SMF/lab Neurologi Referrat Program Studi Kedokteran Umum Universitas Mulawarman EPILEPSI. Dipresentasikan pada tanggal: 01 Mei 2013.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SMF/lab Neurologi Referrat Program Studi Kedokteran Umum Universitas Mulawarman EPILEPSI. Dipresentasikan pada tanggal: 01 Mei 2013."

Transkripsi

1 SMF/lab Neurologi Referrat Program Studi Kedokteran Umum Universitas Mulawarman EPILEPSI Dipresentasikan pada tanggal: 01 Mei 2013 Disusun Oleh: Afnies Basugis Pembimbing: dr. Yeti Hutahean, Sp.S Dibawakan dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik pada SMF/Laboratorium Neurologi Program Studi Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman 2013 i

2 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... i ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Epidemiologi Etiologi Klasifikasi Patofisiologi Manifestasi Klinis Diagnosis Tatalaksana BAB V PENUTUP Kesimpulan Saran DAFTAR KEPUSTAKAAN ii

3 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Epilepsi ( juga disebut kejang ayan ) ditandai dengan aktivitas berlebihan yang tidak terkendali dari sebagian atau seluruh system saraf pusat. Orang dari sebagian atau seluruh system saraf pusat. Orang yang mempunyai faktor predisposisi timbulnya epilepsi akan mendapat serangan bila nilai basal dari eksitabilitas system saraf (atau bagian yang peka terhadap keadaan epileptic ) meningkat diatas nilai ambang kritisnya. Selama besarnya eksitabilitas tetap dijaga dibawah nilai ambang ini, maka serangan epilepsi tidak akan terjadi. Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologis yang utama. Epilepsi sering dihubungkan dengan disabilitas fisik, disabilitas mental, dan konsekuensi psikososial yang berat bagi penyandangnya (pendidikan yang rendah, pengangguran yang tinggi, stigma sosial, rasa rendah diri, kecenderungan tidak menikah bagi penyandangnya). Sebagian besar kasus epilepsi dimulai pada masa anak-anak. Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua bahkan bayi yang baru lahir. Angka kejadian epilepsi pada pria lebih tinggi dibandingkan pada wanita, yaitu 1-3% penduduk akan menderita epilepsi seumur hidup. Di Amerika Serikat, satu di antara 100 populasi (1%) penduduk terserang epilepsi, dan kurang lebih 2,5 juta di antaranya telah menjalani pengobatan pada lima tahun terakhir. Menurut World Health Organization (WHO) sekira 50 juta penduduk di seluruh dunia mengidap epilepsy. Epilepsi sukar untuk dikendalikan secara medis atau pharmacoresistant, sebab mayoritas pasien dengan epilepsi adalah bersifat menentang. Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh terjadinya bangkitan (seizure, fit, attact, spell) yang bersifat spontan (unprovoked) dan berkala. Bangkitan dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi otak yang bersifat mendadak dan sepintas, yang berasal dari sekolompok besar 1

4 sel-sel otak, bersifat singkron dan berirama. Bangkitnya epilepsi terjadi apabila proses eksitasi didalam otak lebih dominan dari pada proses inhibisi. Perubahanperubahan di dalam eksitasi aferen, disinhibisi, pergeseran konsentrasi ion ekstraselular, voltage-gated ion-channel opening, dan menguatkan sinkroni neuron sangat penting artinya dalam hal inisiasi dan perambatan aktivitas bangkitan epileptik. Aktivitas neuron diatur oleh konsentrasi ion didalam ruang ekstraselular dan intraselular, dan oleh gerakan keluar masuk ion-ion menerobos membran neuron. 1.2 Tujuan Tulisan ini bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca umumnya dan penulis khususnya mengenai Epilepsi mulai dari definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, diagnosis yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiologis, serta penatalaksanaan, dan komplikasi yang ditimbulkan. 2

5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEFINISI Epilepsi didefinisikan sebagai kumpulan gejala dan tanda-tanda klinis yang muncul disebabkan gangguan fungsi otak secara intermiten, yang terjadi akibat lepas muatan listrik abnormal atau berlebihan dari neuron-neuron secara paroksismal. Sedangkan serangan atau bangkitan epilepsi yang dikenal dengan berbagai macam etiologi. Epileptic seizure adalah manifestasi klinis yang serupa dan berulang secara paroksismal, yang disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak yang spontan dan bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut ( unprovoked ). Manifestasi serangan atau bangkitan epilepsi secara klinis dapat dicirikan sebagai berikut yaitu gejala yang timbulnya mendadak, hilang spontan dan cenderung untuk berulang. Sedangkan gejala dan tanda-tanda klinis tersebut sangat bervariasi dapat berupa gangguan tingkat penurunan kesadaran, gangguan sensorik (subyektif), gangguan motorik atau kejang (obyektif), gangguan otonom (vegetatif) dan perubahan tingkah laku (psikologis). Semuanya itu tergantung dari letak fokus epileptogenesis atau sarang epileptogen dan penjalarannya sehingga dikenal bermacam jenis epilepsi EPIDEMIOLOGI Pada dasarnya setiap orang dapat mengalami epilepsi. Setiap orang memiliki otak dengan ambang bangkitan masing-masing apakah lebih tahan atau kurang tahan terhadap munculnya bangkitan. Selain itu penyebab epilepsi cukup beragam: cedera otak, keracunan, stroke, infeksi, infestasi parasit, tumor otak. Epilepsi dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan, umur berapa saja, dan ras apa saja. Jumlah penderita epilepsi meliputi 1-2% dari populasi. Secara umum 3

6 diperoleh gambaran bahwa insidensi epilepsi menunjukan pola bimodal: puncak insidensi terdapat pada golongan anak dan usia lanjut ETIOLOGI Epilepsi sebagai gejala klinis bisa bersumber pada banyak penyakit di otak. Sekitar 70% kasus epilepsi yang tidak diketahui sebabnya dikelompokkan sebagai epilepsi idiopatik dan 30% yang diketahui sebabnya dikelompokkan sebagai epilepsi simptomatik, misalnya trauma kepala, infeksi, kongenital, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik dan metabolik. Epilepsi kriptogenik dianggap sebagai simptomatik tetapi penyebabnya belum diketahui, misalnya West syndrome dan Lennox Gastaut syndrome. Bila salah satu orang tua epilepsi (epilepsi idiopatik) maka kemungkinan 4% anaknya epilepsi, sedangkan bila kedua orang tuanya epilepsi maka kemungkinan anaknya epilepsi menjadi 20%-30%. Beberapa jenis hormon dapat mempengaruhi serangan epilepsi seperti hormon estrogen, hormon tiroid (hipotiroid dan hipertiroid) meningkatkan kepekaan terjadinya serangan epilepsi, sebaliknya hormon progesteron, ACTH, kortikosteroid dan testosteron dapat menurunkan kepekaan terjadinya serangan epilepsi. Kita ketahui bahwa setiap wanita di dalam kehidupannya mengalami perubahan keadaan hormon (estrogen dan progesteron), misalnya dalam masa haid, kehamilan dan menopause. Perubahan kadar hormon ini dapat mempengaruhi frekuensi serangan epilepsi. Epilepsi mungkin disebabkan oleh: aktivitas saraf abnormal akibat proses patologis yang mempengaruhi otak gangguan biokimia atau metabolik dan lesi mikroskopik di otak akibat trauma otak pada saat lahir atau cedera lain pada bayi penyebab paling sering adalah asfiksi atau hipoksia waktu lahir, trauma intrakranial waktu lahir, gangguan metabolik, malformasi congenital pada otak, atau infeksi 4

7 pada anak-anak dan remaja, mayoritas adalah epilepsy idiopatik, sedangkan pada anak umur 5-6 tahun disebabkan karena febris pada usia dewasa penyebab lebih bervariasi idiopatik, karena cedera kepala maupun tumor Penyebab spesifik dari epilepsi sebagai berikut : 1. kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu menelan obat-obat tertentu yang dapat merusak otak janin, menglami infeksi, minum alkohol, atau mengalami cidera. 2. kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang mengalir ke otak (hipoksia), kerusakan karena tindakan. 3. cidera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak 4. tumor otak merupakan penyebab epilepsi yang tidak umum terutama pada anak-anak. 5. penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak 6. radang atau infeksi pada otak dan selaput otak 7. penyakit keturunan seperti fenilketonuria (FKU), sclerosis tuberose dan neurofibromatosis dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang. 8. kecerendungan timbulnya epilepsi yang diturunkan. Hal ini disebabkan karena ambang rangsang serangan yang lebih rendah dari normal yang diturunkan pada anak. Factor pencetus Faktor-faktor pencetusnya dapat berupa : a. kurang tidur b. stress emosional c. infeksi d. obat-obat tertentu e. alkohol 5

8 f. perubahan hormonal g. terlalu lelah h. fotosensitif 2.4. KLASIFIKASI Klasifikasi menurut Etiologi 1. Epilepsi Primer (Idiopatik) Epilepsi primer hingga kini tidak ditemukan penyebabnya, tidak ditemukan kelainan pada jaringan otak diduga bahwa terdapat kelainan atau gangguan keseimbangan zat kimiawi dan sel-sel saraf pada area jaringan otak yang abnormal. 2. Epilepsi Sekunder (Simptomatik) Epilepsi yang diketahui penyebabnya atau akibat adanya kelainan pada jaringan otak. Kelainan ini dapat disebabkan karena dibawah sejak lahir atau adanya jaringan parut sebagai akibat kerusakan otak pada waktu lahir atau pada masa perkembangan anak, cedera kepala (termasuk cedera selama atau sebelum kelahiran), gangguan metabolisme dan nutrisi (misalnya hipoglikemi, fenilketonuria (PKU), defisiensi vitamin B6), faktor-faktor toksik (putus alkohol, uremia), ensefalitis, anoksia, gangguan sirkulasi, dan neoplasma. Klasifikasi Umum Ada dua klasifikasi epilepsi yang direkomendasikan oleh ILAE yaitu pada tahun 1981 dan tahun International League Against Epilepsy (ILAE) pada tahun 1981 menetapkan klasifikasi epilepsi berdasarkan jenis bangkitan (tipe serangan epilepsi): 6

9 1. Serangan parsial a. Serangan parsial sederhana (kesadaran baik) - Dengan gejala motorik - Dengan gejala sensorik - Dengan gejala otonom - Dengan gejala psikis b. Serangan parsial kompleks (kesadaran terganggu) - Serangan parsial sederhana diikuti dengan gangguan kesadaran - Gangguan kesadaran saat awal serangan c. Serangan umum sederhana - Parsial sederhana menjadi tonik-klonik - Parsial kompleks menjadi tonik-klonik - Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi tonik-klonik 3. Serangan umum a. Absens (Lena) b. Mioklonik c. Klonik d. Tonik e. Atonik (Astatik) f. Tonik-klonik 4. Serangan yang tidak terklasifikasi (sehubungan dengan data yang kurang lengkap). Klasifikasi ILAE tahun 1981 di atas ini lebih mudah digunakan untuk para klinisi karena hanya ada dua kategori utama, yaitu - Serangan fokal yaitu bangkitan epileptik yang dimulai dari fokus yang terlokalisir di otak. - Serangan umum yaitu bangkitan epileptik terjadi pada daerah yang lebih luas pada kedua belahan otak. 7

10 Klasifikasi menurut sindroma epilepsi yang dikeluarkan ILAE tahun Berkaitan dengan letak fokus a. Idiopatik - Epilepsi Rolandik benigna (childhood epilepsy with centro tem - Epilepsi pada anak dengan paroksismal oksipital b. Simptomatik - Lobus temporalis - Lobus frontalis - Lobus parietalis - Lobus oksipitalis 2. Umum a. Idiopatik - Kejang neonatus familial benigna - Kejang neonatus benigna - Kejang epilepsi mioklonik pada bayi - Epilepsi Absans pada anak - Epilepsi Absans pada remaja - Epilepsi mioklonik pada remaja - Epilepsi dengan serangan tonik-klonik pada saat terjaga - Epilepsi tonik-klonik dengan serangan acak b. Simptomatik - Sindroma West (spasmus infantil) - Sindroma Lennox Gastaut 3. Berkaitan dengan lokasi dan epilepsi umum (campuran 1 dan 2) - Serangan neonatal 4. Epilepsi yang berkaitan dengan situasi - Kejang demam - Berkaitan dengan alkohol - Berkaitan dengan obat-obatan - Eklampsia - Serangan yang berkaitan dengan pencetus spesifik (refleks epilepsi) 8

11 Diagnosis pasti epilepsi adalah dengan menyaksikan secara langsung terjadinya serangan, namun serangan epilepsi jarang bisa disaksikan langsung oleh dokter, sehingga diagnosis epilepsi hampir selalu dibuat berdasarkan alloanamnesis. Namun alloanamnesis yang baik dan akurat juga sulit didapatkan, karena gejala yang diceritakan oleh orang sekitar penderita yang menyaksikan sering kali tidak khas, sedangkan penderitanya sendiri tidak tahu sama sekali bahwa ia baru saja mendapat serangan epilepsi. Satu-satunya pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan diagnosis penderita epilepsi adalah rekaman elektroensefalografi (EEG) PATOFISIOLOGI Otak terdiri dari sekian biliun sel neuron yang satu dengan lainnya saling berhubungan. Hubungan antar neuron tersebut terjalin melalui impuls listrik dengan bahan perantara kimiawi yang dikenal sebagai neurotransmiter. Dalam keadaan normal, lalu-lintas impuls antar neuron berlangsung dengan baik dan lancar. Apabila mekanisme yang mengatur lalu-lintas antar neuron menjadi kacau dikarenakan breaking system pada otak terganggu maka neuron-neuron akan bereaksi secara abnormal. Neurotransmiter yang berperan dalam mekanisme pengaturan ini adalah: - Glutamat, yang merupakan brain s excitatory neurotransmitter - GABA (Gamma Aminobutyric Acid), yang bersifat sebagai brain s inhibitory neurotransmitter. Golongan neurotransmiter lain yang bersifat eksitatorik adalah aspartat dan asetil kolin, sedangkan yang bersifat inhibitorik lainnya adalah noradrenalin, dopamine, serotonin (5-HT) dan peptida. Neurotransmiter ini hubungannya dengan epilepsy belum jelas dan masih perlu penelitian lebih lanjut. Epileptic seizure apapun jenisnya selalu disebabkan oleh transmisi impuls di area otak yang tidak mengikuti pola yang normal, sehingga terjadilah apa yang disebut sinkronisasi dari impuls. Sinkronisasi ini dapat mengenai pada sekelompok kecil neuron atau kelompok neuron yang lebih besar atau bahkan meliputi seluruh neuron di otak secara serentak. Lokasi yang berbeda dari kelompok neuron yang 9

12 ikut terkena dalam proses sinkronisasi inilah yang secara klinik menimbulkan manifestasi yang berbeda dari jenis-jenis serangan epilepsi. Secara teoritis faktor yang menyebabkan hal ini yaitu: - Keadaan dimana fungsi neuron penghambat (inhibitorik) kerjanya kurang optimal sehingga terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan, disebabkan konsentrasi GABA yang kurang. Pada penderita epilepsi ternyata memang mengandung konsentrasi GABA yang rendah di otaknya (lobus oksipitalis). Hambatan oleh GABA ini dalam bentuk inhibisi potensial post sinaptik. - Keadaan dimana fungsi neuron eksitatorik berlebihan sehingga terjadi pelepasan impuls epileptik yang berlebihan. Disini fungsi neuron penghambat normal tapi sistem pencetus impuls (eksitatorik) yang terlalu kuat. Keadaan ini ditimbulkan oleh meningkatnya konsentrasi glutamat di otak. Pada penderita epilepsi didapatkan peningkatan kadar glutamat pada berbagai tempat di otak. - Pada dasarnya otak yang normal itu sendiri juga mempunyai potensi untuk mengadakan pelepasan abnormal impuls epileptik.sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk timbulnya kejang sebenarnya ada tiga kejadian yang saling terkait : Perlu adanya pacemaker cells yaitu kemampuan intrinsic dari sel untuk menimbulkan bangkitan. Hilangnya postsynaptic inhibitory controle sel neuron. Perlunya sinkronisasi dari epileptic discharge yang timbul. Area di otak dimana ditemukan sekelompok sel neuron yang abnormal, bermuatan listrik berlebihan dan hipersinkron dikenal sebagai fokus epileptogenesis (fokus pembangkit serangan kejang). Fokus epileptogenesis dari sekelompok neuron akan mempengaruhi neuron sekitarnya untuk bersama dan serentak dalam waktu sesaat menimbulkan serangan kejang. Berbagai macam kelainan atau penyakit di otak (lesi serebral, trauma otak, stroke, kelainan herediter dan lain-lain) sebagai fokus epileptogenesis dapat 10

13 terganggu fungsi neuronnya (eksitasi berlebihan dan inhibisi yang kurang) dan akan menimbulkan kejang bila ada rangsangan pencetus seperti hipertermia, hipoksia, hipoglikemia, hiponatremia, stimulus sensorik dan lain-lain. Serangan epilepsi dimulai dengan meluasnya depolarisasi impuls dari fokus epileptogenesis, mula-mula ke neuron sekitarnya lalu ke hemisfer sebelahnya, subkortek, thalamus, batang otak dan seterusnya. Kemudian untuk bersama-sama dan serentak dalam waktu sesaat menimbulkan serangan kejang. Setelah meluasnya eksitasi selesadimulailah proses inhibisi di korteks serebri, thalamus dan ganglia basalis yang secara intermiten menghambat discharge epileptiknya. Pada gambaran EEG dapat terlihat sebagai perubahan dari polyspike menjadi spike and wave yang makin lama makin lambat dan akhirnya berhenti. Dulu dianggap berhentinya serangan sebagai akibat terjadinya exhaustion neuron. (karena kehabisan glukosa dan tertimbunnya asam laktat). Namun ternyata serangan epilepsi bisa terhenti tanpa terjadinya neuronal exhaustion. Pada keadaan tertentu (hipoglikemia otak, hipoksia otak, asidosis metabolik depolarisasi impuls dapat berlanjut terus sehingga menimbulkan aktivitas serangan yang berkepanjangan disebut status epileptikus MANIFESTASI KLINIK Epilepsi umum : 1. Major : Grand mal (meliputi 75% kasus epilepsi). a. Primer b. Sekunder Bangkitkan epilesi grand mal ditandai dengan hilang kesadaran dan bangkitan tonik-tonik. Manifestasi klinik kedua golongan epilepsi grand mal tersebut sama, perbedaan terletak pada ada tidaknya aura yaitu gejala pendahulu atau preiktal sebelum serangan kejang-kejang. Pada epilepsi grand mal 11

14 simtomatik selalu didahului aura yang memberi manifestasi sesuai dengan letak fokus epileptogen pada permukaan otak. Aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau-bauan tak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya. Bangkitan epilepsi sendiri dimulai dengan hilang kesadaran sehingga aktivitas penderita terhenti. Kemudian penderita mengalami kejang tonik. otototot berkontraksi sangat hebat, penderita terjatuh, lengan fleksi dan tungkai ekstensi. Udara paru-paru terdorong keluar dengan deras sehingga terdengar jeritan yang dinamakan jeritan epilepsi. Kejang tonik ini kemudian disusul dengan kejang klonik yang seolah-olah mengguncang-guncang dan membanting-banting tubuh si sakit ke tanah. Kejang tonik-klonik berlangsung menit. Selain kejang-kejang terlihat aktivitas vegetatip seperti berkeringat, midriasis pupil, refleks cahaya negatip, mulut berbuih dan sianosis. Kejang berhenti secara berangsur-angsur dan penderita dalam keadaan stupor sampai koma. Kira-kira 4-5 menit kemudian penderita bangun, termenung dan kalau tak diganggu akan tidur beberapa jam. Frekuensi bangkitan dapat setiap jam sampai setahun sekali. 2. Minor a. Petit mal. Epilepsi petit mal yang sering disebut pykno epilepsi ialah epilepsi umum yang idiopatik. Meliputi kira-kira 3-4% dari kasus epilepsi. Umumnya timbul pada anak sebelum pubertas (4-5 tahun). Bangkitan berupa kehilangan kesadaran yang berlangsung tak lebih dari 10 detik. Sikap berdiri atau duduk sering kali masih dapat dipertahankan Kadang-kadang terlihat gerakan alis, kelopak dan bola mata. Setelah sadar biasanya penderita dapat melanjutkan aktivitas semula. Bangkitan dapat berlangsung beberapa ratus kali dalam sehari. Bangkitan petit mal yang tak ditanggulangi 50% akan menjadi grand mal. Petit mal yang tidak akan timbul lagi pada usia dewasa dapat diramalkan berdasarkan 4 ciri : 1. Timbul pada usia 4-5 tahun dengan taraf kecerdasan yang normal. 12

15 2. Harus murni dan hilang kesadaran hanya beberapa detik. 3. Harus mudah ditanggulangi hanya dengan satu macam obat. 4. Pola EEG khas berupa gelombang runcing dan lambat dengan frekuensi 3 per detik. b. Bangkitan mioklonus Bangkitan berupa gerakan involunter misalnya anggukan kepala, fleksi lengan yang teijadi berulang-ulang. Bangkitan terjadi demikian cepatnya sehingga sukar diketahui apakah ada kehilangan kesadaran atau tidak. Bangkitan ini sangat peka terhadap rangsang sensorik. c. Bangkitan akinetik Bangkitan berupa kehilangan kelola sikap tubuh karena menurunnya tonus otot dengan tiba-tiba dan cepat sehingga penderita jatuh atau mencari pegangan dan kemudian dapat berdiri kembali. Ketiga jenis bangkitan ini (petit mal, mioklonus dan akine- tik) dapat terjadi pada seorang penderita dan disebut trias Lennox- Gastaut. d. spasme infantile Jenis epilepsi ini juga dikenal sebagai salaamspasm atau sindroma West. Timbul pada bayi bulan dan lebih sering pada anak laki-laki. Penyebab yang pasti belum diketahui, namun selalu dihubungkan dengan kerusakan otak yang luas seperti proses degeneratif, gangguan akibat trauma, infeksi dan gangguan pertumbuhan. Bangkitan dapat berupa gerakan kepala kedepan atau keatas, lengan ekstensi, tungkai tertarik ke atas, kadang-kadang disertai teriakan atau tangisan, miosis atau midriasis pupil, sianosis dan berkeringat. Epilepsi parsial ( 20% dari seluruh kasus epilepsi). a) Bangkitan motorik. 13

16 Fokus epileptogen terletak di korteks motorik. Bangkitan kejang pada salah satu atau sebagian anggota badan tanpa disertai dengan hilang kesadaran. Penderita seringkali dapat melihat sendiri gerakan otot yang misalnya dimulai pada ujung jari tangan, kemudian ke otot lengan bawah dan akhirnya seluruh lengan. Manifestasi klinik ini disebut Jacksonian marche b) Bangkitan sensorik Bangkitan yang terjadi tergantung dari letak fokus epileptogen pada koteks sensorik. Bangkitan somato sensorik dengan fokus terletak di gyrus post centralis memberi gejala kesemutan, nyeri pada salah satu bagian tubuh, perasaan posisi abnormal atau perasaan kehilangan salah satu anggota badan. Aktivitas listrik pada bangkitan ini dapat menyebar ke neron sekitarnya dan dapat mencapai korteks motorik sehingga terjadi kejang-kejang. c) Epilepsi lobus temporalis. Jarang terlihat pada usia sebelum 10 tahun. Memperlihatkan gejala fokalitas yang khas sekali. Manifestasi klinik fokalitas ini sangat kompleks karena fokus epileptogennya terletak di lobus temporalis dan bagian otak ini meliputi kawasan pengecap, pendengar, penghidu dan kawasan asosiatif antara ketiga indra tersebut dengan kawasan penglihatan. Manifestasi yang kompleks ini bersifat psikomotorik, dan oleh karena itu epilepsi jenis ini dulu disebut epilepsi psikomotor. Bangkitan psikik berupa halusinasi dan bangkitan motorik lazimnya berupa automatisme. Manifestasi klinik ialah sebagai berikut: 1. Kesadaran hilang sejenak. 2. Dalam keadaan hilang kesadaran ini penderita masuk kealam pikiran antara sadar dan mimpi(twilight state). 3. Dalam keadaan ini timbul gejala fokalisasi yang terdiri dari halusinasi dan automatisme yang berlangsung beberapa detik sampai beberapa jam. Halusinasi dan automatisme yang mungkin timbul : a. Halusinasi dengan automatisme pengecap. 14

17 b. Halusinasi dengan automatisme membaca. 4. Halusinasi dengan automatisme penglihatan, pendengaran atau perasaan aneh 2.7. DIAGNOSIS Untuk dapat mendiagnosis seseorang menderita epilepsi dapat dilakukan melalui anamnesis dan pemeriksaan klinis dengan hasilpemeriksaan EEG dan radiologis. Namun demikian, bila secara kebetulan melihat serangan yang sedang berlangsung maka epilepsi (klinis) sudah dapat ditegakkan. 1. Anamnesis Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh, karena pemeriksa hampir tidak pemah menyaksikan serangan yang dialami penderita. Penjelasan perihal segala sesuatu yang terjadi sebelum, selama dan sesudah serangan (meliputi gejala dan lamanya serangan) merupakan informasi yang sangat berarti dan merupakan kunci diagnosis. Anamnesis juga memunculkan informasi tentang trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, meningitis, ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan obat-obatan tertentu. Anamnesi (auto dan aloanamnesis), meliputi: - Pola / bentuk serangan - Lama serangan - Gejala sebelum, selama dan paska serangan - Frekwensi serangan - Faktor pencetus - Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang - Usia saat serangan terjadinya pertama - Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan - Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya - Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga 15

18 2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis Melihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi, seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital, gangguan neurologik fokal atau difus. Pemeriksaan fisik harus menepis sebab-sebab terjadinya serangan dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada anak-anak pemeriksa harus memperhatikan adanya keterlambatan perkembangan, organomegali, perbedaan ukuran antara anggota tubuh dapat menunjukkan awal gangguan pertumbuhan otak unilateral. 3. Pemeriksaan penunjang a. Elektro ensefalografi (EEG) Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk rnenegakkan diagnosis epilepsi. Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal. 1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua hemisfer otak. 2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat disbanding seharusnya misal gelombang delta. 3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk, dan gelombang lambat yang timbul secara paroksimal. Bentuk epilepsi tertentu mempunyai gambaran EEG yang khas, misalnya spasme infantile mempunyai gambaran EEG hipsaritmia, epilepsi petit mal gambaran EEG nya gelombang paku ombak 3 16

19 siklus per detik (3 spd), epilepsi mioklonik mempunyai gambaran EEG gelombang paku / tajam / lambat dan paku majemuk yang timbul secara serentak (sinkron). b. Rekaman video EEG Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang sedang mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dan lokasi sumber serangan. Rekaman video EEG memperlihatkan hubungan antara fenomena klinis dan EEG, serta memberi kesempatan untuk mengulang kembali gambaran klinis yang ada. Prosedur yang mahal ini sangat bermanfaat untuk penderita yang penyebabnya belum diketahui secara pasti, serta bermanfaat pula untuk kasus epilepsi refrakter. Penentuan lokasi fokus epilepsi parsial dengan prosedur ini sangat diperlukan pada persiapan operasi. c. Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan untuk melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan dengan CT Scan maka MRI lebih sensitif dan secara anatomik akan tampak lebih rinci. MRI bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri 2.8. TATALAKSANA Obat-obat anti epilepsi Obat antiepilepsi (OAE) merupakan terapi utama pada manajemen epilepsi. Keputusan untuk memulai terapi didasarkan pada pertimbangan kemungkinan terjadinya serangan epilepsi selanjutnya dan risiko terjadinya efek buruk akibat terapi obat antiepilepsi. Politerapi seharusnya dihindari sebisa mungkin. Namun demikian, kurang lebih 30-50% pasien tidak berrespon terhadap monoterapi.tujuan pengobatan epilepsi dengan obat antiepilepsi adalah menghindari terjadinya kekambuhan dengan efek buruk yang minimal (yang dapat ditoleransi). 17

20 Tentang OAE yang akan dipilih, didasarkan atas aspek farmakologiknya, sudah ada standar tertentu sebagai pedoman umum untuk diterapkan di klinik. Dalam praktek tidak jarang dijumpai penyimpangan yang telah diperoleh perlu dikombinasikan dengan sebaik-baiknya. Akhirnya semuanya tadi akan membentuk kearifak kita dalam menghadapi setiap kasus epilepsy. Di Indonesia telah telah tersedia berbagai jenis OAE dengan berbagai merk dagang dengan harga yang cukup lebar. Fenitoin dalam bentuk bahan baky mempunyai harga yang paling murah, kemudian disusul harga fenobarbital. Obatobat jadi dengan merk dagang tertentu pada umumnya cukup mahal. Bagaimanapun factor harga perlu dipertimbangkan. Program jangka panjang, dosis obat terbagi, dan kurangnya pengertian tentang program terapi epilepsi merupakan factor penghambat turunya minum obat. Kepatuhan minum obat merupakan hal penting untuk serangan. Harga obat murah dikaitkan dengan obat generik. Obat generik terdapat masalah yang perlu diperhatikan. Khususnya fenitoin, maka harus dipertimbangkan : a. Resiko terjadinya perubahan konsentrasi obat dalam serum b. Bila terjadi perubahan konsentrasi obat dalam serum dapat menimbulkan efek samping dan hilangnya kemanjuran obat. c. Perbandingan obat generic dengan obat jadi yang memakai merk dagang tertentu d. Biaya pemeriksaan laboratorium untuk memantau konsentrasi obat e. Resiko untuk memperoleh obat yang berbeda sediaannya, antara resep yang pertama, kedua, dan seterusnya f. Efek obat generic yang mempengaruhi kepatuhan penderita g. Motivasi penderita untuk menerima obat generic 18

21 Konsekuensi dari pemilihan OAE adalah a. Paham sepenuhnya tentang aspek farmakologik OAE yang dipilih b. Mampu member penjelasan kepada penderita ataupun keluarganya tentang OAE tadi secara sederhana, program yang akan dijalani, dan berbagai kemungkinan yang dapat timbul sehubungan dengan obat yang akan diminum. Disamping itu efek OAE terhadap kondisi tertentu perlu dimengerti, contoh pada anak-anak, wanita yang sedang atau merencanakan hamil. Prinsip-prinsip terapi obat antiepilepsi : 1. Menentukan diagnosis yang tepat Diagnosis yang tepat sangat penting pada epilepsi. Orang yang terdiagnosis epilepsi mempunyai beberapa konsekuensi. Penderita epilepsi akan meminum obat dalam jangka waktu yang lama yang berakibat pada kemungkinan adanya efek yang merugikan akibat obat antiepilepsi. Penderita juga dinilai oleh masyarakat sebagai penderita epilepsi yang menurut penilaian masyarakat penyakit tersebut adalah penyakit kutukan. Sangat disayangkan apabila penderita sinkop yang berulang, diterapi dengan obat antiepilepsi. Oleh karena itu dibutuhkan pengetahuan yang baik bagi seorang dokter untuk mendiagnosis epilepsi. Jangan pernah coba-coba dalam terapi epilepsi. 2. Menentukan kapan dimulainya terapi dengan obat antiepilepsi Salah satu kesulitan yang dihadapi seorang dokter dalam merawat pasien dengan serangan epilepsi adalah memutuskan kapan memulai pengobatan. Keputusan ini seharusnya dibuat setelah mendiskusikan dan mengevaluasi keadaan pasien, menimbang manfaat dan kerugian pengobatan. Setelah kejang pertama 19

22 Langkah pertama untuk memulai pengobatan adalah menilai risiko terjadinya bangkitan selanjutnya. Jika bangkitan merupakan bangkitan non epileptik, pengobatan harus ditujukan pada faktor penyebab yang mendasari. Jika bangkitan hipoglikemik pada anak maka diterapi dengan glukosa, bangkitan karena putusnya alcohol dapat dikontrol paling baik dengan perubahan perilaku adiktif dan jika bangkitan karena masalah psikogenik dapat diatasi dengan konseling yang tepat. Terapi bangkitan epilepsi ditentukan oleh penilaian dua hal, risiko pengobatan dan manfaat pengobatan. Sebagai contoh, anak penderita epilepsi benigna dengan spikes di sentrotemporal mungkin tidak membutuhkan terapi dengan obat karena penelitian-penelitian menunjukkan bahwa setelah mengalami hanya sedikit serangan nokturnal, mereka jarang mengalami kondisi ini. Jika terdapat lesi struktural, biasanya bangkitan akan berulang (termasuk tumor otak, displasia kortikal dan malformasi arteriovenosa). Jika diagnosis sudah ditegakkan, setelah bangkitan pertama jangan ragu-ragu untuk memberikan terapi untuk memulai terapi farmakologi dan mempertimbangkan dilakukannya tindakan bedah. Namun demikian, pada banyak kasus, penggalian faktor penyebab spesifik seringkali gagal. Keputusan untuk mulai memberikan pengobatan setelah kejang pertama, menurut Leppik (2001) dapat dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan risiko terjadinya kejang selanjutnya, yaitu treat, possibly treat dan probably treat. Tabel 1 A. Treat : 1. Jika didapatkan lesi struktural : a. Tumor otak seperti meningioma, glioma, neoplastik b. Malformasi arteriovenosa c. Infeksi seperti abses dan ensefalitis herpetika 2. Tanpa lesi struktural, namun dengan : 20

23 a. Riwayat epilepsi pada saudara (bukan pada orang tua) b. EEG dengan pola epilepsi yang jelas (epileptiform) c. Riwayat kejang akut (kejang akibat penyakit tertentu atau kejang demam pada masa kanak-kanak) d. Riwayat trauma otak atau stroke, infeksi SSP, trauma kepala berat e. Todd s postical paresis f. Status epileptikus B. Possibly : Bangkitan tanpa ada penyebab yang jelas dan tidak ditemukan faktor risiko di atas. Untuk keadaan seperti ini diperlukan pertimbangan yang matang mengenai keuntungan dan risiko dari pengobatan obat antiepilepsi. Risiko pengobatan obat antiepilepsi umumnya rendah, sedangkan akibat dari bangkitan kedua tergantung gaya hidup pasien.pengobatan mungkin diindikasikan untuk pasien yang akan mengendarai kendaraan atau pasien yang mempunyai risiko besar atau trauma jika mengalami bangkitan kedua. C. Probably not (meskipun terapi jangka pendek mungkin bisa digunakan) : a. Putusnya alkohol b. Penyalahgunaan obat c. Kejang akibat penyakit akut seperti demam tinggi, dehidrasi, hipoglikemik d. Kejang karena trauma(kejang tunggal dengan segera setelah pukulan di kepala) e. Sindrom epilepsi benigna spesifik seperti : kejang demam atau epilepsi benigna dengan spikes sentrotemporal. f. Kejang karena tidak tidur lama seperti kejang pada pelajar dalam waktu-waktu ujian 21

24 Setelah kejang lebih dua kali atau lebih Pada umumnya pasien yang mengalami serangan dua kali atau lebih membutuhkan pengobatan. Kecuali pada serangan-serangan tertentu seperti kejang akibat putusnya alcohol, penyalahgunaan obat, kejang akibat penyakit akut seperti demam tinggi, dehidrasi, hipoglikemik, kejang karena trauma (kejang tunggal dengan segera setelah pukulan di kepala), sindrom epilepsi benigna spesifik seperti : kejang demam atau epilepsi benigna dengan spikes sentrotemporal, kejang karena tidak tidur lama seperti kejang pada pelajar dalam waktu-waktu ujian dan kejang akibat penyebab non epileptik lainnya. Kejang akibat hal-hal di atas sebaiknya ditangani sesuai kausanya. Pada pasien yang mengalami kejang pertama namun tidak ada faktor risiko satupun yang ditemukan, maka kemungkinan terjadinya kejang yang kedua 10% pada tahun pertama dan 24% pada akhir tahun kedua setelah kejang yang pertama. Keputusan untuk memulai terapi diambil dengan pertimbangan risk and benefit setelah sebelumnya dokter berdiskusi dengan pasien. Sebagai contoh terapi diindikasikan untuk pasien yang bekerja sebagai sopir karena jika terjadi kekambuhan sewaktuwaktu maka akan membahayakan pasien bahkan mengancam nyawa pasien. Pengobatan yang dilakukan pada penderita yang mempunyai sedikit bahkan tidak mempunyai risiko terjadinya kejang kedua biasanya hanya terapi jangka pendek. Risiko terjadinya kekambuhan yang paling besar terjadi pada dua tahun pertama. Seandainya pasien diputuskan untuk diobati, maka penghentian pengobatan dilakukan setelah tahun kedua dari kejang yang pertama. 3. Memilih obat yang paling sesuai Pemilihan obat antiepilepsi didasarkan pada dua hal, tipe serangan dan karakteristik pasien a) Tipe serangan Tabel 2 modifikasi brodie et al (2005) dan panayiotopoulos (2005) 22

25 Tipe serangan First-line Second-line/ Third line/ Parsial simple & Karbamazepine add on Asam valproat add on Tiagabin kompleks dengan atau tanpa Fenitoin Levetiracetam Vigabatrin general sekunder Fenobarbital Zonisamid Felbamat Okskarbazepin Pregabalin Pirimidon Lamotrigin Topiramat Tonik klonik Gabapentin Asam valproat Lamotrigin Topiramat Karbamazepine Okskarbazepin Levetiracetam Fenitoin Zonisamid Fenobarbital Mioklonik Asam valproat Topiramat Levetiracetam Zonisamid Pirimidon Lamotrigin Clobazam Clonazepam Absence (tipikal Asam valproat Etosuksimid dan atipikal) Lamotrigin Atonik Asam valproat Lamotrigin Fenobarbital Levetiracetam Zonisamid Felbamat Topiramat 23

26 Tonik Asam valproat Fenitoin Clonazepam Clobazam Fenobarbital Epilepsy absence Asam valproat juvenil Etosuksimid Epilepsy Asam valproat mioklonik Fenobarbital juvenil b) karakteristik pasien Clonazepam Clonazepam Etosuksimid Dalam pengobatan dengan obat antiepilepsi karakteristik pasien harus dipertimbangkan secara individu. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah : efek buruk obat, dosis yang tepat, harga, pola hidup dan usia pasien. Suatu obat antiepilepsi mungkin efektif pada pasien tertentu namun jika ada kontra indikasi atau terjadi reaksi yang tidak bisa ditoleransi maka sebaiknya penggantian obat dilakukan. Sebagai contoh asam valproat pada wanita, khususnya wanita yang masih dalam usia subur. 4. Optimalisasi terapi dengan dosis individu Ketika obat sudah dipilih terapi seharusnya dimulai dari dosis yang paling rendah yang direkomendasikan dan pelan-pelan dinaikkan dosisnya sampai kejang terkontrol dengan efek samping obat yang minimal (dapat ditoleransi). Perlu dilakukan evaluasi respon klinik pasien terhadap dosis obat yang diberikan dengan melihat respon setelah obat mencapai kadar yang optimal dan kemudian memutuskan apakah selanjutnya dibutuhkan penyesuaian atau tidak. Setelah evaluasi dilakukan, baru kemudian dipertimbangkan adanya penambahan dosis. Dosis awal : 24

27 Terapi obat antiepilepsi harus diberikan secara bertahap dalam satu bulan terapi untuk meminimalkan efek samping gastrointestinal dan neurologik yang biasanya terjadi pada permulaan terapi dengan obat antiepilepsi. Frekuensi efek samping ini cenderung menurun pada beberapa bulan setelah terapi karena dapat ditoleransi. Beberapa cara pemberian dosis awal : Pemberian obat mulai dari dosis subterapetik Sejumlah obat antiepilepsi memberikan efek samping yang dihubungkan dengan dosis awal, di antaranya karbamazepin, etosuksimide, felbamate, lamotrigin, pirimidone, tiagabin, topiramat dan asam valproat. Munculnya ruam pada penggunaan lamotrigin dihubungkan dengan dosis. Untuk meminimalkan efek samping pada pemberian awal ini, obat-obat tersebut biasanya diberikan mulai dengan dosis subterapetik dan dinaikkan secara bertahap sampai beberapa minggu tercapainya range dosis yang dianjurkan. Jika efek buruk tidak dapat ditoleransi selama proses titrasi ini, dosis harus kembali pada kadar sebelumnya yang dapat ditoleransi pasien. Setelah simptom menghilang, proses titrasi dimulai kembali dengan menaikkan dosis yang lebih kecil. Pemberian obat mulai dari dosis terapetik Efek buruk terkait dosis awal pemberian pada obat-obat antiepilepsi seperti gabapentin, fenitoin, dan fenobarbital merupakan masalah yang ringan sehingga terapi dengan obat tersebut dapat diberikan mulai dengan dosis terapetik yang direkomendasikan. Evaluasi ulang Sebelum berpikir ke arah kegagalan obat antiepilepsi dan penggantian obat antiepilepsi dengan obat lain, factor-faktor berikut harus dievaluasi kembali : Diagnosis epilepsi Klasifikasi tipe serangan atau sindrom epilepsi 25

28 Adanya lesi aktif Dosis yang adekuat dan atau lamanya terapi (missal : apakah dosis terpaksa diberikan dengan kadar maksimal yang dapat ditoleransi? apakah pengaturan dosis yang diberikan cukup waktu untuk mencapai kondisi optimal?) e. Ketaatan terhadap pengobatan (ketidaktaatan merupakan penyebab yang paling umum terjadinya kegagalan pengobata dan kambuhnya bangkitan). Table 3 dosis obat antiepilepsi untuk dewasa diambil dari Brodie et al (2005) Obat Dosis awal Dosis yang Dosis (mg/hari) paling umum maintenance (mg/hari) (mg/hari) Frekuensi pemberian (kali/hari) Efek samping Fenitoin Hirsutisme, hipertrofi gusi, distres lambung, penglihatan kabur, vertigo, hiperglikemia, anemia makrositik Karbamazepin Depresi sumsum tulang, distress lambung, sedasi, penglihatan kabur, konstipasi, ruam kulit Okskarbazepin Gangguan GI, sedasi, diplopia, hiponatremia, ruam kulit Lamotrigin 12, Hepatotoksik, ruam, sindrom steven-johnson, nyeri kepala, pusing, penglihatan kabur Zonisamid Somnolen, ataksia, kelelahan, anoreksia, pusing, batu ginjal, leukopenia Ethosuximid Mual, muntah, BB, konstipasi, diare, gangguan tidur Felbamat gg. GI, BB, anoreksia, nyeri 26

29 kepala, insomnia, hepatotoksik Topiramat Faringitis, insomnia, BB, konstipasi, mulut kering, sedasi, anoreksia Clobazam Clonazepam Mengantuk, kebingungan, nyeri kepala, vertigo, sinkop Fenobarbital Sedasi, distress lambung Pirimidon Tiagabin Mulut kering, pusing, sedasi, langkah terhuyung, nyeri kepala, eksaserbasi kejang generalisata Vigabatrin Gabapentin Leukopenia,mulut kering, penglihatan kabur, mialgia, penambahan berat, kelelahan Pregabalin Valproat Mual, hepatotoksik Levetiracetam Penggantian Obat Penggantian obat antiepilepsi pertama dilakukan jika : a) Jika serangan terjadi kembali meskipun obat antiepilepsi pertama sudah diberikan dengan dosis maksimal yang dapat ditoleransi, maka obat antiepilepsi kedua harus segera dipilih. b) Jika terjadi reaksi obat pertama baik efek samping, reaksi alergi ataupun efek merugikan lainnya yang tidak dapat ditoleransi pasien. Terapi dengan obat yang kedua harus dimulai dengan gambaran sebagai berikut: pertama, dosis dari obat kedua harus dititrasi sampai pada range dosis yang direkomendasikan. Obat yang pertama harus diturunkan secara bertahap selama 1-3 minggu. Setelah obat yang pertama diturunkan, dosis obat kedua 27

30 (monoterapi) harus dinaikkan sampai serangan terkontrol atau dengan efek samping yang minimal. Proses ini harus dilanjutkan sampai monoterapi dengan dua atau tiga obat primer gagal. Setelah proses tersebut dilakukan baru politerapi dipertimbangkan. c) Monoterapi Monoterapi rupanya sudah menjadi pilihan dalam memulai pengobatan epilepsi. Berbagai keuntungan diperoleh dengan cara itu, yakni: (1) mudah dilakukan evaluasi hasil pengobatan, (2) mudah dievaluasi kadar obat dalam darah, (3) efek samping minimal, (dapat ditoleransi pada 50-80% pasien) (Pellock, 1995), dan (4) terhindar dari interaksi obat-obat. Dewasa ini terapi obat pada penderita epilepsi, apapun jenisnya, selalu dimulai dengan obat tunggal. Pilihan obat ditentukan dengan melihat tipe epilepsi/bangkitan dan obat yang paling tepat sebagai pilihan pertama. Sekitar 75% kasus yang mendapat obat tunggal akan mengalami remisi dengan hanya mendapat efek samping minimal. Akan tetapi sisanya akan tetap mengalami bangkitan dan memerlukan kombinasi obat (Gram, 1995). Berbagai faktor yang mendorong kemajuan penanganan epilepsi di antaranya ialah: (1) klasifikasi epilepsi menurut International League Againts Epilepsy, (2) pemantauan kadar obat antiepilepsi, (3) konsep monoterapi, (4) ditemukannya OAE baru dengan mekanisme aksi yang jelas, (5) pandangan baru tentang etiologi epilepsi, (6) lebih jelasnya mekanisme terjadinya bangkitan, dan (7) dikembangkannya berbagai perangkat untuk menentukan letak lesi. Secara farmakologis, satu OAE dengan satu mekanisme aksi merupakan unsur yang penting dalam manajemen epilepsi di kemudain hari.tc "Sekitar 75% kasus yang mendapat obat tunggal akan mengalami remisi dengan hanya mendapat efek samping minimal. Akan tetapi sisanya akan tetap mengalami bangkitan dan memerlukan kombinasi obat (Gram, 1995). Berbagai faktor yang mendorong kemajuan penanganan epilepsi di antaranya ialah\: (1) klasifikasi epilepsi menurut International League Againts Epilepsy, (2) pemantauan kadar obat antiepilepsi, 28

31 (3) konsep monoterapi, (4) ditemukannya OAE baru dengan mekanisme aksi yang jelas, (5) pandangan baru tentang etiologi epilepsi, (6) lebih jelasnya mekanisme terjadinya bangkitan, dan (7) dikembangkannya berbagai perangkat untuk menentukan letak lesi. Secara farmakologis, satu OAE dengan satu mekanisme aksi merupakan unsur yang penting dalam manajemen epilepsi di kemudain hari." Kenaikan inhibisi GABA-ergik merupakan salah satu sasaran penanganan epilepsi. Satu OAE dengan satu mekanisme akso tunggal serta dengan satu target mungkin merupakan pilihan utama, daripada satu OAE dengan berbagai target. Pada suatu kasus epilepsi dengan sebab multifokal, dapat diberikan satu OAE untuk tiap target (Gram, 1995).tc "Kenaikan inhibisi GABA-ergik merupakan salah satu sasaran penanganan epilepsi. Satu OAE dengan satu mekanisme akso tunggal serta dengan satu target mungkin merupakan pilihan utama, daripada satu OAE dengan berbagai target. Pada suatu kasus epilepsi dengan sebab multifokal, dapat diberikan satu OAE untuk tiap target (Gram, 1995)." d) Politerapi Politerapi nampaknya tidak selalu merugikan. Goldsmith & de Biitencourt (1995) mengatakan bahwa generasi baru OAE yang dapat ditoleransi dengan baik dan sedikit interaksi, dapat digunakan untuk politerapi. Studi tersebut menggunakan vigabatrin sebagai terapi tambahan pada 19 kasus epilepsi parsial refrakter. Pasien-pasien tersebut sebelumnya sudah mendapat terapi rata-rata 1,5 macam obat. Dengan tambahan vigabatrin, 73% pasien mengalami reduksi frekuensi bangkitannya lebih dari 50%; 52% kasus mengalami reduksi frekuensi bangkitannya lebih dari 70%. Satu pasien frekuensi bangkitannya bertambah, sedangkan 2 pasien mengalami bangkitan mioklonik. Penggunaan politerapi memerlukan pengetahuan yang baik dalam farmakologi klinik, terutama interaksi obat. Berbagai OAE lama, mempunyai mode of action yang sama, karena itu interaksinya sering tidak menguntungkan karena efek sampingnya aditif (Goldsmith & de Biitencourt,1995). 29

32 Kombinasi OAE yang lebih spesifik mungkin lebih menguntungkan, misalnya: valproat dan etosuksimid dalam manajemen bangkitan absence refrakter. Dibandingkan dengan obat-obat lama, obat-obat baru mempunyai mekanisme yang berbeda dan lebih selektif. Mungkin akan lebih menguntungkan apabila dipakai kombinasi spesifik. Selektif terapi kombinasi yang rasional, memerlukan pertimbangan efek klinis OAE, efek samping, interaksi obat, kadar terapetik dan kadar toksik serta mekanisme aksi tiap obat. Kombinasi optimal dicapai dengan menggunakan obat-obat yang: (1) mempunyai mekanisme aksi berbeda; (2) efek samping relatif ringan; (3) indeks terapi lebar, dan (4) interaksi obat terbatas atau negatif. Tujuan tercapai epilepsi antara lain ialah: bangkitan terkendali dengan efek samping obat relatif rigan atau tidak ada sama sekali (Ferrendelli, 1995). Fong (1995) mengatakan bahwa kombinasi obat hanya dipakai apabila semua upaya monoterapi telah dicoba. Apabila kombinasi dua macam obat lini pertama tidak menolong, obat yang mempunyai efek lebih besar dan efek samping lebih kecil tetap diteruskan, sementara obat yang lain diganti diganti dengan obat dari kelompok lini kedua. Apabila obat lini kedua tersebut efektif, dipertimbangkan untuk menarik obat pertama. Sebaliknya, obat lini kedua tersebut harus dihentikan apabila ternyata tidak juga efektif. Apabila upaya tersebut di atas gagal, kasus tersebut mungkin tergolong dalam epilepsi refrakter, kasus epilepsi yang sulit disembuhkan. Berbagai obat antiepilepsi (OAE) dapat terus dicoba pada kasus itu, atau dipertimbangkan untuk tindakan bedah. 6. Pemantauan terapi Manajemen umum epilepsi : 30

33 a. Mengevaluasi kembali diagnosis sehingga mendapat diagnosis yang tepat b. Menentukan dan mengobati penyebab c. Mengobati serangan : - Menilai perlunya terapi obat : - Terapi obat tidak diindikasikan untuk kejang akibat penyakit akut yang reversible - Terapi obat tidak perlu untuk epilepsi-epilepsi benigna yang diketahui dengan pasti ( kejang demam, rolandic epilepsy) - Dari kejang pertama (yang tidak diketahui penyebabnya), nilai apakah banyak manfaatnya apabila mulai diterapi pada pasien-pasien dengan risiko tinggi. - Pemberian obat antiepilepsi yang sesuai - Temukan dan hindari factor-faktor presipitat (alcohol, kurang tidur, stress emosional, demam, kurang makan, menstruasi, dan lain-lain) - Evaluasi dan pertimbangkan untuk tindakan pembedahan dan implantasi stimulator nervus vagus pada pasien yang sulit diobati dengan obat antiepilepsi. d. Mencegah komplikasi akibat serangan epilepsi : - Hentikan kejang - Hindari efek buruk obat yang tidak dapat ditoleransi pasien - Perhatikan adanya komplikasi psikososial dan obati jika ada. 31

34 7. Ketaatan pasien Penelitian Hakim (2006) menunjukkan bahwa kepatuhan minum obat menrupakan faktor prediktor untuk tercapainya remisi pada epilepsi, dimana pada penderita epilepsi yang patuh minum obat terbukti mengalami remisi 6 bulan, 12 bulan dan 24 bulan terus menerus dibanding dengan mereka yang tidak patuh minum obat. Kriteria kepatuhan minum obat yang dipakai adalah menurut Ley (1997) cit Hakim (2006) adalah penderita dikatakan patuh minum obat apabila memenuhi 4 hal berikut : dosis yang diminum sesuai dengan yang dianjurkan, durasi waktu minum obat doidiantara dosis sesuai yang dianjurkan, jumlah obat yang diambil pada suatu waktu sesuai yang ditentukan, dan tidak mengganti dengan obat lain yang tidak dianjurkan. Berbagai faktor dapat mempengaruhi kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kepatuhan minum obat pada penderita epilepsi dipengaruhi oleh dukungan keluarga, dukungan dokter, pengaruh faktor motivasi, adanya efek samping obat, pengobatan monoterapi, pengaruh biaya pengobatan serta adanya pengaruh stigma akibat epilepsi (Kyngas, 2001, Buck et al, 1997; cit Lukman,2006). Sedangkan penelitian yang dilakukan Hakim (2006) menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat pada penderita epilepsi adalah dukungan keluarga, dukungan dokter, motivasi yang baik, kontrol teratur dan tidak ada stigma akibat epilepsi. Dengan demikian, pada pengobatan epilepsi kita harus memperhatikan faktor-faktor apa saja yang akan berpengaruh terhadap keberhasilan pengobatan, disamping tentunya faktor obat yang efikasius, dosis yang tepat dan cara pemberian obat yang tepat juga harus diperhatikan. Pemakaian OAE pada anak 32

35 Berdasarkan penilaian neuropsikologik terhadap anak-anak dengan epilepsi memperlihatkan masalah akademik muncul dari defisiensi kognitif spesifik dan bukan disfungsi kognitif secara umum. Gangguan kognitif berhubungan dengan jenis serangan, sindrom epilepsy, factor etiologi, munculnya serangan pada usia dini, sering mengalami serangan, focus epilepsi, dan OAE. Anak yang menerima politerapi pada umumnya mengalami gangguan kognitif yang berat dari anak yang menerima monoterapi. Defisiensi kognitif pada anak dengan epilepsi cukup bervariasi, missal gangguan memori, penurunan kapasitas untuk memperlihatkan sesuatu, penurunan efisiensi dalam proses informasi, gangguan persepsi pendengaran dan berbahasa. Pemberian OAE pada anak harus dipertimbangkan scara benar, dengan menghadapi efek berbeda terhadap fungsi kognitif dan perilaku. Pada anak pengaruh fenobarbital terhadap fungsi kognitif tidak begitu nyata tetapi dapat membuat anak menjadi hiperaktif. Sementara itu fenitoin dalam kadar serum yang tinggi dapat menimbulkan enselopati yang progresif, retardasi mental, dan penurunan kemampuan membaca. Karbamazepin dan valproat mengakibatkan gangguan kognitif yang ringan. Pada kadar yang tinggi, valproat dapat mengganggu fungsi motorik, sementara karbamzepin justru memperbaiki kecepatan kinerja pada gerakan selektif tertentu. Lagi pula karbamzepin dapat memperbaiki koordinasi mata-tangan dan keterampilan tangan. Orang tuan penderita harus benar-benar mengetahui persoalan anaknya. Maka orang tua harus diberikan pengertian yang cukup dari berbagai masalah yang bersangkutan dengan epilepsy, agar diperoleh kerjasama yang baik. Dan dokter harus bersikap terbuka dan siap member informasi bila diperlukan orang tua penderita. Pemakainan OAE pada wanita hamil 33

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Definisi Epilepsi Epilepsi merupakan gangguan kronik otak yang menunjukan gejala-gejala berupa serangan yang berulang yang terjadi akibat adanya ketidaknormalan

Lebih terperinci

Takrif/pengertian. 1/2/2009 Zullies Ikawati's Lecture Notes

Takrif/pengertian. 1/2/2009 Zullies Ikawati's Lecture Notes EPILEPSI Takrif/pengertian epilepsi : kejadian kejang yang terjadi berulang (kambuhan) Kejang : manifestasi klinik dari aktivitas neuron yang berlebihan di dalam korteks serebral Manifestasi klinik kejang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Epilepsi 1. Definisi Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat yang dicirikan oleh terjadinya serangan (seizure, fit, attack, spell) yang bersifat spontan (unprovoked)

Lebih terperinci

EPILEPSI. Rambu Shinta Anggung Praing. Fakultas Kedokteran UKRIDA. Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta. Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

EPILEPSI. Rambu Shinta Anggung Praing. Fakultas Kedokteran UKRIDA. Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta. Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 EPILEPSI Rambu Shinta Anggung Praing 102009221 Fakultas Kedokteran UKRIDA Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 Shinta_uzpek@yahoo.com PENDAHULUAN Epilepsi atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Informasi Obat Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian informasi obat, rekomendasi obat yang independen, akurat,. 4 komprehensif, terkini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Epilepsi merupakan penyakit kronis di bidang neurologi dan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Epilepsi merupakan penyakit kronis di bidang neurologi dan penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Epilepsi merupakan penyakit kronis di bidang neurologi dan penyakit kedua terbanyak setelah stroke (Blum, 2003). Epilepsi disebabkan oleh berbagai etiologi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Epilepsi 2.1.1. Definisi Epilepsi merupakan salah satu kelainan neurologis yang paling umum terjadi dan mengenai sekitar 50 juta orang di dunia. Epilepsi berupa suatu kondisi

Lebih terperinci

2/19/2017 MATERI DEFINISI EPILEPSI PENATALAKSANAAN EPILEPSI. Definisi Konseptual

2/19/2017 MATERI DEFINISI EPILEPSI PENATALAKSANAAN EPILEPSI. Definisi Konseptual PENATALAKSANAAN EPILEPSI DR. Suryani Gunadharma SpS(K), M.Kes MATERI Definisi Etiologi Pemeriksaan penunjang Klasifikasi Patofisiologi Terapi DEFINISI EPILEPSI Definisi Konseptual Kelainan otak yang ditandai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Epilepsi 2.1.1 Pengertian Epilepsi berasal dari bahasa Yunani, Epilambanmein yang berarti serangan. Dahulu masyarakat percaya bahwa epilepsi disebabkan oleh roh jahat dan dipercaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38 C) akibat suatu proses ekstrakranium tanpa adanya infeksi

Lebih terperinci

GANGGUAN KESADARAN PADA EPILEPSI. Pendahuluan

GANGGUAN KESADARAN PADA EPILEPSI. Pendahuluan GANGGUAN KESADARAN PADA EPILEPSI Pendahuluan Epilepsy dapat menyebabkan gangguan kesadaran yang transient mulai dari gannguan kesiagaan ringan sampai hilangnya kesadaran. hal ini disebabkan terdapatnya

Lebih terperinci

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA EPILEPSI. No. Dokumen : No. Revisi : Tanggal Terbit : Halaman : 1/2

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA EPILEPSI. No. Dokumen : No. Revisi : Tanggal Terbit : Halaman : 1/2 DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA EPILEPSI No. Dokumen : SOP No. Revisi : Tanggal Terbit : 02-01-2016 Halaman : 1/2 UPT PUSKESMAS HARAPAN SANTOSO NIP. 19651010 199001 1 002 1. Pengertian Epilepsi didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang datang dalam serangan-serangan berulang secara spontan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang datang dalam serangan-serangan berulang secara spontan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Epilepsi merupakan gangguan saraf kronik dengan ciri timbulnya gejalagejala yang datang dalam serangan-serangan berulang secara spontan yang disebabkan lepasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN DEFINISI ETIOLOGI

BAB I PENDAHULUAN DEFINISI ETIOLOGI BAB I PENDAHULUAN Banyaknya jenis status epileptikus sesuai dengan bentuk klinis epilepsi : status petitmal, status psikomotor dan lain-lain. Di sini khusus dibicarakan status epileptikus dengan kejang

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Depresi Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang mempunyai gejala utama afek depresi, kehilangan minat dan kegembiraan, dan kekurangan energi yang menuju meningkatnya

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Palsi serebral adalah gangguan permanen gerakan dan bentuk tubuh, yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Palsi serebral adalah gangguan permanen gerakan dan bentuk tubuh, yang 5 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Palsi serebral 2.1.1 Definisi palsi serebral Palsi serebral adalah gangguan permanen gerakan dan bentuk tubuh, yang menyebabkan keterbatasan aktivitas fisik, gangguan tidak

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Pada penelitian ini yang bermakna sebagai faktor risiko bangkitan kejang

BAB 5 PEMBAHASAN. Pada penelitian ini yang bermakna sebagai faktor risiko bangkitan kejang BAB 5 PEMBAHASAN Pada penelitian ini yang bermakna sebagai faktor risiko bangkitan kejang demam pada anak adalah faktor tinggi demam dan faktor usia kurang dari 2 tahun. Dari karakteristik orang tua anak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keaadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure) berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermiten, yang disebabkan oleh lepas

Lebih terperinci

Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya

Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya Apakah diabetes tipe 1 itu? Pada orang dengan diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat membuat insulin. Hormon ini penting membantu sel-sel tubuh mengubah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Menurut Fadila, Nadjmir dan Rahmantini (2014), dan Deliana (2002), kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. listrik secara berlebihan dan tidak teratur oleh sel-sel otak dengan tiba-tiba,

BAB II TINJAUAN TEORI. listrik secara berlebihan dan tidak teratur oleh sel-sel otak dengan tiba-tiba, BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Epilepsi didefinisikan sebagai suatu gangguan atau terhentinya fungsi otak secara periodik yang disebabkan oleh terjadinya pelepasan muatan listrik secara berlebihan

Lebih terperinci

Materi 13 KEDARURATAN MEDIS

Materi 13 KEDARURATAN MEDIS Materi 13 KEDARURATAN MEDIS Oleh : Agus Triyono, M.Kes Pengertian Kedaruratan medis adalah keadaan non trauma atau disebut juga kasus medis. Seseorang dengan kedarutan medis dapat juga terjadi cedera.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Epilepsi menurut World Health Organization (WHO) merupakan gangguan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Epilepsi menurut World Health Organization (WHO) merupakan gangguan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epilepsi merupakan salah satu gangguan neurologi serius dan kronik. Epilepsi menurut World Health Organization (WHO) merupakan gangguan kronik otak dengan gejala berupa

Lebih terperinci

Nyeri. dr. Samuel Sembiring 1

Nyeri. dr. Samuel Sembiring 1 Nyeri Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang sedang terjadi atau telah terjadi atau yang digambarkan dengan kerusakan jaringan. Rasa sakit (nyeri) merupakan keluhan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 o C) yang disebabkan oleh proses

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 o C) yang disebabkan oleh proses BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Kejang Demam Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 o C) yang disebabkan oleh proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang sering dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini disebabkan oleh demam dimana terdapat kenaikan suhu

Lebih terperinci

Di Indonesia penelitian epidemiologik tentang epilepsi belum pernah dilakukan, namun epilepsi tidak jarang dijumpai dalam masyarakat.

Di Indonesia penelitian epidemiologik tentang epilepsi belum pernah dilakukan, namun epilepsi tidak jarang dijumpai dalam masyarakat. BAB 1 PENDAHULUAN Epilepsi merupakan suatu gangguan fungsional kronik yang relatif sering terjadi dimana ditandai oleh aktivitas serangan yang berulang. Serangan kejang yang merupakan gejala atau manifestasi

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM NEUROPSIKIATRI CONVULSANT & ANTICONVULSANT

PENUNTUN PRAKTIKUM NEUROPSIKIATRI CONVULSANT & ANTICONVULSANT SISTEM NEUROPSIKIATRI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN PENUNTUN PRAKTIKUM NEUROPSIKIATRI CONVULSANT & ANTICONVULSANT UNTUK MAHASISWA DISUSUN OLEH : dr. Jason Sriwijaya, Sp.FK FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. EPILEPSI 1. Definisi Epilepsi adalah Cetusan listrik lokal pada substansia grisea otak yang terjadi sewaktu-waktu, mendadak, dan sangat cepat yang dapat mengakibatkan serangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Insiden epilepsi di dunia berkisar antara tiap penduduk tiap

BAB I PENDAHULUAN. Insiden epilepsi di dunia berkisar antara tiap penduduk tiap 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epilepsi merupakan suatu manifestasi gangguan fungsi otak dengan berbagai etiologi, dengan gejala tunggal yang khas, yaitu kejang berulang lebih dari 24 jam yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kejang berulang disebabkan oleh pelepasan sinkron berulang, abnormal, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kejang berulang disebabkan oleh pelepasan sinkron berulang, abnormal, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Epilepsi adalah kondisi neurologis yang ditandai dengan kekambuhan kejang berulang disebabkan oleh pelepasan sinkron berulang, abnormal, dan berlebihan dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecemasan 2.1.1 Definisi Kecemasan adalah sinyal peringatan; memperingatkan akan adanya bahaya yang akan terjadi dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epilepsi merupakan salah satu penyakit otak yang sering ditemukan di dunia. Data World Health Organization (WHO) menunjukkan epilepsi menyerang 70 juta dari penduduk

Lebih terperinci

REFERAT EPILEPSI PADA ANAK

REFERAT EPILEPSI PADA ANAK REFERAT EPILEPSI PADA ANAK Pembimbing Disusun Oleh : Noorgiani Lestari (07120100057) SMF ILMU KESEHATAN ANAK, RS SILOAM LIPPO KARAWACI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN DAFTAR ISI 1 Daftar

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Nyeri kepala mungkin merupakan bagian terbesar dari penderitaan manusia,

BAB 1. PENDAHULUAN. Nyeri kepala mungkin merupakan bagian terbesar dari penderitaan manusia, BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nyeri kepala mungkin merupakan bagian terbesar dari penderitaan manusia, Diperkirakan sekitar 90% manusia pernah mengalami minimal satu kali nyeri kepala berat yang

Lebih terperinci

HIPOKALSEMIA DAN HIPERKALSEMIA. PENYEBAB Konsentrasi kalsium darah bisa menurun sebagai akibat dari berbagai masalah.

HIPOKALSEMIA DAN HIPERKALSEMIA. PENYEBAB Konsentrasi kalsium darah bisa menurun sebagai akibat dari berbagai masalah. 1. Hipokalsemia HIPOKALSEMIA DAN HIPERKALSEMIA Hipokalsemia (kadar kalsium darah yang rendah) adalah suatu keadaan dimana konsentrasi kalsium di dalam darah kurang dari 8,8 mgr/dl darah. PENYEBAB Konsentrasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA xv BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Electroencephalography ( EEG) Menurut Kamus Oxford, electroencephalography (EEG) adalah suatu teknik untuk merekam aktifitas listrik di bahagian yang berbeda di otak dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindrom neurokutaneus merupakan sekelompok besar kelainan kongenital

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindrom neurokutaneus merupakan sekelompok besar kelainan kongenital BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindrom neurokutaneus merupakan sekelompok besar kelainan kongenital yang sangat bervariasi, tidak saling terkait, dengan karakteristik klinis, patologis dan genetik

Lebih terperinci

DIAGNOSIS EPILEPSI. Oleh : Utoyo Sunaryo Bagian Neurologi FK UWKS RSUD Dr Moh. Saleh Kota Probolinggo

DIAGNOSIS EPILEPSI. Oleh : Utoyo Sunaryo Bagian Neurologi FK UWKS RSUD Dr Moh. Saleh Kota Probolinggo DIAGNOSIS EPILEPSI Oleh : Utoyo Sunaryo Bagian Neurologi FK UWKS RSUD Dr Moh. Saleh Kota Probolinggo ABSTRACT. The diagnosis of epilepsy is problematic because the routine diagnosis of epilepsy is therefore

Lebih terperinci

BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI

BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI 1 BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI Judul mata Kuliah : Neuropsikiatri Standar Kompetensi : Area Kompetensi 5 : Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran Kompetensi dasar : Menerapkan ilmu Kedokteran klinik pada sistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. otak (Dipiro et.al, 2005). Epilepsi dapat dialami oleh setiap orang baik laki-laki

I. PENDAHULUAN. otak (Dipiro et.al, 2005). Epilepsi dapat dialami oleh setiap orang baik laki-laki I. PENDAHULUAN Epilepsi adalah terganggunya aktivitas listrik di otak yang disebabkan oleh beberapa etiologi diantaranya cedera otak, keracunan, stroke, infeksi, dan tumor otak (Dipiro et.al, 2005). Epilepsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cerebrovaskular accident atau yang sering di sebut dengan istilah stroke adalah gangguan peredaran darah di otak yang mengakibatkan terganggunya fungsi otak yang berkembang

Lebih terperinci

Kejang Pada Neonatus

Kejang Pada Neonatus Kejang Pada Neonatus Guslihan Dasa Tjipta Emil Azlin Pertin Sianturi Bugis Mardina Lubis 1 DIVISI PERINATOLOGI Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU/RSUP H.Adam Malik Medan 2 Definisi : Kejang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Epilepsi merupakan serangan berulang secara periodik dengan atau tanpa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Epilepsi merupakan serangan berulang secara periodik dengan atau tanpa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epilepsi merupakan serangan berulang secara periodik dengan atau tanpa kejang. Serangan tersebut disebabkan oleh aktivasi listrik berlebihan pada neuron korteks dan

Lebih terperinci

Gangguan tidur LAMIA ADILIA DITA MINTARDI FEBRYN PRISILIA PALIYAMA DR. SUZY YUSNA D, SPKJ

Gangguan tidur LAMIA ADILIA DITA MINTARDI FEBRYN PRISILIA PALIYAMA DR. SUZY YUSNA D, SPKJ Gangguan tidur P E N Y A J I LAMIA ADILIA DITA MINTARDI FEBRYN PRISILIA PALIYAMA P E M B I M B I N G DR. SUZY YUSNA D, SPKJ pendahuluan Tidur adalah suatu aktivitas khusus dari otak, yang di kelola oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Trauma kepala (cedera kepala) adalah suatu trauma mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang dapat mengakibatkan gangguan fungsi neurologis,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Kejang Demam 1. Definisi Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakaranium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Muti ah, 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Muti ah, 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kejang demam adalah kejang yang terjadi karena adanya suatu proses ekstrakranium tanpa adanya kecacatan neurologik dan biasanya dialami oleh anak- anak.

Lebih terperinci

Biasanya Kejang Demam terjadi akibat adanya Infeksi ekstrakranial, misalnya OMA dan infeksi respiratorius bagian atas

Biasanya Kejang Demam terjadi akibat adanya Infeksi ekstrakranial, misalnya OMA dan infeksi respiratorius bagian atas ASUHAN KEPERAWATAN KEJANG DEMAM PADA ANAK B. ETIOLOGI Biasanya Kejang Demam terjadi akibat adanya Infeksi ekstrakranial, misalnya OMA dan infeksi respiratorius bagian atas C. PATOFISIOLOGI Peningkatan

Lebih terperinci

KEJANG PADA ANAK. Oleh: Nia Kania, dr., SpA., MKes

KEJANG PADA ANAK. Oleh: Nia Kania, dr., SpA., MKes KEJANG PADA ANAK Oleh: Nia Kania, dr., SpA., MKes Kejang merupakan suatu manifestasi klinis yang sering dijumpai di ruang gawat darurat. Hampir 5% anak berumur di bawah 16 tahun setidaknya pernah mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Epilepsi menurut World Health Organization (WHO) merupakan gangguan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Epilepsi menurut World Health Organization (WHO) merupakan gangguan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Epilepsi menurut World Health Organization (WHO) merupakan gangguan kronik otak yang menunjukkan gejala-gejala berupa serangan yang berulang-ulang yang terjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Stroke adalah penyakit atau gangguan fungsional otak akut fokal maupun global akibat terhambatnya peredaran darah ke otak. Gangguan peredaran darah otak berupa tersumbatnya

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Skizofrenia Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat mengganggu. Psikopatologinya melibatkan kognisi, emosi, persepsi dan aspek lain dari perilaku.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke yang disebut juga sebagai serangan otak atau brain attack ditandai

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke yang disebut juga sebagai serangan otak atau brain attack ditandai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke yang disebut juga sebagai serangan otak atau brain attack ditandai dengan hilangnya sirkulasi darah ke otak secara tiba-tiba, sehingga dapat mengakibatkan terganggunya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Kejang Demam Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas C) 38 tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat, gangguan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kejang Demam 2.1.1. Definisi Kejang demam adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38,4 o C tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit

Lebih terperinci

Epilepsi (Epilepsy, Ayan)

Epilepsi (Epilepsy, Ayan) Epilepsi (Epilepsy, Ayan) Penyakit ayan atau epilepsi (epilepsy) Penyakit epilepsi merupakan penyakit yang dapat terjadi pada siapa pun walaupun dari garis keturunan tidak ada yang pernah mengalami epilepsi

Lebih terperinci

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio Pengertian Polio Polio atau poliomyelitis adalah penyakit virus yang sangat mudah menular dan menyerang sistem saraf. Pada kondisi penyakit yang bertambah parah, bisa menyebabkan kesulitan 1 / 5 bernapas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Epilepsi menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Epilepsi menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Epilepsi menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu kelainan otak kronis dengan berbagai macam penyebab yang ditandai serangan epilepsi berulang yang

Lebih terperinci

Definisi Suatu reaksi organik akut dengan ggn utama adanya kesadaran berkabut (clouding of consciousness), yg disertai dengan ggn atensi, orientasi, m

Definisi Suatu reaksi organik akut dengan ggn utama adanya kesadaran berkabut (clouding of consciousness), yg disertai dengan ggn atensi, orientasi, m DELIRIUM Oleh : dr. H. Syamsir Bs, Sp. KJ Departemen Psikiatri FK-USU 1 Definisi Suatu reaksi organik akut dengan ggn utama adanya kesadaran berkabut (clouding of consciousness), yg disertai dengan ggn

Lebih terperinci

MANAJEMEN KEJANG PASCA TRAUMA

MANAJEMEN KEJANG PASCA TRAUMA Dipresentasikan pada: Pengembangan Profesi Bedah Berkelanjutan (P2B2) XIII-2016 Persatuan Dokter Spesialis Bedah Umum Indonesia (PABI) Lampung MANAJEMEN KEJANG PASCA TRAUMA DR.Dr.M.Z. Arifin,Sp.BS Department

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejang merupakan masalah neurologi yang paling sering kita jumpai pada

BAB I PENDAHULUAN. Kejang merupakan masalah neurologi yang paling sering kita jumpai pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kejang merupakan masalah neurologi yang paling sering kita jumpai pada anak, dan biasanya kejang sudah dimulai sejak usia bayi dan anak-anak. Kejang pada

Lebih terperinci

Fisiologi poros GnRH-LH/FSH- Estrogen

Fisiologi poros GnRH-LH/FSH- Estrogen Pubertas Prekoks, Diagnosis & Tatalaksana OLEH Dr. H. Hakimi SpAK Dr. Melda Deliana SpAK Dr. Siska Mayasari Lubis SpA Divisi Endokrinologi Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan Fisiologi

Lebih terperinci

DRUGS USED IN EPILEPSI

DRUGS USED IN EPILEPSI DRUGS USED IN EPILEPSI Dwi Bagas Legowo, dr Depart. Of Pharmacology & Therapy Medical School Malahayati University Benzodiazepine dan Barbiturate Farmakokinetik : A. Absorpsi : kecepatan absorbsi dari

Lebih terperinci

Pendahuluan Meniere s disease atau penyakit Meniere atau dikenali juga dengan hydrops endolimfatik. Penyakit Meniere ditandai dengan episode berulang

Pendahuluan Meniere s disease atau penyakit Meniere atau dikenali juga dengan hydrops endolimfatik. Penyakit Meniere ditandai dengan episode berulang MENIERE S DISEASE Pendahuluan Meniere s disease atau penyakit Meniere atau dikenali juga dengan hydrops endolimfatik. Penyakit Meniere ditandai dengan episode berulang dari vertigo yang berlangsung dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau perempuan, tua atau muda. Berdasarkan data dilapangan, angka kejadian stroke meningkat secara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Dalam penyusunan proyek tugas akhir ini penulis melakukan sebuah penelitian di RSUD RAA Soewondo Pati sebagai bahan masukan dalam pembuatan sistem pakar pengenalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper &

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper & BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala merupakan salah satu kasus penyebab kecacatan dan kematian yang cukup tinggi dalam bidang neurologi dan menjadi masalah kesehatan oleh karena penderitanya

Lebih terperinci

EATING DISORDERS. Silvia Erfan

EATING DISORDERS. Silvia Erfan EATING DISORDERS Silvia Erfan Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya dan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi motorik dan sensorik yang berdampak pada timbulnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. stimulus (Anurogo & Usman, 2014, h. 66). Epilepsi adalah kelainan

BAB I PENDAHULUAN. stimulus (Anurogo & Usman, 2014, h. 66). Epilepsi adalah kelainan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epilepsi merupakan penyakit yang mengganggu saraf otak. Epilepsi ditandai dengan kejang berulang yang terjadi tanpa adanya stimulus (Anurogo & Usman, 2014, h. 66). Epilepsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup saat ini yang kurang memperhatikan keseimbangan pola makan. PGK ini

BAB I PENDAHULUAN. hidup saat ini yang kurang memperhatikan keseimbangan pola makan. PGK ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan penyakit yang cukup banyak terjadi di dunia ini. Jumlah penderita PGK juga semakin meningkat seiring dengan gaya hidup saat ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah atau hiperglikemia, yang ditandai

BAB 1 PENDAHULUAN. ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah atau hiperglikemia, yang ditandai BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah atau hiperglikemia, yang ditandai dengan berbagai

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes type 2: apa artinya? Diabetes tipe 2 menyerang orang dari segala usia, dan dengan gejala-gejala awal tidak diketahui. Bahkan, sekitar satu dari tiga orang dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia No.32 Tahun 2009 adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan infeksi bakteri sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dijumpai di berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan (stroke iskemik) atau

BAB 1 PENDAHULUAN. terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan (stroke iskemik) atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf (defisit neurologik) akibat terhambatnya aliran darah ke otak. Secara sederhana stroke

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. terdapat 204 resep (50,62%) dan pasien berjenis kelamin laki-laki

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. terdapat 204 resep (50,62%) dan pasien berjenis kelamin laki-laki BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Data Pasien Hasil penelitian menunjukan dari 403 resep yang masuk kriteria inklusi meliputi pasien anak berjenis kelamin perempuan terdapat 204 resep (50,62%)

Lebih terperinci

BAHAN AJAR I KEJANG Nama Mata Kuliah/Bobot SKS : Sistem Neuropsikiatri / 8 SKS

BAHAN AJAR I KEJANG Nama Mata Kuliah/Bobot SKS : Sistem Neuropsikiatri / 8 SKS BAHAN AJAR I KEJANG Nama Mata Kuliah/Bobot SKS : Sistem Neuropsikiatri / 8 SKS Standar Kompetensi : area kompetensi 5: landasan ilmiah kedokteran Kompetensi Dasar : menerapkan ilmu kedokteran klinik pada

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH GAMBARAN POLA ASUH PENDERITA SKIZOFRENIA Disusun Oleh: Indriani Putri A F 100 040 233 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Halusinasi adalah gangguan terganggunya persepsi sensori seseorang,dimana tidak terdapat stimulus. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien merasa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian pustaka 2.1.1 Kehamilan 2.1.1.1 Definisi Kehamilan adalah suatu keadaan mengandung embrio atau fetus di dalam tubuh, setelah bertemunya sel telur

Lebih terperinci

a. b. c. Gambar 1.2 Kompresi neurovaskular pada N. Trigeminus Sumber:

a. b. c. Gambar 1.2 Kompresi neurovaskular pada N. Trigeminus Sumber: Bab 1 Pendahuluan 1.1 Definisi Trigeminal neuralgia atau yang dikenal juga dengan nama Tic Douloureux merupakan kelainan pada nervus trigeminus (nervus kranial V) yang ditandai dengan adanya rasa nyeri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang dimanfaatkan sehingga menyebabkan hiperglikemia,

Lebih terperinci

BIPOLAR. Dr. Tri Rini BS, Sp.KJ

BIPOLAR. Dr. Tri Rini BS, Sp.KJ BIPOLAR Dr. Tri Rini BS, Sp.KJ Definisi Gangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai oleh gejala-gejala manik, hipomanik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sakit Perut Berulang Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut berulang pada remaja terjadi paling sedikit tiga kali dengan jarak paling sedikit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia mempunyai dua faktor yang berpengaruh besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia mempunyai dua faktor yang berpengaruh besar terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai dua faktor yang berpengaruh besar terhadap pertumbuhan anak yaitu gizi dan infeksi. Saat ini 70% kematian balita disebabkan karena pneumonia, campak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang menyebabkan deteriorasi kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insulin, atau kedua-duanya. Diagnosis DM umumnya dikaitkan dengan adanya gejala

BAB I PENDAHULUAN. insulin, atau kedua-duanya. Diagnosis DM umumnya dikaitkan dengan adanya gejala BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,

Lebih terperinci

Patofisiologi penurunan kesadaran: Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua hemisfer serebri dan Ascending Reticular

Patofisiologi penurunan kesadaran: Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua hemisfer serebri dan Ascending Reticular Patofisiologi penurunan kesadaran: Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua hemisfer serebri dan Ascending Reticular Activating System (ARAS). Jika terjadi kelainan pada kedua

Lebih terperinci

A. Pemeriksaan penunjang. - Darah lengkap

A. Pemeriksaan penunjang. - Darah lengkap A. Pemeriksaan penunjang - Darah lengkap Darah lengkap dengan diferensiasi digunakan untuk mengetahui anemia sebagai penyebab depresi. Penatalaksanaan, terutama dengan antikonvulsan, dapat mensupresi sumsum

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang BAB II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. Kedaruratan Psikiatri Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang membutuhkan intervensi terapeutik

Lebih terperinci

Tipe trauma kepala Trauma kepala terbuka

Tipe trauma kepala Trauma kepala terbuka TRAUMA KEPALA TRAUMA KEPALA Trauma pada kepala dapat menyebabkan fraktur pada tengkorak dan trauma jaringan lunak / otak atau kulit seperti kontusio / memar otak, edema otak, perdarahan atau laserasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setelah penyakit jantung dan kanker (World Health Organization (WHO

BAB I PENDAHULUAN. setelah penyakit jantung dan kanker (World Health Organization (WHO BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini stroke menjadi masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat. Stroke merupakan penyebab kematian ketiga di negara maju setelah penyakit jantung

Lebih terperinci

BAB 2 NYERI KEPALA. B. Pertanyaan dan persiapan dokter muda

BAB 2 NYERI KEPALA. B. Pertanyaan dan persiapan dokter muda BAB 2 NYERI KEPALA A. Tujuan pembelajaran Dokter muda mampu : 1. Melaksanakan anamnesis pada pasien nyeri kepala. 2. Mengidentifikasi tanda dan gejala nyeri kepala. 3. Mengklasifikasikan nyeri kepala.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningioma adalah tumor jinak pada CNS yang. berasal dari selubung meninges pada otak dan korda

BAB I PENDAHULUAN. Meningioma adalah tumor jinak pada CNS yang. berasal dari selubung meninges pada otak dan korda BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Meningioma adalah tumor jinak pada CNS yang berasal dari selubung meninges pada otak dan korda spinalis. Walaupun sel asalnya masih belum dapat dipastikan, kemungkinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dia mampu menunjukan eksistensi dirinya terhadap orang lain. inginkan oleh semua orang tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. dia mampu menunjukan eksistensi dirinya terhadap orang lain. inginkan oleh semua orang tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap manusia di lahirkan di dunia ini pasti memiliki keinginan menjadi manusia yang sempurna dan dapat memenuhi tugas perkembangannya serta melakukan setiap aktifitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nekrosis merupakan proses degenerasi yang menyebabkan kerusakan sel yang terjadi setelah suplai darah hilang ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi protein dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau iskemia miokard, adalah penyakit yang ditandai dengan iskemia (suplai darah berkurang) dari otot jantung, biasanya karena penyakit

Lebih terperinci