PENENTUAN PARAMETER KINETIK DEKOMPOSISI KATALITIK METANA DENGAN KATALIS Ni-Cu-Al UNTUK PRODUKSI NANO KARBON SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENENTUAN PARAMETER KINETIK DEKOMPOSISI KATALITIK METANA DENGAN KATALIS Ni-Cu-Al UNTUK PRODUKSI NANO KARBON SKRIPSI"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA PENENTUAN PARAMETER KINETIK DEKOMPOSISI KATALITIK METANA DENGAN KATALIS Ni-Cu-Al UNTUK PRODUKSI NANO KARBON SKRIPSI MARCHO RIZAL FAKULTAS TEKNIK TEKNIK KIMIA DEPOK JUNI 2012

2 i UNIVERSITAS INDONESIA PENENTUAN PARAMETER KINETIK DEKOMPOSISI KATALITIK METANA DENGAN KATALIS Ni-Cu-Al UNTUK PRODUKSI NANO KARBON SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik MARCHO RIZAL FAKULTAS TEKNIK TEKNIK KIMIA DEPOK JUNI 2012

3 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama : Marcho Rizal NPM : Tanda Tangan : Tanggal : 26 Juni 2012 ii

4 HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini diajukan oleh : Nama : Marcho Rizal NPM : Program Studi : Teknik Kimia Judul Skripsi : Penentuan Parameter Kinetik Dekomposisi Katalitik Metana dengan Katalis Ni-Cu-Al untuk Produksi Nano Karbon Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia DEWAN PENGUJI Pembimbing 1 Pembimbing 2 Penguji Penguji Penguji : Dr. Ir. Praswasti P.D.K Wulan, M.T. : Dr. rer. nat. Ir. Yuswan Muharam, MT : Dr. Ir. Tania Surya Utami, M.T. : Ir. Mahmud Sudibandriyo MSc, PhD : Ir. Rita Arbianti MSi Ditetapkan di : Departemen Teknik Kimia FTUI, Depok Tanggal : 26 Juni 2012 iii

5 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaikbaiknya. Skripsi dengan judul Metode Alternatif Penentuan Angka Oktana Bahan Bakar Komersial Dengan Menggunakan Model Kinetika Pembakaran Hidrokarbon Multikomponen ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Kimia pada Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Dalam penulisan skripsi ini, penulis berterima kasih atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan oleh berbagai pihak. Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Widodo Wahyu Purwanto, DEA selaku ketua Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia. 2. Dr. Ir. Praswast PDK Wulan selaku pembimbing skripsi 3. Dr. rer. nat. Ir. Yuswan Muharam, MT selaku pembimbing skripsi 4. Orang tua tercinta atas semua dukungan doa dan kasih sayang serta segala hal yang telah diberikan. 5. Rekan-rekan mahasiswa Teknik Kimia angkatan 2008 atas semua kerja sama dan bantuannya selama ini serta Seluruh teman-teman saya terutama Chandra Hadiwijaya, Kenny Viriya, Shelly Apsari, dan Fiona Wijaya yang sangat membantu dalam penyelesaian skripsi ini. 6. Semua staf dan karyawan di Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia atas segala bantuannya. 7. Serta berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu untuk segala kontribusinya. Harapan penulis skripsi ini dapat bermanfaat secara keilmuan bagi setiap orang yang membacanya. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh penulis demi tercapainya hasil yang lebih baik. Depok, 2012 Penulis iv

6 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Marcho Rizal NPM : Program Studi : Teknik Kimia Departemen : Teknik Kimia Fakultas : Teknik Jenis karya : Skripsi demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Penentuan Parameter Kinetik Dekomposisi Katalitik Metana dengan Katalis Ni- Cu-Al untuk Produksi Nano Karbon beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : 26 Juni 2012 Yang menyatakan (Marcho Rizal) v

7 ABSTRAK Nama : Marcho Rizal Program Studi : Teknik Kimia Judul : Penentuan Parameter Kinetik Dekomposisi Katalitik Metana dengan Katalis Ni-Cu-Al untuk Produksi Nano Karbon Nano Teknologi semakin berkembang sekarang ini. Reaksi dekomposisi katalitik metana merupakan salah satu cara untuk memproduksi nano karbon. Kendala dari proses produksi nano karbon dengan menggunakan reaksi dekomposisi katalitik metana berada pada parameter kinetika yang belum diketahui terutama jika memperhitungkan deaktivasi katalis. Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan model serta menentukan parameter kinetik dari reaksi-reaksi elementer dekomposisi katalitik metana dengan mengikutsertakan reaksi deaktivasi katalis yang akan diselesaikan dengan menggunakan regresi non linear, metode Marquadt. Model menghasilkan nilai pra eksponensial yang berkisar antara hingga 34.3, dengan kisaran nilai energy aktivasi antara 50,274 kj/mol hingga 104,673kJ/mol Kata kunci : nano karbon, dekomposisi katalitik metana, kinetik, regresi non linear, Marquadt vi Universitas Indonesia

8 ABSTRACT Name : Marcho Rizal Major of Study : Chemical Engineering Title : Determination of Kinetic Parameter for Catalytic Decomposition of Methane with Ni-Cu-Al Catalyst for Carbon Nano Production Nano technology is advancing right now. Catalytic Decomposition of Methane is one of many ways to produce Nano Carbon. The problem with this method is the kinetic parameter especially if we include the deactivation of the catalyst used. This research is done to develop a model to determine the parameter kinetic of catalytic decomposition of methane that includes the deactivation of catalyst and will be solved by using a non linear regression, the Marquadt method. This research gives the pre exponensial number ranging from to 34.3, with activation energy ranging from 50,274 kj/mol to 104,673kJ/mol Keywords : Nano carbon, catalytic decomposition of methane, kinetic, non linear regression, marquadt vii Universitas Indonesia

9 DAFTAR ISI HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... v ABSTRAK... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR SIMBOL... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Masalah... 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Nano Karbon Cara Memproduksi CNT Reaksi Dekomposisi Metana Kondisi Operasi Matrix Laboratory (MatLab) Regresi Non Linear BAB 3 METODE PENELITIAN Diagram Alir Penelitian Rincian Kegiatan Penelitian BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Mekanisme Reaksi Model Kinetika dan Fitting Model terhadap Data Eksperimen Penentuan Parameter Kinetik (Nilai Pra Eksponensial Konstanta Laju Reaksi dan Energi Aktivasi) BAB 5 KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA viii Universitas Indonesia

10 DAFTAR TABEL Tabel 3. 1 Tabel Model Persamaan Laju Reaksi Masing-Masing spesies zat Tabel 4. 1 Tabel nilai Konstanta Laju Reaksi untuk nilai k 1 hingga k Tabel 4. 2 Tabel nilai K dan Deviasi Standar pada suhu 750 o C Tabel 4. 3 Tabel nilai K dan Deviasi Standar pada suhu 700 o C Tabel 4. 4 Tabel nilai K dan Deviasi Standar pada suhu 650 o C Tabel 4. 5 Tabel nilai K dan Deviasi Standar pada suhu 600 o C Tabel 4. 6 Tabel nilai K dan Deviasi Standar pada suhu 550 o C Tabel 4. 7 Tabel nilai K dan Deviasi Standar pada suhu 500 o C Tabel 4. 8 Tabel Nilai Pra Eksponensial dan Energi Aktivasi dari Masing-Masing k ix Universitas Indonesia

11 DAFTAR GAMBAR Gambar 2. 1 Logo MatLab Gambar 2. 2 Tampilan Antarmuka MatLab Gambar 3. 1 Diagram Alir Penelitian...15 Gambar 3. 2 Algoritma Program Regresi Non Linear Gambar 4. 1 Ilustrasi Keseluruhan Reaksi 21 Gambar 4. 2 Skema Mekanisme Detail Dari Reaksi yang Digunakan Dalam Model Gambar 4. 3 Reaksi Pemutusan Hidrogen dari Metana Tahap Gambar 4. 4 Reaksi Pemutusan Hidrogen dari Metana Tahap Gambar 4. 5 Reaksi Pemutusan Hidrogen dari Metana Tahap Gambar 4. 6 Reaksi Pemutusan Hidrogen dari Metana Tahap Gambar 4. 7 Pembentukan Gas Hidrogen dari Atom H yang Terikat dengan Inti Aktif Gambar 4. 8 Segregasi Karbon yang Terikat pada Katalis ke Bagian Depan Katalis Gambar 4. 9 Difusi Karbon Melalui Nikel Gambar Pembentukan Nano Karbon Gambar Deaktivasi Katalis karena Enkapsulasi Katalis Gambar Fitting Hasil Simulasi Terhadap Data Untuk Karbon yang Terbentuk Terhadap Waktu pada T=750 o C Gambar Fitting Hasil Simulasi Terhadap Data Untuk Karbon yang Terbentuk Terhadap Waktu pada T=700 o C Gambar Fitting Hasil Simulasi Terhadap Data Untuk Karbon yang Terbentuk Terhadap Waktu pada T=650 o C Gambar Fitting Hasil Simulasi Terhadap Data Untuk Karbon yang Terbentuk Terhadap Waktu pada T=600 o C Gambar Fitting Hasil Simulasi Terhadap Data Untuk Karbon yang Terbentuk Terhadap Waktu pada T=550 o C Gambar Fitting Hasil Simulasi Terhadap Data Untuk Karbon yang Terbentuk Terhadap Waktu pada T=500 o C x Universitas Indonesia

12 DAFTAR SIMBOL o A Ni luas permukaan spesifik partikel nikel [m 2 /gcat] o C CNi,F konsentrasi karbon yang terlarut dalam nikel pada bagian depan partikel [mol C/m 3 ] o C CNi,R konsentrasi karbon yang terlarut dalam nikel pada bagian belakang partikel [mol C/m 3 ] o D Ni Diameter partikel nikel [mm] o D CNi Difusivitas karbon di nikel [m 2 /h] o Perubahan energy pada segregasi karbon [J/Mol] o (g) fasa gas o k 1 konstanta laju reaksi pada tahap (1) [molekul/(site.sec.atm)] o k 2 konstanta laju reaksi balik pada reaksi tahap (1) [molekul/(site.sec)] o k 3 konstanta laju reaksi pada tahap (2) [molekul/(site.sec.)] o k 4 konstanta laju reaksi balik pada reaksi tahap (2) [molekul/(site.sec)] o k 5 konstanta laju reaksi pada tahap (3) [molekul/(site.sec.)] o k 6 konstanta laju reaksi balik pada reaksi tahap (3) [molekul/(site.sec)] o k 7 konstanta laju reaksi pada tahap (4) [molekul/(site.sec.)] o k 8 konstanta laju reaksi balik pada reaksi tahap (4) [molekul/(site.sec)] o k 9 konstanta laju reaksi pada tahap (5) [molekul/(site.sec.)] o k 10 konstanta laju reaksi balik pada reaksi tahap (5) [molekul/(site.sec.atm)] o k 11 laju reaksi enkapsulasi pada tahap (9) [molekul/(site.sec)] o L panjang jalur difusi [m] o P CH4 tekanan parsial metana [atm] o P H2 tekanan parsial hydrogen [atm] o R konstanta gas universal (J/(mol.kelvin)] o S sisi aktif logam xi Universitas Indonesia

13 o T suhu o x f konsentrasi karbon pada bagian depan pada partikel nikel [g C/g Ni] o x R konsentrasi karbon pada bagian belakang dari partikel nikel [g C/g Ni] o θ i.s konsentrasi permukaan dari sisi yang diisi oleh spesies i [I = CH 3, CH 2, CH, C, H] o θ t total sisi aktif o θ v sisi aktif yang tidak diisi spesies apapun o ρ Ni massa jenis nikel o η jumlah atom di permukaan logam o C v jumlah sisiaktif kosong setiap unit massa katalis dibagi dengan bilangan Avogadro [gmol/gcat] o C i.s konsentrasi permukaan yang diisi oleh spesies i [gmol/gcat] xii Universitas Indonesia

14 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A Penurunan persamaan model...39 Lampiran B Data Eksperimen yang Digunakan...47 Lampiran C Plot ln k Terhadap 1/T..55 Lampiran B Program yang digunakan untuk penelitian 61 xiii Universitas Indonesia

