BAB 3 METODE PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 3 METODE PENELITIAN"

Transkripsi

1 25 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik menggunakan desain kasus kontrol untuk menilai perbedaan polimorfisme IL-6 rs pada pasien psoriasis vulgaris dengan kontrol Waktu dan Tempat Penelitian 1. Penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2015 sampai September 2016 bertempat di Poliklinik Imunodermatologi SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP HAM. 2. Pengambilan sampel di Laboratorium Patologi Klinik RSUP HAM. 3. Pengolahan darah sampai proses isolasi DNA dilakukan di Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran. 4. PCR-RFLP, pembacaan hasil eletroforesis dan sekuensing DNA dilakukan First Base Laboratories Sdn Bhd No 7-1 to 7-3, Jalan SP 2/7 Taman Serdang Perdana, Seksyen 2, Seri Kembangan 43300, Selangor, Malaysia Populasi dan Sampel Penelitian Populasi Target Semua pasien yang didiagnosis psoriasis vulgaris. 25

2 Populasi Terjangkau Semua pasien psoriasis vulgaris yang datang berobat ke Poliklinik Imunodermatologi Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin/RSUP. H. Adam Malik Medan dari bulan September 2015 sampai September Sampel Penelitian Bagian dari populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi Kontrol Individu yang tidak menderita psoriasis vulgaris yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi Besar Sampel Besar sampel dihitung menggunakan formula uji hipotesis beda proporsi utuk dua populasi sebagai berikut: n 1 = n 2 = z α 2pq +z β p 1 q 1 +p 2 q 2 p 1 p 2 2 dimana : n 1 : Besar sampel kelompok kasus n 2 : Besar sampel kelompok kontrol z α : 5% = 1,96 z β : 10% = 1,282 p 2 : Proporsi pasien dengan alel GG IL-6 rs pada pasien Psoriasis vulgaris dari studi Settin et al. (2009) = 67,4% = 0,67 p 2 -p 1 : Selisih proporsi genotif GG IL-6 rs pada pasien Psoriasis

3 27 vulgaris dari studi Settin et al. (2009) dengan proporsi genotif GG IL-6 pada pasien Psoriasis vulgaris dari studi yang akan dilaksanakan (clinical judgement) = 10% = 0,1 Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan rumus di atas diperoleh besar sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 45 orang pada masing-masing kelompok Cara Pengambilan Sampel Penelitian Cara pengambilan sampel penelitian dilakukan menggunakan metode consecutive sampling Identifikasi Variabel Variabel bebas : Polimorfisme gen IL-6 rs Variabel terikat : Psoriasis vulgaris 3.7. Kriteria Inklusi dan Eksklusi Kriteria Inklusi Sampel 1. Pasien yang didiagnosis secara klinis sebagai pasien psoriasis vulgaris. 2. Berusia tahun. 3. Tidak memiliki riwayat psoriasis dalam keluarga 4. Bersedia ikut serta dalam penelitian dan menandatangani informed consent.

4 Kriteria Ekslusi Sampel 1. Pasien psoriasis vulgaris yang sedang hamil dan menyusui. 2. Pasien psoriasis vulgaris yang menderita penyakit fibrosis, inflamasi kronis, keganasan, dan penyakit auto imun (Lupus eritematous sistemic, Sjogren syndrome, Churg- strauss syndrome, Idiopatic trombopenic purpura dan dermatitis atopik Kriteria Inklusi Kontrol 1. Tidak menderita psoriasis. 2. Tidak memiliki riwayat psoriasis dalam keluarga. 3. Berusia tahun. 4. Bersedia ikut serta dalam penelitian dan menandatangani informed consent Kriteria Eksklusi Kontrol 1. Individu yang sedang hamil dan menyusui. 2. Seseorang yang menderita penyakit fibrosis, inflamasi kronis, keganasan, dan penyakit auto imun (Lupus eritematous sistemic, Sjogren syndrome, Churgstrauss syndrome, Idiopatic trombopenic purpura dan alergi Cara Penelitian Penjelasan Kepada Pasien Penjelasan kepada pasien mengenai tujuan, cara, dan manfaat pemeriksaan ini serta mengenai dan selanjutnya pada pasien yang akan menjadi sampel terlebih dahulu menandatangani informed consent.

5 Pencatatan Data Dasar a. Pencatatan data dasar dilakukan oleh peneliti di Poliklinik Imunodermatologi Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik Medan seperti nama, jenis kelamin, tempat/ tanggal lahir, alamat, nomor telepon, dan pekerjaan. b. Diagnosis klinis psoriasis vulgaris ditegakkan oleh peneliti bersama dengan pembimbing di Poliklinik Imunodermatologi Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik Medan Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat Alat yang digunakan Kit Invitrogen, Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Sequencer. Gambar 3.1. Kit Invitrogen 2. Bahan a. Bahan yang digunakan adalah darah vena sebanyak 5 cc. b. Larutan buffer lisis, buffer pencuci, buffer digesti. c. Primer 50-GCC TCA ATGACG ACC TAA GC-30 dan 50-TCA TGG GAA AAT CCC ACA TT-30. d. Enzim NlaIII untuk pemotongan Dna.

6 Cara Pemeriksaan 1. Sampel darah diambil sebanyak 5cc oleh petugas di Instalasi Patologi Klinik RSUP. H. Adam Malik Medan. Cara pengambilan darah adalah dari vena mediana cubiti dengan menggunakan alat suntik steril ukuran 5 cc. 2. Setelah sampel darah diambil, sampel tersebut segera diberi label identitas dan disimpan pada tabung ependorf pada suhu C. 3. Kemudian dilakukan isolasi DNA ( kit invitrogen) dengan langkah- langkah sebagai berikut : Gambar 3.2. Proses ekstraksi DNA a. Ambil darah 200 µl masukkan ke dalam tabung mikrocentrifuge 1,5 ml kemudian ditambahkan 20 µl Proteinase K dan 20 µl RNase A, lalu di vortex ( untuk pemerataaan pencampuran). b. Inkubasi 2 menit pada temperatur kamar (20-25 o C). c. Tambahkan 200 µl Lysis Buffer, lalu di vortex. d. Inkubasi 55 o C selama 10 menit e. Tambahkan 200 µl etanol absolut, lalu di vortex. f. Ambil 640 µl lysate, masukkan ke dalam spin column yang telah dirangkai dengan collection tube.

7 31 Gambar 3.3. Spin Column yang Telah Dirangkai Dengan Collection Tube g. Centrifuge rpm selama 1 menit. h. Buang collection tube. Gambar 3.4. Collection Tube i. Rangkai spin column pada collection tube yang baru. j. Tambahkan 500 µl wash Buffer I, centrifuge rpm selama 1 menit. k. Buang collection tube. l. Rangkai spin column pada collection tube yang baru. m. Tambahkan 500 µl wash buffer II, centrifuge dengan kecepatan maksimum selama 3 menit. n. Buang collection tube o. Tempatkan spin column pada tabung mikrocentrifuge 1,5 ml. p. Tambahkan µl Elution Buffer, inkubasi 1 menit pada suhu kamar. q. Kemudian centrifuge dengan kecepatan maksimum selama 1 menit.

8 32 r. Buang spin column, simpan DNA pada -20 o C 4. Setelah dilakukan isolasi DNA, lalu di PCR dengan menggunakan alat dan bahan sebagai berikut: ALAT BAHAN Mikropipet uk. 0,5-10 l DNA dari darah Mikropipet uk l Buffer TAE 7,4 Mikropipet uk l Master Mix PCR Mikrosentrifuge Primer Forward 10 pmol Tabung Mikrosentrifuge Primer Reverse 10 pmol Tabung PCR uk.0,2 ml Nuclease Free water Thermal Cycler Enzim NlaIII Vortex 5. PCR dilakukan dengan cara : a. Keluarkan seluruh bahan dari kulkas, tempatkan diatas rak es yang dingin, biarkan mencair dengan perlahan. b. Centrifuge seluruh bahan dengan kecepatan sedang, agar cairan yang menempel pada bagian tutup dan dinding tabung seluruhnya terkumpul di tabung. c. Ambil 1 tabung microcentrifuge ukuran 1,5 ml tandai dengan kode MIX PCR. d. Sedotlah bahan-bahan diatas (isolasi DNA) dengan menggunakan pipet tetes ukuran mikro liter sebagai berikut: Bahan Master Mix PCR 2X Primer Forward 10 pmol Primer Reverse 10 pmol Nuclease Free water Template DNA Total Volume (1 sampel) 12,5 l 1 l 1 l 8,5 l 2 l 25 l e. Ambil tabung PCR ukuran 0,2 l, susun diatas rak besi yang dingin

9 33 f. Pipet Mix PCR sebanyak 23 l ke masing-masing tabung PCR. Vol mix PCR/tabung = total volume vol DNA = 25 2,5 = 22,5 l g. Kemudian pipet 2 l template DNA masukkan ke tabung PCR yang berisi Mix PCR (dikerjakan untuk setiap masing-masing sampel DNA). Gambar 3.5. Mix PCR h. Centrifuge sebentar + 2 menit untuk menurunkan cairan yang tinggal didinding tabung. i. Hidupkan alat Thermal cycler. j. Biarkan 10 menit warm up. k. Masukkan sampel ke dalam blok-blok yang terdapat pada alat thermal cycler. Gambar 3.6. Alat Thermal Cycle

10 34 l. Atur temperatur sesuai program yang diinginkan sebagai berikut : Temp( o C) Waktu Jlh Cycle Hot start 94 5 menit 1 Denaturasi Annealing Extensi detik 45 detik 1 menit Further extension 72 7 menit 1 Soaking 4 10 menit 1 m. Jalankan alat thermal cycler n. Biarkan sampai alat selesai bekerja. 6. Langkah terakhir pembacaan hasil PCR dengan tehnik eletroforesis agarose, dengan langkah sebagai berikut : Gambar 3.7. Proses Eletroforesis a. Siapkan casting tray dengan kapasitas 32 sampel dengan volume 130 ml. Pasang comb (sisir) pada pertengahan tray (plat cetakan) dan satu sisir lagi pada ujungnya. Gambar 3.8. Alat Casting Tray b. Buatlah larutan agarose, misalnya larutan agarose 2 % dengan perhitungan sebagai berikut :

11 35 % agarose X volume casting tray = Berat Agarose 2/100 X 130 ml = 2,6 gram. c. Maka, timbanglah 2,6 gram agarose, kemudian dilarutkan dengan 130 ml larutan TAE 1X. d. Panaskan diatas hot plate atau dalam microwave sampai mendidih, dinginkan sampai hangat kuku. e. Tambahkan 1,5 µl Ethidium Bromide, aduk menggunakan stirrer. f. Tuangkan larutan agarose ke casting tray, biarkan sampai beku. g. Bila gel sudah beku, lepaskan comb secara hati-hati. h. Letakkan gel di dalam elektroforesis tank yang sudah berisi larutan 1X TAE. i. Masukkan sampel-sampel ke dalam well sebanyak 7 µl dan DNA Marker sebanyak 5 µl j. Nyalakan mesin elektroforesis selama 70 menit dengan tegangan 80 V. Sampel-sampelnya akan mulai bergerak ke katode, (DNA bermuatan negatif) k. Matikan mesin elektroforesis. l. Keluarkan gel dari casting tray dan letakkan pada alat gel documentation system. Foto hasilnya

12 36 Gambar 3.9. Ruler DNA base pair m. Setelah hasil di foto, maka dilakukan sekuensing dengan cara menterjermahkan urutan basa nitrogen dengan cara: Tahapan sekuensing yang pertama adalah menyediakan dsdna (double strand DNA). Gambar Double Strand DNA 2. Memotong dsdna (double strand DNA) menjadi ssdna (single strand DNA). Gambar Single Strand DNA 3. Mengambil template (cetakan) DNA dari ssdna hasil potongan dari dsdna. Gambar Template DNA

13 37 4. Menyediakan seluruh alat dan bahan untuk sekuensing DNA. Bahan untuk sekuensing adalah template (cetakan) DNA, primer, dntp, ddntp dan enzym polymerase. 5. Menyiapkan 4 tabung reaksi. Masing-masing tabung reaksi diberikan ddntp, yaitu ddgtp, ddctp, ddatp, dan ddttp. Masing- masing tabung reaksi diisi dengan ddntp yang berbeda. Tabung pertama diisi dengan ddgtp, tabung kedua diisi dengan ddctp, tabung ketiga diisi dengan ddatp, dan tabung keempat diisi dengan ddttp. Gambar Tabung Reaksi 6. Setelah masing-masing tabung diisi dengan ddntp, kemudian masing-masing tabung diisi dengan dntp, sebagai sumber nukleotida pada proses polimerasi. Yaitu dgtp, dctp, datp, dan dttp. Gambar Tabung Reaksi Nukleotida DNA

14 38 7. Kemudian memasukkan primer ke dalam tabung reaksi. Primer berfungsi mengenali situs spesifik pada DNA template, juga berfungsi sebagai landasan/pijakan untuk memulai polimerisasi. 8. Setelah pemberian primer, juga dimasukkan enzim polimerase (taqpolymerase). 9. Keempat tabung reaksi tersebut dipersiapkan untuk di alirkan pada gel agarosa. Gambar Gel Agarosa 10. Perbedaan panjang polinukleotida tersebut, mengakibatkan perbedaan letak pada gel agarosa. Polinukleotida yang paling pendek bermigrasi/pergerakannya paling cepat pada gel agarosa. 11. Hasil pembacaan sekeuensing dari arah 5 ke 3 adalah rantai kompemen, yaitu 5 AGCCGATCC 3. Sehingga DNA templatenya adalah 5 GGATCGGCT 3 Gambar Hasil Sekuensing

15 Langkah terakhir adalah pembacaan mesin hasil dengan mesin sequencer disebut electropherogram, yaitu peak-peak berwarna yang menunjukkan urutan basa DNA-nya Prinsip Pengujian Prinsip Restriction fragment length polymorphism (RFLP) ini untuk menandai / memisahkan suatu fragmen dari genom yang mengandung sifat genetik yang penting. Analisis RFLP sering digunakan untuk mendeteksi lokasi genetik dalam kromosom yang menyandi penyakit yang diturunkan atau untuk mendeteksi adanya keragaman gen yang berhubungan dengan sifat. Tehnik ini dapat melihat mutasi pada daerah non-coding DNA dan menyebabkan perbedaan tempat pemotongan oleh enzim dan dapat dipisahkan melalui elektroforesis gel agarosa. Perbedaan potongan atau polimorfisme yang dihasilkan akan diturunkan ke generasi berikutnya. 53,54 Metode RFLP berbasis biologi molekuler digunakan untuk mengetahui diversitas suatu gen. RFLP banyak digunakan untuk menentukan status penyakit yang diidap seseorang (pengidap atau carier penyakit). Banyak faktor yang dapat mempengaruhi polimorfisme gen pada seseorang diantaranya faktor genetik ataupun karena lingkungan. 55 Gambar Kromosom Basa Protein

16 Sekuensing DNA Sekuensing merupakan penentuan urutan basa DNA dalam segmen molekul DNA yang relatif pendek. Pengurutan asam nukleat digunakan untuk mengetahui kode genetik dari molekul DNA atau dengan kata lain tehnik untuk penentuan urutan basa nukleotida pada molekul DNA, urutan ini dikenal dengan sekuen DNA. 56 DNA sekuensing menggunakan metode PCR sebagai landasannya, DNA yang akan ditentukan urutan basa ACGT-nya dijadikan sebagai cetakan (template) untuk kemudian diamplifikasikan menggunakan enzim dan bahan-bahan yang mirip dengan reaksi PCR, namun ada penambahan beberapa pereaksi tertentu, proses ini dinamakan cycle sequensing. 57 Dengan teknik ini visualisasi dan penentuan urutan basa dapat dilakukan dengan lebih mudah karena keempat reaksi nukleotida dipisahkan dalam satu jalur elektroporesis dengan 4 warna berbeda ( A,T,G,C). Sintesis DNA secara enzimatik terjadi melalui pembentukan secara berurut ikatan fosfodiester antara gugus fosfat ujung 5 bebas dari nukleotida baru dengan gugus OH dari ujung 3 rantai yang sedang memanjang. proses ini berlangsung sepanjang molekul DNA. Dideoksinukleotida tidak mempunyai gugus OH pada ujung 3 nya, melainkan gugus H. Adanya dideoksinukleotida menyebabkan sintesis DNA terhenti, karena ikatan difosfat tidak terbentuk. Pemanjangan rantai kan terhenti pada titik ini dan basa terakhir diujung 3 rantainya dalah sebuah terminator dideoksi. 58 Proses sekuensing DNA memerlukan dntp dan ddntp. Deoxyribonucleoside triphosphates (dntp) sebagai pembentuk basa komplemen pada hasil cetakan DNA. dntp mengandung gula deoksirobosa dan sebuah basa

17 41 nitrogen (nukleosida) yang terikat dengan gugus fosfat. dntp terdiri dari empat jenis yaitu deoksiadenosin trifosfat (datp), deoksitimidin trifosfat (dttp), deoksitidin trifosfat (dctp), dan deoksiguanosin trifosfat (dgtp). Dideoxyribonucleoside triphosphates (ddntp) merupakan modifikasi dntp yang memiliki struktur yang identik dengan dntp namun telah kehilangan grup OH pada 3. Seperti dntp, ddntp memiliki3 grup fosfat di ujung 5 dan bekerja sama untuk membuat rantai DNA. Ketika ddntp telah bergabung dengan rantai DNA, tidak ada nukleotida yang dapat ditambahkan karena tidak ada grup OH pada 3 untuk membentuk ikatan fosfodiester dengan nukleotida yang baru. Oleh sebab itu, ddntp menghentikan proses sintesis DNA. 56,58 Metode sekuensing otomatis terbagi menjadi beberapa tahapan yaitu preparasi sampel, cycle sequencing, purifikasi, dan DNA sequencing. Hal yang dilakukan dalam tahap preparasi sampel antara lain mengamplifikasi sekuens DNA target dengan PCR, memvisualisasi dan memisahkan sekuens DNA target menggunakan elektroforesis, serta memurifikasi sekuens DNA tersebut. Hal yang dilakukan dalam tahap cycle sequencing yaitu mengamplifikasi sekuen DNA target menggunakan ddntps yang telah terlabeli zat fluorescent. Tahap selanjutnya yaitu purifikasi yang dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan ddntps berlebih yang dapat mengganggu pembacaan sekuen pada mesin sequencer. Hasil pembacaan oleh mesin sequencer yaitu elektroferogram yang berbentuk seperti kurva naik turun dengan warna yang berbeda. Warna biru menunjukan basa C, warna merah menunjukan basa T, warna hitam menunjukan basa G, warna hijau meunjukan basa A, dan warna ungu atau biru muda menunjukan N (error). 57

18 42 Teknik DNA Sequencing yang berbasis fragment analisis saat ini tidak hanya digunakan untuk menentukan urutan basa-basa DNA semata, tapi bisa dikembangkan untuk berbagai aplikasi, seperti penentuan SNP, analisa keragaman genetik seperti DNA Microsatellite dan AFLP (Amplified Fragment Length Polymorphism), community analysis seperti trflp (Terminal Restriction Fragment Length Polymorphism) dan segudang aplikasi lainnya Definisi Operasional 1. Psoriasis vulgaris Definisi : Psoriasis vulgaris merupakan penyakit peradangan kulit kronis dengan gejala klinis plak eritema berbatas tegas yang ditutupi sisik tebal berwarna keperakan. Alat ukur : Psoriasis vulgaris ditegakkan berdasarkan gambaran klinis. Cara ukur : Melihat gambaran klinis yang dilakukan oleh peneliti didampingi pembimbing. Hasil ukur : Gambaran klinis yang menunjukkan hasil positif. Skala ukur : Nominal 2. Kontrol Definisi : Individu normal tanpa riwayat keluarga dengan psoriasis, tidak menderita penyakit autoimun lain seperti diabetes tipe 1, Lupus erotematosus sistemic, Sjogren syndrome,churg-strauss syndrome, Idiopatic trombopenic purpura,dan alergi. Umur dan jenis kelamin disesuaikan. Alat ukur : Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis.

19 43 Cara ukur : Melihat gambaran klinis yang dilakukan oleh peneliti didampingi pembimbing. Hasil ukur : Non- prsoriasis vulgaris dan bukan Autoimun Skala ukur : Nominal 3. Polimorfisme Nukleotida Tunggal Definisi : Variasi urutan DNA yang terjadi ketika sebuah nukleotida tunggal - A, T, C atau G - dalam genom (atau urutan bersama lainnya) berbeda antara anggota suatu spesies biologis atau kromosom dipasangkan pada manusia. Cara ukur : DNA dari IL6 rs di PCR-RFLP menggunakan enzim NlaIII serta primer 50-GCC TCA ATGACG ACC TAA GC-30 dan 50-TCA TGG GAA AAT CCC ACA TT-30. Alat ukur : Dengan tehnik Polymerase Chain Reaction (PCR) based Restriction Fragment Length polymorphism (RFLP). Hasil ukur : Ditemukan lokus yang sama pada polimorfisme Nukleotida Tunggal gen IL-6 rs atau ditemukan variasi gen pada pasien psoriasis vulgaris. Skala ukur : Nominal

20 Kerangka Operasional Individu yang datang ke poliklinik Divisi Imunodermatologi Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan. Anamnesis, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan dermatologis Pasien Psoriasis Vulgaris yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi Kontrol yang memenuhi kriteria inklusi eksklusi Pemeriksaan Polimorfisme Nukleotida tunggal gen IL-6 rs Pemeriksaan Polimorfisme Nukleotida tunggal gen IL-6 rs Dihubungkan Gambar Kerangka Operasional Pengolahan dan Analisis Data Data-data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan sistem komputer. Data kategorikal (skala nominal) disajikan dengan menampilkan distribusi frekuensi dan persentase. Uji Chi Square digunakan untuk menguji hipotesis adanya peran polimorfisme nukleotida tunggal gen IL-6 rs pada kejadian psoriasis vulgaris pada signifikansi nilai p < 0,05 dengan menampilkan nilai Odds Rasio (OR) dan 95% confidence interval.

21 45 Apabila penelitian ini tidak memenuhi syarat dari uji Chi-Square maka, akan dilakukan uji alternatif dengan menggunakan uji Fisher s Exact Ethical Clearance Penelitian ini dilakukan setelah memperoleh ethical clearance dari komisi etik Fakultas Kedokteran nomor 19/ KOMET/FK USU/2016.

22 46 BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini subyek penelitian yang diikut sertakan adalah pasien psoriasis vulgaris dan individu sehat sebagai kontrol yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi berjumlah masing-masing 45 orang subyek. Data demografis pasien dan kelompok kontrol disesuaikan Karakteristik Pasien Psoriasis Vulgaris Karakteristik demografi pasien psoriasis vulgaris dan kontrol berdasarkan jenis kelamin, usia, dan suku/ ras, disajikan dalam tabel berikut. Tabel 4.1. Karakteristik Demografi Pasien Psoriasis Vulgaris dan Kontrol Karakteristik Persentase (%) Kasus (n = 45) Kontrol (n = 45) Jenis kelamin Laki-laki 14 (31,1) 14 (31,1) Perempuan 31 (68,9) 31 (68,9) Rerata (SB) 43,38 (7,90) 43,38 (7,90) (37,8) 17(37,8) (33,3) 15 (33,3) (26,7) 12 (26,7) (2,2) 1(2,2) Suku Batak 16 (35,6) 9 (20) Jawa 15 (33,3) 15 (33,3) Melayu 6 (13,3) 6 (13,3) Aceh 3 (6,7) 3 (6,7) Cina 2 (4,4) 2 (4,4) India 1 (2,2) 1 (2,2) Padang 2 (4,4) 2 (4,4) 46

23 47 Penelitian ini diikuti oleh 45 subyek pasien psoriasis vulgaris yang datang berobat ke Poliklinik Imunodermatologi dan Imunologi SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP HAM Sumatera Utara yang telah memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi, sebanyak 45 subyek kontrol yang telah dipasangkan (matching) berdasarkan jenis kelamin, usia dan suku. Subyek sebagian besar berjenis kelamin perempuan berjumlah 31 orang (68,9%) dengan rerata usia 43,38 tahun dan suku subyek sebagian besar adalah Batak sebanyak 16 orang (35,6%). Penelitian pada populasi Swedia melaporkan bahwa insidensi psoriasis vulgaris lebih banyak dijumpai pada perempuan daripada laki- laki. Namun beberapa penelitian lainnya menunjukkan adanya variasi prevalensi psoriasis vulgaris berdasarkan jenis kelamin. 59 Parisi dalam suatu tulisan studi sistematik, melaporkan bahwa tidak dijumpai adanya perbedaan prevalensi psoriasis vulgaris pada jenis kelamin lakilaki dan perempuan berdasarkan penelitian yang dilakukan pada populasi di Taiwan, Amerika Serikat dan Norwegia. Hingga saat ini belum ada kesepakatan mengenai pengaruh jenis kelamin terhadap prevalensi psoriasis vulgaris. 59 Umur pasien psoriasis vulgaris pada penelitian ini didapatkan tahun, dengan kelompok umur terbanyak antara tahun (22,2%), kelompok tahun (20%), kelompok umur tahun (17,8%) dan dikuti tahun (17,8%), kemudian tahun (15,6%) sedikit dijumpai pada tahun (6,7%) dan tidak dijumpai pada tahun (0%). Siniah dkk. melaporkan pasien psoriasis vulgaris pada penelitian di Malaysia dijumpai terbanyak pada kelompok umur tahun (17,2%) dan

24 48 persentase lebih kecil dijumpai pada kelompok umur lebih muda dan kelompok umur lebih dari 60 tahun (8,1%). 60 Gelfand dkk. menunjukkan bahwa prevalensi psoriasis tinggi pada umur lebih muda secara perlahan meningkat pada umur tahun. Psoriasis jarang terjadi pada yang berumur lebih muda dari 10 tahun dengan prevalensi 0,55%. 61 Chang dkk. melaporkan prevalensi psoriasis meningkat lebih cepat pada pasien laki-laki yang berumur 30 tahun atau lebih dan mencapai puncaknya pada umur 70 tahun atau tanpa memandang jenis kelamin. 62 Psoriasis pertama dapat muncul pada umur berapapun. Namun, distribusi bimodal dari onset umur adalah karakteristik. Sebagian besar kasus, sekitar 75% dijumpai sebelum umur 40 tahun, dengan puncak umur tahun. Kasus-kasus lainnya tampak pada umur 40 tahun. Pasien dengan onset penyakit dini cenderung memiliki riwayat keluarga positif psoriasis, sering dikaitkan dengan HLA-CW6, dan penyakit yang lebih parah. Pasien dengan onset setelah umur 40 tahun biasanya tidak memiliki riwayat keluarga dan frekwensi alel CW6 yang normal. 3,61,63,64 Suku terbanyak pada penelitian adalah Batak sebanyak 16 orang (35,6%), Jawa 15 orang (33,3%), Aceh 3 orang (6,7%), Cina 2 orang (4,4%), Melayu 6 orang (13,3%), Padang 2 orang (4,4%) dan India 1 orang (2,2%). Hingga saat ini belum ditemukannya data tentang suku terbanyak yang mengalami psoriasis vulgaris. Akan tetapi berdasarkan studi epidemiologi dari seluruh dunia memperkirakan prevalensi psoriasis berkisar antara 0,6% sampai 4,8%. Prevalensi psoriasis bervariasi berdasarkan wilayah geografis serta etnis. 63

25 49 Di Amerika Serikat, psoriasis terjadi pada kurang lebih 2% populasi dengan ditemukannya jumlah kasus baru sekitar 150,000 per tahun. Pada sebuah studi, insidensi tertinggi ditemukan dipulau Faeroe yaitu sebesar 2,8%. Insidensi yang rendah ditemukan di Asia (0,4%) misalnya Jepang dan pada ras Amerika- Afrika (1,3%). Sementara itu psoriasis tidak ditemukan pada suku Aborigin Australia dan Indian yang berasal dari Amerika Selatan. 63 Terdapatnya variasi prevalensi psoriasis berdasarkan wilayah geografis dan etnis menunjukkan adanya peranan lingkungan fisik (psoriasis lebih sering ditemukan pada daerah beriklim dingin), faktor genetik, dan pola tingkah laku atau paparan lainnya terhadap perkembangan psoriasis Genotip Polimorfisme Nukleotida Tunggal Gen IL6 Rs antara Kelompok Kasus dan Kontrol Perbedaan Genotip polimorfisme nukleotida tunggal gen IL6 Rs antara Kelompok Kasus dan Kontrol dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 4.2. Distribusi alel SNPs gen IL6 Rs antara Kelompok Kasus dan SNPs IL6 rs Kontrol Genotip Distribusi Alel Kasus Kontrol n % n % GG 21 46, ,4 Gc 20 44, cc 4 8,9 7 15,6 Total Hasil penelitian menunjukkan bahwa dijumpai perbedaan distribusi alel genotip gen IL6 rs pada kelompok kasus dan kontrol. Pada kelompok

26 50 kasus alel terbanyak adalah GG yang tergolong homozigot dominan sebanyak 21 orang (46,7%) sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 11 orang (24,4%). Alel gen IL 6 Rs dengan genotip Gc yang digolongkan heterozigot pada kelompok kasus sebesar 20 orang (44,4%) sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 27 orang (60%). Genotip cc yang digolongkan sebagai homozigot resesif pada kelompok kasus sebanyak 4 orang (8,9%) sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 7 orang (15,6%). Sebuah alel dapat mengekspresikan fenotipe didalamnya baik homozigot dan heterozigot, tetapi pada alel resesif sifatnya tidak muncul atau tidak menonjol pada keturunannya, walaupun pada alel ini memiliki pasangan gen yang sama. 65 Penyakit yang berhubungan dengan alel homozigot dapat mengenai lakilaki dan perempuan biasanya dijumpai tanpa riwayat keluarga, sedangkan penyakit yang berhubungan dengan alel heterozigot secara klinik tampak normal, walaupun pemeriksaan laboratorium mengungkapkan perbedaan biokimiawi Peran Genotip Polimorfisme Nukleotida Tunggal Gen IL 6 Rs pada Kejadian Psoriasis Vulgaris GG versus Gc Tabel 4.3. Peran Genotip Polimorfisme Nukleotida Tunggal Gen IL 6 Rs pada Kejadian Psoriasis Vulgaris Genotip Kasus Kontrol (n) (%) (n) (%) GG 21 (46,7) 11 (24,4) Gc 20 (44,4) 27 (60%) a Chi-Square p OR 95% CI a 0,044 2,577 1,016-6,528

27 51 Hasil analisis peran genotip polimorfisme nukleotida tunggal Gen IL 6 Rs pada kejadian psoriasis vulgaris menggunakan analisis Chi- Square dijumpai nilai p. =0.044 < = 0,05 bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara genotip GG versus GC gen IL-6 rs pada kejadian psoriasis vulgaris. Nilai OR dalam kasus ini sebesar 2,577 (95% interval kepercayaan (IK)= 1,016-6,538) Gc Versus cc Genotip Kasus Kontrol (n) (%) (n) (%) Gc 20 (44,4) 27 (60) cc 4 (8,9) 7 (15,6) b Fisher exact p OR 95% CI b 1,000 1,296 0,333-5,039 Hasil analisis menggunakan uji fisher exact antara genotip Gc versus cc dijumpai nilai p. = > = 0,05 bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara genotip gen IL-6 rs pada kejadian psoriasis vulgaris. Nilai OR dalam kasus ini sebesar 1,296 (95% interval kepercayaan (IK)= (0,333-5,039) GG Versus cc Genotip Kasus Kontrol (n) (%) (n) (%) GG 21(46,7) 11 (24,4) cc 4 (8,9) 7 (15,6) b Fisher exact p OR 95% CI b 0,156 3,341 0,801-13,943 Hasil analisis menggunakan uji fisher exact dijumpai nilai p. = 0,156 > = 0,05 bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara genotip GG versus cc gen IL-6 rs pada kejadian psoriasis vulgaris. Nilai OR dalam kasus ini sebesar 3,341 (95% interval kepercayaan (IK)= (0,801-13,943).

28 52 Menurut penelitian Baran et al. tidak terdapat hubungan antara polimorfisme gen IL-6 promoter (-174) dan IL-10 dengan psoriasis vulgaris pada populasi Polandia. Hal ini dikarenakan adanya ekspresi pada berbagai sitokin yang salah satunya IL-6, yang memberikan kontribusi terhadap penyakit infeksi termasuk psoriasis. 22 Boca et al. dalam penelitiannya menilai suatu polimorfisme dalam gen sitokin (IL6 rs ) hubungan dengan potensinya sebagai penanda risiko untuk psoriasis. Didapati hubungan yang signifikan secara statistik untuk karier dari alel mayor dibandingkan dengan dengan alel minor. Karier GG memiliki risiko sekitar 14 kali lipat lebih tinggi mengalami psoriasis, dibandingkan dengan karier cc. 24 Balding et al. mempublikasikan penelitiannya yang berkaitan dengan polimorfisme gen untuk beberapa sitokin, yang salah satunya adalah IL-6 dan tidak menemukan perbedaan yang signifikan pada polimorfisme sitokin IL-6 pada pasien psoriasis vulgaris. Namun penelitian ini tidak dapat dibandingkan karena subyek penelitian tidak terfokus pada psoriasis vulgaris. 23 Adapun peran penting dari polimorfisme nukleotida tunggal gen IL-6 rs pada kejadian psoriasis vulgaris berhubungan dengan patogenesis. Sitokin ini memiliki rentang biologis yang luas, meliputi regulasi imun, inflamasi dan imunopatogenesis Gen ini memainkan perannya dalam proses menstimulasi proliferasi keratinosit bersamaan dengan IL-17 yang menstimulasi keratinosit untuk produksi defensin pada proses inflamasi. 67,68 Penyakit dengan alel homozigot dominan menunjukkan adanya alel mutan tunggal pada suatu kromosom. Pada umumnya alel homozigot dominan

29 53 menunjukkan penyakit yang lebih berat dari individu yang memiliki alel heterozigot. 65 Genotipe heterozigot hanya memiliki satu salinan gen yang sehat dan dapat memproduksi protein yang baik sehingga orang-orang ini biasanya tidak terpengaruh dan dianggap sebagai perantara. Namun dalam gangguan genetik hanya beberapa individu heterozigot mungkin dijumpai menderita penyakit yang ringan. 66 Dampak penyakit dapat terjadi dari interaksi banyak gen, kelainan genetik yang kompleks bisa terjadi bila dijumpai banyak polimorfisme yang memiliki banyak gen dengan dua alel atau lebih. Suatu polimorfisme sering ditemukan pada penyakit kompleks dengan tipe yang sama, sebagian yang lain bersifat spesifik pada penyakit tertentu. Ilustrasi kelainan ini biasanya pada penyakit peradangan yang dimediasi oleh sistem imunitas, salah salah satunya adalah psoriasis vulgaris. 65 Perubahan urutan basa nitrogen pada suatu DNA yang berbeda dari variasi normal dinamakan mutasi polimorfisme. Mutasi dapat menimbulkan penyakit atau meningkatkan resiko mengalami penyakit tertentu. 66 Pada polimorfisme nukleotida tunggal mutasi yang selalu terjadi adalah mutasi titik (point mutation) akibat dari proses transisi. 70

30 54 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 1. Hasil penelitian menunjukkan peran polimorfisme nukleotida tunggal gen IL- 6 rs pada kejadian psoriasis vulgaris antara GG versus Gc menggunakan analisis Chi- Square dijumpai nilai p. =0.044 < = 0,05 bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara genotip gen IL-6 rs pada kejadian psoriasis vulgaris. Nilai OR dalam kasus ini sebesar 2,577 (95% interval kepercayaan (IK)= 1,016-6,538). 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi urutan alel genotip gen IL-6 Rs pada kelompok kasus adalah GG sebanyak 21 orang (46,7%) sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 11 orang (24,4%). 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi urutan alel genotip gen IL-6 Rs pada kelompok kontrol adalah Gc sebanyak 27 orang (60 %) sedangkan pada kelompok kasus 20 orang (44,4%) Saran 1. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan memfokuskan pada suku/ ras terhadap pasien psoriasis vulgaris. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk pengembangan pengobatan psoriasis vulgaris dengan metode rekayasa gen (Repairing Gene) berdasarkan SNPs pada psoriasis vulgaris. 54

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 29 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi Laut Sulawesi, Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, Laut Banda, Teluk Tolo, Laut Maluku dan Teluk Tomini (Gambar

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif cross sectional molekuler. Data yang diperoleh berasal dari pemeriksaan langsung yang dilakukan peneliti sebanyak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk 56 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk mengamplifikasi Gen FNBP1L. B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

TEKNIK REKAYASA GENETIKA

TEKNIK REKAYASA GENETIKA TEKNIK REKAYASA GENETIKA 1. Jelaskan pengertian mengenai DNA sekuensing! Sekuensing DNA atau pengurutan DNA adalah proses atau teknik penentuan urutan basa nukleotida pada suatu molekul DNA. Urutan tersebut

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk 27 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk mengamplifikasi Gen STX1A. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bertujuan untuk menidentifikasi gen angiotensin converting enzyme (ACE)

BAB III METODE PENELITIAN. bertujuan untuk menidentifikasi gen angiotensin converting enzyme (ACE) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan untuk menidentifikasi gen angiotensin converting enzyme (ACE) insersi/ delesi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup dari penelitian ini meliputi bidang ilmu sitogenetika.

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup dari penelitian ini meliputi bidang ilmu sitogenetika. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup dari penelitian ini meliputi bidang ilmu sitogenetika. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pusat Riset Biomedik

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Oleh: TIM PENGAMPU Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember Tujuan Perkuliahan 1. Mahasiswa mengetahui macam-macam teknik dasar yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi

BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi struktur hemoglobin yang menyebabkan fungsi eritrosit menjadi tidak normal dan berumur pendek.

Lebih terperinci

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel 7 IV. METODE PENELITIAN Ikan Lais diperoleh dari hasil penangkapan ikan oleh nelayan dari sungaisungai di Propinsi Riau yaitu S. Kampar dan S. Indragiri. Identifikasi jenis sampel dilakukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Analisis Polymerase Chain Reaction (PCR) serta analisis penciri Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Masyarakat FIKK Universitas Negeri Gorontalo Abstrak (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui variasi genetik (polimorfisme) gen Apo E pada pasien IMA

Lebih terperinci

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( ) Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella (10.2011.185) Identifikasi gen abnormal Pemeriksaan kromosom DNA rekombinan PCR Kromosom waldeyer Kromonema : pita spiral yang tampak pada kromatid Kromomer : penebalan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah.

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Peralatan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol sampel, beaker glass, cool box, labu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Gen GH exon 3 pada kambing PE, Saanen, dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) berhasil diamplifikasi menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Panjang fragmen

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Bentuk desain penelitian yang akan digunakan adalah bentuk deskriptif molekuler potong lintang untuk mengetahui dan membandingkan kekerapan mikrodelesi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagi sel tersebut. Disebut sebagai penghasil energi bagi sel karena dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagi sel tersebut. Disebut sebagai penghasil energi bagi sel karena dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mitokondria Mitokondria merupakan salah satu organel yang mempunyai peranan penting dalam sel berkaitan dengan kemampuannya dalam menghasilkan energi bagi sel tersebut. Disebut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang bertujuan membuat gambaran secara sistematis,

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di II. MATERI DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di enam desa yaitu tiga desa di Kecamatan Grokgak dan tiga desa di Kecamatan

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Nopember 2010. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetik Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak,

Lebih terperinci

BABm METODE PENELITIAN

BABm METODE PENELITIAN BABm METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross-sectioned, yaitu untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan distnbusi genotipe dan subtipe VHB

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Wajwalku Wildlife Laboratory, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Kasetsart

III. METODE PENELITIAN. Wajwalku Wildlife Laboratory, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Kasetsart III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Februari hingga Maret 2016. Preparasi penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler, Fakultas Teknobiologi

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD Herdiyana Fitriani Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Biokimia, Program Studi Kimia, Institut Teknologi Bandung. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya

Lebih terperinci

Pengujian DNA, Prinsip Umum

Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian berbasis DNA dalam pengujian mutu benih memang saat ini belum diregulasikan sebagai salah satu standar kelulusan benih dalam proses sertifikasi. Dalam ISTA Rules,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini adalah studi Cross Sectional. B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di rumah sakit Dr. Moewardi Surakarta,

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 38 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian di bidang ilmu penyakit saraf dan genetika 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di RSUP Dr.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian dasar dimana adanya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian dasar dimana adanya BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian dasar dimana adanya keingintahuan peneliti terhadap hasil suatu aktivitas. Metode penelitian ini

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan selama bulan Januari hingga April 2010 bertempat di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.1.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Perikanan dan Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian 12 METODE PEELITIA Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan April 2010, bertempat di Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Disusun oleh: Hanif Wahyuni (1210411003) Prayoga Wibhawa Nu Tursedhi Dina Putri Salim (1210412032) (1210413031) SEJARAH Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1985

Lebih terperinci

The Genetic Fingerprint (Sidikjari Genetik)

The Genetic Fingerprint (Sidikjari Genetik) The Genetic Fingerprint (Sidikjari Genetik) Penting: Jangan lupa selalu memberi label pada tabung Eppi dengan hati-hati. Untuk pipet: Pipet 1000 (biru): gunakan tips biru dan hanya untuk memipet 100-1000

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode deskriptif (Nazir, 1983). B. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH 62 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan, yaitu dari bulan Oktober 2009 sampai dengan Juni 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler,

Lebih terperinci

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis KATAPENGANTAR Fuji syukut ke Hadirat Allah SWT. berkat rahmat dan izin-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang beijudul "Skrining Bakteri Vibrio sp Penyebab Penyakit Udang Berbasis Teknik Sekuens

Lebih terperinci

JADWAL PRAKTIKUM BIOKIMIA

JADWAL PRAKTIKUM BIOKIMIA JADWAL PRAKTIKUM BIOKIMIA Waktu Kegiatan dan Judul Percobaan 2 Februari 2018 Penjelasan Awal Praktikum di Lab. Biokimia Dasar 9 Februari 2018 23 Februari 2018 2 Maret 2018 9 Maret 2018 16 Maret 2018 23

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan Metode Isolasi C. gloeosporioides dari Buah Avokad

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan Metode Isolasi C. gloeosporioides dari Buah Avokad 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Tanjung Priok Wilayah Kerja Bogor, mulai bulan Oktober 2011 sampai Februari 2012. Bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 4 Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8). M 1 2 3

Lebih terperinci

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml 36 Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. Pembuatan Larutan Stok Tris HCL 1 M ph 8.0 (100 ml) : Timbang Tris sebanyak 12,114 g. Masukkan Tris ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 80 ml aquades.

Lebih terperinci

BAB XIII. SEKUENSING DNA

BAB XIII. SEKUENSING DNA BAB XIII. SEKUENSING DNA Pokok bahasan di dalam Bab XIII ini meliputi prinsip kerja sekuensing DNA, khususnya pada metode Sanger, pangkalan data sekuens DNA, dan proyek-proyek sekuensing genom yang ada

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode 16 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi,

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR II. BAHAN DAN METODE Ikan Uji Ikan uji yang digunakan adalah ikan nila hibrida hasil persilangan resiprok 3 strain BEST, Nirwana dan Red NIFI koleksi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Sempur, Bogor.

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN Penelitian penanda genetik spesifik dilakukan terhadap jenis-jenis ikan endemik sungai paparan banjir Riau yaitu dari Genus Kryptopterus dan Ompok. Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI Di dalam Bab XII ini akan dibahas pengertian dan kegunaan teknik Reaksi Polimerisasi Berantai atau Polymerase Chain Reaction (PCR) serta komponen-komponen dan tahapan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang berada di sana.

Lebih terperinci

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas PRAKATA Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas segala nikmat dan karunia-nya, penulisan Tugas Akhir dengan judul Keragaman Genetik Abalon (Haliotis asinina) Selat Lombok

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. LARUTAN STOK CTAB 5 % (100 ml) - Ditimbang NaCl sebanyak 2.0 gram - Ditimbang CTAB sebanyak 5.0 gram. - Dimasukkan bahan kimia ke dalam erlenmeyer

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang. dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998).

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang. dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998). BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998). B. Populasi dan Sampel 1. Populasi yang

Lebih terperinci

BAB V. KESIMPULAN, SARAN, DAN RINGKASAN. V. I. Kesimpulan. 1. Frekuensi genotip AC dan CC lebih tinggi pada kelompok obesitas

BAB V. KESIMPULAN, SARAN, DAN RINGKASAN. V. I. Kesimpulan. 1. Frekuensi genotip AC dan CC lebih tinggi pada kelompok obesitas BAB V. KESIMPULAN, SARAN, DAN RINGKASAN V. I. Kesimpulan 1. Frekuensi genotip AC dan CC lebih tinggi pada kelompok obesitas dibandingkan dengan kelompok normal namun secara statistik tidak berbeda signifikan

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar belakang. orang yang sudah meninggal, kegunaan golongan darah lebih tertuju pada

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar belakang. orang yang sudah meninggal, kegunaan golongan darah lebih tertuju pada 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar belakang Golongan darah sistem ABO yang selanjutnya disebut golongan darah merupakan salah satu indikator identitas seseorang. Pada orang hidup, golongan darah sering digunakan

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Isolasi DNA, Teknik PCR dan Elektroforesis Agarose

Laporan Praktikum Isolasi DNA, Teknik PCR dan Elektroforesis Agarose Laporan Praktikum Isolasi DNA, Teknik PCR dan Elektroforesis Agarose Hari / Tanggal Praktikum : Kamis / 28 April - 09 Juni 2016 Nama Praktikan : Binayanti Nainggolan Yuliandriani Wannur Azah Pukul : 10.00

Lebih terperinci

BAB V HASIL. Studi ini melibatkan 46 sampel yang terbagi dalam dua kelompok, kelompok

BAB V HASIL. Studi ini melibatkan 46 sampel yang terbagi dalam dua kelompok, kelompok 34 BAB V HASIL Studi ini melibatkan 46 sampel yang terbagi dalam dua kelompok, kelompok sampel hipospadia isolated (n=23) dan kelompok laki-laki normal (n=23). Karakteristik pasien hipospadia di Indonesia

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 9 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli 2012. Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Thalassemia adalah kelainan genetik bersifat autosomal resesif yang ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit mengandung hemoglobin

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif. Penelitian membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Suhu Annealing pada Program PCR terhadap Keberhasilan Amplifikasi DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans) Laguna Segara Anakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Terpadu,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG DAFTAR ISI ABSTRAK... Error! ABSTRACT... Error! KATA PENGANTAR... Error! DAFTAR ISI... i DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG... Error! BAB I PENDAHULUAN... Error! 1.1 Latar Belakang... Error! 1.2 Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Anak, khususnya

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Anak, khususnya BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Anak, khususnya bidang nutrisi dan penyakit metabolik. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian. Metode, bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini akan dipaparkan pada bab ini.

Metodologi Penelitian. Metode, bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini akan dipaparkan pada bab ini. Bab III Metodologi Penelitian Metode, bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini akan dipaparkan pada bab ini. III.1 Rancangan Penelitian Secara garis besar tahapan penelitian dijelaskan pada diagram

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah dibidang ilmu kesehatan anak,

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah dibidang ilmu kesehatan anak, BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah dibidang ilmu kesehatan anak, urologi, dan sitogenetika dalam ilmu kedokteran. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN... PRAKATA... INTISARI... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN... PRAKATA... INTISARI... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN... PRAKATA... INTISARI... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR SINGKATAN... v vi viii ix x xiii

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Perikanan dan Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup bidang ilmu kedokteran khususnya Ilmu Fisiologi dan Farmakologi-Toksikologi. 4.2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ISOLASI DNA, TEKNIK PCR, DAN ELEKTROFORESIS AGAROSE

LAPORAN PRAKTIKUM ISOLASI DNA, TEKNIK PCR, DAN ELEKTROFORESIS AGAROSE LAPORAN PRAKTIKUM ISOLASI DNA, TEKNIK PCR, DAN ELEKTROFORESIS AGAROSE Nama : T.M. Reza Syahputra Irma Yanti Dinno Rilando Tgl Praktikum : Kamis, 2 Juni 2016 Tujuan Praktikum : 1. Mengerti metode umum mengisolasi

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan disajikan hasil dan pembahasan berdasarkan langkah-langkah penelitian yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya dalam empat bagian yang meliputi; sampel mtdna,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 Amplifikasi gen Pit1 exon 3 pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, BPPT Cikole,

Lebih terperinci