SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR"

Transkripsi

1 PERANAN SUMBER KARBON EKSTERNAL YANG BERBEDA DALAM PEMBENTUKAN BIOFLOK DAN PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS AIR SERTA PRODUKSI PADA SISTEM BUDIDAYA UDANG VANAME Litopenaeus vannamei i MUHAMMAD HANIF AZHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2 ii

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul Peranan Sumber Karbon Eksternal yang Berbeda Dalam Pembentukan Bioflok Pengaruhnya Terhadap Kualitas Air dan Produksi pada Sistem Budidaya Udang Vaname Litopenaus vannamei dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. iii Bogor, 22 Juli 2013 Muhammad Hanif Azhar NRP C

4 iv RINGKASAN MUHAMMAD HANIF AZHAR. Peranan sumber karbon eksternal yang berbedadalam pembentukan bioflok pengaruhnya terhadap kualitas air dan produksi pada sistem budidaya udang vaname Litopenaeus vannamei. Dibimbing oleh EDDY SUPRIYONO dan KUKUH NIRMALA. Total ammonia nitrogen (TAN) merupakan salah satu masalah pada budidaya udang vaname. Untuk mengurangi level TAN agar tetap dalam batas yang ditentukan dalam proses budidaya maka dilakukan penambahan sumber karbon organik untuk meningkatkan C/N rasio yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan bakteri heterotrof. Penelitian terdiri dari dua tahap. Tahap satu bertujuan untuk mengetahui penurunan konsentrasi TAN. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan berupa penambahan sumber karbon (A) molase; (B) tapioka; (C) dedak; (D) onggok dengan penggunan C/N rasio 10, 15 dan 20. Parameter yang diamati adalah berupa penurunan konsentrasi TAN serta DO, ph dan suhu. Data dianalisa secara statistik dengan one-way analysis of variance (ANOVA) menggunakan software Minitab (versi 16.0) pada selang kepercayaan 95% (P<0,05).Pengukuran TAN dengan C/N rasio yang berbeda memberikan nilai yang berbeda pula dimana C/N rasio 20 memiliki pengaruh yang tidak berbeda nyata dengan C/N rasio 15 namun memiliki pengaruh yang berbeda nyata dengan C/N rasio 10 pada semua perlakuan sumber karbon setelah 24 jam. Penelitian Tahap dua bertujuan untuk mengetahui efek pemberian sumber karbon terhadap profil bioflok, parameter kualitas air dan kinerja pertumbuhan dari udang vaname. Penelitian ini terdiri dari empat perlakuan penambahan sumber karbon berupa (A) molase; (B) tapioka; (C) dedak; (D) tapioka dan satu perlakuan tanpa karbon dengan penggunaan C/N rasio 15 serta 4 kali ulangan. Parameter yang diamati antara lain kualitas air berupa TAN, nitrit, nitrat dan ammonia. Profil bioflok yang diamati berupa identifikasi bakteri, jumlah bakteri Vibrio dan jumlah total bakteri pada air dan usus udang. Parameter produksi yang diamati berupa laju pertumbuhan spesifik, konversi pakan, tingkat kelangsungan hidup dan bobot rata-rata dari udang vaname. Parameter kualitas air terutama TAN, nitrit serta ammonia menurun pada saat akhir pemeliharaan. Hasil dari profil bioflok ditemukan beberapa mikroorganisme berupa cacing, fitoplankton dan zooplankton. Genus Bacillus sp. ditemukan pada semua perlakuan sumber karbon. Jumlah total bakteri tertinggi terdapat pada perlakuan molase (air dan usus udang). Penghitungan jumlah bakteri Vibrio tertinggi terdapat pada perlakuan tanpa karbon (air dan usus udang). Konversi pakan pada perlakuan tanpa karbon (1.67±0.10) berbeda nyata dengan perlakuan tapioka (1.41±0.13). Tingkat kelangsungan hidup udang vaname selama pemeliharaan pada perlakuan tanpa karbon (84.17±3.20%) berbeda nyata dengan perlakuan onggok (92.50±5.00%). Kata kunci: Total Ammonia Nitrogen, sumber karbon, kualitas air, udang vaname.

5 v SUMMARY MUHAMMAD HANIF AZHAR. Effect of Different Carbon Sources on bioflocs formation effect on water quality and production in White Shrimp Culture System Litopenaeus vannamei. Under direction of EDDY SUPRIYONO and KUKUH NIRMALA. Total ammonia nitrogen (TAN) is one issue on White shrimp cultivation. To reduce the TAN levels in order to remain within the limits specified in the cultivation process, the addition of organic carbon sources to improve the C / N ratio which aims to encourage the growth of heterotrophic bacteria. The study consisted of two phases. Phase one aims to determine the decrease in the concentration of TAN. This study uses a completely randomized design with four treatments and four reaply such as the addition of a carbon source (A) molasses; (B) tapioca; (C) rice bran; (D) the use of cassava by product with C/N ratio of 10, 15 and 20. Parameters is observed as a decrease in the concentration of TAN and DO, ph and temperature. Data were statistically analyzed by one-way analysis of variance (ANOVA) using Minitab software (version 16.0) at the 95% confidence interval (P <0,05).The measurements of TAN with different C/N ratios giving different values where the C/N ratio of 20 has effect not significantly different from C/N ratio of 15, but has a significantly different effect with the C/N ratio of 10 in all treatments of carbon sources after 24 hours. Phase two study aimed to determine the effect of carbon sources on bioflocs profile, water quality parameters and growth performance of White shrimp. The study consisted of 4 treatments such as the addition of a carbon source (A) molasses; (B) tapioca; (C) rice bran; (D) cassava by product and without carbon, use of C/N ratio of 15 and four reaply. Parameter of water quality are TAN, nitrite, nitrate and ammonia. Bioflocs profile observed is identification of bacteria, Vibrio bacterial counts and the total number of bacteria in the water and shrimp intestine. Production parameters observed is specific growth rate, feed conversion, survival rates and average weights of White shrimp. Water quality parameters, especially TAN, nitrite and ammonia decreased at the end of maintenance period. Results of profile bioflocs found some microorganisms such as worms, phytoplankton and zooplankton. Genus Bacillus sp. was found in all treatments of carbon sources. Highest total number of bacteria present in molasses treatment (water and intestinal shrimp). Vibrio bacteria counts are highest in the no-carbon treatment (water and shrimp intestine). Vibrio bacteria counts are highest in the no-carbon treatment (Water and shrimp intestine). Feed conversion on treatment without carbon carbon (1.67 ± 0.10) were significantly different with the treatment of tapioca (1.41 ± 0.13). White shrimp survival rate during the maintenance treatment without carbon (84.17 ± 3.20%) was lower in all treatments and were significantly different with cassava by product treatment (92.50% ± 5.00). Keywords: Total Ammonia Nitrogen, type of source of organic carbon, C/N ratio, Pacific white shrimp.

6 vi Hak Cipta milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

7 PERANAN SUMBER KARBON EKSTERNAL YANG BERBEDA DALAM PEMBENTUKAN BIOFLOK DAN PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS AIR SERTA PRODUKSI PADA SISTEM BUDIDAYA UDANG VANAME Litopenaeus vannamei vii MUHAMMAD HANIF AZHAR Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Akuakultur SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

8 viii Penguji pada Ujian Tesis: Dr Widanarni MSi.

9 Judul Penelitian : Peranan sumber karbon eksternal yang berbeda dalam pembentukan bioflok dan pengaruhnya terhadap kualitas air serta produksi pada sistem budidaya udang vaname Litopenaeus vannamei Nama : Muhammad Hanif Azhar NRP : C ix Disetujui Komisi Pembimbing Dr Ir Eddy Supriyono, MSc. Ketua Dr Ir Kukuh Nirmala, MSc. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Akuakultur Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Prof Dr Ir Enang Harris MS Dr Ir Dahrul Syah, MSc.Agr Tanggal Ujian : 11 Juli 2013 Tanggal Lulus :

10 x PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-nya sehingga penelitian dan pemulisan tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada tahun 2012 ini adalah Peranan Sumber Karbon Eksternal yang Berbeda dalam Pembentukan Bioflok dan pengaruhnya Terhadap Kualitas Air serta Produksi pada Sistem Budidaya Udang Vaname Litopenaeus vannamei. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak Dr Ir Eddy Supriyono, MSc dan Bapak Dr Ir Kukuh Nirmala, MSc. selaku tim komisi pembimbing atas arahan, bimbingan dan masukan-masukannya sejak penyusunan rencana penelitian sampai penyusunan tesis ini. 2. Ibu Julie Ekasari Spi MSc. atas bimbingan dan arahaan yang telah diberikan. 3. Bapak Dr Dedi Jusadi MSc. selaku wakil Program Studi Ilmu Akuakultur atas arahan, masukan dan perbaikan tesis ini. 4. Ibu Dr Widanarni MSi. selaku penguji luar komisi, atas arahan dan masukan untuk perbaikan dalam penyusunan tesis ini. 5. Ayah dan Ibu tercinta, Bude Faria serta saudara-saudaraku atas doa, semangat serta dukungan yang tak pernah surut selama ini. 6. Bapak Mardi selaku teknisi di Lab terpadu Ilmu Kelautan IPB Ancol serta Alm. Ibu Ince, Erfan dan Erfin atas bantuan serta masukannya selama penelitian. 7. Teknisi Laboratorium BDP IPB; Bapak Ranta (Lab Kesehatan Ikan FPIK IPB), Bapak Jajang (Lab Lingkungan FPIK IPB), Bapak Wasjan dan mbak Retno (Lab Nutrisi FPIK IPB) yang telah membantu penulis selama melakukan analisa laboratorium. 8. Rekan-rekan yang telah membantu selama penelitian berlangsung: Titi, Nurlita, Firstya, Dani, Ial, Azis, Fariq, Adni, Dewi, Epro, Apep, Dudi, putra dll. 9. Semua Rekan-rekan mahasiswa Program Mayor Ilmu Akuakultur angkatan 2011 atas kebersamaan dan kerjasama yang baik serta bantuannya dalam perkuliahan, penelitian dan penyelesaian karya ilmiah ini. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian yang berjudul Enhancement of nutrient efficiency in integrated multi-trophic aquaculture with bioflocs as nutrient converting agent diketuai oleh Julie Ekasari Spi MSc. yang dibiayai oleh program ICP Ph.D. Scholarship Vlaamse Interuniversitaire Raad, Belgia. Bogor, 22 Juli 2013 Muhammad Hanif Azhar

11 xi DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN v vii viii 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 Hipotesis 2 2 TINJAUAN PUSTAKA Akuakultur Sistem Intensif 2 Nitrogen dalam Akuakultur Intensif : Jenis, Efeknya terhadap Organisme Budidaya dan lingkungan 4 Teknologi Bioflok 5 Sumber Karbon 6 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian 9 Tahapan Penelitian 9 Prosedur Penambahan Sumber Karbon Eksternal 10 Parameter Biologi 11 Parameter Kualitas Air 13 Parameter Produksi Budidaya 13 Analisa Data 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 14 Pembahasan 27 5 SIMPULAN Simpulan 30 DAFTAR PUSTAKA 30 LAMPIRAN 34 RIWAYAT HIDUP 38

