ASESMEN PSIKO-EDUKASIONAL SEBAGAI DASAR PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ASESMEN PSIKO-EDUKASIONAL SEBAGAI DASAR PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS"

Transkripsi

1 ASESMEN PSIKO-EDUKASIONAL SEBAGAI DASAR PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS Pinkan Margaretha Indira 1 Fakultas Psikologi Universitas Kristen Krida Wacana Abstrak. Anak Berkebutuhan Khusus adalah bagian dari masyarakat Indonesia yang membutuhkan perhatian dan penanganan intensif agar dapat mengoptimalkan potensinya untuk menjadi warga negara yang berkontribusi aktif. Kebijakan di Indonesia telah berupaya mengakomodasinya, tetapi sistematika penanganan di lapangan masih membutuhkan banyak perbaikan. Tulisan ini mengusulkan tahapan asesmen psiko-edukasional sebagai dasar penanganan bagi anak berkebutuhan khusus, berikut dipaparkan tantangan aplikasinya. Kata kunci: asesmen, anak berkebutuhan khusus, psiko-edukasional. Pendahuluan Kesadaran akan keberadaan dari anak-anak berkebutuhan khusus tampaknya semakin menguat di masyarakat Indonesia sekitar satu dekade terakhir. Secara legal, pemerintah pun telah meletakkan dasar hukum yang memberi hak yang sama bagi anak-anak berkebutuhan khusus untuk menerima pendidikan sebagaimana yang tercantum dalam UUD 1945 Amandemen, pasal 31 ayat 1-2; UU No. 23 tahun 2003 tentang Perlindungan Anak pasal 49; dan UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 pasal 32 ayat 1. Upaya menyediakan pendidikan bagi mereka diawali dengan sekolah khusus bagi anak tuna netra di Bandung, Jawa Barat pada tahun 1901, kemudian pada tahun 1927 didirikan sekolah khusus bagi anak-anak dengan intelektual disabilitas, lalu pada tahun 1930 didirikan sekolah khusus bagi anak-anak tuna rungu. Sejak kemerdekaan Indonesia hingga saat ini telah berdiri sekolah-sekolah khusus yang dikelola pemerintah ataupun swasta, yang mencoba menyediakan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Selain pendidikan, profesional dalam bidang psikologi, dan kedokteran (psikiatri, pediatri, neurologi), juga mengkaji mengenai anak berkebutuhan 1 Korespondensi artikel ini dapat menghubungi: pinkan.margaretha@ukrida.ac.id 165

2 khusus dari perspektif keilmuannya masing-masing, untuk kemudian mengambil peran dalam penanganannya. Salah satu contoh tahapan kolaborasi dari berbagai profesional untuk penanganan pendidikan anak berkebutuhan khusus adalah ketika anak berpindah tingkat kelas atau naik kelas, guru dan psikolog sekolah perlu bekerjasama untuk menyiapkan anak menghadapi situasi kelas atau sekolah yang baru, serta menyiapkan kelas atau sekolah yang baru untuk memahami karakteristik dan situasi anak (Kellems, Springer, Wilkins, & Anderson, 2015). Informasi berupa buku, artikel elektronik, video, website, bahkan film yang membahas mengenai anak berkebutuhan khusus juga dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat luas melalui berbagai media. Stigma-stigma negatif tentang anak berkebutuhan khusus yang membuat orang tua cenderung menyembunyikan mereka, belakangan ini tampak mulai bergeser ke arah yang positif. Beberapa orang tua tampak mulai tidak segan membawa anak-anak mereka yang berkekhususan ke tempat-tempat publik, membentuk kelompok-kelompok dukungan sosial untuk anakanak dengan kondisi yang serupa, serta mengupayakan penanganan optimal (kesehatan, pendidikan, terapi) bagi perkembangan anak-anak mereka. Pusat-pusat terapi pun marak dibuka dan menawarkan berbagai jenis intervensi bagi anak berkebutuhan khusus. Pergerakan dari berbagai lapisan masyarakat tersebut sebagai respon terhadap keberadaan anak-anak berkebutuhan khusus, di satu sisi merupakan angin segar yang membawa pengharapan bagi semakin terbukanya kesempatan untuk anak berkebutuhan khusus memperoleh hak-haknya sebagaimana warga negara lainnya. Namun di sisi lain, upaya-upaya penanganan yang dilakukan tampaknya masih cenderung terpecah-pecah berpijak pada perspektif atau bidang masing-masing, sehingga efektivitas dan efisiensi dari intervensi yang diberikan pun tampak belum optimal. Para profesional yang menangani anak berkebutuhan khusus (dokter anak, psikolog, psikiater, terapis, guru khusus) masih cenderung bekerja secara individual, meski di beberapa pusat tumbuh kembang anak telah mulai dikembangkan penanganan yang melibatkan profesional dari disiplin ilmu yang berbeda. 166

3 Intervensi yang efektif dan efisien membutuhkan dasar asesmen yang komprehensif dari berbagai disiplin ilmu yang terkait dengan anak berkebutuhan khusus. Van Tiel (2011) mengemukakan bahwa pendekatan multidisplin dibutuhkan untuk melakukan deteksi, diagnosis, intervensi dan pendidikan bagi anak gifted (salah satu jenis kekhususan). Selain bidang medis, dua disiplin ilmu yang sangat berperan dalam penanganan anak berkebutuhan khusus adalah psikologi dan pendidikan. Oleh karena itu perlu dilakukan kolaborasi antara keduanya dalam melakukan asesmen sebagai dasar intervensi, yang selanjutnya akan disebut sebagai asesmen psikoedukasional dalam tulisan ini. Asesmen psikoedukasional menyediakan estimasi tentang level kemampuan kognitif dan prestasi edukasional dari klien, berikut rekomendasi yang relevan untuk pendidikannya, berdasarkan informasi latar belakang, sejarah pendidikan, data dari tes intelegensi, prestasi akademik, skala pengamatan perilaku /emosi, dan perilaku adaptif. Bahkan adanya perbedaan bahasa yang dikuasai anak juga menjadi pertimbangan dalam asesmen psikoedukasional seperti yang dilaporkan oleh Olvera dan Gomez-Cerrillo (2015). Istilah psikoedukasional perlu dipahami dalam arti yang berbeda dengan psikoedukasi. Di kalangan psikologi, istilah psikoedukasi dapat dimaknakan sebagai upaya pemberian edukasi atau pendidikan mengenai aspek-aspek psikologis dari sesuatu hal, misalnya psikoedukasi tentang gangguan autisme pada orang tua. Pada tulisan ini, psikoedukasional yang dimaksud adalah perspektif kolaborasi antara psikologi dan edukasi dalam mendekati anak berkebutuhan khusus. Kata asesmen lebih dipilih daripada pengetesan/testing, karena menurut Sattler (2008) meski keduanya melibatkan identifikasi pertanyaan-pertanyaan kritis, area tertentu yang diamati, dan pengumpulan data, kata pengetesan melibatkan pengadministrasian dan penyekoran tes, dan lebih berfokus pada mengumpulkan data. Sementara kata asesmen meliputi beberapa teknik-teknik (tes formal, tes informal, observasi, dan wawancara), tidak hanya berfokus pada pengumpulan data, tetapi juga mengintegrasikan temuan, menginterpretasikan data, dan mensintesa hasil. Asesmen tidak hanya menghasilkan temuan, tetapi memberikan makna pada temuan itu dalam 167

4 konteks kehidupan anak. Konteks kehidupan anak tentunya sangat terkait dengan pembelajaran atau pendidikan sebagai tugas perkembangan utamanya. Asesmen psiko-edukasional yang dilakukan dalam pendidikan khusus meliputi asesmen psikologis (faktor kognitif dan emosional), asesmen edukasional (prestasi akademik dan perilaku akademik, gaya belajar, ketrampilan-ketrampilan hidup dan fungsional), dilengkapi dengan asesmen medis untuk mengetahui fungsi-fungsi biologis, sehingga diperoleh data mengenai kompetensi yang dimiliki atau tidak dimiliki anak, berikut mengecek adanya permasalahan dalam fungsi akademik, adaptasi sosial dan perilaku, serta perkembangan fisik (Adinugroho-Horstman, 2012). Asesmen yang komprehensif merupakan upaya yang perlu dilakukan agar anak berkebutuhan khusus tidak dijadikan sasaran trial-error, yang tentunya berdampak bagi perkembangan anak tersebut beserta kehidupan keluarganya. Pemberian intervensi bagi anak berkebutuhan khusus merupakan pengambilan keputusan yang penting bagi kehidupan anak dan keluarganya, oleh karena itu para profesional yang terlibat dalam asesmen, diagnosa dan intervensi perlu mendasari semua keputusannya pada data-data asesmen yang sahih dan menyeluruh. Pengambilan keputusan yang efektif merupakan capaian penting dalam proses asesmen psikoedukasional (Sattler, 2008). Tahapan-tahapan proses asesmen psiko-edukasional Untuk memahami asesmen psiko-edukasional, tulisan ini akan membahas tahapan-tahapan yang biasanya terjadi dalam proses asesmen tersebut, mengacu pada alur model pengambilan keputusan untuk asesmen psiko-edukasional dan klinis yang dikemukakan oleh Sattler (2008). 1. Tahap 1 : mereviu informasi rujukan Anak biasanya dirujuk untuk memperoleh asesmen psiko-edukasional oleh guru atau orang tua yang mencermati adanya permasalahan dalam perkembangan atau pembelajaran anak. Profesional yang akan melakukan asesmen perlu membangun rapport (hubungan baik) dengan pemberi rujukan, agar diperoleh informasi yang jelas dan detil mengenai gejala masalah yang terjadi pada anak, dan juga agar pemberi rujukan memiliki keyakinan terhadap proses asesmen yang 168

5 dilakukan untuk kemudian menjadi lebih kooperatif dalam mengimplementasikan intervensi yang direkomendasikan. Informasi dari pemberi rujukan itulah yang akan menjadi dasar formulasi strategi asesmen. Tidaklah cukup jika pemberi rujukan, misalnya guru, hanya memberi informasi bahwa anak mengalami kesulitan belajar. Perlu digali lebih lanjut dalam area-area apa kesulitan belajar yang dimaksud, apa contoh-contoh konkrit dari masalah tersebut. Pada beberapa kasus, berdasarkan informasi yang diberikan pemberi rujukan, bahkan dapat direkomendasikan penanganan langsung (di kelas atau di rumah), yang jika hasilnya terbukti ada perubahan positif, maka anak tidak perlu melanjutkan asesmen formal. 2. Tahap 2 : memutuskan menerima rujukan / tindak lanjut rujukan Respon terhadap rujukan yang diterima perlu memperhatikan kompetensi dari profesional yang akan melakukan asesmen. Misalnya, jika permasalahan anak setelah diklarifikasi ternyata terkait dengan luka pada kepala, maka lebih baik anak diases oleh profesional yang kompeten di bidang neuropsikologi daripada bidang psiko-edukasional. Perlu dipertimbangkan juga apakah permasalahan anak dapat diases menggunakan tes informal (misal: contoh pekerjaan anak, hasil tes di kelas), atau memang membutuhkan tes formal?. Jika anak menunjukkan perubahan yang tiba-tiba dan signifikan dalam kemampuan kognitif, kondisi fisik, perilaku dan kepribadian, yang diindikasi terkait dengan kondisi fisik, maka perlu dipertimbangkan untuk merujuk anak kepada profesional di bidang medis. 3. Tahap 3 : mencari informasi latar belakang Pengetahuan menyeluruh mengenai masalah anak dan riwayat hidupnya merupakan kunci dalam merencanakan dan melaksanakan asesmen yang tepat. Penting untuk memperoleh informasi mengenai perkembangan anak secara fisik, sosial, psikologis, bahasa, dan pendidikan. Informasi-informasi tersebut dapat diperoleh dari orang tua atau pengasuh anak, dari anak jika ia telah cukup usianya (misal anak akhir atau remaja), guru, dan orang lain yang dekat dan berperan 169

6 dalam pengasuhan anak. Riwayat keluarga terkait dengan masalah yang dirujuk juga perlu diketahui. 4. Tahap 4 : mempertimbangkan pengaruh dari orang lain yang relevan dalam kehidupan anak Untuk memperoleh evaluasi yang komprehensif tentang masalah anak, merupakan hal yang penting untuk mewawancarai orang tua, saudara kandung, guru atau orang dewasa lain yang dikenal anak. Pada wawancara tersebut, carilah informasi mengenai bagaimana mereka memandang masalah yang dialami anak, apa yang telah mereka lakukan untuk mengatasi masalah tersebut, dan peran apa yang diemban oleh setiap pihak terhadap berlangsungnya masalah. Jika ditemukan perbedaan pendapat dari orang-orang dewasa tersebut mengenai masalah anak, perlu dipertimbangkan sebagai contoh-contoh perilaku yang berbeda dari anak, bukan semata-mata sebagai kesalahan perspektif. 5. Tahap 5 : mengobservasi anak dalam berbagai seting. Anak perlu diobservasi di beberapa seting sekolah dan rumah, karena informasi hasil observasi akan menolong untuk menjadikan hasil evaluasi terhadap anak sesuatu yang khas atau kontekstual, dan mendukung tercapainya obyektifitas informasi hasil tes. Tidak hanya perilaku anak yang diobservasi, tetapi juga bagaimana interaksi anak dengan orang lain (anak ataupun orang dewasa) di berbagai setting tersebut. 6. Tahap 6 : memilih dan mengadministrasikan asesmen test battery. Strategi asesmen yang efektif mensyaratkan kemampuan profesional untuk memilih prosedur asesmen yang dapat mencapai tujuan asesmen, sesuai dengan rujukan yang diberikan. Pemilihan test battery (rangkaian tes-tes) harus didasarkan pada informasi tentang anak, seperti usia anak, kemampuan fisik, kefasihan berbahasa, budaya, dan hasil-hasil tes sebelumnya, juga dapat dipertimbangkan laporan dari guru, orang tua, ataupun catatan medis tentang anak. Perlu dipertimbangkan kekuatan dan kelemahan dari setiap alat tes. 170

7 7. Tahap 7 : menginterpretasikan hasil-hasil asesmen. Setelah mengadministrasikan, melakukan penyekoran, maka hasil tes perlu diinterpretasikan. Interpretasi tidak boleh hanya berdasarkan skor dari prosedur formal, tetapi perlu dilengkapi dengan penilaian profesional mengenai cara anak berbicara, kualitas suara, bahasa, keterampilan motorik, tampilan fisik, postur, gesture, afek, dan keterampilan sosial interpersonal; demikian juga penilaian tentang situasi keluarga, sekolah dan komunitas dimana anak berada. Dibutuhkan pengetahuan mengenai psikologi perkembangan, teori kepribadian, psikopatologi, psikometri dan tes individual untuk menginterpretasi hasil tes. Proses interpretasi melibatkan kegiatan mengintegrasikan data hasil asesmen, membuat penilaian tentang arti data, dan mengeksplorasi implikasi dari data untuk diagnosis, penempatan dan intervensi. Semua informasi yang dikumpulkan harus diinterpretasikan dalam konteks anak secara keseluruhan. Selain melibatkan berbagai data hasil asesmen, dibutuhkan juga alat pengambilan keputusan yang dapat digunakan oleh tim profesional sehingga keputusan hasil asesmen benarbenar merupakan pemecahan masalah yang efektif (Algozzine, Newton, Horner, Todd, & Algozzine, 2012). 8. Tahap 8 : mengembangkan strategi intervensi dan rekomendasi. Setelah menginterpretasikan temuan hasil asesmen, maka dilakukan formulasi intervensi dan rekomendasi. Di seting sekolah, tahap ini dapat dilakukan bersamasama dengan tim dari berbagai disiplin ilmu terkait untuk merancang Individualized Education Program (IEP). Perancangan intervensi dan rekomendasi perlu memperhatikan beberapa hal yaitu mendasarkan rancangan pada temuan hasil asesmen; mempertimbangkan faktor-faktor di sekolah yang dapat mempengaruhi kemampuan anak untuk belajar; mempertimbangkan layanan-layanan yang tersedia di sekolah, di keluarga ataupun di komunitas dimana anak berada; serta menerapkan informasi-informasi yang relevan dari bidang psikologi sekolah, psikologi abnormal, psikologi klinis, psikologi perkembangan, psikologi 171

8 pendidikan, pendidikan khusus, dan pengalaman-pengalaman praktis terkait anak berkebutuhan khusus. 9. Tahap 9 : menuliskan laporan. Setelah proses evaluasi, harus dibuat laporan yang secara jelas mengkomunikasikan temuan, interpretasi, dan rekomendasi. Dibutuhkan kemampuan komunikasi, agar laporan dapat dipahami oleh berbagai pihak terkait, seperti orang tua, guru, konselor, terapis, psikiater, dokter anak, pekerja sosial, profesional lain, bahkan anak yang diases jika telah cukup usianya. 10. Tahap 10 : tindak lanjut dari rekomendasi yang diberikan dan melakukan evaluasi ulang. Setelah laporan selesai dibuat, maka perlu dikomunikasikan kepada pihak terkait termasuk pemberi rujukan. Menyajikan temuan hasil asesmen perlu dilakukan dengan cara-cara yang dapat membuat pihak terkait paham dan terdorong untuk berpartisipasi, bukannya menjadi semakin cemas dan defensif. Rekomendasi yang diberikan juga perlu dimonitor dalam jangka pendek dan jangka panjang untuk menguji efektifitasnya. Rekomendasi berdasarkan hasil asesmen pada anak berkebutuhan khusus bukanlah solusi akhir dari masalah anak, tetapi merupakan langkah awal untuk suatu proses intervensi berkelanjutan. Proses intervensi tersebut sangat terbuka untuk dilakukan modifikasi seiring dengan perubahanperubahan yang dialami anak, atau jika intervensi menjadi tidak lagi efektif. Tantangan untuk asesmen psiko-edukasional di Indonesia Penulis mencoba untuk merefleksikan pemahaman mengenai asesmen psikoedukasional yang telah diuraikan diatas terhadap praktek asesmen bagi anak berkebutuhan khusus di Indonesia yang telah diamati dan dipelajari sejauh ini, untuk menyarikan beberapa catatan yang bertujuan mengembangkan praktek layanan asesmen tersebut, sebagai berikut: 1. Kurangnya kesadaran profesional dari berbagai disiplin ilmu terkait penanganan anak berkebutuhan khusus untuk berkolaborasi. Kolaborasi yang dimaksud bukan 172

9 sekedar sama-sama bekerja tetapi benar-benar bekerja bersama untuk memberikan penanganan, mulai dari asesmen, diagnosa, hingga intervensi yang kolaboratif. Para profesional cenderung menangani anak tanpa kolaborasi, hanya menggunakan keahlian masing-masing, akibatnya satu anak yang sama dapat memeroleh beberapa label diagnosa dari ahli-ahli yang berbeda. Situasi itu tentunya membingungkan bagi orangtua dan berdampak merugikan bagi anak karena akhirnya ia mengembangkan identitas dirinya berdasarkan label tersebut. Aspek sosialisasinya terganggu dan penerimaan dari orang-orang sekitarnya juga dipengaruhi oleh label-label diagnosa yang belum tentu sahih. 2. Catatan tentang perkembangan anak baik dari sisi fisik/motorik, kognitif, sosialemosi, kesehatan, dan pendidikan, seringkali tidak terdokumentasi dengan baik, sehingga dalam proses asesmen, data-data riwayat perkembangan anak tersebut menjadi kurang atau tidak tersedia. Kurang lengkapnya data sangat mempengaruhi akurasi dari diagnosa dan penanganan yang dapat diberikan untuk membantu anak dan keluarganya. 3. Pihak-pihak yang terkait dengan kehidupan anak sehari-hari terkadang tidak cukup kooperatif untuk memberikan informasi mengenai perspektif mereka tentang masalah anak, padahal informasi-informasi tersebut merupakan hal yang esensi dalam proses asesmen. Untuk memperoleh dinamika permasalahan anak, diperlukan data yang komprehensif, dari berbagai seting kehidupan anak. Institusi pendidikan dimana anak bersekolah terkadang juga tidak cukup kooperatif untuk menyediakan waktu atau kesempatan dan informasi yang dibutuhkan dalam proses asesmen, dengan alasan jadwal akademik yang padat. Pihak profesional yang diminta melakukan asesmen terhadap anak, dianggap sebagai satu pihak yang dapat langsung memahami dan memberikan solusi bagi masalah anak, tanpa kerjasama dengan pihak lain. 4. Satu aspek penting dalam asesmen anak berkebutuhan khusus adalah alat-alat tes terstandarisasi yang telah diadaptasi dalam Bahasa Indonesia, merupakan alat-alat versi lama, yang item-itemnya tidak dianalisis secara kontinu, dan norma yang dikembangkan pun belum diperbaharui. Profesional dalam bidang psikologi 173

10 yang menggunakan alat-alat tes tersebut, terkadang tidak dijamin memiliki kepekaan dengan kondisi item dan norma itu ketika melakukan interpretasi hasil pengetesan. Padahal untuk tes terstandarisasi, kesahihan interpretasi skor hasil bergantung pada norma yang digunakan. Pengembangan alat-alat tes bagi anak berkebutuhan khusus di konteks Indonesia merupakan kebutuhan yang penting dan mendesak terkait dengan penegakan diagnosa dan penanganan komprehensif bagi mereka. 5. Pengembangan strategi intervensi yang dilakukan untuk penanganan anak berkebutuhan khusus masih dilakukan parsial, artinya belum merupakan hasil kolaborasi profesional dari berbagai disiplin ilmu yang terkait dengan kondisi kekhususan anak (guru, psikolog, psikiater, terapis, orthopedagog, orangtua dan anak jika sudah cukup usianya). Akibatnya hasil intervensinya kemungkinan besar menjadi kurang optimal dan masa/usia emas anak pun beresiko terlewati. 6. Laporan hasil asesmen yang dibuat, terkadang tidak informatif bagi orangtua dan guru dari anak berkebutuhan khusus, sehingga kurang dapat diaplikasikan untuk intervensi bagi pengembangan potensi anak tersebut. Bahkan laporan hasil asesmen dari profesional yang berbeda, terkadang kontradiktif, dan membingungkan bagi orang tua. Penutup Beberapa catatan refleksi diatas tentunya tidak dimaksudkan untuk sekedar mengkritisi situasi terkait penanganan anak berkebutuhan khusus, melainkan 174

11 merupakan upaya reflektif yang dilanjutkan dengan motivasi agar setiap profesional yang terkait dengan anak berkebutuhan khusus dokter anak, psikiater anak, terapis, psikolog anak, guru mengkontribusikan sesuatu, sesuai dengan bidang ilmu masingmasing, agar terjadi perbaikan-perbaikan, sehingga di kemudian hari, semakin cerah harapan bagi masa depan anak-anak berkebutuhan khusus di Indonesia. Be the change you want to be..! Daftar Pustaka Adinugroho-Horstman, A.D. (2012). Modul asesmen, diagnosa dan penanganan anak berkebutuhan khusus. Jakarta: CAE. Algozzine, B., Newton, S., Horner, R.H., Todd, A.W., & Algozzine, K. (2012). Development and technical characteristics of a team-decision making assessment tool: decision observarion, recording, and analysis (dora). Journal of Psychoeducational Assessment. 30(3), Olvera, P., & Gomez-Cerrillo, L. (2011). A bilingual (english & spanish) psychoeducational assessment model grounded in cattell-horn carroll theory: a cross battery approach. Contemporary School Psychology Kellems, R.O, Springer, B., Wilkins, M.K., Anderson, C. (2015). Collaboration in transition assessment: school psychologist and special educators working together to improve outcomes for students with disabilities. Preventing School Failure. 0 (0), 1-7. Sattler, J.M. (2008). Assessment of children, cognitive foundation, 5th Ed. San Diego: Jerome M. Sattler, Publisher, Inc. Van Tiel, J. M.(2011). Pendidikan anakku terlambat bicara, Jakarta: Prenada 175

12 104

PENG ANTAR TEORI ASESMEN*) Oleh: Dra. Herlina, Psi.

PENG ANTAR TEORI ASESMEN*) Oleh: Dra. Herlina, Psi. PENG ANTAR TEORI ASESMEN*) Oleh: Dra. Herlina, Psi. A. Pengertian Asesmen Sebelum melakukan asesmen, perlu dipahami terlebih dahulu pengertian asesmen. Goodwin & Goodwin (Wortham, 2005) mengatakan bahwa

Lebih terperinci

PENGANTAR PSIKOLOGI KLINIS

PENGANTAR PSIKOLOGI KLINIS PENGANTAR PSIKOLOGI KLINIS Psikologi Abnormal Psikologi Kepribadian PSIKOLOGI KLINIS Psikologi Perkembangan Asesmen dan Intervensi Psikopatologi Pengertian Metode yg digunakan untuk mengubah dan mengembangkan

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN DI KELAS INKLUSIF

PEMBELAJARAN DI KELAS INKLUSIF PROGRAM PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT DLINGO, 3 OKTOBER 2011 PEMBELAJARAN DI KELAS INKLUSIF Aini Mahabbati Jurusan PLB FIP UNY HP : 08174100926 EMAIL : aini@uny.ac.id IMPLIKASI PENDIDIKAN INKLUSIF (Diadaptasi

Lebih terperinci

ASESMEN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS. Oleh: Drs. Muhdar Mahmud, M.Pd.

ASESMEN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS. Oleh: Drs. Muhdar Mahmud, M.Pd. ASESMEN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS Oleh: Drs. Muhdar Mahmud, M.Pd. KONSEP DASAR ASESMEN (ASSESSMENT) 1. Latar belakang perlunya asesmen 2. Pengertian asesmen 3. Tujuan asesmen 4. Ruang lingkup asesmen 5.

Lebih terperinci

Individualized Education Program (IEP) Least Restrictive Environment (LRE) Teaming and Collaboration among Professionals

Individualized Education Program (IEP) Least Restrictive Environment (LRE) Teaming and Collaboration among Professionals PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KHUSUS Individualized Education Program (IEP) Least Restrictive Environment (LRE) Teaming and Collaboration among Professionals Individualized Education Program (IEP) Dapat diberikan

Lebih terperinci

ASESMEN PENDIDIKAN ASESMEN MEDIS ASESMEN SOSIOKULTURAL ASESMEN PSIKOLOGIS

ASESMEN PENDIDIKAN ASESMEN MEDIS ASESMEN SOSIOKULTURAL ASESMEN PSIKOLOGIS ASESMEN PENDIDIKAN ASESMEN MEDIS ASESMEN SOSIOKULTURAL ASESMEN PSIKOLOGIS ASESMEN PENDIDIKAN Laporan tertulis yg menjelaskan tentang penampilan (prestasi) pendidikan saat ini dan mengidentifikasi kebutuhan

Lebih terperinci

LAYANAN PENDIDIKAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS dan PENDIDIKAN INKLUSIF

LAYANAN PENDIDIKAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS dan PENDIDIKAN INKLUSIF LAYANAN PENDIDIKAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS dan PENDIDIKAN INKLUSIF Aini Mahabbati, S.Pd., M.A Jurusan PLB FIP UNY HP: 08174100926 Email: aini@uny.ac.id Disampaikan dalam PPM Sosialisasi dan Identifikasi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Persepsi keluarga terhadap anak dengan ID Keluarga dapat memiliki persepsi yang benar maupun salah terhadap anak dengan ID, khususnya terkait dengan disabilitas

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan paparan terakhir pada penulisan penitian ini yang mencakup kesimpulan dan saran. Sebagaimana yang peneliti paparkan di bawah ini. A. Kesimpulan Kesimpulan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Pembelajaran IPE berbasis komunitas memberikan dampak positif dengan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Pembelajaran IPE berbasis komunitas memberikan dampak positif dengan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.I Kesimpulan 1. Pembelajaran IPE berbasis komunitas memberikan dampak positif dengan adanya peningkatan kemampuan kolaboratif (komunikasi, kolaborasi, peran dan tanggung jawab,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN TERAPI OKUPASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN TERAPI OKUPASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN TERAPI OKUPASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu penggunaan komputer telah menjadi suatu hal yang diperlukan baik di

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu penggunaan komputer telah menjadi suatu hal yang diperlukan baik di 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi komputer saat ini telah berkembang dengan pesat, oleh karena itu penggunaan komputer telah menjadi suatu hal yang diperlukan baik di perusahaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi terminologi, dan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi terminologi, dan BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang penelitian, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi terminologi, dan cakupan batasan penelitian. 1.1

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN KOOPERATIF

PEMBELAJARAN KOOPERATIF 1 PEMBELAJARAN KOOPERATIF Karakteristik Pembelajaran kooperatif telah dikembangkan secara intensif melalui berbagai penelitian, tujuannya untuk meningkatkan kerjasama akademik antar mahasiswa, membentuk

Lebih terperinci

SOP PRAKTIK KERJA PROFESI PSIKOLOGI MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI UGM

SOP PRAKTIK KERJA PROFESI PSIKOLOGI MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI UGM SOP PRAKTIK KERJA PROFESI PSIKOLOGI MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI UGM PRAKTIK KERJA PROFESI PSIKOLOGI STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENGERTIAN TUJUAN KEBIJAKAN Kuliah praktik kerja profesi adalah praktik penerapan

Lebih terperinci

Empati di mahasiswa kedokteran yang terkait dengan kinerja akademik, kompetensi klinis dan jenis kelamin

Empati di mahasiswa kedokteran yang terkait dengan kinerja akademik, kompetensi klinis dan jenis kelamin Empati di mahasiswa kedokteran yang terkait dengan kinerja akademik, kompetensi klinis dan jenis kelamin Konteks Empati adalah komponen utama dari hubungan dokter-pasien yang memuaskan dan budidaya empati

Lebih terperinci

KONSEP DASAR ASESMEN (ASSESSMENT) Latar belakang perlunya asesmen Pengertian asesmen Tujuan asesmen Ruang lingkup asesmen Persyaratan metode asesmen

KONSEP DASAR ASESMEN (ASSESSMENT) Latar belakang perlunya asesmen Pengertian asesmen Tujuan asesmen Ruang lingkup asesmen Persyaratan metode asesmen KONSEP DASAR ASESMEN (ASSESSMENT) Latar belakang perlunya asesmen Pengertian asesmen Tujuan asesmen Ruang lingkup asesmen Persyaratan metode asesmen PENGERTIAN ASESMEN (ASSESSMENT) Menurut WALLACE & LONGLIN

Lebih terperinci

PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP

PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN KHUSUS DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP. 131 755 068 PENDIDIKAN KHUSUS/PLB (SPECIAL EDUCATION) Konsep special education (PLB/Pendidikan Khusus):

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Tujuan

I. PENDAHULUAN. A. Tujuan A. Tujuan I. PENDAHULUAN Setelah mempelajari modul ini para konselor diharapkan : 1. Memiliki pemahamam tentang konselor sebagai suatu profesi 2. Memiliki pemahamam tentang kinerja profesional konselor

Lebih terperinci

Pembimbing: dr Tumpal Siagian, Sp.S. Allert Benedicto Ieuan Noya (07-110)

Pembimbing: dr Tumpal Siagian, Sp.S. Allert Benedicto Ieuan Noya (07-110) Pembimbing: dr Tumpal Siagian, Sp.S Allert Benedicto Ieuan Noya (07-110) Multiple Sclerosis (MS) Adalah penyebab utama dari kecacatan yang signifikan pada usia dewasa muda sampai menengah dan merupakan

Lebih terperinci

STANDAR PRAKTIK KEPERAWATAN INDONESIA. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)

STANDAR PRAKTIK KEPERAWATAN INDONESIA. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) STANDAR PRAKTIK KEPERAWATAN INDONESIA -Tahun 2005- Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Pengurus Pusat PPNI, Sekretariat: Jl.Mandala Raya No.15 Patra Kuningan Jakarta Tlp: 62-21-8315069 Fax: 62-21-8315070

Lebih terperinci

Rita Eka Izzaty Staf Pengajar FIP-BK-UNY

Rita Eka Izzaty Staf Pengajar FIP-BK-UNY Rita Eka Izzaty Staf Pengajar FIP-BK-UNY 1. Definisi Permasalahan Perkembangan Perilaku Permasalahan perilaku anak adalah perilaku anak yang tidak adaptif, mengganggu, bersifat stabil yang menunjukkan

Lebih terperinci

Tes Inventori. Pengertian, Kegunaan dan Metode Tes Kepribadian MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi TatapMuka Kode MK DisusunOleh 07

Tes Inventori. Pengertian, Kegunaan dan Metode Tes Kepribadian MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi TatapMuka Kode MK DisusunOleh 07 MODUL PERKULIAHAN Tes Inventori Pengertian, Kegunaan dan Metode Tes Kepribadian Fakultas Program Studi TatapMuka Kode MK DisusunOleh Psikologi Psikologi 07 A61616BB Riblita Damayanti S.Psi., M.Psi Abstract

Lebih terperinci

SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK

SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK Oleh Augustina K. Priyanto, S.Psi. Konsultan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus dan Orang Tua Anak Autistik Berbagai pendapat berkembang mengenai ide sekolah reguler bagi anak

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PASIEN & KELUARGA (PPK)

PENDIDIKAN PASIEN & KELUARGA (PPK) PENDIDIKAN PASIEN & KELUARGA (PPK) STANDAR, MAKSUD DAN TUJUAN, ELEMEN PENILAIAN > 8% Terpenuhi 2-79% Terpenuhi sebagian < 2% Tidak terpenuhi Standar PPK. 1 Rumah sakit menyediakan pendidikan untuk menunjang

Lebih terperinci

2017, No d. bahwa untuk belum adanya keseragaman terhadap penyelenggaraan rehabilitasi, maka perlu adanya pengaturan tentang standar pelayanan

2017, No d. bahwa untuk belum adanya keseragaman terhadap penyelenggaraan rehabilitasi, maka perlu adanya pengaturan tentang standar pelayanan No.1942, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Standar Pelayanan Rehabilitasi. PERATURAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR PELAYANAN REHABILTASI BAGI

Lebih terperinci

Culture and Treatment of Abnormal Behavior

Culture and Treatment of Abnormal Behavior Culture and Treatment of Abnormal Behavior OLEH: DR. ASIH MENANTI, MS Introduction: - Kebudayaan berperan penting dalam mendefinisikan abnormalitas. - Faktor budaya tersebut mempengaruhi kemampuan psikolog

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memecahkan permasalahan yang dihadapi klien. Menurut Hojat et al (2013), rasa

BAB I PENDAHULUAN. memecahkan permasalahan yang dihadapi klien. Menurut Hojat et al (2013), rasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan layanan konsultasi terletak pada interaksi klien dan konsultan yang didasari oleh rasa saling percaya dan kemampuan konsultan dalam memahami serta memecahkan

Lebih terperinci

FILOSOFI, KONSEP HOLISTIK & PROSES KEPERAWATAN KEGAWATAN & KEKRITISAN Oleh: Sri Setiyarini, SKp.

FILOSOFI, KONSEP HOLISTIK & PROSES KEPERAWATAN KEGAWATAN & KEKRITISAN Oleh: Sri Setiyarini, SKp. FILOSOFI, KONSEP HOLISTIK & PROSES KEPERAWATAN KEGAWATAN & KEKRITISAN Oleh: Sri Setiyarini, SKp. Definisi Keperawatan Dawat Darurat: Pelayanan profesional yg didasarkan pada ilmu kqperawatan gawat darurat

Lebih terperinci

SEKOLAH IDEAL. Oleh: Damar Kristianto

SEKOLAH IDEAL. Oleh: Damar Kristianto 1 SEKOLAH IDEAL Oleh: Damar Kristianto Berbicara mengenai Sekolah Ideal, dalam sharing ini saya ingin membicarakan mengenai pandangan saya seperti apa sekolah umum (inklusi) dalam menyelenggarakan pendidikan

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PENELITIAN TINDAKAN DISUSUSN OLEH : YUSI RIKSA YUSTIANA

KONSEP DASAR PENELITIAN TINDAKAN DISUSUSN OLEH : YUSI RIKSA YUSTIANA KONSEP DASAR PENELITIAN TINDAKAN DISUSUSN OLEH : YUSI RIKSA YUSTIANA JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 1999 A. TUJUAN I. PENDAHULUAN Setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agar keberlangsungan hidup setiap manusia terjamin maka kebutuhan dasar akan pendidikan harus terpenuhi sehingga lebih bermartabat dan percaya diri. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. siswa Sekolah Menengah Pertama sudah sesuai dengan apa yang diharapkan,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. siswa Sekolah Menengah Pertama sudah sesuai dengan apa yang diharapkan, 33 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tujuan Penelitian Sesuai dengan latar belakang dan masalah penelitian, maka tujuan penelitian adalah untuk mengetahui Untuk mengetahui apakah kemampuan gerak dasar siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iding Tarsidi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iding Tarsidi, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang mandiri... (UURI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas

Lebih terperinci

SETTING PENDIDIKAN PENGANTAR WAWANCARA METODE OBSERVASI & WAWANCARA. Drs. Agung Sigit Santoso, M.Si., Psi. FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MERCU BUANA

SETTING PENDIDIKAN PENGANTAR WAWANCARA METODE OBSERVASI & WAWANCARA. Drs. Agung Sigit Santoso, M.Si., Psi. FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MERCU BUANA PENGANTAR WAWANCARA Modul ke: SETTING PENDIDIKAN Drs. Agung Sigit Santoso, M.Si., Psi. FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MERCU BUANA www.mercubuana.ac.id TUJUAN PEMBELAJARAN Tujuan Instruksional Khusus :

Lebih terperinci

INTERVENSI DALAM PSIKOLOGI KLINIS. DITA RACHMAYANI, S.Psi., M.A dita.lecture.ub.ac.id

INTERVENSI DALAM PSIKOLOGI KLINIS. DITA RACHMAYANI, S.Psi., M.A dita.lecture.ub.ac.id INTERVENSI DALAM PSIKOLOGI KLINIS DITA RACHMAYANI, S.Psi., M.A dita.lecture.ub.ac.id dita.lecture@gmail.com INTERVENSI? Penggunaan prinsip-prinsip psikologi untuk menolong orang mengalami masalah-masalah

Lebih terperinci

Panduan Asesmen Biopsikososial spiritual dan Format Rencana Pengasuhan

Panduan Asesmen Biopsikososial spiritual dan Format Rencana Pengasuhan Panduan Asesmen Biopsikososial spiritual dan Format Rencana Pengasuhan Tujuan: Asesmen masalah dan kebutuhan klien dan lingkungannya. Format ini menggunakan informasi dari modul training 1-5 dari Save

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan Sumberdaya Manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini pendidikan memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Pada dasarnya, pendidikan merupakan suatu proses yang membantu manusia dalam mengembangkan

Lebih terperinci

115 Universitas Indonesia

115 Universitas Indonesia BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan penelitian ini didasarkan atas tujuan penelitian yang ditetapkan dalam skripsi ini yaitu mendeskripsikan pelaksanaan manajemen kasus yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam upaya mewujudkan tujuan

Lebih terperinci

Ita Juwitaningrum, S.Psi

Ita Juwitaningrum, S.Psi Siti Wuryan Indrawati, M.Pd, Psi Ita Juwitaningrum, S.Psi Hani Yulindrasari, S.Psi, M.StatGend Diah Z Wyandini, M.Si Seorang diagnostikus tidak bebas dalam menyelenggarakan pemeriksaan psikologi banyak

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MK PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MK PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA SATUAN ACARA PERKULIAHAN MK PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA A. Identitas Mata Kuliah Mata Kuliah : PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA Kode MK : PSY442 Bobot SKS : 2sks/2js B. Tujuan Umum Mata Kuliah Setelah mengikuti perkuliahan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Penelitian ini dilakukan untuk memformulasikan kompetensi GPK dalam

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Penelitian ini dilakukan untuk memformulasikan kompetensi GPK dalam BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Penelitian ini dilakukan untuk memformulasikan kompetensi GPK dalam seting sekolah dasar penyelenggara pendidikan inklusif yang disusun berdasarkan temuan

Lebih terperinci

CLINICAL CHILD PSYCHOLOGY ISU UNIK PADA PSIKOLOGI KLINIS ANAK

CLINICAL CHILD PSYCHOLOGY ISU UNIK PADA PSIKOLOGI KLINIS ANAK CLINICAL CHILD PSYCHOLOGY ISU UNIK PADA PSIKOLOGI KLINIS ANAK Psikologi Klinis berpijak pada jalur akademik dan praktik. Klinik pertama yang didirikan witmer adalah untuk membantu anak-anak yang mempunyai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Terjadinya perubahan paradigma dalam metode belajar mengajar yang

PENDAHULUAN. Terjadinya perubahan paradigma dalam metode belajar mengajar yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Terjadinya perubahan paradigma dalam metode belajar mengajar yang tadinya berpusat pada guru (teacher centered), menjadi berpusat pada siswa (student centered),

Lebih terperinci

Materi Konsep Kebidanan

Materi Konsep Kebidanan Materi Konsep Kebidanan A. MANAJEMEN KEBIDANAN 1. KONSEP DAN PRINSIP MANAJEMEN SECARA UMUM Manajemen adalah membuat pekerjaan selesai (getting things done). Manajemen adalah mengungkapkan apa yang hendak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layanan bimbingan pada dasarnya upaya peserta didik termasuk remaja untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi termasuk masalah penerimaan diri. Bimbingan

Lebih terperinci

Penelitian penting bagi upaya perbaikan pembelajaran dan pengembangan ilmu. Guru bertanggung jawab dalam mengembangkan keterampilan pembelajaran.

Penelitian penting bagi upaya perbaikan pembelajaran dan pengembangan ilmu. Guru bertanggung jawab dalam mengembangkan keterampilan pembelajaran. Penelitian penting bagi upaya perbaikan pembelajaran dan pengembangan ilmu. Guru bertanggung jawab dalam mengembangkan keterampilan pembelajaran. Penelitian pada umumnya dilakukan oleh pakar pendidikan,

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PASIEN & KELUARGA

PENDIDIKAN PASIEN & KELUARGA PENDIDIKAN PASIEN & KELUARGA STANDAR, MAKSUD DAN TUJUAN, ELEMEN PENILAIAN > 8% Terpenuhi 2-79% Terpenuhi sebagian < 2% Tidak terpenuhi Standar PPK. 1 Rumah sakit menyediakan pendidikan untuk menunjang

Lebih terperinci

1.Pengertian Asesmen pendidikan

1.Pengertian Asesmen pendidikan 1.Pengertian Asesmen pendidikan Asesmen merupakan sebuah proses pengumpulan informasi yang terus menerus berlangsung untuk mengukur performansi murid dan proses pembelajaran. Asesmen perkembangan dan belajar

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI 5.1 Simpulan Simpulan merupakan integrasi dari temuan empiris, hasil kajian teoritis, dan perbandingan dengan riset lain yang sejenis. Dari keseluruhan rangkaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan makhluk hidup yang unik, tidak ada seorang individu yang sama persis dengan individu yang lain. Salah satunya adalah dalam hal kecepatan dan kemampuan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Sementara rekomendasi hasil penelitian difokuskan pada upaya sosialisasi hasil

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Sementara rekomendasi hasil penelitian difokuskan pada upaya sosialisasi hasil 244 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini dipaparkan kesimpulan dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan merupakan inferensi dari temuan empiris dan kajian pustaka. Sementara rekomendasi hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Keperawatan 1. Pengertian perawat Perawat (nurse) berasal dari bahasa latin yaitu kata nutrix yang berarti merawat atau memelihara. Menurut Kusnanto (2003), perawat adalah seseorang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN ASOSIASI PENYELENGGARA PENDIDIKAN TINGGI PSIKOLOGI INDONESIA (AP2TPI) NOMOR: 01/Kep/AP2TPI/2015 TENTANG

KEPUTUSAN ASOSIASI PENYELENGGARA PENDIDIKAN TINGGI PSIKOLOGI INDONESIA (AP2TPI) NOMOR: 01/Kep/AP2TPI/2015 TENTANG KEPUTUSAN ASOSIASI PENYELENGGARA PENDIDIKAN TINGGI INDONESIA (AP2TPI) NOMOR: 01/Kep/AP2TPI/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS SURAT KEPUTUSAN ASOSIASI PENYELENGGARA PENDIDIKAN TINGGI INDONESIA (AP2TPI) NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan merupakan pola perubahan yang dimulai sejak pembuahan, yang berlanjut sepanjang rentang hidup (Santrock, 2007 : 7). Perkembangan adalah hal yang

Lebih terperinci

PANDUAN PENYULUHAN PADA PASIEN UPTD PUSKESMAS RAWANG BAB I PENDAHULUAN

PANDUAN PENYULUHAN PADA PASIEN UPTD PUSKESMAS RAWANG BAB I PENDAHULUAN PANDUAN PENYULUHAN PADA PASIEN UPTD PUSKESMAS RAWANG BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Pendidikan pasien dan keluarga membantu pasien berpartisipasi lebih baik dalam asuhan yang diberikan dan mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjang kinerja setelah lepas dari institusi pendidikan (Barr, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. menunjang kinerja setelah lepas dari institusi pendidikan (Barr, 2010) BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Masing-masing profesi kesehatan di pelayanan kesehatan memiliki peran yang berbeda. Namun pada praktiknya, profesional kesehatan tidak akan bekerja sendirian namun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana

PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan mendengar dan kemampuan bicara (Somantri, 2006). selayaknya remaja normal lainnya (Sastrawinata dkk, 1977).

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan mendengar dan kemampuan bicara (Somantri, 2006). selayaknya remaja normal lainnya (Sastrawinata dkk, 1977). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuna rungu wicara adalah kondisi realitas sosial yang tidak terelakan didalam masyarakat. Penyandang kecacatan ini tidak mampu berkomunikasi dengan baik selayaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai cita-cita luhur bangsa. Cita-cita luhur bangsa Indonesia telah tercantum

BAB I PENDAHULUAN. mencapai cita-cita luhur bangsa. Cita-cita luhur bangsa Indonesia telah tercantum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negara yang senantiasa berusaha untuk mencapai cita-cita luhur bangsa. Cita-cita luhur bangsa Indonesia telah tercantum dengan jelas

Lebih terperinci

PADA TAHUN 2020 MENHHASILKAN PERAWAT PROFESIONAL, PENUH CINTA KASIH DAN MAMPU BERSAING SECARA NASIONAL.

PADA TAHUN 2020 MENHHASILKAN PERAWAT PROFESIONAL, PENUH CINTA KASIH DAN MAMPU BERSAING SECARA NASIONAL. VISI AKPER DIRGAHAYU PADA TAHUN 2020 MENHHASILKAN PERAWAT PROFESIONAL, PENUH CINTA KASIH DAN MAMPU BERSAING SECARA NASIONAL. MISI AKPER DIRGAHAYU 1. MENYELENGGARAKAN TRIDHARMA PERGURUAN TINGGI YANG BERKUALITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keberadaan anak gifted menjadi sangat bernilai. Potensinya yang unggul dalam intelektualitas, kreativitas, dan motivasi menjadikan anak berbakat sebagai kekayaan

Lebih terperinci

Disampaikan Oleh: R. Siti Maryam, MKep, Ns.Sp.Kep.Kom 17 Feb 2014

Disampaikan Oleh: R. Siti Maryam, MKep, Ns.Sp.Kep.Kom 17 Feb 2014 Disampaikan Oleh: R. Siti Maryam, MKep, Ns.Sp.Kep.Kom 17 Feb 2014 1 Pelayanan keperawatan kesehatan di rumah merupakan sintesa dari keperawatan kesehatan komunitas dan keterampilan teknikal tertentu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk semua (Education For All) yang berarti pendidikan tanpa memandang batas

BAB I PENDAHULUAN. untuk semua (Education For All) yang berarti pendidikan tanpa memandang batas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Adanya perubahan paradigma baru tentang pendidikan, yaitu pendidikan untuk semua (Education For All) yang berarti pendidikan tanpa memandang batas usia, tingkat

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP)

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) Nama Mata Kuliah : Pendidikan Anak Luar Biasa Kode/SKS : / 2 Deskripsi singkat : Mata kuliah ini merupakan bagian dari psikologi pendidikan yang membahas tentang

Lebih terperinci

Gambaran peran guru..., Dewi Rahmawati, FPsi UI, PENDAHULUAN

Gambaran peran guru..., Dewi Rahmawati, FPsi UI, PENDAHULUAN 1.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak-anak yang lahir ke dunia ini tidak semua dalam keadaan yang sama satu sama lain. Seperti yang telah kita ketahui bahwa selain ada anak yang memiliki perkembangan yang

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS. Komunitas belajar dalam Tugas Akhir ini dapat didefinisikan melalui beberapa referensi yang telah dibahas pada Bab II.

BAB III ANALISIS. Komunitas belajar dalam Tugas Akhir ini dapat didefinisikan melalui beberapa referensi yang telah dibahas pada Bab II. BAB III ANALISIS Sesuai dengan permasalahan yang diangkat pada Tugas Akhir ini, maka dilakukan analisis pada beberapa hal sebagai berikut: 1. Analisis komunitas belajar. 2. Analisis penerapan prinsip psikologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kepribadian seorang anak merupakan gabungan dari fungsi secara nyata maupun fungsi potensial pola organisme yang ditentukan oleh faktor keturunan dan penguatan

Lebih terperinci

ii Psikologi Kepemimpinan TERAPI KOGNITIF-PERILAKU UNTUK ANAK TRIANTORO SAFARIA

ii Psikologi Kepemimpinan TERAPI KOGNITIF-PERILAKU UNTUK ANAK TRIANTORO SAFARIA Kepemimpinan dan Pemberdayaan i TERAPI KOGNITIF-PERILAKU UNTUK ANAK ii Psikologi Kepemimpinan TERAPI KOGNITIF-PERILAKU UNTUK ANAK TRIANTORO SAFARIA Kepemimpinan dan Pemberdayaan iii TERAPI KOGNITIF-PERILAKU

Lebih terperinci

Kelompok Materi : Materi Pokok

Kelompok Materi : Materi Pokok Silabus Pelatihan Silabus Pelatihan Kelompok Materi : Materi Pokok 67 Materi Pelatihan Alokasi Waktu : 2.2. Perancangan Pembelajaran dan Penilaian 2.2. b. Psiko Edukatif : 2 JP (90 menit) No Kompetensi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan penelitian serta pembahasan yang dikemukakan dalam bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. Himpunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan

BAB I PENDAHULUAN. upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN IMPLIKASI

BAB V SIMPULAN DAN IMPLIKASI BAB V SIMPULAN DAN IMPLIKASI Bab ini memaparkan simpulan dan implikasi penelitian terkait elaborasi faktor empati dan daya tanggap untuk peningkatan kualitas layanan konsultasi psikologi di Lembaga Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembelajaran IPA di SMP Negeri 3 Pacitan khususnya pada

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembelajaran IPA di SMP Negeri 3 Pacitan khususnya pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pembelajaran IPA di SMP Negeri 3 Pacitan khususnya pada kelas VIII-A cenderung text book oriented dan teacher oriented. Hal ini terlihat dari hasil

Lebih terperinci

PANDUAN PRAKTEK KERJA PROFESI PSIKOLOGI (PKPP) PROGRAM STUDI MAGISTER PROFESI PSIKOLOGI MAYORING PSIKOLOGI PENDIDIKAN

PANDUAN PRAKTEK KERJA PROFESI PSIKOLOGI (PKPP) PROGRAM STUDI MAGISTER PROFESI PSIKOLOGI MAYORING PSIKOLOGI PENDIDIKAN PANDUAN PRAKTEK KERJA PROFESI PSIKOLOGI (PKPP) PROGRAM STUDI MAGISTER PROFESI PSIKOLOGI MAYORING PSIKOLOGI PENDIDIKAN FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2011 PENGANTAR Praktek Kerja Profesi Psikologi

Lebih terperinci

KURIKULUM PROGRAM STUDI PSIKOLOGI PENDIDIKAN JENJANG MAGISTER (S2) SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

KURIKULUM PROGRAM STUDI PSIKOLOGI PENDIDIKAN JENJANG MAGISTER (S2) SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA KURIKULUM PROGRAM STUDI PSIKOLOGI PENDIDIKAN JENJANG MAGISTER (S2) SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA OLEH TIM PENYUSUN KURIKULUM PROGRAM STUDI PSIKOLOGI PENDIDIKAN PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar, karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar, karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara pendidik dengan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan, yang berlangsung dalam lingkungan tertentu.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya. Efektivitas merupakan standar atau taraf tercapainya suatu

Lebih terperinci

I. FLOOR TIME: Intervensi Perkembangan yang Terintegrasi

I. FLOOR TIME: Intervensi Perkembangan yang Terintegrasi 1 I. FLOOR TIME: Intervensi Perkembangan yang Terintegrasi oleh: Fridiawati Sulungbudi, Psikolog Anak Intervensi Perkembangan yang Terintegrasi DIR Model: Developmental, Individual-difference, Relationship-based

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang harus. dikembangkan sejak dini agar dapat berkembang secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang harus. dikembangkan sejak dini agar dapat berkembang secara optimal. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang harus dikembangkan sejak dini agar dapat berkembang secara optimal. Anak memiliki karakteristik yang khas dan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa anak berkebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa anak berkebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah anak berkebutuhan khusus usia sekolah terus menunjukkan peningkatan. Tahun 2008 hasil data penjaringan Bidang Pendidikan Luar Biasa Dinas Pendidikan Provinsi

Lebih terperinci

2015 PENGEMBANGAN PROGRAM PENINGKATAN KOMPETENSI GURU D ALAM MENYUSUN PROGRAM PEMBELAJARAN IND IVIDUAL DI SLB AD ITYA GRAHITA KOTA BAND UNG

2015 PENGEMBANGAN PROGRAM PENINGKATAN KOMPETENSI GURU D ALAM MENYUSUN PROGRAM PEMBELAJARAN IND IVIDUAL DI SLB AD ITYA GRAHITA KOTA BAND UNG 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap peserta didik yang mengikuti proses belajar dan proses pendidikan, memiliki keadaan yang beragam. Seperti yang terjadi pada peserta didik berkebutuhan

Lebih terperinci

Development and Education Consultant Lembaga Psikologi dan Pengembangan Potensi AbiLiTy

Development and Education Consultant Lembaga Psikologi dan Pengembangan Potensi AbiLiTy 1 Profile MARUTA Development and Education Consultant adalah konsultan psikologi yang menawarkan jasa profesional di bidang terapan ilmu psikologi kepada masyarakat umum dan organisasi. Kami hadir untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengindikasikan gangguan yang disebut dengan enuresis (Nevid, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. mengindikasikan gangguan yang disebut dengan enuresis (Nevid, 2005). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Mengompol merupakan suatu kondisi yang biasanya terjadi pada anakanak yang berusia di bawah lima tahun. Hal ini dikarenakan anak-anak belum mampu melakukan pengendalian

Lebih terperinci

Definisi dan Ruang Lingkup Praktek Konseling Rehabilitasi. Oleh Didi Tarsidi <a href="http://www.upi.edu">universitas Pendidikan Indonesia (UPI)</a>

Definisi dan Ruang Lingkup Praktek Konseling Rehabilitasi. Oleh Didi Tarsidi <a href=http://www.upi.edu>universitas Pendidikan Indonesia (UPI)</a> Definisi dan Ruang Lingkup Praktek Konseling Rehabilitasi Oleh Didi Tarsidi universitas Pendidikan Indonesia (UPI) 1. Definisi Istilah konseling rehabilitasi yang dipergunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kehadiran seorang bayi dalam keluarga merupakan berkah yang luar

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kehadiran seorang bayi dalam keluarga merupakan berkah yang luar 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kehadiran seorang bayi dalam keluarga merupakan berkah yang luar biasa. Setiap orang tua mengharapkan anak yang dilahirkan kelak tumbuh menjadi anak yang menyenangkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak lazim atau tidak sesuai dengan norma lingkungan dimana mereka berada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak lazim atau tidak sesuai dengan norma lingkungan dimana mereka berada. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan anak tunagrahita sering dipandang sebelah mata oleh sebagian anggota masyarakat. Mereka dianggap aneh karena menunjukkan perilaku yang tidak lazim

Lebih terperinci

PROGRAM PENDIDIKAN PASIEN DAN KELUARGA (PPK) / PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT PPK

PROGRAM PENDIDIKAN PASIEN DAN KELUARGA (PPK) / PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT PPK PROGRAM PENDIDIKAN PASIEN DAN KELUARGA (PPK) / PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT PPK RUMAH SAKIT AT-TUROTS AL-ISLAMY 2015 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 3 A LATAR BELAKANG... 3 B TUJUAN BAB II LANDASAN TEORI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu alat merubah suatu pola pikir ataupun tingkah laku manusia dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak memiliki pengetahuan atau keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan merupakan

Lebih terperinci

tingkat Lanjutan Pertama. Asumsi pengembangan program bimbingan yang

tingkat Lanjutan Pertama. Asumsi pengembangan program bimbingan yang BABV KESfMPULAN REKOMENDASI DAN PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini merumuskan program hipotetik bimbingan yang memfokuskan pada upaya program bimbingan pengembangan konsep diri untuk siswa tunanetra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Bab I membahas mengenai latar belakang masalah; tujuan penelitian dan pengembangan; spesifikasi produk; pentingnya penelitian dan pengembangan; asumsi dan keterbatasan penelitian dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi berkepanjangan juga merupakan salah satu pemicu yang. memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan pada

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi berkepanjangan juga merupakan salah satu pemicu yang. memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan kesehatan mental psikiatri sebagai efek negatif modernisasi atau akibat krisis multidimensional dapat timbul dalam bentuk tekanan dan kesulitan pada seseorang

Lebih terperinci

oleh: Eka Yuli Astuti & Ranti Novianti Program Studi Pendidikan Luar Biasa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Nusantara, Bandung

oleh: Eka Yuli Astuti & Ranti Novianti Program Studi Pendidikan Luar Biasa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Nusantara, Bandung ASESMEN KESULITAS BELAJAR MATEMATIKA DI KELAS 1 SDN SUKARASA KOTA BANDUNG oleh: Eka Yuli Astuti & Ranti Novianti Program Studi Pendidikan Luar Biasa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam

Lebih terperinci

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) TES INTELIGENSI PBPP43204 (3 SKS) SEMESTER 4 Pengampu mata kuliah: NENY ANDRIANI, M.PSI, PSIKOLOG FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PUTRA INDONESIA YPTK PADANG 2017 1 A.

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR : 05 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH KABUPATEN BIMA BUPATI BIMA,

PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR : 05 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH KABUPATEN BIMA BUPATI BIMA, PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR : 05 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH KABUPATEN BIMA BUPATI BIMA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal 60 Peraturan Pemerintah Nomor

Lebih terperinci

BAB I 1.1 Latar Belakang

BAB I 1.1 Latar Belakang BAB I 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa yaitu suatu sindrom atau pola perilaku yang secara klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan menimbulkan gangguan pada satu atau lebih

Lebih terperinci