PENERAPAN METODE BOOTHROYD DEWHURST DALAM PERANCANGAN ULANG PRODUK RICHTPRESSE ( Studi Kasus di PT. Budi Agung Periangan )

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENERAPAN METODE BOOTHROYD DEWHURST DALAM PERANCANGAN ULANG PRODUK RICHTPRESSE ( Studi Kasus di PT. Budi Agung Periangan )"

Transkripsi

1 PENERAPAN METODE BOOTHROYD DEWHURST DALAM PERANCANGAN ULANG PRODUK RICHTPRESSE ( Studi Kasus di PT. Budi Agung Periangan ) Renila Yovita dan Thedy Yogasara Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri Universitas Katolik Parahyangan thedy@home.unpar.ac.id Abstrak Dalam era teknologi sekarang ini, proses perakitan dalam suatu perusahaan memegang peranan yang cukup penting. Efisiensi proses perakitan dalam suatu perusahaan akan mempengaruhi efisiensi dari proses produksi produk tersebut secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan adanya perbaikan-perbaikan dalam proses perakitan agar efisiensi proses perakitan dapat meningkat. Selain itu, agar dapat bersaing dalam pasar industri saat ini, perancangan produk yang dilakukan harus dapat memenuhi keinginan dari konsumen. Perancangan sistem perakitan suatu produk tidak dapat terlepas dari sistem perancangan produk itu sendiri. Berbagai dasar pemikiran dalam upaya melakukan perbaikan dalam beberapa waktu ini telah muncul. Namun hingga saat ini, dasar pemikiran oleh Boothroyd Dewhurst mengenai cara meminimasi jumlah komponen yang digunakan, adalah konsep terbaik untuk digunakan dalam perancangan produk yang akan berlanjut pada rancangan sistem perakitan ( Design for Assembly ) dan manufaktur ( Design for Manufacture ). Hasil evaluasi terhadap sistem rancangan produk yang didasarkan atas metode Boothroyd Dewhurst ini adalah peningkatan efisiensi perakitan yang terjadi setelah perbaikan atau modifikasi produk. Modifikasi ini dilakukan melalui pengurangan jumlah komponen semaksimal mungkin, sehingga didapatkan jumlah komponen yang minimum. Dalam penelitian ini, produk yang diamati adalah produk RICHTPRESSE yang diproduksi oleh PT. Budi Agung Periangan. Perancangan desain usulan untuk produk ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan performansi proses perakitan. Setelah dilakukan perhitungan estimasi performansi ( berdasarkan metode Boothroyd Dewhurst ) ternyata didapatkan bahwa performansi proses perakitan dari produk RICHTPRESSE desain usulan lebih besar jika dibandingkan dengan desain produk awal. Keyword : proses perakitan, Design for Assembly, minimasi jumlah komponen, performansi, design efficiency.. Pendahuluan Menurut Kristyanto dan Dewa SP ( 999 ), efisiensi proses perakitan sebuah produk dalam sebuah perusahaan tergantung pada dua hal yang saling berinteraksi, yaitu antara manusia ( operator perakitan ) ataupun robot ( jika sistem telah terotomasi ) dengan produk yang akan dirakit itu sendiri. Evaluasi terhadap kerja manusia memang tidak dapat diabaikan agar manusia tersebut dapat melakukan pekerjaannya secepat dan seteliti mungkin. Namun, efisiensi tidak dapat diperoleh secara maksimal apabila proses kerja manusia tidak disertakan dengan rancangan produk yang baik. Dengan kata lain, perancangan sistem perakitan untuk suatu produk tidak dapat terlepas dari rancangan produk itu sendiri, dimana fungsi atau bagian bagian produk tersebut mempunyai konsep yang jelas keberadaannya. Perancangan produk adalah langkah pertama dalam kegiatan manufaktur dan merupakan suatu aktivitas yang secara tradisional dimulai dengan pembuatan sketsa part produk dan assembly, yang selanjutnya akan dibuat pada papan gambar atau program CAD yang merupakan tempat di mana assembly dan gambar secara mendetail dibuat ( Kocabicak 2000 ). Gambar gambar ini kemudian dikirim ke bagian manufaktur dan assembly engineers, yang tugasnya adalah melakukan proses produksi yang optimal dalam menghasilkan produk akhir. Pada tahap ini seringkali ditemukan masalah manufaktur dan perakitan yang akan menyebabkan adanya permintaan perubahan dari rancangan produk saat itu.

2 Kadang kala, perubahan rancangan ini menyebabkan waktu delay yang cukup besar sehingga produksi dari produk terhambat. Dapat dijelaskan bahwa semakin terlambat ditemukannya masalah ( perancangan ulang ) maka akan semakin mahal pula biaya yang diperlukan untuk melakukan perubahan. Oleh karena itu, proses manufaktur dan perakitan perlu diperhitungkan pada tahap product design. Hal ini dilakukan atas dasar bahwa perubahan rancangan harus dilakukan sedini mungkin. Seperti terlihat pada gambar, penggunaan waktu yang lebih banyak pada tahap design akan menghemat waktu dan juga mengurangi biaya produksi. Penerapan Design for Assembly juga akan mempercepat terkirimnya produk ke pasar. Dalam lima belas tahun terakhir ini Design for Assembly telah menjadi konsep yang semakin penting dalam melakukan perancangan produk produk pasar saat ini. 5 % 25 % TRADITIONAL Pre.Design Design & Detail DESIGN FOR ASSEMBLY Preliminary Design Design & Detail 20 % 5 % Build Test Reengineer 5 % 50 % Build Test Reengineer Admin 5 % SAVING 45 % 20 % Admin Gambar. Perbandingan antara Teknik Tradisional dengan Teknik Design for Assembly Sumber : Kocabicak 2000, h. Produk yang diteliti dalam penelitian ini adalah alat penekuk atau pembengkok, yang biasa disebut Richtpresse. Alat ini berfungsi untuk menekuk atau membengkokkan benda kerja yang berupa batangan silinder kecil. Dilihat dari desain awalnya, produk Richtpresse ini diperkirakan masih dapat didesain ulang sehingga jumlah part yang ada dapat direduksi tanpa mengorbankan aspek fungsinya. Selain itu, berdasarkan data data yang ada pada perusahaan, dapat diketahui bahwa cacat fungsional yang terjadi pada proses pembentukan benda kerja dengan produk Richtpresse ini cukup banyak. Proses redesign produk Richtpresse diharapkan akan mampu meningkatkan performansi proses assembly produk tersebut dan juga diusahakan agar dapat meningkatkan kualitas ( meminimasi cacat fungsional yang terjadi ). 2. Design for Assembly ( DFA ) Ulrich dan Eppinger ( 995 ) menjelaskan bahwa DFA adalah suatu proses perancangan produk yang bertujuan untuk memudahkan proses perakitan. Inti dari DFA adalah mengurangi jumlah bagianbagian produk yang terpisah ( minimasi komponen ). To assembly menunjuk pada penambahan atau penggabungan bagian-bagian atau komponen komponen individu untuk membentuk produk yang lengkap. Penerapan DFA lebih mengarah pada analisis kemudahan perakitan secara spesifik. DFA merupakan bagian dari Design for Manufacture ( DFM ). Berdasarkan penjelasan dari Ulrich dan Eppinger (995), metodologi DFM dapat digambarkan seperti pada gambar 2. Metodologi DFM dapat dilakukan beberapa kali ( iteratif ) sampai tim perancang menganggap bahwa rancangan yang didapatkan sudah cukup baik. 2. Prinsip-prinsip DFM Beberapa prinsip DFM yang dikemukakan Stoll maupun Syan & Swift ( Stoll dalam Corbett et al. (eds) 986, h.3; Syan & Swift dalam Syan & Menon (eds) 994, h.06 ) adalah sebagai berikut :. Minimasi jumlah part keseluruhan 2. Mengembangkan perancangan modular.

3 3. Menggunakan komponen standar atau menimimasi variasi part. 4. Merancang part-part multi-fungsi/multi-guna. 5. Merancang part-part yang mudah dibuat. 6. Menghindari komponen pengunci/fastener secara terpisah. 7. Meminimasi arah perakitan ( merancang perakitan satu arah ). 8. Merancang perakitan yang mudah untuk dilakukan. 9. Meminimasi penanganan. 0. Mengevaluasi metode perakitan.. Menghilangkan atau menyederhanakan proses penyesuaian/adjustment. 2. Menghindari komponen yang fleksibel ( komponen yang boleh ada atau boleh tidak ada dalam pembuatan produk ). Proposed Design Estimate the Manufacturing Cost Reduce the Costs of Components Reduce the Costs of Assembly Reduce the Costs of Supporting Production Consider the Impact of DFM Decisions on Other Factors Recompute the Manufacturing Costs N Good Enough? Y Acceptable Design Gambar 2. Metodologi DFM Sumber : Ulrich & Eppinger 995, Product Design and Development, h. 2.2 Tujuan DFA Syan dan Swift menuliskan bahwa tujuan DFA adalah ( Syan & Swift dalam Syan & Menon (eds) 994, h.8 ) :. Mendapatkan jumlah part seminimal mungkin. 2. Mengoptimalkan kemampuan perakitan atau assemblability dari setiap part. 3. Mengoptimalkan kemampuan penanganan atau handlability dari part dan perakitan. 4. Meningkatkan kualitas, meningkatkan efisiensi, dan mengurangi biaya perakita 3. Metode Boothroyd Dewhurst Metode Boothroyd Dewhurst adalah salah satu metode yang dapat digunakan dalam menerapkan DFA. Pada saat dilakukan proses perakitan, penanganan dan penggabungan setiap part dipertimbangkan secara terpisah. Metode ini menghitung nilai efisiensi perancangan berdasarkan taraf kesulitan dan nilai guna dari setiap gerakan perakitan. Perancangan Perakitan berdasarkan Metodologi Boothroyd Dewhurst dibagi menjadi tiga jenis perakitan yaitu ( Boothroyd & Dewhurst 99 ) :. Perancangan perakitan manual ( Design for Manual Assembly )

4 Pada perakitan manual, peralatan yang digunakan biasanya lebih sederhana dan relatif murah dibandingkan dengan metode perakitan high-speed automatic dan perakitan robotic. Selain itu, perakitan manual biasanya lebih fleksibel dan lebih adaptif dibandingkan dengan metode perakitan high-speed automatic dan perakitan robotic sehingga memungkinkan jika akan dilakukan perancangan dengan variasi yang tinggi, walaupun jumlah volume produksi pada perakitan manual biasanya relatif rendah atau lebih rendah daripada perakitan high-speed automatic dan perakitan robotic. 2. Perancangan perakitan high-speed automatic Perakitan ini digunakan untuk merancang desain produk yang dirakit dengan menggunakan mesin dengan berbagai fungsi perakitan secara sekaligus dengan kecepatan tinggi. Perakitan ini biasanya digunakan untuk merakit produk dengan volume produksi yang sangat tinggi dan variasi yang rendah. 3. Perancangan perakitan robotic Perakitan ini biasanya digunakan untuk merakit produk-produk yang memerlukan ketepatan atau akurasi yang tinggi dan sulit jika dilakukan oleh manusia. Pada perakitan robotic, variasi dapat dibuat setinggi mungkin, disesuaikan dengan kemampuan robot. Perakitan robotic membutuhkan biaya yang tinggi. Oleh sebab itu, perakitan robotic biasanya digunakan untuk merakit produk dengan volume produksi yang tinggi. 3. Prosedur untuk Analisis Produk yang Dirakit Secara Manual Menurut Boothroyd dan Dewhurst ( 99 ), langkah-langkah analisis desain secara manual dapat dijelaskan sebagai berikut :. Mendapatkan informasi terbaik tentang produk atau perakitan. 2. Menentukan bagian-bagian perakitan ( membayangkan bagaimana perakitan tersebut dilakukan ) dan mengidentifikasi setiap item dari produk menurut urutan perakitan. 3. Membuat dan mengisi lembar kerja yang merumuskan proses perakitan secara detail dari produk yang dirancang. Tabel lembar kerja perakitan untuk desain awal ini dapat dilihat pada tabel. 4. Merancang ulang produk tersebut. Pertama-tama, part yang memiliki jumlah identifikasi tertinggi dirakit pada fixture kerja kemudian dilanjutkan dengan part-part yang tersisa satu per satu. Perancangan ulang dilakukan sambil mengisi lembar kerja untuk produk redesign. Perlu diperhatikan bahwa pengisian lembar kerja dilakukan per baris untuk setiap part yang terlibat dalam perancangan perakitan ulang produk. Tabel lembar kerja perakitan untuk desain usulan ini dapat dilihat pada tabel 2. Petunjuk pengisian lembar kerja dapat dijelaskan sebagai berikut : Kolom : Identifikasi nomor part. Kolom 2 : Jumlah operasi yang dilakukan secara berurutan/berulang. Kolom 3 : Kode proses penanganan dua digit, didapatkan dari tabel Estimasi Waktu Penanganan secara Manual, yang dapat dilihat pada tabel 5 di akhir makalah ini ( Lampiran ). Kolom 4 : Waktu penanganan ( satuan detik ), didapatkan dari tabel Estimasi Waktu Penanganan secara Manual yang terdapat pada tabel 5 dan dihubungkan dengan kode penanganan dua digit pada kolom 3. Kolom 5 : Kode proses penggabungan dua digit, yang didapatkan dari tabel Estimasi Waktu Penggabungan secara Manual, yang dapat dilihat pada tabel 6 di akhir makalah ini ( Lampiran ). Kolom 6 : Waktu penggabungan ( satuan detik ), didapatkan dari tabel Estimasi Waktu Penggabungan secara Manual yang terdapat pada tabel 6 dan dihubungkan dengan kode penggabungan dua digit pada kolom 5. Kolom 7 : Waktu operasi total ( satuan detik ), dihitung dengan menjumlahkan waktu penanganan ( kolom 4 ) dan waktu penggabungan ( kolom 6 ) dan mengalikan nilai tersebut dengan jumlah operasi pengulangan pada kolom 2. Kolom 8 : Biaya operasi total ( satuan rupiah ), didapatkan dengan mengalikan waktu operasi total ( kolom 7 ) dengan.04 dimana nilai.04 adalah rata-rata biaya perakitan manual per detik. Kolom 9 : Penentuan gambaran produk yang memperbolehkan jumlah part minimum secara teoritis dalam perakitan. Aturan yang memperbolehkan penambahan part dalam assembly adalah :

5 a. Apakah selama operasi dilakukan, part tersebut bergerak relatif terhadap part-part lain yang telah dirakit? Hanya gerakan mayor yang dipertimbangkan. Gerakan minor, misalnya gerakan yang disebabkan oleh engsel, tidak perlu dipertimbangkan. b. Haruskah part tersebut terbuat dari material yang berbeda atau harus-kah part tersebut dipisahkan dari part-part lain yang telah dirakit? Hanya alasan yang sangat mendasar yang dapat diterima untuk peng-gunaan jenis material yang berbeda. c. Apakah part tersebut memang harus dipisahkan dari part-part lain yang telah dirakit agar tidak menye-babkan perakitan atau pergerakan part lain menjadi tidak mungkin? Hanya alasan yang sangat mendasar yang dapat dipertimbangkan untuk pemisahan part. Jika paling sedikit satu dari ketiga jawaban di atas adalah ya, maka angka ditempatkan pada kolom 9, tetapi jika ketiga jawaban dari pertanyaan di atas adalah tidak, maka angka 0 ditempatkan pada kolom Jika semua baris telah dilengkapi ( re-assembly sudah lengkap ), nilai dalam kolom 7 dijumlahkan untuk mendapatkan estimasi total waktu perakitan manual. Nilai dalam kolom 8 dijumlahkan untuk mendapatkan estimasi total biaya perakitan manual. Nilai dalam kolom 9 dijumlahkan untuk mendapatkan jumlah part minimum teoritis untuk perakitan secara lengkap. 6. Menghitung efisiensi desain perakitan manual dengan cara ( Boothroyd & Dewhurst 99, h.ii-5 ) : EM = (3 x NM) / TM, dimana : EM = efisiensi desain manual, NM = jumlah part minimum teoritis, TM = total waktu perakitan manual. Efisiensi desain perakitan tersebut menunjukkan perbandingan antara estimasi waktu perakitan produk redesign dengan waktu ideal perakitan produk sebelumnya. Waktu ideal didapatkan dengan mengasumsikan bahwa setiap part mudah untuk ditangani dan digabungkan. Prosedur untuk perancangan ulang (redesign) :. Perbaiki kolom 9 pada lembar kerja untuk melihat kemungkinan pengurangan jumlah part. 2. Perbaiki kolom 4 dan kolom 6 pada lembar kerja untuk pengurangan waktu perakitan. Periksa kembali kemungkinan perubahan desain untuk mengurangi waktu operasi. 3.2 Klasifikasi Sistem Perakitan Klasifikasi sistem perakitan ( Boothroyd & Dewhurst 99, 996 ) dibagi menjadi dua kategori menurut jenis operasinya yaitu : A. Klasifikasi Sistem untuk Penanganan / Handling Secara Manual Penanganan part secara manual mencakup penggenggaman, pemindahan, dan penempatan part atau sub-assembly sebelum part atau sub-assembly tersebut dirakit atau dipindahkan pada peralatan kerja. Kriteria penanganan part secara manual dipengaruhi oleh faktor-faktor kesimetrian part, ketebalan, ukuran, berat, ketersarangan, kekusutan, kerapuhan, fleksibilitas, kelicinan, kelengketan, perlu tidaknya penggunaan kedua tangan, perlu tidaknya penggunaan alat pemegang, perlu tidaknya penggunaan alat pembesar (untuk penglihatan), perlu tidaknya penggunaan peralatan atau tenaga mekanik. Berbagai faktor yang mempengaruhi kriteria waktu penanganan part secara manualdapat dijelaskan sebagai berikut : a. Pengaruh kesimetrian part pada waktu penanganan. Kesimetrian part memiliki pengaruh yang signifikan pada hampir semua operasi perakitan. Terdapat dua tipe kesimetrian dari suatu part :. - Symmetry, yaitu perputaran simetri part menurut poros garis tegak lurus terhadap poros penggabungan Symmetry, yaitu perputaran simetri part menurut poros penggabungan. Contoh-contoh - Symmetry dan - Symmetry untuk berbagai bentuk part lainnya dapat dilihat pada gambar 3. Hubungan antara kesimetrian part dengan waktu yang dibutuhkan untuk orientasi ditunjukkan dengan parameter total sudut simetri, dimana parameter tersebut didapatkan dengan menjumlahkan - Symmetry dan - Symmetry (Total sudut simetri = + ). Untuk lebih jelasnya, penentuan nilai dan dapat dilihat pada contoh part Richtpresse di bawah ini:

6 z z y x Perpendicular Axis x 2 y Perpendicular Axis x z y Insertion Axis Insertion Axis Perpendicular Axis Insertion Axis =80; =0 =min(360,360)=360; =min(360,360)=360; =80 =360 Gambar 3. Kesimetrian dan dari Beberapa Bentuk Part Richtpresse b. Pengaruh ketebalan dan ukuran part pada waktu penanganan. Ketebalan ( the smallest dimension ) adalah panjang sisi terpendek dari prisma segi empat yang menutup part. Jika part tersebut adalah part yang silindris, atau memiliki cross-section segibanyak dengan lima atau lebih sisi, dan diameternya lebih kecil daripada panjangnya, maka ketebalan didefinisikan sebagai jari-jari dari silinder terkecil yang menutup part. Ukuran (the biggest dimension) adalah panjang dari sisi terpanjang dari prisma segi empat terkecil yang menutup part. Biasanya disebut panjang part. Pengaruh ukuran part pada waktu penanganan (handling time) dapat dilihat pada gambar 4. 2 Size Size L D L<D Size (D) L D Size (L) Gambar 4. Pengaruh Ukuran Part pada Waktu Penanganan Sumber : Boothroyd & Dewhurst 996, h.viii-20 Untuk lebih jelasnya, penentuan nilai size dan thickness dapat dilihat pada contoh part Richtpresse pada gambar 5. c. Pengaruh berat pada waktu penanganan. Berat memiliki pengaruh pada penggenggaman terhadap sebuah part. Pengaruh peningkatan berat pada penggenggaman dan pengendalian part diperhitungkan sebagai pinalti tambahan dan hal tersebut akan berpengaruh terhadap waktu pergerakan. 28 mm 43 mm L= 65 mm 32.5 mm Size = dimensi terbesar = 43 mm D= 5 mm Size = L = 65 mm

7 Thickness = dimensi terkecil = 28 mm Thickness = 0.5 x D = 2.5 mm Gambar 5. Penentuan Nilai Size dan Thickness dari Part Richtpresse d. Pengaruh kriteria lain pada waktu penanganan. Part yang dapat memberikan kesulitan penanganan adalah part yang tersarang, kusut, atau menempel secara bersamaan ( misalnya karena tenaga magnet atau lapisan minyak ), part yang licin, atau part yang membutuhkan pemegangan yang hati-hati. Part yang dapat memperlama waktu penanganan adalah part yang memerlukan kedua tangan atau peralatan untuk membantu proses penanganan. Part tersebut biasanya merupakan part yang berat, sulit dipegang, atau part yang sangat kecil. B. Klasifikasi Sistem untuk Penggabungan / Insertion dan Penguncian / Fastening Secara Manual Boothroyd dan Dewhurst ( 996 ) menyebutkan bahwa langkah kedua dari operasi perakitan setelah pemegangan part adalah proses penggabungan dan penguncian. Proses penggabungan dan penguncian lebih menekankan pada interaksi untuk menyatukan part pada titik temu mereka. Faktorfaktor dalam desain yang berpengaruh secara signifikan pada waktu penggabungan dan penguncian manual adalah : akses dari lokasi perakitan, kemudahan operasi dari peralatan perakitan, kelayakan lokasi perakitan, kemudahan alignment dan positioning selama perakitan, dan kedalaman penggabungan. 4. Redesign Produk Richtpresse 4. Produk Richtpresse Desain Awal Part-part produk Richtpresse desain awal dapat dilihat pada gambar 6, sedangkan produk Richtpresse yang diteliti dapat dilihat pada gambar 7. Perhitungan design efficiency untuk desain awal dapat dilihat melalui lembar kerja perakitan desain awal pada tabel. 4.2 Analisis Desain Awal Produk Richtpresse Analisis desain awal diperlukan untuk mengetahui kekurangan-kekurangan yang ada pada desain awal. Berdasarkan analisis yang dilakukan, dapat diidentifikasi kekurangan-kekurangan yang ada pada desain awal adalah : Penggunaan dua buah Pin Silinder Penghubung Landasan dengan suaian paksa mempersulit proses assembly yang dilakukan ( waktu assembly semakin lama ). Bentuk awal Landasan Dasar dan Landasan Tegak memperbesar kemungkinan terjadinya kerusakan komponen yang pada akhirnya menyebabkan timbulnya cacat fungsional. Tak ada acuan yang dapat digunakan pada proses positioning Landasan Tegak terhadap Landasan Dasar. Proses positioning 2 buah Pelat Penutup Penahan Silinder mengakibatkan proses assembly yang dilakukan menjadi semakin lama. Penggunaan 4 buah baut untuk mengikat 2 Pelat Penutup Penahan Silinder menyulitkan dan memperlama proses assembly. Kerusakan kecil pada Pelat Penutup Penahan Silinder menyebabkan daya cekam menjadi jauh berkurang.

8 Tungkai Pemutar Tungkai Vertikal Landasan Tegak Silinder Penghubung Landasa n ( b ) Silinder Penghubung Landasa n ( a ) Balok Pembentuk Baut Penahan Silinder Dalam ( 2 ) Penahan Silinder ( a ) Penahan Silinder ( b ) Baut Penahan Balok Pembentuk Penutup Penahan Silinder Dalam Baut Penahan Silinder Luar ( b ) Landasan Dasar Baut Landasan Besar Baut Penahan Silinder Luar ( a ) Penutup Penahan Silinder Luar Gambar 6. Breakdown Part-part Richtpresse Desain Awal Gambar 7. Richtpresse Desain Awal

9 part I.D. No. number of times the operation is carried out consecutively two-digit manual handling code manual handling time per part two-digit manual insertion code manual insertion time per part operation time, seconds (2) x [(4) + (6)] operation cost, Rp..04 x (7) figures for estimation of theoretical minimum parts Tabel. Lembar Kerja Perakitan Desain Awal Produk Richtpresse Name of Assembly RICHTPRESSE Sub Assembly S 3 A : Rakitan awal Landasan Dasar Landasan Tegak.04 - Membalikkan posisi landasan Baut Landasan Besar.04 - Membalikkan kembali posisi landasan Silinder Penghubung Landasan Penahan Silinder Penutup Penahan Silinder Dalam Baut Penahan Silinder Dalam Penutup Penahan Silinder Luar Baut Penahan Silinder Luar Sub Assembly 2 S 3 A 2 : Gabungan Tungkai Vertikal dengan Tungkai Pemutar Tungkai Vertikal Tungkai Pemutar Assembly A : Rakitan akhir.04 - Memutar posisi landasan S 3 A Menggabungkan Sub Assembly 2 ke rakitan awal Balok Pembentuk Mengencangkan gabungan Baut Penahan Balok Pembentuk TM CM NM Design Efficiency EM = 3 x NM = TM Berdasarkan penjelasan sebelumnya dan juga analisis desain awal di atas, dapat ditentukan fokus dari modifikasi part yang dilakukan adalah : Part yang pada kolom 9 tabel lembar kerja perakitan desain awal ( tabel ) memiliki angka 0. Angka 0 pada kolom ini memiliki arti bahwa sebenarnya part tersebut tidak diperlukan ( atau dapat digabungkan dengan part lain ). Dengan menghilangkan atau menggabungkan part tersebut, maka minimasi jumlah part dapat dilakukan. Part fastener ( pengikat ) terpisah seperti baut dan pin. Penggunaan part fastener ini akan mempersulit dan tentunya akan memperlama proses assembly yang dilakukan. Mengurangi kekurangan yang ada pada desain awal. Peningkatan kualitas dari produk Richtpresse untuk memenuhi keinginan konsumen pada umumnya. 4.3 Produk Richtpresse Desain Usulan

10 part I.D. No. number of timesthe operationiscarried out consecutively two-digit manual handlingcode manual handling timeper part two-digit manual insertioncode manual insertion timeper part operationtime, seconds (2) x[(4) +(6)] operationcost, Rp..04x(7) figuresfor estimation of theoretical minimumparts Setelah dilakukan analisis dan perhitungan untuk mengukur estimasi performansi mengenai desain awal produk Richtpresse, selanjutnya diusulkan perubahan rancangan untuk produk Richtpresse tersebut. Usulan redesign part-part produk Richtpresse yang dapat dilakukan untuk membuat sebuah sistem usulan adalah sebagai berikut :. Fungsi dua buah Pin Silinder Penghubung Landasan sebagai part yang akan mencegah berputar relatifnya Landasan Tegak terhadap Landasan Dasar, diganti dengan menggunakan sistem Side Socketing. 2. Fungsi 2 buah Pelat Penutup Penahan Silinder ( Dalam dan Luar ) dan 4 buah Baut Penahan Silinder ( Dalam dan Luar ) diganti dengan menggunakan sistem pencekam samping dengan buah Pelat Penutup dan 2 buah Baut Pencekam Samping. Perubahan bentuk pada bagian tersebut menyebabkan berubahnya juga bentuk dari part Penahan Silinder. Desain usulan produk Richtpresse dapat dilihat pada gambar 8 dan gambar 9, sedangkan tabel lembar kerja perakitan untuk desain usulan dapat diihat pada tabel 2. Tabel 2. Lembar Kerja Perakitan Desain Usulan Produk Richtpresse Name of Assembly RICHTPRESSE Sub Assembly S 3 A : Rakitan awal Landasan Dasar Landasan Tegak.04 - Membalikkan posisi landasan Baut Landasan Besar.04 - Membalikkan kembali posisi landasan Penahan Silinder Pencekam Samping Baut Pencekam Samping Sub Assembly 2 S 3 A 2 : Gabungan Tungkai Vertikal dengan Tungkai Pemutar Tungkai Vertikal Tungkai Pemutar Assembly A : Rakitan akhir S 3 A 2 Menggabungkan Sub Assembly 2 ke rakitan awal Balok Pembentuk Memutar posisi landasan Mengencangkan gabungan Baut Penahan Balok Pembentuk TM CM NM Design Efficiency = 3 x NM = TM

11 Tungka i Vertika l Tungka i Pemutar Landasa n Tegak Penahan Silinder ( a ) Balok Pembentuk Baut Penahan Balok Pembentuk Penahan Silinder ( b ) Landasan Dasar Baut Landasan Besar Pencekam Samping Baut Pencekam Samping ( a ) Baut Pencekam Samping ( b ) Gambar 8. Breakdown Part-part Richtpresse Desain Usulan Gambar 9. Richtpresse Desain Usulan

12 4.4 Perbandingan Desain Awal dengan Desain Usulan Setelah dilakukan perancangan ulang untuk produk Richtpresse, dapat dihitung nilai estimasi performansi untuk desain usulan ini. Perbandingan performansi dari desain awal dengan desain usulan dapat dilihat pada tabel 3 dan tabel 4. Tabel 3. Perubahan Performansi dari Adanya Redesign Richtpresse Kriteria Perubahan Performansi % Total Waktu Perakitan ( TM ) per Produk Richtpresse Pengurangan Waktu Perakitan 36.9 Jumlah Produk yang Dapat Dirakit per Hari Total Biaya Perakitan ( CM ) per Produk Richtpresse Peningkatan Jumlah Produk 58.7 Pengurangan Biaya Perakitan 36.8 Jumlah Part Pengurangan Jumlah Part 62.5 Design Efficiency ( E ) Selisih Design Efficiency usulan dengan awal Tabel 4. Perbandingan Desain Awal dan Desain Usulan Richtpresse Kriteria Desain Awal Desain Usulan Jumlah Part per Produk Richtpresse 7 buah 2 buah Selisih Jumlah Part Aktual dengan Jumlah Part Minimum Teoritis ( NM ) Total Waktu Perakitan ( TM ) per Produk Richtpresse Total Biaya Perakitan ( CM ) per Produk Richtpresse 8 part 3 part detik 90.2 detik Rp Rp Design Efficiency ( E ) 8.90% 29.93% Banyaknya Produk Richtpresse yang Dapat Dirakit per Hari Banyaknya Proses Perakitan Berdasarkan Breakdown Desain Banyaknya Langkah Perakitan Berdasarkan Assembly Chart 20 buah 39 buah 8 proses 6 proses langkah 8 langkah Jumlah Part Fastener Terpisah per Produk Richtpresse 7 buah ( Baut Landasan Besar, 2 Pin Silinder Penghubung Landasan, 4 Baut Penutup Penahan Silinder ) 3 buah ( Baut Landasan Besar, 2 Baut Pencekam Samping ) 5. Kesimpulan Peningkatan kinerja suatu sistem kerja harus selalu dapat diukur baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Dalam penerapan metode Boothroyd Dewhurst ini kriteria kuantitatif yang dipergunakan adalah efisiensi perancangan. Peningkatan efisiensi perancangan dalam suatu sistem perakitan dapat dilakukan dengan mengurangi atau merancang ulang part-part yang akan dirakitkan. Tentu saja kriteria untuk mengurangi dan merancang ulang part-part yang ada harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang

13 telah dijelaskan di atas. Pengurangan jumlah part yang akan dirakitkan cenderung akan mengarah pada jumlah operasi perakitan dan tentu saja akan mengurangi beban kerja dari operator perakitan. Dari hasil perhitungan, dapat disimpulkan bahwa usulan perubahan rancangan produk Richtpresse dapat meningkatkan performansi proses perakitan, mengurangi waktu perakitan, mengurangi biaya perakitan, dan juga meningkatkan nilai efisiensi rancangan. 6. Daftar Referensi [] Boothroyd, G. and Dewhurst, P. 99, Product Design for Assembly, Boothroyd Dewhurst Inc., Wakefield. [2] Boothroyd, G. 994, Product design for manufacture and assembly, Journal of Computer Aided Design, vol. 26, no. 7, h [3] Boothroyd, G. and Dewhurst, P. 996, Design for Assembly, Boothroyd Dewhurst Inc., Wakefield. [4] Kaebernick, Hermut. 2000, Concurrent Product and Process Design, The University of New South Wales. [5] Kocabicak, Umit. 2000, Introduction, Journal of Optimization of The Mechanical Component Design Using Design for Assembly Techniques, Turkey. [6] Kristyanto, Bernadus dan Dewa, Kartika S. P. 999, Kontribusi ergonomi untuk rancangan perakitan, Jurnal Teknologi Industri, vol. III, no., h [7] Stoll, Henry W. 986, Design for manufacture : an overview dalam Design for Manufacture : Strategies, Principles and Techniques, eds Corbett, Addison Wesley, New York. [8] Syan, C. S. and Menon, U. (eds) 994, Concurrent Engineering : Concept, Implementation, and Practice, Chapman and Hall, London. [9] Ulrich, Karl T. and Eppinger, Steven D. 995, Product Design and Development, McGraw-Hill International.

14 Tabel 5. Estimasi Waktu Untuk Penanganan Manual LAMPIRAN

15 Tabel 6. Estimasi Waktu Untuk Penggabungan Manual LAMPIRAN

16 LAMPIRAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka 2.2.1. Design for Manufacturing Sebagai Metodologi yang Paling Umum Kebutuhan pelanggan dan spesifikasi produk berguna untuk menuntun fase pengembangan konsep,

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL OTOMASI II ISBN :

SEMINAR NASIONAL OTOMASI II ISBN : PERANCANGAN ULANG PART BERDASARKAN METODE BOOTHROYD- DEWHURST DAN USULAN TATA LETAK STASIUN PERAKITAN PRODUK KOMPOR JENIS NGETL 10-50 (Studi Kasus di PT. Nayati Indonesia) Thedy Yogasara dan Febri Silviani

Lebih terperinci

KONTRIBUSI ERGONOMI UNTUK RANCANGAN PERAKITAN

KONTRIBUSI ERGONOMI UNTUK RANCANGAN PERAKITAN JURNAL TEKNOLOGI INDUSTRI, 1999, VOL. III, NO. 1, Hal. 47-62 ISSN 1410-5004 KONTRIBUSI ERGONOMI UNTUK RANCANGAN PERAKITAN Bernadus Kristyanto dan Parama Kartika Dewa SP INTISARI Persoalan umum yang sering

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI PERANCANGAN ULANG PRODUK RAGUM PTI MENGGUNAKAN METODE DFA-BOOTHROYD/DEWHURST UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PERAKITAN

NASKAH PUBLIKASI PERANCANGAN ULANG PRODUK RAGUM PTI MENGGUNAKAN METODE DFA-BOOTHROYD/DEWHURST UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PERAKITAN NASKAH PUBLIKASI PERANCANGAN ULANG PRODUK RAGUM PTI MENGGUNAKAN METODE DFA-BOOTHROYD/DEWHURST UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PERAKITAN ( Studi Kasus Ragum PTI di Laboratorium Teknik Industri UMS) Diajukan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Profil Produk Meja Komputer LEX - 941 Sistem yang akan dibahas pada penelitian ini adalah sistem perakitan komponen-komponen yang menyusun sebuah meja komputer (LEX 941).

Lebih terperinci

ANALISIS DESIGN FOR ASSEMBLY (DFA) PADA PROTOTIPE MESIN PEMISAH SAMPAH MATERIAL FERROMAGNETIK DAN NON FERROMAGNETIK

ANALISIS DESIGN FOR ASSEMBLY (DFA) PADA PROTOTIPE MESIN PEMISAH SAMPAH MATERIAL FERROMAGNETIK DAN NON FERROMAGNETIK ANALISIS DESIGN FOR ASSEMBLY (DFA) PADA PROTOTIPE MESIN PEMISAH SAMPAH MATERIAL FERROMAGNETIK DAN NON FERROMAGNETIK Rifki Ilyandi 1, Dodi Sofyan Arief 2, Tekad Indra Pradana Abidin 3 Laboratorium Teknologi

Lebih terperinci

ANALISIS DESIGN FOR ASSEMBLY UNTUK MESIN ROLL SHEETER KARET

ANALISIS DESIGN FOR ASSEMBLY UNTUK MESIN ROLL SHEETER KARET ANALISIS DESIGN FOR ASSEMBLY UNTUK MESIN ROLL SHEETER KARET Sigit Yoewono, Darma Yuda Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara, Institut Teknologi Bandung E-mail: sigit@ftmd.itb.ac.id, darma_yuda_91@yahoo.com

Lebih terperinci

Penerapan Metoda Design for Manufacture and Assembly pada Handle Transformer Hand Bike

Penerapan Metoda Design for Manufacture and Assembly pada Handle Transformer Hand Bike Penerapan Metoda Design for Manufacture and Assembly pada Handle Transformer Hand Bike Rifko Rahmat Kurnianto 1,a, Agung Wibowo 2,b *, Tri Prakosa 3,c Institut Teknologi Bandung, Fakultas Teknik Mesin

Lebih terperinci

PROPOSAL PENELITIAN Penelitian Mandiri

PROPOSAL PENELITIAN Penelitian Mandiri PROPOSAL PENELITIAN Penelitian Mandiri MEMPERBAIKI DAYA SAING PRODUK MELALUI PERBAIKAN EFISIENSI RANCANGAN PERAKITAN oleh: Ir. Bernadus Kristyanto, M.Eng., Ph.D PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

USULAN DESAIN MEJA KOMPUTER LEX 941 UNTUK EFISIENSI PROSES PERAKITAN DI PT. SURYA CIPTA PELANGI

USULAN DESAIN MEJA KOMPUTER LEX 941 UNTUK EFISIENSI PROSES PERAKITAN DI PT. SURYA CIPTA PELANGI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Jurusan Teknik Industri - Fakultas Teknik SKRIPSI Semester Ganjil 2005/2006 USULAN DESAIN MEJA KOMPUTER LEX 941 UNTUK EFISIENSI PROSES PERAKITAN DI PT. SURYA CIPTA PELANGI JANWAR

Lebih terperinci

USULAN PERBAIKAN PERANCANGAN PRODUK SMART LIGHT MENGGUNAKAN METODE DESIGN FOR ASSEMBLY BOOTHROYD-DEWHURST

USULAN PERBAIKAN PERANCANGAN PRODUK SMART LIGHT MENGGUNAKAN METODE DESIGN FOR ASSEMBLY BOOTHROYD-DEWHURST USULAN PERBAIKAN PERANCANGAN PRODUK SMART LIGHT MENGGUNAKAN METODE DESIGN FOR ASSEMBLY BOOTHROYD-DEWHURST Arief Irfan Syah Tjaja, Rochmat Puji Astomo, Rispianda Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi

Lebih terperinci

only) Langkah 1 Persiapan

only) Langkah 1 Persiapan MANUAL ASSEMBLY BOOTHROYD DEWHURSmengikuti tahapan Analisa dan Redesign sebagai berikut: Tahap Analisa Langkah 1 Persiapan Langkah 2 Mengisi table penilaiann Langkah 3 Mengidentifikasi problem pada skema

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL PERHITUNGAN INDEKS KOMPLEKSITAS PROSES PERAKITAN MANUAL

PENGEMBANGAN MODEL PERHITUNGAN INDEKS KOMPLEKSITAS PROSES PERAKITAN MANUAL PENGEMBANGAN MODEL PERHITUNGAN INDEKS KOMPLEKSITAS PROSES PERAKITAN MANUAL Hendri D. S. Budiono 1.a*, Dery Palgunadi 2.b Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia

Lebih terperinci

DESAIN PENGEMBANGAN PRODUK WALLSHELF MENGGUNAKAN INTEGRASI QFD DAN DFMA DI UD. XYZ

DESAIN PENGEMBANGAN PRODUK WALLSHELF MENGGUNAKAN INTEGRASI QFD DAN DFMA DI UD. XYZ DESAIN PENGEMBANGAN PRODUK WALLSHELF MENGGUNAKAN INTEGRASI QFD DAN DFMA DI UD. XYZ Ary Faizal¹, Saufik Luthfianto², Fajar Nurwildani³ 1. Mahasiswa Progdi Teknik Industri Universitas Pancasakti Tegal 2,3

Lebih terperinci

23/05/17 Perancangan Produk - Genap 2016/ DESIGN FOR X. Chapter 13

23/05/17 Perancangan Produk - Genap 2016/ DESIGN FOR X. Chapter 13 23/05/17 Perancangan Produk - Genap 2016/2017 1 DESIGN FOR X Chapter 13 23/05/17 Perancangan Produk - Genap 2016/2017 2 Design for X Topics Design for Manufacturing Design for Production Design for Assembly

Lebih terperinci

APLIKASI DESIGN FOR ASSEMBLY (DFA) PADA PERANCANGAN PRODUK VACCINE CARRIER

APLIKASI DESIGN FOR ASSEMBLY (DFA) PADA PERANCANGAN PRODUK VACCINE CARRIER Jurnal Desiminasi Teknologi, Volume 2, No. 2, Juli 2014 APLIKASI DESIGN FOR ASSEMBLY (DFA) PADA PERANCANGAN PRODUK VACCINE CARRIER Rita Maria Veranika *) Abstrak : Perubahan pasar global yang cepat menyebabkan

Lebih terperinci

DESIGN FOR MANUFACTURING

DESIGN FOR MANUFACTURING DESIGN FOR MANUFACTURING Design for Manufacturing (DFM) : Merupakan salah satu dari metoda Design for X (DFX) dimana X mungkin berhubungan dengan satu dari lusinan kriteria seperti reliability, robustness,

Lebih terperinci

Systematic Layout Planning

Systematic Layout Planning Materi #3 TIN314 Perancangan Tata Letak Fasilitas Systematic Layout Planning 2 (2) Aliran material (1) Data masukan dan aktivitas (3) Hubungan aktivitas (5a) Kebutuhan ruang (7a) Modifikasi (4) Diagram

Lebih terperinci

PENENTUAN URUTAN PERAKITAN PRODUK DENGAN LIAISON-SEQUENCE ANALYSIS

PENENTUAN URUTAN PERAKITAN PRODUK DENGAN LIAISON-SEQUENCE ANALYSIS PENENTUAN URUTAN PERAKITAN PRODUK DENGAN LIAISON-SEQUENCE ANALYSIS Ida Nursanti Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A Yani Tromol Pos I Pabelan, Surakarta.

Lebih terperinci

SUSTAINABLE PRODUCT DEVELOPMENT PAGAR LIPAT DENGAN MENGGUNAKAN 3D PARAMETRIC MODULARITY DESIGN DAN VIRTUAL REALITY

SUSTAINABLE PRODUCT DEVELOPMENT PAGAR LIPAT DENGAN MENGGUNAKAN 3D PARAMETRIC MODULARITY DESIGN DAN VIRTUAL REALITY Yogyakarta, 16 Oktober 2008 SUSTAINABLE PRODUCT DEVELOPMENT PAGAR LIPAT DENGAN MENGGUNAKAN 3D PARAMETRIC MODULARITY DESIGN DAN VIRTUAL REALITY Willyanto Anggono 1), Stefanus Ongkodjojo 2), Dedrick Moejiharta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. desain produk dan evaluasi secara berkesinambungan, tingkat performa. waktu dan biaya perakitan dapat diatasi.

BAB I PENDAHULUAN. desain produk dan evaluasi secara berkesinambungan, tingkat performa. waktu dan biaya perakitan dapat diatasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya proses desain merupakan langkah awal dari proses manufaktur. Sebagian besar biaya produksi ditentukan dalam proses desain dan perencanaan. Salah

Lebih terperinci

DESAIN MESIN GERGAJI PORTABLE UNTUK PEMBUAT KAYU GERGAJIAN DARI BATANG KELAPA SAWIT DENGAN PENDEKATAN DESIGN FOR MANUFACTURE AND ASSEMBLY (DFMA)

DESAIN MESIN GERGAJI PORTABLE UNTUK PEMBUAT KAYU GERGAJIAN DARI BATANG KELAPA SAWIT DENGAN PENDEKATAN DESIGN FOR MANUFACTURE AND ASSEMBLY (DFMA) DESAIN MESIN GERGAJI PORTABLE UNTUK PEMBUAT KAYU GERGAJIAN DARI BATANG KELAPA SAWIT DENGAN PENDEKATAN DESIGN FOR MANUFACTURE AND ASSEMBLY (DFMA) Handri Gustiar 1, Yohanes 2 Laboratorium Teknologi Produksi,

Lebih terperinci

ANALISIS FLEXIBLE ASSEMBLY LINE DENGAN MELAKUKAN VIRTUAL PROTOTYPING

ANALISIS FLEXIBLE ASSEMBLY LINE DENGAN MELAKUKAN VIRTUAL PROTOTYPING ANALISIS FLEXIBLE ASSEMBLY LINE DENGAN MELAKUKAN VIRTUAL PROTOTYPING The Jaya Suteja, Sunardi Tjandra Program Studi Teknik Manufaktur Universitas Surabaya Raya Kalirungkut, Surabaya, INDONESIA - 60292

Lebih terperinci

Penerapan DFMA untuk Low Cost High Customization Product

Penerapan DFMA untuk Low Cost High Customization Product Performa (017) Vol. 16, No.1: 1-8 Penerapan DFMA untuk Low Cost High Customization Product Ilham Priadythama 1), Susy Susmartini ), dan Alviandi Wahyu Nugroho 3) 13) Program Studi S1 Teknik Industri, Fakultas

Lebih terperinci

Bab 6 Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat diperoleh kesimpulan

Bab 6 Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat diperoleh kesimpulan Bab 6 Kesimpulan dan Saran 6.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Atribut produk vise portable yang diinginkan oleh konsumen adalah harga penjualan murah,

Lebih terperinci

ANALISA DFA PADA KATUP PENGATUR KECEPATAN SILINDER PNEUMATIK (DFA Analysis on Flow Control Valve of Pneumatic Cylinder)

ANALISA DFA PADA KATUP PENGATUR KECEPATAN SILINDER PNEUMATIK (DFA Analysis on Flow Control Valve of Pneumatic Cylinder) ANALISA DFA PADA KATUP PENGATUR KECEPATAN SILINDER PNEUMATIK (DFA Analysis on Flow Control Valve of Pneumatic Cylinder) Menhendry (1) (1) Staf Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Padang. E-mail: menhendry@polinpdg.ac.id

Lebih terperinci

ISSN 1907-0500 benda kerja berbentuk roundupt dan silindris yang dipasang pada meja mesin freis dapat dilihat pada Gambar 4(b) dan 4(c). Gambar 3. Asembling Modular Fixture (a) (b) (c) Gambar 4. Modular

Lebih terperinci

Perancangan Peralatan Bantu Pembuatan Roda Gigi Lurus dan Roda Gigi Payung Guna Meningkatkan Fungsi Mesin Bubut

Perancangan Peralatan Bantu Pembuatan Roda Gigi Lurus dan Roda Gigi Payung Guna Meningkatkan Fungsi Mesin Bubut Performa (2006) Vol. 5, No.2: 11-20 Perancangan Peralatan Bantu Pembuatan Roda Gigi Lurus dan Roda Gigi Payung Guna Meningkatkan Fungsi Mesin Bubut Andi Susilo, Muhamad Iksan, Subono Jurusan Teknik Industri,

Lebih terperinci

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING (SLP) PERTEMUAN #3 TKT TAUFIQUR RACHMAN PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING (SLP) PERTEMUAN #3 TKT TAUFIQUR RACHMAN PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING (SLP) PERTEMUAN #3 TKT306 PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS 6623 TAUFIQUR RACHMAN PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian dan tujuan rancang fasilitas Wignjosoebroto (2009; p. 67) menjelaskan, Tata letak pabrik adalah suatu landasan utama dalam dunia industri. Perancangan tata letak pabrik

Lebih terperinci

Kata Kunci : konsep DFMA, jumlah komponen, biaya perakitan, biaya manufaktur, assembly efficiency

Kata Kunci : konsep DFMA, jumlah komponen, biaya perakitan, biaya manufaktur, assembly efficiency PENGEMBANGAN PRODUK INDUSTRI BOILER MENGGUNAKAN KONSEP DESIGN FOR MANUFACTURE AND ASSEMBLY (DFMA) Nasrulloh Jamalludin (jamalludin@gmail.com), Mokh. Suef (m_suef@ie.its.ac.id) Putu Dana Karningsih (dana_karningsih@yahoo.com)

Lebih terperinci

Addr : : Contact No :

Addr : : Contact No : email Addr : heriyanto.lucky@gmail.com : dewa_emas@yahoo.com Contact No : 081318170013 SISTEM INDUSTRI MANUFAKTUR Industri manufaktur didefinisikan sebagai industri yang membuat produk dari bahan mentah

Lebih terperinci

PERANCANGAN ALAT BANTU PEMBUATAN BENDA TIRUS PADA MESIN BUBUT DENGAN PENDEKATAN METODE DFMA UNTUK MENGOPTIMALKAN WAKTU PROSES.

PERANCANGAN ALAT BANTU PEMBUATAN BENDA TIRUS PADA MESIN BUBUT DENGAN PENDEKATAN METODE DFMA UNTUK MENGOPTIMALKAN WAKTU PROSES. PERANCANGAN ALAT BANTU PEMBUATAN BENDA TIRUS PADA MESIN BUBUT DENGAN PENDEKATAN METODE DFMA UNTUK MENGOPTIMALKAN WAKTU PROSES Arlis Yuniarso Program Studi Teknik Industri Universitas Dian Nuswantoro Semarang,

Lebih terperinci

PENERAPAN DESIGN FOR MANUFACTURE AND ASSEMBLY PADA PRODUK MESIN GILAS TIPE MGD-4 DI PT BARATA INDONESIA (PERSERO)

PENERAPAN DESIGN FOR MANUFACTURE AND ASSEMBLY PADA PRODUK MESIN GILAS TIPE MGD-4 DI PT BARATA INDONESIA (PERSERO) TUGAS AKHIR RI 1592 PENERAPAN DESIGN FOR MANUFACTURE AND ASSEMBLY PADA PRODUK MESIN GILAS TIPE MGD-4 DI PT BARATA INDONESIA (PERSERO) OKI AGUNG SETIYANTO NRP 2502 100.006 Dosen Pembimbing Ir Hari Supriyanto,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA. Jurusan Teknik Industri - Fakultas Teknik SKRIPSI Semester Ganjil 2005/2006

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA. Jurusan Teknik Industri - Fakultas Teknik SKRIPSI Semester Ganjil 2005/2006 UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Jurusan Teknik Industri - Fakultas Teknik SKRIPSI Semester Ganjil 2005/2006 USULAN APLIKASI MODEL RANCANGAN UNTUK MANUFAKTUR ALARM TECH4U CHANDRA TANDIYONO 0600656381 ABSTRAK

Lebih terperinci

Sistem Produksi. Produksi. Sistem Produksi. Sistem Produksi

Sistem Produksi. Produksi. Sistem Produksi. Sistem Produksi Sistem Produksi Sistem Produksi 84 Produksi Produksi disebut juga dengan istilah manufaktur merupakan salah satu fungsi dalam perusahaan (fungsi lainnya a.l pemasaran, personalia, dan finansial). Produksi

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Tuntutan Sistem Produksi Maju

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Tuntutan Sistem Produksi Maju Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Tuntutan Sistem Produksi Maju Perkembangan teknologi dan kebudayaan manusia menuntut perubahan sistem produksi dalam dunia manufaktur. Kebutuhan produk yang semakin

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan perhitungan yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa sebagai berikut : a. Disassembly Sequence diagram terbaik mempunyai

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROSES 81

PERANCANGAN PROSES 81 PERANCANGAN PROSES 81 Keterkaitan Perancangan Produk, Perancangan Proses, Perancangan Jadwal,dan Perancangan Fasilitas Perancangan Produk Perancangan Fasilitas Perancangan Proses Perancangan Jadwal 82

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN MODEL DRILL JIG UNTUK PENGGURDIAN FLENS KOPLING

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN MODEL DRILL JIG UNTUK PENGGURDIAN FLENS KOPLING PERANCANGAN DAN PEMBUATAN MODEL DRILL JIG UNTUK PENGGURDIAN FLENS KOPLING Mulyadi (1), Toti Srimulyati (2) (1) Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Padang (2) Staf Pengajar Jurusan Manajemen,

Lebih terperinci

RANCANGAN PERBAIKAN PRODUK SAKLAR DENGAN INTEGRASI METODE QFD DAN DFMA DI PT XXX

RANCANGAN PERBAIKAN PRODUK SAKLAR DENGAN INTEGRASI METODE QFD DAN DFMA DI PT XXX RANCANGAN PERBAIKAN PRODUK SAKLAR DENGAN INTEGRASI METODE QFD DAN DFMA DI PT XXX Rosnani Ginting, Ikhsan Siregar, Akhmad Bajora Nasution Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera

Lebih terperinci

ANALISIS PRODUK DAN PROSES MANUFAKTURING

ANALISIS PRODUK DAN PROSES MANUFAKTURING ANALISIS DAN PROSES MANUFAKTURING Suatu rancangan ataupun rencana tentang tata letak fasilitas pabrik tidaklah akan bisa dibuat efektif apabila data penunjang mengenai bermacam-macam faktor yang berpengaruh

Lebih terperinci

PERBAIKAN FABRIKASI PALLET BOX DENGAN DESIGN FOR MANUFACTURING (DFM) UNTUK MEMINIMASI BIAYA PRODUKSI DAN KUALITAS

PERBAIKAN FABRIKASI PALLET BOX DENGAN DESIGN FOR MANUFACTURING (DFM) UNTUK MEMINIMASI BIAYA PRODUKSI DAN KUALITAS PERBAIKAN FABRIKASI PALLET BOX DENGAN DESIGN FOR MANUFACTURING (DFM) UNTUK MEMINIMASI BIAYA PRODUKSI DAN KUALITAS Rohmat Handoko Program Studi Magister Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas

Lebih terperinci

TIN305 - Perancangan dan Pengembangan Produk Materi #1 Genap 2014/2015. TIN305 - Perancangan dan Pengembangan Produk

TIN305 - Perancangan dan Pengembangan Produk Materi #1 Genap 2014/2015. TIN305 - Perancangan dan Pengembangan Produk Materi #1 TIN305 Perancangan dan Pengembangan Produk Deskripsi Mata Kuliah 2 Mata kuliah Perencanaan dan Perancangan Produk memuat tentang tahapan dalam perancangan produk dengan aplikasinya pada dunia

Lebih terperinci

RESENSI BERMULA DARI MIMPI MEWUJUDKAN INOVASI

RESENSI BERMULA DARI MIMPI MEWUJUDKAN INOVASI VOLUME 1 No. 2, 22 Juni 2012 Halaman 71-143 RESENSI BERMULA DARI MIMPI MEWUJUDKAN INOVASI Muhammad Kusumawan Herliansyah Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PEMBAHASAN

BAB V ANALISA PEMBAHASAN BAB V ANALISA PEMBAHASAN 5.1 Analisa Berdasarkan diagram pareto, diketahui bahwa cacat sealing lubang menempati urutan teratas dan menjadi permasalahan utama di mesin sealing setelah dilakukannya pengurangan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PROSES PEMESINAN SILINDER SLEEVE DENGAN CNC TIGA OPERATION PLAN DAN EMPAT OPERATION PLAN ABSTRACT

PERBANDINGAN PROSES PEMESINAN SILINDER SLEEVE DENGAN CNC TIGA OPERATION PLAN DAN EMPAT OPERATION PLAN ABSTRACT PERBANDINGAN PROSES PEMESINAN SILINDER SLEEVE DENGAN CNC TIGA OPERATION PLAN DAN EMPAT OPERATION PLAN Sutiyoko 1), Muhammad Farid Nur 2) 1),2) Jurusan Teknik Pengecoran Logam, Politeknik Manufaktur Ceper,

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Baja tulangan beton polos (Lit 2 diunduh 21 Maret 2014)

Gambar 2.1 Baja tulangan beton polos (Lit 2 diunduh 21 Maret 2014) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Tulangan Beton Baja tulangan beton adalah baja yang berbentuk batang berpenampang lingkaran yang digunakan untuk penulangan beton,yang diproduksi dari bahan baku billet

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROGRAM SISTEM PENGKODEAN FITUR PRODUK (CODING SYSTEM) METODE OPITZ DENGAN MENGGUNAKAN PRO/ENGINEER

PERANCANGAN PROGRAM SISTEM PENGKODEAN FITUR PRODUK (CODING SYSTEM) METODE OPITZ DENGAN MENGGUNAKAN PRO/ENGINEER Juni 9, Surabaya, Indonesia PERANCANGAN PROGRAM SISTEM PENGKODEAN FITUR PRODUK (CODING SYSTEM) METODE OPITZ DENGAN MENGGUNAKAN PRO/ENGINEER Sunardi Tjandra Program Studi Teknik Manufaktur Universitas Surabaya

Lebih terperinci

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) Mata Kuliah : Sistem Kode/ Bobot : TKM XXXX Status : Mata Kuliah Penunjang Disertasi Prasyarat : - Deskripsi Singkat : Mata kuliah ini berisi tentang pemecahan masalah

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PENYAMBUNGAN BODY DAN CHASSIS MOBIL PICK UP MULTIGUNA PEDESAAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE DESIGN FOR ASSEMBLY (DFA)

PENGEMBANGAN PENYAMBUNGAN BODY DAN CHASSIS MOBIL PICK UP MULTIGUNA PEDESAAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE DESIGN FOR ASSEMBLY (DFA) PENGEMBANGAN PENYAMBUNGAN BODY DAN CHASSIS MOBIL PICK UP MULTIGUNA PEDESAAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE DESIGN FOR ASSEMBLY (DFA) O L E H : P R I Y A M B O D O R A N G G A S A N T O S A 2 1 0 9 1 0 0 0 3

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : DJUANGGA NOER BRIEZENDA

SKRIPSI. Oleh : DJUANGGA NOER BRIEZENDA PERANCANGAN DAN PERAKITAN RANGKA SEPEDA BALAP YANG ERGONOMIS SKRIPSI Oleh : DJUANGGA NOER BRIEZENDA 0732010021 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN

Lebih terperinci

Perancangan ulang alat penekuk pipa untuk mendukung proses produksi pada industri las. Sulistiawan I BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Perancangan ulang alat penekuk pipa untuk mendukung proses produksi pada industri las. Sulistiawan I BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Perancangan ulang alat penekuk pipa untuk mendukung proses produksi pada industri las Sulistiawan I 1303010 BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Pada bab ini akan diuraikan proses pengumpulan dan pengolahan

Lebih terperinci

PERANCANGAN PRODUK. Chapter 1. Gasal 2014

PERANCANGAN PRODUK. Chapter 1. Gasal 2014 PERANCANGAN PRODUK Chapter 1 Gasal 2014 Debrina Puspita Andriani Teknik Industri Universitas Brawijaya e-mail : debrina@ub.ac.id Blog : http://debrina.lecture.ub.ac.id/ 15/09/2014 Perancangan Produk -

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini persaingan di dalam dunia industri semakin ketat. Hal ini ditandai dengan terciptanya globalisasi pasar yang mengakibatkan munculnya pertumbuhan industri

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM INFORMASI MANUFAKTUR DI LABORATORIUM PLASTIK INJEKSI POLITEKNIK MANUFAKTUR ASTRA

PERANCANGAN SISTEM INFORMASI MANUFAKTUR DI LABORATORIUM PLASTIK INJEKSI POLITEKNIK MANUFAKTUR ASTRA PERANCANGAN SISTEM INFORMASI MANUFAKTUR DI LABORATORIUM PLASTIK INJEKSI POLITEKNIK MANUFAKTUR ASTRA Mada Jimmy Fonda Arifianto 1 ; Edi Santoso 2 ABSTRACT Article presents manufacture information system

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG ALAT PENUANG AIR GALON GUNA MEMINIMALISASI BEBAN PENGANGKATAN DENGAN METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT

PERANCANGAN ULANG ALAT PENUANG AIR GALON GUNA MEMINIMALISASI BEBAN PENGANGKATAN DENGAN METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT PERANCANGAN ULANG ALAT PENUANG AIR GALON GUNA MEMINIMALISASI BEBAN PENGANGKATAN DENGAN METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT Erni Suparti 1), Rosleini Ria PZ 2) 1),2) Program Studi Teknik Industri, Fakultas

Lebih terperinci

PEMBUATAN MESIN EMPING MELINJO SISTEM ROLL BERMOTOR LISTRIK UNTUK USAHA KECIL DAN MENENGAH

PEMBUATAN MESIN EMPING MELINJO SISTEM ROLL BERMOTOR LISTRIK UNTUK USAHA KECIL DAN MENENGAH PEMBUATAN MESIN EMPING MELINJO SISTEM ROLL BERMOTOR LISTRIK UNTUK USAHA KECIL DAN MENENGAH Pram Eliyah Yuliana, S. Tigor B. Tambunan, Sri Rahayu Jurusan Teknik dan Manajemen Industri Sekolah Tinggi Teknik

Lebih terperinci

PERANCANGAN PRODUK. Chapter 3. Gasal 2014

PERANCANGAN PRODUK. Chapter 3. Gasal 2014 PERANCANGAN PRODUK Chapter 3 Gasal 2014 Debrina Puspita Andriani Teknik Industri Universitas Brawijaya e-mail : debrina@ub.ac.id Blog : http://debrina.lecture.ub.ac.id/ 29/09/2014 Perancangan Produk -

Lebih terperinci

PERANCANGAN PRODUK. Chapter 1. Gasal 2015/2016

PERANCANGAN PRODUK. Chapter 1. Gasal 2015/2016 PERANCANGAN PRODUK Chapter 1 Gasal 2015/2016 Debrina Puspita Andriani Teknik Industri Universitas Brawijaya e-mail : debrina@ub.ac.id Blog : http://debrina.lecture.ub.ac.id/ 20/09/16 Perancangan Produk

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT BANTU PEGANG (FIXTURE) UNTUK PROSES PENGELASAN SAMBUNGAN-T

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT BANTU PEGANG (FIXTURE) UNTUK PROSES PENGELASAN SAMBUNGAN-T PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT BANTU PEGANG (FIXTURE) UNTUK PROSES PENGELASAN SAMBUNGAN-T Anhara Syadda dan Fusito Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jl. Raya Palembang - Prabumulih

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK SISTEM OPERASI MESIN MILLING CNC TRAINER

PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK SISTEM OPERASI MESIN MILLING CNC TRAINER PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK SISTEM OPERASI MESIN MILLING CNC TRAINER * Mushafa Amala 1, Susilo Adi Widyanto 2 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro 2 Dosen Jurusan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian dan Tujuan Perencanaan Tata Letak Perencanaan tata letak dapat dikemukakan sebagai proses perancangan tata letak, termasuk di dalamnya analisis, perencanaan, desain

Lebih terperinci

BAB II PROSES KERJA DAN MATERIAL

BAB II PROSES KERJA DAN MATERIAL BAB II PROSES KERJA DAN MATERIAL 2.1 Landasan Teori Operation Process Chart (OPC) adalah suatu diagram yang menggambarkan langkah-langkah proses yang dialami oleh bahan baku yang meliputi urutan proses

Lebih terperinci

PERANCANGAN MESIN PENGIRIS PISANG UNTUK HOME INDUSTRY

PERANCANGAN MESIN PENGIRIS PISANG UNTUK HOME INDUSTRY PERANCANGAN MESIN PENGIRIS PISANG UNTUK HOME INDUSTRY Sunardi Tjandra dan Agus Sutanto Teknik Manufaktur, Fakultas Teknik, Universitas Surabaya Email: s_tjandra@ubaya.ac.id ABSTRACT The quality of banana

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK PT. Press Metal Indo Jaya merupakan salah satu perusahaan besar yang memproduksi produk teknologi dengan bahan utama logam, terutama spare part motor. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di perusahaan

Lebih terperinci

PENGARUH ORIENTAS OBYEK HASIL FUSED DEPOSITION MODELING PADA WAKTU PROSES

PENGARUH ORIENTAS OBYEK HASIL FUSED DEPOSITION MODELING PADA WAKTU PROSES Jurnal Teknik Mesin, Vol. 16, No. 2, Oktober 2016, 41-46 ISSN 1410-9867 DOI: 10.9744/jtm.16.2.41-46 PENGARUH ORIENTAS OBYEK HASIL FUSED DEPOSITION MODELING PADA WAKTU PROSES Wesley Budiman 1), Juliana

Lebih terperinci

BEKERJA DENGAN MESIN BUBUT

BEKERJA DENGAN MESIN BUBUT BEKERJA DENGAN MESIN BUBUT STANDAR KOMPETENSI KERJA NASIONAL INDONESIA (SKKNI) BIDANG KOMPETENSI 1. KELOMPOK DASAR / FOUNDATION 2. KELOMPOK INTI 3. PERAKITAN (ASSEMBLY) 4. PENGECORAN DAN PEMBUATAN CETAKAN

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengembangan dan Perancangan Produk Baru Pengembangan produk baru (New Product Development) adalah suatu bagian yang penting dalam dunia bisnis. Produk-produk baru dapat memberikan

Lebih terperinci

MODUL 4 PERENCANAAN PROSES

MODUL 4 PERENCANAAN PROSES MODUL 4 PERENCANAAN PROSES 1. Deskripsi Perencanaan proses merupakan tahapan untuk menentukan bagaimana suatu produk itu diproduksi. Tahapan tersebut mendefinisikan secara detil proses produksi dan perakitan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Fungsi upper Hinge Pada Refrigerator Dalam dunia industry manufactur, khususnya industry refrigerator ( lemari pendingin ) terdapat berbagai jenis komponen atau part yang mempumyai

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 16 Nomor ISSN

Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 16 Nomor ISSN Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 16 Nomor 1 2017 ISSN 1412-7350 PERANCANGAN ALAT ANGKUT TABUNG LPG 3 KG YANG ERGONOMIS (STUDI KASUS DI UD. X) Ronal Natalianto Purnomo, Julius Mulyono *, Hadi Santosa Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan baku untuk menciptakan suatu produk. Derivasi dari kata. manufaktur mencerminkan arti asli: membuat dengan tangan.

BAB I PENDAHULUAN. bahan baku untuk menciptakan suatu produk. Derivasi dari kata. manufaktur mencerminkan arti asli: membuat dengan tangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manufaktur adalah aktifitas industri yang mengubah bentuk bahan baku untuk menciptakan suatu produk. Derivasi dari kata manufaktur mencerminkan arti asli: membuat

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Maret 2013

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Maret 2013 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Maret 2013 di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian, Jurusan Teknik Pertanian,

Lebih terperinci

PERBAIKAN ALAT BANTU PROSES PENGEPRESAN PADA WORKSTATION PENGEPAKAN PTPN VIII KEBUN CIATER DENGAN MENGGUNAKAN FRAMEWORK MECHANICAL DESIGN

PERBAIKAN ALAT BANTU PROSES PENGEPRESAN PADA WORKSTATION PENGEPAKAN PTPN VIII KEBUN CIATER DENGAN MENGGUNAKAN FRAMEWORK MECHANICAL DESIGN PERBAIKAN ALAT BANTU PROSES PENGEPRESAN PADA WORKSTATION PENGEPAKAN PTPN VIII KEBUN CIATER DENGAN MENGGUNAKAN FRAMEWORK MECHANICAL DESIGN Kevin Reza Andaru 1. Muhammad Iqbal, S.T., M.M 2. Teddy Sjafrizal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam siklus proses produksi, fixturing merupakan salah satu tahapan penting dalam proses manufaktur yang berfungsi untuk mendukung, menempatkan, dan menahan workpiece

Lebih terperinci

Pengembangan Model Robust Cellular Manufacturing System yang Mempertimbangkan Kapasitas Mesin, Fleksibilitas Urutan Proses dan Perubahan Demand

Pengembangan Model Robust Cellular Manufacturing System yang Mempertimbangkan Kapasitas Mesin, Fleksibilitas Urutan Proses dan Perubahan Demand Bandung, 9 1 Oktober 212 Pengembangan Model Robust Cellular Manufacturing System yang Mempertimbangkan Kapasitas Mesin, Fleksibilitas Urutan Proses dan Perubahan Demand Muhammad Shodiq Abdul Khannan Program

Lebih terperinci

PENJADWALAN PRODUKSI DENGAN MEMPERTIMBANGKAN UKURAN LOT TRANSFER BATCH UNTUK MINIMASI MAKESPAN KOMPONEN ISOLATING COCK DI PT PINDAD

PENJADWALAN PRODUKSI DENGAN MEMPERTIMBANGKAN UKURAN LOT TRANSFER BATCH UNTUK MINIMASI MAKESPAN KOMPONEN ISOLATING COCK DI PT PINDAD PENJADWALAN PRODUKSI DENGAN MEMPERTIMBANGKAN UKURAN LOT TRANSFER BATCH UNTUK MINIMASI MAKESPAN KOMPONEN ISOLATING COCK DI PT PINDAD 1 Vita Ardiana Sari, 2 Dida Diah Damayanti, 3 Widia Juliani Program Studi

Lebih terperinci

Rancang Bangun Jig Drilling Sebagai Solusi Pembuatan Lubang Chassis Minitruk yang Diproduksi SMK Muhammadiyah 3 Kartasura

Rancang Bangun Jig Drilling Sebagai Solusi Pembuatan Lubang Chassis Minitruk yang Diproduksi SMK Muhammadiyah 3 Kartasura Rancang Bangun Jig Drilling Sebagai Solusi Pembuatan Lubang Chassis Minitruk yang Diproduksi SMK Muhammadiyah 3 Kartasura Muh Alfatih Hendrawan 1, Pramuko Ilmu Purboputro 2 Jurusan Teknik Mesin,Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metodologi Perancangan Perancangan adalah kegiatan awal dari usaha merealisasikan suatu produk yang keberadaannya diperlukan oleh masyarakat untuk meringankan hidupnya

Lebih terperinci

PERBAIKAN RANCANGAN PRODUK SPRING BED DENGAN MENGGUNAKAN METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT

PERBAIKAN RANCANGAN PRODUK SPRING BED DENGAN MENGGUNAKAN METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT e-jurnal Teknik Industri FT USU Vol, No., Maret 20 pp. 37- ISSN 23-079 online / ISSN 23-060 print PERBAIKAN RANCANGAN PRODUK SPRING BED DENGAN MENGGUNAKAN METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT Lia Maretty

Lebih terperinci

Rancangan Welding Fixture Pembuatan Rangka Produk Kursi

Rancangan Welding Fixture Pembuatan Rangka Produk Kursi Bidang Teknik Mesin Yogyakarta, 10 November 2012 Rancangan Welding Fixture Pembuatan Rangka Produk Kursi Hendro Prassetiyo, Rispianda, Irvan Rinaldi Ramdhan Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Jurusan Teknik Industri Tugas Akhir Sarjana Semester Genap tahun 2006/2007 PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN KONSEP PAC PUZZLE ALARM CLOCK Indra Julianto Tjakra NIM: 0700678396 Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Era globalisasi yang terjadi saat ini membuat persaingan diantara dunia industri semakin ketat. Hal ini menyebabkan pihak manajemen pada setiap perusahaan industri

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data pengamatan hasil penelitian Jumlah mata pisau (pasang) Kapasitas efektif alat (buah/jam) 300,30 525,12 744,51

Lampiran 1. Data pengamatan hasil penelitian Jumlah mata pisau (pasang) Kapasitas efektif alat (buah/jam) 300,30 525,12 744,51 38 Lampiran 1. Data pengamatan hasil penelitian Jumlah mata pisau (pasang) 2 4 6 Kapasitas efektif alat (buah/jam) 300,30 525,12 744,51 Bahan yang rusak (%) 0 0 11 39 Lampiran 2. Kapasitas alat (buah/jam)

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT COMMONALITY SILINDER CETAK TERHADAP SAFETY STOCK

ANALISIS TINGKAT COMMONALITY SILINDER CETAK TERHADAP SAFETY STOCK ANALISIS TINGKAT COMMONALITY SILINDER CETAK TERHADAP SAFETY STOCK Mahdi Satwika 1) dan I Nyoman Pujawan 2) Program Studi Magister Manajemen Teknologi ITS Bidang Keahlian Manajemen Industri Jl. Cokroaminoto,

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Bab IV - Pengumpulan dan Pengolahan Data BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Data Umum PT STI PT STI adalah sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa pembuatan spare part, machinery, engineering,

Lebih terperinci

Optimasi Tata Letak Semi Dinamis Raw Material Fast Moving Pada Gudang Dengan Pendekatan Matematis

Optimasi Tata Letak Semi Dinamis Raw Material Fast Moving Pada Gudang Dengan Pendekatan Matematis JURNAL TEKNIK (2014) - 1 Optimasi Tata Letak Semi Dinamis Raw Material Fast Moving Pada Gudang Dengan Pendekatan Matematis Abdan Sakur Ad hani, Budi Santosa Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ) Pembimbing MSIE. 1. Ir. Farry Firman, 2. Ir. Rakhma Oktavina, MT. Universitas Gunadarma 1. Teknik Industri

TUGAS AKHIR ) Pembimbing MSIE. 1. Ir. Farry Firman, 2. Ir. Rakhma Oktavina, MT. Universitas Gunadarma 1. Teknik Industri TUGAS AKHIR Analisis Perancangan Lintasan Trolly Pada Lintasan Perakitan Bodi Lengkap Mobil Sedan Mercedes Benz E Class Tipe W 211 Di PT.DaimlerChrysler Indonesia http://www.gunadarma.ac.id/ Disusun Oleh

Lebih terperinci

Design g for Manufacturing (DFM)

Design g for Manufacturing (DFM) Design for Manufacturing (DFM) Pengertian DFX design for x x : reliability, robustness, serviceability, environmental impact, manufacturability DFM adalah praktek pengembangan dengan penekanan issue manufaktur

Lebih terperinci

Bab 4 Perancangan Perangkat Gerak Otomatis

Bab 4 Perancangan Perangkat Gerak Otomatis Bab 4 Perancangan Perangkat Gerak Otomatis 4. 1 Perancangan Mekanisme Sistem Penggerak Arah Deklinasi Komponen penggerak yang dipilih yaitu ball, karena dapat mengkonversi gerakan putaran (rotasi) yang

Lebih terperinci

PERANCANGAN KONSEP KURSI KANTOR BERDASARKAN KEBUTUHAN KONSUMEN DAN STUDI PERBANDINGAN PRODUK PESAING

PERANCANGAN KONSEP KURSI KANTOR BERDASARKAN KEBUTUHAN KONSUMEN DAN STUDI PERBANDINGAN PRODUK PESAING PERANCANGAN KONSEP KURSI KANTOR BERDASARKAN KEBUTUHAN KONSUMEN DAN STUDI PERBANDINGAN PRODUK PESAING Oleh: I Wayan Sukania iwayansukania@tarumanagara.ac.id iwayansukania@yahoo.com Staf Pengajar Program

Lebih terperinci

PENDAHULUAN DEFINISI, RUANG LINGKUP, TUJUAN, DAN PROSEDUR PERANCANGAN FASILITAS

PENDAHULUAN DEFINISI, RUANG LINGKUP, TUJUAN, DAN PROSEDUR PERANCANGAN FASILITAS PENDAHULUAN DEFINISI, RUANG LINGKUP, TUJUAN, DAN PROSEDUR PERANCANGAN FASILITAS 7 Definisi Pabrik Pabrik/Industri setiap tempat dimana faktor-faktor seperti : manusia, mesin dan peralatan (fasilitas) produksi

Lebih terperinci

Khristian Edi Nugroho; Dimas Rahmawan; Prayogo Adi Utomo

Khristian Edi Nugroho; Dimas Rahmawan; Prayogo Adi Utomo USULAN TATA LETAK ULANG MENGGUNAKAN SOFTWARE QUANTITATIVE SYSTEMS UNTUK MEMINIMALKAN JARAK PERPINDAHAN BAHAN DI LANTAI PRODUKSI DEPARTEMEN MECHANIC PT JEFTA PRAKARSA PRATAMA Khristian Edi Nugroho; Dimas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penuh persaingan,. Inovasi yang dilakukan harus disesuaikan dengan. agar merancang produk dengan fungsi yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. yang penuh persaingan,. Inovasi yang dilakukan harus disesuaikan dengan. agar merancang produk dengan fungsi yang maksimal. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi yang pesat menyebabkan cepatnya perubahan yang terjadi di dunia usaha. Perusahaan dituntut untuk terus melakukan inovasi terhadap produk yang

Lebih terperinci

RANCANGAN PERBAIKAN STOPCONTACT MELALUI PENDEKATAN METODE DFMA (DESIGN FOR MANUFACTURING AND ASSEMBLY) PADA PT. XYZ

RANCANGAN PERBAIKAN STOPCONTACT MELALUI PENDEKATAN METODE DFMA (DESIGN FOR MANUFACTURING AND ASSEMBLY) PADA PT. XYZ e-jurnal Teknik Industri FT USU Vol 1, No.2, Maret 2013 pp. 34-39 RANCANGAN PERBAIKAN STOPCONTACT MELALUI PENDEKATAN METODE DFMA (DESIGN FOR MANUFACTURING AND ASSEMBLY) PADA PT. XYZ Yogi Khairi Hasibuan

Lebih terperinci

PANDUAN PRAKTIKUM PENANGANAN BAHAN DAN PERENCANAAN TATA LETAK FASILITAS

PANDUAN PRAKTIKUM PENANGANAN BAHAN DAN PERENCANAAN TATA LETAK FASILITAS PANDUAN PRAKTIKUM PENANGANAN BAHAN DAN PERENCANAAN TATA LETAK FASILITAS Disusun Oleh Tim Dosen dan Asisten PLO 2017 LABORATORIUM KOMPUTASI DAN ANALISIS SISTEM JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

FORMAT GAMBAR PRAKTIKUM PROSES MANUFAKTUR ATA 2014/2015 LABORATURIUM TEKNIK INDUSTRI LANJUT UNIVERSITAS GUNADARMA

FORMAT GAMBAR PRAKTIKUM PROSES MANUFAKTUR ATA 2014/2015 LABORATURIUM TEKNIK INDUSTRI LANJUT UNIVERSITAS GUNADARMA FORMAT GAMBAR PRAKTIKUM PROSES MANUFAKTUR ATA 2014/2015 LABORATURIUM TEKNIK INDUSTRI LANJUT UNIVERSITAS GUNADARMA A. Perlengkapan Gambar 1. Drawing Pen ukuran 0,3 dan 0,5 mm 2. Maal 3 mm 3. Penggaris /

Lebih terperinci

(Sumber :

(Sumber : Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Laboratorium Proses Manufaktur merupakan salah satu laboratorium pada program studi Teknik Industri, Fakultas Rekayasa Industri Universitas Telkom. Laboratorium ini

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN JIG PENYAMBUNG PIPA MULTIDIMENSI

RANCANG BANGUN JIG PENYAMBUNG PIPA MULTIDIMENSI RANCANG BANGUN JIG PENYAMBUNG PIPA MULTIDIMENSI Mulyadi 1, Iswanto 2, Dwi Setyo Utomo 3, Elly Antarisma 4 1,2 Staf Pengajar Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Sidoarjo 3,4 Alumni Program Sarjana Teknik

Lebih terperinci