PARASIT DALAM SEL DARAH MERAH MUSANG LUAK (Paradoxurus hermaphroditus) DI JAWA MARITRANA PUTRI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PARASIT DALAM SEL DARAH MERAH MUSANG LUAK (Paradoxurus hermaphroditus) DI JAWA MARITRANA PUTRI"

Transkripsi

1 PARASIT DALAM SEL DARAH MERAH MUSANG LUAK (Paradoxurus hermaphroditus) DI JAWA MARITRANA PUTRI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Parasit Dalam Sel Darah Merah Musang Luak (Paradoxurus hermaphroditus) di Jawa adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, September 2012 Maritrana Putri NIM B

3 ABSTRACT MARITRANA PUTRI. Intraerythrocytic Parasite of Java Common Palm Civet (Paradoxurus hermaphroditus). Under the guidance of UMI CAHYANINGSIH and ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS. This research was conducted to observe the infection of intraerythrocytic parasite of Java common palm civet (Paradoxurus hermaphroditus). Blood sample was collected for four times during 7 weeks. The first blood sample was collected immediately after the common palm civet just arrived from its natural habitat, and then adapted for 30 days before the next blood sampling were taken every week. The results of this study found that the common palm civet was infected by Babesia sp., Theileria sp., and Anaplasma sp. The infection rate from the highest is Anaplasma sp. (0.35 ± 0.05) %, Theileria sp. (0.12 ± 0.05) %, and Babesia sp. (0.03 ± 0.02) % respectively. The mean percentage of Babesia sp. and Anaplasma sp. decreased during the study, while percentage of Theileria sp. increased until the end of study. The sex of common palm civet did not affect the infestation of intraerythrocytic parasites. Key words: Anaplasma sp., Babesia sp., Theileria sp., Common palm civet.

4 RINGKASAN MARITRANA PUTRI. Parasit Dalam Sel Darah Merah Musang Luak (Paradoxurus hermaphroditus) di Jawa. Di bawah bimbingan UMI CAHYANINGSIH dan ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS. Musang luak (Paradoxurus hermaphroditus) di Jawa merupakan suatu hewan mamalia yang termasuk suku musang dan garangan (Viverridae) dengan banyak anggota subspesies. Dalam hubungannya dengan manusia, musang luak memiliki nilai ekologi yaitu sebagai agen peremajaan hutan dan nilai ekonomi yang didapatkan dari kopi hasil pencernaan musang luak yang dikenal sebagai kopi luak. Kopi luak termasuk salah satu kopi termahal dengan harga mencapai $100-$600 per pon atau sekitar Rp Rp per setengah kilogram dan di Amerika Serikat dijual sekitar $175 (Taye 2009). Upaya pengelolaan kesehatan sangat diperlukan untuk mencegah timbulnya penyakit yang dapat menurunkan kualitas dan daya hidup musang luak yang berdampak pada penurunan nilai ekologi dan nilai ekonomi musang luak itu sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis parasit dalam sel darah merah musang luak di Jawa dan mengetahui persentase parasitemia tiap parasit darah. Pengambilan sampel darah dilakukan sebanyak empat kali pada enam musang luak selama tujuh minggu. Pengambilan sampel darah pertama dilakukan segera setelah musang luak didatangkan dari habitat aslinya. Oleh karena itu data yang diperoleh diasumsikan sebagai kondisi musang luak pada habitat aslinya. Musang luak kemudian diadaptasikan selama 30 hari sebelum pengambilan darah kedua dan seterusnya yang diambil dengan selang waktu 7 hari sebanyak 2 kali. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa musang luak di Jawa terinfeksi parasit darah yaitu Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp. Persentase parasitemia tertinggi secara berurutan adalah Anaplasma sp. sebesar (0.35 ± 0.05) %, Theileria sp. sebesar (0.12 ± 0.05) %, dan Babesia sp. sebesar (0.03 ± 0.02) %. Persentase Babesia sp. dan Anaplasma sp. menunjukkan penurunan hingga pengambilan darah keempat, sedangkan Theileria sp. meningkat hingga pengambilan darah keempat. Tidak terdapat pengaruh jenis kelamin musang luak terhadap infeksi parasit dalam sel darah merah. Kata kunci : Anaplasma sp., Babesia sp., Theileria sp., Common palm civet.

5 Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

6 PARASIT DALAM SEL DARAH MERAH MUSANG LUAK (Paradoxurus hermaphroditus) DI JAWA MARITRANA PUTRI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

7 Judul Skripsi Nama NIM : Parasit Dalam Sel Darah Merah Musang Luak (Paradoxurus hermaphroditus) di Jawa : Maritrana Putri : B Disetujui, Dr. drh. H. Umi Cahyaningsih, MS. Dr. drh. Aryani S. Satyaningtijas, MSc, AIF. Pembimbing I Pembimbing II Diketahui, drh. H. Agus Setiyono, MS, Ph.D., AP.Vet. Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Tanggal Lulus:

8 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, petunjuk, kemampuan, dan kasih sayang-nya, sehingga skripsi dengan judul Parasit Dalam Sel Darah Merah Musang Luak (Paradoxurus hermaphroditus) di Jawa ini dapat terselesaikan dan dapat dipergunakan sebagai salah satu prasyarat untuk mendapatkan gelar Sarjana pada Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat secara langsung ataupun tidak langsung dalam menyelesaikan skripsi ini, yaitu : 1. Dr. drh. H Umi Cahyaningsih, MS dan Dr. drh. Aryani Sismin Satyaningtijas, M.Sc., AIF. sebagai dosen pembimbing yang dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan, motivasi, waktu, dan pemikiran selama proses penelitian dan penyusunan skripsi ini. 2. Kedua orang tua (Papa Budi Cahyono dan Mama Susialis Budi Utami) dan kakak-kakakku (Femi Souvranita Hayuningtyas, Yulita Dwi Puspasari, dan Syaiful Aliem) yang senantiasa mendoakan, membimbing, dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini, serta kepada keponakan tersayang Alif Pirata Muhammad dan Cinta Alfela Alisha yang selalu menghibur penulis. 3. Staf Parasitologi FKH atas bantuan dan kerja sama selama penelitian. 4. Purnomo dan Mursyid yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk bergabung dalam penelitian ini, dan teman terbaikku Ajeng Kandynesia dan Khansaa Mirajziana yang selalu menemani, mendukung, dan memberi semangat kepada penulis, serta teman-teman Avenzoar FKH 45 (B B ) yang telah memberi pelajaran hidup terbaik bagi penulis. Terima kasih atas kebersamaan dan semangatnya selama ini. 5. Semua pihak yang terlibat secara langsung ataupun tidak langsung dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari penyusunan skripsi ini tidak luput dari kekurangan, oleh karena itu penulis berterima kasih atas kritik dan saran-saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Bogor, September 2012 Maritrana Putri

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pamekasan-Madura pada tanggal 19 Mei 1989 dari ayah yang bernama Budi Cahyono dan ibu Susialis Budi Utami. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Pendidikan formal penulis ditempuh di SMA Negeri 1 Pamekasan dan lulus pada tahun Pada tahun 2008, penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama perkuliahan, penulis aktif di berbagai organisasi kampus, antara lain sebagai anggota Keluarga Mahasiswa Madura (GASISMA), anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FKH kabinet Katalis-Departemen Sosial tahun 2009/2010, dan Himpunan Minat dan Profesi Hewan Kesayangan, Satwa Aquatik dan Eksotik (HKSA).

10 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... Halaman xi DAFTAR GAMBAR... xii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Taksonomi dan Morfologi Musang Luak (Paradoxurus hermaphroditus) 3 Populasi dan distribusi... 4 Perilaku dan Reproduksi... 5 Darah... 7 Parasit Darah... 8 Babesia sp Siklus Hidup Gejala Klinis Theleria sp Siklus Hidup Gejala Klinis Anaplasma sp Siklus Hidup Gejala Klinis BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Tahap Persiapan Alat dan Bahan Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Sediaan Ulas Darah Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Parasit Dalam Sel Darah Merah Persentase Parasit Dalam Sel Darah Merah Babesia sp Theleria sp Anaplasma sp Persentase Parasit Dalam Sel Darah Merah Musang Luak Jantan dan Betina... 28

11 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA... 31

12 DAFTAR TABEL Halaman 1 Rata rata persentase parasitemia (Babesia sp., Theleria sp., dan Anaplasma sp.) pada musang luak tiap waktu pengambilan darah Rata rata persentase Babesia sp. pada musang luak selama 44 hari Rata-rata persentase Theileria sp. pada musang luak selama 44 hari Rata rata persentase Anaplasma sp. pada musang luak selama 44 hari Rata rata persentase parasitemia (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.) pada musang luak jantan dan betina... 28

13 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Musang luak Wilayah distribusi musang luak Babesia sp Siklus hidup Babesia sp Theleria sp Siklus hidup Theleria sp Anaplasma sp Siklus hidup Anaplasma sp A. Babesia sp. (Pembesaran 1000x dengan pewarnaan Giemsa) B. Babesia canis A. Theleria sp. (Pembesaran 1000x dengan pewarnaan Giemsa) B. Theleria sp A. Anaplasma sp. (Pembesaran 1000x dengan pewarnaan Giemsa) B. Anaplasma sp Rata rata persentase Babesia sp. pada musang luak selama 44 hari Rata rata persentase Theleria sp. pada musang luak selama 44 hari Rata rata persentase Anaplasma sp. pada musang luak selama 44 hari... 27

