PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 2 PENDAHULUAN Bijih besi merupakan komoditi tambang yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku baja. Bijih besi banyak ditemukan di Indonesia, namun bahan baku baja masih didatangkan dari luar negeri. Berdasarkan BEI News (2005), Cina menggunakan bahan baku baja tertinggi di dunia, yaitu 16.7% pada tahun Bahan baku baja yang digunakan sebanyak juta ton akan tetapi dua tahun kemudian langsung melonjak menjadi juta ton. Produksi baja di Cina meningkat setiap tahunnya. Tahun 2003 sampai 2005, produksi baja di Cina berturut-tutut adalah 220, 300, dan 350 juta ton. Konsumsi baja di Indonesia menurut harian umum pelita (2009), tahun 1997 sampai 2000 adalah 36, 13, 14, dan 26 kilogram per kapita yang mengalami penurunan pada tahun 1998 akibat krisis ekonomi. Negara lain seperti Filipina, Thailand, Malaysia, Jepang, AS, dan Korea Selatan berturut-turut adalah 44, 111, 274, 635, 472, dan 846 kilogram per kapita pada tahun Berdasarkan analisis internal yang dikeluarkan PT Krakatau Steel (KS), konsumsi baja canai panas pada tahun 2007 mencapai sekitar 2,91 juta ton dengan asumsi peningkatan 10%, pada tahun 2008 konsumsi baja domestik akan menyentuh 3.25 juta ton. Kenaikan harga bahan baku baja di pasar internasional, memicu pemerintah dan para kuasa pertambangan (KP) untuk mulai memanfaatkan bahan baku lokal. Menurut Sutisna (2007), ada empat jenis cebakan bijih besi di Indonesia, yaitu skarn, placer, laterit, dan sedimen. Cebakan laterit jumlahnya paling melimpah, yaitu mencapai 1 miliar ton, sedangkan cebakan bijih besi skarn, placer, dan sedimen berturut-turut hanya mencapai 15, 159, dan 1 juta ton. Cebakan ini juga mengandung karbonat, silikat, besi, hematit, dan magnetit sehingga kadar besinya rendah, yaitu hanya 40-60%. Bahan baku lokal berupa bijih besi laterit dapat dijadikan pelet yang akan direduksi menjadi besi spons. Pemanfaatan bijih besi lokal ini dapat mengurangi biaya produksi sehingga harga jual bajanya dapat bersaing. Kenaikan harga tersebut diakibatkan naiknya harga iron ore pellet dan minyak mentah yang terus meningkat membuat harga bahan baku dan biaya produksi baja menjadi tinggi. Salah satu penyebab kenaikan biaya produksi baja adalah tingginya harga impor bahan baku pelet. Selain itu teknologi berbasis gas yang digunakan saat ini seperti Hojalata Y Lamina (HYL) I dan HYL III (dengan kapasitas kurang lebih 2 juta ton besi spons per tahun) semakin tidak kompetitif untuk dioperasikan. Permasalahan energi yang dihadapi industri baja nasional dapat diatasi dengan menggunakan reduktor batu bara. Menurut Raharjo (2006), Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki cadangan batu bara sekitar 38.8 miliar ton dengan 70% batu bara muda dan 30% batu bara kualitas tinggi. Penelitian ini bertujuan melakukan pengkayaan kandungan bijih besi laterit dalam batuan besi dengan benefisiasi, memperoleh suhu optimum dalam reduksi bijih besi laterit, dan membandingkan hasil reduksi antara penambahan kapur dan penambahan bentonit. TINJAUAN PUSTAKA Bijih Besi dan Besi Laterit Mineral merupakan bahan-bahan anorganik alam yang ditemukan dalam kerak bumi sedangkan mineral yang digunakan sebagai sumber untuk produksi bahan-bahan secara komersial disebut bijih besi (Keenan et al. 1992). Bijih besi dapat berupa karang keras sekali, butiran kecil, dan tanah yang gembur dengan warna yang beragam dari hitam hingga merah bata. Besi adalah suatu logam yang sangat kuat dan keras. Namun, kekerasannya tidak melebihi nikel dan kobalt sehingga perlu diberi zat aditif atau dibentuk paduan logam dengan nikel, kobalt, atau logam lain (Meyer 1980). Besi laterit merupakan jenis cebakan endapan residu yang dihasilkan dari proses pelapukan batuan dengan melibatkan dekomposisi, pengendapan kembali, dan pengumpulan secara kimiawi. Bijih besi tipe laterit umumnya terdapat di daerah puncak perbukitan dengan kemiringan <10%. Kemiringan tersebut menjadi salah satu faktor utama proses pelapukan secara kimiawi yang perannya lebih besar daripada proses mekanik. Sementara struktur dan karakteristik tanah dipengaruhi oleh daya larut mineral dan kondisi aliran air tanah (Sani 2008). Sutisna (2007) menyatakan bahwa sifatsifat dari cebakan laterit adalah tekstur dapat terlihat jelas, lapisan yang kompak, komposisi mineral besi beragam, kadar Fe berkisar antara dan 60.00%, mengandung kadar Ni dan Cr yang lebih rendah daripada jenis laterit, yaitu rata-rata 0.41% Ni dan 2.10% Cr 2 0 3, khususnya yang berasal dari bijih besi laterit, dapat mengandung bijih besi bog iron, dengan kandungan belerang dan mangan yang tinggi, sedangkan yang berasal sumber air

