4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Reaksi Pengumpulan Pepetek terhadap Warna Cahaya dengan Intensitas Berbeda Informasi mengenai tingkah laku ikan akan memberikan petunjuk bagaimana bentuk proses penangkapan yang tepat dan diharapkan akan dapat mempercepat penciptaan teknologi penangkapan ikan yang efektif dan efisien. Dalam penelitian ini, ikan yang digunakan sebagai sampel percobaan adalah pepetek (Secutor insidiator) yang merupakan ikan demersal yang hidup di laut tropis dengan kisaran suhu o C dan bersifat fototaksis positif. Swimming layer ikan tersebut adalah di kedalaman m (Bloch 1787; Smith et al. 1999; Wagiu 2003). Hasil pengamatan secara visual terhadap pepetek menunjukkan adanya perbedaan respon ikan terhadap warna cahaya yang berbeda dengan intensitas cahaya yang berbeda pula. Lama pemaparan cahaya terhadap pepetek tiap intensitas cahaya adalah selama 10 menit, dan kemudian dimatikan selama 15 menit. Setelah itu, dinyalakan kembali untuk proses pemaparan selanjutnya dengan intensitas yang berbeda. Penggunaan waktu 10 menit karena menurut Zilanov (1968), ikan mulai tertarik pada cahaya sejak lampu mulai dinyalakan antara 1 sampai 5 menit. Sel kon ikan mulai bergerak naik menuju outer limiting membran sesaat setelah ada cahaya. Karena akuarium percobaan yang kecil dan jarak lampu dari atas permukaan air hanya 0.5 m maka pemaparan hanya dilakukan dalam waktu 10 menit. Apabila dilakukan lebih dari 10 menit maka dikhawatirkan sel kon ikan tersebut telah mengalami kejenuhan sehingga ikan akan menghindari cahaya. Reaksi ikan terhadap warna cahaya kemudian dihitung jumlah ikan yang terkonsentrasi pada kolom warna cahaya. Banyaknya ikan yang berkumpul pada setengah akuarium di bawah sumber cahaya dapat dilihat pada Lampiran 4. Berdasarkan rata-rata jumlah ikan yang terkumpul di bawah warna cahaya dengan intensitas yang berbeda (Lampiran 5) terlihat bahwa pepetek secara fisiologis kurang bereaksi terhadap warna cahaya merah bila dibandingkan warna cahaya biru dan hijau. Hal ini diketahui dari jumlah pepetek yang terkumpul di bawah warna cahaya merah lebih sedikit bila dibandingkan dengan jumlah pepetek yang terkumpul di bawah warna cahaya yang lain. Dari keseluruhan jumlah sampel

2 pepetek yaitu sebanyak 88 ekor, ternyata ikan tersebut lebih banyak terkonsentrasi pada kolom warna cahaya hijau dengan rata-rata ikan yang berkumpul sebanyak 82 ekor pada intensitas 19 lux. Tidak demikian halnya bila dilihat pada tabel kolom warna cahaya merah. Terlihat hanya sebanyak 45 ekor ikan secara rata-rata yang terkumpul dari keseluruhan sampel ikan yang diujicobakan pada intensitas yang sama. Hal tersebut menyatakan bahwa jumlah pepetek yang terkumpul pada warna cahaya merah adalah yang terendah bila dibandingkan dengan ketiga warna cahaya yang diujicobakan pada intensitas yang sama. Pada urutan kedua terbanyak jumlah pepetek yang terkumpul adalah pada kolom warna cahaya biru sebanyak 71 ekor dan selanjutnya kuning sebanyak 56 ekor. Apabila dilihat pada Gambar 12 rata-rata terkumpulnya jumlah ikan maka dapat disimpulkan bahwa pepetek lebih adaptif terhadap panjang gelombang cahaya pendek, yaitu warna cahaya hijau dan kurang adaptif terhadap panjang gelombang cahaya panjang yaitu warna cahaya merah. Hasil kajian terhadap tingkah laku pepetek seperti terlihat pada Gambar 12 bahwa jumlah rata-rata pepetek yang berkumpul pada intensitas 19 lux lebih banyak pada kolom warna cahaya hijau. Sementara itu, pada kolom warna cahaya merah jumlah pepetek yang berkumpul paling sedikit bila dibandingkan dengan kolom warna cahaya yang lain. Secara keseluruhan rata-rata banyaknya ikan yang berkumpul untuk masingmasing cahaya di setiap intensitas pada cahaya hijau adalah 45 ekor (33,3% dari total ikan sampel), kemudian cahaya biru dengan rata-rata 41 ekor (30,4% dari total ikan sampel), cahaya kuning dengan rata-rata 28 ekor (20,7% dari total ikan sampel) dan cahaya merah dengan rata-rata 21 ekor (15,5% dari total ikan sampel) (Lampiran 7). Dari Gambar 12 tersebut juga terlihat semakin meningkat intensitas cahaya, rata-rata jumlah ikan yang berkumpul pada masing-masing kolom warna cahaya juga mengalami peningkatan. Pada beberapa penelitian penggunaan intensitas cahaya yang berlebihan akan menyebabkan penurunan jumlah hasil tangkapan. Hal tersebut terjadi karena dengan intensitas cahaya yang besar, ikan aka n semakin menjauh dari sumber cahaya sehingga tidak terjangkau oleh alat tangkap yang dioperasikan.

3 Jumlah ikan yang berkumpul ( ekor) Intensitas (Lux) Biru Hijau Kuning Merah Gambar 12. Rata-rata jumlah pepetek yang berkumpul untuk masing-masing warna cahaya di setiap intensitas Akan tetapi, pada percobaan ini jumlah ikan yang berkumpul masih mengalami peningkatan untuk tiap warna meskipun intensitas yang diberikan semakin tinggi. Hal tersebut diduga karena proses pemaparan yang hanya dilakukan 10 menit, sehingga ikan tersebut belum mengalami kejenuhan. Meskipun pemaparan cahaya dilakukan hingga intensitas 19 lux tetapi jumlah ikan masih terus mengalami peningkatan. Dengan demikian, untuk mengetahui titik jenuh pada proses penglihatan pepetek sebaiknya dilakukan pula percobaan dengan intensitas yang lebih tinggi dari 19 lux dan waktu pemaparan yang lebih lama dari 10 menit. Selain penambahan intensitas perlu juga disertai dengan penambahan lamanya waktu pemaparan karena terdapat tiga hal yang dapat mempengaruhi proses mendekatnya ikan pada sumber cahaya yaitu warna cahaya, intensitas cahaya dan lamanya waktu pemaparan. Apabila ikan tersebut telah mengalami titik jenuh dengan pemaparan yang lama maka ikan tersebut akan menghindari sumber cahaya berwarna tersebut. Perhitungan analisis ragam terhadap jumlah ikan yang berkumpul menunjukkan bahwa hubungan antara intensitas cahaya dengan warna cahaya

4 secara signifikan terdapat perbedaan (berbeda nyata). Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap pengumpulan pepetek pada kombinasi perlakuan antara intensitas cahaya dengan warna cahaya. Akan tetapi setelah kombinasi perlakuan tersebut diuji lebih lanjut dengan uji Duncan (Lampiran 8), hasil yang didapat berbeda tidak nyata untuk tiap subset. Hal ini berarti kombinasi perlakuan warna cahaya dengan intensitas memiliki nilai yang berbeda tetapi reaksi yang didapat tidak ada perbedaan secara nyata. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan itu pula menunjukkan bahwa kombinasi perlakukan warna cahaya dengan intensitas yang menghasilkan respons tertinggi terhadap jumlah ikan yang berkumpul yaitu pada warna cahaya hijau dengan intensitas 19 lux. Perlakuan tersebut berbeda tidak nyata dengan kombinasi perlakuan warna cahaya hijau dengan intensitas 17 lux. Hal tersebut sangat erat berhubungan dengan lingkungan hidupnya karena pepetek termasuk ikan demersal. Selanjutnya Ben Yami (1976) mengemukakan bahwa cahaya biru dan hijau paling dalam menembus lapisan air, sementara cahaya merah akan terabsorbsi oleh air hanya beberapa meter (2-3 m) setelah menembus permukaan laut. Warna cahaya biru dan hijau dapat menembus perairan sampai kedalaman lebih dari 10 m. Berdasarkan habitatnya maka pepetek lebih terbiasa dengan warna cahaya biru dan hijau. Ikan tersebut akan cepat bereaksi (beradaptasi) terhadap warna biru dan hijau daripada warna kuning dan merah. Apabila sel kon ikan sudah mengalami adaptasi penuh (full adapted) dan masih terpapar oleh cahaya maka ikan tersebut akan menghindari cahaya yang berakibat turunnya sel kon. Akan tetapi, pada percobaan ini jumlah rata-rata ikan yang berkumpul pada tiap intensitas untuk semua kolom warna cahaya masih meningkat sampai pada intensitas 19 lux. Hal ini kemungkinan karena sel kon pada mata ikan belum dalam keadaan jenuh. Faktor-faktor yang diduga menyebabkan hal tersebut adalah lamanya pemaparan yang hanya 10 menit dengan intensitas 19 lux. Berdasarkan hasil perhitungan secara statistik diketahui bahwa nilai F- hitung untuk interaksi cahaya dengan intensitas 5.80 sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa interaksi warna cahaya dengan intensitas berpengaruh nyata terhadap banyaknya ikan yang berkumpul.

5 Apabila pengaruh interaksi cahaya dengan intensitas nyata maka tidak bisa melihat pengaruh cahaya dan pengaruh intensitas secara terpisah. Dari nilai R-Sq sebesar % menunjukkan ukuran kebaikan model, jadi % keragaman data dapat dijelaskan oleh model faktorial RAL. Tingkah laku pepetek sesaat setelah lampu dinyalakan adalah perlahanlahan ikan tersebut mendekati cahaya dan berputar-putar pada bagian cahaya yang masih remang-remang di air. Ikan-ikan tersebut kemudian menuju ke tempat yang lebih terang dan berkumpul di daerah yang sangat terang yaitu daerah yang langsung diterangi oleh cahaya. 4.2 Pengaruh Warna Cahaya dengan Intensitas yang Berbeda terhadap Adaptasi Retina Adaptasi retina mata ikan terhadap cahaya dapat dilihat dari pergerakan sel kon. Apabila sel kon telah mencapai membran pembatas luar (outer limiting membran) maka sel kon dari ikan tersebut sudah mengalami adaptasi penuh terhadap cahaya yang dipaparkan ( fully adapted ). Adaptasi merupakan kemampuan mahluk hidup untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Semakin cepat sel kon mencapai outer limiting membrane maka semakin adaptif ikan tersebut terhadap cahaya yang dipaparkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pepetek merupakan jenis ikan yang bersifat fototaksis positif karena terdapat sel kon pada retinanya. Menurut Smith (1982), apabila secara histologis di dalam retina tidak terdapat sel kon maka ikan tersebut tidak bersifat fototaksis positif seperti pada ikan Evynnis japonica. Fototaksis positif merupakan gerakan seluruh tubuh ikan mendekati cahaya. Mata ikan setidaknya mempunyai dua jenis fotoreseptor, yaitu sel kon dan sel rod. Distribusi dari kedua jenis fotoreseptor tersebut di dalam retina mata pada masing-masing hewan berbeda. Apabila di dalam retina terdapat sel kon maka ikan tersebut mampu melihat warna (color vision), sedangkan sel rod hanya dapat menyediakan informasi kecerahan suatu lingkungan (Smith 1982). Color vision atau kemampuan melihat warna merupakan respon fisiologi retina mata terhadap cahaya dan proses syaraf di otak terhadap respon dari retina.

6 Hasil penelitian pengaruh intensitas warna cahaya terhadap adaptasi retina mata pepetek (Secutor insidiator), melalui proses adaptasi pada percobaan skala laboratorium dengan analisis histologi didapatkan bahwa pada warna cahaya biru dengan intensitas cahaya sebesar 1 lux sel kon mulai bergerak naik. Sel kon sebelum dipapar dengan cahaya terletak di dekat epitelium berpigmen (Gambar 13). Demikian juga yang terjadi pada pemaparan dengan warna cahaya hijau, kuning dan merah. Apabila ikan mempunyai sifat fototaksis positif maka sel kon akan bergerak naik menuju membran pembatas luar (outer limiting membrane) saat mata ikan tersebut terpapar cahaya. Lapisan flexiform dalam Lapisan inti dalam Lapisan flexiform luar Lapisan inti luar Membran pembatas luar Lapisan fotoreseptor Epitelium berpigmen Gambar 13. Sel kon sebelum dipapar oleh cahaya

7 Pergerakan sel kon tetap terjadi seiring dengan peningkatan intensitas cahaya yang dipaparkan. Akan tetapi peningkatan pergerakan sel kon menuju membran pembatas luar untuk tiap warna cahaya berbeda. Pergerakan sel kon pada warna cahaya biru masih tetap berlangsung pada pemaparan 3 lux, 5 lux, 7 lux, 9 lux, sampai 11 lux, tetapi belum mencapai membran pembatas luar. Pada pemaparan 13 lux, sel kon telah mengalami adaptasi penuh (full adapted) ditandai dengan sel kon yang sudah mencapai membran pembatas luar (outer limiting membrane ) (dengan lama penyinaran selama 10 menit) seperti terlihat pada Gambar 14. Demikian juga pemaparan dengan intensitas 15 lux, 17 lux dan 19 lux. a c b 1 Lux 3 Lux 5 Lux 7 Lux 9 Lux 11 Lux 13 Lux 15 Lux 17 Lux 19 Lux Keterangan gambar : a. Membran pembatas luar (outer limiting membrane) c. Epitelium berpigmen b. Lapisan fotoreseptor Gambar 14. Pergerakan sel kon yang terpapar warna cahaya biru pada intensitas cahaya yang berbeda dalam waktu 10 menit

8 Demikian pula dengan warna cahaya hijau, sel kon pada retina pepetek mulai bergerak menuju membran pembatas luar saat pemaparan dengan intensitas 1 lux sampai 11 lux. Kemudian sel kon mengalami adaptasi penuh pada intensitas sebesar 13 lux sampai pemaparan 19 lux (Gambar 15). a 1 Lux 3 Lux 5 Lux c b 7 Lux 9 Lux 11 Lux 13 Lux 15 Lux 17 Lux 19 Lux Keterangan gambar : a. Membran pembatas luar (outer limiting membrane) c. Epitelium berpigmen b. Lapisan fotoreseptor Gambar 15. Pergerakan sel kon yang terpapar warna cahaya hijau pada intensitas cahaya yang berbeda dalam waktu 10 menit Akan tetapi tidak demikian dengan warna cahaya kuning. Sel kon pepetek baru mulai mengalami adaptasi penuh pada pemaparan dengan intensitas 15 lux (Gambar 16). Kemudian diikuti dengan pemaparan dengan intensitas 17 lux dan 19 lux dimana pada kedua intensitas tersebut pepetek juga mengalami adaptasi penuh dengan lama pemaparan 10 menit.

9 Pada percobaan dengan warna cahaya merah, sel kon belum mengalami adaptasi penuh pada pemaparan cahaya antara 1 lux sampai 15 lux. Sel kon baru mengalami adaptasi penuh (full adapted) pada pemaparan dengan intensitas 17 lux (Gambar 17). Demikian pula pemaparan dengan intensitas cahaya sebesar 19 lux, sel kon pepetek juga mengalami adaptasi penuh. Dengan demikian maka penjuluran sel kon lebih lambat pada pemaparan dengan warna cahaya merah bila dibandingkan dengan warna cahaya biru, hijau maupun kuning. a b c 1 Lux 3 Lux 5 Lux 7 Lux 9 Lux 11 Lux 13 Lux 15 Lux 17 Lux 19 Lux Keterangan gambar : a. Membran pembatas luar (outer limiting membrane) b. Lapisan fotoreseptor c. Epitelium berpigmen Gambar 16. Pergerakan sel kon yang terpapar warna cahaya kuning pada intensitas cahaya yang berbeda dalam waktu 10 menit

10 Kuantitas dan kualitas cahaya yang digunakan akan mempengaruhi tingkah laku ikan terhadap cahaya, dimana mata ikan bereaksi selektif terhadap perbedaan spektrum (Nikonorov 1975). a b c 1 Lux 3 Lux 5 Lux 7 Lux 9 Lux 11 Lux 13 Lux 15 Lux 17 Lux 19 Lux Keterangan gambar : a. Membran pembatas luar (outer limiting membrane) b. Lapisan fotoreseptor c. Epitelium berpigmen Gambar 17. Pergerakan sel kon yang terpapar warna cahaya merah pada iluminasi yang berbeda dalam waktu 10 menit Ikan dikatakan mempunyai penglihatan terhadap warna (color vision) apabila ikan tersebut mempunyai kemampuan untuk membedakan spektrum warna cahaya. Dalam hal ini adalalah cahaya tampak (visible light). Apabila di dalam retina ikan terdapat sel kon maka ikan tersebut dapat membedakan warna (Smith 1982). Menurut Fujaya (2002), ikan memiliki kepekaan terhadap intensitas cahaya dan panjang gelombang tertentu. Pengenalan warna cahaya tersebut oleh ikan berlangsung sangat cepat yaitu sekitar detik. Sensitivitas retina terhadap

11 warna cahaya tergantung dari pigmen yang terdapat pada sel kon dan sel rod. Warna dari pigmen retina menentukan warna cahaya apa yang dapat diserap secara maksimal, misalnya pigmen merah (rhodopsin) dapat mengabsorbsi secara maksimal cahaya hijau (Smith 1982). Terdapat 2 kelompok besar fotopigmen yaitu rhodopsin dan parphyropsin. Bagian opsin dari pigmen adalah protein yang berikatan dengan retinens (turunan dari vitamin A). Berdasarkan hasil penelitian pengaruh warna cahaya pada intensitas yang berbeda didapatkan bahwa jenis ikan ini lebih sensitif terhadap warna cahaya hijau pada intensitas 13 lux dan warna cahaya biru dengan intensitas 13 lux. Hal tersebut terlihat dari pergerakan sel kon yang lebih cepat beradaptasi pada warna cahaya hijau dan biru, karena pepetek berdasarkan tempat hidup nya termasuk ikan demersal. Kedalaman merupakan variabel lingkungan yang berpengaruh terhadap komunitas ikan demersal (Smith et al. 1999). Swimming layer pepetek adalah di kedalaman m dengan demikian sel kon pepetek sudah terbiasa mengabsorbsi warna biru dan hijau dari pada warna cahaya lain. Dengan demikian, preferensi dari ikan tersebut adalah warna biru dan hijau dimana kedua warna tersebut yang dapat menembus perairan lebih dari 10 m. Hal tersebut juga diduga karena pepetek mempunyai fotopigmen rhodopsin. Adanya fotopigmen tersebut maka akan mengabsorbsi warna biru dan hijau secara maksimal (Smith 1982). Apabila terdapat fotopigmen rodhopsin maka puncak dari warna yang diabsorbsi terbesar oleh sel kon adalah warna biru dan hijau. Dengan hasil bahwa sel kon pepetek lebih adaptif terhadap warna hijau, maka dapat diduga bahwa fotopigmen yang terdapat di dalam mata pepetek adalah rhodopsin. Menurut Fujaya (2002) seperti halnya pada semua hewan vertebrata, ukuran sel kon (sel kerucut) menunjukkan kesensitifitasan retina terhadap spektrum cahaya. Sel kerucut pendek sensitif terhadap gelombang cahaya pendek sedangkan sel kerucut panjang sensitif terhadap gelombang cahaya terpanjang. Ukuran sel kerucut adalah µm (Nicol 1963). Sel kon tersebut selanjutnya dihitung kon indeksnya untuk mengetahui rasio atau perbandingan pergerakan panjang sel kon antar intensitas yang berbeda. Contoh perhitungan kon indeks terdapat pada Lampiran 24. Kenaikan indeks sel kon untuk masing-masing warna cahaya berdasarkan kenaikan intensitas cahaya

12 dapat dilihat pada gambar 18. Berdasarkan grafik tersebut, pepetek terlebih dahulu mengalami adaptasi penuh pada warna cahaya hijau dan biru pada intensitas 13 lux. Pada warna cahaya kuning baru mengalami adaptasi penuh pada intensitas 15 lux sedangkan pada warna cahaya merah sel kon baru mengalami adaptasi penuh pada intensitas 19 lux. Grafik sudah full adapted untuk hijau dan biru Kon indeks (%) Intensitas Cahaya (Lux) Hijau Biru Kuning Merah Gambar 18. Rasio kon indeks pepetek dengan cahaya berbeda dalam waktu 10menit Dari Gambar 18 terlihat bahwa rasio kon indeks warna cahaya biru dan hijau lebih cepat mengalami adaptasi penuh bila dibandingkan dengan kedua warna cahaya yang lain yaitu warna cahaya kuning dan merah. Dengan demikian pepetek lebih cepat mengabsorbsi warna cahaya biru da n hijau. Batas adaptasi penuh (full adapted) dari sel kon adalah antara 90%-96%. Hal tersebut karena perhitungan penjuluran sel kon (rasio kon indeks) adalah mulai dari epithelium berpigmen sampai di tengah-tengah dari sel kon tersebut. Dari Gambar 18 tersebut juga dapat disimpulkan bahwa sel kon pepetek lebih sensitif terhadap cahaya biru dan hijau yang memiliki panjang gelombang

13 pendek yaitu antara 450 sampai 550 nm. Puncak dari kesensitifitasan dari sel kon adalah pada warna cahaya hijau. Kesensitifitasan sel kon akan turun pada warna kuning dan merah yang memiliki panjang gelombang 575 sampai 750 nm. Perhitungan analisis ragam kon indeks menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan antara intensitas cahaya dengan warna cahaya secara signifikan berbeda nyata dengan nilai p=0.00. Artinya bahwa terdapat perbedaan signifikan pada kombinasi perlakuan antara intensitas cahaya dengan warna cahaya. Hasil uji lanjut Duncan terhadap kenaikan sel kon (Lampiran 10) menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan warna cahaya dengan intensitas yang menghasilkan respons tertinggi terhadap kon indeks yaitu pada warna cahaya hijau dengan intensitas 19 lux. Namun demikian kombinasi perlakuan tersebut tidak berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan warna biru 15 lux, warna hijau 15 lux, warna biru 17 lux, warna biru 19 lux, warna kuning 17 lux, warna kuning 19 lux dan warna hijau 17 lux. Hasil perhitungan dengan uji lanjut Duncan tersebut diketahui pula tidak ada kombinasi perlakuan antara warna cahaya dengan intensitas cahaya yang berbeda nyata. Berdasarkan hasil uji lanjut berkumpulnya jumlah ikan dan kenaikan sel kon maka kombinasi perlakuan cahaya hijau dengan intensitas 17 lux merupakan kombinasi perlakuan yang optimum terhadap jumlah ikan yang berkumpul dan kenaikan sel kon pada percobaan ini. Karena kombinasi perlakuan tersebut tidak berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan warna cahaya hijau pada intensitas 19 lux. Dari hasil berkumpulnya jumlah ikan dan kon indeks dapat diketahui bahwa ikan mulai bereaksi terhadap cahaya lampu pada penyalaan dengan intensitas sebesar 1 lux untuk semua warna cahaya. Pada pemaparan dengan warna cahaya biru dengan intensitas 1 lux dimana jumlah ikan yang berkumpul sebanyak 12 ekor dengan kon indeks sebesar %. Sel kon mulai mengalami masa transisi sampai pemaparan cahaya dengan intensitas sebesar 11 lux. Masa transisi adalah keadaan dimana penjuluran sel kon belum mencapai membran pembatas luar (outer limiting membrane). Sel kon mulai mengalami adaptasi penuh pada pemaparan dengan intensitas 13 lux. Pada intensitas tersebut kon indeks pepetek sebesar 90% dengan jumlah ikan yang berkumpul dibawah cahaya tersebut sebanyak 59 ekor.

14 Begitu pula pemaparan dengan cahaya warna hijau, ikan mulai bereaksi terhadap cahaya lampu pada penyalaan dengan intensitas sebesar 1 lux. Jumlah ikan yang berkumpul pada pemaparan tersebut sebanyak 10 ekor dan kon indeks ikan tersebut 24 %. Pada intensitas antara 1 lux sampai 11 lux sel kon pepetek mengalami masa transisi. Sel kon pepetek mulai beradaptasi penuh pada pemaparan dengan intensitas sebesar 13 lux dimana ikan yang berkumpul sebanyak 64 ekor dan kon indeks 91.9%. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa pengertian adaptasi penuh (full adapted) sel kon adalah apabila kon indeks dari sel kon tersebut sebesar antara 90%-97%. Pemaparan dengan cahaya warna kuning ikan mulai bereaksi pada pemaparan dengan intensitas sebesar 1 lux seperti pada pemaparan dengan cahaya warna biru dan hijau. Pada pemaparan dengan warna cahaya kuning ini jumlah ikan yang berkumpul sebesar 8 ekor dengan kon indeks pepetek sebesar 12.5%. Akan tetapi pada pemaparan dengan warna cahaya kuning sel kon baru mengalami adaptasi penuh pada intensitas 17 lux dengan kon indeks sebesar 96.3% dan jumlah ikan yang berkumpul sebanyak 52 ekor. Keadaan sel kon antara intensitas 1 lux sampai 15 lux masih mengalami masa transisi. Demikian juga pada pemaparan dengan cahaya warna merah. Pepetek mulai bereaksi terhadap cahaya pada pemaparan dengan intensitas sebesar 1 lux. Jumlah ikan yang berkumpul pada pemaparan dengan intensitas tersebut sebanyak 5 ekor dengan kon indeks 16.2%. Intensitas antara 1 lux sampai 15 lux sel kon mengalami masa transisi. Sel kon telah mengalami adaptasi penuh pada pemaparan sebesar 17 lux dengan kon indeks 92.95% dan jumlah ikan yang berkumpul sebanyak 37 ekor. Dengan demikian sel kon pepetek lebih responsif terhadap cahaya warna hijau karena jumlah ikan yang berkumpul pada pemaparan dengan cahaya warna tersebut paling banyak bila dibandingkan dengan pemaparan dengan cahaya warna yang lain. Hubungan antara kon indeks dengan banyaknya ikan yang berkumpul dapat dilihat pada Gambar 19 berikut.

15 kon indeks (%) intensitas cahaya (lux) jumlah ikan (ekor) Gambar 19. Grafik hubungan antara nilai kon indeks, intensitas cahaya dan jumlah ikan yang berkumpul pada masing-masing warna cahaya Keterangan: diagram batang adalah jumlah ikan yang berkumpul pada masing masing warna cahaya; diagram garis adalah kon indeks pepetek pada masing masing warna cahaya Apabila dilihat dari banyaknya ikan yang berkumpul untuk proses adaptasi penuh yang tercepat maka pepetek yang dipapar dengan warna hijaulah yang lebih responsif karena berdasarkan habitatnya, ikan tersebut telah teradaptasi dengan warna cahaya hijau.

PENENTUAN RESPON OPTIMAL FUNGSI PENGLIHATAN IKAN TERHADAP PANJANG GELOMBANG DAN INTENSITAS CAHAYA TAMPAK

PENENTUAN RESPON OPTIMAL FUNGSI PENGLIHATAN IKAN TERHADAP PANJANG GELOMBANG DAN INTENSITAS CAHAYA TAMPAK PENENTUAN RESPON OPTIMAL FUNGSI PENGLIHATAN IKAN TERHADAP PANJANG GELOMBANG DAN INTENSITAS CAHAYA TAMPAK Fita Fitria, Welina Ratnayanti K, Tri Anggono P Laboratorium Biofisika, Departemen Fisika, Fakultas

Lebih terperinci

Gambar 3. Morfologi pepetek (Secutor insidiator)

Gambar 3. Morfologi pepetek (Secutor insidiator) 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Pepetek (Secutor insidiator) Pepetek (Secutor insidiator) merupakan ikan demersal famili Leognathidae dengan panjang tubuh 6-20 cm, berbentuk pipih, tidak mengenal musim.

Lebih terperinci

ANALISIS RESPONS TINGKAH LAKU IKAN PEPETEK (Secutor insidiator) TERHADAP INTENSITAS CAHAYA BERWARNA EVA UTAMI

ANALISIS RESPONS TINGKAH LAKU IKAN PEPETEK (Secutor insidiator) TERHADAP INTENSITAS CAHAYA BERWARNA EVA UTAMI ANALISIS RESPONS TINGKAH LAKU IKAN PEPETEK (Secutor insidiator) TERHADAP INTENSITAS CAHAYA BERWARNA EVA UTAMI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

ANALISIS RESPONS TINGKAH LAKU IKAN PEPETEK (Secutor insidiator) TERHADAP INTENSITAS CAHAYA BERWARNA EVA UTAMI

ANALISIS RESPONS TINGKAH LAKU IKAN PEPETEK (Secutor insidiator) TERHADAP INTENSITAS CAHAYA BERWARNA EVA UTAMI ANALISIS RESPONS TINGKAH LAKU IKAN PEPETEK (Secutor insidiator) TERHADAP INTENSITAS CAHAYA BERWARNA EVA UTAMI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Tinjauan Umum ikan Ikan merupakan hewan vertebrata yang mempunyai ciri khas mempunyai insang dan bersirip. Sirip digunakan ikan untuk menjaga keseimbangan tubuhnya dan juga

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Bagan

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Bagan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bagan Bagan merupakan suatu alat tangkap yang termasuk kedalam kelompok jaring angkat dan terdiri atas beberapa komponen, yaitu jaring, rumah bagan, dan lampu. Jaring bagan umumnya

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo

5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo 58 5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo Dalam pengoperasiannya, bagan rambo menggunakan cahaya untuk menarik dan mengumpulkan ikan pada catchable area. Penggunaan cahaya buatan yang berkapasitas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. apabila fungsi organ mata (makula dan saraf optik) normal, terdapat cukup cahaya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. apabila fungsi organ mata (makula dan saraf optik) normal, terdapat cukup cahaya BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Definisi Defek penglihatan warna atau yang lebih dikenal dengan buta warna adalah gangguan penglihatan warna, ketidakmampuan untuk membedakan warna yang orang normal mampu untuk

Lebih terperinci

Sukardi 1), Subari Yanto 2), Kadirman 3) 1) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Teknologi Pertanian FT UNM, 2) dan 3) Dosen FT UNM

Sukardi 1), Subari Yanto 2), Kadirman 3) 1) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Teknologi Pertanian FT UNM, 2) dan 3) Dosen FT UNM S242 PENGARUH WARNA CAHAYA LAMPU DAN INTENSITAS CAHAYA YANG BERBEDA TERHADAP RESPONS BENIH IKAN BANDENG (Chanos Chanos forskal) dan BENIH IKAN NILA (Oreochromis niloticus) The Influence of Light Color

Lebih terperinci

Fisiologi Penglihatan: Fototransduksi dan Penyampaian Sinyal Visual

Fisiologi Penglihatan: Fototransduksi dan Penyampaian Sinyal Visual Komang Shary K., NPM 1206238633 Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia LTM Pemicu 1 Modul Penginderaan Fisiologi Penglihatan: Fototransduksi dan Penyampaian Sinyal Visual Pendahuluan Fungsi utama mata

Lebih terperinci

Balai Diklat Perikanan Banyuwangi

Balai Diklat Perikanan Banyuwangi Menangkap ikan, adalah kegiatan perburuan seperti halnya menangkap harimau, babi hutan atau hewan-hewan liar lainnya di hutan. Karena sifatnya memburu, menjadikan kegiatan penangkapan ikan mengandung ketidakpastian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN tangkapan yang berbeda. Untuk hari pertama tanpa menggunakan lampu, hari ke menggunakan dua lampu dan hari ke menggunakan empat lampu. Dalam satu hari dilakukan dua kali operasi penangkapan. Data yang

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan Acara I PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP LAJU FOTOSINTESIS

Laporan Praktikum Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan Acara I PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP LAJU FOTOSINTESIS Laporan Praktikum Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan Acara I PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP LAJU FOTOSINTESIS Disusun oleh Nama : Muhammad Darussalam Teguh NIM : 12696 Golongan : B4 Asisten Koreksi :

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

2.2. Reaksi ikan terhadap cahaya

2.2. Reaksi ikan terhadap cahaya H. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bagan apung Bagan adalah alat tangkap yang menggunakan cahaya sebagai alat untuk menarik dan mengumpulkan ikan di daerah cakupan alat tangkap, sehingga memudahkan dalam proses

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. lamongan dan di Laboratorium Biofisika Departemen Fisika Fakultas Sains dan

BAB III METODE PENELITIAN. lamongan dan di Laboratorium Biofisika Departemen Fisika Fakultas Sains dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan yang akan dilaksanakan di daerah pertambakan di Desa kemlagi kecamatan karanggeneng kabupaten lamongan

Lebih terperinci

Teori Warna. S1 Tekinik Informatika. Disusun Oleh Dr. Lily Wulandari

Teori Warna. S1 Tekinik Informatika. Disusun Oleh Dr. Lily Wulandari Teori Warna S1 Tekinik Informatika Disusun Oleh Dr. Lily Wulandari 1 Sejarah Warna Pada tahun 1672 Sir Isaac Newton menemukan bahwa cahaya yang dilewatkan pada sebuah prisma akan terbagi menjadi berbagai

Lebih terperinci

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Fotosintesis

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Fotosintesis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Fotosintesis (Fisiologi Tumbuhan) Disusun oleh J U W I L D A 06091009027 Kelompok 6 Dosen Pembimbing : Dra. Tasmania Puspita, M.Si. Dra. Rahmi Susanti, M.Si. Ermayanti,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Absorbansi Probe Sensor terhadap Variasi Konsentrasi Gas H 2 S

HASIL DAN PEMBAHASAN. Absorbansi Probe Sensor terhadap Variasi Konsentrasi Gas H 2 S 7 yang besar, karena probe sensor sangat sensitif dan jika mengalami guncangan yang besar, dapat mengakibatkan data yang diambil kurang baik. Setelah semua disiapkan, program pengambilan data dijalankan

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja...

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.4 1. ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... Klorofil Kloroplas Hormon Enzim Salah satu faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Iluminasi cahaya Cahaya pada pengoperasian bagan berfungsi sebagai pengumpul ikan. Cahaya yang diperlukan memiliki beberapa karakteristik, yaitu iluminasi yang tinggi, arah pancaran

Lebih terperinci

Grafika Komputer Pertemuan Ke-14. Pada materi ini akan dibahas tentang pencahayaan By: I Gusti Ngurah Suryantara, S.Kom., M.Kom

Grafika Komputer Pertemuan Ke-14. Pada materi ini akan dibahas tentang pencahayaan By: I Gusti Ngurah Suryantara, S.Kom., M.Kom Pada materi ini akan dibahas tentang pencahayaan By: I Gusti Ngurah Suryantara, S.Kom., M.Kom BAB-13 PENCAHAYAAN 13.1. WARNA Warna sebenearnya merupakan persepsi kita terhadap pantulan cahaya dari benda-benda

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Intensitas Serangan Hama Penggerek Tongkol (H. armigera Hubner) Dari hasil penelitian intensitas serangan H. armigera Hubner pada varietas Motorokiki dan Bisi-2 dapat dilihat

Lebih terperinci

1.1 Intensitas. 1.2 Luminansi. 1.3 Lightness. 1.4 Hue. 1.5 Saturasi

1.1 Intensitas. 1.2 Luminansi. 1.3 Lightness. 1.4 Hue. 1.5 Saturasi 1.Definis Warna Dalam ilmu fisika warna didefinisikan sebagai gelombang elektromagnetik cahaya, sedangkan dalam bidang ilmu seni rupa dan desain warna didefinisikan sebagai pantulan tertentu dari cahaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Radiasi elektromagnetik merupakan salah satu bentuk energi. Setelah energi

I. PENDAHULUAN. Radiasi elektromagnetik merupakan salah satu bentuk energi. Setelah energi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang terletak di daerah tropis dengan paparan sinar matahari sepanjang musim. Sebagian penduduknya bekerja di luar ruangan sehingga mendapatkan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Terdapat tiga hasil utama yang didapat dari penelitian ini, yaitu hasil pengamatan secara visual terhadap keadaan bagian luar tubuh anemon, pengamatan preparat

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kepadatan Sel Kepadatan sel Spirulina fusiformis yang dikultivasi selama 23 hari dengan berbagai perlakuan cahaya menunjukkan bahwa kepadatan sel tertinggi terdapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya Untuk Penangkapan Ikan. daerah-daerah tertentu dan umumnya dilakukan hanya di tepi-tepi pantai dengan

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya Untuk Penangkapan Ikan. daerah-daerah tertentu dan umumnya dilakukan hanya di tepi-tepi pantai dengan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya Untuk Penangkapan Ikan Pada awal mulanya penggunaan lampu untuk penangkapan masih terbatas pada daerah-daerah tertentu dan umumnya dilakukan hanya di

Lebih terperinci

MAKALAH ILUMINASI DISUSUN OLEH : M. ALDWY WAHAB TEKNIK ELEKTRO

MAKALAH ILUMINASI DISUSUN OLEH : M. ALDWY WAHAB TEKNIK ELEKTRO MAKALAH ILUMINASI DISUSUN OLEH : M. ALDWY WAHAB 14 420 040 TEKNIK ELEKTRO ILUMINASI (PENCAHAYAAN) Iluminasi disebut juga model refleksi atau model pencahayaan. Illuminasi menjelaskan tentang interaksi

Lebih terperinci

LAPORAN EKSPERIMEN FOTO SISTESIS

LAPORAN EKSPERIMEN FOTO SISTESIS LAPORAN KARYA TEKNOLOGI TEPAT GUNA LAPORAN EKSPERIMEN FOTO SISTESIS Oleh: Supratman, S.Pd. SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 12 BENGKULU 2009 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fotosintesis berasal dari kata

Lebih terperinci

Sunglasses kesehatan mata

Sunglasses kesehatan mata Sunglasses kesehatan mata Sunglasses atau Kacamata Hitam sudah menjadi barang kebutuhan seharihari, terutama di daerah-daerah tropis seperti Indonesia. Entah untuk digunakan saat sedang berjalan di siang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari - Mei 2014, bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari - Mei 2014, bertempat di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari - Mei 2014, bertempat di Laboratorium Teknik Elektronika, Laboratorium Terpadu Teknik Elektro, Jurusan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya pada Penangkapan Ikan

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya pada Penangkapan Ikan 8 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya pada Penangkapan Ikan Pada mulanya penggunaan lampu untuk penangkapan masih terbatas pada daerah-daerah tertentu dan umumnya dilakukan hanya di tepi-tepi

Lebih terperinci

10/11/2014 SISTEM VISUAL MANUSIA. CIG4E3 / Pengolahan Citra Digital BAB 2. Konsep Dasar Citra Digital

10/11/2014 SISTEM VISUAL MANUSIA. CIG4E3 / Pengolahan Citra Digital BAB 2. Konsep Dasar Citra Digital CIG4E3 / Pengolahan Citra Digital BAB 2. Konsep Dasar Citra Digital Intelligent Computing and Multimedia (ICM) SISTEM VISUAL MANUSIA 1 2 (1) Intensitas cahaya ditangkap diagram iris dan diteruskan ke bagian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengelompokan tanaman

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengelompokan tanaman 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengelompokan tanaman Hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap sampel daun untuk mengetahui ukuran stomata/mulut daun, dapat dilihat pada tabel 3. Pada tabel 3 ditunjukkan

Lebih terperinci

TINGKAH LAKU IKAN NILA TERHADAP WARNA CAHAYA LAMPU YANG BERBEDA

TINGKAH LAKU IKAN NILA TERHADAP WARNA CAHAYA LAMPU YANG BERBEDA Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan Juni 2013 Vol. 2 No.1 Hal : 47-53 ISSN 2302-6308 Available online at: http://umbidharma.org/jipp TINGKAH LAKU IKAN NILA TERHADAP WARNA CAHAYA LAMPU YANG BERBEDA (Nile

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di era globalisasi sekarang ini, semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi didunia. Ilmu pengetahuan dan teknologi ini dimanfaatkan dan dikembangkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM HBNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERHAN PADA PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Perkembangan pembangunan yang semakin pesat mengakibatkan kondisi Teluk Ambon, khususnya Teluk Ambon Dalam (TAD)

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Batimetri 4.1.1. Pemilihan Model Dugaan Dengan Nilai Digital Asli Citra hasil transformasi pada Gambar 7 menunjukkan nilai reflektansi hasil transformasi ln (V-V S

Lebih terperinci

Tingkah Laku Ikan (fish behaviour) Oleh: Ririn Irnawati

Tingkah Laku Ikan (fish behaviour) Oleh: Ririn Irnawati Tingkah Laku Ikan (fish behaviour) Oleh: Ririn Irnawati Deskripsi MK TLI Mata kuliah ini membahas tentang tingkah laku ikan terkait dengan lingkungan dan habitat serta metode penangkapan ikan, mikroteknik

Lebih terperinci

UJI KUANTITATIF DNA. Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Ahli Pertama

UJI KUANTITATIF DNA. Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Ahli Pertama UJI KUANTITATIF DNA Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Ahli Pertama A. PENDAHULUAN Asam deoksiribonukleat atau lebih dikenal dengan DNA (deoxyribonucleid acid) adalah sejenis asam nukleat yang tergolong biomolekul

Lebih terperinci

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g) 22 HASIL PENELITIAN Kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek perlu dilakukan sebelum cangkang telur digunakan sebagai prekursor Ca. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, kombinasi suhu

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Medium Perambatan terhadap Intensitas Cahaya Lacuba (Lampu Celup Bawah Air)

Analisis Pengaruh Medium Perambatan terhadap Intensitas Cahaya Lacuba (Lampu Celup Bawah Air) ELECTRICIAN Jurnal Rekayasa dan Teknologi Elektro Analisis Pengaruh Perambatan terhadap Intensitas Cahaya Lacuba (Lampu Celup Bawah Air) Ferdi Setiawan 1, Sri Ratna Sulistiyanti 2, Ageng Sadnowo 3 Jurusan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Faktor-faktor dominan adalah faktor-faktor yang diduga berpengaruh

BAB V PEMBAHASAN. Faktor-faktor dominan adalah faktor-faktor yang diduga berpengaruh 118 BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Faktor Faktor-faktor dominan adalah faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap peningkatan nilai arus dan tegangan sel surya. Kondisi hubung singkat mengakibatkan

Lebih terperinci

Spektrofotometer UV /VIS

Spektrofotometer UV /VIS Spektrofotometer UV /VIS Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Spektrofotometer merupakan gabungan dari alat optic dan elektronika

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi Panjang Gelombang Lampu LED

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi Panjang Gelombang Lampu LED 6 Nilai XYZ diperoleh dari pengukuran menggunakan fotometer dengan cara yang sama seperti pengukuran sinar reflektans standar warna. Nilai XYZ ditransformasikan ke dalam rumus a*b*. Untuk mengetahui nilai

Lebih terperinci

Interaksi Manusia dan Komputer. Aspek Manusia dalam IMK

Interaksi Manusia dan Komputer. Aspek Manusia dalam IMK Interaksi Manusia dan Komputer Tujuan Perkuliahan Menjelaskan aspek-aspek manusia yang terkait dengan IMK Mengetahui pentingnya aspek manusia dalam merancang IMK Coba Diskusikan Hal Berikut ini: 1. Bagaimana

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Konsumsi pada Perlakuan Kontrol Gabah, Beras, dan Jagung (No Choice Test) Hasil yang diperoleh dari pengujian konsumsi tikus terhadap umpan gabah, beras, dan jagung (no

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Warna Larutan Fikosianin Warna Larutan secara Visual

4. PEMBAHASAN 4.1. Warna Larutan Fikosianin Warna Larutan secara Visual 4. PEMBAHASAN Pada penelitian ini, dilakukan ekstraksi fikosianin dari spirulina yang digunakan sebagai pewarna alami pada minuman. Fikosianin ini memberikan warna biru alami, sehingga tidak memberikan

Lebih terperinci

FOTOGRAFI merupakan SAINS dan SENI Kata PHOTOGRAPHY berasal dari bahasa Yunani, yang berarti MENULIS DGN SINAR. Aspek Sains Fotografi mengandung arti

FOTOGRAFI merupakan SAINS dan SENI Kata PHOTOGRAPHY berasal dari bahasa Yunani, yang berarti MENULIS DGN SINAR. Aspek Sains Fotografi mengandung arti FOTOGRAFI merupakan SAINS dan SENI Kata PHOTOGRAPHY berasal dari bahasa Yunani, yang berarti MENULIS DGN SINAR. Aspek Sains Fotografi mengandung arti di mana Objek terekam pada permukaan Fotosensitif,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bilirubin merupakan produk dari sejumlah destruksi normal dari sirkulasi eritrosit dimana

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bilirubin merupakan produk dari sejumlah destruksi normal dari sirkulasi eritrosit dimana BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Bilirubin Bilirubin merupakan produk dari sejumlah destruksi normal dari sirkulasi eritrosit dimana bilirubin berasal dari penguraian protein dan heme. 13 Kadar

Lebih terperinci

Penentuan Warna Gigi Tiruan

Penentuan Warna Gigi Tiruan Penentuan Warna Gigi Tiruan Sistem waran Munsell merupakan suatu system untuk menyesuaikan warna gigi tiruan dengan warna asli dalam kedokteran gigi. Untuk menetapkan suatu warana tanpa kesalahan perlu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Kondisi lingkungan yang teramati selama aklimatisasi menunjukkan suhu rata-rata 30 o C dengan suhu minimum hingga 20 o C dan suhu maksimum mencapai 37 o C. Aklimatisasi

Lebih terperinci

IV METODOLOGI. Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya.

IV METODOLOGI. Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya. IV METODOLOGI 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan 1 31 Mei 2012 di Laboratorium Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya. 4.2 Materi Penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. Spirulina sp. merupakan mikroalga yang menyebar secara luas, dapat ditemukan di berbagai tipe lingkungan, baik di perairan payau, laut dan tawar. Spirulina

Lebih terperinci

ORGAN PENYUSUN SISTEM SARAF MANUSIA

ORGAN PENYUSUN SISTEM SARAF MANUSIA ORGAN PENYUSUN SISTEM SARAF MANUSIA SEL SARAF, terdiri dari 1. Dendrit 2. Badan Sel 3. Neurit (Akson) Menerima dan mengantarkan impuls dari dan ke sumsum tulang belakang atau otak ORGAN PENYUSUN SISTEM

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal Dibawah ini adalah bahan bahan yang diperlukan dalam proses fotosintesis, kecuali...

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal Dibawah ini adalah bahan bahan yang diperlukan dalam proses fotosintesis, kecuali... SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.3 1. Dibawah ini adalah bahan bahan yang diperlukan dalam proses fotosintesis, kecuali... A. Air cahaya CO 2 O 2 Kunci Jawaban : D Bahan-bahan yang

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laju Pertumbuhan Mutlak Nila Gift Laju pertumbuhan rata-rata panjang dan berat mutlak ikan Nila Gift yang dipelihara selama 40 hari, dengan menggunakan tiga perlakuan yakni

Lebih terperinci

Ketebalan retina kira-kira 0,1 mm pada ora serata dan 0,56 mm pada kutub posterior. Di

Ketebalan retina kira-kira 0,1 mm pada ora serata dan 0,56 mm pada kutub posterior. Di Anatomi Retina Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan yang melapisi bagian dalam 2/3 posterior dinding bola mata. Retina membentang ke anterior hampir sejauh korpus

Lebih terperinci

Pengolahan citra. Materi 3

Pengolahan citra. Materi 3 Pengolahan citra Materi 3 Citra biner, citra grayscale dan citra warna Citra warna berindeks Subject Elemen-elemen Citra Digital reflectance MODEL WARNA Citra Biner Citra Biner Banyaknya warna hanya 2

Lebih terperinci

MAKALAH Spektrofotometer

MAKALAH Spektrofotometer MAKALAH Spektrofotometer Nama Kelompok : Adhitiya Oprasena 201430100 Zulfikar Adli Manzila 201430100 Henky Gustian 201430100 Riyan Andre.P 201430100 Muhammad Khairul Huda 20143010029 Kelas : A Jurusan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB. Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB. Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil dan Pembahasan. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density) inkubasi D75 D92 D110a 0 0,078 0,073

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Radiasi matahari merupakan gelombang elektromagnetik yang terdiri atas medan listrik dan medan magnet. Matahari setiap menit

BAB I PENDAHULUAN. Radiasi matahari merupakan gelombang elektromagnetik yang terdiri atas medan listrik dan medan magnet. Matahari setiap menit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matahari merupakan kendali cuaca serta iklim yang sangat penting dan sebagai sumber energi utama di bumi yang menggerakkan udara dan arus laut. Energi matahari diradiasikan

Lebih terperinci

Intensitas cahaya ditangkap oleh diagram iris dan diteruskan ke bagian retina mata.

Intensitas cahaya ditangkap oleh diagram iris dan diteruskan ke bagian retina mata. Pembentukan Citra oleh Sensor Mata Intensitas cahaya ditangkap oleh diagram iris dan diteruskan ke bagian retina mata. Bayangan obyek pada retina mata dibentuk dengan mengikuti konsep sistem optik dimana

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2012. Pemeliharaan burung merpati dilakukan di Sinar Sari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Pengamatan profil darah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Homogenisasi merupakan proses pengecilan ukuran fase terdispersi dalam suatu sistem emulsi. Proses homogenisasi bertujuan untuk menjaga kestabilan sistem emulsi dan mencegah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tumbuhan merupakan organisme yang tidak dapat bergerak bebas yang pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Tumbuhan merupakan organisme yang tidak dapat bergerak bebas yang pertumbuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumbuhan merupakan organisme yang tidak dapat bergerak bebas yang pertumbuhan dan perkembangannya sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan sekitar seperti suhu, kelembaban,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS DISUSUN OLEH : NAMA : FEBRINA SULISTYORINI NIM : 09/281447/PA/12402 KELOMPOK : 3 (TIGA) JURUSAN : KIMIA FAKULTAS/PRODI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Konidisi Umum Penelitian Berdasarkan hasil Laboratorium Balai Penelitian Tanah yang dilakukan sebelum aplikasi perlakuan didapatkan hasil bahwa ph H 2 O tanah termasuk masam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan pelaksanaan, yaitu tahap kultur in vitro dan aklimatisasi. Tahap kultur in vitro dilakukan di dalam Laboratorium Kultur Jaringan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data mengenai biomassa panen, kepadatan sel, laju pertumbuhan spesifik (LPS), waktu penggandaan (G), kandungan nutrisi,

Lebih terperinci

TUGAS ANALISIS FARMASI ANALISIS OBAT DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

TUGAS ANALISIS FARMASI ANALISIS OBAT DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS TUGAS ANALISIS FARMASI ANALISIS OBAT DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS OLEH NAMA : RAHMAD SUTRISNA STAMBUK : F1F1 11 048 KELAS : FARMASI A JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanankan pada bulan Juni 2009 sampai dengan Agustus 2009. Lokasi penelitian bertempat di Laboratorium Lingkungan dan Laboratorium Kesehatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorik dengan menggunakan RAL, faktor perlakuan adalah meliputi konsentrasi

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorik dengan menggunakan RAL, faktor perlakuan adalah meliputi konsentrasi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan rancangan penelitian eksperimental laboratorik dengan menggunakan RAL, faktor perlakuan adalah meliputi konsentrasi dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sehingga, Indonesia disebut sebagai Negara Maritim. alamnya mayoritas mata pencaharian masyarakat indonesia setelah petani adalah

I. PENDAHULUAN. sehingga, Indonesia disebut sebagai Negara Maritim. alamnya mayoritas mata pencaharian masyarakat indonesia setelah petani adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terdiri dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 81.000 Km yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, dengan wilayah laut seluas 5,8

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 31 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 cahaya Menurut Cayless dan Marsden (1983), iluminasi atau intensitas penerangan adalah nilai pancaran cahaya yang jatuh pada suatu bidang permukaan. cahaya dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

Manusia pemroses informasi 1. Informasi diterima dan ditanggapi dengan proses masukankeluaran

Manusia pemroses informasi 1. Informasi diterima dan ditanggapi dengan proses masukankeluaran Pert 3 Manusia pemroses informasi 1. Informasi diterima dan ditanggapi dengan proses masukankeluaran 2. Informasi disimpan dalam ingatan (memory) 3. Informasi diproses, diinterpretasi, dan diaplikasikan

Lebih terperinci

Pertemuan 02. Faktor Manusia. Sistem Komputer. Hardware

Pertemuan 02. Faktor Manusia. Sistem Komputer. Hardware Pertemuan 02 Sistem Komputer Hardware Software Brainware 1 Pengamatan pancaindra terdiri dari : - Penglihatan - Pendengaran - Sentuhan - Pemodelan sistem pengolahan Penglihatan terdiri dari - Luminance

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan algoritma empiris klorofil-a Tabel 8, Tabel 9, dan Tabel 10 dibawah ini adalah percobaan pembuatan algoritma empiris dibuat dari data stasiun nomor ganjil, sedangkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Macam-macam lampu tabung (http://www.kumpulanistilah.com/2011/06/pengertian-lampu-tl.html)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Macam-macam lampu tabung (http://www.kumpulanistilah.com/2011/06/pengertian-lampu-tl.html) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lampu Tabung (Tubular Lamp) Lampu adalah alat untuk menerangi atau pelita, sedangkan lampu tabung sama halnya dengan lampu neon yaitu lampu listrik berbentuk tabung yang berisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendeteksian cahaya merupakan salah satu proses paling mendasar pada bidang optik [1]. Untuk mendeteksi cahaya, diperlukan suatu proses konversi optoelektronik menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Faktor I adalah variasi konsentrasi kitosan yang terdiri dari 4 taraf meliputi:

BAB III METODE PENELITIAN. Faktor I adalah variasi konsentrasi kitosan yang terdiri dari 4 taraf meliputi: BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian akan dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial. Faktor pertama adalah kadar kitosan yang terdiri dari : 2%, 2,5%, dan 3%.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pati bahan edible coating berpengaruh terhadap kualitas stroberi (Fragaria x

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pati bahan edible coating berpengaruh terhadap kualitas stroberi (Fragaria x 57 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jenis Pati Bahan Edible Coating terhadap Kualitas Stroberi (Fragaria x ananassa) Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa jenis pati bahan

Lebih terperinci

LAJU FOTOSINTESIS PADA BERBAGAI PANJANG GELOMBANG CAHAYA. Tujuan : Mempelajari peranan jenis cahaya dalam proses fotosintesis.

LAJU FOTOSINTESIS PADA BERBAGAI PANJANG GELOMBANG CAHAYA. Tujuan : Mempelajari peranan jenis cahaya dalam proses fotosintesis. LAJU FOTOSINTESIS PADA BERBAGAI PANJANG GELOMBANG CAHAYA Tujuan : Mempelajari peranan jenis cahaya dalam proses fotosintesis. Pendahuluan Fotosintesis merupakan proses pemanfaatan enegi matahari oleh tumbuhan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

INDERA PENGLIHATAN KELOMPOK 9 PANJI KUNCORO ( ) NILA NURFADHILAH ( ) RAHMAD WEDI APRIANSYAH PUTRA ( )

INDERA PENGLIHATAN KELOMPOK 9 PANJI KUNCORO ( ) NILA NURFADHILAH ( ) RAHMAD WEDI APRIANSYAH PUTRA ( ) INDERA PENGLIHATAN KELOMPOK 9 PANJI KUNCORO (17515874) NILA NURFADHILAH (15515067) RAHMAD WEDI APRIANSYAH PUTRA (15515558) ADAPTASI MATA 1. Adaptasi Terang Pupil mata akan melebar jika kondisi ruangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGAMATAN

BAB IV HASIL PENGAMATAN BAB IV HASIL PENGAMATAN 4.1 Absorbansi Panjang Gelombang Maksimal No λ (nm) Absorbansi 1 500 0.634 2 510 0.555 3 520 0.482 4 530 0.457 5 540 0.419 6 550 0.338 7 560 0.293 8 570 0.282 9 580 0.181 10 590

Lebih terperinci

Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Henni Eka Wulandari Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si

Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Henni Eka Wulandari Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si SEMINAR TUGAS AKHIR Add Your Company Slogan STUDI AWAL FABRIKASI DAN KARAKTERISASI DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) MENGGUNAKAN EKSTRAKSI BUNGA SEPATU SEBAGAI DYE SENSITIZERS DENGAN VARIASI LAMA ABSORPSI

Lebih terperinci

ANALISIS SINAR MERAH, HIJAU, DAN BIRU (RGB) UNTUK MENGUKUR KELIMPAHAN FITOPLANKON (Chlorella sp.) Oleh: Merizawati C

ANALISIS SINAR MERAH, HIJAU, DAN BIRU (RGB) UNTUK MENGUKUR KELIMPAHAN FITOPLANKON (Chlorella sp.) Oleh: Merizawati C ANALISIS SINAR MERAH, HIJAU, DAN BIRU (RGB) UNTUK MENGUKUR KELIMPAHAN FITOPLANKON (Chlorella sp.) Oleh: Merizawati C64104004 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metode penangkapan ikan dengan menggunakan cahaya sudah sejak lama diketahui sebagai perlakuan yang efektif untuk tujuan penangkapan ikan tunggal maupun berkelompok (Ben-Yami,

Lebih terperinci

Fotografi Cahaya Terhadap Pigmen Warna Tanaman

Fotografi Cahaya Terhadap Pigmen Warna Tanaman Fotografi Cahaya Terhadap Pigmen Warna Tanaman Kasma Rusdi (G11113006) Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar, 2014 Abstrak Warna hijau pada daun merupakan salah

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data penetapan kadar larutan baku formaldehid dapat dilihat pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data penetapan kadar larutan baku formaldehid dapat dilihat pada BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PERCOBAAN 1. Penetapan kadar larutan baku formaldehid Data penetapan kadar larutan baku formaldehid dapat dilihat pada tabel 2. Hasil yang diperoleh dari penetapan

Lebih terperinci

WARNA DAN MAKNANYA DALAM KEHIDUPAN

WARNA DAN MAKNANYA DALAM KEHIDUPAN WARNA DAN MAKNANYA DALAM KEHIDUPAN Dibacakan pada Seminar Sehari Bersama Alam II diselenggarakan oleh BEM FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia 24 Mei 2003 Oleh: Yusuf Hilmi Adisendjaja JURUSAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

Gambar Semikonduktor tipe-p (kiri) dan tipe-n (kanan)

Gambar Semikonduktor tipe-p (kiri) dan tipe-n (kanan) Mekanisme Kerja Devais Sel Surya Sel surya merupakan suatu devais semikonduktor yang dapat menghasilkan listrik jika diberikan sejumlah energi cahaya. Proses penghasilan energi listrik itu diawali dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. secara kimia (warna sintetis) dan warna yang dihasilkan oleh makhluk hidup yang biasa.

PENDAHULUAN. secara kimia (warna sintetis) dan warna yang dihasilkan oleh makhluk hidup yang biasa. PENDAHULUAN Pada proses fotosintesis tumbuhan memerlukan cahaya matahari,untuk menangkap cahaya tumbuhan menggunakan pigmen yang disebut klorofil. Pigmen inilah yang memberi warna hijau pada tumbuhan.

Lebih terperinci