BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kayu dari Hutan Rakyat Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas minimal 0,2 ha, dengan penutupan tajuk didominasi oleh tanaman perkayuan (lebih dari 0%), dan atau tanaman tahun pertama minimal 00 batang (Dephutbun 1999). Djajapertjunda (2003) dalam Rachman et al. (2006) mengemukakan bahwa luas hutan rakyat sampai dengan tahun 2003 mencapai ha yang tersebar di 24 provinsi, sedangkan di Pulau Jawa mencapai ha. Untuk Jawa Barat perkembangan luas dan produksi hutan rakyat terus meningkat setiap tahunnya. Data terakhir dari Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat (2007) dalam Rachman et al. (2006) diperoleh angka luasan sebesar 18.47,63 ha dengan produksi kayu sebesar ,30 m 3, dengan jenis kayu utama sengon, mahoni, jati, afrika dan kayu buah-buahan. Kayu rambutan, nangka dan kecapi merupakan salah satu jenis kayu buah-buahan yang termasuk di dalamnya Kayu Rambutan (Nephelium lappaceum L.) Rambutan (Nephelium lappaceum L.) merupakan tanaman buah hortikultural berupa pohon dengan famili Sapindaceae. Tanaman buah tropis ini dalam bahasa inggrisnya disebut hairy fruit berasal dari Indonesia (Deptan 2000). Tanaman rambutan di Indonesia tumbuh menyebar dari dataran rendah sampai ketinggian 600 meter diatas permukaan laut. Tetapi hasil yang baik akan diperoleh pada lahan-lahan yang lebih rendah yakni antara 0-20 meter. Penyebaran tumbuh tanaman di beberapa wilayah tumbuh Indonesia bagian barat dan merata ke hampir semua pulau besar di Indonesia. Taksonomi untuk rambutan adalah sebagai berikut (Anonim 2011) : Kerajaan : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Sapindales Famili : Sapindaceae

2 4 Genus : Nephelium Species : Nephelium lappaceum L. Kayu rambutan termasuk ke dalam kayu hardwood. Kayu dalam kelompok ini mengandung sejumlah tipe sel dan terspesialisasi untuk fungsi yang berbeda, antara lain sel-sel libriform mempunyai dinding yang tebal dengan rongga-rongga kecil mengandung beberapa noktah sederhana. Kayu rambutan mempunyai berat jenis 0,8-0,91 kelas kuat I-II dan kelas awet III (Seng 1990). Kayu pohon rambutan cukup keras dan kering, tetapi mudah retak sehingga kurang baik untuk bahan bangunan. Namun, kayu rambutan bagus sekali untuk kayu bakar dan arang (Anonim 200) Kayu Nangka (Arthocarpus heterophyllus) Nangka memiliki nama botani A. heterophyllus Lamk. Menurut Verheij dan coronel (1992) dalam Nurmawan (2011), Nangka memiliki nama lain seperti Jackfruit (Inggris), Jacquier (Prancis), Nongko (Jawa), Langka (Filipina), Khanun (Thailand). Nama daerah untuk Nangka pun bermacam-macam seperti nangko atau nangka (Jawa), anaane (Ambon), panaih (Aceh), lumasa dana malasa (Lampung), dan nama lainnya. Verheij dan coronel (1992) dalam Nurmawan (2011), mengklasifikasikan Nangka sebagai berikut: Kerajaan : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Rosales Famili : Moraceae Genus : Artocarpus Species : Artocarpus heterophyllus Menurut Burgess (1989) dalam Nurmawan (2011), kayu nangka memiliki struktur anatomi antara lain porinya tersebar secara tata baur, 30-80% berpori soliter dan sisanya bergabung secara radial. Porinya berbentuk bulat sampai oval dengan jumlah pori sekitar 7-8 per mm 2. Jari-jari berukuran sedang sampai cukup lebar (0-10 mikron) dan jumlahnya antara 4-6 per mm 2, heteroseluler, tidak ada silika.

3 Menurut Isrianto (2007) dalam Nurmawan (2011), kayu nangka memiliki berat jenis maksimum 0,71 dan berat jenis minimum adalah 0, dengan berat jenis rata-rata 0,61 sehingga masuk ke dalam kelas kuat II. Kayu yang masuk dalam kelas kuat II-III baik digunakan untuk tujuan struktural. Kayu nangka dapat digunakan untuk pembuatan meubel, konstruksi bangunan pembubutan, tiang kapal, dayung, perkakas, dan alat musik. Di jawa banyak digunakan sebagai tiang bangunan, kentongan, dan lesung Kayu Kecapi (Sandoricum koetjape) Pohon kecapi termasuk ke dalam pohon buah-buahan, tingginya dapat mencapai 2 30 m dengan diameter cm, di Jawa tumbuh di bawah 1000 m di atas permukaan laut dan ditanam oleh penduduk. Kayu kecapi mempunyai kayu teras berwarna putih-kelabu sampai cokelat muda, gambar polos, dan tektur agak kasar (Mandang 200). Menurut Martawijaya et al. (1983) kayu ini mempunyai BJ 0,29-0,9 dengan kelas awet IV V, dan kelas kuat III IV. Kayunya dapat digunakan untuk konstruksi bangunan, kerajinan kayu, untuk perabotan rumah tangga serta peralatan lainnya (Verbeij & Coronel dalam Nurmawan 2011). Taksonomi untuk kecapi adalah sebagai berikut (Anonim 2011): Kerajaan : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Sapindales Famili : Meliaceae Genus : Sandoricum Species : Sandaricum koetjape (Burm.F.) Merr 2.2 Keawetan Kayu Keawetan merupakan salah satu faktor utama yang menentukan kegunaan jenis kayu. Penggunaan kayu akan menjadi terbatas jika keawetannya rendah. Salah satu kekurangan kayu adalah dapat dirusak oleh organisme hidup seperti jamur, serangga, dan binatang laut yang dapat merombak komponen utama pembentuk kayu seperti lignin dan selulosa, serta menurunkan kekuatan kayu

4 6 (Batubara 2006). Organisme tersebut merusak kayu karena menjadikan sumber makanan maupun sebagai tempat tinggalnya. Menurut Dumanau (2001), keawetan kayu ialah daya tahan suatu jenis kayu terhadap organisme perusak yang datang dari luar kayu tersebut. Zat ekstraktif merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap keawetan alami, meskipun tidak semua zat ekstraktif kayu bersifat racun terhadap organisme perusak. Umumnya semakin tinggi kandungan ekstraktif dalam kayu, maka keawetan alami kayu cenderung meningkat (Wistara et al. 2002). Oey Djoen Seng (191) dalam Syarif (2010), membagi kayu dalam lima kelas keawetan di Indonesia berdasarkan usia pakai kayu pada berbagai kondisi tempat pemakaian, tanpa menyebutkan secara spesifik jenis organisme yang menyebabkan kerusakan kayu tersebut. Klasifikasi keawetan kayu di Indonesia disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Klasifikasi keawetan kayu di Indonesia No. Kondisi Tempat Kelas Awet I 1 Selalu berhubungan 8 dengan tanah tahun 2 Hanya dipengaruhi 20 cuaca, tetapi dijaga agar tahun tidak terendam air dan tidak kekurangan udara 3 Di bawah atap, tidak berhubungan dengan tanah lembab, dan tidak kekurangan udara 4 Seperti diatas tetapi dipelihara dengan baik dan dicat teratur Tak terbatas Tak terbatas Kelas Awet II Kelas Awet III Kelas Awet IV tahun 3 Tahun Sangat pendek 1 tahun 10 Tahun Beberapa tahun Tak terbatas Tak terbatas Sangat Lama Tak terbatas Beberapa tahun Serangan rayap tanah Tidak Jarang Cepat Sangat cepat 6 Serangan bubuk kayu Tidak Tidak Hampir Tidak kering tidak berarti Sumber: Oen Djoen Seng (1990) dalam Kurnia (2009) Kelas Awet V Sangat pendek Sangat pendek Pendek 20 tahun 20 tahun Sangat cepat Sangat cepat Barly (2009) menyatakan bahwa beberapa kayu tropis mempunyai keawetan alami yang tinggi, namun di Indonesia sebagian kecil saja kayu-kayu yang mempunyai keawetan yang tinggi sehingga umur pakai kayu tersebut pendek. Dari 4000 jenis kayu yang terdapat di Indonesia diperkirakan hanya 1 % sampai 20 % saja yang sifat keawetannya baik, sisanya merupakan jenis-jenis yang sifat keawetannya rendah (Martawijaya & Barly 1982).

