PEMURNIAN ITRIUM (Y) DARI KONSENTRAT LOGAM TANAH JARANG SENOTIM DENGAN METODE SOLVENT IMPREGNATED RESINS (SIR) TUGAS AKHIR SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMURNIAN ITRIUM (Y) DARI KONSENTRAT LOGAM TANAH JARANG SENOTIM DENGAN METODE SOLVENT IMPREGNATED RESINS (SIR) TUGAS AKHIR SKRIPSI"

Transkripsi

1 PEMURNIAN ITRIUM (Y) DARI KONSENTRAT LOGAM TANAH JARANG SENOTIM DENGAN METODE SOLVENT IMPREGNATED RESINS (SIR) TUGAS AKHIR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains Oleh: Rizky Ifandriani NIM PROGRAM STUDI KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2017 i

2 PEMURNIAN ITRIUM (Y) DARI KONSENTRAT LOGAM TANAH JARANG SENOTIM DENGAN METODE SOLVENT IMPREGNATED RESINS (SIR) Oleh: Rizky Ifandriani NIM Pembimbing utama: Prof. Ir. Dwi Biyantoro, M.S Pembimbing pendamping: I Made Sukarna, M.Si ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil adsorpsi optimum berdasarkan variasi molaritas umpan, variasi berat SIR, dan variasi berat konsentrat umpan, serta mengetahui hasil desorpsi efektif berdasarkan variasi komposisi SIR dalam kolom dan variasi tinggi SIR pada kolom. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode SIR, yaitu mengimpregnasikan suatu ekstraktan ke dalam resin. Ekstraktan yang digunakan adalah di-(2-ethyl hexyl) phosphoric acid (D2EHPA), tributil fosfat (TBP), dan campuran D2EHPA TBP (3:1), resin yang digunakan adalah XAD-16, dan umpan yang digunakan adalah konsentrat logam tanah jarang senotim yang dilarutkan dalam asam nitrat (HNO3). Pada tahap adsorpsi, filtrat hasil variasi dianalisis dengan XRF. Selanjutnya tahap desorpsi, umpan dalam kolom dielusi menggunakan asam nitrat (HNO3), kecepatan alir 0,05 ml/detik. Hasil desorpsi dianalisis menggunakan spektrometer XRF. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh hasil adsorpsi optimum, pada variasi molaritas umpan sebesar 0,5 M menggunakan SIR D2EHPA dengan ηy = 79,47%, KdY = 3,8714, βy/gd = 1,8758, dan βy/dy = 2,1994. Pada variasi berat SIR sebesar 0,6 g menggunakan SIR D2EHPA dengan ηy = 66,81%, KdY = 2,0126, βy/gd = 1,5617, dan βy/dy = 1,5407. Pada variasi berat konsentrat umpan sebesar 25 g menggunakan SIR D2EHPA dengan ηy = 62,17%, KdY = 1,6431, βy/gd = 1,1338, dan βy/dy = 1,4314. Pada hasil desorpsi, variasi komposisi SIR efektif menggunakan SIR D2EHPA dan umpan baru dengan kemurnian itrium (Y) sebesar 81,53%. Pada variasi tinggi SIR, efektif menggunakan SIR D2EHPA dengan tinggi 15 cm dihasilkan kemurnian itrium (Y) sebesar 84,17%. Kata kunci : SIR, D2EHPA, Y Gd Dy, adsorpsi, dan desorpsi ii

3 YTTRIUM PURIFICATION FROM XENOTIME RARE EARTH CONCENTRATE WITH SOLVENT IMPREGNATED RESINS (SIR) METHOD By : Rizky Ifandriani NIM Principal Supervisor: Prof. Ir. Dwi Biyantoro, M.S Co principal Supervisor: I Made Sukarna, M.Si ABSTRACT This study aims to determining optimum adsorption results based on variations of feed molarity, weight variation of SIR, and variation of concentrate feed weight, and as well as to know effective desorption result based on variation of SIR composition in columns and high variation of SIR in column. The study was conducted by using SIR method that impregnating the extractant into the resin. The extractant were di-(2-ethyl hexyl) phosphoric acid (D2EHPA), tributil phosphate (TBP), and mixture of D2EHPA TBP (3:1), the resin is XAD-16, and the feed is xenotime rare earth concentrate dissolved in nitric acid (HNO3). In the adsorption step, filtrate was analyzed by XRF. While in the desorption step, feed was desorpted using nitrit acid (HNO3), 0.05 ml/sec flow rate. The desorption result was analyzed using XRF spectrometer. Based on the calculations, optimum adsorption results, in the molarity variation of the feed 0.5 M using SIR D2EHPA with ηy = 79.47%, KdY = βy/gd = , and βy/dy = In the weight variation of SIR 0.6 g using SIR D2EHPA with ηy = 66,81%, KdY = , βy/gd = , and βy/dy = In the concentrate feed weight variation 25 g using SIR D2EHPA with ηy = 62.17%, KdY = , βy/gd = , and βy/dy = In the desorption result of variation of SIR composition, it was effective using SIR D2EHPA and new feed with purity of yttrium (Y) equal to 81.53%. In the SIR high variation, it was effective using SIR D2EHPA with 15 cm high and the purity of 84.17%. Keywords: SIR, D2EHPA,Y Gd Dy, adsorption, and desorption iii

4 LEMBAR PERSETUJUAN iv

5 HALAMAN PENGESAHAN v

6 HALAMAN PENGESAHAN vi

7 SURAT PERNYATAAN vii

8 HALAMAN MOTTO Learn from Yesterday, Live for today, Hope for tommorow - Albert Einstein MAN SARA ALA DARBI WASHALA Siapa menapaki jalan-nya akan sampai ke tujuan Don t let the fear of what could happen make nothing happen Usaha akan membuahkan hasil setelah seseorang tidak menyerah viii

9 HALAMAN PERSEMBAHAN Kedua orang tuaku, Bapak Dudid Sudaryono dan Ibu Sumarningsih tercinta yang telah memberikan motivasi serta dukungan yang tiada henti, mengasuh, mendidik, selalu mendoakan serta meridhoiku. Bapak Dwi Biyantoro, Bapak Sri Sukmajaya, karyawan dan staff kelompok Teknologi Pemisahan BTP dan seluruh karyawan PSTA BATAN yang telah memberikan bimbingan, ilmu, dan pengalaman. Bapak I Made Sukarna dan seluruh dosen yang telah memberikan bimbingan dan ilmu yang bermanfaat kepada penulis. Adikku Aqsa Shaka Naufal yang selalu memberi semangat dan keceriaan, hingga membuat hidupku terasa begitu lengkap. Sahabat terbaikku Dian Redita dan Nurjanah Kartika Sari yang selalu mendengarkan keluh kesahku dan memberikan semangat untuk selalu lebih baik serta pantang menyerah. Sahabat seperjuangaku Ismu, Elga, Shinta yang selalu ada selalu membantu selalu jadi bagian terbaikku. Teman teman satu bimbingan Ziya dan Dewi yang selalu mendengarkan keluh kesah dan terimakasih sudah mau berjuang bersama. Teman teman Kimia E 2013 terimakasih sudah memberi begitu banyak warna selama beberapa tahun ini. Teman-teman KKN 49 ND (Giofani, Adetia, Intan, Muslikah, Ayu, Yudith, Chimi, Farhan, Irfan) yang sudah memberi banyak arti tentang kehidupan. Teman teman Holiday Hits (Susi, Alfian, Hanafi) terimakasih atas semua kesan yang telah kalian berikan. Semua teman teman yang selalu ada dalam setiap langkahku yang selalu memberi semangat yang begitu berarti. Almamaterku Universitas Negeri Yogyakarta. ix

10 KATA PENGANTAR Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan karunia, rahmat serta hidayahnya, dan semoga sholawat dan serta salam tetap tercurah pada junjungan kami Nabi besar Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi di Pusat Sains dan Teknologi Akselerator (PSTA)-BATAN Yogyakarta, dengan judul Pemurnian Itrium (Y) dari Konsentrat Logam Tanah Jarang Senotim dengan Metode Solvent Impregnated Resins (SIR) Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, arahan dan bantuan serta motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Susilo Widodo, selaku Kepala Pusat Sains dan Teknologi Akselerator-BATAN Yogyakarta. 2. Bapak Ir. Moch Setyadji, M.T, selaku Kepala Bidang Teknologi Proses Pusat Sains dan Teknologi Akselerator-BATAN Yogyakarta. 3. Bapak Dr. Hartono, selaku Dekan FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta. 4. Bapak Drs. Jaslin Ikhsan, M.App. Sc., Ph.D, selaku Ketua Program Studi Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta serta Koordinator Tugas Akhir Skripsi 5. Bapak Prof. Ir. Dwi Biyantoro, M.S, selaku Kepala Kelompok Teknologi Pemisahan dan juga pembimbing Tugas Akhir Skripsi yang telah memberikan arahan, saran, masukan dan bimbingan dalam penelitian. x

11 6. Bapak I Made Sukarna, M.Si sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran, masukan dalam penyelesaian Tugas Akhir Skripsi. 7. Ibu Endang Dwi Siswani, M.T sebagai penguji utama, terimakasih atas saran dan masukkannya demi sempurnanya laporan Tugas Akhir Skripsi saya. 8. Bapak Sri Sukma, Ibu Suprihati, Ibu Rahmi, Ibu Tri Handini yang telah memberikan arahan, berbagi pengalaman dengan saya dan membantu saya dalam melakukan penelitian di laboratorium. 9. Bapak Mulyono dan semua karyawan reaktor PSTA-BATAN yang sudah berbagi pengetahuan dengan saya. 10. Teman-teman Jurusan Kimia angkatan 2013 yang telah memberikan begitu banyak kesan dan semangat sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. 11. Semua pihak yang sudah membantu dalam terselesaikannya skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat berguna untuk kemajuan ilmu pengetahuan. Amin. Yogyakarta, Juli 2017 Penulis Rizky Ifandriani xi

12 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i ABSTRAK... ii ABSTRACT... iii LEMBAR PERSETUJUAN... iv HALAMAN PENGESAHAN... v SURAT PERNYATAAN... vii HALAMAN MOTTO... viii HALAMAN PERSEMBAHAN... ix KATA PENGANTAR... x DAFTAR ISI... xii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xviii DAFTAR LAMPIRAN... xx BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Identifikasi Masalah... 4 C. Pembatasan Masalah... 4 D. Perumusan Masalah... 5 xii

13 E. Tujuan Penelitian... 5 F. Manfaat Penelitian... 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori Logam Tanah Jarang Pasir Senotim Metode Pemisahan Logam Tanah Jarang Resin Amberlite XAD Adsorpsi dan Desorpsi Koefisien Distribusi, Efisiensi Pemisahan dan Daya Pisah Spektrometri X-Ray Fluorecence (XRF) B. Penelitian Yang Relevan C. Kerangka Berfikir BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek Dan Objek Penelitian B. Variabel Penelitian C. Alat dan Bahan D. Prosedur Penelitian E. Teknik Analisis Data xiii

14 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Variasi Komposisi SIR Adsorpsi Desorpsi BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiv

15 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Karakteristik dari Beberapa Resin Polimer Tabel 2. Variasi Molaritas Umpan dan Jumlah Umpan Tabel 3. Variasi Berat SIR dan Jumlah Umpan Tabel 4. Variasi Berat Konsentrat Umpan dan Jumlah Umpan Tabel 5. Nilai Impregnasi, Stabilitas, dan Kapasitas Setiap Jenis Ekstraktan Tabel 6. Hasil Perhitungan ηy (%), ηgd (%), dan ηdy (%) Variasi Molaritas Umpan Tabel 7. Hasil perhitungan KdY, KdGd, KdDy, βy/gd, dan βy/dy Variasi Molaritas Umpan Tabel 8. Hasil Perhitungan ηy (%), ηgd (%), dan ηdy (%) Variasi Berat SIR. 58 Tabel 9. Hasil perhitungan KdY, KdGd, KdDy, βy/gd, dan βy/dy Variasi Berat SIR Tabel 10. Hasil Perhitungan ηy (%), ηgd (%), dan ηdy (%) Variasi Berat Konsentrat Umpan Tabel 11. Hasil perhitungan KdY, KdGd, KdDy, βy/gd, dan βy/dy Variasi Berat Konsentrat Umpan Tabel 12. Hasil Elusi Kolom A, Kolom B, Kolom C, dan Kolom D Tabel 13. Persentase Kemurnian Kolom A, Kolom B, Kolom C, dan Kolom D.. 76 Tabel 14. Hasil Elusi dan Persentase Kemurnian Kolom J dan Kolom K Tabel 15. Hasil Elusi dan Presentase Kemurnian Kolom M Tabel 16. Hasil Perhitungan Volume Larutan Induk yang dipipet untuk Berbagai Konsentrasi itrium (Y) xv

16 Tabel 17. Hasil Perhitungan Volume Larutan Induk yang dipipet untuk Berbagai Konsentrasi Gadolinium (Gd) Tabel 18. Hasil Perhitungan Volume Larutan Induk yang dipipet untuk Berbagai Konsentrasi Disprosium (Dy) Tabel 19. Hasil Analisis XRF untuk Larutan Standar Itrium Tabel 20. Hasil Analisis XRF untuk Larutan Standar Gadolinium Tabel 21. Hasil Analisis XRF untuk Larutan Standar Disprosium Tabel 22. Hasil Regresi Standar Unsur Y, Gd, dandy Tabel 23. Data Hasil Analisa Unsur Itrium pada Variasi Molaritas Umpan Tabel 24. Data Hasil Analisa Unsur Gadolinium Pada Variasi Molaritas Umpan Tabel 25. Data Hasil Analisa Unsur Disprosium Pada Variasi Molaritas Umpan Tabel 26. Data Hasil Analisa Unsur Itrium Pada Variasi Berat SIR Tabel 27. Data Hasil Analisa Unsur Gadolinium Pada Variasi Berat SIR Tabel 28. Tabel Data Hasil Analisa Unsur Disprosium Pada Variasi Berat SIR 104 Tabel 29. Data Hasil Analisa Unsur Itrium Pada Variasi Berat Konsentrat Umpan Tabel 30. Data Hasil Analisa Unsur Gadolinium Pada Variasi Berat Konsentrat Umpan Tabel 31. Data Hasil Analisa Unsur Disprosium Pada Variasi Berat Konsentrat Umpan Tabel 32. Konsentrasi Y, Gd, dan Dy Variasi Molaritas Umpan xvi

17 Tabel 33. Konsentrasi Y,Gd, dan Dy Variasi Berat SIR Tabel 34. Konsentrasi Y, Dy, dan Gd Variasi Berat Konsentrat Umpan Tabel 35. Nilai Co, Ce, dan x untuk unsur Itrium dan Gadolinium pada Variasi Molaritas Umpan Tabel 36. Nilai Co, Ce, dan x untuk unsur Itrium dan Disprosium pada Variasi Molaritas Umpan Tabel 37. Nilai Co, Ce, dan x untuk unsur Itrium dan Gadolinium pada Variasi Berat SIR Tabel 38. Nilai Co, Ce, dan x untuk unsur Itrium dan Disprosium pada Variasi Berat SIR Tabel 39. Nilai Co, Ce, dan x untuk unsur Itrium dan Gadolinium pada Variasi Berat Konsentrat Umpan Tabel 40. Nilai Co, Ce, dan x untuk unsur Itrium dan Disprosium pada Variasi Berat Konsentrat Umpan Tabel 41. Data Hasil Elusi pada Kolom A Tabel 42. Data Hasil Elusi pada Kolom B Tabel 43. Data Hasil Elusi pada Kolom C Tabel 44. Data Hasil Elusi pada Kolom D Tabel 45. Data Hasil Elusi pada Kolom J Tabel 46. Data Hasil Elusi pada Kolom K Tabel 47. Data Hasil Elusi pada Kolom M xvii

18 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Mekanisme Pemisahan Solute di dalam SIR Gambar 2. Struktur Molekul D2EHPA Gambar 3. Struktur Molekul TBP Gambar 4. Struktur Molekul Resin Amberlite XAD Gambar 5. Bagan Alat Spektrometer Pendar Sinar X Gambar 6. Rangkaian Alat Kolom Penukar Ion Menggunakan Penampung Eluat Otomatis Gambar 7. Rangkaian Alat Proses Adsorpsi Gambar 8. Kolom A, Kolom B, Kolom C, dan Kolom D Gambar 9. Kolom J dan Kolom K Gambar 10. Kolom M Gambar 11. Kurva Hubungan Molaritas (M) dengan η Y (%) Gambar 12. Kurva Hubungan Molaritas (M) dengan η Gd (%) Gambar 13. Kurva hubungan Molaritas (M) dengan η Dy (%) Gambar 14. Kurva Hubungan Molaritas Umpan (M) dengan Kd Y Gambar 15. Kurva Hubungan Molaritas Umpan (M) dengan Kd Gd Gambar 16. Kurva Hubungan Molaritas Umpan (M) dengan Kd Dy Gambar 17. Kurva Hubungan βy/gd dengan Molaritas Umpan (M) Gambar 18. Kurva Hubungan βy/dy dengan Molaritas Umpan (M) Gambar 19. Kurva Hubungan Berat SIR (g) dengan ηy (%) Gambar 20. Kurva Hubungan Berat SIR (g) dengan η Gd (%) Gambar 21. Kurva Hubungan Berat SIR(g) dengan η Dy (%) xviii

19 Gambar 22. Kurva Hubungan Berat SIR (g) dengan Kd Y Gambar 23. Kurva Hubungan Berat SIR (g) dengan Kd Gd Gambar 24. Kurva Hubungan Berat SIR (g) dengan Kd Dy Gambar 25. Kurva Hubungan βy/gd dengan Berat SIR (g) Gambar 26. Kurva Hubungan βy/dy dengan Berat SIR (g) Gambar 27. Kurva Hubungan Berat Konsentrat Umpan (g) dengan η Y (%) Gambar 28. Kurva Hubungan Berat Konsentrat Umpan (g) dengan η Gd (%).. 68 Gambar 29. Kurva Hubungan Berat Konsentrat Umpan (g) dengan η Dy (%) Gambar 30. Kurva Hubungan Berat Konsentrat Umpan (g) dengan Kd Y Gambar 31. Kurva Hubungan Berat Konsentrat Umpan (g) dengan Kd Dy Gambar 32. Kurva Hubungan Berat Konsentrat Umpan (g) dengan Kd Dy Gambar 33. Kurva Hubungan βy/gd dengan Berat Konsentrat Umpan (g) Gambar 34. Kurva Hubungan βy/dy dengan Berat Konsentrat Umpan (g) Gambar 35. Kurva Standar Unsur Itrium (Y) Gambar 36. Kurva Standar Unsur Gadolinium (Gd) Gambar 37. Kurva Standar Unsur Disprosium (Dy) Gambar 38. Diagram Prosedur Kerja xix

20 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Kondisi Spektrometer Pendar Sinar-X...88 Lampiran 2. Standar Tenaga Logam Tanah Jarang (Y, La, Ce, Nd, Sm, Gd, Dy)..89 Lampiran 3. Penentuan Impregnasi Resin, Stabilitas Resin, dan Kapasitas Resin Lampiran 4. Pembuatan Kurva Standar Larutan Y, Gd, dan Dy.92 Lampiran 5. Perhitungan Larutan-Larutan yang Digunakan dalam Penelitian...99 Lampiran 6. Lampiran 7. Perhitungan pada Proses Adsorpsi Perhitungan Nilai Koefisien Distribusi, Efisiensi, dan Daya Pisah pada Proses Adsorpsi Lampiran 8. Perhitungan Kemurnian Unsur Y, Gd, dan Dy yang Terambil pada Proses Desorpsi Lampiran 9. Diagram Prosedur Kerja Lampiran 10. Foto Penelitian xx

21 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Logam tanah jarang merupakan kumpulan dari 17 unsur-unsur kimia dalam Tabel Periodik Unsur (TPU). Logam tanah jarang sukar diperoleh namun kegunaannya cukup luas. Logam Tanah Jarang atau rare earth element banyak terdapat di beberapa pulau di Indonesia, yaitu di kepulauan Bangka, Singkep, dan Belitung. Logam tanah jarang memiliki kelimpahan yang relatif kecil di kulit bumi dan proses untuk mendapatkan logam yang murni sangat sulit karena kemiripan sifat satu sama lain. Pemakaian unsur logam tanah jarang saat ini terus meningkat baik secara individual dan dalam bentuk campuran (Wasito & Biyantoro, 2009: 678). Pasir senotim merupakan salah satu hasil samping dari penambangan timah oleh PT Tambang Timah yang masih memiliki nilai ekonomis dan mengandung unsur logam tanah jarang (LTJ) (Handini, Bambang, & Sukmajaya: 2017: 50). Pasir senotim adalah senyawa logam tanah jarang fosfat (Y,LTJ)PO4 atau sering ditulis YPO4 dalam bentuk kristal tetragonal dengan kadar itrium (Y) ±20 % (Sulistyani, Pusparini, & Biyantoro, 2016: 110). Total kadar campuran antara 55% sampai 70%. Pengotor yang sering terikat dalam pasir senotim, yaitu Al, Fe, Mg, Si, Ti,dan Zr. Itrium adalah salah satu unsur kimia dalam Tabel Periodik Unsur (TPU) yang memiliki lambang Y dan nomor atom 39. Itrium merupakan logam berwarna putih keperakan, cukup lembut, dan bersifat paramagnetik. Itrium cukup stabil di udara, oksidasinya dimulai diatas suhu sekitar 450 o C, sehingga membentuk Y2O3. 1

22 Itrium merupakan salah satu logam tanah jarang yang dimanfaatkan dalam industri metalurgi, baja, laser, elektronik, optik, super konduktor, magnet, dan tabung warna TV (Wasito & Biyantoro, 2009: 678). Itrium merupakan salah satu logam tanah jarang (LTJ) yang terkandung dalam pasir senotim (YPO4). Itrium mempunyai kekuatan mekanis yang baik, titik leleh relatif tinggi sebesar 1522, dan memiliki sifat-sifat yang sangat menguntungkan (Biyantoro, 2007: 42). Pemurnian itrium (Y) dapat dikerjakan dengan ekstraksi pelarut atau kromatografi penukar ion. Akan tetapi, kedua teknik ini memiliki beberapa keterbatasan. Ekstraksi pelarut membutuhkan banyak tahapan ekstraksi dan memerlukan ekstraksi balik untuk mendapatkan pemisahan optimum, waktu proses lama, mudah terjadi kehilangan ekstraktan, dan sulit terjadi pemisahan fasa bahkan dapat terjadi pencemaran akibat pembuangan limbah hasil ekstraksi. Sedangkan keterbatasan pemisahan dengan kromatografi penukar ion, yaitu selektifitas pemisahan dan kapasitas serapan rendah serta relatif mahal karena laju transfer ion logam sangat lambat sehingga membutuhkan waktu lama dan peralatan yang besar. Metode pemisahan baru yang dapat digunakan dalam pemurnian logam tanah jarang serta memberikan prospek cukup baik adalah metode yang dikembangkan dari kombinasi teknik ekstraksi pelarut dan kromatografi penukar ion yang disebut dengan teknik Solvent Impregnated Resins (SIR) yang diperkenalkan oleh Warshawsky. SIR dibuat dengan cara mengimpregnasikan (mengamobilisasi) suatu ekstraktan ke dalam resin polimer berpori makro yang tidak memiliki gugus fungsional pengekstraksi (Khaldun, Buchari, Amran, et al, 2

23 2009: 21). Metode SIR (solvent impregnated resins) digunakan untuk memanfaatkan kelebihan metode ekstraksi dan kromatografi penukar ion. Metode ini telah digunakan untuk memperoleh kembali ion-ion logam atau senyawa organik, pemekatan ion-ion logam dalamjumlah renik, dan menyingkirkan ion-ion logam berbahaya. Selama proses impregnasi, kelarutan ekstraktan dalam air seharusnya cukup rendah, hal ini untuk mencegahnya hilangnya ekstraktan. Saat ini metode SIR telah banyak diaplikasikan untuk memisahkan berbagai jenis ion logam seperti U (VI), Th (VI), Au (III), dan juga ion-ion logam tanah jarang seperti La, Sm, Tb, dan Yb (Khaldun, Buchari, Amran, et al. 2009: 21). Selain itu metode ini digunakan untuk pemisahan aktinida dan aplikasi hidrometalurgi untuk pemisahan logam tanah jarang. Metode SIR (Solvent Impregnated Resins) pada penelitian ini, menggunakan dua jenis ekstraktan, yaitu asam bis (2-etilheksil) fosfat (D2EHPA) tributil fosfat (TBP). Ekstraktan ini digunakan untuk mengetahui adanya efek masing-masing ekstraktan dan efek sinergis kedua ekstraktan dalam memperbaiki faktor pemisahan ion-ion logam sehingga dihasilkan logam ataupun unsur yang lebih murni. Sedangkan resin Amberlite XAD-16 sebagai polimer pendukung dan konsentrat logam tanah jarang senotim sebagai umpan atau bahan utama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil adsorpsi yang optimum berdasarkan variasi molaritas umpan, variasi berat SIR, dan variasi berat konsentrat umpan, serta mengetahui hasil desorpsi yang efektif berdasarkan variasi komposisi SIR dalam kolom dan variasi tinggi SIR pada kolom. Analisis hasil dalam penelitian ini menggunakan Spektrometer Pendar Sinar-X, yang di 3

24 dasarkan pada pengukuran tenaga danintensitas sinar X suatu unsur di dalam cuplikan hasil eksitasi sumber radioisotop. Analisis dengan alat spektrometerxrf digunakan karena analisis dengan alat ini cepat, lebih teliti, tidak merusak bahan. Analisis menggunakan XRF dilakukan berdasarkan identifikasi dan pencacahan karakteristik sinar-x yang terjadi akibat efek fotolistrik. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka dapat dikemukakan masalah sebagai berikut : 1. Bahan utama yang digunakan sebagai objek penelitian. 2. Jenis ekstraktan dalam pembuatan SIR yang digunakan untuk pemurnian itrium dalam objek penelitian. 3. Jenis resin yang digunakan sebagai fasa diam dalam penelitian. 4. Metode analisis hasil penelitian. C. Pembatasan Masalah Agar penelitian tidak melebar maka perlu diberikan batasan masalah yang akan diteliti.pembatasan masalah ini meliputi : 1. Bahan utama yang digunakan adalah konsentrat logam tanah jarang senotim. 2. Ekstraktan yang digunakan untuk pemurnian adalah D2EHPA, TBP dan campuran D2EHPA TBP (3:1). 3. Resin yang digunakan sebagai fasa diam adalah Resin amberlite XAD Metode analisis hasil penelitian, yaitu menggunakan spektrometri X-ray Flouresence (XRF). 4

25 D. Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian ini : 1. Berapa hasil adsorpsi optimum pada variasi molaritas umpan, variasi berat SIR, dan variasi berat konsentrat umpan? 2. Berapa hasil desorpsi efektif pada variasi komposisi SIR dalam kolom dan variasi tinggi SIR pada kolom? E. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui hasil adsorpsi optimum pada variasi molaritas umpan, variasi berat SIR, dan variasi berat konsentrat umpan. 2. Mengetahui hasil desorpsi efektif pada variasi komposisi SIR dalam kolom dan variasi tinggi SIR pada kolom. F.Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Memperoleh informasi hasil adsorpsi optimum pada variasi molaritas umpan, variasi berat SIR, dan variasi berat konsentrat umpan. 2. Memperoleh informasi hasil desorpsi efektif pada variasi komposisi SIR dalam kolom dan variasi tinggi SIR pada kolom. 3. Menjadi referensi penelitian-penelitian yang mempunyai arah yang sama. 5

26 A. Deskripsi Teori BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Logam Tanah Jarang Logam Tanah Jarang atau biasanya disebut rare earth elements banyak terdapat di beberapa pulau di Indonesia, yaitu di kepulauan Bangka, Singkep, dan Belitung. Logam tanah jarang memiliki kelimpahan yang relatif kecil di kulit bumi sehingga sukar diperoleh namun kegunaannya cukup luas dan bernilai ekonomi tinggi. Selain itu proses untuk mendapatkan logam tanah jarang memiliki kemiripan sifat kimia satu sama lain, sehingga untuk mendapatkan logam murninya sangat sulit (Wasito & Biyantoro, 2009: 678). Logam tanah jarang terdapat dalam tabel periodik unsur pada golongan IIIB, dengan periode ke-6, kecuali untuk unsur skandium yang berada pada periode ke-4 dan unsur itrium yang berada pada periode ke-5. Secara lengkap logam tanah jarang terdiri dari lantanum (57La), serium (58Ce), praseodimium (59Pr), neodimium(60nd), promesium (61Pm), samarium (62Sm), europium (63Eu), gadolinium (64Gd), terbium (65Tb), disprosium (66Dy), holmium (67Ho), erbium (68E), tulium (69Tm), iterbium (70Yb), lutesium (71Lu), ditambah skandium ( 21Sc), dan itrium (39Y) (Handini, Bambang, & Sukmajaya, 2017: 50). Logam tanah jarang mempunyai sifat kimia dan fisika yang mirip antara satu dengan yang lainnya. Titik leleh logam tanah jarang berkisar 1000 C dan titik didihnya mendekati 3000 C. Kereaktifitan logam ini setara dengan logam-logam alkali tanah (Sugiyarto, 2012: 228). Logam tanah jarang mempunyai konfigurasi elekronik (n -2)f x -1 (n 1)d 1 ns 2 dan mempunyai tingkat oksidasi positif tiga dalam 6

