ANALISA PENGARUH KOMPOSISI BATU KAPUR TERHADAP KADAR Fe DAN DERAJAT METALISASI PADA PROSES REDUKSI BESI OKSIDA DALAM PASAR BESI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISA PENGARUH KOMPOSISI BATU KAPUR TERHADAP KADAR Fe DAN DERAJAT METALISASI PADA PROSES REDUKSI BESI OKSIDA DALAM PASAR BESI"

Transkripsi

1 TUGAS AKHIR TL ANALISA PENGARUH KOMPOSISI BATU KAPUR TERHADAP KADAR Fe DAN DERAJAT METALISASI PADA PROSES REDUKSI BESI OKSIDA DALAM PASAR BESI Farid Rizal NRP Dosen Pembimbing Sungging Pintowantoro, S.T.,M.T.,Ph.D Fakhreza Abdul, S.T., M.T DEPARTEMEN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

2 TUGAS AKHIR TL ANALISA PENGARUH KOMPOSISI BATU KAPUR TERHADAP KADAR Fe DAN DERAJAT METALISASI PADA PROSES REDUKSI BESI OKSIDA DALAM PASIR BESI Farid Rizal NRP Dosen Pembimbing : Sungging Pintowantoro,S.T., M.T., Ph.D Fakhreza Abdul, S.T., M.T DEPARTEMEN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017 i

3 (Halaman ini sengaja dikosongkan) ii

4 FINAL PROJECT TL ANALYSIS OF EFFECT COMPOSITION OF LIMESTONE TO Fe CONTENT AND DEGREE OF METALLIZATION IN IRON OXIDE REDUCTION PROCESS OF SAND IRON Farid Rizal NRP Advisor : Sungging Pintowantoro, S.T., M.T., Ph.D Fakhreza Abdul, S.T., M.T DEPARTEMENT OF MATERIALS AND METALLURGICAL ENGINEERING Faculty Of Industrial Technology Sepuluh Nopember Institute of Technology Surabaya 2017 iii

5 (Halaman ini sengaja dikosongkan) iv

6

7 ANALISA PENGARUH KOMPOSISI BATU KAPUR TERHADAP KADAR Fe DAN DERAJAT METALISASI PADA PROSES REDUKSI BESI OKSIDA DALAM PASIR BESI Nama Mahasiswa : Farid Rizal NRP : Departemen : Teknik Material dan Metalurgi Dosen Pembimbing : Sungging Pintowantoro, Ph.D Co-Pembimbing : Fakhreza Abdul, S.T., M.T ABSTRAK Sumber daya pasir besi dan cadangan pasir besi yang melimpah di Indonesia bisa dimanfaatkan lebih untuk diolah menjadi konsentrat Fe dengan produk sponge iron untuk meningkatkan nilai ekonomis dari pasir besi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi komposisi pengurangan batu kapur pada pasir besi terhadap kadar Fe total dan derajat metalisasi dalam reduksi besi oksida. Terdapat tiga sampel variasi komposisi pasir besi : batubara : batu kapur, yaitu komposisi awal 2:1:1.1, komposisi kedua dengan pengurangan batu kapur 20% 2:1:0.88, komposisi ketiga dengan pengurangan batu kapur 40% 2:1:0.66. Sampel kemudian direduksi menggunakan muffle furnace dengan proses pre-heat pada 950 C selama 2 jam dan proses reduksi pada 1350 C selama 10 jam, dan proses pendinginan dalam furnace selama 12 jam. Sampel hasil reduksi kemudian diuji menggunakan alat EDX, XRD, dan pengujian derajat metalisasi untuk mengetahui Fe total dan Fe metal. Hasil pengujian menunjukkan bahwa hasil reduksi paling baik terjadi pada komposisi dengan pengurangan batu kapur 40% dengan perbandingan pasir besi : batu bara : batu kapur 2:1:0.66. Kata kunci : batu kapur, pasir besi, proses reduksi, sponge iron. vii

8 (Halaman ini sengaja dikosongkan) viii

9 ANALYSIS COMPSITION OF LIMESTONE TO Fe CONTENT AND DEGREE OF METALLIZATION IN IRON OXIDE REDUCTION PROCESS OF SAND IRON Name : Farid Rizal SRN : Major : Materials and Metallurgical Engineering Advisor : Sungging Pintowantoro, Ph.D Co-Advisor : Fakhreza Abdul, S.T., M.T ABSTRACT Iron sand resources and abundant iron sand reserves in Indonesia can be utilized more to be processed into Fe concentrate with sponge iron products to increase the economic value of iron sand. This study aims to determine the effect of the variation composition of decreasing of limestone on iron sand to the total Fe content and the degree of metallization in iron oxide reduction. There are three sample with variation composition iron sand: coal: limestone, the initial composition of 2: 1: 1.1, the composition of both the decreasing of limestone 20% 2: 1: 0.88, the composition of the third with a decreasing of limestone 40% 2: 1: The sample was then reduced using a muffle furnace with a pre-heat process at 950 C for 2 hours and a reduction process at 1350 C for 10 hours, and a cooling process in the furnace for 12 hours. The reduction sample was then tested using EDX, XRD, and metallization degrees to determine the total Fe and Fe metal. Test results show that the best reduction results occur in compositions with 40% limestone reduction with the ratio of iron sand: coal: limestone 2: 1: Keywords : sand iron, limestone, reduction, sponge iron ix

10 (Halaman ini sengaja dikosongkan) x

11 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-nya, tidak lupa shalawat serta salam penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW sehingga penulis diberi kesempatan untuk menyelesaikan Tugas Akhir. Tugas Akhir ditujukan untuk memenuhi mata kuliah wajib yang harus diambil oleh mahasiswa Departemen Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), penulis telah menyelesaikan Laporan Tugas Akhir yang berjudul Analisa Pengaruh Komposisi Batu Kapur Terhadap Kadar Fe dan Derajat Metalisasi pada Proses Reduksi Besi Oksida Dalam Pasir Besi. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik yang membangun dari pembaca demi perbaikan dan kemajuan bersama. Surabaya, Juli 2017 Penulis, Farid Rizal ix

12 (Halaman ini sengaja dikosongkan) x

13 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... v ABSTRAK... vii KATA PENGANTAR... xi DAFTAR ISI... xiii DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR TABEL... xvii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pasir Besi Batubara Batu Kapur Reduksi Oksida Prinsip Dasar Reduksi Proses Tunnel Kiln Sponge Iron Termodinamika Pasir Besi Kinetika Reduksi Bijih Besi Penelitian Sebelumnya BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Bahan Penelitian xiii

14 3.3 Peralatan Penelitian Pelaksanaan Penelitian Rancangan Penelitian BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bijih Penelitian Pasir Besi Karakteristik Batu Bara Karakteristik Batu Kapur Pengaruh Variasi Komposisi Pengurangan Batu Kapur terhadap Derajat Fe Total Pengaruh Komposisi Batu Kapur terhadap Fasa dalam Hasil Reduksi Pasir Besi Pengaruh Variasi Komposisi Batu Kapur terhadap Derajat Fe Metal BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA... xix LAMPIRAN BIODATA PENULIS xiv

15 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Batu Kapur Dolomit Gambar 2.2 Skema dari Tunnel Kiln Gambar 2.3 Produk Sponge Iron pada Umumnya Gambar 2.4 Diagram Ellingham Gambar 2.5 Kesetimbangan Komposisi Gas Terhadap Fungsi Temperatur Pada Sistem Besi-Karbon- Oksigen Gambar 2.6 Pengaruh Tekanan Terhadap Kesetimbangan Gambar 2.7 Reaksi Boudouard Garis Besar Mekanisme Reduksi untuk Bijih Besi Berpori Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Gambar 3.2 Pasir Besi Gambar 3.3 Batu Bara Gambar 3.4 Batu Kapur Gambar 3.5 Kanji Gambar 3.6 LPG Gambar 3.7 Crucible Gambar 3.8 Alat Kompaksi Gambar 3.9 Muffle Furnace Gambar 3.10 Timbangan Digital Gambar 3.11 Ayakan Gambar 3.12 Thermocouple Gambar 3.13 Blower Gambar 3.14 Oven Gambar 3.15 Alat Tumbuk Gambar 3.16 Briket Pasir Besi Gambar 3.17 Olympus Delta Premium Handheld XRF Analyzers Gambar 3.18 XRD PAN Analytical Gambar 3.19 SEM - EDX xv

16 Gambar 4.1 Identifikasi Senyawa Uji XRD Pasir Besi Gambar 4.2 Identifikasi Senyawa Uji XRD Batu kapur Gambar 4.3 Perbandingan Kadar Fe pada Sampel Sponge iron Hasil Reduksi Gambar 4.4 Prerbandingan Peningkatan Kadar Fe pada Sampel Sponge Iron Hasil Reduksi Gambar 4.5 Hasil Pengujian XRD Sponge Iron Gambar 4.6 Hasil Pengujian Derajat Metalisasi xvi

17 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Sifat Batubara dalam Pembuatan Sponge Iron... 9 Tabel 3.1 Rancangan Penelitian Tabel 4.1 Hasil Pengujian EDX pada Sampel Pasir Besi Tabel 4.2 Hasil Pengujian Proximate Analysis Batubara Tabel 4.3 Hasil Pengujian XRF Batu kapur Tabel 4.4 Variasi Komposisi Batu Kapur terhadap Kadar Fe Total Tabel 4.5 Hasil Pengujian EDX Sponge Iron Tabel 4.6 Hasil Pengujian Derajat Metalisasi Sponge Iron. 65 xvii

18 (Halaman ini sengaja dikosongkan) xviii

19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator kuat dan tidaknya perekonomian suatu negara di dunia pada saat ini dan kedepan dapat dilihat dari kekuatan dan kekokohan dari struktur dan kinerja industri besi dan baja yang dimiliki oleh suatu negara yang bersangkutan. Dalam proses pembangunan, keberadaan industri besi dan baja memegang peranan vital, karena besi dan baja merupakan material logam yang memegang peranan sangat penting dalam peradaban atau kehidupan manusia. Karena besi dan baja merupakan bahan utama industri manufaktur dan pembangunan infrastruktur, serta hampir 95% lebih peralatan logam yang digunakan manusia berasal dari bahan baku besi dan baja ini. Atas perannya yang sangat penting tersebut, maka keberadaan industri besi dan baja menjadi sangat strategis untuk memacu kemajuan dan kemakmuran suatu negara.(prasetyo,2010) Kebutuhan baja nasional terus mengalami peningkatan seiring dengan perkembangan sektor industri dan semakin intensnya pembangunan infrastruktur di Indonesia. Pada saat ini konsumsi baja telah mencapai ~ 6.3 juta juta ton, sementara produksinya hanya ~ 3.8 juta ton. Kekurangan penyediaan baja sebesar 2.5 juta ton dipasok dari impor. Untuk memproduksi baja di Indonesia diperlukan bahan baku dan bahan-bahan penunjang yang sebagian besar masih diimpor. Bahan-bahan yang 100% pengadaannya masih bergantung impor adalah bijih besi dan bahan peduan alloy. Dilain pihak, Indonesia yang sesungguhnya memiliki potensi sumberdaya bahan bahan tambang yang diperlukan industri baja seperti misalnya: bijih besi, bijih mangan, bijih chrom, bijih nikel dan lain - lain, justru banyak di ekspor ke negara lain.(koesnohadi,2008) Pada tahun 2011, konsumsi baja dalam negeri diperkirakan mencapai 7,48 juta ton, sementara kemampuan produksi baja nasional hanya 6,01 juta ton dengan demikian untuk

20 Laporan Tugas Akhir memenuhi kebutuhan tersebut maka perlu mengimpor baja dari luar negeri sebanyak 2,59 juta ton. Data lain menyebutkan bahwa pada tahun 2012, permintaan baja nasional mencapai 9-10 juta ton, sementara kapasitas produksi nasional hanya 6,3 juta ton, kekurangannya ini juga dipenuhi dengan cara mengimpor baja, termasuk baja dari china.produsen baja terbesar di indonesia saat ini adalah PT Krakatau Steel Tbk, dengan kapasitas produksi sebanyak 3 juta ton, ditambah lagi dengan pengoperasian PT. Krakatau Posco pada tahun 2014 yang memiliki kapasitas produksi sebanyak 3 juta ton, serta kontribusi dari beberapa perusahaan swasta lainnya. Maka pada tahun 2014 kebutuhan baja domestik dimungkinkan dapat dipenuhi. (Bahtiar,2015). Kebutuhan baja nasional terus meningkat dan ketergantungan terhadap produk impor semakin meningkat. Pada 2020 konsumsi baja nasional diperkirakan mencapai 27 juta ton. Dalam Keppres nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional ditargetkan pasokan baja mencapai 20 juta ton di tahun Industri baja domestik harus tumbuh dan berkembang agar ketergantungan terhadap produk impor dapat dikurangi.(iisia,2015) Keberadaan industri baja menjadi sangat strategis untuk kemakmuran suatu negara. Indonesia sendiri memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan industri baja. Hal ini didasarkan pada data konsumsi baja per kapita Indonesia yang saat ini masih sangat rendah. Pada tahun 2013, konsumsi baja Indonesia baru mencapai 61,6 kg per kapita per tahun dan menempati urutan ke-6 diantara negara-negara ASEAN dibawah Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Filiphina.(Kemenperin,2014). Sumber daya pasir besi di Pulau Jawa banyak ditemukan di pesisir pantai selatan. Jawa Barat misalnya, memilki sumber daya pasir besi sebanyak ,9 ton yang terdiri dari ,29 ton (Fe) dan ,61 (titan)(rosana dkk, 2013). Pasir besi juga banyak ditemukan didaerah sungai (Afdal dan Niarti, 2012). Dalam pasir besi terdapat kandungan mineral magnetik seperti magnetit (Fe 3O 4), 2 B A B I P E N D A H U L U A N

21 Laporan Tugas Akhir hematit (α-fe 2O 3) dan maghemit (γ-fe 2O 3) (Yulianto dan Bijaksana, 2002). Mineral-mineral magnetik tersebut banyak digunakan dalam industri baja. Pasir besi, dengan deposit yang sangat besar yaitu sebesar juta ton yang tersebar di D.I Yogyakarta, Maluku Utara dan Papua. Pasir besi merupakan pasir dengan konsentrasi besi yang signifikan Pasir ini terdiri dari magnetit, Fe 3O 4, dan juga mengandung sejumlah kecil titanium, silika, mangan, kalsium dan vanadium sedangkan Biji besi primer atau biji besi magnetit-hematit, dengan deposit sebesar 881,8 juta ton. (Kemenperin RI,2014) Namun sampai saat ini pengolahan dari pasir besi sebagai bahan dasar industry besi baja sendiri belum dilakasanakan di Indonesia. Selama ini pasir besi hanya dijadikan bahan dasar dalam pembangunan konstruksi suatu bangunan. padahal pasir besi mengandung bahan mineral magnetik yang merupakan basis untuk pengembangan alat dalam kehidupan modern. Pasir besi yang telah dipisahkan dari material nonmagnetik banyak digunakan sebagai bahan dalam pabrik baja, bahan peleburan besi dan juga campuran semen (Setyo,2008). Oleh karena itu, diperlukan teknologi pengolahan mineral terutama pasir besi yang ada di Indonesia untuk menekan kebutuhan impor itu sendiri, salah satu solusi dari pemenuhan kebutuhan tersebut antara lain adalah proses pembuatan sponge iron terhadap pasir besi. Banyak sekali metoda yang digunakan dalam proses pembuatan sponge iron. Diantaranya ialah Rotary Kiln Process, Tunnel Kiln Process, Hyl Process dll. Pada penelitian ini digunakan metoda tunnel kiln proses dimana dibutuhkan batu bara dan batu kapur sebagai agen reduktor. Penelitian mengenai reduksi oksida dalam pasir besi dengan pengaruh komposisi batubara dan batu kapur sebenarnya sudah pernah dilakukan dengan kesimpulan penambahan batu kapur dapat mempengaruhi kadar Fe dan derajat metalisasi dalam hasil reduksi. Semakin banyak batu kapur, maka semakin rendah kadar Fe dan derajat metalisasi dalam hasil reduksi. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada komposisi batu kapur. 3 B A B I P E N D A H U L U A N

22 Laporan Tugas Akhir Komposisi batu kapur dapat dikurangi untuk mencapai komposisi optimal penggunaan batu kapur.(asshid,2015). Oleh karena itu perlu dikembangkan penelitian terkait pengolahan pasir besi menggunakan muffle furnace dengan harapan dapat memaksimalkan nilai ekonomis dengan biaya yang terjangkau sehingga dapat menjawab permasalahan mengenai pengelolaan pasir besi yang ada di Indonesia. Sehingga hasil penelitian dapat dijadikan acuan dalam pembuatan industry pengolahan pasir besi dalam skala besar di Indonesia, terutama pada proses tunnel kiln Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pengaruh variasi komposisi batu kapur terhadap kadar Fe pada produk hasil reduksi pasir besi menggunakan muffle furnace? 2. Bagaimana pengarub variasi komposisi batu kapur terhadap terhadap derajat metalisasi pada hasil reduksi pasir besi menggunakan muffle furnace? 1.3. Batasan Masalah Untuk menganalisa masalah pada penelitian ini terdapat beberapa batasan masalah yaitu : 1. Pasir besi berasal dari daerah Sukabumi, Jawa Barat 2. Batu Kapur berasal dari daerah Gresik, Jawa Timur 3. Komposisi reaksi kimia pasir besi, batubara, dan batu kapur dianggap homogen. 4. Diasumsikan tidak ada heat loss dalam muffle furnace 5. Kanji digunakan sebagai pengikat dan pengaruh kanji terhadap reaksi diabaikan. 6. Permeabilitas dan porositas pasir besi diasumsikan sama 4 B A B I P E N D A H U L U A N

23 Laporan Tugas Akhir 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah 1. Menganalisa pengaruh variasi komposisi batu kapur terhadap kadar Fe pada produk hasil reduksi pasir besi menggunakan muffle furnace. 2. Menganalisa pengaruh variasi komposisi batu kapur terhadap derajat metalisasi pada produk hasil reduksi pasir besi menggunakan muffle furnace Manfaat Penelitian Dari peneltian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi tehadap perkembanga teknologi metalurgi ekstraksi di Indonesia. Terutama dalam pengembangan proses reduksi pasir besi menjadi sponge iron dalam skala besar menggunakan proses tunnel kiln. 5 B A B I P E N D A H U L U A N

24 Laporan Tugas Akhir (Halaman Ini Sengaja Dikosongkan) 6 B A B I P E N D A H U L U A N

25 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pasir Besi Secara umum, mineral dalam pasir besi terdiri dari dua komponen dibedakan atas dasar sifat magnetiknya, yaitu mineral magnetik dan mineral non magnetik. Mineral magnetik menjadi primadona bagi sebagian besar orang dikarenakan jumlahnya yang sangat melimpah dan kegunaannya yang bernilai ekonomi tinggi. Oksida besi-titanium (Fe xti yo z) adalah senyawa magnetik yang cukup dominan selain oksida besi lainnya. Kumpulan senyawa oksida besi-titanium ini terdiri dari mineral-mineral yang memenuhi diagram segitiga ternery diagram dengan anggotaanggota tepi end members terdiri dari TiO 2, FeO dan Fe 2O 3. (Putnis, 1992) Pasir besi pada umumnya mempunyai komposisi utama besi oksida yaitu magnetit (Fe 3O 4), hematit (Fe 2O 3) dan maghemit (Fe 2O 3) serta silikon oksida (SiO 2) serta senyawa - senyawa lain yang kandungannya lebih rendah. (Solihah, 2010) Magnetit memiliki fasa kubus, sedangkan maghemit dan hematit meskipun memiliki komposisi kimia yang sama namun kedua bahan tersebut memiliki fasa yang berbeda. Maghemit berfasa kubus sedangkan hematit berfasa heksagonal. Para peneliti lazimnya menggunakan hematit sebagai bahan dasar dalam proses sintesis serbuk magnet ferit karena hematit memiliki fasa tunggal yang dipercaya akan memiliki sifat kemagnetan yang kuat jika dibandingkan dengan fasa campuran. (Yulianto, 2007) Ketiga fasa tersebut dapat diperoleh melalui oksidasi dengan temperatur yang berbeda. Awalnya bahan berupa magnetit dan ketika pemanasan mencapai temperatur 250 o C maghemit mulai terbentuk dan mendominasi pada temperatur 350 o C. Pada suhu 450 o C komposisi fasa maghemit mulai menurun dan bertransformasi fasa menjadi maghemit dengan bentuk struktur tetragonal. Sedangkan hematit mulai muncul pada suhu 550 o C