5 7 2.3 Keterawetan Kayu Keterawetan kayu adalah kemampuan kayu untuk ditembus oleh bahan pengawet, sampai mencapai retensi dan penetrasi tertentu yang secara ekonomis menguntungkan dan efektif untuk mencegah faktor perusak kayu (Batubara 2006). Menurut Tobing (1977), keterawetan kayu sangat bervariasi. Kayu gubal mempunyai keterawetan yang lebih tinggi karena bagian ini sebelumnya berfungsi sebagai penyalur air dan hara dari akar ke daun. Kayu teras mempunyai sifat keterawetan yang kurang baik karena sudah memiliki deposit-deposit lain termasuk ekstraktif yang menutupi sel-sel kayu. Menurut Martawijaya dan Barly (1982), ada 4 faktor yang mempengaruhi keterawetan kayu, yaitu : 1. Jenis kayu, karena adanya perbedaan struktur anatomi dan kerapatan serta lainnya. 2. Keadaan atau kondisi kayu pada saat diawetkan, seperti kadar air dan arah penembusan. Peranan kadar air terhadap keterawetan kayu tergantung pada bahan pengawet yang digunakan dan jenis kayu tersebut. 3. Metode pengawetan. Metode pengawetan dan skema pengawetan dalam metode yang sama memberikan pengaruh yang berlainan terhadap keterawetan kayu. Pengaruh sangat nyata bila proses tidak sesuai dengan sifat bahan pengawet. 4. Bahan pengawet. Jenis dan konsentrasi bahan pengawet sangat mempengaruhi keberhasilan dalam mengawetkan kayu, yaitu retensi dan penetrasi bahan pengawet. Hasil studi Martawijaya dan Barly (1982) terhadap penentuan klasifikasi keterawetan kayu mendapatkan hubungan yang erat antara retensi dan penetrasi artinya jenis kayu yang mudah diawetkan cenderung memiliki retensi yang tinggi, sebaliknya jenis kayu yang sukar diawetkan cenderung memiliki retensi yang rendah. Klasifikasi keterawetan kayu yang digunakan untuk metode vakum tekan dapat dikelompokkan menjadi 4 kategori seperti pada Tabel 2.

6 8 Tabel 2 Kelas keterawetan kayu Kelas Keterawetan (Treatability) Dalamnya Penetrasi I Mudah (Permeable) >90 II Sedang (Moderately resistant) 0-90 III Sukar (Resistant) 10-0 IV Sangat Sukar (Extremely resistant) <10 Sumber: Martawijaya 1981 Berdasarkan tim ELSPPAT (1997) dalam Kurnia (2009) retensi bahan pengawet merupakan kemampuan kayu untuk menyerap bahan pengawet yang dinyatakan dalam kg/m 3. Penetrasi adalah penembusan bahan pengawet yang masuk kedalam kayu. Paling tidak besarnya retensi serta penetrasi bahan pengawet harus dapat melindungi bagian-bagian sebelah dalam kayu yang tidak dimasuki oleh bahan pengawet tersebut. 2.4 Pengawetan Kayu Menurut Hunt dan Garrat (1986), pengawetan kayu adalah proses memasukkan bahan pengawet ke dalam kayu untuk melindungi kayu atau memperpanjang masa pakai kayu sehingga dapat mengurangi frekuensi penggantian kayu pada bangunan konstruksi permanen atau bangunan semi permanen, sedangkan Dumanau (2001) mengartikan pengawetan kayu adalah proses memasukkan bahan racun ke dalam kayu, sebagai pelindung dari kerusakan oleh makhluk-makhluk perusak kayu yang datang dari luar seperti rayap, jamur dan binatang laut. Menurut Nandika et al. (1996), manfaat yang dapat diraih melalui penerapan pengawetan kayu antara lain : 1. Nilai guna jenis-jenis kayu kurang awet dapat meningkat secara nyata, sejalan dengan peningkatan umur pakainya. 2. Biaya untuk perbaikan dan penggantian kayu dalam suatu penggunaan akan berkurang. 3. Dalam jangka panjang, kelestarian hutan lebih terjamin karena konsumsi kayu per satuan waktu lebih rendah. 2. Metode Pengawetan Kayu Efektifitas bahan pengawet tidak hanya ditentukan oleh daya racunnya saja, tetapi juga oleh metode pengawetan serta retensi dan penetrasinya ke dalam kayu.

7 9 Hunt dan Garrat (1986) menyatakan metode pengawetan dibagi atas 4 golongan yaitu: 1. Metode pengawetan tanpa tekanan, kayu-kayu diawetkan secara pelaburan/penyemprotan, pencelupan, rendaman, rendaman dingin dan rendaman panas-dingin. 2. Metode pengawetan dengan tekanan atau vakum, kayu-kayu diawetkan dalam silinder tertutup dan diberi tekanan atau diberi vakum. 3. Metode difusi, kayu-kayu basah atau kayu segar diawetkan dengan bahanbahan pengawet yang berkonsentrasi tinggi. 4. Sap replacement method, cara ini digunakan hanya untuk batang yang baru ditebang. Metode pengawetan tanpa tekanan yang terdiri dari pelaburan/ penyemprotan (brushing dan spraying); pencelupan (dipping), rendaman (steeping); rendaman dingin (cold soaking); dan rendaman panas-dingin (hot and cold bath). Metode dengan tekanan dan vakum tekan terdiri dari metode sel penuh (full cell) dan sel kosong (empty cell) Pelaburan / penyemprotan Dalam cara ini, bahan pengawet dilaburkan/disemprotkan ke permukaan kayu yang telah dikeringkan lebih dahulu dan dibiarkan dalam beberapa waktu. Dalam penggunaan cara pelaburan atau penyemprotan, bahan pengawet haruslah menutupi seluruh permukaan kayu dan dibiarkan masuk ke dalam kayu sebanyak mungkin, jangan dilaburkan terlalu tipis seperti cat. Hasilnya dipengaruhi oleh mudah tidaknya kayu dipenetrasi dan jumlah bahan pengawet yang dilaburkan. Biasanya digunakan bahan pengawet minyak/larut minyak. Dapat juga menggunakan bahan pengawet larut air yang tidak mudah berfiksasi. Penetrasi yang dicapai dangkal sehingga perlindungan kayu tidak maksimal (Hunt & Garrat 1986) Pencelupan Dalam cara ini kayu-kayu diawetkan dengan mencelupkannya ke dalam larutan bahan pengawet selama beberapa detik atau beberapa menit. Umumnya metode ini lebih mahal daripada pelaburan dan penyemprotan, karena

8 10 memerlukan lebih banyak alat dan bahan pengawet yang lebih banyak, dan tidak cocok untuk mengawetkan kayu yang jumlahnya sedikit, terutama bila dilakukan di tempat langsung. Tetapi dibandingkan dengan metode pelaburan, metode ini memiliki nilai penetrasi yang lebih baik. Meskipun dalam penggunaannya, tingkat perlindungan yang ingin dicapai tidak jauh berbeda dengan pelaburan, karena penetrasinya dangkal dan retensinya rendah (Hunt & Garrat 1986) Rendaman Dalam cara ini kayu-kayu direndam di dalam tanki-tanki yang berisi bahan pengawet larut air selama beberapa hari atau beberapa minggu. Umumnya lama perendaman maksimum 2 minggu. Retensi yang cepat terjadi dalam 2-3 hari pertama, setelah itu retensi berjalan sangat lambat. Karena retensi yang rendah maka konsentrasi bahan pengawet harus lebih tinggi dibanding untuk proses tekanan. Salah satu cara rendaman yang mendapat paten di Inggris pada tahun 1832 disebut Kyanizing. Disini kayu direndam selama 7-10 hari dalam larutan mercuric chloride (sublimat) 0,67%. Kyanizing ini mengalami modifikasi dan cara baru ini disebut improved Kyanizing dimana bahan pengawet yang digunakan adalah campuran mercuric chloride 0,67% dengan NaCl 1%. Dalam kedua cara ini, digunakan peralatan-peralatan yang tahan karat. Saat ini senyawa merkuri sudah tidak digunakan lagi mengingat dampak negatif yang dapat ditimbulkannya (Hunt & Garrat 1986) Rendaman dingin Metode ini banyak digunakan menggunakan larutan minyak, umumnya digunakan bahan pengawet pentachlorophenol. Lebih dari separuh retensi terjadi pada hari pertama (24 jam pertama), tetapi absorpsi akan berlangsung terus dengan lebih lambat selama beberapa hari. Penetrasi pada kayu-kayu yang tidak mengalami pengeringan lebih dulu biasanya sangat dangkal. Juga cara ini kurang baik hasilnya bila dilakukan terhadap jenis-jenis kayu daun lebar karena retensi dan penetrasinya dangkal (Hunt & Garrat 1986). 2.. Rendaman panas-dingin Cara ini mendapat paten dalam tahun 1867 atas nama C.A. Seely dan dikenal juga dengan nama open tank treatment atau thermal process. Disini kayu-

