BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Indeks Massa Tubuh Definisi Indeks Massa Tubuh Indeks massa tubuh (IMT) adalah berat badan (BB) dalam kilogram (kg) dibagi tinggi dalam meter kuadrat (m 2 ) (Sugondo, 2009) Indeks Massa Tubuh Antropometri adalah pengukuran tubuh manusia yang mencakup body weight dan body dimension/build. Ada beberapa teknik yang lazim digunakan: tinggi badan / berat badan, lingkar, dan tebal lipatan kulit. Berbagai teknik pengukuran antropometri dilakukan pada berbagai lokasi pengukuran yang berbeda dengan instrumen yang berbeda-beda pula. Beberapa teknik (seperti penilaian tebal lipatan kulit) adalah untuk mengestimasi komposisi tubuh atau lemak tubuh, sementara teknik lain (seperti IMT) adalah penilaian untuk body build (ACSM, 2008; Thang et al., 2006). Dalam penelitian Thang et al. (2006), berikut ini adalah beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menilai antropometri, yaitu tabel tinggi badan dan berat badan, indeks massa tubuh, rasio pinggang-pinggul (waist-to-hip ratio), lingkar, tebal lipatan kulit, Bioelectrical Impedance Analysis, dan Hydrostatic weighing. Penggunaan IMT sebagai parameter dalam menentukan total lemak tubuh seseorang memiliki beberapa keuntungan dan kekurangan dibanding cara yang lain. Pengukuran IMT dapat memperkirakan total lemak tubuh dengan perhitungan yang sederhana, cepat, dan murah dalam populasi tertentu. Pengukuran IMT rutin dilakukan dan sering digunakan dalam studi-studi epidemiologi. Namun kelemahannya, IMT tidak dapat menjelaskan tentang distribusi lemak dalam tubuh seperti pada obesitas sentral maupun obesitas abdominal maupun menggambarkan jaringan lemak viseral. Nilai IMT yang

2 tinggi belum tentu karena jaringan lemak tapi dapat juga karena jaringan otot (Thang et al., 2006). Berikut ini adalah batasan IMT untuk menilai status gizi menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Tabel 2.1. Klasifikasi IMT menurut Kriteria Asia Pasifik Kategori IMT (Kg/m 2 ) Berat Badan Kurang < 18,5 Normal 18,5-22,9 Berat Badan Lebih 23 Berisiko 23-24,9 Obese I 25-29,9 Obese II 30 Sumber: Sugondo, Ilmu Penyakit dalam Ed. V Jilid III Cara mengukur Indeks Massa Tubuh Berdasarkan metode pengukuran IMT menurut World Health Organization (WHO) tahun 2011, menentukan IMT dilakukan dengan cara sampel diukur terlebih dahulu berat badannya dengan timbangan kemudian diukur tinggi badannya dan dimasukkan ke dalam rumus untuk mendapatkan besar IMT. Berikut adalah rumus untuk mendapatkan besar IMT: IMT = Berat Badan (kilogram) [Tinggi Badan (m)] Siklus Menstruasi Definisi Menstruasi dan Siklus Menstruasi Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik uterus disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Wiknjosastro, 2009). Tahun-tahun reproduksi normal wanita ditandai dengan perubahan ritmis bulanan kecepatan sekresi hormon-hormon dan juga perubahan fisik pada ovarium serta organ-organ

3 seksual lainnya. Pola ritmis ini disebut siklus menstruasi (Guyton, 2008). Panjang siklus menstruasi ialah jarak antara tanggal mulainya menstruasi yang lalu dan mulainya menstruasi yang berikutnya. Hari mulainya perdarahann dinamakan hari pertama siklus (Wiknjosastro, 2009). Siklus normalnya berkisar hari, dengan rata-rata panjang siklus 28 hari (Cohen, 2003) Fisiologi Siklus Menstruasi Siklus menstruasi terdiri dari dua siklus, siklus di ovarium dan di endometrium yang keduanya berjalan bersamaan. Fase di siklus ovarium terdiri dari fase folikel, fase ovulasi dan fase luteal. Sementara fase di siklus endometrium terdiri dari fase proliferasi, fase menstruasi, dan fase sekretorik (Guyton, 2008; Sherwood, 2010; Wiknjosastro, 2009). 1. Siklus ovarium a. Fase folikel Fase awal folikel berlangsung 1 sampai 6 hari. Pada fase ini terjadi dua peristiwa yaitu, menstruasi dan permulaan perkembangan folikel. Pada setiap kali menstruasi, seluruh lapisan endometrium terlepas, kecuali suatu lapisan dalam dan tipis yang terdiri dari sel-sel epitel dan kelenjar yang menjadi bakal regenerasi endometrium. Prostaglandin uterus juga merangsang kontraksi ritmik ringan endometrium dan miometrium. Kontraksi-kontraksi itu membantu mengeluarkan darah dan debris endometrium dari rongga uterus melalui vagina Pada saat seorang anak perempuan lahir, masing-masing ovum dikelilingi oleh selapis sel granulosa dan ovum dengan selubung sel granulosanya disebut folikel primordial. Sesudah pubertas, hormon FSH dari kelenjar hipofisis anterior mulai disekresikan, sehingga seluruh ovarium bersama folikelnya akan mulai berkembang (Guyton, 2008). Penanda yang jelas pada perkembangan folikel adalah meningkatnya ukuran oosit dan sel granulosa menjadi kuboidal. Pada saat yang sama, taut rekat yang kecil berkembang antara oosit dan sel granulosa. Taut rekat ini berfungsi sebagai pertukaran nutrisi, ion-ion, dan molekul-molekul, disamping itu taut rekat ini membentuk saluran protein yang dikenal sebagai connexin yang berguna untuk

4 pertumbuhan dan multiplikasi dari sel granulosa. Multiplikasi sel granulosa ini kira-kira 15 sel yang disebut folikel primer (Speroff dan Friazt, 2005). Perkembangan menjadi folikel primer dapat berlangsung tanpa keberadaan FSH, tetapi perkembangan melebihi titik ini tidak mungkin terjadi tanpa kedua hormon ini (Guyton, 2008). Fase akhir folikel berlangsung 7 sampai 14 hari. Pada fase ini terjadi pertumbuhan folikel dari folikel primer menjadi tahap antral. Pertumbuhan awal dari folikel primer menjadi tahap antral dirangsang oleh FSH. Efek awalnya adalah proliferasi yang berlangsung cepat dari sel granulosa, menyebabkan lebih banyak lagi sel-sel granulosa. Selain itu, banyak sel-sel berbentuk kumparan yang dihasilkan dari interstitium ovarium yang berkumpul dalam beberapa lapisan diluar sel granulosa, membentuk kelompok sel kedua disebut teka. Teka menjadi dua yaitu teka interna dan teka eksterna (Guyton, 2008). Sel granulosa dan sel teka, keduanya bekerja sama dalam menghasilkan estrogen. Reseptor LH hanya ada pada sel teka, begitu juga reseptor FSH hanya ada pada granulosa. Pada teka interstisial, yang berlokasi di teka interna memiliki kira-kira reseptor LH di membran selnya yang merangsang jaringan teka untuk menghasilkan androgen yang akan mengalami aromatisasi sehingga menjadi estrogen melalui FSH disel granulosa (Speroff dan Fritz, 2005). Dibawah pengaruh estrogen dan FSH terjadi peningkatan cairan folikel pada rongga interseluler granulosa, cairan folikuler ini mengandung estrogen konsentrasi tinggi. Pengumpulan cairan ini menyebabkan munculnya antrum didalam massa sel granulosa, sehingga sel teka dan sel granulosa akan berproliferasi lebih cepat dengan laju sekresinya meningkat, dan masing-masing folikel akan tumbuh menjadi folikel antral.