26 Laporan Tugas Akhir berfasa tunggal dan mendominasi pada suhu o C. (Mashuri dkk, 2007) Berbagai komposisi kimia dari mineral-mineral oksida yang hampir selalu menjadi perhatian dalam mempelajari sifat kemagnetan batuan, yaitu FeO (wustite), Fe 3O 4 (magnetite), γ- Fe 2O 3 (maghemit), α-fe 2O 3 (hematite), FeTiO 3 (ilmenit), Fe 2TiO 4 (ulvospinel), Fe 2TiO 5 (pseudobrookite), dan FeTi 2O 5 (ilmenorutile atau ferropseudobrookite). Segitiga tersebut juga memuat informasi mengenai tiga deret sistem, yaitu titanomagnetite, titanohematite, dan pseudobrookite. Pada deret tersebut juga dapat ditambahkan deret titanomaghemit yang diperoleh dengan oksidasi titanomagnetit pada temperatur dibawah 300 o C. Dari keempat deret oksida besi titanium tersebut, yang membawa sifat magnetik paling menonjol adalah titanomagnetit. Sistem titanomagnetit, khususnya magnetit, merupakan komponen senyawa paling dominan yang terkandung dalam pasir besi. (Yulianto, 2003) Secara alamiah keberadaan mineral besi oksida dalam pasir besi bercampur dengan berbagai mineral lainnya. Pasir besi merupakan salah satu produk dari batuan beku (Schon, 1998) sehingga komposisi mineral yang menyertai magnetit pasir besi sangat bervariasi bergantung pada batuan induk dan lokasinya. 2.2 Batubara World Coal Institute (2004) menyatakan bahwa batu bara adalah sisa tumbuhan dari jaman prasejarah yang berubah bentuk, awalnya berakumulasi di rawa dan lahan gambut. Batu bara merupakan batuan organik 3 yang terdiri atas karbon, hidrogen, dan oksigen. Batubara merupakan bahan bakar solid yang dihembuskan, terbentuk dari vegetasi yang telah terkubur dan terurai selama ribuan tahun. Batubara digunakan untuk pembuatan sponge iron dan harus memenuhi sifat-sifat seperti Tabel B A B I I T I N J A U A N P U S T A K A

27 Laporan Tugas Akhir Tabel 2.1 Sifat Batubara dalam Pembuatan Sponge iron Volatil % Debu % Fixed carbon % Semakin rendah sifat volatilnya, semakin rendah reaktivitasnya. Semakin tinggi volatinya, semakin tinggi reaktivitasnya. Tetapi jika terlalu tinggi sifat volatilnya dapat menghancurkan batubara menjadi serbuk dan hanya membuang-buang aliran gas. (Lalit Kumar Singhania, 2015) Batubara termasuk dalam agen pereduksi. Agen pereduksi dalam reaktor bertindak sebagai bahan bakar dalam memenuhi kebutuhan panas proses dan mereduksi besi oksida menjadi besi metalik. Bahan bakar yang digunakan dapat berupa solid, liquid atau gas tergantung ketersediaannya. Dalam proses tunnel kiln digunakan bahan bakar gas alam. Batubara adalah bahan bakar hidrokarbon padat yang terbentuk dari tumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen yang dipengaruh oleh panas dan tekanan yang berlangsung lama di alam dengan komposisi yang komplek. (Jauhari, 2010) Konsumsi partikel batubara dalam produksi DRI tergantung pada stoikiometri reaksi, Kadar fixed carbon, dan hilangnya fixed carbon. Diperkirakan biaya batubara mencapai 75% dari biaya pembuatan DRI dalam rotary kiln. Kualitas batubara sangat berpengaruh dalam seluruh biaya produksi sponge iron. Parameter yang digunakan dalam Analisis proksimat batu bara: a) Fixed Carbon Karbon tetap adalah bahan bakar padat yang tersisa di tungku setelah zat-zat yang terbang (volatile matter) didestilasi. Sebagian besar terdiri dari karbon, tetapi juga berisi beberapa hidrogen, oksigen, sulfur dan nitrogen tidak terbawa oleh gas. Karbon tetap memberi kperkiraan kasar dari nilai kalor batubara 9 B A B I I T I N J A U A N P U S T A K A

28 Laporan Tugas Akhir b) Volatile Matter Material Volatile Matter adalah metana, hidrokarbon, hidrogen dan karbon monoksida, dan gas yang mudah terbakar seperti karbon dioksida dan nitrogen yang ditemukan dalam batubara. Jadi hal yang mudah menguap merupakan indeks dari bahan bakar gas ini. Kisaran khas zat terbang adalah 20 sampai 35%. Secara proporsional meningkatkan panjang api, dan membantu dalam pengapian lebih mudah batubara. Mengatur batas minimum pada tinggi dan volume. Furnace c) Ash Ash adalah pengotor yang tidak akan terbakar. Kisaran khas adalah 5 sampai 40%. d) Moisture Kadar air dalam batubara harus diperkirakan dan dikurangi seminimal mungkin. Dikarenakan sejak batubara menggantikan panas dari pembakaran utama akan terjadi pengurangan kandungan panas per kg batubara dikarenakan adanya uap air ini. Kisaran khas adalah 0,5 sampai 10% uap air. (A.K.Shaha 1974) Berdasarkan data penelitian sebelumya, didapatkan nilai moisture sebesar 2,816%, ash sebesar 9,299%, volatile matter sebesar 48,890% dan fixed carbon sebesar 39,625%. (Asshid, 2015) 2.3 Batu Kapur Batu kapur adalah mineral yang terjadi secara alami dan tersebar luas hampir diseluruh dunia, komponen terbesar yang terkandung dalam batu kapur adalah kalsium dan karbonat dimana kedua komponen ini umumnya bergabung membentuk kalsium karbonat (CaCO 3). 10 B A B I I T I N J A U A N P U S T A K A

29 Laporan Tugas Akhir Bahan baku lainnya dalam proses pembuatan besi adalah limestone dan dolomit, yang dihancurkan dan diayak dengan ukuran inci, mempunyai peran sebagai flux pada blast furnace. Flux ini bisa berupa batu kapur dengan kemurnian kalsium tinggi, batu kapur dolomit yang mengandung magnesia atau campuran dari keduanya. Batu kapur dilebur menjadi slag yang mengikat sulfur dan pengotor lainnya, dan dapat dicampur dengan batuan lainnya yang dapat mengoptimalkan pembentukan slag pada proses pembuatan besi. (Lalit Kumar Singhania, 2015) Dolomit tergolong dalam batuan sedimen karbonat yang merupakan kelas batuan sedimen. Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk akibat proses pembatuan atau lithifikasi dari hasil proses pelapukan dan erosi yang kemudian tertransportasi dan seterusnya terendapkan. Dolomit terutama terdiri atas dua mineral karbonat yaitu kalsit (CaCO 3) dan magnesit (MgCO 3). Mineral dolomit murni secara teoritis mengandung 45,6% MgCO 3 atau 21,9% MgO dan 54,3% CaCO 3 atau 30,4% CaO. Mineral dolomit dapat dituliskan dengan rumus kimia CaCO 3MgCO 3, CaMg(CO 3) 2 atau Ca xmg 1- xco 3, dengan nilai x kurang dari satu. Kandungan unsur magnesium pada dolomit menentukan nama dolomit tersebut. (Eni Febriana, 2011) Sifat Kimia Dolomit : 1. Suhu leleh = o C. 2.Kandungan MgO lebih dari 19 %, kandungan (SiO 2+Al 2O 3+Fe 2O 3) kurang dari 2 %. 3. Pada temperatur 737 o C akan terjadi reaksi dekomposisi membentuk MgCO 3nCaCO 3 dan MgO dengan melepaskan CO 2. (Lalu dkk., 2010) 11 B A B I I T I N J A U A N P U S T A K A

30 Laporan Tugas Akhir Gambar 2.1 Batu kapur dolomit (Asshid, 2015) Dekomposisi dolomit di bawah tekanan parsial CO 2 yang cukup tinggi terjadi melalui dua tahap, yaitu : 1. Tahap pertama adalah pembentukan CaCO 3 simultan dengan pembentukan MgO berdasarkan reaksi : CaMg(CO 3) 2 CaCO 3 + MgO + CO 2 (2.1) Tahap ini terjadi pada temperatur C dan stabil pada temperatur C. 2. Tahap kedua berhubungan dengan reaksi dekomposisi CaCO 3, terjadi pada temperatur C dan stabil pada temperatur C. CaCO 3 CaO + CO 2 (2.2) Sedangkan untuk dekomposisi dolomit di bawah j;atmosfir udara atau tekanan parsial CO 2 cukup rendah diyakini bahwa Dolomit terdekomposisi berdasarkan reaksi : CaMg(CO 3) 2 CaO+MgO+CO 2 (2.3) (P. Engler, 1988) 2.4 Reduksi Oksida Pembelajaran tentang proses pengolahan besi merupakan hal yang penting untuk dipelajari, mengingat logam tersebut 12 B A B I I T I N J A U A N P U S T A K A

31 Laporan Tugas Akhir digunakan pada berbagai macam aplikasi. Teknik yang paling umum digunakan secara komersial yaitu dengan menggunakan blast furnace dan juga converter. Pada blast furnace reaksi yang terjadi yaitu sebagai berikut (Toru Yamasita dkk, 2007) : 3Fe 2O 3 + CO 2Fe 3O 4 + CO 2 3Fe 3O 4+CO 3FeO + 2CO 2 FeO+CO Fe + CO 2 (2.4) Dari persamaan reaksi diatas terlihat bahwa bijih besi dapat direduksi secara langsung dengan menggunakan karbon padat, namun reduksi dengan menggunakan gas CO mengindikasikan reaksi utama yang terjadi pada beberapa reduksi bijih besi. Pemrosesan reduksi bijih besi dengan menggunakan blast furnace memiliki kelemahan utama, yaitu karena temperatur proses yang terlalu tinggi maka logam lain ( Si, Mn, dll.) akan banyak yang ikut melebur bersama dengan Fe sehingga akan sulit untuk dipisahkan. Oleh karena itu dikembangkan suatu metode baru untuk mengatasi hal tersebut dengan menggunakan proses reduksi langsung. Proses reduksi langsung adalah proses pengurangan oksigen dari besi oksida dimana besi oksida tersebut tidak mengalami perubahan fasa, yaitu fasa padat. Proses reduksi langsung menggunakan zat pereduksi yang afinitas terhadap oksigen lebih besar daripada besi oksida. Proses ini dilakukan dengan menggunakan temperatur tinggi, namun lebih rendah dari temperatur yang digunakan pada pemrosesan dengan menggunakan blast furnace Prinsip Dasar Proses Reduksi Proses reduksi langsung merupakan reduksi bijih besi dengan menghindari fasa cair. Proses ini dilakukan dengan menggunakan pereduktor seperti karbon coal, minyak bumi dan juga gas metana (CH 4). Prinsip dasar proses ini adalahmengurangi kadar oksigen dengan menggunakan unsur yang afinitas terhadap O (oksigen) lebih besar daripada Fe (besi). Proses ini dilakukan tanpa mengubah fasa, yaitu fasa padat. Hasil akhir proses ini 13 B A B I I T I N J A U A N P U S T A K A

32 Laporan Tugas Akhir menghasilkan bijih besi yang didalamnya masih terdapat oksida. Proses reduksi langsung digunakan dengan beberapa alasan sebagai berikut : a. Menggunakan batu bara/ gas bumi sebagai pengganti kokas b. Produk berkualitas tinggi c. Kapasitas produksi bisa rendah, sesuai dengan permintaan pasar d. Emisi CO 2 rendah sehingga lebih ramah terhadap lingkungan. (Eko Mulia, 2009) Proses Tunnel Kiln Teknologi tunnel kiln bukan teknologi baru di Indonesia karena sudah banyak industri yang menggunakannya, tapi aplikasi pada pengolahan bahan tambang belum dikenal luas di kalangan industri. Dalam hal kebutuhan energi, tunnel kiln dapat memanfaatkan potensi gas alam mengatasi permasalahpermasalahan di atas dengan mempertimbangkan kemampuan teknologi dalam negeri dengan didukung oleh sumber daya yang ada yang masih sangat besar dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia, namun karena kapasitas produksinya yang relatif lebih kecil daripada peralatan yang lain sehingga kurang berkembang di industri komersial. (Barman Tambunan, 2016) Tunnel kiln merupakan sebuah tungku yang biasa digunakan dalam industri pembuatan keramik. Namun dengan beberapa modifikasi, tungku ini dapat digunakan untuk mereduksi pellet komposit menjadi sponge. Pellet komposit berdiameter mm dibuat menggunakan sebuah alat disc pelletizer, adapun komposisi dari pellet adalah 75% bijih besi, 20% batubara, dan 5% bentonite. Dari proses ini dihasilkan pellet komposit tereduksi (sponge) dengan kadar 85 93%. (Adil Jamali, 2008) Pada proses ini, material dilewatkan pada rezim temperatur yang berbeda dari pemanasan, dan reduksi seperti pada Blast furnace tetapi dengan material bed yang tetap. Oleh karena itu, salah satunya mempunyai fleksibilitas dengan bahan baku. 14 B A B I I T I N J A U A N P U S T A K A

33 Laporan Tugas Akhir Kualitas dari produk sangat baik, dan juga prosesnya dapat diaplikasikan pada reduksi Ferro-nikel, ilminit, dan lainnya. Keuntungan lainnya adalah proses ini juga memanfaatkan debu benefisiasi lansung tanpa terjadi pengerasan. Investasi dan pemeliharaan dari tunnel kiln juga rendah. Dikarenakan prosesnya menggunakan gas, ini juga ramah lingkungan. Tidak seperti pada rotary kiln, pemanasan dilakukan diluar dan memungkinkan penggunaan sumber karbon yang berbeda sebagai pemanas dan pereduksi. Satu-satunya kelemahan dari proses tunnel kiln adalah rendahnya produktivitas, sangat kurang bahkan jika dibandingkan dengan rotary kiln. Tunnel kiln adalah sebuah tungku berisolasi panjang yang stasioner terbuat dari refraktori batu bata atau pressed ceramic wool blanket. Tungku ini memiliki rel tertentu di dalam kiln berfungsi sebagai jalannya troli. Material dimasukkan ke dalam troli yang kemudian masuk ke bagian ujung dari kiln melalui feed. Kemudian material keluar dari ujung lainnya kiln, berjalan di dalam kiln dengan kecepatan tertentu. Kiln mempunyai tiga daerah berbeda, yaitu pre-heat zone (pemanasan), firing zone (deoksida), dan cooling zone. Skema tunnel kiln terdapat pada Gambar 2.2. (S. C. Khattoi, 2013) Gambar 2.2 Skema dari Tunnel Kiln 15 B A B I I T I N J A U A N P U S T A K A

34 Laporan Tugas Akhir Gas alam digunakan untuk memanaskan kiln. Karbon di dalam kokas dan antrasit digunakan sebagai agen pereduktor dan juga sebagai bahan bakar. Campuran pereduktor yang terdiri dari kokas, antrasit, dan batu kapur, dimasukkan bersama iron ore di dalam kapsul yang ditumpuk di atas cars (tempat berjalannya kiln). Kemudian cars didorong dari ujung ke ujung melewati tunnel kiln tersebut. Waktu diantara dua cars memasuki kiln disebut dengan pushing time. Perlu dingat bahwa penurunan pushing time berarti kenaikan laju produksi. Tunnel kiln terdiri atas tiga zona : zona pemanasan, zona pembakaran, dan zona pendinginan. Cars pada kiln pertama-tama melewati zona pemanasan, kemudian melewati zona pembakaran dimana ore direduksi menjadi besi pada temperatur tinggi konstan sekitar C. Setelah itu, cars pada kiln didinginkan pada zona pendinginan di kiln. Proses cars pada kiln ini bisa berlangsung 2 3 hari untuk melewati sebuah kiln. Gas pembakaran mengalir secara berlawanan arah dengan cars pada kiln. Ini berarti udara segar dingin mendinginkan cars yang panas dan setelah melewati zona pembakaran, gas buang panas dari pemanasan keluar dari kiln. (Kristina Eriksson, 2005) 2.5 Sponge Iron Sponge iron merupakan besi yang diperoleh dari reduksi bijih besi secara langsung pada temperatur dibawah titik lelehnya, bijih besi ini sering dalam bentuk pellet atau bulatan, dan mengacu kepada proses produksi yang dibuat menggunakan reduktor gas alam atau gas dari batubara atau reduktor padat misalnya batubara (Adil J, 2010). Dalam perkembangan selanjutnya istilah reduksi langsung menjadi lebih umum digunakan sebagai suatu teknologi pembuatan besi spons. Adapun besi spons digunakan sebagai salah satu bahan baku pada industri baja yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas baja yang dihasilkan. (Yayat I, 2012) Menurut standar IS 15774: 2007 dalam praktiknya sebuah sponge iron harus memiliki derajat metalisasi lebih dari 82%. Hal 16 B A B I I T I N J A U A N P U S T A K A

35 Laporan Tugas Akhir ini dikarenakan Sponge Iron digunakan sebagai bahan baku dalam proses Steel Making, selain dari besi scrap. Proses pembuata sponge iron sudah ada sejak tahun 1300 M, dan merupakan sumber utama dalam pembuatan besi dan baja sebelum proses Blast Furnace ditemukan. Pembuatannya dulu memakai Hearth Furncae atau Shaft Furnace, dengan charcoal sebagai bahan bakar dan reduktor. Walaupun proses ini sudah ada namun masih terus digunakan sampai sekarang dengan berbagai perbaikan dan pengembangan. (Feinman,1999) Gambar 2.3 Produk Sponge Iron pada Umumnya (Khattoi, 2014) 2.6 Termodinamika Pasir Besi Diagram Ellingham adalah plot G versus temperatur. Sejak ΔH dan ΔS dasarnya konstan dengan temperatur kecuali perubahan fasa terjadi, energi bebas versus temperatur dapat ditarik sebagai rangkaian garis lurus, di mana ΔS adalah slope dan ΔH adalah perpotongan sumbu Y. Kemiringan garis berubah ketika salah satu bahan yang terlibat meleleh atau menguap. Energi bebas Gibbs ( G ) dari reaksi adalah ukuran gaya pendorong termodinamika yang membuat reaksi terjadi. Sebuah nilai negatif untuk G menunjukkan bahwa reaksi dapat melanjutkan spontan tanpa energi eksternal, sementara nilai 17 B A B I I T I N J A U A N P U S T A K A

36 Laporan Tugas Akhir positif mengindikasikan bahwa itu tidak akan terjadi tanpa energi eksternal. Itu persamaan untuk energi bebas Gibbs adalah: G = H T S (2.5) dimana ΔH adalah entalpi tersebut, T adalah temperatur absolut, dan ΔS adalah entropi. Entalpi (ΔH) adalah ukuran dari energi aktual yang dibebaskan ketika reaksi terjadi ("Panas reaksi"). Jika negatif, maka reaksi mengeluarkan energi, sementara jika itu adalah positif maka reaksi membutuhkan energi. Entropi (ΔS) disebut juga derajat kebebasan, merupakan salah satu besaran termodinamika yang mengukur energi dalam sistem per satuan temperatur. Entropi menggambarkan kecenderungan sistem untuk berjalan dar tingkat yang lebih tinggi ke yang lebih rendah pada tingkat molekuler atau dalam istilah lain entropi merupakan nilai tertentu yang mengukur berapa banyak energi yang dilakukan sistem ketika transformasi ke energi potensial yang lebih rendah. Pada diagram diagram Ellingham, logam yang aktif secara kimia memiliki energi bebas yang paling tinggi (negatif) dalam membentuk oksida terletak pada diagram di bagian paling bawah. Sedangkan untuk logam yang memiliki energy bebas terkecil (positif) dalam membentuk oksida terletak pada diagram di bagian paling atas. Nilai ΔG untuk reaksi oksidasi merupakan ukuran afinitas kimia suatu logam terhadap oksigen. Semakin negatif nilai ΔG suatu logam menunjukkan logam tersebut semakin stabil dalam bentuk oksida. Dari diagram Ellingham pada Gambar 2.4 dapat diketahui temperatur minimal yang dibutuhkan agar terjadi reaksi tersebut terjadi. Hal tersbut dapat ditunjukkan oleh perpotongan antara kurva oksida dan garis pembentukan CO. Termodinamika hanya dapat digunakan untuk menentukkan apakah suatu reaksi dapat berjalan spontan atau tidak pada temperatur tertentu berdasarkan energi bebas yang dimiliki. Namun tidak dapat digunakan untuk menentukan laju reaksi. Perpotongan antara garis reaksi oksida dan reduksi secara 18 B A B I I T I N J A U A N P U S T A K A