9 11 kayu yang telah dikeringkan direndam di dalam bahan pengawet panas, kemudian dipindahkan ke dalam bahan pengawet dingin (Hunt & Garrat 1986). Berdasarkan Nandika et al. (1996), untuk melaksanakan proses rendaman panas dan rendaman dingin ada beberapa cara yaitu: 1. Memindahkan kayu-kayu yang telah direndam dalam bahan pengawet yang dipanaskan ke tanki lain dimana bahan pengawet relatif dingin. 2. Dengan mengeluarkan bahan pengawet panas dan segera diganti dengan bahan pengawet dingin. 3. Dengan menghentikan pemanasan dan membiarkan kayu serta bahan pengawet tadi menjadi dingin bersama-sama. Untuk cara 1 dan 2, pemindahan harus dilakukan secara cepat supaya tidak dingin oleh udara. Dalam metode pengawetan ini sebaiknya digunakan bahan pengawet larut minyak, karena suhu sangat berpengaruh terhadap absorbsi dan penetrasi. Berdasarkan SNI , persyaratan retensi dan penetrasi bahan pengawet disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Persyaratan retensi dan penetrasi bahan pengawet Jenis Bentuk/Formulasi Retensi (Kg/m3) Penetrasi Di bawah atap Di luar atap (mm) CCB1 Bahan aktif garam Formulasi 8,0 8,4 11,0 11,6 CCB2 Bahan aktif garam Formulasi 8,0 8,2 11,0 11,3 CCB3 Bahan aktif garam Formulasi 8,0 8,0 11,0 11,0 CCB4 Bahan aktif garam Formulasi 8,0 8,0 11,0 12,2 CCF Bahan aktif garam Formulasi 6,0 6,0 8,6 8,6 Sumber: SNI Metode pengawetan dengan tekanan Pada umumnya dilakukan di dalam suatu tabung silinder tertutup. Dibandingkan dengan metode-metode lain, metode tekanan mempunyai beberapa keuntungan yaitu a) proses pengawetan relatif lebih cepat, b) proses pengawetan dapat dikontrol sehingga retensi/penetrasi dapat diatur sesuai dengan keinginan dan dengan sendirinya pemakaian bahan pengawet menjadi lebih efisien, c) retensi lebih tinggi serta penetrasinya lebih dalam dan merata. Adapun kelemahannya adalah a) memerlukan alat-alat yang khusus yang harganya mahal

10 12 sehingga investasinya tinggi, b) kayu-kayu yang akan diawetkan harus diangkut sehingga menambah biaya dalam transportasi, dan c) alat-alat yang dipergunakan harus tahan tekanan, vakum dan tahan karat (Hunt & Garrat 1986) Metode difusi Sesuai dengan namanya maka dalam metode ini seluruh/sebagian besar masuknya bahan pengawet ke dalam kayu adalah berdasarkan prinsip difusi. Agar hasil retensi dan penetrasi cukup dalam maka kadar air kayu yang diawetkan harus cukup tinggi serta konsentrasi bahan pengawet yang tinggi. Biasanya bahan pengawet yang digunakan adalah berbentuk pasta atau cream, yang tidak mudah berfiksasi (Hunt & Garrat 1986). Beberapa metode difusi yang dikenal antara lain adalah (Hunt & Garrat 1986): a. Double diffusion process. Tujuan utama dari metode ini adalah untuk membentuk endapan didalam kayu yang tahan terhadap pelunturan. b. Osmose process. Dalam cara ini, bahan pengawet yang digunakan adalah berbentuk pasta atau cream dan disapukan ke seluruh permukaan kayu setelah kayu dilapisi dengan bahan yang waterproof. Kemudian dibiarkan selama ± 30 hari. Lamanya proses ini tergantung pada ukuran dan jenis kayu yang diawetkan. Retensi minimum yang disarankan adalah 1/2-1/4. lb per cu.ft. (4-8 kg/m3) Metode sap-replacement Metode ini mendapat paten pada tahun 1838 atas nama penemunya yaitu Dr. Boucheri dari Perancis. Semula metode ini dilakukan terhadap pohon-pohon yang baru ditebang, dimana cabang-cabang, ranting-ranting dan daunnya masih lengkap. Bahan pengawet diberikan dari pangkal batang dan mengalir keseluruh pohon (pada kayu gubal) karena adanya transpirasi oleh daun. Metode ini mengalami perubahan yang dibuat oleh Mathis (Inggris) dimana sekarang ini, proses ini hanya dilakukan untuk log atau poles yang baru ditebang. Bahan pengawet disimpan pada sebuah bak setinggi 10 m dari tanah, dan dialirkan ke pangkal batang melalui slang atau pipa. Proses ini selesai apabila bahan pengawet telah mengisi seluruh kayu gubal dan ini dapat dilihat pada ujung batang.

11 13 Biasanya digunakan bahan pengawet copper sulfate (blue vitriol), karena mempunyai keuntungan dibandingkan bahan-bahan pengawet larut air yang tidak berwarna, dimana mudah dilihat apakah proses sudah cukup apa belum (Hunt & Garrat 1986). 2.6 Bahan Pengawet Bahan pengawet adalah bahan kimia yang bila dimasukkan (diimpregnasikan) ke dalam kayu akan menyebabkan kayu menjadi tahan terhadap serangan faktor-faktor perusak kayu golongan biologis (Syarif 2010). Menurut Tsoumis (1991), bahan pengawet dibagi dalam tiga golongan yaitu: (a) bahan pengawet berupa minyak, (b) bahan pengawet larut minyak, dan (c) bahan pengawet larut air Bahan pengawet berupa minyak (kreosot) Kreosot dihasilkan dari destilasi batubara dan bahan ini mengandung berbagai macam senyawa yang beberapa diantaranya sangat efektif terhadap faktor-faktor perusak kayu. Bahan pengawet ini telah digunakan lebih dari 100 tahun dan memberikan hasil yang baik. Kreosot mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan antara lain sangat beracun terhadap cendawan, serangga dan marine borer, permanen, juga didalam air asin, dapat digunakan dalam berbagai metode pengawetan, tidak bersifat korosif terhadap metal, penetrasi mudah dikontrol, dan harganya murah. Disamping sifat-sifat yang menguntungkan, kreosot juga mempunyai kekurangan-kekurangan seperti baunya tidak enak, mempunyai tendensi meleleh terutama bila disingkapkan terhadap sinar matahari, kayu menjadi tidak dapat dicat, merangsang kulit dan komposisi kimianya sangat bervariasi Bahan pengawet larut minyak Banyak yang bersifat sangat beracun terhadap organisme perusak kayu, akan tetapi umumnya sangat mahal serta tidak baik digunakan secara tunggal. Beberapa bahan pengawet ini sangat mudah menguap (volatile) sehingga tidak tahan lama di dalam kayu. Selain itu karena bersifat korosif terhadap metal, tidak stabil pada penyingkapan di udara terbuka, resistensinya rendah terhadap pelunturan, berbahaya terhadap manusia dan binatang, bau yang keras dan lain

12 14 sebagainya. Dari berbagai macam bahan pengawet golongan ini baru 3 macam yang nyata-nyata efektif berdasarkan American Wood Preservers Association (AWPA) Standard dalam Hunt dan Garrat (1986) yaitu pentachlorophenol (PCP), coppernaphthenate, dan copper-8-guinalinolate. Sayangnya meskipun PCP mempunyai sifat-sifat yang lebih baik, penggunaan PCP sudah sejak lama dilarang karena sangat berbahaya bagi manusia dan lingkungan Bahan pengawet larut air Sifat-sifat yang menguntungkan dari bahan pengawet kelompok ini antara lain: a) dapat diangkut dalam bentuk padat atau dalam konsentrasi tertentu ke tempat penggunaan, sedangkan bahan-bahan pelarutnya (air) harganya murah, b) formulasinya mudah diatur agar bersifat racun terhadap cendawan atau serangga, c) kayunya tetap bersih dan dapat dicat, d) umumnya tidak berbau, dan e) tidak meninggikan sifat bakar kayu dan dapat dikombinasikan dengan bahan penghambat api (fire retardant). Keburukan dari bahan pengawet ini adalah bahan ini membasahkan kembali kayu sehingga menimbulkan perubahan dimensi kayu. Karena itu diperlukan pengeringan kembali setelah kayu diawetkan. Kelemahan lain bahan pengawet larut air adalah pada umumnya mudah tercuci atau mudah luntur. Berdasarkan penjelasan di atas, maka bahan pengawet yang baik haruslah memiliki sifat-sifat, diantaranya adalah: a. Bersifat racun terhadap organisme perusak kayu walaupun dalam konsentrasi yang sangat rendah. b. Permanen. c. Mudah diimpregnasikan (daya penetrasi tinggi) serta mudah dikontrol. d. Aman didalam pengangkutan dan penggunaan. e. Tidak bersifat korosif f. Tersedia dalam jumlah yang banyak. Bahan pengawet Diffusol CB adalah bahan pengawet kayu larut air yang berbentuk garam yang terdiri dari asam borat, boraks, tembaga dan khromium dengan formulasi CuSO 4 (32,4%), H 3 BO 3 (21,6%), dan Na 2 Cr 2 O 7 (36,0%). Bahan berbentuk pasta berwarna coklat gelap serta berbau. Menurut Hunt dan Garrat (1986), Diffusol CB merupakan salah satu bahan pengawet yang larut air.

13 1 Senyawa bor merupakan salah satu bahan yang dapat dipakai untuk mempertinggi daya tahan kayu terhadap api. Selain itu senyawa bor juga dapat pula mempertinggi daya tahan kayu terhadap jamur. Beberapa sifat persenyawaan bor (Supriana 1978) adalah: 1. Beracun terhadap jamur dan serangga perusak kayu, tetapi tidak berbahaya bagi manusia maupun ternak. 2. Dapat digunakan baik dengan proses tekanan maupun dengan proses difusi. 3. Tidak korosif terhadap logam, tidak berbau dan tidak merubah warna kayu sehingga dapat digunakan untuk mengawetkan alat rumah tangga yang terbuat dari kayu. 4. Kayu yang diawetkan dengan persenyawaan bor dapat dicat, diplitur atau direkat dengan baik. Senyawa tembaga yang digunakan sebagai bahan pengawet kayu larut air pada umumnya dalam bentuk sulfat, biasanya pentahidrat (CuSO 4.H 2 O), hidroksida (Cu(OH) 2 ), oksida (CuO), dan dalam basa-basa karbonat terutama Cu 2 (OH) 2 CO 3. Cu(OH) 2 CO 3 biasanya berbentuk bubuk yang berwarna hijau dengan kandungan tembaga ± %. Diperoleh dengan menambahkan larutan tembaga sulfat kepada larutan natrium karbonat. Tembaga sulfat adalah senyawa tembaga yang paling penting dan merupakan sumber utama untuk kebanyakan senyawa tembaga lainnya (Hatford 1973 dalam Mulyadi 2011). Tembaga sulfat merupakan anti hama yang baik dan sangat baik untuk melawan jamur. Kelemahan utama tembaga sulfat adalah adanya korosif yang tinggi terhadap besi. Kelemahan lainnya adalah daya larutnya yang tinggi dalam air sehingga mudah tercuci kembali. Tembaga sulfat sangat cocok untuk mencegah serangan rayap apabila kayu yang diawetkan bebas dari pengaruh pelunturan. Senyawa khrom digunakan di dalam bahan pengawet kayu dalam bentuk dikromat natrium (Na 2 Cr 2 O 7.2H 2 O), potasium dichromat (K 2 Cr 2 O 7 ), sodium khromat (Na 2 CrO 4 ) dan asam kromat (HCrO 3 ). Dikhromat natrium berwarna merah jingga, berbentuk garam kristal, sangat mudah larut dalam air, yaitu sekitar 69-70% (Hartford 1973 dalam Mulyadi 2011). Potasium dikhromat lebih mahal daripada garam natrium tetapi karena sifat kurang higroskopik, maka ia banyak

14 16 digunakan sebagai campuran bahan pengawet. Senyawa khrom digunakan secara luas sebagai campuran tambahan bahan pengawet kayu larut air. Senyawa khrom tersebut dicampurkan dalam bentuk dikhromat, khromat, asam khromat, atau trioksida khromium. Perkembangan selanjutnya digunakan khrom asetat sebagai campuran celcure. Selanjutnya dikatakan bahwa garam khrom yang paling efektif adalah yang mengandung trioksida khromium yang tinggi. Akan tetapi karena harganya mahal dan juga daya larutnya rendah maka jarang digunakan. 2.7 Sifat Mekanis Kayu Sifat mekanis kayu merupakan sifat yang berhubungan dengan kekuatan dan merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan gaya luar yang bekerja padanya. Ketahanan terhadap perubahan bentuk menentukan banyaknya bahan yang dimampatkan, terpuntir, dan terlengkungkan oleh suatu beban yang mengenainya (Heygreen & Bowyer 1982). Sifat mekanis kayu merupakan faktor terpenting yang harus diperhatikan apabila kayu akan digunakan untuk bahan bangunan. Beberapa sifat mekanis yang penting untuk menilai kekuatan kayu diantaranya adalah keteguhan lentur statis (static bending strength), keteguhan tekan (compressive strength), keteguhan tarik (tensile strength), keteguhan geser (shearing strength), kekerasan (hardness), kekakuan (stiffness), keuletan (toughness), dan ketahanan belah (cleavage resistance) Keteguhan lentur statis (static bending strength) Menurut Tsoumis (1991) kekuatan lentur statis merupakan salah satu sifat mekanis yang sangat penting karena banyak penggunaan struktural kayu mengalami tegangan sepeti ini. Apabila sebuah balok diberi beban dan bengkok, pada dasarnya ada tiga tekanan yang bekerja pada balok itu yaitu tekanan tarik, tekanan tekan, dan tekanan geser. Di bawah batas proporsi tedapat hubungan positif antara tegangan dengan regangan, nilai perbandingan antara regangan dan tegangan ini disebut modulus elastisitas (Modulus of Elasticity, MOE). Sementara tegangan patah (Modulus of Repture, MOR) dihitung dari beban maksimum (beban pada saat patah).

15 Keteguhan tekan (compressive strength) Menurut Tsoumis (1991) keteguhan tekan ialah kemampuan kayu untuk menahan beban atau tekanan yang berusaha memperkecil ukurannya. Kekuatan tekan longitudinal (sejajar serat) lebih besar dibandingkan dengan kekuatan tekan tegak lurus serat (sampai 1 kali). Besarnya keteguhan ini sama dengan besarnya beban maksimum dibagi dengan luas penampang dimana beban tersebut bekerja Keteguhan tarik (tensile strength) Menurut Tsoumis (1991) kekuatan tarik kayu ialah kemampuan kayu untuk menahan gaya yang berusaha menarik atau memanjangkan ukurannya. Kekuatan tarik longitudinal (sejajar serat) jauh lebih tinggi dari kekuatan tarik transversal (sampai 0 kali lipat). Keteguhan tarik dipengaruhi oleh ukuran atau dimensi kayu, kekuatan serat-serat dan susunan serat kayu. Keteguhan tarik sangat penting diketahui untuk suku bawah (busur) pada penopang kayu dan dalam rancangan sambungan antara rangka kuda-kuda bangunan (Heygreen & Bowyer 1982) Keteguhan geser (shearing strength) Menurut Tsoumis (1991) kekuatan geser ialah kekuatan kayu untuk menahan beban yang berusaha menggeser atau bagian dengan bagian lainnya pada sepotong kayu. Dimana pergeseran dapat terjadi pada arah longitudinal (searah serat) dan transversal (tegak lurus serat). Terdapat tiga macam bentuk geseran bila ditinjau dari arah geseran terhadap serat kayu: (1) geser sejajar serat, (2) geser tegak lurus serat, (3) geser miring serat. Tetapi yang lazim diperhitungkan adalah keteguhan geser sejajar serat karena dalam penggunaan sehari-hari kerusakan kayu akibat geseran kebanyakan berupa geseran sejajar serat. Keteguhan geser ini dipengaruhi oleh kekuatan ikatan antar serat (sel kayu) Kekerasan (hardness) Menurut Tsoumis (1991) kekerasan adalah ukuran ketahanan kayu terhadap benda luar yang berusaha masuk ke dalam massanya. Kekerasan lebih tinggi sampai 2 kali lipat pada bidang longitudinal dibanding sisi yang lain, tetapi perbedaan antara bidang radial dan tangensial tidak jauh berbeda. Kekerasan berhubungan dengan kekuatan kayu terhadap pengikisan dan goresan dengan

