ANALISIS RESPONS TINGKAH LAKU IKAN PEPETEK (Secutor insidiator) TERHADAP INTENSITAS CAHAYA BERWARNA EVA UTAMI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS RESPONS TINGKAH LAKU IKAN PEPETEK (Secutor insidiator) TERHADAP INTENSITAS CAHAYA BERWARNA EVA UTAMI"

Transkripsi

1 ANALISIS RESPONS TINGKAH LAKU IKAN PEPETEK (Secutor insidiator) TERHADAP INTENSITAS CAHAYA BERWARNA EVA UTAMI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Respons Tingkah Laku Ikan Pepetek (Secutor insidiator) Terhadap Intensitas Cahaya Berwarna adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang dikutip berasal dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam bentuk teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2006 Eva Utami NRPC

3 ABSTRAK EVA UTAMI. Analisis Respons Tingkah Laku Ikan Pepetek (Secutor insidiator) Terhadap Intensitas Cahaya Berwarna: dibimbing oleh ARI PURBAYANTO sebagai ketua dan ZULKARNAIN sebagai anggota. Cahaya merupakan alat bantu untuk menarik dan mengumpulkan ikan ke daerah penangkapan. Tiap spesies ikan mampu mengabsorbsi panjang gelombang cahaya tertentu oleh pigmen penglihatan (photo pigment). Respons ikan terhadap cahaya ditandai dengan naiknya sel kon yang terdapat pada retina mata. Faktorfaktor yang mempengaruhi adaptasi retina mata ikan adalah warna cahaya, intensitas cahaya dan lamanya waktu pencahayaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola reaksi pepetek terhadap cahaya warna biru, hijau, kuning dan merah dengan intensitas cahaya yang berbeda dan menganalisis proses adaptasi sel kon pepetek terhadap cahaya warna biru, hijau, kuning dan merah. Penelitian dilakukan dengan metode percobaan laboratorium di tangki percobaan milik CV. Mutiara Dua, Pelabuhan Ratu dan Laboratorium Budidaya Ikan IPB di Bogor, dari bulan November 2005 hingga Januari 2006 dengan menggunakan pepetek (Secutor insidiator) sebagai ikan percobaan. Hasil yang diperoleh adalah: jumlah pepetek yang berkumpul di bawah warna cahaya hijau lebih banyak bila dibandingkan dengan warna cahaya yang lain, adaptasi penuh sel kon pepetek tercepat terjadi pada pemaparan dengan cahaya warna hijau dan biru yaitu pada intensitas 13 lux dan adaptasi penuh sel kon untuk pemaparan cahaya warna kuning terjadi pada intensitas 15 lux dan untuk cahaya merah pada intensitas 19 lux. Berdasarkan hasil penelitian maka cahaya yang dapat diabsorbsi maksimum oleh pigmen sel kon pepetek adalah cahaya pada intensitas antara 450 sampai 550 nm. Kata kunci : pepetek, tingkah laku ikan, cahaya berwarna

4 ABSTRACT EVA UTAMI. Analysis on Ponyfish (Secutor insidiator) Behavior Response Toward Color Light Intensity: Supervised by ARI PURBAYANTO and ZULKARNAIN. Light is one of the artificial stimuli to attract and concentrate fish on the catchable area. Each fish species can perceive a particular wavelength by photo pigment in its retina. The influence factors to retinal adaptation are color light, light intensity and time of exposure. Fish retinal adaptation toward light is indicated by change of cone cell movement level. The objectives of this research were to revealed pattern of ponyfish reaction and to analyze the adaptation process of cone cell toward blue, green, yellow, and red color light. Experiment was carried out in experimental tank of CV. Mutiara Dua, Pelabuhan Ratu Bay and Fish Culture Laboratory at Bogor Agricultural University, November 2005 to January The results indicated that ponyfish more perceive green light than the other color light. Retinal adaptation of ponyfish showed that cone cell has fully adapted in 13 lux of green and blue light, 15 lux of yellow light and 19 lux of red light at 10 minutes exposure time. According to data, ponyfish can perceive these wavelengths of light since their cone pigments have maximum absorption peaks around 450 and 550 nm. Key words : ponyfish, fish behavior, color light

5 Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengutip & memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya.

6 ANALISIS RESPONS TINGKAH LAKU IKAN PEPETEK (Secutor insidiator) TERHADAP INTENSITAS CAHAYA BERWARNA Oleh EVA UTAMI NRP C Tesis diajukan Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

7 LEMBAR PENGESAHAN Judul Tesis : Analisis Respons Tingkah Laku Ikan Pepetek (Secutor insidiator) Terhadap Intensitas Cahaya Berwarna Nama : Eva Utami NRP : C Program Studi : Teknologi Kelautan Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc Ketua Ir.Zulkarnain,M.Si Anggota Diketahui Program Studi Teknologi Kelautan Ketua, Dekan Sekolah Pascasarja Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S Tanggal Ujian : 16 Oktober 2006 Tanggal Lulus : 16 Januari 2007

8 Kata Pengantar Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena hanya dengan karunia-nya lah penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Terima kasih yang sebesarbesarnya juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Ari Purbayanto M.Sc. selaku ketua komisi pembimbing dan Ir. Zulkarnain M.Si. selaku anggota komisi pembimbing yang dengan sabar telah membimbing dan mengarahkan penulis selama proses pengerjaan tesis ini. Tak lupa penulis juga ucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc. selaku dosen penguji luar komisi. Terima kasih juga penulis haturkan pada Papa, Mama dan adik-adik (Dewi, Dina, Reza) yang telah memberikan dukungan, semangat dan doa yang tiada henti. Tidak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada: 1. Teman-teman TKL 2003 atas persahabatan yang sangat indah 2. Teman-teman TKL 2002 especially Mercy, Rini & Ika 2. Teman-teman baruku dari program studi yang lain yang telah banyak membantu (Wiwit, Ayun, Sam, Kak Jum) 3. SPMB Crew especially Bos Bakri, Maro, Angka, Vicky, Sanan & all my children fruit Terakhir, kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satupersatu. Terimakasih atas doa serta dukungan selama ini. Semoga tesis dengan judul Analisis Respons Tingkah Laku Ikan Pepetek (Secutor insidiator) Terhadap Intensitas Cahaya Berwarna dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan alam pada khususnya dan bagi masyarakat luas pada umumnya. Penulis

9 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Tegal, Jawa Tengah pada tanggal 29 April 1974 sebagai anak pertama dari 3 bersaudara pasangan Bapak R. Abas, BA. Dan Ibu Endang Rediningsih. Lulus Sekolah Dasar pada tahun 1986 dan Sekolah Lanjutan Pertama pada tahun Lulus Sekolah Menengah Atas pada tahun Selanjutnya meyelesaikan S1 di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Biologi di UI pada tahun Penulis bekerja sebagai pengajar di UMJ Ciputat.

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... v 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Hipotesis Kerangka Pemikiran Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Biologi Pepetek (Secutor insidiator) Cahaya Intensitas Cahaya Panjang Gelombang Cahaya Tingkah Laku Ikan Terhadap Cahaya Struktur Mata Ikan Mekanisme Penglihatan Mata Ikan Mekanisme Diskriminasi Warna Perikanan Bagan METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Bahan Penelitian Alat Desain Penelitian Prosedur Pelaksanaan Penelitian Persiapan Pengambilan Ikan Sampel Percobaan Desain Akuarium Pelaksanaan Penelitian Pengamatan Tingkah Laku Ikan terhadap Warna Cahaya Percobaan Adaptasi Retina Mata Ikan terhadap Warna Cahaya Metode Histologi Pengumpulan Data Data Respons Pepetek terhadap Warna Cahaya Data Adaptasi Retina Mata Ikan Analisis Data Analisis Tingkah Laku Ikan terhadap Warna Cahaya Analisis Rasio Adaptasi Retina... 28

11 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Pengumpulan Pepetek terhadap Warna Cahaya dengan Intensitas Berbeda Pengaruh Warna Cahaya dengan Intensitas yang Berbeda terhadap Adaptasi Retina KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA... 46

12 DAFTAR TABEL Halaman 1. Panjang gelombang dari masing-masing warna Bahan penelitian dan kegunaannya Peralatan penelitian dan kegunaannya... 19

13 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Diagram alir perumusan masalah Diagram alir kerangka pemikiran Morfologi pepetek (Secutor insidiator) Struktur mata ikan Sel rod (sel batang) dan sel kon (sel kerucut) Tahap pelaksanaan penelitian Ilustrasi akuarium percobaan Under water luxmeter yang digunakan dalam penelitian Dimmer yang digunakan dalam penelitian Dissecting set yang digunakan dalam penelitian Skematik diagram prosedur histologi retina mata ikan Rata-rata jumlah pepetek yang berkumpul untuk masing-masing warna cahaya di setiap intensitas Sel kon sebelum dipapar oleh cahaya Pergerakan sel kon yang terpapar warna cahaya biru pada intensitas cahaya yang berbeda dalam waktu 10 menit Pergerakan sel kon yang terpapar warna cahaya hijau pada intensitas cahaya yang berbeda dalam waktu 10 menit Pergerakan sel kon yang terpapar warna cahaya kuning pada intensitas cahaya yang berbeda dalam waktu 10 menit Pergerakan sel kon yang terpapar warna cahaya merah pada iluminasi yang berbeda dalam waktu 10 menit Rasio kon indeks pepetek dengan cahaya berbeda dalam waktu 10 menit Grafik hubungan antara nilai kon indeks, intensitas cahaya dan jumlah ikan yang berkumpul pada masing-masing warna cahaya... 44

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Prosedur histologi untuk analisis retina mata ikan Prosedur pengeringan, penuangan parafin dan penanaman spesimen retina Prosedur pewarnaan dengan hematoxylene dan eosin Hubungan jumlah ikan pepetek terhadap warna cahaya Rata-rata jumlah ikan pepetek yang berkumpul pada warna cahaya dengan intensitas berbeda Rasio kon indeks pepetek Analisis ragam jumlah ikan Uji lanjut Duncan untuk jumlah ikan Analisis ragam kenaikan sel kon Uji lanjut Duncan untuk kenaikan sel kon Pepetek (Secutor insidiator) sebagai ikan percobaan Lampu-lampu percobaan Perhitungan statistik untuk interaksi warna cahaya dengan intensitas yang berbeda Posisi lampu diatas akuarium percobaan Posisi tengah dari akuarium percobaan Aerator Saat ikan dipapar dengan warna cahaya biru Saat ikan dipapar dengan warna cahaya hijau Saat ikan dipapar dengan warna cahaya kuning Saat ikan dipapar dengan warna cahaya merah Set tempat lampu dengan dimmer Pelet Contoh perhitungan kon indeks

15 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi penangkapan ikan di Indonesia tidak terlepas dari perkembangan teknologi penangkapan ikan di dunia secara keseluruhan. Salah satu bentuk teknologi penangkapan ikan yang dianggap sukses dan berkembang dengan pesat pada industri penangkapan ikan sampai saat ini adalah penggunaan alat bantu cahaya untuk menarik perhatian ikan dalam proses penangkapan ikan (Nikonorov 1975). Cahaya merupakan alat bantu untuk menarik dan mengumpulkan ikan ke daerah penangkapan (catchable area), dimana selanjutnya ikan dapat ditangkap. Akan tetapi selama ini sebagian besar nelayan hanya menggunakan cahaya warna putih dalam melakukan proses penangkapan ikan. Para nelayan tersebut umumnya hanya berpedoman pada pengalaman dan insting bahwa ikan tertarik oleh cahaya. Hal ini telah dilakukan selama bertahun-tahun tanpa didukung oleh kajian-kajian ilmiah. Terdapat beberapa penelitian tentang sensitivitas spektrum maksimum terhadap retina mata ikan misalnya yellowfin tuna, bigeye tuna dan marlin yang sensitif pada panjang gelombang antara nm (Kawamura et al. 1981). Selain itu, Zilanov (1968) mengemukakan bahwa Atlantic sauri sangat cepat tertarik dengan cahaya lampu dan mulai tertarik kepada cahaya sejak lampu dinyalakan antara 1 sampai 5 menit. Aktifitas makan Hoplosternum littorale dipengaruhi oleh warna cahaya biru dan merah (Boujard et al. 1992). Akan tetapi penelitian-penelitian yang disebutkan di atas merupakan penelitian yang dilakukan bukan di Indonesia. Belum banyak penelitian yang dilakukan di Indonesia untuk mengungkap tentang pengaruh cahaya terhadap fisiologi mata ikan sebagai dasar pengembangan teknologi penangkapan ikan dengan menggunakan cahaya. Hal tersebut merupakan kendala dan kelemahan yang dihadapi Indonesia, seperti yang diungkapkan oleh Ayodhyoa (2001) hampir tidak ada penelitian mengenai intensitas cahaya optimum untuk menangkap satu jenis ikan tertentu, mekanisme ikan tertarik cahaya, pengaturan lama pencahayaan lampu dan penangkapan juvenil ikan menggunakan cahaya. Hal tersebutlah yang

16 mengakibatkan teknologi perikanan di Indonesia masih tertinggal karena masih sedikitnya penelitian ilmu-ilmu terapan (applied sciences) sebagai jembatan pengembangan teknologi perikanan. Padahal dalam masa mendatang penangkapan ikan menggunakan cahaya pada batas-batas yang diizinkan merupakan cara yang ramah lingkungan sesuai dengan paradigma baru penangkapan ikan. Dari beberapa penelitian, tiap spesies ikan mampu mengabsorbsi panjang gelombang tertentu secara maksimal oleh pigmen penglihatan (photo pigment). Aktifitas ikan dipengaruhi oleh lingkungannya dan cahaya pada umumnya menjadi faktor utama (Boujard et al. 1992). Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan ikan dapat diarahkan atau dikumpulkan pada suatu area tertentu oleh cahaya, diantaranya adalah ikan tertarik oleh cahaya karena adanya sifat fototaxis. Faktorfaktor yang mempengaruhi adaptasi retina mata ikan adalah warna cahaya, intensitas cahaya dan lama waktu pemaparan. Hal ini dapat dilihat dari tingkatan adaptasi mata ikan terhadap intensitas cahaya. Terjadinya tingkatan adaptasi mata ikan atau respon ikan terhadap cahaya ditandai dengan naiknya sel kon (cone cell) yang terdapat pada retina mata ikan (Gunarso 1985). Sel kon yang terdapat di dalam retina ikan bertanggung jawab pada penglihatan terhadap warna (color vision) (Tamura 1957). Menurut beberapa teori mata ikan mempunyai struktur yang sama seperti mata manusia dan mempunyai kemampuan untuk membedakan warna. Artinya terdapat kemungkinan bahwa dari kemampuan ikan membedakan warna tersebut maka ikan pun cenderung akan menyukai warna-warna tertentu pada lingkungannya. Oleh sebab itu, penelitian tentang mata ikan khususnya mengenai preferensi ikan tersebut terhadap warna cahaya tertentu dengan intensitas yang berbeda sangat penting untuk dilakukan. Dengan mengetahui pola tingkah laku ikan tersebut terhadap warna cahaya tertentu dan intensitas cahaya optimum, maka dengan sendirinya taktik serta metode penangkapan ikan dapat direncanakan untuk mengoptimalkan operasi penangkapan.

