Bab II TEORI DASAR. Suatu batas daerah dikatakan jelas dan tegas jika memenuhi kriteria sebagai berikut:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab II TEORI DASAR. Suatu batas daerah dikatakan jelas dan tegas jika memenuhi kriteria sebagai berikut:"

Transkripsi

1 Bab II TEORI DASAR 2.1 Batas Daerah A. Konsep Batas Daerah batas daerah adalah garis pemisah wilayah penyelenggaraan kewenangan suatu daerah dengan daerah lain. Batas daerah administrasi adalah wilayah yang batasbatasnya ditentukan berdasarkan kepentingan administrasi pemerintahan, seperti: Provinsi, kota, kabupaten, dll. Batas Daerah merupakan salah satu unsur yang dijadikan dasar bagi eksistensi suatu daerah. Oleh sebab itu, sebuah proses penetapan dan penegasan batas diperlukan dalam mewujudkan suatu batas yang jelas. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan suatu konflik yang terjadi akibat adanya pertampalan daerah kewenangan. B. Konsep Penetapan dan Penegasan Batas penetapan dan penegasan merupakan dua Istilah yang berbeda. istilah penetapan berarti penentuan batas di atas peta, sedangan penegasan adalah menentukan titik-titik batas di lapangan. Dengan kata lain, penegasan merupakan tahap lanjutan dari penetapan batas. Titik-titik yang ditentukan di atas peta merupakan hasil dari proses penetapan, sedangkan penegasan berfungsi untuk membawa (menentukan) titik-titik tersebut ke lapangan dengan tanda yang bisa diamati secara fisik. Penegasan merupakan proses stake out atas koordinat titik yang sebelumnya telah ditentukan melalui proses penetapan[arsana, 2006]. Suatu batas daerah dikatakan jelas dan tegas jika memenuhi kriteria sebagai berikut: 7

2 a. Batas tersebut memiliki kepastian hukum, dalam hal ini ada produk hukum yang mengatur dan menetapkannya. b. Batas tersebut dapat diukur, dalam hal ini yang dimaksud adalah dapat diketahui secara tepat titik koordinat geografisnya. C. Landasan Hukum Terkait Batas Daerah di Darat Dalam hukum internasional, penetapan serta penegasan batas daerah di darat merupakan urusan dan kebijakan dalam negeri suatu negara. Di Indonesia terdapat beberapa landasan hukum yang terkait dengan penetapan dan penegasan batas daerah di darat. Beberapa diantaranya adalah: a. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah. Undang-undang Pemerintahan Daerah tidak mengamanati secara langsung pelaksanaan penegasan batas suatu daerah. Namun, pada pasal 4 Undang-undang pemerintahan daerah mengamanati kepada setiap daerah untuk melegalkan wilayahnya kedalam suatu Undang-undang pembentukan daerah. Undang-undang pembentukan daerah meliputi nama daerah, cakupan wilayah, batas ibukota dan lain-lain. Karena cakupan suatu wilayah termasuk didalam salah satu syarat Undangundang pembentukan daerah maka diperlukan suatu penegasan batas daerah. b. Undang-undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. undang-undang ini memuat masalah perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah termasuk tentang Dana Alokasi Umum(DAU) untuk suatu daerah yang dihitung berdasarkan perkalian bobot daerah kabupaten/kota yang 8

3 bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh daerah Kabupaten/kota(pasal 31). Besarnya DAU bergantung pada luas suatu daerah. Untuk menghitung luas daerah diperlukan data batas daerah yang jelas. c. Undang-undang No. 04 tahun 2011 tentang Informasi Geospasial. Suatu peta dasar terdiri atas garis pantai, hipsografi, perairan, nama rupabumi, batas wilayah, dll. Batas wilayah digambarkan berdasarkan dokumen penetapan penentuan batas wilayah secara pasti dilapangan oleh Instansi Pemerintah yang berwenang(pasal 16). d. Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan. peraturan ini membagi urusan pemerintahan menjadi tiga yaitu urusan pemerintah, pemerintahan provinsi, pemerintahan kabupaten/kota. Dalam melaksanakan urusan pemerintahan suatu daerah harus mengetahui batas administratif yang menjadi wilayah wewenangnya. e. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2006 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah. Secara skematis hubungan beberapa landasan hukum diatas dapat digambarkan pada diagram alur pada gambar 2.2, sebagai berikut: 9

4 UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah(pasal 4) UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan (pasal 27-37) UU No 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (pasal 12, 16 dan 21) Mengamanati dibuatnya Undang-undang pembentukan daerah Perhitungan DAU (dana alokasi umum) Pembuatan peta dasar Mensyaratkan Cakupan wilayah dengan batas yang jelas penegasan batas Permendagri no 1 tahun 2006 Gambar 2.1 Skema dasar hukum dalam penegasan batas daerah di darat. 2.2 Konsep Spatial Ada beberapa konsep Spatial yang perlu dipahami dalam memahami konsep penegasan batas darat daerah. Konsep Spatial tersebut antara lain adalah sistem koordinat, sistem referensi koordinat, sistem koordinat geodetik, sistem proyeksi, sistem proyeksi UTM, skala peta dan arah utara. A. Sistem Koordinat Koordinat adalah pernyataan Posisi suatu titik secara kuantitatif (baik dalam 1D, 2D, 3D, ataupun 4D). koordinat tidak hanya memberi deskripsi kuantitatif tentang posisi, tapi juga pergerakan (trayektori) suatu titik. Untuk menjamin adanya konsistensi dan standarisasi, diperlukan suatu sistem dalam menyatakan suatu koordinat yang 10