2 2 panas dapat mengandung belerang yang relatif lebih tinggi, dan kadar Al lebih rendah dari tipe lateritik, yaitu sekitar 7.00%. Benefisiasi dan Pembuatan Pelet Bahan baku utama baja berupa bijih besi yang diolah dalam tanur pada suhu tinggi. Bijih besi yang masih tercampur dengan kotoran dapat dimurnikan dengan dicuci terlebih dahulu. Menurut Novyanto (2007), proses pembuangan kotoran, gas, tanah liat, dan pasir adalah pencucian, pemecahan: batuan yang mengandung bijih besi dipecah dengan menggunakan mesin sehingga dihasilkan bijih besi dengan ukuran yang sama, sortir merupakan proses bijih besi melewati roda magnet yang mempunyai sifat kemagnetan kuat sehingga bijih besi terpisah antara kandungan Fe rendah dan kandungan Fe tinggi, dan pemanasan untuk menghilangkan kandungan air dan udara (gas) yang masih menempel di bijih besi. Menurut Meyer (1980 ), pelet merupakan bulatan seperti kelereng yang dihasilkan dari bijih besi alam dengan ciri sebagai berikut: kandungan besi lebih dari 63%, daya serap air berkisar antara 25 dan 30%, ukuran distribusi antara diameter 9-15 mm, daya tahan pada tekan yang tinggi, kecenderungan untuk abrasi rendah, partikel tidak hilang saat pembakaran (tidak terjadi pengecilan dan komposisi mineralnya masih sama), mempunyai tekanan mekanik yang rata-rata pada tekanan panas selama reduksi di udara. Secara garis besar proses pembuatan pelet melalui tiga tahap, yaitu 1) proses penyiapan bahan baku sebelum pembuatan pelet, 2) mencampur bahan campuran dalam tahapan ke-1 dengan air dan membentuknya menjadi bulatan-bulatan kecil dengan diameter mm, 3) pembakaran, yaitu membakar pelet hasil tahapan ke-2 setelah dikeringkan untuk meningkatkan kekuatan. Reduksi Bijih Besi Proses penghilangan oksigen dan pengotor bijih besi disebut reduksi. Proses reduksi secara umum terbagi atas dua metode, yaitu reduksi langsung dan reduksi tidak langsung. Proses reduksi bijih besi secara tidak langsung dilakukan dalam tanur tinggi dengan reduktor berupa kokas batu bara dan suhu di atas titik lebur besi. Produk berupa lelehan logam Fe yang selanjutnya diumpankan ke dalam BOF (Basic Oxygen Furnace) dan sebagian kecil akan dicetak menjadi pig iron. Sementara Proses reduksi langsung merupakan proses pemisahan Fe dari oksigen dengan reduktor berupa padatan seperti batu bara atau gas seperti metana (CH 4 ). Proses reduksi ini dilakukan di bawah titik lebur sehingga produk yang dihasilkan dalam bentuk padatan (Sun 1997). Nomura et al. (2007) menyatakan kebanyakan besi oksida direduksi menjadi logam besi oleh CO yang dihasilkan selama oksidasi karbon. Pada suhu 1200 o C, komponen berupa SiO 2 dan FeO di dalam serbuk bijih besi dapat bereaksi menghasilkan suatu campuran FeO dan SiO 2, yaitu fayalite (2FeO.SiO 2 ) yang dapat mengisi pori-pori batu bara. Reduksi Langsung dengan Reduktor Padatan dan Gas Proses ini menggunakan reduktor padatan berupa batu bara atau batu arang untuk mereduksi bijih besi. Keseluruhan reaksi yang terjadi dapat dituliskan sebagai berikut (Pelton & Christopher 2000) 3Fe 2 O 3 + C 2Fe 3 O 4 + CO, Fe 3 O 4 + C 3FeO + CO, FeO + C Fe + CO, Reaksi ini berjalan secara endotermik atau memerlukan panas. Panas yang diperlukan berasal dari udara dan pembakar. Bijih besi yang digunakan dalam proses reduksi langsung dengan reduktor karbon relatif berkadar Fe rendah (53% Fe) serta tidak memerlukan energi panas untuk mereformasi gas alam sehingga penggunaan energi lebih efisien. Persamaan reaksi reduksi bijih besi oleh gas CO dan H 2 ditunjukkan oleh persamaan reaksi (Rosenqvist 1983), 3Fe 2 O 3 + CO 2Fe 3 O 4 + CO 2, Fe 3 O 4 + CO 3FeO + CO 2, FeO + CO Fe + CO 2, atau 3Fe 2 O 3 + H 2 2Fe 3 O 4 + H 2 O, Fe 3 O 4 + H 2 3FeO + H 2 O, FeO + H 2 Fe + H 2 O, Reduksi langsung dengan reduktor gas memerlukan bahan baku bijih besi dengan kadar Fe yang relatif tinggi (60-67%) dan pengotor serendah mungkin (P 0.017%, S 0.011%) baik dalam bentuk pelet ataupun batuan bisa. Batu bara World Coal Institute (2004) menyatakan bahwa batu bara adalah sisa tumbuhan dari jaman prasejarah yang berubah bentuk, awalnya berakumulasi di rawa dan lahan gambut. Batu bara merupakan batuan organik

3 3 yang terdiri atas karbon, hidrogen, dan oksigen. Karakteristik batu bara tipe bituminus (A, B, C, dan D) dapat dilihat pada Tabel 1, Tabel 1 Karakteristik batu bara (Grigore et al. 2007) Batu bara A B C D Analisis Proksimat (%) Kadar air Kadar abu Zat terbang Karbon tetap Analisis Abu (%) SiO Al 2O Fe 2O CaO MgO TiO Na 2O K 2O P 2O Mn 3O4 < SO Cr 2O 3 <0.02 <0.02 <0.02 <0.02 CuO <0.02 <0.02 <0.02 <0.02 V 2O ZnO <0.02 <0.02 <0.02 <0.02 NiO <0.02 <0.02 <0.02 <0.02 BaO SrO Total Menurut Raharjo (2008), berdasarkan proses pembentukannya di alam yang dikontrol oleh tekanan, panas, dan waktu umumnya dibagi dalam 5 kelas, yaitu 1) Antrasit: kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan metalik, mengandung % karbon dengan kadar air kurang dari 8.00%. 2) Bituminus mengandung % karbon dan berkadar air % dari bobotnya. Kelas batu bara ini paling banyak ditambang di Australia dan Amerika Serikat. Bituminus umumnya digunakan untuk pembangkit tenaga listrik. 3) Sub-bituminus: batu bara yang memiliki sifat di antara lignit dan bituminus. Permukaannya tidak mengkilap, warnanya cokelat gelap sampai kehitam-hitaman, serta bersifat lunak dan rapuh pada rentang menengah ke bawah. Akan tetapi, pada rentang menengah ke atas batu bara sub-bituminus mengkilap, sangat hitam, keras, dan relatif kuat. Batu bara subbituminus memiliki sedikit karbon 37.70% dan banyak air ( % dari bobotnya), dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus. 4) Lignit: jenis batu bara muda terdapat pada lapisan geologi atas. Batu bara lignit sangat lunak dan mengandung air % sedangkan kadar karbonnya rendah, kurang lebih %. 5) Gambut: berpori dan memiliki kadar air di atas 75.00% serta nilai kalori yang paling rendah. Batu Kapur dan Bentonit Batu kapur dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu secara organik, mekanik, atau kimia. Sebagian besar batu kapur yang terdapat di alam terjadi secara organik, yaitu berasal dari pengendapan cangkang kerang dan siput, atau ganggang. Batu kapur dapat berwarna putih susu, abu-abu, cokelat, bahkan hitam, bergantung pada keberadaan mineral pengotornya (Tekmira 2005). El-Geassy et al. (2007) menjelaskan bahwa bahan tambahan seperti CaO, MgO, dan SiO 2 berperan penting dalam mengurangi indeks pemekaran maksimum disekitar suhu 1250 o C karena pemutusan CaO dari FeO pada lokasi-lokasi pengintian. Liu (2003) menjelaskan bahwa selain devolatilisasi batu bara dengan gas CO 2 juga dihasilkan proses dekomposisi oleh batu kapur, reaksi dekomposisi batu kapur terjadi pada suhu ± 900 o C. Mineral bentonit berdiameter kurang dari 2 µm dan terdiri atas berbagai macam mineral seperti silika, aluminium oksida, dan hidroksida yang dapat mengikat air. Bentonit diklasifikasikan dalam 2 kelompok, yaitu natrium dan kalsium bentonit. Natrium bentonit mengandung lebih banyak Na + dibandingkan dengan Ca 2+ dan Mg 2+. Bentonit ini dapat mengembang hingga 8-15 kali apabila dicelupkan ke dalam air dan tetap terdispersi beberapa waktu di dalam air. Sementara kalsium bentonit memiliki lebih banyak Ca 2+ dan Mg 2+ daripada Na +. Kalsium bentonit kurang menyerap air, tetapi diaktifkan dengan asam agar kemampuan menyerap airnya baik dan tetap terdispersi dalam air (Syuhada et al. 2009). Saidi et al. (2004) menyatakan bahwa penggunaan bentonit dalam reduksi bijih besi dapat meningkatkan besi total dalam bentuk oksida. Selain itu, bentonit memiliki permukaan ion sehingga bermanfaat dalam pembuatan suatu salutan yang lengket pada butir-butir bijih besi. Kelengketan dari bentonit dapat