37 Laporan Tugas Akhir termodinamika menunjukkan bahwa reaksi tersebut berjalan pada temperatur tertentu. Reduksi dari besi oksida dapat digambarkan dengan skema berikut: Pada T > 570 C Fe 2 O 3 Fe 3 O 4 FeO Fe Pada T < 570 C Fe 2 O 3 Fe 3 O 4 Fe karena Pada T < 570 C terjadi reaksi 4FeO Fe 3 O 4 + Fe (2.6) Klasifikasi reaksi reduksi bijih besi berdasarkan reducing agent dikemukakan oleh metallurgist Prancis bernama Jacquez Assenfratz pada tahun (Chatterjee, 1988) Dia membuktikan secara pengujian bahwa reduksi bijih besi terjadi dalam 2 cara, yaitu: kontak antara bijih dan batubara atau interaksi dengan reducing gas. Gambar 2.4 Diagram Ellingham (Ross,1980) 19 B A B I I T I N J A U A N P U S T A K A

38 Laporan Tugas Akhir Dalam proses berdasar batubara, gas reduktor utama adalah CO. Tiga reaksi reduksi dan entalpi reaksi pada 25 C dapat dituliskan sebagai berikut: 3Fe 2O 3 + CO 2Fe 3O 4 + CO 2 ΔH = cal/mol (2.7) Fe 3O 4 + CO 3FeO + CO 2 ΔH = cal/mol (2.8) FeO + CO Fe + CO 2 ΔH = cal/mol (2.9) Entalpi reaksi pada 25 C dapat diketahui dari entalpi pembentukan. Reaksi 2.7 dan 2.9, mempunyai entalpi negatif, yang berarti reaksi eksotermik dan reaksi 2.8 mempunyai entalpi positif, berarti reaksi endotermik dan membutuhkan energi. Karena wustit metastabil di bawah 570 C, Fe 3O 4 dapat direduksi dalam satu langkah menjadi besi metalik, tanpa melewati reaksi wustit. 1/3Fe 3O 4 + CO 3/4 Fe + CO 2 ΔH= -936 cal/mol (2.10) Dari standard energi untuk reaksi (2.7), (2.8), dan (2.9) dapat diketahui konstanta kesetimbangan dan komposisi fasa gas pada setiap temperatur. Setiap data kesetimbangan komposisi gas yang diperoleh dari kalkulasi dapat diplotkan dalam diagram komposisi gas terhadap fungsi temperatur. (Gambar 2.5) 20 B A B I I T I N J A U A N P U S T A K A

39 Laporan Tugas Akhir Gambar 2.5 Kesetimbangan Komposisi Gas Terhadap Fungsi Temperatur Pada Sistem Besi-Karbon-Oksigen (Arabinda dan Bidyapati, 2011) Dalam sistem solid dan reduktor berfasa gas, seluruh rekasi selama reduki bijih besi dapat terjadi dalam dua langkah (Ross, 1980): reduksi bijih besi (2.11) dan gasifikasi karbon (2.12) MFexOy + pco (g) nfezow(s) + rco 2 (g) (2.11) C(s) + CO 2 (g) 2CO (g) (Reaksi Boudouard) (2.12) Dalam reaksi Boudouard, ketika karbon dioksida bereaksi dengan karbon membentuk karbon monoksida, 1 volume karbon dioksida menghasilkan 2 volume karbon monoksida pada tekanan konstan. Jika dalam volume konstan, reaksi Akan meningkatkan temperatur. Jika tekanan meningkatkan, maka kesetimbangan istem karbon oksigen Akan bergeser untuk melepas tekanan. Oleh karena itu untuk menjaga rasio CO/CO 2 tetap Sama pada tekanan 21 B A B I I T I N J A U A N P U S T A K A

40 Laporan Tugas Akhir tinggi, temperatur harus ditingkatkan. Sehingga ditunjukkan pada Gambar 2.6, kurva reaksi (2.12) Akan bergeser ke kanan menuju temperatur yang lebih tinggi. Gambar 2.6 Pengaruh Tekanan Terhadap Kesetimbangan Reaksi Boudouard (Chatterjee, 1988) 2.7 Kinetika Reduksi Bijih Besi Kinetika reaksi reduksi bijih besi adalah kecepatan besi oksida untuk bertransformasi menjadi logam besi dengan melepaskan oksigen. Kecepatan reaksi reduksi bijih besi ditentukan oleh tinggi rendahnya kemampuan bijih besi tersebut untuk direduksi yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu ukuran partikel, bentuk dan distribusi ukuran partikel, bobot jenis, porosity, struktur kristal, serta komposisi kimia (Ross 1980). Kinetika reduksi langsung menggunakan reduktor batu bara dipengaruhi oleh kombinasi beberapa mekanisme, yaitu perpindahan panas, perpindahan massa oleh konveksi, difusi fase gas, serta reaksi kimia dengan gasifikasi karbon. El-Geassy, dkk 22 B A B I I T I N J A U A N P U S T A K A

41 Laporan Tugas Akhir (2007) menjelaskan bahwa ada banyak faktor yang memengaruhi reduksi besi oksida seperti komposisi bahan baku, basisitas, komposisi gas, dan suhu reduksi. Pengaruh komposisi gas terjadi pada perubahan volume dari besi oksida pada suhu C. Bijih besi dapat dianggap tersusun atas butiran-butiran. Celah diantara butiran-butiran dikenal sebagai Pori makro dan Pori yang lebih kecil dikenal sebagai Pori makro. Mekanisme reduksi bijih besi bertahap melalui langkah-langkah sebagai berikut dan diilustrasikan Gambar Difusi gas reduktor melewati lapisan batas butir. 2. Difusi gas reduktor melalui pori-pori makro pada bijih besi. 3. Difusi gas reduktor melalui pori-pori mikro menuju posisi reaksi. 4. Reaksi pada batas fasa. 5. Difusi gas hasil reaksi reduksi melalui pori-pori mikro. 6. Difusi gas hasil reaksi reduksi melalui pori-pori makro. 7. Difusi gas hasil reaksi reduksi melalui lapisan batas butir. 23 B A B I I T I N J A U A N P U S T A K A

42 Laporan Tugas Akhir Gambar 2.7 Garis besar mekanisme reduksi untuk bijih besi berpori (McKewann, 1958) Beberapa mekanisme reaksi reduksi telah diajukan dalam beberapa literatur. Mekanisme yang diajukan Edstrom untuk bijih yang dikeraskan dapat diterima. Berdasarkan Gambar 2.8 (a) mekanisme ini mengklaim oksigen dihilangkan dari antarmuka besi-wustit dengan reaksi (2.8). Oksida lain direduksi menjadi oksia yang lebih rendah dengan difusi ion besi dan elektron berdasarkan reaksi: Fe 3O 4 + Fe e 4FeO (2.13) 4Fe 2O 3 + Fe e 3 Fe 3O 4 (2.14) Berdasarkan mekanisme ini, oksigen dihilangkan dari besi oksida hanya pada antarmuka besi-wustit dengan reaksi gas CO Atau H 2 yang masuk melalui lapisan besi dan hasil gas CO 2 atau uap air terdifusi keluar. Mekanisme kedua diusulkan McKewan 24 B A B I I T I N J A U A N P U S T A K A

43 Laporan Tugas Akhir pada tahun 1962 dan diaplikasikan pada bijih berpori, oksigen dihilangkan dengan gas reduktor secara keseluruhan pada semua antarmuka. Pada kondisi ini, reaksi terjadi adalah reaksi (2.7), (2.8), dan (2.9). Mekanisme ketiga diusul oleh Lien, El-mehairy dan Ross yang menyerupai mekanisme yang diusulkan Edstrom (Takuda, Yoshikoshi, dan Ohtano, 1973). Pada pendekatan ini C atau H 2 mereduksi wustit menjadi besi, C atau H 2 berekasi pada permukaan lebih luar dari lapisan besi yang tidak tembus gas reduktor. Dari semua mekanisme reduksi, langkah-langkah yang mendasar dalam reduski bijih besi, diantaranya (Tokuda M dkk, 1973): (i) (ii) Perpindahan panas dalam reaksi antarmuka Perpindahan Massa antara gas dan permukaan padat oksida, yang meliputi difusi gas reduktor kedalam permukaan solid atau gas hasil reduksi keluar dari permukaan. (iii) Perpindahan Massa antara permukaan oksida dan reaksi antarmuka internal melalui lapisan hasil reduksi, yang dipengaruhi oleh: Difusi solid melalui oksida rendah Difusi solid melalui lapisan besi metal Difusi antar partikel gas reduktor atau gas hasil reduksi. (iv) Reaksi kimia penghilangan oksigen pada (v) permukaan antarmuka. Pengintian dan pertumbuhan fasa besi metalik. Faktor yang mempengaruhi kemampuan reduksi bijih besi adalah: i. Sifat besi oksida dalam bijih ii. Sifat dan komposisi pengotor iii. Ukuran dan bentuk bijih iv. Porositas dan struktur Kristal v. Swelling 25 B A B I I T I N J A U A N P U S T A K A

44 Laporan Tugas Akhir vi. Kecepatan linier gas vii. Temperatur viii. Komposisi gas ix. Tekanan gas 2.8 Penelitian Sebelumnya Sudah banyak penelitian yang dilakukan dalam hal efisiensi pereduksian pasir besi menggunakan bermacam-macam reduktor. Peningkatan kadar Ferro dari dalam pasir besi diantaranya dipelajari oleh Azwar Manaf (2005) yang melakukan karakterisasi senyawa-senyawa di dalam pasir besi. Pemisahan pengotor yang digunakan adalah dengan metoda gravity separator (yang dan pemisahan magnetis. Dengan metoda itu berhasil ditingkatkan kadar Fe pasir besi serta diidentifikasi bahwa sebagian Fe terikat sebagai senyawa FeTiO 3 (16%) dan Fe 3O 4 (84%), prosentasi didasarkan atas total senyawa Fe. Walaupun ketelitian prosentasi unsur kimia masih kurang akurat karena tidak dilakukan analisa kimia, namun hasil studi ini yang didukung alat analisa X-ray Flourescence dan XRD, cukup memberikan petunjuk jenis senyawa Fe dan metoda pemisahan pengotor terutama Si guna meningkatkan kadar ferro dalam pasir besi. Pada tahun 2013 Xu Bin, dkk membahas tentang penambahan dolomit menguntungkan untuk pengurangan pembengkakan properti pelet bijih besi. RSI dari pelet menurun dari 13,3% menjadi 4,0%. Dengan peningkatan dosis dolomit dari 0 sampai 10,5%, porositas pelet meningkat dari 35% menjadi 40%. Selain itu, magnesium ferit yang dihasilkan dan penggabungan magnesium dalam kalsium silikat terjadi selama pelet pada proses roasting dengan penambahan dolomit. Pori-pori tidak hanya menyerap bagian dari volume ekspansi selama transformasi kristal tetapi juga mengurangi perlawanan difusi gas selama proses pengurangan. Magnesium ferit menstabilkan kristal hematit dan mengurangi ekspansi volume saat Fe 2O 3 diubah menjadi Fe 3O 4. Penggabungan magnesium dalam kalsium silikat 26 B A B I I T I N J A U A N P U S T A K A

45 Laporan Tugas Akhir menekan fase transisi dari 2CaO SiO 2. Dengan demikian, pengurangan swelling Properti pelet panggang ditingkatkan. Prasetya dkk pada tahun 2008, penletian ini terhadap sampel bijih besi dari beberapa daerah di Indonesia antara lain dari Solok, Ketapang, dan Pulau Belitung yang kesemuannya berasal dari batuan grafit. Sampel ini dikarakterisasi menggunkan pengujian Karakterisasi XRF dan diperoleh hasil Fe Belitung (65, 1%). Sayangnya dalam penelitian ini kurang mendetail dikarenakan hasil yang diproleh masih belum bisa menjelaskan fasa yang terkandung dalam bijih besi tersebut. Menurut Anameric B dan S.K. Kawatra pada 2004 mencoba mereduksi pellet magnetite campuran antara besi oksida (magnetit, batu bara, limestone, dan bentonite secara berturut 71,84% ; 20.00% ; 7,5% ; 0,66%. Pellet pada penelitian ini dibakar dengan Furnace sampai pada temperatur C sealam 22 menit dihasilkan pig iron dengan kadar Fe 96,46%. Namun sayangnya penelitian ini masih berskala laboratorium. Yong Li.,dkk menganalisa tentang penambahan batubara dalam bijih besi (inner coal) pada proses tunnel kiln. Bijih yang digunakan berupa hematit mempunyai kadar Fe awal 43.58%, SiO %, Al 2O % dan batubara dengan fixed carbon 45.91%, ash 47.12%, volatile matter 6.79%. Proses reduksi dilakukan dengan temperatur 1150 C dan campuran bahan melewati bahan tunnel kiln dengan tahapan: preheat 12 jam, holding 12 jam, dan cooling 25 jam. Setelah proses reduk, produk dihancurkan hingga < 4 mm, dan dilakukan separasi magnetik. Ketika inner coal atau batubara yang ditambah dalam bijih besi semakin bertambah dari 0% hingga 15%, maka kadar Fe menurun dari 94.94% hingga 88.81% dan iron recovery meningkat dari 55.94% menjadi 92.94%.. Pada tahun 2012, Ika Ismail melakukan penelitian terhadap reduksi langsung pasir besi menggunakan gelombang mikro menggunakan microwave dengan variabel daya yang diberikan yaitu 1000, 2000, dan 3000 watt dengan lama radiasi 40,50, dan 60 menit. Disini paremeter keberhasilannya adalah derajat reduksi, yang merupakan prosentase perbandingan kadar 27 B A B I I T I N J A U A N P U S T A K A

46 Laporan Tugas Akhir oksigen yang hilang dibagi dengan kadar oksigen mula mula, dan diperoleh hasil tertinggi sejumlah 81, 67% yang diperoleh dengan menggunakan variabel temperatur tertinggi serta waktu holding terlama. Sayangnya dalam proses ini kurang dijelaskan batasan temperatur optimal terhadap hasil. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Barman Tambunan dari BPPT (2016), yaitu pengolahan pasir besi menjadi sponge iron menggunakan tunnel kiln. Dalam penelitiannya yang berjudul Desain dan Simulasi Tungku Bakar untuk Pengolahan Pasir Besi menjadi Sponge iron dengan Teknologi Tunnel Kiln, dituliskan bahwa benefisiasi merupakan salah satu parameter kunci keberhasilan pembuatan sponge iron menjadi bahan baku industri baja, semakin tinggi kandungan Fe 3O 4 & Fe 2O 3 pada pasir besi, kandungan Fe yang terbentuk pada sponge iron juga akan semakin tinggi. Beberapa parameter kunci lainnya yang menentukan keberhasilan proses reduksi adalah gas pereduksi (CO dan H 2) hasil dari proses pembakaran fuel serta lamanya waktu pembakaran. Derajat metalisasi dari sponge iron yang terbentuk adalah 36.68%.. Pada tahun 2012 Yong Li, dkk melakukan penelitian menganalisa tentang penambahan batubara dalam bijih besi pada proses tunnel kiln. Hematit mempunyai kadar Fe awal 43.58%, SiO %, Al 2O % dan batubara dengan fixed carbon 45.91%, ash 47.12%, volatile matter 6.79%. Proses reduksi dilakukan dengan temperatur 1150 C dan campuran bahan. Pada saat proses tunnel kiln dengan tahapan: preheat 12 jam, holding 12 jam, dan cooling 25 jam. Setelah proses reduksi, produk dihancurkan hingga < 4 mm, dan dilakukan separasi magnetik. Ketika inner coal atau batubara yang ditambah dalam bijih besi semakin bertambah dari 0% hingga 15%, maka kadar Fe menurun dari 94.94% hingga 88.81% dan iron recovery meningkat dari 55.94% menjadi 92.94%. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Asshid pada tahun 2015 dimana peneliti melakukan uji XRD dan XRF terhadap pasir besi dari Lumajang dan diketahui bahwa fasa yan terkandung 28 B A B I I T I N J A U A N P U S T A K A

47 Laporan Tugas Akhir dalam pasir besi dari Lumajang adalah Magnetite, Magemite, Ilmenite, dan Silica, dengan kadar Fe yang terkandung sebesar 51, 28%. Dalam penelitian ini didaptkan nilai kadar Fe Total dan derajat metalisasi optimal pada saat perbandingan pasir besi ; batubara ; batu kapur adalah 2,3 ; 1 ; Semakin rendah komposisi batu kapur maka akan menaikkan kadar Fe dan derajat metalisasinya. 29 B A B I I T I N J A U A N P U S T A K A

48 Laporan Tugas Akhir (Halaman Ini Sengaja Dikosongkan) 30 B A B I I T I N J A U A N P U S T A K A

49 3.1 Diagram Alir Percobaan BAB III METODELOGI PENELITIAN

50 Laporan Tugas Akhir Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian 32 B A B I I I M E T O D O L O G I P E R C O B A A N

51 Laporan Tugas Akhir 3.2. Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah: Pasir Besi Bijih besi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasir besi yang berasal dari daerah Sukabumi, Jawa Barat. Pasir besi diayak terlebih dahulu dengan ukuran 50 mesh. Gambar 3.2 Pasir besi Batubara Batubara merupakan penyedia gas reduktor, batu bara dalam penelitian ini dihancurkan hingga ukuran 50 mesh. Gambar 3.3 Batubara 33 B A B I I I M E T O D O L O G I P E R C O B A A N

52 Laporan Tugas Akhir Batu Kapur Batu kapur yang digunakan berasal dari Gresik. Batu kapur terlebih dihancurkan hingga ukuran 50 mesh. Gambar 3.4 Batu kapur Kanji Kanji digunakan sebagai pengikat (binder) dalam membuat briket. Gambar 3.5 Kanji 34 B A B I I I M E T O D O L O G I P E R C O B A A N

53 Laporan Tugas Akhir Air Air digunakan dalam membuat briket pasir besi. Air yang digunakan air ledeng LPG LPG atau gas alam merupakan bahan bakar yang digunakan untuk memanaskan sagger dalam muffle furnace. Gambar 3.6 LPG 3.3. Peralatan Penelitian Adapun peralatan yang digunakan pada percobaan sebagai berikut: Crucible Crucible seperti pada Gambar 3.7 merupakan silinder tempat berlangsungnya proses reduksi. Crucible terbuat dari Silika Karbida (SiC) dengan dimensi sebagai berikut:: Diameter dalam : 110 mm Diameter luar : 121 mm Tinggi bagian luar : 141 mm 35 B A B I I I M E T O D O L O G I P E R C O B A A N

54 Laporan Tugas Akhir Tinggi bagian dalam Tebal dinding sagger : 126 mm : 11 mm Gambar 3.7 Crucible Alat kompaksi Alat kompaksi berfungsi untuk membentuk pasir besi menjadi briket berbentuk pillow. Briket yang dihasilkan dengan bahan baku pasir besi: kanji: air, 10: 1: 1 (gram) Gambar 3.8 Alat Kompaksi 36 B A B I I I M E T O D O L O G I P E R C O B A A N

55 Laporan Tugas Akhir Muffle Furnace Proses reduksi dilakukan dengan menggunakan muffle furnace. Dimensi muffle furnace yang digunakan adalah sebagai berikut: Diameter dalam : 28 cm Diameter luar : 32 cm Tinggi bagian luar : 40 cm Tinggi bagian dalam : 36 cm Tebal batu tahan api : 5 cm Gambar 3.9 Muffle Furnace Timbangan digital Timbangan digunakan untuk menimbang pasir besi, kanji, air, batubara, dan batu kapur sebagai bahan penelitian. Timbangan yang digunakan bermerk Excelent Scale JCS-B LED dan mempunyai kapasitas 30 kg. 37 B A B I I I M E T O D O L O G I P E R C O B A A N