17 1.2 Perumusan Masalah Salah satu tingkah laku ikan adalah tertarik pada sumber cahaya atau disebut juga fototaksis positif. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku ikan terhadap cahaya antara lain intensitas, komposisi spektrum warna cahaya dan lama penyinaran. Sejauh ini kegiatan penangkapan lebih banyak memaksakan kehendak dari nelayan sendiri tanpa menyadari dan memahami apa yang dikehendaki oleh ikannya. Oleh sebab itu bila tingkah laku ikan serta faktor-faktor yang berkaitan dengannya dapat diketahui dan dipahami maka akan terbuka jalan untuk mengetahui cara-cara yang dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas suatu alat tangkap bahkan dapat memacu dan memodifikasi suatu jenis alat penangkapan yang baru dan lebih sesuai. Dengan sendirinya taktik serta metode penangkapan ikan dapat direncanakan untuk mengoptimalkan operasi penangkapan. Berbagai permasalahan sumberdaya maupun lingkungan yang sedang dihadapi saat ini juga menjadi dasar dan alasan penting bahwa pengembangan teknologi penangkapan ikan dimasa mendatang lebih dititikberatkan pada kepentingan sumberdaya dan perlindungan lingkungan (Purbayanto dan Baskoro 1999). Konsep pengembangan teknologi penangkapan ikan sekarang ini tidak hanya menekankan pada peningkatan jumlah hasil tangkapan tetapi juga harus memperhatikan dampak lingkungan. Dampak negatif yang dapat ditimbulkan misalnya perubahan kelimpahan dan distribusi dari sumberdaya perikanan (Gislason 2003). Oleh sebab itu perlu percepatan penciptaan teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan (Gopakumar 2002). Bagan dinilai kurang ramah lingkungan karena dalam pengoperasianya menangkap semua jenis ikan baik yang berbeda umur maupun ukuran. Kondisi tersebut menyebabkan alat tangkap ini kurang selektif. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui tingkah laku ikan pepetek (Secutor insidiator) hubungannya dengan color vision (penglihatan terhadap warna) ikan tersebut. Melalui penelitian ini diharapkan akan dapat memperoleh informasiinformasi dasar tentang tingkah laku ikan pepetek (Secutor insidiator) dalam hubungannya dengan kesukaan (preferensi) ikan tersebut terhadap warna cahaya tertentu dengan intensitas yang berbeda. Dengan demikian diharapkan akan dapat

18 menunjang percepatan penciptaan teknologi yang ramah lingkungan dalam pengembangan perikanan dengan menggunakan cahaya. Warna yang digunakan pada penelitian ini adalah warna biru, hijau, kuning dan merah. Menurut penelitian sebelumnya warna biru merupakan warna efektif untuk mengumpulkan pepetek berdasarkan banyaknya ikan yang terkumpul. Akan tetapi, terkumpulnya pepetek tersebut tanpa dilihat pada intensitas cahaya optimum dimana sel kon dari ikan tersebut dapat beradaptasi penuh. Pada penelitian ini akan dilihat absorbsi warna yang paling efektif dan intensitas cahaya yang optimum dari warna tersebut yang terabsobsi pada retina pepetek. Terdapat tiga warna primer yaitu biru, kuning dan merah. Menurut Herring et.al. (1990), di dalam retina terdapat tiga macam reseptor yaitu reseptor biru, reseptor hijau dan reseptor merah dimana masing masing reseptor menyerap satu dari 3 warna utama. Warna utama untuk cahaya adalah merah, biru dan hijau. Menur ut Herring pula bahwa retina hanya dapat menangkap cahaya saja. Oleh karena hal tersebut di atas maka penelitian ini menggunakan gabungan warna antara warna dasar dengan warna dasar dari cahaya yaitu warna cahaya biru, hijau, kuning dan merah untuk melihat reaksi pepetek. Cahaya cukup mempengaruhi kehidupan manusia dan mungkin juga ikan, sehingga efek dari cahaya pada ikan perlu diuji. Akan tetapi penelitian ini lebih difokuskan pada pengaruh warna cahaya dengan intensitas yang berbeda terhadap pepetek (Secutor insidiator). Ikan pepetek merupakan ikan yang bersifat fototaksis positif berdasarkan penelitian sebelumnya, hidup sepanjang tahun dan mampu bertahan di dalam akuarium percobaan dalam waktu lama. Untuk memperoleh data hubungan antara warna cahaya dengan pola reaksi dan tingkah laku ikan masih memerlukan kajian yang perlu didalami, termasuk perbedaan intensitas dari warna cahaya yang dapat bereaksi optimum terhadap pepetek (Secutor insidiator). Berdasarkan hal tersebut di atas maka muncul beberapa pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana pola reaksi pepetek (Secutor insidiator) terhadap warna cahaya dengan intensitas yang berbeda? 2. Bagaimana proses adaptasi retina pepetek (Secutor insidiator) yang diberi warna cahaya dengan intensitas yang berbeda?

19 3. Pada intensitas cahaya berapa yang dapat memberikan reaksi terhadap sel kon untuk beradaptasi penuh (fully adapted) pada masing-masing warna cahaya? 4. Warna cahaya apa yang menjadi preferensi dari pepetek berdasarkan hal tersebut di atas? Adapun diagram alir perumusan masalah adalah sebagai berikut (Gambar 1): Faktor faktor TLI Sumber daya + Lingkungan Modifikasi alat tangkap yang lebih sesuai dengan TLI Pengembangan teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan Taktik dan metode penangkapan ikan dapat direncanakan Optimalisasi operasi penangkapan Gambar 1. Diagram alir perumusan masalah

20 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui reaksi dan jumlah pepetek (Secutor insidiator) yang tertarik terhadap cahaya warna biru, hijau, kuning dan merah dengan intensitas cahaya yang berbeda. 2. Menganalisis proses adaptasi sel kon pepetek (Secutor insidiator) terhadap cahaya warna biru, hijau, kuning dan merah dengan intensitas cahaya yang berbeda. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah untuk memperoleh suatu perbaikan terhadap metode dan taktik penangkapan sehubungan dengan penggunaan cahaya sebagai alat bantu untuk menarik dan mengonsentrasikan ikan. Selain itu sebagai salah satu bahan masukan dalam pengembangan proses penangkapan pada perikanan lampu di masa mendatang dan sebagai bahan informasi bagi penelitian-penelitian berikutnya. 1.5 Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah : 1. Ada perbedaan reaksi dan jumlah pepetek (Secutor insidiator) yang berkumpul pada cahaya warna biru, hijau, kuning dan merah dengan intensitas cahaya yang berbeda. 2. Ada perbedaan proses adaptasi sel kon pepetek (Secutor insidiator) terhadap cahaya warna biru, hijau, kuning dan merah dengan intensitas cahaya yang berbeda. 1.6 Kerangka Pemikiran Penelitian Kerangka pemikiran penelitian ini adalah warna cahaya akan mempengaruhi tingkah laku ikan. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis respons tingkah laku ikan dan analisis proses adaptasi retina mata ikan. Hasil analisis penelitian ini merupakan informasi dasar dalam usaha peningkatan produktivitas alat tangkap untuk pengembangan teknologi penangkapan ikan dengan cahaya yang berwawasan

21 lingkungan. Diagram alir kerangka pemikiran penelitian adalah sebagai berikut (Gambar 2): Cahaya Warna Intensitas Biru Hijau Kuning Merah Pigmen penglihatan Sel kon Warna cahaya tertentu untuk menarik ikan tertentu secara efektif Intensitas cahaya efektif Taktik dan metode penangkapan optimal Gambar 2. Diagram alir kerangka pemikiran

22 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Pepetek (Secutor insidiator) Pepetek (Secutor insidiator) merupakan ikan demersal famili Leognathidae dengan panjang tubuh 6-20 cm, berbentuk pipih, tidak mengenal musim. Habitatnya berada di laut dan terdapat di daerah tropis dengan kisaran suhu o C. Swimming layer pepetek berada di kedalaman m. Daerah penyebarannya di Indonesia, Thailand, Philipina, Taiwan dan Papua New Guinea. Pada bagian atas tubuhnya berwarna hitam kebiru-biruan, bagian bawahnya berwarna putih mengkilat dan hidup bergerombol (schooling) (Gambar 3). Schooling ikan ini biasanya berada didekat dasar perairan (Bloch 1787; Smith et al. 1999). Duri punggung secara keseluruhan berjumlah 8, duri punggung lunak berjumlah 16, duri dubur berjumlah 3, sirip dubur lunak berjumlah 14. Hidung berada di atas mata dengan mulut menghadap ke atas. Makanan pepetek adalah zooplankton termasuk copepoda, mysid, larva ikan dan crustacea (Bloch 1787). 1 cm Sumber : Jones (1985) Gambar 3. Morfologi pepetek (Secutor insidiator)

23 Menurut Bloch (1787) klasifikasi pepetek (Secutor insidiator) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Phylum: Chordata Sub phylum : Vertebrata Superclass : Osteichtyes Class : Actinopterygii Sub class: Neopterygii Intraclass : Teleostei Superoder : Acanthopterygii Ordo: Perciformes Suborder : Percoidei Family Leognathidae Genus: Secutor Spesies: Secutor insidiator 2.2 Cahaya Intensitas Cahaya Cahaya merupakan bagian yang fundamental dalam menentukan tingkah laku ikan di laut (Woodhead 1966). Faktor yang menentukan penetrasi cahaya masuk ke dalam perairan adalah absorbsi cahaya dari partikel-partikel air, kecerahan, pemantulan cahaya oleh permukaan laut, musim dan lintang geografis (Nybakken 1988). Ben-Yami (1987) menyatakan bahwa nilai iluminasi (lux) suatu sumber cahaya akan menurun dengan semakin meningkatnya jarak dari sumber cahaya tersebut dan nilainya akan berkurang apabila cahaya tersebut masuk ke dalam air karena mengalami pemudaran. Besarnya iluminasi cahaya (E satuannya lx) ditentukan dari intensitas penyinaran (I satuannya cd) dan jarak dari sumber cahaya (r satuannya m) yang diformulasikan sebagai berikut : E = I r 2

24 Bentuk distribusi intensitas cahaya lampu di bawah air tergantung dari tipe lampu yang digunakan sebagai sumber cahaya. Pengamatan distribusi intensitas cahaya di bawah air menunjukkan bahwa pada garis luar iso-lux dari 4 lampu kerosene (lampu petromaks), bentuknya oval, intensitas cahaya maksimum (250 lx) di permukaan air dan 0,1 lx di kedalaman 14 m (Baskoro et al. 1998). Choi et al. (1997) melaporkan bahwa lampu listrik jenis metal halide mempunyai bentuk sebaran intensitas cahaya seperti angka delapan yang diputar 90 ke kiri dan ke kanan Panjang Gelombang Cahaya Stimuli cahaya terhadap tingkah laku ikan sangat kompleks antara lain intensitas, sudut penyebaran, polarisasi, komposisi spektralnya dan lama penyinarannya. Nicol (1963) telah melakukan suatu telaah mengenai penglihatan dan penerimaan cahaya oleh ikan dan menyimpulkan bahwa mayoritas mata ikan laut sangat tinggi sensitifitasnya terhadap cahaya. Tidak semua cahaya dapat diterima oleh mata ikan. Cahaya yang dapat diterima memiliki panjang gelombang pada interval mµ (Mitsugi 1974; Nikonorov 1975). Penetrasi cahaya dalam air sangat erat hubungannya dengan panjang gelombang yang dipancarkan oleh cahaya tersebut. Semakin besar panjang gelombangnya maka semakin kecil daya tembusnya kedalam perairan. Panjang gelombang dari masing- masing warna cahaya dapat dilihat pada Tabel 1 (Ben- Yami 1987). 2.3 Tingkah Laku Ikan terhadap Cahaya Tingkah laku ikan menurut He (1989) adalah adaptasi dari badan ikan terhadap lingkungan internal dan eksternal, sedangkan reaksi ikan merupakan respon yang berhubungan dengan tingkah laku ikan karena adanya rangsangan eksternal. Terdapat dua bentuk reaksi dari hewan terhadap cahaya yaitu fotokinesis dan fototaksis. Fotokinesis adalah respon dalam kecepatan perubahan arah gerakan terhadap suatu intensitas cahaya, sedangkan fototaksis adalah tindakan lokomotor

25 dari suatu organisme mendekat (positif) atau menjauhi (negatif) dari suatu sumber cahaya (Ben-Yami, 1987). Tabel 1. Panjang gelombang dari masing-masing warna Warna Panjang gelombang (nm) Violet Biru Hijau Kuning Orange Merah Sumber: Ben-Yami (1987) Pandangan beberapa ahli tentang tertariknya ikan terhadap cahaya lampu berbeda-beda. Verheijen (1959) mengatakan bahwa ikan melihat sumber cahaya dalam keadaan gelap di malam hari, menjadi disorientasi secara optik dan bereaksi, dimana hanya satu mata yang dirangsang sehingga terjadi gerakan yang tidak beraturan dan tidak menentu dari ikan pada area iluminasi. Menurut He (1989), terdapat teori tentang ikan berenang mendekati sumber cahaya (fototaksis) yaitu forced movement theory, adaptation theory dan feeding phototaxis theory, sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi fototaksis pada ikan adalah faktor internal seperti umur, jenis kelamin dan kepenuhan isi lambung serta faktor eksternal seperti temperatur air, level lingkungan cahaya (dini hari dan bulan purnama), intensitas dan warna dari sumber cahaya, ada tidaknya makanan dan kehadiran predator. 2.4 Struktur Mata Ikan Struktur mata ikan tidak berbeda dengan vertebrata lainnya, meskipun sejumlah spesies bervariasi dalam ukuran, struktur dan posisinya. Variasi ini sebagai akibat dari adaptasi pada lingkungan hidupnya (habitat) yang bervariasi khususnya karena habitat ikan terdapat di air, dimana sensitivitas dan ketajaman mata ikan ini tergantung dari keadaan cahaya yang dirasakan oleh retinanya (Gambar 4) (Fernald 1992).

26 Cartilago Sclera Koroid Retina Saraf optik Makula Vitreous humor Proses Fals iform Ligamen annular Iris Kornea Lensa Otot refraktor lentis Gambar 4. Struktur mata ikan (Takashima & Hibiya, 1995) Struktur mata ikan pada umumnya terdiri dari segmen bagian luar dan dalam dari bola mata. Bagian luar dari struktur mata terdiri dari sclera dan kornea. Sklera merupkan lapisan pelindung retina. Kornea merupakan bagian mata yang pertama kali menerima pancaran cahaya yang mempunyai kemampuan untuk merefraksikan cahaya. Kornea adalah sebuah selaput keras, tembus pandang pada bagian muka mata dan berfungsi juga untuk melindungi retina. Kornea berbentuk bulat seperti lensa cembung kamera (Leesson & Leesson 1992). Bagian lain dari struktur mata termasuk ke dalam segmen dalam. Selaput pelangi atau iris dapat membuka dan menutup seperti diafragma kamera yang mengatur jatah cahaya yang memasuki mata. Iris berfungsi dalam memperlebar sudut lensa yakni meluruskan secara perlahan-lahan bentuk bola mata. Iris juga berperan dalam mengatur kuat-lemahnya gelombang cahaya yang diperlukan oleh lensa mata agar mampu melihat objek dengan baik (Razak et al. 2005). Lensa bersama dengan kornea berfungsi untuk membentuk suatu bayangan yang terbalik, benar dan diperkecil dari suatu obyek pada lapisan sel batang dan sel kerucut yang fotosensitif (peka cahaya) pada retina. Vitreous humor merupakan

27 cairan yang pekat (kental/gel) dan transparan yang berfungsi untuk meneruskan cahaya yang telah diterima oleh lensa ke retina. Pada koroid terdapat banyak pembuluh darah sehingga fungsi dari lapisan koroid adalah untuk memberi nutrisi pada seluruh jaringan yang ada di mata (Leesson & Leesson 1992). Salah satu bagian yang terpenting dari mata dalam hubungannya dengan cahaya adalah retina. Retina terdiri dari bagian anterior yang tak peka cahaya dan bagian posterior yaitu bagian yang fungsional yang merupakan organ fotoreseptor atau alat penerima cahaya. Organ fotoreseptor baik sel kerucut maupun sel batang merupakan bentuk modifikasi dari neuron. Sel batang merupakan sel khusus yang ramping dengan segmen luar berbentuk silindris sedangkan sel kerucut berbentuk hampir sama dengan sel batang tetapi pada segmen luar mengecil dan membesar ke arah segmen dalam (Leesson & Leesson 1992). 2.5 Mekanisme Penglihatan Mata Ikan Mata merupakan penghubung antara ikan dengan dunia luar bekerja karena adanya cahaya. Cahaya masuk ke dalam air dan diterima oleh mata ikan dengan beberapa tahapan sampai akhirnya menjadi informasi yang dianalisis oleh otak untuk gerakan atau tingkah laku lainnya (Razak et al. 2005). Setelah cahaya diterima maka mata mampu melihat objek yang ada disekitarnya. Kornea merupakan bagian mata yang pertama kali menerima pancaran cahaya yang mempunyai kemampuan untuk merefraksikan cahaya. Kornea adalah sebuah selaput keras, tembus pandang pada bagian muka mata. Kornea bentuknya bulat seperti lensa cembung kamera. Membelokkan sinar cahaya sehingga saling mendekati (Mueller 1983). Kornea bekerja memperhitungkan seberapa besar fokus dari cahaya. Pada ikan yang hidup di perairan dangkal seperti ikan karang mepunyai kornea berwarna kuning dan terkadang lensa berwarna kuning. Pigmen berwarna kuning berguna sebagai filter optikal untuk mengurangi jumlah cahaya gelombang pendek yang tersebar sehingga mengurangi kandungan informasi bayangan (Fujaya 2002). Di belakang kornea terdapat selaput pelangi atau iris yang membuka dan menutup seperti diafragma kamera yang mengatur jatah cahaya yang memasuki

