Proses Roasting Pasir Monasit dari Kepulauan Bangka Belitung dengan NaOH Padat Menggunakan Muffle Furnace

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Proses Roasting Pasir Monasit dari Kepulauan Bangka Belitung dengan NaOH Padat Menggunakan Muffle Furnace"

Transkripsi

1 Proses Roasting Pasir Monasit dari Kepulauan Bangka Belitung dengan NaOH Padat Menggunakan Muffle Furnace Didied Haryono 1), Hasfi Fajrian Nurly 1), Moch. Setiyadji 2) 1) Jurusan Teknik Metalurgi, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten, Indonesia Jl. Jenderal Sudirman Km 03 Cilegon, Banten 42435, Indonesia 2) Pusat Sains dan Teknologi Akselerator, Badan Tenaga Nuklir Nasional Jl. Barbarsari, PO BOX 6101 ykbb, Yogyakarta 55281, Indonesia Abstrak Logam tanah jarang (LTJ) atau rare earth (RE) adalah salah satu sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Logam tersebut berpotensi digunakan sebagai bahan baku dalam industri elektronik, otomotif, dan militer. Monasit merupakan salah satu bentuk mineral logam tanah jarang yang ketersediannya di alam sangat melimpah di Kepulauan Bangka Belitung yaitu ton (sumber daya tereka) dan ton (cadangan terkira). Pasir monasit diklasifikasikan sebagai mineral fosfat. Fosfat sangat mengganggu pada proses ekstraksi selanjutnya, oleh karena itu dekomposisi fosfat dilakukan sebagai pre-treatment sebelum tahapan ekstraksi. Pre-treatment dilakukan dengan roasting yang ditambahkan NaOH padat selama 120 menit. Pelarutan kalsin hasil roasting dilakukan untuk melarutkan fosfat dengan aquades pada temperatur 80 o C selama 60 menit. Bahan baku pasir monasit dilakukan analisa morfologis permukaan. Perhitungan persen dekomposisi melalui hasil perbandingan analisa fosfat terkandung bahan baku awal dengan filtrat. Analisa persen kadar menggunakan data identifikasi bahan baku awal dengan residu hasil pelarutan menggunakan XRF. Hasil percobaan menunjukkan bahwa persen dekomposisi fosfat paling baik pada temperatur 400 o C dengan klasifikasi ukuran butir -200#. Sedangkan persen kadar LTJ adalah 65,52%. Semakin kecil ukuran partikel dan semakin tinggi temperatur fosfat terdekomopisi semakin tinggi dan terjadi peningkatan kadar kandungan LTJ. Hasil tinjauan secara termodinamika reaksi roasting tersebut dapat berlangsung secara spontan pada (Ce) ΔG o 298 = -1977,71 kj/mol. Tinjauan secara kinetika reaksi laju dikendalikan secara intermediet dengan Energi aktivasi -4,9 kkal/mol. KATA KUNCI : Logam Tanah Jarang, Aplikasi, Regulasi, Persen Dekomposisi, Termodinamika, Laju Reaksi PENDAHULUAN Rare earth (RE) atau dikenal dengan istilah logam tanah jarang (LTJ) merupakan salah satu sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Potensi LTJ dikatakan langka untuk saat ini karena keberadaannya di alam tidak terkonsetrasi pada satu titik tertentu secara melimpah melainkan tersebar merata dengan jumlah yang sedikit [F.Habashi, 2013]. Berdasarkan susunan tabel periodik LTJ merupakan bagian dari unsur deret lantanida (La, Ce, Pr, Nd, Sm, Eu, Gd, Tb, Dy, Ho, Er, Tm, Yb, Lu) ditambah 2 unsur golongan III b yaitu Y dan Sc. Aplikasi dari LTJ didunia industri sangat banyak dapat dilihat pada Gambar 1.1. Secara geologis LTJ tidak ditemukan di bumi sebagai unsur bebas melainkan paduan berbentuk senyawa kompleks. Mineral LTJ tersebut dikelompokkan dalam mineral karbonat, fosfat, oksida, silikat, dan fluorida. Salah satu mineral LTJ yang sudah terdeteksi keberadaannya di Indonesia berbentuk fosfat yaitu monasit ((Ce,La,Nd)PO 4 ) dan senotim (YPO 4 ).

2 7% 20% 18% 5% 20% 30% Gambar 1. Aplikasi Logam Tanah jarang [Pecth, 2012] Others Ceramic Magnetic Materials Catalyst Menurut hasil peninjauan secara geologi pada tahun 2013 komoditas LTJ berbasis potensi monasit tersedia cukup melimpah pada kepulauan Bangka dan Belitung yaitu ton (sumber daya tereka) dan ton (cadangan terkira). Dengan potensi tersebut serta adanya keputusan dalam PERMEN No. 7 Tahun 2012 mengenai produk akhir dari proses metalurgi harus mencapai batas kemurnian yang tinggi dan sesuai dengan Undang-Undang MINERBA No.4 tahun 2009 tentang larangan ekspor mineral mentah, diharapkan menjadi solusi untuk mendorong pengolahan LTJ. Pengolahan LTJ dengan potensi bahan baku berbasis mineral monasit sebagai pemenuhan neraca produksi mineral serta peningkatan nilai tambah dari pengolahan LTJ di Indonesia. Berlandaskan beberapa hal tersebut perlu adanya studi literatur serta penelitian terkait pengolahan LTJ berbasis monasit untuk dapat merealisasikan optimalisasi potensi monasit yang ada di Indonesia. Dalam penelitian ini dilakukan tahap pengolahan LTJ berbasis bahan baku monasit Indonesia dengan proses roasting. Proses roasting merupakan pre-treatment dengan tujuan menghilangkan fosfat yang terkandung dalam mineral monasit. Fosfat yang terkandung dalam mineral monasit sulit dipisahkan sehingga menjadi kendala pada proses selanjutnya apabila tidak dipisahkan. METODE PENELITIAN Penelitian roasting dekomposisi pasir monasit (Kepulauan Bangka Belitung) dilakukan untuk mengetahui dan mempelajari parameter roasting dekomposisi yang meliputi persen dekomposisi dan peningkatan kadar logam. Metode optimasi digunakan untuk penentuan persentase kadar logam dari beberapa variasi variabel tertentu yang memiliki persen dekomposisi paling optimum berdasarkan hasil analisa instrumen kimia. Data-data tersebut kemudian digunakan untuk menentukan pembahasan melalui tinjauan secara termodinamika metalurgi dan kinetika metalurgi pada proses roasting dekomposisi fosfat. Dalam penelitian ini digunakan berbagai analisa instrumentasi kimia sebagai penunjang dalam penentuan pengambilan data. Secara lengkap dan terperinci tahapan proses penelitian dapat

3 dilihat pada diagram alir penelitian (Gambar 2 dan Gambar 3). Gambar 3. Diagram Alir Penelitian Roasting Pasir Monasit (Kepualauan Bangka Belitung) Gambar 2. Diagram Alir Penelitian Mixing Pasir Monasit (Kepualauan Bangka Belitung) HASIL DAN PEMBAHASAN Proses roasting dekomposisi dilakukan pada waktu konstan selama 120 menit. Reaksi utama pada proses tersebut adalah LTJ-PO 4 +3NaOH LTJ(OH) 3 +Na 3 PO 4 LTJ = Logam tanah jarang Proses roasting (batch) dilakukan pada muffle furnace dengan variasi temperatur (350 o C, 400 o C, 450 o C, 500 o C). Proses selanjutnya dilakukan pelarutan natrium fosfat (Na 3 PO 4 ) dari hasil roasting dengan

4 Fosfat Terekomposisi (%) aquades selama 1 jam. Data yang dihasilkan dari distribusi ukuran butir melalui klasifikasi ukuran butir diperoleh persentase sehingga dapat dilambil 4 jenis (tanpa reduksi ukuran #, serta reduksi ukuran #, #, dan -200#) variasi ukuran butir sebagai perbandingan pengaruh pada proses. Berdasarkan Tabel 1 kandungan fosfat pada pasir monasit Indonesia sebesar 11,1%, hal tersebut sangat berpengaruh dan mengganggu pada tahapan ekstraksi pada unsur LTJ yang terkandung. Kandungan unsur LTJ total dari 3 unsur (Ce, Nd, dan Yb) yang terkandung dalam pasir monasit Indonesia sendiri 38,91 % hal tersebut dapat diklasifikasikan sebagai mineral monasit-ce karena kandungan Ce dominan dibandingkan beberapa unsur LTJ yang terdeteksi dari analisa instrumen kimia. 1. Dekomposisi Fosfat dan Peningkatan Kadar LTJ Pelarutan fosfat hasil roasting didasarkan pada NaPO 4 dalam bentuk kalsin pada volum campuran, sehingga proses pelarutan dilakukan dengan aquades pada temperatur 80 o C didasarkan atas pertimbangan kelarutan NaPO4 dalam H2O [H. Perry, 2008]. Waktu pelarutan fosfat selama 60 menit didasarkan atas acuan jurnal penelitian [R. Panda, 2014]. Identifikasi fosfat terdekomposisi menggunakan data hasil analisis P 2 O 5 awal menggunakan SEM/EDS. Perhitungan terdekomposisi fosfat didasarkan pada kandungan bahan awal menggunakan senyawa P 2 O 5 [R. Panda, 2014]. Sedangkan perhitungan sebagai pembanding fosfat terlepas menggunakan data hasil analisa filtrat pelarutan dengan aquades menggunakan HPLC. Tabel 1. Hasil Analisa Kuantitatif Kandungan Bahan Baku Pasir Monasit Indonesia Analisa Senyawa/ Unsur Kandungan (%) Total (%) EDS P 2 O 5 11,01 11,01 Ce 27,30 XRF Nd 16,11 38,91 Yb 6,51 Th 4,6 4, ,40% 92,96% 88,51% 80,74% Temperatur ( o C) Gambar 4. Pengaruh Temperatur Terhadap Persen Terdekomposisi Fosfat pada Klasifikasi ukuran Butir -200#

5 Pada Gambar 4 didapatkan hasil persen dekomposisi fosfat melalui perhitungan dengan data bahan baku awal P 2 O 5 sebesar 11,01% dari hasil analsisis SEM/EDS. Dilihat dari Gambar 4 titik optimum pada variasi temperatur pada ukuran klasifikasi butir -200# didapat 400 o C. Dasar pemilihan titik optimum berdasarkan pertimbangan persen dekomposisi dengan temperatur, pada temperatur 500 o C memang memiliki nilai persen dekomposisi paling tinggi yaitu 92,96% akan temperatur yang tinggi berkaitan dengan konsumsi energi yang besar. Dasar pertimbangan lain pada temperatur 400 o C dekomposisi sudah mencapai 91,40%, dapat diketahui bahwa energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan temperatur mendekomposisi jauh lebih rendah dengan selisih fosfat terdekompisisi hanya 1,56% dari temperatur 500 o C. Pada grafik Gambar 4 terdapat anomali yaitu temperatur 450 o C dimana seharusnya secara teori apabila dibandingkan dengan percobaan yang dilakukan oleh R.Panda peningkatan pesen dekomposisi fosfat meningkat dengan seiring meningkatnya temperatur. Dari anomali tersebut diduga terjadi pergeseran kesetimbangan sehingga pada produk pemebentukan NaPO 4. Dari anomali tersebut didapatkan 2 asumsi yang kemungkinan terjadi melalui teori yang memperkuat, diantaranya : 1. Perubahan konsentrasi atau produk. Pada suatu sistem mekanisme reaksi keadaan setimbang dapat diganggu melalui suatu penambahan atau pengurangan salah satu produk pereaksi ataupun produk reaksi [Yayan S., 2010]. Asumsi yang terjadi saat proses langsung adanya unsur atau gas lain yang ikut bereaksi saat proses berlangsung pada tahap waktu tertentu. Sehingga mekanisme produk yang terjadi akan berusaha mereduksi gangguan penambahan zat atau unsur lain tersebut dan kesetimbangan bergeser perlahan kearah kiri, berdasarkan hukum Le Chatelier. Penambahan zat LTJ-PO 4 + 3NaOH LTJ-(OH) 3 + Na 3 PO 4 Asumsi penambahan zat lain tersebut terjadi karena sisa pencucian (LTJ-OH) yang menempel pada dinding crucible. Sehingga membuat reaksi perlahan tidak setimbang dan mempengaruhi produk NaPO 4 yang dihasilkan. 2. Perubahan Tekanan. Pada sistem reaksi melibatkan gas, perubahan sistem volume pada suhu tetap menyebabkan tekanan sistem berubah, demikian juga tekanan parsial komponen gas pada sistem tersebut

6 Kadar (%) Fosfat Terdekomposisi (%) Kadar (%) [Yayan S., 2010]. Dalam proses roasting yang dilakukan tidak menggunakan gas sama sekali dengan asumsi tekanan 1 atm, hal tersebut bisa terjadi perubahan karena kondisi proses furnace yang dilakukan tidak pada keadaan vakum. Sehingga asumsi yang terjadi terdapatnya udara gas saat proses berlangsung sehingga berkaitan dengan kenaikkan temperatur (berdasarkan persamaan Boyle) dan membuat tekanan kondisi proses meningkat. Dalam reaksi kesetimbangan peningkatan tekanan secara parsial dalam sistem reaksi tertentu akan menggeser posisi kesetimbangan ke arah jumlah molekul paling sedikit, sehingga kemungkinan mempengaruhi pembentukan produk NaPO ,10% 81,60% 85,17% Klasifikasi Ukuran Butir (mesh) 91,40% Gambar 5 Pengaruh Klasifikasi Ukuran Butir Terhadap Persen Terdekomposisi Fosfat pada Temperatur 400 o C Gambar 5 memperlihatkan bahwa pengaruh klasifikasi ukuran butir sangat berperan terhadap persen dekomposisi yang dihasilkan. Semakin kecil ukuran paritkel butir maka semakin banyak jumlah fosfat yang terdekomposisi. Pada grafik Gambar 5 titik paling tertinggi terdapat pada ukuran klasifikasi butir - 200# yaitu 91,40% terdekomposisi fosfatnya. Sedangkan fosfat terdekomposisi terendah pada ukuran klasifikasi butir # yaitu 74,10%. Hal tersebut terjadi karena salah satu faktor yang menunjang laju reaksi adalah luas penampang. Pengaruh Persentase Kadar Terhadap Variasi Temperatur pada Ukuran Butir 200# Temperatur ( o C) (a) Pengaruh Persentase Kadar Terhadap Variasi Klasifikasi Ukuran Butir pada Temperatur 400oC ( ) ( ) ( ) (-200) Ukuran Butir (mesh) (b) Gambar 6 Grafik Pengaruh Persentase Kadar Kandungan LTJ Hasil Roasting Terhadap (a) Temperatur pada Ukuran Butir 200# (b) Klasifikasi Ukuran Butir pada Temperatur 400 o C

7 Intensity (counts) Intensity (counts) Pada Gambar 6 (a), terlihat persentase peningkatan kandungan LTJ tertinggi pada temperatur 350 o C yaitu 70,39%. Hal tersebut merupakan anomali karena berdasarkan hipotesa awal akan terjadi kenaikan apabila temperatur seiring dengan kenaikan persen fosfat terdekomposisi. Akan tetapi ditinjau pada variasi temperatur lain kenaikan persentase kandungan LTJ tidak meningkat sangat signifikan yaitu 1-5%. Pada temperatur yang fosfat terdekomposisi asumsi paling optimum yaitu 400 o C terjadi anomali yaitu penurunan peningkatan kandungan persentase LTJ dan paling terendah diantara ke empat variasi temperatur yaitu 65,25%. Hal yang sama terlihat pada Gambar 6 (b) terdapat anomali pada titik klasifikasi ukuran butir # terdapat penurunan persentase kadar. Pada titik tersebut persentase kadar naik hanya 5,654%, sedangkan pada titik klasifikasi ukuran butir lain terlihat jelas peningkatan kadar yang signfikan. Anomali atau keanehan tersebut terjadi karena banyak faktor diantranya : 1. Saat proses penyaringan. Pada proses penyaringan dari hasil pelarutan fosfat tidak dilakukan pencermatan pada kertas saring sehingga banyak endapan yang terjebak/masih tertinggal dengan kemungkinan endapan tersebut berpengaruh pada persentase kandungan LTJ. Dari proses penyaringan terdapat residu yang lolos pada filtrat sehingga terdapat kemungkinan persentase kandungan LTJ sangat berpengaruh. 2. Tahapan pemindahan bahan. Pada tahapan ini terdapat indikasi kemungkinan pengurangan yang terjadi karena kekurangan cermatan dalam proses pemindahan antara wadah (crucible) dengan gelas beker atau lainnya. Hal tersebut terjadi karena kesulitan mengambil sisa residu yang masih menempel pada dinding wadah sebelumnya. Hal tersebut yang memungkinkan terjadinya indikasi pengurangan kadar LTJ pada bahan Xenotime-(Y), Y ( P O4 ), Zirconium Phosphate, Zr P2 O7, Monazite-(Ce), Ce ( P O4 ), iron diphosphate, Fe2 P2 O7, trineodymium phosphate(v) trioxide, Nd3 ( P O4 ) O3, Ceria, syn, Ce O2, Rutile, syn, Ti O2, Neodymium Oxide, Nd2 O3, Baddeleyite, syn, Zr O2, Yttrium Oxide, Y2 O3, Hematite, syn, Fe2 O3, Lanthanum Oxide, La2 O3, CePO 4 CePO (a) CeO 2 CeO 2 CeO 2 2-theta (deg) theta (deg) (b) Gambar 7. Hasil Analisa XRD (a) bahan baku awal (b) LTJ-OH melalui Parameter Optimum (-200# dan 400 o C) CeO 2 CePO 4

8 Pada Gambar 7 (a) dapat dilihat hasil kuantitatif dari XRD bahwa fosfat (P 2 O 5 ) terpisahkan. Perbandingan dengan Gambar 7 (b) adalah tidak terdeteksi senyawa fosfat yang berikatan dengan unsur LTJ dan senyawa yang terdeteksi berdasarkan hasil analisis tersebut berupa oksida LTJ. 2. Analisa Termodinamika dan Kinetika Secara umum aspek termodinamika mejelaskan suatu reaksi bisa berjalan spontan atau tidak. Secara konseptual proses roasting dekomposisi pasir monasit sudah dihitung dapat berlangsung spontan karena memiliki ΔG o < 0 (lihat perhitungan dibawah). Perhitungan dilakukan pada senyawa LTJ yang bersifat dominan. Salah satunya adalah Ce, berikut merupakan analisa perhitungan secara matematis termodinamika : Ce(OH) OH - Ce(OH) 3 ΔG o 298 = -1296,91 kj/mol 3NaOH (s) Na OH 3 ΔG o 298= 379,4 x 3 = +1138,2 kj/mol Na PO - 4 Na 3 PO 4(s) ΔG o 298= -1819kJ/mol - Ce + PO 4 + 3NaOH (s) Ce(OH) 3 + Na 3 PO 4(s) Kinetika metalurgi adalah salah satu faktor lama waktu atau kecepatan reaksi suatu mekanisme reaksi. Basis perhitungan penentuan laju reaksi dilakukan berdasarkan data persen terdekomposisi dengan persen kadar LTJ. Penetuan mekanisme laju reaksi menggunakan persamaan 1 sebagai salah satu penentuan mekanisme dikendalikan dengan reaksi kimia dan difusi. Persamaan pengendalian laju mekanis reaksi secara difusi dapat dinyatakan sebagai berikut : 1- X- = xt...(1) Untuk memprediksi pengendali laju mekanisme rekasi roasting dekomposisi, persen dekomposisi disubtitusi pada persamaan 1. Dari hasil persamaan tersebut diperoleh data dan diperoleh kemudian diplot grafik terhadap temperatur dan klasifikasi distribusi ukuran partikel. Data dari hasil persamaan tersebut telah diperoleh dan diklasifikasikan pada Tabel 2. ΔG o 298 = -1977,71 kj/mol

9 Hasil Perhitungan Persamaan Laju Reaksi Tabel 2 Data Hasil Perhitungan Pengendali Laju Reaksi Berdasarkan Perse Dekomposisi Fosfat Keterangan Variasi Ukuran butir (mesh) Laju Pengendalian Reaksi Kimia Difusi 1-1- X ,819 0, ,873 0, ,898 0, ,942 0,942 terbesar yang menentukan pengendalian reaksi yaitu secara difusi, walaupun jumlah R 2 tidak jauh berbeda. Hal tersebut tidak berpengaruh pada pada Gambar 8 (b) nilai R 2 sulit ditentukan karena nominal angka sama. Pengaruh Klasifikasi Ukuran Butir Pada Laju Pengendalian Reaksi 2,5 2 R 2 = 0,9821 Teori arhenius memperlihatkan perbandingan dan pengaruh temperatur terhadap laju reaksi melalui plot grafik 1/T 1,5 1 0,5 0 R 2 = 0,9822 Klasifikasi Ukuran Butir (mesh) Klasifikasi Ukuran Butir Vs Laju Reaksi Kimia 1- Klasifikasi Ukuran Butir Vs Laju difusi 1- X- terhadap ln k [Levespiel, 1999]. Gambar 9 merupakan hasil data hasil perhitungan berdasarkan fraksi bereaksi melalui persen fosfat terdekomposisi, sehingga didapat Gambar 8. Grafik Laju Pengendalian Reaksi Berdasarkan Data Persen Fosfat Terdekomposisi Terhadap Klasifikasi Ukuran Butir Berdasarkan Gambar 8 (a) dan (b) dapat dilihat grafik pengaruh variasi temperatur pada klasifikasi ukuran butir - 200# berdasarkan persamaan laju pengendalian mekanisme reaksi kimia atau difusi. Data pada Gambar 8 (a) memiliki nilai R 2 = 0,9822 dan R 2 = 0,9821, apabila dilihat dari besaran R 2 (mengacu pada jurnal R.Panda, 2014) maka nominal dan diketahui kostanta laju reaksi serta energi aktivasi [Perhitungan dan data keseluruhan terlampir]. Kostanta diperoleh berdasarkan dari subtitusi persamaan arhenius. Pada Gambar 9 dapat dilihat sebuah persamaan regresi y = 2506,8x - 26,04 dimana persamaan tersebut apabila dikorelasikan dengan persamaan arhenius ln k = ln A Ea / R.T maka diperoleh sebuah kesamaan. Kesamaan terletak apabila ln k sebagai sumbu y, dan Ea/R.1/T dapat dikatakan sumbu kostanta yang

10 Ln k diiikuti sumbu X. Pada Gambar 9 ditentukan besaran energi aktivasi melalui regresi yang dilakukan dari hasil plot grafik tersebut diperoleh 2506,8 pada variasi ukuran butir pada temperatur optimum (673K). -21,6-21,8-22,2-22,4-22,6-22,8 Pengaruh Energi Aktivasi Terhadap Temperatur ,001 0,002 1/T y = 2506,8x - 26,04 R² = 0,5253 Kostanta pada Variasi Klasifikasi Ukuran Butir Linear (Kostanta pada Variasi Klasifikasi Ukuran Butir) Gambar 9 Pengaruh Energi Aktivasi Terhadap Temperatur dan Klasifikasi Ukuran Butir Berdasarkan Persen Dekomposisi Fosfat Dari data tersebut dapat diketahui bahwa 2507,8 merupakan Ea/R, sehingga Ea diperoleh dari hasil perkalian R atau kostanta gas ideal dan diperoleh 2084,15 j/mol. Setelah dilakukan konversi satuan diperoleh Ea = -4,981 kkal/mol. Penentuan klasifikasi kondisi Ea didasarkan tanpa melihat tanda positif/negatif tersebut. Tanda negatif pada hasil perhitungan energi aktivasi menunjukkan salah satu bukti dari fosfat terdekomposisi melalui pengurangan konsentrasi reaktan [Chang, Raymond. 2007]. Dari data subtitusi plot grafik arhenius sudah dibuktikan bahwa laju dikendalikan secara reaksi kimia. Semua data tersebut didasarkan pada teori Arhenius antara ketergantungan temperatur dengan energi aktivasi melalui [Levespiel, 1999] : 1. Berdasarkan hukum Arhenius plot grafik ln k vs 1/T merupakan persamaan regresi yang ditarik garis lurus, apabila memiliki nilai slope yang besar memiliki nilai energi aktivasi yang besar begitu juga sebaliknya. 2. Reaksi dengan energi aktivasi yang tinggi sangat sensitif terhadap temperatur. Sehingga dari hasil semua perhitungan dan analisa berdasarkan teori laju pengendalian reaksi dikendalikan secara reaksi intermediet karena memilki nilai energi aktivasi diantara klasifikasi pengendalian secara difusi (1-3 kkal/mol) dan reaksi kimia (> 10 kkal/mol). Proses pengendalian laju reaksi kimia dapat

11 dillihat dari hasil subtitusi dan plot grafik pada Gambar 8 dimana nilai R 2 terbesar hasil dari subtitusi regresi rumus difusi, sehingga secara teori dan perhitungan matematis hasil percobaan dilakukan laju pengendalian ini terjadi secara difusi terlebih dahulu kemudia terjadi secara reaksi kimia. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapat kesimpulan bahwa : 1. Bahan baku pasir monasit Indonesia yang digunakan pada penelitian ini memiliki P2O5 11,01%, serta kandungan LTJ (Ce, Nd dan Yb) 38,91%. Klasifikasi bahan baku mineral monasit yang digunakan diklasifikasikan sebagai monasit-ce dengan kandungan Ce sebagai dominan. 2. Proses roasting dekomposisi pasir monasit menggunakan NaOH padat merupakan tahap pre-treatment pada pengolahan mineral dengan tujuan untuk mendekomposisi fosfat yang terkandung. 3. Persen fosfat terdekomposisi paling optimum terdapat pada klasifikasi ukuran partikel -200# pada temperatur 400oC yaitu 91,40%. Temperatur juga berperan sangat penting dalam proses dekomposisi fosfat, semakin tinggi temperatur semakin besar persentase fosfat terdekomposisi dilihat pada temperatur 500 o C dalam klasifikasi ukuran butir -200# fosfat terdekomposisi tertinggi yaitu 92,96%. 4. Hubunngan antara persen dekomposisi fosfat dan persen kadar LTJ terhadap variasi ukuran butir dan temperatur memiliki perbandingan lurus, karena setiap peningkatan persen dekomposisi fosfat persen kadar meningkat pada variabel ukuran butir ataupun temperatur. 5. Mekanisme proses reaksi roasting dekomposisi pasir monasit diketahui melalui penentuan termodinamika reaksi yang diperoleh ΔG o 298 <0 sehingga reaksi berlangsung secara spontan. Faktor kinetika pada proses sebagai penunjang setelah reaksi diketahui berlangsung spontan, diperoleh pengendalian secara reaksi intermediet berdasarkan energi aktivasi dari data persen dekomposisi fosfat dan persen kadar karena nilai energi aktivasi -4,9 kkal/mol. REFERENSI Chrikst. D. E, Lobacheva O. L. dan Berlinskii V Gibbs Energies of Formation of Hydorxides of Lanthanides and Yttrium. ISSN , Russian Journal of Physical Chemistry A, 2010, Vol. 84, No. 12, pp Dean, John A., ed Lange's Handbook of Chemistry (15th ed.). New York: McGraw-Hill. ISBN

12 Eagleson, Mary, ed Google Books Concise Encyclopedia Chemistry. Walter de Gruyter. p ISBN Retrieved F.Habashi Extractive Metallurgy Of Rare Earth.Canadian Institute Mining, Metallurgy, and Petroleoum I. McGill: Rare earth metals, in Handbook of extractive metallurgy, (ed. F. Habashi), ; 1997, Weinheim, WILEY-VCH. Kumari, A, Panda. R., et all Thermal treatment for the separation of phosphate and recovery rare earth metals (REM) from Korean Monazite. Journal of Industrial and Engineering Chemistry xxx Levenspiel, O., Chemical Reaction Engineering 3rd Edition, John Wiley & Sons, USA, 1999 Pecht, Michael G, Kaczmarek Robert E, Song Xin dkk Rare Earth Materials ; Insight and Concerns. Center for Energetic Concepts Development ; CALCE Espc Press; University of Maryland, College Park, Maryland ; USA Perry, Robert H. dan Green Don W Perry s Chemical Engineers Handbook 8th Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc. All rights reserved. Manufactured in the United States of America. Vignes, A Extractive Metallurgy 1 : Basic thermodynamics and kinetics. ISTE Ltd and John Wiley & Sons, Inc ; USA

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Logam tanah jarang (LTJ) atau rare earth elements (REE), atau rare

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Logam tanah jarang (LTJ) atau rare earth elements (REE), atau rare 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Logam tanah jarang (LTJ) atau rare earth elements (REE), atau rare earth (RE) adalah kelompok 17 elemen logam, yang mempunyai sifat kimia yang mirip, yang terdiri

Lebih terperinci

KARAKTERISASI PELINDIAN PRODUK PEMANGGANGAN ALKALI (FRIT) DALAM MEDIA AIR DAN ASAM SULFAT

KARAKTERISASI PELINDIAN PRODUK PEMANGGANGAN ALKALI (FRIT) DALAM MEDIA AIR DAN ASAM SULFAT KARAKTERISASI PELINDIAN PRODUK PEMANGGANGAN ALKALI (FRIT) DALAM MEDIA AIR DAN ASAM SULFAT Vanessa I. Z. Nadeak 1, Suratman 2, Soesaptri Oediyani 3 [1]Mahasiswa Jurusan Teknik Metalurgi Universitas Sultan

Lebih terperinci

PENINGKATAN KADAR NIKEL BIJIH LIMONIT MELALUI PROSES REDUKSI SELEKTIF DENGAN VARIASI WAKTU DAN PERSEN REDUKTOR

PENINGKATAN KADAR NIKEL BIJIH LIMONIT MELALUI PROSES REDUKSI SELEKTIF DENGAN VARIASI WAKTU DAN PERSEN REDUKTOR PENINGKATAN KADAR NIKEL BIJIH LIMONIT MELALUI PROSES REDUKSI SELEKTIF DENGAN VARIASI WAKTU DAN PERSEN REDUKTOR Muhammad Ikhwanul Hakim 1,a, Andinnie Juniarsih 1, Iwan Setiawan 2 1 Jurusan Teknik Metalurgi,

Lebih terperinci

KINETIKA PELARUTAN ITRIUM HIDROKSIDA DALAM HCl

KINETIKA PELARUTAN ITRIUM HIDROKSIDA DALAM HCl J. Iptek Nuklir Ganendra Vol. 14 No. 1 Januari 211 (28 38) ISSN 141-6957 KINETIKA PELARUTAN ITRIUM HIDROKSIDA DALAM HCl MV Purwani, Suyanti Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan BATAN Yogyakarta

Lebih terperinci

Eksplorium ISSN Volume 32 No. 2, November 2011:

Eksplorium ISSN Volume 32 No. 2, November 2011: Eksplorium ISSN 0854 1418 Volume 32 No. 2, November 2011: 115-124 PENENTUAN KONDISI PELARUTAN RESIDU DARI HASIL PELARUTAN PARSIAL MONASIT BANGKA Sumarni *), Riesna Prassanti *), Kurnia Trinopiawan *),

Lebih terperinci

DIGESTI MONASIT BANGKA DENGAN ASAM SULFAT

DIGESTI MONASIT BANGKA DENGAN ASAM SULFAT DIGESTI MONASIT BANGKA DENGAN ASAM SULFAT Riesna Prassanti Pusat Pengembangan Geologi Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional Jalan Lebak Bulus Raya No. 9 Jakarta Selatan, Indonesia Email : riesna@batan.go.id

Lebih terperinci

PENENTUAN KONDISI PELARUTAN RESIDU DARI HASIL PELARUTAN PARSIAL MONASIT BANGKA

PENENTUAN KONDISI PELARUTAN RESIDU DARI HASIL PELARUTAN PARSIAL MONASIT BANGKA PENENTUAN KONDISI PELARUTAN RESIDU DARI HASIL PELARUTAN PARSIAL MONASIT BANGKA Sumarni, Riesna Prassanti, Kurnia Trinopiawan, Sumiarti dan Hafni Lissa. N Pusat Pengembangan Geologi Nuklir - BATAN Jl. Lebak

Lebih terperinci

Jason Mandela's Lab Report

Jason Mandela's Lab Report LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK I PERCOBAAN-6 PENENTUAN KINETIKA ESTER SAPONIFIKASI DENGAN METODE KONDUKTOMETRI Disusun Oleh: Nama : Jason Mandela NIM :2014/365675/PA/16132 Partner Fakultas/Prodi Hari/Tanggal/Jam

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN FLUX DOLOMITE PADA PROSES CONVERTING PADA TEMBAGA MATTE MENJADI BLISTER

PENGARUH PENAMBAHAN FLUX DOLOMITE PADA PROSES CONVERTING PADA TEMBAGA MATTE MENJADI BLISTER JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-xxxx Print) 1 PENGARUH PENAMBAHAN FLUX DOLOMITE PADA PROSES CONVERTING PADA TEMBAGA MATTE MENJADI BLISTER Girindra Abhilasa dan Sungging

Lebih terperinci

II. PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES

II. PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES 10 II. PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES A. Proses Pembuatan Disodium Fosfat Anhidrat Secara umum pembuatan disodium fosfat anhidrat dapat dilakukan dengan 2 proses berdasarkan bahan baku yang digunakan, yaitu

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Lanthanum Oxide dari Tin Sand Kapasitas ton/tahun

Prarancangan Pabrik Lanthanum Oxide dari Tin Sand Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Volume ekspor timah Indonesia saat ini merupakan terbesar di dunia yaitu mencapai 80 ribu ton pada tahun 2014 sehingga dapat menguasai 30% kebutuhan timah global dan ikut

Lebih terperinci

PERCOBAAN 3 PERSAMAAN ARRHENIUS DAN ENERGI AKTIVASI

PERCOBAAN 3 PERSAMAAN ARRHENIUS DAN ENERGI AKTIVASI LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA Nama : Any Kurniawati Kelompok : 6 NIM : 4301410009 Prodi/Jurusan : Pend. Kimia/Kimia Dosen : Ir. Sri Wahyuni, M.Si Tanggal Praktikum : 19 September 2012 Teman kerja : Fitriya

Lebih terperinci

Eksplorium ISSN Volume 33 No. 2, November 2012:

Eksplorium ISSN Volume 33 No. 2, November 2012: Eksplorium ISSN 0854 1418 Volume 33 No. 2, November 2012: 121-128 PENGENDAPAN UNSUR TANAH JARANG HASIL DIGESTI MONASIT BANGKA MENGGUNAKAN ASAM SULFAT M. Anggraini, Sumarni, Sumiarti, Rusyidi S, Sugeng

Lebih terperinci

Jason Mandela's Lab Report

Jason Mandela's Lab Report LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK I PERCOBAAN-4 KINETIKA ADSORPSI Disusun Oleh: Nama : Jason Mandela NIM :2014/365675/PA/16132 Partner : - Dwi Ratih Purwaningsih - Krisfian Tata AP - E Devina S - Fajar Sidiq

Lebih terperinci

BAB II URAIAN PROSES. Benzil alkohol dikenal pula sebagai alpha hidroxytoluen, phenyl methanol,

BAB II URAIAN PROSES. Benzil alkohol dikenal pula sebagai alpha hidroxytoluen, phenyl methanol, 7 BB II URIN PROSES.. Jenis-Jenis Proses Benzil alkohol dikenal pula sebagai alpha hidroxytoluen, phenyl methanol, atau phenyl carbinol. Benzil alkohol mempunyai rumus molekul 6 H 5 H OH. Proses pembuatan

Lebih terperinci

KINETIKA REAKSI PEMBUATAN KALSIUM KARBONAT DARI LIMBAH PUPUK ZA DENGAN PROSES SODA. Suprihatin, Ambarita R.

KINETIKA REAKSI PEMBUATAN KALSIUM KARBONAT DARI LIMBAH PUPUK ZA DENGAN PROSES SODA. Suprihatin, Ambarita R. KINETIKA REAKSI PEMBUATAN KALSIUM KARBONAT DARI LIMBAH PUPUK ZA DENGAN PROSES SODA Suprihatin, Ambarita R. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri UPN Veteran Jawa Timur Jl. Raya Rungkut Madya

Lebih terperinci

B T A CH C H R EAC EA T C OR

B T A CH C H R EAC EA T C OR BATCH REACTOR PENDAHULUAN Dalam teknik kimia, Reaktor adalah suatu jantung dari suatu proses kimia. Reaktor kimia merupakan suatu bejana tempat berlangsungnya reaksi kimia. Rancangan dari reaktor ini tergantung

Lebih terperinci

PENGARUH GARAM Al(NO 3 ) 3 TERHADAP EKSTRAKSI ITRIUM DARI KONSENTRAT LOGAM TANAH JARANG

PENGARUH GARAM Al(NO 3 ) 3 TERHADAP EKSTRAKSI ITRIUM DARI KONSENTRAT LOGAM TANAH JARANG A.N. Bintarti, dkk. ISSN 0216-3128 213 PENGARUH GARAM Al(NO 3 ) 3 TERHADAP EKSTRAKSI ITRIUM DARI KONSENTRAT LOGAM TANAH JARANG AN. Bintarti, Bambang EHB Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan BATAN

Lebih terperinci

PEMBUATAN OKSIDA LOGAM TANAH JARANG DARI UMPAN HASIL DIJESTI PASIR SENOTIM DENGAN CARA PENGENDAPAN DAN KALSINASI

PEMBUATAN OKSIDA LOGAM TANAH JARANG DARI UMPAN HASIL DIJESTI PASIR SENOTIM DENGAN CARA PENGENDAPAN DAN KALSINASI 120 PEMBUATAN OKSIDA LOGAM TANAH JARANG DARI UMPAN HASIL DIJESTI PASIR SENOTIM DENGAN CARA PENGENDAPAN DAN KALSINASI Murdani Soemarsono dan Dwi Biyantoro P3TM BATAN ABSTRAK PEMBUATAN OKSIDA LOGAM TANAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemakaian batubara sebagai sumber energi telah menjadi salah satu pilihan di Indonesia sejak harga bahan bakar minyak (BBM) berfluktuasi dan cenderung semakin mahal.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM DINAMIKA KIMIA JUDUL PERCOBAAN : PENENTUAN LAJU REAKSI IODINASI ASETON DALAM SUASANA ASAM. Nama : SantiNurAini NRP :

LAPORAN PRAKTIKUM DINAMIKA KIMIA JUDUL PERCOBAAN : PENENTUAN LAJU REAKSI IODINASI ASETON DALAM SUASANA ASAM. Nama : SantiNurAini NRP : LAPORAN PRAKTIKUM DINAMIKA KIMIA JUDUL PERCOBAAN : PENENTUAN LAJU REAKSI IODINASI ASETON DALAM SUASANA ASAM Nama : SantiNurAini NRP : 1413100048 Tanggal Praktikum : 28 April 2015 Nama Asisten : Mas Mattius

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam tahapan sintesis ligan meliputi laboratory set dengan labu leher tiga, thermolyne sebagai pemanas, dan neraca analitis untuk penimbangan

Lebih terperinci

I.1 Deskripsi Topik Penelitian dan Latar Belakang

I.1 Deskripsi Topik Penelitian dan Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Deskripsi Topik Penelitian dan Latar Belakang Monasit merupakan salah satu mineral yang banyak mengandung unsur logam tanah jarang (LTJ) atau logam dari golongan lantanida. Keberadaan

Lebih terperinci

PENGARUH RASIO ASAM SULFAT TERHADAP ASAM NITRAT PADA SINTESIS NITROBENZENA DALAM CSTR

PENGARUH RASIO ASAM SULFAT TERHADAP ASAM NITRAT PADA SINTESIS NITROBENZENA DALAM CSTR PENGRUH RSIO SM SULFT TERHDP SM NITRT PD SINTESIS NITROBENZEN DLM CSTR Rudy gustriyanto 1), Lanny Sapei ), Reny Setiawan 3), Gabriella Rosaline 4) 1),),3),4) Teknik Kimia, Universitas Surabaya Jl. Raya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Fosfor (P) merupakan unsur hara makro yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah

I. PENDAHULUAN. Fosfor (P) merupakan unsur hara makro yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Fosfor (P) merupakan unsur hara makro yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah besar. Bentuk P di dalam tanah terdiri dari bentuk organik dan anorganik. Bentuk P organik ditemukan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA PERSAMAAN ARRHENIUS DAN ENERGI AKTIVASI

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA PERSAMAAN ARRHENIUS DAN ENERGI AKTIVASI LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA PERSAMAAN ARRHENIUS DAN ENERGI AKTIVASI OLEH : KELOMPOK III Nama : Rifqi Munip (061330401022) Riska (061330401023) Sarah Swasti Putri (061330401024) Siti Nurjanah (061330401025)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

LAPORAN PERSAMAAN ARRHENIUS DAN ENERGI AKTIVASI

LAPORAN PERSAMAAN ARRHENIUS DAN ENERGI AKTIVASI LAPORAN PERSAMAAN ARRHENIUS DAN ENERGI AKTIVASI I. Tujuan Percobaan 1. Mempelajari pengaruh suhu terhadap laju reaksi 2. Menghitung energi aktivasi (Ea) dengan menggunakan persamaan Arrhenius II. Dasar

Lebih terperinci

II. PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES

II. PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES II. PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES A. Pemilihan Proses Usaha produksi dalam pabrik kimia membutuhkan berbagai sistem proses dan sistem pemroses yang dirangkai dalam suatu sistem proses produksi yang disebut

Lebih terperinci

PENELITIAN LOGAM TANAH JARANG DI INDONESIA. Isyatun Rodliyah

PENELITIAN LOGAM TANAH JARANG DI INDONESIA. Isyatun Rodliyah PENELITIAN LOGAM TANAH JARANG DI INDONESIA Isyatun Rodliyah Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara tekmira isya@tekmira.esdm.go.id S A R I Logam tanah jarang (LTJ) memegang peranan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini didahului dengan perlakuan awal bahan baku untuk mengurangi pengotor yang terkandung dalam abu batubara. Penentuan pengaruh parameter proses dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

PENGENDAPAN URANIUM DAN THORIUM HASIL PELARUTAN SLAG II URANIUM AND THORIUM PRECIPITATION FROM SOLUTION OF SLAG II

PENGENDAPAN URANIUM DAN THORIUM HASIL PELARUTAN SLAG II URANIUM AND THORIUM PRECIPITATION FROM SOLUTION OF SLAG II Eksplorium ISSN 0854 1418 Volume 36 No. 2, November 2015: 125 132 PENGENDAPAN URANIUM DAN THORIUM HASIL PELARUTAN SLAG II URANIUM AND THORIUM PRECIPITATION FROM SOLUTION OF SLAG II Mutia Anggraini*, Budi

Lebih terperinci

Pulp dan kayu - Cara uji kadar lignin - Metode Klason

Pulp dan kayu - Cara uji kadar lignin - Metode Klason Standar Nasional Indonesia ICS 85.040 Pulp dan kayu - Cara uji kadar lignin - Metode Klason Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

MODUL 1 TERMOKIMIA. A. Hukum Pertama Termodinamika. B. Kalor Reaksi

MODUL 1 TERMOKIMIA. A. Hukum Pertama Termodinamika. B. Kalor Reaksi MODUL 1 TERMOKIMIA Termokimia adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara energi panas dan energi kimia. Sebagai prasyarat untuk mempelajari termokimia, kita harus mengetahui tentang perbedaan kalor (Q)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit Penelitian ini menggunakan zeolit alam yang berasal dari Lampung dan Cikalong, Jawa Barat. Zeolit alam Lampung

Lebih terperinci

KINETIKA REAKSI HIDROLISA PATI DARI KULIT NANGKA DENGAN KATALISATOR ASAM CHLORIDA MENGGUNAKAN TANGKI BERPENGADUK

KINETIKA REAKSI HIDROLISA PATI DARI KULIT NANGKA DENGAN KATALISATOR ASAM CHLORIDA MENGGUNAKAN TANGKI BERPENGADUK KINETIKA REAKSI HIDROLISA PATI DARI KULIT NANGKA DENGAN KATALISATOR ASAM CHLORIDA MENGGUNAKAN TANGKI BERPENGADUK Indra B.K. 1), Retno D. 2) Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, UPN

Lebih terperinci

Eksplorium ISSN Volume 33 No. 1, Mei 2012: 41-54

Eksplorium ISSN Volume 33 No. 1, Mei 2012: 41-54 Eksplorium ISSN 0854 1418 Volume 33 No. 1, Mei 2012: 41-54 DIGESTI MONASIT BANGKA DENGAN ASAM SULFAT Riesna Prassanti Pusat Pengembangan Geologi Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional Jalan Lebak Bulus Raya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Tujuan Percobaan 1.3. Manfaat Percobaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Tujuan Percobaan 1.3. Manfaat Percobaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring sedang berkembangnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pada bidang perindustrian di Indonesia, beragam industri terus melakukan inovasi dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. FeO. CO Fe CO 2. Fe 3 O 4. Fe 2 O 3. Gambar 2.1. Skema arah pergerakan gas CO dan reduksi

BAB II DASAR TEORI. FeO. CO Fe CO 2. Fe 3 O 4. Fe 2 O 3. Gambar 2.1. Skema arah pergerakan gas CO dan reduksi BAB II DASAR TEORI Pengujian reduksi langsung ini didasari oleh beberapa teori yang mendukungnya. Berikut ini adalah dasar-dasar teori mengenai reduksi langsung yang mendasari penelitian ini. 2.1. ADSORPSI

Lebih terperinci

ANALISA KINETIKA REAKSI PROSES REDUKSI LANGSUNG BIJIH BESI LATERIT SKRIPSI. Oleh Rosoebaktian Simarmata

ANALISA KINETIKA REAKSI PROSES REDUKSI LANGSUNG BIJIH BESI LATERIT SKRIPSI. Oleh Rosoebaktian Simarmata ANALISA KINETIKA REAKSI PROSES REDUKSI LANGSUNG BIJIH BESI LATERIT SKRIPSI Oleh Rosoebaktian Simarmata 04 04 04 06 58 DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA GANJIL

Lebih terperinci

TINGKAT PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA-PT) SUB KIMIA FISIK. 16 Mei Waktu : 120menit

TINGKAT PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA-PT) SUB KIMIA FISIK. 16 Mei Waktu : 120menit OLIMPIADE NASIONAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM TINGKAT PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA-PT) BIDANG KIMIA SUB KIMIA FISIK 16 Mei 2017 Waktu : 120menit Petunjuk Pengerjaan H 1. Tes ini terdiri atas

Lebih terperinci

KESETIMBANGAN. titik setimbang

KESETIMBANGAN. titik setimbang KESETIMBANGAN STANDART KOMPETENSI;. Memahami kinetika reaksi, kesetimbangan kimia, dan faktor-faktor yang berpengaruh, serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. KOMPETENSI DASAR;.. Menjelaskan kestimbangan

Lebih terperinci

II. PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES. dalam alkohol (Faith and Keyes,1957).

II. PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES. dalam alkohol (Faith and Keyes,1957). II. PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES A. Jenis-Jenis Proses Aluminium sulfat atau yang lebih dikenal dengan tawas merupakan salah satu bahan kimia yang sangat diperlukan baik dalam industri pengolahan air. Alum

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 ALAT DAN BAHAN Pada penelitian ini alat-alat yang digunakan meliputi: 1. Lemari oven. 2. Pulverizing (alat penggerus). 3. Spatula/sendok. 4. Timbangan. 5. Kaca arloji

Lebih terperinci

Termodinamika dan Kesetimbangan Kimia

Termodinamika dan Kesetimbangan Kimia Termodinamika dan Kesetimbangan Kimia Dalam kesetimbangan kimia terdapat 2 reaksi yaitu reaksi irreversible dan reaksi reversible. Reaksi irreversible (reaksi searah) adalah reaksi yang berlangsung searah.

Lebih terperinci

SIFAT TERMODINAMIK SISTEM BINER 1-PROPANOL-AIR*) Oleh: Isana SYL**)

SIFAT TERMODINAMIK SISTEM BINER 1-PROPANOL-AIR*) Oleh: Isana SYL**) SIFAT TERMODINAMIK SISTEM BINER 1-PROPANOL-AIR*) Oleh: Isana SYL**) isana_supiah @uny.ac.id ABSTRAK Sifat-sifat fisik suatu sistem dapat dipelajari dengan menentukan besaran termodinamik sistem itu. Besaran

Lebih terperinci

KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI TEMPERATUR

KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI TEMPERATUR LAPORAN RESMI PRAKTIKUM KIMIA FISIKA KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI TEMPERATUR Disusun oleh : 1. Juliana Sari Moelyono 6103008075 2. Hendra Setiawan 6103008098 3. Ivana Halingkar 6103008103 4. Lita Kuncoro 6103008104

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 ANALISIS MINEROLOGI DAN KOMPOSISI KIMIA BIJIH LIMONITE Tabel 4.1. Komposisi Kimia Bijih Limonite Awal Sampel Ni Co Fe SiO 2 CaO MgO MnO Cr 2 O 3 Al 2 O 3 TiO 2 P 2 O 5 S

Lebih terperinci

Bab 4 Termodinamika Kimia

Bab 4 Termodinamika Kimia Bab 4 Termodinamika Kimia Kimia Dasar II, Dept. Kimia, FMIPA-UI, 2009 Keseimbangan Pada keseimbangan Tidak stabil Stabil secara lokal Lebih stabil 2 2 Hukum Termodinamika Pertama Energi tidak dapat diciptakan

Lebih terperinci

BAB IV DATA HASIL PENELITIAN

BAB IV DATA HASIL PENELITIAN BAB IV DATA HASIL PENELITIAN 4.1. DATA KARAKTERISASI BAHAN BAKU Proses penelitian ini diawali dengan karakterisasi sampel batu besi yang berbentuk serbuk. Sampel ini berasal dari kalimantan selatan. Karakterisasi

Lebih terperinci

SIFAT TERMODINAMIK SISTEM BINER ETANOL-AIR*) Oleh: Isana SYL**)

SIFAT TERMODINAMIK SISTEM BINER ETANOL-AIR*) Oleh: Isana SYL**) SIFAT TERMODINAMIK SISTEM BINER ETANOL-AIR*) Oleh: Isana SYL**) ABSTRAK Sifat-sifat fisik suatu sistem dapat dipelajari dengan menentukan besaran termodinamik sistem itu. Campuran dapat bersifat ideal

Lebih terperinci

OPTIMASI PARAMETER PENGHILANGAN SCALE PADA BAJA LEMBARAN PANAS

OPTIMASI PARAMETER PENGHILANGAN SCALE PADA BAJA LEMBARAN PANAS OPTIMASI PARAMETER PENGHILANGAN SCALE PADA BAJA LEMBARAN PANAS I. Diponegoro, Iwan, H. Ahmad, Y. Bindar Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha No.10,

Lebih terperinci

c. Suhu atau Temperatur

c. Suhu atau Temperatur Pada laju reaksi terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi laju reaksi. Selain bergantung pada jenis zat yang beraksi laju reaksi dipengaruhi oleh : a. Konsentrasi Pereaksi Pada umumnya jika konsentrasi

Lebih terperinci

OPTIMASI PROSES PEMBUATAN OKSIDA LOGAM TANAH JARANG DARI PASIR SENOTIM DAN ANALISIS PRODUK DENGAN SPEKTROMETER PENDAR SINAR-X

OPTIMASI PROSES PEMBUATAN OKSIDA LOGAM TANAH JARANG DARI PASIR SENOTIM DAN ANALISIS PRODUK DENGAN SPEKTROMETER PENDAR SINAR-X OPTIMASI PROSES PEMBUATAN OKSIDA LOGAM TANAH JARANG DARI PASIR SENOTIM DAN ANALISIS PRODUK DENGAN SPEKTROMETER PENDAR SINAR-X BANGUN WASITO (1), DWI BIYANTORO (2) (1) STTN BATAN (2) PTAPB BATAN Abstrak

Lebih terperinci

Laporan Kimia Fisik KI-3141

Laporan Kimia Fisik KI-3141 Laporan Kimia Fisik KI-3141 PERCOBAAN M-2 PENENTUAN LAJU REAKSI DAN TETAPAN LAJU REAKSI Nama : Kartika Trianita NIM : 10510007 Kelompok : 2 Tanggal Percobaan : 2 November 2012 Tanggal Laporan : 9 November

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa II. DESKRIPSI PROSES A. Macam - Macam Proses Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses sebagai berikut: 1. Proses Calcium Chloride-Sodium Carbonate Double Decomposition

Lebih terperinci

BAB II URAIAN PROSES. Benzil alkohol dikenal pula sebagai alpha hidroxytoluen, phenyl methanol,

BAB II URAIAN PROSES. Benzil alkohol dikenal pula sebagai alpha hidroxytoluen, phenyl methanol, 7 BAB II URAIAN PROSES 2.1. Jenis-Jenis Proses Benzil alkohol dikenal pula sebagai alpha hidroxytoluen, phenyl methanol, atau phenyl carbinol. Benzil alkohol mempunyai rumus molekul C 6 H 5 CH 2 OH. Proses

Lebih terperinci

kimia LAJU REAKSI 1 TUJUAN PEMBELAJARAN

kimia LAJU REAKSI 1 TUJUAN PEMBELAJARAN KTSP & K-13 kimia K e l a s XI LAJU REAKSI 1 TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami konsep molaritas. 2. Memahami definisi dan faktor-faktor

Lebih terperinci

Kesetimbangan dinamis adalah keadaan dimana dua proses yang berlawanan terjadi dengan laju yang sama, akibatnya tidak terjadi perubahan bersih dalam

Kesetimbangan dinamis adalah keadaan dimana dua proses yang berlawanan terjadi dengan laju yang sama, akibatnya tidak terjadi perubahan bersih dalam Kesetimbangan dinamis adalah keadaan dimana dua proses yang berlawanan terjadi dengan laju yang sama, akibatnya tidak terjadi perubahan bersih dalam sistem pada kesetimbangan Uap mengembun dengan laju

Lebih terperinci

SIFAT TERMODINAMIK SISTEM BINER METANOL-AIR*) Oleh: Isana SYL**)

SIFAT TERMODINAMIK SISTEM BINER METANOL-AIR*) Oleh: Isana SYL**) SIFAT TERMODINAMIK SISTEM BINER METANOL-AIR*) Oleh: Isana SYL**) isana_supiah @uny.ac.id ABSTRAK Sifat-sifat fisik suatu sistem dapat dipelajari dengan menentukan besaran termodinamik sistem itu. Campuran

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari - Mei 2015 di Laboratorium Kimia

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari - Mei 2015 di Laboratorium Kimia 25 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari - Mei 2015 di Laboratorium Kimia Anorganik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

PEMISAHAN U DARI Th PADA MONASIT DENGAN METODE EKSTRAKSI PELARUT ALAMINE

PEMISAHAN U DARI Th PADA MONASIT DENGAN METODE EKSTRAKSI PELARUT ALAMINE PEMISAHAN U DARI Th PADA MONASIT DENGAN METODE EKSTRAKSI PELARUT ALAMINE Kurnia Trinopiawan, Riesna Prassanti, Sumarni, Rudi Pudjianto Pusat Pengembangan Geologi Nuklir BATAN Kawasan PPTN Pasar Jum at,

Lebih terperinci

VERIFIKASI METODA GRAVIMETRI UNTUK PENENTUAN THORIUM

VERIFIKASI METODA GRAVIMETRI UNTUK PENENTUAN THORIUM VERIFIKASI METODA GRAVIMETRI UNTUK PENENTUAN THORIUM Syamsul Fatimah, Rahmiati, Yoskasih Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir BATAN ABSTRAK VERIFIKASI METODA GRAVIMETRI UNTUK PENENTUAN THORIUM. Telah dilakukan

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA 4

LEMBAR KERJA SISWA 4 88 LEMBAR KERJA SISWA 4 Mata Pelajaran Kelas/Semester Materi Pokok Submateri Pokok Alokasi Waktu : Kimia : I/ganjil : Laju Reaksi : Teori Tumbukan : 2 x 45 menit Standar Kompetensi Memahami Kinetika Reaksi,

Lebih terperinci

Pembuatan Kristal Tembaga Sulfat Pentahidrat (CuSO 4.5H 2 O) dari Tembaga Bekas Kumparan

Pembuatan Kristal Tembaga Sulfat Pentahidrat (CuSO 4.5H 2 O) dari Tembaga Bekas Kumparan JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-121 Pembuatan Kristal Tembaga Sulfat Pentahidrat (CuSO 4.5H 2 O) dari Tembaga Bekas Kumparan Fitrony, Rizqy Fauzi, Lailatul

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. KARAKTERISTIK BATUBARA Sampel batubara yang digunakan dalam eksperimen adalah batubara subbituminus. Dengan pengujian proksimasi dan ultimasi yang telah dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai Agustus 2013 di Laboratorium Riset dan Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI PROSES. Kalsium hidroksida adalah senyawa kimia dengan rumus kimia Ca(OH)2. Dalam

BAB II DESKRIPSI PROSES. Kalsium hidroksida adalah senyawa kimia dengan rumus kimia Ca(OH)2. Dalam BAB II DESKRIPSI PROSES Kalsium hidroksida adalah senyawa kimia dengan rumus kimia Ca(OH)2. Dalam bahasa Inggris, kalsium hidroksida juga dinamakan slaked lime, atau hydrated lime (kapur yang di-airkan).

Lebih terperinci

KINETIKA REAKSI PEMBENTUKAN KALIUM SULFAT DARI EKSTRAK ABU JERAMI PADI DENGAN ASAM SULFAT

KINETIKA REAKSI PEMBENTUKAN KALIUM SULFAT DARI EKSTRAK ABU JERAMI PADI DENGAN ASAM SULFAT Pramitha Ariestyowati: Kinetika reaksi pembentukan kalium sulfat dari ekstrak abu jerami padi dengan asam sulfat KINETIKA REAKSI PEMBENTUKAN KALIUM SULFAT DARI EKSTRAK ABU JERAMI PADI DENGAN ASAM SULFAT

Lebih terperinci

Purwanti Widhy H, M.Pd. Laju Reaksi

Purwanti Widhy H, M.Pd. Laju Reaksi Purwanti Widhy H, M.Pd Laju Reaksi SK, KD dan Indikator Kemolaran Konsep Laju Reaksi Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi Evaluasi Referensi Selesai Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar & Indikator

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Sebelum dilakukan sintesis katalis Cu/ZrSiO 4, serbuk zirkon (ZrSiO 4, 98%) yang didapat dari Program Studi Metalurgi ITB dicuci terlebih dahulu menggunakan larutan asam nitrat 1,0

Lebih terperinci

KEMURNIAN DAN NILAI FAKTOR PEMISAHAN TRANSPOR UNSUR La TERHADAP UNSUR Nd, Gd, Lu DENGAN TEKNIK MEMBRAN CAIR BERPENDUKUNG

KEMURNIAN DAN NILAI FAKTOR PEMISAHAN TRANSPOR UNSUR La TERHADAP UNSUR Nd, Gd, Lu DENGAN TEKNIK MEMBRAN CAIR BERPENDUKUNG KEMURNIAN DAN NILAI FAKTOR PEMISAHAN TRANSPOR UNSUR La TERHADAP UNSUR Nd, Gd, Lu DENGAN TEKNIK MEMBRAN CAIR BERPENDUKUNG Djabal Nur Basir Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Hasanuddin, Makassar

Lebih terperinci

BAB II. DESKRIPSI PROSES

BAB II. DESKRIPSI PROSES BAB II. DESKRIPSI PROSES Proses pembuatan Dicalcium Phosphate Dihydrate (DCPD) dipilih berdasarkan bahan baku yang akan digunakan karena proses yang akan berlangsung dan produk yang akan dihasilkan akan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis P-larut batuan fosfat yang telah diasidulasi dapat dilihat pada Tabel

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis P-larut batuan fosfat yang telah diasidulasi dapat dilihat pada Tabel 26 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 P-larut Hasil analisis P-larut batuan fosfat yang telah diasidulasi dapat dilihat pada Tabel 9 (Lampiran), dan berdasarkan hasil analisis ragam pada

Lebih terperinci

BAB VI KINETIKA REAKSI KIMIA

BAB VI KINETIKA REAKSI KIMIA BANK SOAL SELEKSI MASUK PERGURUAN TINGGI BIDANG KIMIA 1 BAB VI 1. Padatan NH 4 NO 3 diaduk hingga larut selama 77 detik dalam akuades 100 ml sesuai persamaan reaksi berikut: NH 4 NO 2 (s) + H 2 O (l) NH

Lebih terperinci

tekanan reaktor Pada penelitian ini menggunakan persamaan desain untuk dan harus memenuhi persamaan: 50

tekanan reaktor Pada penelitian ini menggunakan persamaan desain untuk dan harus memenuhi persamaan: 50 CH4I (2) Reaksi Permukaan 4 3 CH I+I CH I+HI (3) 3 2 CH I+I CH I+HI (4) 2 CH I+I CHI+HI (5) CHI+I CI+HI (6) Desorpsi CI C+I (7) 2 2 HI H +2 I (8) Untuk persamaan di atas, konsentrasi spesies pada fasa

Lebih terperinci

Praktikum Kimia Fisika II Hidrolisis Etil Asetat dalam Suasana Asam Lemah & Asam Kuat

Praktikum Kimia Fisika II Hidrolisis Etil Asetat dalam Suasana Asam Lemah & Asam Kuat I. Judul Percobaan Hidrolisis Etil Asetat dalam Suasana Asam Lemah & dalam Suasana Asam Kuat II. Tanggal Percobaan Senin, 8 April 2013 pukul 11.00 14.00 WIB III. Tujuan Percobaan Menentukan orde reaksi

Lebih terperinci

SOAL SELEKSI NASIONAL TAHUN 2006

SOAL SELEKSI NASIONAL TAHUN 2006 SOAL SELEKSI NASIONAL TAHUN 2006 Soal 1 ( 13 poin ) KOEFISIEN REAKSI DAN LARUTAN ELEKTROLIT Koefisien reaksi merupakan langkah penting untuk mengamati proses berlangsungnya reaksi. Lengkapi koefisien reaksi-reaksi

Lebih terperinci

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu 6 Dilanjutkan dengan sintering pada suhu 900⁰C dengan waktu penahanannya 5 jam. Timbang massa sampel setelah proses sintering, lalu sampel dikarakterisasi dengan menggunakan XRD dan FTIR. Metode wise drop

Lebih terperinci

METODA GRAVIMETRI. Imam Santosa, MT.

METODA GRAVIMETRI. Imam Santosa, MT. METODA GRAVIMETRI Imam Santosa, MT. METODA GRAVIMETRI PRINSIP : Analat direaksikan dengan suatu pereaksi sehingga terbentuk senyawa yang mengendap; endapan murni ditimbang dan dari berat endapan didapat

Lebih terperinci

1 Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga

1 Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga Ekstraksi Titanium Dioksida (TiO 2 ) Berbahan Baku Pasir Besi dengan Metode Hidrometalurgi Luthfiana Dysi Setiawati 1, Drs. Siswanto, M.Si 1, DR. Nurul Taufiqu Rochman, M.Eng 2 1 Departemen Fisika, Fakultas

Lebih terperinci

Teori Kinetik Gas. C = o C K K = K 273 o C. Keterangan : P2 = tekanan gas akhir (N/m 2 atau Pa) V1 = volume gas awal (m3)

Teori Kinetik Gas. C = o C K K = K 273 o C. Keterangan : P2 = tekanan gas akhir (N/m 2 atau Pa) V1 = volume gas awal (m3) eori Kinetik Gas Pengertian Gas Ideal Istilah gas ideal digunakan menyederhanakan permasalahan tentang gas. Karena partikel-partikel gas dapat bergerak sangat bebas dan dapat mengisi seluruh ruangan yang

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR DAN MASSA FLUXING TERHADAP PENURUNAN KADAR PENGOTOR PADA PROSES PEMURNIAN ALUMINIUM DENGAN BAHAN BAKU LIMBAH KALENG MINUMAN

PENGARUH TEMPERATUR DAN MASSA FLUXING TERHADAP PENURUNAN KADAR PENGOTOR PADA PROSES PEMURNIAN ALUMINIUM DENGAN BAHAN BAKU LIMBAH KALENG MINUMAN PENGARUH TEMPERATUR DAN MASSA FLUXING TERHADAP PENURUNAN KADAR PENGOTOR PADA PROSES PEMURNIAN ALUMINIUM DENGAN BAHAN BAKU LIMBAH KALENG MINUMAN Nova Dwi Prihadi 1,a, Andinnie Juniarsih, ST., MT. 1 dan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI PROSES

BAB II DESKRIPSI PROSES BAB II DESKRIPSI PROSES II. Spesifikasi Bahan Baku dan Produk II... Spesifikasi bahan baku. Epichlorohydrin Rumus Molekul : C 3 H 5 OCl Wujud : Cairan tidak berwarna Sifat : Mudah menguap Kemurnian : 99,9%

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV. 1 Analisis Hasil Pengujian Metalografi dan Spektrometri Sampel Baja Karbon Dari hasil uji material pipa pengalir hard water (Lampiran A.1), pipa tersebut terbuat dari baja

Lebih terperinci

LOGO. Stoikiometri. Tim Dosen Pengampu MK. Kimia Dasar

LOGO. Stoikiometri. Tim Dosen Pengampu MK. Kimia Dasar LOGO Stoikiometri Tim Dosen Pengampu MK. Kimia Dasar Konsep Mol Satuan jumlah zat dalam ilmu kimia disebut mol. 1 mol zat mengandung jumlah partikel yang sama dengan jumlah partikel dalam 12 gram C 12,

Lebih terperinci

Material dengan Kandungan Karbon Tinggi dari Pirolisis Tempurung Kelapa untuk Reduksi Bijih Besi

Material dengan Kandungan Karbon Tinggi dari Pirolisis Tempurung Kelapa untuk Reduksi Bijih Besi Material dengan Kandungan Karbon Tinggi dari Pirolisis Tempurung Kelapa untuk Reduksi Bijih Besi Anton Irawan, Ristina Puspa dan Riska Mekawati *) Jurusan Teknik Kimia, Fak. Teknik, Universitas Sultan

Lebih terperinci

SOAL LATIHAN CHEMISTRY OLYMPIAD CAMP 2016 (COC 2016)

SOAL LATIHAN CHEMISTRY OLYMPIAD CAMP 2016 (COC 2016) SOAL LATIHAN CHEMISTRY OLYMPIAD CAMP 2016 (COC 2016) Bagian I: Pilihan Ganda 1) Suatu atom yang mempunyai energi ionisasi pertama bernilai besar, memiliki sifat/kecenderungan : A. Afinitas elektron rendah

Lebih terperinci

1.2 Kapasitas Pabrik Untuk merancang kapasitas produksi pabrik sodium silikat yang direncanakan harus mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu:

1.2 Kapasitas Pabrik Untuk merancang kapasitas produksi pabrik sodium silikat yang direncanakan harus mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendirian Pabrik Sampai saat ini situasi perekonomian di Indonesia belum mengalami kemajuan yang berarti akibat krisis yang berkepanjangan, hal ini berdampak pada bidang

Lebih terperinci

BAB 9. KINETIKA KIMIA

BAB 9. KINETIKA KIMIA BAB 9 BAB 9. KINETIKA KIMIA 9.1 TEORI TUMBUKAN DARI LAJU REAKSI 9.2 TEORI KEADAAN TRANSISI DARI LAJU REAKSI 9.3 HUKUM LAJU REAKSI 9.4 FAKTOR-FAKTOR LAJU REAKSI 9.5 MEKANISME REAKSI 9.6 ENZIM SEBAGAI KATALIS

Lebih terperinci

SIFAT FISIK DAN KEKUATAN BENDINGPADA KOMPOSIT FELDSPAR-KAOLINE CLAY

SIFAT FISIK DAN KEKUATAN BENDINGPADA KOMPOSIT FELDSPAR-KAOLINE CLAY SIFAT FISIK DAN KEKUATAN BENDINGPADA KOMPOSIT FELDSPAR-KAOLINE CLAY Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang Abstrak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan

Lebih terperinci

PROSES PELARUTAN ASAM SULFAT DAN ASAM KLORIDA TERHADAP HASIL REDUKSI TERAK TIMAH

PROSES PELARUTAN ASAM SULFAT DAN ASAM KLORIDA TERHADAP HASIL REDUKSI TERAK TIMAH PROSES PELARUTAN ASAM SULFAT DAN ASAM KLORIDA TERHADAP HASIL REDUKSI TERAK TIMAH Eko Sulistiyono*, F.Firdiyono dan Ariyo Suharyanto Pusat Penelitian Metalurgi dan Material LIPI Gedung 470, Kawasan Puspiptek

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) D-22

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) D-22 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-22 Pemanfaatan Biji Asam Jawa (Tamarindusindica) Sebagai Koagulan Alternatif dalam Proses Menurunkan Kadar COD dan BOD dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat

I. PENDAHULUAN. aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembuatan mesin pada awalnya bertujuan untuk memberikan kemudahan dalam aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat yang berfungsi untuk

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA ABSTRAK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA ABSTRAK LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA 1113016200027 ABSTRAK Larutan yang terdiri dari dua bahan atau lebih disebut campuran. Pemisahan kimia

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR I STOIKIOMETRI REAKSI

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR I STOIKIOMETRI REAKSI LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR I STOIKIOMETRI REAKSI Nama Anggota: Isrenna Ratu Rezky Suci 1157040029 Helmi Fauzi 1157040025 Fajar Gunawan 1157040022 Fresa Agustini 1157040024 JURUSAN KIMIA 1A FAKULTAS

Lebih terperinci

Soal ini terdiri dari 10 soal Essay (153 poin)

Soal ini terdiri dari 10 soal Essay (153 poin) Bidang Studi Kode Berkas : Kimia : KI-L01 (soal) Soal ini terdiri dari 10 soal Essay (153 poin) Tetapan Avogadro N A = 6,022 10 23 partikel.mol 1 Tetapan Gas Universal R = 8,3145 J.mol -1.K -1 = 0,08206

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN 2012 TENTANG TINGKAT KLIERENS

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN 2012 TENTANG TINGKAT KLIERENS KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN 2012 TENTANG TINGKAT KLIERENS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN

Lebih terperinci

Penentuan Tetapan... (Heri Budi Wibowo dan Luthfia HA)

Penentuan Tetapan... (Heri Budi Wibowo dan Luthfia HA) Penentuan Tetapan... (Heri Budi Wibowo dan Luthfia HA) PENENTUAN TETAPAN KECEPATAN DAN SUHU REAKSI UNTUK MEMILIH PROSES PEMBUATAN BUTADIEN (DETERMINATION OF REACTION RATE CONSTANT AND TEMPERATURE FOR SELECTING

Lebih terperinci