Farmakokinetika Klinis. Azizah Nasution

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Farmakokinetika Klinis. Azizah Nasution"

Transkripsi

1 Farmakokinetika Klinis Azizah Nasution 2015

2 USU Press Art Design, Publishing & Printing Gedung F Jl. Universitas No. 9, Kampus USU Medan, Indonesia Telp ; Fax Kunjungi kami di: USU Press 2015 Hak cipta dilindungi oleh undang-undang; dilarang memperbanyak, menyalin, merekam sebagian atau seluruh bagian buku ini dalam bahasa atau bentuk apapun tanpa izin tertulis dari penerbit. ISBN Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Farmakokinetika Klinis / Azizah Nasution Medan: USU Press, 2015 ix, 106 p.; ilus.: 24 cm Bibliografi ISBN: Dicetak di Medan, Indonesia

3 Prakata Tubuh manusia merupakan sistem yang sangat komplek yang mana proses biologi, fisiologi, dan biokimia berpengaruh terhadap pergerakan dan kerja obat di dalam tubuh. Proses-proses ini dikelompokkan menjadi absorpsi, distribusi, metabolisme, dan eksresi. Ilmu yang mempelajari tentang perubahan jumlah obat di dalam tubuh dengan pertambahan waktu dikenal sebagai farmakokinetika. Konsep farmakokinetika telah lama diaplikasikan di bidang farmasi baik dalam rangka pengembangan obat baru maupun di bidang klinis. Farmakokinetika klinis merupakan ilmu yang mempelajari aplikasi konsep farmakokinetika untuk mengoptimalkan efek pengobatan. Pasien penderita penyakit kronik seperti hipertensi, diabetes mellitus dan epilepsy harus memakan obat setiap hari seumur hidupnya. Disamping itu ada juga pasien yang hanya menggunakan dosis tunggal untuk menghilangkan rasa sakit seperti sakit kepala. Cara bagaimana obat digunakan disebut regimen dosis (Dosage regimen). Lama pengobatan dan regimen dosis tergantung kepada tujuan pengobatan yaitu apakah untuk penyembuhan, pengurangan rasa sakit atau pencegahan. Umumnya obat dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan seperti mual, mulut kering, iritasi saluran pencernaan dan hipertensi. Selain itu dosis obat yang terlalu besar akan mengakibatkan akumulasi di dalam tubuh yang selanjutnya menghasilkan efek toksik. Sebaliknya pemberian obat dengan dosis yang terlalu rendah tidak akan menghasilkan efek pengobatan yang sesuai dengan yang diinginkan. Oleh karena itu, untuk mendapatkan pengobatan yang optimal, maka perlu pemahaman yang baik tentang konsep farmakokinetika klinis. Untuk mencapai pengobatan optimal, Drug of Choice yang sesuai harus dipilih. Keputusan hasil pemilihan tersebut mengimplikasikan diaganosis penyakit secara tepat, pengetahuan tentang kondisi klinik pasien, pemahaman farmakoterapetika, serta pemahaman konsep farmakokinetika klinis. Sebagai contoh, seorang penderita asma akut terpaksa dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pengobatan. Tim medis sepakat untuk memberi terapi dengan iii

4 teofilin secara infus intravena kecepatan konstan. Rentang terapi obat adalah mcg/ml plasma. Berapa kecepatan infus yang harus diberikan untuk mendapatkan konsentrasi tersebut di atas? Prinsip-prinsip farmakokinetika klinis yang mencakup proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan eksresi obat di dalam tubuh dan parameter-parameternya, konsep pemberian obat intravena dan per oral baik dosis tungggal maupun dosis ganda serta aplikasinya dalam pengobatan pasien, akan dibahas dalam bab-bab berikut ini. Buku ini terdiri dari 10 bab. Dalam bab satu dijelaskan tentang perbedaan antara biofarmasi, farmakokinetika, farmakokinetika klinis, dan farmakodinamika. Bab dua membahas tentang penggolongan obat berdasarkan rute pemberian. Dalam bab tiga dibahas tentang pengertian, konsep dasar pengaturan efek terapi, serta perhitungan parameter-parameter farmakokinetika untuk pemberian intravena dosis tunggal. Kemudian dalam bab empat dibahas tentang pemberian obat secara infus, prinsip steady state, faktor yang mempengaruhi selama obat diberikan, dan aplikasi parameter farmakokinetika untuk menghitung besarnya dosis baik secara infus maupun kombinasi intravena dan infus. Selanjutnya, bab lima membahas pemberian obat secara ekstravaskular, faktorfaktor yang mempengaruhi absorpsi, kinetika absorpsi, hubungan antara waktu dengan konsentrasi serta interpretasinya untuk mendapatkan parameter-parameter farmakokinetika. Seterusnya dalam bab enam dibahas prinsip dan parameter farmakokinetika dosis berganda, faktor-faktor penentu pengaturan dosis dan interval, untuk pemberian intravaskular dan ekstravaskular. Dalam bab tujuh dibahas tentang kinetika dan fator penentu jumlah metabolit di dalam tubuh, interpretasi serta implikasi klinik. Kemudian dalam bab delapan dibahas tentang keanekaragaman respons serta strategi untuk mengoptimalkan terapi. Dalam bab sembilan dibahas tentang penggunaan obat pada pasien dengan gangguan ginjal, perubahan fisiologi, perubahan farmakokinatika dan farmakodinamika serta pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan terapi. Terahir adalah bab sepuluh yaitu membahas tentang prinsip penggunaan obat pada pasien dengan gangguan hatiserta faktor-faktor yang harus dipertimbangkan. iv

5 Dalam buku ini juga dibahas tentang contoh-contoh soal sebagai pelatihan dan untuk mempermudah pemahaman dan aplikasi konsep farmakokinetika klinis dalam pengoptimalan penggunaan obat. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan motivasi, saran dan kritikan yang membangun demi penyelesaian dan penyempurnaan buku ini. Semoga buku ini bermanfaat bagi pembaca. Azizah Nasution v

6 Daftar Isi Prakata... iii Daftar Isi... vi BAB I PENDAHULUAN... 1 BAB II PENGGOLONGAN OBAT DAN KONSEP PENGATURANRESPONS Penggolongan Obat Pemberian Intravaskular Pemberian Ekstravaskular Contoh-contoh Soal... 7 BAB III PENGERTIAN DAN PERHITUNGAN PARAMETER PARAMETER FARMAKOKINETIKA Pemberian Obat Secara Intravena Volume Distribusi (V) Konstanta Kecepatan Eliminasi (k) Waktu Paruh Proporsi Obat Tereliminasi Clearance Total (Cl) Clearance Renal dan Clearance Ekstrarenal Contoh-contoh Soal BAB IV PEMBERIAN INFUS DENGAN KECEPATAN KONSTAN Prinsip Steady State Faktor-faktor yang Mempengaruhi Steady State Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsentrasi Obat Selama Infus Diberikan Waktu yang Dibutuhkan untuk Mencapai Steady State Kombinasi Intravena Bolus dan Infus Konsentrasi Obat di dalam Plasma Setelah Infus Dihentikan Estimasi Parameter Farmakokinetika Contoh-contoh Soal vi

7 BAB V PEMBERIAN OBAT EXTRAVASCULAR Faktor-faktor yang Mempengaruhi Absorpsi Ketersediaan Hayati Per Oral Kinetika Absorpsi Hubungan antara Waktu dengan Konsentrasi Obat Analisis Parameter-parameter Farmakokinetika Contoh-contoh Soal BAB VI PRINSIP PENGATURAN PEMBERIAN DOSIS GANDA Pendekatan Pengaturan Dosis dan Interval Pemberian Obat Pendekatan Empiris Pendekatan Kinetika Faktor-faktor Penentu Pengaturan Dosis dan Interval Akumulasi Obat Interpretasi Kinetika Interval Pemberian dan Akumulasi Obat Jumlah Maksimum dan Minimum Obat di dalam Tubuh Jumlah Rata-Rata Obat Di Dalam Tubuh Pada Steady State Konsentrasi Rata-Rata Obat Di Dalam Plasma Pada Steady State Indeks Akumulasi Kecepatan Akumulasi Sampai Dicapai Steady State Hubungan antara Dosis Muatan dengan Dosis Pertahanan Contoh-contoh Soal BAB VII KINETIKA METABOLIT Proses Metabolisme Obat Faktor-faktor Penentu Jumlah Metabolit di dalam Tubuh Kecepatan Metabolisme Sebagai Penentu Jumlah Metabolit Kecepatan Eliminasi Metabolit Sebagai Penentu vii

8 7.2.3 Konsentrasi Metabolit di dalam Plasma Interpretasi Data Metabolit Implikasi Terapi Prodrug tidak aktif dan metabolit aktif Obat Aktif dan Metabolit Tidak Aktif Contoh-contoh Soal BAB VIII KEANEKARAGAMAN RESPONS Ketidaksesuaian Penggunaan Obat Genetik Toleransi (ketergantungan) Penyakit Usia dan Berat Badan Formulasi Rute Pemberian Interaksi Obat BAB IX PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN GINJAL Penyakit Ginjal Kronik Perubahan Farmakokinetika dan Farmakodinamika Perubahan Farmakokinetika Perubahan absurpsi obat Perubahan distribusi obat Perubahan metabolisme dan eksresi Perubahan Farmakodinamika Penyesuaian Dosis untuk Pasien dengan Gangguan Ginjal Therapeutic Drug Monitoring Pendekatan Praktis Contoh-contoh Soal BAB X PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN HATI Fungsi dan Gangguan Hati Patofisiologi dan Manifestasi Klinik Perubahan Farmakokinetika dan Farmakodinamika Obat PerubahanAliran Darah di Hati Penentuan Fungsi Hati viii

9 10.6 Strategi Penyesuaian Dosis Obat dengan Extraction Ratio Tinggi Obat dengan Extraction Ration Menengah Obat dengan Extraction Ratio dan Ikatan Protein Rendah Obat dengan Extraction Ratio dan Ikatan Protein Tinggi Contoh-contoh Soal DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN LAMPIRAN I - DAFTAR SINGKATAN LAMPIRAN II - PARAMETER FARMAKOKINETIKA, REGIMEN DOSIS DAN FARMAKODINAMIKA BERBAGAI OBAT INDEKS ix

10

11 BAB I PENDAHULUAN Disiplin ilmu biofarmasi, farmakodinamika, farmakokinetika, dan farmakokinetika klinis sangat erat hubungannya dan sering dipertukarkan antara yang satu dengan lainnya. Biofarmasi mempelajari hubungan antara sifat fisika kimia obat dan bentuk sediaannya dengan efek biologik setelah diberikan kepada manusia ataupun hewan. Jadi, konsep biofarmasi banyak diaplikasikan dalam rangka pengembangan obat baru. Kajian biofarmasi bersifat semi kuantitatif. Berbeda dengan biofarmasi, kajian farmakokinetika bersifat kuantitatif. Farmakokinetika berasal dari perkataan pharmacon (= obat) dan kinetics (=sesuatu yang berubah dengan pertambahan waktu). Jadi, farmakokinetika adalah ilmu yang mempelajari perubahan-perubahan jumlah obat di dalam tubuh dengan bertambahnya waktu. Farmakokinetika juga dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan eksresi obat yang dihitung secara kuantitatif berdasarkan konsep matematika serta diaplikasikan untuk menghitung besarnya dosis dan interval pemberian obat. Farmakokinetika juga didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari apa yang dilakukan oleh tubuh terhadap obat. Selain biofarmasi, konsep farmakokinetika juga penting diaplikasikan dalam rangka pengembangan obat baru. Aplikasi konsep farmakokinetika untuk menentukan besarnya dosis dan interval pemberian obat untuk individu sehingga diperoleh terapi yang rasional disebut sebagai farmakokinetika klinis. Cara bagaimana obat digunakan, berapa besarnya dosis dan interval pemberian serta lama penggunaan disebut regimen dosis (Dosage regimen). Lama pengobatan dan regimen dosis tergantung kepada tujuan pengobatan yaitu apakah untuk penghilang rasa sakit, pencegahan ataupun penyembuhan penyakit. 1

12 Berbeda dengan farmakokinetika, farmakodinamika adalah ilmu yang mempelajari apa yang dilakukan oleh obat terhadap tubuh atau ilmu yang mempelajari mekanisme kerja obat. Farmakodinamika menghubungkan konsentrasi obat di dalam plasma dengan respons terapi, sedangkan farmakokinetika menghubungkan antara dosis obat dengan konsentrasi obat di dalam plasma. Dengan demikian mudah dipahami bahwa farmakokinetika mempunyai hubungan yang erat dengan farmakodinamika. Aplikasi konsep farmakokinetika klinis merupakan salah satu pendekatan yang harus dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya efek toksik, meminimalkan efek samping obat, serta mengoptimalkan terapi. Pemahaman tentang prinsip-prinsip farmakokinetika yang mencakup proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan eksresi obat di dalam tubuh dan parameterparameternya, perubahan nilai parameter farmakokinetika akibat kondisi klinik pasien, keberadaan obat lain serta metabolit perlu dipahami agar dapat diaplikasikan untuk merancang regimen dosis yang rasional, sebagaimana akan dibahas dalam bab-bab berikut ini. 2

13 BAB II PENGGOLONGAN OBAT DAN KONSEP PENGATURAN RESPONS 2.1. Penggolongan Obat Berdasarkan cara pemberiannya, obat dapat dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu obat yang diberikan secara intravaskular (intravena) dan ekstravaskular yaitu dimasukkan ke dalam tubuh tidak secara langsung ke dalam pembuluh darah Pemberian Intravaskular Pemberian intravaskular artinya obat langsung dimasukkan ke dalam pembuluh darah vena atau arteri. Dalam hal ini tidak ada proses absorpsi obat, maka semua obat (dosis yang diberikan) yang ada dalam sediaan masuk ke dalam tubuh Pemberian Ekstravaskular Pemberian secara ekstravaskular meliputi rute per oral, sublingual, buccal, intramuscular, subcutan, transdermal, dan rectal. Sebelum memasuki sirkulasi sistemik, obat harus terlebih dahulu diabsorpsi oleh tubuh. Pada pemberian ekstravaskular, biasanya obat yang masuk ke dalam tubuh tidak mencapai 100%. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya bentuk sediaan, ionisasi obat, pka obat, ph cairan tubuh, luas permukaan zat berkhasiat terlarut yang berkontak dengan dinding organ tubuh seperti dinding saluran pencernaan, koefisien partisi, dan waktu pengosongan lambung. 3

14 Secara skematis, peristiwa yang dialami oleh obat di dalam tubuh setelah diberikan secara intravena dan per oral dapat dilihat pada Gambar 2.1. Dari skema tersebut dapat dilihat bahwa obat yang diberikan secara intravena langsung memasuki sirkulasi sistemik dan tidak mengalami peristiwa absorbsi. Jadi, seluruh obat yang diberikan masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Berbeda dengan pemberian obat secara intravaskular, obat yang diberikan per oral, terlebih dahulu mengalami peristiwa absorpsi ke dalam sirkulasi sistemik. Di dalam darah, baik obat yang diberikan secara intravena maupun per oral akan berikatan secara reversible dengan protein plasma dalam bentuk senyawa kompleks yang mengadakan kesetimbangan (equilibrium) dengan obat bebas. Obat-obat yang bersifat asam berikatan dengan albumin, sedangkan obat-obat yang bersifat basa berikatan dengan alpha acid glycoprotein (AAG). Obat bebas di dalam darah akan didistribusikan ke dalam jaringan tubuh termasuk yang mengandung reseptor dan organ pengmetabolisme yang selanjutnya metabolit yang dihasilkan akan dieksresikan. Obat dengan reseptor membentuk senyawa kompleks sehingga menyebabkan respons farmakologi. Berdasarkan teori penempatan (occupational theory), besarnya respons yang dihasilkan sebanding dengan konsentrasi obat yang berikatan dengan reseptor. Dengan demikian konsentrasi obat pada reseptor perlu dimonitor agar efek terapi yang diinginkan tercapai. Namun pendekatan ini tidak mungkin dilaksanakan karena tidak praktis. Contohnya adalah reseptor digoxin terdapat di dalam myocardium. Sampel obat tidak mungkin dapat diambil dari jaringan ini. Konsentrasi obat di dalam plasma, urin, saliva, dan cairan lainnya dapat diukur. Perubahan konsentrasi obat di dalam plasma merupakan gambaran perubahan konsentrasi obat pada reseptor dan jaringan lainnya. Peninggian konsentrasi obat di dalam plasma mengakibatkan peninggian konsentrasi obat di jaringan lainnya. Dengan perkataan lain, konsentrasi obat yang berikatan dengan reseptor ini sebanding dengan konsentrasi obat bebas yang ada di dalam plasma. Jadi, pengaturan respons dapat dilakukan dengan mengatur konsentrasi obat di dalam plasma. Respons yang dihasilkan suatu saat akan menurun akibat penurunan jumlah obat di dalam tubuh karena peristiwa metabolisme dan eksresi. Dengan demikian konsep dasar 4

15 pengaturan respons farmakologi ialah menjaga agar konsentrasi obat selalu berada dalam rentang terapi. Obat Intravena Obat dalam Jaringan Obat dalam Cairan Tubuh Respon Farmakologi (pengobatan) Obat per oral [Obat][Protein] (di dalam darah) Obat Bebas Obat pada Reseptor Komplek Obat Reseptor Absorpsi Organ pengmetabolisme: metabolit Eksresi Metabolisme Gambar 2.1. Skematis nasib obat di dalam tubuh Rentang terapi adalah batasan konsentrasi obat di dalam serum yang dibutuhkan untuk menghasilkan efek pengobatan tanpa efek toksik yang signifikan. Sungguhpun rentang terapi merupakan konsentrasi efektif untuk kebanyakan pasien, namun konsentrasi terapi dapat bervariasi dari pasien yang satu ke pasien lainnya (individual variability). Kadang-kadang pasien tertentu membutuhkan kadar obat sedikit lebih rendah atau lebih tinggi dari rentang terapi untuk menghasilkan efek pengobatan yang optimal (optimal efficacy). Rentang terapi berbagai obat tercamtum pada Tabel 2.1. Seperti tercantum pada Tabel 2.1 rentang terapi obatobat tersebut bervariasi dari sampai 400 mcg/ml. Efek terapi optimal dapat diperoleh dengan mempertahankan agar konsentrasi obat tetap berada dalam rentang terapi dengan mengatur besarnya dosis dan interval pemberian (kecepatan masuknya obat ke dalam tubuh) yang berdasarkan kepada besarnya eliminasi obat. Karena struktur kimia berbagai kelompok obat 5

16 berbeda satu sama lainnya, maka akan menghasilkan parameter farmakokinetika yang berbeda-beda pula sehingga dosis dan interval pemberian akan berbeda. Tabel 2.1 Rentang terapi berbagai obat No Nama Obat Terapi Rentang Terapi (mcg/ml) 1 Acatazolamide Glaucoma Digitoxin Congestive Heart Failure 3 Digoxin Congestive Heart Failure 4 Gentamycin Infeksi bakteri Gram negative 0,01-0,02 0,0006-0, Lidocain Ventricular Arithmia 1,2-5,6 6 Lithium Depresi 0,04-1,4 (meq/l) 7 Nortriptyline Depresi endogen 0,05-0,14 8 Phenobarbital Epilepsi Phenytoin Epilepsi Procainamide Ventricular Arithmia Propranolol Angina Pectoris 0,01-0,1 12 Quinidine Cardiac Arithmia Theophylline Asthma Warfarin Thrombo embolic 1-4 diseases 15 Salicylic Acid Pain & Aches Rheumatoid arthritis Rheumatic Fever

17 2.2. Contoh-contoh Soal 1. Ilmu yang mempelajari perubahan jumlah obat di dalam tubuh dengan pertambahan waktu disebut: a. Farmakokinetika b. Farmakodinamika c. Bioavailabilitas d. Farmakogenetik 2. Farmakodinamika adalah ilmu yang mempelajari tentang: a. Apa yang dilakukan oleh tubuh terhadap obat b. Apa yang dilakukan oleh obat terhadap tubuh c. Menghubungkan antara dosis dengan konsentrasi obat didalam plasma d. Tidak ada jawaban yang benar 3. Farmakokinetika berbeda dengan biofarmasi yaitu: a. Kajian farmkokinetika lebih bersifat kuantitatif dibandingkan dengan kajian biofarmasi b. Kajian biofarmasi lebih bersifat kuantitatif dibandingkan dengan kajian farmakokinetika c. Hanya kajian farmakokinetika yang dapat diaplikasikan dalam pengembangan obat baru d. Tidak ada jawaban yang benar 4. Strategi pengaturan efek terapi dapat dilakukan dengan: a. Menentukan kadar obat pada reseptor b. Mnghitung jumlah obat di dalam plasma c. Mengatur konsentrasi obat di dalam plasma d. Tidak ada jawaban yang benar 5. Obat yang diberikan secara intravena mempunyai nilai bioavailabilitas: a. > 100% b. < 100% c. 1 d. Tidak ada jawaban yang benar 7

18 6. Obat yang diberikan per oral mempunyai nilai bioavailabilitas: a. > 100% b. < 100% c. 1 d. Tidak ada jawaban yang benar 7. Setelah memasuki sirkulasi sistemik, obat yang bersifat asam: a. Berikatan secara reversibel dengan protein plasma b. Berikatan secara irreversibel dengan protein plasma c. Berikatan dengan protein plasma dan akan didistribusikan ke dalam organ-organ lain d. Tidak ada jawaban yang benar 8. Di dalam plasma, obat yang bersifat basa berikatan dengan: a. Albumin b. AAG c. Globulin d. Tidak ada jawaban yang benar 9. Respons yang dihasilkan oleh suatu obat akan menurun sebagai akibat dari: a. Distribusi obat ke dalam jaringan b. Metabolisme c. Metabolisme dan eksresi d. Tidak ada jawaban yang benar 10. Yang dimaksud dengan rentang terapi suatu obat adalah: a. Konsentrasi obat yang menghasilkan efek maksimal dan meniadakan efek samping b. Konsentrasi obat yang meniadakan efek toksik c. Konsentrasi obat yang menghasilkan efek terapi optimal d. b dan c benar 8

19 Jawaban: Jawaban yang benar untuk soal nomor 1 sampai dengan 10 adalah sebagai berikut: 1. a 2. b 3. a 4. c 5. c 6. b 7. a 8. b 9. c 10. d 9

20 BAB III PENGERTIAN DAN PERHITUNGAN PARAMETER-PARAMETER FARMAKOKINETIKA Seperti telah diuraikan dalam Bab II bahwa pengaturan respons terapi dilakukan dengan mengatur kecepatan masuknya obat ke dalam tubuh yang berdasarkan kepada kecepatan eliminasi. Terkait dengan hal tersebut, parameter-parameter farmakokinetika yang menentukan besarnya jumlah obat di dalam tubuh dan kecepatan eliminasi serta berperan penting dalam menentukan regimen dosis perlu dipahami terlebih dahulu. Parameter-parameter tersebut meliputi: Volume Distribusi (V) Konstanta Kecepatan Eliminasi (k) Waktu paruh (t ½) Persen eliminasi dalam hubungan dengan t ½ Cleareance (bersihan): - Clearance Total (Cl) - Clearance Renal (Cl R ) - Clearance Extra Renal (Cl ER ) 3.1. Pemberian Obat Secara Intravena Volume Distribusi (V) Pendekatan sederhana tentang pemahaman volume distribusi dapat dijelaskan setelah obat dengan dosis tertentu diberikan secara intravena (iv). Obat akan didistribusikan oleh sirkulasi darah ke dalam organ-organ tubuh sebagaimana telah diuraikan pada Bab II. 10

21 Setelah distribusi sempurna (kesetimbangan atau equilibrium dicapai), maka jumlah obat (A) di dalam tubuh berhubungan dengan konsentrasi obat di dalam plasma (C) seperti dituliskan dalam persamaan (1) dan (2): A = V.C V = A/C......(1)...(2) Berdasarkan persamaan (2), maka mudah dipahami bahwa volume distribusi: merupakan perbandingan antara jumlah obat di dalam tubuh dengan konsentrasi di dalam plasma atau darah merupakan volume plasma atau darah yang dibutuhkan untuk memberi gambaran distribusi obat di dalam tubuh setelah kesetimbangan dicapai merupakan indikator besarnya distribusi obat ke dalam cairan tubuh dan jaringan serta gambaran/indikasi obat di dalam tubuh jarang berhubungan dengan ukuran tubuh berhubungan dengan ikatan protein Obat yang bersifat polar cenderung memiliki volume distribusi yang kecil. Sebaliknya, obat yang bersifat nonpolar cenderung mempunyai volume distribusi yang besar. Semakin besar volume distribusi obat, semakin sedikit jumlah obat yang berada di dalam plasma Konstanta Kecepatan Eliminasi (k) Konstanta kecepatan eliminasi merupakan salah satu parameter metabolisme dan eliminasi obat. Konstanta kecepatan eliminasi ditentukan dengan mengaplikasikan konsep persamaan order reaksi. Dalam hal ini tubuh dianggap mengikuti model satu kompartemen terbuka dengan asumsi bahwa: tubuh merupakan suatu system yang homogen obat masuk ke dalam sirkulasi darah, tanpa proses absorpsi distribusi obat berlangsung dengan cepat dan homogen eliminasi obat merupakan proses reaksi order pertama 11

22 Dengan demikian kecepatan eliminasi obat berbanding lurus dengan jumlah obat di dalam tubuh sebagaimana dijelaskan berikut ini: Ao ( = Dosis ) t = 0 Fungsi A, t k Setelah kesetimbangan dicapai, kecepatan eliminasi adalah sebagai berikut: da = k.a dt da/ dt k = A A = Jumlah obat di dalam tubuh. Perubahan jumlah obat di dalam tubuh dapat dituliskan dengan persamaan (3). da = - ka.. (3) dt Bila persamaan (3) diintegralkan, maka akan diperoleh persamaan (4) dan (5): A = Ao e kt...(4) V. C = V. Co e kt...(5) Setelah obat diberikan secara intravena, jumlah obat di dalam tubuh saat t = 0 (Ao) adalah sama dengan dosis obat. Persamaan (5) dapat disederhanakan menjadi persamaan (6). C = Co e -kt...(6) Persamaan (6) menunjukkan konsentrasi obat di dalam tubuh menurun secara eksponensial setelah diberikan secara intravena bolus seperti tertera pada Gambar

23 C Gambar 3.1. Plot konsentrasi versus t t Umumnya analisis parameter-parameter farmakokinetika dan konsentrasi obat dapat dengan mudah dilakukan dengan menggunakan persamaan garis lurus. Persamaan (6) dapat ditulis menjadi persamaan (7): In C = In Co kt... (7) Persamaan (7) merupakan persamaan garis lurus yang mana apabila diplot ln C versus waktu (t), maka akan diperoleh garis lurus seperti tertera pada Gambar 3.2. lnc C 0 t Gambar 3.2. Plot ln C versus t Cara lain untuk menganalisis data adalah dengan memplot konsentrasi versus waktu di atas kertas grafik semilog. Contoh kertas grafik semilog adalah seperti dicantumkan pada Gambar

24 Kertas grafik semilog merupakan kertas grafik yang mana pembagian skala sumbu y sudah disesuaikan dengan nilai logaritma. Pembagian skala sumbu x adalah merata. Jadi istilah semilog bermakna bahwa hanya satu sumbu yang sudah disesuaikan dengan nilai logaritma. Bila diplot nilai konsentrasi aktual versus waktu di atas kertas grafik ini, maka akan diperoleh garis lurus. Keunggulan pemanfaatan kertas grafik semilog dibandingkan dengan kertas grafik biasa adalah lebih efisien waktu karena tidak diperlukan lagi untuk menghitung nilai logaritma dari masing-masing konsentrasi sebelum diplot terhadap masing-masing waktu yang bersangkutan. 14

25 Siklus ketiga Siklus kedua Siklus pertama Gambar 3.3. Kertas grafik semilog 15

26 Contoh kertas grafik semilog pada Gambar 3.3 adalah kertas grafik 3 siklus. Nilai sumbu y adalah fleksibel, tergantung kepada rentang konsentrasi obat yang akan diplot. Bila nilai y terendah adalah 1 (perpotongan antara sumbu y dan sumbu x), maka nilai paling tinggi pada siklus petama adalah 10. Selanjutnya angka 2 pada siklus kedua adalah 20 dan angka paling tinggi pada siklus ini adalah 100. Dari persamaan (7) dapat dipahami bahwa: konstanta kecepatan eliminasi merupakan slope dari persamaan linier tersebut dan dapat dibaca dari grafik. konstanta kecepatan eliminasi merupakan fraksi obat yang dieliminasi dari dalam tubuh setiap unit waktu. Contoh: Suatu obat mempunyai nilai k sebesar 0,3 jam -1. Nilai ini bermakna bahwa 30 persen dari jumlah obat yang berada di dalam tubuh dieliminasi setiap jam. Satuan k untuk reaksi order pertama adalah waktu -1. Bila k diketahui, maka jumlah obat yang tinggal di dalam tubuh untuk waktu tertentu setelah diberikan secara intravena (iv) dapat diketahui. Misalkan suatu obat diberikan secara intravena dengan dosis sebesar 1000 mg. Obat tersebut mempunyai nilai k = 0,1 jam -1. Jumlah obat yang tinggal dan dieliminasi setiap jam dapat dihitung dan hasilnya adalah seperti tertera pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Perubahan jumlah obat di dalam tubuh (dosis = 1000mg; k = 0,1 jam -1 ) Waktu Jumlah Tereliminasi (mg) Jumlah yang tinggal di dalam tubuh (mg) Dua konsep penting yang perlu dipahami, yaitu: proporsi obat tereliminasi adalah konstan kecepatan eliminasi menurun dengan pertambahan waktu 16

27 3.1.3 Waktu Paruh (t 1/2 ) Waktu paruh adalah waktu yang dibutuhkan sehingga konsentrasi obat tinggal setengah dari konsentrasi sebelumnya. Berdasarkan persamaan (7) yaitu: In C = In Co kt maka waktu paruh (t 1/2 ) dicapai pada konsentrasi (C) = disubtitusikan ke dalam persamaan (7), maka: Co, bila 2 Co In 2 = In Co k t1/2 k t 1/2 = In 2, maka waktu paruh dapat dituliskan dengan persamaan (8). t 1/2 = o, 693 k... (8) Waktu paruh: merupakan ukuran bagaimana obat dieliminasi dari dalam tubuh tidak tergantung kepada dosis tidak tergantung kepada cara pemberian obat spesifik untuk setiap obat merupakan faktor penentuan dalam perhitungan dosis obat Proporsi Obat Tereliminasi Proporsi obat tereliminasi dapat dihubungkan dengan waktu paruh obat. Dari persamaan (4): A = Ao e kt Proporsi yang tinggal (P) di dalam tubuh adalah: A P = = e kt Ao 17

28 Misalkan n = jumlah t 1/2 yang dilalui setelah obat diberikan secara intravena. t 0,693 n = ; t = n t 1/2 ; k = t1/ 2 t1/ 2 P = e kt P = e 0,693/t ½ x n t ½ = e - 0,693 n = (1/2) n P = (1/2) n...(9) Dengan demikian, apabila diketahui waktu paruh obat, maka proporsi yang tinggal di dalam tubuh dan proporsi tereliminasi dapat dihitung. Proporsi obat yang tinggal di dalam tubuh dan proporsi tereliminasi dihubungkan dengan waktu paruh tercantum dalam Tabel 3.2. Tabel 3.2. Proporsi obat yang tinggal di dalam tubuh tereliminasi dihubungkan dengan waktu paruh t ½ kumulatif (n) P (proporsi yang Proporsi tinggal di dalam tereliminasi tubuh) ,5 0,25 0,125 0, ,5 0,75 0,875 0,9375 dan Clearance Total (Cl) Clearance total merupakan volume obat per satuan waktu (misalnya ml/menit) yang dikeluarkan oleh tubuh. Ada 2 cara yang dapat digunakan untuk menghitung nilai clearance obat, yaitu: a. Menghubungkan kecepatan eliminasi obat dengan konsentrasi obat di dalam plasma yang dapat dituliskan sebagai berikut: Kecepatan = Cl x konsentrasi obat di dalam plasma...(10) eliminasi Dari persamaan (3) da = ka = k V C.(11) dt 18

29 Persamaan (10) = persamaan (11) Cl. C = k V C Jadi: Cl = kv.(12) b. Menghubungkan dosis dengan Luas Daerah Dibawah Kurva (LDDK) atau Area Under the concentration-time Curve (AUC) Dari persamaan (11): da = k V C dt da = Cl. C dt Ao o t da = Cl Cdt o Maka akan diperoleh persamaan (13): Ao = Dosis = Cl x A U C.(13) Nilai clearance dapat dihitung dengan mengaplikasikan persamaan (13) karena dosis yang diberikan diketahui dan AUC dari Gambar 3.4 dapat dihitung dengan menggunakan Trapezoidal Rule (rumus trapezium). C AUC t Gambar 3.4. Plot konsentrasi versus t 19

30 3.1.6 Clearance Renal dan Clearance Ekstrarenal Ginjal (renal) merupakan organ utama pengeliminasi obat. Peranan renal dalam proses eliminasi dapat dipisahkan dari proses-proses ekstrarenal (hepatic metabolisme, biliary excretion) dengan menganalisis jumlah obat yang muncul di dalam urin pada interval waktu tertentu. Konstanta kecepatan eliminasi adalah jumlah dari konstanta kecepatan eliminasi renal dan konstanta kecepatan eliminasi ekstrarenal seperti dituliskan pada persamaan (14). K = k R + k ER.(14) K R = Konstanta kecepatan eliminasi renal. K ER = konstantan kecepatan eliminasi ekstrarenal. Untuk obat yang dieliminasi berdasarkan reaksi order pertama, kecepatan munculnya obat di dalam urin: dau = kr. A.(15) dt A = jumlah obat di dalam tubuh. Karena A = Ao e kt Maka akan diperoleh prsamaan (16): dau = kr. Ao.e kt.(16) dt Persamaan (16) dapat dirubah menjadi persamaan linier sebagaimana dituliskan pada persamaan (17) berikut: In dau = (InkR Ao ) kt...(17) dt Bila diplot ln dau/dt versus waktu, maka akan diperoleh garis lurus seperti tertera pada Gambar

31 dau In dt Intercept = k R.A 0 = K R. Dosis Gambar 3.5. Plot ln dau/dt versus t t Berdasarkan persamaan (17) maka: Intercept = k R. Dosis.(18) Karena dosis yang diberikan diketahui dan nilai intercept dapat dibaca dari grafik, maka nilai konstanta renal dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (18). Selanjutnya, konstanta ektrarenal dapat dihitung dengan persamaan (14). k = k R + k ER k ER = k k R Clearance renal: Cl R = k R. V Clearance ekstrarenal: Cl ER = k ER. V Fraksi obat yang diekskresikan dalam bentuk tidak berubah (fu) adalah: ClR. C Cl fu = = R k = R...(19) Cl. C Cl k Parameter fu ini dibutuhkan untuk menghitung fungsi ginjal dalam perhitungan dosis untuk pasien dengan gangguan ginjal yang akan dibahas pada Bab IX. 21

32 Parameter farmakokinetika berbagai obat dapat dilihat pada Lampiran II Contoh-contoh Soal 1. Suatu obat dieliminasi dari tubuh melalui proses metabolisme (km = 0.2 jam -1 ) dan ekskresi renal (k R = 0.15 jam -1 ). Hitunglah : a. t 1/2 b. Fraksi obat tidak berubah di dalam urin (fu) c. t 1/2 pada pasien gagal ginjal d. t 1/2 bila terjadi induksi enzim (dalam hal ini km menjadi dua kali lipat) Jawab: a. Perhitungan waktu paruh obat Konstanta kecepatan eliminasi: k = km + k R = 0,2 jam ,15 jam-1 = 0,35 jam -1 Maka: 0,693 0,693 t 1/2 = 1,9 jam -1 k 0,35 jam b. Fraksi obat tidak berubah di dalam urin k fu = R 0, 15 = = 0,43 k 0, 35 c. Pada pasien gagal ginjal k R = 0, maka eliminasi obat hanya melalui proses metabolisme, maka: 0,693 t 1/2 = 3,5 jam -1 0,2 jam e. Bila terjadi induksi enzim (km dua kali lipat), maka: Km = 2 x 0,2 jam -1 = 0,4 jam -1 Dengan demikian, maka konstanta kecepatan eliminasi obat adalah sebagai berikut: k = k m + k R = 0,4 + 0,15 = 0,55 sehingga: 0,693 t 1/2 = 1,26 jam -1 0,55 jam 22

33 2. Suatu obat diberikan secara intravena bolus sebanyak 100 mg kepada pasien dengan t 1/2 = 8 jam; Cl = 2 1iter/ jam. Hitunglah konsentrasi obat pada saat t = 0 (Co) dan konstanta kecepatan eliminasi (k). Jawab: Diketahui Dosis (D) = 100 mg; t 1/2 = 8 jam; Cl = 2 1iter/jam, maka: 0,693 0,693-1 k = = 0,0866 jam t1/ 2 8 jam 2 l Cl jam Cl = k V V = 23,1 liter -1 k 0,0866 jam D D 100 mg V = Co 4,33 mg / liter C V 23,1liter o 3. Bila suatu obat dengan dosis 250 mg diberikan secara intravena dan diperoleh konsentrasi obat di dalam plasma pada saat t = 0 adalah 25 mg / liter. Delapan jam kemudian konsentrasi obat di dalam plasma menurun menjadi 6.25 mg/liter. Hitunglah: a. waktu paruh obat (t 1/2 ) b. clearance ( Cl ) c. bila konsentrasi efektif minimum adalah 10 mg/liter, kapan konsentrasi ini dicapai? Jawab: a. Perhitungan waktu paruh obat Diketahui C = 6,25 mg / l, Co = 25 mg / liter dan t = 8 jam, C = Co. e -kt kt log C = log Co 2,303 8k log 6,25 = log 25 2,303 k = 0,17 jam -1 23

34 0,693 t 1/2 = = 0,693/0,17jam -1 = 4,08 jam k b. Perhitungan clearance obat D 250 mg Cl = kv: V = 10 liter C o 25 mg / liter Cl = 0,17 jam -1 x 10 liter = 1,7 liter jam -1 c. Perhitungan waktu yang dibutuhkan sehingga dicapai konsentrasi efektif minimum (10 mg/liter) kt log C = log Co - 2,303 C = 10 mg / liter Co = 25 mg / liter k = 0,17 jam jam t log 10 = log 25, jadi t = 5,3 jam, artinya konsentrasi efektif minimum dicapai 5,3 jam setelah obat diberikan. Jadi waktu tersebut adalah saat berkhirnya efek optimal obat. 4. Data di bawah ini adalah konsentrasi rata-rata LSD ( lysergic acid diethylamide, suatu senyawa halusinogenik) di dalam darah sebagai fungsi waktu setelah diberikan dengan dosis 2 mcg / kg berat badan secara intravena terhadap 5 orang pasien. Waktu (jam) Konsentrasi (ng / ml)

35 Misalkan tubuh bersifat sebagai model satu kompartemen terbuka dan berat badan (BB) rata-rata pasien adalah 75 kg. Hitunglah: a. Volume distribusi b. Waktu paruh c. Clearance total Jawab: a. Perhitungan volume distribusi obat Dosis = 2 mcg / kg ; BB = 75 kg Gambarkan grafik hubungan antara konsentrasi dan waktu di atas kertas semilog, maka akan diperoleh kurva seperti tertera pada Gambar 3.6, maka dari grafik dapat dibaca bahwa Co = 6.5 ng / ml V = Dosis/Co = (75x 2 mcg)/(6,5 ηg/ml) = 22,9 liter = 23 liter b. Dari Grafik akan diperoleh nilai t 1/2 = 3,3 jam c. Perhitungan nilai clearance total Cl total = kv K = 0,693/t1/2 = 0,693/3,3 jam = 0,21jam -1 Cl total = kv = 0,21 jam -1 x 23 liter = 4,8 liter per jam 25

36 26 Gambar 3.6. Plot data konsentrasi versus waktu

37 5. Data di bawah ini obat yang diekskresikan dalam bentuk tidak berubah melalui urine setelah diberikan 100 mg secara intravena. Selang Waktu (jam) Volume Urine (ml) Konsentrasi ( mg / ml ) Jumlah V x C (mg) t (jam) Jumlah/ t Atau DAu/dt Mid point Waktu (jam) Diketahui volume distribusi obat (V) = 100 liter Hitunglah: a. Waktu paruh obat (t 1/2 ) b. Konstanta Kecepatan Eliminasi (k) c. Konstanta Kecepatan ekskresi renal (k R) d. Clearance renal (Cl R) e. Fraksi obat tidak berubah di dalam urin (fe) Jawab: a. Untuk mendapatkan waktu paruh obat, maka terlebih dahulu dau digambarkan grafik ln versus t. Jadi karena akan dt dau digunakan kertas grafik semilog, maka langsung diplot dt terhadap waktu sehingga akan diperoleh kurva seperti tertera pada Gambar3.6 Berdasarkan persamaan: dau ln = ln (kr. Dosis) kt dt Dari grafik akan diperoleh t 1/2 = 1,7 jam b. k = = 0,4076 jam -1 t1/ jam 27

38 Kecepatan eksresi (dau/dt) (mg/jam). 31mg/jam ,7jam. 1 0, Waktu (jam) Gambar 3.6. Plot kecepatan eksresi versus waktu 28

39 c k R. Dosis = intercept = 31 mg / jam k R x 100 mg = 31 mg / jam k R = 0,31 jam -1 d. Cl R = k R. V = 0.31 jam -1 x 100 liter = 31 liter / jam k R jam e. fe = 76.05% -1 k jam Cl total = kv = jam -1 x 100 l = 40,76 liter/jam. 29

40 BAB IV PEMBERIAN INFUS DENGAN KECEPATAN KONSTAN 4.1. Prinsip Steady State Steady state (SS) atau kondisi tunak adalah suatu keadaan yang mana tidak terjadi perubahan jumlah atau konsentrasi obat di dalam tubuh dengan bertambahnya waktu. Bila kecepatan masuknya (input rate) obat ke dalam tubuh adalah konstan (order nol) sedangkan kecepatan eliminasi (output rate) adalah eksponensial, maka obat akan terakumulasi sampai kondisi tunak dicapai. Dengan demikian steady state dapat dipertahankan apabila kecepatan infus dipertahankan Faktor-faktor yang Mempengaruhi SteadyState Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah obat di dalam tubuh selama infus diberikan dapat dijelaskan berdasarkan prinsip farmakokinetika seperti tertera pada Gambar 4.1 berikut: R A k A.. SS: R = k A Gambar 4.1. Plot jumlah obat di dalam tubuh versus t t 30

41 R = Kecepatan pemberian infus A = Jumlah obat dalam tubuh dalam waktu t K = Konstanta kecepatan eliminasi untuk reaksi order pertama Selama infus diberikan, kecepatan perubahan jumlah obat di dalam tubuh dengan pertambahan waktu (da/dt) adalah selisih antara kecepatan pemberian dengan kecepatan eliminasi, maka: da = Kecepatan pemberian infus - kecepatan eliminasi dt da = R ka... (1) dt Pada kondisi tunak (steady state) tidak ada perubahan jumlah obat di dalam tubuh dengan adanya pertambahan waktu atau: da = 0 dt Maka: R = k Ass Atau jumlah obat pada steady state (Ass) dapat dituliskan sebagai berikut: R Ass =...(2) k Dari persamaan (2), jelaslah bahwa jumlah obat pada steady state: Berbanding lurus dengan kecepatan pemberian infus Berbanding terbalik dengan konstanta kecepatan eliminasi Persamaan (2) dapat ditulis sebagai berikut: Css V = k R Atau Css = kv R R Css = Cl......(3) Dari persamaan (3) dapat diambil kesimpulan bahwa: semua obat yang diinfuskan dengan kecepatan yang sama dan mempunyai clearance yang sama, akan mencapai steady state yang sama 31

42 peninggian kecepatan infus dengan faktor X akan menghasilkan peninggian konsentrasi Steady State dengan faktor yang sama 4.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsentrasi Obat Selama Infus Diberikan Dari persamaan (1) diketahui bahwa: da = R ka dt A = k R (1- e -kt )...(4) A = Jumlah obat di dalam tubuh selama pemberian infus Mengingat bahwa jumlah (A) adalah hasil kali antara volume (V) dengan konsentrasi (C), maka: VC = k R (1 e -kt ) atau C = kv R (1 e -kt ); Css = kv R Maka akan diperoleh persamaan (4): C = Css (1 e -kt )...(4) Konsentrasi obat selama infus diberikan: Berbanding lurus dengan kecepatan pemberian infus Berbanding terbalik dengan konstanta kecepatan eliminasi Berbanding terbalik dengan volume distribusi 4.4. Waktu yang Dibutuhkan untuk Mencapai Steady State Misalkan n adalah jumlah waktu paruh yang dilalui setelah infus t 0,693 diberikan, maka: n = atau t = n t ½ ; k = t1/ 2 t1/ 2 32

43 Bila nilai k dan t disubtitusikan ke dalam persamaan (4), maka akan diperoleh: C = Css [1 e -0,693/ t ½. n t ½ ] C = Css ( 1 e -0,693 n ) = Css (1 ( ½ ) n ) Fraksi steady state dapat dihitung dengan persamaan (5): C/C ss = 1 (1/2) n......(5) C Bila n = 1: = 1 (1/2) = 0,50 Css C Bila n = 2: = 1 (1/2 ) 2 = 0,75 Css C Bila n = 3: = 1 (1/2 ) 3 = 0,88 Css C Bila n = 3.3: = 1 (1/2 ) 3.3 = 0,90 Css Praktisnya, steady state dianggap dicapai dalam waktu 3.3 t ½ setelah obat diberikan atau 90 % SS. Dari persamaan (5): C = 1 (1/2) n Css Dengan demikian waktu yang dibutuhkan untuk mencapai steady state (SS): Hanya tergantung kepada t 1/2 Tidak tergantung kepada dosis atau kecepatan pemberian infus Semakin singkat waktu paruh obat semakin cepat steady state dicapai Kombinasi Intravena Bolus dan Infus Seperti telah diuraikan pada bagian 4.4 bahwa steady state hanya ditentukan oleh waktu paruh obat. Semakin panjang waktu paruh obat, maka semakin lama waktu yang diperlukan agar dicapai 33

44 steady state. Dengan demikian, obat yang mempunyai waktu paruh panjang tidak praktis apabila hanya diberikan secara infus kecepatan konstan saja, karena membutuhkan waktu yang lama sampai diperoleh efek pengobatan. Kombinasi pemberian intravena bolus dengan infus kecepatan konstan seperti tertera pada Gambar 4.2 sering dilakukan agar efek pengobatan segera diperoleh dan dipertahankan. Infus C.. intavena t Gambar 4.2. Plot konsentrasi versus waktu untuk rute infus dan intravena Dalam hal ini, pemberian intravena bolus berperan sebagai dosis muatan (loading dose, LD), sedangkan pemberian infus kecepatan konstan berperan sebagai dosis pertahanan (maintenance dose, MD). Dosis muatan dihitung dengan menggunakan rumus: LD = Css.V Dosis pertahanan dihitung dengan menggunakan rumus: MD = Cl.Css 34

45 4.6. Konsentrasi Obat di dalam Plasma Setelah Infus Dihentikan Profil konsentrasi obat di dalam plasma setelah infus dihentikan adalah sama dengan profil konsentrasi obat setelah diberikan secara intravena seperti tertera pada Gambar 4.3. Css C Setelah infus dihentikan Jumlah t ½ Gambar 4.3. Plot konsentrasi versus jumlah t ½ setelah infus dihentikan C = Konsentrasi obat di dalam plasma Selama infus diberikan, maka: C = Css (1 e kt ) Setelah infus dihentikan, maka: C = Css e kt...(6) 35

46 4.7. Estimasi Parameter Farmakokinetika Parameter farmakokinetika dapat dianalisis berdasarkan kepada persamaan (4): C = Css ( 1 e kt ) C = Css - Css e kt In ( Css - C) = In Css kt...(7) Persamaan (7) merupakan persamaan linier, bila ln (Css - C) diplot terhadap waktu (t), maka akan diperoleh garis lurus seperti tertera pada Gambar Intercept = Css Ln (Css C) Slope = -k Gambar 4.4. Plot ln (Css - C) versus t t K = Slope dari ln (Css C) versus t t 1/2 = 0,693 k Cl T = R Css R = Cl T. Css Cl V = k 36

47 4.8. Contoh-contoh Soal 1. 5 Fluorouracil mempunyai t 1/2 = 7,5 menit. Kapan dicapai konsentrasi tunak (C ss )? Jawab: Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai konsentrasi tunak adalah 3,3 t 1/2 = 3,3 x 7,5 menit = 25 menit. 2. Phenobarbital mempunyai t 1/2 = 5 hari. Kapan dicapai konsentrasi tunak (C ss )? Jawab: Konsentrasi tunak dicapai setelah 3,3 x 5 hari = 16,5 hari 3. Hitunglah loading dose dan maintenance dose theophylline yang dibutuhkan untuk memperoleh dan mempertahankan konsentrasi di dalam darah sebesar 10 mcg/ml. Diketahui volume distribusi (V) = 0,5 1iter/kg ; t 1/2 = 8 jam. Jawab: Loading dose = Css V = 10 mcg/ml x 0,5 1iter/kg = 5 mg/kg K = 0,693 0,693 = t1/ 2 8 jam = 0,087 jam -1 Cl = kv = 0,087 jam -1 x 0,5 1iter/kg = 0,04 1iter/kg jam Maintenance dose = Cl. Css = 0,04 1iter/kg jam x 10 mg/liter = 0,4 mg/kg jam 4. Pada pasien dengan kebiasaan merokok, clearance theophylline biasanya meningkat sampai kali dibandingkan dengan pasien yang bukan perokok, karena nicotine yang terdapat dalam rokok menginduksi kerja enzim cytochrome P450 sehingga mempercepat metabolisme obat. Apakah penyesuaian dosis dibutuhkan untuk pasien tersebut? 37

48 Jawab: Dosis untuk pasien dengan kebiasaan merokok perlu disesuaikan. Kecepatan pemberian infuse untuk pasien perokok tersebut adalah 1,5 x 0,4 mg/kg jam sampai 2 x 0,4 mg/kg jam atau 0,6 mg/kg jam sampai 0,8 mg/kg jam. 5. Suatu obat diberikan secara infus dengan kecepatan konstan (R = 300 mcg/menit) selama 60 menit. Hubungan antara konsentrasi obat dan waktu adalah seperti tertera pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Hubungan antara konsentrasi dan waktu setelah obat diinfuskan Waktu (menit) Konsentrasi Dalam Plasma (C SS C) ( mcg / 100 ml ) Konsentrasi steady state (Css) dicapai pada akhir pemberian infus. a. Hitunglah k dan V b. Berapa konsentrasi obat setelah 20 menit infus dihentikan? c. Jika kecepatan infus 600 mcg / menit, berapa konsentrasi obat setelah 20, 40 dan 60 menit infuse diberikan? d. Berapa dosis muatan yang dibutuhkan untuk memperoleh 70 mcg / 100 ml dengan segera dan berapa kecepatan pemberiaan infus untuk mempertahankan konsentrasi ini? Jawab: a. R = 300 mcg / menit, C SS = 51,8 mcg / ml Dari grafik diperoleh t 1/2 = 10 menit 0,693 0,693-1 k = 0,0693 menit t 10 menit 1/ 2 38

49 300mcg / menit R = C SS x Cl Cl = 51,8 mcg /100ml = 579 ml/menit Cl 579 ml / menit V = 8354,98 ml 8,4 liter -1 k 0,0693 menit b. C = C SS. e -kt - 0,693 x 20 menit C 20 = 51,8 mcg / 100 ml x e = 0,518 mcg / ml x e -1,386 = 0,518 mcg / ml e 1,386 0,518mcg / ml C 20 = = 0,1295 mcg/ml 3,9988 c. Jika kecepatan pemberian infus (R) = 600 mcg / menit maka konsentrasi obat dalam plasma akan menjadi 600/300 (dua kali lipat). Jadi: Konsentrasi setelah 20 menit obat diinfuskan adalah 70 mcg / 100 ml Konsentrasi setelah 40 menit obat diinfuskan adalah 96 mcg / 100 ml. Konsentrasi setelah 60 menit obat diinfuskan adalah mcg / 100 ml. d. Dosis muatan yang dibutuhkan untuk memperoleh konsentrasi 0.70 mcg / ml dengan segera = C SS x V = 0,70 mcg / ml x 8355 ml = 5848,5 mcg = 5,85 mg. Dosis pertahanan: R = Cl x Css = 579 ml / menit x 0,70 mcg / ml = 405,3 mcg / menit. 39

50 BAB V PEMBERIAN OBAT EXTRAVASCULAR Salah satu cara pemberian ekstravaskular yang paling sering dilakukan untuk menghasilkan efek sistemik adalah per oral karena dapat dilakukan oleh pasien sendiri tanpa bantuan perawat ataupun dokter. Berikut ini akan dibahas faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan dan besarnya absorpsi yang meliputi kinetika absorpsi, ketersediaan hayati (F), hubungan antara waktu dengan konsentrasi, analisis parameter-parameter farmakokinetika (konstanta kecepatan absorpsi, konstanta kecepatan eliminasi, konsentrasi maksimum dan waktu yang diperlukan agar dicapai konsentrasi maksimum) setelah obat diberikan per oral Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Absorpsi Untuk obat yang diberikan per oral, absorpsi saluran pencernaan ke dalam sirkulasi sistemik merupakan persyaratan (prerequisite) agar obat didistribusikan ke organ-organ tubuh termasuk reseptor, selanjutnya dihasilkan efek pengobatan. Keterlambatan atau kehilangan sebagian obat selama proses absorpsi dapat mengakibatkan penurunan ketersediaan hayati obat dan keanekaragaman respons, bahkan kadang-kadang menimbulkan kegagalan terapi. Tahapan yang terlibat dalam proses absorpsi setelah obat diberikan per oral tertera pada Gambar

51 Gambar 5.1. Tahapan yang terlibat dalam proses absorpsi obat Umumnya obat diberikan per oral dalam bentuk padat, seperti tablet dan kapsul. Karena obat padat tidak dapat diabsorpsi melalui membran, maka obat tersebut harus terlebih dahulu larut. Kecepatan dan besarnya disolusi tergantung kepada sifat fisika kimia, proses produksi obat, dan faktor fisiologi tubuh. Di samping senyawa aktif, senyawa lain yang ditambahkan untuk meningkatkan stabilitas, mempermudah proses pembuatan, dan meningkatkan penerimaan pasien (patient acceptability) dapat mempengaruhi disolusi senyawa aktif serta efek terapi. Setelah berlangsung proses disolusi, selanjutnya obat diabsorpsi ke dalam sirkulasi sistemik melalui membran dengan fasilitas yang berbeda. Sifat fisika kimia obat, membran, faktor-faktor fisiologi seperti ph cairan pada absorption site (ph lambung dan usus), waktu pengosongan lambung serta banyaknya aliran darah setempat merupakan faktor penentu absorpsi. Beberapa obat mudah melewati membran, namun absorpsi kecil karena sifatnya tidak stabil di dalam cairan pencernaan ataupun dimetabolisme oleh mikroflora usus, enzim epitel serta hati. Seluruh faktor-faktor yang telah dijelaskan tersebut di atas menentukan besarnya nilai ketersediaan hayati obat. 41

52 Obat yang berada di dalam sirkulasi sistemik, selanjutmya didistribusikan ke organ-organ tubuh termasuk reseptor, kemudian dihasilkan efek pengobatan. Besarnya respons yang dihasilkan ditentukan oleh obat yang berikatan dengan reseptor. Semakin banyak obat yang berikatan dengan reseptor, semakin tinggi respons yang dihasilkan Ketersediaan Hayati Per Oral Ketersediaan hayati (F) per oral merupakan fraksi obat yang masuk ke dalam sirkulasi sistemik setelah diberikan dengan dosis tertentu per oral dibandingkan dengan fraksi yang masuk ke dalam sirkulasi sitemik setelah diberikan secara intravena dengan dosis yang sama. Nilai F dapat dihitung persamaan berikut: F = AUCpo/AUCiv AUCpo = Area under the concentration-time curve atau luas daerah di bawah kurva setelah diberikan per oral. AUCiv = Area under the concentration-time curve atau luas daerah di bawah kurva setelah diberikan intravena. Nilai F biasanya lebih kecil dari satu Kinetika Absorpsi Absorpsi obat per oral ke dalam tubuh manusia selalu dianggap mengikuti kinetika order pertama, seperti halnya absorpsi ekstravaskular lainnya, maka dapat dituliskan sebagai berikut: Kecepatan absorpsi = ka. Aa... (1) ka = konstanta kecepatan absorpsi Aa = jumlah obat yang akan diabsorpsi. Kekuatan penggerak absorpsi adalah perbedaan konsentrasi obat pada absorption site (Ca) dengan konsentrasi obat tak terikat di dalam darah arteri (Cu). 42 Kecepatan absorpsi = p. A (Ca Cu).. (2)

53 p = konstanta permiabilitas A = Luas permukaan saluran pencernaan. Distribusi dan eliminasi obat yang telah diabsorpsi menjamin supaya nilai Cu jauh lebih kecil dari Ca, sehingga persamaan (2) dapat ditulis menjadi: Kecepatan absorpsi = p. A. Ca... (3) Bila diasumsikan bahwa volume cairan pada absorption site (Va) selalu konstan, maka persamaan (3) dapat ditulis sebagai berikut: Kecepatan absorpsi = p A Va. A.. (4) Dari persamaan (4) dapat dilihat bahwa kecepatan absorpsi mengikuti reaksi order pertama yang mana konstanta kecepatan absorpsi ditentukan oleh konstanta permiabilitas obat, luas area saluran pencernaan, serta volume cairan pada absorption site. Sungguhpun absorpsi dibatasi oleh kecepatan disolusi sebagaimana dirumuskan dalam persamaan (1), namun kecepatan absorpsi masih mengikuti reaksi order pertama. Hal ini disebabkan karena disolusi merupakan fungsi luas permukaan partikel terlarut yang mana menurun secara eksponensial. Sebagai mana halnya proses reaksi order pertama lainnya, absorpsi obat dapat digambarkan dalam waktu paruh. t 1/2 absorpsi = ka....(5) Bila persamaan (1) diintegralkan, maka: Aa = F. Dose. e -ka. t... (6) Hubungan antara Waktu dengan Konsentrasi Obat Kecepatan perubahan jumlah obat di dalam tubuh merupakan selisih antara kecepatan absorpsi dengan kecepatan eliminasi yang dapat ditulis sebagai berikut: Kecepatan perubahan jumlah = kecepatan absorpsi kecepatan eliminasi obat di dalam tubuh 43

BAB I PENGANTAR FARMAKOKINETIKA. meliputi ruang lingkup ilmu farmakokinetik dan dasar-dasar yang menunjang ilmu

BAB I PENGANTAR FARMAKOKINETIKA. meliputi ruang lingkup ilmu farmakokinetik dan dasar-dasar yang menunjang ilmu BAB I PENGANTAR FARMAKOKINETIKA DESKRIPSI MATA KULIAH Bab ini menguraikan secara singkat tentang ilmu farmakokinetik dasar yang meliputi ruang lingkup ilmu farmakokinetik dan dasar-dasar yang menunjang

Lebih terperinci

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI EKSPERIMENTAL II PERCOBAAN II

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI EKSPERIMENTAL II PERCOBAAN II LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI EKSPERIMENTAL II PERCOBAAN II UJI PENETAPAN PARAMETER FARMAKOKINETIKA SUATU OBAT SETELAH PEMBERIAN DOSIS TUNGGAL MENGGUNAKAN DATA URIN DAN DARAH Disusun oleh : Kelas

Lebih terperinci

TUGAS FARMAKOKINETIKA

TUGAS FARMAKOKINETIKA TUGAS FARMAKOKINETIKA Model Kompartemen, Orde Reaksi & Parameter Farmakokinetik OLEH : NURIA ACIS (F1F1 1O O26) EKY PUTRI PRAMESHWARI (F1F1 10 046) YUNITA DWI PRATIWI (F1F1 10 090) SITI NURNITA SALEH (F1F1

Lebih terperinci

Aplikasi Farmakokinetika Klinis Tidak diragukan lagi bahwa salah satu kunci keberhasilan terapi dengan menggunakan obat adalah ditentukan dari

Aplikasi Farmakokinetika Klinis Tidak diragukan lagi bahwa salah satu kunci keberhasilan terapi dengan menggunakan obat adalah ditentukan dari Aplikasi Farmakokinetika Klinis Tidak diragukan lagi bahwa salah satu kunci keberhasilan terapi dengan menggunakan obat adalah ditentukan dari ketepatan rancangan aturan dosis yang diberikan. Rancangan

Lebih terperinci

By: Dr. Fatma Sri Wahyuni, Apt.

By: Dr. Fatma Sri Wahyuni, Apt. By: Dr. Fatma Sri Wahyuni, Apt. 1. Bidang farmakologi a. Mekanisme kerja obat dalam tubuh, khususnya untuk mengetahui senyawa yang mana yang sebenarnya bekerja dalam tubuh; apakah senyawa asalnya, metabolitnya

Lebih terperinci

APLIKASI FARMAKOKINETIKA DALAM FARMASI KLINIK MAKALAH

APLIKASI FARMAKOKINETIKA DALAM FARMASI KLINIK MAKALAH APLIKASI FARMAKOKINETIKA DALAM FARMASI KLINIK MAKALAH Disusun: Apriana Rohman S 07023232 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA 2011 A. LATAR BELAKANG Farmakologi adalah ilmu mengenai pengaruh

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA PERCOBAAN 1 SIMULASI INVITRO MODEL FARMAKOKINETIK PEMBERIAN INTRAVASKULAR (INTRAVENA) Disusun oleh : Kelompok 2

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA PERCOBAAN 1 SIMULASI INVITRO MODEL FARMAKOKINETIK PEMBERIAN INTRAVASKULAR (INTRAVENA) Disusun oleh : Kelompok 2 LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA PERCOBAAN 1 SIMULASI INVITRO MODEL FARMAKOKINETIK PEMBERIAN INTRAVASKULAR (INTRAVENA) Disusun oleh : Kelompok 2 Suci Baitul Sodiqomah Feby Fitria Noor Diyana Puspa Rini

Lebih terperinci

Pharmacokinetika for Oral Absorption. Nani Kartinah, S.Farm, M.Sc, Apt

Pharmacokinetika for Oral Absorption. Nani Kartinah, S.Farm, M.Sc, Apt Pharmacokinetika for Oral Absorption Nani Kartinah, S.Farm, M.Sc, Apt Introduction Pemberian obat secara ekstravaskular lebih rumit dibandingkan pemberian obat secara intravaskular. Terutama dalam pengaturan

Lebih terperinci

BAB 3 MODEL KOMPARTEMEN SATU TERBUKA : PEMBERIAN INTRAVENA BOLUS

BAB 3 MODEL KOMPARTEMEN SATU TERBUKA : PEMBERIAN INTRAVENA BOLUS Nama : Putri Windasari NIM : 12330083 BAB 3 MODEL KOMPARTEMEN SATU TERBUKA : PEMBERIAN INTRAVENA BOLUS PERTANYAAN PEMBELAJARAN 1. Seorang sukarelawan dengan berat badan 70 kg diberi antibiotika dosis intravena

Lebih terperinci

OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH

OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH OBAT : setiap molekul yang bisa merubah fungsi tubuh secara molekuler. NASIB OBAT DALAM TUBUH Obat Absorbsi (1) Distribusi (2) Respon farmakologis Interaksi dg reseptor

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM. Perancangan program aplikasi yang dibuat dalam skripsi ini menggunakan aturan

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM. Perancangan program aplikasi yang dibuat dalam skripsi ini menggunakan aturan BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM Perancangan program aplikasi yang dibuat dalam skripsi ini menggunakan aturan linear sequential (waterfall). Metode ini terdiri dari empat tahapan yaitu analisis,

Lebih terperinci

FARMAKOKINETIKA. Oleh Isnaini

FARMAKOKINETIKA. Oleh Isnaini FARMAKOKINETIKA Oleh Isnaini Definisi: Farmakologi: Kajian bahan-bahan yang berinteraksi dengan sistem kehidupan melalui proses kimia, khususnya melalui pengikatan molekul regulator dan pengaktifan atau

Lebih terperinci

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh:

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh: FARMAKOKINETIK Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh: Absorpsi (diserap ke dalam darah) Distribusi (disebarkan ke berbagai jaringan tubuh) Metabolisme (diubah

Lebih terperinci

Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi

Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi Farmakokinetik - 2 Mempelajari cara tubuh menangani obat Mempelajari perjalanan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian eksperimental quasi yang telah dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya pengaruh obat anti ansietas

Lebih terperinci

Pengantar Farmakologi

Pengantar Farmakologi Pengantar Farmakologi Kuntarti, S.Kp, M.Biomed 1 PDF Created with deskpdf PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com 4 Istilah Dasar Obat Farmakologi Farmakologi klinik Terapeutik farmakoterapeutik

Lebih terperinci

MATA KULIAH FARMAKOLOGI DASAR

MATA KULIAH FARMAKOLOGI DASAR MATA KULIAH FARMAKOLOGI DASAR AKADEMI FARMASI TADULAKO FARMA PALU 2015 SEMESTER II Khusnul Diana, S.Far., M.Sc., Apt. Obat Farmakodinamis : bekerja terhadap fungsi organ dengan jalan mempercepat/memperlambat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Penyakit hipertensi adalah penyakit tekanan darah tinggi di mana dalam pengobatannya membutuhkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Interaksi Obat Interaksi obat adalah peristiwa dimana aksi suatu obat di ubah atau dipengaruhi oleh obat lain yang di berikan bersamaan. Interaksi obat terjadi jika suatu obat

Lebih terperinci

KINETIKA & LAJU REAKSI

KINETIKA & LAJU REAKSI KINETIKA & LAJU REAKSI 1 KINETIKA & LAJU REAKSI Tim Teaching MK Stabilitas Obat Jurusan Farmasi FKIK UNSOED 2013 2 Pendahuluan Seorang farmasis harus mengetahui profil suatu obat. Sifat fisika-kimia, stabilitas.

Lebih terperinci

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL Pendahuluan Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama obat yang mengalami eliminasi utama di ginjal (Shargel et.al, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. terutama obat yang mengalami eliminasi utama di ginjal (Shargel et.al, 2005). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ginjal merupakan organ penting dalam mengatur kadar cairan dalam tubuh, keseimbangan elektrolit, dan pembuangan sisa metabolit dan obat dari dalam tubuh. Kerusakan

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Farmakologi. Copyright 2002, 1998, Elsevier Science (USA). All rights reserved.

Prinsip-prinsip Farmakologi. Copyright 2002, 1998, Elsevier Science (USA). All rights reserved. Prinsip-prinsip Farmakologi Prinsip-prinsip Farmakologi Obat Zat kimia yang mempengaruhi proses dalam organisme hidup. Prinsip-prinsip Farmakologi Farmakologi Studi atau ilmu tentang obat Prinsip-prinsip

Lebih terperinci

Pengaruh umum Pengaruh faktor genetik Reaksi idiosinkrasi Interaksi obat. Faktor yang mempengaruhi khasiat obat - 2

Pengaruh umum Pengaruh faktor genetik Reaksi idiosinkrasi Interaksi obat. Faktor yang mempengaruhi khasiat obat - 2 Pengaruh umum Pengaruh faktor genetik Reaksi idiosinkrasi Interaksi obat Faktor yang mempengaruhi khasiat obat - 2 1 Rute pemberian obat Untuk memperoleh efek yang cepat obat biasanya diberikan secara

Lebih terperinci

Tujuan Instruksional:

Tujuan Instruksional: Isnaini, S.Si, M.Si, Apt. Tujuan Instruksional: Mahasiswa setelah mengikuti kuliah ini dapat: Menjelaskan secara benar tujuan pemantauan obat dalam terapi Menjelaskan secara benar cara-cara pemantauan

Lebih terperinci

PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING...

PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING... ii LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PENGUJI... iii LEMBAR PERNYATAAN... iv LEMBAR PERSEMBAHAN... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR

Lebih terperinci

diperlukan pemberian secara berulang. Metabolit aktif dari propranolol HCl adalah 4-hidroksi propranolol yang mempunyai aktifitas sebagai β-bloker.

diperlukan pemberian secara berulang. Metabolit aktif dari propranolol HCl adalah 4-hidroksi propranolol yang mempunyai aktifitas sebagai β-bloker. BAB 1 PENDAHULUAN Pemberian obat oral telah menjadi salah satu yang paling cocok dan diterima secara luas oleh pasien untuk terapi pemberian obat. tetapi, terdapat beberapa kondisi fisiologis pada saluran

Lebih terperinci

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat terutama dalam bidang industri farmasi memacu setiap industri farmasi untuk menemukan dan mengembangkan berbagai macam sediaan obat. Dengan didukung

Lebih terperinci

FARMAKOKINETIKA. Farmakologi. Oleh: Isnaini

FARMAKOKINETIKA. Farmakologi. Oleh: Isnaini FARMAKOKINETIKA Oleh: Isnaini Farmakologi Interaksi bahan dgn sistem kehidupan melalui proses kimia, khususnya melalui pengikatan molekul regulator dan pengaktifan atau penghambatan proses tubuh yang normal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini di dunia kafein banyak dikonsumsi dalam berbagai bentuk yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein terdapat dalam berbagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN YENI FARIDA M.SC., APT

PENDAHULUAN YENI FARIDA M.SC., APT PENDAHULUAN YENI FARIDA M.SC., APT KONTRAK BELAJAR Mahasiswa 4S (Senyum Semangat Sopan SAntun) Pakaian sopan dan rapi, kemeja berkerah, dan bersepatu HP silent, tidak diperkenankan smsan ato OL saat kelas

Lebih terperinci

MAKALAH PERHITUNGAN DOSIS OBAT DISUSUN OLEH : VERTI AGSUTIN

MAKALAH PERHITUNGAN DOSIS OBAT DISUSUN OLEH : VERTI AGSUTIN MAKALAH PERHITUNGAN DOSIS OBAT DISUSUN OLEH : VERTI AGSUTIN 5390033 POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG JURUSAN DIII FARMASI TAHUN 205 KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt. karena

Lebih terperinci

Tujuan Instruksional:

Tujuan Instruksional: Isnaini, S.Si, M.Si, Apt. Tujuan Instruksional: Mahasiswa setelah mengikuti kuliah ini dapat: Menjelaskan secara benar tujuan pemantauan obat dalam terapi Menjelaskan secara benar cara-cara pemantauan

Lebih terperinci

baik berada di atas usus kecil (Kshirsagar et al., 2009). Dosis yang bisa digunakan sebagai obat antidiabetes 500 sampai 1000 mg tiga kali sehari.

baik berada di atas usus kecil (Kshirsagar et al., 2009). Dosis yang bisa digunakan sebagai obat antidiabetes 500 sampai 1000 mg tiga kali sehari. BAB I PENDAHULUAN Saat ini banyak sekali penyakit yang muncul di sekitar lingkungan kita terutama pada orang-orang yang kurang menjaga pola makan mereka, salah satu contohnya penyakit kencing manis atau

Lebih terperinci

Minggu 7 MA2151 SIMULASI & KOMPUTASI MATEMATIKA

Minggu 7 MA2151 SIMULASI & KOMPUTASI MATEMATIKA Minggu 7 MA2151 SIMULASI & KOMPUTASI MATEMATIKA Pertumbuhan Terbatas Populasi, secara teori, memiliki potensi untuk mengalami pertumbuhan secara eskponensial. Populasi biasanya bertambah secara cepat pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan analisis obat semakin dikenal secara luas dan bahkan mulai

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan analisis obat semakin dikenal secara luas dan bahkan mulai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kegiatan analisis obat semakin dikenal secara luas dan bahkan mulai dilakukan secara rutin dengan metode yang sistematis. Hal ini juga didukung oleh perkembangan yang

Lebih terperinci

FARMAKOKINETIK KLINIK ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA G I N A A R I F A H : : A S T I Y U N I A : : YUDA :: R I F N A

FARMAKOKINETIK KLINIK ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA G I N A A R I F A H : : A S T I Y U N I A : : YUDA :: R I F N A FARMAKOKINETIK KLINIK ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA G I N A A R I F A H : : A S T I Y U N I A : : YUDA :: R I F N A AMINOGLIKOSIDA Senyawa yang terdiri dari 2 atau lebih gugus gula amino yang terikat lewat

Lebih terperinci

SISTEMATIKA STUDI FARMAKOKINETIK Y E N I F A R I D A S. F A R M., M. S C., A P T

SISTEMATIKA STUDI FARMAKOKINETIK Y E N I F A R I D A S. F A R M., M. S C., A P T SISTEMATIKA STUDI FARMAKOKINETIK Y E N I F A R I D A S. F A R M., M. S C., A P T Studi farmakokinetik Profil ADME obat baru Bentuk sediaan, besar dosis, interval pemberian dan rute pemberian HEWAN UJI

Lebih terperinci

bioavailabilitasnya meningkat hingga mencapai F relsl = 63 ± 22 %

bioavailabilitasnya meningkat hingga mencapai F relsl = 63 ± 22 % BAB 1 PENDAHULUAN Hipertensi merupakan penyakit kardiovaskular yang paling lazim. Prevalensinya bervariasi menurut umur, ras, pendidikan dan banyak variabel lain. Hipertensi arteri yang berkepanjangan

Lebih terperinci

KINETIKA & LAJU REAKSI

KINETIKA & LAJU REAKSI 1 KINETIKA & LAJU REAKSI Tim Teaching MK Stabilitas Obat Jurusan Farmasi FKIK UNSOED 2013 2 Pendahuluan Seorang farmasis harus mengetahui profil suatu obat. Sifat fisika-kimia, stabilitas. Sifat tersebut

Lebih terperinci

Fenasetin (anti piretik jaman dulu) banyak anak2 mati, Prodrug Hasil metabolismenya yg aktif

Fenasetin (anti piretik jaman dulu) banyak anak2 mati, Prodrug Hasil metabolismenya yg aktif Sebelum PCT Fenasetin (anti piretik jaman dulu) banyak anak2 mati, orang dewasa Prodrug Hasil metabolismenya yg aktif Dlm tubuh dimetabolisme menjadi PCT (zat aktif) + metaboliknya Yg sebenarnya antipiretik

Lebih terperinci

PENGANTAR FARMAKOLOGI

PENGANTAR FARMAKOLOGI PENGANTAR FARMAKOLOGI FARMAKOLOGI : PENGGUNAAN OBAT - PREVENTIV - DIAGNOSIS - PENGOBATAN GEJALA PENYAKIT FARMAKOTERAPI : CABANG ILMU PENGGUNAAN OBAT - PREVENTIV - PENGOBATAN FARMAKOLOGI KLINIK : CABANG

Lebih terperinci

Nasib Obat dalam Tubuh (Farmakokinetika)

Nasib Obat dalam Tubuh (Farmakokinetika) Nasib Obat dalam Tubuh (Farmakokinetika) Apa yang terjadi pada obat setelah masuk ke tubuh kita? Pharmacokinetics: science that studies routes of administration, absorption* and distribution*, bioavailability,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pentagamavunon-0 (PGV-0) atau 2,5-bis-(4ʹ hidroksi-3ʹ metoksibenzilidin) siklopentanon adalah salah satu senyawa analog kurkumin yang telah dikembangkan oleh

Lebih terperinci

NASIB OBAT DALAM TUBUH (FARMAKOKINETIKA) REZQI HANDAYANI S.Farm, M.P.H., Apt

NASIB OBAT DALAM TUBUH (FARMAKOKINETIKA) REZQI HANDAYANI S.Farm, M.P.H., Apt NASIB OBAT DALAM TUBUH (FARMAKOKINETIKA) REZQI HANDAYANI S.Farm, M.P.H., Apt KEGUNAAN FARMAKOKINETIKA 1. Bidang farmakologi Farmakokinetika dapat menerangkan mekanisme kerja suatu obat dalam tubuh, khususnya

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN APLIKASI KOMPUTER DALAM STUDI PEMODELAN PARAMETER FARMAKOKINETIK

PENGEMBANGAN APLIKASI KOMPUTER DALAM STUDI PEMODELAN PARAMETER FARMAKOKINETIK PENGEMBANGAN APLIKASI KOMPUTER DALAM STUDI PEMODELAN PARAMETER FARMAKOKINETIK 1. Pendahuluan Aplikasi computer jenis ini merupakan aplikasi computer dalam penelitian dan pengembangan di bidang farmasi

Lebih terperinci

OBAT-OBATAN DI MASYARAKAT

OBAT-OBATAN DI MASYARAKAT OBAT-OBATAN DI MASYARAKAT Pendahuluan Obat adalah zat yang dapat memberikan perubahan dalam fungsi-fungsi biologis melalui aksi kimiawinya. Pada umumnya molekul-molekul obat berinteraksi dengan molekul

Lebih terperinci

DRUG DELIVERY SYSTEM INTRANASAL FIFI ELVIRA JAMRI ( )

DRUG DELIVERY SYSTEM INTRANASAL FIFI ELVIRA JAMRI ( ) DRUG DELIVERY SYSTEM INTRANASAL FIFI ELVIRA JAMRI (12330713) PENDAHULUAN Seiring dengan semakin berkembangnya sains dan teknologi, perkembangan di dunia farmasi pun tidak ketinggalan. Semakin hari semakin

Lebih terperinci

Obat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral

Obat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral Obat Diabetes Farmakologi Terapi Insulin dan Hipoglikemik Oral Obat Diabetes Farmakologi Terapi Insulin dan Hipoglikemik Oral. Pengertian farmakologi sendiri adalah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap

Lebih terperinci

HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT

HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT Oleh: Siswandono Laboratorium Kimia Medisinal Proses absorpsi dan distribusi obat Absorpsi Distribusi m.b. m.b.

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Samarinda, 5 6 Juni 2015 Potensi Produk Farmasi dari Bahan Alam Hayati untuk Pelayanan Kesehatan di Indonesia serta Strategi Penemuannya PROFIL FARMAKOKINETIKA

Lebih terperinci

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat Al Syahril Samsi, S.Farm., M.Si., Apt 1 Faktor yang Mempengaruhi Liberation (Pelepasan), disolution (Pelarutan) dan absorbtion(absorbsi/difusi)lda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu bentuk sediaan yang sudah banyak dikenal masyarakat untuk pengobatan adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini di masyarakat kita, banyak ditemukan penyakit kelainan muskuloskeletal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Penelitian Asma adalah suatu penyakit obstruksi saluran pernafasan yang bersifat kronis dengan

Lebih terperinci

HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT

HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT UBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT UBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT Oleh: Siswandono Laboratorium

Lebih terperinci

mempermudah dalam penggunaannya, orally disintegrating tablet juga menjamin keakuratan dosis, onset yang cepat, peningkatan bioavailabilitas dan

mempermudah dalam penggunaannya, orally disintegrating tablet juga menjamin keakuratan dosis, onset yang cepat, peningkatan bioavailabilitas dan BAB 1 PENDAHULUAN Sediaan Tablet merupakan suatu bentuk sediaan solid mengandung bahan obat (zat aktif) dengan atau tanpa bahan pengisi (Departemen Kesehatan RI, 1995). Tablet terdapat dalam berbagai ragam,

Lebih terperinci

(AIS) dan golongan antiinflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak.

(AIS) dan golongan antiinflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak. BAB 1 PENDAHULUAN Di era globalisasi saat ini, rasa sakit atau nyeri sendi sering menjadi penyebab salah satu gangguan aktivitas sehari-hari seseorang. Hal ini mengundang penderita untuk segera mengatasinya

Lebih terperinci

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI EKSPRIMENTAL II

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI EKSPRIMENTAL II LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI EKSPRIMENTAL II PERCOBAAN V UJI PENETAPAN WAKTU PENGAMBILAN CUPLIKAN DAN ASUMSI MODEL KOMPARTEMEN SERTA PEMILIHAN DOSIS DALAM FARMAKOKINETIKA Disusun oleh : Kelas :

Lebih terperinci

BAB II. STUDI PUSTAKA

BAB II. STUDI PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... iii HALAMAN PERNYATAAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR SINGKATAN... ix DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

Interpolasi Polinom pada Farmakokinetik dengan Model Kompartemen Ganda

Interpolasi Polinom pada Farmakokinetik dengan Model Kompartemen Ganda Interpolasi Polinom pada Farmakokinetik dengan Model Kompartemen Ganda Teuku Reza Auliandra Isma (13507035) 1 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan dan kemajuan zaman, teknologi di bidang farmasi saat ini

Lebih terperinci

Paradigma dalam pengembangan obat. Pertimbangan terapeutik Pertimbangan biofarmasetik Pendekatan fisikokimia 4/16/2013 1

Paradigma dalam pengembangan obat. Pertimbangan terapeutik Pertimbangan biofarmasetik Pendekatan fisikokimia 4/16/2013 1 Paradigma dalam pengembangan obat Tahapan pengembangan obat Pertimbangan terapeutik Pertimbangan biofarmasetik Pendekatan fisikokimia 4/16/2013 1 Aspek Sasaran kerja obat Desain obat Sintesis In the past

Lebih terperinci

Pengantar Farmakologi Keperawatan

Pengantar Farmakologi Keperawatan Pengantar Farmakologi Keperawatan dr H M Bakhriansyah, M.Kes.,., M.Med.Ed Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM Farmakologi Substansi yang berinteraksi dengan suatu sistem yang hidup melalui proses

Lebih terperinci

tanpa tenaga ahli, lebih mudah dibawa, tanpa takut pecah (Lecithia et al, 2007). Sediaan transdermal lebih baik digunakan untuk terapi penyakit

tanpa tenaga ahli, lebih mudah dibawa, tanpa takut pecah (Lecithia et al, 2007). Sediaan transdermal lebih baik digunakan untuk terapi penyakit BAB 1 PENDAHULUAN Dalam dekade terakhir, bentuk sediaan transdermal telah diperkenalkan untuk menyediakan pengiriman obat yang dikontrol melalui kulit ke dalam sirkulasi sistemik (Tymes et al., 1990).

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS)

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) MATA KULIAH Biofarmasetika & Oleh : Dr. Muslim Suardi, MSi, Apt Prof. Dr. Henny Lucida, Apt Drs. Salman, MSi, Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. perkembangan yang sangat pesat. Penggunaan obat hewan pada masa

PENDAHULUAN. Latar Belakang. perkembangan yang sangat pesat. Penggunaan obat hewan pada masa PENDAHULUAN Latar Belakang Industri perunggasan di Indonesia, terutama broiler saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Penggunaan obat hewan pada masa pemeliharaan broiler untuk meningkatkan

Lebih terperinci

COKORDA ISTRI SRI ARISANTI

COKORDA ISTRI SRI ARISANTI COKORDA ISTRI SRI ARISANTI POKOK BAHASAN Pendahuluan Kinetika iv bolus dosis ganda Kinetika pemberian secara oral dosis ganda Efek perubahan dosis, interval dosis dan waktu paro terhadap akumulasi obat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi di bidang farmasi begitu pesat, termasuk pengembangan berbagai

Lebih terperinci

2/20/2012. Oleh: Joharman

2/20/2012. Oleh: Joharman PENGANTAR FARMAKOLOGI Oleh: Joharman Farmakologi Interaksi bahan dgn sistem kehidupan melalui proses kimia, khususnya melalui pengikatan molekul regulator dan pengaktifan atau penghambatan proses tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Warfarin merupakan antagonis vitamin K yang banyak digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Warfarin merupakan antagonis vitamin K yang banyak digunakan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Warfarin merupakan antagonis vitamin K yang banyak digunakan sebagai antikoagulan oral untuk terapi tromboembolisme vena dan untuk mencegah emboli sistemik

Lebih terperinci

Penentuan Parameter Farmakokinetika Salisilat dengan Data Urin

Penentuan Parameter Farmakokinetika Salisilat dengan Data Urin Penentuan Parameter Farmakokinetika Salisilat dengan Data Urin Tujuan Umum Menentukan parameter farmakokinetikasuatu obat dengan menggunakan data Turin Tujuan Khusus - Mahasiswa mampu menerapkan cara mendapatkan

Lebih terperinci

Farmakologi. Pengantar Farmakologi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM. Farmakodinamik. ., M.Med.Ed. normal tubuh. menghambat proses-proses

Farmakologi. Pengantar Farmakologi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM. Farmakodinamik. ., M.Med.Ed. normal tubuh. menghambat proses-proses dr H M Bakhriansyah, M.Kes.,., M.Med.Ed Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM Farmakologi Substansi yang berinteraksi dengan suatu sistem yang hidup melalui proses kimia, terutama terikat pada molekul

Lebih terperinci

Pengantar Farmakologi

Pengantar Farmakologi dr H M Bakhriansyah, M.Kes., M.Med.Ed Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM Farmakologi Substansi yang berinteraksi dengan suatu sistem yang hidup melalui proses kimia, terutama terikat pada molekul

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Gangguan Ginjal Kronik 2.1.1 Definisi Penyakit ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari sama dengan tiga bulan, berdasarkan kelainan

Lebih terperinci

Bab II Pemodelan. Gambar 2.1: Pembuluh Darah. (Sumber:

Bab II Pemodelan. Gambar 2.1: Pembuluh Darah. (Sumber: Bab II Pemodelan Bab ini berisi tentang penyusunan model untuk menjelaskan proses penyebaran konsentrasi oksigen di jaringan. Penyusunan model ini meliputi tinjauan fisis pembuluh kapiler, pemodelan daerah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bentuk sediaan obat merupakan sediaan farmasi dalam bentuk tertentu sesuai dengan kebutuhan, mengandung satu zat aktif atau lebih dalam pembawa yang digunakan sebagai

Lebih terperinci

mengontrol biosintesis mediator inflamasi (prostaglandin,leukotriene) dengan meng inhibisi asam arakidonat.

mengontrol biosintesis mediator inflamasi (prostaglandin,leukotriene) dengan meng inhibisi asam arakidonat. A. PENDAHULUAN Tujuan praktikum ini lah mengenal dan memahami yang mungkin terjadi antara obat-obat p resep polifarmasi. Praktikum ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa setiap dokter pasti akan melakukan

Lebih terperinci

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat;

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat; BAB 1 PENDAHULUAN Seiring dengan kemajuan teknologi dan pengetahuan dalam bidang farmasi, perkembangan terhadap metode pembuatan sediaan obat untuk meningkatkan mutu obat juga semakin maju. Dengan meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Walaupun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien

Lebih terperinci

Lampiran 1. Flowsheet Rancangan Percobaan

Lampiran 1. Flowsheet Rancangan Percobaan 43 Lampiran 1. Flowsheet Rancangan Percobaan Furosemida Sifat Fisikokimia Serbuk hablur berwarna putih s/d kekuningan dan tidak berbau Praktis tidak larut dalam air pka 3,9 Log P 0,74 Kelarutan 0,01 (mg/ml)

Lebih terperinci

konvensional 150 mg dapat menghambat sekresi asam lambung hingga 5 jam, tetapi kurang dari 10 jam. Dosis alternatif 300 mg dapat meningkatkan

konvensional 150 mg dapat menghambat sekresi asam lambung hingga 5 jam, tetapi kurang dari 10 jam. Dosis alternatif 300 mg dapat meningkatkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, penyakit saluran cerna merupakan penyakit yang sangat sering dialami oleh banyak orang karena aktivitas dan rutinitas masingmasing orang, yang membuat

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Surat Hasil Identifikasi Tumbuhan. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Lampiran 1. Surat Hasil Identifikasi Tumbuhan. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Surat Hasil Identifikasi Tumbuhan 44 Lampiran 2. Bunga, simplisia bunga pepaya jantan dan Serbuk simplisia bunga pepaya jantan a. Bunga Pepaya Jantan b. Simplisia bunga pepaya jantan

Lebih terperinci

Effervescent system digunakan pada penelitian ini. Pada sistem ini formula tablet mengandung komponen polimer dengan kemampuan mengembang seperti

Effervescent system digunakan pada penelitian ini. Pada sistem ini formula tablet mengandung komponen polimer dengan kemampuan mengembang seperti BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang farmasi semakin pesat, khususnya dalam pengembangan berbagai macam rancangan sediaan obat. Rancangan sediaan obat

Lebih terperinci

Di bawah ini diuraikan beberapa bentuk peresepan obat yang tidak rasional pada lansia, yaitu :

Di bawah ini diuraikan beberapa bentuk peresepan obat yang tidak rasional pada lansia, yaitu : Peresepan obat pada lanjut usia (lansia) merupakan salah satu masalah yang penting, karena dengan bertambahnya usia akan menyebabkan perubahan-perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik. Pemakaian obat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

FORMULASI TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL HCl DENGAN MATRIKS METOLOSE 90SH : STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA SKRIPSI

FORMULASI TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL HCl DENGAN MATRIKS METOLOSE 90SH : STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA SKRIPSI FORMULASI TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL Cl DENGAN MATRIKS METOLOSE 90S : STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA SKRIPSI Oleh: INDA LUTFATUL AMALIYA K 100040058 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUAMMADIYA

Lebih terperinci

PROFIL FARMAKOKINETIK TEOFILIN YANG DIBERIKAN SECARA BERSAMAAN DENGAN JUS JAMBU BIJI (Psidium Guajava L.) PADA KELINCI JANTAN SKRIPSI

PROFIL FARMAKOKINETIK TEOFILIN YANG DIBERIKAN SECARA BERSAMAAN DENGAN JUS JAMBU BIJI (Psidium Guajava L.) PADA KELINCI JANTAN SKRIPSI PROFIL FARMAKOKINETIK TEOFILIN YANG DIBERIKAN SECARA BERSAMAAN DENGAN JUS JAMBU BIJI (Psidium Guajava L.) PADA KELINCI JANTAN SKRIPSI Oleh: RETNO WULANDARI K 100050119 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat.

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat. I. Pembahasan Disolusi Suatu obat yang di minum secara oral akan melalui tiga fase: fase farmasetik (disolusi), farmakokinetik, dan farmakodinamik, agar kerja obat dapat terjadi. Dalam fase farmasetik,

Lebih terperinci

juga mendapat terapi salisilat. Pasien harus diberi pengertian bahwa selama terapi bismuth subsalisilat ini dapat mengakibatkan tinja berwarna hitam

juga mendapat terapi salisilat. Pasien harus diberi pengertian bahwa selama terapi bismuth subsalisilat ini dapat mengakibatkan tinja berwarna hitam 1. Agen Pelindung Mukosa a Sukralfat Dosis Untuk dewasa 4 kali sehari 500-1000 mg (maksimum 8 gram/hari) sewaktu lambung kosong (1 jam sebelum makan dan tidur). Pengobatan dianjurkan selama 4-8 minggu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obat-obat anti inflamasi non-steroid (AINS) banyak digunakan untuk terapi

BAB I PENDAHULUAN. Obat-obat anti inflamasi non-steroid (AINS) banyak digunakan untuk terapi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Obat-obat anti inflamasi non-steroid (AINS) banyak digunakan untuk terapi kelainan musculoskeletal, seperti artritis rheumatoid, yang umumnya hanya meringankan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. RSUD DR M.M Dunda Limboto pada bulan Januari Juni 2012, 70 kasus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. RSUD DR M.M Dunda Limboto pada bulan Januari Juni 2012, 70 kasus BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian menggunakan data-data dari rekam medik penderita gagal ginjal kronik atau sering disebut CKD (Chronic kidney disease) yang sudah mengalami tahap hemodialisis

Lebih terperinci

I. PERTUMBUHAN MIKROBA

I. PERTUMBUHAN MIKROBA I. PERTUMBUHAN MIKROBA Pertumbuhan adalah penambahan secara teratur semua komponen sel suatu jasad. Pembelahan sel adalah hasil dari pembelahan sel. Pada jasad bersel tunggal (uniseluler), pembelahan atau

Lebih terperinci

FARMAKOLOGI NIKOTIN DAN PRINSIP ADIKSI

FARMAKOLOGI NIKOTIN DAN PRINSIP ADIKSI 1 FARMAKOLOGI NIKOTIN DAN PRINSIP ADIKSI Modul 2 Tobacco Education Program Peran Apoteker dalam Pengendalian Tembakau Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada This presentation was adapted from Rx for

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Interaksi obat dianggap penting karena dapat menguntungkan dan merugikan. Salah satu dari interaksi obat adalah interaksi obat itu sendiri dengan makanan. Interaksi

Lebih terperinci

Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1

Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1 Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1 Melibatkan berbagai investigasi bahan obat mendapatkan informasi yang berguna Data preformulasi formulasi sediaan yang secara fisikokimia stabil dan secara biofarmasi

Lebih terperinci

SKRIPSI FITRIA ARDHITANTRI K Oleh :

SKRIPSI FITRIA ARDHITANTRI K Oleh : IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS POTENSIAL KATEGORI DOSIS PADA PASIEN DI INSTALASI RAWAT JALAN BAGIAN ANAK RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA PERIODE JANUARI - JUNI 2007 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah

Lebih terperinci

Pengertian farmakodinamika Dosis Efek samping Reaksi yang merugikan Efek toksik. Farmakodinamik - 2

Pengertian farmakodinamika Dosis Efek samping Reaksi yang merugikan Efek toksik. Farmakodinamik - 2 Pengertian farmakodinamika Dosis Efek samping Reaksi yang merugikan Efek toksik Farmakodinamik - 2 1 Mempelajari efek obat terhadap fisiologi dan biokimia seluler dan mekanisme kerja obat Mempelajari mekanisme

Lebih terperinci

BIOFARMASI Dhadhang Wahyu Kurniawan Laboratorium Farmasetika

BIOFARMASI Dhadhang Wahyu Kurniawan Laboratorium Farmasetika 10/3/2012 BIOFARMASI 1 Dhadhang Wahyu Kurniawan Laboratorium Farmasetika Unsoed @Dhadhang_WK SEJARAH BIOFARMASI Pada akhir tahun 1950-an dan awal tahun 1960- an bermunculan laporan, publikasi dan diskusi

Lebih terperinci

anti-inflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak. Obat golongan ini mempunyai efek

anti-inflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak. Obat golongan ini mempunyai efek BAB 1 PENDAHULUAN Saat ini, rasa sakit karena nyeri sendi sering menjadi penyebab gangguan aktivitas sehari-hari seseorang. Hal ini mengundang penderita untuk segera mengatasinya baik dengan upaya farmakoterapi,

Lebih terperinci