28 mata. Iris berfungsi dalam memperlebar sudut lensa yakni meluruskan secara perlahan- lahan bentuk bola mata. Iris juga berperan dalam mengatur kuatlemahnya gelombang cahaya yang diperlukan oleh lensa mata agar mampu melihat objek dengan baik (Razak et al. 2005). Cahaya selanjutnya masuk ke lensa. Cahaya mengalami pembelokan dan kemudian dikumpulkan pada satu titik retina atau selaput jala setelah melewati cairan gel mata vitreous humor. Pada retina cahaya diserap oleh fotoreseptorfotoreseptor tetapi sebelumnya cahaya diteruskan ke neuron yang signalnya terintegrasi dengan fotoreseptor (Razak et al. 2005). Bayangan yang dibentuk lensa jatuh pada retina. Retina memiliki struktur berlapis-lapis dan transparan, yakni terdiri dari lapisan epitelium berpigmen, fotoreseptor, sel bipolar, sel interplexiform, sel horizontal, sel amakrin dan sel ganglion. Masing-masing komponen tersebut berperan dalam mekanisme penglihatan. Epitelium berpigmen mengelilingi ujung-ujung fotoreseptor yakni sel kerucut dan sel batang (Gambar 5). Sel horizontal tersusun dalam bentuk mozaik sebagai perantara interaksi kromatik diantara jenis-jenis sel kerucut yang berbeda (kerucut warna biru, hijau dan merah), menjadi penghubung ke sel-sel bipolar dan menyusun sebuah jalur tambahan menuju lapisan inti neuron. Informasi mengenai penangkapan foton oleh fotoreseptor dikirim ke otak sel bipolar dan selanjutnya ke sel ganglion (Razak et al. 2005).

29 Sel Rod Sel Kon di Fovea Sel Kon Gambar 5. Sel rod (sel batang) dan sel kon (sel kerucut) ( Fotoreseptor pada kebanyakan ikan terdiri dari sel kerucut dan sel batang. Sel kerucut bertanggung jawab terhadap penglihatan terang (adaptasi terang) dan pada diskriminasi warna. Perbedaan sensitivitas cahaya pada sel kerucut dan sel batang disebabkan oleh kandungan pigmen yang berbeda. Sel kerucut dan sel batang mampu menerima rangsangan cahaya karena adanya struktur fungsional yakni segmen luar dan segmen dalam (Razak et al. 2005). Segmen luar mengandung zat fotokimia berupa pigmen rodopsin dan segmen dalam mengandung banyak mitokondria sebagai tempat menyimpan energi bagi fotoreseptor. Selain mitokondria pada bagian segmen dalam juga ditemukan inti sel dan material genetik untuk pergantian sel segmen luar. Ketika cahaya sampai ke retina dan diterima oleh sel kerucut yang mengandung rodopsin untuk penyerapan energi. Disini terjadi proses biofisika dan biokimia sekaligus (Razak et al. 2005). Retina, yang merupakan vitamin A aldehid, bertanggung jawab untuk penyerapan cahaya. Vitamin A tersebut berhubungan dengan lisin suatu asam amino residu pada rantai opsin. Absorbsi cahaya oleh retina menyebabkan protein krusial pada sitoplasma fotoreseptor atau ruang intraselluler berkaitan dengan loop

30 region. Inisiasi perubahan kimia pada sel melibatkan proses amplifikasi (Razak et al. 2005). 2.6 Mekanisme Diskriminasi Warna Menurut Cromer (1994), suatu objek yang dilihat oleh hewan tergantung dari sifat-sifat fisik khusus dari cahaya yang sensitif untuk matanya. Pada serangga hanya dapat mendeteksi warna dan polarisasi. Pada ikan yang matanya sangat mirip dengan mata manusia dan mempunyai kemampuan untuk membedakan warna. Ketika spektrum cahaya masuk ke mata diterima lensa dan diteruskan ke retina maka spektrum cahaya merah tersebut merangsang sel kerucut merah untuk aktif dan memberikan signal merah karena adanya eksitasi dari sel-sel ganglion merah hijau (red green ganglion cell). Ketika spektrum cahaya hijau sampai di retina maka cahaya hijau merangsang sel kerucut hijau dengan menghambat sel-sel ganglion merah hijau (red green ganglion cell). Ketika spektrum cahaya warna kuning sampai ke retina, maka cahaya kuning merangsang sel-sel kerucut merah dan hijau secara bersamaan yang menyebabkan eksitasi ganglion merah hijau (red green ganglion cell) tanpa mempengaruhi sel kerucut biru. Demikian pula untuk spektrum cahaya warna biru masuk ke retina, sel kerucut merah dan hijau dirangsang yang menyebabkan eksitasi sel ganglion kuning biru (yellow-blue ganglion) memberikan signal biru (Carlson, 1994). Selanjutnya dari penelitian Mc Farland dan Munz (1975) dalam Sale (ed) (1991), menunjukkan bahwa pigmen visual pada sel batang dari beberapa jenis ikan karang Pasifik memiliki kemampuan menyerap gelombang warna berkisar nm. Kisaran tersebut berbeda dan lebih sempit kisarannya dibandingkan dengan laporan sebelumnya yang menyebutkan bahwa kisaran spektrum gelombang untuk pigmen sel batang untuk ikan air tawar dan ikan air laut berkisar nm. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Lythgoe (1966) yang mendapatkan nilai yang hampir sama sekitar nm pada tujuh sampel ikan dari Laut Mediterania. Berdasarkan penelitian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa adaptasi absorbsi gelombang maksimal dari pigmen visual ikan karang adalah berkisar 493 nm.

31 2.7 Perikanan Bagan Bagan telah digunakan nelayan tanah air untuk menangkap ikan pelagis kecil. Alat tangkap ini dalam perkembangannya telah banyak mengalami perubahan baik bentuk maupun ukuran yang dimodifikasi sedemikian rupa sehingga sesuai dengan daerah penangkapan. Berdasarkan cara pengoperasiannya bagan dikelompokkan ke dalam jaring angkat (lift net), namun karena menggunakan cahaya lampu untuk mengumpulkan ikan maka disebut juga light fishing. Di Indonesia bagan tersebut digolongkan ke dalam dua tipe dilihat dari posisinya di daerah penangkapan, bagan apung dan bagan tancap. Dua tipe bagan di Indonesia yang pertama adalah bagan tancap yaitu bagan yang ditancapkan secara tetap di perairan dengan kedalaman 5-10 m. Jenis yang kedua adalah bagan apung yaitu bagan yang dapat berpindah dari satu daerah penangkapan ke daerah penangkapan lainnya (Baskoro et. al 1998). Selanjutnya dapat diklasifikasikan menjadi bagan dengan satu perahu, bagan dengan dua perahu, bagan rakit dan bagan dengan menggunakan mesin. Bagan termasuk ke dalam light fishing yang menggunakan lampu sebagai alat bantu untuk merangsang atau menarik perhatian ikan untuk berkumpul di bawah cahaya lampu, kemudian dilakukan penangkapan dengan jaring yang telah tersedia (Ayodhyoa 2001). Selanjutnya dikatakan bahwa ikan tersebut memberikan respon melalui rangsangan cahaya dan dimanfaatkan dalam penangkapan atau pemanfaatan salah satu tingkah laku ikan untuk menangkap ikan tersebut. Terdapat beberapa ikan yang tertarik dengan adanya cahaya dan berkumpul serta terdapat juga yang menjauhi cahaya dan menyebar. Perkembangan terakhir mengenai teknologi penangkapan ikan menggunakan bagan di Indonesia adalah menggunakan bagan besar yang umumnya disebut dengan nama bagan rambo (Tupamahu 2003).

32 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pelabuhan Ratu, Jawa Barat dan Laboratrium Kesehatan Ikan Institut Pertanian Bogor pada bulan November 2005 sampai Januari Pengambilan ikan sampel penelitian dilakukan melalui penangkapan menggunakan bagan yang beroperasi di Teluk Pelabuhan Ratu, Jawa Barat. Pengamatan tingkah laku ikan dilakukan di akuarium percobaan milik CV Mutiara Dua, Pelabuhan Ratu, Jawa Barat dan analisis histologi adaptasi retina mata ikan dilakukan di Laboratorium Budidaya Perikanan Institut Pertanian Bogor. 3.2 Bahan dan Alat Beberapa bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini, selain untuk pegambilan data maupun untuk pengolahan data dijelaskan berikut ini: Bahan Penelitian Bahan penelitian dan kegunaannya disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Bahan penelitian dan kegunaannya No. Bahan Kegunaan 1. Pepetek (Secutor insidiator ) Sampel untuk percobaan 2. Pelet Pakan ikan percobaan 3. Formalin 10% Bahan pengawet 4. Larutan Bouin s Larutan fiksasi 5. Parafin Menanam spesimen retina mata ikan 6. Alkohol Mengeringkan spesimen retina 7. Xylene Mengeringkan spesimen retina 8. Akuades Bahan pelarut 9. Haematoxylin dan Eosin Mewarnai spesimen retina

33 3.2.2 Alat Alat penelitian dan kegunannya disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Peralatan penelitian dan kegunaannya No. Alat Kegunaan 1. Bagan (jaring angkat) Penangkap ikan 2. Lampu berwarna biru, hijau, kuning dan merah Sebagai sumber cahaya dalam percobaan color vision 3. Akuarium percobaan Tempat percobaan color vision 4. Kamera Merekam tingkah laku ikan 5. Botol sampel Tempat spesimen mata ikan 6. Gelas ukur Mengukur volume larutan 7. Gelas obyek Melekatkan spesimen dalam proses penyiapan preparat 8. Kaca penutup Penutup spesimen pada gelas obyek 9. Pipet tetes Mengambil/memindahkan larutan dalam volume kecil 10. Dissecting set Membedah mata ikan Counter Mikrotom Menghitung jumlah ikan Menyayat spesimen retina mata ikan 13. Mikroskop Menelaah preparat spesimen retina mata ikan 14. Senter Penerangan 15. Jerigen Membawa ikan pepetek dari bagan ke akuarium percobaan 16. Aerator Sirkulasi udara pada akuarium percobaan 17. Digital luxmeter Mengukur intensitas cahaya di udara 18. Underwater Luxmeter type SA:LI-192SA underwater quantum sensor 3308 Mengukur intensitas cahaya di dalam air 3.3 Desain Penelitian Pepetek yang digunakan dalam penelitian ini ditangkap dengan bagan (jaring angkat) yang beroperasi di Teluk Pelabuhan Ratu, Jawa Barat. Ikan-ikan pepetek hidup hasil tangkapan bagan selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk diaklimatisasi sebelum dilakukan percobaan. Percobaan respons pepetek terhadap warna cahaya dengan intensitas berbeda dilakukan di akuarium percobaan. Pengumpulan data berasal dari pengamatan di akuarium percobaan dan di laboratorium. Data yang diambil di akuarium percobaan adalah data jumlah terkumpulnya pepetek tiap intensitas cahaya tiap warna setelah pemaparan yang

34 dilakukan di dalam akuarium percobaan milik CV Mutiara Dua Pelabuhan Ratu, Jawa Barat. Selanjutnya sampel mata ikan setelah pemaparan dianalisis retinanya untuk mengetahui cone index dari retina tersebut di Laboratorium Budidaya Perikanan IPB. Desain penelitian disajikan pada Gambar Prosedur Pelaksanaan Penelitian Persiapan Persiapan yang dilakukan sebelum melakukan penelitian antara lain persiapan akuarium percobaan yang akan digunakan sebagai tempat percobaan, pengumpulan pepetek dari alat tangkap bagan; persiapan lampu berwarna yaitu biru, hijau, kuning dan merah; dimmer yang digunakan untuk mengontrol intensitas cahaya yang diinginkan; serta persiapan zat-zat kimia yaitu larutan Bouin s untuk fiksasi mata ikan setelah proses pemaparan dan persiapan zat-zat kimia lain untuk proses histologi Pengambilan Ikan Sampel Percobaan Ikan sampel percobaan yaitu pepetek (Secutor insidiator) diambil dari hasil tangkapan bagan, kemudian ditampung pada jerigen yang telah diisi air laut dan diberi aerator. Ikan dari hasil tangkapan bagan tersebut selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk ditempatkan di akuarium percobaan. Penangkapan pepetek menggunakan bagan dilakukan beberapa kali sampai mendapatkan jumlah yang mencukupi untuk percobaan. Ikan pepetek diaklimatisasi selama 1 malam sebelum digunakan dalam percobaan. Aklimatisasi berguna untuk adaptasi ikan pepetek karena adanya perubahan lingkungan dimana lingkungan yang baru merupakan lingkungan yang berbeda dari lingkungan asal. Ikan yang digunakan pada percobaan ini berjumlah 88 ekor mempunyai panjang baku berkisar 8-10 cm. Saat percobaan dilakukan, pepetek tidak diberi makan (starvation process) agar reaksi pepetek merupakan respons terhadap cahaya dan bukan karena makanan.

35 Bagan di Pelabuhan Ratu Pengambilan sampel ikan Laboratorium Akuarium Percobaan CV Mutiara Dua Pelabuhan Ratu Pengamatan color vision Cahaya biru Cahaya hijau Cahaya kuning Cahaya merah Analisis data Laboratorium Kesehatan Ikan IPB Prosedur histologi adaptasi retina mata ikan Rasio cone index Analisis histologi Kesimpulan Gambar 6. Tahap pelaksanaan penelitian

36 3.4.3 Desain Akuarium Akuarium percobaan yang digunakan berbentuk segi empat dengan panjang 1.5 m, lebar 0.8 m dan tinggi 1 m. Lampu percobaan dipasang m dari ujung depan akuarium. Lampu diikat pada kayu dan dipasang tegak lurus dengan permukaan air pada jarak 0.5 m. Tinggi air dari dasar akuarium adalah 0.5 m (Gambar 7). Gambar 7. Ilustrasi akuarium percobaan Pelaksanaan Penelitian Pengamatan Tingkah Laku Ikan terhadap Warna Cahaya Percobaan dilakukan pada malam hari pada ruangan tertutup agar tidak ada cahaya lain yang berpengaruh selain cahaya lampu percobaan. Pepetek ditempatkan pada akuarium percobaan yang di atasnya telah dipasang lampu berwarna yang dihubungkan dengan dimmer. Dimmer berfungsi untuk mengatur intensitas cahaya yang diinginkan (Gambar 9). Intensitas cahaya diukur dengan menggunakan under water luxmeter (Gambar 8). Pengukuran intensitas cahaya tepat di bawah permukaan air di bawah cahaya lampu. Sebagai sumber cahaya digunakan lampu yang berwarna biru, hijau, kuning dan merah (Lampiran 12).

37 A B C D Keterangan gambar: A = Cosine sensor C = Shaft B = Kabel penghubung D = Light meter/photo meter Gambar 8. Underwater lux meter yang digunakan dalam penelitian Untuk mengetahui respons pepetek terhadap warna cahaya maka dilakukan prosedur sebagai berikut: (1) Sebelum dilakukan percobaan, ikan dibiarkan dalam keadaan gelap (2) Setelah itu, lampu dinyalakan (3) Pemaparan lampu dilakukan selama 10 menit kemudian lampu dimatikan selama 15 menit (4) Sesaat sebelum lampu dimatikan, jumlah pepetek yang mendekati sumber cahaya dihitung (5) Kemudian lampu tersebut dinyalakan kembali setelah 15 menit dari percobaan sebelumnya untuk pengamatan pada intensitas yang lebih besar.