16 18 berbagai bahan, serta mudah tidaknya dikerjakan dengan alat dan mesin. Sifat kekerasan ini penting untuk berbagai penggunaan seperti lantai, furniture, alat olahraga, pensil, dan lain-lain Keteguhan pukul dan keuletan (toughness) Keteguhan pukul adalah ukuran kemampuan kayu untuk menahan pukulan sampai kayu mengalami kerusakan, sedangkan menurut Tsoumis (1991) keuletan berhubungan dengan kekuatan kayu terhadap beban statis atau beban yang diaplikasikan secara perlahan-lahan. Energi yang diserap oleh kayu lebih tinggi pada beban tiba-tiba dibandingkan dengan beban statis Keteguhan belah (cleavage resistance) Tsoumis (1991) keteguhan belah ialah ketahanan kayu terhadap beban yang berusaha memisahkan antara bagian kayu yang satu dengan bagian lainnya. Kayu memiliki kekuatan belah yang rendah pada arah longitudinal sehingga menguntungkan untuk penggunaan tertentu seperti untuk kayu bakar. Pada umumnya kayu mudah dibelah sepanjang jari-jari (arah radial) daripada`arah tangensial.

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Kayu Kayu adalah suatu bahan konstruksi yang didapat dari alam dan sudah lama dikenal oleh manusia. Sebagai bahan dari alam, kayu dapat terurai secara sempurna sehingga tidak ada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kehilangan Berat (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keawetan Alami Hasil perhitungan kehilangan berat ke empat jenis kayu yang diteliti disajikan pada Gambar 4. Data hasil pengukuran disajikan pada Lampiran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan papan yang terbuat dari bahan berlignoselulosa yang dibuat dalam bentuk partikel dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Persiapan Penelitian Jenis kayu yang dipakai dalam penelitian ini adalah kayu rambung dengan ukuran sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN PERLAKUAN AWAL (SEBELUM KAYU DIAWETKAN) TERHADAP PENETRASI DAN RETENSI DIFFUSOL-CB PADA KAYU MINDI (Melia azedarach L.

PENGARUH PERBEDAAN PERLAKUAN AWAL (SEBELUM KAYU DIAWETKAN) TERHADAP PENETRASI DAN RETENSI DIFFUSOL-CB PADA KAYU MINDI (Melia azedarach L. PENGARUH PERBEDAAN PERLAKUAN AWAL (SEBELUM KAYU DIAWETKAN) TERHADAP PENETRASI DAN RETENSI DIFFUSOL-CB PADA KAYU MINDI (Melia azedarach L.) Oleh: INDRA MULYADI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Data hasil pengujian sifat fisis kayu jabon disajikan pada Tabel 4 sementara itu untuk analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% ditampilkan dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Retensi Retensi adalah banyak atau jumlah bahan pengawet yang terdapat dalam kayu. Rata-rata retensi dalam metode pengawetan rendaman dingin selama 10 hari dan metode

Lebih terperinci

PERESAPAN BAHAN PENGAWET. 1. Faktor-faktor terhadap Peresapan

PERESAPAN BAHAN PENGAWET. 1. Faktor-faktor terhadap Peresapan PERESAPAN BAHAN PENGAWET 1. Faktor-faktor terhadap Peresapan Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap peresapan kayu dapat dibedakan faktor dari luar dan faktor dari dalam kayu. Faktor dari luar meliputi

Lebih terperinci

PROSES PENGAWETAN KAYU. 1. Persiapan Kayu untuk Diawetkan

PROSES PENGAWETAN KAYU. 1. Persiapan Kayu untuk Diawetkan PROSES PENGAWETAN KAYU 1. Persiapan Kayu untuk Diawetkan Tujuan dari persiapan kayu sebelum proses pengawetan adalah agar 1 ebih banyak atau lebih mudah bahan pengawet atau larutannya meresap ke dalam

Lebih terperinci

HHT 232 SIFAT KEKUATAN KAYU. MK: Sifat Mekanis Kayu (HHT 331)

HHT 232 SIFAT KEKUATAN KAYU. MK: Sifat Mekanis Kayu (HHT 331) SIFAT KEKUATAN KAYU MK: Sifat Mekanis Kayu (HHT 331) 1 A. Sifat yang banyak dilakukan pengujian : 1. Kekuatan Lentur Statis (Static Bending Strength) Adalah kapasitas/kemampuan kayu dalam menerima beban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kayu saat ini merupakan komponen yang dibutuhkan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kayu saat ini merupakan komponen yang dibutuhkan dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kayu saat ini merupakan komponen yang dibutuhkan dalam kehidupan manusia, dalam kehidupan sehari-hari kayu digunakan untuk kebutuhan konstruksi, meubel dan perabotan

Lebih terperinci

MORFOLOGI DAN POTENSI. Bagian-Bagian Kayu - Kulit kayu - Kambium - Kayu gubal - Kayu teras - Hati - Lingkaran tahun - Jari-jari

MORFOLOGI DAN POTENSI. Bagian-Bagian Kayu - Kulit kayu - Kambium - Kayu gubal - Kayu teras - Hati - Lingkaran tahun - Jari-jari Kayu Definisi Suatu bahan yang diperoleh dari hasil pemungutan pohon-pohon di hutan, yang merupakan bagian dari pohon tersebut setelah diperhitungkan bagian-bagian mana yang lebih banyak dimanfaatkan untuk

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN

PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN Pilihan suatu bahan bangunan tergantung dari sifat-sifat teknis, ekonomis, dan dari keindahan. Perlu suatu bahan diketahui sifat-sifat sepenuhnya. Sifat Utama

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Berat Jenis dan Kerapatan Kayu Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara 0.2-1.28 kg/cm 3. Berat jenis kayu merupakan suatu petunjuk dalam menentukan kekuatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763 16 TINJAUAN PUSTAKA A. Kelapa sawit Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) adalah sebagai berikut: Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Sub famili Genus Spesies : Plantae

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mahoni Mahoni merupakan famili Meliaceae yang meliputi dua jenis yaitu Swietenia macrophylla King (mahoni daun besar) dan Swietenia mahagoni Jacq (mahoni daun kecil). Daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenis pohon, tempat tumbuh, dan iklim tempat tumbuh menghasilkan pohon

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenis pohon, tempat tumbuh, dan iklim tempat tumbuh menghasilkan pohon BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 LATAR BELAKANG Kayu adalah suatu bahan yang dihasilkan oleh pohon pohonan. Perbedaan jenis pohon, tempat tumbuh, dan iklim tempat tumbuh menghasilkan pohon pohonan yang sangat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4.1. Sifat Fisis IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisis papan laminasi pada dasarnya dipengaruhi oleh sifat bahan dasar kayu yang digunakan. Sifat fisis yang dibahas dalam penelitian ini diantaranya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan yang sekarang ini semakin

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan yang sekarang ini semakin BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan yang sekarang ini semakin berkurang pasokan kayunya dari hutan alam, Kementerian Kehutanan Republik Indonesia melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. penggunaan baik sebagai bahan konstruksi maupun sebagai bahan non-konstruksi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. penggunaan baik sebagai bahan konstruksi maupun sebagai bahan non-konstruksi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu merupakan hasil hutan yang dibutuhkan manusia untuk berbagai penggunaan baik sebagai bahan konstruksi maupun sebagai bahan non-konstruksi. Namun pada kenyataannya,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tampilan Kayu Pemadatan kayu menghasilkan warna yang berbeda dengan warna aslinya, dimana warnanya menjadi sedikit lebih gelap sebagai akibat dari pengaruh suhu pengeringan

