Bab IV Hasil dan Pembahasan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab IV Hasil dan Pembahasan"

Transkripsi

1 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Kapasitas Adsorpsi Resin Hasil Impregnasi Kapasitas adsorpsi resin Amberlite-XAD16 terhadap beberapa ekstraktan melalui impregnasi dengan metode basah dan metode kering disajikan pada Tabel IV.1 berikut ini. Tabel IV.1. Adsorpsi beberapa ekstraktan oleh resin Amberlite-XAD16 Rasio Ekstraktan/ resin 10/90 20/80 50/50 60/40 TBP Kapasitas resin (mg/g resin) Metode Basah Metode Kering D2EHPA/ D2EHPA/ D2EHPA TBP (3:1) D2EHPA TBP (3:1) TBP Data pada Tabel IV.1 di atas menunjukkan bahwa dengan meningkatnya rasio perbandingan ekstraktan/resin meningkat pula kapasitas adsorpsi resin XAD16 terhadap ekstraktan. Kemampuan resin XAD16 mengadsorpsi molekul TBP lebih besar dari pada mengadsorpsi campuran D2EHPA/TBP(3:1) dan molekul D2EHPA, hal ini mungkin disebabkan karena ukuran molekul TBP lebih kecil dari pada molekul D2EHPA. Selain itu molekul TBP bersifat lebih non-polar dibandingkan dengan molekul D2EHPA, sehingga lebih mudah berantaraksi dengan resin XAD16 yang bersifat non-polar. Sementara itu, adsorpsi XAD16 terhadap campuran D2EHPA/TBP(3:1) juga lebih besar dari pada adsorpsi terhadap molekul D2EHPA, karena pada saat impregnasi molekul TBP mungkin terlebih dahulu mengisi pori-pori resin dan selanjutnya diikuti oleh molekul D2EHPA. Kapasitas adsorpsi resin XAD16 terhadap ekstraktan dengan metode basah lebih kecil dibandingkan dengan metode kering. Hal ini disebabkan adanya proses pencucian resin dengan air pada metode basah, sehingga sebagian ekstraktan ikut terbawa ke dalam pelarut. Oleh karena itu, dalam penelitian selanjutnya digunakan SIR yang dibuat dengan metode kering. 43

2 IV.2 Karakterisasi Solvent Impregnated Resin IV.2.1 Stabilitas Solvent Impregnated Resin Stabilitas ekstraktan di dalam resin, yaitu kemampuan ekstraktan untuk bertahan di dalam resin selama proses ekstraksi. Ekstraktan yang telah diimpregnasikan ke dalam resin tersebut dapat lolos atau terlepas dari ikatannya selama proses ekstraksi. Terlepasnya ekstraktan ke dalam larutan dapat disebabkan oleh terputusnya ikatan (Van der Waals) dan akibat besarnya gaya mekanik seperti pengadukan, terdegradasinya polimer resin XAD16 dan perubahan ph larutan sampel (Alexandratos dan Ripperger, 1998) Ekstraktan dalam SIR (%) D2EHPA-Air TBP-Air D2EHPA/TBP-Air D2EHPA/TBP-HNO3 1M Jumlah pencucian resin Gambar IV.1. Stabilitas ekstraktan dalam SIR setelah pencucian dengan air dan larutan HNO 3 1 M. Gambar IV.1 memperlihatkan bahwa kehilangan ekstraktan selama proses pencucian dengan air dan larutan HNO 3 1,0 M relatif sedikit. Stabilitas ekstraktan di dalam resin Amberlite-XAD16 semakin meningkat dengan urutan D 2 EHPA > D 2 EHPA/TBP(3:1) > TBP. Ekstraktan D 2 EHPA lebih stabil dibandingkan TBP 44

3 dalam resin XAD16. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor kelarutan D 2 EHPA (< 1 g/l) lebih kecil dari pada kelarutan TBP (6 g/l) di dalam air. SIR yang diimpregnasikan dengan campuran D 2 EHPA-XAD16 dan D 2 EHPA/TBP(3:1)- XAD16 masih layak digunakan hingga pencucian ke-6, karena lebih dari 95 % ekstraktan masih bertahan di dalam resin. Dari hasil pencucian selanjutnya terlihat bahwa sebagian matrik resin mengalami degradasi, akibat dari proses pengadukan dan sebagian matrik resin yang masih baik memerlukan regenerasi ulang akibat berkurangnya ekstraktan di dalam resin tersebut. IV.2.2 Analisis Morfologi SIR dengan SEM Foto SEM (Gambar IV.2) digunakan untuk membedakan empat buah sampel resin XAD16 sebelum dan setelah impregnasi dengan D 2 EHPA. Rasio perbandingan ekstraktan/resin, yaitu 10/90 %b/b, 50/50 %b/b, dan 60/40 %b/b. Sebelum impregnasi, permukaan resin XAD16 memiliki banyak pori (Gambar IV.2.a). Untuk impregnasi D 2 EHPA dengan komposisi 10/90 %b/b (Gambar IV.2.b) memperlihatkan bahwa pori-pori resin XAD16 belum mampu tertutupi secara keseluruhan. (a) (b) (c) (d) Gambar IV.2. Fotografi SEM (pembesaran kali) terhadap permukaan resin Amberlite XAD16 (a) sebelum impregnasi (b) setelah impregnasi dengan D 2 EHPA 10/90 %b/b (c) setelah impregnasi dengan D 2 EHPA 50/50 %b/b, (d) setelah impregnasi dengan D 2 EHPA 60/40 %b/b. Pori-pori resin XAD16 tertutupi seluruhnya oleh D 2 EHPA apabila komposisinya mencapai 50/50 %b/b atau pun 60/40 %b/b. Namun demikian, pada komposisi 45

4 60/40 %b/b, memperlihatkan bahwa permukaan resin menjadi lengket (adhesive) karena pori-pori resin sudah tidak mampu lagi menampung molekul D 2 EHPA seluruhnya (Gambar IV.2.d) sehingga sebagian molekul D 2 EHPA teradsorpsi di permukaan resin. Stabilitas SIR dengan komposisi ekstraktan/resin 60/40 %b/b lebih rendah dari pada komposisi 50/50 %b/b (Matsunaga dkk., 2001). Perbandingan terbaik antara ekstraktan D 2 EHPA dan resin XAD16 dalam solvent impregnated resin, yaitu 50/50 %b/b (Gambar IV.2.c). Untuk eksperimen selanjutnya digunakan SIR dengan perbandingan 50/50 %b/b. IV.2.3 Analisis Gugus Fungsi dengan FT-IR Frekuensi absorpsi inframerah pada matriks Amberlite-XAD16 (styrene/divinylbenzene) pada Gambar IV.3 menunjukkan adanya perbedaan kecil antara karakteristik XAD16 normal dibandingkan dengan karakteristik XAD16 setelah diimpregnasi dengan D 2 EHPA atau dengan TBP, seperti yang diperlihatkan pada puncak 1446,6 cm -1 yang berkorelasi dengan regangan cincin C=C dan dari pita cincin substitusi. Gambar IV.3. Spektrum FT-IR Amberlite-XAD16 (hitam), D 2 EHPA-XAD16 (ungu), dan TBP-XAD16 (hijau). 46

5 Frekuensi absorpsi infra merah dari molekul D 2 EHPA pada resin D 2 EHPA-XAD16 menunjukkan beberapa modifikasi karakteristik normal molekul D 2 EHPA dibandingkan dengan spektrum D 2 EHPA murni. Perbedaan tersebut diperlihatkan pada puncak 1237 cm -1, 1031 cm -1, dan 794,7 cm -1 untuk regangan P=O dan regangan P-O-C dari gugus -O-P=O. Adanya pergeseran bilangan gelombang untuk regangan P=O dari gugus (-O-P=O) dalam campuran D 2 EHPA/TBP(3:1)-XAD16 (Gambar IV.4), yaitu pada puncak 1230 cm -1 menunjukkan adanya antaraksi non-ikatan (non-bonded) antara gugus hidroksil dari molekul D 2 EHPA atau (RO) 2 (P=O)OH dengan gugus fosforil dari molekul TBP atau R 3 P=O. Gambar IV.4. Spektrum FT-IR campuran D 2 EHPA-TBP(3:1)/XAD16. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya, yaitu adanya antaraksi antara gugus hidroksil dari molekul D 2 EHPA dengan gugus fosforil dari molekul tricotylphosphine oxide (TOPO) dalam campuran D 2 EHPA/TOPO-XAD2 di daerah 1243 cm -1. Reaksi yang terjadi antara gugus hidroksil dan gugus fosforil dapat dituliskan sebagai berikut ini (Cortina dkk., 1995). 47

6 (RO) 2 (P=O)OH + R 3 P=O (RO) 2 (P=O)OH- - - O=PR ) Molekul D 2 EHPA yang berantaraksi dengan molekul TBP dalam resin XAD16 berbentuk monomer, hal ini dapat disimpulkan karena tidak munculnya puncak pita regangan OH di daerah 2680 cm -1 dan 2350 cm -1 yang berasal dari ikatan hidrogen dalam bentuk dimer antar molekul-molekul D 2 EHPA (Sato, 1989). IV.3 Destruksi Pasir Monasit Proses destruksi monasit dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan metode basa menggunakan NaOH dan metode asam menggunakan H 2 SO 4. Secara komersial, destruksi monasit dengan metode basa lebih disukai, karena hasil samping dari pengolahannya seperti natrium posfat masih dapat dimanfaatkan untuk pupuk dan NaOH yang telah terpakai masih dapat di daur ulang. Selain itu dengan metode basa, unsur-unsur LTJ dalam mineral monasit (Ln,Th)PO 4 dapat dipisahkan dari unsur non-ltj dan juga unsur Th dan U pada saat destruksi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan metode basa. Komposisi pasir monasit Bangka sebelum didestruksi terlebih dahulu dianalisis dengan X-ray fluorescence (XRF) diperoleh konsentrasi oksida LTJ total sebesar ± 37% selebihnya merupakan oksida-oksida non-ltj (Lampiran I.1). Tingginya kadar oksida non-ltj dalam sampel pasir monasit menyebabkan hasil destruksinya tidak optimal, sehingga ± 60 % pasir monasit tidak melebur. Pada saat destruksi, beberapa senyawa lantanida (LnPO 4 ), Th 3 (PO 4 ) 4, oksida logam transisi dan oksida alkali tanah bereaksi dengan NaOH membentuk endapan (Rehim, 2002). 2 LnPO 4(aq) + 6 NaOH (aq) 2 Ln(OH) 3(s) + 2 Na 3 PO 4(aq)... 38) Th 3 (PO 4 ) 4(aq) + 12 NaOH (aq) 3 Th(OH) 4(s) + 4 Na 3 PO 4(aq)... 39) 48

