Romeyndo Gangga Wilman dan Johny Wahyuadi Soedarsono Teknik Metalurgi dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Romeyndo Gangga Wilman dan Johny Wahyuadi Soedarsono Teknik Metalurgi dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia"

Transkripsi

1 STUDI PENGARUH RASIO MASSA PELET KOMPOSIT BIJIH BESI/BATUBARA TERHADAP HASIL REDUKSI LANGSUNG PELET KOMPOSIT BIJIH BESI/BATUBARA DENGAN MENGGUNAKAN SINGLE CONVEYOR BELT HEARTH FURNACE Romeyndo Gangga Wilman dan Johny Wahyuadi Soedarsono Teknik Metalurgi dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia Abstrak Dalam pengolahannya, proses reduksi bijih besi secara umum terbagi atas dua metode yaitu reduksi langsung (direct reduction) dan reduksi tidak langsung (indirect reduction). Indirect reduction dilakukan dalam blast furnace dengan reduktor berupa kokas atau char dengan temperatur di atas titik lebur besi dengan produk berupa lelehan logam Fe. Sedangkan proses reduksi langsung adalah proses reduksi dengan menghindari fasa cair dan menggunakan batubara atau minyak bumi sebagai reduktornya dan membutuhkan feed bijih besi dengan kadar Fe yang tinggi seperti yang dimiliki bijih besi di Indonesia. Dalam penelitian ini, proses reduksi langsung yang menggunakan pelet komposit bijih besi/batubara dilakukan dengan menggunakan teknologi single conveyor belt hearth furnace. Pelet yang digunakan pada penelitian ini berasal dari Kalimantan Selatan, Indonesia. Sampel merupakan mineral besi jenis lump ore dengan ukuran partikel -140#. Reduktor yang digunakan adalah batubara yang memiliki calorific value tertentu dan sebagai pengikat (binder) butir-butir campuran bijih besi/batubara pada proses peletasi digunakan bentonit 1% yang memiliki nilai plastisitas tertentu. Komposisi (mass ratio) dari pelet komposit tentunya mempengaruhi perolehan besi yang dihasilkan, karena penentuan mass ratio dari pelet komposit menentukan jumlah reduktor yang digunakan. Mass ratio pelet yang paling efisien dapat menentukan perolehan fasa Fe yang diperoleh, sehingga kita dapat menentukan mass ratio yang menghasilkan Fe paling banyak, dalam skala laboratorium. Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui pengaruh mass ratio pelet sehingga dapat diperoleh mass ratio yang paling efisien pada proses reduksi langsung dengan teknologi single conveyor belt hearth furnace Kata kunci : reduksi, single conveyor belt hearth furnace, bijih besi, batubara, mass ratio, fasa.

2 Abstract The treatment process requires the separation of iron from iron ore with impurities-impurities. This process is called the iron ore reduction process. In processing, iron ore reduction process is generally divided into two methods: direct reduction (direct reduction) and reduction (indirect reduction). Indirect reduction is done in a blast furnace with a reducing agent such as coke or char at temperatures above the melting point of the product in the form of molten iron to Fe metal. While the direct reduction process is the reduction process by avoiding the liquid phase and the use of coal or oil as needed feed reduktornya and iron ore with high Fe levels like those of iron ore in Indonesia. In this study, the direct reduction process using composite pellets of iron ore / coal performed using a single technology conveyor belt furnace hearth. Pellets used in this study came from South Kalimantan, Indonesia. The sample is a mineral type of lump iron ore with a particle size of #. Reducing agent used is coal that has a certain calorific value and the binder (binder) mixed grains of iron ore / coal used in the process pelletasi 1% bentonite which has a certain plasticity. Composition (mass ratio) of composite pellets of course affect the acquisition of iron is produced, because the determination of the mass ratio of the composite pellets were used to determine the amount of reducing agent. Mass ratio pellets to determine the most efficient acquisition of Fe phase obtained, so that we can determine the mass ratio that produces Fe at most, on a laboratory scale. The purpose of research is to determine the effect of pellet mass ratio that can be obtained in the most efficient mass ratio in the direct reduction technology with a single conveyor belt furnace hearth. Keywords: reduction, single conveyor belt hearth furnace, iron ore, coal, mass ratio, phase. Latar Belakang Indonesia memiliki cadangan bijih besi yang besar, menduduki peringkat 21 besar produksi besi dan baja di Dunia [1]. Banyaknya cadangan yang cukup besar dan harga bijih besi yang relatif bersaing menyebabkan komoditas bijih besi menjadi salah satu bahan tambang yang penting di Indonesia.

3 Banyak perusahaan telah bereksplorasi di berbagai tempat, namun sayangnya bahan tambang ini belum dimanfaatkan secara optimal karena seluruhnya diekspor ke luar negeri. Pada tahun 2009 Indonesia mengekspor lebih dari 6,513 juta ton bijih besi (Steel Statistical Yearbook, 2010; Media Industri, 2010) dalam bentuk iron ore atau bijih besi mentah. Pendirianindustry ironmaking untuk memproduksi Sponge Iron yang sedang dilakukan hanya dapat mengolah bijih besi kadar tinggi. Kenyataannya cadangan bijih besi lokal yang terbanyak jumlahnya yaitu jenis laterit, dengan kadar Fe yang rendah, belum dimanfaatkan sebagai bahan baku. Beberapa penemuan dalam industry ironmaking sudah ditemukan seperti Blast Furnace, Rotary Hearth Furnace, TRP-9810 Technology [2] ataupun Itmk3 [3] sangat bermanfaat dalam pengolahan bijih besi yang akan dibuat di Indonesia bila terlaksana. Namun, alat-alat yang digunakan adalah alat-alat massproduction dan ditinjau dari harga dari alat-alat yang digunakan cenderung mahal dan relatif kurang terjangkau untuk industri-industri di Indonesia. Pada proses reduksi langsung terdapat beberapa parameter yang mempengaruhi terbentuknya Fe pada produk reduksi langsung, salah satunya yaitu rasio massa. Pada proses reduksi langsung yang menggunakan batubara sebagai reduktornya akan dihasilkan gas CO yang berfungsi untuk mereduksi besi oksida yang dikandung bijih besi. Reaksi pembentukan gas CO membutuhkan karbon,yang diperoleh dari batubar sehingga jumlah kandungan batubara yang diberikan sangatlah berpengaruh terhadap tersedianya gas CO untuk mereduksi besi oksida. Oleh karena itu, pada studi ini akan diteliti efek kandungan batubara dalam komposisi pelet terhadap perubahan senyawa, perubahan struktur makro yang terjadi,serta menentukan komposisi yang paling efisien pada produk reduksi langsung dengan menggunakan teknologi yang prinsip kerjanya mirip dengan teknologi Paired Straight Hearth Furnace yaitu dengan menggunakan tungku yang di dalamnya terdapat sebuah conveyor untuk menjalankan bijih besi.

4 Tinjauan Teoritis Rasio massa bijih besi/batubara adalah salah satu parameter, selain temperatur dan waktu tahan dan yang mempengaruhi terbentuknya Fe pada proses reduksi langsung. Pengaruh temperatur terhadap berlangsungnya proses reduksi besi oksida pada bijih besi dapat dilihat dari Diagram Boudouard-Baur-Glaessner [4], yang juga merupakan dasar untuk reduksi langsung dengan karbon. Diagram Boudouard- Baur-Glaessner menunjukkan bahwa setiap reaksi reduksi besi oksida membutuhkan gas CO, yang berarti bahwa senyawa yang terbentuk pada proses reduksi langsung dipengaruhi oleh persentase dari gas CO yang terbentuk. Persentasi dari gas CO yang terbentuk tersebut tentunya berkaitan dengan jumlah batubara yang dikandung dalam pelet. Dari diagram Boudouard-Baur-Glaessner tersebut juga dapat diketahui jumlah kandungan gas CO yang dihasilkan pada temperatur tertentu. Metodologi Penelitian Batu besi yang berasal dari Kalimantan Selatan, Indonesia, dengan ukuran partikel -140#, dilakukan karakterisasi X Ray Diffraction (XRD) untuk mengetahui senyawa yang dikandungnya dan X-ray fluorescence spectrometry (XRF) untuk mengetahui komposisi unsur yang dikandungnya serta Simultaneous Thermal Analysis (STA) untuk mengetahui reaksi-reaksi yang terjadi pada bijih besi berdasarkan perubahan entalpi dan massa. Setelah itu serbuk bijih besi dicampur dengan serbuk batubara, yang telah diuji STA, dengan rasio massa bijih besi : bajubara 2:1,1:1, dan 1:2 kemudian ditambahkan bentonit sebagai pengikat (binder) butir-butir campuran bijih besi/batubara. Campuran tersebut lalu diaduk (mixing) dan dipeletasi menghasilkan bola-bola pelet dengan diameter sekitar 14mm. Pelet komposit tersebut lalu dilakukan karakterisasi STA. Setelah itu dilakukan pemanasan awal pada pelet pada temperatur 200 o C selama 10 menit untuk mencegah terjadinya thermal shock saat proses reduksi langsung. Kemudian dilakukan proses reduksi langsung pada pelet komposit pada temperatur 900 o C dengan waktu tahan 30 menit. Hasil reduksi langsung, yang disebut direct reduced iron (DRI), kemudian diuji XRD untuk mengetahui senyawa yang dikandungnya dan dibandingkan dengan hasil XRD bijih besi sebelum direduksi. Selain itu, dilakukan juga pengamatan makro menggunakan mikroskop optik yang

