Abstract. Abstract. Tectona grandis, mating system, microsattelite. Tectona grandis, sistem perkawinan, mikrosatelit

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Abstract. Abstract. Tectona grandis, mating system, microsattelite. Tectona grandis, sistem perkawinan, mikrosatelit"

Transkripsi

1 7. ANALISIS SITEM PERKAWINAN TANAMAN JATI SULAWESI TENGGARA MENGGUNAKAN MARKA MIKROSATELIT 1 (Mating system analysis of teak from Southeast Sulawesi by using microsatellite markers) Abstract In this work, investigated the mating system of three populations of teak from Southeast Sulawesi which indicated human disturbance level, using genetic data from 10 microsatellite loci. Progeny half-sib was carried out from 13 to 19 potential female parents. The mating system parameters were estimated using the mixed mating model, implemented by the software MLTR. The singlelocus outcrossing rate (t s ) varied among loci and populations, but multilocus outcrossing rates (t m ) were equal to one for Sampolawa and Warangga populations and so it is with biparental inbreeding (t m -t s ) was different from zero for Sampolawa and Warangga populations. Biparental inbreeding occured for Dolok population and parental inbreeding for Sampolawa population. Keywords: Tectona grandis, mating system, microsattelite Abstract Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari sistem perkawinan pada tiga populasi jati asal Sulawesi Tenggara yang mempunyai level kerusakan akibat adanya aktivitas manusia, menggunakan data genetik 10 lokus mikrosatelit. Progeni half-sib diperoleh dari 13 sampai 19 tanaman dari setiap populasi sebagai pohon induk benih (potensial female parents). Parameter sistem perkawinan diduga di bawah model perkawinan percampuran, menggunakan software MLTR. Derajat penyerbukan silang lokus tunggal (t s ) bervariasi di antara lokus dan populasi, tetapi derajat penyerbukan silang multilokus (t m ) secara statistik sama dengan satu untuk populasi Sampolawa dan Warangga demikian pula dengan koefisien biparental inbreeding (t m -t s ) sama dengan nol untuk populasi Sampolawa dan Warangga. Terjadi biparental inbreeding pada populasi Dolok dan parental inbreeding (f) pada Sampolawa. Hal ini menunjukan bahwa walaupun derajat penyerbukan silang besar namun pada lokasi Dolok dan Sampolawa terjadi proses silang dalam. Kata kunci: Tectona grandis, sistem perkawinan, mikrosatelit 1 Bagian disertasi ini telah dipublikasikan di Jurnal Ilmiah Kehutanan RIMBA Kalimantan edisi pertama volume 11 bulan Juli 2007 dengan judul yang sama

2 67 Pendahuluan Sistem perkawinan (mating system) pada suatu tanaman merupakan faktor yang sangat berperan penting dalam menentukan variasi serta distribusi genetik di dalam dan antar populasi suatu spesies tanaman (Hamrick et al., 1979; Boshier, 2000). Sistem perkawinan dipengaruhi oleh (1) ukuran dan kerapatan populasi, (2) tingkah laku polinator, (3) pola fenologi bunga dan waktu pembungaan, (4) struktur genetik dari populasi, dan (4) adanya sistem self-incompatibility pada tanaman (Ribeiro dan Lovato, 2004). Struktur genotipe dari satu populasi terutama ditentukan oleh sistem perkawinan, dengan demikian analisis untuk menduga parameter-parameter sistem perkawinan dari suatu analisis struktur genotipe perlu dilakukan seperti pendugaan derajat penyerbukan sendiri (selfing rate) dan lawannya derajat penyerbukan silang (outcrossing rate) serta besarnya silang dalam (inbreeding). Parameter-parameter tersebut sangat penting untuk diketahui terutama dalam menyusun program pemuliaan serta konservasi yang akan dilakukan. Struktur genotipik keturunan yang berasal dari penyerbukan sendiri hanya mempunyai alel-alel dari pohon induknya, pada seluruh lokus gen, meskipun genotipe sebuah keturunan berbeda dari pohon induknya, dalam hal ini pohon induknya heterozigot. Keturunan hasil penyerbukan silang membawa alel-alel yang ada pada populasi. Jati memiliki bunga hermaprodit dimana penyerbukannya dibantu oleh serangga. Jati merupakan jenis yang melakukan penyerbukan silang dengan tingkat self incompatibility yang tinggi %, juga indikasi adanya self inviability seperti yang terjadi pada jenis lain dari famili Verbenaceae, yaitu Gmelina arborea yang diduga karena tingginya tingkat selfing (Bolstad dan Bawa, 1982). Konsekuensi genetik yang terjadi adalah terbentuknya buah inbred yang memiliki daya kecambah rendah. Pada pohon yang melakukan penyerbukan silang, buah inbreed juga terbentuk karena aktivitas polinator yang hanya berkeliaran pada satu pohon saja (Hedegart, 1973).

3 68 Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari sistem perkawinan pada populasi tanaman jati dengan berbagai level kerusakan populasi akibat aktivitas manusia menggunakan data genetik dari 10 lokus mikrosatelit. Bahan dan Metode Material Tanaman dan Isolasi DNA Material tanaman diperoleh dari tiga populasi jati yang memiliki level kerusakan akibat adanya aktivitas manusia. yaitu dua populasi dari Kabupaten Muna (Dolok dan Warangga) dan satu populasi dari Kabupaten Buton (Sampolawa). Untuk masing-masing lokasi dipanen buah jati secara terpisah (progeni famili half-sib) yang berasal dari potensial induk benih (potential female parent) yang kemudian dikecambahkan (Lampiran 7) untuk diisolasi DNAnya. Tabel 7.1. Progeni famili half-sib jati dari pohon induk benih yang dikoleksi pada tiga lokasi yang memiliki level kerusakan akibat aktivitas manusia dianalisis menggunakan 10 penanda mikrosatelit Asal Populasi Kode Jumlah Tanaman Dolok, Muna pohon induk benih MT 17 total progeni FT 62 Warangga, Muna poohon induk benih MW 13 total progeni FW 132 Sampolawa, Buton poohon induk benih MS 19 total progeni FS 119 Total 49 famili 362 tanaman DNA total diisolasi menggunakan prosedur CTAB yang telah dikembangkan dari project ICA , diisolasi dari daun kecambah serta daun muda dari pohon induk benih yang dikoleksi (Tabel 7.1). Analisis Penanda Mikrosatelit Reaksi amplifikasi dengan mesin PCR menggunakan ng genom DNA dalam 25 µl volume yang menggandung 50 mm KCl, 20 mm Tris-HCl ph 8.8; 1.5 mm MgCl 2 ; 10 mm dntps; 0.2 µl primer (forward dan reverse) dan 1 U dari Tag polymerase.

4 69 Protokol dari PCR terdiri atas suatu periode denaturasi awal pada 96 o C selama 5 menit, diikuti oleh 30 siklus yang pada 94 o C untuk 40 detik, 52 o C selama 1 menit, 72 o C selama 1 menit, dan step selanjutnya untuk ekstension akhir pada 72 o C selama 7 menit. Fragmen hasil amplifikasi kemudian dipisahkan dalam 6% gel akrilamide yang di running dengan 1X TBE pada 2200 volt selama 2 jam dan distaining dengan silver nitrat. Analisis Data Parameter sistem perkawinan diduga dari adanya variasi genetik dari turunannya (progeny arrays) dari suatu tetua baik itu genotipe maternalnya diketahui atau tidak diketahui dapat digunakan untuk menghitung proporsi silang dalam (inbreeding) dan penyerbukan silang (outcrossing). (Ritland, 1996, Ritland, 2002; Ritland and Jain, 1981). Derajat penyerbukan silang lokus tunggal dihitung dari persen penyerbukan silang lokus ke-i pada tetua ke-j adalah proporsi banyaknya progeni yang memiliki salah satu alelnya berbeda dengan maternalnya pada lokus tersebut (n ij ) terhadap banyaknya progeni yang diuji pada tetua tersebut (N ij ). Sedangkan derajat penyerbukan silang untuk lokus tunggal (t s ) adalah rata-rata dari persen penyerbukan silangnya, dihitung dengan formula sebagai berikut: % outcrossing N t s = = banyaknya keseluruhan tetua yang diuji n ij ij 100% N sedangkan derajat penyerbukan silang multilokus dihitung dari persen penyerbukan silang untuk multilokus pada tetua ke-j adalah proporsi banyaknya progeni dengan salah satu alelnya berbeda dari maternalnya untuk keseluruhan lokus (n.j ) terhadap banyaknya progeni yang diuji pada tetua tersebut (N.j ). Sedangkan derajat penyerbukan silang untuk multilokus (t m ) adalah rata-rata dari persen penyerbukan silangnya, dihitung dengan formula sebagai berikut: % outcrossing N t m = = banyaknya keseluruhan tetua yang diuji n. j. j 100% Dari kedua pendugaan parameter sistem perkawinan di atas maka dapat dihitung nilai biparental inbreeding (perkawinan atar kerabat, yang disebabkan N

5 meningkatnya homozigositas) yaitu selisih antara derajat penyerbukan silang multilokus ganda dengan derajat penyerbukan silang lokus tunggal, sebagai berikut: Biparental inbreeding = t m t sedangkan koefiesien silang dalam diperoleh menggunakan transformasi, sebagai berikut: f = ( 1-t) ( 1+t ) Pendugaan parameter sistem perkawinan seperti derajat penyerbukan sendiri dan penyerbukan silang serta depresi silang dalam (inbreeding depression) dalam penelitian ini dilakukan menggunakan model perkawinan campuran (mixed mating) (Brown dan Allard, 1970) dengan prosedur multilocus maximumlikelihood technique menggunakan program komputer MLTR (Multilokus Mating System Program) dari Ritland dan Jain (1981). Standard error untuk parameter dihitung dari 500 bootsraps dengan resampling (pengambilan ulang) di antara famili-famili. Sedangkan untuk membandingkan parameter di antara populasi dilakukan menggunakan uji-t students untuk menentukan apakah nilai-nilai signifikan lebih kecil dari satu (t m dan t s ) atau lebih besar dari nol (f, t m -t s, dan r p ). Asumsi yang digunakan dalam penerapan model tersebut adalah bahwa setiap benih yang dihasilkan dapat dihasilkan dari peristiwa penyerbukan sendiri (dengan peluang sebesar s) atau penyerbukan silang dimana serbuk sari terpilih secara acak berasal dari seluruh populasi (dengan peluang sebesar t=1-s). Hasil Hasil analisis sistem perkawinan populasi jati asal Sulawesi Tenggara menggunakan 10 lokus mikrosatelit (AG04, AG16, AGT10, AC44, AC01, AG14, ATC02, AC28, AAG10, dan CPIMS) menghasilkan total 43 alel dengan rata-rata banyaknya alel per lokus 4.3 dengan kisaran alel mulai dari dua (AGT10 pada populasi Sampolawa) sampai enam alel (AG16) informasi selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 7.2. s 70

6 71 Gambar 7.1. Contoh profil pola pita lokus AC28 pada tanaman jati Gambar 7.1 memperlihatkan salah satu contoh genotiping lokus mikrosatelit yaitu AC28, dimana lokus tersebut teridentifikasi tiga alel, dengan demikian contoh genotipe individu homozigot yaitu yang memiliki alel yang sama seperti individu pada line dengan genotipe 33, dan untuk yang heterozigot akan memiliki pasangan alel yang berbeda misal pada line dengan genotipe 23 demikian seterusnya. Sedangkan line 37 adalah Ladder. Semua progeni memiliki paling sedikit satu alel yang berasal dari tetua betina mengikuti pola pewarisan Mendelian. Derajat penyerbukan silang lokus tunggal (t s ) bervariasi di antara lokus dan populasi (Tabel 7.2). Pada populasi Sampolawa, lokus AG16 dan ATC02 memperlihatkan nilai t s yang kecil tetapi koefisien parental inbreeding (f) positif hanya pada lokus AGT10 dan sama dengan nol untuk lokus AC44, AC01, AG14, dan AC28. Nilai positif mengindikasikan homozigot lebih banyak ketimbang struktur populasi Hardy-Weinberg, proses inbreeding diindikasikan bila f bernilai positif. Hasil pengujian untuk progeni pada populasi Dolok memperlihatkan nilai t s yang kecil untuk lokus AG04 dan f sama dengan nol untuk semua lokus kecuali lokus AC44, AC28, AAG10, dan CPIMS. Untuk populasi Warangga mempunyai nilai t s yang relatif besar untuk semua lokus dan f positif hanya untuk lokus CPIMS dan sama dengan nol hanya untuk lokus AG16, AGT10, AG14, dan CPIMS.

7 72 Tabel 7.2. Derajat penyerbukan silang berdasarkan lokus tunggal (t s ) dan nilai frekuensi serbuk sari (pollen) dan ovule dari alel yang sering muncul untuk tiga populasi jati asal Sulawesi Tenggara, Pop = populasi; A = banyaknya alel; f = koefisien parental inbreeding; SE = Standart Error; S = Sampolawa; T = Dolok; W = Warangga Pop Lokus A Pollen Ovule t s ± SE f ± SE S AG ± ± AG ± ± AGT ± ± AC ± ± AC ± ± AG ± ± ATC ± ± AC ± ± AAG ± ± CPIMS ± ± T AG ± ± AG ± ± AGT ± ± AC ± ± AC ± ± AG ± ± ATC ± ± AC ± ± AAG ± ± CPIMS ± ± W AG ± ± AG ± ± AGT ± ± AC ± ± AC ± ± AG ± ± ATC ± ± AC ± ± AAG ± ± CPIMS ± ± 0.250

8 73 Hasil analisis terhadap parameter sistem perkawinan terhadap populasi jati menunjukan bahwa derajat penyerbukan silang multilokus (t m ) mempunyai nilai antara sampai dan nilai t s lebih besar dari t m untuk populasi Sampolawa dan Warangga sehingga nilai biparental inbreeding (t m -t s ) kecil atau sama dengan nol untuk populasi ini. Sebaliknya untuk populasi Dolok mempunyai nilai t m lebih besar dari pada t s, sehingga biparental inbreeding bernilai positif dan tidak sama dengan nol. Nilai t m dan t s sama dengan 1 untuk semua populasi kecuali t m untuk Dolok. Sedangkan parameter koefisien parental inbreeding (f) berbeda secara signifikan dari nol hanya untuk populasi Sampolawa (Tabel 7.3). Tabel 7.3. Parameter sistem perkawinan dari tiga populasi jati Sulawesi Tenggara. Parameter yang diuji meliputi derajat outcrossing multilokus (t m ), derajat outcrossing rata-rata lokus tunggal (t s ), biparental inbreeding (t m -t s ), koefisien parental inbreeding (f), korelasi t dugaan (r t ), korelasi p dugaan (r p ), kerapatan tanaman per hektar (N r ) Parameter Sampolawa, S Dolok, T Warangga, W t m ± SE ± ± ± t s ± SE ± ± ± t m -t s ± SE ± ± ± f ± SE ± ± ± r t ± SE ± ± ± r p ± SE ± ± ± N r Tabel 3 juga memperlihatkan nilai r t (korelasi derajat penyerbukan silang di dalam pengujian progeni) mempunyai nilai kecil pada populasi dolok dan r p (korelasi outcrossed paternity dalam pengujian progeni) mempunyai nilai kecil untuk semua populasi. Pembahasan Hasil pendugaan derajat penyerbukan silang yang dihitung dengan prosedur multilocus maximum-likelihood technique (Ritland dan Jain, 1981) yaitu sebesar , nilai yang diperoleh ini sejalan dengan hasil penelitian pada jati menggunakan gen isozim yang dilakukan oleh Kertadikara dan Prat, 1995

9 74 serta Finkeldey (2005) yaitu antara Dengan demikian jati termasuk tanaman yang menyerbuk silang, sehingga transfer serbuk sari pada jati memerlukan agen penyerbuk (vektor) yang menurut Hedegrat (1973) dibantu oleh serangga berupa lebah dan kupu-kupu. Nilai derajat penyerbukan silang yang diperoleh sangat besar menunjukkan bahwa pada jati kejadian menyerbuk silang sangat tinggi. Diharapkan dengan sistem perkawinan penyerbukan silang akan berperan penting untuk menjaga keragaman genetik yang akan terpelihara karena adanya rekombinasi gen antara penggabungan dari dua gamet yang berasal dari tetua yang berbeda, namun demikian pada populasi Dolok terjadi biparental inbreeding yaitu inbreeding yang disebabkan oleh perkawinan antara kerabat dekat, hal ini mengindikasikan bahwa polinator yang berperan membantu dalam penyerbukan mempunyai jelajah yang terbatas, demikian pula pada Sampolawa parental inbreeding disebabkan karena daerah jelajah polinator yang terbatas, kejadian inbreeding ini secara nyata meningkatkan derajat selfing dalam populasi. Dengan demikian usaha konservasi pada lokasi yang luas terutama di Dolok dan Sampolawa sangat diperlukan agar terjadi kejadian penyerbukan silang di antara individu yang bukan berkerabat untuk menjaga keragaman genetik tanaman tetap tinggi. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan analisis aliran informasi genetik yang menyatakan bahwa penyebaran serbuk sari terjadi secara acak ke segala arah menunjukan bahwa jati cenderung menyerbuk silang dan dibantu oleh serangga. Sedangkan penyerbukan sendiri hanya terjadi sekitar 1-2%, rendahnya proses penyerbukan sendiri mungkin disebabkan adanya mekanisme self-incompatibilitas genetik pada jati, yaitu ketidakmampuan suatu tanaman berbiji hermaprodit fertil untuk menghasilkan zigot setelah penyerbukan sendiri seperti yang dilaporkan oleh Hedegart (1976). Mekanisme self incompatibilitas merupakan faktor penting karena akan memelihara keragaman genetik yang tinggi karena proses inbreeding tidak akan terjadi (kecil) akibat sistem perkawinan didominasi oleh penyerbukan silang yang terjadi secara acak. Hasil uji t-student pada selang kepercayaan 95% menunjukan bahwa nilai t m pada populasi Dolok berbeda dengan kedua populasi lainnya, sedangkan untuk t s menunjukan ketiga populasi mempunyai nilai t s yang sama. Liengsiri et al

10 75 (1998) memperlihatkan bahwa perbedaan derajat penyerbukan silang yang tampak di antara 11 populasi dari Pterocarpus macrocarpus mempunyai derajat gangguan habitat, densitas dan distribusi dari pembungaan pohon. Dalam penelitian ini derajat gangguan akibat aktifitas manusia dan kerapatan populasi cenderung mempengaruhi sistem perkawinan. Populasi dengan level gangguan yang lebih besar dan memiliki kerapatan individu yang tinggi cenderung akan terjadi proses silang dalam. Nilai-nilai r p yang rendah menunjukkan tidak ada korelasi yang berkaitan dengan asal usul tetua sumber serbuk sari, atau dapat dikatakan dalam alur famili tidak terjadi full-sib, analisis menunjukkan kearah half-sib, hal ini diperkuat bahwa serbuk sari yang dibawa oleh polinator sangat berlimpah dan penyerbukan oleh serbuk sari terjadi dalam segala arah (lihat Bab 6). Kesimpulan dan Saran Dari penelitian tentang sistem perkawinan tiga populasi jati asal Sulawesi Tenggara dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu: Semua lokus mikrosatelit bersifat polimorfisme, dengan rata-rata alel per lokus sebesar 4.3 dengan kisaran alel mulai dari dua (AGT10 pada populasi Sampolawa) sampai enam alel (AG16). Tanaman jati adalah tanaman menyerbuk silang dengan derajat penyerbukan yang tinggi dengan nilai t m dan t s berkisar dari sampai Koefisien biparental inbreeding (t m -t s ) terjadi pada populasi Dolok, sedangkan koefisien parental inbreeding (f) terjadi pada populasi Sampolawa. Nilai r t (korelasi derajat outcrossing dalam pengujian progeni) mempunyai nilai kecil pada populasi dolok dan r p (korelasi outcrossed paternity dalam pengujian progeni) mempunyai nilai kecil untuk semua populasi. Penelitian sistem perkawinan selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan, sehingga hasilnya selalu bersifat dinamis, dengan demikian perlu dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian sistem perkawinan jati lainnya pada lokasi dan waktu yang berbeda.

11 76 Daftar Pustaka Boshier DH Mating system. Di dalam: Young A, Boshier D, Boyle T, editor. Forest Conservation Genetics, Principles and Practice. CSIRO Publishing and CABI Publishing. Australia. Brown, A.H.D and R.W. Allard Estimation of mating systems in openpollinated maize populations using isozyme polimorphisms. Genetics 66: Finkeldey R Pengantar genetika hutan tropis. Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. Hamrick JL, Linhart YB, Mitton JB Relationship between life history characteristic and electrophoretically detectable genetic variation in plant. Annu Rev Ecol Syst 10: Hedegart Pollination of teak (Tectona grandis Linn. F.). Silvae Genetica 22(4): Hedegart Breeding system, variation and genetic improvement of teak (Tectona grandis L.f). p Di dalam: Burley J, Styles BT, editor. Tropical Trees. Academic Press London. Kertadikara AWS, Prat D Genetic structure and mating system in teak (Tectona grandis) provenances. Silvae Genetica 44, 2-3: Liengsiri C, Boyle TJB, Yeh FC Mating system in Pterocarpus macrocarpus Kurz in Thailand. J Hered 89: Ribeiro RA, Lovato MB Mating system in a neotropical tree species, Senna multijuga (Fabaceae). Genetics and Molecular Biology, 27, 3, Ritland K Multilocus mating system program MLTR. fttp:// Ritland K Extensions of models for the estimation of mating systems using n independent loci. Heredity 88: Ritland K, Jain. S A model for the estimation of outcrossing rate and gene frequencies using independent loci. Heredity 47(1):

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Amplifikasi silang jenis Mindi Amplifikasi DNA merupakan proses penggandaan DNA dimana basa penyusun DNA direplikasi dengan bantuan primer. Primer merupakan potongan rantai

Lebih terperinci

KERAGAMAN DAN STRUKTUR GENETIK POPULASI JATI SULAWESI TENGGARA BERDASARKAN MARKA MIKROSATELIT DIRVAMENA BOER

KERAGAMAN DAN STRUKTUR GENETIK POPULASI JATI SULAWESI TENGGARA BERDASARKAN MARKA MIKROSATELIT DIRVAMENA BOER KERAGAMAN DAN STRUKTUR GENETIK POPULASI JATI SULAWESI TENGGARA BERDASARKAN MARKA MIKROSATELIT DIRVAMENA BOER SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 10. Hasil ekstraksi DNA daun

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 10. Hasil ekstraksi DNA daun HASIL DAN PEMBAHASAN Optimasi Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA dilakukan untuk mengisolasi DNA yaitu dengan cara fisik (penggerusan) dibantu oleh senyawa-senyawa kimia dengan metode tertentu sehingga didapat

Lebih terperinci

KERAGAMAN DAN STRUKTUR GENETIK POPULASI JATI SULAWESI TENGGARA BERDASARKAN MARKA MIKROSATELIT DIRVAMENA BOER

KERAGAMAN DAN STRUKTUR GENETIK POPULASI JATI SULAWESI TENGGARA BERDASARKAN MARKA MIKROSATELIT DIRVAMENA BOER KERAGAMAN DAN STRUKTUR GENETIK POPULASI JATI SULAWESI TENGGARA BERDASARKAN MARKA MIKROSATELIT DIRVAMENA BOER SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Jati (Tectona grandis Linn.f.)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Jati (Tectona grandis Linn.f.) 2. TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jati (Tectona grandis Linn.f.) Klasifikasi Jati Jati (Tectona grandis Linn. f.) adalah salah satu anggota famili Verbenaceae, Ordo Tubiflorae. Ada empat spesies yang tergolong

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Polimorfisme RAPD dan Mikrosatelit Penelitian ini menggunakan primer dari Operon Technology, dimana dari 10 primer acak yang diseleksi, primer yang menghasilkan pita amplifikasi yang

Lebih terperinci

JMHT Vol. XV, (3): , Desember 2009 Artikel Ilmiah ISSN:

JMHT Vol. XV, (3): , Desember 2009 Artikel Ilmiah ISSN: Evaluasi Pertumbuhan dan Keragaman Genetik Tanaman Gunung (Dipterocarpus retusus blume.) dan (Dipterocarpus hasseltii blume.) Berdasarkan Penanda RAPD Growth and Genetic Variation Evaluation of Mountain

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. kemakmuran rakyat. Paradigma ini makin menyadarkan para. pemangku kepentingan bahwa produk hasil hutan bukan kayu (HHBK)

BAB 1. PENDAHULUAN. kemakmuran rakyat. Paradigma ini makin menyadarkan para. pemangku kepentingan bahwa produk hasil hutan bukan kayu (HHBK) 1 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Paradigma baru sektor kehutanan memandang hutan sebagai sistem sumberdaya yang bersifat multi fungsi, multi guna dan memuat multi kepentingan serta pemanfaatannya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 4 Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8). M 1 2 3

Lebih terperinci

Jl. Lintas Jambi Ma. Bulian Km. 15, Mendalo-Jambi; Telp. (0741) ; Fax. (0741)

Jl. Lintas Jambi Ma. Bulian Km. 15, Mendalo-Jambi; Telp. (0741) ; Fax. (0741) SISTEM PERKAWINAN BAKAU BANDUL (Rhizophora mucronata Lamk) BERDASARKAN ANALISIS ISOZIM (Mating System of Bakau Bandul (Rhizophora mucronata Lamk) Based on Isozymes Analysis)* Oleh/By: Hamzah, Ulfah J.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang

Lebih terperinci

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST AluI) Amplifikasi fragmen gen CAST AluI dilakukan dengan menggunakan mesin PCR dengan kondisi annealing 60 0 C selama 45 detik, dan diperoleh produk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Hingga saat ini jati masih menjadi komoditas mewah

I. PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Hingga saat ini jati masih menjadi komoditas mewah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jati (Tectona grandis Linn. f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan diminati oleh banyak orang, baik dalam maupun luar negeri.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Penelitian Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Penelitian Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul... i Halaman Pengesahan... iii Halaman Pernyataan... iv Halaman Persembahan... v Kata Pengantar... vi Daftar Isi... viii Daftar Tabel... x Daftar Gambar... xi Daftar Lampiran...

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH 62 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan, yaitu dari bulan Oktober 2009 sampai dengan Juni 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit

HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit Amplifikasi DNA mikrosatelit pada sapi Katingan dianalisis menggunakan tiga primer yaitu ILSTS073, ILSTS030 dan HEL013. Ketiga primer tersebut dapat mengamplifikasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah. kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis),

I. PENDAHULUAN. hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah. kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis), I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan keanekaragaman hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah ketersediaan keanekaragaman sumberdaya

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian 12 METODE PEELITIA Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan April 2010, bertempat di Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

POLIMORFISME LOKUS MIKROSATELIT D10S1432 PADA POPULASI MONYET EKOR PANJANG DI SANGEH

POLIMORFISME LOKUS MIKROSATELIT D10S1432 PADA POPULASI MONYET EKOR PANJANG DI SANGEH POLIMORFISME LOKUS MIKROSATELIT D10S1432 PADA POPULASI MONYET EKOR PANJANG DI SANGEH SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas tugas dan Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Hewan

Lebih terperinci

KERAGAMAN GENETIK EBONY (Diospyros celebica Bakh.) PROVENANSI AMARO KABUPATEN BARRU

KERAGAMAN GENETIK EBONY (Diospyros celebica Bakh.) PROVENANSI AMARO KABUPATEN BARRU 263 KERAGAMAN GENETIK EBONY (Diospyros celebica Bakh.) PROVENANSI AMARO KABUPATEN BARRU Genetic variation Of ebony (diospyros celebica bakh.) Provenance in amaro, Barru regency Muh. Restu dan Mukrimin

Lebih terperinci

Pokok Bahasan: Pemuliaan untuk Tanaman Menyerbuk Sendiri. Arya Widura R., SP., MSI PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi

Pokok Bahasan: Pemuliaan untuk Tanaman Menyerbuk Sendiri. Arya Widura R., SP., MSI PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi 5 Pokok Bahasan: Pemuliaan untuk Tanaman Menyerbuk Sendiri Arya Widura R., SP., MSI PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi 1. Tanaman menyerbuk sendiri 2. Dasar genetik Pemuliaan Tanaman Menyerbuk Sendiri

Lebih terperinci

ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau

ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau terancam. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi

Lebih terperinci

BAB III: PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SILANG

BAB III: PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SILANG BAB III: PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SILANG A. PENGERTIAN-2 PADA TAN.MENYERBUK SILANG B. STRUKTUR GENETIK POP. TAN. MENEYRBUK SILANG C. MACAM VARIETAS TANAMAN MENYERBUK SILANG D. PERBAIKAN POPULASI MELALUI

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit

I. PENDAHULUAN. Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit keragaman genetik menjadi suatu bentuk yang bermanfaat bagi kehidupan manusia (Makmur,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fenotipe morfometrik Karakteristik morfometrik ikan nilem meliputi 21 fenotipe yang diukur pada populasi ikan nilem hijau (tetua) dan keturunannya dari hasil perkawinan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan hasil perikanan yang beranekaragam, sehingga mendatangkan devisa negara yang cukup besar terutama dari

Lebih terperinci

KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD)

KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD) KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di II. MATERI DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di enam desa yaitu tiga desa di Kecamatan Grokgak dan tiga desa di Kecamatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan tanaman asli dari daerah tropis Amerika yang termasuk ke dalam famili Euphorbiaceae (Heller 1996). Di Indonesia, jarak pagar dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Spesies Azadirachta indica memiliki nama lokal mimba atau nimbi. Tanaman mimba dapat beradaptasi di daerah tropis. Di Indonesia, tanaman mimba dapat tumbuh dengan

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri.

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai (Glycine max L) merupakan salah satu komoditas pangan penting setelah padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri. Sebagai sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi tanaman tidak dapat dipisahkan dari program pemuliaan tanaman.

I. PENDAHULUAN. Produksi tanaman tidak dapat dipisahkan dari program pemuliaan tanaman. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produksi tanaman tidak dapat dipisahkan dari program pemuliaan tanaman. Pemuliaan tanaman berkaitan erat dengan proses seleksi. Seleksi hanya dapat dilakukan dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA.1 Kacang Panjang.1.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Panjang Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Deskripsi singkat Mindi (Melia azedarach Linn.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Deskripsi singkat Mindi (Melia azedarach Linn.) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi singkat Mindi (Melia azedarach Linn.) 2.1.1 Morfologi Mindi Pohon mindi atau geringging (Melia azedarach Linn.) merupakan jenis cepat tumbuh yang menyukai cahaya,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KERAGAMAN DENGAN ISOENZIM DAN PERTUMBUHAN MERBAU (The Relationship on Isozyme Genetic Diversity and Growth of Merbau )

HUBUNGAN ANTARA KERAGAMAN DENGAN ISOENZIM DAN PERTUMBUHAN MERBAU (The Relationship on Isozyme Genetic Diversity and Growth of Merbau ) Hubungan antara Keragaman dengan Isoenzim HUBUNGAN ANTARA KERAGAMAN DENGAN ISOENZIM DAN PERTUMBUHAN MERBAU (The Relationship on Isozyme Genetic Diversity and Growth of Merbau ) Balai Penelitian Kehutanan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ujung (tassel) pada batang utama dan bunga betina tumbuh terpisah sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. ujung (tassel) pada batang utama dan bunga betina tumbuh terpisah sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Jagung Manis Jagung manis adalah tanaman herba monokotil dan tanaman semusim iklim panas. Tanaman ini berumah satu dengan bunga jantan tumbuh sebagai perbungaan ujung (tassel)

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Gen GH exon 3 pada kambing PE, Saanen, dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) berhasil diamplifikasi menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Panjang fragmen

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung merupakan komoditas penting kedua dalam ekonomi tanaman pangan di Indonesia setelah padi/beras. Akan tetapi dengan berkembang pesatnya industri peternakan, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan sebagai salah satu sumber protein hewani mengandung semua jenis asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia (Suhartini dan Nur 2005 dalam Granada 2011),

Lebih terperinci

RAGAM ALEL KELAPA PUDAK, PADMA, BLULUK DAN BUNGA DI KECAMATAN MANGGIS, KARANGASEM, BALI BERDASARKAN PENANDA DNA MIKROSATELIT

RAGAM ALEL KELAPA PUDAK, PADMA, BLULUK DAN BUNGA DI KECAMATAN MANGGIS, KARANGASEM, BALI BERDASARKAN PENANDA DNA MIKROSATELIT RAGAM ALEL KELAPA PUDAK, PADMA, BLULUK DAN BUNGA DI KECAMATAN MANGGIS, KARANGASEM, BALI BERDASARKAN PENANDA DNA MIKROSATELIT Skripsi Sebagai tugas akhir untuk memenuhi syarat mencapai derajat Sarjana S-1

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

VI. POLA PERKAWINAN Incomplete Pedigree Design

VI. POLA PERKAWINAN Incomplete Pedigree Design VI. POLA PERKAWINAN Banyak pola-pola perkawinan telah dianjurkan untuk pohon-pohon hutan. Tetapi secara umum, pola perkawinan dapat dibedakan menjadi 2 hal : 1. Pola keturunan yang tidak lengkap (incomplete

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 Amplifikasi gen Pit1 exon 3 pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, BPPT Cikole,

Lebih terperinci

Polymorphism of GH, GHRH and Pit-1 Genes of Buffalo

Polymorphism of GH, GHRH and Pit-1 Genes of Buffalo Polymorphism of GH, GHRH and Pit-1 Genes of Buffalo Nama : Rohmat Diyono D151070051 Pembimbing : Cece Sumantri Achmad Farajallah Tanggal Lulus : 2009 Judul : Karakteristik Ukuran Tubuh dan Polimorfisme

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Daerah utama penanaman kedelai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Udang merupakan komoditas unggul Indonesia. Udang windu (Penaeus

BAB I PENDAHULUAN. Udang merupakan komoditas unggul Indonesia. Udang windu (Penaeus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udang merupakan komoditas unggul Indonesia. Udang windu (Penaeus monodon Fabricius,1798) merupakan komoditas primadona dan termasuk jenis udang lokal yang berasal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Padi Inbrida di Indonesia Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara definitif merupakan turunan pertama (F1) dari persilangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus 2010 Agustus Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus 2010 Agustus Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus 2010 Agustus 2011. Penelitian ini bertempat di Laboratorium Analisis Genetika, Departemen Silvikultur,

Lebih terperinci

Gambar 1.1. Variasi pada jengger ayam

Gambar 1.1. Variasi pada jengger ayam Uraian Materi Variasi Genetik Terdapat variasi di antara individu-individu di dalam suatu populasi. Hal tersebut menunjukkan adanya perubahan genetis. Mutasi dapat meningkatkan frekuensi alel pada individu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan bergizi tinggi sebagai sumber protein nabati dengan harga terjangkau. Di Indonesia, kedelai banyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perserikatan Bangsa Bangsa telah mendirikan FAO Global Strategy for the Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan mengatur pemanfaatan

Lebih terperinci

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas PRAKATA Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas segala nikmat dan karunia-nya, penulisan Tugas Akhir dengan judul Keragaman Genetik Abalon (Haliotis asinina) Selat Lombok

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kelas : Monocotyledoneae, ordo : poales, famili : poaceae, genus : Zea, dan

TINJAUAN PUSTAKA. kelas : Monocotyledoneae, ordo : poales, famili : poaceae, genus : Zea, dan TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Steenis (2003) dalam taksonomi tumbuhan, tanaman jagung diklasifikasikan dalam kingdom : Plantae, divisio : Anthophyta, kelas : Monocotyledoneae, ordo : poales,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hikam (2007), varietas LASS merupakan hasil rakitan kembali varietas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hikam (2007), varietas LASS merupakan hasil rakitan kembali varietas 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jagung Manis LASS Menurut Hikam (2007), varietas LASS merupakan hasil rakitan kembali varietas jagung sintetik bernama Srikandi. Varietas LASS juga merupakan hasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian tersebar ke daerah Mancuria, Korea, Jepang, Rusia,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

TEKNIK PENUNJUKAN DAN PEMBANGUNAN SUMBER BENIH. Dr. Ir. Budi Leksono, M.P.

TEKNIK PENUNJUKAN DAN PEMBANGUNAN SUMBER BENIH. Dr. Ir. Budi Leksono, M.P. TEKNIK PENUNJUKAN DAN PEMBANGUNAN SUMBER BENIH Dr. Ir. Budi Leksono, M.P. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan, Yogyakarta 1 I. PENDAHULUAN Sumber benih merupakan tempat dimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung manis (Zea mays saccharata [Sturt.] Bailey) merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. Jagung manis (Zea mays saccharata [Sturt.] Bailey) merupakan salah satu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung manis (Zea mays saccharata [Sturt.] Bailey) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang bernilai ekonomi tinggi karena banyak disukai oleh masyarakat.

Lebih terperinci

POPULATION GENETICS: Animal Genetics

POPULATION GENETICS: Animal Genetics POPULATION GENETICS: Animal Genetics Is the study of the principles of inheritance in animals. Animal breeding is the application of the principles of animal genetics with the goal of improvement of animals.

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN M

III. HASIL DAN PEMBAHASAN M III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Profil RAPD Keragaman profil penanda DNA meliputi jumlah dan ukuran fragmen DNA. Hasil amplifikasi dengan menggunakan primer OPA-02, OPC-02, OPC-05 selengkapnya

Lebih terperinci

Elektroforesis Hasil Amplifikasi Analisis Segregasi Marka SSR Amplifikasi DNA Kelapa Sawit dengan Primer Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN

Elektroforesis Hasil Amplifikasi Analisis Segregasi Marka SSR Amplifikasi DNA Kelapa Sawit dengan Primer Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN 11 annealing yang tepat dengan mengatur reaksi pada berbagai suhu dalam satu reaksi sekaligus sehingga lebih efektif dan efisien. Proses optimasi dilakukan menggunakan satu sampel DNA kelapa sawit yaitu

Lebih terperinci

Oleh: Hamdan AA Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan

Oleh: Hamdan AA Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Oleh: Hamdan AA Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Forest Genetics : adalah kegiatan yang terbatas pada studi genetika pada pohon hutan Forest Tree Breeding : Kegiatan yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) tersebar luas di Daratan Asia Tenggara, Lempeng Sunda, Kepulauan Filipina, dan daerah Wallacea Selatan. Monyet ekor panjang di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Secara umum kerabat durian (Durio spp.) merupakan tanaman buah yang memiliki nilai ekonomi tinggi di Indonesia. Jangkauan pasarnya sangat luas dan beragam mulai dari pasar

Lebih terperinci

Keragaman Genetik Populasi Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) pada Hutan Rakyat di Jawa Berdasarkan Penanda RAPD

Keragaman Genetik Populasi Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) pada Hutan Rakyat di Jawa Berdasarkan Penanda RAPD 1 Keragaman Genetik Populasi Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) pada Hutan Rakyat di Jawa Berdasarkan Penanda RAPD Genetic Diversity of Sengon Population (Paraserianthes falcataria (L)) in

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Analisis Polymerase Chain Reaction (PCR) serta analisis penciri Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD Herdiyana Fitriani Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP

Lebih terperinci

Gambar 1. 7 sifat kontras yang terdapat pada tanaman ercis

Gambar 1. 7 sifat kontras yang terdapat pada tanaman ercis 2. PEWARISAN SIFAT A. SEJARAH PEWARISAN SIFAT Gregor Johann Mendel yang lahir tahun 1822 di Cekoslovakia adalah orang yang pertama kali melakukan mengadakan penelitian dan meletakkan dasar-dasar hereditas.

Lebih terperinci

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan PEMBAHASAN UMUM Penggabungan karakter resisten terhadap penyakit bulai dan karakter yang mengendalikan peningkatan lisin dan triptofan pada jagung merupakan hal yang sulit dilakukan. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Nopember 2010. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetik Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak,

Lebih terperinci

PENANDA KODOMINAN B11 BERDASARKAN CAPS SEBAGAI ALAT SELEKSI TOLERANSI TANAMAN PADI TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM

PENANDA KODOMINAN B11 BERDASARKAN CAPS SEBAGAI ALAT SELEKSI TOLERANSI TANAMAN PADI TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM PENANDA KODOMINAN B11 BERDASARKAN CAPS SEBAGAI ALAT SELEKSI TOLERANSI TANAMAN PADI TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM (CAPS Based Codominant Marker Of B11 as Selective Tool for Rice Aluminum Tolerance Trait) Abstrak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemuliaan Jagung Hibrida

TINJAUAN PUSTAKA. Pemuliaan Jagung Hibrida TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Jagung Hibrida Kegiatan pemuliaan diawali dengan ketersediaan sumberdaya genetik yang beragam. Keanekaragaman plasma nutfah tanaman jagung merupakan aset penting sebagai sumber

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Steenis (1978) kedudukan tanaman jagung (Zea mays L.) dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Steenis (1978) kedudukan tanaman jagung (Zea mays L.) dalam TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Steenis (1978) kedudukan tanaman jagung (Zea mays L.) dalam taksonomi adalah: Kingdom Plantae, Divisi Spermatophyta, Family Graminae, Genus Zea dan Spesies Zea mays

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Umum Jati ( Tectona grandis Linn.f )

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Umum Jati ( Tectona grandis Linn.f ) TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Umum Jati (Tectona grandis Linn.f ) Jati dengan nama botani Tectona grandis Linn.f merupakan jenis tumbuhan kayu daun lebar yang termasuk ke dalam klas angiospermae, ordo verbenales

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung manis (Zea mays saccharata [Sturt.] Bailey) merupakan tanaman berumah

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung manis (Zea mays saccharata [Sturt.] Bailey) merupakan tanaman berumah 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jagung Jagung manis (Zea mays saccharata [Sturt.] Bailey) merupakan tanaman berumah satu (monoecious) dengan letak bunga jantan terpisah namun masih pada satu tanaman.

Lebih terperinci

DASAR SELEKSI DAN SISTEM PERKAWINAN

DASAR SELEKSI DAN SISTEM PERKAWINAN DASAR SELEKSI DAN SISTEM PERKAWINAN KETERKAITAN SELEKSI DAN SISTEM PERKAWINAN Seleksi (indv./populasi) (generasi n) Pengaturan Sistem Perkawinan: 1.Inbreeding (berkerabat dekat, moyang bersama) 2.Outbreeding

Lebih terperinci

Studi Segregasi dan Pewarisan Marka-marka RAPD pada Tanaman Karet Hasil Persilangan PB 260 dengan PN

Studi Segregasi dan Pewarisan Marka-marka RAPD pada Tanaman Karet Hasil Persilangan PB 260 dengan PN Studi Segregasi dan Pewarisan Marka-marka RAPD p Tanaman Karet Hasil Persilangan PB 260 dengan PN 1) 1) 2) NOVALINA, Aidi Daslin SAGALA 2) Fakultas Pertanian Universitas Jambi, Balai Penelitian Karet Sungai

Lebih terperinci

IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS

IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS Shorea johorensis Foxw DI PT. SARI BUMI KUSUMA BERDASARKAN RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) TEDI YUNANTO E14201027

Lebih terperinci

ILG Nurtjahjaningsih. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan 13/10/2012. KBSUK F2: sub-line A,C;B,D

ILG Nurtjahjaningsih. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan 13/10/2012. KBSUK F2: sub-line A,C;B,D ILG Nurtjahjaningsih Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Prioritas HTI untuk pulp/kertas Konversi uji keturunan menjadi kebun benih Melibatkan dua provenan: QLD & PNG KBSUK

Lebih terperinci

DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1

DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1 DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1 Kromosom Meiosis Dan Mitosis Biokimia Sifat Keturunan Apakah Gen Itu? Regulasi Gen Mutasi Gen, Alel, dan Lokus Pewarisan Sederhana atau Mendel Keterpautan (Linkage) Inaktivasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil protein dan lemak nabati yang cukup penting untuk memenuhi nutrisi tubuh manusia. Bagi industri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kingdom Plantae, divisio Spermatophyta, kelas Angiospermae, ordo Poales,

TINJAUAN PUSTAKA. kingdom Plantae, divisio Spermatophyta, kelas Angiospermae, ordo Poales, TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Tjitrosoepomo (2004) taksonomi jagung adalah sebagai berikut : kingdom Plantae, divisio Spermatophyta, kelas Angiospermae, ordo Poales, family Poaceae, genus Zea,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data 17 BAHAN DAN METODE Studi pewarisan ini terdiri dari dua penelitian yang menggunakan galur persilangan berbeda yaitu (1) studi pewarisan persilangan antara cabai besar dengan cabai rawit, (2) studi pewarisan

Lebih terperinci

SELEKSI YANG TEPAT MEMBERIKAN HASIL YANG HEBAT

SELEKSI YANG TEPAT MEMBERIKAN HASIL YANG HEBAT Media Akuakultur Vol. 10 No. 2 Tahun 2015: 65-70 SELEKSI YANG TEPAT MEMBERIKAN HASIL YANG HEBAT Didik Ariyanto Balai Penelitian Pemuliaan Ikan Jl. Raya 2 Pantura Sukamandi, Patokbeusi, Subang 41263, Jawa

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 1 Bahan tanaman : (a) Tetua IR64; (b) tetua Hawarabunar, dan (c) F 1 (IRxHawarabunar) c a b

METODOLOGI. Gambar 1 Bahan tanaman : (a) Tetua IR64; (b) tetua Hawarabunar, dan (c) F 1 (IRxHawarabunar) c a b METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dua tahap yaitu penanaman padi dan analisis fisiologi dan marka molekuler. Penanaman padi secara gogo pada tanah masam dilakukan di rumah kaca Cikabayan

Lebih terperinci

Tanaman Penyerbuk Silang CROSS POLLINATED CROPS METODE PEMULIAAN TANAMAN

Tanaman Penyerbuk Silang CROSS POLLINATED CROPS METODE PEMULIAAN TANAMAN Tanaman Penyerbuk Silang CROSS POLLINATED CROPS METODE PEMULIAAN TANAMAN Dasar Genetik Tanaman Penyerbuk Silang Heterosigot dan heterogenous Satu individu dan individu lainnya genetis berbeda Keragaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung Jagung merupakan tanaman semusim yang menyelesaikan satu siklus hidupnya selama 80-150 hari. Bagian pertama dari siklus tersebut merupakan tahap pertumbuhan vegetatif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dijumpai hampir di seluruh pelosok Indonesia. Menurut Thomassen (2006),

I. PENDAHULUAN. dijumpai hampir di seluruh pelosok Indonesia. Menurut Thomassen (2006), I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Burung walet sarang putih (Collocalia fuciphaga) dengan mudah dijumpai hampir di seluruh pelosok Indonesia. Menurut Thomassen (2006), famili Apodidae dijumpai di setiap

Lebih terperinci

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah.

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

KEMAJUAN GENETIK SAPI LOKAL BERDASARKAN SELEKSI DAN PERKAWINAN TERPILIH

KEMAJUAN GENETIK SAPI LOKAL BERDASARKAN SELEKSI DAN PERKAWINAN TERPILIH KEMAJUAN GENETIK SAPI LOKAL BERDASARKAN SELEKSI DAN PERKAWINAN TERPILIH Lusty Istiqomah Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia (BPPTK)-LIPI Jln. Jogja Wonosari Km. 31, Gading, Playen, Gunungkidul,

Lebih terperinci

Keragaman Genetik Populasi Sengon (Paraserianthes falcataria (L)

Keragaman Genetik Populasi Sengon (Paraserianthes falcataria (L) JURNAL 130 Ranny SILVIKULTUR Dwita Olivia et TROPIKA al. J. Silvikultur Tropika Vol. 03 No. 02 Agustus 2012, Hal. 130 136 ISSN: 2086-8227 Keragaman Genetik Populasi Sengon (Paraserianthes falcataria (L)

Lebih terperinci

PENGUJIAN KESETIMBANGAN HARDY-WEINBERG. Tujuan : Mempelajari kesetimbangan Hardy-Weinberg dengan frekuensi alel dan gen.

PENGUJIAN KESETIMBANGAN HARDY-WEINBERG. Tujuan : Mempelajari kesetimbangan Hardy-Weinberg dengan frekuensi alel dan gen. PENGUJIAN KESETIMBANGAN HARDY-WEINBERG Tujuan : Mempelajari kesetimbangan Hardy-Weinberg dengan frekuensi alel dan gen. PENDAHULUAN Pada tahun 1908, ahli Matematika Inggris G.H. Hardy dan seorang ahli

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. maupun seleksi tidak langsung melalui karakter sekunder. Salah satu syarat

II. TINJAUAN PUSTAKA. maupun seleksi tidak langsung melalui karakter sekunder. Salah satu syarat 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Seleksi Perbaikan hasil dan kualitas hasil melalui pemuliaan tanaman dapat dilakukan dengan cara seleksi, baik seleksi langsung terhadap karakter yang bersangkutan maupun seleksi

Lebih terperinci