ANALISIS PENENTUAN METODE TRANSFER PRICING PADA PENGUJIAN KEWAJARAN OPERATING PROFIT, STUDI KASUS PADA PEMERIKSAAN PAJAK PT X

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PENENTUAN METODE TRANSFER PRICING PADA PENGUJIAN KEWAJARAN OPERATING PROFIT, STUDI KASUS PADA PEMERIKSAAN PAJAK PT X"

Transkripsi

1 ANALISIS PENENTUAN METODE TRANSFER PRICING PADA PENGUJIAN KEWAJARAN OPERATING PROFIT, STUDI KASUS PADA PEMERIKSAAN PAJAK PT X Nama Mahasiswa Fakultas Program Studi Nama Pembimbing : Aditya Perdana : Ekonomi : Akuntansi : Christine Tjen Abstract This thesis aims to conduct an analysis of the tax audit process, especially relating to the examination of transfer pricing issues and also doing comparison and to analyze of the transfer pricing methods used by PT X (the company) and the tax officer. In conducting the analysis, the writer uses descriptive analysis method which the most data source is the primary data from the Company. Based on the results of the study, it can be concluded that the tax audit process related to transfer pricing has complied with the applicable procedures and regulations. However, differences in the determination of the comparable company resulted the big different in the amount of operating profit between the Company and tax officer. keyword: Tax Audit, Transfer Pricing, Comparable Company PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dewasa ini hampir seluruh negara di dunia telah mengakui bahwa pajak dari waktu ke waktu telah menjadi sumber utama penerimaan negara, dan bahwa pajak adalah alat utama untuk membiayai kegiatan Pemerintah. Disamping itu, pajak sebagai bagian utama dari kebijakan fiskal (fiscal policy), telah dijadikan pemerintah sebagai alat mencapai tujuantujuan di bidang ekonomi, budaya dan sosial. Maka tidak mengherankan, kalau hampir semua negara terdapat pungutan yang namanya pajak (Safri Nurmantu, 2005). Dengan berkembangnya zaman dan kemajuan teknologi, saat ini batas-batas negara sudah semakain kabur akibat adanya arus globalisasi yang tinggi. Batas negara bukan

2 merupakan penghalang para pelaku ekonomi global untuk melakukan ekspansi ke negara lain. Maka tidak mengherankan bila saat ini banyak sekali perusahaan-perusahaan multinasional yang beroperasi di lebih dari satu negara. Berdasarkan United Nation Conference on Trade and Development (UNCTAD), diperkirakan terdapat sekitar perusahaan induk yang mengendalikan sekitar perusahaan afiliasi di seluruh dunia (UNCTAD, 2000). Pada tahun 2003, Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) melaporkan bahwa sekitar 60% transaksi perdagangan dan keuangan lintas negara dilakukan perusahaan multinasional dan lebih dari 50% transaksi perusahaan multinasional tersebut adalah transaksi afiliasi. Dengan demikian, secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa lebih dari 30% transaksi perdagangan dan keuangan lintas negara adalah transaksi afiliasi. (Bross, 2003). Jika dua perusahaan yang tidak saling memiliki hubungan istimewa melakukan transaksi maka harga yang mendasari transaksi tersebut hanya disebut sebagai harga, sedangkan bila kedua perusahaan saling memiliki hubungan istimewa melakukan transaksi afiliasi maka disebut dengan transfer pricing (Butani, 2007). Transaksi afiliasi dapat dikategorikan dalam beberapa bentuk, seperti penjualan atau pembelian barang dan jasa, lisensi, royalti, paten, jasa manajemen, jasa teknik, dan jasa lainnya. Transaksi afiliasi banyak terjadi di perusahaan-perusahaan yang berskala multinasional dan biasanya melibatkan kebijakan transfer pricing. Dalam perdagangan yang telah memasuki era globalisasi ini, masalah transfer pricing menjadi topik bahasan yang masih hangat dalam dunia perpajakan, khususnya di Indonesia. Masalah ini telah menjadi perhatian bagi Direktorat Jenderal Pajak maupun wajib pajak. Untuk tujuan perpajakan, transfer pricing dapat digunakan untuk meminimalkan pajak yang harus dibayarkan. Perbedaan tarif pajak yang berlaku di setiap negara dapat menyebabkan perusahaan multinasional menggunakan mekanisme transfer pricing untuk mengalirkan dan memindahkan penghasilan atau keuntungan ke negara yang memiliki tarif pajak rendah sehingga dapat menghemat pajak secara global. Terkait dengan isu transfer pricing ini, banyak sekali perusahaan multinasional di Indonesia yang diindikasikan laporan keuangannya selalu rugi sehingga tidak membayar pajak penghasilan Badan (Corporate Tax). Dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR pada tanggal 21 November 2005, menteri keuangan Republik Indonesia periode Jusuf Anwar mengatakan bahwa terdapat sekitar 750 perusahaan bermodal asing di Indonesia yang mengaku rugi selama lima tahun terakhir ini, padahal kondisi perusahaannya sehat.

3 Sebagai pemegang otoritas di bidang perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah mengeluarkan serangkaian regulasi terkait dengan transfer pricing melalui KEP- 01/PJ.7/1993 mengenai pedoman pemeriksaan pajak terhadap wajib pajak (WP) yang mempunyai hubungan istimewa yang merupakan tambahan atas keputusan sebelumnya, yaitu KEP-01/PJ.7/1990 tentang pedoman pemeriksaan pajak, yang hanya terbatas pada WP biasa tanpa memperhatikan apakah WP tersebut memiliki dan melakukan transaksi dengan hubungan istimewa. DJP juga mengeluarkan surat edaran SE-04/PJ.7/1993 tentang Petunjuk Penanganan kasus-kasus transfer pricing, dimana di dalamnya memuat contoh-contoh kasus transfer pricing yang dapat dijadikan pedoman dalam pemeriksaan pajak. Peraturan terbaru tentang pedoman pembuatan transfer pricing adalah Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER-32/PJ/2011 yang merupakan perubahan atas PER-43/PJ/2010 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi Antara Wajib Pajak dengan Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa. PT X merupakan perusahaan manufaktur yang memproduksi berbagai jenis alat farmasi. Dalam menjalankan kegiatan usahanya di Indonesia, PT X memiliki transaksi penjualan dengan perusahaan afiliasi di luar negeri (ekspor) dan mengalami kerugian dalam beberapa tahun terakhir. Akibat kondisi tersebut, pada tahun 2010 PT X menghadapi proses pemeriksaan pajak dan diindikasikan melakukan transfer pricing yang merugikan negara. Dari hasil pemeriksaan, terdapat koreksi yang sangat besar pada akun penjualan yang merupakan koreksi atas nilai penjualan PT X pada tahun Perbedaan metode transfer pricing dan data pembanding antara wajib pajak dan pemeriksa membuat perbedaan yang signifikan. Hal tersebut menjadi alasan penulis untuk melakukan studi kasus pada proses pemeriksaan pajak yang dihadapi oleh PT X untuk tahun pajak 2010 terkait dengan masalah transfer pricing dalam penentuan operating profit margin dan nilai Gross Sales PT X selama tahun Perumusan Masalah Berdasarkan Latar Belakang masalah diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah proses pemeriksaan pajak terkait transfer pricing telah dilakukan sesuai dengan standar pemeriksaan serta berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku? 2. Apakah penggunaan metode transfer pricing yang dilakukan oleh PT X dalam pengujian operating profit margin telah tepat dan sesuai dengan ketentuan perpajakan di Indonesia dan pedoman transfer pricing yang berlaku umum?

4 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang dikemukakan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Melakukan analisis terhadap proses pemeriksaan pajak, terutama pemeriksaan yang berkaitan dengan masalah transfer pricing. 2. Melakukan perbandingan dan analisis antara metode Transfer Pricing yang digunakan oleh Wajib Pajak dan Pemeriksa dalam menentukan operating profit. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Perusahaan Multinasional Pengertian korporasi multinasional adalah perusahaan yang beroperasi di berbagai negara dengan membuka cabang, mengorganisasi anak perusahaan atau melakukan kontak keagenan (Gunadi, 2007). Sedangkan menurut Nobes dan Parker (1995) dalam Firdaus (2011), Multinational Corporations adalah sebuah perusahaan yang memiliki dan menguasai aktivitas pertambahan nilai yang wilayah operasinya meliputi sejumlah negara dan melakukan produksi baik barang atau jasa dimana aktivitasnya meliputi sektor hulu atau hilir dengan tendensi pertumbuhan global. Definisi Hubungan Istimewa Berdasarkan Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 36 tahun 2008, yang termasuk sebagai hubungan istimewa adalah sebagai berikut : 1. Hubungan antara Wajib Pajak yang mempunyai penyertaan 25% atau lebih pada pihak yang lain, atau hubungan antara Wajib Pajak yang mempunyai penyertaan 25% atau lebih pada dua pihak atau lebih, demikian pula hubungan antara dua pihak atau lebih yang disebut terakhir. 2. Hubungan antara dua atau lebih Wajib Pajak yang berada di bawah pemilikan atau penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung. Dari definisi tersebut menegaskan bahwa hubungan istimewa dapat didasari dari manajemen atau penggunaan teknologi, meskipun tidak terdapat hubungan kepemilikan. Misalnya, perusahaan A memiliki teknologi patent yang digunakan oleh perusahaan B. Penggunaan patent tersebut secara signifikan berpengaruh terhadap going concern dari perusahaan B atau menjadikan perusahaan B memiliki keunggulan kompetitif yang tidak dimiliki oleh pesaing-pesaingnya dalam industri yang sama. Maka dapat

5 dikatakan B memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan A. Hubungan istimewa terkait dengan manajemen dapat dijelaskan apabila satu atau lebih perusahaan berada di bawah penguasaan pengusaha yang sama. Demikian juga hubungan antara beberapa perusahaan yang berada dalam penguasaan pengusaha yang sama tersebut 3. Terdapat hubungan keluarga, baik sedarah maupun semenda, dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat. Arm s Length Principles Menurut PER-32/PJ/2011, Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (Arm's Length Principle/ALP) merupakan prinsip yang mengatur bahwa apabila kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa sama atau sebanding dengan kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa yang menjadi pembanding, maka harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa harus sama dengan atau berada dalam rentang harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa yang menjadi pembanding. Definisi Transfer Pricing Pengertian dari transfer pricing menurut OECD Transfer Pricing Guidelines 2010 dan PER-32/PJ/2011: 1. Transfer Pricing adalah harga yang ditentukan dalam transaksi antar anggota grup dalam sebuah perusahaan multinasional (OECD, 2010) 2. Penentuan harga transfer (transfer pricing) adalah penentuan harga dalam transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa (Peraturan Drirektur Jenderal Pajak Nomor: PER - 32/PJ/2011). Metode Transfer Pricing Menurut Peraturan Direktorat Jenderal Pajak PER-32/PJ/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ/2010 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi antara Wajib Pajak dengan Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa, terdapat lima metode yang dapat digunakan dalam pengujian transaksi transfer pricing di Indonesia. Kelima metode tersebut adalah:

6 1. Metode Perbandingan Harga antara Pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa (Comparable Uncontrolled Price/CUP) Metode penentuan harga transfer yang dilakukan dengan membandingkan harga dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hhubungan Iistimewa dengan harga barang atau jasa dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa dalam kondisi atau keadaan yang sebanding. 2. Metode Harga Penjualan Kembali (Resale Price Method/RPM) Metode penentuan harga transfer yang dilakukan dengan membandingkan harga dalam transaksi suatu produk yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan harga jual kembali produk tersebut setelah dikurangi laba kotor wajar, yang mencerminkan fungsi, aset dan risiko, atas penjualan kembali produk tersebut kepada pihak lain yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau penjualan kembali produk yang dilakukan dalam kondisi wajar. 3. Metode Biaya Plus (Cost Plus Method) Metode penentuan harga transfer yang dilakukan dengan menambahkan tingkat laba kotor wajar yang diperoleh perusahaan yang sama dari transaksi dengan pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa atau tingkat laba kotor wajar yang diperoleh perusahaan lain dari transaksi sebanding dengan pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa pada harga pokok penjualan yang telah sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha. 4. Metode Pembagian Laba (Profit Split Method/PSM) Metode penentuan harga transfer berbasis laba transaksional (Transactional Profit Method Based) yang dilakukan dengan mengidentifikasi laba gabungan atas transaksi afiliasi yang akan dibagi oleh pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa tersebut dengan menggunakan dasar yang dapat diterima secara ekonomi yang memberikan perkiraan pembagian laba yang selayaknya akan terjadi dan akan tercermin dari kesepakatan antar pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa, dengan menggunakan metode kontribusi (Contribution Profit Split Method) atau metode sisa pembagian laba (Residual Profit Split Method). 5. Metode Laba Bersih Transaksional (Transactional Net Margin Method/TNMM) Metode penentuan harga transfer yang dilakukan dengan membandingkan presentase laba bersih operasi terhadap biaya, terhadap penjualan, terhadap aktiva, atau terhadap dasar lainnya atas transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa

7 dengan presentase laba bersih operasi yang diperoleh atas transaksi sebanding dengan pihak lain yang tidak mempunyai hubungan istimewa atau persentase laba bersih operasi yang diperoleh atas transaksi sebanding yang dilakukan oleh pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa lainnya. Definisi dan Jenis Pemeriksaan Pajak Menurut Pasal 1 UU No. 6 tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No.16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Tujuan dan Jangka Waktu Pemeriksaan Dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan RI No. 199/PMK.03/2007 sebagaimana diubah dengan No. 82/PMK.03/2011 disebutkan bahwa Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan Pemeriksaan dengan tujuan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pasal 3 PMK No. 82/PMK.03/2011 menjelaskan mengenai ruang lingkup pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat meliputi satu, beberapa, atau seluruh jenis pajak, baik untuk satu atau beberapa masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak dalam tahun-tahun lalu maupun tahun berjalan. Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak dapat dilakukan dalam hal wajib pajak menyampaikan SPT yang menyatakan lebih bayar, menyampaikan SPT yang menyatakan rugi, tidak menyampaikan atau menyampaikan SPT, melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selamalamanya, atau menyampaikan SPT yang memenuhi kriteria seleksi berdasarkan hasil analisis risiko. Untuk Pemeriksaan Kantor untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 bulan. Dengan alasan tertentu, jangka waktu Pemeriksaan Kantor tersebut dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 3 bulan. Sementara itu, Pemeriksaan Lapangan untuk menguji kepatuhan pemenuhan

8 kewajiban perpajakan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 bulan dan dengan alasan tertentu, jangka waktu pemeriksaan lapangan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 4 bulan. Apabila dalam Pemeriksaan Lapangan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan ditemukan indikasi terjadinya transaksi yang terkait dengan transfer pricing, perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Lapangan dapat diperpanjang paling banyak 5 kali sesuai dengan kebutuhan waktu untuk melakukan pengujian. Ruang lingkup dan jangka waktu untuk pemeriksaan pajak dalam rangka tujuan lain diatur dalam pasal 30 dan 31 PMK No. 82/PMK.03/2011. Pada intinya, pasal 30 menjelaskan bahwa pemeriksaan untuk tujuan lain meliputi penentuan, pencocokan, atau pengumpulan materi yang berkaitan dengan tujuan pemeriksaan, antara lain seperti Pemberian NPWP secara jabatan, penghapusan NPWP, pengukuhan atau pencabutan PKP, pengajuan keberatan oleh Wajib Pajak, Memenuhi permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda dan kriteria lainnya. Jangka waktu pemeriksaan kantor untuk tujuan lain adalah selama 14 hari. Sedangkan jangka waktu pemeriksaan lapangan terkait dengan Pemeriksaan untuk tujuan lain adalah paling lama 4 bulan. METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis. Metode penelitian deskriptif adalah suatu metode yang digunakan untuk menemukan pengetahuan yang seluas-luasnya terhadap objek penelitian pada suatu saat tertentu (Widodo & Mukhtar, 2000). Penggunaan metode deskriptif dalam penelitian memiliki keunggulan antara lain yaitu: (1) melukiskan keadaan suatu objek pada suatu saat tertentu, (2) mengidentifikasikan dan menunjukkan gejala-gejala dari suatu peristiwa, dan (3) mengumpulkan data yang dapat menunjukkan realisasi suatu ide/gagasan atau peraturan. Metode Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah berupa: 1. Data Primer Data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan cara melakukan penelitian terhadap perusahaan yang bersangkutan dengan melakukan pengamatan dan wawancara dengan pihak-pihak yang berwenang untuk memberikan informasi serta memberikan data perusahaan. Sumber data primer juga diperoleh dari wawancara dengan konsultan pajak perusahaan yang membantu perusahaan dalam pembuatan transfer pricing documentation.