5 dilengkapi kamera digital pada serbuk DRI. Pengamatan makrostruktur serbuk DRI bertujuan untuk melihat kecenderungan aglomerasi logam Fe yang terjadi pada DRI. Hasil Penelitian Hasil Pengujian STA Bijih Besi Analisa STA dilakukan pada rentang temperatur C dalam atmosfir nitrogen. Laju kenaikan temperatur sebesar 10 C/menit dan laju alir gas total 20 ml/menit. Gambar 1 menunjukkan hasil pengujian STA bijih besi berupa kurva TG dan kurva DSC. Gambar 1. Kurva TG-DSC sampel bijih besi Hasil Pengujian XRD Bijih Besi sebelum Direduksi Gambar 2. Grafik pola XRD (yang telah diolah) sampel bijih besi Hasil Pengujian XRF Bijih Besi Tabel 1. Komposisi kimia bijih besi Elemen Fe Al Si Ca % elemen 74,88 4,48 14,27 3,8

6 Hasil Pengujian STA Pelet Komposit Bijih Besi/Batubara Analisa STA dilakukan pada rentang temperatur C dalam atmosfir nitrogen. Laju kenaikan temperatur sebesar 10 C/menit dan laju alir gas total 20 ml/menit. Gambar 3 menunjukkan hasil pengujian STA pelet komposit bijih besi/batubara 1:1 berupa kurva TG dan kurva DSC. Gambar 3. Kurva TG-DSC pelet komposit bijih besi/batubara 1:1 Gambar 4menunjukkan hasil pengujian STA pelet komposit bijih besi/batubara 1:2 berupa kurva TG dan kurva DSC. Gambar 4 Kurva TG-DSC Sampel Pelet Komposit 1:2 Hasil Pengujian STA Batubara Analisa STA dilakukan pada rentang temperatur C dalam atmosfir nitrogen. Laju kenaikan temperatur sebesar 10 C/menit dan laju alir gas total 20 ml/menit.

7 kurva DSC. Gambar 4. menunjukkan hasil pengujian STA batubara berupa kurva TG dan Gambar 4. Kurva TG-DSC batubara Hasil Pengujian XRD Bijih Besi setelah Direduksi pada Berbagai Temperatur Gambar 5. Grafik pola XRD sampel tereduksi pada berbagai temperatur

8 Hasil Struktur Makro Pelet Komposit Bijih Besi/Batubara Sebelum dan Sesudah Reduksi (a) (b) (c) (d) Gambar 6. (a) Foto makro pelet sebelum direduksi, perbesaran 50x;(b) Foto makro pellet 2:1 setelah direduksi pada 900 o C, perbesaran 50x;(c) Foto makro pelet 1:1setelah direduksi pada 900 o C. perbesaran 50x;(d) Foto makro pelet 1:2 setelah direduksi pada 900 o C, perbesaran 50x (lingkaran oranye menunjukkan aglomerat-aglomerat yang terbentuk) Pembahasan Hasil Pengujian STA Bijih Besi Puncak Endotermik 1 yang berada pada temperatur sekitar 87,5 o C disebabkan oleh reaksi pembebasan kandungan air sampel. Puncak Endotermik 2 muncul pada temperatur sekitar 221,2 o C yang disebabkan oleh dehidroksilisasi goetit (FeO(OH), hydrated iron oxide) yang dikuti pembentukan dari hematit (Fe 2 O 3 ) [5].Pada kurva TG sampel bijih besi pada Gambar 1 tampak bahwa sampai temperatur sekitar 192,3 o C terjadi penghilangan berat sebesar 0,58% dari berat awal sampel. Hal ini disebabkan pelepasan kandungan air dari sampel. Lalu pada rentang temperatur 192,3 o -554 o C penghilangan berat yang terjadi menjadi 1,35% dari berat awal. Diasumsikan penghilangan berat tersebut terjadi karena adanya proses penghilangan air kristal dari senyawa goetit pada bijih besi [5].Dan di atas temperatur 554 o C tidak tampak kehilangan berat yang signifikan. Hasil Pengujian XRD Bijih Besi sebelum Direduksi Berdasarkan Gambar 2, bijih besi yang digunakan pada penelitian ini diasumsikan mengandung Magnetit (Fe 3 O 4 ), Hematit (Fe 2 O 3 ) dan Fayalit (Fe 2 SiO 4 ).

9 Hasil Pengujian XRF Bijih Besi Kandungan Fe yang dimiliki sampel bijih besi yang digunakan pada penelitian ini cukup tinggi, yaitu 74,88%. Kandungan Fe ini adalah Fe dalam bentuk oksidanya, yaitu Fe 2 O 3 dan Fe 3 O 4. Sedangkan unsur pengotor terbesar yang dimilikinya adalah Si dengan kadar 14,27%. Unsur Si ini diduga berasal dari senyawa fayalit yang dikandung bijih besi. Hasil Pengujian STA Pelet Komposit Bijih Besi/Batubara 1:1 Perubahan entalpi yang terjadi pada proses-proses termal di pelet komposit bijih besi/batu bara dengan rasio massa 1:1 akan memperlihatkan hasil yang sama dengan perubahan entalpi pada proses termal di bijih besi sebelum temperatur 600 o C. Hal ini terlihat pada kurva DSC di atas dimana terdapat puncak endotermik Endo 1 dan Endo 2 yang merupakan reaksi pembebasan kandungan air dan reaksi dehidroksilasi goethite yang diikuti pembentukan hematit. Menurut G. Liu dkk [4], kurva DSC pelet komposit akan menunjukkan hasil yang berbeda dengan kurva DSC bijih besi setelah temperatur 600 o C. Pada kurva DSC pelet komposit akan terdapat puncak eksotermik pada rentang temperatur o C dan puncak endotermik pada rentang temperatur o C dan o C. Reaksi eksotermik dan kedua reaksi endotermik tersebut berturut-turut diasosiasikan dengan reaksi reduksi hematit (Fe 2 O 3 ), magnetit (Fe 3 O 4 ) dan wustit (FeO) yang terjadi pada bijih besi oleh gas CO hasil gasifikasi karbon yang terdapat pada batu bara yang terjadi pada temperatur o C. Namun pada kurva DSC pelet komposit yang diperoleh tidak terdapat puncak-puncak tersebut. Hal ini disebabkan mungkin karena pada pelet yang diuji jumlah batu bara yang dikandungnya sedikit sehingga tidak cukup menyuplai karbon untuk membentuk gas CO sebagai reduktor bijih besi yang dikandung pelet. Dari kurva TG pada Gambar 3 terlihat pelet komposit mengalami kehilangan massa sekitar mg dari massa awal mg menjadi 28 mg. Dalam hal ini terlihat bahwa reaksi pembebasan kandungan air permukaan yang ditunjukkan pada puncak Endo 1 mengakibatkan berkurangnya massa sekitar 1.09 mg atau 10.05% dari total kehilangan massa.

10 Dalam kurva TG juga terlihat bahwa reaksi dehidroksilasi goethite yang ditunjukkan pada puncak Endo 2 mengakibatkan berkurangnya massa sekitar 0.75 mg atau 6.91% dari total kehilangan massa. Reaksi eksotermik dan kedua reaksi endotermik tersebut berturut-turut diasosiasikan dengan reaksi reduksi hematit (Fe 2 O 3 ), magnetit (Fe 3 O 4 ) dan wustit (FeO) yang terjadi pada bijih besi oleh gas CO hasil gasifikasi karbon mengakibatkan kehilangan massa sekitar 5.1 mg atau 47.05%, 1.15 mg atau 10.61%, serta 2.75 mg atau 25,38%. Hasil Pengujian STA Pelet Komposit Bijih Besi/Batubara 1:2 Pada proses-proses termal di pelet komposit bijih besi/batu bara dengan rasio massa 1:2 perubahan entalpi yang terjadi akan memperlihatkan hasil yang sama dengan perubahan entalpi pada proses termal di bijih besi sebelum temperatur 600 o C. Hal ini terlihat pada Gambar 4 dimana terdapat puncak Endo 1 dan Endo 2 yang

11 merupakan reaksi pembebasan kandungan air dan reaksi dehidroksilasi goethite yang diikuti pembentukan hematit. Menurut G. Liu dkk [4], sesudah temperatur 600 o C kurva DSC pelet kompositakan menunjukkan hasil yang berbeda dengan kurva DSC bijih besi. Pada kurva DSC pelet komposit akan terdapat puncak eksotermik pada rentang temperatur o C dan puncak endotermik pada rentang temperatur o C dan o C. Reaksi eksotermik dan kedua reaksi endotermik tersebut berturut-turut diasosiasikan dengan reaksi reduksi hematit (Fe 2 O 3 ), magnetit (Fe 3 O 4 ) dan wustit (FeO) yang terjadi pada bijih besi oleh gas CO hasil gasifikasi karbon yang terdapat pada batubara yang terjadi pada temperatur o C. Tetapi pada kurva DSC pelet komposit yang diperoleh tidak terdapat puncak-puncak tersebut yang mungkin disebabkan karena pelet yang diuji jumlah batubara yang dikandungnya masih kurang banyak sehingga kurang cukup menyuplai karbon untuk membentuk gas CO sebagai reduktor bijih besi yang dikandung pelet. Dari kurva TG pada Gambar 4 terlihat pelet komposit mengalami kehilangan massa sekitar mg dari massa awal mg menjadi 22 mg. Dalam hal ini terlihat bahwa reaksi pembebasan kandungan air permukaan yang ditunjukkan pada puncak Endo 1 mengakibatkan berkurangnya massa sekitar mg atau 10.73% dari total kehilangan massa. Dalam kurva TG juga terlihat bahwa reaksi dehidroksilasi goethite yang ditunjukkan pada puncak Endo 2 mengakibatkan berkurangnya massa sekitar 0.6 mg atau 4.86% dari total kehilangan massa. Reaksi eksotermik dan kedua reaksi endotermik tersebut berturut-turut diasosiasikan dengan reaksi reduksi hematit (Fe 2 O 3 ), magnetit (Fe 3 O 4 ) dan wustit (FeO) yang terjadi pada bijih besi oleh gas CO hasil gasifikasi karbon mengakibatkan kehilangan massa sekitar 5.6 mg atau 45.44%, 1.1 mg atau 8.92%, serta 2.8 mg atau 22,71%. Hasil Pengujian STA Batubara Puncak Endotermik 1 yang berada pada temperatur sekitar 74,2 o C disebabkan oleh reaksi pembebasan kandungan air sampel. Sedangkan pada temperatur sekitar 307 o C tampak Puncak Eksotermik 1 yang diasumsikan terjadi karena reaksi pembentukan tar dan pembebasan materi volatil yang dikandung batubara [7]. Sedangkan dilihat dari kurva TG sampel pelet batubara pada Gambar 4, sampai dengan temperatur sekitar 115 o C terjadi penghilangan berat sebesar 8,8% dari berat awal sampel batubara. Kehilangan berat ini terjadi karena reaksi pelepasan kandungan air sampel.