4 4 menghasilkan kekerasan sehingga melindungi pelet dari tekanan tinggi. Tinjauan Kinetika Reduksi Kinetika reaksi reduksi bijih besi adalah kecepatan besi oksida untuk bertransformasi menjadi logam besi dengan melepaskan oksigen. Kecepatan reaksi reduksi bijih besi ditentukan oleh tinggi rendahnya kemampuan bijih besi tersebut untuk direduksi yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu ukuran partikel, bentuk dan distribusi ukuran partikel, bobot jenis, porosity, struktur kristal, serta komposisi kimia (Ross 1980). Kinetika reduksi langsung menggunakan reduktor batu bara dipengaruhi oleh kombinasi beberapa mekanisme, yaitu perpindahan panas, perpindahan massa oleh konveksi, difusi fase gas, serta reaksi kimia dengan gasifikasi karbon. El-Geassy et al. (2007) menjelaskan bahwa ada banyak faktor yang memengaruhi reduksi besi oksida seperti komposisi bahan baku, basisitas, komposisi gas, dan suhu reduksi. Pengaruh komposisi gas terjadi pada perubahan volume dari besi oksida pada suhu o C. Reaksi batu bara dan bijih besi merupakan suatu sistem yang kompleks. Perubahan dalam reaksi sangat dipengaruhi oleh parameter perpindahan panas yang meliputi ukuran, bentuk, bobot jenis partikel dan kecepatan aliran panas. Perpindahan panas yang terjadi dalam proses reduksi adalah perpindahan panas secara konduksi. Proses konduksi adalah perpindahan panas melalui zat padat. Dalam sistem reduksi langsung dengan karbon, mekanisme perpindahan panas yang paling berpengaruh adalah adalah konduksi dan konveksi (Sun 1998). Proses konduksi sangat bergantung pada suhu proses, sifat padatan dan fase gas yang terjadi sehingga nilai konduktifitas panas padatan merupakan salah satu hal penting dalam proses reduksi Konduktivitas panas yang tinggi akan meningkatkan kecepatan laju reaksi (Milandia 2005). Perpindahan massa terjadi karena adanya gas CO dari batu bara yang bereaksi dengan bijih besi membentuk logam besi (Fe), sehingga oksigen dilepaskan dari bijih besi tersebut dan karbon (C) akan bereaksi dengan karbon dioksida (CO 2 ) untuk membentuk CO. Aliran gas CO yang menyebabkan proses konveksi dan difusi dipengaruhi oleh perbedaan tekanan dan konsentrasi gas dalam sistem sehingga perpindahan massa dapat berjalan baik (Milandia 2005). Seki dan Nagata (2006) menjelaskan bahwa besi oksida yang berisi karbon dapat direduksi pada suhu lebih rendah. Penurunan suhu ketika reduksi bijih besi dengan karbon terjadi saat peningkatan efisiensi energi dan karbon sebagai CO 2. Reaksi kimia yang terjadi pada proses reduksi langsung bijih besi dengan reduktor batu bara meliputi devolatilisasi batu bara, reduksi bijih besi dengan gas, dan gasifikasi arang batu bara (char). Devolatilisasi batu bara mulai terjadi lebih awal pada suhu rendah dengan laju reaksi lebih cepat dari reaksi reduksi bijih besi maupun gasifikasi arang batu bara. Kesetimbangan reaksi dapat dilihat pada gambar 1. Gambar 1 Diagram kesetimbangan gas CO dan CO 2 untuk reduksi bijih besi (Ross 1980). X-Ray Fluorescence Spectrofotometer dan Carbon/Sulfur Determinator Fluoresensi dan absorpsi sinar-x telah digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif penentuan unsur-unsur. Sumber sinar-x untuk keperluan analisis dapat berasal dari tabung sinar-x, radioisotop, dan sinar-x sekunder. Serapan sinar-x menimbulkan ion tereksitasi tingkat elektronik, saat kembali ke keadaan dasar akan melibatkan transisi tingkat energi yang lebih tinggi. Setelah beberapa saat, ion kembali ke keadaan dasar melalui serangkaian transisi elektronik yang khas dengan memancarkan radiasi pada panjang gelombang yang sama dengan sinar yang menyebabkan eksitasi. Komponen alatnya adalah sumber sinar, pemilih panjang gelombang (filter), sel (tempat sampel), detektor atau tranduser, dan pemprosesan sinar dan luaran (Skoog et al. 1998).