7 Endapan Th(OH) 4 dan UO 2 (OH) 2 dapat larut dalam larutan amonium karbonat membentuk komplek thorium dan uranil karbonat, sedangkan Ln(OH) 3 tetap mengendap. Th(OH) 4(s) + 5 (NH 4 ) 2 CO 3(aq) (NH 4 ) 6 [Th(CO 3 ) 5 ] (aq) + 4 NH 4 OH (aq)... 40) UO 2 (OH) 2(s) + 3 (NH 4 ) 2 CO 3(aq) (NH 4 ) 4 [UO 2 (CO 3 ) 3 ] (aq) + 2 NH 4 OH (aq). 41) 2 Ln(OH) 3(s) + 4 (NH 4 ) 2 CO 3(aq) Ln 2 (CO 3 ) 3 (NH 4 ) 2 CO 3(s) + 6 NH 4 OH (aq)... 42) NH 4 OH (aq) + NH 4 HCO 3(aq) (NH 4 ) 2 CO 3(aq) + H 2 O (l)... 43) Endapan Ln 2 (CO 3 ) 3 (NH 4 ) 2 CO 3 sangat sedikit larut dalam air, sehingga dapat dengan mudah dipisahkan dari kompleks (NH 4 ) 6 [Th(CO 3 ) 5 ] dan (NH 4 ) 4 [UO 2 (CO 3 ) 3 ] melalui penyaringan. Selanjutnya endapan Ln 2 (CO 3 ) 3 (NH 4 ) 2 CO 3 tersebut diubah menjadi LnCl 3 dengan cara menambahkan larutan HCl hingga ph larutan mencapai 3,0. Ln 2 (CO 3 ) 3 (NH 4 ) 2 CO 3(s) + 8 HCl (aq) 2 LnCl 3(aq) + 4 H 2 O (l) + 4 CO 2(g) + 2 NH 4 Cl (aq)... 44) Komposisi ion-ion logam dalam larutan sampel monasit Bangka hasil destruksi ditentukan dengan ICP-MS disajikan dalam Tabel IV.2. Berdasarkan data pada Tabel IV.2 diketahui bahwa di dalam larutan LTJ hasil destruksi masih terdapat sekitar 0,45 % unsur non-ltj sebagai pengotor dan lebih dari 99,55 % merupakan unsur-unsur LTJ. Unsur LTJ yang dipisahkan dalam penelitian ini, yaitu unsur La, Ce, Pr, Nd, Sm, dan Gd dengan jumlah sebesar ± 76,56 % dari total unsur-unsur yang ada dalam sampel. Jika dibandingkan dengan monasit asal Australia, komposisi dari masing-masing LTJ dari kedua monasit tersebut tidak 49

8 jauh berbeda, kecuali unsur Y yaitu ± 17,6 %. Sementara itu, di dalam monasit Australia (Tabel IV.3), kandungan unsur Y hanya 0,76 %. Tabel IV.2. Komposisi sampel monasit Bangka hasil destruksi dengan NaOH LTJ Konsentrasi (mg/l) (%) Non- LTJ Konsentrasi (mg/l) (%) La 152,830 17,741 V 0,02 0,002 Ce 298,110 34,605 Cr 0,01 0,001 Pr 38,790 4,503 Co 0,01 0,001 Nd 127,450 14,795 Ni 2,64 0,306 Pm 0,000 0,000 Rb 0,05 0,006 Sm 23,500 2,728 Sr 0,35 0,041 Eu 0,108 0,013 Zr 0,02 0,002 Gd 18,830 2,186 Nb 0,01 0,001 Tb 2,670 0,310 Cs 0,01 0,001 Dy 14,710 1,708 Ba 0,22 0,025 Ho 3,418 0,397 U 0,07 0,008 Er 10,000 1,161 Th 0,44 0,051 Tm 1,800 0,209 Yb 11,890 1,380 Lu 1,900 0,221 Sc 0,010 0,001 Y 151,600 17,598 Jumlah 857,616 99,553 Jumlah 3,85 0,45 Tabel IV.3. Komposisi sampel monasit Australia (Akseli dan Kutun, 2000) Unsur % Unsur % La 18,76 Y 0,76 Ce 40,38 Dy 0,08 Pr 7,59 Ho 0,08 Nd 15,32 Er 0,08 Sm 7,60 Tm 0,08 Eu 0,08 Yb 0,76 Gd 2,99 Lu 0,76 Tb 0,76 Secara teknik, monasit terdiri atas beberapa mineral yang berbeda berdasarkan pada persentase penyusun bahan kimianya. Perbedaan ini merefleksikan namanya, yaitu monasit (Ce) mengandung (Ce,La,Nd,Th,Y)PO 4, monasit (La) mengandung (La,Ce,Nd)PO 4 dan monasit (Nd) mengandung (Nd,La,Ce)PO 4. Dari hasil 50

9 destruksi tersebut dapat disimpulkan bahwa monasit Bangka merupakan monasit (Ce) yang memiliki rumus kimia (Ce,La,Nd,Th,Y)PO 4. IV.4 Adsorpsi Ion Logam dengan Metode Bertahap (Batch Methods) IV.4.1 Pengaruh ph Larutan Esktraktan yang digunakan pada saat mempelajari pengaruh ph terhadap persen adsorpsi ion-ion La(III), Ce(III), Pr(III), Nd(III), Sm(III), dan Gd(III) adalah campuran D 2 EHPA/TBP(3:1) 50/50 %b/b. Data hasil pengukuran terdapat pada Lampiran C.1.1 dan hasil perhitungan disajikan seperti pada Gambar IV Adsorpsi (%) La(III) C e(iii) P r(iii) N d(iii) S m (III) Gd(III) 0 2,2 2,4 2,6 2,8 3,0 3,2 3,4 ph Gambar IV.5. Pengaruh ph terhadap persen adsorpsi ion-ion La(III), Ce(III), Pr(III), Nd(III), Sm(III), dan Gd(III). [D 2 EHPA] = 1,7x10-3 M, [TBP] = 5,7x10-4 M. [LTJ] i = 150 mg/l, kekuatan ion = 0,1 M (H,Na)NO 3. Rasio V/m = 100 ml/g. Dari Gambar IV.5 diperlihatkan bahwa adsorpsi ion-ion La(III), Ce(III), Pr(III), Nd(III), Sm(III), dan Gd(III) cenderung meningkat dengan meningkatnya ph larutan. Nilai ph optimum untuk adsorpsi ion-ion LTJ(III) tersebut, secara umum terjadi pada ph antara 3,0-3,2. Adsorpsi ion-ion LTJ(III) antara ph 2,2 2,8 semakin meningkat dengan bertambahnya nomor atom LTJ dengan urutan La < Ce < Pr < Nd < Sm < Gd. Orde ini sesuai dengan hasil ekstraksi pelarut (Sato, 51

10 1989). Selanjutnya persen adsorpsi sebagian ion-ion La(III), Ce(III), Pr(III), Nd(III), Sm(III), dan Gd(III) mengalami penurunan pada ph antara 3,2 3,4 yang kemungkinan diakibatkan oleh sebagian ion-ion LTJ(III) membentuk endapan pada ph tersebut. Mekanisme penyerapan ion logam dalam SIR pada dasarnya mirip dengan ekstraksi pelarut. Oleh karena itu, stoikiometri reaksi dapat ditentukan dengan metode slope analysis (Cortina dan Warshawsky, 1997), yaitu dengan cara mengalurkan nilai log D terhadap nilai ph seperti pada Gambar IV.6. 0,0-0,5 Log D -1,0-1,5 La(III) Ce(III) Pr(III) Nd(III) Sm(III) Gd(III) -2,0-2,5 2,1 2,2 2,3 2,4 2,5 2,6 ph Gambar IV.6. Kurva hubungan ph terhadap log D pada adsorpsi ion-ion La(III), Ce(III), Pr(III), Nd(III), Sm(III), dan Gd(III). Berdasarkan Gambar IV.6 tersebut diketahui bahwa slope dari persamaan regresinya sebesar 3 ± 0,2 seperti yang disajikan dalam Tabel IV.4. Mekanisme reaksi antara ion-ion La(III), Ce(III), Pr(III), Nd(III), Sm(III), dan Gd(III) dengan ekstraktan campuran D 2 EHPA dan TBP pada proses adsorpsi diperlihatkan pada Gambar IV.7. 52

11 Tabel IV.4. Persamaan regresi kurva hubungan log D terhadap ph. Unsur slope intercept R 2 La 2,7135-5,2930 0,9971 Ce 2,9251-5,2930 0,9987 Pr 3,0909-5,8074 0,9978 Nd 3,1809-5,8052 0,9960 Sm 3,0712-5,1360 0,9991 Gd 3,1738-4,9683 0,9986 Reaksi kesetimbangan ion-ion La(III), Ce(III), Pr(III), Nd(III), Sm(III), dan n+ Gd(III) antara fasa air ( M ) dan fasa resin (MR) yang mengandung ekstraktan D 2 EHPA (disingkat HL) dan TBP (disingkat E) dituliskan sebagai berikut: Gambar IV.7. Mekanisme reaksi dalam SIR antara molekul D 2 EHPA, TBP dan ion-ion LTJ(III). Secara keseluruhan reaksi pada Gambar IV.7 dapat dituliskan sebagai berikut: 3+ M + 3(HL) R + (E) R + (ML E) + 3H... 45) 3 R Tetapan kesetimbangan ekstraksi dituliskan sebagai berikut: 3 [ML E] [H ] =... 46) [M ][HL] [E] 3 K M 3+ + R 3 R R Persamaan (46) disederhanakan menjadi: 53