12 Pada rentang temperatur 115 o -405 o C diasumsikan terjadi reaksi pembentukan tar dan pembebasan materi volatil yang dikandung batubara yang menyebabkan kehilangan berat sebesar 20% dari berat awal sampel [6]. Kemudian pada rentang temperatur 405o- 987oC persentase kehilangan berat bertambah menjadi 55,9% dari berat awal yang diakibatkan reaksi gasifikasi karbon batubara [6]. Efek Rasio Massa Dari grafik XRD yang diperoleh, dapat terlihat peningkatan jumlah FeO dan Fe 3 O 4 dari rasio massa 2:1, 1:1, ke 1:2. Hal tersebut menunjukkan terjadinya reduksi pada pellet setelah percobaan dilakukan. Pada grafik 1:2 terdapat pula peningkatan jumlah Fe 2 O 3, yang diasumsikan terjadinya oksidasi kembali dari Fe 3 O 4 menjadi Fe 2 O 3. Pada grafik XRD yang diperoleh, hasil reduksi seluruh sampel pada temperature 900 o C tidak terdapat puncak FeO. Ini mungkin terjadi juga, karena Fe yang mengalami re-oksidasi membentuk FeO kemudian FeO juga re-oksidasi membentuk magnetite berdasarkan persamaan :

13 2Fe + O 2 = 2FeO 6FeO + O 2 = 2Fe 3 O 4 ΔF = ,9T kal/mol ΔF = ,8T kal/mol Re-oksidasi dapat terjadi karena pada saat pencampuran pelet tidak homogen (batubara tidak homogen tersebar pada pelet) sehingga pada saat pemanasan CO dari sisi permukaan pelet habis terlebih dahulu yang disebabkan oleh ketidakhomogenan sampel, yang menyebabkan Fe kontak langsung dengan O sehingga terdapat kemungkinan teroksidasi kembali. Ini memungkinkan Fe dapat bereaksi dengan oksigen membentuk FeO,FeO membentuk Fe 3 O 4 dan Fe 3 O 4 membentuk Fe 2 O 3. Pada grafik XRD terlihat bahwa tren peak hematite yang terdapat pada sampel awal menurun, seiring dengan peningkatan kandungan batubara dalam komposisi pelet. Pada temperature reduksi 500 o C hematit mulai mengalami reduksi menjadi magnetit oleh gas CO dimana hal tersebut dapat dilihat dari puncak-puncak hematite yang berubah menjadi puncak magnetite. Semakin menurunnya peak hematite,dengan pemberian perlakuan temperatur yang sama, disebabkan oleh semakin meningkatnya kadar gas CO yang dihasilkan oleh pelet yang memiliki kandungan batubara lebih, yaitu pelet komposisi rasio massa 1:2. Di bawah ini adalah reaksi reduksi hematite oleh gas CO menjadi magnetit : 3Fe 2 O 3 + CO 2Fe 3 O 4 + CO 2 Reaksi reduksi hematite membentuk magnetite terjadi pada rentang temperatur 500 o C dan 670 o C oleh gas CO hasil dari devolatilisasi batubara [7]. Gas CO mulai dihasilkan dari devolatilisasi batubara pada temperatur 450 o C [7 sehingga pembentukan magnetit tersebut akibat reduksi hematit bisa terjadi pada pelet komposit. Puncak SiO 2 muncul diduga karena terjadi dekomposisi fayalite saat reduksi berlangsung, dengan persamaan reaksi: 2FeO.SiO 2 + 2CO 2Fe + SiO 2 + 2CO 2 Pada grafik XRD terlihat bahwa semakin meningkatnya kandungan batubara yang dimiliki oleh pelet komposit maka intensitas peak SiO 2 akan meningkat juga. Hal ini diduga diakibatkan semakin banyaknya gas reduktor yang dihasilkan. Terlihat dalam reaksi dekomposisi fayalite dibutuhkan gas CO dalam

14 jumlah yang cukup, sehingga keberadaan gas tersebut sangat berpengaruh. Hal ini terlihat pada sampel rasio massa 1:2 yang memiliki kandungan batubara paling banyak, menunjukkan intensitas peak SiO 2 tertinggi, karena gas reduktor total yang terkandung pada sampel rasio massa 1:2 merupakan terbanyak dibandingkan sampel lainnya. Dey dkk. [4] menyatakan bahwa pada temperatur dibawah C reaksi reduksi terjadi dengan menggunakan gas CO. Namun pada temperatur diatas C reaksi yang lebih dominan adalah reaksi reduksi langsung antara besi oksida dan juga karbon. Hal tersebut juga dikuatkan dengan hasil penelitian Wang dkk. [8] yang menghasilkan kesimpulan serupa. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kinetika reaksi reduksi langsung adalah kadar karbon yang ditambahkan. Untuk mengetahui pengaruh penambahan kadar karbon terhadap laju reaksi reduksi langsung, maka pada penelitian dilakukan variasi terhadap jumlah karbon yang ditambahkan. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini mendekati dengan penelitian yang dilakukan oleh Dey dkk [4]. Dalam penelitian ini, variasi rasio massa yang dilakukan adalah 2:1, 1:1, dan 1:2. Analisa yang dilakukan menggunakan software Match! Dalam menganalisa peak apa saja yang diperoleh. Pada pelet komposit rasio massa 2:1, peak Fe yang ditemukan hanya satu, sehingga dapat diasumsikan tidak ada fasa Fe yang terbentuk pada pelet komposit rasio massa2:1. Berbeda dengan pelet komposit rasio massa 2:1, pada pelet komposit rasio massa 1:1 dan 1:2, terdapat 3 peak Fe yang terbentuk. Hal ini menunjukkann pada pelet komposit rasio massa 1:1 dan 1:2 terbentuk fasa Fe. Peak fasa Fe yang terbentuk pada pelet komposit rasio massa 1:2 lebih tinggi dibandingkan peak fasa Fe yang diperoleh pada pelet komposit rasio massa 1:1. Hal ini menunjukkan perolehan Fe pada pelet komposit rasio massa 1:2 lebih banyak dibandingkan pada pelet komposit rasio massa 1:1. Analisanya, hal ini disebabkan jumlah gas reduktor (CO) yang dihasilkan pada saat proses reduksi langsung lebih banyak dihasilkan pada pelet komposit mass ratio 1:2 dibandingkan pelet komposit rasio massa 1:1.

15 Hal ini dapat terlihat dari Diagram Bouduard bahwa proses reduksi FeO menjadi Fe terjadi pada perpotongan garis kesetimbangan Bouduard dan garis kesetimbangan Wustit pada 700 o C terlihat pada gambar 4.9. Sehingga pada temperatur 900 o C akan terbentuk Fe metal sesuai dengan persamaan reaksi: FeO + CO = Fe + CO 2 Pada diagram Boudard-Baur-Glaessner terlihat reaksi reduksi pembentukan Fe dapat berjalan jika besarnya persentasi CO minimal 60%. Sehingga semakin tinggi persentasi gas CO yang tersedia pada saat proses reduksi berlangsung maka semakin mudah terbentuk Fe pada produk akhir. Reaksi pembentukan gas CO dari karbon (gasifikasi karbon) merupakan reaksi endotermik sehingga membutuhkan temperature tinggi hingga 1000 o C agar bisa dihasilkan 100% gas CO. Reaksi gasifikasi karbon adalah sebagai berikut : C + O 2 CO 2 CO 2 + C CO Gas CO yang terbentuk akan digunakan sebagai reduktor besi oksida di dalam pellet untuk membentuk Fe. Analisis Foto Makro Tren yang diperoleh dari foto makro yang diperoleh adalah pada sampel rasio massa 2:1 terjadi aglomerat yang besar. Ini menunjukkan unsur-unsur yang paling banyak terkumpul adalah pada rasio massa 2:1, karena pada foto makro pelet rasio massa 2:1 terlihat aglomerat yang paling luas terjadi, dibandingkan dengan pelet rasio massa 1:1 dan 1:2. Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan, mengenai rasio massa bijih besi : batubara yaitu : Efek dari rasio massa terhadap perubahan fasa adalah semakin banyaknya kandungan reduktor dalam komposisi pelet akan meningkatkan tingkat reduksi yang terjadi, yang