Lebih terperinci

BAHAN PENGAWET KAYU. 1. Persyaratan Bahan Pengawet Kayu

BAHAN PENGAWET KAYU. 1. Persyaratan Bahan Pengawet Kayu BAHAN PENGAWET KAYU 1. Persyaratan Bahan Pengawet Kayu Bahan pengawet kayu untuk dapat digunakan dalam praktek mempunyai persyaratan sebagai berikut: 1. beracun terhadap organisme perusak kayu 2. keefektivannya

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS (

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS ( 12 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2017 - Juni 2017. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, dan Workshop Fakultas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. terhadap serangan jamur dan serangga dalam lingkungan yang serasi bagi

TINJAUAN PUSTAKA. terhadap serangan jamur dan serangga dalam lingkungan yang serasi bagi TINJAUAN PUSTAKA Keawetan Alami Kayu Keawetan alami kayu adalah suatu ketahanan kayu secara alamiah terhadap serangan jamur dan serangga dalam lingkungan yang serasi bagi organisme yang bersangkutan (Duljapar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jadikan sumber pendapatan baik bagi negara ataupun masyarakat. Kayu dapat

BAB I PENDAHULUAN. jadikan sumber pendapatan baik bagi negara ataupun masyarakat. Kayu dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu merupakan hasil sumber daya yang berasal dari hutan yang dapat di jadikan sumber pendapatan baik bagi negara ataupun masyarakat. Kayu dapat dijadikan bahan baku

Lebih terperinci

ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL

ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL Syahrizal & Johny Custer Teknik Perkapalan Politeknik Bengkalis Jl. Bathin Alam, Sei-Alam, Bengkalis-Riau djalls@polbeng.ac.id

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. : Cinnamomum burmanii. Panjangnya sekitar 9-12 cm dan lebar 3,4-5,4 cm, tergantung jenisnya. Warna

TINJAUAN PUSTAKA. : Cinnamomum burmanii. Panjangnya sekitar 9-12 cm dan lebar 3,4-5,4 cm, tergantung jenisnya. Warna TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kayu Manis berikut : Sistematika kayu manis menurut Rismunandar dan Paimin (2001), sebagai Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Sub kelas Ordo Family Genus Spesies : Plantae : Gymnospermae

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. kayu jati sebagai bahan bangunan seperti kuda-kuda dan kusen, perabot rumah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. kayu jati sebagai bahan bangunan seperti kuda-kuda dan kusen, perabot rumah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu jati merupakan salah satu jenis kayu yang diminati dan paling banyak dipakai oleh masyarakat, khususnya di Indonesia. Selain memiliki sifat yang awet dan kuat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Volume Pohon Secara alami, volume kayu dapat dibedakan menurut berbagai macam klasifikasi sortimen. Beberapa jenis volume kayu yang paling lazim dipakai sebagai dasar penaksiran,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame) struktural yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame) struktural yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kolom lentur. Kolom merupakan elemen struktur yang menahan gaya aksial dan momen 2.1.1. Pengertian dan prinsip dasar kolom Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Kayu Sifat fisis kayu akan mempengaruhi kekuatan kayu dalam menerima dan menahan beban yang terjadi pada kayu itu sendiri. Pada umumnya kayu yang memiliki kadar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit Menurut Hadi (2004), klasifikasi botani kelapa sawit dapat diuraikan sebagai berikut: Kingdom Divisi Kelas Ordo Familia Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Liliopsida

Lebih terperinci

Kayu lapis untuk kapal dan perahu

Kayu lapis untuk kapal dan perahu Standar Nasional Indonesia Kayu lapis untuk kapal dan perahu ICS 79.060.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah, definisi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian Empat Jenis Kayu Rakyat berdasarkan Persentase Kehilangan Bobot Kayu Nilai rata-rata kehilangan bobot (weight loss) pada contoh uji kayu sengon, karet, tusam,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ekaliptus mempunyai sistematika sebagai berikut: Hutan Tanaman Industri setelah pinus. Ekaliptus merupakan tanaman eksotik

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ekaliptus mempunyai sistematika sebagai berikut: Hutan Tanaman Industri setelah pinus. Ekaliptus merupakan tanaman eksotik TINJAUAN PUSTAKA Ekaliptus Tanaman ekaliptus mempunyai sistematika sebagai berikut: Division Sub Divisio Class Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospoermae : Dicotyledone : Myrtiflorae : Myrtaceae

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hasil hutan tidak hanya sekadar kayu tetapi juga menghasilkan buahbuahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hasil hutan tidak hanya sekadar kayu tetapi juga menghasilkan buahbuahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil hutan tidak hanya sekadar kayu tetapi juga menghasilkan buahbuahan dan obat-obatan.namun demikian, hasil hutan yang banyak dikenal penduduk adalah sebagai sumber

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan,

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan, [ TINJAUAN PUSTAKA Batang Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tumbuhan tropis yang berasal dari Nigeria (Afrika Barat). Tinggi kelapa sawit dapat mencapai 24 m sedangkan diameternya

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung.

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung. 22 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Sifat Anatomi Bambu 4.1.1 Bentuk Batang Bambu Bambu memiliki bentuk batang yang tidak silindris. Selain itu, bambu juga memiliki buku (node) yang memisahkan antara 2 ruas (internode).

Lebih terperinci

Sidang Tugas Akhir. Penyaji: Afif Rizqi Fattah ( ) Dosen Pembimbing: Dr. Eng. Hosta Ardyananta ST, M.Sc.

Sidang Tugas Akhir. Penyaji: Afif Rizqi Fattah ( ) Dosen Pembimbing: Dr. Eng. Hosta Ardyananta ST, M.Sc. Sidang Tugas Akhir Penyaji: Afif Rizqi Fattah (2709 100 057) Dosen Pembimbing: Dr. Eng. Hosta Ardyananta ST, M.Sc. Judul: Pengaruh Bahan Kimia dan Waktu Perendaman terhadap Kekuatan Tarik Bambu Betung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Efektifitas Fumigasi Amonia Fumigasi amonia bertujuan mereaksikan amonia dengan tanin dalam kayu agar terjadi perubahan warna secara permanen. Fumigasi amonia akan menhasilkan perubahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil identifikasi herbarium yang dilakukan mempertegas bahwa ketiga jenis kayu yang diteliti adalah benar burmanii Blume, C. parthenoxylon Meissn., dan C. subavenium Miq. 4.1

Lebih terperinci

Kayu. Umum. TKS 4406 Material Technology I. (wood or timber)

Kayu. Umum. TKS 4406 Material Technology I. (wood or timber) TKS 4406 Material Technology I Kayu (wood or timber) Dr.Eng. Achfas Zacoeb, ST., MT. Department of Civil Engineering Faculty of Engineering University of Brawijaya Umum Kayu merupakan hasil hutan dari

Lebih terperinci

PENGARUH PENGAWETAN TERHADAP SIFAT MEKANIS TIGA JENIS KAYU RENDY KURNIAWAN RACHMAT

PENGARUH PENGAWETAN TERHADAP SIFAT MEKANIS TIGA JENIS KAYU RENDY KURNIAWAN RACHMAT PENGARUH PENGAWETAN TERHADAP SIFAT MEKANIS TIGA JENIS KAYU RENDY KURNIAWAN RACHMAT DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 PENGARUH PENGAWETAN TERHADAP SIFAT MEKANIS TIGA

Lebih terperinci

KAYU LAMINASI. Oleh : Yudi.K. Mowemba F

KAYU LAMINASI. Oleh : Yudi.K. Mowemba F KAYU LAMINASI Oleh : Yudi.K. Mowemba F 111 12 040 Pendahuluan Kayu merupakan bahan konstruksi tertua yang dapat diperbaharui dan merupakan salah satu sumber daya ekonomi yang penting. Seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

PENGAWETAN ROTAN KURANG DIKENAL SEBAGAI BAHAN BAKU MEBEL MENGGUNAKAN RENDAMAN DINGIN

PENGAWETAN ROTAN KURANG DIKENAL SEBAGAI BAHAN BAKU MEBEL MENGGUNAKAN RENDAMAN DINGIN PENGAWETAN ROTAN KURANG DIKENAL SEBAGAI BAHAN BAKU MEBEL MENGGUNAKAN RENDAMAN DINGIN The Preservation of Lesser Known Species Rattan as Raw Material Furniture by Cold Soaking Saibatul Hamdi *) *) Teknisi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu adalah salah satu bahan material struktur yang sudah lama dikenal masyarakat. Bila dibandingkan dengan material struktur lain, material kayu memiliki berat jenis yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Struktur kayu merupakan suatu struktur yang susunan elemennya adalah kayu. Dalam merancang struktur kolom kayu, hal pertama yang harus dilakukan adalah menetapkan besarnya

