Karakteristik Fisika dan Kimia Tanah. Coklat kehitaman. Specific gravity Bobot isi 0.91

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Karakteristik Fisika dan Kimia Tanah. Coklat kehitaman. Specific gravity Bobot isi 0.91"

Transkripsi

1 77 BAB V Hasil dan Pembahasan Pada bab ini diuraikan hasil hasil penelitian berupa hasil pengamatan, perhitungan formula limpasan air permukaan, perhitungan formula prediksi erosi dan perhitungan program dengan berbagai variasi. Hasil pengamatan berupa penyajian data data aktual yang diambil dari lapangan dan berisi analisis yang dilakukan. Perhitungan formula limpasan air permukaan dan prediksi erosi menekankan pada input data yang digunakan dan perbandingan antara data aktual yang didapat dilapangan dengan perhitungan dengan formula yang digunakan. Sedangkan perhitungan dengan berbagai variasi bertujuan untuk mengetahui faktor faktor erosi yang berpengaruh yang divariasikan sedemikian rupa sehingga diketahui perbedaan hasil keluaran erosi antara tiap variasi. V.1 Hasil Pengamatan V.1.1 Karakteristik Fisika dan Kimia Tanah Tanah di lahan pertanian dianalisis tekstur tanah, porositas dan konduktivitas hidrolik dalam penelitian ini. Tekstur tanah didapat melalui analisis distribusi partikel, kemudian dengan memasukkan kedalam segitiga tekstur tanah (Foth,1995) maka tanah ini masuk kedalam lempung berlanau. Tabel V.1 Parameter Horison Warna Tekstur : A. kerikil B. pasir C. silt D. liat E. Finer #2 Karakteristik Fisika dan Kimia Tanah Kondisi dan Nilai O dan A Coklat kehitaman 1 % 32 % 62 % 5 % dari 2 gram sampel Struktur tanah Remah lepas Specific gravity Bobot isi.91

2 78 Tabel V.2 Karakteristik Fisika dan Kimia Tanah Parameter Konduktivitas sampai pada kedalaman 9 cm Kimia : A. ph B. Bahan Organik C. C - Organik D. Kapasitas Tukar Kation E. Basa-basa organik Na Ca Mg K Kondisi dan Nilai m/hari % me/ 1 gram.3 me/ 1 gram 7.11 me/ 1 gram 1. me/ 1 gram.35 me/ 1 gram Catatan : Hasil Pengukuran dan Analisa Laboratorium Mekanika Tanah Teknik Sipil ITB dan Laboratorium Agronomi BALITSA Lembang Bandung. Seperti yang terlihat pada Tabel V.3, nilai konduktifitas hidrolik berkisar rata-rata antara.14 hingga 3.84 m/hari. Nilai konduktifitas hidrolik pada lapisan tanah lokasi penelitian berdasarkan penelitian Fokes (1986) masuk kedalam tingkatan konduktifitas hidrolik rendah hingga sedang. Tabel V.3 Nilai Konduktifitas hidrolik pada lapisan tanah Kedalaman Konduktifitas hidrolik proporsi k Catatan : Hasil Pengolahan

3 79 V.1.2 Intensitas hujan dan tinggi hujan Data ketinggian hujan didapat dari sembilan kejadian hujan dan diukur dengan menggunakan penakar hujan manual. Intensitas hujan merupakan volume curah hujan persatuan waktu jam dalam satu kejadian hujan yang merupakan kesatuan dari beberapa kali pengukuran dalam rentang setiap 15 menit. Kejadian hujan 1 dan 2 merupakan data hujan terpisah yang terjadi pada awal awal penghujan dan keadaan tanah masih sangat kering, sedangkan pada kejadian hujan 3 hingga 9 merupakan kejadian hujan yang berurutan tiap harinya. Data intensitas hujan beragam mulai dari 3.96 mm/jam hingga 52.4 mm/jam, dengan tinggi hujan yang terjadi berkisar antara 7.56 milimeter dengan durasi 35 menit hingga milimeter dengan durasi 13 menit. Sedangkan pada durasi yang paling besar hingga 256 menit dan tinggi hujan 16.9 milimeter memiliki intensitas.6 mm/jam menunjukkan bahwa hujan yang terjadi dalam kategori lemah. Hal ini menunjukkan bahwa intensitas hujan dipengaruhi secara langsung oleh durasi dan tinggi hujan, walaupun durasi hujan memiliki waktu yang cukup lama, apabila tinggi hujan tidak besar menghasilkan nilai intensitas hujan yang lemah. Sebaliknya walaupun durasi hujan berjalan singkat, apabila tinggi hujan besar dapat menghasilkan intensitas hujan yang cukup deras. V.1.3 Limpasan permukaan Data limpasan permukaan didapat dari pengukuran debit limpasan pada kejadian hujan setiap 5 menit. Setelah didapat nilai debit permukaan kemudian dikalikan dengan rentang waktu setiap pengambilan data maka didapat volume limpasan permukaan per luas plot penelitian lalu dikonversi ke dalam volume limpasan persatuan luas area dalam liter per ha. Seperti yang terlihat pada Tabel V.4. pada kejadian hujan pertama dan ketiga yang merupakan awal dari mulainya hari hujan yang berurutan tidak memiliki limpasan air permukaan. Hal ini dapat dijelaskan karena pada hujan hujan awal, air hujan yang jatuh ke lahan akan mengisi pori-pori tanah. Karena hujan yang terjadi belum cukup mengisi pori-pori tanah dan masih dibawah batas kapasitas infiltrasi

4 8 maka tidak terjadi limpasan air permukaan. Pada hujan hujan berikutnya yaitu kejadian hujan dua dan hujan empat hingga sembilan, terlihat bahwa limpasan cukup berarti, walaupun pada kejadian hujan empat memiliki intensitas yang lebih rendah dibandingkan kejadian hujan satu akan tetapi dapat menghasilkan limpasan air permukaan. Hal ini dapat disebabkan karena pori-pori tanah telah terisi dan curah hujan melebihi kapasitas pori-pori ini menampung air, sehingga terjadilah limpasan air permukaan. Tabel V.4 Data ketinggian hujan, intensitas hujan, limpasan dan erosi Kejadian Tinggi Lama Intensitas Volume hujan Hujan hujan Hujan Limpasan Erosi (mm) menit (mm/jam) (liter/ha) (Kg/ha) Rata-rata Catatan : Hasil Pengolahan Adapun hubungan antara intensitas hujan dan limpasan pada pengamatan di lapangan menunjukkan hubungan yang erat. Seperti yang terlihat pada gambar V.1. nilai korelasi dari pendekatan linier memiliki nilai.698 memiliki nilai yang mendekati 1 dan memiliki hubungan yang positif, dimana dengan meningkatnya intensitas hujan maka limpasan air permukaan akan semakin besar pula. Laju dan volume limpasan air permukaan pada satu kejadian hujan berhubungan langsung dengan durasi hujan dan intensitas hujan. Ketika hujan dalam intensitas rendah, air memenuhi pori-pori tanah hingga jenuh, bila hujan terus berlangsung maka limpasan air permukaan dapat terjadi. Apabila hujan dalam intensitas yang

5 81 tinggi maka tanah jenuh dalam waktu singkat, dan volume limpasan air permukaan yang dihasilkan akan besar, diakibatkan karena tanah yang telah jenuh tidak akan dapat menyerap air yang jatuh. Hujan yang jatuh pada tanah yang jenuh akan langsung melimpas menjadi aliran air permukaan. 6 Volume Limpasan liter/ha y = 261.7x R 2 =.6984 Pengukuran Pendekatan linear Intensitas hujan mm/jam Gambar V.1 Hubungan antara intensitas hujan dan limpasan air permukaan pada tiap kejadian hujan. V.1.4 Erosi Seperti yang tertulis dalam Tabel V.4 tinggi hujan berkisar antar 7.56 mm hingga mm memiliki rata-rata tinggi hujan mm, rata-rata hujan 19 menit dan intensitas hujan antara 6.16 hingga mm/jam, adapun limpasan yang terjadi per hektar berkisar antara hingga liter, sedangkan erosi yang terjadi per hektar tanah berkisar antara hingga 5263 kg. Hujan hujan awal pada kejadian hujan satu dan tiga terlihat tidak menimbulkan erosi, bahkan pada kejadian hujan dua walaupun telah terjadi limpasan tetapi tidak menimbulkan erosi. Hal ini dapat terjadi karena limpasan yang terjadi tidak besar sehingga air permukaan sebagai agen erosif belum mampu membawa partikelpartikel tanah. Adapun yang diungkapkan oleh Morgan (1986) hasil penelitian

6 82 Fournier (1972) respon dari tanah yang berhubungan dengan kehilangan tanah kepada penerimaan hujan dapat ditentukan oleh kondisi meteorologi sebelumnya. Pada awal terjadi hujan yang jatuh pada tanah kering dan dalam jumlah yang kecil menghasilkan limpasan yang kecil pula. Sebagian besar dapat disebabkan karena air meresap kedalam tanah. Pada hujan kedua hampir 66 persen hujan menjadi limpasan air permukaan dan kehilangan tanah terjadi hingga tiga kali lipat. Pada kasus ini seberapa dekat kejenuhan tanah dimana tergantung pada berapa banyak hujan jatuh pada hari-hari sebelumnya. Pola kehilangan tanah yang rendah pada awal hujan dan kehilangan tanah yang tinggi pada kejadian hujan kedua merupakan kebalikannya. Bagaimanapun antara hujan erosif, hancuran akibat iklim dan hujan ringan dapat menghilangkan permukaan tanah. Sebagian besar material hilang pada limpasan pertama kalinya dan sedikit terjadi untuk erosi pada kejadian limpasan berikutnya. Yogama (27) meneliti pada kemiringan 3 persen erosi yang terjadi pada hujan pertama adalah sebesar pada curah hujan pertama. Selanjutnya pada curah hujan kedua, ketiga, keempat dan kelima, masing masing 15.7, 24.13, dan dengan rata-rata peningkatan sebesar gram. Menunjukkan bahwa hujan sebelumnya mempengaruhi erosi yang terjadi, pada awal hujan erosi yang terjadi lebih kecil dibandingkan erosi erosi selanjutnya. Pada kejadian hujan selanjutnya limpasan air permukaan dan erosi yang terjadi dapat dikatakan besar. Hasil analisis seperti terlihat pada Tabel V.4 menunjukkan bahwa erosi yang terjadi dapat mencapai 5.3 ton/ha dalam satu kejadian hujan dengan intensitas hujan 29 mm/jam. Bila dibandingkan dengan batas maksimum laju erosi yang dapat diterima di tanah berlempung tebal yang berasal dari endapan vulkanik (Hudson, 1971 dalam Suripin, 21) sebesar 13 ton/ha/tahun, kejadian hujan satu kali yang mencapai 5.3 ton/ha sangat besar karena hampir mencapai setengah dari laju erosi maksimum yang diperbolehkan. Hal ini dapat disebabkan karena tidak ada vegetasi yang dapat menahan laju limpasan air permukaan. Pada saat tidak terdapat vegetasi, kemampuan fungsi