56 Laporan Tugas Akhir Gambar 3.10 Timbangan digital Ayakan Ayakan digunakan untuk mendapatkan ukuran butir partikel pasirbesi, batubara, dan batukapur yang diinginkan. Ayakan yang digunakan untuk pasir besi berukuran 50 mesh dan ayakan yang digunakan untuk batubara dan batu kapur berukuran 50 mesh. Gambar 3.11 Ayakan 50 mesh 38 B A B I I I M E T O D O L O G I P E R C O B A A N

57 Laporan Tugas Akhir Thermocouple dan Thermometer Infrared Thermocouple dan termometer infrared digunakan untuk mengetahui temperature pada saat proses reduksi. Thermometer yang digunakan bermerk Sanfix. a b Gambar 3.12 (a) Thermocouple (b) Thermometer infrared Blower Blower digunakan untuk meniupkan udara luar ke dalam muffle furnace. Gambar 3.13 Blower 39 B A B I I I M E T O D O L O G I P E R C O B A A N

58 Laporan Tugas Akhir Oven Oven digunakan untuk mengeringkan briket hasil kompaksi untuk menghilangkan moisture content. Oven yang digunakan ditunjukkan pada Gambar Gambar 3.14 Oven Alat Tumbuk Alat tumbuk pada Gambar 3.15 digunakan untuk menghancurkan bahan baku yang digunakan agar mendapatkan ukuran butir bahan baku yang sesuai, yaitu 50 mesh. Gambar 3.15 Alat Tumbuk 40 B A B I I I M E T O D O L O G I P E R C O B A A N

59 Laporan Tugas Akhir 3.4. Pelaksanaan Penelitian Persiapan Material Langkah-langkah yang dilakukan pada proses preparasi material yaitu: a) Pasir besi diayak dengan ukuran ayakan 50 mesh. b) Batubara dan batu kapur digerus dan dilakukan pengayakan dengan ayakan 50 mesh. c) Pasir besi dan batu kapur diuji XRF dan XRD. d) Batubara diuji proximate analysis. e) Pembuatan briket pasir besi Pasir besi hasil ayakan ditimbang dengan berat 50 gram. Pasir besi dicampur dengan kanji sebanyak 5 gram. Campuran pasir besi dan kanji ditambahkan dengan air mendidih sebanyak 5 gram dan diaduk. Perbandingan pasir besi: kanji: air, 10: 1: 1. Campuran pasir besi, kanji, dan air dibentuk menjadi briket silinder dengan dikompaksi seperti Gambar Dalam satu kali proses reduksi dibutuhkan 400 gram pasir besi sehingga terdapat 4 buah briket pasir besi yang harus dibuat. f) Pembuatan Campuran batubara-batu kapur Batubara hasil ayakan ditimbang sesuai dengan variabel yaitu 90 gram. Batu kapur hasil ayakan ditimbang sesuai dengan variabel yaitu 140, 100, dan 60 gram. Batubara dan batu kapur dicampur sesuai dengan variabel. g) Briket pasir besi dan campuran batubara - batu kapur dicampur dengan berat campuran sesuai dengan variabel dan dimasukkan dalam crucible. 41 B A B I I I M E T O D O L O G I P E R C O B A A N

60 Laporan Tugas Akhir Gambar 3.16 Briket pasir besi Proses Reduksi Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses reduksi adalah: a) Crucible yang berisi bahan baku dimasukkan dalam muffle furnace b) Pemanasan crucible dilakukan hingga temperatur 950 C selama 2 jam dan dilakukan holding pada temperatur 1350 C selama 10 jam. c) Sampel didinginkan didalam muffle furnace selama 12 jam. d) Setelah proses ekstraksi selesai, setiap sampel dikeluarkan dari muffle furnace. Hasil ekstraksi dikeluarkan dari sagger yang selanjutnya akan dilakukan proses pengujian XRD, XRF, dan derajat metalisasi X-Ray Fluorescence (XRF) Untuk mengetahui komposisi dan kandungan dari hasil reduksi maka dilakukan pengujian pada sampel hasil reduksi menggunakan Olympus Delta Premium Handed XRF Analyzers milik PT. Asia Resource Sejahtera. Pengujian XRF dapat mengidentifikasi kandungan unsur dari pasir besi. XRF adalah alat yang digunakan untuk menganalisa kandungan unsure dalam 42 B A B I I I M E T O D O L O G I P E R C O B A A N

61 Laporan Tugas Akhir bahan yang menggunakan metode spektrometri. Alat ini mempunyai keunggulan analisa yaitu lebih sederhana dan lebih cepat dibanding analisa dengan alat lain. Alat XRF merupakan alat uji tak merusak yang mampu menentukan kandungan unsure dalam suatu bahan padat maupun serbuk secara kualitatif dan kuantitatif dalam waktu yang relatif singkat. Gambar 3.17 Olympus Delta Premium Handheld XRF Analyzers X-Ray Diffraction (XRD) Untuk mengetahui struktur kristal dan senyawa secara kualitatif dilakukan pengujian XRD dari sampel hasil reduksi dengan menggunakan alat XRD PAN Analytical. Sinar X merupakan radiasi elektromagnetik yang memiliki energii tinggi sekitar 200 ev sampai 1 MeV. Sinar X dihasilkan oleh interaksi antara berkas elektron eksternal dengan elektron pada kulit atom. Spektrum sinar X memiliki panjang gelombang 10-5 ~10 nm, berfrekuensi ~10 20 Hz dan memiliki energi 10 3 ~10 6 ev. Panjang gelombang sinar X memiliki orde yang sama dengan jarak antar atom sehingga dapat digunakan sebagai sumber difraksi kristal. XRD digunakan untuk menentukan ukuran kristal, regangan kisi, komposisi kimia dan keadaan lain yang memiliki orde yang sama. 43 B A B I I I M E T O D O L O G I P E R C O B A A N

62 Laporan Tugas Akhir Gambar 3.18 XRD PAN Analytical Energy Disperssive X-Ray Spectroscopy (EDX) Energy Disperssive X-Ray Spectroscopy atau EDX adalah suatu teknik yang digunakan untuk menganalisa elemen atau karakterisasi kimia dari suatu sampel. Prinsip kerja dari alat ini adalah metode spektroskopi, dimana elektron ditembakkan pada permukaan sampel, yang kemudian akan memancarkan X-Ray. Energi tiap tiap photon X-Ray menunjukkan karakteristik masing masing unsur yang akan ditangkap oleh detektor EDX, kemudian secara otomatis akan menunjukkan puncak puncak dalam distribusi energi sesuai dengan unsur yang terdeteksi. Hasil yang didapatkan dari pengujian EDX adalah berupa grafik energy (KeV) dengan counts. Dari data grafik tersebut kita bisa melihat unsur unsur apa saja yang terkandung di dalam suatu sampel. Serta dengan pengujian EDX, didapatkan pula persentase dari suatu unsur yang terkadung di dalam suatu sampel. 44 B A B I I I M E T O D O L O G I P E R C O B A A N

63 Laporan Tugas Akhir Gambar 3.19 SEM - EDX Proximate Analysis Untuk mengetahui kandungan batubara seperti kadar moisture, volatile matter, ash, dan fixed carbon dilakukan pengujian proximate analysis. Standar pengujian dilakukan dengan ASTM D (Fixed carbon), ASTM D (Moisture), ASTM D (Ash), dan ASTM D (Volatile matter) Moisture Analisa kadar moisture dalam batubara dilakukan dengan standar ASTM D Sampel yang digunakan dihaluska hingga 250 μm. 45 B A B I I I M E T O D O L O G I P E R C O B A A N

64 Laporan Tugas Akhir Bahan 1. Udara Kering 2. Pengering, seperti kalsium sulfat anhidrat (0.004 mg/l), silika gel, magnesium perklorat ( mg/l), dan asam sulfat (0.003 mg/l) Alat 1. Oven pengering Prosedur 1. Sampel dikeringkan dengan pengering selama 15 hingga 30 menit dan timbang. Ambil sampel seberat 1 g. Dan letakkan dalam kapsul, tutup kapsul dan timbang. 2. Letakkan kapsul dalam oven yang telah dipanaskan (pada 104 hingga 110 C). Tutup oven dan panaskan selama 1 jam. Buka oven, dan dinginkan dalam pengering. Timbang segera kapsul ketika mencapai temperature ruangan. 3. Hitung hasil analisa. Perhitungan Moisture, % = [(A-B)/A] x100 dimana, (3.1) A = berat sample yang digunakan, gram B = berat sampel setelah pemanasan, gram Volatile matter Analisa kadar volatile matter dalam batubara dilakukan dengan standar ASTM D Sampel yang digunakan dihaluskan hingga 250 μm. Alat 1. Krusible platina dengan tutup, untuk batubara kerkapasitas ml, diameter 25-35ml dan tinggi ml. 2. Vertical electric tube furnace 46 B A B I I I M E T O D O L O G I P E R C O B A A N

65 Laporan Tugas Akhir Prosedur Timbang sampel seberat 1 g dalam krusibel platina, tutup kursibel dan masukkan dalam furnace, temperatur dijaga 950±20 C. Setelah volatile matter lepas, yang ditunjukkan dengan hilangnya api luminous, periksa tutup krusible masih tertutup. Setelah pemanasan tepat 7 menit, pindahkan krusibel keluar furnace dan dinginkan. Timbang ketika dingin. Presentase weigh loss dikurangi presentase moisture sama dengan volatile matter. Perhitungan Weight loss, % = [(A-B)/A] x100 (3.2) dimana, A = berat sample yang digunakan, gram B = berat sampel setelah pemanasan, gram Kemudian persen volatile mattet dihitung, Volatile matter, % = C-D (3.3) C = weight loss, % D = misture, % Ash Analisa kadar ash dalam batubara dilakukan dengan standar ASTM D Sampel yang digunakan dihaluskan hingga 250 μm. Alat 1. Electric muffle furnace 2. Kapsul porselen atau Krusibel platina 3. Tutup krusibel Prosedur 1. Masukkan 1 g sampel dalam kapsul dan ditimbang dan tutup. Letakkan kapsul dalam furnace dingin. Panaskan dengan hingga C selama 1 jam 47 B A B I I I M E T O D O L O G I P E R C O B A A N

66 Laporan Tugas Akhir 2. Panaskan sampel hingga temperatur mencapai C selama 1 jam kemudian. Lanjutkan pemanasan hingga 2 jam kemudian. Pindah kapsul keluar dari furnace, dinginkan dan timbang. Perhitungan Ash, % = [(A-B)/C] x100 (3.4) dimana, A = berat kapsul, tutup, dan ash, gram B = berat kapsul kosong dan tutup, gram C = berat sampel yang digunaka, gram Fixed carbon Analisa kadar fixed carbon dalam batubara dilakukan dengan standar ASTM D dengan perhitungan dari data kadar moisture, ash dan volatile matter. Fixed carbon, % = 100% - (moisture, %+ ash, % + volatile matter, %) (3.5) Derajat Metalisasi Untuk mengetahui Fe metal yang terbentuk dilakukan pengujian dearjat metalisasi dengan metode besi klorida. Standar pengujian yang dilakukan adalah IS 15774: Metode ini melibatkan pelarutan sampel dalam larutan besi (iii) klorida dengan dilanjutkan filtrasi dan titrasi besi yang terlarut dalam filtrat. Reaksi antara besi (III) klorida dan besi metalik (3.6). 2FeCl 3 + Fe 3FeCl 2 (3.6) Bahan 1. Besi (iii) klorida (10 persen) 2. Larutkan 100 gram besi (iii) klorida (FeCl 3.6H 2O) dalam air dan larutkan hingga 1 liter 3. Asam Klorida (HCl) 32% 48 B A B I I I M E T O D O L O G I P E R C O B A A N

67 Laporan Tugas Akhir 4. Asam Pospat (H 3PO 4) 85% 5. Asam Sulfat (H 2SO 4) 98% 6. Indikator Sodium Diphenylamine Sulphonate 7. Larutkan tepat 0.32 gram barium diphenylamine sulphonate dalam 100 ml air panas. Tambahkan 0.5 gram sodium sulfat (Na 2SO4). Aduk dan saring endapan barium sulfat. Simpan fltrat dalam botol bewarna gelap. 8. Potasium Dikromat (K 2Cr 2O 7) 9. Larutkan tepat gram potassium dikromat (yang sebelumnya telah dikeringkan pada 100 hingga 110) dalam air 1000 ml. Campur dan gunakan sebagai larutan standar. 10. Aquades Alat 1. Kertas saring medium 2. Gelas Erlenmeyer 500 ml 3. Gelas beaker 500 ml 4. Gelas beaker 1000 ml 5. Pipet tetes 6. Biuret 7. Magnetic stirrer berlapis polypropilena 8. Furnace 9. Botol hitam 10. Sarung tangan 11. Masker 12. Tissu Prosedur 1. Masukkan 1 gram sampel dalam gelas Erlenmeyer 500 ml. 2. Tambahkan 200 ml larutan besi klorida. 3. Tutup gelas Erlenmeyer. 4. Aduk larutan dengan magnetic stirrer selama 1 jam. 5. Saring larutan denga kertas saring medium. 49 B A B I I I M E T O D O L O G I P E R C O B A A N

68 Laporan Tugas Akhir 6. Cuci residu dengan HCl. 7. Masukkan filtrat dalam gelas beaker 1000 ml yang mengandung air 400 ml air, 25 ml asam sulfat, 25 ml asam pospat, 3 hingga 4 tetes sodium diphenylamine sulphonate. 8. Titrasi dengan larutan potasium dikromat (0.1 N) hingga larutan berwarna hijau gelap. 1 ml 0.1 K 2Cr 2O 7 = gram besi metalik, Fe (M) %Fe(M) = Fe(M) / Fe(T) x 100 % (3.7) 50 B A B I I I M E T O D O L O G I P E R C O B A A N

69 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Penelitian Pada penelitian ini dilakukan beberapa pengujian karakterisasi terhadap bahan-bahan yang digunakan, yaitu pasir besi, batu kapur, dan batu bara Pasir Besi Pasir besi yang digunakan sebagai bahan penelitian berasal dari daerah Sukabumi, Jawa Barat. Pengujian yang dilakukan adalah pengujian Energy-Dispersive X-ray Spectroscopy (EDX) dan X-ray Diffraction (XRD). Sebelum dilakukan pengujian, pasir besi dihancurkan kemudian diayak hingga ukuran 50 mesh. Pengujian EDX dilakukan menggunakan alat SEM/EDX yang ada di Laboratorium Karakterisasi Material Departemen Teknik Material. Dari hasil pengujian didapatkan komposisi unsur yang terdapat pada pasir besi yang berasal dari Sukabumi, Jawa Barat, dijelaskan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil Uji EDX pada Sampel Pasir Besi Unsur Fe Si Mg O Ti Al % Berat Dari hasil uji EDX, didapatkan sampel pasir besi mengandung unsur paling dominan %Fe, 24.4 %O, dan 8.56 %Ti. Kandungan Fe pada pasir besi masih tergolong rendah apabila dilakukan proses ekstraksi langsung dan masih banyak mengandung Ti yang harus dihilangkan dalam proses pembuatan sponge iron.selanjutnya, dilakukan pengujian XRD pada sampel pasir besi menggunakan alat XRD PANalytical X Pert yang ada di Laboratorium Karakterisasi Material Departemen Teknik Material. Pengujian XRD ditujukan untuk mengidentifikasi senyawa yang terkandung dalam sampel pasir besi yang berasal dari Sukabumi. Pengujian dilakukan dengan posisi 2θ 10 sampai

70 Laporan Tugas Akhir 90 dan menggunakan panjang gelombang CuKα sebesar Ǻ. Gambar 4.1 Identifikasi Senyawa Pengujian XRD Pasir Besi Hasil pengujian XRD Pasir besi Sukabumi dianalisis, kemudian dari Gambar 4.1 dijelaskan, pasir besi Sukabumi mengandung senyawa Magnetite (Fe 3O 4) dengan peak 2θ pada , , dan Kemudian senyawa Maghemite (γ- Fe 2O 3) dengan peak 2θ pada , , dan dan senyawa Ilminite (FeTiO 3) dengan peak 2θ pada dan JCPDS card yang digunakan untuk mengidentifikasi fasa adalah (Magnetite), (Maghemite), dan (Ilminite). 52 B A B I V A N A L I S I S D A T A D A N P E M B A H A S A N

71 Laporan Tugas Akhir Batu Bara Batubara berperan penting menyediakan karbon dalam bertindak sebagai reduktor (gas CO hasil gasifikasi batubara) yang mereduksi Fe 2O 3 menjadi Fe. Pengujian proximate analysis merupakan pengujian sangat pentingdalam menentukan kadar moisture, ash, volatile matter, dan fixed carbon. Pengujian proximate dilakukan berdasarkan standar ASTM D Hasil pengujian proximate analysis batubara yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Hasil Pengujian Proximate Analysis dari Batubara Parameter Hasil Satuan Kelembapan Total (Moisture) 1.8 %, ar Kadar Abu (Ash) 4.75 %, ar Kadar Karbon Tetap %, adb (Fixed Carbon) Kadar Zat yang mudah %, adb menguap (Volatile Matter) Nilai Kalori 7204 Cal/gr, adb Batu bara ini memiliki nilai kalori yang cukup tinggi, yaitu 7204 kal/gr dan kadar karbon 42,35 %. Sehingga dapat dikategorikan sebagai batu bara golongan Sub-bituminus. Hasil dari analisa proksimat di atas digunakan untuk perhitungan neraca massa yang digunakan untuk menghitung kebutuhan batu bara Batu kapur Batu kapur pada penelitian ini diuji X-ray Flurescense (XRF) dan X-ray Diffraction (XRD). Sebelum dilakukan 53 B A B I V A N A L I S I S D A T A D A N P E M B A H A S A N

72 Laporan Tugas Akhir pengujian, batu kapur dihancurkan kemudian diayak hingga ukuran 50 mesh. Pengujian XRF dilakukan menggunakan alat Olympus Delta Premium Handheld XRF Analyzers milik PT. Asia Resource Sejahtera. Dari hasil pengujian didapatkan komposisi unsur yang terdapat pada batu kapur yang berasal dari Gresik, Jawa Timur, dijelaskan pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Hasil Pengujian XRF pada Batu kapur Unsur Mg Ca Na Fe S Al Zr Berat (%) Dari hasil uji XRF, didapatkan sampel batu kapur mengandung unsur %Mg, dan %Ca. Setelah dilakukan perhitungan, didapatkan jumlah senyawa MgO dan CaO adalah % dan %. Selanjutnya, dilakukan pengujian XRD pada sampel batu kapur menggunakan alat XRD PANalytical X Pert yang ada di Laboratorium Karakterisasi Material Jurusan Teknik Material dan Metalurgi. Pengujian XRD ditujukan untuk mengidentifikasi senyawa yang terkandung dalam sampel batu kapur. Pengujian dilakukan dengan posisi 2θ 10 sampai 90 dan menggunakan panjang gelombang CuKα sebesar Ǻ. 54 B A B I V A N A L I S I S D A T A D A N P E M B A H A S A N

73 Laporan Tugas Akhir Gambar 4.2 Identifikasi Senyawa Pengujian XRD Batu kapur Hasil pengujian XRD batu kapur dianalisis, dan dari Gambar 4.2 dijelaskan, batu kapur mengandung senyawa CaMg(CO 3) 2 atau yang sering disebut dengan Dolomite. JCPDS card yang digunakan untuk mengidentifikasi fasa adalah Batu kapur berperan dalam menyediakan gas CO 2 dari reaksi dekomposisi baru kapur dan mengikat pengotor, seperti sulfur. Dari hasil pengujian XRF dan XRD yang telah dilaukan, dolomit berperan dalam menyediakan gas CO 2 melalui reaksi dekomposisi dolomit pada persamaan (2.1). Gas CO 2 hasil dekomposisi dolomit berperan dalam menyediakan gas reduktor CO melalui reaksi Boudouard pessamaan (2.5). 4.2 Pengaruh Variasi Komposisi Pengurangan Batu Kapur terhadap Derajat Fe Total Dalam reaksi reduksi dibutuhkan adanya reduktor agar reaksi tersebut bisa berjalan. Batu kapur berfungsi sebagai penyedia gas CO 2, melalui reaksi dekomposisi dolomit. Gas CO 2 akan bereaksi dengan atom C sesuai dengan persamaan reaksi Bouduard (2.5) untuk menyediakan gas reduktor CO. Dalam 55 B A B I V A N A L I S I S D A T A D A N P E M B A H A S A N

74 Laporan Tugas Akhir berjalannya proses reduksi, konsentrasi gas reduktor sangat mempengaruhi keberhasilan proses reduksi. Dalam penelitian ini dilakukan variasi komposisi batu kapur untuk mencari perbandingan komposisi batu kapur terhadap pasir besi dan batu bara yang optimal. Komposisi reduktor batu kapur divariasikan terhadap pasir besi dan batu bara dalam Tabel 4.4. Tabel 4.4 Variasi Komposisi Batu Kapur Terhadap Kadar Fe Total Kode Pasir Batu Keterangan Batu kapur Sampel besi Bara Briket A Komposisi awal Briket B Pengurangan 20% Briket C Pengurangan 40% Pada sampel pertama, perbandingan pasir besi : batu bara : batu kapur adalah 2 : 1 : 1.1 Kemudian pada sampel kedua dengan pengurangan komposisi reduktor batu kapur sebanyak 20% dari komposisi awal, perbandingan pasir besi : batu bara : batu kapur adalah 2 : 1 : Dan pada sampel ketiga dengan pengurangan komposisi reduktor batu kapur sebanyak 40% dari komposisi awal, perbandingan pasir besi : batu bara : batu kapur adalah 2 : 1 : Briket hasil reduksi selanjutnya di uji dengan alat Energy- Dispersive X-ray Spectroscopy (EDX), pengujian dilakukan di Departemen Teknik Material ITS untuk mengetahui unsur-unsur yang terkandung di dalam sampel hasil reduksi. Adapun hasil pengujian EDX dijelaskan pada Tabel B A B I V A N A L I S I S D A T A D A N P E M B A H A S A N

75 % Kadar Fe Total Laporan Tugas Akhir Tabel 4.5 Hasil Pengujian EDX pada Sponge iron Sampel Fe (%) Si (%) Mg (%) O (%) Ti (%) Al (%) Briket A Briket B Briket C Dari hasil uji EDX menunjukkan bahwa kadar Fe meningkat dari sampel A,B, dan C. Perbandingan kadar Fe pada sampel A,B, dan C ditunjukkan pada Gambar Briket A Briket B Briket C Gambar 4.3 Perbandingan Kadar Fe pada Sampel Sponge iron Hasil Reduksi Dari Gambar 4.3 dapat diketahui bahwa telah tejadi peningkatan Fe seiring dengan pengurangan komposisi reduktor batu kapur. Apabila kandungan Fe Total briket hasil reduksi dibandingkan dengan kandungan Fe Total dari bahan awal (pasir 57 B A B I V A N A L I S I S D A T A D A N P E M B A H A S A N

76 %Peningkatan kadar Fe Laporan Tugas Akhir besi) sebesar 57,93 % maka akan diperoleh peningkatan kadar Fe sesuai dengan Gambar Briket A Briket B Briket C Gambar 4.4 Perbandingan Peningkatan Kadar Fe pada Sampel Sponge Iron Hasil Reduksi Hasil pengujian EDX yang ditunjukan pada gambar diatas menunjukkan bahwa pengurangan komposisi batu kapur dapat menaikkan kadar Fe total pada proses reduksi. Hal tesebut apabila dilihat dari diagram kesetimbangan gas CO/CO 2 terhadap temperatur untuk sistem Fe-O-C, dimana batu kapur yang berperan sebagai penyedia gas CO 2 untuk reaksi Boudard, apabila gas CO 2 dikurangi maka kesetimbangan akan bergeser ke daerah iron sebaliknya apabila batu kapur ditambah kesetimbangan akan bergeser ke daerah wustit sehingga reaksi reduksi dari wustit ke iron menjadi sulit. Batu kapur sendiri membentuk gas CO 2 dari reaksi dekomposisi pada temperature C dan stabil pada temperatur C. Semakin berkurang batu kapur menyebabkan konsentrasi gas CO 2 akan menurun dan membantu proses reduksi. Dengan meningkatnya kandungan gas CO dan semakin 58 B A B I V A N A L I S I S D A T A D A N P E M B A H A S A N

77 Laporan Tugas Akhir meningkatnya temperature reduksi menunjukkan peningkatan terhadap derajat metalisasi, akan tetapi. ( Hoayan Sun, 2016) Dengan mengurangi batu kapur sebesar 40% dapat menaikkan kemapuan reduksi, kemampuan reduksi dikatakan meningkat apabila atmosfer reduksi tinggi dan keadaan yang menunjukkan apabila kemampuan reduksi tinggi adalah kesediaan gas CO yang lebih banyak pada perbandingan gas CO/CO 2, dengan mengurangi komposisi batu kapur sebagai salah satu penyedia gas CO 2 dapat membuat nilai pembagi menjadi kecil sehingga gas CO menjadi lebih banyak dan menghasilkan reduksi yang lebih optimal. 4.3 Pengaruh Komposisi Batu Kapur terhadap Fasa dalam Hasil Reduksi Pasir Besi Identifikasi fasa dari hasil reduksi pasir besi dilakukan menggunakan mesin XRD PANalytical X Pert. Pengujian dilakukan dengan posisi 2θ 10º sampai 90º dan menggunakan panjang gelombang CuKα sebesar Ǻ. Selanjutnya hasil pengujian XRD dianalisa dengan software Match3 untuk mengetahui fasa yang terbentuk. Setelah itu puncak-puncak dicocokan dengan kartu dari software PDF-2 Release Hasil pengujian XRD dari hasil reduksi dapat dilihat pada Gambar B A B I V A N A L I S I S D A T A D A N P E M B A H A S A N

78 Laporan Tugas Akhir Gambar 4. 5 Hasil Pengujian XRD Sponge Iron pada Sampel (a), (b), dan (c) Terlihat pada Gambar 4.5, pada sampel Briket A sponge iron dengan komposisi awal perbandingan antara pasir besi : batu bara : batu kapur sebesar 2 : 1 : 1.1, terbentuk fasa Fe pada puncak 2θ 44.70; 65.07; Selain itu terdapat pengotor yaitu fasa FeTiO 3 yang ditunjukkan pada puncak 2θ dan MgO yang ditunjukkan pada puncak 2θ Kartu JCPDS yang digunakan untuk mengidentifikasi fasa adalah (besi), (ilmenite), dan (periclase). Intensitas fasa pada Briket A dengan perbandingan ketiga fasa Fe : FeTiO 3 : MgO adalah 10 : 3 : 1, hal tersebut mengindikasikan fasa Fe terbentuk paling banyak kemudian FeTiO 3 dan fasa yang paling sedikit MgO. Pada sampel kedua Briket B, menunjukkan fasa yang terbentuk adalah fasa Fe pada puncak 2θ 44.64; 65.10; dan dan terdapat pula fasa FeO pada puncak 2θ Selain itu terdapat fasa FeTiO 3 pada puncak 2θ Kartu JCPDS yang digunakan untuk mengidentifikasi fasa adalah B A B I V A N A L I S I S D A T A D A N P E M B A H A S A N

79 Laporan Tugas Akhir (besi), (wustite), dan (ilmenite). Intensitas fasa pada Briket B dengan perbandingan ketiga fasa Fe : FeTiO 3 : FeO adalah 10 : 2 : 0.5, hal tersebut mengindikasikan fasa Fe terbentuk paling banyak kemudian FeTiO 3 dan fasa yang paling sedikit FeO. Pada sampel ketiga Briket C, menunjukkan fasa yang terbentuk adalah fasa Fe pada puncak 2θ 44.44; 64.92; dan FeO pada puncak 2θ Selain terdapat pengotor yaitu MgO puncak 2θ dan sedikit fasa FeTiO 3 pada puncak 2θ Kartu JCPDS yang digunakan untuk mengidentifikasi fasa adalah (besi), (wustite); dan (periclase). Intensitas fasa pada Briket C dengan perbandingan ketiga fasa Fe : MgO : FeO : FeTiO 3 adalah 10 : 2 : 1.4 : 0.8, hal tersebut mengindikasikan fasa Fe terbentuk paling banyak kemudian MgO, FeO dan fasa yang paling sedikit FeTiO 3. Dapat diketahui bahwa disetiap sampel terdapat senyawa ilmenite (FeTiO 3). Senyawa ilmenite berasal dari proses reduksi ilmenite dengan gas CO pada temperature C, seperti dalam dalam penelitian Y. Zao dan F. Shadman ilmenit dapat direduksi oleh CO pada temperatur antara C menghasilkan Fe dan TiO 2 (rutil) di permukaan butir, proses reduksi ini mengindikasikan bahwa proses reduksi belum berjalan secara maksimal dan setiap besi metal hasil reduksi yang dikelilingi oleh slag yang mengandung titanium akan menghambat proses reduksi, karena mengurangi area kontak antara reduktor dengan bijih besi yang belum tereduksi. (Liu, 2016). Secara termodinamika oksida besi titanium seperti ilmenite lebih sulit tereduksi dibandingkan dengan oksida besi biasa. (Hu, 2013). FeTiO 3+CO Fe + TiO 2+CO 2 ΔF T0 = ,33 T cal/mol (4.1) Dapat dilihat bahwa reaksi terbukti bahwa nilai energi bebas dari reaksi reduksi imenit oleh CO bernilai positif, menandakan bahwa reaksi tersebut tidak berjalan spontan. Penelitian lain meyebutkan peran MgO juga dapat mencegah 61 B A B I V A N A L I S I S D A T A D A N P E M B A H A S A N

80 Laporan Tugas Akhir reduksi oksida besi didalam ilmenit (FeTiO 3) dikarenakan MgO mudah megikat fasa Fe 2O 3 dari oksida besi. (Merk dan Pickles, 1988). Sesuai dengan penelitian Poggi dkk, menunjukan bahwa reduksi ilmenit terjadi dalam dua tahap. Pertama, hematit direduksi oleh CO sebagai agen pereduksi seperti pada reaksi dibawah ini: Fe 2O 3 + CO(g) = 2Fe + 3CO 2(g) (4.2) Kedua, besi ferrous pada ilmenit direduksi menjadi besi metalik dengan reaksi dibawah ini : FeTiO 3 + CO(g) = Fe + TiO 2 + CO 2(g) (4.3) Selain itu ilmenit merupakan senyawa kristalin yang stabil pada temperatur likuidus ( C) sehingga pada temperatur tersebut senyawa ilmenit kerap kali ada (Liu., dkk, 2016 ; Kimura dan Muan, 1971). Pada hasil pengujian yang ditunjukkan pada gambar 4.5 menunjukan bahwa briket hasil reduksi A dengan peak tertinggi Fe, hal ini dapat menunjukan bahwa reaksi reduksi telah berjalan dengan baik. Gas CO yang dihasilkan dari batubara sebagai atom C dan dolomit sebagai penyedia CO 2 dengan komposisi perbandingan awal cukup digunakan untuk mereduksi Fe 3O 4 menjadi Fe. Tidak adanya fasa Fe 2O 3 membuktikan bahwa sebagian besar telah tereduksi menjadi Fe, reaksi yang terjadi dari hematit menjadi magnetit kemudian magnetit menjadi wustit dan wustit menjadi Fe (Sarangi, 2011). Pada hasil XRD yang ditunjukkan oleh Briket A ditemukan adanya fasa pengotor MgO dan FeTiO 3, terdapatnya fasa MgO ini berasal dari kandungan Mg dari pasir besi dan dari batu kapur yang lumayan besar. MgO juga merupakan hasil dari reaksi dekomposisi dolomit (2.1), MgO yang masih tersisa menandakan masih belum optimal reaksi dekomposisi tersebut. MgO merupakan pengotor yang memiliki pengaruh buruk yaitu menurunkan reduction rate dikarenakan 62 B A B I V A N A L I S I S D A T A D A N P E M B A H A S A N

81 Laporan Tugas Akhir MgO mudah megikat fasa Fe 2O 3 dari oksida besi. (Merk dan Pickles, 1988). Demikian pula, mangan oksida dan aluminium oksida memiliki efek yang sama pada kinetika reduksi seperti magnesium oksida karena kandungan oksida pengotor dari partikel meningkatkan efek penghalang. (S.K Gupta, 1987). Namun, magnesium dan mangan oksida memiliki efek yang agak lebih besar pada kinetika reduksi daripada alumunium oksida. Ini mungkin disebabkan oleh fakta bahwa oksida magnesium dan mangenese membentuk larutan padat metastabil dengan oksida besi daripada oksida pengotor lainnya. (S.K Gupta, 1989). Hasil pengujian XRD pada Briket hasil reduksi B menunjukkan fasa yang terbentuk adalah Besi (Fe), Wustit (FeO), dan Ilmenit (FeTiO 3). Fasa Fe yang ditunjukkan dengan 3 peak tertinggi menunjukkan telah terjadi reaksi reduksi dari hematit ke magnetit, dari magnetit ke wustit sudah berjalan dengan baik. Pada hasil XRD Briket hasil reduksi B memiliki fasa FeO, secara ideal menurut diagram kesetimbangan Fe-O-C, fasa FeO tidak bisa terbentuk pada Sponge Iron hasil DRI karena FeO akan terdekomposisi menjadi α-iron dan Fe 3O 4 pada temperatur di bawah C (Biswas, 1982). Reaksi dekomposisi ini terjadi jika pendinginan berjalan dengan pelan, hal ini menindikasikan bahwa pendinginan masih berjalan dengan cepat. Adapun dengan adanya kandungan FeO pada setiap Briket hasil reduksi menandakan bahwa proses pendinginan yang dialami oleh setiap briket masih berjalan terlalu cepat. Senyawa FeO yang masih ada didalam hasil XRD bahwa masih belum optimalnya reduksi wustit menjadi iron. Park (Park, 2003) menunjukkan bahwa transformasi FeO ke Fe berjalan dengan cepat akan tetapi total reduksi lebih rendah dibandingkan dengan hematit dan magnetik. Dalam reduksi besi oksida, langkah penting dan paling sulit adalah mereduksi FeO menjadi Fe, Menurut analisis Sacks, beberapa ion logam divalen seperti Mg 2+ dapat menggantikan Fe 2+ dengan struktur Kristal yang sama. (R.O Sacks, 1991) Hasil pengujian pada Briket hasil reduksi C menunjukkan bahwa terdapat 3 peak tertinggi Fe yang menunjukkan bahwa 63 B A B I V A N A L I S I S D A T A D A N P E M B A H A S A N

82 Laporan Tugas Akhir proses reduksi telah berjalan dengan optimal. Dengan pengurangan batu kapur sebanyak 40 % pada briket hasil reduksi ini mengandung paling banyak senyawa pengotornya, kebutuhan gas CO yang berasal dari batubara sebagai penytedia atom C dan batu kapur sebagai penyedia CO 2. Komposisi batu kapur yang dikurangi sebanyak 40% menyebabkan gas CO yang terbentuk menjadi kurang maksimal untuk mereduksi senyawa pengotor tersebut. Fasa MgO berasal dari pasir besi dan batu kapur, pada hasil EDX kandungan unsur Mg pada briket C hasil reduksi juga lebih tinggi dibanding dengan kedua briket yang lain. MgO merupakan pengotor yang memiliki pengaruh buruk yaitu menurunkan reduction rate dikarenakan MgO mudah megikat fasa Fe 2O 3 dari oksida besi. MgO juga dapat mencegah reduksi oksida besi didalam ilmenit (FeTiO 3) (Merk dan Pickles, 1988). Dari hasil pengujian EDX dan XRD pada ketiga sampel sponge iron dengan variasi komposisi batu kapur, dapat disimpulkan pengurangan batukapur sebagai penyedia gas CO 2 pada pasir besi Sukabumi pada Briket C dengan komposisi pengurangan 40% batu kapur menghasilkan sponge iron yang paling baik dengan terbentuknya Fe dengan kadar yang paling tinggi dibandingkan dengan Briket A komposisi awal dan Briket B dengan pengurangan batu kapur 20%. 4.4 Pengaruh Variasi Komposisi Batu Kapur terhadap Derajat Fe Metal Derajat metalisasi merupakan presentase Fe metal yang terbentuk dari Fe total yang ada pada sponge iron hasil reduksi. Pengujian derajat metalisasi menggunakan standar IS : 2007 dengan menggunakan metode besi klorida. Hasil pengujian dituliskan pada Tabel B A B I V A N A L I S I S D A T A D A N P E M B A H A S A N

83 % Derajat Metalisasi Laporan Tugas Akhir Tabel 4.6 Hasil Pengujian Derajat Metalisasi dari Sponge iron Sampel Derajat Metalisasi (%) Briket A Briket B Briket C Dari hasil pengujian derajat metalisasi, dapat dibuat grafik pada Gambar Briket A Briket B Briket C Gambar 4. 6 Hasil Pengujian Derajat Metalisasi Variasi komposisi batu kapur akan mempengaruhi terbentuknya besi metalik pada hasil reduksi. Dari Gambar 4.5 ditunjukkan bahwa jumlah Fe metal meningkat pada sponge iron hasil reduksi. Pada Briket A dengan perbandingan komposisi awal antara pasir besi : batu bara : batu kapur sebesar 2 : 1 : 1.1, menunjukkan kenaikan kadar besi metalik pada Briket B pengurangan batu kapur 20% dengan perbandingan komposisi antara pasir besi : batu bara : batu kapur sebesar 2 : 1 : 0.88 dan pada Briket C pengurangan batu kapur 40% perbandingan 65 B A B I V A N A L I S I S D A T A D A N P E M B A H A S A N

84 Laporan Tugas Akhir komposisi antara pasir besi : batu bara : batu kapur sebesar 2 : 1 : 0.66, menunjukkan kenaikan kadar besi metalik. Terjadi kenaikan kadar Fe Metal pada Briket A, B, dan C. Kenaikan kadar Fe Metal berbanding lurus dengan kenaikan kadar Fe Total yang ditunjukkan dengan hasil pengujian EDX. Pada Briket A dengan komposisi awal nilai derajat metalisasi sebesar %, pada Briket B nilai derajat metalisasi sebesar 82,59% dan pada Briket C nilai derajat metalisasi sebesar %. Jika diperhatikan derajat metalisasi yang dimiliki oleh semua briket berada pada kisaran 80%. Nilai derajat metalisasi tersebut memang wajar pada proses reduksi langsung pasir besi karena berdasarkan penelitian Sun Dkk pada tahun 2016 mengenai reduksi langsung pasir besi titanomagnetit menggunakan gas CO, diperoleh hasil derajat metalisasi pasir besi yang direduksi oleh gas CO dengan konsentrasi sebesar 94% pada temperatur C adalah sebesar 83,95% (Sun Dkk, 2016). Pada percobaan ini kemungkinan terbentuk atmosfir gas CO dengan konsentrasi sebesar 94% namun temperatur yang digunakan tergolong tinggi yaitu C, tingginya temperatur operasi diduga berperan meningkatkan derajat metalisasi briket meskipun konsentrasi gas CO tidak terlalu tinggi Kenaikan kadar Fe metal berhubungan dengan optimalnya proses reduksi dengan mengurangi komposisi batu kapur khususnya pengurangan sebesar 40%. Batu kapur dalam proses reduksi berperan sebagai penyedia gas CO 2, CO 2 bereaksi dengan C membentuk gas CO. (Sarangi, 2011) pada temperatur C tekanan CO/CO 2 sebesar 10 3 /1. Hal ini berarti kebutuhan gas CO lebih besar daripada CO 2 untuk mendapat reduksi yang optimal. Sehingga dengan mengurangi komposisi batu kapur dapat mengurangi CO 2 yang terbentuk untuk mengoptimalkan pembentukan gas CO. Terdapat fase Ilmenit disetiap briket hasil reduksi, dilihat dari hasil XRD yang ditunjukkan pada Gambar 4.5 menunjukkan pada Briket A ketinggian peak Ilmenit cukup tinggi dengan ketinggian cts hal ini menunjukkan bahwa reduksi Ilmenit belum berjalan secara optimal, selanjutnya pada Briket B dan Briket C seperti 66 B A B I V A N A L I S I S D A T A D A N P E M B A H A S A N

85 Laporan Tugas Akhir yang ditunjukkan oleh hasil XRD ketinggian menurun, pada briket B ketinggian peak Ilmenit adalah cts dan pada Briket C ketinggian peak Ilmenit sebesar cts, hal ini menunjukkan bahwa semakin mengurangi komposisi batu kapur dalam proses reduksi dapat mereduksi kandungan Ilmenit yang ada dalam proses reduksi besi oksida. Di kisaran 85 vol% sampai 94 vol% gas CO-CO 2, yang setelah reaksi kedua hanya ada ilmenit dan besi yang tersisa. Derajat metalisasi sampel yang tereduksi dalam kisaran 83%. (Houyan Sun, 2016). 67 B A B I V A N A L I S I S D A T A D A N P E M B A H A S A N

86 Laporan Tugas Akhir (Halaman Ini Sengaja Dikosongkan) 68 B A B I V A N A L I S I S D A T A D A N P E M B A H A S A N

87 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengujian dan analisa data yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengurangan batu kapur dari perhitungan stokiometri sebesar 20 % dan 40 % dapat meningkatkan kadar Fe dalam hasil reduksi. 2. Pengurangan batu kapur dari perhitungan stokiometri sebesar 20 % dan 40 % dapat meningkatkan derajat metalisasi dalam hasil reduksi. 3. Dalam penelitian yang dilakukan, kadar Fe dan derajat metalisasi tertinggi pada hasil reduksi dicapai dengan perbandingan komposisi pasir besi: batubara: batu kapur, 2.3: 1: Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pasir besi hingga mencapai produk pig iron. 2. Melakukan penelitian terhadap jenis batu kapur yang paling baik digunakan untuk mereduksi pasir besi dan menghasilkan Fe yang tinggi.

