4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 4 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Kondisi Lingkungan Pertumbuhan dan kelangsungan hidup dari biota teripang sangat dipengaruhi oleh kondisi ekologis yang dapat tercermin dari karakteristik biofisik lingkungan perairan sehingga dapat menunjang kehidupan biota tersebut. Pengambilan data kualitas air dan substrat, diambil pada tiga stasiun pengamatan dan pada tiap kedalaman lihat Lampiran 7 Beradasarkan hasil pengamatan diperoleh kisaran nilai beberapa kualitas air di perairan Kayoa Selatan yang mendukung pertumbuhan dan kelangsungan hidup dari teripang pasir maupun teripang hitam tersebut disajikan pada Tabel 4. Tabel 4: Nilai rata-rata parameter kondisi lingkungan dan sedimen pada ke tiga stasiun penelitian Parameter Satuan Stasiun I II Suhu 0 C Kec Arus cm/dt Salinitas % DO ppm ph Pasir % Debu % Liat % Suhu Suhu mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengaturan aktivitas suatu organism dimana perubahan suhu dapat menjadi suatu isyarat bagi organism tersebut untuk memulai atau mengakhiri berbagai aktivitas seperti reproduksi. Pengaruh suhu secara langsung dapat menyebabkan kematian, sedangkan secara tidak langsung dapat menyebabkan meningkatnya daya akumulasi berbagai zat kimia serta penurunan kadar oksigen terlarut dalam air. Nilai suhu perairan yang terukur pada saat penelitian berkisar antara C. Nilai suhu rata-rata pada staiun I adalah 9,7 0 C dan pada stasiun II adalah

2 5 30,3 0 C sedangkan pada stasiun adalah 9,7 0 C. Perbedaan suhu antara stasiun tidak terlalu signifikan akan tetapi tetap ada pengaruhnya terhadap keberadaan organisme teripang pasir maupun teripang hitam itu sendiri. Hal ini sejalan dengan dengan yang dikemukakan oleh Annie Mercier et al,. (000) bahwa suhu air di Kogu Veke sekitar C dan mengalami penurunan yang tidak merata menjadi sebesar 6 o C suhu permukaan diperkirakan mencapai 37 o C dan mengalami penurunan menjadi sekitar 5-7 o C Walaupun perbedaan suhu yang tidak terlalu signifikan dan tetap ada pengaruhnya dimana hal ini terlihat dari jumlah individu pada ketiga stasiun ternyata pada stasiun I yang memiliki biota tertinggi dan terendah berada pada stasiun. Meskipun demikian suhu yang terdapat pada penelitian di Desa Laluin masih tergolong baik untuk keberlangsungan teripang. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan Bakus (973), teripang didaerah tropis mempunyai batas toleransi terhadap suhu antara C. Hal ini dapat dilihat bahwa hampir di setiat stasiun dan setiap kedalaman mempunyai kisaran suhu yang hampir sama (Tabel 4) Kecepatan Arus Hasil pengukuran kecepatan arus di tiap lokasi penelitian yaitu berkisar antara 0,9 cm/detik. Arus ini berhubungan dengan sedimentasi, dimana pada perairan yang tenang dengan arus yang lemah akan dan tersedia makanan untuk deposit feeder (Levinton, 98), Nilai kecepatan arus dilokasi penelitian yang terukur pada masing-masing stasiun pengamatan disesuaikan dengan kedalaman masing-masing stasiun pengamatan. Nilai rata-rata kecepatan arus pada stasiun I adalah,3 cm/detik, stasiun II adalah 0,65 cm/detik dan pada stasiun dengan nilai rata-rata adalah,5 cm/detik. Walaupun kecepatan arus perbedaan tidak terlalu signifikan hal ini terlihat dari analisis sedimen yang dimana pada stasiun I menghasilkan pasir 93,83%, debu 3,36% dan liat,79, sementara itu pada stasiun II adalah menghasilkan pasir 95,64%, debu,49% dan liat,68% selanjutnya pada stasiun menunjukkan nilai pasir 96,4%, debu,57%, liat,47%. Hal ini sejalan dengan pendapat Wood (987) bahwa arus yang relatif deras tidak memungkinkan pengendapan partikel yang halus sehingga terbentuk dasar perairan berpasir,

3 6 sedangkan kondisi perairan yang tenang (arus yang lambat) memungkinkan mengendapnya partikel yang halus sehingga terbentuk dasar perairan berlumpur Salinitas Nilai salinitas yang diperoleh pada masing-masing stasiun tidak terlalu besar perbedaannya atau cenderung sama pada stasiun I nilai salinitas berkisar 3-33 %, nilai salinitas ini masih dalam batas salinitas air laut, dimana salinitas air laut pada umumnya berkisar antara % (Sijabat, 973). Untuk nilai salinitas rata-rata pada stasiun I adalah 3 %, stasiun II adalah 3% dan untuk stasiun adalah 3 %. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan (Pawson,970).Teripang adalah organisme laut murni yang hanya menempati perairan yang mempunyai salinitas air laut dan tidak toleran terhadap salinitas rendah Oksigen Terlarut Oksigen terlarut besarnya konsentrasi gas oksigen yang terlarut dalam air, oksigen yang terlarut dalam air dapat berasal dari fotosintesa phytoplankton atau tanaman air lainnya, difusi dari udara dan air hujan. Oksigen terlarut diperairan dapat mempengaruhi banyak faktor seperti suhu, salinitas, respirasi maupun fotosintesis, jika tidak ada senyawa yang beracun maka kandungan oksigen terlarut di peraiaran sebesar ppm masih mendikung bagi organikme secara normal (Prescod 973). Dari hasil pengukuran oksigen terlarut dissolved oxygen (DO) disemua stasiun selama periode pengamatan berada pada kisaran nilai antara ppm, sedangkan untuk nilai rata-ratanya pada stasiun masing-masing yaitu pada stasiun I nilainya adalah 6.55 ppm dan pada stasiun II adalah 6.47 ppm sedangkan pada stasiun adalah 6.45 ppm. Nilai oksigen (DO) yang ditemikan pada stasiun penelitian ini cenderung hampir sama nilainya yang menunjukkan tidak ada perbedaan, hal ini dikarenakan pada ketiga stasiun sama-sama memiliki kondisi perairan yang setiap saatnya selalu mengalami pengadukan oleh adanya aktivitas pasang surut dan proses fotosintesa oleh komunitas lamun, maupun tanaman air lainnya sehingga ketersediaan oksigen terlarut selalu ada setiap saatnya.

4 7 Nilai oksigen terlarut yang terukur di Desa Laluin Kecamatan Kayoa Selatan layak bagi kehidupan teripang, hal ini seperti yang dikemukakan (Panggabean, 987) yaitu kandungan oksigen terlarut tempat di temukannya teripang diperairan alami antara 4-8 ppm ph Biasanya air laut mempunyai kisaran ph antara 7,5 dan 8,4 karena kehadiran CO dan sifat basa yang kuat dari ion natrium, kalium dan kalsium dalam air. Dari tabel di atas terlihat bahwa ph di perairan Desa Laluin Kecamatan Kayoa Selatan pada setiap stasiun pengamatan adalah normal, yakni pada stasiun I dengan nilai 7,43, stasiun II 7,4 dan pada stasiun 7,0. Nilai ph yang sesuai dengan pertumbuhan teripang adalah 7,-7,5 untuk perairan produktif dan 7,5-8,5 untuk perairan yang sangat produktif. Kisaran nilai ph yang ditemukan pada lokasi penelitian masih dalam kisaran toleransi kehidupan teripang Sedimen Sedimen adalah materi atau mineral yang tengelam didasar perairan, sedimen dasar mempunyai penyebaran ukuran tertentu yang merupakan suatu ekosistem bagi kehidupan organisme dasar. Teripang merupakan organisme akuatik yang hidup didasar perairan (bentik), diam atau bergerak lambat di dasar perairan, teripang pada umumnya bersifat deposit feeder yaitu memakan apa saja yang ada di dasar perairan seperti: detritus, partikel pasir, diatom, filamen alga biru atau merah dan beberapa mikroorganisme yang lain (Bakus, 973). Berdasarkan hasil analisis laboratorium untuk komposisi partikel sedimen pada setiap stasiun ditiap kedalaman menunjukkan bahwa pada stasiun I pasir 93,83%, debu 3,36% dan liat,79, sementara itu pada stasiun II adalah pasir 95,64%, debu,49% dan liat,68% selanjutnya pada stasiun menunjukkan nilai pasir 96,4%, debu,57%, liat,47%. (Tabel 4). Hal ini sejalan dengan yang dikemukaka oleh Jones et al,. (000) bahwa sedimen di kawasan yang disekitar hamparan rumput laut lebih dalam dikarakterisasi oleh substrata berpasir.