16 menghasilkan Fe (ataupun FeO) yang lebih banyak. Efek perbedaan rasio massa dari pelet terhadap perubahan struktur makro pada bijih besi tidak dapat dijelaskan secara spesifik berdasarkan komposisi, namun bisa terlihat aglomerat pada saat setelah pemanasan pada tiap-tiap sampel rasio massa. Rasio massa pelet yang paling efisien adalah rasio massa yang memiliki kandungan reduktor paling banyak (yang bisa memproduksi gas reduktor paling banyak), yaitu mass ratio 1:2, pada suhu 900 o C dan waktu tahan 30 menit, karena pada kondisi tersebut diperoleh peningkatan jumlah Fe dan FeO. Daftar Pustaka [1]. Suharno, Bambang. Diktat Kuliah Pembuatan Besi Baja. Departemen Metalurgi dan Material FTUI. Depok : 2008 [2]. Wallace, D. Huskonen. New Ironmaking Technology to Get Demo Plant. Metal Producing [3]. Hoffman, G. & Tsuge, O.. Itmk3 Application of new ironmaking technology for the iron mining industry. Mining Engineering, 56, 2004 [4]. Liu, G., Strezov, V., Lucas, J.A., Wibberley, L.J. (2004). Thermal investigations of direct iron ore reduction with coal. Thermochimica Acta, 410, [5]. Sah, R & Dutta, S. K. (2010). Kinetic Studies of Iron Ore Coal Composite Pellet Reduction by TG DTA. Indian Institute of Metals. [6]. Lin Yang, Jing-yu Ran, & Li Zhang. (2011). Mechanism and kinetics of pyrolysis of coal with high ash and low fixed carbon contents. Transactions of the ASME - M - Journal of Energy Resources Technology, 133, 9, [7]. Brown, Michael E. Introduction to thermal analysis- techniques and applications (2nd ed.). London : Kluwer academic publishers [8]. Q. Wang, Z. Yang, J. Tian, W. Li, and J Sun: Ironmaking and Steelmaking, vol. 24, pp

BAB IV DATA HASIL PENELITIAN

BAB IV DATA HASIL PENELITIAN BAB IV DATA HASIL PENELITIAN 4.1. DATA KARAKTERISASI BAHAN BAKU Proses penelitian ini diawali dengan karakterisasi sampel batu besi yang berbentuk serbuk. Sampel ini berasal dari kalimantan selatan. Karakterisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Industri besi baja merupakan basic industry yang merupakan penopang pembangunan suatu bangsa. Dari tahun ke tahun tingkat produksi baja dunia terus mengalami peningkatan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN BIJIH BESI DARI TASIKMALAYA DENGAN METODE REDUKSI

PENGOLAHAN BIJIH BESI DARI TASIKMALAYA DENGAN METODE REDUKSI PROSIDING PEMAPARAN HASIL PENELITIAN PUSAT PENELITIAN GEOTEKNOLOGI LIPI TAHUN 2014 Peran Penelitian Geoteknologi untuk Menunjang Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia PENGOLAHAN BIJIH BESI DARI TASIKMALAYA

Lebih terperinci

UJI COBA PROSES REDUKSI BIJIH BESI LOKAL MENGGUNAKAN ROTARY KILN

UJI COBA PROSES REDUKSI BIJIH BESI LOKAL MENGGUNAKAN ROTARY KILN SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA V Kontribusi Kimia dan Pendidikan Kimia dalam Pembangunan Bangsa yang Berkarakter Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP UNS Surakarta, 6 April 2013

Lebih terperinci

Material dengan Kandungan Karbon Tinggi dari Pirolisis Tempurung Kelapa untuk Reduksi Bijih Besi

Material dengan Kandungan Karbon Tinggi dari Pirolisis Tempurung Kelapa untuk Reduksi Bijih Besi Material dengan Kandungan Karbon Tinggi dari Pirolisis Tempurung Kelapa untuk Reduksi Bijih Besi Anton Irawan, Ristina Puspa dan Riska Mekawati *) Jurusan Teknik Kimia, Fak. Teknik, Universitas Sultan

Lebih terperinci

ANALISA KINETIKA REAKSI PROSES REDUKSI LANGSUNG BIJIH BESI LATERIT SKRIPSI. Oleh Rosoebaktian Simarmata

ANALISA KINETIKA REAKSI PROSES REDUKSI LANGSUNG BIJIH BESI LATERIT SKRIPSI. Oleh Rosoebaktian Simarmata ANALISA KINETIKA REAKSI PROSES REDUKSI LANGSUNG BIJIH BESI LATERIT SKRIPSI Oleh Rosoebaktian Simarmata 04 04 04 06 58 DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA GANJIL

Lebih terperinci

PENINGKATAN KADAR NIKEL BIJIH LIMONIT MELALUI PROSES REDUKSI SELEKTIF DENGAN VARIASI WAKTU DAN PERSEN REDUKTOR

PENINGKATAN KADAR NIKEL BIJIH LIMONIT MELALUI PROSES REDUKSI SELEKTIF DENGAN VARIASI WAKTU DAN PERSEN REDUKTOR PENINGKATAN KADAR NIKEL BIJIH LIMONIT MELALUI PROSES REDUKSI SELEKTIF DENGAN VARIASI WAKTU DAN PERSEN REDUKTOR Muhammad Ikhwanul Hakim 1,a, Andinnie Juniarsih 1, Iwan Setiawan 2 1 Jurusan Teknik Metalurgi,

Lebih terperinci

PROSES REDUKSI BIJIH BESI MENJADI BESI SPONS DI INDONESIA

PROSES REDUKSI BIJIH BESI MENJADI BESI SPONS DI INDONESIA PROSES REDUKSI BIJIH BESI MENJADI BESI SPONS DI INDONESIA Muhammad Yaasiin Salam 1306368394 DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA 2015 A. POTENSI BIJI BESI DI INDONESIA

Lebih terperinci

STUDI RANCANG BANGUN MICROWAVE BATCH FURNACE UNTUK PROSES REDUKSI PASIR BESI DENGAN OPTIMASI LAMA RADIASI

STUDI RANCANG BANGUN MICROWAVE BATCH FURNACE UNTUK PROSES REDUKSI PASIR BESI DENGAN OPTIMASI LAMA RADIASI STUDI RANCANG BANGUN MICROWAVE BATCH FURNACE UNTUK PROSES REDUKSI PASIR BESI DENGAN OPTIMASI LAMA RADIASI Oleh : Yuhandika Yusuf (2709100083) Dosen Pembimbing : Dr. Sungging Pintowantoro S.T., M.T. JURUSAN

Lebih terperinci

UJI KARAKTERISTIK SPONGE IRON HASIL REDUKSI MENGGUNAKAN BURNER LAS ASITELIN DARI PASIR BESI PANTAI NGEBUM KENDAL

UJI KARAKTERISTIK SPONGE IRON HASIL REDUKSI MENGGUNAKAN BURNER LAS ASITELIN DARI PASIR BESI PANTAI NGEBUM KENDAL UJI KARAKTERISTIK SPONGE IRON HASIL REDUKSI MENGGUNAKAN BURNER LAS ASITELIN DARI PASIR BESI PANTAI NGEBUM KENDAL *Sigit Seno Anguntoro, Sugeng Tirta Atmadja 2, Yusuf Umardani 2 1 Mahasiswa Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Universitas Indonesia. Studi pengaruh temperatur..., Sarah, FT UI, 2008

BAB II DASAR TEORI. Universitas Indonesia. Studi pengaruh temperatur..., Sarah, FT UI, 2008 BAB II DASAR TEORI Pembelajaran tentang proses pengolahan besi merupakan hal yang penting untuk dipelajari, mengingat logam tersebut digunakan pada berbagai macam aplikasi. Teknik yang paling umum digunakan

Lebih terperinci

Pengaruh Temperatur dan jenis reduktor pada pembuatan sponge iron menggunakan teknologi direct reduced iron dalam rotary kiln

Pengaruh Temperatur dan jenis reduktor pada pembuatan sponge iron menggunakan teknologi direct reduced iron dalam rotary kiln Pengaruh Jurnal Temperatur Teknologi Mineral dan Jenis dan Reduktor Batubara pada Volume Pembuatan 10, Nomor Spoge 1, Iron Januari... Yayat 2014 I. Supriyatna : 15 21 dkk. Pengaruh Temperatur dan jenis

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN FLUX DOLOMITE PADA PROSES CONVERTING PADA TEMBAGA MATTE MENJADI BLISTER

PENGARUH PENAMBAHAN FLUX DOLOMITE PADA PROSES CONVERTING PADA TEMBAGA MATTE MENJADI BLISTER JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-xxxx Print) 1 PENGARUH PENAMBAHAN FLUX DOLOMITE PADA PROSES CONVERTING PADA TEMBAGA MATTE MENJADI BLISTER Girindra Abhilasa dan Sungging

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. No Jenis Pengujian Alat Kondisi Pengujian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. No Jenis Pengujian Alat Kondisi Pengujian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Pengujian Termal Pada pengujian termal menggunakan metode DSC, ABS Original + ABS Recycle mendapatkan hasil yang bervariasi pada nilai Tg dan nilai Tm. Didapatkannya

Lebih terperinci

Masuk tanggal : , revisi tanggal : , diterima untuk diterbitkan tanggal :

Masuk tanggal : , revisi tanggal : , diterima untuk diterbitkan tanggal : PENGARUH WAKTU REDUKSI DAN KOMPOSISI PELET TERHADAP PERSEN Fe METAL DAN PERSEN Ni FeNi SPONS DARI BIJIH NIKEL LIMONIT MENGGUNAKAN SIMULATOR ROTARY KILN Yopy Henpristian 1,*, Iwan Dwi Antoro S.T, M.Si 2

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA STUDI PENGARUH PENAMBAHAN KARBON PADA PROSES REDUKSI LANGSUNG BATU BESI SKRIPSI

UNIVERSITAS INDONESIA STUDI PENGARUH PENAMBAHAN KARBON PADA PROSES REDUKSI LANGSUNG BATU BESI SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA STUDI PENGARUH PENAMBAHAN KARBON PADA PROSES REDUKSI LANGSUNG BATU BESI SKRIPSI KOMARUDIN 0405040414 FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL DEPOK DESEMBER 2008 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. FeO. CO Fe CO 2. Fe 3 O 4. Fe 2 O 3. Gambar 2.1. Skema arah pergerakan gas CO dan reduksi

BAB II DASAR TEORI. FeO. CO Fe CO 2. Fe 3 O 4. Fe 2 O 3. Gambar 2.1. Skema arah pergerakan gas CO dan reduksi BAB II DASAR TEORI Pengujian reduksi langsung ini didasari oleh beberapa teori yang mendukungnya. Berikut ini adalah dasar-dasar teori mengenai reduksi langsung yang mendasari penelitian ini. 2.1. ADSORPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang perindustrian. Salah satu konsumsi nikel yang paling besar adalah sebagai

BAB I PENDAHULUAN. bidang perindustrian. Salah satu konsumsi nikel yang paling besar adalah sebagai BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Nikel merupakan salah satu bahan penting yang banyak dibutuhkan dalam bidang perindustrian. Salah satu konsumsi nikel yang paling besar adalah sebagai bahan baku pembuatan

Lebih terperinci

Penentuan Fixed Carbon Penentuan fixed carbon dari batu bara berdasarkan selisih antara hasil perhitungan hilang pijar dan volatile matter.