5 disebut sistem koordinat. Sistem koordinat memudahkan pendeskripsian, perhitungan dan analisa, baik yang sifatnya geometrik maupun dinamik [Abidin,1997] B. Sistem Referensi Koordinat Sistem referensi koordinat adalah sistem (termasuk teori, konsep, deskripsi fisis dan geometris, serta standar dan parameter) yang digunakan dalam pendefinisian koordinat dari suatu atau beberapa titik dalam ruang. Sistem referensi digunakan sebagai acuan untuk menyatakan nilai suatu titik. Realisasi praktis dari sistem referensi adalah kerangka referensi. Kerangka referensi digunakan untuk pendeskripsian secara kuantitatif posisi dan pergerakan titik titik. Kerangka referensi biasanya direalisasikan dengan melakukan pengamatan-pengamatan geodetik, dan umumnya direpresentasikan dengan menggunakan suatu set koordinat dari sekumpulan titik maupun objek. Berikut merupakan jenis-jenis sistem referensi yang biasa dipakai dalam pendeskripsian posisi [Abidin,2001]: 1. CIS (Conventional Inertial System) ialah sistem referansi koordinat yang biasa digunakan untuk pendeskripsian posisi dan pergerakan satelit. Sifatnya geosentrik dan terikat langit. 2. CTS (Conventional Terestrial System) ialah sistem referansi koordinat yang biasa digunakan untuk menyatakan posisi di permukaan bumi. Sifatnya geosentrik dan terikat bumi. Gambar 2.2 Sistem Koordinat WGS 84[abidin, 2006] 11

6 Salah satu realisasi dari CTS adalah WGS 84 (World Geodetic System 84). WGS 84 adalah sistem yang saat ini digunakan oleh sistem navigasi GPS. WGS 84 pada prinsipnya adalah sistem koordinat CTS yang didefinisikan, direalisasikan dan dipantau oleh NIMA (National Imaery and Mapping) Amerika Serikat. Berikut merupakan parameter WGS 84 : b = ,3142 m; f = 1/298, ; e = 0, Dengan memanfaatkan teknologi GPS dalam melakukan penentuan posisi, maka secara tidak langsung posisi titik-titik yang ditentukan nilainya tersebut akan berada pada satu sistem referensi WGS-84[Abidin,2006]. C. Sistem Koordinat Geodetik Sistem koordinat geodetik mempunyai parameter lintang, bujur dan tinggi geodetik. Sistem koordinat geodetik mengacu pada ellipsoid referensi tertentu yang dipakai untuk mendekati model permukaan bumi dimana nilainya bergantung pada ukuran, bentuk dan orientasi ellipsoid. Lokasi titik nol dari sistem koordinat geodetik berada pada pusat ellipsoid. namun, pusat ellipsoid belum tentu berada pada titik pusat massa bumi. Orientasi dari sumbu-sumbu koordinat geodetik terikat ke bumi. Posisi suatu titik dalam sistem koordinat geodetik dinyatakan dalam basaran sudut dan jarak, seperti yang di jelaskan sebagai berikut : ϕ (Lintang ) = sudut yang dibentuk oleh normal ellipsoid yang melalui titik tersebut dengan bidang ekuator, yang nilainya berkisar -90 o ϕ 90 o. λ (Bujur) = sudut yang dibentuk antara meridian suatu titik, pusat ellipsoid dan meridian referensi (yaitu meridian yang melalui Greenwich), yang nilainya berkisar 0 o λ 180 o E dan 180 o W λ 0 o. 12

7 h (Tinggi) = tinggi suatu titik di atas ellipsoid(h) dihitung sepanjang normal ellipsoid yang melalui titik tersebut. D. Sistem Proyeksi Sistem proyeksi adalah sistem penyajian permukaan bumi yang tidak beraturan pada suatu bidang datar dengan metode geometris dan matematis tertentu. Gambar berikut ini merupakan ilustrasinya : Gambar 2.3 Proyeksi Peta[prijatna, 2005] Untuk dapat melakukan sebuah proyeksi peta diperlukan sebuah bidang proyeksi. Bidang proyeksi adalah bentuk-bentuk matematika yang dapat dijadikan bidang datar, dapat berupa: 1. Bidang datar; 2. Kulit silinder; 3. Kulit kerucut. 13

8 Gambar 2.4 Bidang proyeksi peta Ditinjau dari kedudukan bidang proyeksi terhadap bumi, maka dapat dimengerti bahwa akan terjadi distorsi antara bumi dengan bidang proyeksi. Oleh karena itu, berdasarkan sifat distorsinya proyeksi peta terbagi atas: 1. Ekidistan yaitu dengan mempertahankan nilai jarak; 2. konform yaitu dengan mempertahankan besarnya sudut dan bentuk; 3. ekivalen yaitu dengan mempertahankan luas suatu daerah. Setiap model proyeksi peta mempunyai kelemahan dan kelebihan.tidak ada model proyeksi peta terbaik. Apabila satu atau dua jenis distorsi diminimalkan, maka distorsi lainnya akan membesar. Beberapa model proyeksi peta telah didesain optimal agar semua jenis distorsi magnitudenya tidak terlalu besar. Pembuat peta harus memilih model proyeksi peta yang sesuai dengan kebutuhannya, dalam arti meminimalkan distorsi fitur-fitur yang sekiranya penting [Prijatna, 2005]. 14

9 Ada banyak sistem proyeksi peta yang dikenal, diantaranya Mercator, Lambert,Polyeder, Tranverse mercator, Universal Transverse Mercator(UTM) dan Tranverse Mercator 3 o. Sistem proyeksi Universal Transverse Mercator(UTM) dan Tranverse Mercator 3 o merupakan sistem proyeksi yang diterapkan pada pemetaan di Indonesia. E. Sistem Proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM) Universal Transverse Mercator (UTM) adalah sistem proyeksi Transverse Mercator yang cakupannya dibatasi pada area λ=±3 o atau dengan lebar zona 6 o serta faktor perbesaran pada meridian sentral sebesar [Prijatna, 2005]. Gambar 2.5 Zona UTM Dunia[prijatna, 2005] Univesal Tranverse Mercator menggunakan lebar zona proyeksi yang cukup lebar untuk dapat memetakan daerah yang luas, berikut ini merupakan tabel zona proyeksi UTM untuk wilayah Indonesia: 15

