HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Orang Tua Tunggal

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Orang Tua Tunggal"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Orang Tua Tunggal Responden dalam penelitian ini adalah ibu sebagai orang tua tunggal dan anaknya yang masing-masing berjumlah 25 orang yang bertempat tinggal di Kota Yogyakarta. Karakteristik orang tua tunggal dalam penelitian ini meliputi usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, lamanya bekerja, lamanya penggunaan media, dan lamanya mengikuti kegiatan sosial. Lampiran 6 memperlihatkan bahwa jumlah responden paling banyak (48%) berusia antara tahun, berpendidikan SMU (40 %), bekerja sebagai karyawan swasta (44 %) dengan penghasilan kurang dari Rp. 1 juta (52 %). Lama waktu bekerja di luar rumah berkisar antara 8 10 jam (72 %). Jumlah responden yang menggunakan media lebih dari 7 jam dan antara 1-3 jam dalam seminggu adalah sama yaitu 28 persen. Rata-rata mereka lebih suka membaca dari pada menonton televisi, yaitu 31,2 persen suka membaca surat kabar sementara 20 persen suka menonton berita di televisi. Lebih dari setengah jumlah responden menghabiskan 2-4 jam seminggu untuk melakukan kegiatan sosial. Responden yang tidak mengikuti kegiatan sosial hampir setengah dari jumlah responden yaitu 40 persen. Sedangkan jumlah responden yang menghabiskan 5-7 jam seminggu untuk berkegiatan sosial hanya sebanyak 8 persen. Kegiatan sosial yang paling banyak dilakukan oleh orang tua tunggal adalah kegiatan di lingkungan sekitarnya yaitu PKK yang dilakukan secara rutin sebulan sekali. Kegiatan lain yang juga banyak diminati oleh orang tua tunggal adalah kegiatan rohani berupa pengajian-pengajian. Sebanyak 16,2 persen bergabung dengan supporting group yang dikoordinir oleh LSM perempuan dengan tujuan memberikan bantuan dalam menghadapi masalah-masalah yang terkait dengan perceraian, konflik dengan mantan pasangan dan pengasuhan anak. Jenis bacaan yang paling digemari oleh orang tua tunggal adalah surat kabar yang dimaksudkan untuk mendapatkan berita dan menambah wawasan. Tabloid adalah jenis bacaan ke dua yang paling digemari. Selebihnya jenis bacaan tergantung pada minat seperti filsafat, kesehatan, hobi dan sebagainya.

2 61 Jenis tontonan yang paling digemari adalah berita disusul kemudian dengan infotainment, film dan sinetron. Jenis tontonan ini menunjukkan tujuan penggunaan media massa adalah untuk mendapatkan informasi dan hiburan. Karakteristik Responden Anak Karakteristik responden anak ditunjukkan pada Lampiran 7 yang meliputi jenis kelamin, usia, jumlah saudara, status sekolah dan lamanya penggunaan media. Responden anak diambil satu dari setiap keluarga karena di dalam keluarga dengan dua anak atau lebih hanya ditemukan satu orang anak yang sesuai dengan kriteria usia yang ditetapkan dalam penelitian ini, yaitu 7-12 tahun. Beberapa anak berstatus sebagai anak sulung dengan adik berusia kurang dari 7 tahun, sedangkan yang lain berstatus sebagai anak bungsu dengan kakak yang berusia lebih dari 12 tahun, bahkan ada yang sudah kuliah atau berkeluarga. Kebanyakan responden anak berjenis kelamin perempuan dan berusia antara tahun. Sebagian besar responden (40 %) merupakan anak tunggal. Jika dilihat dari sekolahnya, maka sebagian besar responden anak bersekolah di SD, hanya ada tiga orang anak yang bersekolah di SMP dengan usia 12 tahun. Jenis sekolah dibedakan menjadi sekolah negeri dan sekolah swasta. Jumlah responden yang bersekolah di sekolah negeri tidak berbeda jauh dengan yang bersekolah di sekolah swasta. Selain bersekolah, anak-anak mengisi waktu luang dengan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler sesuai dengan minat, ketersediaan waktu serta biaya. Kegiatan Pramuka merupakan kegiatan wajib dari sekolah yang harus diikuti anak-anak kelas 4-6 SD. Di luar kegiatan tersebut, kebanyakan anak mengikuti kegiatan kesenian dan olah raga. Lebih banyak anak perempuan mengikuti kegiatan kesenian sedangkan kegiatan olah raga lebih banyak diikuti anak lakilaki. Jenis bacaan yang disukai baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan adalah komik yang sering difilmkan sebagai film kartun di televisi, seperti Dora Emon, Tsubasa, Scoby Doo dan Detektif Conan. Selain membaca komik, anak perempuan juga suka membaca majalah anak.

3 62 Tontonan yang paling digemari baik oleh anak perempuan maupun anak laki-laki adalah film kartun. Reality show seperti AFI (Akademi Fantasi Indosiar), Indonesian Idol dan Pildacil (Pemilihan Dai Kecil) lebih digemari anak perempuan. Lebih banyak anak perempuan menyukai sinetron dibandingkan anak laki-laki. Sinetron yang ditonton anak bertema komedi dan kehidupan remaja. Pola Komunikasi Orang Tua Tunggal Pola komunikasi yang digunakan oleh orang tua tunggal dapat dikategorikan menjadi linier, interaksi dan transaksi. Beberapa situasi yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari mendorong penggunaan pola komunikasi yang berbeda. Dengan demikian satu orang tua tunggal dapat menggunakan lebih dari satu pola komunikasi. Tabel 5. Pola Komunikasi pada berbagai Situasi Komunikasi, Yogyakarta, 2006 Situasi Komunikasi Pola Komunikasi Jumlah Linier Interaksi Transaksi n % n % n % n % Menghadapi anak yang mempunyai masalah dengan teman. Menghadapi anak yang prestasi belajarnya menurun. Mengatur uang saku anak. Tidak bisa memenuhi permintaan anak. Mengajar anak memanfaatkan waktu Tabel 5 menunjukkan bahwa secara umum penggunaan pola komunikasi interaksi lebih dominan dibandingkan penggunaan pola komunikasi linier maupun pola komunikasi transaksi kecuali pada situasi pengaturan uang saku anak dan pemanfaatan waktu luang anak penggunaan pola komunikasi transaksi lebih dominan. Sementara itu, pola komunikasi interaksi paling banyak digunakan

4 63 ketika menghadapi anak yang bermasalah dengan teman, prestasi belajar anak menurun dan jika orang tua tidak bisa memenuhi permintaan anak. Komunikasi yang bersifat dua arah atau dialogis lebih tepat digunakan pada situasi tersebut karena lewat komunikasi dua arah, orang tua bisa memberikan pengertian kepada anak tentang situasi yang dihadapi. Meskipun ditemukan variasi penggunaan beberapa pola komunikasi sesuai dengan situasi yang dihadapi, secara umum bisa ditentukan kecenderungan penggunaan pola komunikasi yang dominan berdasarkan jawaban kuesioner dan hasil wawancara. Tabel 6 memperlihatkan sebaran pola komunikasi yang digunakan oleh orang tua tunggal yang menjadi responden penelitian ini. Tabel 6. Kecenderungan Pola Komunikasi Orang Tua Tunggal Pola Komunikasi Jumlah (25) Persentase (%) Linier 3 12 Interaksi Transaksi 9 36 Jumlah Secara umum pola komunikasi interaksi paling dominan digunakan oleh orang tua tunggal. Menurut Fisher (1986), pola komunikasi interaksi menekankan pentingnya interaksi dalam pembentukan sikap atau perilaku. Konsep diri anak terbentuk melalui interaksinya dengan lingkungan terdekatnya, terutama keluarga. Dialog adalah suatu bentuk interaksi yang terjadi di antara peserta komunikasi. Pola komunikasi interaksi ditandai dengan terjadinya dialog antara peserta komunikasi yang berarti bersifat dua arah. Melalui dialog pula bisa dibentuk sikap dan perilaku anak seperti yang terungkap dari wawancara dengan O3 yang menyatakan bahwa anaknya bersedia melanjutkan mengikuti TPA (Taman Pendidikan Al-Quran) setelah berdialog dengan ibu seperti pernyataannya di bawah ini. Dia ikut TPA dulu saya suruh. Biar pinter baca Al Quran. Banyak temannya yang sudah berhenti dari TPA. Dia pengin nggak usah TPA lagi, terus saya bilang kalau saya nggak bisa baca Quran, kalau bodoh semua gimana? Apalagi dia cowok kan besok harus bisa membimbing, terus dia bilang : O, ya, ya. Dia mau. Bangkit lagi. Kalau dibiarkan maunya cuma sampai kelas empat.

5 64 Pada pola komunikasi interaksi, anak dapat menyampaikan keinginan dan pendapatnya secara terbuka sedangkan ibu memberikan reaksi positif kemudian secara perlahan mengarahkan anak kepada satu pengertian yang diinginkan ibu untuk dilakukan oleh anak. Dengan demikian terjadi dialog tidak setara yang artinya ada salah-satu pihak yang lebih dominan yang dalam hal ini adalah orang tua. Menurut DeVito (1997), pola komunikasi seperti ini disebut the unbalanced split pattern karena ada salah satu pihak yang mendominasi pihak lain dan menuntutnya agar melakukan apa yang diinginkannya. Pola komunikasi transaksi menempati urutan kedua sebagai pola komunikasi yang digunakan orang tua tunggal dalam penelitian ini. Salah satu ciri pola komunikasi transaksi menurut Cangara (2004) adalah semua peserta komunikasi aktif. Orang tua dan anak mempunyai posisi sejajar dalam menghadapi berbagai situasi. Anak diberi kesempatan untuk berperanserta dalam memutuskan sesuatu dalam porsi yang seimbang dengan orang tua. Misalnya dalam pengaturan uang saku anak diputuskan bersama oleh orang tua dan anak dengan jumlah yang dianggap sesuai untuk anak. Persepsi anak dan orang tua tentang jumlah uang saku yang sesuai tentu saja berbeda tetapi mereka harus mencapai kesepakatan bersama mengenai hal itu. Situasi ini sesuai dengan model konvergensi dari Rogers dan Kincaid (1981) yang memandang komunikasi sebagai transaksi di antara partisipan yang akan menghasilkan pengertian bersama. Pola komunikasi linier ternyata masih digunakan orang tua sampai saat ini meskipun tingkat penggunaannya oleh orang tua tunggal sedikit. Dari wawancara dengan responden diketahui bahwa komunikasi linier dinilai sangat tepat untuk mendisiplinkan anak dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Teknik instruktif digunakan untuk menyuruh anak melakukan kegiatan sehari-hari sedangkan untuk menyuruh anak belajar secara teratur digunakan teknik persuasi dengan menjelaskan bahwa anak yang pintar kelak akan mempunyai lebih banyak pilihan dalam menentukan bidang pekerjaan yang akan ditekuni. Paksaan dan ancaman hukuman ternyata juga digunakan oleh orang tua tunggal yang menggunakan pola komunikasi linier seperti pengakuan O5 berikut ini :

6 65 Saya akan berusaha dengan berbagai cara supaya anak saya menuruti keinginan saya. Kalau dia harus tidur siang, bagaimanapun caranya harus tidur, kalau perlu dicubit. Kalau waktunya mandi, saya paksa dia mandi, biasanya saya hitung satu sampai tiga sambil saya bawa sulak atau sapu. Kalau sampai hitungan tiga dia belum juga mandi, sapu saya pukulkan ke dinding dan dia akan lari masuk kamar mandi. Hubungan Lingkungan dan Pola Komunikasi Penelitian ini melihat bagaimana faktor lingkungan menentukan kecenderungan penggunaan suatu jenis pola komunikasi oleh orang tua tunggal. Selanjutnya dilakukan analisis deskriptif untuk memberikan penjelasan terhadap fenomena-fenomena yang muncul di lapangan. Tabel 7. Faktor Lingkungan dan Pola Komunikasi Orang Tua Tunggal, Yogyakarta, 2006 Faktor Lingkungan Pola Komunikasi Jumlah Linier Interaksi Transaksi n % n % n % n % Keluarga Luas Interaksi rendah Interaksi sedang Interaksi tinggi Jumlah Sekolah Negeri Swasta Jumlah Teman Sebaya Interaksi rendah Interaksi sedang Interaksi tinggi Jumlah Media massa Intensitas rendah Intensitas sedang Intensitas tinggi Jumlah Tabel 7 menunjukkan bahwa orang tua tunggal berinteraksi dengan keluarga luas dalam tingkat yang berbeda tetapi sebagian besar (44 %) berinteraksi sedang. Pola komunikasi linier digunakan pada semua tingkat interaksi secara merata, pola komunikasi interaksi digunakan lebih banyak pada interaksi sedang, sementara pada interaksi tinggi lebih banyak digunakan pola komunikasi

7 66 transaksi. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Olsen (1974) di Taiwan yang menyatakan bahwa keterlibatan keluarga luas dalam pengasuhan anak mempengaruhi orang tua menggunakan pola komunikasi linier. Hasil wawancara dengan beberapa responden mengungkapkan bahwa pola komunikasi interaksi dan transaksi digunakan untuk menjaga konsistensi pola pengasuhan anak. Orang tua berdialog dengan anak mengenai perbedaan pola asuh yang terjadi di dalam keluarga mereka dan keluarga luas. Dalam hal ini, anak wajib mengikuti arahan dari orang tua sendiri dan mengabaikan arahan dari keluarga luas jika hal tersebut bertentangan dengan ketentuan dari orang tua. Pola komunikasi linier digunakan dengan tujuan supaya anak patuh dan mau mengikuti petunjuk dari orang tua setelah mengalami pola asuh dan pola komunikasi dari keluarga luas yang berbeda dengan yang digunakan oleh orang tua sendiri. Pola komunikasi interaksi lebih banyak digunakan oleh orang tua tunggal yang anaknya bersekolah di negeri. Dengan pola komunikasi ini anak tidak perlu disuruh belajar karena kepada anak ditanamkan kesadaran bahwa belajar adalah tugas seorang pelajar sehingga anak lebih bertanggungjawab dalam mengerjakan tugas-tugas dan PR (Pekerjaan Rumah) dari sekolah. Tingkat penggunaan pola komunikasi transaksi tidak berbeda jauh di kalangan orang tua tunggal yang anaknya bersekolah di negeri dan swasta. Pola komunikasi transaksi cenderung digunakan untuk menanamkan kesadaran kepada anak tentang pentingnya belajar. Temuan menarik penelitian ini adalah pola komunikasi linier hanya digunakan oleh orang tua tunggal yang anaknya bersekolah di swasta. Berdasarkan pengamatan di lapangan, hal ini terjadi karena sekolah swasta menerapkan standar prestasi akademis yang tinggi dan penerapan disiplin yang ketat bagi para siswanya. Orang tua merasa khawatir jika anaknya tidak bisa memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan oleh pihak sekolah sehingga menggunakan pola komunikasi linier untuk menyuruh anaknya giat belajar dan mematuhi peraturan sekolah. Frekuensi penggunaan pola komunikasi interaksi dan transaksi oleh orang tua tunggal nampak dominan pada interaksi sedang dan tinggi antara anak dengan teman sebaya. Semakin sering anak berinteraksi dengan teman sebaya maka orang tua harus memberi pengertian kepada anak agar tidak mengikuti sikap dan

8 67 perilaku teman yang kurang baik. Lewat dialog ditekankan bahwa setiap orang mempunyai target dan tujuan hidup yang berbeda sehingga cara bersikap dan berperilaku juga harus berbeda. Berdasarkan pemahaman anak tentang berbagai ragam karakter teman yang mungkin dijumpai mereka di dalam lingkungan pergaulannya, orang tua mengharapkan mereka bisa memilih teman yang baik. Hal ini didasari oleh pemahaman orang tua bahwa teman sebaya sangat mempengaruhi sikap dan perilaku anak. Menurut Tarmudji (2002), pengaruh buruk yang mungkin muncul sebagai hasil interaksi anak dengan teman sebaya adalah perilaku agresif. Tentu saja orang tua tidak menginginkan pengaruh buruk tersebut terjadi pada anaknya. Pada interaksi rendah dengan teman sebaya nampak hanya digunakan pola komunikasi linier. Dari wawancara terungkap bahwa anak ternyata mempunyai teman sebaya yang berperilaku kurang baik sehingga orang tua menyuruh anak membatasi pergaulannya dengan teman tersebut. Intensitas penggunaan media massa yang tinggi oleh anak ternyata menunjukkan penggunaan ketiga pola komunikasi tetapi pola komunikasi interaksi dan transaksi nampak lebih dominan. Menurut Rakhmat (2001), salah satu pengaruh media massa adalah perilaku agresif. Sehubungan dengan hal tersebut maka dalam menghadapi anak yang menggunakan media massa dalam intensitas tinggi orang tua mengantisipasinya dengan komunikasi dua arah, yaitu interaksi dan transaksi, yang dimaksudkan untuk memberikan pengertian kepada anak tentang isi pesan media massa yang bertemakan kekerasan dan meminta anak supaya tidak menirunya. Sementara itu, pola komunikasi linier digunakan untuk melarang anak menonton film kartun tertentu yang dinilai tidak mendidik. Bahkan beberapa orang tua menetapkan jenis tontonan dan jenis bacaan yang boleh ditonton dan dibaca oleh anak. Sesudah mendapatkan gambaran distribusi frekuensi penggunaan pola komunikasi berdasarkan faktor lingkungan, selanjutnya dilihat kecenderungan penggunaan pola komunikasi secara umum berdasarkan faktor lingkungan anak dengan menunjukkan rata-rata skor pola komunikasi.

9 68 Tabel 8. Faktor Lingkungan dan Kecenderungan Pola Komunikasi Faktor Lingkungan Nilai Rata-rata Skor Pola Komunikasi Kategori Pola Komunikasi Keluarga Luas Interaksi rendah 1,7 Interaksi Interaksi sedang 2,2 Interaksi Interaksi tinggi 2,3 Interaksi Sekolah Negeri 2,2 Interaksi Swasta 2,1 Interaksi Teman Sebaya Interaksi rendah 1.3 Linier Interaksi sedang 2,2 Interaksi Interaksi tinggi 2,2 Interaksi Media massa Intensitas rendah 2,4 Interaksi Intensitas sedang 1,9 Interaksi Intensitas tinggi 2,2 Interaksi Catatan : Skor 0 - < 1 = Linier, 1,5 - < 2,5 = Interaksi, = 2,5 = Transaksi Berdasarkan skor pola komunikasi pada semua faktor lingkungan maka secara umum pada semua faktor lingkungan yang dihadapi anak terlihat penggunaan pola komunikasi interaksi. Hanya pada satu orang anak yang berinteraksi rendah dengan teman sebaya ditemukan penggunaan pola komunikasi linier oleh orang tua tunggal. Dengan demikian faktor lingkungan anak menyebabkan digunakannya pola komunikasi interaksi oleh orang tua tunggal. Hal ini sejalan dengan pendapat Mulyana (1999) tentang bentuk komunikasi yang bisa digunakan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yaitu bentuk komunikasi yang bisa mencapai tingkat empati optimal. Menurut Fisher (1986), pengertian bersama yang diperoleh melalui empati adalah ciri pola komunikasi interaksi. Hubungan Karakteristik Orang Tua Tunggal dan Pola Komunikasi Sikap dan faktor personal yang ada dalam diri seseorang atau karakteristik individu menentukan pola komunikasi yang digunakan. Penelitian ini mendeskripsikan pengaruh karakteristik orang tua tunggal terhadap pola komunikasi antara orang tua tunggal dan anak. Tabel 9 menunjukkan distribusi pola komunikasi yang digunakan berdasarkan karakteristik orang tua tunggal.

10 69 Tabel 9. Karakteristik Orang Tua Tunggal dan Pola Komunikasi, Yogyakarta, 2006 Karakteristik Orang Tua Tunggal Pola Komunikasi Jumlah Linier Interaksi Transaksi n % n % n % n % A. Usia (tahun) a b c Jumlah B.Jumlah Anak (Orang) a b c d. > Jumlah C. Pendidikan a. SD b. SMP c. SMU d. D e. D g. S h. S Jumlah D. Pekerjaan a. Karyawan Swasta b. Wiraswasta c. PNS d. Buruh Jumlah E. Pendapatan (Rp) a. < 1 juta b. 1-2 juta c. > 2 juta Jumlah F. Lama Waktu Bekerja (Jam/hari) a. < b c. > Jumlah G. Lama Penggunaan Media (Jam/minggu) a b c d. > Jumlah Berlanjut

11 70 Lanjutan Karakteristik Orang Tua Tunggal Pola Komunikasi Jumlah Linier Interaksi Transaksi n % n % n % n % H. Lama Kegiatan Sosial (Jam/minggu) a. Tidak ada b c Jumlah Orang tua tunggal berusia tahun terlihat hanya menggunakan komunikasi dua arah yaitu interaksi dan transaksi sedangkan pada dua kelompok usia di bawahnya masih terlihat digunakannya pola komunikasi linier. Dari temuan ini nampak bahwa seiring dengan bertambahnya usia membuat orang tua berkomunikasi secara lebih baik dengan anak-anaknya. Hal ini didasari oleh pengalaman mereka dalam hal cara mengasuh anak, baik yang dialami sendiri maupun dari melihat atau membaca informasi dari media massa tentang pola asuh anak. Hal tersebut terungkap dari wawancara dengan O1 dan O2 yang menyatakan bahwa mereka dididik secara otoriter oleh orang tua sehingga tidak ingin melakukan hal yang sama pada anak-anak mereka sekarang, karena itu mereka cenderung menggunakan pola komunikasi transaksi di dalam berkomunikasi dengan anak. Hal menarik yang ditemukan di sini adalah orang tua tunggal dengan tiga anak atau lebih menggunakan pola komunikasi interaksi dan transaksi. Hal ini berbeda dengan pendapat Gunarsa (1991) yang menyatakan bahwa kepadatan di dalam keluarga menimbulkan kesulitan berkomunikasi sehingga pola hubungan menjadi otoriter yang berarti menunjukkan digunakannya pola komunikasi linier. Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara dengan responden penelitian ini ternyata mereka memiliki anak-anak yang sudah dewasa bahkan ada yang sudah berkeluarga sehingga perhatian lebih banyak diarahkan kepada anak bungsu, yaitu yang menjadi subjek penelitian ini sehingga bisa berkomunikasi lebih baik. Ketiga jenis pola komunikasi digunakan oleh orang tua tunggal yang berpendidikan SD dan SMU, tetapi mulai dari D1 hingga S2 hanya menggunakan komunikasi dua arah yaitu D1 sampai S1 menggunakan komunikasi interaksi

12 71 sedangkan S2 menggunakan komunikasi transaksi. Hal ini menguatkan anggapan Widjaja (1989) dalam Rahmah (2004) yang mengungkapkan bahwa ibu yang berpendidikan akan bersikap lebih baik kepada anak termasuk juga dalam berkomunikasi dengan anak yaitu cenderung menggunakan pola komunikasi dua arah. Pekerjaan dan pendapatan merupakan indikator untuk melihat kelas sosial ekonomi seseorang. Hasil penelitian Olsen (1974) menunjukkan bahwa kelas sosial ekonomi bawah cenderung menggunakan komunikasi linier sementara kelas menengah menggunakan komunikasi dua arah. Data yang disajikan pada Tabel 9 menunjukkan bahwa pola komunikasi linier digunakan oleh semua jenis pekerjaan kecuali PNS dan hanya pada orang tua tunggal berpenghasilan lebih dari dua juta rupiah tidak ditemukan penggunaan pola komunikasi linier. Frekuensi penggunaan pola komunikasi interaksi dan transaksi lebih sering ditemukan pada kelas menengah meskipun pada kelas bawah juga ditemukan penggunaan pola komunikasi ini. Dengan demikian komunikasi dua arah cenderung digunakan oleh kelas sosial ekonomi menengah tetapi penggunaan pola komunikasi linier bukan kecenderungan dari kelas bawah. Lebih dari setengah jumlah responden bekerja antara delapan sampai sepuluh jam sehari dan pada kelompok ini terlihat dominan penggunaan pola komunikasi interaksi. Dengan jam kerja yang tidak terlalu lama memungkinkan mereka mempunyai lebih banyak waktu untuk memperhatikan anak-anak mereka, termasuk juga mendengarkan cerita dan keluh kesahnya. Pola komunikasi linier dan interaksi digunakan oleh orang tua tunggal yang bekerja lebih dari sepuluh jam sehari. Fakta ini berbeda dengan hasil penelitian Kohn (1963) dalam Chilman (1988) yang menyatakan bahwa lamanya waktu bekerja menyebabkan orang tua cenderung menuntut kepatuhan anak dan memaksakan kehendak dengan pola komunikasi linier. Berdasarkan pengamatan ternyata orang tua tunggal menggunakan pola komunikasi linier jika jam kerja lama dan tidak mendapat bantuan dari keluarga luas dalam pengasuhan anak. Hal ini bisa dimaklumi karena mereka sudah sangat lelah ketika sampai di rumah sehingga dalam berkomunikasi dengan anak lebih sering menggunakan teknik instruktif, infromatif dan persuasif yang merupakan ciri komunikasi linier.

13 72 Lama penggunaan media massa oleh orang tua tunggal sangat bervariasi. Hampir sepertiga dari mereka menggunakan media massa lebih dari tujuh jam seminggu. Jumlah yang sama juga menggunakan media massa antara satu sampai tiga jam seminggu. Frekuensi penggunaan pola komunikasi interaksi terlihat dominan pada kelompok yang terakhir ini. Hal ini tidak sejalan dengan pernyataan Mulyana (1999) yang menyatakan bahwa keterampilan berkomunikasi bisa diperoleh sebagai hasil dari akses terhadap media massa. Artinya, semakin lama seseorang mengakses media massa maka akan semakin terampil dalam berkomunikasi yang ditunjukkan dengan kecenderungan menggunakan komunikasi dua arah, yaitu interaksi dan transaksi. Ternyata yang ditemukan di sini, orang tua tunggal yang menggunakan media massa antara satu atau tiga jam seminggu, yang bisa dikategorikan rendah, justru menunjukkan penggunaan pola komunikasi interaksi yang dominan. Hal ini terjadi karena sebagian besar dari mereka menyukai jenis tontonan berita dan jenis bacaan surat kabar, yang tentu saja tidak berperan dalam peningkatan ketrampilan berkomunikasi melainkan hanya sebagai sarana menambah wawasan dan pengetahuan. Kegiatan sosial menjadi sarana bagi orang tua tunggal untuk berinteraksi dengan komunitas di lingkungan sekitar maupun lingkungan profesi. Meskipun demikian lebih dari sepertiga di antara mereka tidak mengikuti kegiatan sosial. Padahal dengan mengikuti kegiatan sosial mereka bisa mendapatkan banyak teman yang siap menampung keluh kesahnya dan memberi banyak nasehat tentang pengasuhan anak. Alasan mereka tidak mengikuti kegiatan sosial adalah karena jam kerja yang panjang dan mempunyai kesibukan mengurus anak, terutama anak balita. Dari data di atas terlihat dominan penggunaan pola komunikasi interaksi, baik pada mereka yang mengikuti kegiatan sosial maupun yang tidak. Pola komunikasi linier lebih banyak digunakan oleh mereka yang tidak mengikuti kegiatan sosial sebaliknya tidak terlihat digunakan oleh mereka yang mengikuti kegiatan sosial lebih lama, yaitu 5-7 jam seminggu. Kelihatannya partisipasi orang tua tunggal dalam kegiatan sosial mendorong mereka menggunakan pola komunikasi interaksi, tetapi lamanya mengikuti kegiatan sosial tidak menentukan digunakannya pola komunikasi tertentu.

14 73 Untuk mengetahui lebih jauh bagaimana karakteristik orang tua tunggal menentukan digunakannya suatu pola komunikasi maka ditunjukkan kecenderungan pola komunikasi seperti pada Tabel 10. Tabel 10. Karakteristik Orang Tua Tunggal dan Kecenderungan Pola Komunikasi Karakteristik Individu Rata-rata Skor Pola Komunikasi Kategori Pola Komunikasi A. Usia (tahun) a ,2 Interaksi b ,1 Interaksi c ,5 Transaksi B.Jumlah anak (orang) a. 1 2,2 Interaksi b. 2 2,0 Interaksi c. 3 2,3 Interaksi d. > 3 3,0 Transaksi C. Pendidikan a. SD 2,1 Interaksi b. SMP 1,8 Interaksi c. SMU 2,2 Interaksi d. D1 1,7 Interaksi e. D3 2,4 Interaksi f. S1 2,2 Interaksi g. S2 2,9 Transaksi D. Pekerjaan a. Karyawan Swasta 2,2 Interaksi b. Wiraswasta 2,3 Interaksi c. PNS 2,2 Interaksi d. Buruh 1,7 Interaksi E. Pe ndapatan (Rp) a. < 1 juta 2,2 Interaksi b. 1-2 juta 2,1 Interaksi c. > 2 juta 2,4 Interaksi F. Lama Waktu Bekerja ( Jam/hari) a. < 8 2,2 Interaksi b ,2 Interaksi c. > 10 1,6 Interaksi G. Lama Penggunaan Media (Jam/minggu) a ,0 Interaksi b ,2 Interaksi c ,2 Interaksi d. > 7 2,3 Interaksi H.Lama Kegiatan Sosial (Jam/minggu) a. Tidak ada 2,1 Interaksi b ,2 Interaksi c ,4 Interaksi Catatan : Skor 0 - < 1 = Linier, 1,5 - < 2,5 = Interaksi, = 2,5 = Transaksi

15 74 Dari Tabel 10 terlihat bahwa karakteristik orang tua tunggal yang menentukan penggunaan pola komunikasi adalah usia, jumlah anak dan pendidikan. Pola komunikasi transaksi digunakan oleh orang tua tunggal berusia tahun, mempunyai anak lebih dari tiga orang dan berpendidikan S2. Pola komunikasi interaksi terlihat dominan berdasarkan karakteristik orang tua tunggal. Kemandirian Anak Terbentuknya kemandirian anak adalah tujuan dari pendidikan yang dilakukan oleh orang tua. Gambaran kemandirian anak dilihat berdasarkan aspek inisiatif, kemampuan memutuskan (keputusan) dan kesediaan mengerjakan sendiri (tindakan) sedangkan kategori tingkat kemandirian anak dibedakan menjadi kurang mandiri, cukup mandiri dan sangat mandiri. Tabel 11 menyajikan distribusi aspek kemandirian anak berdasarkan kategori tingkat kemandirian anak. Tabel 11. Distribusi Aspek Kemandirian Anak, Yogyakarta, 2006 Kemandirian Anak Aspek Kemandirian Inisiatif Keputusan Tindakan n % n % n % Kurang mandiri 1 4 Cukup mandiri Sangat mandiri Jumlah Tabel 11 menunjukkan bahwa sebagian besar anak sangat mandiri dalam berinisiatif dan membuat keputusan, sedangkan pada aspek tindakan terlihat anak cukup mandiri. Secara keseluruhan terlihat sebagian besar anak sangat mandiri. Hanya ditemukan satu anak yang kurang mandiri dalam aspek tindakan, namun dengan mempertimbangkan dua aspek lainnya maka secara umum anak tetap dikategorikan cukup mandiri. Fakta bahwa semua anak mandiri sesuai dengan pendapat Erikson dalam Lie dan Prasasti (2004) bahwa pada usia 6 12 tahun, atau pada usia sekolah, anak memang seharusnya sudah mandiri.

16 75 Pola Komunikasi dalam Membentuk Kemandirian Anak Hubungan pola komunikasi dan kemandirian anak diperlihatkan pada Tabel 12. Terlihat penggunaan pola komunikasi interaksi dan transaksi lebih dominan dibandingkan pola komunikasi linier. Demikian pula halnya dengan jumlah anak sangat mandiri terlihat lebih banyak dibandingkan jumlah anak cukup mandiri. Tabel 12. Pola Komunikasi dan Kemandirian Anak, Yogyakarta, 2006 Kemandirian Anak Pola Komunikasi Jumlah Linier Interaksi Transaksi n % n % n % n % Cukup mandiri Sangat mandiri Jumlah Tampak lebih banyak anak sangat mandiri pada penggunaan pola komunikasi interaksi dan transaksi, sedangkan pada penggunaan pola komunikasi linier ternyata lebih banyak anak yang cukup mandiri. Menurut Mutadin (2002), komunikasi yang bisa membentuk kemandirian anak adalah komunikasi dua arah karena kedua belah pihak, dalam hal ini orang tua tunggal dan anak, bisa saling mendengarkan pendapat satu sama lain. Demikian juga hasil penelitian Baumrind dan Bach dalam Wijaya (1986) menyatakan bahwa komunikasi dialogis mendorong tindakan-tindakan mandiri pada anak. Hasil penelitian ini menunjukkan hal yang berbeda yaitu selain pola komunikasi interaksi dan transaksi (dua arah) ternyata pola komunikasi linier (satu arah) juga bisa membentuk kemandirian anak. Kecenderungan kemandirian anak berdasarkan pola komunikasi yang digunakan orang tua tunggal diperlihatkan pada Tabel 13. Ternyata hasilnya sesuai dengan yang ditunjukkan pada Tabel 12, yaitu pola komunikasi interaksi dan transaksi menghasilkan anak yang sangat mandiri sedangkan pola komunikasi linier membuat anak cukup mandiri.

17 76 Tabel 13. Pola Komunikasi dan Kecenderungan Kemandirian Anak Pola Komunikasi Rata-rata Skor Kemandirian Anak Tingkat Kemandirian Anak Linier 2,3 Cukup mandiri Interaksi 2,5 Sangat mandiri Transaksi 2,5 Sangat mandiri Catatan : Skor 0 - < 1 = Linier, 1,5 - < 2,5 = Interaksi, = 2,5 = Transaksi Tabel 12 dan Tabel 13 menunjukkan bahwa pola komunikasi yang digunakan orang tua tunggal memberikan pengaruh yang berbeda kepada anak. Hal ini sejalan dengan pernyataan Kelman dalam Brigham (1991) bahwa pengaruh komunikasi pada orang lain adalah berupa internalisasi, identifikasi dan ketundukan. Pola komunikasi interaksi dan transaksi memberikan pengaruh berupa internalisasi yaitu anak bersedia memenuhi keinginan dan harapan orang tua karena hal tersebut dianggap sesuai untuknya. Dalam upaya membentuk kemandirian anak maka orang tua tunggal menyampaikan harapan agar anak belajar mandiri sejak kecil karena kemandirian menentukan keberhasilan seseorang. Hal ini juga terungkap dari hasil wawancara dengan O2 yang menyatakan sebagai berikut : Saya jelaskan kepada anak bahwa nanti sesudah dia dewasa dan jadi orang tua harus bisa mandiri, karena itu harus dari sekarang belajar mandiri. Walaupun ada pembantu dia tidak suka main perintah atau minta dilayani Pola komunikasi linier mempengaruhi ketundukan yaitu anak patuh kepada orang tua karena mengharapkan reaksi positif dari orang tua. Anak mengikuti kehendak atau instruksi dari orang tua karena tidak ingin dimarahi atau dihukum, seperti nampak pada kejadian yang diceritakan O3 berikut ini : Kalau anak saya nggak mau membereskan mainan sesudah bermain, sudah diingatkan berkali-kali masih begitu, ya saya beri hukuman. Sementara dia nggak boleh main dulu. Mungkin dua atau tiga hari lagi baru boleh. Ketiga jenis pola komunikasi yang digunakan oleh orang tua tunggal ternyata bisa membentuk kemandirian anak meskipun dalam tingkat yang berbeda seperti yang disajikan pada Tabel 13. Selanjutnya Tabel 14 memperlihatkan cara

18 77 membentuk kemandirian anak melalui tiga pola komunikasi tersebut yang diperoleh berdasarkan pengamatan dan wawancara. Tabel 14. Pola Komunikasi dalam Membentuk Kemandirian Anak, Yogyakarta, 2006 Pola Komunikasi Linier Interaksi Transaksi Cara Membentuk Kemandirian Anak - Menyuruh anak patuh pada orang tua. - Menyuruh anak mengerjakan sendiri apa yang bisa dilakukannya - Mengungkapkan kesulitan kepada anak. - Menumbuhkan rasa mampu pada diri anak. - - Membiarkan anak membuat keputusan sendiri untuk hal-hal yang menyangkut kepentingannya. - Melatih anak bertanggungjawab. - - Melibatkan anak dalam mengerjakan tugas-tugas di rumah. - Menanamkan kesadaran untuk mandiri. - Mengajarkan kedisiplinan. - Mencontohkan dengan tindakan. - Membiarkan anak belajar dari pengalaman. - Membiarkan anak menentukan sikap dan perilakunya. Hubungan Lingkungan dan Kemandirian Anak Faktor yang mempengaruhi kemandirian anak berasal dari dalam diri anak dan dari luar, yaitu lingkungan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi kemandirian anak menurut Hurlock (1991) antara lain adalah keluarga, sekolah, teman sebaya, dan media massa. Interaksi anak dengan anggota keluarga luas dan teman sebaya mempengaruhi perkembangan sosial dan emosional anak, termasuk dalam hal kemandirian. Sekolah mengajarkan dan menerapkan kedisiplinan agar anak bisa mandiri. Media massa berperan dalam proses sosialisasi dan penanaman nilai-nilai tertentu termasuk nilai-nilai tentang kemandirian. Tabel 15 menunjukkan faktor lingkungan dan kemandirian anak. Dari Tabel 15 terlihat bahwa anak sangat mandiri paling banyak ditemukan berinteraksi rendah dengan keluarga luas, yaitu 3 dari 4 anak. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Dhamayanti (2006) yang menyatakan bahwa faktor keluarga tidak mempengaruhi kemandirian anak. Sementara Olsen (1974) berpendapat bahwa figur otoritas dari keluarga luas berperan membentuk

19 78 kemandirian anak dengan cara mempengaruhi pola pengasuhan yang dilakukan ibu. Menurut Suyoto (1982), salah satu faktor pembentuk kemandirian anak adalah pola asuh orang tua yaitu pola asuh demokratis akan menghasilkan anak yang mandiri. Tabel 15. Faktor Lingkungan dan Kemandirian Anak, Yogyakarta, 2006 Faktor Lingkungan Kemandirian Anak Jumlah Cukup Mandiri Sangat Mandiri n % n % n % Keluarga Luas Interaksi rendah Interaksi sedang Interaksi tinggi Jumlah Sekolah Negeri Swasta Jumlah Teman Sebaya Interaksi rendah Interaksi sedang Interaksi tinggi Jumlah Media Massa Interaksi rendah Interaksi sedang Interaksi tinggi Jumlah Interaksi rendah dengan keluarga luas memungkinkan ibu selaku orang tua tunggal menerapkan pola asuhnya sendiri tanpa campur tangan pihak lain. Artinya, ibu berperan utama dalam proses pembentukan pribadi dan proses sosialisasi di dalam keluarga. Ibu juga bertanggung jawab penuh dalam menanamkan kesadaran untuk mandiri kepada anak dan melatih kemandirian anak. Disamping itu berdasarkan pengamatan nampak bahwa rendahnya interaksi dengan keluarga luas mendorong anak untuk mandiri karena mereka tidak bisa mengharapkan bantuan dari keluarga luas. Apalagi anak juga menyadari kesibukan ibu yang harus membagi perhatian antara pekerjaan dan rumahtangga. Pada interaksi tinggi dengan keluarga luas nampak bahwa keterlibatan keluarga luas dalam pengasuhan anak menghambat proses kemandirian anak sehingga anak menjadi kurang mandiri. Pada kasus ini ibu tunggal tidak bisa

20 79 menjaga konsistensi pola pengasuhan anak karena ada banyak pihak yang terlibat. Hal ini sesuai dengan pendapat Wallerstein dan Kelly dalam Cherlin (2002) dan Frankl (1972) yang menyatakan bahwa orang tua tunggal menjalankan pola pengasuhan yang kurang konsisten. Anak mengalami kebingungan dan cenderung mengikuti apa yang memberikan kesenangan atau kemudahan, misalnya menerima bantuan dan dilayani oleh anggota keluarga luas serta mengabaikan nasehat ibu untuk berusaha mandiri. Disamping itu anak juga cenderung mengikuti petunjuk dan arahan dari anggota keluarga luas karena dianggap lebih berpengalaman dari pada ibu. Suyoto (1982) menyatakan bahwa proses belajar mengajar di sekolah mempengaruhi kemandirian anak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lebih banyak anak sangat mandiri ditemukan bersekolah di negeri. Sedangkan wawancara dan pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa sekolah swasta maupun sekolah negeri tidak secara langsung mengajarkan kemandirian. Lewat pemberian tugas dan penerapan disiplin di sekolah secara tidak langsung diharapkan anak dapat menjadi mandiri. Beberapa cara penerapan kedisiplinan adalah pemberian sanksi terhadap pelanggaran aturan dan tata-tertib sekolah. Setiap sekolah memiliki cara berbeda dalam pemberian sanksi tetapi tujuannya sama yaitu agar anak bertindak ke arah yang lebih baik dan tidak mengulangi kesalahannya. Penerapan disiplin berlaku lebih ketat di sekolah swasta tetapi justru anakanak yang bersekolah di sekolah negeri rata-rata lebih mandiri dibandingkan dengan anak-anak yang bersekolah di swasta. Pada umumnya penerapan disiplin seharusnya berperan dalam membentuk kemandirian anak, tetapi tidak demikian yang terjadi. Beban pelajaran di sekolah negeri tidak sebanyak di sekolah swasta sehingga anak-anak mempunyai lebih banyak waktu untuk bermain atau bersantai. Kompetisi anak dalam meraih prestasi akademis di sekolah juga tidak seberat yang terjadi di sekolah swasta. Hal ini membuat orang tua tidak perlu terlalu banyak terlibat dalam kegiatan belajar anak di rumah. Anak tidak tergantung pada orang tua untuk menyelesaikan tugas-tugas dari sekolah.

21 80 Para orang tua yang anaknya bersekolah di swasta banyak membantu anak dalam hal-hal yang berkaitan dengan sekolah seperti menemani belajar dan mengerjakan PR karena tidak ingin anak ketinggalan pelajaran. Mereka juga menyiapkan peralatan sekolah dan seragam anak karena tidak ingin anak mendapat hukuman. Selain itu, diakui pula bahwa mahalnya biaya pendidikan di sekolah swasta mendorong mereka untuk memberikan banyak bantuan kepada anak karena tidak ingin anak gagal di sekolah. Tampaknya para orang tua tunggal kurang mempercayai kemampuan anak dalam mengatasi masalah belajar dan tatatertib sekolah sehingga anak menjadi kurang bertanggungjawab terhadap tugas dan kewajibannya sebagai pelajar, dan hal inilah yang membuat tingkat kemandirian mereka kurang dibandingkan anak-anak yang bersekolah di negeri. Interaksi anak dengan teman sebaya menunjukkan adanya perbedaan pada tingkat kemandiriannya. Pada interaksi rendah hanya ditemukan anak yang cukup mandiri, pada interaksi sedang dan tinggi ditemukan lebih banyak anak yang sangat mandiri. Hal ini menguatkan pendapat Hurlock (1991) yang menyebutkan bahwa anak belajar mandiri melalui teman sebaya. Dengan demikian, tingkat interaksi dengan teman sebaya menentukan tingkat kemandirian anak. Interaksi anak dengan teman sebaya mempengaruhi proses pembentukan kemandirian karena pada dasarnya seorang anak ingin menjadi sama dengan temannya melalui proses imitasi dan identifikasi. Salah satu pengaruh media massa menurut Rakhmat (2001) yaitu efek prososial behavioral, di mana seseorang bisa memiliki keterampilan yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain melalui media massa. Data pada Tabel 15 menunjukkan bahwa anak yang sangat mandiri hanya ditemukan pada intensitas penggunaan media massa yang tinggi. Nampaknya intensitas penggunaan media massa menentukan kemandirian anak melalui efek prososial behavioral. Media massa memang tidak secara langsung mempengaruhi perubahan perilaku tetapi diyakini adanya efek kognitif dari media massa. Dari efek kognitif inilah yang akhirnya mendorong terjadinya perubahan sikap dan perilaku. Jenis bacaan dan tontonan anak dengan tema yang beragam bisa jadi menumbuhkan kesadaran pada diri anak untuk mandiri.

22 81 Beberapa jenis tontonan dan bacaan mengajarkan nilai-nilai tertentu kepada anak seperti persahabatan dan kesetiakawanan. Media massa tidak secara langsung mengajarkan kemandirian kepada anak tetapi bisa menanamkan kesadaran untuk mandiri kepada anak lewat tema cerita dalam film maupun bacaan namun orang tua perlu membantu menjelaskannya kepada anak karena pesan yang disampaikan oleh sebuah cerita kadang-kadang sulit dipahami oleh anak. Selanjutnya untuk mengetahui faktor lingkungan yang menentukan kemandirian anak, data pada Tabel 15 dibandingkan dengan data faktor lingkungan dan kecenderungan kemandirian anak. Tabel 16 menunjukkan faktor lingkungan dan kecenderungan kemandirian anak. Tabel 16. Faktor Lingkungan dan Kecenderungan Kemandirian Anak Faktor Lingkungan Rata-rata Skor Kemandirian Anak Tingkat Kemandirian Anak Keluarga Luas Interaksi rendah 2,7 Sangat mandiri Interaksi sedang 2,4 Cukup mandiri Interaksi tinggi 2,4 Cukup mandiri Berlanjut Sekolah Negeri 2,5 Sangat mandiri Swasta 2,4 Cukup mandiri Teman Sebaya Interaksi rendah 2,2 Cukup mandiri Interaksi sedang 2,6 Sangat mandiri Interaksi tinggi 2,4 Cukup mandiri Media Massa Intensitas rendah 2,1 Cukup mandiri Intensitas sedang 2,0 Cukup mandiri Intensitas tinggi 2,5 Sangat mandiri Catatan : Skor = 2,5 = sangat mandiri, 1,5 - < 2,5 = cukup mandiri Tabel 16 memperkuat hasil yang diperoleh pada Tabel 15 karena ternyata menunjukkan hal yang sama. Hasil yang didapat dari kecenderungan kemandirian anak menunjukkan bahwa anak yang sangat mandiri ditemukan pada interaksi rendah dengan keluarga luas, bersekolah di negeri, berinteraksi sedang dengan teman sebaya dan menggunakan media massa dalam intensitas tinggi.

23 82 Hubungan Karakteristik Orang Tua Tunggal dan Kemandirian Anak Karakteristik orang tua tunggal diduga berperan dalam membentuk kemandirian anak. Data usia, jumlah anak, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, lama waktu bekerja, lama penggunaan media dan lama mengikuti kegiatan sosial mengungkapkan karakteristik orang tua tunggal dalam kaitannya dengan tingkat kemandirian anak seperti ditunjukkan pada Tabel 17. Tabel 17. Karakteristik Orang Tua Tunggal dan Kemandirian Anak, Yogyakarta 2006 Karakteristik Kemandirian Anak Jumlah Orang Tua Tunggal Cukup Mandiri Sangat Mandiri n % n % n % A. Usia (tahun) a b c Jumlah B. Jumlah Anak (orang) a b c d. > Jumlah C. Pendidikan a. SD b. SMP c. SMU d. D e. D f. S g. S Jumlah D. Pekerjaan a. Karyawan Swasta b. Wiraswasta c. PNS d. Buruh Jumlah E. Pendapatan (Rp) a. < 1 juta b. 1 2 juta c. > 2 juta Jumlah Berlanjut

24 83 Lanjutan Karakteristik Kemandirian Anak Jumlah Orang Tua Tunggal Cukup Mandiri Sangat Mandiri n % n % n % F. Lama Waktu Bekerja (Jam/hari) a. < b c. > Jumlah G. Lama Penggunaan Media (Jam/minggu) a b c d. > Jumlah H. Lama Kegiatan Sosial (Jam/ minggu) a. Tidak ada b. 2-4 c Jumlah Data pada Tabel 17 menunjukkan bahwa tingkat kemandirian anak cenderung ada hubungannya dengan usia orang tua tunggal. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Suyoto (1982) yang mengemukakan bahwa kemandirian anak berhubungan dengan usia orang tua. Penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tua usia orang tua ternyata anaknya semakin mandiri. Hal ini dapat dilihat dari jumlah anak sangat mandiri pada masing-masing kelompok usia. Pada orang tua berusia tahun ternyata semua anak sangat mandiri. Usia berkaitan dengan pengalaman orang tua dalam mendidik anak sehingga mereka tahu bagaimana cara yang tepat dalam membentuk kemandirian anak. Menurut Ahmadi (1999), jumlah anak dalam keluarga mempengaruhi perkembangan anak, yaitu anak pada keluarga besar lebih toleran yang berarti mampu mengendalikan diri. Menurut Masrun dalam Rahmah (2004), pengendalian diri merupakan salah satu aspek kemandirian dalam konteks Indonesia. Penelitian ini menunjukkan bahwa semua anak sangat mandiri pada kelompok orang tua tunggal dengan tiga anak atau lebih. Dengan semakin banyaknya anak di rumah maka tentu sulit bagi orang tua untuk memperhatikan dan memberikan bantuan kepada setiap anak sehingga dengan sendirinya anak-

25 84 anak menjadi mandiri. Hal menarik yang ditemukan di sini ternyata sebagian besar anak tunggal juga sangat mandiri. Temuan ini menunjukkan bahwa tidak benar bahwa orang tua tunggal memanjakan anaknya seperti anggapan kebanyakan orang selama ini. Seperti juga dinyatakan oleh O3 bahwa ia tidak memanjakan anak, bahkan selalu menanamkan kesadaran kepada anak tentang pentingnya mandiri sejak kecil. Berdasarkan pendapat beberapa ahli dalam Rahmah (2004), pendidikan ibu mempengaruhi sikap dan tingkah laku dalam menghadapi anak. Makin tinggi pendidikan ibu akan mendorong kemandirian anak. Pendapat tersebut berbeda dengan hasil penelitian ini, yaitu ibu tunggal berpendidikan SD justru anaknya sangat mandiri sedangkan yang berpendidikan S2 anaknya cukup mandiri. Anakanak dari ibu tunggal berpendidikan Diploma juga sangat mandiri sementara pada tingkat pendidikan SMU jumlah anak yang sangat mandiri dan cukup mandiri ternyata sama dan pada tingkat pendidikan S1 terdapat lebih banyak anak yang sangat mandiri. Mulai dari pendidikan Diploma hingga S2 tingkat kemandirian anak terlihat menurun seperti terlihat pada Tabel 18. Dilihat berdasarkan pekerjaan orang tua, ternyata sebagian besar anak sangat mandiri, terutama anak dari karyawan swasta dan buruh. Hal ini menguatkan pendapat Amal (1990) dan beberapa ahli dalam Rahmah (2004) yang menyatakan bahwa anak-anak dari ibu yang bekerja mencari nafkah justru sangat mandiri dan lebih mandiri dibandingkan dari anak-anak dari ibu yang tidak bekerja. Berdasarkan pengamatan ternyata anak lebih mandiri ketika orang tua sibuk bekerja di luar rumah karena anak tidak bisa mengharapkan bantuan dari orang tua. Hasil penelitian Prestel dan Hetzer dalam Ahmadi (1999), menyimpulkan bahwa kondisi sosial yang sangat tinggi dan sangat rendah mempunyai pengaruh terhadap perkembangan anak. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa anak dari orang tua tunggal berpenghasilan rendah (kurang dari 1 juta) dan tinggi (lebih dari 2 juta) cenderung sangat mandiri (Lihat Tabel 18). Pendapatan orang tua tunggal terlihat berperan dalam menentukan kemandirian anak Jika orang tua menghabiskan banyak waktu untuk bekerja maka frekuensi berkomunikasi orang tua dengan anak berkurang. Sedangkan anak pada usia yang

26 85 masih muda membutuhkan banyak perhatian orang tua dan membutuhkan kualitas komunikasi yang memuaskan. Keadaan ini bisa mempengaruhi perkembangan anak ke arah negatif tetapi hasil penelitian ini menunjukkan lama waktu bekerja orang tua ternyata mendorong terbentuknya kemandirian anak. Dari Tabel 17 terlihat semua anak dari orang tua tunggal yang bekerja lebih dari 10 jam sehari ternyata sangat mandiri. Hal ini makin menguatkan pernyataan Amal (1990) yang menyatakan bahwa anak-anak dari ibu yang bekerja justru sangat mandiri Semakin lama orang tua tidak bersama anak, karena bekerja, membuat anak semakin terdorong untuk mandiri karena harus berusaha mengatasi masalahnya sendiri dan mengerjakan pekerjaan sendiri. Kemandirian anak didorong oleh keadaan yang memang memaksa mereka untuk berinisiatif, berani membuat keputusan dan bisa mengerjakan sendiri suatu pekerjaan tanpa bantuan orang tua. Sedangkan pada anak yang orangtuanya bekerja kurang dari delapan jam sehari mempunyai lebih banyak kesempatan untuk mendapatkan bantuan dari orang tua. Hal ini makin menguatkan pernyataan Amal (1990) bahwa anak-anak dari ibu yang bekerja justru sangat mandiri Lamanya penggunaan media massa oleh orang tua tunggal tidak berperan dalam menumbuhkan kemandirian anak. Jumlah anak sangat mandiri ternyata sama pada intensitas penggunaan media massa rendah dan tinggi oleh orang tua tunggal. Kebanyakan responden mengaku menggunakan media massa untuk mendapatkan informasi tentang kejadian yang terjadi di sekitarnya (berita) dan juga hiburan. Oleh karena itu lamanya orang tua menggunakan media tidak memberikan tambahan pengetahuan tentang cara mendidik anak dan mengajarkan kemandirian kepada anak. Lamanya orang tua mengikuti kegiatan sosial menunjukkan lamanya interaksi dan aktivitas komunikasi antara orang tua tunggal dan orang tua lain. Kesempatan ini bisa dimanfaatkan untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman tentang cara mendidik dan mengasuh anak. Ternyata jumlah anak yang sangat mandiri ditemukan lebih banyak di kalangan orang tua tunggal yang mengikuti kegiatan sosial antara 2-4 jam seminggu. Sedangkan di kalangan orang tua tunggal yang menggunakan 5-7 jam seminggu untuk berkegiatan sosial ditemukan jumlah yang sama antara anak yang sangat mandiri dan cukup mandiri. Artinya,

27 86 tidak ditemukan lebih banyak anak yang sangat mandiri pada kelompok ini. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa anak yang sangat mandiri ditemukan di kalangan orang tua tunggal yang melakukan kegiatan sosial namun kemandirian anak tidak ada hubungannya dengan lamanya orang tua tunggal melakukan kegiatan sosial. Tabel 18 menyajikan gambaran kemandirian anak berdasarkan karakteristik orang tua tunggal Tabel 18. Karakteristik Orang Tua Tunggal dan Kecenderungan Kemandirian Anak Karakteristik Rata-rata Tingkat Orang Tua Tunggal Skor Kemandirian Kemandirian Anak A. Usia (tahun) a ,4 Cukup mandiri b ,6 Sangat mandiri c ,5 Sangat mandiri B. Jumlah Anak (orang) a. 1 2,5 Sangat mandiri b. 2 2,4 Cukup mandiri c. 3 2,7 Sangat mandiri d. > 3 2,5 Sangat mandiri C. Pendidikan a. SD 2,7 Sangat mandiri b. SMP 2,4 Cukup mandiri c. SMU 2,4 Cukup mandiri d. D1 2,8 Sangat mandiri e. D3 2,6 Sangat mandiri f. S1 2,4 Cukup mandiri g. S2 2,2 Cukup mandiri D. Pekerjaan a. Karyawan Swasta 2,5 Sangat mandiri b. Wiraswasta 2,4 Cukup mandiri c. PNS 2,4 Cukup mandiri d. Buruh 2,6 Sangat mandiri E. Pendapatan (Rp) a. < 1 juta 2,5 Sangat mandiri b. 1-2 juta 2,4 Cukup mandiri c. > 2 juta 2,6 Sangat mandiri F. Lama Waktu Bekerja (Jam/hari) a. < 8 2,2 Cukup mandiri b ,5 Sangat mandiri c. > 10 2,8 Sangat mandiri G.Lama Penggunaan Media (Jam/minggu) a ,5 Sangat mandiri b ,5 Sangat mandiri c ,3 Cukup mandiri d. > 7 2,5 Sangat mandiri Berlanjut

Pola Komunikasi Orang Tua Tunggal Dalam Membentuk Kemandirian Anak (Kasus di Kota Yogyakarta)

Pola Komunikasi Orang Tua Tunggal Dalam Membentuk Kemandirian Anak (Kasus di Kota Yogyakarta) Jurnal Komunikasi Pembangunan ISSN 1693-3699 Februari 2008, Vol. 06, No. 1 Orang Tua Tunggal Dalam Membentuk Kemandirian Anak (Kasus di Kota Yogyakarta) Y. Retnowati a), A.V.S. Hubeis b), Hadiyanto b)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada anak-anak sedini mungkin agar tidak menghambat tugas-tugas perkembangan anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada anak-anak sedini mungkin agar tidak menghambat tugas-tugas perkembangan anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemandirian merupakan salah satu aspek kepribadian manusia yang tidak dapat berdiri sendiri, artinya terkait dengan aspek kepribadian yang lain dan harus dilatihkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan orang lain. Kehidupan manusia mempunyai fase yang panjang, yang di dalamnya selalu mengalami

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN 1. Penelitian ini membuktikan bahwa keluarga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kedisiplinan anak dalam melaksanakan norma-norma sekolah, dalam hal ini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007). 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang

Lebih terperinci

POLA KOMUNIKASI ORANGTUA TUNGGAL DALAM MEMBENTUK KEMANDIRIAN ANAK (KASUS DI KOTA YOGYAKARTA)

POLA KOMUNIKASI ORANGTUA TUNGGAL DALAM MEMBENTUK KEMANDIRIAN ANAK (KASUS DI KOTA YOGYAKARTA) POLA KOMUNIKASI ORANGTUA TUNGGAL DALAM MEMBENTUK KEMANDIRIAN ANAK (KASUS DI KOTA YOGYAKARTA) Akademi Komunikasi Indonesia (AKINDO) Jl. Ketandan Wetan No. 30 Yogyakarta E-mail : yretnowati@yahoo.com Abstract

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang giatgiatnya membangun. Agar pembangunan ini berhasil dan berjalan dengan baik, maka diperlukan partisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial, individu di dalam menjalin hubungan dengan individu lain perlu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial, individu di dalam menjalin hubungan dengan individu lain perlu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia secara hakiki merupakan makhluk sosial yang membutuhkan pergaulan dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagai makhluk sosial, individu

Lebih terperinci

BAB V TERPAAN TAYANGAN JIKA AKU MENJADI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB V TERPAAN TAYANGAN JIKA AKU MENJADI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 62 BAB V TERPAAN TAYANGAN JIKA AKU MENJADI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 5.1 Terpaan Tayangan Jika Aku Menjadi Berdasarkan hasil full enumeration survey, diketahui sebanyak 113 (49,6 persen)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan keluarga utuh serta mendapatkan kasih sayang serta bimbingan dari orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. dengan keluarga utuh serta mendapatkan kasih sayang serta bimbingan dari orang tua. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan, setiap manusia memiliki dambaan untuk hidup bersama dengan keluarga utuh serta mendapatkan kasih sayang serta bimbingan dari orang tua. Perhatian

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISTIK INDIVIDU, INTERAKSI SOSIAL TEMAN SEBAYA, KREATIVITAS DAN KOMPETENSI

BAB V KARAKTERISTIK INDIVIDU, INTERAKSI SOSIAL TEMAN SEBAYA, KREATIVITAS DAN KOMPETENSI BAB V KARAKTERISTIK INDIVIDU, INTERAKSI SOSIAL TEMAN SEBAYA, KREATIVITAS DAN KOMPETENSI 5.1 Karakteristik Responden Karakteristik responden merupakan salah satu faktor yang diduga berhubungan dengan kompetensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemandirian Anak TK 2.1.1 Pengertian Menurut Padiyana (2007) kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas dorongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah bahkan sekolah dewasa ini di bangun oleh pemerintah agar anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah bahkan sekolah dewasa ini di bangun oleh pemerintah agar anak-anak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai kunci peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah hal yang perlu diperhatikan lagi di negara ini. Pendidikan juga dibuat oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini merupakan saat seseorang mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang sangat pesat dalam kehidupannya. Perkembangan dan pertumbuhan pada anak usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan terbesar yang dihadapi siswa adalah masalah yang berkaitan dengan prestasi, baik akademis maupun non akademis. Hasil diskusi kelompok terarah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap perkembangan yang harus dilewati. Perkembangan tersebut dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keterdedahan Berita Kriminal di Televisi Keterdedahan berita kriminal di televisi merupakan beragam penerimaan khalayak remaja terhadap siaran berita kriminal di televisi, meliputi

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUESIONER KEMANDIRIAN

LAMPIRAN 1 KUESIONER KEMANDIRIAN LAMPIRAN KUESIONER KEMANDIRIAN Di bawah ini terdapat beberapa pernyataan dengan berbagai kemungkinan jawaban. Saudara diminta untuk memilih salah satu dari pilihan jawaban yang tersedia sesuai dengan keadaan

Lebih terperinci

1. a. Seberapa sering kamu dan seluruh keluargamu menghabiskan waktu bersamasama? b. Apa saja yang kamu lakukan bersama dengan keluargamu?

1. a. Seberapa sering kamu dan seluruh keluargamu menghabiskan waktu bersamasama? b. Apa saja yang kamu lakukan bersama dengan keluargamu? Lampiran 1 Kerangka Wawancara Anamnesa Dimensi Cohesion Separateness/Togetherness 1. a. Seberapa sering kamu dan seluruh keluargamu menghabiskan waktu bersamasama? b. Apa saja yang kamu lakukan bersama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Fenomena remaja yang terjadi di Indonesia khususnya belakangan ini terjadi penurunan atau degredasi moral. Dalam segala aspek moral, mulai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pola Asuh Orangtua a. Pengertian Dalam Kamus Bahasa Indonesia pola memiliki arti cara kerja, sistem dan model, dan asuh memiliki arti menjaga atau merawat dan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyajian hasil penelitian ini merupakan penjelasan mengenai data hasil

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyajian hasil penelitian ini merupakan penjelasan mengenai data hasil 74 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penyajian Hasil Penelitian Penyajian hasil penelitian ini merupakan penjelasan mengenai data hasil penelitian dari angket yang telah disebarkan ke responden yaitu anggota

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. orangtua. Anak bukan hanya sekedar hadiah dari Allah SWT, anak adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. orangtua. Anak bukan hanya sekedar hadiah dari Allah SWT, anak adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu keluarga kehadiran anak adalah kebahagiaan tersendiri bagi orangtua. Anak bukan hanya sekedar hadiah dari Allah SWT, anak adalah amanah, titipan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah lakunya dengan situasi orang lain. Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan pergaulan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. Penelitian ini dimulai dengan melihat karakteristik orang tua tunggal dan

KERANGKA PEMIKIRAN. Penelitian ini dimulai dengan melihat karakteristik orang tua tunggal dan KERANGKA PEMIKIRAN Kemandirian menentukan keberhasilan dalam kehidupan seseorang. Kemandirian meliputi aspek emosi, ekonomi, intelektual dan sosial. Kemandirian anak ditandai dengan kemampuan berinisiatif

Lebih terperinci

BAB V PROFIL GENDER DAN AGEN SOSIALISASI MAHASISWA TPB TAHUN AJARAN 2007/2008. Komposisi mahasiswa TPB IPB menurut jenis kelamin disajikan pada

BAB V PROFIL GENDER DAN AGEN SOSIALISASI MAHASISWA TPB TAHUN AJARAN 2007/2008. Komposisi mahasiswa TPB IPB menurut jenis kelamin disajikan pada 68 BAB V PROFIL GENDER DAN AGEN SOSIALISASI MAHASISWA TPB TAHUN AJARAN 2007/2008 5.1 Karakteristik Individu 5.1.1 Jenis Kelamin Komposisi mahasiswa TPB IPB menurut jenis kelamin disajikan pada Tabel 7.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Formal Ibu 1. Pengertian Ibu Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada pada diri anaknya dalam hal mengasuh, membimbing dan mengawasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang besar, dan masing-masing individu itu sendiri harus memulai dan mencoba

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang besar, dan masing-masing individu itu sendiri harus memulai dan mencoba 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemandirian merupakan sifat yang sejatinya dimiliki oleh setiap individu untuk melakukan berbagai kegiatan, mulai dari kegiatan kecil sampai kegiatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara berpikir remaja mengarah pada tercapainya integrasi dalam hubungan sosial (Piaget dalam Hurlock, 1980).

Lebih terperinci

BAB III TEMUAN PENELITIAN

BAB III TEMUAN PENELITIAN BAB III TEMUAN PENELITIAN Bab ini merupakan bab yang menjabarkan temuan penelitian yang mencakup : karakteristik responden, peran significant others, konsep diri, kemampuan mereduksi konflik dalam pemutusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupannya, seorang individu akan melewati beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupannya, seorang individu akan melewati beberapa BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupannya, seorang individu akan melewati beberapa tahap perkembangan. Keseluruhan tahap perkembangan itu merupakan proses yang berkesinambungan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN PERILAKU MENONTON. Kurt Lewin dalam Azwar (1998) merumuskan suatu model perilaku yang

BAB V ANALISIS HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN PERILAKU MENONTON. Kurt Lewin dalam Azwar (1998) merumuskan suatu model perilaku yang BAB V ANALISIS HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN PERILAKU MENONTON Motivasi menonton menurut McQuail ada empat jenis, yaitu motivasi informasi, identitas pribadi, integrasi dan interaksi sosial, dan motivasi hiburan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan dan menyenangkan. Pengalaman baru yang unik serta menarik banyak sekali dilalui pada masa ini.

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Usia contoh berkisar antara 14 sampai 18 tahun dan dikategorikan ke dalam kelompok remaja awal (14 sampai 16 tahun) dan remaja akhir (17 sampai 18 tahun). Dari jenis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Siswa SMA Negeri 5 Bogor Tabel 1. Karakteristik Siswa SMA Negeri 5 Bogor Jenis kelamin - Tempat tinggal -

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Siswa SMA Negeri 5 Bogor Tabel 1. Karakteristik Siswa SMA Negeri 5 Bogor Jenis kelamin  - Tempat tinggal  - HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Siswa SMA Negeri 5 Bogor Karakteristik siswa adalah ciri-ciri yang melekat pada diri siswa, yang terdiri dari jenis kelamin, tempat tinggal, pekerjaan orang tua, pendidikan

Lebih terperinci

ASPEK PERKEMBANGAN SOSIAL

ASPEK PERKEMBANGAN SOSIAL ASPEK PERKEMBANGAN SOSIAL I. PENGERTIAN DAN PROSES SOSIALISASI Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial (Hurlock, 1990). Tuntutan sosial pada perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga

BAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga waktu tertentu.

Lebih terperinci

#### Selamat Mengerjakan ####

#### Selamat Mengerjakan #### Pekerjaan Istri = Bekerja / Tidak Bekerja Apa pekerjaan Istri Anda? = Berapa jam perhari Istri bekerja = Usia Anak =...Tahun Pembantu Rumah Tangga = Punya / Tidak Punya (Lingkari Salah Satu) Dengan hormat,

Lebih terperinci

BABI. Kehidupan modem saat ini belum memungkinkan orangtua. sepenuhnya mencurahkan perhatian kepada anak. Kebutuhan ekonomi

BABI. Kehidupan modem saat ini belum memungkinkan orangtua. sepenuhnya mencurahkan perhatian kepada anak. Kebutuhan ekonomi BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan modem saat ini belum memungkinkan orangtua sepenuhnya mencurahkan perhatian kepada anak. Kebutuhan ekonomi memaksa orangtua lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Sosialisasi Anak Prasekolah 1. Pengertian Sosialisasi Sosialisasi menurut Child (dalam Sylva dan Lunt, 1998) adalah keseluruhan proses yang menuntun seseorang, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menetap dari hasil interaksi dan pengalaman lingkungan yang melibatkan proses

BAB I PENDAHULUAN. menetap dari hasil interaksi dan pengalaman lingkungan yang melibatkan proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan kegiatan yang fundamental dalam pendidikan, dimana dalam belajar terjadi tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap

Lebih terperinci

Bagan Pengambilan Keputusan Pada Anak Bungsu Remaja Akhir

Bagan Pengambilan Keputusan Pada Anak Bungsu Remaja Akhir Bagan Pengambilan Keputusan Pada Anak Bungsu Remaja Akhir Trust vs mistrust Aspek kognitif Aspek sosial Aspek pertimbangan Autonomy vs doubt and shame Initiative vs guilt inisiatif Ciri-ciri subjek sebagai

Lebih terperinci

HASIL. Karakteristik Remaja

HASIL. Karakteristik Remaja HASIL Karakteristik Remaja Jenis Kelamin dan Usia. Menurut Monks, Knoers dan Haditono (1992) kelompok usia remaja di bagi ke dalam empat kategori, yakni usia pra remaja (10-12 tahun), remaja awal (12-15

Lebih terperinci

BAB IV HASIL ANALISIS POLA ASUH ORANG TUA BURUH TANI DALAM MEMBINA KEBERAGAMAAN ANAK DESA BUMIREJO ULUJAMI PEMALANG

BAB IV HASIL ANALISIS POLA ASUH ORANG TUA BURUH TANI DALAM MEMBINA KEBERAGAMAAN ANAK DESA BUMIREJO ULUJAMI PEMALANG BAB IV HASIL ANALISIS POLA ASUH ORANG TUA BURUH TANI DALAM MEMBINA KEBERAGAMAAN ANAK DESA BUMIREJO ULUJAMI PEMALANG Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan melalui wawancara dan observasi, mengenai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu BAB II LANDASAN TEORI A. Sibling Rivalry 1. Pengertian Sibling Rivalry Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu keluarga yang sama, teristimewa untuk memperoleh afeksi atau

Lebih terperinci

KUEISIONER No. Pada jawaban yang anda anggap paling sesuai/tepat 4. Terima kasih atas kerja samanya. (1) Islam (3) Kristen Katolik (5) Budha

KUEISIONER No. Pada jawaban yang anda anggap paling sesuai/tepat 4. Terima kasih atas kerja samanya. (1) Islam (3) Kristen Katolik (5) Budha Responden KUEISIONER No. PETUNJUK PENGISIAN 1 2 1. Bacalah dengan teliti pertanyaan-pertanyaan yang tercantum di bawah ini 2. Jawablah seluruh pertanyaan dibawah ini dengan benar 3. Beri tanda Silang (X)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian Tabel 4.1 Distribusi Responden menurut Jenis Kelamin Jenis Kelamin Frekuensi % Laki-laki/siswa 45 30,00 Perempuan/siswi 105 70,00

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya, dan terjadi pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya, dan terjadi pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak usia dini sering disebut anak prasekolah, memiliki masa peka dalam perkembangannya, dan terjadi pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap merespons

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap manusia yang didapatkan lewat sekolah. Setiap orang yang bersekolah harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. seseorang dalam hidup bermasyarakat dan sebagai prasyarat kehidupan. Pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. seseorang dalam hidup bermasyarakat dan sebagai prasyarat kehidupan. Pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunikasi adalah suatu kebutuhan yang sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat dan sebagai prasyarat kehidupan. Pada dasarnya manusia telah melakukan

Lebih terperinci

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Keadaan Sekolahan 1. Letak dan Sejarah berdirinya SDN Pulau Kupang III Sekolah Dasar Negeri Pulau Kupang III ini terletak di kelurahan Pulau Kupang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. secara purposive sampling. Dalam analisa data ini peneliti menggunakan label

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. secara purposive sampling. Dalam analisa data ini peneliti menggunakan label BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini peneliti akan menjabarkan hasil penelitian yang di peroleh dari lapangan dan juga melakukan pembahasan berdasarkan atas data yang di peroleh dari 97

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. datang, jika suatu bangsa memiliki sumber daya manusia yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. datang, jika suatu bangsa memiliki sumber daya manusia yang berkualitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun. Anak usia dini merupakan sumber daya manusia yang sangat penting dan berpotensi tinggi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang, sehingga munculah berbagai alat sebagai hasil pemanfaatan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang, sehingga munculah berbagai alat sebagai hasil pemanfaatan ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman tak lepas dari perkembangan ilmu dan teknologi di berbagai bidang, sehingga munculah berbagai alat sebagai hasil pemanfaatan ilmu pengetahuan dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1, tabel 4.2 dan tabel 4.3 sebagai berikut: Tabel 4.1 Sampel penelitian dilihat dari usia (N=134)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1, tabel 4.2 dan tabel 4.3 sebagai berikut: Tabel 4.1 Sampel penelitian dilihat dari usia (N=134) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Subyek Penelitian SMP Mardi Rahayu Ungaran terletak di jalan Diponegoro No. 741, Ungaran, Kabupaten Semarang. Subjek dalam penelitian ada 134 siswa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Gambaran Umum Lokasi Penelitian SMK Negeri contoh terletak di Jalan Raya Pajajaran, Kota Bogor. Sekolah ini berdiri dan diresmikan pada tanggal 12 Juni 1980 dengan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Saya Mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

KATA PENGANTAR. Saya Mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha L A M P I R A N Lampiran 3.1 KATA PENGANTAR Saya Mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha akan mengadakan penelitian mengenai pada siswa/i SMU yang kost di kota Bandung. Untuk itu saya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perilaku seksual pranikah kerap menjadi sorotan, khususnya di kalangan para

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perilaku seksual pranikah kerap menjadi sorotan, khususnya di kalangan para 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku seksual pranikah kerap menjadi sorotan, khususnya di kalangan para remaja. Hal ini tentu saja menimbulkan masalah karena perilaku tersebut dianggap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. berbudaya. Kegiatan belajar dilaksanakan hari Senin sampai dengan Sabtu.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. berbudaya. Kegiatan belajar dilaksanakan hari Senin sampai dengan Sabtu. 54 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran umum lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan di SDN Brajan yang terletak di Desa Brajan salah satu wilayah Kelurahan Tamantirto.

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Televisi merupakan satu media penyiaran suara dan gambar yang paling banyak digunakan di seluruh pelosok dunia. Priyowidodo (2008) menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang memiliki satu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang memiliki satu BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Identitas Responden Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang memiliki satu variabel dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak pernah dikenalkan pada aturan maka akan berperilaku tidak disiplin

BAB I PENDAHULUAN. tidak pernah dikenalkan pada aturan maka akan berperilaku tidak disiplin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedisiplinan sangat penting diterapkan dalam lembaga pendidikan dan dibutuhkan oleh setiap siswa. Keluarga merupakan salah satu panutan utama dalam penanaman

Lebih terperinci

0.01 sebaran tidak normal. Tehnik uji yang digunakan adalah uji z dari. Uji ini untuk mengetahui bentuk hubungan antara variabel bebas dengan

0.01 sebaran tidak normal. Tehnik uji yang digunakan adalah uji z dari. Uji ini untuk mengetahui bentuk hubungan antara variabel bebas dengan 90 0.01 sebaran tidak normal. Tehnik uji yang digunakan adalah uji z dari Kolmogorov-Smirnov. b) Uji Linieritas hubungan. Uji ini untuk mengetahui bentuk hubungan antara variabel bebas dengan variabel

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN

BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN 50 BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1 Faktor Internal Faktor internal dalam penelitian ini merupakan karakteristik individu yang dimiliki responden yang berbeda satu sama lain. Responden dalam penelitian

Lebih terperinci

11. Apakah fasilitas mandi yang disediakan oleh Panti memadai? a. Memadai b. Tidak memadai

11. Apakah fasilitas mandi yang disediakan oleh Panti memadai? a. Memadai b. Tidak memadai A. Karakteristik Responden 1. Nama : No. Responden : 2. Umur : Tahun 3. Jenis Kelamin : a. Laki- laki b. Perempuan 4. Agama : 5. Etnis/Suku Bangsa : 6. Status Anak Asuh : tim Piatu b. Yatim c. Piatu d.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN survei rutin yang dilakukan rutin sejak tahun 1991 oleh National Sleep

BAB I PENDAHULUAN survei rutin yang dilakukan rutin sejak tahun 1991 oleh National Sleep BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap tahun angka kejadian insomnia terus meningkat, diperkirakan sekitar 20% sampai 50% orang dewasa melaporkan adanya gangguan tidur atau insomnia, dan sekitar 17%

Lebih terperinci

2 orang tua mempunyai pengaruh lebih positif dari pada pengaruh televisi (Wong, 2000) Pada kenyataanya anak-anak meluangkan lebih banyak waktu untuk m

2 orang tua mempunyai pengaruh lebih positif dari pada pengaruh televisi (Wong, 2000) Pada kenyataanya anak-anak meluangkan lebih banyak waktu untuk m BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa anak adalah masa di Sekolah Dasar dan merupakan masa untuk mempelajari dasar-dasar pengetahuan umum dan teknik-teknik. Ini merupakan suatu masa dimana anak bisa

Lebih terperinci

PENJAJAHAN TV TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK

PENJAJAHAN TV TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK PENJAJAHAN TV TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK Oleh : Lukman Aryo Wibowo, S.Pd.I. 1 Siapa yang tidak kenal dengan televisi atau TV? Hampir semua orang kenal dengan televisi, bahkan mungkin bisa dibilang akrab

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Tentang Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Pengertian mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung pada orang lain. Mandiri adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dianggap sebagai masa labil yaitu di mana individu berusaha mencari jati dirinya dan mudah sekali menerima informasi dari luar dirinya tanpa ada pemikiran

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat

BAB V PEMBAHASAN. mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat BAB V PEMBAHASAN Menurut Ratna Megawangi, pendidikan karakter adalah sebuah usaha untuk mendidik anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG DAN MASALAH 1. Latar Belakang Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sangat tergantung pada bantuan orang-orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga lain, pengalaman dini belajar anak khususnya sikap sosial yang awal

BAB I PENDAHULUAN. keluarga lain, pengalaman dini belajar anak khususnya sikap sosial yang awal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga sebagai wahana utama dan pertama terjadinya sosialisasi pada anak. Karena anak pertama kali berinteraksi dengan ibunya serta ayahnya dan anggota keluarga lain,

Lebih terperinci

Peneliti, Win Hally Sulubere. Universitas Sumatera Utara

Peneliti, Win Hally Sulubere. Universitas Sumatera Utara Daftar Kuesioner Standar Pelayanan Kesejahteraan Sosial Bagi Lanjut Usia Oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Panti Asuhan Budi Luhur Nanggroe Aceh Darussalam Petunjuk Pengisian a. Bacalah pertanyaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 55 BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian Bab IV mendeskripsikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hasil penelitian. Baik dengan rumusan masalah penelitian, secara berurutan

Lebih terperinci

BAB V DESKRIPSI DATA KARAKTERISTIK PENDENGAR, PENGGUNAAN MEDIA RADIO, DAN KESENJANGAN KEPUASAN (GRATIFICATION DISCREPANCY)

BAB V DESKRIPSI DATA KARAKTERISTIK PENDENGAR, PENGGUNAAN MEDIA RADIO, DAN KESENJANGAN KEPUASAN (GRATIFICATION DISCREPANCY) BAB V DESKRIPSI DATA KARAKTERISTIK PENDENGAR, PENGGUNAAN MEDIA RADIO, DAN KESENJANGAN KEPUASAN (GRATIFICATION DISCREPANCY) 5.1 Karakteristik Karakteristik pendengar merupakan salah satu faktor yang diduga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dewasa ini sangat dominan, di negara-negara yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dewasa ini sangat dominan, di negara-negara yang sedang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan sumber daya manusia merupakan salah satu sasaran pembangunan jangka panjang yang mengiringi laju pertumbuhan ekonomi. Salah satu pilar dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BABI. PENDAillJLUAN. Ketika anak mulai menginjak masa awal kanak-kanak (2-6 tahun), anak

BABI. PENDAillJLUAN. Ketika anak mulai menginjak masa awal kanak-kanak (2-6 tahun), anak BABI PENDAillJLUAN 1.1. Latar Belakang Ketika anak mulai menginjak masa awal kanak-kanak (2-6 tahun), anak memerlukan perhatian dan pengawasan dari orangtua atau orang dewasa disekitarnya. Hal ini penting

Lebih terperinci

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN FAKTOR EKSTERNAL DENGAN EFEK KOMUNIKASI DALAM PEMASARAN LANTING UBI KAYU

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN FAKTOR EKSTERNAL DENGAN EFEK KOMUNIKASI DALAM PEMASARAN LANTING UBI KAYU 68 BAB VI HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN FAKTOR EKSTERNAL DENGAN EFEK KOMUNIKASI DALAM PEMASARAN LANTING UBI KAYU 6.1 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Efek Komunikasi dalam Pemasaran Lanting Ubi Kayu

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Meskipun Children s Television Act of 1990 telah membatasi program televisi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Meskipun Children s Television Act of 1990 telah membatasi program televisi BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Waktu Menonton Televisi Meskipun Children s Television Act of 1990 telah membatasi program televisi untuk anak 10.5 menit/jam dalam satu minggu dan 12 menit/jam pada akhir

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS POLA ASUH ORANG TUA DALAM PEMBELAJARAN AKHLAK AL-KARIMAH DI LINGKUNGAN KELUARGA TIDAK MAMPU DESA BULAKPELEM KEC. SRAGI KAB.

BAB IV ANALISIS POLA ASUH ORANG TUA DALAM PEMBELAJARAN AKHLAK AL-KARIMAH DI LINGKUNGAN KELUARGA TIDAK MAMPU DESA BULAKPELEM KEC. SRAGI KAB. BAB IV ANALISIS POLA ASUH ORANG TUA DALAM PEMBELAJARAN AKHLAK AL-KARIMAH DI LINGKUNGAN KELUARGA TIDAK MAMPU DESA BULAKPELEM KEC. SRAGI KAB. PEKALONGAN A. Analisis Profil Keluarga Tidak Mampu Masyarakat

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam data pemilih pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam data pemilih pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir 59 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Responden Responden dalam penelitian ini adalah para pemilih pemula yang tercatat dalam data pemilih pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir Tengah

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA ASUH ORANGTUA DENGAN DISIPLIN ANAK DI KOMPLEK MENDAWAI KOTA PALANGKA RAYA

HUBUNGAN POLA ASUH ORANGTUA DENGAN DISIPLIN ANAK DI KOMPLEK MENDAWAI KOTA PALANGKA RAYA HUBUNGAN POLA ASUH ORANGTUA DENGAN DISIPLIN ANAK DI KOMPLEK MENDAWAI KOTA PALANGKA RAYA Oleh: Elisabeth Fransisca S.S 1) dan Titis Oktaviyanti 2) Program Studi PG-PAUD FKIP Universitas Palangka Raya Kampus

Lebih terperinci

ASERTIVITAS DALAM PEMILIHAN STUDI LANJUT SISWA KELAS XII SMA DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH ORANGTUA NASKAH PUBLIKASI

ASERTIVITAS DALAM PEMILIHAN STUDI LANJUT SISWA KELAS XII SMA DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH ORANGTUA NASKAH PUBLIKASI ASERTIVITAS DALAM PEMILIHAN STUDI LANJUT SISWA KELAS XII SMA DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH ORANGTUA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian 17 METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai pengaruh pola penggunaan jejaring sosial terhadap motivasi dan alokasi waktu belajar siswa SMPN 1 Dramaga, menggunakan desain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsisten dan kehadiran orang tua untuk mendukung dan mendampingi

BAB I PENDAHULUAN. konsisten dan kehadiran orang tua untuk mendukung dan mendampingi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketika terlahir manusia berada dalam keadaan lemah. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sangat tergantung pada bantuan orang-orang disekitarnya. Kemandirian anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan

Lebih terperinci

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN Karakteristik umum responden beras organik SAE diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok yaitu berdasarkan jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, jumlah anggota keluarga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan salah satu kebutuhan manusia, sekaligus dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan salah satu kebutuhan manusia, sekaligus dasar 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan salah satu kebutuhan manusia, sekaligus dasar eksistensi suatu masyarakat yang dapat menentukan struktur suatu masyarakat dalam suatu

Lebih terperinci

Keterangan: ** berhubungan sangat nyata pada (p <0,01) * berhubungan nyata pada (p <0,05)

Keterangan: ** berhubungan sangat nyata pada (p <0,01) * berhubungan nyata pada (p <0,05) 59 BAB VIII FAKTOR-FAKTOR YA G BERHUBU GA DE GA PERSEPSI KHALAYAK TE TA G PROGRAM ACARA REALITY SHOW JIKA AKU ME JADI 8.1. Hubungan Faktor Intrinsik Khalayak dengan Persepsi Khalayak tentang Program Acara

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Pengaruh Minat Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa

BAB V PEMBAHASAN. A. Pengaruh Minat Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa 121 BAB V PEMBAHASAN A. Pengaruh Minat Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa Sesuai analisa data penelitian diperoleh bahwa minat belajar siswa mempunyai pengaruh secara parsial sebesar 0.119 atau 11.9%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Coakley (dalam Lerner dkk, 1998) kadang menimbulkan terjadinya benturan antara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Coakley (dalam Lerner dkk, 1998) kadang menimbulkan terjadinya benturan antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa terjadinya banyak perubahan. Remaja haus akan kebebasan dalam memutuskan dan menentukan pilihan hidupnya secara mandiri. Erikson (dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang sering terjadi pada masa remaja yaitu kasus pengeroyokan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang sering terjadi pada masa remaja yaitu kasus pengeroyokan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah yang sering terjadi pada masa remaja yaitu kasus pengeroyokan ataupun kasus tawuran dan keributan antara pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) yang pada akhirnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan kebutuhannya. Sekolah merupakan salah satu lembaga yang

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan kebutuhannya. Sekolah merupakan salah satu lembaga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang paling mutlak dimiliki oleh semua orang. Pendidikan akan menjadi penentu agar bangsa kita dapat berkembang secara optimal. Dengan

Lebih terperinci