4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kepulauan Seribu merupakan gugusan pulau datar yang melintang di barat daya Laut Jawa dan memiliki ekosistem terumbu karang, mangrove dan padang lamun, yang saling terkoneksi dan memengaruhi satu sama lain. Padang lamun dapat ditemukan di sebagian besar pulau di Kepulauan Seribu seperti di Pulau Pari, Pulau Pramuka, Pulau Panggang, Pulau Kelapa, dan Pulau Harapan. Lamun di kawasan Kepulauan Seribu memiliki keanekaragaman jenis yang cukup tinggi. Dari 12 jenis lamun yang tumbuh di perairan Indonesia, 10 jenis di antaranya dapat ditemukan di Kepulauan Seribu (Mardesyawati dan Setyawan, 2011), yaitu Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Halophila minor, Halophila decipiens, Syringodium isoetifolium, Halodule uninervis, dan Halodule pinifolia. Dua spesies lamun yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata, termasuk ke dalam kelompok lamun pionir dari Famili Cymodoceae. Pengambilan data pertumbuhan dan produksi lamun untuk Cymodocea rotundata dilakukan di Pulau Pramuka, sedangkan untuk Cymodocea serrulata dilakukan di Pulau Panggang. Penelitian ini diawali dengan survei untuk menentukan lokasi yang sesuai dan memungkinkan untuk penandaan dan kajian pertumbuhan lamun. Kondisi habitat Cymodocea serrulata pada saat surut terendah terpapar udara terbuka sehingga lamun terpapar matahari secara langsung karena kedalaman perairan tidak lagi merendam seluruh bagian vegetasi lamun. Habitat Cymodocea rotundata di barat Pulau Pramuka lamun tetap terendam air pada saat

2 25 surut terendah. Saat pemasangan tanda pada awal pengukuran pertumbuhan, kedalaman habitat Cymodocea serrulata yaitu 45 cm, sedangkan Cymodocea rotundata hidup pada kedalaman 90 cm. Terdapat 7 jenis lamun yang dijumpai di pesisir Pulau Panggang, sedangkan di Pulau pramuka ditemukan 6 jenis lamun. Jenis-jenis lamun yang dijumpai di Pulau Panggang adalah Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halodule uninervis, Halophila ovalis, Syiringodium isoetifolium, Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata. Jenis lamun yang dijumpai di Pulau Pramuka sama dengan jenis lamun yang dijumpai di Pulau Panggang kecuali Cymodocea serrulata, maka terdapat enam spesies lamun yang ada di Pulau Pramuka. Jumlah jenis yang dijumpai dalam transek pengamatan Cymodocea rotundata hanya terdapat satu jenis lamun yaitu Cymodocea rotundata yang merupakan jenis lamun yang diamati pertumbuhan dan produksinya. Penutupan lamun dalam transek pengamatan sebesar 60% dengan densitas 485 ind/m 2. Kondisi habitat Cymodocea rotundata merupakan perairan tertutup yang terlindung yang terletak dekat dengan break water dan pemukiman penduduk. Padang lamun dalam transek Cymodocea serrulata tergolong mixed spesies yang terdapat banyak spesies pada satu area padang lamun. Jumlah jenis lamun yang terdapat dalam transek pengamatan ada 6 jenis yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halodule uninervis, Halophila ovalis, Syiringodium isoetifolium, dan Cymodocea serrulata. Jenis lamun yang diamati pertumbuhan dan produksinya hanya Cymodocea serrulata. Penutupan lamun pada transek pengamatan sebesar 90%, sedangkan penutupan jenis Cymodocea

3 26 serrulata sendiri adalah 50% dari total penutupan lamun dengan densitas 355 ind/m 2. Nienhuis et al. (1989) in Kiswara (2010) menemukan bahwa kerapatan tunas lamun per luasan area tergantung pada jenisnya. Jenis lamun yang mempunyai morfologi besar seperti Enhalus acoroides mempunyai kerapatan 2 yang rendah (140 ind/m ) dibandingkan dengan jenis lamun yang mempunyai morfologi kecil seperti Halodule uninervis dengan kerapatan yang tinggi ( ind/m ). 4.1 Kualitas Air dan Substrat Lamun merupakan satu-satunya angiospermae yang mampu beradaptasi untuk hidup di perairan bersalinitas tinggi. Kebutuhan dasar lamun untuk tumbuh dan berkembang sama dengan kerabatnya yang hidup di darat. Berdasarkan siklus hidupnya, ada empat kebutuhan dasar bagi kelangsungan hidup lamun yaitu kualitas air laut dan substrat yang sesuai, genangan air laut, serta cahaya matahari (Hemminga dan Duarte, 2000). Kualitas air, yang umumnya ditinjau dari parameter fisika-kimia, seperti cahaya matahari, suhu, salinitas, dan nutrien, akan mempengaruhi proses biokimia dan pertumbuhan lamun (Lee et al., 2007). Lamun merupakan tumbuhan laut yang cepat merespon perubahan lingkungan sehingga jika kondisi habitatnya terdegradasi, maka vegetasi lamun juga akan mengalami degradasi. Hasil pengukuran kualitas air dan analisis substrat di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan bahwa, nilai derajat keasaman (ph) perairan di Pulau Pramuka dan di Pulau Panggang adalah 8,12 dan 8,03. Nilai ph tersebut masih dalam batas normal baku

4 27 mutu air laut dengan kisaran 7-8,5 (KMNLH, 2004). Nilai salinitas perairan di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang memiliki nilai kisaran yang sama yaitu berkisar 31-33, kisaran ini masih dalam batas toleransi kisaran salinitas hidup lamun (Tabel 2). Lamun merupakan tumbuhan yang memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap salinitas mulai dari perairan estuari dengan salinitas 10 hingga mencapai 45. Meskipun pada salinitas rendah dan tinggi lamun dapat mengalami stress dan mati pada salinitas 45 (Hemminga dan Duarte, 2000). Tabel 2. Hasil pengukuran kualitas air dan analisis substrat No Parameter Pulau Pramuka Pulau Panggang Baku Mutu Air laut (KMNLH, 2004) 1 Derajat keasaman (ph) 8,12 8,03 7-8,5 2 Salinitas ( ) Suhu ( C) Oksigen Terlarut (mg/l) 7,45 9,42 >5 5 Nitrat (mg/l) 0,19 0,10 0,01 6 Fosfat (mg/l) 0,01 0,01 0,02 7 Arus (m/detik) 0,10 0,10-8 Kecerahan (%) Kedalaman (m) 0,9 0,45-10 Jenis substrat pasir Pasir - Suhu perairan di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang memiliki kisaran suhu yang sama yaitu berkisar antara C (Tabel 2), kisaran suhu tersebut masih dalam kisaran toleransi hidup lamun terutama di daerah tropis. Kandungan oksigen terlarut di lokasi penelitian ini sebesar 7,45 mg/l untuk Pulau Pramuka dan 9,42 mg/l untuk Pulau Panggang (Tabel 2). Nilai kandungan oksigen terlarut tersebut termasuk dalam standar baku mutu air laut yaitu di atas 5 mg/l (KMNLH, 2004). Salmin (2005) mengatakan bahwa suatu perairan dikategorikan berkondisi baik jika kandungan oksigen terlarut lebih dari 5 ppm.

5 28 Nutrien seperti fosfat dan nitrat merupakan parameter yang penting bagi pertumbuhan lamun sebagai unsur hara dalam proses fotosintesis. Kandungan nitrat di Pulau Pramuka adalah 0,19 mg/l, sedangkan di lokasi pengamatan Pulau Panggang memiliki nilai kandungan nitrat sebesar 0,10 mg/l (Tabel 2). Kandungan nitrat dari hasil penelitian ini relatif tinggi dibandingkan batas normal baku mutu air laut yaitu 0,01 mg/l (KMNLH, 2004). Kandungan fosfat di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang memiliki nilai yang sama yaitu sebesar 0,01 mg/l (Tabel 2), nilai tersebut relatif rendah dari batas normal baku mutu air laut yaitu 0,02 mg/l (KMNLH, 2004). Kadar nitrat dan fosfat dari hasil penelitian masih dalam kondisi aman untuk kehidupan organisme (KMNLH, 2004). Kecepatan arus di lokasi pengamatan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang memiliki kecepatan yang sama yaitu sebesar 0,1 m/detik (Tabel 2). Arus pada perairan tersebut relatif tenang dan sedikit turbulensi. Kecepatan arus dipengaruhi oleh angin dan kedalaman perairan, perairan yang dangkal dan kerapatan lamun yang tinggi dapat memperkecil pergerakan arus (Efriyeldi, 2003). Kondisi perairan yang memiliki arus yang tenang pada umumnya memiliki tingkat kecerahan yang tinggi. Hal tersebut sesuai dengan hasil pengukuran kecerahan pada lokasi pengamatan baik Pulau Pramuka maupun Pulau Panggang yang memiliki tingkat kecerahan sebesar 100% (Tabel 2). Kondisi perairan ini relevan dengan manfaat lamun sebagai stabilisator perairan yang menangkap sedimen, memperlambat pergerakan air dan pada saat yang sama menjadikan air lebih jernih (Thorhaug dan Austin, 1976 in Azkab, 2006). Kecerahan perairan hingga 100% artinya penetrasi cahaya mencapai dasar perairan, kondisi ini merupakan kondisi yang baik untuk proses fotosintesis lamun. Substrat lamun pada lokasi

6 29 penelitian di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang memiliki karakteristik yang sama yaitu substrat pasir, hasil ini diperoleh dari fraksinasi tekstur substrat metode pipet (Sudjadi et al., 1971). Karakteristik substrat pasir atau pasir berlumpur merupakan jenis substrat yang sesuai untuk pertumbuhan lamun jenis Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata (Terrados et al., 1999; Hemminga dan Duarte, 2000). Kedalaman perairan di lokasi pengamatan Pulau Pramuka adalah 0,9 m (Tabel 2), pada saat surut terendah kondisi lamun masih tetap terendam air. Lokasi pengamatan di Pulau Panggang memiliki kedalaman 0,45 m yang pada saat surut lamun akan terpapar udara (tidak terendam air). Kondisi kedalaman tersebut sesuai dengan habitat lamun Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata yang hidup di perairan dangkal (Hemminga dan Duarte, 2000). 4.2 Pertumbuhan Lamun Pertumbuhan panjang rhizome lamun Pertumbuhan panjang rhizome lamun dilihat dari pertambahan ukuran panjang rhizome selama masa penandaan. Umumnya pertumbuhan terlihat dari munculnya tunas baru yang menjadi ekstensi pertambahan panjang rhizome (Lampiran 3). Selain munculnya tunas baru, pertumbuhan juga akan terlihat dari pertumbuhan secara vertikal yaitu munculnya node menembus substrat hingga kolom air yang merupakan bekas seludang daun. Rata-rata pertumbuhan panjang rhizome Cymodocea rotundata dari hasil penelitian ini adalah 9,36 cm/bulan, dengan kisaran 4,12-14,48 cm/bulan (Lampiran 4), sedangkan rata-rata untuk Cymodocea serrulata adalah 0,75 cm/bulan dengan kisaran 0,03 1,47 cm/bulan (Lampiran 5). Nilai pertumbuhan

7 30 panjang rhizome Cymodocea serrulata lebih seragam dibandingkan dengan nilai pertumbuhan panjang rhizome Cymodocea rotundata. Hal tersebut terlihat dari nilai standar deviasi untuk nilai pertumbuhan panjang rhizome Cymodocea serrulata lebih kecil dibandingkan Cymodocea rotundata. Kisaran nilai pertumbuhan panjang rhizome Cymodocea rotundata lebih lebar dibandingkan dengan Cymodocea serrulata. Pertumbuhan panjang rhizome dari beberapa hasil penelitian seperti yang disajikan pada Tabel 3. Nilai pertumbuhan panjang rhizome Cymodocea rotundata dari hasil penelitian ini lebih kecil dibandingkan dengan hasil yang diperoleh Azkab dan Kiswara (1994) yang dilakukan di Teluk Kuta, Lombok. Namun, nilai pertumbuhan panjang rhizome Cymodocea rotundata dari hasil penelitian ini lebih besar dibandingkan dengan yang diperoleh dari hasil penelitian Kawaroe et al. (2011) yang dilakukan di Pulau Pari Kepulauan Seribu DKI Jakarta yang merupakan masih satu kawasan perairan dengan lokasi penelitian ini yaitu perairan Kepulauan Seribu. Nilai pertumbuhan panjang rhizome Cymodocea rotundata dari hasil penelitian ini juga lebih besar dibandingkan dengan yang diperoleh Vermaat et al. (1995) yang melaporkan nilai pertumbuhan Cymodocea rotundata sebesar 2,79 cm/bulan yang dilakukan di Filipina. Tabel 3 merupakan perbandingan pertumbuhan rhizome lamun dari beberapa hasil penelitian. Nilai pertumbuhan panjang rhizome Cymodocea serrulata dari hasil penelitian ini lebih kecil dibandingkan dengan yang diperoleh dari hasil penelitian Kawaroe et al. (2011) dan hasil penelitian Vermaat et al. (1995) yang melaporkan pertumbuhan panjang rhizome Cymodocea serrulata di Filipina sebesar 6,45 cm/bulan. Berbeda jika dibandingkan dengan hasil

8 31 penelitian di Tanjung Kerasak, Kepulauan Bangka Belitung pada Stasiun 1, yang memperoleh nilai rata-rata pertumbuhan panjang rhizome Cymodocea serrulata 0,45 cm/bulan (data tidak dipublikasikan), maka nilai pertumbuhan panjang rhizome dari hasil penelitian ini lebih besar. Sedangkan untuk hasil yang diperoleh pada Stasiun 2 di Tanjung Kerasak, Kepulauan Bangka Belitung yang memperoleh hasil sebesar 0,96 cm/bulan, maka nilai pertumbuhan panjang dari hasil penelitian ini lebih kecil. Tabel 3. Pertumbuhan panjang rhizome lamun dari beberapa hasil penelitian Jenis lamun Cymodocea rotundata Cymodocea serrulata Pertumbuhan panjang rhizome 9,36 cm/bulan 4,11 cm/bulan 11,19 cm/bulan 2,79 cm/bulan 0,75 cm/bulan 0,45 cm/bulan 0,96 cm/bulan 3,24 cm/bulan 6,45 cm/bulan Lokasi Sumber Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu Hasil penelitian ini Pulau Pari, Kepulauan Seribu Kawaroe et al. (2011) Teluk Kuta, Lombok Azkab dan Kiswara (1994) Pulau Silaqui dan Pislatan, Filipina Vermaat et al. (1995) Pulau Panggang, Kepulauan Seribu Hasil penelitian ini Tanjung Kerasak, Pulau Bangka Unpublished data (Stasiun 1) Tanjung Kerasak, Pulau Bangka Unpublished data (Stasiun 2) Pulau Pari, Kepulauan Seribu Kawaroe et al. (2011) Pulau Silaqui dan Pislatan, Filipina Vermaat et al. (1995) Pertumbuhan panjang rhizome lamun pada penelitian ini mendapati bahwa pertumbuhan panjang rhizome Cymodocea rotundata lebih cepat dibandingkan Cymodocea serrulata (Gambar 4). Hal ini selaras dengan penelitian Kawaroe et al. (2011) dan Marba dan Duarte (1998) yang menerangkan bahwa pertumbuhan panjang rhizome Cymodocea rotundata mencapai 210 cm per tahun, sedangkan

9 32 Cymodocea serrulata hanya mencapai 153 cm per tahun. Morfologi rhizome lamun mempengaruhi kecepatan pertumbuhannya. Lamun yang memiliki diameter rhizome lebar biasanya memiliki pertumbuhan yang lambat, dibandingkan lamun berdiameter rhizome sempit (Marba dan Duarte, 1998). Gambar 4. Pertumbuhan panjang rhizome Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata Hemminga dan Duarte (2000) mengemukakan hubungan antara ukuran diameter dengan tingkat pertumbuhan panjang rhizome, semakin besar ukuran rhizome maka pertumbuhannya semakin lambat. Duarte (1991) in Vermaat, et al. (1995) melakukan analisis komparatif terhadap hubungan jenis lamun yang berbeda ukurannya dengan dinamika pertumbuhan lamun. Jenis lamun dengan ukuran yang besar akan mengalami masa hidup yang panjang namun pertumbuhan yang lambat, sedangkan jenis lamun dengan ukuran yang kecil memiliki masa hidup yang pendek namun memiliki pertumbuhan yang cepat. Lamun jenis Cymodocea rotundata memiliki rhizome yang lebih tipis dengan diameter 1-2 mm, rhizome Cymodocea serrulata berdiameter lebih tebal 2-3 mm (Waycott et al., 2004). Rhizome cymodocea serrulata membutuhkan

10 33 waktu 12,7 hari untuk menghasilkan segmen rhizome yang baru, waktu tersebut lebih lambat dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan Cymodocea rotundata yang hanya 9,4 hari untuk menghasilkan segmen rhizome yang baru (Short dan Duarte, 2001). Hal ini juga menjadi faktor yang menyebabkan pertumbuhan panjang rhizome Cymodocea serrulata lebih kecil dibandingkan pertumbuhan panjang rhizome Cymodocea rotundata. Selain morfologi, faktor yang mempengaruhi pertumbuhan lamun adalah fisiologi dan metabolisme lamun. Cymodocea serrulata yang diamati pada penelitian ini berada di daerah yang tidak terendam air saat surut terendah sehingga lamun terpapar udara dan matahari, sedangkan Cymodocea rotundata berada di daerah yang tetap terendam air saat surut terendah. Perbedaan kondisi terpapar udara dan tidak terpapar diduga menjadi faktor pendukung yang menyebabkan nilai pertumbuhan panjang rhizome Cymodocea serrulata lebih rendah dibandingkan Cymodocea rotundata. Menurut Den Hartog (1967) lamun akan terhambat metabolismenya saat terpapar udara terbuka atau tidak terendam air. Jika terpapar dalam waktu yang lama, maka dapat menyebabkan stres pada lamun dan proses fotosintesisnya terhambat (Dawson dan Dennison, 1996). Lan et al. (2005) menyebutkan bahwa efek paparan udara lebih berpengaruh dibandingkan radiasi matahari dalam menghambat distribusi lamun, terutama untuk jenis lamun dengan morfologi rhizome yang kecil. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan kedalaman surut terendah bukan fokus kepada pencahayaan sebagai faktor pembatas, namun paparan udara. Perbedaan kerapatan dan penutupan lamun juga diduga menjadi faktor yang mempengaruhi pertumbuhan rhizome. Lamun yang memiliki penutupan dan kerapatan tinggi,

11 34 akan memiliki pertumbuhan rhizome lebih lambat dibandingkan lamun yang hidup di habitat berpenutupan dan kerapatan rendah. Faktor lainnya yang mempengaruhi pertumbuhan lamun yaitu kompetisi antar spesies lamun pada satu area. Jumlah jenis lamun pada transek pengamatan Cymodocea rotundata hanya terdapat satu jenis yaitu Cymodocea rotundata, sedangkan pada transek pengamatan Cymodocea serrulata jumlah jenis lamun lebih beragam, terdapat 6 jenis dalam transek pengamatan. Jenis-jenis lamun tersebut adalah Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halodule uninervis, Halophila ovalis, Syiringodium isoetifolium dan Cymodocea serrulata. Lamun yang hidup pada habitat lamun yang padat serta keragaman spesies yang tinggi diduga akan memiliki pertumbuhan yang lebih lambat dibandingkan lamun pada habitat yang renggang dan keragaman spesies yang rendah Pertumbuhan diameter rhizome lamun Nilai pertumbuhan diameter rhizome lamun dari hasil penelitian ini seperti yang ditampilkan pada Gambar 5. Pertumbuhan diameter rhizome Cymodocea rotundata dari hasil penelitian ini berkisar 0,01 0,11 cm/bulan dengan rata-rata sebesar 0,06 cm/bulan (Lampiran 6), sedangkan untuk Cymodocea serrulata memiliki pertumbuhan yang lebih lambat yaitu 0,02 cm/bulan dengan kisaran 0 0,04 cm/bulan (Lampiran 7). Kisaran nilai pertumbuhan diameter rhizome Cymodocea rotundata lebih lebar dibandingkan Cymodocea serrulata, hal ini berarti nilai pertumbuhan diameter Cymodocea rotundata lebih beragam. Pertumbuhan diameter rhizome dari kedua spesies yang diamati memiliki rata-rata pertumbuhan yang tidak jauh berbeda secara signifikan. Pertumbuhan diameter rhizome Cymodocea rotundata lebih cepat dibandingkan pertumbuhan

12 35 diameter Cymodocea serrulata. Morfologi lamun Cymodocea serrulata memiliki diameter yang lebih tebal sekitar 2-3 mm dibandingkan dengan diameter Cymodocea rotundata yang lebih tipis yaitu sekitar 1-2 mm (Waycott et al., 2004). Marba dan Duarte (1998) menjelaskan bahwa jenis lamun dengan diameter rhizome yang tipis akan lebih cepat pertumbuhannya dibandingkan lamun berdiameter rhizome tebal. Gambar 5. Pertumbuhan diameter rhizome Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata Nilai pertumbuhan diameter rhizome lebih kecil dibandingkan pertumbuhan panjangnya. Pertumbuhan panjang rhizome tidak diikuti dengan pertumbuhan diameternya, sebagaimana terlihat dari rendahnya nilai pertumbuhan diameter dibandingkan pertumbuhan panjang rhizomenya. Hal tersebut dapat terlihat dari pertumbuhan panjang yang jauh lebih cepat dibandingkan pertumbuhan diameter rhizome lamun. Selain itu, morfologi diameter rhizome lamun juga memiliki batas ukuran maksimal. Pertumbuhan diameter akar rimpang lamun penting untuk diamati karena merupakan parameter yang mendukung pertumbuhan lamun secara keseluruhan.

13 Pertumbuhan panjang daun lamun Pertumbuhan daun lamun Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata dari hasil penelitian ini seperti yang ditampilkan pada Gambar 6. Nilai rata-rata pertumbuhan daun tua dari Cymodocea rotundata adalah 4,97 cm/bulan dengan kisaran 3,17-6,77 cm/bulan (Lampiran 8), sedangkan untuk daun mudanya adalah 7,10 cm/bulan dengan kisaran 5,30-8,90 cm/bulan (Lampiran 8). Nilai pertumbuhan daun Cymodocea rotundata dari hasil penelitian ini lebih kecil dibandingkan dengan yang diperoleh Azkab dan Kiswara (1994) yang dilakukan di Teluk Kuta, Lombok Selatan. Azkab dan Kiswara (1994) melaporkan nilai rata-rata pertumbuhan daun tua Cymodocea rotundata 12,33 cm/bulan dan daun muda 26,07 cm/bulan. Gambar 6. Pertumbuhan panjang daun Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata Pertumbuhan daun muda lebih cepat dibandingkan pertumbuhan daun tua, hal ini terlihat dari nilai rata-rata pertumbuhan daun muda yang lebih besar dibandingkan pertumbuhan daun tua (Gambar 6). Pertumbuhan daun lamun muda

14 37 yang lebih cepat dibandingkan daun tua selaras dengan berbagai hasil penelitian seperti Brouns (1985) in Kiswara (2010) yang melaporkan pertumbuhan Thalassia hemprihcii di Papua New Guinea; Erftemeijer (1993) in Kiswara (2010) untuk Cymodocea rotundata, Thalassia hemprichii, dan Enhalus acoroides di Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan dan Kiswara (2010) untuk Enhalus acoroides di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Pertumbuhan daun muda lebih cepat dibandingkan daun tua karena pada saat munculnya daun muda, pertumbuhan daun tua mulai berkurang (Brouns, 1985 in Kiswara, 1997). Nilai rata-rata pertumbuhan daun tua dari Cymodocea serrulata adalah 1,64 cm/bulan dengan kisaran 0,64-2,64 cm/bulan (Lampiran 9), sedangkan untuk daun muda 2,94 cm/bulan dengan kisaran 2,14 3,74 cm/bulan (Lampiran 9). Nilai pertumbuhan daun tua lebih beragam dibandingkan nilai pertumbuhan daun mudanya. Hal ini terlihat dari kisaran nilai pertumbuhan daun tua yang lebih lebar dibandingkan daun muda. Pertumbuhan daun muda Cymodocea serrulata lebih cepat dibandingkan pertumbuhan daun tua (Gambar 6), sama seperti yang terjadi pada pertumbuhan daun Cymodocea rotundata. Pertumbuhan daun dari kedua jenis lamun yang diamati, memiliki kecepatan tumbuh yang berbeda. Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa nilai pertumbuhan daun Cymodocea rotundata lebih cepat dibandingkan Cymodocea serrulata, baik daun muda maupun daun tua. Azkab dan Kiswara (1994) melaporkan perbedaan dan variasi pertumbuhan daun lamun baik daun muda maupun daun tua pada jenis Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Syringodium isoetifolium, dan Cymodocea rotundata. Daun muda Syringodium isoetifolium memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan pertumbuhan

15 38 daun muda Cymodocea rotundata dan Thalassia hemprichii. Namun, pada pertumbuhan daun tua Syringodium isoetifolium lebih lambat dibandingkan kedua jenis tersebut. Enhalus acoroides memiliki pertumbuhan daun tercepat dibandingkan ketiga jenis lamun lain yang diteliti Azkab dan Kiswara (1994), baik daun muda maupun duan tuanya. Perbedaan kecepatan pertumbuhan daun lamun baik terhadap jenis yang sama maupun jenis yang berbeda diduga karena pertumbuhan lamun sangat dipengaruhi oleh faktor fisiologis, metabolisme, dan faktor eksternal seperti zat hara, substrat, dan parameter lingkungannya (Azkab dan Kiswara, 1994). Cymodocea rotundata membutuhkan waktu 11,4 hari untuk menghasilkan daun baru sedangkan Cymodocea serrulata lebih lambat muncul daun barunya yaitu 12,7 hari (Short dan Duarte, 2001). Hal ini diduga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan pertumbuhan daun Cymodocea rotundata lebih cepat dibandingkan Cymodocea serrulata Produksi Lamun Lamun merupakan produsen yang sangat produktif pada awal abad ke-20 dibandingkan dengan produktivitas dari hasil pertanian tropis (Azkab, 2000). Oleh karena itu peran ekosistem padang lamun sangat besar dalam menjaga stabilitas dan memelihara tingginya produktivitas di ekosistem estuari dan laut pesisir. Produksi total lamun (gbk/m 2 /bulan) dari hasil penelitian ini untuk Cymodocea rotundata adalah 36,26 gbk/m 2 /bulan yang dihasilkan dari produksi di atas substrat 21,17 gbk/m 2 /bulan dan produksi di bawah substrat 15,09 gbk/m 2 /bulan (Gambar 7). Nilai produksi yang lebih rendah diperoleh Cymodocea serrulata dengan total produksi 26,39 gbk/m 2 /bulan, sebagai

16 39 akumulasi dari produksi di atas substrat 15,80 gbk/m 2 /bulan dan produksi di bawah substrat 10,59 gbk/m 2 /bulan (Gambar 7). Gambar 7. Produksi lamun Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata Produksi total lamun dari hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan yang diperoleh Vermaat et al. (1995) yang menemukan hasil produksi lamun Cymodocea rotundata sebesar 204,40 gbk/m 2 /tahun dengan produksi di atas substrat 201,20 gbk/m 2 /tahun dan produksi di bawah substrat 3,20 gbk/m 2 /tahun. Produksi Cymodocea serrulata sebesar 14,90 gbk/m 2 /tahun dengan produksi di atas substrat 14,6 gbk/m 2 /tahun dan produksi di bawah substrat 0,3 gbk/m 2 /tahun. Produksi Cymodocea rotundata dari hasil penelitian ini adalah 441,65 gbk/m 2 /tahun dengan produksi di atas substrat 259,15 gbk/m 2 /tahun dan produksi di bawah substrat 182,50 gbk/m 2 /tahun, sedangkan untuk Cymodocea serrulata adalah 321,20 gbk/m 2 /tahun dengan produksi di atas substrat 193,45 gbk/m 2 /tahun dan produksi di bawah substrat 127,75 gbk/m 2 /tahun. Produksi lamun dari hasil penelitian ini juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan produksi lamun yang diperoleh oleh Duarte dan Chiscano (1999) yang menemukan

17 40 produksi Cymodocea rotundata sebesar 13,50 gbk/m 2 /bulan untuk di atas substrat dan 5,40 gbk/m 2 /bulan untuk di bawah substrat. Produksi Cymodocea serrulata sebesar 13,80 gbk/m 2 /bulan untuk di atas substrat dan 4,20 gbk/m 2 /bulan untuk di bawah substrat. Produksi lamun di atas substrat lebih tinggi dibandingkan produksi di bawah substrat. Cymodocea rotundata memiliki produksi di atas substrat sebesar 58,38% dari total produksi sedangkan produksi di bawah substrat hanya 41,62%. Persentase produksi di atas substrat Cymodocea serrulata sebesar 59,87% sedangkan produksi di bawah substrat hanya 40,13% dari total produksi. Hasil ini selaras dengan pernyataan Duarte dan Chiscano (1999) dan Hemminga dan Duarte (2000) yang mengatakan biasanya produksi di atas substrat lebih tinggi dibandingkan produksi di bawah substrat. Duarte dan Chiscano (1999) mengungkapkan bahwa produktivitas di atas substrat meningkat 1/2 dari produktivitas di bawah substrat. Produksi lamun juga dipengaruhi oleh ukuran lamun, lamun dengan ukuran bagian tubuh yang besar akan memiliki produksi yang tinggi, seperti halnya yang terjadi pada Enhalus acoroides yang memiliki bentuk perakaran serabut yang massive sehingga produksi di bawah substrat Enhalus acoroides lebih besar dibandingkan produksi di atas substrat (Duarte dan Chiscano, 1999). Jenis lamun dengan morfologi rhizome kecil dan akar halus memiliki produksi di atas subtrat yang lebih tinggi dibandingkan produksi di bawah substrat, diduga karena komponen bagian atas substrat (daun dan stem) lebih banyak dibandingkan bagian bawah subtrat (akar dan rhizome) untuk setiap tunasnya.

18 41 Produksi lamun jenis Cymodocea rotundata lebih tinggi dibandingkan produksi Cymodocea serrulata. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah perbedaan morfologi lamun menyebabkan hasil yang berbeda. Azkab (2000) mengemukakan bahwa produktivitas lamun berbeda untuk tiap jenis lamun karena bentuk dan karakteristik lamun itu sendiri. Lamun dengan bentuk ukuran yang besar akan memiliki produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan lamun yang morfologinya kecil (Vermaat et al., 1995; Duarte dan Chiscano, 1999). Selain faktor morfologi lamun, perbedaan produksi lamun juga dipengaruhi oleh kerapatan lamun di areal tersebut. Besarnya produksi lamun bukan hanya fungsi dari ukuran tumbuhan lamun tetapi juga merupakan fungsi dari kerapatan lamun (Fortes, 1989). Perbedaan kerapatan antara Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata diduga juga menjadi faktor pendukung yang mempengaruhi tingginya produksi Cymodocea rotundata dibandingkan produksi Cymodocea serrulata. Cymodocea rotundata memiliki kerapatan yang lebih tinggi (485 ind/m 2 ) dibandingkan Cymodocea serrulata (355 ind/m 2 ).

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Ponelo merupakan Desa yang terletak di wilayah administrasi Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Pengamatan Desa Otiola merupakan pemekaran dari Desa Ponelo dimana pemekaran tersebut terjadi pada Bulan Januari tahun 2010. Nama Desa Otiola diambil

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian laju pertumbuhan dan produksi lamun Cymodocea rotundata

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian laju pertumbuhan dan produksi lamun Cymodocea rotundata 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian laju pertumbuhan dan produksi lamun Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang Kepulauan Seribu DKI Jakarta

Lebih terperinci

Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang. seluruh siklus hidupnya terendam di dalam air dan mampu beradaptasi dengan

Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang. seluruh siklus hidupnya terendam di dalam air dan mampu beradaptasi dengan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Vegetasi Lamun Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang seluruh siklus hidupnya terendam di dalam air dan mampu beradaptasi dengan salinitas cukup tinggi.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri hidup terbenam di dalam laut. Menurut Den Hartog (1976) in Azkab (2006)

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisika dan Kimia Perairan Kondisi parameter fiskia-kimia perairan secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi segala bentuk kehidupan organisme perairan.

Lebih terperinci

Kerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara

Kerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 2, September 2013 Kerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara 1,2 Nurtin Y.

Lebih terperinci

KAJIAN EKOLOGIS EKOSISTEM SUMBERDAYA LAMUN DAN BIOTA LAUT ASOSIASINYA DI PULAU PRAMUKA, TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU (TNKpS)

KAJIAN EKOLOGIS EKOSISTEM SUMBERDAYA LAMUN DAN BIOTA LAUT ASOSIASINYA DI PULAU PRAMUKA, TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU (TNKpS) KAJIAN EKOLOGIS EKOSISTEM SUMBERDAYA LAMUN DAN BIOTA LAUT ASOSIASINYA DI PULAU PRAMUKA, TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU (TNKpS) Gautama Wisnubudi 1 dan Endang Wahyuningsih 1 1 Fakultas Biologi Universitas

Lebih terperinci

ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. Oleh : Indra Ambalika Syari C

ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. Oleh : Indra Ambalika Syari C ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Oleh : Indra Ambalika Syari C64101078 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil pengamatan parameter fisik dan kimia di keempat lokasi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil pengamatan parameter fisik dan kimia di keempat lokasi 30 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fisika Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil pengamatan parameter fisik dan kimia di keempat lokasi pengambilan data (Lampiran 2), didapatkan hasil seperti tercantum

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Sebaran Lamun Pemetaan sebaran lamun dihasilkan dari pengolahan data citra satelit menggunakan klasifikasi unsupervised dan klasifikasi Lyzenga. Klasifikasi tersebut

Lebih terperinci

Komposisi Jenis, Kerapatan Dan Tingkat Kemerataan Lamun Di Desa Otiola Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara

Komposisi Jenis, Kerapatan Dan Tingkat Kemerataan Lamun Di Desa Otiola Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 3, Desember 2013 Komposisi Jenis, Kerapatan Dan Tingkat Kemerataan Lamun Di Desa Otiola Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 200 TAHUN 2004 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN DAN PEDOMAN PENENTUAN STATUS PADANG LAMUN

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 200 TAHUN 2004 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN DAN PEDOMAN PENENTUAN STATUS PADANG LAMUN SALINAN KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 200 TAHUN 2004 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN DAN PEDOMAN PENENTUAN STATUS PADANG LAMUN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki sekitar 13.000 pulau yang menyebar dari Sabang hingga Merauke dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 km yang dilalui

Lebih terperinci

PENYUSUN Marindah Yulia Iswari, Udhi Eko Hernawan, Nurul D. M. Sjafrie, Indarto H. Supriyadi, Suyarso, Kasih Anggraini, Rahmat

PENYUSUN Marindah Yulia Iswari, Udhi Eko Hernawan, Nurul D. M. Sjafrie, Indarto H. Supriyadi, Suyarso, Kasih Anggraini, Rahmat PENYUSUN Marindah Yulia Iswari, Udhi Eko Hernawan, Nurul D. M. Sjafrie, Indarto H. Supriyadi, Suyarso, Kasih Anggraini, Rahmat Album Peta Lamun 2017 Pusat Penelitian Oseanografi PENYUSUN Marindah Yulia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perairan Pulau Pramuka terletak di Kepulauan Seribu yang secara administratif termasuk wilayah Jakarta Utara. Di Pulau Pramuka terdapat tiga ekosistem yaitu, ekosistem

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Padang Lamun 2.2. Faktor Lingkungan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Padang Lamun 2.2. Faktor Lingkungan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Padang Lamun Lamun merupakan tumbuhan tingkat tinggi yang mampu hidup terbenam dalam air di lingkungan perairan dekat pantai. Secara taksonomi, lamun termasuk ke dalam kelompok

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 17 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2008-Mei 2009 di Lokasi Rehabilitasi Lamun PKSPL-IPB Pulau Pramuka dan Pulau Kelapa Dua, Kepulauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati membuat laut Indonesia dijuluki Marine Mega-

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati membuat laut Indonesia dijuluki Marine Mega- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan kekayaan alamnya yang melimpah. Tidak terkecuali dalam hal kelautan. Lautnya yang kaya akan keanekaragaman hayati membuat

Lebih terperinci

Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan waktu Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April 2013. Lokasi penelitian dilakukan di Perairan Nusa Lembongan, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Provinsi

Lebih terperinci

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

JENIS DAN KANDUNGAN KIMIAWI LAMUN DAN POTENSI PEMANFAATANNYA DI INDONESIA. Rinta Kusumawati ABSTRAK

JENIS DAN KANDUNGAN KIMIAWI LAMUN DAN POTENSI PEMANFAATANNYA DI INDONESIA. Rinta Kusumawati ABSTRAK JENIS DAN KANDUNGAN KIMIAWI LAMUN DAN POTENSI PEMANFAATANNYA DI INDONESIA Rinta Kusumawati ABSTRAK Lamun merupakan tanaman laut berbentuk daun tegak memanjang dengan pola sebaran mengelompok pada substrat

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Platax Vol. I-1, September 2012 ISSN:

Jurnal Ilmiah Platax Vol. I-1, September 2012 ISSN: STRUKTUR KOMUNITAS DAN BIOMASSA RUMPUT LAUT (SEAGRASS) DI PERAIRAN DESA TUMBAK KECAMATAN PUSOMAEN 1 Idris Baba 2, Ferdinand F Tilaar 3, Victor NR Watung 3 ABSTRACT Seagrass community structure is the basic

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Posisi Geografis dan Kondisi Perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terdiri atas dua kecamatan, yaitu Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dan Kecamatan Kepulauan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem padang lamun (seagrass) merupakan suatu habitat yang sering dijumpai antara pantai berpasir atau daerah mangrove dan terumbu karang. Padang lamun berada di daerah

Lebih terperinci

4. HASIL PEMBAHASAN. Sta Latitude Longitude Spesies Keterangan

4. HASIL PEMBAHASAN. Sta Latitude Longitude Spesies Keterangan 4. HASIL PEMBAHASAN 4.1 Data Lapangan Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan dengan melakukan penyelaman di lokasi transek lamun, ditemukan 3 jenis spesies lamun yakni Enhalus acoroides, Cymodocea

Lebih terperinci

KOMPARASI STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN DI BANTAYAN KOTA DUMAGUETE FILIPINA DAN DI TANJUNG MERAH KOTA BITUNG INDONESIA

KOMPARASI STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN DI BANTAYAN KOTA DUMAGUETE FILIPINA DAN DI TANJUNG MERAH KOTA BITUNG INDONESIA KOMPARASI STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN DI BANTAYAN KOTA DUMAGUETE FILIPINA DAN DI TANJUNG MERAH KOTA BITUNG INDONESIA (Comparison Of Community Structure Seagrasses In Bantayan, Dumaguete City Philippines And

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara ekologis ekosistem padang lamun di perairan pesisir dapat berperan sebagai daerah perlindungan ikan-ikan ekonomis penting seperti ikan baronang dan penyu, menyediakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pulau Bintan merupakan salah satu bagian dari gugusan pulau yang berada di wilayah Provinsi Kepulauan Riau.Wilayah administrasi gugus Pulau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. vegetatif. Rimpangnya merupakan batang yang beruas-ruas yang tumbuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. vegetatif. Rimpangnya merupakan batang yang beruas-ruas yang tumbuh BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Umum Tumbuhan Lamun Menurut Azkab (2006), lamun (seagrass) adalah tumbuhan air berbunga (anthophyta) yang hidup dan tumbuh terbenam di lingkungan laut, berpembuluh,

Lebih terperinci

Fluktuasi Biomassa Lamun di Pulau Barranglompo Makassar

Fluktuasi Biomassa Lamun di Pulau Barranglompo Makassar Fluktuasi Biomassa Lamun di Pulau Barranglompo Makassar Supriadi Mashoreng Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan KM. 10 Tamalanrea Makassar E-mail : supriadi112@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Lamun (seagrass) adalah tumbuhan air berbunga (anthophyta) yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Lamun (seagrass) adalah tumbuhan air berbunga (anthophyta) yang 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi padang lamun Untuk menghindari kesalahpahaman antara lamun dan rumput laut, berikut ini disajikan istilah tentang lamun, padang lamun, dan ekosistem lamun (Azkab,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lamun (seagrasses) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae), yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lamun (seagrasses) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae), yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karakteristik dan Mofologi Lamun Lamun (seagrasses) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae), yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri hidup terbenam di dalam laut. Tumbuhan ini

Lebih terperinci

Struktur Vegetasi Lamun di Perairan Pulau Saronde, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara

Struktur Vegetasi Lamun di Perairan Pulau Saronde, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara Struktur Vegetasi Lamun di Perairan Pulau Saronde, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara 1.2 Siti Rahmi A.R. Nusi, 2 Abdul Hafidz Olii, dan 2 Syamsuddin 1 s.rahmi.nusi@gmail.com 2 Jurusan

Lebih terperinci

SEBARAN DAN BIOMASSA LAMUN DI PERAIRAN DESA MALANG RAPAT DAN TELUK BAKAU KABUPATEN BINTAN KEPULAUAN RIAU RUTH DIAN LASTRY ULI SIMAMORA

SEBARAN DAN BIOMASSA LAMUN DI PERAIRAN DESA MALANG RAPAT DAN TELUK BAKAU KABUPATEN BINTAN KEPULAUAN RIAU RUTH DIAN LASTRY ULI SIMAMORA 1 SEBARAN DAN BIOMASSA LAMUN DI PERAIRAN DESA MALANG RAPAT DAN TELUK BAKAU KABUPATEN BINTAN KEPULAUAN RIAU RUTH DIAN LASTRY ULI SIMAMORA ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga Juni

Lebih terperinci

Lampiran 1. Lokasi pengambilan data

Lampiran 1. Lokasi pengambilan data 53 Lampiran 1. Lokasi pengambilan data Stasiun 1 (Selatan Pulau) di Desa Banassem Stasiun 2 (Barat Pulau) di Desa Soka Rammi Stasiun 3 (Utara Pulau) di Desa Sonok Stasiun 4 (Timur Pulau) di Desa Prambanan

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS, KEPADATAN DAN POLA DISTRIBUSI POPULASI LAMUN (SEAGRASS) DI PANTAI PLENGKUNG TAMAN NASIONAL ALAS PURWO KABUPATEN BANYUWANGI.

STRUKTUR KOMUNITAS, KEPADATAN DAN POLA DISTRIBUSI POPULASI LAMUN (SEAGRASS) DI PANTAI PLENGKUNG TAMAN NASIONAL ALAS PURWO KABUPATEN BANYUWANGI. STRUKTUR KOMUNITAS, KEPADATAN DAN POLA DISTRIBUSI POPULASI LAMUN (SEAGRASS) DI PANTAI PLENGKUNG TAMAN NASIONAL ALAS PURWO KABUPATEN BANYUWANGI SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi

Lebih terperinci

Gambar 11. Pembagian Zona UTM Wilayah Indonesia (Sumber: kampungminers.blogspot.com)

Gambar 11. Pembagian Zona UTM Wilayah Indonesia (Sumber: kampungminers.blogspot.com) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengolahan Data Citra 4.1.1 Koreksi Radiometrik dan Geometrik Penelitian ini menggunakan citra satelit ALOS AVNIR2 tahun 2007, 2009 dan 2010 di perairan Nusa Lembongan untuk

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lamun ( Seagrass Deskripsi Lamun

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lamun ( Seagrass Deskripsi Lamun 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lamun (Seagrass) 2.1.1. Deskripsi Lamun Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri hidup terbenam di dalam laut (McKenzie & Yoshida 2009).

Lebih terperinci

Keanekaragaman Lamun di Perairan Sekitar Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara

Keanekaragaman Lamun di Perairan Sekitar Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, mor 1, Juni 2013 Keanekaragaman Lamun di Perairan Sekitar Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara 1.2 Meilan Yusuf, 2 Yuniarti Koniyo,

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lamun Deskripsi lamun

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lamun Deskripsi lamun 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lamun 2.1.1 Deskripsi lamun Lamun (seagrass) adalah tumbuhan air berbunga yang hidup dan tumbuh terbenam di lingkunga laut; berpembuluh, berdaun, berimpang (rhizome), berakar,

Lebih terperinci

BIOMASSA LAMUN DI PERAIRAN DESA BERAKIT KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BIOMASSA LAMUN DI PERAIRAN DESA BERAKIT KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU 1 BIOMASSA LAMUN DI PERAIRAN DESA BERAKIT KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU Rudini, rudini1990@gmail.com Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan FIKP-UMRAH Arief Pratomo, ST, M.Si

Lebih terperinci

KEPADATAN DAN BIOMASSA LAMUN Thalassia hemprichii PADA BERBAGAI RASIO C:N:P SEDIMEN DI PERAIRAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU

KEPADATAN DAN BIOMASSA LAMUN Thalassia hemprichii PADA BERBAGAI RASIO C:N:P SEDIMEN DI PERAIRAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU KEPADATAN DAN BIOMASSA LAMUN Thalassia hemprichii PADA BERBAGAI RASIO C:N:P SEDIMEN DI PERAIRAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU SEMINAR KOMPREHENSIF Dibawah Bimbingan : -Dr. Sunarto, S.Pi., M.Si (Ketua Pembimbing)

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Oktober 2009 dalam kawasan rehabilitasi PKSPL-IPB di Pulau Harapan, Kepulauan Seribu, Jakarta (Gambar

Lebih terperinci

Depik Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan p-issn: , e-issn:

Depik Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan p-issn: , e-issn: RESEARCH ARTICLE DOI: 10.13170/depik.6.2.6227 Keragaman, kerapatan dan penutupan lamun di perairan Pulau Biak, Papua The diversity, density, and covering area of seagrass in Biak Island waters, Papua Citra

Lebih terperinci

KONDISI PADANG LAMUN PULAU SERANGAN BALI Tyas Ismi Trialfhianty 09/286337/PN/11826

KONDISI PADANG LAMUN PULAU SERANGAN BALI Tyas Ismi Trialfhianty 09/286337/PN/11826 KONDISI PADANG LAMUN PULAU SERANGAN BALI Tyas Ismi Trialfhianty 09/286337/PN/11826 INTISARI Lamun merupakan ekosistem pesisir pantai yang berperan penting untuk menunjang ekosistem lainnya seperti terumbu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Lamun 2.1.1 Ekosistem Padang Lamun Lamun (seagrass) merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga (angiospermae) yang memiliki rhizoma, daun, dan akar sejati yang hidup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi dan Peranan Lamun 2.1.1 Biologi Lamun Lamun (seagrass) termasuk dalam sub kelas monocotyledonae dan merupakan tumbuhan berbunga (kelas Angiospermae) (Yulianda 2002).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dan terletak di daerah beriklim tropis. Laut tropis memiliki

Lebih terperinci

REPORT MONITORING SEAGRASS PADA KAWASAN TAMAN NASIONAL WAKATOBI KABUPATEN WAKATOBI

REPORT MONITORING SEAGRASS PADA KAWASAN TAMAN NASIONAL WAKATOBI KABUPATEN WAKATOBI REPORT MONITORING SEAGRASS PADA KAWASAN TAMAN NASIONAL WAKATOBI KABUPATEN WAKATOBI Kerjasama TNC-WWF Wakatobi Program dengan Balai Taman Nasional Wakatobi Wakatobi, Juni 2008 1 DAFTAR ISI LATAR BELAKANG...

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Pulau Barrang Lompo adalah salah satu pulau di kawasan Kepulauan Spermonde, yang berada pada posisi 119 o 19 48 BT dan 05 o 02 48 LS dan merupakan salah

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BIOMASSA DAUN Thalassia hemprichii PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DI PERAIRAN DESA SEBONG PEREH, BINTAN

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BIOMASSA DAUN Thalassia hemprichii PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DI PERAIRAN DESA SEBONG PEREH, BINTAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BIOMASSA DAUN Thalassia hemprichii PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DI PERAIRAN DESA SEBONG PEREH, BINTAN Nella Dwi Amiyati,nelladwi@gmail.com Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar Lembar Pengamatan yang digunakan (Mckenzie & Yoshida 2009)

Lampiran 1. Gambar Lembar Pengamatan yang digunakan (Mckenzie & Yoshida 2009) LAMPIRAN Lampiran 1. Gambar Lembar Pengamatan yang digunakan (Mckenzie & Yoshida 2009) 59 Lampiran 2. Gambar pedoman penentuan penutupan lamun dan algae (McKenzie & Yoshida 2009) 60 61 Lampiran 3. Data

Lebih terperinci

KOMPOSISI JENIS, KERAPATAN, KEANEKARAGAMAN, DAN POLA SEBARAN LAMUN (SEAGRASS) DI PERAIRAN TELUK TOMINI KELURAHAN LEATO SELATAN KOTA GORONTALO SKRIPSI

KOMPOSISI JENIS, KERAPATAN, KEANEKARAGAMAN, DAN POLA SEBARAN LAMUN (SEAGRASS) DI PERAIRAN TELUK TOMINI KELURAHAN LEATO SELATAN KOTA GORONTALO SKRIPSI KOMPOSISI JENIS, KERAPATAN, KEANEKARAGAMAN, DAN POLA SEBARAN LAMUN (SEAGRASS) DI PERAIRAN TELUK TOMINI KELURAHAN LEATO SELATAN KOTA GORONTALO SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

RIESNA APRAMILDA SKRIPSI

RIESNA APRAMILDA SKRIPSI STATUS TEMPORAL KOMUNITAS LAMUN DAN KEBERHASILAN TRANSPLANTASI LAMUN PADA KAWASAN REHABILITASI DI PULAU PRAMUKA DAN HARAPAN, KEPULAUAN SERIBU, PROVINSI DKI JAKARTA RIESNA APRAMILDA SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

Kondisi Komunitas Padang Lamun Di Perairan Kampung Bugis, Bintan Utara.

Kondisi Komunitas Padang Lamun Di Perairan Kampung Bugis, Bintan Utara. Kondisi Komunitas Padang Lamun Di Perairan Kampung Bugis, Bintan Utara Suhandoko 1, Winny Retna Melani 2, Dedy Kurniawan 3 suhandoko.2001@gmail.com Program studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas

Lebih terperinci

Distribusi Muatan Padatan Tersuspensi (MPT) di Padang Lamun di Perairan Teluk Awur dan Pantai Prawean Jepara

Distribusi Muatan Padatan Tersuspensi (MPT) di Padang Lamun di Perairan Teluk Awur dan Pantai Prawean Jepara ISSN 0853-7291 Distribusi Muatan Padatan Tersuspensi (MPT) di Padang Lamun di Perairan Teluk Awur dan Pantai Prawean Jepara Ita Riniatsih Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Lamun (seagrass) adalah tanaman air yang berbunga (Angiospermae) dan

2. TINJAUAN PUSTAKA. Lamun (seagrass) adalah tanaman air yang berbunga (Angiospermae) dan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lamun (Seagrass) Lamun (seagrass) adalah tanaman air yang berbunga (Angiospermae) dan mempunyai kemampuan beradaptasi untuk hidup dan tumbuh di lingkungan laut. Secara sepintas

Lebih terperinci

Biomassa Padang Lamun di Perairan Desa Teluk Bakau Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau

Biomassa Padang Lamun di Perairan Desa Teluk Bakau Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau Biomassa Padang Lamun di Perairan Desa Teluk Bakau Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau Dini Arifa 1, Arief Pratomo 2, Muzahar 2 Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas

Lebih terperinci

TELAAH EKOLOGI KOMUNITAS LAMUN (SEAGRASS) PERAIRAN PULAU OSI TELUK KOTANIA KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT

TELAAH EKOLOGI KOMUNITAS LAMUN (SEAGRASS) PERAIRAN PULAU OSI TELUK KOTANIA KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT TELAAH EKOLOGI KOMUNITAS LAMUN (SEAGRASS) PERAIRAN PULAU OSI TELUK KOTANIA KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT Husain Latuconsina*, La Dawar** *Staf Pengajar Faperta UNIDAR-Ambon, e-mail: husainlatuconsina@ymail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran logam berat merupakan salah satu masalah penting yang sering terjadi di perairan Indonesia, khususnya di perairan yang berada dekat dengan kawasan industri,

Lebih terperinci

Jenis dan Biomassa Lamun (Seagrass) Di Perairan Pulau Belakang Padang Kecamatan Belakang Padang Kota Batam Kepulauan Riau.

Jenis dan Biomassa Lamun (Seagrass) Di Perairan Pulau Belakang Padang Kecamatan Belakang Padang Kota Batam Kepulauan Riau. Jenis dan Biomassa Lamun (Seagrass) Di Perairan Pulau Belakang Padang Kecamatan Belakang Padang Kota Batam Kepulauan Riau By : Muhammad Yahya 1), Syafril Nurdin 2), Yuliati 3) Abstract A Study of density

Lebih terperinci

KOMUNITAS LAMUN DI PERAIRAN PESISIR PULAU YAMDENA, KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT ABSTRACT

KOMUNITAS LAMUN DI PERAIRAN PESISIR PULAU YAMDENA, KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT ABSTRACT KOMUNITAS LAMUN DI PERAIRAN PESISIR PULAU YAMDENA, KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT Rene Ch. Kepel 1 dan Sandra Baulu 2 1 Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Pulau Panggang Kepulauan Seribu DKI Jakarta pada bulan Maret 2013. Identifikasi makrozoobentos dan pengukuran

Lebih terperinci

KERAPATAN DAN DISTRIBUSI LAMUN (SEAGRASS) BERDASARKAN ZONA KEGIATAN YANG BERBEDA DI PERAIRAN PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

KERAPATAN DAN DISTRIBUSI LAMUN (SEAGRASS) BERDASARKAN ZONA KEGIATAN YANG BERBEDA DI PERAIRAN PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU KERAPATAN DAN DISTRIBUSI LAMUN (SEAGRASS) BERDASARKAN ZONA KEGIATAN YANG BERBEDA DI PERAIRAN PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU Fiki Feryatun, Boedi Hendrarto, Niniek Widyorini Jurusan Perikanan, Fakultas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Lamun Lamun (seagrass) merupakan bentangan tumbuhan berbiji tunggal (monokotil) dari klass angiospermae, tumbuhan air berbunga yang telah menyesuaikan diri hidup terbenam

Lebih terperinci

Identifikasi Jenis dan Kerapatan Padang Lamun di Pulau Samatellu Pedda Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkep

Identifikasi Jenis dan Kerapatan Padang Lamun di Pulau Samatellu Pedda Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkep Identifikasi Jenis dan Kerapatan Padang Lamun di Pulau Samatellu Pedda Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkep M. FADJRIN ADIM 1, HASYIMUDDIN 1, ERNAWATI KASENG 1 Jurusan Biologi, Fak. Sains dan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS BIOMASSA VEGETASI LAMUN DIPERAIRAN DESA PENGUDANG KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPELAUAN RIAU

PRODUKTIVITAS BIOMASSA VEGETASI LAMUN DIPERAIRAN DESA PENGUDANG KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPELAUAN RIAU PRODUKTIVITAS BIOMASSA VEGETASI LAMUN DIPERAIRAN DESA PENGUDANG KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPELAUAN RIAU Hardiyansah Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, hardiyansyah1515@gmail.com

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Pulau Bone Batang memiliki bentuk rataan terumbu yang unik. Sisi barat pulau terdiri dari rataan terumbu yang luas, landai dan dangkal. Rataan terumbu

Lebih terperinci

Kandungan Nitrat dan Fosfat Pada Kondisi Pasang Terhadap Tutupan Lamun di Perairan Padang Lamun Desa Pengudang Kabupaten Bintan

Kandungan Nitrat dan Fosfat Pada Kondisi Pasang Terhadap Tutupan Lamun di Perairan Padang Lamun Desa Pengudang Kabupaten Bintan Kandungan Nitrat dan Fosfat Pada Kondisi Pasang Terhadap Tutupan Lamun di Perairan Padang Lamun Desa Pengudang Kabupaten Bintan Fitri Wahyu Akbari, Winny Retna Melani, Tri Apriadi. fitriwahyuakbari@gmail.com

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. LAMUN

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. LAMUN 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. LAMUN Dalam dunia tumbuhan, lamun dipandang sebagai kelompok flora yang unik. Dianggap demikian, karena lamun merupakan satu-satunya kelompok tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang

Lebih terperinci

Korelasi Kelimpahan Ikan Baronang (Siganus Spp) Dengan Ekosistem Padang Lamun Di Perairan Pulau Pramuka Taman Nasional Kepulauan Seribu

Korelasi Kelimpahan Ikan Baronang (Siganus Spp) Dengan Ekosistem Padang Lamun Di Perairan Pulau Pramuka Taman Nasional Kepulauan Seribu Jurnal Perikanan Kelautan Vol. VII No. /Juni 06 (6-7) Korelasi Kelimpahan Ikan Baronang (Siganus Spp) Dengan Ekosistem Padang Lamun Di Perairan Pulau Pramuka Taman Nasional Kepulauan Seribu Saiyaf Fakhri

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi dan Variasi Temporal Parameter Fisika-Kimiawi Perairan Kondisi perairan merupakan faktor utama dalam keberhasilan hidup karang. Perubahan kondisi perairan dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

LAMUN DI PULAU PRAMUKA DAN KELAPA DUA, KEPULAUAN SERIBU, PROVINSI DKI JAKARTA

LAMUN DI PULAU PRAMUKA DAN KELAPA DUA, KEPULAUAN SERIBU, PROVINSI DKI JAKARTA VARIASI SPASIAL KOMUNITAS LAMUN DAN KEBERHASILAN TRANSPLANTASI LAMUN DI PULAU PRAMUKA DAN KELAPA DUA, KEPULAUAN SERIBU, PROVINSI DKI JAKARTA BINANDRA DWINDARU SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

Cetakan I, Agustus 2014 Diterbitkan oleh: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pattimura

Cetakan I, Agustus 2014 Diterbitkan oleh: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pattimura Hak cipta dilindungi Undang-Undang Cetakan I, Agustus 2014 Diterbitkan oleh: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pattimura ISBN: 978-602-97552-1-2 Deskripsi halaman sampul : Gambar

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Wilayah Penelitian Wilayah tempat substrat batu berada bersampingan dengan rumah makan Nusa Resto dan juga pabrik industri dimana kondisi fisik dan kimia perairan sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR 1.1.Latar Belakang

BAB I PENGANTAR 1.1.Latar Belakang BAB I PENGANTAR 1.1.Latar Belakang Wilayah kepesisiran dihuni oleh berbagai organisme dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi. Wilayah tersebut merupakan suatu sistem sosioekologis yang dinamis dengan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2) PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Kegiatan Pariwisata Kegiatan pariwisata di Pulau Karimunjawa sangat tinggi. Bisa dilihat dari kunjungan wisatawan yang mengunjungi Pulau Karimunjawa dari setiap

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN (Seagrass) DI PERAIRAN PANTAI KAMPUNG ISENEBUAI DAN YARIARI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN (Seagrass) DI PERAIRAN PANTAI KAMPUNG ISENEBUAI DAN YARIARI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN (Seagrass) DI PERAIRAN PANTAI KAMPUNG ISENEBUAI DAN YARIARI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA YUSTIN DUWIRI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

Sumber : Mckenzie (2009) Gambar 2. Morfologi Lamun

Sumber : Mckenzie (2009) Gambar 2. Morfologi Lamun 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Lamun Lamun merupakan tumbuhan laut yang hidup di perairan jernih pada kedalaman berkisar antara 2 12 m dengan sirkulasi air yang baik. Hampir semua tipe substrat dapat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Fisika Kimia Perairan Lokasi budidaya rumput laut diketahui memiliki dasar perairan berupa substrat pasir dengan serpihan karang mati. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. hidup di pesisir, seluruh hidupnya berada dalam air dengan salinitas cukup tinggi,

2. TINJAUAN PUSTAKA. hidup di pesisir, seluruh hidupnya berada dalam air dengan salinitas cukup tinggi, 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lamun Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang hidup di pesisir, seluruh hidupnya berada dalam air dengan salinitas cukup tinggi, berkembang biak secara vegetatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki jumlah pulau yang sangat banyak dan dilintasi garis khatulistiwa. Wilayah Indonesia yang

Lebih terperinci

Diterima 16 Januari 2012, diterima untuk dipublikasikan 2 Februari 2012

Diterima 16 Januari 2012, diterima untuk dipublikasikan 2 Februari 2012 Keanekaragaman Lamun di Pesisir Pantai Molas, Kecamatan Bunaken Kota Manado (Biodiversity of Seagrass on Molas Seashore in Bunaken Subdistrict, Manado) Pience Veralyn Maabuat 1)*, Julius Sampekalo 2),

Lebih terperinci

bentos (Anwar, dkk., 1980).

bentos (Anwar, dkk., 1980). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman jenis adalah keanekaragaman yang ditemukan di antara makhluk hidup yang berbeda jenis. Di dalam suatu daerah terdapat bermacam jenis makhluk hidup baik tumbuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya yang sangat tinggi. Nybakken (1988), menyatakan bahwa kawasan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya yang sangat tinggi. Nybakken (1988), menyatakan bahwa kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir dikenal sebagai ekosistem perairan yang memiliki potensi sumber daya yang sangat tinggi. Nybakken (1988), menyatakan bahwa kawasan pesisir terdapat

Lebih terperinci

Percent cover standards

Percent cover standards Percent cover standards Reeftop Cymodocea/Halodule Percent cover standards Reeftop mixed Thalassia/Cymodocea/Enhalus KODE LAMUN SPESIES Ea Th Thalassia hemprichii Enhalus acoroides! daun sangat panjang,

Lebih terperinci

2.2. Struktur Komunitas

2.2. Struktur Komunitas 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobentos Hewan bentos dibagi dalam tiga kelompok ukuran, yaitu makrobentos (ukuran lebih dari 1,0 mm), meiobentos (ukuran antara 0,1-1 mm) dan mikrobentos (ukuran kurang

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan IV Hasil dan Pembahasan A. Kondisi Lokasi Penelitian Pulau Misool merupakan salah satu pulau besar di antara empat pulau besar yang ada di Kabupaten Raja Ampat. Secara Umum luas wilayahnya adalah 2.034

Lebih terperinci

Rekayasa Teknologi Transplantasi Lamun pada Jenis Enhalus acoroides dan Thallassia hemprichii di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta

Rekayasa Teknologi Transplantasi Lamun pada Jenis Enhalus acoroides dan Thallassia hemprichii di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta Rekayasa Teknologi Transplantasi Lamun pada Jenis Enhalus acoroides dan Thallassia hemprichii di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta Oleh : Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si Prof. Dr. Indra Jaya, M.Sc Ir. Indarto H.

Lebih terperinci

JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN Volume 5, Nomor 2, Oktober 2009 PENGAMATAN JENIS CACING LAOR (ANNELIDA, POLYCHAETA) DI PERAIRAN DESA LATUHALAT PULAU AMBON, DAN ASPEK REPRODUKSINYA STUDI EKOLOGI KOMUNITAS

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN :

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN : Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: 287-294 ISSN : 2088-3137 PENGARUH TINGGI PASANG SURUT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN BIOMASSA DAUN LAMUN Enhalus acoroides DI PULAU PARI KEPULAUAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Pulau Nusa Lembongan Nusa Lembongan merupakan salah satu dari tiga pulau di Kecamatan Nusa Penida dan pulau terbesar kedua setelah Pulau Nusa Penida. Letak Nusa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang seluruh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang seluruh BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Lamun Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang seluruh proses kehidupan berlangsung di lingkungan perairan laut dangkal (Susetiono, 2004). Lamun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Wilayah pesisir desa Sitardas memiliki panjang garis pantai sekitar 6 km dan

TINJAUAN PUSTAKA. Wilayah pesisir desa Sitardas memiliki panjang garis pantai sekitar 6 km dan 4 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Desa Sitardas Desa Sitardas berada di Kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah. Wilayah pesisir desa Sitardas memiliki panjang garis pantai sekitar 6 km dan berhadapan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika dan Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil penelitian di perairan Kepulauan Seribu yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, diperoleh nilai-nilai parameter

Lebih terperinci