PENGEMBANGAN MODEL PERHITUNGAN INDEKS KOMPLEKSITAS PROSES PERAKITAN MANUAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMBANGAN MODEL PERHITUNGAN INDEKS KOMPLEKSITAS PROSES PERAKITAN MANUAL"

Transkripsi

1 PENGEMBANGAN MODEL PERHITUNGAN INDEKS KOMPLEKSITAS PROSES PERAKITAN MANUAL Hendri D. S. Budiono 1.a*, Dery Palgunadi 2.b Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia a hendri@eng.ui.ac.id, b derypalgunadi@yahoo.co.id Abstrak Tuntutan industri saat ini mengharuskan sebuah produk memiliki kualitas tinggi, biaya rendah, dan delivery cepat. Upaya untuk mempercepat proses produksi dilakukan pada tahap awal perancangan dikarenakan 70% - 80% dari total biaya produksi ada pada tahap ini. Pada tahap awal perancangan, seorang perancang memiliki kompleksitas dalam menentukan material, design (shape, thickness, size), spesifikasi (kekasaran permukaan, kekerasan), dan komponen. Kesalahan menentukan hal tersebut akan berpengaruh pada handling dan insertion di proses perakitan. Perhitungan kompleksitas perakitan manual digunakan untuk mengetahui pengaruh dari parameter proses perakitan. Perhitungan indeks kompleksitas proses perakitan manual yang sudah ada masih ada permasalahan, yaitu adanya penggunaan parameter yang tidak sesuai di dalam pembobotan, diversity, dan proses reorientation yang tidak dimasukkan ke dalam perhitungan. Pengembangan model yang dilakukan adalah perhitungan nilai pembobotan berdasarkan sistem klasifikasi Boothroyd menggunakan metode normalised average, mengubah definisi dari jumlah keunikan pada perakitan manual, serta memasukkan nilai kompleksitas reorientation. Untuk mengetahui parameter yang paling berpengaruh pada perakitan manual dengan menghitung complexity reduction dari variasi parameter shape, size, thickness, dan kekasaran permukaan. Didapatkan nilai diversity pada perhitungan indeks kompleksitas proses perakitan manual adalah 1, serta complexity reduction dari parameter thickness, kekasaran permukaan, size dan shape berturut-turut adalah 0,8%, 0,7%, 0,69%, dan 0,62%. Penelitian ini diharapkan dapat memudahkan perancang untuk melakukan perubahan-perubahan design di dalam perancangan perakitan. Kata kunci: perancangan, kompleksitas, perakitan Pendahuluan Sebelum sebuah produk dibuat atau diproduksi, terlebih dahulu ada seorang perancang ( designer) yang merancang produk tersebut. Di dalam merancang sebuah produk, designer telah melalui perjalanan yang sangat panjang di dalam merancang produk tersebut. Bukan hal yang mudah di dalam merancang sebuah produk, karena membuat produk yang sebelumnya belum ada menjadi ada itu sangatlah sulit. Ada beberapa tahapan yang harus dilalui oleh designer di dalam membuat produk tersebut, yaitu melakukan analisa pasar untuk menentukan produk apa yang akan dibuat, menentukan spesifikasi produk, membuat concept design, membuat detail design, manufacture, dan menjualnya kepada konsumen. Concept design dilakukan pada tahap awal proses perancangan yang selanjutnya harus di detailkan setelah ditentukan rancangan perakitannya (design for assembly). Tujuan dari design for assembly, yaitu untuk menyederhanakan produk sehingga dapat mengurangi biaya perakitan yang dapat direalisasikan, mengumpulkan informasiinformasi yang telah dimiliki oleh designer yang telah berpengalaman untuk kemudian dapat digunakan oleh designer yang belum berpengalaman, membangun database yang terdiri dari waktu perakitan dan faktor biaya untuk berbagai situasi desain dan kondisi produksi.

2 Di dalam design for assembly, ada dua hal penting yang harus selalu diperhatikan, yaitu handling dan insertion. Handling merupakan proses memegang suatu part yang akan dirakit, sedangkan insertion merupakan proses penyisipan suatu part. Handling dan insertion memiliki parameter-parameter di dalam masingmasing proses tersebut. Pada tahap design for assembly, designer memiliki kesulitan di dalam menentukan parameter-parameter yang paling berpengaruh di dalam proses perakitan, seperti shape, geometri, kekasaran permukaan, dan lain-lain. Belum ada acuan yang menunjukkan seberapa besar pengaruh dari masing-masing parameter di dalam proses perakitan. Di dalam proses manufaktur, biaya perakitan dan kualitas akhir dari sebuah produk, kompleksitas proses memiliki peranan yang sangat penting di dalam pencapaian desain produk yang optimal dengan memperhitungkan perencanaan perakitan dan pemilihan proses manufaktur yang paling sesuai. Oleh karena itu, kompleksitas sangat dibutuhkan di dalam tahap desain awal sebuah produk. Indeks kompleksitas proses perakitan menggambarkan secara kuantitatif seberapa besar nilai kesulitan di dalam melakukan proses perakitan sebuah produk. Indeks kompleksitas proses perakitan ( C asembly ) dipengaruhi oleh diversity, koefisien kompleksitas relatif dari proses perakitan ( c process ass, x ), dan total informasi yang diperoleh. Koefisien kompleksitas relatif dari proses perakitan merupakan fungsi dari nilai rata-rata pembobotan faktor kompleksitas part di dalam perakitan (C part ) dan persentase dari bagian yang berbeda ( x p ). Faktor kompleksitas dalam perakitan terdiri dari kompleksitas proses handling (C h,f ) dan kompleksitas proses insertion (C i,f ). Semakin besar nilai indeks kompleksitas proses perakitan, menunjukkan bahwa proses perakitan yang dilakukan sangat rumit. Pada perhitungan indeks kompleksitas proses perakitan yang sudah ada, diperlukan suatu pengembangan model lebih lanjut agar hasil yang diperoleh menjadi lebih akurat dibandingkan dengan perhitungan sebelumnya. Melakukan variasi dari masing-masing parameter di dalam proses perakitan akan dapat mengetahui nilai dari complexity reduction dari masing-masing parameter. Dari complexity reduction inilah akan dapat diketahui seberapa besar pengaruh dari masing-masing parameter di dalam proses perakitan. Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan melakukan pengembangan model perhitungan, melakukan variasi-variasi terhadap parameter-parameter di dalam proses perakitan, dan melakukan verifikasi terhadap pemodelan yang dilakukan dengan menggunakan studi kasus. Pengembangan model perhitungan yang dilakukan, yaitu pengembangan pembobotan nilai C h,f dan C i,f, pengembangan model dengan melihat pengaruh diversity, dan pengembangan model dengan memasukkan reorientation ke dalam indeks komplesitas proses perakitan manual. Indeks kompleksitas proses perakitan manual dapat dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini. = +, log + 1 (1) Dimana C ass merupakan indeks kompleksitas proses perakitan, n p merupakan jumlah keunikan dari part yang dirakit, N p jumlah keseluruhan part yang dirakit, dan c process ass, x merupakan kompleksitas relatif proses perakitan. Nilai c process ass, x dapat diperoleh dari: Menghitung nilai rata-rata kompleksitas handling (C h ) =, (2) Dimana C h merupakan nilai rata-rata kompleksitas handling, C h,f merupakan nilai rata-rata tingkat kompleksitas pada handling attributes, dan J merupakan jumlah dari handling attributes. Menghitung nilai rata-rata kompleksitas insertion (C i ) =, (3) Dimana C i merupakan nilai rata-rata kompleksitas insertion, C i,f merupakan nilai rata-rata tingkat kompleksitas pada insertion attributes, dan K merupakan jumlah dari insertion attributes.

3 Menghitung nilai rata-rata pembobotan faktor kompleksitas part di dalam perakitan (C part ) =,,,, (4) Menghitung koefisien kompleksitas relatif dari proses perakitan (c process ass, x ), = =1 (5) Dimana x p merupakan persentase dari masing-masing part terhadap jumlah total part dan n merupakan jumlah keunikan dari part yang dirakit. Tabel 1 Nilai C h,f Handling Attributes untuk Perakitan Manual Assistance One Hand One Hand with Grasping Aids Two Hands for Manipulation Two Hands or Assistance Required for Large Size Symmetry Graps and Manipulate Thickness Symmetry Grasping Aids Nest or Tangle Symmetry Person C h,f 0,34 α + β < 360 0, α + β < 540 0, α + β < 720 0,94 α + β = 720 1,00 Easy 0,72 Difficult 1,00 > 2 mm 0,83 > 15 mm 0,72 Size 6 mm x 15 mm 0,83 < 6 mm 1,00 2 mm 1,00 Size > 6 mm 0,84 6 mm 1,00 1,00 α 180, β 180 0,80 α 180, β = 360 0,86 α = 360, β 180 0,95 α = 360, β = 360 1,00 Tweezers 0,84 Optical Magnification Graps and Manipulation Thickness Not necessary 0,80 Necessary 1,00 Easy 0,91 Difficult 1,00 > 0,25 mm 0,67 0,25 mm 1,00 Standard tools 0,94 Special tools 1,00 0,75 Parts don't nest or tangle 0,88 Parts nest or tangle 1,00 α 180 0,77 > 15 mm 0,83 Size 6 mm x 15 mm 0,89 < 6 mm 1,00 α = 360 1,00 Size > 6 mm 0,87 6 mm 1,00 0,57 One person 0,41 Nest or Tangle Parts don't nest or tangle 0,46 Parts nest or tangle 1,00 Weight < 10 lb 0,63 > 10 lb 1,00

4 Grasp and Manipulate Symmetry Easy 0,86 Difficult 1,00 α 180 0,73 α = 360 1,00 Two person or mechanical assistance 1,00 Pengembangan pembobotan nilai C h,f dan C i,f dilakukan berdasarkan sistem klarifikasi Boothroyd. Pengembangan ini dilakukan karena adanya ketidaksesuian parameter yang digunakan pada perhitungan sebelumnya. Misalnya, pada dalam menghitung part dengan grasping aids, parameter symmetry yang digunakan bukanlah penjumlahan α dan β, tetapi nilai α sendiri dan β sendiri. Pembobotan nilai C h,f dan C i,f dilakukan dengan menggunakan metode normalised average. Nilai pembobotan C h,f dan C i,f dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 3 dan Tabel 4 merupakan cara melakukan pembobotan nilai C h,f dan C i,f. Tabel 2. Nilai C i,f Insertion Attributes untuk Perakitan Manual Secured Part Part added but not secured Part secured immediately Separate operation Accessibility and Vision Holding Down Align and Position Resistance Accessibility and Vision Operation Fastener Process 0,76 No restrictions 0,53 Obstructed access or restricted vision 0,82 Obstructed access and restricted vision 1,00 No required 0,54 Required 1,00 Easy 0,86 Not easy 1,00 No resistance 0,86 Resistance 1,00 0,93 No restrictions 0,60 Obstructed access or restricted vision 0,85 Obstructed access and restricted vision 1,00 No screwing or plastic deformation 0,62 Align and Easy 0,58 Position Not easy 1,00 Plastic deformation 0,95 Plastic bending or torsion 0,70 Easy 0,80 Plastic Deformation Operation C i,f Align and Not easy 1,00 Position No resistance 0,88 Resistance Resistance 1,00 Riveting or similar operation 1,00 Easy 0,86 Align and Not easy 1,00 Position No resistance 0,91 Resistance Resistance 1,00 Screw tightening 1,00 Align and Easy 0,80 Position Not easy 1,00 1,00 Mechanical fastening 0,67 Bending 0,33 Mechanical Riveting 0,58 Fastening Screw tightening 0,42 Process Bulk plastic deformation 1,00 Non-mechanical fastening 0,93 Non- No additional material required 0,58

5 Mechanical Soldering 0,67 Fastening Weld or braze 1,00 Process Chemical 1,00 Non-fastening 1,00 Non-Fastening Process Manipulation 0,75 Other process 1,00 Tabel 3 Contoh Cara Pembobotan untuk Assistance Difficult Factor untuk Nilai C h,f One Hand One Hand with Grasping Aids Two Hand for Manipulation Two Hand or Assistance Firs Digit Second Digit ,13 1,43 1,88 1,69 2,18 1,84 2,17 2,65 2,45 2,98 1 1,50 1,80 2,25 2,06 2,55 2,25 2,57 3,06 3,00 3,38 2 1,80 2,10 2,55 2,36 2,85 2,57 2,90 3,38 3,18 3,70 3 1,95 2,25 2,70 2,51 3,00 2,73 3,06 3,55 3,34 4,00 4 3,60 6,85 4,35 7,60 5,60 8,35 6,35 8,60 7,00 7,00 5 4,00 7,25 4,75 8,00 6,00 8,75 6,75 9,00 8,00 8,00 6 4,80 8,05 5,55 8,80 6,80 9,55 7,55 9,80 8,00 9,00 7 5,10 8,35 5,85 9,10 7,10 9,55 7,85 10,10 9,00 10,00 Rata- Rata C h,f 2,53 0,34 7,39 1,00 8 4,10 4,50 5,10 5,60 6,75 5,00 5,25 5,85 6,35 7,00 5,55 0,75 9 2,00 3,00 2,00 3,00 3,00 4,00 4,00 5,00 7,00 9,00 4,20 0,57 Tabel 4 Contoh Cara Pembobotan untuk Holding Down Difficult Factor pada Part Added but not Secured untuk Nilai C i,f No Holding Down Required Holding Down Required Second Digit First Digit 0 1,50 2,50 2,50 3,50 5,50 6,50 6,50 7,50 1 4,00 5,00 5,00 6,00 8,00 9,00 9,00 10,00 2 5,50 6,50 6,50 7,50 9,50 10,50 10,50 11,50 Rata-Rata 4,67 8,67 C i,f 0,54 1,00 Diversity diperoleh dengan membandingkan jumlah informasi yang unik dengan jumlah total informasi. Informasi yang unik didefinisikan sebagai part yang memiliki shape dan geometri yang sama. Pengembangan metode yang dilakukan dengan mengubah definisi dari jumlah informasi unik. Keunikan di dalam proses perakitan bukan hanya terjadi apabila shape dan geometrinya saja yang sama, tetapi pada proses perakitan manual setiap part yang dirakit secara satu per satu dianggap satu keunikan tersendiri. Oleh karena itu, pada perhitungan indeks kompleksitas proses perakitan jumlah total unik akan sama dengan jumlah total informasi, dan menyebabkan nilai diversity sama dengan 1. Sehingga rumus untuk perhitungan indeks kompleksitas proses perakitan pada penelitian ini, yaitu: = 1 +, log + 1 (6) Parameter-parameter yang dilakukan variasi pada penelitian ini, yaitu shape, size, thickness, dan kekasaran permukaan. Tabel 5 menunjukkan variasi yang dilakukan oleh masing-masing parameter. Tabel 5 Variasi yang Dilakukan Terhadap Masing-Masing Parameter No. Parameter Variasi 1 Shape Rotational

6 2 Size 3 Thickness 4 Kekasaran Permukaan Non-Rotational Big ( > 15 mm) Medium (6 mm x 15 mm) Small (< 6 mm) Tebal ( > 2 mm) Tipis ( 2 mm) Finishing Roughing Di dalam melakukan variasi parameterparameter, digunakan sebuah pemodelan proses perakitan. Pemodelan yang dilakukan dengan menggunakan dua buah part yang akan dirakit, dimana salah satu part akan divariasikan parameternya. Pada parameter size, thickness, dan kekasaran permukaan dilakukan dua buah perhitungan, yaitu dengan menggunakan rotational shape dan non-rotational shape. Gambar 1. Pemodelan Proses Perakitan Dari dilakukannya variasi dari masingmasing parameter, kemudian akan dihitung complexity reduction. Complexity reduction merupakan nilai persentase dari seberapa besar pengurangan nilai indeks kompleksitas proses perakitan yang dilakukan ketika melakukan redesign. Complexity reduction dapat dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini. =,,, 100% (7) Dimana C ass, 1 merupakan indeks kompleksitas proses perakitan manual sebelum redesign, dan C ass, 2 merupakan indeks kompleksitas proses perakitan manual sesudah redesign. Hasil dan Pembahasan Perhitungan Indeks Kompleksitas Proses Perakitan Manual dan Complexity Reduction pada Pemodelan Pada variasi shape dilakukan 2 buah variasi, yaitu rotational part dan non-rotational part. Hasil perhitungan nilai indeks kompleksitas proses perakitan manual pada rotational part dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil Nilai Indeks Kompleksitas Proses Perakitan Manual Dari Variasi Shape No. Shape C ass 1 Rotational Part 2,709 2 Non-Rotational Part 2,726 Tabel 6 menunjukkan bahwa suatu part yang memiliki nilai kesimetrian yang kecil, memiliki nilai indeks kompleksitas perakitan manual yang kecil. Simetri merupakan nilai dari alpha (α) dan beta (β) dari masing-masing part. Ini menandakan bahwa part yang memiliki nilai simetri yang kecil akan memudahkan di dalam perakitan manual, terutama di dalam handling part tersebut. Pada variasi size dilakukan 3 buah variasi, yaitu yaitu part yang memiliki ukuran size yang besar, part yang memiliki ukuran size yang sedang, dan part yang memiliki ukuran size yang kecil. Hasil perhitungan nilai indeks kompleksitas proses perakitan manual dari berbagai size untuk rotational part dapat dilihat pada Tabel 7 dan untuk non-rotational part dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 7 Hasil Perhitungan Indeks Kompleksitas Proses Perakitan Manual Dari Berbagai Size Untuk Rotational Part No. Size C ass 1 Besar (> 15 mm) 2,709 2 Sedang (6 mm x 15 mm) 2,714 3 Kecil (< 6 mm) 2,727 Tabel 8 Hasil Perhitungan Indeks Kompleksitas Proses Perakitan Manual Dari Berbagai Size Untuk Non- Rotational Part No. Size C ass 1 Besar (> 15 mm) 2,726 2 Sedang (6 mm x 15 mm) 2,732 3 Kecil (< 6 mm) 2,745 Tabel 7 dan Tabel 8 menunjukkan part yang memiliki ukuran size yang besar akan memiliki nilai indeks kompleksitas proses perakitan

7 manual yang kecil. Ini menandakan bahwa part yang memiliki ukuran size yang besar memiliki kemudahan di dalam proses perakitan. Part dengan ukuran size yang besar memudahkan perakit untuk memegang part tersebut. Karena semakin kecil part yang akan dirakit akan memberikan kompleksitas yang besar pada saat proses handling part tersebut. Pada variasi thickness dilakukan 2 buah variasi, yaitu yaitu part yang memiliki ukuran thickness yang tebal dan part yang memiliki ukuran thickness yang tipis. Hasil perhitungan nilai indeks kompleksitas proses perakitan manual dari berbagai thickness untuk rotational part dapat dilihat pada Tabel 9 dan untuk nonrotational part dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 9 Hasil Perhitungan Indeks Kompleksitas Proses Perakitan Manual Dari Berbagai Thickness Untuk Rotational Part No. Thickness C ass 1 Tebal (> 2 mm) 2,709 2 Tipis ( 2 mm) 2,729 Tabel 10 Hasil Perhitungan Indeks Kompleksitas Proses Perakitan Manual Dari Berbagai Thickness Untuk Non- Rotational Part No. Thickness C ass 1 Tebal (> 2 mm) 2,726 2 Tipis ( 2 mm) 2,748 Tabel 9 dan Tabel 10 menunjukkan bahwa part yang memiliki ukuran thickness yang besar akan memiliki nilai indeks kompleksitas proses perakitan manual yang kecil. Ini menandakan bahwa part yang memiliki ukuran thickness yang besar memiliki kemudahan di dalam proses perakitan. Part dengan ukuran thickness yang besar memudahkan perakit untuk memegang part tersebut. Karena semakin tipis part yang akan dirakit akan memberikan kompleksitas yang besar pada saat proses handling part tersebut. Pada variasi kekasaran permukaan dilakukan menjadi 2 variasi, yaitu part yang dilakukan proses finishing permukaan dan part yang tidak dilakukan proses finishing permukaan. Hasil perhitungan nilai indeks kompleksitas proses perakitan manual dari berbagai variasi kekasaran permukaan pada rotational part dapat dilihat pada Tabel 11 dan untuk non-rotational part dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 11 Hasil Perhitungan Indeks Kompleksitas Proses Perakitan Manual Dari Variasi Kekasaran Permukaan Untuk Rotational Part No. Kekasaran Permukaan C ass 1 Roughing 2,709 2 Finishing 2,696 Tabel 12 Hasil Perhitungan Indeks Kompleksitas Proses Perakitan Manual Dari Variasi Kekasaran Permukaan Untuk Non-Rotational Part No. Kekasaran Permukaan C ass 1 Roughing 2,726 2 Finishing 2,714 Tabel 11 dan Tabel 12 menunjukkan bahwa part yang dilakukan proses finishing permukaan memiliki nilai indeks kompleksitas proses perakitan manual yang kecil. Ini menandakan bahwa part yang dilakukan proses finishing permukaan memiliki kemudahan di dalam proses perakitan. Part yang dilakukan proses finishing tidak akan menyebabkan insertion resistance. Sedangkan part yang tanpa dilakukan proses finishing akan menyebabkan insertion resistance, karena untuk memasukkan part tanpa proses finishing diperlukan tenaga yang lebih besar jika dibandingkan dengan part yang dilakukan proses finishing. Ini disebabkan karena gesekan yang terjadi antara dua buah permukaan sangat besar. Dari hasil perhitungan indeks kompleksitas proses perakitan manual di atas, dapat dihitung nilai complexity reduction dari masing-masing parameter. Perbandingan nilai complexity reduction dapat dilihat pada Tabel 13 di bawah ini. Tabel 13 Perbandingan Nilai Complexity Reduction dari Masing-Masing Parameter Complexity No. Parameter Reduction Maximum 1 Shape 0,62% 2 Size 0,69% 3 Thickness 0,80% 4 Kekasaran Permukaan 0,70%