5 5 Carbon/sulfur determinator merupakan alat untuk analisis bahan-bahan seperti batu bara, semen, dan bijih-bijih mineral. Carbon determinator menggunakan suatu carbon infrared cell untuk menentukan persen karbon pada setiap sampel. Elemental Determinators itu dapat diatur dengan pilihan berikut: karbon, belerang rendah, belerang tinggi, belerang dan karbon rendah, belerang dan karbon tinggi, belerang rendah dan belerang tinggi, dan cakupan rangkap (karbon dan belerang rendah dan belerang tinggi) (Labfit 2008). Carbon/sulfur determinator menggunakan cawan khusus untuk analisisnya sehingga dipanaskan dahulu di dalam tungku perapian pada suhu yang tinggi antara 1250 C dan 1350 C (Eltra 2005). BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bijih besi dari Bayah, H 2 O 2 30%, HF 38-40%, K 2 S 2 O 7, SnCl 2 10%, HgCl 2 10%, larutan standar EDTA 0.1 M, indikator Fe (difenilamina sulfonat) 0.1%, larutan standar K 2 Cr 2 O N, indikator murexide, kapur, bentonit, Br 2, TEA (trietanolamin), FeCl 3 15%, dan batu bara. Gambar bahan baku dapat dilihat pada Lampiran 1. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas, magnet, hot plate, mesin penggiling (labotary disk mill), mesin pengepresan briket (briquetting press machine), spektrofotometer sinar-x fluoresensi, tanur (furnace), cawan platina, kertas saring Whatman no. 41, cawan porselen, ayakan 150 mesh, neraca analitik, neraca kasar, sudip, bulp, oven, geockel glass, dan carbon/sulfur determinator. Gambar peralatan dapat dilihat pada Lampiran 2. Lingkup Penelitian Penelitian ini meliputi beberapa tahap, yaitu preparasi sampel, analisis bijih besi (meliputi silikat, Fe total, dan Fe 2+ ), pembuatan besi spons (reduksi bijih besi), analisis besi spons (meliputi Fe total dan Fe metal), analisis komposisi kimia dari kapur dan bentonit (meliputi CaO, MgO, silikat), dan analisis batu bara (meliputi kadar air, volatile matter (VM), kadar fixed carbon (FC), dan kadar abu). Metode analisis mengacu pada American Society for Testing and Materials (ASTM) tahun 2003 sedangkan diagram alir penelitian dapat dilihat pada Lampiran 3. Preparasi Sampel Batuan besi yang mengandung bijih besi laterit dikeringkan dalam oven, didinginkan, digiling halus, dan diayak dengan ayakan ukuran 150 mesh. Bijih besi hasil pengayakan dikocok agar homogen. Selanjutnya dilakukan analisis komposisi kimia menggunakan x-ray fluoresence (XRF) spektrofotometer dan metode basah sehingga didapatkan data komposisi kimia yang terkandung dalam sampel sebelum dilakukan benefiasi. Benefiasi dilakukan pada sampel melalui pencucian berulang menggunakan air dan deterjen dengan bantuan magnet, lalu dilakukan analisis komposisi kimia kembali menggunakan XRF spektrofotometer dan metode basah. Diagram alir proses benefisiasi dapat dilihat pada Lampiran 4. Reduksi Bijih Besi Bijih besi yang telah digiling lalu diayak ukuran yang lolos 150 mesh. Campuran hasil gilingan (yang lolos dari ayakan 150 mesh) dengan batu bara dan kapur yang halus lalu diaduk hingga homogen. Campuran tersebut ditambahkan air sehingga dapat dilakukan pembuatan pelet secara manual lalu dikeringkan. Masukkan pelet yang sudah kering dalam tanur pada suhu 800, 900, 1000, 1100 dan 1200 o C selama 60 menit. Besi spons didinginkan pada suhu kamar, digiling sampai 150 mesh, lalu dilakukan uji Fe metal dan Fe total. Standardisasi Kalium Dikromat Sebanyak 0.3 gram Fe standar (61.09%) ditambah HCl pekat hingga larut sempurna kemudian ditambahkan akuades 200 ml lalu dipanaskan hingga mendidih ldan reduksi dengan SnCl 2 10% hingga jernih. Sebanyak 15 ml HgCl 2 10% dan 10 ml H 3 PO 4 85% ditambahkan pada larutan kemudian ditambahkan indikator Fe 0.1%, lalu titrasi dengan larutan standar K 2 Cr 2 O 7 hingga berwarna ungu. Catat volume K 2 Cr 2 O 7 yang digunakan. Rumus perhitungan pada Lampiran 5. Analisis Fe Total Sebanyak 0.3 sampel ditimbang dengan neraca analitik lalu dimasukkan dalam erlenmeyer. Sampel dilarutkan dengan 25 ml larutan HCl pekat. Setelah sampel larut, kemudian encerkan dengan akuades sebanyak 200 ml dan dididihkan hingga menimbulkan gelembung. Reduksi dengan beberapa tetes SnCl 2 10% hingga tidak berwarna lalu didinginkan pada suhu kamar. Sebanyak 15

Lampiran 1 Bahan baku dan hasil percobaan

Lampiran 1 Bahan baku dan hasil percobaan LAMPIRAN 13 14 Lampiran 1 Bahan baku dan hasil percobaan a a. Sampel Bijih Besi Laterit dan b. Batu bara b a b a. Briket Bijih Besi Laterit dan b. Bentuk Pelet yang akan direduksi Hasil Titrasi Analisis

Lebih terperinci

REDUKSI BIJIH BESI LATERIT DARI BAYAH PROVINSI BANTEN DENGAN REDUKTOR BATU BARA DADANG HIDAYAT

REDUKSI BIJIH BESI LATERIT DARI BAYAH PROVINSI BANTEN DENGAN REDUKTOR BATU BARA DADANG HIDAYAT REDUKSI BIJIH BESI LATERIT DARI BAYAH PROVINSI BANTEN DENGAN REDUKTOR BATU BARA DADANG HIDAYAT DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 ABSTRAK

Lebih terperinci

Material dengan Kandungan Karbon Tinggi dari Pirolisis Tempurung Kelapa untuk Reduksi Bijih Besi

Material dengan Kandungan Karbon Tinggi dari Pirolisis Tempurung Kelapa untuk Reduksi Bijih Besi Material dengan Kandungan Karbon Tinggi dari Pirolisis Tempurung Kelapa untuk Reduksi Bijih Besi Anton Irawan, Ristina Puspa dan Riska Mekawati *) Jurusan Teknik Kimia, Fak. Teknik, Universitas Sultan

Lebih terperinci

Penentuan Fixed Carbon Penentuan fixed carbon dari batu bara berdasarkan selisih antara hasil perhitungan hilang pijar dan volatile matter.

Penentuan Fixed Carbon Penentuan fixed carbon dari batu bara berdasarkan selisih antara hasil perhitungan hilang pijar dan volatile matter. 7 Penentuan Fixed Carbon Penentuan fixed carbon dari batu bara berdasarkan selisih antara hasil perhitungan hilang pijar dan volatile matter. Penentuan Kadar Abu Penentuan kadar abu dari batu bara berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN 3.1 Percobaan Percobaan tabling merupakan percobaan konsentrasi gravitasi berdasarkan perbedaan berat jenis dari mineral berharga dan pengotornya. Sampel bijih dipersiapkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 ALAT DAN BAHAN Pada penelitian ini alat-alat yang digunakan meliputi: 1. Lemari oven. 2. Pulverizing (alat penggerus). 3. Spatula/sendok. 4. Timbangan. 5. Kaca arloji

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BIOBRIKET CAMPURAN AMPAS AREN, SEKAM PADI, DAN BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF

KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BIOBRIKET CAMPURAN AMPAS AREN, SEKAM PADI, DAN BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BIOBRIKET CAMPURAN AMPAS AREN, SEKAM PADI, DAN BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF Joko Triyanto, Subroto, Marwan Effendy Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini didahului dengan perlakuan awal bahan baku untuk mengurangi pengotor yang terkandung dalam abu batubara. Penentuan pengaruh parameter proses dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI ) 41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. II.1. Electrorefining

BAB II PEMBAHASAN. II.1. Electrorefining BAB II PEMBAHASAN II.1. Electrorefining Electrorefining adalah proses pemurnian secara elektrolisis dimana logam yangingin ditingkatkan kadarnya (logam yang masih cukup banyak mengandung pengotor)digunakan

Lebih terperinci

STUDY PENGGUNAAN REDUKTOR PADA PROSES REDUKSI PELLET BIJIH BESI LAMPUNG MENGGUNAKAN ROTARY KILN

STUDY PENGGUNAAN REDUKTOR PADA PROSES REDUKSI PELLET BIJIH BESI LAMPUNG MENGGUNAKAN ROTARY KILN Prosiding SNaPP2012 : Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN 2089-3582 STUDY PENGGUNAAN REDUKTOR PADA PROSES REDUKSI PELLET BIJIH BESI LAMPUNG MENGGUNAKAN ROTARY KILN 1 Yayat Iman Supriyatna, 2 Muhammad

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemakaian batubara sebagai sumber energi telah menjadi salah satu pilihan di Indonesia sejak harga bahan bakar minyak (BBM) berfluktuasi dan cenderung semakin mahal.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan tahapan isolasi selulosa dan sintesis CMC di Laboratorium Kimia Organik

Lebih terperinci

Pupuk dolomit SNI

Pupuk dolomit SNI Standar Nasional Indonesia Pupuk dolomit ICS 65.080 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Syarat mutu... 1 4 Pengambilan contoh...

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian eksperimental. Sepuluh sampel mie basah diuji secara kualitatif untuk

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT 1. Waktu Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 2. Tempat Laboratorium Patologi, Entomologi, & Mikrobiologi (PEM) Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

UJI COBA PROSES REDUKSI BIJIH BESI LOKAL MENGGUNAKAN ROTARY KILN

UJI COBA PROSES REDUKSI BIJIH BESI LOKAL MENGGUNAKAN ROTARY KILN SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA V Kontribusi Kimia dan Pendidikan Kimia dalam Pembangunan Bangsa yang Berkarakter Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP UNS Surakarta, 6 April 2013

Lebih terperinci

KLASIFIKASI MINERAL. Makro : Kebutuhan minimal 100 mg/hari utk orang dewasa Ex. Na, Cl, Ca, P, Mg, S

KLASIFIKASI MINERAL. Makro : Kebutuhan minimal 100 mg/hari utk orang dewasa Ex. Na, Cl, Ca, P, Mg, S ANALISIS KADAR ABU ABU Residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi komponen organik bahan pangan. Kadar abu dari bahan menunjukkan : Kadar mineral Kemurnian Kebersihan suatu bahan yang dihasilkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Alat dan Bahan 4.1.1 Alat-Alat yang digunakan : 1. Seperangkat alat kaca 2. Neraca analitik, 3. Kolom kaca, 4. Furnace, 5. Kertas saring, 6. Piknometer 5 ml, 7. Refraktometer,

Lebih terperinci

Tabel klasifikasi United State Department of Agriculture (USDA) fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990).

Tabel klasifikasi United State Department of Agriculture (USDA) fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990). LAMPIRAN 74 Lampiran 1. Klasifikasi fraksi tanah menurut standar Internasional dan USDA. Tabel kalsifikasi internasional fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990). Fraksi Tanah Diameter (mm) Pasir 2.00-0.02

Lebih terperinci

Dasar Teori Tambahan. Pengadukan sampel dilakukan dengan cara mengaduk sampel untuk mendapatkan sampel yang homogen.

Dasar Teori Tambahan. Pengadukan sampel dilakukan dengan cara mengaduk sampel untuk mendapatkan sampel yang homogen. Dasar Teori Tambahan Batubara merupakan mineral bahan bakar yang terbentuk sebagai suatu cebakan sedimenter yang berasal dari penimbunan dan pengendapan hancuran bahan berselulosa yang bersal dari tumbuhtumbuhan.

Lebih terperinci

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat Bab III Metodologi Penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu isolasi selulosa dari serbuk gergaji kayu dan asetilasi selulosa hasil isolasi dengan variasi waktu. Kemudian selulosa hasil isolasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Produk keramik adalah suatu produk industri yang sangat penting dan berkembang pesat pada masa sekarang ini. Hal ini disebabkan oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian 16 Bab III Metodologi Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode titrasi redoks dengan menggunakan beberapa oksidator (K 2 Cr 2 O 7, KMnO 4 dan KBrO 3 ) dengan konsentrasi masing-masing

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis

Lampiran 1. Prosedur Analisis L A M P I R A N 69 Lampiran 1. Prosedur Analisis A. Pengukuran Nilai COD (APHA,2005). 1. Bahan yang digunakan : a. Pembuatan pereaksi Kalium dikromat (K 2 Cr 2 O 7 ) adalah dengan melarutkan 4.193 g K

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kendaraan bermotor merupakan salah satu alat yang memerlukan mesin sebagai penggerak mulanya, mesin ini sendiri pada umumnya merupakan suatu alat yang berfungsi untuk

Lebih terperinci

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g)

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g) LAMPIRAN 42 Lampiran 1. Prosedur Analisis mutu kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC, 1984) Cawan porselen kosong dan tutupnya dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada suhu 100 o C.Cawan porselen kemudian

Lebih terperinci

Catatan : Jika ph H 2 O 2 yang digunakan < 4,5, maka ph tersebut harus dinaikkan menjadi 4,5 dengan penambahan NaOH 0,5 N.

Catatan : Jika ph H 2 O 2 yang digunakan < 4,5, maka ph tersebut harus dinaikkan menjadi 4,5 dengan penambahan NaOH 0,5 N. Lampiran 1 Prosedur uji asam basa dan Net Acid Generation (Badan Standardisasi Nasional, 2001) A. Prinsip kerja : Analisis perhitungan asam-basa meliputi penentuan potensi kemasaman maksimum (MPA) yakni

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan Januari 2012

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan Januari 2012 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan Januari 2012 sampai April 2012 di Laboratorium Fisika Material, Laboratorium Kimia

Lebih terperinci

Penetapan kadar Cu dalam CuSO 4.5H 2 O

Penetapan kadar Cu dalam CuSO 4.5H 2 O Penetapan kadar Cu dalam CuSO 4.5H 2 O Dody H. Dwi Tiara Tanjung Laode F. Nidya Denaya Tembaga dalam bahasa latin yaitu Cuprum, dalam bahasa Inggris yaitu Copper adalah unsur kimia yang mempunyai simbol

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Beton Konvensional Beton adalah sebuah bahan bangunan komposit yang terbuat dari kombinasi agregat dan pengikat (semen). Beton mempunyai karakteristik tegangan hancur tekan yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Fisika Kimia Abu Terbang Abu terbang adalah bagian dari sisa pembakaran batubara berupa bubuk halus dan ringan yang diambil dari tungku pembakaran yang mempergunakan bahan

Lebih terperinci

PROSES REDUKSI BIJIH BESI MENJADI BESI SPONS DI INDONESIA

PROSES REDUKSI BIJIH BESI MENJADI BESI SPONS DI INDONESIA PROSES REDUKSI BIJIH BESI MENJADI BESI SPONS DI INDONESIA Muhammad Yaasiin Salam 1306368394 DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA 2015 A. POTENSI BIJI BESI DI INDONESIA

Lebih terperinci

STUDI EKSTRAKSI RUTILE (TiO 2 ) DARI PASIR BESI MENGGUNAKAN GELOMBANG MIKRO DENGAN VARIABEL WAKTU PENYINARAN GELOMBANG MIKRO

STUDI EKSTRAKSI RUTILE (TiO 2 ) DARI PASIR BESI MENGGUNAKAN GELOMBANG MIKRO DENGAN VARIABEL WAKTU PENYINARAN GELOMBANG MIKRO STUDI EKSTRAKSI RUTILE (TiO 2 ) DARI PASIR BESI MENGGUNAKAN GELOMBANG MIKRO DENGAN VARIABEL WAKTU PENYINARAN GELOMBANG MIKRO IGA A RI H IMANDO 2710 100 114 D O SEN P E MBIMBING SUNGGING P INTOWA N T ORO,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perak Nitrat Perak nitrat merupakan senyawa anorganik tidak berwarna, tidak berbau, kristal transparan dengan rumus kimia AgNO 3 dan mudah larut dalam alkohol, aseton dan air.

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam tahapan sintesis ligan meliputi laboratory set dengan labu leher tiga, thermolyne sebagai pemanas, dan neraca analitis untuk penimbangan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

LOGO. Stoikiometri. Tim Dosen Pengampu MK. Kimia Dasar

LOGO. Stoikiometri. Tim Dosen Pengampu MK. Kimia Dasar LOGO Stoikiometri Tim Dosen Pengampu MK. Kimia Dasar Konsep Mol Satuan jumlah zat dalam ilmu kimia disebut mol. 1 mol zat mengandung jumlah partikel yang sama dengan jumlah partikel dalam 12 gram C 12,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2005 menurut penelitian South East Asia Iron and Steel Institute, tingkat konsumsi baja per kapita di Indonesia sebesar 26,2 kg yang lebih rendah dibandingkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium kimia mineral / laboratorium geoteknologi, analisis proksimat dilakukan di laboratorium instrumen Pusat Penelitian

Lebih terperinci

No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 8 Semester I BAB I Prodi PT Boga BAB I MATERI

No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 8 Semester I BAB I Prodi PT Boga BAB I MATERI No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 8 BAB I MATERI Materi adalah sesuatu yang menempati ruang dan mempunyai massa. Materi dapat berupa benda padat, cair, maupun gas. A. Penggolongan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM Kelompok 10 Delis Saniatil H 31113062 Herlin Marlina 31113072 Ria Hardianti 31113096 Farmasi 4B PRODI

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari bonggol nanas dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2012 bertempat di

METODE PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2012 bertempat di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2012 bertempat di empat lokasi digester biogas skala rumah tangga yang aktif beroperasi di Provinsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ).