9 2. Data Sekunder Untuk data sekunder, penulis mendapatkan data dan informasi melalui studi kepustakaan dan penelusuran bahan secara online. Latar Belakang Perusahaan PT X adalah sebuah perusahaan manufaktur yang bergerak dalam bidang pembuatan alat-alat kesehatan. PT X didirikan di Jakarta pada tahun 1996 berdasarkan Undang-undang penanaman modal asing No. 1 tahun 1967 sebagaimana telah dengan undang-undang No. 11 tahun PT X memulai kegiatan usahanya pada bulan Desember Saat ini PT X beserta pabriknya berkedudukan di Purwakarta, Indonesia. Pada tahun 2010, terdapat dua pemegang saham PT X, yaitu JPN Inc. dengan kepemilikan saham sebesar 99% dan NKC Ltd. (Japan) dengan kepemilikan saham sebesar 1%. Di sisi lain, JPN Inc. adalah pemilik 100% saham NKC Ltd. Tabel Kepemilikan saham PT X Nama Pemegang Jumlah lembar Nilai Saham Persentase Saham saham yang (Dalam USD) kepemilikan dimiliki saham JPN Inc.(Japan) ,90 NGK Co. Ltd ,10 Sumber:Transfer Pricing Documentation PT X Dalam kegiatan usahanya, PT X memproduksi alat alat kesehatan untuk kebutuhan rumah tangga dengan produk utama yaitu alat ukur tekanan darah digital (Home Consumer Digital Blood Pressure). Disamping itu PT X juga memproduksi produk lain diantaranya Heart Rate monitors, Cardiograph Monitors, dan Wrist Type Digital Blood Pressure and Body Fat Monitor.

10 Tabel Transaksi Pihak Hubungan Istimewa Transaksi Related Party Nilai (USD) 1 Pembelian Bahan Baku JPN Inc. Japan Penjualan Produk JPN Inc. Japan Pembelian mesin dan Asset Lain JPN Inc. Japan Technical Assitance Fees JPN Inc. Japan Pembayaran Bunga JPN Inc. Japan Sumber: Dokumentasi Transfer Pricing PT X. PEMBAHASAN Pemeriksaan Transfer Pricing Pemeriksaan terhadap PT X sendiri merupakan pemeriksaan rutin yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk menguji kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak (lihat lampiran 4). Pada tahun 2010, PT X melaporkan SPT tahunan dalam keadaan rugi dan meminta pengembalian atas kredit pajak yang telah mereka bayar melalui pemotongan oleh pihak lain. Pemeriksaan rutin terhadap PT X dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Pemeriksaan Nomor PRIN-00281/WPJ.07/KEP.0305/RIK.SIS.2011 pada tanggal 3 Agustus 2011 yang meliputi seluruh kewajiban perpajakan (all taxes). Proses pemeriksaan dilakukan melalui pemeriksaan lapangan maupun pemeriksaan kantor. Isu terbesar yang muncul dalam proses pemeriksaan PT X pada tahun 2010 adalah masalah transfer pricing. Penyebabnya kemungkinan besar adalah karena PT X melakukan banyak transaksi dengan related party dan keadaan laporan keuangan PT X yang menunjukkan kerugian. Proses pemeriksaan dimulai sejak bulan Agustus 2011 dan berakhir pada bulan April 2012.

11 Kesesuaian Prosedur dengan Praktik Pemeriksaan Prosedur Pemeriksaan (PMK 82/PMK.03/2011) Praktik Pemeriksaan Keterangan Pemeriksaan dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Pemeriksaan Jangka Waktu pemeriksaan lapangan selama 4 bulan dan diperpanjang 4 bulan Pemeriksa mengundang wajib pajak untuk melakukan pembahasan hasil pemeriksaan Pemeriksa memperlihatkan kertas kerja pemeriksaan Pemeriksa memberikan hak kepada wajib pajak untuk memberikan tanggapan atas hasil pemeriksaan Pemeriksaan PT X didahului dengan pemberitahuan melalui Sesuai Surat Perintah Pemeriksaan Pemeriksaan Dimulai pada bulan Agustus Sesuai 2011 dan berakhir pada bulan April 2012 Terdapat pembahasan akhir antara pemeriksa Sesuai dengan wajib pajak PT X Meskipun pemeriksa tidak memberikan kertas kerja pemeriksaan, namun Sesuai pemeriksa memperlihatkan pada saat pembahasan akhir Wajib pajak PT X menyampaikan surat tanggapan hasil Sesuai pemeriksaan yang isinya menolak hasil pemeriksaan Berdasarkan tabel diatas, secara umum proses pemeriksaan terhadap PT X berjalan sesuai dengan prosedur dan peraturan perpajakan yang berlaku. Jadi, berdasarkan pengamatan dan hasil diskusi yang dilakukan oleh penulis dengan pihak-pihak yang terlibat dalam proses pemeriksaan PT X, pada intinya secara prosedural pemeriksaan telah memenuhi ketentuan yang berlaku, dari mulai awal penyampaian SP3, penyampaian surat peminjaman dokumen hingga surat peringatan terhadap wajib pajak ketika data yang diminta tidak segera

12 diberikan kepada pemeriksa dan proses pemeriksaan juga telah memenuhi jangka waktu yang ditentukan. Selain itu, PT X juga dapat menjalankan hak yang dimilikinya selama proses pemeriksaan, seperti memberikaan tanggapan dan meminta dilakukan pembahasan lanjutan tas hasil pemeriksaan dengan tim quality assurance. Pengujian Kewajaran Transaksi PT X Functional, Asset and Risk Analysis Sebelum melakukan pengujian transaksi antara pihak yang memiliki hubungan istimewa, pada tahap awal akan dilakukan analisis fungsi, aset dan risiko dari perusahaan yang akan diuji kewajaran transaksinya. Tujuan dari analisis mengenai fungsi, aset dan risiko perusahaan adalah untuk lebih memahami fungsi yang dijalankan oleh perusahaan, aset yang dipergunakan dan risiko yang ditanggung oleh perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya. Informasi yang berkaitan dengan analisis fungsi, aset dan risiko lebih jauh akan digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan perusahaan pembanding untuk melakukan pengujian terhadap kewajaran transaksi yang dilakukan oleh perusahaan. Tabel Fungsi PT X 1 Penelitian dan Pengembangan (Research and Development) Tidak 2 Pembelian Bahan Baku Ya 3 Manufacturing Ya 4 Penyimpanan Persedian Ya 5 Pemasaran (Marketing) Tidak 6 Penjualan dan distribusi Tidak 7 Administrasi Ya Struktur Aset PT X 2010 (USD) 2009 (USD) Current Asset Non Current Asset - Property, Plant, Equipment - Other non current asset Total Asset Sumber: Laporan Keuangan PT X

13 Selain harus memiliki fungsi yang sama, pemilihan perusahaan pembanding juga mempertimbangkan struktur aset yang dimiliki oleh perusahaan. Analisis atas struktur aset dilakukan untuk menilai seberapa besar aset yang dimiliki dan dipergunakan oleh perusahaan untuk menjalankan kegiatan usahanya. Selain itu, jenis aset yang dimiliki oleh perusahaan juga dijadikan sebagai acuan dalam pemilihan data pembanding. Dalam analisis risiko, secara umum PT X tidak memiliki risiko yang besar dalam berbagai hal. PT X tidak memiliki risiko dalam R&D karena PT X tidak melakukan kegiatan tersebut selama tahun Risiko pasar yang dihadapi oleh PT X juga tergolong kecil. Hal ini disebabkan karena seluruh penjualan mereka dilakukan kepada related party. Risiko kredit macet dari costumer yang dihadapi oleh PT X juga relatif kecil karena nilai piutang tidak tertagih selama ini nilainya tidak signifikan. Untuk risiko perbedaan kurs mata uang, PT X juga memiliki risiko yang kecil karena pembukuan PT X dilakukan dengan mata uang dollar Amerika Serikat. Sementara itu untuk risiko barang persedian (Inventory), PT X memiliki risiko yang lebih dibandingkan risiko lainnya. Risiko ini terkait dengan klaim garansi. Namun secara keseluruhan risiko inventory PT X tidak terlalu tinggi karena mayoritas penjualan berdasarkan pesanan dari customer sehingga tidak banyak persediaan yang menumpuk. Pemilihan Data Pembanding dan Pengujian Metode Transfer Pricing Comparable Uncontrolled Price Method (CUP) Satu-satunya transaksi yang dapat diuji dengan metode CUP adalah transaksi pembayaran bunga PT X kepada JPN Inc. hal ini dikarenakan adanya data pembanding eksternal yang valid dan dapat digunakan sebagai pembanding yaitu data tingkat suku bunga yang berasal dari Bank Indonesia. Tabel Market Interest Rate Range Arm s Length Market Interest Rate Min 3,18 % Quartile 1 3,24 % Median 3,41 % Quartile 3 3,84 % Max 3,99 % Sumber: Dokumentasi transfer pricing PPT X Dalam transaksinya, JPN Inc. mengenakan tingkat bunga sebesar 2% kepada PT X untuk bunga pinjaman. Berdasarkan perbandingan dengan tingkat bunga pasar pada tabel

14 diatas, tingkat bunga yang dikenakan JPN Inc. dibawah tingkat bunga pasar. Karena nilai bunga yang dikenakan JPN Inc. sebesar 2% tidak berada di antara quartile 1 dan quartile 3 dan dibawah minimum 3,18% maka dapat disimpulkan bahwa pembayaran bunga kepada JPN Inc tidak memenuhi prinsip kewajaran transaksi. Namun, pada proses pemeriksaan PT X, pemeriksa tidak mempertanyakan ketidakwajaran pembayaran bunga pinjaman tersebut. Hal ini dikarenakan pengenaan bunga dibawah tingkat suku bunga wajar justru memperkecil beban PT X dan justru menambah laba perusahaan yang berarti menguntungkan Indonesia. Resale Price Method (RPM) Untuk PT X, metode ini dapat digunakan untuk melakukan pengujian terhadap transaksi penjualan kepada JPN Inc. dengan memindahkan tested party atau pihak yang diuji menjadi JPN Inc. Alasannya adalah ketersedian data pembanding untuk melakukan pengujian dengan metode ini dan juga komplektisitas PT X yang lebih rendah dibandingkan dengan PT X. Berdasarkan data dari database, terdapat dua puluh empat perusahaan yang dapat dijadikan pembanding untuk JPN Inc. yang memiliki kesamaan fungsi dan risiko. Tabel Interquartile Range Gross Profit Keterangan Gross Profit (%) Maximum 64 Upper Quartile 44 Median 36 Lower Quartile 22 Minimum 8 Sumber: Dokumentasi Transfer Pricing PT X Tabel diatas menunjukkan bahwa dari total 24 perusahaan pembanding, nilai maksimum gross margin adalah sebesar 64% sedangkan nilai minimumnya adalah 8% pada tahun Keakuratan analisis ditingkatkan dengan melakukan penyesuaian pada interval nilai gross margin dengan menggunakan metode statistic (Inter-quartile Range). Metode ini digunakan untuk menghindari data yang sifatnya outlier pada interval antara upper quartile dengan maksimum dan pada interval antara lower quartile dengan minimum. Sesuai dengan pasal 13 PER 43/PJ/2011, rentang harga wajar atau laba wajar merupakan rentangan antara kuartil pertama dan ketiga/upper quartile dengan lower quartile. Table diatas menunjukkan inter-quartile range antara 22% - 44% dengan median 36%. Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui bahwa rata-rata margin keuntungan dari

15 penjualan JPN Inc. adalah sebesar 16% pada tahun Jadi, berdasarkan hasil statistik yang terdapat pada tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa nilai gross profit margin JPN Inc. tidak berada di antara lower quartile dan upper quartile. Sesuai dengan teori tentang prinsip kewajaran, maka gross margin yang dihasilkan oleh JPN Inc. tersebut tidak berada pada rentang kewajaran karena perusahaan-perusahaan pembanding memiliki rata-rata gross margin yang lebih tinggi. Hal ini tentunya merupakan dampak dari harga beli produk yang terlalu tinggi yang dilakukan oleh JPN Inc. kepada PT X. Dengan hasil tersebut, maka penjualan PT X kepada JPN Inc. sebenarnya juga tidak memenuhi prinsip nilai kewajaran transaksi karena nilai penjualan tersebut terlalu tinggi. Namun pada proses pemeriksaan PT X, seperti halnya tingkat bunga pinjaman, pemeriksa tidak mempertanyakan ketidakwajaran nilai penjualan PT X tersebut. Hal ini dikarenakan nilai penjualan yang terlalu besar justru akan memperbesar laba PT X dan menguntungkan penerimaan negara. Cost Plus Method (CPM) Tidak ada pengujian kewajaran transaksi menggunakan metode ini. Profit Split Method (PSM) Tidak ada pengujian kewajaran transaksi menggunakan metode ini. Transactional Net Margin Method (TNMM) Metode ini dapat diterapkan secara langsung maupun tidak langsung untuk memeriksa transaksi antar pihak yang memiliki hubungan istimewa secara keseluruhan (termasuk royalti, suku bunga, intra group services, penyerahan barang, dan lain sebagainya). TNMM membandingkan net profit margin dari controlled transactions dengan net profit margin yang berasal dari uncontrolled transaction baik dari internal maupun eksternal perusahaan. Pada pengujian Technical Assistance dan kewajaran laba PT X secara keseluruhan digunakan metode Transactional Net Margin. Sama halnya dengan pengujian penjualan, pada tahap awal akan dilakukan pencarian data pembanding yang memiliki karakteristik fungsi, asset dan risiko yang sebanding. Bila pada pengujian harga penjualan dengan metode Resale Price data pembanding adalah untuk JPN Inc., maka untuk pengujian metode TNM data pembanding adalah untuk PT X. sumber data yang digunakan masih sama dengan saat pencarian data pembanding untuk transaksi penjualan yaitu berasal dari database ORIANA.

16 Quartile Range Laba Operasi Perusahaan Pembanding Rata-Rata Tertimbang Tahun (%) (%) (%) (%) Maximum 20,35 19,34 77,20 21,18 Upper Quartile 15,19 14,48 19,03 14,33 Median 11,13 9,59 11,29 11,72 Lower Quartile -2,02 0,73 3,68-2,79 Minimum -23,94-70,54-26,43-78,62 PT X -0,90 0,02-2,29 1,43 Sumber: Dokumentasi Transfer Pricing PT X Dari hasil pengolahan data yang ditunjukkan pada tabel diatas, terlihat bahwa tingkat Weighted Average dari laba operasi secara keseluruhan dari tahun 2008 sampai dengan 2010 maksimum adalah 20,35% dan minimum -23,94%. Sedangkan untuk tahun 2010 saja, weighted average maksimum 19,34% dan minimum -70,45%. Persentase weighted average laba operasi dari tahun 2008 hingga tahun 2010 didapat dengan menjumlahkan seluruh laba operasi perusahaan selama tiga tahun berturut-turut kemudian dibagi dengan total penjualan perusahaan selama tiga tahun berturut-turut kemudian dikalikan dengan 100%. Sama halnya dengan pengujian pada transaksi penjualan, untuk meningkatkan reabilitas data, dilakukan pengolahan statistik untuk mendapatkan interval yang lebih akurat dengan batasan 3 Quartile. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh Upper Quartile untuk Weighted Average dari laba operasi tahun perusahaan sejenis pada angka 15,19%, Lower Quartile laba operasi pada angka -2,02% dengan Median Quartile pada angka 11,13%. Berdasarkan perbandingan dengan Weighted Average Operating Margin PT X sebesar -0,09% dari tahun , besaran laba operasi PT X terletak antara Lower Quartile (-2,02%) dengan Median (11,13%). Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa PT X transaksi yang dilakukan antara PT X dengan related party telah sesuai dengan prinsip kewajaran. Perbedaan data pembanding Wajib Pajak dengan Pemeriksa Berdasarkan data pembanding yang disajikan pada dokumentasi transfer pricing PT X, pemeriksa memiliki beberapa perbedaan pandangan mengenai data pembanding yang disajikan PT X pada dokumentasi transfer pricing yang mereka berikan. Pemeriksa

17 mengeliminasi empat perusahaan pembanding yang ada dalam dokumentasi transfer pricing PT X sebagai pembanding. Perusahaan tersebut antara lain adalah A&D Company limited, Eastland Medical System Limited, Medical Australia Limited dan Excelsior Medical. Co. Ltd. Alasannya adalah pemeriksa berpendapat bahwa keempat perusahaan tersebut tidak sebanding dengan PT X dalam analisis FAR. Selain itu dari empat perusahaan, tiga diantaranya memiliki weighted average operating margin yang negatif selama tiga tahun antara yaitu A&D Company Limited, Eastland Medical System Limited, dan Medical Australia Limited. Kemudian pemeriksa menambahkan data pembanding lain dalam pengujian yang mereka lakukan. Weighted Average Laba Operasi Versi Pemeriksa Weighted Average (%) 2009 (%) 2008 (%) Tahun (%) Maksimum Upper Quartile Median Lower Quartile Minium 20,60 19,43 15,38 12,87 0,98 19,34 15,70 9,90 7,65 0,33 50,09 22,65 16,95 12,93 2,27 21,18 17,16 13,65 9,26 0,35 PT X -0,90 0,02-2,29 1,43 Sumber: Surat Tanggapan Hasil Pemeriksaan PT X Dari hasil penelitian terhadap peraturan tentang transfer pricing yang berlaku, tidak ada peraturan perpajakan di Indonesia maupun pernyataan di OECD guidelines yang menyatakan bahwa perusahaan pembanding tidak boleh perusahaan yang mengalami kerugian. Perusahaan yang dijadikan pembanding adalah yang memiliki kesamaan fungsi, aset dan risiko meskipun bottom line dari laporan keuangan mereka rugi ataupun untung. Masalah lain adalah, data pembanding lain yang dimasukkan oleh pemeriksa dalam pengujian mereka. Dari beberapa data perusahaan pembanding yang dimasukkan, pemeriksa tidak menjelaskan secara detail mengenai analisis FAR dari data pembanding yang mereka tambahkan pada saat pembahasan akhir pemeriksaan. Karena alasan dan penjelasan tersebut belum diungkapkan pada pembahasan akhir hasil pemeriksaan, kemungkinan penjelasan tersebut baru akan diberikan ketika proses keberatan atau saat proses banding di pengadilan pajak.

18 Hasil Pemeriksaan Ringkasan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Nilai (USD) No Keterangan Wajib Pajak (WP) Fiskus Disetujui WP Peredaran Usaha Harga Pokok Penjualan Laba Bruto Biaya Usaha Penghasilan Netto (PN) Penghasilan Netto Lainnya Fasilitas Pengurangan PN Penyesuaian Fiskal Positif Penghasailan Netto Luar Negeri Total Penghasilan Netto Kompensasi Kerugian Penghasilan Kena Pajak PPh Terutang Kredit Pajak Pajak Kurang Dibayar Sanksi Administrasi ( ) ( ) 0 ( ) (20.057) ( ) (20.037) ( ) ( ) 0 ( ) (20.037) 0 17 PPh yang masih harus dibayar (20.057) (20.037) Sumber: SKPKB PPh PT X Atas dasar perhitungan pemeriksa tersebut, kemudian terbit SKPKB Nomor 00007/206/10/055/12 pada tanggal 25 April 2012 yang menyatakan bahwa PT X memiliki hutang Pajak Penghasilan Badan untuk tahun pajak tahun 2010 sebesar USD Atas hasil pemeriksaan tersebut PT X hanya menerima koreksi atas pengurangan kredit pajak mereka sebesar USD 20 dan menolak koreksi atas peredaran usaha mereka tahun Namun, untuk mengurangi risiko denda kenaikan sebesar 100% bila ternyata PT X kalah dalam banding di pengadilan, PT X tetap membayar terlebih dahulu pajak yang terutang menurut SKPKB sebesar USD PT X menempuh proses selanjutnya dengan mengajukan mengajukan banding ke Kanwil DJP dan akan mengajukan banding ke pengadilan pajak bila proses keberatan mereka ditolak. Kemungkinan besar pada proses

19 keberatan akan ditolak dan akan berlanjut ke pengadilan. Alasan PT X maupun konsultan yang mendampingi PT X yakin untuk menempuh langkah selanjutnya adalah karena alasan yang mendasari pemeriksa untuk mengeliminasi dan menambahkan data pembanding tidak dapat diterima. Pemeriksa tidak memiliki dasar yang kuat untuk mengeliminasi pembanding yang dipilih PT X dan sumber data yang akurat atas perusahaan pembanding yang ditambahkan dalam pengujian mereka. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pada pemeriksaan terkait dengan isu transfer pricing pada PT X, pemeriksa telah menjalankan prosedur pemeriksaan secara benar dan sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia sehingga tidak menimbulkan adanya keberatan dari PT X selaku wajib pajak yang diperiksa terkait dengan ketidaksesuaian prosedur pemeriksaan yang dijalankan. Terdapat koreksi atas nilai peredaran usaha PT X pada tahun 2010 dimana pemeriksa menganggap bahwa laba operasi (kerugian) yang diperoleh oleh PT X tidak wajar. Meskipun PT X dan pemeriksa menggunakan metode transfer pricing yang sama, namun pemeriksa memiliki pandangan dan hasil analisis yang berbeda dalam penentuan data pembanding yang digunakan dalam pengujian kewajaran laba operasi yang diperoleh PT X selama tahun Dari data pembanding yang disajikan PT X, pemeriksa mengeliminasi empat perusahaan pembanding dengan alasan memiliki laba yang negatif serta menambahkan berapa perusahaan pembanding yang validitasnya dipertanyakan oleh PT X karena tidak ada penjelasan secara detail mengenai sumber data serta analisis FAR dari perusahaan pembanding tambahan saat proses pemeriksaan sehingga mengakibatkan PT X dinyatakan memiliki hutang pajak yang cukup besar. Atas hasil tersebut PT X menempuh proses selanjutnya dengan mengajukan keberatan dan banding ke pengadilan pajak. Saran Diperlukan technical guideline yang lebih jelas untuk penyusunan dokumentasi Transfer Pricing di Indonesia, pemilihan data pembanding dan kondisi-kondisi yang sesuai dalam penerapan metode transfer pricing yang bertujuan untuk mendukung pedoman transfer pricing yang sudah ada sehingga tidak terdapat perbedaan yang terlalu jauh antara wajib

20 pajak dengan pemeriksa dalam penafsiran pedoman maupun peraturan yang bersifat umum. Terkait dengan perbedaan data pembanding, selain berasal dari penyedia data independen, hendaknya Direktorat Jenderal Pajak memiliki database sendiri yang update dan valid serta dapat diakses oleh wajib pajak sehingga dapat dijadikan acuan dalam melakukan pengujian transaksi dengan related party. Dalam pembuatan dokumentasi transfer pricing, wajib pajak agar mengungkapkan struktur grup perusahaan dan gambaran transaksi dengan related party secara lengkap dan sebenarnya agar memudahkan wajib pajak ataupun konsultan yang mendampingi wajib pajak dalam proses pemeriksaan sehingga megurangi potensi kerugian yang dapat dialami wajib pajak pada saat pemeriksaan, maupun pada saat proses keberatan dan banding di pengadilan pajak. KEPUSTAKAAN Darussalam & Danny, S. (2008). Konsep dan Aplikasi Cross Border Transfer Pricing untuk tujuan perpajakan. Jakarta: Danny Darussalam Tax Center. Feinschreiber, R. (2004). Transfer pricing method (an application guide); new jersey. Canada: John Wiley & Sons Gunadi. (2007). Pajak Internasional. Lembaga Penerbit FE UI, Edisi Revisi. hal.221 Leo, Petrus. Kajian Kebijakan Perpajakan Dalam Kerangka Transfer Pricing Terhadap Perusahaan Multinasional Sehubungan Dengan Perjanjian Alokasi Biaya Pada PT. XYZ Di Indonesia. Tesis Pascasarjan UI, Nurmantu, Safri, 2005 Pengantar Perpajakan, Jakarta: Granit, 2005, Hal. 8 OECD. Transfer Pricing Guidelines For Multinational Enterprises And Tax Administrations PER-43/PJ/2010 Tentang Penerapan Prinsip Kewajaran Dan Kelaziman Usaha Dalam Transaksi Antara Wajib Pajak Dengan Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa. PER-32/PJ/2011 tahun 2011 Perubahan atas PER-43/PJ/2010 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi Antara Wajib Pajak dengan Pihak yang Mempunyai Hubungan Indonesia S-153/PJ.04/2010 tahun 2010 tentang Panduan Pemeriksaan Kewajaran Transaksi Afiliasi Transfer Pricing Transfer Pricing Documentation PT X 2010 Widodo, Erna, Mukhtar, Konstruksi ke Arah Penelitian Deskrptif, Yogyakarta, Avirouz, 2000

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2011 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2011 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-43/PJ/2010 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEWAJARAN DAN KELAZIMAN USAHA DALAM TRANSAKSI

Lebih terperinci

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, PERATURAN DIRJEN PAJAK NOMOR PER-43/PJ/2010 TANGGAL 6 SEPTEMBER 2010 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEWAJARAN DAN KELAZIMAN USAHA DALAM TRANSAKSI ANTARA WAJIB PAJAK DENGAN PIHAK YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Transfer pricing digunakan untuk mengukur efektifitas departemen

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Transfer pricing digunakan untuk mengukur efektifitas departemen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transfer pricing awalnya merupakan salah satu cara pengusaha dalam menjalankan bisnisnya untuk mengukur kinerja per departemen dalam suatu perusahaan. Transfer

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari sudut pandang perencanaan pajak, pajak dari keuntungan sebuah perusahaan multinasional di banyak negara dibagi menjadi dua prinsip yang utama, yaitu the company-by-company

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. 1. Tahap persyaratan pencatatan dan penyediaan informasi awal analisis FAR

BAB 4 PEMBAHASAN. 1. Tahap persyaratan pencatatan dan penyediaan informasi awal analisis FAR BAB 4 PEMBAHASAN 4.1. Ketentuan Analisis FAR di Indonesia Wewenang Direktur Jenderal Pajak untuk Memberikan Wewenang DJP untuk menentukan remunerasi berdasar fungsi dan data pembanding terdapat pada Penjelasan

Lebih terperinci

PMK No. 213/PMK.03/2016

PMK No. 213/PMK.03/2016 PMK No. 213/PMK.03/2016 Penerapan dan Implikasinya bagi PGN dan Grup Jakarta, 2 Februari 2017 Dasar hukum PMK No. 213/PMK.03/2016 1 Kewajiban Pembukuan sesuai Pasal 28 ayat (1), UU KUP 2 Transaksi Hubungan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berkaitan dengan hal tersebut yang terbagi menjadi 3 (tiga) bagian pokok yaitu

BAB II LANDASAN TEORI. berkaitan dengan hal tersebut yang terbagi menjadi 3 (tiga) bagian pokok yaitu BAB II LANDASAN TEORI Dalam penelitian ini penulis akan membahas atau menganalisis hubungan antara pemeriksaan pajak dengan kepatuhan Wajib Pajak Badan dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Globalisasi yang berkembang dengan cepat membuat kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan, transportasi, sistem informasi hingga perekonomian sehingga kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Makalah Pemeriksaan Pajak Page 1

BAB I PENDAHULUAN. Makalah Pemeriksaan Pajak Page 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak merupakan sumber pendapatan Negara yang sangat penting bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan

Lebih terperinci

EVALUASI KEWAJARAN HARGA DAN KESESUAIAN METODE TRANSFER PRICING DENGAN PERDIRJEN PAJAK NOMOR PER-32/PJ/2011 (STUDI KASUS PADA PT.

EVALUASI KEWAJARAN HARGA DAN KESESUAIAN METODE TRANSFER PRICING DENGAN PERDIRJEN PAJAK NOMOR PER-32/PJ/2011 (STUDI KASUS PADA PT. EVALUASI KEWAJARAN HARGA DAN KESESUAIAN METODE TRANSFER PRICING DENGAN PERDIRJEN PAJAK NOMOR PER-32/PJ/2011 (STUDI KASUS PADA PT. MERTEX INDONESIA) Medianti Jipi Saraswati Muhammad Saifi Dwiatmanto PSPerpajakan,

Lebih terperinci

KementerianKeuangan RepublikIndonesia Direktorat Jenderal Pajak

KementerianKeuangan RepublikIndonesia Direktorat Jenderal Pajak KementerianKeuangan RepublikIndonesia Direktorat Jenderal Pajak Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan untuk tujuan

Lebih terperinci

2015, No Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan diubah sebagai berikut: 1. Kete

2015, No Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan diubah sebagai berikut: 1. Kete BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1468, 2015 KEMENKEU. Pemeriksaan. Tata Cara. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184/PMK.03/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

184/PMK.03/2015 PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 17/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEM

184/PMK.03/2015 PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 17/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEM 184/PMK.03/2015 PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 17/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEM Contributed by Administrator Tuesday, 29 September 2015 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1.Landasan Teori 2.1.1. Definisi Pajak Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Persaingan yang dihadapi di era globalisasi ini, menuntut perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Persaingan yang dihadapi di era globalisasi ini, menuntut perusahaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Persaingan yang dihadapi di era globalisasi ini, menuntut perusahaan untuk melakukan pengembangan pasar untuk meningkatkan permintaan pasar. Permintaan pasar

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.56238/PP/M.IIB/16/2014

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.56238/PP/M.IIB/16/2014 Direktori Putusan Mahkamaa Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.56238/PP/M.IIB/16/2014 Jenis Pajak Tahun Pajak : 2008 Pokok Sengketa Menurut Terbanding Menurut Pemohon Menurut Majelis : Pajak Pertambahan

Lebih terperinci

Transfer Pricing dan Risikonya Terhadap Penerimaan Negara. Oleh: Hadi Setiawan 1

Transfer Pricing dan Risikonya Terhadap Penerimaan Negara. Oleh: Hadi Setiawan 1 Pendahuluan Transfer Pricing dan Risikonya Terhadap Penerimaan Negara Oleh: Hadi Setiawan 1 Beberapa waktu yang lalu kita dihebohkan dengan kasus yang menimpa Google di Inggris, Starbucks Inggris, Amazon

Lebih terperinci

Comprehensive Tax Planning 2014

Comprehensive Tax Planning 2014 Updating Manajemen Pemeriksaan Pajak dan Penyelesaian Sengketa Pajak 5 Juli 2014 Training Room Ortax 08.30 16.00 Updating Teknik Praktis Faktur Pajak (efaktur Pajak) Sesuai PER-16/PJ/2014 dan PER- 17/PJ/2014

Lebih terperinci

ISTILAH-ISTILAH DALAM PEMERIKSAAN

ISTILAH-ISTILAH DALAM PEMERIKSAAN BAB I ISTILAH-ISTILAH DALAM PEMERIKSAAN 1. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Contribution from the person, to the goverment to defray the expenses

BAB 2 LANDASAN TEORI. Contribution from the person, to the goverment to defray the expenses BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1.Pemahaman Pajak Pengertian pajak menurut Edwin R. A. Seligman Tax is compulsory Contribution from the person, to the goverment to defray the expenses incurred in the common interest

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA. Penerapan Analisis Fungsi, Aset dan Risiko untuk Menentukan Remunerasi sesuai Arm s Length Principle di Indonesia TESIS

UNIVERSITAS INDONESIA. Penerapan Analisis Fungsi, Aset dan Risiko untuk Menentukan Remunerasi sesuai Arm s Length Principle di Indonesia TESIS UNIVERSITAS INDONESIA Penerapan Analisis Fungsi, Aset dan Risiko untuk Menentukan Remunerasi sesuai Arm s Length Principle di Indonesia TESIS EKO YUNIANTO PRABOWO 0706304132 FAKULTAS EKONOMI PROGRAM MAGISTER

Lebih terperinci

METODE PENETAPAN HARGA WAJAR TERHADAP PRAKTIK TRANSFER PRICING DI KPP PRATAMA BATAM

METODE PENETAPAN HARGA WAJAR TERHADAP PRAKTIK TRANSFER PRICING DI KPP PRATAMA BATAM METODE PENETAPAN HARGA WAJAR TERHADAP PRAKTIK TRANSFER PRICING DI KPP PRATAMA BATAM TUGAS AKHIR Disusun untuk memenuhi syarat kelulusan Program Diploma III Oleh : Muhammad Fadli 3110911009 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184/PMK.03/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184/PMK.03/2015 TENTANG Peraturan Peraturan Menteri Keuangan - 184/PMK.03/2015, 30 Sept 2015 PencarianPeraturan Menimbang : PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184/PMK.03/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. untuk Tujuan Lain. Kedua bentuk pemeriksaan ini pada dasarnya merupakan

BAB V PENUTUP. untuk Tujuan Lain. Kedua bentuk pemeriksaan ini pada dasarnya merupakan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Pelaksanaan pemeriksaan pajak terdiri dari 2 tujuan, yang pertama adalah pemeriksaan pajak yang bertujuan untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan dan yang Kedua

Lebih terperinci

BAGIAN 2 PENGERTIAN PEMBUKUAN/PENCATATAN

BAGIAN 2 PENGERTIAN PEMBUKUAN/PENCATATAN BAGIAN 2 Inti pokok pembahasan dalam undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menjelaskan hal-hal sebagai berikut: 1. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 2. Surat Pemberitahuan (SPT) &

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN. yang bersifat netral dan pengertian yang bersifat pejorative. Pengertian netral

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN. yang bersifat netral dan pengertian yang bersifat pejorative. Pengertian netral 13 BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Transfer Pricing 2.1.1 Pengertian Transfer Pricing Pengertian transfer pricing dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pengertian yang bersifat netral dan

Lebih terperinci

JURNAL PENELITIAN TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEBIJAKAN PEMERIKSAAN PAJAK OLEH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK. Disusun oleh: Deddy Arief Setiawan ABSTRAK

JURNAL PENELITIAN TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEBIJAKAN PEMERIKSAAN PAJAK OLEH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK. Disusun oleh: Deddy Arief Setiawan ABSTRAK -1- JURNAL PENELITIAN TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEBIJAKAN PEMERIKSAAN PAJAK OLEH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK Disusun oleh: Deddy Arief Setiawan ABSTRAK Kebijakan pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh Direktorat

Lebih terperinci

2016, No pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia; b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat (2) P

2016, No pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia; b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat (2) P BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2120, 2016 KEMENKEU. Wajib Pajak. Jenis Dokumen. Informasi Tambahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 213/PMK.03/2016 TENTANG JENIS DOKUMEN DAN/ATAU

Lebih terperinci

BABl PENDAHULUAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kita makin dominan sehingga

BABl PENDAHULUAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kita makin dominan sehingga - ',' BABl PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam beberapa tahun terakhir 1m, penerimaan pajak dalam pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kita makin dominan sehingga diharapkan

Lebih terperinci

PENENTUAN HARGA TRANSFER ATAS TRANSAKSI INTERNASIONAL DARI PERSPEKTIF PERPAJAKAN INDONESIA. Disusun oleh: Deddy Arief Setiawan ABSTRAK

PENENTUAN HARGA TRANSFER ATAS TRANSAKSI INTERNASIONAL DARI PERSPEKTIF PERPAJAKAN INDONESIA. Disusun oleh: Deddy Arief Setiawan ABSTRAK PENENTUAN HARGA TRANSFER ATAS TRANSAKSI INTERNASIONAL DARI PERSPEKTIF PERPAJAKAN INDONESIA Disusun oleh: Deddy Arief Setiawan ABSTRAK Salah satu terobosan Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka mengamankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara membuat arus transaksi perdagangan antarnegara juga semakin mudah dan

BAB I PENDAHULUAN. negara membuat arus transaksi perdagangan antarnegara juga semakin mudah dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian yang semakin pesat tanpa mengenal batas negara membuat arus transaksi perdagangan antarnegara juga semakin mudah dan lancar, dimana

Lebih terperinci

Pengertian & Tujuan Pemeriksaan

Pengertian & Tujuan Pemeriksaan Pengertian & Tujuan Pemeriksaan menghimpun mengolah Data Keterangan Bukti Objektif Profesional STANDAR PEMERIKSAAN (PER-199/PMK.03/2007) menguji kepatuhan tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pesatnya pertumbuhan kegiatan ekonomi internasional turut merangsang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pesatnya pertumbuhan kegiatan ekonomi internasional turut merangsang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pesatnya pertumbuhan kegiatan ekonomi internasional turut merangsang berkembangnya perusahaan multinasional. Dalam perusahaan multinasional terjadi berbagai

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.162, 2011 EKONOMI. Pajak. Hak dan Kewajiban. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5268) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

Pemeriksaan. Tata cara pemeriksaan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. (Pasal 31 UU KUP)

Pemeriksaan. Tata cara pemeriksaan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. (Pasal 31 UU KUP) Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

AUDIT PLAN dan AUDIT SCOPE YANG MELEGAKAN PEMERIKSA (Oleh: Johannes Aritonang)

AUDIT PLAN dan AUDIT SCOPE YANG MELEGAKAN PEMERIKSA (Oleh: Johannes Aritonang) AUDIT PLAN dan AUDIT SCOPE YANG MELEGAKAN PEMERIKSA (Oleh: Johannes Aritonang) Gagal Merencanakan = Merencanakan Kegagalan adalah sebuah pernyataan yang sangat bermakna pada pemeriksaan pajak. Di dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Tinjauan Umum Tentang Akuntansi Pajak II.1.1 Pengertian Akuntansi Secara umum, akuntansi dapat didefinisikan sebagai suatu system informasi yang menghasilkan laporan kepada pihak

Lebih terperinci

TRANSFER PRICING. Daftar Isi: Redaksi. Edisi Oktober I / eharusan untuk menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dalam transaksi

TRANSFER PRICING. Daftar Isi: Redaksi. Edisi Oktober I / eharusan untuk menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dalam transaksi www.pajak.asia / www.tcg.co.id Editorial TRANSFER PRICING Salam Jumpa Pembaca, Alhamdulillah, puji syukur senantiasa Redaksi panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena hingga saat kita masih bisa berjumpa

Lebih terperinci

Lamhot, S.E., M.Si Dosen Tetap Politeknik Mandiri Bina Prestasi ABSTRAKSI

Lamhot, S.E., M.Si Dosen Tetap Politeknik Mandiri Bina Prestasi ABSTRAKSI PERANAN PEMERIKSAAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI TERHADAP JUMLAH PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI LEBIH BAYAR PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN BARAT Lamhot,

Lebih terperinci

A. PENENTUAN WAJIB PAJAK YANG WAJIB MENYELENGGARAKAN DAN MENYIMPAN DOKUMEN PENENTUAN HARGA TRANSFER

A. PENENTUAN WAJIB PAJAK YANG WAJIB MENYELENGGARAKAN DAN MENYIMPAN DOKUMEN PENENTUAN HARGA TRANSFER LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 213/PMK.03/2016 TENTANG : JENIS DOKUMEN DAN/ATAU INFORMASI TAMBAHAN YANG WAJIB DISIMPAN OLEH WAJIB PAJAK YANG MELAKUKAN TRANSAKSI DENGAN PARA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 17/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 17/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 17/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Prinsip Kewajaran Dan Dokumentasi Sebagai Penangkal Kecurangan Transfer Pricing di Indonesia

Prinsip Kewajaran Dan Dokumentasi Sebagai Penangkal Kecurangan Transfer Pricing di Indonesia Prinsip Kewajaran Dan Dokumentasi Sebagai Penangkal Kecurangan Transfer Pricing di Indonesia Wika Arsanti Putri Universitas Airlangga e-mail: wikaarsanti@gmail.com Abstract - This study is a normative

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 17/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 17/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 17/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketentuan

Lebih terperinci

TOTAL BENCHMARKING : RASIO DAN PEMANFAATANNYA

TOTAL BENCHMARKING : RASIO DAN PEMANFAATANNYA TOTAL BENCHMARKING : RASIO DAN PEMANFAATANNYA Verawati Suryaputra Fakultas Ekonomi, Universitas Katolik Parahyangan Abstract Total Benchmarking is a standard issued by Directorate General of Taxation which

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan pendapatan terbesar negara yang didefinisikan sebagai iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi saat ini semakin memudarkan batas geografis antar negara

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi saat ini semakin memudarkan batas geografis antar negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi saat ini semakin memudarkan batas geografis antar negara di dunia. Berdasarkan cara pandang tersebut, para pengusaha dari berbagai negara dapat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN Undang-Undang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan 1 PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-22/PJ/2013 TENTANG PEDOMAN PEMERIKSAAN TERHADAP WAJIB PAJAK YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 545/KMK.04/2000 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 545/KMK.04/2000 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 545/KMK.04/2000 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.161, 2010 KEUANGAN NEGARA. Pajak Penghasilan. Penghitungan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5183) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan tinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan tinggi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan tinggi dalam perdagangan lintas negara, terutama dipengaruhi oleh kehadiran perusahaan multinasional (Multinational

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bebasnya jalur bisnis di jaman sekarang dan adanya fenomena globalisasi menyebabkan munculnya banyak perusahaan multinasional di Indonesia. Perpajakan yang berbeda

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN,

Lebih terperinci

Perihal : Permohonan Menjadi Responden Penelitian

Perihal : Permohonan Menjadi Responden Penelitian Perihal : Permohonan Menjadi Responden Penelitian Kepada Yth. Bapak / Ibu / Saudara/i Di Tempat Dengan ini saya Mahasiswa Universitas Kristen Maranatha (UKM) Bandung sedang mengadakan penelitian pada PT.

Lebih terperinci

PERPAJAKAN I KUASA & KONSULTAN PAJAK, PEMERIKSAAN, PENAGIHAN, RESTITUSI PAJAK. Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis

PERPAJAKAN I KUASA & KONSULTAN PAJAK, PEMERIKSAAN, PENAGIHAN, RESTITUSI PAJAK. Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Modul ke: PERPAJAKAN I KUASA & KONSULTAN PAJAK, PEMERIKSAAN, PENAGIHAN, RESTITUSI PAJAK Fakultas Ekonomi dan Bisnis Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Program Studi Akuntansi www.mercubuana.ac.id PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS BAB IV PEMBAHASAN IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS Semua badan merupakan Wajib Pajak tanpa terkecuali, mulai saat didirikan atau saat melakukan kegiatan usaha atau memperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Analisis Analisis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah : Penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri, serta hubungan

Lebih terperinci

19 Juni 2014 Hotel Bidakara, Jakarta Juni 2014 Training Room Ortax Read More...

19 Juni 2014 Hotel Bidakara, Jakarta Juni 2014 Training Room Ortax Read More... Tax Aspect on Production Sharing Contract (PSC) 19 Juni 2014 Audit dan Keberatan Kepabeanan dan Cukai Basic Transfer Pricing 23 Juni 2014 Training Room Ortax 08.30 16.00 26 28 Juni 2014 Training Room Ortax

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. antara PT. OKM dengan OM BV adalah menyangkut pada kepemilikan modal, dimana

BAB IV PEMBAHASAN. antara PT. OKM dengan OM BV adalah menyangkut pada kepemilikan modal, dimana BAB IV PEMBAHASAN IV. 1 Analisa Hubungan Istimewa IV. 1. 1 Hubungan Istimewa Seperti yang telah dijelaskan pada bab III, hubungan istimewa yang terjalin antara PT. OKM dengan OM BV adalah menyangkut pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu-satunya. Dari berbagai alasan pengenaan pajak, kebijakan pajak di Indonesia akhir-akhir

BAB I PENDAHULUAN. satu-satunya. Dari berbagai alasan pengenaan pajak, kebijakan pajak di Indonesia akhir-akhir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Mendapatkan penerimaan Negara merupakan hal yang paling utama walaupun belum satu-satunya. Dari berbagai alasan pengenaan pajak, kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investor asing berkenaan dengan permasalahan utama bagi setiap investor untuk

BAB I PENDAHULUAN. investor asing berkenaan dengan permasalahan utama bagi setiap investor untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persaingan untuk menarik investor asing menanamkan modalnya pada suatu negara semakin ketat. Oleh karena itu, negara juga secara aktif mempromosikan negaranya

Lebih terperinci

Diatur dalam pasal 1 angka 25 UU KUP Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan dan/atau bukti yang

Diatur dalam pasal 1 angka 25 UU KUP Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan dan/atau bukti yang Diatur dalam pasal 1 angka 25 UU KUP Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan proporsional berdasarkan suatu

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Rencana dan Realisasi Penerimaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak. (KPP) Pratama Jakarta Kemayoran

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Rencana dan Realisasi Penerimaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak. (KPP) Pratama Jakarta Kemayoran BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Rencana dan Realisasi Penerimaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kemayoran Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASILDAN PEMBAHASAN. 1. Faktor-Faktor yang Menyebabkan PT. Kuei Meng Chain Indonesia

BAB IV ANALISIS HASILDAN PEMBAHASAN. 1. Faktor-Faktor yang Menyebabkan PT. Kuei Meng Chain Indonesia BAB IV ANALISIS HASILDAN PEMBAHASAN A. Penyajian dan Analisis Data 1. Faktor-Faktor yang Menyebabkan PT. Kuei Meng Chain Indonesia Mengajukan Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Penghasilan

Lebih terperinci

PER - 69/PJ/2010 KESEPAKATAN HARGA TRANSFER (ADVANCE PRICING AGREEMENT)

PER - 69/PJ/2010 KESEPAKATAN HARGA TRANSFER (ADVANCE PRICING AGREEMENT) PER - 69/PJ/2010 KESEPAKATAN HARGA TRANSFER (ADVANCE PRICING AGREEMENT) Contributed by Administrator Friday, 31 December 2010 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER -

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Globalisasi adalah suatu proses peningkatan hubungan antar negara melalui perdagangan, budaya, bahasa, dan bentuk-bentuk lainya tanpa mengenal batas wilayah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa transfer pricing dilakukan antara

BAB I PENDAHULUAN. Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa transfer pricing dilakukan antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adanya perusahaan multinasional membuat transfer sumber daya (baik berupa barang, jasa, laba, maupun aset) tidak hanya dilakukan antardivisi namun juga antarperusahaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perekonomian saat ini telah berkembang pesat mengikuti globalisasi perekonomian dunia. Dengan adanya globalisasi yang semakin marak ini membuat perusahaan

Lebih terperinci

PERPAJAKAN INTERNASIONAL KASUS TAX TREATY

PERPAJAKAN INTERNASIONAL KASUS TAX TREATY PERPAJAKAN INTERNASIONAL KASUS TAX TREATY Cahyaning Satyka Dina Amalia Fildzah Dessyana Margareth Sophia Kasus Tax Treaty: PT. Cantika Indah ( Perusahaan ) bergerak di bidang produksi alat-alat kosmetik

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA PT SM ANUGRAH RAYA TAMA

ANALISIS PENERAPAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA PT SM ANUGRAH RAYA TAMA ANALISIS PENERAPAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA PT SM ANUGRAH RAYA TAMA Wilianto Taufik, Yunita Anwar Universitas Bina Nusantara Jl. K. H. Syahdan No.9 Kemanggisan/Palmerah Jakarta Barat 11480 Phone

Lebih terperinci

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2 I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN Dengan diundangkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan Controlled Foreign..., Stenny Mariani Lumban Tobing, FISIP UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan Controlled Foreign..., Stenny Mariani Lumban Tobing, FISIP UI, 2008 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi dunia yang cepat dan dinamis telah mengakibatkan hubungan perdagangan internasional semakin terbuka luas dan semakin ekstensif yang ditandai dengan terbentuknya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan,

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Pajak Penghasilan 2.1.1. Pajak Penghasilan Badan Pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, Pajak Penghasilan adalah Pajak yang dikenakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN TEORI PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN TEORI PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teori Pustaka 2.1.1 Kepatuhan Wajib Pajak 2.1.1.1 Pengertian Kepatuhan Definisi kepatuhan perpajakan menurut James yang dikutip

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Dasar Dasar Perpajakan 1. Definisi Pajak Dalam memahami mengapa seseorang harus membayar pajak untuk membiayai pembangunan yang terus dilaksanakan, maka perlu dipahami terlebih

Lebih terperinci

Reguler Training Bulan Mei Desember 2017

Reguler Training Bulan Mei Desember 2017 Tgl Pelaksanaan Reguler Training Bulan Mei Desember 2017 Judul Details MEI 03/05/2017 Laporan Keuangan dan Akuntansi Pajak details 06/05/2017 Manajemen Pemeriksaan dan Litigasi Pajak details 06/05/2017

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 240/PMK.03/2014

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 240/PMK.03/2014 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 240/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PROSEDUR PERSETUJUAN BERSAMA (MUTUAL AGREEMENT PROCEDURE) DENGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terpisah (PSAK 22, 2010). Baker, Lembke, dan King (2010) mendefinisikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terpisah (PSAK 22, 2010). Baker, Lembke, dan King (2010) mendefinisikan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Definisi Merger dan Akuisisi Pada prinsipnya, merger dan akuisisi merupakan penggabungan atas pengendalian kepemilikan dua atau lebih perusahaan yang

Lebih terperinci

PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL

PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL Oleh: Amanita Novi Yushita, SE amanitanovi@uny.ac.id *Makalah ini disampaikan pada Program Pengabdian pada Masyarakat

Lebih terperinci

2011, No sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009

2011, No sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.256, 2011 KEMENTERIAN KEUANGAN. Pemeriksaan Pajak. Prosedur. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82/PMK.03/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi mengakibatkan semakin meningkatnya transaksi internasional. Kemudahan interaksi dan komunikasi mendorong kecepatan arus barang, jasa dan investasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pemeriksaan menurut Alvin A. Arens et al. (2012:14) Sedangkan definisi pemeriksaan (Auditing) berdasarkan the

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pemeriksaan menurut Alvin A. Arens et al. (2012:14) Sedangkan definisi pemeriksaan (Auditing) berdasarkan the BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pemeriksaan Definisi pemeriksaan menurut Alvin A. Arens et al. (2012:14) adalah sebagai berikut : Pemeriksaan adalah suatu proses pengumpulan dan pengevaluasian bukti

Lebih terperinci

DAFTAR PENYUSUTAN DAN AMORTISASI FISKAL TAHUN PAJAK 2 0 NPWP : NAMA WAJIB PAJAK : BULAN / TAHUN PEROLEHAN HARGA PEROLEHAN (US$)

DAFTAR PENYUSUTAN DAN AMORTISASI FISKAL TAHUN PAJAK 2 0 NPWP : NAMA WAJIB PAJAK : BULAN / TAHUN PEROLEHAN HARGA PEROLEHAN (US$) 2 0 DAFTAR PENYUSUTAN DAN AMORTISASI FISKAL 1B KELOMPOK / JENIS HARTA BULAN / TAHUN PEROLEHAN HARGA PEROLEHAN (US$) NILAI SISA BUKU FISKAL AWAL TAHUN PENYUSUTAN / AMORTISASI KOMERSIAL METODE HARTA BERWUJUD

Lebih terperinci

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian di dunia terjadi dengan pesat. Demikian pula perekonomian di Indonesia. Perkembangan ini memberikan dampak semakin meningkatnya transaksi

Lebih terperinci

Lampiran I SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : SE - 96/PJ/2009 TENTANG : Rasio Total Benhmarking dan Petunjuk Pemanfaatannya

Lampiran I SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : SE - 96/PJ/2009 TENTANG : Rasio Total Benhmarking dan Petunjuk Pemanfaatannya Lampiran I SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : SE - 96/PJ/2009 TENTANG : Rasio Total Benhmarking dan Petunjuk Pemanfaatannya www.peraturanpajak.com Page : 1 info@peraturanpajak.com www.peraturanpajak.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada tahun 1983 telah terjadi momentum penting dalam sistem perpajakan yang dirombak dari sistem official assessment menjadi sistem self assessment. Kedua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan ekonomi mengakibatkan transaksi perdagangan dan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan ekonomi mengakibatkan transaksi perdagangan dan kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan ekonomi mengakibatkan transaksi perdagangan dan kegiatan perekonomian dapat dengan mudah melintasi batas territorial suatu Negara (Gunadi, 2007).

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI DAN PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Surat Permohonan Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang

BAB IV EVALUASI DAN PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Surat Permohonan Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang BAB IV EVALUASI DAN PEMBAHASAN IV.1 Analisis Surat Permohonan Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) PPh Badan Perbedaan dalam pengakuan pendapatan dan beban antara perlakuan akuntansi

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 56 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 56 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 56 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. batas negara yang telah membawa dampak pada kemajuan yang pesat di segala

BAB I PENDAHULUAN. batas negara yang telah membawa dampak pada kemajuan yang pesat di segala BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan perekonomian berkembang tanpa mengenal batas negara yang telah membawa dampak pada kemajuan yang pesat di segala bidang. Salah satunya

Lebih terperinci