Penentuan Fixed Carbon Penentuan fixed carbon dari batu bara berdasarkan selisih antara hasil perhitungan hilang pijar dan volatile matter. 7 Penentuan Fixed Carbon Penentuan fixed carbon dari batu bara berdasarkan selisih antara hasil perhitungan hilang pijar dan volatile matter. Penentuan Kadar Abu Penentuan kadar abu dari batu bara berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1. TERMODINAMIKA REAKSI REDUKSI Termokimia Reaksi

BAB II DASAR TEORI 2.1. TERMODINAMIKA REAKSI REDUKSI Termokimia Reaksi BAB II DASAR TEORI Proses reduksi langsung merupakan proses pembuatan besi yang menghindari fasa cair. Proses ini merupakan pengembangan dari teknologi tanur tinggi. Sebagai teknologi pembuatan besi yang

Lebih terperinci

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA NANOSILIKA PASIR Anggriz Bani Rizka (1110 100 014) Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat Triwikantoro M.Si JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

Gambar 4.2 Larutan magnesium klorida hasil reaksi antara bubuk hidromagnesit dengan larutan HCl

Gambar 4.2 Larutan magnesium klorida hasil reaksi antara bubuk hidromagnesit dengan larutan HCl BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesa Garam Magnesium Klorida Garam magnesium klorida dipersiapkan melalui dua bahan awal berbeda yaitu bubuk magnesium oksida (MgO) puritas tinggi dan bubuk

Lebih terperinci

Afdal, Elio Nora Islami. Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas, Padang

Afdal, Elio Nora Islami. Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas, Padang KARAKTERISASI MAGNETIK BATUAN BESI DARI BUKIT BARAMPUANG, NAGARI LOLO, KECAMATAN PANTAI CERMIN, KABUPATEN SOLOK, SUMATERA BARAT (MAGNETIC CHARACTERIZATION OF IRON STONE OF BARAMPUANG HILL, NAGARI LOLO,

Lebih terperinci

REDUKSI PASIR BESI PANTAI SIGANDU KABUPATEN BATANG MENJADI SPONGE IRON MENGGUNAKAN BURNER GAS ASETILIN

REDUKSI PASIR BESI PANTAI SIGANDU KABUPATEN BATANG MENJADI SPONGE IRON MENGGUNAKAN BURNER GAS ASETILIN REDUKSI PASIR BESI PANTAI SIGANDU KABUPATEN BATANG MENJADI SPONGE IRON MENGGUNAKAN BURNER GAS ASETILIN *Itsnain Aji Pangestu 1, Sugeng Tirta Atmadja 2, Yusuf Umardani 2 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

STUDI REDUKSI RUTILE (TiO 2 ) DARI PASIR BESI MENGGUNAKAN GELOMBANG MIKRO DENGAN VARIABEL WAKTU PENYINARAN GELOMBANG MIKRO

STUDI REDUKSI RUTILE (TiO 2 ) DARI PASIR BESI MENGGUNAKAN GELOMBANG MIKRO DENGAN VARIABEL WAKTU PENYINARAN GELOMBANG MIKRO JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 STUDI REDUKSI RUTILE (TiO 2 ) DARI PASIR BESI MENGGUNAKAN GELOMBANG MIKRO DENGAN VARIABEL WAKTU PENYINARAN GELOMBANG MIKRO

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 3Fe 2 O 3 +C 2 Fe 3 O 4 +CO. Fe 3 O 4 +CO 3FeO+CO2 Fe 3 O 4 + C 3FeO+CO FeO+C Fe+CO

BAB II DASAR TEORI. 3Fe 2 O 3 +C 2 Fe 3 O 4 +CO. Fe 3 O 4 +CO 3FeO+CO2 Fe 3 O 4 + C 3FeO+CO FeO+C Fe+CO BAB II DASAR TEORI Pembelajaran tentang proses pengolahan besi merupakan hal yang penting untuk dipelajari, mengingat logam tersebut digunakan pada berbagai macam aplikasi. Teknik yang paling umum digunakan

Lebih terperinci

Esaputra Mangarul Rajagukguk, Sutopo

Esaputra Mangarul Rajagukguk, Sutopo Studi Pengaruh Waktu Proses Terhadap Proses Reduksi Langsung Bijih Besi Bongkah Menjadi Besi Spons Menggunakan Rotary Kiln Sederhana Skala Industri Rumah Tangga Esaputra Mangarul Rajagukguk, Sutopo Departemen

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bubuk magnesium oksida dari Merck, bubuk hidromagnesit hasil sintesis penelitian

Lebih terperinci

1 Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga

1 Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga Ekstraksi Titanium Dioksida (TiO 2 ) Berbahan Baku Pasir Besi dengan Metode Hidrometalurgi Luthfiana Dysi Setiawati 1, Drs. Siswanto, M.Si 1, DR. Nurul Taufiqu Rochman, M.Eng 2 1 Departemen Fisika, Fakultas

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIK PELLET DAN SPONGE IRON PADA BAHANBAKU LIMBAH KARAT DENGAN PASIR BESI SEBAGAI PEMBANDING

KARAKTERISTIK FISIK PELLET DAN SPONGE IRON PADA BAHANBAKU LIMBAH KARAT DENGAN PASIR BESI SEBAGAI PEMBANDING Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 KARAKTERISTIK FISIK PELLET DAN SPONGE IRON PADA BAHANBAKU LIMBAH KARAT DENGAN PASIR BESI SEBAGAI PEMBANDING Muhammad Amin*, Suharto*, Reni**, Dini** *UPT.Balai

Lebih terperinci

STUDY PENGGUNAAN REDUKTOR PADA PROSES REDUKSI PELLET BIJIH BESI LAMPUNG MENGGUNAKAN ROTARY KILN

STUDY PENGGUNAAN REDUKTOR PADA PROSES REDUKSI PELLET BIJIH BESI LAMPUNG MENGGUNAKAN ROTARY KILN Prosiding SNaPP2012 : Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN 2089-3582 STUDY PENGGUNAAN REDUKTOR PADA PROSES REDUKSI PELLET BIJIH BESI LAMPUNG MENGGUNAKAN ROTARY KILN 1 Yayat Iman Supriyatna, 2 Muhammad

Lebih terperinci

UJI SULFIDASI BIJIH BESI KALIMANTAN SELATAN DAN AMPAS PENGOLAHAN TEMBAGA PT. FREEPORT INDONESIA UNTUK KATALIS PENCAIRAN BATUBARA

UJI SULFIDASI BIJIH BESI KALIMANTAN SELATAN DAN AMPAS PENGOLAHAN TEMBAGA PT. FREEPORT INDONESIA UNTUK KATALIS PENCAIRAN BATUBARA UJI SULFIDASI BIJIH BESI KALIMANTAN SELATAN DAN AMPAS PENGOLAHAN TEMBAGA PT. FREEPORT INDONESIA UNTUK KATALIS PENCAIRAN BATUBARA Nining Sudini Ningrum Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral

Lebih terperinci

Study Proses Reduksi Mineral Tembaga Menggunakan Gelombang Mikro dengan Variasi Daya dan Waktu Radiasi

Study Proses Reduksi Mineral Tembaga Menggunakan Gelombang Mikro dengan Variasi Daya dan Waktu Radiasi LOGO Study Proses Reduksi Mineral Tembaga Menggunakan Gelombang Mikro dengan Variasi Daya dan Waktu Radiasi Nur Rosid Aminudin 2708 100 012 Dosen Pembimbing: Dr. Sungging Pintowantoro,ST.,MT Jurusan Teknik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Permasalahannya adalah, dengan tingkat konsumsi. masyarakat yang tinggi, bahan bakar tersebut lambat laun akan

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Permasalahannya adalah, dengan tingkat konsumsi. masyarakat yang tinggi, bahan bakar tersebut lambat laun akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan bakar minyak (BBM) dan gas merupakan bahan bakar yang tidak dapat terlepaskan dari kehidupan masyarakat sehari-hari. Permasalahannya adalah, dengan tingkat konsumsi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yang dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap pembuatan magnet barium ferit, tahap karakterisasi magnet

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 ALAT DAN BAHAN Pada penelitian ini alat-alat yang digunakan meliputi: 1. Lemari oven. 2. Pulverizing (alat penggerus). 3. Spatula/sendok. 4. Timbangan. 5. Kaca arloji