27 bentuk larutan (kecuali serium). Oksida logam tanah jarang sukar larut dalam air. Oksida lantanum (La), skandium (Sc), dan itrium (Y) tidak berwarna, sedangkan oksida logam tanah jarang lainnya lebih banyak berwarna. Logam tanah jarang mempunyai titik lebur, titik didih, dan tampang lintang serapan neutron (σ) yang relatif tinggi. Jari-jari ion logam tanah jarang menurun secara kontinyu. Menurunnya jari-jari ion dikenal sebagai kontraksi lantanida atau lanthanide contraction, artinya jari-jari ion semakin kecil dari lantanum (La) ke lutesium (Lu). Penelitian tentang logam tanah jarang (LTJ) harus dilakukan karena LTJ merupakan bahan yang strategis, sukar diperoleh, dan kegunaannya sangat banyak bagi industri pada umumnya, misalnya beberapa unsur tanah jarang mempunyai tampang lintang serapan neutron yang cukup besar seperti Dy, Sm, dan Gd masing-masing sebesar 1100 σ (barn), 8250 σ (barn), dan σ (barn). Unsurunsur ini dalam bidang nuklir dapat digunakan sebagai bahan pembuat batang kendali nuklir (Soemarsono & Biyantoro, 2005: 120). Serium (Ce) digunakan untuk katalisator cracking minyak, sedangkan Neodimium (Nd) untuk membuat magnet dan laser. Itrium adalah salah satu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Y dan nomor atom 39 dengan konfigurasi elektronik [36Kr] 4d 1 5s. 2. Itrium merupakan salah satu logam tanah jarang yang dimanfaatkan dalam industri metalurgi, baja, laser, elektronik, optik, super konduktor, magnet, dan tabung warna TV (Wasito &Biyantoro, 2009: 678). Itrium mempunyai kekuatan 7

28 mekanis yang baik, titik leleh relatif tinggi sebesar 1522 o C, dan memiliki sifatsifat yang sangat menguntungkan. Pada penelitian ini itrium (Y) akan dipisahkan dari unsur logam tanah jarang lainnya, terutama unsur disprosium (Dy) dan gadolinium (Gd), agar mendapatkan hasil yang lebih murni sehingga pengotornya sangat sedikit. Disprosium (Dy) memiliki nomor atom 66. Disprosium merupakan logam yang berkilau, sangat lembut, logam keperakan, bereaksi dengan air dingin, dan cepat larut dalam asam. Disprosium digunakan dalam reaktor nuklir sebagai keramik logam, untuk membuat bahan laser, batang kendali reaktor nuklir, sebagai sumber radiasi inframerah untuk mempelajari reaksi kimia (Sunardi, 2006: 132). Disprosium oksida (Dy2O3), juga dikenal sebagai disprosia, dikombinasikan dengan nikel dan ditambahkan ke semen khusus yang digunakan untuk mendinginkan batang reaktor nuklir. Senyawa disprosium lainnya adalah disprosium fluoride (DyF3), disprosium iodida (DyI3), dan disprosium sulfat (Dy2 (SO4) 3). Gadolinium (Gd) memiliki nomor atom 64 dengan konfigurasi [Xe] 4f 7 5d 1 6s 2. Karakteristik logam putih keperakan yang cukup stabil di udara, cukup ulet, dan padat pada suhu kamar dengan titik didih 3266 o C. Gadolinium bereaksi lambat dengan air dan cepat dengan asam kecuali asam fluorida (HF) yang diencerkan, dimana terbentuk lapisan pelindung stabil GdF3 dan mencegah logam dari reaksi lebih lanjut. Kegunaan gadolinium adalah aplikasi televisi berwarna dari fosfor, tempat untuk fosfor untuk lampu neon, mengintensifkan layar sinar-x, zat yang mempertinggi kontra image pada pasien dalam diagnosa menggunakan 8

29 MRI (Magnetic Resonance Imaging)dan scintillators untuk tomografi sinar-x (Handini, 2005: 11). Proses pemisahan dan isolasi logam tanah jarang sangat sulit karena adanya sifat kimia yang mirip satu dengan yang lainnya. Metode ekstraksi atau pertukaran ion sering dipakai untuk pemisahan dan pemurnian logam tanah jarang. Selain itu kristalisasi fraksional adalah metoda pemisahan yang baik hanya untuk dua unsur (Biyantoro, Subagiono, & Soemarsono, 2002: 69-70). Logam tanah jarang di permukaan bumi tidak berada dalam bentuk bebas melainkan dalam bentuk mineral kompleks bersama-sama dengan mineral lain, seperti Senotim (YPO4), Monasit (Ce,La,Th)PO4, Ilmenit (Fe,Ti)O3, Zirkon (ZrSiO2), dan Quartz (SiO2). Telah diketahui lebih dari 100 jenis mineral tanah jarang, dan 14 jenis di antaranya diketahui mempunyai kandungan total persen (%) oksida tanah jarang tinggi. Mineral dalam logam tanah jarang tersebut dikelompokkan menjadi mineral karbonat, fosfat, oksida, silikat, dan fluorida. Mineral logam tanah jarang bastnaesit, monasit, senotim, dan zirkon paling banyak dijumpai di alam (Budiman, Rodliyah, Wulandari, 2015: 173): a. Bastnaesit (CeFCO3) Merupakan fluoro-carbonat serium yang mengandung 60 70% oksida logam tanah jarang, seperti lanthanum (La) dan neodymium (Nd). Mineral bastnaesit merupakan sumber logam tanah jarang yang utama di dunia. Bastnaesit ditemukan dalam batuan kabonatit. 9

30 b. Monasit ((Ce,La,Y,Th)PO4) Merupakan senyawa fosfat logam tanah jarang yang mengandung 50-70% oksida LTJ. Monasit diambil dari mineral pasir berat yang merupakan hasil samping dari senyawa logam berat lain. Monasit dalam jumlah tertentu dikategorikan sebagai TENORM (Technologically Enhanced Naturally Occuring Radioactive Material), yaitu zat radioaktif alam yang dikarenakan kegiatan manusia atau proses teknologi terjadi peningkatan paparan potensial jika dibandingkan dengan keadaan awal, serta penanganan TENORM harus mematuhi batasan paparan radiasi. c.senotim (YPO4) Merupakan senyawa itrium fosfat yang mengandung 54-65% LTJ termasuk erbium (E), serium (Ce), dan thorium (Th). Senotim juga mineral yang ditemukan dalam mineral pasir berat seperti pegmatite dan batuan leleh (igneous rocks). d.zirkon Merupakan senyawa zirkonium silikat yang didalamnya ditemukan thorium (Th), itrium (Y), dan serium (Ce). 2. Pasir Senotim Pasir senotim merupakan mineral logam tanah jarang (Y, La, Ce, dan Nd) yang terdapat di pulau Bangka, Singkep, dan Belitung. Pasir senotim digunakan untuk mendapatkan logam itrium (Y) (Dwi Biyantoro, 2002: 42). Pasir senotim adalah senyawa logam tanah jarang fosfat (Y,LTJ)PO4 atau sering ditulis YPO4 dalam bentuk kristal tetragonal dengan kadar itrium (Y) ±20 % (Sulistyani, 10

31 Pusparini, & Biyantoro, 2016: 110). Total kadar campuran antara 55% sampai 70%. Pengotor yang sering terikat dalam pasir senotim, yaitu Al, Fe, Mg, Si, Ti, dan Zr. Melalui perlakuan awal terhadap pasir senotim, diupayakan memperoleh konsentrat logam tanah jarang senotim, pengotor yang jumlahnya lebih banyak telah dipisahkan terlebih dahulu, sehingga umpan untuk proses pemisahan nantinya hanya mengandung unsur-unsur logam tanah jarang. Terdapat beberapa macam oksida logam tanah jarang sebagai konsentrat pasir senotim dengan jumlah yang bervariasi, yaitu La2O3 3,67 %, Ce2O3 6,77 % Pr2O3 0,80 %, Nd2O3 2,70 %, Sm2O3 0,7%, Eu2O3 0,24%, Gd2O3 1,03 %, Tb2O3 0,26%, Dy2O3 2,43 %, Ho2O3 0,60 %, Er2O3 2,05 %, Tm2O3, Yb2O3 2,25 %, Lu2O3 0,318 %, Y2O3 21,40 %, U3O8 0,808 %, ThO2 1,70 %, SiO2 5,10%, dan TiO % (Alex, Suri, & Gupta 1998: 332). Itrium merupakan logam berwarna putih keperakan, cukup lembut, ulet, dan bersifat paramagnetik. Itrium cukup stabil di udara, oksidasinya cepat dimulai diatas suhu sekitar 450 o C, sehingga membentuk Y2O3. Itrium mempunyai titik leleh 1522 C, dan titik didih 3388 C. ltrium adalah logam yang sangat berguna untuk pengembangan material baru, karena mempunyai sifat yang unik yang sangat menguntungkan. Secara fisik itrium (Y) memiliki kesamaan dengan unsurunsur lantanida yang lain. Unsur itrium memiliki warna putih keperakan dan tahan di udara hingga 1000 o C. Itrium dapat bereaksi dengan atmosfer oksigen, karbondioksida, air, dan asam. Awal mulanya unsur itrium ditemukan oleh Johan Gadolin pada tahun

32 3. Metode Pemisahan Logam Tanah Jarang Beberapa metode yang dapat dilakukan untuk pemisahan logam tanah jarang untuk mendapatkan unsur itrium (Y) yang lebih murni, yaitu : a. Metode Ekstraksi Ekstraksi pelarut atau ekstraksi air merupakan metode pemisahan yang paling baik dan cukup popular. Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur. Batasannya adalah zat terlarut dapat ditransfer pada jumlah yang berbeda dalam kedua fase pelarut (Khopkar, 2008: 90). Berbagai metode pemisahan logam tanah jarang, secara umum pemakaian proses ekstraksi cair-cair banyak dikerjakan karena relatif lebih sederhana dan lebih cepat dibandingkan teknik yang lain. Metode ekstraksi sudah dilakukan diberbagai industri untuk unsur-unsur logam tanah jarang dalam jumlah yang sangat sedikit di alam dan harganya sangat mahal (Bintarti, Bambang, & Purwani, 2002: 257). Cara memperbesar nilai faktor pemisahan logam tanah jarang biasanya ditambahkan pengkomplek yang dapat larut, baik dalam fasa air maupun fasa organik. Contoh pengkomplek yang sering digunakan adalah di-(2-ethyl hexyl) phosphoric acid (D2EHPA) dan tributil fosfat (TBP) (Biyantoro, 2007: 43). Pengembangan terakhir teknik ekstraksi cair-cair menggunakan di-(2-ethylhexyl)- phosphoric acid (D2EHPA) derivat dari organo fosfor semakin luas pemakaiannya untuk ekstraksi itrium dan logam tanah jarang karena selektif dan efisien. Keberhasilan ekstraksi diketahui dari hasil efisiensi dan faktor pisah pengambilan itrium dengan nilai yang tinggi. Stripping atau re-ekstraksi dapat 12

33 dilakukan untuk pengambilan zat terlarut dalam fasa organik ke fasa air dengan hasil yang relatif murni. Proses ektraksi cair-cair untuk pemisahan logam tanah jarang sering menggunakan D2EHPA. Reaksi kesetimbangan proses ekstraksi dapat dituliskan sebagai berikut (Biyantoro, Handini, & Setyadji, 2016: 7) (1) Dengan simbol HX adalah D2EHPA, aq adalah aqueous solution phase (fase cair), dan org adalah organic phase (fase organik). Pada proses ekstraksi memakai pelarut tributil fosfat (TBP) dalam media asam nitrat, maka apabila M 3+ adalah suatu ion logam tanah jarang, maka persamaan ekstraksinya adalah sebagai berikut (Bintarti & Bambang, 2006: 213): (2) b. Metode Penukar Ion Pemisahan secara kromatografi dengan mempergunakan resin penukar ion telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Penukar kation sudah digunakan untuk memisahkan unsur-unsur anggota series lantanida dan aktinida. Metoda pemisahan ini merupakan pemisahan dari unsur-unsur atau senyawa-senyawa tertentu yang didasarkan pada kecepatan migrasinya. Sedangkan pertukaran ion merupakan proses dimana larutan elektrolit kontak dengan resin penukar ion dan ion-ion aktif pada resin penukar ion digantikan oleh ion-ion dari larutan elektrolit. Prinsip dasar pemisahan dan pemurnian dengan kromatografi kolom penukar ion adalah perbedaan kecepatan migrasi ion-ion di dalam kolom penukar ion. Cara pembebanan ion-ion pada kolom penukar ion merupakan proses yang 13

34 dikerjakan untuk pertukaran ion. Selanjutnya, ion-ion yang terikat dalam resin dialiri dengan eluen yang mampu memberi kondisi keseimbangan yang berbedabeda terhadap masing-masing ion yang terserap dalam resin. Keseimbangan yang berbeda ini mengakibatkan kecepatan migrasi ion dalam kolom resin tidak sama (Biyantoro, Basuki, & Muhadi, 2006: 30). Pemisahan diperoleh pada saat ion bergerak keluar dari kolom dalam waktu yang tidak bersamaan dan ditampung secara fraksional sampai semua ion keluar dari kolom resin. Ion yang mempunyai senyawa kompleks paling stabil akan keluar terlebih dahulu disusul oleh yang kurang stabil. Resin penukar ion dapat menyerap ion-ion yang dipisahkan dengan menukarkan ion-ion yang sesuai antara ion dalam fasa diamnya dengan ion pada fasa geraknya. Fasa gerak dalam proses pertukaran ion berfungsi mengambil kembali ion-ion yang terikat pada penukar ion dengan jalan mengalirkannya melalui tumpukan penukar ion. Proses pengikatan (adsorpsi) ion-ion yang akan dipisahkan oleh penukar ion disebut "pembebanan", reaksi pelepasan kembali ion-ion yang terserap pada penukar ion oleh fasa gerak disebut "elusi", dan fasa geraknya sendiri disebut "eluen. Kecepatan gerak yang berbeda-beda diterangkan dari adanya "koefisien distribusi" ion yang berbeda-beda untuk masing-masing ion. Kesetimbangan reaksi pertukaran ion pada dua fasa mengikuti hukum distribusi. Faktor yang mempengaruhi adalah berat resin, konsentrasi dan ph eluen, tinggi kolom resin, konsentrasi eluen, dan kecepatan elusi (Purwani & Biyantoro, 2001: ). Dalam kolom terjadi penukaran ion antara fasa diam berupa ion Y (itrium) yang telah terjerap di dalam resin dengan eluen sebagai fase gerak. 14

35 c. Metode SIR ( Solvent Impregnated Resins ) Metode SIR (Solvent Impregnated Resins) merupakan metode gabungan antara ekstraksi pelarut dan penukar ion yang diperkenalkan tahun 1997 oleh Warshawsky. Solvent Impregnated Resins (SIR) dibuat dengan cara mengimpregnasikan (mengamobilisasi) suatu ekstraktan ke dalam resin polimer berpori makro yang tidak memiliki gugus fungsional pengekstraksi (Khaldun, Buchari, Amran, et al, 2009:21). Berikut ini faktor-faktor yang harus terpenuhi pada proses impregnasi antara lain (Juang, 1998: 353): 1) Ekstraktan harus cair atau dipertahankan dalam keadaan cair dengan penambahan pengencer. 2) Ekstraktan dan pengencer harus memiliki kelarutan minimal dalam fase air yang digunakan. 3) Proses impregnasi tidak boleh merusak karakterisasi ekstraktan dan resin. 4) Resin harus dapat mengembang secara sempurna selama proses impregnasi dan stabil. SIR (Solvent Impregnated Resins) yang ideal harus mempunyai syarat sebagai berikut (Juang, 1998: 353): 1) Mobilitas ekstraktan baik dalam fase resin dan mobilitas logam juga baik antara fase air dan resin. 2) Kapasitas mengikat tinggi. 3) Faktor selektivitas ion tinggi. 4) Stabilitas kimia dan fisik yang baik dan kehilangan ekstraktan rendah. 15

36 Berikut ini Gambar 1 mekanisme pemisahan yang terjadi didalam SIR (Solvent Impregnated Resins): Gambar 1.Mekanisme Pemisahan Solute di dalam SIR Gambar 1 merupakan contoh mekanisme terbentuknya suatu komplek didalam SIR, dimana agen komplek yang berupa ekstraktan terdapat didalam poripori resin. Zat terlarut (solute), yang awalnya terlarut dalam fase air (bersifat polar) yang mengelilingi partikel SIR, secara fisik larut dalam fase ekstraktan selama proses ekstraksi. Selain itu, zat terlarut (solute) dapat bereaksi dengan ekstraktan untuk membentuk senyawa kompleks. Pada penelitian ini akan digunakan 2 jenis ekstraktan, yaitu asam bis (2- etilheksil) fosfat (D2EHPA) dan tributil fosfat (TBP) sebagai berikut : 1) Asam Bis (2-etilheksil) fosfat (D2EHPA) Asam bis(2-etilheksil) fosfat (D2EHPA) memiliki rumus kimia C16H 35O4P, merupakan senyawa organofosfor yang berwarna kuning, tidak memiliki bau, massa molar sebesar 322,43 g/mol, dan kadar/kemurnian 95 %. Senyawa ini merupakan eter dari asam fosfat dan 2-etil heksanol. D2EHPA memiliki densitas sebesar 0,98 g/ml dengan titik didih sebesar 385 F (196 C), tidak dapat larut 16

37 dalam air akan tetapi dapat larut dalam pelarut organik, mudah terbakar, bersifat toksik (mengandung racun), dan korosif. Struktur molekul D2EHPA dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Struktur Molekul D2EHPA D2EHPA biasa digunakan untuk proses ekstraksi misalnya ekstraksi uranium (U), logam seng (Zn), dan tembaga (Cu). D2EHPA komersial biasanya masih mengandung sedikit pengotor yaitu asam mono (2-etilheksil) fosfat (M2EHPA). M2EHPA dapat menurunkan selektifitas (Alamdari, Darvisihi, Sadmezhaad, et al, 2002). Persamaan reaksi yang dapat terjadi antara logam tanah jarang dengan D2EHPA adalah sebagai berikut: M n+ (aq)+ n(d2ehpa)(org) M(D2EHPA)n(org)+ nh + (aq) (3) dengan aq adalah fasa air, org adalah fasa organik, M simbol dari logam 2) Tributil fosfat (TBP) Tributil fosfat (TBP) merupakan senyawa organik yang memiliki rumus kimia (C4H9)3PO4. Tributil fosfat (TBP) merupakan cairan tidak berwarna, tidak berbau dengan densitas 0,979 g/ml, massa molar 266,32 g/mol, dan kadar/kemurnian 98 %. Sifat fisik dari TBP adalah memiliki densitas sebesar 0,973 g/ml, titik didih pada 1 atm sebesar 289 ᵒC, dan kelarutan dalam air sebesar 0,39 g/l 17

38 TBP adalah salah satu pelarut yang paling banyak digunakan untuk proses ekstraksi, disamping mempunyai kemampuan mengekstrak yang tinggi juga cukup stabil terhadap asam dan mudah didapat serta dari segi ekonomi relatif lebih murah dibandingkan dengan trioctylphosphine oxide (TOPO), dan metil isobutil keton (MBIK). Namun TBP dapat mengalami degradasi membentuk mono butil fosfat (MBP) dan di butil fosfat (DBP). Struktur molekul TBP dapat dilihat dalam Gambar 3. Gambar 3.Struktur Molekul TBP Kebasaan jenis keton atau eter lebih kecil dari kebasaan solven fosfor organik seperti tri butil fosfat (TBP). Solven fosfor organik memiliki gugus fosforil P=O dimana kekuatan basa gugus P=O sangat tergantung pada gugus yang terikat pada atom fosfornya. Solven berperan sebagai donor elektron sedangkan solut atau ion-ion LTJ berperan sebagai aseptor elektron. TOPO merupakan donor yang lebih kuat dibanding TBP, akan tetapi TBP termasuk donor yang kuat sedangkan dietyleter merupakan donor yang lebih rendah. TBP memiliki berat jenis dan kekentalan yang tinggi, hal ini menyebabkan sukarnya proses pemisahan solut dari fase air ke fase organik. Kekentalan fase organik harus diturunkan dengan cara menambahkan pengencer organik. Banyak penelitian yang menggunakan campuran dua ekstraktan, yaitu TBP yang bersifat netral dan D2EHPA yang bersifat asam di dalam proses pemisahan dan 18

39 pemurnian logam tanah jarang (Kraikew, Srinnuttrakul, & Chayavadhanakur, 2005: 89). Penambahan TBP ke D2EHPA diketahui mampu meningkatkan efisiensi pemisahan dan fasa pemisahan sehingga dapat menutupi penurunan efisiensi pemisahan akibat dekomposisi D2EHPA menjadi M2EHPA (Alamdari, Darvishi, Sadmezhaad, et al, 2002). Ekstraksi menggunakan 2 solven dapat menyebabkan kenaikan harga koefisien distribusi (Kd) suatu komponen (solute) dalam proses ekstraksi dikenal dengan istilah efek sinergik (synergic effect). Pada proses ekstraksi, solven yang digunakan pada umumnya akan mengalami peristiwa solvasi, yaitu interaksi antara solven (pelarut) dengan zat yang dilarutkan dan dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah kekuatan basa solven tersebut. Makin kuat kebasaan solven maka akan semakin kuat solvasi terhadap solut yang ditandai dengan naiknya harga Kd. Reaksi antara estraktan campuran D2EHPA dan TBP dapat dituliskan sebagai berikut(khaldun, Buchari, Amran, et al, 2008:81) : (RO)2(P=O)OH+R3P=O (RO)2(P=O)OH.O=PR3 (4) dengan (RO)2(P=O)OH adalah D2EHPA, R3P=O adalah TBP 4. Resin Amberlite XAD-16 Salah satu resin polimer komersial yang paling banyak digunakan sebagai pendukung pada metode SIR adalah Amberlite XAD. Beberapa contoh resin polimer tersebut yaitu Amberlite XAD-2, Amberlite XAD-7, dan Amberlite XAD-16. Pada penelitian ini yang digunakan sebagai resin polimer adalah Amberlite XAD-16. Berikut ini adalah karakteristik dari beberapa jenis resin dapat dilihat dalam Tabel 1 berikut ini (Juang, 1999: 354): 19

40 Tabel 1. Karakteristik dari Beberapa Resin Polimer Resin amberlite XAD-16 memiliki kapasitas paling tinggi dibanding dengan resin jenis lain, yaitu 16 L/kg. Resin tersebut memiliki volume sekitar mesh dan diameter pori sebesar 9 nm. Selain itu, resin XAD-16 memiliki luas permukaan mencapai 860 m 2 /g. Sifat nonpolar dari resin Amberlite XAD-16 ini diharapkan dapat berinteraksi dengan molekul TBP yang bersifat lebih nonpolar dibandingkan dengan D2EHPA serta ukuran molekul TBP lebih kecil dibanding D2EHPA (Khaldun, Buchari, Amran, et al, 2009:22). Kemampuan resin XAD-16 untuk sorpsi molekul TBP lebih besar daripada untuk campuran D2EHPA/TBP dan molekul D2EHPA, hal ini disebabkan karena ukuran molekul TBP lebihkecil daripada molekul D2EHPA. Struktur molekul resin amberlite XAD-16 ditunjukkan pada Gambar 4 berikut ini : 20

41 Gambar 4. Struktur Molekul Resin Amberlite XAD Adsorpsi dan Desorpsi Asorpsi merupakan suatu peristiwa penyerapan pada lapisan permukaanmolekul dari suatu materi terkumpul pada bahan pengadsorpsi atau adsorben. Molekul-molekul yang ada dalam fasa padat mendapat gaya-gaya yang sama dari segala arah, sedangkan molekul-molekul pada permukaan mendapat gaya tarik yang tidak sama sehingga mengimbangi gaya-gaya bagian dalam, fasa cair menjadi tertarik ke permukaan (Syaba an, 2010: 10). Desorpsi merupakan pelepasan kembali ion/molekul yang telah berikatan dengan gugus aktif pada adsorben. Adsorbat adalah substansi yang terjerap atau susbtansi yang akan dipisahkan dari pelarutnya, dan adsorben merupakan suatu media penyerap. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan adsorpsi suatu adsorben, diantaranya sebagai berikut: a. Luas Permukaan Adsorben Semakin luas permukaan adsorben maka semakin banyak adsorbat yang diserap sehingga proses adsorpsi semakin efektif. Semakin kecil ukuran diameter partikel maka semakin luas permukaan adsorben. 21

42 b. Ukuran Partikel Semakin kecil ukuran partikel yang digunakan maka semakin besar kecepatan adsorpsinya. c. Waktu Kontak Semakin lama waktu kontak dapat memungkinkan proses difusi dan penempelan molekul adsorbat berlangsung lebih baik. d. Distribusi ukuran pori Distribusi pori akan mempengaruhi distribusi ukuran molekul adsorbat yang masuk kedalam partikel adsorben. Kebanyakan adsorben merupakan bahan yang sangat berpori dan adsorpsi berlangsung terutama pada dinding pori. Dalam kimia, khususnya kromatografi, desorpsi adalah kemampuan zat kimia untuk bergerak dengan fase gerak. Semakin banyak bahan kimia yang di desorp, semakin kecil kemungkinan akan menyerap, sehingga bukan menempel fasa diam, zat kimia akan bergerak dengan pelarut. Dalam kimia proses pemisahan, stripping juga disebut sebagai desorpsi sebagai salah satu komponen bergerak aliran cairan oleh transfer massa kedalam fasa uap melalui antarmuka cair. Setelah adsorpsi senyawa kimia yang teradsorpsi akan tetap pada substrat hampir tanpa batas, asalkan suhu tetap rendah. 6. Koefisien Distribusi, Efisiensi Pemisahan dan Daya Pisah Pada pemurnian unsur-unsur logam tanah jarang dalam pasir senotim digunakan persamaan koefisien distribusi. Persamaan koefisien distribusi sebagai berikut: Kd = Cs Cm.(5) 22

43 Dimana Cs adalah konsentrasi solute dalam fasa diam/stationary phase (ppm) dan Cm adalah konsentrasi solute dalam fasa gerak/mobile phase(ppm). Pada penelitian yang dilakukan untuk pemisahan unsur-unsur logam tanah jarang dalam pasir senotim dengan menggunakan SIR. SIR mempunyai kemampuan untuk menjerap itrium (Y) sehingga itrium akan terikat di dalam SIR. Terdapatnya solven/ekstraktan di dalam SIR diharapkan mampu meningkatkan kemampuan SIR dalam menjerap itrium. Sehingga itrium dapat terpisahkan dengan lebih baik dari unsur-unsur lainnya. Berikut ini persamaan untuk menentukan efisiensi pemisahan:..(6) Dimana η adalah efisiensi pemisahan (%), Sedangkan untuk menentukan daya pisah yaitu menggunakan persamaan sebagai berikut (Biyantoro, Sukarna, & Suyanto, 2017: 11): β = K d1 K d2... (7) Dimana β adalah daya pisah, Kd adalah koefisien distribusi dan 1,2 adalah notasi untuk unsur unsur yang dipisahkan. 7. Spektrometri X-Ray Fluorecence (XRF) Spektrometri X-Ray Fluorecence (XRF) adalah suatu metode analisis berdasarkan pengukuran tenaga dan intensitas sinar X suatu unsur di dalam cuplikan hasil eksitasi sumber radioisotop yang didasarkan pada lepasnya elektron bagian dalam dari atom akibat dikenai sumber radiasi dan pengukuran intensitas sinar X karakteristik yang dipancarkan oleh atom unsur dalam sampel. Apabila 23

44 atom dari suatu unsur yang dikenai radiasi yang energinya lebih besar dari tenaga ikat elektron di dalam atom menyebabkan elektron terpental meninggalkan tempat semula sehingga tempat tersebut menjadi kosong dan akan diisi oleh elektron yang berasal dari kulit yang lebih luar. Atom kembali ke keadaan dasar secara bertahap dan setiap tahap akan terjadi loncatan elektron dari tingkat tenaga yang lebih tinggi ke tingkat tenaga yang lebih rendah. Kelebihan energi yang dipancarkan dalam bentuk sinar-x dan tenaga sinar X merupakan karakteristik setiap atom dari unsur (Sukarna, 2003: 13). Keuntungan menggunakan spektrometri pendar sinar-x untuk menganalisis unsur dalam suatu bahan, yaitu (Murniasih & Sukirno, 2010: 90): a. karakteristik spektra sinar-x sederhana, b. analisis sinar-x tidak merusak bahan dan sederhana dapat menganalisis dalam berbagai bentuk bahan seperti padatan, cairan, serbuk, sluri, gas dan lain-lain, c. menganalisis bermacam-macam unsur secara serentak dengan waktu yang cepat dan tepat, d. analisis unsur dari kadar ppm sampai kemurnian 100 %. Mekanisme kerja XRF secara umum adalah sinar X dari sumber pengeksitasi akan mengenai cuplikan dan menyebabkan interaksi antara sinar X pengeksitasi dengan atom-atom sampel, dan atom-atom sampel akan memancarkan sinar X yang karakteristik. Sinar X tersebut selanjutnya mengenai detector Si(Li) yang akan menimbulkan pulsa listrik yang lemah, pulsa tersebut kemudian diperkuat dengan preamplifier, dan amplifier lalu disalurkan pada penganalisis saluran ganda atau Multi Chanel Analyzer (MCA). Tenaga sinar X 24