14 PENDAHULUAN Latar Belakang Musang luak (Paradoxurus hermaphroditus) merupakan suatu hewan mamalia yang termasuk suku musang dan garangan (Viverridae) dengan banyak anggota subspesies. Genus Paradoxurus terdiri dari 4 (empat) spesies yaitu common palm civet atau musang luak (Paradoxurus hermaphroditus), brown palm civet (Paradoxurus jerdoni), golden palm civet (Paradoxurus zeylonensis), dan Mentawai palm civet (Paradoxurus Zignicolor) (Schreiber et al. 1989). Dalam hubungannya dengan manusia, musang luak memiliki nilai ekologi dan ekonomi. Nilai ekologi dari seekor musang luak diperoleh dari peranannya sebagai agen peremajaan hutan yaitu sebagai pemencar biji-biji tanaman hutan. Spesies ini merupakan nokturnal omnivora, pakan utama musang luak adalah kopi, palem, dan buah-buahan yang telah masak. Terkadang spesies ini juga memakan vertebrata kecil, reptil, ataupun serangga (Abebe 2003). Musang luak memiliki sistem pencernaan yang kurang sempurna. Biji-bijian yang keras seperti biji kopi umumnya dikeluarkan kembali dari pencernaan berupa feses atau kotoran. Kotoran yang berupa biji-bijian akan tersebar disetiap tempat yang dilalui oleh musang luak sehingga memberikan implikasi positif bagi ekosistem hutan berupa peremajaan hutan (Mudappa et al. 2010). Selain memiliki nilai ekologi, musang luak juga memiliki nilai ekonomi. Biji-biji kopi yang keluar bersamaan dengan kotoran musang luak memiliki nilai ekonomi yang tinggi sebagai biji kopi dengan kualitas tinggi. Dewasa ini, kopi yang berasal dari biji kopi hasil pencernaan musang luak dikenal sebagai kopi luak. Kopi luak merupakan salah satu kopi termahal di pasaran dunia, dijual dengan harga $100-$600 per pon atau sekitar Rp Rp per setengah kilogram dan di Amerika Serikat dijual sekitar $175 (Taye 2009). Selain penghasil biji kopi berkualitas tinggi, musang luak juga berperan dalam industri parfum. Beberapa parfum taraf dunia menggunakan bahan baku dari hormon musang yang mengandung zat kimia tertentu dengan aroma yang sangat harum. Ekstraksi hormon ini dikenal sebagai civet musk, yang bernilai ekonomi tinggi (Taye 2009, Tsegaye et al. 2008, Daniel et al. 2011). Civet musk di beberapa

15 2 negara Afrika merupakan bahan komoditas ekspor yang penting, bahkan di Ethiopia menyumbang sekitar 90% civet musk dunia (Taye 2009). Nilai ekonomi lain dari seekor musang luak juga terdapat pada dagingnya yang diduga memiliki khasiat untuk menyembuhkan penyakit asma (Panggabean 2011). Upaya pengelolaan kesehatan musang luak ini sangat diperlukan agar musang luak dapat tetap dimanfaatkan bagi kesejahteraan manusia dan lingkungan. Adanya penyakit pada musang luak dapat menurunkan kualitas dan daya hidup musang luak sehingga berdampak pada penurunan nilai ekologi dan nilai ekonomi musang luak itu sendiri. Salah satu penyakit yang dapat terjadi pada musang luak adalah adanya infestasi endoparasit berupa parasit darah misalnya, infestasi protozoa. Protozoa yang umum ditemukan pada hewan domestik dan hewan liar adalah Babesia sp., Theileria sp. (Penzhorn 2006), dan Anaplasma sp. (Dyachenko et al. 2012). Identifikasi parasit tersebut sangat penting berkaitan dengan evaluasi kesehatan dan sebagai indikasi adanya penyakit pada musang luak. Oleh karena itu berdasarkan latar belakang di atas, dilakukan penelitian mengenai Parasit Dalam Sel Darah Merah Musang Luak (Paradoxurus hermaphroditus) Di Jawa. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis parasit dalam sel darah merah musang luak di Jawa dan mengetahui persentase parasitemia tiap parasit darah. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai jenis parasit darah pada musang luak di Jawa dan memberikan gambaran persentase parasitemia tiap parasit darah. Hal ini untuk membantu dalam upaya pencegahan dan menentukan cara pengobatan terhadap adanya infeksi parasit darah berupa protozoa tersebut pada musang luak sehingga terhindar dari penyakit yang disebabkan oleh parasit darah.

16 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Morfologi Musang Luak (Paradoxurus hermaphroditus) Musang luak merupakan salah satu jenis mamalia liar yang termasuk suku musang dan garangan (Viverridae) (Vaughan et al. 2000). Di dunia terdapat sekitar 65 subspesies, termasuk subspesies rindjanicus dan sumbanus di Indonesia. Musang luak memiliki beberapa nama lain, diantaranya civet dan luak atau musang (Panggabean 2011). Taksonomi musang luak diklasifikasikan sebagai berikut (Schreiber et al. 1989) : Kingdom Filum Subfilum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus Species : Animalia : Chordata : Vertebrata : Mammalia : Carnivora : Viverridae : Paradoxurinae : Paradoxurus : Paradoxurus hermaphroditus Gambar 1 Musang luak (Purnomo 2012) Menurut Abebe (2003) musang luak memiliki berat 4-11 pound. Memiliki tubuh yang ramping dengan ukuran panjang tubuh sekitar inci (43,2-71 cm), telinga kecil, dan kaki pendek. Menurut Kitchener et al. (2002) ukuran panjang tubuh musang luak dari kepala hingga pangkal ekor sebesar 38 cm, dari pangkal ekor hingga ujung ekor sebesar 40 cm, daun telinga 34 cm, serta panjang kaki 70 cm. Musang luak memiliki warna rambut abu-abu kecoklatan dengan variasi warna dari warna coklat merah tua hingga hitam hijau lumut pada daerah punggung. Di sepanjang kedua sisi tubuhnya terdapat deretan bintik-bintik hitam (Wilson & Reeder 2005). Rambut di sekitar mata, telinga, kaki, hidung, dan ekor berwarna hitam. Akan tetapi, terkadang ditemukan juga musang luak dengan ujung ekor berwarna putih. Selain itu, dahi dan sisi samping wajah hingga di bawah telinga berwarna keputih-putihan seperti beruban (Navephap & Orawan

17 4 1998). Ciri-ciri musang luak betina adalah memiliki delapan puting susu, sedangkan musang luak jantan memiliki sepasang testis seperti kucing (Panggabean 2011). Populasi dan Distribusi Gambar 2 Wilayah distribusi musang luak (Panggabean 2011). Musang luak merupakan salah satu dari tiga spesies musang dari marga Paradoxurus yang normal ditemukan di Ceylon, Bangladesh, Brunei Darussalam, Singapura, Myanmar, India, Pakistan, Burma, Cina bagian selatan, Filipina bagian timur, dan Borneo (Navephap & Orawan 1998). Selain itu, musang luak juga tersebar luas mulai dari Sri Lanka, Asia Tenggara, Tiongkok Selatan, semenanjung Malaya hingga ke Filipina. Di Indonesia musang luak berada hampir di setiap provinsi dengan jumlah yang bervariasi. Sebaran populasi yang paling banyak terdapat di provinsi Sumatera Utara, Lampung, Bali, pulau Sumba, pulau Lombok, serta beberapa lokasi di pulau Jawa, Sulawesi, dan Kalimantan (Panggabean 2011). Populasi musang luak dinilai belum terlalu mengkhawatirkan. Kini telah banyak dilakukan budi daya musang luak dan pemanfaatan daging musang luak untuk dikonsumsi masih minim sehingga kelestariannya masih dapat terjaga. Akan tetapi, perburuan populasi hewan ini juga harus diwaspadai agar dapat mempertahankan populasi musang luak. Musang luak belum masuk di dalam undang-undang hewan yang harus dilindungi berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan no.461/kpts-11/1999 tentang penetapan

18 5 musim berburu jenis-jenis satwa buru di taman buru dan areal buru (Panggabean 2011). Perilaku dan Reproduksi Musang luak banyak dijumpai mulai dari hutan primer di ketinggian meter di atas permukaan laut (dpl) hingga hutan sekunder dan sekitar perkebunan. Musang luak termasuk hewan yang bersifat soliter dengan berbagai gaya hidup dan adaptasi, sebagai contohnya mereka sangat pandai memanjat pohon untuk mencari makan (Aroon et al. 2009, Borah & Karabi 2011). Pada beberapa lokasi yang terdapat pohon aren, dapat dipastikan terdapat musang luak yang hidup di lokasi tersebut. Hal ini dikarenakan musang luak sangat menyukai buah aren (Panggabean 2011). Selain itu, musang luak juga bersifat arboreal yaitu sebagian besar hidupnya dihabiskan di atas pohon, terutama pada pohon tertinggi dan terbesar sebagai tempat hidupnya. Akan tetapi, mereka juga dapat beradaptasi dan mencari makan di permukaan tanah (Jothish 2011). Walaupun musang luak berhabitat asli di hutan, mereka kerap ditemui di sekitar pemukiman manusia (Aroon et al. 2009). Hal ini berkorelasi positif dengan pendapat Panggabean (2011) yang menyatakan musang luak sesekali ditemukan di sekitar lingkungan permukiman, khususnya lingkungan rumah yang masih terdapat banyak pepohonan. Selain bersifat soliter dan arboreal, musang luak juga bersifat nokturnal atau hidup di malam hari dengan periode aktifitas pada pukul WIB. Pada siang hari musang luak tidur di lubang-lubang kayu atau di ruang gelap di bawah atap rumah penduduk sekitar. Hubungan sosial dan pola aktifitas musang luak terbentuk berdasarkan distribusi sumber makanan dan kegiatan predator mamalia yang lebih besar. Musang luak termasuk ke dalam famili Viverridae, akan tetapi tidak termasuk ke dalam golongan karnivora sejati. Berbeda dengan keluarga kucing yang merupakan karnivora sejati, struktur gigi musang tidak dirancang sebagai pemangsa yang harus memakan daging sebagai pakan utamanya (Jothish 2011). Musang luak lebih tepat disebut frugivora dari pada karnivora dalam batasan perilaku makannya, yaitu akan memilih buah sebagai pakan utamanya selama

19 6 persediaan masih tersedia dan beralih memangsa vertebrata kecil, reptil, ataupun serangga disaat terjadi kelangkaan buah-buahan (Mudappa et al. 2010). Proses pencarian makanan dilakukan pada malam hari, hal ini bertujuan untuk menghindari predator, misalnya buaya. Pencarian makanan terjadi pada suatu tempat yang sama secara berulang kali, musang luak akan menggunakan pohon yang sama untuk beristirahat, yaitu pada pohon dengan tanaman merambat atau lubang-lubang kayu untuk beberapa hari berturut-turut (Su & John 2007). Sebagaimana berbagai kerabatnya dari Viverridae, musang luak mengeluarkan semacam bau dari kelenjar di dekat anusnya. Samar-samar bau ini menyerupai harum daun pandan, namun dapat pula menjadi pekat dan menyebabkan mual. Kemungkinan bau ini digunakan untuk menandai batas-batas teritorinya dan mengumumkan kehadirannya baik pada pasangan maupun musuh (Taye 2009). Dalam hal reproduksi, hingga saat ini perkembangbiakan musang luak terjadi tanpa melalui perkawinan buatan tetapi masih melalui perkawinan alami yang terjadi di alam. Kematangan seksual terjadi pada umur bulan. Musang luak hanya memiliki masa berahi selama dua hari. Pada masa diluar masa berahi, musang luak sangat beresiko saling membunuh (kanibal) jika jantan dan betina disatukan (Panggabean 2011). Proses perkawinan umumnya terjadi di cabang pohon. Perkawinan dimulai saat jantan melakukan kopulasi yang terjadi selama lima menit dan berulang kali hingga empat sampai lima kali kopulasi. Setelah proses perkawinan selesai, pasangan musang luak akan bermain-main selama beberapa saat, kemudian masing-masing akan menempati cabang pohon yang berbeda sekitar enam menit untuk beristirahat. Selama periode perkawinan yang singkat, saat betina bunting maka jantan akan menempati pohon yang sama dengan betinanya sebagai tempat tinggal. Umur kebuntingan musang luak sekitar empat bulan, kelahiran anak terjadi diantara bulan Oktober hingga Desember. Kelahiran anak musang luak umumnya terjadi di pohon berongga, celah-celah batu atau ruang diantara bebatuan dengan jumlah anak sekitar dua hingga lima anakan. Selanjutnya, induk musang luak akan mengasuh anakan hingga dapat mencari makan sendiri. Dalam penangkaran, musang luak dapat bertahan hidup selama 22 tahun (Borah & Karabi 2011).