Lebih terperinci

(trees). Terdapat perbedaan pengertian antara pohon dan tanam-tanaman

(trees). Terdapat perbedaan pengertian antara pohon dan tanam-tanaman DASAR-DASAR STRUKTUR KAYU A. MENGENAL KAYU 1. Pengertian kayu Kayu adalah bahan yang kita dapatkan dari tumbuh-tumbuhan (dalam) alam dan termasuk vegetasi hutan. Tumbuh-tumbuhan yang dimaksud disini adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 22 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Geometri Strand Hasil pengukuran geometri strand disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan data, nilai rata-rata dimensi strand yang ditentukan dengan menggunakan 1 strand

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Mutu Kekakuan Lamina BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penyusunan lamina diawali dengan melakukan penentuan mutu pada tiap ketebalan lamina menggunakan uji non destructive test. Data hasil pengujian NDT

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis 4.1.1 Kadar air BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Rata-rata nilai kadar air (KA) kayu surian kondisi kering udara pada masing-masing bagian (pangkal, tengah dan ujung) disajikan pada Tabel 1.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jati Tectona grandis Linn. f. atau jati merupakan salah satu tumbuhan yang masuk dalam anggota famili Verbenaceae. Di Indonesia dikenal juga dengan nama deleg, dodolan, jate,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KAYU SENGON UNTUK RUMAH SEDERHANA

PEMANFAATAN KAYU SENGON UNTUK RUMAH SEDERHANA PEMANFAATAN KAYU SENGON UNTUK RUMAH SEDERHANA Oleh Barly 1) ABSTRAK Rumah sederhana, panggung tipe 45 menggunakan kayu sengon telah dibuat oleh Pusat Penelitian dan Penembangan Hasil Hutan sebagai salah

Lebih terperinci

REKAYASA JALAN REL. MODUL 5 : Bantalan PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

REKAYASA JALAN REL. MODUL 5 : Bantalan PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN REL MODUL 5 : Bantalan OUTPUT : Mahasiswa dapat menjelaskan fungsi bantalan dalam konstruksi jalan rel Mahasiswa dapat menjelaskan perbedaan tipe bantalan serta penggunaan yang tepat sesuai

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN B. Tahapan Proses Pembuatan Papan Serat 1. Pembuatan Matras a. Pemotongan serat Serat kenaf memiliki ukuran panjang rata-rata 40-60 cm (Gambar 18), untuk mempermudah proses pembuatan

Lebih terperinci

PERBAIKAN SIFAT KAYU KELAS KUAT RENDAH DENGAN TEKNIK PENGEMPAAN

PERBAIKAN SIFAT KAYU KELAS KUAT RENDAH DENGAN TEKNIK PENGEMPAAN Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.1, No.2, Desember 2009 : 19 24 PERBAIKAN SIFAT KAYU KELAS KUAT RENDAH DENGAN TEKNIK PENGEMPAAN THE CHARACTERISTIC IMPROVEMENT OF LOW STRENGTH CLASS WOOD BY PRESSING

Lebih terperinci

Kategori Sifat Material

Kategori Sifat Material 1 TIN107 Material Teknik Kategori Sifat Material 2 Fisik Mekanik Teknologi Kimia 6623 - Taufiqur Rachman 1 Sifat Fisik 3 Kemampuan suatu bahan/material ditinjau dari sifat-sifat fisikanya. Sifat yang dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Djapilus dan Suhaendi (1978) dalam Utomo (2008) E. urophylla

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Djapilus dan Suhaendi (1978) dalam Utomo (2008) E. urophylla TINJAUAN PUSTAKA Kayu Eucalyptus urophylla Menurut Djapilus dan Suhaendi (1978) dalam Utomo (2008) E. urophylla termasuk dalam famili Myrtaceae, terdiri atas 500 jenis dan 138 varietas. Pohon ekaliptus

Lebih terperinci

PENGOLAHAN KAYU (WOOD PROCESSING) Abdurachman. Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan

PENGOLAHAN KAYU (WOOD PROCESSING) Abdurachman. Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan PENGOLAHAN KAYU (WOOD PROCESSING) Abdurachman Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan Jl. Gunung Batu No. 5. Bogor 16610. Telp/fax : 0251 8633378/0251 86333413

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Jambu Biji Merah Nama ilmiah jambu biji adalah Psidium guajava. Psidium berasal dari bahasa yunani yaitu psidium yang berarti delima, guajava

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan target luas lahan yang ditanam sebesar hektar (Atmosuseno,

BAB I PENDAHULUAN. dengan target luas lahan yang ditanam sebesar hektar (Atmosuseno, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sengon merupakan salah satu tanaman cepat tumbuh yang dipilih dalam program pembangunan hutan tanaman industri (HTI) karena memiliki produktivitas yang tinggi dengan

Lebih terperinci

BABII TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini berisi tentang teori dari beberapa sumber buku seperti buku - buku

BABII TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini berisi tentang teori dari beberapa sumber buku seperti buku - buku BABII TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang teori dari beberapa sumber buku seperti buku - buku laporan tugas akhir dan makalah seminar yang digunakan sebagai inspirasi untuk menyusun konsep penelitian

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu :

BAB III LANDASAN TEORI Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu : BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu : 1. Kayu Bangunan Struktural : Kayu Bangunan yang digunakan untuk bagian struktural Bangunan dan

Lebih terperinci

II. TEGANGAN BAHAN KAYU

II. TEGANGAN BAHAN KAYU II. TEGANGAN BAHAN KAYU I. Definisi Istilah kekuatan atau tegangan pada bahan seperti kayu erat kaitannya dengan kemampuan bahan untuk mendukung gaya luar atau beban yang berusaha merubah ukuran dan bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Kebutuhan kayu yang semakin meningkat membutuhkan kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Kebutuhan kayu yang semakin meningkat membutuhkan kenaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kebutuhan kayu yang semakin meningkat membutuhkan kenaikan pasokan bahan baku, baik dari hutan alam maupun hutan tanaman. Namun, produksi kayu dari hutan alam menurun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pohon Kawista Kawista atau Kawis (L. acidissima syn. Feronia limonia) adalah tumbuhan buah, termasuk dalam suku jeruk-jerukan (Rutaceae). Tumbuhan ini berasal dari India selatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat Dasar dan Keawetan Alami Kayu Sentang A.1. Anatomi kayu Struktur anatomi kayu mencirikan macam sel penyusun kayu berikut bentuk dan ukurannya. Sebagaimana jenis kayu daun

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 9 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai dengan bulan November 2010 di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu dan Laboratorium

Lebih terperinci

PENGAWETAN KAYU SENGON MELALUI RENDAMAN DINGIN MENGGUNAKAN BAHAN PENGAWET ENBOR SP DITINJAU TERHADAP SIFAT MEKANIK

PENGAWETAN KAYU SENGON MELALUI RENDAMAN DINGIN MENGGUNAKAN BAHAN PENGAWET ENBOR SP DITINJAU TERHADAP SIFAT MEKANIK PENGAWETAN KAYU SENGON MELALUI RENDAMAN DINGIN MENGGUNAKAN BAHAN PENGAWET ENBOR SP DITINJAU TERHADAP SIFAT MEKANIK Endah Kanti Pangestuti 1, Lashari 2, Agus Hardomo 3 1,2,3) Teknik Sipil FT Unnes, endahkp@gmail.com;

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saninten (Castanopsis argentea Blume A.DC) Sifat Botani Pohon saninten memiliki tinggi hingga 35 40 m, kulit batang pohon berwarna hitam, kasar dan pecah-pecah dengan permukaan

Lebih terperinci

Penelitian sifat-sifat fisika dan mekanika kayu Glugu dan Sengon kawasan. Merapi dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi masyarakat Merapi

Penelitian sifat-sifat fisika dan mekanika kayu Glugu dan Sengon kawasan. Merapi dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi masyarakat Merapi Laporan Penelitian sifat-sifat fisika dan mekanika kayu Glugu dan Sengon kawasan Merapi dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi masyarakat Merapi pasca letusan Merapi 21 Disusun oleh: Ali Awaludin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (Anonim, 2006). Dengan. Banyak faktor yang membuat potensi hutan menurun, misalnya