5 Hubungan Antara Kelimpahan Teripang Dengan Kondisi Lingkungan Hasil analisis komponen utama memperlihatkan bahwa kondisi lingkungan dan kelimpahan teripang pasir serta teipang hitam berpusat pada dua sumbu utama dengan nilai kumulatif sebesar 77.6 %. Kontribusi masing-masing sumbu sebesar untuk faktor satu dan % faktor dua. Variabel lingkungan yang berpengaruh terhadap faktor satu diantarannya adalah kecepatan arus (0.39), ph (0.36), salinitas (0.34), sedangkan faktor dua komponen yang mencirikannya adalah variabel DO (0.5), suhu substrat (0.49), kecepatan arus (0.) dan ph (0.5). Grafik hasil analisis komponen utama dapat di lihat pada gambar 4 D (3,03 % ) Variables (axes D and D: 77,6 %) after Varimax rotation Pasir Liat Suhu Substrat DO Kec. Arus ph Trp. Trp. Hitam Pasir Salinitas Debu D (46,3 %) D (3,03 % ) Observations (axes D and D: 77,6 %) after Varimax rotation II3 I3 3 II II D (46,3 %) I I Gambar 4: Grafik hasil analisis komponen utama kondisi lingkungan perairan pada sumbu dan (FXF) di Desa Laluin Kec.Kayoa Selatan Agustus-September 00. Berdasarkan gambar kelimpahan teripang pasir dan teripang hitam memiliki korelasi yang sama terhadap kondisi lingkungan di Desa Laluin dengan nilai akar ciri masing-masing sebesar 0.77 teripang pasir dan 0.53 teripang hitam (lampiran 8 dan 9), kondisi lingkungan yang memiliki korelasi dengan teripang pasir dan teripang hitam adalah kecepatan arus, ph, debu dan salinitas, seluruh komponen variabel tersebut dalam sumbu utama faktor satu bila di hubungkan dengan kondisi lingkungan pada setiap stasiun penelitian adalah stasiun I pada kedalaman 0-5 m, 5-0 m dan 0-5 m berkorelasi dengan sumbu satu maka stasiun atau lokasi penelitian tersebut di cirikan dengan faktor salinitas dan debu,

6 9 sedangkan pada stasiun II pada kedalaman 0-5 m di cirikan oleh suhu dan DO, kedalaman 5-0 m dicirikan oleh kondisi yang persentase liatnya tinggi, begitu pula pada kedalaman 0-5 m. Hal ini dapat dijelaskan pada kedalaman 0-5 m, 5-0 m dan 0-5 m di stasiun II akumulasi substrat sangat tinggi, stasiun I dan II merupakan daerah yang terbuka dengan kecepatan arus yang rendah sehingga terjadi akumulasi sedimen. Pada stasiun dicirikan oleh kondisi suhu dan DO, stasiun ini merupakan daerah berkarang dengan gelombang yang cukup besar sehingga DO relatif tinggi di banding dengan stasiun lainnya, stasiun pada kedalaman 0-5 m merupakan daerah yang memiliki banyak karang dengan substrat yang dominan adalah pasir sehingga pada kedalaman ini dicirikan oleh substrat berpasir. Berdasarkan pengamatan di lokasi, diketahui bahwa teripang pasir maupun teripang hitam memiliki karateristik yaitu DO, salinitas, ph dan kecepatan arus yang tinggi, serta suhu yang agak rendah. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pada stasiun I kelimpahan teripang yang tinggi di duga kondisis lingkungan masih menunjang untuk kehidupan teripang. 4.. Distribusi Spasial Teripang pasir dan Teripang Hitam Berdasarkan hasil pengamatan teripang pasir (Holothuria scabra) yang tertangkap di Desa Laluin selama penelitian menunjukkan bahwa di stasiun I kedalaman 0-5 m terdapat 5 ekor, kedalaman 5-0 m 37 ekor dan kedalaman 0-5 m sebanyak 9 ekor. Stasiun II menunjukkan bahwa pada kedalaman 0-5 m ada 34 ekor, 5-0 m 9 ekor dan kedalaman 0-5 m 3 ekor, sedangkan stasiun kedalaman 0-5 m jenis teripang pasir yang tertangkap berjumlah 38 ekor, kedalaman 5-0 m 9 ekor dan kedalaman 0-5 m 0 ekor. Apabila dilihat jumlah total per stasiun tanpa melihat kedalaman maka yang mendominasi jumlah teripang berada pada stasiun I dengan jumlah 98 ekor, stasiun II 76 ekor dan yang paling sedikit pada stasiun dengan jumlah 67 ekor, jumlah keseluruhan teripang pasir yang tertangkap pada stasiun I, II, sebanyak 4 ekor. Selanjutnya untuk teripang hitam yang tertangkap pada stasiun I kedalaman 0-5 m adalah 3 ekor, kedalaman 5-0 m 44 ekor dan kedalamana 0-5 m sebanyak 0 ekor, Stasiun II pada kedalaman 0-5 m terdapat ekor,

7 0 kedalaman 5-0 m 3 ekor dan kedalaman 0-5 m 5 ekor, selanjutnya pada stasiun teripang hitam yang tertangkap berjumlah 35 ekor pada kedalaman 0-5 m, kedalaman 5-0 m berjumlah 36 ekor dan kedalaman 0-5 m sebanyak 6 ekor. Secara keseluruhan tampak bahwa teripang hitam lebih banyak ditemukan pada stasiun dan terendah pada stasiun II, jika berdasarkan kedalaman maka teripang hitam lebih dominan pada kedalaman 5-0 m. Hal ini sejalan dengan yang dikemukaka oleh Vakily (989) bahwa bertambahnya kedalaman maka ketersediaan makanan menjadi faktor pembatas bagi phytoplankton yang menjadi makanan suatu biota. Dari hasil analisis uji Kruskal-Wallis perbandingan jumlah individu teripang pasir berdasarkan kedalaman disemua stasiun (H hitung =5.77 dan H tabel 5,99 dengan α=0.05) sedangkan teripang hitam (H hitung =.63 dan H tabel 5,99 dengan α=0.05) tidak berbeda nyata (Lampiran 0 dan ). Hal ini dapat disimpulkan bahwa teripang pasir maupun teripang hitam menyebar luas pada tiap kedalaman di semua stasiun yang ada di Desa Laluin Meskipun secara keseluruhan jumlah individu teripang pasir terbanyak pada stasiun I, II dan yang paling sedikit pada stasiun akan tetapi jumlah individu di tiap kedalaman tidak terlalu besar selisihnya Kepadatan Teripang Pasir dan Teripang Hitam Dari hasil pengamatan pada ketiga stasiun menunjukkan bahwa kepadatan teripang pasir tertinggi ditemukan pada stasiun I, di kedalaman 0-5 m dengan nilai kepadatan rata-rata 3 ind./m² diikuti kedalaman 5-0 m dengan nilai ind./m² dan kedalaman 0-5 m dengan nilai rata-rata ind./m², kepadatan teripang pasir yang kedua berada pada stasiun di kedalaman 0-5 m dengan nilai 3 ind./m² kemudian disusul pada kedalaman 5-0 m dengan nilai ind./m² dan pada kedalaman 0-5 m adalah ind./m², sedangkan pada stasiun II merupakan kepadatan teripang pasir terendah yang ditemukan yaitu berada di kedalaman 0-5 m dengan nilai ind./m² dan nilai rata-rata kedalaman 5-0 m ind./m² dan kedalaman 0-5 memiliki kepadatan rata-rata ind./m². Secara keseluruhan kepadatan teripang pasir ini berada pada stasiun I dengan nilai rata-rata ind./m² kemudian pada stasiun II dengan nilai rata-rata

8 ind/m² dan stasiun memiliki kepadatan rata-rata ind./m², Nilai kepadatan secara menyeluruh berdasarkan stasiun dan kedalaman disajikan pada tabel 5. Adanya perbedaan nilai tersebut juga berhubungan erat dengan kondisi lokasi yang ada, dimana pada stasiun I memiliki kondisi substrat berpasir dan sepanjang hamparan substratnya ditumbuhi oleh lamun dan terumbu karang, disamping itu juga faktor kualitas air turut mempengaruhi dan mendukung keberadaan maupun kelangsungan hidup dari teripang pasir pada daerah tersebut. Demikian pula halnya kandisi yang serupa hampir sama dengan yang terdapat pada stasiun, sedangkan pada stasiun II substratnya adalah berpasir hanya saja sepanjang hamparan lebih banyak terumbu karang dan kurangnya tumbuhan lamun. Kondisis ini dapat mempengaruhi faktor makanan dan juga faktor tumbuhan pelindung seperti lamun dan sejenisnya. Menurut Kithakeni & Ndaro (00), Penelitian Buyuni memiliki kelimpahan Holothuria. scraba yang lebih tinggi dibandingkan dengan Kunduchi. Hal ini nampaknya disebabkan oleh keadaan Buyuni yang sebagian daerahnya dilingkupi oleh bebatuan dan memiliki sejumlah besar makrohabitat sedangkan Kunduchi dilingkupi oleh pantai berpasir dan hanya memiliki terumbu karang yang relatif lebih banyak dibandingkan dengan tumbuhan laut lainnya. Hal ini seperti diungkapkan oleh Hemel et al (00), bahwa keaneka ragaman morfologi dan ekologi tempat dimana teripang hidup memiliki persamaan dengan yang diamati di India, Indonesia, dan Filipina. Sementara itu kepadatan tertinggi pada jenis teripang hitam berada di stasiun I dengan nilai rata-rata 3 ind/m² di kedalaman 5-0 m dan dikedalaman 0-5 m nilai rata-rata kepadatannya ind./m² dan ind/m² berada pada kedalaman 0-5 m, kemudian kepadatan teripang hitam yang memiliki kepadatan kedua berada pada stasiun nilai rata-ratanya dikedalaman 5-0 m dan kepadatan di kedalaman 0-5 m merupakan kepadatan kedua dengan nilai rata-rata ind/m², disussl pada kedalaman 0-5 m dengan nilai kepadatan ind./m². Stasiun II merupakan kepadatan terendah teripang hitam yaitu memiliki nilai ind./m² berada pada kedalaman 5-0 m dan pada kedalaman 0-5 m nilai kepadatan ind./m² kemudian disussul pada kedalaman 0-5 m dengan nilai rata-ratanya

9 ind./m². Apabila dilihat secara keseluruhan dari jenis teripang hitam kepadatan tertinggi berada pada stasiun dengan nilai rata-rata ind./m² Tabel 5. Tabel 5. Kepadatan teripang pasir dan teripang hitam ind./m². NO. 3 Kedalaman (m) Teripang pasir Teripang hitam ST. ST. ST.3 ST. ST. ST Rata-rata 4.4. Distribusi Kelompok Ukuran Teripang Pasir dan dan Teripang Hitam Teripang pasir yang terdapat pada saat sampling selama bulan Agustus- 00 mempunyai panjang total mm. Nilai tengah ukuran teripang pasir pada tiap stasiun dan kedalaman masing-masing selama penelitian disajikan pada lampiran. Pada stasiun I dikedalaman 0-5 m dipengambilan pertama ( ) memiliki panjang nilai tengah ukuran 43 mm dengan dugaan populasi 5 ekor, sampling ketiga atau pengambilan ketiga ( 3) nilai tengah ukuran 58 mm dengan dugaan populasi 0 ekor dan dipengambilan keempat ( 4) dengan nilai tengah ukuran 9 mm dan dugaan populasinya 7 ekor, kemudian pada kedalaman 5-0 m dipengambilan pertama ( ) memiliki panjang nilai tengah ukuran mm dengan dugaan populasi 8 ekor, di pengambilan kedua ( ) memiliki nilai tengah ukuran 33 mm dan dugaan populasinya 0 ekor sementara itu pada pengambilan sampling keempat ( 4) nilai tengah ukuran 4 mm dengan dugaan populasi 9 ekor. Selanjutnya pada kedalaman 0-5 m sampling atau pengambilan kedua ( ) dengan nilai tengah ukuran 80 mm dengan dugaan populasi sebesar 8 ekor. Sementara pada stasiun II dikedalaman 0-5 m pengambilan pertama ( ), terdapat dua nilai tengah ukuran yakni dan 43 mm dengan dugaan populasinya masing-masing 8 dan 5 ekor, pengambilan kedua (

10 3 ) nilai tengah ukuran 3 mm dengan populasi dugaan 4 ekor kemudian pada pengambilan ketiga ( 3) nilas tengah ukuran9 mm dengan dugaan populasi 7 ekor, selanjutnya pada kedalaman 5-0 m dipengambilan pertama ( ) dengan nilai tengah mm dan dugaan populasi 8 ekor, pengambilan kedua ( ) nilai tengah ukuran 33 mm dengan dugaan populasi 0 ekor dan dipengambilan keempat ( 4) nilai tengah ukuran 4 mm dengan dugaan populasi 9 ekor. Selanjutnya pada kedalaman 0-5 m dipengambilan kedua ( ) nilai tengah ukuran mm dan populasi dugaan 6 ekor. Pada stasiun kedalaman 0-5 pada saat pengambilan sampling pertama ( ) terdapat dua nilai tengah ukuran yakni 6 dan 74 mm dengan populasi dugaan 0 dan 5 ekor begitu juga pada pengambilan ketiga ( 3) terdapat dua nilai tengah ukuran antara 5 dan 43 mm dengan populasi dugaan 7 dan 4 ekor, kemudian pada pengambilan keempat ( 4) nilai tengah ukuran 54 mm dengan populasinya 9 ekor. Dikedalaman 5-0 m terdapat dua nilai kelas tengah ukuran yaitu pada pengambilan pertama ( ) mm, 43 mm dengan populasi dugaan 6 ekor dan ekor sementara pada pengambilan ketiga ( ) nilai tengah ukuran berada pada 33 mm dengan populasi dugaan 3 ekor, dan pada kedalaman 0-5 dipengambilan pertama ( ) tidak terdapat pola nilai tengah kelas ukuran berdasarkan analisis Bhattacharya (Sparre & Venema 999) dan terdapat dibeberapa kedalaman juga pada saat sampling atau saat pengambilan sampling lihat lampiran 3. Pengelompokkan kelas tengah ukuran panjang dengan metode Bhattacharya (Sparre & Venema 999) dapat diketahui secara keseluruhan bahwa pada stasiun I dikedalaman 0-5 m terdapat dua kelompok nilai tengah ukuran panjang teripang pasir pada periode Agustus-September 00 (,, 3 dan 4) yaitu yang pertama nilai tengah ukuran 97 mm dengan populasi dugaan 5 ekor serta nilai tengah ukuran yang kedua adalah 38 mm dugaan populasi 5 ekor, kedalaman 5-0 m nilai tengah ukuran 3 dugaan populasi 36 ekor dan pada kedalaman 0-5 m nilai tengah ukuran adalah 3 mm dan populasi dugaannya adalah 8 ekor. Sementara pada stasiun II kedalaman 0-5 m terdapat nilai tengah ukuran 4 populasi dugaan 6 ekor,

11 4 kedalaman 5-0 m diketahui ada dua nilai tengah ukuran yaitu 08 dengan populasi dugaan 3 ekor kemudian yang kedua nilai tengah ukuran 44 populasi dugaan 7 ekor kemudian pada kedalaman 0-5 m nilai tengah ukuran 77 mm dengan populasi dugaan 9 ekor. Selanjutnya pada stasiun dikedalaman 0-5 m terdapat dua nilai tenga ukuran yang pertama nilai tengah ukuran 0 dugaan populasi 3 ekor dan yang kedua nilai tengah ukuran 63 mm dengan populasi dugaan 8 ekor kedalaman 5-0 m nilai tengah ukuran 44 mm dugaan populasi 0 ekor dan pada kedalaman 0-5 m nilai tengah ukuran 93 mm populasi dugaan 6 ekor. Gambar 5. Gambar 5: Distribusi kelompok nilai tengah ukuran teripang pasir di setiap stasiun di Desa Laluin Kec.Kayoa Selatan AgustusAgustus-September 00. Teripang hitam mempunyai nilai tengah ukuran panjang pada kedalaman 0-5 m di stasiun I adalah pada saat pengambilan pertama ( ) nilai tengah ukuran 8 mm dugaan populasi 6 ekor pada pengambilan kedua ( ) nilai tengah ukuran 54 mm dugaan populasi 4 ekor dan pada pengambilan keempat ( 4) nilai tengah ukuran 4 dan dugaan

12 5 populasinya 6 ekor. Pada kedalaman 5-0 m menunjukkan bahwa pada waktu pengambilan pertama ( ) nilai tengah ukuran 77 mm dengan populasi dugaan 3 ekor, pengambilan ketiga ( 3) terdapat dua nilai tengah ukuran yang pertama nilai tengah ukuran 06 mm dengan dugaan populasi 8 ekor ukuran tengah yang kedua 4 mm dugaan populasi 6 ekor dan selanjutnya pada kedalaman 0-5 m pada waktu pengambilan pertama ( ) nilai tengah ukuran 4 mm dengan dugaan populasi 6 ekor. Stasiun II pada kedalaman 0-5 m dipengambilan ketiga ( 3) nilai tengah ukuran 06 mm dugaan populasi 4 ekor untuk kedalaman ini ada beberapa populasi yang tidak dapat dibaca oleh metode Bhattacharya (Sparre & Venema 999). Selanjutnya pada stasiun dikedalaman 0-5 m pada pengambilan pertama ( ) nilai tengah ukuran 8 mm serta dugaan populasi 5 ekor, pengambilan ketiga ( 3) nilai tengah ukuran terdapat dua nilai ukuran yang pertama 78 mm dengan dugaan populasi 5 ekor dan yang kedua 76 mm dengan dugaan populasi 9 ekor, sedangkan pada pengambilan keempat ( 4) dari sampling ini terdapat tiga nilai tengah ukuran dimana pada nilai tengah ukuran yang pertama adalah 0 mm dengan dugaan populasi 5 ekor, nilai tengah ukuran yang kedua 4 mm dugaan populasi 3 ekor dan yang ketiga nilai tengah ukurannya adalah 45 mm dengan dugaan populasi 6 ekor. Pada kedalaman 5-0 m pada pengambilan pertama nilai tengah ukuran 4 mm dengan dugaan populasi 6 ekor dipengambilan kedua ( ) terdapat dua nilai tengah ukuran yaitu yang pertama 5 mm dengan dugaan populasi 8 ekor serta yang kedua nilai tengah ukuran 8 mm dugaan populasi 4 ekor dan pada sampling ketiga ( 3) nilai tengah ukuran 60 mm dengan dugaan populasi 6 ekor selanjutnya pada pengambilan keempat ( 4) nilai tengah ukuran 4 mm dengan dugaan populasi 6 ekor. Pada kedalaman 0-5 m model nilai ukuran tengah tidak terbentuk ini dikarenakan jumlah individu yang sedikit. Lampiran 4. Dilihat dari kedalaman maka pada stasiun I kedalaman 0-5 m terdapat nilai tengah kelas ukuran 93 mm dengan dugaan populasi 46 ekor dikedalaman 5-0 ada dua nilai kelas ukuran yaitu yang pertama nilai tengah ukuran 09 mm dugaan populasinya 8 ekor dan yang kedua nilai kelas ukurannya 68 mm dengan

13 6 populasi 3 ekor sementara pada kedalaman 0-5 mm terdapat nilai tengah kelas ukuran 00 mm dan dugaan populasi 4 ekor. Di stasiun II kedalaman 0-5 m nilai tengah ukuran 3 mm dugaan populasi 36 ekor, kedalaman 5-0 m ada dua nilai kelas ukuran yaitu 33 dan 4 mm dengan dugaan populasinya masing-masing 3 dan 9 ekor. Selanjutnya pada stasiun ada tiga nilai tengah yang terdapat pada kedalaman 0-5 dan 5-0 m dimana pada kedalaman 0-5 m mempunyai nilai tengah kelas ukuran mm, 70 mm dan 9 mm dimana masing-masing memiliki dugaan populasi 9 ekor, 4 ekor dan dan 3 ekor sementara dikedalaman 50 nilai tengah ukuran yang pertama 4 mm, kedua 56 mm dan yang ketiga 9 mm dengan dugaan populasi yang pertama 9 ekor, kedua 9 ekor dan yang ketiga 3 ekor, kedalaman 0-5 m mempunyai nilai tengah ukuran 3 mm dugaan populasinya ekor. Gambar 6. Gambar 6: Distribusi kelompok nilai tengah ukuran teripang hitam di setiap stasiun Di Desa Laluin Kec.Kayoa Selatan AgustusAgustus-September 00. Ukuran kelas panjang meningkat seiring dengan pertambahan waktu Sebaran frekuensi panjang dari 40 spesimen Holothuria scraba diukur selama

14 7 bulan Januari hingga Desember ditunjukkan penyebaran frekuensi bersifat unimodal, dengan kisaran panjang sebagian besar individu sekitar 8.5 hingga 6.5 cm. Kategori panjang individu yang paling banyak ditemukan adalah 7.5 cm. jumlah tangkapan keseluruhan terdiri dari individu yang panjangnya berkisar antara 7 hingga 7 cm (Kithakeni & Ndaro Some 00) Presentase teripang pasir yang berukuran besar dan yang berukuran kecil disajikan pada gambar 3. Pada stasiun I dikedalaman 0-5 m nilai panjang ratarata minimum dan maksimum terdapat pada pengambilan keempat ( 4) dengan nilai minimum 93 mm dan panjang nilai rata-rata maksimum berada pada pengambilan ketiga ( 3) dengan nilai 57 mm, kedalaman 5-0 m minimumnya 8 mm pada dan maksimumnya 6 mm pada 3, sementara pada kedalaman 0-5 m panjang rata-rata minimum 9 mm pada 4 dan maksimum 7 mm pada 3. Selanjutnya pada stasiun II kedalaman 0-5 m nilai rata-rata minimumnya 0 mm pada dan maksimumnya 36 mm dan berada pada dan 4, kedalaman 5-0 m minimumnya 4 m pada dan maksimum 9 m pada 3, selanjutnya pada kedalaman 0-5 m nilai rata-rata minimum berada pada dengan nilai rata-rata 6 mm dan maksimum 0 mm pada pengambilan keempat ( 4) dan pada stasiun kedalaman 0-5 m nilai minimum 9 mm berada pada 3 dan maksimum 56 mm, dikedalaman 5-0 m nilai minimumnya 4 mm pada dan maksimumnya 43 mm pada 3 dan selanjutnya pada kedalaman 0-5 m nilai panjang rata-rata minimum berada pada pengambilan ketiga ( 3) 4 mm dan maksimum 53 mm pada pengambilan pertama ( ). Gambar 7. Secara keseluruhan terlihat bahwa nilai ukuran panjang minimum pada stasiun I berda di kedalaman 0-5 dengan nilai rata-rata minimum 9 mm pada pengambilan keempat ( 4), sedangkan panjang rata-rata maksimu pada stasiun I berada dikedalaman 0-5 dengan nilai panjang 7 mm dipengambilan ketiga ( 3), kemudian pada stasiun II nilai rata-rata panjang minimum berada pada kedalaman 5-0 m pada pengambilan kedua ( ) yaitu 4 mm dan maksimum 9 mm dikedalaman 5-0 m ( 3). Selanjutnya pada

15 8 stasiun nilai panjang minimum 9 mm ( 3) kedalaman 0-5 m dan maksimum 56 mm dikedalaman 0-5 m ( ). PT (mm) ST. I Kedalaman 0-5 m Min Max Avg 3 4 PT (mm) ST.I Kedalaman 5-0 m 3 Min Max Avg PT (mm) ST.I Kedalaman Min Max Avg PT (mm) ST.II Kedalaman 0-5 Min Max Avg 3 4 PT (mm) Min ST.II Kedalaman 5-0 Max Avg PT (mm) ST.II Kedalaman 0-5 Min Max Avg 3 4

16 PT (mm) ST. Kedalaman 0-5 m Min Max Avg 3 4 PT (mm) ST. Kedalaman 5-0 Min Max Avg PT (mm) ST. Kedalaman 0- Min Ma x 3 4 Gambar 7: Sebaran ukuran panjang total minimum, panjang total maksimum dan panjang total rata-rata teripang pasir di setiap stasiun berdasarkan waktu sampling (,, 3 dan 4) dan tiap kedalaman (0-5, 5-0 dan 0-5) Di Desa Laluin Kec.Kayoa Selatan Agustus-September 00 Sebaran ukuran panjang total, panjang total minimum, panjang total maksimum dan panjang total rata-rata teripang hitam disajikan pada Gambar 9. Sebaran ukuran panjang teripang hitam pada stasiun I dikedalaman 0-5 m terdapat panjang rata-rata minimum 3 mm ( 3) dan maksimum 50 mm ( ), dikedalaman 5-0 m panjang minimum 35 mm ( 4) dan maksimum 0 mm (Agusus ) sedangkan pada kedalaman 0-5 m nilai panjang minimum 53 ( ) maksimum 68 mm pada pengambilan kedua ( ), kemudian pada stasiun II kedalaman 0-5 m nilai rata-rata minimum 67 mm ( ) maksimum 00 mm ( ), kedalaman 5-0 m nilai minimum terdapat pada dua pengambilan yaitu masing-masing pada pengambilan kedua ( ), pengambilan ketiga ( ) dengan nilai rata-rata 7

17 30 mm dan maksimum terdapat 47 mm dan pada kedalaman 0-5 m hanya terdapat satu ukuran pada samling pertama ( ) dengan nilai rata-rata 54 mm dan selanjutnya pada stasiun dikedalaman 0-5 m nilai rata-rata minimum 38 mm ( ) dan maksimum 66 mm ( 3), kedalaman 5-0 m nilai minimum 3 mm ( 4) maksimum 64 ( ) dan selanjutnya pada kedalaman 0-5 m nilai rata-rata minimum 7 mm ( ) dan maksimum 45 mm pada pengambilan kedua ( ). Secara menyeluruh stasiun I nilai panjang rata-rata minimum berada pada kedalaman 0-5 m dengan nilai 3 mm ( 3) dan panjang rata-rata minimum berada di kedalaman 5-0 m dengan nilai 0 mm ( ) dan pada stasiun II nilai rata-rata minimum berada pada kedalaman 5-0 m yaitu ada dua panjang rata-rata minimum diantaranya pada pengambilan kedua dan ketiga, masing-masing 7 mm sedangkan panjang maksimum berada pada kedalaman 0-5 m dengan nilai rata-rata 00 mm ( ). Stasiun nilai minimum berada pada kedalaman 5-0 m dengan nilai panjang rata-rata 3 mm ( 4) dan maksimum pada kedalaman 0-5 m nilai maksimumnya 66 mm ( 3). Gambar PT (mm) ST.I Kedalaman 0-5 m Min Max Avg PT (mm) ST.I Kedalaman 5-0 m Min Max Avg PT (mm) ST.I Kedalaman 0-5 m Min Max Avg PT (mm) ST.II Kedalaman 0-5 m Min Max Avg 3 4

18 3 PT (mm) ST.II Kedalaman 5-0 m 3 Min Max Avg PT (mm) ST.II Kedalaman 0-5 m Min Ma x Av g 3 4 PT (mm) ST. Kedalaman 0-5 m Min Max Avg PT (mm) ST. Kedalaman 5-0 m 3 Min Max Avg 4 PT (mm) ST. Kedalaman 0-5 m Min Max Avg 3 4 Gambar 8: Sebaran ukuran panjang total minimum, panjang total maksimum dan panjang total rata-rata teripang hitam di setiap stasiun berdasarkan waktu sampling (,, 3 dan 4) dan tiap kedalaman (0-5, 5-0 dan 0-5 m) Di Desa Laluin Kec.Kayoa Selatan Agustus-September 00

19 Parameter Biologi Tingkat Kematangan Gonad Teripang Pasir dan Teripang Hitam Sebaran tingkat kematangan gonad () teripang pasir pada tiap stasiun I, II dan stasiun mulai dari kedalaman 0-5 m, 5-0 m dan 0-5 m berdasarkan jumlah total semua sampling di tiap kedalaman, umumnya yang mendominasi adalah. Dimana pada stasiun I untuk kedalaman 0-5 m total untuk teripang pasir jantan hanya terdapat dan VI dimana total di semua sampling sebanyak 6 ekor dan sebanyak ekor, betina II sebanyak ekor sebanyak 4 ekor dan ebanyak ekor dan pada kedalaman 5-0 m untuk teripang pasir jantan didominasi oleh sebanyak 9 ekor, sebanyak 4 ekor dan V sebanyak ekor sedangkan betina terdapat sebanyak 5 ekor, ekor, selanjutnya pada kedalaman 0-5 m teripang pasir yang jantan hanya ada II dan V, dimana jumlah total semua sampling II ada ekor dan V ekor dan yang berjenis kelamin betina ekor dan ekor. Pada stasiun II sebaran total berdasarkan jumlah ekor di semua sampling juga didominasi oleh dimana pada kedalaman 0-5 m untuk teripang pasir jantan sebanyak 7 ekor dan berjumlah ekor teripang pasir betina juga di dominasi dimana II berjumlah ekor, berjumlah 9 ekor serta ekor. Kedalaman 5-0 m teripang pasir jantan terdapat tiga saja dimana II ekor ekor dan sebanyak ekor, yang berjenis kelamin betina terdapat dua saja dimana II sebanyak ekor dan sebanyak 3 ekor. Selanjutnya pada kedalaman 0-5 m terdapat dua yaitu II ekor dan 6 ekor untuk teripang pasir yang berjenis kelamin jantan sedangkan yang berjenis kelamin betina terdapat dua yaitu 5 ekor dan ekor. Stasiun kedalaman 0-5 m untuk semua sampling dua dimana teripang pasir yang berjenis kelamin jantan ekor dan ekor dan yang betina ada empat yaitu II ekor, ekor, ekor dan V berjumlah ekor, kedalaman 5-0 m teripang pasir yang berjenis kelamin jantan ada dua dimana 9 ekor dan ekor saja sedangkan yang betina hanya terdapat dengan jumlah 8 ekor,

20 33 selanjutnya pada kedalaman 0-5 m teripang pasir jantan ada dua yaitu berjumlah 3 ekor dan berjumlah ekor, betina hanya terdapat berjumlah 4 ekor. Secara keseluruhan sebaran berdasarkan persentase di tiap kedalaman disajikan pada Gambar 9. Apabila dilihat secara keseluruhan berdasarkan kedalaman ditiap stasiun yang paling dominan berada pada kedalaman 0-5 m baik stasiun I, II dan stasiun. Adanya sebaran ukuran dan kematangan gonad teripang yang didapatkan pada masing-masing pengamatan yang berbeda kedalamannya ini, tentunya sangat erat kaitannya dengan kondisi lingkungan masing-masing stasiun pengamatan, terutama yang paling spesifisik yaitu jenis substrat, kedalaman perairan dan kondisi arus Wood (987). Stasiun I Kedalaman 0-5 m V V Kedalaman 5-0 m V V

21 34 Kedalaman 0-5 m 3 4 V 3 4 V Stasiun II Kedalaman Kedalaman 5-0 m V II I 3 4 V 3 4 V 3 4 V Kedalaman 0-5 m 3 4 V II I 3 4 V

22 35 Stasiun Kedalaman 0-5 m 3 4 V II I 3 4 V Kedalaman 5-0 m 3 4 V II I 3 4 V Kedalaman 0-5 m 3 4 V II I 3 4 V Gambar 9: Persentase Tingkat Kematangan Gonad teripang pasir - pada tiap kedalaman Agustus-September 00 Sebaran teripang hitam pada stasiun I, II dan di masing-masing kedalaman dan total di semua sampling umumnya juga didominasi oleh, di mana pada stasiun I kedalaman 0-5 m terdapat dua yang jantan II berjumlah ekor dan berjumlah 5 ekor, betina I berjumlah, II berjumlah 4 ekor dan berjumlah 9 ekor, kedalaman 5-0 m teripang hitam yang berjenis kelamin jantan ada empat dimana I berjumlah ekor, II 4 ekor dan berjumlah 6 ekor dan betina ada dua

23 36 dimana II berjumlah 6 ekor dan berjumlah ekor, selanjutnya pada kedalaman 0-5 m untuk yang jantan terdapat tiga di mana I berjumlah ekor, II berjumlah ekor dan berjumlah ekor sedangkan yang betina terdapat dua di mana II berjumlah 3 ekor dan berjumlah 3 ekor Stasiun II kedalaman 0-5 m untuk teripang hitam yang berjenis kelamin jantan terdapat dua di mana I berjumlah dan berjumlah 7 ekor sedangkan yang betina terdapat dua dimana II berjumlah ekor dan berjumlah 6 ekor, kedalaman 5-0 m yang jantan ada dua di mana II ekor dan berjumlah 3 ekor, betina ada tiga yaitu I berjumlah ekor, II berjumlah 6 ekor dan sebanyak 5 ekor. Selanjutnya pada kedalaman 0-5 m yang jantan hanya ada berjumlah ekor dan yang betina terdapat dua di mana II berjumlah ekor dan berjumlah ekor. Stasiun pada kedalaman 0-5 m untuk teripang hitam yang berjenis kelamin jantan ada dua di mana II berjumlah ekor dan berjumlah 9 ekor sedangkan yang betina ada dua di mana II berjumlah 7 ekor dan berjumlah 9 ekor, pada kedalaman 5-0 m yang jenis kelamin jantan terdapat dua di mana II berjumlah ekor dan berjumlah 0 ekor yang betina ada dua yakni II berjumlah 5 ekor dan berjumlah ekor selanjutnya pada kedalaman 0-5 m terdapat dua di mana II berjumlah ekor dan berjumlah ekor, yang betina ada dua yaitu I berjumlah ekor dan berjumlah 4 ekor Stasiun I Kedalaman 0-5 m 3 4 V II I 3 4 V

24 37 Kedalaman 5-0 m V II I V 3 4 Kedalaman 0-5 m 3 4 V 3 4 V II I Stasiun II Kedalaman 0-5 m V II I V 3 4 Kedalaman 5-0 m V II I V 3 4

25 38 Kedalaman 0-5 m 3 4 V II I 3 4 V Stasiun Kedalaman 0-5 m V II I V 3 4 Kedalaman 5-0 m 3 4 V II I 3 4 V Kedalaman 0-5 m 3 4 V 3 4 V Gambar 0: Persentase Tingkat Kematangan Gonad teripang hitam - pada tiap kedalaman Agustus-September 00

26 39 Berdasarkan stasiun I, II dan sebaran tingkat kematangan gonad () pada teripang pasir jantan dan betina dari I sampai V di masingmasing stasiun umumnya di dominasi oleh tingkat kematangan gonad () pada tiap bulan atau tiap sampling. Stasiun I presentase jumlah tngkat kematangan gonad () teripang pasir jantan secara keseluruhan menunjukkan bahwa II (3.0 %), (75.8 %), (5. %) dan V (6. %) dan teripang pasir betina menunjukkan pada II (.7 %), (86.95 %), dan (0.86 %). Meskipun dalam penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus- September yang berarti di luar puncak musim pemijahan teripang pada lokasi tersebut yaitu pada bulan Desember-Januari dan Mei-Juni (Jayadi & Tuwo, 996), namun individu matang gonad tetap di dapatkan yaitu pada stasiun I dihampir semua kedalaman. Hal ini sesuai dengan pandapat Ong Che & Gomez (983) bahwa teripang memijah sepanjang tahun sehingga individu yang matang bisa didapatkan sepanjang tahun. Pada stasiun II secara keseluruhan teripang jantan menujukkan II (5 %), (75 %) dan (0 %), selanjutnya jenis teripang pasir betina memiliki presentase II (4.8 %), (88. %) dan (7. %). kemudian pada stasiun presentase untuk teripang pasir yang berjenis kelamin jantan pada (88.46 %) dan (.53 %) sedankan teripang betina presentase II (.7 %), (9.9 %), (.7 %) dan V (.7 %) Persentase tingkat kematangan gonad () teripang pasir pada tiap stasiun baik jantan maupun betina disajikan pada Gambar. Stasiun I 3 4 V II I 3 4 V II I

27 40 Stasiun II 3 4 V II I 3 4 V Stasiun 3 4 V 3 4 V Gambar : Persentase Tingkat Kematangan Gonad Teripang Pasir - pada setiap Stasiun Penelitian Agustus-September 00 Selanjutnya tingkat kematangan gonad () pada teripang hitam baik jantan maupun betina didominasi oleh tingkat kematangan gonad () ditiap stasiun pengamatan dengan presentase teripang hitam jantan pada stasiun I memiliki tingkat kematangan gonad () adalah I (9.09 %), II (36.36 %) dan (54.54 %) dan pada teripang hitam yang betina tingkat kematangan gonad () adalah I (4. %), II (7.) dan (68.8 %), Pada stasiun II teripang hitam jantan memiliki persentase I (7.4 %), II (7.4 %) dan tingkat kematangan gonad () adalah (85.7 %), selanjutnya teripang hitam betina I (8.7 %), II (34.8 %) dan (56.5 %), dan pada stasiun tingkat kematangan gonad () pada teripang hitam jantan memiliki presentase II (0 %) dan (80 %), betina I (.70 %), II (9.7 %) dan (67.56 %). Presentase jumlah teripang hitam secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar

28 4 Stasiun I 3 4 V 3 4 V Stasiun II 3 4 V 3 4 V Stasiun 3 4 V 3 4 V Gambar : Persentase Tingkat Kematangan Gonad Teripang Hitam - pada setiap stasiun Penelitian Agustus-September 00 Tahap perkembangan gonad teripang dibedakan dalam lima Tahap perkembangan gonad teripang Holothuroidea Conand ((990) yaitu : I. Belum matang, II. Istirahat,. Pertumbuhan,. Matang dan V. Sesudah memijah. Gambar 3, 4, 5 dan 6.

29 4 A B C Gambar 3: teripang pasir (Holothuria scabra) jantan secara mikroskopis A: Fase II (sebelum pematangan), B: Fase (pematangan), C.Fase (Pematangan awal), D. Fase V (pematangan akhir) D A B C Gambar 4: teripang hitam (Holothuria edulis) jantan secara mikroskopis A: Fase II (sebelum pematangan), B: Fase (pematangan), C.Fase (Pematangan awal), D. Fase V (pematangan akhir) D

30 43 A B C Gambar 5: teripang pasir (Holothuria scabra) betina secara mikroskopis A: Fase II (Sebelum pematangan), B: Fase (pematangan), C.Fase Matang akhir), D. Fase V (Pasca pemijahan) D A B C Gambar 6: teripang pasir (Holothuria edulis) betina secara mikroskopis A: Fase II (Sebelum pematangan), B: Fase (pematangan), C.Fase Matang akhir), D. Fase V (Pasca pemijahan) D

31 Indeks Kematangan Gonad (IKG) Teripang Pasir dan Teripang Hitam Indeks kematangan gonad (IKG) teripang pasir dan teripang hitam berdasarkan hasil penelitian bahwa, Kisaran nilai IKG teripang pasir jantan yaitu 5.3% sampai dengan 8.05% dan teripang pasir betina berkisar 3.3 sampai dengan 6.89% (Tabel 6). Pada stasiun I kedalaman 0-5 m memiliki nilai kisaran IKG tertinggi yaitu kisaran nilai IKG teripang pasir yaitu 6.68% dan IKG teripang pasir jantan berada pada kedalaman 5-0 m berkisar.0, sedangkan pada stasiun II kisaran nilai tertinggi teripang pasir jantan berada pada kedalaman 0-5 dengan kisaran 8.44% dan teripang pasir betina berada di kedalaman 0-5 m dengan nilai kisaran 6.89%, selanjutnya pada stasiun kisaran nilai IKG teripang pasir jantan berada pada kedalaman 0-5 m dengan nilai kisaran 6.49% dan teripang pasir betina berada dikedalaman 5-0 m kisaran 5.9% Tabel 6: Indeks kematangan gonad teripang pasir jantan dan betina stasiun dan kedalaman Stasiun Kedalaman Indeks Kkematangan Gonad (IKG) (m) ± SD ± SD I ± ± ± ± ± ± 0. II ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± 3.90 Indeks kematangan gonad (IKG) teripang hitam jantan berkisar antara 0.98% sampai dengan 5.9% dan teripang hitam betina berkisar antara.35% sampai dengan.3% (Tabel 7). Pada stasiun I nilai IKG teripang hitam yang paling tinggi berada pada kedalaman 0-5 m.0 dan teripang hitam betina pada kedalaman 5-0 m (.), dan pada stasiun II teripang hitam jantan berada dikedalaman 5-0 m dengan nilai kisaean 5.9% dan teripang hitam betina 0-5 m dengan kisaran 5.36%, selanjutnya pada stasiun berada dikedalaman 5-0 m

32 45.5 dan teripang hitam betina berada pada kedalaman 5-0 m dengan kisara.67%.tabel 9 Tabel 7: Indeks kematangan gonad teripang hitam jantan dan betina stasiun dan kedalaman Stasiun Kedalaman Indeks Kkematangan Gonad (IKG) (m) ± SD ± SD I ±..30 ± ±.8.40 ± ± ±.69 II ± ± ± ± ± ± ±.04.9 ± ±.8.67 ± ± ± Dinamika Stok Pendugaan Parameter Pertumbuhan Pendugaan parameter pertumbuhan berdasarkan kedalaman dan gabungan dari waktu pengambilan atau sampling pertama dan sampling keempat ( sampai 4) di tiap stasiun masing-masing disajikan pada gambar 6. Hasil analisis parameter pertumbuhan berdasarkan data frekuensi panjang selama periode pengamatan dengan menggunakan model Von Bertalanfy (K dan L00) yang di bantu dengan program FiSAT sub program ELEFAN I, maka diperoleh nilai koefisien pertumbuhan panjang infinity (L00) pada masing-masing stasiun. Menurut Sparre and Venema (999) bahwa koefisien pertumbuhan (K) adalah parameter yang menyatakan laju pertumbuhan dalam mencapai panjang infinity (L00), sedangkan panjang infinity (L00) adalah menunjukkan seberapa besar ukuran tubuh teripang yang dapat dicapai oleh suatu individu teripang (lampiran 5). Berdasarkan hasil perhitungan secara teoritis tanpa pemisahan jenis pada tiap stasiun masing-masing memperlihatkan bahwa panjang infinity (L00) yang dapat diestimasi untuk teripang pasir pada stasiun I adalah 50 mm dan nilai

33 46 koefisien pertumbuhan (K) adalah 3 pertahunnya, Selanjutnya pada stasiun II panjang infinity (L00) 8 mm dan nilai koefisien pertumbuhan (K) adalah 0.57 per tahunnya, sedangkan pada stasiun panjang infinity (L00) adalah 8 mm dan nilai koefisien pertumbuhannya (K) adalah 0.44 per tahunnya Gambar 7. Dari hasil analisis terhadap parameter pertumbuhan memperlihatkan bahwa panjang infinity (L00) yang dapat dicapai pada ketiga stasiun tersebut relatif sama, hal ini disebabkan karena teripang pasir yang terdapat di Desa Laluin Kecamatan Kayoa baik yang ada pada stasiun I, II maupun stasiun menyebar dengan panjang tubuh yang hampir merata. Ukuran panjang maksimal (L00) yang didapat melalui hasil analisis pendugaan parameter pertumbuhan tersebut adalah 50 mm, ternyata hampir sama dengan hasil sampling yang ditemukan selama penelitian berlangsung yaitu 40 mm (Tabel 8) Tabel 8: Parameter pertumbuhan K, L, dan t0 teripang pasir Stasiun K (per tahun) L t0 I II Dari hasil analisis terhadap parameter pertumbuhan koefisien pertumbuhan (K) juga memperlihatkan pada stasiun I teripang pasir memiliki kecepatan tumbuh lebih cepat yaitu 3 per tahunnya, kemudian disusul pada stasiun II yaitu 0.57 pertahunnya dan yang paling lambat berada pada stasiun yaitu 0.44 pertahunnya (Gambar 7). Adanya perbedaan nilai K ini, diduga kemungkinan disebabkan oleh faktor ketersediaan makanan alami dan faktor penangkapan tentunya sehingga sangat mempengaruhi kecepatan tumbuh dari teripang pasir itu sendiri. Kurva pertumbuhan selama penelitian dari bulan agustus sampai bulan september diestimasi dalam satu tahun sehingga menghasilkan kurva pertumbuhan di tiap stasiun berdasarkan kedalaman, hal ini dapat dilihat pada lampiran 5.

34 47 ST. ST. ST.3 Gambar 7: Kurva pertumbuhan (L00 dan K) teripang pasir berdasarkan stasiun I, II, dan total semua stasiun di Desa Laluin Kec.Kayoa Selatan Agustus-September 00 Seperti halnya teripang pasir, teripang hitam mempunyai hasil analisis pertumbuhan pada tiap stasiun masing-masing. Pendugaan parameter pertumbuhan teripang hitam berdasarkan kedalaman dan gabungan dari waktu pengambilan atau sampling pertama dan sampling keempat ( - 4) dan per stasiun masing-masing disajikan pada lampiran 6. Tabel 9: Parameter pertumbuhan K, L, dan t0 teripang hitam Stasiun K (per tahun) L to I II Tabel diatas memperlihatkan bahwa panjang infinity (L00) teripang hitam yang dapat diestimasi pada stasiun I adalah 98 mm dan nilai koefisien

35 48 pertumbuhan (K) adalah 0.45 pertahunnya, Selanjutnya pada stasiun II panjang infinity (L00) 98 mm dan nilai koefisien pertumbuhan (K) adalah 0.35 per tahunnya, sedangkan pada stasiun panjang infinity (L00) adalah 7 mm dan nilai koefisien pertumbuhannya (K) adalah 0.73 per tahunnya Gambar 9 dan lampiran 8). Parameter pertumbuhan memperlihatkan bahwa panjang infinity (L00) yang dapat dicapai pada ketiga stasiun relatif sama halnya seperti pada teripang pasir, hal ini juga disebabkan karena teripang teripang hitam yang terdapat di Desa Laluin Kecamatan Kayoa baik yang ada pada stasiun I, II maupun stasiun menyebar dengan panjang tubuh yang hampir merata. Ukuran panjang maksimal (L00) yang didapat melalui hasil analisis pendugaan parameter pertumbuhan tersebut adalah 50 mm, ternyata hampir sama dengan hasil sampling yang ditemukan selama penelitian berlangsung yaitu 90 mm. Terlihat bahwa pada stasiun memiliki kecepatan tumbuh dibandingkan kedua stasiun yaitu 0.73 per tahunnya dan 0.45 pertahunnya di stasiun II, kemudian yang terendah pertumbuhannya berada pada stasiun I dengan kecepatan pertumbuhan 0.35 per tahunnya (Tabel 9 dan gambar 8). ST. ST. ST. 3 TOTAL STASIUN Gambar 8: Kurva pertumbuhan (L00 dan K) teripang hitam berdasarkan stasiun di Desa Laluin Kec.Kayoa Selatan Agustus-September 00

36 Mortalitas dan Laju Eksploitasi Pada populasi teripang yang telah dieksploitasi mortalitas merupakan kombinasi mortalitas alami dan mortalitas akibat penangkapan. Berdasarkan analisis nilai rata-rata yang diperoleh dari masing-masing stasiun maka didapatkan mortalitas total (Z) untuk teripan pasir pada stasiun I adalah sebesar 4.97 pertahunnya (selang kepercayaannya dari Z antara 0.73) dan teripang hitam sebesar 0.75 per tahun (selang kepercaan dari Z antara -0.55), sedangkan nilai mortalitas alami (M) teripang pasir sebesar.08 per tahunnya dan untuk teripang hitam nilai mortalitas alami (M) sebesar 0.57 per tahunnya, maka dengan demikian mortalitas akibat penangkapan dapat dicari yaitu mortalitas alami dikurangi mortalitas total (Z-M) sehingga nilai mortalitas akibat penangkapan (F) untuk teripang pasir adalah.83 per tahunnya dan teripang hitam sebesar.30 per tahunnya. Pada stasiun II mortalitas total (Z) didapat sebesar 0.88 per tahun (selang kepercayaan Z antara -0.3) untuk teripang pasir, sedangkan untuk teripang hitam sebesar 0.53 per tahunnya (selang kepercayaanya Z antara -0.7) Mortalitas alami (M) teripang pasir sebesar 0.7 per tahunnya teripang hitam sebesar 0.49 per tahun maka mortalitas penangkapan (F) didapat sebesar 0.5 per tahunnnya untuk teripang pasir dan teripang hitam sebesar.3 pertahunnya. Selanjutnya pada stasiun mortalitas total (Z) untuk teripang pasir 0.46 per tahunnya (selang kepercayaannya Z antara -0.49) dan teripang hitam sebesar.7 per tahun (selang kepercayaanya Z antara -0.), sedangkan mortalitas alami (M) teripang pasir 0.60 per tahun dan teripang hitam sebesar 0.8 per tahunnya, maka mortalitas akibat dari penangkapan (F) adalah sebesar -0.4 per tahun untuk teripang pasir sedangkan untuk teripang hitam sebesar.48 per tahunnya. Secara keseluruhan nilai mortalitas total (Z) teripang pasir yang tertinggi berada pada stasiun I dengan nilai 4.9 per tahunnya sedangkan untuk teripang hitam juga berada pada stasiun I dengan nilai 0.75 per tahun dan nilai mortalitas total (Z) terendah teripang pasir berada pada staiun sebesar 0.46 per tahunnya, terendah untuk teripang hitam berada di stasiun II sebesar 0.53 per tahun dan untuk mortalitas alami (M) tertinggi untuk teripang pasir berada pada stasiun I dengan nilai.08 per tahun, teripang hitam tertinggi pada stasiun sebesar 0.8

37 50 per tahun sedangkan terendah untuk teripang pasir berada pada stasiun dengan nilai 0.60 per tahunnya dan teripang hitam terendah berada pada stasiun II dengan nilai 0.49 Demikian juga dengan mortalitas akibat penangkapan (F) untuk teripang pasir tertinggi berada pada stasiun I dengan nilai.83 per tahun dan terendah pada stasiun dengan nilai -0.4, untuk teripang hitam tertinggi berada pada stasiun dengan nilai.48 per tahun dan terendah berada pada stasiun II dengan nilai.3 per tahunnya, secara keseluruha disajikan pada tabel 0. Tabel 0: Nilai mortalitas teripang pasir dan teripang hitam di tiap stasiun penelitian Teripang pasir Teripang hitam Stasiun Pertahun Pertahun Z M F Z M F I II Nilai koefisien yang diperoleh baik mortalitas alami (M) maupun mortalitas akibat penangkapan (F), mengambarkan bahwa berkurangnya stok teripang pasir maupun teripang hitam di Desa Laluin Kecamatan Kayoa Selatan dalam suatu kelompok ukuran atau umur pada satu kurung waktu tertentu lebih disebabkan oleh faktor penangkapan di bandingkan oleh faktor alami, hal ini sangatlah wajar dengan kondisi yang terjadi di lapangan dimana aktivitas penangkapan yang dilakukan oleh para nelayan teripang Desa Laluin Kecamatan Kayoa hampir setiap harinya. Eksploitasi merupakan indeks yang dapat mengambarkan tingkat pemanfaatan dari suatu stok disuatu perairan, Berdasarkan nilai mortalitas karena suatu penangkapan (F) dan nilai mortalitas total (Z) maka laju eksploitasi dapat ditentukan dengan rumus E=F/Z. Lsju eksploitasi (E) ini berdasarkan analisis biomassa per rekrut (B/R) dengan asumsi bahwa jika nilai E= 0.5 itu menunjukkan bahwa nisbah pemanfaatan optimum (Eopt), sedangkan apabila nilai E<0.5 maka suatu stok dikategorikan under fishing dan jika nilai E>0.5 maka stok

38 5 tersebut dikategorikan over fishing, didasarkan bahwa apabila hasil berimbang dimana F=M adalah optimum (Gulland 997 in Pauly 98). Nilai eksploitasi (E) berdasarkan analisis Yield Per Rekrut (Y/R) disebut dengan E faktual, bahwa jika nilai E faktual < E maksimum maka tingkat eksploitasi yang dilakukan masih berada dibawah batas maksimum lestari dan sebaliknya pula. Namun dalam hal ini untuk mempermudah perhitungan menduga laju eksploitasi, maka digunakan program FiSAT dengan metode Relative Y/R and B/R (Knife-edge selection). Pada stasiun I teripang pasir berdasarkan analisis tersebut maka didapatkan nilai dari E faktual adalah 0.57 (F/Z) jika dilihat berdasarkan analisis biomassa per rekrut (F/B) maka laju eksploitasinya dikategorikan over fishing, ini dikarenakan nilai E (0.57) >0.5, sehingga pada stasiun I pemanfaatan sumberdaya suda 0ver eksploitasi dan pemanfaatan sumberdaya pada stasiun II nilai dari E faktual adalah 0.7 dan masuk dalam kategori under fishing karena dibawah nilai dari E faktual <0.5. Selanjutnya pada stasiun nilai dari E faktual adalah 0.3 dan masuk kategori 0ver fishing. Ssedangkan pada teripang hitam yaitu nilai E faktual.74 sehingga pada stasiun I pemanfaatan sumberdaya suda 0ver eksploitasi dan pemanfaatan sumberdaya dan pada stasiun II nilai E faktual.35 dan pemanfaatan sumberdaya sudah 0ver eksploitasi, selanjutnya pada stasiun nilai dari E faktual adalah.6 dan dikategorikan sudah 0ver eksploitasi Pengaruh Dinamika Stok Dengan Eksploitasi Teripang Karakteristik morfologi, anatomi dan biologi dari teripang, terutama yang bernilai guna untuk dijadikan komersil, terdapat peningkatan ketertarikan terhadap sumberdaya komersial ini, dan banyak pihak perikanan menjadi saksi dari berbagai konflik yang berhubungan dengan kebutuhan konservasi pengolahan produk secara umum melewati negara pengolah untuk kemudian ke pasar utama dunia. Hong Kong, Singapura, dan Taiwan, sebelum akhirnya diimpor ke negara konsumen. Conand & Battaglene (999) Teripang merupakan salah satu potensi sumberdaya perikanan yang memiliki nilai ekonomis penting, sampai saat ini pemanfaatan teripang di Desa

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 103 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Laluin Kecamatan Kayoa Selatan Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara dan mulai dari bulan Agustus

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika dan Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil penelitian di perairan Kepulauan Seribu yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, diperoleh nilai-nilai parameter

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 30 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi perairan Teluk Jakarta Teluk Jakarta terletak di utara kota Jakarta dengan luas teluk 285 km 2, dengan garis pantai sepanjang 33 km, dan rata-rata kedalaman

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Cumi-Cumi Sirip Besar 4.1.1. Distribusi spasial Distribusi spasial cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak, Karang Lebar, dan Semak Daun yang tertangkap

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi plankton sampai tingkat genus pada tambak udang Cibalong disajikankan pada Tabel 1. Hasil identifikasi komunitas plankton

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Pesisir Teluk Jakarta terletak di Pantai Utara Jakarta dibatasi oleh garis bujur 106⁰33 00 BT hingga 107⁰03 00 BT dan garis lintang 5⁰48

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 16 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua lokasi perairan pesisir Banten yaitu perairan PLTU-Labuan Teluk Lada dan Teluk Banten Bojonegara, Provinsi Banten.

Lebih terperinci

2.2. Struktur Komunitas

2.2. Struktur Komunitas 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobentos Hewan bentos dibagi dalam tiga kelompok ukuran, yaitu makrobentos (ukuran lebih dari 1,0 mm), meiobentos (ukuran antara 0,1-1 mm) dan mikrobentos (ukuran kurang

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH 1,2) Urip Rahmani 1, Imam Hanafi 2, Suwarso 3 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang berfungsi sebagai tempat memijah, mencari makan, daerah pengasuhan dan berlindung biota laut, termasuk bagi beragam jenis ikan karang yang berasosiasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peranan penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah disekitarnya,

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian.

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian. 14 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di PPI Labuan, Provinsi Banten. Ikan contoh yang diperoleh dari PPI Labuan merupakan hasil tangkapan nelayan disekitar perairan Selat

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 13 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di perairan Cirebon yang merupakan wilayah penangkapan kerang darah. Lokasi pengambilan contoh dilakukan pada dua lokasi yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai merupakan suatu perairan yang airnya berasal dari air tanah dan air hujan, yang mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran tersebut dapat

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos Odum (1993) menyatakan bahwa benthos adalah organisme yang hidup pada permukaan atau di dalam substrat dasar perairan yang meliputi organisme

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisika Kimia Perairan dan Substrat Estuari mempunyai kondisi lingkungan yang berbeda dengan sungai dan laut. Keberadaan hewan infauna yang berhabitat di daerah estuari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Kabupaten Gorontalo Utara. Kabupaten Gorontalo Utara merupakan salah satu Kabupaten yang terletak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Kabupaten Gorontalo Utara. Kabupaten Gorontalo Utara merupakan salah satu Kabupaten yang terletak BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Kabupaten Gorontalo Utara 1. Kondisi Goegrafis Kabupaten Gorontalo Utara merupakan salah satu Kabupaten yang terletak di Provinsi Gorontalo dengan luas yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, karena area ini merupakan area ekoton daerah pertemuan dua ekosistem berbeda (tawar dan laut)

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sebaran Frekuensi Ikan Tetet (Johnius belangerii) Ikan contoh ditangkap setiap hari selama 6 bulan pada musim barat (Oktober-Maret) dengan jumlah total 681 ikan dan semua sampel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi komunitas plankton sampai tingkat genus di Pulau Biawak terdiri dari 18 genus plankton yang terbagi kedalam 14 genera

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan bahan industri. Salah satu sumberdaya tersebut adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Spesifikasi Alat dan Bahan

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Spesifikasi Alat dan Bahan III. METODE PENELITIAN A. Spesifikasi Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah jaring tancap (gillnet), jala tebar, perahu, termometer, secchi disk, spuit, botol plastik, gelas ukur

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA Umroh 1, Aries Dwi Siswanto 2, Ary Giri Dwi Kartika 2 1 Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,Perikanan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kajian populasi Kondisi populasi keong bakau lebih baik di lahan terlantar bekas tambak dibandingkan di daerah bermangrove. Hal ini ditunjukkan oleh nilai kepadatan

Lebih terperinci

Estimasi Populasi Gastropoda di Sungai Tambak Bayan Yogyakarta

Estimasi Populasi Gastropoda di Sungai Tambak Bayan Yogyakarta Estimasi Populasi Gastropoda di Sungai Tambak Bayan Yogyakarta Andhika Rakhmanda 1) 10/300646/PN/12074 Manajamen Sumberdaya Perikanan INTISARI Makrozoobentos merupakan salah satu kelompok terpenting dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 32 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Ikan Kurisi di Perairan Teluk Banten Penduduk di sekitar Teluk Banten kebanyakan memiliki profesi sebagai nelayan. Alat tangkap yang banyak digunakan oleh para nelayan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekitar 78 % wilayah Indonesia merupakan perairan sehingga laut dan wilayah pesisir merupakan lingkungan fisik yang mendominasi. Di kawasan pesisir terdapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah di sekitarnya,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun.

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Perairan Semak Daun, Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu (KAKS) Daerah Khusus bukota Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teripang disebut juga mentimun laut (sea cucumber). Produk perikanan

BAB I PENDAHULUAN. Teripang disebut juga mentimun laut (sea cucumber). Produk perikanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teripang disebut juga mentimun laut (sea cucumber). Produk perikanan teripang merupakan salah satu hasil laut yang telah lama menjadi komoditas perdagangan internasional

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Organ reproduksi Jenis kelamin ikan ditentukan berdasarkan pengamatan terhadap gonad ikan dan selanjutnya ditentukan tingkat kematangan gonad pada tiap-tiap

Lebih terperinci

Beberapa contoh air, plankton, makrozoobentos, substrat, tanaman air dan ikan yang perlu dianalisis dibawa ke laboratorium untuk dianalisis Dari

Beberapa contoh air, plankton, makrozoobentos, substrat, tanaman air dan ikan yang perlu dianalisis dibawa ke laboratorium untuk dianalisis Dari RINGKASAN SUWARNI. 94233. HUBUNGAN KELOMPOK UKURAN PANJANG IKAN BELOSOH (Glossogobircs giuris) DENGAN KARASTERISTIK HABITAT DI DANAU TEMPE, KABUPATEN WAJO, SULAWESI SELATAN. Di bawah bimbingan Dr. Ir.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki peranan penting sebagai wilayah tropik perairan Iaut pesisir, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan sumberdaya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan Selat merupakan perairan relatif sempit yang menghubungkan dua buah perairan yang lebih besar dan biasanya terletak di antara dua daratan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Perairan Bondet Perairan Bondet merupakan wilayah penangkapan kerang darah bagi nelayannelayan desa Bondet dan sekitarnya. Beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN UMUM 1 BAB I PENDAHULUAN UMUM A. Latar Belakang Mollusca sebagai salah satu hasil perairan Indonesia sampai saat ini belum mendapatkan perhatian yang layak. Pemanfaatan Pelecypoda masih terbatas yaitu di daerah-daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Common property & open acces. Ekonomis & Ekologis Penting. Dieksploitasi tanpa batas

PENDAHULUAN. Common property & open acces. Ekonomis & Ekologis Penting. Dieksploitasi tanpa batas 30 mm 60 mm PENDAHULUAN Ekonomis & Ekologis Penting R. kanagurta (kembung lelaki) ~ Genus Rastrelliger spp. produksi tertinggi di Provinsi Banten, 4.856,7 ton pada tahun 2013, menurun 2.5% dari tahun 2010-2013

Lebih terperinci

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti Sebuah lagu berjudul Nenek moyangku seorang pelaut membuat saya teringat akan kekayaan laut Indonesia. Tapi beberapa waktu lalu, beberapa nelayan Kepulauan

Lebih terperinci

oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI

oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI &[MfP $00 4 oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI RAJUNGAN (Portiinirspelngicus) DI PERAIRAN MAYANGAN, KABWATEN SUBANG, JAWA BARAT Oleh: DEDY TRI HERMANTO C02499072 SKRIPSI Sebagai Salah

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai dinamika stok ikan peperek (Leiognathus spp.) dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan

PENDAHULUAN. di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan 15 PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan organik merupakan salah satu indikator kesuburan lingkungan baik di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan kualitas tanah dan di perairan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi 2.1.1. Klasifikasi Tiram merupakan jenis bivalva yang bernilai ekonomis. Tiram mempunyai bentuk, tekstur, ukuran yang berbeda-beda (Gambar 2). Keadaan tersebut

Lebih terperinci

PEMANTAUN PARAMETER DINAMIKA POPULASI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger sp) DI PERAIRAN PESISIR PULAU TERNATE PROVINSI MALUKU UTARA

PEMANTAUN PARAMETER DINAMIKA POPULASI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger sp) DI PERAIRAN PESISIR PULAU TERNATE PROVINSI MALUKU UTARA PEMANTAUN PARAMETER DINAMIKA POPULASI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger sp) DI PERAIRAN PESISIR PULAU TERNATE PROVINSI MALUKU UTARA Umar Tangke Staf Pengajar Faperta UMMU-Ternate, e-mail: khakafart@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di daerah beriklim tropis dan merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya perairan. Laut tropis

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di TPI Cilincing, Jakarta Utara. Pengambilan data primer berupa pengukuran panjang dan bobot ikan contoh yang ditangkap

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Perikanan Layur di PPN Palabuhanratu Secara geografis, Teluk Palabuhanratu ini terletak di kawasan Samudera Hindia pada posisi 106 10-106 30 BT dan 6 50-7 30 LS dengan

Lebih terperinci

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM 69 4. DESKRIPSI SISTEM SOSIAL EKOLOGI KAWASAN PENELITIAN 4.1 Kondisi Ekologi Lokasi studi dilakukan pada pesisir Ratatotok terletak di pantai selatan Sulawesi Utara yang termasuk dalam wilayah administrasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, flora, fauna maupun makhluk hidup yang lain. Makhluk hidup memerlukan air tidak hanya sebagai

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi perairan Teluk Jakarta Teluk Jakarta, terletak di sebelah utara kota Jakarta, dengan luas teluk 285 km 2, dengan garis pantai sepanjang 33 km, dan rata-rata

Lebih terperinci

2. METODOLOGI PENELITIAN

2. METODOLOGI PENELITIAN 2. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terdiri dari lokasi pengambilan udang mantis contoh dan lokasi pengukuran sumber makanan potensial udang mantis melalui analisis

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 0 I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelecypoda merupakan biota bentik yang digunakan sebagai indikator biologi perairan karena hidupnya relatif menetap (sedentery) dengan daur hidup yang relatif lama,

Lebih terperinci

bentos (Anwar, dkk., 1980).

bentos (Anwar, dkk., 1980). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman jenis adalah keanekaragaman yang ditemukan di antara makhluk hidup yang berbeda jenis. Di dalam suatu daerah terdapat bermacam jenis makhluk hidup baik tumbuhan,

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus)

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rajungan (Portunus pelagicus) Menurut www.zipcodezoo.com klasifikasi dari rajungan adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Malacostrata Ordo : Decapoda

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan

Lebih terperinci

STRUKTUR UKURAN DAN PARAMETER PERTUMBUHAN HIU MACAN (Galeocerdo cuvier Peron & Lesuer, 1822) DI PERAIRAN SELATAN NUSA TENGGARA BARAT

STRUKTUR UKURAN DAN PARAMETER PERTUMBUHAN HIU MACAN (Galeocerdo cuvier Peron & Lesuer, 1822) DI PERAIRAN SELATAN NUSA TENGGARA BARAT STRUKTUR UKURAN DAN PARAMETER PERTUMBUHAN HIU MACAN (Galeocerdo cuvier Peron & Lesuer, 1822) DI PERAIRAN SELATAN NUSA TENGGARA BARAT Umi Chodrijah 1, Agus Arifin Sentosa 2, dan Prihatiningsih 1 Disampaikan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu 3.2 Teknik Pengambilan Data Pengumpulan Data Vegetasi Mangrove Kepiting Bakau

3 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu 3.2 Teknik Pengambilan Data Pengumpulan Data Vegetasi Mangrove Kepiting Bakau 19 3 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2011 pada kawasan mangrove di Desa Tongke-Tongke dan Kelurahan Samataring, Kecamatan Sinjai Timur, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dan terletak di daerah beriklim tropis. Laut tropis memiliki

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe Estuari dan Debit Sungai. Tipe estuari biasanya dipengaruhi oleh kondisi pasang surut. Pada saat pasang, salinitas perairan akan didominasi oleh salinitas air laut karena

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem yang paling kompleks dan khas di daerah tropis yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi. Ekosistem

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan Teluk Banten Perairan Karangantu berada di sekitar Teluk Banten yang secara geografis terletak pada 5 0 49 45 LS sampai dengan 6 0 02

Lebih terperinci

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 9 dan MSY adalah: Keterangan : a : Perpotongan (intersept) b : Kemiringan (slope) e : Exponen Ct : Jumlah tangkapan Ft : Upaya tangkap (26) Model yang akan digunakan adalah model yang memiliki nilai korelasi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara ekologis ekosistem padang lamun di perairan pesisir dapat berperan sebagai daerah perlindungan ikan-ikan ekonomis penting seperti ikan baronang dan penyu, menyediakan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1. 1.Kondisi umum Perairan Utara Jawa Perairan Utara Jawa dulu merupakan salah satu wilayah perikanan yang produktif dan memilki populasi penduduk yang padat. Panjang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup yang panjang. Oleh karena itu peran bentos dalam

TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup yang panjang. Oleh karena itu peran bentos dalam TINJAUAN PUSTAKA Benthos Bentos merupakan kelompok organisme yang hidup di dalam atau di permukaan sedimen dasar perairan. Bentos memiliki sifat kepekaan terhadap beberapa bahan pencemar, mobilitas yang

Lebih terperinci

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman Online di :

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman Online di : JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman 73-80 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/maquares ASPEK REPRODUKSI IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakasanakan mulai awal bulan Maret sampai bulan Mei, dengan interval pengambilan data setiap dua minggu. Penelitian berupa pengumpulan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 26 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum PPP Labuan PPP (Pelabuhan Perikanan Pantai) Labuan, Banten merupakan pelabuhan perikanan pantai terbesar di Kabupaten Pandeglang yang didirikan

Lebih terperinci

MENGAPA PRODUKSI TANGKAPAN IKAN SARDINE DI PERAIRAN SELAT BALI KADANG MELEBIHI KAPASITAS PABRIK YANG TERSEDIA KADANG KURANG Oleh.

MENGAPA PRODUKSI TANGKAPAN IKAN SARDINE DI PERAIRAN SELAT BALI KADANG MELEBIHI KAPASITAS PABRIK YANG TERSEDIA KADANG KURANG Oleh. 1 MENGAPA PRODUKSI TANGKAPAN IKAN SARDINE DI PERAIRAN SELAT BALI KADANG MELEBIHI KAPASITAS PABRIK YANG TERSEDIA KADANG KURANG Oleh Wayan Kantun Melimpahnya dan berkurangnya ikan Lemuru di Selat Bali diprediksi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR ISI vi KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI vi DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR ix I. PENDAHULUAN 1 II. SISTIMATIKA DAN DISTRIBUSI 8 A. Sistimatika 8 B. Distribusi 13 III. BIOLOGI REPRODUKSI 20 A. Nisbah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksananakan pada bulan Juli September 2013 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksananakan pada bulan Juli September 2013 di 25 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksananakan pada bulan Juli September 2013 di laboratorium penelitian Biologi Akuatik Gedung MIPA Terpadu Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Ponelo merupakan Desa yang terletak di wilayah administrasi Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Wilayah Penelitian Wilayah tempat substrat batu berada bersampingan dengan rumah makan Nusa Resto dan juga pabrik industri dimana kondisi fisik dan kimia perairan sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang mencapai 17.508 pulau dengan luas lautnya sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah lautan yang luas tersebut

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Semak Daun merupakan salah satu pulau yang berada di Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara. Pulau ini memiliki daratan seluas 0,5 ha yang dikelilingi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan di daerah tropika yang terdiri dari 17.504 buah pulau (28 pulau besar dan 17.476 pulau kecil) dengan panjang garis pantai sekitar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. buang tanpa adanya pengolahan limbah yang efesien dan terbuang mengikuti arus

BAB 1 PENDAHULUAN. buang tanpa adanya pengolahan limbah yang efesien dan terbuang mengikuti arus BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indramayu merupakan salah satu daerah yang penduduknya terpadat di Indonesia, selain itu juga Indramayu memiliki kawasan industri yang lumayan luas seluruh aktivitas

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kesejahteraan hidup rakyat melalui pembangunan di bidang industri, nampak memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan perairan pesisir dan laut karena

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Pengamatan Desa Otiola merupakan pemekaran dari Desa Ponelo dimana pemekaran tersebut terjadi pada Bulan Januari tahun 2010. Nama Desa Otiola diambil

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sedimen Dasar Perairan Berdasarkan pengamatan langsung terhadap sampling sedimen dasar perairan di tiap-tiap stasiun pengamatan tipe substrat dikelompokkan menjadi 2, yaitu:

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem padang lamun (seagrass) merupakan suatu habitat yang sering dijumpai antara pantai berpasir atau daerah mangrove dan terumbu karang. Padang lamun berada di daerah

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN

PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Suatu ekosistem dapat terbentuk oleh adanya interaksi antara makhluk dan lingkungannya, baik antara makhluk hidup dengan makhluk hidup

Lebih terperinci

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) PENGELOLAAN KUALITAS AIR DALAM KEGIATAN PEMBENIHAN IKAN DAN UDANG Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) DISSOLVED OXYGEN (DO) Oksigen terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang

Lebih terperinci