20 7 Darah Darah merupakan suatu jaringan khusus yang terdiri dari plasma darah yang kaya akan protein (55%) dan sel-sel darah (45%). Sel-sel darah terdiri dari sel darah merah atau eritrosit, sel darah putih atau leukosit, dan trombosit (keping darah atau platelet). Masing-masing sel-sel darah memiliki fungsi yang berbedabeda. Sel darah merah atau eritosit berfungsi sebagai 1) pembawa nutrient dari saluran pencernaan menuju ke jaringan tubuh, 2) pembawa oksigen dari paru-paru ke jaringan dan kanbondioksida (CO 2 ) dari jaringan ke paru-paru, 3) pembawa produk buangan dari jaringan menuju ke ginjal untuk dieksresikan, 4) mempertahankan sistem keseimbangan dan buffer. Trombosit berfungsi dalam penggumpalan dan pembekuan darah sehingga mencegah terjadinya kehilangan darah yang berlebihan pada saat terjadi luka. Sel darah putih atau leukosit memiliki dua fungsi, yaitu menghancurkan agen penyerang dengan proses fagositosis dan pembentukan antibodi atau kekebalan tubuh (Guyton 1996). Menurut Corwin (2000) sel darah putih berfungsi untuk melindungi tubuh dari infeksi dan membantu dalam proses persembuhan. Sel darah putih dibagi menjadi dua kelompok yaitu, agranulosit dan granulosit. Kelompok agranulosit merupakan leukosit yang tidak memiliki granul pada sitoplasmanya. Agranulosit terdiri dari monosit dan limfosit yang berperan dalam proses fagositosis. Kelompok granulosit merupakan leukosit yang memiliki granul pada sitoplasmanya. Granulosit terdiri dari eosinofil yang mengindikasikan adanya infeksi parasit, neutrofil yang mengindikasikan adanya infeksi bakteri, dan basofil yang mengindikasikan adanya respon alergi (Guyton 1996). Salah satu pemeriksaan darah dapat dilakukan melalui ulas darah. Pemeriksaan dengan ulas atau apus darah yang diwarnai dengan Giemsa dapat digunakan untuk berbagai macam tujuan, antara lain untuk memeriksa dan menghitung persentase jenis leukosit, menghitung jumlah trombosit secara tidak langsung, dan memeriksa adanya infestasi endoparasit berupa parasit darah seperti protozoa. Terdapat beberapa jenis protozoa yang dapat ditemukan pada darah, contohnya Anaplasma sp., Babesia sp., Theileria sp., Leukocytozoon sp., Haemoproteus sp., dan Plasmodium sp. (Penzhorn 2006).

21 8 Parasit Darah Berdasarkan habitatnya, parasit dibagi menjadi dua yaitu endoparasit dan ektoparasit. Ektoparasit merupakan parasit makroskopis dan berkembang di luar sel tubuh, sedangkan endoparasit merupakan parasit yang berukuran kecil, mikroskopis, dan berkembang di dalam sel tubuh. Salah satu contoh endoparasit adalah protozoa yang dapat hidup di dalam sel darah merah (Penzhorn 2006). Protozoa berasal dari kata Proto yang memiliki arti pertama dan zoon yang memiliki arti hewan. Oleh karena itu, protozoa dapat diartikan sebagai hewan bersel satu yang hidup sendiri atau dalam bentuk koloni. Protozoa memiliki berbagai bentuk yaitu bulat, lonjong, simetris, bilateral atau tidak teratur dengan ukuran hanya beberapa mikron sampai 40 mikron. Protozoa terdiri dari inti dan sitoplasma. Inti dibagi menjadi dua tipe yaitu inti tipe vesikular dan tipe granular. Jumlah inti pada protozoa dapat berjumlah satu atau lebih dan terdiri atas selaput inti atau membran inti yang meliputi retikulum halus (serabut inti) yang akromatik, kariosom (karyosoma, endosoma, nukleolus), cairan inti, dan butirbutir kromatin. Pada inti vesikular butir-butir kromatin menyatu membentuk satu masa dan pada inti tipe granular butir-butir kromatin menyebar secara merata. Sitoplasma terdiri dari endoplasma, bagian luar yang tipis, bagian dalam yang lebih besar, dan ektoplasma. Endoplasma berbentuk butir-butir dan mengandung inti yang berperan dalam reproduksi dan gizi. Endoplasma mengandung vakuol makanan, makanan cadangan, benda asing, vakuol kontraktil, dan benda kromatoid. Ektoplasma pada protozoa akan terlihat jernih dan homogen. Ektoplasma memiliki fungsi sebagai alat pergerakan, mengambil makan, ekskresi, bertahan diri, dan respirasi (Ballweber 2001). Protozoa dibagi menjadi tiga subfilum, yaitu Sarchomastigophora, Ciliophora, dan Apicomplexa (Ballweber 2001). Subfilum Apicomplexa merupakan parasit obligat intraseluler dengan tipe reproduksi aseksual dan seksual (Foreyt 2001). Apicomplexa yang memiliki peranan penting dalam dunia kesehatan hewan adalah Coccidians dan Hemosporidian. Kelompok Coccidians memiliki habitat di sel epitel usus yang dapat menyebabkan coccidiosis enteritis. Kelompok Hemosporidian memiliki habitat di dalam sel darah merah dan dapat menyebabkan anemia hemolitik (Ballweber 2001). Parasit darah berupa protozoa

22 9 dapat menyerang hewan domestik dan hewan liar. Beberapa jenis protozoa yang dapat ditemukan di hewan domestik dan hewan liar adalah Babesia sp., Theileria sp. (Penzhorn 2006), dan Anaplasma sp. (Dyachenko et al. 2012). Babesia sp. Babesia sp. merupakan parasit darah yang termasuk filum Apicomplexa. Babesia sp. tersebar ke seluruh dunia dan ditemukan pertama kali oleh Babes 1888 USA; Australia, Asia, Eropa. Morfologi berbentuk bulat seperti buah pir, oval, piriform, dan berpasangan dengan ukuran sebesar µm atau µm (de Sá et al. 2006). Gambar 3 Babesia sp. (Duh et al. 2004). Taksonomi Babesia menurut Bock et al. (2004) adalah sebagai berikut : Filum : Apicomplexa Kelas : Sporozoasida Ordo : Eucoccidiorida Subordo : Piroplasmorina Famili : Babesiidae Genus : Babesia Spesies : Babesia canis, Babesia civettae

23 10 Siklus Hidup Caplak Ixodide trofozoit Vetebrata Kelenjar saliva sporozoit kinet telur Merogoni (intra eritrosit) merozoit Sporogoni (hemolymph) gametosit zigot ray bodies Gametogoni (pada usus caplak) gametosit Gambar 4 Siklus hidup Babesia sp. (Hunfeld et al. 2008). Babesia sp. merupakan parasit obligat intraseluler dengan induk semangnya adalah ruminansia, anjing, dan satwa liar. Pada induk semang, Babesia sp. akan berhabitat di dalam sel darah merah. Penyebaran Babesia sp. terjadi melalui gigitan vektor yaitu caplak keras yang tergolong ke famili Ixodide, misalnya Dermacentor spp., Haemaphysalis spp., Hyalomma spp., dan Rhipicephalus spp. Babesia sp. dapat berpindah atau bertransmisi dari satu generasi caplak ke generasi lainnya sehingga caplak dari stadium larva, nympha, dan dewasa berpotensi sebagai vektor. Siklus hidup Babesia sp. dapat terjadi di dalam tubuh vektor dan induk semang. Babesia sp. melakukan reproduksi secara aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual terdiri dari stadium merogoni yang terjadi di dalam sel darah merah induk semang. Reproduksi seksual terdiri dari stadium sporogoni dan gametogoni yang dimulai dari terbentuknya makrogamet dan mikrogamet di dalam tubuh caplak. Stadium merogoni diawali pada saat caplak baik pada

24 11 stadium larva, nympha, dan dewasa yang mengandung sporozoit pada salivanya menggigit hewan vertebrata. Sporozoit akan masuk ke dalam sel darah merah melalui penetrasi mekanis. Di dalam sel darah merah, sporozoit akan berubah menjadi trofozoit yang mengalami pembelahan biner menjadi dua atau empat individu merozoit. Hal ini akan menyebabkan desakan mekanis sehingga sel darah merah ruptur. Bersamaan dengan rupturnya sel darah merah, merozoit akan mencari sel darah merah baru dan berpenetrasi ke dalam sel darah merah dalam tubuh induk semang yang sama (Kumar et al. 2008). Di dalam sel darah merah merozoit akan mengalami perubahan menjadi pre-gametosit. Caplak dewasa yang menghisap darah hewan vertebrata yang terinfeksi Babesia sp. secara tidak langsung akan menghisap pula sel darah merah yang mengandung pre-gametosit. Pre-gametosit yang dibawa akan berperan dalam reproduksi seksual yang terjadi di dalam tubuh caplak. Pre-gametosit akan berubah menjadi gametosit yang akan menjadi awal dari stadium gametogoni atau gamogoni. Gametosit yang terbentuk akan menghasilkan ray bodies atau gamet yang terbagi menjadi mikrogamet (gamet jantan) dan makrogamet (gamet betina) dimana keduanya akan berdifusi menjadi zigot. Tahap selanjutnya adalah zigot berkembang menjadi ookinet atau vermiculus (Uilenberg 2006). Ookinet yang dihasilkan dapat berpindah secara transovarial ke caplak stadium larva, dan secara transstadial ke caplak stadium nympha dan dewasa (Bock et al. 2004). Ookinet ini akan mengalami diferensiasi dalam proses sporogoni membentuk kinet. Menurut Taylor et al. (2007) kinet akan masuk ke kelenjar saliva pada masing-masing stadium caplak dan akan mengekspansi sel sehingga terjadi hipertrofi sel kelenjar saliva dan berkembang menjadi sel multinukleat sporoblast. Satu sporoblast matang akan menjadi sporozoit. Sporozoit-sporozoit dari setiap stadium caplak inilah yang dapat menginfeksi induk semang melalui gigitan caplak sehingga terjadi kembali stadium merogoni. Terdapat berbagai spesies dari Babesia yang dapat menyerang hewan liar. Spesies yang menyerang musang luak juga telah berhasil diidentifikasi secara genetik dan merupakan spesies tersendiri yaitu Babesia civettae. Beberapa spesies yang menyerang hewan domestik juga dilaporkan mampu menyerang hewan liar (Penzhorn 2006).