Lebih terperinci

Bahan Baku Proses Pembuatan Besi Baja

Bahan Baku Proses Pembuatan Besi Baja BIJIH BESI & AGLOMERISASI Prof. Dr.-Ing. Bambang Suharno Metallurgy and Materials Engineering Department 2010 Bahan Baku Proses Pembuatan Besi Baja Iron Ore Reduktor Coke (Blast Furnace) Coal (Reduksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Batu bara + O pembakaran. CO 2 + complex combustion product (corrosive gas + molten deposit

BAB I PENDAHULUAN. Batu bara + O pembakaran. CO 2 + complex combustion product (corrosive gas + molten deposit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemadaman listrik yang dialami hampir setiap daerah saat ini disebabkan kekurangan pasokan listrik. Bila hal ini tidak mendapat perhatian khusus dan penanganan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BATAN Bandung meliputi beberapa tahap yaitu tahap preparasi serbuk, tahap sintesis dan tahap analisis. Meakanisme

Lebih terperinci

STUDI EKSTRAKSI RUTILE (TiO 2 ) DARI PASIR BESI MENGGUNAKAN GELOMBANG MIKRO DENGAN VARIABEL WAKTU PENYINARAN GELOMBANG MIKRO

STUDI EKSTRAKSI RUTILE (TiO 2 ) DARI PASIR BESI MENGGUNAKAN GELOMBANG MIKRO DENGAN VARIABEL WAKTU PENYINARAN GELOMBANG MIKRO STUDI EKSTRAKSI RUTILE (TiO 2 ) DARI PASIR BESI MENGGUNAKAN GELOMBANG MIKRO DENGAN VARIABEL WAKTU PENYINARAN GELOMBANG MIKRO IGA A RI H IMANDO 2710 100 114 D O SEN P E MBIMBING SUNGGING P INTOWA N T ORO,

Lebih terperinci

Metode Evaluasi dan Penilaian. Audio/Video. Web. Soal-Tugas. a. Writing exam skor: 0-100(PAN)

Metode Evaluasi dan Penilaian. Audio/Video. Web. Soal-Tugas. a. Writing exam skor: 0-100(PAN) Media Ajar Pertemuan ke Tujuan Ajar/Keluaran/Indikator Topik (pokok, sub pokok bahasan, alokasi waktu) Teks Presentasi Gambar Audio/Video Soal-Tugas Web Metode Evaluasi dan Penilaian Metode Ajar (STAR)

Lebih terperinci

Erfan Handoko 1, Iwan Sugihartono 1, Zulkarnain Jalil 2, Bambang Soegijono 3

Erfan Handoko 1, Iwan Sugihartono 1, Zulkarnain Jalil 2, Bambang Soegijono 3 SINTESIS DAN KARAKTERISASI MATERIAL MAGNET HIBRIDA BaFe 12 O 19 - Sm 2 Co 17 Erfan Handoko 1, Iwan Sugihartono 1, Zulkarnain Jalil 2, Bambang Soegijono 3 1 Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA 2 PENDAHULUAN Bijih besi merupakan komoditi tambang yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku baja. Bijih besi banyak ditemukan di Indonesia, namun bahan baku baja masih didatangkan dari luar negeri.

Lebih terperinci

Lampiran 1 Bahan baku dan hasil percobaan

Lampiran 1 Bahan baku dan hasil percobaan LAMPIRAN 13 14 Lampiran 1 Bahan baku dan hasil percobaan a a. Sampel Bijih Besi Laterit dan b. Batu bara b a b a. Briket Bijih Besi Laterit dan b. Bentuk Pelet yang akan direduksi Hasil Titrasi Analisis

Lebih terperinci

MAKALAH PENYEDIAAN ENERGI SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2014/2015 GASIFIKASI BATU BARA

MAKALAH PENYEDIAAN ENERGI SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2014/2015 GASIFIKASI BATU BARA MAKALAH PENYEDIAAN ENERGI SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2014/2015 GASIFIKASI BATU BARA Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Penyediaan Energi Dosen Pengajar : Ir. Yunus Tonapa Oleh : Nama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS 4.1 Analisis Hasil Pengujian TGA - DTA Gambar 4.1 memperlihatkan kuva DTA sampel yang telah di milling menggunakan high energy milling selama 6 jam. Hasil yang didapatkan

Lebih terperinci

REAKSI TERMOKIMIA PADUAN AlFeNi DENGAN BAHAN BAKAR U 3 Si 2

REAKSI TERMOKIMIA PADUAN AlFeNi DENGAN BAHAN BAKAR U 3 Si 2 ISSN 1907 2635 Reaksi Termokimia Paduan AlFeNi dengan Bahan Bakar U 3Si 2 (Aslina Br.Ginting, M. Husna Al Hasa) REAKSI TERMOKIMIA PADUAN AlFeNi DENGAN BAHAN BAKAR U 3 Si 2 Aslina Br. Ginting dan M. Husna

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH KOMPOSISI BATU KAPUR TERHADAP KADAR Fe DAN DERAJAT METALISASI PADA PROSES REDUKSI BESI OKSIDA DALAM PASAR BESI

ANALISA PENGARUH KOMPOSISI BATU KAPUR TERHADAP KADAR Fe DAN DERAJAT METALISASI PADA PROSES REDUKSI BESI OKSIDA DALAM PASAR BESI TUGAS AKHIR TL 141584 ANALISA PENGARUH KOMPOSISI BATU KAPUR TERHADAP KADAR Fe DAN DERAJAT METALISASI PADA PROSES REDUKSI BESI OKSIDA DALAM PASAR BESI Farid Rizal NRP. 2713 100 041 Dosen Pembimbing Sungging

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PASIR BESI DARI PANTAI SELATAN KULONPROGO UNTUK MATERIAL PESAWAT TERBANG

KARAKTERISTIK PASIR BESI DARI PANTAI SELATAN KULONPROGO UNTUK MATERIAL PESAWAT TERBANG KARAKTERISTIK PASIR BESI DARI PANTAI SELATAN KULONPROGO UNTUK MATERIAL PESAWAT TERBANG Indreswari Suroso Program Studi Aeronautika, Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan, Yogyakarta Email: indreswari.suroso@gmail.com

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PEMBAKARAN BRIKET CAMPURAN AMPAS TEBU DAN SEKAM PADI DENGAN MEMBANDINGKAN PEMBAKARAN BRIKET MASING-MASING BIOMASS

ANALISIS PENGARUH PEMBAKARAN BRIKET CAMPURAN AMPAS TEBU DAN SEKAM PADI DENGAN MEMBANDINGKAN PEMBAKARAN BRIKET MASING-MASING BIOMASS ANALISIS PENGARUH PEMBAKARAN BRIKET CAMPURAN AMPAS TEBU DAN SEKAM PADI DENGAN MEMBANDINGKAN PEMBAKARAN BRIKET MASING-MASING BIOMASS Tri Tjahjono, Subroto, Abidin Rachman Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 ANALISIS MINEROLOGI DAN KOMPOSISI KIMIA BIJIH LIMONITE Tabel 4.1. Komposisi Kimia Bijih Limonite Awal Sampel Ni Co Fe SiO 2 CaO MgO MnO Cr 2 O 3 Al 2 O 3 TiO 2 P 2 O 5 S

Lebih terperinci

PENENTUAN SIFAT THERMAL PADUAN U-Zr MENGGUNAKAN DIFFERENTIAL THERMAL ANALYZER

PENENTUAN SIFAT THERMAL PADUAN U-Zr MENGGUNAKAN DIFFERENTIAL THERMAL ANALYZER No. 02/ Tahun I. Oktober 2008 ISSN 19792409 PENENTUAN SIFAT THERMAL PADUAN UZr MENGGUNAKAN DIFFERENTIAL THERMAL ANALYZER Yanlinastuti, Sutri Indaryati Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir BATAN ABSTRAK PENENTUAN

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SERBUK GERGAJI MENJADI BIO-OIL MENGGUNAKAN PROSES PIROLISIS

PENGEMBANGAN SERBUK GERGAJI MENJADI BIO-OIL MENGGUNAKAN PROSES PIROLISIS LAPORAN TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN SERBUK GERGAJI MENJADI BIO-OIL MENGGUNAKAN PROSES PIROLISIS (Development of Saw Dust Into Bio-oil Using Pyrolysis Process) Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

PENINGKATAN KADAR NIKEL (Ni) DAN BESI (Fe) DARI BIJIH NIKEL LATERIT KADAR RENDAH JENIS SAPROLIT UNTUK BAHAN BAKU NICKEL CONTAINING PIG IRON (NCPI/NPI)

PENINGKATAN KADAR NIKEL (Ni) DAN BESI (Fe) DARI BIJIH NIKEL LATERIT KADAR RENDAH JENIS SAPROLIT UNTUK BAHAN BAKU NICKEL CONTAINING PIG IRON (NCPI/NPI) PENINGKATAN KADAR NIKEL (Ni) DAN BESI (Fe) DARI BIJIH NIKEL LATERIT KADAR RENDAH JENIS SAPROLIT UNTUK BAHAN BAKU NICKEL CONTAINING PIG IRON (NCPI/NPI) Agus Budi Prasetyo dan Puguh Prasetiyo Pusat Penelitian

Lebih terperinci

PELINDIAN NIKEL DAN BESI PADA MINERAL LATERIT DARI KEPULAUAN BULIHALMAHERA TIMUR DENGAN LARUTAN ASAM KLORIDA

PELINDIAN NIKEL DAN BESI PADA MINERAL LATERIT DARI KEPULAUAN BULIHALMAHERA TIMUR DENGAN LARUTAN ASAM KLORIDA SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VII Penguatan Profesi Bidang Kimia dan Pendidikan Kimia Melalui Riset dan Evaluasi Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan P.MIPA FKIP UNS Surakarta, 18 April