12 K M + 3 [H ] = D... 47) [HL] [E] 3 R R log D = log K M + 3 log [HL] R + log [E] R + 3 ph... 48) log K M = log D - 3 log [HL] R - log [E] R - 3 ph... 49) Berdasarkan perhitungan menggunakan Persamaan (48) dan Persamaan (49) dapat ditentukan harga tetapan kesetimbangan adsorpsi rata-rata K M dan log D masingmasing ion LTJ(III) yang diadsorpsi. Tabel IV.5. Harga tetapan kesetimbangan adsorpsi (K M ) dan koefisien distribusi (D) pada ph 2,3 Unsur K M log D La 3,45 x ,94 Ce 5,31 x ,13 Pr 7,24 x ,28 Nd 12,68 x ,52 Sm 27,86 x ,91 Gd 66,97 x ,35 Dari hasil perhitungan tersebut, dapat disimpulkan bahwa semakin kecil jari-jari atom LTJ atau semakin besar nomor atom LTJ maka tetapan kesetimbangan adsorpsi semakin besar dan kompleks LTJ dengan ekstraktan dalam resin semakin stabil. Kestabilan kompleks antara ion-ion LTJ(III) dengan ekstraktan D 2 EHPA/TBP(3:1) semakin meningkat secara beraturan dengan urutan La < Ce < Pr < Nd < Sm < Gd. IV Faktor Pemisahan (α) Faktor pemisahan (α) masing-masing unsur LTJ ditentukan dengan cara membandingkan koefisien distribusi (D) masing-masing unsur LTJ yang dipisahkan terhadap unsur LTJ lainnya pada kondisi percobaan yang sama. 54

13 Faktor pemisahan masing-masing unsur LTJ pada ph 2,3 dihitung berdasarkan Persamaan (12) seperti dalam Tabel IV.6. Table IV.6. Faktor pemisahan (α 12 ) antara unsur-unsur LTJ dalam medium nitrat dengan D 2 EHPA/TBP(3:1)-XAD16 pada ph 2,3. α 1,2 1 Ce Pr Nd Sm Gd La 1,568 2,190 3,833 9,409 25,597 Ce 1,397 2,444 6,000 16,323 2 Pr 1,750 4,295 11,685 Nd 2,455 6,677 Sm 2,720 Table IV.7. Faktor pemisahan (α 12 ) antara unsur-unsur LTJ dalam medium nitrat dengan ekstraksi pelarut pada ph 2,3 (Zhao dkk., 2006). α 1,2 1 Ce Pr Nd Sm Gd La 1,538 2,221 2,527 4,193 4,630 Ce 1,402 1,595 2,648 2,465 2 Pr 1,138 1,888 1,758 Nd 1,659 1,545 Sm 0,931 Faktor pemisahan yang diperoleh dari metode solvent impregnated resin (Tabel IV.6) lebih besar dari pada faktor pemisahan menggunakan metode ekstraksi pelarut (Tabel IV.7), terutama pada pemisahan unsur Sm dan Gd dengan unsur La, Ce dan Pr. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan metode solvent impregnated resin lebih efisien dari pada metode ekstraksi pelarut. IV Efek Sinergis Pada Gambar IV.8 diperlihatkan bahwa adsorpsi ion-ion logam dipengaruhi oleh adanya perbedaan jenis ekstraktan terhadap adsorpsi ion La(III). Adsorpsi ion La(III) semakin meningkat dengan urutan ekstraktan D 2 EHPA/TBP(3:1) > D 2 EHPA > TBP. Adanya peningkatan adsorpsi ion La(III) dengan ekstraktan campuran D 2 EHPA/TBP(3:1) menunjukkan adanya efek sinergis. 55

14 Besarnya efek sinergis (β) yang dihasilkan dari kombinasi campuran ekstraktan D 2 EHPA/TBP(3:1) dihitung berdasarkan Persamaan (13). Efek sinergis yang diperoleh pada adsorpsi ion La(III) pada ph antara 2,2 3,4 secara berturut-turut, yaitu 1,54; 1,40; 1,67; 1,26; 1,64; 10,41 dan 7,74. Efek sinergis optimum diperoleh pada ph 3,1 yaitu sebesar 10, La-TBP-XAD16 La-D2EHPA-XAD16 La-D2EHPA/TBP-XAD Adsorpsi (%) ,2 2,4 2,6 2,8 3,0 3,2 3,4 ph Gambar IV.8. Pengaruh perbedaan jenis ekstraktan terhadap adsorpsi ion La(III) Adanya efek sinergis disebabkan oleh masuknya molekul TBP ke dalam kompleks [ML 3 ] R membentuk kompleks [ML 3 E] R di dalam fasa resin, sehingga menyebabkan polaritas kompleks tersebut menjadi berkurang dibandingkan dengan polaritas kompleks [ML 3 ] R, karena molekul TBP menggantikan molekul air yang terikat secara kovalen koordinasi dengan ion-ion LTJ(III). Dengan demikian kompleks [ML 3 E] R lebih mudah teradsorpsi dari pada kompleks [ML 3 ] R di dalam resin yang bersifat non-polar. 56

15 IV.4.2 Pengaruh Waktu Kontak dan Komposisi Ekstraktan Pengaruh waktu kontak dan perbandingan berat rasio ekstraktan D 2 EHPA dengan resin XAD16 pada adsorpsi ion-ion La(III), Nd(III) dan Gd(III) diperlihatkan pada Gambar IV.9.(a-c). Adsorpsi ion-ion La(III), Nd(III) dan Gd(III) hanya dengan resin XAD16 sangat sedikit dibandingkan dengan adanya ekstraktan di dalam resin. Konsentrasi D 2 EHPA yang rendah (10/90 %b/b) dalam matriks resin XAD16 menyebabkan persen adsorpsi ion-ion La(III), Nd(III) dan Gd(III) tidak mencapai hasil yang optimum. SIR dengan perbandingan 20/80 %b/b 60/40 %b/b yang digunakan untuk adsorpsi ion-ion La(III), Nd(III) dan Gd(III) membutuhkan waktu kesetimbangan sekitar 10 menit. La(III)-D2EHPA/XAD16 Nd(III)-D2EHPA/XAD Sorpsi (%) Sorpsi (%) Waktu (menit) Waktu (menit) 0% 10% 20% 50% 60% 0% 10% 20% 50% 60% (a) (b) Gd(III)-D2EHPA/XAD16 La(III)-D2EHPA-TBP/XAD Sorpsi (%) Sorpsi (%) Waktu (menit) Waktu (menit) 0% 10% 20% 50% 60% 0% 10% 20% 50% 60% (c) (d) Gambar IV.9. Pengaruh waktu kontak dan rasio perbandingan berat (ekstraktan/resin) terhadap persen adsorpsi ion-ion La(III), Nd(III) dan Gd(III). 57

16 Persen adsorpsi untuk ion La(III) semakin meningkat apabila menggunakan campuran ekstraktan D 2 EHPA/TBP(3:1) (Gambar IV.9.d) dibandingkan dengan ekstraktan D 2 EHPA saja. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya efek sinergis yang dihasilkan dari antaraksi antara molekul D 2 EHPA dengan molekul TBP. Pengaruh waktu kontak terhadap adsorpsi ion-ion La(III), Nd(III) dan Gd(III) tersebut dapat digunakan untuk mengetahui model kinetika adsorpsinya menggunakan model kinetika orde pseudo satu atau model kinetika orde pseudo dua dari Lagergren. IV Model Kinetika Orde Pseudo-Satu Untuk mengetahui model kinetika adsorpsi ion-ion LTJ(III) dalam SIR diuji dengan model kinetika Lagergren reaksi orde pseudo-satu seperti yang diperlihatkan pada Gambar IV.10 berikut ini. 1,0 0,8 0,6 0,4 La-D2EHPA Nd-D2EHPA Gd-D2EHPA La-D2EHPA/TBP log (qe-qt) 0,2 0,0-0,2-0,4-0,6-0,8-1, Waktu (menit) Gambar IV.10. Kurva reaksi orde pseudo-satu pada adsorpsi ion-ion La(III), Nd(III), dan Gd(III) dengan ekstraktan D 2 EHPA 50/50 %b/b dan campuran D 2 EHPA/TBP(3:1) 50/50 %b/b. 58

17 Berdasarkan Gambar IV.10, yaitu kurva log (q e -q t ) terhadap t diperoleh koefisien korelasi dari persamaan garis La-D 2 EHPA, Nd-D 2 EHPA, Gd- D 2 EHPA, dan La-D 2 EHPA/TBP(3:1) berturut-turut adalah 0,974; 0,958; 0,987; dan 0,855 sedangkan harga konstanta k 1 berturut-turut adalah 0,26; 0,21; 0,24; dan 0,15 (menit -1 ). Rendahnya harga koefisien korelasi (R 2 ) tersebut menunjukkan bahwa model kinetika Lagergren reaksi orde pseudo-satu tidak sesuai digunakan untuk memprediksi kinetika adsorpsi antara ion-ion La(III), Nd(III), dan Gd(III) dengan ekstraktan D 2 EHPA-XAD16 maupun antara ion La(III) dengan ekstraktan campuran D 2 EHPA/TBP(3:1)-XAD16. IV Model Kinetika Orde Pseudo-Dua Data-data dari Gambar IV.9(a-d) tersebut selanjutnya dianalisis dengan model kinetika orde pseudo-dua (Persamaan 30). Kurva t/q e terhadap t untuk ion-ion La(III), Nd(III) dan Gd(III) pada SIR dengan ekstraktan D 2 EHPA 50/50 %b/b dan ion La(III) dengan ekstraktan D 2 EHPA/TBP(3:1) 50/50 %b/b disajikan dalam Gambar IV t/qe La-D2EHPA Nd-D2EHPA Gd-D2EHPA La-D2EHPA/TBP W aktu (m enit) Gambar IV.11. Kurva reaksi orde pseudo-dua pada adsorpsi ion-ion La(III), Nd(III), dan Gd(III) dengan ekstraktan D 2 EHPA 50/50 %b/b dan campuran D 2 EHPA/TBP(3:1) 50/50 %b/b. 59

