BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang memiliki satu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang memiliki satu"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Identitas Responden Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang memiliki satu variabel dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Data yang diperoleh dari penelitian ini yaitu data mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya kesadaran hukum berlalu lintas pelajar SMP Se-Kecamatan Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta. Data mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya kesadaran hukum berlalu lintas pelajar SMP Se-Kecamatan Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta diperoleh melalui angket yang telah diisi oleh 86 responden dari sampel yang telah terpilih secara acak (random). Angket terdiri dari lembar identitas dan lembar pernyataan. Untuk data identitas responden dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 12: Data Identitas Responden Identitas Indikator Total Presentase a. Kendaraan 1. Sepeda Motor % 2. Mobil 0 0% b. Jenis Kelamin 1. Laki-Laki 42 (dari 44 responden laki-laki) 2. Perempuan 44 (dari 56 responden perempuan) c. Sekolah 1. SMP Swasta 56 (dari 58 responden SMP Swasta) 54,85% 45,15% 57,48% 2. SMP Negeri 30 42,52% 62

2 (dari 42 responden SMP Negeri) d. SMP 1. Kelas VII 21 34,62% Swasta (dari 21 responden kelas VII) 2. Kelas VIII 16 30,76% (dari 18 responden kelas VIII) 3. Kelas IX 19 34,62% (dari 19 responden kelas IX) e. SMP 1. Kelas VII 13 43,33% Negeri (dari 14 responden kelas VII) 2. Kelas VIII 9 30,00% (dari 14 responden kelas VIII) 3. Kelas IX 8 26,67% (dari 14 responden kelas IX) f. Umur 1. < 17 Tahun 85 98,84% Tahun 1 1,16% g. Pekerjaan 1. Buruh 43 50% Orang Tua 2. PNS 11 12,79% 3. Wiraswasta 8 9,30% 4. Pedagang 7 8,14% 5. Swasta 7 8,14% 6. Petani 5 5,81% h. Anggota Keluarga 7. TNI/POLRI 5 5,81% 1. Ayah dan Ibu 72 83,72% 2. Tanpa Ayah dan 6 6,98% Ibu 3. Tanpa Ayah 4 4,65% 4. Tanpa Ibu 4 4,65% Jika data identitas responden tersebut (lihat tabel 12), disajikan tiap identitas, dapat dilihat pada gambar berikut: 63

3 a. Kendaraan 120% 100% 80% 60% 100% 40% 20% 0% Sepeda Motor 0% Mobil Gambar 2: Kendaraan yang Sering Dikemudikan oleh Responden Berdasarkan gambar diatas, menunjukkan bahwa semua responden (86 responden) mengemudikan sepeda motor (100%) dan tidak ada responden yang mengemudikan mobil (0%). 64

4 b. Jenis Kelamin 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 54.85% 20.00% 45.15% 10.00% 0.00% Laki-Laki Perempuan Gambar 3: Rendahnya Kesadaran terhadap Berlalu Lintas ditinjau dari Jenis Kelamin Berdasarkan gambar diatas, menunjukan bahwa dari 44 responden yang berjenis kelamin laki-laki, 42 pelajar tersebut pernah membawa sepeda motor sendiri (54,85%). Sedangkan dari 56 responden yang berjenis kelamin perempuan, 44 pelajar tersebut pernah membawa sepeda motor sendiri (45,15%). Jadi, pelajar yang berjenis kelamin laki-laki mempunyai kesadaran hukum berlalu lintas yang lebih rendah daripada pelajar yang berjenis kelamin perempuan, karena pelanggaran lalu lintas lebih didominasi oleh pelajar laki-laki daripada pelajar perempuan. 65

5 c. Sekolah 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 57.48% 20.00% 42.52% 10.00% 0.00% SMP Swasta SMP Negeri Gambar 4: Rendahnya Kesadaran Hukum Berlalu Lintas Ditinjau dari Sekolah (SMP Negeri dan SMP Swasta) Berdasarkan gambar diatas, menunjukkan bahwa dari 58 responden SMP Swasta, 56 responden tersebut pernah membawa sepeda motor sendiri (57,48%). Sedangkan dari 42 responden SMP Negeri, 30 responden tersebut pernah membawa sepeda motor sendiri (42,52%). Jadi, pelajar SMP Swasta mempunyai kesadaran hukum berlalu lintas yang lebih rendah daripada pelajar SMP Negeri, karena pelanggaran lalu lintas lebih didominasi oleh pelajar SMP Swasta daripada SMP Negeri. 66

6 d. SMP Swasta 35.00% SMP SWASTA 34.00% 33.00% 32.00% 31.00% 34.62% 34.62% 30.00% 29.00% 28.00% 30.76% KELAS VII KELAS IX KELAS VIII Gambar 5: Rendahnya Kesadaran Hukum Berlalu Lintas Pelajar SMP Swasta (Kelas VII, Kelas VIII dan Kelas IX) Berdasarkan gambar diatas, menunjukkan bahwa dari 19 responden siswa kelas IX, semua responden (19 responden) pernah membawa sepeda motor sendiri (34,62%). Dari 21 responden siswa kelas VII, semua responden (21 responden) juga pernah membawa sepeda motor sendiri (34,62). Sedangkan dari 18 responden siswa kelas VIII, 16 responden pernah membawa sepeda motor sendiri (30,76%). Jadi untuk pelajar SMP Swasta, kesadaran hukum berlalu lintas pelajar kelas 9 dan pelajar kelas 7 lebih rendah dibandingkan dengan pelajar kelas 8, karena pelanggaran lalu lintas lebih didominasi oleh pelajar kelas 9 dan pelajar kelas 7 daripada pelajar kelas 8. 67

7 e. SMP Negeri 50.00% SMP NEGERI 45.00% 40.00% 35.00% 30.00% 25.00% 20.00% 43.33% 15.00% 10.00% 5.00% 30.00% 26.67% 0.00% KELAS VII KELAS VIII KELAS IX Gambar 6: Rendahnya Kesadaran Hukum Berlalu Lintas Pelajar SMP Negeri (Kelas VII, Kelas VIII, dan Kelas IX) Berdasarkan gambar diatas, menunjukkan bahwa dari 14 responden siswa kelas VII, 13 responden pernah membawa sepeda motor sendiri (43,33%). Dari 14 responden siswa kelas VIII, 9 responden juga pernah membawa sepeda motor sendiri (30,00%). Sedangkan dari 14 responden siswa kelas IX, 8 responden pernah membawa sepeda motor sendiri (26,67%). Jadi untuk SMP Negeri, kesadaran hukum berlalu lintas pelajar kelas 7 lebih rendah dibandingkan dengan pelajar kelas 8 dan pelajar kelas 9, karena pelanggaran lalu lintas lebih didominasi oleh pelajar kelas 7 daripada pelajar kelas 8 dan pelajar kelas 9. 68

8 f. Umur % % 80.00% 60.00% 98.84% 40.00% 20.00% 0.00% 1.16% <17 tahun 17 tahun Gambar 7: Rendahnya Kesadaran Hukum Berlalu Lintas Ditinjau dari Segi Umur Berdasarkan gambar diatas, menunjukkan bahwa dari 86 responden ternyata sebagian besar (85 responden) berumur kurang dari 17 tahun (8,84%) dan hanya ada 1 responden saja yang umurnya lebih dari 17 tahun (1,16%). 69

9 g. Pekerjaan Orang Tua 60% 50% 40% 30% 20% 50% 10% 0% 12.79% 9.30% 8.14% 8.14% 5.81% 5.81% Gambar 8: Rendahnya Kesadaran Hukum Berlalu Lintas Ditinjau dari Pekerjaan Orang Tua Berdasarkan gambar diatas, menunjukkan bahwa sebagian besar orang tua responden (43 orang) bekerja sebagai buruh (50%). Selain itu, ada 11 orang tua responden yang bekerja sebagai PNS (12,79%), 8 orang wiraswasta (9,30%), 7 orang pedagang (8,14%), 7 orang swasta (8,14%), 5 orang petani (5,81%), dan 5 orang TNI/POLRI (5,81%). 70

10 h. Anggota keluarga 90.00% 80.00% 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 83.72% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00% Ayah & Ibu 6.98% 4.65% 4.65% Tanpa Ayah & Ibu Tanpa Ayah Tanpa Ibu Gambar 9: Rendahnya Kesadaran Hukum Berlalu Lintas Ditinjau dari Anggota Keluarga (Bersama Siapa Mereka Tinggal di Rumah) Berdasarkan gambar diatas, menunjukkan bahwa sebagian besar responden (72 responden) tinggal di rumah dengan orang tua kandung mereka masing-masing (Ayah dan Ibu). Selain itu ada 6 responden yang tinggal di rumah tanpa ayah dan ibu (6,98%), 4 responden tinggal di rumah tanpa ayah (4,65%), dan 4 responden juga tinggal dirumah tanpa ibu (4,65%). 71

