BABl PENDAHULUAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kita makin dominan sehingga

Transkripsi

1 - ',' BABl PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam beberapa tahun terakhir 1m, penerimaan pajak dalam pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kita makin dominan sehingga diharapkan melalui peningkatan penerimaan pajak yang terus menerus akan dapat diwujudkan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan nasional. Hal ini dapat dilihat APBN menganggarkan hampir 60% penerimaan APBN dari sektor perpajakan dan terus ditargetkan meningkat dari tahun ke tahun. Namun target tersebut tidak mungkin dapat dicapai jika masih ada indikasi adanya berbagai macam praktik penghindaran pajak oleh para Wajib Pajak, Wajib Pajak (perusahaan atau grup perusahaan) selalu mencari celah (loophole) untuk meminimalkan pajak perusahaannya (corporate income tax) secara agregat dengan melakukan tax avoidance dengan memanfaatkan lemahnya ketentuan perpajakan di Indonesia serta tidak ada harmonisasi DJP dengan Pengadilan Pajak dalam memutuskan tax dispute. Salah satu bentuk praktik penghindaran pajak (tax avoidance) adalah dalam bentuk transfer pricing. Memperhatikan hasil global riset yang dilakukan oleh Ernst and Young terkait masalah transfer pricing untuk tahun 2007 yang dipublikasikan pada bulan pebruari 2008, bahwa 40% dari total responden yang di survey, yang merupakan direktur pajak dari perusaiman multinasional, 1

2 2 menempatkan transfer pricing sebagai masalah pajak yang terpenting untuk kelompok usahanya dan terdapat 2/3 dari total responden telah menyiapkan sumber daya manusia khusus untuk menangani masalah transfer pricing ini. Pengamat perpajakan dari Lumbung Informasi Rakyat (LIRA), Narliswandi Piliang, melalui VIV Anews 29 Juni 2010, justru mengatakan kerugian Indonesia akibat transfer pricing mencapai Rp triliun. Jumlah itu diperoleh dari seksi transfer pricing Direktorat Jenderal Pajak yang diolah berdasarkan data OECD (Organization for Economic Co-operation and Development). Transfer pricing biasanya digunakan oleh perusahaan-perusahaan multinasional untuk meminimalkan jumlah pajak yang dibayar melalui rekayasa harga. Narliswandi mengatakan jumlah kerugian akibat transaksi ini cukup signifikan. Angka Rp triliun itu signifikan, karena nilainya 60 persen dari total transaksi yang mencapai Rp triliun pada Narliswandi mengaku kecewa karena untuk potensi penerimaan negara sebesar itu, jumlah pegawai yang menangani di seksi transfer pricing Direktorat Jenderal Pajak hanya 12 orang, yang disinyalir tidak semua paham tentang transfer pricing. Pemerintah dapat dikatakan terlambat menangani persoalan transfer pricing, sebab Direktorat Jenderal Pajak baru membentuk seksi yang menangani transfer pricing pada Padahal sejak tahun 2005, hampir 750 PMA (penanaman modal asing) mengaku rugi, namun pemerintah baru sadar dan membuat seksi transfer pricing pada Berbeda jauh dibandingkan Singapura yang memiliki peraturan lebih maju dibanding Indonesia. Secara ketat, Singapura menerapkan aturan usaha PMA yang tidak untung dalam lima tahun diminta untuk 'pulang kampung'.

3 3 Meskipun dari sisi korporasi multinasional transfer pricing merupakan alat untuk memobilisasi laba usaha untuk tujuan usahanya, otoritas fiskal ( aparat perpajakan) selalu menginginkan transaksi yang terjadi antar divisi atau antar perusahaan dalam satu group tetap mengacu pada harga pasar wajar dan bersifat arm 's length. Keinginan otoritas fiskal tersebut sebenarnya adalah suatu hal yang lumrah apalagi memperhatikan bahwa definisi harga transfer dalam kerangka isu transfer pricing adalah "the price charged by a company for goods, services or intangible property to a subsidiary or other related company. Since the prices are not negotiated in a free, open market they may deviate from prices agreed upon by non-related trading partners in comparable transactions under circumstances" (Lyon, 1996). Negara berkembang, termasuk Indonesia, menyadari bahwa korporasi multinasional dengan berbagai kelebihannya mempergunakan rekayasa transfer pricing untuk mengalihkan potensi pajak Indonesia ke negara lain dengan berbagai dalih, alasan dan justifikasi atas rekayasa tersebut. Oleh karenanya, otoritas fiskal secara subyektif memandang tujuan dilakukannya transfer pricing adalah untuk menghindari pajak, terutama terkait dengan isu mengenai kelayakan alokasi penghasilan, keuntungan dan biaya di antara jurisdiksi pajak yang berbeda-beda dimana korporasi multinasional tersebut beroperasi. Kantor Pelayanan Pajak XYZ telah melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajaknya sebagai upaya law enforcement, salah satu wajib pajak yang diperiksa adalah PT SI, PT SI adalah subsidiary dari salah satu perusahaan multinasional.

4 4 Berdasarkan hasil pemeriksaan dinyatakan bahwa PT SI melakukan penghindaran pajak melalui transfer pricing, baik transfer harga jual dan biaya kepada pihak afiliasi. Hasil pemeriksaan menyatakan bahwa negara dirugikan dari sisi PPh terutang sebesar Rp ,- melalui praktik transfer pricing ini. 1.2 Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian yang ingin dijawab dari penelitian ini adalah: 1. Bagaimana Fiskus Pajak memandang dasar penetapan transfer pricing pada perusahaan multinasional dengan melihat sisi tax avoidance-nya? 2. Apakah dasar penetapan transfer pricing perusahaan multinasional mempengaruhi jumlah penerimaan pajak negara? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk beberapa tujuan. 1. memahami bagaimana transfer pricing dari sisi perpajakan dan memahami bagaimana upaya pemerintah indonesia melalui aparat pajaknya dalam menangani isu transfer pricing dalam konteks perpajakan. 2. menunjukkan praktik transfer pricing dalam perpajakan sebagai tax avoidance dan pengaruhnya terhadap penerimaan pajak negara. 1.4 Kontribusi Penelitian Kontribusi yang diharapakan dapat diberikan dari penilitian ini adalah: 1. Secara akademis, penelitian atas transfer pricing dalam perspektif perpajakan ini dimaksudkan untuk menambah cakrawala bagi para akademisi yang

5 5 tertarik untuk mendalami bidang perpaj akan ataupun yang telah berkecimpung di dunia perpajakan. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi para akademisi untuk melakukan studi lebih lanjut berkenaan dengan terns berkembangnya praktik pemanfaatan transfer pricing dengan berbagai macam cara dan bentuk. 2. Secara praktis, bagi Direktorat Jenderal Pajak hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan masukan bagi Direktorat Jenderal Pajak dalam mengevaluasi kebijakan perpajakan yang berlaku sekarang dalam menghadapi masalah praktik transfer pricing yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Bagi Wajib Pajak, hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan masukan dan evaluasi bagi Wajib Pajak untuk melakukan perencanaan pajak yang efektif tanpa merugikan negara dan terhindar dari kesalahan dan sanksi perpajakan. 3. Bagi Penulis, hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai tambahan ilmu yang berguna bagi penulis dalam karier penulis. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dibatasi pada studi kasus terhadap pemeriksaan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak XYZ terhadap Wajib Pajak, yaitu PT SI yang terindikasi melakukan penghindaran pajak melalui praktek transfer pricing. Pemeriksaan pajak yang dilakukan ini merupakan salah satu upaya pemerintah Indonesia menanggapi isu transfer pricing sebagai isu perpajakan intemasional, dimana Wajib Pajak yang terperiksa merupakan perusahaan yang memiliki kategori sebagai perusahaan dengan penanaman modal asing.