7 83 fungsi yang dapat mencegah erosi pun menjadi berkurang atau bahkan tidak ada. Vegetasi sendiri penting dalam melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan, selain itu dapat menurunkan kecepatan dan volume limpasan permukaan, menahan partikel partikel tanah pada tempatnya melalui sistem perakaran dan seresah yang dihasilkan dan mempertahankan kemantapan kapasitas tanah dalam menyerap air (Asdak, 24). Keadaan lahan penelitian yang gembur disebabkan jenis tanah lempung berdebu dan baru olah tanah menyebabkan tenaga kinetik dari hujan dan limpasan permukaan menyebabkan tanah mudah terkelupas dan partikel-partikel mudah terangkut ke tempat yang lebih rendah. Pada saat itu tanah belum mengalami pemadatan baik oleh manusia maupun oleh ikatan-ikatan akar tanaman sehingga tidak ada yang menahan tanah pada tempatnya. Selain itu faktor panjang lereng hingga 29.6 meter dan kemiringan lereng yang mencapai 25 derajat, merupakan faktor lain yang memudahkan tanah terlepas dari ikatannya. Limpasan air yang terbentuk dilahan paling atas akan menjadi aliran permukaan yang memiliki energi mengikis tanah pada lahan dibawahnya. Kedua faktor diatas menentukan besarnya kecepatan dan volume air larian. Kecepatan limpasan air permukaan yang besar dapat terjadi karena kemiringan lereng yang tidak terhambat dan panjang aliran serta terkonsentrasi pada saluran, sehingga berpotensi pada terjadinya erosi parit dan erosi alur. Terlihat pada Gambar V.2 limpasan air permukaan sebagai media untuk melepaskan tanah dari ikatannya dan sebagai media pembawa partikel partikel tanah memiliki hubungan yang positif dengan erosi yang terjadi. Semakin besar limpasan yang terjadi akan semakin besar pula erosi yang terjadi. Seperti yang terlihat pada Gambar V.2 hubungan limpasan dan erosi nilai korelasi linier yang kuat hingga mencapai.88, hal ini menunjukkan betapa eratnya hubungan antara kedua parameter tersebut. Pada gambar V.3, hubungan antara intensitas hujan dan erosi menunjukkan nilai korelasi yang positif dan memiliki arah yang meningkat. Artinya semakin tinggi

8 84 intensitas hujan akan semakin besar erosi yang terjadi. Korelasi linier antara intensitas dan erosi mencapai y =.792x R 2 =.885 Sedimen Kg/ha Pengukuran Pendekatan linear Limpasan lt/ha Gambar V.2 Hubungan antara limpasan dan erosi pada tiap kejadian hujan. 6 5 y = x R 2 =.7566 Sedimen Kg/ha Pengukuran Pendekatan linear Intensitas hujan mm/jam Gambar V.3 Hubungan intensitas hujan dan erosi pada tiap kejadian hujan.

9 85 V.2 Perhitungan Limpasan Air Permukaan dan Erosi V.2.1 Input Data Basin Data karakteristik basin yang dibutuhkan sebagai input data program limpasan air permukaan berupa jumlah lapisan tanah setebal 5 lapisan dan tiap lapisan memiliki tinggi 2 cm, sehingga kedalaman lapisan yang dianalisis adalah 1 cm. Sedangkan untuk segmen daerah penelitian dibagi dalam 3 segmen dan konduktivitas hidraulik, panjang, lebar dan kemiringannya diperhitungkan dalam tiap segmennya. Nilai nilai karakteristik basin dapat dilihat pada Tabel V.5 dan Tabel V.6. Tabel V.5 Karakteristik Lapisan Pada Setiap Kedalaman. Kedalaman Konduktivitas hidrolik Proporsi K Porositas m/hari Tabel V.6 Karakteristik Basin Pada Setiap Segmen. Segmen Konduktivitas Panjang Lebar Kemiringan hidrolik (m/hari) (m) (m) (m/m) V.2.2 Input Data Curah Hujan Input data curah hujan berupa intensitas hujan selama 5 menit didapat dari hasil perhitungan tinggi hujan dan banyaknya hujan. Data curah hujan yang dimiliki dari hasil pengamatan terdiri dari 9 kejadian hujan dimana setiap data curah hujan yang didapat dari pengukuran tiap 15 menit tersebut diinterpolasi untuk mendapatkan curah hujan selama 5 menit atau time step selama 3 detik. Dengan demikian satu kejadian hujan akan terbagi bagi kedalam beberapa jumlah time

10 86 step sesuai kejadiannya. Data data input curah hujan dapat dilihat pada Lampiran E.1. Data perbandingan. V.2.3 Input Data Formula Prediksi Erosi Data masukan pada persamaan erosi merupakan data yang diambil di lapangan dan analisis yang dilakukan di laboratorium. Input data erosi selain memiliki file input sendiri juga menggunakan input data program limpasan air permukaan. Input data yang kembali digunakan sebagai input data erosi meliputi input data curah hujan dan input data basin. Data curah hujan yang didapat pada saat pengukuran diolah untuk mendapatkan curah hujan setiap 5 menit yang kemudian digunakan sebagai input program ISTFM untuk mendapatkan limpasan air permukaan. Limpasan permukaan tersebut dan input data curah hujan digunakan untuk mendapatkan nilai faktor erosivitas hujan yang terjadi akibat gerusan limpasan permukaan dan tumbukan hujan. Sedangkan input data basin berupa panjang dan lebar rata-rata tiap segmen digunakan untuk mendapatkan nilai luas tiap segmen. Selain itu kemiringan lahan dalam persen digunakan untuk mendapatkan faktor panjang dan kemiringan lereng dalam USLE. Input file erosi terdiri dari erodibilitas tanah, faktor tanaman dan faktor konservasi tanah. Faktor erodibilitas tanah memiliki nilai yang sama, sedangkan untuk nilai faktor tanaman dan faktor konservasi tanah tergantung pada keadaan tanah pada saat kejadian hujan. Nilai erodibilitas didapat berdasarkan jenis tekstur tanah dan kandungan bahan organik tanah. Kemudian dengan melihat Tabel II.8 Faktor erodibilitas tanah K (Novotny, 1981) didapat nilai erodibilitas sebesar.33. Sedangkan untuk nilai faktor tanaman dan konservasi, berdasarkan kondisi lahan penelitian tanpa tanaman dan tanpa pengelolaan konservasi lahan tersebut memiliki nilai 1.

11 87 V.2.4 Perbandingan Data Pengukuran dan Perhitungan Data data yang diperoleh di lapangan, ditransformasikan kedalam data data input program berupa data basin, data hujan, data keluaran program Integrated System Tropical Flow Model dan data erosi. Data data basin merupakan datadata konduktifitas hidrolik beserta proporsi, porositas, panjang dan lebar segmen serta kemiringan. Data data hujan merupakan data data hujan yang didapat dari hasil pengukuran. Setelah data data didapat kemudian dilanjutkan dengan menjalankan program limpasan air permukaan dan program prediksi erosi. Hasil output program berupa limpasan permukaan dan erosi yang terjadi dalam plot penelitian dibandingkan dengan data yang didapat dari pengukuran lapangan. Perbandingan statistik yang digunakan untuk mengetahui seberapa jauh kesalahan perhitungan, menggunakan metode Sum Square Error dan pengujian rata rata populasi perhitungan dan populasi data lapangan atau pengujian t berpasangan. Tabel V.7 Perbandingan statistik antara data pengamatan dengan data perhitungan dengan menggunakan metode Sum Square Error Sum Square Error Kejadian hujan Limpasan permukaan Erosi Tabel V.7 merupakan hasil analisis dengan sum square error pada tiap tiap kejadian hujan, dimana setiap kejadian hujan dibandingakan data pengamatan di lapangan dengan data perhitungan program limpasan air permukaan dan erosi yang memiliki beberapa time step.

12 88 Pada analisis perbandingan untuk limpasan air permukaan terdapat tiga data kejadian yang mendekati nol dimana pada analisis Sum Square Error, data perbandingan yang mendekati nol merupakan data yang telah terkalibrasi, akan tetapi enam data selebihnya lebih besar dari satu, hal ini menunjukkan bahwa persamaan untuk perhitungan limpasan air permukaan belum baik untuk digunakan. Pada perhitungan limpasan air permukaan, data yang digunakan merupakan data aliran air yang mengalir didalam tanah dan tidak terdapat limpasan air permukaan yang terbentuk pada perhitungan, berbeda dengan kenyataan di lapangan dimana limpasan air dapat terjadi sehingga dapat menimbulkan erosi. Hal ini dapat dijelaskan bahwa lokasi penelitian memiliki kedalaman tanah hingga 1 meter, dimana dengan porositas hingga 6 persen memungkinkan hujan yang jatuh di atas lahan terserap kedalam tanah. Selain itu dalam perhitungan limpasan air permukaan porositas tanah dan konduktivitas hidrolik digunakan sebagai acuan berapa air dapat ditampung didalam tanah dan dialirkan ke segmen berikutnya. Sehingga bila terdapat hujan jatuh pada suatu lahan, air akan mengisi pori-pori tanah terlebih dahulu, apabila telah jenuh maka akan terjadi limpasan air permukaan. Pada perhitungan limpasan air permukaan tidak terdapat input data berupa kadar air di lokasi penelitian sehingga tidak diketahui berapa air hujan yang dapat ditampung dan berapa tinggi hujan yang dapat menimbulkan limpasan air permukaan. Sebaiknya dalam perhitungan limpasan air permukaan diperhitungkan kadar air dilokasi penelitian hingga tiap tiap lapisan tanah, sehingga air hujan yang jatuh di lokasi sesuai akan mengisi pori-pori sesuai dengan keadaan dilapangan, tidak dalam keadaan tanah kering. Maka dalam menggunakan data hasil keluaran program limpasan air permukaan untuk perhitungan program erosi, digunakan data aliran air yang mengalir didalam tanah, dengan asumsi air yang jatuh dilokasi penelitian akan bergerak sesuai dengan waktu yang berjalan atau time step.