11 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Kesadaran Hukum Berlalu Lintas Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya kesadaran hukum berlalu lintas pelajar SMP Se-Kecamatan Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari faktor intern dan faktor ekstern. Data rendahnya kesadaran hukum berlalu lintas pelajar tersebut dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 13: Data Rendahnya Kesadaran Hukum Berlalu Lintas Ditinjau dari Faktor Intern dan Ekstern Faktor Sub Faktor Persentase Jumlah a. Intern Personality Individu Remaja Sendiri 55,39% 55,39% b. Ekstern Latar Belakang Keluarga 29,20% 44,61% Latar Belakang Masyarakat 15,41% Jika tabel diatas disajikan dalam bentuk diagram dapat dilihat pada gambar berikut: 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 55.39% 44.61% 0.00% Faktor Intern Faktor Ekstern Gambar 10: Rendahnya Kesadaran Hukum Berlalu Lintas Pelajar Ditinjau dari Faktor Intern dan Faktor Ekstern 72

12 Jika faktor ekstern diatas (lihat tabel 13) disajikan dalam bentuk diagram dapat dilihat pada gambar berikut: 35.00% 30.00% 25.00% 20.00% 15.00% 29.20% 10.00% 15.41% 5.00% 0.00% Latar Belakang Keluarga Latar Belakang Masyarakat Gambar 11: Rendahnya Kesadaran Hukum Berlalu Lintas Pelajar Ditinjau dari Faktor Ekstern (Latar Belakang Keluarga dan Latar Belakang Masyarakat) Jika faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya kesadaran hukum berlalu lintas pelajar SMP Se-Kecamatan Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta diatas (lihat tabel 13) dianalisis tiap faktor, dapat dilihat pada tabel berikut: 73

13 a. Faktor Intern Tabel 14: Data Rendahnya Kesadaran Hukum Berlalu Lintas Ditinjau dari Faktor Intern Faktor Indikator Swasta Negeri Total Presentas e ) Personality remaja individu sendiri Kepribadia n Lemah: karena lingkungan pembentuk psikis yang tidak tepat Ciri-ciri kepribadia n seperti: - Remaja terlalu PD - Membe rontak - Ambiv alen terhada p otoritas - Destru ktif - Impulsi f - Control batin kurang Tidak suka mentaati norma Perilaku awal ditunjukka n dengan: - Suka membo los - Merok ok pada usia awal ,63% ,86% ,23% ,70% ,50% ,12% ,71% ,38% ,94% ,49% 74

14 - Pelang garan norma sekitar Sukar ,58% didik Jumlah Persentase Personality Individu Remaja Sendiri 100% ,86% Jika tabel diatas disajikan dalam bentuk diagram dapat dilihat pada gambar berikut: 1) Personality individu remaja sendiri 25.00% 20.00% 15.00% 10.00% 19.23% 5.00% 15.38% 13.12% 10.86% 10.86% 10.63% 7.70% 0.00% 2.94% 2.71% 2.50% 2.49% 1.58% Gambar 12: Faktor Personality Individu Remaja Sendiri 75

15 b. Faktor Ekstern Tabel 15: Data Rendahnya Kesadaran Hukum Berlalu Lintas Ditinjau dari Faktor Ekstern Faktor Indikator Swasta Negeri Total Persentase 1) Latar Belakang Keluarga 2) Latar Belakang Masyarakat Keluarga broken home Situasi yang memaksa Orang tua kerja seharian Kurang perhatian hanya pemenuh an kebutuha n materi Orang tua terlalu melidung i (over protektif) Orang tua yang sangat memanja kan Pengaruh ekonomi keluarga Duplikat orang tua yang berperila ku jelek ,15% ,16% ,88% ,45% ,15% ,30% ,89% ,02% Jumlah Persentase Latar Belakang Keluarga 100% ,02% Pengaruh peer group Media massa ,01% 76

16 Kekanga ,69% n sekolah yang tidak menentu Lingkung an sosial yang tidak menentu Jumlah Persentase Latar Belakang Masyarakat 100% ,28% Jika tabel diatas disajikan dalam bentuk diagram dapat dilihat pada gambar berikut: 1) Latar belakang keluarga 25.00% 20.00% 15.00% 10.00% 21.89% 18% 15.02% 14.16% 5.00% 9.88% 8.15% 8.15% 0.00% 4.30% Gambar 13: Faktor Latar Belakang Keluarga 77

17 Faktor latar belakang keluarga yang paling tinggi pengaruhnya yaitu pengaruh ekonomi keluarga (lihat gambar 13). Pengaruh ekonomi keluarga yaitu bahwa orang tua mereka tidak dapat selalu memenuhi kebutuhan pribadi mereka sehari-hari dapat diidentifikasi dari pekerjaan orangtua mereka masing-masing. Pekerjaan orang tua tersebut dapat dilihat pada gambar berikut: TNI/POLRI 5,88% PNS 5,88% Wiraswasta 5,88% Petani 5,88% Swasta 9,80% Pedagang 11,76% Buruh 54,90% Buruh Pedagang Swasta Petani Wiraswasta TNI/POLRI PNS Gambar 14: Pengaruh Ekonomi Keluarga (Tidak Terpenuhinya Kebutuhan Sehari-hari) Jika Diidentifikasi Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua 78

18 Selain itu, faktor latar belakang keluarga yang mempunyai pengaruh cukup tinggi yaitu keluarga broken home (lihat gambar 13). Keluarga yang broken home yaitu bahwa mereka jarang sekali dapat berkomunikasi dengan orang tua mereka sehari-hari walaupun sebagian besar dari mereka tinggal bersama kedua orang tua mereka (orang tua kandung) masing-masing. Anggota keluarga yang berada di rumah mereka (bersama siapa mereka tinggal di rumah) tersebut dapat dilihat pada gambar berikut: Tanpa Ibu, 5.26% Tanpa Ayah & Ibu, 15.79% Ayah & Ibu, 78.95% Ayah & Ibu Tanpa Ibu Tanpa Ayah & Ibu Gambar 15: Keluarga Broken Home (Keluarga Jarang Berkomunikasi) Jika Diidentifikasi Berdasarkan Anggota Keluarga 79

19 2) Latar Belakang Masyarakat 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 55.28% 20.00% 26.02% 10.00% 13.01% 5.69% 0.00% Lingkungan Pengaruh peer sosial yang group tidak menentu Media massa Kekangan sekolah yang tidak menentu Gambar 16: Faktor Latar Belakang Masyarakat 80

20 B. Pembahasan 1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Kesadaran Hukum Berlalu Lintas Pelajar SMP Se-Kecamatan Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya kesadaran hukum berlalu lintas pelajar SMP Se-Kecamatan Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari faktor intern dan faktor ekstern. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa faktorn intern (55,39%) lebih mempengaruhi rendahnya kesadaran hukum berlalu lintas pelajar SMP Se- Kecamatan Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta dibandingkan dengan faktor ekstern (44,61%) (lihat gambar 10). Untuk faktor ekstern yang terdiri dari latar belakang keluarga dan latar belakang masyrakat, menunjukkan bahwa latar belakang keluarga (29,20%) lebih mempengaruhi rendahnya kesadaran hukum berlalu lintas pelajar SMP Se- Kecamatan Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta dibandingkan dengan latar belakang masyarakat 15,41%). Jika masing-masing faktor yang mempengaruhi rendahnya kesadaran hukum berlalu lintas pelajar tersebut dianalisis dari faktor yang tertinggi hingga terendah, dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Faktor Intern 1) Pesonality individu remaja sendiri Dari beberapa faktor personality individu remaja sendiri, faktor yang paling mempengaruhi rendahnya kesadaran hukum berlalu 81

21 lintas pelajar SMP Se-Kecamatan Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu ciri-ciri kepribadian khususnya sikap memberontak yang mencapai 19,23% (lihat gambar 12). Dalam hal ini sikap memberontak pelajar Bantul tersebut ditunjukkan dengan pelanggaran terhadap kelengkapan menggunakan kendaraan bermotor mengenai kewajiban untuk memiliki SIM (Surat Izin Mengemudi) yang diatur dalam Pasal 77 ayat 1 UU N0 22 Tahun 2009 yang berbunyi, Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis kendaraan bermotor yang dikemudikan. Tetapi dalam kenyataannya pelajar Bantul masih tetap saja mengemudikan sepeda motor walaupun mereka belum memiliki SIM (Surat Izin Mengemudi), karena usia mereka memang belum memenuhi persyaratan untuk mendapatkan SIM. Terlihat dari data hasil penelitian bahwa dari 85 siswa (84 siswa berusia kurang dari 17 tahun dan 1 siswa berusia 17 tahun) dari total 86 siswa yang pernah membawa sepeda motor sendiri mengaku kalau mereka mengemudikan sepeda motor tanpa SIM (Surat Izin Mengemudi). Hal ini berarti hanya ada 1 siswa yang tidak memberontak terhadap aturan, karena dia mengemudikan sepeda motor sendiri dengan disertai SIM (Surat Izin Mengemudi) dan Surat Izin Mengemudi (SIM) tersebut diperoleh dengan ujian terlebih dahulu. 82