18 Berdasarkan Gambar IV.11, yaitu kurva log t/q e terhadap t untuk La-D 2 EHPA, Nd-D 2 EHPA, Gd-D 2 EHPA dan La-D 2 EHPA/TBP(3:1) pada suhu kamar, memberikan hasil koefisien korelasi (R 2 ) yang linear (Tabel IV.8). Hal ini menunjukkan bahwa reaksi yang berlangsung secara kinetika adalah berorde pseudo-dua dan mengindikasikan bahwa semua reaksi yang terjadi di dalam resin merupakan proses sorpsi secara kimia (chemisorption) (Ho dan McKay, 1999). Tabel IV.8. Parameter model kinetika orde pseudo-dua dari Lagergren untuk adsorpsi ion-ion La(III), Nd(III) dan Gd(III). SIR q e (mg/g) k 2 (mg/g.menit) Koef. Korelasi (R 2 ) La-D 2 EHPA 14,86 0,13 0,9998 Nd-D 2 EHPA 14,88 0,12 0,9999 Gd-D 2 EHPA 14,43 0,14 0,9999 La-D 2 EHPA/TBP(3:1) 14,86 0,10 0,9999 IV.4.3 Pengaruh Rasio Volume Larutan dan Berat SIR (L/g). Perbedaan rasio antara volume larutan (ml) sampel dan berat resin (g) dibuat antara ml/g yang bertujuan untuk mengevaluasi volume optimum yang dibutuhkan per berat resin yang memberikan kapasitas adsorpsi terbesar. Gambar IV.12 memperlihatkan hubungan antara rasio V/m (ml/g) dan persen adsorpsi ion-ion La(III), Ce(III), Pr(III), Nd(III), Sm(III), dan Gd(III). Dari Gambar IV.12 tersebut dapat disimpulkan bahwa persen adsorpsi ion-ion LTJ(III) semakin meningkat dengan menurunnya rasio V/m dari ml/g. Persen adsorpsi pada rasio V/m antara ml/g cenderung tetap. Oleh karena itu, dalam penelitian selanjutnya dibuat rasio V/m sebesar 100 ml/g. 60

19 Adsorpsi (%) La Ce Pr Nd Sm Gd V/m (ml/g) Gambar IV.12. Pengaruh rasio V/m pada adsorpsi ion-ion La(III), Ce(III), Pr(III), Nd(III), Sm(III), dan Gd(III) menggunakan SIR D 2 EHPA/TBP(3:1) 50/50 %b/b, ph 3,2; waktu kontak 30 menit. IV.4.4 Pengaruh Konsentrasi Ion La(III) Kapasitas adsorpsi resin ditentukan dengan metode bertahap (batch). Sebanyak 100 mg masing-masing resin yang mengandung ekstraktan D 2 EHPA/TBP(3:1), D 2 EHPA dan TBP dengan komposisi masing-masing 50/50 %b/b dikocok dengan masing-masing 10 ml larutan yang mengandung ion La(III) dengan konsentrasi antara mg/l. Hasil yang diperoleh diperlihatkan pada Tabel IV.9 yang menunjukkan bahwa kapasitas resin (mg/g) dan koefisien distribusi (L/g) ion La(III) semakin meningkat sesuai dengan urutan: D 2 EHPA/TBP(3:1) > D 2 EHPA > TBP. Dari Gambar IV.13 diketahui bahwa kapasitas resin meningkat sangat tajam dengan meningkatnya konsentrasi ion La(III) dari mg/l, sedangkan pada konsentrasi antara mg/l, kapasitas resin menunjukkan keadaan stabil. Kapasitas resin yang mengandung ekstraktan D 2 EHPA/TBP(3:1), 61

20 D 2 EHPA dan TBP terhadap adsorpsi ion La(III) pada konsentrasi 150 mg/l berturut-turut adalah 14,25 mg/g, 9,3 mg/g, dan 8,26 mg/g. Tabel IV.9. Pengaruh konsentrasi ion La(III) terhadap kapasitas adsorpsi (q) SIR dan koefisien distribusi (D). [La] D 2 EHPA/TBP(3:1) D 2 EHPA TBP 50/50 %b/b 50/50 %b/b 50/50 %b/b (mg/l) q e (mg/g) D (L/g) q e (mg/g) D (L/g) q e (mg/g) D (L/g) 50 4,95 9,90 3,21 0,18 2,92 0, ,92 12,40 6,49 0,18 5,75 0, ,25 1,90 9,3 0,16 8,26 0, ,45 0,16 10,21 0,07 9,31 0, ,25 0,05 10,68 0,03 10,31 0, ,02 11,17 0,01 10,81 0,01 Koefisien distribusi (D) ion La(III) pada Tabel IV.9 cenderung menurun dengan meningkatnya konsentrasi ion La(III), kondisi seperti ini juga terjadi pada ekstraksi pelarut (Raouf dan El-Kamash, 2006) Kapasitas resin (mg/g) D2EHPA/TBP D2EHPA TBP Konsentrasi La(III), mg/l Gambar IV.13. Kapasitas resin terhadap ion La(III) dengan ekstraktan D 2 EHPA/TBP(3:1), D 2 EHPA, dan TBP. Persen adsorpsi ion La(III) dengan konsentrasi antara mg/l pada ph 3,2 diperlihatkan pada Gambar IV.14. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 62

21 adsorpsi maksimum untuk ion La(III) diperoleh pada konsentrasi 150 mg/l. Persen adsorpsi menurun secara teratur dengan meningkatnya konsentrasi ion-ion La(III) tersebut D2EHPA/TBP D2EHPA TBP Adsorpsi (%) Konsentrasi La(III), (mg/l) Gambar IV.14. Pengaruh konsentrasi ion La(III) terhadap persen adsorpsi. IV Isoterm Adsorpsi Berdasarkan data-data pada Tabel IV.9 yang diperoleh pada adsorpsi ion La(III) menggunakan SIR yang mengandung ekstraktan D 2 EHPA/TBP(3:1), D 2 EHPA, dan TBP dengan rasio 50/50 %b/b di bawah kondisi optimum, yaitu waktu kontak (30 menit), rasio V/m adalah 100:1 digunakan untuk membuktikan adanya hubungan isoterm adsorpsi menurut Freundlich dan Langmuir. IV Isoterm Adsorpsi Freundlich Isoterm adsorpsi Freundlich menggambarkan hubungan antara jumlah logam yang teradsorpsi per unit massa adsorben (q e ) dan konsentrasi ion logam dalam larutan pada saat kesetimbangan (C e ). Gambar IV.15 memperlihatkan kurva log q e (mg/g) terhadap log C e (mg/l) berupa garis lurus, hal ini mengindikasikan bahwa adsorpsi ion La(III) pada masing-masing SIR sesuai dengan isoterm 63

22 adsorpsi Freundlich. Besarnya kapasitas adsorpsi (K f ) dan intensitas adsorpsi (n) untuk ion La(III) dihitung berdasarkan intercept dan slope dari kurva log q e (mg/g) terhadap log C e (mg/l) dari Gambar IV.15 disajikan pada Tabel IV.10. 1,20 1,15 1,10 log Qe (mg/g) 1,05 1,00 0,95 0,90 D2EHPA/TBP 0,85 D2EHPA TBP 0,80 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4 1,6 1,8 2,0 2,2 2,4 2,6 log Ce (mg/l) Gambar IV.15. Isoterm Freundlich untuk adsorpsi ion La(III) Harga kapasitas adsorpsi (q e ) yang dihitung berdasarkan Persamaan (9) berbeda dengan harga kapasitas adsorpsi (K f ) yang diperoleh dari isoterm Freundlich (Tabel IV.10). Perbedaan ini disebabkan karena K f merupakan kapasitas adsorpsi relatif yang menunjukkan tingkat keselektifan masing-masing ion logam terhadap perbedaan jenis ekstraktan yang digunakan di dalam SIR. Semakin tinggi harga K f, maka semakin tinggi pula afinitas ekstraktan terhadap ion La(III) tersebut dengan urutan D 2 EHPA/TBP(3:1) > D 2 EHPA > TBP. Tabel IV.10. Parameter isoterm Freundlich untuk adsorpsi ion La(III) pada SIR yang mengandung D 2 EHPA/TBP(3:1), D 2 EHPA dan TBP. Ekstraktan Persamaan regresi Parameter Freundlich slope Intercept R 2 K f (mg/g) n D 2 EHPA/TBP(3:1) 0,0368 1,1196 0, ,17 27,17 D 2 EHPA 0,0647 0,8603 0,9688 7,25 15,46 TBP 0,1050 0,7320 0,9722 5,40 9,52 64