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Paduan Fe-Al merupakan material yang sangat baik untuk digunakan dalam berbagai aplikasi terutama untuk perlindungan korosi pada temperatur tinggi [1]. Paduan ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR DAN JENIS REDUKTOR TERHADAP PEROLEHAN PERSEN METALISASI HASIL REDUKSI BIJIH BESI DARI KALIMANTAN

PENGARUH TEMPERATUR DAN JENIS REDUKTOR TERHADAP PEROLEHAN PERSEN METALISASI HASIL REDUKSI BIJIH BESI DARI KALIMANTAN PENGARUH TEMPERATUR DAN JENIS REDUKTOR TERHADAP PEROLEHAN PERSEN METALISASI HASIL REDUKSI BIJIH BESI DARI KALIMANTAN Murti Handayani, Ir. Soesaptri Oediyani, M.E., Anistasia Milandia, S.T., M.T. Jurusan

Lebih terperinci

PENGUKURAN SIFAT TERMAL ALLOY ALUMINIUM FERO NIKEL MENGGUNAKAN ALAT DIFFERENTIAL THERMAL ANALYZER

PENGUKURAN SIFAT TERMAL ALLOY ALUMINIUM FERO NIKEL MENGGUNAKAN ALAT DIFFERENTIAL THERMAL ANALYZER ISSN 979-409 PENGUKURAN SIFAT TERMAL ALLOY ALUMINIUM FERO NIKEL MENGGUNAKAN ALAT DIFFERENTIAL THERMAL ANALYZER Yanlinastuti, Sutri Indaryati Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir - BATAN ABSTRAK PENGUKURAN

Lebih terperinci

OLEH : SHOLEHUL HADI ( ) DOSEN PEMBIMBING : Ir. SUDJUD DARSOPUSPITO, MT.

OLEH : SHOLEHUL HADI ( ) DOSEN PEMBIMBING : Ir. SUDJUD DARSOPUSPITO, MT. PENGARUH VARIASI PERBANDINGAN UDARA- BAHAN BAKAR TERHADAP KUALITAS API PADA GASIFIKASI REAKTOR DOWNDRAFT DENGAN SUPLAI BIOMASSA SERABUT KELAPA SECARA KONTINYU OLEH : SHOLEHUL HADI (2108 100 701) DOSEN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi serbuk. 3.2

Lebih terperinci

Pengaruh Polietilen Glikol (PEG) Terhadap Ukuran Partikel Magnetit (Fe 3 O 4 ) yang Disintesis dengan Menggunakan Metode Kopresipitasi

Pengaruh Polietilen Glikol (PEG) Terhadap Ukuran Partikel Magnetit (Fe 3 O 4 ) yang Disintesis dengan Menggunakan Metode Kopresipitasi Pengaruh Polietilen Glikol (PEG) Terhadap Ukuran Partikel Magnetit (Fe 3 O 4 ) yang Disintesis dengan Menggunakan Metode Kopresipitasi Irfan Nursa*, Dwi Puryanti, Arif Budiman Jurusan Fisika FMIPA Universitas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Material Teknik Mesin Jurusan Teknik

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Material Teknik Mesin Jurusan Teknik III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Material Teknik Mesin Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung. Adapun kegiatan penelitian yang dilakukan di laboratorium

Lebih terperinci

Disusun Sebagai Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Diploma III pada Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya. Oleh :

Disusun Sebagai Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Diploma III pada Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya. Oleh : PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI BATUBARA SUBBITUMINUS SEBAGAI BAHAN PENYERAP KADAR ION BESI (Fe) DAN TEMBAGA (Cu) PADA LIMBAH CAIR KIMIA POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA Disusun Sebagai Persyaratan Menyelesaikan

Lebih terperinci

Potensi Batubara Sebagai Sumber Energi Alternatif Untuk Pengembangan Industri Logam

Potensi Batubara Sebagai Sumber Energi Alternatif Untuk Pengembangan Industri Logam Vol. 2, 2017 Potensi Batubara Sebagai Sumber Energi Alternatif Untuk Pengembangan Industri Logam Muhammad Gunara Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA Jl.

Lebih terperinci

PEMBUATAN MATERIAL DUAL PHASE DARI KOMPOSISI KIMIA HASIL PELEBURAN ANTARA SCALING BAJA DAN BESI LATERIT KADAR NI RENDAH YANG DIPADU DENGAN UNSUR SIC

PEMBUATAN MATERIAL DUAL PHASE DARI KOMPOSISI KIMIA HASIL PELEBURAN ANTARA SCALING BAJA DAN BESI LATERIT KADAR NI RENDAH YANG DIPADU DENGAN UNSUR SIC PEMBUATAN MATERIAL DUAL PHASE DARI KOMPOSISI KIMIA HASIL PELEBURAN ANTARA SCALING BAJA DAN BESI LATERIT KADAR NI RENDAH YANG DIPADU DENGAN UNSUR SIC Daniel P. Malau 1*, Saefudin 2 *12 Pusat Penelitian

Lebih terperinci

Oleh : Dimas Setiawan ( ) Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT.

Oleh : Dimas Setiawan ( ) Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT. Karakterisasi Proses Gasifikasi Downdraft Berbahan Baku Sekam Padi Dengan Desain Sistem Pemasukan Biomassa Secara Kontinyu Dengan Variasi Air Fuel Ratio Oleh : Dimas Setiawan (2105100096) Pembimbing :

Lebih terperinci

Karakterisasi Gasifikasi Biomassa Sampah pada Reaktor Downdraft Sistem Batch dengan Variasi Air Fuel Ratio

Karakterisasi Gasifikasi Biomassa Sampah pada Reaktor Downdraft Sistem Batch dengan Variasi Air Fuel Ratio Karakterisasi Gasifikasi Biomassa Sampah pada Reaktor Downdraft Sistem Batch dengan Variasi Air Fuel Ratio Oleh : Rada Hangga Frandika (2105100135) Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT. Kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk pembuatan kampas rem. Dalam perkembangan teknologi, komposit

I. PENDAHULUAN. untuk pembuatan kampas rem. Dalam perkembangan teknologi, komposit I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan komposit merupakan salah satu bahan alternatif yang dapat digunakan untuk pembuatan kampas rem. Dalam perkembangan teknologi, komposit mengalami kemajuan yang sangat

Lebih terperinci

PEMBUATAN NICKEL PIG IRON (NPI) DARI BIJIH NIKEL LATERIT INDONESIA MENGGUNAKAN MINI BLAST FURNACE

PEMBUATAN NICKEL PIG IRON (NPI) DARI BIJIH NIKEL LATERIT INDONESIA MENGGUNAKAN MINI BLAST FURNACE MT-66 0404: Widi Astuti dkk. PEMBUATAN NICKEL PIG IRON (NPI) DARI BIJIH NIKEL LATERIT INDONESIA MENGGUNAKAN MINI BLAST FURNACE Widi Astuti 1) Zulfiadi Zulhan 2) Achmad Shofi 1) Kusno Isnugroho 1) Fajar

Lebih terperinci

PEREKAYASAAN ALAT SIMULASI REDUKSI PELET BIJIH BESI BERKARBON

PEREKAYASAAN ALAT SIMULASI REDUKSI PELET BIJIH BESI BERKARBON PEREKAYASAAN ALAT SIMULASI REDUKSI PELET BIJIH BESI BERKARBON Edi Herianto, Yusuf, Arifin Arif Pusat Penelitian Metalurgi LIPI Kawasan Puspiptek Serpong Tangerang 15314 E-mail : edih001@lipi.go.id Intisari

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PEMBAKARAN CHAR HASIL PYROLISIS SAMPAH KOTA TERSELEKSI SKRIPSI. Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi gelar Sarjana Teknik

KARAKTERISTIK PEMBAKARAN CHAR HASIL PYROLISIS SAMPAH KOTA TERSELEKSI SKRIPSI. Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi gelar Sarjana Teknik KARAKTERISTIK PEMBAKARAN CHAR HASIL PYROLISIS SAMPAH KOTA TERSELEKSI SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi gelar Sarjana Teknik Oleh : WAHYU KARTIKO ADI NIM. I1412020 JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material FMIPA Unila, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-Juli 2015 dan tempat penelitian ini

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-Juli 2015 dan tempat penelitian ini 42 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-Juli 2015 dan tempat penelitian ini dilakukan di : 1. Pembuatan spesimen kampas rem berbahan ( fly

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi 4.1.1 Sol Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan ZrOCl 2. 8H 2 O dengan perbandingan mol 1:4:6 (Ikeda, et al. 1986) dicampurkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pembahasan ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu pembuatan adsorben dan uji kinerja adsorben tersebut untuk menyisihkan phenanthrene dari dalam air. 4.1 Pembuatan adsorben

Lebih terperinci

Gambar 4.7. SEM Gelas BG-2 setelah perendaman di dalam SBF Ringer

Gambar 4.7. SEM Gelas BG-2 setelah perendaman di dalam SBF Ringer Porositas Gambar 4.7. SEM Gelas BG-2 setelah perendaman di dalam SBF Ringer Dari gambar 4.6 dan 4.7 terlihat bahwa partikel keramik bio gelas aktif berbentuk spherical menuju granular. Bentuk granular

Lebih terperinci

KARAKTERISASI LIMBAH HASIL PEMURNIAN Fe 3 O 4 DARI BAHAN BAKU LOKAL PASIR BESI

KARAKTERISASI LIMBAH HASIL PEMURNIAN Fe 3 O 4 DARI BAHAN BAKU LOKAL PASIR BESI KARAKTERISASI LIMBAH HASIL PEMURNIAN Fe 3 O 4 DARI BAHAN BAKU LOKAL PASIR BESI Tria Madesa 1, Yosef Sarwanto 1 dan Wisnu Ari Adi 1 1) Pusat Sains dan Teknologi Bahan Maju Badan Tenaga Nuklir Nasional Kawasan

