SIKAP, NORMA SUBJEKTIF, DAN KONTROL TINGKAH LAKU YANG DIPERSEPSI; BAGAIMANA PENGARUHNYA TERHADAP INTENSI MENCONTEK PADA MAHASISWA?
|
|
- Suhendra Kusumo
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 SIKAP, NORMA SUBJEKTIF, DAN KONTROL TINGKAH LAKU YANG DIPERSEPSI; BAGAIMANA PENGARUHNYA TERHADAP INTENSI MENCONTEK PADA MAHASISWA? Hudawan Satria Jati dan Bagus Takwin Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia Abstrak Theory of Planned Behavior (TPB) merupakan salah satu teori yang tepat digunakan untuk mempreiksi intensi dari suatu tingkah laku. Penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana pengaruh dari determinan TPB terhadap intensi untuk melakukan perilaku mencontek pada mahasiswa. Mayoritas dari mahasiswa yang menjadi partisipan (96%) melaporkan pernah melakukan perilaku mencontek. Berdasarkan dari uji regresi linear secara keseluruhan, determinan TPB memprediksi 25,4% variasi di intensi untuk melakukan perilaku mencontek (R 2 =,254). Namun secara terpisah, kontrol tingkah laku yang dipersepsi (PBC) memiliki pengaruh yang paling signifikan dalam memprediksi variasi dalam intensi untuk tetap mencontek (R 2 =,272). Hasil tersebut menunjukkan bahwa kontrol tingkah laku yang dipersepsi menjadi determinan yang paling baik dalam memprediksi intensi mahasiswa untuk melakukan tingkah laku mencontek. The Influences of Attitude, Subjective Norms and Perceived Behavioral Control Toward Intention to Cheat Among College Students. Abstract Theory of Planned Behavior (TPB) is one of the right theory to predict the intention of a behavior. The aim of this research is to show the influences from determinants in TPB towards the intention of cheating behavior over college students. Most participants (96%) informed they have cheated before in one year time frame. Result from linear regression test simultaneously showed that determinants in TPB predicted 25,4% of intention variety to perform cheating behavior (R 2 =,254). Nevertheless, separately the perceived behavioral control has the most significant influence over predicting the variety of intention in cheating behavior (R 2 =,272). The results shows that perceived behavioral control is the best determinant to predict students intention of cheating behavior. Keywords: Intention, Attitude, Subjective norms, Perceived behaviour control, Academic cheating
2 Pendahuluan Berdasarkan pengalaman peneliti selama melaksanakan masa perkuliahan, peneliti menemukan banyak muncul tingkah laku mencontek yang dilakukan oleh mahasiswa. Tingkah laku mencontek tersebut terjadi di dalam kelas maupun di luar kelas. Di dalam kelas, mencontek terjadi sebagian besar ketika dilaksanakannya kuis, ujian tengah semester atau ujian akhir semester. Bentuk perilaku mencontek yang teramati oleh peneliti kebanyakan berupa melihat catatan, buku, atau menggunakan alat elektronik seperti telepon genggam. Sedangkan di luar kelas, mencontek yang banyak ditemukan adalah menggunakan materi yang didapat secara ilegal, dan memberitahukan jawaban atau soal ujian dari teman yang sudah melaksanakan ujian, kepada teman yang belum melaksanakan ujian tersebut. Hal yang mengkhawatirkan adalah meskipun sudah berada pada tingkat universitas, peneliti memperkirakan estimasi mahasiswa yang melakukan perilaku mencontek berkisar antara 10%-15% dari 30 hingga 40 mahasiswa dalam satu kelas. Kecurangan akademis merupakan tindakan yang telah lama ada dalam dunia pendidikan dan telah menjadi salah satu masalah utama yang dihadapi individu atau lembaga yang terlibat didalamnya. Penyebarannya pun menjadi lebih umum seiring dengan pertambahan masa sekolah (Finn & Frone, 2004). Cizek (1999) dalam Finn dan Frone (2004) menemukan bahwa sepertiga dari murid sekolah dasar di beberapa sekolah di Amerika melakukan perbuatan kecurangan akademis berupa mencontek dalam beberapa bentuk. Meningkat dalam masa sekolah menengah pertama dimana penelitian Evans dan Craig (1990) menemukan bahwa 60% dari siswa sekolah menengah pertama menyebutkan bahwa tingkah laku mencontek merupakan masalah serius yang ada di sekolah mereka. Pada sekolah menengah atas, angka tersebut meningkat lagi. Salah satu survei nasional di Amerika menunjukkan bahwa 74% dari siswa sekolah menengah atas mengakui pernah melakukan kecurangan ketika ujian, dan 72% melakukan kecurangan pada tugas tertulis mereka (McCabe, 2001, dalam Finn & Frone, 2004). Jumlah perilaku kecurangan akademis dalam tingkat perguruan tinggi juga sangat menghawatirkan. Salah satu survey nasional di Amerika menunjukan sebanyak 78% dari mahasiswa tingkat strata satu melaporkan pernah melakukan kecurangan akademis (Whitley & Keith-Spiegel, 2002 dalam Finn & Frone, 2004). Sedangkan data dari Indonesia, hasil dari survey Pusat Psikologi Terapan UPI antara tahun pada 597 orang yang berasal dari 68 kota dan 89 kabupaten di 25 provinsi menemukan bahwa 75% responden pernah melakukan kecurangan akademis. Bentuk yang jamak
3 dilakukan adalah mencontek masal melalui pesan singkat, group chat, kertas contekan, atau kode bahasa tubuh ( Survei UPI, 2013) Bahaya dari maraknya kecurangan akademis dapat memberikan pengaruh buruk di dua sisi. Pertama pengaruh buruk terhadap kredibilitas dan integritas institusi pelaksana pendidikan dan pengaruh buruk terhadap siswa itu sendiri (Staats, Hupp & Hagley, 2008). Dari aspek pengajar, para pengajar bisa gagal untuk mengevaluasi apabila ada yang tidak dimengerti oleh anak didik. Pengajar juga tidak bisa menentukan pedekatan yang tepat karena mengira pembelajaran telah diterima dengan baik. Secara individual kecurangan akademis menimbulkan beberapa efek negatif. Efek negatif pertama adalah erosi karakter. Erosi karakter merupakan efek yang diasosiasikan dengan perilaku ketidak jujuran dalam tingkah laku kecurangan akademis (Staats, Hupp, & Hagley, 2008). Efek tersebut berupa meningkatnya toleransi dalam beberapa kecurangan akademis apabila dilakukan secara terus menerus. Rennie dan Rudland (2003, dalam Staats, Hupp, & Hagley, 2008) menemukan adanya peningkatan toleransi dalam kecurangan akademis pada mahasiswa kedokteran yang melakukan kecurangan akademis selama rentang waktu 5 tahun. Terdapat beberapa alasan yang telah diungkapkan melalui penelitian sebelumnya mengapa banyak siswa dari berbagai tingkatan sekolah, dan jenis sekolah melakukan perilaku mencontek atau kecurangan akademis lainnya. Secara eksternal, kondisi sosial sekarang ini menekankan pada konsep dasar bahwa anak didik butuh untuk mendapatkan gelar yang bertujuan sebagai alasan untuk mendapatkan pekerjaan di masa yang akan datang, alasan keamanan finansial dan alasan pribadi lainnya (Choi, 2009; McCabe, Butterfield & Trevino, 2006, dalam Whiterspoon, Maldonado, Lacey, 2012). Para anak didik juga beranggapan bahwa mereka akan menerima gaji atau tunjangan finansial yang lebih besar dari tempat kerja mereka apabila memiliki nilai yang sangat bagus. Nilai menjadi penilaian yang signifikan di masyarakat luas, yang berpengaruh terhadap anak didik, dan menyebabkan mereka terlalu menekankan pada seberapa besar nilai yang bisa mereka raih (Choi, 2009; McCabe et al., 2006; Wilkerson, 2009, dalam Whiterspoon, Maldonado, & Lacey, 2012). Kecurangan akademis saat ini juga dipengaruhi oleh adanya perkembangan teknologi. Adanya perkembangan teknologi ibarat dua sisi mata uang yang berbeda. Di satu sisi perkembangan teknologi memudahkan anak didik maupun individu lain yang terlibat dalam
4 institusi pendidikan dalam kegiatan pendidikan. Namun disatu sisi bisa sebagai alat yang memudahkan untuk melakukan perilaku unethical seperti kecurangan akademis. Terdapat beberapa pendekatan maupun teori yang menjelaskan bagaimana seseorang melakukan suatu perilaku tertentu. Mulai dari yang berkaitan dengan proses fisiologis hingga pada tahapan institusi atau masyarakat sosial (Ajzen, 1991). Salah satu teori yang dapat menjelaskan intensi seseorang untuk melakukan perbuatan tertentu adalah melalui Theory of Planned Behaviour (TPB) yang dikemukakan oleh Icek Ajzen (1991). TPB merupakan perkembangan dari Theory of Reasoned Action yang juga dikembangkan oleh Ajzen. Ajzen (1991) mengemukakan bahwa individu menggunakan keputusan-keputusan rasional ketika melakukan sebuah perilaku spesifik berdasarkan dari kepercayaan pribadi terhadap perilaku tersebut, dan ekspektasi berupa hasil yang positif setelah melakukan perilaku tersebut. TPB dapat menjadi sebuah model yang baik untuk memprediksi keterlibatan anak didik dalam perilaku unethical, terutama kecurangan akademis seperti menyontek, plagiarism, dan penipuan (Meng et al., 2014). Penanganan dan pencegahan untuk tidak semakin maraknya perilaku mencontek di lingkup akademis dapat bermanfaat untuk mencegah munculnya masalah-masalah di lingkup profesional setelah para anak didik lulus dari masa pendidikan dan masuk di dunia kerja. Penelitian terdahulu telah mengindikasikan secara kuat bahwa individu yang terbiasa untuk bertindak secara unethical semasa sekolah akan lebih cenderung untuk terlibat dalam perilaku unethical dalam dunia kerja (McCall, 1988; Nonis & Swift, 2001; Stone et al., 2009 dalam Meng, Othman, Silva dan Omar, 2014). Selain itu ketidakjujuran akademis juga berkaitan dengan kecurangan aktivitas finansial dalam dunia kerja di masa depan ( Chen & Tang, 2006 dalam Meng et al. (2014). Stone et al. (2009) juga menyebutkan bahwa kecurangan akademis menjadi awal dari kecenderungan untuk terlibat dalam tindakan tidak terhormat dalam dunia kerja. Hal tersebut dapat membahayakan kemajuan karir secara individu dan juga menyebabkan kerugian bagi perusahaan atau lembaga. Tinjauan Teoritis Academic dishonesty atau kecurangan akademis memiliki beberapa definisi. Secara bahasa, menurut Merriam-Webster (1993), kecurangan akademis merupakan tindakan yang menghilangkan sesuatu yang berharga dengan melakukan kebohongan atau penipuan.
5 Kecurangan akademis di sekolah dimaksudkan sebagai pelanggaran dari peraturan atau kondisi yang telah ditetapkan dalam menyelesaikan tugas sekolah atau ujian. Definisi lain dikemukakan oleh Symaco dan Marceb (2003) dalam Meng et.al (2014) yaitu sebagai pelanggaran dari peraturan-peraturan dan regulasi dalam semua jenis institusi pendidikan. Finn dan Frone (2004) dalam Meng et al. (2014) mendefinisikan kecurangan akademis sebagai pelanggaran atas suatu set peraturan atau syarat-syarat dasar untuk menyelesaikan pekerjaan rumah, tugas atau ujian. Berdasarkan beberapa definisi singkat tersebut, dapat disimpulkan bahwa kecurangan akademis merupakan perilaku yang melanggar peraturan ataupun prasyarat akademis yang dilakukan anak didik atau individu lain yang terlibat untuk menyelesaikan suatu tugas, pekerjaan rumah serta ujian. Terdapat beberapa bentuk kecurangan akademis yang dikemukakan dalam beberapa penelitian sebelumnya. Petres (2003) dalam Meng et al. (2014) menyebutkan menyalin jawaban ujian dari teman, mengerjakan ujian atas nama teman, tidak menyebutkan hasil pikir orang lain dalam bentuk citation, membawa pulang ujian ketika tidak dibolehkan, memalsukan penelitian dan berpura-pura mengakui sebagai hasil kerja sendiri, masuk ruangan guru atau petugas sekolah untuk mengambil lembar ujian atau kunci jawaban, menyabotase hasil kerja orang lain dan meretas komputer sekolah untuk merubah hasil kerja atau mendapatkan jawaban. Selain itu bentuk kecurangan akademis lain dapat berupa plagiarisme, menggunakan sumber-sumber yang tidak sah atau informasi yang salah untuk tugas akademis, serta membantu teman untuk melakukan kecurangan (Gehring & Pavela, 1994 dalam Meng et al. 2014). Perilaku mencontek merupakan masalah yang bersifat institusional dan masalah dalam bermasyarakat (Whiterspoon, Maldonado & Lacey, 2012). Dalam hal institusional, perilaku mencontek memberikan dampak buruk bagi integritas dan kredibilitas bagi segala pihak yang terlibat dalam institusi pendidikan. Baik itu dari pihak siswa, dosen, atau pihak fakultas sebagai pemegang dan pelaksana kebijakan akademis di intitusi pendidikan. Masalah juga timbul di masyarakat karena muncul persepsi di masyarakat bahwa perilaku mencontek merupakan sumber dari munculnya perilaku kriminal berupa tindakan korupsi di masa depan. Burrus, McGoldrick, dan Schuhmann (2007) memberikan definisi mencontek sebagai perilaku berupa penyerahan atau pengumpulan hasil kerja yang bukan hasil kerja pribadi; memberikan atau menerima bantuan ilegal dari orang lain atau membawa barang-barang tertentu yang dapat membantu ke dalam kelas (seperti melihat jawaban teman sebelah, atau membawa
6 kertas contekan ); menggunakan informasi yang telah ada dari kuis atau ujian tanpa persetujuan dari pengajar atau pengawas (dapat berupa bertanya pada teman yang telah duluan mengerjakan ujian, atau telah melihat konten ujian sebelumnya secara ilegal). Theory of Planned Behavior secara umum menjelaskan bahwa sebelum melakukan suatu perilaku adalah bersifat intensional. Ajzen (1991) mendefinisikan intensi sebagai indikasi seberapa kuat seseorang untuk mencoba, seberapa besar usaha yang ingin digunakan, untuk melakukan suatu perilaku. Beck dan Ajzen (1991) dalam Meng, dkk (2014) menyebutkan bahwa intensi untuk terlibat di dalam perilalu unethical berkorelasi tinggi dengan perilaku yang sebenarnya, seperti berbohong, mencontek, mengutil, dan lain-lain. Intensi dalam TPB, digunakan sebagai pengukuran yang terdekat dari perilaku. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara tendensi untuk melakukan perilaku tertentu berdasarkan intensi perilaku yang berhubungan (Ajzen, 2005). Untuk memprediksi intensi tersebut terdapat tiga determinan pembentuknya yaitu sikap (attitude), norma subjektif (subjective norm) dan kontrol tingkah laku yang dipersepsi (perceived behavioral control). Ajzen (1991) mendefinisikan sikap sebagai sebauh kecondongan untuk memberikan respon secara baik atau tidak baik terhadap sebuah objek, orang, institusi atau sebuah kejadian. Seseorang membentuk sebuah sikap berdasarkan dari keyakinan yang dimiliki terhadap perilaku tersebut, berdasarkan konsiderasi dengan mngaitkan perilaku tersebut dengan konsekuensi-konsekuensi yang mungkin timbul. Dalam konteks kecurangan akademis, Beck dan Ajzen (1991) dalam Meng, dkk (2014), menjelaskan sikap sebagai kondisi dimana anak didik mendukung atau menolak kecurangan akademis. Mereka akan secara kurang lebih cenderung untuk membentuk intensi untuk terlibat dalam perilaku mencontek, plagiarisme, atau bentuk kecurangan akademis lain sebagai mana mereka akan terlibat dalam pelaksanaan perilaku tersebut di keadaan yang sebenarnya. Selanjutnya adalah norma subjektif, Ajzen (1991) mendefinisikan norma subjektif sebagai persepsi individu bahwa orang yang penting bagi mereka, berharap mereka melakukan apa yang harus dilakukan. Pengaruh yang diberikan dari norma subjektif dapat membentuk tekanan konformitas terhadap sebuah perilaku bagi anggota kelompok, atau ikut melakukan apa yang banyak dilakukan orang lain pada situasi tertentu (Stone et al., 2009, dalam Meng dkk., (2014). Whitley (1998) dalam Meng dkk., (2014) mengemukakan bahwa norma subjektif
7 memiliki efek yang cukup kuat terhadap perilaku mencontek atau cheating. Maka anak didik yang menganggap bahwa perilaku mencontek banyak dilakukan akan lebih mungkin untuk mencontek, dibanding kondisi dimana anak didik tidak menganggap bahwa perilaku mencontek tersebut adalah sesuatu yang banyak dilakukan. Determinan ketiga adalah kontrol tingkah laku yang dipersepsi. Kontrol tingkah laku yang dipersepsi dimasukkan ke dalam TPB sebagai determinan tambahan untuk memperkuat prediksi dalam situasi dimana perilaku bersifat membatasi atau melanggar norma-norma atau peraturan, seperti pelanggaran kebijakan dan peraturan akademis ( Meng dkk., 2014). Definisi dari kontrol perilaku yang dipersepsi menurut Ajzen (1991) adalah derajat kesulitan yang dipersepsi ketika melakukan suatu perilaku berdasarkan dari pengalaman masa lalu dan hambatan yang mungkin akan dihadapi. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian korelasional. Responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Indonesia. Lebih lanjut lagi sesuai dengan tujuan dan pertanyaan penelitian, peneliti membatasi mahasiswa menjadi mahasiswa yang terutama sedang atau pernah menjalani ujian, terutama ujian tertulis. Selain itu berdasarkan manual dari Francis et al. (2004) mengenai pengukuran TPB, penelitian ini menggunakan penelitian tidak langsung, sehingga menggunakan proses elisitasi untuk mengukur salient belief dari responden terlebih dahulu. Karena penelitian menggunakan dua tahapan pengambilan data, maka jumlah responden yang digunakan terbagi kedalam dua kelompok, responden untuk tahap elisitasi dan responden dalam tahap pengambilan data kuesioner. Mengacu pada TPB manual dari Francis, et al. (2004), jumlah responden minimal yang diperlukan dalam tahapan elisitasi adalah 25 orang. Sedangkan peneliti melakukan elisitasi terhadap 41 orang untuk mendapatkan respon salient belief yang lebih akurat. Responden yang terlibat dalam tahap pengambilan data ada 83 orang namun hanya 76 orang yang kuesionernya diolah lebih lanjut. Sebanyak 3 responden kuesionernya tidak dapat digunakan karena pengisian tidak lengkap, dan 3 orang tidak mengembalikan kuesioner. Peneliti menggunakan hasil konten analisis dari elisitasi untuk dijadikan sebagai item kuesioner. Hasil dari elisitasi adalah sebagai berikut. Dari hasil behavior beliefs diperoleh respon
8 yang paling banyak yaitu nilai menjadi lebih baik, efisiensi waktu, tidak perlu belajar keras dan dianggap pintar oleh teman. Hasil outcome evaluation dari normative beliefs diperoleh yaitu merasa bersalah dan berdosa, tidak lulus bila ketahuan dan tidak bisa memahami dengan baik kemampuan diri. Dari hasil normative beliefs diperoleh respon yang paling banyak adalah dosen atau pengawas, temen atau peer, guru dan orang tua. Selanjutnya yaitu hasil dari beliefs PBC diperoleh respon yang paling banak berupa kondisi tidak belajar, pengawas atau dosen yang lengah, teman yang mau diajak bekerja sama, dan materi soal yang sulit. Hasil dari elisitasi di konstruksi menjadi alat ukur dengan mengikuti pedoman manual TPB oleh Francis, et al. (2004), diperoleh item sebagai berikut: Skala untuk mengkur behavioral beliefs, terdiri dari 7 item pertanyaan. Skala pada bagian ini terdiri dari 7 pilihan respon jawaban. Skala untuk mengukur outcome evaluation, terdiri dari 7 item pertanyaan. Skala pada bagian ini terdiri dari 7 pilihan respon jawaban. Skala untuk mengukur motivation to comply, terdiri dari 4 item pertanyaan. Skala pada bagian ini terdiri dari 7 pilihan respon jawaban. Skala untu mengukur control beliefs, terdiri dari 5 item pertanyaan. Skala pada bagian ini terdiri dari 7 pilihan respon jawaban. Skala untuk mengukur perceived behavioral control, terdiri dari 9 item pertanyaan. Skala ini terdiri dari 7 pilihan respon jawaban. Serta Skala untuk mengukur intensi, terdiri dari 3 item pertanyaan. Skala ini terdiri dari 7 pilihan respon jawaban. Uji keterbacaan dilakukan dengan meminta masukan dari 4 orang partisipan dan dengan meminta penilaian ahli. Tahap selanjutnya dilakukan pengambilan data sekaligus melakukan uji coba alat ukur terpakai. Data yang telah didapat, diolah menggunakan SPSS ver. 17 for Windows. Teknik statistik yang digunakan adalah statistik deskriptif, uji regresi, dan T test. Statistik deskriptif digunakan untuk mengetahu bagaimana gambaran umum karakteristik responden dan perbandingan mean dari kelompok responden. Uji regresi digunakan untuk melihat pengaruh dari 3 determinan intensi TPB terhadap intensi untuk melakukan perilaku mencontek. Hasil Penelitian Dari hasil pengolahan data penelitian, dari segi demografis diketahui bahwa responden penelitian terdiri dari 38 orang laki-laki, dan 37 orang perempuan. Dengan persentasi sebesar 50,7% respoden lak-laki dan 49,3% responen penelitian. Dari data tersebut penelitian ini memiliki representasi antar jenis kelamin yang hampir setara.
9 Tabel 1. Gambaran Karakteristik Responden Beradasarkan Usia, Skor Sikap, Norma Subjektif, dan Kontrol Tingkah Laku yang Dipersepsi. Karakteristik Mean SD Usia Sikap Norma Subjektif Kontrol Tingkah Laku yang Dipersepsi Berdasarkan tabel 1. dapat diketahui bahwa usia rata-rata responden adalah 22,44 tahun (SD=3,43), skor rata-rata sikap adalah -3,75 (SD=19,98). Lebih lanjut skor rata-rata dari norma subjektif adalah -22,90 (SD=29,65) dan skor rata-rata dari kontrol tingkah laku yang dipersepsi sebesar -2,44 (SD=14,92). Dari data tersebut terlihat bahwa rata-rata sikap responden terhadap tingkah laku mencontek menunjukkan sikap yang negatif (menolak) terhadap perilaku mencontek. Nilai negatif pada skor norma subjektif menunjukkan bahwa responden tidak merasakan pengaruh sosial yang kuat untuk mencontek. Sedangkan nilai negatif pada skor kontrol perilaku yang dipersepsi menunjukkan bahwa responden melaporkan kontrol yang negatif, yaitu mencontek dipersepsi memiliki tingkat kontrol yang sulit untuk dilakukan. Tabel 2. Analisis Regressi terhadap Intensi Untuk Mencontek Step dan Variabel Prediktor R 2 R 2 B Step Sikap Norma Subjektif Kontrol Tingkah Laku yang Dipersepi.546** **p<.000.
10 Hasil analisis yang terdapat pada step 1 tabel 2. menunjukkan bahwa 25.40% varians intensi untuk mencontek dapat diprediksi oleh sikap, norma subjektif, dan kontrol tingkah laku yang dipersepsi, R 2 =.285, F(3,71) = 9.418, p <.000. Selain itu, juga dapat diketahui bahwa sikap terhadap tingkah laku mencontek meramalkan skor intensi mencontek pada mahasiswa sebesar β = -.042, t(3,71) = -4.01, p <.000. Norma subjektif meramalkan intensi untuk mencontek pada mahasiswa sebesar β = -.032, t(3,71) = -.315, p <.000, dan kontrol tingkah laku yang dipersepsi sebesar β =.546, t(3,71) = 5,22, p <.000 terhadap intensi untuk mencontek pada mahasiswa. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak terdapat pengaruh positif yang signifikan dari determinan sikap terhadap tingkah laku mencontek dan norma subjektif terhadap intensi untuk mencontek pada mahasiswa. Dengan demikian HA1 dan HA2 dari penelitian ditolak. Namun determinan kontrol tingkah laku yang dipersepsi memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap intensi untuk mencontek pada mahasiswa, dimana berarti HA3 dari penelitian diterima. Selain itu, berdasarkan nilai β dari masing-masing variabel prediktor, dapat diketahui bahwa determinan kontrol tingkah laku yang dipersepsi memiliki pengaruh yang paling besar terhadap intensi untuk mencontek pada mahasiswa dibandingkan dengan determinan sikap terhadap tingkah laku mencontek dan norma subjektif. Tabel 3. Uji regresi dengan menggunakan hanya PBC R R Square Adjusted R Estimasi F Change Square Standar Eror,531,282,272 3, ,667,000 Signifikansi Setelah hanya menggunakan uji regresi hanya dengan menggunakan PBC, R square justru menjadi lebih besar R 2 =.272. F rasio juga menjadi lebih besar dengan F =.667. Data tersebut mengindikasikan bahwa hanya dengan PBC, variansi diprediksi manjadi 27,2 % terhadap intensi untuk mencontek di masa depan. Pembahasan Hasil analisis data menunjukkan bahwa hampir semua responden berupa mahasiswa yang menjadi responden penelitian pernah melakukan perilaku mencontek dalam kegiatan akademis mereka. Hal tersebut sejalan dengan apa yang disebutkan oleh Finn dan Frone (2014) bahwa
11 kecurangan akademis merupakan masalah yang telah akut di dalam dunia pendidikan. Selain itu bukti dari hasil korelasi antar intensi juga menyebutkan bahwa intensi dapat menjadi penjelasan bagaimana orang yang melakukan perilaku mencontek akan memiliki intensi untuk tetap melakukan perilak mencontek dalam satu tahun ke depan. Secara terpisah dari masing-masing determinan, sikap tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap intensi untuk melakukan perilaku mencontek. Hal tersebut juga dapat terindikasi dari salient belief partisipan dari hasil elisitasi, dimana dari respon-respon yang muncul lebih banyak respon belief sikap yang kurang mendukung atau menganggap bahwa mencontek merupakan perilaku yang tidak pantas dilakukan. Determinan berikutnya yaitu norma subjektif juga tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap intensi untuk melakukan perilaku mencontek. Peneliti melihat bahwa karena topik yang diteliti berada dalam ranah etis, dan karena perilaku tersebut lebih banyak bergantung kepada aspek individu tersebut secara internal. Hasil respon salient belief juga melihat bahwa respon yang paling banyak dalam normative beliefs selain teman sekelas dan dosen/pengawas adalah diri sendiri. Hal tersebut juga mengacu pada aspek motivation to comply yang rendah dari hasil penelitian. Sedangkan determinan kontrol perilaku yang dipersepsi menjadi daterminan yang paling signifikan sebagai pengaruh untuk intensi melakukan perilaku mencontek pada mahasiswa. Peneliti melihat bahwa, masalah etis juga menjadi penyebab dalam hal ini. Karena perilaku mecontek merupakan tindakan yang melanggar peraturan dan melanggar kode etik akademis. Sehingga individu yang ingin melakukan perilaku mencontek harus memiliki kontrol atau melihat kemudahan dalam mencontek tersebut dari kondisi yang mereka hadapi. Seperti kondisi dosen yang lengah, posisi tempat duduk, tipe dan tingkat kesukaran soal ujian. Hal tersebut didukung dengan hasil respon elisitasi dan nilai signifikansi dari uji regresi PBC terhadap intensi mencontek. Kesimpulan Peneliti mengambil kesimpulan bahwa determinan-determinan dari TPB memiliki pengaruh yang signifikan terhadap intensi untuk melakukan perilaku mencontek pada mahasiswa. Determinan kontrol perilaku yang dipersepsi (PBC) menjadi determinan yang
12 memiliki pengaruh yang paling tinggi terhadap intensi untuk melakukan perilaku korupsi. Selain hal tersebut, kesimpulan yang didapat dari hasil analisis adalah: 1. Mayoritas dari responden menyatakan pernah melakukan perilaku mencontek. 2. Secara keseluruhan, determinan dalam model TPB memberikan pengaruh signifikan terhadap intensi untuk melakukan perilaku mencontek pada mahasiswa. 3. Determinan sikap tidak memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap intensi untuk melakukan perilaku mencontek pada mahasiswa. 4. Determinan norma subjektif tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap intensi untuk melakukan perilaku mencontek pada mahasiswa. Semakin responden merasa mudah untuk mencontek, maka semakin besar intensi untuk melakukan perilaku mencontek di masa yang akan datang. Saran Menurut manual dari Francis dkk., (2004) mengenai pengkonstruksian alat ukur TPB, untuk yang menggunakan pengkuran salient belief terlebih dahulu, dapat menggunakan metode wawancara atau dengan menggunakan pengumpulan data tertulis. Berdasarkan penelitian ini, peneliti ingin mengajukan bahwa lebih baik dilakukan melalui metode wawancara, agar respon yang didapat lebih luas dan lebih beragam. Karena dengan pengumpulan tertulis berupa pertanyaan terbuka, partisipan terkadang malas untuk menulis dan peneliti banyak menemukan respon yang terlalu singkat dan seragam, yang berpengaruh terhadap konstruksi alat ukur. Peneliti juga menemukan hal terkait dengan sosial desirability yang dialami responden dalam melakukan penelitian. Social desirability banyak terjadi karena penelitian mengukur intensi untuk melakukan tingkah laku yang bersifat tidak etis dan penelitian bersifat anonimitas. Selain itu metode pengumpulan data yang dilakukan berupa survey dengan kuesioner juga meningkatkan social desirability terkait dengan respon terhadap item pertanyaan. Oleh karena itu untuk penelitian selanjutnya dapat dengan menggunakan metode lain berupa eksperimen atau kuasi ekeperimental untuk meminimalisasi social desirability. Dari aspek teoritis, untuk penelitian berikutnya dalam konteks perilaku unethical seperti kecurangan akademis dapat dimasukkan beberapa aspek lain untuk mempertajam dasar penelitian seperti aspek religiositas, ethical ideology yang dimiliki, atau juga terhadap dimensi moral. Hal tersebut dikarenakan peneliti banyak menemukan respon-respon, terutama dalam
13 elisitasi, mengenai ketuhanan, merasa bersalah atau berdosa, dan menganggap bahwa perilaku mencontek itu melanggar nilai moral. Terakhir dalam aspek praktis peneliti mengajukan saran bahwa salah satu keunggulan dari model TPB adalah adanya kemampuan model tersebut untuk dapat mendeteksi determinan yang memiliki pengaruh terhadap intensi untuk melakukan suatu perilaku sebelum perilaku itu dilakukan. Dalam konteks kecurangan akademis berupa perilaku mencontek, dapat dirancang intervensi untuk mencegah perilaku mencontek terjadi di institusi pendidikan. Kontrol tingkah laku yang dipersepsi menjadi determinan dengan pengaruh yang paling kuat terhadap intensi mencontek. Pihak fakultas maupun pengajar dapat menggunakan hal tersebut untuk membatasi kemungkinan anak didik untuk mencontek. Dapat dengan memperketat pengawasan, perancangan ruangan yang sulit untuk mencontek, hinga tipe ujian atau tugas membuat sulit mencontek. Pihak selain institusi pendidikan, seperti lembaga anti korupsi, LSM dan sebagainya, juga dapat menggunakan hasil penelitian serupa untuk memberikan masukan mengenai pencegahan perilaku mencontek agar tidak menjadi kebiasaan yang terbawa hingga ke dunia kerja. Daftar Referensi
14 Ajzen, I. (1991). The Theory of Planned Behavior. Organizational Behavior and Human Decision Procesess, 50, Ajzen, I. (2006). Behavior Interventions Based on the Theory of Planned Behavior. Ajzen, I. (2005). Attitudes, personality and behavior. New York: Open University Press. Bloogood, J.M., Turnley, W.H., Mudrack, P.E. (2010). Ethics Instruction and the Perceived Acceptability of Cheating. Journal of Business Ethics, 95.1, Bolin, A.U. (2004). Self-Control, Perceived Opportunity, and Attitudes as Predictors of Academic Dishonesty. The Journal of Psychology, 138(2), Chang, M.K. (1998). Predicting Unethical Behavior: A Comparison of the Theory of Reasoned Action and the Theory of Planned Behavior. Journal of Business Ethics, 17, Corner, M., Armitage, C.J. (1998). Extending the Theory of Planned Behavior: A Review and Avenues for Further Research. Journal of Applied Social Psychology, 28, Eckles, B.T. (2010,Fall). A Study of Faculty and Academic Administrators Perceptions of Academic Dishonesty in Higher Education in Relation to the Learning Organization for Which They Work. Dissertation presented in Partial Fulfillment of the Requirements for the Degree of Doctor of Philosophy, University of Idaho. Finn. K.V., Frone, M.R. (2004). Academic Performance and Cheating: Moderation Role of School Indentification and Self-Efficacy. The Journal of Educational Research, 97, Francis, J. J. et al., (2004). Constructing Questionnaires Based on The Theory of Planned Behaviour. A Manual for Health Service Researches. Leming, J.S. (1980). Cheating Behavior, Subject Variables, and Component of the Internal- External Scale Under High and Low Risk Conditions. The Journal of Educational Research, 74.2, McCabe, D.L., Trevino, L.K., Butterfield, K.D. (2001). Dishonesty in Academic Environments. The Journal of Higher Education, 72, Meng, C.L., Othman, J., D Silva, J.L., & Omar, Z. (2014). Ethical Decision Making in Academic Dishonesty with Application of Modified Theory of Planned Behavior: A Review. International Education Studies, Merriam-Webster s dictionary (10 th ed.). (1993). Springfield, MA: Merriam-Webster.
15 Rettinger, D.A., Kramer, Y. (2009). Situational and Personal of Student Cheating. Research in Higher Education, 50.3, Scheers, N.J., Dayton, C.M. (1987). Improved Estimation of Academic Cheating Behavior Using the Randomized Response Technique. Research in Higher Education, 26.1, Simkin, M.G., McLeod, A. (2010). Why Do College Students Cheat?. Journal of Business Ethics, 94.3, Staats, S., Hupp, J.M., Hagley, A.M. (2008). Honesty and Heroes: A Positive Psychology View of Heroism and Academic Honesty. The Journal of Psychology, Whiterspoon, M., Maldonado, N., Lacey, C.H. (2012). Undergraduates and Academic Dishonesty. International Journal of Business and Social Science, 3.1, Survey UPI: kecurangan UN libatkan guru dan kepala sekolah. (2013, Oktober 2). Diambil dari sp.beritasatu.com:
BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA PIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS Ketidakjujuran Akademik (Academic Dishonesty)
8 BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA PIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1 Deskripsi Teori 2.1.1 Ketidakjujuran Akademik (Academic Dishonesty) Salah satu bentuk kecurangan yang terjadi dibidang pendidikan dinamakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. biasa disebut academic dishonesty sudah tidak dapat terelakkan lagi di kalangan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perilaku terhadap pelanggaran, ketidakjujuran, dan penyimpangan akademik atau biasa disebut academic dishonesty sudah tidak dapat terelakkan lagi di kalangan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Variabel Penelitian dan Hipotesis 3.1.1 Variabel dan Definisi Operasional Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel atau konstruk dengan
Lebih terperinciBab 2. Landasan Teori
Bab 2 Landasan Teori 2.1. Teori Perilaku Rencanaan (Theory Of Planned Behavior) Melanjutkan sekolah dan menyelesaikan pendidikan merupakan sebuah tujuan yang semestinya dicapai oleh setiap siswa. Untuk
Lebih terperinciBAB 3 METODE PENELITIAN
BAB 3 METODE PENELITIAN Pada bab ini, akan dibahas mengenai variabel penelitian, responden penelitian, instrumen penelitian, prosedur penelitian dan metode analisis data. 3.1. Variabel Penelitian Varibel
Lebih terperinciGambaran Intensi Golput pada Pemilih Pemula dalam Pemilihan Umum 2014
Gambaran Intensi Golput pada Pemilih Pemula dalam Pemilihan Umum 2014 oleh : Yoga Adi Prabowo (190110080095) Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran ABSTRAK Golput atau golongan putih merupakan suatu
Lebih terperinciFOKUS MANAJERIAL Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan
FOKUS MANAJERIAL Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan UNIVERSITAS SEBELAS MARET Jurnal online: http://fokusmanajerial.org Model Theory of Planned Behavior (TPB) Untuk Memprediksi Niat Mahasiswa Melakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecurangan akademik merupakan fenomena umum di sekolah menengah dan perguruan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecurangan akademik merupakan fenomena umum di sekolah menengah dan perguruan tinggi (Cizek, 1999; Evans & Craig, 1990a, 1990b; Leveque & Walker, 1970; Schab,
Lebih terperinciABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha
ABSTRAK Penelitian bertujuan mengetahui kontribusi determinan-determinan terhadap intention untuk menggunakan TransJakarta ke tempat kerja. Partisipan penelitian ini sebanyak 103 pekerja di DKI Jakarta
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Theory of Planned Behavior (TPB) tampaknya sangat cocok untuk menjelaskan
12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori 2.1.1 Theory of Planned Behaviour Theory of Planned Behavior (TPB) tampaknya sangat cocok untuk menjelaskan niat, dalam hal ini adalah tindakan yang dilakukan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ajzen yang merupakan penyempurnaan dari reason action theory yang
A. Teori Planned Behavior BAB II TINJAUAN PUSTAKA Theory of planned behavior merupakan teori yang dikembangkan oleh Ajzen yang merupakan penyempurnaan dari reason action theory yang dikemukakan oleh Fishbein
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penilaian bahkan sampai pada penulisan tugas akhir. Cheating merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecurangan (cheating) merupakan salah satu fenomena pendidikan yang sering muncul menyertai aktivitas proses pembelajaran dan dalam proses penilaian bahkan sampai
Lebih terperinciStudi Mengenai Kontribusi Determinan Intensi Terhadap Intensi Datang Latihan Pada Anggota Perkusi Komunitas United State Of Bandung Percussion
Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Mengenai Kontribusi Determinan Intensi Terhadap Intensi Datang Latihan Pada Anggota Perkusi Komunitas United State Of Bandung Percussion 1 Tivanny Salliha P 2
Lebih terperinci5. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
5. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab ini akan membahas analisis hasil pengolahan data yang telah dilakukan pada Bab 4, disertai dengan hubungannya dengan teori penunjang, data-data empiris, hipotesis penelitian
Lebih terperinciABSTRAK. Kata kunci: intensi, determinan intensi, Ibu hamil, oral hygiene
ABSTRAK Salah satu penyebab timbulnya masalah kesehatan gigi dan mulut pada Ibu hamil di Indonesia adalah faktor perilaku mengabaikan oral hygiene saat kehamilan. Intensi dianggap dapat melihat faktor-faktor
Lebih terperinciTHEORY OF REASONED ACTION
THEORY OF REASONED ACTION THEORY OF REASONED ACTION INTRODUCTION Akar teori : Psikologi Sosial Menjelaskan bagaimana dan mengapa sikap mempengaruhi perilaku 1872, Charles Darwin studi tentang sikap terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan Diploma, Sarjana, Magister dan Spesialis. Berdasarkan website resmi Universitas X
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi merupakan jenjang pendidikan formal yang mencangkup program pendidikan Diploma, Sarjana, Magister dan Spesialis. Berdasarkan website resmi
Lebih terperinciGAMBARAN INTENSI MELAKUKAN OBSESSIVE CORBUZIER S DIET (OCD) PADA MAHASISWA
GAMBARAN INTENSI MELAKUKAN OBSESSIVE CORBUZIER S DIET (OCD) PADA MAHASISWA Studi Deskriptif Mengenai Intensi untuk Melakukan Diet OCD Pada Mahasiswa Universitas Padjadjaran dilihat dari Attitude Toward
Lebih terperinciUniversitas Kristen Maranatha. Abstrak
Abstrak Penelitian ini berjudul Studi Kasus Mengenai Intention dan Determinannya Untuk Melakukan Diet Rendah Karbohidrat Disertai Olah Raga Pada Wanita Di Pusat Kebugaran X Bandung. Penelitian ini dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. global. Hal tersebut lebih penting dibandingkan dengan sumber daya alam yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia yang berkualitas memiliki faktor penting dalam era global. Hal tersebut lebih penting dibandingkan dengan sumber daya alam yang berlimpah.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen Theory of planned behaviour merupakan pengembangan lebih lanjut dari Theory of Reasoned Action (Fishbein dan Ajzen, 1980; Fishbein
Lebih terperinciABSTRAK. viii Universitas Kristen Maranatha
ABSTRAK Tujuan penelitian, mengetahui kontribusi ketiga determinan intention serta determinan yang memberikan kontribusi paling besar terhadap intention untuk membaca textbook pada mahasiswa angkatan 2013
Lebih terperinciKUESIONER PLANNED BEHAVIOR
Lampiran 1 RAHASIA KUESIONER PLANNED BEHAVIOR IDENTITAS Nama (inisial) : Usia : Jenis kelamin : L / P (lingkari salah satu) Pendidikan : Lamanya menjalani hemodialisis : PETUNJUK PENGISIAN Berikut ini
Lebih terperinciABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha
ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran intention dan determinandeterminannya dalam melakukan usaha untuk dapat naik kelas pada siswa kelas XI di SMAN X Bandung ditinjau dari teori planned
Lebih terperinciSTUDI MENGENAI INTENSI BERPERILAKU ASERTIF DALAM KEGIATAN PERKULIAHAN PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN
STUDI MENGENAI INTENSI BERPERILAKU ASERTIF DALAM KEGIATAN PERKULIAHAN PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN NURUL HAMIDAH Dr. Rismiyati E. Koesma 1 Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
11 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Theory of Reasoned Action (Teori Tindakan Beralasan). Theory of Reasoned Action (TRA) pertama kali diperkenalkan oleh Martin Fishbein dan Ajzen dalam Jogiyanto (2007). Teori
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sosial dan budaya. Perubahan-perubahan ini turut mempengaruhi proses
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, Indonesia mengalami berbagai macam perubahan yang terjadi di setiap aspek kehidupan seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, politik, ekonomi, sosial
Lebih terperinciSTUDI ANTESEDEN INTENSI BERWIRAUSAHA MAHASISWA. Woro Endah Sulistyaningrum Universitas Gadjah Mada
STUDI ANTESEDEN INTENSI BERWIRAUSAHA MAHASISWA Woro Endah Sulistyaningrum Universitas Gadjah Mada Majang Palupi Universitas Islam Indonesia majang_palupi@uii.ac.id ABSTRACT In this research, theory of
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lulus sebagai Sarjana Strata 1 (S1) salah satu syarat yang harus dipenuhi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di Fakultas Psikologi Universitas X Bandung untuk dapat dinyatakan lulus sebagai Sarjana Strata 1 (S1) salah satu syarat yang harus dipenuhi mahasiswa adalah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan permasalahan dalam penelitian Teori Perilaku Terencana (Theory Of Planned Behaviour)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Teori adalah seperangkat konsep, definisi, dan proporsi yang terkait secara sistematis untuk menjelaskan dan memprediksi fenomena (fakta) (Cooper dan Schindler,
Lebih terperinciStudi Mengenai Intensi Perilaku Merokok Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Di RS X Bandung
Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Mengenai Intensi Perilaku Merokok Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Di RS X Bandung 1) Febby Zoya Larisa, 2) Suhana 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas
Lebih terperinciBAB 3 Metode Penelitian 3.1 Variabel penelitian dan Hipotesis Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
BAB 3 Metode Penelitian 3.1 Variabel penelitian dan Hipotesis 3.1.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Pada penelitian ini terdapat empat variabel yaitu,, Subjective Norm, Perceived Control,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecurangan akademik bukanlah masalah yang baru dalam pendidikan di Indonesia, sehingga fenomena kecurangan akademik dapat dikatakan telah menjadi kebiasaan di
Lebih terperinciABSTRAK. iii. Universitas Kristen Maranatha
ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan intention dalam melakukan diet pada penderita hiperkolesterolemia di Laboratorium Klinik X Bandung dan juga kontribusi dari determinan-determinan
Lebih terperinciABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha
ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui derajat intention dalam pengelolaan diet pada pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Ginjal X Medan dan juga kontribusi dari determinan-determinan
Lebih terperinciII. KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. mengakui pekerjaan orang lain sebagai pekerjaannya sendiri (Gaberson, 1997).
II. KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Kecurangan Akademik Kecurangan akademik merupakan keterlibatan seseorang dengan sengaja, untuk mengakui pekerjaan orang lain
Lebih terperinci5. HASIL PENELITIAN DAN INTERPRETASI DATA
56 5. HASIL PENELITIAN DAN INTERPRETASI DATA Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan interpretasinya. Pembahasan dalam bab 5 ini meliputi 3 pembahasan yaitu hasil uji validitas dan reliabilitas
Lebih terperinciAbstrak. Universitas Kristen Maranatha
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi determinandeterminan terhadap intention ibu untuk melakukan terapi di rumah. Pemilihan sampel menggunakan teknik purposive sampling dan sampel
Lebih terperinciABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha
ABSTRAK Kontribusi determinan-determinan dari planned behavior terhadap intention dalam melakukan pengiriman barang tepat waktu pada salesman PT X Jakarta. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kontribusi
Lebih terperinciABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha
ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui besarnya kontribusi ketiga determinan Intention dan besarnya kontribusi setiap determinan Intention untuk melakukan pelanggaran peraturan lalu lintas yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diharapkan untuk selalu berkembang dengan pendidikan. Pendidikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan. Hal ini berarti bahwa setiap manusia Indonesia berhak mendapatkannya dan diharapkan untuk selalu berkembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kesempatan untuk mendapatkan perangkat lunak ilegal.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar organisasi di semua sektor, baik industri, bisnis, maupun pemerintahan bergantung pada sistem informasi dalam menjalankan aktivitasnya. Penggunaan komputer
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. spesialis, dan doktor. Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor.
Lebih terperinciIII KERANGKA PEMIKIRAN
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Tindakan Beralasan (Theory of Reasoned Action) Icek Ajzen dan Martin Fishbein bergabung untuk mengeksplorasi cara untuk memprediksi
Lebih terperinciRizka Fitriana Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran ABSTRAK
Studi Deskriptif mengenai Intensi Mahasiswa Politeknik Negeri Bali yang Tinggal di Wilayah Sarbagita dalam Penggunaan Bus Trans Sarbagita ke Tempat Kuliah Rizka Fitriana Fakultas Psikologi Universitas
Lebih terperinciProsiding Psikologi ISSN:
Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Pengaruh Sikap terhadap Kegiatan Mengikuti Knowledge Sharing, Subjective Norms dan Perceived Behavioral Control terhadap Intensi Mengikuti Knowledge Sharing pada Bagian
Lebih terperinciABSTRAK. i Universitas Kristen Maranatha
ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui kontribusi determinandeterminan intention terhadap intention untuk melakukan premarital check up pada pasangan dewasa awal yang sedang memersiapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan sebagai dampak dari gaya hidup yang semakin maju. Perubahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dekade belakangan ini gaya hidup manusia berkembang pesat. Muncul berbagai perubahan sebagai dampak dari gaya hidup yang semakin maju. Perubahan tersebut
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. INTENSI Intensi menurut Fishbein dan Ajzen (1975), merupakan komponen dalam diri individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu. Intensi didefinisikan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior Theory Reasoned Action (TRA) pertama kali dicetuskan oleh Ajzen pada tahun 1980 (Jogiyanto, 2007). Teori ini disusun menggunakan asumsi dasar bahwa
Lebih terperinciKesimpulannya, intensi seseorang terhadap perilaku tertentu dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku (Ajzen
55 PEMBAHASAN Berdasarkan karakteristik contoh dan karakteristik keluarga contoh, hasil penelitian menunjukkan bahwa profil contoh mempunyai karakteristik sebagai berikut: (1) pada contoh yang hanya mengikuti
Lebih terperincihidup mandiri sehingga kesehatan seharusnya menjadi
GAMBARAN MENGENAI INTENSI MENERAPKAN POLA MAKAN SEHAT PADA MAHASISWA YANG TINGGAL DI KOS DI BANDUNG Dewisa Priliani Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran ABSTRAK Pola makan sehat penting dimiliki
Lebih terperinciDAFTAR ISI. repository.unisba.ac.id
DAFTAR ISI ABSTRAK... vii KATA PENGANTAR... iii UCAPAN TERIMA KASIH... vi DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...
Lebih terperinciABSTRAK Vivi Noviyanti. Tesis. Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha
ABSTRAK Vivi Noviyanti. Tesis. Rancangan Program Coaching dan Konseling untuk Meningkatkan Intensi Menggunakan Sistem Komputer Dengan Konsisten Saat Bekerja Pada Staf Pengatur Air Crew di PT A. Landasan
Lebih terperinciKERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS
II. KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS Theory of Planned Behavior/TPB digunakan sebagai model dan kerangka teori karena sudah banyak diterapkan dan teruji dalam menangkap hubungan antara variabel-variabel
Lebih terperinciModeling IT Ethics: A Study in Situational Ethics
Modeling IT Ethics: A Study in Situational Ethics MIS Quarterly, Maret 1998 Debasish Banerjee, Timothy Paul Cronan, Thomas W. Jones Kelompok 146: Jaka N. Indrawan (1202000591) Kata kunci: ethics, ethical
Lebih terperinciABSTRAK. iii Universitas Kristen Maranatha
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh determinan-determinan intention terhadap intention untuk minum obat secara teratur pada penderita TBC di Balai Besar Kesehatan X Bandung. Pemilihan
Lebih terperinciAnteseden Niat Berwirausaha: Studi Kasus Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Methodist Indonesia
Anteseden Niat Berwirausaha: Studi Kasus Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Methodist Indonesia Maludin Panjaitan Prodi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Methodist Indonesia Jalan Hang
Lebih terperinci4.1.1 jenis kelamin Data demografis berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut :
BAB 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Gambaran Umum Responden Penelitian ini dilakukan dengan jumlah responden sebanyak 100 orang pemilih pemula dalam pemilu presiden 2014. Berikut akan dijelaskan perihal profil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sudah beberapa kali mengalami perubahan. Pada tanggal 1 Maret 2005, BBM jenis Premium dan Solar kembali dinaikkan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama satu dekade terakhir, kebijakan harga BBM jenis Premium sudah beberapa kali mengalami perubahan. Pada tanggal 1 Maret 2005, pemerintah menaikkan BBM
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang mengkomsumsi rokok. Banyak di lapangan kita temui orang-orang merokok
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok adalah perilaku membakar dedaunan (tembakau) yang dilinting atau diletakkan pada pipa kecil lalu menghisapnya melalui mulut dan dilakukan secara berulang-ulang
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA PERCAYA DIRI DENGAN INTENSI MENYONTEK
HUBUNGAN ANTARA PERCAYA DIRI DENGAN INTENSI MENYONTEK Naskah Publikasi Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh: PANGESTU PINARINGAN PUTRI F100
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat dibandingkan dengan waktu waktu sebelumnya, misalnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi yang terjadi sekarang ini sudah sangat berkembang pesat dibandingkan dengan waktu waktu sebelumnya, misalnya yang terdapat pada bidang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan di berbagai bidang kehidupan, seperti bidang ilmu pengetahuan,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Memasuki abad ke-21, masyarakat Indonesia diharapkan mengalami perubahan di berbagai bidang kehidupan, seperti bidang ilmu pengetahuan, teknologi, politik,
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN NIAT MAHASISWA KOS UNTUK BERPERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DI TEMBALANG SEMARANG ABSTRACT
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN NIAT MAHASISWA KOS UNTUK BERPERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DI TEMBALANG SEMARANG Muhammad Saifuddin Gehapasa *) *) mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan memegang peranan penting
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan memegang peranan penting untuk menghasilkan tenaga ahli yang tangguh dan kreatif dalam menghadapi tantangan pembangunan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Berwirausaha. tindakan dan merupakan unsur yang penting dalam sejumlah tindakan, yang
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensi Berwirausaha 1. Definisi Intensi Menurut Ancok (1992 ), intensi merupakan niat seseorang untuk melakukan suatu perilaku. Intensi merupakan sebuah istilah yang terkait
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yaitu: Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan dan Jakarta
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah ibukota negara Indonesia. Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi 5 wilayah kota administrasi, yaitu: Jakarta
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel-Variabel Penelitian. korelasional dengan melibatkan variabel penelitian sebagai berikut:
BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel-Variabel Penelitian Untuk menjawab tujuan dan hipotesis penelitian yang diajukan, maka penelitian ini akan menggunakan pendekatan kuantitatif dan desain
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. bagi masyarakat, terkait kegiatan yang efisien dan kepercayaan publik terhadap
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecurangan akademik merupakan masalah serius dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan tinggi atau perkuliahan (Bolin, 2004). Hal ini menjadi ancaman mahal bagi masyarakat,
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia
1. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Data tentang kecurangan akademik di Amerika menunjukkan bahwa satu dari tiga orang siswa dalam rentang usia 12-17 tahun mengaku pernah berbuat curang (Sussman, 2004).
Lebih terperinci4. INTERPRETASI DAN ANALISIS DATA
4. INTERPRETASI DAN ANALISIS DATA Pada bagian ini akan diuraikan hasil penelitian yang telah dilakukan. Hasil ini diperoleh berdasarkan kuesioner yang disebarkan kepada 134 partisipan yang tersebar pada
Lebih terperinciDAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
i DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN v vii ix 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 5 Tujuan Penelitian 6 Manfaat Penelitian 6 Ruang Lingkup Penelitian 7 2 TINJAUAN PUSTAKA
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Populasi (population) yaitu wilayah generalisasi yang terdiri atas sekelompok
20 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sampel Penelitian 3.1.1 Populasi Penelitian Populasi (population) yaitu wilayah generalisasi yang terdiri atas sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Indonesia Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dunia kerja semakin menuntut manusia untuk lebih mampu bersaing dari kompetitornya, sehingga tidak mudah untuk memperoleh pekerjaan yang layak sesuai yang
Lebih terperinci2016 KECENDERUNGAN INTEGRITAS AKADEMIK SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Integritas akademik (academic integrity) saat ini merupakan isu pendidikan yang krusial dan menjadi perhatian utama dalam pengembangan pendidikan secara internasional.
Lebih terperinciBAB V KETERBATASAN, SARAN, KESIMPULAN, DAN KONTRIBUSI PENELITIAN
BAB V KETERBATASAN, SARAN, KESIMPULAN, DAN KONTRIBUSI PENELITIAN 5.1. Keterbatasan Penelitian Dalam pelaksanaannya, penelitian ini tidak lepas dari keterbatasan. Beberapa keterbatasan dalam penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia menyadari akan pentingnya menciptakan warga negara yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam upaya mewujudkan tujuan pendidikan nasional, pemerintah Indonesia menyadari akan pentingnya menciptakan warga negara yang berkualitas, agar sumberdaya manusia
Lebih terperinciBAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN
BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian SMK YPM 3 Sepanjang Taman Sidoarjo merupakan sekolah menengah kejuruan yang berdiri atas naungan Yayasan Pendidikan dan Sosial Ma arif.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku merokok merupakan salah satu penyebab yang menimbulkan munculnya berbagai penyakit dan besarnya angka kematian. Hal ini wajar, mengingat setiap tahunnya
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. pengujian model, pengujian hipotesis, dan pembahasan. Analisis yang dilakukan
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Bab IV berisi tentang deskripsi responden, pengujian instrumen penelitian, pengujian model, pengujian hipotesis, dan pembahasan. Analisis yang dilakukan terhadap data
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang benar, tetapi juga disertai dengan tanggung jawab atas apa yang dikerjakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Makna kejujuran tidak hanya terbatas pada teorinya saja seperti mengatakan yang benar, tetapi juga disertai dengan tanggung jawab atas apa yang dikerjakan sesuai
Lebih terperinci6. KESIMPULAN DAN SARAN
6. KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan menyimpulkan hasil analisis dan pembahasan penelitian pada bab sebelumnya. Perlu diingat bahwa setiap hasil analisis yang disimpulkan oleh peneliti berada pada asumsi
Lebih terperinciNani Dewi S, Widiastuti: Analisis Intensi Mahasiswa Dalam Memilih Universitas Darma Persama (UNSADA) & Ardi Winata Jakarta
ANALISIS INTENSI MAHASISWA DALAM MEMILIH UNIVERSITAS DARMA PERSADA (UNSADA) JAKARTA Nani Dewi Sunengsih Widiastuti Ardi Winata ABSTRACT The purpose of this study was to determine the intentions of the
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi yang pesat dewasa ini telah membuat kehidupan banyak masyarakat menjadi lebih mudah. Dalam beberapa tahun belakangan ini, internet merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Minat terhadap profesi wirausaha (entrepreneur) pada masyarakat Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Minat terhadap profesi wirausaha (entrepreneur) pada masyarakat Indonesia masih sangat kurang. Kurangnya profesi wirausaha pada masyarakat Indonesia ini dapat
Lebih terperinciArie Eko Cahyono. Universitas Jember
PENGARUH PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN MELALUI VARIABEL INTERVENING TEORI PERILAKU TERENCANA TERHADAP INTENSI BERWIRAUSAHA MAHASISWA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JEMBER Arie Eko Cahyono.
Lebih terperinciSTUDI MENGENAI INTENSI SAFETY RIDING BEHAVIOR PADA MAHASISWA MENGENDARA MOTOR DI UNIVERSITAS PADJADJARAN DESTYA FINIARTY ABSTRACT
STUDI MENGENAI INTENSI SAFETY RIDING BEHAVIOR PADA MAHASISWA MENGENDARA MOTOR DI UNIVERSITAS PADJADJARAN DESTYA FINIARTY ABSTRACT Safety riding atau keselamatan berkendara merupakan suatu usaha yang dilakukan
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG TERKAIT DENGAN KECURANGAN AKADEMIK PADA MAHASISWA
FAKTOR-FAKTOR YANG TERKAIT DENGAN KECURANGAN AKADEMIK PADA MAHASISWA Farah Aulia Program Studi Psikologi, Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Padang e-mail: bundarafa1801@gmail.com
Lebih terperinciPERAN SIKAP, NORMA SUBJEKTIF, DAN PERCEIVED BEHAVIORAL CONTROL (PBC) TERHADAP INTENSI MENGGUNAKAN JASA KLINIK KECANTIKAN SKRIPSI
PERAN SIKAP, NORMA SUBJEKTIF, DAN PERCEIVED BEHAVIORAL CONTROL (PBC) TERHADAP INTENSI MENGGUNAKAN JASA KLINIK KECANTIKAN SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi oleh : RIZQA
Lebih terperinciANALISIS NIAT BELI ASURANSI JIWA PADA MAHASISWA: APLIKASI THEORY OF PLANNED BEHAVIOR
Jur. Ilm. Kel. & Kons., Januari 2014, p : 58-66 Vol. 7, No. 1 ISSN : 1907-6037 ANALISIS NIAT BELI ASURANSI JIWA PADA MAHASISWA: APLIKASI THEORY OF PLANNED BEHAVIOR Novie Astri Pratiwi 1, Hartoyo 1*) 1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu sistem nilai yang memuat norma-norma tertentu. Dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia memiliki kebebasan dalam memeluk agama. Agama berfungsi sebagai suatu sistem nilai yang memuat norma-norma tertentu. Dalam Encyclopedia of Philosophy,
Lebih terperinciANALISIS MINAT SISWA UNTUK MELANJUTKAN SEKOLAH BERDASARKAN THEORY PLANNED BEHAVIOR
ANALISIS MINAT SISWA UNTUK MELANJUTKAN SEKOLAH BERDASARKAN THEORY PLANNED BEHAVIOR Tesis Diajukan kepada Program Pascasarjana Magister Manajemen Pendidikan untuk Memperoleh Gelar Magister Manajemen Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. konsep dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Definisi dari ilmu pengetahuan yaitu keseluruhan sistem pengetahuan manusia yang telah dibakukan secara sistematis, atau keseluruhan pemikiran, gagasan, ide,
Lebih terperinciPENGARUH MENTORING AGAMA ISLAM TERHADAP PERUBAHAN KONSEP DIRI MAHASISWA MUSLIM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SKRIPSI
i PENGARUH MENTORING AGAMA ISLAM TERHADAP PERUBAHAN KONSEP DIRI MAHASISWA MUSLIM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi Oleh: IMAM SETIAWAN 091301044
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengetahuan banyak diperoleh melalui pendidikan, terutama sekolah. Untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan pada masa dewasa ini berkembang sangat pesat. Ilmu pengetahuan turut memegang peranan yang penting di dalam pembangunan. Pengetahuan banyak diperoleh
Lebih terperinciKeywords: intentions, self study, small group discussion
INTENSI MELAKSANAKAN SELF STUDY (SEVEN JUMP : STEP 6) DALAM SMALL GROUP DISCUSSION (SGD) PADA MAHASISWA ANGKATAN 2011 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJADJARAN Ariska Juniar Arlan 1 Nita Fitria
Lebih terperinciPERILAKU KECURANGAN AKADEMIK (ACADEMIC FRAUD) MAHASISWA AKUNTANSI PADA PERGURUAN TINGGI NEGERI DI SUMATERA UTARA
PROCEEDINGS Profesionalisme Akuntan Menuju Sustainable Business Practice PERILAKU KECURANGAN AKADEMIK (ACADEMIC FRAUD) MAHASISWA AKUNTANSI PADA PERGURUAN TINGGI NEGERI DI SUMATERA UTARA 772 Deliana, Abdulrahman,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kejahatan di bidang keuangan telah menjadi perhatian dunia dalam beberapa tahun terakhir. Setelah serangkaian kejahatan korporasi yang mulai muncul ke permukaan sejak
Lebih terperinciASTIA CHOLIDA ABSTRAK
STUDI MENGENAI INTENSI MENGGUNAKAN KEMASAN AIR MINUM PAKAI ULANG SEBAGAI PERILAKU RAMAH LINGKUNGAN PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN ASTIA CHOLIDA ABSTRAK Kebutuhan air minum adalah
Lebih terperinci