepulauan Seribu yang menghasilkan logam berat.

3 4.1.2 Parasit yang ditemukan Ikan kerapu macan yang diambil dari KJA Perairan Pulau Semak Daun dan Pulau Karang Congkak, Kepulauan Seribu menunjukkan adanya serangan penyakit yang disebabkan oleh parasit Diplectanum, Trichodina, Alitropus sp. dan kista Myxosporea (Tabel 2 dan Tabel 3). Tabel 2. Keberadaan dan jenis parasit pada benih kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus di KJA perairan pulau Semak Daun Balai Sea Farming Kepulauan Seribu Tanggal Ukuran Parasit Sampling ikan (cm) Kulit/ Organ yang diperiksa Sirip Operculum Insang Sisik D P V C 3/06/09 7-8, /06/09 7,4-8,7 Diplectanum Diplectanum; Alitropus sp. 20/06/09 8,5-10,9 Trichodina; Diplectanum Diplectanum; Trichodina; Alitropus sp. 30/06/09 8,4 12, Diplectanum; 12/07/ , Keterangan : (-) : tidak ditemukan parasit Berdasarkan Tabel 2, keberadaan parasit di KJA perairan pulau Semak Daun dimulai pada sampling kedua, yaitu Diplectanum (pada kulit/sisik dan insang) dan Alitropus sp. (pada insang). Untuk sampling ketiga parasit Trichodina ditemukan menyerang kulit dan insang, serta Diplectanum dan Alitropus sp. pada insang. Sampling ke-4 hanya parasit Diplectanum yang ditemukan pada insang. Untuk sampling kelima tidak ditemukan parasit saat dilakukan pemeriksaan.

4 Tabel 3. Keberadaan dan jenis parasit pada benih kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus di KJA perairan pulau Karang Congkak Balai Sea Farming Kepulauan Seribu Tanggal Sampling Ukuran ikan (cm) Parasit Organ yang diperiksa Kulit / Sisik Sirip Operculum Insang D P V C 20/06/09 10,4 11, Diplectanum; Alitropus sp. 30/06/09 10,7 12, Diplectanum; Kista Myxosporea 12/07/09 11,0 12, /07/09 11,5 12, /08/09 12,0 13, Keterangan : (-) : tidak ditemukan parasit D : Sirip Dorsal V : Sirip Ventral P : Sirip Pectoral C : Sirip Caudal Berdasarkan Tabel 3, keberadaan parasit di KJA perairan pulau Karang Congkak ditemukan pada organ insang saja. Pada sampling ke-1, parasit yang ditemukan yaitu Diplectanum dan Alitropus sp. Untuk sampling ke-2, parasit Diplectanum dan Kista Myxosporea. Pada sampling berikutnya tidak ditemukan parasit yang menginfeksi benih ikan kerapu macan. Pengambilan sampel berbeda waktunya dengan KJA di perairan Pulau Semak Daun dikarenakan kedatangan ikan yang berbeda pada masing-masing KJA. Gejala benih ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) terinfeksi suatu parasit ditandai lendir yang berlebihan, dan penggeripisan sirip ekor seperti Ekor gripis tampak pada Gambar 9. Lendir yang berlebihan dikarenakan adanya reaksi yang ditimbulkan oleh ikan ketika parasit yang menginfeksi tubuhnya sehingga dengan lendir ikan berupaya untuk melindungi dirinya.

5 Lendir Gambar 11. Tanda-tanda benih ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) yang didederkan di KJA Balai Sea Farming yang terinfeksi penyakit Adapun jenis-jenis parasit yang menginfeksi benih ikan kerapu macan antara lain Diplectanum, Trichodina, Alitropus sp., dan kista Myxosporea seperti tampak pada Gambar 10. a. b. c. d. Gambar 12. Jenis jenis parasit yang menginfeksi benih ikan kerapu macan, a). Diplectanum, b). Alitropus sp., c). Trichodina d). Kista Myxosporea Parasit Diplectanum termasuk Ordo Dactylogyridea, Famili Diplectanidae dan dikenal sebagai parasit Monogenetik trematoda insang. Parasit Diplectanum disebut juga cacing insang, merupakan parasit yang cukup berbahaya dan sering ditemukan pada ikan laut. Parasit Diplectanum mempunyai kekhasan yang

6 membedakannya dari spesies lain dalam Ordo Dactylogyridea yaitu mempunyai squamodisc (satu di ventral dan satu di dorsal), dan 2 pasang jangkar yang terletak berjauhan (Zafran et al., 1997). Menurut Diani (1996) dalam Susanti (2001) panjang Diplectanum berkisar antara 0,5 1,0 mm. a. b. c. Gambar 13. Parasit Diplectanum a). Spesimen pada insang benih kerapu macan b) Morfologi spesimen dari kerapu macan (perbesaran 40x10) c). Sketsa Parasit Diplectanum menurut Noble et al Trichodina merupakan ektoparasit di ikan air laut yang bersifat ektokomensal, dimana mereka menggunakan inang sebagai daerah untuk

7 mencari makanannya, yaitu partikel air, bakteri dan detritus. Dilihat dari bentuk blade, Trichodina yang didapat pada penelitian ini memiliki blade yang bengkok seperti sabit dan bagian ujungnya meruncing. Selain itu, arah putaran blade dari Trichodina yang ditemukan melawan arah jarum jam. Thorn berbentuk agak ramping, sedikit bengkok dan meruncing ke arah tengah. Bagian tengah adhesive disc yaitu dentikel ring terdiri dari 24 dentikel (Gambar 12a.). Parasit ini merupakan protozoa dari golongan ciliata berukuran ± 50µm berbentuk bundar dengan sisi lateral berbentuk lonceng, memiliki cincin dentikel sebagai alat penempel dan memiliki silia di sekeliling tubuhnya. Gambar 14. Parasit Trichodina yang menginfeksi benih kerapu macan Parasit Alitropus sp. (Gambar 13) yaitu parasit Crustacea yang masuk ke dalam kelas Isopoda, Family Aegidae, dan Genus Alitropus sp.. Alitropus sp. memiliki badan pipih, lebar, oval dengan bagian perut yang datar dan permukaan punggung yang agak cembung, memiliki dua antena, mata yang besar dan bersifat fakultatif. Secara umum tubuh Isopoda terbagi menjadi 3 bagian yaitu kepala (cephalon) yang tidak bersegmen, dilengkapi sepasang mata, dua pasang antena dan mulut. Tubuh (peraon) terdiri dari 7 segmen dan masing-masing dilengkapi sepasang kaki (peraepoda). Bagian terakhir dari Isopoda adalah pleon yang terdiri dari 6 segmen dan segmen tersakhir disebut pleotelson (Kabata 1985).