13 89 Pada analisis perbandingan untuk erosi dengan metode Sum Square Error memiliki nilai yang berkisar antara hingga , hal ini menunjukkan nilai yang sangat besar bila dibandingkan dengan mendekati nilai nol. Perhitungan erosi yang digunakan menggunakan data-data limpasan air permukaan yang memiliki kesalahan sehingga kesalahan pada perhitungan erosi pun menjadi berlipat ganda. Pendekatan perhitungan erosi yang menggunakan segmentasi lahan dan beberapa time step atau potongan waktu yang pendek dapat memperbesar kesalahan perhitungan. Selain itu asumsi asumsi yang digunakan dalam persamaan USLE merupakan pendekatan pendekatan dari penelitian sebelumnya. Keadaan lokasi yang berbeda dapat mengakibatkan perhitungan menjadi berlebih atau bahkan kurang. Sehingga dapat dipastikan bahwa perhitungan untuk erosi harus diperbaiki Limpasan Air Permukaan Gambar V.4 hingga gambar V.12 menunjukkan perbandingan data perhitungan dengan data pengukuran limpasan air permukaan pada kejadian hujan satu hingga sembilan atau disingkat KH1 hingga KH9. Berdasarkan pengujian t, data limpasan permukaan pada kejadian hujan satu hingga sembilan menunjukkan bahwa hasil dari data pengukuran dan hasil perhitungan berbeda nyata kecuali pada kejadian hujan tujuh yang memiliki intensitas hujan deras. Hal ini berarti bahwa pada kejadian hujan satu hingga sembilan antara pengukuran dan perhitungan memiliki rata-rata populasi yang berbeda dan persamaan yang digunakan untuk menghitung prediksi limpasan air permukaan belum dapat menggambarkan kejadian sebenarnya di lokasi penelitian. Seperti yang terlihat pada Gambar V.4 terdapat perbedaan antara data pengamatan dan data perhitungan. Nilai limpasan air pada data pertama sebesar.63 merupakan hasil perhitungan dari limpasan air permukaan, titik ini sangat berbeda dengan hasil selanjutnya, hal ini dapat dijelaskan karena terdapat penyesuaian aliran air didalam tanah sehingga aliran pertama seakan akan besar, hal ini merupakan kesalahan perhitungan limpasan permukaan yang menghitung aliran air dari aliran sebelumnya. Oleh karena itu untuk selanjutnya data perhitungan

14 9 pada time step pertama hingga ketiga (karena memiliki tiga segmen) ini sebaiknya mengambil asumsi diabaikan. Pada analisis statistik kejadian hujan satu dengan jumlah data duapuluh, data pengamatan memiliki limpasan rata-rata sedangkan data perhitungan sebesar.926 dalam satuan liter perdetik. Dengan uji t berpasangan pada dua sampel untuk rata rata menunjukkan bahwa t hitung statistik memiliki nilai lebih besar daripada t tabel dan oleh karena nilai probabilitas E-32 lebih kecil.5 maka populasi data pengamatan dengan data perhitungan tidak sama dengan kata lain hasil dari kedua data memiliki rata-rata yang berbeda pengukuran perhitungan Limpasan air (l/detik) Gambar V.4 Perbandingan data pengukuran dan perhitungan aliran air pada hujan KH1 Pada analisis statistik kejadian hujan dua dengan jumlah data duapuluh enam buah, data pengamatan memiliki limpasan rata-rata 1.16 sedangkan data perhitungan sebesar.9 dalam satuan liter perdetik. Dengan uji t berpasangan pada dua sampel untuk rata rata menunjukkan bahwa t hitung statistik memiliki nilai 2.6 lebih besar daripada t tabel 1.7. dan oleh karena nilai probabilitas.2 lebih kecil dari.5 maka populasi data pengamatan dengan data perhitungan tidak sama dengan kata lain hasil dari kedua data memiliki rata-rata yang berbeda.

15 91 Pada gambar V.5 terlihat bahwa data perhitungan berada diantara.1 sedangkan pada data pengukuran limpasan dapat terjadi hingga memuncak pada time step ke- 18. Hal ini menunjukkan bahwa sebelum time step ke-18, air hujan memenuhi pori pori tanah hingga pada time step tersebut terjadi limpasan permukaan yang menunjukkan bahwa air telah jenuh didalam tanah, seiring dengan waktu dan curah hujan yang semakin kecil limpasan air permukaan pun menurun Limpasan air (l/detik) perhitungan pengukuran Gambar V.5 Perbandingan data dan perhitungan aliran air pada hujan KH2 Pada analisis statistik kejadian hujan tiga dengan jumlah observasi limapuluh buah, data pengamatan memiliki rata-rata sedangkan data perhitungan sebesar.92 dalam satuan liter perdetik. Dengan uji t berpasangan pada dua sampel untuk rata rata menunjukkan bahwa t hitung statistik memiliki nilai lebih besar daripada t tabel dan oleh karena nilai probabilitas 2.32E-88 lebih kecil.5 maka populasi data pengamatan dengan data perhitungan tidak sama dengan kata lain hasil dari kedua data memiliki rata-rata yang berbeda. Pada Gambar V.6. tidak terlihat kurva data pengukuran limpasan air permukaan, pada kejadian hujan tiga ini keadaan lahan kembali kering dan merupakan hujan pertama sehingga belum terdapat air yang mengisi pori-pori tanah. Sedangkan

16 92 pada perhitungan tampak bahwa data merupakan aliran air yang mengalir secara konstan berkisar.1 liter per detik Limpasan air (l/detik) perhitungan pengukuran Gambar V.6 Perbandingan data dan perhitungan aliran air pada hujan KH3 Pada analisis statistik kejadian hujan empat dengan jumlah observasi limabelas buah, data pengamatan memiliki rata-rata.467 sedangkan data perhitungan sebesar.92 dalam satuan liter perdetik. Dengan uji t berpasangan pada dua sampel untuk rata rata menunjukkan bahwa t hitung statistik memiliki nilai lebih besar daripada t tabel dan oleh karena nilai probabilitas 4.15E- 22 lebih kecil.5 maka populasi data pengamatan dengan data perhitungan tidak sama dengan kata lain hasil dari kedua data memiliki rata-rata yang berbeda. Pada Gambar V.7. sama seperti kejadian hujan tiga, kejadian hujan empat merupakan hari selanjutnya dari kejadian hujan tiga, dalam waktu ini air hujan masih mengisi pori pori tanah. Pada time step ke tujuh terlihat adanya limpasan air permukaan sebesar.7 liter per detik, akan tetapi selanjutnya tidak terdapat limpasan air permukaan.

17 Limpasan air (l/detik) perhitungan pengukuran Gambar V.7 Perbandingan data dan perhitungan aliran air pada hujan KH4 Limpasan air (l/detik) perhitungan pengukuran Gambar V.8 Perbandingan data dan perhitungan aliran air pada hujan KH5 Pada analisis statistik kejadian hujan lima dengan jumlah observasi duapuluh lima buah, data pengamatan memiliki rata-rata.259 sedangkan data perhitungan

18 94 sebesar.972 dalam satuan liter perdetik. Dengan uji t berpasangan pada dua sampel untuk rata rata menunjukkan bahwa t hitung statistik memiliki nilai 2.9 lebih besar daripada t tabel dan oleh karena nilai probabilitas.38 lebih kecil.5 maka populasi data pengamatan dengan data perhitungan tidak sama dengan kata lain hasil dari kedua data memiliki rata-rata yang berbeda. Pada Gambar V.8. kejadian hujan lima mengalami limpasan air permukaan yang fluktuatif seiring dengan waktu dan tinggimya curah hujan. Puncak limpasan terjadi pada time step ke-6 yang memiliki aliran sebesar.7 liter per detik, kemudian menurun dan sempat mengalami peningkatan dua kali puncak yang memiliki nilai hingga.25 liter per detik. Adapun pada perhitungan limpasan air permukaan tidak terlihat fluktuasi limpasan air permukaan seperti kejadian hujan sebelumnya. Pada analisis statistik kejadian hujan enam dengan jumlah observasi duapuluh satu buah, data pengamatan memiliki rata-rata.649 sedangkan data perhitungan sebesar.96 dalam satuan liter perdetik. Dengan uji t berpasangan pada dua sampel untuk rata rata menunjukkan bahwa t hitung statistik memiliki nilai 4.37 lebih besar daripada t tabel dan oleh karena nilai probabilitas.147 lebih kecil.5 maka populasi data pengamatan dengan data perhitungan tidak sama dengan kata lain hasil dari kedua data memiliki rata-rata yang berbeda. Pada Gambar V.9. kejadian hujan enam, data pengamatan terjadi limpasan air permukaan hingga mengalami puncak hingga tiga kali pada time step dua, delapan dan 12 berturut turut memiliki aliran 1.94, 1.92 dan 1.45 liter per detik. Awal hujan sudah mengalami limpasan ini menunjukkan bahwa lahan telah mengalami penjenuhan sebelumnya, agaknya terdapat sisa hujan sebelumnya yang mengisi pori pori tanah hingga tanah menjadi jenuh.

