BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Transfer pricing digunakan untuk mengukur efektifitas departemen

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transfer pricing awalnya merupakan salah satu cara pengusaha dalam menjalankan bisnisnya untuk mengukur kinerja per departemen dalam suatu perusahaan. Transfer pricing digunakan untuk mengukur efektifitas departemen dari suatu perusahaan untuk melihat kinerja keseluruhan perusahaan tersebut. 1. Salah satu ciri praktek transfer pricing yang biasa dikenal dalam literatur perpajakan adalah memperkecil harga jual per unit barang dan memperbesar harga beli bahan baku. Dalam menyelesaikan masalah transfer pricing yang sangat kompleks, pengaturan transfer pricing di Indonesia adalah aturan lama yang dikeluarkan tahun 1993 berupa keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP 01/ PJ.7/ 1993 yang dijabarkan dalam bentuk Surat Edaran Direktur Jenderal Nomor SE- 04/PJ.7/1993 tentang petunjuk penanganan kasus-kasus transfer pricing, selain itu Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-43/PJ/2010 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER- 32/PJ/2011 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha Dalam Transaksi Antara Wajib Pajak dengan Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa. Baru kemudian Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang nomor 38 tahun 2008 tentang Perubahan ketiga Undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak 1 Erly Suandy, Perencanaan Pajak, Jakarta, Salemba Empat, 2006 hal 73 1

2 Penghasilan. Kesulitan dalam kasus transfer pricing adalah penentuan harga yang dinilai wajar dalam transaksi transfer pricing, sehingga sering timbul ketidaksamaan dalam menentukannya terutama masalah yang timbul pada wajib pajak dan fiskus. Transfer pricing masih belum memiliki peraturan yang kuat yang mengatur dengan jelas bagi wajib pajak atau fiskus sendiri sehingga hakim pengadilan dalam kesulitan memutuskan kasus yang peraturanya tidak diatur dengan jelas. Dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put /PP/M.XV/15/2013, penulis secara khusus menganalisa dan meneliti sengketa yang terjadi antara PT. X dengan Direktorat Jenderal Pajak Republik Indonesia (DJP), adalah sengketa mengenai Koreksi Positif atas pembayaran running royalty sebesar Rp ,00. Pada putusan tersebut, menurut DJP atau fiskus dalam melakukan koreksi positif atas pembayaran royalty sebesar Rp ,00 menggunakan metode 25% rule karena alasan sebagai berikut: 1. Kajian atas Dasar Hukum dan Penerapan 25% Rule dalam Penentuan Biaya Royalty Wajar: a. Bahwa Tahun Pajak yang menjadi sengketa adalah Tahun Pajak 2008, sehingga Undang-undang PPh yang berlaku adalah Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh Tahun 2000); b. Bahwa Pasal 18 ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun

3 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 (UU PPh Tahun 2000) menyatakan bahwa: Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa. Didalam ketentuan tersebut tidak ditentukan secara definitif metodemetode transfer pricing yang dapat digunakan untuk menghitung harga wajar. c. Bahwa di dalam Penjelasan Pasal 18 ayat (3) UU PPh Tahun 2000 lebih lanjut dijelaskan bahwa Dalam menentukan kembali jumlah penghasilan dan atau biaya tersebut dapat dipakai beberapa pendekatan, misalnya data pembanding, alokasi laba berdasar fungsi atau peran serta dari Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dan indikasi serta data lainnya. Dengan demikian fiskus menggunakan pendekatan alokasi laba berdasar fungsi atau peran serta dari Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dan indikasi serta data lainnya; d. Bahwa sesuai hasil penelitian Robert Goldscheider, John Jarosz, dan Carla Mulhern yang dituangkan dalam buku berjudul Royalty Rate for Licensing Intellectual Property diketahui bahwa 25% rule merupakan pendekatan penentuan royalty yang lazim digunakan dalam negosiasi penentuan royalty antara licensee dan licensor independent atas penggunaan atau hak menggunakan intellectual property. Dengan 3

4 demikian, penggunaan 25% Rule telah sesuai dengan konsep kelaziman sebagaimana dimaksud di dalam ketentuan Pasal 18 ayat (3) Undang- undang PPh Tahun 2000; e. Bahwa 25% Rule merupakan suatu pendekatan dalam penentuan royalty yang memenuhi unsur alokasi laba berdasar fungsi atau peran serta sebagaimana dimaksud di dalam Penjelasan Pasal 18 ayat (3) UU PPh Tahun 2000, disebutkan bahwa Dalam menentukan kembali jumlah penghasilan dan atau biaya tersebut dapat dipakai beberapa pendekatan, misalnya data pembanding, alokasi laba berdasar fungsi atau peran serta dari Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dan indikasi serta data lainnya. Dengan demikian, 25% rule tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 18 ayat (3) UU PPh karena memenuhi unsur alokasi laba berdasar fungsi atau peran serta f. Bahwa 25% Rule juga merupakan suatu indikasi sebagaimana dimaksud di dalam Penjelasan Pasal 18 ayat (3) UU PPh Tahun 2000, karena mengindikasikan nilai royalty yang lazim diterapkan dan disepakati oleh pihak-pihak yang independent terkait penggunaan atau hak untuk menggunakan intellectual property. g. Bahwa di dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP 01/PJ.7/1993 tentang Pedoman Pemeriksaan Pajak terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa, pada Bab II Paragraf 1.4.2: Sumber-sumber informasi sebagai pembanding, disebutkan bahwa: 4

5 "Pengkajian kewajaran Transfer Price sangat memerlukan data pembanding (komparabilitas). Data pembanding dari pihak ketiga perlu didapatkan dari sumber-sumber informasi, misalnya : Dan lainlain sumber informasi." Mengingat bahwa 25% rule merupakan bagian dari data lain-lain sumber informasi. h. Bahwa 5 metode sebagaimana dimaksud oleh PT.X, yaitu Comparable Uncontrolled Price, Cost-plus, Resale Price, Transactional Net Margin Method, dan Profit Split baru dikenal di dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari Bahwa di dalam Penjelasan Pasal 18 ayat (3) disebutkan: Dalam menentukan kembali jumlah penghasilan dan/atau biaya tersebut digunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen (comparable uncontrolled price method), metode harga penjualan kembali (resale price method), metode biaya-plus (cost-plus method), atau metode lainnya seperti metode pembagian laba (profit split method) dan metode laba bersih transaksional (transactional net margin method). Dengan demikian, secara jelas Undang- undang PPh Tahun 2008 pun tidak membatasi metode transfer pricing yang dapat digunakan untuk menentukan harga wajar, karena digunakannya kata-kata metode lainnya seperti metode pembagian laba dan metode laba bersih transaksional Menurut PT. X, bahwa pembayaran running royalty kepada Sharp corporation Jepang dan royalty-patent fee kepada Sharp Electronics (M) sdn Bhd, adalah sehubungan dengan penggunaan know-how, brand name, technical assistance, desain dan informasi CRT TV, yang merupakan biaya yang dapat dikurangkan sebagaimana diatur dalam pasal 6 Undang-Undang Nomor 38 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan yakni: 5

6 1. Bahwa Undang-undang Pajak Penghasilan dan peraturan pelaksanaannya tidak pernah mengatur atau menyebutkankan mengenai penggunaan 25 percent rule dalam menghitung kewajaran pembayaran Royalti; 2. Bahwa tidak ada satupun ketentuan didalam UU PPh dan bahkan peraturan pelaksanaan yang diterbitkan Terbanding yang menyebutkan mengenai penggunaan metode 25 percent rule untuk menentukan kewajaran nilai suatu transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa; 3. Bahwa metode yang disebutkan di dalam peraturan-peraturan perpajakan yang berlaku adalah sebagaimana yang disebutkan di dalam OECD Guideline yaitu CUP, CPM, RPM dan TNMM dan tidak ada menyebutkan metode 25% rules. Bahwa penghitungan metode 25% rule adalah perhitungan berdasarkan kebijakan umum (rule of thumb) sehingga tidak dapat dijadikan dasar penentuan nilai wajar pembayaran royalty. Bahwa berdasarkan penelitian Majelis, PT.X memiliki laba yang mencukupi untuk pembayaran royalty dan PT. X dalam persidangan dapat menunjukkan kewajaran perhitungan pembayaran royalti yang dilakukan Pemohon Banding kepada perusahaan afiliasi. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di, maka peneliti melakukan penelitian dalam bentuk tesis mengenai STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN PAJAK NOMOR: 48154/PP/M.XV/15/2013 TERKAIT PENGHINDARAN PAJAK PENGHASILAN BADAN ATAS PEMBAYARAN BIAYA ROYALTI INTANGIBLE PROPERTY. 6

7 B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan sebagaimana telah dijabarkan pada bagian A di atas, penulis membatasi beberapa permasalahan pokok yang akan penulis kaji dalam tesis ini, yaitu sebagai berikut: Apakah metode 25 persen rules yang digunakan oleh Fiskus dalam melakukan koreksi positif atas pembayaran royalty sebagaimana dalam putusan Pengadilan Pajak Nomor: 48154/PP/M.XV/15/2013 sudah sesuai dengan asas kepastian hukum? C. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai analisa dugaan penghindaran pajak penghasilan badan atas pembayaran biaya royalti intellectual property terkait dengan transfer pricing oleh korporasi yang memiliki hubungan istimewa untuk Menilai Terjadinya kebenaran pemanfaatan intellectual propertysebagai dasar pengenaan royalty dan menentukan harga wajar atas royalty intellectual property (Studi Kasus Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put /PP/M.XV/15/2013) dibuat oleh penulis sebagai hasil karya sendiri dengan mengkaji kasus yang sudah diputus oleh Pengadilan Pajak Republik Indonesia, teori hukum, Undang-Undang nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Keputusan Direktorat Jenderal Pajak nomor KEP.01/PJ/1993 mengenai pedoman pemeriksaan pajak terhadap wajib pajak yang memiliki hubungan istimewa dan surat edaran Direktorat Jenderal Pajak nomor SE.04/PJ/1993 tentang petunjuk penanganan kasus transfer pricing pajak serta 7

8 Undang-undang perpajakan, serta bahan-bahan kepustakaan lainnya yang dikutip maupun dirujuk. Berdasarkan studi pustaka yang telah dilakukan oleh penulis pada perpustakaan Universitas Gadjah Mada, terdapat sekurangnya 1 penelitian serupa yang membahas mengenai dugaan kartel, yaitu sebagai berikut: Kajian Yuridis terhadap Mekanisme Penetapan Harga Transfer (transfer pricing) dalam Kerangka Persaingan Usaha Di Indonesia, yang ditulis oleh CHRISTOFORUS SAMP PAKADANG, SE., AK, dengan pembimbing Drs. Paripurna P. Sugarda., SH., M.Hum., LL.M., Tahun Perbedaan penelitian yang dilakukan penulis adalah penulis membatasi penelitian kepada metode penentuan harga wajar terhadap transaksi intellectual property yang ada hubungan istimewa yang digunakan oleh Pengadilan Pajak dalam memutuskan perkara transfer pricing, yaitu Metode transfer pricing harus secara hirarki, yaitu CUP, kemudian RPM atau CPM, lalu PSM, baru apabila semuanya tidak bisa menggunakan TNMM serta ketepatan penggunaan metode tersebut oleh Pengadilan Pajak yang diukur dari ketentuan yuridis dan fakta-fakta selama proses persidangan. D. Tujuan Penelitian Tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa metode penentuan harga wajar terkait dengan transfer pricing atas transaksi pembayaran biaya royalti, selain itu pula penelitian ini adalah untuk menemukan metode transfer pricing mana yang sesuai digunakan dalam menentukan harga wajar pada kasus tersebut. Dalam putusan tersebut fiskus 8

9 menggunakan metode 25% rules, padahal metode tersebut tidak ada dalam peraturan perpajakan, penggunaan metode 25% rules oleh fiskus dalam melakukan koreksi positif dan menentukan harga wajar dalam transaksi transfer pricing sangat tidak memenuhi asas kepastian hukum, sehingga majelis hakim yang memutus perkara tersebut, menyatakan bahwa metode 25% rules adalah suatu metode yang tidak dapat digunakan, karena tidak diatur dalam peraturan perundangan, yang pada faktanya peraturan perundang-undangan perpajakan telah mengatur dengan jelas dan rinci metode yang dapat digunakan untuk penentuan harga wajar pada transaksi transfer pricing. E. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini adalah untuk memberikan kontribusi berupa sumbangan pemikiran dalam studi hukum bisnis pada umumnya dan hukum pajak pada khususnya, terutama yang berkaitan dengan pengkajian dan penilaian dugaan terjadinya transfer pricing serta mengkaji agar metode yang paling tepat digunakan dalam menentukan harga wajar terkait transaksi transfer pricing pada dunia usaha, kepada para ahli, sarjana hukum, para pengusaha dan instansi-instansi negara baik di pusat maupun di daerah, baik secara langsung maupun tidak langsung. 9