45 karakteristik yang muncul tersebut dapat dilihat dan disesuaikan dengan tabel tenaga sinar-x. Bagan dari alat XRF dapat dilihat dalam Gambar 5. Teknik analisis dengan spektrometri XRF lebih banyak digunakan karena metode ini cepat, lebih teliti, tidak merusak bahan, dapat digunakan pada cuplikan berbentuk padat, cair, maupun pasta. Metode dalam spektrometri pendar sinar-x ada dua, yaitu metode analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif didasarkan pada deteksi atau identifikasi unsur-unsur penyusun cuplikan dengan mengidentifikasi puncak-puncak spektra yang muncul pada nomor salur tertentu. Identifikasi puncak dilakukan dengan kurva kalibrasi tenaga yang dibuat dengan menembaki (mengeksitasi) unsur-unsur tertentu yang energy sinar-xnya telah diketahui. Unsur-unsur dalam cuplikan yang mempunyai puncak spektra pada nomor salur tertentu dapat dihitung energinya dengan kurva kalibrasi yang merupakan aluran antara energi sinar-x karakteristik unsur itu vs nomor salurnya. Pengeksitasian sampel pada XRF akan diperoleh nomor salur. Nomor salur unsur-unsur dalam sampel dengan memasukkan kerja nomor salur tiap unsur kedalam persamaan kurva kalibrasi akan diperoleh energi sinar-x masing-masing unsur dalam sampel. Kemudian dengan menggunakan tabel energi spektra sinar-x dapat diketahui jenis unsur dalam sampel Metode yang kedua adalah metode analisis kuantitatif didasarkan pada pengukuran intensitas spektra sinar-x dengan menggunakan kurva kalibrasi larutan standar. Larutan standar yang digunakan harus mempunyai sifat-sifat yang mirip dengan sampel yang dianalisis dan komposisinya diketahui dengan pasti. 25

46 Konsentrasi unsur di dalam sampel ditentukan dengan membuat kurva kalibrasi standar yaitu kurva antara I standar Vs C standar dengan persamaan garis lurus : Y = ax + b.(8) Dengan Y= konsentrasi unsur, X= cacah persekon, a=slope, dan b=intersep Gambar 5.Bagan Alat Spektrometer Pendar Sinar X B. Penelitian Yang Relevan Penelitian yang telah dilakukan oleh Ibnu Khaldun,Buchari, M. Bachri Amran, dan Aminudin Sulaeman (2009) tentang Pengaruh Komposisi Asam Bis(2-Etilheksil) Fosfat (D2EHPA) dan Tributil Fosfat (TBP) dalam Resin Amberlite XAD-16 terhadap Sorpsion Ion La (III), Nd (III) dan Gd (III). Pada penelitian ini dihasilkan bahwa metode SIR dapat digunakan untuk pemisahan logam tanah jarang (LTJ). Kesimpulan dari penelitian ini adalah dengan meningkatnya perbandingan ekstraktan/resin meningkatkan pula kapasitas sorpsi resin. Selain itu penelitian tentang pemisahan Sm(III) dan Gd(III) menggunakan metode solvent impregnated resins (SIR) dengan menggunakan di-(2-ethylhexyl) phosphoric acid (D2EHPA) dan tributylphosphate (TBP) yang dilakukan oleh Ibnu Khaldun, Buchari, M. Bachri Amran, dan Aminudin Sulaeman (2008) 26

47 menunjukkan bahwa pemisahan logam tanah jarang dengan metode tersebut dalam media asam nitrat menggunakan D2EHPA/TBP diimpregnasi dalam resin XAD-16 cukup mudah, sederhana dan selektif dalam pemisahan. C. Kerangka Berfikir Logam tanah jarang memiliki kelimpahan yang relatif kecil di kulit bumi sehingga sukar diperoleh namun kegunaanya cukup luas sehingga penelitian tentang logam tanah jarang semakin pesat. Itium (Y) adalah logam tanah jarang yang terkandung dalam jumlah mayor pada pasir senotim. Itrium banyak dimanfaatkan dalam berbagai industri seperti metalurgi, baja, laser, elektronik, optik, super konduktor, magnet,dan tabung warna TV. Berdasarkan hal tersebut itrium (Y) perlu dipisahkan dari unsur logam tanah jarang yang terkandung dalam pasir senotim untuk mendapatkan unsur itrium yang lebih murni. Dalam penelitian ini unsur itrium akan dipisahan dari unsur disprosium (Dy) dan gadolinium (Gd) yang merupakan unsur lain dalam konsentrat logam tanah jarang senotim. Berbagai cara dapat dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi itrium yang lebih murni, yaitu pengendapan bertingkat, kristalisasi, kolom penukar ion, dan ekstraksi cair-cair. Setiap teknik tentunya memiliki kelebihannya masing-masing. Kelebihan teknik ekstraksi dan teknik kolom penukai ion dapat dimanfaatkan untuk menciptakan metode baru yaitu metode SIR (Solvent Impregnated Resins) yang akan diterapkan pada penelitian ini. Dewasa ini banyak penelitian yang dikembangkan untuk memisahkan unsur-unsur logam tanah jarang pada konsentrat logam tanah jarang senotim 27

48 terutama pada unsur itrium (Y). Akan tetapi data tentang berbagai penelitian tersebut masih kurang lengkap dan masih belum menerapkan metode-metode baru. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai pemisahan serta pemurnian logam tanah jarang terutama itrium (Y) dari pasir senotim dengan metode baru. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan unsur itrium (Y) yang lebih murni dengan mengetahui hasil adsorpsi optimum pada variasi molaritas umpan, variasi berat SIR, dan variasi berat konsentrat umpan. Selain itu, untuk mengetahui hasil desorpsi efektif pada variasi komposisi SIR dalam kolom dan variasi tinggi SIR pada kolom. Hipotesis yang dapat dibuat berdasarkan kerangka berpikir antara lain: 1. Dapat diketahui hasil adsorpsi optimum dengan menggunakan data hasil variasi molaritas umpan, variasi berat SIR, dan variasi berat konsentrat umpan. 2. Dapat diketahui hasil desorpsi efektif berdasarkan data hasil variasi komposisi SIR dalam kolom dan variasi tinggi SIR pada kolom. 28

49 A. Subjek Dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Subjek penelitian adalah konsentrat logam tanah jarang senotim 2. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah pemurnian itrium dengan menggunakan metode Solvent Impregnated Resins ( SIR ). B. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas Variabel bebas pada penelitian ini adalahmolaritas umpan sebesar 4 M, 3 M, 2 M, 1 M, dan 0,5 M, berat SIR sebesar 0,1 g; 0,2 g; 0,3 g; 0,4 g; 0,5 g ; dan 0,6 g, dan berat konsentrat umpan sebesar 5 g, 10 g, 15 g, 20 g, dan 25 g serta komposisi SIR dalam kolom dan tinggi SIR pada kolom setinggi 10 cm dan 15 cm. 2. Variabel kontrol Variabel kontrol pada penelitian ini adalah suhu 30 o C dan waktu pengadukan 30 menit. 3. Variabel terikat Variabel terikat pada penelitian ini adalah kemurnian itrium. 29

50 C. Alat dan Bahan a. Alat: 1) Beker Gelas 25 ml, 50 ml, dan 100 ml 2) Batang Pengaduk 3) Kolom Penukar Ion 4) Oven 5) Erlenmeyer 100 ml dan 250 ml 6) Magnetic Stirrer with Hot Plate 7) Labu Ukur 8) Botol Plastik 9) Alat XRF dan Perangkatnya 10) Tempat Sampel untuk Analisis XRF 11) Buret 25 ml 12) Gelas Ukur 100 ml 13) Pipet Tetes 14) Pipet Volume 5 ml dan 10 ml 15) Cawan Porselen 16) Neraca Analitik 17) Kertas Saring 18) Corong Gelas 19) Statif dan Klem 20) Kaca Arloji 21) Botol Akuades 22) Alat Penampung Eluat Otomatis 30

51 Gambar 6.Rangkaian Alat Kolom Penukar Ion Menggunakan Penampung Eluat Otomatis b. Bahan: 1) TBP ( Mr = 266 g/ml, kadar 98%, dan ρ = 0,979 g/ml ) 2) D2EHPA ( Mr = 322,43 g/ml, kadar 95%, dan ρ = 0,98 g/ml ) 3) Konsentrat logam tanah jarang senotim 4) Aquadest 5) Resin XAD-16 6) Larutan HNO365 % 7) Larutan NaOH 2 M 8) Aseton 9) Indikator ph 10) Glass Wool 31

52 D. Prosedur Penelitian 1. Pengaktifan Resin XAD-16 Proses pengaktifkan resin XAD-16, yaitu dengan cara merendam sebanyak 50 g resin XAD-16 dengan menggunakan larutan HNO3 2 M selama 2 jam kemudian disaring. Kemudian direndam lagi dengan larutan NaOH 2 M selama 2 jam dan disaring. Setelah itu dibilas dengan akuades hingga ph netral. Selanjutnya direndam dengan aseton selama 2 jam, dan dikeringkan dengan oven pada suhu 50 C. 2. Proses Variasi Komposisi SIR a. Penyiapan Ekstraktan Campuran D2EHPA dan TBP D2EHPA (massa molar = 322,43 g/mol, kadar 95%, dan ρ = 0,98 g/ml) TBP (massa molar = 266 g/mol, kadar 98%, dan ρ = 0,979 g/ml) Ekstraktan campuran D2EHPA dan TBP dibuat dengan perbandingan 3:1, yaitu dengan mencampurkan 60 ml D2EHPA ditambahkan dengan 20 ml TBP. Larutan D2EHPA dan TBP yang telah disiapkan, kemudian dicampurkan hingga homogen dengan magnetic stirer. b. Impregnasi Resin Impregnasi Resin dilakukan dengan metode kering. Masing-masing ekstraktan D2EHPA, TBP, dan campuran D2EHPA+TBP sebanyak 3 g ditambah aseton 15 ml lalu ditambahkan 3 g resin (50%/50%) diaduk dengan kecepatan skala 3 (150 rpm) pada suhu kamar selama 2 jam. Lalu disaring, tanpa dicuci dengan akuades dan dikeringkan dalam oven 50 C selama 24 jam. 32

53 c. Penentuan % impregnasi resin, % stabilitas resin, dan kapasitas resin Besarnya nilai impregnasi resin ditentukan dengan menggunakan rumus: Impregnasi (%) = W SIR W solven W XAD x 100%...(9) Besarnya nilai stabilitas resin ditentukan dengan rumus: Stabilitas resin (%) = W XAD W SIR W XAD x 100% (10) Besarnya nilai kapasitas resin ditentukan dengan rumus: Keterangan: Kapasitas resin = W SIR W XAD x W XAD 1000 mg g.(11) WSIR Wsolven WXAD : berat SIR setelah pencampuran dan dikeringkan (g) : berat solven (g) : berat resin XAD-16 (g) 3. Cara kerja Adsorpsi Proses adsorpsi melalui 3 macam variasi, yaitu variasi molaritas umpan, variasi berat SIR, dan variasi berat konsentrat umpandengan rangkaian alat adsorpi yang dapat dilihat dalam Gambar 7. Keterangan : 1. Magnetic Stirrer with Hot Plate 2. Gelas kimia 3. Magnet 4. Campuran umpan dan SIR Gambar 7. Rangkaian Alat Proses Adsorpsi. 33

54 a. Variasi Molaritas Umpan 1. Membuat larutan umpan dengan cara melarutkan konsentrat logam tanah jarang senotim berupa konsentrat itrium sebanyak 10 g dimasukkan kedalam beker gelas dan ditambahkan larutan HNO3 pekat 65% sebanyak 50 ml, pencampuran menggunakan magnetic stirrer dengan suhu diatas 150 o C. 2. Kemudian diuapkan sampai uapnya hilang dan ditambahkan larutan HNO3 4 M dan ditepatkan volumenya hingga mencapai 250 ml dalam labu ukur. Umpan diambil 5 ml kemudian dianalisa dengan XRF. Larutan 4 M ini digunakan untuk larutan induk. 3. Mengambil sebanyak 37,5 ml larutan induk dimasukkan kedalam labu ukur 50 ml, kemudian diencerkan dengan penambahan akuades hingga mencapai batas etsa untuk mendapatkan larutan umpan dengan molaritas 3 M. Jumlah larutan induk yang dibutuhkan untuk pengenceran dihitung dengan menggunakan rumus : M 1 V 1 = M 2 V 2 (12) 4 M V 1 = 3 M 50 ml V 1 = 37,5 ml 4. Langkah 3 diulangi untuk molaritas 2 M, 1 M, dan 0,5 M dengan volume larutan induk dibutuhkan untuk molaritas 2 M sebanyak 25 ml, untuk molaritas 1 M sebanyak 12,5 ml, dan untuk molaritas 0,5 M sebanyak 6,25 ml. Kemudian diencerkan dengan akuades dalam labu ukur 50 ml hingga batas etsa. 34

55 5. Larutan umpan 4 M diambil 10 ml dan ditambahkan SIR D2EHPA sebanyak 0,1 g dicampurkan pada suhu kamar dengan tekanan atmosfer diaduk pada kecepatan skala 3 (150 rpm) menggunakan magnetic stirrer selama 30 menit. Hasil campuran dibiarkan selama 30 menit untuk kemudian dipisahkan dengan kertas saring. Filtrat (beningan) sebanyak 5 ml kemudian dianalisis menggunakan XRF. 6. Langkah nomor 5 diulangi kembali untuk molaritas 4 M masing-masing dicampurkan dengan SIR TBP serta SIR D2EHPA+TBP. Proses pencampuran diulangi kembali untuk molaritas masing-masing 3 M, 2 M, 1 M, dan 0,5 M dengan menggunakan SIR D2EHPA, SIR D2EHPA+TBP, dan SIR TBP sesuai pada Tabel 2 Tabel 2.Variasi Molaritas Umpan dan Jumlah Umpan Jenis SIR Molaritas Umpan Jumlah Umpan D2EHPA TBP D2EHPA+TBP 4 M 10 ml 3 M 10 ml 2 M 10 ml 1 M 10 ml 0,5 M 10 ml 4 M 10 ml 3 M 10 ml 2 M 10 ml 1 M 10 ml 4 M 10 ml 3 M 10 ml 2 M 10 ml 1 M 10 ml 35

56 b. Variasi Berat SIR 1. Membuat larutan umpan dengan cara melarutkan konsentrat logam tanah jarang senotim berupa konsentrat itrium sebanyak 10 g dimasukkan ke dalam beker gelas dan ditambahkan larutan HNO3 pekat 65% sebanyak 50 ml dengan pencampuran menggunakan magnetic stirrer dengan suhu diatas 150 o C. 2. Kemudian diuapkan sampai uapnya hilang dan ditambahkan larutan HNO3 sesuai molaritas optimum pada variasi molaritas umpan dan ditepatkan volumenya hingga mencapai 250 ml dalam labu ukur. Umpan diambil 5 ml kemudian dianalisa dengan XRF. 3. Larutan umpan diambil 10 ml dan ditambahkan SIR D2EHPA sebanyak 0,1 g dicampurkan pada suhu kamar dengan tekanan atmosfer diaduk pada kecepatan skala 3 (150 rpm) menggunakan magnetic stirrer selama 30 menit. Hasil campuran dibiarkan selama 30 menit untuk kemudian dipisahkan dengan kertas saring. Filtrat (beningan) sebanyak 5 ml kemudian dianalisis menggunakan XRF. 4. Langkah nomor 3 diulangi pada berat SIR sebanyak 0,1 g untuk masingmasing SIR TBP dan SIR D2EHPA+TBP. Pencampuran dilakukan kembali pada berat SIR masing-masing 0,2 g; 0,3 g; 0,4 g; 0,5 g, dan 0,6 g pada SIR D2EHPA, SIR D2EHPA+TBP, dan SIR TBP sesuai Tabel 3 berikut ini : 36

57 Tabel 3.Variasi Berat SIR dan Jumlah Umpan Jenis SIR Berat SIR (g) Jumlah Umpan 0,1 10 ml 0,2 10 ml D2EHPA 0,3 10 ml 0,4 10 ml 0,5 10 ml 0,6 10 ml 0,1 10 ml 0,2 10 ml TBP 0,3 10 ml 0,4 10 ml 0,5 10 ml 0,6 10 ml 0,1 10 ml 0,2 10 ml D2EHPA+TBP 0,3 10 ml 0,4 10 ml 0,5 10 ml 0,6 10 ml c. Variasi Berat Konsentrat Umpan 1. Membuat larutan umpan dengan cara melarutkan konsentrat logam tanah jarang senotim berupa konsentrat itrium sebanyak 5 g dimasukkan kedalam beker gelas dan ditambahkan larutan HNO3 pekat 65% sebanyak 25 ml dengan pencampuran menggunakan magnetic stirrer dengan suhu diatas 150 o C. 2. Kemudian diuapkan sampai uapnya hilang dan ditambahkan larutan HNO3 sesuai molaritas optimum pada variasi molaritas umpan dan ditepatkan volumenya hingga mencapai 100 ml dalam labu ukur. Umpan diambil 5 ml kemudian dianalisa dengan XRF. 37

58 3. Langkah 1 dan 2 di ulangi untuk berat konsentrat umpan sebanyak 10 g, 15 g, 20 g, dan 25 g dengan mengganti jumlah HNO3 pekat 65% masing-masing sebanyak 50 ml, 75 ml, 100 ml, dan 125 ml. 4. Larutan umpan dengan berat konsentrat 5 g diambil 10 ml dan ditambahkan SIR D2EHPA dengan jumlah sesuai jumlah berat SIR optimum pada variasi berat SIR dicampurkan pada suhu kamar dengan tekanan atmosfer diaduk pada kecepatan skala 3 (150 rpm) menggunakan magnetic stirrer selama 30 menit. Hasil campuran dibiarkan selama 30 menit untuk kemudian dipisahkan dengan kertas saring. Filtrat (beningan) kemudian dianalisis menggunakan XRF. 5. Langkah nomor 4 diulangi untuk berat konsentrat sebanyak 5 g masingmasing dicampurkan SIR TBP serta SIR D2EHPA+TBP. Kemudian diulangi kembali dengan umpan konsentrat sebanyak 10 g, 15 g, 20 g, dan 25 g dengan menggunakan SIR D2EHPA+ TBP dan SIR TBP sesuai pada Tabel 4. Tabel 4. Variasi Berat Konsentrat Umpan dan Jumlah Umpan Jenis SIR Berat Umpan (g) Jumlah Umpan 5 10 ml ml D2EHPA ml ml ml 5 10 ml ml TBP ml ml ml 5 10 ml ml D2EHPA+TBP ml ml ml 38

59 4. Cara Kerja Desorpsi Sebelum melakukan variasi proses desorpsi terlebih dahulu membuat umpan yang akan digunakan. Pembuatan umpan dilakukan dengan cara melarutkan konsentrat logam tanah jarang senotim berupa konsentrat itrium sebanyak jumlah konsentrat yang optimum pada variasi berat konsentrat umpan dimasukkan kedalam beker gelas dan ditambahkan larutan HNO3 pekat 65% dengan pencampuran menggunakan magnetic stirrer. Kemudian diuapkan sampai uapnya hilang dan ditambahkan larutan HNO3 dengan molaritas sesuai molaritas optimum pada variasi molaritas umpan dan ditepatkan volumenya hingga mencapai 100 ml dalam labu ukur. Umpan yang dihasilkan ini disebut dengan umpan baru. Umpan diambil 5 ml kemudian dianalisa dengan XRF. Langkah berikutnya adalah melakukan adsorpsi dengan cara mencampurkan 50 ml umpan baru konsentrat logam tanah jarang senotim dengan 5 g SIR D2EHPA diaduk dengan magnetic stirrer kecepatan skala 3 selama 30 menit dengan suhu kamar. Kemudian dipisahkan antara filtrat dan padatan SIR. Filtrat yang dihasilkan disebut filtrat hasil adsorpsi sedangkan padatan SIR yang disebut SIR hasil adsorpsi. Filtrat diambil 5 ml kemudian dianalisa dengan XRF. Sedangkan SIR D2EHPA hasil adsorpsi dibiarkan kering pada suhu kamar. a. Variasi Komposisi Kolom Pada variasi komposisi kolom dibuat 4 kolom, yaitu kolom A, Kolom B, Kolom C, dan Kolom D yang dapat dilihat pada Gambar 8. 39

60 Gambar 8.Kolom A, Kolom B, Kolom C, dan Kolom D 1. Pemasukan resin ke dalam kolom Kolom yang digunakan pada variasi ini setinggi 44,5 cm dengan diameter 0,7 cm. Pada tahap ini larutan metanol digunakan untuk membantu memasukkan SIR kedalam kolom agar lebih stabil. SIR D2EHPA dimasukkan kedalam kolom A dan kolom B. Sedangkan SIR D2EHPA+TBP dimasukkan kedalam kolom C, serta SIR D2EHPA yang merupakan hasil adsorpsi dimasukkan kedalam kolom D. Masing-masing kolom memiliki tinggi SIR setinggi 5 cm. 2. Pengumpanan Kolom Umpan baru konsentrat logam tanah jarang senotim dalam HNO3 yang belum diadsorpsi dimasukkan kedalam kolom B dan kolom C masing-masing sebanyak 5 ml. Sedangkan untuk kolom A umpan yang digunakan adalah filtrat hasil adsorpsi yang sudah disiapkan sebelumnya sebanyak 5 ml. Kolom D tidak perlu dilakukan pengumpanan karena umpan sudah dijerap dalam SIR hasil adsorpsi tersebut. 40

61 3. Elusi kolom Keempat kolom dielusi menggunakan larutan HNO3 2 M dengan kecepatan 0,05 ml/detik. Eluat ditampung menggunakan botol kaca sebanyak 7 ml. Masing-masing fraksi hasil tampungan diambil 5 ml dan dianalisa menggunakan XRF. b. Variasi Tinggi SIR dalam kolom Pada variasi komposisi kolom dibuat 2 kolom, yaitu kolom J dan kolom K yang dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9. Kolom J dan Kolom K 1. Pemasukan resin ke dalam kolom Kolom yang digunakan pada variasi ini setinggi 44,5 cm dengan diameter 0,7 cm. untuk kolom J. Sedangkan kolom K setinggi 81,5 cm dengan diameter 0,7 cm. Larutan metanol digunakan untuk membantu memasukkan SIR kedalam kolom agar lebih stabil. SIR D2EHPA dimasukkan kedalam kolom K hingga tinggi SIR mencapai 15 cm. Sedangkan untuk kolom J, SIR D2EHPA dimasukkanhingga tinggi SIR mencapai 10 cm. 41

62 2. Pengumpanan Kolom Umpan baru konsentrat logam tanah jarang pasir senotim dalam HNO3 dimasukkan kedalam kolom K sebanyak 15 ml dan filtrat hasil adsorpsi dimasukkan ke dalam kolom J sebanyak 8 ml. 3. Elusi kolom Kolom J dan K dielusi menggunakan larutan HNO3 2 M dengan kecepatan 0,05 ml/detik. Eluat ditampung menggunakan botol kaca sebanyak 7 ml. Masing-masing fraksi hasil tampungan diambil 5 ml dan dianalisa menggunakan XRF. c. Kolom M Setelah kedua variasi dilakukan langkah berikutnya membuat kolom M. Diameter kolom yang digunakan sebesar 0,7 cm dengan ketinggian kolom 150 cm yang dapat dilihat pada Gambar 10 berikut : Gambar 10. Kolom M Sebelum dilakukan proses pemasukkan resin dalam kolom, pembuatan umpan dilakukan dengan cara melarutkan konsentrat logam tanah jarang senotim berupa konsetrat itrium sebanyak jumlah konsentrat optimum sesuai variasi berat 42

63 konsentrat umpan, dimasukkan kedalam beker gelas dan ditambahkan larutan HNO3 pekat 65% sebanyak 125 ml dengan pencampuran menggunakan magnetic stirrer. Kemudian diuapkan sampai uapnya hilang dan ditambahkan larutan HNO3 sesuai molaritas optimum pada variasi molaritas umpan dan ditepatkan volumenya hingga mencapai 100 ml dalam labu ukur. Umpan diambil 5 ml kemudian dianalisa dengan XRF. 1. Pemasukan resin ke dalam kolom Larutan metanol digunakan untuk membantu memasukkan SIR kedalam kolom agar lebih stabil. SIR D2EHPA dimasukkan kedalam kolom M dengan tinggi 110 cm. 2. Pengumpanan Kolom Umpan baru konsentrat logam tanah jarang senotim dalam HNO3 dimasukkan kedalam kolom M sebanyak 100 ml. 3. Elusi kolom Kolom M dielusi menggunakan larutan HNO3 2 M dengan kecepatan 0,05 ml/detik. Eluat ditampung menggunakan botol kaca sebanyak 7 ml. Masingmasing fraksi hasil tampungan diambil 5 ml dan dianalisa menggunakan XRF. E. Teknik Analisis Data 1. Analisis kuantitatif sampel Analisis sampel dilakukan dengan mensubstitusikan data hasil analisis, yaitu perbandingan antara luas area unsur cuplikan dengan luas area compton ke dalam persamaan garis kurva standar berikut : y = ax + b.(13) 43

64 Dengan y = konsentrasi unsur cuplikan, x = perbandingan antara luas area unsur dan luas area compton, a = intersep, dan b = slope 2. Penentuan % impregnasi resin, % stabilitas resin, dan kapasitas resin Besarnya nilai impregnasi resin ditentukan dengan menggunakan persamaan 9, 10, dan Koefisien Distribusi(Kd) Pada pemurnian unsur-unsur logam tanah jarang dalam pasir senotim digunakan persamaan koefisien distribusi. Persamaan koefisien distribusi sesuai persamaan Efisiensi (η) Untuk mengetahui efektifitas dalam proses adsorpsi dapat dinyatakan dengan efisiensi dengan persamaan Daya Pisah Untuk mengetahui kemampuan pemisahan unsur itrium dengan unsur gadolinium (Gd) dan disprosium (Dy) maka perlu mengitung daya pisah dengan menggunakan persamaan Kemurnian Itrium Kemurnian unsur itrium (Y), gadolinium (Gd), dan disprosium (Dy) pada proses desorpsi dapat dihitung dengan persamaaan 14 berikut :......(14) 44

65 1. Variasi Komposisi SIR BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada proses variasi komposisi SIR dilakukan proses pengaktifan resin XAD-16 menggunakan larutan HNO3 2 M, NaOH 2 M, dan aseton. Aseton dipilih karena menambah permukaan aktif pada resin, tidak membuat resin encer, meningkatkan kemampuan mengembang (swelling) hingga 20%, dan dapat menguap pada proses pengeringan dengan oven pada suhu 50 O C. Proses perendaman dengan berbagai larutan serta pengeringan resin dilakukan dengan tujuan untuk memurnikan resin dari pengotor-pengotor senyawa anorganik dan organik sehingga diperoleh resin XAD-16 yang bebas dari pengotor-pengotor yang terkandung di dalamnya dan pori-pori resin semakin terbuka sehingga penjerapan dapat lebih maksimal (Aziz, 2014: 36). Prosesberikutny aadalah penyiapan ekstraktan. Ekstraktan yang digunakan ada 3 jenis, yaitu di-(2-ethyl hexyl) phosphoric acid (D2EHPA), tributil fosfat (TBP), dan campuran D2EHPA TBP. Campuran larutan D2EHPA dan TBP yang digunakan adalah larutan dengan perbandingan 3:1. Perbandingan ekstraktan ini merupakan perbandingan efektif karena telah dilakukan pada penelitian sebelumnya (Khaldun, Buchari, Amran, et al, 2009). Penelitian yang dilakukan menggunakan ekstraktan campuran antara D2EHPA dan TBP karena diharapkan distribusi logam akan lebih banyak pada saat kedua ekstraktan digunakan. Hal yang demikian disebut efek sinergi. Efek sinergi pada proses ekstraksi logam disebabkan adanya peranan TBP dalam mendistribusikan logam ke fasa organik (fo), terdapatnya senyawa TBP dapat meningkatkan kelarutan dari khelat logam 45