23 Afinitas ekstraktan D 2 EHPA/TBP(3:1) terhadap ion La(III) hampir sama antara hasil perhitungan dengan isoterm Freundlich. Harga slope dari isoterm Freundlich untuk semua jenis SIR < 1, menunjukkan bahwa adsorpsi dipengaruhi oleh konsentrasi ion La(III) dan konsentrasi ekstraktan dalam resin (Raouf dan El- Kamash, 2006). IV Isoterm Adsorpsi Langmuir Distribusi ion-ion logam antarfasa cair-padat pada saat tercapai kesetimbangan dapat dianalisis dengan model isoterm Langmuir. Isoterm Langmuir untuk adsorpsi ion La(III) diberbagai jenis SIR diperlihatkan pada Gambar IV.16. Garis lurus yang diperoleh dari isoterm adsorpsi pada Gambar IV.16 tersebut menunjukkan bahwa adsorpsi ion-ion logam sesuai dengan model isoterm Langmuir dan harga dari beberapa parameternya dituliskan dalam Tabel IV Ce/qe D2EHPA/TBP D2EHPA TBP Ce (mg/l) Gambar IV.16. Isoterm Langmuir untuk adsorpsi ion La(III) pada beberapa jenis SIR. Berdasarkan data pada Tabel IV.10 dan Tabel IV.11 terdapat perbedaan antara kapasitas adsorpsi Freundlich (K f ) dan kapasitas adsorpsi Langmuir (Q). 65

24 Tabel IV.11. Parameter isoterm Langmuir untuk adsorpsi ion La(III) pada SIR yang mengandung D 2 EHPA/TBP(3:1), D 2 EHPA dan TBP Ekstraktan Persamaan regresi Parameter Langmuir slope Intercept R 2 Q (mg/g) b (L/g) D 2 EHPA/TBP(3:1) 0,0588 0,2746 0, ,007 0,21 D 2 EHPA 0,0868 2,3875 0, ,521 0,04 TBP 0,0883 3,5583 0, ,325 0,02 Meskipun demikian, kedua harga konstanta (K f dan Q) tersebut menunjukkan kecendrungan yang sama, yaitu afinitas ekstraktan terhadap ion La(III) semakin meningkat dengan urutan TBP < D 2 EHPA < D 2 EHPA/TBP(3:1). Harga kapasitas adsorpsi Freundlich (K f ) lebih mendekati harga kapasitas adsorpsi hasil eksperimen (q e ) dari pada kapasitas adsorpsi Langmuir (Q). IV.5 Pemisahan Ion-Ion LTJ dengan Metode Kolom (Column Methods) IV.5.1 Pengaruh Laju Alir Eluen Laju alir larutan eluen yang melewati kolom divariasikan, yaitu 0,5 ml/menit, 1,0 ml/menit, 1,5 ml/menit dan 2,0 ml/menit. Setelah semua larutan sampel yang keluar melewati kolom dikumpulkan, selanjutnya diambil 1,0 ml dari efluen tersebut untuk ditentukan konsentrasinya dan dihitung kapasitas resin berdasarkan Persamaan (9). Dari hasil perhitungan diperoleh kapasitas resin dengan laju alir 0,5; 1,0; 1,5 dan 2,0 ml/menit secara berturut-turut sebesar 14,16 mg/g, 14,15 mg/g, 11,3 mg/g, dan 10,2 mg/g (Lampiran J.2). Besarnya kapasitas resin dengan laju alir 0,5 ml/menit hampir sama dengan kapasitas resin dengan laju alir 1,0 ml/menit. Untuk mengefisienkan waktu pengerjaan maka laju alir eluen yang digunakan dalam penelitian selanjutnya adalah 1,0 ml/menit. Dengan metode batch diperoleh kapasitas resin sebesar 14,25 mg/g (Gambar IV.13) sedangkan dengan metode kolom diperoleh kapasitas resin optimal sebesar 14,16 mg/g bila menggunakan eluen HNO 3 1 M. Kapasitas resin yang diperoleh dengan metode batch lebih besar dari pada metode kolom, hal ini mungkin dipengaruhi oleh perbedaan lamanya waktu kontak dan juga proses kontak. 66

25 IV.5.2 Pengaruh Jenis Eluen Untuk melepaskan (stripping) campuran ion-ion La(III), Ce(III), Pr(III), Nd(III), Sm(III), dan Gd(III) dari SIR pada percobaan III.8.2 digunakan beberapa eluen dari asam, yaitu HCl, H 2 SO 4, HNO 3 dan CH 3 COOH masing-masing sebanyak 100 ml dengan konsentrasi 1,0 M. Konsentrasi masing-masing ion LTJ(III) dalam campuran disesuaikan dengan komposisi sampel monasit pada saat destruksi seperti pada Lampiran I.4. Eluen yang paling efektif untuk melepaskan (stripping) ion-ion LTJ(III) hingga volume eluen 100 ml, yaitu HNO 3 > HCl > H 2 SO 4 > CH 3 COOH. Besarnya efisiensi elusi masing-masing eluen seperti dicantumkan dalam Tabel IV.12. Pemisahan campuran ion-ion LTJ(III) untuk setiap 10 ml fraksi diperlihatkan pada Gambar IV.17. Tabel IV.12. Pengaruh jenis eluen konsentrasi 1,0 M pada recovery LTJ total No Eluen Recovery LTJ (%) 1 HNO 3 97,16 2 HCl 97,01 3 H 2 SO 4 95,12 4 CH 3 COOH 37,75 Dari Gambar IV.17 diperlihatkan bahwa ion-ion La(III), Ce(III), Pr(III), Nd(III), Sm(III), dan Gd(III) tidak dapat dipisahkan secara selektif dengan eluen HNO 3, HCl, H 2 SO 4 atau CH 3 COOH 1 M, karena sebagian besar (± 70%) ion-ion LTJ(III) terkonsentrasi pada saat volume eluen HNO 3 mencapai 30 ml (Lampiran K.2). Untuk mengatasi hal tersebut Shibata dkk. (2000) telah berhasil memisahkan beberapa unsur LTJ berat (Dy, Y, Tm, dan Yb) dari resin XAD7 yang mengandung ekstraktan PC-88A dengan cara meningkatkan konsentrasi eluen secara bertahap dari 0,1 2,0 M. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan asam HNO 3 sebagai eluen untuk memisahkan campuran LTJ dengan konsentrasi yang meningkat secara bertahap, yaitu antara 0,05 1,1 M. 67

26 Recovery LTJ (%) Volume eluen (ml) HCl 1 M H2SO4 1 M HNO3 1 M CH3COOH 1 M Gambar IV.17. Pengaruh jenis eluen terhadap persen recovery LTJ (campuran ion-ion La(III), Ce(III), Pr(III), Nd(III), Sm(III), dan Gd(III)) dari resin D 2 EHPA/TBP(3:1)-XAD16. IV.5.3 Pemisahan Ion-Ion LTJ(III) Tunggal Secara Kolom Ion-ion LTJ(III) tunggal yang teradsorpsi dalam SIR dielusi dengan larutan HNO 3 secara bertahap dari konsentrasi 0,05 1,1 M. Konsentrasi ion-ion LTJ(III) hasil elusi per fraksi volume eluen ditentukan secara spektrofotometri (data Lampiran L.2) dan hasilnya ditunjukkan pada Gambar IV.18. Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa masing-masing ion LTJ(III) dapat dipisahkan dengan baik bila konsentrasi eluen ditingkatkan secara bertahap mulai dari 0,05-1,1 M. Kecuali antara ion Sm(III) dengan ion Gd(III), karena kedua puncak tersebut hampir berimpitan. 68

27 60 La Gd Konsentrasi LTJ (mg/l) Ce Pr Nd Sm V olum e efluen (m L) Gambar IV.18. Profil distribusi konsentrasi ion-ion La(III), Ce(III), Pr(III), Nd(III), Sm(III), dan Gd(III) tunggal berdasarkan fraksi volume eluen HNO 3. IV.5.4 Pemisahan Campuran Ion-Ion LTJ(III) Secara Kolom Ion-ion LTJ(III) campuran yang teradsorpsi dalam SIR dielusi dengan larutan HNO 3 secara bertahap dari konsentrasi 0,05 1,1 M seperti yang dilakukan pada LTJ(III) tunggal. Konsentrasi ion-ion logam hasil elusi per fraksi volume eluen (Lampiran M.1.1) dan per fraksi konsentrasi eluen (Lampiran M.1.2) ditentukan secara spektrofotometri, hasil yang diperoleh diperlihatkan pada Gambar IV.19 dan Gambar IV.20. Berdasarkan Gambar IV.19 diperlihatkan bahwa profil distribusi konsentrasinya berbeda bila dibandingkan dengan Gambar IV.17 yang hanya menggunakan konsentrasi HNO 3 1 M. Meskipun demikian secara spektrofotometri UV/Vis tidak dapat dipastikan komposisi unsur-unsur LTJ dari setiap puncak pada Gambar IV.19 dan Gambar IV.20 tersebut. Untuk meyakinkan apakah ion-ion LTJ(III) terpisah ketika dielusi dengan berbagai variasi konsentrasi HNO 3, maka dilakukan pengukuran dengan ICP-MS. 69

28 1,0 0,9 sampel monasit sampel sintetik 0,8 0,7 Absorbansi 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0, Volume efluen (ml) Gambar IV.19. Profil absorbansi sampel monasit dan sampel sintetis berdasarkan fraksi volume efluen. 2,5 Sampel Monasit Sampel Sintetik 2,0 Absorbansi 1,5 1,0 0,5 0,0 0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0 1,1 Konsentrasi eluen HNO3 (M) Gambar IV.20. Profil absorbansi sampel monasit dan sampel sintetis berdasarkan fraksi konsentrasi eluen HNO 3. Berdasarkan hasil pengukuran dengan ICP-MS untuk sampel sintetis (Lampiran M.2.1 ) dan sampel monasit (Lampiran M.2.4) telah berhasil ditentukan kondisi 70

29 optimum pemisahan. Oleh karena itu, berdasarkan data-data tersebut dapat diketahui secara kuantitatif persen hasil (% yield), persen kemurnian (% purity) dan persen perolehan kembali (% recovery) masing-masing unsur LTJ seperti yang disajikan pada Tabel IV.13 dan Tabel IV.14. Tabel IV.13. Hasil optimum yield, purity dan recovery pemisahan LTJ dari sampel sintetis. Unsur LTJ eluen [HNO 3 ] (mol/l) Yield (%) Purity (%) Konsentrasi (mg/l) Recovery (%) La 0,1 85,5 98,3 29,6 99,54 Ce 0,2 71,8 90,8 48,2 99,04 Pr 0,4 60,4 91,4 5,3 99,55 Nd 0,7 57,8 97,4 16,52 98,65 Sm 0,8 46,0 75,6 2,44 99,25 Gd 1,0 88,3 97,4 3,78 100,0 Tabel IV.14. Hasil optimum yield, purity dan recovery pemisahan LTJ dari sampel monasit. Unsur LTJ eluen [HNO 3 ] (mol/l) Yield (%) Purity (%) Konsentrasi (mg/l) Recovery (%) La 0,1 87,3 93,3 22,29 95,9 Ce 0,2 59,1 90,3 29,16 95,0 Pr 0,4 82,9 90,5 5,33 95,3 Nd 0,7 60,3 97,3 13,19 98,6 Sm 0,8 44,7 44,6 0,37 85,8 Eu 0, ,1 0, Gd 1,0 92,5 99,5 2,21 72,9 Tb 1, ,9 0, Dy 1, ,7 1,1 43 Ho 1, ,0 0,1 16,7 Er 1, ,9 0,3 17,2 Untuk mengetahui profil pemisahan masing-masing ion LTJ(III) dari sampel sintetis dan sampel monasit diperlihatkan pada Gambar IV.21 dan Gambar IV

30 Sampel Sintetis Ce Konsentrasi LTJ(III) La Pr Nd La(III) Ce(III) Pr(III) Nd(III) Sm(III) Gd(III) 10 Sm Gd 0 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1 1,1 Konsentrasi HNO3 (M) Gambar IV.21. Profil distribusi konsentrasi campuran ion-ion LTJ(III) dari sampel sintetis berdasarkan fraksi konsentrasi eluen HNO 3. Sampel monasit 60 Konsentrasi LTJ(III) Ce La Nd Pr Gd Sm 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1 1,1 La(III) Ce(III) Pr(III) Nd(III) Sm(III) Eu(III) Gd(III) Tb(III) Dy(III) Ho(III) Er(III) Konsentrasi HNO3 (M) Gambar IV.22. Profil distribusi konsentrasi campuran ion-ion LTJ(III) dari sampel sintetis berdasarkan fraksi konsentrasi eluen HNO 3. 72

31 Berdasarkan Gambar IV.21 dan Gambar IV. 22 diketahui bahwa adanya kesamaan profil pemisahan berdasarkan distribusi konsentrasi masing-masing ion-ion LTJ(III) dari sampel sintetis dan sampel monasit. Hasil pemisahan Nd(III) dengan ion-ion LTJ(III) tetangganya terlihat lebih baik dibandingkan dari pemisahan ion-ion LTJ(III) lainnya yang berdekatan. 73

I.1 Deskripsi Topik Penelitian dan Latar Belakang

I.1 Deskripsi Topik Penelitian dan Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Deskripsi Topik Penelitian dan Latar Belakang Monasit merupakan salah satu mineral yang banyak mengandung unsur logam tanah jarang (LTJ) atau logam dari golongan lantanida. Keberadaan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 Deskripsi Cara Penelitian Penelitian ini dimulai dengan tahap penelusuran literatur pendukung, perumusan topik, percobaan secara laboratorium dan penyusunan disertasi.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya. 5 E. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (25 : 75), F. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (50 : 50), G. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (75 :

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Isolasi sinamaldehida dari minyak kayu manis. Minyak kayu manis yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Isolasi sinamaldehida dari minyak kayu manis. Minyak kayu manis yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi sinamaldehida dari minyak kayu manis Minyak kayu manis yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil penyulingan atau destilasi dari tanaman Cinnamomum

Lebih terperinci

Jurnal Kimia Indonesia

Jurnal Kimia Indonesia Jurnal Kimia Indonesia Vol. (), 2006, h. -6 Pemisahan Serium dari Mineral Monasit dengan Teknik SLM Bertingkat Aminudin Sulaeman, Buchari, dan Ummy Mardiana 2 Kimia Analitik, FMIPA, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BABrV HASIL DAN PEMBAHASAN

BABrV HASIL DAN PEMBAHASAN BABrV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. HasU Penelitian 4.1.1. Sintesis Zeolit mo 3«00 3200 2aiW 2400 2000 IMO l«m l«m I2«) 1000 100 600 430.0 Putri H_ kaolin 200 m_zeolit Gambar 11. Spektogram Zeolit A Sintesis

Lebih terperinci

Institut Teknologi Bandung, Bandung Diterima 23 Februari 2009, disetujui untuk dipublikasi 27 Maret 2009.

Institut Teknologi Bandung, Bandung   Diterima 23 Februari 2009, disetujui untuk dipublikasi 27 Maret 2009. Pengaruh Komposisi Asam Bis(2-Etilheksil)Fosfat (D2EHPA) dan Tributil Fosfat (TBP) dalam Resin Amberlite Xad-16 terhadap Sorpsion-Ion La(III), Nd(III) dan Gd(III) Abstrak Ibnu Khaldun 1), Buchari 2), Muhammad

Lebih terperinci

LAMPIRAN I. LANGKAH KERJA PENELITIAN ADSORPSI Cu (II)

LAMPIRAN I. LANGKAH KERJA PENELITIAN ADSORPSI Cu (II) LAMPIRAN I LANGKAH KERJA PENELITIAN ADSORPSI Cu (II) 1. Persiapan Bahan Adsorben Murni Mengumpulkan tulang sapi bagian kaki di RPH Grosok Menghilangkan sisa daging dan lemak lalu mencucinya dengan air

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Secara garis besar, penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama yaitu penentuan spektrum absorpsi dan pembuatan kurva kalibrasi dari larutan zat warna RB red F3B. Tahap

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Sintesis dan Karakterisasi Resin Pengkhelat Sintesis resin pengkhelat dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari karakteristik retensi ion logam Cu 2+ pada resin PSDVB-NN. Untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Persiapan Adsorben Cangkang Gonggong Cangkang gonggong yang telah dikumpulkan dicuci bersih dan dikeringkan dengan matahari. Selanjutnya cangkang gonggong

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit Penelitian ini menggunakan zeolit alam yang berasal dari Lampung dan Cikalong, Jawa Barat. Zeolit alam Lampung

Lebih terperinci

PEMISAHAN UNSUR-UNSUR LOGAM TANAH JARANG DARI PASIR MONASIT BANGKA DENGAN METODE SOLVENT IMPREGNATED RESIN (SIR) DISERTASI

PEMISAHAN UNSUR-UNSUR LOGAM TANAH JARANG DARI PASIR MONASIT BANGKA DENGAN METODE SOLVENT IMPREGNATED RESIN (SIR) DISERTASI PEMISAHAN UNSUR-UNSUR LOGAM TANAH JARANG DARI PASIR MONASIT BANGKA DENGAN METODE SOLVENT IMPREGNATED RESIN (SIR) DISERTASI Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor dari Institut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Adsorpsi Zat Warna

HASIL DAN PEMBAHASAN. Adsorpsi Zat Warna Adsorpsi Zat Warna Pembuatan Larutan Zat Warna Larutan stok zat warna mg/l dibuat dengan melarutkan mg serbuk Cibacron Red dalam air suling dan diencerkan hingga liter. Kemudian dibuat kurva standar dari

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis PSDVB-PAR Senyawa 4-(2 Piridilazo) Resorsinol merupakan senyawa yang telah lazim digunakan sebagai indikator logam pada analisis kimia karena kemampuannya membentuk

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara umum penelitian akan dilakukan dengan pemanfaatan limbah media Bambu yang akan digunakan sebagai adsorben dengan diagram alir keseluruhan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sebelum Aktivasi

LAMPIRAN 1 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sebelum Aktivasi LAMPIRAN 1 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sebelum Aktivasi 35 LAMPIRAN 2 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sesudah Aktivas 36 LAMPIRAN 3 Data XRD Pasir Vulkanik Merapi a. Pasir Vulkanik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Larutan Direct Red Teknis

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Larutan Direct Red Teknis BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Larutan Direct Red Teknis Penentuan panjang gelombang maksimum (λ maks) dengan mengukur absorbansi sembarang

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Adsorben Perlakuan awal kaolin dan limbah padat tapioka yang dicuci dengan akuades, bertujuan untuk membersihkan pengotorpengotor yang bersifat larut dalam air. Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai Agustus 2013 di Laboratorium Riset dan Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dimulai pada tanggal 1 April 2016 dan selesai pada tanggal 10 September 2016. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen

Lebih terperinci

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

Bab IV. Hasil dan Pembahasan 29 Bab IV. Hasil dan Pembahasan Penelitian penurunan intensitas warna air gambut ini dilakukan menggunakan cangkang telur dengan ukuran partikel 75 125 mesh. Cangkang telur yang digunakan adalah bagian

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran I Langkah kerja percobaan adsorpsi logam Cadmium (Cd 2+ ) Mempersiapkan lumpur PDAM

LAMPIRAN. Lampiran I Langkah kerja percobaan adsorpsi logam Cadmium (Cd 2+ ) Mempersiapkan lumpur PDAM LAMPIRAN 56 57 LAMPIRAN Lampiran I Langkah kerja percobaan adsorpsi logam Cadmium (Cd 2+ ) 1. Preparasi Adsorben Raw Sludge Powder (RSP) Mempersiapkan lumpur PDAM Membilas lumpur menggunakan air bersih

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Laboratorium Kimia Analitik Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.

BAB III METODE PENELITIAN. Laboratorium Kimia Analitik Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI. 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Adapun lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium Riset dan Laboratorium Kimia Analitik Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI. 3.2 Alat dan Bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan kontribusi dalam peningkatan kualitas hidup manusia,

Lebih terperinci

ION. Exchange. Softening. Farida Norma Yulia M. Fareid Alwajdy Feby Listyo Ramadhani Fya Widya Irawan

ION. Exchange. Softening. Farida Norma Yulia M. Fareid Alwajdy Feby Listyo Ramadhani Fya Widya Irawan ION Exchange Softening Farida Norma Yulia 2314100011 M. Fareid Alwajdy 2314100016 Feby Listyo Ramadhani 2314100089 Fya Widya Irawan 2314100118 ION EXCHANGE Proses dimana satu bentuk ion dalam senyawa dipertukarkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Sampel Sampel daging buah sirsak (Anonna Muricata Linn) yang diambil didesa Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, terlebih

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

LAMPIRAN A DATA PERCOBAAN

LAMPIRAN A DATA PERCOBAAN LAMPIRAN A DATA PERCOBAAN LA.1 Pengaruh Konsentrasi Awal Terhadap Daya Serap Tabel LA.1 Data percobaan pengaruh konsentrasi awal terhdap daya serap Konsentrasi Cd terserap () Pb terserap () 5 58,2 55,2

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban 5 Kulit kacang tanah yang telah dihaluskan ditambahkan asam sulfat pekat 97%, lalu dipanaskan pada suhu 16 C selama 36 jam. Setelah itu, dibilas dengan air destilata untuk menghilangkan kelebihan asam.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pengujian dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Instrumen Jurusan

BAB III METODE PENELITIAN. Pengujian dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Instrumen Jurusan 27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari sampai September 2012 di Laboratorium Riset Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Pendidikan Indonesia.

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Waktu Optimal yang Diperlukan untuk Adsorpsi Ion Cr 3+ Oleh Serbuk Gergaji Kayu Albizia Data konsentrasi Cr 3+ yang teradsorpsi oleh serbuk gergaji kayu albizia

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1.Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Program Studi Kimia Institut Teknologi Bandung. Jalan Ganesha no.10 Bandung. 3.2.Alat Pada penelitian

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya. 8 kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya. HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Kapasitas Tukar Kation Kapasitas tukar kation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini. Berbagai macam industri yang dimaksud seperti pelapisan logam, peralatan listrik, cat, pestisida dan lainnya. Kegiatan tersebut dapat

Lebih terperinci

TINGKAT PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA-PT) SUB KIMIA FISIK. 16 Mei Waktu : 120menit

TINGKAT PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA-PT) SUB KIMIA FISIK. 16 Mei Waktu : 120menit OLIMPIADE NASIONAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM TINGKAT PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA-PT) BIDANG KIMIA SUB KIMIA FISIK 16 Mei 2017 Waktu : 120menit Petunjuk Pengerjaan H 1. Tes ini terdiri atas

Lebih terperinci

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) PADA ZEOLIT ALAM TERDEALUMINASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGADSORPSI FENOL Sriatun, Dimas Buntarto dan Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik

Lebih terperinci

Ion Exchange Chromatography Type of Chromatography. Annisa Fillaeli

Ion Exchange Chromatography Type of Chromatography. Annisa Fillaeli Ion Exchange Chromatography Type of Chromatography Annisa Fillaeli TUJUAN Setelah pembelajaran ini selesai maka siswa dapat melakukan analisis kimia menggunakan resin penukar ion. Title R+OH- + X- ===

Lebih terperinci

kimia ASAM-BASA III Tujuan Pembelajaran

kimia ASAM-BASA III Tujuan Pembelajaran KTSP K-13 kimia K e l a s XI ASAM-BASA III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami mekanisme reaksi asam-basa. 2. Memahami stoikiometri

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN

LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN 1.1 BILANGAN IODIN ADSORBEN BIJI ASAM JAWA Dari modifikasi adsorben biji asam jawa yang dilakukan dengan memvariasikan rasio adsorben : asam nitrat (b/v) sebesar 1:1, 1:2, dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L etanol, diperoleh ekstrak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi TiO2 Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. TiO2 dapat ditemukan sebagai rutile dan anatase yang mempunyai fotoreaktivitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum mengenai pemanfaatan tulang sapi sebagai adsorben ion logam Cu (II) dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1 berikut

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis dan Karakterisasi Karboksimetil Kitosan Spektrum FT-IR kitosan yang digunakan untuk mensintesis karboksimetil kitosan (KMK) dapat dilihat pada Gambar 8 dan terlihat

Lebih terperinci

KIMIa ASAM-BASA II. K e l a s. A. Kesetimbangan Air. Kurikulum 2006/2013

KIMIa ASAM-BASA II. K e l a s. A. Kesetimbangan Air. Kurikulum 2006/2013 Kurikulum 2006/2013 KIMIa K e l a s XI ASAM-BASA II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami kesetimbangan air. 2. Memahami pengaruh asam

Lebih terperinci

Hubungan koefisien dalam persamaan reaksi dengan hitungan

Hubungan koefisien dalam persamaan reaksi dengan hitungan STOIKIOMETRI Pengertian Stoikiometri adalah ilmu yang mempelajari dan menghitung hubungan kuantitatif dari reaktan dan produk dalam reaksi kimia (persamaan kimia) Stoikiometri adalah hitungan kimia Hubungan

Lebih terperinci

KUMPULAN SOAL-SOAL KIMIA LAJU REAKSI

KUMPULAN SOAL-SOAL KIMIA LAJU REAKSI KUMPULAN SOAL-SOAL KIMIA LAJU REAKSI KUMPULAN SOAL-SOAL KIMIA LAJU REAKSI 1. Untuk membuat 500 ml larutan H2SO4 0.05 M dibutuhkan larutan H2SO4 5 M sebanyak ml a. 5 ml b. 10 ml c. 2.5 ml d. 15 ml e. 5.5

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Ligan H AdBP dan H SbBP Pada penelitian ini dilakukan sintesis senyawa H AdBP dan H SbBP berdasarkan metode Jensen yang telah dimodifikasi. CH 3 1 H H H 3 CH 3 -H H

Lebih terperinci

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Januari hingga April 2008 di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Institut Teknologi Bandung. Sedangkan pengukuran

Lebih terperinci

METODE. Penentuan kapasitas adsorpsi dan isoterm adsorpsi zat warna

METODE. Penentuan kapasitas adsorpsi dan isoterm adsorpsi zat warna bermuatan positif. Kation yang dihasilkan akan berinteraksi dengan adsorben sehingga terjadi penurunan intensitas warna. Penelitian ini bertujuan mensintesis metakaolin dari kaolin, mensintesis nanokomposit

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Membran 4.1.1 Membran PMMA-Ditizon Membran PMMA-ditizon dibuat dengan teknik inversi fasa. PMMA dilarutkan dalam kloroform sampai membentuk gel. Ditizon dilarutkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Formulasi Granul Mengapung Teofilin Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula untuk dibandingkan karakteristiknya, seperti terlihat pada Tabel

Lebih terperinci

Presentasi Powerpoint Pengajar oleh Penerbit ERLANGGA Divisi Perguruan Tinggi. Bab17. Kesetimbangan Asam-Basa dan Kesetimbangan Kelarutan

Presentasi Powerpoint Pengajar oleh Penerbit ERLANGGA Divisi Perguruan Tinggi. Bab17. Kesetimbangan Asam-Basa dan Kesetimbangan Kelarutan Presentasi Powerpoint Pengajar oleh Penerbit ERLANGGA Divisi Perguruan Tinggi Bab17 Kesetimbangan Asam-Basa dan Kesetimbangan Kelarutan Larutan buffer adalah larutan yg terdiri dari: 1. asam lemah/basa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh

HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh Contoh yang diambil dari alam merupakan contoh zeolit dengan bentuk bongkahan batuan yang berukuran besar, sehingga untuk dapat dimanfaatkan harus diubah ukurannya

Lebih terperinci

2. Konfigurasi elektron dua buah unsur tidak sebenarnya:

2. Konfigurasi elektron dua buah unsur tidak sebenarnya: . Atom X memiliki elektron valensi dengan bilangan kuantum: n =, l =, m = 0, dan s =. Periode dan golongan yang mungkin untuk atom X adalah A. dan IIIB B. dan VA C. 4 dan III B D. 4 dan V B E. 5 dan III

Lebih terperinci

BAB VI KINETIKA REAKSI KIMIA

BAB VI KINETIKA REAKSI KIMIA BANK SOAL SELEKSI MASUK PERGURUAN TINGGI BIDANG KIMIA 1 BAB VI 1. Padatan NH 4 NO 3 diaduk hingga larut selama 77 detik dalam akuades 100 ml sesuai persamaan reaksi berikut: NH 4 NO 2 (s) + H 2 O (l) NH

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Terpadu Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan-Sumatera Utara dengan sampel yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pembahasan ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu pembuatan adsorben dan uji kinerja adsorben tersebut untuk menyisihkan phenanthrene dari dalam air. 4.1 Pembuatan adsorben

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Surfaktan Gemini 12-2-12 Sintesis surfaktan gemini dilakukan dengan metode konvensional, yaitu dengan metode termal. Reaksi yang terjadi adalah reaksi substitusi bimolekular

Lebih terperinci

LOGO. Stoikiometri. Tim Dosen Pengampu MK. Kimia Dasar

LOGO. Stoikiometri. Tim Dosen Pengampu MK. Kimia Dasar LOGO Stoikiometri Tim Dosen Pengampu MK. Kimia Dasar Konsep Mol Satuan jumlah zat dalam ilmu kimia disebut mol. 1 mol zat mengandung jumlah partikel yang sama dengan jumlah partikel dalam 12 gram C 12,

Lebih terperinci

SOAL LAJU REAKSI. Mol CaCO 3 = = 0.25 mol = 25. m Mr

SOAL LAJU REAKSI. Mol CaCO 3 = = 0.25 mol = 25. m Mr SOAL LAJU REAKSI 1. Untuk membuat 500 ml larutan H 2 SO 4 0.05 M dibutuhkan larutan H 2 SO 4 5 M sebanyak ml A. 5 ml B. 10 ml C. 2.5 ml D. 15 ml E. 5.5 ml : A Mencari volume yang dibutuhkan pada proses

Lebih terperinci

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A. PEMANFAATAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON SEBAGAI ADSORBEN ION LOGAM Pb 2+

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A. PEMANFAATAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON SEBAGAI ADSORBEN ION LOGAM Pb 2+ MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA IV Peran Riset dan Pembelajaran Kimia dalam Peningkatan Kompetensi Profesional Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP

Lebih terperinci

KUMPULAN SOAL-SOAL KIMIA LAJU REAKSI

KUMPULAN SOAL-SOAL KIMIA LAJU REAKSI KUMPULAN SOAL-SOAL KIMIA LAJU REAKSI 1. Untuk membuat 500 ml larutan H 2 SO 4 0.05 M dibutuhkan larutan H 2 SO 4 5 M sebanyak ml a. 5 ml b. 10 ml c. 2.5 ml d. 15 ml e. 5.5 ml 2. Konsentrasi larutan yang

Lebih terperinci

Gambar V.3 (a). Spektra FTIR dan (b). Difraktogram XRD material hasil sintesis (dengan variasi perbandingan molar Fe 3+ /Fe 2+ pada T = 60ºC dan

Gambar V.3 (a). Spektra FTIR dan (b). Difraktogram XRD material hasil sintesis (dengan variasi perbandingan molar Fe 3+ /Fe 2+ pada T = 60ºC dan DAFTAR TABEL Tabel II.1 Jenis-jenis oksida besi berdasarkan komposisi penyusunnya (Schwertmann dan Cornell, 2000)... 8 Tabel III.1. Indikator capaian setiap tahapan penelitian untuk membuktikan hipotesis...

Lebih terperinci

LEMBARAN SOAL 4. Mata Pelajaran : KIMIA Sat. Pendidikan : SMA Kelas / Program : XI IPA ( SEBELAS IPA )

LEMBARAN SOAL 4. Mata Pelajaran : KIMIA Sat. Pendidikan : SMA Kelas / Program : XI IPA ( SEBELAS IPA ) LEMBARAN SOAL 4 Mata Pelajaran : KIMIA Sat. Pendidikan : SMA Kelas / Program : XI IPA ( SEBELAS IPA ) PETUNJUK UMUM 1. Tulis nomor dan nama Anda pada lembar jawaban yang disediakan 2. Periksa dan bacalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Hasil penentuan kandungan oksida logam dalam abu boiler PKS Penentuan kandungan oksida logam dari abu boiler PKS dilakukan dengan menggvmakan XRF

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Skema interaksi proton dengan struktur kaolin (Dudkin et al. 2004).

HASIL DAN PEMBAHASAN. Skema interaksi proton dengan struktur kaolin (Dudkin et al. 2004). 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Adsorben Penelitian ini menggunakan campuran kaolin dan limbah padat tapioka yang kemudian dimodifikasi menggunakan surfaktan kationik dan nonionik. Mula-mula kaolin dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium penelitian jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel kulit

Lebih terperinci

KEMURNIAN DAN NILAI FAKTOR PEMISAHAN TRANSPOR UNSUR La TERHADAP UNSUR Nd, Gd, Lu DENGAN TEKNIK MEMBRAN CAIR BERPENDUKUNG

KEMURNIAN DAN NILAI FAKTOR PEMISAHAN TRANSPOR UNSUR La TERHADAP UNSUR Nd, Gd, Lu DENGAN TEKNIK MEMBRAN CAIR BERPENDUKUNG KEMURNIAN DAN NILAI FAKTOR PEMISAHAN TRANSPOR UNSUR La TERHADAP UNSUR Nd, Gd, Lu DENGAN TEKNIK MEMBRAN CAIR BERPENDUKUNG Djabal Nur Basir Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Hasanuddin, Makassar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum tentang pemanfaatan daun matoa sebagai adsorben untuk menyerap logam Pb dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1. Preparasi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan zeolit dari abu terbang batu bara (Musyoka et a l 2009).

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan zeolit dari abu terbang batu bara (Musyoka et a l 2009). BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Pada penelitian ini alat yang digunakan adalah timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg, shaker, termometer, spektrofotometer serapan atom (FAAS GBC), Oven Memmert, X-Ray

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas 31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis material konduktor ionik MZP, dilakukan pada kondisi optimum agar dihasilkan material konduktor ionik yang memiliki kinerja maksimal, dalam hal ini memiliki nilai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan eksperimental. B. Tempat dan Waktu Tempat penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan

Lebih terperinci

LARUTAN PENYANGGA DAN HIDROLISIS

LARUTAN PENYANGGA DAN HIDROLISIS 6 LARUTAN PENYANGGA DAN HIDROLISIS A. LARUTAN PENYANGGA B. HIDROLISIS Pada bab sebelumnya, kita sudah mempelajari tentang reaksi asam-basa dan titrasi. Jika asam direaksikan dengan basa akan menghasilkan

Lebih terperinci

Adsorpsi Fenol pada Membran Komposit Khitosan Berikatan Silang

Adsorpsi Fenol pada Membran Komposit Khitosan Berikatan Silang Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 6, No., hal. 28-34, 2007 ISSN 42-5064 Adsorpsi Fenol pada Membran Komposit Khitosan Berikatan Silang Rahmi Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Syiah Kuala

Lebih terperinci

30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya.

30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya. 30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya. 1. Semua pernyataan berikut benar, kecuali: A. Energi kimia ialah energi

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam tahapan sintesis ligan meliputi laboratory set dengan labu leher tiga, thermolyne sebagai pemanas, dan neraca analitis untuk penimbangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembentukan Senyawa Indotimol Biru Reaksi pembentukan senyawa indotimol biru ini, pertama kali dijelaskan oleh Berthelot pada 1859, sudah sangat lazim digunakan untuk penentuan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

SOAL SELEKSI NASIONAL TAHUN 2006

SOAL SELEKSI NASIONAL TAHUN 2006 SOAL SELEKSI NASIONAL TAHUN 2006 Soal 1 ( 13 poin ) KOEFISIEN REAKSI DAN LARUTAN ELEKTROLIT Koefisien reaksi merupakan langkah penting untuk mengamati proses berlangsungnya reaksi. Lengkapi koefisien reaksi-reaksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Molekul-molekul pada permukaan zat padat atau zat cair mempunyai gaya tarik kearah dalam, karena tidak ada gaya-gaya lain yang mengimbangi. Adanya gayagaya ini

Lebih terperinci

LARUTAN PENYANGGA (BUFFER)

LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) Larutan penyangga Larutan penyangga atau larutan buffer adalah larutan yang ph-nya praktis tidak berubah walaupun kepadanya ditambahkan sedikit asam, sedikit basa, atau bila

Lebih terperinci

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu)

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) Reaktor, Vol. 11 No.2, Desember 27, Hal. : 86- PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) K. Haryani, Hargono dan C.S. Budiyati *) Abstrak Khitosan adalah

Lebih terperinci

LOGO TEORI ASAM BASA

LOGO TEORI ASAM BASA LOGO TEORI ASAM BASA TIM DOSEN KIMIA DASAR FTP 2012 Beberapa ilmuan telah memberikan definisi tentang konsep asam basa Meskipun beberapa definisi terlihat kurang jelas dan berbeda satu sama lain, tetapi

Lebih terperinci

Sintesis partikel Fe 0. % degradasi. Kondisi. Uji kinetika reaksi

Sintesis partikel Fe 0. % degradasi. Kondisi. Uji kinetika reaksi LAMPIRAN 13 14 Lampiran 1 Bagan alir penelitian Sintesis partikel Fe 0 Uji degradasi dengan DBS (penentuan rasio konsentrasi partikel Fe 0 /sampel, waktu degradasi, dan ph terbaik) Uji degradasi dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Temulawak Terpilih Pada penelitian ini sampel yang digunakan terdiri atas empat jenis sampel, yang dibedakan berdasarkan lokasi tanam dan nomor harapan. Lokasi tanam terdiri

Lebih terperinci

LAMPIRAN LAMPIRAN I LANGKAH KERJA PENELITIAN BIOSORBEN BAGLOG. Mempersiapkan bahan. Mengumpulkan limbah Baglog jamur yang akan digunakan

LAMPIRAN LAMPIRAN I LANGKAH KERJA PENELITIAN BIOSORBEN BAGLOG. Mempersiapkan bahan. Mengumpulkan limbah Baglog jamur yang akan digunakan 55 LAMPIRAN LAMPIRAN I LANGKAH KERJA PENELITIAN BIOSORBEN BAGLOG A. Persiapan Biosorben Baglog Mempersiapkan bahan Mengumpulkan limbah Baglog jamur yang akan digunakan Membuka kemasan Baglog jamur kemudian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Enzim α-amilase Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan menanam isolat bakteri dalam media inokulum selama 24 jam. Media inokulum tersebut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

Pemisahan Ce(III) dan Pr(III) menggunakan Solvent Impregnated Resin (SIR) Mengandung Asam di-2-etilheksilfosforik (D2EHPA) dan Tributilfosfat (TBP)

Pemisahan Ce(III) dan Pr(III) menggunakan Solvent Impregnated Resin (SIR) Mengandung Asam di-2-etilheksilfosforik (D2EHPA) dan Tributilfosfat (TBP) 1 Pemisahan Ce(III) dan Pr(III) menggunakan Solvent Impregnated Resin (SIR) Mengandung Asam di-2-etilheksilfosforik (D2EHPA) dan Tributilfosfat (TBP) Ibnu Khaldun 1), Buchari 2), Muhammad Bachri Amran

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Diskusi

Bab IV Hasil dan Diskusi Bab IV Hasil dan Diskusi IV.1 Hasil Eksperimen Eksperimen dikerjakan di laboratorium penelitian Kimia Analitik. Suhu ruang saat bekerja berkisar 24-25 C. Data yang diperoleh mencakup data hasil kalibrasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penjelasan Umum Penelitian ini menggunakan lumpur hasil pengolahan air di PDAM Tirta Binangun untuk menurunkan ion kadmium (Cd 2+ ) yang terdapat pada limbah sintetis. Pengujian

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor) 23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi

Lebih terperinci