25 12 Gejala Klinis Induk semang yang berumur muda relatif resisten terhadap infeksi Babesia sp. dan tidak selalu menunjukkan gejala klinis. Pada fase akut gejala klinis diawali oleh demam, diikuti ikterus, haus, anemia (Duh et al. 2004), petechi dan hemorhagi pada gusi atau ventral abdomen, dan anemia (Taylor et al. 2007). Anemia merupakan faktor yang menyebabkan terjadinya kelemahan dan penurunan kondisi tubuh. Anemia yang terjadi secara cepat mengakibatkan 75% atau lebih sel darah merah rusak dalam waktu beberapa hari. Keadaan anemia biasanya bersamaan dengan hemoglobinemia dan hemoglobinuria. Pada kasus kronis, gejala demam dan ikterus terjadi secara ringan (Duh et al. 2004). Jika hewan dapat bertahan, hewan akan mengalami penurunan berat badan dan produksi (Taylor et al. 2007). Theileria sp. Genus Theleria merupakan penyebab penyakit Theleriosis. Penyakit tersebut menyerang sapi dan domba dengan persebaran di Afrika, Asia, Eropa, dan Australia (Taylor et al. 2007). Salah satu siklus hidup protozoa ini berada dalam sel darah merah. Penyebarannya dilakukan dengan perantara vektor Riphicephalus, Haemaphysalis, Amblyomma dan Hyalomma (Urquhart et al. 2003). Gambar 5 Theileria sp. (Stockham et al. 2000)

26 13 Taksonomi Theileria menurut Bishop et al. (2004) adalah sebagai berikut : Filum : Sporozoa (Apicomplexa) Kelas : Sporozoea Ordo : Haemosporidia Subordo : Aconoidina Family : Theileriidae Genus : Theileria Spesies : Theileria annae, Theileri parva, Theileria annulata Siklus Hidup sporozoit Caplak Ixodide sporozoit limfosit Vetebrata limfoblast sporoblast Sporogoni (hemolymph) skizon Merogoni (intra limfosit) kinet Gametogoni (pada usus caplak) zigot merozoit gamet gamont piroplasma Gambar 6 Siklus hidup Theileria sp. (Bishop et al. 2004) Siklus hidup Theileria sp. melibatkan induk semang, yaitu ruminansia, anjing, dan satwa liar dengan penyebaran yang melibatkan vektor biologis yaitu caplak dari famili Ixodidae. Reproduksi Theileria sp. hampir mirip dengan

27 14 Babesia sp. yaitu secara aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual terdiri dari stadium skizogoni dan merogoni yang terjadi di dalam tenunan limfoid, sirkulasi limfosit, dan pada sel darah merah atau eritrosit induk semang. Reproduksi seksual terdiri dari stadium gametogoni dan sporogoni yang terjadi di dalam tubuh vektor. Stadium skizogoni diawali pada saat caplak yang mengandung sporozoit pada salivanya menggigit induk semang. Pada tahap inilah terdapat perbedaan antara Theileria sp. dengan Babesia sp. Pada Babesia sp., sporozoit akan langsung menyerang sel darah merah, sedangkan pada Theileria sp. sporozoit akan mengikuti sistem limfe menuju limfonodus dan limpa, kemudian berubah menjadi trofozoit yang menetap di limfosit (Shaw et al. 1993). Pada hari ke-9 hingga ke- 22 setelah gigitan caplak trofozoit akan membentuk badan yang berinti banyak yang disebut dengan skizon. Skizon memiliki dua bentuk yaitu makroskizon dan mikroskizon. Tahap selanjutnya adalah stadium merogoni. Pada stadium merogoni makroskizon akan menyerang limfosit dan membentuk makromerozoit, sedangkan mikroskizon akan menghasilkan mikromerozoit melalui proses pembelahan yang kemudian akan dilepaskan dari limfosit dan menyerang sel darah merah yang disebut dengan piroplasma. Piroplasma tersebut yang akan masuk ke dalam tubuh caplak saat caplak menghisap darah induk semang (Bishop et al. 2004). Piroplasma yang berada dalam tubuh caplak akan mengalami reproduksi seksual (Bishop et al. 2004). Reproduksi seksual terjadi di dalam usus caplak yang diawali dengan stadium gametogoni. Pada stadium gametogoni piroplasma yang mengandung ray bodies yaitu gamet jantan dan gamet betina akan berdifusi menjadi zigot. Zigot akan masuk ke dalam epitel usus dan mengalami transformasi membentuk kinete. Kemudian kinete bergerak mengikuti aliran limfe dan memasuki sel kelenjar saliva caplak dan mengalami perubahan menjadi sporoblast (Bishop et al. 2004). Satu sporoblast akan menghasilkan sporozoit. Sporozoit inilah yang akan menginfeksi mamalia melalui gigitan caplak yang terinfeksi sehingga terjadi kembali stadium merogoni (Urquhart et al. 2003). Pada Theileria sp. tidak terjadi transmisi kinete ke ovarium caplak dewasa. Oleh karena itu, transmisi yang terjadi di tubuh caplak hanya transmisi transstadial. Theileria sp. tidak mengalami pembelahan, ia akan hidup beberapa waktu hingga

28 15 sel darah merah mengalami kerusakan dan pergantian sel yang baru atau memang terbawa oleh caplak untuk perkembangan seksual (Kaufmann 2001). Gejala Klinis Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Theleriosis berbeda-beda antar spesies. Spesies Theileria yang dapat menyerang karnivora adalah Theileria annae. Theileris annae dapat menyebabkan penyakit dengan gejala klinis demam, anoreksia, kehilangan berat badan, dan anemia. Parasitemia pada umumnya rendah dan jarang menimbulkan anemia. Pada kasus kronis dapat terjadi trombositopenia, dan pembesaran limfonodus (Zahler et al. 2000). Anaplasma sp. Anaplasma sp. merupakan organisme obligat intraseluler yang terikat dengan membran vakuola dalam sitoplasma sel inang. Anaplasma sp. merupakan anggota dari filum Proteobakteria, kelas Alphaproteobacteria, ordo Rickettsiales, dan famili Anaplasmataceae (Kocan et al. 2004). Penyebaran Anaplasma sp. dapat terjadi di daerah tropis, sub tropis, Eropa selatan, dan Amerika (Ashadi & Handayani 1992). Gambar 7 Anaplasma sp. (Kaufmann 2001).

29 16 Taksonomi Anaplasma Dumler et al. (2001) adalah sebagai berikut : Filum : Protobacteri Kelas : Alpha Protobacteria Ordo : Rickettsiales Famili : Anaplasmataceae Genus : Anaplasma Spesies : Anaplasma marginale, Anaplasma central, dan Anaplasma platys Siklus Hidup Caplak ixodide sporozoit trofozoit Vetebrata Sporogoni Merogoni Kelenjar saliva telur (intra eritrosit) merozoit kinet (hemolymph) zigot ray bodies gametosit Gametogoni (pada usus caplak) Gambar 8 Siklus hidup Anaplasma sp. (Kocan et al. 2004). Anaplasma sp. merupakan parasit obligat intraseluler dengan induk semangnya adalah sapi, kerbau, kambing, domba, anjing, hewan liar, kuda bahkan manusia. Anaplasma sp. memiliki siklus hidup yang sama dengan Babesia sp. Akan tetapi, pada penularannya Anaplasma sp. memiliki beberapa vektor diantaranya yaitu caplak, nyamuk, lalat kandang, dan serangga penggigit. Di Australia ditemukan 20 species caplak Boophilus microplus yang berperan sebagai vektor sedangkan di Amerika ditemukan lalat penghisap darah sebagai vektor (Taylor et al. 2007). Lalat penghisap darah dari famili Tabanidae

30 17 dilaporkan mampu menjadi vektor mekanik dari Anaplasma marginale di kawasan Eropa-Timur (Hornok et al. 2008). Gejala klinis Adanya Anaplasma sp. dalam sel darah merah induk semang dapat mengakibatkan berbagai penyakit. Gejala klinis pada umumnya bersifat tidak spesifik dan ringan yaitu anoreksia, depresi, pembengkakan limfonodus, anemia, dan demam (Dyachenko et al. 2012). Gejala klinis yang terlihat berbeda-beda pada tiap stadium infeksi. Pada stadium inkubasi hewan tidak menunjukkan gejala klinis. Gejala klinis mulai terlihat pada stadium perkembangan. Jika anemia yang terjadi pada tahap perkembangan semakin parah, hewan akan mengalami gejala klinis berupa ikterus, penurunan berat badan, dehidrasi, peningkatan aktifitas respirasi, mulut menjadi kering, dan anoreksia (Arulkanthan et al. 1999). Pada fase akut akan terjadi demam selama 3-7 hari. Selama demam, terjadi penurunan produksi, depresi hingga kematian akibat hipoksia. Tanda klinis terlihat ringan pada usia muda. Setelah itu, pada hewan berumur dua sampai tiga tahun penyakit rentan menjadi perakut dan sering fatal (Taylor et al. 2007).

31 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Pembuatan preparat ulas darah dilakukan selama 7 minggu dari tanggal 2 September 2010 sampai dengan 15 Oktober 2010 di Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Pembacaan preparat ulas darah dilakukan di Laboratorium Protozologi, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, selama 5 minggu dari tanggal 24 Januari 2012 sampai dengan 25 Februari Tahap Persiapan Penelitian ini menggunakan hewan coba musang luak sebanyak 6 ekor (3 ekor jantan dan 3 ekor betina). Musang luak yang digunakan adalah musang remaja dengan kisaran umur dibawah 1 tahun dengan bobot badan rata-rata 2-2,5 kilogram. Selama penelitian dilakukan, musang luak dirawat dikandang penelitian SHIGETA. Masing-masing musang luak dikandangkan secara terpisah dengan ukuran kandang sebesar 50cm x 75cm x 75cm. Kandang selalu dijaga kebersihannya dengan pembersihan kotoran setiap hari. Musang luak diberi pakan berupa buah pisang sebanyak 5-7 buah perekor tiap hari, kepala ayam sebanyak 3-4 buah perekor tiap 2 hari dan air minum ad libitum. Alat dan Bahan Penelitian Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu disposable syringes 3 ml, termos es, jarum suntik, gunting, tabung reaksi, objek glass, cover glass, counter, dan mikroskop. Bahan yang digunakan adalah darah musang luak (Paradoxurus hermaphroditus), Giemsa, EDTA (Ethylene Diamine Tetraacetic Acid), alkohol 70%, methanol, es, minyak emersi, dan larutan xylol. Metode Penelitian Dari keenam musang luak diambil sampel darah sebanyak empat kali. Pengambilan sampel darah pertama dilakukan segera setelah musang luak

32 19 didatangkan dari habitat aslinya. Oleh karena itu data yang diperoleh diasumsikan sebagai kondisi musang luak pada habitat aslinya. Musang luak kemudian diadaptasikan selama 30 hari sebelum pengambilan darah kedua dan seterusnya yang diambil dalam selang waktu 7 hari sebanyak 2 kali. Pengambilan darah dimulai dengan mencukur rambut musang luak pada bagian femoralis untuk memudahkan penentuan letak dari vena femoralis. Pengambilan darah dilakukan dengan dysposable syringes 3 ml sebanyak lebih kurang 1 ml kemudian darah dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang sudah diberikan antikoagulan EDTA (Ethylene Diamine Tetraacetic Acid). Setelah itu darah dimasukkan ke dalam termos es dan dibawa ke Laboratorium Fisiologi untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Pembuatan Sediaan Ulas Darah Darah diteteskan pada salah satu ujung objek glass yang telah disediakan, kemudian ulas dengan objek glass yang lain, dikeringkan dan difiksasi selama 5 menit dalam metanol. Setelah difiksasi, direndam dalam zat warna Giemsa selama 30 menit kemudian dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan sisa zat warna yang tidak ikut mewarnai sediaan, kemudian dikeringkan (Aroon et al. 2009). Sediaan ulas darah yang telah diberi pewarnaan kemudian diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran objektif 100x dan okuler 10x untuk mengidentifikasi parasit darah dan menghitung persentase parasit. Persentase parasitemia dihitung sesuai dengan hari pengambilan darah untuk keenam musang luak dengan rumus (Lehtinen et al. 2008) : Persentase parasitemia = jumlah parasit/1000 RBC x 100% Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Analisa Sidik Ragam (ANOVA) kemudian dilanjutkan dengan uji wilayah berganda Duncan (Duncan s Multiple Range Test) untuk menguji perbedaan diantara perlakuan yang ada (Steel & Torrie 1993).

33 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Parasit Dalam Sel Darah Merah Penelitian mengenai jenis parasit dalam sel darah merah musang luak saat ini masih sangat sedikit. Oleh karena itu, dalam penelitian kali ini hasil yang didapat dibandingkan dengan jenis parasit dalam sel darah merah anjing. Hal ini dikarenakan musang luak masih dalam satu Ordo dengan anjing yaitu ordo Carnivora sehingga terdapat kekerabatan diantara keduanya. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap 24 preparat ulas darah musang luak dapat ditemukan dua jenis golongan parasit yang berhabitat di dalam sel darah merah yaitu protozoa (Babesia sp. dan Theileria sp.) dan Rickettsia (Anaplasma sp.). Pada satu preparat ulas darah musang luak dapat ditemukan lebih dari satu jenis parasit dalam sel darah merah. Pada hari ke-1 hingga ke-37 ditemukan adanya infeksi Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp., sedangkan pada hari ke-44 hanya ditemukan Anaplasma sp. dan Theileria sp. Penzhorn (2006) juga menyatakan parasit dalam sel darah merah yang umum ditemukan pada hewan domestik dan hewan liar adalah Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp. (Dyachenko 2012). Infeksi Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp. telah terlihat saat pengambilan darah pada hari ke-1 (Tabel 1). Diduga musang luak telah terinfeksi parasit dalam sel darah merah sejak di habitat aslinya. Morfologi parasit dalam sel darah merah yang pertama ditemukan berbentuk bulat atau oval dan berpasangan dengan warna yang lebih gelap dibandingkan dengan sitoplasma sel darah merah. Karakteristik tersebut sesuai dengan morfologi Babesia sp. (Boozer & Douglass 2005). Dalam hal kekerabatan dengan anjing, morfologi tersebut sesuai dengan Babesia canis yang memiliki bentuk seperti buah pir dengan diameter mikron, meruncing pada satu ujung dan tumpul pada ujung yang lain, dan berpasangan (Hunfeld et al. 2008). Selain berhabitat di dalam sel darah merah, Babesia sp. juga dapat ditemukan dalam selsel makrofag. Hal ini berhubungan dengan proses fagositosis sel darah merah yang terinfeksi parasit oleh makrofag (Ashadi & Handayani 1992). Menurut Penzhorn (2006) terdapat spesies tersendiri yang menyerang bangsa musang yaitu

34 21 Babesia civettae, akan tetapi belum terdapat studi yang mempelajari tentang morfologi dan penyebarannya secara lebih dalam. A B Gambar 9 A. Babesia sp. (Pembesaran 1000x dengan pewarnaan Giemsa), B. Babesia canis (Kaufmann 2001) Jenis kedua parasit dalam sel darah merah yang ditemukan berbentuk koma atau batang dan memiliki warna yang lebih gelap dibandingkan dengan sitoplasma sel darah merah. Morfologi tersebut sesuai dengan morfologi Theileria sp. yang memiliki bentuk batang dengan ukuran kira-kira x µm (Kaufmann 2001). Bentuk lain yang umum dijumpai pada sel darah merah adalah bundar, oval, dan dapat juga berbentuk koma. A B Gambar 10 A. Theileria sp. (Pembesaran 1000x dengan pewarnaan Giemsa), B. Theileria sp. (Stockham et al. 2000) Parasit darah lainnya juga ditemukan dengan bentuk bulat berwarna merah terang yang terletak di tepi maupun di tengah sel darah merah dengan ukuran yang lebih kecil dari Babesia sp. Morfologi tersebut sesuai dengan Anaplasma sp.

35 22 yang memiliki bentuk bulat dengan diameter mikron, tidak memiliki sitoplasma namun terdapat lingkaran terang tidak nyata yang berada di sekitarnya (Ashadi & Handayani 1992). Spesies Anaplasma sp. yang dapat menyerang karnivora adalah Anaplasma platys (Ferreira et al. 2007). Anaplasma sp. pada awalnya termasuk ke dalam golongan protozoa, namun dari hasil penelitianpenelitian tidak menunjukkan bahwa Anaplasma sp. memiliki karakteristik yang signifikan dengan protozoa, sehingga Anaplasma sp. dimasukkan ke dalam golongan Rickettsia (Rajput et al. 2005, Sparagano et al. 2003). Perubahan tersebut berdasarkan analisis terhadap kombinasi ribosom 16S RNA, groesl, dan protein permukaan (Dumler et al. 2001). A B Gambar 11 A. Anaplasma sp. (Pembesaran 1000x dengan pewarnaan Giemsa), B. Anaplasma sp. (Kaufmann 2001) Rata-rata persentase parasitemia (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.) bervariasi tiap individu. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh jumlah parasit yang menginfeksi. Jumlah parasit itu sendiri dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah keberadaan vektor yaitu caplak keras yang tergolong ke famili Ixodidae (Soulsby 1982), misalnya Boophilus spp., dan Rhipicephalus spp. yang berperan dalam penyebaran Babesia sp. Pada penyebaran Theileria sp. vektor yang berperan selain Boophilus spp., dan Rhipicephalus spp. adalah Haemaphysalis, Amblyomma, dan Hyalomma. Sesuai dengan hasil penelitian Aroon et al. (2009) yang berhasil mengidentifikasi jenis ektoparasit pada musang luak di Sakaerat Environmental Research Station, Thailand yaitu Hemaphysalis sp., Ixodes sp., dan Amblyomma sp. Oleh karena itu terdapat kemungkinan caplak tersebut dapat pula menginfeksi musang luak di Jawa yang masih satu spesies

36 23 dengan musang luak di Thailand sehingga dapat berperan sebagai vektor Babesia sp. dan Theileria sp. Penyebaran Anaplasma sp. selain melalui vektor caplak dapat juga melalui nyamuk, lalat kandang dan lalat penghisap darah dari famili Tabanidae (Hornok et al. 2008). Pada negara yang memiliki empat musim, caplak akan muncul pada musim panas, sedangkan di Indonesia yang memiliki iklim tropis dapat terjadi sepanjang tahun. Caplak akan melekat secara kuat pada inang dalam periode waktu yang lama. Pada saat makan caplak sering mengalami regurgitasi yang memungkinkan terjadinya perpindahan patogen melalui air liur ke dalam tubuh inang termasuk parasit dalam sel darah merah (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.). Oleh karena itu, makin banyak caplak yang melekat pada tubuh hewan makin tinggi pula kemungkinan infeksi parasit dalam sel darah merah. Faktor lain yang dapat meningkatkan infeksi parasit dalam sel darah merah adalah geografi, umur, tingkat stres, dan managemen pemeliharaan (Brotowidjoyo 1987). Managemen pemeliharaan mengambil peranan dalam tingkat stres yang dialami musang luak. Kondisi kandang penelitian yang berbeda dari tempat asal dapat menimbulkan stres pada musang luak. Pada awal tahap adaptasi, semua musang luak terlihat gelisah dan anoreksia hingga minggu ke-2. Hal ini mengindikasikan musang luak mengalami stres. Kondisi stres dapat menurunkan kondisi tubuh sehingga daya tahan dan kekebalan akan menurun pula sehingga lebih rentan terhadap infeksi parasit dalam sel darah merah (Direktorat Keswan 1980). Tingkat stres yang berbeda tiap musang luak akan mengakibatkan perbedaan dalam persentase parasitemia tiap individu. Persentase Parasit Dalam Sel Darah Merah Keberadaan dan tingkat keparahan infeksi parasit dalam sel darah merah digambarkan dalam nilai persentase parasitemia. Rata-rata persentase parasitemia (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.) pada musang luak dapat dilihat sebagai berikut :

37 24 Tabel 1 Rata-rata persentase parasitemia (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.) pada musang luak tiap waktu pengambilan darah Parasit dalam sel darah merah Pengambilan darah pada hari ke- Rata-rata (%) Babesia sp ± 0.08 b 0.05 ± 0.05 b 0.02 ± 0.04 b 0 ± 0 b 0.03±0.02 Theileria sp ± 0.08 b 0.12 ± 0.19 b 0.12 ± 0,13 b 0.17 ± 0.10 a 0.12±0.05 Anaplasma sp ± 0.17 a 0.38 ± 0.10 a 0.35 ± 0.16 a 0.27 ± 0.18 a 0.35±0.05 Keterangan : huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf (P>0.05). Satuan dalam persen (%). Berdasarkan hasil analisis statistik, rata-rata persentase parasitemia (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.) pada musang luak tiap waktu pengambilan darah menunjukkan nilai yang berbeda nyata (Tabel 1). Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp. memiliki kemampuan infeksi yang berbeda-beda. Pada tiap hari pengambilan darah rata-rata persentase parasitemia tertinggi terjadi pada infeksi Anaplasma sp. Nilai infeksi tertinggi terjadi pada hari ke-1 dan ke-30 yaitu sebesar 0.38% (Tabel 1). Tingginya persentase Anaplasma sp. dapat disebabkan oleh vektor yang berperan dalam penyebaran Anaplasma sp. lebih bervariasi dibandingkan Babesia sp. dan Theileria sp. yaitu terdiri dari 20 spesies caplak, lalat tabanus, nyamuk, dan lalat kandang (Ashadi & Handayani 1992, Hornok et al. 2008). Babesia sp. Rata-rata persentase Babesia sp. pada musang luak disajikan sebagai berikut Tabel 2 Rata-rata persentase Babesia sp. pada musang luak selama 44 hari Pengambilan darah hari ke- Persentase Babesia sp. (%) ± 0.08 a ± 0.05 a ± 0.04 a 44 0 ± 0 a Keterangan : huruf superskrip yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf (p>0.05)

38 Persentase (%) Hari ke- Gambar 12 Rata-rata persentase Babesia sp. pada musang luak selama 44 hari Berdasarkan hasil analisis statistik rata-rata persentase Babesia sp. selama 44 hari menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (Tabel 2). Infeksi Babesia sp. telah terlihat pada hari ke-1 sebesar 0.03% sehingga dapat dikatakan bahwa infeksi telah memasuki sekitar minggu kesatu hingga minggu kelima setelah penularan dari vektor selama di habitat aslinya (Boozer & Douglass 2005). Pada hari ke-1 hingga hari ke-30 terjadi peningkatan persentase parasitemia menjadi 0.05% sehingga diduga tahap pertumbuhan Babesia sp. masih terjadi. Tahap pertumbuhan Babesia sp. ditandai dengan pembelahan biner pada trofozoit membentuk merozoit pada stadium merogoni (Bock et al. 2004). Pembelahan parasit yang cepat di dalam sel darah merah induk semang mengakibatkan rusaknya sel darah merah, hemoglobinaemia, hemoglobinuria, dan krisis hemolitik akut. Pada hari ke-37 hingga hari ke-44 terjadi penurunan nilai persentase parasitemia hingga tidak ditemukan sama sekali adanya Babesia sp. Selama penelitian tidak dilakukan upaya pengobatan terhadap parasit dalam sel darah merah sehingga diduga infeksi Babesia sp. bersifat self limiting disease atau dapat sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan. Hal ini didukung dengan pernyataan Taylor et al. (2007) yang menyatakan infeksi Babesia sp. yang bersifat tidak fatal dapat terjadi persembuhan dengan jangka waktu yang panjang. Selain itu, peristiwa ini mirip dengan infeksi Babesia canis pada anjing yang akan menghilang dari darah perifer selama 10 hari (Ashadi & Handayani 1992).

39 26 Theileria sp. berikut : Rata-rata persentase Theileria sp. pada musang luak disajikan sebagai Tabel 3 Rata-rata persentase Theileria sp. pada musang luak selama 44 hari. Pengambilan darah hari ke- Persentase Theileria sp. (%) ± 0.08 a ± 0.05 a ± 0.04 a ± 0 a Keterangan : huruf superskrip yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf (p>0.05) Gambar 13 Rata-rata persentase Theileria sp. pada musang luak selama 44 hari Adanya infeksi Theileria sp. pada musang luak yang termasuk ordo Carnivora tidak sesuai dengan pernyataan Taylor et al. (2007) yang menyatakan Theileria sp. memiliki induk semang ruminansia atau wild ruminant. Akan tetapi, pada studi lain di tahun 2003 telah ditemukan spesies dari Theileria yang menyerang karnivora yaitu Theileria annae (Fornelio et al. 2003). Infeksi Theileria sp. telah terjadi pada hari ke-1 sehingga dapat dikatakan bahwa infeksi telah memasuki minggu ke-9. Hal ini dikarenakan mikromerozoit yang dihasilkan dari pembelahan mikroskizon pada stadium merogoni akan dilepaskan dari limfosit dan menyerang sel darah merah yang disebut piroplasma saat memasuki minggu ke-9 setelah penularan dari vektor (Shaw et al. 1993). Tabel 3 dan gambar 13 menunjukkan adanya peningkatan nilai rata-rata persentase Theileria sp. dari

40 27 hari ke-1 hingga ke-44. Akan tetapi berdasarkan hasil analisis statistik peningkatan persentase Theileria sp. tersebut tidak menunjukkan nilai yang berbeda nyata. Infeksi Theileria sp. telah melewati masa inkubasi (1-3 minggu) dengan persentase parasitemia yang rendah yaitu antara % sehingga diduga infeksi telah berjalan kronis dan dapat menjadi carrier (Altay et al. 2008). Musang luak yang bertindak sebagai carrier dapat menjadi sumber infeksi bagi caplak yang berperan sebagai vektor Theleria sp. (Oliveira et al. 1995). Anaplasma sp. Rata-rata persentase Anaplasma sp. pada musang luak disajikan sebagai berikut : Tabel 4 Rata-rata persentase Anaplasma sp. pada musang luak selama 44 hari Pengambilan darah hari ke- Persentase Anaplasma sp. (%) ± 0.08 a ± 0.05 a ± 0.04 a ± 0 a Keterangan : huruf superskrip yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf (p>0.05) Gambar 14 Rata-rata persentase Anaplasma sp. pada musang luak selama 44 hari Berdasarkan hasil pengamatan, rata-rata persentase Anaplasma sp. menunjukkan nilai yang sama pada pengamatan hari ke-1 dan ke-30 yaitu sebesar 0.38 %. Infeksi Anaplasma sp. telah terlihat pada hari ke-1 pengambilan darah

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Persentase Parasit Darah Hasil pengamatan preparat ulas darah pada enam ekor kuda yang berada di Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR FKH IPB) dapat dilihat sebagai berikut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Berdasarkan Morfologi

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Berdasarkan Morfologi 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Berdasarkan Morfologi Berdasarkan hasil identifikasi preparat ulas darah anjing ras Doberman dan Labrador Retriever yang berasal dari kepolisian Kelapa Dua Depok, ditemukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Parasit

TINJAUAN PUSTAKA. Parasit 4 Parasit TINJAUAN PUSTAKA Parasit dapat dibedakan menjadi dua yaitu ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit adalah parasit yang hidupnya menumpang di bagian luar dari tempatnya bergantung atau pada permukaan

Lebih terperinci

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian 2015 LUWAK Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian LUWAK A. Biologi Luwak Luwak merupakan nama lokal dari jenis musang

Lebih terperinci

THEII..ERIOSIS PADA SAPI AKIBAT INFEKSI THEILERIA MUTANS

THEII..ERIOSIS PADA SAPI AKIBAT INFEKSI THEILERIA MUTANS ~.. Dan kami bersyukur kepada Tuhan Yang telah melebarkan gerbang tua ini Dan kami bersyukur pada ibu bapa. Yang sepanjang malam Selalu berdoa tulus dan terbungkuk membiayai kami Dorongan kasih sepenuh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Kuda (Dokumentasi)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Kuda (Dokumentasi) TINJAUAN PUSTAKA Kuda Gambar 1 Kuda (Dokumentasi) Kuda (Equus caballus) masih satu famili dengan keledai dan zebra, berjalan menggunakan kuku, memiliki sistem pencernaan monogastrik, dan memiliki sistem

Lebih terperinci

DENY HERMAWAN. SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan

DENY HERMAWAN. SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan ii EFEKTIFITAS EKSTRAK SAMBILOTO (Andrographis paniculata Nees) DENGAN PELARUT AIR HANGAT TANPA EVAPORASI DAN KAJIAN DIFFERENSIAL LEUKOSIT PADA AYAM YANG DIINFEKSI DENGAN Eimeria tenella DENY HERMAWAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Paradoxurus, yaitu: (1) Paradoxurus zeylonensis, menyebar terbatas di Sri Lanka,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Paradoxurus, yaitu: (1) Paradoxurus zeylonensis, menyebar terbatas di Sri Lanka, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Musang 1. Taksonomi dan Klasifikasi Menurut Schreiber et al., (1989), terdapat empat spesies musang dari genus Paradoxurus, yaitu: (1) Paradoxurus zeylonensis, menyebar terbatas

Lebih terperinci

5 KINERJA REPRODUKSI

5 KINERJA REPRODUKSI 5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Peralatan Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Peralatan Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Domba Indocement Citeureup, Bogor selama 10 minggu. Penelitian dilakukan pada awal bulan Agustus sampai pertengahan bulan Oktober

Lebih terperinci

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba 3 Diferensiasi SDP dilakukan berbasis preparat ulas darah total. Darah diulas di preparat kemudian difiksasi dengan metanol selama 2 menit. Preparat ulas darah diwarnai menggunakan pewarna giemsa selama

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Perah Sapi perah merupakan salah satu komoditi peternakan yang dapat mendukung pemenuhan kebutuhan bahan pangan bergizi tinggi yaitu susu. Jenis sapi perah yang paling

Lebih terperinci

GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG JANTAN (Canis familiaris) UMUR 3 SAMPAI 7 BULAN KRESNA NURDIN NUNU NUGRAHA

GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG JANTAN (Canis familiaris) UMUR 3 SAMPAI 7 BULAN KRESNA NURDIN NUNU NUGRAHA 1 GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG JANTAN (Canis familiaris) UMUR 3 SAMPAI 7 BULAN KRESNA NURDIN NUNU NUGRAHA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 2 GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

JENIS_JENIS TIKUS HAMA

JENIS_JENIS TIKUS HAMA JENIS_JENIS TIKUS HAMA Beberapa ciri morfologi kualitatif, kuantitatif, dan habitat dari jenis tikus yang menjadi hama disajikan pada catatan di bawah ini: 1. Bandicota indica (wirok besar) Tekstur rambut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di kandang Fapet Farm dan analisis proksimat bahan pakan dan pemeriksaan darah dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia.

Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia. A. WAKTU BEKU DARAH Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia. Prinsip Darah yang keluar dari pembuluh darah akan berubah sifatnya, ialah dari sifat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk yang pesat, membaiknya keadaan ekonomi dan meningkatnya kesadaran masyarakat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Desember 2010 di kandang percobaan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS MALARIA BALAI LABORATORIUM KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS MALARIA BALAI LABORATORIUM KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS MALARIA BALAI LABORATORIUM KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 TUJUAN Mampu membuat, mewarnai dan melakukan pemeriksaan mikroskpis sediaan darah malaria sesuai standar : Melakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng) (Hardjosubroto, 1994). Menurut Williamson dan Payne (1993),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ini tersebar di berbagai penjuru dunia. Di Indonesia, penyakit ini bersifat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ini tersebar di berbagai penjuru dunia. Di Indonesia, penyakit ini bersifat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Toksoplasmosis merupakan salah satu dari sekian banyak penyakit zoonosis, yaitu penyakit yang secara alami dapat menular dari hewan ke manusia. Gejala klinis dari penyakit

Lebih terperinci

Protozoologi I M A Y U D H A P E R W I R A

Protozoologi I M A Y U D H A P E R W I R A Protozoologi I M A Y U D H A P E R W I R A Protozoologi merupakan cabang biologi (dan mikrobiologi) yang mengkhususkan diri dalam mempelajari kehidupan dan klasifikasi Protozoa. Secara klasik, objek pengkajiannya

Lebih terperinci

PENGARUH DEHIDRASI DENGAN PEMBERIAN BISACODYL TERHADAP GAMBARAN HEMATOKRIT TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus)

PENGARUH DEHIDRASI DENGAN PEMBERIAN BISACODYL TERHADAP GAMBARAN HEMATOKRIT TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus) PENGARUH DEHIDRASI DENGAN PEMBERIAN BISACODYL TERHADAP GAMBARAN HEMATOKRIT TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus) DANI WANGSIT NARENDRA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 ABSTRAK DANI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Ongole (Bos indicus) Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di Indonesia, sapi ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu Sumba ongole dan

Lebih terperinci

... sesungguhnya segala sesuatu yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat rnenciptakan

... sesungguhnya segala sesuatu yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat rnenciptakan ... sesungguhnya segala sesuatu yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat rnenciptakan seek~r lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk rnenciptakannya. Dan jika lalat itu rnerarnpas sesuatu dari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan untuk pengambilan sampel darah yaitu obyek glass, cover glass, Haemicitometer, jarum suntik, pipet kapiler, mikroskop monokuler. Vitamin E

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 02-6730.2-2002 Standar Nasional Indonesia Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk kodok lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok disusun

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian dilakukan di penangkaran PT. Mega Citrindo di Desa Curug RT01/RW03, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor dan Laboratorium Entomologi Fakultas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan April sampai dengan bulan Mei 2011, bertempat di kandang pemuliaan ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada kerbau lumpur betina, diperoleh jumlah rataan dan simpangan baku dari total leukosit, masing-masing jenis leukosit, serta rasio neutrofil/limfosit

Lebih terperinci

E. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut: 1. bentuk ameboid, ukuran μm 2.

E. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut: 1. bentuk ameboid, ukuran μm 2. PROTOZOA Entamoeba coli E. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut: 1. bentuk ameboid, ukuran 15-50 μm 2. sitoplasma mengandung banyak vakuola yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. : Carnivora. : Paradoxurus : Paradoxurus hermaphroditus : Musang Luak (Asian Palm Civet)

TINJAUAN PUSTAKA. : Carnivora. : Paradoxurus : Paradoxurus hermaphroditus : Musang Luak (Asian Palm Civet) TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Klasifikasi Klasifikasi musang luak (Paradoxurus hermaphroditus) menurut Schreiber et al. (1989), adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus

Lebih terperinci

GAMBARAN SEL DARAH PUTIH (LEUKOSIT) DOMBA LOKAL (Ovis aries) YANG DIIMMUNISASI DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SUTRISNO EKI PUTRA

GAMBARAN SEL DARAH PUTIH (LEUKOSIT) DOMBA LOKAL (Ovis aries) YANG DIIMMUNISASI DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SUTRISNO EKI PUTRA GAMBARAN SEL DARAH PUTIH (LEUKOSIT) DOMBA LOKAL (Ovis aries) YANG DIIMMUNISASI DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SUTRISNO EKI PUTRA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 10 kemudian dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan sisa zat warna lalu dikeringkan. Selanjutnya, DPX mountant diteteskan pada preparat ulas darah tersebut, ditutup dengan cover glass dan didiamkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2011, di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2011, di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2011, di Laboratorium Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. B. Alat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Vektor Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa vektor mekanis dan biologis, juga dapat berupa vektor primer dan sekunder.vektor mekanis adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit plasmodium yaitu makhluk hidup bersel satu yang termasuk ke dalam kelompok protozoa. Malaria ditularkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Parasitemia Hasil penelitian menunjukan bahwa semua rute inokulasi baik melalui membran korioalantois maupun kantung alantois dapat menginfeksi semua telur tertunas (TET). Namun terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tingkat konsumsi ayam dan telur penduduk Indonesia tinggi. Menurut Badan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tingkat konsumsi ayam dan telur penduduk Indonesia tinggi. Menurut Badan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ayam dan telur bukanlah jenis makanan yang asing bagi penduduk indonesia. Kedua jenis makanan tersebut sangat mudah dijumpai dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Bahkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Bioekologi

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Bioekologi 3 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Berdasarkan karakter dan ciri morfologi yang dimiliki, tikus rumah (Rattus rattus diardii) digolongkan ke dalam kelas

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM PARASITOLOGI PARASIT DARAH DAN JARINGAN BLOK 14 (AGROMEDIS DAN PENYAKIT TROPIS)

MODUL PRAKTIKUM PARASITOLOGI PARASIT DARAH DAN JARINGAN BLOK 14 (AGROMEDIS DAN PENYAKIT TROPIS) MODUL PRAKTIKUM PARASITOLOGI PARASIT DARAH DAN JARINGAN BLOK 14 (AGROMEDIS DAN PENYAKIT TROPIS) Oleh: Dr.rer.biol.hum. dr. Erma Sulistyaningsih, M.Si NAMA :... NIM :... FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2012. Pemeliharaan burung merpati dilakukan di Sinar Sari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Pengamatan profil darah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kopi (Coffea spp.) Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah Brazil, Vietnam dan Colombia. Dari total produksi, sekitar 67% diekspor sedangkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. peternakan skala besar saja, namun peternakan skala kecil atau tradisional pun

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. peternakan skala besar saja, namun peternakan skala kecil atau tradisional pun BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Peternakan merupakan salah satu sektor penting dalam menunjang perekonomian bangsa Indonesia dan sektor peternak juga menjadi salah satu sektor yang menunjang

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Prevalensi, Intensitas, Leucocytozoon sp., Ayam buras, Bukit Jimbaran.

ABSTRAK. Kata kunci : Prevalensi, Intensitas, Leucocytozoon sp., Ayam buras, Bukit Jimbaran. ABSTRAK Leucocytozoonosis merupakan salah satu penyakit yang sering menyebabkan kerugian berarti dalam industri peternakan. Kejadian penyakit Leucocytozoonosis dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu umur,

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Protozoa Parasitik Menurut Subronto (2006) protozoa dalam darah yang sering ditemukan pada anjing, antara lain dari genus Babesia, Hepatozoon dan Trypanosoma. Seringkali

Lebih terperinci

GAMBARAN HEMATOLOGI ANJING PELACAK OPERASIONAL RAS LABRADOR RETRIEVER DI SUBDIT SATWA POLRI-DEPOK GITA WIDARTI ANGGAYASTI

GAMBARAN HEMATOLOGI ANJING PELACAK OPERASIONAL RAS LABRADOR RETRIEVER DI SUBDIT SATWA POLRI-DEPOK GITA WIDARTI ANGGAYASTI GAMBARAN HEMATOLOGI ANJING PELACAK OPERASIONAL RAS LABRADOR RETRIEVER DI SUBDIT SATWA POLRI-DEPOK GITA WIDARTI ANGGAYASTI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 RINGKASAN GITA WIDARTI

Lebih terperinci

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup 2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup 2.1 Mengidentifikasi kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakan 1. Mengaitkan perilaku adaptasi hewan tertentu dilingkungannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berukuran kecil misalnya burung berencet kalimantan (Ptilochia

BAB I PENDAHULUAN. yang berukuran kecil misalnya burung berencet kalimantan (Ptilochia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki 1598 jenis burung dengan ukuran beragam ada burung yang berukuran kecil misalnya burung berencet kalimantan (Ptilochia leucogrammica), gemuk (Turnix

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

DEFINISI KASUS MALARIA

DEFINISI KASUS MALARIA DEFINISI KASUS MALARIA Definisi kasus adalah seperangkat criteria untuk menentukan apakah seseorang harus dapat diklasifikasikan sakit atau tidak. Kriteria klinis dibatasi oleh waktu, tempat, dan orang.

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAK DAUN MINDI (Melia azedarach) DENGAN PELARUT AIR TERHADAP MORTALITAS LARVA CAPLAK ANJING (Rhipicephalus sanguineus)

PENGARUH EKSTRAK DAUN MINDI (Melia azedarach) DENGAN PELARUT AIR TERHADAP MORTALITAS LARVA CAPLAK ANJING (Rhipicephalus sanguineus) PENGARUH EKSTRAK DAUN MINDI (Melia azedarach) DENGAN PELARUT AIR TERHADAP MORTALITAS LARVA CAPLAK ANJING (Rhipicephalus sanguineus) R. DANG PINA MANGGUNG FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hematologi Hasil pemeriksaan hematologi disajikan dalam bentuk rataan±simpangan baku (Tabel 1). Hasil pemeriksaan hematologi individual (Tabel 5) dapat dilihat pada lampiran dan dibandingkan

Lebih terperinci

Rickettsia prowazekii

Rickettsia prowazekii Rickettsia prowazekii Nama : Eva Kristina NIM : 078114026 Fakultas Farmasi Sanata Dharma Abstrak Rickettsia prowazekii adalah bakteri kecil yang merupakan parasit intraseluler obligat dan ditularkan ke

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Jumlah Leukosit Data perhitungan terhadap jumlah leukosit pada tikus yang diberikan dari perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 6. Rata-rata leukosit pada tikus dari perlakuan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Mei 2015.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Mei 2015. 19 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Mei 2015. Penginduksian zat karsinogen dan pemberian taurin kepada hewan uji dilaksanakan di

Lebih terperinci

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Pemeliharaan Ikan Maskoki (Carassius auratus) Pengambilan sampel ikan maskoki dilakukan di tiga tempat berbeda di daerah bogor, yaitu Pasar Anyar Bogor Tengah, Batu Tulis Bogor

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris lumbricoides Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat Indonesia (FKUI, 1998). Termasuk dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tapir asia dapat ditemukan dalam habitat alaminya di bagian selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara dan Sumatra. Berdasarkan Tapir International Studbook, saat ini keberadaan

Lebih terperinci

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 84, Juni 2014 ISSN : X

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 84, Juni 2014 ISSN : X TRYPANOSOMIASIS PADA SAPI BALI DI BALAI PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN TERNAK (Trypanosomiasis in Bali Cattle Seedlings and Live Stock Reaserch Center) NKH Saraswati, Ketut Mastra, Made Sutawijaya,

Lebih terperinci

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah?

Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah? Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah? Upik Kesumawati Hadi *) Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. susu untuk peternak di Eropa bagian Tenggara dan Asia Barat (Ensminger, 2002). : Artiodactyla

KAJIAN KEPUSTAKAAN. susu untuk peternak di Eropa bagian Tenggara dan Asia Barat (Ensminger, 2002). : Artiodactyla 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Domba Lokal Domba merupakan hewan ternak yang pertama kali di domestikasi. Bukti arkeologi menyatakan bahwa 7000 tahun sebelum masehi domestik domba dan kambing telah menjadi

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol

PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol 30 PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol Sel somatik merupakan kumpulan sel yang terdiri atas kelompok sel leukosit dan runtuhan sel epitel. Sel somatik dapat ditemukan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang beriklim tropis terluas di dunia dan merupakan negara yang memiliki banyak keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna.

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN EKTOPARASIT PADA BIAWAK (Varanus salvator, Ziegleri 1999) DIKOTA PEKANBARU, RIAU. Elva Maharany¹, Radith Mahatma², Titrawani²

KEANEKARAGAMAN EKTOPARASIT PADA BIAWAK (Varanus salvator, Ziegleri 1999) DIKOTA PEKANBARU, RIAU. Elva Maharany¹, Radith Mahatma², Titrawani² KEANEKARAGAMAN EKTOPARASIT PADA BIAWAK (Varanus salvator, Ziegleri 1999) DIKOTA PEKANBARU, RIAU Elva Maharany¹, Radith Mahatma², Titrawani² ¹Mahasiswa Program S1 Biologi ²Dosen Bidang Zoologi Jurusan Biologi

Lebih terperinci

GAMBARAN SEL DARAH PUTIH PADA KELINCI YANG DIVAKSIN DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SITI RUKAYAH

GAMBARAN SEL DARAH PUTIH PADA KELINCI YANG DIVAKSIN DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SITI RUKAYAH GAMBARAN SEL DARAH PUTIH PADA KELINCI YANG DIVAKSIN DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SITI RUKAYAH FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK SITI RUKAYAH. Gambaran Sel

Lebih terperinci

(Zingiber aromaticllmval~) TERHADAP PRODUKSI OOKISTA EilJleria spp P ADA AYAM

(Zingiber aromaticllmval~) TERHADAP PRODUKSI OOKISTA EilJleria spp P ADA AYAM PENGARUH LARUTAN LEMPUYANG WANGI (Zingiber aromaticllmval~) TERHADAP PRODUKSI OOKISTA EilJleria spp P ADA AYAM, > ' SKRIPSI Oleh: OSYE SYANITA ALAMSARI B01496142 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl.,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl., II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Mahkota Dewa 1. Klasifikasi dan Ciri Morfologi Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl., dengan nama sinonim Phaleria papuana. Nama umum dalam

Lebih terperinci

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa Metamorfosis Kecoa 1. Stadium Telur Proses metamorfosis kecoa diawali dengan stadium telur. Telur kecoa diperoleh dari hasil pembuahan sel telur betina oleh sel spermatozoa kecoa jantan. Induk betina kecoa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keragaman Bangsa Sapi Lokal Bangsa (breed) adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, suatu bangsa dapat dibedakan

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 1. Tempat perlindungan Orang utan yang dilindungi oleh pemerintah banyak terdapat didaerah Tanjung

Lebih terperinci

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No.714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Larangan. Pengeluaran. Ikan. Ke Luar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tikus dan mencit adalah hewan pengerat (rondensia) yang lebih dikenal sebagai hama tanaman pertanian, perusak barang digudang dan hewan pengganggu yang menjijikan di

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke dalam keluarga Hylobatidae. Klasifikasi siamang pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi Hylobates syndactylus

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Persentase Hidup dan Abnormalitas Spermatozoa Entok (Cairina moschata), telah

BAB III MATERI DAN METODE. Persentase Hidup dan Abnormalitas Spermatozoa Entok (Cairina moschata), telah 1 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Hubungan Bobot Badan dengan Konsentrasi, Persentase Hidup dan Abnormalitas Spermatozoa Entok (Cairina moschata), telah dilaksanakan pada bulan Juli -

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan hewan dapat menularkan penyakit, manusia tetap menyayangi hewan

BAB I PENDAHULUAN. dengan hewan dapat menularkan penyakit, manusia tetap menyayangi hewan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan manusia sulit terlepas dari kehidupan hewan, baik sebagai teman bermain atau untuk keperluan lain. Meskipun disadari bahwa kedekatan dengan hewan dapat menularkan

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2011, di

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2011, di III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2011, di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. B.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah LeukositTotal Leukosit merupakan unit darah yang aktif dari sistem pertahanan tubuh dalam menghadapi serangan agen-agen patogen, zat racun, dan menyingkirkan sel-sel rusak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, tribus Anatini dan genus Anas (Srigandono,

Lebih terperinci

Latar Belakang Penyakit Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa

Latar Belakang Penyakit Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa Latar Belakang Penyakit Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang merupakan golongan Plasmodium, dimana proses penularannya melalui gigitan nyamuk Anopheles. Protozoa parasit

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Kambing 2.1.1. Kambing Kacang Menurut Mileski dan Myers (2004), kambing diklasifikasikan ke dalam : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Upafamili Genus Spesies Upaspesies

Lebih terperinci

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Jumlah Sel Darah Putih (Leukosit) Ikan Lele Dumbo Pada penelitian ini dihitung jumlah sel darah putih ikan lele dumbo untuk mengetahui pengaruh vitamin dalam meningkatkan

Lebih terperinci

STUDI INFESTASI CAPLAK PADA ANJING YANG DIPELIHARA DI SUBDIT SATWA DIT SAMAPTA BABINKAM POLRI, KELAPADUA DEPOK SKRIPSI DIAN NOVITA WIJAYANTI B

STUDI INFESTASI CAPLAK PADA ANJING YANG DIPELIHARA DI SUBDIT SATWA DIT SAMAPTA BABINKAM POLRI, KELAPADUA DEPOK SKRIPSI DIAN NOVITA WIJAYANTI B STUDI INFESTASI CAPLAK PADA ANJING YANG DIPELIHARA DI SUBDIT SATWA DIT SAMAPTA BABINKAM POLRI, KELAPADUA DEPOK SKRIPSI DIAN NOVITA WIJAYANTI B04103159 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO DINAS PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN JL. RAYA DRINGU 81 TELPON 0335-420517 PROBOLINGGO 67271 MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU Oleh

Lebih terperinci

PENAMBAHAN DAUN KATUK

PENAMBAHAN DAUN KATUK PENAMBAHAN DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr) DALAM RANSUM PENGARUHNYA TERHADAP SIFAT REPRODUKSI DAN PRODUKSI AIR SUSU MENCIT PUTIH (Mus musculus albinus) ARINDHINI D14103016 Skripsi ini merupakan

Lebih terperinci

PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI KESEHATAN

PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI KESEHATAN PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI KESEHATAN Ketua Program studi/koordinator Mayor: drh., MS., Ph.D. Pengajar: DR.drh. Ahmad Arif Amin DR.drh., MSi DR.drh. Elok Budi Retnani, MSi drh. Fadjar Satrija, MSc., Ph.D.

Lebih terperinci

STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI

STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN HANI FITRIANI. Studi Kasus Leiomiosarkoma pada Anjing: Potensial

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Parasit Lalat S. inferens Towns. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN AMBING TIKUS (Rattus norvegicus) PADA USIA KEBUNTINGAN 13, 17, DAN 21 HARI AKIBAT PENYUNTIKAN bst (bovine Somatotropin)

PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN AMBING TIKUS (Rattus norvegicus) PADA USIA KEBUNTINGAN 13, 17, DAN 21 HARI AKIBAT PENYUNTIKAN bst (bovine Somatotropin) PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN AMBING TIKUS (Rattus norvegicus) PADA USIA KEBUNTINGAN 13, 17, DAN 21 HARI AKIBAT PENYUNTIKAN bst (bovine Somatotropin) MEETHA RAMADHANITA PARDEDE SKRIPSI DEPARTEMEN ANATOMI,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang

TINJAUAN PUSTAKA. Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang 5 4 TINJAUAN PUSTAKA A. Kutu Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang memiliki bagian-bagian mulut seperti jarum (stilet) yang dapat masuk ke dalam kulit inangnya. Bagian-bagian mulut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Domba Priangan Domba adalah salah satu hewan yang banyak dipelihara oleh masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang sangat potensial untuk dikembangkan.

Lebih terperinci