SKRIPSI HERRY PRASETYO ANGGORO UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA DEPOK JULI 2010

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI HERRY PRASETYO ANGGORO UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA DEPOK JULI 2010"

Transkripsi

1 PEMODELAN REAKTOR TERSTRUKTUR GAUZE UNTUK PRODUKSI NANOKARBON DAN HIDROGEN MELALUI REAKSI DEKOMPOSISI KATALITIK METANA MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS SKRIPSI HERRY PRASETYO ANGGORO UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA DEPOK JULI 2010

2 PEMODELAN REAKTOR TERSTRUKTUR GAUZE UNTUK PRODUKSI NANOKARBON DAN HIDROGEN MELALUI REAKSI DEKOMPOSISI KATALITIK METANA MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana. HERRY PRASETYO ANGGORO UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA DEPOK JULI 2010

3 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama : Herry Prasetyo Anggoro NPM : Tanda Tangan : Tanggal : 13 Juli 2010 ii

4 HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini diajukan oleh : Nama : Herry Prasetyo Anggoro NPM : Program Studi : Teknik Kimia Judul Skripsi : Pemodelan Reaktor Terstruktur Gauze untuk Produksi Nanokarbon dan Hidrogen Melalui Reaksi Dekomposisi Katalitik Metana Menggunakan Computational Fluid Dynamics Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana pada Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI Pembimbing 1 : Dr. rer. nat. Ir. Yuswan Muharam, MT ( ) Pembimbing 2 : Prof. Dr. Ir. Widodo Wahyu Purwanto, DEA ( ) Penguji : Dr. Ir. Asep Handaya Saputra, M. Eng ( ) Penguji : Ir. Dijan Supramono, M. Sc ( ) Ditetapkan di : Depok Tanggal : 2 Juli 2010 iii

5 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas berkat, rahmat, penyertaan, dan bimbingan-nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Skripsi dengan judul Pemodelan Reaktor Terstruktur Gauze untuk Produksi Nanokarbon dan Hidrogen Melalui Reaksi Dekomposisi Katalitik Metana Menggunakan Computational Fluid Dynamics ini disusun sebagai salah satu persyaratan akademis untuk meraih gelar Sarjana Teknik di Departemen Teknik Kimia FTUI. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. rer. nat. Ir. Yuswan Muharam, MT dan Prof. Dr. Ir. Widodo W. Purwanto, DEA, selaku dosen pembimbing, yang selalu sabar dan bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam membimbing dan mengarahkan selama proses penyusunan skripsi ini. Pada kesempatan ini, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Widodo W. Purwanto, DEA, selaku Ketua Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik. 2. Dr. Ir. Asep Handaya Saputra, MT selaku penguji. 3. Ir. Yuliusman M.Eng., selaku kordinator mata kuliah skripsi. 4. Pembimbing Akademis, Ir. Dijan Supramono, M. Sc dan seluruh staff pengajar yang telah bersedia membimbing dan memberikan ilmu yang sangat berguna bagi penulis. 5. Bu Wulan atas diskusi-diskusi dan bimbingannya selama mengerjakan skripsi ini. 6. Mang Ijal, Mbak Tiwi, Mas Sriyono, dan semua karyawan DTK yang selalu membantu dalam penyelesaian penelitian dan penyusunan skripsi ini. 5. Ibu dan Ayah yang selalu mendampingi, memberikan nasihat, dan membantu, baik secara moril maupun materiil. 6. Diandra Novita yang selalu memberikan semangat dan membantu dalam melakukan penyusunan skripsi ini. iv

6 7. Partner penelitian saya, Peter Firstian, serta teman-teman Teknik Kimia UI angkatan 2006 yang selalu memberi semangat, mendukung, dan menghibur pada masa-masa sulit. 8. Semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas segala bantuan, pengorbanan, dan usaha yang telah diberikan. Penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya. Disadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat penulis harapkan agar perbaikan dapat terus dilakukan untuk mencapai hasil yang lebih baik lagi. Depok, 13 Juli 2010 Penulis v

7 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Herry Prasetyo Anggoro NPM : Program Studi : Teknik Kimia Departemen : Teknik Kimia Fakultas : Teknik Jenis karya : Skripsi demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Pemodelan Reaktor Terstruktur Gauze untuk Produksi Nanokarbon dan Hidrogen Melalui Reaksi Dekomposisi Katalitik Metana Menggunakan Computational Fluid Dynamics beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : 13 Juli 2010 Yang menyatakan ( Herry Prasetyo Anggoro ) vi

8 ABSTRAK Nama : Herry Prasetyo Anggoro Program Studi : Teknik Kimia Judul : Pemodelan Reaktor Terstruktur Gauze untuk Produksi Nanokarbon dan Hidrogen Melalui Reaksi Dekomposisi Katalitik Metana Menggunakan Computational Fluid Dynamics Reaktor terstruktur gauze digunakan sebagai solusi dari masalah yang ditemukan pada penggunaan reaktor fixed bed untuk reaksi dekomposisi katalitik metana. Reaktor terstruktur gauze memiliki beberapa kelebihan, yaitu memiliki pressure drop yang rendah dan konversi lebih tinggi. Pada penelitian ini, dilakukan pemodelan dan simulasi reaktor terstruktur gauze menggunakan Computational Fluid Dynamics yang mengacu pada kinetika Snoeck, Pemodelan hanya mempertimbangkan neraca massa dan momentum, di mana reaktor diasumsikan bersifat isotermal. Simulasi dilakukan dengan mengubah-ubah variabel proses seperti temperatur reaktor, komposisi masukkan, tekanan masukkan, dan kecepatan masuk. Melalui simulasi variasi proses, dapat diketahui pengaruh perubahan kondisi operasi terhadap kinerja reaktor, seperti pada kenaikan temperatur akan menyebabkan konversi reaktor semakin meningkat. Kata kunci: Reaktor terstruktur gauze, pemodelan, simulasi, CFD ABSTRACT Name : Herry Prasetyo Anggoro Study Program : Chemical Engineering Title : Modeling Gauze Structured Reactor for the Production of Hydrogen and Nanocarbon Through Catalytic Decomposition of Methane Reaction Using Computational Fluid Dynamics Gauze structured reactors are used as the solution of problems found in the use of fixed bed reactor for reaction of catalytic decompotition methane. Gauze structured reactor has several advantages, having a low pressure drop and higher conversion. In this study, the modeling and simulation of structured gauze reactor using Computational Fluid Dynamics refers to the kinetic Snoeck, Modelling only consider the mass balance and momentum, where the reactor is assumed to be isothermal. Simulations carried out by varying process variables such as reactor temperature, inlet composition, inlet pressure and inlet velocity. Through the simulation process variations, we can know the effect of changing operating conditions on reactor performance, such as the rise in temperature will cause the reactor conversion increases. Key words: Gauze structured reactors, modelling, simulation, CFD vii

9 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vi ABSTRAK... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR...x DAFTAR TABEL... xi BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Batasan Masalah Sistematika Penulisan... 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Reaksi Dekomposisi Katalitik Metana Reaktor Gauze Untuk Reaksi Dekomposisi Katalitik Metana Kondisi Operasi Dekomposisi Katalitik Metana Katalis Terstruktur Peristiwa Perpindahan dan Reaksi yang Terjadi di sepanjang Reaktor (Nauman, 2001) Neraca Massa, Energi, dan Momentum (Bird, 2003) Neraca Massa Neraca Energi Panas Neraca Momentum Computational Fluid Dynamics (Coker, 2001) BAB 3 METODE PENELITIAN Diagram Alir Prosedur Penelitian Prosedur Penelitian Studi Literatur Melakukan Penentuan Batasan pada Model viii

10 3.2.3 Pembuatan Geometri Penyusunan Model Pengecekan Model Pengecekan Geometri Simulasi Analisis Hasil Simulasi BAB 4 PEMODELAN DAN SIMULASI REAKTOR GAUZE Pemodelan Reaktor Gauze Skala Reaktor Lapisan Batas (Perpindahan Antar Fasa) Skala Partikel Katalis Kondisi Batas Kondisi Batas Reaktor Simulasi Reaktor Gauze dengan Menggunakan Computational Fluid Dynamics Pemodelan Reaktor BAB 5 ANALISIS HASIL SIMULASI Analisis Hasil Simulasi Reaktor Gauze Pengaruh Perubahan Variabel Proses Pengaruh Tekanan Terhadap Konversi CH Pengaruh Temperatur Terhadap Konversi CH Pengaruh Kecepatan Terhadap Konversi CH Pengaruh Komposisi Masukan Terhadap Konversi BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA...69 LAMPIRAN...71 ix

11 DAFTAR GAMBAR Gambar 2. 1 (a) Substrat anyaman kawat (gauze) baja sebelum (b) setelah dibentuk (c) Reaktor katalis terstruktur sebelum reaksi (d) dan (e) setelah reaksi (f) hasil nanotube karbon... 7 Gambar 2. 2 Tampak depan dan tampak samping reaktor gauze (Yulianti, 2008). 9 Gambar 2. 3 Beberapa contoh katalis terstruktur: (a) Katalis monolitik, (Heibel, 2001) (b) Katalis dengan paten KATAPAK Gambar 2. 4 Ilustrasi pori-pori katalis dan tahanan film di partikel katalis (Nauman, 2001) Gambar 3. 1 Diagram penelitian Gambar 4. 1 Tampilan awal COMSOL Gambar 4. 2 Tampilan multiphysics di dalam COMSOL Gambar 4. 3 Tampak penampang reaktor gauze Gambar 4. 4 Silinder katalis Gambar 4. 5 Persilangan katalis Gambar 4. 6 a. Model persilangan katalis; b. Penampang persilangan katalis Gambar 4. 7 Subdomain setting pada modul convection and diffusion Gambar 4. 8 Boundary Settings pada Convection and Conduction Gambar 4. 9 Boundary settings pada incompressible navier stokes Gambar Profil CH 4 di sepanjang reaktor Gambar 5. 1 Profil konsentrasi metana di sepanjang reaktor Gambar 5. 2 Konsentrasi hidrogen di sepanjang reaktor Gambar 5. 3 Konsumsi metana di sepanjang reaktor Gambar 5. 4 Produksi hidrogen di sepanjang reaktor Gambar 5. 5 Profil kecepatan di potongan pertama reaktor Gambar 5. 6 Profil kecepatan rata-rata arah y di sepanjang reaktor Gambar 5. 7 Profil kecepatan di sepanjang reaktor pada titik x Gambar 5. 8 Profil aliran Fluida di sepanjang bagian reaktor potongan pertama. 58 Gambar 5. 9 Bilangan Reynold di sepanjang bagian reaktor potongan pertama.. 59 Gambar Profil kecepatan di sekitar dinding katalis Gambar Profil konsentrasi CH4 dengan tekanan 1 atm ( ), 5 atm ( ), dan 10 atm () terhadap panjang reaktor, L Gambar Hubungan antara laju reaksi terhadap tekanan parsial (Snoeck, 1997) Gambar Profil konsentrasi CH 4 dengan temperatur 923 K ( ), 973 K ( ), dan 1023 K () terhadap panjang reaktor, L Gambar Profil konsentrasi CH 4 dengan kecepatan masuk 1e-3 m/s ( ), 7.734e-3 m/s ( ), dan 15e-3 m/s () terhadap panjang reaktor, L Gambar Profil konsentrasi metana dengan komposisi masukan CH 4 =0.9 H 2 =0.1 ( ), CH 4 =0.5 H 2 =0.5 ( ), dan CH 4 =1 H 2 =0 () terhadap panjang reaktor, L x

12 DAFTAR TABEL Tabel 2. 1 Rangkuman hasil penggunaan reaktor... 8 Tabel 4. 1 Kondisi batas yang digunakan pada multiphysic convection and diffusion Tabel 4. 2 Kondisi batas yang digunakan pada multiphysic incompressible navier stokes Tabel 4. 3 Variabel-variabel konstanta Tabel 4. 4 Variabel-variabel persamaan di dalam scalar expressions Tabel 5. 1 Hasil simulasi reaktor gauze xi

13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada bidang teknologi, penelititan tentang nanoteknologi menjadi sorotan karena peningkatan kemampuan fisikal dan kemampuan modifikasi dari material nano. Nanokarbon, khususnya yang berbentuk tabung (tube) adalah contoh nanopartikulat material paling terkenal untuk mewujudkan nanoteknologi karena memiliki karakteristik yang luar biasa sebagai material sehingga menjanjikan pemanfaatan yang luas. Produksi nanokarbon secara komersial umumnya menggunakan proses arch-discharge penguapan graphite dan dekomposisi plasma yang menghasilkan karbon berbentuk amorph. Namun, proses tersebut membutuhkan energi yang sangat besar dan memerlukan pemurnian produk sehingga biaya produksinya sangat mahal dan sulit di scale-up (Li, 2000). Pada bidang lingkungan, pemanasan global menjadi permasalahan yang mendapat sorotan. Konsumsi energi besar-besaran, terutama yang berasal dari fosil adalah salah satu sumber timbulnya gas rumah kaca penyebab pemanasan global. Hidrogen merupakan salah satu alternatif sumber energi yang dapat menghasilkan energi yang besar dan efisien serta ramah lingkungan. Penggunaan hidrogen dilakukan melalui aplikasi H 2 -O 2 fuel cell yang menuntut tingkat kemurnian hidrogen sangat tinggi dari senyawa CO karena bersifat meracuni anode-elektrokatalis pada fuel cell tesebut. Proses produksi hidrogen yang banyak digunakan saat ini adalah reformasi kukus metana: (CH 4 + H 2 O CO + 3 H 2, H 298K = +206 kj/mol). Proses ini menghasilkan senyawa CO melebihi toleransi yang diperkenankan untuk aplikasi fuel cell (10-20 ppm), sehingga membutuhkan unit tambahan untuk proses pemurnian yang terbilang cukup kompleks dan tidak ekonomis. Dekomposisi katalitik metana telah terbukti sebagai salah satu alternatif untuk memproduksi hidrogen dan nanokarbon bermutu tinggi secara ekonomis dan simultan dengan reaksi sebagai berikut: CH 4 C + 2H 2 H 298 = + 75 kj/mol (1.1) 1

14 2 Pada reaksi ini, hidrogen yang dihasilkan bebas kontaminan CO dan berlangsung pada temperatur yang lebih rendah sehingga proses pemurnian CO tidak diperlukan dan kebutuhan energi lebih sedikit dibandingkan proses steam reforming (Li, 2000, Ermakova, 2000). Produk lain yang berupa produk nanokarbon juga sekaligus dapat dihasilkan melalui reaksi ini. Dengan demikian, dekomposisi katalitik metana menjadi solusi menarik untuk menjawab kedua permasalahan yang telah dipaparkan sebelumnya. Pengembangan reaktor dekomposisi katalitik metana merupakan salah satu opsi selain pengembangan katalis. Beberapa penelitian telah dilakukan dalam merancang reaktor untuk produksi skala besar dengan menggunakan jenis reaktor fixed bed, spouted bed atau fluidized bed, diantaranya adalah Muradov, 2000; Wang, 2002, Weizhong, 2004; dan Morancais, Penggunaan reaktor jenis fixed bed (unggun diam) untuk reaksi dekomposisi metana akan mengalami penyumbatan dikarenakan deposisi karbon pada katalis yang menyebabkan kenaikan pressure drop (Purwanto, 2005). Muradov, 2001 menggunakan spouted bed reactor, dimana metana dialirkan dari dasar reaktor dengan kecepatan tinggi sehingga menimbulkan spouting zone di tengah reaktor. Proses ini dapat dilakukan dengan menetapkan kecepatan superfisial gas 2 cm/s dan rasio tinggi reaktor terhadap diameternya 5 sampai 6 yang menghasilkan pencampuran katalis tidak homogen sehingga konversi metana yang dihasilkan sangat kecil, 7%. Reaktor jenis lainnya yaitu fluidized bed telah diteliti oleh Muradov, 2001, Wang, 2002, Weizhong, 2004 dan Morancais, Dari beberapa penelitian ini, reaktor fluidized bed memberikan konversi metana yang rendah pula < 40% karena waktu tinggal raektan yang singkat sehingga tidak mendapatkan hidrogen murni, disamping itu sulit mengontrol laju alir umpan dikarenakan perubahan ukuran partikel katalis selama reaksi dan terjadi aglomerasi dan sticking dari partikelpartikel nano karbon. Perkembangan teknologi berbantuan komputer telah demikian pesat. Dalam ilmu kimia, khususnya teknik kimia, penggunaannya telah meluas mulai dari hal-hal yang sederhana hingga hal-hal yang cukup kompleks misalnya pemodelan dari suatu alat atau sistem seperti reaktor.

15 3 Reaktor adalah bagian yang sangat vital dalam proses kimia. Hal ini disebabkan karena reaktor merupakan alat di mana proses reaksi kimia untuk membuat suatu produk berlangsung. Oleh karena itu perancangan suatu reaktor yang sesuai dengan proses yang akan terjadi sangat penting dan memerlukan perhatian yang besar, sehingga menghasilkan konfigurasi yang maksimum. Dalam penelitian ini, akan dilakukan pemodelan reaktor dengan katalis terstruktur berbentuk wire gauze. Hal ini dikarenakan dalam melakukan perancangan reaktor perlu dilakukan prediksi dan estimasi untuk mengetahui berbagai parameter yang terlibat di dalam sistem sehingga kita dapat mempersiapkan atau merekayasa sistem pada kondisi yang seefisien mungkin. Untuk keperluan perancangan ini, dibutuhkan sebuah model serta simulasi komputer yang dapat mewakili karakteristik reaktor dengan katalis terstruktur berbentuk wire gauze tersebut. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana melakukan pemodelan reaktor gauze untuk produksi nanokarbon melalui reaksi dekomposisi katalitik metana yang kemudian dibuat simulasi berbantuan komputer agar dapat diketahui interaksi dari berbagai parameter yang berpengaruh terhadap kinerja sistem. Simulasi dilakukan dengan menggunakan metode finite elemen yang dibantu dengan software COMSOL. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mendapatkan informasi hidrodinamika, pola aliran, dan juga peristiwa perpindahan yang terjadi di dalam reaktor. 2. Membuat model matematis yang dapat mewakili reaktor gauze dengan memperhitungkan kinetika, perpindahan massa dan perubahan momentum ke arah memanjang reaktor maupun ke arah penampang reaktor pada skala reaktor dan skala partikel katalis.

16 4 3. Mensimulasikan model yang dibuat untuk mengetahui pengaruh kondisi operasi terhadap kinerja reaktor. 1.4 Batasan Masalah Batasan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Reaktor yang digunakan adalah reaktor berbentuk tubular. 2. Katalis yang digunakan berbentuk silinder. 3. Sistem yang digunakan steady-state. 4. Aliran di dalam reaktor bergerak pada arah x, y, dan z. 5. Tekanan tidak berubah secara signifikan di sepanjang reaktor. 6. Sistem isotermal karena perubahan temperatur tidak begitu signifikan. 7. Konstanta difusi ke arah x, y, dan z besarnya sama. 8. Sistem ditinjau menjadi dua bagian, yaitu skala reaktor dan skala partikel katalis. 9. Reaksi hanya terjadi di permukaan eksternal katalis (padat). 10. Data kinetika intrinsik didapatkan dari penelitian yang dilakukan oleh Snoeck, Metode numerik yang digunakan adalah metode finite elemen yang dibantu dengan software COMSOL. 12. Reaktor dibagi-bagi menjadi unit geometri keci atau persilangan katalis yang dianggap sama untuk setiap persilangan katalis. 13. Kinerja reaktor yang dievaluasi adalah profil konsentrasi metana dan hidrogen, temperatur, kecepatan, dan tekanan. 1.5 Sistematika Penulisan BAB 1 Pendahuluan Berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. BAB 2 Tinjauan Pustaka Berisi tinjauan literatur mengenai reaksi dekomposisi metana, reaktor gauze untuk reaksi dekomposisi metana, kondisi

17 5 BAB 3 BAB 4 BAB 5 BAB 6 operasi dekomposisi metana, katalis terstruktur, peristiwa perpindahan, dan reaksi yang terjadi di sepanjang reaktor Metode Penelitian Berisi diagram alir penelitian, prosedur penelitian yang di dalamnya menjelaskan mengenai langkah-langkah yang dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian. Pemodelan dan Simulasi Reaktor Gauze Berisi mengenai pemodelan dan simulasi reaktor yang di dalamnya menjelaskan mengenai langkah-langkah pembuatan model matematis dan simulasi reaktor dengan menggunakan COMSOL Multiphysics. Analisis Hasil Simulasi Berisi tentang analisis dari hasil simulasi. Simulasi dilakukan dengan mengubah-ubah tekanan masuk, temperatur reaktor, komposisi masukkan, dan kecepatan masuk. Kesimpulan dan Saran Berisi tentang kesimpulan dari penelitian mengenai pengaruh perubahan variabel operasi terhadap konversi reaktor dan saran untuk menghasilkan hasil simulasi yang lebih baik dan lebih representatif terhadap reaktor yang sebenarnya.

18 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Reaksi Dekomposisi Katalitik Metana Dekomposisi didefinisikan sebagai salah satu dari reaksi kimia yang menguraikan atau memutuskan ikatan rantai suatu senyawa menjadi unsur-unsur atau senyawa yang lebih sederhana (Muradov, 2001). Dekomposisi metana atau yang dikenal dengan methane decomposition reaction (MDR) memutuskan ikatan H-C dari metana menjadi komponen yang lebih sederhana yaitu hidrogen dan karbon. Reaksinya (Muradov, 2001): Nilai H r o CH 4 C + 2H 2, H 298 = +75 kj/mol (2.1) yang positif membuktikan bahwa reaksi tersebut bersifat endotermis. Pada reaksi yang endotermis, konversi akan meningkat seiring dengan meningkatnya suhu reaksi sehingga reaksi ini harus dilakukan pada suhu yang tinggi. Oleh karena itu, untuk memperoleh temperatur reaksi yang tidak terlalu tinggi perlu ditambahkan katalis yang dapat menurunkan energi aktivasi. Dengan turunnya energi aktivasi, energi yang dibutuhkan oleh reaksi akan berkurang sehingga temperaturnya akan menurun. Proses ini menghasilkan dua produk yang memiliki nilai tinggi yaitu gas hidrogen free CO-CO 2 dan material karbon dengan berbagai jenis yang berbeda. Methane decomposition reaction pertama kali dikembangkan dengan tujuan mendapatkan gas H 2 murni dan memiliki konsentrasi yang besar. Namun setelah diketahui produk samping dari reaksi ini adalah material nano, maka perkembangan tentang dekomposisi metana pun semakin pesat. Reaksi perengkahan metana (methane cracking) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu perengkahan metana secara langsung (direct methane cracking) dan perengkahan metana secara tidak langsung (indirect methane cracking). Reaksi dekomposisi metana tergolong dalam reaksi perengkahan metana secara langsung. 6

19 7 2.2 Reaktor Gauze Untuk Reaksi Dekomposisi Katalitik Metana Dari beberapa penelitian perancangan reaktor yang dilakukan Nazim Muradov dan Qian Weizhong, 2001, konversi metana yang dihasilkan masih rendah karena waktu tinggal reaktan yang singkat sehingga tidak mendapatkan hidrogen murni, disamping itu sulit untuk mengontrol laju alir umpan dikarenakan perubahan ukuran partikel katalis selama reaksi dan terjadi aglomerasi dan sticking dari partikel-partikel nano karbon. Dalam rangka mencari solusi permasalan jenis reaktor diatas, Muharam dan Purwanto, 2007 telah menginisiasi riset menggunakan reaktor katalitik terstruktur skala kecil atau reaktor gauze untuk reaksi dekomposisi katalitik metana, seperti terlihat pada Gambar 2.1 (Muharam & Purwanto, 2007). (a) (b) (c) (d) (e) (f) Gambar 2. 1 (a) Substrat anyaman kawat (gauze) baja sebelum (b) setelah dibentuk (c) Reaktor katalis terstruktur sebelum reaksi (d) dan (e) setelah reaksi (f) hasil nanotube karbon

20 8 Hasil penelitian menunjukkan bahwa katalis Ni-Cu-Al mampu bertahan sampai 1400 menit (24 jam) dengan penurunan laju alir yang relatif kecil sekitar 10% sehingga dapat disimpulkan reaktor gauze dapat mengatasi permasalahan penyumbatan (pressure drop) pada reaktor unggun diam dan ketinggian wire mesh (gauze) dan laju alir umpan dapat diatur dengan mudah tanpa mempengaruhi hidrodinamika sehingga dapat menambah waktu tinggal reaktan yang pada akhirnya meningkatkan konversi. Disamping itu kualitas nanotube yang dihasilkan cukup baik dengan diameter nm dan ketebalan dinding nm dan kemurnian hidrogen mencapai 99%. Dikarenakan voidage yang besar kelemahan reaktor jenis ini loading katalis per satuan volume kecil namun dengan hidrodinamika fluida yang tidak terlalu kompleks akan memudahkan dalam scaling up ke skala industri. Peneliti Tahun Jenis Reaktor Muradov Qian, dkk Siang- Pao, dkk Muharam dan Purwanto Tabel 2. 1 Rangkuman hasil penggunaan reaktor 2000 Spouted bed 2001 Fluidized bed stage fluidized bed Konversi Pressure drop Lifetime katalis Aglomerasi & penyumbatan 7% Rendah - Tidak 20% Rendah - Tidak 20-40% Rendah ~ 17 jam Tidak 2006 Fixed bed 47% Tinggi ~ 1 jam Ya 2007 Reaktor katalis terstruktur 59,57% Rendah ~ 24 jam Ya setelah waktu yang lama

21 9 Gambar 2. 2 Tampak depan dan tampak samping reaktor gauze (Yulianti, 2008) 2.3 Kondisi Operasi Dekomposisi Katalitik Metana Selain aspek katalis, yang mempengaruhi produk akhir dari reaksi dekomposisi metana adalah kondisi operasi pada saat uji kinerja katalis dilakukan. 1. Temperatur Operasi Reaksi dekomposisi katalitik metana terjadi pada suhu yang tinggi. Temperatur terbukti mempengaruhi hasil reaksi baik kualitas maupun kuantitas nanokarbonnya. Semakin tinggi temperatur maka metana akan semakin cepat terdekomposisi, tetapi pada suhu yang tinggi katalis juga lebih mudah mengalami sintering dan semakin banyak karbon yang terbentuk maka deaktivasi katalis juga semakin cepat terjadi. Walaupun masa aktif dari katalis berkurang secara signifikan, secara garis besar jumlah karbon yang terbentuk menjadi lebih banyak. Hasil uji produk membuktikan bahwa karbon jenis nanotube hanya akan terbentuk pada temperatur lebih tinggi daripada temperatur terbentuknya karbon nanofiber pada umumnya. Selain itu, karbon yang terbentuk pada temperatur yang lebih tinggi akan mempunyai bentuk yang lebih teratur dengan ketebalan yang seragam (Siregar, 2005). Penambahan temperatur juga akan menyebabkan diameter dan ketebalan dinding dari nanotube yang telah terbentuk semakin mengecil (Grujicic, 2002), sedangkan yang diharapkan adalah nanotube karbon

22 10 dengan dinding yang tebal. Semua hal ini membuat tidak ada temperatur tertentu yang mutlak untuk reaksi ini. Temperatur optimal untuk reaksi dekomposisi metana agar terbentuk produk karbon nanotube yang diharapkan berada pada temperatur antara o C. 2. Tekanan Operasi Tekanan operasi untuk reaksi ini adalah tekanan rendah atau tekanan atmosferik. 2.4 Katalis Terstruktur Katalis terstruktur adalah katalis yang dibentuk dengan struktur tertentu sebagai alternatif pengganti katalis bentuk konvensional yang masih mempunyai kekurangan dalam aplikasinya. Susunan, bentuk, dan ukuran katalis terstruktur menentukan dinamika aliran dan pressure drop. Secara umum kriteria yang harus dipenuhi dalam merancang struktur katalis adalah sebagai berikut (Trubac, 2001): 1. luas permukaan yang besar agar kontak interfacial menjadi tinggi 2. struktur yang terbuka agar hambatan terhadap aliran fluida menjadi kecil 3. memungkinkan aliran gas yang seragam pada cross-section kolom Penggunaan katalis terstruktur mempunyai keunggulan dibanding dengan katalis bentuk konvensional seperti bubuk, antara lain: 1. pressure drop yang rendah 2. luas permukaan spesifik yang tinggi 3. distribusi katalis yang teratur Ada beberapa jenis katalis terstruktur yang umum digunakan: 1. Katalis Monolitik Katalis ini mempunyai struktur yang mempunyai kesatuan yang seragam, dengan saluran-saluran sempit-sempit yang teratur baik paralel maupun zig-zag. Katalis ini memungkinkan untuk mengontrol selektivitas dari reaksi yang kompleks, mempunyai hambatan difusi internal yang kecil, pressure drop yang lebih kecil 2-3 kali dari reaktor fixed bed, dan aliran yang seragam. Unsur yang aktif secara katalitik terdispersi di seluruh struktur monolitik. Nama yang umum dipakai untuk model ini adalah

23 11 struktur sarang tawon (honeycomb). Katalis ini sering diaplikasikan sebagai katalitik konverter pada kendaraan bermotor. 2. Katalis Membran Katalis jenis ini tidak hanya mempunyai interaksi terhadap dinding akan tetapi juga perpindahan massa melewati dinding yang permeable (difusi) yang memiliki pori-pori kecil. 3. Arranged Katalis Katalis terstruktur yang memberikan perpindahan massa yang relatif cepat melalui zona reaksi yang tegak lurus terhadap aliran dan biasanya untuk reaksi katalitik dua fasa. (a) (b) Gambar 2. 3 Beberapa contoh katalis terstruktur: (a) Katalis monolitik, (Heibel, 2001) (b) Katalis dengan paten KATAPAK 2.5 Peristiwa Perpindahan dan Reaksi yang Terjadi di sepanjang Reaktor (Nauman, 2001) Molekul reaktan memasuki reaktor dengan konsentrasi seragam a in dan meninggalkan reaktor dengan konsentrasi a out. Di antara masuk dan keluarnya molekul reaktan tersebut mengalami peristiwa-peristiwa sebagai berikut :

24 12 1. Peristiwa perpindahan reaktan di fasa bulk (gas) sampai ke sekitar partikel katalis. 2. Peristiwa perpindahan melewati tahanan film dari fasa bulk (gas) ke permukaan eksternal katalis. 3. Peristiwa perpindahan reaktan ke dalam partikel katalis melalui difusi melewati pori-pori katalis. 4. Adsorpsi molekul reaktan di atas permukaan internal katalis. 5. Reaksi antar komponen teradsorpsi di atas permukaan katalis. 6. Desorpsi molekul produk dari permukaan ke pori-pori katalis. 7. Difusi molekul produk keluar dari pori-pori katalis ke permukaan eksternal katalis. 8. Peristiwa perpindahan produk melewati tahanan film menuju ke fasa bulk (gas). 9. Peristiwa perpindahan produk di fasa bulk (gas) sampai ke outlet reaktor. Gambar 2. 4 Ilustrasi pori-pori katalis dan tahanan film di partikel katalis (Nauman, 2001) Setiap peristiwa perpindahan yang disebutkan di atas dapat diubah ke dalam bentuk persamaan matematis.

25 13 Namun dalam penelitian ini katalis yang digunakan tidak memiliki poripori, sehingga tidak terjadi peristiwa perpindahan reaktan ke dalam partikel katalis melalui difusi melewati pori-pori katalis melainkan langsung terjadi reaksi di permukaan eksternal katalis. 2.6 Neraca Massa, Energi, dan Momentum (Bird, 2003) Neraca Massa Neraca massa merupakan aplikasi dari hukum kekekalan massa, di mana massa tidak dapat diciptakan ataupun dihancurkan. Untuk membuat sebuah kesetimbangan massa, pertama-tama harus didefinisikan lebih dahulu sistemnya, kemudian menguraikan batas-batasnya. Pada neraca massa, ada beberapa istilah yang digunakan, yaitu (1) sistem, merupakan bagian atau keseluruhan proses untuk analisis; (2) kondisi batas merupakan suatu kumpulan kondisi yang ditentukan untuk menyelesaikan suatu persamaan diferensial di batas domain; (3) sistem terbuka merupakan sistem dengan adanya massa yang keluar dan masuk melalui kondisi batas; (4) sistem tertutup merupakan sistem tanpa adanya perpindahan massa selama jangka waktu yang diinginkan. Neraca massa sendiri dibagi menjadi dua menurut alirannya, yaitu (1) unsteady state (keadaan tidak tunak) dimana nilai variabel-variabel yang berkaitan berubah berdasarkan waktu; dan (2) steady state (keadaan tunak) dimana nilai dari variabel-variabel yang berkaitan tidak berubah terhadap waktu. Keadaan tunak menyebabkan tidak adanya nilai dari akumulasi sehingga akan mempermudah persamaan tersebut. Fenomena-fenomena yang terjadi pada neraca massa adalah konveksi, difusi dan generasi massa dengan persamaan pada koordinat silinder: (2.2)

26 14 dimana, 1 = suku difusi 2 = suku konveksi 3 = suku difusi 4 = suku generasi massa = konsentrasi A = kecepatan superficial = koefisien difusivitas gas A terhadap B = arah aksial = arah radial = arah angular Sedangkan untuk koordinat lainnya, Koordinat persegi: (2.3) Koordinat bola: 1 1 sin 1 1 sin sin 1 sin (2.4) Neraca Energi Panas Fenomena-fenomena yang terjadi pada neraca energi adalah konveksi dan konduksi dengan persamaan pada koordinat silinder :

27 dimana, 1 = suku akumulasi 2 = suku konveksi 3 = suku konduksi = suku transformasi kecepatan alian menjadi energi = massa jenis campuran = kapasitas panas = temperatur = konduktivitas termal = viskositas campuran Sedangkan untuk koordinat lainnya, Koordinat persegi: 2 (2.5) (2.6)

28 16 Koordinat bola: sin 1 1 sin 1 sin sin cot 1 sin 1 sin sin sin 1 sin (2.7) Neraca Momentum Fenomena-fenomena yang terjadi pada neraca momentum digambarkan dengan persamaan pada koordinat silinder: Komponen r (2.8)

29 17 Komponen Komponen z (2.9) Sedangkan untuk koordinat persegi : Komponen x Komponen y Komponen z 1 1 (2.10) (2.11) (2.12) (2.13) Computational Fluid Dynamics (Coker, 2001) Komputasi dinamika fluida adalah analisis sistem yang melibatkan aliran fluida, perpindahan energi, dan asosiasi fenomena seperti pembakaran dan reaksi kimia dengan berbasis pada simulasi komputer. CFD memecahkan persamaan

30 18 kontinuitas massa melalui metode numerik. CFD banyak digunakan pada berbagai aplikasi industri. Contoh di bidang teknik kimia adalah sebagai berikut : Polimerisasi Aliran multi-fasa di dalam reaktor Modeling Reaction Sedimentasi Pemisahan Jaringan pipa yang kompleks Pencampuran Solusi numerik dari neraca energi, massa, dan momentum dapat dikombinasikan dengan persamaan aliran untuk menggambarkan perpindahan panas, dan juga reaksi kimia. Hasil simulasi dari CFD terdapat dalam berbagai bentuk seperti numerik, grafik, dan juga gambar. CFD mengandung tiga unsur utama, yaitu pra-proses (input/definisi masalah), solver (melakukan penyelesaian), post-proses (hasil simulasi). Pra-proses meliputi memasukkan atau mendefinisikan masalah ke dalam bahasa CFD dengan menggunakan friendly interface, sehingga format menjadi berupa persamaan yang siap untuk dipecahkan. Berikut ini beberapa kegiatan dalam mendefinisikan masalah ke dalam CFD : Menentukan geometri daerah atau sistem yang akan disimulasikan. Melakukan pemilihan fenomena-fenomena fisik dan kimia yang terjadi di dalam sistem yang dibuat geometrinya. Menentukan sifat fisik fluida yang digunakan dalam simulasi. Menentukan kondisi batas sesuai dengan kebutuhan atau keadaan dari sistem tersebut. Keakuratan dari CFD bergantung pada jumlah sel/mesh yang ada pada grid. Semakin kecil mesh yang dibuat, berarti akan semakin akurat perhitungan yang dilakukan oleh CFD. Akan tetapi semakin kecil mesh berarti akan semakin banyak pula perhitungan yang akan dilakukan oleh CFD, sehingga membuat sistem perhitungan komputasi membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan menggunakan mesh/sel yang besar tetapi sedikit.

31 19 Di dalam perhitungannya CFD menggunakan tiga metode numerik, metode finite different, metode elemen hingga, dan metode spektral. Ketiga metode ini dalam melakukan perhitungannya mengikuti langkah-langkah berikut : Pendekatan dari aliran-aliran yang tidak diketahui secara sederhana. Diskritisasi atau pemotongan-pemotongan menjadi beberapa elemen yang setiap elemennya memiliki persamaan. Memanipulasi persamaan elemen atau persamaan diferensial menjadi persamaan aljabar, di mana persamaan aljabar ini kemudian akan diselesaikan dengan merubahnya menjadi matriks dengan ukuran yang sangat besar, akan tetapi dengan sistem komputasi dapat diselesaikan dengan mudah dan cepat.

32 BAB 3 METODE PENELITIAN Penyusunan model matematis dan simulasi dari sistem reaktor dengan katalis wire gauze yang terdiri dari neraca massa dan neraca momentum yang memperhitungkan faktor konveksi dan difusi sehingga didapatkan sistem persamaan diferensial yang dapat diselesaikan secara serentak. Pemodelan dan simulasi ini mengacu pada subbab Diagram Alir Prosedur Penelitian Mulai Studi literatur Pengecekan geometri Penentuan batasan model Running? Pembuatan geometri Simulasi Penyusunan model Analisis Pengecekan model Selesai Running? Gambar 3. 1 Diagram penelitian 20

33 Prosedur Penelitian Untuk mencapai tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini maka pada bagian ini akan dijelaskan mengenai langkah-langkah yang dilakukan. Dengan demikian akan mempermudah untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi : Studi Literatur Dalam studi literatur dilakukan pengumpulan-pengumpulan data-data dan parameter yang diperlukan dalam menyusun model diantaranya teori pendukung tentang teori pemodelan pada reaktor dan data-data sifat fisik fluida baik metana maupun hidrogen yang dibutuhkan dalam melakukan simulasi Melakukan Penentuan Batasan pada Model Sebelum menentukan pemodelan reaktor, maka harus ditentukan terlebih dahulu batasan-batasan yang digunakan dalam model. Batasan-batasan ini dibutuhkan karena dalam memodelkan suatu reaktor sering kali ditemukan kesulitan-kesulitan seperti rumitnya bentuk geometri yang sesungguhnya. Dengan adanya batasan-batasan ini maka semakin mengurangi tingkat kerumitan dalam melakukan pemodelan reaktor Pembuatan Geometri Melakukan pembuatan geometri sesuai dengan ukuran reaktor yang sesungguhnya. Ukuran reaktor yang sesungguhnya didapatkan dari penelitian yang dilakukan oleh Francy, Pembuatan geometri ini disesuaikan dengan kemampuan memori komputer dalam menyelesaikan masalah. Dalam pembuatan geometri ini disesuaikan dengan batasan-batasan yang telah ditentukan sebelumnya. Di dalam penelitian ini dilakukan pemodelan di bagian persilangan katalis.

34 Penyusunan Model Melakukan penyusunan model dari hasil penurunan persamaan neraca massa dan neraca momentum yang sudah disederhanakan sesuai dengan batasanbatasan yang digunakan. Model ini dimasukkan dan disesuaikan ke dalam ruang kerja COMSOL Multiphysics sehingga model hasil penurunan tersebut dapat dijalankan pada program COMSOL Multiphysics. Persamaan-persamaan ini dimasukkan dalam beberapa bagian dalam COMSOL Multiphysics, yaitu subdomain settings untuk persamaan neraca massa dan momentum, boundary settings untuk kondisi batas neraca massa energi dan momentum, serta constants dan scalar expressions untuk persamaan-persamaan lainnya seperti koefisien difusi, konduktifitas termal dan lainnya Pengecekan Model Melakukan pengecekan terhadap model yang telah dibuat, yaitu apakah dengan model yang telah dimasukkan program COMSOL Multiphysics dapat disimulasikan. Jika simulasi dapat berjalan, maka langkah-langkah dalam metodologi penelitian ini dapat dilanjutkan. Namun jika tidak, maka kembali ke langkah penyusunan model untuk memperbaiki kesalahan dalam pemasukan model ke dalam COMSOL. Kesalahan-kesalahan ini biasanya terjadi karena kesalahan tanda model, adanya variabel yang belum dimasukkan, pemasukan terkaan awal (initial value), serta faktor satuan. Ketika kesalahan terjadi karena adanya variabel yang belum dimasukkan, COMSOL Multiphysics akan berhenti melakukan perhitungan dan memberitahukan bahwa suatu variabel tidak ada dalam ruang kerjanya Pengecekan Geometri Melakukan pengecekan terhadap geometri yang dibuat. Di mana geometri yang dibuat tidak selalu dapat disimulasikan. Biasanya geometri yang dibuat di dalam COMSOL harus disederhanakan terlebih dahulu untuk menghindari gagalnya perhitungan akibat ketidakmampuan memori komputer dalam menyelesaikan masalah. Dalam melakukan penyederhanaan geometri ini biasanya

35 23 dilakukan penyederhanaan dengan memodelkan geometri yang lebih kecil atau lebih sederhana atau dengan cara memperbesar mesh atau diskretisasi sehingga menjadi lebih besar, akan tetapi menghasilkan hasil perhitungan atau simulasi dengan nilai kesalahan yang lebih besar Simulasi Melakukan simulasi setelah geometri dan model selesai diverifikasi. Simulasi dilakukan dengan mengubah-ubah variabel proses seperti temperatur masukan, tekanan masukan, komposisi masukan, dan kecepatan masukan sehingga dapat diketahui pengaruh perubahan variabel proses terhadap kinerja reaktor Analisis Hasil Simulasi Melakukan analisis terhadap hasil simulasi yang berupa profil. Hasil simulasi pemodelan berupa profil konsentrasi dan profil temperatur di sepanjang reaktor dan di sepanjang partikel katalis. Dilakukan juga analisis terhadap simulasi pengaruh parameter proses yaitu temperatur dan konsentrasi umpan masuk ke dalam reaktor terhadap parameter kinerja reaktor berupa konversi CH 4.

36 BAB 4 PEMODELAN DAN SIMULASI REAKTOR GAUZE 4.1 Pemodelan Reaktor Gauze Dalam persamaan model, tentunya harus diperhitungkan berbagai aspek yang terlibat di dalam sistem dan kemudian merepresentasikannya ke dalam persamaan matematis. Secara umum, untuk proses yang melibatkan proses perpindahan maka akan melibatkan prinsip tiga kesetimbangan yaitu neraca massa, neraca energi, dan neraca momentum. Ketiga aspek tersebut bersama-sama membentuk sebuah fenomena perpindahan yang secara simultan mempengaruhi profil sepanjang reaktor. Pada pemodelan reaktor ini, reaktor diasumsikan isotermal sehingga persamaan yang ditinjau adalah persamaan neraca massa dan neraca momentum tanpa melibatkan persamaan neraca energi panas. Model reaktor yang digunakan adalah model heterogen di tiga dimensi. Dalam persamaan model akan dibedakan antara fasa fluida (gas), dan fasa solid atau padatan (katalis gauze), di mana reaksi hanya terjadi di permukaan eksternal katalis. Namun pada neraca momentum tidak ada persamaan di partikel katalis karena fluida hanya mengalir di skala reaktor dan peristiwa perubahan momentum tidak terjadi di dalam partikel katalis. Sistem akan dibagi menjadi 2 bagian, yaitu skala reaktor dan skala partikel katalis. Di dalam skala partikel terjadi reaksi pada permukaan eksternal katalis. Reaksi yang terjadi adalah reaksi dekomposisi katalitik metana yang bersifat endotermis sehingga dibutuhkan panas dari luar reaktor (dalam hal ini panas disediakan oleh furnace). Pada skala reaktor terjadi aliran gas di antara padatan katalis, sehingga dalam pemodelan skala reaktor dipertimbangkan tentang difusi ke setiap arah (x, y, dan z) pada fasa gas. Seperti yang dijabarkan pada Tinjauan Pustaka, Bird, 1994 telah menurunkan persamaan di mana persamaan model tersebut dapat digunakan di berbagai koordinat. Maka dalam pembuatan model baik untuk skala reaktor ataupun skala katalis digunakan persamaan-persamaan yang telah diturunkan oleh Bird, 1994 dengan modifikasi yang didasarkan pada asumsi-asumsi yang 24

37 25 digunakan. Modifikasi yang dilakukan pada persamaan-persamaan berdasarkan asumsi yang digunakan dijabarkan pada subbab berikut ini Skala Reaktor Pada skala reaktor ini persamaan dibagi menjadi dua bagian, yaitu persamaan neraca massa dan neraca momentum. Persamaan ini menggambarkan fenomena-fenomena perpindahan yang ada pada skala reaktor dalam bentuk persamaan matematis Neraca Massa Skala Reaktor Di mana : Dalam persamaan neraca massa berlaku persamaan umum : 1. Akumulasi 3. Suku difusif 2. Suku konvektif 4. Suku generasi massa Sistem ada pada kondisi steady state, di mana pada kondisi steady state, 0 sehingga persamaan di atas berubah menjadi : (4.1) (4.2) dengan y adalah jarak untuk arah aksial atau memanjang reaktor, sedangkan x dan z untuk arah penampang reaktor. Masing-masing suku di atas mewakili fenomena konvektif ke setiap arah, difusi ke setiap arah, dan generasi massa. Di dalam reaktor terjadi perpindahan massa dari skala reaktor ke skala padatan akan tetapi suku generasi massa di persamaan ini dianggap nol, dan

38 26 persamaan untuk mewakili perpindahan massa dari skala reaktor ke skala partikel katalis dimasukkan di persamaan kondisi batas. Sehingga pada persamaan skala reaktor suku generasi massa menjadi seperti pada persamaan 4.3. Persamaan akhir neraca massa di skala reaktor menjadi : 0 (4.3) (4.4) Neraca Momentum Dalam persamaan neraca momentum berlaku persamaan : 4.5) Pengaruh gravitasi yang ada di dalam sistem dianggap terlalu kecil karena fluida yang mengalir ada dalam fasa gas dan fluida mengalir secara horizontal sehingga suku di dalam persamaan dapat dihilangkan dan persamaan menjadi sebagai berikut : (4.6) Sistem yang digunakan adalah steady state sehingga tidak ada akumulasi di dalam sistem. Maka suku berikut : dapat dihilangkan dan persamaan menjadi sebagai (4.7) Lapisan Batas (Perpindahan Antar Fasa) Interaksi antara skala reaktor dan skala partikel katalis terjadi melalui sebuah lapisan batas yang merupakan media perpindahan massa antara fasa gas di

39 27 skala reaktor dengan fasa padatan di partikel katalis. Melalui lapisan film inilah terjadi kesetimbangan antara suku perpindahan antar fasa di skala reaktor dengan fluks difusif yang berada di permukaan katalis (skala partikel). Pada lapisan batas ini juga terjadi suatu tahanan yang disebut sebagai tahanan film (Fogler, 1992). Tahanan inilah yang menyebabkan terjadinya gradien konsentrasi di lapisan batas Neraca Massa di Lapisan Batas Neraca massa di lapisan batas mewakili transfer massa antara skala reaktor dan skala partikel katalis. Persamaan inilah yang menyebabkan profil di skala reaktor juga dipengaruhi oleh perubahan profil di skala katalis. Di mana terjadi fluks massa masuk secara konvektif dan difusi melalui lapisan batas sampai pada permukaan katalis, di mana terjadi reaksi di permukaan eksternal katalis. Sehingga dalam persamaan matematis, neraca massa pada lapisan batas adalah sebagai berikut : Keterangan : (4.8) 1. Transfer massa antar fasa difusif 3. Laju reaksi 2. Transfer massa antar fasa konvektif Skala Partikel Katalis Setelah reaktan melalui lapisan batas terjadi reaksi di permukaan katalis. Di skala partikel ini terjadi konsumsi atau generasi massa akibat adanya reaksi. Pada umumnya sebelum terjadi reaksi di dalam katalis terjadi peristiwa perpindahan massa secara difusi dari permukaan katalis ke dalam inti aktif katalis karena katalis memiliki pori-pori. Akan tetapi, katalis yang digunakan pada penelitian ini tidak memiliki pori-pori sehingga tidak terjadi peristiwa perpindahan massa secara difusif dari permukaan katalis ke dalam inti aktif katalis melainkan langsung terjadi reaksi di permukaan katalis.

40 Neraca Massa Skala Partikel Katalis Partikel katalis berbentuk silinder dengan jari-jari r p. Persamaan umum neraca massa adalah sebagai berikut : Di mana : Akumulasi 3. Suku generasi massa 2. Suku difusif (4.9) Sistem yang digunakan adalah steady state, sehingga suku akumulasi dapat diabaikan. Selama reaktan ada pada skala partikel katalis, reaktan tidak mengalami perpindahan maupun secara difusi. Sehingga suku difusif dan suku konvektif dapat dihilangkan dari persamaan 4.9, dan persamaan menjadi : R p = 0 (4.10) Reaksi tidak terjadi di dalam katalis, melainkan terjadi di permukaan eksternal katalis. Persamaan laju reaksi yang digunakan pada penelitian ini adalah persamaan laju reaksi untuk dekomposisi katalitik metana yang didapatkan dari penelitian yang dilakukan oleh Snoeck, Di mana : " "/ (4.11) (4.12) ,21.. " 1, (4.13). (4.14). (4.15)

41 Kondisi Batas Persamaan pada kondisi batas merupakan persamaan di titik di mana persamaan yang akan diselesaikan memiliki rentang minimal dan rentang maksimal di sepanjang intervalnya. Persamaan neraca massa dan momentum yang telah diturunkan di atas merupakan persamaan diferensial parsial di mana terdapat masing-masing tiga kondisi batas untuk masing-masing arah x, y, dan z. Batasanbatasan yang ditentukan berdasarkan spesifikasi kasus ini baik pada skala reaktor maupun skala partikel katalis, meliputi hal-hal berikut ini : Kondisi Batas Reaktor Pada arah aksial atau memanjang reaktor umpan masuk adalah tetap. Posisi umpan masuk berada pada y = 0 dan temperatur masuk adalah konstan, sehingga berlaku hubungan : pada masukan reaktor, C = C in u = u in (4.16) Untuk kondisi batas di posisi lainnya berlaku hubungan bahwa turunan pertama di posisi tersebut adalah nol. Hubungan ini berarti bahwa pada posisi tersebut diasumsikan sudah tidak ada gradien konsentrasi. Pada ujung reaktor atau keluaran reaktor : dc/dy = 0 P=P 0 (4.17) Pada lapisan batas terjadi perpindahan massa di mana terjadi perpindahan dari skala reaktor ke dalam katalis, sehingga kondisi batas untuk lapisan batas persamaannya seperti pada persamaan : (4.18)

42 Simulasi Reaktor Gauze dengan Menggunakan Computational Fluid Dynamics Simulasi dilakukan dengan menggunakan software COMSOL 3.5. Perangkat lunak ini menggunakan FEM (finite element method) untuk melakukan perhitungan yang hasilnya adalah berupa profil variable terikat (dependent variable) di sepanjang geometri. Dalam melakukan simulasi dengan COMSOL Multiphysics, maka hal-hal utama yang perlu dilakukan adalah melakukan penyusunan geometri dan melakukan input baik berupa persamaan maupun nilai yang dibutuhkan dalam simulasi. Banyak hal yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan suatu simulasi dengan menggunakan COMSOL (CFD), seperti memikirkan bentuk geometri yang harus mewakili reaktor yang sesungguhnya. Dalam melakukan penyusunan geometri masih ada hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan untuk mendukung simulasi berjalan dan menghasilkan profil yang sesuai dengan data eksperimen. Dalam penelitian ini terdapat beberapa hal yang menyebabkan penyusunan geometri gagal sehingga hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan data eksperimen atau tidak masuk akal, seperti tidak mampunya komputer atau terbatasnya memori komputer dalam menyelesaikan masalah dinamika fluida yang ada di dalam simulasi. Permasalahan selanjutnya adalah sulitnya menduga nilai awal yang harus dimasukkan ke dalam simulasi untuk menyelesaikan pemecahan secara numerik. Di dalam penyelesaiannya perangkat lunak akan meminta nilai awal untuk melakukan percobaan perhitungan dengan basis nilai awal tersebut, sehingga apabila nilai awal yang dimasukkan menghasilkan nilai yang tidak terbatas, maka secara otomatis perangkat lunak akan berhenti melakukan trial karena nilai errornya telah melebihi kriteria konvergensi yang ditentukan (1e-6). Sehingga dalam penelitian ini diperlukan adanya asumsi-asumsi yang setidaknya mewakili reaktor sesungguhnya dengan nilai hasil simulasi yang tidak terlalu jauh berbeda apabila dibandingkan dengan reaktor yang sesungguhnya.

43 Pemodelan Reaktor Seperti yang dijelaskan pada subbab 4.3, maka dibutuhkan penyederhanaan dalam penyusunan geometri dan asumsi untuk melakukan pemodelan dan simulasi reaktor. Setelah melakukan percobaan terhadap berbagai bentuk geometri, maka dilakukan pemodelan dalam bentuk persilangan katalis untuk semakin mengurangi beban dalam perhitungan komputasi. Pemodelan persilangan katalis ini dilakukan karena adanya keterbatasan dalam melakukan simulasi dengan geometri satu reaktor penuh. Pemodelan ini dilakukan dengan asumsi bahwa profil ke arah panjang reaktor dan profil ke arah penampang reaktor sama untuk setiap persilangan katalis. Pemodelan reaktor ini dipotong ke arah panjang reaktor sebanyak 21 kali sehingga yang dimodelkan hanyalah 1/21 dari panjang reaktor sesungguhnya. Pada model persilangan katalis ini, fenomena yang dimodelkan adalah fenomena perpindahan massa dan perubahan momentum. Reaktor ini dianggap isotermal karena pada data eksperimen ditunjukkan bahwa profil suhu di sepanjang reaktor tidak berubah secara signifikan dan pemodelan dimulai di mana suhu telah mencapai C, sehingga pada pemodelan ini dapat diasumsikan bahwa temperatur di dalam reaktor tetap, merata, dan tidak berubah-ubah di sepanjang reaktor yaitu sebesar C. Pada pemodelan ini, tekanan masuk reaktor sama dengan tekanan keluar reaktor karena dengan menggunakan katalis terstruktur wire, reaktor memiliki pressure drop yang rendah. Berikut ini langkah-langkah dalam pemodelan di dalam perangkat lunak COMSOL Multiphysics : 1. Menentukan dimensi geometri yang akan dimodelkan di dalam COMSOL. Di dalam perangkat lunak ini, geometri dapat berupa satu dimensi, dua dimensi, ataupun tiga dimensi. Pada pemodelan ini dilakukan simulasi dengan menggunakan geometri 3 dimensi.

44 32 Gambar 4. 1 Tampilan awal COMSOL 2. Melakukan penentuan fenomena-fenomena yang terjadi di dalam reaktor. Pada simulasi ini, fenomena yang ada di dalam reaktor adalah peristiwa perpindahan massa dan perubahan momentum. Peristiwa perpindahan massa meliputi perpindahan massa yang terjadi secara konvektif dan peristiwa perpindahan massa secara difusif sehingga untuk peristiwa perpindahan massa diwakili oleh multiphysics convection and diffusion. Peristiwa perubahan momentum diwakili oleh multiphysics incompressible navier stokes. Pada setiap multiphysics, harus ditentukan dependent variables (variabel terikat) yang ada. Pada multiphysics convection and diffusion, variabel terikatnya adalah konsentrasi metana (ditulis c_ch4 di COMSOL) dan konsentrasi hidrogen (ditulis c_h2 di COMSOL). Pada multiphysics incompressible navier stokes, variabel terikatnya adalah

45 33 tekanan (tertulis p di COMSOL), kecepatan ke berbagai arah (tertulis u untuk arah x, v untuk arah y, dan w untuk arah z). Gambar 4. 2 Tampilan multiphysics di dalam COMSOL 3. Setelah melakukan penentuan fenomena-fenomena dengan menggunakan multiphysics, langkah selanjutnya adalah membuat geometri dari model yang sekiranya mewakili reaktor yang ingin dimodelkan. Untuk membuat model yang mewakili reactor yang sesungguhnya, maka dibutuhkan ukuran-ukuran dari reactor yang sesungguhnya. Data-data mengenai geometri reaktor yang sesungguhnya didapatkan dari penelitian yang dilakukan oleh Francy, Spesifikasi dari reaktornya adalah sebagai berikut : Laju alir metana = 140 L/h Diameter reaktor = 8 cm

46 34 Panjang reaktor = 32 cm Jarak antar dua buah wire = 1,89 mm Diameter wire = 0,65 mm Meshes/inch = 10 Panjang wiremesh = 3497 mm Jumlah wire sheet = 63 Separating gap = 5,161 mm Pada pemodelan ini geometri yang digambarkan hanyalah persilangan katalis. Sehingga ukuran yang dibutuhkan hanyalah diameter wire (0.65 mm), jarak antar kawat (1,89 mm), dan jarak antar lapisan katalis (separating gap) (5,161 mm). Gambar 4. 3 Tampak penampang reaktor gauze a. Geometri untuk substrat katalis (stainless steel) Menentukan geometri substrat dari ukuran-ukuran yang telah ditentukan. Pembuatan geometri substrat digambarkan sebagai berikut : Variabel-variabel yang diperlukan adalah : Radius silinder (jari-jari wire)

47 35 Tinggi/panjang silinder (jarak antar kawat) Titik basis axis dari silinder Vektor arah axis Gambar 4. 4 Silinder katalis Setelah membuat silinder vertikal membuat silinder horizontal dengan ukuran radius dan tinggi yang sama di titik arah y yang sama, dan merubah letak koordinat silinder, sehingga gambar silinder menjadi,

48 36 Gambar 4. 5 Persilangan katalis b. Geometri untuk reaktor Menentukan geometri reaktor berdasarkan ukuran yang ditentukan, di mana untuk geometri reaktor ini dibatasi hanya sepanjang silinder katalis yang dimodelkan. Sehingga pada pembuatan geometri reaktor, ukuran yang dibutuhkan hanyalah panjang silinder kawat yang dimodelkan (jarak antar wire, 1,89 mm) dan separating gap (5,161 cm). Pada pemodelan ini, hanya dimodelkan untuk 3 lapis katalis sehingga gambar keseluruhan menjadi seperti Gambar 4.6.

49 37 a. b. Gambar 4. 6 a. Model persilangan katalis; b. Penampang persilangan katalis Setelah semua geometri reaktor terbentuk, melakukan composite untuk membedakan antara reaktor dan padatan. 4. Setelah membuat geometri, langkah selanjutnya adalah memasukkan variabel-variabel sifat fisik fluida dalam subdomain setting. Pada

50 38 pemodelan persilangan katalis ini, diasumsikan bahwa peristiwa perpindahan massa dan peristiwa perubahan momentum tidak terjadi di dalam substrat katalis. Sehingga pada pemodelan persilangan katalis ini tidak perlu memasukkan sifat fisik substrat katalis (stainless steel) di dalam subdomain setting. Pada modul convection and diffusion, data variabel yang diperlukan adalah Diffusifitas fluida (metana dan hidrogen), sedangkan pada modul incompressible navier stokes, data sifat fisik yang diperlukan adalah densitas fluida dan viskositas dinamik fluida. Tampilan subdomain setting ada pada Gambar 4.7.

51 39 Gambar 4. 7 Subdomain setting pada modul convection and diffusion dan incompressible navier stokes Sifat fisik yang dimasukkan ke dalam pemodelan ini merupakan sebuah persamaan di mana nilai sifat fisik itu sendiri akan berubah-ubah seiring dengan berubahnya temperatur dan konsentrasi di sepanjang reaktor. Berikut ini dijabarkan mengenai persamaan-persamaan yang digunakan dalam menentukan sifat fisik dari fluida : Koefisien difusi (Bird, 1994) Difusivitas atau koefisien difusi merupakan konstanta proporsional antara fluks molar karena difusi molekul dan gradien konsentrasi dari suatu campuran. Umumnya koefisien difusi berpasangan, dimana semakin tinggi difusivitasnya (dari suatu bahan terhadap bahan lain), semakin cepat bahan tersebut berdifusi satu sama lain. Di mana : (4.19)

52 40 = tekanan = koefisien difusivitas, = tekanan kritis senyawa = suhu, = temperatur kritis senyawa, = massa molekul relatif = 2,745 x 10-4 = 1,823 Viskositas (Coulson, 2001) Viskositas adalah pengukuran dari ketahanan fluida yang dapat dideformasi oleh tegangan geser dan tegangan tensil. Semakin besar viskositasnya, suatu bahan akan lebih sulit mengalir dibandingkan dengan bahan yang memiliki viskositas rendah. Di mana: = viskositas campuran = viskositas komponen = fraksi mol komponen = massa molekul relatif komponen (4.20) Densitas (Persamaan Gas Ideal) Densitas bahan didefinisikan sebagai massa dari bahan tersebut dibagi dengan volumenya. Secara umum, densitas dapat berubah seiring dengan perubahan tekanan dan temperatur. Ketika tekanannya dinaikkan maka densitas suatu bahan akan naik. Ketika temperatur dinaikkan, pada umumnya densitas akan turun kecuali pada kasus tertentu. Perubahan densitas yang dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur cukup kecil pada liquid dan solid, tetapi pada wujud gas,

53 41 densitasnya sangat dipengaruhi oleh tekanan. Densitas dari gas ideal adalah, Di mana : = densitas = tekanan = massa molekul relatif = konstanta ksetimbangan gas = suhu (4.21) 5. Selain subdomain setting, variabel-variabel operasi seperti temperatur masukan, tekanan masukan, dan lain-lain harus dimasukan sebagai informasi kondisi batas pada pemodelan di bagian boundary setting. a. Pada multiphysic Convection and diffusion, kondisi batas yang dibutuhkan adalah sebagai berikut : Tabel 4. 1 Kondisi batas yang digunakan pada multiphysic convection and diffusion Boundary Boundary condition c_ch4 c_h2 masukan konsentrasi 40.6 [mol/m 3 ] 0 [mol/m 3 ] keluaran convective flux bagian potongan insulation/symmetry reaktor permukaan katalis flux -rate [mol/m 2 s] 2*rate [mol/m 2 s] Boundary condition yang digunakan berikut persamaannya adalah: Insulation/symmetry. 0;. (4.22) Persamaan ini digunakan apabila pada permukaan tidak terjadi perubahan konsentrasi atau dengan kata lain tidak terjadi peristiwa perpindahan massa baik masuk ataupun keluar permukaan.

54 42 Konsentrasi (4.23) Dimana C 0 adalah konsentrasi awal Persamaan ini digunakan pada masukan reaktor di mana pada masukkan rektor diinginkan bahwa metana ataupun hidrogen memiliki konsentrasi sebesar C 0. Convective Flux. c 0 (4.24) Persamaan ini digunakan sebagai kondisi batas di ujung reaktor dengan maksud bahwa di ujung reaktor sudah tidak terjadi perubahan konsentrasi. Flux. ;. (4.25) Persamaan ini digunakan sebagai kondisi batas pada permukaan katalis, di mana terjadi reaksi di permukaan katalis, sehingga menyebabkan adanya fluks massa masuk sebesar. yang menyebabkan fluks massa keluar sebesar (-rate) untuk CH 4 dan (2*rate) untuk H 2.

55 43 Gambar 4. 8 Boundary Settings pada Convection and Conduction Variabel rate yang dimasukkan pada kondisi batas di atas merupakan persamaan laju reaksi pada dekomposisi katalitik metana yang diadopsi dari penelitian yang dilakukan oleh Snoeck, 1997 di mana persamaan laju reaksi tersebut ditunjukan pada Persamaan b. Sementara pada multiphysics incompressible navier stokes, kondisi batas dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu: Tabel 4. 2 Kondisi batas yang digunakan pada multiphysic incompressible navier stokes Boundary Boundary condition Nilai bagian potongan symmetry boundary reaktor dan dinding masukan kecepatan masuk 7.73e-3m/s keluaran pressure permukaan katalis wall

56 44 Boundary condition yang digunakan berikut persamaannya adalah: Symmetry boundary. 0; 0 (4.26) Persamaan ini digunakan apabila pada permukaan tidak terjadi perubahan kecepatan atau dengan kata lain tidak terjadi peristiwa perubahan momentum baik masuk ataupun keluar permukaan. Inlet Velocity (4.27) Dimana U 0 adalah kecepatan awal. Persamaan ini digunakan pada masukkan reaktor di mana pada masukan reaktor diinginkan bahwa metana ataupun hidrogen memiliki kecepatan sebesar U 0 tegak lurus terhadap penampang reaktor. Outlet Pressure (4.28) Di mana p o adalah tekanan yang ditentukan pada keluaran. Sama halnya seperti kecepatan masukan, persamaan ini digunakan pada masukkan reaktor di mana pada masukan reaktor diinginkan bahwa metana ataupun hidrogen memiliki tekanan rata-rata sebesar p 0. No Slip Wall u=0 (4.29) Persamaan ini digunakan ketika permukaan bersifat seperti dinding, tidak ada reaksi, dan juga tidak memiliki kecepatan.

57 45 Gambar 4. 9 Boundary settings pada incompressible navier stokes 6. Setelah memasukkan seluruh variabel pada subdomain setting dan boundary setting, selanjutnya harus mendefinisikan seluruh variabel yang dimasukkan dalam Constant dan Scalar Expression. Pada Constant yang dimasukan adalah variabel-variabel yang telah memiliki nilai seperti pada tabel 4.3.

58 46 Tabel 4. 3 Variabel-variabel konstanta Name Expression Description u_feed 7.734e-3[m/s] superficial velocity Mr_ch [kg/kmol] molecular weight of methane Mr_h [kg/kmol] molecular weight of hydrogen Pavg 1[atm] average pressure in reactor R 8.21e-5[m^3*atm/(K*mol)] gas constant D1 (45.8*12.8)^(1/3) bag difusivitas D2 (190.7*33.3)^(5/12) bag difusivitas D3 ((1/16.04)+(1/2.016))^0.5 bag difusifitas Tc_ch [K] critical temperature Pc_ch4 4.59e6[Pa] critical pressure P_feed 1[atm] inlet pressure sqrt_mr_ch4 sqrt( )[kg/mol] square root of molecular weight of methane sqrt_mr_h2 sqrt( )[kg/mol] square root of molecular weight of hydrogen Sedangkan pada Scalar Expressions dimasukkan persamaan-persamaan yang dapat berubah-ubah seiring dengan perubahan kecepatan ataupun parameter lainnya.

59 47 Name P_ch4 P_h2 P_ch4a P_h2b M_mix x_ch4 x_h2 D4 D_mix N Tavg T1 rho rate_sn oeck kmplus KCH4 kmmin us Kr rate WA miu miu_ch 4 miu_h2 A Ea A Ea A delh1 143 A4 delh R Tabel 4. 4 Variabel-variabel persamaan di dalam scalar expressions Expression x_ch4*p x_h2*p P_ch4/1[atm] P_h2/1[atm] ((Mr_ch4*x_ch4)+(Mr_h2*x_h2)) c_ch4/(c_ch4+c_h2) c_h2/(c_ch4+c_h2) 2.745e-4*((T1/sqrt(190.7*33.3))^1.823) D1*D2*D3*D4*1[cm^2/s] *((4.58*(Tavg/Tc_ch4)-1.67)^0.625) [K] Tavg/1[K] p*m_mix/(r*tavg) ((kmplus*kch4*(p_ch4/1[bar])- (kmminus/kr)*((p_h2/1[bar])^2))/((1+((1/kr)*((p_h2/1[bar])^(3/2)))+(kch4 *(P_ch4/1[bar])))^2))*1[mol/g/h] A1*exp(-Ea1/(R1*T1)) A3*exp(-delH1/(R1*T1)) A2*exp(-Ea2/(R1*T1)) A4*exp(-delH2/(R1*T1)) rate_snoeck*wa 6.23[gram/m^2] ((miu_ch4*x_ch4*sqrt_mr_ch4)+(miu_h2*x_h2*sqrt_mr_h2))/((x_ch4*sqrt_ Mr_ch4)+(x_h2*sqrt_Mr_h2)) [Pa*s] [Pa*s] 1.11E+08 Setelah memasukkan konstanta dan persamaan yang dibutuhkan di dalam Constants dan Scalar Expressions maka simulasi sudah bisa dilakukan. Setelah melakukan simulasi maka akan didapatkan hasil simulasi berupa profil-profil di sepanjang reaktor. Hasil Simulasi ditunjukkan seperti pada Gambar 4.10.

60 48 Gambar Profil CH 4 di sepanjang reaktor Seperti yang dijelaskan pada subbab bahwa yang disimulasikan hanyalah 1/21 dari panjang reaktor dan dibutuhkan 21 simulasi untuk mencapai nilai di ujung reaktor. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah cara untuk mengetahui nilai rata-rata di keluaran reaktor untuk masing-masing simulasi karena nilai ratarata ini dibutuhkan sebagai masukan pada simulasi berikutnya. Maka untuk mengevaluasi nilai rata-rata yang ada di keluaran reaktor digunakan fasilitas Boundary integration. Nilai rata-rata yang dibutuhkan sebagai masukan pada simulasi berikutnya adalah konsentrasi rata-rata metana, konsentrasi rata-rata hidrogen, dan kecepatan rata-rata ke arah x, y, dan z.

61 BAB 5 ANALISIS HASIL SIMULASI Dalam mempelajari fenomena-fenomena yang terjadi di dalam reaktor maka dilakukan simulasi terhadap model yang dibuat. Pada bab ini dibahas mengenai simulasi yang dilakukan dengan mengubah-ubah atau melakukan variasi terhadap variabel masukan seperti temperatur, komposisi, tekanan, dan kecepatan masuk. 5.1 Analisis Hasil Simulasi Reaktor Gauze Pada penelitian ini dilakukan simulasi reaktor dengan kondisi operasi yang telah dijelaskan pada Bab 4. Pada Tabel 5.1 ditampilkan mengenai hasil simulasi reaktor gauze dan pada Gambar 5.1 sampai Gambar 5.7 ditampilkan profil konsentrasi metana, konsentrasi hidrogen, dan kecepatan di sepanjang reaktor. 49

62 Tabel 5. 1 Hasil simulasi reaktor gauze konsentrasi konsentrasi kecepatan y CH 4 H 2 No L reaktor rate velocity field E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E-06 Dari Tabel 5.1 diketahui nilai konsentrasi metana yang ada di ujung atau keluaran reaktor sehingga dapat dihitung nilai konversi. Konversi yang didapatkan adalah sebesar 12.89%. Konsentrasi masuk CH 4 sebesar 40.6 mol/m 3 berkurang hingga konsentrasi CH 4 di keluaran mencapai mol/m 3. Rendahnya nilai konversi metana disebabkan karena dalam memodelkan reaktor terstruktur gauze tidak dipertimbangkan masalah kekasaran permukaan di skala partikel katalis, sehingga menyebabkan rendahnya koefisien perpindahan massa. Selain itu adanya pemenggalan terhadap model ke arah memanjang reaktor, menyebabkan kontinuitas pola aliran di dalam reaktor tidak berlangsung. Hal ini menyebabkan adanya pola aliran di potongan reaktor yang pertama tidak berlanjut ke potongan reaktor yang berikutnya sehingga pada reaktor yang kedua pola aliran pada 50

63 51 masukannya bukanlah lanjutan dari pola aliran di keluaran potongan reaktor yang pertama. Konversi yang rendah ini juga diakibatkan karena tidak dipertimbangkannya kemungkinan adanya reaksi di dalam katalis. Adanya reaksi di dalam katalis menyebabkan menjadi bertambah besarnya nilai laju reaksi. Sehingga tanpa mempertimbangkan hal ini menyebabkan lebih rendahnya nilai konversi dibanding dengan mempertimbangkan adanya reaksi di dalam katalis.

64 52 Gambar 5. 1 Profil konsentrasi metana di sepanjang reaktor

65 53 Gambar 5. 2 Konsentrasi hidrogen di sepanjang reaktor

66 Konsentrasi CH 4 (mol/m 3 ) L(m) Gambar 5. 3 Konsumsi metana di sepanjang reaktor Konsentrasi H 2 (mol/m 3 ) L(m) Gambar 5. 4 Produksi hidrogen di sepanjang reaktor

67 55 Dari Gambar 5.1 dan Gambar 5.2 diketahui bahwa konsentrasi metana di sepanjang reaktor semakin berkurang, warna merah menandakan nilai konsentrasi tertinggi sedangkan warna hijau dan biru menandakan nilai konsentrasi yang lebih rendah. Semakin ke belakang konsentrasi metana semakin berkurang, hal ini dikarenakan metana yang terkonversi menjadi hidrogen dengan adanya reaksi di permukaan katalis. Banyaknya hidrogen yang terbentuk akibat adanya reaksi dekomposisi katalitik metana ditunjukan oleh Gambar 5.2 dan 5.4. Dari Gambar 5.3 dan Gambar 5.4 dapat dilihat bahwa jumlah konsentrasi hidrogen yang terbentuk adalah dua kali banyaknya jumlah konsentrasi metana yang terkonversi. Hal ini sesuai dengan persamaan reaksi dekomposisi katalitik metana, di mana koefisien reaksi dari hidrogen adalah dua kali besarnya koefisien reaksi metana.

68 56 Gambar 5. 5 Profil kecepatan di potongan pertama reaktor

69 Kecepatan y (m/s) L(m) Gambar 5. 6 Profil kecepatan rata-rata arah y di sepanjang reaktor Pada Gambar 5.6 dapat diketahui bahwa kecepatan rata-rata di sepanjang reaktor semakin berkurang semakin lama semakin mendekati nilai nol. Hal ini mungkin disebabkan adanya friksi yang disebabkan oleh dinding katalis dan juga adanya gaya gesek antara molekul fluida sehingga membuat fluida mengalami pengurangan energi kinetik. Pengurangan energi kinetik ini akan menyebabkan pengurangan kecepatan, di mana pada posisi di paling belakang reaktor nilai kecepatannya akan mendekati nol.

70 58 Gambar 5. 7 Profil kecepatan di sepanjang reaktor pada titik x dan z yang sama pada potongan pertama Pada Gambar 5.7 digambarkan profil kecepatan di sepanjang reaktor bagian potongan pertama pada titik x dan z yang sama. Pada Gambar 5.7 terlihat bahwa kecepatan menaik di saat fluda semakin mendekati katalis. Kecepatan paling maksimal terletak pada posisi paling dekat dengan katalis. Setelah membentur katalis, kecepatan berangsur-angsur menurun dan kemudian menaik lagi di saat fluida mulai mendekati dinding katalis yang berikutnya. Gambar 5. 8 Profil aliran Fluida di sepanjang bagian reaktor potongan pertama

71 59 Pada Gambar 5.8 digambarkan mengenai profil aliran fluida di sepanjang reaktor untuk bagian perpotongan yang pertama. Terlihat bahwa tidak terjadi aliran balik atau memutar setelah fluida membentur dinding katalis. Ketidakteraturan kecepatan fluida di dalam reaktor belum cukup membuat aliran membentuk vorteks atau aliran balik sehingga alirannya tetap laminar dan tidak sampai mencapai turbulen setelah fluida membentur dinding katalis. Aliran yang laminar ini juga ditunjukkan oleh Gambar 5.9, di mana di sepanjang bagian reaktor potongan pertama bilangan Reynold hanya berada pada kisaran Sedangkan untuk aliran yang turbulen bilangan Reynold harus mencapai nilai lebih dari Gambar 5. 9 Bilangan Reynold di sepanjang bagian reaktor potongan pertama

72 60 Gambar Profil kecepatan di sekitar dinding katalis Pada Gambar 5.5 ditunjukkan bahwa kecepatan maksimal ada pada daerah di sekitar padatan. Untuk gambar lebih jelasnya mengenai profil kecepatan di sekitar katalis dapat dilihat pada Gambar Pada saat fluida membentur padatan akan terbentuk lapisan batas digambarkan oleh warna biru tua yang menyelimuti permukaan katalis, di mana pada permukaan katalis kecepatan akan menjadi nol tetapi kecepatan di sekitar katalis akan menjadi semakin besar digambarkan dengan warna merah di sekitar katalis. 5.2 Pengaruh Perubahan Variabel Proses Dalam mempelajari pengaruh-pengaruh dari perubahan variabel proses terhadap kinerja reaktor, maka dilakukan simulasi dengan mengubah-ubah nilai dari variabel proses tersebut. Dalam penelitian ini dilakukan beberapa simulasi dengan mengubah-ubah variabel proses diantaranya adalah perubahan tekanan reaktor, perubahan temperatur reaktor, perubahan kecepatan fluida, dan perubahan komposisi masukan.

73 Pengaruh Tekanan Terhadap Konversi CH 4 Untuk mengetahui pengaruh dari tekanan terhadap konversi CH 4, maka dilakukan variasi tekanan masuk. Tekanan masuk pada reaktor diubah-ubah mulai dari 1atm, 5atm, dan 10atm pada temperatur masukan tetap yaitu 973K. Setelah dilakukan simulasi dengan mengubah-ubah tekanan masuk mulai dari 1atm, 5atm dan 10 atm, maka didapatkan profil konsentrasi metana di sepanjang reaktor pada Gambar 5.11, di mana dengan menggunakan profil konsentrasi metana di sepanjang reaktor ini dapat dilihat apakah konversi meningkat atau menurun Konsentrasi CH 4 (mol/m 3 ) L (m) Gambar Profil konsentrasi CH 4 dengan tekanan 1 atm ( ), 5 atm ( ), dan 10 atm () terhadap panjang reaktor, L Umumnya perubahan tekanan pada reaksi fasa gas akan meningkatkan laju reaksi dari gas reaktan. Namun hal ini hanya terjadi pada gas, sedangkan pada cair dan padat perubahan tekanan tidak berpengaruh ( 2010). Dari grafik pada Gambar 5.11 terlihat bahwa adanya suatu tekanan optimum untuk laju reaksi tersebut. Di saat dilakukan perubahan dari 1 atm ke 5 atm konversi menjadi meningkat. Sedangkan saat dilakukan perubahan tekanan dari 5 atm menjadi 10 atm, konversi justru turun. Hal ini karena dengan dinaikkannya tekanan total akan membuat konversi menjadi meningkat. Namun,

74 62 pada nilai tekanan yang tinggi akan menyebabkan tingginya pula tekanan parsial hidrogen yang merupakan gas inert yang sifatnya menghambat metana untuk bertumbukan dengan katalis sehingga akan menyebabkan semakin cepatnya penurunan laju reaksi. Sehingga ada tekanan total optimum untuk reaksi ini, di mana nilainya ada antara 5 atm dan 10 atm. Selain itu, grafik dari kinetika reaksi Snoeck yang terlihat dari Gambar menunjukkan bahwa laju reaksi awal akan meningkat dengan besarnya tekanan parsial metana tetapi berangsur menurun yang dipengaruhi oleh tekanan parsial hidrogen. Gambar Hubungan antara laju reaksi terhadap tekanan parsial (Snoeck, 1997) Hal ini juga dapat dilihat lebih jelas dari persamaan laju reaksi dengan persamaan,.. ". ". (4.11). Dari persamaan terlihat bahwa tekanan parsial hidrogen yang merupakan fraksi mol hidrogen dikali tekanan total, bersifat mengurangi laju reaksi. Pada masukan awal dimana masukan berupa metana murni, laju reaksi memang

75 63 semakin tinggi ketika tidak adanya hidrogen. Namun ketika hidrogen mulai terbentuk, pengaruh tekanan parsial metana kurang dibanding pengaruh tekanan parsial hidrogen sehingga membuat laju reaksi tersebut menjadi lebih rendah Pengaruh Temperatur Terhadap Konversi CH 4 Untuk mengetahui pengaruh dari temperatur terhadap konversi CH 4, maka dilakukan variasi temperatur reaktor. Temperatur pada reaktor diubah-ubah mulai dari 973 K, 923 K, dan 1023 K pada tekanan tetap yaitu sebesar 1 atm. Setelah dilakukan simulasi dengan mengubah-ubah temperatur mulai dari 973 K, 923 K, dan 1023 K maka didapatkan profil di sepanjang reaktor seperti pada Gambar Konsentrsi CH 4 (mol/m 3 ) L(m) Gambar Profil konsentrasi CH 4 dengan temperatur 923 K ( ), 973 K ( ), dan 1023 K () terhadap panjang reaktor, L Dari Gambar 5.13 diketahui bahwa semakin tinggi temperatur maka semakin banyak juga konsentrasi metana yang terkonversi menjadi hidrogen. Hal ini dikarenakan reaksi dekomposisi katalitik metana adalah reaksi yang bersifat endotermis yang membutuhkan panas dari luar sehingga semakin tinggi temperatur akan menyebabkan konversi menjadi semakin tinggi. Hal ini juga dapat dilihat dari persamaan laju reaksi berikut :

76 64 Di mana : " "/ (4.11) (4.12) (4.13) " (4.14). (4.15) Dari persamaan tersebut dapat diketahui bahwa semakin tinggi nilai temperatur menyebabkan nilai konstanta laju reaksi semakin meningkat. Kenaikan nilai konstanta laju reaksi ini akan secara spontan menaikkan nilai laju reaksi yang menyebabkan meningkatnya konversi reaktor Pengaruh Kecepatan Terhadap Konversi CH 4 Untuk mengetahui pengaruh perubahan kecepatan terhadapap konversi reaktor, maka dilakukan variasi terhadap kecepatan masuk metana ke dalam reaktor. Kecepatan masuk metana ke dalam reaktor divariasikan mulai dari 1e-3 m/s, 7.734e-3 m/s, dan 15e-3 m/s pada temperatur 973 K dan tekanan tetap 1 atm. Setelah dilakukan simulasi dengan variasi kecepatan masuk, didapatkan grafik yang menunjukkan konversi reaktor pada masing-masing kecepatan pada Gambar 5.14.

77 65 Konsentrasi CH 4 (mol/m 3 ) L (m) Gambar Profil konsentrasi CH 4 dengan kecepatan masuk 1e-3 m/s ( ), 7.734e-3 m/s ( ), dan 15e-3 m/s () terhadap panjang reaktor, L Pada Gambar 5.14 ditunjukan bahwa semakin tinggi kecepatan masuk metana akan semakin membuat konversi metana semakin menurun. Hal ini dapat terjadi karena adanya faktor waktu tinggal dari reaktan di dalam reaktor. Semakin tinggi kecepatan masuk metana maka semakin singkat pula waktu tinggal reaktan di dalam reaktor. Waktu tinggal yang semakin singkat ini, akan menyebabkan ada sebagian reaktan yang belum terkonversi karena reaktan tidak memiliki waktu yang cukup untuk melakukan kontak dengan katalis Pengaruh Komposisi Masukan Terhadap Konversi Untuk mengetahui pengaruh komposisi masukan terhadap konversi reaktor, maka dilakukan simulasi dengan variasi komposisi masukan. Variasi komposisi masukan dilakukan mulai dari masukan berupa metana murni, masukan dengan komposisi metana berbanding hidrogen sebesar 1:9, dan masukan dengan komposisi metana berbanding hidrogen 1:1. Setelah dilakukan simulasi dengan variasi komposisi tersebut, maka didapatkan profil konsentrasi metana di sepanjang reaktor pada Gambar 5.15.

78 66 Konsentrasi CH 4 (mol/m 3 ) L(m) Gambar Profil konsentrasi metana dengan komposisi masukan CH 4 =0.9 H 2 =0.1 ( ), CH 4 =0.5 H 2 =0.5 ( ), dan CH 4 =1 H 2 =0 () terhadap panjang reaktor, L Pada Gambar 5.15 terlihat bahwa semakin meningkatnya komposisi hidrogen di masukan reaktor membuat konversi reaktor semakin berkurang. Berkurangnya konversi reaktor ini dikarenakan hidrogen merupakan produk reaksi yang bersifat inert (tidak bereaksi), sehingga semakin banyaknya gas inert di dalam reaktor akan semakin mengurangi kontak metana dengan inti katalis. Berkurangnya kontak metana dengan inti katalis akan mengurangi jumlah tumbukan yang terjadi antara metana dengan katalis sehingga akan mengurangi nilai koefisien laju reaksi yang berakibat pada berkurangnya pula nilai laju reaksi. Semakin besar hidrogen yang terbentuk berarti semakin besar juga nilai tekanan parsial hidrogen. Tekanan parsial hidrogen yang semakin besar akan semakin menurunkan besarnya laju reaksi, hal ini dapat dilihat dari persamaan laju reaksi (Snoeck, 1997) di mana dengan naiknya tekanan parsial hidrogen akan memperbesar suku pembagi sehingga akan menyebabkan nilai laju reaksi semakin berkurang.

79 67 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Dari hasil simulasi dan analisis hasil simulasi, dapat disimpulkan bahwa : 1. Semakin tinggi tekanan total semakin tinggi konversi metana, karena semakin tinggi tekanan akan memperbesar laju reaksi. Akan tetapi, pada saat hidrogen mulai terbentuk dengan kata lain semakin tingginya tekanan parsial hidrogen akan menyebabkan konversi metana menurun sesuai dengan persamaan laju reaksi yang digunakan, di mana semakin tinggi tekanan parsial hidrogen akan menyebabkan faktor pembagi menjadi semakin besar. 2. Semakin tinggi temperatur maka semakin tinggi laju reaksi dekomposisi metana. Hal ini disebabkan semakin tinggi temperatur maka akan semakin tinggi pula konstanta laju reaksi, di mana semakin tinggi konstanta laju reaksi akan membuat laju reaksi bertambah tinggi pula. Dengan temperatur reaktor sebesar, 923 K, 973 K, dan 1023 K, pada panjang reaktor cm, reaktor memiliki konversi berturut-turut sebesar 2.38%, 3.25%, dan 4.18%. 3. Semakin tinggi komposisi hidrogen di masukkan reaktor maka akan semakin kecil laju reaksi dekomposisi metana. Hal ini disebabkan karena hidrogen merupakan gas inert di mana keberadaannya justru akan menghambat metana untuk bereaksi dengan inti katalis. Dengan komposisi CH 4 :H 2 sebesar, 9:1, 1:1, dan 1:0, pada panjang reaktor cm, reaktor memiliki konversi berturut-turut sebesar 3.10%, 1.66%, dan 3.55%. 4. Semakin tinggi kecepatan masukkan akan memperkecil konversi reaktor. Hal ini berhubungan dengan waktu tinggal reaktan di dalam reaktor. Semakin cepat reaktan mengalir di dalam reaktor akan semakin singkat waktu tinggal reaktan di dalam reaktor. Hal ini menyebabkan tidak semua reaktan memiliki waktu untuk bereaksi dengan katalis, sehingga konversi berkurang. Dengan kecepatan 1e-3, 7.734e-3, dan 15e-3 m/s pada panjang

80 68 reaktor cm, reaktor memiliki konversi berturut-turut sebesar 3.33%, 3.25%, dan 3.05%. 6.2 Saran Sebaiknya simulasi dilakukan dengan menggunakan komputer dengan spesifikasi tinggi. Dengan komputer yang memiliki spesifikasi tinggi, maka simulasi dapat dilakukan dengan neraca momentum, energi, dan massa dapat dilakukan secara simultan sehingga lebih representatif terhadap reaktor yang sesungguhnya. Bahkan dapat dilakukan juga simulasi dengan pemotongan mesh terkecil sehingga error dari hasil simulasi menjadi semakin kecil. Sebaiknya memodelkan difusi di dalam padatan karena kemungkinan ada reaksi di dalam katalis dan melakukan validasi dengan data yang ada pada eksperimen.

81 69 DAFTAR PUSTAKA Anonim. The Effect of Pressure on Reaction Rates. Accessed Juni, Bird, R.B., et al., Transport Phenomena. (2003). New York: John Willey & Sons, Inc Coker, A. Kayode Modeling of Chemical Kinetics and Reactor Design. Texas: Gulf Publishing Company Coulson Chemical Engineering Design volume 6. Elsevier Butterworth- Heinemann Ermakova, M.A., D.Yu Ermakov, G.G. Kuvshinov. Effective Catalyst for Direct Cracking of Methane to Produce Hydrogen and Filamentous Carbon. Applied Catlysis A Vol. 201, Elsevier, Fila, Vlastimil. Bernauer, Bohumil Gauze Reactor for the Ammonia Oxidation, Prague Institute of Chemical Technology: Prague Fogler, H. Scott. (1992). Elements of Chemical Reaction Engineering. Upper Saddle River: Prentice-Hall, Inc Francy Scale-up Reaktor Katalis Terstruktur Gauze Skala Pilot untuk Produksi Hidrogen dan Nanokarbon Melalui Reaksi Dekomposisi Katalitik Metana. Skripsi, UI. Depok Froment, G.F, Bischoff K.B. (1979). Chemical Reactor Analysis and Design. New York: John Willey & Sons, Inc Grujicic M, Cao G, Gersten B. (2002). An atomic-scale analysis of catalyticallyassisted chemical vapor deposition of carbon nanotubes. Material Science and Engineering; B94: Heibel, A.K., dkk Influence of channelgeometry on hydrodynamics and mass transferin the monolith film flow reactor. Catalyst Today: 69,

82 70 Li, Yongdan et al. (2000). Simultaneous Production of Hydrogen and Nanocarbon from Decomposition of Methane on a Nickel-Based Catalyst. Energy & fuels, 14, Lisa Pengaruh keasaman katalis berbasis Ni-Cu terhadap Kinerja Reaksi Dekomposisi Metana. Skripsi, UI. Depok Muharam, Y., W.W Purwanto., and Afianty, A., (2007), Production of Carbon Nanotubes and Hydrogen from Methane Decomposition in the Reactor with a Structured Catalyst, 14 th Regional Symposium of Chemical Engineering (RSCE). Muradov, N. (2001). Catalysis of Methane Decomposition over Elemental Carbon. Catalysis Communication 2, Nauman, E.B. (2001). Chemical Reactor Design, Optimization, and Scale Up, New York : McGraw-Hill Rice, Richard G., and Duong D. Do. (1995). Applied Mathematics and Modeling for Chemical Engineers, New York : John Willey & Sons, Inc Siregar, A.O Pengaruh Textural Promotor pada Katalis Berbasis Ni-Cu terhadap Kualitas dan Kuantitas Nanokarbon melalui Reaksi Dekomposisi Katalitik Metana. Departemen Teknik Kimia FTUI. Snoeck, Froment, Fowles. (1997). Kinetic Study of the Carbon Filament Formation by Methane Cracking on a Nickel Catalyst Trubac, R. E., dkk Mikroengineered catalyst system: ABB s advancement in structured catalyst packings. Catalyst Today, 6, Weizhong, Qian, et al. (2004). Production of Hydrogen and Carbon Nanotubes from Methane Decomposition in a Two-Stage Fluidized Bed Reactor. Applied Catalysis, 260, Yulianti, Ira. (2008). Perancangan Reaktor Katalis Terstruktur untuk Produksi Karbon Nanotube dan Hidrogen Melalui Proses Dekomposisi Katalitik Metana. Skripsi, UI. Depok

83 71 LAMPIRAN A. DATA SIMULASI A.1 Variasi Tekanan P=1 atm P=5atm P=10atm No L reaktor mol/m 3 mol/m 3 mol/m Konversi A.2 Variasi Temperatur T=923 K T=973K T=1023K No L reaktor mol/m 3 mol/m 3 mol/m Konversi

84 72 A.3 Variasi Kecepatan Masuk u=1e-3m/s u=7.734e- 3m/s u=15m/s No L reaktor mol/m 3 mol/m 3 mol/m Konversi A.4 Variasi Komposisi Masukan CH 4 =0.9 CH 4 =0.5 H 2 =0.1 H 2 =0.5 CH 4 =1 H 2 =0 No L reaktor mol/m 3 mol/m 3 mol/m Konversi

85 73 B. HASIL SIMULASI B.1 Profil Bilangan Reynolds di sepanjang Bagian Pertama Potongan Reaktor B.2 Profil Kecepatan di sepanjang Bagian Pertama Potongan Reaktor

PEMODELAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) REAKTOR PELAT SEJAJAR UNTUK REAKSI DEKOMPOSISI KATALITIK METANA SKRIPSI

PEMODELAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) REAKTOR PELAT SEJAJAR UNTUK REAKSI DEKOMPOSISI KATALITIK METANA SKRIPSI PEMODELAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) REAKTOR PELAT SEJAJAR UNTUK REAKSI DEKOMPOSISI KATALITIK METANA SKRIPSI HENDRO 0706269810 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA DEPOK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA SIMULASI CFD PADA MESIN DIESEL INJEKSI LANGSUNG DENGAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DAN SOLAR TESIS

UNIVERSITAS INDONESIA SIMULASI CFD PADA MESIN DIESEL INJEKSI LANGSUNG DENGAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DAN SOLAR TESIS UNIVERSITAS INDONESIA SIMULASI CFD PADA MESIN DIESEL INJEKSI LANGSUNG DENGAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DAN SOLAR TESIS DODY DARSONO 0806423961 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPOK JUNI 2010 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERANCANGAN SHELL AND TUBE HEAT EXCHANGER TIPE FIXED HEAD DENGAN MENGGUNAKAN DESAIN 3D TEMPLATE SKRIPSI

PERANCANGAN SHELL AND TUBE HEAT EXCHANGER TIPE FIXED HEAD DENGAN MENGGUNAKAN DESAIN 3D TEMPLATE SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA PERANCANGAN SHELL AND TUBE HEAT EXCHANGER TIPE FIXED HEAD DENGAN MENGGUNAKAN DESAIN 3D TEMPLATE SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada

Lebih terperinci

tekanan reaktor Pada penelitian ini menggunakan persamaan desain untuk dan harus memenuhi persamaan: 50

tekanan reaktor Pada penelitian ini menggunakan persamaan desain untuk dan harus memenuhi persamaan: 50 CH4I (2) Reaksi Permukaan 4 3 CH I+I CH I+HI (3) 3 2 CH I+I CH I+HI (4) 2 CH I+I CHI+HI (5) CHI+I CI+HI (6) Desorpsi CI C+I (7) 2 2 HI H +2 I (8) Untuk persamaan di atas, konsentrasi spesies pada fasa

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan pertumbuhan kebutuhan dan intensifikasi penggunaan air, masalah kualitas air menjadi faktor yang penting dalam pengembangan sumberdaya air di berbagai belahan bumi. Walaupun

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem merupakan sekumpulan obyek yang saling berinteraksi dan memiliki keterkaitan antara satu obyek dengan obyek lainnya. Dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi yang begitu pesat dewasa ini sangat mempengaruhi jumlah ketersediaan sumber-sumber energi yang tidak dapat diperbaharui yang ada di permukaan

Lebih terperinci

STUDI KAPASITAS ADSORPSI SERTA DINAMIKA ADSORPSI DAN DESORPSI DARI NANOTUBE KARBON SEBAGAI PENYIMPAN HIDROGEN TESIS PROLESSARA PRASODJO

STUDI KAPASITAS ADSORPSI SERTA DINAMIKA ADSORPSI DAN DESORPSI DARI NANOTUBE KARBON SEBAGAI PENYIMPAN HIDROGEN TESIS PROLESSARA PRASODJO UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KAPASITAS ADSORPSI SERTA DINAMIKA ADSORPSI DAN DESORPSI DARI NANOTUBE KARBON SEBAGAI PENYIMPAN HIDROGEN TESIS PROLESSARA PRASODJO 0806423192 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA STUDI PENGARUH PENAMBAHAN KARBON PADA PROSES REDUKSI LANGSUNG BATU BESI SKRIPSI

UNIVERSITAS INDONESIA STUDI PENGARUH PENAMBAHAN KARBON PADA PROSES REDUKSI LANGSUNG BATU BESI SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA STUDI PENGARUH PENAMBAHAN KARBON PADA PROSES REDUKSI LANGSUNG BATU BESI SKRIPSI KOMARUDIN 0405040414 FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL DEPOK DESEMBER 2008 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI

FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI BAB VI FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI VI.1 Pendahuluan Sebelumnya telah dibahas pengetahuan mengenai konversi reaksi sintesis urea dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Lebih terperinci

BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI

BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI 3.1 KONDISI ALIRAN FLUIDA Sebelum melakukan simulasi, didefinisikan terlebih dahulu kondisi aliran yang akan dipergunakan. Asumsi dasar yang dipakai

Lebih terperinci

Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga

Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga Wafha Fardiah 1), Joko Sampurno 1), Irfana Diah Faryuni 1), Apriansyah 1) 1) Program Studi Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan - 1 -

Bab I Pendahuluan - 1 - Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Pada saat ini, pengoperasian reaktor unggun diam secara tak tunak telah membuka cara baru dalam intensifikasi proses (Budhi, 2005). Dalam mode operasi ini, reaktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Besaran dan peningkatan rata-rata konsumsi bahan bakar dunia (IEA, 2014)

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Besaran dan peningkatan rata-rata konsumsi bahan bakar dunia (IEA, 2014) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era modern, teknologi mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini akan mempengaruhi pada jumlah konsumsi bahan bakar. Permintaan konsumsi bahan bakar ini akan

Lebih terperinci

BAB IV KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA

BAB IV KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA BAB IV KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA IV. KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA 4.1. Penelitian Sebelumna Computational Fluid Dnamics (CFD) merupakan program computer perangkat lunak untuk memprediksi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Perpindahan panas adalah perpindahan energi yang terjadi pada benda atau material yang bersuhu tinggi ke benda atau material yang bersuhu rendah, hingga tercapainya kesetimbangan

Lebih terperinci

INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD)

INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) Mirza Quanta Ahady Husainiy 2408100023 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA PEMODELAN DAN SIMULASI REAKTOR UNGGUN TETAP UNTUK REAKSI DEKOMPOSISI KATALITIK METANA TESIS FEBRINI CESARINA

UNIVERSITAS INDONESIA PEMODELAN DAN SIMULASI REAKTOR UNGGUN TETAP UNTUK REAKSI DEKOMPOSISI KATALITIK METANA TESIS FEBRINI CESARINA UNIVERSITAS INDONESIA PEMODELAN DAN SIMULASI REAKTOR UNGGUN TETAP UNTUK REAKSI DEKOMPOSISI KATALITIK METANA TESIS FEBRINI CESARINA 0906496056 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA DEPOK JANUARI 2013

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Studi kapasitas..., Prolessara Prasodjo, FT UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Studi kapasitas..., Prolessara Prasodjo, FT UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan hidrogen sebagai energi alternatif pengganti energi dari fosil sangat menjanjikan. Hal ini disebabkan karena hidrogen termasuk energi yang dapat diperbarui

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA

BAB III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA A III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA 3.1 Teori Dasar Metode Volume Hingga Computational fluid dnamic atau CFD merupakan ilmu ang mempelajari tentang analisa aliran fluida, perpindahan panas dan

Lebih terperinci

PENGUJIAN ALAT PENDINGIN ADSORPSI DUA ADSORBER DENGAN MENGGUNAKAN METHANOL 250 ml SEBAGAI REFRIGERAN TUGAS AKHIR ANDI TAUFAN FAKULTAS TEKNIK

PENGUJIAN ALAT PENDINGIN ADSORPSI DUA ADSORBER DENGAN MENGGUNAKAN METHANOL 250 ml SEBAGAI REFRIGERAN TUGAS AKHIR ANDI TAUFAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA PENGUJIAN ALAT PENDINGIN ADSORPSI DUA ADSORBER DENGAN MENGGUNAKAN METHANOL 250 ml SEBAGAI REFRIGERAN TUGAS AKHIR ANDI TAUFAN 0606041863 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 RANCANGAN OBSTACLE Pola kecepatan dan jenis aliran di dalam reaktor kolom gelembung sangat berpengaruh terhadap laju reaksi pembentukan biodiesel. Kecepatan aliran yang tinggi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gasifikasi biomassa didalam reaktor Circulating Fluidized Bed (CFB) merupakan suatu jenis reaktor yang memiliki keunggulan dari beberapa jenis reaktor atau unggun seperti

Lebih terperinci

SIMULASI PERPINDAHAN PANAS GEOMETRI FIN DATAR PADA HEAT EXCHANGER DENGAN ANSYS FLUENT

SIMULASI PERPINDAHAN PANAS GEOMETRI FIN DATAR PADA HEAT EXCHANGER DENGAN ANSYS FLUENT SIMULASI PERPINDAHAN PANAS GEOMETRI FIN DATAR PADA HEAT EXCHANGER DENGAN ANSYS FLUENT Gian Karlos Rhamadiafran Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. 40 Universitas Indonesia

BAB 3 METODOLOGI. 40 Universitas Indonesia BAB 3 METODOLOGI 3.1. Hipotesa Untuk mencapai tujuan dari studi pengembangan model matematis sel tunam membran pertukaran proton, diperolehnya karakteristik reaktan di dalam kanal distribusi terhadap kinerja

Lebih terperinci

IRVAN DARMAWAN X

IRVAN DARMAWAN X OPTIMASI DESAIN PEMBAGI ALIRAN UDARA DAN ANALISIS ALIRAN UDARA MELALUI PEMBAGI ALIRAN UDARA SERTA INTEGRASI KEDALAM SISTEM INTEGRATED CIRCULAR HOVERCRAFT PROTO X-1 SKRIPSI Oleh IRVAN DARMAWAN 04 04 02

Lebih terperinci

SOLUSI ANALITIK DAN SOLUSI NUMERIK KONDUKSI PANAS PADA ARAH RADIAL DARI PEMBANGKIT ENERGI BERBENTUK SILINDER

SOLUSI ANALITIK DAN SOLUSI NUMERIK KONDUKSI PANAS PADA ARAH RADIAL DARI PEMBANGKIT ENERGI BERBENTUK SILINDER SOLUSI ANALITIK DAN SOLUSI NUMERIK KONDUKSI PANAS PADA ARAH RADIAL DARI PEMBANGKIT ENERGI BERBENTUK SILINDER ABSTRAK Telah dilakukan perhitungan secara analitik dan numerik dengan pendekatan finite difference

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-192 Studi Numerik Pengaruh Baffle Inclination pada Alat Penukar Kalor Tipe Shell and Tube terhadap Aliran Fluida dan Perpindahan

Lebih terperinci

Perancangan Proses Kimia PERANCANGAN

Perancangan Proses Kimia PERANCANGAN Perancangan Proses Kimia PERANCANGAN SISTEM/ JARINGAN REAKTOR 1 Rancangan Kuliah Section 2 1. Dasar dasar Penggunaan CHEMCAD/HYSYS 2. Perancangan Sistem/jaringan Reaktor 3. Tugas 1 dan Pembahasannya 4.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Nutrient Film Technique (NFT) 2.2. Greenhouse

II. TINJAUAN PUSTAKA Nutrient Film Technique (NFT) 2.2. Greenhouse II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nutrient Film Technique (NFT) Nutrient film technique (NFT) merupakan salah satu tipe spesial dalam hidroponik yang dikembangkan pertama kali oleh Dr. A.J Cooper di Glasshouse

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dinamika fluida adalah salah satu disiplin ilmu yang mengkaji perilaku dari zat cair dan gas dalam keadaan diam ataupun bergerak dan interaksinya dengan benda padat.

Lebih terperinci

FENOMENA PERPINDAHAN. LUQMAN BUCHORI, ST, MT JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP

FENOMENA PERPINDAHAN. LUQMAN BUCHORI, ST, MT JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP FENOMENA PERPINDAHAN LUQMAN BUCHORI, ST, MT luqman_buchori@yahoo.com JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP Peristiwa Perpindahan : Perpindahan Momentum Neraca momentum Perpindahan Energy (Panas) Neraca

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber energi bahan bakar minyak yang berasal dari fosil saat ini diprediksi sudah tidak mampu memenuhi seluruh kebutuhan konsumsi hidup penduduk dunia di masa datang

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Berikut adalah diagram alir penelitian konduksi pada arah radial dari pembangkit energy berbentuk silinder. Gambar 3.1 diagram alir penelitian konduksi

Lebih terperinci

Bab II Pemodelan. Gambar 2.1: Pembuluh Darah. (Sumber:

Bab II Pemodelan. Gambar 2.1: Pembuluh Darah. (Sumber: Bab II Pemodelan Bab ini berisi tentang penyusunan model untuk menjelaskan proses penyebaran konsentrasi oksigen di jaringan. Penyusunan model ini meliputi tinjauan fisis pembuluh kapiler, pemodelan daerah

Lebih terperinci

Analisa Unjuk Kerja Heat Recovery Steam Generator (HRSG) dengan Menggunakan Pendekatan Porous Media di PLTGU Jawa Timur

Analisa Unjuk Kerja Heat Recovery Steam Generator (HRSG) dengan Menggunakan Pendekatan Porous Media di PLTGU Jawa Timur Analisa Unjuk Kerja Heat Recovery Steam Generator (HRSG) dengan Menggunakan Pendekatan Porous Media di PLTGU Jawa Timur Nur Rima Samarotul Janah, Harsono Hadi dan Nur Laila Hamidah Departemen Teknik Fisika,

Lebih terperinci

SIMULASI PRODUKSI HIDROGEN MELALUI CO2 METHANE REFORMING DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR MEMBRAN TESIS IRA SANTRINA JC NIM:

SIMULASI PRODUKSI HIDROGEN MELALUI CO2 METHANE REFORMING DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR MEMBRAN TESIS IRA SANTRINA JC NIM: SIMULASI PRODUKSI HIDROGEN MELALUI CO2 METHANE REFORMING DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR MEMBRAN TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh:

Lebih terperinci

FENOMENA PERPINDAHAN. LUQMAN BUCHORI, ST, MT JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP

FENOMENA PERPINDAHAN. LUQMAN BUCHORI, ST, MT  JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP FENOMENA PERPINDAHAN LUQMAN BUCHORI, ST, MT luqman_buchori@yahoo.com luqmanbuchori@undip.ac.id JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP Peristiwa Perpindahan : Perpindahan Momentum Neraca momentum Perpindahan

Lebih terperinci

STUDI PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PADA SUSUNAN SILINDER VERTIKAL DALAM REAKTOR NUKLIR ATAU PENUKAR PANAS MENGGUNAKAN PROGAM CFD

STUDI PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PADA SUSUNAN SILINDER VERTIKAL DALAM REAKTOR NUKLIR ATAU PENUKAR PANAS MENGGUNAKAN PROGAM CFD STUDI PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PADA SUSUNAN SILINDER VERTIKAL DALAM REAKTOR NUKLIR ATAU PENUKAR PANAS MENGGUNAKAN PROGAM CFD Agus Waluyo 1, Nathanel P. Tandian 2 dan Efrizon Umar 3 1 Magister Rekayasa

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA PEMODELAN DAN SIMULASI SISTEM KENDALI CONTINOUS STIRRED TANK REACTOR (CSTR) BIODIESEL THESIS YOSI ADITYA SEMBADA

UNIVERSITAS INDONESIA PEMODELAN DAN SIMULASI SISTEM KENDALI CONTINOUS STIRRED TANK REACTOR (CSTR) BIODIESEL THESIS YOSI ADITYA SEMBADA UNIVERSITAS INDONESIA PEMODELAN DAN SIMULASI SISTEM KENDALI CONTINOUS STIRRED TANK REACTOR (CSTR) BIODIESEL THESIS YOSI ADITYA SEMBADA 0906495772 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO DEPOK DESEMBER

Lebih terperinci

Perpindahan Panas. Perpindahan Panas Secara Konduksi MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 02

Perpindahan Panas. Perpindahan Panas Secara Konduksi MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 02 MODUL PERKULIAHAN Perpindahan Panas Secara Konduksi Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Teknik Teknik Mesin 02 13029 Abstract Salah satu mekanisme perpindahan panas adalah perpindahan

Lebih terperinci

MODEL ABSORPSI MULTIKOMPONEN GAS ASAM DALAM LARUTAN K 2 CO 3 DENGAN PROMOTOR MDEA PADA PACKED COLUMN

MODEL ABSORPSI MULTIKOMPONEN GAS ASAM DALAM LARUTAN K 2 CO 3 DENGAN PROMOTOR MDEA PADA PACKED COLUMN MODEL ABSORPSI MULTIKOMPONEN GAS ASAM DALAM LARUTAN K 2 CO 3 DENGAN PROMOTOR MDEA PADA PACKED COLUMN NURUL ANGGRAHENY D NRP 2308100505, DESSY WULANSARI NRP 2308100541, Dosen Pembimbing : Prof.Dr.Ir.Ali

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1 Batubara

BAB II TEORI DASAR 2.1 Batubara BAB II TEORI DASAR 2.1 Batubara Batubara merupakan bahan bakar padat organik yang berasal dari batuan sedimen yang terbentuk dari sisa bermacam-macam tumbuhan purba dan menjadi padat disebabkan tertimbun

Lebih terperinci

Pemodelan Numerik Reaksi Enzimatik Imobilisasi

Pemodelan Numerik Reaksi Enzimatik Imobilisasi Jurnal Teknologi Proses Media Publikasi Karya Ilmiah Teknik Kimia 4() Juli 5 : 8 5 ISSN 4-784 Pemodelan Numerik Reaksi Enzimatik Imobilisasi Zuhrina Masyithah Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

MAKALAH KOMPUTASI NUMERIK

MAKALAH KOMPUTASI NUMERIK MAKALAH KOMPUTASI NUMERIK ANALISA ALIRAN FLUIDA DALAM PIPA SIRKULAR DAN PIPA SPIRAL UNTUK INSTALASI SALURAN AIR DI RUMAH DENGAN SOFTWARE CFD Oleh : MARIO RADITYO PRARTONO 1306481972 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PENGARUH MANAJEMEN MODAL KERJA BERSIH TERHADAP PROFITABILITAS PERUSAHAAN TERBUKA DI SEKTOR TRADING DENGAN PERIODE PENELITIAN TAHUN 2003 HINGGA 2007 SKRIPSI Diajukan sebagai

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Model Reaksi CMR merupakan metode reaksi yang digunakan untuk menghasilkan hidrogen. Reaksi ini terdiri dari 2 reaksi yaitu reaksi pembentukan dan water gas shift. pada

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Metanol merupakan cairan polar yang dapat bercampur dengan air, alkohol alkohol

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Metanol merupakan cairan polar yang dapat bercampur dengan air, alkohol alkohol BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metanol Metanol merupakan cairan polar yang dapat bercampur dengan air, alkohol alkohol lain seperti, ester, keton, eter, dan sebagian besar pelarut organik. Metanol sedikit

Lebih terperinci

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) A-13 Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga Vimala Rachmawati dan Kamiran Jurusan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.2 Tahapan Analisis Persamaan Differensial untuk Transfer Energi

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.2 Tahapan Analisis Persamaan Differensial untuk Transfer Energi BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Studi Pendahuluan Langkah awal dalam penelitian ini adalah mencari dan mengumpulkan sumbersumber seperti: buku, jurnal atau penelitian sebelumnya yang mendukung penelitian.

Lebih terperinci

SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN VARIASI PANJANG PIPA PEMASUKAN DAN VARIASI TINGGI TABUNG UDARA MENGGUNAKAN CFD

SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN VARIASI PANJANG PIPA PEMASUKAN DAN VARIASI TINGGI TABUNG UDARA MENGGUNAKAN CFD SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN VARIASI PANJANG PIPA PEMASUKAN DAN VARIASI TINGGI TABUNG UDARA MENGGUNAKAN CFD SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB 4 MODELISASI KOMPUTASI dan PEMBAHASAN

BAB 4 MODELISASI KOMPUTASI dan PEMBAHASAN BAB 4 MODELISASI KOMPUTASI dan PEMBAHASAN 4.1. Pemodelan dalam EFD Tools Pemodelan komputasi menggunakan paket simulasi EFD Lab.8 yang terintegrasi pada tools CAD Solid Works, di mana proses modelling

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISTIK ALIRAN PADA TUJUH SILINDER VERTIKAL DENGAN SUSUNAN HEKSAGONAL DALAM REAKTOR NUKLIR MENGGUNAKAN PAKET PROGRAM FLUENT

STUDI KARAKTERISTIK ALIRAN PADA TUJUH SILINDER VERTIKAL DENGAN SUSUNAN HEKSAGONAL DALAM REAKTOR NUKLIR MENGGUNAKAN PAKET PROGRAM FLUENT Studi Karakteristik Aliran pada Tujuh Silinder Vertika dengan Susunan Heksagonal (A. Septilarso, et al) STUDI KARAKTERISTIK ALIRAN PADA TUJUH SILINDER VERTIKAL DENGAN SUSUNAN HEKSAGONAL DALAM REAKTOR NUKLIR

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

Laju reaksi meningkat menjadi 2 kali laju reaksi semula pada setiap kenaikan suhu 15 o C. jika pada suhu 30 o C reaksi berlangsung 64 menit, maka

Laju reaksi meningkat menjadi 2 kali laju reaksi semula pada setiap kenaikan suhu 15 o C. jika pada suhu 30 o C reaksi berlangsung 64 menit, maka Laju reaksi meningkat menjadi 2 kali laju reaksi semula pada setiap kenaikan suhu 15 o C. jika pada suhu 30 o C reaksi berlangsung 64 menit, maka waktu reaksi berlangsung pada suhu 90 o C Susu dipasteurisasi

Lebih terperinci

SIMULASI PROSES EVAPORASI BLACK LIQUOR DALAM FALLING FILM EVAPORATOR DENGAN ADANYA ALIRAN UDARA

SIMULASI PROSES EVAPORASI BLACK LIQUOR DALAM FALLING FILM EVAPORATOR DENGAN ADANYA ALIRAN UDARA Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011 SIMULASI PROSES EVAPORASI BLACK LIQUOR DALAM FALLIN FILM EVAPORATOR DENAN ADANYA ALIRAN UDARA Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

SIMULASI CFD PERSAMAAN NAVIER STOKES UNTUK ALIRAN FLUIDA TUNAK LAMINAR DI ANTARA PLAT SEJAJAR SKRIPSI AZMAH DINA TELAUMBANUA

SIMULASI CFD PERSAMAAN NAVIER STOKES UNTUK ALIRAN FLUIDA TUNAK LAMINAR DI ANTARA PLAT SEJAJAR SKRIPSI AZMAH DINA TELAUMBANUA SIMULASI CFD PERSAMAAN NAVIER STOKES UNTUK ALIRAN FLUIDA TUNAK LAMINAR DI ANTARA PLAT SEJAJAR SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains AZMAH DINA TELAUMBANUA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan terhadap energi merupakan hal mendasar yang dibutuhkan dalam usaha meningkatkan taraf hidup masyarakat. Seiring dengan meningkatnya taraf hidup serta kuantitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Prosedur Penggunaan Software Ansys FLUENT 15.0

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Prosedur Penggunaan Software Ansys FLUENT 15.0 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat Penelitian Pada penelitian ini menggunakan software jenis program CFD Ansys FLUENT 15.0 dengan diameter dalam pipa 19 mm, diameter luar pipa 25,4 dan panjang pipa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Menurut Mandalam & Palsson (1998) ada 3 persyaratan dasar untuk kultur mikroalga fotoautotropik berdensitas tinggi yang tumbuh dalam fotobioreaktor tertutup. Pertama adalah

Lebih terperinci

DESAIN SISTEM ADSORPSI DENGAN DUA ADSORBER SKRIPSI BOBI WAHYU SAPUTRA FAKULTAS TEKNIK PROGRAM TEKNIK MESIN DEPOK DESEMBER 2008

DESAIN SISTEM ADSORPSI DENGAN DUA ADSORBER SKRIPSI BOBI WAHYU SAPUTRA FAKULTAS TEKNIK PROGRAM TEKNIK MESIN DEPOK DESEMBER 2008 UNIVERSITAS INDONESIA DESAIN SISTEM ADSORPSI DENGAN DUA ADSORBER SKRIPSI BOBI WAHYU SAPUTRA 0606041913 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM TEKNIK MESIN DEPOK DESEMBER 2008 UNIVERSITAS INDONESIA DESAIN SISTEM ADSORPSI

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN, PROBLEM HIDRAULIKA SEDERHANA UNTUK APLIKASI METODE ELEMEN HINGGA

1. PENDAHULUAN, PROBLEM HIDRAULIKA SEDERHANA UNTUK APLIKASI METODE ELEMEN HINGGA 1. PENDAHULUAN, PROBLEM HIDRAULIKA SEDERHANA UNTUK APLIKASI METODE ELEMEN HINGGA 1.1. Pengantar Problem sederhana yang dapat mengantarkan pembaca kepada pemahaman Metode Elemen Hingga untuk problem hidraulika

Lebih terperinci

TUGAS KELOMPOK PERANCANGAN PROSES KIMIA (4 th Week May 2009)

TUGAS KELOMPOK PERANCANGAN PROSES KIMIA (4 th Week May 2009) TUGAS KELOMPOK PERANCANGAN PROSES KIMIA (4 th Week May 2009) Tugas kelompok ini bertujuan: Melatih mahasiswa berkreasi dalam perancangan proses dari hasil-hasil penelitian laboratorium untuk dapat dipakai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI ANALISIS AERODINAMIKA PADA AHMED BODY CAR DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) http://www.gunadarma.ac.id/ Disusun Oleh:

Lebih terperinci

Bab 4 Perancangan dan Pembuatan Pembakar (Burner) Gasifikasi

Bab 4 Perancangan dan Pembuatan Pembakar (Burner) Gasifikasi Bab 4 Perancangan dan Pembuatan Pembakar (Burner) Gasifikasi 4.1 Pertimbangan Awal Pembakar (burner) adalah alat yang digunakan untuk membakar gas hasil gasifikasi. Di dalam pembakar (burner), gas dicampur

Lebih terperinci

STUDI NUMERIK PENGARUH PENAMBAHAN OBSTACLE BENTUK PERSEGI PADA PIPA TERHADAP KARAKTERISTIK ALIRAN DAN PERPINDAHAN PANAS.

STUDI NUMERIK PENGARUH PENAMBAHAN OBSTACLE BENTUK PERSEGI PADA PIPA TERHADAP KARAKTERISTIK ALIRAN DAN PERPINDAHAN PANAS. TUGAS AKHIR KONVERSI ENERGI STUDI NUMERIK PENGARUH PENAMBAHAN OBSTACLE BENTUK PERSEGI PADA PIPA TERHADAP KARAKTERISTIK ALIRAN DAN PERPINDAHAN PANAS. Dosen Pembimbing : SENJA FRISCA R.J 2111105002 Dr. Eng.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULAN 1.1 Latar Belakang Fluidisasi adalah proses dimana benda padat halus (partikel) dirubah menjadi fase dengan perilaku menyerupai fluida. Fluidisasi dilakukan dengan cara menghembuskan fluida

Lebih terperinci

SIMULASI PERPINDAHAN PANAS KOLEKTOR SURYA TIPE TABUNG PLAT DATAR MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK CFD

SIMULASI PERPINDAHAN PANAS KOLEKTOR SURYA TIPE TABUNG PLAT DATAR MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK CFD SIMULASI PERPINDAHAN PANAS KOLEKTOR SURYA TIPE TABUNG PLAT DATAR MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK CFD IIS WIDIYANTO NIM: 41312110073 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pompa adalah mesin yang mengkonversikan energi mekanik menjadi energi tekanan. Menurut beberapa literatur terdapat beberapa jenis pompa, namun yang akan dibahas dalam perancangan

Lebih terperinci

oleh : Ahmad Nurdian Syah NRP Dosen Pembimbing : Vivien Suphandani Djanali, S.T., ME., Ph.D

oleh : Ahmad Nurdian Syah NRP Dosen Pembimbing : Vivien Suphandani Djanali, S.T., ME., Ph.D STUDI NUMERIK PENGARUH VARIASI REYNOLDS NUMBER DAN RICHARDSON NUMBER PADA KARAKTERISTIK ALIRAN FLUIDA MELEWATI SILINDER TUNGGAL YANG DIPANASKAN (HEATED CYLINDER) oleh : Ahmad Nurdian Syah NRP. 2112105028

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA PENGEMBANGAN DAN DAMPAK INDUSTRI BIOETANOL DI JAWA TIMUR DENGAN METODE INPUT OUTPUT TESIS KULSUM

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA PENGEMBANGAN DAN DAMPAK INDUSTRI BIOETANOL DI JAWA TIMUR DENGAN METODE INPUT OUTPUT TESIS KULSUM UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA PENGEMBANGAN DAN DAMPAK INDUSTRI BIOETANOL DI JAWA TIMUR DENGAN METODE INPUT OUTPUT TESIS KULSUM 0806422605 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM PASCA SARJANA TEKNIK INDUSTRI DEPOK JUNI

Lebih terperinci

PENGARUH MODIFIKASI BOUNDARY CONDITION PADA STAMP-TYPE SENSOR TERHADAP DISTRIBUSI TEMPERATUR SKRIPSI

PENGARUH MODIFIKASI BOUNDARY CONDITION PADA STAMP-TYPE SENSOR TERHADAP DISTRIBUSI TEMPERATUR SKRIPSI PENGARUH MODIFIKASI BOUNDARY CONDITION PADA STAMP-TYPE SENSOR TERHADAP DISTRIBUSI TEMPERATUR SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Oleh: GINANJAR SYAMSUL PAMUNGKAS

Lebih terperinci

PERMODELAN PERPINDAHAN MASSA PADA PROSES PENGERINGAN LIMBAH PADAT INDUSTRI TAPIOKA DI DALAM TRAY DRYER

PERMODELAN PERPINDAHAN MASSA PADA PROSES PENGERINGAN LIMBAH PADAT INDUSTRI TAPIOKA DI DALAM TRAY DRYER SKRIPSI RK 1583 PERMODELAN PERPINDAHAN MASSA PADA PROSES PENGERINGAN LIMBAH PADAT INDUSTRI TAPIOKA DI DALAM TRAY DRYER AULIA AGUS KURNIADY NRP 2303 109 016 NIDIA RACHMA SETIYAJAYANTRI NRP 2306 100 614

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Gas alam adalah bahan bakar fosil berbentuk gas, dengan komponen utamanya adalah metana (CH 4 ) yang merupakan molekul hidrokarbon rantai terpendek dan teringan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini, ketersediaan sumber energi fosil dunia semakin menipis, sumber energi ini semakin langka dan harganya pun semakin melambung tinggi. Hal ini tidak dapat dihindarkan

Lebih terperinci

FENOMENA PERPINDAHAN LANJUT

FENOMENA PERPINDAHAN LANJUT FENOMENA PERPINDAHAN LANJUT LUQMAN BUCHORI, ST, MT luqman_buchori@yahoo.com DR. M. DJAENI, ST, MEng JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP Peristiwa Perpindahan : Perpindahan Momentum Neraca momentum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi perangkat mikro berkembang sangat pesat seiring meningkatnya teknologi mikrofabrikasi. Aplikasi perangkat mikro diantaranya ialah pada microelectro-mechanical

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

ANALISIS KERUSAKAN PADA LINE PIPE (ELBOW) PIPA PENYALUR INJEKSI DI LINGKUNGAN GEOTHERMAL

ANALISIS KERUSAKAN PADA LINE PIPE (ELBOW) PIPA PENYALUR INJEKSI DI LINGKUNGAN GEOTHERMAL UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KERUSAKAN PADA LINE PIPE (ELBOW) PIPA PENYALUR INJEKSI DI LINGKUNGAN GEOTHERMAL SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik WIRDA SAFITRI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1: Aliran Darah Yang Terjadi Pada Pembuluh Darah Tanpa Penyempitan Arteri Dan Dengan Penyempitan Arteri

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1: Aliran Darah Yang Terjadi Pada Pembuluh Darah Tanpa Penyempitan Arteri Dan Dengan Penyempitan Arteri BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Darah merupakan komponen penting di dalam tubuh sebagai alat transportasi untuk metabolisme tubuh. Sistem peredaran darah atau sistem kardiovaskular merupakan suatu

Lebih terperinci

SIMULASI NUMERIK ALIRAN 3D UNTUK KONDISI QUASI STEADY DAN UNSTEADY PADA TURBIN UAP AKSIAL

SIMULASI NUMERIK ALIRAN 3D UNTUK KONDISI QUASI STEADY DAN UNSTEADY PADA TURBIN UAP AKSIAL SIMULASI NUMERIK ALIRAN 3D UNTUK KONDISI QUASI STEADY DAN UNSTEADY PADA TURBIN UAP AKSIAL TUGAS AKHIR Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik dari Institut Teknologi Bandung

Lebih terperinci

ANALISA NUMERIK ALIRAN DUA FASA DALAM VENTURI SCRUBBER

ANALISA NUMERIK ALIRAN DUA FASA DALAM VENTURI SCRUBBER C.3 ANALISA NUMERIK ALIRAN DUA FASA DALAM VENTURI SCRUBBER Tommy Hendarto *, Syaiful, MSK. Tony Suryo Utomo Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudarto, SH, Tembalang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

SOLUSI ANALITIK MASALAH KONDUKSI PANAS PADA TABUNG

SOLUSI ANALITIK MASALAH KONDUKSI PANAS PADA TABUNG Jurnal LOG!K@, Jilid 6, No. 1, 2016, Hal. 11-22 ISSN 1978 8568 SOLUSI ANALITIK MASALAH KONDUKSI PANAS PADA TABUNG Afo Rakaiwa dan Suma inna Program Studi Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI ANALISA PERPINDAHAN PANAS TERHADAP RECTANGULAR DUCT DENGAN TEBAL m MENGGUNAKAN ANSYS 12 SP1 DAN PERHITUNGAN METODE NUMERIK

NASKAH PUBLIKASI ANALISA PERPINDAHAN PANAS TERHADAP RECTANGULAR DUCT DENGAN TEBAL m MENGGUNAKAN ANSYS 12 SP1 DAN PERHITUNGAN METODE NUMERIK NASKAH PUBLIKASI ANALISA PERPINDAHAN PANAS TERHADAP RECTANGULAR DUCT DENGAN TEBAL 0.075 m MENGGUNAKAN ANSYS 12 SP1 DAN PERHITUNGAN METODE NUMERIK Disusun Sebagai Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Hukum Kekekalan Massa Hukum kekekalan massa atau dikenal juga sebagai hukum Lomonosov- Lavoiser adalah suatu hukum yang menyatakan massa dari suatu sistem tertutup akan konstan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INONESIA EVALUASI FAKTOR REDUKSI GEMPA PADA SISTEM GANDA RANGKA RUANG SKRIPSI AUDI VAN SHAF ( X)

UNIVERSITAS INONESIA EVALUASI FAKTOR REDUKSI GEMPA PADA SISTEM GANDA RANGKA RUANG SKRIPSI AUDI VAN SHAF ( X) UNIVERSITAS INONESIA EVALUASI FAKTOR REDUKSI GEMPA PADA SISTEM GANDA RANGKA RUANG SKRIPSI AUDI VAN SHAF (04 04 21 009 X) FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL DEPOK NOVEMBER 2008 III/FT.EKS.01/SKRIP/10/2008

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prarancangan Pabrik Vinyl Chloride Monomer dari Ethylene Dichloride dengan Kapasitas Ton/ Tahun. A.

BAB I PENDAHULUAN. Prarancangan Pabrik Vinyl Chloride Monomer dari Ethylene Dichloride dengan Kapasitas Ton/ Tahun. A. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Vinyl chloride monomer (VCM) merupakan senyawa organik dengan rumus molekul C 2 H 3 Cl. Dalam perkembangannya, VCM diproduksi sebagai produk antara dan digunakan untuk

Lebih terperinci

PRESENTASI TUGAS AKHIR. Oleh: Zulfa Hamdani. PowerPoint Template NRP :

PRESENTASI TUGAS AKHIR. Oleh: Zulfa Hamdani. PowerPoint Template NRP : PRESENTASI TUGAS AKHIR SIMULASI NUMERIK (CFD) ALIRAN DUA FASE GAS-SOLID (UDARA- SERBUK BATUBARA) PADA COAL PIPING DI PT. PETROKIMIA GERSIK Oleh: Zulfa Hamdani PowerPoint Template NRP : 2109106008 www.themegallery.com

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat Penelitian Pada penelitian ini software yang digunakan untuk simulasi adalah jenis program CFD ANSYS 15.0 FLUENT. 3.1.1 Prosedur Penggunaan Software Ansys 15.0 Setelah

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA KAJI ULANG SISTEM DRAINASE FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PELACAKAN SALURAN (CHANNEL ROUTING)

UNIVERSITAS INDONESIA KAJI ULANG SISTEM DRAINASE FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PELACAKAN SALURAN (CHANNEL ROUTING) 125/FT.EKS.O1/SKRIP/12/2008 UNIVERSITAS INDONESIA KAJI ULANG SISTEM DRAINASE FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PELACAKAN SALURAN (CHANNEL ROUTING) SKRIPSI SYLVIA YUNIAR 0606041711

Lebih terperinci

Pengaruh ketebalan terhadap akurasi persamaan Rosenthal untuk model analitik distribusi suhu proses pengelasan Djarot B. Darmadi

Pengaruh ketebalan terhadap akurasi persamaan Rosenthal untuk model analitik distribusi suhu proses pengelasan Djarot B. Darmadi Pengaruh ketebalan terhadap akurasi persamaan Rosenthal untuk model analitik distribusi suhu proses pengelasan Djarot B. Darmadi FT Mesin Universitas Brawijaya, MT Haryono 167, Malang Indonesia, 65145

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI PROSES. Titik didih (1 atm) : 64,6 o C Spesifik gravity : 0,792 Kemurnian : 99,85% Titik didih (1 atm) : -24,9 o C Kemurnian : 99,5 %

BAB II DESKRIPSI PROSES. Titik didih (1 atm) : 64,6 o C Spesifik gravity : 0,792 Kemurnian : 99,85% Titik didih (1 atm) : -24,9 o C Kemurnian : 99,5 % BAB II DESKRIPSI PROSES 2.1 Spesifikasi Bahan Baku dan Produk 2.1.1 Spesifikasi Bahan Baku a. Metanol (PT. KMI, 2015) Fase : Cair Titik didih (1 atm) : 64,6 o C Spesifik gravity : 0,792 Kemurnian : 99,85%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi selalu memainkan peranan penting dalam perkembangan hidup manusia dan pertumbuhan ekonomi serta kesejahteraan masyarakat. Contohnya, bahan bakar kayu telah digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fluidisasi merupakan salah satu bentuk peristiwa di mana partikel berfase padatan diubah menjadi fase yang memiliki perilaku layaknya fluida cair dengan cara diberi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai langkah untuk memenuhi kebutuhan energi menjadi topik penting seiring dengan semakin berkurangnya sumber energi fosil yang ada. Sistem energi yang ada sekarang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Perangkat Penelitian Penelitian ini menggunakan perangkat sebagai berikut : 1. Laptop merk Asus tipe A45V dengan spesifikasi, 2. Aplikasi CFD Ansys 15.0 3.2 Diagram Alir

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah Iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perancangan bangunan. Sebuah bangunan seharusnya dapat mengurangi pengaruh iklim

Lebih terperinci

SIMULASI PROSES EVAPORASI NIRA DALAM FALLING FILM EVAPORATOR DENGAN ADANYA ALIRAN UDARA

SIMULASI PROSES EVAPORASI NIRA DALAM FALLING FILM EVAPORATOR DENGAN ADANYA ALIRAN UDARA SIMUASI PROSES EVAPORASI NIRA DAAM FAING FIM EVAPORATOR DENGAN ADANYA AIRAN UDARA Oleh : Ratih Triwulandari 2308 100 509 Riswanti Zawawi 2308 100 538 Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Kusno Budhikarjono, MT Dr.

Lebih terperinci