22 Faktor kedua dari faktor personality individu remaja sendiri yang mempengaruhi rendahnya kesadaran hukum berlalu lintas pelajar SMP Se-Kecamatan Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta adalah individu itu sendiri yang memang tidak suka mentaati norma yang mencapai 15,38% (lihat gambar 12). Misalnya, walaupun ada peraturan bahwa pengemudi sepeda motor wajib menyalakan lampu utama pada siang hari (berdasarkan ketentuan Pasal 107 ayat 2UU No. 22 tahun 2009), tetapi pada kenyataannya masih ada pelajar Bantul yang melanggar aturan tata cara berlalu lintas dan berkendaraan tersebut. Dari 86 siswa yang pernah mengemudikan sepeda motor, 68 siswa mengatakan bahwa mereka tidak suka menyalakan lampu utama pada siang hari walaupun itu telah menjadi ketentuan hukum yang berlaku. Faktor ketiga dari faktor personality individu remaja sendiri yang mempengaruhi rendahnya kesadaran hukum berlalu lintas pelajar SMP Se-Kecamatan Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta adalah impulsif yang mencapai 13,12% (lihat gambar 12). Dalam hal ini, sikap impulsif pelajar Bantul tersebut ditunjukkan dengan tidak mempedulikan aturan mengenai tata cara berlalu lintas dan berkendaraan yang terdapat pada Pasal 106 ayat 4 UU No.22 Tahun 2009, dimana setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di Jalan wajib mematuhi ketentuan kecepatan maksimal atau minimal. Hal ini terbukti dari hasil penelitian terhadap 86 siswa yang 83

23 pernah mengemudikan sepeda motor, 58 siswa mengaku masih suka ngebut dijalan tanpa memikirkan resikonya, yang terpenting mereka cepat sampai tujuan. Faktor keempat dari faktor personality individu remaja sendiri yang mempengaruhi rendahnya kesadaran hukum berlalu lintas pelajar SMP Se-Kecamatan Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu faktor perilaku awal pelajar yang ditunjukkan dengan pelanggaran terhadap norma sekitar mencapai 10,86% (lihat gambar 12). Dari 86 siswa, 48 siswa mengaku bahwa mereka suka melanggar peraturan-peraturan yang ada disekitarnya seperti peraturan orang tua, peraturan masyarakat, dan peraturan sekolah. Mereka mengaku paling sering dinasehati bahkan dimarahi oleh orang tua mereka karena mereka tidak patuh dengan orang tua mereka sendiri. Mereka juga mengatakan pernah ditegur/dinasehati oleh masyarakat sekitar karena mereka pernah melakukan perbuatan yang kurang baik. Selain itu, mereka juga mengatakan pernah dinasehati bahkan dikenai sanksi oleh guru karena melanggar peraturan sekolah. Faktor kelima dari faktor personality individu remaja sendiri yang mempengaruhi rendahnya kesadaran hukum berlalu lintas pelajar SMP Se-Kecamatan Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu remaja yang terlalu PD mencapai 10,86% (lihat gambar 12). Dari 86 siswa yang suka mengemudikan sepeda motor sendiri, 48 84

24 siswa mengaku tidak suka memakai helm. Padahal helm disini berguna untuk melindungi setiap pengendara sepeda motor dari gangguan/bahaya di jalan. Namun dalam kenyataannya pelajar tersebut masih suka mengemudikan sepeda motor tanpa helm (melanggar Pasal 106 ayat 8 UU No.22 tahun 2009, dimana setiap orang yang mengemudikan sepeda motor wajib mengenakan helm yang memenuhi standar nasional indonesia). Faktor keenam dari faktor personality individu remaja sendiri yang mempengaruhi rendahnya kesadaran hukum berlalu lintas pelajar SMP Se-Kecamatan Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu faktor kepribadian yang lemah karena lingkungan pembentuk psikis yang tidak tepat yang mencapai 10,63% (lihat gambar 12). Ada aturan hukum mengenai tata cara berlalu lintas dan berkendaraan dalam Pasal 106 ayat 4 UU No.22 tahun 2009, dimana setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mematuhi ketentuan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL). Dari 86 siwa, 47 siswa mengaku bahwa mereka suka menerobos lampu merah jika tidak ada polisi yang berjaga/memantau jalannya lalu lintas. APILL sebenarnya sangat berguna agar kegiatan lalu lintas lebih tertib dan aman, namun nampaknya mereka lebih takut dengan polisi yang memantau jalannya lalu lintas karena polisi tentu dapat memberi sanksi jika ada yang melanggar dibandingkan dengan fungsi APILL sendiri. 85

25 Faktor ketujuh dari faktor personality individu remaja sendiri yang mempengaruhi rendahnya kesadaran hukum berlalu lintas pelajar SMP Se-Kecamatan Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu ambivalen terhadap otoritas yang mencapai 7,70% (lihat gambar 12). Dari 86 siswa, 34 siswa mengaku kadang-kadang suka mematuhi ketentuan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL) karena merasa lebih tertib dan aman jika mematuhinya, tetapi disisi lain siswa tersebut mengaku kalau kadang-kadang juga tidak suka mematuhi ketentuan APILL karena malas menunggu lama atau jika dalam keadaan terburu-buru sehingga mereka suka menerobos lampu merah juga. Faktor kedelapan dari faktor personality individu remaja sendiri yang mempengaruhi rendahnya kesadaran hukum berlalu lintas pelajar SMP Se-Kecamatan Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu pelajar Bantul yang masih suka membolos sekolah yang mencapai 2,94% (lihat gambar 12). Dari 86 siswa, 13 siswa mengaku masih suka membolos sekolah jika mereka sedang merasa malas dan bosan berangkat ke sekolah. Faktor kesembilan dari faktor personality individu remaja sendiri yang mempengaruhi rendahnya kesadaran hukum berlalu lintas pelajar SMP Se-Kecamatan Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu control batin kurang yang mencapai 2,71% (lihat gambar 12). Dari 86 siswa, 12 siswa mengaku pernah berurusan 86

26 dengan polisi hingga mereka marah (emosi) kepada polisi karena mereka ditilang padahal mereka pelajar, walaupun sebenarnya mereka memang terbukti bersalah (melanggar lalu lintas). Faktor kesepuluh dari faktor personality individu remaja sendiri yang mempengaruhi rendahnya kesadaran hukum berlalu lintas pelajar SMP Se-Kecamatan Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu destruktif yang mencapai 2,50% (lihat gambar 12). Ada aturan hukum bahwa setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan jalan misalnya rambu lalu lintas, marka jalan, APILL, alat penerangan jalan, dll (berdasarkan ketentuan Pasal 28 ayat 2 UU No.22 tahun 2009). Namun dalam kenyataannya, palajar Bantul masih suka bersikap destruktif. Dimana dari 86 siswa, 11 siswa mengaku pernah membuat kerusakan (misal mencoret-coret, menempel sesuatu, dll) pada alat perlengkapan jalan. Faktor kesebelas dari faktor personality individu remaja sendiri yang mempengaruhi rendahnya kesadaran hukum berlalu lintas pelajar SMP Se-Kecamatan Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu yaitu merokok pada usia awal yang mencapai 2,49% (lihat gambar 12). Dari 86 siswa SMP, 11 siswa mengaku sudah pernah merokok. Faktor terakhir dari faktor personality individu remaja sendiri yang mempengaruhi rendahnya kesadaran hukum berlalu lintas 87