19 perhitungan pengukuran Limpasan air (l/detik) Gambar V.9 Perbandingan data dan perhitungan aliran air pada hujan KH perhitungan pengukuran Limpasan air (l/detik) Gambar V.1 Perbandingan data dan perhitungan aliran air pada hujan KH7 Pada analisis statistik kejadian hujan tujuh dengan jumlah observasi enam buah, data pengamatan memiliki rata-rata.16 sedangkan data perhitungan sebesar

20 96.94 dalam satuan liter perdetik. Dengan uji t berpasangan pada dua sampel untuk rata rata menunjukkan bahwa t hitung statistik memiliki nilai.81 lebih kecil daripada t tabel dan oleh karena nilai probabilitas.225 lebih besar.5 maka populasi data pengamatan dengan data perhitungan sama, dengan kata lain hasil dari kedua data memiliki rata-rata yang sama. Pada Gambar V.1. kejadian hujan tujuh, berdasarkan pengamatan hanya mengalami satu puncak limpasan air pemukaan pada time step ke-4. Kejadian hujan tujuh ini merupakan hujan yang singkat hanya tujuh time step sekitar 35 menit durasi hujan. Pada analisis statistik kejadian hujan delapan dengan jumlah observasi sepuluh buah, data pengamatan memiliki rata-rata 1.66 sedangkan data perhitungan sebesar.95 dalam satuan liter perdetik. Dengan uji t berpasangan pada dua sampel untuk rata rata menunjukkan bahwa t hitung statistik memiliki nilai 3.7 lebih besar daripada t tabel dan oleh karena nilai probabilitas.24 lebih kecil.5 maka populasi data pengamatan dengan data perhitungan tidak sama dengan kata lain hasil dari kedua data memiliki rata-rata yang berbeda. Pada Gambar V.11. kejadian hujan delapan mengalami peningkatan limpasan air permukaan pada time step ke-3 dan mengalami puncak pada time step ke-7 sebesar 3.8 liter per detik. Perhitungan limpasan air permukaan tidak terlihat adanya perubahan dan sama seperti kejadian hujan sebelumnya bergerak konstan.

21 perhitungan pengukuran Limpasan air (l/detik) Gambar V.11 Perbandingan data dan perhitungan aliran air pada hujan KH perhitungan pengukuran Limpasan air (l/detik) Gambar V.12 Perbandingan data dan perhitungan aliran air pada hujan KH9 Pada analisis statistik kejadian hujan sembilan dengan jumlah observasi limabelas buah, data pengamatan memiliki rata-rata.44 sedangkan data perhitungan sebesar.92 dalam satuan liter perdetik. Dengan uji t berpasangan pada dua

22 98 sampel untuk rata rata menunjukkan bahwa t hitung statistik memiliki nilai 2.58 lebih besar daripada t tabel dan oleh karena nilai probabilitas.19 lebih kecil.5 maka populasi data pengamatan dengan data perhitungan tidak sama dengan kata lain hasil dari kedua data memiliki rata-rata yang berbeda. Pada Gambar V.12. kejadian hujan sembilan, penjenuhan telah terjadi sebelum awal time step sehingga limpasan air permukaan dengan cepat terjadi hingga 1.87 liter per detik, selanjutnya terdapat dua puncak limpasan yaitu pada time step ke-5 dan ke-12, berturut turut sebesar 1.74 dan.714 liter per detik Prediksi Erosi Pada Gambar V.13 hingga Gambar V.21 menunjukkan perbandingan data pengamatan erosi dan data hasil perhitungan prediksi erosi. Pada pengujian t berpasangan terhadap erosi hasil pengukuran dan hasil perhitungan prediksi erosi, data kejadian hujan satu hingga tujuh (atau disingkat KH1 hingga KH7) dan sembilan (KH9) menunjukkan berbeda nyata. Sedangkan untuk kejadian hujan delapan yang memiliki intensitas hujan deras memiliki rata-rata populasi yang tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa hasil perhitungan kejadian hujan satu hingga tujuh dan sembilan yang berbeda dengan pengukuran di lapangan belum memenuhi syarat untuk dikatakan sebagai perhitungan yang baik. Pada gambar gambar dibawah ini yaitu gambar perbandingan antara perngukuran dan perhitungan erosi dari kejadian hujan satu hingga sembilan, bahwa pada perhitungan erosi terjadi puncak setiap time step ke-3. Hal ini dapat dijelaskan, akibat dari perhitungan limpasan air permukaan yang sangat besar di time step pertama sehingga terjadi akumulasi erosi yang sangat besar di segmen paling bawah, dimana akumulasi ini terjadi pada time step ke-3. Untuk itu diasumsikan pada time step tiga ke bawah tidak dibaca, tetapi dilanjutkan ke time step berikutnya.

23 Sedimen (kg/888m 2 ) pengukuran perhitungan Gambar V.13 Perbandingan data dan perhitungan prediksi erosi pada hujan KH1 Pada analisis statistik perbandingan erosi kejadian hujan satu dengan jumlah data delapan belas buah, data pengamatan memiliki rata-rata, sedangkan data perhitungan sebesar 9.76 kilogram. Dengan uji t berpasangan pada dua sampel untuk rata rata menunjukkan bahwa t hitung statistik memiliki nilai lebih besar daripada t tabel dan oleh karena nilai probabilitas 1.28E-26 lebih kecil.5 maka populasi data pengamatan dengan data perhitungan tidak sama dengan kata lain hasil dari kedua data memiliki rata-rata yang berbeda. Pada gambar V.13 terlihat bahwa data perhitungan berada diantara 1 sedangkan pada data pengukuran tidak terlihat dalam artian masih di sekitar nol. Hal ini dapat disebabkan karena limpasan yang belum terjadi sehingga tidak terdapat erosi yang terjadi di lapangan. Perbedaan antara adanya nilai antara perhitungan dan pengukuran di lapangan dapat disebabkan perhitungan bersifat empiris, dipengaruhi oleh input data. Erosi walaupun tidak terdapat limpasan permukaan dapat disebabkan oleh percikan air hujan yang memiliki daya erosivitas sehingga erosi tetap tejadi walaupun hanya hanya erosi percik dan tidak terbawa oleh limpasan air permukaan. Pada pengukuran di lapangan erosi percik tidak

24 1 dilakukan, tetapi diukur dengan melihat keluaran dari hasil limpasan air permukaan. Pada analisis statistik perbandingan erosi kejadian hujan dua dengan jumlah data duapuluh empat buah, data pengamatan memiliki rata-rata, sedangkan data perhitungan sebesar 1.6 kilogram. Dengan uji t berpasangan pada dua sampel untuk rata rata menunjukkan bahwa t hitung statistik memiliki nilai 78.7 lebih besar daripada t tabel dan oleh karena nilai probabilitas 8.88E-3 lebih kecil.5 maka populasi data pengamatan dengan data perhitungan tidak sama dengan kata lain hasil dari kedua data memiliki rata-rata yang berbeda. Pada gambar V.14 sedimen yang terbawa pada perhitungan erosi masih berkisar antara 1 tetapi terdapat peningkatan peningkatan kecil yang disebabkan oleh hujan dan limpasan yang terjadi pada time step ke-18. Kurva pengukuran di lapangan tidak terlihat karena tidak terdapat erosi yang sampai ke lubang pengukuran sedimen Sedimen (kg/888m 2 ) perhitungan pengukuran Gambar V.14 Perbandingan data dan perhitungan prediksi erosi pada hujan KH2

25 Sedimen (kg/888m 2 ) perhitungan pengukuran Gambar V.15 Perbandingan data dan perhitungan prediksi erosi pada hujan KH3 Pada analisis statistik perbandingan erosi kejadian hujan tiga dengan jumlah data empatpuluh delapan buah, data pengamatan memiliki rata-rata, sedangkan data perhitungan sebesar 1.5 kilogram. Dengan uji t berpasangan pada dua sampel untuk rata rata menunjukkan bahwa t hitung statistik memiliki nilai lebih besar daripada t tabel dan oleh karena nilai probabilitas 3.53E-66 lebih kecil.5 maka populasi data pengamatan dengan data perhitungan tidak sama dengan kata lain hasil dari kedua data memiliki rata-rata yang berbeda. Pada gambar V.15 tidak terdapat kurva erosi yang terukur di lapangan, sedangkan pada perhitungan berkisar antara nilai 11. Hal ini juga menunjukkan bahwa perhitungan masih dalam perhitungan yang berlebih sehingga nilai erosi dari hasil perhitungan menjadi sangat besar dari keadaan sesungguhnya di lapangan. Pada analisis statistik perbandingan erosi kejadian hujan empat dengan jumlah data tigabelas buah, data pengamatan memiliki rata-rata.244, sedangkan data perhitungan sebesar 1.5 kilogram. Dengan uji t berpasangan pada dua sampel untuk rata rata menunjukkan bahwa t hitung statistik memiliki nilai 55.5 lebih besar daripada t tabel dan oleh karena nilai probabilitas 3.83E-16 lebih kecil.5 maka populasi data pengamatan dengan data perhitungan tidak sama dengan

26 12 kata lain hasil dari kedua data memiliki rata-rata yang berbeda. Pada gambar V.16 nilai perhitungan tanpa melihat time step ke-3 dibawahnya berkisar antara 1, berbeda dengan nilai erosi pengukuran yang masih memiliki nilai nol Sedimen (kg/888m 2 ) perhitungan pengukuran Gambar V.16 Perbandingan data dan perhitungan prediksi erosi pada hujan KH perhitungan pengukuran Sedimen (kg/888m 2 ) Gambar V.17 Perbandingan data dan perhitungan prediksi erosi pada hujan KH5

27 13 Pada analisis statistik perbandingan erosi kejadian hujan lima, dengan jumlah data duapuluh tiga buah, data pengamatan memiliki rata-rata 4.88, sedangkan data perhitungan sebesar 22.2 kilogram. Dengan uji t berpasangan pada dua sampel untuk rata rata menunjukkan bahwa t hitung statistik memiliki nilai 5.89 lebih besar daripada t tabel 1.7. dan oleh karena nilai probabilitas 3.16E-6 lebih kecil.5 maka populasi data pengamatan dengan data perhitungan tidak sama dengan kata lain hasil dari kedua data memiliki rata-rata yang berbeda. Pada gambar V.17 terjadi limpasan air permukaan pada pengukuran di lapangan sehingga erosi dapat diukur. Adapun erosi terukur pada time step ke-3 hingga time step ke-24. puncak erosi terjadi pada time step ke-8 dan selanjutnya mulai menurun pada time step ke-1. Pada perhitungan terjadi perubahan nilai sedimen yang naik turun, adapun pada perhitungan time step ke-4 dapat terbaca memiliki nilai yang melebihi nilai sebenarnya dan mulai mendekati nilai erosi, akan tetapi pada time step ke-24 terjadi peningkatan erosi yang terjadi. Hal ini dapat dijelaskan karena pada perhitungan limpasan air permukaan memiliki nilai yang semakin tinggi dan menyebabkan perhitungan erosi menjadi semakin meningkat. Pada analisis statistik perbandingan erosi kejadian hujan enam dengan jumlah data sembilanbelas buah, data pengamatan memiliki rata-rata 8.62, sedangkan data perhitungan sebesar kilogram. Dengan uji t berpasangan pada dua sampel untuk rata rata menunjukkan bahwa t hitung statistik memiliki nilai 3.3 lebih besar daripada t tabel dan oleh karena nilai probabilitas.19 lebih kecil.5 maka populasi data pengamatan dengan data perhitungan tidak sama dengan kata lain hasil dari kedua data memiliki rata-rata yang berbeda. Pada gambar V.18 setelah time step ke-3 erosi yang terjadi terlihat konstan diantara nilai 2 dan menurun hingga nilai 15. Adapun erosi yang terukur di lapangan mengalami puncak pada time step ke-8 dan ke-12 walaupun yang terakhir ini memiliki puncak yang kecil. Hal ini dapat disebabkan permukaan tanah yang telah jenuh menyebabkan limpasan air permukaan meningkat seiring dengan meningkatnya curah hujan.