66 yang terbentuk antara logam dengan D2EHPA dalam pelarut organik. D2EHPA didalam SIR berfungsi sebagai agen pengkhelat. Menurut Fatmehsari et al. (2009) D2EHPA biasanya mengandung pengotor, yaitu asam mono (2-etilheksil) fosfat (M2EHPA) sehingga dapat menurunkan selekfitas. Proses impregnasi resin dilakukan dengan mencampurkan ekstraktan dan resin dengan metode kering menggunakan perbandingan 50:50. Penelitian yang dilakukan oleh Ibnu Khaldun (2008) tentang analisis morfologi resin setelah impregnasi menggunakan SEM untuk menentukan perbandingan ekstraktan:resin yang efektif menyatakan bahwa perbandingan ekstraktan:resin yang efektif dalam solvent impregnated resins adalah 50/50 (%b/b). Hal ini dikarenakan pada perbandingan 50/50 (%b/b) ataupun 60/40 (%b/b) pori-pori resin XAD-16 tertutupi seluruhnya oleh ekstraktan. Namun demikian, pada perbandingan 60/40 (%b/b) permukaan resin menjadi lengket karena pori-pori resin tidak mampu menampung ekstraktan seluruhnya sehingga sebagian molekul ekstraktan teradsorpsi dipermukaan resin. Selain itu stabilitas SIR dengan perbandingan 60/40 (%b/b) lebih rendah daripada perbandingan 50/50 (%b/b). Berdasarkan hasil yang diperoleh pada variasi komposisi SIR dapat dilakukan perhitungan untuk menentukan impregnasi resin atau I (%), stabilitas resin atau S (%), dan kapasitas resin atau q (mg/g) dengan menggunakan persamaaan 9, 10, dan 11. Impregnasi resin merupakan jumlah ligan yang terimpregnasi ke dalam resin. Kapasitas resin merupakan jumlah ekstraktan (mg) yang terimpregnasi untuk setiap massa resin (g). Stabilitas resin merupakan kemampuan ekstraktan untuk bertahan di dalam resin selama proses adsorpsi. 46

67 Berikut ini adalah nilai I, S dan q masing-masingjenis ekstraktandapat dilihat pada Tabel 5. Perhitungan nilai I, S, dan q selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel 5. Nilai Impregnasi, Stabilitas, dan Kapasitas Setiap Jenis Ekstraktan No Jenis Ekstraktan Impregnasi resin atau I (%) Stabilitas resin atau S (%) Kapasitas resin atau q (mg/g) 1. D2EHPA 90,33 90,33 903,33 2. D2EHPA+TBP 93,33 93,33 933,33 3. TBP 97,67 97,67 976,67 Penentuan optimasi komposisi SIR tidak dapat ditentukan dari hubungan harga stabilitas resin (S), kapasitas resin (q), dan impregnasi resin (I). Hal ini dikarenakan preparasi pembuatan SIR belum optimum, yang dapat disebabkan jumlah SIR yang digunakan sedikit sehingga dalam penimbangan akan terdapat SIR yang dapat berkurang dan mempengaruhi hasil perhitungan serta dalam pemanasan SIR yang dilakukan selama 24 jam memiliki karakteristik masingmasing dalam perbandingan komposisinya dan setiap perlakuan proses dalam pembuatan SIR dapat menyebabkan berkurangnya jumlah SIR. Kemampuan resin XAD-16 untuk sorpsi molekul TBP lebih besar daripada untuk campuran D2EHPA+TBP dan molekul D2EHPA. Kemampuan sorpsi pada penelitian memiliki hasil yang sama dengan kemampuan sorpsi yang telah dinyatakan pada penelitian sebelumnya oleh Ibnu Khaldun (2009). Hal ini disebabkan karena ukuran molekul TBP lebih kecil daripada molekul D2EHPA. Selain itu, molekul TBP bersifat lebih non-polar dibandingkan dengan D2EHPA, sehingga lebih mudah berinteraksi dengan molekul XAD-16 yang bersifat non- 47

68 polar. Sedangkan sorpsi campuran molekul D2EHPA+TBP juga lebih besar daripada sorpsi D2EHPA, karena pada saat impregnasi molekul TBP terlebih dahulu mengisi pori-pori resin dan selanjutnya diikuti dengan molekul D2EHPA. 2. Adsorpsi Pada penentuan hasil adsorpsi yang paling optimum dilakukan dengan 3 macamvariasi, yaitu variasi molaritas umpan, variasi berat SIR, dan variasi berat konsentrat umpan. Masing-masing variasi diawali dengan pembuatan umpan. Umpan yang digunakan adalah konsentrat logam tanah jarang senotim berupa konsentrat itrium yang dilarutkan dengan HNO3 pekat 65% yang sudah dipanaskan hingga uapnya habis dan bebas nitrat. Pelarutan umpan dipilih menggunakan HNO3 pekat dikarenakan semakin pekat maka semakin mudah konsentrat umpan larut. Proses pelarutan dilakukan pada saat HNO3 dalam keadaan panas agar pelarutannya terjadi sempurna. Larutan HNO3 dipilih karena memiliki daya larut yang tinggi. Reaksi yang terjadi pada pelarutan dengan menggunakan HNO3 ini adalah (Wasito & Biyantoro, 2009: 682) Y(OH)3 + 3HNO3 Y (NO3)3 + 3H2O...(15) LTJ(OH)3 + 3HNO3 LTJ(NO3)3 + 3H2O.. (16) Tahapan adsorpsi menggunakan 3 jenis SIR yang sudah diimpregnasi, yaitu SIR D2EHPA, SIR TBP, dan SIR D2EHPA+TBP. Ketiga SIR ini digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing jenis SIR pada setiap variasi adsorpsi. Pengadukan dalam ketiga variasi adsorpsi ini digunakan waktu 30 menit dikarenakan pada pengadukan kurang dari 10 menit relatif belum optimum, baru tercapai kondisi optimum pada saat pengadukan lebih dari 15 menit. Waktu pengadukan yang relatif lama maka kesempatan kontak antara umpan dan SIR 48

69 yang mengandung ekstraktan dapat lebih efektif dan reaksi akan lebih sempurna (Handini, Bambang, & Sukmajaya, 2017: 53). a. Variasi Molaritas Umpan Variasi adsorpsi yang pertama adalah variasi molaritas umpan. Pada tahap ini dilakukan beberapa macam variasi molaritas umpan, yaitu 4 M, 3 M, 2 M, 1 M, dan 0,5 M. Dalam variasi ini, dibuat larutan induk 4 M yang merupakan konsentrat logam tanah jarang yang sudah di larutkan dengan asam nitrat pekat 65%, kemudian ditambahkan denganlarutan HNO3 encer dibuat dalam molaritas 4M. Molaritas yang didapatkan setelah penambahan HNO3encer disebut molaritas umpan. Molaritas 3M, 2M, 1M,dan 0,5 M merupakan pengenceran dari larutan induk. Setelah filtrat masing-masing variasi dianalisa dengan XRF, maka didapatkan hasil nilai cacah dan compton pada Lampiran 6. Menggunakan kurva standar itrium (Y), gadolinium(gd), dan disprosium (Dy) pada Lampiran 4 dapat dihitung konsentrasi masing-masing variasi dengan hasil perhitungan pada Lampiran 6. Setelah didapatkan konsentrasi dapat dihitung nilai efisiensi (η) pada masing-masing variasi untuk unsur Y, Gd, dan Dy dengan persamaan 6. Sehingga didapatkan hasil nilai efisiensi (η) sesuai pada Tabel 6 dengan perhitungan lengkap pada Lampiran 7. 49

70 Tabel 6. Hasil Perhitungan ηy (%), ηgd (%), dan ηdy (%) Variasi Molaritas Umpan Variasi Efisiensi (%) Molaritas Umpan Jenis SIR ηy ηgd ηdy 4M D2EHPA 1,17 3,23 9,75 3M D2EHPA 12,25 21,45 25,70 2M D2EHPA 15,71 28,37 47,43 1M D2EHPA 59,73 59,79 59,51 0,5M D2EHPA 79,47 67,36 63,82 4M D2EHPA+TBP 3,07 11,79 2,14 3M D2EHPA+TBP 18,35 26,21 27,72 2M D2EHPA+TBP 34,08 38,10 48,12 1M D2EHPA+TBP 62,41 56,06 55,13 4M TBP 1,57 12,57 4,32 3M TBP 18,22 13,96 41,50 2M TBP 30,47 36,35 50,69 1M TBP 63,06 47,69 58,98 Berdasarkan hasil efisiensi (η) untuk masing-masing unsur Y, Gd, dan Dy pada Tabel 6 menunjukkan bahwa variasi menggunakan SIR D2EHPA didapatkan hasil optimum pada molaritas 0,5 M dengan efisiensi unsur Y sebesar 79,47 %, unsur Gd sebesar 67,36%, dan unsur Dy sebesar 63,82%. Pada variasi SIR D2EHPA+TBP didapatkan hasil optimum pada molaritas 1 M dengan hasil efisiensi unsur Y sebesar 62,41%, unsur Gd sebesar 56,06%, dan unsur Dy sebesar 55,13%. Sedangkan pada variasi menggunakan SIR TBP hasil optimum terjadi pada molaritas 1 M dengan hasil efisiensi unsur Y sebesar 63,06%, unsur Gd sebesar 47,69%, dan unsur Dy sebesar 58,98%. Ketiga variasi jenis SIR memiliki hasil optimum pada molaritas rendah. Berdasarkan data hasil efisiensi (η) tersebut apabila dibandingkan antara ketiga variasi SIR baik pada unsur itrium (Y), gadolinium (Gd), dan disprosium (Dy), dapat diketahui bahwa nilai efisiensi (η) optimum didapatkan pada molaritas paling rendah, yaitu molaritas umpan 50

71 η Y (%) sebesar 0,5 M dengan penggunaaan SIR yang sudah diimpregnasi dengan ekstraktan D2EHPA. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan SIR D2EHPA dengan molaritas rendah memberikan hasil optimum pada unsur Y, Gd, dan Dy. Hasil pada variasi molaritas umpan pada 0,5 M telah dibuktikan pada penelitian sebelumnya tentang pemurnian itrium dengan metode ekstraksi oleh Dwi Biyantoro (2002). Estraktan D2EHPA dipilih sebagai ekstraktan yang optimum karena lebih selektif dalam mengambil unsur itrium (Y) sehingga efisiensi Y lebih tinggi dibandingkan dengan efisiensi unsur Gd ataupun Dy. Karena D2EHPA bersifat selektif adsorpsi dapat berjalan lebih optimum. Berdasarkan hasil pada Tabel 6 dapat dibuat kurva hubungan antara variasi molaritas dengan efisiensi (η) unsur Y, Gd, dan Dy pada Gambar 11,12, dan Molaritas Umpan (M) SIR D2EHPA SIR TBP SIR D2EHPA+TBP Gambar 11. Kurva Hubungan Molaritas (M) dengan η Y (%) 51

72 η Dy (%) η Gd (%) Molaritas Umpan (M) SIR D2EHPA SIR TBP SIR D2EHPA+TBP Gambar 12. Kurva Hubungan Molaritas (M) dengan η Gd (%) Molaritas Umpan (M) SIR D2EHPA SIR TBP SIR D2EHPA+TBP Gambar 13. Kurva hubungan Molaritas (M) dengan η Dy (%) Gambar 11, 12, dan13 membuktikan bahwa terjadi penurunan efisiensi dari molaritas rendah ke molaritas tinggi untuk masing-masing unsur baik itrium (Y), gadolium (Gd), dan disprosium (Dy). Dapat dilihat dalam kurva untuk unsur 52

73 Y dengan penggunaan SIR D2EHPA menunjukkan nilai tertinggi dibandingkan penggunaan SIR TBP ataupun SIR D2EHPA+TBP ditunjukkan dengan titik tertinggi pada kurva. Pada unsur Gd dan Dy menyatakan hasil yang sama, yaitu SIR D2EHPA yang digunakan untuk variasi menunjukkan hasil optimum. Langkah selanjutnya adalah menghitung nilai koefisien distribusi (Kd) dan daya pisah (β) unsur itrium (Y), gadolium (Gd), dan disprosium (Dy) dengan memasukkan data nilai cacah banding nilai compton pada Lampiran 6 dan disubstitusikan ke dalam persamaan regresi kurva standar pada Lampiran 4 dengan menggunakan persamaaan 5 dan 7 sehingga didapatkan hasil sesuai pada Tabel 7 dengan perhitungan lengkap pada Lampiran 7. Tabel 7. Hasil perhitungan KdY, KdGd, KdDy,βY/Gd, dan βy/dy Variasi Molaritas Umpan Variasi Kd β Molaritas Jenis SIR Umpan Y Gd Dy Y/Gd βy/dy 4M D2EHPA 0,0119 0,0334 0,1081 0,3561 0,1101 3M D2EHPA 0,1396 0,2731 0,3459 0,5111 0,4036 2M D2EHPA 0,1864 0,3961 0,9024 0,4706 0,2066 1M D2EHPA 1,4834 1,4868 1,4697 0,9977 1,0093 0,5M D2EHPA 3,8714 2,0639 1,7642 1,8758 2,1944 4M D2EHPA+TBP 0,0317 0,1337 0,0219 0,2371 1,4486 3M D2EHPA+TBP 0,2247 0,3552 0,3836 0,6326 0,5858 2M D2EHPA+TBP 0,5169 0,6155 0,9275 0,8398 0,5573 1M D2EHPA+TBP 1,6605 1,2757 1,2289 1,3016 1,3512 4M TBP 0,0159 0,1438 0,0451 0,1106 0,3524 3M TBP 0,2228 0,1622 0,7095 1,3732 0,3140 2M TBP 0,4383 0,5711 1,0282 0,7674 0,4263 1M TBP 1,7068 0,9115 1,4380 1,8725 1,1869 Berdasarkan data dari Tabel 7 diketahui bahwa nilai koefisien distribusi (Kd) untuk masing-masing variasi pada unsur itrium (Y), gadolinium (Gd), dan disprosium (Dy) optimum pada molaritas rendah dengan penggunaan 53

74 SIRD2EHPA, yaiu 0,5 M. Hasil optimum pada unsur Y sebesar 3,8174, hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil optimum pada variasi yang menggunakan SIR D2EHPA+TBP serta SIR TBP pada molaritas terendah dengan hasil masingmasing sebesar 1,6605 dan 1,7086. Selain pada unsur Y, hasil optimum pada molaritas rendah terjadi unsur Gd dan Dy yang didapatkan masing-masing sebesar 2,0639 dan 1,7642 dengan penggunaan SIR D2EHPA. Sedangkan untuk nilai daya pisah (β) didapatkan hasil optimum dengan nilai 2,1994 pada daya pisah antara itrum (Y) dengan disprosium (Dy) dan pada daya pisah antara itrium(y) dengan gadolinium (Gd) yang optimum sebesar 1,8758 pada penggunaan SIR D2EHPA pada molaritas 0,5 M. Nilai efisiensi (η), koefisien distribusi (Kd), dan daya pisah (β) menunjukkan bahwa hasil optimum terjadi pada penggunaan ekstraktan D2EHPA. Hal ini karena kondisi ini D2EHPA dengan nitrat mempunyai ikatan yang paling kuat serta dapat terjadi reaksi sesuai dengan persamaan 1 sebagai berikut : Semakin tinggi molaritas umpan semakin menurun hasil yang diperoleh. Pada molaritas rendah, reaksi yang terjadi adalah pertukaran ion (Handini, Bambang,& Sukmajaya, 2017: 52). Ekstraktan D2EHPA merupakan ekstraktan yang bersifat asam sehingga pada keasaman rendah sudah dapat mengambil unsur itrium (Y), gadolinium (Gd), dan disprosium (Dy). Hasil Kd dan efisiensi (η) pada Tabel 6 dan 7 menunjukkan nilai Kd dan efisiensi Y selalu lebih tinggi dibanding unsur Gd dan Dy. Hal ini membuktikan bahwa penjerapan unsur Y lebih besar dari Gd dan Dy. 54

75 Kd Gd Kd Y Dari hasil pada Tabel 7 dapat dibuat kurva hubungan masing-masing nilai KdY, Kd Gd, dan Kd Dy dengan molaritas umpan untuk masing-masing unsur yang dapat dillihat pada Gambar 14, 15, dan Molaritas Umpan (M) SIR D2EHPA SIR TBP SIR D2EHPA+TBP Gambar 14. Kurva Hubungan Molaritas Umpan (M) dengan Kd Y SIR D2EHPA SIR TBP SIR D2EHPA+TBP Molaritas Umpan (M) Gambar 15. Kurva Hubungan Molaritas Umpan (M) dengan Kd Gd 55

76 Kd Dy SIR D2EHPA SIR TBP SIR D2EHPA+TBP Molaritas Umpan (M) Gambar 16. Kurva Hubungan Molaritas Umpan (M) dengan Kd Dy Gambar 14,15, dan16 menunjukkan bahwa pada koefisien distribusi terjadi penurunan nilai Kd dari molaritas rendah ke molaritas tinggi untuk masingmasing unsur baik itrium (Y), gadolium (Gd), dan disprosium (Dy), yaitu dari molaritas 0,5 M ke molaritas 4 M. Sehingga dapat dikatakan bahwa penurunan seiring dengan kenaikan molaritas. Ketiga kurva menyatakan bahwa SIR D2EHPA yang digunakan untuk variasi masing-masing unsur menunjukkan hasil optimum untuk kondisi 0,5 M sebagai molaritas paling rendah ditunjukkan dengan titik tertinggi pada kurva. Selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 17 dan 18 yang merupakan kurva hubungan molaritas umpan yang digunakan dengan daya pisah untuk itrium (Y) terhadap gadolinium (Gd) dan itrium (Y) terhadap disprosium (Dy) untuk masing-masing jenis SIR, yaitu SIR D2EHPA, SIR D2EHPA+TBP, dan SIR TBP. 56

77 βy/dy βy/gd SIR D2EHPA SIR D2EHPA+TBP SIR TBP Molaritas Umpan (M) Gambar 17. Kurva Hubungan βy/gd dengan Molaritas Umpan (M) SIR D2EHPA SIR D2EHPA+TBP SIR TBP Molaritas Umpan (M) Gambar 18. Kurva Hubungan βy/dy dengan Molaritas Umpan (M) Pada Gambar 17 dan 18 dapat dilihat daya pisah dalam pemisahan itrium gadolinium (βy/gd) maupun pemisahan itrium disprosium (βy/dy), kemudian dibandingan antara masing-masing jenis SIR menunjukkan pengunaan SIR D2EHPA merupakan hasil optimum dibanding pengunaan SIR D2EHPA+TBP 57

78 ataupun penggunaan SIR TBP karena cenderung selektif dalam pengambilan masing-masing unsur. Molaritas optimum yang dihasilkan pada variasi molaritas umpan, yaitu molaritas0,5 M ini selanjutnya digunakan untuk variasi berikutnya. b. Variasi Berat SIR Pada tahap ini dilakukan variasi untuk SIR D2EHPA, SIR TBP, dan SIR D2EHPA+ TBP masing-masing, yaitu sebesar 0,1 g, 0,2 g,0,3 g,0,4 g, 0,5 g, dan 0,6 g. Setelah diketahui nilai cacah dan compton dari masing-masing variasi dapat dihitung nilai konsentrasi dengan menggunakan persamaan kurva standar pada Lampiran 4, kemudian dihitung efisiensi (η) dengan menggunakan persamaan 6. Berikut ini merupakan nilai efisiensi(η) masing-masing variasi berat SIR untuk unsur Y, Gd dan Dy terdapat pada Tabel 8berikut ini : Tabel 8. Hasil Perhitungan ηy (%),ηgd (%), dan ηdy (%) Variasi Berat SIR Variasi Efisiensi (%) BeratSIR(g) Jenis SIR ηy ηgd ηdy 0,1 D2EHPA 45,53 40,53 43,88 0,2 D2EHPA 45,76 43,43 44,10 0,3 D2EHPA 47,13 46,29 47,37 0,4 D2EHPA 53,93 51,29 48,53 0,5 D2EHPA 62,65 55,32 55,81 0,6 D2EHPA 66,81 56,31 56,64 0,1 D2EHPA+TBP 49,09 45,45 42,42 0,2 D2EHPA+TBP 50,32 45,51 46,57 0,3 D2EHPA+TBP 51,44 47,03 48,34 0,4 D2EHPA+TBP 54,91 49,11 49,49 0,5 D2EHPA+TBP 57,95 50,64 50,12 0,6 D2EHPA+TBP 61,04 52,94 52,35 0,1 TBP 46,85 46,36 43,65 0,2 TBP 46,96 46,65 44,30 0,3 TBP 49,53 47,44 47,17 0,4 TBP 55,49 49,66 49,81 0,5 TBP 54,94 52,05 53,02 0,6 TBP 55,88 52,95 51,16 58

79 ηy (%) Hasil efisiensi (η) yang didapatkan untuk masing-masing unsur itrium (Y), gadolinium (Gd), dan disprosium (Dy) didapatkan hasil optimum pada berat SIR 0,6 g dengan efisiensi unsur Y sebesar 66,81 %, unsur Gd sebesar 56,31%, dan unsur Dy sebesar 56,64%. Pada variasi menggunakan campuran dengan SIR D2EHPA+TBP didapatkan hasil optimum pada berat SIR 0,6 g dengan hasil efisiensi unsur Y sebesar 61,04%, unsur Gd sebesar 52,94%, dan unsur Dy sebesar 52,35%. Sedangkan pada variasi menggunakan SIR TBP hasil optimum dengan efisiensi (η) sebesar 55,88% untuk unsur Y, sebesar 52,95% untuk unsur Gd, dan sebesar 51,16% untuk Dy. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa penggunaan SIR D2EHPA dengan berat 0,6 g menunjukkan hasil optimum pada adsorpsi dalam variasi berat SIR unsur itrium (Y), gadolinium (Gd) dan disprosium (Dy). Sehingga dapat dibuat kurva hubungan efisiensi (η) masingmasing unsur Y, Gd, dan Dy dengan berat SIR yang dapat dilihat pada Gambar 19, 20, dan Berat SIR (g) SIR D2EHPA SIR TBP SIR D2EHPA+TBP Gambar 19. Kurva Hubungan Berat SIR (g) dengan ηy (%) 59

80 η Gd (%) η Gd (%) SIR D2EHPA SIR TBP SIR D2EHPA+TBP Berat SIR (g) Gambar 20. Kurva Hubungan Berat SIR (g) dengan η Gd (%) Berat SIR (g) SIR D2EHPA SIR TBP SIR D2EHPA+TBP Gambar 21. Kurva Hubungan Berat SIR(g) dengan η Dy(%) Gambar 19, 20, dan 21 diatas membuktikan bahwa terjadi kenaikan efisiensi dari berat SIR 0,1 g menuju 0,6 g atau dapat dikatakan kenaikan seiring pertambahan jumlah SIR yang digunakan, baik pada unsur Y, Gd, dan Dy dengan penggunaan masing-masing jenis SIR. Hal ini ditunjukkan pada garis kurva yang 60

81 menggambarkan SIR D2EHPA yang digunakan untuk variasi masing-masing unsur menunjukkan hasil paling optimum pada 0,6 g. Kemudian menghitung nilai koefisien distribusi (Kd) untuk masing-masing unsur itirum (Y), gadolinium (Gd), dan disporsium (Dy) serta daya pisah (β) antara itrium dengan gadolinium dan itrium dengan disprosium menggunakan persamaan 5 dan 7 dengan perhitungan lengkap sesuai pada Lampiran 7. Sehingga didapatkan nilai Kd dan β sesuai pada Tabel 9 berikut ini : Tabel 9. Hasil perhitungan KdY, KdGd, KdDy, βy/gd, dan βy/dy Variasi Berat SIR Variasi Kd β BeratSIR(g) Jenis SIR Y Gd Dy Y/Gd Y/Dy 0,1 D2EHPA 0,8360 0,6815 0,7819 1,2266 1,0691 0,2 D2EHPA 0,8435 0,7676 0,7889 1,0989 1,0692 0,3 D2EHPA 0,8913 0,8618 0,9000 1,0342 0,9903 0,4 D2EHPA 1,1704 1,0532 0,9430 1,1113 1,2411 0,5 D2EHPA 1,6774 1,2379 1,2631 1,3550 1,3280 0,6 D2EHPA 2,0126 1,2887 1,3063 1,5617 1,5407 0,1 D2EHPA+TBP 0,9642 0,8331 0,7368 1,1573 1,3086 0,2 D2EHPA+TBP 1,0129 0,8353 0,8718 1,2126 1,1619 0,3 D2EHPA+TBP 1,0595 0,8879 0,9357 1,1932 1,1323 0,4 D2EHPA+TBP 1,2178 0,9651 0,9798 1,2618 1,2429 0,5 D2EHPA+TBP 1,3783 1,0259 1,0050 1,3436 1,3715 0,6 D2EHPA+TBP 1,5669 1,1248 1,0985 1,3931 1,4264 0,1 TBP 0,8816 0,8644 0,7748 1,0199 1,1379 0,2 TBP 0,8853 0,8745 0,7954 1,0124 1,1131 0,3 TBP 0,9815 0,9027 0,8928 1,0873 1,0994 0,4 TBP 1,2468 0,9867 0,9924 1,2636 1,2563 0,5 TBP 1,2194 1,0856 1,0492 1,1232 1,0492 0,6 TBP 1,2666 1,1252 1,1249 1,1256 1,1259 Berdasarkan data dari Tabel 9 diketahui bahwa nilai koefisien distribusi untuk masing-masing unsur itrium (Y), gadolinium (Gd), dan disprosium (Dy) menunjukkan hasil optimum pada 0,6 g SIR D2EHPA. Koefisien distribusi (Kd) pada unsur Y dengan penggunaan SIR D2EHPA optimum pada berat SIR 0,6 g, 61

82 yaitu 2,0126 yang merupakan hasil paling tinggi apabila dibandingkan dengan variasi mengunakan SIR D2EHPA+TBP serta SIR TBP masing-masing sebesar 1,5669 dan 1,2666. Hasil koefisien distribusi pada unsur Gd menunjukkan hasil optimum terjadi pada berat SIR 0,6 g dengan hasil sebesar 1,2887 pada penggunaan SIR D2EHPA sedangkan pada penggunaan SIR D2EHPA+TBP dan SIR TBP didapatkan hasil masing-masing sebesar 1,1248 dan 1,1252. Pada unsur Dy dengan penggunaan SIR D2EHPA menunjukkan hasil optimum pada 0,6 g SIR dengan nilai Kd sebesar 1,3063 dan untuk penggunaan SIR D2EHPA+TBP dan SIR TBP masing-masing sebesar 1,0985 dan 1,1249. Nilai daya pisah optimum didapatkan pada penggunaan SIR D2EHPA dengan nilai sebesar 1,5617 pada daya pisah antara itirum (Y) dengan gadolinium (Gd) dan pada daya pisah antara itrium (Y) dengan disprosium (Dy) sebesar 1,5407. Berdasarkan data hasil efisiensi (η) dan koefisien distribusi (Kd) penggunaaan SIR dengan jumlah lebih banyak maka hasilnya lebih efektif, maka semakin tinggi berat SIR yang digunakan akan semakin meningkat. Efisiensi dan koefisien distribusi akan meningkat seiring dengan penambahan berat SIR. Penambahan SIR dalam larutan akan menambah jumlah ion aktif yang dipertukarkan (Widodo, Sigit, & Basuki, 2014: 41). Pada SIR D2EHPA memiliki hasil optimum karena cukup selektif dalam mengambil unsur itium (Y), gadolinium (Gd), dan disprosium (Dy) Selanjutnya dapat dihasilkan kurva hubungan berat SIR (g) dengan koefisien distribusi unsur Y, Gd, dan Dy sesuai pada Gambar 22, 23, dan

83 Kd Gd Kd Y SIR D2EHPA SIR TBP SIR D2EHPA+TBP Berat SIR (g) Gambar 22. Kurva Hubungan Berat SIR (g) dengan Kd Y Berat SIR (g) SIR D2EHPA SIR TBP SIR D2EHPA+TBP Gambar 23. Kurva Hubungan Berat SIR (g) dengan Kd Gd 63

84 Kd Dy Berat SIR (g) SIR D2EHPA SIR TBP SIR D2EHPA+TBP Gambar 24.Kurva Hubungan Berat SIR (g) dengan Kd Dy Gambar 22, 23, dan 24 menunjukkan bahwa pada koefisien distribusi dalam variasi berat SIR mengalami kenaikan seiring bertambahnya berat SIR, baik unsur itrium (Y), gadolium (Gd), dan disprosium (Dy). Hal ini terjadi pada 0,1 g SIR hingga 0,6 g SIR. Ketiga kurva tersebut menyatakan bahwa SIR D2EHPA yang digunakan untuk variasi masing-masing unsur menunjukkan hasil optimum untuk berat SIR 0,6 g. Selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 25 dan 26 merupakan kurva hubungan berat SIR (g) yang digunakan dengan daya pisah untuk itrium (Y) terhadap gadolinium (Gd) dan itrium (Y) terhadap disprosium (Dy) untuk masing-masing jenis SIR, yaitu SIR D2EHPA, SIR D2EHPA+TBP, dan SIR TBP. 64

85 βy/dy βy/gd Berat SIR (g) SIR D2EHPA SIR TBP SIR D2EHPA+TBP Gambar 25. Kurva Hubungan βy/gd dengan Berat SIR (g) Berat SIR (g) SIR D2EHPA SIR TBP SIR D2EHPA+TBP Gambar 26. Kurva Hubungan βy/dy dengan Berat SIR (g) Gambar 26 dan 27 menunjukkan daya pisah untuk penggunaaan masingmasing jenis SIR, yaitu daya pisah antara itrium (Y) dengan gadolinium (Gd) dan daya pisah antara itrium (Y) dengan disprosium (Dy) dan didapatkan hasil 65