38 Percobaan satu warna dilakukan dalam satu malam. Pemaparan cahaya lampu berwarna dilakukan pada intensitas cahaya antara 1 lux sampai 19 lux dengan interval 2 lux. Gambar 9. Dimmer yang digunakan dalam penelitian Apabila pepetek mendekati lampu maka pepetek tersebut dianggap menyukai warna lampu yang dipaparkan. Kriteria mendekati dari ikan percobaan terhadap lampu dalam penelitian ini adalah apabila setelah lampu dinyalakan maka ikan akan berenang mendekati dan berada di bawah lampu sekurang-kurangnya 10 menit dan tetap berenang hingga mencapai jarak setengah dari akuarium (0.75 m dari ujung akuarium) yang di atasnya terdapat lampu dengan warna cahaya pada intensitas tertentu Percobaan Adaptasi Retina Mata Ikan terhadap Warna Cahaya Pepetek yang telah terpapar cahaya selanjutnya langsung difiksasi dengan larutan Bouin s, sebagai sampel percobaan adaptasi retina. Larutan Bouin s merupakan larutan fiksatif majemuk yaitu larutan yang berfungsi untuk mencegah terjadinya kerusakan jaringan yang disebabkan oleh mikroorganisme maupun perusakan oleh jenis enzim yang terkandung dalam jaringan itu sendiri (autolisis) agar sesuai dengan bentuk aslinya. Larutan Bouin s merupakan campuran larutan antara asam pikrat, asam asetat dan formalin. Larutan Bouin s juga mempunyai beberapa kelebihan yaitu antara lain mempunyai penetrasi yang cepat, mempunyai efek pewarnaan yang baik untuk nukleus dan jaringan penghubung.

39 Proses selanjutnya adalah proses histologi yang dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan di IPB untuk mengetahui adaptasi retina mata ikan. Sampel mata ikan dipisahkan dari bagian kepala dengan cara memotong secara perlahan-lahan menggunakan peralatan dissecting set (Gambar 10). Prosedur histologi yang digunakan merupakan metode standard pada Laboratorium Tingkah Laku Ikan Departemen PSP FPIK-IPB. Gambar 10. Dissecting set yang digunakan dalam penelitian Skematik diagram prosedur histologi retina mata ikan dapat dilihat pada Gambar 11. Sampel retina mata pepetek tersebut selanjutnya diobservasi sel konnya dibawah mikroskop untuk mengetahui adaptasi retina mata ikan tersebut terhadap warna biru, hijau, kuning dan merah.

40 Prosedur Histologi Gambar 11. Skematik diagram prosedur histologi retina mata ikan Mata ikan pepetek yang diambil untuk percobaan masing-masing sebanyak dua ekor untuk setiap perlakuan intensitas cahaya. Tiap mata diambil dua potongan spesimen retinanya Metode Histologi Metode histologi adalah sebuah metode atau cara yang digunakan untuk dapat melihat atau mengamati jaringan tubuh mahluk hidup. Metode histologi terdiri dari beberapa tahap yakni fiksasi, dehidrasi, clearing, infiltrasi, penanaman jaringan dan pewarnaan yang selanjutnya diakhiri dengan pembuatan preparat agar dapat diobservasi dibawah mikroskop. Data yang diambil pada metode histologi adalah data pergerakan sel kon menuju membran pembatas luar (outer limiting

41 membran). Adapun tahapannya mulai dari pengambilan sampel mata ikan dimana di dalamnya terdapat sel kon, penguatan jaringan sampai proses pewarnaan dapat dilihat pada Lampiran 1, 2 dan Pengumpulan Data Data Respons Pepetek terhadap Warna Cahaya Data yang diambil adalah banyaknya ikan yang berada di bawah cahaya lampu yaitu setengah dari panjang akuarium yang diatasnya terdapat cahaya lampu. Jumlah ikan yang mendekati cahaya untuk setiap intensitas dari warna cahaya yang berbeda dicatat Data Adaptasi Retina Mata Ikan Data yang diambil dari proses adaptasi retina adalah data perubahan sel kon tiap intensitas warna cahaya yaitu rasio/proporsi naiknya sel kon (cone index). Kemudian data perubahan rasio sel kon tiap warna dibandingka n untuk mengetahui proses adaptasi sel kon yang tercepat terhadap warna cahaya yang diujicobakan. 3.6 Analisis Data Analisis Tingkah Laku Ikan terhadap Warna Cahaya Data jumlah ikan yang mendekati cahaya dari tiap intensitas dianalisis secara statistik berdasarkan rancangan percobaan Faktorial RAL 2 faktor. Sebagai satuan percobaan adalah kombinasi antara variasi spektrum cahaya dan intensitas cahaya dan setiap kombinasi satuan percobaan diulang 3 (tiga) kali. Sampel ikan yang digunakan sebanyak 88 ekor. Proses analisis menggunakan software SPSS 1.3. Analisis yang digunakan adalah analisis variansi untuk mengetahui taraf kepercayaan (signifikansi) untuk kombinasi perlakuan antara warna cahaya dengan intensitas. Selanjutnya dilanjutkan dengan uji Duncan untuk membandingkan kombinasi antar perlakuan. Model statistik rancangan tersebut adalah:

42 Y ijk Y ijk = µ + α i + β j + αβ ij + ε ijk, i=1,2,...,4; j=1,2,...10; k=1,2,3 = nilai pengamatan pada variasi spektrum cahaya ke-i yang diamati pada intensitas ke-j ulangan ke-k µ = nilai rataan umum α i β j αβ ij ε ijk, = pengaruh aditif spektrum ke-i = pengaruh intensitas ke-j = pengaruh interaksi spektrum ke-i dan intensitas ke-j = pengaruh galat pada spektrum ke-i intensitas ke-j ulangan ke-k Analisis Rasio Adaptasi Retina Data yang diambil pada penelitian ini adalah data tentang adaptasi retina mata ikan yang dilihat dari pola pergerakan sel kon menuju ke outer limiting membrane. Data pergerakan sel kon tiap iluminasi tiap warna cahaya dibandingkan. Rasio adaptasi retina diperoleh dengan cone index (C) yang didasarkan pada pola pergerakan dari sel kon pada photomicrograph dengan formula: Cone Index (C) = C /A x 100% dimana, A = jarak dari Retinal Pigment Epithelium (RPE) ke outer limiting membrane C = jarak dari Retinal Pigment Epithelium (RPE) ke bagian tengah sel kon. Kemudian data cone index dari tiap intensitas dianalisis secara statistik berdasarkan rancangan percobaan faktorial RAL 2 faktor. Sebagai satuan percobaan adalah kombinasi antara variasi spektrum cahaya dan intensitas cahaya dimana setiap kombinasi satuan percobaan diulang 2 (dua) kali. Proses analisis menggunakan software SPSS 1.3. Analisis yang digunakan adalah analisis variansi untuk mengetahui taraf kepercayaan (signifikansi) untuk kombinasi perlakuan antara warna cahaya dengan intensitas. Selanjutnya dilanjutkan dengan uji Duncan untuk membandingkan sel kon indeks antar perlakuan.

43 Model statistik rancangan tersebut adalah: Y ijk = µ + α i + β j + αβ ij + ε ijk, i=1,2,...,4; j=1,2,...11; k=1,2 Y ijk = nilai pengamatan pada variasi spektrum cahaya ke-i yang diamati pada intensitas ke-j ulangan ke-k µ = nilai rataan umum α i β j αβ ij ε ijk, = pengaruh aditif spektrum ke-i = pengaruh intensitas ke-j = pengaruh interaksi spektrum ke-i dan intensitas ke-j = pengaruh galat pada spektrum ke-i intensitas ke-j ulangan ke-k.

44 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Reaksi Pengumpulan Pepetek terhadap Warna Cahaya dengan Intensitas Berbeda Informasi mengenai tingkah laku ikan akan memberikan petunjuk bagaimana bentuk proses penangkapan yang tepat dan diharapkan akan dapat mempercepat penciptaan teknologi penangkapan ikan yang efektif dan efisien. Dalam penelitian ini, ikan yang digunakan sebagai sampel percobaan adalah pepetek (Secutor insidiator) yang merupakan ikan demersal yang hidup di laut tropis dengan kisaran suhu o C dan bersifat fototaksis positif. Swimming layer ikan tersebut adalah di kedalaman m (Bloch 1787; Smith et al. 1999; Wagiu 2003). Hasil pengamatan secara visual terhadap pepetek menunjukkan adanya perbedaan respon ikan terhadap warna cahaya yang berbeda dengan intensitas cahaya yang berbeda pula. Lama pemaparan cahaya terhadap pepetek tiap intensitas cahaya adalah selama 10 menit, dan kemudian dimatikan selama 15 menit. Setelah itu, dinyalakan kembali untuk proses pemaparan selanjutnya dengan intensitas yang berbeda. Penggunaan waktu 10 menit karena menurut Zilanov (1968), ikan mulai tertarik pada cahaya sejak lampu mulai dinyalakan antara 1 sampai 5 menit. Sel kon ikan mulai bergerak naik menuju outer limiting membran sesaat setelah ada cahaya. Karena akuarium percobaan yang kecil dan jarak lampu dari atas permukaan air hanya 0.5 m maka pemaparan hanya dilakukan dalam waktu 10 menit. Apabila dilakukan lebih dari 10 menit maka dikhawatirkan sel kon ikan tersebut telah mengalami kejenuhan sehingga ikan akan menghindari cahaya. Reaksi ikan terhadap warna cahaya kemudian dihitung jumlah ikan yang terkonsentrasi pada kolom warna cahaya. Banyaknya ikan yang berkumpul pada setengah akuarium di bawah sumber cahaya dapat dilihat pada Lampiran 4. Berdasarkan rata-rata jumlah ikan yang terkumpul di bawah warna cahaya dengan intensitas yang berbeda (Lampiran 5) terlihat bahwa pepetek secara fisiologis kurang bereaksi terhadap warna cahaya merah bila dibandingkan warna cahaya biru dan hijau. Hal ini diketahui dari jumlah pepetek yang terkumpul di bawah warna cahaya merah lebih sedikit bila dibandingkan dengan jumlah pepetek yang terkumpul di bawah warna cahaya yang lain. Dari keseluruhan jumlah sampel

45 pepetek yaitu sebanyak 88 ekor, ternyata ikan tersebut lebih banyak terkonsentrasi pada kolom warna cahaya hijau dengan rata-rata ikan yang berkumpul sebanyak 82 ekor pada intensitas 19 lux. Tidak demikian halnya bila dilihat pada tabel kolom warna cahaya merah. Terlihat hanya sebanyak 45 ekor ikan secara rata-rata yang terkumpul dari keseluruhan sampel ikan yang diujicobakan pada intensitas yang sama. Hal tersebut menyatakan bahwa jumlah pepetek yang terkumpul pada warna cahaya merah adalah yang terendah bila dibandingkan dengan ketiga warna cahaya yang diujicobakan pada intensitas yang sama. Pada urutan kedua terbanyak jumlah pepetek yang terkumpul adalah pada kolom warna cahaya biru sebanyak 71 ekor dan selanjutnya kuning sebanyak 56 ekor. Apabila dilihat pada Gambar 12 rata-rata terkumpulnya jumlah ikan maka dapat disimpulkan bahwa pepetek lebih adaptif terhadap panjang gelombang cahaya pendek, yaitu warna cahaya hijau dan kurang adaptif terhadap panjang gelombang cahaya panjang yaitu warna cahaya merah. Hasil kajian terhadap tingkah laku pepetek seperti terlihat pada Gambar 12 bahwa jumlah rata-rata pepetek yang berkumpul pada intensitas 19 lux lebih banyak pada kolom warna cahaya hijau. Sementara itu, pada kolom warna cahaya merah jumlah pepetek yang berkumpul paling sedikit bila dibandingkan dengan kolom warna cahaya yang lain. Secara keseluruhan rata-rata banyaknya ikan yang berkumpul untuk masingmasing cahaya di setiap intensitas pada cahaya hijau adalah 45 ekor (33,3% dari total ikan sampel), kemudian cahaya biru dengan rata-rata 41 ekor (30,4% dari total ikan sampel), cahaya kuning dengan rata-rata 28 ekor (20,7% dari total ikan sampel) dan cahaya merah dengan rata-rata 21 ekor (15,5% dari total ikan sampel) (Lampiran 7). Dari Gambar 12 tersebut juga terlihat semakin meningkat intensitas cahaya, rata-rata jumlah ikan yang berkumpul pada masing-masing kolom warna cahaya juga mengalami peningkatan. Pada beberapa penelitian penggunaan intensitas cahaya yang berlebihan akan menyebabkan penurunan jumlah hasil tangkapan. Hal tersebut terjadi karena dengan intensitas cahaya yang besar, ikan aka n semakin menjauh dari sumber cahaya sehingga tidak terjangkau oleh alat tangkap yang dioperasikan.

46 Jumlah ikan yang berkumpul ( ekor) Intensitas (Lux) Biru Hijau Kuning Merah Gambar 12. Rata-rata jumlah pepetek yang berkumpul untuk masing-masing warna cahaya di setiap intensitas Akan tetapi, pada percobaan ini jumlah ikan yang berkumpul masih mengalami peningkatan untuk tiap warna meskipun intensitas yang diberikan semakin tinggi. Hal tersebut diduga karena proses pemaparan yang hanya dilakukan 10 menit, sehingga ikan tersebut belum mengalami kejenuhan. Meskipun pemaparan cahaya dilakukan hingga intensitas 19 lux tetapi jumlah ikan masih terus mengalami peningkatan. Dengan demikian, untuk mengetahui titik jenuh pada proses penglihatan pepetek sebaiknya dilakukan pula percobaan dengan intensitas yang lebih tinggi dari 19 lux dan waktu pemaparan yang lebih lama dari 10 menit. Selain penambahan intensitas perlu juga disertai dengan penambahan lamanya waktu pemaparan karena terdapat tiga hal yang dapat mempengaruhi proses mendekatnya ikan pada sumber cahaya yaitu warna cahaya, intensitas cahaya dan lamanya waktu pemaparan. Apabila ikan tersebut telah mengalami titik jenuh dengan pemaparan yang lama maka ikan tersebut akan menghindari sumber cahaya berwarna tersebut. Perhitungan analisis ragam terhadap jumlah ikan yang berkumpul menunjukkan bahwa hubungan antara intensitas cahaya dengan warna cahaya

47 secara signifikan terdapat perbedaan (berbeda nyata). Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap pengumpulan pepetek pada kombinasi perlakuan antara intensitas cahaya dengan warna cahaya. Akan tetapi setelah kombinasi perlakuan tersebut diuji lebih lanjut dengan uji Duncan (Lampiran 8), hasil yang didapat berbeda tidak nyata untuk tiap subset. Hal ini berarti kombinasi perlakuan warna cahaya dengan intensitas memiliki nilai yang berbeda tetapi reaksi yang didapat tidak ada perbedaan secara nyata. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan itu pula menunjukkan bahwa kombinasi perlakukan warna cahaya dengan intensitas yang menghasilkan respons tertinggi terhadap jumlah ikan yang berkumpul yaitu pada warna cahaya hijau dengan intensitas 19 lux. Perlakuan tersebut berbeda tidak nyata dengan kombinasi perlakuan warna cahaya hijau dengan intensitas 17 lux. Hal tersebut sangat erat berhubungan dengan lingkungan hidupnya karena pepetek termasuk ikan demersal. Selanjutnya Ben Yami (1976) mengemukakan bahwa cahaya biru dan hijau paling dalam menembus lapisan air, sementara cahaya merah akan terabsorbsi oleh air hanya beberapa meter (2-3 m) setelah menembus permukaan laut. Warna cahaya biru dan hijau dapat menembus perairan sampai kedalaman lebih dari 10 m. Berdasarkan habitatnya maka pepetek lebih terbiasa dengan warna cahaya biru dan hijau. Ikan tersebut akan cepat bereaksi (beradaptasi) terhadap warna biru dan hijau daripada warna kuning dan merah. Apabila sel kon ikan sudah mengalami adaptasi penuh (full adapted) dan masih terpapar oleh cahaya maka ikan tersebut akan menghindari cahaya yang berakibat turunnya sel kon. Akan tetapi, pada percobaan ini jumlah rata-rata ikan yang berkumpul pada tiap intensitas untuk semua kolom warna cahaya masih meningkat sampai pada intensitas 19 lux. Hal ini kemungkinan karena sel kon pada mata ikan belum dalam keadaan jenuh. Faktor-faktor yang diduga menyebabkan hal tersebut adalah lamanya pemaparan yang hanya 10 menit dengan intensitas 19 lux. Berdasarkan hasil perhitungan secara statistik diketahui bahwa nilai F- hitung untuk interaksi cahaya dengan intensitas 5.80 sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa interaksi warna cahaya dengan intensitas berpengaruh nyata terhadap banyaknya ikan yang berkumpul.

