BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Sukarno Budiman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Epilepsi Definisi Epilepsi merupakan salah satu kelainan neurologis yang paling umum terjadi dan mengenai sekitar 50 juta orang di dunia. Epilepsi berupa suatu kondisi yang berbeda-beda ditandai dengan kejang yang tiba-tiba dan berulang. Tidak ada perbedaan usia, jenis kelamin, atau ras, meskipun kejadian kejang epilepsi yang pertama mempunyai dua pembagian, dengan puncaknya pada saat masa kanakkanak dan setelah usia 60 tahun (WHO, 2012). Kata epilepsi berasal dari kata Yunani dan Latin untuk kejang dan mengambil alih (WHO, 2005). Epilepsi berasal dari kata Yunani, epilambanmein, yang berarti serangan. Masyarakat percaya bahwa epilepsi disebabkan oleh roh jahat dan juga dipercaya bahwa epilepsi merupakan penyakit yang bersifat suci. Hal ini yang melatarbelakangi adanya mitos dan rasa takut terhadap epilepsi. Mitos tersebut mewarnai sikap masyarakat dan menyulitkan upaya penanganan penderita epilepsi dalam kehidupan normal. Kejang berasal dari bahasa Latin, sacire, yang berarti untuk mengambil alih. Kejang adalah suatu kejadian tiba-tiba yang disebabkan oleh lepasnya agregat dari sel-sel saraf di sistem saraf pusat yang abnormal dan berlebihan (Lowenstein, 2010). Epilepsi merupakan manifestasi gangguan fungsi otak dengan berbagai etiologi, dengan gejala tunggal yang khas, yakni kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik neuron otak secara berlebihan dan paroksimal. Epilepsi ditetapkan sebagai kejang epileptik berulang (dua atau lebih), yang tidak dipicu oleh penyebab yang akut (Markand, 2009). Bangkitan epilepsi adalah manifestasi klinis dari bangkitan serupa yang berlebihan dan abnormal, berlangsung secara mendadak dan sementara, dengan
2 atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktifitas listrik sekelompok sel saraf di otak yang bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut. Lepasnya muatan listrik yang berlebihan ini dapat terjadi di berbagai bagian pada otak dan menimbulkan gejala seperti berkurangnya perhatian dan kehilangan ingatan jangka pendek, halusinasi sensoris, atau kejangnya seluruh tubuh (Miller, 2009). Sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala dan tanda klinis epilepsi yang terjadi bersama-sama meliputi berbagai etiologi, umur, onset, jenis serangan, faktor pencetus dan kronisitas (Engel Jr, 2006) Epidemiologi WHO melaporkan sebanyak sekitar 43 juta orang dengan epilepsi berasal dari 108 negara yang mencakup 85,4% dari populasi dunia. Angka rata-rata orang dengan epilepsi per 1000 populasi adalah 8,93 dari 105 negara. Angka rata-rata orang dengan epilepsi per 1000 populasi bervariasi di seluruh wilayah. Amerika mempunyai angka rata-rata 12,59, 11,29 di Afrika, 9,4 di Mediterania Timur, 8,23 di Eropa, dan 3,66 di Pasifik Barat. Sementara itu, Asia Tenggara memiliki angka rata-rata sebanyak 9,97 (WHO, 2005). Prevalensi epilepsi aktif dalam sejumlah besar studi membuktikan keseragaman pada angka 4-10 per 1000 penduduk. Insidensi epilepsi di negara maju adalah per populasi. Terdapat beberapa studi kejadian epilepsi di negara berkembang, tetapi tidak ada yang cukup prospektif. Mereka menunjukkan 49,3-190 per populasi. Tingkat insidensi tinggi di negara berkembang yang dianggap sebagai akibat dari infeksi parasit terutama neurosistiserkosis, HIV, trauma, dan morbiditas perinatal sulit untuk ditafsirkan karena masalah metodologis, terutama kurangnya penyesuaian usia, yang penting karena epilepsi memiliki dua bimodal terkait usia. Sedangkan di negara maju, insidensi di kalangan orang tua meningkat dan menurun di kalangan anak-anak. Hal ini diakibatkan karena meningkatnya risiko penyakit serebrovaskular. Sebaliknya, perawatan obstetrik yang lebih baik dan pengendalian infeksi dapat mengurangi angka kejadian pada anak-anak. Tingkat insidensi di dunia lebih besar pada pria dibandingkan wanita (WHO, 2005).
3 Berapa banyak pasien epilepsi di Indonesia, sampai sekarang belum diketahui. Meskipun di Indonesia belum ada data pasti tentang prevalensi maupun insidensi, tapi sebagai suatu negara berkembang yang penduduknya berkisar 220 juta, maka diperkirakan jumlah orang dengan epilepsi yang masih mengalami bangkitan dan membutuhkan pengobatan berkisar 1,8 juta orang (Hawari, 2011) Etiologi Penyebab epilepsi pada berbagai kelompok usia: 1. Neonatal Kelainan kongenital, kelainan saat persalinan, anoksia, kelainan metabolik (hipokalsemia, hipoglisemia, defisiensi vitamin B6, defisiensi biotinidase, fenilketonuria). 2. Bayi (1-6 bulan) Kelainan kongenital, kelainan saat persalinan, anoksia, kelainan metabolik, spasme infantil, Sindroma West. 3. Anak (6 bulan 3 tahun) Spasme infantil, kejang demam, kelainan saat persalinan dan anoksia, infeksi, trauma, kelainan metabolik, disgenesis kortikal, keracunan obatobatan. 4. Anak (3-10 tahun) Anoksia perinatal, trauma saat persalinan atau setelahnya, infeksi, thrombosis arteri atau vena serebral, kelainan metabolik, Sindroma Lennox Gastaut, Rolandic epilepsi. 5. Remaja (10-18 tahun) Epilepsi idiopatik, termasuk yang diturunkan secara genetik, epilepsi mioklonik juvenile, trauma, obat-obatan. 6. Dewasa muda (18-25 tahun) Epilepsi idiopatik, trauma, neoplasma, keracunan alkohol atau obat sedasi lainnya. 7. Dewasa (35-60 tahun) Trauma, neoplasma, keracunan alkohol atau obat lainnya.
4 8. Usia lanjut (>60 tahun) Penyakit vascular (biasanya pasca infark), tumor, abses, penyakit degeneratif, trauma. Gambar 2.1. Distribusi penyebab utama kejang di berbagai usia (diadaptasi dari berbagai sumber termasuk Hauser dan Annegers serta Engel dan Pedley) Sumber: (Ropper dan Brown, 2005) Meningitis atau ensefalitis dan komplikasinya mungkin adalah penyebab kejang di semua kelompok usia. Hal ini dikarenakan adanya gangguan metabolik yang berat. Pada negara tropis dan subtropis, infeksi parasit pada sistem saraf pusat adalah penyebab umum kejang Klasifikasi Klasifikasi bangkitan epilepsi menurut International League Against Epilepsi (1981): A. Bangkitan parsial a. Bangkitan parsial sederhana 1. Motorik 2. Sensorik 3. Otonom 4. Psikis b. Bangkitan parsial kompleks 1. Bangkitan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran 2. Bangkitan parsial disertai gangguan kesadaran saat awal bangkitan
5 c. Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder 1. Parsial sederhana menjadi umum tonik-klonik 2. Parsial kompleks menjadi umum tonik-klonik 3. Parsial sederhana menjadi parsial kompleks kemudian menjadi umum tonik-klonik B. Bangkitan umum a. Absans (lena) b. Mioklonik c. Klonik d. Tonik e. Tonik-klonik f. Atonik C. Tak tergolongkan Klasifikasi sindroma epilepsi menurut ILAE 1989 (Rudzinski dan Shih, 2011): A. Berkaitan dengan letak fokus a. Idiopatik (primer) 1. Epilepsi anak benigna dengan gelombang paku di sentrotemporal (Rolandik benigna) 2. Epilepsi pada anak dengan paroksismal oksipital 3. Primary reading epilepsy b. Simtomatik (sekunder) 1. Epilepsi kronik progresif parsialis kontinua pada anak (Sindrom Kojewnikow) 2. Epilepsi lobus temporalis 3. Epilepsi lobus frontalis 4. Epilepsi lobus parietalis 5. Epilepsi lobus oksipitalis c. Kriptogenik B. Umum
6 a. Idiopatik (primer) 1. Kejang neonatus familial benigna 2. Kejang neonatus benigna 3. Epilepsi mioklonik benigna pada bayi 4. Epilepsi absans pada anak 5. Epilepsi absans pada remaja 6. Epilepsi mioklonik pada remaja 7. Epilepsi dengan serangan tonik klonik pada saat terjaga 8. Epilepsi tonik klonik dengan serangan acak b. Kriptogenik atau simtomatik 1. Sindroma West (spasme infantil dan hipsaritmia) 2. Sindroma Lennox Gastaut 3. Epilepsi dengan kejang mioklonik astatik 4. Epilepsi dengan absans mioklonik c. Simtomatik 1. Etiologi non spesifik - Ensefalopati mioklonik neonatal - Sindrom Ohtahara 2. Etiologi atau sindroma spesifik - Malformasi serebral - Gangguan metabolisme C. Epilepsi dan sindroma yang tidak dapat ditentukan a. Serangan umum fokal 1. Kejang neonatal 2. Epilepsi mioklonik berat pada bayi 3. Sindroma Taissinare 4. Sindroma Landau Kleffner b. Tanpa gambaran tegas fokal atau umum D. Epilepsi berkaitan dengan situasi a. Kejang demam b. Berkaitan dengan alkohol
7 c. Berkaitan dengan obat-obatan d. Eklamsi e. Serangan berkaitan dengan pencetus spesifik (reflek epilepsi) Patofisiologi Telah diketahui bahwa neuron memiliki potensial membran, hal ini terjadi karena adanya perbedaan muatan ion-ion yang terdapat di dalam dan di luar neuron. Perbedaan jumlah muatan ion-ion ini menimbulkan polarisasi pada membran dengan bagian intraneuron yang lebih negatif. Neuron bersinaps dengan neuron lain melalui akson dan dendrit. Suatu masukan melalui sinapsis yang bersifat eksitasi akan menyebabkan terjadinya depolarisasi membran yang berlangsung singkat, kemudian inhibisi akan menyebabkan hiperpolarisasi membran. Bila eksitasi cukup besar dan inhibisi kecil, akson mulai terangsang, suatu potensial aksi akan dikirim sepanjang akson, untuk merangsang atau menghambat neuron lain. Patofisiologi utama terjadinya epilepsi meliputi mekanisme yang terlibat dalam munculnya kejang (iktogenesis), dan juga mekanisme yang terlibat dalam perubahan otak yang normal menjadi otak yang mudah-kejang (epileptogenesis). 1. Mekanisme iktogenesis Hipereksitasi adalah faktor utama terjadinya iktogenesis. Eksitasi yang berlebihan dapat berasal dari neuron itu sendiri, lingkungan neuron, atau jaringan neuron. - Sifat eksitasi dari neuron sendiri dapat timbul akibat adanya perubahan fungsional dan struktural pada membran postsinaptik; perubahan pada tipe, jumlah, dan distribusi kanal ion gerbang-voltase dan gerbangligan; atau perubahan biokimiawi pada reseptor yang meningkatkan permeabilitas terhadap Ca 2+, mendukung perkembangan depolarisasi berkepanjangan yang mengawali kejang. - Sifat eksitasi yang timbul dari lingkungan neuron dapat berasal dari perubahan fisiologis dan struktural. Perubahan fisiologis meliputi perubahan konsentrasi ion, perubahan metabolik, dan kadar
8 neurotransmitter. Perubahan struktural dapat terjadi pada neuron dan sel glia. Konsentrasi Ca 2+ ekstraseluler menurun sebanyak 85% selama kejang, yang mendahului perubahan pada konsentasi K 2+. Bagaimanapun, kadar Ca 2+ lebih cepat kembali normal daripada kadar K Perubahan pada jaringan neuron dapat memudahkan sifat eksitasi di sepanjang sel granul akson pada girus dentata; kehilangan neuron inhibisi; atau kehilangan neuron eksitasi yang diperlukan untuk aktivasi neuron inhibisi. 2. Mekanisme epileptogenesis - Mekanisme nonsinaptik Perubahan konsentrasi ion terlihat selama hipereksitasi, peningkatan kadar K 2+ ekstrasel atau penurunan kadar Ca 2+ ekstrasel. Kegagalan pompa Na + -K + akibat hipoksia atau iskemia diketahui menyebabkan epileptogenesis, dan keikutsertaan angkutan Cl - -K +, yang mengatur kadar Cl - intrasel dan aliran Cl - inhibisi yang diaktivasi oleh GABA, dapat menimbulkan peningkatan eksitasi. Sifat eksitasi dari ujung sinaps bergantung pada lamanya depolarisasi dan jumlah neurotransmitter yang dilepaskan. Keselarasan rentetan ujung runcing abnormal pada cabang akson di sel penggantian talamokortikal memainkan peran penting pada epileptogenesis. - Mekanisme sinaptik Patofisiologi sinaptik utama dari epilepsi melibatkan penurunan inhibisi GABAergik dan peningkatan eksitasi glutamatergik. o GABA Kadar GABA yang menunjukkan penurunan pada CSS (cairan serebrospinal) pasien dengan jenis epilepsi tertentu, dan pada potongan jaringan epileptik dari pasien dengan epilepsi yang resisten terhadap obat, memperkirakan bahwa pasien ini mengalami penurunan inhibisi. o Glutamat