27 pelajar SMP Se-Kecamatan Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu pelajar yang sukar didik yang mencapai 1,58% (lihat gambar 12). Dari 86 siswa, 7 siswa mengaku pernah melakukan pelanggaran lalu lintas dan berurusan dengan polisi (ditilang) lebih dari satu kali. b. Faktor Ekstern 1) Latar Belakang Keluarga Dari beberapa faktor latar belakang keluarga, faktor yang paling mempengaruhi rendahnya kesadaran hukum berlalu lintas pelajar SMP Se-Kecamatan Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu pengaruh ekonomi keluarga yang mencapai 21,89% (lihat gambar 13). Dari 86 siswa, 51 siswa mengaku orang tua mereka jarang mampu memenuhi kebutuhan mereka. Jika hal tersebut diidentifikasi dari pekerjaan orang tua mereka (lihat gambar 14), ternyata sebagian besar orang tua mereka itu bekerja sebagai buruh yang mencapai hingga 28 orang (mencapai 54,90%). Sedangkan yang bekerja sebagai pedagang berjumlah 6 orang (mencapai 11,76%), swasta 5 orang (mencapai 9,80%), petani 3 orang (mencapai 5,88%), wiraswasta 3 orang (mencapai 5,88%), TNI/POLRI 3 orang (mencapai 5,88%), dan PNS 3 orang (mencapai 5,88%). Faktor kedua dari faktor latar belakang keluarga yang mempengaruhi rendahnya kesadaran hukum berlalu lintas pelajar SMP Se-Kecamatan Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu kurang perhatian hanya pemenuhan kebutuhan materi yang mencapai 88

28 18,45% (lihat gambar 13). Dari 86 siswa, 43 siswa mengaku diperbolehkan membawa sepeda motor sendiri walaupun belum memiliki Surat Izin mengemudi (SIM). Seharusnya sebagai orang tua yang perhatian kepada anaknya, mereka tidak akan pernah memperbolehkan anaknya mengemudikan sepeda motor sendiri jika belum memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) karena memang mereka belum cukup usianya untuk mengemudikan sepeda motor sendiri. Faktor ketiga dari faktor latar belakang keluarga yang mempengaruhi rendahnya kesadaran hukum berlalu lintas pelajar SMP Se-Kecamatan Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu duplikat orang tua yang berperilaku jelek yang mencapai 15,02% (lihat gambar 13). Dari 86 siswa, 35 siswa mengatakan bahwa orang tua mereka kadang berperilaku yang kurang baik, misalnya masih sering membentak/memarahi mereka dengan nada yang keras dan kasar bahkan pernah menampar/memukul mereka, ada juga orang tua yang mengajari mereka berkelahi, dan yang paling sering orang tua mereka lakukan yaitu membanding-bandingkan mereka dengan teman mereka. Faktor keempat dari faktor latar belakang keluarga yang mempengaruhi rendahnya kesadaran hukum berlalu lintas pelajar SMP Se-Kecamatan Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu situasi yang memaksa yang mencapai 14,16% (lihat gambar 13). 89

29 Dari 86 siswa, 33 siswa mengatakan bahwa mereka pernah mengemudikan sepeda motor sendiri karena tidak ada yang bisa mengantar mereka berangkat sekolah, karena takut terlambat sekolah, atau situasi memaksa lainnya. Faktor kelima dari faktor latar belakang keluarga yang mempengaruhi rendahnya kesadaran hukum berlalu lintas pelajar SMP Se-Kecamatan Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu orang tua kerja seharian yang mencapai 9,88% (lihat gambar 13). Dari 86 siswa, 23 siswa mengatakan bahwa orang tua mereka sering pulang larut malam karena sibuk dengan pekerjaannya sehingga mereka jarang bisa berkomunikasi dengan orang tua mereka. Faktor keenam dari faktor latar belakang keluarga yang mempengaruhi rendahnya kesadaran hukum berlalu lintas pelajar SMP Se-Kecamatan Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu keluarga broken home yang mencapai 8,15% (lihat gambar 13). Dari 86 siswa, 19 orang mengaku jarang bisa berkomunikasi langsung dengan orang tua mereka setiap harinya walaupun sebagian dari mereka tinggal bersama dengan kedua orang tua mereka (orang tua kandung) sehingga mereka merasa tidak diperhatikan oleh orang tua mereka. Jika hal tersebut diidentifikasi dari anggota keluarga mereka (bersama siapa mereka tinggal di rumah) (lihat gambar 15), ternyata 15 siswa mengatakan mereka tinggal bersama dengan kedua orang tua mereka (orang tua kandung) di rumah (mencapai 78,95%), 90

30 sedangkan 3 siswa mengatakan mereka tinggal di rumah tanpa ayah dan ibu (mencapai 15,79%) dan 1 siswa mengatakan mereka tinggal tanpa ibu (mencapai 5,26%). Faktor ketujuh dari faktor latar belakang keluarga yang mempengaruhi rendahnya kesadaran hukum berlalu lintas pelajar SMP Se-Kecamatan Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu faktor orang tua yang terlalu melindungi (over ptotektif) yang mencapai 8,15% (lihat gambar 13). Dari 86 siswa, 19 siswa mengatakan bahwa orang tua mereka sering menyuruh mereka untuk segera pulang jika mereka sedang pergi walaupun sudah izin/pamit sebelumnya, bahkan sering melarang mereka pergi keluar rumah jika mereka ingin bermain/bergaul dengan teman atau sedang ada keperluan sehingga mereka sering merasa tidak nyaman (dikekang) oleh orang tua mereka. Faktor terakhir dari faktor latar belakang keluarga yang mempengaruhi rendahnya kesadaran hukum berlalu lintas pelajar SMP Se-Kecamatan Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu orang tua yang sangat memanjakan yang mencapai 4,30% (lihat gambar 13). Dari 86 siswa, 10 siswa mengatakan bahwa apapun yang mereka inginkan/minta sering bahkan selalu dituruti oleh orang tua mereka. 91

31 2) Latar Belakang Masyarakat Dari beberapa faktor latar belakang masyarakat, faktor yang paling mempengaruhi rendahnya kesadaran hukum berlalu lintas pelajar SMP Se-Kecamatan Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu faktor lingkungan sosial yang tidak menentu yang mencapai 55,28% (lihat gambar 16). Dari 86 siswa, 68 siswa mengatakan bahwa di sekitar sekolah mereka disediakan penitipan kendaraan bermotor karena di sekolah mereka ada larangan bagi siswanya untuk tidak membawa sepeda motor jika belum memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM). Faktor kedua dari latar belakang masyarakat yang mempengaruhi rendahnya kesadaran hukum berlalu lintas pelajar SMP Se-Kecamatan Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu pengaruh peer group yang mencapai 26,02% (lihat gambar 16). Dari 86 siswa, 32 diantaranya mengatakan bahwa mereka sering diajak teman untuk menerobos lampu merah, sering balapan motor dengan teman, dan yang paling sering mereka lakukan adalah memboncengkan teman lebih dari satu orang ketika naik sepeda motor. Padahal dalam Pasal 106 ayat 9 UU No.22 tahun 2009 ada larangan bahwa setiap orang yang mengemudikan sepeda motor tanpa kereta samping dilarang membawa penumpang lebih dari 1 (satu) orang, namun dalam kenyataannya pelajar Bantul masih suka melanggar aturan tersebut. 92

32 Faktor ketiga dari latar belakang masyarakat yang mempengaruhi rendahnya kesadaran hukum berlalu lintas pelajar SMP Se-Kecamatan Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu media massa yang mencapai 13,01% (lihat gambar 16). Dari 86 siswa, 16 siswa mengaku mereka suka terpengaruh dengan adanya tayangan di televisi misalnya saja setelah mereka melihat balapanbalapan motor di televisi, kemudian mereka suka menirunya (mempraktekannya). Faktor terakhir dari faktor latar belakang masyarakat yang mempengaruhi rendahnya kesadaran hukum berlalu lintas pelajar SMP Se-Kecamatan Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu kekangan sekolah yang tidak menentu yang mencapai 5,69% (lihat gambar 16). Dari 86 siswa, 7 diantaranya mengatakan bahwa walaupun di sekolah mereka ada larangan siswanya membawa sepeda motor jika belum memiliki SIM, tetapi jika ada kegiatan ekstrakulikuler (setelah kegiatan belajar mengajar/kbm) terkadang ada siswa yang membawa sepeda motor sendiri. Sekolah juga tidak memberikan sanksi yang tegas jika ada yang melanggar aturan tersebut, walaupun melanggarnya setelah KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) selesai. Terkadang sanksi yang diberikan juga cenderung pilih kasih (ada yag diberi sanksi/hukuman, ada yang tidak) atau tidak menentu (kadang diberi sanksi, kadang tidak). 93

33 2. Hasil Data Penunjang Berdasarkan data responden yang diperoleh, menunjukkan bahwa: a. Rendahnya kesadaran hukum berlalu lintas pelajar SMP Se-Kecamatan Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta lebih didominasi oleh pelajar lakilaki (54,85%) daripada pelajar perempuan (45,15%). Dari 44 responden yang berjenis kelamin laki-laki, 42 pelajar tersebut pernah membawa sepeda motor sendiri (54,85%). Sedangkan dari 56 responden yang berjenis kelamin perempuan, 44 pelajar tersebut pernah membawa sepeda motor sendiri (45,15%) (lihat gambar 3). Jadi, pelajar yang berjenis kelamin laki-laki mempunyai kesadaran hukum berlalu lintas yang lebih rendah daripada pelajar yang berjenis kelamin perempuan, karena pelanggaran lalu lintas lebih didominasi oleh pelajar laki-laki daripada pelajar perempuan. b. Rendahnya kesadaran hukum berlalu lintas pelajar SMP Se-Kecamatan Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta lebih didominasi oleh pelajar SMP Swasta (57,48%) daripada pelajar SMP Negeri (42,52%). Dari 58 responden SMP Swasta, 56 responden tersebut pernah membawa sepeda motor sendiri (57,48%). Sedangkan dari 42 responden SMP Negeri, 30 responden tersebut pernah membawa sepeda motor sendiri (42,52%) (lihat gambar 4). Jadi, pelajar SMP Swasta mempunyai kesadaran hukum berlalu lintas yang lebih rendah daripada pelajar SMP Negeri, karena pelanggaran lalu lintas lebih didominasi oleh pelajar SMP Swasta daripada SMP Negeri. 94

Lampiran 1. Kuesioner (Angket) Assalamu alaikumwr. Wb.