88 Laporan Tugas Akhir (Halaman Ini Sengaja Dikosongkan) 70 B A B V K E S I M P U L A N D A N S A R A N

89 DAFTAR PUSTAKA Anhar, A. B Studi pengaruh variasi Komposisi Batubara dan Batu kapur pada briket Pasir Besi Terhadap Kandungan Fe total dan Fe metalisasi. Tugas Akhir, Anameric, B., dan Kawatra, S. K. (2006). Laboratory Study Related To The Production And Properties of Pig Iron Nuggets, Minerals & Metallurgical Processing; 23,1. pp. 52 Chatterjee, Amit. (2010). Sponge iron production by direct reduction of iron oxide. New Delhi: PHI Learning Private ltd. Chatterjee, Amit Proceedings of XV Symposium of SIDOR. Puerto Ordaz, Venezuela El-Geassy, A. H. A., Nasr, M. I., Omar, A. A., & Mousa, E. S. A Reduction kinetics and catastrophic swelling of MnO2-doped Fe 2O 3 compacts with CO at K. ISIJ international, 47(3), Engler, P., M. W. Santana, M.L. Mitleman, D. Balazs Non-Isothermal In Situ XRD Analysis of Dolomite Decomposition. He Rigaku Journal 2, 3-8. Eriksson, Kristina, Mario Larsson Energy Survey of the Sponge iron Process. Sweden : Lund Institute of Technology. E. Park and O. Ostrovski, Reduction of titania-ferrous ore by carbon monoxide, ISIJ Int., 43(2003), No. 9, p Febriana, E Kalsinasi Dolomit Lamongan untuk Pembuatan Kalsium Magnesium Oksida Sebagai Bahan Baku Kalsium dan Magnesium Karbonat Presipitat. Fakultas Teknik Program Ekstensi Teknik Kimia, Feinman, J Direct Reduction and Smelting Processes. Pittsburg: The AISE Steel Foundation. Hidayatullah, A. B Studi Variasi Geometri Briket pada Campuran Bijih Besi dan Pasir Besi Terhadap Kandungan Derajat Metalisasi dan Fe Metalisasi. Tugas Akhir Material Metalurgi ITS, xix

90 Indonesian Iron and Steel Industry Association Peranan dan Prospek Industri Baja Nasional Jamali, Adil, Fajar Nurjaman, Karna Rancang Bangun Tungku Reduksi Pellet Komposit Tipe Tunnel Kiln (Tungku Lorong). Prosiding Seminar Nasional Pengolahan Bijih Besi. Jauhari, M Kelebihan Batubara. Jurnal Alami, Vol.10 (1):14-18 Kementrian Perindustrian Republik Indonesia Profil Industri Baja. Khattoi, S. C., G. G. Roy Sponge iron Production from Ore Coal Composite Pellets in Tunnel Kiln. Koesnohadi dan Ahmad Subandi. November Potensi Sumber Daya Lokal Untuk Membangun Kemandirian dan Daya Saing Industri Baja Nasional. Bandung: KOLOKIUM tek-mira. Liu, Yi-ran, Jiang-Liang Zhang, Zheng-jian Liu, dan Xiang-dong Xing. (2016). Phase Transformation behavior of titanium during carbothermic reduction of titanomagnetite ironsand. International Journal of Minerals, Metallurgy and Materials. Volume 23 : Page 760. Manaf, Azwar Kegiatan Litbang Pasir Besi (Iron Sand) di Universitas Indonesia. Seminar Lokakarya Pemanfaatan Bahan Baku Lokal untuk Industri Baja Nasional, PT Kratau Steel. Cilegon McKewan, W.M Trans., IIM-AIME, 212, 791 Merk, R dan C.A. Pickles Reduction of Ilmenite by Carbon Monoxide. Canadian Metallurgical Quarterly, Vol. 27. Canada: Prasetyo, Eko P Struktur dan Kinerja Industri Besi dan Baja Indonesia Tidak Sekuat dan Sekokoh Namanya. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang, Purwanto, Setyo Membangun Industri Komponen Bahan Magnetik Berbasis Sumber Daya Alam Lokal Melalui Sentuhan Nano Teknologi. Jurnal Riset Industri, Pusat xx

91 Teknologi Bahan Industri Nuklir-BATAN: Serpong Tangerang Vol 2. Putnis, A., Introduction to Mineral Sciences. Cambridge University Press. Ross HU Physical Chemistry: Part I Thermodynamics. Direct Reduced Iron Technology and Economics of Productions and Use. Warrendale : The Iron and Steel Society R. O. Sack and M. S. Ghiorso: Contrib. Mineral. Petrol., 106 (1991),474. Sarangi,Arabinda & Sarangi, Bidyapati Sponge Iron Production in Rotary Kiln. New Delhi : PHI Learning Private Limited Schon, J.H Physical Properties of Rocks. Fundamentals and Principles of Petrophysics 2nd ed., Pergamon, Oxford, 583p. S. K. Gupta, V. Rajakumar and P. Grieveson: Metall. Mater. Trans.B, 18 (1987), 713. Singhania, Lalit Kumar Detailed Project Report for Suraj Product Limited. Raipur : Industri Technical and Financial Consultants Ltd. SUN, Haoyan, Ajala A. ADETORO, Zhen WANG, Feng PAN, dan Li LI. (2016). Direct Reduction Behaviors of Titanomagnetite Ore by Carbon Monoxide in Fluidized Bed. ISIJ International. Vol.56. Cina : Tambunan, Barman, Cuk Supriyadi, dan Juliansyah Desain dan Simulasi Tungku Bakar untuk Pengolahan Pasir Besi menjadi Sponge iron dengan Teknologi Tunnel Kiln. M. P. I. Vol. 10, no. 1, Takuda, M., H. Yoshikoshi, dan M.Ohtano, Trans. ISIJ, Vol.13, No. 5, September 1973, p T. Hu, X.W. Lv, C.G. Bai, Z.G. Lun, and G.B. Qiu, Reduction behavior of Panzhihua titanomagnetite concentrates with coal, Metall. Mater. Trans. B, 44(2013), No. 2, p Yulianto, A., Kajian Sifat Magnetik Pasir Besi dan Optimalisasi Pengolahan Menjadi Magnet Ferit. Disertasi Program Doktor Institut Teknologi Bandung. xxi

92 Yulianto, A., Bijaksana, S., Loeksmanto, W., dan Kurnia, D Extraction and purification of magnetit (Fe3O4) from iron sand. Proceeding of the Annual Physics Seminar, ISBN: , 102. Y. Zhao and F. Shadman, Reduction of ilmenite with hydrogen, Ind. Eng. Chem. Res., 30(1991), No. 9 xxii

93 Lampiran A (Perhitungan Teoritis Berat) Perhitungan stoikiometri perbandingan pasir besi: batubara: batu kapur Pada setiap reaksi kimia diperlukan kesetimbangan rumus molekul untuk senyawa kimia dengan persamaan stoikiometri. Pada proses reduksi pasir besi terdapat beberapa reaksi kimia yang terlibat, seperti reduksi, dekomposisi, reaksi Bouduard. Persamaan reaksi yang terjadi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: CaMg(CO 3) 2 CaO + MgO + 2CO 2 CO 2 + C 2CO 3Fe 2O 3 + CO 2Fe 3O 4 + CO 2 Fe 3O 4 + CO 3FeO + CO 2 FeO + CO Fe + CO 2 FeTiO 3 + CO Fe + TiO 2 + CO 2 Data yang dibutuhkan dalam perhitungan komposisi material adalah Pasir besi Dari data pengujian EDX, diperoleh presentase berat elemenelemen yang terkandung di dalam pasir besi yang diperoleh dari Sukabumi, Jawa Barat. Hasil EDX Pasir Besi Parameter Fe Si Mg O Ti Al %Wt Dari data pengujian XRD, mineral mineral yang terkandung dalam pasir besi dan persentasenya, antara lain: Maghemite (Fe 2O 3) = 16,33 % Magnetite (Fe 3O 4) = 46,065 % Ilmenite (FeTiO 3) = 21,273 % Apabila diasumsikan setiap briket pasir besi terdiri dari 1000 gram ore pasir besi maka :

94 Magnetite (Fe 3O 4) = 46,065 gram >> mol Maghemite (Fe 2O 3) = 16,33 gram >> mol Ilmenite (FeTiO 3) = 21,273 gram >> mol Massa Mr Fe3O4 = 1,9855 Massa Mr Fe2O3 = 1,0206 Massa Mr FeTiO3 = 1,3995 Batu bara Dari data pengujian proximate analysis (fixed carbon) diperoleh konsentrasi 42,35 %. Batu Kapur Dari data pengujian EDX, diperoleh persentase berat elemenelemen yang terkandung di dalam batu kapur yang diperoleh dari Gresik, Jawa Timur. Hasil EDX Batu Kapur No. Elemen Rumus Kimia Komposisi (%) 1. Kalsium Ca Magnesium Mg Karbon C Oksigen O

95 Dari data pengujian XRD, terdapat mineral mineral lain yang terkandung dalam batu kapur adalah dolomite (CaMg(CO 3) 2 Dalam penelitian ini reduksi besi oksida pada pasir besi bertahap seperti berikut. Fe 2O 3 (1) Fe 3O 4 (2) FeO (3) Fe FeTiO 3 (4) Fe Dari skema reaksi di atas dapat diketahui berapa mol gas CO yang dibutuhkan untuk reaksi dan berapa mol gas CO 2 yang dibutuhkan dari hasil dekomposisi batu kapur serta berapa mol CO 2 hasil reaksi yang harus bereaksi dengan C batubara. I. Reaksi Reduksi Fe 2O 3 a. Reaksi 1 3Fe 2O 3 + CO 2Fe 3O 4 + CO mol mol 0,6804 mol mol CO 2 hasil reaksi dekomposisi batu kapur yang dibutuhkan untuk bereaksi dengan C batu bara CO 2 + C 2CO mol mol mol Reaksi gas CO 2 hasil reaksi 1 dengan C batubara CO 2 + C 2CO mol mol 0,6804 mol b. Reaksi 2 Fe 3O 4 + CO 3FeO + CO 2 0,6804 mol 0,6804 mol 2,0412 mol 0,6804 mol CO 2 hasil reaksi dekomposisi batu kapur yang dibutuhkan untuk bereaksi dengan C batu bara CO 2 + C 2CO 0 mol 0 mol 0 mol Reaksi gas CO 2 hasil reaksi 2 dengan C batubara CO 2 + C 2CO

96 0,6804 mol 0,6804 mol 1,3608 mol c. Reaksi 3 FeO + CO Fe + CO 2 2,0412 mol 2,0412 mol 2,0412 mol 2,0412 mol CO 2 hasil reaksi dekomposisi batu kapur yang dibutuhkan untuk bereaksi dengan C batu bara CO 2 + C 2CO 0,3402 mol 0,3402 mol (2,4012-1,3608) = 0,6804 mol Reaksi gas CO 2 hasil reaksi 3 dengan C batubara CO 2 + C 2CO 2,0412 mol 2,0412 mol 4,0824 mol II. Reaksi Reduksi Fe 3O 4 a. Reaksi 1 Fe 3O 4 + CO 3FeO + CO 2 1,9855 mol 1,9855 mol 5,9565 mol 1,9855 mol CO 2 hasil reaksi dekomposisi batu kapur yang dibutuhkan untuk bereaksi dengan C batu bara CO 2 + C 2CO 0,9927 mol 0,9927 mol 1,9855 mol Reaksi gas CO 2 hasil reaksi 2 dengan C batubara CO 2 + C 2CO 1,9855 mol 1,9855 mol 3,971 mol a. Reaksi 2 FeO + CO Fe + CO 2 5,9565 mol 5,9565 mol 5,9565 mol 5,9565 mol

97 CO 2 hasil reaksi dekomposisi batu kapur yang dibutuhkan untuk bereaksi dengan C batu bara CO 2 + C 2CO 0,9927 mol 0,9927 mol (5,9565-3,971)=1,9855 mol Reaksi gas CO 2 hasil reaksi 2 dengan C batubara CO 2 + C 2CO 5,9565 mol 5,9565 mol 11,913 mol c. Reaksi Reduksi FeTiO 3 FeTiO 3 + CO Fe + TiO 2 + CO 2 1,3995 mol 1,3995 mol 1,3995 mol 1,3995 mol 1,3995 mol Reaksi gas CO 2 hasil reaksi dengan C batubara CO 2 + C 2CO mol mol 1,3995 mol Reaksi gas CO 2 hasil reaksi 2 dengan C batubara CO 2 + C 2CO 1,3995 mol 1,3995 mol 2,799 mol Perhitungan Kebutuhan Batubara Total mol C = , , , , , , , ,3995 = mol Massa C yang dibutuhkan gram Massa batubara yang dibutuhka = = total mol C x Ar C = x 12.0 = 187, ,35% massa C

98 442 gram 1 [= = 42,35% Perhitungan Kebutuhan Kapur Total CO 2 yang dibutuhkan = , , , ,6997 = 3,1955 mol CaMg(CO 3) 2 CaO + MgO + 2CO 2 1,5977 mol 1,5977 mol 1,5977 mol 3,1955 mol Massa dolomit = mol CaMg(CO 3) 2 x Mr CaMg(CO 3) 2 = x = 294,619 gram %Wt Dolomit = = Mr CaMg(CO 3 ) 2 1 ( % Ar Ca)+ ( % ( % )+ ( % = % Massa batu kapur yang dibutuhkan = massa dolomite Ar Mg) 100% Ar ) 100% % Maka Perbandingan massa yang diperoleh adalah : 1 = ,42% = gram Pasir Besi : Batu Bara : Batu Kapur Dolomit 1000 : 442 : : 0,442 : 0,621

99 Lampiran B (Hasil Uji XRD) Hasil Uji XRD Pasir Besi

100 Counts Pasir Besi 200Mesh Position [ 2Theta] (Copper (Cu)) Peak List : Pos. [ 2Th.] Height [cts] FWHM Left [ 2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%]

101 Hasil Uji XRD Batu Kapur Peak List: Pos. Height FWHM Left d-spacing Rel. Int. [ 2Th.] [cts] [ 2Th.] [Å] [%]

102 Hasil XRD Briket A Counts 2 ; 1 ; Position [ 2Theta] (Copper (Cu)) Peak List Pos. [ 2Th.] Height [cts] FWHM Left [ 2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%]

103 Hasil XRD Briket B Counts pengurangan 20% Peak List Position [ 2Theta] (Copper (Cu)) Pos. [ 2Th.] Height [cts] FWHM Left [ 2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%]

104 Hasil XRD Briket C Counts 2 ; 1 ; 0, Peak List Pos. [ 2Th.] Height [cts] Position [ 2Theta] (Copper (Cu)) FWHM Left [ 2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%]

105 Referensi PDF Card Fe (Iron) Reference code: Mineral name: Compound name: Common name: Empirical formula: Chemical formula: Iron, syn Iron bainite, ferrite, ledkunite Fe Fe Peak list Stick Pattern

106 Fe (Iron) Reference code: Mineral name: Compound name: Common name: Empirical formula: Chemical formula: Iron, syn Iron iron high Fe Fe Peak list Stick Pattern

107 Fe (Iron) Peak List Stick Pattern

108 FeTiO 3 (Ilmenit) Reference code: Mineral name: Compound name: Empirical formula: Ilmenite Iron Titanium Oxide FeO 3 Ti Chemical formula: Fe +2 TiO 3 Peak List Stick Pattern

109 FeTiO 3 (Ilmenit) Reference code: Compound name: Common name: Empirical formula: Iron Titanium Oxide Ilmenite, syn FeO 3 Ti Chemical formula: FeTiO 3 Peak List

110 Stick Pattern

111 MgO (Periclase) Reference code: Mineral name: Compound name: Empirical formula: Chemical formula: Periclase Magnesium Oxide MgO MgO Peak list Stick Pattern FeTi 2O 5 (FerrousPseudobrookite) Reference code:

112 FeO (Wustite) Reference code: Mineral name: Compound name: Empirical formula: Chemical formula: Wustite Iron Oxide FeO FeO Peak list Stick Pattern

113 FeO (Wustite) Peak list Stick Pattern

114 Lampiran C (Hasil Uji EDX) Hasil Uji EDX Pasir Besi

115 Hasil Uji EDX Briket A Hasil Uji EDX Briket B

116 Hasil Uji XRF Batu Kapur

117 Lampiran D (Hasil Uji Proximate Analysis Batubara)

118 Lampiran E (Hasil Uji Derajat Metalisasi) Variabel Fe Total (%) Berat Sampe l (gram) K 2Cr 2O 7 (ml) Briket A Briket B 76, Briket C 79, Fe (M) Fe (T) % Metali sasi 80,99 82,95 87,14

119 Lampiran G (Dokumentasi Penelitian) Muffle furnace ketika proses reduksi Briket di dalam krusibel setelah akhir proses reduksi

120 Hasil Reduksi Briket A Briket B

121 Briket C

122 (Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)

123 UCAPAN TERIMAKASIH Penulis ingin berterima kasih juga kepada : 1. Allah SWT atas karunia, rahmat, dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan lancar. 2. Kedua Orang Tua, yang telah mendukung secara moril maupun materil serta doa yang selalu dipanjatkan demi kesehatan,keselamatan dan kelancaran anaknya dalam menempuh studi. 3. Saudara penulis Hasna Mufidah yang telah memberikan doa, perhatian, dukungan, dan semangat dalam penyelesaian tugas akhir ini. 4. Bapak Dr. Agung Purniawan, S.T, M.Eng., selaku Ketua Departemen Teknik Material FTI-ITS. 5. Bapak Sungging Pintowantoro, Ph.D selaku dosen pembimbing tugas akhir yang telah memberikan bekal yang sangat bermanfaat. 6. Bapak Fakhreza Abdul, S.T., M.T selaku co dosen Pembimbing yang telah memberikan banyak ilmu. 7. Ibu Amaliya Rasyida, S.T., M.Sc Selaku dosen wali yang sangat mengayomi. 8. Seluruh dosen dan karyawan Departemen Teknik Material FTI-ITS. 9. Keluarga MT 15 dan Material 2013, mas mbak MT 13 MT 14 dan adik adik MT 16 dan MT 17 yang mewarnai kehidupan kampus. 10. Sahabat-sahabat terbaik saya keluarga Monster Aji, Ateng, Mail, Epi, Ryan, Ipad, Kholid, Bogel, Ijal, Doddy, Asis, Bathara, Bontang, Ici, Lutfi, Ihsan, Majdi, Zulfa, Wasik

124 yang selalu memberikan canda dan tawa baik suka maupun duka. 11. Teman-teman Lab. Pengolahan Mineral dan Material yang telah membantu tugas akhir saya selama 1 semester khususnya kepada Kemplo, Wasik, Hamzah, Rizki, Fiqri, Domo, Chibi, Rahmania, Ahlidin, Anggiat, Ando, Ridwan, Bima dan juga mas-mas MT14 yang udah banyak memberi saran serta ilmu untuk tugas akhir saya. 12. HMMT yang banyak memberikan saya pemgalaman berorganisasi selama di Departemen Teknik Material. 13. Dan seluruh pihak yang telah memberikan partisipasi dalam Tugas Akhir ini.

125 BIODATA PENULIS Penulis dilahirkan di Magetan, 13 November 1994, merupakan anak pertama dari 2 bersaudara. Penulis telah menempuh pendidikan formal di MIN Demangan, kemudian SMP Negeri 2 Kota Madiun dan SMA Negeri 2 Kota Madiun. Setelah lulus dari SMA penulis melanjutkan studinya melalui jalur SNMPTN di Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Institut Teknologi Sepuluh Nopember pada tahun 2013 terdaftar dengan NRP Di Teknik Material dan Metalurgi penulis memilih bidang Metalurgi Ekstraksi. Penulis sejak kuliah aktif mengikuti organisasi di BSO Minat Bakat HMMT FTI ITS sebagai Staff pada kepengurusan tahun 2014/2015 dan menjadi Wakil Direktur BSO Minat Bakat HMMT FTI ITS pada kepengurusan 2015/2016 serta menjadi Steering Committee Kaderisasi HMMT FTI ITS pada tahun 2016/2017. Penulis juga mengikuti berbagai pelatihan seperti LKMM Pra TD FTI ITS, LKMM TD HMMT, PJTD dan LKTI HMMT FTI ITS. Penulis dapat dihubungi di atau ke faridrizal1994@gmal.com.

Material dengan Kandungan Karbon Tinggi dari Pirolisis Tempurung Kelapa untuk Reduksi Bijih Besi

Material dengan Kandungan Karbon Tinggi dari Pirolisis Tempurung Kelapa untuk Reduksi Bijih Besi Material dengan Kandungan Karbon Tinggi dari Pirolisis Tempurung Kelapa untuk Reduksi Bijih Besi Anton Irawan, Ristina Puspa dan Riska Mekawati *) Jurusan Teknik Kimia, Fak. Teknik, Universitas Sultan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Industri besi baja merupakan basic industry yang merupakan penopang pembangunan suatu bangsa. Dari tahun ke tahun tingkat produksi baja dunia terus mengalami peningkatan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN FLUX DOLOMITE PADA PROSES CONVERTING PADA TEMBAGA MATTE MENJADI BLISTER

PENGARUH PENAMBAHAN FLUX DOLOMITE PADA PROSES CONVERTING PADA TEMBAGA MATTE MENJADI BLISTER JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-xxxx Print) 1 PENGARUH PENAMBAHAN FLUX DOLOMITE PADA PROSES CONVERTING PADA TEMBAGA MATTE MENJADI BLISTER Girindra Abhilasa dan Sungging

Lebih terperinci

STUDI EKSTRAKSI RUTILE (TiO 2 ) DARI PASIR BESI MENGGUNAKAN GELOMBANG MIKRO DENGAN VARIABEL WAKTU PENYINARAN GELOMBANG MIKRO

STUDI EKSTRAKSI RUTILE (TiO 2 ) DARI PASIR BESI MENGGUNAKAN GELOMBANG MIKRO DENGAN VARIABEL WAKTU PENYINARAN GELOMBANG MIKRO STUDI EKSTRAKSI RUTILE (TiO 2 ) DARI PASIR BESI MENGGUNAKAN GELOMBANG MIKRO DENGAN VARIABEL WAKTU PENYINARAN GELOMBANG MIKRO IGA A RI H IMANDO 2710 100 114 D O SEN P E MBIMBING SUNGGING P INTOWA N T ORO,

Lebih terperinci

STUDI RANCANG BANGUN MICROWAVE BATCH FURNACE UNTUK PROSES REDUKSI PASIR BESI DENGAN OPTIMASI LAMA RADIASI

STUDI RANCANG BANGUN MICROWAVE BATCH FURNACE UNTUK PROSES REDUKSI PASIR BESI DENGAN OPTIMASI LAMA RADIASI STUDI RANCANG BANGUN MICROWAVE BATCH FURNACE UNTUK PROSES REDUKSI PASIR BESI DENGAN OPTIMASI LAMA RADIASI Oleh : Yuhandika Yusuf (2709100083) Dosen Pembimbing : Dr. Sungging Pintowantoro S.T., M.T. JURUSAN

Lebih terperinci

BAB IV DATA HASIL PENELITIAN

BAB IV DATA HASIL PENELITIAN BAB IV DATA HASIL PENELITIAN 4.1. DATA KARAKTERISASI BAHAN BAKU Proses penelitian ini diawali dengan karakterisasi sampel batu besi yang berbentuk serbuk. Sampel ini berasal dari kalimantan selatan. Karakterisasi

Lebih terperinci

STUDY PENGGUNAAN REDUKTOR PADA PROSES REDUKSI PELLET BIJIH BESI LAMPUNG MENGGUNAKAN ROTARY KILN

STUDY PENGGUNAAN REDUKTOR PADA PROSES REDUKSI PELLET BIJIH BESI LAMPUNG MENGGUNAKAN ROTARY KILN Prosiding SNaPP2012 : Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN 2089-3582 STUDY PENGGUNAAN REDUKTOR PADA PROSES REDUKSI PELLET BIJIH BESI LAMPUNG MENGGUNAKAN ROTARY KILN 1 Yayat Iman Supriyatna, 2 Muhammad

Lebih terperinci

UJI COBA PROSES REDUKSI BIJIH BESI LOKAL MENGGUNAKAN ROTARY KILN

UJI COBA PROSES REDUKSI BIJIH BESI LOKAL MENGGUNAKAN ROTARY KILN SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA V Kontribusi Kimia dan Pendidikan Kimia dalam Pembangunan Bangsa yang Berkarakter Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP UNS Surakarta, 6 April 2013

Lebih terperinci

PROSES REDUKSI BIJIH BESI MENJADI BESI SPONS DI INDONESIA

PROSES REDUKSI BIJIH BESI MENJADI BESI SPONS DI INDONESIA PROSES REDUKSI BIJIH BESI MENJADI BESI SPONS DI INDONESIA Muhammad Yaasiin Salam 1306368394 DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA 2015 A. POTENSI BIJI BESI DI INDONESIA

Lebih terperinci

Pembimbing : Sungging Pintowantoro, S.T., M.T., Ph.D. Fakhreza Abdul, S.T., M.T.

Pembimbing : Sungging Pintowantoro, S.T., M.T., Ph.D. Fakhreza Abdul, S.T., M.T. Tugas Akhir - TL141584 STUDI VARIASI JENIS ARANG PADA BRIKET PASIR BESI TERHADAP KANDUNGAN FE TOTAL DAN DERAJAT METALISASI PADA PROSES PEMBUATAN SPONGE IRON Hairul Wasik NRP 2713100068 Pembimbing : Sungging

Lebih terperinci

PENGOLAHAN BIJIH BESI DARI TASIKMALAYA DENGAN METODE REDUKSI

PENGOLAHAN BIJIH BESI DARI TASIKMALAYA DENGAN METODE REDUKSI PROSIDING PEMAPARAN HASIL PENELITIAN PUSAT PENELITIAN GEOTEKNOLOGI LIPI TAHUN 2014 Peran Penelitian Geoteknologi untuk Menunjang Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia PENGOLAHAN BIJIH BESI DARI TASIKMALAYA

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Universitas Indonesia. Studi pengaruh temperatur..., Sarah, FT UI, 2008

BAB II DASAR TEORI. Universitas Indonesia. Studi pengaruh temperatur..., Sarah, FT UI, 2008 BAB II DASAR TEORI Pembelajaran tentang proses pengolahan besi merupakan hal yang penting untuk dipelajari, mengingat logam tersebut digunakan pada berbagai macam aplikasi. Teknik yang paling umum digunakan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. FeO. CO Fe CO 2. Fe 3 O 4. Fe 2 O 3. Gambar 2.1. Skema arah pergerakan gas CO dan reduksi

BAB II DASAR TEORI. FeO. CO Fe CO 2. Fe 3 O 4. Fe 2 O 3. Gambar 2.1. Skema arah pergerakan gas CO dan reduksi BAB II DASAR TEORI Pengujian reduksi langsung ini didasari oleh beberapa teori yang mendukungnya. Berikut ini adalah dasar-dasar teori mengenai reduksi langsung yang mendasari penelitian ini. 2.1. ADSORPSI

Lebih terperinci

BAB 3 INDUSTRI BESI DAN BAJA

BAB 3 INDUSTRI BESI DAN BAJA BAB 3 INDUSTRI BESI DAN BAJA Pengantar Besi (Fe) merupakan salah satu logam yang mempunyai peranan yang sangat besar dalam kehidupan manusia, terlebih-lebih di zaman modern seperti sekarang. Kelimpahannya

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1. TERMODINAMIKA REAKSI REDUKSI Termokimia Reaksi

BAB II DASAR TEORI 2.1. TERMODINAMIKA REAKSI REDUKSI Termokimia Reaksi BAB II DASAR TEORI Proses reduksi langsung merupakan proses pembuatan besi yang menghindari fasa cair. Proses ini merupakan pengembangan dari teknologi tanur tinggi. Sebagai teknologi pembuatan besi yang

Lebih terperinci

OLEH : SHOLEHUL HADI ( ) DOSEN PEMBIMBING : Ir. SUDJUD DARSOPUSPITO, MT.

OLEH : SHOLEHUL HADI ( ) DOSEN PEMBIMBING : Ir. SUDJUD DARSOPUSPITO, MT. PENGARUH VARIASI PERBANDINGAN UDARA- BAHAN BAKAR TERHADAP KUALITAS API PADA GASIFIKASI REAKTOR DOWNDRAFT DENGAN SUPLAI BIOMASSA SERABUT KELAPA SECARA KONTINYU OLEH : SHOLEHUL HADI (2108 100 701) DOSEN

Lebih terperinci

Study Proses Reduksi Mineral Tembaga Menggunakan Gelombang Mikro dengan Variasi Daya dan Waktu Radiasi

Study Proses Reduksi Mineral Tembaga Menggunakan Gelombang Mikro dengan Variasi Daya dan Waktu Radiasi LOGO Study Proses Reduksi Mineral Tembaga Menggunakan Gelombang Mikro dengan Variasi Daya dan Waktu Radiasi Nur Rosid Aminudin 2708 100 012 Dosen Pembimbing: Dr. Sungging Pintowantoro,ST.,MT Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 3Fe 2 O 3 +C 2 Fe 3 O 4 +CO. Fe 3 O 4 +CO 3FeO+CO2 Fe 3 O 4 + C 3FeO+CO FeO+C Fe+CO

BAB II DASAR TEORI. 3Fe 2 O 3 +C 2 Fe 3 O 4 +CO. Fe 3 O 4 +CO 3FeO+CO2 Fe 3 O 4 + C 3FeO+CO FeO+C Fe+CO BAB II DASAR TEORI Pembelajaran tentang proses pengolahan besi merupakan hal yang penting untuk dipelajari, mengingat logam tersebut digunakan pada berbagai macam aplikasi. Teknik yang paling umum digunakan

Lebih terperinci

Pengaruh Temperatur dan jenis reduktor pada pembuatan sponge iron menggunakan teknologi direct reduced iron dalam rotary kiln

Pengaruh Temperatur dan jenis reduktor pada pembuatan sponge iron menggunakan teknologi direct reduced iron dalam rotary kiln Pengaruh Jurnal Temperatur Teknologi Mineral dan Jenis dan Reduktor Batubara pada Volume Pembuatan 10, Nomor Spoge 1, Iron Januari... Yayat 2014 I. Supriyatna : 15 21 dkk. Pengaruh Temperatur dan jenis

Lebih terperinci

Oleh : Dimas Setiawan ( ) Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT.

Oleh : Dimas Setiawan ( ) Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT. Karakterisasi Proses Gasifikasi Downdraft Berbahan Baku Sekam Padi Dengan Desain Sistem Pemasukan Biomassa Secara Kontinyu Dengan Variasi Air Fuel Ratio Oleh : Dimas Setiawan (2105100096) Pembimbing :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang perindustrian. Salah satu konsumsi nikel yang paling besar adalah sebagai

BAB I PENDAHULUAN. bidang perindustrian. Salah satu konsumsi nikel yang paling besar adalah sebagai BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Nikel merupakan salah satu bahan penting yang banyak dibutuhkan dalam bidang perindustrian. Salah satu konsumsi nikel yang paling besar adalah sebagai bahan baku pembuatan

Lebih terperinci

STUDI REDUKSI RUTILE (TiO 2 ) DARI PASIR BESI MENGGUNAKAN GELOMBANG MIKRO DENGAN VARIABEL WAKTU PENYINARAN GELOMBANG MIKRO

STUDI REDUKSI RUTILE (TiO 2 ) DARI PASIR BESI MENGGUNAKAN GELOMBANG MIKRO DENGAN VARIABEL WAKTU PENYINARAN GELOMBANG MIKRO JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 STUDI REDUKSI RUTILE (TiO 2 ) DARI PASIR BESI MENGGUNAKAN GELOMBANG MIKRO DENGAN VARIABEL WAKTU PENYINARAN GELOMBANG MIKRO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Permasalahannya adalah, dengan tingkat konsumsi. masyarakat yang tinggi, bahan bakar tersebut lambat laun akan

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Permasalahannya adalah, dengan tingkat konsumsi. masyarakat yang tinggi, bahan bakar tersebut lambat laun akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan bakar minyak (BBM) dan gas merupakan bahan bakar yang tidak dapat terlepaskan dari kehidupan masyarakat sehari-hari. Permasalahannya adalah, dengan tingkat konsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. I.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. I. BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. I.1 Latar Belakang Pasir besi merupakan salah satu sumber besi yang dalam

Lebih terperinci

ANALISIS THERMOGRAVIMETRY DAN PEMBUATAN BRIKET TANDAN KOSONG DENGAN PROSES PIROLISIS LAMBAT

ANALISIS THERMOGRAVIMETRY DAN PEMBUATAN BRIKET TANDAN KOSONG DENGAN PROSES PIROLISIS LAMBAT ANALISIS THERMOGRAVIMETRY DAN PEMBUATAN BRIKET TANDAN KOSONG DENGAN PROSES PIROLISIS LAMBAT Oleh : Harit Sukma (2109.105.034) Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT. JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISA KINETIKA REAKSI PROSES REDUKSI LANGSUNG BIJIH BESI LATERIT SKRIPSI. Oleh Rosoebaktian Simarmata

ANALISA KINETIKA REAKSI PROSES REDUKSI LANGSUNG BIJIH BESI LATERIT SKRIPSI. Oleh Rosoebaktian Simarmata ANALISA KINETIKA REAKSI PROSES REDUKSI LANGSUNG BIJIH BESI LATERIT SKRIPSI Oleh Rosoebaktian Simarmata 04 04 04 06 58 DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA GANJIL

Lebih terperinci

Karakterisasi Gasifikasi Biomassa Sampah pada Reaktor Downdraft Sistem Batch dengan Variasi Air Fuel Ratio

Karakterisasi Gasifikasi Biomassa Sampah pada Reaktor Downdraft Sistem Batch dengan Variasi Air Fuel Ratio Karakterisasi Gasifikasi Biomassa Sampah pada Reaktor Downdraft Sistem Batch dengan Variasi Air Fuel Ratio Oleh : Rada Hangga Frandika (2105100135) Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT. Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Data Konsumsi Baja Per Kapita (Yusuf, 2005)

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Data Konsumsi Baja Per Kapita (Yusuf, 2005) BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Permintaan dunia akan baja, dewasa ini mengalami peningkatan yang signifikan. Permintaan tersebut khususnya datang dari negara-negara berkembang di Asia yang tengah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 ANALISIS MINEROLOGI DAN KOMPOSISI KIMIA BIJIH LIMONITE Tabel 4.1. Komposisi Kimia Bijih Limonite Awal Sampel Ni Co Fe SiO 2 CaO MgO MnO Cr 2 O 3 Al 2 O 3 TiO 2 P 2 O 5 S

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen. 3.1 Tempat Penelitian Seluruh kegiatan dilakukan di Laboratorium pengembangan keramik Balai Besar Keramik, untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor utama penyebab meningkatnya kebutuhan energi dunia. Berbagai jenis

BAB I PENDAHULUAN. faktor utama penyebab meningkatnya kebutuhan energi dunia. Berbagai jenis BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi merupakan faktor utama penyebab meningkatnya kebutuhan energi dunia. Berbagai jenis industri didirikan guna memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Silikon dioksida (SiO 2 ) merupakan komponen utama di dalam pasir kuarsa yang terdiri dari unsur silikon dan oksigen, biasanya di temukan di alam pada pasir kuarsa,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kendaraan bermotor merupakan salah satu alat yang memerlukan mesin sebagai penggerak mulanya, mesin ini sendiri pada umumnya merupakan suatu alat yang berfungsi untuk

Lebih terperinci

Bab II Teknologi CUT

Bab II Teknologi CUT Bab II Teknologi CUT 2.1 Peningkatan Kualitas Batubara 2.1.1 Pengantar Batubara Batubara merupakan batuan mineral hidrokarbon yang terbentuk dari tumbuh-tumbuhan yang telah mati dan terkubur di dalam bumi

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI RASIO UDARA-BAHAN BAKAR (AIR FUEL RATIO) TERHADAP GASIFIKASI BIOMASSA BRIKET SEKAM PADI PADA REAKTOR DOWNDRAFT SISTEM BATCH

PENGARUH VARIASI RASIO UDARA-BAHAN BAKAR (AIR FUEL RATIO) TERHADAP GASIFIKASI BIOMASSA BRIKET SEKAM PADI PADA REAKTOR DOWNDRAFT SISTEM BATCH PENGARUH VARIASI RASIO UDARA-BAHAN BAKAR (AIR FUEL RATIO) TERHADAP GASIFIKASI BIOMASSA BRIKET SEKAM PADI PADA REAKTOR DOWNDRAFT SISTEM BATCH Oleh : ASHARI HUTOMO (2109.105.001) Pembimbing : Dr. Bambang

Lebih terperinci

Dengan mengalikan kedua sisi persamaan dengan T akan dihasilkan

Dengan mengalikan kedua sisi persamaan dengan T akan dihasilkan Hukum III termodinamika Hukum termodinamika terkait dengan temperature nol absolute. Hukum ini menyatakan bahwa pada saat suatu system mencapai temperature nol absolute, semua proses akan berhenti dan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Bahan baku dan hasil percobaan

Lampiran 1 Bahan baku dan hasil percobaan LAMPIRAN 13 14 Lampiran 1 Bahan baku dan hasil percobaan a a. Sampel Bijih Besi Laterit dan b. Batu bara b a b a. Briket Bijih Besi Laterit dan b. Bentuk Pelet yang akan direduksi Hasil Titrasi Analisis

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Sodium Tetra Silikat (Waterglass) dari Sodium Karbonat dan Pasir Silika Kapasitas Ton per Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Sodium Tetra Silikat (Waterglass) dari Sodium Karbonat dan Pasir Silika Kapasitas Ton per Tahun BAB I PENDAHULUAN Prarancangan Pabrik Sodium Tetra Silikat (Waterglass) dari Sodium Karbonat dan Pasir Silika BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sampai saat ini situasi perekonomian di Indonesia belum mengalami kemajuan

Lebih terperinci

1 Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga

1 Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga Ekstraksi Titanium Dioksida (TiO 2 ) Berbahan Baku Pasir Besi dengan Metode Hidrometalurgi Luthfiana Dysi Setiawati 1, Drs. Siswanto, M.Si 1, DR. Nurul Taufiqu Rochman, M.Eng 2 1 Departemen Fisika, Fakultas

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIK PELLET DAN SPONGE IRON PADA BAHANBAKU LIMBAH KARAT DENGAN PASIR BESI SEBAGAI PEMBANDING

KARAKTERISTIK FISIK PELLET DAN SPONGE IRON PADA BAHANBAKU LIMBAH KARAT DENGAN PASIR BESI SEBAGAI PEMBANDING Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 KARAKTERISTIK FISIK PELLET DAN SPONGE IRON PADA BAHANBAKU LIMBAH KARAT DENGAN PASIR BESI SEBAGAI PEMBANDING Muhammad Amin*, Suharto*, Reni**, Dini** *UPT.Balai

Lebih terperinci

REDUKSI PASIR BESI PANTAI SIGANDU KABUPATEN BATANG MENJADI SPONGE IRON MENGGUNAKAN BURNER GAS ASETILIN

REDUKSI PASIR BESI PANTAI SIGANDU KABUPATEN BATANG MENJADI SPONGE IRON MENGGUNAKAN BURNER GAS ASETILIN REDUKSI PASIR BESI PANTAI SIGANDU KABUPATEN BATANG MENJADI SPONGE IRON MENGGUNAKAN BURNER GAS ASETILIN *Itsnain Aji Pangestu 1, Sugeng Tirta Atmadja 2, Yusuf Umardani 2 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA 2 PENDAHULUAN Bijih besi merupakan komoditi tambang yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku baja. Bijih besi banyak ditemukan di Indonesia, namun bahan baku baja masih didatangkan dari luar negeri.

Lebih terperinci

PENINGKATAN KADAR NIKEL BIJIH LIMONIT MELALUI PROSES REDUKSI SELEKTIF DENGAN VARIASI WAKTU DAN PERSEN REDUKTOR

PENINGKATAN KADAR NIKEL BIJIH LIMONIT MELALUI PROSES REDUKSI SELEKTIF DENGAN VARIASI WAKTU DAN PERSEN REDUKTOR PENINGKATAN KADAR NIKEL BIJIH LIMONIT MELALUI PROSES REDUKSI SELEKTIF DENGAN VARIASI WAKTU DAN PERSEN REDUKTOR Muhammad Ikhwanul Hakim 1,a, Andinnie Juniarsih 1, Iwan Setiawan 2 1 Jurusan Teknik Metalurgi,

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2013

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2013 Girindra Abhilasa 2710 100 096 Dosen Pembimbing : Sungging Pintowantoro S.T., M.T., Ph.D Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2013

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Slag (terak) merupakan limbah industri yang sering ditemukan pada proses

BAB I PENDAHULUAN. Slag (terak) merupakan limbah industri yang sering ditemukan pada proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Slag (terak) merupakan limbah industri yang sering ditemukan pada proses peleburan logam. Slag berupa residu atau limbah, wujudnya berupa gumpalan logam, berkualitas

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR TL Ridwan Bagus Yuwandono NRP Dosen Pembimbing : Sungging Pintowantoro, Ph.D Fakhreza Abdul, S.T., M.

TUGAS AKHIR TL Ridwan Bagus Yuwandono NRP Dosen Pembimbing : Sungging Pintowantoro, Ph.D Fakhreza Abdul, S.T., M. TUGAS AKHIR TL141584 ANALISA PENGARUH VARIASI WAKTU TAHAN TERHADAP KADAR Ni DAN Fe SERTA MORFOLOGI PADA PROSES REDUKSI BIJIH NIKEL LATERIT LIMONIT MENGGUNAKAN BED BATUBARA DOLOMIT Ridwan Bagus Yuwandono

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karakteristik dari pasir besi sudah diketahui, namun penelitian ini masih terus

I. PENDAHULUAN. karakteristik dari pasir besi sudah diketahui, namun penelitian ini masih terus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Riset pengolahan pasir besi di Indonesia saat ini telah banyak dilakukan, bahkan karakteristik dari pasir besi sudah diketahui, namun penelitian ini masih terus dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

MAKALAH PENYEDIAAN ENERGI SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2014/2015 GASIFIKASI BATU BARA

MAKALAH PENYEDIAAN ENERGI SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2014/2015 GASIFIKASI BATU BARA MAKALAH PENYEDIAAN ENERGI SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2014/2015 GASIFIKASI BATU BARA Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Penyediaan Energi Dosen Pengajar : Ir. Yunus Tonapa Oleh : Nama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Silikon dioksida merupakan elemen terbanyak kedua di alam semesta dari segi massanya setelah oksigen, yang paling banyak terdapat pada debu, pasir, platenoid dan planet

Lebih terperinci

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH Komponen : adalah logam murni atau senyawa yang menyusun suatu logam paduan. Contoh : Cu - Zn (perunggu), komponennya adalah Cu dan Zn Solid solution (larutan padat)

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR. Oleh : Wahyu Kusuma A Pembimbing : Ir. Sarwono, MM Ir. Ronny Dwi Noriyati, M.Kes

SEMINAR TUGAS AKHIR. Oleh : Wahyu Kusuma A Pembimbing : Ir. Sarwono, MM Ir. Ronny Dwi Noriyati, M.Kes SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN EKSPERIMENTAL TERHADAP KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BRIKET LIMBAH AMPAS KOPI INSTAN DAN KULIT KOPI ( STUDI KASUS DI PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIA ) Oleh : Wahyu Kusuma

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH DEBU PELEBURAN BIJIH BESI (DEBU SPONS) SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN SEMEN PADA MORTAR

PEMANFAATAN LIMBAH DEBU PELEBURAN BIJIH BESI (DEBU SPONS) SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN SEMEN PADA MORTAR POLI-TEKNOLOGI VOL.11 NO.1, JANUARI 2012 PEMANFAATAN LIMBAH DEBU PELEBURAN BIJIH BESI (DEBU SPONS) SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN SEMEN PADA MORTAR Amalia dan Broto AB Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KALSIUM FERIT MENGGUKAN PASIR BESI DAN BATU KAPUR

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KALSIUM FERIT MENGGUKAN PASIR BESI DAN BATU KAPUR SINTESIS DAN KARAKTERISASI KALSIUM FERIT MENGGUKAN PASIR BESI DAN BATU KAPUR MASTUKI NRP 1108 100 055 Pembimbing Prof. Dr. Darminto, M.Sc Malik Anjelh Baqiya, M.Si Jurusan Fisika Fakultas Matematika Dan

Lebih terperinci

Recovery Logam Titanium Dioxide (TiO 2 ) dari Limbah Proses Pengambilan Pasir Besi

Recovery Logam Titanium Dioxide (TiO 2 ) dari Limbah Proses Pengambilan Pasir Besi LAPORAN PENELITIAN Recovery Logam Titanium Dioxide (TiO 2 ) dari Limbah Proses Pengambilan Pasir Besi Disusun Oleh : Mei Liana Sukarti 0931010003 PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Lebih terperinci

STUDI GASIFIKASI BATU BARA LIGNITE DENGAN VARIASI KECEPATAN UDARA UNTUK KEPERLUAN KARBONASI

STUDI GASIFIKASI BATU BARA LIGNITE DENGAN VARIASI KECEPATAN UDARA UNTUK KEPERLUAN KARBONASI NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH STUDI GASIFIKASI BATU BARA LIGNITE DENGAN VARIASI KECEPATAN UDARA UNTUK KEPERLUAN KARBONASI Abstraksi Tugas Akhir ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA STUDI PENGARUH PENAMBAHAN KARBON PADA PROSES REDUKSI LANGSUNG BATU BESI SKRIPSI

UNIVERSITAS INDONESIA STUDI PENGARUH PENAMBAHAN KARBON PADA PROSES REDUKSI LANGSUNG BATU BESI SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA STUDI PENGARUH PENAMBAHAN KARBON PADA PROSES REDUKSI LANGSUNG BATU BESI SKRIPSI KOMARUDIN 0405040414 FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL DEPOK DESEMBER 2008 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Analisis dilakukan sejak batubara (raw coal) baru diterima dari supplier saat

BAB V PEMBAHASAN. Analisis dilakukan sejak batubara (raw coal) baru diterima dari supplier saat 81 BAB V PEMBAHASAN Pada pengujian kualitas batubara di PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, menggunakan conto batubara yang diambil setiap ada pengiriman dari pabrik. Conto diambil sebanyak satu sampel

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1 Batubara

BAB II TEORI DASAR 2.1 Batubara BAB II TEORI DASAR 2.1 Batubara Batubara merupakan bahan bakar padat organik yang berasal dari batuan sedimen yang terbentuk dari sisa bermacam-macam tumbuhan purba dan menjadi padat disebabkan tertimbun

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa II. DESKRIPSI PROSES A. Macam - Macam Proses Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses sebagai berikut: 1. Proses Calcium Chloride-Sodium Carbonate Double Decomposition

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 ALAT DAN BAHAN Pada penelitian ini alat-alat yang digunakan meliputi: 1. Lemari oven. 2. Pulverizing (alat penggerus). 3. Spatula/sendok. 4. Timbangan. 5. Kaca arloji

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN INTERPRETASI

BAB V ANALISA DAN INTERPRETASI 59 BAB V ANALISA DAN INTERPRETASI Berdasarkan informasi dari pengolahan data yang telah ada, dapat dilakukan analisa dan interpretasi mengenai data-data yang telah diolah. 5.1 Analisa Standard Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terpenting di dalam menunjang kehidupan manusia. Aktivitas sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. terpenting di dalam menunjang kehidupan manusia. Aktivitas sehari-hari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin menipisnya sumber daya alam yang berasal dari sisa fosil berupa minyak bumi diakibatkan karena kebutuhan manusia yang semakin meningkat dalam penggunaan energi.

Lebih terperinci

UJI KARAKTERISTIK SPONGE IRON HASIL REDUKSI MENGGUNAKAN BURNER LAS ASITELIN DARI PASIR BESI PANTAI NGEBUM KENDAL

UJI KARAKTERISTIK SPONGE IRON HASIL REDUKSI MENGGUNAKAN BURNER LAS ASITELIN DARI PASIR BESI PANTAI NGEBUM KENDAL UJI KARAKTERISTIK SPONGE IRON HASIL REDUKSI MENGGUNAKAN BURNER LAS ASITELIN DARI PASIR BESI PANTAI NGEBUM KENDAL *Sigit Seno Anguntoro, Sugeng Tirta Atmadja 2, Yusuf Umardani 2 1 Mahasiswa Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian 11 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Beton Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian direkatkan dengan semen Portland yang direaksikan dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BATAN Bandung meliputi beberapa tahap yaitu tahap preparasi serbuk, tahap sintesis dan tahap analisis. Meakanisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2005 menurut penelitian South East Asia Iron and Steel Institute, tingkat konsumsi baja per kapita di Indonesia sebesar 26,2 kg yang lebih rendah dibandingkan

Lebih terperinci

Gambar 4.7. SEM Gelas BG-2 setelah perendaman di dalam SBF Ringer

Gambar 4.7. SEM Gelas BG-2 setelah perendaman di dalam SBF Ringer Porositas Gambar 4.7. SEM Gelas BG-2 setelah perendaman di dalam SBF Ringer Dari gambar 4.6 dan 4.7 terlihat bahwa partikel keramik bio gelas aktif berbentuk spherical menuju granular. Bentuk granular

Lebih terperinci

Romeyndo Gangga Wilman dan Johny Wahyuadi Soedarsono Teknik Metalurgi dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia

Romeyndo Gangga Wilman dan Johny Wahyuadi Soedarsono Teknik Metalurgi dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia STUDI PENGARUH RASIO MASSA PELET KOMPOSIT BIJIH BESI/BATUBARA TERHADAP HASIL REDUKSI LANGSUNG PELET KOMPOSIT BIJIH BESI/BATUBARA DENGAN MENGGUNAKAN SINGLE CONVEYOR BELT HEARTH FURNACE Romeyndo Gangga Wilman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa sekarang kecenderungan pemakaian bahan bakar sangat tinggi sedangkan sumber bahan bakar minyak bumi yang di pakai saat ini semakin menipis. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena II. TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Hujan Asam Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu dan tempat. Hujan adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 26 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini, pembuatan soft magnetic menggunakan bahan serbuk besi dari material besi laminated dengan perlakuan bahan adalah dengan proses kalsinasi dan variasi

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PEMBAKARAN BRIKET CAMPURAN AMPAS TEBU DAN SEKAM PADI DENGAN MEMBANDINGKAN PEMBAKARAN BRIKET MASING-MASING BIOMASS

ANALISIS PENGARUH PEMBAKARAN BRIKET CAMPURAN AMPAS TEBU DAN SEKAM PADI DENGAN MEMBANDINGKAN PEMBAKARAN BRIKET MASING-MASING BIOMASS ANALISIS PENGARUH PEMBAKARAN BRIKET CAMPURAN AMPAS TEBU DAN SEKAM PADI DENGAN MEMBANDINGKAN PEMBAKARAN BRIKET MASING-MASING BIOMASS Tri Tjahjono, Subroto, Abidin Rachman Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Proksimat Analisis proksimat adalah salah satu teknik analisis yang dilakukan untuk mengetahui karakteristik biobriket. Analisis proksimat adalah analisis bahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

Diagram Latimer (Diagram Potensial Reduksi)

Diagram Latimer (Diagram Potensial Reduksi) Diagram Latimer (Diagram Potensial Reduksi) Ini sangat mudah untuk menginterpresikan data ketika ditampilkan dalam bentuk diagram. Potensial reduksi standar untuk set sepsis yang berhubungan dapat ditampilkan

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Beton Konvensional Beton adalah sebuah bahan bangunan komposit yang terbuat dari kombinasi agregat dan pengikat (semen). Beton mempunyai karakteristik tegangan hancur tekan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Partikel adalah unsur butir (dasar) benda atau bagian benda yang sangat kecil dan berdimensi; materi yang sangat kecil, seperti butir pasir, elektron, atom, atau molekul;

Lebih terperinci

Metode Evaluasi dan Penilaian. Audio/Video. Web. Soal-Tugas. a. Writing exam skor: 0-100(PAN)

Metode Evaluasi dan Penilaian. Audio/Video. Web. Soal-Tugas. a. Writing exam skor: 0-100(PAN) Media Ajar Pertemuan ke Tujuan Ajar/Keluaran/Indikator Topik (pokok, sub pokok bahasan, alokasi waktu) Teks Presentasi Gambar Audio/Video Soal-Tugas Web Metode Evaluasi dan Penilaian Metode Ajar (STAR)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Magnesium klorida Salah satu kegunaan yang paling penting dari MgCl 2, selain dalam pembuatan logam magnesium, adalah pembuatan semen magnesium oksiklorida, dimana dibuat melalui

Lebih terperinci

1.2 Kapasitas Pabrik Untuk merancang kapasitas produksi pabrik sodium silikat yang direncanakan harus mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu:

1.2 Kapasitas Pabrik Untuk merancang kapasitas produksi pabrik sodium silikat yang direncanakan harus mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendirian Pabrik Sampai saat ini situasi perekonomian di Indonesia belum mengalami kemajuan yang berarti akibat krisis yang berkepanjangan, hal ini berdampak pada bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemikiran untuk mencari alternatif sumber energi yang dapat membantu

BAB I PENDAHULUAN. pemikiran untuk mencari alternatif sumber energi yang dapat membantu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi yang sangat tinggi pada saat ini menimbulkan suatu pemikiran untuk mencari alternatif sumber energi yang dapat membantu mengurangi pemakaian bahan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ABU SEKAM PADI DENGAN TREATMENT HCL SEBAGAI PENGGANTI SEMEN DALAM PEMBUATAN BETON

PEMANFAATAN ABU SEKAM PADI DENGAN TREATMENT HCL SEBAGAI PENGGANTI SEMEN DALAM PEMBUATAN BETON PEMANFAATAN ABU SEKAM PADI DENGAN TREATMENT HCL SEBAGAI PENGGANTI SEMEN DALAM PEMBUATAN BETON Maria 1, Chris 2, Handoko 3, dan Paravita 4 ABSTRAK : Beton pozzolanic merupakan beton dengan penambahan material

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Batu bara merupakan mineral organik yang mudah terbakar yang terbentuk dari sisa tumbuhan purba yang mengendap dan kemudian mengalami perubahan bentuk akibat proses fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Salah satu sumberdaya alam Indonesia dengan jumlah yang

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Salah satu sumberdaya alam Indonesia dengan jumlah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan sumberdaya alam yang melimpah. Salah satu sumberdaya alam Indonesia dengan jumlah yang melimpah adalah batubara. Cadangan batubara

Lebih terperinci

Aditya Kurniawan ( ) Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Aditya Kurniawan ( ) Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ANALISA KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BRIKET LIMBAH INDUSTRI KELAPA SAWIT DENGAN VARIASI PEREKAT DAN TEMPERATUR DINDING TUNGKU 300 0 C, 0 C, DAN 500 0 C MENGGUNAKAN METODE HEAT FLUX CONSTANT (HFC) Aditya Kurniawan

Lebih terperinci

SISTEM GASIFIKASI FLUIDIZED BED BERBAHAN BAKAR LIMBAH RUMAH POTONG HEWAN DENGAN INERT GAS CO2

SISTEM GASIFIKASI FLUIDIZED BED BERBAHAN BAKAR LIMBAH RUMAH POTONG HEWAN DENGAN INERT GAS CO2 SISTEM GASIFIKASI FLUIDIZED BED BERBAHAN BAKAR LIMBAH RUMAH POTONG HEWAN DENGAN INERT GAS CO2 Oleh : I Gede Sudiantara Pembimbing : Prof. I Nyoman Suprapta Winaya, ST.,Masc.,Ph.D. I Gusti Ngurah Putu Tenaya,

Lebih terperinci

Jurnal Kimia Indonesia

Jurnal Kimia Indonesia Jurnal Kimia Indonesia Vol. 1 (2), 2006, h. 87-92 Pengolahan Pellet Bijih Besi Halus menjadi Hot Metal di dalam Kupola Adil Jamali dan Muhammad Amin UPT Balai Pengolahan Mineral Lampung LIPI Jln. Ir. Sutami

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yang dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap pembuatan magnet barium ferit, tahap karakterisasi magnet

Lebih terperinci

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintetis,

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintetis, BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Energi Biomassa Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintetis, baik berupa produk maupun buangan. Melalui fotosintesis, karbondioksida di udara ditransformasi

Lebih terperinci

Gambar 7.1 Sketsa Komponen Batubara

Gambar 7.1 Sketsa Komponen Batubara BAB VII ANALISA TOTAL MOISTURE 7.1. Tujuan Adapun tujuan dari praktikum analisa total moisture adalah untuk mengerti, mampu melaksanakan, menganalisa serta membandingkan cara kerja total moisture batubara

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses II. DESKRIPSI PROSES A. Macam- Macam Proses Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses sebagai berikut: 1. Proses Calcium Chloride-Sodium Carbonate Double Decomposition

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Sodium Silikat Dari Natrium Hidroksida Dan Pasir Silika Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Sodium Silikat Dari Natrium Hidroksida Dan Pasir Silika Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang Pendirian Pabrik Sampai saat ini situasi perekonomian di Indonesia belum mengalami kemajuan yang berarti akibat krisis yang berkepanjangan, hal ini berdampak pada

Lebih terperinci

MODUL 1 TERMOKIMIA. A. Hukum Pertama Termodinamika. B. Kalor Reaksi

MODUL 1 TERMOKIMIA. A. Hukum Pertama Termodinamika. B. Kalor Reaksi MODUL 1 TERMOKIMIA Termokimia adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara energi panas dan energi kimia. Sebagai prasyarat untuk mempelajari termokimia, kita harus mengetahui tentang perbedaan kalor (Q)

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. II.1. Electrorefining

BAB II PEMBAHASAN. II.1. Electrorefining BAB II PEMBAHASAN II.1. Electrorefining Electrorefining adalah proses pemurnian secara elektrolisis dimana logam yangingin ditingkatkan kadarnya (logam yang masih cukup banyak mengandung pengotor)digunakan

Lebih terperinci

Masuk tanggal : , revisi tanggal : , diterima untuk diterbitkan tanggal :

Masuk tanggal : , revisi tanggal : , diterima untuk diterbitkan tanggal : PENGARUH WAKTU REDUKSI DAN KOMPOSISI PELET TERHADAP PERSEN Fe METAL DAN PERSEN Ni FeNi SPONS DARI BIJIH NIKEL LIMONIT MENGGUNAKAN SIMULATOR ROTARY KILN Yopy Henpristian 1,*, Iwan Dwi Antoro S.T, M.Si 2

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Energi Biomassa, Program Studi S-1 Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Lebih terperinci

1. MOISTURE BATUBARA

1. MOISTURE BATUBARA 1. MOISTURE BATUBARA Pada dasarnya air yang terdapat di dalam batubara maupun yang terurai dari batubara apabila dipanaskan sampai kondisi tertentu, terbagi dalam bentuk-bentuk yang menggambarkan ikatan

Lebih terperinci

/BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh faktor air semen dan suhu selama perawatan.

/BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh faktor air semen dan suhu selama perawatan. /BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Beton adalah bahan yang diperoleh dengan mencampurkan agregat halus, agregat kasar, semen Portland, dan air (PBI-2,1971). Seiring dengan penambahan umur, beton akan

Lebih terperinci