15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanoteknologi dan bahasa pemrograman komputer adalah dua hal yang semakin berkembang sekarang ini. Salah satu riset yang menarik tentang nanoteknologi adalah carbon nanotube (CNT) dari divisi nanokarbon. CNT menjadi pusat sorotan media setelah ditemukan oleh Iijima pada tahun CNT sangat berpotensi untuk digunakan pada berbagai aplikasi seperti nanoteknologi, elektronik, optik, dan lainnya. CNT memiliki kekuatan yang luar biasa dan sifat elektrik yang unik serta merupakan konduktor panas yang efisien. Sifat-sifat tersebut membuat CNT dapat digunakan sebagai penyimpan hidrogen, nanoscale transistor, flat-panel display, superkapasitor, nanoprobes dan sensor (Daenan et al., 2003). Reaksi dekomposisi katalitik metana merupakan salah satu reaksi yang menjanjikan untuk mengkonversi unsur karbon menjadi material adi karbon nanotube melalui reaksi CH 4 C + 2H 2 (Chen et al, 2001). Proses ini juga merupakan salah satu bagian dari chemical vapor deposition (CVD). Selain cara ini juga ada cara lain untuk memproduksi CNT yaitu arc discharge dan laser ablation. Kelebihan reaksi dekomposisi metana dibandingkan dengan kedua cara diatas adalah biaya yang lebih ekonomis. Dalam penelitian ini kinetika dari reaksi dekomposisi katalitik metana akan diteliti. Kinetika berhubungan dengan laju dari reaksi kimia dan bagaimana laju reaksi dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti konsentrasi dan temperatur. Kinetika memberikan bukti mengenai mekanisme dari proses kimia yang terjadi. Hal ini akan membantu untuk meprediksi hasil dan jumlah dari reaksi kimia yang terjadi. Oleh sebab inilah analisa kinetika mikro digunakan untuk penelitian ini. Kinetika dari reaksi dekomposisi katalitik metana akan berbeda tergantung dari berbagai macam faktor seperti penggunaan jenis katalis, mekanisme yang ditinjau, dan dasar dari persamaan yang digunakan untuk menurunkan persamaan laju reaksi. Penelitian tentang produksi CNT dengan menggunakan reaksi dekomposisi metana sudah banyak dilakukan sebelumnya. Salah satu contohnya adalah penggunaan katalis berbeda akan menyebabkan perubahan pada kinetika, Penentuan parameter..., Marcho 1 Rizal, FT UI, UNIVERSITAS 2012 INDONESIA

16 2 seperti yang sudah dibandingkan antara alumina dengan karbon aktif (Zongqing, 2005). Peninjauan mekanisme yang digunakan juga akan mempengaruhi kinetika dan penurunan persamaan laju reaksi. Dalam tim riset CNT Universitas Indonesia, sejak tahun 2005 telah dilakukan penelitian mengenai reaksi dekomposisi katalitik metana dengan menggunakan katalis terstruktur gauze. Dalam perkembangannya akan dilakukan menggunakan katalis terstruktur pelat sejajar menggunakan katalis Ni-Cu-Al untuk memperoleh luas permukaan yang tinggi dan menghasilkan CNT yang lebih seragam (alligned CNT). Terkait dengan hal tersebut, maka dilakukan studi kinetika sebagai salah satu dasar perancangan, optimasi dan scale up reaktor. Kinetika reaksi dekomposisi metana yang akan dilakukan berbasis mekanisme reaksi (kinetika intrinsik) yang melibatkan tahap reaksi elementer (Chen et.al., 2001). Internal reaktor menggunakan bentuk granular berukuran 0,125 mm untuk mempermudah limitasi tahanan internal dan eksternal (Wulan, 2011). Parameterparameter yang tidak diketahui diestimasi melewati prosedur estimasi parameter dengan menggunakan data eksperimen dimana set parameter terbaik digunakan untuk meminimalisir hasil dari error jumlah kuadrat antara model dan data dipertimbangkan. Untuk mengestimasi parameter yang digunakan, digunakan metode regresi non linear. Dalam menyelesaikan masalah pemodelan dengan regresi non linear, terdapat berbagai metode yang dapat digunakan. Salah satunya adalah metode Marquadt. Metode Marquadt ini menggunakan teknik interpolasi antara metode Gauss-Newton dan metode steepest descent. Interpolasi didapat dengan menambahkan matriks diagonal, dimana nilai dari λ dipilih pada setiap iterasi sehingga vektor parameter terkoreksi akan menghasilkan jumlah kuadrat yang lebih rendah pada iterasi. Metode Marquadt sangat efektif dalam penggunaan untuk pengujian dan validasi data, karena ketepatan, dimana jumlah dari kuadrat bilangan residual dapat dicari hingga nilai yang paling kecil. Penggunaan metode Marquadt pada penelitian ini karena metode Marquadt merupakan salah satu metode regresi non linear yang memiliki tingkat ketepatan yang sangat tinggi.

17 3 Pada penelitian ini, fenomena yang terjadi pada kinetika reaksi akan diekspresikan dalam persamaan matematis yang akan diselesaikan untuk mendapatkan informasi mengenai parameter kinetika dari seluruh reaksi sehingga bisa digunakan sebagai basis untuk desain reactor. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana mendapatkan parameter kinetik dari reaksi dekomposisi katalitik metana untuk produksi CNT dengan menggunakan katalis Ni-Cu- Al. 1.3 Tujuan Penelitian a. Mengembangkan model kinetika transien dengan mempertimbangkan deaktivasi katalis dari reaksi dekomposisi katalitik metana dengan menggunakan dasar mekanisme milik Reyyan et.al (2009) b. Mendapatkan parameter kinetika dari reaksi dekomposisi katalitik metana dengan katalis Ni-Cu-Al 1.4 Ruang Lingkup Masalah a. Kinetika mikro berdasarkan Mekanisme reaksi didasarkan pada mekanisme yang melibatkan tahap reaksi elementer (Reyyan et.al., 2009). b. Mempertimbangkan deaktivasi katalis c. Temperatur yang digunakan pada rentang o C. d. Dilakukan pada tekanan 1 atm. e. Katalis yang digunakan adalah Ni/Cu/Al dalam bentuk granular. f. Metode regresi non-linear menggunakan metode Marquadt g. Perangkat lunak yang digunakan untuk penelitian ini adalah MatLab h. Data eksperimen yang digunakan adalah jumlah karbon di setiap waktu i. Data eksperimen yang digunakan adalah data eksperimen milik Wulan (2011)

18 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada Bab II ini akan dilakukan tinjauan pusataka dari apa yang akan dilakukan dan apa yang ada dari penelitian ini. Yang dibahas dalam tinjauan pustaka ini adalah Carbon Nanotube (CNT), produksi CNT, reaksi dekomposisi metana, perangkat lunak MatLab, dan regresi non linear. 2.1 Nano Karbon Nano karbon didefinisikan sebagai material karbon yang bukan hanya ukuran partikelnya saja berukuran nanometer akan tetapi struktur dan teksturnya juga berukuran nanometer (Michio, 2004). Carbon Nanotube ditemukan oleh Iijima dengan transmission electron microscopy (TEM) pada tahun 1991 (Iijima, 2002). Sejak saat iu banyak sekali penelitian tentang nanokarbon dilakukan, seperti pada struktur, sifat, dan metode preparasinya. Pada intan, masing-masing atomnya tersusun secara rapat dan secara simetris terkoordinasi memenuhi ruang tiga dimensi. Sedangkan grafit tersusun dari karbon heksagonal yang membentuk lembar atom dua dimensi dimana diantara keduanya tersebut terdapat jarak yang cukup panjang. selain kedua bentuk tersebut, ada beberapa bentuk susunan unsur karbon lainnya yaitu (Petterson,1999): Fullerenes dan Nanotubes adalah lembaran grafit yang terbungkus baik satu lapis maupun lebih yang membentuk bola yang stabil, disebut fullerenes, atau membentuk tabung molekul, disebut nanotube. Nanopores adalah fiber yang sangat kuat yang tersusun dari ikatan nanotubes 1) Nanofibers adalah susunan dari berlapis-lapis grafit yang membentuk fiber berdiamaeter kurang dari 1 mikrometer. 2) Karbon Aktif biasanya berarti granula atau partikel kecil grafit yang dimurnikan. 3) Carbon Fibers yaitu polimer karbon berantai dengan kandungan karbon tinggi Carbon Nanotubes sendiri bisa Penentuan parameter..., Marcho 4 Rizal, FT UI, UNIVERSITAS 2012 INDONESIA

19 Mekanisme Pertumbuhan Nano karbon Beberapa model pertumbuhan dari nano karbon sudah di ajukan yang berasal dari pirolisis hidrokarbon pada permukaan logam. Model pertama menyarankan mekanisme 4 tahap. Pada tahap pertama, hidrokarbon terdekomposisi pada permukaan logam, melepas hydrogen dan karbon yang kemudian larut dalam partikel. Tahap kedua meliputi difusi karbon melalui partikel logan dan pengendapan ada bagian belakang atau yang berlawanan dari muka atau permukaan untuk membentuk badan filament. Supply karbon ke bagian muka lebih cepat dibandingkan difusi melalui sebagian besar atau logam, sehingga menyebabkan akumulasi karbon pada bagian muka, dimana hal ini harius dihindari untuk menanggulangi penghalangan dari sisi aktif. Hal ini terjadi pada difusi pada permukaan dan karbon membentuk kulit atau lapisan pada badan utama filamen pada tahap ketiga. Pada tahap keempat, penutupan dan deaktivasi katalis dan terminasi pertumbuhan dari nano karbon terjadi. Model lain menyatakan bahwa terdapat mekanisme dimana difusi yang terjadi pada sebagian besar karbon tidak terlalu signifikan dan karbon ditransport mengitari pertikel melalui difusi pada permukaan. Model lain mengemukakan sebuah mekanisme dimana karbon membentuk sebuah hemispherical graphene cap pada partikel katalis dan nano karbon tumbuh dari hal tersebut. 2.2 Cara Memproduksi CNT Arc Discharge Metode Arc Discharge ini awalnya digunakan untuk memproduksi C60 fullerenes, adalah cara yang paling umum dan mudah untuk memproduksi CNT. Tetapi teknik ini menghasulkan campuran komponen yang kompleks dan membutuhkan purifikasi lebih lanjut, untuk memisahkan CNT dari jelaga dan residu dari katalis logam. Metode ini menghasilkan CNT dari busur penguapan dari dua tongkat karbon yang diletakkan di masing-masing ujung, sejauh 1m dalam sebuah ruang tertutup yang berisikan gas inert pada tekanan rendah. Aliran listrik langsung sebesar 50 sampai 100 A,akan menghasilkan temperatur pelepasan yang tinggi antara kedua elektroda. Pelepasan ini menguapkan

20 6 permukaan dari salah satu elektroda karbon dan membentuk tumpukan kecil berbentuk tongkat pada elektroda yang lainnya Laser Ablation Metode ini dilakukan dengan menguapkan tongkat grafit dengan campuran katalis kobalt dan nikel pasa temeratur 1200 O C dala argon yang mengalir, dilanjutkan dengan pemanasan dalam vakum pada 1000 O C untuk menyingkirkan C60 dan fullerenes lain. Penguapan awal dengan laser dan diikuti dengan tembakan ke dua, menguapkan target secara seragam. Penggunaan 2 tembakan meminimalisir tumpukan karbon sebagai jelaga. Tembakan laser kedua akan menghancurkan partikel besar yang terbentuk karena tembakan pertama dan memasukkan mereka kedalam struktur nanotube. Material yang dihasilkan dari metode ini berbentuk tambang, berdiameter nm, dan memiliki panjang sekitar 100 μm atau lebih. Tiap tambang terdiri dari nanotube berdinding tunggal. Dengan memvariasikan komposisi katalis dan parameter lainnya, diameter dan besar distribusi dapat di variasikan 2.3 Reaksi Dekomposisi Metana Dekomposisi didefinisikan sebagai salah satu dari reaksi kimia yang menguraikan atau memutuskan ikatan-ikatan suatu senyawa menjadi unsur-unsur atau senyawa yang lebih sederhana. Salah satu contoh adalah dekompsisi metana yang merupakan hidrokarbon yang paling stabil. Sehingga yang terjadi pada reaksi ini adalah pemutusan ikatan H-C dari metana yang menjadi komponen yang lebih sederhana yaitu hydrogen dan karbon. Pemilihan metana sebagai reaktan untuk produksi nanokarbon dan hydrogen karena metana merupakan hidrokarbon dengan perbandingan karbon dengan metana yang paling tinggi. Selain itu metana bisa di dapat langsung dari alam tanpa harus diolah terlebih dahulu, sehingga mengurangi biaya produksi. Pada reaksi dekomposisi metana atau Methane Decomposition Reaction (MDR) terjadi reaksi (Chen, 2001) : CH 4 C+2H 2 ΔH 298 = +75KJ/mol (2.1)

21 7 Reaksi perngkahan metana dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu perengkahan langsung (Direct Methane Cracking) dan perengkahan secara tidak langsung (Indirect Methane Cracking). Reaksi dekomposisi metana tergolong reaksi perengkahan langsung dan saat ini sudah diketahui terdapat 2 golongan untuk reaksi perengkahan ini yaitu: Dekomposisi metana secara thermal (Thermal Cracking) yang akan menghasilkan karbon hitan dan hydrogen, Dekomosisi katalitik metana yang menggunakan katalis berdasar logam transisi (Fe, Co, dan Ni) yang akan menghasilkan hydrogen dan nanokarbon. Analisis termodinamika dari reaksi dekomposisi metana menyatakan bahwa nilai untuk energi bebas Gibbs dan energi penguraian metana pada suhu 198 K, masing-masing sebesar 50,8 kj/mol dan 75 kj/mol (Song L, 2005). Nilai yang positif ini menunjukkan bahwa reaksi tidak dapat berjalan dengan spontan. Meskipun reaksi dapat berjalan, konversi yang dihasilkan reaksi tersebut tidak akan maksimal. Sedangkan nilai yang positif menandakan reaksi bersifat endotermis. Hal ini akan mempengaruhi konversi yang akan meningkat seiring dengan meningkatnya suhu reaksi sehingga reaksi ini harus dilakukan pada temperatur sangat tinggi. Temperatur reaksi memegang peranan penting dalam tinjauan ekonomi suatu proses industri. Proses yang dilakukan pada temperatur yang lebih rendah akan lebih menguntungkan jika kita bandingkan dengan proses bertemperatur tinggi. Hal ini disebabkan energi yang dibutuhkan lebih sedikit. Oleh karena itu, untuk menurunkan temperatur reaksi perlu ditambahkan katalis yang dapat menurunkan energi aktivasi Katalis Pada Reaksi Dekomposisi Metana Masalah yang sering timbul pada reaksi dekomposisi katalitik metana adalah deaktovasi katalis yang terjadi akibat pembentukan karbon pada permukaan katalis (Muradov, 2001). Karbon yang dihasilkan dari perengkahan metana akan membentuk deposit karbon yang dapat menutupi inti aktif katalis sehingga terjadi deaktivasi katalis dan menurunnya lifetime katalis. Katalis yang

22 8 digunakan saat ini sangat mudah terdeaktivasi pada suhu tinggi. Untuk mengatasi hal ini dan menjaga stabilitas katalis, maka kondisi operasi dijaga pada suhu rendah (<873 K) dengan memperkaya aliran gas metana, dan senantiasa mengeluarkan hydrogen dari hasil produk sehingga konversi metana menjadi lebih tinggi. Penggunaan katalis berbasis nikel (Ni) pada penelitian dekompsisi metana karena nikel merupakan logam yang paling aktif untuk reaksi dekomposisi katalitik metana disbanding logam-logam lainnya. Tetapi Ni mudah terdeaktivasi dan sintering, sehingga menyebabkan diameter partikel Ni membesar. Hal ini akan mempengaruhi kualitas karbon nanotube. Penambahan promoter baik promoter structural maupun tekstural dapat mencegah terjadinya sintering. Promoter structural yang biasa digunakan adalah Cu (Chen, 2001; Chen, 2004) karena dapat menurunkan titik leleh katalis dan meningkatkan aktivitas katalis. Titik leleh yang rendah diperlukan karena kondisi katalis dalam keadaan liquid adalah syarat terbentuknya karbon nanotube (Chen, 2001). Cu mempunyai afinitas tinggi terhadap struktur grafit dan menghambat pertumbuhan deposit karbon pada permukaan Ni. Sedangkan penambahan promoter tekstural akan memperbaiki tekstur dari katalis sehingga baik untuk digunakan. Pada penelitian ini digunakan katlis Ni-Cu-Al, dimana Cu digunakan sebagai promotor untuk mencegah sintering dan alumina digunakan sebagai yang menguatkan ikatan antar logam sehingga dapat menjaga diameter Ni tetap kecil Kinetika Pada Reaksi Dekomposisi Metana Di dalam studi kinetika dikenal adanya teknik penentuan kinetika keadaan tunak (steady state kinetik) dan kinetika dalam keadaan dinamik (transient kinetik). Untuk mendapatkan persamaan laju reaksi katalitik dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu: Metode analisa kinetika makro Metode analisa kinetika mikro Pada metode analisa kinetika makro, penyusunan persamaan laju reaksi menggunakan prinsip hukum pangkat yang kemudian dievaluasi dengan data percobaan. Metode ini etbagi menjadi dia yaitu hukum pangkat sederhana (smiple

23 9 power law) dan hukum pangkat kompleks (complex power law). Pengolahan data kinetika dengan metode hukum pangkat atau pendekatan empiris dimaksudkan untuk mendapatkan persamaan laju reaksi atau menentukan harga konstanta laju reaksi dan orde reaksi terhadap konsentrasi reaktan atau tekanan parsial reaktan. Pada reaksi katalitik, orde reaksi biasanya berupa bilangan pecahan dan pesarnya dipengaruhi oleh konsentrasi. Persamaan yang diperoleh dari metode ini dalam perancangan reactor hanya terbatas pada konsidi pecobnaan penentuan persamaan tersebut karena metode ini berdasarkan persamaan empiris. Oleh karena itu, pada perkembangan selanjutnya sering persamaan laju reaksi katalitik ditentikan berdasarkan mekanisme reaksinya. Persamaan kinetika mekanistik ini diharapkan dapat berlaku pada kondisi yang lebih lebar dibandingkan dengan persamaan kinetika dari metode hukum pangkat (Slamet, 1999). Sedangkan pada metode analisa kinetika mikro, penyusunan persamaan lajunya bertumpu pada mekanisme reaksi yang terjadi. Analisa kinetika mikro adalah pengujian reaksi-reaksi katalitik berdasarkan pada reaksi-reaksi kimia elementer yang terjadi pada permukaan katalitik dan hubungannya satu sama lain dengan permukaan katalitik selama siklus katalitik terjadi. Strategi yang dipakai pada metode analisa kinetika mikro adalah dengan cara memadukan antara data eksperimen yang ada dengan konsep-konsep teoritis dari system katalitik yang terkait. Salah satu contoh analisa kinetika mikro yang sering digunakan adaah metode isotherm adsopsi, dibutuhkan hubungan kesetimbangan antara konsentrasi/tekanan parsial reaktan dan produk di fasa fluida dengan banyaknya reaktan dan produk yang teradsorpsi di permukaan katalis. Hubungan kesetimbangan pada temperatur konstan ini disebut isotherm adsorpsi. Di dalam adsorpsi kimiawi, ada beberapa jenis isotherm adsorpsi, diantaranya adalah isotherm Langmuir. Isoterm inibiasa di sebut dengan isotherm Langmuir-Hinshelwood-Hougen-Watson. Isotherm ini diturunkan berdasarkan asumsi bahwa keaktifan inti katalis seragam dan adsorpsi yang terjadi adalah reaksi reversible elementer antara adsorbat dengan inti aktif katalis. Tahap penentu laju reaksinya adalah reaksi permukaan antara reaktan-reaktan yang teradsorpsi yang berlangsung sangat lambat, sehingga mengendalikan laju reaksi.

24 10 Mekanisme Langmuir ini sering dipakai karena bentuknya sederhana dan hasil yang memadai (Slamet, 1996). Jenis isotherm adsorpsi yang lain adalah Eley-Rideal.Mekanisme ini terjadi pada kondisi yang sangat vakum, dengan asumsi bahwa salah satu reaktar teradsorpsi secara kimiawi pada inti aktif katalis, sementara reaktan kedua berada pada fasa gas atau fasa teradsorpsi fisik leman (Hinink, 1995; Slamet 1996). 2.4 Kondisi Operasi Kondisi operasi yang baik akan mengahasilkan produk akhir dari dekomposisi metana yang sesuai harapan. Untuk dekomposisi metana, terdapat dua kondisi operasi yang sangat mempengaruhi hasil akhir, yaitu temperatur dan tekanan Temperatur Operasi Dekomposisi katalitik matanamembutuhkan temperatur yang cukup tinggi. Semakin tinggi temperatur operasi, maka gas metana akan semakin cepat tedekomposisi. Hal ini akan mempengaruhi reaksi ini baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Namun di sisi lain, suhu yang tinggi akan mengakibatkan katalis mudah mengalami sintering dan karbon yang dihasilkan akan semakin banyak sehingga deaktivasi katlis juga semakin cepat terjadi. Meskipun memiliki dampak negatif, penggunaan temperatur tinggi menyebabkan jumlah karbon yang terbentuk akan gmnejadi lebih banyak. Hasil uji produk membuktikan bahwa CNT hanya akan terbentuk pada temperatur lebih tinggi dari pada temperatur terbentuknya karbon nanofiber pada umumnya. Karbon yang terbentuk pada temperatur tinggi lebih teratur dengan ketebalan seragam (Resketenko, 2003), tetapi penambahan temperatur juga akan menyebabkan diameter dan ketebalan dinding dari nanotube yang telah terbentk semakin mengecil (Sinnots, 1999), sedangkan ng diharapkan adalah nanotube karbon dengan dinding yang tebal. Semuahal ini membuat tidak ada temperatur tertentu yang mutlak untuk reaksi ini. Temperatur optimal untuk reaksi dekompsisi metana agar terbentuk CNT yang diharapkan berada pada temperatur o C.

25 Tekanan Operasi Pada reaksi dekomposisi metana, tekanan operasinya adalah tekanan rendah atau tekanan atmosferik. Hal ini dikarenakan reaksi dekomposisi metana adalah reaksi endotermis dimana penambahan tekanan malah akan menggeser kesetimbangan reaksi ke arah kiri (menambah reaktan). 2.5 Matrix Laboratory (MatLab) Matrix Laboratory (MatLab) adalah sebuah bahasa programing generasi keempat yang memberikan pengguna sebuah lingkungan untuk perhitungan numeris. MatLab mengintegrasikan komputasi perhitungan, visualisasi dan programing dalam lingkungan yang mudah untuk digunakan dimana masalah dan penyelesaian diekspresikan dalam notasi matematis. MatLab juga merupakan system interaktif yang data dasarnya tidak membutuhkan dimensi. Hal ini memberikan kesempatan pada pengguna untuk menyelesaikan berbagai perhitungan teknis terutama yang memiliki matriks dan vector. Sistem dari MatLab terdiri dari bagian-bagian utama yaitu: 1. Desktop Tools and Development Environment 2. Mathematical Function Library 3. The Language 4. Graphics 5. External Interfaces Walaupun matlab bertujuan utama untuk perhitungan numeris, dengan adanya tambahan dari simulink, maka matlab mampu menambahkan simulasi daerah secara grafis, dan desain berbasis dasar model. MatLab digunakan oleh berbagai jenis pengguna berlatar belakang berbeda-beda seperti insinyur, peneliti, dan ekonom. Penelitian ini menggunakan MatLab sebagai perangkat untuk Validasi data kinetik dan proses curve fitting.

