INTRODUKSI GEN SERIN GREEN FLUORESCENT PROTEIN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "INTRODUKSI GEN SERIN GREEN FLUORESCENT PROTEIN"

Transkripsi

1 INTRODUKSI GEN SERIN GREEN FLUORESCENT PROTEIN (sgfp) PADA CENDAWAN Pyricularia grisea RAS DC4 ASAL RUMPUT Digitaria ciliaris MENGGUNAKAN Agrobacterium tumefaciens STEPHANIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Introduksi gen serin Green Fluorescent Protein (sgfp) pada cendawan Pyricularia grisea ras dc4 asal rumput Digitaria ciliaris menggunakan Agrobacterium tumefaciens adalah benar karya bersama saya dengan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2013 Stephanie NIM P

4 RINGKASAN STEPHANIE. Introduksi Gen Serin Green Fluorescent Protein (sgfp) pada Cendawan Pyricularia grisea Ras dc4 Asal Rumput Digitaria ciliaris Menggunakan Agrobacterium tumefaciens. Dibimbing oleh UTUT WIDYASTUTI dan SURYO WIYONO. Pyricularia grisea merupakan patogen pada padi penyebab penyakit blas. Gen serin Green Fluorescent Protein (sgfp) telah digunakan untuk memonitor ekspresi gen dan virulensi cendawan sehingga dapat bermanfaat untuk studi sel cendawan. Penelitian ini bertujuan untuk mengintroduksi gen sgfp ke dalam genom P. grisea dc4 dari D. ciliaris menggunakan A. tumefaciens. Plasmid sgfp diintroduksikan ke dalam A. tumefaciens menggunakan metode triparental mating (TPM). Transformasi genetik dilakukan dengan cara ko-kultivasi spora P. grisea dc4 dengan A. tumefaciens LBA4404-pCAMB-sGFP. Pyricularia grisea dc4 transforman diseleksi dengan menggunakan media seleksi yang mengandung higromisin. Uji pertumbuhan P. grisea non transforman pada media OA 300 µg/ml higromisin lebih lambat jika dibandingkan dengan P. grisea transforman sgfp yang terus meningkat dari hari ke-7 hingga hari ke-21. Integrasi gen sgfp ke dalam genom dikonfirmasi dengan PCR menggunakan pasangan primer spesifik sgfp dan primer terminator sgfp-nos sebagai reverse dan primer β-tubulin digunakan sebagai kontrol internal. Ekspresi sgfp dari P. grisea dc4 transforman dideteksi dengan mikroskop fluoresen pada panjang gelombang 515 nm. Pengamatan mikroskopik spora menunjukkan adanya perkembangan pada bagian ujung spora P. grisea dc4 transforman yang menjadi tempat terbentuknya tabung kecambah. Hasil infeksi menunjukkan P. grisea dc4 mampu menginfeksi dan mengkolonisasi terlihat dari adanya hifa yang berpendar. Hal ini menunjukkan P. grisea dc4 asal rumput memiliki kemampuan patogenesitas terhadap padi rentan. Kata kunci : Transformasi menggunakan Agrobacterium tumefaciens, Digitaria ciliaris, Pyricularia grisea dc4, Serine Green Fluorescent Protein.

5 SUMMARY STEPHANIE. Introduction of Serine Green Fluorescent Protein (sgfp) Gene into Pyricularia grisea Race dc4 Isolated from Digitaria ciliaris Using Agrobacterium tumefaciens-mediated Genetic Transformation. Under Direction of UTUT WIDYASTUTI dan SURYO WIYONO. Pyricularia grisea is a rice plant pathogen has been known as the agent causing blast disease. Serin Green Fluorescent Protein (sgfp) gene have been used to monitorised gene expression and virulence of blast-causing fungi that has implication for fungal cell study. This research aimed to introduce sgfp gene into genome of P. grisea dc4 from D. ciliaris using A. tumefaciens. Plasmid sgfp was inserted into A. tumefaciens by triparental mating method (TPM). Genetic transformation was performed by co-cultivating spore P. grisea dc4 with A. tumefaciens LBA4404 pcamb-sgfp. Pyricularia grisea dc4 transformant was selected by using selection medium that contain hygromycin. The growth test of non transformant P. grisea on OA medium 300 µg/ml hygromycin is slower than P. grisea transformant sgfp that increased rapidly from day 7 until day 21. The integration of sgfp gene into genome was confirmed by PCR using sgfp s spesific primer pair, sgfp-nos terminator primer pair and β-tubulin primer pair as internal control. Expression of sgfp from P. grisea dc4 transformant was detected using fluorescent microscope with a 515 nm bandpass emission filter. Microscopic observation show that the growth of P. grisea dc4 transformant spores started from the basal area which will become the germ tube formation. The transformant P. grisea dc4 showed the ability to infect and to colonize within the host, that is showed by the hyphae fluorescence. This result clearly indicated that P. grisea dc4 which was taken from grass have the ability to infect on susceptible rice varities. Key word : Agrobacterium tumefaciens-mediated transformation, Digitaria ciliaris, Pyricularia grisea dc4, Serine Green Fluorescent Protein.

6 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

7 INTRODUKSI GEN SERIN GREEN FLUORESCENT PROTEIN (sgfp) PADA CENDAWAN Pyricularia grisea RAS DC4 ASAL RUMPUT Digitaria ciliaris MENGGUNAKAN Agrobacterium tumefaciens STEPHANIE Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Bioteknologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir Aris Tjahjoleksono, DEA

9 Judul Tesis Nama NIM : Introduksi Gen Serine Green Fluorescent Protein (sgfp) pada Cendawan Pyricularia grisea Ras dc4 Asal Rumput Digitaria ciliaris menggunakan Agrobacterium tumefaciens : Stephanie : P Disetujui Oleh Komisi Pembimbing Dr. Ir. Utut Widyastuti, M.Si Ketua Dr. Ir. Suryo Wiyono, M.Sc. Agr Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Bioteknologi Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA Prof. Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr Tanggal Ujian: 26 Agustus 2013 Tanggal Lulus:

10 Judul Tesis Nama NIM : Introduksi Gen Serine Green Fluorescent Protein (sgfp) pada Cendawan Pyricularia grisea Ras dc4 Asal Rumput Digitaria ciliaris menggunakan Agrobacterium tumefaciens : Stephanie : P Disetujui Oleh Komisi Pembimbing =>vf7nrj Dr. Ir. Sury~ Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Bioteknologi Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA Syah, MSc. Agr Tanggal Ujian: 26 Agustus 2013 Tanggal Lulus: C T2013

11

12 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini. Karya ilmiah ini disusun dalam rangka penelitian akhir sebagai syarat untuk memperoleh gelar magister Sains di program studi Bioteknologi Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dan penyusunan tesis ini dapat terselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak. Penelitian ini dibiayai oleh I-MHERE B2c dengan judul Biological Role of Rice Blast Disease to Develop Rice Plant Tolerance to Rice Blast atas nama Dr. Utut Widyastuti. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Kedua pembimbing yaitu Ibu Dr. Ir. Utut Widyastuti M.Si dan Bapak Dr. Ir. Suryo Wiyono, M.Sc. Agr yang telah memberikan kepercayaan, arahan serta bimbingan selama menjalani pendidikan dan penelitian di sekolah Pasca Sarjana IPB. 2. Dr. Ir. Aris Tjahjoleksono, DEA selaku penguji luar komisi atas saran untuk penulis. 3. Kedua orangtua terkasih bapak Dr. Ir. Harry T Uhi, M.Si dan ibu Jobel Jolana, S.Pd, Oma Sherly H, adik-adikku Venti, Tita, Barry dan juga kepada Kapten Ones, tante Jane, SP serta Albertus Aditya, SE atas dukungan doa, moril dan materi selama penulis menempuh pendidikan hingga selesai. 4. Kepala Laboratorium Biotechnology Research Indonesia-Netherland (BIORIN) Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) atas kesempatan untuk menggunakan fasilitas selama penelitian ini berlangsung. 5. Dr. Sesma dan Osbourn yang telah memberikan plasmid sgfp untuk digunakan dalam penelitian ini. 6. Bapak Prof. Dr. Suharsono, DEA selaku ketua program studi Bioteknologi SPs IPB atas ilmu pengetahuan dan bimbingan yang diberikan selama menempuh pendidikan. 7. Rekan-rekan mahasiswa, teknisi laboratorium dan lapangan di PPSHB IPB : Mbak Pepi, Pak Mulya, Pak Yanto, Pak Adi rumah kaca, Ibu Ifa, Pak Asri, Ahya, dkk. 8. Teman-teman P.S Bioteknologi angkatan 2010 semuanya yang tidak disebut satu persatu. Terimakasih atas dukungan dan kebersamaannya. 9. Seluruh pihak yang telah memberikan peranan dalam berlangsungnya penyusunan tesis ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan tesis ini, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk membantu kesempurnaan dalam penulisan ini. Semoga dapat bermanfaat bagi semuanya. Bogor, Oktober 2013 Stephanie

13 DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan 2 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 Pyricularia grisea 3 Green fluorescent protein (GFP) sebagai penanda molekuler 5 Transformasi genetik cendawan menggunakan vektor A. tumefaciens 6 3 METODE PENELITIAN 8 Waktu dan Tempat 8 Bahan Penelitian 8 Peralatan Penelitian 8 Metode 8 Triparental mating (TPM) 9 Transformasi sgfp ke P. grisea dc4 dengan bantuan A. tumefaciens 10 Produksi spora P. grisea ras dc4 10 Penyiapan A. tumefaciens-sgfp 11 Kokultivasi sel A. tumefaciens-sgfp dengan spora P. grisea dc4 11 Seleksi spora P. grisea dc4 hasil transformasi 11 Identifikasi P. grisea dc4 transforman sgfp dengan PCR 11 Visualisasi P. grisea dc4 transforman menggunakan mikroskop fluoresen 12 Infeksi P. grisea dc4 hasil transformasi pada padi 12 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 Triparental mating (TPM) 14 Transformasi sgfp ke P. grisea dc4 dengan bantuan A. tumefaciens 15 Deteksi Gen sgfp 17 Visualisasi P. grisea dc4 transforman 18 5 SIMPULAN DAN SARAN 21 DAFTAR PUSTAKA 22 RIWAYAT HIDUP 27 x xi xi

14 DAFTAR GAMBAR Gejala serangan P. grisea pada padi Siklus penyakit P. grisea Tahapan proses transfer DNA-T dari Agrobacterium ke sel cendawan Peta daerah T-DNA dalam plasmid pcamb-sgfp Skema kerja perakitan P. grisea dc4 transforman sgfp dan infeksi Visualisasi hasil PCR koloni bakteri A. tumefaciens LBA 4404 hasil TPM Kumpulan spora P. grisea dc4 pada hari ke-5 di media OA yang mengandung 300 µg/ml higromisin Pertumbuhan rata-rata P. grisea dc4 nontransforman dan transforman sgfp pada media seleksi OA 300 µg/ml higromisin Pertumbuhan cendawan P. grisea dc4 nontransforman sgfp (NT) dan transforman sgfp (T) pada media OA yang mengandung 300 µg/ml higromisin (+hgr) dan tanpa higromisin (-hgr) Visualisasi hasil PCR transformasi P.grisea dc4 menggunakan primer sgfp, sgfp-nos dan primer β-tubulin Miselium P. grisea dc4 spora transforman sgfp 7 jam setelah panen spora dilihat pada mikroskop tanpa fluoresen dan dengan fluoresen; perbesaran 1000x ` Perkembangan spora P. grisea dc4 jam ke-1, 2 dan 3. Perbesaran 1000x Struktur hifa P. grisea dca transforman di dalam sel padi Kencana Bali 24 jam setelah infeksi. Perbesaran 600x DAFTAR LAMPIRAN 1 2 Media kultur bakteri Media untuk transformasi P. grisea dc

15

16 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pyricularia grisea (teleomorph Magnaporthe grisea) bersinonim dengan Pyricularia oryzae Cav., merupakan patogen pada padi dibanyak negara sebagai agen penyebab penyakit blas (Rho et al. 2001). Penyakit blas diperkirakan menyebabkan kegagalan 30 % panen setiap tahunnya yang setara dengan pangan untuk 60 juta orang (Dagdas et al. 2012). Di Indonesia total luas serangan blas mencapai ha dari total ha luas areal pertanaman padi pada tahun 2012 (Deptan 2012). Penyakit ini merupakan masalah utama pada padi gogo. Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa patogen blas juga menyerang tanaman padi sawah (Santoso & Nasution 2008), sehingga untuk mengurangi dampak kehilangan hasil yang besar maka penyakit blas perlu mendapat perhatian. Cendawan P. grisea menjadi patogen terhadap lebih dari 50 spesies rumput-rumputan liar di sekitar persawahan. Pyricularia grisea memiliki kisaran inang yang luas selain padi antara lain Triticum aestivum, Zea mays, Eleusine coracana (finger millet), Digitaria sanguinalis (crab grass), Panicum repens (torpedo grass), Leersia hexandra (cutgrass), Setaria italica (rumput budidaya), dan Brachiaria mutica (Couch & Khon 2002; Listiyowati et al. 2011). Berdasarkan kisaran inang cendawan penyebab penyakit blas tersebut, maka anggota serealia atau rumput-rumputan di sekitar areal penanaman padi dapat terinfeksi P. grisea sehingga dapat menjadi inang alternatif dan sumber inokulum pada saat musim tanam padi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rumput yang ada di sekitar pertanaman padi dapat menjadi inang sementara bagi cendawan penyebab blas. Cendawan blas yang berasal dari rumput ini mampu menginfeksi padi. Isolat dc4 yang berganti inang ini mengalami perubahan genotip yang ditandai dengan perubahan pada marker SCAR untuk Cut1, PWL2, Erg2 maupun ras fisiologi berdasarkan kemampuan menginfeksi varietas diferensial padi Indonesia (Listiyowati et al. 2011). Hal ini diduga sebagai bagian dari adaptasi genom isolat cendawan terhadap perubahan inang, tetapi mekanisme yang menyebabkan terjadinya perubahan genetik ini belum diketahui secara pasti. Oleh karena itu sebagai langkah awal perlu dilakukan pemberian marker pada cendawan P. grisea dc4 sehingga dapat digunakan sebagai monitor ketika menginfeksi padi. Menurut Lorang et al. (2001) gen sgfp dapat digunakan sebagai alat untuk mempelajari interaksi yang terjadi antara cendawan dan tanaman, gen sgfp juga telah digunakan untuk memonitor virulensi cendawan penyebab penyakit blas. Gen sgfp memiliki beberapa kelebihan untuk digunakan sebagai marka diantaranya deteksi gen sgfp tidak memerlukan penambahan substrat untuk visualisasinya, tidak membutuhkan perlakuan khusus pada jaringan dan keberadaannya di dalam sel tidak membahayakan sel itu sendiri. Keuntungan tersebut menjadikan sgfp sebagai alat yang sangat baik dalam transformasi dan ekspresi gen (Lorang et al. 2001). Saat ini gen sgfp telah diketahui dapat diekspresikan pada 16 spesies dari 12 genus cendawan termasuk diantaranya M. grisea (Lorang et al. 2001). Gen sgfp telah berhasil digunakan sebagai penanda

17 2 yang penting untuk beberapa cendawan penyebab penyakit salah satunya adalah M. grisea (Balhadere & Talbot 2001). Proses transfer gen sgfp ke dalam genom cendawan membutuhkan perantara. Agrobacterium tumefaciens telah lama digunakan sebagai perantara untuk mentransfer gen pada tanaman. Selain pada tanaman inangnya, A. tumefaciens dapat mentransfer DNA pada khamir dan juga fungi berfilamen (Combier 2003). Pada penelitian ini plasmid pcamb-sgfp sebagai vektor ekspresi yang membawa gen sgfp akan ditransfer ke dalam A. tumefaciens melalui metode triparental mating (TPM), untuk selanjutnya dilakukan introduksi gen sgfp ke dalam genom cendawan. Keberhasilan transformasi gen ini kemudian dapat dikembangkan untuk memfasilitasi studi molekular interaksi patogen dengan inang. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengintroduksi gen sgfp kedalam cendawan P. grisea ras dc4 dengan menggunakan A. tumefaciens.

18 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Pyricularia grisea Penyakit blas merupakan salah satu penyakit pada tanaman yang mempengaruhi produksi padi di seluruh dunia. Penyakit blas disebabkan oleh cendawan ascomycetes P. grisea yang memiliki teleomorf Magnaporthe grisea. Pyricularia grisea tidak hanya menyerang tanaman padi tetapi juga ditemukan menyerang tanaman rumput-rumputan dan serealia. Pada tahun 2005, gejala penyakit blas ditemukan pada rumput Digitaria ciliaris, Digitaria sp, dan Ottochloa nodosa di kebun percobaan Jasinga Bogor. Bercak blas juga ditemukan pada jenis rumput Cynodon dactylon dan Panicum repens di Sukabumi (Listiyowati et al. 2011). A B Gambar 1 Gejala serangan P. grisea pada daun padi (a), buku batang dan kolar daun (b), leher malai (c), malai padi (d), benih padi (e) (TeBeest et al. 2007) Gejala penyakit blas seperti bercak-bercak dapat ditemukan di seluruh bagian tanaman termasuk daun buku batang, leher malai, malai padi, pedicels dan benih. Gejala pada daun umumnya muncul bercak berbentuk belah ketupat (Gambar 1a). Gejala pada daun bervariasi sesuai dengan kondisi lingkungan, umur tanaman dan tingkat ketahanan kultivar inang. Pada tanaman yang peka, bercak awal tampak berwarna abu-abu dikelilingi warna hijau gelap kemudian berkembang beberapa sentimeter sedangkan bercak pada tanaman tahan sering tetap berukuran 1-2 mm berwarna coklat hingga coklat tua (TeBeest et al. 2007; Agrios 2005). Infeksi P. grisea pada kolar daun (daerah pertemuan antara helai daun dan pelepah) akan menimbulkan gejala busuk kolar berwarna coklat dan menyebabkan daun mati secara keseluruhan (Gambar 1b), infeksi kemudian menyebar beberapa milimeter ke bagian pelepah daun (TeBeest et al. 2007; Ou 1985). Gejala infeksi pada buku batang yaitu terbentuk nekrosis berwarna coklat dan hitam kemudian dapat menyebabkan batang menjadi patah. Serangan P. grisea pada leher malai memperlihatkan gejala nekrotik yang berwarna kecoklatan (Gambar 1c), sedangkan infeksi pada buku leher menyebabkan busuk pada leher.

19 4 Infeksi pada leher dan malai padi dapat mengakibatkan padi kehilangan hasil, pengisian bulir tidak sempurna dan seluruh malai membusuk. Bercak-bercak berwarna abu-abu kecoklatan juga dapat ditemukan pada malai padi (Gambar 1d). Gejala pada benih tampak titik bercak berwarna coklat dan terkadang berbentuk belah ketupat seperti yang terdapat pada daun (Gambar 1e). (TeBeest et al. 2007). Cendawan penyebab penyakit blas menyerang tanaman pada semua tahap perkembangan dan dapat menginfeksi daun, batang maupun malai padi. Proses terjadinya infeksi cendawan P. grisea pada tanaman dimulai ketika spora menempel pada permukaan jaringan tanaman (Gambar 2). Spora dapat menempel dengan kuat pada permukaan tanaman karena memiliki spore tip mucilage yang berfungsi sebagai perekat pada permukaan inang. Kemampuan melekatnya spora juga dipengaruhi dengan adanya gaya adhesi yang terjadi akibat interaksi hidrofobik antara P. grisea dengan permukaan tanaman inangnya hingga terjadi perkecambahan spora. Spora cendawan berkecambah kemudian membentuk tabung kecambah dan selanjutnya berkembang menjadi apresorium. Dinding apresorium mengalami pembentukan melanin yang mengakibatkan terjadinya tekanan turgor. Tekanan turgor mendorong tabung penetrasi (penetration peg) melalui kutikula dan masuk ke dalam jaringan epidermis tanaman. Cendawan kemudian menyebar ke seluruh sel melalui plasmodemata. Bercak akan muncul setelah 72 jam-96 jam sesudah terjadi infeksi dan sporulasi pada kondisi lembab (Ribot et al. 2008). Beratnya serangan P. grisea sangat dipengaruhi oleh beberapa fakor antara lain keadaan kelembaban sekitar 90% yang terjadi baik dalam bentuk hujan, embun atau kelembaban relatif merupakan faktor yang sangat membantu perkembangan penyakit blas. Kondisi optimum perkembangan blas yaitu pada temperatur 24ºC-28ºC. Kelebihan nitrogen juga dapat mempengaruhi kerentanan tanaman terhadap serangan P. grisea. Bercak blas yang terdapat pada permukaan daun membawa konidiofor-konidiofor yang dapat menghasilkan sampai dengan 2000 spora per malam dan berlangsung selama hari (Agrios 2005; Wilson & Talbot 2009). Gambar 2 Siklus penyakit P. grisea (Ribot et al. 2008)

20 Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Pandia (2008) menunjukkan bahwa spora P. grisea dc4 memiliki karakteristik berbentuk seperti buah pir dengan dua sekat, terdapat apendik dan berwarna hialin, bagian atas konidia agak mengecil dengan ukuran konidia (22.6x9.4) µm. Menurut Listiyowati et al. (2012) warna koloni cendawan blas yang berasal dari rumput tampak cepat berubah dari gelap menjadi putih selama disubkultur berulang-ulang di laboratorium. Cendawan blas yang berasal dari rumput juga memiliki jumlah konidia yang lebih sedikit dibandingkan cendawan blas yang diperoleh dari padi. Kemampuan infeksi P. grisea ras dc4 diketahui telah mampu menginfeksi padi varietas rentan yaitu Kencana Bali dan moderat tahan yaitu Cisokan. Green Fluorescent Protein (GFP) Sebagai Penanda Molekular Green fluorescent protein (GFP) adalah polipetida dengan 283 asam amino yang diisolasi dari ubur-ubur Aeqouria victoria dan berukuran 27 kda. GFP menyerap cahaya pada panjang gelombang maksimum 395 dan 475 nm serta memancarkan cahaya hijau berpendar dengan kuat dan stabil pada panjang gelombang maksimum 508 nm (Chalfie et al. 1994; Spellig et al. 1996). Green Fluorescent Protein dapat dimanfaatkan dengan mudah sebagai reporter untuk ekspresi gen atau sebagai protein yang difusikan dengan gen untuk memantau lokasi protein yang spesifik dalam sel hidup (Czymmek et al. 2002). Gen GFP dari A. victoria tipe liar tidak cukup berpendar pada banyak cendawan, terutama karena tidak secara efisien terekspresi sehingga dimodifikasi dengan mengganti serin menjadi treonin pada asam amino yang ke-65 menjadi sgfp. Serin Green Fluorescent Protein telah dikembangkan sebagai penanda visual atau reporter gen pada sejumlah fungi (Li et al. 2006), sebagai pelacak untuk mempelajari dinamika selular dari fungi dan juga penanda untuk mengikuti perkembangan patogen dalam tanaman inangnya (Visser et al. 2004). Gen sgfp telah berhasil diekspresikan pada tanaman, mamalia dan kamir. Penggunaan gen penanda sgfp pada cendawan juga telah banyak dilakukan. Ustilago maydis merupakan cendawan pertama yang sukses menunjukkan ekspresi dari sgfp kemudian diikuti oleh Aspergillus nidulans dan Aureobasidium pullulans. Saat ini ekspresi sgfp telah ditunjukkan oleh 16 spesies dari 12 genus cendawan termasuk diantaranya Colletotrichum, Mycospaerella, Cochliobolus, Trichoderma, Podokonidia, Sclerotinia, Schizophyllum, Aspergillus, Phytophthora dan Magnaporthe (Lorang et al. 2001). Spellig et al. (1996) menunjukkan sgfp telah digunakan sebagai reporter pada cendawan patogen pada jagung dari kelompok basidiomycetes Ustilago maydis untuk melihat hubungan inang dan patogennya. sgfp juga digunakan untuk mempelajari perkembangan dan interaksi antara cendawan Cochliobolus heterostrophus dengan tanaman (Maor et al. 1998). Interaksi patogen Botrytis cinerea dengan tanaman inangnya (Li et al. 2006). Sesma & Osbourn (2004) dalam penelitiannya telah berhasil mengintroduksikan gen sgfp ke dalam cendawan M. grisea untuk melihat proses kolonisasi M. grisea pada akar tanaman padi. Serin Green Fluorescent Protein memiliki beberapa kelebihan untuk digunakan sebagai penanda molekuler antara lain tidak memerlukan kofaktor atau substrat untuk aktifitasnya, dan dapat berpendar serta diamati langsung tanpa

21 6 memerlukan protein substrat ataupun kofaktor, ekspresi dengan menggunakan gen sgfp tidak akan mempengaruhi patogenesitas dari cendawan. Keberadaan gen di dalam sel itu sendiri tidak membutuhkan perlakukan khusus pada jaringan, dan ekspresi gen sgfp dapat dideteksi sampai pada tingkat sel tunggal. Proses pengamatan sgfp hanya membutuhkan ultraviolet (UV) atau cahaya biru dan oksigen untuk dapat berpendar (Chalfie et al. 1994). Transformasi Genetik P. grisea Menggunakan Vektor A. tumefaciens Agrobacterium tumefaciens adalah bakteri tanah yang termasuk dalam famili Rhizobiaceae. Bakteri A. tumefaciens memiliki ciri-ciri berbentuk batang, bersifat gram negatif dan parasit obligat. Bakteri ini tumbuh optimal pada suhu 28ºC-30ºC. Phytopathogen tanah A. tumefaciens yang menyebabkan penyakit tumor pada tanaman saat ini secara luas telah digunakan sebagai alat untuk mengintroduksi gen asing ke dalam tanaman. A. tumefaciens telah lama digunakan untuk transfer gen pada tanaman. Selain pada tanaman inangnya, A. tumefaciens dapat mentransfer DNA pada khamir, dan juga fungi berfilamen (Combier 2003). Transformasi dengan perantara Agrobacterium telah sukses untuk transformasi sejumlah fungi kelompok Ascomycetes, Basidiomycetes, Zygomycetes juga kelompok Oomycetes. Agrobacterium telah dikembangkan untuk transformasi sejumlah fungi diantaranya Agaricus bisporus, Calonectria morganii, Fusarium circinatum, Helminthosorium turcicum dan Magnaporthe grisea ( Michielse et al. 2005). Interaksi antara A. tumefaciens dan inangnya melibatkan serangkaian sinyal kimiawi (Gambar 3). Transfer T-DNA terjadi setelah A. tumefaciens memperoleh senyawa fenolik asetosiringon dan monosakarida seperti glukosa yang dilepaskan berfungsi sebagai inducer gen-gen vir yang akan mensintesis protein-protein virulen. Untuk memperkuat kontak antara Agrobacterium dengan inang sasaran maka Agrobacterium mengeluarkan suatu metabolit β-1-2-glukan yang disintesis oleh gen-gen kromosomal ChvE. Selanjutnya senyawa fenolik akan ditanggapi oleh vira yang kemudian mengalami defosforilasi. Fosfor diikat oleh virg yang selanjutnya mengaktifkan ekspresi berbagai vir lainnya. Protein VirD1 dan VirD2 yang memiliki aktivitas endonuklease akan memotong T-DNA sehingga dihasilkan untai tunggal DNA linier. Kompleks utas tunggal T-DNA- VirD dibungkus oleh protein VirE2 sehingga dapat mencegah nuklease dan berfungsi membentangkan utas komplek T-DNA sehingga mudah melintasi kanal membran. Protein-protein VirB membentuk kanal membran dan juga berfungsi menyediakan energi untuk pembentukan kanal maupun ekspor T-DNA menuju inti sel cendawan (Michielse et al. 2005). Transformasi pada fungi melalui A. tumefaciens menggunakan sistem vektor biner, yaitu A. tumefaciens membawa dua plasmid : Ti plasmid yang mengandung sejumlah besar segmen gen virulens (Vir) dan plasmid vektor yang mengandung T- DNA (Michielse et al. 2005). Terdapat beberapa strain A. tumefaciens yang telah digunakan untuk transformasi cendawan yaitu LBA4404, EHA 105 dan LBA1100 (Michielse et al. 2005).

22 Gambar 3 Tahapan proses transfer DNA-T dari Agrobacterium ke sel cendawan (Michielse et al. 2005)

23 8 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2011 hingga September 2012, di laboratorium Biotechnology Research Indonesia-Netherland (BIORIN) Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB, Laboratorium Terpadu Departemen Biologi Fakultas MIPA IPB dan Rumah Kaca PPSHB IPB. Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain varietas padi rentan yaitu Kencana Bali (diperoleh dari Balai Besar Penelitian Tanaman padi, Muara Ciapus) dan isolat cendawan P. grisea ras dc4 asal rumput D. ciliaris (Listiyowati et al. 2011). Bakteri yang digunakan untuk proses triparental mating (TPM) antara lain bakteri Escherichia coli DH10B yang membawa plasmid pcamb-sgfp (donor) (Sesma & Osbourne 2004), E. coli DH1 yang membawa plasmid prk2013 (helper) dan A. tumefaciens LBA4404 (recipient). Bakteri yang digunakan untuk transformasi yaitu A. tumefaciens strain LBA4404 yang membawa plasmid pcamb-sgfp dengan konstruksi gen pada Gambar 4. Primer spesifik sgfp-f (5 -CGACGTAAACGGCCACAAGT-3 ) dan sgfp-r (5 - CTCCATGCCGTGAGTGATCC-3 ), Nos-R (5 -CTCATAAATAACGTCATG CATTACA-3 ), serta primer β-tubulin Bt1aF (5 -TTCCCCCGTCTCCACTTC TTCATG-3 ) dan Bt1bR (5 -GACGAGATCGTTCATGTTGAACTC-3 ). Gambar 4 Peta daerah T-DNA dalam plasmid pcamb-sgfp. Nos-ter : terminator nopaline sythase untuk gen target, sgfp: gen target, ToxA-Pr: Promotor konstitutif untuk gen target sgfp, TrpC-Pr: promotor konstitutif untuk gen marka seleksi higromisin (Sesma & Osbourn 2004) Peralatan Penelitian Alat yang digunakan antara lain : laminair flow, PCR thermocycle, tabung (tube PCR); shaker orbital 250 rpm, elektroforesis, mikroskop fluoresen, mikropipet, syringe, cawan petri, jarum ose.

24 Metode Penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian (Gambar 5) yaitu : (1) Introduksi sgfp ke dalam P. grisea dc4 dengan menggunakan A. tumefaciens untuk memperoleh P. grisea dc4 transforman., (2) Infeksi P. grisea dc4 sgfp pada tanaman padi. I Tri Parental Mating Konjugasi LBA DH1 + pcamb-sgfp Seleksi antibiotik Identifikasi dengan PCR dan mikroskopis A. tumefaciens transforman TRANSFORMASI Produksi spora P. grisea dc4 Kultur A. tumefaciens transforman Kokultivasi Produksi spora hasil transformasi Visualisasi fluoresen Identifikasi dengan PCR P. grisea dc4 Transforman II INFEKSI KE TANAMAN Produksi spora Infeksi ke Padi Visualisasi fluoresen Gambar 5 Skema kerja perakitan P. grisea dc4 transforman sgfp dan infeksi ke padi

25 10 Triparental mating (TPM) Introduksi plasmid biner yang mengandung gen sgfp ke dalam A. tumefaciens dilakukan dengan cara TPM (Hanum 2011). TPM menggunakan 3 bakteri yaitu E. coli DH10B donor yang mengandung plasmid pcamb-sgfp, bakteri E. coli DH1 yang mengandung helper prk2013 dan A. tumefaciens LBA4404 sebagai recipient strain. Ketiga bakteri tersebut ditumbuhkan kedalam media LA terjadi konjugasi. Agrobacterium tumefaciens (LBA4404) sebagai recipient strain ditumbuhkan pada media LB (Lampiran 1) dengan media seleksi streptomisin (100 µg/ml) yang diinkubasi pada mesin shaker dengan kecepatan 250 rpm suhu 29 C selama 36 jam pada ruang gelap, Selanjutnya strains DH1 (prk2013) ditumbuhkan pada media LB yang mengandung antibiotik kanamisin 60 µg/ml pada suhu 37 o C selama kurang lebih 18 jam. E. coli DH10B yang mengandung plasmid pcamb-sgfp hasil kontruksi Sesma dan Osbourn (2004) dikulturkan pada media seleksi LB kanamisin (Lampiran 1) 60 µg/ml pada suhu 37 C selama kurang lebih 18 jam. Proses konjugasi dilakukan dengan mengambil 20 µl masing-masing bakteri yang telah dikultur (LBA 4404, DH1, DH10B-pCAMB-sGFP), kemudian diteteskan pada media LB padat tanpa antibiotik dan dicampurkan supaya terjadi konjugasi. Kontrol dilakukan dengan cara meneteskan masing-masing kultur menggunakan pipet tanpa mencampur ketiga kultur tersebut, kemudian diinkubasi pada suhu ruang (28 o C) selama 18 jam. Kultur LBA 4404, prk2013 dan pcamb-sgfp hasil konjugasi yang telah diinkubasi, diambil satu goresan kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam 500 µl media LB dan dihomogen. Kultur diencerkan dengan cara mengambil 5 µl media (kultur + LB) kemudian dimasukan ke dalam 495 µl media LB. Kultur hasil konjugasi yang telah diencerkan selanjutnya disebar pada media LB padat yang mengandung antibiotik streptomisin 50 µg/ml dan kanamisin 50 dan 50 µg/ml higromisin; Kemudian diinkubasi pada suhu ruang (28ºC) selama 32 jam. Setelah TPM berhasil dilakukan, selanjutnya mengidentifikasi DNA hasil TPM dengan PCR. PCR koloni menggunakan primer spesifik sgfp-f (5 - CGACGTAAACGGCCACAAGT-3 ), dan sgfp-r (CTCCATGCCGTGAG TGATCC-3 ), PCR koloni dilakukan dengan menggunakan 10 µl 1x PCR master mix (0.05 U/µL -1 Taq DNA Polymerase, 0.2 mm dntp), 0.5 pmol primer spesifik. Program PCR untuk mengamplifikasi fragmen gen sgfp ialah sebagai berikut: pradenaturasi pada suhu 94 o C selama 1 menit, siklus dimulai PCR dimulai dengan tahap denaturasi pada suhu 94 o C selama 1 menit, annealing pada suhu 53 o C selama 30 detik, extention (pemanjangan) pada suhu 72 o C selama 1 menit diikuti tahap pendinginan dan dilakukan sebanyak 35 siklus. Sebagai kontrol postif PCR digunakan DNA plasmid pcamb-sgfp sedangkan kontrol negatif menggunakan ddh 2 O sebagai pengganti DNA cetakan. Produk PCR divisualisasi melalui elektroforesis pada gel agarosa 1 % (b/v) dalam TAE 1x (0.04 M Tris-asetat dan M EDTA), dan perendaman gel dalam 0.5 mg L -1 etidium bromida. Visualisasi pita amplikon diamati pada UV transluminator (Labquip) yang dilengkapi kamera digital.

26 Transformasi sgfp ke P. grisea dc4 dengan bantuan A. tumefaciens Produksi spora P. grisea ras dc4 Produksi spora cendawan mengikuti metode Manandhar et al. (1998). Cendawan ditumbuhkan pada media Oatmeal Agar (OA) (Lampiran 2) dan diinkubasi selama 7-10 hari pada suhu ruang. Secara aseptik kultur cendawan dicuci dengan akuades steril untuk menghilangkan miselium aerial kemudian ditutup dengan plastik transparan dan diberi lubang untuk aerasi. Kultur cendawan disinari menggunakan lampu near-uv selama 5-6 hari untuk menginduksi pembentukan spora. Spora dipanen dengan menggunakan 3 ml akuades steril. Permukaan cendawan digosok dengan kaca obyek steril untuk memperoleh spora, kemudian disaring menggunakan kain sifon steril dan disentrifugasi pada rpm (Jouan centrifuge BR4i) selama 10 menit. Penentuan konsentrasi spora dihitung dengan menggunakan hemocytometer. Suspensi spora diencerkan dengan menggunakan Potato Dextrose Broth Difco (PDB) hingga diperoleh konsentrasi 10 6 spora/ml. Penyiapan A. tumefaciens-sgfp Satu koloni A. tumefaciens yang mengandung plasmid pcamb-sgfp ditumbuhkan dalam 2 ml Minimal Medium (Lampiran 2) (Hooykaas et al. 1978) yang mengandung antibiotik 100 µg/ml streptomisin, 50 µg/ml, kanamisin dan 50 µg/ml higromisin pada kondisi gelap suhu 28ºC selama 48 jam dengan rotasi 250 rpm. Kultur bakteri kemudian diencerkan dengan 5 ml Induction medium (IM) sampai diperoleh kerapatan optik 0,15 pada A 600. Kultur bakteri A. tumefaciens-sgfp ditumbuhkan kembali selama 4-6 jam pada suhu 28ºC dengan rotasi 250 rpm pada kondisi gelap hingga diperoleh kerapatan optik 0,5 pada A 600 (Betts et al. 2007). Kokultivasi sel A. tumefaciens-sgfp dengan spora P. grisea dc4 Transformasi P. grisea mengikuti metode Rho et al. (2001) dan Betts et al. (2007). Sebanyak 100 µl spora P. grisea dc4 (konsentrasi 10 6 spora/ml) dicampur dengan 100 µl sel A. tumefaciens-sgfp (A 600 =0,5), kemudian ditambahkan asetosiringon 200 µm, selanjutnya diinkubasi 30 menit pada kondisi gelap. Kokultivasi kultur diteteskan pada media Induction Medium (Lampiran 2), dan diinkubasi diruang gelap pada suhu 28ºC selama 48 jam. Proses kokultivasi untuk kontrol tranformasi dilakukan dengan cara yang sama, namun menggunakan sel A. tumefaciens yang tidak membawa gen sgfp. Seleksi spora P. grisea dc4 hasil transformasi Setelah diinkubasi selama 48 jam pada media kokultivasi, P. grisea dc4 dipindahkan ke dalam Complete Medium (Lampiran 2) yang mengandung antibiotik 300 µg/ml higromisin dan 200 µg/ml cefotaxime kemudian diinkubasi selama 5-7 hari pada suhu 28ºC. Cendawan yang hidup dari seleksi pada media CM kemudian diperbanyak untuk selanjutnya dilakukan seleksi kumpulan spora. Seleksi kumpulan spora dilakukan dengan cara menyebar 100 µl suspensi spora

27 12 yang telah dipanen pada media OA yang mengandung 300 µg/ml higromisin, kemudian diinkubasi 5-7 hari hingga muncul kumpulan spora P. grisea dc4. Identifikasi P. grisea dc4 transforman sgfp dengan PCR Miselium P. grisea dc4 hasil transformasi dan P. grisea nontransforman diisolasi DNA genomnya untuk verifikasi menggunakan PCR. Isolasi DNA dilakukan mengikuti metode Listiyowati et al. (2011) menggunakan 2 % Cetyltrimethyl Ammonium Bromide (CTAB). Isolasi DNA genom P. grisea dilakukan dari kultur miselium cendawan transforman. Penyiapan kultur miselium cendawan mengikuti Listiyowati (2011). DNA genom cendawan diisolasi dari miselium yang ditumbuhkan pada 25 ml Potato Dextrose Broth Difco (4 g potato starch L -1, 20 g dextrose L -1 ) selama enam hari pada mesin shaker orbital kecepatan 250 rpm. Sebanyak 1 gram miselium digerus dalam mortar steril dengan menggunakan nitrogen cair sampai terbentuk bubuk. Miselium yang telah digerus kemudian disuspensikan dalam 600 µl bufer ekstraksi (2 % Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide [CTAB] (b/v), 01 M Tris-HCl ph 7.5, 0.5 M NaCl, 0.5 M Ethylene Diamine Tetra acetic Acid [EDTA] ph 8) dihomogenkan secara berlahan lalu inkubasi pada suhu 65ºC selama 30 menit untuk mempercepat lisis. Campuran yang telah diinkubasi didinginkan di es selama 5 menit, kemudian ditambahkan 600 µl Chloroform Isoamil Alcohol (24:1) dan dihomogenkan secara perlahan. Suspensi disentrifugasi selama 10 menit pada kecepatan rpm (Jouan centrifuge BR4i) dengan suhu 4ºC, fase cairan bagian atas segera dipindahkan ke tabung baru dan dipresipitasi dengan menambahkan 1x volume Phenol Isoamil Alcohol (PCI: 25:24:1). Hasil presipitasi disentrifugasi selama 10 menit pada rpm dengan suhu 4ºC. Endapan dipresipitasi kembali dengan menambahkan 2x volume etanol absolut/alkohol 100%. Hasil presipitasi disimpan pada suhu -20ºC selama 30 menit, kemudian disentrifugasi selama 10 menit pada rpm dengan suhu 4ºC. Endapan dibilas dengan menggunakan 500 µl etanol dingin konsentrasi 70% dan disentrifugasi kembali selama 5 menit pada rpm dengan suhu 4ºC. Endapan dikeringkan menggunakan pompa vakum selama 15 menit, dan dilarutkan dalam 20 µl ddh 2 O serta ditambahkan 0.2x volume RNAse 20 mg/ml. Larutan diinkubasi selama 10 menit pada suhu 37ºC, tahap akhir yaitu inactive RNAse pada suhu 70ºC selama 10 menit. Tingkat kemurnian DNA kemudan dianalisis dengan menggunakan spectrofotometer pada A 260 /A 280. Identifikasi P. grisea dc4 transforman sgfp dilakukan mengikuti metode Shanti (2008). Deteksi gen sgfp menggunakan primer sgfp-f dan sgfp-r serta primer kombinasi primer sgfp-f dan Nos-R. Campuran reaksi PCR yang digunakan adalah 1 µl DNA genom, 0,25 mm primer forward, 0,25 mm primer reverse, 5 µl PCR mix (Fermentas) dan ditambah dengan ddh2o hingga volume mencapai 10 µl. Program PCR untuk mengamplifikasi fragmen sgfp adalah pradenaturasi 94ºC selama 1 menit, denaturasi 94ºC selama 1 menit, annealing 53ºC selama 30 detik, pemanjangan 72ºC selama 1 menit dan pemanjangan akhir 72ºC selama 5 menit sebanyak 35 siklus. Kondisi PCR untuk primer sgfp-f dan NosR juga primer β-tubulin Bt1aF dan Bt1bR tidak berbeda yaitu pradenaturasi 94ºC selama 1 menit, denaturasi 94ºC selama 1 menit, annealing 55ºC selama 30 detik, pemanjangan 72ºC selama 1 menit dan pemanjangan akhir 72ºC selama 5

28 menit sebanyak 35 siklus. Hasil PCR dimigrasikan melalui elektroforesis pada gel agarosa 1 % (b/v) dengan voltase 100 volt selama 30 menit. Selanjutnya gel direndam dalam 0,5 mg L -1 etidium bromide selama 20 menit dan divisualisasi pada UV transluminator. Visualisasi P. grisea dc4 transforman menggunakan mikroskop fluoresen Visualisasi P. grisea transforman mengikuti metode Shanti (2008). Cendawan P. grisea dc4 transforman disubkultur pada media OA yang mengandung 300 µg/ml higromisin. Kultur diinkubasi selama 6 hari pada suhu ruang, selanjutnya miselium dibersihkan dengan akuades steril. Kultur hasil maserisasi diinduksi spora dengan lampu near-uv selama 5-6 hari. Spora yang diperoleh kemudian diamati menggunakan mikroskop Olymphus BH2-RFCH dengan filter fluoresen pada panjang gelombang 515 nm. Infeksi P. grisea dc4 hasil transformasi pada padi Benih padi varietas Kencana Bali yang telah berkecambah ditanam pada pot berukuran 5 liter yang berisi campuran tanah dan pupuk dengan perbandingan 10 kg tanah mengandung 2.5 gram urea, 1.5 gram TSP, dan 1.2 gram KCl. Tanah yang digunakan adalah tanah yang telah disterilkan (Fitrianna 2011; Khayati 2011). Masing-masing galur ditanam sebanyak 3 bibit dalam 1 pot yang sebelumnya telah dikecambahkan pada kertas merang. Metode infeksi spora cendawan menggunakan metode Kankanala (2007). Cendawan P. grisea dc4 diproduksi spora kemudian dipanen untuk selanjutnya digunakan sebagai inokulum infeksi. Bagian selubung daun padi (leaf sheat) yang berumur 2 bulan di potong horizontal menjadi beberapa bagian, kemudian 1 ml suspensi konidia P. grisea dc4 ( ) spora/ml diisi ke dalam rongga selubung daun menggunakan jarum suntik. Sebagai kontrol negatif, selubung daun padi disuntik menggunakan akuades tanpa suspensi cendawan dan sebagai kontrol positif, selubung daun padi disuntik menggunakan spora yang bukan transforman. Leaf sheath hasil inokulasi diletakkan di dalam cawan petri yang sudah dilapisi kertas saring basah pada kondisi gelap dan lembab selama 24 jam sehingga spora dapat berkecambah. Lapisan epidermal leaf sheat dipotong setipis mungkin agar dapat teramati. Pengamatan infeksi pada sel tanaman menggunakan mikroskop fluoresen Olympus Bx-51, dilakukan pada jam ke-24 setelah infeksi. Pengamatan perkembangan spora P. grisea dc4 dilakukan dengan cara meneteskan spora pada gelas objek dan kemudian diamati pada jam ke - 0, 1, 3 untuk melihat perkembangan spora mulai dari berkecambah hingga terbentuk apresorium.

29 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Triparental mating (TPM) Introduksi Plasmid pcamb-sgfp ke dalam A. tumefaciens dilakukan dengan cara TPM. Plasmid yang terdapat pada E. coli DH10B dipindahkan ke dalam A. tumefaciens LBA4404 melalui proses konjugasi dengan bantuan E. coli DH1 prk2013. Triparental mating akan menghasilkan beberapa koloni yang tumbuh di media yang mengandung 50 µg/ml kanamisin, 50 µg/ml streptomisin dan 50 µg/ml higromisin. Bakteri yang mampu hidup pada media seleksi tersebut hanya A. tumefaciens LBA4404 yang mengandung plasmid pcamb-sgfp. Koloni hasil TPM yang mampu tumbuh pada media seleksi selanjutnya dianalisis menggunakan PCR. Hasil analisis menunjukkan bahwa PCR koloni A. tumefaciens dengan primer sgfp-f dan sgfp-r menghasilkan amplikon berukuran 643 pb (Gambar 6). Hasil amplifikasi ini mempunyai ukuran yang sama dengan ukuran amplikon kontrol positif (Gambar 6). Hal ini menunjukkan bahwa plasmid pcamb-sgfp telah berhasil diintroduksikan ke dalam A. tumefaciens melalui metode TPM. Metode TPM sebelumnya telah digunakan oleh Hanum (2011) untuk memindahkan plasmid biner pmsh-mmcuzn-sod ke A. tumefaciens. Menurut Wise et al. (2006) TPM merupakan metode yang cukup efisien digunakan untuk mentransfer gen sasaran dalam plasmid nonkonjugatif ke A. tumefaciens pb 750 pb 500 pb ± 643pb 250 pb Gambar 6 Visualisasi hasil PCR koloni bakteri A. tumefaciens LBA 4404 hasil TPM. M: marker 1 kb; K+: Plasmid pcamb-sgfp (kontrol positif); K-: ddh2o (kontrol negatif); 1-5: A. tumefaciens transforman sgfp Proses perpindahan materi genetik secara konjugasi dapat terjadi melalui konjugasi di-parental mating dan konjugasi tri-parental mating. Untuk melakukan proses triparental mating diperlukan sebuah sel helper yang menghubungkan sel donor ke sel recipient. Helper diperlukan dalam proses ini karena donor tidak mempunyai kemampuan untuk membentuk jembatan sehingga dengan bantuan helper sel donor dapat mentransferkan bahan genetiknya. Plasmid prk2013 (helper) akan mengkode semua protein yang berkaitan dalam pembentukan jembatan kawin dan transfer. Plasmid helper akan berpindah ke dalam E. coli donor yang membawa plasmid dengan gen target yang akan dipindahkan ke dalam A. tumefaciens. Bakteri E. coli (donor) kemudian membawa kedua plasmid tersebut. Dengan menggunakan fungsi transfer yang disediakan oleh prk2013, strain E. coli donor mentransfer plasmid yang membawa gen target ke dalam A. tumefaciens. Sisi fungsional dari plasmid helper bekerja untuk memindahkan plasmid dari donor ke sel Agrobacterium. Sisi fungsional terdiri atas pemotongan

30 15 utas tunggal di region orit dan mengarahkan utas tunggal DNA tersebut menuju jembatan yang menghubungkan sel donor dan recipient. Plasmid yang membawa gen target kemudian bereplikasi dan dapat bertahan di dalam sel Agrobacterium (Wise et al. 2006). Transformasi sgfp ke P. grisea dc4 dengan bantuan A. tumefaciens Transformasi genetik P. grisea dc4 menggunakan A. tumefaciens mengikuti metode Rho et al. (2001) dan Betts et al. (2007). Sebanyak 100 µl spora (10 6 per ml) dikokultivasi dengan 100 µl sel bakteri A. tumefaciens yang telah mengandung plasmid pcamb-sgfp dengan gen sasaran dan gen penyeleksi antibiotik pada media induksi yang telah ditambahkan 200µM asetosiringon selama 48 jam. Cendawan hasil transformasi diseleksi dengan menggunakan higromisin sebagai media seleksi. Cendawan P. grisea dc4 yang tumbuh di media seleksi higromisin dan cefotaxime selanjutnya dikultur untuk produksi spora. Spora kemudian disebar pada media OA yang mengandung higromisin 300 µg/ml, selanjutnya diinkubasi 5-7 hari hingga diperoleh kumpulan spora yang diduga transforman sgfp (Gambar 7). Menurut Betts et al. (2007) seleksi kumpulan spora dilakukan untuk mengeliminasi cendawan transforman palsu. Tucker & Orbach (2007), menjelaskan bahwa miselium yang mampu tumbuh pada media higromisin menandakan transformasi berhasil namun kumpulan spora yang tidak dapat tumbuh pada media higromisin dapat disebabkan karena gen-gen yang berperan penting dalam pertumbuhan mengalami kerusakan atau aktivitasnya terganggu karena sudah tersisipi gen asing. Gambar 7 Kumpulan spora P. grisea dc4 pada hari ke-5 di media OA yang mengandung 300 µg/ml higromisin Kumpulan spora P. grisea dc4 transforman dan P. grisea dc4 non transforman dikultur pada media yang mengandung higromisin 300 µg/ml kemudian diamati diameter pertumbuhannya pada hari ke-7, 14, dan 21. Pertumbuhan P. grisea dc4 transforman meningkat dengan cepat sejak hari ke-7 yaitu 14,8 mm, hari ke-14 yaitu 28,7 mm dan hari ke-21 yaitu 37,3 mm. Pertumbuhan P. grisea dc4 nontransforman lebih lambat sejak hari ke-7 yaitu 6,5 mm, hari ke-14 yaitu 12,5 mm hingga hari ke-21 yaitu 17,3 mm (Gambar 8).

31 16 Antibiotik higromisin yang ditambahkan pada media OA mampu menghambat pertumbuhan P. grisea dc4 non transforman jika dibandingkan dengan P. grisea dc4 transforman sgfp (Gambar 9). Hal ini terjadi karena adanya aktivitas penghambatan oleh antibiotik higromisin terhadap P. grisea dc4 nontransforman. Penggunaan marker seleksi yang sesuai sangatlah penting untuk kesuksesan proses transformasi. Seleksi menggunakan antibiotik bertujuan untuk mengeliminasi sel yang bukan transforman, sekaligus memastikan tingkat ketahanan yang dibawa oleh transforman (Frandsen 2011). Pada penelitian ini P. grisea dc4 transforman sgfp tahan terhadap antibotik higromisin karena mendapat penambahan gen resistensi higromisin yang dibawa oleh plasmid pcamb-sgfp. Hasil penelitian Betts et al. (2007) menunjukkan konsentrasi 300 µg/ml digunakan pada seleksi terhadap M. grisea transforman dan non transforman. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, Shanti (2008) menunjukkan bahwa konsentrasi 225 µg/ml mampu menghambat cendawan P. grisea ras 173 (asal padi) nontransforman dan transforman hasil tranformasi melalui speroplas. Cendawan secara natural memiliki ketahanan terhadap antibiotik, oleh karena itu diperlukan konsentrasi antibiotik yang cukup tingg (Olmedo et al. 2004). Leung et al. (1990) menjelaskan perbedaan pertumbuhan M. grisea transforman terhadap higromisin dapat dipengaruhi oleh jumlah salinan gen yang terintegrasi dan proses integrasinya. Gambar 8 Rata-rata pertumbuhan P. grisea dc4 nontransforman sgfp dan transforman sgfp pada media seleksi OA 300 µg/ml higromisin

32 17 Gambar 9 Pertumbuhan cendawan P. grisea dc4 nontransforman sgfp (NT) dan transforman sgfp (T) pada media OA yang mengandung 300 µg/ml higromisin (+hgr) dan tanpa higromisin (-hgr) Beberapa faktor penting yang menentukan keberhasilan transformasi menggunakan A. tumefaciens pada cendawan antara lain material transformasi yang digunakan untuk transformasi cendawan yaitu spora, miselium, protoplas, jaringan tubuh buah dan spora berkecambah. Strain bakteri A. tumefaciens yang berasal dari supervirulent strain membuat efisiensi transformasi meningkat. Kondisi kokultivasi cendawan yaitu dalam keadaan temperatur 28ºC dengan waktu kokultivasi jam (Michielse et al. 2005). Penambahan asetosiringon dalam transformasi cendawan juga sangat mempengaruhi keberhasilan transformasi. Knight et al. (2009) menyatakan bahwa 200 µm asetosiringon penting ditambahkan pada transformasi cendawan untuk menginduksi gen-gen vir A. tumefaciens sehingga terjadi transfer T-DNA. Konsentrasi 200µM asetosiringon umum digunakan dalam transformasi cendawan melalui perantara A. tumefaciens dan memberikan hasil yang konsisten (Covert et al. 2001; dos Reis et al. 2004; Knight et al. 2009). Deteksi gen sgfp Analisis integrasi transgen di dalam genom cendawan dilakukan dengan menggunakan teknik PCR (polymerase chain reaction). Teknik PCR mempunyai kelebihan yaitu praktis tetapi akan menghasilkan positif semu apabila reaksinya mengandung kontaminan sehingga perlu menggunakan beberapa kontrol. Kontrol yang digunakan dalam proses PCR terdiri dari kontrol positif yang mengandung DNA sasaran dan kontrol negatif dari cendawan juga kontrol negatif dari reaksi PCR tanpa DNA (ddh 2 O). Cendawan putatif transgenik P. grisea dc4 asal rumput yang telah diseleksi pada media higromisin dianalisis menggunakan PCR dengan primer spesifik sgfp-f dan sgfp-r serta primer sgfp-f dan NosR untuk mendeteksi

33 18 keberadaan gen sgfp. Hasil analisis molekular PCR diperoleh amplikon berturutturut berukuran 643 pb dan 899 pb yang sejajar dengan amplikon kontrol posistif PCR (Gambar 10). Identifikasi PCR terhadap DNA nontransforman tidak menghasilkan amplikon gen sgfp. Hasil ini menunjukkan bahwa gen sgfp telah tersisipi di genom cendawan. Gen β-tubulin digunakan sebagai kontrol internal untuk memastikan DNA yang teramplifikasi dalam kondisi baik. PCR β-tubulin menggunakan primer Bt1aF dan Bt1bR menghasilkan amplikon berukuran 550 pb (Gambar 10). M Gambar 10 Visualisasi hasil PCR transformasi P. grisea dc4 menggunakan primer sgfp dan sgfp-nos. (M) Marker 1 kb; (K+) plasmid pcamb-sgfp; (K-) ddh 2 O; (1) DNA P. grisea dc4 nontransforman; (2-3) DNA P. grisea dc4 transforman sgfp. Visualisasi hasil PCR transformasi P. grisea dc4 menggunakan Primer β-tubulin: (1) P. grisea ras 173 (kontrol positif); (2) plasmid pcamb-sgfp; (3) DNA P. grisea dc4 nontransforman; (4-5) DNA P. grisea dc4 transforman sgfp Visualisasi P. grisea dc4 transforman Cendawan P. grisea ras dc4 yang telah berhasil disisipi gen sgfp selanjutnya diamati menggunakan mikroskop fluoresen. Bedasarkan pengamatan terlihat struktur hifa menunjukkan perpendaran berwarna hijau terang (Gambar 11). Hal ini menunjukkan bahwa gen sgfp telah terintegrasi dengan baik ke dalam genom cendawan dan terekspresi secara konstitutif di cendawan P. grisea dc4. Penggunaan sgfp memerlukan promotor yang berfungsi agar gen sgfp dapat terekspresi. Vektor plasmid pcamb-sgfp yang telah mendapat sisipan gen sgfp dari plasmid pct74 mampu mengekspresikan gen sgfp dibawah kontrol promotor ToxA yang berasal dari Pyrenophora tritici-repentis (Lorang et al. 2001).

34 19 Gambar 11 Miselium P. grisea dc4 spora transforman sgfp 7 jam setelah panen spora, dilihat pada mikroskop tanpa fluoresen dan dengan fluoresen; perbesaran 1000x Transfer DNA ke dalam genom cendawan kemungkinan dapat menyebabkan ekspresi gen terganggu. Betts et al. (2007) menunjukkan beberapa strain cendawan transforman mengalami penurunan patogenesitas diantaranya produksi spora sedikit, gagal membentuk apresorium dan bentuk apresorium tidak normal. Menurut Chalfie et al. (1994) keberadaan gen sgfp di dalam genom tidak mengganggu aktifitas dan ekspresi gen cendawan serta tidak memberikan efek toksik terhadap cendawan (Chalfie et al. 1994). Cendawan P. grisea dc4 transforman yang telah berhasil tersisipi gen sgfp mampu beregenerasi membentuk miselium (Gambar 9). Pengamatan secara mikroskopis juga dilakukan untuk melihat perkembangan apresorium dan patogenesitas P. grisea transforman sgfp pada tanaman. Cendawan P. grisea dc4 membutuhkan suatu struktur infeksi yang spesial untuk dapat menginfeksi inangnya. Struktur infeksi tersebut adalah apresorium. Apresorium memungkinkan terjadinya penetrasi hifa ke dalam sel tanaman hingga terjadi kolonisasi di dalam sel. Untuk melihat perkembangan apresorium P. grisea maka dilakukan suatu percobaan yaitu melihat perkembangan spora pada media gelas objek. Berdasarkan hasil pengamatan pada jam ke-1 nampak spora P. grisea dc4 bersekat satu pada tiap selnya. Pada jam ke-2 sampai jam ke-3 belum nampak terbentuk apresorium (Gambar 12). Namun dapat terlihat adanya perkembangan penebalan pada bagian basal atau tip spora P. grisea dc4 yang menjadi tempat terbentuknya tabung kecambah di bagian ujung spora yang menandakan spora mulai berkecambah (Gambar 12). Pada tahap berikutnya apresorium yang telah terbentuk akan mengalami melanisasi. Pengamatan ini hanya dilakukan sampai pada jam ke-3 sehingga perlu dilakukan studi lanjut untuk melihat perkembangan tabung kecambah hingga membentuk apresorium. Proses terbentuknya tabung kecambah terjadi mulai jam ke-2 dan terus berkembang hingga jam ke-20 sampai terbentuk apresorium (Ribot 2007). Pengamatan terhadap perkecambahan spora yang dilakukan oleh Zahroh (2008) menunjukkan bahwa spora berkecambah pada jam ke-4 setelah panen yang diikuti dengan pembentukan tabung kecambah pada bagian basal spora. Namun demikian berdasarkan pengamatan dapat dilihat P. grisea dc4 transforman memiliki bentuk yang tampak tidak berbeda dengan tipe liarnya.

35 20 Jam ke-0 Jam ke-1 10µm 10µm Jam ke-2 Jam ke-3 basal spora menebal 10µm 10µm Gambar 12 Perkembangan spora P. grisea dc4 jam ke-1, 2 dan 3. Perbesaran 1000x Hasil infeksi menunjukkan cendawan P. grisea dc4 mampu menginfeksi varietas padi rentan Kencana Bali. Hasil pengamatan 24 jam setelah infeksi terlihat adanya apresorium dan terdapat kolonisasi hifa di dalam jaringan tanaman yang berwarna hijau kekuningan (Gambar 13). Proses kolonisasi hifa dimulai dengan perkecambahan spora, pembentukan apresorium hingga penetrasi hifa ke dalam jaringan tanaman (Ribot et al. 2007). Hal ini mengindikasikan cendawan P. grisea dc4 asal rumput memiliki kemampuan patogenesitas terhadap padi rentan Kencana Bali. Pada pengamatan menggunakan mikroskop fluoresen dengan panjang gelombang 515 nm, sel tanaman menghasilkan autofluoresen dengan warna pendaran yang mirip dengan pendaran sgfp pada cendawan transgenik. Hal ini cukup menyulitkan pengamatan secara visual terhadap struktur hifa cendawan di dalam sel tanaman. hifa hifa Apresorium 10µm 10µm Apresorium (A) Gambar 13 Struktur hifa P. grisea dc4 transforman di dalam sel padi Kencana Bali 24 jam setelah infeksi. Perbesaran 600x. (A) tanpa fluoresen, (B) fluoresen (B)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Konstruksi plasmid biner pmsh1-lisozim Konstruksi plasmid biner dilakukan dengan meligasi gen lisozim ayam dan pmsh1. Plasmid hasil ligasi berukuran 13.449 pb (Gambar 5A kolom

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian - The Netherlands) Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

3 BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 13 3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 hingga Januari 2013, bertempat di Laboratorium Kultur Jaringan serta Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesia-the

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pra-pengamatan atau survei

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pra-pengamatan atau survei BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika IPB (PKBT-IPB) Pasir Kuda, Desa Ciomas, Bogor, dan Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2006 sampai dengan bulan April 2007. Penelitian dilakukan di rumah kaca, laboratorium Biologi Molekuler Seluler Tanaman, dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian. Penelitian ini dapat menerangkan

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA LAMPIRAN 15 15 Lampiran 1 Tahapan penelitian Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri Isolasi DNA kromosom bakteri Pemotongan DNA dengan enzim restriksi Kloning DNA Isolasi DNA plasmid hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang. dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998).

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang. dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998). BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998). B. Populasi dan Sampel 1. Populasi yang

Lebih terperinci

UJI PERGANTIAN ANTAR SPESIES INANG Pyricularia grisea ASAL RUMPUT Digitaria ciliaris IKA MADONA PANDIA

UJI PERGANTIAN ANTAR SPESIES INANG Pyricularia grisea ASAL RUMPUT Digitaria ciliaris IKA MADONA PANDIA UJI PERGANTIAN ANTAR SPESIES INANG Pyricularia grisea ASAL RUMPUT Digitaria ciliaris IKA MADONA PANDIA DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juli 2012, yang bertempat di Laboratorium Genetika dan Biologi Molekuler Jurusan Biologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian, sehingga dapat menerangkan arti

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Isolasi Aktinomiset

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Isolasi Aktinomiset BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Februari sampai dengan

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 1 Bahan tanaman : (a) Tetua IR64; (b) tetua Hawarabunar, dan (c) F 1 (IRxHawarabunar) c a b

METODOLOGI. Gambar 1 Bahan tanaman : (a) Tetua IR64; (b) tetua Hawarabunar, dan (c) F 1 (IRxHawarabunar) c a b METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dua tahap yaitu penanaman padi dan analisis fisiologi dan marka molekuler. Penanaman padi secara gogo pada tanah masam dilakukan di rumah kaca Cikabayan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dan Laboratorium Mikrobiologi dan Kesehatan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

MENGIDENTIFIKASI DAN MENGENDALIKAN PENYAKIT BLAST ( POTONG LEHER ) PADA TANAMAN PADI

MENGIDENTIFIKASI DAN MENGENDALIKAN PENYAKIT BLAST ( POTONG LEHER ) PADA TANAMAN PADI MENGIDENTIFIKASI DAN MENGENDALIKAN PENYAKIT BLAST ( POTONG LEHER ) PADA TANAMAN PADI Disusun Oleh : WASIS BUDI HARTONO PENYULUH PERTANIAN LAPANGAN BP3K SANANKULON Penyakit Blas Pyricularia oryzae Penyakit

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Transformasi genetik Oryza sativa L. dengan gen MaMt2

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Transformasi genetik Oryza sativa L. dengan gen MaMt2 27 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Transformasi genetik Oryza sativa L. dengan gen MaMt2 Transformasi genetik Oryza sativa L. kultivar Kasalath dan Nipponbare dilakukan menggunakan eksplan yang berupa kalus

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu . Bahan dan Alat Metode Penelitian Survei Buah Pepaya Sakit

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu . Bahan dan Alat Metode Penelitian Survei Buah Pepaya Sakit 5 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman dan Kebun Percobaan Leuwikopo, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Bahan dan Alat Isolasi dan Uji Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Bahan dan Alat Isolasi dan Uji Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari Oktober 2010

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Alur Kerja Isolasi Bakteri Endofit dari Batang dan Akar Tanaman Dara metode Radu & Kqueen (2002) yang dimodifikasi

LAMPIRAN. Lampiran 1. Alur Kerja Isolasi Bakteri Endofit dari Batang dan Akar Tanaman Dara metode Radu & Kqueen (2002) yang dimodifikasi LAMPIRAN Lampiran 1. Alur Kerja Isolasi Bakteri Endofit dari Batang dan Akar Tanaman Dara metode Radu & Kqueen (2002) yang dimodifikasi Bagian akar dan batang (3-5 cm) Dicuci dengan air mengalir selama

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di II. MATERI DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di enam desa yaitu tiga desa di Kecamatan Grokgak dan tiga desa di Kecamatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL 3 0.2 g lalu ditambahkan 600 µl buffer ekstrak (dengan komposisi 2% Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide [CTAB] (w/v), 0.1 M Tris HCl ph 8.0, 1.5 M NaCl, 0.02 M Ethylene Diamine Tetra acetic Acid [EDTA] ),

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Peralatan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol sampel, beaker glass, cool box, labu

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 19 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2010 di Laboratorium Mikrobiologi, Biokimia dan Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kerjasama Bioteknologi Indonesia- Belanda (BIORIN) dan Laboratorium Biologi Molekuler dan Seluler Tanaman (BMST), Pusat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Transformasi, Kokultivasi, dan Regenerasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Transformasi, Kokultivasi, dan Regenerasi 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Transformasi, Kokultivasi, dan Regenerasi Konstruksi vektor ekspresi yang digunakan pada penelitian ini adalah p35scamv::tclfy. Promoter p35s CaMV digunakan dalam penelitian ini

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan dari bulan Oktober 2011 sampai Oktober 2012. Sampel gubal dan daun gaharu diambil di Desa Pulo Aro, Kecamatan Tabir Ulu, Kabupaten

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan Metode Isolasi C. gloeosporioides dari Buah Avokad

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan Metode Isolasi C. gloeosporioides dari Buah Avokad 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Tanjung Priok Wilayah Kerja Bogor, mulai bulan Oktober 2011 sampai Februari 2012. Bahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN V (HIBRIDISASI) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 HIBRIDISASI DOT BLOT TUJUAN blot) Praktikum ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Konstruksi vektor over-ekspresi gen OsWRKY 1.1 Amplifikasi dan purifikasi fragmen gen OsWRKY76

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Konstruksi vektor over-ekspresi gen OsWRKY 1.1 Amplifikasi dan purifikasi fragmen gen OsWRKY76 HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan rekayasa genetik tanaman keberhasilannya tergantung pada beberapa hal, diantaranya adalah gen yang akan diintroduksikan, metode transformasi, sistem regenerasi tanaman dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

diregenerasikan menjadi tanaman utuh. Regenerasi tanaman dapat dilakukan baik secara orgnogenesis ataupun embriogenesis (Sticklen 1991; Zhong et al.

diregenerasikan menjadi tanaman utuh. Regenerasi tanaman dapat dilakukan baik secara orgnogenesis ataupun embriogenesis (Sticklen 1991; Zhong et al. PENDAHULUAN Perbaikan suatu sifat tanaman dapat dilakukan melalui modifikasi genetik baik dengan pemuliaan secara konvensional maupun dengan bioteknologi khususnya teknologi rekayasa genetik (Herman 2002).

Lebih terperinci

HASIL. Gambar 1 Tempat menempelnya primer ekson1 dan ekson2.

HASIL. Gambar 1 Tempat menempelnya primer ekson1 dan ekson2. 3 sebanyak 2x volume supernatan. Presipitasi dilakukan dengan menginkubasi di lemari pembeku selama 30 menit kemudian disentrifugasi lagi dengan kecepatan 10.000 rpm (5590 x g ) selama 15 menit. Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang

BAB III METODE PENELITIAN. eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksplorasi dan eksperimen. Penelitian eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA Oleh: Gregorius Widodo Adhi Prasetyo A2A015009 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Penyakit oleh B. theobromae Penyakit yang disebabkan oleh B. theobromae pada lima tanaman inang menunjukkan gejala yang beragam dan bagian yang terinfeksi berbeda-beda (Gambar

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca dan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode 16 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian murni yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great

BAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great Giant Pineapple (GGP) di Lampung Timur dan PT. Nusantara Tropical Farm, Lampung

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA MOLEKULAR HIBRIDISASI SOUTHERN KHAIRUL ANAM P /BTK

LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA MOLEKULAR HIBRIDISASI SOUTHERN KHAIRUL ANAM P /BTK LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA MOLEKULAR HIBRIDISASI SOUTHERN KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 0 HIBRIDISASI SOUTHERN PENDAHULUAN Hibridisasi Southern

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Bidang Proteksi Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

Pengujian DNA, Prinsip Umum

Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian berbasis DNA dalam pengujian mutu benih memang saat ini belum diregulasikan sebagai salah satu standar kelulusan benih dalam proses sertifikasi. Dalam ISTA Rules,

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Biokimia, Program Studi Kimia, Institut Teknologi Bandung. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Objek Penelitian Empat spesies burung anggota Famili

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut Dwidjoseputro (1978) sebagai berikut : Divisio Subdivisio Kelas Ordo Family Genus Spesies : Mycota

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Kebun

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Kebun 17 III. BAHAN DAN MEODE 3.1 empat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit umbuhan dan ebun Percobaan di dalam kampus di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan Rumah Kaca University Farm, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian telah berlangsung sejak bulan Januari 2012 - Juli 2012 di Laboratorium Mikrobiologi, Lab. Optik, Lab. Genetika dan Lab. Biologi Molekuler Jurusan

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyediaan Isolat dan Karakterisasi Bakteri Xanthomonas campestris

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyediaan Isolat dan Karakterisasi Bakteri Xanthomonas campestris 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan mulai Nopember 2011 sampai dengan Maret 2012 di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga Departemen

Lebih terperinci

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml 36 Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. Pembuatan Larutan Stok Tris HCL 1 M ph 8.0 (100 ml) : Timbang Tris sebanyak 12,114 g. Masukkan Tris ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 80 ml aquades.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian, Medan dengan ketinggian tempat + 25 meter di atas permukaan laut pada bulan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. 1. Waktu dan Tempat penelitian

BAHAN DAN METODE. 1. Waktu dan Tempat penelitian BAHAN DAN METODE 1. Waktu dan Tempat penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler dan Rumah Kaca Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 8 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1.1 Materi Penelitian 1.1.1 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur yang bertubuh buah, serasah daun, batang/ranting

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Sampel tanah diambil dari daerah di sekitar risosfer tanaman nanas di PT. Great

III. BAHAN DAN METODE. Sampel tanah diambil dari daerah di sekitar risosfer tanaman nanas di PT. Great 9 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Sampel tanah diambil dari daerah di sekitar risosfer tanaman nanas di PT. Great Giant Pineapple (GGP) Terbanggi Besar, Lampung Tengah dan PT. Nusantara

Lebih terperinci

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014.

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2. MATERI DAN METODE 2.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2.2. Materi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2007 hingga Juli 2009, bertempat di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik Departemen

Lebih terperinci

BLAS (BLAST) Blas pada tulang daun: luka pada tulang daun berwarna coklat kemerahan hingga coklat yang dapat merusak seluruh daun yang berdekatan.

BLAS (BLAST) Blas pada tulang daun: luka pada tulang daun berwarna coklat kemerahan hingga coklat yang dapat merusak seluruh daun yang berdekatan. BLAS (BLAST) Patogen penyebab blas: Pyricularia grisea P. oyzae Cavara Magnaporthe grisea Magnaporthe oryzae Peyakit blas berkembang terbawa udara melalui konidia cendawan yang mungkin berasal dari inang.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif. Penelitian membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2010 Maret 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) mulai Maret 2011 sampai

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012, bertempat di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari 2015 di Laboratorium

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari 2015 di Laboratorium III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari 2015 di Laboratorium Patologi, Entomologi dan Mikrobiologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

Lebih terperinci

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. PERBANDINGAN BEBERAPA METODE ISOLASI DNA UNTUK PENENTUAN KUALITAS LARUTAN DNA TANAMAN SINGKONG (Manihot esculentum L.) Molekul DNA dalam suatu sel dapat diekstraksi atau diisolasi untuk berbagai macam

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan 14 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. genom sel tanaman adalah kloning gen. Proses ini dilakukan dengan

I. PENDAHULUAN. genom sel tanaman adalah kloning gen. Proses ini dilakukan dengan I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu proses umum dalam manipulasi gen yang akan ditransfer ke genom sel tanaman adalah kloning gen. Proses ini dilakukan dengan menyisipkan gen target ke dalam vektor

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. konsentrasi limbah cair tapioka (10%, 20%, 30%, 40%, 50% dan 0% atau kontrol)

BAB III METODE PENELITIAN. konsentrasi limbah cair tapioka (10%, 20%, 30%, 40%, 50% dan 0% atau kontrol) 34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian disusun menggunakan metoda statistika rancangan acak lengkap (RAL) satu faktor, dimana faktor yang diujikan adalah pengaruh konsentrasi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur yang memiliki tubuh buah, serasah daun, ranting, kayu

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN IV (ISOLASI RNA DARI TANAMAN) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI RNA DARI TANAMAN TUJUAN Tujuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN bp bp bp

HASIL DAN PEMBAHASAN bp bp bp HASIL DAN PEBAHASAN Purifikasi dan Pengujian Produk PCR (Stilbena Sintase) Purifikasi ini menggunakan high pure plasmid isolation kit dari Invitrogen. Percobaan dilakukan sesuai dengan prosedur yang terdapat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium dan rumah kaca Hama dan Penyakit dan rumah kaca Balai penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO), Bogor; pada bulan Oktober

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor serta di Laboratorium Bakteriologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

VII. UJI EKSPRESI GEN TcAP1 (APETALA1 KAKAO) PADA TANAMAN MODEL. Abstrak

VII. UJI EKSPRESI GEN TcAP1 (APETALA1 KAKAO) PADA TANAMAN MODEL. Abstrak VII. UJI EKSPRESI GEN TcAP1 (APETALA1 KAKAO) PADA TANAMAN MODEL Abstrak Pada berbagai spesies termasuk kakao, gen AP1 (APETALA1) diketahui sebagai gen penanda pembungaan yang mengendalikan terbentuknya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Isolasi DNA genom tanaman padi T0 telah dilakukan pada 118

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Isolasi DNA genom tanaman padi T0 telah dilakukan pada 118 45 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Isolasi DNA genom tanaman padi T0 telah dilakukan pada 118 sampel. Berdasarkan hasil digesti DNA dengan enzim EcoRI, diperoleh sebanyak 74 sampel tanaman dari 118

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan

BAHAN DAN METODE. Bahan 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi Serangga, dan Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan sejak bulan Mei 2011 sampai dengan bulan Desember 2011. Kegiatan ini dilakukan di laboratorium Bagian Mikrobiologi Medik Departemen

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Februari sampai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental. Pengambilan data penelitian diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode deskriptif (Nazir, 1983). B. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) tunggal, dengan

Lebih terperinci

SKRIPSI SCREENING AWAL ENZIM ENDONUKLEASE RESTRIKSI SPESIFIK DARI BAKTERI. Oleh: FENNI RUSLI F

SKRIPSI SCREENING AWAL ENZIM ENDONUKLEASE RESTRIKSI SPESIFIK DARI BAKTERI. Oleh: FENNI RUSLI F i SKRIPSI SCREENING AWAL ENZIM ENDONUKLEASE RESTRIKSI SPESIFIK DARI BAKTERI Oleh: FENNI RUSLI F24102090 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR ii INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS

Lebih terperinci

METODE. A. Peremajaan Salmonella sp. B. Verifikasi Salmonella sp.

METODE. A. Peremajaan Salmonella sp. B. Verifikasi Salmonella sp. METODE Alur Penelitian Alur penelitian dan metode yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 6 tahapan, yaitu: peremajaan bakteri Salmonella sp., verifikasi bakteri Salmonella sp., isolasi fage,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilalakukan pada Laboratorium Biologi molekuler Tanaman Bidang Biologi Molekuler dan Fasilitas Uji Terbatas (FUT) rumah kaca padi transgenik,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan November

Lebih terperinci