28 perhitungan pengukuran Sedimen (kg/888m 2 ) Gambar V.18 Perbandingan data dan perhitungan prediksi erosi pada hujan KH Sedimen (kg/888m 2 ) perhitungan pengukuran Gambar V.19 Perbandingan data dan perhitungan prediksi erosi pada hujan KH7 Pada analisis statistik perbandingan erosi kejadian hujan tujuh dengan jumlah data empat buah, data pengamatan memiliki rata-rata 2.72, sedangkan data perhitungan sebesar kilogram. Dengan uji t berpasangan pada dua sampel untuk rata

29 15 rata menunjukkan bahwa t hitung statistik memiliki nilai 63.1 lebih besar daripada t tabel dan oleh karena nilai probabilitas.4 lebih kecil.5 maka populasi data pengamatan dengan data perhitungan tidak sama dengan kata lain hasil dari kedua data memiliki rata-rata yang berbeda. Pada gambar V.19 terlihat terdapat puncak perngukuran erosi pda time step ke-4 sebesar 7 kg/luas area. Sedangkan pada perhitungan erosi yang terjadi setelah time step ke-3 masih berkisar 1 kg/luas area perhitungan pengukuran Sedimen (kg/888m 2 ) Gambar V.2 Perbandingan data dan perhitungan prediksi erosi pada hujan KH8 Pada analisis statistik perbandingan erosi kejadian hujan delapan dengan jumlah data delapan buah, data pengamatan memiliki rata-rata 46.64, sedangkan data perhitungan sebesar Dengan uji t berpasangan pada dua sampel untuk rata rata menunjukkan bahwa t hitung statistik memiliki nilai lebih kecil daripada t tabel dan oleh karena nilai probabilitas.63 lebih besar.5 maka populasi data pengamatan dengan data perhitungan sama dengan kata lain hasil dari kedua data memiliki rata-rata yang sama. Pada gambar V.2, erosi yang terukur di lapangan mengalami peningkatan pada time step ke-3 dan terus terjadi erosi hingga pada time step ke-7 mengalami penuruan erosi. Hal ini dapat disebabkan oleh limpasan air permukaan yang terjadi pada time step ke-3

30 16 meningkat dan mulai menurun pada time step ke-7 sehingga air dapat membawa tanah yang tererosi perhitungan pengukuran Sedimen (kg/888m 2 ) Gambar V.21 Perbandingan data dan perhitungan prediksi erosi pada hujan KH9 Pada analisis statistik perbandingan erosi kejadian hujan sembilan dengan jumlah data tigabelas buah, data pengamatan memiliki rata-rata 2.8, sedangkan data perhitungan sebesar Dengan uji t berpasangan pada dua sampel untuk rata rata menunjukkan bahwa t hitung statistik memiliki nilai 5.96 lebih besar daripada t tabel 1.78 dan oleh karena nilai probabilitas 3.27E-5lebih kecil.5 maka populasi data pengamatan dengan data perhitungan tidak sama dengan kata lain hasil dari kedua data memiliki rata-rata yang berbeda. Pada gambar V.21 pada kurva pengukuran terlihat erosi sudah mulai terjadi pada time step pertama terus meningkat dan terjadi puncak erosi pada time step ke-5 sekaligus mengalami pernurunan, dan kembali puncak kecil di time step ke-12. Hal ini terjadi karena pada kejadian hujan sembilan aliran permukaan langsung terjadi pada time step pertama yang dapat disebabkan karena tanah yang telah jenuh terisi air. Sehingga erosi pun dapat terjadi sedemikian besar pada awal-awal time step. Adapun pada perhitungan walaupun pada pengukuran awal terjadi

31 17 peningkatan erosi pada perhitungan setelah time step ke-3 erosi yang dihitung masih berkisar antara nilai sepuluh kg. Hal ini dapat disebabkan karena perhitungan limpasan permukaan tidak memperhitungkan kejenuhan tanah awal sehingga tidak menyerupai pengukuran di lapangan yang langsung mengalami erosi di awal-awal time step. V.3 Perhitungan Erosi Dengan Berbagai Variasi V.3.1 Perhitungan Erosi dengan Variasi Hujan Menurut Morgan (1986) kehilangan tanah berhubungan dengan hujan melalui kekuatan pelepasan dari tumbukan hujan ke permukaan tanah dan sebagian melalui kontribusi hujan terhadap limpasan. Hal ini menunjukkan bahwa erosi dapat oleh limpasan dan parit yang mana intensitas hujan merupakan karakteristik hujan yang sangat penting. Penelitian Fournier (1972) yang mengambil sebanyak 183 kejadian hujan dalam Morgan (1986), menunjukkan bahwa rata-rata kehilangan tanah per kejadian hujan meningkat seiring dengan meningkatnya intensitas hujan. Peran intensitas hujan terhadap kehilangan tanah tidak selalu jelas, seperti yang ditunjukkan oleh penelitian Morgan pada 1977, mengambil data dari sepuluh kejadian hujan paling erosif, menghasilkan kesimpulan bahwa kejadian hujan dengan intensitas hujan lebih besar dari 1 mm/jam, dengan tinggi hujan 17.7 mm menghasilkan erosi, begitu juga pada durasi yang panjang dan intensitas rendah dengan tinggi hujan 2.3 mm. Hal tersebut menggambarkan bahwa erosi berhubungan dengan dua tipe kejadian hujan yaitu intensitas hujan tinggi dengan durasi pendek dimana kapasitas infiltrasi dari tanah telah melebihi sehingga air melimpas dan hujan durasi panjang dengan intensitas rendah yang dapat menjenuhkan tanah dengan air. Variasi hujan dilakukan dengan memvariasikan intensitas hujan seperti yang terlihat pada Gambar V.22 yang menggambarkan hubungan antara time step dan hujan yang terjadi pada tiap skenario Adapun pembagian skenario dapat dilihat pada Tabel V.8, tiap skenario memiliki tinggi hujan dan intensitas hujan yang menunjukkan kategori tertentu. Adapun durasi hujan disamakan untuk semua skenario hujan yaitu 36 time step atau selama 3 jam.

32 18 Tabel V.8 Skenario hujan yang terjadi dengan tiap time step 5 menit Skenario tinggi hujan intensitas hujan hujan mm mm/menit Kategori skenario Lemah skenario Normal skenario Deras skenario Sangat deras Tinggi Hujan (mm) Lemah Normal Deras Sangat deras Waktu (Menit) Gambar V.22 Hubungan Klasifikasi Hujan dan Tinggi Hujan Pengujian varian (anova) terhadap skenario hujan dilakukan untuk melihat adanya perbedaan dan bertujuan mengetahui perbedaan ragam yang terjadi antar skenario hujan sehingga diharapkan dapat mewakili tiap kategori hujan. Adapun hasil analisis anova terhadap empat skenario hujan menunjukkan bahwa antara skenario memiliki perbedaan ragam yang nyata sehingga dapat digunakan sebagai asumsi klasifikasi hujan. Pada Gambar V.23 menggambarkan grafik hubungan antara time step dan erosi yang terjadi pada tiap skenario hujan. Terlihat bahwa erosi yang terjadi pada skenario hujan lemah dan normal tidak jauh berbeda dan erosi mulai terlihat meningkat pada skenario hujan deras dan sangat deras. Pada skenario hujan deras dan sangat deras masing masing terdapat dua puncak erosi yang terjadi. Hal ini

33 19 dapat dijelaskan karena kemampuan tanah yang dapat mengalirkan air, erosi yang terjadi tidak dapat dilepaskan dari limpasan air permukaan yang terjadi, karena itu setelah terjadi puncak erosi atau limpasan air permukaan, hujan yang jatuh di atas permukaan tanah selain dilimpaskan juga dialirkan melalui tanah, ketika tanah sudah jenuh kembali maka akan terjadi puncak limpasan air permukaan untuk kedua kalinya. Adapun puncak erosi pada skenario hujan sangat deras terjadi lebih awal daripada skenario hujan deras. Hal ini dapat dijelaskan karena pada hujan sangat deras, tinggi hujan sangat besar dan lebih cepat menjenuhkan tanah sehingga lebih cepat terjadi limpasan air permukaan yang berarti erosi terjadi lebih awal dibandingkan pada hujan deras. Sedimen (ton/888m 2 ) Lemah Normal Deras Sangat deras Gambar V.23 Hubungan Klasifikasi hujan dan Erosi pada Simulasi Hujan Jumlah Erosi yang terjadi pada tiap tiap skenario berdasarkan analisis statistik berturut-turut dari skenario lemah, normal, deras, dan sangat deras adalah.181,.217, , dalam satuan ton persatuan luas 888 meter persegi. Data analisis statistik tersebut menunjukkan bahwa erosi sudah terjadi walaupun hujan masih dalam klasifikasi lemah, sedangkan pada hujan deras dan sangat deras nilainya sangat besar. Berdasarkan analisis statistik anova antara skenario memiliki perbedaan varian yang nyata. Hal ini menunjukkan bahwa tiap skenario hujan berpengaruh pada jumlah erosi yang terjadi.

34 11 Gambar V.24 hingga Gambar V.27 berikut, menunjukkan hubungan antara hujan dan erosi pada masing-masing skenario hujan. Terlihat bahwa erosi yang sudah terjadi pada hujan lemah walaupun sangat kecil, seiring dengan bertambah derasnya hujan erosi yang terjadi menjadi meningkat. Sedimen (ton/888m 2 ) Tinggi Hujan (mm) Hujan Lemah Gambar V.24 Hubungan tinggi hujan dan erosi pada skenario hujan lemah Sedimen (ton/888m2) Hujan normal Tinggi Hujan (mm) Gambar V.25 Hubungan tinggi hujan dan erosi pada skenario hujan normal

35 111 Erosi yang terjadi pada skenario hujan lemah dan normal seperti terlihat pada gambar V.24 dan V.25 memiliki kecenderungan arah yang stabil dan memiliki jumlah yang berkisar dibawah.1 ton. Hal ini dapat dijelaskan karena tinggi hujan pada skenario hujan lemah dan normal belum cukup kekuatan untuk menghantam permukaan tanah melepaskan dari ikatannya. Sedangkan pada kejadian hujan deras dan sangat deras terlihat pada gambar V.26 dan V.27, erosi yang terjadi sangat besar hingga 6 ton persatuan area dalam time step waktu 5 menit. Hal ini dapat diakibatkan tumbukan hujan sangat mempengaruhi keadaan permukaan tanah sehingga agregat agregat tanah lepas, lebih mudah untuk tererosi dan terbawa oleh limpasan air permukaan. Limpasan air permukaan lebih mudah terjadi apabila keadaaan tanah telah jenuh, pada kejadian hujan deras dan sangat deras, sangat mungkin terjadi tanah telah menjadi jenuh sehingga limpasan permukaan yang terjadi memiliki volume yang besar. 2.5 Hujan deras Sedimen (ton/888m2) Tinggi Hujan (mm) Gambar V.26 Hubungan tinggi hujan dan erosi pada skenario hujan deras

36 Hujan sangat deras Sedimen (ton/888m2) Tinggi Hujan (mm) Gambar V.27 Hubungan tinggi hujan dan erosi pada skenario hujan sangat deras Limpasan air (l/det) Lemah Normal Deras Sangat deras Gambar V.28 Hubungan klasifiksi hujan dan Limpasan Air pada Simulasi Hujan Gambar V.28 menunjukkan hubungan antara time step dan aliran air yang terjadi pada tiap skenario hujan. Terlihat pada gambar bahwa skenario hujan lemah dan

37 113 normal tidak jauh berbeda, sedangkan pada skenario hujan deras dan sangat deras aliran air mulai mengalami peningkatan dalam laju aliran. Aliran air yang terjadi memiliki rata-rata berturut-turut mulai dari skenario lemah, normal, deras dan sangat deras adalah.92,.95, 4.12, dalam satuan liter/detik. Sedangkan analisis statistik anova menunjukkan bahwa antara skenario hujan memiliki varian aliran air yang berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa hujan yang terjadi mempengaruhi aliran air yang terjadi. Pada Gambar V.29 hingga Gambar IV.32 berikut menunjukkan hubungan antara hujan dan aliran air. Terlihat bahwa skenario hujan lemah dan normal memiliki akibat aliran air yang rendah dan seiring dengan bertambahnya hujan akan meningkatkan aliran air yang terjadi Limpasan air (l/det) Hujan Lemah Tinggi Hujan (mm) Gambar V.29 Hubungan tinggi hujan dan limpasan pada skenario hujan lemah

38 114 Limpasan air (l/det) Tinggi Hujan (mm) Hujan normal Gambar V.3 Hubungan tinggi hujan dan limpasan pada skenario hujan normal Kejadian hujan lemah dan normal pada Gambar V.29 dan V.3 tidak memperlihatkan limpasan air yang fluktuatif dan memiliki kecenderungan limpasan air yang datar dan seperti tidak terpengaruh dari hujan yang terjadi. Hal ini dapat disebabkan karena pada hujan lemah, air hujan yang sampai pada permukaan di infiltrasikan terlebih dahulu kedalam tanah hingga tanah jenuh dan apabila telah jenuh akan kembali ke permukaan berupa limpasan permukaan. Sebaliknya pada kejadian hujan deras dan sangat deras, limpasan air permukaan yang terjadi terlihat meningkat drastis pada time step ke-16 sedangkan pada hujan sangat deras pada time step ke-11, pada awal hujan terlihat bahwa limpasan sangat kecil terjadi dan cenderung datar, peningkatan limpasan akan terjadi pada saat tanah jenuh, seiring dengan bertambah tinggi hujan limpasan yang terjadi semakin besar. Hal ini dapat terlihat pada Gambar V.31 dan V.32.

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng 124 Bab VI Kesimpulan Lokasi penelitian, berupa lahan pertanian dengan kondisi baru diolah, tanah memiliki struktur tanah yang remah lepas dan jenis tanah lempung berlanau dengan persentase partikel tanah

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Erosi adalah proses terkikis dan terangkutnya tanah atau bagian bagian tanah oleh media alami yang berupa air. Tanah dan bagian bagian tanah yang terangkut dari suatu

Lebih terperinci

BAB III Metodologi Penelitian

BAB III Metodologi Penelitian 53 III.1 Lokasi penelitian BAB III Metodologi Penelitian Secara Administratif lokasi penelitian dilaksanakan di kampung Cirawa, Desa Cibeureum, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

Teknik Konservasi Waduk

Teknik Konservasi Waduk Teknik Konservasi Waduk Pendugaan Erosi Untuk memperkirakan besarnya laju erosi dalam studi ini menggunakan metode USLE (Universal Soil Loss Equation) atau PUKT (Persamaan umum Kehilangan Tanah). USLE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai tempat terutama daerah tropis khususnya di daerah pegunungan yang nantinya akan sangat berpengaruh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan Curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu (Arsyad, 2010). Menurut Tjasyono (2004), curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada

Lebih terperinci

EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN

EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN Quis 1. Jelaskan pengertian erosi. 2. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi erosi. 3. Apakah erosi perlu dicegah/dikendalikan?

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum Embung merupakan bangunan air yang selama pelaksanaan perencanaan diperlukan berbagai bidang ilmu guna saling mendukung demi kesempurnaan hasil perencanaan. Bidang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Erosi Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah dari suatu tempat ke tempat lain melalui media air atau angin. Erosi melalui media angin disebabkan oleh kekuatan angin sedangkan

Lebih terperinci

DR. IR. AFANDI, M.P. PANDUAN PRAKTEK KONSERVASI TANAH DAN AIR

DR. IR. AFANDI, M.P. PANDUAN PRAKTEK KONSERVASI TANAH DAN AIR DR. IR. AFANDI, M.P. PANDUAN PRAKTEK KONSERVASI TANAH DAN AIR PANDUAN PRAKTEK KONSERVASI TANAH DAN AIR DR. IR. AFANDI, M.P. JURUSAN ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG, 2008

Lebih terperinci

1/3/2017 PROSES EROSI

1/3/2017 PROSES EROSI PROSES EROSI 1 Mengapa Erosi terjadi? Ini sangat tergantung pada daya kesetimbangan antara air hujan (atau limpasan) dengan tanah. Air hujan dan runoff befungsi sebagai transport. Jika tenaga yang berlaku

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut

TINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut TINJAUAN PUSTAKA Erosi Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagianbagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian-bagian

Lebih terperinci

EROSI DAN SEDIMENTASI

EROSI DAN SEDIMENTASI EROSI DAN SEDIMENTASI I. PENDAHULUAN Konservasi tanah dalam arti yang luas adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis Daerah penelitian terletak pada 15 7 55.5 BT - 15 8 2.4 dan 5 17 1.6 LS - 5 17 27.6 LS. Secara administratif lokasi penelitian termasuk ke dalam wilayah Desa

Lebih terperinci

θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7)

θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7) 7 Persamaan-persamaan tersebut kemudian dikonversi menjadi persamaan volumetrik (Persamaan 5) yang digunakan untuk mendapatkan nilai kadar air tanah dalam % volume. 3.3.5 Pengukuran Curah Hujan dan Tinggi

Lebih terperinci

MENENTUKAN LAJU EROSI

MENENTUKAN LAJU EROSI MENENTUKAN LAJU EROSI Pendahuluan Erosi adalah proses berpindahnya massa batuan dari satu tempat ke tempat lain yang dibawa oleh tenaga pengangkut yang bergerak di muka bumi. Tenaga pengangkut tersebut

Lebih terperinci

Tabel 1. Deskripsi Profil di Lokasi Penelitian Horison Kedalaman Uraian

Tabel 1. Deskripsi Profil di Lokasi Penelitian Horison Kedalaman Uraian 14 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Tanah Deskripsi profil dan hasil analisis tekstur tiap kedalaman horison disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1. Deskripsi Profil di Lokasi Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya lahan merupakan komponen sumberdaya alam yang ketersediaannya sangat terbatas dan secara relatif memiliki luas yang tetap serta sangat bermanfaat

Lebih terperinci

KAJIAN EROSI DAN ALIRAN PERMUKAAN PADA BERBAGAI SISTEM TANAM DI TANAH TERDEGRADASI SKRIPSI. Vivin Alviyanti NIM

KAJIAN EROSI DAN ALIRAN PERMUKAAN PADA BERBAGAI SISTEM TANAM DI TANAH TERDEGRADASI SKRIPSI. Vivin Alviyanti NIM KAJIAN EROSI DAN ALIRAN PERMUKAAN PADA BERBAGAI SISTEM TANAM DI TANAH TERDEGRADASI SKRIPSI Diajukan Guna Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Menyelesaikan Program Studi Ilmu Tanah (

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama semakin meningkat. Seiring dengan semakin meningkatnya populasi manusia. Dengan kata lain

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan nitrogen tanah bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya. Variasi kandungan nitrogen dalam tanah terjadi akibat perubahan topografi, di samping pengaruh iklim, jumlah

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode MUSLE

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode MUSLE BAB III LANDASAN TEORI A. Metode MUSLE Metode MUSLE (Modify Universal Soil Loss Equation) adalah modifikasi dari metode USLE (Soil Loss Equation), yaitu dengan mengganti faktor erosivitas hujan (R) dengan

Lebih terperinci

Erosi. Rekayasa Hidrologi

Erosi. Rekayasa Hidrologi Erosi Rekayasa Hidrologi Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin. Erosi merupakan tiga proses yang berurutan, yaitu

Lebih terperinci

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi % liat = [ H,( T 68),] BKM % debu = 1 % liat % pasir 1% Semua analisis sifat fisik tanah dibutuhkan untuk mengetahui karakteristik tanah dalam mempengaruhi infiltrasi. 3. 3... pf pf ialah logaritma dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi dan Neraca air Menurut Mori (2006) siklus air tidak merata dan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi (suhu, tekanan atmosfir, angin, dan lain-lain) dan kondisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infiltrasi Menurut Munaljid dkk. (2015) infiltrasi adalah proses masuknya air dari atas (surface) kedalam tanah. Gerak air di dalam tanah melalui pori pori tanah dipengaruhi

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Aliran Permukaan

2. TINJAUAN PUSTAKA Aliran Permukaan 3 2. TINJAUAN PUSTAKA Aliran Permukaan Aliran permukaan merupakan bagian dari hujan yang tidak diserap tanah dan tidak tergenang di permukaan tanah, tetapi bergerak ke tempat yang lebih rendah dan akhirnya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

ANALISA DAN PEMBAHASAN

ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 3.6 Analisa Debit Limpasan Permukaan Analisa ini bertujuan untuk mengetahui debit air pada kawasan kampus Kijang, Universitas Bina Nusantara, Kemanggisan, Jakarta Barat, pada

Lebih terperinci

UJI LABORATORIUM RESAPAN BERPORI SEBAGAI PENANGGULANGAN BANJIR DAERAH GENANGAN KOTA MAKASSAR

UJI LABORATORIUM RESAPAN BERPORI SEBAGAI PENANGGULANGAN BANJIR DAERAH GENANGAN KOTA MAKASSAR UJI LABORATORIUM RESAPAN BERPORI SEBAGAI PENANGGULANGAN BANJIR DAERAH GENANGAN KOTA MAKASSAR Johannes Patanduk, Achmad Bakri Muhiddin, Ezra Hartarto Pongtuluran Abstrak Hampir seluruh negara di dunia mengalami

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Erodibilitas. jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah

TINJAUAN PUSTAKA. Erodibilitas. jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah TINJAUAN PUSTAKA Erodibilitas Indeks kepekaan tanah terhadap erosi atau erodibilitas tanah merupakan jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah hujan pada sebidang tanah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tank Model Penerapan Tank Model dilakukan berdasarkan data harian berupa data curah hujan, evapotranspirasi dan debit aliran sungai. Data-data tersebut digunakan untuk menentukan

Lebih terperinci

Surface Runoff Flow Kuliah -3

Surface Runoff Flow Kuliah -3 Surface Runoff Flow Kuliah -3 Limpasan (runoff) gabungan antara aliran permukaan, aliran yang tertunda ada cekungan-cekungan dan aliran bawah permukaan (subsurface flow) Air hujan yang turun dari atmosfir

Lebih terperinci

Pengaruh Hujan terhadap Perubahan Elevasi Muka Air Tanah pada Model Unit Resapan dengan Media Tanah Pasir

Pengaruh Hujan terhadap Perubahan Elevasi Muka Air Tanah pada Model Unit Resapan dengan Media Tanah Pasir JURNAL ILMIAH SEMESTA TEKNIKA Vol. 16, No. 1, 57-64, Mei 2013 57 Pengaruh Hujan terhadap Perubahan Elevasi Muka Air Tanah pada Model Unit Resapan dengan Media Tanah Pasir (The Effect of Rain to the Change

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada

BAB V PEMBAHASAN. menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kajian Geoteknik Analisis kemantapan lereng keseluruhan bertujuan untuk menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada sudut dan tinggi tertentu. Hasil dari analisis

Lebih terperinci

Manfaat Penelitian. Ruang Lingkup Penelitian

Manfaat Penelitian. Ruang Lingkup Penelitian 2 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian adalah sebagai berikut : 1. Menjadi panduan untuk petani dalam pengelolaan air hujan dan aliran permukaan di kebun pala untuk menekan penurunan hasil akibat kekurangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan dalam 5 kali periode hujan pada lahan pertanian jagung dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan dalam 5 kali periode hujan pada lahan pertanian jagung dengan 55 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Erosi Permukaan dan Unsur Hara Tanah Hasil pengukuran erosi permukaan dan kandungan unsur hara N, P, K tanah yang ikut terbawa oleh aliran permukaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jagung Jagung merupakan tanaman yang dapat hidup di daerah yang beriklim sedang sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat membutuhkan sinar matahari

Lebih terperinci

PENDAHULLUAN. Latar Belakang

PENDAHULLUAN. Latar Belakang PENDAHULLUAN Latar Belakang Tanaman kakao sebagai salah satu komoditas andalan subsektor perkebunan Propinsi Sulawesi Tenggara banyak dikembangkan pada topografi berlereng. Hal ini sulit dihindari karena

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol Tanah Latosol adalah tipe tanah yang terbentuk melalui proses latosolisasi. Proses latosolisasi memiliki tiga proses utama, yaitu (1) pelapukan intensif yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah

I. PENDAHULUAN. induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisol merupakan salah satu jenis tanah masam yang terbentuk dari bahan bahan induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar dan tersebar di Kalimantan, Sumatera, Maluku, Papua, Sulawesi, Jawa dan Nusa Tenggara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan komoditas strategis kacang-kacangan yang banyak dibudidayakan setelah kedelai dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat Fisik Tanah Gleisol Sifat fisik tanah berhubungan dengan kondisi asli tanah dan dapat menentukan jenis tanah. Pada penelitian ini digunakan tanah gleisol di Kebon Duren,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Data rata-rata volume aliran permukaan pada berbagai perlakuan mulsa vertikal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Data rata-rata volume aliran permukaan pada berbagai perlakuan mulsa vertikal 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Aliran permukaan Data hasil pengamatan aliran permukaan pada setiap perlakuan disajikan pada Lampiran 4. Analisis ragam disajikan masing-masing pada Lampiran 11. Analisis

Lebih terperinci

MENENTUKAN PUNCAK EROSI POTENSIAL YANG TERJADI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOLI TASIBURI DENGAN MENGGUNAKAN METODE USLEa

MENENTUKAN PUNCAK EROSI POTENSIAL YANG TERJADI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOLI TASIBURI DENGAN MENGGUNAKAN METODE USLEa JIMT Vol. 0 No. Juni 203 (Hal. ) Jurnal Ilmiah Matematika dan Terapan ISSN : 2450 766X MENENTUKAN PUNCAK EROSI POTENSIAL YANG TERJADI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOLI TASIBURI DENGAN MENGGUNAKAN METODE

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia hidup tergantung dari tanah dan sampai keadaan tertentu tanah yang baik itu juga tergantung dari manusia. Pengelolaan tanah yang kurang baik bisa mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gambir (Uncaria gambir Roxb.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi serta memiliki prospek yang baik bagi petani maupun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi 4.1.1. Kakteristik Ultisol Gunung Sindur Hasil analisis pendahuluan sifat-sifat kimia tanah disajikan pada tabel.1.

Lebih terperinci

BAB IV Persamaan Matematika IV.1 Model Perkiraan Limpasan Permukaan

BAB IV Persamaan Matematika IV.1 Model Perkiraan Limpasan Permukaan 68 BAB IV Persamaan Matematika IV.1 Mode Perkiraan Limpasan Permukaan Sudjono (1995) menguraikan konsep runoff yang teah diubah secara idea pada segmen keci, berdasar pada prinsip keseimbangan air. Mode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan bagian bentang alam (landscape) yang mencakup komponen fisik yang terdiri dari iklim, topografi (relief), hidrologi dan keadaan vegetasi alami (natural

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Hasil Pengujian Sampel Tanah Berdasarkan pengujian yang dilakukan sesuai dengan standar yang tertera pada subbab 3.2, diperoleh hasil yang diuraikan pada

Lebih terperinci

IV. Hasil dan Pembahasan. pada Gambar 2 dan data hasil pengamatan disajikan pada Tabel 3.

IV. Hasil dan Pembahasan. pada Gambar 2 dan data hasil pengamatan disajikan pada Tabel 3. IV. Hasil dan Pembahasan 4.1 Hasil Setelah dilakukan survey diperoleh 13 titik lokasi longsor dengan lokasi disajikan pada Gambar 2 dan data hasil pengamatan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Data Hasil

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kadar Air Tanah Air merupakan salah satu komponen penting yang dibutuhkan oleh tanaman baik pohon maupun tanaman semusim untuk tumbuh, berkembang dan berproduksi. Air yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA 4.1 Tinjauan Umum 4.2 Data Geologi dan Mekanika Tanah

BAB IV ANALISA DATA 4.1 Tinjauan Umum 4.2 Data Geologi dan Mekanika Tanah BAB IV ANALISA DATA 4.1 Tinjauan Umum Gagasan untuk mewujudkan suatu bangunan harus didahului dengan survey dan investigasi untuk mendapatkan data yang sesuai guna mendukung terealisasinya sisi pelaksanaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ; MASALAH EROSI DI INDONESIA DAN SIKLUS HIDROLOGI

PENDAHULUAN ; MASALAH EROSI DI INDONESIA DAN SIKLUS HIDROLOGI BAB I. PENDAHULUAN ; MASALAH EROSI DI INDONESIA DAN SIKLUS HIDROLOGI TIK : Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan mengerti mengenai kontrak perkuliahan TPTA dan mengerti masalah yang ditimbulkan erosi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa Sumber Brantas Kota Batu Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Umum Sedimentasi dapat didefinisikan sebagai pengangkutan, melayangnya (suspensi) atau mengendapnya material fragmental oleh air.sedimentasi merupakan akibat dari adanya

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Jika dirumuskan dalam suatu persamaan adalah sebagai berikut : R=.(3.1) : curah hujan rata-rata (mm)

BAB III LANDASAN TEORI. Jika dirumuskan dalam suatu persamaan adalah sebagai berikut : R=.(3.1) : curah hujan rata-rata (mm) BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Curah hujan wilayah Menurut Triatmodjo (2010) stasiun penakar hujan hanya memberikan kedalaman hujan di titik di mana stasiun tersebut berada, sehingga hujan pada suatu luasan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin (Suripin 2004). Erosi merupakan tiga proses

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat Fisik Tanah Pada penelitian ini, bahan utama yang digunakan dalam pembuatan model tanggul adalah tanah jenis Gleisol yang berasal dari Kebon Duren, Depok, Jawa Barat.