48 Apabila pengaruh interaksi cahaya dengan intensitas nyata maka tidak bisa melihat pengaruh cahaya dan pengaruh intensitas secara terpisah. Dari nilai R-Sq sebesar % menunjukkan ukuran kebaikan model, jadi % keragaman data dapat dijelaskan oleh model faktorial RAL. Tingkah laku pepetek sesaat setelah lampu dinyalakan adalah perlahanlahan ikan tersebut mendekati cahaya dan berputar-putar pada bagian cahaya yang masih remang-remang di air. Ikan-ikan tersebut kemudian menuju ke tempat yang lebih terang dan berkumpul di daerah yang sangat terang yaitu daerah yang langsung diterangi oleh cahaya. 4.2 Pengaruh Warna Cahaya dengan Intensitas yang Berbeda terhadap Adaptasi Retina Adaptasi retina mata ikan terhadap cahaya dapat dilihat dari pergerakan sel kon. Apabila sel kon telah mencapai membran pembatas luar (outer limiting membran) maka sel kon dari ikan tersebut sudah mengalami adaptasi penuh terhadap cahaya yang dipaparkan ( fully adapted ). Adaptasi merupakan kemampuan mahluk hidup untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Semakin cepat sel kon mencapai outer limiting membrane maka semakin adaptif ikan tersebut terhadap cahaya yang dipaparkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pepetek merupakan jenis ikan yang bersifat fototaksis positif karena terdapat sel kon pada retinanya. Menurut Smith (1982), apabila secara histologis di dalam retina tidak terdapat sel kon maka ikan tersebut tidak bersifat fototaksis positif seperti pada ikan Evynnis japonica. Fototaksis positif merupakan gerakan seluruh tubuh ikan mendekati cahaya. Mata ikan setidaknya mempunyai dua jenis fotoreseptor, yaitu sel kon dan sel rod. Distribusi dari kedua jenis fotoreseptor tersebut di dalam retina mata pada masing-masing hewan berbeda. Apabila di dalam retina terdapat sel kon maka ikan tersebut mampu melihat warna (color vision), sedangkan sel rod hanya dapat menyediakan informasi kecerahan suatu lingkungan (Smith 1982). Color vision atau kemampuan melihat warna merupakan respon fisiologi retina mata terhadap cahaya dan proses syaraf di otak terhadap respon dari retina.

49 Hasil penelitian pengaruh intensitas warna cahaya terhadap adaptasi retina mata pepetek (Secutor insidiator), melalui proses adaptasi pada percobaan skala laboratorium dengan analisis histologi didapatkan bahwa pada warna cahaya biru dengan intensitas cahaya sebesar 1 lux sel kon mulai bergerak naik. Sel kon sebelum dipapar dengan cahaya terletak di dekat epitelium berpigmen (Gambar 13). Demikian juga yang terjadi pada pemaparan dengan warna cahaya hijau, kuning dan merah. Apabila ikan mempunyai sifat fototaksis positif maka sel kon akan bergerak naik menuju membran pembatas luar (outer limiting membrane) saat mata ikan tersebut terpapar cahaya. Lapisan flexiform dalam Lapisan inti dalam Lapisan flexiform luar Lapisan inti luar Membran pembatas luar Lapisan fotoreseptor Epitelium berpigmen Gambar 13. Sel kon sebelum dipapar oleh cahaya

50 Pergerakan sel kon tetap terjadi seiring dengan peningkatan intensitas cahaya yang dipaparkan. Akan tetapi peningkatan pergerakan sel kon menuju membran pembatas luar untuk tiap warna cahaya berbeda. Pergerakan sel kon pada warna cahaya biru masih tetap berlangsung pada pemaparan 3 lux, 5 lux, 7 lux, 9 lux, sampai 11 lux, tetapi belum mencapai membran pembatas luar. Pada pemaparan 13 lux, sel kon telah mengalami adaptasi penuh (full adapted) ditandai dengan sel kon yang sudah mencapai membran pembatas luar (outer limiting membrane ) (dengan lama penyinaran selama 10 menit) seperti terlihat pada Gambar 14. Demikian juga pemaparan dengan intensitas 15 lux, 17 lux dan 19 lux. a c b 1 Lux 3 Lux 5 Lux 7 Lux 9 Lux 11 Lux 13 Lux 15 Lux 17 Lux 19 Lux Keterangan gambar : a. Membran pembatas luar (outer limiting membrane) c. Epitelium berpigmen b. Lapisan fotoreseptor Gambar 14. Pergerakan sel kon yang terpapar warna cahaya biru pada intensitas cahaya yang berbeda dalam waktu 10 menit

51 Demikian pula dengan warna cahaya hijau, sel kon pada retina pepetek mulai bergerak menuju membran pembatas luar saat pemaparan dengan intensitas 1 lux sampai 11 lux. Kemudian sel kon mengalami adaptasi penuh pada intensitas sebesar 13 lux sampai pemaparan 19 lux (Gambar 15). a 1 Lux 3 Lux 5 Lux c b 7 Lux 9 Lux 11 Lux 13 Lux 15 Lux 17 Lux 19 Lux Keterangan gambar : a. Membran pembatas luar (outer limiting membrane) c. Epitelium berpigmen b. Lapisan fotoreseptor Gambar 15. Pergerakan sel kon yang terpapar warna cahaya hijau pada intensitas cahaya yang berbeda dalam waktu 10 menit Akan tetapi tidak demikian dengan warna cahaya kuning. Sel kon pepetek baru mulai mengalami adaptasi penuh pada pemaparan dengan intensitas 15 lux (Gambar 16). Kemudian diikuti dengan pemaparan dengan intensitas 17 lux dan 19 lux dimana pada kedua intensitas tersebut pepetek juga mengalami adaptasi penuh dengan lama pemaparan 10 menit.

52 Pada percobaan dengan warna cahaya merah, sel kon belum mengalami adaptasi penuh pada pemaparan cahaya antara 1 lux sampai 15 lux. Sel kon baru mengalami adaptasi penuh (full adapted) pada pemaparan dengan intensitas 17 lux (Gambar 17). Demikian pula pemaparan dengan intensitas cahaya sebesar 19 lux, sel kon pepetek juga mengalami adaptasi penuh. Dengan demikian maka penjuluran sel kon lebih lambat pada pemaparan dengan warna cahaya merah bila dibandingkan dengan warna cahaya biru, hijau maupun kuning. a b c 1 Lux 3 Lux 5 Lux 7 Lux 9 Lux 11 Lux 13 Lux 15 Lux 17 Lux 19 Lux Keterangan gambar : a. Membran pembatas luar (outer limiting membrane) b. Lapisan fotoreseptor c. Epitelium berpigmen Gambar 16. Pergerakan sel kon yang terpapar warna cahaya kuning pada intensitas cahaya yang berbeda dalam waktu 10 menit

53 Kuantitas dan kualitas cahaya yang digunakan akan mempengaruhi tingkah laku ikan terhadap cahaya, dimana mata ikan bereaksi selektif terhadap perbedaan spektrum (Nikonorov 1975). a b c 1 Lux 3 Lux 5 Lux 7 Lux 9 Lux 11 Lux 13 Lux 15 Lux 17 Lux 19 Lux Keterangan gambar : a. Membran pembatas luar (outer limiting membrane) b. Lapisan fotoreseptor c. Epitelium berpigmen Gambar 17. Pergerakan sel kon yang terpapar warna cahaya merah pada iluminasi yang berbeda dalam waktu 10 menit Ikan dikatakan mempunyai penglihatan terhadap warna (color vision) apabila ikan tersebut mempunyai kemampuan untuk membedakan spektrum warna cahaya. Dalam hal ini adalalah cahaya tampak (visible light). Apabila di dalam retina ikan terdapat sel kon maka ikan tersebut dapat membedakan warna (Smith 1982). Menurut Fujaya (2002), ikan memiliki kepekaan terhadap intensitas cahaya dan panjang gelombang tertentu. Pengenalan warna cahaya tersebut oleh ikan berlangsung sangat cepat yaitu sekitar detik. Sensitivitas retina terhadap

54 warna cahaya tergantung dari pigmen yang terdapat pada sel kon dan sel rod. Warna dari pigmen retina menentukan warna cahaya apa yang dapat diserap secara maksimal, misalnya pigmen merah (rhodopsin) dapat mengabsorbsi secara maksimal cahaya hijau (Smith 1982). Terdapat 2 kelompok besar fotopigmen yaitu rhodopsin dan parphyropsin. Bagian opsin dari pigmen adalah protein yang berikatan dengan retinens (turunan dari vitamin A). Berdasarkan hasil penelitian pengaruh warna cahaya pada intensitas yang berbeda didapatkan bahwa jenis ikan ini lebih sensitif terhadap warna cahaya hijau pada intensitas 13 lux dan warna cahaya biru dengan intensitas 13 lux. Hal tersebut terlihat dari pergerakan sel kon yang lebih cepat beradaptasi pada warna cahaya hijau dan biru, karena pepetek berdasarkan tempat hidup nya termasuk ikan demersal. Kedalaman merupakan variabel lingkungan yang berpengaruh terhadap komunitas ikan demersal (Smith et al. 1999). Swimming layer pepetek adalah di kedalaman m dengan demikian sel kon pepetek sudah terbiasa mengabsorbsi warna biru dan hijau dari pada warna cahaya lain. Dengan demikian, preferensi dari ikan tersebut adalah warna biru dan hijau dimana kedua warna tersebut yang dapat menembus perairan lebih dari 10 m. Hal tersebut juga diduga karena pepetek mempunyai fotopigmen rhodopsin. Adanya fotopigmen tersebut maka akan mengabsorbsi warna biru dan hijau secara maksimal (Smith 1982). Apabila terdapat fotopigmen rodhopsin maka puncak dari warna yang diabsorbsi terbesar oleh sel kon adalah warna biru dan hijau. Dengan hasil bahwa sel kon pepetek lebih adaptif terhadap warna hijau, maka dapat diduga bahwa fotopigmen yang terdapat di dalam mata pepetek adalah rhodopsin. Menurut Fujaya (2002) seperti halnya pada semua hewan vertebrata, ukuran sel kon (sel kerucut) menunjukkan kesensitifitasan retina terhadap spektrum cahaya. Sel kerucut pendek sensitif terhadap gelombang cahaya pendek sedangkan sel kerucut panjang sensitif terhadap gelombang cahaya terpanjang. Ukuran sel kerucut adalah µm (Nicol 1963). Sel kon tersebut selanjutnya dihitung kon indeksnya untuk mengetahui rasio atau perbandingan pergerakan panjang sel kon antar intensitas yang berbeda. Contoh perhitungan kon indeks terdapat pada Lampiran 24. Kenaikan indeks sel kon untuk masing-masing warna cahaya berdasarkan kenaikan intensitas cahaya

55 dapat dilihat pada gambar 18. Berdasarkan grafik tersebut, pepetek terlebih dahulu mengalami adaptasi penuh pada warna cahaya hijau dan biru pada intensitas 13 lux. Pada warna cahaya kuning baru mengalami adaptasi penuh pada intensitas 15 lux sedangkan pada warna cahaya merah sel kon baru mengalami adaptasi penuh pada intensitas 19 lux. Grafik sudah full adapted untuk hijau dan biru Kon indeks (%) Intensitas Cahaya (Lux) Hijau Biru Kuning Merah Gambar 18. Rasio kon indeks pepetek dengan cahaya berbeda dalam waktu 10menit Dari Gambar 18 terlihat bahwa rasio kon indeks warna cahaya biru dan hijau lebih cepat mengalami adaptasi penuh bila dibandingkan dengan kedua warna cahaya yang lain yaitu warna cahaya kuning dan merah. Dengan demikian pepetek lebih cepat mengabsorbsi warna cahaya biru da n hijau. Batas adaptasi penuh (full adapted) dari sel kon adalah antara 90%-96%. Hal tersebut karena perhitungan penjuluran sel kon (rasio kon indeks) adalah mulai dari epithelium berpigmen sampai di tengah-tengah dari sel kon tersebut. Dari Gambar 18 tersebut juga dapat disimpulkan bahwa sel kon pepetek lebih sensitif terhadap cahaya biru dan hijau yang memiliki panjang gelombang

56 pendek yaitu antara 450 sampai 550 nm. Puncak dari kesensitifitasan dari sel kon adalah pada warna cahaya hijau. Kesensitifitasan sel kon akan turun pada warna kuning dan merah yang memiliki panjang gelombang 575 sampai 750 nm. Perhitungan analisis ragam kon indeks menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan antara intensitas cahaya dengan warna cahaya secara signifikan berbeda nyata dengan nilai p=0.00. Artinya bahwa terdapat perbedaan signifikan pada kombinasi perlakuan antara intensitas cahaya dengan warna cahaya. Hasil uji lanjut Duncan terhadap kenaikan sel kon (Lampiran 10) menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan warna cahaya dengan intensitas yang menghasilkan respons tertinggi terhadap kon indeks yaitu pada warna cahaya hijau dengan intensitas 19 lux. Namun demikian kombinasi perlakuan tersebut tidak berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan warna biru 15 lux, warna hijau 15 lux, warna biru 17 lux, warna biru 19 lux, warna kuning 17 lux, warna kuning 19 lux dan warna hijau 17 lux. Hasil perhitungan dengan uji lanjut Duncan tersebut diketahui pula tidak ada kombinasi perlakuan antara warna cahaya dengan intensitas cahaya yang berbeda nyata. Berdasarkan hasil uji lanjut berkumpulnya jumlah ikan dan kenaikan sel kon maka kombinasi perlakuan cahaya hijau dengan intensitas 17 lux merupakan kombinasi perlakuan yang optimum terhadap jumlah ikan yang berkumpul dan kenaikan sel kon pada percobaan ini. Karena kombinasi perlakuan tersebut tidak berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan warna cahaya hijau pada intensitas 19 lux. Dari hasil berkumpulnya jumlah ikan dan kon indeks dapat diketahui bahwa ikan mulai bereaksi terhadap cahaya lampu pada penyalaan dengan intensitas sebesar 1 lux untuk semua warna cahaya. Pada pemaparan dengan warna cahaya biru dengan intensitas 1 lux dimana jumlah ikan yang berkumpul sebanyak 12 ekor dengan kon indeks sebesar %. Sel kon mulai mengalami masa transisi sampai pemaparan cahaya dengan intensitas sebesar 11 lux. Masa transisi adalah keadaan dimana penjuluran sel kon belum mencapai membran pembatas luar (outer limiting membrane). Sel kon mulai mengalami adaptasi penuh pada pemaparan dengan intensitas 13 lux. Pada intensitas tersebut kon indeks pepetek sebesar 90% dengan jumlah ikan yang berkumpul dibawah cahaya tersebut sebanyak 59 ekor.

57 Begitu pula pemaparan dengan cahaya warna hijau, ikan mulai bereaksi terhadap cahaya lampu pada penyalaan dengan intensitas sebesar 1 lux. Jumlah ikan yang berkumpul pada pemaparan tersebut sebanyak 10 ekor dan kon indeks ikan tersebut 24 %. Pada intensitas antara 1 lux sampai 11 lux sel kon pepetek mengalami masa transisi. Sel kon pepetek mulai beradaptasi penuh pada pemaparan dengan intensitas sebesar 13 lux dimana ikan yang berkumpul sebanyak 64 ekor dan kon indeks 91.9%. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa pengertian adaptasi penuh (full adapted) sel kon adalah apabila kon indeks dari sel kon tersebut sebesar antara 90%-97%. Pemaparan dengan cahaya warna kuning ikan mulai bereaksi pada pemaparan dengan intensitas sebesar 1 lux seperti pada pemaparan dengan cahaya warna biru dan hijau. Pada pemaparan dengan warna cahaya kuning ini jumlah ikan yang berkumpul sebesar 8 ekor dengan kon indeks pepetek sebesar 12.5%. Akan tetapi pada pemaparan dengan warna cahaya kuning sel kon baru mengalami adaptasi penuh pada intensitas 17 lux dengan kon indeks sebesar 96.3% dan jumlah ikan yang berkumpul sebanyak 52 ekor. Keadaan sel kon antara intensitas 1 lux sampai 15 lux masih mengalami masa transisi. Demikian juga pada pemaparan dengan cahaya warna merah. Pepetek mulai bereaksi terhadap cahaya pada pemaparan dengan intensitas sebesar 1 lux. Jumlah ikan yang berkumpul pada pemaparan dengan intensitas tersebut sebanyak 5 ekor dengan kon indeks 16.2%. Intensitas antara 1 lux sampai 15 lux sel kon mengalami masa transisi. Sel kon telah mengalami adaptasi penuh pada pemaparan sebesar 17 lux dengan kon indeks 92.95% dan jumlah ikan yang berkumpul sebanyak 37 ekor. Dengan demikian sel kon pepetek lebih responsif terhadap cahaya warna hijau karena jumlah ikan yang berkumpul pada pemaparan dengan cahaya warna tersebut paling banyak bila dibandingkan dengan pemaparan dengan cahaya warna yang lain. Hubungan antara kon indeks dengan banyaknya ikan yang berkumpul dapat dilihat pada Gambar 19 berikut.

58 kon indeks (%) intensitas cahaya (lux) jumlah ikan (ekor) Gambar 19. Grafik hubungan antara nilai kon indeks, intensitas cahaya dan jumlah ikan yang berkumpul pada masing-masing warna cahaya Keterangan: diagram batang adalah jumlah ikan yang berkumpul pada masing masing warna cahaya; diagram garis adalah kon indeks pepetek pada masing masing warna cahaya Apabila dilihat dari banyaknya ikan yang berkumpul untuk proses adaptasi penuh yang tercepat maka pepetek yang dipapar dengan warna hijaulah yang lebih responsif karena berdasarkan habitatnya, ikan tersebut telah teradaptasi dengan warna cahaya hijau.

59 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pepetek (Secutor insidiator) dari famili Leiognathidae menjadi target spesies dalam analisis terhadap pola tingkah laku dan proses adaptasi karena ikan ini bersifat fototaksis positif. Secara umum pepetek lebih sensitif terhadap warna cahaya hijau Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Jumlah pepetek yang berkumpul dibawah warna cahaya hijau lebih banyak bila dibandingkan dengan warna cahaya yang lain sebesar 33.3 % dari total ikan. 2. Semakin tinggi intensitas cahaya yang diberikan semakin banyak jumlah ikan yang berkumpul. 3. Pada pemaparan dengan cahaya warna hijau dan biru sel kon pepetek mulai bergerak naik menuju outer limiting membrane pada intensitas 1 lux dan mengalami adaptasi penuh pada intensitas 13 lux. 4. Pada pemaparan dengan cahaya warna kuning sel kon pepetek mengalami adaptasi penuh pada intensitas 15 lux. 5. Pada pemaparan dengan cahaya warna merah sel kon pepetek mengalami adaptasi penuh pada intensitas 17 lux. 5.2 Saran Hasil penelitian ini merupakan pengamatan dan percobaan skala laboratorium, sehingga hasil yang diperoleh masih perlu penelitian lebih lanjut sesuai dengan kondisi perairan yang sebenarnya. Walaupun demikian hasil penelitian ini merupakan dasar pemikiran dari percobaan terhadap pengaruh warna cahaya terhadap tingkah laku ikan untuk selanjutnya dapat digunakan pada perikanan tangkap khususnya light fishing.

60 DAFTAR PUSTAKA Ayodhyoa AU.2001.Metode Penangkapan Ikan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.90 hal. Baskoro MS,Akiyama S,Sakai H,ArimotoT.1998.Capture Process of The Floated Bamboo-Platform Liftnet With Light Attraction (Bagan). Graduate School of Fisheries,Tokyo University of Fisheries. Doctoral Course of Marine Sciences and Technology.p149 Ben-Yami M.1987.Fishing With Light.Published by Arrangement With The Agriculture Organization of The United Nation by Fishing News Books Ltd. Farnham, Surrey, England p.121 Bloch ME Naturgeschichte der Auslandischen Fische. Morino. Berlin p:1 Boujard T. Yann M. & Pierre L Diel cycles in Hoplosternum littorale: entrainment of feeding activity by low intensity colored light. Kluwer Academic Publishers. Netherlands: hlm. Carlson NR Physiology Behavior. Fifth Edition. Allya and Bacon. Boston London Toronto Sydney Tokyo Singapore. p:3 Choi SY.Nakamura, Arimoto T Horizontal Illuminance of line source Model for Fishing Lamps Around the Coastal Squid Jigging Boats, Nippon Suisan Gakkaishi, Vol. 63. No. 2 Tokyo: p Cromer AH Fisika untuk ilmu-ilmu hayati.gajah Mada University Press. Yogyakarta. 81 hlm Fernald R Vision. In The Phisiology Of Fishes Ed. By David H. Evans. CRC Press London. p.6 Fujaya Y.2002.Fisiologi Ikan.Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan. Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. 146 hlm Gislason H The Effects Of Fishing on Non-target Species and Ecosystem Structure and Function. In: Responsible Fisheries in the Marine Ecosystem. Ed by M Sinclaid & G Valdimarsson. CABI Publishing & CAB International. Inggris. Hlm Gopakumar K Current State Of Overfishing and Its Impact on Sustainable Fisheries Management in The Asia-Pasific Region. In: Sustainable Fishery Management In Asia. Ed. by Robert ARO. Asian Productivity Organization. Tokyo. hlm

61 Gunarso W Tingkah Laku Ikan Hubungannya dengan Metode dan Taktik Penangkapan.Diktat Kuliah.Jurusan pemamfaatan Sumberdaya Perikanan.Fakultas Perikanan IPB.Bogor. 281 hal. He P Fish Behaviour and its Application in Fisheries.Newfoundland and Labrador Institute of Fisheries and Marine Technology.Canada. P 157. Herring PJ., AK. Campbell, M. Whitfield and L. Maddock Light and Life in The Sea. Cambridge University Press. London n /Lund University Photoreseptor Potics. R. Kruger. Lund University. Swedia Inggris Jones G Revision of the Australian Spesies of the Fish Family Leiognathidea.CSIRO Marine Laboratories. Tasmania. Hlm: Kawamura G, W. Nishimura, S. Ueda and T. Nishi Vision in Tunas and Marlins.Mem. Kagoshima.Univ. Res.Center S.Pac.,Vol 2.No.1.p:4-26. Leesson CR & TS Leesson Buku Ajar Histologi. Edisi ke-5. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. : XI hlm. Lythgoe JN Underwater Vision. In British Sub-Aqua Clb Diving Manual, 2nd Ed. Eaton London. Englad. In Sale, P.F. (ed) The Ecology of Fishes on Coral Reefs. Academic Press, Inc. San Diego. New York. Boston London. Sidne y.tokyo. Toronto. Mitsugi S Fish Lamps. In Fishing Gear and Methods. Text book for Marine Fisheries Research Course. Japan International Cooperation Agency, Goverment of Japan. P Mueller. C Mata dan Penglihatan. Pustaka Life Jakarta. 48 hlm. Mc. Farland WN,Munz FW.1975.Part I:Preasumtive Cone Pigments Extracted from Tropical Marine Fishes,Vision Res, 15,p: In Sale, P.F. (ed) The Ecology of Fishes on Coral Reefs. Academic Press, Inc. San Diego. New York. Boston London. Sidney.Tokyo. Toronto. Nicol JA. C Some Aspects of Photoreception and Vision in Fishes. Adv Mar.Biol. 1: Nik onorov IV Interaction of Fishing Gear With Fish Aggregations. Keter Publishing House. Jerusalem Ltd. Israel 216 p.

62 Nybakken,JW Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologi. Alih Bahasa H.M. Eidman dkk. Marine Biologi An Ecologycal Approach. PT. Gramedia Jakarta. 549 hlm. Purbayanto A. & M.S. Baskoro Tinjauan Singkat Tentang Pengembangan Teknologi Penangkapan Ikan Ramah Lingkungan. Mini Review on the Development of Environmental Friendly Fishing Technology. Proceeding Agri-BioChE Symposium. Tokyo. p:5 Razak A., Kasful A. & Mulyono SB Fisiologi Mata Ikan. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor. Ix hlm. Smith JS., S.J.M. Blaber & J.G. Greenwood Interspesific differences in the distribution of adult and juvenile ponyfish (Leognathidae) in the Gulf of Carpentaria, Australia. In: Marine & Fresh Water Reseach. CSIRO Publishing. Australia.hlm Smith LS.1982.Introduction Fish Physiology.TFH Publication. England.352 hlm. Takashima F., Hibiya T An Atlas of fish histlogy (Normal and pathological features) Kodansha Ltd. Tokyo. 634 hlm Tamura, T A Study of Visual Perception in Fish, Especially on Resolving Power and Accomodation. Bulletin of The Japanese Society of Scientific Fisheries. Vol 22, No.9.Fisheries Institute,Faculty of Agriculture, Japan. p: Tupamahu A,2003.Komparasi Adaptasi Retina Tembang (Sardinela fimbriata) dan Selar (Crumenopthalmus) yang tertarik dengan cahaya.buletin PSP Vol.X No.1 Fakultas Perikanan IPB,Bogor.Hal Verheijen FJ.1959.Attraction of Fish by the Use of Light.In Modern Fishing Gear of the world, Ed.By H.Kristjonsson. Fishing News Book Ltd,London, Vol. 1: p Wagiu D Pola Reaksi dan adaptasi Ikan Selar (Selaroides leptolepis) dan pepetek (Secutor indicus) terhadap Cahaya Warna Putih, Merah dan Biru. (Tesis), IPB, Bogor. 63 hlm Woodhead PMJ The Behaviour of Fish Relation to the Light in The Sea. Eceanogr. Mar. Biol. Ann. Rev. 4: Horald Barnes Edition. Zilanov K Behaviour of Atlantik Sauri & Snipefish in an illuminated zone in the north Atlantik Ocean. In fish behaviour & fishing techniques Ed. By A.P. Alexseev. Murmanks, PINRO:p

63 Lampiran 1 Prosedur histologi untuk analisis retina mata ikan. Pengambilan sampel mata ikan Fiksasi Larutan Bouin Pengeringan Penuangan Parafin Lihat Lampiran 2 Penanaman pada media parafin Pemotongan dengan mikrotom Pewarnaan dengan Hematoxylene dan eosin Lihat Lampiran 3 Perekatan kaca preparat dengan Biolite Pengamatan pada mikroskop

64 Lampiran 2 Prosedur pengeringan, penuangan parafin dan penanaman spesimen retina. Alkohol 75% (satu hari) Alkohol 80% (30 menit) Alkohol 85% (30 menit) Alkohol 90% (30 menit) Pengeringan Alkohol 95% Alkohol I 100% (30 menit) (30 menit) Alkohol II 100% (30 menit) Xylene I (20 menit) Xylene II (20 menit) Parafin I 160 C (30 menit) Penuangan parafin Parafin II 160 C Parafin III 160 C (30 menit) (30 menit) Penanaman pada media parafin Parafin IV 160 C (30 menit)

65 Lampiran 3 Prosedur pewarnaan dengan hematoxylene dan eosin. Xylene I (10 ) Xylene II (10 ) Pengamatan di bawah mikroskop Xylene III (10 ) Ditutup dengan kaca penutup dan biolite Alkohol I 100% (10 ) Xylene III (10 ) Alkohol II 100% (10 ) Xylene II (10 ) Alkohol 95% (10 ) Xylene I (10 ) Alkohol 80% (10 ) Alkohol II 100% (2-3 ) Alkohol 60% (10 ) Alkohol I 100% (2-3 ) Air (2-3 ) Alkohol 90 % (2-3 ) Hematoxylene (15 ) Alkohol 80% (2-3 ) Air (10 ) Alkohol 70% (2-3 ) Eosin (15 ) Air (1-2 )

66 Lampiran 4 Hubungan jumlah ikan pepetek terhadap warna cahaya No Intensitas Chy (Lux) Warna Cahaya Biru Warna Cahaya Hijau Warna Cahaya Kuning Warna Cahaya Merah I II III I II III I II III I II III

67 Lampiran 5 Rata-rata jumlah pepetek yang berkumpul pada warna cahaya dengan intensitas yang berbeda Intensitas (Lux) 0 Ulangan Cahaya Biru Hijau Kuning Merah Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata

68 Lampiran 6. Rasio kon indeks pepetek No Intensitas (Lux) Warna Cahaya Biru Warna Cahaya Hijau Warna Cahaya Kuning Warna Cahaya Merah I II I II I II I II , *Lampiran 7 s.d 10 terdapat di file Lampiran 7 s.d 10

69 Lampiran 7 Analisis ragam jumlah ikan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: nilai Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model ,00 Intercept ,00 Intensitas ,00 Warna ,00 intensitas * warna ,00 Error Total Corrected Total A R Squared =,975 (Adjusted R Squared =,963)

70 Lampiran 8 Uji lanjut Duncan untuk jumlah ikan Interaksi N Subset for alpha = ,biru 3 0 0,hijau 3 0 0,kuning 3 0 0,merah 3 0 1,merah ,kuning ,merah ,hijau ,biru ,kuning ,merah ,hijau ,kuning ,merah ,biru ,kuning ,merah ,kuning ,merah ,biru ,merah ,hijau ,kuning ,merah ,biru ,merah

71 Lanjutan Lampiran 8 7,hijau ,kuning ,biru ,merah ,hijau ,kuning ,biru ,kuning ,kuning ,hijau ,biru ,biru ,hijau ,biru ,hijau ,biru ,hijau ,hijau Sig

72 Lampiran 9 Analisis ragam kenaikan sel kon Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model ,00 Intercept ,00 Intensitas ,00 Warna ,00 intensitas * Warna ,00 Error Total Corrected Total A R Squared =,988 (Adjusted R Squared =,977)

73 Lampiran 10 Uji lanjut Duncan untuk kenaikan sel kon Interaksi N Subset for alpha = ,biru ,hijau ,kuning ,merah ,kuning ,merah ,kuning ,merah ,biru ,hijau ,kuning ,merah ,biru ,kuning ,merah ,hijau ,merah ,kuning ,biru ,merah ,biru ,kuning ,hijau ,biru

74 Lanjutan Lampiran 10 13,merah ,hijau ,hijau ,biru ,kuning ,merah ,hijau ,kuning ,biru ,hijau ,merah ,merah ,biru ,hijau ,biru ,biru ,kuning ,kuning ,hijau ,hijau Sig

75 Lampiran 11 Pepetek (Secutor insidiator) sebagai ikan percobaan Lampiran 12 Lampu-lampu percobaan A B C D Ketrangan : A = Lampu warna biru B = Lampu warna hijau C = Lampu warna kuning D = Lampu warna merah

76 Lampiran 13 Perhitungan statistik untuk interaksi warna cahaya dengan intensitas yang berbeda Factor Type Levels Values Cahaya fixed 4 Biru, Hijau, Kuning, Merah Intensitas fixed 11 0, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90, 100 Analysis of Variance Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Cahaya Intensitas Cahaya*Intensitas Error Total S = R-Sq = 97.37% R-Sq(adj) = 96.09% Unusual Observations for Banyak Ikan Obs Banyak Ikan Fit SE Fit Residual St Resid R R R R R R R denotes an observation with a large standardized residual. Lampiran 14 Posisi lampu diatas akuarium percobaan

77 Lampiran 15 Posisi tengah dari akuarium percobaan Lampiran 16 Aerator

78 Lampiran 17 Saat ikan dipapar dengan warna cahaya biru Lampiran 18 Saat ikan dipapar dengan warna cahaya hijau

79 Lampiran 19 Saat ikan dipapar dengan warna cahaya kuning Lampiran 20 Saat ikan dipapar dengan warna cahaya merah

80 Lampiran 21 Set tempat lampu dengan dimmer Lampiran 22 Pelet

ANALISIS RESPONS TINGKAH LAKU IKAN PEPETEK (Secutor insidiator) TERHADAP INTENSITAS CAHAYA BERWARNA EVA UTAMI

ANALISIS RESPONS TINGKAH LAKU IKAN PEPETEK (Secutor insidiator) TERHADAP INTENSITAS CAHAYA BERWARNA EVA UTAMI ANALISIS RESPONS TINGKAH LAKU IKAN PEPETEK (Secutor insidiator) TERHADAP INTENSITAS CAHAYA BERWARNA EVA UTAMI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

Gambar 3. Morfologi pepetek (Secutor insidiator)

Gambar 3. Morfologi pepetek (Secutor insidiator) 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Pepetek (Secutor insidiator) Pepetek (Secutor insidiator) merupakan ikan demersal famili Leognathidae dengan panjang tubuh 6-20 cm, berbentuk pipih, tidak mengenal musim.

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Reaksi Pengumpulan Pepetek terhadap Warna Cahaya dengan Intensitas Berbeda Informasi mengenai tingkah laku ikan akan memberikan petunjuk bagaimana bentuk proses penangkapan yang

Lebih terperinci

PENENTUAN RESPON OPTIMAL FUNGSI PENGLIHATAN IKAN TERHADAP PANJANG GELOMBANG DAN INTENSITAS CAHAYA TAMPAK

PENENTUAN RESPON OPTIMAL FUNGSI PENGLIHATAN IKAN TERHADAP PANJANG GELOMBANG DAN INTENSITAS CAHAYA TAMPAK PENENTUAN RESPON OPTIMAL FUNGSI PENGLIHATAN IKAN TERHADAP PANJANG GELOMBANG DAN INTENSITAS CAHAYA TAMPAK Fita Fitria, Welina Ratnayanti K, Tri Anggono P Laboratorium Biofisika, Departemen Fisika, Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Tinjauan Umum ikan Ikan merupakan hewan vertebrata yang mempunyai ciri khas mempunyai insang dan bersirip. Sirip digunakan ikan untuk menjaga keseimbangan tubuhnya dan juga

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Bagan

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Bagan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bagan Bagan merupakan suatu alat tangkap yang termasuk kedalam kelompok jaring angkat dan terdiri atas beberapa komponen, yaitu jaring, rumah bagan, dan lampu. Jaring bagan umumnya

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya pada Penangkapan Ikan

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya pada Penangkapan Ikan 8 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya pada Penangkapan Ikan Pada mulanya penggunaan lampu untuk penangkapan masih terbatas pada daerah-daerah tertentu dan umumnya dilakukan hanya di tepi-tepi

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo

5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo 58 5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo Dalam pengoperasiannya, bagan rambo menggunakan cahaya untuk menarik dan mengumpulkan ikan pada catchable area. Penggunaan cahaya buatan yang berkapasitas

Lebih terperinci

Sukardi 1), Subari Yanto 2), Kadirman 3) 1) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Teknologi Pertanian FT UNM, 2) dan 3) Dosen FT UNM

Sukardi 1), Subari Yanto 2), Kadirman 3) 1) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Teknologi Pertanian FT UNM, 2) dan 3) Dosen FT UNM S242 PENGARUH WARNA CAHAYA LAMPU DAN INTENSITAS CAHAYA YANG BERBEDA TERHADAP RESPONS BENIH IKAN BANDENG (Chanos Chanos forskal) dan BENIH IKAN NILA (Oreochromis niloticus) The Influence of Light Color

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Apa Itu Mata? 2. Jelaskan Bagian-Bagian dari Mata beserta fungsinya! 3. Bagaimana Mata Bisa Bekerja?

BAB I PENDAHULUAN. 1. Apa Itu Mata? 2. Jelaskan Bagian-Bagian dari Mata beserta fungsinya! 3. Bagaimana Mata Bisa Bekerja? BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Alat Optik merupakan salah satu alat yang memanfaatkan sifat cahaya, hukum pemantulan, dan hukum pembiasan cahaya untuk membuat suatu bayangan suatu benda.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desain pada penelitian ini adalah eksperimen laboratorium dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Desain pada penelitian ini adalah eksperimen laboratorium dengan 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain pada penelitian ini adalah eksperimen laboratorium dengan rancangan percobaan post test only control group design. Pengambilan hewan uji sebagai

Lebih terperinci

SELEKSI UMPAN DAN UKURAN MATA PANCING TEGAK. (Selection on bait and hook number of vertical line) Oleh:

SELEKSI UMPAN DAN UKURAN MATA PANCING TEGAK. (Selection on bait and hook number of vertical line) Oleh: Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 3, No.2, November 2012 Hal: 169-175 SELEKSI UMPAN DAN UKURAN MATA PANCING TEGAK (Selection on bait and hook number of vertical line) Oleh: Noor Azizah 1 *, Gondo Puspito

Lebih terperinci

Studi ketertarikan ikan di keramba jaring apung terhadap warna cahaya lampu di perairan Sindulang I, Kecamatan Tuminting, Kota Manado

Studi ketertarikan ikan di keramba jaring apung terhadap warna cahaya lampu di perairan Sindulang I, Kecamatan Tuminting, Kota Manado Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 2(Edisi Khusus): 39-43, Januari 2015 ISSN 2337-4306 Studi ketertarikan ikan di keramba jaring apung terhadap warna cahaya lampu di perairan Sindulang I, Kecamatan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metode penangkapan ikan dengan menggunakan cahaya sudah sejak lama diketahui sebagai perlakuan yang efektif untuk tujuan penangkapan ikan tunggal maupun berkelompok (Ben-Yami,

Lebih terperinci

biasanya dialami benda yang tidak tembus cahaya, sedangkan pembiasan terjadi pada benda yang transparan atau tembus cahaya. garis normal sinar bias

biasanya dialami benda yang tidak tembus cahaya, sedangkan pembiasan terjadi pada benda yang transparan atau tembus cahaya. garis normal sinar bias 7.3 Cahaya Cahaya, apakah kamu tahu apa itu cahaya? Mengapa dengan adanya cahaya kita dapat melihat lingkungan sekitar kita? Cahaya Matahari yang begitu terang dapat membentuk pelangi setelah hujan berlalu?

Lebih terperinci

2.2. Reaksi ikan terhadap cahaya

2.2. Reaksi ikan terhadap cahaya H. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bagan apung Bagan adalah alat tangkap yang menggunakan cahaya sebagai alat untuk menarik dan mengumpulkan ikan di daerah cakupan alat tangkap, sehingga memudahkan dalam proses

Lebih terperinci

ANALISIS SINAR MERAH, HIJAU, DAN BIRU (RGB) UNTUK MENGUKUR KELIMPAHAN FITOPLANKON (Chlorella sp.) Oleh: Merizawati C

ANALISIS SINAR MERAH, HIJAU, DAN BIRU (RGB) UNTUK MENGUKUR KELIMPAHAN FITOPLANKON (Chlorella sp.) Oleh: Merizawati C ANALISIS SINAR MERAH, HIJAU, DAN BIRU (RGB) UNTUK MENGUKUR KELIMPAHAN FITOPLANKON (Chlorella sp.) Oleh: Merizawati C64104004 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH

MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN INSTRUMENTASI PENGUKUR KELIMPAHAN CHLORELLA SP. BERDASARKAN ANALISIS RGB DENGAN MENGGUNAKAN EFEK FLUORESCENCE

PENGEMBANGAN INSTRUMENTASI PENGUKUR KELIMPAHAN CHLORELLA SP. BERDASARKAN ANALISIS RGB DENGAN MENGGUNAKAN EFEK FLUORESCENCE PENGEMBANGAN INSTRUMENTASI PENGUKUR KELIMPAHAN CHLORELLA SP. BERDASARKAN ANALISIS RGB DENGAN MENGGUNAKAN EFEK FLUORESCENCE Oleh: Dini Janiariska C64104059 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Fotosintesis

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Fotosintesis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Fotosintesis (Fisiologi Tumbuhan) Disusun oleh J U W I L D A 06091009027 Kelompok 6 Dosen Pembimbing : Dra. Tasmania Puspita, M.Si. Dra. Rahmi Susanti, M.Si. Ermayanti,

Lebih terperinci

FISIOLOGI ORGAN PENGLIHATAN IKAN BERONANG DAN KAKAP BERDASARKAN JUMLAH DAN SUSUNAN SEL RESEPTOR CONE DAN ROD. Aristi Dian Purnama Fitri dan Asriyanto

FISIOLOGI ORGAN PENGLIHATAN IKAN BERONANG DAN KAKAP BERDASARKAN JUMLAH DAN SUSUNAN SEL RESEPTOR CONE DAN ROD. Aristi Dian Purnama Fitri dan Asriyanto FISIOLOGI ORGAN PENGLIHATAN IKAN BERONANG DAN KAKAP BERDASARKAN JUMLAH DAN SUSUNAN SEL RESEPTOR CONE DAN ROD Aristi Dian Purnama Fitri dan Asriyanto PS. Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, FPIK-UNDIP ABSTRAK

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 31 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 cahaya Menurut Cayless dan Marsden (1983), iluminasi atau intensitas penerangan adalah nilai pancaran cahaya yang jatuh pada suatu bidang permukaan. cahaya dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

dari perkembangan teknologi penangkapan ikan di dunia secara keseluruhan. Salah satu bentuk teknologi penangkapan ikan yang dianggap sukses dan

dari perkembangan teknologi penangkapan ikan di dunia secara keseluruhan. Salah satu bentuk teknologi penangkapan ikan yang dianggap sukses dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi penangkapan ikan di Indonesia tidak terlepas dari perkembangan teknologi penangkapan ikan di dunia secara keseluruhan. Salah satu bentuk teknologi

Lebih terperinci

KETAJAMAN PENGLIHATAN KAKAP MERAH DALAM KAITANNYA DENGAN PROSES PENANGKAPAN MENGGUNAKAN PANCING ULUR

KETAJAMAN PENGLIHATAN KAKAP MERAH DALAM KAITANNYA DENGAN PROSES PENANGKAPAN MENGGUNAKAN PANCING ULUR KETAJAMAN PENGLIHATAN KAKAP MERAH DALAM KAITANNYA DENGAN PROSES PENANGKAPAN MENGGUNAKAN PANCING ULUR GENNY GEONITA SKRIPSI. ' PROGRAM STUD1 PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

BAB IV BIOOPTIK FISIKA KESEHATAN

BAB IV BIOOPTIK FISIKA KESEHATAN BAB IV BIOOPTIK Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa akan dapat: a. Menentukan posisi dan pembesaran bayangan dari cermin dan lensa b. Menjelaskan proses pembentukan bayangan pada mata c. Menjelaskan

Lebih terperinci

MAKALAH ILUMINASI DISUSUN OLEH : M. ALDWY WAHAB TEKNIK ELEKTRO

MAKALAH ILUMINASI DISUSUN OLEH : M. ALDWY WAHAB TEKNIK ELEKTRO MAKALAH ILUMINASI DISUSUN OLEH : M. ALDWY WAHAB 14 420 040 TEKNIK ELEKTRO ILUMINASI (PENCAHAYAAN) Iluminasi disebut juga model refleksi atau model pencahayaan. Illuminasi menjelaskan tentang interaksi

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Sarana, Bahan dan Alat Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Sarana, Bahan dan Alat Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama enam bulan dari bulan September 2009 sampai Pebruari 2010. Penelitian ini dilakukan pada dua tempat, untuk respons tingkah laku

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 14 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dalam tiga tahap yaitu pengukuran iluminasi cahaya pada medium udara, pengoperasian bagan apung, dan pengukuran iluminasi

Lebih terperinci

PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN BAGAN TANCAP DI KABUPATEN SERANG TESIS JAE WON LEE

PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN BAGAN TANCAP DI KABUPATEN SERANG TESIS JAE WON LEE PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN BAGAN TANCAP DI KABUPATEN SERANG TESIS JAE WON LEE SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.3 Tahap dan Prosedur Penelitian Penelitian ini terdiri dari persiapan penelitian, penelitian pendahuluan, dan penelitian utama.

3 METODOLOGI. 3.3 Tahap dan Prosedur Penelitian Penelitian ini terdiri dari persiapan penelitian, penelitian pendahuluan, dan penelitian utama. 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2011 bertempat di Laboratorium Bahan Baku Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan dan Laboratorium

Lebih terperinci

- PENCAHAYAAN - 13/11/2011. Ajeng Yeni Setianingrum. Universitas Mercu Buana 2011 IRIS PUPIL LENSA SARAF OPTIK. dsb

- PENCAHAYAAN - 13/11/2011. Ajeng Yeni Setianingrum. Universitas Mercu Buana 2011 IRIS PUPIL LENSA SARAF OPTIK. dsb ERGONOMI - PENCAHAYAAN - Ajeng Yeni Setianingrum Universitas Mercu Buana 2011 Sistem Penglihatan Manusia KORNEA IRIS PUPIL LENSA RETINA SARAF OPTIK dsb http://www.google.co.id/imgres?q=mata&hl=id&biw=1024&bih=437&gb

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Klasifikasi lele masamo SNI (2000), adalah : Kingdom : Animalia Phylum: Chordata Subphylum: Vertebrata Class : Pisces

Lebih terperinci

Ketebalan retina kira-kira 0,1 mm pada ora serata dan 0,56 mm pada kutub posterior. Di

Ketebalan retina kira-kira 0,1 mm pada ora serata dan 0,56 mm pada kutub posterior. Di Anatomi Retina Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan yang melapisi bagian dalam 2/3 posterior dinding bola mata. Retina membentang ke anterior hampir sejauh korpus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya Untuk Penangkapan Ikan. daerah-daerah tertentu dan umumnya dilakukan hanya di tepi-tepi pantai dengan

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya Untuk Penangkapan Ikan. daerah-daerah tertentu dan umumnya dilakukan hanya di tepi-tepi pantai dengan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya Untuk Penangkapan Ikan Pada awal mulanya penggunaan lampu untuk penangkapan masih terbatas pada daerah-daerah tertentu dan umumnya dilakukan hanya di

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN tangkapan yang berbeda. Untuk hari pertama tanpa menggunakan lampu, hari ke menggunakan dua lampu dan hari ke menggunakan empat lampu. Dalam satu hari dilakukan dua kali operasi penangkapan. Data yang

Lebih terperinci

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENDEKATAN AKUSTIK DALAM STUDI TINGKAH LAKU IKAN PADA PROSES PENANGKAPAN DENGAN ALAT BANTU CAHAYA (THE ACOUSTIC APPROACH TO FISH BEHAVIOUR STUDY IN CAPTURE PROCESS WITH LIGHT ATTRACTION) MUHAMMAD SULAIMAN

Lebih terperinci

TINGKAH LAKU IKAN NILA TERHADAP WARNA CAHAYA LAMPU YANG BERBEDA

TINGKAH LAKU IKAN NILA TERHADAP WARNA CAHAYA LAMPU YANG BERBEDA Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan Juni 2013 Vol. 2 No.1 Hal : 47-53 ISSN 2302-6308 Available online at: http://umbidharma.org/jipp TINGKAH LAKU IKAN NILA TERHADAP WARNA CAHAYA LAMPU YANG BERBEDA (Nile

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sehingga, Indonesia disebut sebagai Negara Maritim. alamnya mayoritas mata pencaharian masyarakat indonesia setelah petani adalah

I. PENDAHULUAN. sehingga, Indonesia disebut sebagai Negara Maritim. alamnya mayoritas mata pencaharian masyarakat indonesia setelah petani adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terdiri dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 81.000 Km yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, dengan wilayah laut seluas 5,8

Lebih terperinci

Balai Diklat Perikanan Banyuwangi

Balai Diklat Perikanan Banyuwangi Menangkap ikan, adalah kegiatan perburuan seperti halnya menangkap harimau, babi hutan atau hewan-hewan liar lainnya di hutan. Karena sifatnya memburu, menjadikan kegiatan penangkapan ikan mengandung ketidakpastian

Lebih terperinci

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda 116 PEMBAHASAN UMUM Domestikasi adalah merupakan suatu upaya menjinakan hewan (ikan) yang biasa hidup liar menjadi jinak sehingga dapat bermanfaat bagi manusia. Domestikasi ikan perairan umum merupakan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA 15 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA. Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA. Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan 16 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan pengamatan. Proses

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Sumber Data

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Sumber Data 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian pengaruh periode hari bulan terhadap hasil tangkapan dan tingkat pendapatan nelayan bagan tancap dilakukan selama delapan bulan dari bulan Mei 2009 hingga Desember

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih TINJAUAN PUSTAKA Alat Tangkap Jaring Insang (Gill net) Jaring insang (gill net) yang umum berlaku di Indonesia adalah salah satu jenis alat penangkapan ikan dari bahan jaring yang bentuknya empat persegi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. lamongan dan di Laboratorium Biofisika Departemen Fisika Fakultas Sains dan

BAB III METODE PENELITIAN. lamongan dan di Laboratorium Biofisika Departemen Fisika Fakultas Sains dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan yang akan dilaksanakan di daerah pertambakan di Desa kemlagi kecamatan karanggeneng kabupaten lamongan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mata pada ikan merupakan salah satu indera yang sangat penting untuk

I. PENDAHULUAN. Mata pada ikan merupakan salah satu indera yang sangat penting untuk . PENDAHULUAN.. Latar Belakang Mata pada ikan merupakan salah satu indera yang sangat penting untuk mencari makan dan menghindar dari pemangsalpredator atau kepungan alat tangkap. Ketajaman penglihatan

Lebih terperinci

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai dengan Desember 2011 di Laboratorium Lingkungan dan Laboratorium Kesehatan Ikan, Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK

PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK SINGGIH PRIHADI AJI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan

METODOLOGI PENELITIAN. Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Universitas Pendidikan Indonesia dan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor pada

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA 19 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK Disusun oleh: Jekson Martiar Siahaan

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK Disusun oleh: Jekson Martiar Siahaan LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK Disusun oleh: Jekson Martiar Siahaan I. Tujuan: 1. Mahasiswa mampu memahami dan melakukan teknik teknik histoteknik yang digunakan dalam pembuatan preparat jaringan 2. Mahasiswa

Lebih terperinci

FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI

FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK BENI PRAMONO. Strategi Pengelolaan Perikanan Jaring

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 3. Sistem Koordinasi dan Alat InderaLatihan Soal 3.2

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 3. Sistem Koordinasi dan Alat InderaLatihan Soal 3.2 1. Perhatikan gambar mata berikut! Image not readable or empty assets/js/plugins/kcfinder/upload/image/alat%20indrpng SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 3. Sistem Koordinasi dan Alat InderaLatihan Soal 3.2 Bagian

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur Pembuatan Preparat Histologi

Lampiran 1 Prosedur Pembuatan Preparat Histologi LAMPIRAN 38 Lampiran 1 Prosedur Pembuatan Preparat Histologi Pembuatan preparat histologi terdiri dari beberapa proses yaitu dehidrasi (penarikan air dalam jaringan) dengan alkohol konsentrasi bertingkat,

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Sampel spons Petrosia (petrosia) nigricans yang digunakan untuk penelitian di laboratorium di peroleh di bagian barat daya Pulau Pramuka Gugusan

Lebih terperinci

qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwerty uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasd fghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx cvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq

qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwerty uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasd fghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx cvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwerty uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasd fghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx cvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq ALAT ALAT wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui OPTIK Sri Cahyaningsih

Lebih terperinci

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH Oleh : Helmy Hakim C64102077 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

ORGAN PENYUSUN SISTEM SARAF MANUSIA

ORGAN PENYUSUN SISTEM SARAF MANUSIA ORGAN PENYUSUN SISTEM SARAF MANUSIA SEL SARAF, terdiri dari 1. Dendrit 2. Badan Sel 3. Neurit (Akson) Menerima dan mengantarkan impuls dari dan ke sumsum tulang belakang atau otak ORGAN PENYUSUN SISTEM

Lebih terperinci

7.4 Alat-Alat Optik. A. Mata. Latihan 7.3

7.4 Alat-Alat Optik. A. Mata. Latihan 7.3 Latihan 7.3 1. Bagaimanakah bunyi hukum pemantulan cahaya? 2. Bagaimanakah bunyi hukum pembiasan cahaya? 3. Apa hubungan pembiasan dengan peristiwa terebntuknya pelangi setelah hujan? Jelaskan! 4. Suatu

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kedokteran Forensik, Ilmu

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kedokteran Forensik, Ilmu BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kedokteran Forensik, Ilmu Patologi Anatomi, dan Fisika Kedokteran. 4.2 Tempat dan waktu penelitian 4.2.1 Tempat

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2012. Pengamatan berat telur, indeks bentuk telur, kedalaman kantung udara, ketebalan kerabang, berat kerabang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian BAB III METODE PENELITIAN.. Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimen murni sesungguhnya (True Experimental Research) yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh asap

Lebih terperinci

INDERA PENGLIHATAN (MATA)

INDERA PENGLIHATAN (MATA) M INDERA PENGLIHATAN (MATA) ata manusia secara keseluruhan berbentuk seperti bola sehingga sering disebut bola mata. Media penglihatan terdiri dari kornea, aquous humor (terletak antara kornea dan lensa),

Lebih terperinci

FOTOGRAFI merupakan SAINS dan SENI Kata PHOTOGRAPHY berasal dari bahasa Yunani, yang berarti MENULIS DGN SINAR. Aspek Sains Fotografi mengandung arti

FOTOGRAFI merupakan SAINS dan SENI Kata PHOTOGRAPHY berasal dari bahasa Yunani, yang berarti MENULIS DGN SINAR. Aspek Sains Fotografi mengandung arti FOTOGRAFI merupakan SAINS dan SENI Kata PHOTOGRAPHY berasal dari bahasa Yunani, yang berarti MENULIS DGN SINAR. Aspek Sains Fotografi mengandung arti di mana Objek terekam pada permukaan Fotosensitif,

Lebih terperinci

KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN PUKAT UDANG: STUDI KASUS DI LAUT ARAFURA PROVINSI PAPUA AZMAR MARPAUNG

KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN PUKAT UDANG: STUDI KASUS DI LAUT ARAFURA PROVINSI PAPUA AZMAR MARPAUNG KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN PUKAT UDANG: STUDI KASUS DI LAUT ARAFURA PROVINSI PAPUA AZMAR MARPAUNG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Macam-macam lampu tabung (http://www.kumpulanistilah.com/2011/06/pengertian-lampu-tl.html)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Macam-macam lampu tabung (http://www.kumpulanistilah.com/2011/06/pengertian-lampu-tl.html) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lampu Tabung (Tubular Lamp) Lampu adalah alat untuk menerangi atau pelita, sedangkan lampu tabung sama halnya dengan lampu neon yaitu lampu listrik berbentuk tabung yang berisi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian ini objek yang diteliti diberi perlakuan dan adanya kontrol sebagai pembanding. B.

Lebih terperinci

Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan

Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan LAMPIRAN 30 Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan Dehidrasi merupakan proses mengeluarkan air dari dalam jaringan/organ dengan menggunkan bahan-bahan kimia tertentu. Dehidrasi jaringan dilakukan untuk mengikat

Lebih terperinci

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai

Lebih terperinci

DESAIN DAN SINTESIS AMINA SEKUNDER RANTAI KARBON GENAP DARI ASAM KARBOKSILAT RANTAI PANJANG RAHMAD FAJAR SIDIK

DESAIN DAN SINTESIS AMINA SEKUNDER RANTAI KARBON GENAP DARI ASAM KARBOKSILAT RANTAI PANJANG RAHMAD FAJAR SIDIK DESAIN DAN SINTESIS AMINA SEKUNDER RANTAI KARBON GENAP DARI ASAM KARBOKSILAT RANTAI PANJANG RAHMAD FAJAR SIDIK SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN TENTANG TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Histotehnik. Oleh: Lucia Aktalina. Jum at, 14 September WIB

Laporan Praktikum Histotehnik. Oleh: Lucia Aktalina. Jum at, 14 September WIB Laporan Praktikum Histotehnik Oleh: Lucia Aktalina Jum at, 14 September 2012 14.00 17.00 WIB Tujuan Praktikum: Melihat demo tehnik-tehnik Histotehnik,mulai dari pemotongan jaringan organ tikus sampai bloking,

Lebih terperinci

LAJU FOTOSINTESIS PADA BERBAGAI PANJANG GELOMBANG CAHAYA. Tujuan : Mempelajari peranan jenis cahaya dalam proses fotosintesis.

LAJU FOTOSINTESIS PADA BERBAGAI PANJANG GELOMBANG CAHAYA. Tujuan : Mempelajari peranan jenis cahaya dalam proses fotosintesis. LAJU FOTOSINTESIS PADA BERBAGAI PANJANG GELOMBANG CAHAYA Tujuan : Mempelajari peranan jenis cahaya dalam proses fotosintesis. Pendahuluan Fotosintesis merupakan proses pemanfaatan enegi matahari oleh tumbuhan

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi 1. Materi Penelitian

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi 1. Materi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi 1. Materi Penelitian Materi penelitian berupa benih ikan nilem (Osteochilus hasselti C.V.) berumur 1, 2, 3, dan 4 bulan hasil kejut panas pada menit ke 25, 27 atau 29 setelah

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN A. Materi dan Deskripsi Lokasi 1. Bahan Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah daun 10 kultivar kacang tanah ( kultivar Bima, Hypoma1, Hypoma2, Kancil, Kelinci, Talam,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER LATHIFATURRAHMAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan tempat 4.2 Alat dan bahan 4.3 Metode pengambilan data

4 METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan tempat 4.2 Alat dan bahan 4.3 Metode pengambilan data 21 4 METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilakukan antara bulan Juli 2010 Juli 2011 bertempat di laboratorium Teknologi Alat Penangkapan Ikan, PSP, IPB ; dan perairan Teluk Palabuhanratu,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK NAMA PRAKTIKAN : Ramadhan Bestari GRUP PRAKTIKAN : Grup Pagi (08.00-11.00) HARI/TGL. PRAKTIKUM : Rabu, 24 Oktober 2013 I. TUJUAN PRAKTIKUM 1. Mahasiswa mampu memahami dan

Lebih terperinci

JURNAL PEMANFAATAN SUBERDAYA PERIKANAN

JURNAL PEMANFAATAN SUBERDAYA PERIKANAN JURNAL PEMANFAATAN SUBERDAYA PERIKANAN Vol. 4 No. 1 Hal. 14 Ambon, Mei 215 ISSN. 28519 HASIL TANGKAPAN BAGAN APUNG BERDASARKAN PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA LAMPU FLOURESCENT DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

Lebih terperinci

Alat-Alat Optik. Bab. Peta Konsep. Gambar 18.1 Pengamatan dengan menggunakan mikroskop. Bagian-bagian mata. rusak Mata. Cacat mata dibantu.

Alat-Alat Optik. Bab. Peta Konsep. Gambar 18.1 Pengamatan dengan menggunakan mikroskop. Bagian-bagian mata. rusak Mata. Cacat mata dibantu. Bab 18 Alat-Alat Optik Sumber: www.google.com Gambar 18.1 Pengamatan dengan menggunakan mikroskop Coba kamu perhatikan orang yang sedang melakukan pengamatan dengan menggunakan mikroskop. Orang tersebut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 25 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek

Lebih terperinci

Sumber : Tortora, 2009 Gambar 2.1. Anatomi Bola Mata

Sumber : Tortora, 2009 Gambar 2.1. Anatomi Bola Mata 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi Mata Mata adalah suatu organ yang rumit dan sangat berkembang yang peka terhadap cahaya. Mata dapat melewatkan cahaya dengan bentuk dan intensitas cahaya

Lebih terperinci

DISTRIBUSI CAHAYA LAMPU DAN TINGKAH LAKU IKAN PADA PROSES PENANGKAPAN BAGAN PERAHU DI PERAIRAN MALUKU TENGAH. Haruna *)

DISTRIBUSI CAHAYA LAMPU DAN TINGKAH LAKU IKAN PADA PROSES PENANGKAPAN BAGAN PERAHU DI PERAIRAN MALUKU TENGAH. Haruna *) DISTRIBUSI CAHAYA LAMPU DAN TINGKAH LAKU IKAN PADA PROSES PENANGKAPAN BAGAN PERAHU DI PERAIRAN MALUKU TENGAH Haruna *) *) Staf pengajar FPIK Univ.Pattimura E-mail ; har_flash@yahoo.co.id Abstract : The

Lebih terperinci

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 WAKTU DAN TEMPAT 3.2 ALAT DAN BAHAN 3.3 METODE PENELITIAN

3 METODOLOGI 3.1 WAKTU DAN TEMPAT 3.2 ALAT DAN BAHAN 3.3 METODE PENELITIAN 3 METODOLOGI 3.1 WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2011 Mei 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Departement of Industrial Technology (LDIT) dan Laboratorium Teknologi

Lebih terperinci

1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan

1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan PANCA INDERA Pengelihatan 1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan (tembus cahaya) yang disebut

Lebih terperinci

Grafika Komputer Pertemuan Ke-14. Pada materi ini akan dibahas tentang pencahayaan By: I Gusti Ngurah Suryantara, S.Kom., M.Kom

Grafika Komputer Pertemuan Ke-14. Pada materi ini akan dibahas tentang pencahayaan By: I Gusti Ngurah Suryantara, S.Kom., M.Kom Pada materi ini akan dibahas tentang pencahayaan By: I Gusti Ngurah Suryantara, S.Kom., M.Kom BAB-13 PENCAHAYAAN 13.1. WARNA Warna sebenearnya merupakan persepsi kita terhadap pantulan cahaya dari benda-benda

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 22 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2010 sampai dengan Pebruari 2011. Tempat pelaksanaan kultur jaringan tanaman adalah di Laboratorium Kultur Jaringan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menguji antioksidan dari rimpang jahe merah (Zingiber officinale Rosc.)

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menguji antioksidan dari rimpang jahe merah (Zingiber officinale Rosc.) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menguji antioksidan dari rimpang jahe merah (Zingiber officinale Rosc.) terhadap

Lebih terperinci

DINAS PENDIDIKAN KOTA PADANG SMA NEGERI 10 PADANG Cahaya

DINAS PENDIDIKAN KOTA PADANG SMA NEGERI 10 PADANG Cahaya 1. EBTANAS-06-22 Berikut ini merupakan sifat-sifat gelombang cahaya, kecuali... A. Dapat mengalami pembiasan B. Dapat dipadukan C. Dapat dilenturkan D. Dapat dipolarisasikan E. Dapat menembus cermin cembung

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lapangan dan di laboratoirum. Pengambilan sampel ikan bertempat di DAS Citarum bagian hulu dengan 4 stasiun yang telah ditentukan.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN diperkuat oleh rangkainan op-amp. Untuk op-amp digunakan IC LM-324. 3.3.2.2. Rangkaian Penggerak Motor (Driver Motor) Untuk menjalankan motor DC digunakan sebuah IC L293D. IC L293D dapat mengontrol dua

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian berjudul Pengujian Biji Pala (Myristica sp.) sebagai Bahan Anestesi Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) dilaksanakan di Laboratorium Bahan Baku dan Industri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di kandang Fapet Farm dan analisis proksimat bahan pakan dan pemeriksaan darah dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan 14 METODE PENELITIAN Penelitian ini dibagi menjadi dua percobaan yaitu 1) Percobaan mengenai evaluasi kualitas nutrisi ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau pada ternak domba dan 2)

Lebih terperinci