BAB I PENDAHULUAN. dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (Anonim, 2006). Dengan. Banyak faktor yang membuat potensi hutan menurun, misalnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan yang berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan, tumbuhtumbuhan dalam persekutuan alam dan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI KOMPOSIT KAYU SENGON DENGAN PERKUATAN BAMBU LAMINASI

TEKNOLOGI KOMPOSIT KAYU SENGON DENGAN PERKUATAN BAMBU LAMINASI Balai Litbang Perumahan Wilayah II Denpasar Puslitbang Perumahan & Permukiman, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat TEKNOLOGI KOMPOSIT KAYU SENGON DENGAN PERKUATAN

Lebih terperinci

Spesifikasi kelas kekuatan kayu bangunan yang dipilah secara masinal

Spesifikasi kelas kekuatan kayu bangunan yang dipilah secara masinal Spesifikasi kelas kekuatan kayu bangunan yang dipilah secara masinal 1 Ruang lingkup Spesifikasi ini memuat ketentuan mengenai jenis, ukuran, persyaratan modulus elastisitas dan keteguhan lentur mutlak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. didapat dan harganya pun relatif murah. Kayu merupakan bahan baku yang berasal dari alam.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. didapat dan harganya pun relatif murah. Kayu merupakan bahan baku yang berasal dari alam. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Umum Di Indonesia penggunaan kayu untuk keperluan konstruksi, dilihat dari segi ekonomi, sangat menguntungkan karena jumlah dan jenisnya sangat beragam. Ini membuatnya mudah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG

KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG Oleh Iwan Risnasari, S.Hut, M.Si UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN Iwan Risnasari : Kajian

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH KONDISI KADAR AIR KAYU KELAPA TERHADAP SIFAT MEKANIS ABSTRAK

STUDI PENGARUH KONDISI KADAR AIR KAYU KELAPA TERHADAP SIFAT MEKANIS ABSTRAK VOLUME 5 NO. 2, OKTOBER 2009 STUDI PENGARUH KONDISI KADAR AIR KAYU KELAPA TERHADAP SIFAT MEKANIS Fauzan 1, Ruddy Kurniawan 2, Siska Martha Sari 3 ABSTRAK Kayu kelapa sebagai alternatif bahan konstruksi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian rangka

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian rangka BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian rangka Rangka adalah struktur datar yang terdiri dari sejumlah batang-batang yang disambung-sambung satu dengan yang lain pada ujungnya, sehingga membentuk suatu rangka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian yang sudah pernah dilakukan dan dapat di jadikan literatur untuk penyusunan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Ishaq Maulana

Lebih terperinci

Kayu gergajian Bagian 1: Istilah dan definisi

Kayu gergajian Bagian 1: Istilah dan definisi Standar Nasional Indonesia Kayu gergajian Bagian 1: Istilah dan definisi ICS 79.040 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Inventarisasi Hutan Inventarisasi hutan adalah suatu usaha untuk menguraikan kuantitas dan kualitas pohon-pohon hutan serta berbagai karakteristik areal tanah tempat tumbuhnya.

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES

II. DESKRIPSI PROSES II. DESKRIPSI PROSES A. Jenis-Jenis Proses Proses pembuatan pulp adalah pemisahan lignin untuk memperoleh serat (selulosa) dari bahan berserat. Oleh karena itu selulosa harus bersih dari lignin supaya

Lebih terperinci

SIFAT MEKANIK KAYU. Angka rapat dan kekuatan tiap kayu tidak sama Kayu mempunyai 3 sumbu arah sumbu :

SIFAT MEKANIK KAYU. Angka rapat dan kekuatan tiap kayu tidak sama Kayu mempunyai 3 sumbu arah sumbu : SIFAT MEKANIK KAYU Angka rapat dan kekuatan tiap kayu tidak sama Kayu mempunyai 3 sumbu arah sumbu : Sumbu axial (sejajar arah serat ) Sumbu radial ( menuju arah pusat ) Sumbu tangensial (menurut arah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kayu-kayu dari hutan tanaman baik hutan tanaman industri (HTI) maupun hutan rakyat diperkirakan akan mendominasi pasar kayu pada masa mendatang seiring berkurangnya produktifitas

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KAYU KARET UNTUK FURNITURE

PEMANFAATAN KAYU KARET UNTUK FURNITURE Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009 PEMANFAATAN KAYU KARET UNTUK FURNITURE Dwi Suheryanto dan Tri Haryanto Peneliti

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisis papan partikel yang diuji meliputi kerapatan, kadar air, daya serap air dan pengembangan tebal. Sifat mekanis papan partikel yang diuji meliputi Modulus of Elasticity

Lebih terperinci

BALOK LAMINASI DARI KAYU KELAPA (Cocos nucifera L)

BALOK LAMINASI DARI KAYU KELAPA (Cocos nucifera L) Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol., No., Desember 00 : 7 BALOK LAMINASI DARI KAYU KELAPA (Cocos nucifera L) LAMINATED BEAMS FROM COCONUT WOOD (Cocos nucifera L) Djoko Purwanto *) *) Peneliti Baristand

Lebih terperinci

Papan partikel SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI

Papan partikel SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI Standar Nasional Indonesia Papan partikel ICS 79.060.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 1 4 Klasifikasi...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber 2.1.1 Definisi Cross Laminated Timber (CLT) pertama dikembangkan di Swiss pada tahun 1970-an. Produk ini merupakan perpanjangan dari teknologi rekayasa

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Kadar air merupakan berat air yang dinyatakan dalam persen air terhadap berat kering tanur (BKT). Hasil perhitungan kadar air pohon jati disajikan pada Tabel 6. Tabel

Lebih terperinci

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN PENDAHULUAN Pasokan kayu sebagai bahan mebel dan bangunan belum mencukupi kebutuhan yang ada Bambu (multiguna, cepat tumbuh, tersebar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawit dan Tandan Kosong Sawit Kelapa sawit (Elaeis quineensis, Jacq) dari family Araceae merupakan salah satu tanaman perkebunan sebagai sumber minyak nabati, dan merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kayu yang harus diketahui dalam penggunaan kayu adalah berat jenis atau

TINJAUAN PUSTAKA. kayu yang harus diketahui dalam penggunaan kayu adalah berat jenis atau TINJAUAN PUSTAKA Sifat Fisis Kayu Sifat fisis kayu perlu diperhatikan untuk pengembangan penggunaan kayu secara optimal, baik dari segi kekuatan maupun keindahan. Beberapa sifat fisis kayu yang harus diketahui

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Keawetan alami kayu adalah suatu ketahanan kayu secara alamiah

TINJAUAN PUSTAKA. Keawetan alami kayu adalah suatu ketahanan kayu secara alamiah TINJAUAN PUSTAKA Keawetan Alami Kayu Keawetan alami kayu adalah suatu ketahanan kayu secara alamiah terhadap serangan jamur dan serangga dalam lingkungan yang serasi bagi organisme yang bersangkutan (Duljapar,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kingdom plantae, divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas

TINJAUAN PUSTAKA. kingdom plantae, divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas TINJAUAN PUSTAKA Batang Kelapa Sawit (BKS) Menurut sistem klasifikasi yang ada kelapa sawit termasuk dalam kingdom plantae, divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledoneae, family

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar, plafon, dan

TINJAUAN PUSTAKA. perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar, plafon, dan TINJAUAN PUSTAKA A. Papan Partikel A.1. Definisi papan partikel Kayu komposit merupakan kayu yang biasa digunakan dalam penggunaan perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber (CLT) 1) Definisi 2) Manfaat dan Keunggulan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber (CLT) 1) Definisi 2) Manfaat dan Keunggulan 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber (CLT) 1) Definisi Cross laminated timber (CLT) merupakan salah satu produk kayu rekayasa yang dibentuk dengan cara menyusun sejumlah lapisan kayu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1 perbandingan bahan Sifat Beton Baja Kayu. Homogen / Heterogen Homogen Homogen Isotrop / Anisotrop Isotrop Isotrop Anisotrop

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1 perbandingan bahan Sifat Beton Baja Kayu. Homogen / Heterogen Homogen Homogen Isotrop / Anisotrop Isotrop Isotrop Anisotrop BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dunia konstruksi di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat. Saat ini, di berbagai tempat dibangun gedung-gedung betingkat, jembatan layang, jalan, dan

Lebih terperinci