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH SEDIMENTASI KALI BRANTAS TERHADAP KAPASITAS DAN USIA RENCANA WADUK SUTAMI MALANG

STUDI PENGARUH SEDIMENTASI KALI BRANTAS TERHADAP KAPASITAS DAN USIA RENCANA WADUK SUTAMI MALANG STUDI PENGARUH SEDIMENTASI KALI BRANTAS TERHADAP KAPASITAS DAN USIA RENCANA WADUK SUTAMI MALANG Suroso, M. Ruslin Anwar dan Mohammad Candra Rahmanto Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hantaran Hidrolik

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hantaran Hidrolik II. TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1. Hantaran Hidrolik Hantaran hidrolik adalah salah satu sifat fisik tanah yang penting untuk diperhatikan dalam penggunaan dan pengelolaan tanah. Hantaran hidrolik berperan penting

Lebih terperinci

PRAKTIKUM RSDAL VI PREDIKSI EROSI DENGAN METODE USLE DAN UPAYA PENGENDALIANNYA

PRAKTIKUM RSDAL VI PREDIKSI EROSI DENGAN METODE USLE DAN UPAYA PENGENDALIANNYA PRAKTIKUM RSDAL VI PREDIKSI EROSI DENGAN METODE USLE DAN UPAYA PENGENDALIANNYA Metode prediksi erosi yang secara luas telah dipakai serta untuk mengevaluasi teknik konservasi pada suatu area diantaranya

Lebih terperinci

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd TANAH / PEDOSFER OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd 1.Definisi Tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral organic, air, udara

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal-jurnal pendukung kebutuhan penelitian. Jurnal yang digunakan berkaitan dengan pengaruh gerusan lokal terhadap perbedaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode tertentu di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. profil tanah. Gerakan air ke bawah di dalam profil tanah disebut perkolasi

TINJAUAN PUSTAKA. profil tanah. Gerakan air ke bawah di dalam profil tanah disebut perkolasi 12 TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi Infiltrasi didefinisikan sebagai peristiwa masuknya air ke dalam tanah. Jika cukup air, maka air infiltrasi akan bergerak terus ke bawah yaitu ke dalam profil tanah. Gerakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Setelah dilakukan penelitian dengan mengumpulkan data skunder dari instansi terkait, dan data primer hasil observasi dan wawancara maka dapat diperoleh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan manfaat yang dirasakan secara tidak langsung (intangible). Selain itu,

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan manfaat yang dirasakan secara tidak langsung (intangible). Selain itu, TINJAUAN PUSTAKA Hutan dan Fungsinya Hutan memiliki fungsi sebagai pelindung, dalam hal ini berfungsi sebagai pengaturan tata air, pencegahan banjir, pencegahan erosi, dan pemeliharaan kesuburan tanah.

Lebih terperinci

PENERAPAN PREDIKSI EROSI DENGAN UNIVERSAL SOIL LOSS EQUATION PADA LAHAN PERTANIAN KEMIRINGAN CURAM DI DESA CIBEUREUM TESIS

PENERAPAN PREDIKSI EROSI DENGAN UNIVERSAL SOIL LOSS EQUATION PADA LAHAN PERTANIAN KEMIRINGAN CURAM DI DESA CIBEUREUM TESIS No. 389/S2-TL/TML/2007 PENERAPAN PREDIKSI EROSI DENGAN UNIVERSAL SOIL LOSS EQUATION PADA LAHAN PERTANIAN KEMIRINGAN CURAM DI DESA CIBEUREUM TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup seluruh makhluk, terutama manusia. Dua pertiga wilayah bumi terdiri dari lautan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS SEDIMEN DAN VOLUME KEHILANGAN AIR PADA EMBUNG

BAB V ANALISIS SEDIMEN DAN VOLUME KEHILANGAN AIR PADA EMBUNG V-1 BAB V ANALISIS SEDIMEN DAN VOLUME KEHILANGAN AIR PADA EMBUNG 5.1. Analisis Sedimen dengan Metode USLE Untuk memperkirakan laju sedimentasi pada DAS S. Grubugan digunakan metode Wischmeier dan Smith

Lebih terperinci

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

Gambar 1. Lahan pertanian intensif 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Penggunaan Lahan Seluruh tipe penggunaan lahan yang merupakan objek penelitian berada di sekitar Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, IPB - Bogor. Deskripsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Proses erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Proses erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erosi merupakan proses penghancuran dan pengangkutan partikel-partikel tanah oleh tenaga erosi (presipitasi, angin) (Kusumandari, 2011). Erosi secara umum dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 17 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal-jurnal pendukung kebutuhan penelitian. Jurnal yang digunakan berkaitan dengan pengaruh gerusan lokal terhdadap

Lebih terperinci

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE Untuk merancang suatu sistem drainase, yang harus diketahui adalah jumlah air yang harus dibuang dari lahan dalam jangka waktu tertentu, hal ini dilakukan untuk menghindari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Wilayah Desa Gunungsari. Desa Gunungsari Kecamatan Bansari terletak di lereng gunung Sindoro pada

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Wilayah Desa Gunungsari. Desa Gunungsari Kecamatan Bansari terletak di lereng gunung Sindoro pada 23 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Wilayah Desa Gunungsari Desa Gunungsari Kecamatan Bansari terletak di lereng gunung Sindoro pada ketinggian antara 500 900 m. dpl, dengan suhu maksimum 30 derajat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah di saluran drainase Antasari, Kecamatan. Sukarame, kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung.

III. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah di saluran drainase Antasari, Kecamatan. Sukarame, kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung. 37 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini adalah di saluran drainase Antasari, Kecamatan Sukarame, kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung. Gambar 8. Lokasi Penelitian 38 B. Bahan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Pertanaman Sayuran Lahan sayuran merupakan penggunaan lahan dominan di Desa Sukaresmi Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Tanaman sayuran yang diusahakan antara lain

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS 4.1 Analisa Curah Hujan 4.1.1 Jumlah Kejadian Bulan Basah (BB) Bulan basah yang dimaksud disini adalah bulan yang didalamnya terdapat curah hujan lebih dari 1 mm (menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sumber daya alam merupakan suatu bentuk kekayaan alam yang pemanfaatannya bersifat terbatas dan berfungsi sebagai penunjang kesejahteraan makhluk hidup khususnya manusia

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Vegetasi 5.2 Model Arsitektur Pohon

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Vegetasi 5.2 Model Arsitektur Pohon 31 BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Vegetasi Analisis vegetasi dilakukan dengan tahapan : menghitung nilai kerapatan relatif (KR), frekuensi relatif (FR), dan dominasi relatif (DR) yang penjumlahannya berupa

Lebih terperinci

IV. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Analisis terhadap sampel tanah dilakukan di Laboratorium Tanah Fakultas

IV. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Analisis terhadap sampel tanah dilakukan di Laboratorium Tanah Fakultas IV. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian telah dilaksanakan di 4 (empat) desa di Kecamatan Windusari yaitu Desa Balesari, Desa Kembangkunig, Desa Windusari dan Desa Genito. Analisis terhadap

Lebih terperinci

Soal Jawab DIT (dibuat oleh mahasiswa)

Soal Jawab DIT (dibuat oleh mahasiswa) Soal Jawab DIT (dibuat oleh mahasiswa) 1. Cara memperbaiki tanah setelah mengalami erosi yaitu dengan cara?? Konservasi Tanah adalah penempatansetiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. disukai dan popular di daerah-daerah yang memiliki masalah kekurangan air.

TINJAUAN PUSTAKA. disukai dan popular di daerah-daerah yang memiliki masalah kekurangan air. TINJAUAN PUSTAKA Irigasi Tetes Irigasi tetes adalah suatu metode irigasi baru yang menjadi semakin disukai dan popular di daerah-daerah yang memiliki masalah kekurangan air. Irigasi tetes merupakan metode

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah Ananas comosus (L) Merr. Tanaman ini berasal dari benua Amerika, tepatnya negara Brazil.

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Pengumpulan Data Data merupakan bagian yang sangat penting dalam penelitian. Oleh karena itu kelengkapan data akan membantu pengerjaan penelitian. Data yang dikumpulkan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut (Triatmodjo, 2008:1).Hidrologi merupakan ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya. Penerapan ilmu hidrologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air Kondisi Saat ini Perhitungan neraca kebutuhan dan ketersediaan air di DAS Waeruhu dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran umum Daerah Irigasi Ular Di Kawasan Buluh. Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai pada 18 Desember 2003, semasa

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran umum Daerah Irigasi Ular Di Kawasan Buluh. Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai pada 18 Desember 2003, semasa TINJAUAN PUSTAKA Gambaran umum Daerah Irigasi Ular Di Kawasan Buluh Kabupaten Serdang Bedagai yang beribukota Sei Rampah adalah kabupaten yang baru dimekarkan dari Kabupaten Deli Serdang sesuai dengan

Lebih terperinci

PENGARUH HUBUNGAN INTENSITAS CURAH HUJAN DAN KEMIRINGAN LAHAN TERHADAP LAJU EROSI

PENGARUH HUBUNGAN INTENSITAS CURAH HUJAN DAN KEMIRINGAN LAHAN TERHADAP LAJU EROSI PENGARUH HUBUNGAN INTENSITAS CURAH HUJAN DAN KEMIRINGAN LAHAN TERHADAP LAJU EROSI Arham (1), R. T. Lopa (2), B. Bakri (3) 1 Mahasiswa Program Studi S1 (Sarjana) Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 38 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Curah hujan Grafik curah hujan selama pengamatan (2 Desember 2010-31 Januari 2011) disajikan dalam Gambar 10. Gambar 10 Curah hujan selama pengamatan. Berdasarkan

Lebih terperinci