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ). 0.45 µm, ph meter HM-20S, spektrofotometer serapan atom (AAS) Analytic Jena Nova 300, spektrofotometer DR 2000 Hach, SEM-EDS EVO 50, oven, neraca analitik, corong, pompa vakum, dan peralatan kaca yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN PERBANDINGAN MASSA ALUMINIUM SILIKAT DAN MAGNESIUM SILIKAT Tahapan ini merupakan tahap pendahuluan dari penelitian ini, diawali dengan menentukan perbandingan massa

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Fisik, Kimia, dan Formulasi Tablet Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok. Waktu pelaksanaannya adalah dari bulan Februari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor utama penyebab meningkatnya kebutuhan energi dunia. Berbagai jenis

BAB I PENDAHULUAN. faktor utama penyebab meningkatnya kebutuhan energi dunia. Berbagai jenis BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi merupakan faktor utama penyebab meningkatnya kebutuhan energi dunia. Berbagai jenis industri didirikan guna memenuhi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian 11 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Beton Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian direkatkan dengan semen Portland yang direaksikan dengan

Lebih terperinci

BAB 3 INDUSTRI BESI DAN BAJA

BAB 3 INDUSTRI BESI DAN BAJA BAB 3 INDUSTRI BESI DAN BAJA Pengantar Besi (Fe) merupakan salah satu logam yang mempunyai peranan yang sangat besar dalam kehidupan manusia, terlebih-lebih di zaman modern seperti sekarang. Kelimpahannya

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ABU SEKAM PADI DENGAN TREATMENT HCL SEBAGAI PENGGANTI SEMEN DALAM PEMBUATAN BETON

PEMANFAATAN ABU SEKAM PADI DENGAN TREATMENT HCL SEBAGAI PENGGANTI SEMEN DALAM PEMBUATAN BETON PEMANFAATAN ABU SEKAM PADI DENGAN TREATMENT HCL SEBAGAI PENGGANTI SEMEN DALAM PEMBUATAN BETON Maria 1, Chris 2, Handoko 3, dan Paravita 4 ABSTRAK : Beton pozzolanic merupakan beton dengan penambahan material

Lebih terperinci

Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Penelitian yang sudah ada Pirometalurgi Hidrometalurgi Pelindian Sulfat Pelindian Pelindian Klorida Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Magnesium klorida Salah satu kegunaan yang paling penting dari MgCl 2, selain dalam pembuatan logam magnesium, adalah pembuatan semen magnesium oksiklorida, dimana dibuat melalui

Lebih terperinci

FOSFOR A. KELIMPAHAN FOSFOR

FOSFOR A. KELIMPAHAN FOSFOR FOSFOR A. KELIMPAHAN FOSFOR Fosfor termasuk unsur bukan logam yang cukup reaktif, sehingga tidak ditemukan di alam dalamkeadaan bebas. Fosfor berasal dari bahasa Yunani, phosphoros, yang berarti memiliki

Lebih terperinci

Penarikan sampel (cuplikan) Mengubah konstituen yang diinginkan ke bentuk yang dapat diukur Pengukuran konstituen yang diinginkan Penghitungan dan

Penarikan sampel (cuplikan) Mengubah konstituen yang diinginkan ke bentuk yang dapat diukur Pengukuran konstituen yang diinginkan Penghitungan dan ? Penarikan sampel (cuplikan) Mengubah konstituen yang diinginkan ke bentuk yang dapat diukur Pengukuran konstituen yang diinginkan Penghitungan dan interpretasi data analitik Metode Konvensional: Cara

Lebih terperinci

ANALISIS KADAR ABU DAN MINERAL

ANALISIS KADAR ABU DAN MINERAL ANALISIS KADAR ABU DAN MINERAL OLEH KELOMPOK 8 1. NI WAYAN NIA ARISKA PURWANTI (P07134013010) 2. NI KADEK DWI ANJANI (P07134013021) 3. NI NYOMAN SRI KASIHANI (P07134013031) 4. GUSTYARI JADURANI GIRI (P07134013039)

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

KIMIA DASAR TEKNIK INDUSTRI UPNVYK C H R I S N A O C V A T I K A ( ) R I N I T H E R E S I A ( )

KIMIA DASAR TEKNIK INDUSTRI UPNVYK C H R I S N A O C V A T I K A ( ) R I N I T H E R E S I A ( ) KIMIA DASAR TEKNIK INDUSTRI UPNVYK C H R I S N A O C V A T I K A ( 1 2 2 1 5 0 1 1 3 ) R I N I T H E R E S I A ( 1 2 2 1 5 0 1 1 2 ) Menetukan Sistem Periodik Sifat-Sifat Periodik Unsur Sifat periodik

Lebih terperinci

Metode pengujian kadar semen portland dalam Beton keras yang memakai semen hidrolik

Metode pengujian kadar semen portland dalam Beton keras yang memakai semen hidrolik SNI 03-4805-1998 Standar Nasional Indonesia Metode pengujian kadar semen portland dalam Beton keras yang memakai semen hidrolik Badan Standardisasi NasionalBSN DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i BAB I

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat

I. PENDAHULUAN. aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembuatan mesin pada awalnya bertujuan untuk memberikan kemudahan dalam aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat yang berfungsi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Permasalahannya adalah, dengan tingkat konsumsi. masyarakat yang tinggi, bahan bakar tersebut lambat laun akan

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Permasalahannya adalah, dengan tingkat konsumsi. masyarakat yang tinggi, bahan bakar tersebut lambat laun akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan bakar minyak (BBM) dan gas merupakan bahan bakar yang tidak dapat terlepaskan dari kehidupan masyarakat sehari-hari. Permasalahannya adalah, dengan tingkat konsumsi

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Deskripsi profil tanah Andosol dari hutan Dusun Arca Order tanah : Andosol

Tabel Lampiran 1. Deskripsi profil tanah Andosol dari hutan Dusun Arca Order tanah : Andosol LAMPIRAN Tabel Lampiran 1. Deskripsi profil tanah Andosol dari hutan Dusun Arca Order tanah : Andosol Fisiografi : Volkan Bahan Induk : Abu / Pasir volkan intermedier sampai basis Tinggi dpl : 1301 m Kemiringan

Lebih terperinci

PELINDIAN PASIR BESI MENGGUNAKAN METODE ELEKTROLISIS

PELINDIAN PASIR BESI MENGGUNAKAN METODE ELEKTROLISIS PELINDIAN PASIR BESI MENGGUNAKAN METODE ELEKTROLISIS Rizky Prananda(1410100005) Dosen Pembimbing Dosen Penguji : Suprapto, M.Si, Ph.D : Ita Ulfin S.Si, M.Si Djoko Hartanto, S.Si, M.Si Drs. Eko Santoso,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang perindustrian. Salah satu konsumsi nikel yang paling besar adalah sebagai

BAB I PENDAHULUAN. bidang perindustrian. Salah satu konsumsi nikel yang paling besar adalah sebagai BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Nikel merupakan salah satu bahan penting yang banyak dibutuhkan dalam bidang perindustrian. Salah satu konsumsi nikel yang paling besar adalah sebagai bahan baku pembuatan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur Analisis ph H2O dengan ph Meter Lampiran 2. Prosedur Penetapan NH + 4 dengan Metode Destilasi-Titrasi (ppm)=

Lampiran 1 Prosedur Analisis ph H2O dengan ph Meter Lampiran 2. Prosedur Penetapan NH + 4 dengan Metode Destilasi-Titrasi (ppm)= LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis ph H 2 O dengan ph Meter 1. Timbang 10 gram tanah, masukkan ke dalam botol kocok. 2. Tambahkan air destilata 10 ml. 3. Kocok selama 30 menit dengan mesin pengocok.

