SEKOLAH IDEAL. Oleh: Damar Kristianto
|
|
- Agus Atmadja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 SEKOLAH IDEAL Oleh: Damar Kristianto Berbicara mengenai Sekolah Ideal, dalam sharing ini saya ingin membicarakan mengenai pandangan saya seperti apa sekolah umum (inklusi) dalam menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anak special. KOMPONEN DAN FAKTOR PENTING Secara umum terdapat komponen penting sebagai berikut dalam lingkungan sekolah pada umumnya: 1. Pengurus Sekolah (Kepala Sekolah dan Yayasan) 2. Pengajar 3. Staf Operasional (administrasi, satpam, dll) 4. Siswa 5. Orang Tua 6. Profesional -> internal atau eksternal (contoh: psikolog, terapis, shadow, dll) Masing-masing komponen di atas memiliki peran penting dalam berjalannya sistem pendidikan dan pengajaran di sekolah, juga dalam perkembangan anak-anak spesial. Selain itu juga ada faktor pendukung penting yang dibutuhkan dalam proses belajar dan mengajar di sekolah, khususnya bagi anak-anak spesial: 1. Ekspektasi -> keinginan, harapan orang tua dan pengajar serta pihak sekolah 2. Kurikulum 3. Delivery -> cara memberikan materi kepada siswa 4. Monitoring dan evaluasi 5. Komunikasi
2 2 Dalam paparan ini, setiap komponen dan faktor penting akan dibahas satu persatu PENGURUS SEKOLAH Pengurus sekolah (kepala sekolah dan yayasan) adalah kunci penting dalam penyelenggaraan sekolah, karena seluruh kebijakan di sekolah ditentukan oleh kepala sekolah, kadang bersama dengan yayasan. Sehingga sangat penting untuk mengetahui visi dari kepala sekolah dan yayasan. Keterbukaan antara orang tua dan pengurus sekolah sangat dibutuhkan, mulai dari proses penerimaan siswa special, saat berjalannya proses pendidikan, evaluasi hingga kelulusan. Hal-hal penting yang perlu diketahui adalah: 1. Bagaimana sekolah menerima siswa special, ada beberapa jenis penerimaan sekolah: a. Menolak menerima anak spesial b. Menerima, namun memperlakukan anak-anak special sama dengan siswa-siswa lainnya, tanpa pelayanan khusus sesuai kebutuhannya. c. Menerima dan mampu menangani anak special sesuai kebutuhannya, baik dengan guru pendamping atau tanpa guru pendamping. 2. Bagaimana sekolah mempersiapkan seluruh komponen yang terkait (pengajar, staf, dll) dengan proses belajar untuk menerima dan melaksanakan proses pendidikan bagi anak special (workshop, pelatihan, dll). Apakah sekolah mendukung pengembangan wawasan seluruh komponen untuk dapat memahami kebutuhan khusus anakanak special. 3. Penanganan di kelas, seperti perencanaan pengaturan situasi kelas (tempat duduk, teman satu meja, pengajar kelas, pengajar pendamping, lingkungan bermain yang aman, dll) Pada saat penerimaan ini ada baiknya memberikan paparan mengenai kemampuan apa saja yang sudah dimiliki anak, seperti kemampuan
3 3 bantu diri (makan, toileting, berganti baju), apakah anak masih perlu dibantu dan sebagainya. Juga bagaimana perilaku anak jika mengalami stress (contoh tantrum, babbling, melakukan gerakan berulang-ulang, dan sebagainya) serta bagaimana mengatasinya jika mulai mengganggu proses belajar. Jika diperlukan, bawa serta terapis yang biasa menangani anak dalam proses penerimaan ini untuk memberikan masukan kepada pihak sekolah. Keterbukaan antara seluruh pihak akan memudahkan masing-masing pihak mengukur dan mengindentifikasi, sejauh mana anak harus dibantu, sejauh mana anak dapat mandiri dan yang terpenting, seluruh pihak nyaman dengan keputusan yang bersama-sama diambil. PENGAJAR Pengajar di sekolah tidak terbatas pada pengajar kelas, walaupun secara umum pengajar kelas yang melakukan tugas pengajaran yang terkait dengan bidang akademis. Tidak semua pengajar memiliki latar belakang pengetahuan tentang anak-anak special, sehingga sekolah yang menerima anak-anak special wajib mempersiapkan para pengajarnya dengan pengetahuan tentang anak-anak special, juga praktek-praktek penanganan anak special di kelas. Karena kelas bagaimanapun berbeda dengan ruang terapi, sehingga penanganan anak special di kelas tidaklah sama dengan di ruang terapi. Adalah tidak mungkin mengharapkan anak special mendapatkan perhatian yang sama dengan di ruang terapi, walaupun dengan menggunakan shadow, karena kelas bersifat massal setiap anak di dalam kelas adalah individu unik yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya yang juga membutuhkan perhatian. Di samping itu, pengajar juga memerlukan bantuan dari orang tua, mengenai perilaku dan kebiasaan-kebiasaan anak, karena menyangkut pola asuh anak di rumah. Seperti bagaimana meningkatkan motivasi anak (dengan rewards, pujian dan sebagainya) atau bagaimana menerapkan suata konsekuensi untuk menata
4 4 perilaku-perilaku negative anak secara konstruktif, tanpa melabel anak. STAF OPERASIONAL Tidak banyak yang menganggap bahwa staf operasional juga memiliki andil dalam perkembangan anak special, terutama yang berhubungan dengan kemampuan social praktis dan norma-norma umum. Pihak penyelenggara sekolah juga berkewajiban membekali para staf dengan pengetahuan praktis mengenai anak-anak special ini, diantaranya bagaimana berkomunikasi dengan singkat dan jelas dengan anak-anak special. Serta mengatasi kondisi-kondisi khusus seperti tantrum, pengalihan, manipulative dan sebagainya. Pada sekolah kami, pernah pada satu masa, seorang anak tertarik untuk bermain dengan salah seorang staf administrasi dan selalu berusaha mengikuti kemanapun staf tersebut pergi setiap saat hingga di luar batas kewajaran, sehingga selalu terlambat mengikuti jam pelajaran di kelas. Perlu waktu untuk memberitahu serta melatih staf tersebut untuk bersikap tegas dan tetap ramah, membuat perjanjian kapan anak boleh mengajak staf tersebut bermain serta memberlakukan konsekuensi bagi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan anak. Tentu saja hal-hal tersebut di buat dengan kerjasama antara orang tua, pengajar dan staf yang bersangkutan. Sehingga pada akhirnya semua pihak merasa nyaman, pengajar tidak kebingungan mencari cara mengatasi perilaku anak, staf yang bersangkutan tidak ragu untuk mengambil sikap tanpa takut bersalah, orang tua tidak cemas akan salah perlakuan dari pihak sekolah dan yang terpenting, konsistensi dari semua pihak akan memudahkan anak untuk memahami norma yang berlaku umum. SISWA Siswa dalam suatu sekolah hakikatnya adalah miniatur suatu masyarakat. Latar belakang yang berbeda-beda antara setiap siswa, baik budaya, agama, pola asuh akan bercampur baur di sekolah
5 5 membentuk komunitas yang unik. Anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di sekolah umum bagaimanapun akan berinteraksi dengan siswa lainnya. Anak-anak pada umumnya dapat mengembangkan kemampuan interaksi sosialnya secara mandiri, seiring dengan umurnya. Mereka dapat bermain bersama, berbaur, memilih teman tanpa menemui kesulitan berarti. Pada anak berkebutuhan khusus, interaksi sosial adalah suatu hal yang tidak mudah dan sangat abstrak. Anak-anak ini seringkali menemui kesulitan dalam mengembangkan kemampuan interaksi sosialnya serta seringkali menunjukkan perilaku spontan yang tidak umum dalam berinteraksi dengan teman-teman sebaya (seperti memegang / menarik tangan, mengambil mainan, mengendus, memukul, merebut dan lain sebagainya). Seringkali, hal yang terjadi di sekolah adalah siswa lainnya akan menjauhi anak berkebutuhan khusus, atau mengejek serta melabel dengan panggilan-panggilan negative yang pada akhirnya akan menyebabkan anak berkebutuhan khusus semakin terkucil. Kasus lain yang sering terjadi adalah siswa berkebutuhan khusus menjadi korban bullying dari siswa lainnya tanpa mampu membela diri atau mencari pertolongan dari orang dewasa di sekitarnya, karena kesulitan berkomunikasi. Situasi ini sering kali menyebabkan anak berkebutuhan khusus mengalami stress dan depresi. Sekolah yang menerima anak berkebutuhan khusus memiliki kewajiban untuk mempersiapkan dan mendidik siswa lainnya untuk dapat menerima anak berkebutuhan khusus di lingkungan mereka. Penting untuk menekankan pada siswa lain bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Juga menerangkan kepada anak-anak lainnya bagaimana mereka harus bersikap dan memberitahu teman spesialnya jika ada perilaku yang tidak umum. Sehingga pada akhirnya seluruh komunitas akan mendapatkan kebaikan, siswa lain dapat berempati dan membantu temannya yang berkebutuhan khusus, sementara anak berkebutuhan khusus dapat belajar berinteraksi sosial sesuai norma umum yang
6 6 berlaku di masyarakat. ORANG TUA Orang tua adalah kunci utama pendukung keberhasilan dalam proses perkembangan anak, tidak hanya anak berkebutuhan khusus, juga anak-anak pada umumnya. Namun yang sering kali terjadi adalah orang tua menghendaki anak berkembang sesuai keinginan orang tua (ambisi orang tua). Mendukung perkembangan anak sesuai potensi anak dan kebutuhannya adalah hal yang penting. Dalam menunjang proses perkembangan dan pendidikan anak, orang tua juga dituntut untuk turut mengembangkan diri, memperluas wawasan serta mengikuti perkembangan pengetahuan dan teknologi. Pada ruang lingkup lebih kecil, misalnya di sekolah, orang tua hendaknya berperan aktif membangun komunikasi dengan pengajar, juga siswa lain untuk mengetahui perkembangan anak baik di bidang akademis maupun lingkungan sosial di sekolah. Perilaku pro-aktif menawarkan bantuan, baik tenaga maupun pikiran atau sharing pengetahuan dengan pengajar juga akan sangat menunjang proses perkembangan anak di sekolah. Seringkali pengajar akan terbantu dengan berbagai informasi detail mengenai kebiasaan anak, bagaimana jika anak menemui kesulitan, bagaimana mengatasi perilaku anak saat sedang tantrum dan sebagainya. Karena hal-hal tersebut dapat terjadi di dalam lingkungan sekolah. PROFESIONAL (PSIKOLOG / TERAPIS) Proses perkembangan anak berlangsung dalam kurun waktu yang panjang, bisa dikatakan seumur hidup. Sehingga penting bagi orang tua untuk merencanakan bagaimana menunjang anak dalam proses perkembangannya. Bantuan pihak professional (psikolog dan terapis) dalam memberikan konsultasi perencanaan program, metode monitoring dan menilai kemajuan anak pada setiap tahapan akan sangat membantu orang tua, sekolah dan pengajar untuk merancang dan menetapkan program bersama atau mengatasi masalah-masalah
7 7 yang muncul dalam menjalankan suatu program. Konsultasi dan evaluasi rutin sangat diperlukan untuk menyesuaikan atau bahkan mengganti program yang sedang berjalan jika memang diperlukan. Pertemuan dapat dilakukan di awal semester, pertengahan semester dan akhir semester untuk memantau perkembangan anak. **FAKTOR PENDUKUNG LAIN** EKSPEKTASI Ekspektasi adalah satu hal yang harus dikomunikasikan di awal antara semua pihak (orang tua, sekolah dan professional), sehingga setiap pihak yang berperan dalam perkembangan anak memiliki pandangan yang sama serta pemahaman yang sama mengenai tujuan yang ingin dicapai, serta bagaimana cara mencapainya. Ekspektasi haruslah jelas dan dapat dimengerti oleh seluruh pihak yang terkait. Ekspektasi berikut adalah contoh yang tidak jelas dan sulit terukur: Saya ingin anak saya dapat bersosialisasi. Statement tersebut dapat menyebabkan masing-masing pihak memiliki penafsiran berbeda, serta tidak ada penyamaan pandangan. Sedangkan contoh berikut memberikan gambaran yang jelas dan mudah dimengerti, Saya ingin anak saya meminta tolong pada guru jika mengalami kesulitan, sehingga mengurangi perilaku tantrum. Dengan statement seperti ini, semua pihak dapat mengerti, serta dapat menyusun langkah-langkah bersama untuk mewujudkan ekspektasi ini. Orang tua dapat memberi gambaran pada pengajar apa tanda-tandanya jika anak mulai mengalami kesulitan (babbling, perilaku berulang dan sebagainya). Pengajar, jika melihat tanda-tanda tersebut akan mendekati anak dan menawarkan bantuan, sambil menuntun anak untuk meminta bantuan (seperti mengatakan tolong ). Dengan perlakuan konsisten tersebut, anak dapat berlatih untuk meminta tolong jika mengalami kesulitan, dan mengurangi perilaku negatifnya.
8 8 Contoh lain, Anak kami terobsesi dengan pintu dan selalu membuka dan menutup pintu berulang-ulang sehingga melebihi kewajaran, kami ingin mengurangi obsesinya sampai dalam batas kewajaran. Perlu dibuatkan definisi mengenai tahap kewajaran yang ingin dicapai, seperti membuka dan menutup pintu hanya jika ada yang ingin melewati pintu tersebut. Sehingga dalam pelaksanaannya, pengajar bisa meminta tolong anak untuk membukakan atau menutup pintu jika temannya atau gurunya ingin keluar atau masuk. Disatu sisi obsesi anak dapat lebih terkontrol, di sisi lain perilakunya masih dalam batas kewajaran dalam norma umum. Dengan ekspektasi yang jelas, pihak sekolah dan pengajar juga akan dapat mengukur kemampuan mereka dalam membantu anak dan orang tua mewujudkan ekspektasi tersebut. Ekspektasi tidaklah bersifat kaku, namun dapat disesuaikan dengan perkembangan kemampuan anak bahkan dapat berubah jika diperlukan, seperti belum memungkinkan untuk dicapai dan sebagainya. KURIKULUM Saat ini, peraturan pemerintah memungkinkan setiap sekolah untuk menyusun sendiri kurikulumnya sesuai kebutuhan sekolah, walaupun ada pedoman-pedoman yang tetap harus diikuti oleh sekolah. Di satu sisi, peraturan ini memungkinkan sekolah untuk mengakomodir kebutuhan setiap anak yang berbeda-beda dengan menerapkan IEP (Individual Education Plan). Pada kasus anak berkebutuhan khusus seringkali akan sangat membantu jika sekolah mengakomodir penggunaan IEP. Penyusunan IEP secara global dapat dilakukan di awal semester dan dilakukan bersama-sama oleh sekolah, pengajar, orang tua dan dibantu oleh professional. Sedangkan detil dari IEP dapat diberikan setiap minggu atau dua mingguan untuk memudahkan pengawasan dan evaluasi. Namun tidak semua sekolah mengakomodasi IEP dalam penyelenggaraan proses pendidikan, sehingga sangat penting bagi
9 9 orang tua untuk mempertimbangkan dengan masak apakah anak dapat mengikuti kurikulum massal di sekolah tersebut atau tidak. DELIVERY MATERI PENDIDIKAN Saat ini sudah diketahui bahwa terdapat beberapa gaya belajar yang berbeda-beda pada setiap orang, diantaranya visual (belajar dengan cara visual melalui peraga, gambar), auditory (belajar dengan cara mendengarkan, audio), kinesthetic (belajar dengan meniru gerak, perilaku). Walaupun pada umumnya setiap orang dapat melakukan keseluruhan gaya belajar tersebut, namun biasanya ada gaya belajar yang dominan. Pada anak-anak berkebutuhan khusus, seringkali hanya satu gaya belajar yang efektif bagi anak. Mengenali gaya belajar anak dan menggunakannya dengan maksimal akan sangat membantu anak berkebutuhan khusus memahami materi yang diberikan. Pada sekolah-sekolah konvensional di mana pengajar memberikan materi di depan kelas, seringkali tidak memungkinkan bagi pengajar untuk memanfaatkan gaya belajar dominan pada masing-masing anak untuk memudahkan anak memahami materi yang sulit dimengerti. Namun pada beberapa sekolah saat ini di mana siswa dituntut lebih aktif melakukan berbagai observasi, pengajar tidak lagi melulu memberikan materi di depan kelas, sehingga penggunaan berbagai gaya belajar yang sesuai bagi setiap anak dapat diakomodir dengan maksimal. MONITORING DAN EVALUASI Monitoring dan evaluasi mutlak dilakukan secara rutin, karena seringkali terjadi perubahan situasi yang mempengaruhi perkembangan anak, seperti jika sedang dalam kondisi yang kondusif, banyak hal yang bisa dicapai oleh anak, sehingga perlu dipertimbangan untuk menambah variasi program agar anak tidak jenuh. Sebaliknya dalam kondisi yang tidak kondusif, mungkin saja
10 10 anak menjadi mogok sehingga perlu untuk mengurangi target pencapaian, atau bahkan mundur sedikit untuk memberikan ruang bagi anak untuk memulihkan kondisi fisik dan psikologisnya. KOMUNIKASI Hal yang paling penting diantara seluruh komponen dan faktor pendukung di atas adalah komunikasi. Tanpa komunikasi yang baik, bisa dipastikan tidak akan dapat dicapai kemajuan yang berarti dalam perkembangan anak, bahkan sangat mungkin anak akan mengalami kemunduran. Hal terpenting dalam melakukan komunikasi adalah mendengarkan, menerima dan memahami, barulah berikutnya adalah mengutarakan. Adalah hal yang sulit bagi kebanyakan orang untuk mendengarkan sesuatu yang tidak menyenangkan apalagi jika menyangkut dirinya seperti kritik, complain, pengaduan dan hal yang serupa. Sering terjadi sikap yang pertama kali muncul adalah defensive. Pada banyak kasus menyangkut anak berkebutuhan khusus di sekolah, komunikasi yang intens dan berkualitas mutlak dibangun antara orang tua, pengajar, sekolah bahkan terhadap sang anak itu sendiri. Memahami kedudukan masing-masing pihak sesuai perannya serta memandang semua pihak dalam posisi yang setara dan tidak menghakimi adalah unsur penting yang seringkali terabaikan. Orang tua kadang menganggap guru dan sekolah harus selalu melayani seluruh keinginannya. Sementara di sisi lain, guru kadang terjepit di antara kepentingan sekolah dan keinginan orang tua. Di pihak lain, sekolah dan yayasan juga ada yang bersikap otoriter. Keterbukaan dan kerjasama antara pihak orang tua dengan sekolah dan pengajar atau professional yang akan membantu (psikolog, terapis, shadow, dll), dalam banyak hal akan sangat menunjang perkembangan anak berkebutuhan khusus di sekolah. Bagaimana masing-masing pihak memahami kedudukannya serta dapat berperan
11 11 sesuai kompetensinya untuk menunjang kemajuan anak. Karena bagaimanapun, tidak ada satu pihak yang mampu melakukan segalanya sendiri. Masing-masing memerlukan bantuan dan peran serta dari pihak lain.
SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK
SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK Oleh Augustina K. Priyanto, S.Psi. Konsultan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus dan Orang Tua Anak Autistik Berbagai pendapat berkembang mengenai ide sekolah reguler bagi anak
Lebih terperinciPendidikan Keluarga (Membantu Kemampuan Relasi Anak-anak) Farida
Pendidikan Keluarga (Membantu Kemampuan Relasi Anak-anak) Farida Manusia dilahirkan dalam keadaan yang sepenuhnya tidak berdaya dan harus menggantungkan diri pada orang lain. Seorang anak memerlukan waktu
Lebih terperinciPENYESUAIAN SOSIAL SISWA TUNARUNGU (Studi Kasus di SMK Negeri 30 Jakarta)
58 Penyesuaian Sosial Siswa Tunarungu PENYESUAIAN SOSIAL SISWA TUNARUNGU (Studi Kasus di SMK Negeri 30 Jakarta) Karina Ulfa Zetira 1 Dra. Atiek Sismiati Subagyo 2 Dr. Dede Rahmat Hidayat, M.Psi 3 Abstrak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah dambaan dalam setiap keluarga dan setiap orang tua pasti memiliki keinginan untuk mempunyai anak yang sempurna, tanpa cacat. Bagi ibu yang sedang
Lebih terperinciPEMBELAJARAN DI KELAS INKLUSIF
PROGRAM PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT DLINGO, 3 OKTOBER 2011 PEMBELAJARAN DI KELAS INKLUSIF Aini Mahabbati Jurusan PLB FIP UNY HP : 08174100926 EMAIL : aini@uny.ac.id IMPLIKASI PENDIDIKAN INKLUSIF (Diadaptasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian ini dilatarbelakangi munculnya fenomena anak autis yang menempuh pendidikan di lembaga pendidikan umum selayaknya anak normal atau bahkan banyak dari
Lebih terperinciPOLA INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS. Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan. Mencapai derajat Sarjana S-1
POLA INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Fakultas Psikologi Disusun Oleh : YULI TRI ASTUTI F 100 030
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sampai pada hari ini masyarakat Indonesia belum terlepas dari krisis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampai pada hari ini masyarakat Indonesia belum terlepas dari krisis multidimensional, khususnya krisis ekonomi. Mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat juga
Lebih terperinciLETTER OF CONSENT. Dengan ini, saya yang bertanda tangan di bawah ini
LAMPIRAN LETTER OF CONSENT Dengan ini, saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Usia : Alamat : Menyatakan bersedia dengan sukarela untuk Membantu peneliti dalam menyusun penelitiannya yg berjudul
Lebih terperinciBULLYING & PERAN IBU Penyuluhan Parenting PKK Tumpang, 29 Juli 2017
BULLYING & PERAN IBU Penyuluhan Parenting PKK Tumpang, 29 Juli 2017 oleh: Dr. Rohmani Nur Indah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Angket 1: Beri tanda berdasarkan pengalaman anda di masa kecil A. Apakah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau
Lebih terperinciSOENARJO-ALI MASCHAN MUSA (SALAM): Sebuah Desa yang Teratur
SOENARJO-ALI MASCHAN MUSA (SALAM): Sebuah Desa yang Teratur Sebuah desa yang teratur dibayangkan sebagai suatu tempat yang sejuk, harmonis, dengan tata aturan (modern-rasional) yang jelas sehingga anggota-anggota
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan deskripsi, analisis dan pembahasan hasil penelitian, pada
116 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan deskripsi, analisis dan pembahasan hasil penelitian, pada akhir penulisan ini akan dijabarkan beberapa kesimpulan dan diajukan beberapa saran yang kiranya dapat
Lebih terperinciBE SMART PARENTS PARENTING 911 #01
BE SMART PARENTS PARENTING 911 #01 Coffee Morning Global Sevilla School Jakarta, 22 January, 2016 Rr. Rahajeng Ikawahyu Indrawati M.Si. Psikolog Anak dibentuk oleh gabungan antara biologis dan lingkungan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai suku, ras, adat istiadat, bahasa, budaya, agama, serta kepercayaan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk yang terdiri dari berbagai suku, ras, adat istiadat, bahasa, budaya, agama, serta kepercayaan. Fenomena tersebut,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam menjamin kelangsungan pembangunan suatu bangsa. Ilmu pengetahuan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan yang lainnya pasti membutuhkan kerjasama. Ketergantungan manusia satu dengan yang lain merupakan
Lebih terperinciBUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF
BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 KonteksMasalah Keluarga merupakan sebuah kelompok primer yang pertama kali kita masuki dimana didalamnya kita mendapatkan pembelajaran mengenai norma-norma, agama maupun proses sosial
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP DOSEN PEMBIMBING DENGAN TINGKAT STRESS DALAM MENULIS SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP DOSEN PEMBIMBING DENGAN TINGKAT STRESS DALAM MENULIS SKRIPSI Diajukan oleh : Rozi Januarti F. 100 050 098 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2009 BAB
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan kekerasan di lingkungan pendidikan atau sekolah ini telah menunjukkan angka yang sangat memprihatinkan, 16% siswa kelas akhir mengatakan bahwa mereka
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Meningkatnya tingkat kekerasan seksual terhadap anak di Kota Bekasi pada
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya tingkat kekerasan seksual terhadap anak di Kota Bekasi pada tahun 2016 membuat keprihatinan bagi seluruh masyarakat Bekasi. Catatan pada Badan Pemberdayaan
Lebih terperinciLAYANAN PENDIDIKAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS dan PENDIDIKAN INKLUSIF
LAYANAN PENDIDIKAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS dan PENDIDIKAN INKLUSIF Aini Mahabbati, S.Pd., M.A Jurusan PLB FIP UNY HP: 08174100926 Email: aini@uny.ac.id Disampaikan dalam PPM Sosialisasi dan Identifikasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam buku Etika Profesi Pendidikan). Pendidikan di Sekolah Dasar merupakan jenjang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan tempat melaksanakan serangkaian kegiatan acara terencana dan terorganisir (Winkel, 2012). Di dalam sekolah siswa mendapatkan pendidikan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan antara individu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perbedaan harus diwujudkan sejak dini. Dengan kata lain, seorang anak harus belajar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya setiap manusia diciptakan berbeda, maka perbedaan dalam pendapat, persepsi, dan tujuan menjadi sebuah keniscayaan. Kemampuan menerima dan menghargai
Lebih terperinciPAUD INKLUSI UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)
Paud Inklusi Untuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) PAUD INKLUSI UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) Abstrak Sri Huning Anwariningsih, Sri Ernawati Universitas Sahid Surakarta, Jl Adi Sucipto 154 Surakarta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. sebelumnya, dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut :
135 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan Berdasarkan deskripsi hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : a. Pelaksanaan Lesson
Lebih terperinciBAB IV ANALISA PENDEKATAN HUMANISTIK DENGAN TEKNIK CLIENT-CENTERED OLEH GURU KELAS DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA TUNARUNGU
BAB IV ANALISA PENDEKATAN HUMANISTIK DENGAN TEKNIK CLIENT-CENTERED OLEH GURU KELAS DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA TUNARUNGU A. Analisa Pendekatan Humanistik Dengan Teknik Client-Centered Oleh
Lebih terperinci1 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan hal terpenting dalam kehidupan. Semua orang berhak untuk mendapatkan pendidikan, karena dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945 yang sudah
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Persepsi keluarga terhadap anak dengan ID Keluarga dapat memiliki persepsi yang benar maupun salah terhadap anak dengan ID, khususnya terkait dengan disabilitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Sadar akan hakikatnya, setiap manusia Indonesia di muka bumi ini selalu
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Sadar akan hakikatnya, setiap manusia Indonesia di muka bumi ini selalu berbuat untuk hal yang lebih baik. Untuk mengubah prilaku menuju ke hal yang lebih baik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan
Lebih terperinciB A B PENDAHULUAN. Setiap manusia yang lahir ke dunia menginginkan sebuah kehidupan yang
B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia yang lahir ke dunia menginginkan sebuah kehidupan yang nyaman dan bahagia, yaitu hidup dengan perlindungan dan kasih sayang dari kedua orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berkompetensi dalam berbagai bidang, salah satu indikator kompetensi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan jaman semakin dibutuhkan pula individu yang berkompetensi dalam berbagai bidang, salah satu indikator kompetensi individu tercermin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut
Lebih terperinciV. KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Pertama, terdapat kecenderungan semakin tinggi motivasi belajar, aktivitas belajar
V. KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dan pembahasan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab terdahulu maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pola Asuh Orangtua a. Pengertian Dalam Kamus Bahasa Indonesia pola memiliki arti cara kerja, sistem dan model, dan asuh memiliki arti menjaga atau merawat dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang tua menginginkan dan mengharapkan anak yang dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan pintar. Anak-anak yang patuh, mudah diarahkan,
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DATA. A. Faktor-Faktor Penyebab Anak Terkena Epilepsi di Gubeng
BAB IV ANALISIS DATA A. Faktor-Faktor Penyebab Anak Terkena Epilepsi di Gubeng Klingsingan Surabaya Faktor penyebab klien terkena epilepsi terjadi karena faktor eksternal. Yaitu faktor yang terjadi bukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. siswa aktif melakukan kegiatan yang bertujuan. Di jenjang sekolah menengah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan kelas yang baik merupakan bagian terpenting dari kegiatan pembelajaran seorang guru. Maka bila seorang guru melaksanakan pembelajaran diharapkan guru tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemampuan mendengar dan kemampuan bicara (Somantri, 2006). selayaknya remaja normal lainnya (Sastrawinata dkk, 1977).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuna rungu wicara adalah kondisi realitas sosial yang tidak terelakan didalam masyarakat. Penyandang kecacatan ini tidak mampu berkomunikasi dengan baik selayaknya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan yang paling pokok dalam menentukan keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan. Menurut Syah (2000:92) Belajar dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Nasional pada pasal 1 ayat 6 yang menyatakan bahwa guru pembimbing sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara legalitas keberadaan bimbingan dan konseling di Indonesia tercantum dalam undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus (Heward dan Orlansky, 1992) adalah anak dengan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak berkebutuhan khusus (Heward dan Orlansky, 1992) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan
Lebih terperinciINOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO
INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO agung_hastomo@uny.ac.id Abstrak Artikel dengan judul Model penanganan Anak Berkebutuhan Khusus di sekolah akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam zaman pembangunan di Indonesia dan globalisasi dunia yang menuntut kinerja yang tinggi dan persaingan semakin ketat, semakin dibutuhkan sumber daya
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS TENTANG IMPLEMENTASI METODE CERITA DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK
BAB IV ANALISIS TENTANG IMPLEMENTASI METODE CERITA DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK A. Penerapan Metode Cerita dalam Pembentukan Akhlak Anak Usia Dini di PAUD Cahaya Gunungpati Semarang 1. Persiapan 1 a. Persiapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Fungsi utama Rumah Sakit yakni melayani masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Seiring dengan berjalannya waktu dan semakin majunya teknologi kedokteran,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kekerasan dalam pacaran bukan hal yang baru lagi, sudah banyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekerasan dalam pacaran bukan hal yang baru lagi, sudah banyak penelitian yang mencoba memahami fenomena ini (Milletich et. al, 2010; O Keefe, 2005; Capaldi et. al,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan ini, tidak semua orang berada pada kondisi fisik yang sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan ada
Lebih terperinciCHECK LIST POTENSI KOMPONEN KETERANGAN KOMITMENT TERTULIS /KEBIJAKAN
CHECK LIST POTENSI KOMPONEN KOMITMENT TERTULIS /KEBIJAKAN a. Memiliki kebijakan anti kekerasan terhadap peserta didik: 1) Komitmen tertulis komitmen tertulis dalam bentuk ikrar untuk mencegah kekerasan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI PENELITIAN. Berdasarkan hasil Penelitian tentang pengaruh penerapan tata tertib
BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI PENELITIAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil Penelitian tentang pengaruh penerapan tata tertib sekolah terhadap tingkat kedisiplinan siswa menunjukkan bahwa kecenderungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada hakikatnya adalah hak bagi setiap individu dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakikatnya adalah hak bagi setiap individu dan merupakan hal mendasar yang dibutuhkan manusia selama hidup. Selama hidup manusia akan selalu
Lebih terperinciQuizNona: Apakah Nona Mengalami Kekerasan Dalam Pacaran?
QuizNona: Apakah Nona Mengalami Kekerasan Dalam Pacaran? Dear Nona, masihkah Nona ragu tentang kekerasan dalam pacaran yang mungkin tengah Nona alami? Jika iya, Nona bisa mengisi kolom di bawah ini untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Saat ini jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia semakin
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia semakin meningkat. Menurut Dirjen Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Indonesia
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DATA. peneliti, maka peneliti menganalisis dengan analisis deskriptif komparatif.
92 BAB IV ANALISIS DATA Setelah data diperoleh dari lapangan yang berupa wawancara, observasi dan dokumentasi yang disajikan pada awal bab yang telah dipaparkan oleh peneliti, maka peneliti menganalisis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lembaga-lembaga kemasyarakatan. Kelompok-kelompok ini biasanya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat mempunyai kelompok-kelompok sosial maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan. Kelompok-kelompok ini biasanya mengadakan hubungan kerjasama yaitu melalui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang tidak bisa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan kita. Pendidikan adalah suatu kegiatan yang pada dasarnya merupakan suatu proses
Lebih terperinciPENGINJILAN I. PENTINGNYA VISI DAN MISI PENGINJILAN DALAM GEREJA LOKAL
PENGINJILAN I. PENTINGNYA VISI DAN MISI PENGINJILAN DALAM GEREJA LOKAL 1. Visi dan Misi Penginjilan dalam gereja lokal a. Visi: Terlaksananya Amanat Agung Yesus Kristus (Matius 28: 19 20) b. Misi: (1)
Lebih terperinci2015 PENGEMBANGAN PROGRAM PENINGKATAN KOMPETENSI GURU D ALAM MENYUSUN PROGRAM PEMBELAJARAN IND IVIDUAL DI SLB AD ITYA GRAHITA KOTA BAND UNG
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap peserta didik yang mengikuti proses belajar dan proses pendidikan, memiliki keadaan yang beragam. Seperti yang terjadi pada peserta didik berkebutuhan
Lebih terperinciKARAKTERISTIK GURU SEBAGAI PEMBIMBING DI TAMAN KANAK-KANAK
Karakteristik Guru sebagai Pembimbing di Taman Kanak-kanak 127 KARAKTERISTIK GURU SEBAGAI PEMBIMBING DI TAMAN KANAK-KANAK Penata Awal Guru adalah pembimbing bagi anak taman kanak-kanak. Proses tumbuh kembang
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS. S k r i p s i
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS S k r i p s i Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai gelar derajat sarjana S-1 Psikologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dapat dipastikan dalam kehidupan ini, bahwa setiap pasangan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dapat dipastikan dalam kehidupan ini, bahwa setiap pasangan yang telah menikah pastilah mendambakan hadirnya buah hati di tengah-tengah kehidupan mereka, yaitu
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS TERAPI RASIONAL EMOTIF DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KONFRONTASI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK KORBAN BULLYING
BAB IV ANALISIS TERAPI RASIONAL EMOTIF DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KONFRONTASI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK KORBAN BULLYING Setelah menyajikan data hasil lapangan maka peneliti melakukan analisis
Lebih terperinciBAB I 1.1 Latar Belakang
BAB I 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa yaitu suatu sindrom atau pola perilaku yang secara klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan menimbulkan gangguan pada satu atau lebih
Lebih terperinciINOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO
INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO agung_hastomo@uny.ac.id
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk individu dan sekaligus makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia perlu berkomunikasi dan berinteraksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian setiap orang. Ketika menikah, tentunya orang berkeinginan untuk mempunyai sebuah keluarga yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera utara
12 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, berbagai macam inovasi baru bermunculan dalam dunia kesehatan. Dewasa ini dunia kesehatan semakin mengutamakan komunikasi dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan keluarga utuh serta mendapatkan kasih sayang serta bimbingan dari orang tua.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan, setiap manusia memiliki dambaan untuk hidup bersama dengan keluarga utuh serta mendapatkan kasih sayang serta bimbingan dari orang tua. Perhatian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu modal yang harus dimiliki untuk hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari tingkat TK sampai dengan
Lebih terperinciSekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler
Sekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler Drs. Didi Tarsidi I. Pendahuluan 1.1. Hak setiap anak atas pendidikan
Lebih terperinciBagaimana Memotivasi Anak Belajar?
Image type unknown http://majalahmataair.co.id/upload_article_img/bagaimana memotivasi anak belajar.jpg Bagaimana Memotivasi Anak Belajar? Seberapa sering kita mendengar ucapan Aku benci matematika atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang
Lebih terperinciBULLYING. I. Pendahuluan
BULLYING I. Pendahuluan Komitmen pengakuan dan perlindungan terhadap hak atas anak telah dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28B ayat (2) menyatakan bahwa setiap
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
65 BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia pada siswa tunarungu
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pada bab ini terdapat empat kesimpulan berdasarkan hasil temuan penelitian dan pembahasan. Kesimpulan pertama berkaitan dengan kenyataan yang dialami keluarga,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. beragam. Hal ini didukung oleh berkembangnya ilmu pengetahuan, serta semakin
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan seorang anak baik secara fisik maupun psikologis merupakan hal yang penting bagi orang tua khususnya ibu. Perkembangan fisik dan psikologis anak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemerintah, masyarakat dan orang tua sebagai penanggung jawab dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah, masyarakat dan orang tua sebagai penanggung jawab dalam pendidikan, terus menerus melakukan upaya pembaharuan untuk meningkatkan mutu pendidikan,
Lebih terperinciDalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara
BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. LA TAR BELAKANG MASALAH Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Skripsi adalah karya ilmiah yang ditulis oleh mahasiswa sebagai bagian dari persyaratan pendidikan akademis di Perguruan Tinggi (Poerwadarminta, 2002). Semua
Lebih terperinciPusat Layanan Autisme Mansfield Australia
Pusat Layanan Autisme Mansfield Australia Merupakan kondisi kecemasan yg berlebihan, ketakutan, menarik diri sbg bentuk patologi psikologis Gelisah atau panik terjadi kapan saja dan dapat mempengaruhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan terbesar yang dihadapi siswa adalah masalah yang berkaitan dengan prestasi, baik akademis maupun non akademis. Hasil diskusi kelompok terarah yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak adalah karunia yang diberikan oleh Tuhan kepada umatnya. Setiap orang yang telah terikat dalam sebuah institusi perkawinan pasti ingin dianugerahi seorang anak.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi dengan lingkungan senantiasa dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin besarnya kebutuhan akan tenaga kerja profesional di bidangnya. Hal ini dapat dilihat dari berbagai
Lebih terperinciKEPEMIMPINAN SEBAGAI GEMBALA DAN PENGURUS DI BIARA Rohani, Juli 2013, hal Paul Suparno, S.J.
1 KEPEMIMPINAN SEBAGAI GEMBALA DAN PENGURUS DI BIARA Rohani, Juli 2013, hal 25-28 Paul Suparno, S.J. Suster Peduliata oleh kongregasinya diberi tugas menjadi pimpinan asrama siswi-siswi SMA. Suster Peduliata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha. merespon perubahan perubahan yang terkait secara cepat, tepat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha 1.1.1 Bentuk Usaha Sebagai dampak berkembangnya suatu organisasi dan teknologi, menyebabkan pekerjaan manajemen pendidikan semakin kompleks.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Respon Penerimaan Anak 1. Pengertian Respon atau umpan balik adalah reaksi komunikan sebagai dampak atau pengaruh dari pesan yang disampaikan, baik secara langsung maupun tidak
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. yang ditandai oleh sikap mengerutkan tubuh untuk menghindari kontak dengan orang lain yang masih
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sifat Pemalu Menurut Prayitno (2004:208) bahwa malu adalah bentuk yang lebih ringan dari rasa takut yang ditandai oleh sikap mengerutkan tubuh untuk menghindari kontak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap
1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap perkembangan yang harus dilewati. Perkembangan tersebut dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya dunia pendidikan, kini orangtua semakin memiliki banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk mendaftarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan berkembang pertama kalinya. Menurut Reiss (dalam Lestari, 2012;4), keluarga adalah suatu kelompok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan orang lain. Ditinjau dari sudut perkembangan manusia, kebutuhan untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat lepas dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk berkomunikasi atau bergaul dengan orang
Lebih terperinci