86 optimum pada penggunaaan SIR D2EHPA dengan berat 0,6 g. Berat SIR paling optimum ini kemudian digunakan untuk variasi selanjutnya. c. Variasi Berat Konsentrat Umpan Variasi yang ketiga adalah variasi berat konsentrat umpan. Konsentrat merupakan pasir senotim yang sudah diolah dengan proses dijesti. Konsentrat ini jumlahnya divariasi, yaitu 5 g, 10 g, 15 g, 20 g, dan 25 g. Setelah masing-masing variasi dianalisa dengan XRF didapatkan hasil cacah dan compton, kemudian menggunakan kurva standar itrium (Y), gadolinium (Gd), dan disprosium (Dy) pada Lampiran 4 dapat dihitung konsentrasi masing-masing variasi dengan hasil perhitungan pada Lampiran 6. Setelah didapatkan konsentrasi dapat dihitung nilai efisiensi (η) pada masing-masing variasi untuk unsur Y, Dy, dan Gd dengan persamaan 6. Sehingga didapatkan hasil nilai efisiensi (η) sesuai pada Tabel 10. Tabel 10. Hasil Perhitungan ηy (%), ηgd (%), dan ηdy (%) Variasi Berat Konsentrat Umpan Variasi Efisiensi (%) Berat Umpan Jenis SIR ηy ηgd ηdy (g) 5 D2EHPA 45,89 44,91 40,09 10 D2EHPA 48,17 50,74 41,77 15 D2EHPA 50,68 52,51 43,31 20 D2EHPA 51,61 56,87 47,16 25 D2EHPA 62,17 59,17 53,44 5 D2EHPA+TBP 44,90 43,10 38,99 10 D2EHPA+TBP 47,63 47,56 39,84 15 D2EHPA+TBP 48,19 49,32 42,60 20 D2EHPA+TBP 51,12 52,51 46,71 25 D2EHPA+TBP 53,68 55,72 47,12 5 TBP 45,27 44,33 39,90 10 TBP 46,48 45,68 40,10 15 TBP 50,31 48,28 42,40 20 TBP 50,88 50,27 46,31 25 TBP 54,31 53,50 46,94 66

87 Berdasarkan Tabel 10 hasil efisiensi (η) yang didapatkan untuk masingmasing unsur itrium(y), gadolinium (Gd), dan disprosim (Dy), dapat diketahui pada variasi menggunakan SIR D2EHPA didapatkan hasil optimum pada berat umpan dengan efisiensi unsur Y sebesar 62,17 %, unsur Gd sebesar 59,17%, dan unsur Dy sebesar 53,44%. Pada variasi dengan SIR D2EHPA+TBP didapatkan hasil optimum pada berat konsentrat umpan 25 g dengan hasil efisiensi unsur Y sebesar 53,68%, unsur Gd sebesar 55,72%, dan unsur Dy sebesar 47,12%. Pada variasi menggunakan SIR TBP hasil optimum terjadi pada berat 25 g dengan hasil efisiensi unsur Y sebesar 54,31%, unsur Gd sebesar 53,50 %, dan untuk unsur Dy sebesar 46,94%. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa penggunaan SIR D2EHPA dengan berat konsentrat sebesar 25 g menunjukkan hasil optimum baik pada unsur itirum (Y), gadolinium (Gd) dan disprosium (Dy). Semakin banyak konsentrat yang digunakan, semakin banyak kandungan unsur didalamnya sehingga akan meningkatkan nilai efisiensi sesuai dengan deret selektifitas (Deqian, 2016: 3). Berikut ini kurva hubungan berat konsentrat umpan dengan efisiensi (η) masing-masing unsur itrium (Y), gadolinium (Gd), dan disprosium (Dy) ditunjukkan pada Gambar 27, 28, dan

88 η Gd (%) η Y (%) Berat Konsentrat Umpan (g) SIR D2EHPA SIR TBP SIR D2EHPA+TBP Gambar 27. Kurva Hubungan Berat Konsentrat Umpan (g) dengan η Y(%) Berat Konsentrat Umpan (g) SIR D2EHPA SIR TBP SIR D2EHPA+TBP Gambar 28. Kurva Hubungan Berat Konsentrat Umpan (g) dengan η Gd (%) 68

89 η Dy (%) SIR D2EHPA SIR TBP SIR D2EHPA+TBP Berat Konsentrat Umpan (g) Gambar 29. Kurva Hubungan Berat Konsentrat Umpan (g) dengan ηdy (%) Gambar 27, 28 dan 29 membuktikan bahwa efisiensi unsur itrium(y), gadolinium (Gd), dan disprosium (Dy) meningkat seiring bertambahnya jumlah konsentrat umpan yang digunakan dari 5 g hingga 25 g. Penggunaan SIR D2EHPA menunjukkan variasi optimum karena relarif bisa mengambil logam Y, Gd, dan Dy secara selektif dan dapat membentuk ikatan yang kuat antara ekstraktan D2EHPA dan HNO3 yang ada dalam umpan (Biyantoro, Handini, & Setyadji, 2016: 6). Hal ini menunjukkan semakin tinggi jumlah berat konsentrat umpan yang digunakan maka semakin meningkat pula nilai efisiensi masingmasing unsur. Dapat dilihat dalam kurva D2EHPA memiliki titik efisiensi diatas TBP dan D2EHPA+TBP. Selanjutnya dapat dihitung nilai koefisien distribusi (Kd) dan daya pisah (β) dengan persamaan 5 dan 7 sehingga di dapat nilai Kd dan β unsur Y, Gd, dan Dy sesuai pada Tabel 11 berikut ini : 69

90 Tabel 11.Hasil perhitungan KdY, KdGd, KdDy, βy/gd, dan βy/dy Variasi Berat Konsentrat Umpan Variasi Kd β Berat Umpan (g) Jenis SIR Y Gd Dy Y/Gd Y/Dy 5 D2EHPA 0,8480 0,8152 0,6693 1,0402 1, D2EHPA 0,9293 1,0302 0,7173 0,9021 1, D2EHPA 1,0275 1,1057 0,7640 0,9293 1, D2EHPA 1,0666 1,3184 0,8926 0,8090 1, D2EHPA 1,6431 1,4492 1,1479 1,1338 1, D2EHPA+TBP 0,8148 0,7574 0,6390 1,0758 1, D2EHPA+TBP 0,9093 0,9070 0,6623 1,0025 1, D2EHPA+TBP 0,9300 0,9734 0,7420 0,9554 1, D2EHPA+TBP 1,0459 1,1054 0,8764 0,9462 1, D2EHPA+TBP 1,1587 1,2581 0,8911 0,9210 1, TBP 0,8272 0,7962 0,6640 1,0389 1, TBP 0,8685 0,8409 0,6694 1,0328 1, TBP 1,0124 0,9334 0,7362 1,0846 1, TBP 1,0357 1,0107 0,8627 1,0247 1, TBP 1,1886 1,1505 0,8847 1,0331 1,3435 Berdasarkan data dari Tabel 11 diketahui bahwa nilai koefisien distribusi untuk masing-masing unsur itrium (Y), gadolinium (Gd) dandisprosium (Dy) optimum pada 25 g konsentrat umpan. Pada unsur Y dengan penggunaan 25 g konsentrat didapatkan hasil optimum, yaitu 1,6431 dengan penggunaan SIR D2EHPA yang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil optimum pada variasi yang mengunakan SIR D2EHPA+TBP serta SIR TBP masing-masing 1,1587 dan 1,1886, maka hasil pada penggunaan SIR D2EHPA paling tinggi. Selain pada unsur Y, hasil optimum pada jumlah konsentrat 25 g terjadi unsur Gd dan Dy yang didapatkan masing-masing sebesar 1,4992 dan 1,1479 dengan penggunaan SIR D2EHPA. Sehingga dapat dibuat kurva hubungan berat konsentrat (g) dengan koefisien distribusi (Kd) masing-masing unsur yang ditunjukkan pada Gambar 30,31, dan 32. Hasil nilai daya pisah paling optimum dengan nilai 1,1338 pada daya pisah antara itrirum (Y) dengan gadolinium (Gd) dan pada daya pisah antara 70

91 Kd Dy Kd Y itrium (Y) dengan disprosium (Dy) sebesar 1,4314 pada penggunaan SIR D2EHPA Berat Konsentrat Umpan (g) SIR D2EHPA SIR TBP Gambar 30. Kurva Hubungan Berat Konsentrat Umpan (g) dengan Kd Y Berat Konsentrat Umpan (g) SIR D2EHPA SIR TBP SIR D2EHPA+TBP Gambar 31. Kurva Hubungan Berat Konsentrat Umpan (g) dengan Kd Dy 71

92 Kd Dy Berat Konsentrat Umpan (g) SIR D2EHPA SIR TBP SIR D2EHPA+TBP Gambar 32. Kurva Hubungan Berat Konsentrat Umpan (g) dengan Kd Dy Gambar 30, 31, dan 32 menunjukkan terjadinya kenaikan nilai Kd dari berat konsentrat umpan rendah ke tinggi untuk unsur itrium (Y), gadolium (Gd), dan disprosium (Dy) sama dengan kenaikan kurva efisiensi yang didapatkan. Koefisen distribusi meningkat seiring pertambahan berat konsentrat umpan. Hal ini ditunjukkan dengan penggunaan konsentrat sebesar 5 g hingga 25 g. Ketiga kurva tersebut menyatakan bahwa SIR D2EHPA yang digunakan untuk variasi masing-masing unsur menunjukkan hasil paling optimum untuk berat konsentrat umpan sebanyak 25 g. Selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 33 dan 34 merupakan kurva hubungan berat konsentrat (g) yang digunakan dengan daya pisah untuk itrium (Y) terhadap gadolinium (Gd) dan itrium (Y) terhadap disprosium (Dy). 72

93 βy/dy βy/gd SIR D2EHPA SIR TBP SIR D2EHPA+TBP Berat Konsentrat Umpan (g) Gambar 33. Kurva Hubungan βy/gd dengan Berat Konsentrat Umpan (g) Berat Konsentrat Umpan (g) SIR D2EHPA SIR TBP SIR D2EHPA+TBP Gambar 34. Kurva Hubungan βy/dy dengan Berat Konsentrat Umpan (g) Berdasarkan Gambar 33 dan 34 dapat diketahui bahwa daya pisah menggunakan SIR D2EHPA dengan konsentrat sebanyak 25 g menunjukkan hasil optimum pada daya pisah antara itrium dengan gadolinium (βy/gd) juga 73

94 pada itrium dengan disprosium (βy/dy) dibandingkan dengan penggunaan SIR D2EHPA+TBP dan SIR TBP dikarenakan SIR D2EHPA memiliki kemampuan pengambilan unsur Y, Gd, dan Dy yang lebih baik dan lebih kuat seiring dengan penambahan jumlah konsentrat, sehingga pertukaran ion antar logam berjalan optimum (Handini, Bambang,& Sukmajaya, 2017: 52). 3. Desorpsi Desorpsi dilakukan dengan tujuan untuk menjerap kembali logam tanah jarang terutama unsur itrium (Y) yang mengalami pemurnian. Desorpsi dilakukan dengan menggunakan kolom penukar ion. Desorpsi terjadi saat ion bermuatan dari larutan yang terikat pada resin digantikan oleh ion yang bermuatan sama dari eluen. Pertukaran ion antara fasa gerak dan fasa diam terjadi didalam kolom, yaitu antara fasa diam yang berupa resin XAD-16 yang sudah diimpregnasi yang telah menjerap umpan dengan fasa gerak berupa eluen. Eluen yang digunakan dalam penelitian ini adalah larutan HNO3 2M. Eluen berfungsi untuk mengelusi logam tanah jarang terutama itrium (Y), disprosium (Dy), dan gadolinium (Gd) yang terjerap dalam SIR. Tahap desorpsi menggunakan SIR D2EHPA dan SIR D2EHPA+TBP untuk variasi komposisi kolom. Kolom yang dipilih pada tahap desorpsi memiliki diameter 0,7 cm dikarenakan dengan bertambah besar diameter kolom yang digunakan hasil yang diperoleh semakin kecil. Hal ini dikarenakan semakin besar diameter kolom maka pengambilan unsur Y, Dy, dan Gd oleh eluen kurang sempurna, ini disebabkan proses pertukaran ion kurang maksimum karena waktu singgung 74

95 antara resin dengan eluen tidak lama. Hal ini akan mempengaruhi hasil kemurnian yang didapatkan (Handini, 2005: 45-46). Selain itu, dalam proses memasukkan SIR dalam kolom dibantu dengan larutan metanol karena akan meningkatkan kemampuan resin menggembang (swelling) sebesar 15% dan membantu agar resin yang sudah diimpregnasi lebih stabil selama pembebanan dan elusi. Dalam tahapan desorpsi ini dilakukan 2 jenis variasi, yaitu variasi komposisi SIR dalam kolom dan variasi tinggi SIR pada kolom dilanjutkan dengan pembuatan kolom M sebagai berikut : a. Variasi Komposisi SIR Pada variasi komposisi SIR dilakukan variasi menggunakan 4 kolom. Sebelum melakukan pembebanan dalam kolom dilakukan pembuatan umpan dan proses adsorpsi. Sehingga didapatkan umpan baru, SIR hasil adsorpsi, dan filtrat hasil adsorpsi. Kolom yang digunakan, yaitu kolom A, kolom B, kolom C,dan kolom D. Diameter kolom penukar ion yang digunakan sebesar 0,7 cm dengan tinggi 44,5 cm. Kolom A berisi SIR D2EHPA ditambahkan dengan filtrat hasil adsorpsi sebanyak 5mL, Kolom B berisi SIR D2EHPA ditambahkan dengan umpan baru yang belum di adsorpsi sebanyak 5 ml, Kolom C berisi SIR D2EHPA+TBP ditambahkan dengan umpan baru yang belum diadsorpsi sebanyak 5 ml, dan Kolom D berisi SIR D2EHPA yang sudah diadsorpsi. Tinggi resin pada masing-masing kolom setinggi 5 cm. Masing-masing kolom dielusi dengan HNO3 2 M. Kecepatan yang digunakan saat elusi masing-masing fraksi 0,05 ml/menit, apabila dipilih kecepatan alir yang tinggi maka ion-ion akan memiliki waktu yang singkat untuk 75

96 kontak dengan eluen, sehingga pembentukan kompleks tidak sempurna dan hasil pemisahan diperoleh mempunyai kemurnian makin rendah (Subagiono, Purwani, & Biyantoro, 2004: 356). Hasil elusi serta kemurnian yang dapat dihitung dengan persamaan 14 pada masing masing kolom seperti pada Tabel 12 dan 13 dengan perhitungan lengkap pada Lampiran 8. Tabel 12. Hasil Elusi Kolom A, Kolom B, Kolom C, dan Kolom D. Unsur Hasil elusi (mg) Kolom A Kolom B Kolom C Kolom D Y 132, , , ,6238 Dy 23, , , ,3952 Gd 14, , ,1862 7,1399 Pengotor 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 Tabel 13. Persentase Kemurnian Kolom A, Kolom B, Kolom C, dan Kolom D Unsur Persentase kemurnian (%) Kolom A Kolom B Kolom C Kolom D Y 77,17 81,53 78,41 52,54 Dy 13,67 10,10 11,69 27,69 Gd 8,58 7,94 9,43 17,35 Pengotor 0,58 0,43 0,47 2,43 Kolom A, Kolom B, Kolom C, dan Kolom D dielusi dengan eluen HNO3 2 M dari fraksi 1 hingga fraksi 27. Setelah di analisis dengan XRF, pada kolom A unsur Y muncul hingga fraksi ke 5, unsur Dy muncul hingga fraksi ke 7, dan unsur Gd muncul hingga fraksi ke12. Saat pembebanan dalam kolom menggunakan filtrat hasil adsorpsi, SIR D2EHPA pada kolom ini cenderung 76

97 bergerak naik turun dan kurang stabil, sehingga umpan sulit terjerap kedalam SIR. Hal ini terjadi juga saat elusi dengan HNO3 2 M. SIR yang kurang stabil dan bergerak naik turun terjadi juga pada kolom C dan D. Kolom C berisi SIR D2EHPA+TBP, pada kolom ini unsur Y muncul hingga fraksi ke 7, unsur Dy muncul hingga fraksi ke 13, dan unsur Gd muncul hingga fraksi ke 15. Sedangkan kolom D unsur logam tanah jarang hanya muncul hingga fraksi ke 5 baik pada unsur Y, unsur Dy, dan unsur Gd. Kolom A dan Kolom D kurang efektif apabila digunakan untuk pemisahan maupun pemurnian logam tanah jarang Y, Dy, dan Gd dikarenakan kurang stabilnya SIR kolom yang digunakan, sehingga mempengaruhi hasil kemurnian yang diperoleh. Kolom B relatif lebih stabil dan SIR D2EHPA dalam kolom tidak bergerak naik turun saat terjadi pembebanan atau penyerapan umpan kedalam SIR. Unsur Y pada kolom B muncul hingga fraksi ke 15, unsur Gd dan Dy muncul hingga fraksi ke 20. Jika dibandingkan antara kolom B dan C yang menggunakan umpan baru yang belum di adsorpsi dengan perbandingan perbedaaan SIR yang digunakan dalam kolom, yaitu SIR D2EHPA digunakan pada kolom B sedangkan kolom C digunakan SIR D2EHPA+TBP. Maka SIR D2EHPA lebih stabil dibanding dengan SIR D2EHPA+TBP karena mulai saat penambahan umpan hingga saat elusi dengan eluen, SIR tetap stabil pada dasar kolom sehingga efektif untuk pembebanan maupun pemurnian. Apabila dilihat dari keempat kolom tersebut kondisi pada kolom B merupakan kondisi yang paling efektif. Hal ini dibuktikan dari elusi yang terjadi hingga fraksi ke 15 dengan hasil elusi unsur Y paling tinggi sebesar 191,1864 mg dari umpan awal sebesar 195,1057 mg. Selain 77

98 itu, kemurnian unsur itrium tertinggi terjadi pada kolom B dibandingkan dengan ketiga kolom lainnya, yaitu sebesar 81,53 %. Penukar kation mengandung ion aktif H + dapat digambarkan sebagai M - H +, dimana M- adalah ion yang melekat secara permanen pada polimer penukar kation. Jika penukar kation kontak dengan suatu larutan yang mengandung kation A +. Reaksi yang terjadi pada saat pertukaran adalah sebagai berikut ( Sulistyani, Pusparini, Biyantoto: 111): M - H + + A + M - A + + H + (17) b. Variasi Tinggi SIR Variasi kedua adalah variasi tinggi SIR pada kolom dengan membuat kolom J dan Kolom K. Kolom yang digunakan pada variasi ini setinggi 44,5 cm dengan diameter 0,7 cm untuk kolom J, sedangkan Kolom K setinggi 81,5 cm dengan diameter 0,7 cm untuk kolom K. Kolom J berisi SIR D2EHPA setinggi 10cm dan filtrat hasil adsorpsi sebanyak 8 ml. Sedangkan Kolom K berisi SIR D2EHPA setinggi 15 cm dan umpan baru sebanyak 15 ml. Kolom K memiliki kondisi yang sama dengan kolom B sebagai hasil variasi yang efektif pada variasi komposisi SIR, namun tinggi kolom yang digunakan bertambah. Sedangkan kolom J memiliki kondisi yang sama dengan kolom A pada variasi komposisi SIR. Kedua kolom ini dielusi menggunakan HNO3 2 M. Setiap fraksi kolom diambil 5 ml kemudian dianalisa dengan menggunakan XRF dan diperoleh hasil elusi serta kemurnian pada masing masing kolom sesuai pada Tabel 14 yang dapat dihitung dengan persamaan 14. Perhitungan selengkapnya pada Lampiran 8. 78

99 Tabel 14. Hasil Elusi dan Persentase Kemurnian Kolom J dan Kolom K Unsur Hasil elusi (mg) Persentase kemurnian (%) Kolom K Kolom J Kolom K Kolom J Y 494, , ,17 78,31 Dy 51, ,1539 8,76 11,83 Gd 40, ,1855 6,90 9,53 Pengotor 1,0000 1,0000 0,17 0,33 Unsur Y pada kolom J muncul hingga elusi fraksi ke 26, unsur Dy muncul hingga fraksi ke 30, dan unsur Gd muncul hingga fraksi ke 34. Sedangkan pada Kolom K, unsur Y muncul hingga fraksi ke 30, unsur Dy muncul hingga fraksi ke 34, dan unsur Gd muncul hingga fraksi ke 35. Kolom K pada saat elusi lebih stabil dibanding kolom J sehingga umpan dapat terjerap pada SIR yang ada dalam kolom. Hasil elusi dan kemurnian yag didapatkan dari kedua kolom dapat dilihat bahwa kolom K memiliki hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan kolom J, yaitu sebesar 84,17 % untuk unsur itrium (Y). Hal ini sesuai dengan teori bahwa semakin tinggi resin maka lintasan migrasi ion ion akan semakin panjang sehingga reaksi pengikatan ion Y, Dy, Gd menjadi sempurna. Kompetisi dan peluang ion ion tersebut untuk membentuk kompleks akan semakin baik. Hal tersebut menyebabkan terjadinya perbedaan kecepatan migrasi tiap-tiap kompleks sehingga akan diperoleh hasil pemisahan ion Y, Dy, Gd yang lebih optimal (Sulistyani, Pusparini, & Biyantoro, 2016: 113). c. Kolom M Setelah kedua variasi dilakukan langkah berikutnya adalah membuat kolom M untuk mendapatkan unsur itrium (Y) yang lebih murni atau dengan kata lain meningkatkan kemurnian unsur Y. Kolom M dibuat dengan mengunakan 79

100 kolom berdiameter 0,7 cm ketinggian kolom 150 cm. Diameter kolom yang digunakan sama dengan variasi sebelumnya akan tetapi memiliki ketinggian kolom yang digunakan lebih tinggi, yaitu 110 cm. SIR yang digunakan adalah campuran dari resin XAD-16 dengan ekstraktan D2EHPA karena lebih stabil dan resin tidak bergerak naik turun apabila digunakan pada kolom penukar ion sesuai pada variasi sebelumnya.umpan yang digunakan dan dimasukkan kolom sebanyak 100 ml, sedangkan eluen yang digunakan adalah larutan HNO3 2 M. Umpan dalam kolom ini sengaja dibuat baru agar kondisinya masih baik dan tidak akan menggumpal saat dimasukkan kedalam kolom. Umpan diambil 5 ml terlebih dahulu untuk dianalisa dengan XRF, setelah di analisa kemudian dikembalikan kedalam labu ukur dan 100 ml umpan tersebut dimasukkan kedalam kolom M. Kemurnian diharapkan meningkat dengan banyaknya umpan. Pada kolom ini unsur Y muncul hingga fraksi ke 35, unsur Dy muncul hingga fraksi ke 39 dan untuk unsur Gd muncul hingga fraksi ke 41. Hasil elusi dan persentase kemurnian dapat dihitung dengan persamaan 14 sesuai hasil didapatkan seperti pada Tabel 15 berikut : Tabel 15. Hasil Elusi dan Presentase Kemurnian Kolom M Unsur Hasil elusi (mg) Persentase kemurnian (%) Y 1305, ,52 Dy 120,2646 7,88 Gd 99,7118 6,53 Pengotor 1,000 0,07 Dari hasil tersebut diketahui bahwa kemurnian itrium (Y) yang didapatkan cukup tinggi mencapai 85,52%. Hal ini menunjukkan pemurnian dengan kolom 80

101 menghasilkan kemurnian unsur yang cukup tinggi dengan penggunaan kolom berisi SIR D2EHPA dan penggunaan jumlah umpan yang banyak dan tinggi SIR dalam kolom yang cukup tinggi mempengaruhi kemurnian. Kemurnian dari itrium yang sangat tinggi menunjukkan bahwa itrium (Y) merupakan unsur mayor dalam pasir senotim. Dalam penelitian ini dapat dikatahui bahwa terjadi peningkatan kemurnian itrium dalam pasir senotim, dengan kemurnian itrium mula-mula sebesar 20 % dan kemurnian itrium setelah dilakukan penelitian sebesar 85,52%. Pemisahan dalam proses desorpsi terjadi saat ion bergerak keluar dari kolom dengan waktu yang tidak bersamaan. Berdasarkan hasil yang telah diperoleh unsur itrium (Y) muncul lebih dahulu dibandingkan dengan unsur disprosium (Dy) dan gadolinium (Gd) sesuai dengan data pada Lampiran 8. Hal ini disebabkan ion yang dapat membentuk senyawa kompleks paling stabil akan keluar terlebih dahulu dibanding unsur yang kurang stabil. Ion-ion yang terikat dalam resin yang dialiri eluen mampu memberi keseimbangan yang berbeda sehingga kecepatan migrasi ion dalam kolom tidak sama (Biyantoro, Basuki & Muhadi, 2006: 30). 81

102 A. Kesimpulan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulansebagai berikut: 1. Hasil adsorpsi yang optimum untuk pemurnian itrium (Y) adalah a. Hasil optimum pada variasi molaritas umpan sebesar 0,5 M menggunakan SIR D2EHPA dengan ηy = 79,47%, KdY = 3,8714, βy/gd = 1,8758, dan βy/dy = 2,1944. b. Hasil optimum pada variasi berat SIR sebesar 0,6 g menggunakan SIR D2EHPA dengan ηy = 66,81%, KdY = 2,0126, βy/gd = 1,561, dan βy/dy = 1,5407. c. Hasil optimum pada variasi berat konsentrat umpan sebesar 25 g menggunakan SIR D2EHPA dengan ηy = 62,17%, Kd = 1,6431 ; βy/gd = 1,1338, dan βy/dy=1, Hasil desorpsi yang efektif untuk pemurnian itrium adalah a. Hasil desorpsi efektif pada variasi komposisi SIR menggunakan kolom berisi SIR D2EHPA dan umpan baru dengan hasil kemurnian itrium (Y) sebesar 81,53%. b. Hasil desorpsi efektif pada variasi tinggi SIR menggunakan kolom berisi SIR D2EHPA dengan tinggi SIR dalam kolom 15cm dengan hasil kemurnian itrium (Y) sebesar 84,17%. c. Hasil kemurnian pada kolom M dengan menggunakan SIR D2EHPA setinggi 110 cm dan umpan 100 ml, yaitu sebesar 85,52 %. 82

103 B. Saran Pemurnian Itrium (Y) dengan metode Solvent Impregnated Resins (SIR)dapat langsung dilakukan secara kontinyu menggunakan kolom penukar ion. Proses adsorpsi dan desorpsi dapat dilakukan dalam kolom penukar ion, Hal ini disebabkan karena lebih efektif dan efisien waktu. 83

104 DAFTAR PUSTAKA Alamdari, E.K., Darvishi, D., Sadrnezhaad, S.K., et al. (2002). Effect of TBP as a Modifier for Extraction of Zinc and Cadmium with a Mixture of DEHPA and MEHPA, Proceeding of Int. Conf. Solvent Extraction Conference, Alex, P., Suri, A.K., & Gupta, C.K. (1998). Processing of Xenotime Concentrate. Journal Hydrometallurgy, 50, Aziz, N. (2014). Pemisahan Zirkonium dan Hafnium dengan Metode SIR (Gabungan Adsorpsi dan Desorpsi Penukar Ion). Tugas Akhir. Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir. Bintarti, A.N., Bambang, & Purwani, M,V. (2002). Ekstraksi untuk Memisahkan Unsur-Unsur dalam Konsentrat Logam Tanah Jarang dari Pasir Senotim. Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar IImu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir BATAN, Yogyakarta, Bintarti, A. N. & Bambang. (2006). Pengaruh Garam Al(NO3)3 Terhadap Ekstraksi Itrium dari Konsentrat Logam Tanah Jarang. Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi BATAN,Yogyakarta, Biyantoro, D.,Subagiono, R., & Soemarsono, M. (2002).Pemurnian Itrium dengan Cara Ekstraksi. Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir, BATAN, Yogyakarta, Biyantoro, D., Basuki, K.T., & Muhadi. (2006). Pemisahan Ce Dan Nd Menggunakan Resin Dowex 50w-X8 Melalui Proses Pertukaran Ion. Jurnal Iptek Nuklir Ganendra, 1, Biyantoro, D. (2007). Ekstraksi Itrium dari Konsentrat Senotim menggunakan D2EHPA Dodekan. Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi BATAN,Yogyakarta, Biyantoro, D., Handini, T., & Setyadji, M. (2016). Ekstraksi-Stripping Y, Dy, Gd, Ce, La, Nd dari Hasil Olah Pasir Senotim. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir, Batam, Biyantoro, D., Sukarna,I. M., & Suyanto, A. (2017). Pemisahan Zirkonium (Zr) dan Hafnium (Hf) Memakai Campuran Solven TBP-D2EHPA dan Amberlite XAD-16. Journal Ganendra, 20, 1, Feb,

105 Budiman, S., Rodliyah, I., & Wulandari, S. (2015). Pengaruh Penambahan Asam Klorida pada Pembuatan Logam Ytrium dari Ytrium Klorida. Prosiding Seminar Nasional Kimia Universitas Negeri Surabaya, Deqian, L.I. (2017). A review on yttrium solvent extraction chemistry and separation process. Journal of Rare Earths, 35, 2, Feb, Fathemsari, D.H., Darvishi,D., Etemadi, S., et al. (2009). Interaction between TBP and D2EHPA during Zn, Cd, Mn, Cu, Co and Ni solvent extraction: A thermodynamic and empirical approach. Journal Hydrometallurgy, 98, Handini, T., Bambang, & Sukmajaya, S. (2017). Ekstraksi Y,Dy, Gd dari Konsentrat Itrium dengan Solven TBP dan D2EHPA. Jurnal Iptek Nuklir Ganendra, 20, 1, Juang, Ruey Shin. (1998). Preparation, Properties and Sorption Behavior of Impregnated Resins Containing Acidic Organophosphorus Extractants. Taiwan: Department of Chemical Engineering Yuan Ze University. Khaldun, I. Buchari,Amran,M.B., et al. (2009). Pengaruh Komposisi Asam Bis(2- Etilheksil) Fosfat (D2EHPA) dan Tributil Fosfat (TBP) dalam Resin Amberlite Xad-16 terhadap Sorpsion-Ion La(III), Nd(III) dan Gd(III). Jurnal Matematika dan Sains, 14, 1, Khaldun, I., Buchari, Amran, M.B., et.al. (2008). Separation of Sm(III) and Gd(III) using solvent-impregnated resin containing di-(2-ethylhexyl) phosphoric acid (D2EHPA) and tributylphosphate (TBP). Proceeding of The International Seminar on Chemistry, Khopkar S.M Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press. Kraikaew, J., Srinuttrakul, W., & Chayavadhanakur, C. (2005). Solvent Extraction Study of Rare Earths from Nitrate Medium by the Mixtures of TBP and D2EHPA in Kerosene. Journal of Metals, Materials and Minerals, 15, 2, Handini, T. (2005). Pemisahan Gadolinium (Gd) dari Konsetrat Logam Tanah Jarang Hidroksida Hasil Olah Pasir Senotim dengan Resin Amberlite IR Tugas Akhir. Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir. Murniasih, S., & Sukirno. (2010). Validasi Metoda Spektrometri Pendar Sinar-X. Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar IImu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir BATAN, Yogyakarta,

106 Murdani, S., & Biyantoro, D. (2005). Pembuatan Oksida Logam Tanah Jarang dari Umpan Hasil Dijesati Pasir Senotim dengan Cara Pengendapan dan Kalsinasi. Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar IImu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir BATAN, Yogyakarta, Purwani, M.V., & Biyantoro, D. (2001). Pemurnian dengan Cara Pertukaran Ion dan Pembuatan Serium (Ce) Oksida dari Pasir Monasit. Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologl Nuklir BATAN, Yogyakarta, Sugiyarto, K. H. (2004). Kimia Anorganik III. Yogyakarta: FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta. Sukarna, I Made. (2003). Kimia Inti. Yogyakarta: FMIPA UNY. Sunardi. (2006). 116 Unsur Kimia. Bandung: Yrama Widya. Soemarsono, M.&Biyantoro, D.(2005). Pembuatan Oksida Logam Tanah Jarang dari Umpan Hasil Dijesti Pasir Senotim dengan Cara Pengendapan dan Kalsinasi. Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi BATAN, Yogyakarta, Sya ban, Q. (2010). Penyerapan Ion Aluminium (Al) dan Besi (Fe) dalam Larutan Sodium Silikat Menggunakan Karbon Aktif. Jakarta : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Subagiono, R., Purwani M.V., Biyantoro, D. (2004). Pemisahan Neodimium dari Kosentrat Neodimium Hasil Olahan Pasir Monasit Menggunakan Kolom Penukar Ion. Prosiding Pertemuan Ilmisah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bahan, Serpong, Sulistyani, R., Puspita, W.R., & Biyantoro, D. (2016). Pemisahan Y, Dy, Gd Hasil Ekstraksi Dari Konsentrat Itrium Menggunakan Kolom Penukar Ion. Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi BATAN, Yogyakarta, Wasito, B., & Biyantoro, D. (2009).Optimasi Proses Pembuatan Oksida Logam Tanah Jarang dari Pasir Senotim dan Analisis Produk dengan Spektrometer Pendar Sinar-X. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional V SDM Teknologi Nuklir, di Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir BATAN, Yogyakarta. Widodo, G., Sigit, & Basuki, K.T. Penentuan Massa Resin Terkhelat dan ph Larutan Optimal pada Pemungutan Uranium dalam Efluen Proses. Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah, 17, 1,

107 LAMPIRAN 87

108 LAMPIRAN 1 Kondisi Spektrometer Pendar Sinar-X Sumber yang dipakai : 241 Am High Voltage : 1 kv Coarse Gain : 50 Fine Gain : 1,40 Shaping Time : 2 µs Waktu Pencacahan : 300 detik 88

109 LAMPIRAN 2 Standar Tenaga Logam Tanah Jarang (Y, La, Ce, Nd, Sm, Gd, Dy) Logam Tanah Jarang Tenaga (kev) Itrium (Y) 14,975 Lantanum (La) 33,440 Serium (Ce) 34,767 Neodimium (Nd) 37,859 Samarium (Sm) 40,124 Gadolinium (Gd) 42,983 Disprosium (Dy) 45,985 89

110 LAMPIRAN 3 PenentuanImpregnasi Resin, Stabilitas Resin, dan Kapasitas Resinmasingmasing jenis SIR Masing-masing SIR, yaitu SIR D2EHPA, SIR D2EHPA+TBP, dan SIR TBP memiliki nilai impregnasi, nilai stabilitas dan nilai kapasitas resin yang dapat dihitung dengan persamaan 9, 10, dan 11 sebagai berikut : Besarnya nilai impregnasi resin ditentukan dengan menggunakan rumus: Impregnasi (%) = W SIR W solven W XAD x 100%... Besarnya nilai stabilitas resin ditentukan dengan rumus: Stabilitas resin (%) = W XAD W SIR W XAD x 100%..... Besarnya nilai kapasitas resin ditentukan dengan rumus: Keterangan: Kapasitas resin = W SIR W XAD x W XAD 1000 mg g. WSIR Wsolven WXAD : berat SIR setelah pencampuran dan dikeringkan (g) : berat solven (g) : berat resin XAD-16 (g) Berikut adalah perhitungan impregnasi resin, stabilitas resin, dan kapasitas resin untuk SIR D2EHPA, SIR D2EHPA+TBP, SIR TBP : SIR D2EHPA Impregnasi resin (%) = 5, Stabilitas resin (%) = 3 5,71 3 Kapasitas resin (mg/g) = 5,71 3 x 3 x 100% = 90,33 % x 100% = -90,33 % 1000 mg g = 903,33 mg/g 90

111 SIR D2EHPA+TBP Impregnasi resin (%) = 5,8 3 3 Stabilitas resin (%) = 3 5,8 3 Kapasitas resin (mg/g) = 5,8 3 x 3 SIR TBP Impregnasi resin (%) = 5, Stabilitas resin (%) = 3 5,93 3 Kapasitas resin (mg/g) = 5,93 3 x 3 x 100% = 93,33 % x 100% = -93,33 % 1000 mg g = 933,33 mg/g x 100% = 97,67 % x 100% = -97,67 % 1000 mg g = 976,67 mg/g 91

112 LAMPIRAN 4 Pembuatan Kurva Standar Larutan Y, Gd, dan Dy a. Pembuatan Larutan Standar Itrium, Gadolinium, dan Disprosium PembuatanLarutan Standar Itrium Berat Y2O3yang ditimbang untuk membuat larutan standar itrium dengan konsentrasi ppm(100 g/l) dalam 50 ml. Berat Y2O3 = Mr Y2O3/Ar Y dalam Y2O3 konsentrasi umpan = 225,81 g Y ,81 L g Y = 127 L = 6,35 g Y 50 ml Pengenceran Larutan Induk Menggunakan Persamaan 12: M 1 V 1 = M 2 V 2 Membuat larutan standar Itrium dengan konsentrasi 2000 ppm dalam 10 ml M 1 V 1 = M 2 V V 1 = V 1 = 0,2 ml Volume larutan induk yang dipipet = 0,2 ml dalam labu ukur 10 ml. Dengan cara yang sama diperoleh data seperti pada Tabel 16 dibawah ini: Tabel 16. Hasil Perhitungan Volume Larutan Induk yang dipipet untuk Berbagai Konsentrasi itrium (Y) No. Konsentrasi Itrium (ppm) Volume larutan induk yang dipipet (ml) , , , , ,0 92

113 PembuatanLarutan Standar Gadolinium Berat Gd2O3yang ditimbang untuk membuat larutan standar Gadolinium dengan konsentrasi ppm(100 g/l) dalam 50 ml. Berat Gd2O3 = Mr Gd2O3/Ar Gd dalam Gd2O3 konsentrasi umpan = 362,5 g Y ,5 L g Y = 115 L = 2,3 g Y 50 ml Pengenceran Larutan IndukMenggunakanPersamaan 12: M 1 V 1 = M 2 V 2 Membuat larutan standar gadolinium dengan konsentrasi 1000 ppm dalam 10 ml M 1 V 1 = M 2 V V 1 = 1 = V 1 = 0,1 ml Volume larutan induk yang dipipet = 0,1 ml dalam labu ukur 10 ml. Dengan cara yang sama diperoleh data seperti pada Tabel 17 dibawah ini: Tabel 17. Hasil Perhitungan Volume Larutan Induk yang dipipet untuk Berbagai Konsentrasi Gadolinium (Gd) No. Konsentrasi Itrium (ppm) Volume larutan induk yang dipipet (ml) , , , , ,5 93

114 PembuatanLarutan Standar Disprosium Berat Dy2O3yang ditimbang untuk membuat larutan standar disprosium dengan konsentrasi ppm(100 g/l) dalam 50 ml. Berat Dy2O3 = Mr Dy2O3/Ar Dy dalam Dy2O3 konsentrasi umpan = 373 g Y L g Y = 115 L = 2,3 g Y 50 ml Pengenceran Larutan Induk Menggunakan Persamaan 12: M 1 V 1 = M 2 V 2 Membuat larutan standar Itrium dengan konsentrasi 1000 ppm dalam 10 ml M 1 V 1 = M 2 V V 1 = V 1 = 0,1 ml Volume larutan induk yang dipipet = 0,1 ml dalam labu ukur 10 ml. Dengan cara yang sama diperoleh data seperti pada Tabel 18 dibawah ini: Tabel 18. Hasil Perhitungan Volume Larutan Induk yang dipipet untuk Berbagai Konsentrasi Disprosium (Dy) No. Konsentrasi Itrium (ppm) Volume larutan induk yang dipipet (ml) , , , , ,5 94

115 b. Data Hasil Analisis XRF untuk Larutan Standar Y, Gd dan Dy Masing-masing larutan standar itrium (Y) untuk konsentrasi 2000 ppm, 4000 ppm, 6000 ppm, dan ppm, untuk unsur gadolinium(gd) pada konsentrasi 1000 ppm, 2000 ppm, 3000 ppm 4000 ppm 5000 ppm, dan untuk unsur disprosium (Dy) pada konsentrasi 1000 ppm, 2000 ppm, 3000 ppm 4000 ppm 5000 ppm diambil 5 ml dan di analisis dengan menggunakan XRF sehingga didapatkan nilai cacah dan nilai compton masing masing konsentrasi ditunjukkan seperti Tabel 19,20, dan 21di bawah ini: Tabel 19. Hasil Analisis XRF untuk Larutan Standar Itrium Y (ppm) I C I/C , , , , ,4085 Tabel 20. Hasil Analisis XRF untuk Larutan Standar Gadolinium Gd (ppm) I C I/C , , , , ,0944 Tabel 21. Hasil Analisis XRF untuk Larutan Standar Disprosium Dy (ppm) I C I/C , , , , ,

116 Konsentrasi Y (ppm) Berdasarkan Tabel 18 diatas didapatkan nilai cacah persekon untuk unsur itrium (Y)pada masing-masing konsentrasi sehingga dapat dibuat kurva standar unsur Y yang dapat dilihat pada Gambar 35 dengan membuat kurva hubungan antara cacah persekon (cps) dengan konsentrasi (ppm)sehingga diperoleh persamaan regresi linier. Langkah yang sama dilakukan pada Tabel 19 dan 20, yaitu untuk unsur gadolinium (Gd) dan untuk unsur disprosium (Dy) sehingga didapatkan kurva standar yang dapat dilihat pada Gambar 36 dan 37. c. Kurva Standar Unsur Y, Gd, dan Dy Berikut ini kurva standar pada Gambar 35 untuk unsur itrium (Y), pada Gambar 36 untuk gadolinium (Gd), dan Gambar 37 untuk unsur disprosium (Dy) yang digunakan untuk menghitung konsentrasi masing-masing unsur dalam penelitian Cacah persekon (cps) y = 26229x R² = Std Y Linear (Std Y) Gambar 35. Kurva Standar Unsur Itrium (Y) 96

117 Konsentrasi Gd (ppm) Konsentrasi Gd (ppm) y = 45831x R² = Std Gd Linear (Std Gd) Cacah persekon (cps) Gambar 36.Kurva Standar Unsur Gadolinium (Gd) y = 47838x R² = Std Dy Linear (Std Dy) Cacah persekon (cps) Gambar 37.Kurva Standar Unsur Disprosium (Dy) 97

118 Persamaan regresi yang didapatkan dari kurva standar yang telah dihasilkan unsur itrium (Y), disprosium (Dy) sesuai pada Tabel 22 berikut : Tabel 22. Hasil Regresi Standar Unsur Y, Gd, dandy Standar Persamaan Regresi R 2 Y(Itrium) 26229x 786,0 0,994 Gd (Gadolinium) 45831x + 431,6 0,962 Dy (Disprosium) 47838x 232,6 0,971 Persamaan pada Tabel 22 ini merupakan persamaan standar yang digunakan untuk mengitung konsentrasi hasil pada penelitian ini. 98

119 LAMPIRAN 5 Perhitungan Larutan-Larutan yang Digunakan dalam Penelitian Pembuatan Larutan NaOH 2 M Massa NaOH = (Molaritas x Mr x V)/1000 = (2 x 40 x 100)/1000 = 8 g Penimbangan 8 g padatan NaOH Pemipetan 100 ml akuades ke dalam gelas beaker Pencampuran hingga homogen Pembuatan Larutan HNO3 dari HNO3 pekat (kadar = 65%; = 1,4 kg/l) Densitas HNO3 Dalam 1 L = 1,4 kg/l = 1,4 kg = 1400 gram x = 910 gram Mol HNO3 = gram Mr ( g mol )...(17) 910 g = 63,01 g/mol = 14,44 mol/l Molaritas HNO3 65 % dengan densitas 1,4 kg/l sebesar 14,44 M Pengenceran larutan HNO3 pekat dengan menggunakan persamaan 12: M 1 V 1 = M 2 V 2 99

120 a. Membuatlarutan HNO3 4 M: M 1 V 1 = M 2 V 2 14,44 V 1 = V 1 = 69, 25 ml Memipet 69,25 ml larutan HNO3 pekat ke dalam labu ukur 250 ml. b. Membuat larutan HNO3 2 M M 1 V 1 = M 2 V 2 14,44 V 1 = V 1 = 13,9 ml Memipet 13,9 ml larutan HNO3 pekat ke dalam labu ukur 100mL. c. Membuat larutan HNO3 0,5 M M 1 V 1 = M 2 V 2 14,44 V 1 = 0,5 100 V 1 =3,5 ml Memipet 3,5 ml larutan HNO3 pekat ke dalam labu ukur 100 ml. 100

121 LAMPIRAN 6 Perhitungan Pada Proses Adsorpsi A. Data Hasil Analisis XRF pada Proses Adsorpsi 1. Variasi Molaritas Umpan Pada masing-masing variasi molaritas umpan dianalisa dengan menggunakan XRF kemudian didapatkan data nilai cacah dan nilai compton sehingga dapat dihitung nilai I/C masing-masing variasi. Berikut ini hasil analisis XRF dan nilai I/C pada proses adsorpsi untukitrium (Y), gadolinium(gd), dan disprosium (Dy) untuk variasi molaritas umpan ditunjukkan seperti pada Tabel 23, 24, dan 26 dibawah ini : Tabel 23. Data Hasil Analisa Unsur Itrium pada Variasi Molaritas Umpan Variasi Hasil Molaritas umpan (M) Jenis SIR I Y(Itrium) Compton I Y/C 4 D2EHPA , D2EHPA , D2EHPA , D2EHPA ,5284 0,5 D2EHPA , D2EHPA+TBP , D2EHPA+TBP , D2EHPA+TBP , D2EHPA+TBP , TBP , TBP , TBP , TBP ,

122 Tabel 24. Data Hasil Analisa Unsur Gadolinium Pada Variasi Molaritas Umpan Variasi Hasil Molaritas umpan (M) Jenis SIR I Gd(Gadolinium) Compton I Gd/C 4 D2EHPA , D2EHPA , D2EHPA , D2EHPA ,0137 0,5 D2EHPA , D2EHPA+TBP , D2EHPA+TBP , D2EHPA+TBP , D2EHPA+TBP , TBP , TBP , TBP , TBP ,0207 Tabel 25. Data Hasil Analisa Unsur Disprosium Pada Variasi Molaritas Umpan Variasi Hasil Molaritas umpan (M) Jenis SIR I Dy(Disprosium ) Compton I Dy /C 4M D2EHPA ,0588 3M D2EHPA ,0493 2M D2EHPA ,0363 1M D2EHPA ,0291 0,5M D2EHPA ,0265 4M D2EHPA+TBP ,0634 3M D2EHPA+TBP ,0481 2M D2EHPA+TBP ,0359 1M D2EHPA+TBP ,0317 4M TBP ,0621 3M TBP ,0398 2M TBP ,0343 1M TBP , Variasi Berat SIR Pada masing-masing variasi berat SIR dianalisa dengan menggunakan XRFdan didapatkan nilai cacah serta nilai compton kemudian dapat dihitung nilai 102

123 I/C dengan membagi nilai cacah dengan nilai compton unsur Y, Gd, dan Dy sesuai dengan Tabel 26, 27, dan 28 berikut : Tabel 26. Data Hasil Analisa Unsur Itrium Pada Variasi Berat SIR Variasi Hasil Berat SIR (g) Jenis SIR I Y (Itrium) Compton I Y/C 0,1 D2EHPA ,6267 0,2 D2EHPA ,6202 0,3 D2EHPA ,5800 0,4 D2EHPA ,3807 0,5 D2EHPA ,1249 0,6 D2EHPA ,0031 0,1 D2EHPA+TBP ,5225 0,2 D2EHPA+TBP ,4864 0,3 D2EHPA+TBP ,4535 0,4 D2EHPA+TBP ,3518 0,5 D2EHPA+TBP ,2626 0,6 D2EHPA+TBP ,1720 0,1 TBP ,5880 0,2 TBP ,5849 0,3 TBP ,5094 0,4 TBP ,3348 0,5 TBP ,3509 0,6 TBP ,3234 Tabel 27. Data Hasil Analisa Unsur Gadolinium Pada Variasi Berat SIR Variasi Hasil Berat SIR (g) Jenis SIR I Gd (Gadolinium) Compton I Gd/C 0,1 D2EHPA ,0598 0,2 D2EHPA ,0564 0,3 D2EHPA ,0531 0,4 D2EHPA ,0473 0,5 D2EHPA ,0426 0,6 D2EHPA ,0414 0,1 D2EHPA+TBP ,0541 0,2 D2EHPA+TBP ,0540 0,3 D2EHPA+TBP ,0522 0,4 D2EHPA+TBP ,0498 0,5 D2EHPA+TBP ,0480 0,6 D2EHPA+TBP ,0454 0,1 TBP ,0530 0,2 TBP ,

124 0,3 TBP ,0518 0,4 TBP ,0492 0,5 TBP ,0464 0,6 TBP ,0454 Tabel 28. Tabel Data Hasil Analisa Unsur Disprosium Pada Variasi Berat SIR Variasi Hasil Berat SIR (g) Jenis SIR I Dy (Disprosium) Compton I Dy/C 0,1 D2EHPA ,1305 0,2 D2EHPA ,1300 0,3 D2EHPA ,1227 0,4 D2EHPA ,1201 0,5 D2EHPA ,1116 0,6 D2EHPA ,1019 0,1 D2EHPA+TBP ,1338 0,2 D2EHPA+TBP ,1245 0,3 D2EHPA+TBP ,1205 0,4 D2EHPA+TBP ,1179 0,5 D2EHPA+TBP ,1165 0,6 D2EHPA+TBP ,1115 0,1 TBP ,1310 0,2 TBP ,1296 0,3 TBP ,1231 0,4 TBP ,1172 0,5 TBP ,1127 0,6 TBP , Variasi Berat Konsentrat Umpan Pada masing-masing variasi berat konsentrat umpan dianalisa dengan menggunakan XRF kemudian didapatkan data nilai cacah dan nilai compton sehingga dapat dihitung nilai I/C masing-masing variasi pada penggunaan SIR D2EHPA, SIR D2EHPA+TBP, dan SIR TBP. Berikut ini hasil analisis XRF dan nilai I/C pada proses adsorpsi untuk itrium (Y), gadolinium(gd), dan disprosium (Dy) untuk variasi berat konsentrat umpan ditunjukkan seperti pada Tabel 29, 30, dan 31 dibawah ini : 104

125 Tabel 29. Data Hasil Analisa Unsur Itrium Pada Variasi Berat Konsentrat Umpan Variasi Hasil Berat Konsentrat Umpan (g) Jenis SIR I Y (Itrium) Compton I Y /C 5 D2EHPA , D2EHPA , D2EHPA , D2EHPA , D2EHPA , D2EHPA+TBP , D2EHPA+TBP , D2EHPA+TBP , D2EHPA+TBP , D2EHPA+TBP , TBP , TBP , TBP , TBP , TBP ,7045 Tabel 30. Data Hasil Analisa Unsur Gadolinium Pada Variasi Berat Konsentrat Umpan Variasi Hasil Berat Konsentrat Umpan (g) Jenis SIR I Gd (Gadolinium) Compton I Gd /C 5 D2EHPA , D2EHPA , D2EHPA , D2EHPA , D2EHPA , D2EHPA+TBP , D2EHPA+TBP , D2EHPA+TBP , D2EHPA+TBP , D2EHPA+TBP , TBP , TBP , TBP , TBP , TBP ,

126 Tabel 31. Data Hasil Analisa Unsur Disprosium Pada Variasi Berat Konsentrat Umpan Variasi Hasil Berat Konsentrat Umpan (g) Jenis SIR I Dy (Disprosium) Compton I Dy /C 5 D2EHPA , D2EHPA , D2EHPA , D2EHPA , D2EHPA , D2EHPA+TBP , D2EHPA+TBP , D2EHPA+TBP , D2EHPA+TBP , D2EHPA+TBP , TBP , TBP , TBP , TBP , TBP ,2680 B. Konsentrasi masing-masing Variasi Adsorpsi Setelah diketahui nilai I/C untuk masing-masing unsuritrium (Y), gadolinium (Gd), dan disprosium (Dy). Kemudian dapat ditentukan nilai konsentrasipada variasi molaritas umpan, variasi berat SIR, dan variasi berat konsentrat umpan dengan mensubstitusikan nilai I/C dimasukkan kedalam persamaan regresi standar unsur itrium (Y), gadolinium (Gd), dan disprosium (Dy) yang ada pada Lampiran4. Sehingga diperoleh nilai konsentrasi masingmasing variasi sesuai Tabel 32, 33, dan 34 sebagai berikut : 106

127 Tabel 32. Konsentrasi Y, Gd, dan Dy Variasi Molaritas Umpan Variasi Konsentrasi (ppm) Molaritas Umpan Jenis SIR Y Gd Dy 4M D2EHPA 32083, , ,2431 3M D2EHPA 28488, , ,1085 2M D2EHPA 27363, , ,4776 1M D2EHPA 13072, , ,1275 0,5M D2EHPA 6664, , ,7351 4M D2EHPA+TBP 31467, , ,9646 3M D2EHPA+TBP 26507, , ,2214 2M D2EHPA+TBP 21401, , ,8909 1M D2EHPA+TBP 12202, , ,2459 4M TBP 31955, , ,7410 3M TBP 26548, , ,1132 2M TBP 22571, , ,2349 1M TBP 11993, , ,1802 Tabel 33.Konsentrasi Y,Gd, dan Dy Variasi Berat SIR Variasi Konsentrasi (ppm) Berat SIR (g) Jenis SIR Y Gd Dy 0,1 D2EHPA 41880, , ,8394 0,2 D2EHPA 41709, , ,4175 0,3 D2EHPA 40656, , ,5371 0,4 D2EHPA 35428, , ,7135 0,5 D2EHPA 28719, , ,3938 0,6 D2EHPA 25523, , ,5219 0,1 D2EHPA+TBP 39147, , ,2533 0,2 D2EHPA+TBP 38200, , ,6406 0,3 D2EHPA+TBP 37336, , ,7329 0,4 D2EHPA+TBP 34671, , ,5188 0,5 D2EHPA+TBP 32330, , ,3604 0,6 D2EHPA+TBP 29955, , ,3071 0,1 TBP 40866, , ,3522 0,2 TBP 40785, , ,1359 0,3 TBP 38805, , ,0145 0,4 TBP 34223, , ,1446 0,5 TBP 34646, , ,3604 0,6 TBP 33924, , ,

128 Tabel 34. Konsentrasi Y, Dy, dan Gd Variasi Berat Konsentrat Umpan Variasi Konsentrasi (ppm) Berat Konsentrat Umpan (g) Jenis SIR Y Gd Dy 5 D2EHPA 34857, , , D2EHPA 43807, , , D2EHPA 49847, , , D2EHPA 54972, , , D2EHPA 58087, , , D2EHPA+TBP 35493, , , D2EHPA+TBP 44265, , , D2EHPA+TBP 52364, , , D2EHPA+TBP 55527, , , D2EHPA+TBP 71121, , , TBP 35253, , , TBP 45232, , TBP 50220, , , TBP 55807, , , TBP 70150, , ,

129 LAMPIRAN 7 Perhitungan Nilai Koefisien Distribusi, Efisiensi dan Daya Pisah pada Proses Adsorpsi Menghitung Koefisien Distribusi, Efisiensi Pemisahan, dan Daya Pisah dengan menggunakan persamaan 5, 6, dan 7 sebagai berikut: Persamaan koefisien distribusi sebagai berikut: Kd = Cs Cm Dimana Cs adalah konsentrasi solute dalam fasa diam/stationary phase (ppm) dan Cm adalah konsentrasi solute dalam fasa gerak/mobile phase (ppm). Persamaan untuk menentukan efisiensi pemisahan sebagai berikut: Dimana η adalah efisiensi pemisahan (%) Sedangkan untuk menentukan daya pisah yaitu menggunakan persamaan sebagai berikut: β = K d,1 K d,2 Dimana β adalah daya pisah, Kd1 adalah koefisien distribusi Y (itrium), Kd2 adalah koefisien distribusi Unsur Gd atau Unsur Dy. 109

130 Hasil Perhitungan KdY, KdDy, KdGd, ηy, ηdy, ηgd, dan β untuk proses Adsorpsi 1. Variasi Molaritas Umpan Berikut ini hasil perhitungan harga konsentrasi mula-mula (Co), konsentrasi setelah diadsorpsi (Ce), dan konsentrasi yang diadsorpsi (x) untuk Y dan Gd dalam variasi molaritas umpan pada Tabel 35 berikut ini : Tabel 35. Nilai Co, Ce, dan x untuk unsur Itrium dan Gadolinium pada Variasi Molaritas Umpan Konsentrasi Y mulamula (Co) Konsentrasi Y setelah diadsorpsi (Ce) Konsentrasi Y yang diadsorpsi (x) Konsentrasi Gd mulamula (Co) Konsentrasi Gd setelah diadsorpsi (Ce) Konsentrasi Gd yang diadsorpsi (x) 32464, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,9455 Dari data tersebut dapat dilakukan perhitungan harga Kd Y, Kd Gd, η,y, η,gddan β untuk SIR D2EHPA dengan molaritas umpan 0,5 M: KdY = = 3,8714 KdGd = = 2,0639 β = 3,8714 2,0639 = 1,8758 η Y (%) = x 100 % = 79,47% η Gd (%) = x 100 % = 67,36% Dengan cara yang sama melakukan perhitungan untuk SIR D2EHPA dengan molaritas 4 M, 3 M, 2 M, dan 1 M. Kemudian melakukan perhitungan pada SIR D2EHPA+TBP dan SIR TBP, sehingga diperoleh hasil perhitungan 110

131 seperti pada Tabel 6 dan Tabel 7. Berikut ini hasil perhitungan harga konsentrasi mula-mula (Co), konsentrasi setelah diadsorpsi (Ce), dan konsentrasi yang diadsorpsi (x) untuk Y dan Dy pada Tabel 36 berikut ini : Tabel 36. Nilai Co, Ce, dan x untuk unsur Itrium dan Disprosium pada Variasi Molaritas Umpan Konsentrasi Y mulamula (Co) Konsentrasi Y setelah diadsorpsi (Ce) Konsentrasi Y yang diadsorpsi (x) Konsentrasi Dy mulamula (Co) Konsentrasi Dy setelah diadsorpsi (Ce) Konsentrasi Dy yang diadsorpsi (x) 32464, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,4798 Berdasarkan data pada Tabel 36 tersebut dapat dilakukan perhitungan harga KdY, KdDy, ηy, ηdy dan β untuk SIR D2EHPA dengan massa SIR D2EHPA 0,1 g: KdY = 25800, ,2176 = 3,8714 Kd Dy = 1825, ,7351 = 1,7642 β = 3,8714 1,7642 = 2,1944 η Y (%) = 25800,1478 x 100 % = 79,47% 32464,3654 η Dy (%) = 1825,4798 x 100 % = 63,82% 2860,2149 Dengan cara yang sama melakukan perhitungan untuk SIR D2EHPA dengan molaritas umpan 4 M, 3 M, 2 M, dan 1 M serta perhitungan pada SIR D2EHPA+TBP dan SIR TBP, sehingga diperoleh hasil seperti pada Tabel 6 dan