5 Gambar 2.1. Siklus Menstruasi. Sumber: Berek & Novak s Gynaecology 14ed, b. Fase ovulasi Fase praovulasi dan ovulasi berlangsung 13 sampai 14 hari. Pada fase ini terjadi pertumbuhan folikel yang cepat sebagai persiapan untuk terjadinya ovulasi. Pertumbuhan yang cepat setelah terbentuk folikel antral meningkatkan diameter ovum tiga sampai empat kali lipat menghasilkan peningkatan diameter total sampai menjadi sepuluh kali lipat atau peningkatan massa sebesar seratus kali lipat (Guyton, 2008). Salah satu folikel biasanya tumbuh lebih cepat dari pada

6 folikel-folikel lain, berkembang menjadi folikel matang (de Graaf) (Sherwood, 2010). Sebagian besar pertumbuhan ini disebabkan oleh ekspansi antrum yang drastis, disamping itu juga pertumbuhan sel teka, dan sel granulosa. Antrum menempati sebagian besar difolikel matang. Oosit, yang dikelilingi oleh zona pelusida dan selapis sel granulosa, tergeser secara asimetris kesalah satu sisi folikel yang sedang tumbuh dalam suatu gundukan kecil yang menonjol ke dalam antrum, kemudian menonjol dari permukaan ovarium, membentuk suatu daerah tipis yang mudah pecah (stigma) untuk mengeluarkan oosit saat ovulasi (Guyton, 2008). Folikel-folikel yang lain mulai mengalami atresia (apoptosis), dan hanya satu folikel yang terus mengalami perkembangan. Folikel ini tumbuh lebih cepat menyekresikan lebih banyak estrogen, sehingga menyebabkan suatu efek umpan balik positif dalam folikel tunggal tersebut karena FSH meningkatkan proliferasi sel granulosa dan sel teka yang menimbulkan produksi estrogen lebih lanjut serta siklus proliferasi sel yang baru, kombinasi dari FSH dan estrogen menyebabkan peningkatan lebih banyak dan siklus proliferasi sel endometrium yang baru (Guyton, 2008). Selama fase akhir folikuler, estrogen pertama sekali meningkat secara lambat, kemudian secara cepat, mencapai puncak kira-kira jam sebelum ovulasi. Estrogen yang memuncak menyebabkan terjadinya lonjakan pengeluaran LH yang disekresikan oleh kelenjar hipofisis anterior (Speroff and Fritz, 2005). LH mempunyai efek khusus terhadap sel granulosa dan sel teka yang mengubah kedua jenis sel tersebut menjadi lebih bersifat sel yang menyekresikan progesteron dan sedikit estrogen. Oleh karena itu, kecepatan sekresi estrogen mulai menurun kira-kira 1 hari sebelum ovulasi, sementara sejumlah kecil progesteron mulai disekresikan. Sesaat sebelum ovulasi, oosit menyelesaikan pembelahan meiosis pertamanya. Dalam waktu beberapa jam akan berlangsung dua peristiwa yang dibutuhkan untuk ovulasi: (1) teka eksterna mulai melepaskan enzim proteolitik dari lisozim yang mengakibatkan pelarutan dinding kapsul dan akibatnya

7 melemahnya dinding, menyebabkan makin membengkaknya seluruh folikel dan degenerasi dari stigma. (2) secara bersama, juga akan terjadi pertumbuhan pembuluh darah baru yang berlangsung cepat kedalam dinding folikel, dan pada saat yang sama, prostaglandin (hormon setempat yang mengakibatkan vasodilatasi) akan disekresi dalam jaringan folikuler. Kedua efek ini selanjutnya akan mengakibatkan pecahnya folikel disertai dengan pengeluaran ovum sehingga terjadilah ovulasi (Guyton, 2008). c. Fase luteal Fase awal luteal berlangsung 14 sampai 21 hari ruptur folikel pada ovulasi merupakan tanda berakhirnya fase folikel dan mulainya fase luteal. Folikel yang ruptur dan tertinggal di ovarium mengalami perubahan cepat (Sherwood, 2010), segera terisi darah (Wiknjosastro, 2009). Sel-sel granulosa dan teka yang melapisi folikel mulai berproliferasi dan bekuan darah cepat diganti oleh sel luteal yang kaya lemak dan berwarna kekuningan,membentuk korpus luteum. Lemak pada sel luteal ini berfungsi sebagai molekul prekursor steroid (Ganong, 2010). Sel granulosa dalam korpus luteum mengembangkan sebuah retikulum endoplasma halus yang luas, yang akan membentuk sejumlah besar hormon seks wanita progesteron dan estrogen, tetapi lebih banyak progesteron (Guyton, 2008). Fase akhir luteal berlangsung 21 sampai 28 hari, estrogen dan progesteron yang disekresi oleh korpus luteum mempunyai efek umpan balik yang kuat terhadap hipofisis anterior dalam mempertahankan kecepatan sekresi FSH dan LH yang rendah. Selain dari itu sel luteain juga menyekresi sejumlah kecil hormon inhibin yang juga menghambat sekresi hipofisis anterior, khususnya sekresi FSH, mengakibatkan konsentrasi FSH dan LH dalam darah menjadi rendah dan hilangnya hormon ini menyebabkan korpus luteum berdegenerasi secara menyeluruh, terjadi hampir tepat 12 hari setelah korpus luteum terbentuk, yaitu 2 hari sebelum dimulainya menstruasi (Guyton, 2008; Ganong, 2010).

8 2. Siklus endometrium a. Fase proliferatif Setelah masing-masing daerah endometrium mengelepuas sewaktu menstruasi, mulai terjadi proses perbaikan regeneratif di endometrium, permukaan endometrium dibentuk kembali dengan metaplasia sel-sel stroma dan dengan pertumbuhan keluar sel-sel epitel kelenjar endometrium. Pada fase proliferative dini yang berlangsung antara hari ke-4 sampai hari ke-7 dengan keadaan endometrium tipis, kelenjarnya sedikit, sempit, lurus, dilapisi sel kuboid, dan stromanya padat. Pada fase lanjut, proliferasi terjadi semakin cepat, kelenjar-kelenjar epitelial bertambah besar dan tumbuh ke bawah tegak lurus terhadap permukaan. Sel-selnya menjadi kolumnar dengan nuklei di basal. Sel-sel stroma berproliferasi, tetap padat dan berbentuk kumparan. Mitosis terjadi pada kelenjar dan stroma. Endometrium disuplai oleh arteri-arteri basal di miometrium (Wiknjosastro, 2009). Fase ini diperngaruhi oleh hormon estrogen yang dihasilkan oleh folikelfolikel baru yang sedang tumbuh, berlangsung dari akhir menstruasi sampai ovulasi (Sherwood, 2010). b. Fase sekresi Setelah ovulasi, pada saat korpus luteum terbentuk, uterus memasuki fase sekretorik atau progestasional, yang bersamaan waktunya dengan fase luteal ovarium. Korpus luteum mengeluarkan sejumlah besar progesteron dan estrogen. Progesteron berkerja mengubah endometrium yang tebal menjadi jaringan yang kaya pembuluh darah dan glikogen. Jika tidak terjadi pembuahan dan implantasi, korpus luteum berdegenerasi sehingga sekresi estrogen dan progesteron menurun. Kemudian fase folikel dan menstruasi kembali dimulai (Sherwood, 2010). c. Fase menstruasi Fase ini bersamaan dengan berakhirnya fase luteal ovarium dan permulaan fase folikel. Sewaktu korpus luteum berdegenerasi, penurunan kadar hormonhormon ovarium merangsang oengeluaran prostaglandin uterus yang

9 menyebabkan vasokontriksi pembuluh-pembuluh endometrium, sehingga aliran darah ke endometrium terganggu yang menyebabkan kematian endometrium. Prostaglandin uterus juga menyebabkan kontraksi ritmik ringan miometrium untuk mengeluarkan darah dan debris endometrium dari rongga uterus melalui vagina. Menstruasi biasanya berlangsung selama lima sampai tujuh hari setelah degenerasi korpus luteum, bersamaan dengan bagian awal fase folikel ovarium (Sherwood, 2010) Regulasi Neuroendokrin Aktifitas saraf menyebabkan pelepasan GnRH (gonadotropin releasing hormone) dengan cara pulsatil terutama terjadi di dalam mediobasal hipotalamus khususnya di nukleus arkuatus. Banyak pusat saraf dalam sistem limbik otak menghantarkan sinyal ke nuleus arkuatus untuk modifikasi intensitas GnRH dan frekuensi pulsasi. Hipotalamus menyekresikan GnRH secara pulsatil selama beberapa menit yang terjadi setiap satu sampai tiga jam. Pelepasan GnRH secara pulsatil menyebabkan pengeluaran LH dan FSH secara pulsatil juga (Guyton, 2008). a. Kontrol fungsi ovarium Tahap-tahap awal pembentukan folikel pra-antrum dan pematangan oosit tidak memerlukan rangsangan gonadotropik. Baik FSH dan estrogen merangsang proliferasi sel-sel granulosa. FSH dan LH diperlukan untuk sintesis dan sekresi estrogen oleh folikel, tetapi kedua hormon ini bekerja pada sel yang berbeda. LH bekerja pada sel teka untuk merangsang produksi androgen, sementara FSH bekerja pada sel granulosa untuk meningkatkan perubahan androgen teka (yang berdifusi ke dalam sel granulosa dari sel teka) menjadi estrogen.

10 Gambar 2.2. Kontrol fungsi ovarium, ovulasi, dan korpus luteum Sumber: Sherwood, Human Physiology From Cell to System7 th ed. Kadar FSH yang rendah sudah cukup untuk mendorong konversi akhir menjadi estrogen, sehingga kecepatan sekresi estrogen oleh folikel, bergantung pada kadar LH dalam darah, yang terus meningkat selama fase folikel. Estrogen yang dihasilkan folikel sebagian disekresikan ke dalam darah dan sisanya berperan dalam pembentukan antrum. Estrogen menghambat hipothalamus dan hipofisis anterior melalui mekanisme umpan balik negatif. Kadar estrogen yang rendah dan meningkat pada fase awal folikel secara langsung menghambat sekresi GnRH, sehingga pengeluaran FSH dan LH dari hipofisis anterior juga tertekan. Efek primernya pada hipofisis yakni menurunkan kepekaan sel penghasil gonadotropin, terutama penghasil FSH (Guyton, 2008; Sherwood, 2010). Turunnya FSH selama fase

11 folikel disebabkan sel-sel folikel mensekresikan inhibin. Sementara itu sekresi LH meningkat secara perlahan. (Sherwood, 2010). b. Kontrol Ovulasi Ovulasi dan luteinisasi dipicu oleh lonjakan LH yang disebabkan oleh efek umpan balik positif. Kadar estrogen yang tinggi pada saat puncak sekresi estrogen pada akhir fase folikel merangsang sekresi LH dan menimbulkan lonjakan LH. Konsentrasi estrogen plasma yang tinggi bekerja langsung pada hipotalamus untuk meningkatkan frekuensi denyut sekresi GnRH, sehingga meningkatkan sekresi LH dan FSH. Kadar tersebut juga bekerja langsung pada hipofisis anterior untuk secara spesifik meningkatkan kepekaan sel penghasil LH terhadap GnRH. Efek yang terakhir merupakan penyebab lonjakan sekresi LH yang jauh lebih besar daipada sekresi FSH pada pertengahan siklus (Sherwood, 2010). c. Kontrol korpus luteum LH memicu perkembangan korpus luteum, mempertahankan, dan merangsang pengeluaran hormon steroid, estrogen dan progesteron, dengan jumlah progesteron lebih besar (Sherwood, 2010). Inhibisi FSH dan LH oleh progesteron mencegah pematangan folikel dan ovulasi baru selama fase luteal. Korpus luteum berfungsi selama dua minggu, kemudian berdegenerasi jika tidak terjadi pembuahan. Penurunan kadar LH dalam darah akibat inhibisi dari progesteron berpengaruh dalam kemunduran korpus luteum ini. Sewaktu korpus luteum berdegenerasi, kadar progesteron dan estrogen plasma turun dengan cepat. Lenyapnya efek inhibisi dari hormon FSH dan LH menyebabkan sekresi kedua hormon ini kembali meningkat. Dibawah pengaruh mereka, sekelompok folikel baru kembali mengalami proses pematangan (Guyton, 2008; Sherwood, 2010) Biosintesis Hormon Ovarium Secara alami estrogen yang terbentuk adalah 17β-estradiol, estrone, dan estriol (Ganong, 2010). Hormon yang utama diproduksi folikel adalah estradiol, hormon dengan 18 karbon. Steroidogenesis, proses produksi hormon steroid

12 bergantung kepada ketersediaan kolesterol. Kolestrol di ovarium didapatkan dari lipoprotein plasma, sintesis de novo di sel ovarium, dan kolestrol ester dalam tetesan lemak di sel ovarium. Untuk steroidogenesis ovarium sumber utama adalah kolestrol low-density-lipoprotein (LDL) (Terranova, 2003). Gambar 2.2. Biosintesis dan metabolism estrogen Sumber: Ganong, W.F The Gonads: Development and function of reproductive system. In: Review of Medical Physiology. 23rd ed. Mc Graw-Hill, USA: 416 Sel teka interna memiliki banyak reseptor LH, LH berkerja melalui camp untuk meningkatkan konversi androstenedione menjadi estrone (Ganong, 2010). Konversi kolestrol menjadi pregnolon oleh cholesterol side-chain cleavage enzyme diregulasi oleh LH dengan menggunakan cyclic adenosine monophosphate (camp). LH berikatan dengan reseptor spesifik di permukaan membrane sel teka, mengaktifasi adenilat siklase melalui protein-g dan meningkatkan produksi camp. camp juga meningkatkan transport kolestrol dari luar ke dalam membran mitokondria. Pregnolon, 21 karbon, berdifusi keluar dari mitokondria dan masuk ke retikulum endoplasmik, tempat terjadinya steroidogenesis (Terranova, 2003).

13 Gambar 2.3. Biosintesis hormon di sel teka dan sel granulosa. Sumber: Terranova, Paul F., Female Reproductive System. Dalam: Rhoades, Tanner, Medical Physiology 2e. Lippincot. Pada sel teka jalur yang dominan adalah jalur delta 5, sementara di sel granulosa dan korpus luteum, jalur delta 4 lebih dominan. Pregnenolon akan dikonversi menjadi progesteron oleh 3β-hidroksisteroid dehidrogenase di jalur delta 4 atau menjadi 17α-Hikroksipregnenolon oleh 17α-Hidroksilase di jalur delta 5. Di jalur delta 4, progesteron akan dikonversi ke 17α-Hidroksiprogesteron oleh bantuan 17α-Hidroksilase, yang kemudian dikonversi menjadi androstenedion dan testosteron dengan 17,20-Liase dan 17α-Hidroksisteroid dehidrogenase (17-ketosteroid reduktase) (Terranova, 2003). Sel teka interna menyuplai androstenedione ke sel granulosa. Sel granulosa membuat estradiol ketika disediakan androgen (Ganong, 2010). Di jalur delta 5, 17α-hidroksipregnenolon dikonversi menjadi dehidroepiandrosterone (DHEA;oleh 17,20-liase), yang selanjutnya diubah menjadi androstenedion oleh 3β-hidroksisteroid dehidrogenase, androgen terdiri dari 19 karbon. Testosteron dan androstenedion berdifusi dari teka kompartemen, melintasi membran basal, dan masuk ke dalam sel granulosa (Terranova, 2003). Di dalam sel granulosa terdapat banyak reseptor FSH (Ganong, 2010), dengan bantuan camp, testosteron dan androstenedion kemudian dikonversi

14 menjadi estradiol dan estron, masing-masing oleh enzim aromatase, yang mengaromatisasi cincin A steroid dan membuang satu karbon. Estrogen biasanya memiliki 18 karbon. Estrone kemudian dapat dikonversi menjadi estradiol oleh 17β-hidroksisteroid dehidrogenase. Sehingga, sekresi estradiol merupakan peran antara sel teka dan sel granulosa serta koordinasi antara FSH dan LH (Terranova, 2003) 2.3. Gangguan Siklus Menstruasi Apabila siklus menstruasi yang terjadi diluar keadaan normal, atau dengan kata lain tidak berada pada interval pola menstruasi dengan rentang kurang dari 21 hari atau lebih dari 35 hari dengan interval pendarahan uterus normal kurang dari 3 atau lebih dari 7 hari disebut siklus menstruasi tidak teratur (Berek, 2007). Menurutnya ada enam jenis gangguan menstruasi yang termasuk ke dalam siklus menstruasi tidak teratur yaitu, oligomenorea, polimenorea, menoragia, metroragia, menometroragia, hipomenorea (Berek,2007). Wiknjosastro (2009) membagi gangguan menstruasi dan siklusnya menjadi: 1. Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahan pada menstruasi a. Hipermenorea atau menoragia b. Hipomenorea 2. Kelainan siklus a. Polimenorea b. Oligomenorea c. Amenorea 3. Perdarahan di luar haid a. Metroragia 4. Gangguan menstruasi yang ada hubungannya menstruasi a. Premenstrual tension (ketegangan prahaid) b. Mastodinia c. Mittelschmerz (rasa nyeri pada ovulasi) d. Dismenorea

15 Perubahan pada lamanya siklus menstruasi terbagi menjadi polimenorea, oligomenorea, dan amenorea. Polimenorea adalah kelainan siklus menstruasi yang lebih pendek dari biasa (kurang dari 21 hari). Pendarahan kurang lebih sama atau lebih banyak dari haid yang biasa. Bila siklus memendek namun teratur ada kemungkinan stadium proliferasi pendek atau stadium sekresi memendek atau kedua stadium memendek. Polimenorea disebabkan oleh gangguan hormonal yang mengakibatkan gangguan ovulasi, atau menjadi pendeknya masa luteal. Sebab lain ialah kongesti ovarium karena peradangan,endometriosis dan sebagainya (Wiknjosastro, 2009). Oligomenorea adalah dimana siklus haid lebih panjang, lebih dari 35 hari. Biasanya berhubungan dengan anovulasi atau dapat juga disebabkan kelainan endokrin seperti kehamilan, gangguan hipofisisi-hipotalamus, sindrom polikistik ovari, stress, dan juga kehilangan berat badan berlebih. Pemanjangan siklus disebabkan karena masa proliferasi yang lebih panjang dari biasa (Wiknjosastro, 2009). Amenorea dibagi menjadi: 1. Amenorea Primer Seorang perempuan belum mengalami menstruasi setelah usia 15 tahun tetapi telah terdapat tanda-tanda seks sekunder atau tidak terjadi menstruasi sampai 13 tahun tanpa adanya tanda-tanda seks sekunder. yaitu, amenorea primer dan amenorea sekunder (Berek, 2007). 2. Amenorea sekunder Pernah mendapat menstruasi tetapi kemudian sedikitnya 3 bulan berturutturut (Wiknjosastro, 2009) atau 3 siklus menstruasi ataupun lebih dari 6 bulan tidak mendapatkannya lagi (Berek, 2007). Amenorea primer umumnya penyebabnya lebih sulit untuk diketahui, seperti kelainan kongenital dan kelainan-kelainan genetik. Amenorea sekunder biasanya disebabkan karena kehidupan wanita, pada keadaan patologis seperti gangguan gizi, gangguan metabolisme, tumor-tumor dan penyakit infeksi, sedangkan pada keadaan fisiologis pada saat menarkhe, hamil, menyusui dan menopause. Biasanya terjadi pada perempuan dengan underweight atau pada

16 aktivitas berat dimana cadangan lemak mempengaruhi untuk memacu pelepasan hormon (Wiknjosastro,2009) Faktor-faktor yang mempengaruhi siklus menstruasi Kusmiran (2011) mengatakan penelitian mengenai faktor risiko dari variabilitas siklus menstruasi adalah sebagai berikut:: a. Berat badan. Berat badan dan perubahan berat badan memengaruhi fungsi menstruasi. Penurunan berat badan akut dan sedang menyebabkan gangguan pada fungsi ovarium, tergantung derajat tekanan pada ovarium dan lamanya penurunan berat badan. Kondisi patologis seperti berat badan yang kurang/kurus dan anorexia nervosa yang menyebabkan penurunan berat badan yang berat dapat menimbulkan amenorea. b. Aktivitas fisik. Tingkat aktivitas fisik yang sedang dan berat dapat membatasi fungsi menstruasi. Termasuk olahraga yang berlebihan. c. Stress. Stress menyebabkan perubahan sistemik dalam tubuh, khususnya sistem persarafan dalam hipotalamus melalui perubahan prolaktin yang dapat memengaruhi elevasi kortisol basal dan menurunkan hormon LH yang menyebabkan amenorea. d. Diet. Diet dapat memengaruhi fungsi menstruasi. Vegetarian berhubungan dengan anovulasi, penurunan respons hormon pituitari, fase folikel yang pendek, tidak normalnya siklus menstruasi (kurang dari 10 kali/tahun). Diet rendah lemak berhubungan dengan panjangnya siklus menstruasi dan periode perdarahan. Diet rendah kalori seperti daging merah dan rendah lemak berhubungan dengan amenorea. e. Paparan lingkungan dan kondisi kerja. Beban kerja yang berat berhubungan dengan jarak menstruasi yang panjang dibandingkan dengan beban kerja ringan dan sedang.

17 f. Gangguan endokrin Adanya penyakit-penyakit endokrin seperti diabetes, hipotiroid, serta hipertiroid yang berhubungan dengan gangguan menstruasi. Prevalensi amenorrhea dan oligomenorrhea lebih tinggi pada pasien diabetes. Penyakit polystic ovarium berhubungan dengan obesitas, resistensi insulin, dan oligomenorea. Amenorea dan oligomenorea pada perempuan dengan penyakit polkistik ovarium berhubungan dengan insensitivitas hormon insulin dan menjadikan perempuan tersebut obesitas. Hipertiroid berhubungan dengan oligomenorea dan lebih lanjut menjadi amenorea. Hipotiroid berhubungan dengan polymenorea dan menoragia 2.5. Hubungan indeks massa tubuh dengan siklus menstruasi Beberapa penelitian mendapatkan adanya hubungan antara tingginya indeks massa tubuh dengan perpanjangan siklus menstruasi. Tak hanya perempuan dengan indeks massa tubuh tinggi, perempuan yang berolahraga secara berlebihan dan menjadi kurus atau memiliki terlalu sedikit lemak tubuh, dapat juga menyebabkan oligomenorea atau amenorea yang diakibatkan defisiensi estrogen. Selain itu, berat badan yang rendah atau penurunan berat badan secara mendadak dapat menghambat pelepasan GnRH (gonadotropin releasing hormone), yang dapat mengurangi kadar LH dan FSH hormon yang bertanggung jawab untuk perkembangan telur dalam ovarium. Secara teknis fertil dan memiliki banyak telur yang sehat dalam ovarium, tetapi sel telur tidak akan pernah dibebaskan karena kekurangan hormon. Androgen merupakan hormon yang diperlukan oleh tubuh (suprarenal, ovarium) untuk menghasilkan estrogen. Enzim yang diperlukan untuk mengubah androgen manjadi estrogen adalah aromatase. Jaringan yang mempunyai kemampuan untuk mengaromatisasi androgen menjadi estrogen adalah sel-sel granulose dan jaringan lemak. Sehingga, semakin banyak atau sedikit presentase jaringan lemak tubuh, semakin banyak ataupun sedikit estrogen yang terbentuk, yang kemudian dapat menggangu keseimbangan hormon (Supriyono, 2003).

18 Pada perempuan dengan berat berlebihan ditemukan produksi androgen suprarenal meningkat, pengingkatan pengeluaran 17-ketosteroid dan 17- hidroksisteroid, kadar plasma testosterone meningkat, kadar plasma androstenadion meningkat, rasio estron/stradiol 2,5 serta kadar sex hormone binding globulin (SHBG) yang rendah (Supriyono, 2003). Ditambah lagi terjadi kelebihan androgen, estrogen terutama estron. Pada obesitas ditemukan interaksi adipokin dan Hipothalamus-Pituitary-Gonad (HPG) axis serta leptin sebagai pleiotropic modulator keseimbangan energy dan reproduksi. Peningkatan metabolisme hormon reproduksi didalam deposit jaringan adipos bisa menyebabkan kadar androgen dan estrogen dalam plasma yang abnormal yang berakibat pada gangguan pada aksis. Sex hormone binding globulin (SHBG) berperan dalam regulasi bioavabilitas dari hormon reproduksi. Pada obesitas terjadi penurunan kadar SHBG sehingga meningkatkan bioavabilitas kadar hormon (Kyrou, 2010). Obese memiliki kadar insulin dan leptin yang tinggi. Leptin yang tinggi mempengaruhi steroidogenesis di ovarium dengan menghambat FSH dan Insulin like Growth Factor-I (IGF-I) di folikel, sehinggan menggangu sintesis estrogen di ovarium tetapi tidak pada sintesis progesteron. Mekanisme terjadinya gangguan siklus menstruasi berkaitan dengan akumulasi dari lemak yang berlebihan ataupun lemak yang sedikit yang menyebabkan gangguan fungsi Hipothalamus-Pitutary- Gonad (HPG). (Telli et al, 2002). Pada resistensi insulin, dimana jumlah reseptor insulin menurun/tidak berfungsi, maka kadar insulin yang berlebih akan berikatan dengan resptor IGF-I, yang mempunyai bentuk/struktur, sama dengan reseptor insulin. IGF-I bekerja memperkuat rangsangan LH terhadap sel teka ovarium untuk menghasilkan androgen (Gotteroa et al., 2004).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Haid Haid merupakan proses kematangan seksual bagi seorang wanita (LK lee dkk, 2006). Haid adalah pendarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Menstruasi 2.1.1. Definisi Menstruasi Menstruasi adalah suatu keadaan fisiologis atau normal, merupakan peristiwa pengeluaran darah, lendir dan sisa-sisa sel secara berkala

Lebih terperinci

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ;

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; Fisiologi Reproduksi & Hormonal Wanita Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; 1. Hormon yang dikeluarkan hipothalamus, Hormon pelepas- gonadotropin

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Siklus Menstruasi Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Prawirohardjo, 2005), sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan

Lebih terperinci

Anatomi/organ reproduksi wanita

Anatomi/organ reproduksi wanita Anatomi/organ reproduksi wanita Genitalia luar Genitalia dalam Anatomi payudara Kelainan organ reproduksi wanita Fisiologi alat reproduksi wanita Hubungan ovarium dan gonadotropin hormon Sekresi hormon

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam. zat-zat gizi lainnya (Almatsier, 2010; Supariasa, 2012).

BAB II LANDASAN TEORI. dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam. zat-zat gizi lainnya (Almatsier, 2010; Supariasa, 2012). digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Status Gizi a. Pengertian Status gizi adalah suatu ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Manusia mempunyai dua ovarium yang berfungsi memproduksi sel telur dan mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur (oogenesis). Pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berfungsi dengan matang (Kusmiran, 2011). Menstruasi adalah siklus discharge

BAB 1 PENDAHULUAN. berfungsi dengan matang (Kusmiran, 2011). Menstruasi adalah siklus discharge BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menstruasi sebagai proses alamiah yang akan terjadi pada setiap remaja, dimana terjadinya proses pengeluaran darah yang menandakan bahwa organ kandungan telah berfungsi

Lebih terperinci

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif Kelompok 3 Aswar Anas 111810401036 Antin Siti Anisa 121810401006 Nenny Aulia Rochman 121810401036 Selvi Okta Yusidha 121810401037 Qurrotul Qomariyah

Lebih terperinci

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi. Nama : Hernawati NIM : 09027 Saya mengkritisi makalah kelompok 9 No 5 tentang siklus menstruasi. Menurut saya makalah mereka sudah cukup baik dan ketikannya juga sudah cukup rapih. Saya di sini akan sedikit

Lebih terperinci

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang Anatomi sistem endokrin Kelenjar hipofisis Kelenjar tiroid dan paratiroid Kelenjar pankreas Testis dan ovum Kelenjar endokrin dan hormon yang berhubungan dengan sistem reproduksi wanita Kerja hipotalamus

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pubertas 2.1.1. Definisi Pubertas Pubertas adalah masa dimana ciri-ciri seks sekunder mulai berkembang dan tercapainya kemampuan untuk bereproduksi. Antara usia 10 sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menstruasi merupakan proses alamiah yang terjadi pada setiap perempuan sebagai tanda bahwa organ reproduksi sudah berfungsi matang (Kusmiran, 2014). Menstruasi adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Stres 2.1.1. Definisi Stres Stres adalah sekumpulan perubahan fisiologis akibat tubuh terpapar terhadap bahaya ancaman. Stres memiliki dua komponen: fisik yakni perubahan fisiologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan untuk makanan maupun untuk pengobatan tradisional.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Stres 1. Definisi Stres Stres adalah sekumpulan perubahan fisiologis akibat tubuh terpapar terhadap bahaya ancaman. Stres memiliki dua komponen: fisik yakni perubahan fisiologis

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Menstruasi Remaja Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang utuh dari hipotalamus-hipofise-ovarium. Struktur alat reproduksi, status nutrisi,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2016.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2016. A. HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian yang mengenai hubungan status gizi dengan siklus menstruasi pada remaja putri yang dilakukan di SMP N 2 Gamping Sleman Yogyakarta,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit 40 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Oosit Pada Stadia Folikel Primer Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit pada stadia folikel primer dapat dilihat pada gambar 10.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infertilitas 1. Definisi Infertilitas atau kemandulan adalah penyakit sistem reproduksi yang ditandai dengan ketidakmampuan atau kegagalan dalam memperoleh kehamilan, walaupun

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dimana terjadinya peristiwa pengeluaran darahmenandakan bahwa organ dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dimana terjadinya peristiwa pengeluaran darahmenandakan bahwa organ dalam BAB 2 2.1 Siklus Menstruasi TINJAUAN PUSTAKA Menstruasi merupakan proses alamiah yang terjadi pada setiap wanita, dimana terjadinya peristiwa pengeluaran darahmenandakan bahwa organ dalam kandungan telah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Haid ( Menstruasi ) 2.1.1 Definisi Menstruasi adalah perdarahan uterus yang terjadi secara siklik dan dialami oleh sebagian besar wanita usia produktif (Norwitz dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menstruasi A. Pengertian Menstruasi Menstruasi merupakan keadaan fisiologis, yaitu peristiwa keluarnya darah, lendir ataupun sisa-sisa sel secara berkala. Sisa sel tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN tahun jumlahnya meningkat dari 21 juta menjadi 43 juta atau dari 18%

BAB I PENDAHULUAN tahun jumlahnya meningkat dari 21 juta menjadi 43 juta atau dari 18% BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap satu diantara enam penduduk dunia adalah remaja. Sedangkan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Di Indonesia, jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat

Lebih terperinci

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12 Nama : Kristina vearni oni samin Nim: 09031 Semester 1 Angkatan 12 Saya mengkritisi tugas biologi reproduksi kelompok 7 tentang siklus menstruasi yang dikerjakan oleh saudari Nela Soraja gusti. Tugas mereka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASI Eksklusif 1. Pengertian Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik bagi bayi sampai usia 6 bulan. Pemberian ASI eksklusif yaitu pemberian ASI tanpa cairan atau makanan lain,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Seorang wanita disebut hamil jika sel telur berhasil dibuahi oleh sel sperma. Hasil pembuahan akan menghasilkan zigot, yang lalu berkembang (dengan cara pembelahan sel

Lebih terperinci

... Tugas Milik kelompok 8...

... Tugas Milik kelompok 8... ... Tugas Milik kelompok 8... 6. Siklus menstruasi terjadi pada manusia dan primata. Sedang pada mamalia lain terjadi siklus estrus. Bedanya, pada siklus menstruasi, jika tidak terjadi pembuahan maka lapisan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. korteks serebri, aksis hipotalamus-hipofisis-ovarial, dan endrogen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. korteks serebri, aksis hipotalamus-hipofisis-ovarial, dan endrogen BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Menstruasi Normal Menstruasi merupakan siklus yang kompleks dan berkaitan dengan psikologispancaindra, korteks serebri, aksis hipotalamus-hipofisis-ovarial, dan endrogen (uterus-endometrium

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga Berencana (KB) 2.1.1 Pengertian Keluarga Berencana Berdasarkan UU no 10 tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera, keluarga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus norvegicus, L) dengan perbesaran 4x10 menggunakan teknik pewarnaan Hematoxilin-eosin

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. menuju dewasa dimana terjadi proses pematangan seksual dengan. hasil tercapainya kemampuan reproduksi. Tanda pertama pubertas

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. menuju dewasa dimana terjadi proses pematangan seksual dengan. hasil tercapainya kemampuan reproduksi. Tanda pertama pubertas BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendahuluan Pubertas merupakan suatu periode perkembangan transisi dari anak menuju dewasa dimana terjadi proses pematangan seksual dengan hasil tercapainya kemampuan reproduksi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersifat sementara dan dapat pula bersifat menetap (Subroto, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersifat sementara dan dapat pula bersifat menetap (Subroto, 2011). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kontrasepsi Kontrasepsi merupakan bagian dari pelayanan kesehatan untuk pengaturan kehamilan dan merupakan hak setiap individu sebagai makhluk seksual, serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein. Salah satu komoditas yang menjadi primadona saat ini adalah ikan lele (Clarias sp.). Ikan

Lebih terperinci

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Teknologi Informasi dalam Kebidanan yang dibina oleh Bapak Nuruddin Santoso, ST., MT Oleh Devina Nindi Aulia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja WHO mendefinisikan remaja adalah mereka yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa yaitu bila anak telah mencapai umur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengalami perubahan fisik yang lebih dahulu dibanding anak laki-laki, dengan menstruasi awal (menarche) (Winkjosastro, 2007).

I. PENDAHULUAN. mengalami perubahan fisik yang lebih dahulu dibanding anak laki-laki, dengan menstruasi awal (menarche) (Winkjosastro, 2007). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam siklus kehidupan setiap manusia terdapat suatu masa yang disebut dengan masa remaja. Setiap anak ketika memasuki masa remaja akan mengalami perubahan fisik yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Menstruasi 2.1.1. Definisi Menstruasi, Siklus dan Periode Menstruasi Menurut Rosenblatt (2007), menstruasi adalah peluruhan lapisan jaringan pada uterus yaitu endometrium bersama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas dan kelebihan berat badan bukan hanya menjadi masalah di negara maju tetapi juga merupakan masalah yang semakin meningkat di negara-negara berkembang. Obesitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik.

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sindroma ovarium polikistik (SOPK) adalah sindroma disfungsi ovarium dengan karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mengeluarkan hormon estrogen (Manuaba, 2008). Menarche terjadi di

BAB II LANDASAN TEORI. mengeluarkan hormon estrogen (Manuaba, 2008). Menarche terjadi di 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Menarche a. Pengertian menarche Menarche adalah pengeluaran darah menstruasi pertama yang disebabkan oleh pertumbuhan folikel primodial ovarium yang mengeluarkan

Lebih terperinci

Pertumbuhan Payudara. Universitas Sumatera Utara

Pertumbuhan Payudara. Universitas Sumatera Utara 6 Pertumbuhan payudara dikenal pertama kali, diikuti oleh tumbuhnya rambut pubis, dan menarke, yang merupakan puncak dari awitan pubertas seorang perempuan. Marshall dan Tanner membuat tahapan perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sindroma Ovarium Polikistik Sejak 1990 National Institutes of Health mensponsori konferensi Polikistik Ovarium Sindrom (PCOS), telah dipahami bahwa sindrom meliputi suatu spektrum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wanita dikatakan istemewa karena jumlah populasinya yang lebih besar dari pada

BAB I PENDAHULUAN. Wanita dikatakan istemewa karena jumlah populasinya yang lebih besar dari pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wanita merupakan salah satu makhluk ciptaan Tuhan yang istimewa. Wanita dikatakan istemewa karena jumlah populasinya yang lebih besar dari pada laki-laki. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

PENGARUH SUPEROVULASI PADA LAJU OVULASI, SEKRESI ESTRADIOL DAN PROGESTERON, SERTA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN UTERUS DAN KELENJAR SUSU TIKUS PUTIH (Rattus Sp.) SELAMA SIKLUS ESTRUS TESIS OLEH : HERNAWATI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. SIKLUS HAID 1. Definisi Haid ialah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Prawirohardjo, 2007). Menstruasi atau haid

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Masa pubertas adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke remaja

BAB II LANDASAN TEORI. Masa pubertas adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke remaja BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Masa pubertas Masa pubertas adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke remaja (Noerpramana, 2011). Pubertas merupakan tonggak penting perkembangan yang dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. konsep yang relatif baru dalam kajian psikologi. Di negara-negara barat, istilah

BAB II TINJAUAN TEORI. konsep yang relatif baru dalam kajian psikologi. Di negara-negara barat, istilah BAB II TINJAUAN TEORI A. Remaja 1. Pengertian Remaja Remaja sebagai periode tertentu dari kehidupan manusia merupakan suatu konsep yang relatif baru dalam kajian psikologi. Di negara-negara barat, istilah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uterus 2.1.1. Anatomi dan Histologi Uterus Uterus berbentuk seperti buah pir dan berdinding tebal. Yang terdiri dari fundus uteri, korpus uteri, cavum uteri. Ukuran dari fundus

Lebih terperinci

Jenis hormon berdasarkan pembentuknya 1. Hormon steroid; struktur kimianya mirip dengan kolesterol. Contoh : kortisol, aldosteron, estrogen,

Jenis hormon berdasarkan pembentuknya 1. Hormon steroid; struktur kimianya mirip dengan kolesterol. Contoh : kortisol, aldosteron, estrogen, SISTEM ENDOKRIN Hormon adalah bahan kimia yang dihasilkan oleh sebuah sel atau sekelompok sel dan disekresikan ke dalam pembuluh darah serta dapat mempengaruhi pengaturan fisiologi sel-sel tubuh lain.

Lebih terperinci

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH 20 DENGAN USIA MENARCHE PADA SISWI SEKOLAH DASAR DI SELURUH KECAMATAN PATRANG KABUPATEN JEMBER

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH 20 DENGAN USIA MENARCHE PADA SISWI SEKOLAH DASAR DI SELURUH KECAMATAN PATRANG KABUPATEN JEMBER HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH 20 DENGAN USIA MENARCHE PADA SISWI SEKOLAH DASAR DI SELURUH KECAMATAN PATRANG KABUPATEN JEMBER SKRIPSI Diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menopause Seiring dengan bertambahnya usia, banyak hal yang terjadi dengan proses perkembangan dan pertumbuhan pada manusia. Namun, pada suatu saat perkembangan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS

HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS Hipotalamus merupakan bagian kecil otak yang menerima input baik langsung maupun tidak dari semua bagian otak. Hipofisis adalah kelenjar endokrin kecil yang terletak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satu daya pikat dari ikan lele. Bagi pembudidaya, ikan lele merupakan ikan

I. PENDAHULUAN. salah satu daya pikat dari ikan lele. Bagi pembudidaya, ikan lele merupakan ikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu komoditi ikan yang menjadi primadona di Indonesia saat ini adalah ikan lele (Clarias sp). Rasa yang gurih dan harga yang terjangkau merupakan salah satu daya

Lebih terperinci

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan 5. PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Hormon steroid merupakan derivat dari kolesterol, molekulnya kecil bersifat lipofilik (larut dalam lemak) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gamba. r 1. Beberapa Penyebab Infertilitas pada pasangan suami-istri. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Gamba. r 1. Beberapa Penyebab Infertilitas pada pasangan suami-istri. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Infertilitas dalam arti klinis didefinisikan sebagai Ketidakmampuan seseorang atau pasangan untuk menghasilkan konsepsi setelah satu tahun melakukan hubungan seksual

Lebih terperinci

Gangguan Hormon Pada wanita

Gangguan Hormon Pada wanita Gangguan Hormon Pada wanita Kehidupan reproduksi dan tubuh wanita dipengaruhi hormon. Hormon ini memiliki fungsi yang berbeda-beda. Ada tiga hormon panting yang dimiliki wanita, yaitu estrogen, progesteron,

Lebih terperinci

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D.

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. Mekanisme umpan balik pelepasan hormon reproduksi pada hewan betina Rangsangan luar Cahaya, stress,

Lebih terperinci

MORFOLOGI DAN FUNGSI OVARIUM RUSWANA ANWAR

MORFOLOGI DAN FUNGSI OVARIUM RUSWANA ANWAR MORFOLOGI DAN FUNGSI OVARIUM RUSWANA ANWAR SUBBAGIAN FERTILITAS DAN ENDOKRINOLOGI REPRODUKSI BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNPAD BANDUNG 2005 1 MORFOLOGI DAN FUNGSI OVARIUM PENDAHULUAN

Lebih terperinci

HASIL Jangka Reproduksi Wanita Kabupaten Pesawaran

HASIL Jangka Reproduksi Wanita Kabupaten Pesawaran 14 HASIL Jangka Reproduksi Wanita Kabupaten Pesawaran Alat kontrasepsi Keluarga Berencana (KB) hormonal mengandung estrogen dan progesteron yang secara langsung dapat mempengaruhi daur alamiah menstruasi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Haid merupakan proses kematangan seksual bagi seorang wanita (LK lee dkk, 2006). Haid adalah pendarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa yaitu bila

BAB I PENDAHULUAN. yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa yaitu bila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang World Health Organization (WHO) mendefinisikan remaja sebagai mereka yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa yaitu bila anak telah mencapai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. keluarga dengan pemahaman remaja putri tentang menarche, maka akan dibahas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. keluarga dengan pemahaman remaja putri tentang menarche, maka akan dibahas BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Mengacu pada tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui kaitan fungsi keluarga dengan pemahaman remaja putri tentang menarche, maka akan dibahas mengenai fungsi keluarga, menarche,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Menstruasi 2.1.1. Definisi menstruasi Menstruasi adalah suatu fase yang ditandai dengan degenerasi dari zona fungsional endometrium. 3 Pada pengertian klinik, haid dinilai berdasarkan

Lebih terperinci

BAB XIV. Kelenjar Hipofisis

BAB XIV. Kelenjar Hipofisis BAB XIV Kelenjar Hipofisis A. Struktur Kelenjar Hipofisis Kelenjar hipofisis atau kelenjar pituitary adalah suatu struktur kecil sebesar kacang ercis yang terletak di dasar otak. Kelenjar ini berada dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siklus seksual wanita usia 40-50 tahun biasanya menjadi tidak teratur dan ovulasi sering gagal terjadi. Setelah beberapa bulan, siklus akan berhenti sama sekali. Periode

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Sumatra Gambar 1. Ikan Sumatra Puntius tetrazona Ikan Sumatra merupakan salah satu ikan hias perairan tropis. Habitat asli Ikan Sumatra adalah di Kepulauan Malay,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Rata- rata bobot ovarium dan uterus tikus putih

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Rata- rata bobot ovarium dan uterus tikus putih BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol purwoceng terhadap tikus putih betina pada usia kebuntingan 1-13 hari terhadap rata-rata bobot ovarium dan bobot uterus tikus putih dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas fisik, seperti olahraga, tidak diragukan lagi merupakan kegiatan yang dapat memberikan berbagai keuntungan terhadap kesehatan tubuh baik pada laki-laki maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluar melalui serviks dan vagina (Widyastuti, 2009). Berdasarkan Riset

BAB I PENDAHULUAN. keluar melalui serviks dan vagina (Widyastuti, 2009). Berdasarkan Riset BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menstruasi adalah suatu proses yang normal, yang terjadi setiap bulannya pada hampir semua wanita. Menstruasi terjadinya pengeluaran darah, dalam jangka waktu 3-5 hari

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. endometrium yang terjadi secara rutin setiap bulan (Ayu dan Bagus, 2010).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. endometrium yang terjadi secara rutin setiap bulan (Ayu dan Bagus, 2010). 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menstruasi 2.1.1 Pengertian Menstruasi Mentruasi adalah pendarahan periodik pada uterus yang dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi (Bobak, dkk, 2005). Menstruasi adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dismenore adalah nyeri menstruasi seperti kram pada perut bagian bawah yang terjadi saat menstruasi atau dua hari sebelum menstruasi dan berakhir dalam 72 jam. Terkadang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Menstruasi a. Pengertian menstruasi Menstruasi merupakan perdarahan periodik pada uterus yang dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi. Hari pertama keluarnya

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1.5 Manfaat Penelitian 1. Di bidang akademik / ilmiah : meningkatkan pengetahuan dengan memberikan informasi bahwa ada hubungan antara kadar serum ferritin terhadap gangguan pertumbuhan pada talasemia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menopause (Kuncara, 2007).

TINJAUAN PUSTAKA. menopause (Kuncara, 2007). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menopause 2.1.1 Definisi Menopause Menoupase didefinisikan oleh WHO sebagai penghentian menstruasi secara permanen akibat hilangnya aktivitas folikular ovarium. Setelah 12 bulan

Lebih terperinci

FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN

FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN STRUKTUR KELENJAR ENDOKRIN Sistem endokrin terdiri dari kelenjar-kelenjar Endokrin Kelenjar endokrin merupakan sekelompok susunan sel yang mempunyai susunan mikroskopis sangat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pubertas merupakan suatu tahap penting dalam proses tumbuh kembang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pubertas merupakan suatu tahap penting dalam proses tumbuh kembang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pubertas merupakan suatu tahap penting dalam proses tumbuh kembang anak. Perubahan fisik yang mencolok terjadi selama proses ini, kemudian diikuti oleh perkembangan ciri-ciri seksual

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada wanita, komposisi lemak tubuh setelah menopause mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada wanita, komposisi lemak tubuh setelah menopause mengalami BAB 1 PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada wanita, komposisi lemak tubuh setelah menopause mengalami perubahan, yaitu dari deposisi lemak subkutan menjadi lemak abdominal dan viseral yang menyebabkan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat. menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat. menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di Indonesia. Jumlah usia lanjut di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1. Definisi Tingkat Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari Tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di

I. PENDAHULUAN. Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di beberapa sungai di Indonesia. Usaha budidaya ikan baung, khususnya pembesaran dalam keramba telah berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. periode transisi dari masa anak menuju masa dewasa. Dalam masa remaja ini

BAB I PENDAHULUAN. periode transisi dari masa anak menuju masa dewasa. Dalam masa remaja ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu masa perkembangan manusia dan merupakan periode transisi dari masa anak menuju masa dewasa. Dalam masa remaja ini terjadi pacu tumbuh (growth

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kinerja Induk Parameter yang diukur untuk melihat pengaruh pemberian fitoestrogen ekstrak tempe terhadap kinerja induk adalah lama kebuntingan, dan tingkat produksi anak

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obesitas 2.1.1. Definisi Obesitas Obesitas adalah suatu kondisi medis berupa kelebihan lemak tubuh yang terakumulasi sedemikian rupa sehingga menimbulkan dampak merugikan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada beberapa wanita masa menstruasi merupakan masa-masa yang sangat menyiksa. Itu terjadi akibat adanya gangguan-gangguan pada siklus menstruasi. Gangguan menstruasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu usaha yang mutlak dibutuhkan untuk mengembangkan budi daya ikan adalah penyediaan benih yang bermutu dalam jumlah yang memadai dan waktu yang tepat. Selama ini

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Menstruasi 2.1.1. Pengertian Menstruasi Menstruasi adalah pengeluaran darah, mukus, dan debris sel dari mukosa uterus secara berkala. Menstruasi terjadi dalam interval-interval

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak di pelihara petani-peternak di Sumatera Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi pesisir dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. INFERTILITAS Sebelum pemeriksaan apapun dimulai, penyebab utama ketidaksuburan dan komponen dasar evaluasi infertilitas yang dirancang untuk mengidentifikasi penyebab tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peristiwa pengeluaran darah, lendir dan sisa-sisa sel secara berkala yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peristiwa pengeluaran darah, lendir dan sisa-sisa sel secara berkala yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisologi Siklus Menstruasi Menstruasi adalah suatu keadaan fisiologis atau normal, merupakan peristiwa pengeluaran darah, lendir dan sisa-sisa sel secara berkala yang berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. pendidikan, perumahan, pelayanan kesehatan, sanitasi dan lingkungan (Shah et al.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. pendidikan, perumahan, pelayanan kesehatan, sanitasi dan lingkungan (Shah et al. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Jumlah penduduk merupakan salah satu masalah terbesar yang dihadapi oleh setiap negara, karena membawa konsekuensi di segala aspek antara lain pekerjaan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pubertas Siklus Menstruasi

TINJAUAN PUSTAKA Pubertas Siklus Menstruasi TINJAUAN PUSTAKA Pubertas Pubertas adalah masa awal pematangan seksual, yaitu suatu periode dimana seorang anak mengalami perubahan fisik, hormonal dan seksual serta awal masa reproduksi. Kejadian yang

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Pertambahan Bobot Badan Tikus

Gambar 4. Grafik Pertambahan Bobot Badan Tikus BAB IV HASIL PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol purwoceng (Pimpinella alpina) terhadap pertambahan bobot badan tikus betina bunting pada umur kebuntingan 0-13 hari dapat dilihat pada Tabel 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diseluruh dunia (Park & Kim,2012). Sekitar 2,8 juta orang dewasa meninggal

BAB I PENDAHULUAN. diseluruh dunia (Park & Kim,2012). Sekitar 2,8 juta orang dewasa meninggal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya prevalensi obesitas merupakan masalah kesehatan utama diseluruh dunia (Park & Kim,2012). Sekitar 2,8 juta orang dewasa meninggal setiap tahun terkait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan ciri perkembangannya seorang remaja dibagi menjadi tiga

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan ciri perkembangannya seorang remaja dibagi menjadi tiga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang remaja akan tumbuh dan berkembang menuju tahap dewasa. Berdasarkan ciri perkembangannya seorang remaja dibagi menjadi tiga tahap antara lain masa remaja awal

Lebih terperinci

dari mereka yang tercatat sebagai penderita PMS berat. 6 Sekitar 3 5% wanita memenuhi kriteria Premenstrual Dysphoric Disorder (PMDD).

dari mereka yang tercatat sebagai penderita PMS berat. 6 Sekitar 3 5% wanita memenuhi kriteria Premenstrual Dysphoric Disorder (PMDD). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap wanita normal mengalami siklus menstruasi. Siklus menstruasi merupakan keadaan fisiologik berupa siklus pengeluaran sekret yang terdiri dari darah dan jaringan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipahami. Ketiga konsep ini saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Ketiga konsep pengertian tersebut adalah :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipahami. Ketiga konsep ini saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Ketiga konsep pengertian tersebut adalah : BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian Status Gizi Dalam pembahasan tentang status gizi, ada tiga konsep yang harus dipahami. Ketiga konsep ini saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan Lele. Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur 6 bulan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan Lele. Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur 6 bulan dengan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan Lele Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur 6 bulan dengan ukuran panjang tubuh sekitar 45cm dan ukuran berat tubuh

Lebih terperinci

BAB II SINKRONISASI ALAMI A. PENDAHULUAN

BAB II SINKRONISASI ALAMI A. PENDAHULUAN BAB II SINKRONISASI ALAMI A. PENDAHULUAN Pokok bahasan kuliah sinkronisasi alami ini meliputi pengertian hormon reproduksi mulai dari definisi, jenis, macam, sumber, cara kerja, fungsi dan pengaruhnya

Lebih terperinci