9 Rekaman hipokampus dari otak manusia yang sadar menunjukkan peningkatan kadar glutamat ekstrasel yang terus-menerus selama dan mendahului kejang. Kadar GABA tetap rendah pada hipokampus yang epileptogenetik, tapi selama kejang, konsentrasi GABA meningkat, meskipun pada kebanyakan hipokampus yang non-epileptogenetik. Hal ini mengarah pada peningkatan toksik di glutamat ekstrasel akibat penurunan inhibisi di daerah yang epileptogenetik (Eisai, 2012) Gejala Klinis Menurut manifestasi klinisnya, kejang dibagi menjadi kejang parsial, yang berasal dari salah satu bagian hemisfer serebri, dan kejang umum, dimana kedua hemisfer otak terlibat secara bersamaan. Tabel 2.1. Manifestasi klinis bangkitan epilepsi Tipe kejang Ciri khas Kejang parsial Parsial sederhana Adanya gejala motorik, somatosensorik, sensorik, otonom, atau kejiwaan. Kesadaran normal. Parsial kompleks Adanya gejala motorik, somatosensorik, sensorik, otonom,atau kejiwaan. Adanya penurunan kesadaran. Kejang umum Tonik-klonik Kekakuan tonik yang diikuti oleh sentakan ekstremitas yang sinkron. Dapat disertai inkontinensia. Diikuti dengan kebingungan pasca kejang. Absans Hilangnya kesadaran yang singkat (biasanya <10 detik) dengan terhentinya aktivitas yang sedang berlangsung.
10 Mioklonik Atonik Tonik Klonik Sumber: (Miller, 2009) Dapat disertai gerakan otomatis, seperti mengedip. Pola EEG menunjukkan gambaran paku-ombak (spikeand-wave). Adanya satu atau banyak sentakan otot. Kesadaran normal. Biasanya bilateral dan simetris. Hilangnya tonus otot yang singkat. Kontraksi otot yang berkepanjangan. Pergantian sentakan dan relaksasi ekstremitas secara berulang-ulang Penegakan Diagnosa Epilepsi dapat ditegakkan setelah pasien mengalami dua atau lebih kejang yang tidak dipicu (Rudzinski dan Shih, 2011). Diagnosis pasti dapat ditegakkan hanya jika kejang terjadi selama perekaman EEG atau jika muatan listrik dapat dihubungkan dengan tanda dan gejala pasien. Oleh karena itu, diagnosis kejang tetap yang paling utama (Miller, 2009). Diagnosis epilepsi merupakan masalah tersendiri karena membuat diagnosis epilepsi secara rutin memerlukan pengetahuan klinis dan keterampilan yang khusus. Pada kebanyakan pasien epilepsi, diagnosis dapat dibuat dengan mengetahui secara lengkap riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan neurologi, pemeriksaan elektroensefalografi, dan pencitraan otak (Sunaryo, 2006). 1. Anamnesis Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci, dan menyeluruh karena pemeriksa hampir tidak pernah menyaksikan serangan yang dialami penderita. Anamnesis dapat berupa autoanamnesis maupun aloanamnesis, meliputi: a. Pola atau bentuk serangan b. Lama serangan c. Gejala sebelum, selama, dan sesudah serangan d. Frekuensi serangan
11 e. Faktor pencetus f. Ada tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang g. Usia saat serangan pertama h. Riwayat kehamilan, persalinan, dan perkembangan i. Riwayat penyakit, penyebab, dan terapi sebelumnya j. Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga 2. Pemeriksaan fisik dan neurologi Melihat adanya tanda-tanda infeksi, seperti demam, infeksi telinga, tanda meningeal, atau bukti adanya trauma kepala. Pemeriksaan fisikk harus menepis sebab-sebab terjadinya serangan dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada anak-anak, pemeriksa harus memperhatikan adanya keterlambatan perkembangan, organomegali, perbedaan ukuran antara anggota tubuh yang dapat menunjukkan awal gangguan pertumubuhan otak unilateral. Pemeriksaan neurologis lengkap dan rinci adalah penting, khususnya untuk mencari tanda-tanda fokal atau lateral. 3. Pemeriksaan penunjang a. Elektroensefalografi (EEG) Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk menegakkan diagnosis epilepsi dan tipe kejang lainnya yang tepat dan bahkan sindrom epilepsi (Markand, 2009). EEG juga dapat membantu pemilihan obat anti epilepsi dan prediksi prognosis pasien (Smith, 2005). Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik. Pemeriksaan EEG rutin sebaiknya dilakukan perekaman pada waktu sadar dalam keadaan istirahat dan pada waktu tidur (Sunaryo, 2006). Gambaran EEG pasien epilepsi menunjukkan gambaran epileptiform, misalnya gelombang tajam (spike), paku-ombak, paku majemuk, dan gelombang lambat yang timbul secara paroksismal. b. Pemeriksaan radiologis
12 Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah pencitraan otak (neuroimaging) bertujuan untuk melihat struktur otak dengan melengkapi data EEG. Pada pencitraan struktural, MRI merupakan pilihan utama, lebih unggul dibandingkan CT scan, karena MRI dapat mendeteksi dan menggambarkan lesi epileptogenik. Pencitraan fungsional seperti Single Photon Emission Computerised Tomography (SPECT), Positron Emission Tomography (PET), dan MRI fungsional digunakan lebih lanjut untuk menentukan lokasi lesi epileptogenik sebelum pembedahan jika pencitraan struktural meragukan. MRI fungsional juga dapat membantu menentukan lokasi area fungsional spesifik sebelum pembedahan (Consensus Guidelines on the Management of Epilepsy, 2010) Penatalaksanaan Tujuan utama pengobatan epilepsi adalah membuat orang dengan epilepsi (ODE) terbebas dari serangan epilepsinya, terutama terbebas dari serangan kejang sedini mungkin. Setiap kali terjadi serangan kejang yang berlangsung sampai beberapa menit maka akan menimbulkan kerusakan sampai kematian sejumlah sel-sel otak. Apabila hal ini terus-menerus terjadi, maka dapat mengakibatkan menurunnya kemampuan intelegensi penderita. Pengobatan epilepsi dinilai berhasil dan ODE dikatakan sembuh apabila serangan epilepsi dapat dicegah atau penyakit ini menjadi terkontrol dengan obat-obatan. Penatalaksanaan untuk semua jenis epilepsi dapat dibagi menjadi 4 bagian: penggunaan obat antiepilepsi (OAE), pembedahan fokus epilepsi, penghilangan faktor penyebab dan faktor pencetus, serta pengaturan aktivitas fisik dan mental. Tapi secara umum, penatalaksanaan epilepsi dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Terapi medikamentosa Terapi medikamentosa adalah terapi lini pertama yang dipilih dalam menangani penderita epilepsi yang baru terdiagnosa. Ketika memulai pengobatan, pendekatan yang mulai dengan rendah, lanjutkan dengan lambat (start low, go slow) akan mengurangi risiko intoleransi obat (Smith dan Chadwick, 2001). Penatalaksanaan epilepsi sering membutuhkan pengobatan jangka panjang.
13 Monoterapi lebih dipilih ketika mengobati pasien epilepsi, memberikan keberhasilan yang sama dan tolerabilitas yang unggul dibandingkan politerapi (Louis, Rosenfeld, Bramley, 2009). Pemilihan OAE yang dapat diberikan dapat dilihat pada tabel 2.2. Tabel 2.2. Daftar OAE yang umum digunakan dan indikasinya Tipe kejang Lini pertama Lini kedua Kejang parsial Parsial sederhana, Parsial kompleks, Umum sekunder Carbamazepine Lamotrigine Levetiracetam Oxcarbazepine Topiramate Acetazolamide Clonazepam Gabapentin Phenobarbitone Phenytoin Valproate Kejang umum Tonik-klonik, Klonik Carbamazepine Lamotrigine Topiramate Valproate Acetazolamide Levetiracetam Phenobarbitone Phenytoin Absans Ethosuximide Lamotrigine Acetazolamide Clonazepam Valproate Absans atipikal, Atonik, Tonik Valproate Acetazolamide Clonazepam Lamotrigine Phenytoin Topiramate Mioklonik Valproate Acetazolamide Clonazepam Lamotrigine Levetiracetam
14 Phenobarbitone Piracetam Sumber: (Consensus Guidelines on the Management of Epilepsy, 2010) 2. Terapi bedah epilepsi Tujuan terapi bedah epilepsi adalah mengendalikan kejang dan meningkatkan kualitas hidup pasien epilepsi yang refrakter. Pasien epilepsi dikatakan refrakter apabila kejang menetap meskipun telah diterapi selama 2 tahun dengan sedikitnya 2 OAE yang paling sesuai untuk jenis kejangnya atau jika terapi medikamentosa menghasilkan efek samping yang tidak dapat diterima. Terapi bedah epilepsi dilakukan dengan membuang atau memisahkan seluruh daerah epileptogenik tanpa mengakibatkan risiko kerusakan jaringan otak normal didekatnya (Consensus Guidelines on the Management of Epilepsy, 2010) Perilaku Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Sedangkan yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Menurut Skinnier (1938) dalam Notoatmodjo (2012), perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus. Ia membedakan adanya dua respons, yaitu: a. Respondent response atau reflexive, yaitu respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut eliciting stimulation karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap. b. Operant response atau instrumental response, yaitu respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus tertentu. Stimulus ini disebut reinforcing stimulation atau reinforce, karena memperkuat respons. Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
15 a. Perilaku tertutup (covert behavior) Respons terhadap stimulus masih terbatas pada perhatian, persepsi pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. b. Perilaku terbuka (overt behavior) Respons terhadap stimulus sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan. Perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu: a. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance) b. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan (health seeking behavior) c. Perilaku kesehatan lingkungan Becker (1979) membuat klasifikasi lain tentang perilaku kesehatan ini, yaitu: a. Perilaku hidup sehat, yaitu perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan atau meningkatkan kesehatannya. b. Perilaku sakit, mencakup respons seseorang terhadap sakit dan penyakit, persepsi terhadap sakit, dan pengetahuan tentang penyakit. c. Perilaku peran sakit, mencakup tindakan untuk memperoleh kesembuhan, mengetahui fasilitas atau sarana peyembuhan penyakit yang layak, serta mengetahui hak dan kewajiban orang sakit. Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku manusia ke dalam tiga domain, sesuai dengan tujuan pendidikan. Bloom menyebutnya ranah atau kawasan, yakni: a) kognitif, b) afektif, c) psikomotor. Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni pengetahuan, sikap, dan tindakan.
16 Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yakni: 1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. 2. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. 3. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. 4. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur
17 organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. 5. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. 6. Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2012) Sikap (Attitude) Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Newcomb, salah seorang ahli psikologis sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan untuk beraksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Alport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok, yaitu: 1. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. 3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).
18 Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu: 1. Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). 2. Merespons (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut. 3. Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. 4. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara langsung dapat dilakukan dengan pernyataanpernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden (Notoatmodjo, 2012) Tindakan (Practice) Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung untuk suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah faktor fasilitas dan faktor dukungan. Tindakan ini mempunyai beberapa tingkatan, yaitu: 1. Respons terpimpin (guided response)
19 Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh merupakan indikator tindakan tingkat pertama. 2. Mekanisme (mechanism) Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai tindakan tingkat kedua. 3. Adopsi (adoption) Adopsi adalah suatu tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden. Pengukuran tindakan juga dapat diukur dari hasil perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2012).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Definisi Epilepsi Epilepsi merupakan gangguan kronik otak yang menunjukan gejala-gejala berupa serangan yang berulang yang terjadi akibat adanya ketidaknormalan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Epilepsi 2.1.1 Pengertian Epilepsi berasal dari bahasa Yunani, Epilambanmein yang berarti serangan. Dahulu masyarakat percaya bahwa epilepsi disebabkan oleh roh jahat dan dipercaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38 C) akibat suatu proses ekstrakranium tanpa adanya infeksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epilepsi merupakan salah satu penyakit otak yang sering ditemukan di dunia. Data World Health Organization (WHO) menunjukkan epilepsi menyerang 70 juta dari penduduk
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Ginjal Kronik Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan struktur dan penurunan fungsi ginjal yang bisa berdampak pada ketidakmampuan ginjal untuk mempertahankan keseimbangan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang menyebabkan terjadinya
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KEHAMILAN RISIKO TINGGI 2.1.1 Defenisi Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang menyebabkan terjadinya bahaya dan komplikasi yang lebih besar terhadap ibu maupun janin
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Palsi serebral adalah gangguan permanen gerakan dan bentuk tubuh, yang
5 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Palsi serebral 2.1.1 Definisi palsi serebral Palsi serebral adalah gangguan permanen gerakan dan bentuk tubuh, yang menyebabkan keterbatasan aktivitas fisik, gangguan tidak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ANC (Antenatal Care) 1. Pengertian ANC Antenatal care adalah perawatan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), Antenatal
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Epilepsi 1. Definisi Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat yang dicirikan oleh terjadinya serangan (seizure, fit, attack, spell) yang bersifat spontan (unprovoked)
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORITIS. berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Perilaku Perilaku adalah suatu aksi reaksi organisme terhadap lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan
Lebih terperinciBAB 5 PEMBAHASAN. Pada penelitian ini yang bermakna sebagai faktor risiko bangkitan kejang
BAB 5 PEMBAHASAN Pada penelitian ini yang bermakna sebagai faktor risiko bangkitan kejang demam pada anak adalah faktor tinggi demam dan faktor usia kurang dari 2 tahun. Dari karakteristik orang tua anak
Lebih terperinciDilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :
KONSEP PERILAKU A. Pengertian Perilaku Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,
Lebih terperinciPREDIKTOR KEJADIAN KEJANG PASCAOPERASI BEDAH EPILEPSI LOBUS TEMPORAL PADA PENDERITA EPILEPSI LOBUS TEMPORAL LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH
PREDIKTOR KEJADIAN KEJANG PASCAOPERASI BEDAH EPILEPSI LOBUS TEMPORAL PADA PENDERITA EPILEPSI LOBUS TEMPORAL LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian Hasil Karya Tulis
Lebih terperinciREFERAT EPILEPSI PADA ANAK
REFERAT EPILEPSI PADA ANAK Pembimbing Disusun Oleh : Noorgiani Lestari (07120100057) SMF ILMU KESEHATAN ANAK, RS SILOAM LIPPO KARAWACI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN DAFTAR ISI 1 Daftar
Lebih terperinci2/19/2017 MATERI DEFINISI EPILEPSI PENATALAKSANAAN EPILEPSI. Definisi Konseptual
PENATALAKSANAAN EPILEPSI DR. Suryani Gunadharma SpS(K), M.Kes MATERI Definisi Etiologi Pemeriksaan penunjang Klasifikasi Patofisiologi Terapi DEFINISI EPILEPSI Definisi Konseptual Kelainan otak yang ditandai
Lebih terperinciDIAGNOSIS EPILEPSI. Oleh : Utoyo Sunaryo Bagian Neurologi FK UWKS RSUD Dr Moh. Saleh Kota Probolinggo
DIAGNOSIS EPILEPSI Oleh : Utoyo Sunaryo Bagian Neurologi FK UWKS RSUD Dr Moh. Saleh Kota Probolinggo ABSTRACT. The diagnosis of epilepsy is problematic because the routine diagnosis of epilepsy is therefore
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengobatan Sendiri (Swamedikasi) Pengobatan sendiri adalah penggunaan obat oleh masyarakat dengan tujuan mengobati penyakit atau gejala sakit tanpa menggunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kejang merupakan masalah neurologi yang paling sering kita jumpai pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kejang merupakan masalah neurologi yang paling sering kita jumpai pada anak, dan biasanya kejang sudah dimulai sejak usia bayi dan anak-anak. Kejang pada
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perilaku Dilihat dari aspek biologisnya, perilaku merupakan sesuatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya kegiatan
Lebih terperinciGANGGUAN KESADARAN PADA EPILEPSI. Pendahuluan
GANGGUAN KESADARAN PADA EPILEPSI Pendahuluan Epilepsy dapat menyebabkan gangguan kesadaran yang transient mulai dari gannguan kesiagaan ringan sampai hilangnya kesadaran. hal ini disebabkan terdapatnya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku 2.1.1. Definisi Perilaku Menurut Kwick dalam Azwar (2007), perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari. Skiner
Lebih terperinciTujuan pendidikan kesehatan
Definisi Pendidikan kesehatan adalah suatu upaya atau kegiatan untuk menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Pendidikan kesehatan konsepnya berupaya agar masyarakat menyadari atau
Lebih terperinciTakrif/pengertian. 1/2/2009 Zullies Ikawati's Lecture Notes
EPILEPSI Takrif/pengertian epilepsi : kejadian kejang yang terjadi berulang (kambuhan) Kejang : manifestasi klinik dari aktivitas neuron yang berlebihan di dalam korteks serebral Manifestasi klinik kejang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. adanya infeksi ataupun kelainan yang jelas di intrakranial. 2,3 Demam adalah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan klasifikasi kejang demam Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada anak berusia 3 bulan sampai 5 tahun dan berhubungan dengan demam serta tidak didapatkan adanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Epilepsi merupakan penyakit kronis di bidang neurologi dan penyakit
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Epilepsi merupakan penyakit kronis di bidang neurologi dan penyakit kedua terbanyak setelah stroke (Blum, 2003). Epilepsi disebabkan oleh berbagai etiologi
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kejang Demam 2.1.1. Definisi Kejang demam adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38,4 o C tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit
Lebih terperinciBAB II. Tinjauan Pustaka. respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).
BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Konsep Perilaku 2.1.1 Pengertian Perilaku menurut Skinner (1938) seorang ahli psikologi adalah respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. EPILEPSI 1. Definisi Epilepsi adalah Cetusan listrik lokal pada substansia grisea otak yang terjadi sewaktu-waktu, mendadak, dan sangat cepat yang dapat mengakibatkan serangan
Lebih terperinciMenurut Manuaba (2010), terdapat beberapa teori pada dismenorea primer, yaitu: a) Obstruksi Servikal
4 2.1 Dismenorea 2.1.1 Definisi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dismenorea atau nyeri haid merupakan nyeri berupa kram yang terjadi beberapa jam sebelum perdarahan yang dapat terjadi dalam beberapa jam sampai hari
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Depresi Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang mempunyai gejala utama afek depresi, kehilangan minat dan kegembiraan, dan kekurangan energi yang menuju meningkatnya
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Stroke WHO mendefinisikan stroke sebagai gangguan saraf yang menetap baik fokal maupun global(menyeluruh) yang disebabkan gangguan aliran darah otak, yang mengakibatkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Kejang Demam 1. Definisi Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakaranium
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Kejang Demam 2.1.1. Definisi Kejang demam berdasarkan definisi dari The International League Againts Epilepsy (Commision on Epidemiology and Prognosis, 1993)
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Menurut Fadila, Nadjmir dan Rahmantini (2014), dan Deliana (2002), kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. otak (Dipiro et.al, 2005). Epilepsi dapat dialami oleh setiap orang baik laki-laki
I. PENDAHULUAN Epilepsi adalah terganggunya aktivitas listrik di otak yang disebabkan oleh beberapa etiologi diantaranya cedera otak, keracunan, stroke, infeksi, dan tumor otak (Dipiro et.al, 2005). Epilepsi
Lebih terperinciDIAGNOSIS DAN TATALAKSANA EPILEPSI. No. Dokumen : No. Revisi : Tanggal Terbit : Halaman : 1/2
DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA EPILEPSI No. Dokumen : SOP No. Revisi : Tanggal Terbit : 02-01-2016 Halaman : 1/2 UPT PUSKESMAS HARAPAN SANTOSO NIP. 19651010 199001 1 002 1. Pengertian Epilepsi didefinisikan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 o C) yang disebabkan oleh proses
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Kejang Demam Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 o C) yang disebabkan oleh proses
Lebih terperinciSMF/lab Neurologi Referrat Program Studi Kedokteran Umum Universitas Mulawarman EPILEPSI. Dipresentasikan pada tanggal: 01 Mei 2013.
SMF/lab Neurologi Referrat Program Studi Kedokteran Umum Universitas Mulawarman EPILEPSI Dipresentasikan pada tanggal: 01 Mei 2013 Disusun Oleh: Afnies Basugis Pembimbing: dr. Yeti Hutahean, Sp.S Dibawakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN DEFINISI ETIOLOGI
BAB I PENDAHULUAN Banyaknya jenis status epileptikus sesuai dengan bentuk klinis epilepsi : status petitmal, status psikomotor dan lain-lain. Di sini khusus dibicarakan status epileptikus dengan kejang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindrom neurokutaneus merupakan sekelompok besar kelainan kongenital
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindrom neurokutaneus merupakan sekelompok besar kelainan kongenital yang sangat bervariasi, tidak saling terkait, dengan karakteristik klinis, patologis dan genetik
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. ke dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan terhadapnya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang sering dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini disebabkan oleh demam dimana terdapat kenaikan suhu
Lebih terperinciDRUGS USED IN EPILEPSI
DRUGS USED IN EPILEPSI Dwi Bagas Legowo, dr Depart. Of Pharmacology & Therapy Medical School Malahayati University Benzodiazepine dan Barbiturate Farmakokinetik : A. Absorpsi : kecepatan absorbsi dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang datang dalam serangan-serangan berulang secara spontan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Epilepsi merupakan gangguan saraf kronik dengan ciri timbulnya gejalagejala yang datang dalam serangan-serangan berulang secara spontan yang disebabkan lepasnya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Perilaku adalah suatu aksi reaksi organisme terhadap lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Skizofrenia Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat mengganggu. Psikopatologinya melibatkan kognisi, emosi, persepsi dan aspek lain dari perilaku.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku Kesehatan Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mortalitas yang tinggi pada penderitanya. Selain sebagai penyebab kematian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada penderitanya. Selain sebagai penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengetahui dengan objek yang diketahui. Namun dalam pertemuan ini subjek tidak
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan bukanlah hanya sekedar pertemuan antara subjek yang mengetahui dengan objek yang diketahui, tetapi pengetahuan adalah persatuan antara subjek
Lebih terperinciBiasanya Kejang Demam terjadi akibat adanya Infeksi ekstrakranial, misalnya OMA dan infeksi respiratorius bagian atas
ASUHAN KEPERAWATAN KEJANG DEMAM PADA ANAK B. ETIOLOGI Biasanya Kejang Demam terjadi akibat adanya Infeksi ekstrakranial, misalnya OMA dan infeksi respiratorius bagian atas C. PATOFISIOLOGI Peningkatan
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sakit Perut Berulang Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut berulang pada remaja terjadi paling sedikit tiga kali dengan jarak paling sedikit
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Informasi Obat Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian informasi obat, rekomendasi obat yang independen, akurat,. 4 komprehensif, terkini,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Epilepsi pada anak adalah penyebab utama kunjungan ke pusat pengobatan, terutama bagian emergensi. Epilepsi masih menjadi masalah utama pada anak khususnya di bidang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air Susu Ibu (ASI) 1. Pengertian ASI Air susu Ibu (ASI) mengandung semua bahan yang diperlukan bayi, mudah dicerna, memberi perlindungan terhadap infeksi, selalu segar, bersih
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilaku terdiri dari Persepsi (perception), Respon terpimpin. (Guided Respons), Mekanisme (mekanisme), Adaptasi (adaptation)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Perawatan Pada Penderita Hipertensi 1. Perilaku (Practice) Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas manusia, baik dapat diamati secara langsung maupun tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Muti ah, 2016
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kejang demam adalah kejang yang terjadi karena adanya suatu proses ekstrakranium tanpa adanya kecacatan neurologik dan biasanya dialami oleh anak- anak.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Insiden epilepsi di dunia berkisar antara tiap penduduk tiap
12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epilepsi merupakan suatu manifestasi gangguan fungsi otak dengan berbagai etiologi, dengan gejala tunggal yang khas, yaitu kejang berulang lebih dari 24 jam yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat. 1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia No.32 Tahun 2009 adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan
Lebih terperinciUniversitas Sumatera Utara
4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Ginjal Kronik 2.1.1 Definisi Penyakit ginjal kronik merupakan suatu keadaan patologis dengan penyebab yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal secara progresif
Lebih terperinciKejang Pada Neonatus
Kejang Pada Neonatus Guslihan Dasa Tjipta Emil Azlin Pertin Sianturi Bugis Mardina Lubis 1 DIVISI PERINATOLOGI Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU/RSUP H.Adam Malik Medan 2 Definisi : Kejang merupakan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Dalam penyusunan proyek tugas akhir ini penulis melakukan sebuah penelitian di RSUD RAA Soewondo Pati sebagai bahan masukan dalam pembuatan sistem pakar pengenalan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. IMUNISASI 1. Pengertian Imunisasi Imunisasi adalah suatu tindakan memberikan perlindungan atau kekebalan dengan cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh. Tujuan pemberian imunisasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perilaku 2.1.1. Batasan Perilaku Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1. Definisi. Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perilaku Kesehatan 2.1.1. Batasan Perilaku Menurut Notoatmodjo (2005) perilaku dapat ditafsirkan sebagai kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang menyebabkan deteriorasi kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. satu hal dan pengetahuan umum yang berlaku bagi keseluruhan hal
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Defenisi Pengetahuan Pengetahuan adalah pengakuan terhadap sesuatu yang menghasilkan keputusan. Keputusan ini mengutarakan pengetahuan, sehingga untuk berlakunya
Lebih terperinciFAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH
GAMBARAN POLA ASUH PENDERITA SKIZOFRENIA Disusun Oleh: Indriani Putri A F 100 040 233 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde Munin
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. POSYANDU 2.1.1. Defenisi Posyandu Posyandu merupakan strategi jangka panjang pemerintah untuk menurunkan angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde
Lebih terperinciGangguan Mental Organik (GMO) Oleh : Syamsir Bs, Psikiater Departemen Psikiatri FK-USU
Gangguan Mental Organik (GMO) Oleh : Syamsir Bs, Psikiater Departemen Psikiatri FK-USU 1 PPDGJ I (1973) : disamakan dgn SOO PPDGJ II (1983) : dibedakan dgn SOO PPDGJ III (1993) : hanya dipakai nama GMO
Lebih terperinciKEJANG PADA ANAK. Oleh: Nia Kania, dr., SpA., MKes
KEJANG PADA ANAK Oleh: Nia Kania, dr., SpA., MKes Kejang merupakan suatu manifestasi klinis yang sering dijumpai di ruang gawat darurat. Hampir 5% anak berumur di bawah 16 tahun setidaknya pernah mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia mempunyai dua faktor yang berpengaruh besar terhadap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai dua faktor yang berpengaruh besar terhadap pertumbuhan anak yaitu gizi dan infeksi. Saat ini 70% kematian balita disebabkan karena pneumonia, campak,
Lebih terperinciNyeri. dr. Samuel Sembiring 1
Nyeri Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang sedang terjadi atau telah terjadi atau yang digambarkan dengan kerusakan jaringan. Rasa sakit (nyeri) merupakan keluhan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. serta tidak didapatkan infeksi ataupun kelainan intrakranial. Dikatakan demam
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejang demam adalah bangkitan kejang terkait dengan demam dan umur serta tidak didapatkan infeksi ataupun kelainan intrakranial. Dikatakan demam apabila suhu tubuh
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Glaukoma 2.1.1. Definisi Glaukoma Glaukoma adalah suatu penyakit neuropati optik kronik yang ditandai oleh pencekungan diskus optikus dan penyempitan lapang pandang dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menduduki urutan ke 10 dari urutan prevalensi penyakit. Inflamasi yang terjadi pada sistem saraf pusat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia, infeksi susunan saraf pusat menduduki urutan ke 10 dari urutan prevalensi penyakit (Saharso dan Hidayati, 2000). Inflamasi yang terjadi pada sistem
Lebih terperinciPERBANDINGAN KUALITAS HIDUP PASIEN EPILEPSI LOBUS TEMPORAL YANG BEBAS KEJANG DENGAN YANG TIDAK BEBAS KEJANG PASCA AMIGDALOHIPPOKAMPEKTOMI
PERBANDINGAN KUALITAS HIDUP PASIEN EPILEPSI LOBUS TEMPORAL YANG BEBAS KEJANG DENGAN YANG TIDAK BEBAS KEJANG PASCA AMIGDALOHIPPOKAMPEKTOMI LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Sudah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Sudah semestinya kita dapat menjaga dengan senantiasa memperhatikan kebutuhan dan kesehatannya. Sehat berarti
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR RISIKO EPILEPSI PADA ANAK DI BAWAH USIA 6 TAHUN. ( Risk Factors of Epilepsy on Children Below 6 Years Age ) Tesis
FAKTOR-FAKTOR RISIKO EPILEPSI PADA ANAK DI BAWAH USIA 6 TAHUN ( Risk Factors of Epilepsy on Children Below 6 Years Age ) Tesis Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2 dan memperoleh
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan (Knowledge) 2.1.1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Lebih terperinciberhubungan dengan kesehatan diklasifikasikan sebagai berikut :
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Perilaku Menurut Lewit (1993), perilaku merupakan hasil pengalaman dan proses interaksi dengan lingkungannya, yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI. listrik secara berlebihan dan tidak teratur oleh sel-sel otak dengan tiba-tiba,
BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Epilepsi didefinisikan sebagai suatu gangguan atau terhentinya fungsi otak secara periodik yang disebabkan oleh terjadinya pelepasan muatan listrik secara berlebihan
Lebih terperinciBAHAN AJAR I KEJANG Nama Mata Kuliah/Bobot SKS : Sistem Neuropsikiatri / 8 SKS
BAHAN AJAR I KEJANG Nama Mata Kuliah/Bobot SKS : Sistem Neuropsikiatri / 8 SKS Standar Kompetensi : area kompetensi 5: landasan ilmiah kedokteran Kompetensi Dasar : menerapkan ilmu kedokteran klinik pada
Lebih terperinciNeuromuskulator. Laboratorium Fisiologi Veteriner PKH UB 2015
Neuromuskulator Laboratorium Fisiologi Veteriner PKH UB 2015 STRUKTUR SARAF 3/12/2015 2 SIFAT DASAR SARAF 1. Iritabilitas/eksisitaas : kemampuan memberikan respon bila mendapat rangsangan. Umumnya berkembang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kecemasan a. Pengertian Kecemasan Ada beberapa pengertian tentang kecemasan, diantaranya disampaikan oleh Kaplan dan Saddok (1997) kecemasan merupakan suatu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Epilepsi merupakan salah satu penyakit pada otak tersering mencapai 50 juta
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Epilepsi merupakan salah satu penyakit pada otak tersering mencapai 50 juta individu di dunia (WHO, 2005a). Epilepsi di wilayah Asia Tenggara berkisar 1% dari populasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keaadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure) berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermiten, yang disebabkan oleh lepas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan sindrom klinis dengan gejala gangguan fungsi otak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan sindrom klinis dengan gejala gangguan fungsi otak secara fokal dan atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih dan dapat mengakibatkan kematian atau
Lebih terperinciSindrom Epilepsi Pada Anak
Sindrom Epilepsi Pada Anak Risa Vera 1, Mas Ayu Rita Dewi 1, Nursiah 2 1. Departemen Ilmu Kesehatan Anak,Rumah sakit Moehammad Hoesin Palembang 2. Departemen Fisiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. membungkus jaringan otak (araknoid dan piameter) dan sumsum tulang belakang
1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningitis merupakan reaksi peradangan yang terjadi pada lapisan yang membungkus jaringan otak (araknoid dan piameter) dan sumsum tulang belakang yang disebabkan
Lebih terperinciEPILEPSI. Rambu Shinta Anggung Praing. Fakultas Kedokteran UKRIDA. Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta. Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
EPILEPSI Rambu Shinta Anggung Praing 102009221 Fakultas Kedokteran UKRIDA Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 Shinta_uzpek@yahoo.com PENDAHULUAN Epilepsi atau
Lebih terperinciDi Indonesia penelitian epidemiologik tentang epilepsi belum pernah dilakukan, namun epilepsi tidak jarang dijumpai dalam masyarakat.
BAB 1 PENDAHULUAN Epilepsi merupakan suatu gangguan fungsional kronik yang relatif sering terjadi dimana ditandai oleh aktivitas serangan yang berulang. Serangan kejang yang merupakan gejala atau manifestasi
Lebih terperinciBUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI
1 BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI Judul mata Kuliah : Neuropsikiatri Standar Kompetensi : Area Kompetensi 5 : Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran Kompetensi dasar : Menerapkan ilmu Kedokteran klinik pada sistem
Lebih terperinciPEDOMAN DIAGNOSTIK & PENGOBATAN EPILEPSI PADA ANAK. Dr Erny SpA(K) FK UWKS
PEDOMAN DIAGNOSTIK & PENGOBATAN EPILEPSI PADA ANAK Dr Erny SpA(K) FK UWKS 1 Kompetensi dasar mampu menegakkan diagnosis epilepsi dan menyusun program terapi epilepsi pada anak 2 Sub-kompetensi Mampu menyebutkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian tertinggi pada. kelompok umur tahun, yakni mencapai 15,9% dan
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Stroke merupakan penyebab kematian tertinggi pada kelompok umur 45-54 tahun, yakni mencapai 15,9% dan meningkat menjadi 26,8% pada kelompok umur 55-64 tahun. Prevalensi
Lebih terperinciBIOLISTRIK PADA SISTEM SARAF A. Hasil
BIOLISTRIK PADA SISTEM SARAF A. Hasil normal alkohol Saraf 3.50 menit 2.30 menit Otot 3.40 menit 1.20 menit B. Pembahasan Pada praktikum kali ini, praktikan mengamati kontraksi otot gastrocnemius pada
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN PUSTAKA. sekelompok neuron kortek/subkortek, bisa sebagai serangan epilepsi maupun bukan
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Seizure 3.1.1 Definisi Seizure Seizure (kejang) adalah bentuk serangan cetusan potensial abnormal berlebihan dari sekelompok neuron kortek/subkortek, bisa sebagai serangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Epilepsi merupakan kelainan kronik dari sistem saraf pusat yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Epilepsi merupakan kelainan kronik dari sistem saraf pusat yang ditandai dengan gejala yang khas, yaitu kejang berulang lebih dari 24 jam. 1 Etiologi dari epilepsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. data statistik yang menyebutkan bahwa di Amerika serangan jantung. oleh penyakit jantung koroner. (WHO, 2011).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Serangan jantung merupakan penyakit mematikan nomor satu di dunia. Banyak data statistik yang menyebutkan bahwa di Amerika serangan jantung menempati posisi pertama
Lebih terperinci