132 2. Variasi Berat SIR Berikut ini hasil perhitungan harga konsentrasi mula-mula (Co), konsentrasi setelah diadsorpsi (Ce), dan konsentrasi yang diadsorpsi (x) untuk Y dan Gd pada variasi berat SIR dapat dilihat dalam Tabel 37 berikut ini : Tabel 37. Nilai Co, Ce, dan x untuk unsur Itrium dan Gadolinium pada Variasi Berat SIR Konsentrasi Y mulamula (Co) Konsentrasi Y setelah diadsorpsi (Ce) Konsentrasi Y yang diadsorpsi (x) Konsentrasi Gd mulamula (Co) Konsentrasi Gd setelah diadsorpsi (Ce) Konsentrasi Gd yang diadsorpsi (x) 76892, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,9535 Data dalam tabel tersebut dapat digunakan untuk perhitungan harga KdY, KdGd, ηy, ηgd dan β untuk SIR D2EHPA dengan massa SIR D2EHPA 0,1 gram: KdY = 35012, ,5531 = 0,8360 KdGd = 2162, ,9155 = 0,6815 β = 0,8360 0,6815 = 1,2266 η Y (%) = x 100 % = 45,53% η Gd (%) = x 100 % = 40,53% Dengan cara yang sama melakukan perhitungan untuk SIR D2EHPA dengan berat SIR 0,2g; 0,3g; 0,4g; 0,5g; dan 0,6 g, serta untuk variasi pada SIR D2EHPA+TBP dan SIR TBP sehingga diperoleh hasil perhitungan seperti pada Tabel8 dan Tabel 112

133 9.Berikut ini hasil perhitungan harga konsentrasi mula-mula (Co), konsentrasi setelah diadsorpsi (Ce), dan konsentrasi yang diadsorpsi (x) untuk Y dan Dy dapat dilihat pada Tabel 38 berikut ini : Tabel 38. Nilai Co, Ce, dan x untuk unsur Itrium dan Disprosium pada Variasi Berat SIR Konsentrasi Y mulamula (Co) Konsentrasi Y setelah diadsorpsi (Ce) Konsentrasi Y yang diadsorpsi (x) Konsentrasi Dy mulamula (Co) Konsentrasi Dy setelah diadsorpsi (Ce) Konsentrasi Dy yang diadsorpsi (x) 76892, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,9617 Data tersebut dapa digunakan untuk perhitungan harga KdY, KdDy, ηy, ηdy dan β untuk SIR D2EHPA dengan massa SIR D2EHPA 0,1 g: KdY = 35012, ,5531 = 0,8360 KdDy = 4699, ,8394 = 0,7819 β = 0,8360 0,7819 = 1,0691 η Y (%) = x 100 % = 45,53% η Dy (%) = 4699,6442 x 100 % = 43,88% 10709,4836 Dengan cara yang sama melakukan perhitungan untuk SIR D2EHPA dengan berat SIR 0,2 g; 0,3g; 0,4g; 0,5g dan 0,6 g, serta untuk variasi pada SIR D2EHPA+TBP dan SIR TBP sehingga diperoleh hasil perhitungan pada Tabel 8 dan Tabel

134 3. Variasi Berat Konsentrat Umpan Berikut hasil perhitungan harga konsentrasi mula-mula (Co), konsentrasi setelah diadsorpsi (Ce), dan konsentrasi yang diadsorpsi (x) untuk Y dan Gd pada variasi berat konsentrat umpan dapat dilihat dalam Tabel 39 berikut : Tabel 39. Nilai Co, Ce, dan x untuk unsur Itrium dan Gadolinium pada Variasi Berat Konsentrat Umpan Konsentrasi Y mula-mula (Co) Konsentrasi Y setelah diadsorpsi (Ce) Konsentrasi Y yang diadsorpsi (x) Konsentras i Gd mulamula (Co) Konsentra si Gd setelah diadsorpsi (Ce) Konsentras i Gd yang diadsorpsi (x) 64414, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,1695 Data tersebut digunakan untuk perhitungan harga KdY, KdGd, ηy, ηgd dan β untuk SIR D2EHPA dengan berat konsentrat umpan 5 g: KdY = 29557, ,0549 = 0,8480 KdGd = ,1924 = 0,8152 β = 0,8480 0,8152 = 1,0402 η Y (%) = 29557,4369 x 100 % = 45,89% 64414,4918 η Gd (%) = x 100 % = 44,91% 4440,3599 Dengan cara yang sama melakukan perhitungan untuk konsentrat umpan dengan berat 10 g, 15 g,20 g,dan 25 g pada SIR D2EHPA serta variasi menggunakan SIR D2EHPA+TBP dan SIR TBP sehingga diperoleh hasil perhitungan seperti pada 114

135 Tabel 10 dan Tabel 11. Berikut ini hasil perhitungan harga konsentrasi mula-mula (Co), konsentrasi setelah diadsorpsi (Ce), dan konsentrasi yang diadsorpsi (x) untuk Y dan Dy dapat dilihat pada Tabel 40 berikut ini : Tabel 40. Nilai Co, Ce, dan x untuk unsur Itrium dan Disprosium pada Variasi Berat Konsentrat Umpan Konsentrasi Y mulamula (Co) Konsentrasi Y setelah diadsorpsi (Ce) Konsentrasi Y yang diadsorpsi (x) Konsentrasi Dy mulamula (Co) Konsentrasi Dy setelah diadsorpsi (Ce) Konsentras i Dy yang diadsorpsi (x) 64414, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,826 Berdasarkan data dalam tabel diatas dapat dilakukan perhitungan harga KdY, KdDy, ηy, ηdy dan β untuk SIR D2EHPA dengan massa SIR D2EHPA 0,1 g: Kd Y = 29557, ,0549 = 0,8480 Kd Dy = = 0,6693 β = 0,8480 0,8152 = 1,2670 η Y (%) = 29557,4369 x 100 % = 45,89% 64414,4918 η Dy (%) = x 100 % = 40,09% Dengan cara yang sama melakukan perhitungan untuk konsentrat umpan 10 g,15 g,20 g, dan 25 g pada SIR D2EHPA serta pada SIR D2EHPA+TBP dan SIR TBP sehingga diperoleh hasil perhitungan seperti pada Tabel 10 dan

136 LAMPIRAN 8 Perhitungan Kemurnian Unsur Y, Gd dan Dy yang Terambil pada Proses Desorpsi A. Kemurnian Pada Proses Desorpsi Kemurnian unsur yang didapatkan pada hasil desorpsi dapat dihitung dengan persamaan 14 berikut ini : Kemurnian yang diperoleh = 1. Variasi Komposisi SIR o Kolom A Jumah unsur Total = (132, , ,5221+1) mg = 172,0706 mg Kemurnian Unsur Y = 132, ,0706 x 100% = 77,17% Kemurnian Unsur Dy = 23, ,0706 x 100% = 13,67% Kemurnian Unsur Gd = 14, ,6255 x 100% = 8,58% Dengan cara yang sama melakukan perhitungan pada kolom B dan C sehingga didapatkan hasil sesuai pada Tabel 12 dan

137 2. Variasi Tinggi SIR o Kolom K Jumah unsur Total = (494, , ,5612+1) mg = 587, 9529 mg Kemurnian Unsur Y = 494, ,9529 x 100% = 84,17 % Kemurnian Unsur Dy = 51, ,9529 x 100% = 8,76% Kemurnian Unsur Gd = 40, ,9529 x 100% = 6,90% Dengan cara yang sama melakukan perhitungan pada kolom J hasil sesuai pada Tabel Kolom M Jumah unsur Total = (1305, , ,7118+1) mg = 1526,5050 mg Kemurnian Unsur Y = 1305, ,5050 x 100% = 85,52 % Kemurnian Unsur Dy = 120, ,5050 x 100% = 7,88% Kemurnian Unsur Gd = 99, ,5050 x 100% = 6,53% 117

138 Sehingga dihasilkan persentase kemurnian sesuai pada tabel 15. B. Data Hasil Elusi Variasi Komposisi Kolom Berikut ini Tabel 41, 42, 43 dan 44 merupakan data hasil elusi masingmasing fraksi untuk unsur Y, Gd, dan Dy pada kolom A, kolom B, kolom C, dan kolom D. Tabel 41. Data Hasil Elusi pada Kolom A Nomor fraksi Hasil elusi (miligram) Itrium (Y) Disprosium (Dy) Gadolinium (Gd) 1 21, , ,1368 6,8040 4, , ,8225 5, ,4634 3,8957 4, , , ,2051 Tabel 42. Data Hasil Elusi pada Kolom B Nomor fraksi Hasil elusi (miligram) Itrium (Y) Disprosium (Dy) Gadolinium (Gd) 1 13, , ,4481 0, ,3858 1, ,7306 2,1129 3, ,8212 2,6167 3, ,2497 3, ,1396 3,6868 3, ,0779 6,8122 3, ,4714-3, ,7469 0, ,2318 2, ,5057 0, ,8224 8,

139 Tabel 43. Data Hasil Elusi pada Kolom C Nomor fraksi Hasil elusi (miligram) Itrium (Y) Disprosium (Dy) Gadolinium (Gd) 1 10, ,7804 2, ,1435 5,0055 3, ,9273 6,4280 3, ,8096 4,0651 4, ,3566 5,1663 3, ,1500 6,6714 4, , ,8911 4, ,7150 Tabel 44. Data Hasil Elusi pada Kolom D Nomor fraksi Hasil elusi (miligram) Itrium (Y) Disprosium (Dy) Gadolinium (Gd) 1 27, , , , , , ,1435-3, ,9273 0, , ,8096 8, ,64545 Variasi Tinggi SIR Berikut ini Tabel 45 dan 46 merupakan data hasil elusi masing-masing fraksi untuk unsur Y, Gd, dan Dy pada kolom J serta K sebagai berikut : Tabel 45. Data Hasil Elusi pada Kolom J Nomor fraksi Hasil elusi (miligram) Itrium (Y) Disprosium (Dy) Gadolinium (Gd) 1 1, , , ,2672 1, ,6194 2,6584 3, ,9708 3,0754 3, ,0397 4, ,9494-4,

140 , ,6432-3, ,4160 7, ,6495 7,7313 5, ,1035 8,6043 5, ,9205-9, ,2153-4, , , ,8048 Tabel 46. Data Hasil Elusi pada Kolom K Nomor fraksi Hasil elusi (miligram) Itrium (Y) Disprosium (Dy) Gadolinium (Gd) 1 0, , , ,9848 0, ,4841 0,5265 3, ,0795 0,6349 3, , ,7178 3,5859 3, , ,4631 3, ,8740 4,5208 4, ,3495 4,6794 3, ,6230 5, ,0175-5, ,2784 8, ,6634-6, ,7801 7, ,9373 6, , , ,5574-8, , ,0352 2, ,9425-3, ,4738 0, ,3316-4, ,3165 1,7234 3,

141 Kolom M , , ,8459 Berikut ini Tabel 47 merupakan data hasil elusi masing-masing fraksi untuk unsur Y, Gd, dan Dy pada kolom M sebagai berikut : Tabel 47. Data Hasil Elusi pada Kolom M Nomor fraksi Hasil elusi (miligram) Itrium (Y) Disprosium (Dy) Gadolinium (Gd) 1 5, , , ,7922 0, ,3903 0, ,6525 0, ,7130 0, , ,8767 0,9977 0, ,6043 1,2829 0, ,7639-0, ,7612-0, ,1079 2,6939 0, ,9277 2,1931 0, ,4844 2,7638 0, ,1684 4,3434 1, ,6536 6,2517 2, ,8293 6,6451 4, ,7416-4, ,9251-5, , ,4112-5, ,0120 8,2477 6, ,5533 7,2227 7, ,0153-7, ,6497 9,7653 8, ,8635 8,5412 8, , ,7469 8, ,1322-8,

142 31 27,3537-9, , , , , ,5715 7, ,2536 8, , , , , , , , , , , ,

143 LAMPIRAN 9 Diagram Prosedur Kerja Gambar 38. Diagram Prosedur Kerja 123

144 LAMPIRAN 10 Foto Penelitian Larutan TBP Larutan Aseton Larutan D2EHPA Resin XAD-16 Konsentrat Logam Tanah Jarang Senotim Resin XAD-16 Aktif 124

145 Umpan dalam HNO3 0,5M NaOH padat Umpan masing masing variasi molaritas umpan Endapan hasil pemisahan variasi molaritas umpan Filtrat hasil desorpsi Filtrat hasil pemisahan variasi molaritas 125

146 Rangkaian Alat Kolom K Rangkaian Alat Kolom J Pencampuran Resin dengan umpan Umpan dalam HNO3 0,5M Sampel yang akan dianalisa dengan Alat Penampung Eluat Otomatis XRF 126

I.1 Deskripsi Topik Penelitian dan Latar Belakang

I.1 Deskripsi Topik Penelitian dan Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Deskripsi Topik Penelitian dan Latar Belakang Monasit merupakan salah satu mineral yang banyak mengandung unsur logam tanah jarang (LTJ) atau logam dari golongan lantanida. Keberadaan

Lebih terperinci

PENGARUH GARAM Al(NO 3 ) 3 TERHADAP EKSTRAKSI ITRIUM DARI KONSENTRAT LOGAM TANAH JARANG

PENGARUH GARAM Al(NO 3 ) 3 TERHADAP EKSTRAKSI ITRIUM DARI KONSENTRAT LOGAM TANAH JARANG A.N. Bintarti, dkk. ISSN 0216-3128 213 PENGARUH GARAM Al(NO 3 ) 3 TERHADAP EKSTRAKSI ITRIUM DARI KONSENTRAT LOGAM TANAH JARANG AN. Bintarti, Bambang EHB Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan BATAN

Lebih terperinci

OPTIMASI PROSES PEMBUATAN DISPROSIUM (Dy) OKSIDA DARI KONSENTRAT ITRIUM HASIL OLAH PASIR SENOTIM DENGAN METODE EKSTRAKSI TUGAS AKHIR SKRIPSI

OPTIMASI PROSES PEMBUATAN DISPROSIUM (Dy) OKSIDA DARI KONSENTRAT ITRIUM HASIL OLAH PASIR SENOTIM DENGAN METODE EKSTRAKSI TUGAS AKHIR SKRIPSI OPTIMASI PROSES PEMBUATAN DISPROSIUM (Dy) OKSIDA DARI KONSENTRAT ITRIUM HASIL OLAH PASIR SENOTIM DENGAN METODE EKSTRAKSI TUGAS AKHIR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

DOBEL SOLVEN UNTUK EKTRAKSI KONSENTRAT LOGAM TANAH JARANG

DOBEL SOLVEN UNTUK EKTRAKSI KONSENTRAT LOGAM TANAH JARANG AN Bintarti, Bambang EHB ISSN 6-38 3 DOBEL SOLVEN UNTUK EKTRAKSI KONSENTRAT LOGAM TANAH JARANG AN Bintarti, Bambang EHB Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan - BATAN ABSTRAK DOBEL SOLVEN UNTUK EKSTRAKSI

Lebih terperinci

MEMPELAJARI PENGARUH LOGAM TANAH JARANG SERIUM (Ce) dan. LANTANUM (La) PADA ANALISIS TORIUM DENGAN METODA PENDAR SINAR-

MEMPELAJARI PENGARUH LOGAM TANAH JARANG SERIUM (Ce) dan. LANTANUM (La) PADA ANALISIS TORIUM DENGAN METODA PENDAR SINAR- MEMPELAJARI PENGARUH LOGAM TANAH JARANG SERIUM (Ce) dan LANTANUM (La) PADA ANALISIS TORIUM DENGAN METODA PENDAR SINAR-X Ratmi Herlani, Muljono, Sri Widiyati, Mujari BATAN, Babarsari Yogyakarta 55281 E-mail

Lebih terperinci

PEMISAHAN UNSUR TANAH JARANG DARI SENOTIM DENGAN METODE PENGENDAPAN MELALUI DESTRUKSI MENGGUNAKAN AKUA REGIA

PEMISAHAN UNSUR TANAH JARANG DARI SENOTIM DENGAN METODE PENGENDAPAN MELALUI DESTRUKSI MENGGUNAKAN AKUA REGIA Indonesian Chemia Acta ISSN 2085-0050 PEMISAHAN UNSUR TANAH JARANG DARI SENOTIM DENGAN METODE PENGENDAPAN MELALUI DESTRUKSI MENGGUNAKAN AKUA REGIA Titin Sofyatin, Diana Hendrati, Uji Pratomo Departemen

Lebih terperinci

PEMISAHAN Y, Dy, Gd HASIL EKSTRAKSI DARI KONSENTRAT ITRIUM MENGGUNAKAN KOLOM PENUKAR ION

PEMISAHAN Y, Dy, Gd HASIL EKSTRAKSI DARI KONSENTRAT ITRIUM MENGGUNAKAN KOLOM PENUKAR ION 110 ISSN 0216-3128 Ratna Sulistyani, dkk PEMISAHAN Y, Dy, Gd HASIL EKSTRAKSI DARI KONSENTRAT ITRIUM MENGGUNAKAN KOLOM PENUKAR ION Ratna Sulistyani 1, Wahyu Rachmi Pusparini 2, dan Dwi Biyantoro 2 1 Universitas

Lebih terperinci

EKSTRAKSI Y, Dy, Gd DARI KONSENTRAT ITRIUM DENGAN SOLVEN TBP DAN D2EHPA. EXTRACTION OF Y, Dy, Gd FROM YTTRIUM CONCENTRATE BY TBP AND D2EHPA SOLVENTS

EKSTRAKSI Y, Dy, Gd DARI KONSENTRAT ITRIUM DENGAN SOLVEN TBP DAN D2EHPA. EXTRACTION OF Y, Dy, Gd FROM YTTRIUM CONCENTRATE BY TBP AND D2EHPA SOLVENTS p-issn: 1410-6957, e-issn: 2503-5029 http://ganendra.batan.go.id EKSTRAKSI Y, Dy, Gd DARI KONSENTRAT ITRIUM DENGAN SOLVEN TBP DAN D2EHPA EXTRACTION OF Y, Dy, Gd FROM YTTRIUM CONCENTRATE BY TBP AND D2EHPA

Lebih terperinci

PEMBUATAN OKSIDA LOGAM TANAH JARANG DARI UMPAN HASIL DIJESTI PASIR SENOTIM DENGAN CARA PENGENDAPAN DAN KALSINASI

PEMBUATAN OKSIDA LOGAM TANAH JARANG DARI UMPAN HASIL DIJESTI PASIR SENOTIM DENGAN CARA PENGENDAPAN DAN KALSINASI 120 PEMBUATAN OKSIDA LOGAM TANAH JARANG DARI UMPAN HASIL DIJESTI PASIR SENOTIM DENGAN CARA PENGENDAPAN DAN KALSINASI Murdani Soemarsono dan Dwi Biyantoro P3TM BATAN ABSTRAK PEMBUATAN OKSIDA LOGAM TANAH

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI. Zirkonium (Zr) dalam daftar periodik mempunyai berat atom 91,22

BAB II KERANGKA TEORI. Zirkonium (Zr) dalam daftar periodik mempunyai berat atom 91,22 BAB II KERANGKA TEORI A. Deskripsi Teori 1. Zirkonium Sulfat Zirkonium (Zr) dalam daftar periodik mempunyai berat atom 91,22 dengan nomor atom 40. Konfigurasi elektron Zr adalah 5s 2 4d 2. Hafnium (Hf)

Lebih terperinci

EKSTRAKSI Th, La, Ce DAN Nd DARI KONSENTRAT Th LOGAM TANAH JARANG HASIL OLAH PASIR MONASIT MEMAKAI TBP

EKSTRAKSI Th, La, Ce DAN Nd DARI KONSENTRAT Th LOGAM TANAH JARANG HASIL OLAH PASIR MONASIT MEMAKAI TBP MV. Purwani, dkk. ISSN 0216 3128 47 EKSTRAKSI Th, La, Ce DAN Nd DARI KONSENTRAT Th LOGAM TANAH JARANG HASIL OLAH PASIR MONASIT MEMAKAI TBP MV Purwani, Suyanti dan Dwi Biyantoro P3TM BATAN ABSTRAK EKSTRAKSI

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Logam tanah jarang (LTJ) atau rare earth elements (REE), atau rare

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Logam tanah jarang (LTJ) atau rare earth elements (REE), atau rare 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Logam tanah jarang (LTJ) atau rare earth elements (REE), atau rare earth (RE) adalah kelompok 17 elemen logam, yang mempunyai sifat kimia yang mirip, yang terdiri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Zirkonium (Zr) merupakan unsur golongan IVB bersama-sama dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Zirkonium (Zr) merupakan unsur golongan IVB bersama-sama dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Zirkonium (Zr) merupakan unsur golongan IVB bersama-sama dengan titanium (Ti) dan Hafnium (Hf). Zirkonium memiliki nomor atom 40 dengan berat atom 91,22 g/mol dan konfigurasi

Lebih terperinci

PEMISAHAN LTJ (Y, La, Ce, Nd) DARI HASIL OLAH PASIR XENOTIM DENGAN CARA EKSTRAKSI CAIR-CAIR MEMAKAI ORGANOFOSFOR

PEMISAHAN LTJ (Y, La, Ce, Nd) DARI HASIL OLAH PASIR XENOTIM DENGAN CARA EKSTRAKSI CAIR-CAIR MEMAKAI ORGANOFOSFOR 40 ISSN 0216-3128 Dwi Biyantoro PEMISAHAN LTJ (Y, La, Ce, Nd) DARI HASIL OLAH PASIR XENOTIM DENGAN CARA EKSTRAKSI CAIR-CAIR MEMAKAI ORGANOFOSFOR Dwi Biyantoro Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN ASAM KLORIDA PADA PEMBUATAN LOGAM YTRIUM DARI YTRIUM KLORIDA

PENGARUH PENAMBAHAN ASAM KLORIDA PADA PEMBUATAN LOGAM YTRIUM DARI YTRIUM KLORIDA PENGARUH PENAMBAHAN ASAM KLORIDA PADA PEMBUATAN LOGAM YTRIUM DARI YTRIUM KLORIDA (1) Senadi Budiman, (2) Isyatun Rodliyah, (3) Sri Wulandari (1,3) Fakultas MIPA UNJANI Cimahi (2) Puslitbang tekmira, Jalan

Lebih terperinci

PEMISAHAN Ce DAN Nd MENGGUNAKAN RESIN DOWEX 50W-X8 MELALUI PROSES PERTUKARAN ION

PEMISAHAN Ce DAN Nd MENGGUNAKAN RESIN DOWEX 50W-X8 MELALUI PROSES PERTUKARAN ION ISSN 1410-6957 PEMISAHAN Ce DAN Nd MENGGUNAKAN RESIN DOWEX 50W-X8 MELALUI PROSES PERTUKARAN ION Dwi Biyantoro, Kris Tri Basuki, Muhadi AW PTAPB BATAN, Yogyakarta ABSTRAK PEMISAHAN Ce DAN Nd MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Kapasitas Adsorpsi Resin Hasil Impregnasi Kapasitas adsorpsi resin Amberlite-XAD16 terhadap beberapa ekstraktan melalui impregnasi dengan metode basah dan metode kering

Lebih terperinci

KEMURNIAN DAN NILAI FAKTOR PEMISAHAN TRANSPOR UNSUR La TERHADAP UNSUR Nd, Gd, Lu DENGAN TEKNIK MEMBRAN CAIR BERPENDUKUNG

KEMURNIAN DAN NILAI FAKTOR PEMISAHAN TRANSPOR UNSUR La TERHADAP UNSUR Nd, Gd, Lu DENGAN TEKNIK MEMBRAN CAIR BERPENDUKUNG KEMURNIAN DAN NILAI FAKTOR PEMISAHAN TRANSPOR UNSUR La TERHADAP UNSUR Nd, Gd, Lu DENGAN TEKNIK MEMBRAN CAIR BERPENDUKUNG Djabal Nur Basir Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Hasanuddin, Makassar

Lebih terperinci

OPTIMASI PROSES PEMBUATAN OKSIDA LOGAM TANAH JARANG DARI PASIR SENOTIM DAN ANALISIS PRODUK DENGAN SPEKTROMETER PENDAR SINAR-X

OPTIMASI PROSES PEMBUATAN OKSIDA LOGAM TANAH JARANG DARI PASIR SENOTIM DAN ANALISIS PRODUK DENGAN SPEKTROMETER PENDAR SINAR-X OPTIMASI PROSES PEMBUATAN OKSIDA LOGAM TANAH JARANG DARI PASIR SENOTIM DAN ANALISIS PRODUK DENGAN SPEKTROMETER PENDAR SINAR-X BANGUN WASITO (1), DWI BIYANTORO (2) (1) STTN BATAN (2) PTAPB BATAN Abstrak

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci

PREPARASI KOMPOSIT TiO 2 -SiO 2 DENGAN METODE SOL-GEL DAN APLIKASINYA UNTUK FOTODEGRADASI METHYL ORANGE

PREPARASI KOMPOSIT TiO 2 -SiO 2 DENGAN METODE SOL-GEL DAN APLIKASINYA UNTUK FOTODEGRADASI METHYL ORANGE PREPARASI KOMPOSIT TiO 2 -SiO 2 DENGAN METODE SOL-GEL DAN APLIKASINYA UNTUK FOTODEGRADASI METHYL ORANGE Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat sarjana S-1 Program Studi Kimia Oleh

Lebih terperinci

Jurnal Kimia Indonesia

Jurnal Kimia Indonesia Jurnal Kimia Indonesia Vol. (), 2006, h. -6 Pemisahan Serium dari Mineral Monasit dengan Teknik SLM Bertingkat Aminudin Sulaeman, Buchari, dan Ummy Mardiana 2 Kimia Analitik, FMIPA, Institut Teknologi

Lebih terperinci

PEMILIHAN SOLVEN UNTUK EKSTRAKSI KONSENTRAT La HASIL OLAH PASIR MONASIT

PEMILIHAN SOLVEN UNTUK EKSTRAKSI KONSENTRAT La HASIL OLAH PASIR MONASIT Suyanti dan MV Purwani ISSN 0216-3128 257 PEMILIHAN SOLVEN UNTUK EKSTRAKSI KONSENTRAT La HASIL OLAH PASIR MONASIT Suyanti dan MV Purwani Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan - BATAN ABSTRAK PEMILIHAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya. 5 E. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (25 : 75), F. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (50 : 50), G. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (75 :

Lebih terperinci

EKSTRAKSI BERTINGKAT PEMISAHAN Th DAN Nd DARI KONSENTRAT Th-LTJ OKSALAT HASIL OLAH PASIR MONASIT MENGGUNAKAN TBP

EKSTRAKSI BERTINGKAT PEMISAHAN Th DAN Nd DARI KONSENTRAT Th-LTJ OKSALAT HASIL OLAH PASIR MONASIT MENGGUNAKAN TBP Suyanti, dkk. ISSN 216 3128 87 EKSTRAKSI BERTINGKAT PEMISAHAN Th DAN Nd DARI KONSENTRAT Th-LTJ OKSALAT HASIL OLAH PASIR MONASIT MENGGUNAKAN TBP Suyanti dan M.V Purwani P3TM BATAN ABSTRAK EKSTRAKSI BERTINGKAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Logam Berat Istilah "logam berat" didefinisikan secara umum bagi logam yang memiliki berat spesifik lebih dari 5g/cm 3. Logam berat dimasukkan dalam kategori pencemar lingkungan

Lebih terperinci

30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya.

30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya. 30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya. 1. Semua pernyataan berikut benar, kecuali: A. Energi kimia ialah energi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serius, ini karena penggunaan logam berat yang semakin meningkat seiring

I. PENDAHULUAN. serius, ini karena penggunaan logam berat yang semakin meningkat seiring I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencemaran lingkungan karena logam berat merupakan masalah yang sangat serius, ini karena penggunaan logam berat yang semakin meningkat seiring dengan perkembangan di bidang

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPOSISI KIMIA SERBUK HASIL PROSES HYDRIDING-DEHYDRIDING PADUAN U-Zr

ANALISIS KOMPOSISI KIMIA SERBUK HASIL PROSES HYDRIDING-DEHYDRIDING PADUAN U-Zr ISSN 0854-5561 Hasil-hasil Penelitian EBN Tahun 2009 ANALISIS KOMPOSISI KIMIA SERBUK HASIL PROSES HYDRIDING-DEHYDRIDING PADUAN U-Zr Asminar, Rahmiati, Siamet Pribadi ABSTRAK ANALISIS KOMPOSISI KIMIA SERBUK

Lebih terperinci

PEMBUATAN ZIRKONIL NITRAT DARI ZIRKON OKSIKLORID UNTUK UMPAN EKSTRAKSI ZR-HF DENGAN MIXER-SETTLER (MS)

PEMBUATAN ZIRKONIL NITRAT DARI ZIRKON OKSIKLORID UNTUK UMPAN EKSTRAKSI ZR-HF DENGAN MIXER-SETTLER (MS) PEMBUATAN ZIRKONIL NITRAT DARI ZIRKON OKSIKLORID UNTUK UMPAN EKSTRAKSI ZR-HF DENGAN MIXER-SETTLER (MS) Tri Handini, Suprihati, Sri Sukmajaya BATAN Yogyakarta handini@batan.go.id ABSTRAK PEMBUATAN ZIRKONIL

Lebih terperinci

LOGO. Stoikiometri. Tim Dosen Pengampu MK. Kimia Dasar

LOGO. Stoikiometri. Tim Dosen Pengampu MK. Kimia Dasar LOGO Stoikiometri Tim Dosen Pengampu MK. Kimia Dasar Konsep Mol Satuan jumlah zat dalam ilmu kimia disebut mol. 1 mol zat mengandung jumlah partikel yang sama dengan jumlah partikel dalam 12 gram C 12,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Absorpsi dan stripper adalah alat yang digunakan untuk memisahkan satu komponen atau lebih dari campurannya menggunakan prinsip perbedaan kelarutan. Solut adalah komponen

Lebih terperinci

Ngatijo, dkk. ISSN Ngatijo, Pranjono, Banawa Sri Galuh dan M.M. Lilis Windaryati P2TBDU BATAN

Ngatijo, dkk. ISSN Ngatijo, Pranjono, Banawa Sri Galuh dan M.M. Lilis Windaryati P2TBDU BATAN 181 PENGARUH WAKTU KNTAK DAN PERBANDINGAN FASA RGANIK DENGAN FASA AIR PADA EKSTRAKSI URANIUM DALAM LIMBAH CAIR MENGGUNAKAN EKSTRAKTAN DI-2-ETIL HEKSIL PHSPHAT Ngatijo, Pranjono, Banawa Sri Galuh dan M.M.

Lebih terperinci

EKSTRAKSI CAIR-CAIR. Bahan yang digunkan NaOH Asam Asetat Indikator PP Air Etil Asetat

EKSTRAKSI CAIR-CAIR. Bahan yang digunkan NaOH Asam Asetat Indikator PP Air Etil Asetat EKSTRAKSI CAIR-CAIR I. TUJUAN PERCOBAAN Mahasiswa mampu mengoperasikan alat Liqiud Extraction dengan baik Mahasiswa mapu mengetahui cara kerja alat ekstraksi cair-cair dengan aliran counter current Mahasiswa

Lebih terperinci

ION EXCHANGE DASAR TEORI

ION EXCHANGE DASAR TEORI ION EXCHANGE I. TUJUAN PERCOBAAN Setelah melakukan praktikum ini diharapkan mahasiswa dapat : 1. Menentukan konsentrasi ion-ion H+, Na+, Mg2+, Zn2+ dengan menggunakan resin penukar kation. 2. Pengurangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa sekarang kecenderungan pemakaian bahan bakar sangat tinggi sedangkan sumber bahan bakar minyak bumi yang di pakai saat ini semakin menipis. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

TINGKAT PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA-PT) SUB KIMIA FISIK. 16 Mei Waktu : 120menit

TINGKAT PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA-PT) SUB KIMIA FISIK. 16 Mei Waktu : 120menit OLIMPIADE NASIONAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM TINGKAT PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA-PT) BIDANG KIMIA SUB KIMIA FISIK 16 Mei 2017 Waktu : 120menit Petunjuk Pengerjaan H 1. Tes ini terdiri atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. I.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. I. BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. I.1 Latar Belakang Pasir besi merupakan salah satu sumber besi yang dalam

Lebih terperinci

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini :

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini : Kompetensi Dasar: Mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan metode pemisahan dengan KLT dan dapat mengaplikasikannya untuk analisis suatu sampel Gambaran Umum KLT Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan

Lebih terperinci

KIMIA. Sesi KIMIA UNSUR (BAGIAN IV) A. UNSUR-UNSUR PERIODE KETIGA. a. Sifat Umum

KIMIA. Sesi KIMIA UNSUR (BAGIAN IV) A. UNSUR-UNSUR PERIODE KETIGA. a. Sifat Umum KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 12 Sesi NGAN KIMIA UNSUR (BAGIAN IV) A. UNSUR-UNSUR PERIODE KETIGA Keteraturan sifat keperiodikan unsur dalam satu periode dapat diamati pada unsur-unsur periode

Lebih terperinci

ANALISIS UNSUR Pb, Ni DAN Cu DALAM LARUTAN URANIUM HASIL STRIPPING EFLUEN URANIUM BIDANG BAHAN BAKAR NUKLIR

ANALISIS UNSUR Pb, Ni DAN Cu DALAM LARUTAN URANIUM HASIL STRIPPING EFLUEN URANIUM BIDANG BAHAN BAKAR NUKLIR ISSN 1979-2409 Analisis Unsur Pb, Ni Dan Cu Dalam Larutan Uranium Hasil Stripping Efluen Uranium Bidang Bahan Bakar Nuklir (Torowati, Asminar, Rahmiati) ANALISIS UNSUR Pb, Ni DAN Cu DALAM LARUTAN URANIUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi yang terjadi saat ini menyebabkan konsumsi masyarakat terhadap barang-barang elekronik seperti handphone, komputer dan laptop semakin meningkat.

Lebih terperinci

ANALISIS UNSUR-UNSUR PENGOTOR DALAM YELLOW CAKE DARI LIMBAH PUPUK FOSFAT SECARA SPEKTROMETRI SERAPAN ATOM

ANALISIS UNSUR-UNSUR PENGOTOR DALAM YELLOW CAKE DARI LIMBAH PUPUK FOSFAT SECARA SPEKTROMETRI SERAPAN ATOM ANALISIS UNSUR-UNSUR PENGOTOR DALAM YELLOW CAKE DARI LIMBAH PUPUK FOSFAT SECARA SPEKTROMETRI SERAPAN ATOM Asminar, Rahmiati Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir-BATAN Kawasan Puspiptek Gd. 20 Serpong Tangerang

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Membran 4.1.1 Membran PMMA-Ditizon Membran PMMA-ditizon dibuat dengan teknik inversi fasa. PMMA dilarutkan dalam kloroform sampai membentuk gel. Ditizon dilarutkan

Lebih terperinci

PENGARUH ph DAN TEGANGAN PADA PEMBUATAN SERBUK ITRIUM DARI KONSENTRAT ITRIUM HASIL PROSES PASIR SENOTIM DENGAN ELEKTROLISIS

PENGARUH ph DAN TEGANGAN PADA PEMBUATAN SERBUK ITRIUM DARI KONSENTRAT ITRIUM HASIL PROSES PASIR SENOTIM DENGAN ELEKTROLISIS PENGARUH ph DAN TEGANGAN PADA PEMBUATAN SERBUK ITRIUM DARI KONSENTRAT ITRIUM HASIL PROSES PASIR SENOTIM DENGAN ELEKTROLISIS KRIS TRI BASUKI*, MUHADI AW**, SUDIBYO** *STTN BATAN, Yogyakarta **PTAPB BATAN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi Indonesia yang terus meningkat dan keterbatasan persediaan energi yang tak terbarukan menyebabkan pemanfaatan energi yang tak terbarukan harus diimbangi

Lebih terperinci

a. Pengertian leaching

a. Pengertian leaching a. Pengertian leaching Leaching adalah peristiwa pelarutan terarah dari satu atau lebih senyawaan dari suatu campuran padatan dengan cara mengontakkan dengan pelarut cair. Pelarut akan melarutkan sebagian

Lebih terperinci

Hubungan koefisien dalam persamaan reaksi dengan hitungan

Hubungan koefisien dalam persamaan reaksi dengan hitungan STOIKIOMETRI Pengertian Stoikiometri adalah ilmu yang mempelajari dan menghitung hubungan kuantitatif dari reaktan dan produk dalam reaksi kimia (persamaan kimia) Stoikiometri adalah hitungan kimia Hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuat dilaboratorium kimia. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya

BAB I PENDAHULUAN. kuat dilaboratorium kimia. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya BAB I PENDAHULUAN Berbagai metode kromatografi memberikan cara pemisahan paling kuat dilaboratorium kimia. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya yang leluasa, dipakai secara luas untuk pemisahan analitik

Lebih terperinci

SOAL. Za-salsabiila Page 1

SOAL. Za-salsabiila Page 1 SOAL 1. Mengapa transisi dalam terpisah dalam tabel periodic? 2. Apa penghambat sifat atau kegunaan unsur transisi dalam banyak tidak ditemukan? 3. Apa kegunaan dari lampu mantel jinjing JAWAB 1. Lantanoid

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains Kimia

SKRIPSI. Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains Kimia PENGARUH KONSENTRASI ZIRKONIUM OKSIKLORID (ZOC), KONSENTRASI ASAM SULFAT, DAN WAKTU PENGENDAPAN TERHADAP KONVERSI PEMBENTUKAN ZIRKONIUM BERBASIS SULFAT (ZBS) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Secara garis besar, penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama yaitu penentuan spektrum absorpsi dan pembuatan kurva kalibrasi dari larutan zat warna RB red F3B. Tahap

Lebih terperinci

besarnya polaritas zeolit alam agar dapat (CO) dan hidrokarbon (HC)?

besarnya polaritas zeolit alam agar dapat (CO) dan hidrokarbon (HC)? OPTIMALISASI SUHU AKTIVASI DAN POLARITAS ZEOLIT ALAM UNTUK MENGURANGI EMISI GAS BUANG SEPEDA MOTOR Drs. Noto Widodo, M.Pd. Bambang Sulistyo, S.Pd., M.Eng Amir Fatah, MPd M.Pd. JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekperimental.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekperimental. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekperimental. B. Tempat dan Waktu Pengerjaan sampel dilakukan di laboratorium Teknik Kimia

Lebih terperinci

KIMIA. Sesi POLIMER. A. LOGAM ALKALI a. Keberadaan dan Kelimpahan Logam Alkali. b. Sifat-Sifat Umum Logam Alkali. c. Sifat Keperiodikan Logam Alkali

KIMIA. Sesi POLIMER. A. LOGAM ALKALI a. Keberadaan dan Kelimpahan Logam Alkali. b. Sifat-Sifat Umum Logam Alkali. c. Sifat Keperiodikan Logam Alkali KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 11 Sesi NGAN POLIMER A. LOGAM ALKALI a. Keberadaan dan Kelimpahan Logam Alkali Logam alkali adalah kelompok unsur yang sangat reaktif dengan bilangan oksidasi +1,

Lebih terperinci

Pemisahan Zirkonium (Zr) dan Hafnium (Hf) memakai campuran solven TBP- D2EHPA dan Amberlite XAD-16) (Dwi Biyantoro, dkk)

Pemisahan Zirkonium (Zr) dan Hafnium (Hf) memakai campuran solven TBP- D2EHPA dan Amberlite XAD-16) (Dwi Biyantoro, dkk) Pemisahan Zirkonium (Zr) dan Hafnium (Hf) memakai campuran solven TBP- D2EHPA dan Amberlite XAD-16) p-issn: 1410-6957, e-issn: 2503-5029 http://ganendra.batan.go.id PEMISAHAN ZIRKONIUM (Zr) DAN HAFNIUM

Lebih terperinci

Recovery Logam Ag Menggunakan Resin Penukar Ion

Recovery Logam Ag Menggunakan Resin Penukar Ion PRAKTIKUM PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI Recovery Logam Ag Menggunakan Resin Penukar Ion Pembimbing : Endang Kusumawati, MT Disusun Oleh : IndraPranata R 091431013 Irena Widelia 091431014 Irma Ariyanti 091431015

Lebih terperinci

PENGARUH HNO 3 DAN TINGKAT EKSTRAKSI PADA PENINGKATAN Ce DALAM KONSENTRAT CERI HIDROKSIDA MEMAKAI TBP

PENGARUH HNO 3 DAN TINGKAT EKSTRAKSI PADA PENINGKATAN Ce DALAM KONSENTRAT CERI HIDROKSIDA MEMAKAI TBP 132 ISSN 0216-3128 MV Purwani, dkk. PENGARUH HNO 3 DAN TINGKAT EKSTRAKSI PADA PENINGKATAN Ce DALAM KONSENTRAT CERI HIDROKSIDA MEMAKAI TBP MV Purwani, Dwi Retnani dan Suyanti Pusat Teknologi Akselerator

Lebih terperinci

PEMURNIAN LOGAM EMAS (Au) DAN EKSTRAKSI PERAK (Ag) HASIL AMALGAMASI MENGGUNAKAN METODE HIDROMETALURGI SKRIPSI. Oleh Widya Margayanti NIM

PEMURNIAN LOGAM EMAS (Au) DAN EKSTRAKSI PERAK (Ag) HASIL AMALGAMASI MENGGUNAKAN METODE HIDROMETALURGI SKRIPSI. Oleh Widya Margayanti NIM PEMURNIAN LOGAM EMAS (Au) DAN EKSTRAKSI PERAK (Ag) HASIL AMALGAMASI MENGGUNAKAN METODE HIDROMETALURGI SKRIPSI Oleh Widya Margayanti NIM 081810301025 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

KROMATOGRAFI PENUKAR ION Ion-exchange chromatography

KROMATOGRAFI PENUKAR ION Ion-exchange chromatography KROMATOGRAFI PENUKAR ION Ion-exchange chromatography Merupakan pemisahan senyawa senyawa polar dan ion berdasarkan muatan Dapat digunakan untk hampir semua molekul bermuatan termasuk proteins, nucleotides

Lebih terperinci

JURNAL APLIKASI FISIKA VOLUME 11 NOMOR 1 FEBRUARI 2015

JURNAL APLIKASI FISIKA VOLUME 11 NOMOR 1 FEBRUARI 2015 JURNAL APLIKASI FISIKA VOLUME 11 NOMOR 1 FEBRUARI 2015 EKSTRAKSI LOGAM KROMIUM (Cr) DAN TEMBAGA (Cu) PADA BATUAN ULTRABASA DARI DESA PUNCAK MONAPA KECAMATAN LASUSUA KOLAKA UTARA MENGGUNAKAN LIGAN POLIEUGENOL

Lebih terperinci

Ion Exchange. Shinta Rosalia Dewi

Ion Exchange. Shinta Rosalia Dewi Ion Exchange Shinta Rosalia Dewi RESIN PARTICLE AND BEADS Pertukaran ion Adsorpsi, dan pertukaran ion adalah proses sorpsi, dimana komponen tertentu dari fase cairan, yang disebut zat terlarut, ditransfer

Lebih terperinci

PENELITIAN LOGAM TANAH JARANG DI INDONESIA. Isyatun Rodliyah

PENELITIAN LOGAM TANAH JARANG DI INDONESIA. Isyatun Rodliyah PENELITIAN LOGAM TANAH JARANG DI INDONESIA Isyatun Rodliyah Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara tekmira isya@tekmira.esdm.go.id S A R I Logam tanah jarang (LTJ) memegang peranan

Lebih terperinci

Kelompok 2: Kromatografi Kolom

Kelompok 2: Kromatografi Kolom Kelompok 2: Kromatografi Kolom Arti Kata Kromatografi PENDAHULUAN chroma berarti warna dan graphien berarti menulis Sejarah Kromatografi Sejarah kromatografi dimulai sejak pertengahan abad ke 19 ketika

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI 39 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 PENDAHULUAN Hasil eksperimen akan ditampilkan pada bab ini. Hasil eksperimen akan didiskusikan untuk mengetahui keoptimalan arang aktif tempurung kelapa lokal pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas 31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis material konduktor ionik MZP, dilakukan pada kondisi optimum agar dihasilkan material konduktor ionik yang memiliki kinerja maksimal, dalam hal ini memiliki nilai

Lebih terperinci

PERLAKUAN MERKURI (Hg) SECARA ELEKTROKIMIA DAN EFEKTIFITASNYA TERHADAP PROSES EKSTRAKSI EMAS METODE AMALGAMASI SKRIPSI

PERLAKUAN MERKURI (Hg) SECARA ELEKTROKIMIA DAN EFEKTIFITASNYA TERHADAP PROSES EKSTRAKSI EMAS METODE AMALGAMASI SKRIPSI PERLAKUAN MERKURI (Hg) SECARA ELEKTROKIMIA DAN EFEKTIFITASNYA TERHADAP PROSES EKSTRAKSI EMAS METODE AMALGAMASI SKRIPSI Oleh Emil Prastiwi NIM 061810301095 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2013

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2013 i ANALISIS KADAR LOGAM BERAT KROMIUM (Cr) DENGAN EKSTRAKSI PELARUT ASAM SULFAT (H 2 SO 4 ) MENGGUNAKAN ATOMIC ABSORPTION SPECTROFOTOMETRY (AAS) DI SUNGAI DONAN (CILACAP) PADA JARAK 2 KM SESUDAH PT. PERTAMINA

Lebih terperinci

PENGARUH HNO 3 DAN TINGKAT EKSTRAKSI PADA PENINGKATAN Ce DALAM KONSENTRAT CERI HIDROKSIDA MEMAKAI TBP

PENGARUH HNO 3 DAN TINGKAT EKSTRAKSI PADA PENINGKATAN Ce DALAM KONSENTRAT CERI HIDROKSIDA MEMAKAI TBP ISSN 1410-6957 PENGARUH HNO 3 DAN TINGKAT EKSTRAKSI PADA PENINGKATAN Ce DALAM KONSENTRAT CERI HIDROKSIDA MEMAKAI TBP MV Purwani, Dwi Retnani, Suyanti PTAPB BATAN Yogyakarta ABSTRAK PENGARUH HNO 3 DAN TINGKAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perak Nitrat Perak nitrat merupakan senyawa anorganik tidak berwarna, tidak berbau, kristal transparan dengan rumus kimia AgNO 3 dan mudah larut dalam alkohol, aseton dan air.

Lebih terperinci

IMMOBILISASI TiO 2 DALAM MATRIKS SiO 2 DENGAN METODE SOL-GEL UNTUK MENDEGRADASI LIMBAH CAIR PEWARNA TEKSTIL SKRIPSI

IMMOBILISASI TiO 2 DALAM MATRIKS SiO 2 DENGAN METODE SOL-GEL UNTUK MENDEGRADASI LIMBAH CAIR PEWARNA TEKSTIL SKRIPSI IMMOBILISASI TiO 2 DALAM MATRIKS SiO 2 DENGAN METODE SOL-GEL UNTUK MENDEGRADASI LIMBAH CAIR PEWARNA TEKSTIL SKRIPSI Oleh Angga Pradana NIM 061810301045 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam tahapan sintesis ligan meliputi laboratory set dengan labu leher tiga, thermolyne sebagai pemanas, dan neraca analitis untuk penimbangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah pencemaran belakangan ini sangat menarik perhatian masyarakat banyak.perkembangan industri yang demikian cepat merupakan salah satu penyebab turunnya kualitas

Lebih terperinci

PENENTUAN KANDUNGAN PENGOTOR DALAM SERBUK UO2 HASIL KONVERSI YELLOW CAKE PETRO KIMIA GRESIK DENGAN AAS

PENENTUAN KANDUNGAN PENGOTOR DALAM SERBUK UO2 HASIL KONVERSI YELLOW CAKE PETRO KIMIA GRESIK DENGAN AAS PENENTUAN KANDUNGAN PENGOTOR DALAM SERBUK UO2 HASIL KONVERSI YELLOW CAKE PETRO KIMIA GRESIK DENGAN AAS Rahmiati, Asminar, Purwadi KP Bidang Bahan Bakar Nuklir Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir E-mail

Lebih terperinci

ANALISIS KANDVNGAN PENGOTOR DALAM PELET VOz SINTER

ANALISIS KANDVNGAN PENGOTOR DALAM PELET VOz SINTER Hasil-hasil Penelitian EBN Tahun 2009 ISSN 0854-5561 ANALISIS KANDVNGAN PENGOTOR DALAM PELET VOz SINTER Asminar ABSTRAK ANALISIS KANDUNGAN PENGOTOR DALAM PELET U02 SINTER. Telah dilakukan analisis pengotor

Lebih terperinci

STOIKIOMETRI. Massa molekul relatif suatu zat sama dengan jumlah massa atom relatif atomatom penyusun molekul zat tersebut.

STOIKIOMETRI. Massa molekul relatif suatu zat sama dengan jumlah massa atom relatif atomatom penyusun molekul zat tersebut. STOIKIOMETRI Istilah STOIKIOMETRI berasal dari kata-kata Yunani yaitu Stoicheion (partikel) dan metron (pengukuran). STOIKIOMETRI akhirnya mengacu kepada cara perhitungan dan pengukuran zat serta campuran

Lebih terperinci

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT DI SUSUN OLEH : NAMA : IMENG NIM : ACC 109 011 KELOMPOK : 2 ( DUA ) HARI / TANGGAL : SABTU, 28 MEI 2011

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI LOGAM KROMIUM, NIKEL, DAN TEMBAGA DARI AIR LIMBAH ELEKTROPLATING SKRIPSI

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI LOGAM KROMIUM, NIKEL, DAN TEMBAGA DARI AIR LIMBAH ELEKTROPLATING SKRIPSI ISOLASI DAN IDENTIFIKASI LOGAM KROMIUM, NIKEL, DAN TEMBAGA DARI AIR LIMBAH ELEKTROPLATING SKRIPSI Oleh Ferisa Wisuda Ningtyas NIM 091810301007 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

STOKIOMETRI BAB. B. Konsep Mol 1. Hubungan Mol dengan Jumlah Partikel. Contoh: Jika Ar Ca = 40, Ar O = 16, Ar H = 1, tentukan Mr Ca(OH) 2!

STOKIOMETRI BAB. B. Konsep Mol 1. Hubungan Mol dengan Jumlah Partikel. Contoh: Jika Ar Ca = 40, Ar O = 16, Ar H = 1, tentukan Mr Ca(OH) 2! BAB 7 STOKIOMETRI A. Massa Molekul Relatif Massa Molekul Relatif (Mr) biasanya dihitung menggunakan data Ar masing-masing atom yang ada dalam molekul tersebut. Mr senyawa = (indeks atom x Ar atom) Contoh:

Lebih terperinci

PEMULIHAN (RECOVERY) DAN PEMISAHAN SELEKTIF LOGAM BERAT (Zn, Cu dan Ni) DENGAN PENGEMBAN SINERGI MENGGUNAKAN TEKNIK SLM

PEMULIHAN (RECOVERY) DAN PEMISAHAN SELEKTIF LOGAM BERAT (Zn, Cu dan Ni) DENGAN PENGEMBAN SINERGI MENGGUNAKAN TEKNIK SLM PEMULIHAN (RECOVERY) DAN PEMISAHAN SELEKTIF LOGAM BERAT (Zn, Cu dan Ni) DENGAN PENGEMBAN SINERGI MENGGUNAKAN TEKNIK SLM M. Cholid Djunaidi, Mudji Triatmo, Gunawan, Jurusan Kimia FMIPA Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum tentang pemanfaatan daun matoa sebagai adsorben untuk menyerap logam Pb dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1. Preparasi

Lebih terperinci

PROSES PEMURNIAN YELLOW CAKE DARI LIMBAH PABRIK PUPUK

PROSES PEMURNIAN YELLOW CAKE DARI LIMBAH PABRIK PUPUK PROSES PEMURNIAN YELLOW CAKE DARI LIMBAH PABRIK PUPUK Ngatijo, Rahmiati, Asminar, Pranjono Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir BATAN ABSTRAK PEMURNIAN YELLOW CAKE DARI LIMBAH PABRIK PUPUK. Telah dilakukan

Lebih terperinci

MENGELOMPOKKAN SIFAT-SIFAT MATERI

MENGELOMPOKKAN SIFAT-SIFAT MATERI MENGELOMPOKKAN SIFAT-SIFAT MATERI Materi ( zat ) adalah segala sesuatu yang memiliki massa dan menempati ruang. Batu, kayu, daun, padi, nasi, air, udara merupakan beberapa contoh materi. Sifat Ekstensif

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Penyiapan Zeolit Zeolit yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Tasikmalaya. Warna zeolit awal adalah putih kehijauan. Ukuran partikel yang digunakan adalah +48 65 mesh,

Lebih terperinci

EKSTRAKSI TORIUM DARI KONSENTRAT TH,LTJ (HIDROKSIDA) MENGGUNAKAN SOLVEN BIS-2- ETIL HEKSIL FOSFAT

EKSTRAKSI TORIUM DARI KONSENTRAT TH,LTJ (HIDROKSIDA) MENGGUNAKAN SOLVEN BIS-2- ETIL HEKSIL FOSFAT EKSTRAKSI TORIUM DARI KONSENTRAT TH,LTJ (HIDROKSIDA) MENGGUNAKAN SOLVEN BIS-2- ETIL HEKSIL FOSFAT Suyanti, Aryadi -BATAN, Babarsari Yogyakarta 55281 E-mail:ptapb@batan.go.id ABSTRAK EKSTRAKSI TORIUM DARI

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan uji aktivitas katalis Pt/Zr-MMT serta aplikasinya sebagai katalis dalam konversi sitronelal menjadi mentol

Lebih terperinci

ALAT ANALISA. Pendahuluan. Alat Analisa di Bidang Kimia

ALAT ANALISA. Pendahuluan. Alat Analisa di Bidang Kimia Pendahuluan ALAT ANALISA Instrumentasi adalah alat-alat dan piranti (device) yang dipakai untuk pengukuran dan pengendalian dalam suatu sistem yang lebih besar dan lebih kompleks Secara umum instrumentasi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L etanol, diperoleh ekstrak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

SOAL SELEKSI OLIMPIADE SAINS TINGKAT KABUPATEN/KOTA 2004 CALON TIM OLIMPIADE KIMIA INDONESIA

SOAL SELEKSI OLIMPIADE SAINS TINGKAT KABUPATEN/KOTA 2004 CALON TIM OLIMPIADE KIMIA INDONESIA SOAL SELEKSI OLIMPIADE SAINS TINGKAT KABUPATEN/KOTA 2004 CALON TIM OLIMPIADE KIMIA INDONESIA 2005 Bidang Kimia KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN

Lebih terperinci

PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT

PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT I. Tujuan Percobaan ini yaitu: PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT Adapun tujuan yang ingin dicapai praktikan setelah melakukan percobaan 1. Memisahkan dua garam berdasarkan kelarutannya pada suhu tertentu

Lebih terperinci

OXEA - Alat Analisis Unsur Online

OXEA - Alat Analisis Unsur Online OXEA - Alat Analisis Unsur Online OXEA ( Online X-ray Elemental Analyzer) didasarkan pada teknologi fluoresens sinar X (XRF) yang terkenal di bidang laboratorium. Dengan bantuan dari sebuah prosedur yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Silikon dioksida merupakan elemen terbanyak kedua di alam semesta dari segi massanya setelah oksigen, yang paling banyak terdapat pada debu, pasir, platenoid dan planet

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. II.1. Electrorefining

BAB II PEMBAHASAN. II.1. Electrorefining BAB II PEMBAHASAN II.1. Electrorefining Electrorefining adalah proses pemurnian secara elektrolisis dimana logam yangingin ditingkatkan kadarnya (logam yang masih cukup banyak mengandung pengotor)digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. 1.1 Latar Belakang Masalah Mineral besi oksida merupakan komponen utama dari

Lebih terperinci

KISI KISI SOAL ULANGAN AKHIR SEMESTER GASAL MADRASAH ALIYAH TAHUN PELAJARAN 2015/2016

KISI KISI SOAL ULANGAN AKHIR SEMESTER GASAL MADRASAH ALIYAH TAHUN PELAJARAN 2015/2016 KISI KISI SOAL ULANGAN AKHIR SEMESTER GASAL MADRASAH ALIYAH TAHUN PELAJARAN 205/206 MATA PELAJARAN KELAS : KIMIA : XII IPA No Stansar Materi Jumlah Bentuk No Kompetensi Dasar Inikator Silabus Indikator

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SENSOR OKSIGEN TERLARUT MENGGUNAKAN ELEKTRODA KERJA KARBON-PALADIUM (C-Pd) SECARA VOLTAMMETRI SIKLIK SKRIPSI

PENGEMBANGAN SENSOR OKSIGEN TERLARUT MENGGUNAKAN ELEKTRODA KERJA KARBON-PALADIUM (C-Pd) SECARA VOLTAMMETRI SIKLIK SKRIPSI PENGEMBANGAN SENSOR OKSIGEN TERLARUT MENGGUNAKAN ELEKTRODA KERJA KARBON-PALADIUM (C-Pd) SECARA VOLTAMMETRI SIKLIK SKRIPSI Oleh Mohamad Bayu Setiawan NIM 101810301041 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

Laporan Kimia Analitik KI-3121

Laporan Kimia Analitik KI-3121 Laporan Kimia Analitik KI-3121 PERCOBAAN 5 SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM Nama : Kartika Trianita NIM : 10510007 Kelompok : 1 Tanggal Percobaan : 19 Oktober 2012 Tanggal Laporan : 2 November 2012 Asisten

Lebih terperinci