12 xii DAFTAR TABEL 1 Komposisi Kimia Molase 7 2 Komposisi Kimia Tepung Tapioka 8 3 Komposisi Kimia Onggok (Ampas Tapioka) 8 4 Komposisi Kimia Dedak Padi 9 5 Hasil Uji Proksimat Sumber Karbon 11 6 Hasil Uji Kandungan C organik (%) 11 7 Persentase Reduksi Konsentrasi TAN 17 8 Kisaran parameter kualitas air pada media percobaan 17 9 Hasil Identifikasi Bakteri Bioflok Kisaran Kualitas air Media Pemeliharaan Udang Vaname 24 DAFTAR GAMBAR 1 Gambar struktur flok dalam sistem BFT dan komposisinya 6 2 Penurunan konsentrasi TAN dengan sumber karbon molase 15 3 Penurunan konsentrasi TAN dengan sumber karbon tapioka 15 4 Penurunan konsentrasi TAN dengan sumber karbon dedak 16 5 Penurunan konsentrasi TAN dengan sumber karbon onggok 16 6 Mikrograf bioflok yang diambil dari media pemeliharaan udang vaname pada sistem bioflok dengan sumber karbon berbeda 18 7 Berbagai macam mikroorganisme yang terdapat di dalam bioflok pada semua perlakuan dengan sumber karbon 19 8 Total presumtive vibrio count dan total kelimpahan bakteri pada air dan usus udang 20 9 TAN pada media pemeliharaan udang vaname dengan sistem bioflok menggunakan sumber karbon berbeda NO 2 - -N pada media pemeliharaan udang vaname dengan sistem bioflok menggunakan sumber karbon berbeda NO 3 - -N pada media pemeliharaan udang vaname dengan sistem bioflok menggunakan sumber karbon berbeda NH 3 - pada media pemeliharaan udang vaname dengan sistem bioflok menggunakan sumber karbon berbeda ph pada media pemeliharaan udang vaname dengan sistem bioflok menggunakan sumber karbon yang berbeda DO pada media pemeliharaan udang vaname dengan sistem bioflok menggunakan sumber karbon yang berbeda TSS pada media pemeliharaan udang vaname dengan sistem bioflok menggunakan sumber karbon berbeda VSS pada media pemeliharaan udang vaname dengan sistem bioflok menggunakan sumber karbon berbeda Volume flok pada media pemeliharaan udang vaname dengan sistem bioflok menggunakan sumber karbon yang berbeda Laju pertumbuhan spesifik udang vaname berdasarkan perlakuan dengan sumber karbon serta tanpa sumber karbon (kontrol) 25

13 xiii 18 Konversi pakan udang vaname berdasarkan perlakuan dengan sumber karbon serta tanpa sumber karbon (kontrol) Tingkat kelangsungan hidup udang vaname berdasarkan perlakuan dengan sumber karbon serta tanpa sumber karbon (kontrol) Bobot rata-rata dari udang vaname berdasarkan perlakuan dengan sumber karbon serta tanpa sumber karbon (kontrol) 27 DAFTAR LAMPIRAN 1 Manajemen pemberian pakan pada pembesaran ikan lele 34 2 Tabel Feed Rate (FR) pada udang vaname Litopenaeus vannamei 35 3 Karakterisasi sifat fisiologi dan biokimia bakteri 35 4 Hasil karakterisasi morfologi, fisiologi dan biokimia bakteri bioflok 36 5 Prosedur Penambahan Sumber Karbon 37

14

15 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Budidaya udang vaname Litopenaeus vannamei di Indonesia semakin maju dan berkembang pesat dalam beberapa tahun belakangan ini. Dengan semakin majunya budidaya dan semakin banyaknya persaingan maka diperlukan usaha budidaya yang kompetitif dengan menggunakan teknologi yang efisien dalam segala aspek antara lain aspek produktifitas, kualitas, kotinuitas, biosecurity yang sesuai dengan permintaan pasar. Akuakultur dengan sistem intensif diterapkan untuk efisiensi dengan penggunaan padat tebar pada ikan atau udang. Namun efek yang ditimbulkan pada sistem ini adalah akumulasi dari pakan yang tidak termakan, bahan organik dan nitrogen anorganik yang menjadi limbah serta bersifat toksik pada spesies yang dibudidayakan. Hal ini disebabkan karena ikan atau udang memanfaatkan hanya 20 sampai 30% dari pakan yang diberikan. Sisanya diekskresi dan biasanya terakumulasi di dalam air (Avnimelech dan Ritvo 2003). Untuk menanggulangi akumulasi limbah budidaya maka perlu diterapkan teknologi baru yang lebih efisien dan mudah dalam penerapannya. Teknologi bioflok menjadi salah satu alternatif pemecahan masalah limbah budidaya yang paling menguntungkan karena dapat menurunkan limbah nitrogen anorganik (Crab et al. 2007). Teknologi bioflok (BFT) merupakan salah satu alternatif baru dalam mengatasi masalah kualitas air dalam akuakultur yang diadaptasi dari teknik pengolahan limbah domestik secara konvensional (Avnimelech 2006; De Schryver et al. 2008). BFT menjadi salah satu alternatif pemecahan masalah limbah budidaya yang paling menguntungkan karena selain dapat menurunkan limbah nitrogen anorganik, BFT juga dapat menyediakan pakan tambahan berprotein untuk kultivan sehingga dapat menaikan pertumbuhan dan efisiensi pakan. BFT dapat dilakukan dengan menambahkan sumber karbon organik ke dalam media budidaya untuk merangsang pertumbuhan bakteri heterotrof dan meningkatkan C/N rasio (Crab et al. 2007). Sumber karbon yang digunakan dalam BFT dibagi menjadi dua yaitu karbohidrat sederhana dan karbohidrat kompleks (Chamberlain et al. 2001). Karbohidrat sendiri dibagi menjadi dua berdasarkan jumlah molekulnya yaitu karbohidrat sederhana dan karbohidrat kompleks. Kelompok karbohidrat sederhana mengandung 6 atom C (monosakarida) serta gabungan dari 2 monosakarida yang mengandung 12 atom C (disakarida). Yang termasuk golongan monosakarida antara lain glukosa, fruktosa dan galaktosa. Sedang yang termasuk golongan disakarida antara lain sukrosa, maltosa dan laktosa. Kelompok karbohidrat kompleks mengandung molekul monosakarida. Yang termasuk golongan polisakarida antara lain amilum (pati), dekstrin, glikogen dan selulosa (Hutagalung 2004). Penggunaan sumber karbon sederhana pada BFT memiliki keunggulan yaitu mudah diserap dan dimanfaatkan oleh bakteri untuk mempercepat pertumbuhan sehingga dapat bersaing dengan organisme lain seperti fitoplankton dalam mengadsorbsi nitrogen yang terdapat pada kolam budidaya. Sedang penggunaan sumber karbon kompleks memiliki keunggulan yaitu mampu menyediakan partikel-partikel yang dapat dijadikan tempat menempel bakteri

16 2 (Chamberlain et al. 2001). Dari beberapa penelitian yang dilakukan dengan menggunakan beberapa sumber karbon berupa molase, gula, asetat, gliserol, glukosa, tepung gandum, tapioka serta kanji diperoleh hasil bahwa penggunaan sumber karbon yang berbeda berpengaruh terhadap komposisi flok, tingkat asimilasi nitrogen serta kandungan nutrisi pada flok (Avnimelech et al. 2012). Sumber karbon yang digunakan dalam BFT sering diperoleh dari produk turunan dari manusia atau dari industri makanan ternak lokal yang banyak tersedia. Sumber karbon yang murah seperti molase dan beberapa produk dari industri pertanian (seperti tepung gandum, tepung jagung, tapioka, dedak padi) banyak digunakan selama proses budidaya dari fase pembenihan sampai fase pembesaran yang bertujuan untuk mempertahankan C/N rasio yang terdapat pada perairan serta mengontrol nitrogen anorganik yang terdapat pada kolam budidaya. Ada banyak pertimbangan yang dilakukan dalam penggunaan sumber karbon dalam sistem BFT antara lain berupa harga, ketersediaan bahan di daerah tersebut, biodegradabilitas (penguraian oleh mikroorganisme) serta efisiensi asimilasi bakteri (Emerenciano et al. 2013). Oleh sebab itu, pemilihan sumber karbohidrat harus dilakukan dengan tepat karena berpengaruh terhadap penerapan BFT pada sistem budidaya. Pemilihan sumber karbohidrat yang tepat pada sistem BFT berpengaruh terhadap perbaikan kualitas air media pemeliharaan serta dapat meningkatkan produktifitas budidaya. Perumusan Masalah Total ammonia Nitrogen (TAN) merupakan salah satu masalah yang dihadapi pada budidaya udang vaname. Untuk mengurangi level TAN agar tetap dalam batas yang ditentukan dalam proses budidaya maka digunakan C/N rasio yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan bakteri heterotrof serta pemanfaatan nitrogen yang berasal dari protein pakan serta ammonia yang dihasilkan oleh udang. Jenis sumber karbon yang digunakan dalam sistem bioflok akan menentukan efisiensi pemanfaatan nitrogen oleh bakteri. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk evaluasi mengenai pengaruh dari berbagai jenis sumber karbon eksternal terhadap penurunan TAN, profil bioflok, parameter kualitas media pemeliharaan dan kinerja pertumbuhan udang vaname serta mencari sumber karbon eksternal yang terbaik dalam memperbaiki kualitas air serta meningkatkan produksi budidaya. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah merekomendasikan sumber karbon eksternal yang efektif dan efisien dalam perbaikan kualitas air pada sistem budidaya udang vaname. Hipotesis Penelitian Sumber karbon berpengaruh pada proses asimilasi TAN oleh bakteri heterotrof, sehingga akan mempengaruhi tingkat penurunan ammonia, komposisi flok, serta kinerja parameter kualitas air lainnya pada media pemeliharaan udang. Adanya perbedaan ini juga diduga akan berpengaruh pada kinerja pertumbuhan udang.

17 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Akuakultur Sistem Intensif Akuakultur didefinisikan sebagai kegiatan budidaya dibawah kondisi terkontrol dengan tujuan adalah untuk menghasilkan produk perikanan yang secara efisien dengan biaya seefektif mungkin (Ebelling et al. 2006). Sistem budidaya pada udang secara umum dapat dibagi menjadi tiga yaitu ekstensif/ tradisional, semi intensif serta sistem intensif (Rossenbery 2000). Perbedaan dari sistem tersebut adalah pada pemanfaatan lahan, padat tebar, penggunaan pakan serta teknologi. Sistem budidaya intensif banyak dipilih oleh petani udang karena memiliki keunggulan dalam pemanfaatan lahan dengan padat tebar yang tinggi yang dapat meningkatkan nilai produksi udang dengan waktu produksi yang lebih singkat. Seiring dengan berjalannya waktu, sistem budidaya intensif memiliki kekurangan antara lain penggunaan air yang berlebih serta menghasilkan bahan organik yang melimpah. Kandungan bahan organik yang melimpah pada wadah budidaya dapat menurunkan kualitas air yang akan memicu stress pada udang yang dibudidayakan sehingga mudah teserang penyakit. Beberapa penyakit yang ditimbulkan dari budidaya udang sistem antara lain Taura syndrome virus (TSV) yang menyerang pada budidaya udang di Amerika Selatan (Brock et al. 1997), White spot syndrome virus (WSSV) yang menyerang pada budidaya udang di Amerika (Lightner 1999) dan Infectious myocardiosis necrosis virus (IMNV) yang menyerang pada budidaya udang di pantai timur Brazil (Lightner dan Pantoja 2004). Perkembangan budidaya udang intensif pada industri akuakultur juga memberikan dampak terhadap lingkungan berupa buangan limbah organik berupa sisa pakan yang tidak termakan dan feses dari udang. Pembuangan dari kegiatan budidaya ke dalam lingkungan perairan mengandung kadar nutrisi yang tinggi, berbagai senyawa organik dan anorganik seperti karbon organik yang terlarut, amonium dan fosfor (Piedrahita 2003). Pengembangan budidaya udang semakin membutuhkan strategi untuk meningkatkan sistem produksi, meningkatkan biosecurity dan mengurangi dampak terhadap lingkungan (Avella et al. 2010). Selama tahun 1990, negara Amerika telah menerapkan strategi pada kolam produksi udang vaname yang mencapai 5000 kg/ha dengan sedikit atau tanpa pergantian air (zero or limited water exchange) (Browdy et al. 2001). Keuntungan dari sistem ini adalah untuk mengurangi penggunaan air dan pembuangan air limbah serta mengurangi dampak terhadap lingkungan karena berkurangnya nutrisi yang dibuang selama siklus produksi berlangsung (Cuzon et al. 2004). Pergantian air yang minimal dapat mengurangi resiko masuk dan menyebarnya penyakit serta memberikan keuntungan dalam pemanfaatan nutrisi dari produksi alami yang berasal dari kolam budidaya (McIntosh et al. 2000). Moss (2002) telah menyarankan bahwa pergantian air yang minimal juga mampu meningkatkan produksi udang dengan penggunaan pakan yang rendah protein. Penggunaan pakan rendah protein lebih menghemat biaya dan lebih ramah terhadap lingkungan karena penggunaan tepung ikan dapat dikurangi. Hal itu dikarenakan produksi alami dapat menjadi pakan tambahan bagi udang. Menurut Samocha et al. (2004), tidak terdapat perbedaan secara nilai statistik pada pertumbuhan udang vaname dengan penggunaan pakan yang mengandung

18 4 kadar protein sebesar 30% dan 40% dalam tangki yang dikelola secara intensif tanpa pertukaran air. Selama beberapa tahun terakhir, manajemen dengan sistemvzero water exchange telah dikembangkan untuk skala produksi besar kolam, di mana substrat karbon ditambahkan pada sistem untuk mendukung metabolisme mikroba (Avnimelech 1999; McIntosh 2000). Dengan rasio karbon tinggi terhadap nitrogen (C/N) rasio, bakteri heterotrof akan mengasimilasi ammonia-nitrogen langsung dari air dan metabolisme ammonia langsung ke biomassa sel. Banyak peneliti telah menerapkan konsep ini untuk sistem produksi dalam ruangan dengan kepadatan tinggi (Van Wyk, 1999). Nitrogen Dalam Akuakultur Intensif : Jenis, Efeknya Terhadap Organisme Budidaya dan Lingkungan Nitrogen adalah merupakan elemen yang esensial bagi pertumbuhan mikroorganisme, tumbuhan, dan hewan yang sering juga disebut sebagai biostimulan. Senyawa kimia nitrogen sangat kompleks karena memiliki beberapa tahapan oksidasi yang dapat merubah senyawa kimia nitrogen. Proses oksidasi tersebut dipengaruhi oleh organisme hidup (Metcalf dan Eddy 1991). Di perairan, nitrogen berupa nitrogen anorganik dan nitrogen organik. Nitrogen anorganik terdiri atas ammonia (NH 3 + ), amonium (NH 4 + ), nitrit (NO 2 - ), nitrat (NO 3 - ) dan molekul nitrogen (N 2 ) dalam bentuk gas. Nitrogen organik berupa protein, asam amino dan urea (Effendi 2003). Ammonia di perairan digunakan oleh bakteri autotrof dan tumbuhan dalam asimilasi nitrogen anorganik (ammonia dan nitrat) untuk membentuk nitrogen organik. Sumber ammonia di perairan adalah pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen yang berasal dari dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati) oleh mikroba dan jamur. Proses ini disebut dengan istilah amonifikasi (Effendi 2003). Ikan juga menghasilkan limbah nitrogen berupa ammonia melalui insang dalam proses osmoregulasi serta sisa makanan yang tidak tercerna. Proses amonifikasi dan nitrifikasi dapat dilihat pada persamaan berikut : N organik + O 2 NH N + O 2 NO - 2 -N + O 2 NO N (1) Amonifikasi Nitrifikasi Reduksi nitrat (denitrifikasi) oleh aktivitas mikroba terjadi pada kondisi anaerob dan merupakan proses yang biasa terjadi pada pengolahan limbah yang juga menghasilkan gas ammonia serta gas-gas lain misalnya NO 2 -, NH 3 +, N 2 O dan N 2 (Novotny dan Olem, 1994) terlihat pada persamaan berikut : NO 3 - NO 2 - NH 3 + (Ammonia) (Nitrat) (Nitrit) N 2 O (Dinitrogen oksida) N 2 (Gas) (2) Denitrifikasi Ammonia terdapat 2 bentuk di air, yaitu yang terionisasi (amonium) dan yang tidak terionisasi (ammonia). Ammonia yang tidak terionisasi berbahaya bagi organisme akuatik, karena bersifat toksik (Masser et al. 1999). Nilai NH 3 + tergantung pada nilai ph dan suhu perairan (Van Wyk 1999; Masser et al. 1999;

19 Boyd 1982). Semakin tinggi suhu dan ph air, maka persentase NH 3 + semakin tinggi (Boyd 1990). Perbandingan antara NH 3 + dan NH 4 + dapat dilihat pada persamaan berikut : NH H 2 O NH OH - Ammonia adalah masalah serius yang terdapat dalam kegiatan akuakultur. Tsai menyatakan (1989) bahwa batas aman ammonia pada udang adalah 0,1 mg/l. Kadar Ammonia mulai berpengaruh terhadap pertumbuhan sebesar 50% adalah pada kadar 0.45 mg/l, sedang pada kadar 1.29 mg/l menyebabkan kematian. Lin dan Chen (2001) melaporkan bahwa nilai LC 50 ammonia untuk PL udang vaname dengan perendaman selama 24, 48, 72 dan 96 jam pada salinitas 35 ppt adalah 2.78 mg/l, 2.18 mg/l, 1.82 mg/l dan 1.60 mg/l. Nitrit (NO 2 - ) pada perairan alami biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit, lebih sedikit daripada nitrat karena bersifat tidak stabil dengan keberadaan oksigen. Nitrit merupakan bentuk peralihan antara ammonia dan nitrat (nitrifikasi) serta antara nitrat dan gas nitrogen (denitrifikasi). Nitrit adalah produk setengah jadi dari ammonia baik dalam proses nitrifikasi ammonia atau proses denitrifikasi nitrat. Telah dilaporkan bahwa konsentrasi dari nitrit langsung meningkat seiring dengan berjalannya proses budidaya dan dapat mencapai hingga 4,6 mg/l nitrit-n (nitrit sebagai nitrogen) di air kolam (Chen et al. 1989). Akumulasi nitrit di dalam perairan dapat menurunkan kualitas air, menghambat pertumbuhan, meningkatkan konsumsi oksigen dan ekskresi ammonia serta dapat menyebabkan tingkat kematian yang tinggi pada udang (Chen dan Chen 1992; Cheng dan Chen 1998). Telah dilaporkan bahwa 96 jam setelah LC 50 didapatkan hasil yang bervariasi antar sampai dengan mg/l dari nitrit-n, namun masih sedikit informasi yang diperoleh mengenai tingkat kematian oleh nitrit dengan level salinitas yang berbeda pada udang (Chen dan Lin 1991). Nitrat merupakan produk akhir dari proses nitrifikasi, dimana dengan bantuan bakteri Nitrobacter nitrit diubah menjadi nitrat yang relatif tidak toksik (Van Wyk 1999; Masser et al. 1999). Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi adalah proses oksidasi ammonia menjadi nitrit dan nitrat. Nitrifikasi merupakan proses yang penting dalam siklus nitrogen dan berlangsung pada kondisi aerob. Oksidasi ammonia menjadi nitrit dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas, sedangkan oksidasi nitrit menjadi nitrat dilakukan oleh bakteri Nitrobacter (Novotny dan Olem 1994). Perubahan bentuk nitrogen dalam proses nitrifikasi oleh bakteri dapat dilihat pada persamaan berikut : 5-2 NH O 2 2 NO 2 Nitrosomonas - 2 NO 2 + O 2 2NO 3 Nitrobacter + 2 H H 2 O (1) (2) Nitrat adalah sebuah komponen penting dalam siklus nitrogen pada kolam budidaya. Nitrat akan bersifat toksik apabilah mencapai konsentrasi di atas 300 ppm (Masser et al. 1999). Sedangkan pada udang konsentrasi nitrat lebih dari 200 ppm akan berpengaruh kepada pertumbuhan serta daya tahan udang terhadap penyakit (Van Wyk 1999).

20 6 Teknologi Bioflok Teknologi bioflok (BFT) pada akuakultur didefinisikan sebagai teknik pengelolahan manajamen kualitas air yang berbasis kepada pemanfaatan dan pengendalian bakteri heterotrof yang terdapat dalam sistem budidaya tanpa pergantian air. Bioflok tersusun dari suspensi yang terdapat didalam air yang terdiri bakteri, alga, partikel anorganik, pemakan bakteri seperti protozoa dan zooplankton (Avnimelech 2006). Pada sistem BFT, kontrol terhadap nitrogen anorganik yang terdapat di dalam kolam didasarkan pada metabolisme karbon dan nitrogen. Bakteri dan mikroorganisme lainnya menggunakan karbohidrat (gula, pati dan selulosa) sebagai makanan untuk menghasilkan energi dan untuk tumbuh antara lain memproduksi protein dan sel-sel baru (Avnimelech 1999). Flok adalah padatan tersuspensi dalam kolam yang terdiri atas fitoplankton, bakteri, kumpulan partikel organik yang hidup dan mati serta pemakan mikroorganisme (Hargreaves 2006). Proses pembentukan flok dari kumpulan mikrobial merupakan proses yang kompleks. Dalam matriks flok, kombinasi fisik, kimia dan biologi berjalan. Mekanisme pembentukan flok masih belum diketahui secara pasti. Komponen utama yang dapat ditemukan di dalam matriks flok adalah subtansi ekstraseluler polimer. Struktur ini membentuk matriks yang membungkus sel-sel mikroba dan berperan dalam mengikat komponen flok (Hantula dan Bamford 1991; Liu dan Fang 2003). Gambar 1 A. Gambar struktur flok dalam sistem BFT-dan komposisinya; B. protozoa yang terdapat di tepi flok yang melepaskan dan meninggalkan sel-sel flok (De schryver et al. 2008). Sumber Karbon Kontrol nitrogen anorganik dengan manipulasi C/N rasio merupakan metode kontrol yang potensial untuk sistem akuakultur. Pendekatan dengan sistem ini tampaknya praktis dan murah dalam mereduksi akumulasi dari nitrogen anorganik didalam kolam. Kontrol nitrogen diinduksi dengan memberi makan

21 bakteri berupa karbohidrat dan selanjutnya nitrogen dalam air akan terserap oleh sintesis protein mikroba (Avnimelech 1999). Sumber karbon organik yang dapat digunakan meliputi alkohol, gula, sagu, dan bahan berserat (fiber). Alkohol dan gula mudah untuk dicerna, dapat menstimulus pertumbuhan bakteri lebih cepat, sehingga mampu untuk berkompetisi dengan fitoplankton dalam mengabsorbsi nitrogen dan fosfor dalam kolam budidaya. Karbohidrat kompleks seperti jagung, sagu dan tepung terigu lebih lambat di metabolisme (dicerna) dibandingkan alkohol dan gula, tetapi keunggulan dari penggunaan karbohidrat kompleks adalah dapat menyediakan partikel-partikel yang dapat dijadikan tempat menempel bakteri. Partikel tersebut juga akan memudahkan proses pelepasan karbon organik. Karbohidrat kompleks membutuhkan enzim bakteri yang cocok dalam proses dekomposisinya. Enzimenzim tersebut akan meningkatkan proses pencernaan spesies akuakultur (Chamberlain et al. 2001). Bahan berupa fiber (berserat) sangat dihindari penggunaannya, karena bahan berserat relatif tidak terdekomposisi dengan baik. Tetapi bahan berserat menyediakan partikel yang tahan lama sebagai substrat bakteri (Chamberlain et al. 2001). Penggunaan beberapa sumber karbon yang berbeda pada penelitian ini didasarkan pada jenis sumber karbon, kandungan C organik, ketersediaan serta harga di pasaran. Molase merupakan buangan akhir proses pengolahan gula setelah mengalami proses kristalisasi berulang dan berwarna coklat kehitaman serta berbentuk cairan kental. Molase mengandung 48 sampai 56 % gula dan sedikit bahan atau unsur-unsur mikro (trace element) yang penting bagi kehidupan organisme seperti cobalt, boron, iodium, tembaga, mangan dan seng. Selain itu molase juga mengandung vitamin dan pigmen (Paturau 1982). Komposisi kimia molase disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi Kimia Molase Komponen Rata-rata (%) Air 20 Sukrosa 35 Glukosa 7 Fruktosa 9 Gula Pereduksi 3 Karbohidrat lain 4 Komponen nitrogen 4.5 Asam Bukan Nitrogen 5 Abu 12 Lain-lain 5 Sumber : Paturau (1982). Beberapa mikroorganisme dapat langsung ditumbuhkan pada produk pertanian maupun limbah pertanian yang mengandung pati. Pati merupakan substrat yang lebih sederhana dibandingkan dengan bahan yang mengandung lignoselulosa sehingga lebih mudah diuraikan oleh mikroorganisme. Pati yang berasal dari singkong, beras dan dedak gandum banyak digunakan sebagai fermentasi media padat pembiakkan mikroorganisme (Mitchell et al. 1992). 7

22 8 Tepung tapioka merupakan pati yang diekstrak dari singkong (Manihot esculenta). Pati tersusun dari dua macam polimer glukosa, yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan polimer glukosa yang dihubungkan melalui ikatan α 1,4 sehingga membentuk rantai lurus, sedangkan amilopektin merupakan polimer glukosa yang dihubungkan oleh ikatan α 1.4 dan α 1.6 sehingga membentuk molekul yang bercabang-cabang (Whistler et al. 1984). Komposisi kimia dari tepung tapioka dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Komposisi kimia dari tepung tapioka Komposisi Jumlah Serat (%) 0.5 Air (%) 15 Karbohidrat (%) 85 Protein (%) Lemak (%) 0.2 Energi (Kalori/ 100 gram) 307 Sumber : Grace (1977). Ubi kayu merupakan tanaman yang memiliki kandungan protein yang tinggi berkisar antara 16.7 sampai 39.9 % bahan kering (Ravindran 1991). Onggok merupakan hasil sampingan industri tapioka yang berbentuk padat. Komponen penting yang terdapat dalam onggok adalah pati dan serat kasar. Kandungan ini berbeda untuk setiap daerah asal, jenis, mutu ubi kayu, teknologi yang digunakan dan penanganan ampas itu sendiri. Ditinjau dari komposisi zat makanan, onggok mempunyai sumber energi dengan kandungan karbohidrat sekitar 97.29%, namun kandungan protein kasar onggok sangat rendah yaitu sekitar 1.45% dengan serat kasar yang tinggi sekitar 10.94% (Sitompul 2006). Tabel 3 menunjukkan komposisi kimia dari onggok (ampas tapioka). Tabel 3 Komposisi kimia onggok (ampas tapioka) Komposisi I(%) II(%) III(%) Air Abu Serat Kasar Protein Lemak Karbohidrat Ca P 2 O Sumber : Analisis Balai Industri Semarang (1983) dalam Muzirman (2000). Keterangan : I : Sampel dari pati, proses ekstrasi dengan saringan getar, dikeringkan tanpa ditekan. II : Sampel dari pati, proses ekstrasi dengan tangan, ditekan dan dikeringkan. III : Sampel dari pati, proses ekstrasi dengan tangan, langsung dikeringkan tanpa ditekan. Dedak padi merupakan hasil samping dari pengolahan beras giling. Pada penggilingan padi akan menghasilkan dedak padi kira-kira sebanyak 10% dari

23 total bahan (Sunaryanto 2003). Dedak padi tersusun dari berbagai macam senyawa kimia. Selain kaya karbohidrat dan lemak, dedak padi juga banyak mengandung protein, vitamin dan mineral. Vitamin yang terdapat dalam dedak padi adalah vitamin B dan vitamin E, sedangkan mineralnya berupa kalsium, fosfor dan besi (Sunaryanto 2003). Tabel 4. menunjukkan komposisi kimia dari dedak padi sebagai berikut : Tabel 4 Komposisi kimia dedak padi Komponen Kadar (%) Air 9.7 Protein Lemak Abu Karbohidrat Serat Vitamin : (mg/100g) Thiamin Riboflavin Niacin Piridoxin Mineral : (mg/100g) Kalsium Fosfat Besi Kalium Sumber : Houston (1972) BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini terdiri dari 2 tahap dan dilaksanakan pada bulan Agustus Maret Tempat penelitian dilakukan di laboratorium lingkungan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor serta Laboratorium Perikanan Terpadu Ilmu Kelautan Ancol IPB. Analisa mikrobiologi dilakukan di laboratorium Kesehatan Ikan FPIK Institut Pertanian Bogor. Analisa proksimat dari pakan dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ikan FPIK Institut Pertanian Bogor. Uji C-organik dilakukan di Laboratorium Tanah Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian Balai Penelitian Tanah Bogor serta uji kualitas air laboratorium Lingkungan FPIK, Institut Pertanian Bogor. Tahap 1 Pengaruh Sumber Karbon Eksternal dan Nisbah C/N yang Berbeda Terhadap Penurunan Total Ammonia Nitrogen Penelitian ini dilakukan pada media air laut dengan volume 5 L dan ditambahkan inokulan bakteri dari limbah pemeliharaan udang vaname sebanyak 500 ml. Bahan NH 4 Cl 95,54 mg/l digunakan sebagai sumber nitrogen buatan

24 10 serta KH 2 PO 4 31 mg/l dan Na 2 HPO 4 63,7 mg/l sebagai makronutrien (Ekasari 2008; De schryver dan Verstraete 2009). Parameter yang di uji adalah konsentrasi TAN, ph, suhu dan DO. Konsentrasi TAN diukur setiap 2 jam sekali sedang ph, suhu dan DO diukur tiap pagi dan sore hari. Penelitian terdiri dari 4 perlakuan sumber karbon eksternal yaitu molase, tepung tapioka, dedak padi dan onggok (ampas singkong) dengan tiga C/N rasio yaitu 10, 15 dan 20 serta 4 ulangan. Penambahan sumber karbon dilakukan secara langsung pada wadah percobaan. Tahap 2 Pengaruh Pemberian Sumber Karbon Eksternal yang Berbeda Terhadap Kualitas Air pada Budidaya Udang Vaname Penelitian pada tahapan kedua dilakukan pada akuarium berukuran 90cm x 45cm x 25cm dengan volume 90 L yang dilengkapi dengan aerasi dengan kecepatan 2000 ml/ menit. Akuarium dibersihkan dan dilakukan proses sterilisasi dengan menggunakan kaporit dosis 100 mg/l dan dibiarkan selama 3 hari sebelum digunakan. Pemeliharaan udang dilakukan selama 40 hari. Jumlah udang yang ditebar sebanyak 30 ekor dengan rata-rata biomass 60 g. Pemberian pakan dilakukan sebanyak 4 kali sehari yaitu pada pukul 06.00, 10.00, dan Pemberian pakan diberikan berdasarkan pada biomass dan persentase pakan berdasarkan bobot dari udang. Pakan yang digunakan memiliki kandungan protein sebesar 30%. Penelitian yang dilaksanakan terdiri dari 5 perlakuan berupa 4 perlakuan dengan pemberian sumber karbon eksternal serta 1 perlakuan tanpa pemberian sumber karbon eksternal sebagai kontrolserta 4 ulangan. Penambahan sumber karbon eksternal dilakukan secara langsung ke dalam akuarium pemeliharaan udang dan diberikan sebanyak 1 kali dalam sehari dengan waktu 2 jam setelah pemberian pakan pagi. Prosedur Penambahan Sumber Karbon Eksternal Udang hanya memanfaatkan 10% nitrogen dalam pakan sedang sisanya diekskresi berupa sebagai NH 4 atau sebagai N organik yang terdapat dalam feses dan residu pakan (Ebeling et al. 2006). Efisiensi konversi mikroba diasumsikan 40-60%, sehingga jumlah nitrogen yang terbuang dalam perairan dapat dihitung berdasarkan dari jumlah pakan, kandungan %N dalam pakan serta %N yang di ekskresi. Jumlah karbon yang harus ditambahkan untuk mendukung proses pertumbuhan bakteri dihitung dengan rumus (Avnimelech 1999) sebagai berikut : Keterangan : ΔCH : Jumlah karbon yang harus ditambahkan. %N pakan : Kandungan nitrogen dalam pakan.

25 %N ekskresi : Kandungan nitrogen yang dibuang oleh ikan atau udang. [C/N]mic : C/N rasio bakteri. %C : Kandungan karbon dalam pakan dan sumber karbon tambahan. E : efisiensi konversi mikroba. Sumber karbon yang digunakan sebagai perlakuan terlebih dahulu dilakukan uji proksimat. Hasil dari uji proksimat dari sumber karbon dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil uji proksimat molase, tapioka, dedak dan onggok sebagai sumber karbon pada budidaya udang vaname dengan sistem BFT Kode Kadar Kadar Protein Lemak Karbohidrat (%) sampel Air (%) Abu (%) (%) (%) Serat Kasar BETN Molase Tapioka Dedak Onggok Uji C organik pada sumber karbon yang digunakan sebagai perlakuan dilakukan dengan menggunakan metode Walkley and Black (1934). C - org metode Walkley and Black Prinsip dari uji ini adalah berdasarkan jumlah bahan organik yang mudah teroksidasi mereduksi Cr 2 O 7 2+ yang berlebihan. Reaksi ini berjalan dengan energi yang dihasilkan dari pencampuran dua bagian H 2 SO 4 pa (pekat) dengan satu bagian K 2 Cr 2 O 7 N. Sisa Cr 2 O 7 dapat diketahui dari hasil titrasi dengan FeSO 4 yang diketahui normalitasnya. Feroin 0,025 M sebagai penunjuk titik akhir merah anggur (Page, 1982). Hasil dari uji kandungan C organik yang terdapat dalam sumber karbon yang digunakan sebagai perlakuan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil uji kandungan C organik molase, tapioka, dedak dan onggok sebagai sumber karbon pada budidaya udang vaname dengan sistem BFT (%Berat Basah) Kode sampel Kadar Air (%) Pengabuan C-Organik (%) Molase Tapioka Dedak Onggok Parameter Biologi Parameter biologi yang diamati serta dihitung adalah berupa profil bioflok, identifikasi bakteri, total presumtive vibrio count (TVC) dan total kelimpahan bakteri pada air media pemeliharaan dan usus udang.

26 12 Profil Bioflok Profil bioflok pada air media pemeliharaan dilakukan dengan cara pengamatan dibawah mikroskop dengan perbesaran 100x dan 400x. Sampel yang diperiksa diambil langsung dari media pemeliharaan dan langsung dilakukan pengamatan. Identifikasi Bakteri Bioflok Proses identifikasi flok dilakukan dengan pengamatan morfologi, fisiologi dan biokimia yang terdapat pada media air pemeliharaan dari udang vaname. Pengamatan morfologi, fisiologi dan biokimia dilakukan dengan menggunakan uji oxidatif/ fermentatif, uji motilitas, uji oksidase serta uji katalase (Bergey et al. 1993). Uji Oxidatif/ Fermentatif Uji Oxidatif/ Fermentatif dilakukan untuk pengujian fisio metabolisme suatu bakteri yakni untuk mengetahui kemampuan memecah karbohidrat (glukosa) dalam suasana aerobik (oksidatif) atau anaerobik (fermentatif). Alat yang digunakan dalam uji oxidative/ fermentatif ini antara lain Jarum ose, botol semprot, bunsen, inkubator, alkohol 70% serta kamera. Sedangkan bahan yang digunakan dalam uji oxidatif/ fermentatif ini adalah biakan bakteri yang berumur 24 jam dan diperoleh dari air pemeliharaan dari udang vaname (di dalam tabung media agar miring) serta O/F media. Uji Motilitas Uji Motilitas merupakan pengujian fisio-metabolisme suatu bakteri yakni untuk mengetahui kemampuan membentuk indol (produk hasil degradasi protein), ikatan sulfide dan motilitas atau pergerakan bakteri. Alat yang digunakan dalam uji motilitas ini antara lain Jarum ose, botol semprot, bunsen, alkohol 70%, inkubator serta kamera. Sedangkan bahan yang digunakan dalam uji motilitas ini adalah biakan bakteri yang berumur 24 jam dan diperoleh dari media air pemeliharaan dari udang vaname (di dalam tabung media agar miring) serta media SIM (Sulfida Indol Motility). Uji Oksidase Uji Oksidase merupakan pengujian untuk mengetahui awal oksidasi suatu substrat enzim oleh jasad renik, hydrogen dipindahkan dari substrat itu oleh enzim khusus yaitu dehidrogenase. Alat yang digunakan dalam uji oksidase ini antara lain Jarum ose, Objek glass, kertas saring, botol semprot, bunsen, inkubator, alkohol 70% serta kamera. Sedangkan bahan yang digunakan untuk uji oksidase adalah p-aminodimethylaniline-oxalat 1%. Uji Katalase Uji Katalase merupakan pengujian untuk mengetahui ada tidaknya enzim katalase. Enzim tersebut merupakan katalisator dalam penguraian hydrogenperoksida (H 2 O) untuk menghasilkan oksigen dan air. Alat yang digunakan dalam uji katalase ini antara lain Jarum ose, Objek glass, botol semprot, bunsen, alkohol

27 70% serta kamera. Sedangkan bahan yang digunakan untuk uji Katalase adalah Hydrogen-peroksida (H 2 O 2 ). Total Presumtive Vibrio Count (TVC) Penghitungan koloni bakteri Vibrio sp. yang terdapat di dalam air pemeliharaan dan usus udang dilakukan pada saat akhir masa pemeliharaan dengan cara mengambil sampel pada air pemeliharaan dan usus udang. Kemudian dihitung dengan menggunakan metode cawan sebar dengan cara terlebih dahulu dilakukan pengenceran berseri pada tingkat pengenceran 10-1, 10-2, 10-3 lalu disebar pada media media TCBS (Thiosulphate Citrate Bile-Salt Sucrose). Setelah disebar pada cawan petri dan diinkubasi selama 24 jam kemudian dilakukan penghitungan jumlah koloni yang terbentuk dengan menggunakan rumus (Madigan et al. 1997): 13 Keterangan : Fp = faktor pengenceran. Total Kelimpahan Bakteri Penghitungan kelimpahan bakteri yang terdapat di dalam air pemeliharaan serta usus dilakukan pada saat akhir masa pemeliharaan dengan cara mengambil sampel pada air pemeliharaan dan usus udang. Kemudian dihitung dengan menggunakan metode cawan sebar dengan cara terlebih dahulu dilakukan pengenceran berseri pada tingkat pengenceran 10-5, 10-6, 10-7 lalu disebar pada media SWC (Sea water Complete). Setelah disebar pada cawan petri dan diinkubasi selama 24 jam kemudian dilakukan penghitungan jumlah koloni yang terbentuk dengan menggunakan rumus sama seperti pada penghitungan TVC. Parameter Kualitas Air Parameter kualitas air yang diukur meliputi TAN (Total ammonia nitrogen), nitrit, nitrat, suhu, ph, DO (Dissolved oxygen), alkalinitas, BOD (Biological oxygen demand), TSS (Total suspended solids) dan VSS (Volatile suspended solids). Pengukuran TAN, nitrit, nitrat, alkalinitas, BOD, TSS dan VSS dilakukan setiap 1 minggu sekali setelah sampling. Sedang suhu dan DO dilakukan 1 kali dalam sehari yaitu setiap sore. Parameter kualitas air berupa TAN, nitrit dan nitrat diukur dengan menggunakan alat spektrofotometer. Parameter alkalinitas diukur dengan metode titrasi. Parameter BOD diukur dengan menggunakan alat DO meter, TSS (Total suspended solid) diukur dengan menggunakan metode centrifugasi. Untuk VSS (Volatile Suspended solid) ditentukan oleh substraksi abu dengan berat padatan tersuspensi. Metode pengukuran kualitas air didasarkan pada pustaka acuan APHA (1989). Parameter Produksi Budidaya

28 14 Parameter yang dihitung dalam penelitian ini meliputi laju pertumbuhan spesifik, konversi pakan, tingkat kelangsungan hidup dan bobot rata-rata. Untuk mengetahui laju pertumbuhan spesifik, konversi pakan, tingkat kelangsungan hidup dan bobot rata-rata maka dilakukan dengan cara sampling. Sampling dilakukan setiap 7 hari sekali. Pertumbuhan Spesifik (Specific Growth Rate/ SGR) Laju pertumbuhan spesifik adalah persentase pertambahan berat udang setiap harinya selama pemeliharaan. Laju pertumbuhan spesifik udang dihitung dengan menggunakan rumus (Huisman 1987) sebagai berikut : Keterangan : SGR : Laju pertumbuhan spesifik W o : Bobot tubuh pada awal pertumbuhan (Gram) W t : Bobot tubuh pada akhir pertumbuhan (Gram) t : Waktu pemeliharaan (Hari) Konversi Pakan (Food Conversion Ratio/ FCR) Rata-rata konversi pakan dihitung dengan menggunakan rumus (Tacon 1987) sebagai berikut : Keterangan : FCR Pakan ΔBiomassa : Konversi pakan : Jumlah pakan yang diberikan (G) : Selisih biomassa ikan pada awal dan akhir pemeliharaan (G) Tingkat Kelangsungan Hidup (Sintasan/ SR) Tingkat kelangsungan hidup adalah persentase udang yang hidup dari jumlah seluruh udang yang dipelihara dalam suatu wadah atau perbandingan antara jumlah udang yang hidup pada saat tebar serta pada saat akhir masa pemeliharaan. Tingkat kelangsungan hidup dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Effendi 2004) sebagai berikut : Keterangan: SR : Tingkat kelangsungan hidup (%) N t : Jumlah udang yang hidup di akhir pemeliharaan (ekor) : Jumlah udang yang hidup di awal pemeliharaan (ekor) N o

29 15 Analisa Data Penelitian ini dirancang dengan menggunakan Rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan One way analysis of variance dengan selang kepercayaan 95%. Untuk melihat perbedaan perlakuan maka dilanjutkan dengan menggunakan uji Tukey. HASIL Pengaruh Sumber Karbon yang Berbeda Terhadap Penurunan TAN Pengaruh pemberian sumber karbon terhadap penurunan konsentrasi TAN berdasarkan jenis dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 Penurunan konsentrasi TAN dengan pemberian sumber karbon berupa molase pada C/N rasio 10, 15 dan 20.

30 16 Gambar 3 Penurunan konsentrasi TAN dengan pemberian sumber karbon berupa tapioka pada C/N rasio 10, 15 dan 20. Gambar 4 Penurunan konsentrasi TAN dengan pemberian sumber karbon berupa dedak pada C/N rasio 10, 15 dan 20. Gambar 5 Penurunan konsentrasi TAN dengan pemberian sumber karbon berupa onggok pada C/N rasio 10, 15 dan 20. Hasil dari pengukuran TAN dengan pemberian C/N rasio 10, 15 serta 20 memberikan nilai berbeda. Penurunan TAN dengan C/N rasio 20 memiliki kemampuan untuk menurunkan nilai konsentrasi TAN tertinggi untuk semua perlakuan dibanding C:N rasio 15 dan 10. Penurunan TAN dengan C:N rasio 10 memiliki nilai penurunan konsentrasi TAN terendah pada semua perlakuan. Nilai konsentrasi TAN yang diukur pada semua perlakuan dengan C/N rasio yang berbeda memberikan hasil yang berbeda pada setiap perlakuan. C/N rasio 10

31 memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata diantara semua perlakuan. Molase dan tapioka mampu menurunkan nilai konsentrasi hingga 11, 54 mg/ L setelah 24 jam diikuti dedak (13.12 mg/ L) dan onggok (12.51 mg/ L). C/N rasio 15 memberikan hasil yang tidak berbeda nyata pada semua perlakuan. Molase mampu menurunkan nilai konsentrasi TAN hingga 2.14 mg/ L setelah 24 jam diikuti tapioka (3.51 mg/ L), dedak (3.88 mg/ L) serta onggok (2.60 mg/ L). C/N rasio 20 memberikan pengaruh yang berbeda nyata antara perlakuan molase dengan perlakuan lainnya. Molase mampu menurunkan nilai konsentrasi TAN hingga 1.98 mg/ L setelah 24 jam. Tapioka mampu menurunkan nilai konsentrasi TAN hingga 2.64 mg/ L diikuti onggok (2.12 mg/ L) dan dedak 2.62 mg/ L). Laju penurunan Nilai konsentrasi TAN berbeda pada perlakuan C/N rasio 10, 15 dan 20. Laju penurunan nilai konsentrasi TAN pada C/N rasio 15 dan 20 secara drastis terjadi setelah 4 jam sampai 12 jam. Laju penurunan nilai konsentrasi TAN pada C/N rasio 10 menurun secara bertahap yang dimulai dari awal hingga 24 jam. Hasil persentase reduksi penurunan konsentrasi TAN berdasarkan bahan sumber karbon dan nisbah C/N dengan analisa statistik terdapat pada Tabel 7. Tabel 7 Persentase reduksi konsentrasi TAN berdasarkan bahan sumber karbon dan C/N rasio yang digunakan Sumber karbon Reduksi TAN (%) C/N10 C/N15 C/N 20 Molase 73±2 a 91±2 a 93±1 a Tapioka 71±1 a 87±2 ab 88±2 b Onggok 69±4 a 86±1 b 87±0 b Dedak 65±6 a 87±1 b 86±3 b Keterangan : Simbol yang berbeda menandakan nilai pada baris yang sama berbeda nyata (P<0.05). Huruf yang berbeda menandakan nilai pada kolom yang sama berbeda nyata (P<0.05). Analisa statistik diatas berdasarkan dari huruf diperoleh hasil bahwa penggunaan sumber karbon yang berbeda dengan C/N rasio 10 memiliki pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0.05) diantara semua perlakuan sumber karbon. Pada C/N rasio 15, penggunaan sumber kabon molase memilik pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05) dengan sumber kabon onggok dan dedak namun memiliki pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0.05) dengan perlakuan sumber karbon tapioka. Pada C/N rasio 20, oenggunaan sumber karbon molase memiliki pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05) dengan sumber karbon tapioka, onggok dan dedak dengan penggunaan C/N rasio 20. Analisa statistik bersarkan dari simbol diperoleh hasil pada semua perlakuan dengan menggunakan sumber karbon yang berbeda (molase, tapioka, onggok dan dedak) memiliki pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05) antara C/N rasio 10 dengan C/N rasio 15 dan 20 namun memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0.05) antara C/N rasio 15 dan 20. Berdasarkan hasil dengan menggunakan analisa statistik diperoleh kesimpulan bahwasanya C/N rasio 15 dengan penggunaaan sumber karbon yang berbeda memiliki nilai yang berbeda nyata dibanding dengan C/N rasio 10 dan tidak berbeda nyata dengan C/N rasio 20. Penggunaan C/N rasio 15 dipilih dan 17

32 18 digunakan untuk penelitian tahap kedua karena lebih efisien dibanding dengan C/N rasio 20. Parameter kualitas air yang diukur pada penelitian tahap satu berupa ph, suhu DO dan salinitas disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Kisaran parameter kualitas air pada media percobaan air laut Kualitas air Pelakuan Molase Tapioka Dedak Onggok Suhu DO ph Salinitas Pengukuran kualitas air dilakukan pada pagi hari dan sore hari. Hasil pengukuran menunjukkan nilai kualitas air pada semua perlakuan masih dalam kondisi optimal yang digunakan dalam budidaya udang vaname. Pengaruh Sumber Karbon yang Berbeda Terhadap Profil Bioflok, Kualitas Air dan Kinerja Pertumbuhan Udang Vaname Profil Bioflok Profil bioflok dari pengamatan yang dilakukan diperoleh hasil berupa mikrograf bioflok dan identifikasi bakteri pembentuk bioflok. Gambar mikrograf bioflok yang diambil dari media pemeliharaan udang vaname dengan sumber karbon yang berbeda dilakukan dengan menggunakan mikroskop perbesaran 100x dan 400x terdapat pada Gambar 6 dan 7. A A A B C D

33 19 Gambar 6 Mikrograf bioflok yang diambil dari media pemeliharaan udang vaname pada sistem bioflok dengan sumber karbon berbeda A) Molase; B) Tapioka; C) Dedak; dan D) Onggok 9 (Perbesaran 100x). A B C D Gambar 7 Berbagai macam mikroorganisme yang terdapat di dalam bioflok yang diambil dari media pemeliharaan udang vaname pada semua perlakuan dengan sumber karbon A) Cacing; B) Phytolankton; C dan D) Zooplankton (Perbesaran 400x). Hasil identifikasi bakteri penyusun bioflok yang diperoleh disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Hasil identifikasi bakteri bioflok yang diambil dari media pemeliharaan udang vaname. Perlakuan Hasil identifikasi bioflok Molase Bacillus, Alcaligenes, Kurthia Tapioka Bacillus, Actinobacter Dedak Bacillus, Eikenella Onggok Bacillus, Actinobacter, Actinobacillus, Enterobacteria Berdasarkan dari hasil identifikasi, secara umum diperoleh bakteri yang dominan yang terdapat pada semua perlakuan berasal dari kelompok genus Bacillus. Kelompok bakteri dari genus Acinetobacter ditemukan pada perlakuan tapioka dan onggok. Jumlah Total Bakteri dan Total Presumptive Vibrio Count

34 20 Hasil penghitungan total bakteri dan total presumptive vibrio di dalam air dan usus udang terdapat pada Gambar 8. Gambar 8 Total presumptive vibrio count (TVC) dan total kelimpahan bakteri pada air dan usus udang yang dipelihara pada sistem bioflok dengan sumber karbon yang berbeda Hasil perhitungan TVC pada usus udang diperoleh hasil yang berbeda nyata antara kontrol dengan semua perlakuan sumber karbon. Sedang perhitungan TVC di air pemeliharaan diperoleh hasil yang berbeda nyata antara kontrol dengan perlakuan tapioka. Untuk penghitungan total bakteri di air hasil yang berbeda nyata terlihat antara perlakuan tanpa karbon dengan perlakuan molase. Sedang untuk penghitungan bakteri di usus udang vaname memberikan hasil yang berbeda nyata antara perlakuan molase dan tapioka dan memberikan hasil yang tidak berbeda nyata antara kontrol dengan perlakuan tapioka, dedak serta dengan perlakuan onggok. Profil Kualitas Air Total Ammonia Nitrogen, Nitrit, Nitrat dan Ammonia Hasil pengukuran TAN pada media pemeliharaan udang vaname dilakukan setiap minggu dapat dilihat pada Gambar 9.

35 21 Gambar 9 TAN pada media pemeliharaan udang vaname dengan sistem bioflok menggunakan sumber karbon berbeda. Konsentrasi TAN pada media pemeliharaan fluktuatif sampai akhir masa pemeliharaan. Konsentrasi TAN tertinggi terjadi pada hari ke-21 untuk semua perlakuan dan diikuti pula oleh konsentrasi Nitrit yang tinggi. Hasil pengukuran nitrit (NO 2 - -N) pada media pemeliharaan udang vaname dilakukan setiap minggu dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10 NO 2 - -N pada media pemeliharaan udang vaname dengan sistem bioflok menggunakan sumber karbon berbeda. Hasil pengukuran nitrat (NO 3 - -N) pada media pemeliharaan udang vaname dilakukan setiap minggu dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar 11 NO 3 - -N pada media pemeliharaan udang vaname dengan sistem bioflok menggunakan sumber karbon berbeda.

36 22 Konsentrasi nitrit serta nitrat selama masa pemeliharaan fluktuatif. Akan tetapi nilai konsentrasi nitrit cenderung menurun pada masa akhir pemeliharaan untuk kontrol maupun perlakuan. Sedangkan nilai konsentrasi nitrat cenderung naik untuk semua perlakuan pada masa akhir pemeliharaan kecuali pada kontrol. Hasil pengukuran ammonia (NH 3 -N) dilakukan setiap minggu berdasarkan konversi dari nilai TAN, ph serta suhu pada media pemeliharaan udang vaname dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 12 NH 3 -N pada media pemeliharaan udang vaname dengan sistem bioflok menggunakan sumber karbon berbeda. Hasil pengukuran ph pada media pemeliharaan udang vaname dilakukan setiap minggu dapat dilihat pada Gambar 13. Gambar 13 ph pada media pemeliharaan udang vaname dengan sistem bioflok menggunakan sumber karbon berbeda. Nilai derajad keasaman (ph) pada semua perlakuan mengalami penurunan pada masa akhir pemeliharaan kecuali pada perlakuan tanpa karbon yang cenderung meningkat akan tetapi masih dalam kondisi optimal untuk budidaya udang.

37 Hasil pengukuran DO pada media pemeliharaan udang vaname dilakukan setiap minggu dapat dilihat pada Gambar Gambar 14 DO pada media pemeliharaan udang vaname dengan sistem bioflok menggunakan sumber karbon berbeda. Nilai konsentrasi oksigen terlarut hanya mengalami penurunan pada hari ke-7 dan cenderung stabil sampai akhir masa pemeliharaan pada semua perlakuan. TSS, VSS dan Volume Flok Hasil dari pengukuran TSS (Total Suspended Solid) pada media pemeliharaan udang vaname dilakukan setiap minggu dapat dilihat pada Gambar 15. Gambar 15 TSS pada media pemeliharaan udang vaname dengan sistem bioflok menggunakan sumber karbon yang berbeda. Hasil dari pengukuran TSS diperoleh bahwa TSS semakin meningkat hingga akhir pemeliharaan udang vaname.

38 24 Hasil dari pengukuran VSS (Volatile Suspended Solid) pada media pemeliharaan udang vaname dilakukan setiap minggu dapat dilihat pada Gambar 16. Gambar 16 VSS pada media pemeliharaan udang vaname dengan sistem bioflok menggunakan sumber karbon berbeda. Nilai TSS (Total suspended solid) serta VSS (Volatile suspended solid) yang diperoleh selama masa pemeliharaan menunjukkan nilai konsentrasi yang semakin meningkat pada masa akhir pemeliharaan. Hasil pengukuran dari volume flok selama masa pemeliharaan udang vaname dapat dilihat pada Gambar 17. Gambar 17 Volume flok pada media pemeliharaan udang vaname dengan sistem bioflok menggunakan sumber karbon berbeda.

39 Volume flok pada semua perlakuan meningkat hingga akhir masa pemeliharaan udang vaname. Hasil pengukuran parameter kualitas air pada media pemeliharaan udang vaname selama masa pemeliharaan berupa suhu, DO, ph, salinitas, alkalinitas serta BOD pada media pemeliharaan udang vaname dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Kisaran parameter kualitas air berupa suhu, DO (Dissolved Oxygen), ph, salinitas, alkalinitas serta BOD (Biological Oxygen Demand) pada media pemeliharaan udang vaname yang dipelihara. Kualitas air Suhu ( o C) DO (mg/ L) ph Salinitas (g/ L) Alkalinitas (mg/ L) BOD (mg/ L) Perlakuan Kontrol Molase Tapioka Dedak Onggok (28.0) (28.0) (28.2) (28.1) (28.1) (6.3) (6.0) (6.1) (6.1) (6.1) (7.4) (7.3) (7.2) (7.2) (7.2) (30.0) (30.0) (30.0) (30.0) (30.0) (126.2) (122.3) (130.7) (114.7) (116.0) (2.4) (2.6) (2.5) (2.6) (2.5) 25 Parameter Produksi Budidaya Laju Pertumbuhan Spesifik, Konversi Pakan, Tingkat Kelangsungan Hidup dan Bobot Rata-Rata Laju pertumbuhan spesifik dari udang vaname selama masa pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 18. Gambar 18 Laju pertumbuhan spesifik udang vaname yang dipelihara dengan sistem BFT dengan sumber karbon yang berbeda.

40 26 Laju pertumbuhan spesifik (SGR) dari udang vaname selama masa pemeliharaan menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata antara perlakuan tanpa karbon dengan semua perlakuan. Konversi pakan (FCR) yang diperoleh selama masa pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 19. Gambar 19 Konversi pakan udang vaname yang dipelihara dengan sistem BFT dengan sumber karbon yang berbeda. Konversi pakan pada perlakuan tanpa karbon memiliki nilai tertinggi diantara semua perlakuan. Perlakuan tanpa karbon (1.67±0.10) berbeda nyata dengan perlakuan tapioka (1.41±0.13) dan onggok (1.44±0.13). Tingkat kelangsungan hidup dari udang vaname selama masa pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 20. Gambar 20 Tingkat kelangsungan hidup udang vaname yang dipelihara dengan sistem BFT dengan sumber karbon yang berbeda. Tingkat kelangsungan hidup udang vaname selama pemeliharaan pada perlakuan tanpa karbon memiliki nilai terendah diantara semua perlakuan. Perlakuan tanpa karbon (84.17±3.20%) berbeda nyata dengan perlakuan onggok (92.50±5.00%).

41 Bobot rata-rata (ABW) dari udang vaname selama masa pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar Gambar 21 Bobot rata-rata dari udang vaname yang dipelihara dengan sistem BFT dengan sumber karbon yang berbeda. Bobot rata-rata dari udang vaname selama masa pemeliharaan menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata antara perlakuan tanpa karbon dengan semua perlakuan karbon. PEMBAHASAN Pengukuran TAN dengan C/N rasio yang berbeda memberikan nilai yang berbeda pula dimana C/N rasio 20 memiliki pengaruh yang tidak berbeda nyata dengan C/N rasio 15 namun memiliki pengaruh yang berbeda nyata dengan C/N rasio 10 pada semua perlakuan sumber karbon. C/N rasio 20 memiliki kemampuan paling tinggi dalam menurunkan nilai konsentrasi nitrogen yang terdapat di dalam perairan dibandingkan dengan C/N rasio 10 namun memiliki hasil yang tidak berbeda nyata dengan C/N rasio 15. Dengan penggunaan C/N rasio yang tinggi pada perairan, maka akan menyediakan sumber karbon yang mencukupi dimana bakteri akan memanfaatkan sumber karbon yang melimpah sebagai energi untuk mengasimilasi nitrogen menjadi massa bakteri. Selain itu penggunaan jenis sumber karbon yang berbeda memberikan hasil yang berbeda pula dalam pembentukan komposisi flok. Avnimelech et al. (2009) menyatakan bahwa penggunaan jenis sumber karbon yang berbeda akan memberikan hasil yang berbeda dimana komposisi flok bisa sangat berbeda tergantung pada substrat karbon yang digunakan untuk menumbuhkan flok. Teknologi bioflok dapat dilakukan dengan menambahkan karbohidrat organik ke dalam media pemeliharaan untuk merangsang pertumbuhan bakteri heterotrof dan meningkatkan rasio C/N (Crab et al. 2007). Molase merupakan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budidaya ikan lele merupakan salah satu jenis usaha budidaya perikanan yang semakin berkembang. Budidaya lele berkembang pesat dikarenakan teknologi budidaya yang relatif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Udang putih (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditas

I. PENDAHULUAN. Udang putih (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udang putih (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditas perikanan laut Indonesia yang memiliki nilai ekonomi tinggi baik di pasar domestik maupun global. 77%

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dibudidayakan pada lahan dan sumber air yang terbatas dengan padat penebaran

I. PENDAHULUAN. dibudidayakan pada lahan dan sumber air yang terbatas dengan padat penebaran 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan lele dumbo merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang mudah dibudidayakan pada lahan dan sumber air yang terbatas dengan padat penebaran yang tinggi, dengan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan, mulai bulan Juli hingga November 2009. Pemeliharaan ikan dilakukan di Kolam Percobaan, Departemen Budidaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) merupakan ikan lele hasil persilangan antara induk betina F 2 dengan induk jantan F 6 sehingga menghasilkan F 26. Induk jantan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Populasi penduduk dunia pertengahan 2012 mencapai 7,058 milyar dan diprediksi akan meningkat menjadi 8,082 milyar pada tahun 2025 (Population Reference Bureau, 2012).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang banyak digemari

I. PENDAHULUAN. Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang banyak digemari 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang banyak digemari masyarakat Indonesia. Ikan nila adalah memiliki resistensi yang relatif tinggi terhadap

Lebih terperinci

OPTIMASI BUDIDAYA SUPER INTENSIF IKAN NILA RAMAH LINGKUNGAN:

OPTIMASI BUDIDAYA SUPER INTENSIF IKAN NILA RAMAH LINGKUNGAN: OPTIMASI BUDIDAYA SUPER INTENSIF IKAN NILA RAMAH LINGKUNGAN: DINAMIKA MIKROBA BIOFLOK Widanarni Dinamella Wahjuningrum Mia Setiawati INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 BUDIDAYA INTENSIF SUPLAI PAKAN (PROTEIN)

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan lele sangkuriang merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah umum

I. PENDAHULUAN. Ikan lele sangkuriang merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah umum I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele sangkuriang merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah umum dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia. Karakteristik dari ikan lele yang memiliki pertumbuhan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN A2B2 (37;11) A2B1 (37;9) A1B2 (33;11) Tepung ikan

3 METODE PENELITIAN A2B2 (37;11) A2B1 (37;9) A1B2 (33;11) Tepung ikan 17 3 METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Stasiun Lapang Pusat Studi Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (PSIK IPB) Ancol Jakarta Utara pada bulan Juli Oktober

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KARBON DAN NITROGEN PADA SISTEM BIOFLOK TERHADAP PERTUMBUHAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus)

PERBANDINGAN KARBON DAN NITROGEN PADA SISTEM BIOFLOK TERHADAP PERTUMBUHAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus) e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume III No 1 Oktober 2014 ISSN: 2302-3600 PERBANDINGAN KARBON DAN NITROGEN PADA SISTEM BIOFLOK TERHADAP PERTUMBUHAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus)

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Komposisi Mikrooganisme Penyusun Komposisi mikroba penyusun bioflok yang diamati dalam penelitian ini meliputi kelimpahan dan jenis bakteri dalam air media pemeliharaan

Lebih terperinci

3. METODE Penelitian 1: Kecernaan pakan dan kecernaan protein pada pemeliharaan ikan lele.

3. METODE Penelitian 1: Kecernaan pakan dan kecernaan protein pada pemeliharaan ikan lele. 17 3. METODE Rangkaian penelitian ini terdiri dari empat tahap penelitian. Seluruh kegiatan dilakukan dalam kurun waktu tahun 2009 sampai dengan 2011 di Balai Penelitian Pemuliaan Ikan (d/h Loka Riset

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA TRADISIONAL PLUS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA

UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA TRADISIONAL PLUS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA 853 Upaya peningkatan produksi pada budidaya... (Gunarto) UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA TRADISIONAL PLUS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA ABSTRAK Gunarto

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus II. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2013 di Laboratorium Budidaya Perikanan Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Penelitian dilakukan selama 40 hari dari bulan Februari sampai dengan Maret. Bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain:

III. METODOLOGI. Penelitian dilakukan selama 40 hari dari bulan Februari sampai dengan Maret. Bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain: 21 III. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama 40 hari dari bulan Februari sampai dengan Maret 2013 bertempat di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

PEMBERIAN MOLASE PADA APLIKASI PROBIOTIK TERHADAP KUALITAS AIR, PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN MAS (Cyprinus carpio)

PEMBERIAN MOLASE PADA APLIKASI PROBIOTIK TERHADAP KUALITAS AIR, PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN MAS (Cyprinus carpio) e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 1 Oktober 2012 ISSN: 2302-3600 PEMBERIAN MOLASE PADA APLIKASI PROBIOTIK TERHADAP KUALITAS AIR, PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP BENIH

Lebih terperinci

KINETIKA AKTIVITAS REDUKSI NITRAT BAKTERI NITRAT AMONIFIKASI DISIMILATIF DARI MUARA SUNGAI PADA KONSENTRASI OKSIGEN (O 2 ) YANG BERBEDA TETI MARDIATI

KINETIKA AKTIVITAS REDUKSI NITRAT BAKTERI NITRAT AMONIFIKASI DISIMILATIF DARI MUARA SUNGAI PADA KONSENTRASI OKSIGEN (O 2 ) YANG BERBEDA TETI MARDIATI KINETIKA AKTIVITAS REDUKSI NITRAT BAKTERI NITRAT AMONIFIKASI DISIMILATIF DARI MUARA SUNGAI PADA KONSENTRASI OKSIGEN (O 2 ) YANG BERBEDA TETI MARDIATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN :

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN : Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: 207-211 ISSN : 2088-3137 EFEK PENGURANGAN PAKAN TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) PL - 21 YANG DIBERI BIOFLOK Hanisa

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2 11 METODE PENELITIAN Tempat dan waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam budidaya perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari biaya produksi. Pakan

Lebih terperinci

3. METODE Waktu dan Tempat Penelitian Tahapan Penelitian Prosedur Penelitian a. Tahap I 1. Kultur bakteri Serratia marcescens

3. METODE Waktu dan Tempat Penelitian Tahapan Penelitian Prosedur Penelitian a. Tahap I 1. Kultur bakteri Serratia marcescens 9 3. METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Agustus 2012, bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan dan Laboratorium Nutrisi Ikan, serta di kolam percobaan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian pengaruh nisbah C/N campuran feses sapi perah dan jerami

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian pengaruh nisbah C/N campuran feses sapi perah dan jerami 34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kandungan N-NH 4 Hasil penelitian pengaruh nisbah C/N campuran feses sapi perah dan jerami padi terhadap kandungan N vermicompost dapat dilihat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Perlakuan Penelitian II. BAHAN DAN METODE Rancangan penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan masing-masing 4 ulangan. Adapun perlakuan yang diberikan dapat dilihat pada

Lebih terperinci

Macam macam mikroba pada biogas

Macam macam mikroba pada biogas Pembuatan Biogas F I T R I A M I L A N D A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 6 ) A N J U RORO N A I S Y A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 7 ) D I N D A F E N I D W I P U T R I F E R I ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 9 ) S A L S A B I L L A

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam suatu sistem yang terkontrol sehingga pertumbuhan dan perkembangan

I. PENDAHULUAN. dalam suatu sistem yang terkontrol sehingga pertumbuhan dan perkembangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budidaya ikan merupakan suatu kegiatan dengan tujuan pemeliharaan ikan dalam suatu sistem yang terkontrol sehingga pertumbuhan dan perkembangan ikan dapat dimonitor. Kegiatan

Lebih terperinci

AKTIVITAS REDUKSI NITRAT BAKTERI AMONIFIKASI DISIMILATIF PADA SUMBER KARBON BERBEDA AHADIYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

AKTIVITAS REDUKSI NITRAT BAKTERI AMONIFIKASI DISIMILATIF PADA SUMBER KARBON BERBEDA AHADIYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR AKTIVITAS REDUKSI NITRAT BAKTERI AMONIFIKASI DISIMILATIF PADA SUMBER KARBON BERBEDA AHADIYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan (akuakultur) saat ini telah berkembang tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan (akuakultur) saat ini telah berkembang tetapi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan budidaya perikanan (akuakultur) saat ini telah berkembang tetapi terdapat kendala yang dapat menurunkan produksi berupa kematian budidaya ikan yang disebabkan

Lebih terperinci

Sri Yuningsih Noor 1 dan Rano Pakaya Mahasiswa Program Studi Perikanan dan Kelautan. Abstract

Sri Yuningsih Noor 1 dan Rano Pakaya Mahasiswa Program Studi Perikanan dan Kelautan. Abstract Pengaruh Penambahan Probiotik EM-4 (Evective Mikroorganism-4) Dalam Pakan Terhadap Pertumbuhan Dan Kelangsungan Hidup Ikan Gurame (Osprhronemus gouramy) Sri Yuningsih Noor 1 dan Rano Pakaya 2 1 Staf Pengajar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Bakteri Penitrifikasi Sumber isolat yang digunakan dalam penelitian ini berupa sampel tanah yang berada di sekitar kandang ternak dengan jenis ternak berupa sapi,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Bahan Pakan

II. BAHAN DAN METODE. Bahan Pakan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Pakan Uji Pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pakan buatan yang di suplementasi selenium organik dengan dosis yang berbeda, sehingga pakan dibedakan menjadi 4 macam

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH NITROGEN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) OLEH RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) PADA SISTEM BUDIDAYA POLIKULTUR

PEMANFAATAN LIMBAH NITROGEN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) OLEH RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) PADA SISTEM BUDIDAYA POLIKULTUR PEMANFAATAN LIMBAH NITROGEN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) OLEH RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) PADA SISTEM BUDIDAYA POLIKULTUR MUSLIMATUS SAKDIAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI)

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI) LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI) Di Susun Oleh : Nama praktikan : Ainutajriani Nim : 14 3145 453 048 Kelas Kelompok : 1B : IV Dosen Pembimbing : Sulfiani, S.Si PROGRAM STUDI DIII ANALIS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TEPUNG ONGGOK SINGKONG YANG DIFERMENTASI DENGAN Rhizopus sp. SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus) ABSTRAK

PENGGUNAAN TEPUNG ONGGOK SINGKONG YANG DIFERMENTASI DENGAN Rhizopus sp. SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 2 Februari 2014 ISSN: 2302-3600 PENGGUNAAN TEPUNG ONGGOK SINGKONG YANG DIFERMENTASI DENGAN Rhizopus sp. SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN NILA

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tahu merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah organik. Limbah industri tahu yang dihasilkan dapat berupa limbah padat dan cair, tetapi limbah

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

Analisis Nitrit Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Identifikasi Bakteri

Analisis Nitrit Analisis Chemical Oxygen Demand (COD)  HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Identifikasi Bakteri 11 didinginkan. absorbansi diukur pada panjang gelombang 410 nm. Setelah kalibrasi sampel disaring dengan milipore dan ditambahkan 1 ml natrium arsenit. Selanjutnya 5 ml sampel dipipet ke dalam tabung

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BIOFLOK DARI LIMBAH BUDIDAYA LELE DUMBO (Clarias gariepinus) SEBAGAI PAKAN NILA (Oreochromis niloticus) ABSTRAK

PEMANFAATAN BIOFLOK DARI LIMBAH BUDIDAYA LELE DUMBO (Clarias gariepinus) SEBAGAI PAKAN NILA (Oreochromis niloticus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 2 Februari 2014 ISSN: 2302-3600 PEMANFAATAN BIOFLOK DARI LIMBAH BUDIDAYA LELE DUMBO (Clarias gariepinus) SEBAGAI PAKAN NILA (Oreochromis niloticus)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk dan pesatnya pembangunan menyebabkan sumber air bersih berkurang, khususnya di daerah perkotaan. Saat ini air bersih menjadi barang yang

Lebih terperinci

PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA PADA BUDIDAYA UDANG PENAEID DI TAMBAK

PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA PADA BUDIDAYA UDANG PENAEID DI TAMBAK 729 Penambahan tepung tapioka pada budidaya udang... (Gunarto) PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA PADA BUDIDAYA UDANG PENAEID DI TAMBAK Gunarto dan Abdul Mansyur ABSTRAK Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah data τ i ε ij

BAHAN DAN METODE. = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah data τ i ε ij II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 perlakuan dan 2 kali ulangan. Perlakuan yang akan diterapkan yaitu pemakaian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

II. METODOLOGI 2.1 Persiapan Wadah dan Ikan Uji 2.2 Persiapan Pakan Uji

II. METODOLOGI 2.1 Persiapan Wadah dan Ikan Uji 2.2 Persiapan Pakan Uji II. METODOLOGI 2.1 Persiapan Wadah dan Ikan Uji Wadah yang digunakan dalam penelitian ini adalah bak terpal dengan ukuran 2 m x1m x 0,5 m sebanyak 12 buah (Lampiran 2). Sebelum digunakan, bak terpal dicuci

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kualitas Air Kualitas air merupakan parameter lingkungan yang memegang peranan penting dalam kelangsungan suatu kegiatan budidaya. Parameter kualitas air yang

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH BUDIDAYA IKAN LELE, Clarias sp. OLEH IKAN NILA, Oreochromis niloticus MELALUI PENGEMBANGAN BAKTERI HETEROTROF

PEMANFAATAN LIMBAH BUDIDAYA IKAN LELE, Clarias sp. OLEH IKAN NILA, Oreochromis niloticus MELALUI PENGEMBANGAN BAKTERI HETEROTROF PEMANFAATAN LIMBAH BUDIDAYA IKAN LELE, Clarias sp. OLEH IKAN NILA, Oreochromis niloticus MELALUI PENGEMBANGAN BAKTERI HETEROTROF LELYANA MAJAW RACHMIWATI C 14103002 SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN

Lebih terperinci

PENAMBAHAN TEPUNG BIOFLOK SEBAGAI SUPLEMEN PADA PAKAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus) ABSTRAK

PENAMBAHAN TEPUNG BIOFLOK SEBAGAI SUPLEMEN PADA PAKAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume IV No 2 Februari 2016 ISSN: 2302-3600 PENAMBAHAN TEPUNG BIOFLOK SEBAGAI SUPLEMEN PADA PAKAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus) Cindy Ria

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN IKAN PATIN SIAM (Pangasianodon hypopthalmus) YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM BIOFLOK PADA Feeding Rate YANG BERBEDA

PERTUMBUHAN IKAN PATIN SIAM (Pangasianodon hypopthalmus) YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM BIOFLOK PADA Feeding Rate YANG BERBEDA e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume IV No 1 Oktober 2015 ISSN: 2302-3600 PERTUMBUHAN IKAN PATIN SIAM (Pangasianodon hypopthalmus) YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM BIOFLOK PADA Feeding

Lebih terperinci

FERDINAND HUKAMA TAQWA

FERDINAND HUKAMA TAQWA PENGARUH PENAMBAHAN KALIUM PADA MASA ADAPTASI PENURUNAN SALINITAS DAN WAKTU PENGGANTIAN PAKAN ALAMI OLEH PAKAN BUATAN TERHADAP PERFORMA PASCALARVA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei ) FERDINAND HUKAMA

Lebih terperinci

3 METODE 3.1 Pakan Uji

3 METODE 3.1 Pakan Uji 19 3 METODE 3.1 Pakan Uji Pakan perlakuan yang digunakan dalam penelitian adalah empat jenis pakan dengan formulasi yang berbeda dan kesemuanya mengandung protein kasar (CP) 35%. Penggunaan sumber lemak

Lebih terperinci

Pendahuluan. Pada umumnya budidaya dilakukan di kolam tanah, dan sebagian di kolam semen.

Pendahuluan. Pada umumnya budidaya dilakukan di kolam tanah, dan sebagian di kolam semen. OLEH : Ir. SUPRATO Pendahuluan Budidaya lele telah berkembang sejak lama. Awalnya jenis ikan lele yang dibudidayakan adalah lele lokal (Clarias batrachus L.) dengan waktu pemeliharaan 6 8 bulan, dengan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Oktober 2009 bertempat di Laboratorium Nutrisi Ikan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran, Jatinangor Sumedang, Jawa Barat. Penelitian

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah TINJAUAN PUSTAKA Ampas Sagu Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2012. Penelitian dilaksanakan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan faktor utama penentu keberhasilan usaha peternakan, karena sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan biaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih ikan mas (Cyprinus carpio) tergolong ikan ekonomis penting karena ikan ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hingga kini masih belum dapat dipenuhi oleh produsen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perubahan Kualitas Gizi Kulit Kopi Keterbatasan pemanfaatan bahan baku yang berasal dari limbah agroindustri yaitu keberadaan serat kasar yang tinggi dan zat anti nutrisi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Budidaya ikan hias dapat memberikan beberapa keuntungan bagi pembudidaya antara lain budidaya ikan hias dapat dilakukan di lahan yang sempit seperti akuarium atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama

Lebih terperinci

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan Bab IV Data dan Hasil Pembahasan IV.1. Seeding dan Aklimatisasi Pada tahap awal penelitian, dilakukan seeding mikroorganisme mix culture dengan tujuan untuk memperbanyak jumlahnya dan mengadaptasikan mikroorganisme

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011, di Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi, Cibalagung, Bogor. Analisis kualitas

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang Bobot ikan (g) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam satu periode waktu tertentu. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biogas Biogas menjadi salah satu alternatif dalam pengolahan limbah, khususnya pada bidang peternakan yang setiap hari menyumbangkan limbah. Limbah peternakan tidak akan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK

PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK Vibrio SKT-b MELALUI Artemia DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP PASCA LARVA UDANG WINDU Penaeus monodon ASRI SUTANTI SKRIPSI PROGRAM

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, tahap pertama dilaksanakan di laboratorium bioteknologi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpad, tahap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Nannochloropsis sp. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama hidupnya tetap dalam bentuk plankton dan merupakan makanan langsung bagi

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL

PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1. Prosedur Penelitian Penelitian ini meliputi tahap persiapan bahan baku, rancangan pakan perlakuan, dan tahap pemeliharaan ikan serta pengumpulan data. 2.1.1. Persiapan Bahan Baku

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

PENGGUNAAN EKSTRAK Gracilaria verrucosa UNTUK MENINGKATKAN SISTEM KETAHANAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei YUDIANA JASMANINDAR

PENGGUNAAN EKSTRAK Gracilaria verrucosa UNTUK MENINGKATKAN SISTEM KETAHANAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei YUDIANA JASMANINDAR PENGGUNAAN EKSTRAK Gracilaria verrucosa UNTUK MENINGKATKAN SISTEM KETAHANAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei YUDIANA JASMANINDAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : ampas padat brem, hidrolisis, H 2 SO 4, gula cair

ABSTRAK. Kata kunci : ampas padat brem, hidrolisis, H 2 SO 4, gula cair Karina Novita Dewi. 1211205027. 2017. Pengaruh Konsentrasi H 2 SO 4 dan Waktu Hidrolisis terhadap Karakteristik Gula Cair dari Ampas Padat Produk Brem di Perusahaan Fa. Udiyana di bawah bimbingan Dr. Ir.

Lebih terperinci

Media Kultur. Pendahuluan. Komposisi Media 3/9/2016. Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat

Media Kultur. Pendahuluan. Komposisi Media 3/9/2016. Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat Media Kultur Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat Pendahuluan Medium untuk pertumbuhan skala laboratorium umumnya mahal sehingga dibutuhkan perubahan agar dapat dipakai medium yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan pakan, yang mana ketersedian pakan khususnya untuk unggas harganya dipasaran sering

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada April 2013 sampai dengan Mei 2013 di laboratorium Nutrisi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan Kelangsugan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Nilem Pada penelitian yang dilakukan selama 30 hari pemeliharaan, terjadi kematian 2 ekor ikan dari total 225 ekor ikan yang digunakan.

Lebih terperinci

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan tingkat tinggi merupakan organisme autotrof dapat mensintesa komponen molekular organik yang dibutuhkannya, selain juga membutuhkan hara dalam bentuk anorganik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sawi merupakan jenis sayuran yang sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Hamli (2015) salah satu jenis tanaman sayuran yang mudah dibudidayakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Tanaman Singkong Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang cukup potensial di Indonesia selain padi dan jagung. Tanaman singkong termasuk

Lebih terperinci

KUALITAS AIR DAN KELANGSUNGAN HIDUP UDANG KETAK (Harpiosquilla raphidea) YANG DIPELIHARA PADA WADAH MENGGUNAKAN SUBSTRAT DAN TANPA SUBSTRAT

KUALITAS AIR DAN KELANGSUNGAN HIDUP UDANG KETAK (Harpiosquilla raphidea) YANG DIPELIHARA PADA WADAH MENGGUNAKAN SUBSTRAT DAN TANPA SUBSTRAT KUALITAS AIR DAN KELANGSUNGAN HIDUP UDANG KETAK (Harpiosquilla raphidea) YANG DIPELIHARA PADA WADAH MENGGUNAKAN SUBSTRAT DAN TANPA SUBSTRAT M. Yusuf Arifin 1*, M. Sugihartono 1 1 Program Studi Budidaya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Laju Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi, 1997). Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Juni Lokasi penelitian di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Juni Lokasi penelitian di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Juni 2014. Lokasi penelitian di Laboratorium Budidaya Perikanan, Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50 hari di Balai Benih Ikan (BBI) Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Pembuatan pakan

Lebih terperinci