Bab 1. Di Indonesia, wacana populer tentang Mistik dalam hubungannya dengan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab 1. Di Indonesia, wacana populer tentang Mistik dalam hubungannya dengan"

Transkripsi

1 Bab 1 Di mana aku dapat menemukan Tuhan? Ia tepat di depanmu. Lalu mengapa aku tidak melihat Dia? Mengapa orang mabuk tidak melihat rumahnya? Menyusul Sang Guru berkata, Temukan apa yang membuat engkau mabuk. Untuk melihat engkau harus sadar LATAR BELAKANG 1.1. Mistik Kristen dan Zen Di Indonesia, wacana populer tentang Mistik dalam hubungannya dengan kekayaan dari berbagai agama dan atau tradisi religius 2, sedikit banyak ikut di ramaikan dengan diterbitkannya beberapa buku cerita meditatif yang dimaksudkan untuk pendalaman hidup rohani karangan pastor Yesuit berkebangsaan India, Anthony de Mello. Buku-buku de Mello antara lain Burung Berkicau (terbitan Cipta Loka Caraka, 1984), Sejenak Bijak (terbitan Kanisius, 1987), Doa Sang Katak 1 (terbitan Kanisius, 1990), Doa Sang Katak 2 (terbitan Kanisius, 1990), Berbasa-basi sejenak 1 (terbitan Kanisius dan Obor, 1997), Berbasa basi sejenak 2 (terbitan Kanisius dan Obor, 1997). Dalam prakata buku Burung Berkicau Mello menulis, di dalam buku ini disajikan banyak cerita, baik kuno maupun modern. Cerita-cerita ini dikumpulkan dari lingkungan keagamaan Buddha, Hindu dan Kristen; dari aliran Zen dan Sufi serta daerah Hasidi, Rusia dan 1 Anthony de Mello, Sejenak Bijak (Yogyakarta, 1987), p Yang dimaksudkan dengan tradisi religius meliputi ajaran-ajaran moral (tulisan maupun lisan) yang terejawantahkan dalam literatur, bahasa, kebiasaan, festival, mitologi, legenda, kisah dan agama rakyat. Namun selain itu juga meliputi makna, pemikiran religius dan perspektif serta pandangan hidup tentang semesta. Lihat Archie C.C. Lee, Cross-Textual Interpretation and Its Implications for Biblical Studies, tanpa tahun, p.5. 1

2 Tiongkok...ingat-ingatlah cerita itu sepanjang hari dan biarkanlah keharuman atau getaran nadanya membayangi anda. Biarkanlah cerita itu berbicara kepada hati anda, bukan kepada otak anda. Cara ini juga mungkin membuat anda menjadi seorang mistik. 3 Sedangkan dalam pengantar buku Sejenak Bijak, Mello menulis, Sang Guru dalam cerita-cerita ini bukanlah satu orang. Ia itu Guru Hindu, Roshi Zen, Sang Bijak Tao, Rabbi Yahudi, rahib Kristen, Sufi mistik, Lao Tze dan Sokrates, Budha dan Yesus, Zarathustra dan Muhammad. Ajarannya ditemukan di abad ketujuh sebelum Masehi dan pada abad ke- 20 ini. Kebijaksanaannya itu milik Timur dan Barat bersama...jika anda membaca halaman cetakan ini, dan bergulat dengan bahasa Guru yang penuh rahasia, mungkin sekali tanpa sengaja anda akan sempat menemukan Ajaran Keheningan yang tersembunyi di dalam buku ini, dan terbangun serta jadi berubah. 4 Di dalam kehidupan mistik, terangkumlah pengalaman orang-orang dari berbagai tradisi dan agama. Itulah sebabnya dalam salah satu sub bab buku Fenomenologi Agama karangan Mariasusai Dhavamony yang bertajuk Mistisisme, Dhavamony melakukan pembahasan ke atas pengalaman Zen, mistisime Hindu, dan kaum Sufi 5. Sementara itu mistikus Kristen William Johnston dalam buku terbarunya yang berjudul Teologi Mistik, Ilmu Cinta juga mengetengahkan berbagai pengalaman mistik non Kristen di samping kajian tentang pengalaman mistik dalam lingkup Kristen. 6 Ketika kajian terhadap pengalaman religius dilakukan, orang akan menemukan adanya ketegangan kreatif yang dialektis di antara keunikan pengalaman dalam tradisi religiusnya sendiri dan getaran-getaran frekuensi yang digaungkan oleh tradisi religius 3 Anthony de Mello,. Burung Berkicau (Jakarta, 1984), p.10, Anthony de Mello, Sejenak Bijak (Yogyakarta, 1987), p. 7,8. 5 Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama, (Kanisius, 1995), p William Johnston, Teologi Mistik Ilmu Cinta, (Kanisius, 2001). 2

3 lain. Tesis ini ditulis dalam kesadaran akan adanya ketegangan kreatif yang dialektis itu. Dalam kesadaran semacam tadi, dalam tesis ini ada dua tradisi religius yang hendak digumuli oleh penulis yakni mistik Kristen dan Zen. Minat penulis atas pilhan ini didasarkan pada beberapa hal : (1) kesadaran adanya hibriditas di kalangan orang Kristen Tionghoa di Indonesia; (2) realitas keberadaan Buddhisme di Indonesia sebagai salah satu konteks pluralitas agama; (3) ketertarikan pada kajian di seputar pengalaman religius manusia; (4) minat pada pendalaman dialog intra dan interreligiusitas, serta (5) adanya kajian sistematis yang menunjukkan afinitas di antara mistik Kristen dan Zen. Kita dapat mengasumsikan adanya afinitas yang relatif erat antara mistik Kristen dan Zen. Terhadap kedua hal ini perlu diberikan keterangan terlebih dahulu. Mengenai mistisisme, haruslah disadari adanya banyak definisi tentangnya. Justru karena itu batasan tentang hal ini menjadi diperlukan. Dalam hal ini penulis mengetengahkan apa yang dipahami oleh Allister Mc Grath tentang mistisisme dalam rangka diskusi mengenai spiritualitas kristiani, yakni sebagai : an approach to the Christian faith which places particular emphasis upon the relational, spiritual, or experential aspects of the faith, as opposed to the more cognitive or intellectual aspects, which are traditionally assigned to the field of theology...on the basis of this understanding of the term, a mystic or mystical writer is a Christian who deals primarily with the experiencing of God and with the transformation of the religious consciousness 7 7 Alister E. Mc Grath, Christian Spirituality, (Oxford, 1999), p. 5 3

4 Sedangkan mengenai Zen, di tahap ini dapat dikemukakan apa yang ditulis oleh Thomas Merton. Pakar Zen dari ordo Jesuit ini menulis, sukar bagi kita untuk memberikan batasan secara tepat apa itu pengalaman Zen, karena tradisi Zen sendiri menolak setiap abstraksi ataupun penggambaran deskriptif mengenainya...namun setidaknya dengan menyadari hal tersebut dapat dikatakan bahwa Zen adalah kesadaran ontologis mengenai ada yang murni di seberang subjekobjek, suatu pemahaman yang langsung mengenai ada-nya dalam kebegituannya. 8 Beberapa orang Kristen - terutama ordo Jesuit - yang menggeluti Zen menuliskan pendalaman yang mendukung nisbah kedua hal tersebut 9. Johnston menulis tentang pastor Jesuit pakar Zen yang bernama Enomiya-Lassalle, sebagai berikut : ketika Enomiya-Lassalle memperkenalkan praktek Zen kepada ratusan orang kristen ia mendapatkan perlawanan. Pencerahan Zen, demikian konon kabarnya, adalah pencerahan monisme, dan tidak cocok dengan Injil. Terhadap hal ini Lassalle menjawab bahwa dia dan orang-orang kristiani lainnya sekilas pandang telah melihat satori dan bahwa satori jauh dari menjauhkan mereka dari Injil, sebaliknya, pengalaman itu memperdalam komitmen mereka kepada Yesus Kristus...Menurut Lassalle Zen dapat dipadukan ke dalam agama kristen di mana orang berbakti kepada Yesus, Injil dan Gereja 10. Lassale bahkan menyatakan bahwa satori yang merupakan mutiara indah kebudayaan dan agama Asia itu tidak hanya dapat dipadukan (dengan 8 Thomas Merton, Mystics & Zen Masters (New York, 1967), p Misalnya, H.M. Enomiya-Lassalle, ZEN Way to Enlightenment (London, 1966), Thomas Merton, Mystics & Zen Masters (New York, 1967), William Johnston, The Still Point, reflections on Zen and Christian Mysticism, (New York, 1970), JK Kadowaki SJ, Zen and The Bible, A Priest s Experience, (London, 1977), William Johston, Teologi Mistik, Ilmu Cinta (Yogyakarta, 2001). 10 William Johston, Teologi Mistik, Ilmu Cinta (Yogyakarta, 2001), p

5 Kekristenan) melainkan harus dipadukan 11. Menurut Johnston, pendekatan Lassalle ini terus menerus membangkitkan masalah yang tidak dapat dihindari, yakni masalah teologi dan pastoral 12. Sayang sekali Johnston tidak menjelaskan maksudnya lebih jauh. Walaupun ada perlawanan dari pihak Kristen (tentang kemonismean 13 Zen) dan Buddhis 14, namun Lassalle tidak mengubah pendiriannya. Ia tidaklah sendirian dalam mendalami hubungan dialektis antara Zen dan Kekristenan ini. Thomas Merton misalnya, ketika menelaah guru Zen bernama Hui Neng, menulis, Hui Neng s Zen is not a liberation from matter in order to bind us to interior purity, dhyana, illumination, and so on. It is a liberation from all forms of bondage to techniques, to exercises, to systems of thought and of spirituality, to specific forms of individual spiritual achievement, to limited and dogmatic social programs. Hui Neng s aim was the direct awareness in which is formed the truth that makes us free not the truth as an object of knowledge only, but the truth lived and experienced in concrete and existential awareness. For this reason it is axiomatic in the Zen of Hui Neng that works and external concerns should in no way be regarded as obstacles to Zen; on the contrary, Zen is manisfested in them as well as anywhere else, including eating, sleeping, or humblest material functions. If the Zen of Hui Neng is properly understood, we see that it is in fact a necessary condition for the convergence... But it is not by itself a sufficient 11 William Johston, Teologi Mistik, Ilmu Cinta (Yogyakarta, 2001), p Mengenai pendalaman dan how to dari pemaduan ini, telah pernah ditulis Johnston dalam bukunya The Still Point, reflections on Zen and Christian Mysticism (lihat catatan kaki no. 9). 12 Ibid, p Dalam A New Dictionary of Christian Theology diuraikan pemahaman monisme dalam hubunganya dengan epistemologi, filsafat dan teologi Kristen. Monisme dalam pengertian sederhana sebagai paham yang beranggapan bahwa segala sesuatu berasal dari satu asas sering juga dikaitkan dengan pantheisme yang ekspresi klasiknya dirumuskan dengan deus sive natura (Allah, yang adalah, alam) dalam diskusi teologis monisme dianggap oleh beberapa orang ada dalam teologi proses terutama dalam gagasan Alfred North Whitehead yang meyakini adanya satu realitas utama yang mengaktualisasikan diri dalam semua entitas yang dapat kita ketahui dan pikirkan. Ini oleh beberapa orang disebut sebagai panentheisme. Lihat Alan Richardson & John Bowden, A New Dictionary of Christian Theology (London, 1983), p William Johston, Teologi Mistik, Ilmu Cinta (Yogyakarta, 2001), p Beberapa masalah datang dari para Buddhis yang menganggap Zen Lassalle, yang memisahkan Zen dari Buddhisme Zen, adalah Zen bidaah (gedo Zen). 5

6 condition. We must also look to the transcendent and personal center upon which this love, liberated by illumination and freedom, can converge. That center is the Risen and Deathless Christ in Whom all are fulfilled in One. 15 Dari pernyataan Thomas Merton di atas kita mendapatkan masukan mengenai hubungan yang dekat bahkan konvergen di antara pencerahan Zen dengan peristiwa Yesus Kristus yang menjadi inti iman Kristen kita. Keterkaitan Zen dan iman Kristen yang memperkaya kajian terhadap Alkitab telah dicoba dilakukan secara cukup mendetail oleh J.K. Kadowaki, S.J. Dalam bukunya, Zen and The Bible, A Priest s Experience, J.K. Kadowaki mendalami beberapa bagian Alkitab dari perspektif Zen. Kutipan-kutipan dari Alkitab yang didalami itu antara lain adalah : Jika matamu menyesatkan engkau, cungkil dan buanglah (Mat 5:29), Bertobat dan percayalah kepada Injil (Mrk 1: 15), Hidup kekal (1 Yoh 2), Yesus dan perempuan yang berzinah (Yoh 8 : 2-11), Unta dan lubang jarum (Mrk 10:25), Dosa satu orang dan kematian semua orang (Roma 5: 12-19), Berbahagialah orang yang miskin (Lukas 6:20), Pandanglah burung-burung di udara (Mat 6:26), Inilah tubuhku (Mat 26: 26), Kasihilah musuhmu (Luk 6 ; 35-36), Tubuhmu adalah Bait Allah (1 Kor 6:19), Jika biji gandum itu mati ia akan menghasilkan banyak buah (Yoh 12:24), Salib Yesus (Mrk 15: 16-37), Salib dan kebangkitan Yesus. 16 Kadowaki telah membuktikan bahwa pendekatan semacam ini dimungkinkan. Jalan ke arah pendalaman dialektis Zen dan Kekristenan yang digagas oleh Lassalle dan Merton semakin jelas bentuk nya. Salah satu kenyataan tekstual yang amat kuat mendasari didalaminya pendekatan semacam ini adalah karena kita memiliki teks-teks yang berdimensi mistik dan sekaligus mengandung pencerahan. Dalam Kekristenan teks 15 Thomas Merton, Mystics & Zen Masters (New York, 1967), p. 42. Konvergensi, adalah gagasan yang oleh Zaehner dipahami sebagai suatu era baru dalam kajian religiusitas manusia, lih Merton p. 3 dst. 16 Dalam buku JK Kadowaki, Zen and The Bible, A Priest s Experience, (London, 1977). 6

7 Kitab Suci adalah sumber utama untuk mendalami kehidupan beriman dan teologi, termasuk di dalamnya teologi mistik. Tentu saja tidak semua bagian Kitab Suci berbicara tentang teologi mistik, namun demikian harus dicatat bahwa ada teks-teks yang kandungan mistiknya amat kental. William Johnston menulis, Ada naskah-naskah tertentu yang mengandung nilai istimewa untuk teologi mistik yang terus diulang oleh para bapa gereja, yakni : Naskah Doa Bapa Kami, kisah Maria yang bersimpuh menghadap kaki Yesus yang menjadi model anutan paling bagus mengenai kontemplasi, naskah-naskah penting lain ada dalam surat-surat Paulus misalnya Galatia 2 :20 ( Aku hidup, tetapi sekarang bukan aku, melainkan Kristus yang hidup di dalam diriku ), surat 1 Korintus 6: 17 ( barangsiapa bersatu dengan Tuhan menjadi satu roh dengan Dia ), juga pengalaman Musa yang beralih rupa ketika mendaki gunung... Bagi orang-orang Kristen perdana kata-kata liturgi yang didaraskan ketika mereka berkumpul di meja Tuhan untuk memecahkan roti ( Inilah tubuhku yang diserahkan bagimu. Inilah piala darahku, darah perjanjian Baru dan Kekal yang ditumpahkan bagimu dan bagi semua orang demi pengampunan dosa. Kenangkanlah Aku dengan merayakan peristiwa ini ), adalah kata-kata yang paling bermakna dalam seluruh Kitab Suci. Kata-kata itu mematrikan misteri iman : wafat dan kebangkitan Yesus. Dengan demikian pusat pengalaman religius orang Kristen pengalaman yang akhirnya menjadi acuan semua teologi mistik- adalah mati dan bangkit bersama Yesus yang telah wafat dan telah bangkit. 17 Selain bagian Kitab Suci yang disajikan Johston itu, kita pun cukup terbiasa mengenali bahwa ada bagian-bagian lain dalam Kitab Suci yang mengemukakan teologi mistik misalnya Injil Yohanes yang sarat dengan teologi Unio Mystica antara Bapa, Yesus dan orang-orang yang percaya (Yohanes 17), juga pengalaman mistik Paulus dalam 2 Korintus 12 : William Johston, Teologi Mistik, Ilmu Cinta (Yogyakarta, 2001)., p Christopher Rowland, The Open Heaven, A Study of Apocalyptic In Judaism and Early Christianity, (New York, 1982), p ; Lihat juga tesis Pasca Sarjana karya Firman Panjaitan, Teologi Mistik sebagai Jalan Hidup, (Yogyakarta, 2003). 7

8 1.2. Teks Emaus, sebuah ajuan Penulis beranggapan bahwa berkaitan dengan dialektika mistik Kristen dan pencerahan Zen, daftar teks kitab Suci yang dikemukakan dalam paragraf di atas (selain yang dipergunakan oleh Kadowaki maupun yang ditunjukkan oleh Johnston) masih bisa bertambah. Oleh karena itu penulis bermaksud mengajukan penelaahan tentang suatu bagian dari kisah Injil, terutama kisah perjumpaan Yesus yang bangkit dengan para murid, yang menurut penulis mengandung kadar mistik yang perlu digali dengan mendalam. Teks itu adalah kisah Emaus dalam Lukas 24 : Sejauh yang diketahui oleh penulis, kisah Emaus ini belum banyak didalami dalam kerangka dialektika mistik Kristen dan Zen. Mengapa demikian? Barangkali ada beberapa kemungkinan, yakni (a) bisa jadi pendapat bahwa teks Emaus ini berdimensi mistik adalah pendapat yang salah, atau (b) sebetulnya teks Emaus memang berdimensi mistik namun para penafsir tidak cenderung melihat afinitasnya dengan pengalaman pencerahan Zen. Tesis ini bergerak pada asumsi kemungkinan (b) 19. Bila kemungkinan (b) boleh disebut sebagai suatu lubang, maka penelitian dalam tesis ini dimaksudkan untuk mengisi lubang tersebut. Tentu saja dapat diajukan pertanyaan semacam Apakah semua bagian atau kisah dalam Alkitab dapat dilihat dari perspektif Zen?. Terhadap pertanyaan ini, tidak tersedia jawaban yang mudah dan tunggal. Barangkali tidak cukup memadai untuk mengatakan bahwa perspektif Zen dapat digunakan secara sah untuk menafsirkan seluruh bagian Alkitab. Namun setidaknya, terhadap kisah Emaus kita dapat mencoba untuk melakukan upaya tafsir yang sedemikian ini. Alasan terhadap ajuan ini sebagai suatu upaya tafsir yang sah setidaknya didukung oleh beberapa macam hal. Pertama, adanya diskursus Hermeneutik/Penafsiran Alkitabiah Asia dalam 19 Teks kotbah yang dihantarkan E.G. Singgih dalam pembukaan Kuliah Alih Tahun Persetia 2004 yang bertajuk Mysticism, adalah teks kisah Emaus. Setidaknya ini dapat dipertimbangkan sebagai petunjuk bahwa dalam teks Emaus diakui mengandung teologi mistik. 8

9 ranah penafsiran Alkitab. Kedua, adanya diskursus Hermeneutik Multi Iman. Ketiga, adanya gaung di antara Zen dan kisah Emaus. Sebelum penulis memberikan gambaran mengenai signifikansi ke 3 macam hal di atas, terlebih dahulu akan disajikan tilikan singkat mengenai diskursus metode/pendekatan tafsir, sebagai ladang tempat ke 3 macam hal itu diolah Tilikan singkat tentang metode/pendekatan 20 tafsir: jenis & tujuan. Sekilas tentang berbagai jenis tafsir Dalam Dictionary of Biblical Interpretation 21, kita mendapatkan gambaran yang luas mengenai berbagai metode/pendekatan tafsir dalam buku-buku yang berfokus pada diskursus metodologi penafsiran teks Alkitab. George Aichele dan kawan-kawan 22 misalnya mengemukakan setidaknya 7 pendekatan, yaitu kritik respon pembaca, kritik strukturalis dan narratologis, kritik poststrukturalis, kritik retoris, kritik psikoanalisis, kritik feminis dan kritik ideologis. Sementara Severino Croatto 23, mengetengahkan 5 pendekatan terhadap Kitab Suci, masing-masing adalah: realitas masa kini sebagai teks utama, konkordisme, metode historis kritis, analisis struktural dan hermeneutik. 20 Schneiders memilah definisi metode, metodologi dan pendekatan. Metode adalah suatu prosedur tertentu yang digunakan untuk menghasilkan hal-hal tertentu dalam suatu teks; Metodologi merujuk kepada suatu struktur yang menyeluruh dan fungsi yang saling terkait serta sistematis dari sekumpulan metode yang mengimplikasikan suatu pendekatan terhadap teks; Pendekatan merujuk kepada suatu cara tertentu untuk menggumuli teks yang meliputi suatu metodologi yang terartikulasikan yang pada gilirannya menggerakkan peran dari metode-metode tertentu, lihat Sandra Schneiders, The Revelatory Text, Interpreting The New Testament as Sacred Scripture, (New York, 1991), p Namun dalam tesis ini penulis menggunakan istilah metode atau pendekatan untuk menunjukkan pada cara yang dipakai oleh penafsir dalam menggumuli sebuah teks untuk mendapatkan pengetahuan dan pengertian melalui aktifitas penggumulan itu. 21 John H. Hayes (gen ed), Dictionary of Biblical Interpretation, (Nashville, 1999). 22 George Aichele (ed), The Postmodern Bible, (London, 1995). 23 Severino Croatto, Biblical Hermeneutics, toward a theory of reading as the production of Meaning,( New York, 1995), p

10 Sedangkan Sandra Schneiders 24 mengemukakan beberapa diantaranya, yakni pendekatan historis, pendekatan literer, pendekatan psikologis dan sosiologis, pendekatan kritik ideologis, pendekatan theologis, religius dan spiritualitas. Kepada kita disajikan beragam pendekatan, beragam metode dari yang klasik hingga yang postmodernis. Tentu saja tidak ada metode tafsir yang terbaik pada dirinya sendiri. Ketepatan dalam menggunakan satu atau lebih metode tafsir, setidaknya, ditentukan oleh tujuan dan objek tafsirnya. Menurut Theo Witkamp metode yang dipakai biasanya tergantung pada pertanyaan yang ditanyakan kepada teks atau pada kadar teks yang dipelajari, oleh karena itu kebanyakan metode-metode dipandang sebagai pelengkap, yaitu dapat digunakan bersama-sama 25. Tujuan metode/pendekatan tafsir Menarik memperhatikan wacana yang dikemukakan Schneiders sehubungan dengan adanya dua tujuan dari metode/pendekatan terhadap teks yakni untuk memperoleh informasi dan transformasi dari teks (the objective of information and the objective of transformation) 26. Bagi Schneiders, kedua tujuan ini amat terkait namun tidak identik. Selengkapnya Schneiders menuliskan : Pada the objective of information, kita meneliti tentang bagaimana sebuah teks dihasilkan (siapa yang menulis, kapan, dimana, dalam bahasa apa) dan tentang transmisi dari teks itu (apakah sebuah teks itu asli, apakah salinan terhadapnya adalah akurat). Kita berupaya untuk memahami posisi teologis yang disajikan oleh teks dan hubungan antar teks serta dunia pemikiran yang menyekitarinya. Kita berupaya membangun suatu jenis spiritualitas dan praktek religiusitas yang disajikan oleh teks itu. Semua 24 Sandra Schneiders, The Revelatory Text, Interpreting The New Testament as Sacred Scripture, (New York, 1991), p Theo Witkamp, Tentang Metode Metode Penelitian Teologi, dalam Penelitian Teologi, Majalah Gema Duta Wacana, no. 42, 1992, p Sandra Schneiders, The Revelatory Text, Interpreting The New Testament as Sacred Scripture, (New York, 1991), p

11 penelaahan ini didorong oleh keinginan untuk mendapatkan informasi. Sedangkan dalam the objective of transformation, tujuannya adalah untuk bergerak melampaui penemuan tentang apa yang dikatakan atau dipertanyakan oleh teks sebagai sesuatu yang benar dan segala konsekuensi personal yang mungkin ditanggung oleh pembaca atau yang lainnya. Pembacaan transformasional ini terutama adalah sebuah proyek eksistensial bukan proyek kesejarahan, oleh karenanya dalam wahana religius, ia termasuk ke dalam ranah spiritualitas. Yang dipentingkan dalam the objective of transformation ini adalah menghantar pembaca, sebisa mungkin, kepada kebenaran dalam artian pelibatan yang eksistensial dengan kebenaran itu hingga menghasilkan buah, dan bukan sekedar dalam pengetahuan yang abstrak 27. Namun demikian, sembari memperhatikan dan mempertimbangkan wacana yang dikemukakan Schneiders, kita seyogyanya juga menyadari bahwa apa yang dimaksudkan sebagai karya yang bertujuan informasi bisa jadi bahkan sangat mungkin dikerjakan dalam suatu spirit yang transformatif. Demikian pula sebaliknya, karya yang dimaksudkan sebagai yang bertujuan tranformatif tidak boleh menisbikan masukanmasukan yang informatif. Jadi yang informatif bisa juga transformatif dan sebaliknya. Oleh karenanya yang penting bukan sekedar membagi yang informatif dan yang transformatif secara kaku melainkan senantiasa menyadari adanya keterkaitan di antara keduanya sebagai sesuatu yang bukan saja bergerak secara dialektis, namun juga inheren satu sama lain. Keterkaitan kedua tujuan ini menjadi hal yang penting bagi penulis karena materi tekstual yang hendak ditafsirkan adalah teks yang menyoroti suatu pengalaman religius, yang disatu pihak diharapkan mengandung daya transformasi namun juga sekaligus mengandung dimensi kajian intelektual. 27 Sandra Schneiders, The Revelatory Text, Interpreting The New Testament as Sacred Scripture, (New York, 1991), p

12 Wacana tentang Penafsiran/Hermeneutik Alkitabiah Asia 28 Karena Zen yang hendak dipergunakan untuk berdialog dengan teks Emaus adalah adalah salah satu tradisi religius Asia maka mengenai hal keasiaan dalam diskursus penafsiran perlu ditunjukkan signifikansinya. Pada entry tentang Asian Biblical Interpretation kita mendapati sub entry yang berjudul Hermeneutik Kultural (Cultural Hermeneutics) 29, yakni upaya dan teori menafsir teks Alkitab yang dilakukan orang-orang Asia di dalam konteks sosiokultur dan tradisi religius asli (native) mereka sendiri. 30 Artikulasi dari upaya hermeneutis semacam ini bervariasi, ada yang menggumuli kontekstualisasi ada pula yang menggunakan kategori-kategori religiusitas Asia untuk memahami tradisi Kristen, terutama mengenai Yesus Kristus. Beberapa ahli, demikian rangkuman dalam Dictionary of Biblical Interpretation, merujuk pendekatan-pendekatan hermeneutis mereka sebagai cross textual, dialogical atau dialogical imagination, yakni pendekatan hermeneutis yang menghantar masuk berbagai realitas kultur Asia ke dalam percakapan dengan tradisi Alkitabiah 31. Menurut Archie Lee, lokasi sosial dari seorang penafsir masuk ke dalam proses menafsir dengan amat cepat 32. Gagasan tentang lokasi ini meliputi issue yang kompleks mengenai ras, gender, kelas sosial, umur, permainan kuasa dan juga relasi politis. Hal inilah yang oleh Lee, mengutip diskusi dalam The Postmodern Bible, disebut dengan a hybrid set of locations 33. Lee menyarankan agar para penafsir, memberikan tekanan yang lebih besar pada respon pembaca dan tindakan pembacaan yang dibentuk oleh interaksi di antara teks dan pembaca. 28 John H. Hayes (gen ed), Dictionary of Biblical Interpretation, (Nashville, 1999) p Sub entry selain cultural hermeneutics, pada bagian Asian Biblical Interpretation adalah wissenschaft, liberation perspectives, feminist hermeneutics, dan post colonial interpretation. Ibid. 30 Ibid, p. 70, Ibid, p Archie C.C. Lee, Cross-Textual Interpretation and Its Implications for Biblical Studies, tanpa tahun, p Ibid, lihat juga The Postmodern Bible, The Bible and Culture Collective, (New Haven and London, 1995). 12

13 Metode tafsir yang diusulkannya adalah penafsiran lintas kultural. Prinsip dasar yang dimaksudkan dengan istilah ini adalah pendekatan hermeneutis yang menempatkan realitas kultur Asia dalam percakapan dengan tradisi Alkitab 34. Sebagaimana halnya dengan percakapan sesehari, setiap pihak diminta untuk berbicara, mendengar, menanggapi. Prinsipnya kedua belah pihak berinteraksi dalam dialog. Model hermeneutik Alkitab dari perspektif Asia 35 yang dialogis semacam ini memberikan tekanan pluralitas makna, multiplikasi kisah, dan multi poros kerangka analisis karena model semacam ini berakar pada keragaman dan pluralitas Asia 36. Berkenaan dengan ragam pembacaan terhadap kitab Suci, Robert Setio mengemukakan pembagian penafsiran menurut M.H. Abrams, yakni : (1) Mimetic, teks Alkitab dipahami sebagai representasi dari suatu realitas; (2) Expressive, yang memusatkan perhatian pada pengarang atau penulis; (3) Objective, yang memusatkan perhatian pada teksnya sendiri apa adanya; dan (4) Pragmatic, yang memfokuskan perhatian pada pembaca (reader oriented). Dalam pembacaan pragmatic ini persoalan yang dibahas adalah bagaimana efek cerita bagi pembaca. Bagaimana pikiran pembaca dibentuk atau diarahkan oleh narator sehingga akhirnya pembaca akan menyetujui pemikiran tertentu atau mendukung serta mau mempraktikkan nilai tertentu dan sebaliknya membenci pemikiran atau nilai yang bertentangan...bila di Barat sendiri perkembangan mengarah ke tipe 4 maka ini bisa mengingatkan kita akan semakin dimungkinkannya muatan-muatan budaya kita yang membentuk diri kita sebagai pembaca untuk ikut berperan dalam penafsiran John H. Hayes (gen ed), Dictionary of Biblical Interpretation (A-J), (Nashville, 1999), p Istilah Hermeneutik Alkitab dari Perspektif Asia diambil dari judul buku R.S. Sugitharajah, Asian Biblical Hermeneutics and Post Colonialism, Contesting the Interpretations, (New York, 1998). 36 Kwok Pui-lan, Discovering The Bible in Non-Biblical World, (New York, 1995), p Robert Setio, Membaca Alkitab Secara Pragmatis, dalam Forum Biblika no. 11 (Jakarta, 2000). P

14 Memperhatikan wacana di atas, penulis melihat bahwa pijakan untuk mendialogkan kisah Emaus dan Zen sebagai suatu kekayaan tradisi religius yang berangkat dari realitas nilai dan kultur Asia adalah pijakan yang cukup kokoh Hermeneutik Multi Iman Selain keasiaannya, penulis ingin memperlihatkan bahwa kesahihan penafsiran yang mempertimbangkan Zen sebagai mitra dialog dalam memahami teks Kitab Suci juga meliputi keberadaan Zen sebagai kekayaan dari tradisi religius yang non Kristen. Hal semacam ini secara akademis dimungkinkan atas dasar pendalaman dari wacana hermeneutik multi iman. Istilah hermeneutik multi iman (multifaith hermeneutics) diintrodusir oleh Kwok Pui-lan dalam salah satu dari sepuluh thesis (pernyataan) yang ia gagas dalam rangka menggumuli rasisme dan etnosentrisme dalam penafsiran Alkitab. Rumusan thesis tentang hermeneutik multi iman itu selengkapnya adalah : The Bible must also be read from the perspective of other faith traditions. Multifaith hermeneutics looks at ourselves as others see us, so that we may be able to see ourselves more clearly 38. Ini menurut Kwok bukan suatu hal yang mudah. Oleh karena itu menurut Kwok, langkah pertama untuk menuju suatu hermeneutik multi iman adalah: mengakui bahwa sebagian besar orang di dunia hidup dalam budayabudaya yang tidak diasah oleh cara pandang yang Alkitabiah. Orang yang hidup dalam konteks multi iman, dengan demikian, perlu mempelajari Alkitab dalam perbandingannya dengan tulisan-tulisan suci lain untuk menelaah baik tema-tema yang sama secara umum maupun penekananpenekanan yang berbeda... bahkan Alkitab juga dapat ditafsirkan dari perspektif religius yang lain itu. Berkaitan dengan wacana hermeneutik 38 Kwok Pui-lam, Discovering the Bible in Non-Biblical World, (New York, 1995), p

15 multi iman ini, tugas yang paling sulit adalah bagaimana menafsirkan ulang Alkitab setelah melihatnya melalui lensa tradisi iman yang lain. Sungguh dibutuhkan kerendahan hati intelektual dan sekaligus keterbukaan yang radikal terhadap penyingkapan illahi yang ada dalam budaya dan iman lain... namun pada saat yang sama, perlu juga diketahui bahwa masukan dan hikmat yang ada di dalam Alkitab adalah juga suatu sumber religius bagi kemanusiaan dan oleh karenanya perlu dibagikan, diuji, dan dikoreksi di dalam komunitas khalayak manusia yang lebih luas 39. Dengan memperhatikan wacana di atas, penulis semakin dikuatkan untuk melakukan upaya tafsir yang mempertimbangkan perspektif Zen dalam membaca kisah Emaus dalam rangka ambil bagian dalam dialog spiritualitas agama-agama Gaung kisah Emaus dan Zen Pada bagian ini penulis ingin menunjukkan bahwa pilihan kajian yang dialogis ke atas Zen dan kisah Emaus bukanlah pilihan yang tidak dapat dibuktikan dari sudut pandang bangunan gagasan (Zen) dan bangunan penceritaan (teks Emaus). Memperhatikan kisah Emaus sebagaimana diceritakan Injil Lukas ini, juga menimbang diskursus tentang penafsiran/hermeneutik Alkitabiah yang memberikan tekanan pada pembaca dalam konteks sosio kultural religiusnya, penulis menduga bahwa kisah Emaus ini dapat diperjumpakan dan dibaca secara berbeda dari perspektif tradisi religius Asia, seperti Zen. Nilai-nilai Zen yang amat mengetengahkan pentingnya pengalaman menjadi terbuka dan mengalami satori/ pencerahan serta pentingnya koan dan zazen sebagai media edukatif untuk mengalami pencerahan (akan dijelaskan dalam bab 2/ pen), agaknya dapat dirasakan afinitas gaungnya dengan kisah Emaus dalam Lukas 24 : Kisah ini menyaksikan pengalaman perjumpaan Yesus dengan 39 Kwok Pui-lam, Discovering the Bible in Non-Biblical World, (New York, 1995), p

16 2 orang murid yang matanya terhalangi, mengamati edukasi religius (lewat dialog Yesus dan kedua orang murid itu) serta mendapatkan pengalaman mata terbuka melihat Yesus yang segera lenyap dari tengah-tengah mereka setelah Ia memecahmecah roti. Kisah Emaus dengan demikian patut diduga menggemakan semacam pengalaman pencerahan ala Zen dalam perjumpaan dengan Yesus dengan 2 orang murid - yang kemudian menyatakan bahwa hati mereka berkobar-kobar- baik melalui ketersembunyian maupun penampakan kehadirannya 40. Afinitas gaung dari kisah Emaus dan Zen inilah yang akan dikaji lebih jauh dalam tesis yang dimaksudkan untuk mengkaji suatu pengalaman religius. Pengalaman religius terhadap Yang Illahi atau Realitas yang tentu saja tidak dapat dijelaskan secara tuntas karena melampaui kata dan nalar manusia, memang bukan monopoli tradisi religius Asia. Namun demikian penafsiran Alkitab yang berpijak pada tradisi religiusitas Asia agaknya tetap memerlukan peneguhan. Dialog penafsiran Alkitab dengan tradisi Asia tidak berarti menyingkirkan kekuatan dan kekayaan khasanah tafsir yang dikembangkan di Barat yang dibentuk oleh latar belakang sejarah dan tatanan sosialnya. Sumbangan dari tradisi intelektual di Barat perlu tetap dipelihara, namun itu berarti dipelihara dalam keseimbangan atau ketegangan dialektisnya dengan menggarisbawahi peran pembaca di Timur (Baca Asia, atau lebih spesifik lagi : Indonesia) yang hidup dalam tradisi religius Asia, tanpa perlu mengkontraskannya secara keras. Bagi orang Kristen Asia dan orang Kristen di Asia, mengalami Yang Illahi atau mengalami Realitas dengan demikian dapat didalami dan dikemukakan dengan dialektika interaktif dengan tradisi religius yang memberikan identitas sekaligus pemaknaan hikmat orang Asia dengan segala dimensi hibriditasnya. 40 Kisah klasik dari tradisi Zen tentang ikan kecil di tengah laut yang bertanya kepada ikan besar mengenai dimana ia dapat menemukan lautan agaknya mengandung gagasan yang bisa jadi akan sangat interaktif dengan idea tentang ketersembunyian dan ketersingkapan Yang Illahi, lihat Anthony de Mello, Burung Berkicau, (Jakarta, 1994), p

17 2. PERMASALAHAN Mencermati berbagai wacana yang dikemukakan pada bagian latar belakang, maka permasalahan utama yang hendak dikaji melalui tesis ini adalah : Bagaimanakah penafsiran berperspektif Zen yang dikaji secara dialektis dapat meretas jalan masuk bagi pembaca Asia dalam hybriditasnya untuk memahami teks sedemikian rupa sehingga diperoleh pengayaan, pendalaman, dan alternatif pemahaman terhadap pengalaman religius dalam kisah Emaus sebagai pengalaman yang berdimensi mistik? 3. TUJUAN Tujuan dari tesis terkait dengan rumusan permasalahan di atas adalah untuk : 1. Memaparkan proses dan hasil dialog kisah Emaus dengan Zen, yang berangkat dan mengumuli titik-titik temu dan pengakuan terhadap perbedaan yang ada, untuk dapat memperkaya dan memberikan alternatif tafsiran terhadap kisah Emaus dari perspektif Zen dalam dinamika edukasi religius dan pengalaman pencerahannya. 2. Mengkaji pengayaan dan pendalaman makna teks bagi spiritualitas Kristen pada umumnya dan secara khusus bagi spiritualitas Kristen Asia yang bertujuan informasional-tranformatif bagi pembaca di Asia (Indonesia) dalam wacana dialog inter dan intra religius. 17

18 4. HIPOTESIS 1. Pembaca Asia diduga akan memperoleh alternatif pengayaan dan pendalaman makna dan pemahaman terhadap teks Emaus melalui metode tafsir yang belajar dari masukan tradisi religius Asia yang dikerjakan dengan kreatif dan bertangung jawab daripada bila teks (misalnya) didekati dengan mengunakan pendekatan historis kritis 41 saja. 2. Kajian perspektif Zen terhadap kisah Emaus tentang edukasi religius dari Yesus yang bangkit terhadap murid-murid yang matanya terhalangi hingga dibukakan dan dihayati dalam suasana hati yang berkobar-kobar, menghasilkan penemuan akan adanya kedekatan gaung maupun pengakuan akan keberbedaan di antara keduanya. 3. Teks Emaus adalah teks yang berdimensi mistik sekaligus memuat gagasan yang dapat dianggap sebagai berdimensi Zen. 4. Pada gilirannya hasil tafsir yang didapatkan melalui penelitian tekstual yang dialektis semacam ini dapat diiduga sebagai masukan demi pendalaman diskursif mengenai studi tentang spiritualitas agama-agama. 41 Perlulah kita mempertimbangkan masukan kritis dari A. Lee dan Kwok Pui-lan khususnya tentang keterbatasan pendekatan historis kritis. Lee menulis, the method of historical criticism intends to eluciade the history of the text. Biblical scholars, however, have admitted the limitation of this method. It presupposes an alleged objectivity which can be retrived by scientific method and it does not take into account the vital interaction between the contemporary reader, the received text and the act of readings in the interpretation process, dalam Archie C.C. Lee, Cross-Textual Interpretation and Its Implications for Biblical Studies, tanpa tahun, p.1 dan 2. Lihat juga komentar tegas dari Kwok Pui-lan, The Eurocentric positivist approach must not be taken as the sole norm for historical quest. The Bible is too important to be subjected to only one norm or model of interpretation. The fruits of historical-critical method must be tested and challenged by local religious communities that are daily reading the Bible anew and that have tried to weave their own stories and struggles with the biblical narratives, dalam Kwok Pui-lam, Discovering the Bible in Non-Biblical World, (New York, 1995), p

19 5. JUDUL Memperhatikan wacana yang telah dikemukakan, maka tesis ini akan diberi judul : BUKANKAH HATI KITA BERKOBAR-KOBAR? Upaya Menafsirkan Kisah Emaus dari Perspektif Zen Secara Kritis 6. METODE Narasi dalam kisah Emaus ini terutama akan didalami dengan cara belajar dari tradisi Zen, melintas ke ranah Zen, belajar dari perspektif Zen untuk kemudian menafsirkan teks Emaus. Sembari mengerjakan tafsir dari perspektif Zen ini, penulis akan melakukan semacam critical reading of the reading secara dialogis. Tilikan critical reading yang terutama ditujukan pada pembacaan dari perspektif Zen terhadap kisah Emaus ini beranjak dari narasi yang ada di dalam kisah Emaus itu sendiri. Melalui metode semacam ini juga dibuka kemungkinan akan didapatinya pengakuan kesamaan gaung dan atau perbedaan substansial di antara kisah Emaus dan kandungan religius dalam Zen itu sendiri. Masukan-masukan dari pendekatan lain sejauh sesuai dengan permasalahan dalam teks akan dipertimbangkan. Langkah-langkah semacam inilah yang penulis maksudkan dengan upaya menafsirkan kisah Emaus dari perspektif Zen secara kritis. 19

20 7. SISTEMATIKA BAB SATU Bab ini mengetengahkan Latar Belakang, Permasalahan, Tujuan, Hipotesis, Judul, Metode dan Sistematika Pembahasan. BAB DUA Bab ini mengemukakan wacana tentang Zen sebagai suatu Tradisi Religius, baik sekelumit sejarah, inti sari ajaran, edukasi dan pengalaman religiusnya. Acuan utama adalah tulisan pakar Zen terutama D.T. Suzuki. Namun demikian pandangan dari pakar Zen yang Kristen seperti H.M. Enomiya-Lassalle, Heinrich Dumoulin, J.K. Kadowaki, Alan Watts, Merton dan Johnston serta beberapa pakar lain akan juga dikemukakan. BAB TIGA Pada bagian in dengan belajar dari Zen penulis berupaya menafsirkan kisah Emaus. Dalam upaya ini selain mencoba menafsirkan kisah Emaus dari perskeptif Zen, akan juga dikemukakan pertimbangan-pertimbangan kritis penulis terhadap penafsiran itu secara dialektis, sebagai a critical reading of the reading. BAB EMPAT Bab keempat ini akan menyajikan kesimpulan hasil tafsir dan refleksi lebih lanjut yang dapat dikembangkan dari hasil tafsiran. Terkait dengan hasil dan refleksi itu dimungkinkan pula adanya pengemukaan wacana mengenai studi dan spiritualitas agama-agama. 20

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I I. LATAR BELAKANG Ada sebuah percakapan menarik antara Chuang Tzu, seorang pemikir mistik dan banyak belajar dari Lao Tzu, dengan Hui Tzu, seorang ahli logika yang tergabung dalam Aliran Namanama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai macam budaya. Setiap daerah di Kepulauan Indonesia memiliki budayanya sendiri. Bahkan di setiap kota/kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penulis Injil Yohanes memulai dan menutup pelayanan Yesus di muka umum (Yoh. 2-12) dengan kisah mengenai seorang perempuan: dimulai dengan kisah ibu Yesus dan

Lebih terperinci

Menurut penerbitnya, buku Studying Christian Spirituality ini adalah

Menurut penerbitnya, buku Studying Christian Spirituality ini adalah Tinjauan Buku STUDYING CHRISTIAN SPIRITUALITY Jusuf Nikolas Anamofa janamofa@yahoo.com Judul Buku : Studying Christian Spirituality Penulis : David B. Perrin Tahun Terbit : 2007 Penerbit : Routledge -

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Eka Darmaputera, Menuju Teologi Kontekstual Di Indonesia, dalam Eka Darmaputera (peny.), Konteks

BAB I PENDAHULUAN. 1 Eka Darmaputera, Menuju Teologi Kontekstual Di Indonesia, dalam Eka Darmaputera (peny.), Konteks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam tulisannya yang berjudul Menuju Teologi Kontekstual Di Indonesia 1, Eka Darmaputera memaparkan tentang pentingnya teologi kontekstual dengan bertolak dari keprihatinan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN. Berkatalah Petrus kepada Yesus: Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!.

UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN. Berkatalah Petrus kepada Yesus: Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN Berkatalah Petrus kepada Yesus: Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!. 1 Ucapan Petrus dalam suatu dialog dengan Yesus ini mungkin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dalam Injil Lukas terdapat beberapa kisah tentang kesembuhan yang dialami oleh banyak orang melalui Yesus, mulai dari ibu mertua Petrus yang diserang demam berat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jangan ada padamu allah lain di hadapan-ku. 1

BAB I PENDAHULUAN. Jangan ada padamu allah lain di hadapan-ku. 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Jangan ada padamu allah lain di hadapan-ku. 1 Hukum pertama dari Dasa Titah di atas seolah mengikat bangsa Israel ke dalam sebuah perjanjian dengan Yahweh.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Paham Dosa Kekristenan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Paham Dosa Kekristenan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1.1 Paham Dosa Kekristenan Dosa merupakan fenomena aktual dari masa ke masa yang seolah tidak punya jalan keluar yang pasti. Manusia mengakui keberdosaannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Spiritualitas adalah istilah yang agak baru yang menandakan kerohanian atau hidup rohani. Spritualitas bisa juga berarti semangat kerohanian atau jiwa kerohanian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Konsep tentang panggilan sudah ada sejak jaman Israel kuno seiring dengan pengenalan mereka tentang Allah. Misalnya panggilan Tuhan kepada Abraham (Kej 12:

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Sekolah : SMP-K PERMATA BUNDA CIMANGGIS Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Katolik Kelas/Semester : VIII / 1 Alokasi Waktu : 2 x 40 menit A. Standar Kompetensi : Memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup dalam komunitas sebagai anggota gereja (Gereja sebagai Institusi). 1

BAB I PENDAHULUAN. hidup dalam komunitas sebagai anggota gereja (Gereja sebagai Institusi). 1 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Nabeel Jabbour menepis pemahaman tentang gereja hanya sebatas bangunan, gedung dan persekutuan yang institusional. Berangkat dari pengalaman hidup Nabeel Jabbour selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam Perjanjian Baru terdapat empat Kitab Injil Yang menuliskan tentang kehidupan Yesus

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam Perjanjian Baru terdapat empat Kitab Injil Yang menuliskan tentang kehidupan Yesus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam Perjanjian Baru terdapat empat Kitab Injil Yang menuliskan tentang kehidupan Yesus Kristus, keempat injil ini adalah Injil Matius, Markus, Lukas dan

Lebih terperinci

BAB 4 RELEVANSI PEMURIDAN YANG SEDERAJAT BAGI KEHIDUPAN BERGEREJA DI INDONESIA

BAB 4 RELEVANSI PEMURIDAN YANG SEDERAJAT BAGI KEHIDUPAN BERGEREJA DI INDONESIA BAB 4 RELEVANSI PEMURIDAN YANG SEDERAJAT BAGI KEHIDUPAN BERGEREJA DI INDONESIA PENDAHULUAN Telah dibahas pada bab sebelumnya bahwa setiap orang baik laki-laki dan perempuan dipanggil untuk bergabung dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Permasalahan Di dalam dogma Kristen dinyatakan bahwa hanya karena anugerah Allah di dalam Yesus Kristus, manusia dapat dibenarkan ataupun dibebaskan dari kuasa dan

Lebih terperinci

Tahun A-B-C : Hari Raya Paskah LITURGI SABDA

Tahun A-B-C : Hari Raya Paskah LITURGI SABDA 1 Tahun A-B-C : Hari Raya Paskah LITURGI SABDA Bacaan Pertama Kis. 10 : 34a. 37-43 Kami telah makan dan minum bersama dengan Yesus setelah Ia bangkit dari antara orang mati. Bacaan diambil dari Kisah Para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Kebebasan merupakan hal yang menarik bagi hampir semua orang. Di Indonesia, kebebasan merupakan bagian dari hak setiap individu, oleh karena itu setiap

Lebih terperinci

Tinjauan Buku. Phyllis Trible, God and the Rhetoric of Sexuality edisi ketiga (Philadelphia: Fortress Press, 1983), 206 halaman.

Tinjauan Buku. Phyllis Trible, God and the Rhetoric of Sexuality edisi ketiga (Philadelphia: Fortress Press, 1983), 206 halaman. Tinjauan Buku Phyllis Trible, God and the Rhetoric of Sexuality edisi ketiga (Philadelphia: Fortress Press, 1983), 206 halaman. Buku yang berjudul God and the Rethoric of Sexuality ini ditulis oleh Phyllis

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara akan persoalan Perjamuan Kudus maka ada banyak sekali pemahaman antar jemaat, bahkan antar pendeta pun kadang memiliki dasar pemahaman berbeda walau serupa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penginjilan merupakan salah satu dimensi yang esensial dari misi Kristen. Gereja bertanggungjawab untuk mewartakan injil ke seluruh dunia, untuk memberitakan

Lebih terperinci

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah satunya karena Indonesia berdasar pada Pancasila, dan butir sila pertamanya adalah Ketuhanan

Lebih terperinci

Surat-surat Am DR Wenas Kalangit

Surat-surat Am DR Wenas Kalangit Surat-surat Am DR Wenas Kalangit 22 Januari 2008 Jakarta 1 Surat-surat Ibrani dan Am Catatan Umum Delapan surat terakhir dalam PB disebut juga dengan nama: Surat-surat Am atau Umum. Disebut demikian karena

Lebih terperinci

Pembaptisan Air. Pengenalan

Pembaptisan Air. Pengenalan Pembaptisan Air Pengenalan Penting sekali bagi kita membaca Alkitab dan mempelajari apa yang Tuhan katakan kepada umatnya. Saya percaya kita perlu meneliti Kitab Suci secara menyeluruh untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ibadah merupakan sebuah bentuk perjumpaan manusia dengan Allah, pun juga dengan corak masing-masing sesuai dengan pengalaman iman dari setiap individu atau

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dalam bagian ini, akan di buat kesimpulan dari pembahasan bab 1 sampai. dengan bab 4 serta saran-saran. 5.1.

BAB V PENUTUP. Dalam bagian ini, akan di buat kesimpulan dari pembahasan bab 1 sampai. dengan bab 4 serta saran-saran. 5.1. BAB V PENUTUP Dalam bagian ini, akan di buat kesimpulan dari pembahasan bab 1 sampai dengan bab 4 serta saran-saran. 5.1. Kesimpulan Teologi pluralisme agama memang simpatik karena ingin membangun teologi

Lebih terperinci

UKDW. BAB I Pendahuluan

UKDW. BAB I Pendahuluan BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Permasalahan Hidup yang penuh berkelimpahan merupakan kerinduan, cita-cita, sekaligus pula harapan bagi banyak orang. Berkelimpahan seringkali diartikan atau setidaknya

Lebih terperinci

Kristologi Dalam Paham Pluralisme Agama Suatu Kajian Kristologi Alkitabiah Terhadap Pandangan Kristologi Dalam Pluralisme. Skripsi

Kristologi Dalam Paham Pluralisme Agama Suatu Kajian Kristologi Alkitabiah Terhadap Pandangan Kristologi Dalam Pluralisme. Skripsi Kristologi Dalam Paham Pluralisme Agama Suatu Kajian Kristologi Alkitabiah Terhadap Pandangan Kristologi Dalam Pluralisme Skripsi Diajukan kepada Fakultas Teologi Dalam Memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Bapa dan Anak dan Roh Kudus adalah nama-nama yang sangat familiar bagi agama Kristen. Ketiga nama tersebut merupakan unsur-unsur yang menjadi pokok dalam konsep

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Indonesia merupakan negara di wilayah Asia secara geografis yang diwarnai oleh dua kenyataan, yaitu kemajemukan agama dan kebudayaan, serta situasi kemiskinan

Lebih terperinci

Berkenalan dengan PB. DR Wenas Kalangit. Bina Teologia Jemaat GKI Kavling Polri 23 Oktober 2007 Jakarta

Berkenalan dengan PB. DR Wenas Kalangit. Bina Teologia Jemaat GKI Kavling Polri 23 Oktober 2007 Jakarta Berkenalan dengan PB DR Wenas Kalangit 23 Oktober 2007 Jakarta 1 Berkenalan dengan PB Pengantar Secara tradisional, studi biblika (Perjanjian Lama [PL] dan Perjanjian Baru [PB]) di sekolah-sekolah tinggi

Lebih terperinci

Pertanyaan Alkitabiah Pertanyaan Bagaimanakah Orang Yang Percaya Akan Kristus Bisa Bersatu?

Pertanyaan Alkitabiah Pertanyaan Bagaimanakah Orang Yang Percaya Akan Kristus Bisa Bersatu? Pertanyaan Alkitabiah Pertanyaan 21-23 Bagaimanakah Orang Yang Percaya Akan Kristus Bisa Bersatu? Orang-orang yang percaya kepada Kristus terpecah-belah menjadi ratusan gereja. Merek agama Kristen sama

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Katekisasi merupakan salah satu bentuk pelayanan pendidikan kristiani yang dilakukan oleh gereja. Istilah katekisasi berasal dari kerja bahasa Yunani: katekhein yang

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Adapun kesimpulan tersebut terdapat dalam poin-poin berikut:

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Adapun kesimpulan tersebut terdapat dalam poin-poin berikut: BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Uraian akhir dari analisa atas pemikiran Frithjof Schuon tentang makna agama dalam perspektif Filsafat Agama adalah bagian kesimpulan, yang merupakan rangkuman jawaban atas

Lebih terperinci

Tujuh Meditasi tentang CINTA

Tujuh Meditasi tentang CINTA 2016 Tujuh Meditasi tentang CINTA JADI S. LIMA Tujuh Meditasi tentang Cinta by Jadi S. Lima Copyright C 2011, 2016 FiatLux!, Jakarta all rights reserved 2 for Ita, with love... 3 DAFTAR ISI Pengantar...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan teknologi dan komunikasi yang semakin pesat, memacu orang untuk semakin meningkatkan intensitas aktifitas dan kegiatannya. Tingginya intensitas

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP 5.1. KESIMPULAN. Teologi feminis dibangun berdasarkan keprihatinan terhadap kaum perempuan.

BAB 5 PENUTUP 5.1. KESIMPULAN. Teologi feminis dibangun berdasarkan keprihatinan terhadap kaum perempuan. BAB 5 PENUTUP 5.1. KESIMPULAN Teologi feminis dibangun berdasarkan keprihatinan terhadap kaum perempuan. Beberapa ahli yang bekecimpung di dalam gerakan teologi feminis mendefenisikan teologi feminis yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin modern dan maju secara tidak langsung menuntut setiap orang untuk mampu bersaing dalam mewujudkan tujuan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman senantiasa memberikan perubahan yang cukup besar pada diri manusia. Perubahan yang cukup signifikan pada diri manusia adalah gaya hidup (lifestyle).

Lebih terperinci

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Situasi kritis merupakan situasi yang biasa dijumpai dalam kehidupan manusia. Meski tidak setiap saat dialami namun biasanya situasi ini sangat menentukan berhasil

Lebih terperinci

PROFESIONALISME GURU PAK DALAM PERSPEKTIF ALKITAB PERJANJIAN BARU. Yulia Citra

PROFESIONALISME GURU PAK DALAM PERSPEKTIF ALKITAB PERJANJIAN BARU. Yulia Citra PROSIDING SEMINAR NASIONAL PAK II DAN CALL FOR PAPERS, Tema: Profesionalisme dan Revolusi Mental Pendidik Kristen. Ungaran, 5 Mei 2017. ISBN: 978-602-60350-4-2 PROFESIONALISME GURU PAK DALAM PERSPEKTIF

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Praktik poligami dalam bentuk tindakan-tindakan seksual pada perempuan dan keluarga dekatnya telah lama terjadi dan menjadi tradisi masyarakat tertentu di belahan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Realitas kehidupan hari ini menunjukkan begitu banyak bentuk yang beragam. Dari cerita mengenai kebahagiaan sampai pada cerita mengenai ketertindasan. Ditambah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. E.P. Ginting, Religi Karo: Membaca Religi Karo dengan Mata yang Baru (Kabanjahe: Abdi Karya, 1999), hlm.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. E.P. Ginting, Religi Karo: Membaca Religi Karo dengan Mata yang Baru (Kabanjahe: Abdi Karya, 1999), hlm. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Secara umum masyarakat Karo menganggap bahwa agama Hindu-Karo adalah agama Pemena (Agama Pertama/Awal). Dalam agama Pemena, terdapat pencampuran konsep

Lebih terperinci

Suster-suster Notre Dame

Suster-suster Notre Dame Suster-suster Notre Dame Diutus untuk menjelmakan kasih Allah kita yang mahabaik dan penyelenggara Para suster yang terkasih, Generalat/Rumah Induk Roma Paskah, 5 April 2015 Kisah sesudah kebangkitan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Permasalahanan Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN Permasalahanan Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Permasalahanan 1.1.1. Latar belakang masalah Seseorang yang mengalami peristiwa ditinggalkan oleh orang lain karena perkataannya yang keras, tajam, dan tidak bisa diterima, meskipun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran lingkungan hidup yang disebabkan oleh ulah dan perilaku manusia.

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran lingkungan hidup yang disebabkan oleh ulah dan perilaku manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah A. Sonny Keraf mengemukakan bahwa ada dua kategori dari bencana yaitu bencana alam dan bencana lingkungan hidup. Sebagian dikategorikan sebagai bencana alam

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia tak dapat dilepaskan dari spiritualitas. Spiritualitas melekat dalam diri setiap manusia dan merupakan ekspresi iman kepada Sang Ilahi. Sisi spiritualitas

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penulis Markus mengawali tulisannya dengan kalimat inilah permulaan Injil tentang Yesus Kristus, Anak Allah (Mrk 1:1). Kalimat ini memunculkan kesan bahwa

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan UKDW. atas kemauannya sendiri. Namun, gereja dihadirkan oleh Allah untuk

BAB I. Pendahuluan UKDW. atas kemauannya sendiri. Namun, gereja dihadirkan oleh Allah untuk BAB I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Gereja ada dan eksis di dunia ini bukan untuk dirinya sendiri, juga bukan atas kemauannya sendiri. Namun, gereja dihadirkan oleh Allah untuk melaksanakan misi-nya

Lebih terperinci

PERINTAH YESUS DITURUTI (KISAH 2) contoh orang yang secara tepat menuruti pengaturan Yesus.

PERINTAH YESUS DITURUTI (KISAH 2) contoh orang yang secara tepat menuruti pengaturan Yesus. PERINTAH YESUS DITURUTI (KISAH 2) Berbeda dengan mereka yang sekarang mengubah pengaturan Yesus, Kisah 2 memberi contoh orang yang secara tepat menuruti pengaturan Yesus. Cerita Awalnya Dalam Kisah 2 Petrus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Roh Kudus adalah pribadi Tuhan dalam konsep Tritunggal.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Roh Kudus adalah pribadi Tuhan dalam konsep Tritunggal. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Tuhan Allah menyatakan diri sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Roh Kudus adalah pribadi Tuhan dalam konsep Tritunggal.

Lebih terperinci

Baptisan Roh Kudus adalah tema teologis sentral dari pemahaman kaum Pentakosta J. Roadman Williams mengatakan, in the Pentecostal and Charismatic

Baptisan Roh Kudus adalah tema teologis sentral dari pemahaman kaum Pentakosta J. Roadman Williams mengatakan, in the Pentecostal and Charismatic Baptisan Roh Kudus adalah tema teologis sentral dari pemahaman kaum Pentakosta J. Roadman Williams mengatakan, in the Pentecostal and Charismatic traditions the doctrine of baptism in (or with) the Holy

Lebih terperinci

Alkitab. Persiapan untuk Penelaahan

Alkitab. Persiapan untuk Penelaahan Persiapan untuk Penelaahan Alkitab Sekarang setelah kita membicarakan alasan-alasan untuk penelaahan Alkitab dan dengan singkat menguraikan tentang Alkitab, kita perlu membicarakan bagaimana menelaah Alkitab.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup panjang yang disebut Injil. Karangan-karangan yang panjang itu bercerita tentang seorang

BAB I PENDAHULUAN. cukup panjang yang disebut Injil. Karangan-karangan yang panjang itu bercerita tentang seorang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Alasan Pemilihan Teks Membuka Kitab Suci Perjanjian Baru, kita akan berjumpa dengan empat karangan yang cukup panjang yang disebut Injil. Karangan-karangan yang panjang itu bercerita

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN TEOLOGIS TERHADAP PENGHAYATAN ROH KUDUS JEMAAT KRISTEN INDONESIA INJIL KERAJAAN DI SEMARANG

BAB IV TINJAUAN TEOLOGIS TERHADAP PENGHAYATAN ROH KUDUS JEMAAT KRISTEN INDONESIA INJIL KERAJAAN DI SEMARANG BAB IV TINJAUAN TEOLOGIS TERHADAP PENGHAYATAN ROH KUDUS JEMAAT KRISTEN INDONESIA INJIL KERAJAAN DI SEMARANG Pada Bab ini, penulis akan menggunakan pemahaman-pemahaman Teologis yang telah dikemukakan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tak dapat dielakkan jika manusia dalam kehidupannya selalu memiliki keinginan yang kuat akan suatu hal. Inilah yang kita kenal sebagai hasrat. Suatu dorongan

Lebih terperinci

A. PERMASALAHAN DAN ALASAN PEMILIHAN JUDUL

A. PERMASALAHAN DAN ALASAN PEMILIHAN JUDUL BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN DAN ALASAN PEMILIHAN JUDUL A.1. Pluralitas Agama di Indonesia Pluralitas agama merupakan sebuah realita yang wajib digumuli. Berbagai agama besar yang pemeluknya tersebar

Lebih terperinci

Pertanyaan Alkitab (24-26)

Pertanyaan Alkitab (24-26) Pertanyaan Alkitab (24-26) Bagaimanakah orang Kristen Bisa Menentukan Dia Tidak Jatuh Dari Iman/Berpaling Dari Tuhan? Menurut Alkitab seorang Kristen bisa jatuh dari kasih karunia, imannya bisa hilang.

Lebih terperinci

Predestinasi Kristus 1 Ptr. 1:20-21 Ev. Calvin Renata

Predestinasi Kristus 1 Ptr. 1:20-21 Ev. Calvin Renata Predestinasi Kristus 1 Ptr. 1:20-21 Ev. Calvin Renata Pada bulan lalu kita telah belajar tentang Kristus yang mati disalibkan untuk menebus kita dari hidup yang sia-sia bukan dengan emas atau perak tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Lih. Kis 18:1-8 2 The Interpreter s Dictionary of the Bible. (Nashville : Abingdon Press, 1962). Hal. 682

BAB I PENDAHULUAN. 1 Lih. Kis 18:1-8 2 The Interpreter s Dictionary of the Bible. (Nashville : Abingdon Press, 1962). Hal. 682 BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Rasul Paulus merupakan salah seorang rasul yang berperan sangat penting dalam kelahiran dan pertumbuhan jemaat Kristen mula-mula, terutama bagi kalangan

Lebih terperinci

Penulis : Yohanes Tema : Yesus, Putra Allah. Tanggal Penulisan: M Latar Belakang

Penulis : Yohanes Tema : Yesus, Putra Allah. Tanggal Penulisan: M Latar Belakang SUPLEMEN MATERI KHOTBAH PELKAT 10 11 MARET 2017 Penulis : Yohanes Tema : Yesus, Putra Allah Tanggal Penulisan: 80-95 M Latar Belakang YOHANES 4 : 27 54 Injil Yohanes adalah unik di antara keempat Injil.

Lebih terperinci

Sekali peristiwa Allah menyuruh Petrus pergi ke rumah perwira Kornelius.

Sekali peristiwa Allah menyuruh Petrus pergi ke rumah perwira Kornelius. Thn B Hari Raya Paskah 5 April 2015 LTRG SABDA mat duduk Bacaan pertama (Kis. 10 : 34a. 37-43) Kami telah makan dan minum bersama dengan Yesus setelah a bangkit dari antara orang mati. Bacaan diambil dari

Lebih terperinci

KEHIDUPAN KRISTUS, 1 DAVID L. ROPER

KEHIDUPAN KRISTUS, 1 DAVID L. ROPER KEHIDUPAN KRISTUS, 1 DAVID L. ROPER Kursus: Kehidupan Kristus, 1 Pengarang: David L. Roper Kursus ini dikembangkan dari serial Truth for Today berjudul The Life of Christ yang diterbitkan oleh Truth for

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Peribadatan dalam gereja serta perayaan sakramen-sakramen adalah jembatan bagi warga jemaat untuk mengalami persekutuan dengan Tuhan dan seluruh warga jemaat. Sehingga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Kematian

BAB 1 PENDAHULUAN Kematian BAB 1 PENDAHULUAN Menurut Vitruvius di dalam bukunya Ten Books of Architecture, arsitektur merupakan gabungan dari ketiga aspek ini: firmity (kekuatan, atau bisa dianggap sebagai struktur), venustas (keindahan

Lebih terperinci

Misiologi David Bosch

Misiologi David Bosch Misiologi David Bosch Definisi Sementara Misi. 1. Iman Kristen bersifat misioner, atau menyangkali dirinya sendiri. Berpegang pada suatu penyingkapan yang besar dari kebenaran puncak yang dipercayai penting

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

LATAR BELAKANG PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Sejak manusia pertama (Adam) jatuh ke dalam dosa, seperti dikisahkan pada kitab Kejadian dari Alkitab Perjanjian Lama, maka pintu gerbang dunia terbuka

Lebih terperinci

KEBENARAN SEDERHANA untuk yang BARU PERCAYA. (Pertanyaan dan Jawaban)

KEBENARAN SEDERHANA untuk yang BARU PERCAYA. (Pertanyaan dan Jawaban) KEBENARAN SEDERHANA untuk yang BARU PERCAYA (Pertanyaan dan Jawaban) 1 TUHAN, MANUSIA DAN DOSA * Q. 1 Siapakah yang membuat anda? A. Tuhan yang membuat kita. Kejadian 1:26,27; Kejadian 2:7 Q. 2 Apa lagi

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan.

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Permasalahan. Gereja dalam kehidupan kekristenan menjadi tempat dan sarana orang-orang percaya kepada Kristus, berkumpul dan saling mendorong antara orang yang satu

Lebih terperinci

Alkitab dan kita: Bagaimana menafsirkan Alkitab. 2 Petrus 1:20. Bagaimana Alkitab mengubah hidup kita? 2 Petrus 1:21.

Alkitab dan kita: Bagaimana menafsirkan Alkitab. 2 Petrus 1:20. Bagaimana Alkitab mengubah hidup kita? 2 Petrus 1:21. Lesson 10 for June 3, 2017 Yesus memberitahukan kedatangan dan misinya dalam FirmanNya melalui para nabi: Sebab yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang telah kuterima sendiri, ialah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Oikumenikal dan Evangelikal.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Oikumenikal dan Evangelikal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1.1. Gereja Oikumenikal dan Evangelikal. Data statistik keagamaan Kristen Protestan tahun 1992, memperlihatkan bahwa ada sekitar 700 organisasi 1 Kristen

Lebih terperinci

Siapakah Yesus Kristus? (3/6)

Siapakah Yesus Kristus? (3/6) Siapakah Yesus Kristus? (3/6) Nama Kursus : SIAPAKAH YESUS KRISTUS? Nama Pelajaran : Yesus adalah Allah Sejati dan Manusia Sejati Tanpa Dosa Kode Pelajaran : SYK-P03 Pelajaran 03 - YESUS ADALAH ALLAH SEJATI

Lebih terperinci

UKDW. BAB I Pendahuluan. A. Latar Belakang

UKDW. BAB I Pendahuluan. A. Latar Belakang BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Kehidupan umat beragama tidak bisa dipisahkan dari ibadah. Ibadah bukan hanya sebagai suatu ritus keagamaan tetapi juga merupakan wujud respon manusia sebagai ciptaan

Lebih terperinci

Surat Roma ini merupakan surat Paulus yang paling panjang, paling teologis, dan paling berpengaruh. Mungkin karena alasan-alasan itulah surat ini

Surat Roma ini merupakan surat Paulus yang paling panjang, paling teologis, dan paling berpengaruh. Mungkin karena alasan-alasan itulah surat ini Catatan: Bahan ini diambil dari http://www.sabda.org/sabdaweb/biblical/intro/?b=47, diakses tanggal 3 Desember 2012. Selanjutnya mahasiswa dapat melihat situs www.sabda.org yang begitu kaya bahan-bahan

Lebih terperinci

THE GOSPEL IN SOLENTINAME 1 Sebuah Upaya Memaknai Teks dari Respon Pembaca. Daniel K. Listijabudi *

THE GOSPEL IN SOLENTINAME 1 Sebuah Upaya Memaknai Teks dari Respon Pembaca. Daniel K. Listijabudi * THE GOSPEL IN SOLENTINAME 1 Sebuah Upaya Memaknai Teks dari Respon Pembaca Daniel K. Listijabudi * Exploitation exists, but it s not called exploitation. It s called justice. (Gloria from Solentiname)

Lebih terperinci

Gereja Lokal Sebagai Sarana Bertumbuh 1 Korintus 12:12-20

Gereja Lokal Sebagai Sarana Bertumbuh 1 Korintus 12:12-20 Gereja Lokal Sebagai Sarana Bertumbuh 1 Korintus 12:12-20 Pernahkah Anda berpikir mengapa setelah kita percaya kita perlu hadir dalam komunitas yang bernama gereja? Apakah tidak cukup kita mengaku percaya

Lebih terperinci

Pdt Gerry CJ Takaria

Pdt Gerry CJ Takaria KESATUAN ALKITAB DAN GEREJA ATAU JEMAAT Roh Kudus merupakan kekuatan penggerak di belakang kesatuan Jemaat (Ef. 4:4-6). Dengan memanggil mereka dari pelbagai suku-bangsa, Roh Kudus membaptiskan mereka

Lebih terperinci

UKDW BAB I. PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

UKDW BAB I. PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Teologi merupakan suatu usaha atau kegiatan untuk mencermati kehadiran Tuhan Allah di mana Allah menyatakan diri-nya di dalam kehidupan serta tanggapan manusia akan

Lebih terperinci

RENUNGAN KITAB 1Timotius Oleh: Pdt. Yabes Order

RENUNGAN KITAB 1Timotius Oleh: Pdt. Yabes Order RENUNGAN KITAB 1Timotius Oleh: Pdt. Yabes Order HARI 1 JEJAK-JEJAK PEMURIDAN DALAM SURAT 1-2 TIMOTIUS Pendahuluan Surat 1-2 Timotius dikenal sebagai bagian dari kategori Surat Penggembalaan. Latar belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Tidak seorangpun ingin dilahirkan tanpa dekapan lembut seorang ibu dan perlindungan seorang ayah. Sebuah kehidupan baru yang telah hadir membutuhkan kasih untuk bertahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sakramen berasal dari bahasa Latin; Sacramentum yang memiliki arti perbuatan kudus 1. Dalam bidang hukum dan pengadilan Sacramentum biasanya diartikan sebagai barang

Lebih terperinci

Mat. 16: Ev. Bakti Anugrah, M.A.

Mat. 16: Ev. Bakti Anugrah, M.A. Mat. 16: 13-20 Ev. Bakti Anugrah, M.A. Identitas Kristus yang sudah dinyatakan berulang-ulang dari pasal pertama sampai pasal kelima belas ternyata masih menimbulkan kebingungan dan perpecahan pendapat

Lebih terperinci

JIKA ALKITAB SATU-SATUNYA OTORITAS KITA DALAM AGAMA, MENGAPA MANUSIA MENAFSIRKAN ALKITAB SECARA BERLAINAN?

JIKA ALKITAB SATU-SATUNYA OTORITAS KITA DALAM AGAMA, MENGAPA MANUSIA MENAFSIRKAN ALKITAB SECARA BERLAINAN? JIKA ALKITAB SATU-SATUNYA OTORITAS KITA DALAM AGAMA, MENGAPA MANUSIA MENAFSIRKAN ALKITAB SECARA BERLAINAN? Salah satu prinsip yang diterapkan untuk mengambil arti dari nas-nas Alkitab adalah agama sejati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. A.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. A.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1 A. Permasalahan A.1. Latar Belakang Masalah Perjamuan Kudus merupakan salah satu ritual yang masih terpelihara dalam tradisi gereja hingga saat ini. Sebuah ritual jamuan makan roti

Lebih terperinci

I M A N Bagian ke-1. Bahkan, ketika Yesus menderita kesakitan di atas kayu salib, para pencemooh-nya masih terus menuntut tanda.

I M A N Bagian ke-1. Bahkan, ketika Yesus menderita kesakitan di atas kayu salib, para pencemooh-nya masih terus menuntut tanda. I M A N Bagian ke-1 Pengantar Tuhan telah memilih untuk menjadikan iman sebagai salah satu batu pondasi hubungan kita dengan Dia. Tetapi seberapa banyak kita benar-benar mengerti tentang iman? Dari manakah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Perasaan khawatir pada umumnya dikenal sebagai perasaan takut atau cemas. Tetapi perasaan khawatir akan lebih tepat apabila dimaknai sebagai perasaan cemas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan.

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan. Kemajemukan merupakan realitas yang menjadi salah satu ciri dari kondisi masa sekarang ini. Di era modern yang untuk sementara kalangan sudah berlalu

Lebih terperinci

Seruan pastoral Paulus. Galatia 4:12. Aku minta kepadamu, saudara-saudara jadilah sama seperti aku sebab aku pun telah menjadi sama seperti kamu

Seruan pastoral Paulus. Galatia 4:12. Aku minta kepadamu, saudara-saudara jadilah sama seperti aku sebab aku pun telah menjadi sama seperti kamu Lesson 9 for August 26, 2017 Seruan pastoral Paulus. Galatia 4:12. Aku minta kepadamu, saudara-saudara jadilah sama seperti aku sebab aku pun telah menjadi sama seperti kamu Mengingat permulaan. Galatia

Lebih terperinci

Santo Yohanes Rasul adalah orang yang sejak semula boleh mengalami kasih Yesus secara istimewa.

Santo Yohanes Rasul adalah orang yang sejak semula boleh mengalami kasih Yesus secara istimewa. 1. Allah, Sumber Segala Kasih Santo Yohanes Rasul adalah orang yang sejak semula boleh mengalami kasih Yesus secara istimewa. Pada perjamuan malam ia boleh duduk dekat Yesus dan bersandar dekat dengan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Remaja adalah masa transisi dari anak-anak menuju tahap yang lebih dewasa. Secara formal, seseorang dikatakan sebagai remaja jika telah memasuki batasan

Lebih terperinci

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. dalam keluarga dengan orang tua beda agama dapat dipahami lebih baik.

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. dalam keluarga dengan orang tua beda agama dapat dipahami lebih baik. BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS Dalam bab IV ini akan dipaparkan suatu refleksi teologis tentang PAK dalam keluarga dengan orang tua beda agama. Refleksi teologis ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu PAK keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Paulus merupakan seorang tokoh Alkitab yang mempunyai peranan cukup penting dalam sejarah kekristenan. Tulisan-tulisan (surat-surat) Paulus bisa dikatakan

Lebih terperinci

@UKDW BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG MASALAH

@UKDW BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG MASALAH Berhadapan langsung dengan perkembangan ekonomi pasar global, tentunya masyarakat Indonesia bukanlah masyarakat yang posisinya berada di luar lingkaran praktekpraktek

Lebih terperinci

Bagaimana Saya Menjadi Sebagian dari Gereja Tuhan

Bagaimana Saya Menjadi Sebagian dari Gereja Tuhan Bagaimana Saya Menjadi Sebagian dari Gereja Tuhan Kita telah banyak mempelajari masa lampau gereja Tuhan. Kita telah melihat bagaimana Allah mengerjakan rencananya. Kita juga telah mempelajari arti kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imannya itu kepada Kristus dalam doa dan pujian. Doa, pujian dan kegiatan-kegiatan liturgi

BAB I PENDAHULUAN. imannya itu kepada Kristus dalam doa dan pujian. Doa, pujian dan kegiatan-kegiatan liturgi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan Gereja adalah persekutuan umat beriman yang percaya kepada Kristus. Sebagai sebuah persekutuan iman, umat beriman senantiasa mengungkapkan dan mengekspresikan

Lebih terperinci

PASTORAL DIALOGAL. Erik Wahju Tjahjana

PASTORAL DIALOGAL. Erik Wahju Tjahjana PASTORAL DIALOGAL Erik Wahju Tjahjana Pendahuluan Konsili Vatikan II yang dijiwai oleh semangat aggiornamento 1 merupakan momentum yang telah menghantar Gereja Katolik memasuki Abad Pencerahan di mana

Lebih terperinci

SPIRITUALITAS EKARISTI

SPIRITUALITAS EKARISTI SPIRITUALITAS EKARISTI SUSUNAN PERAYAAN EKARISTI RITUS PEMBUKA LITURGI SABDA LITURGI EKARISTI RITUS PENUTUP RITUS PEMBUKA Tanda Salib Salam Doa Tobat Madah Kemuliaan Doa Pembuka LITURGI SABDA Bacaan I

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Galilea. Kesaksian Alkitab mengatakan bahwa murid Yesus berjumlah dua belas orang

BAB 1 PENDAHULUAN. Galilea. Kesaksian Alkitab mengatakan bahwa murid Yesus berjumlah dua belas orang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yesus memulai pelayanannya dari sebuah tempat di kawasan utara Palestina. Di daerah inilah Yesus memilih murid-muridnya yang pertama, tepatnya di tepi danau Galilea.

Lebih terperinci

UKDW BAB I. Pendahuluan

UKDW BAB I. Pendahuluan BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Perubahan radikal dari zaman modern ke postmodern telah mengubah sifat dasar individu. Pada zaman modern, segala sesuatu bersifat teratur dan pasti, perhitungan ilmiah

Lebih terperinci