Lebih terperinci

KAJIAN NERACA POSFOR DAN STUDI KEMUNGKINAN UNTUK MELAKUKAN PROSES DEPOSFORISASI DI LADLE PADA PABRIK PELEBURAN FERRONIKEL PT ANTAM TBK

KAJIAN NERACA POSFOR DAN STUDI KEMUNGKINAN UNTUK MELAKUKAN PROSES DEPOSFORISASI DI LADLE PADA PABRIK PELEBURAN FERRONIKEL PT ANTAM TBK KAJIAN NERACA POSFOR DAN STUDI KEMUNGKINAN UNTUK MELAKUKAN PROSES DEPOSFORISASI DI LADLE PADA PABRIK PELEBURAN FERRONIKEL PT ANTAM TBK Zulfiadi Zulhan 2), Tri Hartono 1), Faisal Alkadrie 1), Sunara Purwadaria

Lebih terperinci

Eksperimen Pembentukan Kristal BPSCCO-2223 dengan Metode Self-Flux

Eksperimen Pembentukan Kristal BPSCCO-2223 dengan Metode Self-Flux Berkala Fisika ISSN : 1410-9662 Vol.8, No.2, April 2005, hal 53-60 Eksperimen Pembentukan Kristal BPSCCO-2223 dengan Metode Self-Flux Indras Marhaendrajaya Laboratorium Fisika Zat Padat Jurusan Fisika

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Silikon dioksida (SiO 2 ) merupakan komponen utama di dalam pasir kuarsa yang terdiri dari unsur silikon dan oksigen, biasanya di temukan di alam pada pasir kuarsa,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam. Sampel Milling 2 Jam. Suhu C

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam. Sampel Milling 2 Jam. Suhu C 38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI HASIL 4.1.1 Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam Pengujian untuk mengetahui densitas sampel pellet Abu vulkanik 9,5gr dan Al 2 O 3 5 gr dilakukan

Lebih terperinci

PEMBUATAN SINTER DARI BAHAN LIMBAH MILL SCALE HASIL HOT ROLLING SEBAGAI BAHAN BAKU TAMBAHAN PEMBUATAN BESI BAJA

PEMBUATAN SINTER DARI BAHAN LIMBAH MILL SCALE HASIL HOT ROLLING SEBAGAI BAHAN BAKU TAMBAHAN PEMBUATAN BESI BAJA PEMBUATAN SINTER DARI BAHAN LIMBAH MILL SCALE HASIL HOT ROLLING SEBAGAI BAHAN BAKU TAMBAHAN PEMBUATAN BESI BAJA Harry Anggoro R 1, Soesaptri Oediyani 2, Anistasia Milandia 2 1. Mahasiswa Jurusan Teknik

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Sebelum dilakukan sintesis katalis Cu/ZrSiO 4, serbuk zirkon (ZrSiO 4, 98%) yang didapat dari Program Studi Metalurgi ITB dicuci terlebih dahulu menggunakan larutan asam nitrat 1,0

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Lampung dan laboratorium uji material kampus baru Universitas Indonesia

III. METODOLOGI PENELITIAN. Lampung dan laboratorium uji material kampus baru Universitas Indonesia III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dilaboratorium Material Teknik Mesin Universitas Lampung dan laboratorium uji material kampus baru Universitas Indonesia Depok. B. Alat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas 31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis material konduktor ionik MZP, dilakukan pada kondisi optimum agar dihasilkan material konduktor ionik yang memiliki kinerja maksimal, dalam hal ini memiliki nilai

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SIFAT MEKANIS BAJA LATERIT TERHADAP PROSES PENGEROLAN

KARAKTERISTIK SIFAT MEKANIS BAJA LATERIT TERHADAP PROSES PENGEROLAN KARAKTERISTIK SIFAT MEKANIS BAJA LATERIT TERHADAP PROSES PENGEROLAN Roy Hasudungan, Erwin Siahaan, Rosehan dan Bintang Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara, LIPI-Metalurgi e-mail:

Lebih terperinci

Bab II Teknologi CUT

Bab II Teknologi CUT Bab II Teknologi CUT 2.1 Peningkatan Kualitas Batubara 2.1.1 Pengantar Batubara Batubara merupakan batuan mineral hidrokarbon yang terbentuk dari tumbuh-tumbuhan yang telah mati dan terkubur di dalam bumi

Lebih terperinci

BAB 3 INDUSTRI BESI DAN BAJA

BAB 3 INDUSTRI BESI DAN BAJA BAB 3 INDUSTRI BESI DAN BAJA Pengantar Besi (Fe) merupakan salah satu logam yang mempunyai peranan yang sangat besar dalam kehidupan manusia, terlebih-lebih di zaman modern seperti sekarang. Kelimpahannya

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di laboratorium material teknik, Jurusan Teknik Mesin,

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di laboratorium material teknik, Jurusan Teknik Mesin, 28 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium material teknik, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Lampung dan laboratorium uji material Jurusan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PERUBAHAN MINERAL SELAMA PROSES PEMANASAN PELET KOMPOSIT NIKEL DENGAN ANALISIS DIFRAKSI SINAR X

IDENTIFIKASI PERUBAHAN MINERAL SELAMA PROSES PEMANASAN PELET KOMPOSIT NIKEL DENGAN ANALISIS DIFRAKSI SINAR X Identifikasi Perubahan Mineral Selama Proses Pemanasan Pelet Komposit Nikel dengan Analisis Difraksi Sinar X (Permatasari V., Kawigraha A., Hapid A., dan Wibowo N.) IDENTIFIKASI PERUBAHAN MINERAL SELAMA

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN TEMBAGA (Cu) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN ALUMINIUM-SILIKON (Al-Si) MELALUI PROSES PENGECORAN

PENGARUH PENAMBAHAN TEMBAGA (Cu) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN ALUMINIUM-SILIKON (Al-Si) MELALUI PROSES PENGECORAN Laporan Tugas Akhir PENGARUH PENAMBAHAN TEMBAGA (Cu) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN ALUMINIUM-SILIKON (Al-Si) MELALUI PROSES PENGECORAN Nama Mahasiswa : I Made Pasek Kimiartha NRP

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH CRUSHING PLANT UNTUK PEMBUATAN PIG IRON MENGGUNAKAN HOT BLAST CUPOLA YANG DIINJEKSIKAN SERBUK ARANG KAYU

PEMANFAATAN LIMBAH CRUSHING PLANT UNTUK PEMBUATAN PIG IRON MENGGUNAKAN HOT BLAST CUPOLA YANG DIINJEKSIKAN SERBUK ARANG KAYU Pemanfaatan Limbah Crushing... (Kusno Isnugroho) PEMANFAATAN LIMBAH CRUSHING PLANT UNTUK PEMBUATAN PIG IRON MENGGUNAKAN HOT BLAST CUPOLA YANG DIINJEKSIKAN SERBUK ARANG KAYU UTILIZATION OF IRON ORE FROM

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi Temperatur Pirolisis Terhadap Waktu Pirolisis dilakukan dengan variasi tiga temperatur yaitu 400 C, 450 C, dan 500 C pada variasi campuran batubara dan plastik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemakaian batubara sebagai sumber energi telah menjadi salah satu pilihan di Indonesia sejak harga bahan bakar minyak (BBM) berfluktuasi dan cenderung semakin mahal.

Lebih terperinci

PENGARUH LAJU ALIRAN AGENT GAS PADA PROSES GASIFIKASI KOTORAN KUDA TERHADAP KARAKTERISTIK SYNGAS YANG DIHASILKAN

PENGARUH LAJU ALIRAN AGENT GAS PADA PROSES GASIFIKASI KOTORAN KUDA TERHADAP KARAKTERISTIK SYNGAS YANG DIHASILKAN PENGARUH LAJU ALIRAN AGENT GAS PADA PROSES GASIFIKASI KOTORAN KUDA TERHADAP KARAKTERISTIK SYNGAS YANG DIHASILKAN Rudy Sutanto1,a*, Nurchayati2,b, Pandri Pandiatmi3,c, Arif Mulyanto4,d, Made Wirawan5,e

Lebih terperinci

Penentuan Komposisi Serta Suhu Kalsinasi Optimum CaO Dari Batu Kapur Kecamatan Banawa

Penentuan Komposisi Serta Suhu Kalsinasi Optimum CaO Dari Batu Kapur Kecamatan Banawa Penentuan Komposisi Serta Suhu Kalsinasi Optimum CaO Dari Batu Kapur Kecamatan Determining The Composition and Optimum Calcination Temperature of CaO of Limestone Akbar Suhardin *), M. Syahrul Ulum, Darmawati

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR KALSINASI PADA PEMBENTUKAN LITHIUM IRON PHOSPHATE (LFP) DENGAN METODE SOLID STATE

PENGARUH TEMPERATUR KALSINASI PADA PEMBENTUKAN LITHIUM IRON PHOSPHATE (LFP) DENGAN METODE SOLID STATE 1 PENGARUH TEMPERATUR KALSINASI PADA PEMBENTUKAN LITHIUM IRON PHOSPHATE (LFP) DENGAN METODE SOLID STATE Arum Puspita Sari 111010034 Dosen Pembimbing: Dr. Mochamad Zainuri, M. Si Kamis, 03 Juli 2014 Jurusan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI

PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI Yunus Zarkati Kurdiawan / 2310100083 Makayasa Erlangga / 2310100140 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci