HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Yayasan Keluarga Istimewa Indonesia (YKII) Yayasan Keluarga Istimewa Indonesia merupakan yayasan non profit yang bekerja di bidang sosial dan kemanusiaan serta bersifat kekeluargaan. Yayasan ini berdiri pada tanggal 19 Juni 2009 di Lido, Sukabumi. Yayasan resmi berbadan hukum pada tahun Sejak saat itu, yayasan bertempat di Bogor hingga saat ini. Anggota dari yayasan ini adalah orang-orang yang menaruh minat dalam pembinaan dan pendidikan warga istimewa (anak penyandang autis dan spektrumnya). Yayasan bertujuan untuk mecapai kemandirian warga istimewa dalam kehidupan sehari-hari di tengah-tengah masyarakat. Adapun visi dari yayasan yaitu memberikan pelayanan, perhatian, pengawasan, dan perlindungan kepada warga istimewa (anak penyandang autis dan spektrumnya) dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa; menjamin terpenuhinya kebutuhan pendidikan (pembinaan) yang layak bagi warga istimewa; menjamin diperolehnya persamaan hak dan kewajiban (kesempatan) warga istimewa dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa. Kepengurusan dari yayasan terdiri dari dewan pengawas, dewan pembina, pengurus, dan anggota. Wujud kegiatan yang biasa diadakan oleh yayasan berupa pendidikan bimbel bagi anak istimewa, kegiatan terapi kuda dan lumba-lumba, serta berenang. Selain itu, yayasan juga mengadakan berbagai kegiatan bersama anak dan orang tua bekerjasama dengan lembaga lain seperti sekolah inklusi SDN Semeru dan LSC Sekolah Alam, misalnya dalam acara perayaan hari autis. Anak-anak yang melakukan bimbel di yayasan sebagian juga bersekolah di SDN Semeru dan LSC Sekolah Alam. SDN Perwira SDN Perwira merupakan satu dari sedikit sekolah inklusi yang berada di kota Bogor dengan jumlah siswa berkebutuhan khusus yang mencapai 70% dari seluruh jumlah siswanya. Sekolah ini berdiri sejak tahun 1977 dan berakreditasi B. SDN Perwira berlokasi di Jl. Perwira no. 4 Kelurahan Pabaton, Kecamatan Bogor Tengah. Sumberdaya manusia yang terdapat di sekolah ini yaitu seorang kepala sekolah dan 11 orang guru. SDN perwira memiliki tujuan agar peserta berkebutuhan khusus usia wajib belajar dapat memperoleh layanan pendidikan sama seperti peserta didik pada umumnya tanpa melihat kekhususan dan

2 menghasilkan lulusan yang memiliki kecakapan, keterampilan, dan pengetahuan sesuai dengan kemampuan atau potensi peserta didik. Usia Karakteristik Contoh Usia contoh pada penelitian berkisar antara 6 sampai 16 tahun. Contoh sebagian besar (43,3%) berusia 8-9 tahun. Pengelompokkan usia hanya dilakukan untuk melihat sebaran anak penyandang autis pada setiap kelompok usia satu tahun. Contoh sebagian besar (93,40%) termasuk pada kategori usia anak sekolah. Menurut Hurlock (1999), masa ini merupakan masa akhir masa kanakkanak (late childhood) yang berlangsung dari usia 6 tahun sampai tiba saatnya anak menjadi matang secara seksual, yaitu 13 tahun bagi anak perempuan dan 14 tahun bagi anak laki-laki. Golongan umur anak sekolah ini belum mencapai dewasa dan merupakan generasi yang perlu mendapatkan perhatian dalam konsumsi pangannya. Pola makan pada masa ini perlu mendapat perhatian khusus, karena pola konsumsi saat ini akan terbawa terus sampai dewasa. Anak autis yang semakin cepat terdeteksi dan ditangani maka semakin besar kemungkinan untuk membaik. Hal ini sejalan dengan pernyataan Budhiman (1999) dalam Kusumayanti D et al. (2005) bahwa hal tersebut dimungkinkan karena sel otak pada usia dini masih dapat dirangsang untuk membentuk cabang baru, sehingga modifikasi perilaku yang bersifat positif masih mungkin dikembangkan pada anak penyandang autis. Usia (tahun) Tabel 3 Distribusi jenis kelamin contoh berdasarkan usia Jenis kelamin Total Laki-laki Perempuan n % n % n % ,7 2 6,7 4 13, ,3 3 10, , ,3 2 6,7 6 20, ,7 0 0,0 5 16, ,3 0 0,0 1 3, ,3 0 0,0 1 3,3 Total 23 76,7 7 23, ,0 Jenis Kelamin Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 76,7% contoh berjenis kelamin laki-laki. Contoh berjenis kelamin perempuan yang menderita autis sebanyak 23,3%. Hal ini sejalan dengan pernyataan Mashabi NA. dan Tajudin NR (2009)

3 bahwa prevalensi anak laki-laki penyandang autis tiga sampai empat kali lebih besar daripada anak perempuan. Jumlah anak berjenis kelamin laki-laki yang menderita autis lebih banyak dibandingkan perempuan, hal ini diduga karena adanya gen atau beberapa gen pada kromosom X yang terlibat dengan autis. Perempuan memiliki dua kromosom X, sementara laki-laki hanya memiliki satu kromosom X. Kegagalan fungsi pada gen yang terdapat di salah satu kromosom X pada anak perempuan dapat digantikan oleh gen pada kromosom lainnya. Sementara pada anak laki-laki tidak terdapat cadangan ketika kromosom X mengalami keabnormalan. Sejumlah penelitian menyimpulkan bahwa gen pada kromosom X bukanlah penyebab utama autis, namun suatu gen pada kromosom X yang mempengaruhi interaksi sosial dapat mempunyai andil pada perilaku yang berkaitan dengan autis (Wargasetia 2003). Karakteristik Keluarga Contoh Besar Keluarga Besarnya jumlah anggota keluarga mempengaruhi pemenuhan konsumsi makanan dari masing-masing anggota keluarga. Jumlah anggota keluarga yang besar akan meningkatkan pemenuhan kebutuhan makanan yang dikonsumsi. Jumlah anggota keluarga juga mempengaruhi jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi oleh seluruh anggota keluarga (Suhardjo 2003). Tabel 4 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan jumlah anggota keluarga. Contoh sebagian besar (70%) berasal dari keluarga kecil dengan jumlah anggota keluarga antara 3-4 orang. Keluarga contoh umumnya terdiri dari ayah, ibu, dan dua orang anak. Contoh dengan besar keluarga kecil memungkinkan lebih sedikitnya kejadian status gizi kurang. Hal ini sejalan dengan pernyataan Suhardjo (2003) bahwa umumnya kejadian kurang energi protein berat sedikit dijumpai pada keluarga yang memiliki anggota lebih kecil. Semakin besar jumlah anggota keluarga, maka pengasuhan yang diberikan pada anak dalam keluarga dapat dilakukan oleh beberapa pengasuh. Perhatian dan kasih sayang yang kurang optimal dari orang tua dapat menurunkan kualitas pengasuhan dan menyebabkan lambatnya pertumbuhan dan perkembangan anak autis. Hal tersebut dapat disebabkan karena tidak adanya kesepakatan dalam keluarga. Kerjasama yang baik antara suami dan istri serta keduanya fokus dalam hal pengasuhan maka perkembangan anak autis

4 akan dapat diamati secara seksama (Grandin 1995 dalam Wieke 2008). Hal tersebut sangat penting terutama untuk pengaturan pola makan anak. Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga Besar Keluarga n % Kecil ( 4 orang) Sedang (5-6 orang) 9 30 Rata-rata ± SD 4,2 ± 0,92 Total Usia Orang Tua Usia dewasa menurut Hurlock (1999) dikategorikan menjadi dewasa awal (18-40 tahun), dewasa madya (40-60 tahun), dan dewasa lanjut (>60 tahun). Usia ayah contoh sebagian besar (70,0%) berada pada kategori dewasa madya yaitu pada kisaran usia tahun. Usia ibu contoh sebagian besar (80,0%) berada pada kelompok dewasa awal dengan kisaran usia tahun. Rata-rata usia ayah contoh adalah 43,2 tahun dan rata-rata usia ibu contoh adalah 37,47 tahun. Tabel 5 menunjukkan sebaran usia orang tua contoh. Tabel 5 Sebaran usia orang tua contoh Kategori Usia Ayah Ibu n % n % Dewasa Awal (18-40 tahun) 9 30, ,0 Dewasa Madya (41-60 tahun) 21 70,0 6 20,0 Dewasa Lanjut (>60 tahun) 0 0,0 0 0,0 Total , ,0 Usia orang tua akan mempengaruhi kualitas pengasuhan terhadap anaknya. Usia biasanya mempengaruhi kesiapan seseorang untuk menjalani proses-proses dalam kehidupannya. Tahapan kehidupan salah satunya dijalani dengan berkeluarga. Usia orang tua dapat mempengaruhi kesiapan menjalankan peranannya, terutama dalam memenuhi kebutuhan anak untuk menunjang tumbuh kembang yang optimal (Anfamedhiarifda 2006). Usia yang semakin bertambah, akan membuat seseorang lebih mampu memecahkan masalah yang dihadapi dengan cukup baik tanpa emosional. Masa dewasa dini adalah masa seseorang memiliki banyak masalah baru dalam hidup karena pada masa ini seseorang sedang berada pada masa penyesuaian diri dengan cara hidup yang baru (Hurlock 1999). Rentang usia orang tua contoh berada pada masa dewasa dini (18-40 tahun) dan dewasa madya (40-60 tahun). Semakin bertambahnya usia orang tua diharapkan perhatian dan pengasuhan terhadap anak terutama anak autis yang membutuhkan penanganan khusus juga semakin baik.

5 Pendidikan Terakhir Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan terutama ibu, dapat mempengaruhi konsumsi keluarga. Tingkat pendidikan ibu yang tinggi akan mempermudah penerimaan informasi tentang gizi dan kesehatan anak serta mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi (Fallah 2004 dalam WKNPG 2004). Berdasarkan tabel 6 sebanyak 33,33% pendidikan terakhir ayah dan 40% pendidikan terakhir ibu adalah tamat SMA. Selain tamat SMA, pendidikan terkahir ayah yang cukup banyak yaitu sarjana strata 1 sebanyak 30%. Sementara tingkat pendidikan ibu contoh yang paling tinggi adalah strata 1. Tingkat pendidikan yang baik diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan ibu tentang pilihan makanan yang baik untuk anaknya serta mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Wieke (2008), ibu yang berpendidikan rendah mampu memberikan kualitas pengasuhan yang terbaik untuk anaknya sehingga pertumbuhan dan perkembangan anaknya pun akan semakin baik. Hal tersebut berbeda dengan ibu yang berpendidikan tinggi tetapi kurang memberikan kualitas pengasuhan yang terbaik untuk anaknya, maka pertumbuhan dan perkembangan anaknya pun akan terhambat. Jadi, berhasil atau tidak ibu mendidik anak bukan dilihat dari faktor lama pendidikan saja tetapi yang terpenting adalah kualitas pengasuhan yang diberikan. Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan orang tua Pendidikan Ayah Ibu n % n % Tamat SD 3 10, ,33 Tamat SMA 10 33, ,00 Diploma 1/2/3 5 16, ,33 S1 9 30, ,33 S2/S3 3 10,00 0 0,00 Total Pekerjaan Berdasarkan hasil pengisian kuesioner, ayah contoh sebagian besar (36,67%) bekerja sebagai wiraswasta. Ibu contoh sebagian besar (76,67%) merupakan ibu rumah tangga. Anak autis memerlukan perhatian ekstra dari ibu sebagai pengasuh utama sehingga banyak diantara ibu contoh yang berhenti bekerja untuk lebih memperhatikan dan mengasuh anaknya secara langsung. Ibu adalah orang yang paling berperan dalam perkembangan anak, sehingga

6 anak yang selalu berada di bawah pengawasan ibu diharapkan akan mendapatkan kualitas pengasuhan yang terbaik sehingga perkembangan anak pun akan terarah dengan baik. Hasil ini hampir sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Latifah (2004) bahwa 72% ibu dengan anak autis di kota Bogor merupakan ibu rumah tangga. Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua Pekerjaan Ayah Ibu n % n % Pedagang 4 13,33 1 3,33 Buruh/non tani 3 10,00 0 0,00 PNS/ABRI/Polisi 7 23,33 2 6,67 Wiraswata 11 36, ,33 Ibu rumah tangga 0 0, ,67 Lainnya 5 16,67 0 0,00 Total , ,00 Pendapatan Keluarga Tingkat pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi. Pendapatan yang tinggi akan meningkatkan daya beli sehingga keluarga mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan dan akhirnya berdampak positif terhadap status gizi. Pendapatan berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas konsumsi pangan. Menurut hukum Bennet, peningkatan pendapatan akan cenderung mempengaruhi individu untuk meningkatkan kualitas konsumsi pangannya yang lebih bergizi tinggi dan pola konsumsinya akan lebih beragam (Soekirman 2000). Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga Pendapatan keluarga n % 2,5 juta 7 23,33 2,51-5 juta 8 26,67 5,1-7,5 juta 9 30,00 7,51-10 juta 4 13,33 >10,1 juta 2 6,67 Total ,00 Pendapatan keluarga merupakan penjumlahan dari pendapatan seluruh anggota keluarga baik dari hasil pekerjaan utama maupun pekerjaan tambahan. Pendapatan keluarga contoh sebagian besar (30%) antara Rp Rp Pendapatan yang tinggi akan meningkatkan daya beli sehingga keluarga mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan dan akhirnya berdampak positif terhadap status gizi. Hasil penelitian Wieke (2008) menyebutkan bahwa 41,9% alokasi biaya terbesar yang dikeluarkan untuk merawat anak autis berkisar >Rp per bulan. Anak autis memiliki beberapa gangguan dalam tubuhnya, sehingga

7 membutuhkan biaya yang cukup besar. Biaya yang dikeluarkan orang tua untuk anak autis antara lain untuk kebutuhan terapi, suplemen dan makanan khusus, serta tes-tes alergi yang dibutuhkan anak. Menurut Edi (2003), pada studi awal diduga bahwa penyandang autis hanya terdapat pada keluarga dengan kelas sosial ekonomi tingggi. Penemuan terbaru menemukan bahwa lebih dari 25 tahun yang lalu kasus ini meningkat pada kelompok sosial ekonomi rendah. Penemuan ini diduga bertambah karena meningkatnya kesadaran terhadap autis maupun tersedianya pekerja-pekerja kesehatan mental anak bagi keluarga miskin. Hal ini sesuai dengan data yang diperoleh bahwa masih terdapat sebanyak 23,33% keluarga contoh yang berpenghasilan kurang dari Rp Akses Informasi Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman. Pengetahuan juga dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan oleh guru, orang tua, teman, buku, dan surat kabar (Tjitarsa IB 1992). Akses ibu terhadap informasi dapat menjadi indikator kemampuan ibu untuk merawat anak secara lebih baik. Berbagai informasi gizi dan kesehatan dapat diperoleh dengan melihat atau mendengar sendiri, melalui alat-alat komunikasi seperti membaca surat kabar/majalah, mendengarkan siaran radio, menyaksikan siaran televisi atau melalui penyuluhan (Engle et al dalam Milyawati 2008). Pertanyaan-pertanyaan terkait akses informasi meliputi pertanyaan tentang sumber informasi yang ibu peroleh, penerapan dari informasi yang diperoleh, bentuk tindakan ibu untuk mengatasi masalah anak, jenis fasilitas pelayanan kesehatan yang biasa digunakan, serta frekuensi penggunaan layanan kesehatan. Ibu sebagian besar (73,3%) mengaku sudah pernah tahu ataupun mendengar tentang autis sebelum mengetahui bahwa anaknya mengalami autis. Akan tetapi ternyata masih ditemukan sebanyak 26,7% ibu yang belum pernah mengetahui sama sekali mengenai autis. Tindakan awal ibu yang biasa dilakukan saat mengetahui bahwa anaknya mengalami autis beranekaragam. Ibu sebagian besar (86,7%) lebih memilih untuk berkonsultasi terlebih dahulu dengan tenaga profesional seperti dokter untuk menentukan tindakan selanjutnya yang harus dilakukan terhadap anak. Ibu yang semakin awal menyadari anaknya mengalami autis dan semakin cepat melakukan tindakan maka semakin cepat pula anak menunjukkan perkembangan. Tenaga ahli

8 diharapkan dapat menjadi pilihan pertama untuk menentukan tindakan yang harus dilakukan pada anak. Ibu sebagian besar (56,7%) mengetahui bahwa gejala yang timbul pada anaknya adalah autis dari media televisi, koran, majalah, atau internet. Ibu lainnya mengetahui saat diperiksakan ke dokter, diberitahu orang lain, ataupun dengan mengamati tanda-tanda yang muncul pada anak. Ibu yang pernah mendengar tentang autis sebelumnya memiliki perhatian yang lebih ketika mengamati gejala autis yang timbul pada anak. Tabel 9 Sebaran ibu berdasarkan informasi dan tindakan awal ibu, sumber informasi dan penerapannya Akses informasi Persentase (%) Informasi awal tentang autis Tindakan awal ibu Sumber informasi Penerapan informasi Pernah tahu 73,3 Tidak tahu 26,7 Total 100,0 Membiarkan saja 6,7 Berkonsultasi dengan tenaga profesional 86,7 Membawa anak ke terapis 3,3 Lainnya 3,3 Total 100,0 Media 56,7 Diagnosa dokter 20,0 Diberitahu orang lain 16,7 Lainnya 6,7 Total 100,0 Langsung menerapkan 50,0 Tidak peduli 10,0 Berkonsultasi dengan dokter/terapis 26,7 Lainnya 13,3 Total 100,00 Umumnya sebagian besar (50,0%) ibu mengaku langsung menerapkan informasi yang diperoleh dari media tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan tenaga profesional seperti dokter. Ibu yang biasa berkonsultasi dengan tenaga profesional terlebih dahulu seperti dokter atau terapis hanya sebanyak 10,0%. Ibu sebagian kecil (13,3%) menerapkan informasi dengan membandingkan literatur yang pernah dibaca atau pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Selain itu, masih ditemukan ibu yang tidak peduli dengan informasi apapun mengenai anak autis sebanyak 10,0%. Ibu sebaiknya tidak langsung mengaplikasikan informasi yang diterima kepada anak. Hal ini mengingat gejala dari autis sendiri yang bersifat khas pada setiap anak. Ibu dapat berkonsultasi dengan tenaga profesional seperti dokter atau terapis ataupun bertukar pendapat dengan orang tua lain yang memiliki kasus serupa. Terapis umumnya adalah seseorang yang

9 memiliki latar belakang kependidikan dari disiplin ilmu yang sesuai, seperti pendidikan guru taman kanak-kanak, pendidikan guru sekolah dasar, sarjana pendidikan luar biasa atau sarjana psikolog. Selain itu, seseorang dari disiplin ilmu yang lain dapat pula menangani anak autis setelah mengikuti pelatihan dan bimbingan. Tabel 10 Sebaran ibu berdasarkan jenis, frekuensi kunjungan, alasan kedatangan, dan keikutsertaan dalam seminar atau penyuluhan Pelayanan kesehatan n % Jenis pelayanan kesehatan Frekuensi informasi/kunjungan ke dokter/terapis Alasan datang ke terapis Keikutsertaan dalam seminar/penyuluhan Rumah sakit/puskesmas/klinik 22 73,3 Terapis 8 26,7 Total ,0 Tidak pernah 7 23,3 Jarang (1-3 x/6bln) 7 23,3 Sedang (1x/bln-2-3x/bln) 6 20,0 Sering (1x/minggu-setiap hari) 10 33,3 Total ,0 Ikut-ikutan 1 3,3 Saran dokter 22 73,3 Informasi dari media 2 6,7 Lainnya 5 16,7 Total ,0 Pernah 18 60,0 Tidak pernah 12 40,0 Total ,0 Jenis pelayanan kesehatan yang umumnya digunakan oleh ibu adalah rumah sakit atau puskesmas (73,3%). Ibu sebagian kecil (26,7%) menggunakan layanan terapis untuk mengkonsultasikan dan memeriksakan anaknya. Frekuensi kunjungan ke dokter atau terapis bervariasi antar ibu. Ibu sebagian besar (33,3%) mengaku sering datang ke dokter/ terapis minimal 1 kali seminggu. Ibu lain memiliki frekuensi sedang (1-3 kali dalam sebulan) sebanyak 20,0% dan jarang (1-3 kali dalam 6 bulan) sebanyak 23,3%. Ibu mengaku hanya sekali membawa anaknya pada pemeriksaan awal ke rumah sakit atau puskesmas dan tidak melakukan tindakan lebih lanjut. Ibu beralasan bahwa gejala yang timbul pada anaknya tidak terlalu berat. Selain itu, ibu terlalu sibuk sehingga tidak bisa meluangkan waktu untuk membawa anaknya ke dokter atau terapis. Menurut Owen et al. (2000), pelayanan kesehatan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang. Ketersediaan akses pangan, pola asuh, dan pelayanan kesehatan merupakan penyebab tidak langsung yang dapat mempengaruhi status gizi. Ibu yang rutin membawa anaknya menjalani pelayanan kesehatan diharapkan memiliki anak yang berstatus gizi baik.

10 Alasan ibu yang membawa anaknya ke terapis sebagian besar atas anjuran dari dokter (73,33%). Sedangkan yang lainnya ada yang mendapatkan informasi dari media atau mengikuti apa yang dilakukan oleh orang tua anak autis lainnya. Kunci kesembuhan anak autis yang terbaik terbagi menjadi dua, yaitu intervensi perilaku dan intervensi biomedis. Tujuan dari terapi adalah agar anak mampu untuk berintegrasi dan berinteraktif dalam berbagai lingkungan dalam kehidupannya. Keberhasilan suatu terapi sendiri menurut Handojo (2003), dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia awal terapi, intensitas terapi, berat ringannya Autism Syndrom Disorder (ASD), Intelligent Quotient (IQ) anak, dan kerusakan pada pusat bicara anak. Selain akses terhadap layanan kesehatan dan pemberian terapi bagi anak, terdapat pula berbagai seminar atau penyuluhan tentang autis. Ibu sebagian besar (60%) mengaku pernah mengikuti seminar atau penyuluhan tentang anak autis. Kegiatan seminar atau penyuluhan diharapkan dapat menambah pengetahuan ibu tentang anak autis. Pendidikan seseorang menentukan pengetahuan dari orang tersebut. Perkembangan stimulasi seorang anak dipengaruhi oleh pengetahuan yang dimiliki orang tua. Orang tua yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup, maka anak akan kekurangan atau bahkan tidak mendapatkan stimulasi perkembangan yang cukup dan sesuai dengan tahapan usianya. Ibu yang memiliki pendidikan yang tinggi, cenderung memberikan pengasuhan makan yang sesuai dengan kebutuhan anaknya. Menurut hasil penelitian Syafitri (2008) kualitas pengasuhan makan pada anak autis umumnya adalah kualitas sedang yaitu sebesar 71.0% dimana pendidikan terakhir ibu sebagian besar (35,5%) adalah tamat SMA. Ibu yang berpendidikan tinggi memiliki akses terhadap informasi-informasi terbaru baik yang berasal dari buku, koran, majalah, ataupun internet (Gunarsa&Gunarsa 1995). Pengetahuan Ibu Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang peranan makanan, makanan yang aman untuk dimakan sehingga tidak menimbulkan penyakit dan cara pengolahan makan yang baik agar zat gizi dalam makanan tidak hilang serta bagaimana cara hidup sehat (Notoatmodjo 2003). Pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada tiga kenyataan yaitu (1) status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan, (2) setiap orang akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk tumbuh optimal, pemeliharaan tubuh dan memenuhi kecukupan energi, (3) ilmu

11 gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi (Suhardjo 2003). Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada penelitian ini masingmasing diberi skor kemudian dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu kurang, sedang, dan baik. Pengkategorian pengetahuan gizi didasarkan pada Khomsan (2000) yang membagi pengetahuan gizi menjadi tiga, yakni baik dengan skor >80%, sedang dengan skor 60-80%, dan kurang dengan skor <60%. Nilai minimum yaitu 8 jawaban benar dari 20 pertanyaan dan nilai maksimum yaitu 19 jawaban benar dari 20 pertanyaan. Berdasarkan hasil yang diperoleh 66,7% ibu memiliki tingkat pengetahuan yang baik. Berdasarkan hasil tersebut diharapkan ibu dapat memberikan pilihan makanan yang tepat bagi anaknya. Hal ini sejalan dengan pernyataan Suhardjo (2003) bahwa pengetahuan gizi yang baik dapat menghindarkan seseorang dari konsumsi pangan yang salah dan buruk. Ibu memiliki peranan utama dalam menyediakan dan mengolah makanan bagi keluarga. Pemberian makanan yang tepat sangat diperlukan bagi anak autis, sehingga pengetahuan ibu tentang makanan bagi anak autis menjadi hal yang penting untuk diperhatikan. Pengetahuan yang baik dapat disebabkan oleh tingkat pendidikan ibu yang didominasi tamatan SMA/Sederajat serta memadainya akses terhadap informasi gizi dan kesehatan melalui media ataupun layanan kesehatan seperti dokter dan terapis. Tabel 11 Distribusi tingkat pengetahuan ibu berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat pengetahuan Total Tingkat Baik Sedang Kurang pendidikan n % n % n % n % Tamat SD 3 10,0 0 0,0 1 3,3 4 13,3 Tamat SMA 6 20,0 4 13,3 2 6, ,0 Diploma 1/2/3 6 20,0 1 3,3 0 0,0 7 23,3 S1 5 16,7 1 3,3 1 3,3 7 23,3 Total 20 66,7 6 20,0 4 13, ,0 Pengetahuan yang diukur dalam penelitian ini yaitu berupa pertanyaan umum mengenai gizi dan secara spesifik tentang autis dan pengaturan makan untuk anak autis khususnya pemberian makanan sumber gluten dan kasein. Pertanyaan yang paling banyak dijawab dengan benar oleh ibu adalah pertanyaan mengenai autis dan keterkaitan makanan dengan gejala autis serta pilihan makanan untuk anak autis. Rata-rata pertanyaan tersebut dijawab benar oleh 90% ibu. Sementara jawaban yang paling banyak dijawab salah oleh ibu adalah perbandingan jenis kelamin pada anak penderita autis (40%).

12 Sebanyak 90% ibu mengetahui bahwa autis adalah jenis penyakit yang diturunkan dan lebih sedikit dijumpai pada anak perempuan. Dumas dan Nielsen (2003), menyatakan bahwa peluang autis pada anak laki-laki lebih besar dibandingkan perempuan, yakni empat hingga lima kali lebih besar dibandingkan anak perempuan. Hal tersebut menunjukkan adanya hubungan antara autis dan faktor-faktor genetik, tetapi bukan berarti bahwa semua kasus autis disebabkan oleh peranan faktor genetik (McCandless 2003). Genetik merupakan salah satu penyebab dari autis. Ibu sebagian besar (80%) mengetahui bahwa terapi dapat mengurangi gejala pada anak tetapi tidak dapat menyebuhkan 100%. Hal ini sejalan dengan pernyataan Yusuf W (2003) dalam Milyawati (2008), autis terjadi karena adanya kelainan pada otak sehingga tidak dapat diperbaiki atau disembuhkan, namun gejala-gejala yang ditimbulkan dapat dikurangi secara maksimal sehingga anak autis dapat bersosialisasi dengan anak-anak lainnya secara normal. Ibu sebagian besar (95%) mengetahui bahwa makanan bukanlah penyebab dari autis. Menurut McCandless (2003), anak autis menderita gangguan saluran cerna. Gangguan tersebut diantaranya adalah ketidakmampuan anak untuk mencerna, menyerap, dan atau memfungsikan zat gizi yang masuk ke dalam tubuhnya dengan baik. Penyebab lain dari autis adalah adanya interaksi antara sistem imun dengan saluran cerna yang menyebabkan peradangan saluran cerna, pertumbuhan jamur yang berlebihan sehingga melukai saluran cerna, serta kondisi leaky gut (adanya lubang-lubang kecil pada mukosa usus sehingga meningkatkan permeabilitas usus) yang menyebabkan opioid (opioid bersifat layaknya obat-obatan seperti opium, morfin, dan heroin yang bekerja sebagai toksin/racun yang dapat mengganggu fungsi otak dan sistem imunitas, serta menimbulkan gangguan perilaku) dan zat-zat beracun lainnya merembes memasuki aliran darah. Makanan bukanlah penyebab dari autis akan tetapi dapat meningkatkan kemungkinan semakin beratnya gejala yang timbul pada anak autis terkait gangguan metabolisme yang umumnya dialami oleh anak autis. Intervensi diet khusus bagi anak penyandang autis akan sangat bermanfaat untuk mengurangi manifestasi klinis yang terjadi, sehingga dapat membantu dalam perbaikan tingkah laku. Pemberian makanan yang tepat dapat mengurangi perilaku hiperaktif, mengulang-ulang kegiatan, dan memperbaiki

13 kontak mata pada anak. Hal ini diketahui dengan baik oleh 90% ibu yang telah menjawab pertanyaan dengan benar. Pola makan pada anak autis harus mengandung jumlah zat gizi, terutama karbohidrat, protein dan kalsium yang tinggi guna memenuhi kebutuhan fisiologik selama masa pertumbuhan dan perkembangan (McCandless 2003). Keseimbangan jumlah asupan zat gizi yang dikonsumsi oleh anak penting untuk diperhatikan demi mencegah terjadinya kejadian malnutrisi pada anak. Ibu sebagian besar (95%) menjawab dengan benar pernyataan tersebut, sehingga diharapkan dalam prakteknya ibu dapat memberikan asupan makanan yang berimbang, beragam, dan bergizi bagi anak. Menurut Soetardji & Soenardi (2002), memberikan makanan yang bervariasi penting dilakukan untuk mencegah anak merasa bosan dengan makanan yang sama. Siklus menu pada anak autis perlu diberikan agar anak tidak terlalu cepat atau peka terhadap makanan tertentu. Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa anak sebaiknya tidak diberikan kebebasan dalam memilih makanannya. Sebanyak 85% ibu mengetahui pentingnya pemberian makanan yang bervariasi, pemberian siklus menu agar anak tidak merasa bosan, dan mengetahui bahwa anak sebaiknya tidak dibebaskan dalam memilih makanan. Akan tetapi, dalam praktiknya masih ditemukan ibu yang tidak memberikan siklus menu pada anak. Ibu mengaku bahwa agak sulit untuk mengatur hal tersebut yang disebabkan antara lain keterbatasan ketersediaan bahan makanan dan keinginan anak. Anak yang menderita autis sebaiknya melakukan diet khusus sesuai dengan keluhan yang dialami. Salah satu diet yang umum dilakukan adalah diet GFCF. McCandless (2003), menyatakan bahwa diet GFCF merupakan langkah penting yang bisa dilakukan oleh orang tua tanpa terlebih dahulu melakukan tes di laboratorium. Diet sangat ketat bebas gluten dan kasein menurunkan kadar peptida opioid serta dapat mempengaruhi gejala autis pada beberapa anak (Sari ID 2009). Hal ini dikarenakan gluten dan casein dapat mengakibatkan anak menjadi lebih aktif, tantrum, bahkan tidak bisa diam sehingga kondisi anak dapat menurun. Makanan-makanan sumber gluten dan kasein seperti tepung terigu, susu sapi, mie (berbahan tepung terigu), dan roti merupakan jenis makanan yang sebaiknya dihindari. Pada pernyataan makanan yang terbuat dari tepung terigu perlu dihindari masih ditemukan cukup banyak ibu (35%) yang belum

14 mengetahui bahwa tepung terigu adalah jenis makanan yang perlu dihindari. Hal yang sama ditemukan pada pernyataan susu sapi adalah makanan yang baik bagi anak autis. Sebanyak 35% ibu belum mengetahui bahwa susu sapi adalah makanan yang sebaiknya dihindari oleh anak. Menurut Suryana (2004), anak autis juga perlu menghindari pemakaian bahan panambah rasa saperti MSG dan pewarna buatan. Ibu sebagian besar (80% dan 90%) mengetahui hal tersebut. Beberapa zat pewarna dapat merusak DNA yang menyebabkan mutasi genetik dan dapat mempengaruhi organ penting seperti syaraf otak (Sjambali 2003 dalam Latifah 2004). Bahan pewarna yang sering menimbulkan alergi adalah tatrazine, bahan pengawet asam benzoat, dan bahan penambah rasa monosodium glutamat (Munasir 2003). Alternatif bahan pewarna dapat menggunakan bahan alami seperti daun pandan, kunyit, dan buah bit merah. Bahan-bahan untuk membuat gurih dan mempertajam rasa juga dapat menggunakan bahan-bahan alami seperti jahe, kunyit, dan bumbu-bumbu lainnya. Ibu sebagian besar (65%) mengetahui bahwa konsumsi suplemen diberikan sesuai dengan kebutuhan anak. Hal ini sejalan dengan pernyataan Lewis (1988) dalam Latifah (2004) bahwa terdapat banyak vitamin, mineral, asam amino, dan suplemen rempah (misalnya K-link sage plus dengan kandungan akar sage merah) yang dapat membantu anak autis. Sebagian dari suplemen tersebut tidak dianjurkan kecuali tes tertentu menunjukkan adanya defisiensi, namun sebagian yang lain sering dicoba karena diduga aman dan dapat mempengaruhi gejala autis pada anak. Hal yang harus dilakukan adalah konsultasi dengan dokter atau ahli gizi yang mengetahui dengan pasti mengenai kebutuhan anak autis dan terapi alternatif. Konsumsi Pangan Kebiasaan makan didefinisikan sebagai cara-cara individu dan kelompok individu memilih, mengonsumsi dan menggunakan makanan-makanan yang tersedia, yang didasarkan pada faktor-faktor sosial budaya dimana manusia hidup. Suhardjo (1989) menyatakan bahwa kebiasaan makan yang baik dimulai di rumah, atas bimbingan dari orang tua dan anggota keluarga yang lainnya. Kebiasaan makan ada yang baik dan ada yang buruk bila dipandang dari segi gizi. Konsumsi makan yang diamati dalam penelitian ini meliputi kebiasaan memilih makanan, diet GFCF (Gluten Free Casein Free), alergi makanan,

15 konsumsi suplemen, dan makanan yang disukai. Menurut Kusumayanti et al. (2005), anak autis memiliki pilihan makanan yang terbatas dan termasuk kategori yang suka memilih-milih makanan yang diberikan oleh ibu. Frekuensi Konsumsi Pangan Frekuensi makan merupakan salah satu bentuk kebiasaan makan seseorang. Frekuensi makan diukur dalam satuan kali per hari, per minggu maupun per bulan. Penggunaan metode frekuensi pangan bertujuan untuk memperoleh data pangan secara kualitatif dan informasi deskriptif tentang pola konsumsi. Metode ini umumnya tidak digunakan untuk memperoleh data kuantitatif pangan ataupun intake konsumsi zat gizi. Ada beberapa hal yang mempengaruhi frekuensi makan, seperti faktor ekonomi, kebiasaan, dan pola sosial budaya. Frekuensi makan pada orang dengan kondisi ekonomi mampu lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang kondisi ekonominya lemah. Hal ini disebabkan orang yang memiliki kemampuan ekonomi yang tinggi memiliki daya beli yang tinggi sehingga dapat mengonsumsi makanan dengan frekuensi yang lebih tinggi. Contoh sebagian besar (93,33%) mengonsumsi makanan lengkap sebanyak tiga kali makan utama dalam sehari. Makanan lengkap biasanya diberikan pada makan siang dan sore atau malam. Di pagi hari sayuran jarang diberikan. Konsumsi makanan selingan bervariasi untuk setiap contoh, namun sebagaian besar (83,33%) contoh mengonsumsi selingan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Siklus Menu Porsi makanan yang diberikan disesuaikan dengan kemampuan dan kemauan anak untuk mengonsumsinya. Ibu sebagian besar (83,33%) tidak menerapkan siklus menu bagi anaknya sehingga cenderung memberikan makanan sesuai dengan bahan makanan yang tersedia. Ibu yang memberikan siklus menu bagi anaknya menerapkan menu empat hari berdasarkan pemberian protein hewani. Ayam diberikan pada hari pertama, daging sapi pada hari kedua, telur pada hari ketiga dan ikan pada hari keempat, kemudian siklus tersebut diulang lagi pada hari kelima. Siklus menu pada anak autis perlu diberikan agar anak tidak terlalu cepat atau peka terhadap makanan tertentu. Selain itu, siklus menu dilakukan untuk mengetahui tingkat sensitivitas anak terhadap makanan yang diberikan. Pemberian siklus menu ini memiliki konsekuensi yaitu ibu tidak selalu mengikuti

16 kesukaan anaknya karena khawatir ada pengaruh makanan yang diberikan terhadap gejala autisme. Siklus menu umumnya dilakukan atas saran dokter dan disesuaikan dengan hasil pemeriksaan alergi. Penerapann siklus menu terkadang lebih banyak dipengaruhi oleh hasil pengamatan ibu terhadap tingkat sensitivitas anaknya pada jenis makanan tertentu. Makanan yang Disukai Contoh sebagian besar (70%) tidak memiliki makanan favorit, hanya sejumlah 30% contoh yang memiliki makanan favorit. Jenis sayuran yang umumnya disukai contoh adalah sayur asem, labu siam, dan bayam. Buah yang paling banyak disukai adalah jambu biji, pisang, pepaya, dan melon. Kelompok lauk hewani yang disukai contoh biasanya terdiri dari ayam, ikan, dan daging sapi. Kelompok makanan lain yang disukai contoh adalah mie goreng, soto, coklat, yoghurt, baso, gorengan, dan bihun. Perlu dipahami bahwa jenis makanan untuk masing-masing contoh memiliki perbedaan untuk setiap individu. Jenis makanan apapun boleh diberikan pada anak asalkan tidak memperparah gejala autis yang timbul. Akan tetapi, apabila makanan yang disukai tersebut memperparah gejala yang timbul (misalnya mie, yoghurt, baso, dan gorengan yang mengandung gluten dan kasein) ibu sebaiknya mengurangi konsumsi makanan tersebut secara bertahap sebelum akhirnya menghentikan konsumsinya sama sekali. Hal tersebut dilakukan agar anak tidak merasa terpaksa untuk melakukannya. Makanan yang Biasa Dikonsumsi Anak autis memiliki keterbatasan dalam pilihan makanan, karena mereka tidak boleh mengonsumsi jenis makanan tertentu. Jenis makanan yang biasa dikonsumsi oleh contoh dikelompokkan ke dalam makanan sumber karbohidrat, protein, sayuran, buah, dan makanan ringan (snack). Kelompok makanan sumber karbohidrat yang biasa dikonsumsi adalah nasi, roti, kentang, mie, dan bihun. Roti dan mie berbahan dasar tepung terigu merupakan salah satu bahan makanan sumber gluten. Menurut Soetardji dan Soenardi (2002), pemilihan makanan sumber karbohidrat bagi anak autis dipilih yang tidak mengandung gluten. Contoh makanan yang baik dikonsumsi adalah beras, singkong, ubi, talas, jagung, tepung beras, tapioka, ararut, maizena, bihun, dan soun. Kelompok protein hewani yang paling banyak dikonsumsi adalah ayam dalam berbagai bentuk masakan, serta produk-produk olahan ayam seperti

17 nugget dan sosis. Sumber protein hewani lain adalah daging sapi, telur, udang, hati ayam dan ikan. Beberapa jenis makanan yang sebaiknya dihindari oleh anak autis menurut Soetardji dan Soenardi (2002), adalah daging yang diolah dan diawetkan seperti sosis dan sumber gluten terselubung yang salah satunya terdapat dalam produk olahan ayam yaitu nugget. Berdasarkan data yang diperoleh masih ditemukan contoh yang terbiasa mengonsumsi pangan seperti sosis dan nugget, sehingga diharapkan ibu dapat mengurangi konsumsi pangan tersebut. Produk olahan nugget dapat tetap diberikan asalkan dibuat sendiri tanpa adanya tambahan bahan sumber gluten atau kasein dan bahan pengawet. Sosis siap konsumsi yang dijual di pasaran umumnya memakai bahan pengawet dan bahan aditif lainnya. Sosis tiruan dari daging giling yang dibuat sendiri dapat menjadi alternatif makanan bagi anak. Ibu merasa khawatir untuk memberikan ikan laut terkait kekhawatiran tercemar merkuri. Menurut Suryana (2004), pencemaran bisa terjadi pada ikanikan di sekitar pantai seperti ikan teri atau kerang-kerangan, tetapi bukan pada ikan laut dalam seperti kakap, tenggiri, tuna, dan salmon. Ibu diharapkan tidak perlu khawatir untuk memberikan ikan laut dalam kepada anak. Kelompok makanan sumber protein nabati yang sering dikonsumsi oleh sebagian besar contoh adalah tempe. Sayuran yang biasa dikonsumsi adalah bayam, sayur asem, sayur sop, karedok, toge, kangkung, sayur lodeh, dan sawi. Sedangkan kelompok buah yang biasa dikonsumsi adalah pisang, apel, melon, tomat, pepaya, jeruk, semangka, strawberry, dan jambu biji. Buah-buahan tersebut bisa dikonsumsi secara langsung atau diolah menjadi jus. Jenis sayuran atau buah apapun boleh diberikan asalkan tidak memberikan efek merugikan pada anak. Makanan ringan yang biasa dikonsumsi terbagi menjadi dua yaitu makanan kering dan makanan basah. Makanan kering yang biasa dikonsumsi berupa keripik, biskuit (biskuit beras ataupun biskuit berbahan terigu), gorengan, risol, donat, dan wafer. Makanan basah yang dikonsumsi contoh seperti bubur kacang hijau, kue basah, cilok, martabak, eskrim, kolak, puding, dan buras. Contoh juga mengonsumsi susu dan teh manis. Susu yang biasa dikonsumsi terdiri dari susu cair (53,33%), susu skim bubuk (13,33%), atau susu kedelai (3,33%). Menurut Suryana (2004), penggunaan susu sapi pada anak autis dapat diganti dengan susu kedelai atau susu kentang yang sudah terdapat di toko-toko yang khusus menjual makanan untuk anak autis.

18 Konsumsi Suplemen Pemberian suplemen pada dasarnya tidak diperlukan apabila asupan gizi anak seimbang. Pemberian suplemen seperti vitamin, mineral, asam amino, dan suplemen rempah dapat mambantu anak autis. Pemberian umumnya disesuaikan dengan anjuran dokter berdasarkan hasil tes yang menunjukkan adanya defisiensi. Namun, terdapat pula yang sering mencoba karena diduga aman dan dapat mempengaruhi gejala anak (Soetardji dan Soenardi 2002). Sebanyak 26,67% contoh mengonsumsi suplemen. Suplemen yang diberikan berupa suplemen khusus atau suplemen yang biasa diberikan untuk menambah nafsu makan. Pemberian suplemen khusus dilakukan setelah berkonsultasi dengan dokter. Suplemen khusus yang diberikan terdiri dari suplemen mineral (magnesium, zinc) dan suplemen selain mineral (minyak ikan, propolis, enzim DPP IV). Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan jenis supleman yang dikonsumsi Jenis supleman n % Mineral Magnesium, zinc 1 12,5 Selain mineral Minyak ikan, propolis, enzim DPP IV, enzim karbohidrat, K-Link sage plus omega 4 50 Minyak ikan mengandung asam lemak omega 3 yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan otak. Minyak ikan cod berfungsi untuk memperbaiki metabolisme asam lemak. Penggunaannya dianjurkan bukan hanya untuk anak autis, melainkan juga untuk semua anak. Selain omega 3, minyak ikan (fish oil) cod juga mengandung vitamin A yang cukup tinggi (McCandless 2003). Selain minyak ikan, enzim adalah suplemen lain yang juga biasa diberikan kepada anak autis. Enzim berfungsi untuk memecah beberapa komponen makanan agar mempermudah proses pencernaannya. Merek dagang enzim yang digunakan antara lain enzym complete/dpp IV yang mengandung beberapa komponen enzim seperti : DPP IV, FP 31 protease, alkaline protease, alpha amylase, glucoamylase, alpha galactosidase, lactase, maltase, cellulase, phytase, xylanase (hemicellulase), invertase (sucrase), bromelain, AFP (Acid Fast Protease), kiwi protease, papain, dan lipase. Ibu sebagian besar (62,5%) selain memberikan suplemen khusus juga memberikan suplemen makanan yang biasa diberikan pada anak-anak normal. Suplemen tersebut berfungsi untuk pertumbuhan dan nutrisi otak, memelihara dan memperbaiki daya tahan tubuh, serta meningkatkan nafsu makan. Merek dagang yang biasa digunakan adalah Curcuma Plus, Scott Emulsion, Ester C

19 Kids, dan Cerebrofort Syrup. Rata-rata contoh mengonsumsi 1-2 jenis suplemen setiap harinya. Konsumsi suplemen yang paling banyak dikonsumsi oleh contoh adalah enam jenis suplemen per hari. Alergi Makanan Contoh sebagian kecil (10%) memiliki alergi terhadap bahan makanan tertentu. Contoh yang memiliki alergi sebagian besar merupakan contoh yang tergolong autis berat. Alergen dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu buah, lauk hewani, dan lain-lain. Alergi terhadap kelompok makanan tersebut diketahui melalui pengamatan sehari-hari maupun hasil pemeriksaan darah. Alergen dari kelompok buah adalah jeruk, alergen dari kelopok lauk hewani adalah kuning telur dan peyek rebon, dan alergen dari kelompok lain-lain adalah madu dan makanan yang disajikan dalam keadaan dingin. Tabel 13 Distribusi jenis makanan penyebab alergi berdasarkan klasifikasi autis Klasifikasi autis Kelompok dan jenis makanan alergen Buah Lauk hewani Lain-lain Berat Jeruk (1) Kuning telur (1) Madu (1), makanan dingin (1) Sedang - Peyek rebon (1) - Ringan Alergi yang terjadi pada anak autis berbeda-beda dari satu individu dengan individu lainnya. Hasil penelitian terhadap 120 anak Indonesia yang memenuhi kriteria diagnosis autisme masa kanak-kanak, menunjukkan bahwa anak-anak tersebut menderita multiple food allergy. Selain susu sapi dan gandum atau makanan terbuat dari gandum, makanan yang sering menimbulkan alergi pada anak adalah telur, kacang tanah, kedelai, dan ikan laut. Menurut hasil penelitian tersebut, dari 120 anak, 100 anak (83,3%) alergi susu sapi, gluten, dan makanan lain, 18 anak (15%) alergi susu sapi dan makanan lain, serta 2 anak (27%) alergi terhadap gluten dan makanan lain (Budhiman 2003 dalam latifah 2004). Tes alergi perlu dilakukan pada anak untuk mengetahui jenis makanan apa saja yang dapat menimbulkan alergi pada anak. Suryana (2004), menyatakan bahwa jika anak memiliki alergi sebaiknya memang menghindari makanan tersebut, akan tetapi makanan yang membuat alergi, juga tetap dianjurkan untuk dicoba pada anak. Misalnya telur, sebaiknya konsumsi dihentikan dan diberikan kembali setelah enam bulan. Selain alergi hal yang penting diperhatikan pada anak autis adalah pemberian antibiotik ketika anak sakit. Pemberian antibiotik yang berlebihan mengakibatkan banyak bekteri yang resisten terhadap antibiotik. Antibiotik

20 menyebabkan terganggunya flora normal usus. Antibiotik bukan hanya membunuh patogen tetapi sekaligus membunuh bakteri-akteri pelindung (probiotik usus) (McCandless 2003). Pemberian antibiotik biasanya dibarengi dengan konsumsi prebiotik. Prebiotik dikenal sebagai bahan makanan yang dapat mendukung tumbuh kembangnya bakteri menguntungkan dalam sistem pencernaan. Bakteri probiotik berkembang dengan baik apabila ada prebiotik yang cukup. Prebiotik sering ditambahakan pada susu formula seperti FOS (Frukto Oligo Sakarida) dan GOS (Galakto Oligo Sakarida). Akan tetapi, karena anak autis sebaiknya menghindari produk susu, hal ini sering menimbulkan masalah tersendiri bagi ibu dalam memilih makanan bagi anak. Prebiotik sebenarnya juga terdapat secara alami dalam bahan makanan tertentu. Sumber prebiotik dari bahan makanan alami diantaranya adalah pisang, bawang, madu, dan kacang-kacangan, serta ASI. Anak dapat mengonsumsi makanan sumber prebiotik alami asalkan tidak memiliki alergi atau intoleransi terhadap makanan tersebut. Konsumsi Pangan Sumber Gluten dan Kasein Kebanyakan anak autis memiliki masalah dalam mencerna casein dan gluten. Sewaktu dicerna, banyak protein yang dipecah menjadi asam amino tunggal, yang lainnya dibawa sebagai rantai yang sedikit lebih besar. Pada anak autis, protein dan peptida yang tidak dapat dicerna berasal dari casein dan gluten. Peptida yang tidak bisa diterima tubuh dapat memasuki aliran darah dan apabila terbawa ke otak akan memiliki efek seperti opioid (Shattock 2002 dalam Latifah 2004). Peptida ini di otak akan berubah menjadi casomorphin dan gluteomorphin yang seratus kali lebih berbahaya dari morfin biasa. Pori-pori yang tidak lazim kebanyakan ditemukan di membran saluran cerna anak autis, yang menyebabkan masuknya peptida ke dalam darah. Hasil metabolisme gluten adalah protein gliadin. Gliadin akan berikatan dengan reseptor opioid C dan D. Reseptor tersebut berhubungan dengan mood dan tingkah laku. McCandless (2003), menyatakan bahwa diet GFCF (Gluten Free Casein Free) merupakan langkah penting yang bisa dilakukan oleh orang tua tanpa terlebih dahulu melakukan tes di laboratorium. Anak-anak yang melakukan diet ini biasanya memberikan respon yang lebih baik daripada anak-anak yang belum melakukan diet GFCF. Menurut Winarno (1997), kadar protein susu sapi umumnya 3,5%. Protein susu pada umumnya dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu kasein

21 dan protein whey. Kasein merupakan komponen protein yang terbesar dalam susu dan sisanya berupa protein whey. Kadar kasein pada protein susu mencapai 80% dari jumlah total protein yang terdapat dalam susu sapi, sedangkan protein whey sebanyak 20%. Produk olahan susu antara lain adalah keju, mentega, es krim, dan yoghurt. Kandungan protein pada masing-masing produk per 100 gram adalah 22,8 g (keju), 0,5 g (mentega), 4 g (es krim), dan 3,3 g (yoghurt). Gluten terdapat dalam tepung terigu, yang secara khas membedakan tepung terigu dengan tepung-tepung lainnya. Kandungan gluten dapat mencapai 80% dari total protein dalam tepung, dan terdiri dari protein gliadin dan glutenin. Umumnya tepung terigu digolongkan berdasarkan kandungan proteinnya. Tepung terigu yang dijual di pasaran memiliki kandungan protein yang berkisar antara 8% - 9%, 10,5% - 11,5% dan 12% - 14%.Tepung terigu berprotein 12%- 14% ideal untuk pembuatan roti dan mie. Tepung terigu berprotein 10,5%-11,5% untuk roti dengan volume sedang, donat dan pastry/pie. Sedangkan untuk gorengan, biskuit, kue-kue, cake dan wafer menggunakan terigu yang berprotein 8%-9% (Paran 2009). Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan rata-rata frekuensi konsumsi pangan sumber gluten dan kasein per kelompok makanan Frekuensi Gluten Kasein n % n % Tidak pernah 13 43, ,67 1x sebulan 8 26, ,67 3 x seminggu 6 20, ,33 > 3x seminggu 2 6,67 0 0,00 1-2x sehari 1 3,33 1 3,33 >3x sehari ,00 0 0,00 Total 13 43, ,67 Berdasarkan tabel di atas, contoh sebagian besar tidak mengonsumsi makanan sumber gluten maupun kasein. Rata-rata konsumsi makanan sumber gluten dan kasein contoh adalah 43,33% tidak pernah mengonsumsi makanan sumber gluten dan 66,67% tidak pernah mengonsumsi makanan sumber kasein. Frekuensi pemberian paling sering rata-rata sebanyak 1x sebulan atau 3x seminggu baik untuk makanan sumber gluten maupun kasein. Berdasarkan hasil penelitian Latifah (2004) sebagian besar (86,4%) ibu menerapkan diet bebas gluten dan kasein pada anaknya. Ibu sebagian besar (83,33%) tidak memberlakukan diet yang ketat pada anaknya. Meskipun tidak dalam jumlah banyak, anak kadang-kadang diperbolehkan untuk mengonsumsi makanan

22 ringan yang mengandung gluten seperti biskuit dan wafer, bahkan ada juga yang diberikan mie berbahan dasar terigu. Jenis makanan sumber gluten yang paling sering diberikan yaitu mie, roti, dan biskuit masing-masing sebanyak 3x dalam seminggu. Ibu mengaku tidak memberlakukan diet dengan ketat sehingga anak masih diperbolehkan mengonsumsi makanan tersebut dalam jumlah yang terbatas. Jenis makanan lain seperti pasta, kue-kue berbahan dasar terigu, sereal gandum, dan tepung bumbu sebagian besar tidak pernah diberikan. Sementara hampir semua jenis gandum mengandung gluten, termasuk malt (biji gandum) dan oat. Sereal yang terbuat dari beras atau jagung dapat menjadi penggantinya. Tepung bumbu termasuk bahan makanan yang sebaiknya dihindari karena berbahan dasar tepung terigu yang merupakan sumber gluten. Penggunaan tepung terigu sebagai bahan untuk membuat cake atau kue dapat diganti dengan tepung bebas gluten (gluten free) seperti tepung beras, tepung kedelai, tepung maizena (pati jagung), tepung tapioka, tepung sagu, dan tepung garut (arrowroot flour). Saat ini juga sudah dijual tepung campuran bebas gluten atau gluten free flour mix (GF flour mix). GF flour mix merupakan produk campuran tepung yang telah dimodifikasi sehingga dapat menghasilkan biskuit yang enak dengan rasa yang tidak kalah dengan tepung bergluten. Produk tersebut dapat berupa campuran dari tepung beras, tepung sagu aren dan tepung singkong (Karim & Chender 2007). Selain produk-produk free gluten kemasan, ibu dapat menggunakan makanan-makanan alami yang berasal dari singkong, ubi jalar, jagung, dan sebagainya. Makanan-makanan tersebut tidak memerlukan biaya yang mahal dan proses pemasakan yang rumit. Singkong dan ubi dapat direbus atau digoreng. Penggunaan tepung terigu pada pembuatan gorengan, misalnya goreng pisang dapat diganti dengan tepung beras. Hampir semua jenis makanan yang mengandung kasein rata-rata tidak pernah dikonsumsi contoh. Jenis makanan yang masih biasa ditemukan dikonsumsi 3x seminggu ataupun 1-2x sehari adalah susu sapi (16,67% untuk konsumsi 1-2x sehari), susu skim, susu bubuk, mentega dan keju (umumnya sebagai campuran dari makanan lain), yoghurt, dan biskuit/ wafer yang mengandung susu (26,67% untuk konsumsi 1-2x sehari). Ibu yang masih memberikan susu beralasan bahwa susu adalah salah satu sumber asupan gizi anak, sementara beberapa orang tua lain beralasan bahwa anak tidak mempunyai alergi terhadap casein. Keju, mentega, dan yoghurt merupakan

23 produk turunan susu yang sebaiknya juga dihindari apabila sedang melakukan diet casein free. Susu yang terbuat dari beras, kentang, dan kedelai sudah banyak dijual di pasaran. Jenis susu tersebut dapat menjadi alternatif susu yang bebas kasein. Asupan makanan sumber gluten dan kasein masih ditemukan pada anak dengan ibu yang sudah menerapkan diet GFCF. Ibu beralasan bahwa kondisi anak sudah membaik sehingga pemberian diet menjadi lebih ringan dengan memperbolehkan konsumsi pangan sumber gluten dan kasein dalam jumlah tertentu. Menurut Aden (2008), diet GFCF sangat disarankan akan tetapi asupan gluten dan casein sebaiknya tidak dihentikan dihentikan sama sekali pada awal penerapan diet. Hal tersebut disebabkan seperti halnya pecandu narkoba, jika mendadak dihentikan bisa mengalami ketagihan. Pada anak autis, jika konsumsi pangan sumber gluten dan casein tiba-tiba dihentikan bisa memperburuk kondisi anak. Penghentian asupan gluten dan casein secara total dari menu makanan sebaiknya dilakukan secara bertahap. Makanan yang tidak mengandung gluten atau kasein dapat dicampur bersama-sama dengan makanan yang masih mengandung gluten atau casein sehingga kandungan gluten atau kasein pada makanan tersebut menjadi lebih rendah. Misalnya, mencampur susu kedelai dengan susu sapi, sambil mengurangi proporsi susu sapinya. The Autistic Network For Dietary Intervention, Amerika, menyarankan agar penderita gangguan perilaku yang terkait dengan gangguan pencernaan seperti autis untuk menjalani diet bebas gluten dan kasein atau diet GFCF (gluten free casein free) selama minimal 6 bulan. Menurut Emilia dan Yuliana (2006), proses pola makan bebas gluten dan kasein dimulai secara perlahan-lahan dengan cara sebagai berikut : 1. Menyingkirkan makanan yang mengganggu satu demi satu sambil berangsur-angsur memperkenalkan makanan pengganti yang baru. 2. Membuat makanan dengan variasi dalam bahan dan pengolahan serta menarik dalam penyajian 3. Gluten lebih lama hilang dari sistem pencernaan daripada kasein. Tes urin menunjukkan bahwa kasein dapat hilang dari tubuh dalam tiga hari, sedangkan gluten membutuhkan waktu berbulan-bulan. Anak sebaiknya menghindari konsumsi susu terlebih dahulu dan setelah beberapa minggu menghindari produk susu atau hasil olahan susu. Setelah itu baru menghindari produk dengan bahan dasar gandum

LAMPIRAN KUESIONER ANALISIS PENGELUARAN DAN POLA KONSUMSI PANGAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZI MAHASISWA PENERIMA BEASISWA ETOS JAWA BARAT

LAMPIRAN KUESIONER ANALISIS PENGELUARAN DAN POLA KONSUMSI PANGAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZI MAHASISWA PENERIMA BEASISWA ETOS JAWA BARAT 65 LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner KUESIONER ANALISIS PENGELUARAN DAN POLA KONSUMSI PANGAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZI MAHASISWA PENERIMA BEASISWA ETOS JAWA BARAT FILE : AllData Sheet 1 CoverInd

Lebih terperinci

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode Responden:

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode Responden: LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode Responden: KUESIONER PENELITIAN POLA KONSUMSI PANGAN MASYARAKAT PAPUA (Studi kasus di Kampung Tablanusu, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua).

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN Kode : KUESIONER PENELITIAN GAMBARAN POLA MAKAN DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DITINJAU DARI KARAKTERISTIK KELUARGA DI KECAMATAN DOLOK MASIHUL KABUPATEN SERDANG BEDAGAI TAHUN 2011 Tanggal Wawancara : A. Identitas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study. Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada bulan April-Mei 2011. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya Secara garis besar, bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan pangan asal tumbuhan (nabati) dan bahan pangan asal hewan (hewani).

Lebih terperinci

Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003). Masa nifas dimulai

Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003). Masa nifas dimulai Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003). Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUESIONER

LAMPIRAN 1 KUESIONER A. Identitas Sampel LAMPIRAN 1 KUESIONER KARAKTERISTIK SAMPEL Nama : Umur : BB : TB : Pendidikan terakhir : Lama Bekerja : Unit Kerja : Jabatan : No HP : B. Menstruasi 1. Usia awal menstruasi : 2. Lama

Lebih terperinci

DIIT GARAM RENDAH TUJUAN DIIT

DIIT GARAM RENDAH TUJUAN DIIT DIIT GARAM RENDAH Garam yang dimaksud dalam Diit Garam Rendah adalah Garam Natrium yang terdapat dalam garam dapur (NaCl) Soda Kue (NaHCO3), Baking Powder, Natrium Benzoat dan Vetsin (Mono Sodium Glutamat).

Lebih terperinci

ANGKET / KUESIONER PENELITIAN

ANGKET / KUESIONER PENELITIAN ANGKET / KUESIONER PENELITIAN Kepada yth. Ibu-ibu Orang tua Balita Di Dusun Mandungan Sehubungan dengan penulisan skripsi yang meneliti tentang Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Pemberian Makanan Balita

Lebih terperinci

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi Tanggal 16 Oktober 2014 PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi PENDAHULUAN Usia 6 bulan hingga 24 bulan merupakan masa yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Karakteristik Responden (Ibu) 1. Nama 2. Tempat, Tanggal lahir..., Usia... tahun 4. Alamat

Lampiran 1. Karakteristik Responden (Ibu) 1. Nama 2. Tempat, Tanggal lahir..., Usia... tahun 4. Alamat Lampiran 1 Karakteristik Responden (Ibu) 1. Nama 2. Tempat, Tanggal lahir...,... 3. Usia... tahun 4. Alamat 5. No. Telepon 6. Pendidikan 1. SD 2. SMP 3. SMA 4. Diploma 5. PT 7. Pekerjaan 1. Ibu Rumah Tangga

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura 66 67 Lampiran 2. Kisi-kisi instrumen perilaku KISI-KISI INSTRUMEN Kisi-kisi instrumen pengetahuan asupan nutrisi primigravida

Lebih terperinci

MAKANAN SEHAT DAN MAKANAN TIDAK SEHAT BAHAN AJAR MATA KULIAH KESEHATAN DAN GIZI I

MAKANAN SEHAT DAN MAKANAN TIDAK SEHAT BAHAN AJAR MATA KULIAH KESEHATAN DAN GIZI I MAKANAN SEHAT DAN MAKANAN TIDAK SEHAT BAHAN AJAR MATA KULIAH KESEHATAN DAN GIZI I PROGRAM PG PAUD JURUSAN PEDAGOGIK FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009 Pendahuluan Setiap orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung maupun dari pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2005, hal. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung maupun dari pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2005, hal. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan what, misalnya apa air, apa alam, dan sebagainya, yang dapat

Lebih terperinci

PENGENALAN DKBM (TKPI) & UKURAN RUMAH TANGGA (URT) Rizqie Auliana, M.Kes

PENGENALAN DKBM (TKPI) & UKURAN RUMAH TANGGA (URT) Rizqie Auliana, M.Kes PENGENALAN DKBM (TKPI) & UKURAN RUMAH TANGGA (URT) Rizqie Auliana, M.Kes rizqie_auliana@uny.ac.id DKBM: 2 Daftar Komposisi Bahan Makanan dimulai tahun 1964 dengan beberapa penerbit. Digabung tahun 2005

Lebih terperinci

Kuisioner Penelitian. Hubungan Pola Makan dengan Status Gizi Anak Kelas IV dan V di SDN Panunggangan 1

Kuisioner Penelitian. Hubungan Pola Makan dengan Status Gizi Anak Kelas IV dan V di SDN Panunggangan 1 Kuisioner Penelitian Hubungan Pola Makan dengan Status Gizi Anak Kelas IV dan V di SDN Panunggangan 1 A. Petunjuk Pengisian Kuisioner 1. Adik dimohon bantuannya untuk mengisi identitas diri pada bagian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Kimia Berdasarkan hasil penelitian hubungan antara kadar Zn, Se, dan Co pada rambut siswa SD dengan pendapatan orang tua yang dilakukan pada SDN I Way Halim Lampung

Lebih terperinci

Master Menu Rumah Sakit (siklus 10 hari) Hari ke-1 Porsi. Nasi merah Sop kacang merah. Sate jamur Empal genthong. Capcay basah Sate pusut tempe

Master Menu Rumah Sakit (siklus 10 hari) Hari ke-1 Porsi. Nasi merah Sop kacang merah. Sate jamur Empal genthong. Capcay basah Sate pusut tempe Makan Pagi Nasi tim Cah brokoli+ goreng Ayam bacem Pepaya Air Putih Master Menu Rumah Sakit (siklus 0 hari) Hari ke- Porsi Porsi Porsi Makan Siang Makan Malam URT gram URT gram URT gram Nasi merah Sop

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN GAMBARAN PENATALAKSANAAN DIET JANTUNG DAN STATUS GIZI PASIEN PENDERITA HIPERTENSI KOMPLIKASI PENYAKIT JANTUNG YANG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM BANDUNG MEDAN TAHUN 2012

Lebih terperinci

Ikan, merupakan jenis makanan sehat yang rendah lemak jenuh, tinggi. protein, dan merupakan sumber penting asam lemak omega 3.

Ikan, merupakan jenis makanan sehat yang rendah lemak jenuh, tinggi. protein, dan merupakan sumber penting asam lemak omega 3. BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan, merupakan jenis makanan sehat yang rendah lemak jenuh, tinggi protein, dan merupakan sumber penting asam lemak omega 3. Ikan baik untuk tambahan diet karena

Lebih terperinci

( Eldyana Aprila) ( )

( Eldyana Aprila) ( ) Lampiran Lembar Persetujuan Menjadi Responden Pengetahuan Orang tua Tentang Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Pada Anak Autisme di Yayasan Tali Kasih dan Kidz Smile Medan Oleh Eldyana Aprila Saya adalah mahasiswi

Lebih terperinci

PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTEK KONSUMSI SUSU DAN STATUS GIZI IBU HAMIL

PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTEK KONSUMSI SUSU DAN STATUS GIZI IBU HAMIL 71 Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Tanggal wawancara: Kode responden PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTEK KONSUMSI SUSU DAN STATUS GIZI IBU HAMIL Nama Responden :... Alamat :...... No. Telepon :... Lokasi penelitian

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 INSTRUMEN PENELITIAN

LAMPIRAN 1 INSTRUMEN PENELITIAN LAMPIRAN 1 INSTRUMEN PENELITIAN Instrument / Angket Penelitian HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI TERHADAP POLA KONSUMSI SISWA Petunjuk pengerjaan: Para siswa yang terhormat, dengan kerendahan hati dimohon keihklasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan setiap orang akan makanan tidak sama, karena kebutuhan akan berbagai zat gizi juga berbeda. Umur, Jenis kelamin, macam pekerjaan dan faktorfaktor lain menentukan

Lebih terperinci

NUTRISI Rekomendasi Nutrisi Yang Dibutuhkan Selama dan Setelah Kemoterapi (Yayasan Kasih Anak Kanker Jogja)

NUTRISI Rekomendasi Nutrisi Yang Dibutuhkan Selama dan Setelah Kemoterapi (Yayasan Kasih Anak Kanker Jogja) NUTRISI Rekomendasi Nutrisi Yang Dibutuhkan Selama dan Setelah Kemoterapi (Yayasan Kasih Anak Kanker Jogja) dr. Maria Ulfa, MMR Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Lebih terperinci

Lampiran 1 FOOD FREQUENCY QUESTIONER (FFQ) Tidak pernah. Bahan makanan >1x/hr 1x/hr 4-6x/mg 1-3x/mg 1-3x/bln

Lampiran 1 FOOD FREQUENCY QUESTIONER (FFQ) Tidak pernah. Bahan makanan >1x/hr 1x/hr 4-6x/mg 1-3x/mg 1-3x/bln Lampiran 1 FOOD FREQUENCY QUESTIONER (FFQ) Bahan makanan >1x/hr 1x/hr 4-6x/mg 1-3x/mg 1-3x/bln Tidak pernah n % n % n % n % n % n % Makanan pokok Beras/nasi 88 73,9 19 16,0 6 5,0 6 5,0 0 0 0 0 Mie 3 2,5

Lebih terperinci

FORMAT PERSETUJUAN RESPONDEN

FORMAT PERSETUJUAN RESPONDEN 60 Lampiran 1 Persetujuan Responden FORMAT PERSETUJUAN RESPONDEN Sehubungan dengan diadakannya penelitian oleh : Nama Judul : Lina Sugita : Tingkat Asupan Energi dan Protein, Tingkat Pengetahuan Gizi,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanggulangan masalah gizi dan kesehatan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang paling baik adalah pada masa menjelang dan saat prenatal, karena: (1) penelitian

Lebih terperinci

: saya ingin mendapatkan data antropometri BB dan TB ibu.

: saya ingin mendapatkan data antropometri BB dan TB ibu. : Assalamualaikum ibu : waalaikumsalam. Silahkan masuk :(masuk dan berjabat tangan) : perkenalkan nama saya Dini, saya ahli gizi yang sedang bertugas saat ini. Dengan ibu siapa? : Saya Melinda : Ok ibu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai nampak

BAB 1 PENDAHULUAN. komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai nampak BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Autis adalah gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai nampak sebelum anak berusia 3 tahun,

Lebih terperinci

Ukuran rumah tangga dalam gram: 1 sdm gula pasir = 8 gram 1 sdm tepung susu = 5 gram 1 sdm tepung beras, tepung sagu. = 6 gram

Ukuran rumah tangga dalam gram: 1 sdm gula pasir = 8 gram 1 sdm tepung susu = 5 gram 1 sdm tepung beras, tepung sagu. = 6 gram Dibawah ini merupakan data nilai satuan ukuran rumah tangga (URT) yang dipakai untuk menentukan besaran bahan makanan yang biasa digunakan sehari- hari dalam rumah tangga. (Sumber: Puslitbang Gizi Depkes

Lebih terperinci

PENGENALAN MAKANAN BAYI DAN BALITA. Oleh: CICA YULIA S.Pd, M.Si

PENGENALAN MAKANAN BAYI DAN BALITA. Oleh: CICA YULIA S.Pd, M.Si PENGENALAN MAKANAN BAYI DAN BALITA Oleh: CICA YULIA S.Pd, M.Si Siapa Bayi dan Balita Usia 0 12 bulan Belum dapat mengurus dirinya sendiri Masa pertumbuhan cepat Rentan terhadap penyakit dan cuaca Pada

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN PERILAKU DIET IBU NIFAS DI DESA TANJUNG SARI KECAMATAN BATANG KUIS KABUPATEN DELI SERDANG. 1. Nomor Responden :...

KUESIONER PENELITIAN PERILAKU DIET IBU NIFAS DI DESA TANJUNG SARI KECAMATAN BATANG KUIS KABUPATEN DELI SERDANG. 1. Nomor Responden :... KUESIONER PENELITIAN PERILAKU DIET IBU NIFAS DI DESA TANJUNG SARI KECAMATAN BATANG KUIS KABUPATEN DELI SERDANG 1. Nomor Responden :... 2. Nama responden :... 3. Umur Responden :... 4. Pendidikan :... Jawablah

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI), KONSUMSI GIZI, DAN KELENGKAPAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) TERHADAP STATUS GIZI BAYI

PENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI), KONSUMSI GIZI, DAN KELENGKAPAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) TERHADAP STATUS GIZI BAYI Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode:... PENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI), KONSUMSI GIZI, DAN KELENGKAPAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) TERHADAP STATUS GIZI BAYI Nama responden :... Nomor contoh :... Nama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama, karena itu pemenuhannya menjadi bagian dari hak asasi setiap individu. Di Indonesia,

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Surat Pernyataan Kesediaan Mengikuti Penelitian. Rawat Jalan di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum

LAMPIRAN 1. Surat Pernyataan Kesediaan Mengikuti Penelitian. Rawat Jalan di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum LAMPIRAN 1 Surat Pernyataan Kesediaan Mengikuti Penelitian Sehubungan dengan diadakannya penelitian oleh : Peneliti : Rahmadiani Putri NIM : 2013-32-168 Judul : Hubungan antara Glikemiks Load dan Profil

Lebih terperinci

Pola hidup sehat untuk penderita diabetes

Pola hidup sehat untuk penderita diabetes Pola hidup sehat untuk penderita diabetes Penanganan diabetes berfokus pada mengontrol kadar gula darah (glukosa). Hal tersebut dapat dijalankan dengan memperhatikan pola makan dan olahraga, serta merubah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang di makan oleh seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan dimaksudkan untuk memenuhi

Lebih terperinci

DBMP DBMP Yetti Wira_Gizi_2014_Poltekkes Palangka Raya. Yetti Wira_Gizi_2014_Poltekkes Palangka Raya

DBMP DBMP Yetti Wira_Gizi_2014_Poltekkes Palangka Raya. Yetti Wira_Gizi_2014_Poltekkes Palangka Raya DBMP DBMP Pengertian : DBMP adalah daftar yang berisi 7 golongan bahan makanan. pada tiap golongan, dalam jumlah (dapat berbeda setiap makanan) yang dinyatakan bernilai energi dan zat gizi yang sama. Oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan salah satu kelompok usia yang memiliki tingkat kerentanan cukup tinggi disaat masa pertumbuhan dan pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan

Lebih terperinci

Dengan ini saya bersedia mengikuti penelitian ini dan bersedia mengisi lembar kuesioner yang telah disediakan dibawah ini.

Dengan ini saya bersedia mengikuti penelitian ini dan bersedia mengisi lembar kuesioner yang telah disediakan dibawah ini. NO. RESP A. KUESTIONER PENELITIAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA Perkenalkan nama saya Intan Fermia P, mahasiswi Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat,. Kakak sedang

Lebih terperinci

NASKAH PENJELASAN PENELITIAN

NASKAH PENJELASAN PENELITIAN 58 Lampiran 1 NASKAH PENJELASAN PENELITIAN HUBUNGAN ASUPAN KALSIUM, MAGNESIUM, DAN KEBIASAAN OLAHRAGA TERHADAP DISMENORE PADA SISWI SMPN 191 KEBUN JERUK JAKARTA BARAT Saya Vina Edika Rosmawati Simorangkir,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kekurangan protein merupakan salah satu masalah gizi utama di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kekurangan protein merupakan salah satu masalah gizi utama di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekurangan protein merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. Oleh karena itu peningkatan konsumsi protein perlu digalakkan, salah satunya melalui penganekaragaman

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN 1. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN 1 KUESIONER PENELITIAN PENGARUH PENYULUHAN GIZI TERHADAP PERILAKU IBU DALAM PENYEDIAAN MENU SEIMBANG UNTUK BALITA DI DESA RAMUNIA-I KECAMATAN PANTAI LABU KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2010 Tanggal

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERSEPSI BODY IMAGE DAN KEBIASAAN MAKAN DENGAN STATUS GIZI ATLET SENAM DAN ATLET RENANG DI SEKOLAH ATLET RAGUNAN JAKARTA

HUBUNGAN PERSEPSI BODY IMAGE DAN KEBIASAAN MAKAN DENGAN STATUS GIZI ATLET SENAM DAN ATLET RENANG DI SEKOLAH ATLET RAGUNAN JAKARTA LAMPIRAN 68 69 Lampiran 1 Kuesioner penelitian KODE: KUESIONER HUBUNGAN PERSEPSI BODY IMAGE DAN KEBIASAAN MAKAN DENGAN STATUS GIZI ATLET SENAM DAN ATLET RENANG DI SEKOLAH ATLET RAGUNAN JAKARTA Saya setuju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada garis khatulistiwa. Hal ini mempengaruhi segi iklim, dimana Indonesia hanya memiliki 2 musim

Lebih terperinci

CATATAN PERKEMBANGAN. Dx Hari/Tanggal Pukul Tindakan Keperawatan Nutrisi Kamis, Menggali pengetahuan orang tua kurang dari

CATATAN PERKEMBANGAN. Dx Hari/Tanggal Pukul Tindakan Keperawatan Nutrisi Kamis, Menggali pengetahuan orang tua kurang dari Lampiran 1 CATATAN PERKEMBANGAN Dx Hari/Tanggal Pukul Tindakan Keperawatan Nutrisi Kamis, 04 10.00-4. Menggali pengetahuan orang tua kurang dari Mei 2017 12.00 tentang asupan nutrisi pada anak yaitu menggali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengkonsumsi berbagai jenis pangan sehingga keanekaragaman pola

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengkonsumsi berbagai jenis pangan sehingga keanekaragaman pola BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang dihadapi oleh negara berkembang termasuk Indonesia adalah peningkatan jumlah penduduk yang pesat dan tidak seimbang dengan penyediaan pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan I. PENDAHULUAN Bab ini akan menjelaskan tentang : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN. Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu Tentang Gizi Seimbang dan Pola Makan Anak Autis di SDNLB Lubuk Pakam Tahun 2012

KUESIONER PENELITIAN. Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu Tentang Gizi Seimbang dan Pola Makan Anak Autis di SDNLB Lubuk Pakam Tahun 2012 Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu Tentang Gizi Seimbang dan Pola Makan Anak Autis di SDNLB 107708 Lubuk Pakam Tahun 2012 Karakteristik Ibu 1. Nama Ibu : 2. Umur : 3. Alamat

Lebih terperinci

DISLIPIDEM IA. Gangguan Metabolisme Lemak (Kolesterol, Trigliserid)

DISLIPIDEM IA. Gangguan Metabolisme Lemak (Kolesterol, Trigliserid) DISLIPIDEM IA Gangguan Metabolisme Lemak (Kolesterol, Trigliserid) DISLIPIDEMIA DIS = Salah ; Gangguan LIPID = Lemak (Kolesterol, Trigliserid) DISLIPIDEMIA : gangguan metabolisme lemak Metabolisme lemak

Lebih terperinci

GIZI WANITA HAMIL SEMESTER VI - 6 DAN 7

GIZI WANITA HAMIL SEMESTER VI - 6 DAN 7 GIZI WANITA HAMIL SEMESTER VI - 6 DAN 7 METABOLISME MINERAL PADA WANITA HAMIL : KALSIUM DAN FOSFOR Selama kehamilan metabolisme kalsium dan fosfor mengalami perubahan. ABSORBSI kalsium dalam darah menurun

Lebih terperinci

Program Studi S1 Ilmu Gizi Reguler Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul (UEU) Jl. Arjuna Utara No.9 Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11510

Program Studi S1 Ilmu Gizi Reguler Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul (UEU) Jl. Arjuna Utara No.9 Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11510 LAMPIRAN 104 105 LAMPIRAN I HUBUNGAN PEMBERIAN MPASI LOKAL, FREKUENSI PENYAKIT INFEKSI DAN STATUS GIZI ANAK USIA 6-24 BULAN DI PUSKESMAS WAIPARE, KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR Program Studi S1 Ilmu

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA KUESIONER PENELITIAN FREKUENSI KONSUMSI BAHAN MAKANAN SUMBER KALSIUM PADA REMAJA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI DEPOK

UNIVERSITAS INDONESIA KUESIONER PENELITIAN FREKUENSI KONSUMSI BAHAN MAKANAN SUMBER KALSIUM PADA REMAJA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI DEPOK LAMPIRAN 1 Kode Responden - A Sekolah Kelas No UNIVERSITAS INDONESIA KUESIONER PENELITIAN FREKUENSI KONSUMSI BAHAN MAKANAN SUMBER KALSIUM PADA REMAJA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI DEPOK Assalammualaikum

Lebih terperinci

Pengetahuan Dasar Gizi Cica Yulia, S.Pd, M.Si

Pengetahuan Dasar Gizi Cica Yulia, S.Pd, M.Si Pengetahuan Dasar Gizi Cica Yulia, S.Pd, M.Si Pelatihan dan Pendidikan Baby Sitter Rabu 4 November 2009 Pengertian Gizi Kata gizi berasal dari bahasa Arab Ghidza yang berarti makanan Ilmu gizi adalah ilmu

Lebih terperinci

KUESIONER GAYA HIDUP DAN POLA KONSUMSI PENDERITA HIPERTENSI KARYAWAN PABRIK HOT STRIP MILL (HSM) PT. KRAKATAU STEEL CILEGON

KUESIONER GAYA HIDUP DAN POLA KONSUMSI PENDERITA HIPERTENSI KARYAWAN PABRIK HOT STRIP MILL (HSM) PT. KRAKATAU STEEL CILEGON LAMPIRAN 65 KUESIONER GAYA HIDUP DAN POLA KONSUMSI PENDERITA HIPERTENSI KARYAWAN PABRIK HOT STRIP MILL (HSM) PT. KRAKATAU STEEL CILEGON No Sampel : Enumerator : Tanggal Wawancara : Nama Responden : Alamat

Lebih terperinci

01/04/ TAHUN (USIA(Th)) x 2 + 8) RUMUS PERKIRAAN TINGGI BADAN TAHUN USIA (th) x RUMUS PEERKIRAAN BERAT BADAN PERHITUNGAN

01/04/ TAHUN (USIA(Th)) x 2 + 8) RUMUS PERKIRAAN TINGGI BADAN TAHUN USIA (th) x RUMUS PEERKIRAAN BERAT BADAN PERHITUNGAN By Yetti Wira Citerawati SY Apa yang di makan bayi sejak usia dini merupakan fondasi penting bagi kesehatan dan kesejahteraannya di masa depan. SDM akan optimal jika gizi dan kesehatan pada beberapa tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah anak autis baik di dunia maupun di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah anak autis baik di dunia maupun di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Meningkatnya jumlah anak autis baik di dunia maupun di Indonesia memerlukan perhatian yang serius dalam penanganannya. Autis dapat sembuh bila dilakukan intervensi

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN PERILAKU LANSIA DALAM MENGONSUMSI MAKANAN SEHAT DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BATU HORPAK KECAMATAN TANTOM ANGKOLA KABUPATEN TAPANULI SELATAN TAHUN 2010 I. Karakteristik Responden

Lebih terperinci

POLA PANGAN HARAPAN (PPH)

POLA PANGAN HARAPAN (PPH) PANDUAN PENGHITUNGAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) Skor PPH Nasional Tahun 2009-2014 75,7 85,7 85,6 83,5 81,4 83,4 Kacangkacangan Buah/Biji Berminyak 5,0 3,0 10,0 Minyak dan Lemak Gula 5,0 Sayur & buah Lain-lain

Lebih terperinci

KONSUMSI MAKANAN ANAK BALITA DI DESA TANJUNG TANAH KECAMATAN DANAU KERINCI KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI

KONSUMSI MAKANAN ANAK BALITA DI DESA TANJUNG TANAH KECAMATAN DANAU KERINCI KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI KONSUMSI MAKANAN ANAK BALITA DI DESA TANJUNG TANAH KECAMATAN DANAU KERINCI KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI Yuliana 1, Lucy Fridayati 1, Apridanti Harmupeka 2 Dosen Fakultas Pariwisata dan perhotelan UNP

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Mata pelajaran

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Mata pelajaran RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Nama Sekolah Mata pelajaran Kelas Semester Alokasi waktu : SD ALAM PACITAN : IPA : V (Lima) : 1 (Satu) : 4 JP (2 x TM) I. STANDAR KOMPETENSI 1. Mengidentifikasi fungsi

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 UNIVERSITAS INDONESIA

LAMPIRAN 1 UNIVERSITAS INDONESIA LAMPIRAN 1 Kuesioner Penelitian UNIVERSITAS INDONESIA Dengan Hormat, Saya adalah mahasiswa Universitas Indonesia Fakultas Kesehatan Masyarakat Jurusan Gizi Kesehatan Masyarakat, akan mengadakan penelitian

Lebih terperinci

Obat Herbal Diabetes dan Diet Makanan, Pasangan Serasi Untuk Diabetesi

Obat Herbal Diabetes dan Diet Makanan, Pasangan Serasi Untuk Diabetesi Obat Herbal Diabetes dan Diet Makanan, Pasangan Serasi Untuk Diabetesi Banyak yang bilang bahwa penggunaan obat herbal diabetes jauh lebih aman daripada penggunaan obat kimia Menanggapi kutipan yang tertera

Lebih terperinci

12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG

12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG 12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG Makanlah Aneka Ragam Makanan Kecuali bayi diperlukan tubuh baik kualitas maupun kuantintasnya Triguna makanan; - zat tenaga; beras, jagung, gandum, ubi kayu, ubi jalar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan harta yang sangat berharga dan patut dipelihara. Gaya hidup sehat harus diterapkan untuk menjaga tubuh tetap sehat. Salah satu cara agar kesehatan

Lebih terperinci

Bab 1.Pengenalan MP ASI

Bab 1.Pengenalan MP ASI Bab 1.Pengenalan MP ASI Apa sih MPASI itu? MPASI adalah singkatan dari Makanan Pendamping ASI. Pendamping ASI, jadi ASI tetap diberikan kepada bayi ya... Hal pertama yang harus kita ingat adalah usia bayi,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Siklus Menu 10 Hari Instalasi Gizi RSUD Kabanjahe

Lampiran 1. Siklus Menu 10 Hari Instalasi Gizi RSUD Kabanjahe Lampiran 1. Siklus Menu 10 Hari Instalasi Gizi RSUD Kabanjahe Hari VIP Kelas Ruangan I Pagi Pagi Pagi Ikan acar kuning Telur dadar Telur dadar Tempe goreng Tempe goreng Tempe goreng Tumis bayam Tumis bayam

Lebih terperinci

DIIT SERAT TINGGI. Deskripsi

DIIT SERAT TINGGI. Deskripsi DIIT SERAT TINGGI Deskripsi Serat makanan adalah polisakarida nonpati yang terdapat dalam semua makanan nabati. Serat tidak dapat dicerna oleh enzim cerna tapi berpengaruh baik untuk kesehatan. Serat terdiri

Lebih terperinci

Informed Consent Persetujuan menjadi Responden

Informed Consent Persetujuan menjadi Responden Informed Consent Persetujuan menjadi Responden Selamat Pagi/Siang/Sore Perkenalkan nama Saya Laila Suciati mahasiswi S1 eks 2006 Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas

Lebih terperinci

BAB VIII JAJANAN SEBAGAI PENDUKUNG STATUS GIZI. A. Jajanan Sebagai Asupan Makanan Balita

BAB VIII JAJANAN SEBAGAI PENDUKUNG STATUS GIZI. A. Jajanan Sebagai Asupan Makanan Balita BAB VIII JAJANAN SEBAGAI PENDUKUNG STATUS GIZI A. Jajanan Sebagai Asupan Makanan Balita Makanan jajanan menurut FAO didefinisikan sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Melalui penganekaragaman pangan didapatkan variasi makanan yang

BAB I PENDAHULUAN. Melalui penganekaragaman pangan didapatkan variasi makanan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penganekaragaman pangan sangat penting untuk menghindari ketergantungan pada suatu jenis bahan makanan. Penganekaragaman ini dapat memanfaatkan hasil tanaman

Lebih terperinci

PERENCANAAN DIET UNTUK PENDERITA DIABETES MELLITUS

PERENCANAAN DIET UNTUK PENDERITA DIABETES MELLITUS PERENCANAAN DIET UNTUK PENDERITA DIABETES MELLITUS Oleh: Fitri Rahmawati, MP JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK BOGA DAN BUSANA FAKULTAS TEKNIK UNY email: fitri_rahmawati@uny.ac.id Diabetes Mellitus adalah penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan jajanan sudah menjadi kebiasaan yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai golongan apapun

Lebih terperinci

KUESIONER SAKIT GULA (DIABETES MELITUS/DM)

KUESIONER SAKIT GULA (DIABETES MELITUS/DM) KUESIONER SAKIT GULA (DIABETES MELITUS/DM) I. SOSIAL Identitas Diri 1. Nama Inisial : 2. Alamat : 3. Umur : 4. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan 5. BB terakhir : kg 6. TB terakhir : cm 7. Pendidikan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Lampiran 1. Angket Penelitian

KATA PENGANTAR. Lampiran 1. Angket Penelitian Lampiran 1. Angket Penelitian KATA PENGANTAR Ibu yang terhormat, Pada kesempatan ini perkenankanlah kami meminta bantuan Ibu untuk mengisi angket yang telah kami berikan, angket ini berisi tentang : 1)

Lebih terperinci

BAB II DATA DAN ANALISA

BAB II DATA DAN ANALISA BAB II DATA DAN ANALISA 2.1 Sumber Analisa Data dan informasi yang digunakan untuk mendukung proses Tugas Akhir ini diperoleh dari: 2.2 Data proyek Pencarian data berupa buku literatur serta internet yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran umum sekolah SDN Kebon Kopi 2 adalah sekolah yang berada di jalan Kebon Kopi Rt.04/09 kelurahan Kebon Kelapa terletak di Kota Bogor Kecamatan Bogor Tengah. Berdiri pada

Lebih terperinci

Kebutuhan nutrisi dan cairan pada anak

Kebutuhan nutrisi dan cairan pada anak Kebutuhan nutrisi dan cairan pada anak Apa itu Nutrisi???? Defenisi Nutrien adalah zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh untuk tumbuh dan berkembang. Setiap anak mempunyai kebutuhan Setiap anak mempunyai

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN. : Gizi Seimbang Pada Lansia. : Wisma Dahlia di UPT PSLU Blitar di Tulungagung

SATUAN ACARA PENYULUHAN. : Gizi Seimbang Pada Lansia. : Wisma Dahlia di UPT PSLU Blitar di Tulungagung SATUAN ACARA PENYULUHAN ( Gizi Seimbang Pada Lansia ) Topik Sasaran : Gizi Seimbang Pada Lansia : lansia di ruang Dahlia Hari/tanggal : Sabtu, 29 April 2017 Waktu Tempat : 25 menit : Wisma Dahlia di UPT

Lebih terperinci

Hari - 1: Kurangi Kalori bukan Makanan Kalori di sini adalah perkiraan

Hari - 1: Kurangi Kalori bukan Makanan Kalori di sini adalah perkiraan Hari - 1: Kurangi Kalori bukan Makanan P Kalori di sini adalah perkiraan Script Hari 1, penjelasan 3 menit Masih ingat ANGKA AJAIB Anda? 1. Ini adalah angka AJAIB karena jika Anda mengingatnya dan membatasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan gizinya serta aktif dalam olahraga (Almatsier, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan gizinya serta aktif dalam olahraga (Almatsier, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah mereka yang berusia 10-18 tahun. Usia ini merupakan periode rentan gizi karena berbagai sebab, yaitu remaja memerlukan zat gizi yang lebih tinggi

Lebih terperinci

IBU HAMIL Resep jus buah & sayur pilihan untuk kesehatan bumil dan janin.

IBU HAMIL Resep jus buah & sayur pilihan untuk kesehatan bumil dan janin. Jus Sehat Untuk IBU HAMIL Resep jus buah & sayur pilihan untuk kesehatan bumil dan janin. A Publication of Nutrisi penting dalam segelas jus sehat Kesehatan janin pada masa kehamilan sangatlah penting.

Lebih terperinci

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN. Saudara. Saya yang bernama Albert Prawira, mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN. Saudara. Saya yang bernama Albert Prawira, mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Lampiran 1 LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN Kepada Yth, Saudara Saya yang bernama Albert Prawira, mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, bersama dengan ini memohon kesediaan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM

LAMPIRAN 1 FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM LAMPIRAN 1 FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM No. Responden : Nama : Umur : Jenis Kelamin : Tinggi Badan : Berat Badan : Waktu makan Pagi Nama makanan Hari ke : Bahan Zat Gizi Jenis Banyaknya Energi Protein URT

Lebih terperinci

SUSTAINABLE DIET FOR FUTURE

SUSTAINABLE DIET FOR FUTURE BIODATA 1. Nama : Iwan Halwani, SKM, M.Si 2. Pendidikan : Akademi Gizi Jakarta, FKM-UI, Fakultas Pasca sarjana UI 3. Pekerjaan : ASN Pada Direktorat Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan RI SUSTAINABLE

Lebih terperinci

Memperkenalkan Makanan pada Bayi.

Memperkenalkan Makanan pada Bayi. Memperkenalkan Makanan pada Bayi. Bayi sangat membutuhkan nutrisi yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan pertama dan utama bayi pada enam bulan pertama kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

Nama Responden : Kode Responden : Hari/Tanggal : Nama Pewawancara : Lampiran 1 Kuesioner (lanjutan)

Nama Responden : Kode Responden : Hari/Tanggal : Nama Pewawancara : Lampiran 1 Kuesioner (lanjutan) Lampiran 1 Kuesioner (lanjutan) KUESIONER II (SEMI-QUANTITATIVE FOOD FREQUENCY QUESTIONNAIRE) HUBUNGAN ASUPAN ZAT GIZI MIKRO, AKTIVITAS FISIK, DAN LATIHAN KECERDASAN DENGAN KEJADIAN DEMENSIA PADA LANSIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indikator kesejahteraan suatu masyarakat atau suatu bangsa salah satunya dapat

BAB I PENDAHULUAN. Indikator kesejahteraan suatu masyarakat atau suatu bangsa salah satunya dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kualitas anak adalah cermin kualitas bangsa dan cermin peradaban dunia. Indikator kesejahteraan suatu masyarakat atau suatu bangsa salah satunya dapat dilihat dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Secara umum pangan diartikan sebagai segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya status ekonomi masyarakat dan banyaknya iklan produk-produk pangan menyebabkan perubahan pola konsumsi pangan seseorang. Salah satunya jenis komoditas pangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu masalah gizi di Indonesi adalah gizi kurang yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu masalah gizi di Indonesi adalah gizi kurang yang disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah gizi di Indonesi adalah gizi kurang yang disebabkan rendahnya asupan energi dan protein dalam makanan sehari hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan

Lebih terperinci

REKOMENDASI GIZI UNTUK ANAK SEKOLAH. YETTI WIRA CITERAWATI SY, S.Gz, M.Pd

REKOMENDASI GIZI UNTUK ANAK SEKOLAH. YETTI WIRA CITERAWATI SY, S.Gz, M.Pd REKOMENDASI GIZI UNTUK ANAK SEKOLAH YETTI WIRA CITERAWATI SY, S.Gz, M.Pd TERDAPAT 6 REKOMENDASI 1. Konsumsi menu Gizi Seimbang 2. Sesuaikan konsumsi zat gizi dengan AKG 3. Selalu Sarapan 4. Pelihara Otak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Menurut Saliem dkk dalam Ariani dan Tribastuti (2002), pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi

Lebih terperinci

JAGUNG. Bahan Pangan Alternatif SERI BACAAN ORANG TUA

JAGUNG. Bahan Pangan Alternatif SERI BACAAN ORANG TUA 19 SERI BACAAN ORANG TUA JAGUNG Bahan Pangan Alternatif Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal Kementerian Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN. Kepada: Tempat

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN. Kepada: Tempat PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN Malang, Februari 2015 Kepada: Yth. Bapak/ Ibu/ Saudara/i Calon Responden Di Tempat Dengan Hormat, Saya yang bertsaudara tangan di bawah ini adalah mahasiswa DIII Jurusan Keperawatan

Lebih terperinci

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

Lampiran 1: Kuesioner Penelitian KUESIONER A. DATA RESPONDEN

Lampiran 1: Kuesioner Penelitian KUESIONER A. DATA RESPONDEN Lampiran 1: Kuesioner Penelitian KUESIONER A. DATA RESPONDEN 1. Nama ibu : 2. Usia : 3. Pendidikan terakhir : 4. Pekerjaan : a. Bekerja b. Tidak Bekerja 5. Penghasilan keluarga : a.

Lebih terperinci