10 Tabel 2.1 Daftar Zona Proyeksi UTM Untuk Wilayah Indonesia Universal Transverse Mercator Mer. Batas No Zona Mer. Sentral Barat Timur o 90 o 96 o o 96 o 102 o o 102 o 108 o o 108 o 114 o o 114 o 120 o o 120 o 126 o o 126 o 132 o o 132 o 138 o o 138 o 144 o [soedomo,2004] F. Tranverse Mercator 3 o Sistem proyeksi ini diterapkan di Indonesia oleh Badan Pertanahan Nasional(BPN) untuk seluruh kawasan indonesia. Lebar zona sistem proyeksi ini adalah 3 o agar distorsi jarak tidak besar dan distorsi sudut ditiadakan.(soedomo, 2003) G. Garis Kerangka peta Gariss kerangka peta dibagi menjadi 2,yaitu 1. Grid Garis-garis pada muka peta yang tergambar saling tegak lurus, dan perpotongannya merupakan koordinat proyeksi. Penyajian garis grid pada muka peta dan garis tepi peta lebih banyak digunakan pada peta-peta skala besar. Pada beberapa peta untuk keperluan teknis, sering digunakan garis grid dengan sistem koordinat lokal yang hanya dapat digunakan untuk suatu keperluan tertentu. Untuk suatu pemetaan sistematis (misalnya peta dasar nasional) harus digunakan sistem grid yang sifatnya seragam (universal). 16

11 2. Gratikul Garis-garis pada muka peta yang tergambar tidak saling tegak lurus, dan perpotongannya merupakan koordinat geografis. Penyajian garis gratikul pada muka peta dan garis tepi peta lebih banyak digunakan pada peta-peta skala kecil. (hadwi,2011) Gambar 2.6 Gratikul dan Grid H. Skala Peta 1. Pengertian Skala Skala peta adalah angka perbandingan antara jarak dua titik di atas peta dengan jarak tersebut di permukaan bumi. Pada peta skala 1:50.000, jarak 1 cm di peta berati cm atau 500 meter di lapangan. Andaikan diukur jarak 3 cm di peta skala 1:50.000, ini berarti jarak di lapangan adalah[bakosurtanal, 2004]: 3 cm di peta = 3 x cm = cm 17

12 = 1,5 km di lapangan 2. Pernyataan Skala Peta Ada dua (2) cara menyatakan skala pada peta, yaitu: a) Cara numerik atau angka, misalnya 1:50.000, 1: , 1: , dan lainnya. b) Cara grafis, seperti gambar di bawah ini Gambar 2.7 Skala-skala grafis pada peta batas daerah 18

BAB II DASAR TEORI II.1 Sistem referensi koordinat

BAB II DASAR TEORI II.1 Sistem referensi koordinat BAB II DASAR TEORI Pada bab II ini akan dibahas dasar teori mengenai sistem referensi koordinat, sistem koordinat dan proyeksi peta, yang terkait dengan masalah penentuan posisi geodetik. Selain itu akan

Lebih terperinci

By. Y. Morsa Said RAMBE

By. Y. Morsa Said RAMBE By. Y. Morsa Said RAMBE Sistem Koordinat Sistem koordinat adalah sekumpulan aturan yang menentukan bagaimana koordinatkoordinat yang bersangkutan merepresentasikan titik-titik. Jenis sistem koordinat:

Lebih terperinci

Bab IV ANALISIS. 4.1 Hasil Revisi Analisis hasil revisi Permendagri no 1 tahun 2006 terdiri dari 2 pasal, sebagai berikut:

Bab IV ANALISIS. 4.1 Hasil Revisi Analisis hasil revisi Permendagri no 1 tahun 2006 terdiri dari 2 pasal, sebagai berikut: Bab IV ANALISIS Analisis dilakukan terhadap hasil revisi dari Permendagri no 1 tahun 2006 beserta lampirannya berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan Geodesi, adapun analalisis yang diberikan sebagai berikut:

Lebih terperinci

Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84?

Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84? Nama : Muhamad Aidil Fitriyadi NPM : 150210070005 Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84? Jenis proyeksi yang sering di gunakan di Indonesia adalah WGS-84 (World Geodetic System) dan UTM (Universal

Lebih terperinci

Materi : Bab IV. PROYEKSI PETA Pengajar : Ira Mutiara A, ST

Materi : Bab IV. PROYEKSI PETA Pengajar : Ira Mutiara A, ST PENDIDIKAN DAN PELATIHAN (DIKLAT) TEKNIS PENGUKURAN DAN PEMETAAN KOTA Surabaya, 9 24 Agustus 2004 Materi : Bab IV. PROYEKSI PETA Pengajar : Ira Mutiara A, ST FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT

Lebih terperinci

K NSEP E P D A D SA S R

K NSEP E P D A D SA S R Mata Kuliah : Sistem Informasi Geografis (SIG) Perikanan. Kode MK : M10A.125 SKS :2 (1-1) KONSEP DASAR DATA GEOSPASIAL OLEH SYAWALUDIN A. HRP, SPi, MSc SISTEM KOORDINAT DATA SPASIAL SUB POKOK BAHASAN 1

Lebih terperinci

PROYEKSI PETA DAN SKALA PETA

PROYEKSI PETA DAN SKALA PETA PROYEKSI PETA DAN SKALA PETA Proyeksi Peta dan Skala Peta 1. Pengertian Proyeksi peta ialah cara pemindahan lintang/ bujur yang terdapat pada lengkung permukaan bumi ke bidang datar. Ada beberapa ketentuan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. 1. Abidin, Hasanuddin Z.(2001). Geodesi satelit. Jakarta : Pradnya Paramita.

DAFTAR PUSTAKA. 1. Abidin, Hasanuddin Z.(2001). Geodesi satelit. Jakarta : Pradnya Paramita. DAFTAR PUSTAKA 1. Abidin, Hasanuddin Z.(2001). Geodesi satelit. Jakarta : Pradnya Paramita. 2. Abidin, Hasanuddin Z.(2002). Survey Dengan GPS. Cetakan Kedua. Jakarta : Pradnya Paramita. 3. Krakiwsky, E.J.

Lebih terperinci

Proyeksi Peta. Tujuan

Proyeksi Peta. Tujuan Arna fariza Politeknik elektronika negeri surabaya Tujuan Setelah menyelesaikan bab ini, anda diharapkan dapat: Memahami tentang bentuk permukaan bumi Memahami proyeksi dari peta bumi (3D) ke peta topografi

Lebih terperinci

Sistem Proyeksi Peta. Arif Basofi PENS 2015

Sistem Proyeksi Peta. Arif Basofi PENS 2015 Sistem Proyeksi Peta Arif Basofi PENS 2015 Contents 1 Proyeksi Peta 2 Jenis Proyeksi Peta 3 Pemilihan Proyeksi Peta 4 Sistem Proyeksi Peta Indonesia Proyeksi Peta Peta : representasi dua-dimesional dari

Lebih terperinci

Sistem Proyeksi Peta. Arif Basofi PENS 2012

Sistem Proyeksi Peta. Arif Basofi PENS 2012 Sistem Proyeksi Peta Arif Basofi PENS 2012 Tujuan Sistem Proyeksi Peta Jenis Proyeksi Peta Pemilihan Proyeksi Peta UTM (Universal Transverse Mercator) Sistem Proyeksi Peta Bentuk bumi berupa ruang 3D yg

Lebih terperinci

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521 SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521 SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521 Sistem Koordinat Parameter SistemKoordinat Koordinat Kartesian Koordinat Polar Sistem Koordinat

Lebih terperinci

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521 SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521 Sistem Koordinat Parameter SistemKoordinat Koordinat Kartesian Koordinat Polar Sistem Koordinat Geosentrik Sistem Koordinat Toposentrik Sistem Koordinat

Lebih terperinci

Datum Geodetik & Sistem Koordinat Maju terus

Datum Geodetik & Sistem Koordinat Maju terus Datum Geodetik & Sistem Koordinat Maju terus 31/03/2015 8:34 Susunan Lapisan Bumi Inside eartth Datum geodetik atau referensi permukaan atau georeferensi adalah parameter sebagai acuan untuk mendefinisikan

Lebih terperinci

MENGGAMBAR BATAS DESA PADA PETA

MENGGAMBAR BATAS DESA PADA PETA MENGGAMBAR BATAS DESA PADA PETA Edisi : I Tahun 2003 KERJASAMA ANTARA DEPARTEMEN DALAM NEGERI DENGAN BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAAN NASIONAL Cibogo, April 2003 MENGGAMBAR BATAS DESA PADA PETA Oleh:

Lebih terperinci

BAB I Pengertian Sistem Informasi Geografis

BAB I Pengertian Sistem Informasi Geografis BAB I KONSEP SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS 1.1. Pengertian Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi

Lebih terperinci

URGENSI PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS LAUT DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI. Oleh: Nanin Trianawati Sugito*)

URGENSI PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS LAUT DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI. Oleh: Nanin Trianawati Sugito*) URGENSI PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS LAUT DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI Oleh: Nanin Trianawati Sugito*) Abstrak Daerah (propinsi, kabupaten, dan kota) mempunyai wewenang yang relatif

Lebih terperinci

SPESIFIKASI PENYAJIAN PETA RDTR

SPESIFIKASI PENYAJIAN PETA RDTR SPESIFIKASI PENYAJIAN PETA RDTR i Daftar isi Daftar isi... 1 Prakata... 3 1 Ruang lingkup... 4 2 Istilah dan definisi... 4 2.1 Istilah Teknis Perpetaan... 4 2.2 Istilah Tata Ruang... 5 3 Penyajian Muka

Lebih terperinci

BEBERAPA PEMIKIRAN TENTANG SISTEM DAN KERANGKA REFERENSI KOORDINAT UNTUK DKI JAKARTA. Hasanuddin Z. Abidin

BEBERAPA PEMIKIRAN TENTANG SISTEM DAN KERANGKA REFERENSI KOORDINAT UNTUK DKI JAKARTA. Hasanuddin Z. Abidin BEBERAPA PEMIKIRAN TENTANG SISTEM DAN KERANGKA REFERENSI KOORDINAT UNTUK DKI JAKARTA Hasanuddin Z. Abidin Jurusan Teknik Geodesi, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung 40132 e-mail : hzabidin@gd.itb.ac.id

Lebih terperinci

Modul 13. Proyeksi Peta MODUL KULIAH ILMU UKUR TANAH JURUSAN TEKNIK SIPIL POLIBAN. Modul Pengertian Proyeksi Peta

Modul 13. Proyeksi Peta MODUL KULIAH ILMU UKUR TANAH JURUSAN TEKNIK SIPIL POLIBAN. Modul Pengertian Proyeksi Peta MODUL KULIAH Modul 13-1 Modul 13 Proyeksi Peta 13.1 Pengertian Proyeksi Peta Persoalan ditemui dalam upaya menggambarkan garis yang nampak lurus pada muka lengkungan bumi ke bidang datar peta. Bila cakupan

Lebih terperinci

Bab III KAJIAN TEKNIS

Bab III KAJIAN TEKNIS Bab III KAJIAN TEKNIS 3.1 Persiapan Penelitian diawali dengan melaksanakan studi literatur. Studi literatur dilakukan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan: a. Konsep batas daerah b. Perundang-undangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Menurut Badan Pusat Statistik (2014), Indonesia memiliki 17.504 pulau dan luas daratan mencapai 1.910.931,32 km 2. Karena kondisi geografisnya yang

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN PETA BATAS LAUT TERITORIAL INDONESIA

BAB III PERANCANGAN PETA BATAS LAUT TERITORIAL INDONESIA BAB III PERANCANGAN PETA BATAS LAUT TERITORIAL INDONESIA 3.1 Seleksi Unsur Pemetaan Laut Teritorial Indonesia Penyeleksian data untuk pemetaan Laut Teritorial dilakukan berdasarkan implementasi UNCLOS

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN 16/09/2012 DATA Data adalah komponen yang amat penting dalam GIS SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN Kelas Agrotreknologi (2 0 sks) Dwi Priyo Ariyanto Data geografik dan tabulasi data yang berhubungan akan

Lebih terperinci

MEMBACA DAN MENGGUNAKAN PETA RUPABUMI INDONESIA (RBI)

MEMBACA DAN MENGGUNAKAN PETA RUPABUMI INDONESIA (RBI) MEMBACA DAN MENGGUNAKAN PETA RUPABUMI INDONESIA (RBI) Disarikan dari Buku Panduan Praktis Membaca dan Menggunakan Peta Rupa Bumi Indonesia Karangan M. Eddy Priyanto, Edisi I, Pusat Pelayananan Jasa dan

Lebih terperinci

Bab ini memperkenalkan mengenai proyeksi silinder secara umum dan macam proyeksi silinder yang dipakai di Indonesia.