Lebih terperinci

A. Lampiran 1 Data Hasil Pengujian Tabel 1. Hasil Uji Proksimat Bahan Baku Briket Sebelum Perendaman Dengan Minyak Jelantah

A. Lampiran 1 Data Hasil Pengujian Tabel 1. Hasil Uji Proksimat Bahan Baku Briket Sebelum Perendaman Dengan Minyak Jelantah A. Lampiran 1 Data Hasil Pengujian Tabel 1. Hasil Uji Proksimat Bahan Baku Briket Sebelum Perendaman Dengan Minyak Jelantah No Parameter Pengujian Hasil Uji Uji 1 Uji 2 Uji 3 Rata-rata 1. Berat Awal Bahan

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

GRAVIMETRI PENENTUAN KADAR FOSFAT DALAM DETERJEN RINSO)

GRAVIMETRI PENENTUAN KADAR FOSFAT DALAM DETERJEN RINSO) LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK GRAVIMETRI PENENTUAN KADAR FOSFAT DALAM DETERJEN RINSO) NAMA : KARMILA (H311 09 289) FEBRIANTI R LANGAN (H311 10 279) KELOMPOK : VI (ENAM) HARI / TANGGAL : JUMAT / 22 MARET

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 lat dan Bahan lat yang digunakan pada pembuatan karbon aktif pada penilitian ini adalah peralatan sederhana yang dibuat dari kaleng bekas dengan diameter 15,0 cm dan

Lebih terperinci

SKL 2 RINGKASAN MATERI. 1. Konsep mol dan Bagan Stoikiometri ( kelas X )

SKL 2 RINGKASAN MATERI. 1. Konsep mol dan Bagan Stoikiometri ( kelas X ) SKL 2 Menerapkan hukum-hukum dasar kimia untuk memecahkan masalah dalam perhitungan kimia. o Menganalisis persamaan reaksi kimia o Menyelesaikan perhitungan kimia yang berkaitan dengan hukum dasar kimia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

1. Ciri-Ciri Reaksi Kimia

1. Ciri-Ciri Reaksi Kimia Apakah yang dimaksud dengan reaksi kimia? Reaksi kimia adalah peristiwa perubahan kimia dari zat-zat yang bereaksi (reaktan) menjadi zat-zat hasil reaksi (produk). Pada reaksi kimia selalu dihasilkan zat-zat

Lebih terperinci

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Produksi Kopi Biji Salak dengan Penambahan Jahe Merah dilaksanakan pada bulan Maret-April 2016 di Laboratorium Rekayasa Proses dan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 Tahapan Penelitian Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap pelaksanaan yang secara umum digambarkan oleh bagan alir di bawah ini: MULAI Pengambilan sample Lumpur Sidoardjo

Lebih terperinci

Hubungan koefisien dalam persamaan reaksi dengan hitungan

Hubungan koefisien dalam persamaan reaksi dengan hitungan STOIKIOMETRI Pengertian Stoikiometri adalah ilmu yang mempelajari dan menghitung hubungan kuantitatif dari reaktan dan produk dalam reaksi kimia (persamaan kimia) Stoikiometri adalah hitungan kimia Hubungan

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015 BAB III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015 yang meliputi kegiatan di lapangan dan di laboratorium. Lokasi pengambilan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 19 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam jangka waktu 8 bulan, dimulai bulan Juli 2009 hingga Februari 2010. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biofisika

Lebih terperinci

Lampiran 1. Diagram Alir penelitian. SiO 2 Analisis EDX dan FTIR. Pembuatan Arang sekam. Mulai. Sekam Padi. Pembuatan SiO 2

Lampiran 1. Diagram Alir penelitian. SiO 2 Analisis EDX dan FTIR. Pembuatan Arang sekam. Mulai. Sekam Padi. Pembuatan SiO 2 13 Lampiran 1. Diagram Alir penelitian Pembuatan Arang sekam Mulai Pembuatan SiO 2 Pembuatan Si Sekam Padi Arang Sekam Timbang 4 kg Bakar di Tungku Sekam Abu Sekam Timbang 60 gr Pengabuan pada suhu 400

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 AREN (Arenga pinnata) Pohon aren (Arenga pinnata) merupakan pohon yang belum banyak dikenal. Banyak bagian yang bisa dimanfaatkan dari pohon ini, misalnya akar untuk obat tradisional

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara penghasil batubara yang cukup banyak. Sumber daya alam yang melimpah dapat dijadikan alternatif sebagai pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum tentang pemanfaatan daun matoa sebagai adsorben untuk menyerap logam Pb dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1. Preparasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. terhadap pergeseran cermin untuk menentukan faktor konversi, dan grafik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. terhadap pergeseran cermin untuk menentukan faktor konversi, dan grafik BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab yang keempat ini mengulas tentang hasil penelitian yang telah dilakukan beserta analisa pembahasannya. Hasil penelitian ini nantinya akan dipaparkan olahan data berupa grafik

Lebih terperinci

MATERI DAN PERUBAHANNYA. Kimia Kesehatan Kelas X semester 1

MATERI DAN PERUBAHANNYA. Kimia Kesehatan Kelas X semester 1 MATERI DAN PERUBAHANNYA Kimia Kelas X semester 1 SKKD STANDAR KOMPETENSI Memahami konsep penulisan lambang unsur dan persamaan reaksi. KOMPETENSI DASAR Mengelompokkan sifat materi Mengelompokkan perubahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri

III. BAHAN DAN METODE. Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Riset (Research Laboratory),

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Riset (Research Laboratory), 27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Riset (Research Laboratory), Karakterisasi FTIR dan Karakterisasi UV-Vis dilakukan di laboratorium Kimia Instrumen,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekperimental.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekperimental. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekperimental. B. Tempat dan Waktu Pengerjaan sampel dilakukan di laboratorium Teknik Kimia

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Energi Biomassa, Program Studi S-1 Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium penelitian jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel kulit

Lebih terperinci

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA NANOSILIKA PASIR Anggriz Bani Rizka (1110 100 014) Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat Triwikantoro M.Si JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci