VII. DAYA SAING KOMODITI TEH INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL. 7.1 Analisis Keunggulan Komparatif Komoditi Teh Indonesia di Pasar Internasional

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VII. DAYA SAING KOMODITI TEH INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL. 7.1 Analisis Keunggulan Komparatif Komoditi Teh Indonesia di Pasar Internasional"

Transkripsi

1 75 VII. DAYA SAING KOMODITI TEH INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL 7.1 Analisis Keunggulan Komparatif Komoditi Teh Indonesia di Pasar Internasional Analisis Keunggulan Komparatif Komoditi Teh Hijau HS Berdasarkan nilai RCA selama periode 2001 hingga 2005 perkembangan daya saing Indonesia menunjukkan peningkatan. Perkembangan daya saing Indonesia untuk teh hijau HS sebenarnya baik walaupun peningkatannya tidak terlalu besar. Nilai RCA tertinggi terjadi pada tahun 2005 dimana nilai RCA Indonesia mencapai 7,01. Nilai RCA terendah terjadi pada tahun 2003 dengan nilai RCA sebesar 0,75 karena jika nilai RCA 1 maka komoditi teh hijau HS tidak berdaya saing. Penurunan nilai RCA ini disebabkan penguasaan pangsa pasar Indonesia untuk komoditi teh hijau HS hanya sebesar 0,62 persen (tabel 15). Tabel 27. Nilai RCA Komoditi Teh Hijau HS di Pasar Internasional Tahun Negara Tahun Sri Lanka 40,54 40,76 55,51 65,37 62,28 India 0,77 0,53 1,08 0,95 0,49 Kenya 2,06 1,34 13,76 38,84 25,06 Cina 13,34 10,54 9,27 8,11 7,22 Indonesia 1,08 1,25 0,75 2,99 7,01 Argentina 0,01 0,01 0,01 0,03 0,04 Tanzania 0,93 1,61 0,18 0,51 0,55 Uganda 49,76 79,51 54,34 67,30 50,52 Sumber: UN Commodity Trade Statistics Database (COMTRADE) (diolah), 2007 Sri Lanka merupakan negara yang memiliki RCA tertinggi dibanding tujuh negara lainnya, negara ini salah satu produsen teh pesaing kuat dalam pasar internasional. Perkembangan Sri Lanka selama periode menunjukkan kecenderungan peningkatan. Uganda juga merupakan salah satu negara yang

2 76 memiliki nilai RCA tertinggi. Perkembangannya selama periode analisis berfluktuasi tiap tahunnya. Kedua negara tersebut merupakan negara peraih nilai RCA terbesar hal ini disebabkan karena komoditi teh hijau HS di negara tersebut merupakan salah satu sektor unggulan yang diandalkan dan penguasaannya terhadap pasar domestik masing-masing cukup tangguh. Cina adalah negara yang memiliki pangsa pasar yang tertinggi pada komoditi teh hijau HS diantara negara lainnya, namun ternyata nilai RCA Cina lebih kecil dibandingkan Sri Lanka, Kenya, dan Uganda. Hal ini dikarenakan proporsi ekspor komoditi teh hijau HS Sri Lanka, Kenya dan Uganda terhadap total ekspornya di pasar dunia lebih besar dari pada proporsi ekspor Cina terhadap keseluruhan ekspornya di pasar dunia. Kuatnya daya saing dan cukup tingginya pangsa pasar komoditi teh hijau HS di pasar internasional menunjukkan semakin ketatnya persaingan komoditi teh dalam kancah dunia. Terutama Indonesia yang nilai RCA dan pangsa pasarnya menunjukkan perkembangan peningkatan yang baik. Hal seperti ini harus dapat terus ditingkatkan agar dapat memberikan dampak yang positif terhadap keunggulan komparatif Indonesia di pasar internasional Analisis Keunggulan Komparatif Komoditi Teh Hijau HS Berdasarkan nilai RCA perkembangan daya saing Indonesia selama periode 2001 hingga 2005 menunjukkan perkembangan nilai RCA yang semakin menurun tiap tahunnya. Selama periode Indonesia masih berdaya saing karena memiliki nilai RCA 1. Namun, semenjak tahun nilai RCA Indonesia 1 dimana Indonesia tidak berdaya saing dalam pasar komoditi teh hijau HS untuk periode tersebut. Penurunan nilai RCA Indonesia terhadap

3 dunia disebabkan oleh penguasaan pangsa pasar komoditi teh hijau HS Indonesia di dunia yang semakin menurun seperti terlihat pada tabel 16. Cina merupakan negara pengekspor terbesar untuk komoditi teh hijau. Perkembangan nilai RCA selama periode menunjukkan penurunan tiap tahunnya. Hal ini dikarenakan penguasaan pangsa psarnya yang tiap tahunnya berfluktuasi seperti terlihat pada tabel 16. Menurut ITC (2006), perkembangan konsumsi teh untuk negara Cina tahun tidak termasuk kategori tinggi yaitu sebesar 440 gram perkapita per tahun. Perkembangan RCA Cina yang terus menurun serta konsumsi teh dalam negeri yang tidak cukup tinggi merupakan suatu peluang bagi Indonesia agar dapat meningkatkan pangsa pasar di pasar teh hijau internasional. Tabel 28. Nilai RCA Komoditi Teh Hijau HS di Pasar Internasional Tahun Negara Tahun Sri Lanka 0,82 1,79 2,86 5,25 6,01 India 0,43 0,98 1,20 1,12 1,83 Kenya 0,17 0,06 5,03 3,25 3,98 Cina 18,21 14,80 12,50 11,50 9,62 Indonesia 2,97 2,46 1,52 0,66 0,50 Argentina 0,38 0,38 0,49 1,05 0,87 Tanzania 2,04 4,38 86,88 98,78 112,92 Uganda 6,05 34,50 1,72 13,33 21,84 Sumber: UN Commodity Trade Statistics Database (COMTRADE) (diolah), Uganda merupakan salah satu negara produsen teh hijau yang memiliki nilai RCA tertinggi dibanding lainnya. Namun, perkembangannya selama periode berfluktuasi dengan nilai yang ekstrim. Pada tahun 2001 nilai RCA Uganda sebesar 6,05 dibandingkan dengan tahun berikutnya nilai RCA Uganda naik menjadi 34,50 akan tetapi di tahun 2003 turun drastis menjadi hanya 1,72. sampai tahun 2005 perkembangan nilai RCA Uganda mengalami peningkatan

4 78 hingga sebesar 21,84. Perkembangan nilai RCA Uganda yang tidak stabil ini merupakan salah satu peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan pangsa pasarnya di pasar internasional. Tanzania merupakan produsen teh hijau yang memiliki nilai RCA tinggi dengan kecenderungan peningkatan nilai RCA tiap tahunnya untuk periode , sedangkan dilihat dari penguasaan pangsa pasar teh hijau di dunia juga mengalami peningkatan tiap tahunnya. Selain itu negara India dalam perkembangannya selama periode juga mengalami peningkatan pangsa pasar dan nilai RCA tiap tahunnya. Hal ini merupakan ancaman yang serius bagi produsen teh termasuk Indonesia dalam meningkatkan daya saingnya di pasar internasional. Cina adalah negara yang memiliki pangsa pasar yang tertinggi pada komoditi teh hijau HS dibanding negara lainnya di pasar internasional namun ternyata nilai RCA Cina lebih kecil daripada nilai RCA Tanzania nilai RCA Uganda. Hal ini dikarenakan proporsi ekspor komoditi teh hijau Tanzania dan Uganda terhadap total ekspornya di pasar dunia lebih besar dari pada proporsi ekspor Cina terhadap keseluruhan ekspornya di pasar dunia. Kuatnya daya saing dan cukup tingginya pangsa pasar komoditi teh hijau HS di pasar internasional menunjukkan semakin ketatnya persaingan komoditi teh dalam kancah dunia. Namun, pada periode tahun 2001 hingga tahun 2005 pangsa pasar Indonesia memiliki kecenderungan menurun. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya untuk mempertahankan pangsa pasar dan meningkatkan daya saing teh hijau Indonesia di pasar dunia baik secara internal maupun

5 79 eksternal agar dapat memberikan dampak yang positif terhadap keunggulan komparatif teh hijau Indonesia di pasar internasional Analisis Keunggulan Komparatif Komoditi Teh Hitam HS Berdasarkan nilai RCA perkembangan daya saing Indonesia selama periode 2001 hingga 2005 cenderung mengalami peningkatan. Selama tahun 2001 hingga 2003 komoditi teh hitam Indonesia HS tidak memiliki daya saing karena nilai RCA yang kurang dari satu. Hal ini disebabkan penguasaan pangsa pasar ekspor komoditi teh hitam HS yang cenderung kecil seperti terlihat pada tabel 17. Namun, hal ini tidak berlangsung lama karena nilai RCA Indonesia menunjukkan perkembangan yang positif dengan puncaknya pada tahun 2004 dimana nilai RCA Indonesia mencapai 7,48. Tetapi Indonesia tidak bisa mempertahankan daya saingnya sehingga kembali terjadi penurunan walaupun sedikit di tahun 2005 dengan nilai RCA sebesar 7,11. Diantara delapan negara, Sri Lanka adalah negara yang memiliki nilai RCA terbesar dan pangsa pasar tertinggi. Selama periode perkembangannya menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Dilihat dari penguasaan pangsa pasarnya Sri Lanka menguasai lebih dari 28 persen. Menurut ITC (2006), tingkat konsumsi teh negara Sri Lanka cukup tinggi yaitu 1400 gram perkapita. Perkembangan positif nilai RCA, pangsa pasar dan tingkat konsumsi teh Sri Lanka ini merupakan ancaman bagi negara produsen teh hitam seperti Indonesia. Indonesia harus mempersiapkan diri agar dapat bersaing dengan Sri Lanka di pasar teh hitam ini. Uganda merupakan salah satu produsen teh hitam dengan nilai RCA terbesar. Perkembangannya selama periode cenderung fluktuatif.

6 Ketidakstabilan nilai RCA ini merupakan suatu kesempatan bagi Indonesia untuk dapat merebut pangsa pasar teh hitam di pasar internasional. Tabel 29. Nilai RCA Komoditi Teh Hitam HS di Pasar Internasional Tahun Negara Tahun Sri Lanka 410,06 426,84 500,16 526,81 598,83 India 25,97 14,96 13,34 12,19 8,01 Kenya 4,48 4,97 2,70 0,59 0,90 Cina 0,27 0,26 0,22 0,20 0,28 Indonesia 0,17 0,20 0,19 7,48 7,11 Argentina 0,14 0,11 0,11 0,13 0,19 Tanzania 0,61 4,53 0,47 7,92 0 Uganda 300,30 363,30 302,19 422,40 212,60 Sumber: UN Commodity Trade Statistics Database (COMTRADE) (diolah), Penguasaan pangsa pasar Indonesia untuk komoditi teh hitam HS untuk tahun 2004 dan 2005 lebih besar daripada pangsa pasar Uganda. Namun, nilai RCA Uganda jauh lebih besar daripada Indonesia. Hal ini dikarenakan dalam perhitungan RCA, nilai ekspor komoditi suatu negara tertentu dibandingkan dengan total ekspor negara tersebut, maka negara yang jumlah ekspornya relatif sama dengan negara lain namun total ekspornya lebih besar justru mempunyai nilai RCA yang lebih kecil. Nilai RCA Uganda yang besar menunjukkan bahwa komoditi teh hitam di pasar domestik Uganda merupakan komoditi ekspor yang sangat diandalkan dan cukup tangguh. Kuatnya daya saing dan cukup tingginya pangsa pasar komoditi teh hitam HS di pasar internasional menunjukkan semakin ketatnya persaingan komoditi teh hitam dalam kancah dunia. Terutama Indonesia yang nilai RCA dan pangsa pasarnya menunjukkan perkembangan peningkatan yang baik. Hal seperti ini harus dapat terus ditingkatkan agar dapat memberikan dampak yang positif terhadap keunggulan komparatif Indonesia di pasar internasional.

7 Analisis Keunggulan Komparatif Komoditi Teh Hitam HS Berdasarkan nilai RCA perkembangan daya saing Indonesia selama periode 2001 hingga 2005 menunjukkan penurunan. Nilai RCA tertinggi diraih Indonesia pada tahun 2002 dengan nilai RCA sebesar 8,27. Namun, hal ini tidak berlangsung lama karena pada tahun-tahun berikutnya nilai RCA Indonesia terus merosot sampai pada tahun 2005 dimana merupakan nilai RCA terendah selama periode tersebut dengan nilai RCA sebesar 4,19. Penurunan nilai RCA Indonesia untuk komoditi teh hitam HS disebabkan oleh penguasaan pangsa pasar Indonesia untuk komoditi ini yang cenderung mengalami penurunan seperti terlihat pada tabel 18. Kenya merupakan salah satu produsen teh hitam dengan nilai RCA terbesar. Selama periode perkembangan nilai RCA Kenya cenderung fluktuatif. Nilai RCA terbesar diraih oleh Kenya pada tahun 2001 sebesar 1157,59. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun 2001 komoditi teh hitam di pasar domestik Kenya merupakan komoditi ekspor yang diandalkan dan cukup tangguh. Namun, pada tahun 2002 perkembangan nilai RCA Kenya merosot tajam sampai 492,9. Di tahun-tahun berikutnya perkembangan nilai RCA Kenya berfluktuatif sampai pada tahun 2005 sebesar 856,68. Hal ini disebabkan penguasaan pangsa pasar Kenya untuk komoditi teh hitam HS di dunia cenderung fluktuatif (tabel 18). Ketidakstabilan nilai RCA ini merupakan suatu peluang bagi Indonesia agar dapat bersaing dengan Kenya dalam pasar teh hitam internasional. Sri Lanka merupakan eksportir teh hitam HS yang memiliki nilai RCA tinggi. Perkembangannya selama periode menunjukkan

8 peningkatan. Nilai RCA terbesar terjadi pada tahun 2005 dengan nilai RCA sebesar 607,24, hal ini disebabkan penguasaan pangsa pasar Sri Lanka untuk komoditi teh hitam HS cenderung mengalami peningkatan di pasar komoditi teh hitam internasional (tabel 18). Perkembangan RCA dan pangsa pasar teh hitam Sri Lanka yang positif ini merupakan ancaman serius bagi Indonesia dimana Indonesia juga merupakan salah satu eksportir teh hitam HS Indonesia harus mempersiapkan diri terutama dari sisi kualitas teh yang akan diekspor agar dapat bersaing dengan produsen teh hitam lainnya. Tabel 30. Nilai RCA Komoditi Teh Hitam HS di Pasar Internasional Tahun Negara Tahun Sri Lanka 339,25 414,50 372,27 435,12 607,24 India 16,39 21,41 17,41 18,72 22,96 Kenya 1157,59 492,90 883,93 966,13 856,68 Cina 1,37 1,31 0,85 0,77 0,92 Indonesia 6,41 8,27 6,98 5,23 4,19 Argentina 6,07 7,59 5,24 5,99 8,91 Tanzania 144,44 158,50 84,20 90,54 128,09 Uganda 88,86 94,26 65,08 86,02 169,54 Sumber: UN Commodity Trade Statistics Database (COMTRADE) (diolah), 2007 Perkembangan nilai RCA Indonesia selama periode memperlihatkan kecenderungan yang menurun. Namun, penguasaan pangsa pasar Indonesia masih lebih besar dibandingkan negara Tanzania dan Uganda, walaupun kedua negara tersebut nilai RCA-nya lebih besar dibandingkan Indonesia. Hal ini dikarenakan dalam perhitungan RCA, nilai ekspor komoditi suatu negara tertentu dibandingkan dengan total ekspor negara tersebut, maka negara yang jumlah ekspornya relatif sama dengan negara lain namun total ekspornya lebih besar justru mempunyai nilai RCA yang lebih kecil. Nilai RCA Tanzania dan Uganda yang besar menunjukkan bahwa komoditi teh hitam HS 82

9 di pasar domestik Tanzania dan Uganda merupakan komoditi ekspor yang sangat diandalkan dan cukup tangguh. Kuatnya daya saing dan cukup tingginya pangsa pasar komoditi teh hitam HS di pasar internasional menunjukkan semakin ketatnya persaingan komoditi teh dalam kancah dunia. Namun, pada periode tahun 2001 hingga tahun 2005 pangsa pasar Indonesia memiliki kecenderungan menurun. Kecenderungan menurun ini lebih disebabkan penurunan volume, nilai dan rendahnya harga teh Indonesia yang berakibat pada lemahnya daya saing dan citra teh Indonesia dibanding negara-negara lain. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya untuk mempertahankan pangsa pasar dan meningkatkan daya saing teh Indonesia di pasar dunia baik secara internal maupun eksternal. 7.1 Keunggulan Kompetitif Komoditi Teh Indonesia: Analisis Teori Berlian Porter ( Porter s Diamonds Theory) Kondisi Faktor Sumberdaya Sumberdaya yang dimiliki suatu bangsa merupakan faktor produksi yang sangat penting untuk bersaing. Kondisi faktor sumberdaya yang berpengaruh terhadap daya saing komoditi teh adalah sumberdaya alam termasuk sumberdaya pertanian, sumberdaya manusia, sumberdaya modal (investasi), sumberdaya ilmu pengetahuan dan teknologi serta sumberdaya infrastruktur. Faktor-faktor sumberdaya tersebut dijelaskan sebagai berikut A. Sumberdaya Alam Sumber daya alam (SDA) mencakup lahan, air dan iklim yang dapat digunakan untuk pengembangan komoditi teh. Lahan untuk komoditi teh ini tumbuh baik di dataran tinggi, dan paling produktif di dataran tropis. Sumber daya alam untuk komoditi teh dilihat dari luas areal yang sudah digunakan, potensi dan ketersediaan lahan. 83

10 84 Di daerah tropika termasuk Indonesia teh umumnya ditanam di tempat yang relatif tinggi (>600 m di atas permukaan laut). Teh dapat berhasil baik jika hujan tahunan di sekitar 2500 mm dan terbagi merata sepanjang tahun (Ochse dkk, 1962; Turon, 1999; dan Wardiyatmo, 1997). Jika teh ditanam di wilayah yang mempunyai musim hujan dan musim kemarau hasilnya akan turun tajam jika musim kemaraunya terlalu kering. Sebaliknya di wilayah seperti itu jika dalam musim kemarau terjadi relatif banyak hujan akan diperoleh kualitas hasil yang lebih baik daripada jika lembab sepanjang tahun (Ochse dkk, 1961). Di wilayah yang relatif basah sepanjang tahun teh dapat tumbuh dan menguntungkan di tempat yang tidak terlalu tinggi, seperti di jumpai di Jawa Barat (Soeratni, 1985). Hal ini berkaitan erat antara produksi pucuk teh dengan curah hujan, Williams & Joseph (1970) menyebutkan bahwa tinggi-rendahnya produksi teh lebih kuat berhubungan dengan hujan dalam musim kemarau daripada dengan jumlah hujan satu tahun 11. Luas areal perkebunan teh di Indonesia sebenarnya memiliki prospek yang cukup cerah selain iklim dan kondisi tanahnya yang mendukung juga luas perkebunan teh Indonesia yang cukup luas dan tersebar di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara yang luasnya mencapai ha. Perkebunan teh diusahakan oleh PTP Nusantara (PTPN) seluas ha (34,13%), 11 Sukardi Wishnubroto dan Rosich Attaqy, Prakiraan Hasil Pucuk The Atas Dasar Jumlah Hujan Bulanan di Kebun Pagilaran, Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan, Volume 3(1) 2002, hlm 42

11 85 Perkebunan Besar Swasta (PBS) ha (27,58%), dan Perkebunan Teh Rakyat (PTR) ha (38,28%) 12. Menurut International Tea Comittee (2006), luas areal tanaman teh di Indonesia menempati peringkat keempat terluas di dunia dengan luas Hektar setelah Cina ( ha), India ( ha), Sri Lanka ( ha). Pesaing utama lainnya yaitu Kenya memiliki luas areal teh sebesar hektar atau menempati posisi kelima. Berdasarkan luas areal teh Indonesia lebih unggul dibandingkan Kenya. Pada sisi lain, seiring dengan tekanan kependudukan di daerah perkebunan teh, luas areal pemilikan/penguasaan kebun cenderung mengecil dari tahun ke tahun serta harga teh rakyat yang anjlok mengakibatkan petani mengkonversi lahannya ke bidang lain yang lebih menguntungkan. Saat ini luas pemilikan per petani diperkirakan kurang dari 2 hektar. Seperti diketahui, luas pemilikan/penguasaan kebun per petani untuk dapat hidup layak diperkirakan minimal 2 hektar. Luas pemilikan yang mengecil ini sedikit banyak melemahkan efisiensi usaha tani. Secara potensial, Indonesia dapat memiliki tingkat daya saing yang tinggi didasarkan pada faktor sumberdaya alam yang dimilikinya. Tetapi, akibat perubahan teknologi, kualitas mutu teh yang rendah dan semakin banyaknya tuntutan-tuntutan masyarakat dunia yang berkaitan dengan kesehatan, keselamatan, keamanan, hak azasi manusia dan binatang, dan perlindungan lingkungan, maka untuk mendapatkan suatu tingkat daya saing yang tinggi Indonesia juga harus mengembangkan faktor sumberdaya alam secara maksimal. 12 Wahyu Hidayat, Pusat Penelitian Teh dan Kina Membantu Kenaikan Produktivitas, 9 Maret 2007

12 86 B. Sumberdaya Manusia Sumberdaya manusia merupakan faktor yang sangat penting dalam pembangunan suatu negara. Jumlah dan kualifikasi dari sumberdaya manusia yang benar akan sangat mempengaruhi tercapainya keunggulan daya saing. Ketersediaan jumlah sumberdaya manusia di Indonesia sangat potensial mengingat Indonesia merupakan peringkat kelima dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Menurut Bappenas (2005), beberapa hal yang mencerminkan kualitas SDM dilihat dari hal-hal sebagai berikut: (a) Mentalitas yang hidup dan berkembang di masyarakat perkebunan; (b) Daya asimilasi dan absorbsi terhadap teknologi; (c) Kemampuan teknis, wirausaha dan manajemen; dan (d) Kemampuan lobi atau negosiasi. Pengelolaan perkebunan teh bersifat padat tenaga kerja paling banyak dibandingkan dengan komoditi lainnya. Menurut Imron (2001), rasio penggunaan tenaga kerja di perkebunan teh 1,5 2 orang per hektar per tahun, sedangkan pada perkebunan lainnya di bawah 1,0 orang per hektar per tahun. Rasio tenaga kerja terbesar pada perkebunan teh adalah tenaga kerja pemetikan, yakni sekitar 1,2 orang per hektar. Pada kondisi demikian kontribusi biaya upah tenaga kerja di perkebunan teh cukup tinggi. Hasil kajian Subarna, dkk (1998) menunjukkan bahwa proporsi biaya upah di perkebunan teh cukup besar yaitu 55,4 persen dari biaya produksi di tingkat kebun, sedangkan proporsi biaya pemetikan adalah 28,4 persen dari biaya keseluruhan. Dari hasil kajian tersebut terlihat bahwa ketergantungan pengelolaan teh terhadap jumlah tenaga kerja sangat tinggi. Sementara itu, beberapa hasil

13 87 penelitian menyimpulkan bahwa minat masyarakat untuk bekerja di sektor pertanian sangat kurang. Suryana (1989) menyatakan bahwa sebagian besar pemuda pedesaan dan kelompok angkatan kerja pedesaan yang berpendidikan formal lebih tinggi cenderung tidak memilih sektor pertanian sebagai lapangan kerja utama. Hasil penelitian Wardiyatmo, dkk (1998) mengemukakan bahwa pencari kerja baik di daerah pedesaan maupun perkotaan sekitar perkebunan teh tidak menunjukkan minat untuk bekerja di perkebunan teh. Sumberdaya manusia yang berada di lingkungan perkebunan besar negara dan swasta dapat dikatakan cukup berkualitas. Hal ini dapat diperhatikan dari adanya kecenderungan kenaikan produktivitas hasil di perkebunan besar milik negara dan swasta dalam beberapa tahun belakangan. Pada perkebunan besar milik pemerintah dan swasta, masih dirasakan adanya pengembangan SDM sehingga kualitas SDM pada jenis perkebunan ini relatif masih baik. Sumberdaya manusia di perkebunan rakyat dimana mereka umumnya memiliki keterbatasan dalam hal pendidikan sehingga kualitas SDM yang dimilikinya juga relatif rendah. Dibandingkan dengan negara produsen teh lainnya seperti Cina dan India kualitas sumberdaya manusia di negara tersebut lebih baik karena kualitas pendidikan dan keterampilan yang tinggi. Dengan mencermati aspek SDM di atas, maka pada dasarnya Indonesia memiliki SDM perkebunan yang kuat dalam jumlah, tetapi masih beragam dalam hal kualitas. Namun seiring dengan perkembangan jaman, Indonesia tidak dapat mengandalkan pembangunan perkebunan komoditi teh hanya dari kuantitas. Dalam kaitan ini, kualitas SDM perkebunan komoditi teh Indonesia dapat dikatakan masih memiliki kelemahan.

14 88 C. Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sangat penting dalam usaha peningkatan daya saing komoditi teh Indonesia. Pengembangan IPTEK dilakukan oleh lembaga-lembaga penelitian dan lembaga pendidikan, baik yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta. Upaya peningkatan IPTEK dilakukan mulai dari tahap produksi sampai pengemasan. Indonesia telah mengembangkan teknologi diantaranya ditemukan Klon Teh Baru Harapan, klon teh ini mempunyai potensi hasil di atas kg teh kering per hektar/tahun. Kualitas klon teh yang akan dilepas jauh lebih tinggi dari TRI Hal ini dapat dilihat dari jumlah bulu daun klon yang akan dilepas 7-20 kali. Klon tersebut mempunyai daya adaptasi di berbagai ketinggian cukup baik dan tahan terhadap serangan cacar daun teh 13. Pada tahap pemeliharaan yang membutuhkan banyak tenaga pemetik para pekebun teh mulai kesulitan memperoleh tenaga kerja pemetik karena persaingan dengan sektor industri. Padahal 70 persen dari tenaga kerja di perkebunan teh adalah tenaga pemetik. Penggunaan gunting petik atau mesin petik diharapkan dapat menekan biaya produksi. Hasil penelitian pada tahun 2005 di Pasir Sarongge menunjukkan bahwa penggunaan gunting dan mesin petik berguna untuk, (a) meningkatkan kapasitas pemetik dua kali lipat dibandingkan cara manual, dan (b) memacu pertumbuhan pucuk. Agar mutu hasil terjaga, keterampilan penggunaan alat petik perlu ditingkatkan, diikuti pemberian pupuk pada dosis yang tepat Klon Teh Baru Harapan, penelitian_teh.asp.htm, 10 Juni Gunting dan Mesin Petik Teh, penelitian_teh.asp.htm, 10 Juni 2007

15 89 Minat kerja sebagai tenaga pemetik teh saat ini sudah berkurang, terutama di kawasan wisata. Dengan berkurangnya tenaga pemetik menyebabkan sebagian pucuk tidak terpetik pada saatnya, akibatnya menghambat pertumbuhan tunas dan menurunkan mutu pucuk. Dari penelitian terdahulu menunjukkan bahwa penggunaan mesin petik tidak menyebabkan terjadinya penurunan kualitas pucuk dan kesehatan tanaman. Kapasitas kerja mesin petik dapat mencapai 5 kali petikan tangan. Introdusir mesin petik diharapkan disamping dapat mensubstitusi kebutuhan tenaga pemetik juga dapat meningkatkan pendapatan pemetik serta dapat menekan biaya pemetikan. Kegiatan ini bertujuan memenuhi kekurangan tenaga pemetik teh dengan sasaran meningkatkan kuantitas dan kualitas pucuk pada perkebunan yang kekurangan tenaga pemetik dan membangkitkan industri mesin petik teh di Indonesia. Kapasitas kerja mesin petik hasil rancangan TA 2000 seluas 0,25 ha /jam ( kg/jam) dengan harga pokok pemetik-an Rp. 96,-/kg (biaya petik manual Rp. 175,- Rp. 200,-/kg 15. Pengusahaan teh rakyat dicirikan dengan pemilikan lahan sempit yang berpencar, lemah permodalan dan penguasaan teknologi serta tidak terkuasainya pasar dengan baik. Idealnya petani teh rakyat perlu membentuk kelompok usaha tani bersama, memiliki pabrik pengolahan, menguasai teknologi produksi, serta menguasai teknologi pemasarannya agar lebih mandiri. Untuk mempersiapkan kelompok petani teh menuju kemandirian tersebut telah dicoba untuk merakit mesin pengolah teh hijau mutu ekspor (dan domestik) skala usaha tani dengan kapasitas olah kg pucuk segar per hektar yang dapat dihasilkan kebun teh rakyat secara berkelompok seluas 100 ha. Rekayasa mesin teh hijau meliputi 15 Rancang Bangun Mesin Petik Teh Skala Kelompok Tani, penelitian _teh.asp.htm, 10 Juni 2007

16 90 mesin pelayu (Rotary Panner), mesin penggulung (Pressure Cap Roller 26 ), mesin pengering dan penukar panas (Endless Chain Pressure Drier dan Heat Exchanger), mesin pengering ber-putar (Rotary Drier), mesin pengering akhir (Boll Tea Drier), mesin pemotong (Tea Cutter), dan mesin sortasi kering (Rotary Sifter, Reciprocating Sifter dan Winnower). Semua mesin pengolah ini dirancang dengan komponen produksi dalam negeri dengan memperhatikan kaidah-kaidah murah, mudah, efisien, dan ramah lingkungan. Mesin pengering akhir (Boll Tea Drier) merupakan mesin yang membedakan pengolahan teh hijau ekspor dan pengolahan teh hijau domestik 16. Tahap terakhir yang tidak kalah penting adalah tahap pengangkutan, jika terjadi kerusakan akibat salah penanganan selama penampungan dan pengangkutan maka akan menyebabkan mutu pucuk teh berkualitas rendah. Kerusakan pucuk dapat menyebabkan oksidasi senyawa polifenol teh tak terkendali sehingga terbentuk warna, cita rasa dan aroma teh yang menyimpang dari kriteria mutu yang baik. Telah dilakukan pengujian terhadap penanganan pucuk teh yang menjamin mutu pucuk teh segar dan teh hijau yang dihasilkan. Pada dasarnya, ada tiga hal yang perlu diperhatikan yaitu (1) wadah yang kokoh/kekar ; (2) pengisian yang tidak dipaksakan ; dan (3) jaminan aerasi yang lancar. Kerusakan pucuk teh rakyat yang terjadi selama pengangkutan, pada umumnya dapat mencapai 20 persen 17. Asosiasi atau himpunan pengusaha dan pedagang yang terkait dengan sektor komoditi teh juga turut berperan dalam peningkatan daya saing teh antara lain Dewan Teh Indonesia (DTI), Cooperative Tea Commodity Development 16 Prototipe Mesin Pengolah Teh Hijau Mutu Ekspor Skala Usaha Tani, 10 Juni Sistem Pengangkutan Pucuk Teh Rakyat, penelitian_teh.asp.htm, 10 Juni 2007

17 91 Centre (CDCC), Asosiasi Teh Indonesia (ATI), Jakarta Tea Buyers Association (JTBA), Asosiasi Petani Teh Indonesia (APTEHINDO). Lembaga-lembaga ini sangat berperan dalam dalam usaha pembenahan dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah seperti desakan untuk menghapus Pajak Pertambahan Nilai (PPn) untuk menggairahkan industri hilir teh Indonesia. Tetapi untuk pengembangan IPTEK umumnya sudah dilakukan oleh lembaga-lembaga penelitian ataupun pendidikan seperti Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI), Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) dan lainnya. D.Sumberdaya Modal Sumberdaya modal merupakan salah satu bagian terpenting dalam pengusahaan komoditi teh nasional. Secara umum, pembiayaan investasi dan modal tergantung kepada adanya kredit dan iklim usaha yang berlaku. Keperluan kredit pun tidak hanya terbatas kepada kredit/pembiayaan investasi di on farm tetapi juga kepada investasi pada pengolahan dan perdagangan. Kebijakan percepatan pembangunan perkebunan teh tidak terlepas dari keberadaan sumber dana investasi, ketersediaan dana investasi dan tingkat bunga pinjaman untuk dana investasi. Kebijakan percepatan pembangunan perkebunan di masa Orde Baru dapat berjalan lancar berkat dukungan dana dengan bunga rendah dari World Bank dan Asian Development Bank (ADB). Kedua lembaga keuangan dunia tersebut telah memberikan dukungan dana pada berbagai kegiatan pembangunan perkebunan termasuk pembangunan perkebunan komoditi teh melalui pola Perkebunan Rakyat dan Perkebunan Besar. Disamping itu, pemerintah juga memiliki dana dari APBN dan APBD untuk mendukung percepatan pembangunan perkebunan saat itu.

18 92 Modal, baik yang berasal dari masyarakat maupun lembaga keuangan, merupakan salah satu faktor yang penting dalam pembangunan perkebunan. Namun sejak berlakunya Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan Letter of Intent (LoI) antara Pemerintah Indonesia dan IMF, kredit lunak menjadi sangat terbatas. Sejak saat itu, ketersediaan modal mengandalkan lembaga keuangan perbankan dan non perbankan dari dalam dan luar negeri dengan pola pengadaan dan penyaluran sistem komersial. Pada komoditi teh nasional khususnya teh hitam, umumnya dilakukan oleh perkebunan besar BUMN dan swasta nasional yang kondisi keuangannya lebih stabil daripada perkebunan teh rakyat. Namun, sampai saat ini tidak ada perkebunan besar BUMN atau swasta nasional yang mengkhususkan pada produksi teh hijau, karena sampai saat ini teh hitam umumnya dikembangkan oleh perkebunan besar BUMN atau swasta nasional, sedangkan perkebunan teh rakyat dikembangkan ke arah teh hijau. Akan tetapi sampai sejauh ini belum ada bank yang percaya untuk membantu permodalan di sektor teh hijau padahal jika ada bank yang mau membantu untuk menghimpun produksi dengan kualitas ekspor maka kualitas teh hijau Indonesia tidak akan kalah dengan Sri Lanka karena Indonesia memiliki nilai lebih dibandingkan dengan kondisi tanah dan iklimnya yang sudah mendukung 18. Menurut Bappenas (2005), dalam hal pembiayaan investasi ini, beberapa negara produsen komoditi teh yaitu India (sebagai pesaing utama teh) serta Vietnam (pesaing baru) diketahui memberikan fasilitas-fasilitas baik berupa kredit program insentif fiskal berupa tax holiday dan berbagai bentuk keringanan pajak, 18 Dedi Riskomar, Kompetisi Indonesia dalam Penuhi Pasar Teh Dunia, 13 Juni 2007

19 93 dan penyediaan dukungan yang diperlukan investor baik berupa infrastruktur energi, transportasi dan komunikasi (India) maupun hak atas tanah seperti Hak Guna Usaha di Vietnam hingga 100 tahun. Mencermati kondisi pembiayaan perkebunan komoditi teh di atas, pembiayaan perkebunan teh untuk keperluan investasi dan modal kerja pembangunan perkebunan teh dapat dikatakan masih lemah. Kelangkaan modal, sistem penyaluran biaya secara komersial, dan kurangnya perhatian dari lembaga keuangan terhadap perkebunan merupakan kelemahan pembangunan perkebunan di Indonesia. Pembiayaan perkebunan juga masih dihadapkan pada permasalahan klasik pembiayaan melalui kredit, yaitu masalah sumber dan akses kredit terutama untuk petani. E.Sumberdaya Infrastruktur Sumberdaya infrastruktur seperti sarana dan prasarana yang kondisinya baik dan cukup lengkap merupakan salah satu penunjang keberhasilan yang mempengaruhi daya saing komoditi teh nasional. Sarana dan prasarana dari pembibitan, pemeliharaan, penanganan pasca panen, transportasi, jalan yang kondisinya baik, pelabuhan, bandar udara, dan telekomunikasi. Sarana dan prasarana tersebut merupakan syarat penting dalam pengembangan komoditi teh nasional. Semakin meningkatnya permintaan teh di pasar internasional menuntut industri nasional untuk mempersiapkan daya saingnya, tetapi terdapat kendala yang dihadapi sebagian besar produsen teh yang mempengaruhi daya saingnya di pasar internasional. Kendala tersebut antara lain adalah belum dikuasainya

20 94 teknologi mekanisasi pemetikan, teknologi pasca panen, dan kurangnya peralatan pengemasan dan transportasi untuk pengiriman jarak jauh. Masih kurangnya dukungan dari transportasi nasional untuk ekspor juga merupakan kendala dalam meningkatkan ekspor produk komoditi teh Indonesia. Jika dilihat dari kenyataan yang ada, maka masih perlu beberapa peningkatan dalam kualitas sarana dan prasarana penunjang daya saing teh Indonesia, terutama dalam hal sarana transportasi yang sangat berperan penting dalam memasarkan hasil komoditi teh Kondisi Permintaan Kondisi permintaan dalam negeri merupakan faktor penentu daya saing industri nasional, terutama mutu permintaan domestik. Mutu permintaan domestik merupakan sarana pembelajaran perusahaan-perusahaan domestik untuk bersaing di pasar global. Mutu permintaan (persaingan yang ketat) di dalam negeri memberikan tantangan bagi setiap perusahaan untuk meningkatkan daya saingnya sebagai tanggapan mutu persaingan di pasar domestik. Komoditi primer perkebunan teh selain diekspor juga untuk memenuhi kebutuhan domestik dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri hilir perkebunan. Kebutuhan bahan baku ini sangat tergantung dari perkembangan industri hilir perkebunan. Disamping untuk keperluan industri pengolahan, pasar domestik komoditi perkebunan adalah untuk konsumsi langsung. Untuk keperluan industri pengolahan, komoditas perkebunan nasional memiliki saingan dengan produk serupa yang berasal dari impor. Selain jumlah, pasar domestik juga sangat tergantung dari kontinyuitas pasokan dan harga, disamping mutu.

21 Tabel 31 menunjukkan perkembangan konsumsi teh dalam negeri semakin menurun dan tergolong rendah, jika dibandingkan dengan negara lain yang memiliki tingkat konsumsi teh per kapita cukup tinggi, seperti India telah mencapai di atas 660 gram, Sri Lanka 1400 gram, Inggris 2120 gram, Irlandia 2790 gram, Polandia 820 gram, Bahrain 1250 gram, Hongkong 1380 gram, Negara Arab di atas 2000 gram, Pakistan 844 gram, Jepang 1350 gram, dan New Zealand 970 gram (ITC, 2006). Banyak faktor yang sangat mempengaruhi rendahnya konsumsi per kapita nasional tersebut antara lain: faktor internal konsumen seperti budaya, kelas sosial, karakteristik individu, dan faktor psikologis. Di samping itu, juga dipengaruhi oleh kinerja bauran pemasaran seperti produk, harga,saluran distribusi, dan promosi serta produk subtitusi (air mineral, susu, kopi dan coklat). Tabel 31. Perkembangan Konsumsi Teh Per kapita Indonesia Tahun Tahun Konsumsi Per Kapita/Tahun (gram) Sumber: International Tea Commitee (ITC), Tradisi minum teh telah berkembang di Indonesia, tetapi penghargaan terhadap teh berkualitas masih rendah, dibandingkan dengan masyarakat di Taiwan yang meyakini minum teh identik dengan kesehatan serta penghargaan terhadap teh pada masyarakat Jepang dengan upacara minum teh. Fakta ini 95

22 96 dibuktikan dengan rata-rata konsumsi susu per kapita masyarakat Indonesia lebih tinggi yaitu 6,50 kg per tahun, dibandingkan konsumsi susu negara China 2,96 kg, Philipina 0,25 kg, Malaysia 3,82 kg, dan Thailand 2,04 kg. Secara umum saat ini kebutuhan pasar domestik untuk teh sekitar 30 persen dari produksi (Bappenas, 2005). Pasar domestik ini akan semakin berkembang seiring dengan berkembangnya industri hilir perkebunan teh di Indonesia. Mencermati pertumbuhan pasar domestik komoditas perkebunan di atas, maka dapat dikatakan pasar domestik menyimpan kekuatan bagi pengembangan komoditas perkebunan, walaupun masih belum dapat diandalkan dibandingkan pasar internasional Industri Pendukung dan Terkait Daya saing nasional juga ditentukan oleh keberadaan industri yang terkait dan mendukung di dalam negara tersebut yang secara internasional bersifat kompetitif. Industri terkait dan industri pendukung adalah industri dimana perusahaan dalam melakukan koordinasi atau berbagai aktivitas dalam rantai nilai dan industri yang melibatkan produk yang melengkapi perusahaan dari suatu negara tertentu. Industri yang terkait langsung dengan produksi teh di Indonesia adalah industri hilir pengolahan teh yaitu teh botol. Di Indonesia jenis minuman teh yang populer sehingga mampu mengalahkan pangsa pasar dari carbonated drink adalah teh botol. Saat ini pangsa pasar teh botol mencapai 28 persen dari total pasar minuman di Indonesia, sementara pangsa pasar carbonated drink adalah 27 persen. Pangsa pasar terbesar masih dikuasai oleh air minum mineral dalam kemasan sebanyak 42 persen Pengembangan Pasar dan Prospek Komoditas, /komoditas, 16 Juni 2007

23 97 Industri pengemasan teh untuk konsumsi teh domestik di Indonesia dipenuhi oleh lebih dari 50 perusahaan (packers), 32 diantaranya perusahaan yang mengemas jenis teh wangi, sisanya pengemas jenis teh hitam dan teh hijau. Skala usaha mereka mulai dari berskala nasional sampai kelompok industri rumah tangga. tangga. Packer masing-masing mempunyai karakter produk tersendiri yang ditandai dengan merk, jenis teh, mutu, maupun segmen pasarnya. Dilihat dari sisi sasaran industri teh secara nasional, usaha pemasaran packers diharapkan mampu meningkatkan konsumsi teh domestik secara signifikan melalui peningkatan volume penjualan dari tahun ke tahun. Hal ini diharapkan mampu mendorong pertumbuhan produksi dan produktivitas industri hulu, dengan berbagai dampak economic benefit dan social benefit melalui kegiatan intensifikasi maupun ekstensifikasi, baik di lingkungan PT Perkebunan Negara, perkebunan besar swasta dan terutama perkebunan rakyat yang masih jauh tertinggal dengan tingkat produktivitas hanya 800 Kg/Ha/tahun 20. Industri jasa pemasaran semakin berkembang sejalan dengan semakin berkembangnya teknologi. Sistem pemasaran teh di dalam negeri biasanya menggunakan saluran pemasaran sederhana yang sudah ada, sedangkan untuk pemasaran ke luar negeri diperlukan jasa penerbangan ekspor bahan makanan segar dan hidup yang masih banyak belum tersedia di Indonesia. Dengan semakin majunya teknologi informasi dan telekomunikasi, Indonesia dapat memanfaatkan teknologi tersebut untuk dapat memasarkan produk teh nasional dengan lebih cepat. 20 Dadang Surjadi et all, Pengaruh Iklan Terhadap Pengaruh Pembelian Konsumen Teh Dalam Keluarga, Jurnal Agro Ekonomi, Volume 20 No.2 Oktober 2002, hlm 93

24 Persaingan, Struktur dan Strategi Keunggulan kompetitif suatu negara pada dasarnya lebih ditekankan pada kemampuan suatu perusahaan/industri/negara untuk menentukan posisinya (strategic positioning) secara tepat di antara para pesaingnya. Dalam kaitannya dengan keunggulan kompetitif ini posisi suatu perusahaan /industri/negara ditentukan oleh lima faktor persaingan yaitu masuknya pendatang baru, ancaman produk subtitusi, daya tawar menawar pembeli, daya tawar menawar pemasok dan persaingan di antara peserta persaingan yang ada (Porter, 1990). Persaingan komoditi teh di kancah dunia sangat ketat terutama dari negara-negara produsen teh pesaing Indonesia seperti Cina, India, Kenya dan Sri Lanka. Negara-negara tersebut selalu melakukan inovasi terutama pada kualitas dan produk hilir tehnya sehingga selalu dijadikan teh utama dalam kancah perdagangan teh dunia. Selain itu persaingan komoditi teh Indonesia di pasar dunia semakin tergerogoti dengan munculnya pesaing baru di pasar teh dunia, salah satunya adalah dari Vietnam. Akibatnya usaha untuk mempertahankan pangsa pasar teh Indonesia di dunia akan semakin ketat. Pasar bebas secara efektif akan diberlakukan tahun Kondisi ini akan berdampak positif karena memiliki pasar yang lebih luas. Akan tetapi, jika perusahaan tidak siap, maka dampak negatifnya akan menjadi target pasar bagi negara produsen teh lainnya. Ketatnya persaingan menyulitkan gerak pelaku ekspor komoditi teh. Struktur pasar komoditi teh internasional adalah oligopoli. Pada pasar dengan struktur oligopoli, posisi Indonesia masih sebagai pengikut pasar. Posisi ini menyebabkan Indonesia tidak dapat mengambil keputusan yang berkaitan

25 99 dengan harga maupun produk tanpa terlebih dahulu mengacu kepada pemimpin pasar atau kepada pesaing-pesaing lainnya. Sebagai pengikut pasar, posisi Indonesia di pasar teh internasional rentan terhadap para penantang pasar. Oleh sebab itu Indonesia harus segera melakukan langkah-langkah strategis untuk mempertahankan pangsa pasar dengan memasuki pasar-pasar baru yang prospektif. Percepatan pengembangan produksi dan ekspor teh dengan memperbaiki mutu teh dalam negeri serta percepatan pengembangan industri hilir teh di Indonesia. Menurut Suprihatini (2004), percepatan pengembangan industri hilir teh di Indonesia merupakan salah satu strategi untuk merebut pasar dalam rangka meningkatkan devisa negara, menjaring nilai tambah, memperkuat struktur ekspor, mengurangi risiko fluktuasi harga komoditas teh curah, dan mencegah penurunan nilai tukar, serta antisipasi terhadap kejenuhan pasar komoditas teh curah di masa mendatang Peran Pemerintah Pemerintah sangat berperan dalam mengembangkan suatu komoditi pertanian khususnya komoditi teh melalui kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah merupakan instrumen untuk mengembangkan sistem dan usaha agribisnis perkebunan khususnya komoditi teh. Kebijakan pemerintah tersebut untuk membantu menciptakan iklim usaha yang kondusif, bersifat proteksi atau promosi dan diharapkan konsisten, serta terkoordinasi. Secara umum, kebijakan pemerintah yang terkait dengan pembangunan perkebunan khususnya komoditi teh dapat dikatakan masih belum kondusif, kurang terkoordinasi, inkonsisten, dan belum efisien dalam perspektif waktu

26 100 maupun sifat proteksi atau promosi komoditi. Berikut ini menunjukkan kelemahan dari kebijakan pemerintah dalam kaitannya dengan pembangunan perkebunan teh. Upaya peremajaan atau perluasan areal oleh petani atau calon investor terkendala oleh masalah sumber pembiayaan investasi, akses, dan sistem pembiayaan komersial yang tidak sesuai dengan karakteristik perkebunan. Keberadaan lembaga keuangan perbankan di daerah masih belum menjangkau daerah perkebunan rakyat secara efektif. Apabila menjangkau, pengadaan dan penyaluran kredit menggunakan sistem komersial dan peruntukannya terbatas untuk modal kerja maksimal 5 tahun. Dalam rangka untuk menggali sumber dana pembangunan, perkebunan teh yang masih perlu didukung pengembangannya masih terkena beban pajak (pajak pertambahan nilai, pajak penghasilan, pajak bumi dan bangunan, pajak ekspor, serta pajak lainnya) dan retribusi yang memberatkan. Kebijakan untuk menghapus PPN, pajak ekspor dan retribusi dihadapkan pada perbedaan pendapat diantara lembaga pemerintah yang terkait. Pemerintah tidak menciptakan atau memberikan insentif fiskal untuk mendorong pengembangan industri hilir perkebunan. Insentif yang ada berlaku bagi industri yang dibangun di daerah/kawasan berikat bukan di daerah sentra produksi perkebunan. Pengembangan industri hilir di Vietnam sedang digalakkan dan investor mendapatkan berbagai insentif pada masa awal operasi; Tarif atau pajak impor komoditas perkebunan dan produk olahannya cenderung tidak melindungi produsen dan industri pengolahan nasional. Kebijakan harmonisasi tarif yang diharapkan oleh produsen (didalamnya termasuk petani) dan industri pengolahan tidak kunjung muncul. Sri Lanka dan Vietnam sudah

27 101 melaksanakan harmonisasi tarif impor komoditas perkebunan dan produk olahannya ; Dukungan kebijakan infrastruktur di daerah (energi, transportasi dan telekomunikasi) masih lemah. Kondisi perlistrikan sebagai penggerak mesin pengolahan masih sering terganggu. Kondisi sarana transportasi (jalan dan pelabuhan) masih sederhana dan saat ini sebagian besar rusak. Jaringan telekomunikasi juga masih terbatas jangkauannya. Cina lebih maju dalam hal dukungan kebijakan infrastruktur ini; Dalam hal kebijakan investasi, birokrasi investasi Indonesia termasuk untuk investasi perkebunan dinilai buruk. Hasil survey The Political and Economic Risk Consultancy dalam Kompas 2 Juli 2005 menunjukkan bahwa birokrasi investasi memerlukan prosedur yang panjang sehingga membutuhkan waktu dan biaya yang besar. Indonesia menduduki peringkat kedua terburuk dalam hal birokrasi investasi, hanya lebih baik dari India. Dalam pendirian usaha, jumlah prosedur yang harus dilalui 12, waktu 151 hari, dan rasio biaya terhadap pendapatan per kapita 130,7 persen. Sedangkan rata-rata di Asia untuk parameter tersebut adalah 8, 51 hari dan 48,3 persen. Dengan mencermati uraian di atas, dukungan kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pembangunan perkebunan masih mempunyai kelemahan baik dalam hal penciptaan iklim investasi yang kondusif, konsistensi, koordinasi, dan efisiensi.

28 Kesempatan Menurut Suprihatini (2005), permintaan pasar dunia akan produk teh yang semakin meningkat seiring dengan laju kenaikan penduduk dan pendapatan. Hal ini sejalan dengan hasil pendugaan tingkat konsumsi teh dunia diperkirakan selama periode akan terjadi peningkatan konsumsi teh dunia menjadi rata-rata sekitar ton, atau meningkat sebesar 16,6 persen dibandingkan konsumsi selama periode Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk mengembangkan pasar teh Indonesia di dunia. Kesempatan terbesar teh adalah khasiatnya yang sangat baik untuk kesehatan. Teh telah dikenal sebagai pangan fungsional untuk memperlambat proses penuaan. Teh terbuat dari daun Camelia sinensis (tumbuhan perdu). Di dalamnya terkandung campuran berbagai antioksidan yang larut dalam air panas ketika kita menyeduhnya. Antioksidan popular yang terdapat dalam teh adalah katekin. Kemanjuran katekin untuk melawan radikal bebas bukan saja akan menghambat laju penuaan tetapi juga akan membuat kita hidup lebih lama. Penelitian di Belanda menghasilkan kesimpulan yang sama yaitu bahwa minum teh setiap hari akan menurunkan risiko kematian yang disebabkan oleh apapun dan terutama karena penyakit jantung 21. Dengan semakin banyaknya manfaat teh bagi kesehatan, maka diharapkan makin banyak konsumen yang beralih ke komoditi teh. Indonesia sebenarnya memiliki potensi pasar yang cukup besar mengingat peluang pasar domestik sangat potensial, dilihat dari jumlah penduduk Indonesia yang saat ini telah mencapai kurang lebih 250 juta jiwa. Jika diasumsikan ada Pangan Fungsional dan Dampaknya Terhadap Kesehatan, 9 Juni2007

29 103 persen atau 125 juta jiwa penduduk Indonesia mengkonsumsi teh maka diperkirakan konsumsi teh akan naik dari 200 gram menjadi 500 gram atau 0,5 kg per kapita tahun. Maka potensi penjualan lokal adalah 125 juta jiwa X 0,5 kg = kg = ton per tahun. Mempelajari data tersebut di atas, tampak bahwa pasar lokal cukup menjanjikan, sehingga masalah persaingan pada pasar ekspor dan kelebihan produksi yang dialami oleh perusahaan teh saat ini dapat teratasi. Namun, perusahaan perlu kerja keras dengan mengintensifkan promosi, terutama sekali informasi tentang manfaat dan pentingnya minum teh dalam lingkungan keluarga. Peluang di pasar dunia cukup menjanjikan karena konsumsi teh perkapita negara-negara barat bisa dikatakan cukup tinggi yaitu diatas 500 gram perkapita. Beberapa diantaranya seperti Inggris, Rusia, Pakistan, Amerika Serikat, Jerman dan Mesir. Negara-negara tersebut merupakan importir teh terbesar di dunia secara terus-menerus selama lebih dari sepuluh tahun terakhir. Namun, perbedaan iklim, kondisi geografis dan luas wilayah tiap negara menyebabkan negara tersebut tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya terhadap komoditi teh, karena sifat tanaman teh yang hanya dapat tumbuh dengan baik pada kondisi alam tropis di dataran tinggi 200 sampai 2000 meter dpl serta membutuhkan tempat yang relatif luas dalam pembudidayaannya. Hal ini merupakan kesempatan baik bagi Indonesia untuk memperluas pangsa pasar tehnya di kancah dunia mengingat iklim serta letak geografis Indonesia yang sangat mendukung dalam pembudidayaan teh.

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA. selama tahun tersebut hanya ton. Hal ini dapat terlihat pada tabel 12.

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA. selama tahun tersebut hanya ton. Hal ini dapat terlihat pada tabel 12. 54 V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA 5.1 Perkembangan Produksi Teh Indonesia Perkembangan produksi teh Indonesia selama 1996-2005 cenderung tidak mengalami perubahan yang begitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Teh merupakan salah satu komoditi yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian Indonesia. Industri teh mampu memberikan kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teh (Camellia sinensis) merupakan salah satu komoditi andalan

BAB I PENDAHULUAN. Teh (Camellia sinensis) merupakan salah satu komoditi andalan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Teh (Camellia sinensis) merupakan salah satu komoditi andalan Provinsi Jawa Barat yang dikenal masyarakat sejak zaman Hindia Belanda (tahun 1860). Melalui

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari nilai devisa yang dihasilkan.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878. V. GAMBARAN UMUM 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia Luas lahan robusta sampai tahun 2006 (data sementara) sekitar 1.161.739 hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.874

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan adalah subsektor perkebunan. Sebagai salah satu subsektor yang penting dalam sektor pertanian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam yang melimpah dan beraneka ragam (mega biodiversity). Keanekaragaman tersebut tampak pada berbagai jenis komoditas tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan negara karena setiap negara membutuhkan negara lain untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. Komoditas yang ditanami diantaranya kelapa sawit, karet, kopi, teh, kakao, dan komoditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, yang sebagian besar penduduknya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, yang sebagian besar penduduknya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Salah satu sektor pertanian yang sangat berperan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teh ditemukan sekitar tahun 2700 SM di Cina. Seiring berjalannya waktu, teh saat ini telah ditanam di berbagai negara, dengan variasi rasa dan aroma yang beragam. Menurut

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Analisis Berlian Porter Dayasaing diidentikkan dengan produktivitas atau tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor yang mampu menciptakan penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena pengusahaannya dimulai dari kebun sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menyumbang devisa negara yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. golongan, yaitu: (1) teh yang difermentasikan atau teh hitam (fermented) ; (2) teh

II. TINJAUAN PUSTAKA. golongan, yaitu: (1) teh yang difermentasikan atau teh hitam (fermented) ; (2) teh 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keragaman Jenis Teh Menurut Spillane (1992) teh pada umumnya digolongkan dalam empat golongan, yaitu: (1) teh yang difermentasikan atau teh hitam (fermented) ; (2) teh yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kualitas produk melalui usaha diversifikasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan

I. PENDAHULUAN. kualitas produk melalui usaha diversifikasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian terus diarahkan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produk melalui usaha diversifikasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan rehabilitasi pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam perekonomian Indonesia. Bahkan komoditi teh juga menjadi

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam perekonomian Indonesia. Bahkan komoditi teh juga menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teh merupakan salah satu komoditi perkebunan yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian Indonesia. Bahkan komoditi teh juga menjadi sektor usaha unggulan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri teh saat ini sedang menghadapi berbagai masalah, antara lain terjadinya over production nasional maupun dunia dan di sisi lain tingkat konsumsi teh masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses

I. PENDAHULUAN. banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis buah-buahan Indonesia saat ini dan masa mendatang akan banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses globalisasi, proses yang ditandai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada tahun 2007 Indonesia dikenal sebagai negara penghasil teh terbesar nomor

BAB 1 PENDAHULUAN. pada tahun 2007 Indonesia dikenal sebagai negara penghasil teh terbesar nomor 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Teh merupakan komoditas perkebunan unggulan di Indonesia, apalagi pada tahun 2007 Indonesia dikenal sebagai negara penghasil teh terbesar nomor enam di

Lebih terperinci

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula. V. EKONOMI GULA 5.1. Ekonomi Gula Dunia 5.1.1. Produksi dan Konsumsi Gula Dunia Peningkatan jumlah penduduk dunia berimplikasi pada peningkatan kebutuhan terhadap bahan pokok. Salah satunya kebutuhan pangan

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 83 V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 5.1. Luas Areal Perkebunan Tebu dan Produktivitas Gula Hablur Indonesia Tebu merupakan tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tujuan penanaman tebu adalah untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM Dalam rangka memenuhi kebutuhan ekonomi, penting artinya pembahasan mengenai perdagangan, mengingat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia memerlukan orang lain untuk

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlebih, yang bisa mendatangkan suatu devisa maka barang dan jasa akan di ekspor

BAB I PENDAHULUAN. berlebih, yang bisa mendatangkan suatu devisa maka barang dan jasa akan di ekspor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin berkembangnya perdagangan bebas ini, persaingan bisnis global membuat masing-masing negera terdorong untuk melaksanakan perdagangan internasional. Perdagangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan kegiatan ekonomi pedesaan melalui pengembangan usaha berbasis pertanian. Pertumbuhan sektor pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku untuk industri, obat ataupun menghasilkan sumber energi. Pertanian merupakan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Dayasaing Dayasaing merupakan kemampuan usaha suatu industri untuk menghadapi berbagai lingkungan kompetitif. Dayasaing dapat diartikan

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

V. POSISI DAYA SAING UDANG INDONESIA, TAHUN

V. POSISI DAYA SAING UDANG INDONESIA, TAHUN 143 V. POSISI DAYA SAING UDANG INDONESIA, TAHUN 1989-2008 Tujuan penelitian pertama yaitu mengetahui posisi daya saing Indonesia dan Thailand dalam mengekspor udang ketiga pasar utama akan dilakukan menggunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia 58 V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH 5.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia Bawang merah sebagai sayuran dataran rendah telah banyak diusahakan hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN

ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN Agar pangsa pasar susu yang dihasilkan peternak domestik dapat ditingkatkan maka masalah-masalah di atas perlu ditanggulangi dengan baik. Revolusi putih harus dilaksanakan sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mengandalkan sektor migas dan non migas sebagai penghasil devisa. Salah satu sektor non migas yang mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN PERKEMBANGAN USAHA TEH PTPN

BAB V GAMBARAN PERKEMBANGAN USAHA TEH PTPN BAB V GAMBARAN PERKEMBANGAN USAHA TEH PTPN 5.1. Perkembangan Luas Areal Perkebunan Teh Indonesia Perkebunan teh yang diusahakan di Indonesia dibedakan atas tiga status menurut pengusahaannya yaitu Perkebunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu negara berkembang Indonesia selalu berusaha untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. Pembangunan ekonomi dilaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan yang memegang peranan penting dalam perdagangan dan perekonomian negara. Kopi berkontribusi cukup

Lebih terperinci

KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT

KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT I. Perumusan Masalah Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang optimal membutuhkan sebuah pemahaman yang luas dimana pengelolaan SDA harus memperhatikan aspek

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia yang mengalami penurunan pada masa. krisis ekonomi dan moneter sejak Juli 1997, masih berlangsung hingga

I. PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia yang mengalami penurunan pada masa. krisis ekonomi dan moneter sejak Juli 1997, masih berlangsung hingga I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia yang mengalami penurunan pada masa krisis ekonomi dan moneter sejak Juli 1997, masih berlangsung hingga akhir tahun 2000 yang ditunjukkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh. Tanaman teh dapat tumbuh subur di daerah-daerah yang rendah

BAB I PENDAHULUAN. tubuh. Tanaman teh dapat tumbuh subur di daerah-daerah yang rendah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkebunan Teh merupakan salah satu aspek dari sektor pertanian yang menguntungkan di Indonesia, mengingat letak geografisnya yang strategis. Kebutuhan dunia akan komoditas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2. 1. Tinjauan Pustaka Istilah kopi spesial atau kopi spesialti pertama kali dikemukakan oleh Ema Knutsen pada tahun 1974 dalam Tea and

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia dan salah satu sumber pendapatan bagi para petani. Gula juga merupakan salah satu kebutuhan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN

PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis, antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang selalu ingin menciptakan kesempatan kerja dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui usahausahanya dalam membangun perekonomian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari Sumber Daya Alam (SDA) dan iklimnya, Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari Sumber Daya Alam (SDA) dan iklimnya, Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dilihat dari Sumber Daya Alam (SDA) dan iklimnya, Indonesia memiliki keunggulan dalam bidang pertanian dan perkebunan. Salah satu keunggulan sebagai produsen

Lebih terperinci

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan Juli 1997 mempunyai dampak yang besar terhadap perekonomian negara. Sektor pertanian di lndonesia dalam

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KAKAO Penyebaran Kakao Nasional Jawa, 104.241 ha Maluku, Papua, 118.449 ha Luas Areal (HA) NTT,NTB,Bali, 79.302 ha Kalimantan, 44.951 ha Maluku,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang gencargencarnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang gencargencarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang gencargencarnya melaksanakan pembangunan dalam segala bidang. Tujuannya adalah untuk menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peran yang sangat strategis dalam mendukung perekonomian nasional. Di sisi lain

I. PENDAHULUAN. peran yang sangat strategis dalam mendukung perekonomian nasional. Di sisi lain I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan produksi dan distribusi komoditi pertanian khususnya komoditi pertanian segar seperti sayur mayur, buah, ikan dan daging memiliki peran yang sangat strategis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah) 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Sektor pertanian adalah salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan sektor pertanian dalam pembangunan di Indonesia tidak perlu diragukan lagi. Garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah memberikan amanat bahwa prioritas pembangunan

Lebih terperinci

VI. STRUKTUR PASAR DAN PERSAINGAN KOMODITI TEH DI PASAR INTERNASIONAL. 6.1 Analisis Struktur Pasar dan Persaingan Komoditi Teh Hijau HS

VI. STRUKTUR PASAR DAN PERSAINGAN KOMODITI TEH DI PASAR INTERNASIONAL. 6.1 Analisis Struktur Pasar dan Persaingan Komoditi Teh Hijau HS 65 VI. STRUKTUR PASAR DAN PERSAINGAN KOMODITI TEH DI PASAR INTERNASIONAL 6.1 Analisis Struktur Pasar dan Persaingan Komoditi Teh Hijau HS 090210 Komoditi teh dengan kode HS 090210 merupakan teh hijau yang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak nabati merupakan salah satu komoditas penting dalam perdagangan minyak pangan dunia. Tahun 2008 minyak nabati menguasai pangsa 84.8% dari konsumsi minyak pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun,

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris didukung oleh sumber daya alamnya yang melimpah memiliki kemampuan untuk mengembangkan sektor pertanian. Indonesia memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama ini pasokan ikan dunia termasuk Indonesia sebagian besar berasal dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di sejumlah negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan mengenai daya saing ekspor komoditas kopi di Indonesia dan faktor-faktor pendorong dan penghambatnya, maka dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik dari dimensi ekonomi, sosial, maupun politik. Indonesia memiliki keunggulan komparatif sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang tepat untuk

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan

I PENDAHULUAN. (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada prinsipnya pengertian agribisnis adalah merupakan usaha komersial (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan langsung dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi (coffea s.p) merupakan salah satu produk agroindustri pangan yang digemari oleh masyarakat. Hal ini disebabkan karena kopi memiliki aroma khas yang tidak dimiliki

Lebih terperinci

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL UU NO 7 TH 1996: Pangan = Makanan Dan Minuman Dari Hasil Pertanian, Ternak, Ikan, sbg produk primer atau olahan Ketersediaan Pangan Nasional (2003)=

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Musyawarah perencanaan pembangunan pertanian merumuskan bahwa kegiatan pembangunan pertanian periode 2005 2009 dilaksanakan melalui tiga program yaitu :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian ke depan. Globalisasi dan liberasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas unggulan dari sub sektor perkebunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas unggulan dari sub sektor perkebunan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu komoditas unggulan dari sub sektor perkebunan di Indonesia adalah komoditas kopi. Disamping memiliki peluang pasar yang baik di dalam negeri maupun luar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berasal daerah subtropik yang tumbuh optimal pada 25 o -35 o lintang utara

BAB I PENDAHULUAN. yang berasal daerah subtropik yang tumbuh optimal pada 25 o -35 o lintang utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman teh (Camellia Sinensis (L) O. Kuntze) merupakan tumbuhan hijau yang berasal daerah subtropik yang tumbuh optimal pada 25 o -35 o lintang utara dan 95 o -105

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan antar negara akan menciptakan pasar yang lebih kompetitif dan mendorong pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Kondisi sumber daya alam Indonesia

Lebih terperinci

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional 83 4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional Produktivitas gula yang cenderung terus mengalami penurunan disebabkan efisiensi industri gula secara keseluruhan, mulai dari pertanaman tebu hingga pabrik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan potensial untuk dikembangkan menjadi andalan ekspor. Menurut ICCO (2012) pada tahun 2011, Indonesia merupakan produsen biji

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang luas dan kaya akan komoditas pertanian serta sebagian besar penduduknya adalah petani. Sektor pertanian sangat tepat untuk dijadikan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Sektor agribisnis merupakan salah satu sektor unggulan dalam

I. PENDAHULUAN Sektor agribisnis merupakan salah satu sektor unggulan dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan salah satu sektor unggulan dalam masa krisis ekonomi dewasa ini. Sektor ini membawa dampak positif ganda. Pertama, peningkatan subsitusi impor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi Pertumbuhan dan perkembangan sektor usaha perkebunan di Indonesia dimotori oleh usaha perkebunan rakyat, perkebunan besar milik pemerintah dan milik swasta. Di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, kebutuhan jagung di Indonesia mengalami peningkatan, yaitu lebih dari 10 juta ton pipilan kering

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk 114 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk perekonomian bagi masyarakat Indonesia. Salah satu sektor agroindustri yang cendrung berkembang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang. melimpah dan dikenal dengan sebutan negara agraris, sehingga pertanian

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang. melimpah dan dikenal dengan sebutan negara agraris, sehingga pertanian 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah dan dikenal dengan sebutan negara agraris, sehingga pertanian merupakan sektor yang penting dalam

Lebih terperinci

Pi sang termasuk komoditas hortikultura yang penting dan sudah sejak. lama menjadi mata dagangan yang memliki reputasi internasional.

Pi sang termasuk komoditas hortikultura yang penting dan sudah sejak. lama menjadi mata dagangan yang memliki reputasi internasional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pi sang termasuk komoditas hortikultura yang penting dan sudah sejak lama menjadi mata dagangan yang memliki reputasi internasional. Pisang selain mudah didapat karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah

BAB I PENDAHULUAN. jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Lada atau pepper (Piper nigrum L) disebut juga dengan merica, merupakan jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci