EKSPLORASI GEN GROWTH HORMONE EXON 3 PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE), SAANEN DAN PESA MELALUI TEKNIK PCR-SSCP SKRIPSI PAULINA YUNIARSIH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EKSPLORASI GEN GROWTH HORMONE EXON 3 PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE), SAANEN DAN PESA MELALUI TEKNIK PCR-SSCP SKRIPSI PAULINA YUNIARSIH"

Transkripsi

1 EKSPLORASI GEN GROWTH HORMONE EXON 3 PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE), SAANEN DAN PESA MELALUI TEKNIK PCR-SSCP SKRIPSI PAULINA YUNIARSIH DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 RINGKASAN PAULINA YUNIARSIH. D Eksplorasi Gen Growth Hormone Exon 3 pada Kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA Melalui Teknik PCR-SSCP. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota : Dr. Jakaria, S.Pt., M.Si. : Prof Dr. Ir. Muladno, MSA Ternak kambing memiliki keunggulan sebagai ternak yang memiliki potensi produktivitas yang cukup tinggi. Sehingga kambing memiliki peran penting sebagai sumber daya genetik ternak. Jumlah populasi kambing dan konsumsi daging di Indonesia yang masih rendah. Upaya peningkatan mutu genetik ternak kambing dapat dilakukan dengan seleksi dan persilangan. Pengukuran potensi ternak dapat diamati melalui sifat pertumbuhan. Pertumbuhan merupakan sifat yang dikendalikan banyak gen. Salah satu gen penting yang mempengaruhi pertumbuhan ternak kambing adalah gen growth hormone (GH) yang disekresikan oleh kelenjar pituitary. Keragaman gen GH dapat diidentifikasi melalui teknik single-strand conformation polymorphism (SSCP). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman gen GH exon 3 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) melalui teknik PCR-SSCP. Sampel darah kambing yang digunakan berjumlah 234 sampel. Sampel ini terdiri atas kambing PE berasal dari populasi Ciapus (20 sampel), Cariu (28 sampel) dan Sukajaya (50 sampel). Kambing Saanen berasal dari populasi Cijeruk (21 sampel), Cariu (31 sampel) dan Sukabumi (40 sampel). Kambing PESA berasal dari populasi Cariu (25 sampel) dan Balitnak (19 sampel). Sampel DNA kambing diamplifikasi menggunakan primer Malveiro et al. (2001) yaitu forward 5 -GTG TGT TCT CCC CCC AGG AG-3 dan reserve 5 -CTC GGT CCT AGG TGG CCA CT-3. Produk PCR selanjutnya dilakukan polymerase chain reaction-single strand conformation polymorphism (PCR-SSCP) dalam gel poliakrilamida 12% pada tegangan 250 V selama 8 jam. Pewarnaan gel dilakukan menggunakan metode pewarnaan perak. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penentuan frekuensi genotipe dan alel, pengujian keseimbangan Hardy-Weinberg serta nilai heterozigositas. Hasil pendeteksian keragaman GH exon 3 kambing dengan metode PCR- SSCP ditemukan tiga alel (A, B dan C). Ada empat macam genotipe gen GH exon 3 dan frekuensinya yaitu genotipe AA (0,205), AB (0,856), AC (0,163) dan BC (0,045). Rataan frekuensi alel pada kambing PE, Saanen dan PESA adalah alel A (0,602) dan B (0,443) tinggi. Sedangkan rataan frekuensi genotipe tertinggi ketiga kambing adalah AB (0,856). Nilai heterozigositas ketiga bangsa kambing di lokasi berbeda adalah tinggi (0,94). Gen GH exon 3 memiliki polimorfisme yang tinggi. Kata-kata kunci : Kambing perah, gen GH, PCR-SSCP, polimorfisme

3 ABSTRACT Exploration of Exon 3 Growth Hormone Gene on Etawah Grade (EG), Saanen and Their Crossbred Goat using PCR-SSCP Technique Yuniarsih, P., Jakaria, and Muladno This research was conducted to identify genetic polymorphism at the exon 3 growth hormone gene in three goat breeds. Polymorphisms at exon 3 growth hormone gene was identified by single strand conformational polymorphism polymerase chain reaction (SSCP-PCR) method. The DNA of 234 goat used were Etawah Grade (98 samples), Saanen (92 samples) and their crossbred (44 samples) in Cariu, Ciapus, Sukajaya, Cijeruk, Balitnak and Sukabumi. The PCR-SSCP method was performed at 250 V for 8 hours using 12% of acrylamide concentration. The result showed that the annealing temperature is 60 0 C. The PCR product was 157 bp (base pair). The result SSCP method found four conformational patterns. The genotype frequency in exon 3 are AA (0,205), AB (0,856), AC (0,163) and BC (0,045). Beside that it was found three allele (allele A, B, and C). The highest frequencies were allele A (0,602) and B (0,443) at Saanen, Etawah Grade and their crossbred goat. The highest genotype frequency was AB at three goat breeds. The highest heterozygosity was found in Etawah Grade, Saanen and their crossbred goat (0,938). Exon 3 GH gene on three breeds goat have high polymorphism in six population. Keyword : Dairy Goat, GH gene, PCR-SSCP, Polymorphism

4 EKSPLORASI GEN GROWTH HORMONE EXON 3 PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE), SAANEN DAN PESA MELALUI TEKNIK PCR-SSCP PAULINA YUNIARSIH D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

5 Judul : Eksplorasi Gen Growth Hormone Exon 3 pada Kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen Dan PESA Melalui Teknik PCR-SSCP Nama NIM : Paulina Yuniarsih : D Menyetujui, Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota, Dr. Jakaria, S.Pt. M.Si. Prof. Dr. Ir. Muladno, MSA NIP: NIP: Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc. NIP: Tanggal Ujian : 11 April 2011 Tanggal Lulus :

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 22 Juni 1989 di Tanjungkarang, Bandar Lampung. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Ignasius. Jasmin dan Ibu Samirah. Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1995 di Sekolah Dasar Fransiskus Tanjungkarang dan diselesaikan pada tahun Pendidikan lanjutan tingkat pertama dimulai pada tahun 2001 dan diselesaikan pada tahun 2004 di Sekolah Menengah Pertama Fransiskus Tanjungkarang. Di tingkat menengah atas, penulis dapat menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 9 Bandar Lampung pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada Program Studi Produksi dan Teknologi Peternakan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB dan diselesaikan pada tahun Selama mengikuti pendidikan di perguruan tinggi, penulis aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Taekwondo sebagai Pelatih Tahun Penulis aktif di Tim Pendamping IPB dan Asisten Praktikum Mata Kuliah Teknik Pengolahan Susu dan Genetika Ternak. Penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak (HIMAPROTER) Fakultas Peternakan IPB menjadi pengurus periode Penulis tergabung keanggotaan dalam Animal Breeding Science (ABGSci).Penulis juga aktif menjadi panitia dalam berbagai kegiatan yang diadakan Fakultas Peternakan IPB. Penulis juga merupakan penerima beasiswa PPA (Peningkatan Prestasi Akademik) dan KSE (Karya Salemba Empat).

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini. Skripsi ini berjudul Eksplorasi Gen Growth Hormone exon 3 pada Kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) melalui teknik PCR-SSCP. Penelitian ini dilakukan untuk mengekplorasi gen growth hormone pada ternak kambing. Hal ini perlu dilakukan karena informasi genetik mengenai ternak kambing masih sangat jarang. Khususnya ternak kambing perah seperti kambing PE, Saanen dan PESA yang memiliki potensi produksi susu. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini berupa keragaman genetik yang dapat digunakan sebagai penciri DNA sebagai langkah awal untuk pembentukan bibit yang unggul. Penulis berharap, adanya penulisan skripsi ini dapat menjadi inspirasi bagi mahasiswa yang lain untuk lebih berani mengeksplorasi sumber daya genetik ternak kambing. Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat untuk peternak Indonesia. Bogor, April 2011 Penulis

8 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... ii ABSTRACT... iii LEMBAR PERNYATAAN...iv LEMBAR PENGESAHAN... v RIWAYAT HIDUP...vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL...ix DAFTAR GAMBAR... x PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Klasifikasi Kambing... 3 Kambing Lokal Indonesia... 3 Kambing Peranakan Etawah (PE)... 4 Kambing Saanen... 5 Kambing Persilangan PE dan Saanen (PESA)... 6 Keragaman Genetik... 7 Gen Growth Hormone (GH)... 7 Keragaman Gen Growth Hormone... 9 PCR-SSCP MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Pengambilan Sampel Darah Ekstraksi DNA Amplifikasi DNA Pendeteksian Keragaman Gen GH dengan Metode PCR-SSCP Pewarnaan Perak Penentuan Genotipe Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Gen GH Pendeteksian Keragaman Gen GH... 18

9 Frekuensi Genotipe dan Alel Nilai Heterozigositas KESIMPULAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 30

10 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Hasil Frekuensi Genotipe Gen GH Kambing Algarvia dengan Teknik SSCP 9 2. Frekuensi Genotipe Gen GH Exon 3 pada Kambing PE, Saanen dan PESA Frekuensi Alel Gen GH Exon 3 pada Kambing PE, Saanen dan PESA Nilai Heterozigositas Pengamatan pada Fragmen Gen GH 22

11 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Rekonstruksi Struktur Gen GH Berdasarkan Sekuens gen GH di GenBank (Kode Akses D00476) 8 2. Fragmen Gen GH Capra hircus didasarkan pada Sekuens Gen GH di GenBank (Kode Akses D00476) Sekuens Primer Didasarkan pada Sekuens Gen GH exon 3 Kambing Hasil Visualisasi Pita Gen GH pada Kambing Algarvia melalui Teknik PCR-SSCP Hasil Amplifikasi Gen GH Exon 3 melalui PCR pada Gel Poliakrilamida 6% Hasil Visualisasi Pita Gen GH Exon 3 melalui Teknik PCR-SSCP pada Gel Poliakrilamida 12 % Diagram Elektroforesis (Zymogram) Pita Gen GH Exon

12 PENDAHULUAN Latar Belakang Kambing merupakan ternak ruminansia kecil yang telah berkembang cukup luas di masyarakat Indonesia. Ternak kambing memiliki keunggulan yang menjadikannya sebagai ternak yang memiliki potensi produktivitas tinggi. Pemanfaatan kambing digunakan untuk produksi daging dan susu. Pemanfaatan yang lain adalah produksi kulit dan bulu sebagai hasil ikutan ternak. Kambing mampu beradaptasi pada lingkungan dengan hijauan yang terbatas sehingga tahan terhadap beberapa penyakit, dapat beranak sepanjang tahun, bersifat prolifik. Sehingga kambing memiliki peran penting sebagai sumber daya genetik ternak. Jumlah populasi kambing di Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini didukung oleh data Direktorat Jenderal Peternakan (2009) menyatakan bahwa populasi kambing di Indonesia pada tahun 2009 berjumlah ekor. Kendala lain yang dihadapi adalah sistem pemeliharaan yang buruk. Pemanfaatan kambing secara genetik belum diteliti secara optimal. Banyak bangsa kambing di Indonesia yang belum dapat dikarakterisasi dan sebagian jumlah populasi mendekati punah. Kambing sebagai sumber daya genetik ternak belum dieksplorasi potensi keragaman genetik untuk dimanfaatkan sebagai sumber peningkatan mutu genetik sebagai penghasil susu dan daging. Upaya peningkatan mutu genetik ternak dapat dilakukan dengan seleksi dan persilangan. Perkembangan ilmu genetika molekuler telah membuka peluang untuk mengetahui tingkat keragaman genetik pada tingkat DNA yang dapat digunakan untuk mengetahui potensi genetik suatu ternak. Teknologi DNA dapat menjadi dasar untuk penentuan genotipe gen-gen yang bernilai ekonomis yang diperlukan sebagai bibit yang unggul. Data produksi dan molekuler ternak kambing masih terbatas sehingga hal ini menjadi tantangan di teknologi molekuler untuk mengeksplorasi. Pengukuran potensi ternak dapat diamati melalui sifat pertumbuhan. Pertumbuhan merupakan perubahan bobot tubuh dan komposisi tubuh dalam waktu tertentu. Pertumbuhan merupakan sifat yang dikendalikan banyak gen. Salah satu gen penting yang mempengaruhi pertumbuhan ternak kambing adalah gen growth hormone (GH) yang disekresikan oleh kelenjar pituitary. Growth Hormone memiliki peranan penting dalam pertumbuhan jaringan, laktasi, reproduksi, dan metabolisme 1

13 protein, lipid dan karbohidrat. Pendeteksian gen GH pada ternak kambing penting dilakukan untuk mengetahui keragaman gen tersebut karena diduga terkait dengan sifat-sifat yang bernilai ekonomis dapat dijadikan sebagai penciri genetik. Keragaman gen dapat diidentifikasi dengan dua metode yaitu metode restriction fragment length polymorphism (RFLP) dan metode single-strand conformation polymorphism (SSCP). Kedua teknik tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasi karakteristik gen-gen yang penting untuk pertumbuhan pada ternak. Teknik PCR-SSCP merupakan teknik yang mudah dan efisien untuk mengidentifikasi variasi urutan nukleotida pada fragmen gen DNA. Keterbatasan terhadap informasi keragaman genentik kambing sehingga teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi gen GH pada ternak kambing. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan frekuensi genotipe, frekuensi alel dan nilai heterozigositas pada gen Growth Hormone. Analisis tersebut digunakan untuk mendapatkan keragaman gen Growth Hormone exon 3 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) melalui teknik polymerase chain reaction single-strand conformation polymorphism (PCR- SSCP). 2

14 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kambing Kambing diklasifikasikam ke dalam kingdom Animalia; phylum Chordata; subphylum Vertebrata; class Mammalia; ordo Artiodactyla; sub-ordo Ruminantia; family Bovidae; sub family Caprinae dan genus Capra (Mileski dan Myers 2004). Kambing memiliki 60 kromosom (30 pasang kromosom) yang terdiri atas 29 pasang kromosom autosom dan sepasang kromosom kelamin (Gall, 1981). Kambing merupakan hewan yang didomestifikasi oleh manusia untuk produksi daging, susu dan kulit. Penyebaran kambing sangat luas dan hampir menyebar di seluruh dunia. Hal ini disebabkan daya adaptasi yang baik dari kambing terhadap berbagai iklim dan kemampuan bertahan hidup pada daerah dengan hijauan terbatas (Gall, 1981). Kambing adalah hewan ternak yang sanggup hidup di daerah kering dan pakan hijauan pakan yang terbatas, serta mampu memanfaatkan hijauan pakan secara efisien (Devendra dan Burns, 1994). Kambing dapat dikelompokkan berdasarkan kegunaannya, yaitu kambing penghasil daging, susu, dan bulu (mohair). Di samping itu, ada pula beberapa bangsa kambing yang tergolong tipe dwiguna (dual purpose), seperti bangsa kambing PE yang tergolong tipe daging dan susu (Heriyadi, 2004). Kambing Lokal Indonesia Kambing lokal merupakan kambing asli yang berasal dari Indonesia. Kambing lokal ini termasuk dalam kambing tipe pedaging. Kambing lokal Indonesia terdiri dari kambing Kacang, kambing Marica, kambing Samosir, kambing Muara, kambing Kosta, kambing Gembrong, kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing Kacang memiliki ciri bulu pendek dan berwarna tunggal (putih, hitam dan cokelat). Tanduk berbentuk pedang lengkung ke atas dan ke belakang. Pada umumnya telinga kambing pendek dan tegak. Kambing Kacang memiliki leher yang pendek dan punggungnya melengkung sedikit lebih tinggi dari pada bahunya. (Devendra dan Burns, 1983). Kambing jantan dan betina dewasa memiliki bobot kurang lebih 25 dan 20 kg (Devendra dan Burns, 1983; Pamungkas et al., 2009). Kambing Marica banyak dijumpai di sekitar Kabupaten Maros, Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Sopeng dan daerah Makassar di Propinsi Sulawesi Selatan 3

15 (Pamungkas et al., 2009). Kambing ini memiliki potensi genetik yang mampu beradaptasi baik di daerah agroekosistem lahan kering di daerah tanah bebatuan dengan curah hujan sepanjang tahun sangat rendah. Ciri yang paling khas pada kambing ini adalah telinganya tegak dan relatif kecil pendek dibanding telinga kambing kacang. Tanduk pendek, kecil, kelihatan lincah dan agresif (Pamungkas et al., 2009). Kambing Samosir merupakan kambing yang dipelihara oleh masyarakat di Pulau Samosir, di tengah Danau Toba, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara (Pamungkas et al., 2009). Kambing ini dapat beradaptasi dengan kondisi ekosistem lahan kering dan berbatu-batu. Ciri khas yang paling menonjol adalah warna bulu putih yang sangat dominan, warna tanduk dan kuku agak keputihan (Pamungkas et al., 2009). Kambing Muara berasal dari daerah Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara. Kambing ini memiliki penampilan yang gagah dan tubuh kompak. Selain itu, kambing ini memiliki warna bulu yang bervariasi yaitu warna bulu cokelat kemerahan, putih dan bulu hitam. Rata-rata bobot badan induk kambing adalah 49,4 kg dan pejantan dewasa 68,3 kg (Pamungkas et al., 2009). Kambing Kosta banyak dikembangkan di Jakarta dan Propinsi Banten. Kambing Kosta merupakan persilangan kambing Kacang dan kambing Khasmir (Pamungkas et al., 2009). Kambing ini memiliki bentuk tubuh sedang, tanduk pendek, bulu pendek, hidung rata dan ditemukan melengkung. Warna tubuh kambing Kosta adalah cokelat tua sampai hitam (Pamungkas et al., 2009). Kambing Gembrong berasal dari daerah timur Pulau Bali terutama di Kabupaten Karangasem. Ciri khas yang dimiliki kambing ini adalah rambut panjang mencapai cm. Rambut ini terdapat pada bagian kepala sampai menutupi muka dan telinga. Warna tubuh dominan kambing gembrong pada umumnya putih (61,5%), sebagian berwarna cokelat muda (23,08%) dan cokelat (15,38%) (Pamungkas et al., 2009). Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan hasil persilangan antara kambing Etawah dari India dengan kambing Kacang dari Indonesia. Kambing PE banyak dikembangkan di Indonesia terutama di daerah pedesaan Jawa Tengah, Jawa 4

16 Timur dan pesisir utara Jawa Barat. Kambing PE telah berkembang dengan baik dan diterima masyarakat (Heriyadi, 2004). Pemeliharaan kambing PE dapat menghasilkan daging dan susu (kambing tipe dwiguna). Kambing PE betina memiliki kemampuan menghasilkan susu yang baik. Kambing PE betina rata-rata dapat menghasilkan susu 1,2 liter per ekor per hari selama fase 70 hari pertama laktasi (Balai Penelitian Ternak, 2001). Kambing PE di Indonesia mampu menghasilkan susu 2-3 liter per ekor per hari dengan masa laktasi lebih dari 150 hari (Direktorat Jenderal Peternakan, 2003). Kambing PE memiliki karakteristik tubuh yang besar dengan bobot badan jantan dan betina mencapai 90 dan 60 kg (Direktorat Jenderal Peternakan, 2003). Ciri-ciri spesifik kambing PE antara lain bentuk hidung benguk, panjang telinga cm menggantung ke bawah dan sedikit kaku, tanduk melengkung, warna bulu bervariasi, kuping, kaki dan bulu yang panjang, memiliki ambing besar, dan produksi susu tinggi (Direktorat Jenderal Peternakan, 2003). Kambing PE memiliki ukuran tubuh yang relatif tinggi (65-86 cm), ramping dan relatif besar jika dibandingkan kambing Kacang Kambing PE dapat beranak 3 kali dalam 2 tahun dengan rataan jumlah sekelahiran 1-3 ekor (Balai Penelitian Ternak, 2001). Rataan bobot lahir kambing PE kelahiran tunggal betina dan jantan masing-masing sebesar 3,2 dan 3,7 kg (Setiadi dan Sutama, 1997). Kambing Saanen Kambing Saanen berasal dari Swiss Barat. Kambing Saanen adalah kambing perah yang baik, memberikan penampilan yang baik, disesuaikan terhadap lingkungan subtropik dan sangat peka terhadap sinar matahari yang kuat. Kambing ini sangat peka terhadap cahaya sehingga pemeliharaan kambing Saanen di daerah tropis menggunakan naungan (Devendra dan McLeroy, 1982). Kambing Saanen memiliki ciri khas tubuh berwarna putih, krem pucat atau cokelat muda dengan bercak hitam pada hidung, telinga dan ambing. Kambing ini berbulu pendek, telinga tegak dan mengarah ke depan dengan muka lurus dan ramping (Devendra dan Burns, 1994; Greenwood, 1997). Kambing ini memiliki bentuk kepala yang lancip dengan leher panjang dan halus. Saanen betina biasa tidak 5

17 bertanduk (Greenwood, 1997). Kambing Saanen memiliki bentuk tubuh perah yang bagus dan ambing yang berkembang sangat baik (Devendra dan McLeroy, 1982). Kambing Saanen memiliki rata-rata produksi susu 216 kg dengan panjang laktasi 275 hari (Gall, 1981). Menurut Devendra dan Burns (1994) rata-rata produksi susu kambing Saanen di daerah tropis mencapai 1-3 kg per ekor per hari, di daerah temperate prduksi susu dapat mencapai lima kg per ekor per hari. Kambing Saanen mempunyai rata-rata produksi susu tertinggi dibandingkan dengan bangsa kambing perah manapun sehingga bangsa kambing ini telah dimasukkan ke banyak negara (Devendra dan Burns, 1994). Kambing Saanen mempunyai bobot dewasa kelamin sekitar kg dan tinggi betina dan jantan sekitar 81 dan 94 cm (Devendra dan Burns, 1994). Rataan berat badan kambing betina dan jantan berturut-turut adalah 65 dan 75 kg (Devendra dan McLeroy, 1982). Jumlah anak lahir seperindukan adalah 1,80 ekor (Devendra dan Burns, 1994). Kambing Persilangan PE dan Saanen (PESA) Kambing PESA merupakan kambing hasil persilangan antara kambing PE betina dengan kambing Saanen jantan. Wahyuarman (2001) melaporkan hasil persilangan PE dan Saanen memiliki keunggulan bobot lahir, bobot sapih dan produksi susu yang melebihi tetua PE masing-masing sebesar 0,22%; 5,47% dan 2,87%. Kambing PESA mempunyai produksi susu yang lebih baik daripada kambing PE, tetapi produksinya lebih rendah dari kambing Saanen impor dan kambing Saanen keturunan F1 (Ruhimat, 2003). Produksi susu harian kambing Saanen, PE dan PESA di PT Fajar Taurus Dairy Farm masing-masing sebesar 2; 1,6 dan 1,8 liter. Kambing PESA mempunyai produksi susu yang lebih rendah dari Saanen karena mempunyai masa laktasi yang lebih pendek dan merupakan hasil persilangan dengan PE (tipe dwiguna). Rataan lama laktasi kambing Saanen keturunan F1, kambing Saanen impor, kambing PESA dan kambing PE berturut-turut adalah 321,82 ± 113,44 hari, 310,60 ± 60,00 hari, 178 ± 65,05 hari (Ruhimat, 2003). 6

18 Keragaman Genetik Genotipe hewan merupakan sebuah pendekatan yang berguna untuk menggambarkan prinsip-prinsip genetika dan penerapan langsung dalam hal pewarisan sifat. Hukum Hardy-Weinberg menyatakan bahwa frekuensi genotipe suatu populasi yang cukup besar akan selalu dalam keadaan seimbang bila tidak ditemukan seleksi, migrasi, mutasi dan genetic drift. Sifat-sifat ditemukan dalam keragaman genetik dalam spesies dan bangsa atau galur dalam masing-masing spesies. Genetika dipandang dari segi populasi, terutama frekuensi gen dengan efek yang diinginkan (Warwick et al., 1990). Frekuensi gen merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan proporsi dari semua lokus untuk pasangan gen atau rangkaian alel ganda dalam suatu populasi. Frekuensi gen dari perbedaan-perbedaan itu sangat beragam dari bangsabangsa dan antar galur (Warwick et al., 1990). Frekuensi gen yang timbul dipengaruhi oleh seleksi, mutasi gen, pencampuran dua populasi yang frekuensi gen berbeda, silang dalam (inbreeding), silang luar (outbreeding) dan genetic drift. Ekspresi gen dapat mempengaruhi sifat yang yang muncul. Fenotipik yang muncul dapat dipengaruhi oleh variasi gen pada arah dan besar respon terhadap perubahan lingkungan (Noor, 2008). Fenotipik yang bersifat ekonomis merupakan sifat kuantitatif yang dikontrol oleh banyak gen dan masing-masing gen memberikan sedikit kontribusi pada sifat tersebut (Noor, 2008). Gen semacam ini disebut dengan gen mayor yang terletak pada lokus sifat kuantitatif atau quantitative traits loci (QTL). Gen mayor yang dapat digunakan sebagai kandidat dalam program Marker Assisted Selection (MAS) jika gen tersebut mempunyai fungsi dan pengaruh biologis yang nyata terhadap sifat kuantitatif (Diyono, 2009). Gen Growth Hormone (GH) Gen growth hormone (GH) dikenal sebagai somatotropin yaitu terdiri atas dalton hormon polipeptida rantai tunggal. Gen ini disintesis dan disekresi sel somatotrof pada lobus anterior pituitary. Gen GH pada vertebrata terdiri atas rantai polipeptida tunggal 190 atau 191 asam amino yang terdiri atas jembatan dua sulfida di antara sistein pada posisi dan (Paladini et al., 1983). Gen GH memiliki peranan penting dalam pertumbuhan jaringan, laktasi, reproduksi, metabolisme protein, lipid dan karbohidrat (Garrett et al., 2008; Malveiro 7

19 et al., 2001). Gen GH pada hewan yang sedang tumbuh, berguna untuk meningkatkan efisiensi produksi, pengurangan deposisi lemak, merangsang pertumbuhan otot, meningkatkan efisiensi penggunaan pakan, meningkatkan pertumbuhan organ dan meningkatkan pertumbuhan tulang (Etherton dan Bauman, 1998). Pada ternak ruminansia, gen GH berperan dalam pengaturan perkembangan kelenjar mamae (Akers, 2006). Gen GH dijadikan sebagai salah satu kandidat gen yang dapat digunakan sebagai penanda genetik dalam program seleksi ternak (Malveiro et al., 2001). Gengen lain yang berpengaruh terhadap pertumbuhan yaitu gen Growth Hormone Releasing Hormone (GHRH), Somatotropin Releasing-Inhibitor Factor (SRIF), Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (PIT-1) (Brunsch et al., 2002), dan insulin-like growth factor-1 (IGF-1) (Hartman, 2000). Gen GH memiliki kode yang terdiri atas empat intron dan lima exon pada semua spesies (Khan, 2009). Struktur gen GH dapat dilihat pada Gambar 1. Exon adalah pengkode protein sementara intron merupakan spacer internal antara pengkode protein, pada saat transkripsi bagian intron hilang (splicing), sehingga proses translasi berjalan dengan baik (Jakaria, 2008). Sekuens gen GH pada Capra hircus berjumlah 2544 base pair (bp) yang dapat dilihat pada Gambar 2 (Malveiro et al., 2001). 5 Coding sequence (CDS) 3 kodon awal ATG kodon akhir TAG exon 1 exon 2 exon 3 exon 4 exon 5 Flanking intron 1 intron 2 intron 3 intron 4 Flanking region 5 region 3 Keterangan : Lokus = D00476 Panjang = 2544 bp Gen = , , , , Sekuen depan = 431 = 431 bp exon 1 = = 12 bp intron 1 = = 246 bp exon 2 = = 160 bp intron 2 = = 226 bp exon 3 = = 116 bp intron 3 = = 228 bp exon 4 = = 161 bp intron 4 = = 275 bp exon 5 = = 200 bp Gambar 1. Rekonstruksi Struktur Gen GH Berdasarkan Sekuens gen GH di GenBank (Kode Akses D00476) 8

20 Keragaman Gen Growth Hormone (GH) Identifikasi keragaman gen GH dapat dihubungkan antara sifat produksi susu dan polimorfisme gen GH kambing (Malveiro et al., 2001; Marques et al., 2003). Marques et al. (2003) melaporkan bahwa sampel DNA kambing Serrana yang dianalisis dengan teknik PCR-SSCP memiliki perbandingan yang tinggi pada polimorfisme genetik terutama gen GH. Dua bentuk konformasi dideteksi pada exon 1 dan 2, enam pola pada exon 3, sepuluh pola pada exon 4 dan lima pola pada exon 5. Yao et al. (1996) melaporkan bahwa ada dua polimorfisme yaitu T C pada intron 3 dan A C pada exon 5 dengan menggunakan metode PCR-SSCP. Sedangkan Malveiro et al. (2001) melaporkan bahwa ada keragaman gen GH kambing melalui polimorfisme SSCP didapatkan dua bentuk konformasi pada exon 1 dan 2, empat pola pada exon 3, enam pola pada exon 4 dan lima pola pada exon 5. Pada exon 4 dan 5 gen GH ternak kambing Algarvia memiliki produksi, protein dan lemak susu tertinggi. Menurut Marques et al. (2003) pada exon 4 memiliki potensi produksi susu tinggi sehingga gen GH digunakan sebagai Marker Assisted Selection (MAS). Keragaman haploid gen GH HaeIII pada kambing Boer berpengaruh terhadap bobot lahir, bobot sapih, pertambahan bobot badan per hari sebelum sapih dan bobot pada umur 11 bulan (Hua, 2009). Hasil frekuensi genotipe kambing Algarvia melalui teknik SSCP disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Frekuensi Genotipe Gen GH Kambing Algarvia dengan Teknik SSCP Exon Jumlah Pola Frekuensi Genotipe (%) 1 2 M (97,2); N (2,8) 2 2 A/B (75,9); B/B (24,1) 3 4 A/A (8,3); B/B (33,3); A/B (18,5); B/C (39,8) 4 6 A/A (13,9); B/B(27,8); C/C(35,2); D/D (5,6); E/E (14,8); F/F2,8) 5 5 A/A (2,8); B/B (27,8); A/B (14,8); B/C (44,4); A/C (10,2) Sumber : Malveiro et al. (2001) 9

21 1 gggattttct gacccaggga ttaaacctga gtctcctgca tttgcagctc gattctttat 61 ggctgagcca cctgggaagc ccattcgttt ctgctacctc ccccttaaaa agaaaaccta 121 tggggtgggc tctcaagctg agaccctgtg tgtacagccc tcaggctggt ggcagtggag 181 aggggatgat gatgagcctg ggggacatga ccccagagaa ggaacgggaa caggatgagt 241 gagaggaggt tctaaattat ccattagcac aggctgccag tggtccttgc ataaatgtat 301 agagcacaca ggtgggggga aagggagaga gaagaagcca gggtataaaa agggcccagc 361 agagaccaat tccaggatcc caggacccag ttcaccagac gactcagggt cctgctgaca 421 gctcaccaac tatgatggct gcaggtaagc tcacaaaaat cccctccatt agcgtgtcct 481 aagggggtga tgcgggagaa ctgccgatgg atgtgtccac agctttgggt tttagggctt 541 ctgaatgcga acataggtat ctgcacccag acatttggcc aagtttgaaa tgttctcagt 601 ccctggaggg aagggcaggc gggggctggc aggagatcag gcatccagct ctctgggccc 661 ctccgtcgcg gccctcctgg tctctcccta gggccccgga cgtccctgct cctggctttc 721 accctgctct gcctgccctg gactcaggtg gtgggcgcct tcccagccat gtccttgtcc 781 ggcctgtttg ccaacgctgt gctccgggct cagcacctgc atcaactggc tgctgacacc 841 ttcaaagagt ttgtaagctc cccagagatg tgtcctagag gtggggaggc aggaaggggt 901 gaatccgcac cccctccaca caatgggagg gaactgagga cctcagtggt attttatcca 961 agtaaggatg tggtcagggg agtagaaatg ggggtgtgtg gggtggggag ggttccgaat 1021 aaggcagtga ggggaaccac acaccagctt agacccgggt gggtgtgttc tccccccagg 1081 agcgcaccta catcccggag ggacagagat actccatcca gaacacccag gttgccttct 1141 gcttctccga aaccatcccg gcccccacgg gcaagaatga ggcccagcag aaatcagtga 1201 gtggccacct aggaccgagg agcaggggac ctccttcatc ttaagtaggc tgccccagct 1261 ctctgcaccg ggcctggggt ggcgttctcc ctgaggtggc agagggtgtt ggatggcagt 1321 ggaggatgat ggttggtggt ggtggcagga ggtcctcggg cagaggccga ccttgcaggg 1381 ctgccccgag cccggggcac ccaccaacca cccatctgcc agcaggactt ggagctgctt 1441 cgcatctcac tgctccttat ccagtcgtgg cttgggcccc tgcagttcct cagcagagtc 1501 ttcaccaaca gcctggtgtt tggcacctcg gaccgtgtct atgagaagct gaaggacctg 1561 gaggaaggca tcctggcgct gatgcgggtg aggatggcgt tgttgggtcc cttccatgct 1621 gggggccatg cccaccctct cctggcttag ccaggagaac acacgtgggc tgggggagag 1681 agatccctgc tctctctctc tctttctagc agcccagtct tgacccagga gaaacctctt 1741 cccgttttga aacctccttc ctcgcccttc tccaagccta taggggaggg tggaaaatgg 1801 agcgggcagg agggagccgc tcctgagggc cttcggcctc tctgtctctc cctcccttgg 1861 caggagctgg aagatgttac cccccgggct gggcagatcc tcaagcagac ctatgacaaa 1921 tttgacacaa acatgcggag tgacgacgcg ctgctgaaga actacggtct gctctcctgc 1981 ttccggaagg acctgcacaa gacggagacg tacctgaggg tcatgaagtg tcgccgcttc 2041 ggggaggcga gctgcgcgtt ctagttgcca gccatctgtt gttacccctc cccgtgcctt 2101 cctagaccct ggaaggtgcc actccagtgc ccactgtcct ttcctaataa agcgaggaaa 2161 ttgcatcaca ttgtctgagt aggtgtcatt ctattctagg gggtggggtc aggcaggata 2221 gcgagaggga ggattgggaa gacaatagca gggatgctgt gggctctatg ggtacccagg 2281 tgctgaataa ttgacccggt tcttcctggg ccagaaggaa gcaggcacat ccccttctct 2341 gtgacacacc cggtcctcgc ccctggtcct tagttccagc cccactcata ggacactcat 2401 agctcaggag ggctctgcct tcagtcccac ccgctaaagt gcttggagcg gtttctcctt 2461 ccctcatcag cccaccaaac caaacctagc ctccaagagt gggaagaaat taaagcaaga 2521 caggctatga agtacagagg gaga Gambar 2. Fragmen Gen GH Capra hircus didasarkan pada Sekuens Gen GH di GenBank (Kode Akses D00476) Polymerase Chain Reaction-Single Strand Conformation Polymorphism (PCR-SSCP) Teknik single-strand conformation polymorphism (SSCP) merupakan teknik yang digunakan untuk mendeteksi polimorfisme genetik dan mendeteksi mutasi DNA (Malveiro et al, 2001; Orita et al.,1989). Teknik SSCP juga dapat digunakan untuk menemukan unsur-unsur genetik yang terlibat dalam penyakit keturunan manusia (Orita et al., 1989). Teknik SSCP merupakan teknik yang mudah dan efisien untuk mengidentifikasi variasi urutan nukleotida pada DNA amplifikasi. Asumsi yang mendasari metode analisis SSCP adalah bahwa perubahan yang terjadi pada 10

22 nukleotida akan mempengaruhi bentuk (conformation) dari fragmen DNA untai tunggal (Bastos et al., 2001) dan laju migrasi pada saat elektroforesis (Orita et al., 1989; Baroso et al,. 1999) walaupun perbedaan hanya satu nukleotida saja (Nataraj et al., 1999). Fragmen DNA untai tunggal yang mengalami perubahan pada susunan nukleotida akan membentuk suatu konformasi tiga dimensi yang kompleks dan berbeda fragmen DNA yang tidak mengalami perubahan (normal). Konformasi yang berbeda akan mempengaruhi laju migrasi dalam gel poliakrilamida sehingga diidentifikasi keragaman. Faktor-faktor yang mempengaruhi sensitifitas SSCP yaitu: (1) komposisi gel, ukuran fragmen DNA, konsentrasi DNA, kandungan basa G dan C dalam fragmen DNA (Nataraj et al., 1999); (2) komposisi bufer (termasuk kekuatan ion dan derajat keasaman), bufer aditif seperti gliserol dan suhu saat elektroforesis (Sheffield et al., 1993 dan Nataraj et al., 1999); (3) persentase akrilamida dan rasio bis (Sheffield et al., 1993); (4) lokasi mutasi pada fragmen DNA (Baroso et al., 1999); (5) kelebihan dntp dan primer dalam reaksi PCR (Cai and Touitou, 1994). Metode analisis SSCP meliputi beberapa tahapan yaitu amplifikasi DNA target menggunakan primer melalui PCR, tahap denaturasi DNA produk PCR pada suhu 94 0 C yang diikuti pendinginan untuk mencegah pre-annealing dari untaian DNA, penambahan formamida dye dan tahap elektroforesis dalam gel poliakrilamida (Nataraj et al., 1999; Hidayat et al., 2010). Beberapa kelebihan SSCP dibanding metode lain yaitu: (1) sederhana dan tidak memerlukan peralatan yang rumit dan khusus (Bastos et al., 2001; Nataraj et al., 1999); (2) dapat mendeteksi mutasi pada fragmen DNA (Baroso et al., 1999) sehingga dapat dibedakan dengan yang normal (Nataraj et al., 1999); (3) visualisasi tidak perlu menggunakan bahan radioaktif (Nataraj et al., 1999); (4) dapat dikerjakan di laboratorium biasa dan tidak terlalu mahal (Bastos et al., 2001). Nataraj et al. (1999) juga menyatakan kekurangan PCR-SSCP yaitu ukuran fragmen DNA yang dapat dianalisis terbatas, membutuhkan kondisi yang beragam untuk mendeteksi semua kemungkinan mutasi, kadang-kadang sulit untuk menginterpretasikan pita-pita yang dihasilkan, tidak efisien untuk fragmen DNA yang tidak diketahui urutan nukloetida. 11

23 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan mulai September 2010 sampai Januari Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Materi Sampel Darah dan Ekstraksi DNA Sampel darah kambing disediakan sebanyak 234 sampel yang berasal dari kambing PE, Saanen dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) pada lokasi berbeda. Sampel tersebut terdiri atas kambing PE berasal dari populasi Ciapus (20 sampel), Cariu (28 sampel) dan Sukajaya (50 sampel). Kambing Saanen berasal dari populasi Cijeruk (21 sampel), Cariu (31 sampel) dan Sukabumi (40 sampel). Kambing PESA berasal dari populasi Cariu (25 sampel) dan Balitnak (19 sampel). Peternakan kambing perah Cariu memelihara kambing Peranakan Etawah, Saanen dan PESA dimana kandang berbentuk panggung. Bahan pakan yang diberikan berupa hijauan alam dan konsentrat yaitu ampas bir, ampas tahu dan dedak. Produksi susu harian 1-1,5 liter per hari per ekor. Bangsa kambing perah yang banyak dipelihara di Peternakan Cariu adalah Peranakan Etawah dengan sistem pemeliharaan intensif. Pakan yang diberikan berupa hijauan dan konsentrat berupa kulit ari kacang kedelai dan konsentrat. Rataan produksi susu kambing 0,8-1 liter per hari per ekor. Pemeliharaan ternak kambing perah di daerah Cijeruk adalah kambing Saanen dan PESA. Pemeliharaan ternak berbentuk kandang panggung. Produksi susu yang dihasilkan 2-4 liter per hari per ekor. Sampel kambing perah asal Balai Penelitian Ternak yang digunakan adalah kambing PESA. Produksi susu rata-rata 1 liter per hari per ekor (Nasution, 2010). Bahan-bahan yang digunakan untuk mengekstraksi DNA adalah TE (Tris EDTA), STE (Sodium Tris-EDTA), NaCl, SDS (sodium dodesil sulfat), CIAA (Chloroform iso amil alkohol), etanol absolut. 12

24 Primer GH Primer merupakan molekul oligonukleotida yang berukuran pendek (18-24 base pair) dan menempel pada DNA cetakan di tempat yang spesifik. Primer yang digunakan dalam penelitian berdasarkan Malveiro et al. (2001) yaitu gen GH exon 3 sebagai berikut forward 5 -GTG TGT TCT CCC CCC AGG AG-3 dan reverse 5 - CTC GGT CCT AGG TGG CCA CT-3. Primer dapat menempel gen GH dengan panjang produk 157 bp yang disajikan pada Gambar aaggcagtga ggggaaccac acaccagctt agacccgggt gggtgtgttc tccccccagg 1081 agcgcaccta catcccggag ggacagagat actccatcca gaacacccag gttgccttct 1141 gcttctccga aaccatcccg gcccccacgg gcaagaatga ggcccagcag aaatcagtga 1201 gtggccacct aggaccgagg agcaggggac ctccttcatc ttaagtaggc tgccccagct Keterangan : huruf tebal dan garis bawah merupakan situs primer Gambar 3. Sekuens Primer Didasarkan pada Sekuens Gen GH Exon 3 pada Kambing Gel Poliakrilamida 12% untuk Polymerase Chain Reaction-Single-Strand Conformation Polymorphism (PCR-SSCP) Komponen Gel Poliakrilamida 12% terdiri atas 10 ml larutan 30% akrilamida (acrylamide : bisacrylamide = 29:1); 2,5 ml larutan 5 x TBE (tris boric acid-edta); 15 µl TEMED (N,N,N,N -tetramethylethylenediamine) dan 150 µl 10% APS (ammonium peroxodisulfat). Alat-alat yang digunakan adalah plat kaca cetakan gel berukuran 20 x 20 cm, pipet makro dan mikro. Pewarnaan Perak Bahan-bahan yang digunakan dalam pewarnaan perak adalah amonia, AgNO 3, NaOH, 10 N NaOH, formaldehid dan asam asetat. Alat yang digunakan adalah nampan dan water bath shaker. Pengambilan Sampel Darah Prosedur Sampel darah diambil melalui pembuluh vena jugularis menggunakan tabung vaccutainer yang mengandung antikoagulan. Sampel tersebut kemudian disimpan dalam termos es dan suhu dipertahankan sekitar 4 0 C. 13

25 Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA dilakukan menggunakan sampel darah mengikuti metode phenol-chloroform (Sambrook et al., 1989). Sampel darah dipindahkan sebanyak 200 µl ke dalam tabung 1,5 ml. Sampel ditambahkan aquadest atau TE sebanyak 1000 µl kemudian divorteks dan disentrifugasi kecepatan 8000 rpm selama lima menit. Sampel darah akan terbentuk dua lapisan. Lapisan supernatan dibuang dan ditambahkan TE sebanyak 1000 µl. Hal yang sama diulangi yaitu sampel divorteks dan disentrifugasi kecepatan 8000 rpm selama lima menit. Sampel akan terbentuk dua lapisan lagi. Lapisan atas yang disebut supernatan dibuang dan ditambahkan SDS 10% sebanyak 40 µl, STE 400 µl, proteinase K 10 µl. Sampel diinkubasi pada suhu 55 0 C selama dua jam. Lalu sampel ditambahkan larutan fenol, CIAA, 5 M NaCl berturut-turut 400 µl, 400 µl, dan 40 µl. Sampel dikocok pelan selama satu jam lalu disentrifugasi kecepatan rpm selama lima menit. DNA bening yang berada di tabung 1,5 ml dipindahkan ke tabung baru sebanyak 400 µl dan ditambahkan EtoH absolute sebanyak 800 µl dan 5 M NaCl sebanyak 40 µl. Sampel DNA dibekukan selama over night. Setelah itu, sampel DNA disentrifuse kecepatan rpm selama lima menit. Supernatan yang muncul dibuang dan didiamkan dalam keadaan terbuka sampai alkohol hilang. Sampel DNA ditambahkan TE 80% sebanyak 100 µl. Sampel DNA disimpan dalam freezer sampai siap digunakan. Amplifikasi DNA Gen GH exon 3 diamplifikasi oleh PCR menggunakan primer forward dan reverse (Gambar 3). Amplifikasi panjang fragmen gen GH exon 3 adalah 157 bp. Menurut Malveiro et al. (2001) reaksi PCR dilakukan dalam mesin thermocyler. Bahan pereaksi PCR terdiri atas 1,0 µl sampel DNA; 8,5 µl air destilasi; 0,1 µl primer; 0,1 µl dntp; 1,0 µl MgCl 2 dan 0,05 µl taq DNA dengan volume akhir 12 µl. Proses amplifikasi diawali tahap denaturasi pada suhu 94 0 C selama lima menit, tahap kedua memiliki 30 siklus yang masing-masing siklus terdiri atas denaturasi pada suhu 94 0 C selama 30 detik, penempelan (annealing) primer pada suhu 60 0 C selama 45 detik dan pemanjangan (extension) DNA pada suhu 72 0 C selama satu menit. Tahap terakhir adalah pemanjangan primer pada suhu 72 0 C selama 10 menit. Hasil amplifikasi DNA dianalisis dengan elektroforesis. 14

26 Pendeteksian Keragaman Gen GH melalui Teknik Polymerase Chain Rreaction Single-Strand Conformation Polymorphism (PCR-SSCP) Pendeteksian gen GH exon 3 berdasarkan Malveiro et al. (2001) dilakukan menggunakan 10 µl produk PCR yang ditambahkan larutan formamida dye ( 95% formamida;10 mm NaOH; 0,05% xylene cyanol dan 0,05% bromofenol blue) hingga mencapai 20 µl. Campuran tersebut didenaturasi pada suhu 95 0 C selama lima menit dengan tujuan membuat fragmen DNA untai ganda menjadi untai tunggal. Setelah itu, tabung tersebut segera didinginkan pada suhu 0 0 C selama tiga menit. Larutan formamida dye berfungsi untuk mencegah penempelan kembali antara DNA untai tunggal. Sehingga didapatkan DNA untai tunggal yang dapat dideteksi keragaman bentuk dalam gel poliakrilamida 12%. Sampel sebanyak 5 µl dimasukkan ke dalam gel poliakrilamida 12% untuk mendeteksi konformasi untai DNA. Sampel DNA dielektroforesis pada gel poliakrilamida pada tegangan 250 volt selama delapan jam pada suhu 4 0 C. Gel poliakrilamida 12% dikeluarkan dari kaca dan dilakukan proses pewarnaan perak. Pewarnaan Perak Pewarnaan perak dilakukan menggunakan metode Byun et al. (2009) yang telah dimodifikasi. Tahap awal, gel direndam dalam larutan A (200 ml air destilasi; 0,23 g AgNO 3 ; 80 µl N NaOH dan 800 µl ammonia) selama delapan menit sambil digoyang menggunakan water bath shaker. Kemudian larutan dibuang dan gel dibilas dengan menggunakan air destilasi. Pemunculan pita diperoleh dengan merendam gel dalam larutan B (200 ml air destilata, 6 g NaOH, 200 µl formaldehid) sambil dipanaskan. Setelah itu, larutan B dibuang dan gel direndam dalam 100 ml asam asetat untuk menghentikan reduksi perak. Penentuan Genotipe Keragaman genotipe tiap-tiap individu dapat ditentukan dari pola migrasi pita-pita DNA yang muncul pada gel poliakrilamida. Penentuan genotipe sampel kambing PE, Saanen dan PESA berdasarkan Malveiro et al. (2001) dapat dilihat pada Gambar 4. 15

27 Gambar 4. Hasil Visualisasi Pita Gen GH Exon 3 pada Kambing Algarvia Melalui Teknik PCR-SSCP (Malveiro et al., 2001) Frekuensi Alel dan Genotipe Analisis Data Hasil genotipe dilakukan perhitungan frekuensi alel dan genotipe. Perhitungan frekuensi alel sebagai berikut (Nei dan Kumar, 2000) sebagai berikut: Frekuensi genotipe dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Nei dan Kumar, 2000) : Keterangan : X i = frekuensi alel ke-i X ii = frekuensi genotipe ke-i n ii = jumlah individu bergenotipe ii n ij = jumlah individu bergenotipe ij N = jumlah total sampel Derajat Heterozigositas Keragaman genetik dilakukan melalui perhitungan nilai heterozigositas pengamatan (H o ) (Weir, 1996) : Keterangan : H o = frekuensi heterozigositas pengamatan N 1ij = jumlah individu heterozigositas pada lokus ke-1 N = jumlah individu yang dianalisis 16

28 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Gen GH exon 3 pada kambing PE, Saanen, dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) berhasil diamplifikasi menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Panjang fragmen gen GH berukuran 2544 bp (GenBank Kode Akses D00476). Hasil amplifikasi gen GH exon 3 pada kambing adalah berukuran 157 bp. Proses amplifikasi gen GH exon 3 menggunakan pasangan primer Malveiro et al. (2001). Proses amplifikasi sangat dipengaruhi kondisi penempelan primer pada DNA target, bahan pereaksi PCR dan kondisi mesin thermal cycler. Gambar 5 memperlihatkan hasil amplifikasi gen GH exon 3 kambing. M bp (-) 200 bp 157 bp 100 bp (+) Gambar 6. Hasil Amplifikasi Gen GH Exon 3 Melalui Teknik PCR pada Gel Poliakrilamida 6% (M : marker 100 bp DNA) Keberhasilan amplifikasi gen GH exon 3 dapat ditentukan oleh penempelan primer. Suhu yang digunakan agar primer dapat menempel pada fragment DNA target 60 0 C. Suhu penempelan primer (annealing) sesuai dengan suhu yang digunakan dalam penelitian Malveiro et al. (2001). Suhu annealing menjadi penting dalam proses amplifikasi, hal ini dikarenakan proses penggandaan DNA baru dimulai dari primer. Suhu annealing adalah suhu yang membuat pasangan primer menempel dengan pasangan (komplemen) pada fragmen DNA target pada saat proses PCR dilakukan. Keberhasilan amplifikasi gen GH sebesar 98,29 % atau sebanyak 230 sampel yang berhasil diamplifikasi dari total 234 sampel. Kegagalan amplifikasi DNA dapat dikarenakan penempelan primer tidak secara tepat sehingga perbanyakan secara in vitro tidak terjadi dan metode ekstraksi yang digunakan tidak optimal sehingga masih ditemukan materi pengotor (Agung, 2009). Tingkat keberhasilan amplifikasi DNA 17

29 ditentukan oleh konsentrasi sampel DNA, taq polymerase, dinukleotida, ion Mg, bufer dan primer (Muladno, 2002). Pendeteksian Keragaman Gen GH Hasil pendeteksian keragaman GH exon 3 kambing melalui teknik PCR- SSCP dan gambaran dari diagram elektroforesis (zymogram) dari masing-masing genotipe kambing dapat dilihat pada Gambar 7 dan (-) pita target (+) AB BC AA AB AB AA AB AC Gambar 7. Hasil Visualisasi Pita Gen GH Exon 3 Kambing Melalui Teknik PCR- SSCP pada Gel Poliakrilamida 12 %. AA CC BB AB AC BC Gambar 8. Diagram Elektroforesis (Zymogram) Pita Gen GH Exon 3 Pendeteksian keragaman gen GH exon 3 dilakukan menggunakan teknik polymerase chain reaction single-strand conformation polymorphism (PCR-SSCP). Asumsi yang mendasari teknik SSCP adalah bahwa perubahan yang terjadi pada 18

30 nukleotida akan mempengaruhi bentuk (conformation) dari fragmen DNA untai tunggal (Bastos et al., 2001). Hasil pendekteksian ditemukan empat macam genotipe yaitu genotipe AA, AB, AC dan BC. Munculnya empat macam genotipe dibedakan berdasarkan jumlah pita yang muncul pada gel poliakrilamida 12%. Penentuan keempat macam genotipe didasarkan pada Malveiro et al. (2001). Genotipe AA merupakan genotipe homozigot yang muncul dua pita. Genotipe AB terbentuk karena dua genotipe homozigot (genotipe AA dan BB) bergabung menjadi heterozigot (muncul empat pita). Genotipe AC terbentuk karena dua genotipe homozigot (genotipe AA dan CC) yang bergabung menjadi heterozigot (muncul tiga pita). Genotipe CC tidak muncul dalam gel poliakrilamida 12% tetapi diasumsikan berdasarkan Malveiro et al. (2001) bahwa genotipe CC adalah satu pita. Genotipe BC terbentuk karena dua genotipe homozigot (genotipe BB dan CC) bergabung menjadi heterozigot (muncul tiga pita). Genotipe BB tidak muncul dalam gel sehingga genotipe ini diasumsikan dua pita sesuai dengan Malveiro et al. (2001). Menurut Bastos et al. (2001) jumlah maksimum pita yang muncul dari satu individu diploid adalah empat pita. Hasil visualisasi pada semua sampel DNA menunjukkan jumlah pita yang muncul yaitu dua, tiga dan empat pita. Penemuan empat macam genotipe dapat dihasilkan tiga macam alel yaitu alel A, B dan C. Pendeteksian keragaman gen GH exon 3 yang ditemukan, didukung oleh Malveiro et al. (2001) yang menemukan dua macam genotipe homozigot (AA dan BB) dan dua pola genotipe heterozigot (AB dan BC) pada gen GH exon 3 dari 108 kambing Algarvia. Hasil pendeteksian yang dilakukan pada penelitian, ditemukan genotipe AC yang bersifat heterozigot dimana genotipe ini tidak ditemukan pada penelitian Malveiro et al. (2001). Genotipe AC diduga dapat mempengaruhi produksi susu kambing. Frekuensi Genotipe dan Alel Hasil analisis frekuensi genotipe pada fragmen gen GH exon 3 pada kambing PE, Saanen dan PESA disajikan pada Tabel 2. Kambing PE, Saanen dan PESA memiliki frekuensi genotipe AB tinggi di tiga lokasi yaitu Ciapus, Sukabumi dan Cariu. 19

31 Tabel 2. Frekuensi Genotipe Gen GH Exon 3 pada Kambing PE, Saanen dan PESA Bangsa Kambing Lokasi Genotipe AA AB AC BC PE Ciapus (n= 20) 0,000 0,900 0,000 0,100 Cariu (n= 28) 0,107 0,821 0,036 0,036 Sukajaya (n= 50) 0,061 0,857 0,082 0,000 Total (n= 98) 0,062 0,856 0,052 0,031 Saanen Cijeruk (n= 21) 0,190 0,762 0,000 0,048 Cariu (n=31) 0,194 0,613 0,161 0,032 Sukabumi (n= 40) 0,054 0,784 0,108 0,054 Total (n= 92) 0,135 0,719 0,101 0,045 PESA Cariu (n= 25) 0,360 0,560 0,080 0,000 Balitnak (n= 19) 0,000 0,789 0,211 0,000 Total (n= 44) 0,205 0,659 0,136 0,000 Keterangan : n = jumlah individu Hasil frekuensi genotipe pada bangsa kambing PE memiliki genotipe AB (0,856) tinggi, sedangkan genotipe AA (0,062), AC (0,052), dan BC (0,031) rendah. Pada bangsa kambing Saanen frekuensi AB (0,719) tinggi juga, kemudian AA (0,135), AC (0,101) dan BC (0,045) rendah. Hal yang sama terjadi pada kambing PESA, frekuensi genotipe AB (0,659) tinggi sedangkan genotipe AA (0,205), AC (0,136) rendah dan genotipe BC (0,000) tidak ditemukan. Hasil frekuensi genotipe pada ketiga bangsa kambing memiliki genotipe tertinggi yaitu AB. Hal ini dikarenakan genotipe AB merupakan pola pita yang dominan muncul pada gel poliakrilamida. Hasil penelitian ini berbeda dengan yang didapatkan oleh Malveiro et al. (2001) yang melaporkan frekuensi genotipe tertinggi pada genotipe BC (0,398), BB (0,333), AB (0,185) dan AA (0,083 ). Perbedaan frekuensi genotipe fragmen GH exon 3 antara kambing PE, Saanen, dan PESA disebabkan oleh perbedaan bangsa ternak. Frekuensi alel adalah frekuensi relatif dari suatu alel dalam populasi atau jumlah suatu alel terhadap total alel yang terdapat dalam suatu populasi (Nei dan Kumar, 2000). Hasil frekuensi alel gen GH dapat dilihat pada Tabel 3. 20

32 Tabel 3. Frekuensi Alel Gen GH Exon 3 pada Kambing PE, Saanen dan PESA Bangsa Kambing Lokasi Alel A B C PE Ciapus (n= 20) 0,450 0,500 0,050 Cariu (n= 28) 0,536 0,429 0,036 Sukajaya (n= 50) 0,531 0,429 0,041 Total (n= 98) 0,515 0,443 0,041 Saanen Cijeruk (n= 21) 0,571 0,405 0,024 Cariu (n=31) 0,581 0,323 0,097 Sukabumi (n= 40) 0,500 0,419 0,081 Total (n= 92) 0,545 0,382 0,073 PESA Cariu (n= 25) 0,680 0,280 0,040 Balitnak (n= 19) 0,500 0,395 0,105 Total (n= 44) 0,602 0,330 0,068 Keterangan : n = jumlah individu Pada kambing PE adalah alel A dan B tinggi. Frekuensi alel A sebesar 0,531 dan alel B sebesar 0,443. Frekuensi alel pada bangsa kambing Saanen memiliki alel A dan B tinggi. Frekuensi alel A dan B sebesar 0,545 dan 0,382. Frekuensi alel pada kambing PESA yaitu alel A dan B tinggi sebesar 0,602 dan 0,330. Sedangkan frekuensi alel C pada ketiga bangsa kambing dihasilkan alel yang rendah. Perbedaan frekeunsi alel dan genotipe disebabkan oleh bangsa ternak. Hasil frekuensi genotipe (Tabel 2) dan alel (Tabel 3) fragmen gen GH exon 3. Frekuensi genotipe pada ketiga bangsa kambing menunjukkan bahwa genotipe AB lebih tinggi dibandingkan genotipe yang lain. Sedangkan frekuensi alel ketiga bangsa kambing yang menunjukkan bahwa alel A dan B memberikan distribusi yang sama. Sehingga hasil frekuensi genotipe dan alel ketiga bangsa kambing pada lokasi berbeda memberikan keragaman (polimorfisme) yang tinggi. Polimorfisme tinggi jika dalam suatu populasi ditemukannya dua atau lebih alel (frekuensi alel atau lebih dari 0,01) (Nei dan Kumar, 2000). Hal ini didukung oleh Falconer and Mackay (1996) menyatakan bahwa sebuah lokus polimorfik ditandai dengan salah satu frekuensi alel kurang dari 0,99. 21

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kambing Kambing Lokal Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kambing Kambing Lokal Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kambing Kambing diklasifikasikam ke dalam kingdom Animalia; phylum Chordata; subphylum Vertebrata; class Mammalia; ordo Artiodactyla; sub-ordo Ruminantia; family Bovidae; sub

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Gen GH exon 3 pada kambing PE, Saanen, dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) berhasil diamplifikasi menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Panjang fragmen

Lebih terperinci

EKSPLORASI GEN GROWTH HORMONE EXON 3 PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE), SAANEN DAN PESA MELALUI TEKNIK PCR-SSCP

EKSPLORASI GEN GROWTH HORMONE EXON 3 PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE), SAANEN DAN PESA MELALUI TEKNIK PCR-SSCP EKSPLORASI GEN GROWTH HORMONE EXON 3 PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE), SAANEN DAN PESA MELALUI TEKNIK PCR-SSCP (Exon 3 Growth Hormone Gene Exploration in Etawah Grade, Saanen and Pesa by PCR-SSCP Method)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 4 Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8). M 1 2 3

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kambing Kambing Peranakan Etawah (PE)

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kambing Kambing Peranakan Etawah (PE) TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kambing Kambing merupakan ternak jenis ruminansia kecil. Kambing pertama kali dijinakkan pada zaman Neolitikum, di daerah Asia bagian Barat. Kambing memiliki kekerabatan yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Perkembangan Kambing Bangsa-bangsa Kambing di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Perkembangan Kambing Bangsa-bangsa Kambing di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Perkembangan Kambing Kambing merupakan hewan piaraan tertua yang didomestikasi setelah anjing dan domba. Domestikasi kambing pertama kali diperkirakan terjadi pada abad 7 sebelum

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang berada di sana.

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN HORMON PERTUMBUHAN (EXON 2) PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE), SAANEN DAN PERSILANGANNYA (PESA) DENGAN METODE PCR-SSCP

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN HORMON PERTUMBUHAN (EXON 2) PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE), SAANEN DAN PERSILANGANNYA (PESA) DENGAN METODE PCR-SSCP IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN HORMON PERTUMBUHAN (EXON 2) PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE), SAANEN DAN PERSILANGANNYA (PESA) DENGAN METODE PCR-SSCP SKRIPSI IRINE DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN HORMON PERTUMBUHAN EXON 4 PADA KAMBING PE, SAANEN DAN PESA DENGAN METODE PCR-SSCP SKRIPSI LENNY ROMAULI MARPAUNG

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN HORMON PERTUMBUHAN EXON 4 PADA KAMBING PE, SAANEN DAN PESA DENGAN METODE PCR-SSCP SKRIPSI LENNY ROMAULI MARPAUNG IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN HORMON PERTUMBUHAN EXON 4 PADA KAMBING PE, SAANEN DAN PESA DENGAN METODE PCR-SSCP SKRIPSI LENNY ROMAULI MARPAUNG DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah.

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Nopember 2010. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetik Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Analisis Polymerase Chain Reaction (PCR) serta analisis penciri Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah

TINJAUAN PUSTAKA. Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Indonesia Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah beradaptasi dengan iklim tropis dan beranak sepanjang tahun. Domba lokal ekor tipis

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR 1 (PIT1) PADA KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DAN SAPI FH (Friesian-Holstein) SKRIPSI RESTU MISRIANTI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN -KASEIN (CSN2) PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH, SAANEN DAN PERSILANGANNYA DENGAN METODE PCR-SSCP

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN -KASEIN (CSN2) PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH, SAANEN DAN PERSILANGANNYA DENGAN METODE PCR-SSCP IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN -KASEIN (CSN2) PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH, SAANEN DAN PERSILANGANNYA DENGAN METODE PCR-SSCP Identification of β-casein Gene Variability (CSN2) in Etawah Grade, Saanen and

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 Amplifikasi gen Pit1 exon 3 pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, BPPT Cikole,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH 62 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan, yaitu dari bulan Oktober 2009 sampai dengan Juni 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Terpadu,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber :

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber : TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein merupakan bangsa sapi perah yang banyak terdapat di Amerika Serikat dengan jumlah sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang ada. Sapi ini

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian 12 METODE PEELITIA Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan April 2010, bertempat di Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. banteng liar. Para ahli meyakini bahwa penjinakan tersebut telah dilakukan sejak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. banteng liar. Para ahli meyakini bahwa penjinakan tersebut telah dilakukan sejak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Sapi Bali Sapi bali (Bos Sondaicus) adalah sapi asli Indonesia hasil domestikasi banteng liar. Para ahli meyakini bahwa penjinakan tersebut telah dilakukan sejak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perserikatan Bangsa Bangsa telah mendirikan FAO Global Strategy for the Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan mengatur pemanfaatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai ekonomi untuk budidaya sapi pedaging. Sapi Pesisir dan sapi Simmental merupakan salah satu jenis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang memiliki banyak bangsa sapi dan hewan-hewan lainnya. Salah satu jenis sapi yang terdapat di Indonesia adalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang

Lebih terperinci

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST AluI) Amplifikasi fragmen gen CAST AluI dilakukan dengan menggunakan mesin PCR dengan kondisi annealing 60 0 C selama 45 detik, dan diperoleh produk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Sapi Friesian Holstein (FH) Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (2009)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Sapi Friesian Holstein (FH) Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (2009) TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) menduduki populasi terbesar hampir di seluruh dunia. Sapi FH berasal dari nenek moyang sapi liar Bos taurus, Typicus primigenius yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing

TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing Kambing diklasifikasikan ke dalam kerajaan Animalia; filum Chordata; subfilum Vertebrata; kelas Mammalia; ordo Artiodactyla; sub-ordo Ruminantia; familia Bovidae; sub-familia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

USULAN PENELITIAN KERJASAMA ANTAR PERGURUAN TINGGI (PEKERTI)

USULAN PENELITIAN KERJASAMA ANTAR PERGURUAN TINGGI (PEKERTI) Kode/Nama Rumpun Ilmu: 216/Produksi Ternak USULAN PENELITIAN KERJASAMA ANTAR PERGURUAN TINGGI (PEKERTI) KERAGAMAN GENETIK DAN PRODUKTIVITAS KAMBING KACANG DI PROVINSI GORONTALO TIM: PENGUSUL Fahrul Ilham,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Kambing Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah dikenal secara luas di Indonesia. Ternak kambing memiliki potensi produktivitas yang cukup

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein Sapi memiliki peran utama dalam evolusi kebudayaan manusia dan penting dalam segi ekonomi. Semua ternak sapi saat ini diperkirakan telah di domestikasi dari Bos

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Materi Sampel Darah Kambing Primer Bahan dan Alat Analisis PCR

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Materi Sampel Darah Kambing Primer Bahan dan Alat Analisis PCR 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni 2010 hingga Januari 2011. Lokasi pengambilan sampel darah dan susu kambing dilakukan di PT Fajar Taurus Dairy Farm dan PT Elang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Ayam Kampung Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia, Phylum : Chordata, Subphylum : Vertebrata,

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Klasifikasi Domba Berdasarkan taksonominya, domba merupakan hewan ruminansia yang berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua domba termasuk kedalam

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini meliputi kegiatan lapang dan kegiatan laboratorium. Kegiatan lapang dilakukan melalui pengamatan dan pengambilan data di Balai

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus sampai September tahun 2011. Sampel ikan berasal dari 3 lokasi yaitu Jawa (Jawa Barat), Sumatera (Jambi),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian Provinsi Jambi Secara geografis terletak pada 00 o 45-02 o 45 lintang selatan dan antara 101 o 10 sampai 104 o 55 bujur timur. Sebelah Utara

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dari empat primer yang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dari empat primer yang BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dari empat primer yang digunakan hanya primer GE 1.10 dengan suhu annealing sebesar 49,5 o C yang dapat dianalisis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Purifikasi DNA Total DNA total yang diperoleh dalam penelitian bersumber dari darah dan bulu. Ekstraksi DNA yang bersumber dari darah dilakukan dengan metode phenolchloroform,

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class

Lebih terperinci

PENETAPAN RUMPUN KAMBING MARICA SEBAGAI PLASMA NUTFAH KAMBING LOKAL ASLI SULAWESI SELATAN Oleh : M. Nuryadi

PENETAPAN RUMPUN KAMBING MARICA SEBAGAI PLASMA NUTFAH KAMBING LOKAL ASLI SULAWESI SELATAN Oleh : M. Nuryadi PENETAPAN RUMPUN KAMBING MARICA SEBAGAI PLASMA NUTFAH KAMBING LOKAL ASLI SULAWESI SELATAN Oleh : M. Nuryadi A. PENDAHULUAN Tahun 2014 ini, Provinsi Sulawesi Selatan melalui Dinas Peternakan dan Kesehatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Suhu Annealing pada Program PCR terhadap Keberhasilan Amplifikasi DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans) Laguna Segara Anakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sangat populer di kalangan petani di Indonesia. Devendra dan Burn (1994)

TINJAUAN PUSTAKA. sangat populer di kalangan petani di Indonesia. Devendra dan Burn (1994) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang sangat populer di kalangan petani di Indonesia. Devendra dan Burn (1994) menyatakan bahwa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kambing merupakan hewan-hewan pertama yang didomestikasi. oleh manusia. Diperkirakan pada mulanya pemburu-pemburu membawa

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kambing merupakan hewan-hewan pertama yang didomestikasi. oleh manusia. Diperkirakan pada mulanya pemburu-pemburu membawa PENDAHULUAN Latar Belakang Kambing merupakan hewan-hewan pertama yang didomestikasi oleh manusia. Diperkirakan pada mulanya pemburu-pemburu membawa pulang anak kambing dari hasil buruannya. Anak-anak kambing

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing 1. Kambing Boer Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi selama lebih dari 65 tahun. Kata "Boer" artinya petani. Kambing Boer

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha peternakan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam secara umum telah dilakukan secara turun temurun meskipun dalam jumlah kecil skala rumah tangga, namun usaha tersebut telah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih Bobot Lahir HASIL DAN PEMBAHASAN Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih Rataan dan standar deviasi bobot lahir kambing PE berdasarkan tipe kelahiran dan jenis kelamin disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Hormon Pertumbuhan (GH) Amplifikasi gen hormon pertumbuhan pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, dan BET Cipelang; serta sapi pedaging (sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Kambing 2.1.1. Kambing Kacang Menurut Mileski dan Myers (2004), kambing diklasifikasikan ke dalam : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Upafamili Genus Spesies Upaspesies

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

POTENSI KERAGAMAN SUMBERDAYA GENETIK KAMBING LOKAL INDONESIA

POTENSI KERAGAMAN SUMBERDAYA GENETIK KAMBING LOKAL INDONESIA POTENSI KERAGAMAN SUMBERDAYA GENETIK KAMBING LOKAL INDONESIA ARON BATUBARA 1, M. DOLOKSARIBU 1 dan BESS TIESNAMURTI 2 1 Loka Penelitian Kambing Potong, Sei Putih, PO Box 1, Galang 20585 2 Balai Penelitian

Lebih terperinci

Lampiran 1 Ekstraksi dan isolasi DNA dengan metode GeneAid

Lampiran 1 Ekstraksi dan isolasi DNA dengan metode GeneAid LAMPIRAN 9 Lampiran 1 Ekstraksi dan isolasi DNA dengan metode GeneAid Satu ruas tungkai udang mantis dalam etanol dipotong dan dimasukkan ke dalam tube 1,5 ml. Ruas tungkai yang telah dipotong (otot tungkai)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Kambing Peranakan Etawah Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo Ruminansia, Famili Bovidae, dan Genus Capra atau Hemitragus (Devendra dan Burns,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit

HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit Amplifikasi DNA mikrosatelit pada sapi Katingan dianalisis menggunakan tiga primer yaitu ILSTS073, ILSTS030 dan HEL013. Ketiga primer tersebut dapat mengamplifikasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Kualitas DNA

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Kualitas DNA HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Sumber DNA pada Aves biasanya berasal dari darah. Selain itu bulu juga dapat dijadikan sebagai alternatif sumber DNA. Hal ini karena pada sebagian jenis Aves memiliki pembuluh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dunia dengan hidup yang sangat beragam dari yang terkecil antara 9 sampai 13 kg

TINJAUAN PUSTAKA. dunia dengan hidup yang sangat beragam dari yang terkecil antara 9 sampai 13 kg TINJAUAN PUSTAKA Asal dan Klasifikasi Ternak Kambing Kingdom Bangsa Famili Subfamili Ordo Subordo Genus Spesies : Animalia : Caprini : Bovidae :Caprinae : Artiodactyla : Ruminansia : Capra : Capra sp.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang cukup banyak dan tersebar luas di wilayah pedesaan. Menurut Murtidjo (1993), kambing Kacang memiliki

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR II. BAHAN DAN METODE Ikan Uji Ikan uji yang digunakan adalah ikan nila hibrida hasil persilangan resiprok 3 strain BEST, Nirwana dan Red NIFI koleksi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Sempur, Bogor.

Lebih terperinci

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum Pendahuluan Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Sapi Lokal Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Sapi Lokal Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Sapi Lokal Indonesia Ternak sapi di Indonesia dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu terak asli, ternak yang telah beradaptasi dan ternak impor (Sarbaini,

Lebih terperinci

Sejarah Kambing. Klasifikasi Kambing. Filum : Chordota (Hewan Tulang Belakang) Kelas : Mamalia (Hewan Menyusui)

Sejarah Kambing. Klasifikasi Kambing. Filum : Chordota (Hewan Tulang Belakang) Kelas : Mamalia (Hewan Menyusui) Sejarah Kambing Kambing lokal (Capra aegagrus hircus) adalah sub spesies dari kambing liar yang tersebar di Asia Barat Daya dan Eropa. Kambing merupakan suatu jenis binatang memamah biak yang berukuran

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 29 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi Laut Sulawesi, Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, Laut Banda, Teluk Tolo, Laut Maluku dan Teluk Tomini (Gambar

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. murni yang masih sedikit dan wawasan peternak masih sangat minim dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. murni yang masih sedikit dan wawasan peternak masih sangat minim dalam 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Lokal Ayam lokal di Indonesia telah lama dikembangkan oleh masyarakat Indonesia dan biasanya sering disebut dengan ayam buras. Ayam buras di Indonesia memiliki perkembangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul Sapi di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul Sapi di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul Sapi di Indonesia MacHugh (1996) menyatakan jika terdapat dua spesies sapi yang tersebar diseluruh dunia yaitu spesies tidak berpunuk dari Eropa, Afrika Barat, dan Asia Utara

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN Penelitian penanda genetik spesifik dilakukan terhadap jenis-jenis ikan endemik sungai paparan banjir Riau yaitu dari Genus Kryptopterus dan Ompok. Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kambing

TINJAUAN PUSTAKA. Kambing TINJAUAN PUSTAKA Kambing Kambing merupakan hewan yang pertama kali didomestikasi dan dipelihara oleh manusia untuk memproduksi daging, susu, kulit, dan serat (Gall, 1981). Kambing telah didomestikasi sejak

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di II. MATERI DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di enam desa yaitu tiga desa di Kecamatan Grokgak dan tiga desa di Kecamatan

Lebih terperinci

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel 7 IV. METODE PENELITIAN Ikan Lais diperoleh dari hasil penangkapan ikan oleh nelayan dari sungaisungai di Propinsi Riau yaitu S. Kampar dan S. Indragiri. Identifikasi jenis sampel dilakukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KOSTA JANTAN DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN

KARAKTERISASI SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KOSTA JANTAN DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN KARAKTERISASI SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KOSTA JANTAN DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN Characterization Quantitative Characters Of Kosta Buck In Pandeglang Regency Province Banten Fajar Purna

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and 23 BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and Cancer Biology of the University of Indonesia (IHVCB-UI), Jl. Salemba

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman dioecious. Jenis kelamin betina menjamin keberlangsungan hidup suatu individu, dan juga penting

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN GROWTH HORMONE RELEASING HORMONE (GHRH) PADA KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DENGAN METODE PCR-RFLP

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN GROWTH HORMONE RELEASING HORMONE (GHRH) PADA KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DENGAN METODE PCR-RFLP IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN GROWTH HORMONE RELEASING HORMONE (GHRH) PADA KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DENGAN METODE PCR-RFLP SKRIPSI ALMIRA PRIMASARI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kambing Perah Kambing Saanen

TINJAUAN PUSTAKA Kambing Perah Kambing Saanen 4 TINJAUAN PUSTAKA Kambing Perah Kambing diklasifikasikan kedalam kingdom Animalia, filum Chordata, subfilum Vertebrata, kelas Mammalia, ordo Artiodactyla, sub-ordo Ruminantia, famili Bovidae, genus Capra

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil persilangan antara Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 1 Bahan tanaman : (a) Tetua IR64; (b) tetua Hawarabunar, dan (c) F 1 (IRxHawarabunar) c a b

METODOLOGI. Gambar 1 Bahan tanaman : (a) Tetua IR64; (b) tetua Hawarabunar, dan (c) F 1 (IRxHawarabunar) c a b METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dua tahap yaitu penanaman padi dan analisis fisiologi dan marka molekuler. Penanaman padi secara gogo pada tanah masam dilakukan di rumah kaca Cikabayan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo ruminansia, famili Bovidae, dan genus Capra atau Hemitragus (Devendra dan Burn, 1994). Kambing

Lebih terperinci

III. Bahan dan Metode

III. Bahan dan Metode III. Bahan dan Metode A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan dari bulan Mei-Juli 2011 yang dilakukan di LPPT UGM Yogyakarta. B. Bahan Penelitian Sampel yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Objek Penelitian Empat spesies burung anggota Famili

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal

TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal Keanekaragaman ternak sapi di Indonesia terbentuk dari sumber daya genetik ternak asli dan impor. Impor ternak sapi Ongole (Bos indicus) atau Zebu yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kambing Kambing Perah

TINJAUAN PUSTAKA Kambing Kambing Perah TINJAUAN PUSTAKA Kambing Kambing merupakan hewan yang sangat penting dalam pertanian subsisten karena kemampuanya yang unik untuk mengadaptasikan dan mempertahankan dirinya dalam lingkungan-lingkungan

Lebih terperinci

Polymorphism of GH, GHRH and Pit-1 Genes of Buffalo

Polymorphism of GH, GHRH and Pit-1 Genes of Buffalo Polymorphism of GH, GHRH and Pit-1 Genes of Buffalo Nama : Rohmat Diyono D151070051 Pembimbing : Cece Sumantri Achmad Farajallah Tanggal Lulus : 2009 Judul : Karakteristik Ukuran Tubuh dan Polimorfisme

Lebih terperinci