26 12 Gambar 2. 1 Logo MatLab ( Gambar 2. 2 Tampilan Antarmuka MatLab ( 2.6 Regresi Non Linear Analisa Regresi atau regresi adalah aplikasi dari metode matematis dan statistik untuk menganalisa data eksperimen dan mem-fit model matematis dari

27 13 data dengan mengestimasi parameter-parameter yang tidak diketahui dari model. Serangkaian tes statistik yang biasanya menemani analisa regresi, memberikan identifikasi model, verifikasi model dan efisiensi desain dari program eksperimen. Pada regresi non-linear, dalam sebuah penyelesaian, akan ada lebih dari satu parameter yang tidak diketahui dan haris dihitung dengan mem-fit model dengan data eksperimen. Dalam regresi non linear, mungkin saja dilakukan fitting untuk beberapa variable terikat secara bersamaan dengan menggunakan beberapa persamaan terhadap data. (Constantinides, 2000) Pada regresi non linear, terdapat beberapa teknik untuk meminimalisir jumlah dari kuadrat residu atau nilai sisa. Beberapa metode yang ada akan membantu kita untuk memfit model yang mengandung beberapa variable, terhadap data eksperimen untuk mendapatkan nilai dari parameter model yang memiliki nilai jumlah dari kuadrat residual keseluruhan yang kecil. Ditambah lagi dengan adanya analisa statistik dari hasil regresi, akan mambantu kita untuk : Menentukan apakah model memuaskan atau tidak dalam eksperimen Membedakan model yang bersaing Menentukan ketepatan dari estimasi parameter dengan membangun daerah terpercaya pada ruang parameter Mengukur korelasi antara parameter dengan meninjau matrix korelasi koefisien Melakukan tes untuk memverifikasi data eksperimen yang data dari populasi eksperimen yang sama Melakukan tes untuk memverifikasi apakah residu antara data dan model terdistribusi secara acak Metode Marquadt Marquadt telah mengembangkan sebuah teknik interpolasi antara metode Gauss-Newton dan metode steepest descent. Interpolasi ini didapat dengan menambahkan matriks diagonal (λi) ke matriks (J J): (2.2) Nilai dari λ dipilih dari setiap iterasi sehingga parameter vektor terkoreksi akan menghasilak nilai jumlah dari kuadrat yang lebih kecil dari iterasi yang

28 14 bersangkutan. Dapat mudah dilihat bahwa nilai λ yang kecil dibanding elemen matriks (J J), metode Marquadt akan mendekati metode Gauss-Newton. Sedangkan ketika nilai λ sangat besar, maka metode ini akan mendekati metode steepest descent, dengan pengecualian faktor skala yang tidak mempengaruhi arah dari parameter koreksi vektor tetapi member nilai step yang kecil. Berdasarkan Marquadt, nilai Φ yang kecil diinginkan untuk di daerah sekitar fungsi yang dilinearkan untuk memberikan representasi dari fungsi non linear yang memenuhi syarat. Oleh sebab itu metode untuk menentukan λ harus memberikan nilai λ kecil ketika metode Gauss-Newton akan konvergen secara efisien dan nilai λ ketika metode steepest descent dibutuhkan. Metode Marquadt dapat diaplikasikan pada metode Newton. Dalam kasus ini matriks diagonal λi ditambahkan pada matriks Hessian: (2.3) Metode Marquadt memiliki langkah-langkah sebagai berikut: 1. Asumsi tebakan awal parameter vektor b. 2. Menentukan nilai yang besar pada λ, misalkan Hal ini menunjukkan bahwa iterasi pertama akan didominasi oleh metode steepest descent dan memastukan metode berjalan kenilai jumlah kuadrat residu yang rendah. 3. Mengevaluasi matriks jacobian J dari persamaan model. Juga mengevaluasi matriks Hessian H jika menggunakan metode Newton. 4. Mencari vektor koreksi Δb. 5. Evaluasi estimasi parameter vektor baru dengan persamaan: q (2.4) 6. Menghitung nilai baru dari Φ. Jika Φ (m+1) < Φ (m), kurangi nilai λ. Jika Φ (m+1) > Φ (m) biarkan parameter yang lama [ ] dan tambahkan nilai λ. 7. Ulangi langkah 3 sampai 6 hingga salah satu atau kedua kondisi ini terpenuhi: a. Φtidak berubah secara signifikan. b. Δb menjadi sangat kecil (sesuai dengan nilai lriteria konvergensi).

29 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Menentukan Mekanisme Reaksi Membuat Persamaan laju reaksi dari masing-masing spesies yang terlibat Regresi non linear dengan metode Marquadt pada MatLab Data eksperimen Konstanta laju reaksi (k 1 -k 11 ) pada masing-masing suhu yang terdapat pada data percobaan Plot ln k terhadap 1/T untuk setiap nilai k (k 1 -k 11 ) Nilai pra eksponensial energi aktivasi untuk masing-masing nilai k (k 1 -k 11 ) Gambar 3. 1 Diagram Alir Penelitian Penentuan parameter..., Marcho 15 Rizal, FT UI, UNIVERSITAS 2012 INDONESIA

30 Rincian Kegiatan Penelitian a. Menentukan mekanisme reaksi Tahap ini diawali dengan menentukan reaksi yang terjadi pada percobaan dekomposisi katalitik metana. Pada penelitian ini, terdapat tiga tahap utama dalam reaksinya yaitu Reaksi di permukaan katalis (Surface Reaction), pembentukan nano karbon (Nano Carbon Forming), dan deaktivasi katalis (Catalyst Deactivation). Pada tahap ini, juga di turunkan persamaan laju yang terjadi pada setiap tahap dalam percobaan. Persamaan laju diturunkan dari reaksi-reaksi yang terjadi pada setiap tahapannya. b. Pemodelan kinetik Permodelan dari tahap ini dimaksudkan untuk merumuskan beberapa model persamaanlaju reaksi dekomposisi katalitik metana menjadi hydrogen dan nano karbon. Penyusunan persamana kinetika ini dilakukan berdasarkan metode analisa kinetika yang bertumpu pada metode analisa kinetika mikro yang dijbarkan menurut mekanisme reaksi katalitik yang mungkin terjadi: Reaksi dekomposisi metana secara keseluruhan (Chen et al, 2001) (3.1) Tahapan reaksi dekomposisi katalitik metana berdasarkan mekanisme (Reyyan, 2009): I. Reaksi pada permukaan (Surface Reaction) 1. CH 4 + 2S CH 3.S + H.S 2. CH 3.S + S CH 2.S + H.S 3. CH 2.S + S CH.S + H.S 4. CH.S + S C.S + H.S 5. 2H.S H 2 + 2S II. Pembentukan nano karbon 6. C.S C Ni,F + S 7. C Ni,F C Ni,R

31 17 8. C Ni,R C f III. Deaktivasi katalis 9. nc.s nc P Penjabaran dari penurunan model persamaan kinetika reaksi dekomposisi katalitik metana dapat dilihat pada lampiran A. Tabel 3.1 adalah ringkasan model persamaan laju reaksi dekomposisi katalitik metana menjadi hidrogen dan nano karbon berdasarkan mekanisme reaksi: Tabel 3. 1 Tabel Model Persamaan Laju Reaksi Masing-Masing spesies zat Nama spesies zat Model Persamaan laju reaksi Persamaan CH 4 R CH4 = (3.2) CH 3.S R CH3.S = (3.3) CH 2.S R CH2.S = (3.4) CH.S R CH.S = (3.5) C.S R C.S = (3.6) H.S R H.S = (3.7) H 2 (3.8) (3.9) (3.10) C P (3.11)

32 18 Seluruh persamaan yang terdapat pada tabel 3.1, akan dimasukkan kedalam program yang sudah di buat terlebih dahulu di Matlab. Persamaan-persamaan inilah yang akan di cari solusinya setelah parameter-parameter (k 1 k 11 ) di tebak nilai awalnya terlebih dahulu. c. Regresi non linear dengan menggunakan metode Marquadt Pada tahap ini, dilakukan regresi untuk menentukan parameterparameter yang masih belum diketahui. Tahap ini diawali dengan melakukan regresi non linear terhadap data yang sudah di dapat dengan menggunakan metode Marquadt. Kemudian dilakukan trial and error untuk mendapatkan nilai parameter-parameter kinetik yang paling kecil nilai error nya atau dalam grafik akan menghasilkan bentuk yang paling sesuai dengan persebaran data yang ada. Tahap ini dilakukan pada perangkat lunak Matrix Laboratory. Fitting model dilakukan dengan cara menyelesaikan persamaan-persamaan model secara bersamaan. Kemudian hasil utama dari model yang berupa jumlah karbon yang terbentuk selama rentang waktu tertentu. Hasil simulasi kemudian akan dicocokan dengan data eksperimen yang ada. Berikut ini adalah algoritma dari regresi yang dilakukan:

33 19 Memasukkan persamaanpersamaan model yang sudah di buat Mengevaluasi Matriks jacobian model Mencari Vektor Koreksi Δb Memasukkan data eksperimen (t, gc) Asumsi tebakan awal vektor b (nilai k) Tidak Φ (m+1+) >Φ (m) Ya Tidak Kurangi nilai λ Tambahkan nilai λ Menentukan nilai awal λ (Damping Factor) (>1000) Memastikan iterasi pertama berjalan ΔΦ < 10% Selesai Ya Gambar 3. 2 Algoritma Program Regresi Non Linear

34 20 d. Penentuan nilai parameter kinetik Pada tahap ini, setelah didapatkan nilai konstanta laju reaksi dari masing-masing suhu, nilai parameter kinetik akan didapatkan dengan memplot nilai ln k (konstanta laju reaksi) yang didapat terhadap 1/T, sehingga nanti akan didapatkan nilai pra eksponensial dan nilai dari energi aktivasi dari masing-masing konstanta laju reaksi.

35 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari penelitian ini akan ditampilkan, dianalisis dengan jelas. Hasil penelitian ini berupa nilai parameter kinetik dari reaksi dekomposisi katalitik metana yang dilakukan dalam eksperimen. Mekanisme reaksi kimia akan menghasilkan parameter kinetik setelah hasil dari model dibandingkan dengan data eksperimen. Dengan mensimulasikan dengan variasi suhu, akan didapatkan juga nilai pra eksponensial dan energi aktivasi dari reaksi yang dimodelkan pada penelitian ini. 4.1 Mekanisme Reaksi Mekanisme reaksi yang digunakan pada penelitian ini didasarkan pada mekanisme reaksi milik Reyyan (2009), dimana pada model reaksi dekomposisi katalitk metana ini, reaksi dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu reaksi di permukaan katalis yaitu reaksi pemutusan pemutusan atom hidrogen dari metana, pembentukan nano karbon yang terdiri dari larutnya atom karbon dalam katalis, difusi karbon dari bagian depan katalis ke bagian belakang katalis, serta pembentukan nano karbon itu sendiri, dan reaksi yang terakhir adalah enkapsulasi katalis, dimana sebagian atom karbon akan membentuk sebuah lapisan karbon yang akan menutupi katalis. Berikut ini adalah ilustrasi dari keseluruhan reaksi yang terjadi: CH 4 Katalis Tahap 5 H 2 Pembentukan Nano Karbon(Tahap 6 sampai 8) CH 4 C.S Nano Karbon Reaksi Permukaan (tahap 1 sampai tahap 4) Enkapsulasi Tahap 9 Gambar 4. 1 Ilustrasi Keseluruhan Reaksi 21

36 22 Pada reaksi ini, hidrogen yang sudah terlepas dari karbon dapat berikatan kembali dengan karbon pada permukaan katalis sehingga dapat terjadi proses desorpsi dari karbon terhadap katalis. Proses hidrogenasi ini akan terjadi pada setiap intermediate selama di reaksi permukaan katalis.. Gambar 4.2 adalah skema mendetail mekanisme yang digunakan: H 2 (5) Lapisan karbon enkapsulasi H. S H. S H. S H. S CH 4 (1) CH 3. S (2) CH 2. S (3) CH. S (4) C. S (9) (6) C Ni F (x F ) (7) C Ni R (8) (8) Nano Karbon Gambar 4. 2 Skema Mekanisme Detail Dari Reaksi yang Digunakan Dalam Model Universitas Indonesia

37 Reaksi di permukaan Pada model, reaksi di permukaan terdiri dari reaksi elementer yang terjadi di permukaan nikel atau katalis seperti yang tersaji pada Gambar 4.3 hingga 4.7 yaitu: CH 4 + 2S CH 3.S + H.S (4.1) CH 4 CH 3 H Ni Ni Gambar 4. 3 Reaksi Pemutusan Hidrogen dari Metana Tahap 1 Pada tahap ini, metana yang berada di permukaan katalis akan mengalami dehidrogenasi, dimana salah satu atom hidrogen yang berikatan pada karbon akan diputus atom hidrogen tersebut akan menempel pada sisi aktif katalis dan intermediate CH 3 (CH 3.S) terbentuk. CH 3.S + S CH 2.S + H.S (4.2) CH 3 CH 2 H H Ni Ni H Gambar 4. 4 Reaksi Pemutusan Hidrogen dari Metana Tahap 2 Universitas Indonesia

38 Pada tahap ini, intermediate CH 3 (CH 3.S) yang berada di permukaan katalis akan mengalami dehidrogenasi, dan menghasilkan intermediate CH 2 ( CH 2.S). 24 CH 2.S + S CH.S + H.S (4.3) CH 2 CH H H Ni Ni H H H Gambar 4. 5 Reaksi Pemutusan Hidrogen dari Metana Tahap 3 Pada tahap ini, intermediate CH 2 ( CH 2.S) yang berada di permukaan katalis akan mengalami dehidrogenasi, dan menghasilkan intermediate CH (CH.S). CH.S + S C.S + H.S (4.4) CH H H C H Ni Ni H H H H Gambar 4. 6 Reaksi Pemutusan Hidrogen dari Metana Tahap 4 Pada tahap ini, intermediate CH (CH.S) yang berada di permukaan katalis akan mengalami dehidrogenasi, dan menghasilkan intermediate C (C.S). 2H.S H 2 + 2S (4.5) Universitas Indonesia