Bab ini memperkenalkan mengenai proyeksi silinder secara umum dan macam proyeksi silinder yang dipakai di Indonesia. BAB 7 PENDAHULUAN Diskripsi singkat : Proyeksi Silinder bila bidang proyeksinya adalah silinder, artinya semua titik di atas permukaan bumi diproyeksikan pada bidang silinder yang kemudian didatarkan.

Lebih terperinci

STATUS BATAS WILAYAH ADMINISTRATIF KABUPATEN KLATEN. Klaten, 21 Oktober 2015

STATUS BATAS WILAYAH ADMINISTRATIF KABUPATEN KLATEN. Klaten, 21 Oktober 2015 STATUS BATAS WILAYAH ADMINISTRATIF KABUPATEN KLATEN Klaten, 21 Oktober 2015 Kabupaten Klaten merupakan bagian dari Kawasan Andalan Subosukawonosraten dgn arahan pengembangan kawasan andalan pertanian,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka kebijakan penetapan batas desa sebagai

Lebih terperinci

BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH

BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH 2.1 Dasar Hukum Penetapan Batas Laut Daerah Agar pelaksanaan penetapan batas laut berhasil dilakukan dengan baik, maka kegiatan tersebut harus mengacu kepada peraturan

Lebih terperinci

Adipandang YUDONO

Adipandang YUDONO Pengenalan Kartografi Adipandang YUDONO 11 E-mail: adipandang@yahoo.com Outline Apa itu Kartografi? Peta Definisi Peta Hakekat Peta Syarat-syarat yang dikatakan peta Fungsi peta Klasifikasi peta Simbol-simbol

Lebih terperinci

Konsep Geodesi untuk Data Spasial. by: Ahmad Syauqi Ahsan

Konsep Geodesi untuk Data Spasial. by: Ahmad Syauqi Ahsan Konsep Geodesi untuk Data Spasial by: Ahmad Syauqi Ahsan Geodesi Menurut definisi klasik dari F.R. Helmert, Geodesi adalah sebuah sains dalam pengukuran dan pemetaan permukaan bumi. Pembahasan tentang

Lebih terperinci

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA SISTIM GPS SISTEM KOORDINAT PENGGUNAAN GPS SISTIM GPS GPS Apakah itu? Singkatan : Global Positioning System Dikembangkan oleh DEPHAN A.S. yang

Lebih terperinci

BAHAN AJAR ON THE JOB TRAINING

BAHAN AJAR ON THE JOB TRAINING BAHAN AJAR ON THE JOB TRAINING APLIKASI GIS UNTUK PEMBUATAN PETA INDIKATIF BATAS KAWASAN DAN WILAYAH ADMINISTRASI DIREKTORAT PENGUKURAN DASAR DEPUTI BIDANG SURVEI, PENGUKURAN DAN PEMETAAN BADAN PERTANAHAN

Lebih terperinci

BAB III PROSES GENERALISASI GARIS PANTAI DALAM PETA KEWENANGAN DAERAH DI WILAYAH LAUT MENGGUNAKAN ALGORITMA DOUGLAS-PEUCKER

BAB III PROSES GENERALISASI GARIS PANTAI DALAM PETA KEWENANGAN DAERAH DI WILAYAH LAUT MENGGUNAKAN ALGORITMA DOUGLAS-PEUCKER BAB III PROSES GENERALISASI GARIS PANTAI DALAM PETA KEWENANGAN DAERAH DI WILAYAH LAUT MENGGUNAKAN ALGORITMA DOUGLAS-PEUCKER III.1 Peta Dasar Peta yang digunakan untuk menentukan garis batas adalah peta

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 15 TAHUN 2013 /2001 TENTANG SISTEM REFERENSI GEOSPASIAL INDONESIA 2013

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 15 TAHUN 2013 /2001 TENTANG SISTEM REFERENSI GEOSPASIAL INDONESIA 2013 PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 15 TAHUN 2013 /2001 TENTANG SISTEM REFERENSI GEOSPASIAL INDONESIA 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL, Menimbang :

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2017 TENTANG BATAS DAERAH KABUPATEN MELAWI KALIMANTAN BARAT DENGAN KABUPATEN LAMANDAU KALIMANTAN

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM SIG ACARA II TRANSFORMASI PROYEKSI DAN DIGITASI ON SCREEN

LAPORAN PRAKTIKUM SIG ACARA II TRANSFORMASI PROYEKSI DAN DIGITASI ON SCREEN LAPORAN PRAKTIKUM SIG ACARA II TRANSFORMASI PROYEKSI DAN DIGITASI ON SCREEN Disusun oleh : NAMA : NUR SIDIK NIM : 11405244001 HARI : Kamis, 13 MARET 2014 JAM : 08.00 10.00 JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141 TAHUN 2017 TENTANG PENEGASAN BATAS DAERAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141 TAHUN 2017 TENTANG PENEGASAN BATAS DAERAH SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141 TAHUN 2017 TENTANG PENEGASAN BATAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARA ENIM Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan

Lebih terperinci

Pertemuan 3. Penentuan posisi titik horizontal dan vertikal

Pertemuan 3. Penentuan posisi titik horizontal dan vertikal Pertemuan 3 Penentuan posisi titik horizontal dan vertikal Koordinat 3D Koordinat 3D Koordinat 3D Pernyataan lintang Pernyataan bujur dan Tinggi λ (Bujur) = sudut yang dibentuk antara meridian suatu titik,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PENENTUAN BATAS DAERAH

BAB II TINJAUAN UMUM PENENTUAN BATAS DAERAH BAB II TINJAUAN UMUM PENENTUAN BATAS DAERAH Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 18 menetapkan bahwa wilayah daerah provinsi terdiri atas wilayah darat dan wilayah laut sejauh

Lebih terperinci

PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS WILAYAH DESA KAUMAN KECAMATAN KARANGREJO PROPINSI JAWA TIMUR

PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS WILAYAH DESA KAUMAN KECAMATAN KARANGREJO PROPINSI JAWA TIMUR PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS WILAYAH DESA KAUMAN KECAMATAN KARANGREJO PROPINSI JAWA TIMUR Oleh : Bilal Ma ruf (1), Sumaryo (1), Gondang Riyadi (1), Kelmindo Andwidono Wibowo (2) (1) Dosen Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB V TINJAUAN MENGENAI DATA AIRBORNE LIDAR

BAB V TINJAUAN MENGENAI DATA AIRBORNE LIDAR 51 BAB V TINJAUAN MENGENAI DATA AIRBORNE LIDAR 5.1 Data Airborne LIDAR Data yang dihasilkan dari suatu survey airborne LIDAR dapat dibagi menjadi tiga karena terdapat tiga instrumen yang bekerja secara

Lebih terperinci

GEODESI DASAR DAN PEMETAAN

GEODESI DASAR DAN PEMETAAN GEODESI DASAR DAN PEMETAAN KONSEP TAHAPAN PEMETAAN 2 PENGOLAHAN DATA PENYAJIAN DATA PENGUMPULAN DATA PETA MUKA BUMI FENOMENA MUKA BUMI INTERPRETASI PETA 1 Sistem Perolehan Data 3 Pengukuran terestrial

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA, SALINAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG BATAS DAERAH KABUPATEN BOALEMO DENGAN KABUPATEN POHUWATO PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, REPUBLIK

Lebih terperinci

APA ITU ILMU UKUR TANAH?

APA ITU ILMU UKUR TANAH? APA ITU ILMU UKUR TANAH? Merupakan ilmu, seni dan teknologi untuk menyajikan bentuk permukaan bumi baik unsur alam maupun unsur buatan manusia pada bidang yang dianggap datar. ILMU UKUR TANAH (DEFINISI)

Lebih terperinci

SURVEYING (CIV 104) PERTEMUAN 2 : SISTEM SATUAN, ARAH DAN MENENTUKAN POSISI DALAM SURVEYING

SURVEYING (CIV 104) PERTEMUAN 2 : SISTEM SATUAN, ARAH DAN MENENTUKAN POSISI DALAM SURVEYING SURVEYING (CIV 104) PERTEMUAN 2 : SISTEM SATUAN, ARAH DAN MENENTUKAN POSISI DALAM SURVEYING UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 Sistem satuan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. 4.1 Analisis terhadap Seleksi Unsur Pemetaan Laut Teritorial Indonesia

BAB IV ANALISIS. 4.1 Analisis terhadap Seleksi Unsur Pemetaan Laut Teritorial Indonesia BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis terhadap Seleksi Unsur Pemetaan Laut Teritorial Indonesia Unsur yang ditampilkan pada Peta Laut Teritorial Indonesia, meliputi : unsur garis pantai, unsur garis pangkal, unsur

Lebih terperinci

Gambar 1. prinsip proyeksi dari bidang lengkung muka bumi ke bidang datar kertas

Gambar 1. prinsip proyeksi dari bidang lengkung muka bumi ke bidang datar kertas MODUL 3 REGISTER DAN DIGITASI PETA A. Tujuan Praktikum - Praktikan memahami dan mampu melakukan register peta raster pada MapInfo - Praktikan mampu melakukan digitasi peta dengan MapInfo B. Tools MapInfo

Lebih terperinci

GubernurJawaBarat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENATAAN BATAS KAWASAN HUTAN DI JAWA BARAT

GubernurJawaBarat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENATAAN BATAS KAWASAN HUTAN DI JAWA BARAT + GubernurJawaBarat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENATAAN BATAS KAWASAN HUTAN DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

Lebih terperinci

Jadi huruf B yang memiliki garis kontur yang renggang menunjukkan kemiringan/daerahnya landai.

Jadi huruf B yang memiliki garis kontur yang renggang menunjukkan kemiringan/daerahnya landai. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.2 1. Kemiringan lereng kontur huruf B seperti pada gambar mempunyai http://www.primemobile.co.id/assets/uploads/materi/8.2.1.jpg

Lebih terperinci

KONSEP GEODESI UNTUK DATA SPASIAL

KONSEP GEODESI UNTUK DATA SPASIAL BAB VI KONSEP GEODESI UNTUK DATA SPASIAL 6.1. PENDAHULUAN Objek memiliki properties geometric (seperti jalan, sungai, batas-batas pulau, dll) yang disebut sebagai objek spasial, dalam SIG objek-objek tersebut

Lebih terperinci

REKONSTRUKSI/RESTORASI REKONSTRUKSI/RESTORASI. Minggu 9: TAHAPAN ANALISIS CITRA. 1. Rekonstruksi (Destripe) SLC (Scan Line Corrector) off

REKONSTRUKSI/RESTORASI REKONSTRUKSI/RESTORASI. Minggu 9: TAHAPAN ANALISIS CITRA. 1. Rekonstruksi (Destripe) SLC (Scan Line Corrector) off Minggu 9: TAHAPAN ANALISIS CITRA REKONSTRUKSI/KOREKSI Rekonstruksi/Restorasi Koreksi geometri Mosaik Koreksi radiometri/koreksi topografi TRANSFORMASI Penajaman citra Transformasi spasial/geometri : merubah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

BAB IV ANALISIS PENELITIAN BAB IV ANALISIS PENELITIAN Pada bab IV ini akan dibahas mengenai analisis pelaksanaan penelitian sarta hasil yang diperoleh dari pelaksanaan penelitian yang dilakukan pada bab III. Analisis dilakukan terhadap

Lebih terperinci

Anyelir Dita Permatahati, Ir. Sutomo Kahar, M.Si *, L.M Sabri, ST, MT *

Anyelir Dita Permatahati, Ir. Sutomo Kahar, M.Si *, L.M Sabri, ST, MT * TRANSFORMASI KOORDINAT PADA PETA LINGKUNGAN LAUT NASIONAL DARI DATUM 1D74 KE WGS84 UNTUK KEPERLUAN PENENTUAN BATAS WILAYAH LAUT PROVINSI JAWA TENGAH DAN JAWA BARAT Anyelir Dita Permatahati, Ir. Sutomo

Lebih terperinci

MODUL 3 REGISTER DAN DIGITASI PETA

MODUL 3 REGISTER DAN DIGITASI PETA MODUL 3 REGISTER DAN DIGITASI PETA A. Tujuan Praktikum - Praktikan memahami dan mampu melakukan register peta raster pada MapInfo - Praktikan mampu melakukan digitasi peta dengan MapInfo B. Tools MapInfo

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMETAAN WILAYAH MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMETAAN WILAYAH MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMETAAN WILAYAH MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Pemerintah pusat memberikan kewenangan yang lebih luas kepada pemerintah daerah untuk dapat mengelola daerahnya masing masing setelah dikeluarkannya UU No. 22 Tahun

Lebih terperinci

BAB III BATAS DAERAH DAN NEGARA

BAB III BATAS DAERAH DAN NEGARA BAB III BATAS DAERAH DAN NEGARA III.1. Tujuan Penentuan Batas Wilayah negara baik itu darat maupun laut serta ruang diatasnya merupakan salah satu unsur utama dari suatu negara. Tujuan kegiatan penentuan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penentuan batas daerah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penentuan batas daerah

Lebih terperinci

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBLE

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBLE CORPORATE SOCIAL RESPONSIBLE LAPORAN PENENTUAN ARAH KIBLAT MASJID SYUHADA PERUMAHAN BEJI PERMAI, DEPOK PT. Mahakarya Geo Survey DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 DAFTAR GAMBAR... 2 DAFTAR TABEL... 2 1. PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG. Winardi Puslit Oseanografi - LIPI

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG. Winardi Puslit Oseanografi - LIPI PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG Winardi Puslit Oseanografi - LIPI Sekilas GPS dan Kegunaannya GPS adalah singkatan dari Global Positioning System yang merupakan sistem untuk menentukan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Tujuan Proyek I.3. Manfaat Proyek I.4. Cakupan Proyek...

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Tujuan Proyek I.3. Manfaat Proyek I.4. Cakupan Proyek... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN PERNYATAAN... iv INTISARI.. v KATA PENGANTAR...vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I PENDAHULUAN....

Lebih terperinci

MODUL MKB-6/3 SKS/ MODUL I - IX SURVEY KADASTRAL ARIEF SYAIFULLAH KUSMIARTO

MODUL MKB-6/3 SKS/ MODUL I - IX SURVEY KADASTRAL ARIEF SYAIFULLAH KUSMIARTO MODUL MKB-6/3 SKS/ MODUL I - IX SURVEY KADASTRAL ARIEF SYAIFULLAH KUSMIARTO KEMENTRIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL SEKOLAH TINGGI PERTANAHAN NASIONAL 2014 Hak cipta pada penulis dan

Lebih terperinci

BENTUK BUMI DAN BIDANG REFERENSI

BENTUK BUMI DAN BIDANG REFERENSI BENTUK BUMI DAN BIDANG REFERENSI Geoid dan ellipsoida merupakan bidang 2 yang sangat penting didalam Geodesi. Karena masing 2 bidang tersebut merupakan bentuk bumi dalam pengertian fisik dan dalarn pengertian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

KAJIAN TEKNIS TERHADAP PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PENEGASAN BATAS DAERAH DI WILAYAH DARAT

KAJIAN TEKNIS TERHADAP PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PENEGASAN BATAS DAERAH DI WILAYAH DARAT KAJIAN TEKNIS TERHADAP PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PENEGASAN BATAS DAERAH DI WILAYAH DARAT TUGAS AKHIR Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan hasil tinjauan pustaka tentang definisi, konsep, dan teori-teori yang terkait dengan penelitian ini. Adapun pustaka yang dipakai adalah konsep perambatan

Lebih terperinci

MODUL 2 REGISTER DAN DIGITASI PETA

MODUL 2 REGISTER DAN DIGITASI PETA MODUL 2 REGISTER DAN DIGITASI PETA A. Tujuan Praktikum - Praktikan memahami dan mampu melakukan register peta raster pada MapInfo - Praktikan mampu melakukan digitasi peta dengan MapInfo B. Tools MapInfo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Bangsa Indonesia pada dasarnya secara filosofis memandang tanah sesuai dengan Pasal 33 ayat(3) UUD 1945 dan Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4,

2015, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1585, 2015 KEMEN-ESDM. Izin Usaha Pertambangan. Mineral. Batubara. Wilayah. Pemasangan Tanda Batas. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 127 TAHUN 2017 TENTANG BATAS DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI PROVINSI JAMBI DENGAN KABUPATEN BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Abstrak. Ria Widiastuty 1, Khomsin 1, Teguh Fayakun 2, Eko Artanto 2 1 Program Studi Teknik Geomatika, FTSP, ITS-Sukolilo, Surabaya, 60111

Abstrak. Ria Widiastuty 1, Khomsin 1, Teguh Fayakun 2, Eko Artanto 2 1 Program Studi Teknik Geomatika, FTSP, ITS-Sukolilo, Surabaya, 60111 Alternatif Peta Batas Laut Daerah Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 76 Tahun 2012 (Studi Kasus: Perbatasan Antara Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik) ALTERNATIF PETA BATAS LAUT DAERAH BERDASARKAN

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 217 TENTANG BATAS DAERAH KOTA BEKASI DENGAN KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA 1. SISTIM GPS 2. PENGANTAR TANTANG PETA 3. PENGGUNAAN GPS SISTIM GPS GPS Apakah itu? Dikembangkan oleh DEPHAN A.S. yang boleh dimanfaatkan

Lebih terperinci

Pengenalan Peta & Data Spasial Bagi Perencana Wilayah dan Kota. Adipandang Yudono 13

Pengenalan Peta & Data Spasial Bagi Perencana Wilayah dan Kota. Adipandang Yudono 13 Pengenalan Peta & Data Spasial Bagi Perencana Wilayah dan Kota Adipandang Yudono 13 Definisi Peta Peta adalah suatu gambaran dari unsur-unsur alam dan atau buatan manusia, yang berada di atas maupun di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial mengamanahkan Peta Rupa Bumi Indonesia sebagai Peta Dasar diselenggarakan mulai pada skala 1 : 1.000.000

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2002 TENTANG DAFTAR KOORDINAT GEOGRAFIS TITIK-TITIK GARIS PANGKAL KEPULAUAN INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2002 TENTANG DAFTAR KOORDINAT GEOGRAFIS TITIK-TITIK GARIS PANGKAL KEPULAUAN INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2002 TENTANG DAFTAR KOORDINAT GEOGRAFIS TITIK-TITIK GARIS PANGKAL KEPULAUAN INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Undang-undang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 61-1998 diubah: PP 37-2008 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 72, 2002 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2016 TENTANG BATAS DAERAH KOTA PONTIANAK DENGAN KABUPATEN MEMPAWAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Populasi Penduduk 2.2 Basis Data

BAB II DASAR TEORI 2.1 Populasi Penduduk 2.2 Basis Data BAB II DASAR TEORI 2.1 Populasi Penduduk Populasi adalah sekelompok orang, benda, atau hal yang menjadi sumber pengambilan sampel; sekumpulan yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau instansi atas jalan yang meliputi kuantitas, kondisi, dan nilai yang

BAB I PENDAHULUAN. atau instansi atas jalan yang meliputi kuantitas, kondisi, dan nilai yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembuatan Leger jalan dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan suatu ruas jalan yang mencakup aspek hukum, teknis, pembiayaan, bangunan pelengkap, perlengkapan

Lebih terperinci

Penentuan Batas Pengelolaan Wilayah Laut Antara Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Bali Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014

Penentuan Batas Pengelolaan Wilayah Laut Antara Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Bali Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 G199 Penentuan Batas Pengelolaan Wilayah Laut Antara Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Bali Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Rainhard S Simatupang 1), Khomsin 2) Jurusan

Lebih terperinci

ANALISA PETA LINGKUNGAN PANTAI INDONESIA (LPI) DITINJAU DARI ASPEK KARTOGRAFIS DAN KETENTUAN INTERNATIONAL HYDROGRAPHIC ORGANIZATION (IHO)

ANALISA PETA LINGKUNGAN PANTAI INDONESIA (LPI) DITINJAU DARI ASPEK KARTOGRAFIS DAN KETENTUAN INTERNATIONAL HYDROGRAPHIC ORGANIZATION (IHO) ANALISA PETA LINGKUNGAN PANTAI INDONESIA (LPI) DITINJAU DARI ASPEK KARTOGRAFIS DAN KETENTUAN INTERNATIONAL HYDROGRAPHIC ORGANIZATION (IHO) By : PRISTANTRINA STEPHANINDRA 3505 100 013 LATAR BELAKANG Peta

Lebih terperinci

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN Informasi geografis merupakan informasi kenampakan permukaan bumi. Sehingga informasi tersebut mengandung unsur posisi geografis, hubungan keruangan, atribut

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian ini. Proses persiapan data ini berpengaruh pada hasil akhir penelitian. Persiapan yang dilakukan meliputi

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 44 Tahun 2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DI JAWA BARAT

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 44 Tahun 2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DI JAWA BARAT Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 44 Tahun 2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA Oleh : Winardi & Abdullah S.

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA Oleh : Winardi & Abdullah S. Coral Reef Rehabilitation and Management Program (COREMAP) (Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang) Jl. Raden Saleh, 43 jakarta 10330 Phone : 62.021.3143080 Fax. 62.021.327958 E-mail : Coremap@indosat.net.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Reformasi tahun 1998 membuka kesempatan seluas-luasnya bagi daerah dalam mengatur urusan rumah tangganya sendiri. Berbagai peraturan perundangundangan diterbitkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. 4.1 Analisis Terhadap Penentuan Datum, Titik Dasar dan Garis Pangkal

BAB IV ANALISIS. 4.1 Analisis Terhadap Penentuan Datum, Titik Dasar dan Garis Pangkal BAB IV ANALISIS Setelah dilakukan kajian mengenai batas maritim antara Indonesia dengan Singapura pada segmen Timur, maka dapat dilakukan proses analisis dengan hasil sebagai berikut ini : 4.1 Analisis

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Persiapan

BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Persiapan BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Persiapan Dalam tahapan persiapan, terdapat proses pengumpulan data. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tutupan dan penggunaan lahan (landuse/landcover),

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG BATAS DAERAH KABUPATEN BANYUASIN DENGAN KABUPATEN PENUKAL ABAB LEMATANG ILIR

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini serta tahapan-tahapan yang dilakukan dalam mengklasifikasi tata guna lahan dari hasil

Lebih terperinci

BAB 3 PROSES REALISASI PENETAPAN BATAS LAUT (ZONA EKONOMI EKSKLUSIF) INDONESIA DAN PALAU DI SAMUDERA PASIFIK

BAB 3 PROSES REALISASI PENETAPAN BATAS LAUT (ZONA EKONOMI EKSKLUSIF) INDONESIA DAN PALAU DI SAMUDERA PASIFIK BAB 3 PROSES REALISASI PENETAPAN BATAS LAUT (ZONA EKONOMI EKSKLUSIF) INDONESIA DAN PALAU DI SAMUDERA PASIFIK Batasan masalah dalam tugas akhir ini adalah penetapan batas laut yang lebih tepatnya Zona Ekonomi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH

PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH LAMPIRAN : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 1 Tahun 2006 TANGGAL : 12 Januari 2006 PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH I. Batas Daerah di Darat A. Definisi teknis 1. Koordinat adalah suatu besaran untuk

Lebih terperinci

Home : tedyagungc.wordpress.com

Home : tedyagungc.wordpress.com Email : tedyagungc@gmail.com Home : tedyagungc.wordpress.com Subagyo 2003, Permukaan bumi merupakan suatu bidang lengkung yang tidak beraturan, sehingga hubungan geometris antara titik satu dengan titik

Lebih terperinci

Nur Meita Indah Mufidah

Nur Meita Indah Mufidah Pengantar GIS (Gographical Information System) Nur Meita Indah Mufidah Meita153@gmail.com Lisensi Dokumen: Copyright 2003-2006 IlmuKomputer.Com Seluruh dokumen di IlmuKomputer.Com dapat digunakan, dimodifikasi

Lebih terperinci