8 Gambar 15. Parasit Alitropus sp. Tabel 4. Prevalensi (P) dan Intensitas (I) parasit yang menyerang benih ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus di KJA Balai Sea Farming Perairan Pulau Semak Daun Balai Sea Farming Kepulauan Seribu. Tanggal Sampling Ukuran ikan (cm) Diplectanum Trichodina Alitropus sp. P(%) I P(%) I P(%) I 3/06/09 7,0-8, /06/09 7,4-8, /06/09 8,5-10, /06/09 8,4-12, /07/09 11,0-12, Dilihat hasil pada Tabel 4, sampling pertama tidak ditemukan parasit. Sampling kedua, prevalensi parasit Diplectanum 100% dan Alitropus sp. nilai prevalensinya sebesar 60%. Sampling ketiga, parasit Diplectanum memiliki prevalensi sebesar 100%, sedangkan untuk prevalensi parasit Trichodina 40%. Untuk sampling keempat 100% dari jumlah ikan yang diperiksa terinfeksi parasit Diplectanum. Nilai 100% menyatakan bahwa ikan yang terserang parasit Diplectanum dan Alitropus sp. sebesar 60% dari jumlah ikan yang diperiksa sedangkan ikan yang terinfeksi parasit Trichodina sebanyak 40% dari jumlah ikan yang diperiksa.

9 Pada sampling kedua intensitas Diplectanum sebesar dan Alitropus sp.1.3, berarti jumlah rata-rata parasit Diplectanum ditemukan pada ikan yang terinfeksi sebesar dan parasit Alitropus sp. sebesar 1,3 dari jumlah ratarata parasit yang ditemukan dari jumlah ikan yang terinfeksi parasit tersebut. Untuk sampling ketiga diperoleh intensitas parasit Diplectanum sebesar 72.8, dan Trichodina Untuk sampling keempat nilai intensitas parasit Diplectanum adalah 5.5 berarti sebanyak 5.5 Diplectanum ditemukan dari 5 ekor ikan yang diperiksa. Pada sampling kelima tidak dilakukan penghitungan karena parasit tidak ditemukan. Tabel 5. Prevalensi (P) dan Intensitas rata-rata (I) parasit yang menyerang benih ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus di KJA Perairan Pulau Karang Congkak Balai Sea Farming Kepulauan Seribu Tanggal Sampling Ukuran ikan (cm) Diplectanum Kista Myxosporea Alitropus sp. P(%) I P(%) I P(%) I 20/06/09 10,4 11, /06/09 10,7 12, /07/09 11,0 12, /07/09 11,5 12, /08/09 12,0 13, Pada Tabel 5. sampling pertama yaitu sebesar 100% ikan yang terinfeksi parasit Diplectanum, sedangkan Alitropus sp. memiliki nilai prevalensi parasit 20 % dari jumlah ikan yang diperiksa terinfeksi parasit Alitropus sp. Untuk sampling kedua, prevalensi Diplectanum sebesar 40%, dan kista Myxosporea sebesar 20% berarti sebanyak 20% ikan yang terinfeksi parasit kista Myxosporea dari jumlah ikan yang diperiksa. Sampling ketiga, keempat dan kelima tidak ditemukan parasit. Intensitas parasit tertinggi yang menyerang benih kerapu macan di KJA perairan pulau Karang Congkak diperoleh dari sampling tanggal 20 Juni 2009 yaitu Diplectanum sebesar 62.8 yang berarti ada 62.8 parasit Diplectanum yang menginfeksi benih ikan kerapu macan. Selain itu, terdapat intensitas parasit

10 Alitropus sp. 1, dan 15 Kista Myxosporea dari jumlah rata-rata ikan yang terinfeksi parasit tersebut. 4.2 Pembahasan Benih ikan kerapu macan di KJA Perairan Pulau Semak Daun terinfeksi oleh parasit. Parasit yang ditemukan yaitu Diplectanum, Trichodina dan Alitropus sp. Sedangkan, benih ikan di KJA Perairan Pulau Karang Congkak terinfeksi parasit Diplectanum, Alitropus sp., dan kista Myxosporea. Diplectanum merupakan parasit yang bersifat inang spesifik, dan lebih dominan menyerang insang. Parasit ini banyak ditemukan menyerang ikan-ikan dari famili Serrenidae. Kabata (1985) menemukan Diplectanum sp. menyerang ikan Epinephelus tauvina yang dipelihara di karamba jaring apung perairan Singapura. Diplectanum ditemukan dikulit kemungkinan karena terhempas dari insang dan menempel dikulit. Hal ini dapat dilihat dari intensitas rata-rata Diplectanum yang ditemukan dikulit sangat sedikit. Ikan kerapu yang terinfeksi Diplectanum terlihat bernapas lebih cepat dengan tutup insang yang selalu terbuka. Infeksi Diplectanum mempunyai hubungan erat dengan penyakit sistemik seperti vibriosis. Insang yang terinfeksi biasanya berwarna pucat dan produksi lendirnya berlebihan (Chong & Chao, 1986). Selain itu, gejala klinis yang ditimbulkan adalah menurunnya nafsu makan, tingkah laku berenang yang abnormal pada permukaan air, warna tubuh berubah menjadi pucat. Parasit Diplectanum ditemukan pada semua ikan sampel, dan umumnya menyerang organ insang. Serangan berat dari parasit ini dapat merusak filamen insang dan kadang-kadang dapat menimbulkan kematian karena adanya gangguan pernapasan. Selain itu, gangguan pernafasan disebabkan oleh karena produksi lendir yang berlebihan sehingga insang tertutup lendir. Warna insang ikan kerapu yang terinfeksi terlihat pucat (Zafran et al., 1998; Koesharyani et al., 2001). Vektor atau pembawa parasit Diplectanum sp. ialah air. Hal ini dapat dilihat dari siklus hidupnya. Diplectanum memiliki siklus hidup langsung (Grabda 1991), artinya tidak melibatkan inang antara dimana telur yang dilepaskan diperairan, setelah 2-3 hari akan menetas menjadi larva bersilia (oncomirasidium) yang bergerak bebas di alam (diperairan) selama 6-8 jam maksimal 24 jam,

11 kemudian mencari inang yang tepat. Oncomirasidium akan menempel pada insang dan berkembang menjadi dewasa. Trichodina mempunyai siklus hidup yang sangat sederhana. Yaitu mereka merupakan inang tunggal dan tidak menggunakan pergantian generasi atau penggandaan diri secara asexual pada inang. Reproduksinya dengan pembelahan menjadi dua, membelah diri dengan langsung. Sehingga menghasilkan anak dengan jumlah denticle setengah dari sel induk. Pelengkapan denticle dipulihkan oleh syntesis denticle baru dari tepi sel bagian luar. Transmisi terjadi melalui kontak langsung dari host yang terinfeksi dan tidak terinfeksi, dan juga dengan berenang aktif dari trichodinids dari satu host ke yang lain. Trichodina sel berenang dengan permukaan adoral menghadap ke depan. Di permukaan, mereka bergerak lateral, dengan menghadap adoral permukaan substrat. Trichodina yang ditemukan oleh Sonya (2006) pada ikan kerapu macan yaitu Trichodina retuncinata, Trichodina sp.1, dan Trichodina sp.2 jika dilihat dari arah putaran dentikelnya yaitu searah jarum jam. Akan tetapi, Trichodina yang ditemukan pada penelitian yaitu melawan jarum jam. Hal ini berarti, ada jenis Trichodina lain yang juga menyerang ikan kerapu macan dan ditemukan di perairan Pulau Semak Daun Kepulauan Seribu. Dengan ini, telah ditemukannya 4 spesies Trichodina yang menginfeksi benih kerapu macan. Ikan kerapu yang terinfeksi mengalami iritasi pada kulit, produksi lendir berlebih, insang pucat, megap-megap sehingga ikan sering menggantung di permukaan air atau dipinggir jaring, nafsu makan menurun, gerakan ikan lemah, sirip ekor rusak dan berwarna kemerahan akibat pembuluh darah kapiler pada sirip pecah. Luka yang disebabkan oleh parasit Trichodina dapat dijadikan sebagai jalan masuk bagi bakteri untuk menginfeksi benih ikan kerapu macan. Parasit Alitropus sp. melekat pada ikan dan melewati stadia jantan sebelum menjadi betina. Baik Isopoda jantan maupun betina menempel secara permanen ditubuh ikan. Kemudian telur dilepaskan ke perairan dan berkembang menjadi larva lalu melekat pada inang hingga dewasa ketika ikan dalam keadaan lemah atau lingkungan yang buruk. Isopoda kemungkinan mempunyai inang spesifik yang tinggi dan akan mencari kesempatan untuk memilih inang yang tepat. Isopoda ini merupakan parasit fakultatif, yaitu parasit yang akan menempel pada ikan jika keadaannya lemah atau lingkungan yang buruk. Dengan sifat oportunistik dan parasit fakultatif, maka derajat kerusakan pada ikan bervariasi

12 sesuai dengan tempat penempelan dan perbandingan antara intensitas Isopoda dengan inangnya. Ukuran Isopoda yang besar dapat menyebabkan kerusakan dan abrasi jika menempel pada kulit dan insang ikan (Grabda 1991). Alitropus sp. ditemukan menyerang insang dan permukaan kulit benih ikan kerapu macan yang dipelihara di keramba jaring apung. Serangan Alitropus sp. pada insang benih ikan kerapu macan menyebabkan ikan mengalami kesulitan bernafas sehingga insang pucat, kehilangan nafsu makan dan berenang tidak teratur. Akibat serangan parasit ini jaringan tubuh ikan rusak, nekrosis pada dermis dan filamen insang. Parasit ini bila tidak segera ditangani menyebabkan kematian bagi ikan. Gejala klinis ikan yang terserang parasit Alitropus sp. yaitu abnormalitas dalam berenang, gerakan lamban, kehilangan nafsu makan, anemia, pertumbuhan lambat dan kematian akan terjadi pada hari ke 2-3 setelah ikan diserang Alitropus sp. (Koesharyani et al., 1999). Oleh masyarakat pulau Seribu parasit ini disebut kutu jokong. Klasifikasi parasit golongan Myxosporea didasarkan pada karakteristik morfologi dari fase vegetative dan spora (Dana dalam Suryani 1998). Spora Myxosporea terbentuk oleh cangkang yang terdiri dari dua katup yang biasanya simetrik dalam bentuk maupun ukuran. Pada bagian apora terdapat kapsul polar, dan pada bagian posterior terdapat sporoplasma (Kudo dalam Suryani 1998). Pada sampel ikan yang terinfeksi Myxosporea dapat dilihat insang tampak pucat dan terdapat bintik merah pada bagian lamella insang. Kista Myxosporea hanya ditemukan pada benih ikan kerapu macan di KJA perairan Pulau Karang Congkak. Kista Myxosporea ditemukan pada ikan kerapu macan yang berukuran ± 10 cm, dengan umur ikan ± 30 hari. Dilihat dari siklus hidupnya kista Myxosporea berasal dari cacing tubificid sebagai tuan rumah perantara, kemudian masuk ke dalam tubuh ikan melalui pakan atau air. Di dalam tubuh ikan, cacing bereproduksi menghasilkan telur. Myxosporea menyerang epitel ikan dan dalam waktu 1-1,5 bulan membentuk kista di organ inang. Pada pemeliharaan ikan di KJA pakan yang diberikan yaitu pakan buatan atau pellet. Kista ini diduga berasal dari hatchery sebagai tempat awal pemeliharaan ikan, karena kita tidak mengetahui ikan ketika di hatchery diberi pakan pellet atau rucah. Apabila dilihat dari keragaman parasit yang terdapat di perairan Pulau Semak Daun dan Pulau Karang Congkak jumlah spesies parasitnya termasuk

13 sedikit. Menurut Noble et al. (1989) ikan yang menghabiskan seluruh siklus hidupnya hanya di satu tipe perairan akan memiliki parasit lebih sedikit daripada ikan yang berpindah-pindah. Pada awal pemeliharaan benih ikan kerapu macan tidak terinfeksi parasit namun setelah seminggu pemeliharaan ikan terinfeksi parasit, diduga ikan pada saat itu dalam kondisi stress atau lemah. Hal yang menyebabkan ikan dalam kondisi stress atau lemah dikarenakan adanya perubahan lingkungan pemeliharaan, ikan yang semula dipelihara didalam bak di hatchery kemudian didederkan di KJA. Pemeliharaan ikan di hatchery lingkungannya lebih terkontrol dibandingkan di KJA. Di KJA lingkungan pemeliharaan ikan sangat dipengaruhi oleh kondisi alam. Adanya arus dan suhu yang selalu berfluktuasi mengakibatkan ikan stress. Akan tetapi setelah satu bulan pemeliharaan di KJA perairan Pulau Semak Daun, parasit yang menginfeksi benih ikan kerapu macan tidak ditemukan. Kemungkinan ikan sudah bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannya, selain itu diduga karena ikan sudah diberi penanganan pengobatan. Parasit yang ditemukan memang hidup di perairan sekitar KJA, dengan air sebagai vektornya maka parasit akan siap menyerang ikan jika dalam kondisi ikan melemah. Selain itu, ikan-ikan yang hidup di perairan sekitar KJA kemungkinan juga bisa menularkan parasit. KJA perairan Pulau Semak Daun dilihat dari nilai intensitas serangan parasit dan waktu kemunculan parasit yang lebih dominan dibanding KJA perairan Pulau Karang Congkak. Hal ini berarti potensi KJA perairan Pulau Semak Daun untuk terserang penyakit parasit lebih besar dibanding KJA pulau Karang Congkak. Sifat lingkungan perairan dengan arus yang tidak besar yang memungkinkan parasit dapat berkembang biak dengan baik. Penurunan intensitas parasit Diplectanum pada masing-masing lokasi KJA dikarenakan ikan mengalami pertambahan ukuran. Ektoparasit pada ikan karnivora akan berkurang intensitasnya jika ikan tersebut mengalami pertambahan pertumbuhan. Insang yang menjadi substrat oleh parasit Diplectanum akan mengeras, sehingga Diplectanum tidak dapat berkembang biak. Selain itu, dikarenakan telah dilakukan tindakan pengobatan yaitu pencucian ikan dengan air tawar dan diberi acriflavin maka intensitas serangan parasit Diplectanum berkurang.

14 Kondisi lingkungan berhubungan erat dengan penyebab ikan terserang penyakit. Serangan penyakit terjadi pada pengambilan sampel pertama hingga ketiga. Kemungkinan pada saat itu kondisi lingkungan yang buruk menyebabkan ikan terserang penyakit. Kondisi gelombang dan arus dipengaruhi oleh angin musim. Pada musim angin timur, perairan dari Teluk Jakarta masuk ke dalam perairan kepulauan Seribu. Musim angin timur ditandai dengan sedikitnya curah hujan tetapi angin kencang. Sebagaimana kita tahu, perairan Teluk Jakarta saat ini sudah tercemar akan limbah. Sampah yang terbawa oleh gelombang masuk ke dalam perairan lokasi KJA terperangkap membuat kondisi ikan menjadi stress. Selain itu, adanya serangan penyakit parasit kemungkinan tertular dari ikan-ikan yang hidup di perairan lokasi KJA. Parasit merupakan organisme yang hidup pada atau didalam organisme lain yang menjadi inangnya dengan mengambil keuntungan dari inang dan menimbulkan kerugian pada inang. Parasit tumbuh dan berkembang dengan menempel pada inangnya. Menurut hasil penelitian Rahayu (2009), pada Bulan Agustus hingga September KJA di Perairan pulau Karang Congkak dan Semak Daun, Kepulauan Seribu Jakarta benih ikan kerapu yang didederkan terinfeksi penyakit parasit dan bakteri. Parasit yang ditemukan adalah Trichodina, Diplectanum, kista Myxosporea dan Metacercaria sedangkan untuk bakteri adalah Vibrio sp. 1 dan Vibrio sp.2. Pada bulan Agustus hingga September mengalami peralihan musim yaitu musim penghujan dengan dipengaruhi angin musim Barat, perairan dari Lautan bebas dan sekitar pulau Karang Congkak dan Semak Daun masuk ke dalam lokasi KJA. Gelombang pada musim angin barat tidak sebesar pada musim angin timur, dan curah hujan yang tinggi. Air membawa sampah limbah rumah tangga dari pulau sekitar masuk dan terperangkap di lokasi KJA. Penyakit bakteri yang ditemukan oleh Rahayu (2009) diduga merupakan infeksi sekuder dari serangan parasit. Hal ini terkait hasil penelitian yang dilakukan pada bulan sebelumnya dengan musim yang berbeda didapat parasit Diplectanum yang menyebabkan infeksi sekunder. Prevalensi dan intensitas parasit Diplectanum yang ditemukan juga lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Rahayu (2009). Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa parasit yang menginfeksi benih kerapu macan seperti Diplectanum, Trichodina, dan Alitropus sp. berasal dari perairan sekitar lokasi KJA. Oleh karena ikan pernah terinfeksi parasit tersebut maka perlu diwaspadainya parasit akan menginfeksi kembali di pembesaran.

15 Upaya untuk menanggulangi serangan penyakit parasit dilakukan pencegahan dan pengobatan. Hal yang memacu kecepatan perkembangbiakan organisme parasit dan penyakit sehingga dapat merugikan inang, bahkan dapat menyebabkan kematian yaitu kondisi kepadatan tinggi, dan jaring kotor serta jarang diganti dan dibersihkan. Kondisi lingkungan perairan di sekitar memang tidak bisa dikendalikan, tidak seperti dalam hatchery yang bisa kita kontrol. Hal ini menjadi resiko tersendiri dalam pemeliharaan ikan di KJA. Tindakan pencegahan yang dilakukan antara lain mengatur kondisi kepadatan ikan dan penggunaan jaring yang bersih serta melakukan pencucian dengan air tawar selama 5-10 menit secara rutin dan berkala. Pemberian pakan dicampur dengan multivitamin, guna meningkatkan daya tahan tubuh ikan. Terhadap penyakit Trichodina tindakan yang lebih penting ialah pencegahan. Hal ini dilakukan dengan menciptakan suasana kesegaran dan kesehatan bagi ikan, sehingga ikan mempunyai daya tahan yang besar terhadap penyakit ini. Caranya ialah dengan memilih lokasi di mana air dapat selalu berganti lewat arus yang cukup. Bila ikan telah diketahui terserang penyakit maka tindakan yang perlu dilakukan ialah pengobatan. Tindakan pengobatan bila ikan terinfeksi parasit adalah sebagai berikut (Ghufran dan Kordi ( 2004)) ; 1. Parasit Diplectanum -perendaman dengan air tawar selama 15 menit kemudian untuk mengantisipasi adanya infeksi sekunder direndam acriflavin 10 ppm selama 1 jam -perendaman formalin 250 ppm selama 1 jam -perendaman dengan air laut bersalinitas tinggi 60 ppt selama 15 menit (selama pengobatan diberi aerasi cukup) 2. Parasit Trichodina -ikan direndam dalam larutan Formalin 200 ppm selama menit. Perendaman diulang sampai ikan benar-benar sembuh. -ikan direndam dengan air tawar selama 15 menit atau dengan methylene blue 0,1 ppm selama 30 menit. Perendaman diulang sebanyak 2-3 kali. (selama pengobatan diberi aerasi cukup) 3. Parasit Alitropus sp. -ikan direndam dalam air tawar selama menit -perendaman dengan formalin 200 ppm selama 30 menit (selama pengobatan diberi aerasi cukup)

16 -atau dengan pengendalian mekanis dengan mengambil langsung parasit ini dari bagian tubuh ikan yang terserang. 4. Kista Myxosporea -ikan direndam dalam air tawar selama menit. -Penyakit disebabkan oleh parasit ini hingga kini belum ditemukan obat yang efektif.

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Kerapu Macan Epinephelus fuscoguttatus Ikan kerapu tergolong dalam famili Serrenidae, tubuhnya tertutup oleh sisik-sisik kecil. Kebanyakan hidup di perairan terumbu karang

Lebih terperinci

KEBERADAAN PARASIT BENIH IKAN KERAPU MACAN

KEBERADAAN PARASIT BENIH IKAN KERAPU MACAN KEBERADAAN PARASIT BENIH IKAN KERAPU MACAN Epinephelus fuscoguttatus PADA PENDEDERAN DI KARAMBA JARING APUNG BALAI SEA FARMING KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA HENI SELA ARIANTY PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

KERAGAMAN DAN KEBERADAAN PENYAKIT BAKTERIAL DAN PARASITIK BENIH KERAPU MACAN

KERAGAMAN DAN KEBERADAAN PENYAKIT BAKTERIAL DAN PARASITIK BENIH KERAPU MACAN KERAGAMAN DAN KEBERADAAN PENYAKIT BAKTERIAL DAN PARASITIK BENIH KERAPU MACAN Epinephelus fuscoguttatus DI KARAMBA JARING APUNG BALAI SEA FARMING KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA AGNIS MURTI RAHAYU DEPARTEMEN

Lebih terperinci

HAMA DAN PENYAKIT IKAN

HAMA DAN PENYAKIT IKAN HAMA DAN PENYAKIT IKAN I. MENCEGAH HAMA DAN PENYAKIT IKAN Hama dan penyakit ikan dapat dibedakan berdasarkan penyerangan yaitu hama umumnya jenis organisme pemangsa (predator) dengan ukuran tubuh lebih

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan terhadap ikan didapatkan suatu parameter pertumbuhan dan kelangsungan hidup berupa laju pertumbuhan spesifik, pertumbuhan panjang mutlak dan derajat kelangsungan

Lebih terperinci

MK Teknologi Pengendalian Dan Penanggulangan Penyakit Dalam Akuakultur

MK Teknologi Pengendalian Dan Penanggulangan Penyakit Dalam Akuakultur MK Teknologi Pengendalian Dan Penanggulangan Penyakit Dalam Akuakultur Jenis-jenis penyakit akibat mikroba: PROTOZOAN Program Alih Jenjang D4 Bidang Konsentrasi Akuakultur Penyakit Budidaya Perikanan akibat

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Intensitas Trichodina sp pada Ukuran Ikan Nila yang Berbeda

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Intensitas Trichodina sp pada Ukuran Ikan Nila yang Berbeda BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Intensitas Trichodina sp pada Ukuran Ikan Nila yang Berbeda Hasil pengamatan secara mikroskopis yang dilakukan terhadap 90 ekor sampel ikan nila (Oreochromis nilotica),

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut: 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Mas (Cyprinus carpio) 2.1.1 Klasifikasi dan morfologi Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut: Spesies Kingdom : Animalia Filum : Chordata Class

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Identifikasi Parasit Jenis parasit yang ditemukan adalah Trichodina (Gambar 2), Chilodonella (Gambar 3), Dactylogyrus (Gambar 4), Gyrodactylus (Gambar 5), dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. perikanan laut yang sangat besar. Sebagai negara maritim, usaha budidaya laut

PENDAHULUAN. perikanan laut yang sangat besar. Sebagai negara maritim, usaha budidaya laut PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia termasuk negara maritim yang mempunyai potensi hasil perikanan laut yang sangat besar. Sebagai negara maritim, usaha budidaya laut merupakan salah satu usaha yang dapat

Lebih terperinci

telur, dimana setelah jam diinkubasi pada suhu 25 C kista akan menetas

telur, dimana setelah jam diinkubasi pada suhu 25 C kista akan menetas Siklus hidup Artemia (gambar 3) dimulai pada saat menetasnya kista atau telur, dimana setelah 15-20 jam diinkubasi pada suhu 25 C kista akan menetas manjadi embrio. Selanjutnya dalam waktu beberapa jam

Lebih terperinci

KERAGAMAN DAN KEBERADAAN PENYAKIT BAKTERIAL DAN PARASITIK BENIH KERAPU MACAN

KERAGAMAN DAN KEBERADAAN PENYAKIT BAKTERIAL DAN PARASITIK BENIH KERAPU MACAN KERAGAMAN DAN KEBERADAAN PENYAKIT BAKTERIAL DAN PARASITIK BENIH KERAPU MACAN Epinephelus fuscoguttatus DI KARAMBA JARING APUNG BALAI SEA FARMING KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA AGNIS MURTI RAHAYU DEPARTEMEN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam dunia internasional kerapu dikenal dengan nama grouper yang

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam dunia internasional kerapu dikenal dengan nama grouper yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ikan Kerapu Dalam dunia internasional kerapu dikenal dengan nama grouper yang mempunyai sekitar 46 spesies yang tersebar di berbagai jenis habitat. Semua spesies tersebut dapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Kerapu Macan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Kerapu Macan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Kerapu Macan Ikan kerapu memiliki 15 genera yang terdiri atas 159 spesis. Ikan kerapu termasuk famili Serranidae, Subfamili Epinephelinea, yang umumnya dikenal dengan nama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Vektor Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa vektor mekanis dan biologis, juga dapat berupa vektor primer dan sekunder.vektor mekanis adalah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada saat diisolasi dari ikan, sel trophont menunjukan pergerakan yang aktif selama 4 jam pengamatan. Selanjutnya sel parasit pada suhu kontrol menempel pada dasar petri dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ikan bawal air tawar (Colossoma macopomum) merupakan ikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Ikan bawal air tawar (Colossoma macopomum) merupakan ikan yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sudah dikenal memiliki kekayaan sumberdaya perikanan yang cukup besar. Ada beragam jenis ikan yang hidup di air tawar maupun air laut. Menurut Khairuman

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pulau Pramuka secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu, Kotamadya Jakarta

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Fisika Kimia Perairan Lokasi budidaya rumput laut diketahui memiliki dasar perairan berupa substrat pasir dengan serpihan karang mati. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PARASIT PADA IKAN KERAPU (Epinephelus sp.) PASCA TERJADINYA HARMFULL ALGAL BLOOMS (HABs) DI PANTAI RINGGUNG KABUPATEN PESAWARAN ABSTRAK

IDENTIFIKASI PARASIT PADA IKAN KERAPU (Epinephelus sp.) PASCA TERJADINYA HARMFULL ALGAL BLOOMS (HABs) DI PANTAI RINGGUNG KABUPATEN PESAWARAN ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume IV No 2 Februari 2016 ISSN: 2302-3600 IDENTIFIKASI PARASIT PADA IKAN KERAPU (Epinephelus sp.) PASCA TERJADINYA HARMFULL ALGAL BLOOMS (HABs) DI PANTAI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus var) menurut Kordi, (2010) adalah. Subordo : Siluroidae

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus var) menurut Kordi, (2010) adalah. Subordo : Siluroidae BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus var) Klasifikasi ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus var) menurut Kordi, (2010) adalah sebagai berikut : Phylum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada tahun Ikan nila merupakan ikan konsumsi air tawar yang diminati oleh

I. PENDAHULUAN. pada tahun Ikan nila merupakan ikan konsumsi air tawar yang diminati oleh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nila (Oreochromis niloticus L.) adalah ikan yang hidup di air tawar dan berasal dari Sungai Nil dan danau-danau sekitarnya. Ikan nila mulai didatangkan ke Bogor

Lebih terperinci

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March 2011 10:22

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March 2011 10:22 Dikenal sebagai nila merah taiwan atau hibrid antara 0. homorum dengan 0. mossombicus yang diberi nama ikan nila merah florida. Ada yang menduga bahwa nila merah merupakan mutan dari ikan mujair. Ikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Stasiun Karantina Ikan Kelas I Djalaluddin Gorontalo. Pemeriksaan parasit yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Stasiun Karantina Ikan Kelas I Djalaluddin Gorontalo. Pemeriksaan parasit yang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Jenis Parasit Yang Menginfeksi Ikan Nila Identifikasi ektoparasit pada ikan nila dilakukan di Laboratorium Parasit Stasiun Karantina Ikan Kelas I Djalaluddin Gorontalo.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan 5 TINJAUAN PUSTAKA Estuari Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia maupun oleh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo 2.1.1. Taksonomi Klasifikasi atau pengelompokkan ikan lele dumbo menurut Bachtiar (2007) adalah sebagai berikut : Filum Kelas Sub kelas Ordo Sub ordo Famili

Lebih terperinci

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta KESEHATAN IKAN Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta Penyakit adalah Akumulasi dari fenomena-fenomena abnormalitas yang muncul pada organisme (bentuk tubuh, fungsi organ tubuh, produksi lendir,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Pemeliharaan Ikan Maskoki (Carassius auratus) Pengambilan sampel ikan maskoki dilakukan di tiga tempat berbeda di daerah bogor, yaitu Pasar Anyar Bogor Tengah, Batu Tulis Bogor

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Klasifikasi lele masamo SNI (2000), adalah : Kingdom : Animalia Phylum: Chordata Subphylum: Vertebrata Class : Pisces

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Oseanografi Pesisir Kalimantan Barat Parameter oseanografi sangat berperan penting dalam kajian distribusi kontaminan yang masuk ke laut karena komponen fisik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemeliharaan Induk Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk terlebih dahulu di kolam pemeliharaan induk yang ada di BBII. Induk dipelihara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Gejala Klinis Pengamatan gejala klinis pada benih ikan mas yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila meliputi kelainan fisik ikan, uji refleks, dan respon

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA IKAN KERAPU CANTANG

IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA IKAN KERAPU CANTANG IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA IKAN KERAPU CANTANG (Ephinephelus fuscoguttatus-lanceolatus) HASIL BUDIDAYA KERAMBA JARING APUNG (KJA) DI BPBAP SITUBONDO DAN GUNDIL SITUBONDO Karlina Nurhayati

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerapu Macan Perairan Indonesia terletak di antara dua Samudera, Samudera Indonesia dan Samudera Pasifik dengan panjang garis pantai lebih dari 80.000 km yang banyak terdiri

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun.

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Perairan Semak Daun, Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu (KAKS) Daerah Khusus bukota Jakarta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) 2.1.1. Klasifikasi Secara biologis ikan lele dumbo mempunyai kelebihan dibandingkan dengan jenis lele lainnya, yaitu lebih mudah dibudidayakan

Lebih terperinci

Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan

Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan keseragaman.induk yang baik untuk pemijahan memiliki umur untuk

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6483.3-2000 Standar Nasional Indonesia Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock) DAFTAR ISI Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Diaphanosoma sp. adalah sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Diaphanosoma sp. adalah sebagai berikut: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Diaphanosoma sp. 1. Klasifikasi Klasifikasi Diaphanosoma sp. adalah sebagai berikut: Fillum Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Arthropoda : Crustacea : Branchiopoda : Cladocera

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Ikan Mas yang Terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis pada ikan mas yang diinfeksi Aeromonas hydrophila meliputi kerusakan jaringan tubuh dan perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris lumbricoides Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat Indonesia (FKUI, 1998). Termasuk dalam

Lebih terperinci

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata Dekstruksi Basah Lampiran 1. Lanjutan Penyaringan Sampel Air Sampel Setelah Diarangkan (Dekstruksi Kering) Lampiran 1. Lanjutan

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6484.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Halaman Prakata... 1 Pendahuluan... 1 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

IKAN LOU HAN (Cichlasoma sp)

IKAN LOU HAN (Cichlasoma sp) IKAN LOU HAN (Cichlasoma sp) MENGENAL IKAN LOUHAN -Nama lain : flower horn, flower louhan dan sungokong. -Tidak mengenal musim kawin. -Memiliki sifat gembira, cerdas dan cepat akrab dengan pemiliknya.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persiapan Kolam Pemijahan Kolam pemijahan dibuat terpisah dengan kolam penetasan dan perawatan larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga mudah

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Teluk Ratai Kabupaten Pesawaran,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Teluk Ratai Kabupaten Pesawaran, III. METODOLOGI PENELITIAN.. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Teluk Ratai Kabupaten Pesawaran, Lampung. Penelitian ini secara umum mencakup tahapan yaitu survei lapangan,

Lebih terperinci

Infestasi parasit pada benih ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) di Karamba Jaring Apung Balai Sea Farming, Kepulauan Seribu Jakarta

Infestasi parasit pada benih ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) di Karamba Jaring Apung Balai Sea Farming, Kepulauan Seribu Jakarta 140 Yani Hadiroseyani Jurnal et Akuakultur al. / Jurnal Indonesia Akuakultur 9(2), Indonesia 140 1459(2), (2010) 140 145 (2010) Infestasi parasit pada benih ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Distribusi Spasial A. tegalensis pada Tiga Varietas Tebu Secara umum pola penyebaran spesies di dalam ruang terbagi menjadi tiga pola yaitu acak, mengelompok, dan teratur. Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah ikan air tawar yang banyak dibudidayakan di Indonesia dan merupakan ikan budidaya yang menjadi salah satu komoditas ekspor.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. secara taksonomi termasuk ke dalam kelompok crustacea renik yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. secara taksonomi termasuk ke dalam kelompok crustacea renik yang 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daphnia sp 2.1.1 Klasifikasi Daphnia sp. Daphnia sp. secara taksonomi termasuk ke dalam kelompok crustacea renik yang hidup secara umum di perairan tawar (Pangkey 2009). Beberapa

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Ikan nila (Oreochromis niloticus)

Gambar 2.1. Ikan nila (Oreochromis niloticus) 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistematika dan Morfologi Ikan Nila Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah (2010), klasifikasi ikan nila adalah sebagai berikut: Kelas : Osteichthyes

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Prevalensi Kecacingan Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan bawal air tawar dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Tingkat

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan selat sunda Selat Sunda merupakan selat yang membujur dari arah Timur Laut menuju Barat Daya di ujung Barat Pulau Jawa atau Ujung Selatan

Lebih terperinci

NO. 26/MPP.Booklet/2013. Penanganan Hama dan Penyakit padaa Ikan Kakap Putih PENYUSUN: FAHRUR RAZI, SST

NO. 26/MPP.Booklet/2013. Penanganan Hama dan Penyakit padaa Ikan Kakap Putih PENYUSUN: FAHRUR RAZI, SST BOOKLET PERIKANAN NO. 26/MPP.Booklet/2013 Penanganan Hama dan Penyakit padaa Ikan Kakap Putih PENYUSUN: FAHRUR RAZI, SST 0 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Taksonomi Kerapu Macan (Epinephelus fuscogutattus)

II. TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Taksonomi Kerapu Macan (Epinephelus fuscogutattus) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi dan Taksonomi Kerapu Macan (Epinephelus fuscogutattus) Ikan Kerapu Macan mempunyai banyak nama lokal. Di India, Kerapu Macan dikenal dengan nama Fana, Chammam, dan di

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Anyperodon, Cephalopholis, Cromileptes, Epinephelus, Plectropomus, dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Anyperodon, Cephalopholis, Cromileptes, Epinephelus, Plectropomus, dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kerapu Macan 2.1.1. Klasifikasi Kerapu Macan Jumlah ikan kerapu ditaksir ada 46 spesies yang hidup diberbagai tipe habitat. Dari jumlah tersebut ternyata berasal dari 7genus,

Lebih terperinci

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus)

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus) 1 Deskripsi METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus) Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan produksi massal benih ikan hias mandarin (Synchiropus splendidus),

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN TAWES (PUNTIUS JAVANICUS) JOIS

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN TAWES (PUNTIUS JAVANICUS) JOIS KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN TAWES (PUNTIUS JAVANICUS) JOIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus)

BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus) BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus) 1. PENDAHULUAN Kata Belut merupakan kata yang sudah akrab bagi masyarakat. Jenis ikan ini dengan mudah dapat ditemukan dikawasan pesawahan. Ikan ini ada kesamaan dengan

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH MERAIH SUKSES DENGAN BISNIS BUDIDAYA IKAN LELE

KARYA ILMIAH MERAIH SUKSES DENGAN BISNIS BUDIDAYA IKAN LELE KARYA ILMIAH MERAIH SUKSES DENGAN BISNIS BUDIDAYA IKAN LELE Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Lingkungan Bisnis NAMA : BUNGA DWI CAHYANI NIM : 10.11.3820 KELAS : S1 TI-2D STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

Lebih terperinci

MODUL: PEMELIHARAAN INDUK

MODUL: PEMELIHARAAN INDUK BDI L/3/3.1 BIDANG BUDIDAYA IKAN PROGRAM KEAHLIAN BUDIDAYA IKAN AIR LAUT PENGELOLAAN INDUK KERAPU: KERAPU BEBEK MODUL: PEMELIHARAAN INDUK DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan nila menurut Trewavas (1982), dalam Dirjen Perikanan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan nila menurut Trewavas (1982), dalam Dirjen Perikanan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Nila 2.1.1 Klasifikasi Ikan Nila Klasifikasi ikan nila menurut Trewavas (1982), dalam Dirjen Perikanan (1991) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Sub Kingdom : Metazoa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain: 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Indonesia adalah negara kepulauan dengan kawasan maritim yang sangat luas sehingga Indonesia memiliki kekayaan perikanan yang sangat kaya.pengetahuan lingkungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 45 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yakni perlakuan A (Perlakuan dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 45 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yakni perlakuan A (Perlakuan dengan 4.1. Laju Pertumbuhan Mutlak BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Laju pertumbuhan mutlak Alga K. alvarezii dengan pemeliharaan selama 45 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yakni perlakuan A (Perlakuan dengan

Lebih terperinci

Induk ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok

Induk ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok Standar Nasional Indonesia SNI 6138:2009 Induk ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional SNI 6138:2009 Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh kosentrasi limbah terhadap gerakan insang Moina sp Setelah dilakukan penelitian tentang gerakan insang dan laju pertumbuhan populasi Moina sp dalam berbagai kosentrasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan selama 30 hari, diperoleh bahwa pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup benih nila

Lebih terperinci

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling Tabel V.9 Konsentrasi Seng Pada Setiap Titik Sampling dan Kedalaman Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling A B C A B C 1 0,062 0,062 0,051 0,076 0,030 0,048

Lebih terperinci

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL FAISOL MAS UD Dosen Fakultas Perikanan Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan Universitas Islam Lamongan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika dan Morfologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Klasifikasi ikan lele dumbo menurut Saanin (1984) dalam Hadiroseyani et al. (2006) adalah sebagai berikut: Kingdom

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi dan Variasi Temporal Parameter Fisika-Kimiawi Perairan Kondisi perairan merupakan faktor utama dalam keberhasilan hidup karang. Perubahan kondisi perairan dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Suzuki Metode Suzuki adalah suatu metode yang digunakan untuk pemeriksaan telur Soil Transmitted Helmints dalam tanah. Metode ini menggunakan Sulfas Magnesium yang didasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit ikan merupakan salah satu masalah serius yang dihadapi oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit ikan merupakan salah satu masalah serius yang dihadapi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ikan merupakan salah satu masalah serius yang dihadapi oleh para pembudidaya karena berpotensi menimbulkan kerugian yang sangat besar. Kerugian yang terjadi

Lebih terperinci

Alitropus typus dan Chironomus tentans

Alitropus typus dan Chironomus tentans Alitropus typus dan Chironomus tentans PARASIT DAN PEYAKIT IKAN Kelompok 5 Kelas A VIDYA YUSTINDRIARINI 230110140022 NUR ANISA DIVA 230110140033 NENDRA SUHENDRA 230110140047 RIHAT 230110140061 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6485.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk ikan gurami kelas induk pokok diterbitkan oleh Badan Standardisasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. motil, tidak membentuk spora, tidak membentuk kapsul, aerob, katalase positif,

II. TINJAUAN PUSTAKA. motil, tidak membentuk spora, tidak membentuk kapsul, aerob, katalase positif, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aeromonas salmonicida 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi A. salmonicida A. salmonicida merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang pendek, tidak motil, tidak membentuk spora,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2013, di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. B. Alat dan Bahan (1)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Mujair 2.1.1. Sistematika Dan Morfologi Ikan Mujair Ikan mujair berasal dari perairan Afrika, yaitu sekitar dataran rendah Zambezi, Shiré dan dataran pantai delta Zambezi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.23/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA NIRWANA II

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.23/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA NIRWANA II KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.23/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA NIRWANA II MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa guna lebih

Lebih terperinci

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar Standar Nasional Indonesia Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Sibolga yang terletak di pantai barat Pulau Sumatera, membujur sepanjang pantai dari utara ke selatan dan berada pada kawasan teluk yang bernama Teluk Tapian Nauli,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan lentik. Jadi daerah aliran sungai adalah semakin ke hulu daerahnya pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan lentik. Jadi daerah aliran sungai adalah semakin ke hulu daerahnya pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sungai Sungai sebagai perairan umum yang berlokasi di darat dan merupakan suatu ekosistem terbuka yang berhubungan erat dengan sistem - sistem terestorial dan lentik. Jadi

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Ikan Ompok hypophthalmus dikenal dengan nama daerah selais, selais danau dan lais, sedangkan di Kalimantan disebut lais

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Proses adsorpsi antar partikel tersuspensi dalam kolom air terjadi karena adanya muatan listrik pada permukaan partikel tersebut. Butir lanau, lempung dan koloid asam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) Ikan kerapu bernilai ekonomis tinggi, baik di dalam negeri maupun di luar negeri sehingga penangkapan dan budidayanya bisa berkembang.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis penting yang banyak dibudidayakan oleh petani. Beternak lele

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis penting yang banyak dibudidayakan oleh petani. Beternak lele 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.LATAR BELAKANG Masyarakat Indonesia sudah sering mengkonsumsi ikan sebagai menu lauk-pauk sehari-hari. Salah satu jenis ikan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat adalah lele dumbo.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomis penting yang terdapat di perairan Indonesia. Ikan kerapu bernilai gizi

I. PENDAHULUAN. ekonomis penting yang terdapat di perairan Indonesia. Ikan kerapu bernilai gizi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan kerapu (Groupers) merupakan salah satu jenis ikan laut bernilai ekonomis penting yang terdapat di perairan Indonesia. Ikan kerapu bernilai gizi tinggi dan telah dapat

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering

Lebih terperinci

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan Kelangsugan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Nilem Pada penelitian yang dilakukan selama 30 hari pemeliharaan, terjadi kematian 2 ekor ikan dari total 225 ekor ikan yang digunakan.

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas benih sebar SNI : 01-6141 - 1999 Standar Nasional Indonesia Produksi Benih Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas benih sebar Daftar isi Pendahuluan Halaman 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1 3 Definisi...

Lebih terperinci