39 25 H H H 2 Ni Ni H H H Gambar 4. 7 Pembentukan Gas Hidrogen dari Atom H yang Terikat Pada tahap ini, seluruh atom hidrogen yang sudah terlepas dari karbon akan berikatan satu sama lain, dan membentuk gas hidrogen Pembentukan Nano Karbon Reaksi pada permukaan katalis akan menghasilkan atom karbon yang teradsorb (C.S) dimana spesies ini akan terlarut kedalam partikel nikel pada fasa gas dan akan berdifusi dari bagian depan ke bagian belakang dari partikel nikel, kemudian membentuk nano karbon. Pada model ini, tahapan yang meliputi bagian pembentukan nano karbon adalah sebagai berikut: Segregasi C.S C Ni,F + S (4.6) C C Gambar 4. 8 Segregasi Karbon yang Terikat pada Katalis ke Bagian Depan Katalis Universitas Indonesia

40 26 Pada bagian depan nikel, sebuah laspisan dengan konsentrasi karbon yang tinggi akan terbentuk karena sifat segregasi karbon dalam nikel. Permukaan yang kaya akan karbon, dan konsentrasi karbon di permukaan akan berkurang. Konsentrasi dari karbon yang terlarut dapat digambarkan dengan isotherm segregasi. Untuk atom karbon kompleks dengan sisi aktif, C.S, dapat digambarkan sebagai atom karbon yang teradsorb. Terdapat persamaan Langmuir untuk segregasi digunakan untuk menentukan nilai konsentrasi karbon pada lapisan segregasi atau konsentrasi karbon pada bagian depan katalis. (4.7) (4.8) Dimana Dimana θ C.S adalah fraksi dari katalis yang tertutup karbon dan = -45, T (j/mol) (Snoeck et al, 1997) Difusi karbon melewati nikel C Ni,F C Ni,R (4.9) C Front 2/3 D Ni C Rear Gambar 4. 9 Difusi Karbon Melalui Nikel Perbedaan dari potensi kimia dari material karbon akan menghasilkan perbedaan dalam tingkat kelarutan pada bagian depan dan belakang katalis (nikel). Hal ini akan menghasilkan gaya dorong utuk difusi karbon melewati nikel. Laju dari difusi dapat ditulis dengan hukum Fick: (4.10) Universitas Indonesia

41 Dengan jarak rata-rata yang dilewati oleh karbon diasumsikan sebesar 2/3 diameter nikel, = difusivitas karbon dalam nikel, = konsentrasi dari 27 karbon terlarut di nikel pada bagian depan Ni, = konsentrasi dari karbon terlarut di nikel pada bagian belakang Ni dan A Ni = Luas Spesifik dari partikel nikel Pembentukan nano karbon C NI,R C f (4.11) Ni Nano Karbon Gambar Pembentukan Nano Karbon Reaksi pembentukan nano karbon terjadi terlalu cepat sehingga diasumsikan bahwa seluruh atom karbon yang mencapai bagian belakang dari katalis membentuk nano karbon, Sehingga tahap ini tidak dimasukkan dalam model Deaktivasi Katalis Pada bagian ini, atom karbon yang sudah teradsorb, tidak seluruhnya terlarut dalam katalis. Sebagian dari karbon yang teradsorb akan membentuk sebuah lapisan sehingga mengenkapsulasi permukaan aktif dari katalis. Pada akhirnya, sisi aktif yang tertutup akan meghalangi interaksi antarmuka dari reaktan berfasa gas dalam hal ini metana dan intermediet-intermediet yang ada terhadap sisi aktif Universitas Indonesia

42 28 dari nikel atau katalis. Sehingga diasumsikan bahwa perubahan pada penutupan permukaan karena enkapsulasi adalah penyebab utama dari deaktivasi. Pembentukan karbon yang mengenkapsulasi katalis dapat ditulis sebagai berikut: nc.s nc p (4.12) C enkapsulasi Gambar Deaktivasi Katalis karena Enkapsulasi Katalis Berdasarkan Chen et al. nilai n yang terbaik adalah tiga (3) dimana nilai ini akan memberikan kecocokan paling tinggi terhadap data yang ada. 4.2 Model Kinetika dan Fitting Model terhadap Data Eksperimen Model kinetika dari dekomposisi katalitik metana untuk menghasilkan nano karbon terdiri dari tiga bagian besar yaitu reaksi di permukaan katalis, pembentukan nano karbon, dan deaktifasi dari katalis (enkapsulasi). Model kinetika reaksi dekomposisi katalitik metana terdiri dari 7 persamaan diferensial serta 2 persamaan aljabar linear. Dalam model kinetic, persamaan untuk nilai segregasi didapatkan dari data yang diberikan oleh Chen et al (2001). Yaitu: nilai dari simulasi akan merepresentasikan nilai dari eksperimen (terutama nilai dari jumlah karbon yang terbentuk). Model kinetika ini diselesaikan tanpa menentukan tahap penentu laju reaksi. Model ini juga menggunakan asumsi bahwa seluruh atom karbon yang berdifusi melalui katalis akan membentuk nano karbon hingga katalis terdeaktivasi. (Reyyan, 2009) Universitas Indonesia

43 29 Model akan disimulasikan dengan menggunakan parameter kinetik yang belum diketahui dan kemudian ditebak dengan menggunakan dasar reaksi maju dan reaksi balik dari dekomposisi metana berdasarkan Snoeck et al (1997) yaitu 8:1 yang merupakan rasio antara reaksi dekomposisi metana dengan reaksi hidrogenasi karbon sehingga menghasilkan metana dengan menggunakan katalis berbasis nikel. Kemudian hasil simulasi akan dibandingkan dengan data. Berikut adalah perbandingan antara model dengan data yang ada: Jumlah carbon (gram) datal model Waktu (detik) Gambar Fitting Hasil Simulasi Terhadap Data Untuk Karbon yang Terbentuk Terhadap Waktu pada T=750 o C 0.3 Jumlah Carbon (gr) data model Waktu (detik) Gambar Fitting Hasil Simulasi Terhadap Data Untuk Karbon yang Terbentuk Terhadap Waktu pada T=700 o C Universitas Indonesia

44 30 Jumlah carbon (gr) Waktu (detik) data model Gambar Fitting Hasil Simulasi Terhadap Data Untuk Karbon yang Terbentuk Terhadap Waktu pada T=650 o C Jumlah Carbon (s) data model Waktu (detik) Gambar Fitting Hasil Simulasi Terhadap Data Untuk Karbon yang Terbentuk Terhadap Waktu pada T=600 o C Universitas Indonesia

tekanan reaktor Pada penelitian ini menggunakan persamaan desain untuk dan harus memenuhi persamaan: 50

tekanan reaktor Pada penelitian ini menggunakan persamaan desain untuk dan harus memenuhi persamaan: 50 CH4I (2) Reaksi Permukaan 4 3 CH I+I CH I+HI (3) 3 2 CH I+I CH I+HI (4) 2 CH I+I CHI+HI (5) CHI+I CI+HI (6) Desorpsi CI C+I (7) 2 2 HI H +2 I (8) Untuk persamaan di atas, konsentrasi spesies pada fasa

Lebih terperinci

Deskripsi METODE UNTUK PENUMBUHAN MATERIAL CARBON NANOTUBES (CNT)

Deskripsi METODE UNTUK PENUMBUHAN MATERIAL CARBON NANOTUBES (CNT) 1 Deskripsi METODE UNTUK PENUMBUHAN MATERIAL CARBON NANOTUBES (CNT) Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan metode untuk penumbuhan material carbon nanotubes (CNT) di atas substrat silikon

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA SIMULASI CFD PADA MESIN DIESEL INJEKSI LANGSUNG DENGAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DAN SOLAR TESIS

UNIVERSITAS INDONESIA SIMULASI CFD PADA MESIN DIESEL INJEKSI LANGSUNG DENGAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DAN SOLAR TESIS UNIVERSITAS INDONESIA SIMULASI CFD PADA MESIN DIESEL INJEKSI LANGSUNG DENGAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DAN SOLAR TESIS DODY DARSONO 0806423961 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPOK JUNI 2010 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENGUJIAN ALAT PENDINGIN ADSORPSI DUA ADSORBER DENGAN MENGGUNAKAN METHANOL 250 ml SEBAGAI REFRIGERAN TUGAS AKHIR ANDI TAUFAN FAKULTAS TEKNIK

PENGUJIAN ALAT PENDINGIN ADSORPSI DUA ADSORBER DENGAN MENGGUNAKAN METHANOL 250 ml SEBAGAI REFRIGERAN TUGAS AKHIR ANDI TAUFAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA PENGUJIAN ALAT PENDINGIN ADSORPSI DUA ADSORBER DENGAN MENGGUNAKAN METHANOL 250 ml SEBAGAI REFRIGERAN TUGAS AKHIR ANDI TAUFAN 0606041863 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

Lebih terperinci

Laju reaksi meningkat menjadi 2 kali laju reaksi semula pada setiap kenaikan suhu 15 o C. jika pada suhu 30 o C reaksi berlangsung 64 menit, maka

Laju reaksi meningkat menjadi 2 kali laju reaksi semula pada setiap kenaikan suhu 15 o C. jika pada suhu 30 o C reaksi berlangsung 64 menit, maka Laju reaksi meningkat menjadi 2 kali laju reaksi semula pada setiap kenaikan suhu 15 o C. jika pada suhu 30 o C reaksi berlangsung 64 menit, maka waktu reaksi berlangsung pada suhu 90 o C Susu dipasteurisasi

Lebih terperinci

STUDI KAPASITAS ADSORPSI SERTA DINAMIKA ADSORPSI DAN DESORPSI DARI NANOTUBE KARBON SEBAGAI PENYIMPAN HIDROGEN TESIS PROLESSARA PRASODJO

STUDI KAPASITAS ADSORPSI SERTA DINAMIKA ADSORPSI DAN DESORPSI DARI NANOTUBE KARBON SEBAGAI PENYIMPAN HIDROGEN TESIS PROLESSARA PRASODJO UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KAPASITAS ADSORPSI SERTA DINAMIKA ADSORPSI DAN DESORPSI DARI NANOTUBE KARBON SEBAGAI PENYIMPAN HIDROGEN TESIS PROLESSARA PRASODJO 0806423192 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA STUDI PENGARUH PENAMBAHAN KARBON PADA PROSES REDUKSI LANGSUNG BATU BESI SKRIPSI

UNIVERSITAS INDONESIA STUDI PENGARUH PENAMBAHAN KARBON PADA PROSES REDUKSI LANGSUNG BATU BESI SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA STUDI PENGARUH PENAMBAHAN KARBON PADA PROSES REDUKSI LANGSUNG BATU BESI SKRIPSI KOMARUDIN 0405040414 FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL DEPOK DESEMBER 2008 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

DESAIN SISTEM ADSORPSI DENGAN DUA ADSORBER SKRIPSI BOBI WAHYU SAPUTRA FAKULTAS TEKNIK PROGRAM TEKNIK MESIN DEPOK DESEMBER 2008

DESAIN SISTEM ADSORPSI DENGAN DUA ADSORBER SKRIPSI BOBI WAHYU SAPUTRA FAKULTAS TEKNIK PROGRAM TEKNIK MESIN DEPOK DESEMBER 2008 UNIVERSITAS INDONESIA DESAIN SISTEM ADSORPSI DENGAN DUA ADSORBER SKRIPSI BOBI WAHYU SAPUTRA 0606041913 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM TEKNIK MESIN DEPOK DESEMBER 2008 UNIVERSITAS INDONESIA DESAIN SISTEM ADSORPSI

Lebih terperinci

ANALISIS KERUSAKAN PADA LINE PIPE (ELBOW) PIPA PENYALUR INJEKSI DI LINGKUNGAN GEOTHERMAL

ANALISIS KERUSAKAN PADA LINE PIPE (ELBOW) PIPA PENYALUR INJEKSI DI LINGKUNGAN GEOTHERMAL UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KERUSAKAN PADA LINE PIPE (ELBOW) PIPA PENYALUR INJEKSI DI LINGKUNGAN GEOTHERMAL SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik WIRDA SAFITRI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Studi kapasitas..., Prolessara Prasodjo, FT UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Studi kapasitas..., Prolessara Prasodjo, FT UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan hidrogen sebagai energi alternatif pengganti energi dari fosil sangat menjanjikan. Hal ini disebabkan karena hidrogen termasuk energi yang dapat diperbarui

Lebih terperinci

Laju reaksi meningkat menjadi 2 kali laju reaksi semula pada setiap kenaikan suhu 15 o C. jika pada suhu 30 o C reaksi berlangsung 64 menit, maka

Laju reaksi meningkat menjadi 2 kali laju reaksi semula pada setiap kenaikan suhu 15 o C. jika pada suhu 30 o C reaksi berlangsung 64 menit, maka Laju reaksi meningkat menjadi 2 kali laju reaksi semula pada setiap kenaikan suhu 15 o C. jika pada suhu 30 o C reaksi berlangsung 64 menit, maka waktu reaksi berlangsung pada suhu 90 o C Susu dipasteurisasi

Lebih terperinci

PEMODELAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) REAKTOR PELAT SEJAJAR UNTUK REAKSI DEKOMPOSISI KATALITIK METANA SKRIPSI

PEMODELAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) REAKTOR PELAT SEJAJAR UNTUK REAKSI DEKOMPOSISI KATALITIK METANA SKRIPSI PEMODELAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) REAKTOR PELAT SEJAJAR UNTUK REAKSI DEKOMPOSISI KATALITIK METANA SKRIPSI HENDRO 0706269810 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA DEPOK

Lebih terperinci

PENGELOMPOKAN DOKUMEN BAHASA INDONESIA DENGAN TEKNIK REDUKSI DIMENSI NONNEGATIVE MATRIX FACTORIZATION DAN RANDOM PROJECTION SKRIPSI

PENGELOMPOKAN DOKUMEN BAHASA INDONESIA DENGAN TEKNIK REDUKSI DIMENSI NONNEGATIVE MATRIX FACTORIZATION DAN RANDOM PROJECTION SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA PENGELOMPOKAN DOKUMEN BAHASA INDONESIA DENGAN TEKNIK REDUKSI DIMENSI NONNEGATIVE MATRIX FACTORIZATION DAN RANDOM PROJECTION SKRIPSI Suryanto Ang 1205000886 FAKULTAS ILMU KOMPUTER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA PEMBUATAN KOMPOSIT PELAT BIPOLAR DENGAN MATRIKS POLIPROPILENA (PP) DENGAN PENGUAT KARBON DAN ADITIF POLIVINYLIDENE FLOURIDE (PVDF) SKRIPSI NUR HIMAWAN ABDILLAH 0405040538 FAKULTAS

Lebih terperinci

PERFORMA SEL SURYA TERSENSITASI ZAT PEWARNA (DSSC) BERBASIS ZnO DENGAN VARIASI TINGKAT PENGISIAN DAN BESAR KRISTALIT TiO 2 SKRIPSI

PERFORMA SEL SURYA TERSENSITASI ZAT PEWARNA (DSSC) BERBASIS ZnO DENGAN VARIASI TINGKAT PENGISIAN DAN BESAR KRISTALIT TiO 2 SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA PERFORMA SEL SURYA TERSENSITASI ZAT PEWARNA (DSSC) BERBASIS ZnO DENGAN VARIASI TINGKAT PENGISIAN DAN BESAR KRISTALIT TiO 2 SKRIPSI WULANDARI HANDINI 04 05 04 0716 FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seperti nanowire, nanotube, nanosheet, dsb. tidak terlepas dari peranan penting

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seperti nanowire, nanotube, nanosheet, dsb. tidak terlepas dari peranan penting BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sebagaimana yang telah dipaparkan pada latar belakang, material nano seperti nanowire, nanotube, nanosheet, dsb. tidak terlepas dari peranan penting katalis yang berfungsi sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN PEMBACAAN KWH METER ANALOG DENGAN KWH METER DIGITAL PADA KETIDAKSEIMBANGAN BEBAN SKRIPSI

ANALISIS PERBANDINGAN PEMBACAAN KWH METER ANALOG DENGAN KWH METER DIGITAL PADA KETIDAKSEIMBANGAN BEBAN SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PERBANDINGAN PEMBACAAN KWH METER ANALOG DENGAN KWH METER DIGITAL PADA KETIDAKSEIMBANGAN BEBAN SKRIPSI Boromeus Sakti Wibisana 04 04 03 022 9 FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

Lebih terperinci

SKRIPSI HERRY PRASETYO ANGGORO UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA DEPOK JULI 2010

SKRIPSI HERRY PRASETYO ANGGORO UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA DEPOK JULI 2010 PEMODELAN REAKTOR TERSTRUKTUR GAUZE UNTUK PRODUKSI NANOKARBON DAN HIDROGEN MELALUI REAKSI DEKOMPOSISI KATALITIK METANA MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS SKRIPSI HERRY PRASETYO ANGGORO 0606076444

Lebih terperinci

BAB 9. KINETIKA KIMIA

BAB 9. KINETIKA KIMIA BAB 9 BAB 9. KINETIKA KIMIA 9.1 TEORI TUMBUKAN DARI LAJU REAKSI 9.2 TEORI KEADAAN TRANSISI DARI LAJU REAKSI 9.3 HUKUM LAJU REAKSI 9.4 FAKTOR-FAKTOR LAJU REAKSI 9.5 MEKANISME REAKSI 9.6 ENZIM SEBAGAI KATALIS

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. FeO. CO Fe CO 2. Fe 3 O 4. Fe 2 O 3. Gambar 2.1. Skema arah pergerakan gas CO dan reduksi

BAB II DASAR TEORI. FeO. CO Fe CO 2. Fe 3 O 4. Fe 2 O 3. Gambar 2.1. Skema arah pergerakan gas CO dan reduksi BAB II DASAR TEORI Pengujian reduksi langsung ini didasari oleh beberapa teori yang mendukungnya. Berikut ini adalah dasar-dasar teori mengenai reduksi langsung yang mendasari penelitian ini. 2.1. ADSORPSI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA PEMODELAN DAN SIMULASI SISTEM KENDALI CONTINOUS STIRRED TANK REACTOR (CSTR) BIODIESEL THESIS YOSI ADITYA SEMBADA

UNIVERSITAS INDONESIA PEMODELAN DAN SIMULASI SISTEM KENDALI CONTINOUS STIRRED TANK REACTOR (CSTR) BIODIESEL THESIS YOSI ADITYA SEMBADA UNIVERSITAS INDONESIA PEMODELAN DAN SIMULASI SISTEM KENDALI CONTINOUS STIRRED TANK REACTOR (CSTR) BIODIESEL THESIS YOSI ADITYA SEMBADA 0906495772 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO DEPOK DESEMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini penggunaan material berbasis karbon sangat luas aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini penggunaan material berbasis karbon sangat luas aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini penggunaan material berbasis karbon sangat luas aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh beberapa aplikasi dalam bidang lingkungan antara

Lebih terperinci

MODEL ABSORPSI MULTIKOMPONEN GAS ASAM DALAM LARUTAN K 2 CO 3 DENGAN PROMOTOR MDEA PADA PACKED COLUMN

MODEL ABSORPSI MULTIKOMPONEN GAS ASAM DALAM LARUTAN K 2 CO 3 DENGAN PROMOTOR MDEA PADA PACKED COLUMN MODEL ABSORPSI MULTIKOMPONEN GAS ASAM DALAM LARUTAN K 2 CO 3 DENGAN PROMOTOR MDEA PADA PACKED COLUMN NURUL ANGGRAHENY D NRP 2308100505, DESSY WULANSARI NRP 2308100541, Dosen Pembimbing : Prof.Dr.Ir.Ali

Lebih terperinci

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Pengaruh Arus Listrik Terhadap Hasil Elektrolisis Elektrolisis merupakan reaksi yang tidak spontan. Untuk dapat berlangsungnya reaksi elektrolisis digunakan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH WAKTU REAKSI TERHADAP PRODUKSI NANOKARBON MELALUI DEKOMPOSISI KATALITIK METANA DARI KARBON AKTIF KULIT BUAH PISANG

UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH WAKTU REAKSI TERHADAP PRODUKSI NANOKARBON MELALUI DEKOMPOSISI KATALITIK METANA DARI KARBON AKTIF KULIT BUAH PISANG UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH WAKTU REAKSI TERHADAP PRODUKSI NANOKARBON MELALUI DEKOMPOSISI KATALITIK METANA DARI KARBON AKTIF KULIT BUAH PISANG SKRIPSI IMIA RIBKA 0906604211 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV. 1 Analisis Hasil Pengujian Metalografi dan Spektrometri Sampel Baja Karbon Dari hasil uji material pipa pengalir hard water (Lampiran A.1), pipa tersebut terbuat dari baja

Lebih terperinci

PERANCANGAN SHELL AND TUBE HEAT EXCHANGER TIPE FIXED HEAD DENGAN MENGGUNAKAN DESAIN 3D TEMPLATE SKRIPSI

PERANCANGAN SHELL AND TUBE HEAT EXCHANGER TIPE FIXED HEAD DENGAN MENGGUNAKAN DESAIN 3D TEMPLATE SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA PERANCANGAN SHELL AND TUBE HEAT EXCHANGER TIPE FIXED HEAD DENGAN MENGGUNAKAN DESAIN 3D TEMPLATE SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PENGARUH VARIABEL PROSES DAN PENENTUAN KONDISI OPTIMUM DEKOMPOSISI KATALITIK METANA DENGAN METODE RESPON PERMUKAAN

IDENTIFIKASI PENGARUH VARIABEL PROSES DAN PENENTUAN KONDISI OPTIMUM DEKOMPOSISI KATALITIK METANA DENGAN METODE RESPON PERMUKAAN SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VI Pemantapan Riset Kimia dan Asesmen Dalam Pembelajaran Berbasis Pendekatan Saintifik Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP UNS Surakarta, 21 Juni

Lebih terperinci

Bab 10 Kinetika Kimia

Bab 10 Kinetika Kimia D e p a r t e m e n K i m i a F M I P A I P B Bab 0 Kinetika Kimia http://chem.fmipa.ipb.ac.id Ikhtisar 2 3 Laju Reaksi Teori dalam Kinetika Kimia 4 Mekanisme Reaksi 5 46 Faktor Penentu Laju Reaksi Enzim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi yang semakin maju dalam beberapa dekade ini

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi yang semakin maju dalam beberapa dekade ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi yang semakin maju dalam beberapa dekade ini mengalami peralihan dari teknologi mikro (microtechnology) ke generasi yang lebih kecil yang dikenal

Lebih terperinci

OAL TES SEMESTER I. I. Pilihlah jawaban yang paling tepat! a. 2d d. 3p b. 2p e. 3s c. 3d 6. Unsur X dengan nomor atom

OAL TES SEMESTER I. I. Pilihlah jawaban yang paling tepat! a. 2d d. 3p b. 2p e. 3s c. 3d 6. Unsur X dengan nomor atom KIMIA XI SMA 3 S OAL TES SEMESTER I I. Pilihlah jawaban yang paling tepat!. Elektron dengan bilangan kuantum yang tidak diizinkan n = 3, l = 0, m = 0, s = - / n = 3, l =, m =, s = / c. n = 3, l =, m =

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

PERILAKU KUAT TEKAN DAN KUAT LENTUR PADA PERVIOUS CONCRETE SKRIPSI

PERILAKU KUAT TEKAN DAN KUAT LENTUR PADA PERVIOUS CONCRETE SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA PERILAKU KUAT TEKAN DAN KUAT LENTUR PADA PERVIOUS CONCRETE SKRIPSI ROY IMMANUEL 04 04 01 066 X FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL DEPOK DESEMBER 2008 844/FT.01/SKRIP/12/2008

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pada senyawa berukuran atau berstruktur nano khususnya dalam

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pada senyawa berukuran atau berstruktur nano khususnya dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan pada senyawa berukuran atau berstruktur nano khususnya dalam bidang sintesis material, memacu para peneliti untuk mengembangkan atau memodifikasi metode preparasi

Lebih terperinci

PENGUJIAN KOMPOR GAS HEMAT ENERGI MEMANFAATKAN ELEKTROLISA AIR DENGAN ELEKTRODA LEMPENG BERLARUTAN NaOH

PENGUJIAN KOMPOR GAS HEMAT ENERGI MEMANFAATKAN ELEKTROLISA AIR DENGAN ELEKTRODA LEMPENG BERLARUTAN NaOH UNIVERSITAS DIPONEGORO PENGUJIAN KOMPOR GAS HEMAT ENERGI MEMANFAATKAN ELEKTROLISA AIR DENGAN ELEKTRODA LEMPENG BERLARUTAN NaOH TUGAS SARJANA DWI SEPTIANI L2E 005 443 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INONESIA EVALUASI FAKTOR REDUKSI GEMPA PADA SISTEM GANDA RANGKA RUANG SKRIPSI AUDI VAN SHAF ( X)

UNIVERSITAS INONESIA EVALUASI FAKTOR REDUKSI GEMPA PADA SISTEM GANDA RANGKA RUANG SKRIPSI AUDI VAN SHAF ( X) UNIVERSITAS INONESIA EVALUASI FAKTOR REDUKSI GEMPA PADA SISTEM GANDA RANGKA RUANG SKRIPSI AUDI VAN SHAF (04 04 21 009 X) FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL DEPOK NOVEMBER 2008 III/FT.EKS.01/SKRIP/10/2008

Lebih terperinci

PEMBUATAN ALUMINIUM BUSA MELALUI PROSES SINTER DAN PELARUTAN SKRIPSI

PEMBUATAN ALUMINIUM BUSA MELALUI PROSES SINTER DAN PELARUTAN SKRIPSI PEMBUATAN ALUMINIUM BUSA MELALUI PROSES SINTER DAN PELARUTAN SKRIPSI Oleh AHMAD EFFENDI 04 04 04 004 6 DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA GENAP 2007/2008 PEMBUATAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hidrogen Hidrogen merupakan unsur bermassa rendah yang kelimpahannya cukup besar di alam. Unsur ini banyak ditemukan dalam bentuk senyawaan dengan karbon, dalam molekul air,

Lebih terperinci

Bahasan: Mempelajari kecepatan/laju reaksi suatu proses/perubahan kimia. reaksi berlangsung mekanisme reaksi

Bahasan: Mempelajari kecepatan/laju reaksi suatu proses/perubahan kimia. reaksi berlangsung mekanisme reaksi Mempelajari kecepatan/laju reaksi suatu proses/perubahan kimia. Kinetika juga mempelajari bagaimana reaksi berlangsung mekanisme reaksi Referensi: Brown et.al; Chemistry, The Central Science, 11th edition

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA PEMODELAN DAN SIMULASI REAKTOR UNGGUN TETAP UNTUK REAKSI DEKOMPOSISI KATALITIK METANA TESIS FEBRINI CESARINA

UNIVERSITAS INDONESIA PEMODELAN DAN SIMULASI REAKTOR UNGGUN TETAP UNTUK REAKSI DEKOMPOSISI KATALITIK METANA TESIS FEBRINI CESARINA UNIVERSITAS INDONESIA PEMODELAN DAN SIMULASI REAKTOR UNGGUN TETAP UNTUK REAKSI DEKOMPOSISI KATALITIK METANA TESIS FEBRINI CESARINA 0906496056 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA DEPOK JANUARI 2013

Lebih terperinci

Dengan mengalikan kedua sisi persamaan dengan T akan dihasilkan

Dengan mengalikan kedua sisi persamaan dengan T akan dihasilkan Hukum III termodinamika Hukum termodinamika terkait dengan temperature nol absolute. Hukum ini menyatakan bahwa pada saat suatu system mencapai temperature nol absolute, semua proses akan berhenti dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini, ketersediaan sumber energi fosil dunia semakin menipis, sumber energi ini semakin langka dan harganya pun semakin melambung tinggi. Hal ini tidak dapat dihindarkan

Lebih terperinci

Perubahan kimia secara sederhana ditulis dalam persamaan reaksi dengan kondisi kesetimbangan

Perubahan kimia secara sederhana ditulis dalam persamaan reaksi dengan kondisi kesetimbangan KINETIKA Pendahuluan Perubahan kimia secara sederhana ditulis dalam persamaan reaksi dengan kondisi kesetimbangan Namun persamaan reaksi tidak dapat menjawab :. Seberapa cepat reaksi berlangsung 2. Bagaimana

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA PENGEMBANGAN DAN DAMPAK INDUSTRI BIOETANOL DI JAWA TIMUR DENGAN METODE INPUT OUTPUT TESIS KULSUM

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA PENGEMBANGAN DAN DAMPAK INDUSTRI BIOETANOL DI JAWA TIMUR DENGAN METODE INPUT OUTPUT TESIS KULSUM UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA PENGEMBANGAN DAN DAMPAK INDUSTRI BIOETANOL DI JAWA TIMUR DENGAN METODE INPUT OUTPUT TESIS KULSUM 0806422605 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM PASCA SARJANA TEKNIK INDUSTRI DEPOK JUNI

Lebih terperinci

11/25/2013. Teori Kinetika Gas. Teori Kinetika Gas. Teori Kinetika Gas. Tekanan. Tekanan. KINETIKA KIMIA Teori Kinetika Gas

11/25/2013. Teori Kinetika Gas. Teori Kinetika Gas. Teori Kinetika Gas. Tekanan. Tekanan. KINETIKA KIMIA Teori Kinetika Gas Jurusan Kimia - FMIPA Universitas Gadjah Mada (UGM) KINETIKA KIMIA Drs. Iqmal Tahir, M.Si. Laboratorium Kimia Fisika,, Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BATAN Bandung meliputi beberapa tahap yaitu tahap preparasi serbuk, tahap sintesis dan tahap analisis. Meakanisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya adalah pembangunan industri kimia di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya adalah pembangunan industri kimia di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia saat ini sedang berusaha untuk tumbuh dan mengembangkan kemampuan yang dimiliki negara agar dapat mengurangi ketergantungan terhadap negara lain.

Lebih terperinci

Termodinamika apakah suatu reaksi dapat terjadi? Kinetika Seberapa cepat suatu reaksi berlangsung?

Termodinamika apakah suatu reaksi dapat terjadi? Kinetika Seberapa cepat suatu reaksi berlangsung? Presentasi Powerpoint Pengajar oleh Penerbit ERLANGGA Divisi Perguruan Tinggi Chapter 8 Kinetika Kimia Termodinamika apakah suatu reaksi dapat terjadi? Kinetika Seberapa cepat suatu reaksi berlangsung?

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Beberapa bahan penting dalam peralatan elektronik adalah semikonduktor. Kegunaan semikonduktor dalam bidang elektronik antara lain adalah sebagai transistor,

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. Universitas Indonesia. Pemodelan dan..., Yosi Aditya Sembada, FT UI

BAB 2 DASAR TEORI. Universitas Indonesia. Pemodelan dan..., Yosi Aditya Sembada, FT UI BAB 2 DASAR TEORI Biodiesel adalah bahan bakar alternatif yang diproduksi dari sumber nabati yang dapat diperbaharui untuk digunakan di mesin diesel. Biodiesel mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PROGRAM PERHITUNGAN KOEFISIEN DIFUSI MATERIAL DALAM REKAYASA PERMUKAAN

PENGEMBANGAN PROGRAM PERHITUNGAN KOEFISIEN DIFUSI MATERIAL DALAM REKAYASA PERMUKAAN PENGEMBANGAN PROGRAM PERHITUNGAN KOEFISIEN DIFUSI MATERIAL DALAM REKAYASA PERMUKAAN DEVELOPMENT PROGRAM FOR CALCULATION OF MATERIAL DIFFUSION COEFFICIENT IN SURFACE ENGINEERING Jan Setiawan Pusat Teknologi

Lebih terperinci

Fugasitas. Oleh : Samuel Edo Pratama

Fugasitas. Oleh : Samuel Edo Pratama Fugasitas Oleh : Samuel Edo Pratama - 1106070741 Pengertian Dalam termodinamika, fugasitas dari gas nyata adalah nilai dari tekanan efektif yang menggantukan nilai tekanan mekanis sebenarnya dalam perhitungan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan - 1 -

Bab I Pendahuluan - 1 - Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Pada saat ini, pengoperasian reaktor unggun diam secara tak tunak telah membuka cara baru dalam intensifikasi proses (Budhi, 2005). Dalam mode operasi ini, reaktor

Lebih terperinci

MODUL LAJU REAKSI. Laju reaksi _ 2013 Page 1

MODUL LAJU REAKSI. Laju reaksi _ 2013 Page 1 MODUL LAJU REAKSI Standar Kompetensi ( SK ) : Memahami kinetika reaksi, kesetimbangan kimia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dan industri. Kompetensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Konsumsi bahan bakar minyak (BBM) saat ini terus mengalami peningkatan, baik bensin (gasoline), minyak solar (diesel), maupun minyak mentah (kerosene). Peningkaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

(in CATALYST TECHNOLOGY Lecture ) Instructor: Dr. Istadi.

(in CATALYST TECHNOLOGY Lecture ) Instructor: Dr. Istadi. (in CATALYST TECHNOLOGY Lecture ) Instructor: Dr. Istadi (http://tekim.undip.ac.id/staf/istadi id/ ) Email: istadi@undip.ac.id Instructor s t Background BEng. (1995): Universitas Diponegoro Meng. (2000):

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Paduan Fe-Al merupakan material yang sangat baik untuk digunakan dalam berbagai aplikasi terutama untuk perlindungan korosi pada temperatur tinggi [1]. Paduan ini

Lebih terperinci

Universitas Indonesia Fakultas Ilmu Komputer Depok Juli 2008

Universitas Indonesia Fakultas Ilmu Komputer Depok Juli 2008 Laporan Tugas Akhir Penerapan What-If Analysis pada Sistem Penunjang Keputusan dalam Menentukan Menu Diet Vidyanita Kumalasari 120400089Y Universitas Indonesia Fakultas Ilmu Komputer Depok Juli 2008 Laporan

Lebih terperinci

SOAL LATIHAN CHEMISTRY OLYMPIAD CAMP 2016 (COC 2016)

SOAL LATIHAN CHEMISTRY OLYMPIAD CAMP 2016 (COC 2016) SOAL LATIHAN CHEMISTRY OLYMPIAD CAMP 2016 (COC 2016) Bagian I: Pilihan Ganda 1) Suatu atom yang mempunyai energi ionisasi pertama bernilai besar, memiliki sifat/kecenderungan : A. Afinitas elektron rendah

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA BLANKON: SEBUAH STUDI KASUS PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK BEBAS

UNIVERSITAS INDONESIA BLANKON: SEBUAH STUDI KASUS PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK BEBAS UNIVERSITAS INDONESIA BLANKON: SEBUAH STUDI KASUS PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK BEBAS SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana DOMINIKUS RANDY 1203000382 FAKULTAS ILMU KOMPUTER

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya. 5 E. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (25 : 75), F. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (50 : 50), G. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (75 :

Lebih terperinci

Kinetika Reaksi Homogen Sistem Reaktor Alir (Kontinyu)

Kinetika Reaksi Homogen Sistem Reaktor Alir (Kontinyu) KINETIKA DAN KATALISIS / SEMESTER PENDEK 2009-2010 PRODI TEKNIK KIMIA FTI UPN VETERAN YOGYAKARTA Kinetika Reaksi Homogen Sistem Reaktor Alir (Kontinyu) Senin, 19 Juli 2010 / Siti Diyar Kholisoh, ST, MT

Lebih terperinci

BAB IV PEMODELAN DAN SIMULASI SEL BAHAN BAKAR MEMBRAN PERTUKARAN PROTON DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE MATLAB/SIMULINK

BAB IV PEMODELAN DAN SIMULASI SEL BAHAN BAKAR MEMBRAN PERTUKARAN PROTON DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE MATLAB/SIMULINK BAB IV PEMODELAN DAN SIMULASI SEL BAHAN BAKAR MEMBRAN PERTUKARAN PROTON DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE MATLAB/SIMULINK 4.1. Pendahuluan Pada bab ini akan dibahas mengenai pengembangan model dalam software

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prarancangan Pabrik Vinyl Chloride Monomer dari Ethylene Dichloride dengan Kapasitas Ton/ Tahun. A.

BAB I PENDAHULUAN. Prarancangan Pabrik Vinyl Chloride Monomer dari Ethylene Dichloride dengan Kapasitas Ton/ Tahun. A. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Vinyl chloride monomer (VCM) merupakan senyawa organik dengan rumus molekul C 2 H 3 Cl. Dalam perkembangannya, VCM diproduksi sebagai produk antara dan digunakan untuk

Lebih terperinci

Bab VIII Teori Kinetik Gas

Bab VIII Teori Kinetik Gas Bab VIII Teori Kinetik Gas Sumber : Internet : www.nonemigas.com. Balon udara yang diisi dengan gas massa jenisnya lebih kecil dari massa jenis udara mengakibatkan balon udara mengapung. 249 Peta Konsep

Lebih terperinci

Kekuatan tarik komposisi paduan Fe-C eutectoid dapat bervariasi antara MPa tergantung pada proses perlakuan panas yang diterapkan.

Kekuatan tarik komposisi paduan Fe-C eutectoid dapat bervariasi antara MPa tergantung pada proses perlakuan panas yang diterapkan. Fasa Transformasi Pendahuluan Kekuatan tarik komposisi paduan Fe-C eutectoid dapat bervariasi antara 700-2000 MPa tergantung pada proses perlakuan panas yang diterapkan. Sifat mekanis yang diinginkan dari

Lebih terperinci

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH Komponen : adalah logam murni atau senyawa yang menyusun suatu logam paduan. Contoh : Cu - Zn (perunggu), komponennya adalah Cu dan Zn Solid solution (larutan padat)

Lebih terperinci

LAPORAN SKRIPSI ANALISA DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA CAMPURAN GAS CH 4 -CO 2 DIDALAM DOUBLE PIPE HEAT EXCHANGER DENGAN METODE CONTROLLED FREEZE OUT-AREA

LAPORAN SKRIPSI ANALISA DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA CAMPURAN GAS CH 4 -CO 2 DIDALAM DOUBLE PIPE HEAT EXCHANGER DENGAN METODE CONTROLLED FREEZE OUT-AREA LAPORAN SKRIPSI ANALISA DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA CAMPURAN GAS CH 4 -CO 2 DIDALAM DOUBLE PIPE HEAT EXCHANGER DENGAN METODE CONTROLLED FREEZE OUT-AREA Disusun oleh : 1. Fatma Yunita Hasyim (2308 100 044)

Lebih terperinci

PENGETAHUAN PROSES PADA UNIT SINTESIS UREA

PENGETAHUAN PROSES PADA UNIT SINTESIS UREA BAB V PENGETAHUAN PROSES PADA UNIT SINTESIS UREA V.I Pendahuluan Pengetahuan proses dibutuhkan untuk memahami perilaku proses agar segala permasalahan proses yang terjadi dapat ditangani dan diselesaikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan terhadap Bahan Bakar Minyak (BBM) pertama kali muncul pada tahun 1858 ketika minyak mentah ditemukan oleh Edwin L. Drake di Titusville (IATMI SM STT MIGAS

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS HUBUNGAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN FDI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA SKRIPSI

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS HUBUNGAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN FDI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS HUBUNGAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN FDI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Andrian

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HASIL PERCOBAAN DAN DISKUSI

BAB V ANALISIS HASIL PERCOBAAN DAN DISKUSI BAB V ANALISIS HASIL PERCOBAAN DAN DISKUSI Dari hasil percobaan dan uji sampel pada bab IV, yang pertama dilakukan adalah karakterisasi reaktor. Untuk mewakili salah satu parameter reaktor yaitu laju sintesis

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS TEKNO-EKONOMI PEMANFAATAN GAS ALAM MENGGUNAKAN SISTEM KOGENERASI DI RUMAH SAKIT (STUDI KASUS RUMAH SAKIT KANKER DHARMAIS) TESIS ROBI H.SEMBIRING 07 06 17 33 45 FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai langkah untuk memenuhi kebutuhan energi menjadi topik penting seiring dengan semakin berkurangnya sumber energi fosil yang ada. Sistem energi yang ada sekarang

Lebih terperinci

kimia KESETIMBANGAN KIMIA 2 Tujuan Pembelajaran

kimia KESETIMBANGAN KIMIA 2 Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 kimia K e l a s XI KESETIMBANGAN KIMIA 2 Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami faktor-faktor yang memengaruhi kesetimbangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Graphene merupakan susunan atom-atom karbon monolayer dua dimensi yang membentuk struktur kristal heksagonal menyerupai sarang lebah. Graphene memiliki sifat

Lebih terperinci

PENENTUAN OUTLIER PADA ALGORITMA PROPAGASI BALIK MENGGUNAKAN PERHITUNGAN JARAK MAHALANOBIS DAN JARAK FUZZY TESIS

PENENTUAN OUTLIER PADA ALGORITMA PROPAGASI BALIK MENGGUNAKAN PERHITUNGAN JARAK MAHALANOBIS DAN JARAK FUZZY TESIS PENENTUAN OUTLIER PADA ALGORITMA PROPAGASI BALIK MENGGUNAKAN PERHITUNGAN JARAK MAHALANOBIS DAN JARAK FUZZY TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Komputer ELLY MATUL

Lebih terperinci

DEGRADASI GLISEROL MENGGUNAKAN GELOMBANG MIKRO

DEGRADASI GLISEROL MENGGUNAKAN GELOMBANG MIKRO DEGRADASI GLISEROL MENGGUNAKAN GELOMBANG MIKRO Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Mahfud, DEA Oleh : Yudha Saputra 2306100064 Prasojo 2306100098 LABORATORIUM TEKNOLOGI PROSES KIMIA LATAR BELAKANG Produksi

Lebih terperinci

Chapter 6. Gas. Copyright The McGraw-Hill Companies, Inc. Permission required for reproduction or display.

Chapter 6. Gas. Copyright The McGraw-Hill Companies, Inc. Permission required for reproduction or display. Chapter 6 Gas Copyright The McGraw-Hill Companies, Inc. Permission required for reproduction or display. Beberapa zat yang berwujud gas pada suhu 25 0 C dan tekanan 1 Atm 5.1 1 5.1 Sifat-sifat fisis yang

Lebih terperinci

MODUL 1 TERMOKIMIA. A. Hukum Pertama Termodinamika. B. Kalor Reaksi

MODUL 1 TERMOKIMIA. A. Hukum Pertama Termodinamika. B. Kalor Reaksi MODUL 1 TERMOKIMIA Termokimia adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara energi panas dan energi kimia. Sebagai prasyarat untuk mempelajari termokimia, kita harus mengetahui tentang perbedaan kalor (Q)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sampai 10 atom karbon yang diperoleh dari minyak bumi. Sebagian diperoleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sampai 10 atom karbon yang diperoleh dari minyak bumi. Sebagian diperoleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Premium Premium terutama terdiri atas senyawa-senyawa hidrokarbon dengan 5 sampai 10 atom karbon yang diperoleh dari minyak bumi. Sebagian diperoleh langsung dari hasil penyulingan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

Soal ini terdiri dari 10 soal Essay (153 poin)

Soal ini terdiri dari 10 soal Essay (153 poin) Bidang Studi Kode Berkas : Kimia : KI-L01 (soal) Soal ini terdiri dari 10 soal Essay (153 poin) Tetapan Avogadro N A = 6,022 10 23 partikel.mol 1 Tetapan Gas Universal R = 8,3145 J.mol -1.K -1 = 0,08206

Lebih terperinci

Teori Kinetik Gas. C = o C K K = K 273 o C. Keterangan : P2 = tekanan gas akhir (N/m 2 atau Pa) V1 = volume gas awal (m3)

Teori Kinetik Gas. C = o C K K = K 273 o C. Keterangan : P2 = tekanan gas akhir (N/m 2 atau Pa) V1 = volume gas awal (m3) eori Kinetik Gas Pengertian Gas Ideal Istilah gas ideal digunakan menyederhanakan permasalahan tentang gas. Karena partikel-partikel gas dapat bergerak sangat bebas dan dapat mengisi seluruh ruangan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan pemenuhan energi semakin meningkat seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan pemenuhan energi semakin meningkat seiring dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan pemenuhan energi semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi, penduduk, pengembangan wilayah, dan pembangunan dari tahun ke tahun. Selama

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Model Reaksi CMR merupakan metode reaksi yang digunakan untuk menghasilkan hidrogen. Reaksi ini terdiri dari 2 reaksi yaitu reaksi pembentukan dan water gas shift. pada

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PELAPIS EPOKSI TERHADAP KETAHANAN KOROSI PIPA BAJA ASTM A53 DIDALAM TANAH SKRIPSI

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PELAPIS EPOKSI TERHADAP KETAHANAN KOROSI PIPA BAJA ASTM A53 DIDALAM TANAH SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PELAPIS EPOKSI TERHADAP KETAHANAN KOROSI PIPA BAJA ASTM A53 DIDALAM TANAH SKRIPSI SITI CHODIJAH 0405047052 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK METALURGI DAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, hasil uji kemampuan adsorpsi adsorben hasil pirolisis lumpur bio terhadap fenol akan dibahas. Kondisi operasi pirolisis yang digunakan untuk menghasilkan adsorben

Lebih terperinci

PENDEKATAN MODEL BASED AND INTEGRATED PROCESS IMPROVEMENT SEBAGAI SOLUSI PROBLEM PEMASARAN PERUMAHAN DI PT. PROSPEK REALTINDO TESIS

PENDEKATAN MODEL BASED AND INTEGRATED PROCESS IMPROVEMENT SEBAGAI SOLUSI PROBLEM PEMASARAN PERUMAHAN DI PT. PROSPEK REALTINDO TESIS PENDEKATAN MODEL BASED AND INTEGRATED PROCESS IMPROVEMENT SEBAGAI SOLUSI PROBLEM PEMASARAN PERUMAHAN DI PT. PROSPEK REALTINDO TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanoteknologi adalah pembuatan dan penggunaan materi atau devais pada ukuran sangat kecil. Materi atau devais ini berada pada ranah 1 hingga 1000 nanometer (nm). Satu

Lebih terperinci

Pemanfaatan Bentonit Dan Karbon Sebagai Support Katalis NiO-MgO Pada Hidrogenasi Gliserol

Pemanfaatan Bentonit Dan Karbon Sebagai Support Katalis NiO-MgO Pada Hidrogenasi Gliserol Pemanfaatan Bentonit Dan Karbon Sebagai Support Katalis NiO-MgO Pada Hidrogenasi Gliserol Oleh : Ferlyna Sari 2312 105 029 Iqbaal Abdurrokhman 2312 105 035 Pembimbing : Ir. Ignatius Gunardi, M.T NIP 1955

Lebih terperinci

Teori Kinetik Gas Teori Kinetik Gas Sifat makroskopis Sifat mikroskopis Pengertian Gas Ideal Persamaan Umum Gas Ideal

Teori Kinetik Gas Teori Kinetik Gas Sifat makroskopis Sifat mikroskopis Pengertian Gas Ideal Persamaan Umum Gas Ideal eori Kinetik Gas eori Kinetik Gas adalah konsep yang mempelajari sifat-sifat gas berdasarkan kelakuan partikel/molekul penyusun gas yang bergerak acak. Setiap benda, baik cairan, padatan, maupun gas tersusun

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA JUDUL KA KARYA AKHIR NAMA MAHASISWA NPM

UNIVERSITAS INDONESIA JUDUL KA KARYA AKHIR NAMA MAHASISWA NPM kiri : 4 cm kanan : 3 cm atas : 3 cm bawah : 3 cm LINE SPACING=SINGLE Times New Roman 14 ukuran logo Diameter 2,5 cm UNIVERSITAS INDONESIA JUDUL KA KARYA AKHIR NAMA MAHASISWA NPM FAKULTAS ILMU KOMPUTER

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Adsorption nomenclature [4].

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Adsorption nomenclature [4]. BAB II DASAR TEORI 2.1 ADSORPSI Adsorpsi adalah fenomena fisik yang terjadi saat molekul molekul gas atau cair dikontakkan dengan suatu permukaan padatan dan sebagian dari molekul molekul tadi mengembun

Lebih terperinci

SIMULASI PROSES EVAPORASI BLACK LIQUOR DALAM FALLING FILM EVAPORATOR DENGAN ADANYA ALIRAN UDARA

SIMULASI PROSES EVAPORASI BLACK LIQUOR DALAM FALLING FILM EVAPORATOR DENGAN ADANYA ALIRAN UDARA Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011 SIMULASI PROSES EVAPORASI BLACK LIQUOR DALAM FALLIN FILM EVAPORATOR DENAN ADANYA ALIRAN UDARA Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES. (2007), metode pembuatan VCM dengan mereaksikan acetylene dengan. memproduksi vinyl chloride monomer (VCM). Metode ini dilakukan

II. DESKRIPSI PROSES. (2007), metode pembuatan VCM dengan mereaksikan acetylene dengan. memproduksi vinyl chloride monomer (VCM). Metode ini dilakukan II. DESKIPSI POSES A. Jenis - Jenis Proses a) eaksi Acetylene (C2H2) dengan Hydrogen Chloride (HCl) Menurut Nexant s ChemSystem Process Evaluation/ esearch planning (2007), metode pembuatan VCM dengan

Lebih terperinci

OPTIMALISASI JUMLAH ALAT ANGKUT JENIS HD785 PADA PIT A MENGGUNAKAN METODE SIMULASI MONTE CARLO DALAM UPAYA MENINGKATKAN PRODUKSI OVERBURDEN DI PT X

OPTIMALISASI JUMLAH ALAT ANGKUT JENIS HD785 PADA PIT A MENGGUNAKAN METODE SIMULASI MONTE CARLO DALAM UPAYA MENINGKATKAN PRODUKSI OVERBURDEN DI PT X OPTIMALISASI JUMLAH ALAT ANGKUT JENIS HD785 PADA PIT A MENGGUNAKAN METODE SIMULASI MONTE CARLO DALAM UPAYA MENINGKATKAN PRODUKSI OVERBURDEN DI PT X TUGAS AKHIR Kiky Rizky Aprilya 1122003027 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci