PERANAN MARKER KOAGULASI SEBAGAI PREDIKTOR OUTCOME PADA PENDERITA TRAUMA KAPITIS T E S I S

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERANAN MARKER KOAGULASI SEBAGAI PREDIKTOR OUTCOME PADA PENDERITA TRAUMA KAPITIS T E S I S"

Transkripsi

1 PERANAN MARKER KOAGULASI SEBAGAI PREDIKTOR OUTCOME PADA PENDERITA TRAUMA KAPITIS T E S I S Oleh : Alfansuri Kadri Nomor Register CHS : DEPARTEMEN NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN USU / RSUP H. ADAM MALIK MEDAN 2008

2 PERANAN MARKER KOAGULASI SEBAGAI PREDIKTOR OUTCOME PADA PENDERITA TRAUMA KAPITIS T E S I S Untuk memperoleh gelar spesialis dalam program studi Ilmu Penyakit Saraf pada Program Pendidikan Dokter Spesialis I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan Oleh : Alfansuri Kadri Nomor Register CHS : DEPARTEMEN NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN USU / RSUP H. ADAM MALIK MEDAN 2008

3 Telah diuji pada : 23 Desember 2008 PANITIA PENGUJI TESIS 1. Prof. Dr. dr. Hasan Sjahrir, Sp.S(K) 2. Prof. dr. Darulkutni Nasution, Sp.S(K) 3. Dr. Darlan Djali Chan, Sp.S 4. Dr. Yuneldi Anwar, Sp.S(K) 5. Dr. Rusli Dhanu, Sp.S(K) 6. Dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp,S 7. Dr. Aldy. S. Rambe, Sp.S 8. Dr. Puji Pinta O. Sinurat, Sp.S 9. Dr. Khairul P. Surbakti, Sp.S 10. Dr. Cut Aria Arina, Sp.S 11. Dr. Kiki M. Iqbal, Sp.S

4 KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr.Wb. Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkah, rahmat dan HidayahNya yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan penulisan tesis ini. Shalawat dan salam bagi Junjungan Rasulullah Muhammad SAW, keluarga dan sahabatnya yang telah menunjuki kita dari alam kesesatan ke alam yang penuh ilmu pengetahuan. Tulisan ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan salah satu tugas akhir dalam Program Pendidikan Spesialisasi di Bidang Penyakit Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan. Pada kesempatan ini perkenankan penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : Yang terhormat Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. H. Chairuddin P.Lubis, DTM&H, Sp.A(K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan spesialisasi. Yang terhormat Prof. dr. T. Bahri Anwar, Sp.JP(K) (Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara saat penulis diterima sebagai PPDS), yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

5 Yang terhormat Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Gontar Alamsyah, Sp.PD (KGEH), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan spesialisasi. Yang terhormat Prof. dr. Darulkutni Nasution, Sp.S(K) (Kepala Bagian Neurologi saat penulis diterima sebagai PPDS), yang telah menerima saya untuk menjadi peserta didik serta memberikan bimbingan selama mengikuti program pendidikan spesialisasi ini. Yang terhormat Ketua Departemen/SMF Ilmu Penyakit Saraf FK USU, Prof. Dr.dr.Hasan Sjahrir, Sp.S(K), yang telah memberikan kesempatan, kepercayaan serta bimbingan selama mengikuti program pendidikan spesialisasi ini. Yang terhormat dr. H.Hasanuddin Rambe, Sp.S(K), (Ketua Program Studi Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara saat penulis diterima sebagai PPDS), yang telah bersedia menerima penulis menjadi peserta didik serta banyak memberi bimbingan dalam menjalankan proses pendidikan. Yang terhormat Ketua Program Studi Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dr. H. Rusli Dhanu, Sp.S(K) yang telah memberikan kesempatan, bimbingan dan arahan dalam menjalani pendidikan spesialisasi ini. Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada dr. Rusli Dhanu, Sp.S(K) dan Prof. Dr.dr. Hasan Sjahrir, Sp.S(K), selaku pembimbing yang dengan sepenuh hati telah

6 mendorong, membimbing dan mengarahkan penulis sejak dari perencanaan, pembuatan dan penyelesaian tesis ini. Kepada guru-guru saya, dr. Syawaluddin Nasution, Sp.S(K). (alm)., dr. Ahmad Syukri Batubara, Sp.S(K) (alm)., dr.lbm Sitorus, Sp.S., dr. Darlan Djali Chan, SpS., dr.yuneldi Anwar, Sp.S(K)., dr. Irsan NHN Lubis, Sp.S., dr Dadan Hamdani, Sp.S., dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp.S., dr. Aldy S. Rambe, Sp.S., dr. Puji Pinta O. Sinurat, Sp.S., dr. Khairul P. Surbakti, Sp.S, dr. Cut Aria Arina, Sp.S., dr. Kiki M Iqbal Sp.S dan lain-lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, baik di Departemen Neurologi maupun Departemen/SMF lainnya di lingkungan FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan, terimakasih yang setulus-tulusnya penulis sampaikan atas segala bimbingan dan didikan yang telah penulis terima. Kepada Direktur Rumah Sakit H. Adam Malik Medan, yang telah memberikan kesempatan, fasilitas dan suasana kerja yang baik sehingga penulis dapat mengikuti pendidikan spesialisasi ini sampai selesai. Ucapan terima kasih penulis kepada seluruh teman sejawat PPDS-I Departemen Neurologi FK-USU/RSUP. H. Adam Malik Medan, yang terus memberi dorongan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan studi. Bapak Amran Sitorus, Sukirman Aribowo dan seluruh perawat di SMF Neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan yang membantu penulis dalam pelayanan pasien sehari-hari. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada kedua orang tua saya, dr. A.Kadri dan drg. Taqwa D. Kadri yang telah membesarkan saya dengan penuh kasih sayang, membekali saya dengan

7 pendidikan, kebiasaan hidup disiplin, jujur, kerja keras dan bertanggungjawab, memberikan bimbingan, dorongan, semangat dan nasehat serta do a yang tulus agar penulis tetap sabar dan tegar dalam mengikuti pendidikan sampai selesai. Teristimewa kepada istriku tercinta drg. Indri Lubis yang dengan sabar dan penuh pengertian, mendampingi dengan penuh cinta dan kasih saying dalam suka dan duka, saya ucapkan terima kasih yang setulustulusnya. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada mertua saya. Drg. H.Mukmar Lubis dan Elfrida Siregar atas nasihat, doa, semangat dan pengertiannya selama penulis menyelesaikan pendidikan ini. Kepada saudara-saudaraku beserta seluruh keluarga yang senantiasa membantu, memberi dorongan, pengertian, kasih sayang dan do a dalam menyelesaikan pendidikan ini penulis haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Kepada semua rekan dan sahabat yang tak mungkin saya sebutkan satu persatu yang telah membantu saya sekecil apapun, saya haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya, semoga Allah Tuhan Semesta Alam selalu melimpahkan Rahmat dan Hidayahnya Kepada kita semua. Dengan segala keterbatasan, penulis menyadari dalam penelitian dan penulisan tesis ini masih dijumpai banyak kekurangan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak untuk kebaikan dimasa yang akan datang.

8 Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini bermanfaat bagi kita semua. Amin. Wassalamualaikum Wr.Wb Medan, Desember 2008 Dr. Alfansuri Kadri

9 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama lengkap : dr. Alfansuri Kadri Tempat /Tanggal Lahir : Medan, 09 November 1978 Agama : Islam Pekerjaan : Staf Pengajar Departemen Neurologi NIP : Pangkat / Golongan : Penata Muda Tkt I / III B Nama Ayah : dr. A.Kadri Nama Ibu : drg. Taqwa D. Kadri Nama Istri : drg. Indri Lubis Riwayat Pendidikan 1. Sekolah Dasar SD Harapan I Medan, tamat tahun Sekolah Menengah Pertama di SMP Harapan I Medan, tamat tahun Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri I Medan, tamat tahun Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tamat tahun 2003 Riwayat Pekerjaan : 1. Staf Pengajar Departemen Neurologi FK USU sejak tahun 2005.

10 DAFTAR ISI HALAMAN KATA PENGANTAR... i DAFTAR RIWAYAT HIDUP... vi DAFTAR ISI.. vii DAFTAR SINGKATAN xiii DAFTAR LAMBANG... xiv DAFTAR TABEL.. xv DAFTAR GAMBAR. xix DAFTAR LAMPIRAN.. xx ABSTRAK. xxi ABSTRACT. xxii BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Hipotesis Manfaat Penelitian.. 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13 II.1. TRAUMA KAPITIS.. 13 II.1.1. Definisi. 13 II.1.2. Epidemiologi II.1.3. Klasifikasi 15 II.1.4. Patofisiologi 17 II Cedera kepala primer (Primary Brain Injury).. 17

11 II Cedera kepala sekunder (Secondary Brain Injury). 18 II.2. HEMOSTASIS.. 19 II.2.1. Sistem Koagulasi II.2.2. Sistem Fibrinolisis. 24 II.2.3. Koagulopati. 25 II.3. KOAGULOPATI PADA TRAUMA KAPITIS 26 II.4. OUTCOME DARI PENDERITA TRAUMA KAPITIS.. 29 II.4.1. GLASGOW OUTCOME SCALE 30 II.5. KERANGKA KONSEPSIONAL. 33 BAB III METODE PENELITIAN. 34 III.1.TEMPAT DAN WAKTU.. 34 III.2. SUBJEK PENELITIAN.. 34 III.2.1. Populasi sasaran III.2.2. Populasi terjangkau 34 III.2.3. Besar sampel. 34 III.2.4. Kriteria Inklusi. 35 III.2.5. Kriteria Eksklusi..35 III.3. Batasan operasional.. 35 III.4. Rancangan Penelitian..40 III.5. Pelaksanaan Penelitian 40 III.5.1. Instrumen 40 III.5.2. Pengambilan sampel. 40 III.5.3. Kerangka Operasional.. 41 III.5.4. Variabel yang diamati III.6. Analisa statistik.. 42 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 45 IV.1. HASIL PENELITIAN. 45 IV.1.1. Karakteristik Penelitian IV.1.2. Karakteristik demografi sampel Penelitian.. 45

12 IV.1.3. Distribusi sampel berdasarkan nilai Glasgow Coma Scale (GCS). 47 IV.1.4. Distribusi sampel berdasarkan gambaran Head CT-scan 47 IV.1.5. Distribusi sampel berdasarkan ada tidaknya perdarahan pada Head CTscan. 48 IV.1.6. Distribusi sampel berdasarkan nilai Glasgow Outcome Scale (GOS) IV.1.7. Perbedaan rerata marker koagulasi laboratorium pada kedua jenis kelamin. 49 IV.1.8. Hubungan antara Glasgow Outcome Scale (GOS) dengan Glasgow Coma Scale (GCS).. 50 IV.1.9. Hubungan antara Glasgow Coma Scale (GCS) dengan penyebab trauma kapitis IV Hubungan antara GCS dengan gambaran Head CT-scan. 53 IV Hubungan antara GCS dengan ada tidaknya perdarahan pada gambaran Head CT-scan.. 53 IV Hubungan antara GCS dengan tingkat Pendidikan 54 IV Hubungan antara GCS dengan pekerjaan 55 IV Hubungan antara GCS dengan jenis Kelamin.. 57 IV Hubungan antara GOS dengan jenis Kelamin.. 57 IV Hubungan antara GOS dengan suku.. 57

13 IV Hubungan GOS dengan penyebab trauma kapitis. 58 IV Hubungan antara GOS dengan gambaran Head CT-scan 58 IV Hubungan antara GOS dengan ada tidaknya perdarahan pada gambaran Head CT Scan 60 IV Hubungan antara GOS dengan tingkat Pendidikan. 61 IV.1.21 Hubungan antara GOS dengan pekerjaan. 61 IV Pengaruh nilai GCS terhadap rerata nilai marker koagulasi laboratorium.. 63 IV Pengaruh rerata marker koagulasi laboratorium terhadap nilai GOS. 63 IV Pengaruh rerata marker koagulasi laboratorium terhadap gambaran Head CTscan.. 64 IV Pengaruh rerata marker koagulasi laboratorium terhadap ada tidaknya perdarahan pada gambaran Head CT-scan.. 68 IV Pengaruh penyebab trauma kapitis terhadap rerata nilai marker koagulasi laboratorium 69 IV Perbandingan antara rerata marker koagulasi laboratorium dengan usia 73 IV Pengaruh usia terhadap ada tidaknya perdarahan pada gambaran Head CT - scan 79 IV Perbedaan rerata usia pada kedua jenis penyebab trauma kapitis.. 79

14 IV Pengaruh rerata marker koagulasi laboratorium terhadap nilai GOS, untuk kelompok GCS IV Pengaruh rerata marker koagulasi laboratorium terhadap nilai GOS, untuk kelompok GCS IV Pengaruh rerata marker koagulasi laboratorium terhadap nilai GOS, untuk kelompok GCS IV Perbedaan rerata usia pada masingmasing kelompok GOS IV.2. PEMBAHASAN.. 84 IV.2.1. Karakteristik demografi subjek penelitian 84 IV.2.2. Hubungan antara variabel demografi dengan outcome. 85 IV.2.3. Marker koagulasi laboratorium sebagai prediktor outcome. 87 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN.. 95 V.1. KESIMPULAN. 95 V.2. SARAN. 96 DAFTAR PUSTAKA 97 LAMPIRAN

15 DAFTAR SINGKATAN ABI aptt AT III CT CVD DIC FDP FK GCS GOS Hb KLL LACI MRI PAI PC PHI PIC PT PTT ROC SF SKG TAT TM tpa TT USU : Acquired Brain Injury : Activated Partial Thromboplastin Time : Antithrombin III : Computed tomography : Cerebrovascular disease : Disseminated intravascular coagulation : Fibrin Degradation Product : Fakultas Kedokteran : Glasgow Coma Scale : Glasgow Outcome Scale : Hemoglobin : Kecelakaan Lalu Lintas : Lipoprotein-associated coagulation inhibitor : Magnetic Resonance Imaging : Plasminogen activator inhibitor : Protein C : Progressive hemorrhagic injury : Plasmin inhibitor complex : Prothrombin Time : Partial Thromboplastin Time : Receiver Operating Characteristic : Soluble fibrin : Skala Koma Glasgow : Thrombin-antithrombin complex : Thrombomodulin : Tissue plasminogen activator : Thrombin Time : Universitas Sumatera Utara

16 DAFTAR LAMBANG N = Besar sampel Zα = Nilai baku normal berdasarkan nilai α yang telah ditentukan 1,96 d = Besarnya penyimpangan yang masih bisa ditolerir % = Persen p = Tingkat kemaknaaan Ca 2+ = Ion Kalsium

17 DAFTAR TABEL HALAMAN Tabel 1. Stratifikasi resiko pada penderita dengan trauma kapitis. 16 Tabel 2. Karakteristik demografi sampel penelitian 46 Tabel 3. Distribusi sampel berdasarkan nilai GCS.. 47 Tabel 4. Distribusi sampel berdasarkan gambaran Head CT-scan. 48 Tabel 5. Distribusi sampel berdasarkan ada tidaknya perdarahan pada Head CT-scan 48 Tabel 6. Distribusi sampel berdasarkan nilai Glasgow Outcome Scale (GOS).. 49 Tabel 7. Perbedaan rerata marker koagulasi laboratorium pada kedua jenis kelamin 51 Tabel 8. Hubungan antara GOS dengan GCS 52 Tabel 9. Hubungan GCS dengan penyebab trauma kapitis. 52 Tabel 10. Hubungan antara GCS dengan gambaran Head CT-scan Tabel 11. Hubungan antara GCS dengan ada tidaknya perdarahan pada gambaran Head CT-scan 54 Tabel 12. Hubungan antara GCS dengan tingkat pendidikan 55 Tabel 13. Hubungan antara GCS dengan pekerjaan 56 Tabel 14. Hubungan antara GCS dengan jenis kelamin Tabel 15. Hubungan antara GOS dengan jenis kelamin.. 57 Tabel 16. Hubungan antara GOS dengan suku 58 Tabel 17. Hubungan antara GOS dengan penyebab trauma kapitis. 59

18 Tabel 18. Hubungan antara GOS dengan gambaran Head CT Scan. 60 Tabel 19. Hubungan GOS dengan ada tidaknya perdarahan pada gambaran Head CT scan.. 61 Tabel 20. Hubungan GOS dengan tingkat pendidikan. 62 Tabel 21. Hubungan antara GOS dengan pekerjaan. 62 Tabel 22. Pengaruh nilai GCS terhadap rerata nilai marker koagulasi laboratorium. 65 Tabel 23. Pengaruh rerata marker koagulasi laboratorium. 66 Tabel 24. Sensitifitas, spesifisitas, positive predictive value, dan negative predictive value kadar fibrinogen terhadap outcome baik (skor GOS 4-5) 67 Tabel 25. Sensitifitas, spesifisitas, positive predictive value, dan negative predictive value kadar fibrinogen terhadap outcome buruk (skor GOS 1-3) 67 Tabel 26. Sensitifitas, spesifisitas, positive predictive value, dan negative predictive value kadar D-dimer terhadap outcome baik (skor GOS 4-5).. 67 Tabel 27. Sensitifitas, spesifisitas, positive predictive value, dan negative predictive value kadar D-dimer terhadap outcome buruk (skor GOS 1-3) 68 Tabel 28. Perbedaan rerata marker koagulasi laboratorium pada masing masing kelompok gambaran Head CT scan. 70 Tabel 29. Perbedaan rerata marker koagulasi laboratorium pada ada tidaknya perdarahan pada gambaran Head CT-scan Tabel 30. Sensitifitas, spesifisitas, positive predictive value, dan negative predictive value kadar fibrinogen terhadap ada tidaknya perdarahan pada gambaran Head CT-scan 71

19 Tabel 31. Tabel 32. Tabel 33. Tabel 34. Tabel 35. Tabel 36. Tabel 37. Tabel 38. Sensitifitas, spesifisitas, positive predictive value, dan negative predictive value kadar D-dimer terhadap ada tidaknya perdarahan pada gambaran Head CT scan 72 Perbedaan rerata marker koagulasi laboratorium pada kedua jenis penyebab trauma 72 Perbedaan rerata usia pada perdarahan pada Head CT scan 79 Perbedaan rerata usia pada kedua jenis penyebab trauma kapitis 79 Pengaruh rerata marker koagulasi laboratorium terhadap nilai GOS, untuk kelompok GCS Pengaruh rerata marker koagulasi laboratorium Terhadap nilai GOS, untuk kelompok GCS Pengaruh rerata marker koagulasi laboratorium Terhadap nilai GOS, untuk kelompok GCS Perbedaan rerata usia pada masing masing kelompok GOS. 83

20 DAFTAR GAMBAR HALAMAN Gambar 1. Ringkasan reaksi-reaksi yang terlibat dalam hemostasis. 22 Gambar 2. Kaskade Koagulasi 23 Gambar 3. Perbandingan antara rerata jumlah trombosit dengan usia.. 73 Gambar 4. Perbandingan antara rerata nilai PT dengan usia 74 Gambar 5. Perbandingan antara rerata nilai TT dengan usia.. 75 Gambar 6 Perbandingan antara rerata nilai aptt dengan usia 76 Gambar 7. Perbandingan antara rerata kadar fibrinogen dengan usia.. 77 Gambar 8. Perbandingan antara rerata kadar D-dimer dengan usia. 78

21 DAFTAR LAMPIRAN HALAMAN Lampiran 1. Surat persetujuan ikut dalam penelitian Lampiran 2. Lembar pengumpul data penelitian Lampiran 3. GLASGOW OUTCOME SCALE (GOS) Lampiran 4. Surat Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan FK-USU 106 Lampiran 5. Data karakteristik sampel penelitian.. 107

22 ABSTRAK Latar Belakang : Trauma kapitis merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan pada anak, dewasa, dan masyarakat usia produktif. Disamping upaya untuk mencegah terjadinya trauma kapitis, sangat penting untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi outcome. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peranan marker koagulasi sebagai prediktor outcome pada penderita trauma kapitis. Metode : Seluruh pasien secara konsekutif, dengan dignosa trauma kapitis yang dirawat di departemen neurologi FK-USU diikutsertakan dalam penelitian ini. Karakteristik demografi turut dicatat pada penelitian ini. Pada seluruh pasien dilakukan perhitungan nilai Glasgow Coma Scale (GCS) pada saat masuk dan juga dilakukan pengukuran marker koagulasi berupa jumlah Trombosit, Prothrombin Time (PT), Partial Thromboplastin Time (PTT), Thrombin Time (TT), Fibrinogen, dan D-dimer. Untuk pemeriksaan outcome dilakukan dengan pengukuran Glasgow Outcome Scale (GOS) pada saat penderita keluar dari rumah sakit. Kemaknaan statistik adalah apabila p<0,05. Hasil : Tujuh puluh tujuh pasien trauma kapitis yang terdiri dari 50 orang pria dan 27 orang wanita ikut serta dalam penelitian ini. Keparahan pasien saat masuk yang dinilai dengan GCS merupakan prediktor yang kuat terhadap outcome (p=0.001). Keparahan pasien saat masuk juga mempunyai hubungan yang bermakna dengan kadar D-dimer (p=0,001), fibrinogen (p=0,001), PT (p=0,001), dan aptt (p=0,001). Dari berbagai marker koagulasi yang diperiksa pada penelitian ini, kadar D-dimer dan fibrinogen dapat menjadi prediktor yang kuat terhadap outcome pasien (masing-masing p=0,001). Pasien dengan kadar D-dimer yang tinggi dan GCS yang rendah akan mempunyai outcome yang lebih buruk. Kesimpulan : Marker koagulasi, khususnya kadar fibrinogen dan D-dimer dapat digunakan sebagai prediktor outcome pada penderita trauma kapitis. Kata kunci : trauma kapitis, glasgow coma scale, glasgow outcome scale, marker koagulasi, outcome

23 ABSTRACT Background : Head injury is the main cause of morbidity and mortality in children, adults, and people in productive age. Aside from efforts in preventing head injury, it is very important to determine factors that can influence outcome. The objective of this study is to determine the role of coagulation marker as predictor of outcome in head injury. Methods : All consecutive patients with diagnosis of head injury in Departement of Neurology Medical Faculty of USU were enrolled in this study. In all patients, Glasgow Coma Scale on admission were calculated, also coagulation markers thrombocyte count, Prothrombin Time (PT), Partial Thromboplastin Time (PTT), Thrombin Time (TT), Fibrinogen, and D-dimer were measured. To determine outcome, Glasgow Outcome Scale (GOS) was used when the patient was discharged from the hospital. Statistical significance was accepted at p < 0,05. Results : Seventy seven head injury patients, consisted of 50 male and 27 female were enrolled in this study. Severity of patients on admission, measured by using GCS is a strong predictor toward outcome (p=0,001). Severity of patients on admission also has a significant correlation with level of D-dimer (p=0,001), fibrinogen (p=0,001), PT (p=0,001), and aptt (p=0,001). From several coagulation markers measured in this study, level of D-dimer and fibrinigen can be strong predictors toward patient s outcome (p=0,001 each). Patients who have high D-dimer level and low GCS will have worse outcome. Conclusion : coagulation markers, particularly level of fibrinogen and D-dimer can be used a predictor of outcome in head injury patients. Key Words : head injury, glasgow coma scale, glasgow outcome scale, coagulation marker, outcome

24 BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologi yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen (PERDOSSI,2006). Trauma kapitis yang merupakan suatu momok pada kelompok industrial modern, adalah penyebab utama kematian, terutama pada kelompok umur dewasa muda, dan juga penyebab terbesar kecacatan (Mayer dan Rowland, 2000). Penyembuhan dari trauma kapitis sendiri dapat berlangsung sampai 5 tahun setelah trauma kapitis (Khan dkk, 2003). Di Amerika Serikat, 40 % dari kematian oleh cedera akut disebabkan oleh trauma kapitis. Sekitar penduduk meninggal setiap tahun akibat trauma kapitis. Mortality rate untuk trauma kapitis di Amerika serikat diperkirakan 17 per penduduk. (Dawodu, 2007) Setiap tahunnya sekitar orang korban trauma kapitis membutuhkan perawatan di rumah sakit. Biaya untuk perawatan diperkirakan sekitar 4 milyar US $ per tahunnya, mencakup kehilangan income dari pasien dan orang yang merawat, biaya

25 perawatan fase akut dan juga masa pemulihan dan rehabilitasi. (Dawodu, 2007) Kebanyakan pasien yang mengalami trauma kapitis ringan atau sedang akan pulih setelah beberapa minggu sampai beberapa bulan, tanpa terapi spesifik. Namun, ada juga pasien yang akan terus mengalami gejala kecacatan setelah periode ini, yang mengganggu pekerjaan atau aktifitas sosial. Masih terdapat kontroversi terhadap tingkat morbiditas yang menetap ketika dibandingkan dengan outcome pada pasien dengan trauma kapitis berat (Naalt, 1999) Memprediksi outcome jangka panjang segera setelah pasien tiba di ruang gawat darurat dapat dilakukan dengan atau tanpa menggunakan imaging, yaitu dengan secara klinis, untuk kepentingan komunikasi antara dokter dan paramedis profesional yang menangani, sehingga dapat dipersiapkan strategi yang tepat untuk pengambilan keputusan dan penatalaksanaan yang terbaik bagi pasien (Signorini dkk, 1999). Pertanyaan tentang perkiraan yang akurat dari outcome telah lama diikuti oleh berbagai peneliti. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada satupun keseragaman indikator dalam memprediksi outcome pasien. (Kraus dan McArthur, 1996). Trauma kapitis dapat diikuti dengan berbagai macam komplikasi ekstrakranial, yang merupakan kontributor independen terhadap morbiditas dan mortalitas, sehingga perlu untuk mengetahui pengaruh berbagai komplikasi ini terhadap outcome (Lim dkk, 2007 ; Piek dkk, 1992).

26 Prognosis dari trauma kapitis selama ini adalah berdasarkan hasil dari pemeriksaan CT-scan dan juga pemeriksaan neurologis, serta belakangan ini juga dikembangkan penggunaan Magnetic Resonance Imaging, cerebral perfusion pressure, cerebral venous oxygen saturation in the jugular veins, dan juga cerebral blood flow. Namun belum ada yang dapat dijadikan indikator yang reliable untuk memprediksi outcome pasien pada saat masuk, yang menandakan belum ada yang dapat secara tepat memperkirakan derajat kerusakan otak. (Takahashi dkk, 1997). Trauma kapitis dengan perdarahan intrakranial mencapai 50 % dari seluruh kematian karena trauma dan 75 % dari kecelakaan lalu lintas. Hingga 20 % kecelakaan vascular cerebral adalah hemorrhagik. Dengan demikian dibutukan suatu screening test untuk perdarahan intrakranial yang efektif, sensitif, reliable dan juga murah. Salah satu cara screening test yang cukup sensitif dan reliable adalah dengan pemeriksaan marker serum untuk koagulopati. (Hoffmann dkk, 2001). Telah diketahui bahwa pasien dengan trauma kapitis akan mengalami abnormalitas pada sistem koagulasi dan fibrinolisisnya. Otak mengandung banyak tissue factor (faktor III koagulasi), yang apabila dibebaskan dalam sirkulasi akan memicu jalur koagulasi ekstrinsik. Beberapa laporan telah menyebutkan bahwa pasien trauma kapitis yang mengalami hiperkoaguabilitas pada saat masuk rumah sakit, menderita cedera otak yang parah dan dengan demikian memiliki outcome yang lebih jelek. Hal ini mengindikasikan bahwa

27 derajat aktifasi koagulasi, yang ditentukan oleh banyaknya tissue factor yang dilepaskan dari jaringan otak yang cedera, dapat menjadi marker yang dapat diandalkan untuk mengetahui derajat kerusakan otak yang terjadi. Keadaan hiperkoagulabulitas tersebut juga sering diikuti dengan peningkatan aktifitas fibrinolitik (Takahashi dkk, 1997). Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Vavilala dkk (2001) yang mengukur jumlah trombosit, prothrombin time (PT), partial thromboplastin time (PTT), dan fibrin degradation product (FDP) pada 69 pasien trauma kapitis, didapati hasil bahwa pasien yang mempunyai kadar FDP > 1000 μg/ml dengan skor Glasgow Coma Scale (GCS) 7 12 berhubungan dengan outcome yang lebih buruk. Dengan demikian dianjurkan untuk memeriksa adanya koagulopati setelah terjadinya trauma kapitis dan terapi agresif dapat dilakukan bila sudah dijumpai tanda suatu koagulopati (Vavilala dkk, 2001). Pada penelitian yang dilakukan Vandelli dkk (2004) terhadap 501 pasien trauma kapitis yang diambil secara konsekutif didapatkan bahwa dari 461 orang yang hasil Head CT-scan-nya tidak menunjukkan perdarahan, ternyata 50 orang mengalami koagulopati. Temuan ini menyarankan pentingnya pemeriksaan marker koagulasi disamping pemeriksaan Head CT-scan (Vandelli dkk,2004). Piek dkk (1992) melakukan penelitian terhadap komplikasi ekstrakranial dari trauma kapitis. Mereka mendapatkan 13 jenis komplikasi ekstrakranial dalam 14 hari setelah masuk rumah sakit, dan salah satu komplikasi tersebut adalah koagulopati (jumlah

28 trombosit < /mm 3, prothrombin time > 16 detik, dan partial thromboplastin time > 50 detik). Sebanyak 19 % dari 734 pasien yang mereka teliti menderita komplikasi koagulopati. Data tersebut memberi masukan bahwa komplikasi ekstrakranial mempunyai pengaruh yang cukup tinggi terhadap penentuan outcome (Piek dkk, 1992). Tissue thromboplastin yang juga dikenal dengan tissue factor mempunyai peranan penting dalam kaskade koagulasi. Faktor tersebut merupakan physiological initiator dari koagulasi saat terpapar dengan darah pada lokasi cedera. Tissue thromboplastin yang memicu koagulasi dapat mengakibatkan kerusakan organ melalui gangguan mirosirkulasi (Bayir dkk, 2006 ; Sawaya, 1987). Aktifitas tissue thromboplastin dapat terjadi pada hampir semua jaringan pada tubuh, dimana otak manusia merupakan sumber tissue thromboplastin yang kaya (Pathak dkk, 2005). Tissue thromboplastin pada otak akan dilepaskan dalam jumlah besar apabila terjadi trauma kapitis ataupun tumor otak (Bayir dkk, 2006). Dari hasil studi case-control yang dilakukan Pathak dkk (2005) tentang kandungan tissue thromboplastin dari otak setelah trauma kapitis, didapatkan hasil bahwa aktifitas tissue thromboplastin di lobus frontal, parietal, dan temporal pada penderita trauma kapitis secara signifikan lebih tinggi dibanding dengan grup kontrol. Aktifitas tissue thromboplastin juga secara signifikan lebih tinggi pada penderita trauma kapitis berat dibanding dengan trauma kapitis sedang atau ringan. Dengan demikian penelitian ini memberikan data kuantitatif

29 tentang pentingnya peran tissue thromboplastin pada koagulopati setelah terjadinya trauma kapitis, ditandai dengan adanya peningkatan aktifitas tissue thromboplastin tersebut (Pathak dkk, 2005). Pada penelitian yang dilakukan Boto dkk (2006) tentang resiko kematian dini pada trauma kapitis berat, ditemukan bahwa dari 652 sampel yang diteliti, 114 pasien trauma kapitis berat meninggal dalam 48 jam pertama setelah trauma, dan sebesar 80 orang dari kelompok tersebut menderita koagulopati. Sedangkan dari 538 pasien sisanya, sebanyak 362 menderita koagulopati. Dari kedua kelompok tersebut, koagulopati menunjukkan hubungan yang bermakna (p < 0,001) dengan resiko kematian dini pada penderita trauma kapitis berat (Boto dkk, 2006). Stein dkk (2002) meneliti peranan koagulasi intravaskular sebagai cedera otak sekunder pada trauma kapitis. Mereka melakukan penelitian ini terhadap spesimen jaringan otak dari 3 macam sumber, yaitu otak tikus, babi dan juga manusia (yang diambil saat pembedahan untuk tujuan dekompresi). Dari hasil penelitian tersebut mereka menemukan adanya banyak koagulasi intravaskular pada ketiga jenis sampel dan mikrotrombi juga terbentuk dalam arteriol dan venule berbagai ukuran, yang berkisar antara μm. Walaupun lebih jelas terlihat pada lesi fokal dan lesi yang lebih berat, koagulasi intravaskular juga dapat ditemukan pada lesi yang ringan dan difus. Hasil dari penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa koagulasi intravaskular merupakan respon universal pada trauma kapitis dan

30 merupakan suatu cedera sekunder otak yang penting (Stein dkk, 2002). Trombositopenia juga merupakan faktor resiko untuk terjadinya progressive hemorrhagik injury (PHI) pada trauma kapitis. Pasien dengan PHI mengalami gangguan pada sistem koagulasinya lebih parah dibanding dengan yang non-phi. Dengan demikian pengobatan dengan agen hemostatik dapat bermanfaat pada pasien seperti ini.(engström dkk, 2005). Dari hasil penelitian Hoffmann dkk (2001) pada 319 pasien penderita trauma kapitis, didapatkan bahwa pasien dengan perdarahan intrakranial pada hasil CT-scan lebih cenderung memberikan hasil positif pada pemeriksaan D-dimer (p < 0,001). Pemeriksaan D-dimer pada penelitian ini menunjukkan 21 truepositive dan 4 false-negative, dengan sensitifitas sebesar 84,0 % (95 % CI) dan spesifisitas sebesar 55,8 % (95 % CI). Pada penelitian ini disimpulkan untuk tetap menggunakan CT-scan sebagai alat bantu diagnostik, karena pemeriksaan D-dimer belum cukup sensitif atau belum dapat memprediksi secara akurat adanya perdarahan intrakranial pada pasien trauma kapitis (Hoffmann dkk, 2001). Takahashi dkk (1997) melakukan penelitian terhadap 70 orang pasien dengan trauma kapitis. Kadar plasma dari α 2 -plasmin inhibitorplasmin complex (PIC) dan D-dimer diperiksa, dan hasilnya menunjukkan bahwa pada semua sampel, kadar plasma PIC dan D- dimer jauh lebih tinggi dibanding angka normal, dan kenaikan kadar ini

31 berhubungan dengan outcome pasien. Pada pasien yang kadar plasma PIC > 15 μg/ml atau kadar D-dimer > 5 μg/ml, 92 % mengalami kematian, terlepas dari status kesadaran pada saat masuk. Di lain pihak, pasien yang kadar plasma PIC-nya < 2 μg/ml atau D-dimer < 1 μg/ml mengalami penyembuhan yang baik. Dengan demikian, kadar plasma PIC dan D-dimer merupakan suatu marker prognostik yang dapat diandalkan pada trauma kapitis, dan pasien dengan outcome buruk dapat diidentifikasi sejak awal masuk rumah sakit (Takahashi dkk, 1997). Grenander dkk (2001) meneliti tentang pemberian terapi antitrombin pada pasien dengan trauma kapitis untuk melihat apakah pemberian dini dari konsentrat antitrombin dapat mencegah atau secara bermakna mempersingkat waktu terjadinya koagulopati pada pasien trauma kapitis. Sebanyak 26 sampel pasien dengan trauma kapitis diberikan terapi antitrombin dengan dosis 100 IU/kg BB selama 24 jam, dan untuk mengukur hiperkoaguabilitas diukur soluble fibrin (SF), D-dimer, dan thrombin-antithrombin complex (TAT). Sebelum diberikan terapi antitrombin tersebut, kadar SF, D-dimer dan TAT secara nyata meningkat pada pasien, dan setelah diberikan terapi dijumpai penurunan dari kadar marker koagulasi tersebut. Dengan demikian dapat diambil suatu kesimpulan bahwa pemberian terapi antithrombin pada pasien dengan trauma kapitis dapat mengurangi kondisi hiperkoagulasi yang terjadi (Grenander dkk, 2001).

32 Bayir dkk (2006) melakukan studi tentang peranan marker fibrinolitik terhadap outcome pada 62 pasien trauma kapitis. Mereka menilai Skala Koma Glasgow (SKG) dan marker fibrinolitik berupa jumlah trombosit, prothrombine time (PT), partial thromboplastin time (PTT), fibrinogen, dan D-dimer. Dari hasil studi tersebut ditemukan bahwa mortalitas sangat kuat berhubungan dengan SKG, PT, PTT, fibrinogen dan D-dimer. Penurunan jumlah trombosit juga dijumpai walaupun tidak bermakna secara signifikan. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa SKG dan marker fibrinolitik dapat berguna dalam menentukan prognosis pasien dengan trauma kapitis (Bayir dkk, 2006). Pada penelitian yang dilakukan oleh Affonseca dkk (2007), tentang gangguan koagulasi pada anak-anak dan remaja dengan trauma kapitis sedang sampai berat, diperoleh hasil, dari 301 pasien yang diteliti, ternyata ditemukan sebesar 77 % mengalami koagulopati. Faktor-faktor yang berhubungan dengan adanya koagulopati adalah keparahan trauma, adanya perdarahan pada Head CT-scan, dan adanya cedera dada/abdomen (Affonseca dkk, 2007). Vecht dkk (1975) meneliti tentang hubungan DIC dan trauma kapitis. Tes koagulasi darah dilakukan pada saat pasien masuk rumah sakit dan beberapa hari setelahnya pada 34 pasien trauma kapitis sedang dan berat. Jumlah trombosit dan fibrinogen normal pada saat masuk, namun meningkat setelahnya. Nilai PTT memendek pada saat masuk dan memanjang pada hari berikutnya. Aktifitas fibrinolitik juga

33 meningkat pada saat masuk. Mereka menyimpulkan bahwa pada 24 jam setelah cedera, aktifasi koagulasi terjadi pada trauma kapitis (Vecht dkk, 1975). Pada penelitian tentang hubungan antara FDP dengan gambaran Head CT-scan pada pasien trauma kapitis yang dilakukan oleh Ueda dkk (1985), diperoleh hasil bahwa dari 26 pasien yang diteliti, konsentrasi FDP plasma meningkat pada pasien dengan epidural hematoma. Lebih jauh lagi, peningkatan FDP kelihatannya lebih bermakna pada pasien dengan kontusio yang berat dibandingkan yang ringan. Temuan ini menandakan bahwa derajat peningkatan FDP plasma proporsional dengan jumlah kerusakan jaringan otak. (Ueda dkk, 1985) Antovic dkk (1998) melakukan penelitian pada 120 pasien dengan berbagai jenis cedera otak dan mengukur parameter PT, fibrinogen, aptt, akitifitas FVII, ATIII, dan D-dimer pada 24 jam pertama setelah cedera otak. Mereka memperoleh hasil bahwa terdapat penurunan yang signifikan dari PT, FVII, dan ATIII, serta peningkatan dari D- dimer, khususnya pada pasien trauma kapitis. Hal tersebut mirip dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Homma dkk (1998) yang meneliti 31 pasien trauma kapitis yang dibandingkan dengan 27 pasien cerebrovascular disease (CVD). Mereka melakukan pengukuran terhadap TAT, plasmin inhibitor complex (PIC), D-dimer, plasminogen activator inhibitor (PAI-1), tissue plasminogen activator tpa, thrombomodulin (TM) dan protein C (PC)

34 pada hari pertama, ketiga dan kelima setelah trauma dan mereka memperoleh hasil bahwa kadar TAT, D-dimer dan PAI-1 lebih tinggi secara bermakna dibanding dengan pada CVD. Dengan demikian mereka menyimpulkan bahwa trauma kapitis menyebabkan aktivasi koagulasi yang lebih tinggi secara bermakna dibanding dengan CVD. (Homma dkk, 1998). I.2. PERUMUSAN MASALAH I.2.1. Bagaimanakah gambaran marker koagulasi pada penderita trauma kapitis yang dirawat di Departemen Neurologi FK- USU Medan? I.2.2. Apakah marker koagulasi dapat menjadi prediktor terhadap outcome pada penderita trauma kapitis yang dirawat di Departemen Neurologi FK-USU Medan? I.3. TUJUAN PENELITIAN I.3.1. Tujuan umum I Untuk mengetahui peranan marker koagulasi sebagai I.3.2. Tujuan khusus prediktor outcome pada penderita trauma kapitis. I Untuk mengetahui peranan marker koagulasi sebagai prediktor outcome pada penderita trauma kapitis yang dirawat di Departemen Neurologi FK-USU Medan.

35 I Untuk melihat hubungan antara marker koagulasi dan hasil Head CT-scan pada penderita trauma kapitis yang dirawat di Departemen Neurologi FK-USU Medan. I Untuk mengetahui hubungan karakteristik demografi dengan outcome pada penderita trauma kapitis yang dirawat di Departemen Neurologi FK-USU Medan. I.4. HIPOTHESIS Marker koagulasi dapat menjadi prediktor outcome pada penderita trauma kapitis. I.5. MANFAAT PENELITIAN Dengan mengetahui peranan marker koagulasi sebagai prediktor outcome pada penderita trauma kapitis, maka dapat dijadikan sebagai dasar perencanaan penatalaksanaan dalam rangka upaya untuk peningkatan kualitas hidup pada penderita trauma kapitis dan umumnya bagi masyarakat dapat dijadikan sebagai acuan perencanaan pembiayaan sesuai dengan outcome yang diharapkan.

36 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. TRAUMA KAPITIS II.1.1. Definisi Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologi yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen (PERDOSSI,2006). II.1.2. Epidemiologi Di Amerika Serikat Setiap tahunnya, sekitar korban trauma kapitis dirawat di rumah sakit, dan sekitar kematian tiap tahunnya terjadi karena trauma kapitis. Mortality rate untuk yang dirawat di rumah sakit adalah 6 per penduduk, sedangkan untuk yang di luar rumah sakit adalah 17 per penduduk. Pada anak-anak umur 0-14 tahun diperkirakan terdapat kasus trauma kapitis sebesar kasus per tahunnya. Kerugian finansial akibat trauma kapitis diperkirakan sebesar 4 milyar US$ setiap tahunnya, meliputi kehilangan income dan juga biaya perawatan dan rehabilitasi berkelanjutan (Dawodu, 2007). Insidens untuk trauma kapitis ringan adalah 131 per penduduk, trauma kapitis sedang sebesar 15 per

37 penduduk, dan trauma kapitis berat sebesar 14 per penduduk (Dawodu, 2007). Terdapat beberapa populasi yang mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya trauma kapitis, antara lainnya (Dawodu, 2007): Usia muda Sosio-ekonomi rendah Tidak menikah Pria Riwayat penggunaan obat terlarang Riwayat trauma kapitis sebelumnya Pria diperkirakan hampir mencapai 2 kali lipat wanita dalam hal menderita trauma kapitis. Perbandingan antara mortality rate antara pria : wanita adalah 3,4 : 1(Dawodu, 2007). Resiko trauma kapitis paling tinggi terjadi pada rentang umur tahun. Kecelakaan adalah hal yang paling sering menyebabkan kematian pada warga Amerika yang berusia lebih muda dari 45 tahun, dan trauma kapitis adalah penyebab utama yang berhubungan dengan kecelakaan. Mortality rate yang tertinggi (3,2 kasus per penduduk) ditemukan pada rentang umur tahun, sedangkan untuk mortality rate pada kelompok

38 manula ( 65 tahun) adalah sekitar 31,4 per penduduk (Dawodu, 2007) II.1.3. Klasifikasi Ada beberapa jenis klasifikasi trauma kapitis, tetapi dengan berbagai pertimbangan dari berbagai aspek, maka bagian neurologi menganut pembagian sebagai berikut : (PERDOSSI, 2006) a. Patologi i. Komosio serebri ii. iii. Kontusio serebri Laserasio serebri b. Lokasi lesi i. Lesi diffus ii. Lesi kerusakan vaskuler otak iii. Lesi fokal Kontusio dan laserasio serebri Hematoma intrakranial c. Derajat kesadaran berdasarkan SKG : Kategori SKG Gambaran Klinis CT-scan otak Minimal 15 Pingsan (-), defisit neurologi (-) Normal Ringan Pingsan < 10 menit, defisit neurologi (-) Normal Sedang 9-12 Pingsan > 10 menit s/d 6 jam, defisit neurologi (+) Abnormal Berat 3-8 Pingsan > 6 jam, defisit neurologi (+) Abnormal

39 Trauma kapitis dapat juga digolongkan sebagai resiko rendah, sedang atau resiko tinggi berdasarkan faktor resiko dan perkembangan penilaian awal neurologis (Mayer dan Rowland, 2000). Tabel 1. Stratifikasi resiko pada penderita dengan trauma kapitis Kategori resiko Karakteristik Ringan Pemeriksaan neurologi normal Tidak ada contusio Tidak ada intoksikasi obat atau alkohol Dapat mengeluh nyeri kepala dan dizziness Dapat dijumpai abrasi scalp, laserasi atau hematoma Tidak ada kriteria trauma sedang atau berat Sedang SKG 9-14 (bingung, lethargi, stupor) Concussion Postraumatic amnesia Muntah Seizure Kemungkinan tanda basielr atau fraktus tengkorak yang menekan atau cedera wajah serius Intoksikasi obat atau alkohol Tidak ada riwayat cedera atau riwayat tidak jelas Usia < 2 tahun atau kemungkinan child abuse Berat SKG 3-8 (koma) Penurunan progresif tingkat kesadaran Tanda neurologik fokal Cedera penetrasi tengkorak atau fraktur tengkorak DIkutip dari : Mayer SA, Rowland LP. Head Injury. In : Rowland LP, editor. Merritt s Neurology. 10 th edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins ; P

40 II.1.4. Patofisiologi Patofisiologi kerusakan otak akibat trauma kapitis dapat dikelompokkan atas 2 stadium yaitu cedera primer atau sekunder (Gilroy, 2000 ; Marik dkk, 2002). a. Cedera kepala primer (primary brain injury) Cedera kepala primer merupakan hasil dari kerusakan mekanikal langsung yang terjadi pada saat kejadian trauma (Marik dkk, 2002). Cedera primer dihasilkan oleh tekanan akselerasi dan deselerasi yang merusak kandungan intrakranial oleh karena pergerakan yang tidak seimbang dari tengkorak dan otak (Gilroy, 2000 ; Rizzo, 2002). Patofisiologi cedera kepala primer dapat dibedakan menjadi lesi fokal dan lesi difus. Cedera kepala fokal (focal brain injury) khas berhubungan dengan pukulan terhadap kepala yang menimbulkan kontusio serebral dan hematoma. Cedera fokal mempengaruhi morbiditas dan mortalitas berdasarkan lokasi, ukuran dan progresifitasnya (Marik dkk, 2002). Yang termasuk tipe dari cedera kepala primer ini adalah fraktur tengkorak, hematoma epidural, hematoma subdural, hematoma intraserebral dan diffuse axonal injury (Marik dkk, 2002). Diffuse axonal injury disebabkan oleh tekanan inersial yang sering berasal dari kecelakaan lalu lintas. Pada

41 pasien berumur lebih dari 55 tahun, 80 % mortalitas akibat trauma kapitis terjadi karena diffuse axonal injury. (Widjicks, 2004). Pada praktisnya, diffuse axonal injury dan focal brain lesions sering terjadi bersamaan (Marik dkk, 2002 ; Ropper dan Brown, 2005). b. Cedera kepala sekunder (secondary brain injury) Cedera kepala sekunder terjadi setelah trauma awal dan ditandai dengan kerusakan neuron-neuron akibat respon fisiologis sistemik terhadap cedera awal (Marik dkk, 2002). Faktor sekunder akan memperberat cedera kepala dikarenakan hasil shearing pada laserasi otak, robekan pembuluh darah, spasme vaskular, oedem serebral, hipertensi intrakranial, pengurangan cerebral blood flow, iskemik, hipoksia, dan lainnya yang dapat menimbulkan kerusakan dan kematian neuron (Gilroy 2000). Sejumlah substansi biokemikal telah terbukti memiliki peranan dalam perkembangan cedera neural setelah trauma kapitis. Substansi in meliputi asam amino eksitatori glutamat dan aspartat, sitokin, dan radikal bebas (Marik dkk, 2002).

42 II.2. HEMOSTASIS Istilah hemostasis menandakan mekanisme yang melibatkan kontrol lokal dari perdarahan (gambar 1). Terdapat 3 sistem saling berinteraksi dinding pembuluh darah, faktor pembekuan, & platelet. (Kauffman, 1996) II.2.1. Sistem Koagulasi Faktor pembekuan dapat diaktivasi oleh fosfolipoprotein dari jaringan yang rusak ke aliran darah secara ekstrinsik, atau secara aktivasi kontak intrinsik dengan terpapar dengan permukaan pembuluh darah yang terdiri dari endothelium. (Kauffman, 1996) Sistem koagulasi terbagi atas jalur intrinsik dan ekstrinsik. Walaupun terbagi menjadi 2 jalur, namun terdapat interkoneksi antara keduanya. Jalur ekstrinsik mempunyai peran utama dalam memulai koagulasi dalam hemostasis. Faktor VIIa/ tissue factor secara langsung mengaktivasi faktor X. Bentuk yang aktif dari faktor X dan V, dengan adanya kalsium, akan mengkatalisasi pembentukan protrombin menjadi trombin. Sebagai langkah akhir dari kaskade, fibrinogen diubah menjadi fibrin monomer oleh aksi trombin (gambar 2). Jalur intrinsik membutuhkan faktor-faktor pembekuan VIII, IX, X, XI, dan XII. Juga membutuhkan protein

43 prekallikrein dan high-molecular-weight kininogen, juga ion kalsium dan fosfolipid yang dikeluarkan oleh platelet. Penyusun setiap pathway membawa perubahan faktor X (inaktif) ke faktor Xa ( a menandakan aktif). Inisiasi jalur intrinsik terjadi saat prekallikrein, high-molecular-weight kininogen, faktor XI dan faktor XII terpapar pada permukaan yang rusak. Hal ini disebut fase kontak. Terpaparnya kolagen ke permukaan pembuluh darah merupakan stimulus primer untuk fase kontak. Pembentukan komponen-komponen fase kontak mengakibatkan perubahan prekallikrein menjadi kallikrein, yang pada akhirnya mengaktifasi faktor XII menjadi faktor XIIa. Faktor XIIa dapat menghidrolisa lebih banyak prekallikrein menjadi kallikrein. Faktor XIIa juga mengaktifkan faktor XI menjadi faktor XIa dan menghasilkan pelepasan bradikinin, vasodilator yang poten, membentuk high-molecular-weight kininogen. Dengan adanya Ca 2+, faktor XIa mengaktifasi faktor IX menjadi faktor IXa. Faktor IX merupakan proenzim yang mengandung residu vitamin K-dependent γ carboxyglutamate (gla), dan aktivitas serine protease teraktifasi mengikuti berikatannya Ca 2+ dengan residu gla ini. Beberapa dari serine protease dari kaskade ini (II, VII, IX, dan X) adalah proenzim yang mengandung gla. Faktor IXa

44 yang aktif merubah faktor X, yang mengakibatkan aktifasi faktor Xa. Selama γ-carboxylation, vitamin K perlu direduksi untuk dapat melanjutkan ke tahap selanjutnya. Antikoagulan warfarin menginhibisi reduksi vitamin K dan dengan demikian mencegah terbentuknya sintesa faktor II, VII, IX, dan X. Jalur ekstrinsik dimulai pada tempat cedera, sebagai respon pembebasan faktor jaringan (faktor III). Faktor jaringan merupakan kofaktor untuk faktor VIIa yang mangkatalisasi aktivasi faktor X. Faktor VIIa, residu gla yang mengandung serine protease, merubah faktor X menjadi faktor Xa dengan cara yang mirip dengan faktor IXa jalur intrinsik. Aktivasi faktor VII terjadi melalui aksi trombin atau faktor Xa. Kemampuan faktor Xa untuk mengaktivasi faktor VII membuat suatu hubungan antara jalur intrinsik dan ekstrinsik. Hubungan tambahan antara kedua jalur ada melalui kemampuan faktor jaringan dan faktor VIIa untuk mengaktifasi faktor IX. Pembentukan kompleks antara faktor VIIa dan faktor jaringan dipercaya merupakan langkah yang penting dalam keseluruhan kaskade koagulasi. Bukti untuk pernyataan ini berasal dari kenyataan bahwa orang-orang dengan defisiensi herediter pada komponen Fase Kontak dari jalur intrinsik tidak menunjukkan masalah pembekuan darah. Mekanisme utama dari inhibisi jalur ekstrinsik terjadi

45 pada kompleks faktor jaringan-faktor VIIa-Ca 2+ -Xa. Suatu protein, lipoprotein-associated coagulation inhibitor (LACI), secara spesifik berikatan pada kompleks ini. LACI tersusun atas 3 tandem domain protease inhibitor. Domain 1 berikatan dengan faktor Xa dan domain 2 berikatan dengan faktor VIIa dengan adanya faktor Xa. (Heesen,1997 ; Widjadjakusumah, 1995) Cedera dinding pembuluh Kontraksi Kolagen Thromboplastin j i Reaksireaksi Aktivitas Aggregasi trombosit l Trombin Sumbatan hemostatis Sumbatan hemostatik Reaksi-reaksi Gambar 1. Ringkasan reaksi-reaksi yang terlibat dalam hemostasis Dikutip dari : Widjajakusumah MD. (ed) Buku ajar fisiologi kedokteran (review of medical physiology) / William F Ganong. Edisi 17. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

46 Test koagulasi rutin untuk menilai jalur ekstrinsik adalah tes Protrombin Time (PT). Hal ini dilakukan dengan mengukur waktu yang dibutuhkan untuk membentuk clot dengan adanya menambahkan kalsium dan ekstrak jaringan ke plasma. Nilai PT yang normal menandakan kadar normal dari faktor VII, V, X, II dan fibrinogen. (Heesen, 1997) Partial Thromboplastin Time (PTT) mengacu kepada jalur intrinsik dan tes untuk semua faktor koagulasi kecuali faktor X. Thrombin time (TT) menilai pembentukan trombin dan agregasi fibrin (Heesen, 1997) Gambar 2. Kaskade Koagulasi Dikutip dari : Hartanto H (Ed) Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Edisi 11. Penerbit Buku Kedokteran EGC.Jakarta.

47 II.2.2. Sistem Fibrinolisis Sistem pembentukan dan penghancuran fibrin sangat erat berkaitan. Akitifasi koagulasi juga sekaligus mengaktifkan lisis fibrin. Fibrinolisis, proses fisiologis untuk menghilangkan deposit fibrin yang tidak diinginkan, menandakan pemecahan fibrin dengan enzim secara progresif menjadi fragmen-fragmen yang larut. Fragmenfragmen ini kemudian akan dibuang dari sirkulasi oleh makrofag dari reticuloendothelial system (RES). Aksi sistem fibrinolitik ini melancarkan kembali aliran darah dalam pembuluh yang sebelumnya tersumbat oleh thrombus. Aktifasi sistem fibrinolisis oleh plasminogen activator seperti tissue plasminogen activator (t-pa) menghasilkan konversi plasminogen menjadi plasmin, mengakibatkan disolusi fibrin, dan/atau fibrinogen. Fibrin degradation products (FDP) dibentuk setelah degradasi fibrin dan fibrinogen oleh plasmin. D-dimer adalah fragmen dari crosslinked fibrin yang dihancurkan plasmin dan meningkat konsentrasinya pada saat onset fibrinolisis (Heesen, 1997).

48 II.2.3. Koagulopati Gangguan hemostasis dapat menyertai berbagai macam penyakit, yang disebabkan oleh pelepasan substansi thromboplastik, juga reaksi antigen-antibodi selama transfusi, bisa ular, kelainan pembuluh darah karena infeksi, abnormalitas arteriovenous, aneurisma dan graft vaskular. (Kauffman, 1996) Gangguan hemostasis mengakibatkan aktifasi jalur koagulasi intrinsik dan/atau ekstrinsik dan stimulasi platelet yang begitu besar sehingga tidak dapat diatasi oleh sistem feedback normal. Terdapat trombosis lokal dan disseminated pada microvasculature, juga pada vena-vena kecil dan arteriole, bahkan terkadang juga pada pembuluh darah besar. Dengan adanya oklusi pembuluh darah, dapat terjadi kerusakan iskemik pada organ. Eritrosit yang melalui pembuluh yang mengalami oklusi dapat menderita kerusakan, menghasilkan fragmen sel yang disebut dengan schistocytes, yang dapat menyebabkan microangiopathic hemolytic anemia. Lisis dari trombus pada jaringan yang infark dapat mengakibatkan perdarahan lokal dari pembuluh darah yang rusak. Pendarahan ini dapat diperburuk dengan berkurangnya faktor koagulasi dan platelet, serta dengan adanya FDP yang berfungsi sebagai antikoagulan dan platelet inhibitor. Apabila diadakan pembedahan pada situasi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. klinis cedera kepala akibat trauma adalah Glasgow Coma Scale (GCS), skala klinis yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. klinis cedera kepala akibat trauma adalah Glasgow Coma Scale (GCS), skala klinis yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Cedera Kepala Akibat Trauma Cedera kepala umumnya diklasifikasikan atas satu dari tiga sistem utama, yaitu: keparahan klinis, tipe patoanatomi dan mekanisme fisik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper &

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper & BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala merupakan salah satu kasus penyebab kecacatan dan kematian yang cukup tinggi dalam bidang neurologi dan menjadi masalah kesehatan oleh karena penderitanya

Lebih terperinci

BAB V HEMOSTASIS Definisi Mekanisme hemostasis Sistem koagulasi

BAB V HEMOSTASIS Definisi Mekanisme hemostasis Sistem koagulasi BAB V HEMOSTASIS Definisi Hemostasis adalah mekanisme tubuh untuk menghentikan perdarahan karena trauma dan mencegah perdarahan spontan. Hemostasis juga menjaga darah tetap cair. Mekanisme hemostasis Jika

Lebih terperinci

Mekanisme Pembekuan Darah

Mekanisme Pembekuan Darah Mekanisme Pembekuan Darah Pada pembuluh darah yang rusak, kaskade koagulasi secara cepat diaktifasi untuk menghasilkan trombin dan akhirnya untuk membentuk solid fibrin dari soluble fibrinogen, memperkuat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke secara nyata menjadi penyebab kematian dan kecacatan di seluruh

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke secara nyata menjadi penyebab kematian dan kecacatan di seluruh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Stroke secara nyata menjadi penyebab kematian dan kecacatan di seluruh dunia. Di Amerika Serikat menjadi penyebab kematian peringkat ketiga dan penyebab utama kecacatan

Lebih terperinci

TESIS LAURA OCTAVINA SIAGIAN

TESIS LAURA OCTAVINA SIAGIAN PERBANDINGAN KEJADIAN PNEUMONIA NOSOKOMIAL PADA PASIEN STROKE YANG DIRAWAT DI STROKE CORNER DENGAN YANG DIRAWAT DI BANGSAL RINDU A4 RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN TESIS LAURA OCTAVINA SIAGIAN 087112005 PROGRAM

Lebih terperinci

Urutan mekanisme hemostasis dan koagulasi dapat dijelaskan sebagai berikut:

Urutan mekanisme hemostasis dan koagulasi dapat dijelaskan sebagai berikut: MEKANISME HEMOSTASIS Urutan mekanisme hemostasis dan koagulasi dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Segera setelah pembuluh darah terpotong atau pecah, rangsangan dari pembuluh darah yang rusak itu menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. umur dibawah 45 tahun, perbandingan laki-laki dan wanita adalah 2 : 1. Penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN. umur dibawah 45 tahun, perbandingan laki-laki dan wanita adalah 2 : 1. Penyebab 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Cedera kepala merupakan penyebab kematian tertinggi pada kelompok umur dibawah 45 tahun, perbandingan laki-laki dan wanita adalah 2 : 1. Penyebab paling

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PROFIL LIPID DAN GANGGUAN MEMORI PADA USIA PARUH BAYA TESIS

HUBUNGAN ANTARA PROFIL LIPID DAN GANGGUAN MEMORI PADA USIA PARUH BAYA TESIS HUBUNGAN ANTARA PROFIL LIPID DAN GANGGUAN MEMORI PADA USIA PARUH BAYA TESIS FATMA ADHAYANI 080142001 PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK SPESIALIS ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya dimana kerusakan disebabkan gaya mekanik dari luar sehingga timbul gangguan

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya dimana kerusakan disebabkan gaya mekanik dari luar sehingga timbul gangguan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cedera kepala adalah trauma yang mengenai calvaria dan atau basis crania serta organ didalamnya dimana kerusakan disebabkan gaya mekanik dari luar sehingga timbul

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PSYCHOLOGICAL DISTRESS DENGAN MILD COGNITIVE IMPAIRMENT PADA PASIEN LANJUT USIA DENGAN NYERI PUNGGUNG BAWAH KRONIK

HUBUNGAN ANTARA PSYCHOLOGICAL DISTRESS DENGAN MILD COGNITIVE IMPAIRMENT PADA PASIEN LANJUT USIA DENGAN NYERI PUNGGUNG BAWAH KRONIK HUBUNGAN ANTARA PSYCHOLOGICAL DISTRESS DENGAN MILD COGNITIVE IMPAIRMENT PADA PASIEN LANJUT USIA DENGAN NYERI PUNGGUNG BAWAH KRONIK T E S I S M A G I S T E R OLEH IRINA KEMALA NASUTION NIM : 137041017 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intelektual serta gangguan fungsi fisiologis lainnya. Hal ini disebabkan oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. intelektual serta gangguan fungsi fisiologis lainnya. Hal ini disebabkan oleh karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan teknologi terutama dalam bidang transportasi mengakibatkan meningkatnya jumlah dan jenis kendaraan bermotor dan hal ini berdampak pada meningkatnya kasus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Trauma kepala (cedera kepala) adalah suatu trauma mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang dapat mengakibatkan gangguan fungsi neurologis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Trauma merupakan penyebab kematian utama pada kelompok umur dibawah 45 tahun di negara maju dan di negara berkembang. Kepala juga merupakan bagian yang paling sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. populasi dunia berumur dibawah 45 tahun (Werner & Engelhard, 2007). Penyebab

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. populasi dunia berumur dibawah 45 tahun (Werner & Engelhard, 2007). Penyebab 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala masih menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada populasi dunia berumur dibawah 45 tahun (Werner & Engelhard, 2007). Penyebab terbanyak cedera

Lebih terperinci

BEDA EFEK PARASETAMOL (ASETAMINOFEN) DENGAN ASAM ASETIL SALISILAT PADA SUHU TUBUH DAN PENGARUHNYA TERHADAP OUTCOME PENDERITA STROKE ISKEMIK AKUT

BEDA EFEK PARASETAMOL (ASETAMINOFEN) DENGAN ASAM ASETIL SALISILAT PADA SUHU TUBUH DAN PENGARUHNYA TERHADAP OUTCOME PENDERITA STROKE ISKEMIK AKUT BEDA EFEK PARASETAMOL (ASETAMINOFEN) DENGAN ASAM ASETIL SALISILAT PADA SUHU TUBUH DAN PENGARUHNYA TERHADAP OUTCOME PENDERITA STROKE ISKEMIK AKUT T E S I S CHAIRIL AMIN BATUBARA 097112003 PROGRAM MAGISTER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cedera otak traumatik (traumatic brain injury) masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN. Cedera otak traumatik (traumatic brain injury) masih merupakan masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera otak traumatik (traumatic brain injury) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar. Diperkirakan insidensinya lebih dari 500 per 100.000 populasi

Lebih terperinci

GAMBARAN FAKTOR RISIKO PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK. Oleh : YULI MARLINA

GAMBARAN FAKTOR RISIKO PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK. Oleh : YULI MARLINA GAMBARAN FAKTOR RISIKO PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010 Oleh : YULI MARLINA 080100034 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011 GAMBARAN FAKTOR RISIKO

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL ANAK PENDERITA HEMOFILIA DENGAN ANAK YANG NORMAL

PERBANDINGAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL ANAK PENDERITA HEMOFILIA DENGAN ANAK YANG NORMAL TESIS PERBANDINGAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL ANAK PENDERITA HEMOFILIA DENGAN ANAK YANG NORMAL ANDY SANCE KOSMAN PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya usia harapan hidup menyebabkan ditemukannya berbagai penyakit pada usia lanjut yang semakin meningkat seperti penyakit degeneratif dan sistemik. Penyakit

Lebih terperinci

PERANAN POST TRAUMATIC AMNESIA (PTA) DAN PARAMETER LABORATORIUM SEBAGAI PREDIKTOR TERHADAP OUTCOME PADA PENDERITA TRAUMA KAPITIS AKUT RINGAN-SEDANG

PERANAN POST TRAUMATIC AMNESIA (PTA) DAN PARAMETER LABORATORIUM SEBAGAI PREDIKTOR TERHADAP OUTCOME PADA PENDERITA TRAUMA KAPITIS AKUT RINGAN-SEDANG PERANAN POST TRAUMATIC AMNESIA (PTA) DAN PARAMETER LABORATORIUM SEBAGAI PREDIKTOR TERHADAP OUTCOME PADA PENDERITA TRAUMA KAPITIS AKUT RINGAN-SEDANG T E S I S Oleh Silvana Asrini Nomor Register CHS : 15432

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. usia masa puncak produktif dan menempati urutan kedua penyebab kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. usia masa puncak produktif dan menempati urutan kedua penyebab kematian 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan salah satu sumber penyebab gangguan otak pada usia masa puncak produktif dan menempati urutan kedua penyebab kematian sesudah penyakit jantung pada

Lebih terperinci

TRAUMA KEPALA. Doni Aprialdi C Lusi Sandra H C Cynthia Dyliza C

TRAUMA KEPALA. Doni Aprialdi C Lusi Sandra H C Cynthia Dyliza C TRAUMA KEPALA Doni Aprialdi C11050165 Lusi Sandra H C11050171 Cynthia Dyliza C11050173 PENDAHULUAN Insidensi trauma kepala di USA sekitar 180-220 kasus/100.000 populasi (600.000/tahunnya) 10 % dari kasus-kasus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pembentukan bekuan darah adalah proses fisiologis yang lambat tapi normal terjadi sebagai akibat dari aktivasi jalur pembekuan darah. Respon alamiah yang timbul untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan kognitif pada beberapa manusia menurun sesuai pertambahan

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan kognitif pada beberapa manusia menurun sesuai pertambahan BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Kemampuan kognitif pada beberapa manusia menurun sesuai pertambahan umur. Hal ini menjadi perdebatan karena pada level individu, dapat menurunkan kualitas hidup dan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Stroke merupakan suatu gangguan fungsional otak yang ditandai dengan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Stroke merupakan suatu gangguan fungsional otak yang ditandai dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Stroke merupakan suatu gangguan fungsional otak yang ditandai dengan perubahan tanda klinis secara cepat baik fokal maupun global yang mengganggu fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk pengambilan keputusan klinis, alokasi sumber daya dan

BAB I PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk pengambilan keputusan klinis, alokasi sumber daya dan A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Traumatic Brain Injury (TBI) merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas di kalangan anak muda di seluruh dunia, prediksi hasil saat masuk RS sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aktivasi koagulasi dan fibrinolitik merupakan bagian dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. Aktivasi koagulasi dan fibrinolitik merupakan bagian dari sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivasi koagulasi dan fibrinolitik merupakan bagian dari sistem hemostasis dalam upaya menjaga homeostasis tubuh terhadap terjadinya perdarahan atau trombosis. 1 Trombosis

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian... 39

BAB III. METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian... 39 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN...ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii MOTTO... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL...x DAFTAR LAMPIRAN... xi KATA PENGANTAR... xii PERNYATAAN...xiii

Lebih terperinci

PERANAN DAN KETEPATAN FUNC SCORE SEBAGAI PREDIKTOR OUTCOME FUNGSIONAL PADA PENDERITA STROKE PERDARAHAN INTRASEREBRAL T E S I S

PERANAN DAN KETEPATAN FUNC SCORE SEBAGAI PREDIKTOR OUTCOME FUNGSIONAL PADA PENDERITA STROKE PERDARAHAN INTRASEREBRAL T E S I S PERANAN DAN KETEPATAN FUNC SCORE SEBAGAI PREDIKTOR OUTCOME FUNGSIONAL PADA PENDERITA STROKE PERDARAHAN INTRASEREBRAL T E S I S Oleh : Ramli P.Nainggolan Nomor Register CHS : 16315 DEPARTEMEN NEUROLOGI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. traumatik merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan pada anak-anak dan

BAB 1 PENDAHULUAN. traumatik merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan pada anak-anak dan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala traumatik merupakan masalah utama kesehatan dan sosial ekonomi di seluruh dunia (Ghajar, 2000; Cole, 2004). Secara global cedera kepala traumatik merupakan

Lebih terperinci

RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN

RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Pertemuan : Minggu ke 11 Waktu : 50 menit Pokok bahasan : 1. Hemostasis (Lanjutan) Subpokok bahsan : a. Evaluasi hemostasis di laboratorium. b. Interpretasi hasil

Lebih terperinci

ABSTRAK. PERBANDINGAN KADAR PROTHROMBIN TIME (PT) DAN ACTIVATED PARTIAL THROMBOPLASTIN TIME (aptt) ANTARA PASIEN HIPERTENSI DAN NOMOTENSI

ABSTRAK. PERBANDINGAN KADAR PROTHROMBIN TIME (PT) DAN ACTIVATED PARTIAL THROMBOPLASTIN TIME (aptt) ANTARA PASIEN HIPERTENSI DAN NOMOTENSI ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR PROTHROMBIN TIME (PT) DAN ACTIVATED PARTIAL THROMBOPLASTIN TIME (aptt) ANTARA PASIEN HIPERTENSI DAN NOMOTENSI Shendy Rozalina, 2016 Pembimbing 1: dr. Adrian Suhendra, Sp.PK.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) sudah merupakan salah satu ancaman. utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21.

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) sudah merupakan salah satu ancaman. utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Diabetes Melitus (DM) sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21. WHO membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekrutan dan aktivasi trombosit serta pembentukan trombin dan fibrin 1. Proses

BAB I PENDAHULUAN. perekrutan dan aktivasi trombosit serta pembentukan trombin dan fibrin 1. Proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hemostasis adalah proses yang mempertahankan integritas sistem peredaran darah setelah terjadi kerusakan vaskular. Dalam keadaan normal, dinding pembuluh darah yang

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 70 BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 41 penderita stroke iskemik. Subyek penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 (48,8%). Rerata (SD) umur penderita stroke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setiap tahunnya dan orang membutuhkan rawat inap untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setiap tahunnya dan orang membutuhkan rawat inap untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala mengenai hampir 1,5 juta orang di Amerika Serikat setiap tahunnya dan 240.000 orang membutuhkan rawat inap untuk pengobatan trauma mereka (Frey et al.,

Lebih terperinci

PERANAN MIKROALBUMINURIA DAN SERUM KALSIUM SEBAGAI PROGNOSTIK STROKE ISKEMIK T E S I S. Oleh OKI LESTARI IRSAN. Nomor Register CHS : 16314

PERANAN MIKROALBUMINURIA DAN SERUM KALSIUM SEBAGAI PROGNOSTIK STROKE ISKEMIK T E S I S. Oleh OKI LESTARI IRSAN. Nomor Register CHS : 16314 PERANAN MIKROALBUMINURIA DAN SERUM KALSIUM SEBAGAI PROGNOSTIK STROKE ISKEMIK T E S I S Oleh OKI LESTARI IRSAN Nomor Register CHS : 16314 DEPARTEMEN NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN USU / RSUP.H. ADAM MALIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke didefinisikan sebagai defisit neurologis yang terjadi tiba-tiba

BAB I PENDAHULUAN. Stroke didefinisikan sebagai defisit neurologis yang terjadi tiba-tiba BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Stroke didefinisikan sebagai defisit neurologis yang terjadi tiba-tiba disebabkan oleh adanya gangguan perfusi ke otak. Manifestasi klinis dari stroke merupakan konsekuensi

Lebih terperinci

HUBUNGAN NILAI GLOMERULAR FILTRATION RATE DENGAN GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PADA PASIEN DIABETES MELITUS TESIS

HUBUNGAN NILAI GLOMERULAR FILTRATION RATE DENGAN GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PADA PASIEN DIABETES MELITUS TESIS HUBUNGAN NILAI GLOMERULAR FILTRATION RATE DENGAN GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PADA PASIEN DIABETES MELITUS TESIS FERYARY DIPLOMA SEMBIRING 087112008 PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK SPESIALIS ILMU PENYAKIT

Lebih terperinci

Pendahuluan. Cedera kepala penyebab utama morbiditas dan mortalitas Adanya berbagai program pencegahan

Pendahuluan. Cedera kepala penyebab utama morbiditas dan mortalitas Adanya berbagai program pencegahan HEAD INJURY Pendahuluan Cedera kepala penyebab utama morbiditas dan mortalitas Adanya berbagai program pencegahan peralatan keselamatan sabuk pengaman, airbag, penggunaan helm batas kadar alkohol dalam

Lebih terperinci

DIAGNOSTIK C-REACTIVE PROTEIN (CRP) PADA PASIEN DENGAN APENDISITIS AKUT SKOR ALVARADO 5-6

DIAGNOSTIK C-REACTIVE PROTEIN (CRP) PADA PASIEN DENGAN APENDISITIS AKUT SKOR ALVARADO 5-6 TESIS VALIDITAS DIAGNOSTIK C-REACTIVE PROTEIN (CRP) PADA PASIEN DENGAN APENDISITIS AKUT SKOR ALVARADO 5-6 JIMMY NIM 0914028203 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

FAKTOR RISIKO TERJADINYA EPILEPSI PADA ANAK PALSI SEREBRAL TESIS

FAKTOR RISIKO TERJADINYA EPILEPSI PADA ANAK PALSI SEREBRAL TESIS FAKTOR RISIKO TERJADINYA EPILEPSI PADA ANAK PALSI SEREBRAL TESIS MEGA OKTARIENA SYAFENDRA 107103038/IKA PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL ANAK PENDERITA HEMOFILIA DENGAN ANAK YANG NORMAL

PERBANDINGAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL ANAK PENDERITA HEMOFILIA DENGAN ANAK YANG NORMAL TESIS PERBANDINGAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL ANAK PENDERITA HEMOFILIA DENGAN ANAK YANG NORMAL ANDY SANCE KOSMAN PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah terdiri atas 2 komponen utama yaitu plasma darah dan sel-sel darah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah terdiri atas 2 komponen utama yaitu plasma darah dan sel-sel darah. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Darah Darah merupakan komponen esensial makhluk hidup, mulai dari binatang hingga manusia. Dalam keadaan fisiologik, darah selalu berada dalam pembuluh darah sehingga

Lebih terperinci

Lampiran 1. Medan, 2013 Yang membuat pernyataan persetujuan. penjelasan. dr... Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Medan, 2013 Yang membuat pernyataan persetujuan. penjelasan. dr... Universitas Sumatera Utara Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama :.. Umur : tahun L / P Alamat :.... Hubungan dengan pasien : Bapak/Ibu/anak/hubungan kerabat lainnya Dengan ini menyatakan

Lebih terperinci

TUGAS PENGAYAAN KEPANITRAAN KLINIK MADYA LABORATORIUM NEUROLOGI AMNESIA PASCA TRAUMA

TUGAS PENGAYAAN KEPANITRAAN KLINIK MADYA LABORATORIUM NEUROLOGI AMNESIA PASCA TRAUMA TUGAS PENGAYAAN KEPANITRAAN KLINIK MADYA LABORATORIUM NEUROLOGI AMNESIA PASCA TRAUMA Nindy OLEH : Maria Natalia Putri 115070107111078 Pembimbing : dr. Sri Budhi Rianawati, Sp.S PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGGUNAAN NASOGASTRIC TUBE DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA STROKE AKUT DENGAN DISFAGIA T E S I S

HUBUNGAN PENGGUNAAN NASOGASTRIC TUBE DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA STROKE AKUT DENGAN DISFAGIA T E S I S HUBUNGAN PENGGUNAAN NASOGASTRIC TUBE DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA STROKE AKUT DENGAN DISFAGIA T E S I S Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinis Neurologi Pada Program Studi Magister Kedokteran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekitar 5%-10% dari seluruh kunjungan di Instalasi Rawat Darurat bagian pediatri merupakan kasus nyeri akut abdomen, sepertiga kasus yang dicurigai apendisitis didiagnosis

Lebih terperinci

HUBUNGAN OBESITAS DAN KEBIASAAN MEROKOK TERHADAP KEJADIAN STROKE ISKEMIK DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN. Oleh : AYU YUSRIANI NASUTION

HUBUNGAN OBESITAS DAN KEBIASAAN MEROKOK TERHADAP KEJADIAN STROKE ISKEMIK DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN. Oleh : AYU YUSRIANI NASUTION HUBUNGAN OBESITAS DAN KEBIASAAN MEROKOK TERHADAP KEJADIAN STROKE ISKEMIK DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN Oleh : AYU YUSRIANI NASUTION 120100013 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015 HUBUNGAN

Lebih terperinci

PERANAN KADAR SERUM TROPONIN T DAN MAGNESIUM SEBAGAI FAKTOR PROGNOSTIK PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK TESIS ARI GUSNITA

PERANAN KADAR SERUM TROPONIN T DAN MAGNESIUM SEBAGAI FAKTOR PROGNOSTIK PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK TESIS ARI GUSNITA PERANAN KADAR SERUM TROPONIN T DAN MAGNESIUM SEBAGAI FAKTOR PROGNOSTIK PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK TESIS ARI GUSNITA 097112001 PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK SPESIALIS ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke memiliki serangan akut yang dapat dengan cepat menyebabkan kematian. Penderita stroke mengalami defisit neurologis fokal mendadak dan terjadi melebihi dari 24

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA STATUS GLASSGOW COMA SCALE DENGAN ANGKA LEUKOSIT PADA PASIEN TRAUMA KEPALA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD Dr MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA STATUS GLASSGOW COMA SCALE DENGAN ANGKA LEUKOSIT PADA PASIEN TRAUMA KEPALA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD Dr MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA STATUS GLASSGOW COMA SCALE DENGAN ANGKA LEUKOSIT PADA PASIEN TRAUMA KEPALA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD Dr MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Oleh: ADE SOFIYAN J500050044 Kepada : FAKULTAS

Lebih terperinci

Jon Hadi 1, Syaiful Saanin 2, Erkadius 3 Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Andalas / RS M.Djamil Padang

Jon Hadi 1, Syaiful Saanin 2, Erkadius 3 Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Andalas / RS M.Djamil Padang PENGARUH KOAGULOPATI TERHADAP GLASGOW OUTCOME SCALE PENDERITA CEDERA KEPALA BERAT YANG TIDAK MEMPUNYAI INDIKASI OPERASI Jon Hadi 1, Syaiful Saanin 2, Erkadius 3 Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI.... iv ABSTRAK v ABSTRACT. vi RINGKASAN.. vii SUMMARY. ix

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG A. DEFINISI CKR (Cedera Kepala Ringan) merupakan cedera yang dapat mengakibatkan kerusakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum stroke merupakan penyebab kematian yang ketiga

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum stroke merupakan penyebab kematian yang ketiga BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Secara umum stroke merupakan penyebab kematian yang ketiga terbanyak di Amerika Serikat setelah penyakit jantung dan kanker, demikian juga diberbagai negara di dunia

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI KELURAHAN DARAT TESIS

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI KELURAHAN DARAT TESIS HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI KELURAHAN DARAT TESIS MAULINA SRI RIZKY 087112006 PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK SPESIALIS ILMU PENYAKIT SARAF

Lebih terperinci

HEMOSTASIS SISTEM PEMBEKUAN DARAH

HEMOSTASIS SISTEM PEMBEKUAN DARAH HEMOSTASIS SISTEM PEMBEKUAN DARAH D I S U S U N OLEH : KELOMPOK 1 ABDIANSYAH AGUSTY AYU VIRGITA ALAPTIA SURLA ANIS REFIANA APRETA HUSNUL HOTIMA AYU DWI HARYATI BILLY BETHA NAGARA BRENDA FELLICIA SUNDANA

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Pengambilan data primer dari pasien cedera kepala tertutup derajat sedang berat

BAB 3 METODE PENELITIAN. Pengambilan data primer dari pasien cedera kepala tertutup derajat sedang berat 46 BAB 3 METODE PENELITIAN 3. 1 Desain penelitian Penelitian ini merupakan study prognostik dengan desain kohort. Pengambilan data primer dari pasien cedera kepala tertutup derajat sedang berat yang dirawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sepsis dan syok sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sepsis dan syok sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepsis dan syok sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di intensive care unit (ICU), mengakibatkan kematian lebih dari 30% pada 28 hari pertama

Lebih terperinci

USULAN PENELITIAN HUBUNGAN FAKTOR RISIKO DAN OUTCOME PASIEN EPIDURAL HEMATOMA PASCA TREPANASI EVAKUASI HEMATOMA DI RSUP SANGLAH DENPASAR

USULAN PENELITIAN HUBUNGAN FAKTOR RISIKO DAN OUTCOME PASIEN EPIDURAL HEMATOMA PASCA TREPANASI EVAKUASI HEMATOMA DI RSUP SANGLAH DENPASAR USULAN PENELITIAN HUBUNGAN FAKTOR RISIKO DAN OUTCOME PASIEN EPIDURAL HEMATOMA PASCA TREPANASI EVAKUASI HEMATOMA DI RSUP SANGLAH DENPASAR HING THEDDY NIM : 1114028204 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai dimana stroke merupakan penyebab kematian ketiga yang paling

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai dimana stroke merupakan penyebab kematian ketiga yang paling BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Stroke merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling serius dijumpai dimana stroke merupakan penyebab kematian ketiga yang paling sering dijumpai setelah penyakit

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Stroke merupakan penyakit dengan defisit neurologis permanen akibat perfusi yang tidak adekuat pada area tertentu di otak atau batang otak. Stroke dibagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga dihadapi oleh berbagai negara berkembang di dunia. Stroke adalah penyebab

BAB I PENDAHULUAN. juga dihadapi oleh berbagai negara berkembang di dunia. Stroke adalah penyebab BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Stroke merupakan masalah kesehatan yang tidak hanya di hadapi negara maju, tapi juga dihadapi oleh berbagai negara berkembang di dunia. Stroke adalah penyebab kematian

Lebih terperinci

LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN. Saya dr. Azwita Effrina Hasibuan, saat ini sedang menjalani Program

LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN. Saya dr. Azwita Effrina Hasibuan, saat ini sedang menjalani Program LAMPIRAN 1 LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN Selamat pagi Bapak/Ibu Yth, Saya dr. Azwita Effrina Hasibuan, saat ini sedang menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis Saraf di FK USU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbesar menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia (Misbach, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. terbesar menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia (Misbach, 2011). BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Stroke adalah salah satu sindrom neurologi yang merupakan ancaman terbesar menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia (Misbach, 2011). Stroke merupakan penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah. 1

BAB I PENDAHULUAN. tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Intensive Care Unit (ICU). Tingginya biaya perawatan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang cepat (dalam detik atau menit).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal melalui

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN MAGISTER PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU BEDAH

HASIL PENELITIAN MAGISTER PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU BEDAH HASIL PENELITIAN MAGISTER PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU BEDAH KAITAN GLASGOW COMA SCORE AWAL DAN JARAK WAKTU SETELAH CEDERA KEPALA SAMPAI DILAKUKAN OPERASI PADA PASIEN PERDARAHAN SUBDURAL AKUT

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak negara tropis dan subtropis. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak negara tropis dan subtropis. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan utama di banyak negara tropis dan subtropis. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus,

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN MAGISTER PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU BEDAH

HASIL PENELITIAN MAGISTER PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU BEDAH HASIL PENELITIAN MAGISTER PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU BEDAH KAITAN GLASGOW COMA SCORE AWAL DAN JARAK WAKTU SETELAH CEDERA KEPALA SAMPAI DILAKUKAN OPERASI PADA PASIEN PERDARAHAN SUBDURAL AKUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fibrinogen merupakan suatu glikoprotein terlarut, yang dapat. ditemukan di dalam plasma, dengan berat molekul 340 kda.

BAB I PENDAHULUAN. Fibrinogen merupakan suatu glikoprotein terlarut, yang dapat. ditemukan di dalam plasma, dengan berat molekul 340 kda. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fibrinogen merupakan suatu glikoprotein terlarut, yang dapat ditemukan di dalam plasma, dengan berat molekul 340 kda. Sebagai faktor pembekuan, fibrinogen merupakan

Lebih terperinci

Gambaran Penggunaan Uji Serologis Ig M dan Ig G Serta Antigen NS1 Untuk Diagnosis Pasien Demam Berdarah Dengue di RSUP Haji Adam Malik Tahun 2012

Gambaran Penggunaan Uji Serologis Ig M dan Ig G Serta Antigen NS1 Untuk Diagnosis Pasien Demam Berdarah Dengue di RSUP Haji Adam Malik Tahun 2012 Gambaran Penggunaan Uji Serologis Ig M dan Ig G Serta Antigen NS1 Untuk Diagnosis Pasien Demam Berdarah Dengue di RSUP Haji Adam Malik Tahun 2012 Oleh: CARLOS JONATHAN 100100116 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

HUBUNGAN DIABETES MELITUS DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN Oleh : ANNISA DWI ANDRIANI

HUBUNGAN DIABETES MELITUS DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN Oleh : ANNISA DWI ANDRIANI HUBUNGAN DIABETES MELITUS DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2012 Oleh : ANNISA DWI ANDRIANI 090100056 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012 HUBUNGAN DIABETES

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke adalah sindroma neurologis yang terjadi. tiba-tiba karena cerebrovascular disease (CVD).

BAB I PENDAHULUAN. Stroke adalah sindroma neurologis yang terjadi. tiba-tiba karena cerebrovascular disease (CVD). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke adalah sindroma neurologis yang terjadi tiba-tiba karena cerebrovascular disease (CVD). Cerebrovascular disease menunjukan kelainan otak yang dihasilkan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Stroke masih menjadi perhatian dunia karena angka kematiannya yang tinggi dan kecacatan fisik yang ditimbulkannya. Berdasarkan data WHO, Stroke menjadi pembunuh nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. dari sistem saraf pusat (SSP) oleh penyebab vaskular, termasuk infark

BAB I PENDAHULUAN UKDW. dari sistem saraf pusat (SSP) oleh penyebab vaskular, termasuk infark BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke adalah defisit neurologis yang disebabkan oleh cedera akut dari sistem saraf pusat (SSP) oleh penyebab vaskular, termasuk infark serebral, perdarahan intraserebral

Lebih terperinci

BAB 3 METODA PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Penyakit Syaraf. RSUP Dr. Kariadi Semarang pada periode Desember 2006 Juli 2007

BAB 3 METODA PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Penyakit Syaraf. RSUP Dr. Kariadi Semarang pada periode Desember 2006 Juli 2007 50 BAB 3 METODA PENELITIAN 3.1. Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Penyakit Syaraf 3.2. Tempat dan waktu penelitian Penelitian akan dilakukan di Bangsal Rawat Inap UPF Penyakit

Lebih terperinci

HUBUNGAN SKORE COGNITIVE TEST FOR DELIRIUM (CTD) DENGAN LAMANYA MASA RAWAT INAP PENDERITA TRAUMA KAPITIS SEDANG-BERAT DI RUMAH SAKIT T E S I S.

HUBUNGAN SKORE COGNITIVE TEST FOR DELIRIUM (CTD) DENGAN LAMANYA MASA RAWAT INAP PENDERITA TRAUMA KAPITIS SEDANG-BERAT DI RUMAH SAKIT T E S I S. HUBUNGAN SKORE COGNITIVE TEST FOR DELIRIUM (CTD) DENGAN LAMANYA MASA RAWAT INAP PENDERITA TRAUMA KAPITIS SEDANG-BERAT DI RUMAH SAKIT T E S I S Oleh Kiki Mohammad Iqbal Nomor Register CHS : 14567 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sirosis adalah suatu keadaan patologik yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi. Insidensi stroke hampir mencapai 17 juta kasus per tahun di seluruh dunia. 1 Di

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi. Insidensi stroke hampir mencapai 17 juta kasus per tahun di seluruh dunia. 1 Di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke masih menjadi pusat perhatian dalam bidang kesehatan dan kedokteran oleh karena kejadian stroke yang semakin meningkat dengan berbagai penyebab yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan penyebab kematian terbesar kedua. setelah penyakit jantung, menyumbang 11,13% dari total

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan penyebab kematian terbesar kedua. setelah penyakit jantung, menyumbang 11,13% dari total BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Stroke merupakan penyebab kematian terbesar kedua setelah penyakit jantung, menyumbang 11,13% dari total kematian di dunia. Pada tahun 2010, prevalensi stroke secara

Lebih terperinci

Pangkat/Gol/NIP : Penata / III-C/ Jabatan Fungsional : PPDS Ilmu Bedah. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

Pangkat/Gol/NIP : Penata / III-C/ Jabatan Fungsional : PPDS Ilmu Bedah. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 Susunan Peneliti Peneliti Nama Lengkap : dr. Eka Prasetia Wijaya Pangkat/Gol/NIP : Penata / III-C/ 19821229 200604 1 004 Jabatan Fungsional : PPDS Ilmu Bedah Fakultas : Kedokteran Perguruan

Lebih terperinci

BAB I adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (WHO, 1988). bergantung sepenuhnya kepada orang lain (WHO, 2002).

BAB I adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (WHO, 1988). bergantung sepenuhnya kepada orang lain (WHO, 2002). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu penyakit serebrovaskuler yang paling sering terjadi sekarang ini adalah stroke. Stroke dapat didefinisikan sebagai tanda-tanda klinis yang berkembang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan tindakan pembedahan. Keterlambatan dalam penanganan kasus apendisitis akut sering

Lebih terperinci

TESIS AKHIR OLEH: CHAIRIL AMIN BATUBARA Nomor Register CHS : 19549

TESIS AKHIR OLEH: CHAIRIL AMIN BATUBARA Nomor Register CHS : 19549 Selasa, 20 Mei 2014 TESIS AKHIR PERBEDAAN EFEKTIFITAS ANTASIDA, RANITIDIN DAN OMEPRAZOL DALAM PENCEGAHAN PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS DAN PENGARUHNYA TERHADAP TERJADINYA PNEUMONIA SERTA OUTCOME

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN X O-1

BAB III METODOLOGI PENELITIAN X O-1 27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan posttest only control group design. 23 R : X O-1 ( ) O-2 Dalam rancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan masalah Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di Amerika Serikat dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menduduki urutan ke 10 dari urutan prevalensi penyakit. Inflamasi yang terjadi pada sistem saraf pusat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menduduki urutan ke 10 dari urutan prevalensi penyakit. Inflamasi yang terjadi pada sistem saraf pusat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia, infeksi susunan saraf pusat menduduki urutan ke 10 dari urutan prevalensi penyakit (Saharso dan Hidayati, 2000). Inflamasi yang terjadi pada sistem

Lebih terperinci

RINGKASAN. Penyakit hati kronis merupakan masalah kesehatan masyarakat, tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk

RINGKASAN. Penyakit hati kronis merupakan masalah kesehatan masyarakat, tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk RINGKASAN Penyakit hati kronis merupakan masalah kesehatan masyarakat, tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk waktu yang sangat lama, dan baru terdeteksi ketika fibrosis telah

Lebih terperinci

TESIS OLEH RITA MAGDA HELENA SIBARANI NIM

TESIS OLEH RITA MAGDA HELENA SIBARANI NIM TESIS PERBANDINGAN AKURASI DIAGNOSTIK ANTARA COGNITIVE PERFORMANCE SCALE DAN MINI MENTAL STATE EXAMINATION TERHADAP GENERAL PRACTIONER ASSESSMENT OF COGNITION UNTUK MENILAI FUNGSI KOGNITIF PADA USIA LANJUT

Lebih terperinci

KORELASI HBA1C DENGAN PROFIL LIPID PADA PENDERITA DM TIPE 2 DI RSUP H. ADAM MALIK PADA TAHUN Oleh: PAHYOKI WARDANA

KORELASI HBA1C DENGAN PROFIL LIPID PADA PENDERITA DM TIPE 2 DI RSUP H. ADAM MALIK PADA TAHUN Oleh: PAHYOKI WARDANA KORELASI HBA1C DENGAN PROFIL LIPID PADA PENDERITA DM TIPE 2 DI RSUP H. ADAM MALIK PADA TAHUN 2014 Oleh: PAHYOKI WARDANA 120100102 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015 KORELASI HBA1C

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. dan stroke iskemik sebagai kasus utamanya (Fenny et al., 2014). Penderita penyakit

BAB I PENDAHULUAN UKDW. dan stroke iskemik sebagai kasus utamanya (Fenny et al., 2014). Penderita penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pembunuh kedua dari daftar penyebab kematian di dunia setelah penyakit jantung iskemik adalah stroke. Stroke telah bertanggung jawab atas kematian 6.7 juta manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak (Brown CV, Weng J,

BAB I PENDAHULUAN. maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak (Brown CV, Weng J, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kraniotomy adalah operasi untuk membuka tengkorak (tempurung kepala) dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak (Brown CV, Weng J, 2005). Pembedahan

Lebih terperinci

PROFIL KADAR GULA DARAH SEWAKTU DAN HEMATOKRIT DAN HASIL AKHIR KLINIS PENDERITA KONTUSIO SEREBRI PADA TAHUN 2012 DI IGD RSUP. H.

PROFIL KADAR GULA DARAH SEWAKTU DAN HEMATOKRIT DAN HASIL AKHIR KLINIS PENDERITA KONTUSIO SEREBRI PADA TAHUN 2012 DI IGD RSUP. H. PROFIL KADAR GULA DARAH SEWAKTU DAN HEMATOKRIT DAN HASIL AKHIR KLINIS PENDERITA KONTUSIO SEREBRI PADA TAHUN 2012 DI IGD RSUP. H. ADAM MALIK, MEDAN Oleh: KOMANA 100100296 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Depresi Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang mempunyai gejala utama afek depresi, kehilangan minat dan kegembiraan, dan kekurangan energi yang menuju meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian pada kasus-kasus kecelakaan lalu lintas. Di Inggris misalnya, setiap tahun sekitar 100.000 kunjungan pasien

Lebih terperinci