Oleh : Dinar Ria Anantasari V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Oleh : Dinar Ria Anantasari V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 Persepsi petani terhadap jenis pekerjaan yang akan dipilih, pasca alih fungsi lahan (kasus di Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar) Oleh : Dinar Ria Anantasari V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Partisipan Hakekat sensoris stimulus, latar belakang, pengalaman sensori terdahulu yang berhubungan dan perasaan-perasaan pribadi, sikap, dorongan dan tujuan yang mempengaruhi persepsi seseorang, secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan karakteristik partisipan yang meliputi : umur partisipan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, luas kepemilikan lahan dan jenis keterampilan serta riwayat kerja. Akan tetapi karena penelitian ini bersifat kualitatif dan tidak bertujuan untuk mencari hubungan antara karakteristik partisipan dengan persepsinya terhadap jenis pekerjaan yang akan dipilih pasca alih fungsi lahan, maka dalam penelitian ini, identitas atau karakteristik partisipan diperhatikan sebagai acuan atau sumber atas keberagaman persepsi terhadap pilihan pekerjaan pasca alih fungsi lahan. 1. Distribusi partisipan menurut umur Dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh Sutrisno (1999) dikatakan bahwa semakin tua usia petani maka semakin rendah keinginan petani untuk bekerja diluar sektor pertanian. Berikut distribusi partisipan menurut umurnya : Menurut tingkatan usia, usia partisipan yang termuda yaitu 32 tahun hingga partisipan tertua 72 tahun. Dari tingkat umur tersebut dapat diperkirakan lamanya

2 pengalaman berusaha tani, yang rata-rata dimulai pada usia tahun. Kelompok pertama yaitu partisipan dengan tingkat usia tahun, dikatakan muda karena pengalaman berusaha tani antara tahun, sedang kelompok kedua yaitu partisipan berusia tahun kategori sedang, dengan pengalaman usaha tani tahun, kelompok yang terakhir yaitu partisipan berusia lebih dari 60 tahun, dengan pengalaman usaha tani lebih dari 45 tahun dengan kategori tua. Dari pengalaman berusahatani yang dimiliki oleh partisipan yang berusia lebih dari 60 tahun, partisipan a menyatakan : Ada perumahan yang memerlukan banyak lampu penerangan mengundang hama serangga yang akhirnya akan merusak atau memakan tanaman padi disepanjan wilayah yang ada penerangan lampu tersebut Partisipan a tersebut juga menyatakan bahwa : Limbah dari perumahan yang berupa air sabun sisa pencucian baju atau alat makan, yang dibuang ke saluran air juga menimbulkan tanaman padi yang tersendam air tersebut menjadi tidak subur lagi, bulirnya lebih kecil dari tanaman padi yang airnya masih bersih. Dari pengalaman dan pengamatan partisipan b menyebutkan : Banyak penghuni perumahan yang membuang sampah di saluran irigasi yang akhirnya menyumbat dan mengganggu kelancaran air, terlebih lagi ada yang membuang pecahan kaca yang pernah melukai seorang petani yang sedang membersihkan saluran irigasi tersebut. Partisipan yang berusia lebih dari 60 tahun ada 14 orang (46,6 %) dari keseluruhan partisipan. Pada usia tersebut secara umum produktifitas seseorang sudah mulai menurun karena faktor kesehatan maupun menurunnya fungsi fisik yang lainnya. Sedangkan untuk usia produktif yaitu usia tahun pada umumnya produktifitas seseorang akan terus meningkat hingga mencapai puncaknya atau

3 stagnan pada usia antara tahun. Jumlah partisipan pada kedua tingkat usia ini sama yaitu masing-masing 8 (delapan) orang atau 26,7 persen. Sehingga jumlah keseluruhan partisipan yang berusia produktif ada 53,4 %. Dari jumlah ini dapat diketahui bahwa dunia pertanian dengan berbagai penialaian masih tetap bisa eksis. Mayoritas partisipan yang berusia lebih dari 60 tahun memiliki pengalaman usaha tani yang cukup lama. Banyaknya partisipan yang usianya tua (diatas 60 tahun) ini juga menunjukan bahwa pertanian sudah kurang dilirik atau diminati sebagai suatu usaha yang bisa menghasilkan pendapatan atau keuntungan yang diharapkan, meskipun mereka sudah cukup berpengalaman. Anggapan atau persepsi bahwa dunia pertanian penuh dengan resiko, karena sifatnya yang sangat tergantung pada alam menyebabkan generasi muda (anak-anak partisipan), khususnya pada tingakatan usia produktif enggan terjun ke pertanian. Mereka lebih memilih bekerja di pabrik atau di tempat lain yang menjanjikan upah atau pendapatan yang pasti dan dapat diperoleh secara rutin tiap bulan, atau tiap minggu. Partisipan c menyatakan, : Dari ke-tiga anak saya, dua orang lulusan ATW (Akademi Teknik Warga) dan sudah bekerja di kota (Tangerang dan Jakarta), saya berharap kehidupan mereka bisa lebih baik daripada bapak dan ibunya, sedang yang satu masih menyelesaikan kuliahnya dibidang Teknik. Adanya proyek pengembangan perumahan yang menggunakan lahan sawah makin mendesak eksistensi sawah (dunia pertanian), sehingga semakin kurang diminati. Umur merupakan salah satu pertimbangan yang perlu diperhatikan dari partisipan karena semakin muda usia partisipan (pengalaman berusaha tani lebih sedikit) maka pandangannya terhadap jenis pekerjaan yang akan dipilih jika lahan sawah yang dimilikinya diperuntukkan perumahan, akan lebih luas dan beragam jika

4 dibandingkan dengan partisipan yang berusia tua yang menganggap pertanian sudah menjadi kehidupan mereka. 2. Distribusi partisipan menurut tingkat pendidikan Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang kemampuannya dalam mengapresiasikan maupun mempersepsikan sesuatu juga akan lebih luas dan terarah. Pendidikan, dalam hal ini pendidikan formal, mempunyai andil yang cukup besar dalam memberikan pengetahuan dasar dalam berpikir pada diri seseorang, meskipun pengembangannya berbeda-beda pada tiap individu. Tingkat pendidikan mempengaruhi kemampuan berpikir seseorang dalam menilai atau mengungkapkan pendapatnya mengenai sesuatu hal. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka cara berpikirnya akan lebih kompleks dan lebih didasarkan pada logika bukan hanya perasaan atau intuisi, meskipun hal ini juga penting. Tingkat pendidikan yang rendah menghambat seseorang dalam menerima atau mengadopsi teknologi atau penemuan baru. Menurut tingkat pendidikan formal yang ditempuh, partisipan dikelompokan dalam 5 (lima) kelompok yaitu tidak bersekolah, SD, SLTP, SLTA, dan melanjutkan ke akademi atau sekolah tinggi setelah SLTA Mayoritas partisipan sudah mengenyam pendidikan hingga SLTP (atau Sekolah Teknik) atau sudah melanjutkan sekolah setelah SD ada 11 orang (36,7 %) dari seluruh partisipan Hal ini menunjukkan bahwa partisipan telah mempunyai kemampuan berpikir yang cukup untuk menerima suatu inovasi baik dalam bidang pertanian maupun di luar pertanian. Partisipan sudah menganggap bahwa pedidikan itu penting. Hal ini terlihat dari jumlah partisipan yang melanjutkan pedidikan hingga sekolah menengah dan akademi maupun tingkat strata (13,3 %). Demikian pula yang

5 diungkapkan salah satu partisipan yang tinggal di Baturan, yang menyekolahkan ketiga anaknya hingga tingkat diploma maupun strata, tetapi ironisnya tidak satupun dari ketiga anaknya yang terjun ke pertanian. Diketahui bahwa petani (partisipan) lebih mengarahkan anaknya untuk tidak terjun ke pertanian, meskipun selama ini kebutuhan hidup mereka dicukupi dari hasil pertanian. Seperti yang diungkapkan oleh partisipan c : Anak saya ke-tiganya saya sekolahkan sampai lulus STM dan SMA, kemudian saya sekolahkan lagi sampai lulus D3 teknik dan yang satu masih kuliah, supaya mereka bisa lebih pintar dan bisa jadi orang yang lebih dihormati. Partisipan c sudah menganggap bahwa pendidikan merupakan modal yang penting untuk memperolah kehidupan yang lebih baik, partisipan c merasa bahwa dengan menempuh pendidikan yang tinggi seseorang akan lebih dihargai di masyarakat. Dilihat dari cita-cita dan harapan para petani partisipan terhadap anak-anak mereka, sudah terjadi disposisi pandangan (persepsi) mengenai pertanian atau bekerja sebagai petani. Petani partisipan tetap melakukan usaha taninya, dan tetap mengandalkan pertanian untuk menopang kehidupan mereka, tetapi mereka juga memberikan kebebasan kepada anak-anak mereka untuk tidak terjun ke pertanian, dengan harapan agar anak-anak mereka bisa menjadi orang yang lebih berhasil daripada orang tuanya. Berbeda halnya dengan partisipan d yang merupakan lulusan Sarjana Pertanian, meskipun kehidupan partisipan d ini sudah cukup baik karena juga membuka usaha persewaan alat-alat resepsi dan mengerjakan beberapa pathok sawah lain dengan menyewa, partisipan ini menyatakan : sekalipun saya ini lulusan sarjana tapi saya merasa kehidupan saya biasa saja, tidak lebih dan tidak kurang, karena saya juga petani

6 saat ini saya memang mengerjakan sawah warisan orang tua tetapi saya ingin memperbesar usaha persewaan alat-alat resepsi saya kalau ada modal dan juga membuka toko kecil. Pendidikan tinggi tidak membuat partisipan d ini meninggalkan pertanian karena modal lain yaitu uang masih kurang. Pendidikan non formal, seperti pelatihan-pelatihan maupun penyuluhan pertanian sudah jarang diadakan di Kecamatan Colomadu, karena berdasarkan Perda No 2 Tahun 1999, daerah tersebut tidak lagi diarahkan untuk pertanian melainkan untuk perdagangan dan permukiman. Jenis pelatihan yang pernah diikuti oleh partisipan yaitu penanaman sejalur dan pengendalian hama. Pertemuan yang masih rutin dilakukan yaitu pertemuan P3A untuk pengaturan irigasi, dan pemeliharaan saluran. Secara fisik, fasilitas pengairan di Kecamatan Colomadu memang sangat menunjang pertanian di daerah tersebut. 3. Distribusi partisipan menurut luas pemilikan lahan sawah Sayogyo (1978) menyatakan klasifikasi petani berdasarkan luas lahan garapan dibagi menjadi 3 kelas atau kelompok, yaitu : a. Petani kecil adalah petani yang memiliki lahan garapan kurang dari 0,5 ha ; b. Petani sedang adalah petani memiliki lahan garapan dengan luas antara 0,5-1 ha ; c. Petani besar adalah petani dengan lahan garapan yang luasnya lebih dari 1 ha ; Sutrisno (1999) menyatakan bahwa makin sempit penguasaan lahan maka makin besar kecenderungan untuk bekerja diluar pertanian. Berikut distribusi partisipan menurut luas lahan yang dimiliki di daerah penelitian :16 orang atau 53,3 persen partisipan merupakan petani kecil dengan luas lahan kurang dari 0,5 ha. Petani sedang dengan luas lahan 0,5-1 ha, 14 orang partisipan (43,4 %) dan petani besar dengan luas lahan lebih dari 1 ha hanya 1 (satu) orang atau 3,3 persen partisipan.

7 Luas pemilikan lahan yang sempit (kurang dari 0,5 ha) di daerah yang banyak pembangunan perumahan menyebabkan menurunnya semangat petani untuk mempertahankan lahan mereka. Menurut partisipan, apabila lahan mereka dibeli untuk dibangun perumahan, mereka akan membeli lahan dilokasi lain dan dapat memperoleh lahan yang lebih luas dari semula, meskipun lokasinya lebih jauh dari tempat tinggal mereka. Dari hasil wawancara diketahui 29 partisipan menyatakan akan membeli lahan sawah dan tetap bertani, jika lahan yang dimiliki sekarang dibeli oleh pengembang, sedangkan seorang partisipan yang sudah berusia lanjut, menyatakan akan pensiun sebagai petani jika lokasi lahan yang baru terlalu jauh dari tempat tinggalnya dan akan menyerahkan pengolahannya kepada orang lain atau dibagikan kepada anaknya. Luas kepemilikan lahan tidak mempengaruhi keputusan untuk menjual lahan karena tata guna lahan di daerah Colomadu memang diarahkan pada pembangunan permukiman maupun sentra perdagangan, tetapi luas pemilikan lahan mempengaruhi persepsi atau pandangan yang mendasari keputusan menjual lahan tersebut. Partisipan dengan luas kepemilikan lahan yang sempit cenderung menganggap bahwa mereka harus menjual lahan yang mereka miliki karena tekanan moril dari lingkungan yang sudah semakin heterogen dan mulai meninggalkan pertanian. Mereka merasa keuntungan yang mereka peroleh dari lahan yang sempit tidak maksimal lagi, karena pengaruh lingkungan (penerangan yang mengundang hama/serangga, limbah rumah tangga dan lain-lain). Partisipan menjual lahan dengan berbagai pertimbangan karena lahan itu merupakan satu-satunya sumber penghasilan mereka, maka mereka menjual lahan dengan harapan dapat mengembangkan luasnya di daerah lain dan dapat memaksimalkan hasilnya.

8 Sedangkan petani dengan luasan lahan yang besar lebih cepat mengambil keputusan dalam menjual lahannya karena secara ekonomi mereka lebih matang dan lebih berani mengambil resiko untuk secepatnya menjual lahannya dan secepatnya pula membeli lahan baru yang lebih luas dilokasi lain, hal ini dikarenakan mereka merasa mempunyai jaminan dan rasa aman karena masih memiliki lahan yang lain. 4. Distribusi partisipan menurut tingkat pendapatan dari usaha tani Menurut hasil penelitian Sutrisno (1999), dikatakan bahwa semakin tinggi pendapatan petani maka semakin besar keinginan untuk bekerja di luar pertanian, dengan harapan untuk semakin meningkatkan atau mengembangkan usahanya. Tingkat pendapatan yang tidak seimbang antara penerimaan dan pengeluaran, yang dirasakan oleh partisipan dianggap sebagai suatu ketidak- adilan dalam hal pembuatan kebijakan oleh pemerintah. Seperti diungkapkan oleh salah seorang partisipan yang menyatakan : Kalau bukan dari usaha tani ya mau dapat darimana uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, meski kalau dihitung-hitung sebenarnya hasil dari usaha tani ini sangat mepet dan bahkan sering kurang, sehingga untuk kebutuhan yang ;ainnya harus pinjam sana-sini, tetapi Alhamdullilah selama ini usaha tani saya masih tetap berjalan, dan kebutuhan saya juga tetap terpenuhi. Namanya rejeki, sudah ada yang mengatur, jadi saya tidak khawatir. Partisipan ini mengakui bahwa kebutuhan hidupnya memang hanya ditopang dari usaha tani saja, tanpa bekerja di luar usaha tani. Rata-rata pendapatan partisipan dari pendapatan terendah Rp ,00 hingga pendapatan tertinggi Rp ,00, dikelompokkan menjadi 3 kategori pendapatan : rendah, sedang dan tinggi. Dari tabel 5.4. diketahui sebanyak 16 orang partisipan (53,3 %) mempunyai rata-rata pendapatan rendah yaitu kurang dari Rp

9 ,00. Pendapatan sedang sebanyak 11 orang partisipan (36,7 %) dan pendapatan tinggi yaitu diatas Rp ,00 sebanyak 3 orang partisipan (10 %). Mayoritas partisipan adalah petani yang berpendapatan rendah yaitu kurang dari Rp ,00 untuk setiap masa tanam. Tingkat pendapatan yang rendah ini merupakan imbangan dari sempitnya luas lahan yang dimiliki oleh partisipan, yaitu antara setengah pathok yang luasnya m 2 hingga yang memiliki lahan yang luasnya m Distribusi partisipan menurut pengalaman berkerja di luar pertanian a. Distribusi partisipan menurut pengalaman bekerja diluar pertanian Pengalaman yang diperoleh partisipan dengan bekerja di bidang lain di luar pertanian menimbulkan persepsi yang berbeda dari partisipan yang sama sekali belum pernah mencoba pekerjaan lain di luar bidang pertanian. Seorang partisipan yang pernah bekerja sebagai ABK (Anak Buah Kapal) menyatakan : Saya pernah mencoba pekerjaan alin, menjadi ABK selama 4 tahun, tapi hanya sebagai pengalaman saja. Setelah kembali ke darat, saya tetap kembali mengerjakan sawah tinggalan orang tua, dan juga sawah bengkok. Menurut saya bertani itu lebih tenang, atasan kita ya langsung Yang Maha Kuasa, meski kalau diukur dari sudut ekonominya tidak menghasilkan keuntungan seperti kalau bekerja di Swasta atau perusahaan, karena hasil yang diperoleh nantinya juga tetap di tanam lagi. Partisipan ini menyatakan bahwa pengalaman bekerja di Kapal membuatnya menyadari bahwa bertani merupakan pekerjaan yang tenang dan lebih mendekatkan partisipan pada Sang Pencipta. Sehingga pengalaman yang dimilikinya semakin menguatkan dan memantapkannya dalam bertani. Selain bertani, partisipan juga membuka pelayanan pengobatan tradisional, bukan untuk bisnis melainkan hanya untuk

10 menyalurkan kelebihan yang dimilikinya untuk sesama, pembayaran dari jasa pengobatan ini tidak ada patokan khusus, tetapi disesuaikan dengan kemampuan pasien. Jumlah partisipan yang pernah mempunyai pekerjaan selain bertani adalah delapan (8) orang atau 26,6 persen; sedangkan partisipan yang belum atau tidak pernah melakukan pekerjaan di luar pertanian lebih banyak yaitu 22 orang (73,4 %). Menurut sejarah kerja yang dimiliki, berarti sebelum terjun atau bekerja sebagai petani, mayoritas partisipan belum pernah melakukan pekerjaan lain di luar pertanian sebagai pengalaman sebelum bertani. Jenis pekerjaan yang pernah dilakukan oleh 8 (delapan) orang partisipan (26,6%), yaitu bekerja sebagai tukang batu ataupun laden tukang, tukang kayu, ABK (anak buah kapal), pegawai negeri (sekarang sudah pensiun), dan guru. Sampai saat dilakukan penelitian sebagian dari partisipan tersebut masih tetap melakukan pekerjaan di luar pertanian. b. Distribusi partisipan menurut pekerjaan di luar pertanian (sampingan) yang masih dikerjakan Pekerjaan sampingan yang dilakukan oleh partisipan selain pekerjaan tani, menunjukkan bahwa mereka mempunyai persepsi yang lebih luas mengenai pekerjaan. Pekerjaan sampingan bagi sebagian partisipan bahkan sudah dijadikan sumber pendapatan pokok bagi partisipan. Berbeda halnya dengan petani yang hanya bertani saja, mereka hanya mengandalkan usaha taninya sebagai penopang hidup. Jumlah partisipan yang mempunyai pekerjaan sampingan yaitu 14 orang (46,7 %) sedangkan partisipan yang tidak mempunyai pekerjaan sampingan berjumlah 16 orang (53,3 %). Dari angka angka tersebut menunjukan ada 6 (enam) orang partisipan yang semula hanya bekerja sebagai petani, seiring

11 berjalannya waktu mereka melakukan pekerjaan diluar pertanian (lihat pada tabel 5.5. semula 22 orang partisipan bekerja sebagai petani murni, pada tabel 5.6. jumlah petani murni tinggal 16 orang partisipan). Hal tersebut menunjukan bahwa persepsi partisipan terhadap pekerjaan semakin beragam, terlihat pada peningkatan jumlah partisipan yang mempunyai pekerjaan sampingan. Keputusan partisipan untuk melakukan pekerjaan sampingan selain bertani pada umumnya dipicu oleh meningkatnya biaya pemenuhan kebutuhan hidup, dan penghasilan dari bertani saja tidak dapat diandalkan untuk mencukupi biaya hidup mereka. Selain itu desakan dan perkembangan jaman serta kemajuan teknologi informasi maupun transportasi menyebabkan partisipan lebih mudah terhubung dengan kehidupan perkotaan, yang memang jaraknya tidak jauh dari tempat tinggal mereka. Pengaruh kehidupan kota terhadap cara pandang atau persepsi partisipan terutama yang berusia kurang dari 60 tahun sangat nyata, dimana pada usia tersebut tingkat mobilitas mereka tinggi, dan kebutuhan hidup mereka juga tinggi (biaya sekolah anak dan kebutuhan sehari-hari) sehingga mereka lebih giat dalam upaya meningkatkan penghasilannya. c. Distribusi partisipan menurut keterampilan yang dimiliki di luar pertanian Keterampilan merupakan suatu bakat yang dimiliki oleh seseorang baik secara genetis atau keturunan maupun terampil yang diperoleh melalui latihan yang dilakukan dengan tekun. Keterampilan yang dimiliki oleh seseorang dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sehingga dapat mendatangkan hasil dan keuntungan, demikian pula halnya dengan partisipan. Sebagian dari partisipan yang mempunyai keterampilan dan mampu memanfaatkannya dapat mengembangkan keterampilan tersebut sebagai salah satu usaha sampingannya,

12 seperti halnya salah satu partisipan yang mempunyai keterampilan menabuh gamelan, yang juga mempunyai pekerjaan sambilan mengajar gamelan dan karawitan. pertanian : Berikut distribusi partisipan menurut keterampilan yang dimiliki diluar Tabel 5.1. Distribusi partisipan menurut keterampilan yang dimiliki di luar pertanian di Kecamatan Colomadu tahun 2003 No Keterangan Jumlah partisipan (orang) Prosentase (%) 1 Mempunyai keterampilan lain di luar pertanian 5 16,6 2 Tidak punya 25 83,4 Jumlah Sumber : Analisis data primer Pada tabel 5.1. diketahui bahwa jumlah partisipan yang mempunyai keterampilan hanya 5 (lima) orang atau 16,6 persen, dan partisipan yang merasa tidak memiliki keterampilan apa-apa sebanyak 25 partisipan (83,4 %). Pada tabel sebelumnya (tabel 5.6.) dinyatakan bahwa jumlah partisipan yang mempunyai pekerjaan sampingan berjumlah 14 partisipan (46,7 %), hal ini menunjukan bahwa ada 9 (sembilan) partisipan yang tidak mempunyai keterampilan khusus namun tetap dapat melakukan pekerjaan sampingan, karena pekerjaan tersebut tidak membutuhkan keterampilan tertentu (misalnya : persewaan alat resepsi, membuka toko/warung, usaha jual-beli kayu). B. Persepsi Terhadap Alih Fungsi Lahan Alih fungsi lahan yang terjadi di Kecamatan Colomadu memang tidak terjadi secara serentak dan langsung, sehingga dampak dari alih fungsi lahan khususnya dari

13 lahan sawah menjadi permukiman, kurang begitu diperhatikan. Hal inilah yang justru patut menjadi keprihatinan, dimana suatu permasalahan yang dirasa kecil akan menimbulkan dampak yang besar jika tidak segera ditangani. Salah satu dampak yang ditimbulkan dari alih fungsi lahan sawah menjadi non sawah yang terjadi dalam skala kecil dapat mengurangi produksi pangan tingkat nasional, karena terjadi secara terusmenerus dan jika jumlahnya disatukan ternyata cukup besar. Seperti halnya di Kecamatan Colomadu dimana pada satu desa hanya terjadi alih fungsi lahan pada 2-5 pathok sawah, tetapi total alih fungsi lahan yang terjadi dalam satu semester bisa mencapai 18,3 Ha. Jika alih fungsi lahan terus berkelanjutan maka dalam waktu kurang dari 20 tahun di Kecamatan Colomadu sudah tidak terdapat lahan sawah. Masalah alih fungsi lahan memang tidak dapat dihindarkan mengingat kebutuhan akan permukiman yang juga terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Mengenai alih fungsi lahan ini perlu diketahui bagaimana pandangan petani yang masih mengusahakan lahan sawahnya di Kecamatan Colomadu, dimana suatu saat lahan mereka juga akan dialih-fungsikan. Berikut pandangan partisipan mengenai alih fungsi lahan sawah menjadi perumahan : Ada 5 orang (16,6%) partisipan tidak keberatan dengan adanya alih fungsi lahan yang terjadi di daerah mereka, sedangkan mayoritas partisipan yaitu 25 orang partisipan (83,4%) pada dasarnya tidak setuju dan keberatan dengan adanya alih fungsi lahan sawah menjadi perumahan maupun bangunan lainnya. Partisipan yang menyatakan setuju, berpandangan positif terhadap alih fungsi lahan sawah menjadi permukiman, adalah partisipan dengan pendidikan yang cukup tinggi (sarjana/sarjana muda) atau paling tindak lulus SLTA, serta berusia kurang dari 60 tahun. Alasan yang dikemukakan oleh partisipan yang setuju pada umumnya merupakan

14 alasan ekonomi, dimana dengan menjual lahan untuk pembangunan atau proyek perumahan, maka mereka bisa mengembangkan atau memperluas lahan sawahnya dengan jalan membeli lahan sawah di luar daerah tersebut yang harganya cenderung lebih murah. Partisipan yang keberatan dan tidak setuju dengan alih fungsi lahan, secara umum mereka menyatakan bahwa kondisi tanah dan pengairan di daerah tersebut cukup baik dan lancar, selain itu berdasarkan pengalaman mereka keberadaan permukiman di areal persawahan cukup mengganggu. Salah satu contohnya adalah lampu penerangan yang dapat mengundang datangnya hama, yang akhirnya dapat menyerang atau merusak tanaman padi, seperti yang dialami oleh beberapa partisipan yang sawahnya berdekatan dengan permukiman. Persepsi negatif terhadap pembangunan perumahan yang ditunjukan oleh 83,4 persen partisipan yang menyatakan tidak setuju terhadap hal tersebut, bukan berarti mereka menghalangi atau berupaya menghambat proyek pembangunan yang berlangsung di sekitar mereka. Partisipan yang tidak setuju terhadap alih fungsi lahan sawah menjadi perumahan tetap akan menjual lahannya jika suatu saat memang harus dialih-fungsikan. Alasan yang mereka kemukakan pada umumnya sama dengan partisipan yang setuju terhadap pembangunan perumahan yang memanfaatkan lahan sawah, yaitu keuntungan secara ekonomi yang bisa mereka dapatkan dari hasil penjualan lahan sawah mereka. Alasan lain yang mereka ungkapkan yaitu mereka merasa sebagai bagian dari masyarakat, sehingga mereka harus menaati peraturan serta ketentuan yang sudah dibuat oleh pemerintah daerahnya. Salah satunya yaitu jika di daerah mereka memang diarahkan untuk pembangunan permukiman, maka mereka juga harus merelakan lahan sawahnya untuk dialih-fungsikan.

15 Keputusan petani untuk menyerahkan lahannya untuk dibangun permukiman atau perumahan ini, lebih nampak sebagai suatu kepasrahan (dari pada suatu kesadaran), karena mereka merasa sebagai rakyat kecil yang harus menaati semua ketentuan dari pemerintah, baik itu sesuai dengan keinginan mereka atau malah merugikan kepentingan mereka. Salah satu respoden menyatakan demikian : Namanya juga orang kecil, mau tidak mau ya harus mengikuti aturan dari yang di atas (pejabat/pemerintah), kalau melawan juga tidak ada gunanya, Wong hidupnya sudah sulit nanti ndak malah tambah masalah. Jadi ya, manut saja. Pernyataan seperti tersebut di atas memang tidak hanya diungkapkan oleh satu atau dua partisipan, tetapi hampir semua partisipan khususnya yang berusia diatas 60 tahun menyatakan kepasrahannya, jika memang alih fungsi lahan yang dilakukan tersebut untuk kepentingan bersama. C. Persepsi terhadap jenis pekerjaan yang akan dipilih Bekerja merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia, khususnya mereka yang sudah mempunyai tanggungan atau mereka yang sudah berkeluarga. Bekerja merupakan salah satu sisi kehidupan yang memegang peran cukup penting dalam kelangsungan sebuah rumah tangga. Dilihat dari sisi kependudukan, jika seorang kepala keluarga tidak mempunyai pekerjaan berarti ia menganggur dan lebih sering berada di rumah. Dari sisi sosial, seseorang yang tidak bekerja, tidak berpenghasilan akan berkurang rasa percaya diri dalam bersosialisasi dengan masyarakat sekitar karena kurang mendapat prestise (kurang dihargai). Hal ini dapat menimbulkan tekanan baik bagi yang bersangkutan maupun keluarganya. Akibat lebih jauh lagi jika tekanan ini terus berlangsung, maka dapat berakibat kurang harmonisnya kehidupan rumah tangga dan bahkan dapat

16 menyebabkan terjadinya tindakan kriminalitas, seperti mencuri, merampok dan lain sebagainya yang pada umumnya dilakukan karena tekanan ekonomi. Dari uraian singkat di atas dapat diketahui, bekerja bukan suatu hal yang terpenting dalam kehidupan, namun menjadi sangat penting jika pekerjaan tersebut hilang. Bagi sebagian besar orang pekerjaan yang sudah dilakukan selama bertahuntahun, terkadang menimbulkan kesan jenuh atau bosan, tetapi saat kehilangan pekerjaan tersebut maka akan menyebabkan hilangnya pegangan atau pijakan hidup, apalagi jika pekerjaan itu adalah satu-satunya tumpuan hidup. Demikian pula halnya yang akan dihadapi para petani di daerah yang lahan sawahnya memang diarahkan untuk pembangunan perumahan. Di Kecamatan Colomadu, yang menurut Perda No 2 Tahun 1999 diperuntukan untuk sentra perdagangan dan permukiman, sehingga petani akan terancam kehilangan pekerjaan taninya. Untuk itu perlu diketahui jenis pekerjaan yang akan mereka pilih pada saat lahan sawahnya akan dialih-fungsikan menjadi perumahan, berdasarkan persepsi mereka terhadap pekerjaan yang akan mereka pilih tersebut. Dari para partisipan diketahui bahwa hampir seluruh partisipan tetap akan bertani, dan sebagian juga memilih untuk mencoba pekerjaan lain selain bertani. Seluruh partisipan menyatakan akan menggunakan hasil penjualan lahan sawahnya untuk membeli lahan sawah yang baru. 1 (satu) partisipan yang memutuskan akan berhenti bertani, sedang sisanya mememutuskan untuk bertani ataupun juga mengusahakan pekerjaan lain, maka distribusi partisipan menurut jumlah pekerjaan yang akan dilakukan pasca alih fungsi lahan adalah sebagai berikut : Tabel 5.2. Distribusi partisipan menurut jumlah pekerjaan yang akan dipilih pasca alih fungsi lahan di Kecamatan Colomadu tahun 2003

17 Jumlah partisipan Prosentase No Pilihan pekerjaan (orang) (%) 1 Tidak bekerja 1 3,3 2 Hanya bertani saja Bertani dan melakukan usaha lainnya diluar bertani, dengan perincian: a. PNS b. Swasta c. Toko d. Toko dan persewaan alat-alat resepsi e. PNS dan pengobatan f. PNS dan usaha jual beli kayu g. PNS, beternak (puyuh dan lele)dan mengajar karawitan 11 36,7 2 6,6 3 9,9 2 6,6 1 3,3 1 3,3 1 3,3 1 3,3 Jumlah Sumber : Analisis data primer Pada tabel 5.2. di atas nampak bahwa satu (1) orang partisipan (3,3 %) memutuskan untuk berhenti bertani, 18 orang partisipan (60%) menyatakan akan tetap bertani meskipun lokasi sawahnya berpindah lokasi, sedang 11 orang partisipan (36,7%) menyatakan akan tetap bertani dan juga meneruskan usaha yang telah dilakukan, atau membuka usaha baru dengan menggunakan sebagian hasil penjualan sawahnya. Satu partisipan yang menyatakan akan berhenti bertani, dengan alasan jarak lahan dengan tempat tinggal menjadi lebih jauh karena berada di luar daerahnya dan faktor usia yang sudah tua (usia partisipan diatas 70 tahun). Oleh karena itu, apabila harus menjual lahan sawah yang sekarang, hasil penjualannya tetap akan dibelikan sawah dilokasi yang lain (di luar daerah) tetapi tidak lagi dikerjakan sendiri, melainkan diserahkan kepada penyewa (maro/sewa pertancep) ataupun diserahkan kepada ahli waris (anaknya) untuk dikerjakan.

18 Selain seorang partisipan yang menyatakan akan pensiun atau berhenti bertani, 29 partisipan (96,7%) menyatakan akan tetap berusaha tani, dengan alasan yang hampir sama yaitu karena pertanian adalah penopang hidup mereka dan sumber pendapatan mereka selama ini. Alasan lain yang mendasar yaitu karena partisipan telah melakukan usaha tani sejak kecil, dari usia 10 sampai 14 tahun. Karena sudah memulai usaha tani atau setidak-tidaknya sudah ikut membantu orang tua mengerjakan sawah, partisipan merasa bahwa pertanian sudah menjadi bagian hidup mereka, sehingga mereka akan tetap menjadi petani dan meneruskan usaha yang diturunkan oleh orang tua. Salah satu partisipan mengungkapkan bahwa bagaimanapun kalau hidup dari pertanian, dengan nyanding pangan itu rasanya lebih aman dari pada bekerja lain-lain yang hasilnya bukan pangan tetapi uang. Mayoritas partisipan (60%) menyatakan hanya akan bertani, karena merasa tidak mempunyai keterampilan lain yang bisa menghasilkan uang. Dari 18 orang partisipan yang hanya akan bertani saja pasca alih fungsi lahan, diketahui ada tiga (3) orang partisipan yang semula mempunyai pekerjaan sampingan atau mempunyai pekerjaan lain selain bertani, akan melepaskan pekerjaannya dan kemudian hanya melakukan satu pekerjaan saja yaitu bertani. Alasan yang mereka kemukan yaitu karena lokasi lahan yang mungkin dibeli ada di luar daerah sehingga jarak tempuhnya lebih jauh, oleh karena itu mereka memutuskan untuk melepaskan pekerjaan lainnya agar bisa mengerjakan lahannya, ataupun juga karena faktor usia yang sudah mulai tua, serta ingin ketenangan dengan bekerja di sawah. Pekerjaan di luar pertanian (selain mengerjakan sawah) yang telah dipikirkan oleh partisipan dan akan dilakukan oleh 11 orang partisipan atau 36,7 persen lainnya merupakan pekerjaan sampingan yang sudah dilakukan selama ini. Pekerjaan tersebut

19 meliputi : usaha toko kelontong, jual beli kayu, persewaan alat-alat resepsi, perikanan (lele), peternakan (puyuh) dan mengajar karawitan. Pada umumnya para partisipan yang sudah mempunyai pekerjaan sampingan ini menyatakan akan menggunakan sebagian uang hasil penjualan lahan sawahnya untuk pengembangan usaha, dan ada juga yang mencoba membuka usaha baru yaitu membuka toko kelontong. Mereka tetap melakukan pekerjaan lain diluar petanian atau berupaya membuka usaha lain, dengan tujuan meningkatkan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dari tabel 5.3. diketahui bahwa seluruh partisipan tidak akan melepaskan pekerjaan taninya, sekalipun lahannya harus dipindahkan ke luar daerah, kecuali satu partisipan yang memang usianya sudah cukup tua (diatas 70 tahun) yang memutuskan akan berhenti atau pensiun sesudah bertani. Dari pernyataan yang mereka ungkapkan mengenai pekerjaan yang akan mereka pilih pasca alih fungsi lahan, secara umum mereka mempersepsikan pertanian atau bertani sebagai bagian dari kehidupan mereka. Partisipan juga menyadari bahwa hasil yang mereka peroleh dari usaha taninya sering tidak mencukupi kebutuhan hidup mereka, akan tetapi mereka tetap akan bertani karena mereka juga menganggap bahwa bertani adalah suatu pekerjaan yang mulia, karena meyediakan sumber pangan bagi manusa. Nilai sebuah pekerjaan bagi partisipan, bukan hanya sekedar sebagai penopang ekonomi belaka, tetapi juga mengandung unsur moral dan kesadaran bahwa segala sesuatunya sudah ada yang mengatur termasuk dalam hal bekerja. Bagi partisipan bertani adalah kehidupan mereka, jadi meskipun sebagian partisipan mempunyai pekerjaan sampingan, mereka akan tetap mempertahankan pekerjaan taninya. Berikut persepsi atau pandangan partisipan terhadap jenis pekerjaan yang akan dipilih pasca alih fungsi lahan,

20 yaitu bertani (pekerjaan yang akan tetap dilakukan oleh 29 partisipan) setelah lahan sawahnya diperuntukkan permukiman di Kecamatan Colomadu : 1. Pertanian merupakan pekerjaan dan warisan orang tua, sehingga sudah dilakukan oleh partisipan sejak kecil dan keterampilan bercocok tanam serta pengalaman yang dimiliki tidak cukup menunjang untuk membuka usaha lain selain bertani ; 2. Pertanian merupakan pekerjaan yang menopang kehidupan mereka selama ini. Semenjak kecil kebutuhan hidup partisipan dipenuhi dari usaha tani yang dikelola oleh orang tuanya, meskipun ada beberapa partisipan yang melakukan pekerjaan lainnya untuk mencukupi kebutuhan hidupnya menilai secara ekonomi, hasil dari usaha tani mereka kurang memenuhi kebutuhan hidup ; 3. Bertani adalah pekerjaan yang mulia, karena menghasilkan bahan pangan baik bagi keluarga partisipan maupun bagi masyarakat umum ; 4. Secara religius dan spiritual, bertani dan semua kegiatan yang dilakukan dalam mengelola usaha tani, mendekatkan partisipan kepada Sang Pencipta, karena keberhasilan usaha tani sangat bergantung pada alam (Sang Pencipta) ; 5. Bertani merupakan pekerjaan yang sarat dengan resiko, ditambah lagi banyaknya kebijakan pemerintah yang sering merugikan petani, yang menyebabkan kesejahteraan petani stagnan atau bahkan semakin menurun. Namun sampai saat ini mereka tetap konsisten pada dunia pertanian yang sudah mereka tekuni sejak kecil dan bertani telah menjadi bagian hidup mereka (dengan berbagai persepsi yang telah disebutkan di atas) ; Persepsi partisipan terhadap pekerjaan pada umumnya dipengaruhi oleh pengalaman yang telah mereka peroleh dari bekerja di bidang pertanian mulai dari

21 membantu orang tua hingga mengerjakan sawahnya sendiri. Partisipan dalam hal ini petani, tidak memandang suatu perkerjaan dari segi ekonomi saja secara mendalam, tetapi juga memperhatikan berbagai segi kehidupan, baik moral, religius maupun segi sosial, yaitu dalam hubungannya dengan masyarakat sekitar. Persepsi petani terhadap pekerjaan bertani yang tetap akan mereka lakukan setelah alih fungsi lahan sawah menjadi perumahan, menunjukkan tekad mereka yang kuat untuk terus bergerak dan berusaha di bidang pertanian. Sebagian partisipan yang menyatakan akan membuka usaha baru atau mengembangkan usaha yang telah dirintisnya, masih tetap bertahan sebagai petani. Persepsi atau pandangan mereka terhadap jenis pekerjaan yang akan dipilih pasca alih fungsi lahan dapat dikategorikan dalam nilai-nilai berikut : 1. Nilai historis, karena pekerjaan yang akan mereka pilih merupakan pekerjaan yang di wariskan dari orang tua mereka. 2. Nilai sosial budaya dan moral, karena bagi mereka pekerjaan yang akan mereka pilih bukan merupakan pekerjaan yang bertentangan dengan huku maupun norma-norma sosial, dan bahkan secara moral pekerjaan yang akan mereka pilih tersebut memberikan sumbangan yang cukup berarti bagi kehidupan manusian, yaitu dalam hal pemenuhan kebutuhan pangan. 3. Nilai religius, karena pekerjaan yang akan dipilih oleh mayoritas partisipan yaitu bertani, merupakan pekerjaan yang sangat bergantung pada alam, resikonya cukup tinggi karena kondisi alam dapat berubah sewaktu-waktu, sehingga hal ini akan lebih mendekatkan diri partisipan kepada Sang Pecipta. 4. Nilai Ekonomis, secara ekonomi partisipan mengharapkan pekerjaan yang akan mereka pilih pasca alih fungsi lahan dapat memberikan sumbangan

22 pendapatan dan peningkatan kesejahteraan keluarga mereka. Nilai ekonomis ini lebih dinyatakan oleh partisipan yang juga mempunyai pekerjaan lain di luar pertanian. Berkurang dan semakin sempitnya lahan pertanian memang akan terus berlangsung, hal ini kemungkinan besar juga menjadikan timbal balik dari semakin berkurangnya minat pemuda untuk terjun dan memanjukan dunia pertanian. Ditambah lagi dengan banyaknya kebijakan pemerintah yang kurang berpihak kepada petani, hal ini sering mengakibatkan petani tidak mengijinkan anak-anak mereka untuk ikut bertani supaya tidak merasakan ketidak-adilan yang mereka rasakan. Sehingga sekarang sudah jarang didapati anak-anak petani yang ikut membantu orang tuanya di sawah. Hal ini yang cepat atau lambat juga menimbulkan perubahan sosial yang dipicu oleh perubahan pekerjaan. Dari Perda No 2 tahun 1999 menyatakan Kecamatan Colomadu diperuntukkan daerah perdagangan dan permukiman, nampak bahwa pertanian bukan lagi menjadi prioritas utama daerah Colomadu. Seperti yang telah diungkapakan di atas, dimana lahan sawah di daerah Colomadu akan habis sama sekali (dengan tingkat alih fungsi lahan ha persemester) dalam waktu kurang dari 20 tahun. Petani yang bertempat tinggal di Kecamatan Colomadu praktis mengerjakan sawahnya di luar daerah tersebut, dan jumlahnya akan terus menurun seiring dengan semakin terdesaknya pertanian ke luar daerah. Alih fungsi lahan sawah menjadi perumahan merupakan salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan tempat tinggal, akan tetapi perlu diperhatikan agar dampak yang kurang baik dapat ditekan seminim mungkin. Hal inilah yang nantinya menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah, masyarakat dan generasi muda untuk

23 memenuhi kebutuhan tempat tinggal tanpa mengabaikan eksistensi sawah (pertanian). Berbagai persepsi yang menjadi dasar bagi para petani untuk tetap bertani pada saat lahan sawahnya dialih-fungsikan, menunjukkan bahwa pertanian dapat terus bertahan apabila persepsi positif terhadap pekerjaan bertani terus dijaga.

24

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian adalah suatu usaha untuk menghimpun pabrik-pabrik alami biologis

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian adalah suatu usaha untuk menghimpun pabrik-pabrik alami biologis Persepsi petani terhadap jenis pekerjaan yang akan dipilih, pasca alih fungsi lahan (kasus di Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar) Oleh : Dinar Ria Anantasari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian

Lebih terperinci

Pemuda Kurang Minat Dalam Pertanian

Pemuda Kurang Minat Dalam Pertanian Pemuda Kurang Minat Dalam Pertanian Kata Pengantar Puji Syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah swt, atas kehendaknya-lah penulisan makalah ini dalam tugas mata kuliah Ilmu Budaya Dasar dapat diselesaikan.

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN 5.1. Usia Usia responden dikategorikan menjadi tiga kategori yang ditentukan berdasarkan teori perkembangan Hurlock (1980) yaitu dewasa awal (18-40), dewasa madya (41-60)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. pemerintahan dalam memberikan pelayanan publiknya wilayah ini dibagi kedalam

HASIL DAN PEMBAHASAN. pemerintahan dalam memberikan pelayanan publiknya wilayah ini dibagi kedalam IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Desa Mekarjaya merupakan salah satu dari 13 (tiga belas desa) yang berada di Kecamatan Bungbulang. Kecamatan Bungbulang merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM 5.1. Kondisi Wilayah

BAB V GAMBARAN UMUM 5.1. Kondisi Wilayah BAB V GAMBARAN UMUM 5.1. Kondisi Wilayah Penelitian dilakukan di Kecamatan Panumbangan, Sindangkasih dan Cihaurbeuti. Tiga kecamatan ini berada di daerah Kabupaten Ciamis sebelah utara yang berbatasan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Citapen Lokasi penelitian tepatnya berada di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan data Dinas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. budidaya ini meluas praktiknya sejak paruh kedua abad ke 20 di dunia serta

TINJAUAN PUSTAKA. budidaya ini meluas praktiknya sejak paruh kedua abad ke 20 di dunia serta TINJAUAN PUSTAKA Monokultur Pertanaman tunggal atau monokultur adalah salah satu cara budidaya di lahan pertanian dengan menanam satu jenis tanaman pada satu areal. Cara budidaya ini meluas praktiknya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pelaksanaan pembangunan, dalam jangka menengah dan panjang menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola hubungan kerja dan stuktur

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani Identitas petani merupakan suatu tanda pengenal yang dimiliki petani untuk dapat diketahui latar belakangnya. Identitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penduduk yang tinggi disebabkan oleh tingkat fertilitas yang tinggi yang

I. PENDAHULUAN. penduduk yang tinggi disebabkan oleh tingkat fertilitas yang tinggi yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kependudukan merupakan masalah umum yang dimiliki oleh setiap negara di dunia ini. Secara umum masalah kependudukan di berbagai negara dapat dibedakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian 1) Usahatani Karet Usahatani karet yang ada di Desa Retok merupakan usaha keluarga yang dikelola oleh orang-orang dalam keluarga tersebut. Dalam

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN

BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN 50 BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1 Faktor Internal Faktor internal dalam penelitian ini merupakan karakteristik individu yang dimiliki responden yang berbeda satu sama lain. Responden dalam penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendapatan rumahtangga petani adalah pendapatan yang diterima oleh rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga petani dapat berasal dari

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK PELAKSANAAN GADAI TANAH DAN PEMANFAATAN TANAH GADAI DALAM MASYARAKAT KRIKILAN KECAMATAN SUMBER KABUPATEN REMBANG

BAB III PRAKTEK PELAKSANAAN GADAI TANAH DAN PEMANFAATAN TANAH GADAI DALAM MASYARAKAT KRIKILAN KECAMATAN SUMBER KABUPATEN REMBANG BAB III PRAKTEK PELAKSANAAN GADAI TANAH DAN PEMANFAATAN TANAH GADAI DALAM MASYARAKAT KRIKILAN KECAMATAN SUMBER KABUPATEN REMBANG A. Profil Desa Krikilan 1. Kondisi Geografis Desa Krikilan di bawah pemerintahan

Lebih terperinci

BAB III PAPARAN DATA DAN BEBERAPA ARGUMEN. A. Pendeskripsian Tradisi Menikah pada Desa Wedi Gedangan

BAB III PAPARAN DATA DAN BEBERAPA ARGUMEN. A. Pendeskripsian Tradisi Menikah pada Desa Wedi Gedangan BAB III PAPARAN DATA DAN BEBERAPA ARGUMEN A. Pendeskripsian Tradisi Menikah pada Desa Wedi Gedangan 1. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat yang digunakan untuk penelitian yang berjudul Fikih Prioritas Antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan.

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Salah satu bentuk pembangunan

Lebih terperinci

Pada gambar 2.3 diatas, digambarkan bahwa yang melatarbelakangi. seseorang berpindah tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian

Pada gambar 2.3 diatas, digambarkan bahwa yang melatarbelakangi. seseorang berpindah tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian 31 Pada gambar 2.3 diatas, digambarkan bahwa yang melatarbelakangi seseorang berpindah tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian dilatar belakangi oleh alih fungsi lahan. Lalu, perpindahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor andalan perekonomian di Propinsi Lampung adalah pertanian. Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Lampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja Siap Membangun 1

BAB I PENDAHULUAN. Remaja Siap Membangun 1 BAB I PENDAHULUAN Remaja Siap Membangun 1 2 Remaja Siap Membangun MENYIAPKAN SDM SIAP BEKERJA Dalam banyak hal, dibandingkan banyak negara berkembang lainnya, Indonesia termasuk salah satu negara yang

Lebih terperinci

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA 59 BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA 8.1 Pengambilan Keputusan Inovasi Prima Tani oleh Petani Pengambilan keputusan inovasi Prima

Lebih terperinci

V. PASAR TRADISIONAL KOTA BOGOR

V. PASAR TRADISIONAL KOTA BOGOR V. PASAR TRADISIONAL KOTA BOGOR 5.1. Kebijakan Pengelolaan Pasar Tradisional Kota Bogor Terdapat tujuh buah pasar tradisional yang dibangun oleh Pemerintah Kota Bogor untuk menunjang perekomomian dan memenuhi

Lebih terperinci

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH 59 VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH 6.1. Curahan Tenaga Kerja Rumahtangga Petani Lahan Sawah Alokasi waktu kerja dalam kegiatan ekonomi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Telaga merupakan salah satu dari 17 Kecamatan yang ada di Kabupaten Gorontalo Provinsi Gorontalo. Kecamatan Telaga berjarak 10

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk mempertahankan eksistensinya. Penggunaan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum dan Geografis Penelitian dilakukan di Desa Lebak Muncang, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung. Desa Lebak Muncang ini memiliki potensi yang baik dalam

Lebih terperinci

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN Karakteristik umum dari responden pada penelitian ini diidentifikasi berdasarkan jenis kelamin, usia, status pernikahan, tingkat pendidikan, pendapatan di luar usahatani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat bisa terpenuhi dari hasil peningkatan kualitas hidup mereka melalui pemenuhan

I. PENDAHULUAN. masyarakat bisa terpenuhi dari hasil peningkatan kualitas hidup mereka melalui pemenuhan I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu bidang yang sangat penting dan krusial. Dikatakan demikian, sebab majunya suatu bangsa atau negara dapat diukur dari, bagaimana kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB IV INTERPRETASI TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN PENDIDIKAN ANAK. dibahas dengan menggunakan perspektif teori pengambilan keputusan.

BAB IV INTERPRETASI TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN PENDIDIKAN ANAK. dibahas dengan menggunakan perspektif teori pengambilan keputusan. BAB IV INTERPRETASI TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN PENDIDIKAN ANAK Bab ini akan membahas tentang temuan data yang telah dipaparkan sebelumnya dengan analisis teori pengambilan keputusan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. meramu bahan-bahan kimia (anorganik) berkadar hara tinggi. Misalnya, pupuk urea

TINJAUAN PUSTAKA. meramu bahan-bahan kimia (anorganik) berkadar hara tinggi. Misalnya, pupuk urea TINJAUAN PUSTAKA Pupuk Anorganik Pupuk anorganik adalah pupuk yang dibuat oleh pabrik-pabrik pupuk dengan meramu bahan-bahan kimia (anorganik) berkadar hara tinggi. Misalnya, pupuk urea berkadar N 45-46

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Deskripsi Faktor-Faktor Yang berhubungan dengan Partisipasi Petani dalam Kebijakan Optimalisasi dan Pemeliharaan JITUT 5.1.1 Umur (X 1 ) Berdasarkan hasil penelitian terhadap

Lebih terperinci

KWINTALAN DI DESA TANJUNG KECAMATAN KEDAMEAN

KWINTALAN DI DESA TANJUNG KECAMATAN KEDAMEAN BAB III PELAKSANAAN AKAD UTANG PIUTANG DENGAN SISTEM KWINTALAN DI DESA TANJUNG KECAMATAN KEDAMEAN KABUPATEN GRESIK A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis Desa Tanjung merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK PENDUDUK

BAB IV KARAKTERISTIK PENDUDUK BAB IV KARAKTERISTIK PENDUDUK 4.1 Lama Tinggal Pada umumnya, penduduk bertempat tinggal di suatu daerah mulai dari lahir sampai dewasa. Akan tetapi ada juga penduduk yang tinggal dari lahir sampai setelah

Lebih terperinci

SIKAP PETANI TERHADAP KONVERSI LAHAN PERTANIAN

SIKAP PETANI TERHADAP KONVERSI LAHAN PERTANIAN 55 SIKAP PETANI TERHADAP KONVERSI LAHAN PERTANIAN terhadap konversi lahan adalah penilaian positif atau negatif yang diberikan oleh petani terhadap adanya konversi lahan pertanian yang ada di Desa Cihideung

Lebih terperinci

BAB V PROSES SOSIALISASI NILAI KERJA PERTANIAN. 5.1 Proses Sosialisasi Nilai Kerja Pertanian dalam Keluarga Mahasiswa Batak Toba di IPB

BAB V PROSES SOSIALISASI NILAI KERJA PERTANIAN. 5.1 Proses Sosialisasi Nilai Kerja Pertanian dalam Keluarga Mahasiswa Batak Toba di IPB BAB V PROSES SOSIALISASI NILAI KERJA PERTANIAN 5. Proses Sosialisasi Nilai Kerja Pertanian dalam Keluarga Mahasiswa Batak Toba di IPB Proses sosialisasi nilai kerja pertanian dilihat dari pernah tidaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang artinya bahwa pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah sejumlah warga di Kelurahan Ujung Menteng

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah sejumlah warga di Kelurahan Ujung Menteng V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Responden Responden penelitian ini adalah sejumlah warga di Kelurahan Ujung Menteng Kecamatan Cakung Kotamadya Jakarta Timur Propinsi DKI Jakarta yang berusia 15 tahun

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa Gorowong Desa Gorowong merupakan salah satu desa yang termasuk dalam Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan pada sektor pertanian. Di Indonesia sektor pertanian memiliki peranan besar dalam menunjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja kalah cepat dengan kenaikan jumlah lulusan. Sangat ironis bila kita

BAB I PENDAHULUAN. kerja kalah cepat dengan kenaikan jumlah lulusan. Sangat ironis bila kita BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan kita telah berhasil menghasilkan lulusan dengan tanda lulus belajar untuk masuk ke pasar kerja namun sayangnya kenaikan jumlah lapangan kerja kalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempertahankan eksistensinya. Penggunaan lahan yang semakin meningkat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempertahankan eksistensinya. Penggunaan lahan yang semakin meningkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk mempertahankan eksistensinya. Penggunaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan atau

Lebih terperinci

PETA SOSIAL KELURAHAN CIPAGERAN

PETA SOSIAL KELURAHAN CIPAGERAN 35 PETA SOSIAL KELURAHAN CIPAGERAN Lokasi Kelurahan Cipageran merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Cimahi Utara Kota Cimahi. Adapun orbitasi, jarak dan waktu tempuh dengan pusat-pusat

Lebih terperinci

BAB VI. IDENTITAS KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN DAN PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN

BAB VI. IDENTITAS KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN DAN PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN 75 BAB VI. IDENTITAS KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN DAN PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN 6.1. identitas Karakteristik Karakteristik konsumen diperlukan dalam penelitian ini, hal ini dilakukan karena bertujuan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Luas dan Batas Wilayah. dari kantor Kabupaten Wonogiri sekitar 30 km.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Luas dan Batas Wilayah. dari kantor Kabupaten Wonogiri sekitar 30 km. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Kondisi Fisiografis a. Letak, Luas dan Batas Wilayah Desa Punduh Sari merupakan bagian dari wilayah administratif di Kecamatan Manyaran

Lebih terperinci

KAJIAN PERMASALAHAN EKONOMI DI DAERAH BERPENDAPATAN RENDAH

KAJIAN PERMASALAHAN EKONOMI DI DAERAH BERPENDAPATAN RENDAH Bab 5 KAJIAN PERMASALAHAN EKONOMI DI DAERAH BERPENDAPATAN RENDAH 5.1 Hasil Kajian Daerah Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang memiliki wilayah

Lebih terperinci

ECHO Asia Notes, Issue 21 June 2014

ECHO Asia Notes, Issue 21 June 2014 ECHO Asia Notes, Issue 21 June 2014 Belajar dari Petani Ditulis oleh Rajendra Uprety, dicetak ulang dari Farming Matters, Maret 2013 Penerjemah: Tyas Budi Utami Pertama kali saya membaca tentang SRI adalah

Lebih terperinci

V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG

V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG 45 V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG 5.1 Karakteristik Petani Responden Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA 27 BAB IV GAMBARAN UMUM DESA 4.1 Desa Cikarawang 4.1.1 Kondisi Demografis Desa Cikarawang merupakan sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dan terdiri dari 7 RW. Sebelah

Lebih terperinci

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Karakteristik Desa 5.1.1. Kondisi Geografis Secara administratif Desa Ringgit terletak di Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. Letak Desa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan (palawija), merupakan makanan pokok bagi masyarakat. total pendapatan domestik bruto (id.wikipedia.org).

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan (palawija), merupakan makanan pokok bagi masyarakat. total pendapatan domestik bruto (id.wikipedia.org). BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, artinya masyarakat banyak yang bermata pencaharian sebagai petani. Penggolongan pertanian terbagi atas dua macam, yakni

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Kata sekolah berasal dari Bahasa Latin: skhole, scola, scolae atau skhola yang

II TINJAUAN PUSTAKA. Kata sekolah berasal dari Bahasa Latin: skhole, scola, scolae atau skhola yang 13 II TINJAUAN PUSTAKA A. Sekolah Kata sekolah berasal dari Bahasa Latin: skhole, scola, scolae atau skhola yang memiliki arti waktu luang atau waktu senggang, dimana ketika itu sekolah adalah kegiatan

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional.kondisi ini

Bab I PENDAHULUAN. memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional.kondisi ini Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampai saat ini Indonesia masih merupakan negara petanian, artinya petanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional.kondisi ini dapat dibuktikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi 4.1.1 Keadaan Geografis Desa Oluhuta Utara merupakan salah satu Desa yang berada di Kecamatan Kabila, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Luas

Lebih terperinci

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN 51 BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN 6.1 Keragaman Penguasaan Lahan Penguasaan lahan menunjukkan istilah yang perlu diberi batasan yaitu penguasaan dan tanah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai dasar pertimbangan yang kuat untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai dasar pertimbangan yang kuat untuk memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah mempunyai dasar pertimbangan yang kuat untuk memberikan prioritas pada pembangunan sektor pertanian, karena sektor pertanian di Indonesia sampai

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Petani Responden 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil komposisi umur kepala keluarga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian sangat diandalkan sebagai salah satu tumpuan. dalam memulihkan kondisi perekonomian masyarakat, bahkan secara

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian sangat diandalkan sebagai salah satu tumpuan. dalam memulihkan kondisi perekonomian masyarakat, bahkan secara I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian sangat diandalkan sebagai salah satu tumpuan dalam memulihkan kondisi perekonomian masyarakat, bahkan secara bertahap sektor pertanian diharapkan mampu

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 24 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Wilayah dan Potensi Sumber daya Alam Desa Cikarawang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

BAB III KERJA SAMA PENGAIRAN SAWAH DI DESA KEDUNG BONDO KECAMATAN BALEN KABUPATEN BOJONEGORO. Tabel 3.1 : Batas Wilayah Desa Kedung Bondo

BAB III KERJA SAMA PENGAIRAN SAWAH DI DESA KEDUNG BONDO KECAMATAN BALEN KABUPATEN BOJONEGORO. Tabel 3.1 : Batas Wilayah Desa Kedung Bondo BAB III KERJA SAMA PENGAIRAN SAWAH DI DESA KEDUNG BONDO KECAMATAN BALEN KABUPATEN BOJONEGORO A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Kedung Bondo merupakan salah satu desa yang terletak di daerah paling

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Pada dasarnya perilaku petani sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, kecakapan, dan sikap mental

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermatapencaharian sebagai petani. Kondisi geografis negara Indonesia terletak di

BAB I PENDAHULUAN. bermatapencaharian sebagai petani. Kondisi geografis negara Indonesia terletak di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Kondisi geografis negara Indonesia terletak di wilayah tropis, dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan SDM yang optimal demi meningkatkan pembangunan. pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Hal ini di karenakan tidak

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan SDM yang optimal demi meningkatkan pembangunan. pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Hal ini di karenakan tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang tentunya memerlukan SDM yang optimal demi meningkatkan pembangunan. Sekarang ini, Indonesia banyak menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Sebelum tahun an, mata pencaharian pokok penduduk Kecamatan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Sebelum tahun an, mata pencaharian pokok penduduk Kecamatan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Sebelum tahun 1970-1980-an, mata pencaharian pokok penduduk Kecamatan Brebes adalah sebagai petani atau buruh tani, mereka bercocok tanam padi dan bawang merah.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tentang partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program wajib belajar sembilan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tentang partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program wajib belajar sembilan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Semua data yang telah berhasil dikumpulkan oleh peneliti selama melakukan penelitian akan disajikan pada bab ini. Data tersebut merupakan data tentang partisipasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian Indonesia merupakan sektor yang masih dianggap krusial dalam menopang kehidupan masyarakat. Selain diperlukan sebagai penyedia pangan nasional, pertanian menyerap

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Umur responden petani mina padi yaitu berkaitan dengan kemampuan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Umur responden petani mina padi yaitu berkaitan dengan kemampuan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Petani Mina Padi 1. Umur Umur responden petani mina padi yaitu berkaitan dengan kemampuan berfikir petani dalam melaksanakan usaha taninya, hal tersebut juga berkaitan

Lebih terperinci

BAB IV PROFIL DESA BANJARWARU

BAB IV PROFIL DESA BANJARWARU BAB IV PROFIL DESA BANJARWARU 4.1. Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Banjarwaru merupakan salah satu desa yang secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dan membangun pertanian. Kedudukan Indonesia sebagai negara

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dan membangun pertanian. Kedudukan Indonesia sebagai negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris yang kaya akan sumber daya alam. Hasil bumi yang berlimpah dan sumber daya lahan yang tersedia luas, merupakan modal mengembangkan dan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM SUMBUL PEGAGAN. Sumbul Pegagan adalah salah satu dari enam belas kecamatan di Kabupaten

BAB II GAMBARAN UMUM SUMBUL PEGAGAN. Sumbul Pegagan adalah salah satu dari enam belas kecamatan di Kabupaten BAB II GAMBARAN UMUM SUMBUL PEGAGAN 2.1 Letak Geografis Sumbul Pegagan Sumbul Pegagan adalah salah satu dari enam belas kecamatan di Kabupaten Dairi, Propinsi Sumatera Utara. Secara geografis Sumbul Pegagan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kebutuhan akan tempat tinggal semakin terasa mendesak dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kebutuhan akan tempat tinggal semakin terasa mendesak dikarenakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dewasa ini kebutuhan akan tempat tinggal semakin terasa mendesak dikarenakan setiap tahunnya mengalami peningkatan sesuai dengan angka pertumbuhan jumlah penduduknya.

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan atau kewilayahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris. Hal itu didasarkan pada luasnya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris. Hal itu didasarkan pada luasnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris. Hal itu didasarkan pada luasnya wilayah Indonesia dan sebagian besar warganya yang bermatapencaharian di bidang pertanian.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Letak dan Luas Desa Curug Desa Curug merupakan sebuah desa dengan luas 1.265 Ha yang termasuk kedalam wilayah Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Profil Desa Desa Jambenenggang secara admistratif terletak di kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Wilayah Kabupaten Sukabumi yang terletak

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seluruh rangkaian program pertanian Indonesia pada masa Orde Baru diarahkan kepada swasembada beras. Cara utama untuk mencapai tujuan itu adalah dengan pemakaian varietas

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM 35 BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis Desa Tegal merupakan salah satu desa dari 8 desa lainnya yang terletak di Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor. Secara wilayah, Desa Tegal memiliki luas sekitar

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pendapatan usahatani per musim. Petani yang menjadi objek penelitian adalah

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pendapatan usahatani per musim. Petani yang menjadi objek penelitian adalah V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Petani Profil petani merupakan identitas petani yang meliputi usia, pendidikan, jumlah keluarga, luas lahan yang digarap, pengalaman usahatani pada melon dan pendapatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang turut berkontribusi dalam pembangunan Indonesia. Pertanian memegang peranan untuk menyediakan bahan baku pangan maupun non pangan.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. administratif terletak di Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur.

V. GAMBARAN UMUM. administratif terletak di Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur. V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Berdasarkan Data Potensi Desa/ Kelurahan (2007), Desa Tlekung secara administratif terletak di Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur. Desa

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH DESA SOKARAJA TENGAH. RT dengan batas sebelah utara berbatasan dengan Desa Sokaraja Kulon, batas

BAB II KONDISI WILAYAH DESA SOKARAJA TENGAH. RT dengan batas sebelah utara berbatasan dengan Desa Sokaraja Kulon, batas BAB II KONDISI WILAYAH DESA SOKARAJA TENGAH A. Keadaan Geografis Desa Sokaraja Tengah terletak di wilayah kerja Kecamatan Sokaraja, Kabupaten Banyumas. Desa Sokaraja Tengah terdiri dari 2 Dusun, 7 RW,

Lebih terperinci

BAB III LAPORAN PENELITIAN

BAB III LAPORAN PENELITIAN BAB III LAPORAN PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Berdirinya Gapoktan Kelompok Tani Bangkit Jaya adalah kelompok tani yang berada di Desa Subik Kecamatan Abung Tengah Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penyuluhan pertanian mempunyai peranan strategis dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia (petani) sebagai pelaku utama usahatani. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Saat ini kedelai merupakan salah satu tanaman multiguna, karena dapat digunakan untuk sumber pangan, pakan ternak, sampai untuk bahan baku berbagai industri manufaktur dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERAN PENYULUH DAN ADOPSI TEKNOLOGI OLEH PETANI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN TASIKMALAYA

HUBUNGAN ANTARA PERAN PENYULUH DAN ADOPSI TEKNOLOGI OLEH PETANI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN TASIKMALAYA HUBUNGAN ANTARA PERAN PENYULUH DAN ADOPSI TEKNOLOGI OLEH PETANI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN TASIKMALAYA Oleh: Tri Ratna Saridewi 1 dan Amelia Nani Siregar 2 1 Dosen Sekolah Tinggi Penyuluhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam di sektor pertanian dan perkebunan. Adapun produksi di

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam di sektor pertanian dan perkebunan. Adapun produksi di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Asahan dikenal dengan daerah yang memiliki potensi akan sumber daya alam di sektor pertanian dan perkebunan. Adapun produksi di sektor pertanian adalah, tanaman

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN 23 Gambaran penelitian yang dimuat dalam bab ini merupakan karakteristik dari sistem pertanian yang ada di Desa Cipeuteuy. Informasi mengenai pemerintahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya sangat erat kaitannya dengan pemanfaatan

I. PENDAHULUAN. upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya sangat erat kaitannya dengan pemanfaatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar penduduk Indonesia yang bertempat tinggal di daerah pedesaan hampir 60% penduduk bekerja di sektor pertanian (Hadi Prayitno, 1987:5). Dalam upaya

Lebih terperinci

BAB IV PROFIL KOMUNITAS DESA BABAKAN PARI

BAB IV PROFIL KOMUNITAS DESA BABAKAN PARI BAB IV PROFIL KOMUNITAS DESA BABAKAN PARI Desa Babakan Pari berada di ketinggian 600 m dpl, luas wilayah desa 212.535 ha adalah bagian dari wilayah administrasi Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menikmati dan melestarikan hasil pembangunan. disebabkan oleh beberapa kendala yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. menikmati dan melestarikan hasil pembangunan. disebabkan oleh beberapa kendala yaitu: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Paradigma pembangunan pertanian di era reformasi menempatkan petani sebagai subjek dalam rangka mencapai tujuan nasional. Tujuan pembangunan pertanian adalah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : 54 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Tata Guna Lahan Kabupaten Serang Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : a. Kawasan pertanian lahan basah Kawasan pertanian lahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan merupakan suatu proses menyiapkan individu untuk mampu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan merupakan suatu proses menyiapkan individu untuk mampu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses menyiapkan individu untuk mampu menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan. Pendidikan mempunyai peran penting dalam pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber matapencaharian dari mayoritas penduduknya, sehingga sebagian besar penduduknya menggantungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya manusia dan masyarakat berkualitas yang memiliki kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya manusia dan masyarakat berkualitas yang memiliki kecerdasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan modal utama dalam pembangunan bangsa Indonesia untuk dapat bertahan di era globalisasi. Peningkatan kualitas sumber

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Petani Hutan Rakyat 5.1.1. Karakteristik Petani Hutan Rakyat Karakteristik petani hutan rakyat merupakan suatu karakter atau ciri-ciri yang terdapat pada responden.

Lebih terperinci

POTENSI SUMBER DAYA MANUSIA DI WILAYAH DESA

POTENSI SUMBER DAYA MANUSIA DI WILAYAH DESA 6 POTENSI SUMBER DAYA MANUSIA DI WILAYAH DESA Deskripsi Singkat Topik : Pokok Bahasan Waktu Tujuan : POTENSI SUMBER DAYA MANUSIA DI PEDESAAN : 1 (satu) kali tatap muka pelatihan selama 100 menit. : Membangun

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Agroforestri di Lokasi Penelitian Lahan agroforestri di Desa Bangunjaya pada umumnya didominasi dengan jenis tanaman buah, yaitu: Durian (Durio zibethinus),

Lebih terperinci