8 Dari perhitungan yang dilakukan, didapatkan bahwa thickness memiliki nilai complexity reduction yang paling tinggi jika dibandingkan dengan shape, size, dan kekasaran permukaan. Ini menandakan bahwa thickness memiliki pengaruh yang paling besar di antara shape, size, dan kekasaran permukaan. Perhitungan Indeks Kompleksitas Proses Perakitan Manual dan Complexity Reduction pada Studi Kasus Untuk memverifikasi pemodelan dari variasi yang dilakukan, ke dalam perhitungan studi kasus. Studi kasus yang di ambil, yaitu electric power plug (Gambar 2). Pada studi kasus ini akan dilakukan variasi pada pin electric power plug. Variasi yang dilakukan pada pin electric power plug dapat dilihat pada Tabel 14. Contoh perhitungan indeks kompleksitas proses perakitan manual pada electric power plug dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 14 Variasi dari Pin Electric Power Plug No. Produk Shape Size Thickness Kekasaran Permukaan 1 Pin Plug 1 Rotational Big Tebal Roughing 2 Pin Plug 2 Non-Rotational Big Tebal Roughing 3 Pin Plug 3 Rotational Medium Tebal Roughing 4 Pin Plug 4 Non-Rotational Medium Tebal Roughing 5 Pin Plug 5 Rotational Big Tipis Roughing 6 Pin Plug 6 Non-Rotational Big Tipis Roughing 7 Pin Plug 7 Rotational Big Tebal Finishing 8 Pin Plug 8 Non-Rotational Big Tebal Finishing No. Produk C ass 1 Electric Power Plug 1 4,479 2 Electric Power Plug 2 4,488 3 Electric Power Plug 3 4,495 4 Electric Power Plug 4 4,504 5 Electric Power Plug 5 4,522 6 Electric Power Plug 6 4,532 7 Electric Power Plug 7 4,456 8 Electric Power Plug 8 4,465 Gambar 2. Electric Power Plug Hasil nilai indeks kompleksitas proses perakitan manual dari masing-masing produk dengan memvariasikan parameter-parameter pada pin electric power plug dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Nilai Perbandingan Indeks Kompleksitas Proses Perakitan Manual Pada ElectricPower Plug Setelah diketahui nilai indeks kompleksitas proses perakitan manual dari masing-masing produk, dapat dihitung nilai complexity reduction dari masing-masing parameter. Nilai complexity reduction dapat dilihat pada Tabel 17. Nilai dari complexity reduction dapat mengetahui seberapa besar pengaruh parameterparameter di dalam proses perakitan. Pada Tabel 17 dapat diketahui bahwa dengan melakukan redesign pada parameter thickness diperoleh nilai complexity reduction yang paling besar. Hasil ini sama dengan hasil yang diperoleh pada perhitungan dengan menggunakan pemodelan,

9 yang menempatkan thickness pada parameter yang memiliki complexity reduction yang besar dibandingkan yang lain. Dengan mengubah thickness dari suatu part dengan thickness < 2 mm menjadi part dengan thickness > 2 mm akan memiliki pengaruh yang sangat besar. Thickness memiliki pengaruh yang sangat besar di dalam perhitungan indeks kompleksitas proses perakitan manual dikarenakan apabila part yang memiliki thickness yang sangat kecil akan menimbulkan kompleksitas yang besar di dalam proses perakitan. Dengan thickness yang tipis, akan menyulitkan seorang perakit di dalam proses handling part tersebut. Semakin tipis part yang akan dirakit akan menyebabkan part tersebut semakin sulit untuk di-handling, hingga suatu saat part tersebut tidak dapat di-handling dengan menggunakan tangan, tetapi membutuhkan sebuah alat bantu untuk memegang part tersebut. Tabel 16 Perhitungan Indeks Kompleksitas Proses Perakitan Manual pada Electric Power Plug 1

10 Tabel 17 Perbandingan Complexity Reduction Dari Masing-Masing Parameter No. Produk Redesign Attribute Complexity Reduction 1 Electric Power Plug 1 & 2 Shape 0,20% 2 Electric Power Plug 1 & 3 Size 0,36% 3 Electric Power Plug 2 & 4 Size 0,36% 4 Electric Power Plug 1 & 7 Thickness 0,95% 5 Electric Power Plug 2 & 8 Thickness 0,97% 6 Electric Power Plug 1 & 9 Kekasaran Permukaan 0,51% 7 Electric Power Plug 2 & 10 Kekasaran Permukaan 0,51% Dari parameter yang diteliti, yaitu shape, size, thickness, dan kekasaran permukaan, designer harus memprioritaskan parameter thickness, kemudian kekasaran permukaan, size, dan terakhir shape. Karena pengaruh thickness dibandingkan dengan yang lain memiliki pengaruh yang lebih besar. Perhitungan Kompleksitas Reorientation pada Indeks Kompleksitas Proses Perakitan Manual Untuk menghitung kompleksitas reorientation di dalam indeks kompleksitas proses perakitan manual akan menggunakan contoh studi kasus piston (Gambar 3). Di dalam konsep El Maraghy sebelumnya proses reorientation tidak dimasukkan ke dalam perhitungan nilai indeks kompleksitas proses perakitan manual. perakitan manual. Urutan di dalam perakitan piston, yaitu piston, connecting rod shaft, piston pin, snap ring, proses reorientation, snap ring, bearings, connecting rod cap, proses reorientation, oil ring, dan top compression ring. Proses reorientation dilakukan dikarenakan tidak memungkinkan merakit di dalam posisi tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkan perubahan posisi atau reorientation di dalam proses perakitan. Di dalam klasifikasi perakitan Boothroyd, proses reorientationi diklasifikasikan ke dalam separation opertion di dalam proses insertion. Perhitungan proses reorientation dimasukkan ke dalam perhitungan c process ass, x. Perhitungan proses reorientation sama halnya dengan menghitung C part untuk masing-masing komponen, yaitu menghitung C h dan C i -nya, tetapi perbedaannya proses reorientation tidak mengalami proses handling, hanya proses insertion, sehingga nilai C h -nya sama dengan nol. Jadi, C part untuk proses reorientation sama dengan nilai C i -nya, karena nilai C h -nya nol. Sehingga didapatkan C ass untuk piston adalah 7,123. Verifikasi dan Validasi Pengembangan Model Gambar 3 Piston Sumber : Samy & El Maraghy, 2010 Di dalam pengembangan model yang dilakukan, proses reorientation dimasukkan ke dalam perhitungan indeks kompleksitas proses Untuk memverifikasi dan memvalidasi pengembangan model yang dilakukan akan menggunakan electric power plug sebagai studi kasus (Gambar 4). Pada contoh studi kasus ini, akan menghitung indeks kompleksitas proses perakitan manual antara three-pin electric power plug dan two-pin electric power plug dengan

11 menggunakan konsep perhitungan yang sudah ada dengan konsep perhitungan pengembangan model. Hasil perhitungan indeks kompleksitas proses perakitan manual dapat dilihat pada Tabel 18 dan hasil untuk perhitungan waktu dan biaya perakitan dapat dilihat pada Tabel 19. (a) (b) Gambar 4. (a) Three Pin Electric Power Plug, (b) Two Pin Electric Power Plug Tabel 18 Hasil Perhitungan Indeks Kompleksitas Proses Perakitan Manual Antara Konsep yang Sudah Ada dengan Pengembangan Model Untuk Studi Kasus Electric Power No 1 2 Produk Two Pin Electric Power Plug Three Pin Electric Power Plug El Maraghy Pengembang an Model 3,32 4,03 3,32 4,49 plug lebih banyak dari two-pin electric power plug. Semakin banyak jumlah part yang akan dirakit, maka waktu perakitan dan biaya perakitan semakin besar pula. Apabila terjadi kenaikan biaya di dalam suatu produksi, maka akan terjadi kenaikan nilai indeks kompleksitas (Rodriguez-Toro, Tate, Jared, & Swift, 2002). Ketika model perhitungan El Maraghy dimasukkan ke dalam perhitungan indeks kompleksitas perakitan manual hasil yang diperoleh antara produk Two Pin Electric Power Plug dengan Three Pin Electric Power Plug memiliki kompleksitas yang sama. Ini menandakan bahwa model El Maraghy hanya dapat digunakan untuk perhitungan kompleksitas perakitan otomatis. Karena pada perakitan otomatis suatu part yang sama akan dirakit secara bersama-sama, tidak secara satu per satu. Sedangkan pada perakitan manual suatu part akan dirakit secara satu per satu baik part tersebut sama maupun tidak. Dari hasil perhitungan indeks kompleksitas proses perakitan manual dengan pengembangan model didapatkan kenaikan nilai indeks kompleksitas proses perakitan manual dengan adanya penambahan jumlah part yang akan dirakit. Ini menunjukkan kesesuaian dengan adanya kenaikan biaya perakitan terjadi kenaikan nilai indeks kompleksitas perakitan manual pula. Sehingga dapat diketahui bahwa perhitungan indeks kompleksitas proses perakitan manual dengan pengembangan model telah sesuai dengan kaidah yang ada Tabel 19 Hasil Perhitungan Waktu Perakitan dan Biaya Perakitan No. 1 2 Produk Two Pin Electric Power Plug Three Pin Electric Power Plug Waktu (detik) Cost (sen) 18,80 7,52 24,25 9,70 Hasil yang diperoleh pada tabel di atas menunjukkan bahwa produk three-pin electric power plug memiliki waktu perakitan yang lebih besar dibandingkan dengan two-pin electric power plug. Ini dikarenakan jumlah part yang dirakit pada produk three-pin electric power Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. 1. Thickness memiliki complexity reduction yang terbesar dibandingkan shape, size, dan kekasaran permukaan, sejauh menggunakan sistem klasifikasi perakitan Boothroyd. 2. Dihasilkan tabel pembobotan C h,f dan C i,f yang nilainya berkisar antara 0 sampai 1, dimana 0 berarti mudah dan 1 berarti sulit. Untuk mempercepat perakitan manual diusahakan membuat part dengan nilai C h,f dan C i,f mendekati 0, seperti memiliki kesimetrian ( α dan β) kurang dari 360, size

12 lebih dari 15 mm, thickness lebih dari 2 mm, tidak membutuhkan holding down, memiliki align and position yang mudah, tidak resistance. 3. Nilai diversity di dalam indeks kompleksitas proses perakitan manual adalah Apabila terjadi proses reorientation di dalam proses perakitan manual, maka proses reorientation harus diperhitungkan ke dalam indeks kompleksitas proses perakitan. Kompleksitas reorientation diperhitungkan di dalam koefisien kompleksitas relatif proses perakitan (c process ass, x ). Referensi 1. Boothroyd, G., Dewhurst, P., & Knight, W. A. (2011). Product design for manufacture and assembly (3rd ed.). CRC Press. 2. ElMaraghy, W. H., & Urbanic, R. J. (2003). Modelling of manufacturing systems complexity. CIRP Annals Manufacturing Technology, 52 (1), Hamrock, Bernard J., Jacobson, Bo., & Schimd, Steven R. (1999). Fundamentals of machine elements, McGraw-Hill International Edition. 4. Rodriguez-Toro, C., Tate S., Jared G., & Swift K. (2002). Shaping the complexity of a design. ASME International Mechanical Engineering Congress & Exposition. 5. Samy, S. N., & ElMaraghy, H., (2010). A model for measuring products assembly complexity. International Journal of Computer Integrated Manufacturing, 23 : 11, Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV)

PENERAPAN DESIGN FOR ASSEMBLY (DFA) UNTUK MEREDUKSI BIAYA PRODUKSI SUATU PRODUK

PENERAPAN DESIGN FOR ASSEMBLY (DFA) UNTUK MEREDUKSI BIAYA PRODUKSI SUATU PRODUK PENERAPAN DESIGN FOR ASSEMBLY (DFA) UNTUK MEREDUKSI BIAYA PRODUKSI SUATU PRODUK Yusri (1) (1) Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Padang ABSTRACT Untuk mereduksi waktu yang dibutuhkan

Lebih terperinci

PENENTUAN INDEKS KOMPLEKSITAS PROSES ASSEMBLY UNTUK PRODUK PISTON

PENENTUAN INDEKS KOMPLEKSITAS PROSES ASSEMBLY UNTUK PRODUK PISTON PENENTUAN INDEKS KOMPLEKSITAS PROSES ASSEMBLY UNTUK PRODUK PISTON Nelce D Muskita 1), Rudy Soenoko 2), Achmad As ad Sonief 3), Moch. Agus Choiron 3) 1), 2), 3) Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Mesin, Universitas

Lebih terperinci

APLIKASI DESIGN FOR ASSEMBLY (DFA) PADA PERANCANGAN PRODUK VACCINE CARRIER

APLIKASI DESIGN FOR ASSEMBLY (DFA) PADA PERANCANGAN PRODUK VACCINE CARRIER Jurnal Desiminasi Teknologi, Volume 2, No. 2, Juli 2014 APLIKASI DESIGN FOR ASSEMBLY (DFA) PADA PERANCANGAN PRODUK VACCINE CARRIER Rita Maria Veranika *) Abstrak : Perubahan pasar global yang cepat menyebabkan

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL OTOMASI II ISBN :

SEMINAR NASIONAL OTOMASI II ISBN : PERANCANGAN ULANG PART BERDASARKAN METODE BOOTHROYD- DEWHURST DAN USULAN TATA LETAK STASIUN PERAKITAN PRODUK KOMPOR JENIS NGETL 10-50 (Studi Kasus di PT. Nayati Indonesia) Thedy Yogasara dan Febri Silviani

Lebih terperinci

ANALISIS DESIGN FOR ASSEMBLY UNTUK MESIN ROLL SHEETER KARET

ANALISIS DESIGN FOR ASSEMBLY UNTUK MESIN ROLL SHEETER KARET ANALISIS DESIGN FOR ASSEMBLY UNTUK MESIN ROLL SHEETER KARET Sigit Yoewono, Darma Yuda Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara, Institut Teknologi Bandung E-mail: sigit@ftmd.itb.ac.id, darma_yuda_91@yahoo.com

Lebih terperinci

KONTRIBUSI ERGONOMI UNTUK RANCANGAN PERAKITAN

KONTRIBUSI ERGONOMI UNTUK RANCANGAN PERAKITAN JURNAL TEKNOLOGI INDUSTRI, 1999, VOL. III, NO. 1, Hal. 47-62 ISSN 1410-5004 KONTRIBUSI ERGONOMI UNTUK RANCANGAN PERAKITAN Bernadus Kristyanto dan Parama Kartika Dewa SP INTISARI Persoalan umum yang sering

Lebih terperinci

Penerapan Metoda Design for Manufacture and Assembly pada Handle Transformer Hand Bike

Penerapan Metoda Design for Manufacture and Assembly pada Handle Transformer Hand Bike Penerapan Metoda Design for Manufacture and Assembly pada Handle Transformer Hand Bike Rifko Rahmat Kurnianto 1,a, Agung Wibowo 2,b *, Tri Prakosa 3,c Institut Teknologi Bandung, Fakultas Teknik Mesin

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUJIAN DAN ANALISA HASIL

BAB 4 PENGUJIAN DAN ANALISA HASIL 32 BAB 4 PENGUJIAN DAN ANALISA HASIL 4.1. Produk Sand Casting 4.1.1.Deskripsi Produk Produk casting yang diambil sebagai obyek penelitian adalah Flange yoke. Flange yoke merupakan salah satu komponen dari

Lebih terperinci

ANALISIS DESIGN FOR ASSEMBLY (DFA) PADA PROTOTIPE MESIN PEMISAH SAMPAH MATERIAL FERROMAGNETIK DAN NON FERROMAGNETIK

ANALISIS DESIGN FOR ASSEMBLY (DFA) PADA PROTOTIPE MESIN PEMISAH SAMPAH MATERIAL FERROMAGNETIK DAN NON FERROMAGNETIK ANALISIS DESIGN FOR ASSEMBLY (DFA) PADA PROTOTIPE MESIN PEMISAH SAMPAH MATERIAL FERROMAGNETIK DAN NON FERROMAGNETIK Rifki Ilyandi 1, Dodi Sofyan Arief 2, Tekad Indra Pradana Abidin 3 Laboratorium Teknologi

Lebih terperinci

SAT. Pengukuran Indeks Kompleksitas Produk terhadap Produk Pressed Part Berbasis Informasi Produk (Case Study: Bracket Air Box Component)

SAT. Pengukuran Indeks Kompleksitas Produk terhadap Produk Pressed Part Berbasis Informasi Produk (Case Study: Bracket Air Box Component) Teknobiologi JI Jurnal Teknobiologi, IV(1) 2013: 71 76 SAT ISSN : 2087 5428 Jurnal Ilmiah Sains Terapan Lembaga Penelitian Universitas Riau Pengukuran Indeks Kompleksitas Produk terhadap Produk Pressed

Lebih terperinci

PENGARUH DFA PADA PERHITUNGAN KOMPLEKSITAS PRODUK DAN PROSES UNTUK INJECTION MOLDING. STUDI KASUS: CENTER PANEL TESIS

PENGARUH DFA PADA PERHITUNGAN KOMPLEKSITAS PRODUK DAN PROSES UNTUK INJECTION MOLDING. STUDI KASUS: CENTER PANEL TESIS PENGARUH DFA PADA PERHITUNGAN KOMPLEKSITAS PRODUK DAN PROSES UNTUK INJECTION MOLDING. STUDI KASUS: CENTER PANEL TESIS WIBAWA PURABAYA 0806424081 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS TEKNIK PROGRAM MAGISTER TEKNIK

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE BOOTHROYD DEWHURST DALAM PERANCANGAN ULANG PRODUK RICHTPRESSE ( Studi Kasus di PT. Budi Agung Periangan )

PENERAPAN METODE BOOTHROYD DEWHURST DALAM PERANCANGAN ULANG PRODUK RICHTPRESSE ( Studi Kasus di PT. Budi Agung Periangan ) PENERAPAN METODE BOOTHROYD DEWHURST DALAM PERANCANGAN ULANG PRODUK RICHTPRESSE ( Studi Kasus di PT. Budi Agung Periangan ) Renila Yovita dan Thedy Yogasara Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri

Lebih terperinci

PERHITUNGAN KOMPLEKSITAS PROSES LOW PRESSURE DIE CASTING

PERHITUNGAN KOMPLEKSITAS PROSES LOW PRESSURE DIE CASTING PERHITUNGAN KOMPLEKSITAS PROSES LOW PRESSURE DIE CASTING Dian Nurdian Department of Mechanical Engineering, University of Indonesia E-mail: nurdian_dino@yahoo.com Abstrak Proses low pressure die casting

Lebih terperinci

PROPOSAL PENELITIAN Penelitian Mandiri

PROPOSAL PENELITIAN Penelitian Mandiri PROPOSAL PENELITIAN Penelitian Mandiri MEMPERBAIKI DAYA SAING PRODUK MELALUI PERBAIKAN EFISIENSI RANCANGAN PERAKITAN oleh: Ir. Bernadus Kristyanto, M.Eng., Ph.D PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA PENGGABUNGAN DFMA DALAM KOMPLEKSITAS PRODUK DAN PROSES UNTUK SAND CASTING. STUDI KASUS: FLANGE YOKE TESIS

UNIVERSITAS INDONESIA PENGGABUNGAN DFMA DALAM KOMPLEKSITAS PRODUK DAN PROSES UNTUK SAND CASTING. STUDI KASUS: FLANGE YOKE TESIS UNIVERSITAS INDONESIA PENGGABUNGAN DFMA DALAM KOMPLEKSITAS PRODUK DAN PROSES UNTUK SAND CASTING. STUDI KASUS: FLANGE YOKE TESIS WINA LIBYAWATI 0806424094 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM MAGISTER TEKNIK MESIN DEPOK

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI PERANCANGAN ULANG PRODUK RAGUM PTI MENGGUNAKAN METODE DFA-BOOTHROYD/DEWHURST UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PERAKITAN

NASKAH PUBLIKASI PERANCANGAN ULANG PRODUK RAGUM PTI MENGGUNAKAN METODE DFA-BOOTHROYD/DEWHURST UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PERAKITAN NASKAH PUBLIKASI PERANCANGAN ULANG PRODUK RAGUM PTI MENGGUNAKAN METODE DFA-BOOTHROYD/DEWHURST UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PERAKITAN ( Studi Kasus Ragum PTI di Laboratorium Teknik Industri UMS) Diajukan

Lebih terperinci

DESAIN MESIN GERGAJI PORTABLE UNTUK PEMBUAT KAYU GERGAJIAN DARI BATANG KELAPA SAWIT DENGAN PENDEKATAN DESIGN FOR MANUFACTURE AND ASSEMBLY (DFMA)

DESAIN MESIN GERGAJI PORTABLE UNTUK PEMBUAT KAYU GERGAJIAN DARI BATANG KELAPA SAWIT DENGAN PENDEKATAN DESIGN FOR MANUFACTURE AND ASSEMBLY (DFMA) DESAIN MESIN GERGAJI PORTABLE UNTUK PEMBUAT KAYU GERGAJIAN DARI BATANG KELAPA SAWIT DENGAN PENDEKATAN DESIGN FOR MANUFACTURE AND ASSEMBLY (DFMA) Handri Gustiar 1, Yohanes 2 Laboratorium Teknologi Produksi,

Lebih terperinci

only) Langkah 1 Persiapan

only) Langkah 1 Persiapan MANUAL ASSEMBLY BOOTHROYD DEWHURSmengikuti tahapan Analisa dan Redesign sebagai berikut: Tahap Analisa Langkah 1 Persiapan Langkah 2 Mengisi table penilaiann Langkah 3 Mengidentifikasi problem pada skema

Lebih terperinci

Kata Kunci : konsep DFMA, jumlah komponen, biaya perakitan, biaya manufaktur, assembly efficiency

Kata Kunci : konsep DFMA, jumlah komponen, biaya perakitan, biaya manufaktur, assembly efficiency PENGEMBANGAN PRODUK INDUSTRI BOILER MENGGUNAKAN KONSEP DESIGN FOR MANUFACTURE AND ASSEMBLY (DFMA) Nasrulloh Jamalludin (jamalludin@gmail.com), Mokh. Suef (m_suef@ie.its.ac.id) Putu Dana Karningsih (dana_karningsih@yahoo.com)

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka 2.2.1. Design for Manufacturing Sebagai Metodologi yang Paling Umum Kebutuhan pelanggan dan spesifikasi produk berguna untuk menuntun fase pengembangan konsep,

Lebih terperinci

USULAN DESAIN MEJA KOMPUTER LEX 941 UNTUK EFISIENSI PROSES PERAKITAN DI PT. SURYA CIPTA PELANGI

USULAN DESAIN MEJA KOMPUTER LEX 941 UNTUK EFISIENSI PROSES PERAKITAN DI PT. SURYA CIPTA PELANGI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Jurusan Teknik Industri - Fakultas Teknik SKRIPSI Semester Ganjil 2005/2006 USULAN DESAIN MEJA KOMPUTER LEX 941 UNTUK EFISIENSI PROSES PERAKITAN DI PT. SURYA CIPTA PELANGI JANWAR

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN CONNECTING ROD DAN CRANKSHAFT MESIN OTTO SATU SILINDER EMPAT LANGKAH BERKAPASITAS 65 CC. Widiajaya

PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN CONNECTING ROD DAN CRANKSHAFT MESIN OTTO SATU SILINDER EMPAT LANGKAH BERKAPASITAS 65 CC. Widiajaya PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN CONNECTING ROD DAN CRANKSHAFT MESIN OTTO SATU SILINDER EMPAT LANGKAH BERKAPASITAS 65 CC Widiajaya 0906631446 Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Indonesia

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Profil Produk Meja Komputer LEX - 941 Sistem yang akan dibahas pada penelitian ini adalah sistem perakitan komponen-komponen yang menyusun sebuah meja komputer (LEX 941).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era pasar global mendorong seluruh bentuk industri di berbagai negara untuk mengembangkan diri sehingga produk yang dihasilkan dapat diproduksi dengan biaya lebih

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERHITUNGAN MODEL KOMPLEKSITAS PEMELIHARAAN STUDI KASUS : PEMELIHARAAN SEPEDA MOTOR 100cc

PENGEMBANGAN PERHITUNGAN MODEL KOMPLEKSITAS PEMELIHARAAN STUDI KASUS : PEMELIHARAAN SEPEDA MOTOR 100cc 2013, DEP, INDONESIA / 1 PENGEMBANGAN PERHITUNGAN MODEL KOMPLEKSITAS PEMELIHARAAN STUDI KASUS : PEMELIHARAAN SEPEDA MOTOR 100cc Vinda B.T.L. Manurung 1,# 1 Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROGRAM SISTEM PENGKODEAN FITUR PRODUK (CODING SYSTEM) METODE OPITZ DENGAN MENGGUNAKAN PRO/ENGINEER

PERANCANGAN PROGRAM SISTEM PENGKODEAN FITUR PRODUK (CODING SYSTEM) METODE OPITZ DENGAN MENGGUNAKAN PRO/ENGINEER Juni 9, Surabaya, Indonesia PERANCANGAN PROGRAM SISTEM PENGKODEAN FITUR PRODUK (CODING SYSTEM) METODE OPITZ DENGAN MENGGUNAKAN PRO/ENGINEER Sunardi Tjandra Program Studi Teknik Manufaktur Universitas Surabaya

Lebih terperinci

DESAIN PENGEMBANGAN PRODUK WALLSHELF MENGGUNAKAN INTEGRASI QFD DAN DFMA DI UD. XYZ

DESAIN PENGEMBANGAN PRODUK WALLSHELF MENGGUNAKAN INTEGRASI QFD DAN DFMA DI UD. XYZ DESAIN PENGEMBANGAN PRODUK WALLSHELF MENGGUNAKAN INTEGRASI QFD DAN DFMA DI UD. XYZ Ary Faizal¹, Saufik Luthfianto², Fajar Nurwildani³ 1. Mahasiswa Progdi Teknik Industri Universitas Pancasakti Tegal 2,3

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA KUANTIFIKASI KOEFISIEN ATRIBUT INSERTION DENGAN PENDEKATAN GEOMETRI PADA PENGUKURAN KOMPLEKSITAS PERAKITAN PRODUK MEKANIK TESIS

UNIVERSITAS INDONESIA KUANTIFIKASI KOEFISIEN ATRIBUT INSERTION DENGAN PENDEKATAN GEOMETRI PADA PENGUKURAN KOMPLEKSITAS PERAKITAN PRODUK MEKANIK TESIS UNIVERSITAS INDONESIA KUANTIFIKASI KOEFISIEN ATRIBUT INSERTION DENGAN PENDEKATAN GEOMETRI PADA PENGUKURAN KOMPLEKSITAS PERAKITAN PRODUK MEKANIK TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Lebih terperinci

RESENSI BERMULA DARI MIMPI MEWUJUDKAN INOVASI

RESENSI BERMULA DARI MIMPI MEWUJUDKAN INOVASI VOLUME 1 No. 2, 22 Juni 2012 Halaman 71-143 RESENSI BERMULA DARI MIMPI MEWUJUDKAN INOVASI Muhammad Kusumawan Herliansyah Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah

Lebih terperinci

Rangkuman Bab II Geoffrey Boothroyd, Product Design for Manufacture and Assembly, Second Edition, Marcel Dekker.Inc, 2002

Rangkuman Bab II Geoffrey Boothroyd, Product Design for Manufacture and Assembly, Second Edition, Marcel Dekker.Inc, 2002 Rangkuman Bab II Geoffrey Boothroyd, Product Design for Manufacture and Assembly, Second Edition, Marcel Dekker.Inc, 2002 Pendahuluan Didalam buku referensi lain [1] disebutkan bahwa pemilihan suatu material

Lebih terperinci

RANCANGAN PERBAIKAN PRODUK SAKLAR DENGAN INTEGRASI METODE QFD DAN DFMA DI PT XXX

RANCANGAN PERBAIKAN PRODUK SAKLAR DENGAN INTEGRASI METODE QFD DAN DFMA DI PT XXX RANCANGAN PERBAIKAN PRODUK SAKLAR DENGAN INTEGRASI METODE QFD DAN DFMA DI PT XXX Rosnani Ginting, Ikhsan Siregar, Akhmad Bajora Nasution Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera

Lebih terperinci

PENGANTAR PROSES MANUFAKTUR

PENGANTAR PROSES MANUFAKTUR PENGANTAR PROSES MANUFAKTUR Proses manufaktur sangat penting : - Teknologi - Ekonomi - Sejarah - Teknologi dibutuhkan untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan bagi masyarakat dan termasuk segala hal yang

Lebih terperinci

Addr : : Contact No :

Addr : : Contact No : email Addr : heriyanto.lucky@gmail.com : dewa_emas@yahoo.com Contact No : 081318170013 SISTEM INDUSTRI MANUFAKTUR Industri manufaktur didefinisikan sebagai industri yang membuat produk dari bahan mentah

Lebih terperinci

PENENTUAN URUTAN PERAKITAN PRODUK DENGAN LIAISON-SEQUENCE ANALYSIS

PENENTUAN URUTAN PERAKITAN PRODUK DENGAN LIAISON-SEQUENCE ANALYSIS PENENTUAN URUTAN PERAKITAN PRODUK DENGAN LIAISON-SEQUENCE ANALYSIS Ida Nursanti Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A Yani Tromol Pos I Pabelan, Surakarta.

Lebih terperinci

SUSTAINABLE PRODUCT DEVELOPMENT PAGAR LIPAT DENGAN MENGGUNAKAN 3D PARAMETRIC MODULARITY DESIGN DAN VIRTUAL REALITY

SUSTAINABLE PRODUCT DEVELOPMENT PAGAR LIPAT DENGAN MENGGUNAKAN 3D PARAMETRIC MODULARITY DESIGN DAN VIRTUAL REALITY Yogyakarta, 16 Oktober 2008 SUSTAINABLE PRODUCT DEVELOPMENT PAGAR LIPAT DENGAN MENGGUNAKAN 3D PARAMETRIC MODULARITY DESIGN DAN VIRTUAL REALITY Willyanto Anggono 1), Stefanus Ongkodjojo 2), Dedrick Moejiharta

Lebih terperinci

USULAN PERBAIKAN PERANCANGAN PRODUK SMART LIGHT MENGGUNAKAN METODE DESIGN FOR ASSEMBLY BOOTHROYD-DEWHURST

USULAN PERBAIKAN PERANCANGAN PRODUK SMART LIGHT MENGGUNAKAN METODE DESIGN FOR ASSEMBLY BOOTHROYD-DEWHURST USULAN PERBAIKAN PERANCANGAN PRODUK SMART LIGHT MENGGUNAKAN METODE DESIGN FOR ASSEMBLY BOOTHROYD-DEWHURST Arief Irfan Syah Tjaja, Rochmat Puji Astomo, Rispianda Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi

Lebih terperinci

PENERAPAN DESIGN FOR MANUFACTURE AND ASSEMBLY PADA PRODUK MESIN GILAS TIPE MGD-4 DI PT BARATA INDONESIA (PERSERO)

PENERAPAN DESIGN FOR MANUFACTURE AND ASSEMBLY PADA PRODUK MESIN GILAS TIPE MGD-4 DI PT BARATA INDONESIA (PERSERO) TUGAS AKHIR RI 1592 PENERAPAN DESIGN FOR MANUFACTURE AND ASSEMBLY PADA PRODUK MESIN GILAS TIPE MGD-4 DI PT BARATA INDONESIA (PERSERO) OKI AGUNG SETIYANTO NRP 2502 100.006 Dosen Pembimbing Ir Hari Supriyanto,

Lebih terperinci

PERANCANGAN ALAT BANTU PEMBUATAN BENDA TIRUS PADA MESIN BUBUT DENGAN PENDEKATAN METODE DFMA UNTUK MENGOPTIMALKAN WAKTU PROSES.

PERANCANGAN ALAT BANTU PEMBUATAN BENDA TIRUS PADA MESIN BUBUT DENGAN PENDEKATAN METODE DFMA UNTUK MENGOPTIMALKAN WAKTU PROSES. PERANCANGAN ALAT BANTU PEMBUATAN BENDA TIRUS PADA MESIN BUBUT DENGAN PENDEKATAN METODE DFMA UNTUK MENGOPTIMALKAN WAKTU PROSES Arlis Yuniarso Program Studi Teknik Industri Universitas Dian Nuswantoro Semarang,

Lebih terperinci

T E K N O S I M 2009 Yogyakarta, 12 November 2009

T E K N O S I M 2009 Yogyakarta, 12 November 2009 Yogyakarta, 12 November 2009 Sustainable Product Development Mesin Kantong Plastik dengan Aplikasi Tali Pengikat dengan Menggunakan 3D Modelling Product Innovation and Development Centre Petra Christian

Lebih terperinci

Journal of Dynamics 1(1) (2016) Journal of Dynamics. e-issn:

Journal of Dynamics 1(1) (2016) Journal of Dynamics. e-issn: Journal of Dynamics 1(1) (2016) 8-16 Journal of Dynamics e-issn: 2502-0692 http://ejournal.kopertis10.or.id/index.php/dynamics/ Estimation of the Manufacturing Product Complexity Based on the Product Information

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan perusahaan harus cepat tanggap terhadap perubahan pasar. Perusahaan harus

BAB I PENDAHULUAN. dan perusahaan harus cepat tanggap terhadap perubahan pasar. Perusahaan harus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi yang semakin canggih dari tahun ke tahun membuat perusahaan harus terus berinovasi terhadap produk yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan keinginan

Lebih terperinci

TUGAS SARJANA STUDI PERBANDINGAN BEBERAPA PRODUK CONNECTING ROD YANG ADA DI PASARAN DITINJAU DARI ASPEK METROLOGI

TUGAS SARJANA STUDI PERBANDINGAN BEBERAPA PRODUK CONNECTING ROD YANG ADA DI PASARAN DITINJAU DARI ASPEK METROLOGI TUGAS SARJANA STUDI PERBANDINGAN BEBERAPA PRODUK CONNECTING ROD YANG ADA DI PASARAN DITINJAU DARI ASPEK METROLOGI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Strata Satu (S-1) di Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah setiap tahunnya. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik,

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah setiap tahunnya. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi di Indonesia terutama kendaraan pribadi terus mengalami peningkatan jumlah setiap tahunnya. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, jumlah kendaraan

Lebih terperinci

Sistem Produksi. Produksi. Sistem Produksi. Sistem Produksi

Sistem Produksi. Produksi. Sistem Produksi. Sistem Produksi Sistem Produksi Sistem Produksi 84 Produksi Produksi disebut juga dengan istilah manufaktur merupakan salah satu fungsi dalam perusahaan (fungsi lainnya a.l pemasaran, personalia, dan finansial). Produksi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian 4

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian 4 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN ii HALAMAN PERNYATAAN iii NASKAH SOAL TUGAS AKHIR iv HALAMAN PERSEMBAHAN v KATA PENGANTAR vi DAFTAR ISI 1 DAFTAR GAMBAR 4 DAFTAR TABEL 7 DAFTAR LAMPIRAN 8

Lebih terperinci

ANALISIS FLEXIBLE ASSEMBLY LINE DENGAN MELAKUKAN VIRTUAL PROTOTYPING

ANALISIS FLEXIBLE ASSEMBLY LINE DENGAN MELAKUKAN VIRTUAL PROTOTYPING ANALISIS FLEXIBLE ASSEMBLY LINE DENGAN MELAKUKAN VIRTUAL PROTOTYPING The Jaya Suteja, Sunardi Tjandra Program Studi Teknik Manufaktur Universitas Surabaya Raya Kalirungkut, Surabaya, INDONESIA - 60292

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN PURWARUPA MESIN PENYAPU LANTAI

PROSES PEMBUATAN PURWARUPA MESIN PENYAPU LANTAI PROSES PEMBUATAN PURWARUPA MESIN PENYAPU LANTAI PROYEK AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Disusun Oleh: RIZAL MOCHTYONO WIDODO NIM. I8110034 PROGRAM DIPLOMA III

Lebih terperinci

23/05/17 Perancangan Produk - Genap 2016/ DESIGN FOR X. Chapter 13

23/05/17 Perancangan Produk - Genap 2016/ DESIGN FOR X. Chapter 13 23/05/17 Perancangan Produk - Genap 2016/2017 1 DESIGN FOR X Chapter 13 23/05/17 Perancangan Produk - Genap 2016/2017 2 Design for X Topics Design for Manufacturing Design for Production Design for Assembly

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penuh persaingan,. Inovasi yang dilakukan harus disesuaikan dengan. agar merancang produk dengan fungsi yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. yang penuh persaingan,. Inovasi yang dilakukan harus disesuaikan dengan. agar merancang produk dengan fungsi yang maksimal. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi yang pesat menyebabkan cepatnya perubahan yang terjadi di dunia usaha. Perusahaan dituntut untuk terus melakukan inovasi terhadap produk yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. desain produk dan evaluasi secara berkesinambungan, tingkat performa. waktu dan biaya perakitan dapat diatasi.

BAB I PENDAHULUAN. desain produk dan evaluasi secara berkesinambungan, tingkat performa. waktu dan biaya perakitan dapat diatasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya proses desain merupakan langkah awal dari proses manufaktur. Sebagian besar biaya produksi ditentukan dalam proses desain dan perencanaan. Salah

Lebih terperinci

ISSN 1907-0500 benda kerja berbentuk roundupt dan silindris yang dipasang pada meja mesin freis dapat dilihat pada Gambar 4(b) dan 4(c). Gambar 3. Asembling Modular Fixture (a) (b) (c) Gambar 4. Modular

Lebih terperinci

Analisis DFMA pada Produk Plastik Kasus Projector Stefano Kristoforus S., Agung Wibowo*, Tri Prakosa

Analisis DFMA pada Produk Plastik Kasus Projector Stefano Kristoforus S., Agung Wibowo*, Tri Prakosa Analisis DFMA pada Produk Plastik Kasus Projector Stefano Kristoforus S., Agung Wibowo*, Tri Prakosa Institut Teknologi Bandung Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Jalan Ganesha no 10, Bandung, Jawa Barat,

Lebih terperinci

Bab 6 Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat diperoleh kesimpulan

Bab 6 Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat diperoleh kesimpulan Bab 6 Kesimpulan dan Saran 6.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Atribut produk vise portable yang diinginkan oleh konsumen adalah harga penjualan murah,

Lebih terperinci

PENILAIAN PROSES PERAKITAN PRODUK SAKLAR DENGAN METODE QFD DI PT X

PENILAIAN PROSES PERAKITAN PRODUK SAKLAR DENGAN METODE QFD DI PT X e-jurnal Teknik Industri FT USU Vol 2, No. 2, Juni 203 pp. 35- PENILAIAN PROSES PERAKITAN PRODUK SAKLAR DENGAN METODE QFD DI PT X Akhmad Bajora Nasution, Rosnani Ginting 2, Ikhsan Siregar 3 Departemen

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian dan tujuan rancang fasilitas Wignjosoebroto (2009; p. 67) menjelaskan, Tata letak pabrik adalah suatu landasan utama dalam dunia industri. Perancangan tata letak pabrik

Lebih terperinci

Pembuatan Aplikasi Basis Data Untuk Desain Snap-Fit Optimum

Pembuatan Aplikasi Basis Data Untuk Desain Snap-Fit Optimum Pembuatan Aplikasi Basis Data Untuk Desain Snap-Fit Optimum Brilliant Dwinata*, Agung Wibowo, Tri Prakosa Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha No. 10, Bandung,

Lebih terperinci

Rancang Bangun Mesin Multi Material Deposition-Indirect Sintering (MMD-IS) Bagian Mekanisme Built Part

Rancang Bangun Mesin Multi Material Deposition-Indirect Sintering (MMD-IS) Bagian Mekanisme Built Part Rancang Bangun Mesin Multi Material Deposition-Indirect Sintering (MMD-IS) Bagian Mekanisme Built Part Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Kesarjanaan Strata Satu (S-1) Teknik Mesin Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Mold Review Mold lama yang digunakan dalam memproduksi Bobbin A K25G adalah jenis injection molding. Mold lama ini menggunakan system hot runner. Mold ini sendiri

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : DJUANGGA NOER BRIEZENDA

SKRIPSI. Oleh : DJUANGGA NOER BRIEZENDA PERANCANGAN DAN PERAKITAN RANGKA SEPEDA BALAP YANG ERGONOMIS SKRIPSI Oleh : DJUANGGA NOER BRIEZENDA 0732010021 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN

Lebih terperinci

Penerapan DFMA untuk Low Cost High Customization Product

Penerapan DFMA untuk Low Cost High Customization Product Performa (017) Vol. 16, No.1: 1-8 Penerapan DFMA untuk Low Cost High Customization Product Ilham Priadythama 1), Susy Susmartini ), dan Alviandi Wahyu Nugroho 3) 13) Program Studi S1 Teknik Industri, Fakultas

Lebih terperinci

PERBAIKAN FABRIKASI PALLET BOX DENGAN DESIGN FOR MANUFACTURING (DFM) UNTUK MEMINIMASI BIAYA PRODUKSI DAN KUALITAS

PERBAIKAN FABRIKASI PALLET BOX DENGAN DESIGN FOR MANUFACTURING (DFM) UNTUK MEMINIMASI BIAYA PRODUKSI DAN KUALITAS PERBAIKAN FABRIKASI PALLET BOX DENGAN DESIGN FOR MANUFACTURING (DFM) UNTUK MEMINIMASI BIAYA PRODUKSI DAN KUALITAS Rohmat Handoko Program Studi Magister Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas

Lebih terperinci

OPTIMASI DESAIN TANGKI TRUCK BAHAN BAKAR MINYAK DENGAN MENGGUNAKAN FINITE ELEMENT APPLICATION

OPTIMASI DESAIN TANGKI TRUCK BAHAN BAKAR MINYAK DENGAN MENGGUNAKAN FINITE ELEMENT APPLICATION OPTIMASI DESAIN TANGKI TRUCK BAHAN BAKAR MINYAK DENGAN MENGGUNAKAN FINITE ELEMENT APPLICATION Willyanto Anggono 1), Felix Budimihardjo 2), Tubagus Putra Wijaya 3) Mechanical Engineering Department, Petra

Lebih terperinci

METROLOGI INDUSTRI DAN STATISTIK

METROLOGI INDUSTRI DAN STATISTIK METROLOGI INDUSTRI DAN STATISTIK 1 DAFTAR ISI Hal 1. Karakteristik Geometri 1 2. Toleransi dan Suaian 2 3. Cara Penulisan Toleransi Ukuran/Dimensi 5 4. Toleransi Standar dan Penyimpangan Fundamental 7

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan a. Berdasarkan hasil analisis risiko kegagalan proses perakitan bagian (sub assembly) pada produk Intensive Care Unit (ICU) bed 77001 dengan metode failure mode

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 44 BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Tinjauan Umum Perusahaan PT. XYZ adalah salah satu perusahaan yang begerak di bidang manufaktur pembuatan sepeda motor di Indonesia dengan kepemilikan saham

Lebih terperinci

ALGORITMA PEMILIHAN DIAMETER PAHAT PROSES PEMESINAN POCKET 2-1/2D DENGAN METODA HIGH SPEED MACHINING

ALGORITMA PEMILIHAN DIAMETER PAHAT PROSES PEMESINAN POCKET 2-1/2D DENGAN METODA HIGH SPEED MACHINING ALGORITMA PEMILIHAN DIAMETER PAHAT PROSES PEMESINAN POCKET 2-1/2D DENGAN METODA HIGH SPEED MACHINING TUGAS AKHIR Oleh: Denny Nurkertamanda 23400006 BIDANG KHUSUS SISTEM MANUFAKTUR PROGRAM STUDI TEKNIK

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK PT. Press Metal Indo Jaya merupakan salah satu perusahaan besar yang memproduksi produk teknologi dengan bahan utama logam, terutama spare part motor. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di perusahaan

Lebih terperinci

Pemilihan Metode Perakitan dan Desain Produk untuk Meningkatkan Kinerja Perakitan di P.T. Indoniles Electric Parts *

Pemilihan Metode Perakitan dan Desain Produk untuk Meningkatkan Kinerja Perakitan di P.T. Indoniles Electric Parts * Peilihan Metode Perakitan dan Desain Produk untuk Meningkatkan Kinerja Perakitan di P.T. Indoniles Electric Parts (Didik Wahjudi) Peilihan Metode Perakitan dan Desain Produk untuk Meningkatkan Kinerja

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan perhitungan yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa sebagai berikut : a. Disassembly Sequence diagram terbaik mempunyai

Lebih terperinci

SIMULASI PROSES BACKWARD EKSTRUSION PADA PEMBUATAN KOMPONEN PISTON

SIMULASI PROSES BACKWARD EKSTRUSION PADA PEMBUATAN KOMPONEN PISTON TUGAS AKHIR SIMULASI PROSES BACKWARD EKSTRUSION PADA PEMBUATAN KOMPONEN PISTON Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

MENURUNKAN CACAT PADA PRODUKSI TV DENGAN MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA DI PT. LG ELECTRONICS INDONESIA

MENURUNKAN CACAT PADA PRODUKSI TV DENGAN MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA DI PT. LG ELECTRONICS INDONESIA MENURUNKAN CACAT PADA PRODUKSI TV DENGAN MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA DI PT. LG ELECTRONICS INDONESIA Sachbudi Abbas Ras, Aripin Dosen Jurusan Teknik Industri Universitas INDONUSA Esa Unggul, Jakarta Mahasiswa

Lebih terperinci

DEVELOPMENT OF DETAIL DESIGN FEEDER MACHINE CNC HAAS TURNING ST-20 USING MACHINE DESIGN METHOD IN MANUFACTURING PROCESS LABORATORY TELKOM UNIVERSITY

DEVELOPMENT OF DETAIL DESIGN FEEDER MACHINE CNC HAAS TURNING ST-20 USING MACHINE DESIGN METHOD IN MANUFACTURING PROCESS LABORATORY TELKOM UNIVERSITY PENGEMBANGAN DETAIL DESAIN FEEDER PADA MESIN CNC HAAS TURNING ST-20 DENGAN MENGGUNAKAN METODE MACHINE DESIGN PADA LABORATORIUM PROSES MANUFAKTUR TELKOM UNIVERSITY DEVELOPMENT OF DETAIL DESIGN FEEDER MACHINE

Lebih terperinci

Proces Design. Bentuk Mutu. Volume Type. Bentuk. Volume. Bahan. Mutu. Type. Bahan. Plant. Plant

Proces Design. Bentuk Mutu. Volume Type. Bentuk. Volume. Bahan. Mutu. Type. Bahan. Plant. Plant PROCESS DESIGN perencanaan tentang pembuatan produk yang telah ditetapkan pada produk desain dengan mempergunakan alat-alat yang ada atau dapat diadakan dengan caracara seekonomis mungkin Proces Design

Lebih terperinci

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG PENGEMBANGAN PEMODELAN 3D PRODUK BERBASIS FEATURE BERDASARKAN ALGORITMA FEATURE PENGURANGAN TUGAS SARJANA Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Oleh Faizal Wahyu Prabowo

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DINAMIK DAN PEMODELAN SIMULINK CONNECTING ROD

BAB III ANALISA DINAMIK DAN PEMODELAN SIMULINK CONNECTING ROD BAB III ANALISA DINAMIK DAN PEMODELAN SIMULINK CONNECTING ROD Dalam tugas akhir ini, peneliti melakukan analisa dinamik connecting rod. Geometri connecting rod sepeda motor yang dianalisis berdasarkan

Lebih terperinci

ANALISA DFA PADA KATUP PENGATUR KECEPATAN SILINDER PNEUMATIK (DFA Analysis on Flow Control Valve of Pneumatic Cylinder)

ANALISA DFA PADA KATUP PENGATUR KECEPATAN SILINDER PNEUMATIK (DFA Analysis on Flow Control Valve of Pneumatic Cylinder) ANALISA DFA PADA KATUP PENGATUR KECEPATAN SILINDER PNEUMATIK (DFA Analysis on Flow Control Valve of Pneumatic Cylinder) Menhendry (1) (1) Staf Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Padang. E-mail: menhendry@polinpdg.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan produk yang berkelanjutan. Hal ini agar industri selalu. eksis dan bahkan menjadi rujukan dari para konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan produk yang berkelanjutan. Hal ini agar industri selalu. eksis dan bahkan menjadi rujukan dari para konsumen. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan industri harus didampingi dengan pengembangan produk yang berkelanjutan. Hal ini agar industri selalu eksis dan bahkan menjadi rujukan dari para

Lebih terperinci

Pengembangan Model Robust Cellular Manufacturing System yang Mempertimbangkan Kapasitas Mesin, Fleksibilitas Urutan Proses dan Perubahan Demand

Pengembangan Model Robust Cellular Manufacturing System yang Mempertimbangkan Kapasitas Mesin, Fleksibilitas Urutan Proses dan Perubahan Demand Bandung, 9 1 Oktober 212 Pengembangan Model Robust Cellular Manufacturing System yang Mempertimbangkan Kapasitas Mesin, Fleksibilitas Urutan Proses dan Perubahan Demand Muhammad Shodiq Abdul Khannan Program

Lebih terperinci

Ucok Mulyo Sugeng*, Razul Harfi*,

Ucok Mulyo Sugeng*, Razul Harfi*, PERANCANGAN DAN ANALISA BIAYA ALAT PENGUJI KEKUATAN TEKAN GENTENG KERAMIK BERGLAZUR Ucok Mulyo Sugeng*, Razul Harfi*, Program Studi Teknik Industri Institut Sains dan Teknologi Nasional Email:ucok@istn.ac.id

Lebih terperinci

Systematic Layout Planning

Systematic Layout Planning Materi #3 TIN314 Perancangan Tata Letak Fasilitas Systematic Layout Planning 2 (2) Aliran material (1) Data masukan dan aktivitas (3) Hubungan aktivitas (5a) Kebutuhan ruang (7a) Modifikasi (4) Diagram

Lebih terperinci

REVERSE ENGINEERING OUTER FENDER PADA MOBIL MINI TRUK ESEMKA

REVERSE ENGINEERING OUTER FENDER PADA MOBIL MINI TRUK ESEMKA REVERSE ENGINEERING OUTER FENDER PADA MOBIL MINI TRUK ESEMKA Bambang Waluyo Febriantoko 1, M. Riska Al Muklis 2 1 Jurusan Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Email : bambangwf@gmail.com 2 Jurusan

Lebih terperinci

RANCANG ULANG PUNCH-DIES UNTUK PEMBUATAN OUTLET PIPE I DI PT. IONUDA SURABAYA

RANCANG ULANG PUNCH-DIES UNTUK PEMBUATAN OUTLET PIPE I DI PT. IONUDA SURABAYA RANCANG ULANG PUNCH-DIES UNTUK PEMBUATAN OUTLET PIPE I DI PT. IONUDA SURABAYA Pandri Pandiatmi Teknik Mesin, Universitas Mataram Jl. Majapahit No. 62 Mataram Tlp: 0370-636087 E-mail : pandri_pandiatmi@yahoo.com

Lebih terperinci

PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS PERTEMUAN #2 TKT TAUFIQUR RACHMAN PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS

PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS PERTEMUAN #2 TKT TAUFIQUR RACHMAN PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS PERTEMUAN #2 TKT306 PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS 6623 TAUFIQUR RACHMAN PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN

Lebih terperinci

Simulasi Komputer untuk Memprediksi Besarnya Daya Pemotongan pada Proses Pembubutan Silindris

Simulasi Komputer untuk Memprediksi Besarnya Daya Pemotongan pada Proses Pembubutan Silindris Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin, SNTTM-VI, 2007 Jurusan Teknik Mesin, Universitas Syiah Kuala Simulasi Komputer untuk Memprediksi Besarnya Daya Pemotongan pada Proses Pembubutan Silindris Muhammad

Lebih terperinci

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) Mata Kuliah : Sistem Kode/ Bobot : TKM XXXX Status : Mata Kuliah Penunjang Disertasi Prasyarat : - Deskripsi Singkat : Mata kuliah ini berisi tentang pemecahan masalah

Lebih terperinci

Analisa Pengaruh Variasi Jarak Mata Pisau Dengan Piringan Terhadap Hasil Irisan Singkong Pada Slicing Machine

Analisa Pengaruh Variasi Jarak Mata Pisau Dengan Piringan Terhadap Hasil Irisan Singkong Pada Slicing Machine Analisa Pengaruh Variasi Jarak Mata Pisau Dengan Piringan Terhadap Hasil Irisan Pada Slicing Machine Yoga Punanda Hidayat *, Hendra Saputra*Naufal Abdurrahman Batam Polytechnics Mechanical Engineering

Lebih terperinci

SILABUS MATAKULIAH. Revisi : 4 Tanggal Berlaku : 4 September 2015

SILABUS MATAKULIAH. Revisi : 4 Tanggal Berlaku : 4 September 2015 SILABUS MATAKULIAH Revisi : 4 Tanggal Berlaku : 4 September 2015 A. Identitas 1. Nama Matakuliah : Perancangan Tata Letak Fasilitas 2. Program Studi : Teknik Industri 3. Fakultas : Teknik 4. Bobot sks

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengembangan dan Perancangan Produk Baru Pengembangan produk baru (New Product Development) adalah suatu bagian yang penting dalam dunia bisnis. Produk-produk baru dapat memberikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Penyelesaian masalah yang diteliti dalam tugas akhir ini memerlukan teori-teori atau tinjauan pustaka yang dapat mendukung pengolahan data. Beberapa teori tersebut digunakan sebagai

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM INFORMASI MANUFAKTUR DI LABORATORIUM PLASTIK INJEKSI POLITEKNIK MANUFAKTUR ASTRA

PERANCANGAN SISTEM INFORMASI MANUFAKTUR DI LABORATORIUM PLASTIK INJEKSI POLITEKNIK MANUFAKTUR ASTRA PERANCANGAN SISTEM INFORMASI MANUFAKTUR DI LABORATORIUM PLASTIK INJEKSI POLITEKNIK MANUFAKTUR ASTRA Mada Jimmy Fonda Arifianto 1 ; Edi Santoso 2 ABSTRACT Article presents manufacture information system

Lebih terperinci

Pengantar Manajemen Produksi & Operasi

Pengantar Manajemen Produksi & Operasi Pengantar Manajemen Produksi & Operasi 1 Manajemen Operasi Manajemen Operasi bertanggung jawab untuk menghasilkan barang atau jasa dalam organisasi. Manajer operasi mengambil keputusan yang berkenaan dengan

Lebih terperinci

ANALISIS PRODUK DAN PROSES MANUFAKTURING

ANALISIS PRODUK DAN PROSES MANUFAKTURING ANALISIS DAN PROSES MANUFAKTURING Suatu rancangan ataupun rencana tentang tata letak fasilitas pabrik tidaklah akan bisa dibuat efektif apabila data penunjang mengenai bermacam-macam faktor yang berpengaruh

Lebih terperinci

Aplikasi Metode Group Technology dalam Memperbaiki Tata Letak Mesin untuk Meminimalkan Jarak Perpindahan Bahan (Studi Kasus di Perusahaan Mebel Logam)

Aplikasi Metode Group Technology dalam Memperbaiki Tata Letak Mesin untuk Meminimalkan Jarak Perpindahan Bahan (Studi Kasus di Perusahaan Mebel Logam) Aplikasi Metode Group Technology dalam Memperbaiki Tata Letak Mesin untuk Meminimalkan Jarak Perpindahan Bahan (Studi Kasus di Perusahaan Mebel Logam) Amelia Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri

Lebih terperinci

Design Capture dalam Implementasi Field Programmable Gate Array (FPGA) dan Application Spesific Integrated Circuit (ASIC)

Design Capture dalam Implementasi Field Programmable Gate Array (FPGA) dan Application Spesific Integrated Circuit (ASIC) Design Capture dalam Implementasi Field Programmable Gate Array (FPGA) dan Application Spesific Integrated Circuit (ASIC) Ferry Wahyu Wibowo 1 Jurusan Teknik Informatika, STMIK AMIKOM Yogyakarta, Jl. Ring

Lebih terperinci

Bab 6 Assembly Design Workbench Assembly Design Memasukkan Assemblly Design Workbench dan Membuka CATProduct Document

Bab 6 Assembly Design Workbench Assembly Design Memasukkan Assemblly Design Workbench dan Membuka CATProduct Document Bab 6 Assembly Design Workbench Assembly Design Memasukkan Assembly Design Workbench Document dan Membuka CATProduct 1. Pilih Start -> Mechanical Design -> Assembly Design.Perintah untuk masuk ke workbench

Lebih terperinci

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG PEMODELAN MESIN BUBUT CERDAS TUGAS SARJANA Karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik dari Institut Teknologi Bandung Oleh Lindung P. Manik 13103019 PROGRAM STUDI TEKNIK

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Fungsi upper Hinge Pada Refrigerator Dalam dunia industry manufactur, khususnya industry refrigerator ( lemari pendingin ) terdapat berbagai jenis komponen atau part yang mempumyai

Lebih terperinci

GRUP TEKNOLOGI SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TEXMACO DISUSUN OLEH : NELA RESA PUDIN RIFAN FATURAHMAN SOBANA SUPIANTO

GRUP TEKNOLOGI SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TEXMACO DISUSUN OLEH : NELA RESA PUDIN RIFAN FATURAHMAN SOBANA SUPIANTO GRUP TEKNOLOGI SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TEXMACO DISUSUN OLEH : NELA RESA PUDIN RIFAN FATURAHMAN SOBANA SUPIANTO MATA KULIAH PENGANTAR SISTEM PRODUKSI DOSEN PEMBIMBING : BAPAK SAFRIZAL PROGRAM STUDI TEHNIK

Lebih terperinci

PENERAPAN DESAIN UNTUK PERAKITAN (DFA) PADA PERAKITAN COOLBOX SEPEDA MOTOR SKRIPSI

PENERAPAN DESAIN UNTUK PERAKITAN (DFA) PADA PERAKITAN COOLBOX SEPEDA MOTOR SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN DESAIN UNTUK PERAKITAN (DFA) PADA PERAKITAN COOLBOX SEPEDA MOTOR SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik TRI PURWADI 0706267396

Lebih terperinci

PERBAIKAN RANCANGAN PRODUK SPRING BED DENGAN MENGGUNAKAN METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT

PERBAIKAN RANCANGAN PRODUK SPRING BED DENGAN MENGGUNAKAN METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT e-jurnal Teknik Industri FT USU Vol, No., Maret 20 pp. 37- ISSN 23-079 online / ISSN 23-060 print PERBAIKAN RANCANGAN PRODUK SPRING BED DENGAN MENGGUNAKAN METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT Lia Maretty

Lebih terperinci