Lampiran 1. Kuesioner (Angket) Assalamu alaikumwr. Wb. 101 Lampiran 1 Kuesioner (Angket) Assalamu alaikumwr. Wb. Sehubungan dengan pengumpulan data penelitian saya yang berjudul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Kesadaran Hukum Berlalu Lintas Pelajar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMP N 2 Bantul, SMP N. Muhammadiyah Bantul, dan SMP Nasional Bantul.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMP N 2 Bantul, SMP N. Muhammadiyah Bantul, dan SMP Nasional Bantul. BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP N 2 Bantul, SMP N Muhammadiyah Bantul, dan SMP Nasional Bantul. 2. Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

KUESIONER. Identitas Responden

KUESIONER. Identitas Responden KUESIONER Saya, Benny Ferdiansyah. Saya sedang mengadakan penelitian yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S1) Ilmu Komunikasi, dengan judul penelitian : Sejauhmana Tingkat

Lebih terperinci

Perpustakaan Unika SKALA DISIPLIN

Perpustakaan Unika SKALA DISIPLIN SKALA DISIPLIN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Bila melanggar rambu-rambu lalu lintas, saya siap ditindak. Saya akan memaki-maki pengendara lain jika tiba-tiba memotong jalan saya. Menurut saya penggunaan lampu

Lebih terperinci

Mengenal Undang Undang Lalu Lintas

Mengenal Undang Undang Lalu Lintas Mengenal Undang Undang Lalu Lintas JAKARTA, Telusurnews Sejak Januari 2010 Undang Undang Lalu Lintas Nomor 22 Tahun 2009 sudah efektif diberlakukan, menggantikan Undang Undang Nomor 14 Tahun 1992. Namun

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Modal Dasar Yang Harus Dimiliki Oleh Pengendara. a. Indera : Sesuatu yang membuat pengemudi waspada dalam mengemudi,

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Modal Dasar Yang Harus Dimiliki Oleh Pengendara. a. Indera : Sesuatu yang membuat pengemudi waspada dalam mengemudi, BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Modal Dasar Yang Harus Dimiliki Oleh Pengendara Menurut Khisty dan Lall (2005) pengemudi yang baik tidak harus memiliki keahlian khusus. Uji fisik dan psikologis dapat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Disiplin merupakan kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dan serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan,

Lebih terperinci

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

VI. KESIMPULAN DAN SARAN VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti tentang respon orang tua terhadap anak di bawah umur yang menggunakan kendaraan bermotor di Desa Hajimena Kecamatan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA KESADARAN HUKUM BERLALU LINTAS PELAJAR SMP SE- KECAMATAN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SKRIPSI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA KESADARAN HUKUM BERLALU LINTAS PELAJAR SMP SE- KECAMATAN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA KESADARAN HUKUM BERLALU LINTAS PELAJAR SMP SE- KECAMATAN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan ini adalah : 1. Variabel-variabel bebas yang memiliki hubungan signifikan dengan variabel terikat perilaku safety

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian tentang kesadaran hukum siswa dalam berlalu

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian tentang kesadaran hukum siswa dalam berlalu 120 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang kesadaran hukum siswa dalam berlalu lintas yang dilakukan di SMA Negeri I Cipatat maka penulis dapat mengambil kesimpulan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan 4 Sekolah Menengah Pertama di Kota Yogyakarta. dengan Kampus, sekolah, dan rumah sakit.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan 4 Sekolah Menengah Pertama di Kota Yogyakarta. dengan Kampus, sekolah, dan rumah sakit. 47 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah Kota Yogyakarta dengan menggunakan 4 Sekolah Menengah Pertama di Kota Yogyakarta dimana SMP

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lalu lintas, dan lain sebagainya (Soekanto, 2007: 101). undang-undang yang berlaku secara sah, sedangkan pelaksananya adalah

I. PENDAHULUAN. lalu lintas, dan lain sebagainya (Soekanto, 2007: 101). undang-undang yang berlaku secara sah, sedangkan pelaksananya adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Setiap individu mengalami perubahan melalui serangkaian tahap perkembangan. Pelajar dalam hal ini masuk dalam tahap perkembangan remaja.

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Labuan Bajo Manggarai Barat NTT, maka dapat disimpulkan: 1) Berdasarkan kelengkapan pengendara kendaraan sepeda motor di

BAB VI PENUTUP. Labuan Bajo Manggarai Barat NTT, maka dapat disimpulkan: 1) Berdasarkan kelengkapan pengendara kendaraan sepeda motor di BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui perilaku pengguna kendaraan sepeda motor dengan studi kajian wilayah kota Labuan Bajo Manggarai Barat NTT,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan mencerminkan kehendak rambu-rambu hukum yang berlaku bagi semua subyek

I. PENDAHULUAN. dan mencerminkan kehendak rambu-rambu hukum yang berlaku bagi semua subyek I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepatuhan hukum masyarakat merupakan salah satu bagian dari budaya hukum, dalam budaya hukum dapat dilihat dari tradisi perilaku masyarakat kesehariannya yang sejalan

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian sebagai berikut: 1. Pemahaman resiko kecelakaan yang dimiliki oleh masyarakat Yogyakarta sebanyak 55%

Lebih terperinci

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II Ada banyak hal yang termasuk kategori pelanggaran lalu lintas yang diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009. Dan sudah seharusnya masyarakat mengetahui jenis

Lebih terperinci

terbanyak keempat didunia, menurut Akbar (2015), jumlah penduduk mencapai

terbanyak keempat didunia, menurut Akbar (2015), jumlah penduduk mencapai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia salah satu negara berkembang yang memiliki populasi penduduk terbanyak keempat didunia, menurut Akbar (2015), jumlah penduduk mencapai 254,9 juta jiwa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kepentingan yang segara diselesaikan oleh individu, sehingga seseorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kepentingan yang segara diselesaikan oleh individu, sehingga seseorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada kehidupan sehari-hari transportasi merupakan sarana utama yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk dapat mencapai tempat tujuannya. Banyak kepentingan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemantapan integrasi nasional guna memperkukuh ketahanan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. pemantapan integrasi nasional guna memperkukuh ketahanan nasional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri atas beribu pulau, terletak memanjang di garis khatulistiwa, serta di antara dua benua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lebih lambat dari pertumbuhan lalu lintas menyebabkan tingginya angka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lebih lambat dari pertumbuhan lalu lintas menyebabkan tingginya angka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tingginya kepadatan lalu lintas yang disebabkan mudahnya kepemilikan kendaraan bermotor serta perkembangan sarana dan prasarana lalu lintas yang lebih lambat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian tiap hari di seluruh dunia. Berdasarkan laporan POLRI, angka

BAB I PENDAHULUAN. kematian tiap hari di seluruh dunia. Berdasarkan laporan POLRI, angka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah kendaraan di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Terutama kendaraan sepeda motor juga mengalami peningkatan. Jumlah kendaraan sepada motor pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Telepon genggam atau yang lebih dikenal dengan handphone (HP) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Telepon genggam atau yang lebih dikenal dengan handphone (HP) merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Telepon genggam atau yang lebih dikenal dengan handphone (HP) merupakan alat komunikasi jaman moderen yang sangat praktis karena dapat dibawa kemanamana. Kecanggihan

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Orang menyeberang jalan lewat zebra cross.

Gambar 2.1 Orang menyeberang jalan lewat zebra cross. PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TINGKAT PUSAT KELAS YUPITER SEKOLAH DASAR TETUM BUNAYA 1 HOTEL Gambar 2.1 Orang menyeberang jalan lewat zebra cross. Pada bab sebelumnya, kalian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan yang selalu dihadapi kota-kota besar seperti Jakarta maupun Bandung adalah masalah lalu lintas. Hal tersebut terbukti dengan angka kemacetan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Lalu lintas dan angkutan jalan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Lalu lintas dan angkutan jalan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009

BAB III LANDASAN TEORI. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Penggunaan dan Perlengkapan Jalan Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada pasal 21 ayat 1 disebutkan setiap jalan memiliki batas kecepatan paling tinggi yang ditetapkan secara

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai Pengendalian Sosial Pada Pelanggaran Lalu Lintas Sepeda Motor Oleh Pelajar SMA di Kota Tasikmalaya, maka diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu melakukan perubahan dalam kehidupannya, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu melakukan perubahan dalam kehidupannya, hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selalu melakukan perubahan dalam kehidupannya, hal ini terlihat dari banyaknya perubahan yang terjadi, terutama dalam bidang teknologi transportasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di sekitar jalan raya, sehingga undang-undang ini memiliki fungsi hukum sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di sekitar jalan raya, sehingga undang-undang ini memiliki fungsi hukum sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah membuat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bertujuan untuk meningkatkan keselamatan pengguna jalan, baik pengendara

Lebih terperinci

PERILAKU PENGGUNA SEPEDA MOTOR DALAM MENGUTAMAKAN KESELAMATAN BERLALU LINTAS

PERILAKU PENGGUNA SEPEDA MOTOR DALAM MENGUTAMAKAN KESELAMATAN BERLALU LINTAS PERILAKU PENGGUNA SEPEDA MOTOR DALAM MENGUTAMAKAN KESELAMATAN BERLALU LINTAS (Studi Kasus: Kecamatan Samigaluh, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta) Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (On-line), (29 Oktober 2016). 2

BAB I PENDAHULUAN. (On-line),  (29 Oktober 2016). 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengaruh era globalisasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara di masa kini tidak dapat terelakkan dan sudah dirasakan akibatnya, hampir di semua negara,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK SATLANTAS POLRESTABES Bandung sebagai pihak berwajib selaku pelaksana penegakan hukum di Negara Indonesia berwenang menerbitkan SIM-C kepada pemohon SIM-C dan sebagai pihak yang melakukan pengawasan

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 273 (1) Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Tata cara berlalu lintas dijelaskan pada Undang-Undang Republik

BAB III LANDASAN TEORI. Tata cara berlalu lintas dijelaskan pada Undang-Undang Republik BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Tata Cara Berlalu Lintas Tata cara berlalu lintas dijelaskan pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada, 1. Pasal 105

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

UPAYA MENEKAN TINGGINYA ANGKA KECELAKAAN LALU LINTAS MELALUI SOSIALISASI UU NO

UPAYA MENEKAN TINGGINYA ANGKA KECELAKAAN LALU LINTAS MELALUI SOSIALISASI UU NO UPAYA MENEKAN TINGGINYA ANGKA KECELAKAAN LALU LINTAS MELALUI SOSIALISASI UU NO. 22 TAHUN 2009 BAGI WARGA DESA TAMPINGAN KECAMATAN BOJA KABUPATEN KENDAL Anis Widyawati Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. tidur hingga kembali tidur. Menurut Harold Lasswell, lalu lintas dimana polisi lalu lintas bertindak sebagai komunikator

1. PENDAHULUAN. tidur hingga kembali tidur. Menurut Harold Lasswell, lalu lintas dimana polisi lalu lintas bertindak sebagai komunikator 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tidak pernah lepas dihadapkan dengan proses komunikasi. Mulai dari manusia bangun tidur hingga kembali tidur. Menurut Harold Lasswell, komunikasi adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjatuhkan sanksi. Sanksi hanya dijatuhkan pada warga yang benar-benar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjatuhkan sanksi. Sanksi hanya dijatuhkan pada warga yang benar-benar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesadaran hukum adalah kesadaran diri sendiri tanpa tekanan, paksaan, atau perintah dari luar untuk tunduk pada hukum yang berlaku. Dengan berjalannya kesadaran

Lebih terperinci

STUDI TENTANG KESADARAN HUKUM SISWA DALAM BERLALU LINTAS:

STUDI TENTANG KESADARAN HUKUM SISWA DALAM BERLALU LINTAS: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini permasalahan jumlah penduduk merupakan permasalahan yang memiliki dampak terhadap seluruh seluruh aspek kehidupan, salah satunya adalah permasalahan lalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Saat ini manusia dituntut untuk bisa berpindah-pindah tempat dalam waktu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Saat ini manusia dituntut untuk bisa berpindah-pindah tempat dalam waktu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini manusia dituntut untuk bisa berpindah-pindah tempat dalam waktu yang cepat. Banyaknya kebutuhan dan aktivitas menjadi dasar perilaku berpindah tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hampir terjadi diberbagai daerah terutama di kota-kota besar. Kondisi semacam

BAB I PENDAHULUAN. hampir terjadi diberbagai daerah terutama di kota-kota besar. Kondisi semacam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini permasalahan jumlah penduduk merupakan permasalahan yang memiliki dampak terhadap seluruh aspek kehidupan, salah satunya adalah permasalahan lalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak ada di Indonesia adalah sepeda motor. Di negara indonesia angka kepemilikan

BAB I PENDAHULUAN. banyak ada di Indonesia adalah sepeda motor. Di negara indonesia angka kepemilikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Di era globalisasi yang serba modern saat ini salah satu produk modern yang banyak ada di Indonesia adalah sepeda motor. Di negara indonesia angka kepemilikan sepeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Citra suatu negara ditunjukkan oleh citra sistem lalu lintas di negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Citra suatu negara ditunjukkan oleh citra sistem lalu lintas di negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Citra suatu negara ditunjukkan oleh citra sistem lalu lintas di negara tersebut. Apabila lalu lintas berjalan tertib berarti kesadaran hukum dan kedisiplinan diterapkan

Lebih terperinci

TINGKAT KEPATUHAN PENGGUNA JALAN DALAM MEMATUHI PERATURAN DI KAWASAN TERTIB LALU LINTAS PROPOSAL

TINGKAT KEPATUHAN PENGGUNA JALAN DALAM MEMATUHI PERATURAN DI KAWASAN TERTIB LALU LINTAS PROPOSAL TINGKAT KEPATUHAN PENGGUNA JALAN DALAM MEMATUHI PERATURAN DI KAWASAN TERTIB LALU LINTAS (Studi Kasus Pemgendara Roda Dua di Surabaya Selatan) PROPOSAL DISUSUN OLEH : BELLA TYAS PRATI DINA 0741010039 YAYASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aman dalam berkendara, bukanlah sebuah slogan sebuah instansi

BAB I PENDAHULUAN. Aman dalam berkendara, bukanlah sebuah slogan sebuah instansi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aman dalam berkendara, bukanlah sebuah slogan sebuah instansi pemerintah atau iklan dari merek kendaraan ternama. Aman dalam berkendara, adalah sebuah kalimat yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bahwa : Tidak ada satupun lembaga kemasyarakatan yang lebih efektif di dalam. secara fisik tetapi juga berpengaruh secara psikologis.

I. PENDAHULUAN. bahwa : Tidak ada satupun lembaga kemasyarakatan yang lebih efektif di dalam. secara fisik tetapi juga berpengaruh secara psikologis. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan bagian masyarakat yang fundamental bagi kehidupan pembentukan kepribadian anak. Hal ini diungkapkan Syarief Muhidin (1981:52) yang mengemukakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang hampir semua aspek di

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang hampir semua aspek di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara hukum yang hampir semua aspek di dalamnya diatur oleh hukum. Tujuan dibuatnya hukum ini adalah untuk menciptakan suatu masyarakat yang

Lebih terperinci

Detail denda lalu lintas berserta pasal ( tilang ),

Detail denda lalu lintas berserta pasal ( tilang ), Detail denda lalu lintas berserta pasal ( tilang ), UULLAJ No 22 Thn 2009 16-05-2010 01:30:47 1. Setiap Orang Mengakibatkan gangguan pada : fungsi rambu lalu lintas, Marka Jalan, Alat pemberi isyarat lalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk melayani pergerakan manusia dan barang secara aman, nyaman,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk melayani pergerakan manusia dan barang secara aman, nyaman, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jalan raya merupakan prasarana transportasi yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan sosial dan ekonomi masyarakat untuk melayani pergerakan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk keperluan tertentu dengan mempergunakan alat tertentu pula.

BAB I PENDAHULUAN. untuk keperluan tertentu dengan mempergunakan alat tertentu pula. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada kehidupan masyarakat saat ini, transportasi merupakan salah satu hal yang sangat penting. Menurut Miro (2012:1) Transportasi secara umum dapat diartikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keadaan di dalam masyarakat yang harmonis akan terpelihara dengan baik jika tercipta

I. PENDAHULUAN. Keadaan di dalam masyarakat yang harmonis akan terpelihara dengan baik jika tercipta I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keadaan di dalam masyarakat yang harmonis akan terpelihara dengan baik jika tercipta suatu keamanan dan suatu kerukunan, yang mana tiap-tiap individu di dalam suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keberhasilan pembangunan yang dilakukan pemerintah memberikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keberhasilan pembangunan yang dilakukan pemerintah memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pembangunan yang dilakukan pemerintah memberikan dampak luas terhadap berbagai segi kehidupan, khususnya bagi lalu lintas dan angkutan jalan. Seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aas Assa adatul Muthi ah, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aas Assa adatul Muthi ah, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan kewarganegaraan (PKn) merupakan salah satu mata pelajaran yang bertujuan untuk membentuk warga negara yang baik sehingga menciptakan negara yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Transportasi Menurut Nasution (1996) transportasi diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Dalam hubungan ini terlihat tiga

Lebih terperinci

Masyarakat Transparansi Indonesia Kajian Page 1 of 6

Masyarakat Transparansi Indonesia Kajian Page 1 of 6 Masyarakat Transparansi Indonesia Kajian Page 1 of 6 TABEL PELANGGARAN LALU LINTAS YANG DITINDAK DENGAN TILANG SESUAI UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 BESERTA PERATURAN PELAKSANAANNYA UNTUK DKI JAKARTA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penduduk kota Bandar Lampung yang semakin padat dan pertambahan jumlah

I. PENDAHULUAN. penduduk kota Bandar Lampung yang semakin padat dan pertambahan jumlah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan masyarakat saat ini maka kebutuhan sarana dan prasarana yang terkait dengan transportasi guna mendukung produktivitas di berbagai bidang yang

Lebih terperinci

PENGARUH LAYANAN INFORMASI TATA TERTIB LALU LINTAS TERHADAP SIKAP BERLALULINTAS SISWA KELAS XII IPS (Studi di SMA Negeri 1 Palu )

PENGARUH LAYANAN INFORMASI TATA TERTIB LALU LINTAS TERHADAP SIKAP BERLALULINTAS SISWA KELAS XII IPS (Studi di SMA Negeri 1 Palu ) PENGARUH LAYANAN INFORMASI TATA TERTIB LALU LINTAS TERHADAP SIKAP BERLALULINTAS SISWA KELAS XII IPS (Studi di SMA Negeri 1 Palu ) Fitria 1 Muh. Mansyur Thalib Ridwan Syahran ABSTRAK Kata Kunci : Tata tertib

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperoleh dengan mudah. Hal ini berpengaruh terhadap pergeseran kebutuhan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. diperoleh dengan mudah. Hal ini berpengaruh terhadap pergeseran kebutuhan manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk yang sangat cepat berpengaruh pada perkembangan ilmu dan teknologi (IPTEK). Kemajuan zaman dalam bidang IPTEK tersebut memberikan fasilitas yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Menurut

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Menurut BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Menurut Yatim Riyanto (1996, 28-40), penelitian eksperimen merupakan penelitian yang sistematis,

Lebih terperinci

Skripsi. Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan. Pendidikan Strata 1. Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Skripsi. Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan. Pendidikan Strata 1. Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 1 Hubungan Terpaan Sosialisasi Tertib Lalu Lintas Kementerian Perhubungan di Televisi dan Interaksi Peer Group dengan Perilaku Tertib Berlalu Lintas Pelajar dan Mahasiswa Semarang Skripsi Disusun untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk berpindah atau bergerak tersebut akan semakin intensif. Hal ini tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. untuk berpindah atau bergerak tersebut akan semakin intensif. Hal ini tidak dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi di kota akan terus berkembang jika pertumbuhan penduduk serta kebutuhannya untuk bergerak atau berpindah dari suatu tempat ke tempat lainnya semakin meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini tingkat kecelakaan lalu lintas yang diakibatkan oleh kelalaian

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini tingkat kecelakaan lalu lintas yang diakibatkan oleh kelalaian BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Akhir-akhir ini tingkat kecelakaan lalu lintas yang diakibatkan oleh kelalaian manusia semakin banyak. Selain itu tingkat kesadaran yang rendah serta mudahnya untuk

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang

BAB I. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (2000), menyatakan bahwa risiko kematian tertinggi akibat lintas berada di wilayah Afrika, sebanyak 24,1 per 100.000 penduduk, sedangkan risiko

Lebih terperinci

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA Nomor : B-373/E/Epl/8/1993 Sifat : - Lampiran : 1 (satu) expl Perihal : Penyelesaian tindak pidana sebagaimana diatur dalam UU No. 14/1992 dan Konsep Tabel Jenis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bagan Alir Penelitian Metodologi penelitian berisi diagram alir yang merupakan tahapan-tahapan dalam melakukan penelitian, lihat gambar 3.1.a. Tahapan-tahapan yang ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara lain sepeda, sepeda motor, becak, mobil dan lain-lain. Dari banyak

BAB I PENDAHULUAN. antara lain sepeda, sepeda motor, becak, mobil dan lain-lain. Dari banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi sudah menjadi kebutuhan utama bagi manusia untuk menunjang aktivitasnya. Adanya transportasi menjadi suatu alat yang dapat mempermudah kegiatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lalu lintas jalan merupakan sarana masyarakat yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Lalu lintas jalan merupakan sarana masyarakat yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lalu lintas jalan merupakan sarana masyarakat yang memegang peranan penting dalam memperlancar pembangunan yang pemerintah laksanakan, karena merupakan sarana untuk masyarakat

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN KUESIONER PENELITIAN A. KARAKTERISTIK RESPONDEN A1. A2. A3. A4. A5. PETUNJUK PENGISIAN : BERILAH TANDA SILANG (X) JAWABAN YANG SESUAI DENGAN PILIHAN ANDA PADA PERTANYAAN YANG MENYEDIAKAN BEBERAPA PILIHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang menjadi generasi muda yang lebih baik dan berguna bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang menjadi generasi muda yang lebih baik dan berguna bagi kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak - anak merupakan generasi penerus bangsa yang harus tumbuh dan berkembang menjadi generasi muda yang lebih baik dan berguna bagi kehidupan manusia, karena sabaik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurut data statistik dari OICA (Organisation Internationale des Constructeurs

BAB I PENDAHULUAN. menurut data statistik dari OICA (Organisation Internationale des Constructeurs BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan alat transportasi di Indonesia khususnya kendaraan pribadi menurut data statistik dari OICA (Organisation Internationale des Constructeurs d Automobiles)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. lintas merupakan hal yang tidak asing lagi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. lintas merupakan hal yang tidak asing lagi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kecelakaan lalu lintas merupakan hal yang tidak asing lagi. Kecelakaan lalu lintas jalan raya merupakan permasalahan yang semakin lama menjadi semakin majemuk dan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pifih Setiawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pifih Setiawati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sudah menjadi rahasia umum apabila perkembangan lalu lintas pada saat ini begitu pesat hal ini beriringan pula dengan perkembangan jumlah penduduk yang semakin

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB MARAKNYA PENGENDARA MOTOR DI BAWAH UMUR DI DESA RANCAMANYAR KECAMATAN BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB MARAKNYA PENGENDARA MOTOR DI BAWAH UMUR DI DESA RANCAMANYAR KECAMATAN BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG 381 FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB MARAKNYA PENGENDARA MOTOR DI BAWAH UMUR DI DESA RANCAMANYAR KECAMATAN BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG Dewi Asri Nurlia, Siti Komariah, Bagja Waluya Universitas Pendidikan Indonesia

Lebih terperinci

INSTRUMEN PENELITIAN PROFIL PROAKTIVITAS PESERTA DIDIK SMP PETUNJUK PENGISIAN

INSTRUMEN PENELITIAN PROFIL PROAKTIVITAS PESERTA DIDIK SMP PETUNJUK PENGISIAN INSTRUMEN PENELITIAN PROFIL PROAKTIVITAS PESERTA DIDIK SMP Identitas Diri Nama : Tanggal : Jenis Kelamin : L / P Kelas : PETUNJUK PENGISIAN Assalamu alaikum Wr.Wb. Angket ini bukan suatu tes, tidak ada

Lebih terperinci

B. Pedoman Wawancara diajukan kepada : 1. Guru Pendidikan Kewarganegaraan SMP N I Mirit 2. Kepala sekolah SMP N I Mirit 3. Siswa SMP N I Mirit

B. Pedoman Wawancara diajukan kepada : 1. Guru Pendidikan Kewarganegaraan SMP N I Mirit 2. Kepala sekolah SMP N I Mirit 3. Siswa SMP N I Mirit Pedoman Memperoleh Data Peranan Guru Pendidikan Kewarganegaraan dalam Meningkatkan Kesadaran Hukum Berlalu Lintas pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri I Mirit Kebupaten Kebumen A. Kegiatan Dokumentasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu permasalahan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah masalah lalu lintas. Hal ini terlihat dari terus meningkatnya angka kecelakaan di kota-kota besar.

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN V.1 Kualitas Data Jumlah kasus cedera pada kecelakaan lalu lintas pada kendaraan roda dua yang tercatat di Rekam Medik RSUPN Cipto Mangunkusumo tahun 2003-2007 ada 618 kasus. Namun,

Lebih terperinci

BAB IV INTERPRETASI DATA

BAB IV INTERPRETASI DATA BAB IV INTERPRETASI DATA 4.1. Profil Responden Pada penelitian ini data yang diperoleh selanjutnya dilakukan tabulasi, dimana data pada penelitian ini memiliki skala nominal, yang kemudian dilakukan analisa

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU PENGEMUDI SEPEDA MOTOR PADA BERBAGAI KEADAAN LALU LINTAS JALAN DENGAN KARAKTERISTIK PENGEMUDI, KENDARAAN, DAN PERJALANAN

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU PENGEMUDI SEPEDA MOTOR PADA BERBAGAI KEADAAN LALU LINTAS JALAN DENGAN KARAKTERISTIK PENGEMUDI, KENDARAAN, DAN PERJALANAN HUBUNGAN ANTARA PERILAKU PENGEMUDI SEPEDA MOTOR PADA BERBAGAI KEADAAN LALU LINTAS JALAN DENGAN KARAKTERISTIK PENGEMUDI, KENDARAAN, DAN PERJALANAN Leksmono S. Putranto Staf Pengajar Fakultas Teknik Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pemakai jalan raya. Ada bermacam-macam rambu lalu lintas yang dipasang baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pemakai jalan raya. Ada bermacam-macam rambu lalu lintas yang dipasang baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keselamatan di jalan raya sangat penting untuk diperhatikan oleh setiap pemakai jalan raya. Ada bermacam-macam rambu lalu lintas yang dipasang baik di marka atau di

Lebih terperinci

INFORMASI KEHIDUPAN BERBAGAI BAHASA

INFORMASI KEHIDUPAN BERBAGAI BAHASA 4 Peraturan Lalu Lintas 4-1 Peraturan Lalu Lintas Di Jepang pejalan kaki, mobil,motor, sepeda dan lain-lain, masing-masing peraturan lalu lintas telah ditentukan. Cepatlah mengingat peraturan lalu lintas

Lebih terperinci

MASALAH LALU LINTAS DKI JAKARTA

MASALAH LALU LINTAS DKI JAKARTA MASALAH LALU LINTAS DKI JAKARTA Pengertian Lalu Lintas Lalu lintas adalah gerak kendaraan, orang dan hewan di jalan, sedangkan angkutan adalah pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Supir (pengemudi) atau bahasa Inggrisnya driver adalah orang yang

BAB II LANDASAN TEORI. Supir (pengemudi) atau bahasa Inggrisnya driver adalah orang yang BAB II LANDASAN TEORI A. Supir Angkutan Kota (Angkot) 1. Pengertian Supir (pengemudi) Supir (pengemudi) atau bahasa Inggrisnya driver adalah orang yang mengemudikan kendaraan baik kendaraan bermotor atau

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Kendaraan roda dua saat ini menjadi pilihan favorit masyarakat dalam melakukan aktivitas di luar rumah, karena sifatnya yang mudah dibawa dan fleksibel. Hal ini juga didukung oleh pihak dealer

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan keterangan dan fakta yang terdapat dalam pembahasan,

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan keterangan dan fakta yang terdapat dalam pembahasan, BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan keterangan dan fakta yang terdapat dalam pembahasan, maka diperoleh suatu kesimpulan bahwa sanksi pidana denda yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Lalu lintas dan angkutan jalan merupakan hal yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Lalu lintas dan angkutan jalan merupakan hal yang penting dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Lalu lintas dan angkutan jalan merupakan hal yang penting dalam meningkatkan mobilitas sosial masyarakat, sehingga Negara merasa penting untuk mengaturnya

Lebih terperinci

Epidemiologi Kecelakaan Lalu Lintas PERTEMUAN 9 Ira Marti Ayu Kesmas/ Fikes

Epidemiologi Kecelakaan Lalu Lintas PERTEMUAN 9 Ira Marti Ayu Kesmas/ Fikes Epidemiologi Kecelakaan Lalu Lintas PERTEMUAN 9 Ira Marti Ayu Kesmas/ Fikes KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN Mahasiswa mampu menguraikan dan menjelaskan tentang epidemiologi kecelakaan dan pencegahannya

Lebih terperinci

No Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan maupun secara berk

No Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan maupun secara berk TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5346 TRANSPORTASI. Kendaraan Bermotor. Pelanggaran. Pemeriksaan. Tata Cara. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 187) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia oleh WHO (World Health Organization) pada tahun 2004 merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dunia oleh WHO (World Health Organization) pada tahun 2004 merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keselamatan berkendara merupakan salah satu masalah yang selalu mendapatkan perhatian serius di setiap negara. Pencanangan Hari Keselamatan Dunia oleh WHO (World Health

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki wilayah yang sangat luas dan beraneka ragam budaya. Selain itu Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. memiliki wilayah yang sangat luas dan beraneka ragam budaya. Selain itu Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang memiliki jumlah penduduk yang banyak, memiliki wilayah yang sangat luas dan beraneka ragam budaya. Selain itu Indonesia merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN TERHADAP TINGKAT KESADARAN DAN KEPATUHAN MASYARAKAT SUMENEP

TINJAUAN YURIDIS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN TERHADAP TINGKAT KESADARAN DAN KEPATUHAN MASYARAKAT SUMENEP TINJAUAN YURIDIS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN TERHADAP TINGKAT KESADARAN DAN KEPATUHAN MASYARAKAT SUMENEP Abshoril Fithry Dosen Fakultas Hukum Universitas Wiraraja

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. terhadap pelarangan penggunaan HP saat berkendaraan dapat disimpulkan sebagai

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. terhadap pelarangan penggunaan HP saat berkendaraan dapat disimpulkan sebagai BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan uraian dari hasil pembahasan analisis kepatuhan masyarakat terhadap pelarangan penggunaan HP saat berkendaraan dapat disimpulkan sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. motor. Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi karakteristik pengemudi Modal dasar yang harus dimiliki oleh pengendara

BAB III LANDASAN TEORI. motor. Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi karakteristik pengemudi Modal dasar yang harus dimiliki oleh pengendara BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Bagian-Bagian Dari Karakteristik Pengemudi Pengemudi mempunyai beberapa karakteristik dalam mengendarai sepeda motor. Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi karakteristik pengemudi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan transportasi untuk memindahkan orang dan atau barang dari suatu

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan transportasi untuk memindahkan orang dan atau barang dari suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu lintas merupakan subsistem dari ekosistem kota, berkembang sebagai bagian kota karena naluri dan kebutuhan penduduk untuk bergerak atau menggunakan transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penjelasan umum Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu

BAB I PENDAHULUAN. Penjelasan umum Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penjelasan umum Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) menerangkan bahwa lalu lintas dan angkutan jalan adalah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan tepa slira. Menurut Suseno (2001) tepa slira adalah sebuah sikap yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan tepa slira. Menurut Suseno (2001) tepa slira adalah sebuah sikap yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sikap saling menghargai orang lain dalam masyarakat Jawa disebut dengan tepa slira. Menurut Suseno (2001) tepa slira adalah sebuah sikap yang bisa mendorong

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha. Tahun Mobil Penumpang Bis Truk Sepeda Motor Jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha. Tahun Mobil Penumpang Bis Truk Sepeda Motor Jumlah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki populasi penduduk ke - 5 terbanyak di dunia setelah negara Brazil. Jumlah penduduk Negara Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis penelitian Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang bermaksud untuk tentang apa yang dialami oleh subjek peneliti, misal perilaku, presepsi, motivasi. Tindakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbunyi Negara Indonesia adalah negara hukum. 1 Artinya

BAB I PENDAHULUAN. yang berbunyi Negara Indonesia adalah negara hukum. 1 Artinya 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Eksistensi Indonesia sebagai negara hukum secara tegas telah disebutkan didalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu di dalam Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi

Lebih terperinci